Anda di halaman 1dari 85

TRADISI LISAN ISTANA ULAR (LIANG ULAR) DI DESA

GALANG KECAMATAN WELAK KABUPATEN


MANGGARAI BARAT

SKRIPSI

Oleh:

FERDINANDUS MANTU
NIM. 2012 240 340

Skripsi Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS FLORES
ENDE
2016
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ferdinandus Mantu


NIM : 2012240340
Program Studi : Pendidikan Sejarah Universitas Flores

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri
dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Ende, 11 Juli 2016


Yang membuat pernyataan

Materai 6000

Ferdinandus Mantu
M OTTO DAN PERSEMBAHAN

Keterlibatan Orang Lain Dalam Mencari Ilmu Yang Mutlak Adalah


Kunci Menuju Keberhasilan
(Ferdinandus Mantu)

Peneliti persembahkan karya ini kepada:

 Orang tua, Bapak Venansius Jemantur dan mama Maria Goreti Sinar, yang

tanpa ada akhir telah mencurahkan seluruh kasih sayangnya dengan tulus

iklas serta mendoakan selalu disetiap perjuanganku.

 Adik-adiku yang selalu memberi semangat dan motivasinya terima kasih, om

Incen, adik Ancik, adik Ino, adik Risto, adik Alfrix, adik Obet, adik Tevo,

adik Ando, adik Ifin, adik Stefa, adik Opick, adik Epick, adik Apick, teman

Rifan, teman Eben, teman Poick, teman Sandick, teman Cepik dan masih

imut-imut fajar yang selalu membuat saya tersenyum dan bahagia di saat

pulang kos.

 Kekasih hati Ellak Timan sebagai tanda cinta kasihku, surya persembahkan

karya kecil ini buatmu. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, dan

kesabaranmu yang telah memberikanku semangat dan inspirasi dalam

menyelesaikan tugas akhir ini, semoga engkau pilihan terbaik buatku dan

masa depanku.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

lindungan, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar tanpa halangan yang berarti. Dalam keksempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tukusnya dan penghargaan

kepada yang terhormat:

1. Ketua Yayasan dan Rektor Universitas Flores beserta staf yang telah banyak

membantu penulis sehingga skripsi ini terwujud.

2. Dekan dan Ketua Prodi Pendidikan Sejarah beserta staf dan para dosen

pendidikan sejarah yang teah banyak membantu dan memberikan bekal ilmu.

3. Bapak Yosef Dentis, S.Pd.,M.A selaku dosen Pembimbing I dan Bapak

Samingan, S.Pd, M.A., M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan dorongan sehingga skripsi ini terwujud.

4. Kesbangpol, Bupati Manggarai Barat, Wakil Bupati Manggarai Barat,

Camat, Kepala Desa, dan warga masyarakat Desa Galang yang telah

memberikan kesempatan dan kerjasama yang baik sehingga pelaksanaan

berjalan lancar.

5. Bapak, ibu dan adik-adik yang senantiasa memberikan doa, motivasi dan

dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar.

6. Teman-teman mahasiswa pendidikan sejarah Universitas Flores lebih khusus

teman-teman kelas B angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan moral.

7. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan motivasi, dorongan sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi.


Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala dan nikmat

atas bantuan yang selama ini diberikan kepada penulis, Amin. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun dengan kerendahan hati

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak yang membutuhkan. Amin!

Ende, 11 Juli 2016

Ferdinandus Mantu
ABSTRAK

Ferdinandus Mantu: Tradisi Lisan Istana Ular (Liang Ular) Di Desa


Galang Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat. Skripsi. Ende:
Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Flores, 2016.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana bentuk


tradisi lisan istana ular pada masyarakat Desa Galang ? Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah Untuk mengetahui bentuk tradisi lisan yang benar-
benar terjadi tentang asal-usul terjadinya istana ular.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun
subyek dalam penelitian sebanyak tujuh orang informan. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik dokumentasi, wawancara, dan observasi.
Teknik analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan,
yaitu (1) Reduksi data (data pencarian), display data (penyajian data) dan
Verifikasi (kesimpulan).
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi
tentang istana ular dan bentuk tradisi lisan istana ular di Desa Galang
Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat. Tradisi lisan istana ular
menceritakan bahwa pada suku Ronggot yang terjadi adanya perkawinan
terlarang, yakni terjadi perkawinan antara saudara saudari kandung, nama
anak ini yaitu Nansa-Nansi, Nansa-Nansi ini anak kembar dari sebuah
keluarga Suku Ronggot, Nansa-Nansi dikutuk sehingga berubah menjadi
dua buah ekor ular di dalam sebuah Gua di kebun Wae Wau. Ada begitu
banyak larangan setiap berkunjung ke istana ular.Masyarakat Desa Galang
sangat percaya bahwa kejadian yang terjadi pada suku ronggot yang ada di
Desa Galang benar-benar nyata, buktinya ada fosil jenis kelamin laki-laki
dan jenis kelamin perempuan yang masih menempel pada dinding di
dalam istana ular. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa kisah lisan
istana ular merupakan sebuah tradisi yang memiliki kekuatan dengan
dibuktikan berbagai macam pantangan pantangan yang tidak boleh
dilanggar.

Kata kunci: Tradisi, Istana, Ular


DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL...............................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN...........................................................................iv
MOTTO.............................................................................................................v
PERSEMBAHAN..............................................................................................vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................vii
ABSTRAK.........................................................................................................viii
DAFTAR ISI......................................................................................................ix
GLOSARIUM....................................................................................................x
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................xi
DAFTAR TABEL..............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Identifikasi Masalah................................................................................6
C. Rumusan Masalah...................................................................................6
D. Tujuan Penelitian....................................................................................7
E. Manfaat Penelitian..................................................................................7

BAB II KAJIAN TEORI..................................................................................9


A. Defenisi-defenisi Teori............................................................................9
B. Penelitian yang Relevan..........................................................................15

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................22


A. Jenis Penelitian........................................................................................22
B. Tempat dan Waktu Penenlitian...............................................................22
C. Subjek Penenlitian...................................................................................23
D. Jenis dan Sumber Data............................................................................24
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data..............................................24
F. Keabsahan Data.......................................................................................25
G. Teknik Analisis Data...............................................................................26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................29


A. Hasil Penelitian.......................................................................................29
1. Sejarah Desa Galang........................................................................29
2. Demografi Desa Galang...................................................................31
3. Keadaan Desa Galang......................................................................34
4. Kondisi Pemerintah Desa Galang....................................................35
5. Luas Wilayah Desa Galang .............................................................35
6. Potensi Desa Galang.........................................................................36
7. Lembaga-lembaga Desa Galang.......................................................37
B. Analisa data.............................................................................................40
C. Pembahasan.............................................................................................44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN..................................................................50


A. Simpulan.................................................................................................50
B. Implikasi Penelitian.................................................................................51
C. Keterbatasan Penelitian...........................................................................52
D. Saran........................................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................54
LAMPIRAN.......................................................................................................56
GLOSARIUM

Tradisi Kebiasaan
Buddhayah Budi,akal,pikiran
Culture Budaya
Praaksara Masa sebelum mengenal tulisan
Tombo turuk Cerita lisan
Traditio Tradisi
Naming Julukan
Sthana Istana, gua
Megalithikum Jaman batu besar/batu tua
Daung Nama orang
Mitos Cerita masa lalu
Weto Nama kampung
Tabib Dukun
Rimba Lebat
Telaga Danau, waduk
Galang Nama desa
Kualitatif Suatu metode dalam menyusun
tulisan skripsi
Informan Orang yang kita wawancara, sasaran
Demografi Ilmu tentang susunan, susunan
Kelelawar Nama binatang
Ronggot Marga,suku
Empo Nenek moyang
Wae wau Nama kebun
Buruk rupa Jelek
Compang Tempat simpan sesajian
Sketsa Peta
DAFTAR SINGKATAN

NIM Nomor Induk Mahasiswa


KESBANGPOL Kesatuan Bangsa dan Politik
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
KK Kepala Keluarga
RT Rumah Tangga
SD Sekolah Dasar
SMP Sekolah Menengah Pertama
SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
PNS Pegawai Negeri Sipil
HA Hektar
SPP Sumbangan Pembinaan Pendidikan
SUKMA Sekolah Umum Khatolik Manggarai
LINMAS Perlindungan Masyarakat
KAMTIMAS Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
SDM Sumber Daya Manusia
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 3.1. Jadwal Penelitian......................................................................23


2. Tabel4.1 Jumlah Penduduk........................................................................31
3. Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan....................................................................32
4. Tabel 4.3 Mata Pencaharian Pokok...........................................................32
5. Tabel 4.4 Jumlah Cacat Mental fisik Desa Galang....................................33
6. Tabel 4.6 jarak dari desa ke Kota..............................................................34
7. Tabel 4.7 luas wilayah...............................................................................35
8. Tabel 4.8 Lembaga kelompok masyarakat ...............................................36
9. Tabel 4.9 jumlah potensi SDM..................................................................37
10. Tabel 4.10 Jumlah lembaga pendidikan....................................................37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 3.1 Skema Triangulasi................................................................26
2. Gambar Peta Desa Galang.........................................................................38
3. Gambar Lampiran Dokumentasi...............................................................62
4. Gambar Hasil Wawancara.........................................................................65
5. Gambar Surat-surat....................................................................................68
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Pedoman Wawancara....................................................................57
Lampiran 2 : Hasil Wawancara........................................................................58
Lampiran 3 : Daftar Informan ..........................................................................61
Lampiran 4 : Dokumentasi...............................................................................62
Lampiran 5: Dokumetasi Hasil Wawancara.....................................................65
Lampiran 6: Surat-Surat...................................................................................67
Lampiran 7: Peta Desa......................................................................................
Lampiran 8: Struktur Gendang Desa Galang....................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan sejarah lokal, unit kesadaaran historiscenderung

bersifat dinamis dan bergerak. Pusat perkisaran sejarah lokal akan lebih

mengarah kepada kelampauan yang khas. Terpenting dalam memandang

sejarah yang ruangnya selalu direlasikan dengan periodenya. Artinya

anakronisme harus selalu diperhatikan dalam menentukan ruang.Mengenai

pengertian sejarah lokal, kelihatanya sampai sekarang belum ada rumusan

yang memuaskan tentang apa sejarah lokal , namun demikian disini bisa

mencoba memulai dengan rumusan sederhana, yaitu: sejarah lokal bisa

dikatakan sebagai suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas

pada lokalitas tertentu, jadi terbatas lingkup terutama dikaitkan dengan

dengan unsur wilayah. Menurut Taufik Abdullah sejarah lokal adalah suatu

peristiwa yang terjadi di tingkat lokal yang batasannya dibuat atas

kesepakatan atau perjanjian oleh penulis sejarah. Batasan lokal ini

menyangkut aspek geografis yang berupa tempat tinggal suku bangsa, suatu

kota, atau desa (Priyadi, 2012: 6-7)

Manusia adalah pencipta kebudayaan, kata budaya berasal dari bahasa

sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang

dalam bahasa Indonesia adalah budi atau akal atau pikiran. Kebudayaan

dalam Bahasa Indonesia juga merupakan terjemahan kata culture

dalamBahasa Inggris, yang diambil dari bahasa Latin colere,


yang artinya mengolah tanah atau bertani. Dengan demikian colere menjadi

culture (kebudayaan dalam bahasa Indonesia) diartikan sebagai segala daya

dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Kebudayaan

adalah kompleks yang mencakup pengetahuan , kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta

kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota

masyarakat (Soekanto, 2006: 150).

Dalam pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan,

pemilikan, dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara

berkesinambungan. Pewarisan budaya bersifat vertikal, artinya budaya

diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya untuk

digunakan, dan selanjutnya diteruskan kepada generasi yang akan datang.

Pewarisan budaya dapat dilakukan melalui enkulturasi dan sosialisasi.

Enkulturasi atau pembudayaan adalah prosoes mempelajari dan

menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan

peraturan hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi dimulai sejak dini,

yaitu masa kanak-kanak, bermula dari lingkungan keluarga, teman-teman

sepermainan, dan masyarakat luas. Sosialisasi atau proses pemasyarakatan

adalah individu menyesuaikan diri dengan individu lain (Winarno, 2012: 34).

Bukan hanya makhluk manusia saja, melainkan juga banyak jenis

makhluk lain yang hidup bersama individu-individu sejenisnya dalam sebuah

kelompok. Dari ilmu mikrobiologi, misalnya, kita mengetahui bahwa banyak

jenis protozoa hidup bersama makhluk sel sejenis dalam suatu kelompok
banyak jenis protozoa hidup bersama makhluk sel sejenis dalam satu

kelompok sebanyak ribuan selayang masing-masing tetap merupakan

individu sendiri-sendiri. Dalam kelomppok protozoa misalnya jenis

Hydractinia itu, ada suatu pembagian kerja yang nyata antara subkelompok

(Koentjaraningrat, 2009: 108)

Ada subkelompok yang terdiri dari ratusan sel yang fungsinya

mencari makan bagi seluruh kelompok, ada subkelompok yang fungsinya

mereproduksi jenis dengan cara membelah diri, ada subkelompok yang

fungsinya meneliti keadaan lingkungan dengan kemampuannya membedakan

suhu yang terlampau tinggi atau terlampau rendah, untuk mendeteksi adanya

bahan yang dapat dimakan, adanya lingkungan yang cocok untuk reproduksi

dan lain-lain (Koentjarangningrat, 2009: 108).

Cara masyarakat Indonesia di masa praaksaraberkomunikasi tentang

masa lalunya dilakukan melalui tradisi lisan. Tradisi lisan merupakan tradisi

yang terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat menggunakan bahasa lisan

dalam menyampaikan pengalaman sehari-hari dari seseorang kepada orang

lain. Tradisi lisan dapat diartikan sebagai proses dan dapat pula sebagai

produk. Sebagai proses, tradisi lisan terkait dengan kebiasaan anggota

masyarakat menyampaikan pengalaman hidup sehari-hari serta pengalaman

masa lalu melalui bahasa lisan. Sebagai produk, tradisi lisan terbentuk karena

kebiasaan anggota masyarakat tersebut menyampaikan informasi,

pengalaman melalui lisan (Anandita, 2009: 5-6).


Dalam mewariskan pengalaman masa lalu, peran orang yang dituakan

dalam masyarakat menjadi sangat penting. Mereka adalah para pemimpin

kelompok yang dianggap memiliki kemampuan lebih dalam menaklukan

alam. Karena dipercaya menjaga anggota kelompoknya, mereka juga diberi

kepercayaan oleh anggotannya untuk memelihara dan menjaga tradisi yang

diwariskan leluhurnya. Misalnya, keyakinan terhadap roh nenek moyang

(Anandita, 2009: 8).

Tradisi lisan dalam budaya Manggarai disebut Tombo Turuk, Tombo

turuk adalah kisah rekaan yang sengaja diciptakan dengan maksud-maksud

tertentu, khususnya dalam kaitan dengan perilaku hidup sehari-hari orang

Manggarai. Kisah rekaan ini memiliki setting, tokoh- tokoh pelaku, peristiwa

dan maksud sebagai isi kisah dengan harapan akan ada kelanjutannya ketika

ia diaplikasikan ke dalam kehidupan konkrit (Deki, 2011: 143).

Berikut ini disajikan satu bentuk tombo turuk yang memiliki

keterkaitan dengan model hidup bersaudara menurut perspektif orang

Manggarai. Istana ular merupakan istana yang berbentuk dari batu yang

berlubang seperti liang atau gua yang di dalamnya dipenuhi dengan berbagai

macam ular. Menurut masyarakat Kampung Weto Desa Galang, bahwa ular

itu dahulunya adalah manusia yang dikutuk karena perkawinan yang

terlarang.

DisebutIstana Ular, karena model istana ular terbentuk dari batu yang

berlubang, di dalamnnya banyak Ular, maka masyarakat kampung Weto

memberi nama Istana Ular. Menurut penduduk lokal, Istana Ular adalah
rumah bagi bagi banyak Piton dengan berbagai ukuran, bahkan dalam gua ini

ada ular yang sangat besar dan kulitnya sangat tebal. Dalam istana ular

adapula binatang lain yang hidup di dalam gua tersebut, misalnya kelelawar.

Sekitar gua juga ada begitu banyak binatang jenis lainnya, misalnya babi

hutan dan rusa. Di pintu Gua ada dua ekor ular hijau yang menurut

masyarakat di kampung Weto desa Galang adalah dua ekor ular hijau itu

sebagai penjaga atau pengawal di pintu gerbang gua.

Untuk masuk gua, harus meminta ijin “orang pintar” yang

mengetahui seluk beluk gua. Tanpa seijin orang pintar pasti akan mengalami

musibah. Untuk masuk ke dalam gua, ada berbagai macam persyaratan yaitu

satu butir telur ayam untuk dijadikan tumbal untuk meminta ijin kepada

penghuni gua, agar kita masuk ke dalam gua dengan aman.

Pemerintah Desa Galang Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai

Barat mestinya memperhatikan di bidang pembangunan ke istana ular,

misalnya pembangunan jalan raya, listrik untuk penjaga gua, dan

pembangunan lain untuk keperluan yang bersifat membangun istana ular,

agar lebih bagus dari sekarang. kaum tua di Desa Galang harus memiliki

waktu untuk menceritakan tentang istana ular ke generasi selanjutnya. Dalam

perkembangan teknologi jaman sekarang kaum-kaum intelek di Kampung

Weto Desa Galang jangan lupa dengan bentuk tradisi lisan istana ular

dijadikan sebagai dokumen secara tertulis untuk generasi berikutnya, maupun

untuk pemerintah yang berwenang di bagian Kebudayaan atau Pariwisata.


Adapun alasan dasar peneliti ingin meneliti tentang istana ular karena

pada saat ini juga di desa galang, istana ular masih terlihat sangat jelas

sebagai modal dan aset untuk masyarakat setempat, cerita patung yang ada di

dalam gua, dan kepercayaan masyarakat kampung Weto Desa Galang

terhadap istana ular,Maka halinilah yang menarik bagi peneliti,sehingga

peneliti menggambil judul:Tradisi Lisan Istana UlarDi Desa Galang

Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat.

B. Identifikasi Masalah

Beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini yaitu :

1. Pemerintah Desa merasa kwatir dengan kurangnya melestarikan Gua

Istana Ular.

2. Permerintah daerah kurang memperhatikan pembangunan jalan ke Gua

Istana Ular.

3. Perlu ada dokumen tertulis tentang tradisi lisan istana ular.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :Bagaimanakah bentuk tradisi lisan Istana Ular di Desa

Galang Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat ?


D. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara

lain :Untuk mengetahui tradisi lisan istana ular di Desa Galang Kecamatan

Welak Kabupaten Manggarai Barat ?

E. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai sumber informasi bagi setiap generasi pada umumnya dari

generasi masyarakat Desa Galang Kecamatan Welak Kabupaten

Manggarai Barat.

b. Sebagai media informasi kepada dinas pariwisata.

2. Manfaat Praktis

a. Golongan Muda

Semoga dengan penelitian ini dapat memberikan wawasan

yang luas kepada golongan muda dan memberikan kepada golongan

muda untuk menjaga dan melestarikan istana ular.

b. Masyarakat

Diharapkan dengan peneliti ini, dapat memberikan yang baik

kepada masyarakat Desa Galang Kecamatan Welak Kabupaten

Manggarai Barat akan pentingnya merawat dan melestarikan istana

ular.

c. Pemerintah Daerah

Semoga dengan penelitian ini dapat digunakan sebagai

dokumentasi bagi pemerintah daerah yang terkait tentang keberadaan


salah satu objek wisata di Desa Galang Kecamatan Welak

Kabupaten Manggarai Barat.

d. Peneliti

Dengan penelitian ini, peneliti melatih kepekaan untuk

melakukan penelitian mengenai tradisi lisanistana ular di Desa

Galang Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Defenisi-defenisi Teori

1. Tradisi

Istilah tradisi berasal dari kata Latin traditio (dari tradere) yang

berarti tradisi atau penyerahan (handing down). Menurut Lorens Bagus,

kata ‘tradisi’ memiliki arti makna dalam berbagai bidang. Dalam bidang

sejarah, tradisi berarti adat istiadat, ritus-ritus, ajaran-ajaran sosial,

pandangan-pandangan, nilai-nilai, aturan-aturan, perilaku-perilaku yang

diwariskan dari generasi ke generasi (Deki, 2011: 94).

Tradisi merupakan unsur warisan lokal unsur warisan sosio-kultural

yang dilestarikan dalam masyarakat atau dalam kelompok sosial

masyarakat dalam kurun waktu yang panjang. Tradisi bersifat progresif

kalau dihubungkan dengan perkembangan kreatif kebudayaan tetapi

tradisi bersifat reaksioner. Tradisi berarti kontinuitas pengetahuan dan

metode-metode penelitian. Sedangkan dalam dunia seni, tradisi berarti

kesinambungan gaya dan keterampilan (Deki, 2011: 94).

Berdasarkan pengertian di atas dapat diungkapkan bahwa tradisi

merupakan kebiasaan dalam masyarakat yang mewariskan budaya lokal

seperti: dalam bidang sejarah, adat istiadat, ritus-ritus, ajaran-ajaran

sosial, pandangan-pandangan, nilai-nilai, aturan-aturan, perilaku-perilaku

yang di masyarakat.
2. Lisan

Istilah ‘lisan’ (oral) dapat diartikan sebagai kata-kata yang

dituturkan, diucapkan (Bagus melalui Deki, 2011: 95). Dengan demikian,

kata ‘lisan’ dalam kaitan dengan tradisi lisan (oral tradition) berarti

tradisi ditransmisikan secara lisan (KBBI, 1990: 528) dalam berbagai

bentuknya seperti ujaran rakyat (folk speech) yang terperinci lagi

kedalam bentuk dialek, julukan (naming), ungkapan-ungkapan dan

kalimat tradisional (traditional phareses and senteces) yang dapat

digolongkan dalam kelompok peribahasa (proverb and proverbial

saying), sedangkan pertanyaan tradisional kedalam teka-teki rakyat (folk

riddles). Selain itu ada sanjak rakyat (folk rhymes), syair rakyat (folk

poetry), dan berbagai macam cerita rakyat (folk narratives) seperti mite,

legenda dan dongeng. Bentuk terkahir adalah nyayian rakyat (folk song)

dan balada rakyat (folk ballads) (Deki, 2011: 95).

Dalam perkembangan istilah lisan atau tuturan merupakan suatu

tradisi yang mewajibkan setiap upacara atau ritus dapat dikembangkan

atau diwariskan ke generasi selanjutnya. Seperti dalam kisah lisan orang

Manggarai mewajibkan setiap kepala suku melibatkan anak-anak dalam

mendengarkan secara lisan tentang suku atau tempat yang mereka diami.

3. Tradisi lisan

Tradisi yang terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat

menggunakan bahasa lisan dalam menyampaikan pengalaman sehari-hari


dari seseorang kepada orang lain. Tradisi lisan dapat diartikan sebagai

proses dan dapat pula sebagai produk (Anandita, 2009; 5).

Sebagai proses, tradisi lisan terkait dengan kebiasaan anggota

masyarakat menyampaikan pengalaman hidup sehari-hari serta

pengalaman masa lalu dalam bahasa lisan. Sebagai produk, tradisi

terbentuk karena kabiasaan anggota masyarakat tersebut menyampaikan

informasi, pengalaman melalui lisan. Sebagai produk juga merupakan

tradisi lisan yang terlihat dalam legenda, folklor, kisah atau mitos. Tradisi

lisan dapat pula diartikan sebagai pengungkapan lisan yang disampaikan

dengan kata-kata dari satu generasi ke generasi yang lain dan seterusnya

(Anandita, 2009; 6).

Tradisi lisan sama tuanya dengan sejarah manusia, terutama sejak

manusia memiliki kemampuan berkomunikasi. Sejak saat itu tradisi lisan

menjadi bagian dari tradisi masyarakat. Tradisi lisan merupakan bagian

dari kebiasaan hidup sehari-hari dengan menggunakan bahasa sebagai

media/alat untuk menyampaikan pesan, gagasan serta pengalaman.

Tradisi lisan juga mengandung nilai-nilai moral, keagamaan, adat

istiadat, cerita khayalan, peribahasa, nyayian, mantra, dan pantun yang

dipelihara agar nilai-nilai yang terkait dengan kehidupan (Anandita,

2009; 7).

4. Istana

Secara etimologi kata “istana” diambil dari bahasa Sansekerta

sthana. Kata lain untuk istana adalah “Mahligai”. Istana adalah sebuah
bangunan besar atau mewah yang biasa dialami oleh keluarga kerajaan,

keluarga kepala negara atau petinggi lainnya. Kata istana kadang-kadang

juga dipakai untuk merujuk kepada gedung besar yang merupakan pusat

suatu lembaga di Jawa dan sekitar tempat tinggal raja disebut ulah

Keraton, pura, atau puri (Williamtsni. 2015).

Dari pengertian di atas dapat diungkapkan bahwa istana

merupakan rumah atau bangunan yang besar bagi kerajaan atau

pemerintahan. Dalam tradisi lisan istana ular, kata istana merupakan

rumah bagi Piton atau berbagai jenis ular yang di kampung Weto

Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat. Bentuk istana dalam

tradisi lisan istana ular merupakan batu yang berlubang besar model gua

atau liang yang ada pada zaman Megalithikum.

Dalam tradisi lisan istana ular, istilah istana biasa disebut juga

Gua. Gua adalah lubang alami di bawah tanah yang dapat dimasuki oleh

manusia (union internationale de speleologie/UIS), lembaga

internasional yang bergerak di bidang speleologi. Dalam sejarah istilah

gua sebenarnya sudah dimulai sejak zaman prasejarah. Dimana pada

jaman Praaksara telah memilih gua sebagai tempat untuk berlindung.

Karena di gua merupakan tempat yang cocok untuk bertempat tinggal

yang aman bagi manusia purba. Hal ini dapat dibuktikan dengan

ditemukanya bekas-bekas peninggalan manusia purba di dalam gua, yaitu

gambar bekas telapak tangan, lukisan hewan-hewan buruan, bekas

tungku batu, sisa-sisa tulang hewan buruan yang mereka makan;


perkakas-perkakas yang terbuat dari batu bahkan fosil manusia itu

sendiri. Beberapa gua di Sulawesi adalah bekas tempat tinggal manusia,

bahkan berfungsi pula sebagai tempat untuk meletakan jenazah (Dodi

Fidianto. 2014).

5. Ular

Ular adalah reptilia tak berkaki dan bertubuh panjang. ular

diperkirakan telah berevolusi dari kadal terestrial sejak pertengahan

zaman Jurassic (174, 1-163, 5 juta tahun yang lalu). Fosil ular tertua yang

diketahui, Eophis Underwoodi, adalah ular kecil yang hidup di daratan

Inggris Selatan sekitar 167 tahun yang lalu. Ular merupakan salah satu

reptilia yang paling sukses berkembang di dunia. Ular banyak di temukan

di gunung, hutan, gurun, dataran rendah, lahan pertanian, lingkungan

permukiman, sampai kelautan. Kebanyakan spesies ular hidup di daerah

tropis, sebagaimana umumnya hewan berdarah dingin, ular tidak dapat

ditemui di tempat-tempat tertentu seperti dipuncak-puncak gunung dan

daerah padang salju atau kutub. Ular juga tidak bisa ditemui di daerah

Irlandia, Selandia Baru, Greenland, pulau-pulau terisolasi di Pasifik

seperti Hawaii serta samudra Atlantik (Beeyanbot. 2015).

Banyak jenis ular yang panjang hidupnya di pepohonan dan

hampir tak pernah menginjak tanah. Banyak jenis yang lain hidup melata

di atas permukaan tanah atau menyusup-nyusup di bawah serasah atau di

bawah tumpukan batuan. Ada juga ular yang hidup di sungai, rawa-rawa,

danau, dan laut (Beeyanbot. 2015).


Ular adalah hewan karnifora, mereka memangsa berbagai jenis

hewan lebih kecil dari tubuhnya. Ular pohon dan ular darat memangsa

burung, mamalia, kodok, jenis-jenis reptil yang lain, termasuk telur-

telurnya. Ular-ular besar seperti ular sanca kembang dapat memangsa

kambing, kijang, rusa, dan bahkan manusia. Ular-ular yang hidup

diperairan memangsa ikan, kodok, berudu, dan bahkan tekur ikan

(Beeyanbot. 2015).

Ular memakan seluruh mangsanya tanpa sisa dan mampu

mengkonsumsi mangsa tiga kali lebih besar dari diameter kepala mereka.

Hal ini dikarenakan rahang mereka lebih rendah dan dapat terpisah dari

rahang atas. Selain itu ular memiliki gigi menghadap kebelakang yang

menahan mangsanya tetap di mulut mereka. Hal ini mencegah mangsa

melarikan diri (Beeyanbot. 2015).

Ular tidak memiliki daun telinga dan gendang telinga, tidak

mempunyai keistimewaan atau ketajaman indera mata maupun telinga.

Matanya selalu terbuka dan dilapisi selaput tipis sehingga mudah melihat

gerakkan di sekelilingnya, namun tidak dapat menfokuskan

pandangannya. Ular hanya dapat melihat dengan jelas dalam jarak dekat.

Indera menjadi andalan ular adalah sisik pada perutnya, yang dapat

menangkap getaran langkah manusia (Beeyanbot. 2015).

Sekitar 70 % dari semua jenis ular berkembang biak dengan

bertelur (ovipar). Jumlah telurnya bisa beberapa butir saja, hingga

puluhan dan ratusan butir. Ular meletakan telurnya di lubang-lubang


tanah, gua, lubang kayu lapuk, atau di bawah timbunan daun-daun

kering. Beberapa jenis ular diketahui menunggui telurnya hingga

menetas; bahkan ular sanca mengerami telur-telurnya (Beeyanbot. 2015).

Dalam kitab-kitab suci, ular kebanyakan dianggap sebagai musuh

manusia. Dalam kitab Yudaisme dan kristen Alkitab (perjanjian lama)

diceritakan bahwa Iblis menjelma dalam bentuk ular, dan membujuk

Hawa dan Adam sehingga terpedaya dan harus keluar dari taman eden.

Dalam kisah Mahabharata, Kresna kecil sebagai penjelmaan dewa Wisnu

mengalahkan ular berkepala lima yang jahat. Dalam salah satu hadits

Rasullah saw. Pun ada anjuran untuk membunuh ular hitam yang masuk/

berada di dalam rumah (Beeyanbot. 2015).

B. Penelitian yang Relevan

Selain dari beberapa defenisi-defenisi teori dari para ahli, untuk

memperkuat kajian dalam penelitian ini juga digunakan rujukan dari hasil

penelitian yang ada sebelumnya. Adapun hasil penelitian yang relevan

dengan topik penelitian ini yaitu:

Pertama(Mahyudin,2008:9)Ular dan Daung. Di Bengkulu terdapat

kisah tentang ular dan daung, dimana kisah ini menceritakan, dahulu kala di

sebuah gunung di Bengkulu hiduplah seorang wanita tua dengan tiga orang

anak perempuannya. Mereka hidup dalam kemiskinan. Kebutuhan sehari-hari

mereka dicukupi dengan ladangnya yang sempit. Satu hari janda ini jatuh

sakit yang sangat keras, kata tabib yang ada di daerah itu bahwa kalian harus

cari daun-daun di hutan dicampur dengan bara gaib di puncak gunung. Di


puncak gunung itu dijaga oleh seekor ular sakti yang disebut ular dan daung.

Konon ular tersebut memangsa siapa saja yang mencoba mendaki puncak

gunung itu.

Kedua orang dari ketiga anak janda itu menolak pergi ke puncak itu.

Putri yang bungsu dari ketiga anak janda itu berani didir pergi puncak gunung

itu karena besarnya si bungsu menyayangi ibunya. Sesampainya di puncak

gung itu ia lihat sebuah gua besar, di gua itu tinggal ular dan daung ini. Si

bungsu belum masuk ke gua itu, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dari

gua itu, iapun gemetar ketakutan, si bungsu memberanikan diri

mendekatinya, katanya : “ U....ular....yang keramat, berilah saya sebutir bara

gaib guna memasak obat untuk ibuku yang sedang sakit. Tanpa diduga, ular

itu menjawab dengan ramah, “ bara itu akan kuberikan bila engkau menjadi

istriku!”.

Demi kesembuhan ibunya ia terpaksa menerima tawaran sang ular itu.

Setelah ia bawa pulang bara gaib itu ia kembali ke puncak gunung untuk

menepati janjinya pada ular itu, pada malam harinya si bungsu ini terkejut,

ular tersebut berubah menjadi seorang pria tampan yang mengaku bernama

Pangeran Abdul Rahman Alamsjah, namun di pagi harinya ia tetap menjadi

ular. Pangeran ini sebenarnya di kutuk oleh pamannya sendiri untuk

kedudukan menjadi raja di istana. Ibunya dan kedua kakaknya kaget ketika

sibungsu hilang, dan mereka mencarinya keatas puncak gunung itu,

sesampainya di puncak gunung ibu dan kedua kakaknya terkejut melihat

suami sibungsu adalah seorang pria yang tampan dan gagah berani, karena
ibunya dengan kedua kakaknya tiba pada malam hari diatas puncak itu.

Kedua kakak sibungsupun merasa cemburu dan timbullah niat jahat mereka.

Mereka membakar kulit ular itu dan mengusir adiknya. Mereka mengira sang

pangeran mau dengan mereka, malah sebaliknya. Dengan di bakarnya kulit

ular itu maka kutukan si ular itupun berakhir. Maka si bungsu jadi istrinya

Pangeran itu selamanya.

Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian (Mahyudin, 2008:

8) dengan penelitian ini, yakni persamaannya sama-sama mengkaji tentang

asal mula ular, dalam mitos ular dan daung terdapat di puncak gunung yang

dikelilingi dengan hutan, dan terdapat sebuah gua.

Persamaan yang lain juga terletak pada kehidupan yang penuh dengan

penderitaan dalam hidup kemiskinan, artinya dalam penelitian (Mahyudin,

2008: 8) dengan penelitian ini merupakan sama-sama menderita yakni

kehidupan keluarga Daung dengan Kehidupan pasangan yang perkawinan

terlalrang dalam penelitian ini. Kebutuhan sehari-hari dicukupi dari ladang

yang sangat sempit yang setiap hari membanting tulang mengerjakan ladang.

Sama halnya dengan kisah lisan istana ular Di Weto Desa Galang Kecamatan

Welak Kabupaten Manggarai Barat bahwa sebuah keluarga di asingkan dari

penduduk dan tinggal di sebuah gua yang jauh dari penduduk dan

menghidupi dirinya dari kebun yang sempit.

Perbedaan antara penelitian (Mahyudin, 2008: 8)dengan penelitian ini

yakni ditemukan bahwa ular dan daung seorang pangeran yang dikutuk oleh

paman kandungnya karena menginginkan tahta kerajaan, sedangkan Di Weto


Manggarai Barat dengan lupa jati diri mereka terjadinya perkawinan diluar

dugaan, maka lahirlah seekor ular besar dan panjang.

Perbedaan lainnya penelitian (Mahyudin, 2008: 8)ketika si janda jatuh

sakit, anaknya pergi memanggil tabib yang ada di daerah itu, sijanda sembuh

diberikan obat khusus yaitu beberapa daun di hutan yang dimasak dengan

bara gaib dari puncak gunung. Dengan keberaniaan si bungsu akhirnya janda

itu sembuh. Sedangkan dalam penelitian ini kedua manusia itu mati di gua

istana ular dan berubah menjadi patung, sekarang ular itu berkembang hingga

sekarang ada begitu banyak ular di gua tersebut.

Perbedaan lainnya asal mula ular di Bengkulu, saat kedua anak si

janda membakar kulit ular, mereka mengira dengan membakar kulit itu maka

marahlah pangeran itu terhadap si bungsu, padalah malah sebaliknya, dan

pangeran itu terbebeas dari kutukan pamannya. Sedangkan pada masyarakat

di Weto Manggarai Barat dengan mengganti kulit ular masa lalu sehingga

sekarang ada begitu jenis ular yang ada di gua itu.

KeduaDalam penelitian Herwiratno (2003: 44) cerita tentang legenda

Ular Putih Di Cina, menceritakan bahwa di Cina Dahulu terdapat seekor ular

putih dan ular hijau, dua ekor ular ini hidup di gunung Er-Mei. . Ular putih

menjelma menjadi seorang gadis yang sangat cantik jelita ,ia bernama Bai Su

Zhen. Ular hijau menjelma menjadi seorang gadis pelayan yang cantik,ia

bernama Xiao Qing. Ular ini ditinggalkan oleh keluarga mereka. Suatu hari

dua ekor ini jalan-jalan ke sebuah danau yang ada di bawah lereng gunung

Er-Mei ini, kebetulan danau ini sangat luas dan panjang, di danau ini
masyarakat sering jalan-jalan dengan perahu sambil bernyanyi, pada saat

seorang pangeran muda jalan di danau dengan sebuah perahu miliknya tiba-

tiba melihat dua perempuan cantik, dan ternyata kedua gadis ini adalah dua

ekor ular yang menjelma menjadi gadis cantik yang menawan. Pangeran ini

jatuh cinta dengan ular putih dan pangeran ini menjadikan ular itu sebagai

istrinya.dari hasil perkawinan mereka, hingga akhirnya dikarunia seorang

anak.

Persamaan dalam cerita lisan tentang istana Ular di Weto Desa

Galang, dengan penelitian Heriwratno (2003: 44) bahwa gua istana ular sama-

samaterletak di hutan rimba.Kejadian legenda ular putih dengan cerita lisan

istana ular dalam penelitian adalah sama-sama ditinggal oleh orang tua.

Adapun perbedaan antara legenda ular putih dengan penelitian

ini,yakni : legenda ular putih melahirkan seorang anak manusia yang sehat

dan dirawat baik-baik dan tidak diizinkan untuk keluar rumah, sedangkan

dalam penelitian ini bahwa hasil perkawinan terlarang melahirkan seekor

anak ular.

Selain perbedaan diatas, adapun perbedaan lainnya adalah legenda

ular putih yang diteliti oleh Herwiratno (2003: 44) bahwa dua ekor ular

menjelmakan dirinya menjadi dua orang gadis yang cantik jelita, sedangkan

kisah sejarah lisan tentang istana ular di Weto Desa Galang adalah hasil

perkawinan terlarang adalah melahirkan seekor anak ular yang sekarang

disebut istana ular.


Ketiga, Penelitian Mudra, (2008: 14) Legenda Telaga Pasir. Konon,

dahulu di hutan lereng gunung Lawu hidup sepasang suami istri, kyai pasir

dan Nyai Pasir namanya mereka tinggal di sebuah pondok sederhana yang

terbauat dari kayu dengan dedaunan sebagai atapnya. Keduanya hidup

bahagia. Mereka merasa aman dan tentram walau ada di hutan. Keduanya

hidup dari hasil bercocok tanam dan mengolah hasil hutan.

Suatu hari, Kyai Pasir pergi ke ladangnya yang terletak di tepi hutan.

Hari itu dia menemukan sebuah telur yang besar, dia kaget melihat telur itu.

Tanpa pikir panjang dia rebus itu telur lalu makan, tidak lama setelah itu

badannya terasa panas, kaku, dan tulang-tulangnya sangat sakit. Akhirnya

kyia Pasirpun menjadi seekor naga yang besar. Begitupun kejadian sama

dengan Nyai Pasir, Nyai pasirpun menjadi seekor Naga. Kedua naga itu

berguling-guling kesana kemari, saat itupun ladang mereka berbentuk

cekung, cekungan itupun menjadi sebuah telaga, telaga itu dinamakan Telaga

Pasir.

Persamaan dalam cerita Mudra, (2008: 14) Legenda Telaga Pasir

dengan tradisi lisan istana ular. Dalam penelitian Mudra (2008: 14) Kyai pasir

dan Nyai Pasir tinggal di Hutan dan kehidupan Kyai Pasir dengan Nyai Pasir

dari makanan yang ada di hutan, kehidupan merakapun bahagia. Dalam

tradisi lisan istana ular juga satu pasangan yang tinggal di Gua yang ada di

Hutan, dengan kehidupan mereka sama-sama dari makanan yang ada di

hutan.
Perbedaannya, Kyai Pasir dan Nyai Pasir menjadi ular gara-gara

makan telur yang aneh. Sementara dalam tradisi lisan istana ular adalah ular

berdasarkan hasil perkawinan yang terlarang dari manusia.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. JenisPenelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, kualitatif

adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para penulis masih tetap

mempersoalkan latar alamiah dengan maksud, agar hasilnya dapat digunakan

untuk menafsirkan fenomena yang dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif

adalah berbagai macam metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif yang

biasa dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan dokumen (Lincoln,

1987: 5).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Setting Penelitian

Penelitian mengenai bentuk tradisi lisan istana ular dilakukan di

Desa Galang Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat dan

dilaksanakan pada Bulan Mei-Juni 2016.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan dengan menyesuaian kegiatan

dengan para informandi Desa Galang yang berlangsung Bulan Mei dan

bulan Juni Tahun 2016, Jadwal penelitian secara rinci dapat dilihat pada

tabel berikut ini :


Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
Bulan
No Program April Mei Juni

1. Penyusunan Proposal dan √ √ √


Konsultasi
2. Perizinan Penelitian dan √ √
Observasi
3. Pelaksanaan Penelitian √ √ √ √

4. Seleksi Data dan Revisi- √ √


Revisi Data
5. Analisi Data dan √ √ √
Penyusunan Laporan

C. Subjek Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian ini, maka yang menjadi subyek dalam

penelitian ini adalah para informan, baik itu informan kunci maupun

informan pendukung.Informan kunci adalah orang yang memiliki ide,

gagasan, pendapat atau pandangan mengenai tradisi lisan istana ularpada

masyarakat Weto Desa Galang Kecamatan WelakKabupaten Manggarai

Barat.Informan kunci dalam penelitian ini adalah tua-tua adat satu orang dan

tua-tua kampung tiga orang yang benar-benar mengetahui tentang asal-usul

istana ulardan memiliki wawasan luas dan juga mengetahui tradisi lisan istana

ularsedangkan informan pendukung adalah masyarakat tiga orang di Desa

Galang dan diandalkan memiliki pengetahuan kultural tapi terbatas.

Selanjutnya, pemilihan subyek penelitian bersifat purposive, yaitu dilakukan

sesuai dengan tujuan atau maksud penelitian.


D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif.Data kualitatif

adalah data yang diperoleh berupa kata-kata atau ungkapan yang diperoleh di

lapangan penelitian.Sedangkan sumber data dalam penelitian ini terdiri dari

sumber data primer dan sumber data sekunder.Data primer adalah data yang

diperoleh peneliti di lapangan terutama dari para- para informan.Sedangkan

data sekuder adalah data yang diperoleh berupa dokumen-dokumen tertulis

yang relevan dengan topik tulisan ini.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.

Sehubungan dengan jenis pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini yakni pendekatan kualitatif, maka isntrumen utama yang mejadi

pengumpulan data ialah peneliti sendiri. Menurut Hughes dan Thigth

sebagaimana dikutip Da Silva, (2011: 17) ada beberapa cara untuk

mengumpulkan data yaitu melalui: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Masing-masing strategi pengumpulan data tersebut, dapat dijelaskan pada

bagian berikut :

1. Observasi

(Da Silva, 2011: 17) Teknik observasi adalah suatu teknik yang

dilakukan peneliti untuk mengamati secara langsung objek. Dalam

bentuk tradisi lisan istana ular di Desa Galang, dengan mencermati

tuturan adat dan cara berjalan masuk ke istana ular. Melalui teknik ini,

peneliti mengamati secara langsung mengenai budaya atau tradisi

masyarakat yang ada di Desa Galang.


2. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide mulai tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan dimensi dalam

topik tertentu (Da Silva, 2011: 17).

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan pengumpulan data melalui buku-buku

yang memuat pendapat para ahli, dalil atau saksi yang terkait dengan

penelitian yang mau diteliti oleh peneliti (Da Silva, 2011: 17)..

F. Keabsahan Data

Triangulasi merupakan aktivitas yang ideal karena berbagai

pertimbangan, terutama dalam bata atau jangka waktu penelitian. Dari sisi

biaya penelitian triangulasi merupakan penghamburan uang yang belum tentu

menghasilkan seuatu yang ideal. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa

triangulasi tidak penting.

Triangulasi dapat disusun dalam bentuk yaitu: triangulasi teori,

triangulasi metode, triangulasi data. Triangulasi teori yaitu pemaduan

sejumlah teori sebagai landasan konsep penelitian. Triangulasi metode yaitu

penggunaan berbagai metode dalam peneltian. Triangulasi data yaitu

pengambilan data-data dari berbagai situs maupun kasus. Bentuk triangulasi

tersebut dapat dilengkapi dengan bentuk lain, misalnya triangulasi jenis

penggandaan sejumlah perspektif dan observer. Triangulasi demikian

mengacu pada penggunaan sejumlah observer atau peneliti, pewawancara,

maupun penafsir yang masing-masing memiliki tolak ukur dan sudut pandang
ataupun perspektif yang berbeda-beda (Maryaeni 2005:27-28). Untuk itu

peneliti memakai ketiga triangulasi diatas.

Observasi

Wawancara Dokumentasi

Gambar 3.1 : Skema Triangulasi

G. Teknik Analisa Data

Untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang dikumpulkan dari

kegiatan penelitian ini agar lebih bermakna, maka data tersebut harus

disajikan secara teratur dan sistematis melalui teknik analisis data.

Analisis data menurut Paton melalui Moleong, (2011:280) adalah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola,

kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran,

yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan

pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian :

1. Pengumpulan Data

Data yang berhasil dikumpulkan melalui pedoman wawancara,

observasi dan studi dokumentasi dicatat dalam bentuk catatan lapangan

(field notes) catatan lapangan tersebut berisi apa yang dikemukakan oleh

informan, serta catatan tentang tafsiran penelitian terhadap informasiyang

diberikan oleh informan.


2. Reduksi Data

Renduksi data dilakukan dengan cara pemilihan dan

penyederhanaan data. Hal ini perlu dilakukan karena data dari masing-

masing informan yang tidak relevan dengan fokus penelitian sehingga

perlu dibuang atau dikurangi.Reduksi data dilakukan dengan memilih

hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Dengan demikian,

akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang apa yang sedang

diteliti.

3. Display data/ Penyajian Data

Data yang sudah direduksi, disajikan dalam bentuk tabel atau

gambar, matriks, grafik, bagan, tema serta tulisan yang disusun secara

sistematis untuk dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang

harus dilakukan. Selanjutnya reduksi data dapat dikemudahkan kegiatan

atau proses penarikan kesimpulan.

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan atau kegiatan Verifikasi sudah dilakukan

sejak awal penelitian atau permulaan pengumpulan data, di mana data

diamati dengan cara mencari makna dari data-data yang ada, membuat

keteraturan, mencatat pola-pola, penjelasan dan konfigurasi yang

memungkinkan. Walaupun masih agak kasar maknanya tetapi akan

semakin jelas dengan semakin banyak data yang diperoleh untuk

mendukung verifikasi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Sejarah Desa Galang
Desa galang berdiri pada tahun 1997, merupakan pemekaran

dari desa Orong. Tahun 1997-1998 Desa persiapan penjabat sementara

pada waktu itu di pimpin oleh Rofinus Raden, dan pada tahun 1999-2003

Desa Galang menjadi desa definitip kemudian pada tahun tersebut tetap

dipimpin oleh Bapak Rofinus Raden. Tahun 2003 melaksanaan

pergantian pemimpin atau kepala desa melalui demokrasi dan dari tahun

tersebut sampai dengan tahun 2009 dipimpin oleh Bapak Lambertus

Jehanun, dan tahun 2009 sampai dengan 2015 dipimpin oleh anak

muda/bujangan Bapak Benediktus Datul, A.md.

2. Demografi Desa Galang


Desa Galang berada di bagian Barat dari pusat Ibukota

Kecamatan Welak dengan ketinggian 0,47 s/d 0,50 mil dari permukaan

laut, kondisi alam yang terdiri dari lembah, dan perbukitan dengan curah

hujan rata-rata pertahun antara 4-5 bulan hujan. Suhu rata-rata 25 c s/d30c.

Penduduk Desa Galang pada tahun 2016 berjumlah 1.952 jiwa terdiri

dari laki-laki 932 dan perempuan berjumlah 1.020 dengan jumlah kepala

keluarga 460 kk. Dengan RTM 200 kk, dengan penyebaran penduduk 70

kk perkilometer (Data Desa Galang).


a) Demografi Desa

Jumlah penduduk Desa Galang hasil pendataan April

2016 berjumlah :

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk

No Jenis Kelamin Jumlah


1. Laki-Laki 932 Orang
2. Perempuan 1.020 Orang
3. Jumlah Kepala Keluarga 460 kk
Total 1.952
Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016

b) Pendidikan.

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Laki- Peremp Jumlah


laki uan
1. Tamat SD/Sederajat 80 90 170

2. Tamat SMP/Sederajat 60 25 85

3. Tamat SLTA/sederajat 30 2 32

4. Tamat D-2/sederajat - 2 2

5. Tamat D-3/sederajat 2 1 3

6. Sarjana S-1/sederajat 6 2 8

Total 1.952

Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016

Dari tabel di atas tentang pendidikan di Desa Galang, bahwa

ada masyarakat desa Galang tidak mengenal pendidikan sama sekali

seperti orang yang tidak berpendidikan sebanyak laki-laki berjumlah

699 orang, perempuan berjumlah 848 orang. Manula laki-laki

berjumlah 48 orang, perempuan berjumlah 42 orang dan balita laki-laki


berjumlah 7 orang, perempuan berjumlah 8 orang. Maka jumlah

keseluruhannya 1.925 orang penduduk desa Galang.

c) Mata Pencaharian Pokok

Tabel 4.3 Mata Pencaharian Pokok

No Jenis Pekerjaan Laki- Perempuan Jumlah


laki
1. Petani 767 870 1.637
2. Pegawai Negeri 4 2 6
Sipil
3. Peternak - - -
4. Pengusaha Kios 5 1 6
5. Guru 3 2 5
Swasta/pegawai
swasta
6. Dukun Kampung 1 2 3
terlatih
7. Pensiunan PNS 1 1
8. Pengusaha Jasa 1 - 1
Transportasi
9. Bidan 4 4
10. Dan lain-lain 150 139 289
Total 1.952
Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016

d) Agama

Pada umumnya masyarakat Desa Galang 100% menganut

Agama Khatolik Roma.

e) Cacat Fisik
Tabel 4.4 Jumlah Cacat fisik Desa Galang

No Tenaga Kerja Laki-laki Perempuan


1 Tuna Rungu 2 1
2 Tuna Wicara 2 -
3 Tuna Netra 2 2
4 Lumpuh 3 2
5 Sumbing 2 2
6 Cacat Fisik Tuna Deksa - -
Kiya
7 Idiot 1 1
8 Gila 2 3
Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016

2. Keadaan Desa Galang


a) Keadaan Sosial
Penduduk Desa Galang mempunyai mata pencaharian utama

petani, buruh kasar dan sebagian kecil mempunyai mata pencaharian

sebagai pedagang. Tingkat pendidikan 10 % SMA, 30 % SMP dan

60 % SD, hal ini disebabkan oleh tingkat ekonomi yang rendah.

b) Keadaan Ekonomi
1. Orbitasi/Jarak Desa

Untuk mencapai Desa Galang ditempuh lewat jalan darat dengan

menggunakan kendaraan Roda Dua (Sepeda Motor) dan

kendaraan Roda Empat ( mobil angkutan umum).

Tabel 4.6 jarak dari desa ke Kota

No Jarak Ke Ibukota Kecamatan 5 km


1 Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan
dengan menggunakan kendaraan Menit
30
bermotor Jam
2 Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan
dengan menggunakan kendaraan roda Menit
45
empat (angkutan Umum) Jam
3 Jarak ke ibukota kabupaten/kota 70 km
4 Lama jarak tempuh ke ibukota kabupaten
dengan menggunakan kendaraan 2 jam
bermotor
5 Lama jarak tempuh ke ibukota kabupaten
dengan menggunakan kendaraan roda 3.30 jam
empat(mobil angkutan umum)
Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016

3. Kondisi Pemerintah Desa Galang


1. Batas Wilayah Desa

Secara geografis Desa Galang berbatasan dengan :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lale


b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa
Waekanta/Kecamatan Lembor.
c) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Orong
d) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Poco Rutang
kecamatan lembor
2. Kewilayahan

Dalam pembagian kewilayahan Desa Galang terbagi atas 4

(empat) wilayah Dusun antara lain :

1. Dusun Pau
2. Dusun Galang
3. Dusun Sokong
4. Dusun Weto
4. Luas Wilayah Desa Galang
Luas wilayah Desa Galang adalah 132 m 2 dengan penggunaanya

sebagai berikut :

Tabel 4.7 luas wilayah

No Penggunaan Luas (Ha)


1 Luas Pemukiman 2500
2 Luas Perkebunan 5000
3 Luas Kuburan 4
4 Luas Pekarangan 1
5 Luas Perkantoran 1
6 Luas Prasarana Pendidikan 3
7 Luas Prasarana umum lainnya 2
8 Luas Lahan tidur 4
Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016

5. Potensi Desa Galang


a) Potensi Air Bersih
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Desa

Galang mengambil air dari hidran umum, PAH, sumur gali, dan air

kali dengan pemanfaatan untuk kebutuhan rumah tangga dan usaha

pertanian seperti sayur-sayuran.

b) Potensi Wisata
Terdapat lokasi/tempat Wisata Istana Ular serta wisata

budaya lainnya yang belum dikelolah baik oleh pihak swasta

maupun pemerintah, cukup disayangkan aset wisata tersebut tidak

dikelola secara baik oleh pemerintah Kabupaten Manggarai Barat

yaitu akses jalan dan sarana lainnya yang tidak memadai.

c) Potensi Sumber Daya Manusia


Warga masyarakat Desa Galang pada umumnya masuk dalam

keanggotaan koperasi simpan pinjam. Untuk menambah modal

usaha, masyarakat Desa Galang melakukan pengkreditan uang

melalui koperasi simpan pinjam baik untuk perempuan maupun

untuk perorangan.

Tabel 4.9 jumlah potensi SDM

Nama Lembaga Jumlah/ Jumlah Jumlah Anggota


Unit Pengurus
SPP Galang 3 30 30
Koperasi Umum 3 35 50
Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016

6. Lembaga-lembaga Desa Galang


a) Lembaga Pendidikan
Tabel 4.10 Jumlah lembaga pendidikan

Nama Jurn Status Kepemilikan Jumlah Jumlah


Guru Siswa
Sekolah 1 Terakreditasi Yayasan 12 230
Dasar SUKMA
Sumber: Dokumentasi Desa Galang

b) Lembaga Adat
Keberadaan lembaga adat di Desa Galang tidak dibentuk

secara resmi, namun masyarakat adat mengakui adanya pemangku

adat (Ketua Suku) dan para kepala Desa Galang.

c) LembagaKeamanan
Jumlah anggota Linmas Desa Galang sebanyak 9 orang,

aktifitas kegiatan Linmas untuk menjaga keamanan dan ketertiban

lingkungan dilaksanakan hanya pada saat pemilihan legislatif,

pilpres, pilgub, dan pemilihan Bupati.


B. Analisis Data
Dalam tradisi lisan istana ular di Kampung Weto Desa Galang

Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat merupakan suatu bentuk

tradisi atau kisah sejarah lisan tentang istana ular, disebut istana ular karena

ular di dalam gua atau istana sangat banyak jenisnya, misalnya ular hijau, dan

berbagai jenis ular lainnya. Adapun binatang lain yang ada di dalam gua ular

ini, misalnya : kelelawar dan katak. Untuk masuk kedalam gua ular ini ada

suatu upacara kecil yaitu : setiap orang yang berkunjung ke gua wajib satu

orang yang sebagai penunjuk jalan masuk membawa sebutir telur ayam

kampung, karena telur ini merupakan simbol atau memberi makan terhadap

semua binatang yang ada di dalam gua. Masyarakat kampung Weto Desa

Galang menganggap atau percaya bahwa ular-ular tersebut adalah nenek

moyang yang terkutuk karena perbuatan kawin terlarang. Ungkapan dalam

upacara ini ditutur oleh keturunan suku Ronggot yaitu Bapak Ferdinandus

Rande, umur 50 tahun (wawancara tanggal 7 Juni 2016), Sebagai seorang

informan mengatakan bahwa :

”Empo....ho salang mai dami leso ho’o bo ga, mai kudut la’at
ite. mai dami kole empo porong neka babang agu langat lite,
ami anak dite empo, tadang koes sangge ata da’at one mai ami
lite, jadi mai dami toe mu’u kanang empo, ho’o kin tuak
kamping ite lami. Mai dami kole empo kudut lelo loke dite.
Hitu kanang tegi dami empo...toe kudut mai ba da’at latang ite
dami empo...”

Artinya : Nenek, tujuan kami datang ke gua ini guna untuk melihat
kulitmu yang bagus dan menawan, kami bukan hanya datang untuk melihat
saja tidak lupa kami membawa makanan untuk kamu. Kami datang bukan
untuk membuatmu marah nenek.
Berdasarkan ungkapan diatas bahwa masyarakat kampung Weto
percaya ular-ular tersebut adalah nenek moyang suku Ronggot .
Menurut Bapak Dominikus Tau (tua gendang) (wawancara 30 Mei
2016) seorang informan mengatakan bahwa :
”sejarah lisan istana ular awalnya adalah dua orang anak
pergi menjaga kebun, sampai di kebun mereka melakukan
perkawinan terlarang, dikatakan terlarang karena mereka
melakukan perkawinan sedarah atau perkawinan saudara
saudari kandung, hasil perkawinan mereka menetas
berbagai macam ular besar dan panjang. Akhirnya sekarang
sudah banyak jenis ular di istana ular kampung Weto Desa
Galang”.

Berdasarkan cerita Bapak Dominikus Tau, maka tradisi lisan istana


ular merupakan awalnya dari manusia yang menghasilkan anak ular.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Paulus Pedeng (tua
Kampung), 80 tahun (wawancara pada tanggal 30 Mei 2016). ) Seorang
informan mengatakan bahwa:
“awal muncul tradisi lisan istana ular di sebelah Barat
kampung ada salah satu kebun yang ada di kampung Weto
Desa Galang namanya kebun Wae Wau, di kebun Wae Wau
ini ada perkawinan yang terlarang karena perkawinan
saudara saudari kandung, sehingga menetas berbagai
macam ular yang panjang dan tebal kulitnya.

Berdasarkan cerita di atas, maka tradisi lisan istana ularawalnya dari


manusia yang berbuat sembarang yakni melakukan perkawinan saudara-
saudari kandung, karena menurut masyarakat kampung Weto Desa Galang
perbuatan itu merupakan melanggar norma atau aturan yang berlaku di
masyarakat Kampung weto Desa Galang.
Menurut Bapak Antonius Hambut (masyarakat), umurnya 45 Tahun.
(wawancara pada tanggal 3 Juni 2016) seorang informan pendukung
mengatakan bahwa: tradisi lisan istana ular merupakan sebuah tradisi di
Desa Galang yakni awal mulanya sejarah lisan istana ular, sebuah keluarga
(nenek moyang suku Ronggot) :
“Dua orang anak melakukan perkawinan terlarang, artinya
jatuh cinta sedarah, akhirnya kedua orang ini diusir dari
kampung Weto Desa Galang dan tinggal di sebuah gua di
sebelah Barat Kampung Weto, suatu malam orang tua dari
kedua orang anak ini mimpi, dalam mimpinya : “
Bapak...kalau cari kami, cari saja di Wae Wau (sebuah kali
di gua ular). Keesokan harinya bapak dari kedua anak ini
langsung pergi ke Wae Wautersebut, ternyata kedua anak
itu sudah di kutuk oleh Sang Maha Kuasa (Tuhan) dikutuk
jadi dua ekor ular yang panjang dan besar. Maka dari
situlah ular yang sekarang menjadi banyak”.

Selain informandi atas ada juga menurut Bapak Lambertus Jehadut

(mantan kepala desa periode 2004/2009) yang mempublikasikan istana ular

bulan Julitahun 2005. Dalam kajian sejarah beliau bahwa :

“Manusia lahir kembar satu laki-laki dan satunya


perempuan, nama anak kembar ini adalah Nansa dan Nansi,
anak kembar ini pergi menjaga kebun di Wae Wau. Sampai
di kebun Wae Waukedua anak kembar melakukan
hubungan yang terlarang, maka terjadilah kutukan kedua
anak kembar ini menjadi dua ekor ular, satu jantan dan satu
betina, mulai dari situlah ular berkembang biak sehingga
sekarang sudah banyak jenis ular di dalam dan di sekitar
gua ular”.

Menurut Bapak Lambertus Jehadut ada berbagai macam larangan

kalau berkunjung ke gua ular, seperti :

1. Tidak boleh ada niat untuk mencuri ular


2. Tidak boleh pacaran
3. Tidak boleh membawa alat tajam
Pada intinya menurut Beliau tidak boleh berbuat jahat terhadap ular

yang ada di gua ular, karena menurutnya dahulunya ular-ular itu manusia,

buktinya ada fosil jenis kelamin manusia laki-laki dan jenis kelamin manusia

perempuan.

Menurut Bapak Fransiskus Sowol (suku Ronggot), 37 tahun


(wawancara pada tanggal 3 Juni 2016) seorang informan kunci (sekertaris
Desa Galang), beliau mengatakan sejarah istana ular bahwa :
“awal mulanya ada dua orang anak dari suku Ronggot pergi
menjaga kebun di Wae Wau. Dua orang anak ini, satu laki-
laki dan satunya perempuan. Kedua orang anak ini
melakukan perkawinan terlarang. Setelah di ketahui
orangtua dari kedua anak ini langsung di usir dari rumah
dan di seluruh masyarakat mengusir kedua anak ini. Suatu
malam orangtua dari kedua anak ini bermimpi, dalam
mimpinya “ Bapak... kalau mau cari kami, cari saja di Wae
Wau. Langsung keesokan harinya orangtua dari kedua anak
ini pergi ke Wae Wau, ternyata sampai di Wae Wau bukan
lagi kedua anaknya di dalam gua, tetapi dua ekor ular,
satunya ular jantan satunya ular betina, mulai dari situlah
sehingga sekarang di sebut istana ular”.

Data di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa tradisi lisan istana ular

kejadian yang terjadi pada suku Ronggot yang terjadi pada masa lampau,

dimana kisah ini menceritakan “awal mulanya ada dua orang anak dari suku

Ronggot pergi menjaga kebun di Wae Wau. Dua orang anak ini, satu laki-laki

dan satunya perempuan. Kedua orang anak ini melakukan perkawinan

terlarang. Setelah di ketahui orangtua dari kedua anak ini langsung di usir dari

rumah dan di seluruh masyarakat mengusir kedua anak ini.

Suatu malam orangtua dari kedua anak ini bermimpi, dalam mimpinya

“ Bapak... kalau mau cari kami, cari saja di Wae Wau. Langsung keesokan

harinya orangtua dari kedua anak ini pergi ke Wae Wau, ternyata sampai di

Wae Wau bukan lagi kedua anaknya di dalam gua, tetapi dua ekor ular,

satunya ular jantan satunya ular betina, mulai dari situlah sehingga sekarang

di sebut istana ular”.

Pernah terjadi pada tahun 2007 yang terjadi pada orang asing

namanya Mr. John mengatakan raja dari semua ular yang ada di dunia ini

adalah di istana ular kampung Weto Desa Galang Kecamatan Welak


Kabupaten Manggarai Barat, ciri-ciri Raja ular ini bila kita manusia melihat

ada warna merah yang lajunya sangat cepat di awan, maka itu sang raja ular

sedang mengelilingi dunia melihat ular-ular lainnya yang ada di seluruh bumi.

C. Pembahasan
Uraian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat

dianalisis bahwa masyarakat desa Galang mempunyai keturunan yang pernah

terkutuk oleh Tuhan yang maha kuasa. Tradisi lisan istana ular diwariskan

kisahnya secara turun temurun, supaya tidak akan menghilang kisah

nyatanya. Penelitian ini didukung oleh gagasan Jan Harold Brunvard dalam

Danandjaja (1986: 3) “Folkor Indonesia”, Mengatakan secara keseluruhan

defenisi folklor adalah sebagai berikut: “Sebagian kebudayaan suatu kolektif,

yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa

saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan

maupun cantoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat (mnemonic device)”. Pernah terjadi pada masa lalu suku Ronggot,

bahwa dahulu pernah terjadi perkawinan terlarang yang terjadi ketika dahulu

ada dua orang anak dari keturunan ronggot pergi menjaga kebun di Wae

Wau.

Tradisi lisan istana ular merupakan suatu kisah kehidupan

terdahulu suku Ronggot yang terkutuk karena ada perkawinan terlarang.

Perkawinan terlarang terjadi ketika dua orang anak dari sebuah keluarga suku

Ronggot berhubungan badan disaat menjaga kebun, setelah diketahui oleh

orangtua dari kedua anak ini, maka orangtua mengusir mereka, bahkan

seluruh masyarakat di desa galang mengusir mereka dari kampung. Kedua


anak ini melarikan diri dari Desa Galang. Akhirnya mereka tinggal di sebuah

gua di kebun Wae wau. Di dalam gua kedua anak ini dikutuk menjadi dua

ekor ular yang berjenis kelamin satu ular jantan satunya ular betina. Maka,

mulai dari sini seluruh masyarakat desa Galang percaya bahwa dari dua ekor

ular inilah yang sekarang sudah banyak ular di gua ular ini, sehingga

masyarakat menyebut gua itu dengan sebutan istana ular.

Demikian dengan penelitian ini yang menggali tingkat kesadaran

Desa Galang terhadap tradisi lisan istana ular karena kejadian yang benar-

benar terjadi pada suku Ronggot yang berada di Desa Galang. Tradisi lisan

istana ular merupakan istana ular yang dipercaya oleh masyarakat desa

Galang adalah empo atau nenek moyang suku Ronggot yang ada di desa

Galang. Segala sesuatu yang ada bersifat mitos oleh manusia sebagai tempat

yang berbudaya, dengan adanya tradisi lisan istana ular mengingat akan

keturunan suku Ronggot tidak boleh memukul ular atau memakan ular yang

ada di kebun Wae Wau.

Dengan demikian, membangkitkan kesadaran masyarakat Galang

dalam memahami tradisi lisan istana ularserta nilai budaya tradisi ini juga

yang mempunyai tujuan penting yang perlu digarisbawahi. Tradisi lisan

istana ulardapat dikenangkan akan suku Ronggot.

Seperti dalam penelitian Mahyudin (2008 : 64) Asal Mula

Cikaputrian. Pada jaman dahulu kala hiduplah seorang putri raja yang

dikarunia wajah yang sangat menawan. Amat cantik jelita rupa wajahnya.

Namun tidak seperti wajahnya yang cantik, tabiat perilaku sang putri sangat
buruk dan tidak terpuji. Marasa dirinya merupakan putri Raja, sang Putri

sangat manja. Segala keinginannya harus dituruti. Jika tidak dituruti ia akan

merajuk dan marah-marah. Sang Putri juga dikenal sebagai orang yang sangat

pemalas. Satu sifat buruk lain dari Sang Putri adalah kesombongannya. Sang

Putri merasa dia adalah perempuan sempurna, selain putri seorang raja dia

juga memiliki paras yang sangat cantik.

Suatu hari sang Putri pergi mandi di sebuah danau, seorang

perempuan tua berpakaian kumal lagi compang-camping datang ke danau itu.

Entah darimana asal si perempuan tua karena mendadak dia muncul dekat

danau. Sepertinya dia ingin mandi atau mencuci muka di danau itu.Sang Putri

sangat terperanjat mendapati kehadiran si perempuan tua berpakaian

compang-camping. Dia segera mendatangi dan bertolak pinggang di hadapan

si perempuan tua, dengan kesombongan sang Putri memarah perempuan tua

itu dan tendang perempuan tua itu. Si perempuan tua tetap terdiam. Bibirnya

tampak gemetar seperti sedang menahan amarah. Mendapati si perempuan tua

tetap terdiam dan juga tidak beranjak pergi, Sang Putri kembali menghardik

dengan kasar.” Perempuan dekil, lekas engkau pergi menjauh dari danau ini!

Pergi! Air danau yang jernih ini akan kotor terkena tubuhmu yang dekil dan

bau!”

“Betapa sombongnya engkau ini.” Akhirnya keluar juga ucapan

dari si perempuan tua.“apa katamu.” Sang Putri langsung menyela.” Lancang

sekali mulutmu! Apakah engkau tidak tau saat ini tengah berhadapan dengan

siapa?”“Aku tahu. Aku tengah berhadapan dengan seorang Putri Raja.” Jawab
si perempuan tua.” Namun apakah karena engkau Putri raja lantas engkau

dapat bertindak semaumu terhadap orang lain?”“Apa pedulimu?” Sang Putri

bertambah marah.” Aku Putri raja, aku bebas berbuat apapun yang aku suka,

termasuk mengusirmu! Pergi engkau hai perempuan dekil buruk

rupa.”“Engkau memang putri raja, namun tidak seharusnya seorang putri raja

bebas mengumbar ucapan kesombongan! Meski putri raja engkau tetaplah

seorang manusia adanya. Ucapan kasar lagi sombongmu itu tidak layak

keluar dari mulut seorang manusia. Ucapanmu sungguh berbisa dan hanya

ular hitam berbisa saja yang memiliki mulut seperti itu.”

Seketika si perempuan tua selesai berucap, tiba-tiba terjadilah

keajaiban. Langit mendadak berubah menjadi gelap. Mendung tebal

bergulung-gulung , sangat menakutkan untuk dilihat. Tiba-tiba cahaya

menyilaukan mata menerangi kegelapan disusul petir yang menggelegar

menghantam tubuh sang Putri. Seketika tubuh sang Putri terpental dan

berubah wujud menjadi seekor ular hitam berbisa!Wujudnya tidak dapat

kembali lagi seperti semula. Dengan air mata yang terus mengucur, ular hitam

itu memasuki danau. Karena dia sangat malu dengan wujudnya saat ini, dia

bersembunyi di dasar danau yang dapat digunakan sebagai tempat

persembunyian baginya.Terkenanya sang Putri Raja oleh kutukan hingga

berubah wujud menjadi ular hitam berbisa diketahui oleh pada penduduk

sekitar danau. Mereka lantas menamakan danau itu dengan nama Cikaputrian

yang artinya danau tempat sang Putri mandi.


Pesan moral dari kedua cerita atau kisah lisan di atas merupakan

cermin utama pada kehidupan manusia. Dalam tradisi lisan istana ular

menceritakan bagaimana kisah kedua orang dari satu keluarga suku Ronggot

membuat kesalahan atau melanggar hukum adat Desa Galang atau melanggar

sepuluh perintah Allah dalam ajaran Gereja Khatolik. Mengakibatkan

kutukan menjadi ular selamanya dan berkembang hingga sampai sekarang

tahun 2016.

Dalam cerita Cikaputrian adalah Putri raja yang sangat cantik dan

pesona. Tetapi dalam keserakahannya akan mengakibat kutukan dari Sang

Pencipta, karena sang puteri menghina orang yang tidak bersalah. Dimana

seorang perempuan tua yang ingin mandi di danau dekat kerajaan dicaci maki

oleh sang putri yang sombong dan angkuh. Hingga akhirnya sang putri

dikutuk menjadi seekor ular yang berbisa. Untuk itu kesombongan tidak akan

membawa berkah di akhirat.


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Istana ular dalam tradisi masyarakat Desa Galang Kecamatan Welak

Kabupaten Manggarai Barat merupakan salah satu kisah masa lampau yang

benar-benar terjadi yang sampai saat ini masih ada proses perkembangannya.

Kisah ini menceritakan satu kejadian yang melanggar aturan adat Manggarai,

dimana kisah ini merupakan hasil kutukan karena adanya perkawinan

terlarang antara saudara-saudari kandung. Dalam adat Manggarai tidak boleh

yang namanya perkawinan sedarah.

Dalam tradisi lisannya menceritakan suatu kisah kehidupan

terdahulu suku Ronggot yang terkutuk karena ada perkawinan terlarang.

Perkawinan terlarang terjadi ketika dua orang anak dari sebuah keluarga suku

Ronggot berhubungan badan disaat menjaga kebun, setelah diketahui oleh

orangtua dari kedua anak ini, maka orangtua mengusir mereka, bahkan

seluruh masyarakat di desa galang mengusir mereka dari kampung. Kedua

anak ini melarikan diri dari Desa Galang. Akhirnya mereka tinggal di sebuah

gua di kebun Wae wau. Di dalam gua kedua anak ini dikutuk menjadi dua

ekor ular yang berjenis kelamin satu ular jantan satunya ular betina.
B. Implikasi Penelitian

Hasil penelitian mengenai bentuk tradisi lisan istana ular di Desa

Galang mempunyai hubungan masa lalu pada suku Ronggot, ternyata istana

ular mempunyai sejarah yang melanggar aturan adat dalam tradisi Manggarai,

karena kehidupan keluarga dahulu dari suku Ronggot pernah terjadi

perkawinan yang terlarang, dimana kisah ini menceritakan dua orang manusia

yang dikutuk oleh sang pencipta karena melakukan perkawinan sedarah.

Berdasarkan pada hasil penelitian di atas bahwa memberikan pesan

moral kepada keturunan suku Ronggot tidak di izinkan untuk membunuh ular

yang ada di istana ular, karena ular yang ada di istana ular adalah nenek

moyang suku Ronggot.

Selama ini tradisi lisan istana ular tidak di dokumentasi secara

tertulis. Maka dalam mengatasi jangan sampai tradisi lisan istana ular hilang

atau kisahnya hilang jejak, perlu di tuliskan menjadi dokumen tertulis. dalam

menjaga istana ular agar tetap eksis harus merawat dan menjaga dengan baik

dan benar.
C. Saran

Adapun keterbatasan dalam penelitian tradisi lisan istana ular,

penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dan menggunakan data

primer yang sasarannya pada informanyang benar-benar mengetahui bentuk

atau kisah lisan yang benar-benar terjadi pada suku Ronggot yang ada di Desa

Galang Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat. Penelitian ini sangat

tergantung kepada interprestasi peneliti tentang tradisi lisan istana ular yang

tersirat dalam wawancara sehingga kecenderungan untuk bias masih tetap

ada. Untuk mengurangi bias maka dilakukan proses triangulasi, yaitu

triangulasi sumber dan metode.

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross check data dengan

fakta dari informan yang berbeda dan dari hasil penelitian lainnya. Sedangkan

triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan kualitatif dalam

pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.

Keterbatasan lainnya dilokasi lapangan seperti lemahnya pemerintah untuk

mengurus fasilitas di istana ular, seperti jalan raya ke lokasi penelitian, listrik,

dan fasilitas lainnya untuk membangun istana ular. Warga masyarakat Desa

Galang kurang memperhatikan lingkungan di sekitar istana ular.

a. Bagi masyarakat Desa Galang harus tetap menjaga, melestarikan serta

terus mengkisahkan atau menceritakan tradisi lisan istana ular ke

generasi selanjutnya.
b. Bagi tua adat, diharapkan agar bisa memberikan kesempatan kepada

generasi selanjutnya untuk benar-benar memahami kisah yang benar-

benar terjadi pada suku Ronggot.

c. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian mengenai tradisi lisan istana ular

harus benar-benar meneliti yang lebih luas.


DAFTAR PUSTAKA

Anandita. (2009). Jejak Perkembangan Masyarakat Dan Budaya. Bandung: PT


Puri Delco

Beeyanbot. (2015). Ular-wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas.


Tersedia Pada:http://id.m.wikipedia.org/wiki/ular. Diakses Pada Tanggal
29 April 2016. Pada Jam 19.39 WITA

Da Silva. (2011). Membuat Penelitian. Menteng: Naitve Indonesia

Deki Kanisius Tebo. (2011). Tradisi lisan orang manggarai. Jakarta: Parrhesia
Institute Jakarta

Dodi Fidianto. (2014). Pasukan Pencinta Alam Bojongsari. Tersedia Pada:


http//paspajos.blogspot.com/2014/05/defenisi-dan-materi-gua.html?m=1.
Diakses Pada Tanggal 29 April 2016. Pada jam 21.08 WITA

Herwiratno. (2003). Kumpulan Cerita Rakyat Cina. Jakarta: PT Grasindo

Danandjaja James. 1986. Folklor Indonesia. Jakarta. PT Grafiti Pers

Koentjaraningrat. (2009).Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Citra.

Lincoln. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Mahyudin. (2008). Cerita Rakyat Nusantara. Jakarta: Adicita

Maryaeni. (2005). Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Moleong Lexi J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Mudra Al. (2013). Redefinisi Melayu. Jogyakarta: Balai Kajian dan


Pengembangan Budaya Melayu.

Priyadi Sugeng. (2012). Sejarah Lokal. Yogyakarta: Ombak.

Soerjono Soekanto. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada

Williamtsni. (2015). istana-wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas.


Tersedia pada:http://id.m.wikipedia.org/wiki/istana. Diakses Pada
Tanggal 29 April 2016. Pada Jam 19.39 WITA
Winarno dan Herimanto. (2012). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta Timur:
PT Bumi Aksara
LAMPIRAN
Lampiran 1

Pedoman Wawancara

1. Bagaimana sejarah lisan istana ular ?


2. Mengapa tradisi lisan istana sebagai tradisi ?
3. Apakah ada cerita lain yang berhubungan dengan tradisi lisan istana ular ?
4. Mengapa istana ular sebagai tempat pariwisata ?
5. Bagaimana hubungan tradisi istana ular dengan masyarakat Desa Galang ?
6. Bagaimana kepercayaan masyarakat dengan istana ular ?
7. Larangan-larangan seperti apa yang berkaitan dengan istana ular ?
8. Apakah larangan tersebut ditaati oleh masyarakat Desa Galang ?
9. Apa Makna istana ular bagi masyarakat Desa Galang ?
10. Nilai-nilai apakah yang terkandung dalam tradisi lisan istana ularpada
masyarakat Desa Galang ?
11. Apakah ada pengaruh bagi suku Ronggot kalau ular yang ada di sekitar
gua ular di bunuh ?
12. Mengapa masyarakat Desa Galang membawa sebutir telur ayam kampung
saja kalau berkunjung ke gua ular ?
Lampiran 2
Hasil Wawancara
1. Awal mulanya ada dua orang anak dari suku Ronggot pergi menjaga
kebun di Wae Wau. Dua orang anak ini, satu laki-laki dan satunya
perempuan. Kedua orang anak ini melakukan perkawinan terlarang.
Setelah di ketahui orangtua dari kedua anak ini langsung di usir dari rumah
dan di seluruh masyarakat mengusir kedua anak ini. Suatu malam orangtua
dari kedua anak ini bermimpi, dalam mimpinya “ Bapak... kalau mau cari
kami, cari saja di Wae Wau. Langsung keesokan harinya orangtua dari
kedua anak ini pergi ke Wae Wau, ternyata sampai di Wae Wau bukan lagi
kedua anaknya di dalam gua, tetapi dua ekor ular, satunya ular jantan
satunya ular betina, mulai dari situlah sehingga sekarang di sebut istana
ular”.
2. Dikatakan sebagai tradisi karena cerita istana ular wajib menceritan
kepada pihak yang mau mendapatka cerita lisan istana ular.
3. Tidak ada cerita lain yang berhubungan dengan cerita istana ular, dalam
cerita istana ular hanya ada cerita yang bukan hubungan dengan istana ular
tapi berhubungan dengan kejadian yang pada suku Ronggot.
4. Istana ular dijadikan sebagai tempat pariwisata merupakan kejadian yang
benar-benar terjadi pada suku Ronggot Desa Galang, buktinya bila salah
satu Ronggot membunuh ular yang ada di istana ular akan menjadi sakit
yang tidak bisa di sembuh, bahkan bisa mati tanpa sakit.
5. Masyarakat Desa Galang mempercayai bahwa istana ular awalnya dari
manusia yang dikutuk karena perbuatan kawin sedarah atau kawin
terlarang.
6. Istana ular adalah istana yang aneh dan mempunyai kejadian dalam bentuk
mitos bahwa tempat istana ular mempunyai penghuni yang baik, walaupun
pernah pada tahun 2007 menggigit salah satu orang asing, karena ada niat
jahat yaitu mencuri salah satu ekor ular yang ada di dalam Gua Ular.
7. Ada beberapa larangan yang ada dalam tradisi lisan istana ular yaitu :
 Tidak boleh ada niat untuk mencuri ular
 Tidak boleh pacaran, karena seluruh masyarakat Desa galang takut
bila terjadi kembali seperti kejadian pada masa lalu yang dikutuk
karena perkawinan terlarang dan masyarakat takut akan hilangnya
ular-ular yang ada di gua ular.
 Tidak boleh membawa alat tajam.
8. Seluruh larangan dalam tradisi atau berkunjung ke gua ular masyarakat
mentaati, karena takut akan kejadian yang pernah terjadi pada masa lalu
suku Ronggot.
9. Makna bagi masyarakat Desa Galang :
 Makna Solidaritas
Masyarakat Desa Galang sama-sama mengikuti aturan yang berlaku
dalam berkunjung ke gua ular.
 Makna Religi
Religi adalah segala sistem perbuatan manusia dengan cara
menyandarkan diri pada kekuasaan tertentu roh nenek-moyang dan
Sang Pencipta yang diagungkan, seperti dalam tradisi lisan istana
ular bahwa sebelum memasuki gua ular wajib meminta ijin kepada
roh nenek moyang suku Ronggot atau penghuni gua ular.
10. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi lisan istana ular :
 Nilai Sosial
Keterlibatan seluruh masyarakat desa Galang maupun pendatang
dari luar Negri.
 Nilai Religious
Nilai Religius merupakan nilai ketuhanan yang tertinggi dan mutlak,
nilai ini bersumber pada hidayah dari Tuhan Yang Maha Kuasa
melalui nilai religious manusia dapat petunjuk Tuhan tentang cara
menjalankan kehidupan.
11. Bila dari suku Ronggot membunuh ular yang ada di istana ular akan
mengakibatkan kejadian yang menimpa bersangkutan akan mati mendadak
atau mengalaman kesakitan yang tak bisa di sembuhkan.
12. Membawa sebutir telur ayam setiap berkunjung adalah tradisi orang
Manggarai Barat khususnya orang yang berkunjung ke gua ular. Maksud
dan tujuan dari telur ini adalah meminta kepada Tuhan atau penghuni gua
untuk menjaga selama masuk gua ular dan meminta ijin kepada penghuni
untuk memberikan atau menunjuk kepada pengunjung ciri-ciri warna kulit
ular.
Lampiran 3
Daftar Informan
Nama Pekerjaan Tahu Umur
n
Dominikus Tau Petani 2016 60 tahun
Paulus Pedeng Petani 2016 80 tahun
Antonius Hambu Petani 2016 45 tahun
Lambertus Jehadut Petani 2016 45 tahun
Fransiskus Sowol PNS 2016 37 tahun
Ferdinandus Rande Petani 2016 30 tahun
Donatus Jehanu Petani 2016 65 tahun
Lampiran 4
FotoDokumentasi

Gambar I : Bahasa Adat Sebelum Masuk Gambar IV : Compang di Kebun


ke dalam Istana Ular Wae Wau
(Sumber : Dokumentasi Pribadi) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Diambil Tanggal: 07 Juni 2016 Diambil Tanggal: 08 Juni 2016

Gambar II : Fosil jenis Kelamin Gambar III: Fosil Jenis Kelamin Laki-
Perempuan Laki
(Sumber : Dokumentasi Pribadi) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Diambil Tanggal: 07 Juni 2016 Diambil Tanggal: 07 Juni 2016

Gambar V : Ular yang ada di dalam Istana Ular Gambar VI : Ular di Pintu Istana Ular
(Sumber : Dokumentasi Pribadi) (Sumber : Dokumentasi Desa
Diambil Tanggal: 07 Juni 2016 Galang)
Diambil Tanggal: 08 Juni 2016

Gambar VII: Ular di Dalam Istana Ular


(Sumber: Dokumentasi Desa Galang)
Diambil Tanggal: 08 Juni 2016
Gambar VIII: Berdiri di depan Pintu Istana Ular dengan Pawang
(Sumber: Dokumetasi Pribadi)
Diambil Tanggal: 07 Juni 2016

Gambar IX: Kelelawar yang ada di Dalam Istana Ular


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Diambil Tanggal: 07 Juni 2016
Lampiran 5

Dokumetasi Hasil Wawancara

Gambar VII : Wawancara dengan Gambar VIII : Wawancara dengan


Bapak Dominikus Tau Bapak Paulus Pedeng
(Umur : 60 Tahun) (Umur : 80 Tahun)
Diambil Tanggal: 30 Mei 2016 Diambil Tanggal: 30 Mei 2016

Gambar IX : Wawancara dengan Gambar X : Wawancara dengan Bapak


Bapak Antonius Hambu Lambertus Jehadut dan
(Umur : 45 Tahun) Bapak Fransiskus Sowol
Diambil Tanggal: 3 Juni 2016 (Umur : 45 Tahun dan 37 Tahun)
Diambil Tanggal: 3 Juni 2016
Gambar XI : Wawancara dengan Gambar XII : Wawancara dengan
Bapak Donatus Jehanu Bapak Ferdinandus Rande
(Umur : 65 Tahun) (Umur : 30 Tahun)
Diambil Tanggal: 10 Juni 2016 Diambil Tanggal: 07 Juni 2016
Lampiran 6

Surat-Surat

1. Surat izin penelitian dari kampus Universitas Flores


2. Surat Keterangan/Rekomendasi Penelitian
3. Surat Keterangan Penyelesaian Penelitian
4. Surat Keterangan/Rekomendasi Penelitian
1. Surat izin penelitian dari kampus Universitas Flores
2. Surat Keterangan/Rekomendasi Penelitian
3. Surat Keterangan Penyelesaian Penelitian
4. Surat Keterangan/Rekomendasi Selesai Penelitian
Lampiran 7

Peta Desa Galang


(Sumber: Dokumentasi Desa Galang, 2016)
Lampiran 8
Struktur Gendang Desa Galang

Tua Gendang
1. Dominikus Tau
2. Tadeus Ganggut

Tua Golo Tua Teno Tua Panga


Paulus Donatus Fransiskus
Pedeng Jehadut Sowol

Tua Ame Tua Kilo Tua Wa’u


Bernabas Bernadus Sowol Yohanes Ngger
Jehadut

Tua Wae Tua Wae


Tu’a Koe
Paulinus Tau Petrus Nggaut

Sumber: Data Desa Galang, 2016

Keterangan:

1. Tua gedang adalah sekelompok orang yang merupakan pendiri gendang


dan keturunannya, sehingga mereka menguasai Beo (kampung).
2. Tua golo adalah tua yang menguasai kampung untuk mengontrol dan
menertibkan dalam pelaksanaan adat istiadat.
3. Tua teno adalah berasal dari tua gendang yang di tugaskan untuk
membagi tanah.
4. Tua panga adalah anak dari tua gendang atau adik kandung dari tua
gendang.
5. Tua ame adalah keturunan tua gendang yang dipercayakan untuk
mengurus beberapa keluarga yang tinggal di rumah gendang.
6. Tua kilo adalah tua yang mengetahui atau menguasai suatu keluarga.
7. Tua wa’u adalah mengepalai keturunan pendatang yang telah berkembang
dalam gendang dan menerima pembagian tanah.
8. Tua wae tu’a adalah tua yang menguasai suku tertua dari gendang.
9. Tua wae koe adalah tua yang menguasai suku termuda dari gendang.
Lampiran 9
Struktur Organisasi Desa Galang
Desa Galang terdapat struktur organisasi Desa. Oleh karena itu, dalam
mendayagunakan suatu sistem struktur pemerintah yang baik hendaknya tidak
boleh dilupakan pengaruh dan peranan informal di dalam kehidupan
bermasyarakat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan struktur organisasi
berikut:

Sumber: Data Desa Galang, 2016

Lembaga RT sesuai dasar hukum pembetukan yang ada di Desa


Galang berjumlah 9 RT dengan jumlah pengurus yang menyebar di 4 wilayah
Dusun sebanyak 9 orang.
TENTANG PENELITI

Ferdinandus Mantu adalah nama Peneliti Skripsi ini,


dilahirkan pada tanggal 06 Oktober 1993 di Desa Rehak,
Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi
NTT. Peneliti Merupakan anak pertama dari pasangan Bapak
Abraham Gandu dan Ibu Yuliana Damun. Mahasiswa pada
Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Flores
angkatan 2012. Setelah menamatkan SDK Orong tahun 2006, SMPK Swasta
Welak-Orong tahun 2009, SMAK St. Familia Wae Nakeng-Lembor 2012,
kemudian melanjutkan studi di Universitas Flores-Ende tahun 2012. Pernah
berkarya di Organisasi lokal Perhimpunan Mahasiswa Welak-Lembor
(PEMAWAR), sebagai Sekertaris Panitia pelaksana kegiatan periode 2014/2015,
sebagai anggota simpatisan di Organisasi Perhimpunan Mahasiswa Manggarai
(PERMMAI).
Dengan ketekunan motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha,
Peneliti berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir Skripsi ini. Semoga
dengan Penelitian ini mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia
pendidikan.
Akhirnya kata, Peneliti mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya
atas terselesaikannya Skripsi yang berjudul: TRADISI LISAN ISTANA ULAR
(LIANG ULAR) DI DESA GALANG KECAMATAN WELAK
KABUPATEN MANGGARAI BARAT.

Keterlibatan orang lain dalam mencari ilmu yang mutlak adalah


kunci menuju keberhasilan

Anda mungkin juga menyukai