Anda di halaman 1dari 40

OPTIMALISASI PEMANFAATAN ASSESMENT CENTRE GUNA MENDUKUNG

PEMBINAAN KARIR DALAM RANGKA MEWUJUDKAN SDM POLRI YANG


PROFESIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.

Latar belakang
Sebagai institusi pemerintahan yang memiliki tugas dan tanggung
jawab dalam pelaksanaan fungsi kepolisian, dengan tugas pokok sebagai
penegak hukum, pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat serta
pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, 1 Polri dituntut untuk dapat
profesional dalam setiap pelaksanaan tugasnya. Aktualisasi profesionalisme
Polri tersebut, diwujudkan melalui visi yaitu postur Polri yang profesional,
bermoral dan modern yang dipercaya masyarakat.
Tantangan

tugas

yang

demikian

besar

terhadap

Polri

dalam

pelaksanaan tugas pokoknya tersebut, mendorong Polri untuk merubah pola


operasional pemolisiannya menuju paradigma baru, sesuai dengan tuntutan
dan harapan masyarakat akan kepolisian. Paradigma baru Polri tersebut,
bertujuan untuk dapat mendekatkan diri pada masyarakat, sehingga dapat
secara bersama-sama dalam pemecahan persoalan. Oleh sebab itu, melalui
berbagai momentum perubahan yang kini tengah dilaksanakan oleh Polri,
dimana salah satunya merujuk pada pelaksanaan reformasi birokrasi, Polri
telah

berusaha

untuk

menjadi

lembaga/institusi

pemerintahan

yang

profesional dalam pelaksanaan tugas yang diimplementasikan pada beberapa

Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

bidang tugas Polri baik secara manajemen maupun operasional agar tercapai
tujuan dan sasaran dilaksanakannya reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi Polri yang kini tengah menjadi salah satu prioritas
Polri untuk dapat dilaksanakan, tentu memerlukan adanya sumber daya yang
mampu mendorong terwujudnya pelaksanaan reformasi birokrasi, yang salah
satunya sangat tergantung dari kemampuan sumber daya manusia Polri
sebagai pelaksana utama. Namun demikian, kondisi saat ini masih
menunjukan adanya indikasi bahwa sumber daya manusia Polri masih dinilai
oleh masyarakat kurang profesional dimana akhir-akhir ini Polri didera
berbagai permasalahan yang menyangkut profesionalismenya sebagai alat
penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta
sebagai pemelihara Kamtibmas. Berbagai masalah yang timbul ini antara lain
disebabkan oleh: menonjolnya pola hidup konsumtif, menonjolnya sifat
individualistis, menipisnya/melemahnya mental spiritual, menurunnya disiplin
anggota, dan berbagai permasalahan lainnya.
Tafoya menganalogikan permasalahan diatas sebagai destructive and
long-lasting civil unrest and perceived social injustice (Rahardjo, 2002: 13).
Hal ini semakin mempertanyakan kredibilitas Polri, apakah komitmen dan
integritas sebagai penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat hanya sebatas lip service belaka ataukah memang sudah tidak
ada lagi sumber daya manusia Polri yang memegang komitmen tersebut !
Berbagai kasus yang terjadi apakah itu penembakan atasan oleh bawahan
akibat masalah mutasi, pembatalan mutasi sejumlah perwira menengah Polri,
konspirasi jahat demi mendapatkan pangkat dan jabatan, pemberian reward
yang hanya memenuhi euforia pimpinan, rekayasa kasus, atau fenomena

whistle blower oleh pejabat tinggi Polri seolah menambah daftar panjang
permasalahan Polri diluar berbagai keluhan-keluhan masyarakat atas
buruknya kinerja dan perilaku personel Polri antara lain menyangkut
pemerasan, pungli, intimidasi, diskriminasi, penganiayaan, dan sebagainya
(Muradi, 2009: 299). Pencitraan Polri yang negatif ini seolah-olah menutupi
beberapa pencapaian fenomenal Polri dalam hal pemberantasan terorisme,
narkoba, illegal logging dan berbagai prestasi lainnya.
Melatar belakangi kondisi tersebut, penerapan manajemen sumber
daya manusia Polri perlu dilaksanakan dengan baik sejak tahap awal sampai
akhir dimana salah satu point yang mampu mendorong peningkatan kualitas
sumber

daya

manusia

tersebut

adalah

dengan

diselenggarakannya

assessment yang transparan dan akuntabel sehingga kebutuhan sumber


daya manusia Polri dapat terpenuhi sesuai dengan kompetensinya sebagai
anggota Polri. Assessment sebagai salah satu kegiatan untuk menentukan
nilai suatu obyek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak
berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah
ditetapkan sebelumnya, tentu dapat menjadi sarana bagi Polri untuk menilai
pantas atau tidak, sesuai atau tidak akan kompetensi personil dengan jabatan
yang diembannya. Sehingga dengan demikian maka proses penempatan,
mutasi maupun rotasi dapat sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi yang
ada dan pada akhirnya akan mampu membawa perubahan pada kinerja Polri
yang profesional dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi.

2.

Pokok permasalahan
3

Melatar belakangi uraian latar belakang tersebut diatas, pokok


permasalahan yang ada adalah: Bagaimana strategi meningkatkan kualitas
sumber daya manusia Polri melalui penyelenggaraan assessment yang
transparan dan akuntabel guna mewujudkan reformasi birokrasi?

3.

Pokok persoalan
Beberapa substansi yang menjadi fokus pembahasan dalam penulisan
ini yakni:
a.

Sistem penilaian terhadap kinerja personil belum dilaksanakan secara


transparan.

b.

Belum adanya standar kompetensi tiap satuan kerja.

c.

Pertanggungjawaban terhadap hasil assessment masih belum mampu


direalisasikan.

4.

Ruang lingkup pembahasan


Ruang lingkup pembahasan dalam penulisan ini dibatasi pada strategi
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri melalui penyelenggaraan
assessment yang transparan dan akuntabel guna mewujudkan reformasi
birokrasi.

5.

Maksud dan tujuan


a.

Maksud
Adapun maksud dari penulisan naskah ini adalah untuk
memberikan gambaran umum mengenai strategi dalam meningkatkan

kualitas

sumber daya

manusia

Polri

melalui

penyelenggaraan

assessment.
b.

Tujuan
Tujuan penulisan adalah sebagai suatu konsepsi dan sebagai
masukan bagi Polri dan jajaran dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia melalui penyelenggaraan assessment.

6.

Metode dan pendekatan


a.

Metode
Tulisan ini menggunakan metode deskriptif empirik analisis
dengan menggunakan metode pada kajian kepustakaan. Penulis
mencoba menggambarkan fakta-fakta dan melakukan kajian pada
dokumen sekunder yang ada serta berdasarkan pengalaman penulis
selama bertugas di kepolisian.

b.

Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah dengan
metode kuantitatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji
realitas yang ada guna dilakukan pemecahan permasalahan dipadu
dengan berbagai teori dan konsep para pakar, serta kajian manajemen
maupun teori-teori hukum yang lebih mendekatkan kajian yuridis dari
aturan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui
penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel.

7.

Tata urut/ Sistematika


BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang


penulisan, pokok permasalahan dan persoalan, ruang lingkup
pembahasan, maksud dan tujuan, metode dan pendekatan, tata
urut/sistematika

dan

pengertian-pengertian

yang

merujuk

beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan.


BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kajian kepustakaan yang
diambil dari berbagai sumber, baik berdasar pada kajian teori,
pendapat pakar/ahli manajemen sumber daya manusia maupun
dari berbagai literature lainnya.

BAB III

LANGKAH

PENINGKATAN

KUALITAS

SUMBER

DAYA

MANUSIA POLRI SAAT INI


Pada bab III ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah Polri
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
tengah dilaksanakan.
BAB IV

FAKTOR-FAKTOR

YANG

MENINGKATKAN

KUALITAS

MELALUI

MEMPENGARUHI

DALAM

SUMBER DAYA MANUSIA

PENYELENGGARAAN

ASSESSMENT

YANG

TRANSPARAN DAN AKUNTABEL


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi ditinjau dari aspek internal dan eksternal Polri
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui
penyelenggaraan assessment.
BAB V

LANGKAH

PENINGKATAN

KUALITAS

MANUSIA POLRI YANG DIHARAPKAN

SUMBER

DAYA

Pada Bab V akan diuraikan mengenai kondisi diharapkan dari


langkah peningkatan kualitas sumber daya manusia Polri
melalui penyelenggaraan assessment yang transparan dan
akuntabel.
BAB VI

OPTIMALISASI

PEMANFAATAN

ASSESMENT

CENTRE

GUNA MENDUKUNG PEMBINAAN KARIR DALAM RANGKA


MEWUJUDKAN SDM POLRI YANG PROFESIONAL
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai strategi Polri dalam
meningkatkan

kualitas

sumber

daya

manusia

melalui

penyelenggaraan assessment.
BAB VII

PENUTUP
Pada bab terakhir yang merupakan bab penutup akan
dijelaskan mengenai kesimpulan akhir penulisan serta beberapa
saran dan rekomendasi yang perlu diusulkan ke satuan atas
dalam penyelenggaraan assessment.

8.

Pengertian pengertian
Strategi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2002, strategi
memiliki pengertian sebagai berikut :
1)

Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya


bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan
damai.

2)

Strategi adalah ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk


menghadapi

musuh

dalam

menguntungkan.

perang,

dalam

kondisi

yang

3)

Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk


mencapai sasaran khusus.
Meningkatkan berasal dari kata tingkat : yaitu lapisan dari suatu yang

tersusun; tingkatan : tinggi rendah martabat, taraf, kelas; meningkat:


menginjak, tangga dan sebagai berikut naik; meningkatkan : menaik/derajat
taraf, pangkat dan sebagai proses cara dan perbuatan meningkatkan (usaha,
kegiatan dan

sebagainya).

Kualitas merupakan kesempurnaan, konsistensi, menghilangkan


kerugian, proses mengikuti prosedur dan kebijakan, menghasilkan produk
yang baik dan berguna melakukan yang benar dari awal, memanjakan atau
menyenangkan pelanggan dengan pelayanan dan kepuasan total bagi
pelanggan.2
Sumber Daya Manusia Artinya potensi manusia yang dapat
dikembangkan untuk proses produksi dan memberikan kontribusi. Menurut
Flippo

(1976)

perencanaan,
pengadaan,

mendefinisikan,
pengorganisasian,

pengembangan,

Manajemen

personel

pengarahan

dan

pemberian

yaitu

meliputi

pengendalian

kompensasi,

integrasi

dan
dan

pemeliharaan orang-orang dengan maksud menjunjung tujuan organisasi,


individu dan sosial
Assessment adalah alih-bahasa dari istilah penilaian. Penilaian
digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada evaluasi dan biasanya
dilaksanakan secara internal. Penilaian atau assessment adalah kegiatan
menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-

Jr Evan and Lindsay, 1998, The Management and Control of Quality.

tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang
telah ditetapkan sebelumnya. 3
Transparan merupakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan
bagi semua orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai.4
Akuntabel

adalah

kewajiban

untuk

menyampaikan

pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan


tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada
pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.5
Mewujudkan berasal dari kata wujud yang berarti maksud; tujuan,
jadi mewujudkan berarti menjadikan sesuatu untuk mencapai tujuan atau
maksud tertentu.6
Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen
birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik.

www.fajar.co.id/news.php
Luhut M. D Pangaribuan, SH., Akuntabilitas dan transparansi, bahan ajaran pasis Sespim Polri
dikreg 46 TP. 2008.
5
http://www.mabesad.mil.id/artikel/artikel2/310504lakip1.htm
6
kamus lengkap Bahasa Indonesia, 2004, PT Gramedia Pustaka Utama
4

BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

1.

Personal assessment (penilaian personil)


Penilaian Personil (Personal Assessment) adalah suatu pendekatan
sistematis untuk mendapatkan informasi tentang individu. Informasi ini
digunakan untuk membuat keputusan terkait dengan karier tentang pelamar
dan karyawan. Penilaian dilaksanakan untuk beberapa tujuan spesifik.
Sebagai contoh, anda, sebagai seorang yang memiliki lapangan pekerjaan,
boleh melakukan penilaian personil untuk memilih karyawan untuk suatu
pekerjaan. Penasihat Karier boleh melakukan penilaian personil untuk
menyediakan bimbingan karier kepada klien.
a.

Tes dan prosedur assessment


Tes atau prosedur apapun yang mengukur individu dalam hal
ketenagakerjaan atau yang berkaitan dengan kualifikasi karir dinilai
termasuk sebagai suatu alat penilaian personil. Ada banyak jenis tes
penilaian personil. Ini meliputi test kemampuan dan pengetahuan
tradisional, inventori, prosedur hubungan, dan instrumen yang bersifat
proycksi. Pada artikel ini, istilah test akan digunakan sebagai istilah
umum untuk mengacu pada instrumen atau prosedur apapun yang
memeriksa performa atau sampel perilaku individu.
Alat assessment berbeda dalam hal Tujuan, mis. seleksi,
penempatan, promosi, konseling karir, atau pelatihan Pengukuran
mis. Mengukur kemampuan, ketrampilan, gaya bekerja, nilai-nilai kerja,
atau minat kejuruan Peramalan mis. Performa pekerjaan, potensi

10

manajerial, sukses karier, kepuasan kerja, atau masa jabatan Format,


mis. Paper-And-Pencil, Work-Sample, atau simulasi komputer Tingkat
standardisasi, obyektifitas, dan quantifiability. Bervariasi pada
bermacam-macam tes . Sebagai contoh, ada evaluasi yang subjektif,
tes prestasi yang sangat terstruktur, wawancara yang mempunyai
bermacam-macam derajat tingkat struktur, dan inventori kepribadian
yang tidak memiliki jawaban yang benar atau salah
Semua alat asessment yang digunakan untuk membuat
keputusan tentang ketenagakerjaan, dengan mengabaikan format
mereka, tingkat standardisasi, atau obyektifitas, merupakan penilaian
yang profesional dan standard sah berdasarkan hukum. Sebagai
contoh, evaluasi suatu resume dan penggunaan suatu tes prestasi
yang sangat distandardisasi harus mematuhi ketentuan hukum yang
berlaku. Alat Penilaian yang hanya digunakan semata-mata untuk
eksplorasi karier atau menasihati pada umumnya tidak memiliki
standard yang sah atau memiliki undang-undang yang sama.
b.

Hubungan antara proses assessment dan tes


Tes personal hanya menyediakan sebagian kecil dari gambaran
tentang

seseorang.

Pada

sisi

lain,

proses

assessment

mengkombinasikan dan mengevaluasi semua informasi yang telah


dikumpulkan tentang seseorang untuk membuat keputusan terkait
dengan ketenaga-kerjaan. Informasi itu tidak hanya didapat dari tes
tetapi juga dari hasil wawancara dan penelusuran riwayat hidup. Tes
memiliki pengaruh yang cukup penting terhadap proses assessment

11

Manusia berbeda dalam hal karakteristik fisik dan psikis.


Karakteristik ini dikenal sebagai constructs. Sebagai contoh, orangorang yang mahir dalam verbal dan mathematical reasoning
digolongkan sebagai orang dengan kemampuan mental yang tinggi.
Mereka yang hanya mempunyai sedikit daya tahan phisik dan
kekuatan dimasukkan ke dalam kategori rendah dalam ketahanan dan
lemah dalam kekuatan. Istilah kemampuan mental, daya tahan dan
phisik kekuatan disebut constructs. Constructs tidak bisa dilihat atau
didengar, tetapi kita bisa melihat efeknya pada perilaku. Contoh, kita
tidak bisa melihat secara nyata kekuatan fisik, tetapi kita bisa melihat
efeknya ketika seseorang dapat mengangkat benda berat.
Karyawan dan Pelamar memiliki variasi dalam hal pengetahuan
mereka,

ketrampilan,

kemampuan,

minat,

bekerja

gaya,

dan

karakteristik lain. Perbedaan ini secara sistematis mempengaruhi


orang-orang itu dalam berperilaku. Perbedaan karakteristik ini tidak
bisa dilihat dengan hanya mengamati pelamar pekerjaan atau
karyawan.

Test

Ketenaga-Kerjaan

dapat

digunakan

untuk

mendapatkan informasi yang akurat tentang job-relevant karakteristik.


Bantuan Informasi ini menilai cocok atau tidaknya seseorang dengan
pekerjaannya. Suatu contoh, score pelamar pada suatu tes mekanik
mencerminkan kemampuan mekanik nya. Score ini dapat digunakan
untuk meramalkan seberapa baik pelamar itu untuk melaksanakan
suatu pekerjaan yang memerlukan kemampuan mekanis. Test ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi para pekerja yang berpotensi baik.

12

Beberapa test dapat digunakan untuk meramalkan karyawan


dan performa pekerjaan pelamar/peminta. Di dalam terminologi tes,
alat yang digunakan untuk memprediksi disebut criterion. Beberapa
ukuran-ukuran yang digunakan adalah produktivitas, penilaian kerja,
sukses dalam pelatihan, masa jabatan, dan ketidakhadiran. Sebagai
contoh, di (dalam) mengukur performa pekerjaan, penilaian kerja bisa
jadi ukuran yang diramalkan oleh suatu test kemampuan mekanis.
Seberapa benar suatu test meramalkan suatu ukuran merupakan
indikasi tes tersebut merupakan tes yang baik
c.

Kebutuhan organisasi terhadap penyelenggaraan assessment


Organisasi menggunakan perkakas penilaian dan memeriksa
prosedur untuk membantu pekerja dalam melaksanakan fungsi HR
sebagai berikut:
1)

Seleksi.

Organisasi

ingin

mampu

mengidentifikasi

dan

mengadakan orang-orang yang terbaik untuk pekerjaan dan


organisasi secara efisien dan adil.
2)

Penempatan. Organisasi juga ingin mampu menugaskan orangorang kepada tingkatan pekerjaan yang sesuai. Sebagai contoh,
suatu organisasi mungkin punya beberapa posisi managerial,
masing-masing

mempunyai

suatu

tingkat

yang

berbeda

tanggung jawab.
3)

Pelatihan

Dan

Pengembangan.

Test

digunakan

untuk

menemukan apakah karyawan sudah menguasai material


pelatihan.. Informasi yang diperoleh dari pengujian dapat
digunakan untuk disain atau memodifikasi program pelatihan.

13

Hasil percobaan juga membantu individu mengidentifikasi area


untuk aktivitas pengembangan diri.
4)

Promosi.

Organisasi

dapat

menggunakan

test

untuk

mengidentifikasi karyawan yang menguasai potensi managerial


atau kemampuan tingkat yang lebih tinggi, sehingga karyawan
ini dapat dipromosikan untuk melaksanakan tanggung-jawab
dan tugas-tugas yang lebih besar.
5)

Eksplorasi Karier Dan Bimbingan. Test juga digunakan untuk


membantu masyarakat dalam menentukan bidang pendidikan
dan aneka pilihan kejuruan. Test dapat menyediakan informasi
yang membantu individu memilih jabatan atau jurusan yang
cocok buat individu.

6)

Evaluasi Program. Test dapat menyediakan informasi untuk


menentukan apakah karyawan mendapatkan manfaat atau tidak
dari pelatihan dan program pengembangan
Situasi dimana organisasi mendapatkan keuntungan dari tes.

Beberapa situasi tesebut meliputi :


1)

Pemilihan Atau Prosedur Penempatan yang mengakibatkan


lemahnya pengambilan keputusan dalam menerima pekerja.

2)

Produktivitas Karyawan yang rendah.

3)

Kesalahan karyawan yang mengakibatkan masalah serius


dalam hal keuangan, kesehatan dan keselamatan.

4)

Ada ketidakhadiran atau turnover karyawan tinggi.

5)

Penilaian Prosedur yang ada tidak terstandardisasi secara


profesional

14

Instrumen Penilaian, dapat sangat menolong ketika digunakan


dengan baik, tetapi counter-productive ketika digunakan secara tidak
sesuai. Sering penggunaan tidak sesuai karena tidak berasal dari
pemahaman yang jelas dan bersih dari apa yang kita ingin ukur dan
mengapa kita ingin mengukur itu. Setelah tujuan kita jelas, kemudian
kita memilih tes apa yang cocok dengan tujuan kita.
d.

e.

Prinsip-prinsip Assessment
1)

Gunakan instrument assessment sesuai dengan tujuan

2)

Gunakan pendekatan whole-person

3)

Jangan bergantung pada tes dalam membuat keputusan

Beberapa komponen dalam assessment


Beberapa

komponen

yang

dapat

dilaksanakan

dalam

penyelenggaraan assessment yakni: observasi; evaluasi resume;


kuesioner; biodata; wawancara; tes performa/work sample; tes
achievement; tes kemampuan umum; tes kemampuan khusus; tes
kemampuan fisik; inventori kepribadian; inventori integritas dan
kejujuran; inventori work values; dan tes obat dan kesehatan

2.

Teori analisis SWOT


Pimpinan suatu organisasi, setiap hari berusaha mencari kesesuaian
antara kekuatan-kekuatan internal perusahaan dan kekuatan-kekuatan
eksternal (peluang dan ancaman) suatu pasar. Kegiatannya meliputi
pengamatan secara hati-hati persaingan, peraturan, tingkat inflasi, siklus
bisnis, keinginan dan harapan konsumen serta faktor-faktor lain yang dapat

15

mengidentifikasi

peluang

dan

ancaman.

Suatu

perusahaan

dapat

mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut


peluang yang ada. Proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi-strategi
itu disebut perencanaan strategis.7
Pada organisasi Polri, para pimpinan setiap saat dituntut untuk
mengikuti perkembangan organisasinya serta perkembangan situasi dan
kondisi yang terjadi di luar. Pengalaman dari beberapa satuan kedaerahan
yang berhasil dalam melaksanakan tugasnya adalah karena mereka
menyiapkan rencana kerja yang bersifat strategis dan melaksanakan
rencananya dengan konsisten.

Pendekatan yang dilakukan adalah

menekankan hal-hal apa yang harus dilakukan dalam mengelola berbagai


sumber daya organisasinya agar sasaran organisasi dapat tercapai.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan, Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan
ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan
dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor
strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam
kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang
paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT tehnik membedah kasus bisnis, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama,2006) Hal. 3

16

BAB III
LANGKAH PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA POLRI
SAAT INI

Sebagai organisasi profesi yang terus bekerja sejalan dengan tuntutan


masyarakat dan amanat konstitusi, Polri tidak boleh berpuas diri akan pencapaian
prestasi yang telah diraih saat ini, melainkan Polri harus terus melakukan
pembenahan baik secara individu maupun organisasional agar tuntutan masyarakat
dan amanat konstitusi dapat terus diwujudkan terutama untuk melakukan
pembenahan terhadap berbagai kekurangan yang masih ada dan dapat mencederai
citra Polri sebagai organisasi profesional, yakni dengan masih adanya kinerja
personil yang kurang menunjukan jati diri sebagai anggota Polri yang sanggup
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta
sebagai penegak hukum dan pemelihara keamanan dan ketertiban.
Langkah-langkah pembenahan yang telah dilakukan saat ini dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri, secara berkesinambungan
memang terus dilaksanakan. Hal ini ditunjukan dengan diimplementasikannya
manajemen sumber daya manusia Polri, dilaksanakannya perubahan secara
struktural, kultural dan instrumental sampai dengan dilaksanakannya reformasi
birokrasi Polri yang merupakan upaya pembenahan secara internal dan eksternal
Polri dengan dilanjutkan adanya program revitalisasi Kapolri. Namun demikian,
langkah-langkah tersebut saat ini belum mampu mencapai tujuan secara signifikan
dimana hal ini dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusia Polri yang kurang
baik dengan masih adanya personil yang kurang memahami tugas dan
tanggungjawabnya sebagai anggota Polri, melakukan pelanggaran kode etik profesi,

17

arogan, dan berbagai perilaku lainnya yang tidak sejalan dengan tuntutan
masyarakat dan amanat konstitusi.
Kurang optimalnya langkah peningkatan sumber daya manusia Polri saat ini,
salah satu penyebabnya dapat berawal dari penyelenggaraan assessment
(penilaian) yang merupakan salah satu langkah peningkatan kualitas sumber daya
manusia Polri masih kurang dilaksanakan secara transparan dan akuntabel
sehingga akan berdampak pada kinerja pelaksanaan tugas oleh anggota Polri.
Beberapa

penyebab

kurang

dilaksanakannya

penyelenggaraan

assessment

tersebut, disebabkan oleh:


1.

Sistem penilaian terhadap kinerja personil belum dilaksanakan secara


transparan.
Penilaian kinerja ialah sebuah penilaian sistematis terhadap karyawan
oleh atasannya atau beberapa ahli lainnya yang paham akan pelaksanaan
pekerjaan oleh karyawan atau jabatan itu (Joseph Tiffin, dalam Manullang,
1981 : 118). Menurut Henry Simamora (2001 : 415) penilaian kinerja ialah
suatu alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para
karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan
karyawan. Pendapat yang tidak jauh berbeda mengatakan bahwa penilaian
prestasi

kerja

adalah

proses

melalui

mana

organisasi-organisasi

mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan, kegiatan ini dapat


memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik
kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka (Handoko, 1994 : 135).
Sistem penilaian kinerja merupakan salah satu sarana untuk
mengetahui sejauhmana tingkat kompetensi, dedikasi dan loyalitas yang
dimiliki masing-masing individu anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya,

18

sehingga melalui penilaian kinerja yang baik tentunya akan mampu


meningkatkan kualitas personil Polri dalam pelaksanaan

tugas dan

tanggungjawabnya karena setiap kinerja dapat diukur sesuai dengan beban


tugas dan kompetensi yang dimiliki masing-masing personil. Akan tetapi,
kebutuhan akan adanya penilaian kinerja tersebut saat ini masih kurang
dilaksanakan secara transparan oleh Polri, seperti:
a.

Penilaian terhadap kinerja personil belum seluruhnya berdasar pada


kompetensi yang dimiliki masing-masing personil

b.

Belum jelasnya uraian pekerjaan (job description) setiap personil


dalam pelaksanaan tugasnya, dengan tidak disertainya uraian
mengenai kriteria pekerjaan pada setiap penugasan yang diberikan
sehingga dapat menyulitkan penilaian yang diberikan.

c.

Belum transparannya standar penilaian yang diberikan kepada personil


berdasar pada kompetensinya

d.

Standar keberhasilan dalam pelaksanaan tugas masih berdasar pada


tingkat kepuasan pimpinan, dimana belum adanya aturan baku
mengenai standar keberhasilan.

e.

Belum adanya petunjuk teknis mengenai penilaian kinerja yang


dilaksanakan personil.

f.

Belum

adanya

pedoman

penilaian

terhadap

keberhasilan

dan

kegagalan personil dalam pelaksanaan tugas.


g.

Pelaksanaan tes untuk memperoleh tingkat kompetensi personil masih


kurang dilaksanakan dalam setiap penempatan personil.
Beberapa unsur penilaian kinerja yang masih belum dilaksanakan

tersebut, tentunya akan berdampak pada penilaian kinerja yang dilaksanakan,

19

dimana masih sulit untuk melakukan penilaian yang transparan terhadap


kinerja personil dalam pelaksanaan tugasnya.

2.

Belum adanya standar kompetensi tiap satuan kerja.


Standar kompetensi merupakan pernyataan-pernyataan mengenai
pelaksanaan tugas di tempat kerja yang digambarkan dalam bentuk hasil
output : apa yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh karyawan; tingkat
kesempurnaan pelaksanaan kerja yang diharapkan; bagaimana menilai
bahwa kemampuan karyawan telah berada pada tingkat yang diharapkan.
Standar kompetensi sangat diperlukan bagi setiap

organisasi,

termasuk dalam hal ini bagi Polri dalam pelaksanaan tugasnya, sehingga
standar kompetensi dapat membantu tiap satuan kerja Polri bekerja secara
optimal sesuai dengan kompetensi yang ditentukan di masing-masing satuan
kerja. Namun demikian, standar kompetensi yang merupakan salah satu
kebutuhan urgen bagi Polri, saat ini masih belum mampu direalisasikan
sepenuhnya, dimana saat ini proses penempatan jabatan masing-masing
satuan kerja sangat ditentukan oleh beberapa aspek, yakni: tingkat
kepangkatan dengan kurang memperhatikan asas-asas kompetensi yang
berlaku seperti unsur pengetahuan dan keterampilan pejabat di satuan kerja
masing-masing; aspek psikologis, yakni yang diukur melalui tingkat kedekatan
personil dengan pimpinan; maupun proses penempatan jabatan masih
menjadi kewenangan satuan atas, sehingga pejabat setingkat Polres kurang
memiliki

kewenangan

kuat

untuk

kompetensi.

20

melakukan

penempatan

berdasar

Belum diterapkannya standar kompetensi di setiap satuan kerja Polri,


tentunya akan berdampak pada kinerja yang dihasilkan yaitu dengan kurang
tercapainya tujuan dan sasaran yang ditetapkan karena kurang disertai
dengan pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh personil yang
menempati

jabatan

tertentu

dalam

setiap

pelaksanaan

tugas

yang

dilaksanakannya.

3.

Pertanggungjawaban terhadap hasil assessment masih belum mampu


direalisasikan.
Proses assessment yang merupakan kewenangan pimpinan dalam
penyelenggaraannya,

saat

ini

masih

belum

memiliki

bentuk

pertanggungjawaban yang jelas, dimana hasil assessment tersebut belum


dinilai tingkat kesesuaiannya, apakah telah mampu mendorong kinerja yang
terbaik bagi satuan kerja atau malah sebaliknya. Belum adanya bentuk
pertanggungjawaban terhadap hasil assessment tersebut disebabkan oleh
beberapa aspek yang belum dilaksanakan, seperti:
a.
b.

Belum dilaksanakannya evaluasi terhadap hasil assessment.


Kurang
transparannya
penyelenggaraan
assessment
dilaksanakan dengan belum dilaksanakannya
penyelenggaraan

c.

assessment

baik

dengan

yang

kerjasama dalam
lingkungan

internal

maupun eksternal.
Belum adanya Tim penilai/Assessor yang mampu melakukan penilaian
secara obyektif, seperti dengan adanya Tim penilai dari luar lingkungan

d.

Polri.
Pengawasan belum dijalankan dengan baik terhadap kesesuaian
penyelenggaraan assessment.

21

Masih adanya beberapa aspek tersebut, akan berimplikasi pada


penyelenggaraan assessment yang

kurang akuntabel karena bentuk

pertanggungjawaban yang seharusnya dapat dilaksanakan baik pada proses


maupun hasil penyelenggaraan assessment masih kurang dilaksanakan oleh
pimpinan.

BAB IV

22

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM OPTIMALISASI


PEMANFAATAN ASSESMENT CENTRE GUNA MENDUKUNG PEMBINAAN
KARIR DALAM RANGKA MEWUJUDKAN SDM POLRI YANG PROFESIONAL

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam meningkatkan kualitas sumber daya


manusia melalui penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel,
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Berdasar pada teori Analisis
SWOT, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dapat berasal dari faktor
internal dengan adanya kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal dengan
adanya peluang dan ancaman.
1.

Faktor internal
a.

Kekuatan
1)

Amanat undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri yang


mengharuskan Polri untuk mampu menunjukan kinerja yang
profesional dalam pelaksanaan tugas.

2)

Makin kuatnya keinginan unsur kepemimpinan Polri untuk


melakukan langkah-langkah peningkatan kualitas kemampuan
sumber daya manusia.

3)

Adanya berbagai rumusan perencanaan kerja Polri yang dapat


mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia Polri.

4)

Telah dilaksanakannya assessment dalam penempatan jabatan


Polri.

5)

Dilaksanakannya evaluasi terhadap kinerja yang dilaksanakan


oleh personil Polri.

23

b.

Kelemahan
1)

Sistem penilaian kinerja belum dilaksanakan secara konsisten


oleh seluruh jajaran Polri.

2)

Belum adanya standar kompetensi yang ditetapkan disetiap


satuan kerja Polri.

3)

Implementasi kebijakan pimpinan yang dapat mendukung


terselenggaranya assessment yang transparan dan akuntabel
masih kurang dilaksanakan dengan konsisten.

4)

Belum dipahaminya sistem assessment yang transparan dan


akuntabel oleh seluruh unsur pimpinan.

5)

Kurang dilaksanannya evaluasi terhadap pelaksanaan kinerja


personil.

2.

Faktor eksternal
a.

Peluang
1)

Tuntutan masyarakat akan kinerja Polri untuk profesional makim


besar, yang diaktualisasikan dengan kepedulian masyarakat
terhadap pengembangan organisasi Polri.

2)

Dukungan kuat lembaga/instansi lainnya agar Polri lebih


profesional dalam pelaksanaan tugas.

3)

Makin besarnya desakan dari berbagai pihak untuk terwujudnya


asas transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas
Polri.

24

4)

Makin kuatnya pengawasan publik terhadap Polri dengan makin


besarnya

pengawasan

media

massa

terhadap

setiap

pelaksanaan tugas Polri.


5)

Banyaknya lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi


masyarakat yang mengkritisi kinerja Polri sehingga dapat
menjadi pemicu dilaksanakannya assessment yang transparan
dan akuntabel guna menjawab kritik yang diberikan.

b.

Kendala
1)

Sikap apatis dan antipati masyarakat terhadap kinerja Polri yang


masih dapat ditemukan.

2)

Pengawasan yang diberikan masyarakat terhadap Polri kurang


mampu mengawal Polri untuk melakukan perubahan yang
optimal.

3)

Kurangnya pemberian dukungan moriil terhadap Polri untuk


melakukan perubahan.

4)

Budaya yang berkembang dimasyarakat sangat mempengaruhi


kehidupan organisasi Polri, seperti dengan membudayanya
KKN sehingga hal ini seringkali berdampak pada sulitnya Polri
untuk menentukan penilaian karena masih ada persaingan
kurang sehat antar personil Polri dalam penempatan jabatan.

5)

Masih kuatnya intimidasi terhadap Polri dalam penyelenggaraan


assessment yang transparan dan akuntabel terlebih adanya
intimidasi dari pejabat tinggi pemerintahan.

25

BAB V
LANGKAH PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA POLRI
YANG DIHARAPKAN

Sumber daya manusia Polri sebagai asset penting yang dimiliki organisasi
perlu terus digali potensi-potensi yang dimilikinya agar mampu menunjukan kinerja
terbaik bagi organisasi dalam pelaksanaan tugas. Langkah peningkatan kualitas
sumber daya manusia Polri yang kini tengah dilaksanakan diharapkan dapat disertai
dengan penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel sehingga
langkah-langkah peningkatan kualitas dapat lebih optimal untuk mendukung upaya
pembenahan organisasi dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi Polri.
Penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel tersebut diharapkan
juga dapat didukung oleh beberapa aspek terkait, yakni:

1.

Sistem penilaian terhadap kinerja personil dapat dilaksanakan secara


transparan.
Penilaian

kinerja

sebagai

sarana

yang

dapat

mendorong

pengembangan kualitas personil, diharapkan dapat dilaksanakan, sehingga


dapat diukur secara jelas mengenai kompetensi, dedikasi dan loyalitas
personil dalam pelaksanaan tugasnya, seperti dengan dilaksanakannya
beberapa unsur penilaian kinerja yang diantaranya adalah:
a.

Penilaian terhadap kinerja personil berdasar pada kompetensi yang


dimiliki masing-masing personil

26

b.

Adanya uraian pekerjaan (job description) setiap personil dalam


pelaksanaan tugasnya, dengan disertainya uraian mengenai kriteria
pekerjaan pada setiap penugasan yang diberikan.

c.

Transparannya standar penilaian yang diberikan kepada personil


berdasar pada kompetensinya

d.

Standar keberhasilan dalam pelaksanaan tugas tidak hanya berdasar


pada tingkat kepuasan pimpinan, yaitu adanya aturan baku mengenai
standar keberhasilan.

e.

Adanya petunjuk teknis mengenai penilaian kinerja yang dilaksanakan


personil.

f.

Adanya pedoman penilaian terhadap keberhasilan dan kegagalan


personil dalam pelaksanaan tugas.

g.

Pelaksanaan tes untuk memperoleh tingkat kompetensi personil dapat


dilaksanakan dalam setiap penempatan personil.
Sehingga dengan dilaksanakannya beberapa unsur penilaian kinerja

oleh Polri, diharapkan hal ini dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan


assessment yang transparan dan akuntabel dalam rangka pelaksanaan
reformasi birokrasi.

2.

Adanya standar kompetensi tiap satuan kerja.


Standar kompetensi yang merupakan salah satu tolak ukur terhadap
penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel diharapkan
ditetapkan oleh Polri terutama di setiap satuan kerja Polri, sehingga adanya
standar kompetensi di setiap satuan kerja tersebut dapat mendukung adanya
proses

assessment

yang

transparan

27

dan

akuntabel

dengan

dapat

dieliminirnya beberapa kekurangan dalam penyelenggaraan assessment


yang berujung pada kekurangsesuaian dalam penempatan personil karena
proses penempatan lebih subyektif dengan adanya standar kompetensi yang
diperlukan dalam satuan kerja.

3.

Pertanggungjawaban terhadap hasil assessment mampu direalisasikan.


Proses assessment yang merupakan kewenangan pimpinan dalam
penyelenggaraannya, diharapkan memiliki bentuk pertanggungjawaban yang
jelas, dimana hasil assessment tersebut dapat dinilai tingkat kesesuaiannya.
Bentuk pertanggungjawaban terhadap hasil assessment tersebut diharapkan
didukung oleh beberapa aspek, seperti:
a.
b.
c.

Dilaksanakannya evaluasi terhadap hasil assessment.


Transparannya penyelenggaraan assessment yang dilaksanakan.
Dilibatkannya beberapa unsur dalam penyelenggaraan assessment
seperti unsur-unsur dari lingkungan internal Polri maupun dari unsur
eksternal seperti lembaga/perguruan tinggi yang berkompeten dalam

d.

penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel.


Adanya Tim penilai/assessor yang mampu melakukan penilaian secara

e.

obyektif, seperti dengan adanya Tim penilai dari luar lingkungan Polri.
Pengawasan dapat dijalankan dengan baik terhadap kesesuaian
penyelenggaraan assessment.
Sehingga

terhadap

hasil

dengan

dilaksanakannya

assessment

tersebut,

hal

bentuk
ini

pertanggungjawaban
mampu

mewujudkan

terselenggaranya assessment yang transparan dan akuntabel yang mampu


menciptakan kualitas sumber daya manusia Polri yang optimal.
BAB VI

28

OPTIMALISASI PEMANFAATAN ASSESMENT CENTRE GUNA MENDUKUNG


PEMBINAAN KARIR DALAM RANGKA MEWUJUDKAN SDM POLRI YANG
PROFESIONAL

Sumber daya manusia Polri sebagai asset penting tentu perlu dikelola sebaik
mungkin

agar

mampu

memberikan

kontribusi

optimal

bagi

organisasi.

Penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel sebagai salah satu


strategi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri tentu perlu
dilaksanakan, sehingga apa yang menjadi amanat reformasi birokrasi Polri dapat
dicapai dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga dalam
rangka penyusunan strategi meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri
melalui penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel, maka
langkah-langkah strategis perlu dilaksanakan dengan menentukan visi, misi, tujuan,
sasaran, kebijakan dan strategi serta upaya implementasi (action plan) agar strategi
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penyelenggaraan assessment
yang transparan dan akuntabel dapat dilaksanakan lebih terarah.
Penyusunan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi serta upaya
implementasi (action plan) tersebut yakni:
1.

Visi
Visi yang dirumuskan dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui penyelenggaraan assessment yang

transparan

dan

akuntabel adalah: Terwujudnya kualitas sumber daya manusia Polri yang


mampu memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat serta sebagai penegak hukum dan pemelihara keamanan dan

29

ketertiban yang profesional melalui penyelenggaraan assessment yang


transparan dan akuntabel

2.

Misi
Misi yang dirumuskan adalah:
a.

Meningkatnya kualitas sumber daya manusia Polri sebagai pelindung,


pengayom dan pelayan masyarakat serta sebagai penegak hukum dan
pemelihara keamanan dan ketertiban yang profesional.

b.

Terselenggaranya assessment yang transparan dan akuntabel dalam


rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri

c.

Terimplementasinya revitalitasi Kapolri dalam rangka menciptakan


postur Polri yang melayani, proaktif, transparan, dan akuntabel

d.

3.

Terlaksananya amanat reformasi birokrasi Polri

Tujuan
a.

Meningkatnya kualitas sumber daya manusia Polri sebagai pelindung,


pengayom dan pelayan masyarakat serta sebagai penegak hukum dan
pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b.

Assessment yang transparan dan akuntabel dapat diselenggarakan


dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

4.

c.

Polri yang melayani, proaktif, transparan dan akuntabel terwujud

d.

Reformasi birokrasi Polri dapat diimplementasikan.

Sasaran

30

a.

Dapat diberikannya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada


masyarakat serta penegakan hukum dan terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat.

b.

Meningkatnya sumber daya manusia Polri dengan diselenggarakannya


assessment yang transparan dan akuntabel.

c.

Personil Polri mampu mampu menjadi pelayan, proaktif, transparan


dan akuntabel dalam pelaksanaan tugasnya.

d.

5.

Reformasi birokrasi dapat diimplementasikan dengan baik.

Kebijakan
a.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri

b.

Menyelenggarakan assessment yang transparan dan akuntabel

c.

Menciptakan personil

yang

melayani, proaktif, transparan dan

akuntabel
d.

Melaksanakan reformasi birokrasi Polri dengan mengaktualisasikan


program revitalisasi Kapolri secara optimal.

6.

Strategi
Strategi yang dirumuskan dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui penyelenggaraan assessment yang

transparan

akuntabel, dilaksanakan melalui beberapa tahapan strategi yakni:


a.
b.
c.

Strategi jangka pendek (1 tahun)


Strategi jangka menengah (2 tahun)
Strategi jangka panjang (5 tahun)

31

dan

7.

Upaya implementasi (action plan)


Upaya implementasi strategi dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia melalui penyelenggaraan assessment yang transparan dan
akuntabel adalah:
a.

Jangka pendek (1 tahun)


Upaya implementasi yang dilaksanakan pada jangka pendek ini
diantaranya adalah:
1)

Menyusun sistem penilaian kinerja personil secara transparan


dengan menyusun draft penilaian yang dijadikan sebagai tolak
ukur penilaian kinerja.

2)

Menyelenggarakan
pengambilan

tes

penilaian

kompetensi
terhadap

sebagai
kinerja

materi
personil

awal
yang

dilaksanakan secara periodik satu tahun sekali bagi seluruh


personil.
3)

Melaksanakan evaluasi terhadap hasil assessment yang telah


dilaksanakan agar hasil assessment lebih akuntabel, dengan:
a)

Melakukan

rekonsiliasi/pencocokan

antara

laporan

pelaksanaan assessment dengan realita yang ada.


b)

Melakukan pemeriksaan terhadap hasil assessment yang


telah dilaksanakan.

c)

Assessor menyertakan pihak-pihak yang berkompeten


dalam hal ini unsur pimpinan untuk melakukan evaluasi
bersama terhadap hasil assessment.

4)

Meningkatkan atensi tiap unsur kepemimpinan di satuan


kewilayah terhadap kebijakan pimpinan Polri terutama terkait

32

dengan penyelenggaraan assessment agar dapat dilaksanakan


dengan optimal, dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan
mengenai penyelenggaraan assessment pada saat rapat kerja.
5)

Membentuk Tim assessment ditingkat kewilayahan, dimana hal


ini bertujuan agar penyelenggaraan assessment lebih subyektif
dengan tugas pokok Tim assessment tersebut meliputi:
a)

Melakukan penilaian terhadap kinerja personil secara


transparan

b)

Melakukan koordinasi dengan tiap satuan kerja di


kewilayahan untuk menyusun standar kompetensi yang
diperlukan ditiap unit kerja.

c)

Mempertanggungjawabkan terhadap penyelenggaraan


assessment yang dilaksanakannya ke satuan atas.

d)

Melakukan pengawasan terhadap hasil assessment yang


telah dilaksanakan dengan menilai kinerja personil dalam
kurun waktu tertentu.

e)

Melakukan langkah-langkah sosialisasi terhadap setiap


unsur pimpinan untuk dapat melakukan penilaian secara
subyektif terhadap kinerja personilnya.

6)

Melakukan

kerjasama

dan

koordinasi

dengan

lembaga-

lembaga/perguruan tinggi yang menangani assessment melalui


penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) yang
dibentuk antara lembaga/perguruan tinggi dan Polri dengan
tujuan:

33

a)

Melakukan sharing informasi mengenai penyelenggaraan


assessment yang transparan dan akuntabel.

b)

Melakukan

pengawasan

bersama

mengenai

penyelenggaraan assessment agar dapat dilaksanakan


transparan dan akuntabel
7)

Melaksanakan pelatihan terhadap assessor agar memiliki


kemampuan dan keterampilan yang baik yang dilaksanakan
secara rutin satu bulan sekali dengan tenaga pelatih dari tiap
unsur pimpinan maupun dari lembaga/perguruan tinggi yang
menangani assessment.

8)

Mengusulkan

kebutuhan

anggaran

yang

cukup

dengan

melakukan pendekatan terhadap penggunaan anggaran DIPA


untuk pembentukan lembaga assessment serta dalam rangka
memenuhi

kebutuhan

operasional

maupun

pemberian

tunjangan khusus dan pembinaan bagi tenaga assessor.

b.

Jangka sedang (2 tahun)


Upaya implementasi yang dilaksanakan pada jangka menengah
diantaranya adalah:
1)

Menetapkan sistem penilaian kinerja personil secara transparan


dengan membuat standar baku penilaian yang dijadikan sebagai
tolak ukur penilaian kinerja.

2)

Mengintensifkan penyelenggaraan tes kompetensi sebagai


materi awal pengambilan penilaian terhadap kinerja personil
yang dilaksanakan melalui pelaksanaan metode assessment

34

yang tepat, seperti : observasi; evaluasi resume; kuesioner;


biodata;

wawancara;

tes

performa/work

sample;

tes

achievement; tes kemampuan umum; tes kemampuan khusus;


tes kemampuan fisik; inventori kepribadian; inventori integritas
dan kejujuran; inventori work values; dan tes obat dan
kesehatan
3)

Meningkatkan upaya-upaya evaluasi terhadap hasil assessment


yang telah dilaksanakan agar hasil assessment lebih akuntabel,
dengan

upaya:

peningkatan

langkah-langkah

rekonsiliasi,

pemeriksaan maupun dengan pelibatan unsur-unsur terkait


penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel.
4)

Mengusulkan

pembentukan

Tim

assessment

ditingkat

kewilayahan agar dapat disesuaikan dengan struktur organisasi


sehingga memiliki garis pertanggungjawaban yang jelas dan
program kerja yang lebih terarah, dengan mengajukannya ke
Mabes Polri untuk dapat ditindak lanjuti.
5)

Meningkatkan implementasi kerjasama dan koordinasi dengan


lembaga-lembaga/perguruan

tinggi

yang

menangani

assessment, dengan tujuan untuk: memberikan pelatihan


terhadap tenaga assessor, sharing informasi, pengawasan
maupun dalam rangka evaluasi bersama.
6)

Meningkatkan pemberian pelatihan terhadap assessor agar


memiliki kemampuan dan keterampilan yang

baik yang

dilaksanakan secara rutin satu bulan sekali dengan tenaga

35

pelatih

dari

tiap

unsur

pimpinan

maupun

dari

lembaga/perguruan tinggi yang menangani assessment.


7)

Merencanakan pemberian pendidikan khusus bagi tenaga


assessor baik pendidikan yang dilaksanakan secara internal
maupun eksternal.

8)

Mengusulkan kebutuhan anggaran yang cukup dalam DIPA


untuk pembentukan lembaga assessment serta dalam rangka
memenuhi

kebutuhan

operasional

maupun

pemberian

tunjangan khusus dan pembinaan bagi tenaga assessor.

c.

Jangka panjang (5 tahun)


1)

Mengajukan penyelenggaraan assessment sebagai salah satu


tolak ukur dalam penempatan, mutasi dan rotasi personil
dilingkungan Polri.

2)

Mengusulkan ke Mabes Polri agar hasil penilaian lembaga


assessment memiliki kekuatan dalam proses penempatan,
mutasi dan rotasi personil di seluruh jajaran.

3)

Melakukan

pengawasan

terhadap

penyelenggaraan

assessment dengan melakukan pengawasan internal maupun


dengan memberdayakan pengawasan eksternal, yakni:
a)

Pengawasan internal yakni dengan melakukan koordinasi


irwasum maupun irwasda

b)

Pengawasan eksternal yakni dengan memberdayakan


lembaga pengawasan yang ada di masyarakat, seperti
LSM maupun Ormas

36

4)

Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan


assessment dengan melakukan

langkah-langkah strategis

terhadap penyelenggaraan assessment seperti dengan:


a)

Melibatkan beberapa unsur dari lingkungan internal yakni


dengan melibatkan unsur pimpinan di seluruh satuan
kerja.

b)

melibatkan

unsur

eksternal

dengan

melaksanakan

koordinasi dan kerjasama (MoU) dengan lembaga terkait


penyelenggaraan assessment.

BAB VII
PENUTUP

37

1.

Kesimpulan
a.

Sistem penilaian terhadap kinerja personil belum dilaksanakan secara


transparan, dimana hal ini disebabkan oleh beberapa aspek yang
belum dilaksanakan seperti penilaian belum berdasar kompetensi,
belum jelasnya uraian pekerjaan, belum transparannya standar
penilaian. Menyikapi hal tersebut diharapkan sistem penilaian kinerja
personil

dapat

dilaksanakan

secara

transparan

dengan

dapat

dilaksanakannya beberapa unsur terkait melalui upaya penetapan


penilaian kinerja berdasar kompetensi, penentuan uraian pekerjaan,
disusunnya standar penilaian yang jelas.
b.

Belum adanya standar kompetensi tiap satuan kerja, dimana saat ini
proses penempatan jabatan masing-masing satuan kerja sangat
ditentukan oleh beberapa aspek, yakni: tingkat kepangkatan dengan
kurang memperhatikan asas-asas kompetensi yang berlaku seperti
unsur pengetahuan dan keterampilan pejabat di satuan kerja masingmasing; aspek psikologis, yakni yang diukur melalui tingkat kedekatan
personil dengan pimpinan; maupun proses penempatan jabatan masih
menjadi kewenangan satuan atas. Sehingga diharapkan standar
kompetensi tiap satuan kerja dapat dimiliki dengan dilakukannya upaya
membentuk

Tim

assessment

yang

dapat

menyusun

standar

kompetensi maupun dengan menetapkan sistem penilaian kinerja


personil secara transparan dengan membuat standar baku penilaian
yang dijadikan sebagai tolak ukur penilaian kinerja
c.

Pertanggungjawaban terhadap hasil assessment masih belum mampu


direalisasikan, hal ini disebabkan oleh belum dilaksanakannya

38

evaluasi, kurang transparannya assessment, Tim assessment belum


dibentuk, pengawasan penyelenggaraan assessmen belum berjalan.
Dengan demikian diharapkan bahwa pertanggungjawaban terhadap
hasil assessment dapat dilaksanakan dengan adanya upaya-upaya
seperti

dengan

penyelenggaraan

kerjasama

dalam

proses

assessment, pengawasan, pembentukan Tim assessment, melakukan


pelatihan terhadap assessor sehingga memiliki kemampuan yang baik
dalam penyelenggaraan assessment.

2.

Rekomendasi
Dari uraian tersebut diatas, maka beberapa rekomendasi yang perlu
diusulkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri
melalui penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel dalam
rangka reformasi birokrasi diantaranya adalah:
a.

Agar Mabes Polri dapat membentuk Tim assessment di tingkat


kewilayahan, sehingga penyelenggaraan assessment dapat lebih
subyektif.

b.

Agar Struktur Tim assessment dapat masuk dalam struktur kerja Polri
sehingga memiliki program kerja dan dukungan anggaran yang jelas
dalam penyelenggaraan assessment yang transparan dan akuntabel.

c.

Perlu ditetapkannya sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan


assessment agar dilaksanakan secara transparan dan akuntabel
melalui pemberdayaan beberapa unsur pengawas baik dari lingkungan
internal Polri maupun dari eksternal seperti LSM maupun Ormas.

39

d.

Perlu dimasukannya penyelenggaraan assessment yang transparan


dan akuntabel dalam program revitalisasi Kapolri sehingga tiap satuan
kerja dapat memprioritaskan penyelenggaraannya.

40

Anda mungkin juga menyukai