Anda di halaman 1dari 553

ALOAWIID

ALMUTSLA
PRI N SI P-P RI N SI P UTAAfuA
MEMAHAMI NAMA &
SIFAT ALLAH .;

{r
t' "i .*\
*Jilt ,rc,!J#Jt rF
.rj**r.Jt {it 4*i 3 aitt *U*a *

Frinsip PrinsiP Utama


Dalagn
Memahami t{ama Nama & Sifat Sifat Altah
Asy syaikh Muhammad bin Sholih aI Utsaimin

&fiil'#ve'ur
Judul Asli Versi Arab

1,fp*f f

*
s,l;f l .rc[eelt C+;

I
penuris: 0.. r".ir.ffi;:;:";;i*,*", 14zzH/ zooz Ml

I Penerbit: Daar lbnu Hazm-Beirut I

Judul dalam Bahasa lndonesia

Prinsip-Prinsip Dasar
Memahami
Nama - I{ama dan
Sifat - Srfat Allah

I Fenulis: Dr. Kamilah Al Kiwari


i Penerlemah: Umar Mujtahid, Lc I

I editor: Sapto Arisancjil


I Desain Sampul & tllustrasi: Dh_ilrn Creaiive I
I fata tetak: Tim Pustaka Dhiyaul llmi I
I Penerbit Pustaka Dhiyaul llm;l
lCetakan Pertama: RabiulAwal t44o H / Desember zorS M I

ISBN 178-hDa-8013-83-q

PUSTAKA Dl'l ry,ryU L I LM I


JL. Raya Elang No. 3 , Jati Sampurna Bekasi
Telp. 0878-2352-51 'l 1
e-mail : dhiyaulilmi20l 7@gmail.cc,,m
Website:pelita-il mu,com
Kata Sarnbutan
Abu Abdillah Aidh bin Abdullah Al-Qarni

-r- Jt ',^ ''!i


jrl *:

Segala puji hanya milik Allah. Shalawat serta salam semoga


terlimpah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat, dan siapapun
yang setia membelanya. Wa b a'du;

Alangkah indahnya pekerjaan, saat dilakukan secara cermat!.


Alangkah indahnya jerih payah saat dilakukan dengan baik! Betapa
elok upaya pencarian kebenaran, menyelami mutiara-mutiara
pengetahuan, dan mereguk buah ilmu. Namun yang lebih indah
dari itu semua ialah, manakala Allah ..c memberikan taufik kepada
hamba-Nya untuk meniti jaian yang lurus, membimbingnya pada
arah yang benar, seperti yang ditempuh oleh para pendahulu kita
yang saleh, (dalam mengejawantahkan) syariat, manhaj, ilmu,
iman, adab, dan akhlak.

Saya sudah meneiaah buku berju<iul; al-Mujalla fi Syarhi


al-Qawa'idi a!-Muts1a fi Shi{atillahi wa Asma'ihi ai-ITusna karya
seorang penuntut ilmu syariat dan pengumpul permata-permata
warisan nubuivah; Kamilah al-Kawari. Buku karyanya ini luar biasa
keindahannya, lagi jelas uraiannya, sehingga pembaca tidak akan
mendapati cela dan ketimpangan disana, karena rujukannya luas,
referensinya juga beragam, mulai dari referensi bahasa, nahwu,
tafsir, sastra, maupun ushu!; disertai tahkik, penelitian, kajian,
uraian, dan pengamatan mendalarn; (ditopang) dengan jeripayah
yang tiada henti, dan juga kecerdasan. Siapapun yang mengamati
karya ini pasti mengakuinya, hingga karya ini menyempurnakan
karya serupa lainnya. Syarah-nya hampir-hampir berkilau dengan
sendirinya, meski beium terpancarkan cahaya para Penyanjungnya.
Saya mengatakan seperti ini setelah beruiang kali mengamati,
memfokuskan pikiran, dan merenungi secara mendalam. Amat
pantaslah jika perkataan Abu Thayyrb al-Mutanabbi
dimanifestasikan bagi penulis buku ini, dan juga bagi wanita-
wanita salehah lain sepertinya;

*-------e Svaikh Vuhammad bin Sholih Al-Utsaimin .o,


Andatkan para v,anita it,t
seperti
-y,ang
kt a kena!t
Tbntu kaum n,anlta diiebihkan atas katun ielakt
Karena mu' annats untuk kata "syams" bul anlah :i.irttu aih
Tidak pula ntudzakkar untuk kata"hilal' wbagai kcbanggaan

Pembahasan ini layak diapresiasi, karena t eberapa asumsi yang


terkumpul padanya; pertama topik pemi:aha,;annya raling mulia,
sebab yang dibahas adalah nanla-namaAiiahl!. dan srfat-sifat-Nya.
IImu seperti ini adalah ilmu terbaik, puncak l encarian, dan batas
akhir tujuan.

Di sisi lain, kata pengantar matan kitab iei disar:npaikan oleh


Yang Mulia Syaikh dan Imarn zarnan sekarang; Syaikh Abdui Aziz
bin Baz -semoga Aliah memuliakan peristirahatannya serta
mernperbesar pahalanya-. Dan pemilik ma.ten kitab ini adalah
al-'A1lamah al-Faqih Syaikh h'luhamrnad Shalih bin Utsaiminuig.
Selanjutnya syarah kitab ini menjadi suatu ta:rda keinciahan yang
menyenangkan orang-orang ynng memandananya, r:nggu-l dalam
kejeliannya, dan membtiat gernbira para penei:ti.

Untuk itu, segala puji bagi Allah;:. yang telah memberikan


kemutiahan bagi siapa saja ya:ig Ia kehendal.i Ci antara hamba-
hamba-Nya untuk menjaga syariat, rrenrbeia sgama, dan
berkhidrnat terhadap warisan nuburvah nari muiia ini. Semoga
Ariah:s" berkenan memberikar: baiasan besar bagi :^emua pihak,
mengangkat nama baik mereka, menggu€Jurkan dosa-.iosa mereka,
dan menjadikannya sebagai sin:panan kebaikar: bagi rnereka di sisi-
N1ta" \{aiidhu a'lam.

Abu I'bduiiah Aidh bin Abo,:,Ilah ai-Qarni

Riyadh, L7/4/1420H.

) -:i:::!l:*::y*ii--:!:i-r: a_-_-*-,.-_-
Kata Sambutan
Dr. Abdurrahmar* Saleh Mahmud

as'Jl ,:^sji ;lri *,i


Segaia puji bagi Aiiah;-'-, R.abb sekalian aiam. Shalawat dan
salam ,"rrrog" terirmpah kepada Nabi dan Rasul yang paling muiia;
Nabi kita Muhammad',,a5. Semoga terlimpah pula kepada keiuarga
dan para sahabatnya secara keseluruhan. Wa b a'du,

Buku ini sudair saya terima sejak beberapa bulan silam. Buku
ini adaiah syarah, atau catatan kaki untuk buku karya syaikh kami;
syaikh Muhammad shalih al-utsaimin -semoga Allah senantiasa
melindungi dan memberikan bimbingan kepada beliau- yang
berjudui ai-Qawa'id al-Mutsla. Penulis buku ini; Kamilah al-Kawari,
selanjutnya memberikan judul; al-Mujalla fi Syarhi al'Qawa'idi
al-Itftutsla f, Shifarittahi wa Asmc'ihi al-Ilusna. Saat pertama kali
membaca, saya kira buku ini hanya berupa penjelasan umum dari
salah seorang penuniut ilmu, agar ia mendapat kehorrnatan dengan
mencatut inama besar) Syaikh llami, saat mensyarah salah satr.l
kitabnya.

Namun setelah membaca sebagian dati syarah ini, nampak di


hadapan saya sebuah buku karya penuntut ilmu yang mumpuni di
bidang ilmu-ilmu alat, iimu-ilmu syariat dan juga akidah' Semoga
Ailah menambahrnya iimu, ama1, serta keikhlasan. Karena ituiah
saya memutuskan untuk membacanya lagi dari awal. Setelah
membaca buku ini, saya menghubungi penulisnya melalui
korespon<iensi tentang beberapa hal yang periu digaribawahi, yang
rupanya diterima oleh penulis dengan ramah dan lapang dada'

Syarah.yang ada di hadapan pembaca ini mencakup banyak


sekali faidah, pcin-poin menarik, catatan-catatan penting, dan
beberapa tambahan dalam penjeiasan dari kitab aslinya.

Ada trga alasan kenapa syarah yang memukau ini dinilai


penting;

Pertama; buku merupakan syarah dari kitab tentang


ini
kaidah-kaid a'n asma' dan shifat, yang merupakan salah satu yang
paling iengkap aan terbaik di bidang ini -sebatas pengetahuan

,--**--------+ ".., Sra;frfi illuhammad bin Sholih Al-lJtsaimin ( (t(vil)


kami-. Dan cukuplah kitab kaitiah ini memilikr niiai penting karena
penulisnya adalah Syaikh kami yang mulia. fuieski kitab aslinya
tipis, namun Aliah ke menakdirkan kitab ini riiterima, dan
bermanfaat bagi kaum muslimin secara umum, dan para penuntut
ilmu secara khusus.

Kedua; pen-syarah buku ini menggunakan metode izang baik


daiam memberikan penjelasan, yang jauh rian kata membosankan,
tidak seperti yang terjadi pada sejumlah buku-buku syarah serupa,
yang menjelaskan setiap kata, baik yang sudah jelas mauoun yang
belum jelas dari matan buku. Berbeda dengan pen-s;,tarah buku ini
yang memberikan penjelasan dengan cara yang bermanfaat bagi
para penuntut ilmu secara khusus, dan juga untuk Dara pembaca
secara umum, karena penjelasan buku ini mencakup beberapa
aspek;

Aspek pertama; ulasan dan catatan kaki untuk buku aslinya.


Ulasan-ulasan tersebut mencakup banyak faidah dan takhrij yang
bisa diketahui oleh pembaca. Pembaca juga mungkin merasakan,
bahwa penjelasan ini sangat diperlukan untuk mengurai ketidak-
jelasan, atau diperlukan untuk menjelaskan kesalah-pahaman,
membantah kubu yang tidak sependapat. dan aiasan-alasan
lainnya.

Dan sudah dimaklumibahwa, kitab-kitab vang sudah gamblang


penjetrasannya -seperti kitab-kitab karya Syaikh yang teiah disyarah-
urnumnya tidak memerlukan syarah atau penjabaran, karena ia
sentliri sudah mencakup penjelasan, penjaba-ran, dal studi kasus;
sehingga tidak memerlukan iagi penjelasan untuk setiap kata,
rangkaian kalimat, dan tidak pula diperlukan stu<ii kasus lagi.

Karena ituiah rnetode yang diterapkan penuiis buku ini


rnemberikan sejumiah faidah yang titiak rnenjemukan, yang
umumnya dipicu dari penjelasan hal-hal yang suciah reias.

Aspek keriua; adanya keterangan tambahan untuk setiap pasal


atau kaidah yang rnencakup sejuraiah faiciah iian perrnasalahan-
perrnasaiahan yang bermanfaat, yang ciijacikan caiam bentuk
perrnasaiahan tersendiri oleh penulis birkrr ini, r:eski sudah
d"isebutkan dalam buku asiinya. Melalui pemanaran kaidah-kaidah
tambahan ini, nampak jelas keluasan ilmu sang penulis, juga

-( ( *-***-**"-". .
luasnya teiaah dalam memetik manfaat dari berbagai kitab-kitab
keilmuan, khususnya kitab-kitab para imam sunnah, baik yang
bersifat klasik maupun kontemporer.

Ketiga; beragamnya variasi faidah-faiciah yang ada dalam


syarah ini, yang rnerj.cakup <iua bagian; ulasan, dan tambahan'
Faidah-faidah ini mencakup penjeiasan ilmu nahwu, bahasa,
baiaghah, hadits, akiaah, dan juga pemaparan argumen dari kubu
yang tidak sependapat jika memang diperlukan, untuk selanjutnya
beliau sertai dengan bantahan dan penjelasan. Ditambah dengan
banyaknya variasi rujukan.

Dengan mentelaah syarah dari saudari yang muiia ini, mudah-


mudahan bisa membuka mata para penutut ilmu akan pentingnya
menonjol, dan kokoh dalam keilmuan, dengan menguatkan dispiin
ilmu alat, khususnya nahwu dan sharaf, sehingga kalangan ahii
bid'ah tidak menjadikan sebagian ahiussunah di zaman ini sebagai
bahan bulan-buianan; karena ahiu bid'ah melihat kelemahan
mereka (ahlussunah) dalam disipiin ilnru aiat ini, atau sebagiannya.
Dan semuiia apapun sebuah i1mu, namun saat ia disampaikan
dengan media yang jeiek, dan tidak bermutu, tentu akan menjadi
sasaran kritik. Bahkan bisa menjadi sebab tertolaknya kebenaran
yang dibawa oleh penyamPainYa.

Terakhir, metode syarah buku ini adalah metode istimewa yang


memberikan faidah tanpa menjemukan, menghargai pembaca dan
juga waktunya. Nlesri metode dan cara ini bukaniah hal baru,
karena para pen-syarah dulu juga meiakukan hal yang sama, dimana
mereka menyebutkan sejumlah faidah ketika diperlukan, tanpa
diulang-ulang.

Saya memohon xepada Aliah:.:. agar berkenan memberkahi


karya saudal yang muiia ini, memberkahi iimunya, membuatnya
bermanfaat, cian semoga karyanya bermanfaat bagi kaum muslimin.
Sernoga Aliah ,g menganugerahi kita semua kekuatan untuk tetap
istiqamah daiam menjaiankan sunnah, dan meniti manhaj salafus
saleh. Selanjurnya saya memohon kepada Ailah pe agar berkenan
memperbesar pahala untuk Syaikh kami; Syaikh Muhammad Shalih
al-Utsaiminr; atai ilmu-iimunya yang bermanfaat, dan
memberikan bimbingan kepada kita semua untuk mempelajari

;iyaikh .lluhammad bin Shohh Al-Utsaimin .o,


iimu, mengamalkan ilmu, cian tetap teguh berpeeangan oada
kebenaran dan sunnah.

Shalawat dan salam semoga teriimpah kepacia Nabi kita,


keluarga, dan para sahabatnya.

Dr. Abdurrahman Saleh Mahmud

Riyadh, 20/12/U2A H.
Kata $ambutan
AI-'AIIanrrah Syaikh AbdEI Aziz bin Abdullah bin Baz

"sri ,sJr
J1
ari *

Segala puji bagiAllah . Shalawat dan salam semoga terlimpah


"s
kepada Rasuluiiahg:" keluarga, para sahabat, dan siapapun yang
mengikuti cetunjukni, a. Amma b a' du,

Saya sudah menelaah karya berharga tulisan Yang Mulia


al-'Aliamah; saudara kami, Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin tentang asma' dan shifat yang ia beri judui; al-Qa'wa'id
al-Mutsla fi Shifatillahi w o. Asmc' ihi a!-Husna. S aya mendengar buku
ini dari aw;u sampai akhir, dari rnenurut sayx buku ini adalah karya
agung yang menjelaskan teniang akidah salafus saieh berkenaan
dengan nama-namalrllah :;. dan sifat-sifat-Nya. juga mengandung
kaidah-kaidah agung. dan beragam faidah terkait persoalan nama-
nama dan srfai-siiai Aiiah ;.:. lvlenjelaskan makna ma'iyah
sebagaimana yang iiisebutkan dalam kitabuiiah, balk ma'iyyah
(kebersarnaar) secar a khusu-." ataupun secara umllm, menurut
pandangan ahiussun nah r,t'ai j ar:raah.

Ma'iyyak (kebersamaan) ini benar adanya sesuai hakikatnya,


namun ti<iak mengnaruskan r,erbauran antara Aliah:; ciengan
makhluk-Nva. Tapi, Allah ie berada di atas Arsy-Nya seperti yang
Ia kabarkan tentang diri-Nya. juga sesuai dengan keluhuran-Nya.
Yang dimaiisud kebe;:samaan Ailah ialah pengetahuan-Nya, bahwa
Ia mengawasi serta rneiiputi seiuruh makhluk-i'Jya, mendengarkan
perkataan dan gerai-gerik mereka, meiihat segala kondisi dan is;
hati mereka. Ailah rj menjaga dan meiindungi para rasul-Nya, dan
para wali-bi?va yang beriman. Aliah;. menoiong dan memberi
taufik kepada mereka. Dan rnakna-makna iain yang sesuai dengan
makna ma'iyvah (kebersamaan) secara umum ataupun khusus, dari
makna-makr,a yang muiia, serta hakikat-hakikat yang telah
ditetapkan untuk ALah ,; .

Seiain i".u, buku ini juga berisi bantahan terhadap pernyataan


ahli ta'til, tasvbih, tamtsil, dan ahli hulul wal ittihad. Semoga Aliah

Y- S-Xl, 1,!uhttntnio..i t,- rl-,o1,h ,tI-t i,r,r,*17 .(}


:e memberikan balasan baik kepada penulisnya, melipatgandakan
pahalanya, dan memberikan tambahan ilmu, petunjuk, dan taufiq
kepada kami semua. Dan semoga buku ini bermanfaat bagi para
pembaca serta kaum muslimin secara keseluruhan, sesungguhnya
Dia-lah Dzat Yang Mampu, dan N{aha Kuasa untuk mewujudkan
sernua itu.

Disampaikan oleh yang mendiktekannya; al-Faqir ilallahi,*;


Abdul Azizbin Abduilah bin Baz -semoga Aliahse bermurah hati
kepadanya-.

Shaiawat dan salam seriloga terlimpah kepada Nabi kita;


MuhammadgE, keluarga dan para sahabatnya.

Ketua Umum Komite Riset iimiah, Fatwa, Dakwah, dan


Birnbingan,

Al-'4Jlamah Syaikh Abdul Azizbin Abduliah bin Baz

5i11,1404H.

.4.

V
Daftar tsi
'E6l&r5"
tV-'
Kata Sambutan Syaikh Abu Abdullah Aidh bin Abdullah
al-Qarni ............... v
Kata Sambutan Syaikh Dr. Abdurrahman Saleh Mahmud ...... vii
Kata Sambutan Syaikh Abdui AzizbinAbdullah bin Baz ........ xi
Daftar Isi ............. .................. xiii
Pendahuluan ............. ............1
Kata Pengantar pen-syarah ......... .......... 15
Kata Pengantar Penulis ....".......... ...........22
Tambahan Kata Pengantar ..."...... ..........28
Macam-macam tauhid .........28
Doa mas'alah (permintaan) dan doa ibadah ..........34

Pasal Pertama;

Kaidah Pertama .............47


Nama-Nama AIIah lang Berpasangan ....................54
Penjelasan Tambahan Kaidah Pertama ...................57
Maksud perkataan penulis; "Tidak menurut ihtimai
(kemungkinan), dan tidak pula menurut
taqdir (perkiraan) ..................57
Kedua; Nama-nama Allah yang disebut secara berpasangan .. 62

Kaidah Kedua; ............... 82


Asma'A]lah:- menunjukkan Nama dan Sifat .....83
Ad-Dahr (masa atau waktu), bukan nama Allah; ..................... g0
Penjelasan Tambahan Kaidah Kedua ............,.........93
Pertama; perbedaan antara isim dan sifat ................................ g3
Kedua; penjeiasan bahwa Nama Allah adalah 'alam dan sifat...96

"--------{ :yaikh 14uhammod bin sholih Al-lltsaimin .o,


Ketiga; Beberapa makna Zat ........... ".. ...".......102
Keempat; Hujah kelompok ahli ta'tahil dan bantahani:ya ....."1A7
Kelima; Ad-Dahr (masa atau zarnan) " ......L12
Kaidah Ketiga;.... ..""....."... L24
Jika nama-nama Aliah Js menunjukkan sifar muta'"rcidi,
maka nama-nama tersebut mengandung tiga hal "... ." "..........1-24
Penjelasan Tambahan Kaidah Ketiga ............... 128
Pertama; perbedaan antara muta'addi dan lar:im ...128

Kaidah Keempat; ......."... 132


Petunjuk Nama-nama Allahl Terhadap Zat da,:t
Sifat-sifat-Nya Diketahui den gan Muthabaqa,\,
Tadhammun, dan Iltizam ........ 132
Penjelasan Tambahan Kaidah Keempat ........".........141-
Pertama; Diialat (petunjuk-petunjuk lafal) ... ........ 141
Kedua; Lazimul madzhab (konsekuensi madzhab) . " .. . ..157
Ketiga; Apakah lazimul madzhab adalah madzhab? . ".............. 159
Keempat; Hulul al-hawadits (bersemayamnya sifat hadits) .... 164

Kaidah Kelima; .."........... 170


Nama-nama Allah,ie Bersifat Tauqifiyah, Tidak ada
Ruang Bagi Akal di Dalamnya ."............. ....... 1-70
Keterangan Tambahan Kaidah Kelima ".".........".173

Kaidah Keenaml ."...,.......177


Nama-nama Aliah lle Tidak Terbatas Oleh
Biiangan Tertentu .. ............. L / I
Keterangan Tambahan Kaidah Keenam; ...."........... 187
Pertama;apakahnama-namaAliahterbatas? ...,..........187
Kedua; tahqiq hadits; ........... 192
Ketiga; Makna lafal( Lat -i)yangtertera daiam hadirs ...........1,97
Keempat; Jalur-jalur periwayatan hadits yang merinci
al-asma'ul husna .......203
Kelima; Tahqiq hadits; "Sesungguhnya Allah lllaha
Berbuat Baik.".....".. .. ...""."......215

Kaidah Ketujuh; ...""....."..218


Ilhad dalam Nama-nama Allah;E adalah Menyimpang
dari Apa yang Wajib Diyakini Terkait Nama-nama-Nya .......... 218

.(}' rah Al-L)ov'ooi,i Al- .ltursi


Keterangan Tambah;,n Kaidah Ketujuh .................225
Pertama; Baniahan terhadap ekstimis Jahmiyah yang
menafikan narna-namaAllah .................225
Kedua; Hukurn memoeri nama manusia dengan nama-nama
Atriah ........ ............229
Ketiga; telah kami seoutkan sebelumnya bahwa di antara
jenis-jenis penyimpangan terkait nama-nama dan
sifat-sifat Allah adalah mengingkari nama-nama
atau sifat-sifat-Nya, demikian pula menyerupakan
sifat-sifat Allail dengan sifat-sifat makhluk ............ 239

Kaidah Kedelapan ..........244


Kaidah-kaidah Tambahan Terkait Al-asma'ul Husna dari
yang Teiah Disebutkan Penulis ..............244

Kaidah Kesembilan .......246

Kaidah Kesepuluh ..........247


Narna-nama Allah Sudah Ada Sejak Dulu Kala;
Bukan Makhluk".. ..................247

Kaidah Kesebelas ........... 253

Kaidah Keduabelas ............ ........"..254

Fasal Kedua

Kaidah-kaidah Terkait Sifat-sifat A1lah,:e 255

Kaidah Pertamal
Sifat-sifat Aiiah seluruhnya aciaiah sifat-sifat sempurna,
tidak ada kekurangari padanya dari segala sisi .........................257
Penjelasan Tarnbaha;i Kaidah Pertama ...................2V2
Fertama; maidna al-ri'atsalui a'ia ......... ..272
Kedua; qiyas auiawivah .....".... ................274
Ketiga; rrenaf-siran lalal makar, al-kaid, dan
al-khida'(tinu daya) .............278
Kaidah Kedua;
Bab Sifat-Sifat Ailah Lebih Luas dari Bab
liama-Nama Ailah ...............282

fi{aidah Ketiga;
Sifat-sifat Allah terbagi menjadi dua: tsubutiyah
Can salbiyah ............... ..........286
Keterangan Tambahan Kaiciah Ketiga .." ..,.......292
Fertama; sifat-sifat saibiyah . ..........292
Kedua; penjelasan dua bait s,vair yang riisebutran peli.iiis ".....294
Ketiga; pernyataan penyair lainnya ........ .".298

Kaidah Keempat;
Sifat-sifat tsubutiyah adalah sifat-sifat p ui ian
dan kesempurnaan ..."."........300

Kaidah Kelima;
Sifat-sifat Tsubutiyah ..".".....305

Kaidah Keenaml
Dalam menetapkan sifat-sifat ALlah, kita wajiir
besar
::-".enghindari dua larangan ......."...... 310
Penjelasan Tambahan Kaidah Keenam . .......".320

Kaidah Ketuiuh;
Sifat-sifat Allah adalah tauqifil'ah, tidak ada r rang i;agi akai
di bidang ini .......,..... ""."..........323

Fasal Ketiga

Kaidah-kaidah tentang FetunjukAsrna'dan 5,fat .... . ..... .329

Kaidah Pertamal
Dalil-daiil vang rnenetapkan asma' darr s.1fat aiiaiah
kitab Allah dan sunnah R.asul-Nya ."..."..... . 331
Keterangan Tambahan ......"......341
Kaidah Kedua;
l"ang wajib kira iakuran terkait nash-nash Al-'Qur'an dan
sunnah iaiah memberiakukannya secara znahir
tanpa tahr.f ......"....." 344

Kaidah Ketiga;
Zhaht nash -nash te rkait sifat-sifat Allah . ....... .. '... 348

Kaidah Keempat;36
Znahir nash adalah; suatu makna dari nash vang langsung
terbersit dan dipahami oleh pikiran ......354
Terkait persc,alan ini, manusia terbagi rnenjadi
tiqa keiornpok ........ .............. 358
inilah marizhab yane benar dan jalan yang lurus ... 360

Pasal Keempat

Syubhat-sizubhat dan Tanggapannya . ".381

Contoh Fertama; "Llajar Aswad adalah tangan kanan


di bumi," ian tanggapannya ................." 385
Keterangan 1-ambairan Contoh Pertama ................388

Contoh Kedua; "L'ati para hamba berada di antara dua jari


dari jari-iari Ar-Rahman," dan tanggapannya ........................." 390

Contoh Ketiga; 'Aku rnendapati keiapangan Ar-Rahman


dari arah Yaman," d.rn tanggapann),a ... 393

Contoh Keempat; Firman Allah; "Kemudian Dia rnenuju ke


langit." (QS. Al-Baq.rrah : 29). Dan tanggapannya ........"..."......396

Contoh Kelima dan Keenaml Firrnan Allah dalam surah


Ai-Hadid; "Dan Dia bersama kamu di mana saja
kamu berad;." (QS. Al-Hadid : 4) dan tanggapannya .............." 400
Pelengkap; trrkait i. ebersamaan Allah dengan makhluk-Nya,
rnanusia teri-.agi rnenjadi tiga golongan ............. .....414
_ r---r-;
,_ .:r.riA,h lluhtntma,i hin \h,_ t@l
Contoh Ketujuh dan Kedelapan; Firman Allah; "Dan
sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan
rnengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
(QS. Qaf : 16) Dan firman-Nya; "Dan Kami lebih
dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak
melihat." (QS. Al-Waqi'ah : 85) Dan tanggapannya ..."......... .....424

Contoh Kesembilan dan Kesepuluh; Firmaa Allah tentang


kapal Nuh; "Yang berlayar dengan (pengawasan) mata
Kami." (QS. Al-Qamar :1,4) Dan firman-Nya kepada
Musa; "Dan agar engkau diasuh di bawah (pengawasan) mata-Ku."
(QS.Thaha:39)Dantanggapannya........... ....".........430

Contoh Kesebelas; Firman Ailah;g dalam hadits qud.si


"Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan
amalan-amalan nafilah hingga Aku mencintainya ..... "............. 435

Contoh Keduabelas; Sabda Nabi# dalam hadits yang ia


riwayatkan dari Aliah
Ta'ala; Ia berfirman; "Siapa mendekat sejengkal
kepada-Ku, Aku mendekat sehasta padanya ............. 439

Contoh Ketigabelas; Firman Allah; "Dan tidakkah mereka


melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan
ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa vang
telah Kami ciptakan dengan tangan-tangan Kami,
lalu mereka menguasainya?" (QS. Yasin: 71)
Dan tanggapannya .............449

Contoh Keempatbelas; Firman Allah; "Bahwasanya


orang-oran g y angberj anji setia kepadamu (Muhamm ad i,
sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada A11ah. Tangan
Aiiah di atas tangan mereka, maka barangsiapa melanggar jar'ii,
maka sesungguhnya dia melanggar
atas (janji) sendiri: dan barangsiapa menepati ranjinv.a
kepada A1lah rnaka Dra akan rnemberinya pahala yang
besar." (Q5. At-Fath: l{-l) }an tanggapannya "."......" 453

Contoh Kelirsrabelas; Firman Allah dalam hadits qudsi;


"Wahai a:Tak r'daml,r,'kr-i sakit tapi kau tidak
inenjenguk-Ku," ai-hadits, dan tanggapannya ...""....."......"...'....457

Fasal Kelinoa

Penutup .."...."".'.." 465


Asya'irah dan bantahan terhadap siapa yang
membanggakan mereka, dan Hukum AhIi Tah^rit "."..............".467
Pertanyaan; bagaimana paharn Asya'irah &nyatakan batil,
padahal mereka saat ini berjumlah 95% dari total
seluruh kaum muslimin. Bantahan atas pernyataan ini,
dan bagaimana batilnya sikap mereka dalam rneneladani
Abui Hasan al-Asy'ari ......"....467
Kalangan Asya'irah generasi terakhir yang menisbatkan diri
kepada al-Asy'ari, ticak n:engikutinya sebagaimana yang
seharusnya ...........".468
Tiga fase A-bu} Hasan A1-Asy'ari dan penjelasannya .................468
Tujuh sifat lang ditetapkan Asya'irah ..474
Perkataan Syaikhul Islam ibnu Taimiyah tentang Asya'irah ...47L
Perkataan murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah;
Ibnul Qayy,m tentang mereka ...............4V2
Perkataan ivluhammad Amin asy-Syrnqihti terkait keketriruan
orang clari kaiangan kontemporer terkait zhahir ayat-ayat
sifat, dan pen;elasan bahwa konsekuensi pernyataan
mereka rnerupakan bentuk kesesatan terbesar dan
kebohongan terhadap A1lah ns .............472
Abul Hasan al-Asy'ari di akhir usianya menganut paham
ahiussunnah ."."...."". 474
Pendapat seseorang adalah apa yang ia ucapkan di
akhirnya ketika ia dengan terus terang menyebutnya ......... ....474

---- { J iy,ttkh lluharnmad bin Shalih Al-Utsaimin GGD


Bantahan; bagaimana paham Asya'irah dinyatakan batil,
padahal di antara mereka ada ulama fulan dan fulan
yang dikenal tulus. Tanggapan atas bantahan ini ..476
Kebenaran bukan diukur berdasarkan orang, justru
orang-lah yang harus diukur dengan kebenaran ....426
Kami tidak memungkiri bahwa sebagian ulama Asya'irah
punya jasa baik daiam isiam. Kami juga tidak
memungkiri bahwa sebagian di antara mereka
memiliki niat baik terkait apa yang mereka yakini,
namun mereka tidak mengetahui kebenaran. Niat
baik saja tidaklah cukup digunakan sebagai syarat
diterimanya suatu perkataan, sebelum perkataan
tersebut sesuai dengan syariat ..............477
Apakah ahii takwil divonis kafir atau fasik ......... ....478
Vonis kafir ataupun fasik bukanlah wewenang kita,
tapi wewenang Allah Ee dan Rasul-Nya ... .............478
Salah satu syarat penting menjatuhkan vonis kafir atau
fasik adalah yang bersangkutan mengetahui pelanggaran
yangia lakukan sehingga mewajibkan vonis tersebut ..........." 479
Salah satu halangan dari menjatuhkan vonis kafir atau
fasik adalah seseorang melakukan sesuatu yang
mewajibkan kafir atau fasik, tanpa ia kehendaki .....................480
Penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkait
permasalahan ini ..................482
Tidak semua orang yang mengucapkan perkataan, atau melakukan
perbuatan yang mewajibkan kafir atau fasik, dengan serta merta
menjadi kafir atau fasik ........ .................485
Siapa yang sudah mengetahui kebenaran tapi tetap
bersikeras melanggarnya, maka ia pantas terkena
dampak dari pelanggaran tersebut .......485
Seorang mukrnin harus membangun keyakinan dan
amalannya di atas landasan kitab Allah !- dan
sunnah Rasul-Nya; menjadikan kedua landasan ini
sebagai imam ......48G
Kewajiban mewaspadai sikap sebagian orang yang
membangun keyakinan atau amalannya di atas
landasan madzhab tertentu, selanjutnya ia pahngkan
/\
K*)V ) S)'arah.ll-ktnaaiJ.ll- .lrurs"a (o--*
nash-nash Ai-Qur'an dan Sunnah menurut madzhab
yang ia anut ......... .................486
Siapapun rnengamati paham-paham manusia terkait
permasalahan ini, pasti ia akan melihat keanehan ....."........ ...486
Permohonan kepada A1lah yang laik untuk dikabulkan ..........487
Ulasan; Mla'i.,rratul1ah (Kebersamaan Aliahue ) dengan
Nlakhluk-l.iy* ............ ............488
Daftar Fustaka ...506

: Svaikh ,Muhan'mad hin Sholth Al-Utsaimin 3G'


PHNDAHUTUAN
Di bagian .cenciahuLuan ini, saya akan menguraikan tiga pokok
pembahasan ciaiam i"rntaian bait-bait syair;

Pertamal persemirahan untuk penulis buku, dan mencakup


latar-belakang Eenuiisan buku.

Kedua; bait syair ai-asma'ulhusna agar mudah dihafal.

Ketiga; bait syair i.enrang kaidah-kaidah asma' dan sifat, dan


juga terkait daii;-daliln"ia.

Pertama
Persembahan

Kuucapkun srtlam -t'ctnrj boik tian rltberkahi


Serta rahrnat dat i B.abb kitaYang ,lloha Suci
{lntuk 5-: uiiA nuiia nan saleh
Yang bertaku-a: .lluhammad b;n Saleh

Berikutrr'a;tnt aJai,th catatan k,:ki -t'ang ku persembahkan


Sebagui i,adtah t,nrukmu, maka sudilah kau terima
.iiia bebctcpa sebttb y'anQ mendorongku untuk melakukannya
ldnq tentu aranc bcrakai sehat tak akan meragukannya
;t:'r.rm; : tku hcrmrmpi
Tertqah iuduk be orang-orung mulia;
':samct
Engia ir. i nam -'i:lmai,r'rtng v'ara"
Dcn 5r !r jRhul l:;trm, naka alangkah baiknya maielis ini
Patia muianya, lnarn,'lhmad akan memberimu buku
\-ana akti bcr) 1,t iui a!-H;da1'aht
-fain:iyah
5; cikn lbnu segera beran!ak

.',!endahttlui ,;ant! iaam dan memberimu


Sebuah c.-ttatan rafrr inl, sebagai svarah atas Qgw'a'id

Dt atas :;ttnalah ;eorang peryreru memanggilku

i Sebr.iah kit,.n ;ii bidanq fiqh lmarn Ahmad bin Hanbal.

.,,. ' lJr i,,, ',...,,1 I'r;:


-l---l-----_-_--__--"-_7
5r !i'n .li-!!t'arntin 1,
Tuturnya,"Ini adalah keluhuran yong discgerakan untukmu
Dan juga keluhuran di akhirat nanti."
Kedua; buku ini adalah maton
\hng perlu diuraikan; agar jelas maknanya tak tcr.sembuw,ikan
Seperti yang kau sampaikon padaku dalt,m telepon oercakapan
L'laka jelaslah perkora ini bagi yang ptthem dan rer.sadat'kan

Ketiga; aku mencintaimu, seperti haln-y'a


Ku cintai jerih payahmu lan7 begitu mulia
llaka sudilah kau terima hadiahku, luruskqnlaL,
Kekeliruanku, dan doakan agar langkahku kian teguh
l4eski pada dasarnya
Aku ini takut bergaul dengan siapopun
Aku lebih suka menS'endiri
Dan menvibukkan diri dengan ilmu-ilmu yang'berry1nt'66s
Sungguh aku sedih, terhadap orctnB ,\,anq menS'epe iekan

Ilmu, atau terhadap ahli ilnu yang memiliki kct'utliadn


Tak menghargai keutamaan mereko.Aku khaya:ir
Kepado orung ini,karena runcunfa pemtkiranu,t
Andai ia tahu keutamaan ilmu secara pasti
Tbntu dengan giat )a raih ciengan beral<;i

Aku lebih terkejut lagi, kepoda mereka,tdng memandang

Jalan ilmu terlalu terjal di daki para w,onita


,llereka sama sekoli tak punvo kemampuan
Untuk meraihnl,a, dan kata-kata semoclm ituith
Apa mereka tak ingat para perempuan toiaf
Yang bertakwa. berilmu dan memiliki keutamaon
Hal inllah vang justru melecutku tuk menuntut ilmu
Dan berbaur dengan oran7 yang menqhargai iimu
\lang menvampaikan dan mengajak orang lain
Untuk mempelajarirn'a, dan menyebarlannla tii antaro semua
manusia
llasehatmu sungguh dotang membaw'o berkah

.o S varah .ll - Oon'adtci,li -,1 ! ut sia o--_*r-


Dan ui.;;, i!il meiliamtllkann;ia, ku bukonlah orong y'ang bertel-
ingkol"t

Kedma
Al-asma'ul llusna

Ya Al'i.ah, Ya Rahman (Maha Pengasih) ya Rahim (Maha Fe-


nyayang)

E n gk a u,4'L - H al im (M ah a P eny antun), Al:Aalim (M ah a M en ge'

tahui), Al- Aliim (M ah a M engetahui))

Engkau AlHafuzh (Iv{aha lulenjaga), Al-Haafizh (Maha Meme-


lih ar a), Al-A' i a ( M ah a T in ggi), Al -'Ali (M ah a T in g gi)

Engkau Al-h'Iairik (Maha Raja), Al'NXalik (I'Laha Pemilik), Al-


h/laula (Maha Penolong.,, Al-Waii (Maha Penolong)

Al-Akrarn (Maha l,Iulia), Ai-Karim (Maha Mulia), Ar-Razzaq


(Maha Pemberi t'ezeki)

Al-Bari (Nlaha Pencipta) , Al-Khaliq (Maha Pencipta), Al-Khal-

laq (Maha Penciyta)

Ai-Claattir (lvIai:a liuasa), Al-IlIuqtadir (Maha Kuasa), Al-Qa-


dir (i"laha Ku;sr:.)

Ai-lvi:.i- iin (lv{t":ha Femberi rasa aman), As-Sami' (lvlaha Men-


clenger), Ai- B a s r:ir (!,la,ta lvlelihat)

Y; tli ,'; qh.aht ilidup), ya Qayyun'tu (Niaha Berdiri Sendiri),


y a l/'/ ahh ab (!lI a ! ru. P e n-i ; :e ri )

Yd Barr (l/laha ;lerbuat baik), ya Lathif (ItLaha Halus), ya Taw-


wab (luLrsha Ferierima ttbat)
Engkau Al-Afuww (Maha Pemaaf), Asy,-Syakir (Maha bersyu-
kur), Asy-Syakur (Maha Penerima syukur)

Ath-Thayyib (Maha Baik), Al-Ghaffar (Maha Pengampun), Al-


Ghafur (Maha P engampun)

Engkau Al-Matin (Maha Kokoh), Al-Qahir (Maha Perkasa), Al-


Qahhar (MahaPerkasa)

Engkau Al-Kabir (Maha Besar), Al-Wasi' (Maha Luas), Al-Jab-


bar (MahaMemaksa)

Al-Mutakabbir (Maha Memiliki kebesaran), As-Salam (Maha


S ej ahter a), Al- H amid (M ah a Terpuji)

Al-Muta'ali (Maha Tinggi), Al-Muhith (Maha Meliputi), Asy-


Sy ahi d (M ah a M eny aksikan)

Al-Hakam (Maha Memutuskan hukum.), Al-Hakim (Maha Bi-


j aks an a), Al-H asib ( M ah a M emlt erhitun gkan)

Al-Haq (Maha Benar). Al-h4uqit (I\Lahs. Pemberi rezeki), Ar-


Ra qib (I'tI ah a NI e n gaw as i)

Al - Ah a d (M ah a E s a), Al - Qu d du s (M ah a S uci), Al - Kh ab ir (M ah a

Teliti)

Al-Wahid (Maha Esa), As-Subbuh (Maha Suci), An-Nashir


(Maha Penolong)

Al-Aww aI (Maha F ertama), Al-Mubin (Ivfaha M enj elaskan), Al-


Ghani (MahaKaya)

Azh-Zhahir (Maha Nyata), Al-llah (Maha Disembah), AI-Hafi


(MahaBaik)

Al-B athin (M aha Ter s embunyi), Al-W adu d (M aha M engasihi),


Al- H ayy iy (M ah a P em alu)

.o Svarah Al-)ou,aaid Al- lfutsla ..--"*-


Al-Basith (Mana Melapangkan rezeki), Al-Mannan (Maha
Pemberi) , Al-Mushawwir (Maha Pembentuk rupa),

Al-Qabidh (Maha Penahan rezeki), Al-Muqaddim (Maha Men'


dahulukan), Al- Muakh xhir (M aha M engakhirkan)

Al-W ar i t s (M ah a M ew ari si), Al- F attah (M aha P e mb e r i kep utu-


s an), Al-Muh aimin (M aha M emelihara)

Engkau Al-Aziz (Maha Perkasa), Al-Majid (Maha Agung), Al-


Muhsin (Maha B erbuar b aik)

Asy - Sy cfi (M ah a M eny e mb uhkan), Ar - R afi q (M ah a H alus), Al-


Wakil (MahaMengurus)

Al-Mu'thi (Maha Pemberi), Al-Jawwad (Maha Murah Hati),


Al-Jamil (MahaIndah,,

Engkau Al-Qarib (Maha Dekat), Al-Mujib (Maha memperke-


nankan permohonan), Ash-Shamad (Dzat Yang kepada-Nya kembali
seluruh urusan)

Al-Witr (Maha Tunggal), Ar-Rabb (Tuhan), Ar-Rauf (Maha


P en ga sih), As -S ayyid (M aha P emimpin)

Kami berdoa kepada-Mu, ya Rabb, dengan nama-nama yang


baik

Dan jupa keinciahan makna yang terkandung di dalamnya

Beriiah kami tujuan paling sempurna

Hapusiah seluruh dosa-dosa kami

N aikkanlkah kami ke tingkatan-tingkatan keb aikan

Dan jauhkanlah kami dari tingkatan-tingkatan keburukan


Ketiga
Kaidah-kaidah al-asma'

Segola puji bagi AllahYang lfahoT;nggt,.4{aho Iiidup


Selaniutnla doa shalav,at kepada \-c"i
Wo ba'du, inilah kaidah-kaidah dl-itsma'
Aku merangkainva daldm karangan ini

S Kaidah pertama;

!'l ama-nama-Nya indah karcna mengan lung t

S{a*s1Jbt-N;'a )'anB tin1Bi dan sernpitrnt


Ti,lak aca kekurangan padanta |dr4l incru.ral i,'rclrlrrii,*ur7cn
Allah
Baik dalam bentuk perhiraan moupun kemunqJ<ini:n

I Kaidah Xredua;

N ama-nama-N;'a adalah atribut yang


Menunjukkan Zat-It'i1rt, dan sifat-siiat ydnB tercakup dalarn
namG

Yakni menunjukkan s{at-s!'at-Nva. sesuLli makna agung dl


dalamryra
Dalam tinjauan pertama, semua nlmc-rama-I'i'c mengi syarut-
kan satu Dzat
DaIam tinjLlucn kedua, semus ncmd-nama-\,t'a mengandung
perbedaan siiat

S Kaidah ketiga;

i\'<znrc ,lllah,1ikc berasol dari siiat my:c'adJt


,Ntrencakup beberapa makna vanE rei cs

Kctet(lpan nama, dan juga ketet.apcs:t ::j.i. t

..^.

t(tX ) t)orah.l!-ttrtw',rctJ l' t;u,/,r r G--.*


\"/
Serta kerctapan hukum (muta'a,iJi) yano ada di dalam syariat
Namun itka teroentuk tlari slJat lazim, maka hanva
llenccrkup dua perkara perruma sebelum akhir

g] Kaidah keempat:

Penunlukkan makna isim terhadap ZatYang lhha Kava


Atau slJ-at - llya, meng gunakan kaidah tadh ammun
Ththabuq. dan iitizant
Perkara ini gambiang dalam seluruh nama

S Kaidah helima;

lJ ama - n ama-N.va berdasarkan dahl naqli


Maka ttJak ada ruang bagi akal

I Kaidah keenaml
-!i
am a - n ama- N. lu ridafr

Tbrbata: oleh btiangan tertentu

I Kaidah ketujuh;

Penlrmycngan,laiam nama-ndrna (AL\ah) adalah menyimpang


Dari ltng u.'a1in d),t'ttktni. dan penvimpangan tersebut harom
Penl im S
angan ni bermactm-macam j enisnl a, ydng dibuat-buat
Oleh ke;onpok kelonpok menS'impang dan paro pengtkutnya

S Kaidah kedelapan;

Namct-t:,:rrna \,cne metupakan (musltacl turunan ciari satu sifat

,yan! s(1;na
Seperti ,ifitt a] 'Uluv' tlan sifat al-Q3tdrah

''.--4 :-- l'tti^,,tmmariainsW g<r)


,'' ttkh
V
Nama-namo (musS'ta1) tadi, ildak diang,qap sebagai noma t-an7
samil
Tapi, setiop lafal merupakan nama tersendiri

S Kaidah kesembilanl

Nama-nama ,ang muqtarin (berpasangan) ialah, ilama ),ang


tidak boleh
D i mutl akkan p enyebut ann)/a, ta np a m e n Qg an d en q kan p a sa n -

SdnN'o

S Kaidah kesepuluh;

Boleh menuturkan tentonB Allah dengan segala oengkaboran


Yang tidak mengandung kekurangan, seperti A1-rfodln

S Kaidah kesebelas;

Nama-nama-Nva sudah ada sejak azali, seperti Zat-\;,a


Bukan termasuk makhluk- makhluk-ll1 a

O Kaidah keduabelas;

Sebagian nama-liyo menunjukkan lebih dari satu sifat


Seperti nama A]-Hakim, maka pahamilah

S Kaidah ketigabelas;

N ama-nama-Nia ftfi usus untui-,\ir c


Kesamaan dalam penBBunaan nama tidak melazimkan

Petsamqcn
Yang diberi nama, itulah nama-nama-Li-ts
Don seperti itu pulo sifat-sifat-liya

.Ot ) Siarah Al-@waaid Al- tulutsta {, }-***-


Keempat
Kaidah-kaidah shifat

Berikut ini kalJah-kaiiah sfu1t


l'ang aku rang<oi ialam bait-hait berikur

S Kaidah pertama;

S {ab.c t f-at - ii,va b e rada C i punc ak ke s e mp ur n a an


Tidak ada kekuranqan sedikit pun di dalamnva

I [{aidah lcedua;

Pemb a h asa n m c n g en a i stJat - s


iJ'at - N
ya I ebih Iuas

Dari pembahasan nama-nama-N;,a, mal<a janganlah koliari


mengoJa-ada

{5 Kaidah ketiga;

S
{at - i j at a d a .t' a n g t s ubuti,va h at a u s a }b j,ah
s

Adapun sijarsilat tsubutivah nan tinggi


maka sti ct - sifat kesempurnaan seluruhnvo
tanDa tt,!ant.a kekurangan di dalamnya,.illahaT'inggi Ia dan
,4laha l-uhur
scmentGrr siiat sif-dt .salb4,6fi
maka it,t oJaian stiot-sif'at,vang dittadakan oleh Allah Ash-
Shanr;,i

,$ I{aidah keernpat;

.'1driprii ;r/;r -:;17 r ; ;Ltbuti1-otl-i\yu


.LIai<o r::nLtnjuikttn kesempurnaan dan pulian
(eriii: iebih t'anrak dan beragam
'.i
Pentut::i,.:kann).: , alilp lebih luas lagi
ll aka nam p dki ah kesempur na an il apa,ran g di sifati,Jeng annya
Dengan penunjukkan kesempurnoan
),ang iebih ,ian iebih, bagi-
f;l.y,

S Kaidah kelima;

*iot-sifm tursebut ialah, Zctit,ah atau Fi'litah


Aciapun si-jat-sljat Zativah Rebb kita
Sejck azali Ia senontiasa mentondan7nva
Sifat khabarlah juga tlikairkan dengan ?,ati,vah
Aiapun s{at Fi'i$'ah itu, mdka sesuai
Ke hendak- N ya, dan berkait an dengan;,o

$l Kaidah keenam;
Ketika kita menctapkan seluruh tu,ut
Ktta harus men;,ucikan pemahaman kitc
Dari ilngkttp ta$,ij, tamtsil
Sebagaimana kito berleras dari ta'thil

S Kaidah ketujuh;

S 4 at - xfi:t - li','a b e rg ant un g pcda i aIt I no qi i


Sehingga tiiak ada {uanfr unruk akai

-o, ) $arah Al-*y::"J!j .i/r: ric _.*._( F--*--


Kelirna
Kaidatr pelrerapan dalil-dalil asma' dan shifat

Berikut ini kaidah-kaidah pcnerapan dalil


{lntuk narnd-nama dan syfat-sjat AllahYang Maha Penolong

S Kaidah pertana;

,rlletrtde pengambilan dolil seluruh kalangan salqf


Untuk dsma' dan shlfat adalah u,ahyu saja, maka janganlah
engkau menrimyang

O Kaidah kedua;

Nosli-nash wahyu dipahami secdrd zhahirnva


Kecuali jika a<la sesuatu ),ana benar,,r,ang mengalihkannya
Tanpa tahriJ' atoupun ilhad
Itulah,r,ang paling la1'ak bagi nash-nash tentang s{at-s{at AI-
lah\ong .Maha memberikan petunjuk

S Kaidah hetiga;

Zhahir-zhahtr nash rcntang siiot


llaknar:.,'a kila ketahui
Namun hak)katnra tidak diketahui, seperti l,ang diriu'aS,atkan
Dari rokoh agung, seperti fulalik

S Kaidah keempat;

Zhahir nash i.tiah sesuatu /vang maknanl,a

Lanqttng teiltnras di dalam pikiran ketika laJal itu disebut


B erb c,i *b ed a ;e su (t 1 ran51 ka i an kal i m ot nla
Dan luga sesutti konteks pembicaraan dalam susunon kalimat

-------c =-_-_-n
.> .rainfi .iiuhammai hin sholih Al-t)tsoimrn ( 3(r:)
\,/
Penutup

Aku berwosiat pada Ando semua untuk menghE-ai nama-nama


ini
Berdoa dan berlindung dengan menyebumya
Karena dj antaranva oda noma-N1o )long agung
Dan juga karunia-N,va sudah ciiketahut oleh kita semua
Kuasailoh iuga kaidah-kaidah ;nt
Dalam bentui< hoJalan dan pemaharnon karena cdaJaidah-;fai-
dah di dalamnSa
Engkau pastt mendapati kaidoh-kaidah ini menberikan kemu-
dahan bagi kai,tngan terakhir
Untuk memahami wahyu seperti pemahaman salaf

.o,
l----
L____
Kata Pengantar Fen-syarah
-.v[:a,Y6J-jy^.
g(g,vd)sl
.iV-1

,:r^jl aiii sr
":jt
Segala auii han1.a milik Allah:s:. Kami memuji, meminta
pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Kami
beriindung kepada Ai,ah ;e dari kejahatan jiwa dan buruknya amai
perbuatan. Siaoa saja yang diberi petunjuk otreh Allah Je, niscaya
tidak ada yang <iapat menyesatkannya, dan siapa saja yang Aliah ;e
sesatkan, nisrava ticiak ada yang dapat memberinya petunjuk. Sa1r1
bersaksi bahi,r,a tiada ilah (yang berhak dii-badahi dengan
sebenarnya) rrrelainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan
saya bersaksi bahwa I'"{uhammad adalah hamba dan Rasutr-Nya.

*.r.lij*:;..i, :1 -/,'.; ); ie ?nlr lrai lr:*i :,lji Uiu-:


" W ah ci o r an g- o r an g y an g b e rim an ! . B er t akw al ah kep ad a Al-
lah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kamu
matikecuali aalamkeariaanMuslim." {QS. Ali'Imran z LAZ}

V)) Lr] -*,r i,j.> 2,"^ y it* s-ir f,-,rfr ,-ur qjiUr

,J[5 4U ,lj e,*-,'j1-o -_9'',*; g-rJl aii \tAl)


1
it;t i_=5 Yq; U+i --,,
*W)t']-
"Waha: manusia!. Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
men cip takan ka,"rtu d ar, ciir i y an g s atu (A d am), d an (Ali ah ) m e n cip t akan

pasangannya r.'iiawa) tiari (diri)nya; dsn dari keduanyalah Allah mem-


oerkembangbiakkan lski-laki dan perempuan yang banyak. Bertak-
waiah kepaic A}iah yaq dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan
(peiiharalah; :,ubungtn kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasimu." (QS. An-Nisa' : L)

i$r-;i r< |tr tu.F t+r* \i;; t-ly, i r4;trr;';*ir qjiqf


{u,,8 W t:i itt"t}i'd;r;n, & ,r-r t(r, €
.A,
" Wah ai o ran g- o r an g y an g b erim an ! B e r t akw al a h kamu kep a da

Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Ailah akan mem-
perbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-aosamu. Dan barangsia-
pa menaati Allah dan Rasul-Nya, rnaka sungguh, dia menang dengan
kemenangan y ang agung." (QS. .A,I-Ahzab z7A -7 Ll
Segala puji bagi Allah riu yang rnenjadikan sisa-sisa ahli ilmu di
setiap rentang waktu kekosongan para rasui, yang rnenyeru orang
tersesat menuju petunjuk, bersabar menghaciapi gangguan mereka,
menghidupkan kembali orang-orang yang mati hatinya, dan
membeialak orang-orang yang buta rnata tatinya: dengan kitab
Ailah. Betapa banyak korban penyesatan iblis vang mereka sadarkan
kembali!. Betapa banyak orang tersesat, kebingungan; yang mereka
tunjukkan!. Betapa mulia pengaruh mereka terhadap raanusia, dan
betapa buruk sikap manusia terhadap rnereka!. Mereka menghalau
tahrif dari orang-orang yang ghuiuw rerhadap kitab Allah,
melenyapkan kebohongan para pendusta. dan membasmi
penakwilan orang-orang j ahil.

Amma ba'du, tidak diragukan bahwa masalah asma" dan shifat


termasuk salah satu asas akidah pating agung, dan paling luhur
untuk dibicarakan. Beragam pernyataan ermunculan terkait
perrnasalahan ini. Ada ,vang murni rne:riadakan" Ada yang
menetapkan nama-nama Aliah secara garis besar, kemudian
meniadakan sifat-sifat. Ada pula yang menetapkan nama-nama
dan sifat-sifatAllah, namun menolak sebagian di antaranya; dengan
menakwilkan, dan rnengalihkannya dari latai zhahirnya. Ada pula
yang menyatakan wajib mengimani semua nama-narna dan sifat-
sifat Allah, sebagaimana yang tertera daiam kitab Aliah dan sunnah
shahihah, serta memberiakukannya sesuai ::hahirnya, menafikan
takyif dan tasybih darinya. Keiompok terakhrr inilah vang dijuiuki
salaf dan ahlussunnah.
Penuiis memilih perkataan mereka, meridhainya, dan
memperkuatnya dengan dalil-dalil naqli dari para imam yang
memiliki ilrnu mendalam di bi<iang ini, yang diakui keistiqamahan,
dan keiurusannya, serta memiiiki pemahaman dan istinbath yang
baik.2

Pentingnya ilmu tentang asma'dan shifat;s

Mempelajari dan memahami nama-nama Aliah o.; dan sifat-


sifat-Nya sangat penting cialam kehidupan kaurn muslimin, karena
beberapa alasan berikut;

Pertamal seperti yang disebutkan oleh penuiis dalam


muqadimah kitabnya, bahwa nama-nama Al1ah dan sifat-sifat-Nya,
merupakan salah satu rukun tauhid, dan tauhid adalah perkara
terbesar yang dibawa para rasul"

Kedua; kemuiiaan iimu bergantung pada kemuiiaan objek


yang dipeiajari. Jika ada beberapa cabang keilmuan seperti;
oseanografi, topografi, biologi, astronorni, anatomi, dan
semacamnya, akan tetapi tidak diragukan iagi bahwa ilmu yang
terbaik secara mutlal: ialah ilmu yang mengenalkan kita kepada
Allah r,". Karena ituiah Ibnu al-Arabi berkata dalam Ahkamul
Qur'an (IUB)tl, "Kemuliaan iimu sesuai dengan kemuliaan objek
yang dipeiajari. Dan, Aliah Yang Maha Pencipta adalah objek iirnu
yang paling mulia. Dengan demikian, mengetahui nama-nama-Nya
adalah ilmu irang paling muiia."

Ketiga; mengetahui nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya,


memahami maknanya, mengamalkan kelazimannya, dan berdoa
kepada Aliah dengannya, meiahirkan rasa pengagungan terhadap
Allah Yang Nf aha Pencipta di dalam hati para ahli ibadah, melahirkan
pula sifat menyucikan, mencintai, berharap, takut, kembali, dan
berserah dirr hanva kepada-Nya. Dimana Aliah menjadi
perumpamaan tertinsgi di dalam hati mereka, yang tidak memiliki
sekutu dalam Zat-Nya, tidak pula dalam sifat-sifat-Nya. Siapapun

Muqa dciim o n Aqow i t ats-Tsi qat, Syu'a ib al-Arna uth, ha l: 5, dengan peruba-
han.

Pembahasan ini dikutip oari qi-Asmo' wash Shifat, al-Asyqar, dan Miftah
Daris Sa'adan, lbnui Qayyim (l/z9t).

n
) ..roikh .tlun,tmmal bin Sholih-11-tltsarmin ( 3(rr)
\,/
selain Allah tidaklah memiliki kedudukan sedemikian tinggi di
dalam hati para hamba-Nya. Dengan demikian, terwujudlah tauhid
qalbi di dalam hati hamba-Nya, termanifestasikan ubudiyah kepada
Ailah. Hati para hamba tunduk terhadap keluhuran-Nya, dan jiwa
para hamba merasa tentram terhadap keagungan-lJya.

Keempat; besarnya pahala orang yang menghafal nama-nama


Allah, sebagaimanayang disebutkan dalam Kitab Shahihain bahwa
Allah memiliki sembilan puluh semhilan nama; sesiapa
menghafalnya, maka ia masuk surga.

Selanjutnya akan dibahas perbedaan pendapat terkait makna


ihsha' . Makna yang dipilih mavoritas ulama; bahwa ihsha' artinya
menghafal nama-nama Aliah" Selanjutnya juga akan disampaikan
bahwa penulis memiliki pendapat lain terkait persoalan ini. Oleh
karenanya, siapa saja yang tahu besarnya pahala dari menghafal
nama-nama Ailah ini, sepatutnya untuk menjadikan hal tersebut
sebagai misi utama dalam kehidupannya.

Karena beberapa alasan inilah, saya ingin mendalami persoalan


ini. Saya juga ingin membantu saudara dan saudari sekalian untuk
memahami persoalan ini. Dalam hai ini, saya sudah mempeiajari
kitab a/-Qawa'id al-Mutsla karya Syaikh .bnu Utsaimin. Buku
tersebut berisi kaidah-kaidah tentang asma' dan shifat, dan
membantah beragam syubhat para ahli ta'thil. Keistimewaan buku
tersebut terdapat pada pem"bahasannya yang runut, uraian yang
bagus, dan secara global ibaratnya mudah dipahami. Namun buku
ini masih perlu dijabarkan lagi, guna mengr.irai ibarat yang masih
pelik, menjeiaskan yang samar, dan memaiamkan istiiah-istilah
yang ada di dalamnya. Akhirnya saya n:emohcn pertolongan
kepada Allah untuk mengerjakan tugas pent ng iiri.

Dalam menjabarkanbuku tersebut, saya menggunakan metode


sebagai berikut;

Pertama; takhrij ayat-ayat Al-Qur'an dengan rnerujuk kepada


kitab-kitab tafsir berkenaan penjelasan ayat, luga penjeiasan
mengenai pokok persoalan dari ayat secara umum.

Kedua; takhrij hadits dan atsar yang tertera di dalam kitab,


beserta penjeiasan mengenai derajat (keshahihan) diterima atau
tidaknya suatu riwayat; mengacu pada kitab-kitab para uiama ahli
hadits.

Dalam beberapa perkara, adakalanya perlu untuk dijelaskan


keadaan perawi sanad, sehingga saya merujuk pada keterangan
para ulama jarh dan ta'dil.

Ketiga; jika sebuah hadits tertera dalam kitab Shahihain, atau


salah satu dari keduanya, maka saya tidak menyebut referensi kitab
hadits lain kecuali untuk suatu faidah tertentu. Metode seperti ini
lazim dilakukan para ahli hadits, seperti yang diterapkan al-Hafi.zh
ad-Dimyathi (wafat tahun 705 H.) dalam bukunya, al-Matjar
ar-Rabih, hai: 6, al-Iraqi (wafat tahun 806 H.) dalam Takhrij Ahadits
Ihya' Ulumiddin (I/2), al-Manawi dalam bukunya, al-Fath as-Samawi
bi Talkrij Ahadits al-Baidhawi (I/69), dimana anaknya menukil
keterangan darinya, bahwa ia berkata, "Kaidah menurut para ahli
hadits; jika ada suatu hadits tercantum daiam salah satu kitab
Shahihain, maka hadits tersebut tidak dinisbatkan kepada
selainnya."

Keempat; penulis berargumen dengan dua bait syair pada


kaidah ketiga, diantara kaidah-kaidah sifat. Seraya mentahkik
kedua bait syair tersebut, dengan menyebutkan sejumlah faidah
yang dinukil dari penjelasan para ahli sastra dan para pen-syarah
syair al-Hamasah. Adapun bait-bait syair lainnya; penulis
menyebutkan bait syair tentang sifat-sifat yang ditetapkan oleh
kelompok Asya'irah, dan sejumlah bait dari kitab Nuniyah karya
Ibnul Qayfrm. Itulah beberapa bait-bait syair yang tertera dalam
buku ini.

Kelima; mengikuti susunan dan sub judul buatan Syaikh


saya
Asyraf bin Abdul Maqshud dalam penelitiannya terhadap buku ini.

Keenaml saya menjelaskan ibarat, poin-poin, dan istilah-


istilah yang disebutkan penulis daiam bukunya. Terkait hal ini saya
menggunakan metode sebagai berikut;

Jika ibaratnya hanya memerlukan penjelasan singkat, maka


saya cukup nrenyebutkan di catatan kaki saja, selama hal itu sudah
mewakili maksudnya.

*__---_{ Sriri&fi lfuhammad bin Sholih Al-Utsaimin .o,


Namun jika ibaratnya memerlukan penjelasan panjang lebar,
dan juga perlu menyebutkan perbedaan pendapat, maka saya
berikan keterangan tambahan di bagian akhir setiap kaidah. Di
bagian tambahan tersebut, saya menyebutkan permasalahan-
permasalahan secara panjang lebar, diantara contohnya ialah
mentahkik hadits-hadits yang perlu dijelaskan secara rinci.
Keterangan semacam ini saya cantumkan pacia keterangan
tambahan.

ini terbiiangbermanfaatagar tidak mernbuat jemu


Cara seperti
para pembaca karena banyaknya catatan kaki dan penjeiasan
tambahan, yang bisa saja membuat pikiran bercabang. Dr. Abbas
Hasan dalam bukunya; an-Nahwu al-Wafi juga menggunakan
metode serupa.

Ketuluh; dalam menulis catatan kaki dari kitab Qawa'id ini,


saya merujuk pada referensi-referensi primer. Pembaca akan
menemukan banyak rujukan yang saya sebutk-an, dan juga beragarn
dari pelbagai disipiin ilmu, mencakup tulisan para mufassir, ahli
hadits, ahli bahasa , ahli ushul, ahli nahwu, ahii lJu,nu manthi4, ulama
jarh dan ta'dil, dan juga tulisan para sejarawan. Untuk referensi
akidah, saya tidak hanya mengacu pada kitab-kitab ahiussunnah
saja. Tapi juga merujuk pada kitab-kitab para ulama ahli fiisafat
dari kalangan Asy'ariyah, Maturidi,vah, dan l\'lu'tazilah karena dua
atrasan:

Pertama; tidak semua tuiisan mereka ini keliru, karena di sana


pasti ada yang benar, khususnya terkait argumen Asy'ariyah dalam
membantah Mu'tazilah; sedangkan hikmah (kebenaran) adalah
harta orang mukmin yang hilang.

Kedua; ketika Anda membawakan dalil kepada sebagian


manusia yang telah fanatik buta terhadap tokoh-tokoh tertentu,
mereka tidak akan mengikuti dalilAnda, hinggaAnda menyebutkan
pula pandangan ulama madzhab mereka, atau perkataan tokoh
dari paham yang mereka anut.

Karena itulah Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan dalam


Talkhish Hamawiyah SyaikhuL lslam, hal: 98, "Dalam buku ini,
penulisalila menukil banyak sekali pernyataan para ahli ilmu filsafat
berkenaan dengan persoalan ini. Ia berkata, 'Meski kami hanya

.Ot Svarah Al- @waaid,4l - Mutsla


berpegang pada Al-Qur'an, sunnah, dan atsar salaf, tanpa
memeriukan perkataan apapun selainnya. Namun, karena
banyaknya orang yang menisbatkan <iiri pada kelompok-kelompok
ahli kalam, cian hanva berbaik sarigka pada rnereka saja, serta
menyangka bahwa ya;rg membahas persoalan ini secara mendalam
hanya mereka saja. Seningga jika kami menyampaikan dalil apapun
kepada mereka, tetap saja mereka tidak mau mengikuti dalil yang
disampaikan. sampai xami menyampaikan sebagian dari perkataan
mereka.'

Seteiah itu betriau berkata, 'liamun bukan berarti setiap


pernyataan',ra;rg kami sebutkan dari tokoh-tokoh ahli kalam, kami
juga ikut seti-rju dengan semua perllyataan tersebut; apakah itu
dalam persoai:.n ii-ti, ataupuri yang iainnya. Kendati demikian, jika
itu rnemang 1,':benar;rn maka tetap harus <iiterima dari siapa pun
yang mengul=;:,kan:t1'a, bahkan mess:i Cari crang kafir sekaiipun.'

Dari sin; crpahanri, bai:""ora maksird Syaikhui islam ariz menukil


pernyataan '.irt,',, [ic,al'-iain ialah untuk menjelaskan kebenaran dari
siapa saja, se!-;.riigus irrem-baiikkan axgurnen rnereka sendiri, dengan
menukiikan per:nyataan dari tokoh-tokoh mereka. Wallahu a'lam-"
Selesai nukiiari.

Kede[apam; kaiilah-kaidah yang disebutkan penulis dalarn


buku ini sudah eiisebutkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di
beberapa tempat daiam buku-bukunya, seper ti at-Tadammuriyah,
al-Hamawiyah, dan iainnya. Juga sudah disebutkan ibnul Qayftm
dalam Bada'ii,l Fawa id c,an ash-Shawa'iqu al-Mursalah. Selain juga
dinukil oleh Syaikh Abdul. Aziz ar-Rasyid dalam at-Tanbihat
as-Saniyyah 'alal Wasthiyyah, hal: 21, Syaikh Zaid bin Fayyadh di
sejirmlah teinpat terpisah dalam bukunya, ar-Raudh an-Nadiyyah
'ala Syarh ai-Wasithiyyah. Demikian juga Syaikh Abdul Aziz
as-Salman dalam ai-As'ilah'ala al-Wasithiyyah dan al-Kawasyif
al-Jaliyyah,hal: 423.

Saya memohon kepadaAilah, semoga catatan kaki ini membawa


manfaat sepei-ti halnya buku aslinya. Dan menjadikan amalan saya
ini ikhlas, semata-mata untuk mencari wajah-Nya. Sesungguhnya
ia Maha Mendengar iagi Maha Dekat.

) .;r.:,i'h ,:luhammal bin :holih Al-tJrsaimin { 3(2


Kata Pengantar Penulis

f:_.,11 ,-^_/l ai'l es


Segalapuji hanya milik Allah. Karni memuji, meminta
pertolongan, dan mernohon ampunan kepaoa-Nya. Kami
berlindung kepada Ailah dari kejahatan jiwa dan buruknya amai
perbuatan. Siapa sajayang diberi petunjuk olehAllah. niscaya tidak
ada vang dapat menyesatkannva, dan siapa saja yangAtrlah sesatkan,
niscaya tidak ada yang dapat memberin'ra peruniuk. Saya bersaksi
bahwa tiada ilah (yang berhak diibadahi .iengan sebenarnya)
rnelainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nrra. Dan saya bersaksi
bahwa Muhammad adaiah hamba dan Rasul-Nira. Semoga shalawat
cian salam terlimpah kepadanya, keluarganva" para sahabatnya,
rian siapapun yang mengikuti rnereka dengan baik.

Wa ba'du, iman kepada nama-narna Aitrair dan s:iat-sifat-Nya


adalah salah satu rukun iman kepada Ailah. }'al<.:ri, irnan kepada
keberadaan Al1ah'ie,a iman kepada rububiyah-h.iva, irnan kepada
uluhiyah-Nya, dan iman kepa<ia narna-nama dan sifat-sifat-Ny.a.

€ Kedudukan mempelaiari nama-nama AIIah dan


sifat-sifat-Nya ddam agama :
BertauhidkepadaAllah dengan tauhid asma wa siiar rnerupakan
saiah satu diantara tiga rukun tauhid: tauhid rub,-rbivah, tauhid
uluhiyah. dan tatihid asma wa sifat.s
+ Dalil-dalil keberadaan Allah terlalu banyak untuk <Jihitr-rrg. Ahlussunnah
wal iamaah memiliki metode dalam menetapran keberadaan Allah yang
berbeda dengan metode ulama ahli kalam. Lihat: Mannc, Ahiissunnahwa
Manhaj ol Asy a' i rah f it Tauhi d, Kha id
N ur, dan
I t 4a ua.if I bn u Ta irniy a h mi n al
Asya'irah, Dr. Abdurrahman al-Mahmud.

5 Jenis-jenis tauhid akan kami sampaikan selanlrrtnva daiam penjelasan


tambahan.

.o' ) SIarahAt-{bwaa;tiAl
*?-*--
!yt:
Kedudukan ilmu ini di Caiarn agama, begitu tinggi dan agung.
Siapapun tidak mungkin beribadah kepada Aliah secara sempurna,6
sebeium ia mengetahui nama-nama Alj.ah:= dan sifat-sifat-Nya;
baru setelahnl;a ia bisa beribadah kepada-Nya dengan yakin. Allah
:s, berfirman:

't + i'rila;:'3r ;r*''ir '1;1


" D an Ailah m e miliki A s m a' ul H u sn a ( n am a-n am a y an g t erb aik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(qS. Al-A'raf: 1-8O)

Doa yang dimaksudkan daiarn ayat ini mencakup doa mas'alah


(permintaan) dan doa ibadah.?

Doa tnas'alah (permintaan); maksudnya ialah menyebut


nama-nama Allah er,: yang sesuai dengan permohonan yang
dipanjatkan, saat Anda berdoa. Semisal ucapan, "Wahai Yang Maha
Pengampun, ampunilah daku. Wahai Yang Maha Penyayang,

Penulis tidak mengatakan; "Menurut cara yang diwaiibkan," tapi, "Se-


cara sempurna," karena yang diwaiibkan adalah beribadah kepada Allah.
Hanya saja iebih sempurna iaiah dengan mengetahui nama-nama AIlah
dan sifat-sifat-Nya.

Banyak mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud dari ayat ini


adalah; menyebut ,A.llah saat berdoa, yakni doa mas'alah (permintaan)
menurut definisi penulis. Hanya saia menurut ulama muhaqqiq, doa ada
dua macam; doa mas'alah (permintaan) dan doa ibadah. lnilah pendapat
yang dipilih Syaikhul lslam lbnu Taimiyah dan muridnya lbnul Qayyim.
Pendapat ini iuga dipiiih as-Sa'di dalam Tafsirnya (Ulrq). Penulis iuga bi-
asa menyebutkan <lasifikasi doa ini. Adapun pembahasan tentang ma-
salah ini, akan disampaikan secara rinci di bagian keterangan tambahan.
Al-Alusi menyimpulkan dari ayat di atas, bahwa yang dimaksud berdoa
adalah memberi nama. Kalimat; (i-r,, +:icr) atau (+i cj.r; artinya : Saya
memanggil Zaid, yakni menamai dirinya dengan Zaid. Lihat; Tafsir al-AIusi
(lXirzr), Hasyiyatul lamal 'alal Jalalain (llllt46), Tafsir asy-syirbini (l/539),
Hasyiyah lViuhyiddin Zadah (ll/286), Hasyiyah asy-Syihab 'alal Baidhawi
(lv/ao8).

,*""-'.----.---.{ .Syoikh lluhdmmad btn Sholih Al-Utsaimin .o,


sayangiiah daku. Wahai Yang Maha Penjaga, jagalah caku," dan
semacamnya.8

Dan doa ibadah; yaitu bahwa Anda beribaciah kepada Allah


sesuai dengan makna nama-nama tersebut. Bentr.rk nyatanya
seperti; Anda bertobat kepada Ailah karena,{11ah hl1aha Penerima
tobat, Anda menyebut-Nya dengan lisan Aada karena Ia Maha
lVlendengar, Anda beribadah kepada-Nya dengan anggota badan
Anda karena Ia Maha Meiihat, Anda takut kepada Aliah di saat sepi,
karena Ia Maha Halus, Maha Teliti, dan begit,r seterrrsnya.e

Perkataan penulis; "Menyebut nama-nama Ailah;e vang sesuai dengan


permohonan yang dipanjatkan, ketika Anda berdoa," \'akni menyesuai-
kan nama Ailah dengan apa yang diminta, seperti dalam ccntoh-contoh
yang sudah disebutkan penuiis. Contoh lainnya seperti ucapan ses-
eorang, "Wahai Maha Pemberi petunjuk, tunjrrkilah kami," "Wahai Maha
Penerima tobat, terimalah tobat kami," dan senacamn,va. Namun jika ia
menyebut nama yang tidak sesuai dengan doanya sen,isal, "Ya Allahl.
Arnpuniiah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pembalas, d;n berilah aku,
sesungguhnya Engkau Maha Mendatangkan mara-bahaya, dan Maha
Mencegah," boleh-boleh saja, dan ia tidak meiakukan Derbuatan yang
diharamkan dalam berdoa. Hanya saia ia tidak niengikuti cara yang lebih
sempurna, inilah zhahir pendapat dari lbnu al-A,"abi (lliSrc-).
Lain halnya dengan penyimpangan dalam nan a-r'larna Aiiah, ini haram
hukurnnya seperti yang akarr datang penjelasannya.
,{l-Qasirni berkata dalam tafsirnya (Vll.t38} terkait firnian Allah, "Maka
bermohonlah kepada-Nva dengon menyebut Asrr:a'ul Hus:rd itu." Maknan-
ya; sebutlah Ailah dengan menyebut nama-nama itu. Avat ini adaiah per-
intah agar berdoa kepada Allah dengan menyebut narna-nama-Nya yang
indah. Namun perintah ini adalah perintah rnanaub (aniuran), iika dibawa
kepada (hadits) tentang membaca sembilan puluh sernbiian nama-Nya,
sebagaimana yang dianiurkan oieh Nabig. Tapi iika yarrg dimaksudkan
adalah menyebut nama Allah dengan nama yang mengandung pujian,
tanpa adanya penyimpangan, maka perintah ini adalah'"vaiib.
lbnu al-Arabi mengingatkan bahwa diantara nama-nama Allah, secara
urnum ada yang dapat digunakan saat berdoa dalam segaia kondisi, sep-
erti; Allah dan Rabb. Pernyataan serupa iuga iiisampark=n al-Qurthubi
{Vllllzl). Lihat; ol-Asma'washshifat, al-Asyqar, i:al: 14.ACapun penjeias-
an tentang nama-nama Allah, akan disampaikar oaCa kardah ketujuh.

Persoalan ini telah kami rinci. Kami ielaskan ma(ne doa menurut bahasa
dan istilah. Juga perbedaan antara doa mas'alah (perrr-irtaan) dan doa
ibadah, dan mana yang lebih baik diantara keiuanya ratam penjeiasan
tambahan.

'arah Al-*ov,aaid .ll- ,4lutt!a i ': {F--_.,


S Sebab penulisan bultll iad :
l"{engingar pentirgnira duduk persoalan ini, dan mengingat
pernyataan seiumiah kalangan terkait persoaLan ini yang kadang
benar, dan kadang pu.!a batii karena dipicu oieh kebodohan dan
fanatisrne,i{' ::ia}ia sai'a terdorong untuk menuiis sejumlah kaidah
sederhanail te::kait persoaian ini. Seraya memolion kepada A1lah

1o Meiaiui kaiimat ini, oenulis menyebuti<an dua alasan penulisan buku ini,
yaitu;
Pertamal karena kecudukan agung persoalan ini. Daiam pengertian bah-
wa rnengetahui permasaiahan inr rnenladi sebab ibadah kita kepada Ai-
lah menjadi lebih sempurna, hal itu karena seseorang tidaklah berdoa
kepada Rabbnya kecuali dengan menyebut nai'na-nama-Nya yang indah.
Maka doa initidak bisa terealisasi, kecualiiika ia mengeiahui makna dari
nama-nama tersebut.
Kedua; karena pernvataan sejumlah kaiangan terkait nama-nama dan si-
fat-sifat Allah. Pernyataan mereka terbagi meniadi dua :
t. Pernyaiaan yang brenar.
z. Pernyataan batil yang disebabkan dua faktor; faktor pertama; kebodo-
han, faktor i<edua; fanatisme.
Setelah penulis menyebutkan l<aidah-kaidah ini dan iuga dalii-daliinya'
maka siapa saja yang tidak tahu seiayaknya belaiar, dan siapa yang bersi-
kap fanatik harus meruiuk pada penielasannya. Namun semua itu ber-
gantung kepada taufik dariAllah.
Catatan; di antara ,'nereka yang membicarakan persoalan nama-nama
dan sifat-sifat Allah secara batil adalah Hisyam al-Badrani dalam bukun-
ya; ol-Hukm asy-Syar'i fi Bahts Asma illahi wa Shifatihi, terbit tahun t4t9 H-
Pada halaman 5 buku ini, al-Badrani menyatakan bahwa Syaikh lbnu Ut-
saimin cialam bukunya, Syarh al'Waslthiyyah, menyebutkan seiumlah ke-
anehan yang membingungkan. Pern;rataan ini tidak perlu ditanggapi'
karena ia hanya sebatas angin lalu. Pada halaman t78, al-Badrani meng-
haramkan menjelasran nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, atau men-
gulasnya. Pada halaman r93 dan tg4, ia memvonis kafir siapa saia yang
menetapkan Allah memiliki waiah, tangan, mata, kaki, dan iari-iari.
Pernyataannya tidar< memiliki nilai untuk dibantah, karena ia ielas meny-
elisihi kevakrnan ahiussunnah wal iamaah.

11 AlQawa'id adalah iamak dari kata qo'idoh. Secara etimologi, qa'idahbe'


rarti asas. Dengan oemikian, kaidah segala sesuatu adalah asasnya. Ter-
masuk di antaranya qawa'idul bait, yaitu asas-asas atau pondasi-pondasi
rumah. Kosa kata ini digunakan untuk perkara-perkara yang kasat mata.
Namun ia iuga digunakan untuk perkara-perkara maknawi, seperti kaid-
ah-kaida h ii mu. Lihat; osh-Shihah (l 11525), Mu' jam Maqayis alLughah, lbnu
Faris (V/to8).
Sedangkan secara terminologi, makna kaidah diielaskan oleh para ulama
al-Asybah wan Nazha'ir. Namun mereka berbeda pendapat, apakah kaid-
ah bersifat kulliyah (menyeluruh) atau bersifat aghlabiyah (mayoritas)

\raifrA Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin .o


twt agar menjadikan amalan saya ini ikhlas semata-mata karena
mengharap wajah-Nya, sesuai dengan keridhaan-Nya, dan
bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya.

= terhadap semua individu-individunya, n-reski <aidah-kaidah Nahwu dan


Ushul adaiah kaidah menyeluruh, seperti fo'il itu rafo', aan ketika kalimat
amr (perintah) tidak disertai indikasi apapun, r'laka rnecLinjukkan wajib.
Dan, kaidah-kaidah yang disebutkan penulis terkait ":arna-nama Allah
dan sifat-sifat-Nya, ielas merupakan kaidah-kaidah kulivyah (menyelu-
ruh). Artinya, hukum yang bersifat kuiliyah (menyeiuruhJ beriaku untuk
banyak sekali individu. Pernyataan ini tentunya meniadi gamblang, saat
rnentelaah kitab al-Qawa'id ini.
Dari sini muncul pertanyaan; kenapa penulis tidak nrenvebut kata dhaw-
obith sebagaiganti kata qcwa'id, padahal kedr-ianya sai:1a-sama rnencak-
up banyak individu?.
Jawabannya ada dua;
Pertamal boleh iadi karena kaidah digunakar, sebag;ri rrakna dhabith,
dan dhabit digunakan sebagai makna kaiclah. Inilah r,ar:g nampak dari
zhahir perkataan Taluddin lbnu Sukbi daiam al-Asybah,ltan I'lazha'ir (llts).
Kedua; atau boieh iadi karena kaidah mengutlpulkai' remua furu' (ca-
bang-cabang) dari bab-bab persoalan yang 0erbed;', seperti kaidah;
(!ar-!!-r -,:dl), yakni; semua perkara berganrung kepa<1a niatnya. Ada-
pun dhcbith, ia hanya mencakup furu'(cabang-cabang'; ,jari satu bab per-
masalahan yang sama.
Maka tidak diragukan lagi bahwa, qawa'id (kaidah-kariah) dalam asma
dan sifat bersifat kulliyah (menyeluruh) sebagaimana yang telah dipapar-
kan, oleh karenanya sangat pas jika iudul kitah diambilkan darinya.

.o,
Saya memberi ;udui buku ini; al-Qawa'idu12 al-Mutsla13 fi
Shifatillahiwa Asma ihi al-Husna.la

Ada dua i'rob untuk lafal qawo'id;


Pertamal maf'ul bihi, dinasabkan dengan fathah.
Kedua; judul buku secara keseluruhan menempati mahalnashab sebagai
hikayah, sehingga lafal qawa'id beri'rab rafo' sesuai asalnya. Lihat; Syorh
Tashit tbni Malik,lbnu Aqil (llli46), Syorh ot-Tashil, as-sulaisili (ll/9tt).
lbnu Malik berkata dalam al-Kafiyoh;
Apabtla engkou menisbatkan hukum karena suatu alat
f\ako tirukanlah secara hikayot atou i'rab-lah, dan iadikanlah ia isim
Disebutkan dalam syarahnya (lYltTzz); apabila suatu hukum dinisbatkan
kepada huruf atau yang lainnya, dan itu berlaku untuk lafalnya; bukan
untuk maknanya, maka boleh dii'rab berdasarkan hikayat, dan boleh iu-
ga dii'rabkan sesuai f ungsi'amil-'amil-nya.

13 A!-mutsla mengikuti wazan fu'lo, bentuk mu'annats dari kata ol'amtsal,


sama sepertilafalkubro yang merupakan bentuk mu'annots dari kata ak-
bar. Al-amtsal artinya lebih baik. Contoh; hadzo amtsal min f ulan, artinya
dia ini lebiir baik dari fulan.
Lafal al-qawa'id disrfati dengan sifat lebih baik dari selainnya, yakni lebih
baik dari juz'tyyat (c-abang-cabang terkecilnya), karena iuz'iyyyat tadi sulit
diperkira<an batasannya, berbeda dengan lafal al-qa'idah. Lihat; al-
Muhith fii Lughah, ibnu lbad (X/15o).

14 Penulis iebih dulu rnenyebut kata as'shifat sebelum kata alrasma karena
dua sebab:
Pertamal perbedaan tentang olJasma di kalangan umat terbilang sedikit,
berbeda dengan ash-shifat. Karena itulah penulis lebih mendahulukan
penyebutan ash-shifot daripada altasma.
Kedua; kebiasaan manusia yang mensifati kata al'asmc dengan kata ol-
husno dibelakangnya, sehingga kala al'husna pun diakhirkan agar judul
buku bersalak (yakni berakhir dengan irama sama).

***-€ SS,aikh ,lluhammad bin Sholih Al-Utsaimin ,o,


Seperti yang teiah kami sampaiiran dalam .atatan kaki
muqadimah penuiis bahwa kami akan membahas dtia persoalan di
bagian keterangan tambahan;

Pertamal macam-macarn tauhid.

Kedua; doa mes'alah (permohonan) dan doa ibadah, serta


perbedaan di antara keduanya, dan manakah yang iebih baik di
antara keduanya.

Pertauoa;
Macam-macam Tauhid

Tauhid terbagi menjadi tiga macam;

Pertama; tauhid rububiyah.

Kedua; tauhid uluhiyah.

Ketiga; tauhid al-asma' wa ash-shifat.

@ Pertama; tauhid rububiyah;


Makna tauhid rububiyah iaiah meyakini bahwa Aliah .s adalah
Rabb seluruh langit dan bumi, Pencipta siapa saja dan apa saja yang
ada pada keduanya, Penguasa segala urusan di jagat raya ini secara
keseluruhan, tiada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada
yang mencela keputusan-Nya, hanya Dia Rabb segala sesuatu,
Pemberi rezeki seluruh makhluk hidup, Pengatur segala urusan,

/\
C(.rr) ) S)ardh Al-q,'AaaiJ Ai ltuls:r < O--
\,/
Dia semata Y;ing merendahkan dan mengangkat, Yang rnemberi
dan Yang mencegah, Yang mendatangkan mara-bahaya dan Yang
memberikan manfaat, Yang memuliakan dan Yang menghinakan,
siapapun serain-Nya maka tidak memiliki kuasa dalam
inendatangkarr kernanfhatan, ataupun menoiak mara-bahaya dari
dirinya sendiri ataupun orang lain, kecuaii setelah diizinkan oleh
Allah cian berciasarka n kehendak-Nya.

Tauhid jenis ini trdak diingkari oleh siapapun, selain kelompok


atheis berpaham materialisme yang mengingkari keberadaan Allah
]9, seperti kelompok dahriyyun zaman dulu, dan kelompok
komunis saat ini. Contoh kalangan materialisme adalah golongan
Tsanawiyah yang meyakini bahwa aiam ini memiliki dua tuhan;
tuhan cahaya dan tunan kegelapan. Adapun sebagian besar kaurn
musyrik seperti orang-orang musyrik Arab di masa jahiliyah,
mereka mengakui truhid jenis ini dan tidak mengingkarinya,
seperti vang ciiceritakan Al-Qur'an;

4
ht Ure _,j.;i\_:j*J-l ';*r -i):\\i,.-1jLi.i1 d. a AU,4ty
t;,;:6;i ;ia
"Dan 1;ka engkau bertanya kepada mereka, 'Siapakah vang
menciptakan iangit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?'
P as ti m e re k G G Kan me nj aw ab,'Allah.' M aka tne ngap a mer eka b is a dip al-
ingkan (dari kebenaran)'." (QS. Al-Ankabut : 61)

"i:.i,.-"- -.<",, ,."i:,,. 1-,tt- 'r"i , ,-1;


;J-+*- *,_e-. *'i -,, --;,!l t Ftr;1", 'L;Jl J" J'j ;,,-dl- JrrF
,' . , ,".. , a6 , r, . ,
{ r}* )'
fisFi 5 i;lt #iu
^ttt

" D an j i <a kamu bert any a kep ad a m er eka,' S i ap akah y an g m enu-


runkan air dari langit iaiu dengan (air) itu dihidupkannya bumi yang
sudah mati?' Ptsti mereka akan menjawab,'Allah.' Katakanlah, 'Segala
puji bcgi liiieh,' teiapi kebanyakan mereka tidak mengerrf'."(QS. AI-
Ankabut: 63)

--*-€
/ .;.. ''aikh '@GOD
t,fui'sr;tirnatl L.in Sholih A]-Utsaimin
*i "t, y.tj*t tnt;r, r;Jx ds "l +* a:.rrit;r 1ry
1,rr&, -Uir ;Fr :tj {t.:,tjtJr :j -u'ti c.Ac* ;;,5.r.
'A it:.f Js -rslr;:, i .ri >ul -,;;;r;;
1AV-
"b
qub, t;k -:s rl 4; ;A"\'j
"Katakanlah (Muhammad),'Milik siapak'ah Ur-,, ao, semua
yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahu"i?' I,lereka akan menjawab,
'Milik Allah.' Katakanlah,'Maka ap akah kamu tid ak ingc t?' Katakanlah,
'Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan
ltang memiliki
'Arsy yang agung?' Mereka akan menjawab, '(Milik) Allah.' Katakanlah,

"Maka mengapa kamu tidak bertakwa?' Katakanlah, 'siapakah yang


di. tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatit. Dia rnelindungi, dan
tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nyri, jika kemu mengeta-
huiV' (QS. Al-Mu' rninun: 84-88)

Jawaban orang-orang musyrik ini menunjukkan bahwa mereka


mengakui rububiyah AllahuE terhadap alarn semesta, dan Allah
mengatur segala urusan jagad raya. Keimanan terha<iap rububiyah
Aliah sepatutnya rnengharuskan mereka untuk beribadah kepada
Aliah semata, dan tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun
dalam beribadah. Namun mereka mengingkari jenis tauhid lainnya,
yaitu tauhid ilahiyah atau uluhiyah.

S Kedua; tauhid uluhiyah.


Makna tauhid uluhiyah adalah memurnikan ibadah hanya
untuk Allah, tunduk dan taat secara mutlak kepada-Nya, tidak
menyembah kecuaii hanya kepada Aliah semata, tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik di bumi ataupun
di langit. Hakikat tauhid tidak akan terwulud, sehingga tauhid
uluhiyah dipadukan dengan tauhid rububiyah, sebab independensi
dari tauhid rububiyah saja tidaklah cukup. Pasalnya, orang-orang
Arab musyrik pun mengakui adanya tauhid rububibyah, namun
demikian tauhid mereka ini tidak menjadikan mereka sebagai
muslim, karena mereka telah menyekutukan Allah dengan sesuatu
yang tidak pernah diturunkan keterangan mengenai hal itu, dan
mereka menjadikan sembahan-sembahan lain sebagai mitra Allah.

.o, Svaruh Al- id Al- ,l{utsla 3--*.';*'


Mereka mengira sembahan-sembahan itu bisa mendekatkan diri
mereka kepada Ailah, atau memberi mereka syafaat di sisi-Nya.

Kaum Nasrani juga tidak mengingkari bahwa Allah adalah


Rabb penguasa langrt dan bumi. Namun mereka menyekutukan-
Nya dengan isa ai-Masih, dan menjadikannya sebagai tuhan selain
Allah. Al-Qur'an menyebut mereka kafir; surga haram bagi mereka,
dan mereka kekal seiama-lamanya di dalam neraka.

Sejak lama, manusia telah tersesat dari tauhid uluhiyah, hingga


mereka menyembah banyak sekali tuhan selain Allah. Kaum Nuh
'Alaihissaiam menyembah Wad, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasar.
Kaum Ibrahim 'Alaihissalam menyembah patung-patung dan
berhala. Mesir kuno menyembah patung anak sapi. Kaum Hindu
menyembah sapi. Penduduk Saba' mendewakan matahari. Orang-
orang Shabi'un menyembah bintang-bintang. Kaum Majusi memuja
api. Orang-orang Ara b menyembah berhala dan batu. Kaum Nasrani
menuhankan Isa ai-Masih dan ibunya. Mereka juga menyembah
para pendeta dan rahib-rahib.

Mereka semua adalah orang-orang musyrik, karena tidak


mengesakan Ailah daiam ibadah; dimana ibadah tersebut tidak
pantas ditujukan kepada siapapun selain Allah semata. Adapun
terkait perincian jenis-jenis ibadah; bisa merujuk ke Kitab at-Tauhid
karya Imam Vluhammad bin Abdul Wahhab, beserta penjelasan
dari para pen-syarah kitab tersebut.

@ Ketiga; tauhid al-asma' wash shifat.


Makna tauhid jenis ini adalah mengesakan Allahw dengan
nama-nama terbaik, dan sifat-sifat paling sempurna yang tidak
patut disandang oleh siapapun selain-Nya.

Setiap nama-nama yang terbaik, dan sifat-sifat agung yang


Allah sifati untuk diri-Nya sendiri, atau disebutkan oleh Rasul-Nya
yang muiia; kita juga menetapkannya untuk Allah tanpa tahrif
(menyelewengkan), ta'thil (memalingkan), tokyrf
(membagaimanakan), ataupun tamtsil (menyerupakan dengan
makhiuk).

\--
tl------
tikh
" sOD
Kesucian Allah dalam sifat-sifat dan nama-nama-Nya,
sebagaimana pula dalam Zat-Nya, tidak memiliki rirral, sekutu,
ataupun tandingan.

i;;i i,, * r
F Li nr ,J .p),
':" Li ils
"Katakanlah (Muhammad), 'Dialeh Allah, Yarg ittaha Esa.
Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidakber:tnak dan tidak
pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu. ,-ang sei{}r.t i-engan Dia'-"
(QS. Al-Il(hlash: L-4)

- ,n)r Cr"j;' f : ; €- -'*i .r* :


" T idak ad a se su-atu pun it a-n g s erLip G ti : n ;1an f) t c. i; an l) i a Yang
Maha ldendenger, Maha Melihst "" (Q$. Asy-Syura : i 3.)

@ Ferbedaan Antaya Tauhid Rubuhiyah dan T'auhid


Ultthiyah

S Tauhid rububiyah yaitu;


Pertamal yakin bahwa Pencipta dan Pengatur aiam semesta
ini hanya satu, yaitu Aliah se .

Kedua; tauhid rububiyah hanya keyakinan hati saja.

Ketiga; tauhid rububiyah mengharuskan tauhid uluhiyah,


karena tauhid rububiyah adalah sebab dan bukti adanya tauhid
uluhiyah.

Keempat; tauhid rububiyah jelas dan tertanam kuat dalam


pikiran, serta diakui oleh sebagian besar manusia. Karena itulah
para rasul menjadikan tauhid rububiyah sebagai landasan untuk
menyeru umat manusia menuju tauhid uluhiyah.

.Ot Svaroh Al-Oowoatd Al- .llur,la a_-__


Kelima; rnengakui tauhid rububiyah saja tidak lantas
menjadikan seorang rnenjadi muslim, kecuali jika disertai dengan
tauhid uiuhivan, sebao orang-orang musyrik pun mengakui tauhid
ini, namun pengakuan mereka tidak lantas memasukkan mereka
ke daiam Islam, karena mereka mengingkari tauhid uluhiyah, dan
menyembah seiain Ailah.

S Adapun tauhid uluhiyah yaitu;


Pertamal mengesakan Allah Yang Maha Pencipta; dalam
ibadah, ketaatan, permohonan, rasa takut, dan ibadah lainnya.

Kedua; tauhid uluhiyah adalah itikad, tindakan nyata, tawajjuh


(keterfokusan kepada Allah), perilaku, ketundukan, yang semuanya
mengikuti keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati.

Ketiga; tauhid uluhiyah adalah konsekuensi, dan natijah


(hasil) yanglazim dari tauhid rububiyah, oleh karenanya tidak ada
yang patut disembah, ataupun ditaati selain daripada Pencipta dan
Pengatur alam semesta ini.

Keempat; tauhid uluhiyah adalah persoalan yang tak kasat


mata, dimana banyak manusia yang tersesat darinya. Karena itulah
perhatian para rasul tertuju pada tauhid j enis ini, dan menjadikannya
sebagai materi yang pertama kali mereka dakwahkan kepada
manusia.

Kelima; tauhid uluhiyah adaiah inti Islam, yang membebaskan


manusia dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah,
menegaskan kesamaan di antara manusia; ia merupakan sebab
kepemimpinan di dunia, dan keselamatan di akhirat.ls

15 Kitab at-Tauhid, diktat kurikulum lnstitut Agama Qatar.

***------{ ,) S.ylaikh ltuhammad bin Sholih Al-Utsaimin \ .o,


Kedua;
Doa Mas'alah (Permintaan) dan Doa lbadah.

Daiam muqadimah kitabnya, Syaikh lbnu Utsaimin


hafizhahullah teiah menyinggung perbedaan antara doa mas'alah
(permintaan) dan doa ibadah. Dan sebagai ulasan tambahan,
berikut saya ketengahkan;

Doa menurut etimologz &ahasa) memiliki beberapa makna, di


antaranya;

Pertama; meminta.l6

Kedua; ibadah. Di antara ulama yang menyebutkan makna ini


adalah Abu Ishaq az-Zajjai (wafat tahun 311 H.); ia berkata terkait
firman Allah,.is;

{ i6; ;1 1ir ;/;;i F


'Aku Kabulka npermohonan orangyargbrraro apabila dia ber-
doakepada-Kr.t." (Q$. Al-Baqarah : 186).

"Berdoa kepada Ailah ada tiga macam; di antaranya; menge-


sakan-Nya dan memuji-Nya. Contohnya adalah perkataan Anda,
"YaAllah, tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) se-
lain Engkau." Dan perkataan Anda, "Ya Rabb kami, bagi-Mu segala
puji.""
Juga dinyatakan ad-Damighani (wafat tahun 478 H.); ia
berkata, "Di antara makna doa adalah ibadah, seperti firman Allah

,1.r .i
'.. ) -
q-{ ... tr r.ar_ J

r6 l-ihat; al-Mukhashshcsh, lbnu Sa,vyidah (Xl I ll88 l, Nuzhotui A'yun an-Nawc-


zhir; lbnul Jauzi, hal:294, ol-Wujuh cn-Nazhc'ir, ad-Damighani, tohqig; Mu-
hammad aa-Zafini(U135), al-Kulliyycrt, Abul Baqa al-Kafawi, hal: q46.

17 Ma'onil Qur'cn, az-Zajiai (UzSS), dd-Du'a', ai-'Arusi (llto8)

.s S,ruralr Al@waaid,'11-,lfrrrsl.r t-*-.


"Katakmlah (ifiuhammad), Apakah kita akan memohon kepa-
da sesuatu seit:in Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak
(pula) mendau;ngkan mudarat kepada kita7' (QS. AI-An'rrn : 71).
Yaitu, pantaskah karrri menyembah sesuatu seiain Allah?!."18

Ilinyatakan pula oleh Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H.); ia


berkata; "Di arrtara makna doa adalah ibadah."le

Juga ditegaskan oleh as-Samin al-Halabi (wafat tahun 756 H.),20


dan Fairuz Abadi (wafat tahun 817)"21

Doa juga memiliki makna-makna lain seperti yang disebutkan


oleh para pakar bahasa, dan ulama asybah wan nazlta'ir.22

S Doa berdasarkan maknanya;


Para uiama memiliki perbedaan konsep dalam
mengklasifikasikan doa menurut tinjauan maknanya, hanya saja
perbedaan tersebut tidak terialu substansial. Klasifikasi yang paling
akurat disampaikan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah dan
muridnya; ibnul Qay,vim. Bahwa doa ada dua macam;

Fertama; doa permintaan dan permohonan.

Kedua; doa ibadah dan pujian.23

r8 Al-Wujud wan Nazho'ir (t/l;S).

19 Nuzhatul A'yun an-Nawazhir,lbnul Jauzi, hal: 293.

'U md atu I t1 uf f azh (ll : tt).

21 Basha' i r Dzs'"^'t it Tamyiz (l li6ot).

22 Basha' ir Dza' t' it Tamf iz (l i/6ot).

23 Al-Fatawa (.i 4l), Bada'iul Fawa'id (ltl/z). Ada juga ulama yang rnembagi
doa menjacii; doa ibadah dan doa adat kebiasaan, ini merupakan klasifi-
ka:i Rasyid Ridha, seperti yang ia sebutkan dalam ta'liqnya terhadap
kitab 5hi-vdnd tul lnscn' on Wosw asah, Zaini Dahlan, hal: 435.
S Pertamal doa perrnintaan.
Telah kita ketahui bersama hakikat doa menurut bahasa; bahwa
ia dimutlakkan untuk makna permintaan dan permohonan; seperti
meminta sesuatu yang bermanfaat bagi orang yang berdoa, atau
meminta agar mara-bahaya dihilangkan darinya.

Adapun doa mas'alah (permintaan), jika dikorelasikan dengan


al-asma'ulhusna maknanya ialah; memohon kepada Aiiah di setiap
permintaan dengan menyebut nama-nama Allah yang sesuai
dengan apa yang diminta, dan bertawasul kepada Aiiah dengan
nama-nama-Nya dalam berdoa. Misalkan dengan mengatakan, "Ya
Allah!. Ampuniiah, dan kasihilah aku, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Terimalah tobatku, wahai Dzat
Yang menerima tobat. Berilah aku rezeki, wahai Dzat Yang memberi
2a
rezeki," dan semacamnya.

S Kedua; doa ibadah.


Telah kita ketahui sebelumnya, bahwa di antara makna doa
menurutbahasa ialah ibadah. Adapun doa ibadah, jika <likorelasikan
dengan al-asma'ul husna maknanya ialah; beribadah keoada Allah
iE, dan menyanjung-Nya dengan nama-nama-Nya yang indah.
Setiap nama Allah, kita jadikan sebagai wasilah untuk beribadah
kepada-Nya, sesuai dengan konsekuensi makna dari nama tadi.
Contohnya; bertobat kepada Aiiah, karena di antara nama-nama
Allah adalah at-Tawwab (Maha Penerima tobat); takut kepadaAllah
di saat sepi, karena Ia Maha Halus lagi Maha Mengetahui, dan
begitu seterusnya.2s

Pertanyaan : Di dalam Al-Qur'an terdanat banvak sekali ayat


yang menyebutkan lafal ad-dub (doa). Bagaimanakah cara untuk
membedakan antara doa mas'alah (permrntaan) dan doa ibadah,
dari lafal-lafal doa tersebut?. Adakah kaidah vang daoat digunakan
untuk membedakan antara doa mas'alafo (cerminiaan) dan doa
ibadah?.

Asma'ullah, Abdullah al-Ghushn, hal: o7, Tafsir AI-AIusr ilX/tzt), Hosyiyat


al) amal' alal J alalain (l I l/t 8z).

)( Asma'ullah, Abdullah al-Chushn, hal: tz7, oan muqadiman kitab penulis.

.o, rah Ai-@waaid,4i-


--*'--'--
o---..-
Sebelum menyarnpaikan kaidah yang dimaksud, terlebih
dahulu saya ingin menjeiaskan bahr.va, klasifikasi doa menjadi dua
macam, tidak berarti kedua jenis doa tadi saling bertolak belakang
satu sama lain; dimana masing-masing jenis hanya menunjukkan
maknanya tersendiri. Akan tetapi maknanya ialah, bahwa dalam
konteks tersebut, salah satu dari dua makna doa tadi, Ieblh zhahir
(menonjol) dari yang iain. Adapun penunjukkan makna yang
kurang menonjol diperoleh dengan dilalah iltizam, atau
at-tadhammun, sedang penunjukkan makna yang menonjol dalam
konteks tadi diperoieh dengan dilalah al-muthabaqah.'u

Apabila (dalam sebuah konteks) yang dimaksud adalah doa


mas'alah (permintaan), maka doa ini juga menunjukkan doa ibadah
secara tadhammun; karena orang yang memanjatkan doa
permintaan, adalah orang yang beribadah kepada Allah i*c dengan
memohon kepada-Nva. Sementara jika yang dimaksud dari lafal
doa adalah doa ibadah; maka doa ini juga menunjukk an doamas'alah
(permintaan) secara ikizam. Karena orang yang beribadah kepada
Allah hakikatnya seperti orang yang mernohon, meskipun ia tidak
menyebutkan kalimat-kalimat permohonan. Sama seperti orang
yang datang dari pintu ke pintu, atau berkeiiling cii pasar-pasar;
menengadahkan tangan kepada manusia, pada hakikatnya dia
disebut meminta-minta, meski tidak menyebutkan kaiimat-kalimat
permintaan.

Dengan <iemikian jelas bahwa dua jenis doa ini saling memiliki
keterkaitan; hai inr juga menepis anggapan dari apa yang
disampaikan oieh kubu yang tidak sependapat, bahwa ayat-ayat
yang berisi iarangan berdoa kepada selain Aliah, maksudnya hanya
doa ibadah saja, trdak termasuk doa mas'alah (permintaan).
Sehingga larangan tersebut tidak mencakup permohonan syafaat
dari mayit, dan bertawasul dengan perantara mereka. Bahkan juga
tidak mencakup permintaan dan istighasah kepada malnt.
Demikian persangkaan mereka.2'

Dilaloh mut-habaqan, tadhammun, dan iltizam akan kami sampaikan se-


lanjutnya cialam seouah pembahasan khusus, karena penulis sudah me-
nyebutkan jenis-jenis petunluk tersebut dalam buku ini.

27 Ad-Du'a', ai-,Arusi (l7tt6). Lihat; SyarahKitobat-TauhidSyaikhlbnuUtsaimin,


di sana disebutkan secara rinci jenis-jenis ibadah.

n
---
2__t:yrAll'luhammad bin Sholih,ll-Utsaimin { C(r)
-_<
@ Kaidah doa ibadah;
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah "r.< menyebutkan torok ukur
yang bisa diasumsikan sebagai kaidah umum, terkait dengan ayat-
ayat yang secara zhahir lebih sesuai untuk dibawa ke makna doa
ibadah. Ia berkata, "setiap konteks ayat yang menyebutkan doa
orang-orang musyrik kepada berhala-berhala mereka, maka doa
yang dimaksud adalah doa ibadah, yang mutadhomin2| (yakni
mencakup) d,oa mas'alah (permintaan). Doa ibadah dinilai 1ebih
kuat karena tiga alasan;

Pertarnal mereka berkata;

* 7 .,

.,,Jj lr Jl v;'A !l eg, ul ,U:i qi-:) _/ r_.;ir ;_Lirj *,

'Dan orang-ora.ngyang mengambil oelinCung selain Dia (berka-


ta), 'Rami tidak menvembah mereka melainkan agar mereka
''berharop)
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekct-dekatnya"' (eS. Az-
Zumar:3).

Mereka mengakui bahwa berdoanya mereka kepada berha-


la-berhala, ialah penvembahan mereka terhadap berhala-berhala
tersebr.lt.

Kedua; Allah,:e menjelaskan makna doa ini pada konteks


yang berbeda, seperti firman-Nya;

i
j)'Pr-
I t .t ,): ,l ."'
p JJr-^;
tt f;:'4" J".t,l o-rj _r f-5 * ,1i tJ
qt 1Y
#rf
'trtln
'Dan dikatakan kepada mereka, 'Di mana berhala-berhala yang
dahulukamu sembah, selain Aliah?. Dapatkah mereka menolongkamu
atau menolong diri rnereka sencivi?.' (QS. Asy-Syuoara' : g2-g3)

zB Yakni mustalzim (yang mencakup dan meiazimxan) sebagaimana istilah


ahli f ilsafat, dan bukan makna rnutadhamin disi,ri ialah i;tiiah yang biasa
mereka gunakan. Lihat Ad-Du'c', al-Arusi (t, r:ll

.--.7
Firman-Nya;

' ,o
I ) - ,
trJ9)ll
-:' qL*J.j;l
' l rs*
.4..
alll .t;: ,". u;;sirb
'Sungguh,kamu (orangkafir) dan apayangkamu sembah selain
AIIah, adalah bahan bakar Jahanam. Kamu (pasti) masuk ke dalam-
nya.' (QS. Al-Anbiya : 98)

Firman-Nya;

I' L;
"ii {F
'Aku tiiak akan menyembah apayangkamu sembah.' (QS. Al-
Kafirun:2)
Ayat-ayat serupa banyak terdapat di daiam Al-Qur'an. Dengan
demikian jelas bahwa doa orang-orang musyrikterhadap sembahan-
sembahan mereka, adalah bentuk ibadah mereka terhadap
sembahan-sembahan tersebut.

Ketiga; rnereka menyembah berhala-berhala tadi di saat


lapang, dan ii saat mereka tertimpa kesulitan, mereka berdoa
kepada Allah semata, dan meninggalkan berhala-berhala tadi.
Meski demikian, mereka tetap memohon sejumlah keperiuan dan
hajat mereka kepa<ia berhala-berhaia tadi. Dengan demikian, doa
orang-orang musyrik terhadap berhala-berhala, mencakup doa
ibadah dan doa permintaan.2e

S Pertanyaan : Manahah yang lebih baik; doa


permintaan ataul(ah doa ibadah?.
Para ulama berbeda pendapat terkait jawaban atas pertanyaan
ini; a<ia tiga pendapat;

Pertarna; doa ibadah iebih baik.

Kedua; cioa perrnintaan lebih baik.

29 Al-Fatawa(XVlr3), Bada' tul Fowa' td (llll4).

-**--{ )___1r,M llrhr*-"d h, .o,


Ketiga; merinci, yakni hukumnya berbeda sesuai dengan
kondisi dan keadaan seseorang.

S Dafl-dalil kelompok pertamal3o


Pertarnai sabda Nabi Hi;

"Ucapan yang paling disukai Allah ada empat; subhanallah


(Maha SuciAllah), walhamdulillah (segala puji bagi Ailah), wa la ilaha
illallah (tiada ilahyangberhak diibadchi dengan sebenarnya selain Al-
lah), wallahu akbar (AIIah Maha Besar) ."31

Kedua; sabda Nabi ff ketika ditanya apakah ucapan yang


paling baik?. Beiiau menjawab;

,.*,31r iq-: ,yQ ,\ *.>adt)t \-


-.;L)t
"Ucapan yang dipilih Ailah untuk malaikat-malaikat-Nya
atau
untukhamba-hamba-Nya; subhanallah wa bi hamdihi (Maha suci Al-
lah dan kami memuji-Nya)."32

Ketiga; doa ibadah adalah hak dan prerogatif Allah, sedangkan


doa permintaan adalah bagian dan maslahat hamba. sesuatu itu
menjadi mulia berdasarka n muta'allaq (keterkaitan)nya.

Keempat; doa ibadah hanya muncul dari oran€4 yang


memurnikan tauhid, sementara doa permintaan muncul dari orang
yang memurnikan tauhid dan juga yang tidak memurnikan tauhid,
karena siapapun yang ada di langit dan di oumi seiaiu meminta
kepada Ailah, dan orang-orang kafir juga meminta kepada Allah,
Ialu Allah mengabulkan permohonan mereka.

3o Lihat dalil-dalil ini di Madarijus Salikin (UlSlil, Bada'iut Fawa'id (illt9o), al-
W abila sh -Shay yib, hal: t8z, al - F atawo (XX il i -_-r 8
3 7 9 9).

31 HR. Ahmad dalam Musnadnya (V/zo), Muslim (1il/16g1), hadits nomor


2t37, lalal hadits mil i knya.

32 HR. Muslim (lVlzog), hadits nomor 273r.

.o, Syarah tll-{fowaaid A}- ,llutsla .----,-


Kelima; doa ibadah arialah ekspresi sy'ukur atas nikmat
(pemberian) Allah *:r, dan A11ah sangat menyukai hamba yang
bersyukur. AJapun daa (mas'alah) ialah permintaan agar Allah
mengabulkan sesuatu riengan perbuatan-Nya, atau meminta
taufiq-Niza. Padahai dengan bersyukur dan beribadah kepada Aliah,
kita pun juga akan rnernperoleh taufik dan pertolongan-Nya.
Dengan demixian, yang lebih utama adaiah bersy:kur kepada Allah,
hingga kita mendapatkan dua perkara (kebaikan) sekaligus.

Hal ini diisyaratkan oleh sabda Nabi M, dalarn hadits qudsi;

< 5: o.i.i." '


:J-L., v:-o ,a'J '
9*;- "A
"Barangsiapa sibuk berzikir mengingat-Ku, sehingga tidak sem-
pat meminta kepada-Ku; Aku akan memberinya yang lebih baik dari
apa yang Aku berikan keoada para peminta."33

Oleh karena itu. ketika berdoa kita dianjurkan untuk trebih


dahulu menyanjung rian rnemuji Aliah ge , sebelum kita
menyebutkan hajat permintaan kita; setelahnya barulah kita
meminta hajat keperluan i<ita.

Keenaml ibadah adalah tujuan yang dimaksudkan secara


dzo*,nya, dan ia merupakan alasan untuk apa kita diciptakan.
Sementara perrnintaan acl.alah perantara menuju tujuan. Dan,
tujuan tentu iebih mulia dari perantara.

Ketuiuh; para ulama berbeda pendapat mengenai hukum


orang yang ticiakbisa membacaAi-Fatihah; apakah doa permintaan
(yang ia baca) bisa menggantikan kedudukan zlkir?

Dan rnasih banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan


keutamaan doa ibadah atau doa ats-tsana (sanjungan.)

33 HR. At-Turmucizi, ia berkata, "Hadits ini hasan gharib." (Vl+Si), ad-Darirni,


hadits nomor 3356, al-Baihaqi dalam al-Asma' wa ash-Shifat (1fi72), din-
yatakan rhaif oleh al-AIbani cialam os-silsilah aah-Dha'ifah, hadits nomor
t3;5. ciisebutkan lbnul lauzi dalam al-Maudhu'ot (llll4zt); dan pernyataan
lbnui Jauzi tidak benar.

----- --€
) __:r,t ituhammad bin Stlatii iii;;;inin < -o3
@ Dalil-dalil kelompok kedua;
Pertama; sabda Nabig:;

;:f*:rt j ii"-*1,

"Doa adalah ibadah."3!

Kedua; Nabig menyebut doa adalah otak (inti) ibadah, sebab


doa melazimkan keterfokusan hati saat memanjatkannya,
dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya yang umumnya
dilakukan dengan lalai dan lengah.

Ketiga; doa mengandung puncak ketundukan, kerendahan,


dan menampakkan betapa seorang hamba sangat memerlukan
Rabbnya; menampakkan hinanya hamba, dan muiianya Rabbnya.

Keempatl setiap orang yang berdoa ad.alah orang yang


beribadah, namun tidak sebaiiknya.

Inilah alasan-alasan kenapa doa (mas'alah) lebih diutamakan


atas ibadah-ibadah lainnya, sebagaimana disebutkan oieh az-Zabidi
yang menguatkan pendapat ini.3s

Pendapat mereka ini juga bisa dikuatkan oleh hadits-hadits


berikut, di samping dua haciits yang telah disebutkan di atas;

Pertama; sabda Nabig: dalam hadits yang diriwayatkan Abu


Hurairah €F, ;

t)
,G-Ui :* ,lL- .ttl -i;

HR. Al-Bukhari dalam al-Adab ol-Mufrad, hadits nomor z:5, at-Tirmidzi


(vil86) (tt,ot't. ia nyatakan
ia berkata, "Hadits inihasan shahih," ai-Hakim
shahih dan disetujui oleh adz-Dzahabri, ciiniiai shahih oien an-Naw'awt
dalam al-Adzkar,hal:345, lbnu Halar al-Asoalani menyeout sanao hadits
ini jayid dalam Fothut BAry fi49), haciits inr ciinyataran hasan oleh as-
Sakhawi seperti disebutkan dalam ai-Futuhat ar Rabbanryuh (Vll/t9t), dan
dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahihui )arri' ash-5lta,'{nir, hadits nc-
mor J407.

l5 tthaius Sadah (vl$.

.o, Syrtrah.4l- )ov'aaiti,1i- ,1tut G-_-*.


"Tidak ada sesuatu pun yanglebih mulia bagi Allahpe melebihi
doa."36

Kedua; haciits marfu' Ibnu Abbas;

: 2 : r ":
,\
;: ",';'.e*Jl ;* ;:iJl ri.^;li,,

i;,1;ti 4; jldi; j,t, ;;,r';a


"Ibadah yang oaling utama adalah daa.' Beliau kemudian
membaca; 'Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Aku perkenankar bagimu. Sesungguhnya orang-orangyang som-
bong tidak msu menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam
keadaanhina dtna'." (QS. Ghafir: 6S)37

Ketiga; hadits Aisyah '+!A, , iaberkata;

,'Jui ;*nt 3i &, e ^tt ,);


I J - t- J
eJ&il e@))) :J19 1\ cJqrl.H-
J u 9.

.,a-,,-L

"Rasulullahg;, C.itanya, 'Apakah doa yang paling utama?.' Be-


liau menjawab, 'Doa seseoranguntuk dirinya' ."sa

36 HR. Al-Buki;a:'i daia r, si-Aciab al-Mufrad, hadits nomor 73i, at-Tirmidzi,


hadits ncr;r;r j)/o tbnu Maiah (ll/t258), hadits nomor 3829, Ahmad
daiam Musr-,adnva (ri/Jb:;, cjan ai-Hakirn (11666).

37 HF. Al-i-lakri': (!i657- ;a lr,,,atakan hadris ini shahih dan pernyataannya di-
set,-rjui oiei; adz-D-ahet,;" iiaciis ini dinyatakan hasan oleh al-Albani
daiarn c;s-5ir.iiah ash Si;tt.nihah il\11r6), hadits nomor :5Tg.Dan ia nvatakan
snah jh Oarei'r Sliilhii ei -,ar:ri'il1:;t), hadits nomor tlZZ. Hadits ini memiliki
svahid 53r 1 , ratjits Atr hurairah.!,i yang dikeluarkan lbnu Adi dalam cl-

Kamil (nin4j), dan ir nyatakan nadits ini dhaif.

38 H R. Al-But<n,rri ciaiain al-Atiao al-Muf rad, hal: r54, al-Hakim dalam al-Mus-

taclrak, dan ia nyata<an hadirs ini shahih (lltzl).


@ Pendapatketiga;
Inilah pendapat yang rajrh; keutamaannya bervariasi sesuai
dengan pertimbangan yang ada. Namun, jika didasan tanpa adanya
pertimbangan apapun, maka yang lebih utama tentu tioa ibadah;
sebab jenis doa vang merupakan ats-tsana (sanjungan) <ian ibadah,
adalah lebih baik daripada jenis doa yang merupakan permintaan
dan permohonan.

Meski adakalanya sesuatu ,vang mafdhul (keutarnaannya lebih


rendah) mengalahkan sesuatu yang fadhii ''keutarnaannya iebih
tinggi) dalam kondisi, sebab-sebab, dan perkara-perkara tertentu
yang menguatkannya. Kesimpuiannya bahwa, sesuatu v angmafdhul
(lebih rendah keutamaannya) memiliki tempat, wakiu, dan kondisi
yang membuatnya lebih utama dari yang fadhil (lebih tinggi
keutamaannya).

Ibnul Qayyim ai;; berkata, ",.Ienis zikir lebih utama dari jenis
doa, iika keduanya dinilai tanpa- pertimbangan apapun. Membaca
Al-Qur'an lebih utama dari zikir; dan zikir iebih utarna dari doa. Ini
jika kita mernandang masing-masing (menurut jenisnya) tanpa
adanya suatu pertimbangan. Namun kadang sesuatu yangmafdhul
(yang keutamaannya lebih rendah), rnemiliki suatu pertimbangan
yang membuatnya lebih baik dari sesuatu yang fadhii (lebih utama);
sehingga tidak boleh beralih darinya kepada sesuaru yang fadhil
(lebih utama) tadi.

Contohnya seperti bacaan tasbih daiam rukuk dan sujud.


Bacaan tasbih tersebut lebih utarna dari bacaan Al-Qur'an di saat
rukuk dan sujud. Bahkan, membaca Al-Qur'an di saat rukuk dan
sujud dilarang, entah larangan tersebut dalam rangka tahrim
(keharaman) atau makruh. Demikian pula bacaan tasbih, tahmid,
tasyahud, dan zikir selepas salam, nilainya lebih utama daripada
membaca Al-Qur'an.3!'

39 at-Wabitu ash-Shayyib, hal: r8:ot88, Madariius Salikin (!/88-9o), Zadul


Ma'ad (liz6).

.o, F-----
Syaikhui islam Ibnu Taimiyah arx telah menyebutkan kaidah-
kaidah umum terka;t perbedaan tingkat keutamaan di dalam
ibadah beserta ragamnya.ao

40 Lihat; al-Fatawa (XXll/3o9),od-Du'a', al-'Arusi(Uli6). Syaikh lbnu Utsaimin


berkata dalam Manzhumatul Qa'idah, "Sesuatu yang tingkat keutamaan-
nya Iebih rendah ka<tang mengalahkan sesuatu yang lebih utama." Beliau
iuga berkata pada nalaman 35, "Membaca Al-Qur'an lebih utama dari
zikir. Selanjutnya ketika muadzin mengumandangkan azan, maka saat
itu mengikuti bacaan muadzin lebih utama. Berkata as-Suyuthi dalam
Alfiyah-nya;
Kodangsesudtu yang keunggulannya terkalahkan, mendapat
Pertimbangan yang membuatnya sama atau bahkan lebih unggul."

"*---{ liyaikh tlluhammad bin Shohh Al-Utsaimin .o,


PASAT PERTAMA
Kaidah-Kaidah Terkait Nama-Nama
Allah l,ie

t
Kaidah Pertama
.ffGTS,
tV-'

Nama-nama Ailah semuanya husna,aL yaitu mencapai puncak

41 Mengikuii wazan (.1,1;)fu'la,bentuk mu'annats dari kata ahsan.lbnu al-


Wazir berpendapat bahwa husno adalah bentuk jamak dari kata ahsan.
Kami tidak menemukan pendapat ini dikemukakan oleh siapapun selain
lbnu al-Wazir, setelah kamiteliti di kitab-kitab 'bahasa, nahwu, dan sharaf .
Bahkan, mereka tidak menyebutkan wazan {,#)fu'ta -dengan dhammah
diawal kemudian sukun- dalam wazan-wazan jamak, baik dalam bab isim
maqshur ataupun isrm mamdud, tidak pula dalam bab iamak taksir. Kami
iuga tidak menemuKan seorang pun yang menyatakan seperti ini dari
kalangan mufassir ataupun pen-syarah. Yang mereka sebutkan ialah
bahwa husnc merupakan bentuk mu'annats dari kata alahsan atau
bentuk mashdar sifat, seperti kala dzikra. Lihat; Tafsir lbnu Asyur
(vriU186).
Disebutkan dalam ltsarul Haq'olal Khrilq, hal: 67, "...sebab kata alhusn
termasuk shifatu alalfadh (sifat lafal) dan shifatu olma'ani (sifat makna);
jadi setiap iafal yang memiliki dua makna; hasan dan ahson, maka yang
diinginkan darinya adaiah al-ahsan (yang terbaik) diantara keduanya,
sehingga iafal tadi bisa difamak dalam wazan husno. Dan lafal (yang
mengandung dua makna tersebut) tidak bisa ditafsirkan dengan ol-hasan
(yang sekeciar baik) dari keduanya, melainkan (harus ditafsirkan) dengan
al-ahsan (yang lebih baik) karena asumsi tersebut."
Allah sendiri telah menyifati nama-nama-Nya dengan lafal husna di
empat tempat, yaitu :
Pertamal
rt
J s,i*-l, uJJl Ic r) q l.a-J ;r"iu -,-;ir ir*'Jr .ie1
{ ,+;;
"Dan Allah memilikt Asma'ul Husna (nama-nama ydng terbaik), maka
bermohonlah kepado-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu, don
tinggalkonlah orang- ordng yong menyolohartikan nama-namo-Nya. Mereka
kelak akan mendapot baloson terhadap dpa yang telah mereka kerjakan."
(Q5. AI-A'raf : r8o)
Kedua;

i Kaidan-kaidahTbrkait liama-nama Allah .o,


keindahan.a2 Allah';e berfirman;

*. 14, I ji i -;!i '';'Yl ;;f


"Dan Allah memiliki Asma'ul Husna (namt7-nama yong rrrboikS,
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyeb,$ Asmu'ui Ilusna itu."
(QS. AI-A'raf : 180).

il;)L-, '+d'ir;r-;ir ;Lil' + rrr* ; Ui -; !rlli:-"i +r'lr-orry* :


'{ >U* -!' ;; 31'j ! is U
" Katakanlah (Muhammad),'S er uiah Allah atau s< r ulah Ar-Rshmon. Dengan
nama yang mana saia kamu dapat menyerut karena Dia r;e-mpunyai namo'
nama yong terbaik (Asma'ul Husna) dan iangan;ah engkau mengeraskan
sudramu dolam salat dan ianganlah (pula) mererdahkanr,ya dan usahokan
jatan tengah di antara kedua itu'." (QS. Al-lsra' : l to)
Ketiga;

{ ;r=i, :,;\jr ;j } i1i1i il,iy


"(Dialah) Altah, tidak ado tuhan selain Dia, yonq rnempunyei iama'namo
yangterbaik." (Q5. Thaha: 8)
Keempat;

-rr'i'r;-r.LJJl o; u i &; --i ",*ijr ):',;i' g.* JL-r i,r ,^l


" ;^Gir :"lr e:
"Dialoh AllahYang Menciptakan, Yang Mengadakcrt, Yang fvlembentuk Rupa,
Dia memiliki nama'nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi
bertasbih kepoda-ftya. Dcn Dtalah Yang f"\ahaperkasa, Nlahabiiaksano."
(QS. Al-Hasyr: z4)
Letak keindahan nama-nama Allah ialah, kare'ra ia menrrniukkan Dzat
yang menyandang nama; yakni Allah. Sehingga nama-nanra tersebut
indah, karena ia menun!ukkan sesuatu yang lebih indah, lebih agung, dan
Iebih suci yakni Allah '4zz6 wa Jalla Sang Penyardang nama.
Lihat; Fathul Bayan, Shidiq Hasan Khan (Vi8z), al-As'ilai 'aal Aiwiboh ol-
Ushuliyyoh, Salman, hal: 26.

42 Mungkin ada yang berkata; akan lebih baik jik: penuli; menyebut <ata
(mencapai kesempurnaannya) menggantikan kata (nencapai puncak
keindahan). Tanggapan; penulis sengaja rnenyenut kata tersebut dengan
maksud, bahwa nama-nama Allah itu berada ii pr:r:rak keindahan,
maksudnya sangat sempurna dalam keindahar, seperti yang kami nukil
dari lbnul Wazir. Karena itulah Allah rnenyeout; (cl'osmcr'u ol-husno)
dengan sighot tdf dhil, seperti disebutkan da lan Hcsyiy at asy'Syihab' alal
Baidhowi (lv/4o8), yaitu isirn tafdhil di sini bersifat mutlak, sehingga trdak
bisa dikaitkan dengan perkataan; leb:h bair dar-i ini can itu. Dengan
demikian, nama-nama Ailah berada di puncak keindahan {secara mutlak).

.Ot ) syarah At gy:!{t a-!- !!y'yl___(


Kaidah Pertama

6€vd)-Sr
tV"

Nama-nama Ailah semumya husna,ar yaitu mencapai puncak

41 Mengikuti wazan (ri)fu'la, bentuk mu'dnnats dari kata ahsan. rbnu al-
wazir berpendapat bahwa husna adalah bentuk jamak dari kata ahsan.
Kami tidak menemuKan pendapat ini dikemukakan oleh siapapun selain
lbnu al-wazir-, setelah kami teliti di kitab-kitab bahasa, ndhwu, dan sharaf .
Bahkan, mereka tidak menyebutkan wazan (*!s) fu,la -dengan dhammah
diawal kemudian suk.un- dalam wazan-wazan jamak, baik dalam bab isim
maqshur ataupun isim mamdud, tidak pula dalam bab iamak taksir. Kami
juga tidak menemukan seorang pun yang menyatakan seperti ini dari
kalangan mufassir ataupun pen-syarah. yang mereka sebutkan ialah
bahwa husna merupakan bentuk mu'annats dari kata alahsan atau
bentuk mashdar sifat, seperti kaLa dzikra. Lihat; Tafsir lbnu Asyur
(vtri1186).
Disebutkan cialam ltsarul Haq,olal Khalq, hal: 67, ,,...sebab kata al_husn
termasuk shifatu al-alfadh (sifat lafal) dan shifatu al-ma'ani (sifat makna);
jadi setiap lafal yang memiliki dua makna; hasan dan ahsan, maka yang
diinginkan darinya adaiah al-ahsan (yang terbaik) diantara keduanya,
sehingga lafal tadi bisa dijamak dalam wazan husna. Dan lafal (yang
mengandung dua makna tersebut) tidak bisa ditafsirkan dengan alhosan
(yang sekedar baik) oari keduanya, melainkan (harus ditafsirlian) dengan
ol-ahsan (yang lebih baik) karena asumsi tersebut.,,
AIlah sendiri ielah menyifati nama-nama-Nya dengan lafal husna di
empat tempat, yaitu :
Pertamal
,--S L ,: j;q=- cU-i or ij-\^! _9Jl l_._,2! o X..: ":rrB ..;Jf ;[-!f alyl
1
j-,L;j
"Don Allah rnemiliki Asma'ul Husna (nama-namd yang terbaik), mako
bermohonlah kepado-Nya dengan menvebut Asmo,ul Husna itu, dan
tinggolkanlah orang-o rong yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka
kelak akan mendapat balosan terhadap dpa yang telah mereka kerjakan.,,
(QS. Al-A'raf : r8o)
Kedua;

] . Kaidah kaidohTbrkaft \iama-nama Allah


.o,
keindahan.a2 Allah *e berfirman;

,I - t, .'.
oL*)!
,'.,, i ..
$ ... LzJ o o9)-) a! c4f

"Dan Allah memiliki Asma'ui Husna (namn-nama


)iang terbaik),
m aka b e r m oh o nl ah ke p a d a- N y a d en gan m e ny eb u t A s m (:-' ui If u s n a itu."
(QS. AI-A'raf : tr-80).

dlDi; x* !-, ;-;r ""rri.*U tjiplt t;,-it ,i.rr rr,ird*:


;L;-Yr

i \* .J, := :rr_"q rrU-J \j


" Katokanlah (Muhammad),'se r ulah Alloh atdu se t ulah Ai Ranman. Dengan
nama yang mana sala kamu dapat men:leru, karena Dia rr,empunyoi nama-
nama yang terbaik (Asma'ul Husna) dan janganioh engkcu mengeraskan
suaramu dalam salat don janganlah (pula) merendahkanr,va dan usahakan
jalan tengah di antara kedua itu'^" (Q5. Al-lsra' : rro)
Ketiga;

d ;i:;rr -';'ir i / r1;jr { irip


"(Dioloh) Allah, lidak ada tuhen selaln Dta, yang mempunvei noma-ndma
yang terboik " (qS. Thaha : 8)
Keempatl

e)\t: .;'l;L;J1.,i L i d; ;-j, .u-!r t ;:-.-Ut G Jr 3-ltrJrJ,' ,^I


.F +.>tJl l*t P:
" Dialah Alloh Yang Menciptakan, Yang Mengadakan Yang Mertbentuk Rupa,
Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa y6n4, di langir dan di bumi
b ertasbih kepada-tty a. D an Di al ah Yang |lahap e-rkasa, M tshabijaksana."
(QS. Al-Hasyr: z4)
Letak keindahan nama-nama ,Allah ialah, karera ia menlrniukkan Dzat
yang menyandang nama; yakni Allah. Sehingga nama-nama tersebut
indah, karena ia menunjukkan sesuatu yang lebih indah, lebih agung, dan
lebih suci yakni Allah 'Azzo wa;allo Sang Penyanriang nairra.
Lihat; Fothul Bayan,Shidiq Hasan Khan (V18:), wal Ajwibah al-
'il-As'ilah
Ushuliyyah, Salman, hal: 25.

42 Mungkin ada yang berkata; akan lebih baik rika penulis;-nenyebut kata
(mencapai kesempurnaannya) menggantikan (ata (mencaoai puncak
keindahan). Tanggapan; penulis sengaja men-yebit kata re!'sebut dengan
maksud, bahwa nama-nama Ailah itu berada cii pur,rak keindahan,
maksudnya sangat sempurna dalar:-r keindahan, seperii yang kami nukil
dari lbnul Wazir. Karena itulah Allah menyebut; (al-csnra'u al-husna)
dengan sighot tafdhil, seperti disebutkan dalan Hasyiyat asy-Syihab'olal
Baidhawi (lV/4o8), yaitu isim tafdhil di sini bersifat mutlai , sehingga tidak
bisa dikaitkan dengan perkataan; lebih bair cari ini car"r itu. Dengan
demikian, nama-nama Allah berada cji puncak kerndahan isecara mutlak).
Yang demikian, karena nama-nama-Nya mengandung sifat-
sifat sempurna*3 tanpa adanya suatu kekurangan pun, baik secara
ihtim al (kemun gkinan ) ataup un t akdir (p e rkiraan) aa .

Contoh : Al-Ilayyu" salah satu di antara nama-namaAilah ;e: yang


mencakup kemaha-hiriupan yang sempurna, yang tidak didahului
oleh ketiadaan. dan tiiak rnengalami kefanaan,as kemaha-hidupan
y ang melazirnkan ke s errnpurnaan sifat- sifat lain semisal; sifat iirnu,
qudrah (kekuasaan), rrrendengar, melihat, dan sifat-sifat lainnya.

Contoh lain : Al-i-lim; sal.ah satu di antara nama-nama Allah


lie yang mencakup kesempurnaan ilmu, yang tidak didahului. oleh
kebodohan, dan tidak mengalami keiupaan. Aliah peberfirman;

d:*i-\ j ;.r'J3 i 7-s € g,


o r;i" f,
"Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, d"i dalam sebuah
Kitab (Lauh Mahfuzh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa." (QS.
Thaha: 52).

Yakni ilmu yang luas, yang meiiputi segala sesuatu, baik


secara globa1 maupun secara rinci, baik berkaitan dengan perbuatan-
perbuatan Allah senciiri, ataupun berkaitan d,engan perbuatan-
perbuatan makhluk-Nya.

43 Dengan demikian kita mengetahuibahwa nama-nama Allah menganciung


sifat dan makna. Adapun nama yang tidak mengandung sifat ataupun
makna, tidax bisa cipakai sebagai nama Allah, seperti ad-Dahr yang
berarti masa atau waktu. Kata ini merupakan isim lamid yang tidak
mengandung makna, kecuali hanya digunakan sebagai nama waktu,
seperti yang akan dilelaskan daiam kaidah kedua.

44 Yakni tidak menganciung kekurangan, baik dari sisi ihtimal lafdzi


(kemungkinan adanva kekurangan di cialam lafal), ataupuntakdir dzhini
(perkiraan kekurangan di dalam benak pikiran), seperti yang akan
difelaskan perinciannya di bagian keterangan tambahan.

45 Penafsiran kata Al-hayyu ini disebutkan oleh lmam ath-Thabari dalam


tafsirnya (llU5), ia berkata, "Firman-Nya; (Al-Hayyu) artinya; Zat yang
memiliki kehidupan abadi, yang kekal tanpa awal permulaan, dan tanpa
batas akhir kefanaan; karena kehidupan siapapun selain Allah pasti
memiliki awal permulaan dan batas akhir kefanaan; ia akan pupus di
penghujung usianya, dan berakhir sesuai batas akhir afalnya. Apa yang
kami katakan iniiuga diamini oleh sejumlah ahlitafsir." Selesai nukilan.

.-*--...--------. | . Kaidah -kaidah Tbrkait li ama-nama Allah .o,


Allah rls berfirman;

i!,--,-...-i,. -' - a

,,,o
'
hd,r v3
-*)r3;l .,i L;,-E;. r^ Vl. ti.ll+ \ .-!l dk" ;t:,c:f
-.'
o ,,
./ts,
z
J Y! _,rti \y:t-,Yj _;r!t gL^l-b c +
.. . z
)," EJ,{ YI" uj:
e.:
l':
-
"Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang
mengetahui, selain Dia. Dia mengetahui apa .;ang ada di darat dan
di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur,yang ridak diketahui-
Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak pula
s e su atu y an g b as ah, atau y an g ker in g, y an g ti d ak t e r tuli s d al am Kit ab

yangnyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. AI-An'am : 59)

S w;'r*;'r 6:e ^X,la:, it *


i, i tr ; ')
{1 ,r;vr ;
.ti

"Dan tidak satupun rnakhluk bergerak (bernyawa) di bumi


melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Diamengetahui tempat
kediamannya, dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam
Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)." (QS. llud : 6)

:ti$ir; irF s:;r:,,)L; d,-;j -,jirr.rtjL3l ,=l r +-F


{ "i3r
"Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi, dan mengetahui
apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah
Maha Mengetahui segala isi hati." (QS. At-Taghabun : 4)

Contoh ketiga :Ar-Rahman; salah satu di antara nama-nama


Allah,le yang mencakup kesernpurnaan rahmat, sebagaiman a y ang
telah disabdakan oleh Rasulullah.HE;

bJ_r :I _* .r! j;:i ,ii


" Sungguh, Allah lebih m eny ay an gi h amb a -h amb a- Ny a, mel ebihi

.o, Syarah Al-@waaid A1- ,Nlursla }--*-.-


a6
(ka s ih s ay an g w anit a) t ni terh ad ap an akny a."

(Kisah ini) tentang seorang ibu yang (mencari dan) menemukan


anaknya di antara para as-sabyyun' (tawanan), lalu si ibu meraihnya,
menggendongnva, <ian menyusuinya. Nama Ar-Rahman juga
mengandung rahmai yang luas, seperti yang Aiiah sebutkan di
dalam firman-Nya;

"Dan rahmat-Ku meiiputi segala sesuatu.

+6 Hadits riwayat al-Bukhari, hadits nomor Sggg pada iilid (X/aao) yang
dicetak bersama Fathul Bari, iuga Muslirn, kitab; ar'Raqa'iq, sesuaI
nuskhah ai-It.4uf him, <arya ai-Qurthubi(Vll/84); nash hadits dari Umar bin
Khaththab; ia berka:a,

)- - lli
)o eti

!;i ur'it ; L^Jj o-)ut .i;


r,'.rriyi

"Tawanan didatangkan kepada Rasulullah-g5, tiba-tiba ada seorang


wanita di antara para tawanan yang mondar-mandir, saat ia menemukan
seorang anak kecii di antara mereka, ia langsung mengambil dan
menggendongnya, iaiu menyusuinya. Rasulullahg; berkata kepada
kami,'Apakch menurut kalian wanitc ini akan melemparkan anaknya ke
daiam api' Kami menjawab, 'Tidak, demi Allah, sedangkan ia mampu
untuk tidak melemparkan anaknya (ke dalam kobaran api).' Rasulullahg:
kemudian bersabda,'Sungguh, Allah lebih menyayangi hamba'hamba-Nya
melebiht (.xasih soyang wanita) ini terhadap dndknya."
Al-Qadhi l-_vadh berkata, "Demikianlah redaksi hadits di semua riwayat
fuiuslim; dan diantara perawi-perawinya terdapat wahrn. Adapun riwayat
al-Bukhari menyebutkan lafal (*.-"1), menggantikan lafal (-;$), inilah
lafal yang benar darr yang lebih sesuai."
Saya katakan, "Redaksi yang menyebut lafal (*r;) tentu lebih benar dan
tepat. Tapi, redaksi vang menyebut lafal 1o;+) memiliki alasan yang ielas,
sehingga tidak ada kekeliruan dari para perawi, karena lafal (*i.l)
artinya; mencari anaknya. Hanya saja maf'ui-nya dibuang karena sudah
diketahui." Selesai rrukilan dari al-Mafhum, karya al-Qurthubi.

47 As-sabyyu ialah tawanan yang terdiri dari anak-anak dan para wanita.
Lihat Tahrir at-Tanbin karya an-Nawawi hal. 34o, ad-Dur an-Naqiy fi Syarh
al-Fazh al Kharqiy karya Abdul Hadi (lll+z)

I . Kaidah-kaidahTbrkait liama-nama Allah .o,


(QS. Al-A'raf : 156)

Allah ;9 berfirman tentang doa para maiaikat untuk orang-


orang mukmin;

3- oo.
.11 ' | '-i - Jl- :il r..
t. ljl - r,
iL...l# r-9r-Jlj illlJ ]J*-LU _rrrD t*).9 e
a.o->;

"Ya Tuhan kami, rahmat dan iimu yang ada puda-lfiu meliputi
segala. sesuatu, maka berilah ampunan kepada orins-orang yang
bertobat dan mengikuti jalan (agama)-ltlu, Can nelihar;iah mereka dari
azab nerakavangbernydla-nyaia." (QS. Ghafir : ?)

@ tlama-Nama Allah Yang Berpasangan


Keindahan nama-nama A1lah, adakalanya nampak saat
narna tersebut disebut secara independen (tersendiri),48 dan
j.,ga narnpak ketika digandengkan denqan nalna lainnya,ae
sehingga penggabungan nama-narna tersebut akan melahirkan

+8 Seperti contoh-contoh yang sudah dijelaskan oleh penulis di atas. Tapi,


ada beberapa nama yang tidak bisa disebut secara terpisah, tapi harus
digandengkan dengan nama lainnya. Nama-nama inr disebut al-asma'
al-mazdujah. Definisinya adalah dua nama yang saling berpasangan,
dimana jika nama tadi tidak disebut secara bersamaan, tentu tidak
menunjukkan makna kesempurnaan, sehingga kedua nama tersebut
(dihukumi) seperti satu sifat )/ang menunf ukkan maknanya yang terpuii.
Di antara contohnya adalah; An-Nafi'Adh-Dharr, Al-Mu'thi Al-Mani', dan
iainnya. Pernbahasan tentang nama-nama yang berpasangan ini akan
disampaikan pada kaidah kesembilan.
Ada juga nama-nama yang lika digandengkan akan menunjukkan
kemahasempurnaan, seperti yang akan disebutkan penr.r!is seianjutnya.
Kesimpulannya; al-asma'ul husna ada dua macam, yaitu;
Pertamal nama-nama yang indah jika disebutkan secara tersendiri, dan
jika disebutkan secara bergandengan maKa semakin menambah
kesempurnaan di atas kesempurnaan.
Kedua; nama-nama yang hanya akan bermakra indah jika dipasangkan,
sepertiyang akan dijelaskan dalam kaidah kesembilan dari kaidah-kaidah
al-asma'ul husna.

49 Seperti contoh-contoh yang disebutkan penuli':. Dan karni akan sebutkan


beberapa contoh Iainnya pacia keterangan tanrbahan.

.o, ) $,arah At-{bwaaiti,4l- i\tt,tsla __< +----*


kesempurnaarr di atas kesempurnaan.t0

Contohnyaadaiah :A1-AzizAi-Hakim;Al1ah ;s menggandengkan


kedua nama ini di banyak tempat di dalam Ai-Qur'an.s1

Masing-masing <i.ari dua nama ini menunjukkan kesempurnaan


khusus yang ditunjukkannya, yaitu makna keperkasaan dalam
nama N-Aziz,t2 dan makna htikm (biiaksana) serta hikmahs3 dalam
nama Al-Hakim. Dar, penggabungan dua nama ini menunjukkan
kesempurnaar, maKna lain, yaitu; bahwa keperkasaaan
Ailah disertai dengan kebijaksanaan, sehingga keperkasaan-Nya
tidak metrahirkan pemuatan zalim, aniaya, ataupun tindakan tidak
baik. Tidak seperti perilaku orang-orang perkasa di antara para
50 Yakni ketika dua nama inidigabungkan, maka menuniukkan makna iebih,
melebihi makna aslinya ketika disebutkan secara tersendiri.

51 lbnul Qayyim berkata dalam Miftah Daris Sa'adah (ll/+8S), "Karena ituiah
Aliah sering kaii menggandengkan dua nama ini; Al-Aziz AI-Hakim dalam
ayat-ayat t.asltrt', penciptaan, dan pembalasan, untuk menuniukkan
kepada hamba-hamba-Nya bahwa semua itu bersumber dari hikmah nan
sempurna, dan keperkasaan yang mutlak. Orang-orang yang diberi
taufik pun memahami hikmah dan kehendak-Nya ini, sehingga mercka
hanya mencukupkan diri dengan apa yang mereka ketahui, dan apa yang
dapat dicapai oleh akal dan iimu mereka, sedang apa yang tidak mereka
pahami (hikmahnya), maka mereka kembalikan pengetahuannya kepada
Zat Yang Maha Adil" Zat yang mengetahui segala sesuatu.
tulereka pun meyakini berdasarkan perenungan terhadap hikmah-Nya
yang mencerngangkan akal bahwa, di setiap penciptaan, perintah, iuga di
setiap hukuman dan balasan yang diberikan Allah, memiliki hikmah-
hikmah sernpurna yang tidak dapat diiangkau oleh nalar mereka, dan
bahwa Allan Maha Kaya, tulaha Terpuji, Maha Mengetahui, dan Maha
Bijaksana, sehingga sumber penciptaan, perintah, pahala, hukuman,
kekayaan, pujian, ilmu. dan hikmah Allah, tidaklah berasal dari kehendak
yang serampangan, ataupun kekuasaan yang terlepas dari hikmah,
rahmat, maslahat, tujuan-tujuan yang mulia yang diharapkan, baik dalam
ihival penciptaan ataupun perintah, dan Allah tidak ditanya tentang apa
yang Dia perbuat, karena kesempurnaan hikmah-Nya." Selesai nukilan.

52 Nama Al-Aziz menunjukkan sifal\zzah (keperkasaan).

j3 Nama Al-Fiakim menunfukkan sifat hukm (kebijaksanaan) dan sifat


hikmah. Dengan demikian kita ketahui bahwa diantara nama-nama Allah
acia yang menunjuk<an sejumlah sifat sekaligus, sehingga nama tersebut
mencakup seluruh sifat tadi, layaknya nama yang mencakup satu sifat
sa!a. Demikian seperti disebutkan lbnul Qayyim dalam Bada'iul Fowa'id
(t/r68).

*--------------- I " Kaiddh-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .o,


rnakhluk,sa yang acapkali keperkasaan rnendorong :iereka untuk
beriaku aniaya, berbuat zhaiim, bengis dan berperiiaxu jeiek.5t

Seperti halnya kebijaksanaan dan hikman Aliai: :=., yang juga


ciisertai keperkasaan sempurna. Tidak seperri kebi;aksanaan dan
hikmah makhluk yang bisa dihinakan.s6

54 Seperti seorang raja atau pemimpin misainya, /ang seorang pun tidak
berani menentangnya karena kesempurnaan kekuasaan dan
keperkasaannya.

55 Karena ia tidak memiliki hikmah (kebijaksanaarr), sehingga


keperkasaannya tidak dibarengi dengan hikmah. Maka crang ini disebut
Azis (perkasa) namun tidak Hakim (bijaksana). Dan adakaianya seseorang
mampu mengumpulkan kedua sifat tersebut, sehingga ia diberi kebaikan
yang banyak. Hai ini berbeda dengan keperka;aan dan hikmah Allah;
yang keduanya selalu bergandengan.

56 Maksudnya, ada sebagian orang yang rnemiliki kebilaksanaan,


meletakkan segala sesuatu parja tempatnya, dar bertinci.:k dengan baik.
Hanya saja ia tidak memiliki keperkasaan ataupun kekuatan untuk
melaksanakan apa yang ia inginkan dan kehenciaki. Berbeda dengan
hikmah Allah yang disertai keperkasaan.

*o, ) Slarah Al-@waaid A1- lluts!, <


i
PenleEasan Tambahan Kaidah Fertarna I
I

.',vi:G\Y6it/^- *._)
U'{3,vci$
tV-'
Pada catatan kairi di kaidah trertama, teiah karni sarnpaikan
bahi,va kita al;an rnernbahas dua persoalan di bagian penjelasan
tambahan ir-:

Fertanra; penjeiasan tentang perkataan penulis; "Baik secara


ihtim a! (kernungkinan) ataur un t ai; Cir (perkiraan) ."

Kedua; narna-nama Aliah vang berpasangan.

Fertaruta;
lVIai<sud perkataan penulis; "Baih secara ihtimal
(kemungkinan) ataupun takdiv (perldraan)."

MaksuC perkataan ini akan nampak jelas saat kita


mengkiasinkasikan iaial menjadi ernpat macam, yaitu;

Pertamag iafai yang menunjukkan makna tidak sempurna,


seperti 'xata. ei-'aiz (lemah), al-ieqr (fakir), dan al-'ama (buta).
Tidak boieii menvebut Allah dengannya; sehingga tidak boleh
menamai Aiiah cienEan a!-'Ajiz (yang lemah), al-Faqir (yang fakir),
atau al-Rlta. ':n (penr:khianat).

Kedua; iafal-laral yang menunjukkan ketidaksempurnaan


daiam satu konciis:, namun menunjukkan kesempurnaan pada
kondisi iainnya. Dengan kata lair, memiliki dua kemungkinan
daiam satu rnakna. Contoh; ai-makr (makar atau rencana buruk),
al-kai d (tip u.d aya), d an o.l - i s tihza' (me mp e rolok- olok) . L afal s emacam
ini tidak boieh diiadikan sebagai nama Aiiah, sehingga Allah
tidak boleh disebut dengan al-Llakir (yang membuat rencana
buruk), al-Mukhadi' (yang menipu), atau al-Mustahzi' (yang
memperolok-olok), sebagaimana akan datang penjelasannva dalam
kaidah sifat-sifatAllah. Inilah maksudperkataan penulis; "(tidakada
kekurangan dalam nama Allah) baik secara ihtimal (kemungkinan)."

Ketiga; lafal-lafal yang menunjukkan kesempurnaan,


namun juga membawa makna ketidaksempurnaan ciaiam benak
pikiran, seperti kata al-mutakallim (yang berbicara). al-murid
(yang berkehendak), al-fa'il (yang berbuat), dan asv-sya'i (yang
berkehendak).

Contoh : al-Mutakallim (yangberbicara); crang vang berbicara


adakaianya membicarakan kebaikan, dan adakalanva membicarakan
keburukan. Karena itu, Allah tidak boleh disebut dengan nama
ini, karena nama-nama-Nya tidak mengandung kekurangan atau
ketidaks empurnaan, meski hanya berdasarka n takdir (p erkiraan).

Karena itulah Syaikhul Islam ibnu Taimiyahu berkata dalam


a!-Ashfahaniyyah, hal. 5, 'Adapun penyebutan Allah dengan nama
al-Murid (yang berkehendak) dan al-Mutakallim (yang berbicara),
maka dua nama ini tidak disebutkan di dalam Ai-eur'an, ataupun
dalarn jajaran nama-nama Allah yang indah seperti yang diketahui.
Memang makna kedua nama ini benar, namun al-asma' ulhusnayang
dengannya Ailah diseru, itulah nama-nama yang disebutkan dalam
Al-Qur'an dan sunnah. Itulah nama-nama yang menunjukkan
rnakna pujian dan sanjungan dengan sendirinya. Semisal ilmu,
al-qudrah (Mahakuasa), rahmat, dan sejenisnya; merupakan sifat-
sifat yang menunjukkan makna terpuji dengan sendirinya, dan
nama-naria yang mewakili sifat-sifat tersebut adalah nama-nama
yang terpuji.

Berbeda dengan kalam dan iradat. Karena kedua jenis nama


ini bisa dimaknai dengan sifat terpuji; seperti jujur dan adil. Dan
sifat tercela; seperti zalimdan dusta. sementaraAllah hanya disifati
dengan sifat-sifat terpuji dan terbebas dari sifat-sifat terceia; maka
kalam dan iradat hanya disebut untuk menyifati nama-nama yang
terpuji semisal AI-Hakim, Ar-Rahim, Ash-Shadiq, Al-Mu'min,
Asy-Syahid, Ar-Rauf, Al-Halim, Al-Fattah, dan semacamnya.

Karena ituiah nama Al-Mutakallim (yarrg berbicara) dan


Al-Murid (Yang Maha Berkehendak) tidak termasuk daiam jajaran

.o, Syarah A1-Oowaaid Al- Mutsla .t--"_


nama-nama Ailah yane indah yang disebutkan dalam nash." Selesai
nukilan secara ringkas.

Imam Ibnul Qayyim berkata dalam Madarijus Salikin (III/ LS);


"Nama yang mengandung makna sempurna dan makna kurang
sempurna, rnakna baik dan makna buruk; tidaklah termasuk
dalam jajaran el-asma'ul husna, seperti kata asy-syai' (sesuatu), dan
al-ma'lum (yang diketahui), Karena itu Allah tidak disebut dengan
nama al-Muria (Yang Maha berkehendak), ataupun Al'Mutakallim
(Yang Maha Berbicara), kendati Allah mem:J;lloiradah dan al-kalam
(sifat berbicara), sebab baik nama al-Murid ataupun al-Mutakallim
keduanya mengandung dua makna (baik dan jelek sekaiigus).

Ini merupakan kedalaman fikih al'asma-ul husna, maka


renungkanlah. Wabili ahit taufi q." Selesai nukilan dengan perubahan.
Lihat pula Bada'iul Fawaid (I/L6t).

Keempat; lafal-iafai yang menunjukkan puncak


kesempurnaan tanpa adanya ceia sedikit pun, baik secara ihtimal
(kemungkinan) ataup un taqdir (perkiraan); lafal-lafal seperti inilah
yang dengannya Allah disebut, seperti contoh-contoh yang sudah
disebutkan oleh penulis.

Untuk iebih jelasnya, berikut kami nukilkan pernyataan Syaikh


ibnu Utsaimin pada syarah Shahih al-Bukhari, halaman: 12. Beliau
mengatakan, "Semua nama-nama Allah itu indah, karena itulah
Allah,se berfirman;

,! r'
W ... L(J ;;''ti;,.;r ;e'Jl .i;p
'Dan Aliah memiliki Asma'ul Husna (nama-nama yang terbaik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu.'
(QS. Al-A'raf : 180).

Husna adalah isim tafdhil, yang bentuk mudzakkarnya ahsan.


Contoh; rajulun ahsan wa imra'atun husna, artinya; lelaki ahsan
(tampan) sedang wanita husna (cantik).

Demikianlah Allah menyebut; al-asma'ul husna. Dengan


menyebut kata (husna) yang merupakan slfat mu'annats. Karena
asma' adalah bentuk jamak; dan bentuk jamak disifati dengan

*----_--------{ i . Kaidah-kaidahTb*ait Nama-noma Allah .o,


sifat mu'annats, kecuali jamak untuk orang yang berakal. Kata
jamak seperti itu disifati dengan sifat yang sesuai dengan maknanya.
Untuk mudazakkar; menggunakan jamak mudzakko-r salim, dan
untuk mu'annats; menggunakan jamak mu'aqnats saiim. Adapun
jamak untuk sesuatu yang tidak berakaL, maka disifati dengan sifat
mu'annats.

Dengan demikian, nama-nama Ailah ::: s€rouxrilr'a adalah husna


(Mahaindah). Ilusna adalah kata yang rnencakup keinoahan -vang
paiing sempurna; keindahan yang terbebas dari segala bentuk
kekurangan.

Dari kaidah ini trisa dipahami bah"r';a dj antara nama-nama


Allah, tidak ada satu pun nama yang memiiiki dua kanciungan
makna; makna yang baik dan makna yang tidak baik. ilarena itulah,
a'L-Mutakallim dan al-Murid tidak termasuk dalam nama-nama
Al1ah, meski A1lah berbicara dan berkehenriak

Para ulama berkata; karena lafal al-Nfutakallim bermakna Zat


yang berkata. Dan perkataan itu adakalanya baik, dan adakaianya
buruk. Sama halnya dengan iradah (kehendak). Karena itu, kita
tidak boleh menamai Ailah dengan al-Mutakallir: ataupun a1-

Murid, namun kita boleh mensifati Allah sebag aiZatvang berbicara


dan berkehendak; mengingat bahwa bab al-iknbar (menyifati Aliah
dengan bentuk pengkabaran) itu lebih luas danpada bab at-tasmiyah
(memberi nama Ailah).

Sebab at-tasmiyah (penamaan) merupakan bentuk insya'


(ekspresi); yakni engkau meng-insya' (mengekspresikan) sebuah
nama, bagi suatu Zatyangakan engkauberinarna, dengan nama tadi'
Adapun ikh b ar (p engkabaran), maka ra ii anya sebuah pemberitahuan
semata, tanpa adanya insya' (klaim ekspresi). Oleh karenanya
mereka (para ulama) menyatakan, '1-ajuk al-*hbar iebih luas dari
al-insya'" Mungkin saja seorang mengabarkan suatu zat dengan
(sesuatu yang memiliki) dua makna sekaiigus, paciahai zat yang
dimaksud tidak dinarnai dengan sesuatu tadi, seperti ihwalnya
nama al-Mutakailim.

I)ari sini dapat kita simpuikan bahwa, iafal yang disandarkan


kepada Ailah ie terbagi menjacii empat macaln;

.€> Svarah Al -Q ov'aaid,ll -,|'ltn sla


Fertarna; iaf-al y;ing mengandung keindahan yang sempurna.
Lafal ini termasuk cii antara nama-nama A1lah.

Kedua; laral yang bermakna in<iah dari satu sisi saja. Lafal ini
bisa digunakan untu< mengabarkan tentang Allah, namun tidak
boleh digunakan sebagai nama-Nya.

Ketiga; rafai yang bermakna pujian daiam satu kondisi,


namun tidak bermakna pujian pada kondisi iainnya. Lafal ini bisa
digunakan unruk mensifati Allah dalam kondisi yang baik saja, dan
tidak boieh ciijadikan sebagai nama-Nya secara mutiak, seperti kata
al-makr tmakar atau rencana buruk), al-khiaa'(menipu), al-istihza'
(mengolok-oiok), dan al-kairi (tipu dava).

Ketika sifat-sifat ini disebutkan sebagai bentuk balasan bagi


orang-orang l/ang melakukan sifat-sifat seperti ini, maka sifat-sifat
ini menjacii terpuji, dan bisa digunakan untuk menyifati Ailah.
Namun j:ka bukan daiam konteks balasan, maka tidak bisa
digunakan untuk menyifati Allah.

Contoh; la{,al al-makr. Allah menyifati diri-Nya, bahwa Dia


memiiiki makar. Namun, sifat ini dikaitkan (sebagai bentuk
balasan) atas crang yang melancarkan makar tipu daya. Allah rirq
berfirman;

t ".*-5di :+i,rtilt fi;;,t's;;i b


"Mereka'membuar tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya
itu. Allah adaiah sebaik-baikpembalas tipu daya." (eS. AI-AnfaI : 30)

Karenanya, ticiak benar jika kita menyebutAli ah Makir (pembuat


tipu daya) secara muttak. Inilah perbedaan antara lafal makar dan
lafal mutakaiiim, karena kita boleh mengatakan, Allah berbicara
secara mutlak. Tapi, kita tidak boleh mengatakan bahwa Allah
makir (pembuat tipu caya) secara mutlak, kecuaii jika kita kaitkan
konteksnya ciengan mengatakan bahwa, Al1ah pembuat tipu daya
terhadap siapa yang melancarkan tipu daya terhadap-Nya. Karena
tipu daya bukanlah sifat terpuji, kecuaii jika ia dijadikan sebagai
balasan atas tip:Lr daya iainnya. Dengan ini nampaklah dengan jeras,
bahwa kekuatan Allah :e lebih besar dari kekuatan orang yang
melancarkan tipu daya.

*"*------4 i . Kaidah kaidahTb*ait l,lama-nama Allah .o,


Seperti halnya laf.al al-khida' yang bermakna tipuan. Ailah:.
berfirman;

{ r*:6 -*y nur jf:;- :;Ulrr ;ii


"Sesungguhnya orcng munafik itu henda"l. menipu Allah, tetapi
Allahlah yang menipu mereka." (QS. An-Nisa' : tr 42) .

Tidak boleh menyebut A1lah penipu secara mutlak. Tapi


boleh menyebut Allah menipu orang yang menipu-Ni,a.

Demikian juga iafal al-Mustahzi' yang berarti n:emperolok-


olok. Kita tidak boleh menyebut Allah l\4ustah,:i' (Zat yang
memperolok-olok) secara mutlak. Namun kita katakan bahwa Allah
memperolok-olok, orang yang memperolok,oiok-Nya. Hai ini juga
berlaku untuk lafal al-kaid yang bermakna tipu daya Fiita katakan
bahwa Allah tidak menipu siapapun, selain orang yane menipu diri-
Nya, berdasarkan firman Ailah;

uS r t;, f.l^i ki;


.J
o'r ,* t$ ;_cJ:<;
, ,
t+i4
i,'

"Sungguh, mereka (orang kafir) merencanakan tinu daya ya'ng


jahat. Dan Aku pun membuat rencana (tipu daya) yang jitu." (Q.s.
Ath-Thariq: 15-15)

Keempatl lafal yang tidak boleh disandarkan kepada Aliah,


yaitu lafal yang mengandung kekurangan secara mutlak, seperti
lafal al-kha' in yang bermakna pengkhianar:. Wal'iyy*adzubillah.
Tidak mungkin kita menyifati AIIah dengan lafal seperti ini.

Kedua;
Nama-nama Allah yang disebut secara berpasangan.sT

Siapa pun mentadaburi kitab Ailah:e, pastilah mendapati


bahwa (adakalanya) nama-nama Allah disebut secara berpasangan
antara satu dengan yang lain, seperti; Al-Ghani Al-Hamid (Maha
Kaya, Maha Terpuji), As-Sami'Al-Bashir (Maha Mendengar, Maha
Melihat). Apa rahasia penggandengan (nama-nama) ini?.

57 Min Ma'alim at-Tauhid, Dr. Marwan al-Qaisi, hal: zo9.

.o' Syarah Al-@waaid .4l - .l4utsl,t


Sesungguhnya ;etiap nama Ailah, itu mengandung suatu
sifat dari siiat-siiat Allah; dan setiap sifat Ailah tersebut adaiah
sempurna. Ketika sifat kesempurnaan tadi digandengkan dengan
sifat kesemaurnaan iainnya, maka muncul kesempurnaan
(tambahani iainnya. yang berbeda dengan kesempurnaan yang
<iitunjukkan oieh masing-masing nama, atau sifat tadi secara
tersendiri.

Crrntoh :
Ai-Ghafur Ar-Rahim (Maha Pengampun, Maha
Fenyayangj. .\mpurran adaiah sifat kesempurnaan, dan rahmat
adalah sifat kesempurnaan lainnya. Ketika ampunan dan rahmat
Allah diganiengkan, maka memuncul.kan kesempurnaan ketiga,
di luar keseri,purnaan (riua sifat tadi secara terpisah). Karenanva,
Allah iayak rirouji atas ampunan-Nya, iayak dipuji atas rahmat-Nya,
dan layak dicuji atas penggabungan di antara riua sifat (ampunan
dan rahmat-l.iya).

Ditamban lagi; ganriengan sifat-sifat iiahi satu sama lain


merupakan kesempurnaan besar yang memunculkan kebaikan dan
keutamaan, .rang sangat dibutuhkan, dan bermanfaat bagi para
hamba, seoerti penggandengan sifat kaya dan sifat mulia dalam
firman-Nya;

.1.

t $.1
LJ* Lsil oY "' u
"-'.t:
)/

" M ak a s r-., un g gu h ny a T uh a nku M ah ak ay a, M ah amuli a. " ( QS . An-


NamI: 40)

Karena seperti diketahui bahwa tidak setiap orang kaya itu


dermawan, dan tidak setiap orang dermawan itu kaya. Anda tentu
tidak menriapatkan manfaat apapun dari orang kaya yang peiit,
tidak pula mendapatkan manfaat dai orang dermawan yang miskin.
Ticiak ada sai.u zat pun yang Mahakaya dan Mahadermawan, yang
kekayaan dan kedermawariannya mencapai titik kesempurnaan,
selain Aliah. Iniiah srtuasi yang mendorong hamba untuk bersandar
kepada-Nva semata, dan berharap hanya kepada-Nya, bukan
kepada yang 1ain.

Femi:airasan d.i atas, tidak lain hanva sebatas menjelaskan

! . Kattl,th-katdahTerkait liama-nama Allah .o,


kesempurnaan yang muncul dari penggandengan sifat kaya
dengan sifat dermawan. Dan tentu tidak diragukan iagi;bahwa ada
kesempurnaan-kesempurnaan agung lainnya yang muncul dari
penggandengan nama-nama ilahiyah antara satu dengan yang lain'

@ Berikut adalah al-asma'ul husna yang disebsltkan se€ara


berpasangan di dalam Al-Qur'an :

t)
e;
\-J'
eUU o?ll.tr"-!l ;"j[Jl ?t
\'.J v
y_ ri;i --,-iJl i; )t lr r-:F
''''tJl
.a-_

, "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.


Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, \'ang Maita
Pengasih, Maha Penyayang, Pemilik hari pembalasan." (QS.
Al-Fatihah:1-4)

+r,a i;Jt ar; *rt i;i i.rr -* y*


, "Katakanlah (Muhammad), 'Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Allah tempat meminta segala sesuatu. " (QS. Al-Ikhlash :
1-2t.

,.C';\"-,rt ,u ii f
. "Dialah Yang M aha Melimp ahkan Keb aikan, M ah a F rry oy org."
(QS. Ath-Thur:28)

-;
u, x
.;> _;r -,ljJi...
, "Yang Maha Penerima tobat, Maho" Fenyayang." {QS. Al-
Baqarah: 128)

*_jt Fl w

. "Atlah Mahabenar, Maha Menjelaska,l." (QS. An-Nur : 25)

s r*> *
".(--
"Yang Mahabij aksan a, M aha Terpuji )' (QS. Fushshilat : 42)

.o, Syarah Al-@v'aaid Al- ,llutsia


"D an D i a M ah abij aks an a, M ah a M en getahui." (QS. Al-An'am
:18)

{FPif q,

"Sungguh, Dia Nlahabijaksana, Maha Mengetahui." (QS. AI-


Hijr: 25)

/., i. ,, ,. .f.
\l:-r& *
"Sungguh, DiaMaha Penyantun, MahaPengampun " (QS. AI-
Isra': 44i

{r;i+ }
"sesungguhnya Allah Maha Terpuji, Maha f"rgrrifr.' 1qS.
Itrud: ?3)

"Maha Llidup, Maha mengurus seluruh makhluk"" (QS" At-


{ i+' ts' e

Baqarah:255)

.414,?F
"Yang Ntaha Mengetahui, Maha Melihat dosa hamba-hamba-
Nya." (QS. AI-Isra': 17)

t l;;jJl &:81 Jt-.ir r


"Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang'Mengadakan, Yang
Membentuk rupa." (QS. AI-Hasyr : 24)

{ itr' .r>ijr" Y
. " Dialah YangMaha P encipta, M aha Mengetahui." (QS. AJ-Hijr
:86)
. "Rabb,YangMahaPenyayang." (Q.S. Yasin : 58)

4 >j -j;) -r.Uv i,,r ;j ,


. "Sungguh, Allah Maha Pengasih, ;;r; or-r;r;rrrtorooo,
mAnusia." (QS. Al-Baqarah : L43)

" ,.---ll ;."--!ix


"MahaPengasih, Maha Penyayang." (Q.S. Al-Fatihah : 2)

, :.:, tt, '.


o. t_*i if tt lay ...o
"Dan DialahYang Maha Penyayang, Maha Pengampun " (q.S.
Saba':2)

.
T )r)r €) q) ul
:,
I
"Sungguh, Tuhanku Maha Penyayang, Maha Pengasih." (Q$.
Hud:90)

,*.
#.Jtyil i; x
"Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Asy-
Syura: 11)

-. :1, ^-*
1'- L:
air, ...*
"Allah Maha Mendengar. Maha Mengetahui." (QS. Ali
'Imran: 34)

/i:' -ir
t *-l ci:- t "'b/
. "Sungguh, Dia Maha Mendengar, Mahadekat" (QS. Saba':
50)

.o, S,varah Al-@waaid Al- l[utsla


'
"A\lah Maha Mensy ukuri, hlaha Mengetahui." (QS. An-Nisa :

L47)

.r.r"
ti.j-rrCnt, f
"Dan Ailah [,iaha Mensyukuri, Maha Penyantun." (QS. At-
Taghabun: L7)

{;.9npi' L, ,*
"D an s e sung g,uhny a Aliah M aha Mengetahui, M aha P eny antun."
(Qs. Al-Haii : se)

{-f
/ n ,' o r-'

rt, *,, }
"Ailah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS. AI-Anfal :
tt\
t 1'

{if*eit }
"Dia Maha l,i.engetahui., Mahakua.sa." (QS. Asy-Syura : SOi

&,'*StiJJl
\ --.. I -. F
, "Allah Yang Maha Mengetahui, Mahateliti'" (QS. At-T'ahrim
:3)

&_trr* (fi os nr it h
, "Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun' (QS. An-
Nisa':43i

{ r;* r* b
, "Al.!ah Maha Pemaaf, Mahakuasa." (QS. An-Nisa': 149)

,f ,-.1,'
{ fo<-lt }-;st Y

" "Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS. Ali 'Imran : 62)

' *---* )1 i __Kaidat't-kaidahTbrkaitL INama-namaAllah'


urrru-rlurrrs rj11rr \
r -o,
4 *;, a';t f
. "TuhanYangMahaperkasa, MahaTerpuji)' (QS. Ibrahim : 1)

'Y
i 5--Jt .e*l
, "(Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang." (QS. Asy-
Syu'ara'z 21V\

* *dr ',';ir ...u


. \- - J.'J. 'l

. "AllahYangMahaperkasa, MahaMengetahui." (QS. Ghafir :


2)

t jtJr 'i -*: t


b
. "Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun " (QS. Al-Mulk :
2)

*. ,fill -/Fl f
. "YangMahaperkasa, Maha Pengampun" (QS. Shad : 66)

t r-*,j ,-" r
. "YangMahaperkasa, Mahakuasa." (QS. Al-Qamar . 42;

t 15- -*;l 'r


. "Sungguh, Dia Mahatinggi, Mahabijaksana." (QS. Asy-Syura
:51)

ri.(;!r ; p
. "DialahYangMahatinggi, Mahabesar." (QS. A.l-Haii : 62)

* :-u*ir '-.r*ir J
.?-
;i J
...w
- "DialahYangMahaagung, Mahabesar." (QS. Asy-Syura : 4)

.Ot Syarah Al-@w,aaid ,41- llutsia o--..-*


c :-\-- 1; *uf ul ...,
"Sungoun, Aliah l"Laha Pengampun, Maha Penyantun." (QS.
Ali'Imran: L55)

o )r* )yro d! o
^\
"Sunggutt, ,\llah ltIaha Pengampun, Maha Mensyukuri." (QS.
Asy-Syura:23)

,d >', 'i;...*,
\.. ,. -l

" All ah 1,4 c n a P e n gamp un, M ah a P eny ay an {' ( QS. Al- B aqarah
:218)

"lilahaka,va, Mahamulia." (QS. An-NamI : 40)

* -r=.-- Jf f
"Ailah LI ahakay a, lv! aha Terpuji." (QS. Al-Baqarah z 267)

,'ri-d
'e r' I
"
"Aiiah !,Itihakaya, Ir,Laha Penyantun." (QS. Al-Baqarah :
263)

{ #r a';,t';3 'y

"Dcn D:i:: Yang fulaha Pernberi keputusan, Maha Mengetahui."


(QS. $aba':26i

o ;lt 4Fr -* -rij it . .s


"i|'r,ngei;i,, Tuhanniu, Dia Mahakuat, Iu{ahaprrkoro." (a;.
Eiud: 66;

-.---*-----{ : . Kaitia
"Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahma.t-Nya) dan
memperkenankan (doahamba-Nyo)"" (Q$. Hud : 6n)

,..an\
a l'; LIJJ uE arl il f
"S Allah M ah al e mb
un gguh, r':' (qs. AE-
ut, M ah a f") r, g", olr-
Ahzab:34)

*1 3;it erUjr ,ir ;uo,


"Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benar-nya." (QS"
Thaha: 114)

,.Fl #r q4t ir:' ,r'At ; \!;ji v ;jr i, ,^h


c^dr
,4:';;;;ltt r;! 'f;:;t )t;-:t
"Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Maharaja, Yang
Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga Ke-amanan,
P emelihara Ke selamatan, Yang M ah ap e rka s a, Yan g lvI ah aku as a,
Yang Memiliki Segala Keagungan, Iviahasuci Allah dari apa
ereka p er s ekutukan." (QS. Al- tlasyr : 23)
y ang m

*.\'-
^.<,.]r ;;jr ,,- ,-lr :uir ...*
"M aharaj a, Yan g M ahasuci,YangMahap erkas a, Mah abij aksana."
(QS. AJ-Jumu'ah : 1)

.-l; (l r-
'{' t-*u# F
" "TuhanYangMahakua.sa." (QS. AI-Qamar: 55)

,Ft** t1*i, it is; F


. "Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya), Mahabijaksana." (QS.
An-Nisa':13O)

t -& -r; llr; "'e


. "AllahMahaluas, MahaMengetahui." (QS. Atri'Imran : 73)

.o, SS,arah Al-@w'aaid Al- tMutsla


q -l#r r-\it i;: .o*

. "Dia Tuhan Yang N{aha Esa, Mahaperkasa." (QS. Ar-Ra'd :


16)

* lJt .!Jt ,", F


. "Dan Dialah Maha Peiindung, MahaTerpuii." (QS. Asy-Syura
:28)

@ Di antara nama-nama ilahi yanrg disebutkan secara


berpasangan di dalam sunnah nabawiyah ialah :

sg
"M aha P en erim a tob at, M ah a P engampun."

"Maha Penyayang, Maha Pemalu, Maha Mulia."se

"Maha Hidup, Maha Menutupi (aib hamba-hamba-Nya)."60

5o Berdasarkan riwayat dari lbnu Umar'e;, ia berkata;


3 , , I ,,,. .
*, J .iit .>;' :J -rr --liJ' # fL, .=Ii art .rL"
^tlt
",
Ji-.J -riJ t5 ii
-r1,lr <;i
,'"; i\r).A, dl,*
"sungguh kami pernah menghitung; RasulullahS membaca dalam
suatu nraieiis, 'Ya Rabbl. Ampuniiah aku dan terimalah tobatku,
sesungguhnya Engrau Maha Penerima tobat, Maha Pengampun,'
sebanyak seratus kali." Ditakhriloleh Ahmad (lllzt),(11167), (ll/84)' Dinilai
shahih oleh al-AIbani dalam as'silsilah ash'shahihah, hadits nomor 556.

59 Berdasarkan sabda Nabi .g;,


. . .; .:
,,=-
'"{* 3.o, } r .*--u- 4lS-: ji o-r"c
-* f--- ;-; ? i=.i "tlli!
"Sungguh, Attah Moha Penyayang, Maha Pemolu, Maha Mulia; la malu
terhadap hamba-Nya yang mengangkot kedua tongan kepada-Nya, lalu la
tidak meletakkan suatu keboikan pada keduanya." HR. al-Hakim dari Anas.
Hadits ini tertera dalam Shahihul Jami' ash-Shoghir, hadits nomor t768.

HR. Abu Dawud, hadits nomor 4012, an-Nasa'i (l/7o), dan al-Baihaqi
(liie8).

**_*^..* \.
zl'
---

-'
{ ai da n -kai tiah Tbrkait .\amo-namo i11dn
t t1 1 ./
\ .o,
"Maha Agung, Maha Penyantun."6l

Semoga Allah memberikan kemudahan pada seseorang untuk


menulis pembahasan khusus yang menjeiaskan sisi kesempurnaan
al-asma'ul husna yang disebut secara bergandengan di dalam
Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Imam Ibnul Qayyim,as memiliki sebuah penuturan indah


terkait hikmah dibalik nama-nama Allah yang disebut secara
bergandengan, dan terkait ayat-ayatAl-Qur' an yang diakhiri dengan
nama-nama tersebut. Saya nukiikan disini untuk sebuah faidah.
Beliauberkata, "Allah memerintahkan (kita) untuk menghayati dan
merenungi firman-Nya; merenungi perintah-perintah, ancaman-
ancaman dan larangan-larangan-Nya. Andaikata perkara-perkara
ini tidak mengandung hikmah, maslahat, tujuan yang diinginkan,
dan kesudahan baik, yang bisa menjadi obyek perenungan, tentu
tidak ada artinya merenungkan (perintah dan iarangan-Nya tadi).

Akan tetapi, Ailah mengajak manusia untuk berpikir dan


merenung, agar Ia memperlihatkan hikmah-Nya nan sempurna
kepada mereka, juga untuk menampakkan tujuan dan maslahat-
maslahat mulia, yangmengharuskan siapap un yangmengetahuinya,
untuk mengakui bahwa Al-Qur'an diturunkan dariZat Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Dan sungguh di balik penciptaan dan perintah Allah, pasti


terdapat banyak hikmah dan maslahat yang dituju. Juga terdapat
maksud-maksud mulia yang diakui fitrah dan akal sehat. Siapapun
memiliki fitrah yang lurus, tentu tidak akan mengingkari hal itu.

Allah,,ie menyebutkan dua nama ini saat mengisyaratkan

6t Berdasarkan riwayat Muslim dari lbnu Abbas<:.); bahwa Nabi Allah g;


berdoa ketika tertimpa kesusahan,

-,1 arr {1 11 I ,-5jr ;-.jr .-, or jl ir ! .-u' ,,g-lr orr {1 . I


-Fr ;! -)r;P)::;t -723.il3L--lJl
"riada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain Allah Yang
Maha Agung lagi Maha Penyantun, tiada ilah iyang berhak diibadahi dengan
sebenarnya) selain Allah Rabb Pemilik'Arsy yang ogung, tiada ilah (yang
berhak diibadahi dengan sebenarnya) seloin Allah Rabb Penguasa langit,
bumi, dan Rabb Pemilik'Arsy yang mulio." Hadits nomor 273 (lv/zo9).

.Ot ) $,arah Al-@woaid At' l{uts!___<


asal penciptaan dan pensyariatan, serava mengingatkan bahwa
keduanya bersum'ber cran hikmah Vang jelas, disertai iimu yang
meliputi segala sesuatu secara sempurna. sebagaimana hrman-
\r--^.
r\ yd,

. .a it t
-
;-rJ J', !)i,-.il .*tYF
" -J, -G -+U
"Dan sesungguhnya engkau (Uut o**od) benar-benar telah diberi
Al-Qur'an dari sisi (Allah) Yang Mahabiiaksana, Maha Mengetahui'"
(QS. An-Naml : 6)

Dan firman-N;ta;

* a.5;ir 4lr .lr ../ -lu(ll ,-l::'


"Kitab (Al-Qur'an) ini diturunkan oleh Allah Yang Mahamulia,
Mahabijaksana." (QS. Az-Zamar zt)

Daiam ayat ini, Ailah menyebut a!-izzah (keperkasaan) yang


mencakup makna kekuasaan dan kewenangan secara sempurna,
dan juga hikmah yang mencakup makna pujian dan ilmu yang
sempurna.

Juga firman-N'ua;

' ) . J,

;y ir:i, i
.JiJ

Yr( u--s u- tV 4_ii r_.it;u ;JrLJli. .-lr6liF


;.vi
"Adapun crang laki-laki tnauPun perempuan yang mencuri,
potonglah tangiln keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang
mereka lakukan rtan s eb agai siksaan dari Allah. D an Allah Mahap erkasa,
Mahabijaksana." (QS. AI-Ma' idah : 38)

Seorang Arab badui mendengar ada seseorang membaca ayat


diatas, (kemudian menutup dengan); (e--r s-* 'iri3;. Artinya,
'Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang', lalu ia berkata,
'ltu bukan kalam Aliah.' Seseorang menimpali, Apakah kau
mendustakan Al-Qur an?' Badui itu menjawab, 'Tidak, tapi dia
(pembaca) tidak membacakannya dengan baik.' Si pembaca
kemudian membetulkan kesaiahannya lalu membaca; (i;c ^iri,

i . Kaidah-koidahkrkait Nama-nama Allah .o,


#-). Artinya,' Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksan,' , sibadui pun
berujar, 'Iya, kau benar."'

Jika Anda menghayati bagian akhir ayat-ayat Al-eur'an yang


menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah; Anda akan mendapati
bahwa ayat-ayat tersebut diakhiri dengan menyebut sifat yang
sesuai dengan konteks persoalan, hingga seakan ayat-ayattersebut
(sendirilah yang) menunjukkan makna (nama-nama Allah yang
sesuai konteks tadi) serta menyebutkan kelazimannya" Contoh;

e i,!Ji ,-;)t c-:i ey A r*. olj ljr-' ^+u


: - - ;jjij
I ".
iro
"Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka
adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampu"ni mereka,
sesungguhny a Engkaulah Yang M ahap erkas a, M ahabi.i aksana.', (eS,
AI-Ma'idah: 118).

Maksudnya, ampunan-Mu untuk mereka bersumber dari


kemahaperkasaan, dan kekuasaan yang sempurna. Bukan ampunan
yang bersumber dari kelemahan dan ketidaktahuan.

Demikian pula firman-Nya;

t5J;'t ilt rY +!
"Demikianlah ketetapan (Allah) yang Mahaperkasa, Maha
F

Mengetahur." (QS. Yasin : 38. Fushilat : 12. Az-Zul<hruf : g).

Firman ini disebutkan daiam beberapa tempat, yakni setelah


Allah menyebutkan benda-benda iangit, termasuk munculnya
cahaya subuh, menjadikan malam sebagai ketenangan, peredaran
matahari dan buian berdasarkan perhitungan cerrr.dl yang tidak
saiing melampaui satu sama iain, me,ghiasi langit dunia dengan
bintang-bintang cian menjaganya, dan Aiiah mengararkan bahwa
ketentuan teiiti, penuh hikmah, dan serr,purna :r.l cers,:mber
"vang
dari keperkasaan cian iimu-Nya, dan bukan s Liatu .1.:l,.trrian yang
rnernbuat peiakunlrl tidah berhak uritui,. lipu;1, :jrrDagaimana
iazirnnva perkara-perkara yang terjadi se.aya ilebelr:r;r:r.

Contoh iain; Allah menutup di akhir serian kisari nara nabi dan
umat-umat mereka dalam surah Asy-Syu'ara' {engan iirman_Nya;

.o,
t e!' ilt'A =x' tSY
"Dan sungguh, Tuhanmu Dialah Yang Mahaperkasa, Maha
Penyayang." (QS. Asy-Syu'ara': 91 68, 104, L22ra4O' 159' 175,
ler-).

Sesungguhnya keputusan yangAllah berikan kepada para rasul-


Nya, para pengikut mereka, dan juga keputusan yang Ia berikan
kepada para rn!.rsuh mereka; sernuanya besumber dari keperkasaan
dan rahmat. AJiah Inenganugerahkan rahmat di tempatnya yang
tepat, menyiksa rrusuh-musuh-Nya dengan keperkasaan-Nya,
menyelamatkan rasul-rasul-Nya dan para pengikut mereka dengan
rahmat dan hikmah-Nya, yang setiap hal tadi rnerupakan skenario
yarlg memang ingirr drcapai, yang menunjukkan sesempurnanya
perbuatan, dan bukan terjadi secara kebetulan belaka"

Allah;s. mengabarkan bahwa hukum-Nya adalah hukum


terbaik, dan ketentuan-Nya adalah ketentuan terbaik, yang
seandainya tidak sesuai dengan hikmah dan maslahat yang
dimaksurikan, tentu hukum dan ketentuan-Nya tidak sebaik itu.
Andaikata keindahan (hukum dan ketentuan-Nya) hanya karena
ia merupakan sesuatu yang telah diketahui dan ditakdirkan,
sebagaimana yartg dinyatakan oleh kelompok yang menafikan
(hikmah), maka apa bedanya ia dengan selain-Nya?. Sungguh, Allah
itu mengetahui segala sesuatu, Mahakuasa atas segala sesuatu,
sehingga setiap hai yang telah diketahui ataupun ditakdirkan,
maka itu merupakan sebaik-baik hukum dan sebaik-baik (hikmah)
ketentuan.

Pernyataan (mereka) sungguh sangat bertentangan dengan


firman Allah se;

r.,jr..- lrl_"5;it,t;1 fi j-il"bq &\f


"Apakah hukun' iahiiiah yang mereka kehendaki? (Hukum)
siapakah yanglebih baik daripada (hu.kum) Allah bagi orang-orangyang
meyakini (agamanya)?." (QS. Al-Ma'idah : 5O)

Allah;g juga berfirman;

I . Kai<iah-kaidahTerkait I'Jama-nama Allah .o,


"Dan siapakah yang lebih baik agamanya 'iaripada crang yang
dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, seiiang dia mengeriakan
kebiikan, d an me n gikuti a gam a Ib r ahim y an g lur u s ?" ( QS . An- Nisa' :
12s).

Karena itulah tidak mungkin Allah memiliirkan (syariat) agama


untuk mereka selain islam dan meridhainya. Sebagaimana tidak
mungkin bagi-Nya memiliki aib ataupun berbuat zaiim'

Allah ^. berfirman;

"Dansiapakahyangtebihbaikperkataannyadaripadaorang
yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebaiikan dan berkata,
',Suigguh',
aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?"
(QS. Fushshilat:33)

Ailah *l berfirman;

, o:j:'J i:;*;
,,Lalu
Kami tentukan (bentuknya), maka iKamilah) sebaik-baik
":i
y ang menentukan." (qS. Al-Mursalat : 23)

Allah;s berfirrnan;

\Jy*iL;-Jl ;;:'r.lr i:1;$ F


"M ah asuci Allah, P encipta y ang p aiing baift ( QS' A1- Mu' sninun
:14) "'

Tidak ada yang iebih baik dari ketentuan dan ciptaan-Nya,


karena semua itu berlaku sesuai hikmah, rahmat, dan ilmu-Nya.
Aliah rle berfirman;

.o, Syaruh Al-@waaid Al- Mutsla }----


q. e'ruc ,t o--)t F q j; \1 y
"Tidak akan kamu lthat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan
Tuhan Yang Maha Pengasih." (QS. AI-MulIt : 3)

Andaikan penciptaan tadi tidak berjalan dengan sangat


sempurna dan t,aik, tidak sesuai ciengan tujuan-tujuan terpuji, dan
hikmah-hikman yan6l cimaksudkan, tentu tidak ada keseimbangan
dalam setiap penciptaan; atau jika (yang dirnaksudkan) bahwa
keseimbangan iersebu; hanya kebetuian semata, yang Penciptanya
tidak berhak untuk dipuji, karena ha1 tadi bukan kehendak ataupun
keinginan-Nya, tentu iratr ini mustahil.

Hayatilah hikmah Al-Qur'an yang menyebut lafal; 'As-Sami'


Al-'Alim' (l\4aha Mendengar, Maha Mengetahui),62 ciaiam surah
Al-Araf cian Ha Mim As-Sajdah, sebagai isti'adzah atau memohon
perlindungan dari setan yang kita iimui keberadaannya, namun
tidak pernah kita lihat.

Sedangkan memohon periindungan, dari kejahatan


setan manusia yang dapat kita lihat dengan mata kepaia kita,
menggunakan lafal; As-Sami' Al-Bashir (Maha Mendengar, Maha
Melihat), seperti disebutkan dalam surah Ha' Mim Al-Mu'min,
Allah:e- berfirman;

"Se sun g guh ny a o rc n g- o r an g y an g memp erdeb atkan ay at- ay at Allah

6> Allah ig berf irman;

,* :*; u,. i;" 1.,;',-=Jr 3' Ji;;1G\'t


"Dan jika setan ciatang menggodamu, maka berlindunglah kepoda Allah.
Sttngguit, Di.t Mana ,,lenaengar, Maha Mengetohui." (QS. Al-A'raf : zoo).

Allah .: iug." berfirnan;

" ".-t::* ^jl.r,U


i;U i; rU;l Jip-G!1.
",
"Dan jika setan mertgganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah
perlindungar, kepoda Alloh. Sungguh, Dialah Yang Maho Mendengar, Maho
Mengetahui." (QS. Fushshilat: 36)

------*---------{ I Kaid ch-kaidoh Terkait liamo-nomo Alloh .o


tanpa alasan (bukti) yang sampai kepada merekq", zlang ada dalam daaa
mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang tidok akan mereka
capai, maka mintalah periindungan kepada Aliah. Sunqguh, Dia Nfaha
Mendengar, MahaMelihat." (QS. Ghafir : 56i.

Yakni karena perbuatan setan manusia dapat dilihat dengan


mata. Lain halnya dengan godaan setan (da:'i banesa jin), dimana
perasaan waswas, lintasan pikiran, dimasukkan setan melaiui hati.
(dan hal ini) berkaitan dengan ilmu, sehingga Ailah memerintahkan
(hamba-Nya) untuk berlindune kepada ZatYangMaha Mendengar,
Maha Mengetahui. Sementara pada perkara-peri ara vang bisa
dilihat dan kasat mata, maka Aliah rnemerintahkan (hamba-Nya)
untuk memohon periindungan kepada Zat t7 ang it",Ia lra M endengar,
llaha Melihat.

Sebagaimana pula Al-Qur'an juga biasa mendatangkan uslub


ancaman dan peringatan kepada para mukhatab (lawan bicara),
dengan menyebutkan sifat-sifat Ailah yang mencakup peringatan
dan sifat yang melazimkan keistiqamahan.

Seperti firman-Nya;

4.;5; ;-"A\ ti t;t;u .>{]l .5;'i" t r,t ;i .llrF


"Tetapi jika kamu tergel"incir setelah bukti-bukti yang "r,
nyata sampai kepadamu, ketahuilah baltwa Allah llattaperkasa,
Mahabij aksana." (QS. Al-Baqarah : 209).

Dan firman-Nyr;

)t/. : .j
'r1* all .l|Sj ;F\lj-' ;Jl *,1, 4rrr

{. t,4.
"B dunia n t aka ke :ahuilah b ahw a
ar an gsiap a m engh endaki p ahala di
di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah l,[uha I'fiendengar,
Maha Melihat." (QS. An-Nisa' :L34)

Al-Qur'an banyak menyebutkan uslub-uslub ,eerupa. Dalam


konteks ayat ini maka maknanya ialah; 'Aku (Allair) mendengar
perlakuan kaummu terhadapmu (hai Nluhammaci). dan sikap

.o, Syarah A1-Qov,oaid ,41- l'lut,la c---*.*


mereka dalarn menanggapi risalah-risaiah-Ku, dan Aku juga melihat
apa yang mereka iakukan."

Tidak rtrisangsikan lagi bahwa orang-oran g y angsampai kepada


mereka risaiah, terbagi menjadi dua kelornpok. Kelompok pertama;
mereka yang rnenangigapi risaiah nabi dengan mengatakan, "Kau
benar,"lalusetrlahitu :nerekamengamalkanpetunjuknya. Kei-ompok
kedua; mereka yang merianggapi risalah nabi dengan pendustaan,
kernudian meveka mr,iakukan perbuatan yang kontradiktif dengan
petunjuknya ,)::ang-rirang ini, tingkai (pemahaman) mereka secara
pencieagaran i:bih ti,rggi, daripada tingkat (pemahaman) rnereka
secara pengiii,: lan, s -'hingga,A.llah ;., mengedepankan (perkataan
Maha Menier gar'S ya:rg terkait dengannya, dari (perkataan Maha
Iv4 eiiiiat) yaiig rer:ka.i t iengan pengiihatan.

@ Fengganciengan nama Al-Wasi' (Maha Luas) dan Al-'Alinr


(Maha Mengetahui)

Aliah:u berfirman;

y # -!u :- Jjj + JEJ; ,|j .=/ f+i-*i j:4.rfl -t:F


I j'- t"-,.
, .* Ltl +lt, ;'*. I -;eU:- aii i; 4V {"
- . " - ]. -i,,

"Ferumpar,:q.an or ang yang menginfakkan hartanya di ialan Allah


seperti sebutir bili ya.ng menumbuhkan tuiuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biii. Allah melipatgandakan bagi siapa yang
Dia kehendaki. dan Atiah Mahaluas, Maha Mengetahur." (QS. Al-
Baqarah: 261)

Ayat ini <irrutup dengan dua nama di antara nama-nama Allah


yang indah,,vang ses,:ai dengan konteks ayat, yaitu nama; Al-Wasi'
(Maha Luar) ian A!'Aiirn (Maha futengetahui), sehingga seorang
hamba tidak akan inevasa aneh dengan peiipatan pahala yang
begitu besar rni, serta tidak merasa sempit hatinya, karcna Zat
Yang Meiipatqandakan pahaia adalah Zal Maha Luas pemberian-
Nya, lr{aha l-iias kekayaan-Nya, dan Maha Luas karunia-Nya.

Namur: aernikian jangan dikira bahwa luasnya pemberian


Ailah mengharuskan pelipatan ganjaran tersebut akan didapatkan
oleh setiap o]-ang 1,ang berinfak, karena Allah Maha Mengetahui

:---*-< .\- .-=--


), . Kcidah-kaidehTerkaitlriama-namaAllah ( .o,
siapakah yang pantas mendapatkan baiasan dari peiipatan tersebut,
Can siapa yang tidak iayak rnendapatkannva, sebab kemuiraan dan
kedermawanan-Nya tidakiah berseberangan dengan hlkmah-Nya.
Akan tetapi, Ia rneletakkan karunia-Nya di tempat yang sesuai,
berdasarkan keiapangan dan keluasan ranmat-i.lrr;r. Dan Dia
menahan (karunia-Nya) bagi i.aereka vang nremanrz ridak pantas
untuk mendapatkannya, hal ini sesuai hikniali dan i,rnu-lJya.

@ Fenggandengan nama Al-Ghani (&laha Kaya) dan


AL-I{ alilrr. (Maha Penyantun}
Allah;€ berfirrnan:

t rf }, i,-" ::i t"+ a;r*e i >i'r* r;r* i-*F


"Perkataan yang baik dan pem'*erian macf lebih baik daripada
sedekah yang diiringi tindakan yarigmenyakiti. A.llah Mahakaya, Llaha
Penyantun." (QS. Al-Baqarah : 263).

Ayat ini ditutup dengan dua sifatyangsesuai ciengan kandungan


ayat; "Allah Ma"hakaya, Maha Penyantun""

Ada dua rnakna dalam penggandengan dr-a narna ini :

Pertarnal A1lah Maha Kaya, tidak membutuhkan kalian.


Sedekah kalian sedikit pun lidak memberikan manfaat apapun
bagi-Nya. Justru kalianiah yang mendapatkan bagian sernpurna
dari sedekah yang kalian berikan, manfaatnva pun kembali pada
kalian sendiri, bukan kepadaaliah .r- . Lantas hagainrana bisa orang
mengungkit-ungkit infak yang ia berikan, dan menyakiti hati orang
yang diberi, padahal Allah sama sekali tida.< membuiuhkannya,
juga tidak membutuhkan ihwal selainnya. Meski dernikian, Ia Maha
Penyantun, karena tidak menvegerakan hukuman bagi orungyang
mengungkit-ungkit sedekahnya. Konteks iri juga mengandung
ancaman dan peringatan keras.

Kedua; sesungguhnya Aliah il* Maha (aya secara mutlak


dari segala sisi, Ia juga menyandang sifat sa.ntun, rnengampuni,
dan memaafkan kesalahan. Bersama dengan itu Dra juga Maha
Luas pemberian-Nya, Maha menyeluruh karunia-lrTya. Lantas
bagaimana bisa seorang di antara kalian menyakiti hati orang yang

.o, F-----_
ia beri sedekah dengan mengungkit-ungkitnya, padahai yang ia
berikan itu hanyalah sedikit, dan ia juga memerlukan R.abbnya.

Dengan kesempurnaan sifat Aliah Yang Maha Kaya, maka


mustahil jika Allah memerlukan anak, istri, sekutu, dan penolong.
Karena keagungan <ian ketinggian-Nya vang sempurna, hingga
kursi-Nya pun meiiputi seluruh langit dan bumi. Bumi dan seluruh
langit tidak kuasa memuat Kursi-Nya. Seluruh makhluk-Nya tidak
dapat meliputi-Nya, liarena Ia Maha Tinggi di atas segala sesuatu,
dan ia Maha Melipuli segaia sesuatu. Kalimat-kalimat-Nya tidak
pernah habis ataupun berubah. Andaikan satu lautan dijadikan
tinta, kemudian ditambah lagi tujuh iautan setelahnya, dan seluruh
pepohonan bumi dijadikan pena, iantas semua tinta dan pena
tersebut digunakan untuk menuiis kaiimat-kalimat Allah, tentu
tinta dan pena tersebut akan habis, sementara kalimat-kalirnat
Allah tidak akan habis, karena kalimat-kalimat-Nya bukanlah
makhluk."63

63 Asma'ultohil Husna,lmam lbnul Qayyim, hal: 296-3ot. Dikumpulkan dan


disusun oleh; Yusuf Ali dan Aiman Abdurrazzaq.

*-----------------{ i . Kaidah-kaidahTerkait Nama-nama Allah .o,


V[:?.:6"J.1Y,.
tggvr!2S
_.'vl
6q Kaidah ini menielaskan bahwa asma'Allah menunjukkan nama dan sifat
sekaligus. Berbeda dengan nama manusia, vang hanya sebatas nama
saja. Karena itulah ad-Darimi berkata dalam bantahannya terhadap Bisyr
ai-Muraisi (llt6z), "Kadang seseorang bernama Hakim (yang berarti
orang biiak), tapi ternyata bodoh. Kadang bernama Hakam (yang berarti
orang adil), tapi ternyata zalim. Kadang bernama Aziz (yang berarti
orang mulia), tapi ternyata hina. Bernama K.arim (yang berarti orang
mulia), tapi ternyata terceia. Bernama 5aleh (yang berarti crang baik),
tapi ternyata jahat. Bernama Sa'id (yang berarti orang bahagia), tapi
nyatanya celaka. Bernama Mahmud (yang berarti crang terpuji), tapi
ternyata tercela. Bernama Habib (yang berarti orang ,/ang dicintai), tapi
ternyata oibenci. Ada juga yang bernama /rsad (yang berarti singa),
Himar (yang berarti keiedai), Kalb (yang berarti anjing), Kulaib (yang
berarti anjing kecil), Hirr (yang berarti kucing), Hanzhalah (yang berarti
iabu pahit), Alqamah (yang berarii buah pahit). dan semacamn,va, namun
ternyata personnya tidak seperti namanya."
Daiam konteks ini, ada dua hal yang mirip dengan nama-nama Allah :
Pertama; nama-nama Nabi,gt1, karena nama-nama beliau bukan sekedar
nama semaia, tapi iuga sifat. Terkait hal ini" silahkan baca Syarh Syifa
al-Qadhi lvadh, kary a M ulla Ai i Qari (i1485, 514), Nosimu r Riltadh Syarh Syif a
Al-Qcdhi lyadh, karya al-Khafali (ll/38o, 392), al-Mowahib al-Laduniyyoh,
al-Qashthalani (ll/to) dan syarahnya, karya az-Zarqani (lll/rz), Subului
Huda wor Rasyad, ash-Shalihi (li+oo).
lbnul Qayyim menyatakan dalarn Zadul Ma'ad (1i85) tentang narna-nama
Nabigl, "Nama-nama beliau adalah sifat, bukan sekedar nama semata.
Tapi nama yang diambilkan dari sifat-sifat yang ada pada diri beliau, yang
melazimkan pu!ian dan sifat kesempurnaan bagi beiiau." Selesai nukilan.
Az-Zarqani menyatakan dalam Sycrhul Mowcnib (lttir3) tentang nama-
nama Nabid:; semua nama-narna Nabig: menunlukkan makna-makna
mulia. Karena itu lbnul Qavyim mengatakan, lah\ /a Muhammad adalah
nama dan sifat bagi beliau, sedangkan bagi sclain beiiau, hanya sebatas
penamaan sa,!a. Ini sama seperti nan:a-nana Allah; nama-narna-Nya
menun!ukkan makna pulian, sehingga tidak acra kontradiksi antara nama
dan sifat.
Karena nama merupakan cermin yang membiaskan :ifat, maka hikmah
melazimkan adanya korelasi antara keduanya, sehingga keduanya tidak
disebut sebagai dua hal yang ajnabi, tidak saling berkaitan satu sama
lain. Dan sungguh, hikmah A!-Hakim (Zat Yang l,4aha Brjaksana) tidak bisa
menerima hal itu. Kenyataan justru menun'ukkan sebaliknya. Bahwa

.o, Syarah A1-@waaid A1- l4utsla


$ Asrma" &Eah ue rnenunjukhan Nama6s dan Sifat66

(Asma' Atlah adaiah) a'lam (atribut yang menunjukkan Zat),


jika dilihat <i.ar:i fungsinya yang menunjukkan Zat (A11ah).6? Dan
aushaf (sifat), jika dilihat dari makna yang terkandung di dalamnya.

Dalam konteks prertama6s natna-nama (Allah) bermakna


mutaradifah,6e karena menunjukkan satu peyandang nama, yaitu

= nama niemiliki pengaruh terhaiiap si penyandang nama. Dan


penyandanl, nama terpengaruh den6ian namanya, apakah itu dalam hal
kebaikan, keburukan, sifat kasar, keramahan, ataupun kelembutan,
sebagaimana yang cjiungkapkan dalam bait syair;
Katakanlah, "Jika ke<1ua mstamu melihat sesuatu yang memiliki iulukan
Pikiranmu pasti terttlu pada mokna juiukan itu"
Kedua; narra-nama Al-Quian. Terkari hal ini silahkan merujuk pada;
al-Burhan, az-Zarkasyi (Uzli, al-ltqan, as-suyuti (UtSg), at-Tibyan, Thahir
al-Jazairi, hai. r55 cetakan yang diteliti oleh Syaikh Abu Chudah,
at-Tadmuriy';h, Syaikhul lslam, beserta syarahnya, karya Falih Ali Mahdi,
hal. zz6.

65 iAlam (bahasa Arab, nama) adalah atribut yang menuniukkan sesuatu


yang disebui secara mutiak, meski tanpa indikator lainnya. Ibnu Malik
berkata;
Isim itu nenenttikan sesuatu yang disebut secora mutlak
Seperti; Ja'far dcn Khirinqa

66 Makna sifat, dan perbedaan antara sifat dan nama akan diielaskan dalam
keterangan tambahan selanjutnya.

67 Zat memilikr beberapa makna, seperti yang akan kami sebutkan dalam
keterangan iambahan selaniutnya. Dan, Zat yang dimaksud disini adalah
sesuatu yang berdiri sendiri.

68 Yakni daianr konteks penunjukkannya terhadap Zat AIIah, maka ia


bermakna satu. Karena nama Al-Alim sepadan penggunaannya dengan
As-Sami', As-Sami' sepadan penggunaannya dengan Al-Bashir, dan
begitu seterLisnya, tjimana semua nama-nama ini menuniukkan satu Zat
penyandang nama, yaitu Allah:e.

69 Mutaradiiah {sematam sinonim atau alias) ialah ungkapan kata yang


banyak, yang menLrnjukkan satu makna yang sama, contoh; osad dan
iaits yang artinya singa, qamh, burr, dan hinthah yang berarti gandum,
dan contoh-contoh :ainnya. Lihat; SyarhTanqihul Fushul, al-Qarafi, hal:3t,
Syarhul Minitaj, al-;arbardi (l/3o6), Syarh Mukhtashar lbnul Hajib, al-
Ashfahani (r|lil.

___< \--
) l Kaida;.t-kaidah Tbrkait ll ama-nama Allah ( .o,
Allah p. Sementara dalam konteks yang kedua,7o nama-nama
Allah bermakna mutabayinah (berbeda satu sama lain),71 karena
masing-masing nama Allah menunjukkan makna khusus. Contoh;
Al-Hayyu (Maha Hidup), Al-'Alim (Maha Mengetahui),
Al-Qadir (Maha Kuasa), As-Sami' (Maha Mendengar), Al-Bashir
(Maha Melihat), Ar-Rahman (Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha
Penyayang), N-Aziz (Maha Perkasa), Al-Hakim (Maha Bijaksana);
semua ini adalah nama-nama (mutaradifahl yang menunjukkan
satu penyandang nama, yaitu Allahii,e. Namun, makna Al-Hayyu
berbeda dengan makna Al-Alirn; makna A1-Alim berbeda dengan
makna nama Al-Qadir, dan seterusnya.T2

7o Yakni dalam konteks penunjukkannya terhadap sifat vang terkandung di


dalam nama, maka ia menuniukkan makna yang berbecia. Karena makna
os-samo' (pendengaran) berbeda dengan makna al-bashar (penglihatan).
Sebagaimana yang dikatakan dalam Maraqi osh-Shu'ud;
Ketika kata dan makna berbeda-beda
Moka keduanya tidak soma, seperti kata raoha dan ightadao
Liha! sydrh al-Walati 'olal Maraqi, hal: 24, Syarh an-Nuniyyoh, lbnu lsa
(ttlzsz).

71 Tabayun adalah perbedaan antara lafal berdasarkan perbedaan makna,


contoh; hadid (besi), kitob (buku), somo'(langit), saif (pedang).
Liha! ToudhihulManthiq, al-Madluh, hal: 3o.
Disebutkan dalam Syorh al-Walati hal: z6;
Lain halnya dengan kata-kata yang nampak untuk satu jenis
Seperti kata burr (gandum) dan qamh (gondum), yang merupokon
muradif
)uga tidak termasuk dalam pengertian ini adaloh kata serupa yang
dimaksudkan untuk
Keterangan tambahon, seperti kata soif (pedong) dan kata muhonnad
(pedang buotan lndia)

72 lmam lbnul Qayyim berkata dalam al-Asma'ul Husna yang dihimpun oleh
Yusuf bin Ali, hal: 255,'tPara ulama berbeda pendapat terkait nama-nama
Allah; apakah (nama-nama tersebut) dikatakan mutabayyinoh (berbeda-
beda) sesuai dengan perbedaan makna, dan bahwa setiap nama
menunjukkan makna yang berbeda dari rnakna yang ditunjukkan oleh
nama lainnya, ataukah nama-nama-Nya dikatakan mutoradifoh (saling
mewakili satu sama lain) karena ia rnenunjukkan Zat yang satu, maka
madlul(penunjukkan makna untuk mengisyaratkan Zat) dari nama-nama
tersebut adalah satu tidak ada yang lain, seperti halnya katamutaradifah
(yang memiliki banyak persamaan kata) yang lain?. Perbedaan ini hanya
bersifat lafzi (yakni secara esensi tidak ada perbedaan)."
Kesimpulannya bahwa; nama-nama Allah adalah mutaradifah (saling
mewakili) jika mengacu kepada Zat, dan mutabayinah (berbeda
maknanya) iika mengacu pada sifat (yang terkandung dalam nama).

.o, Syarah ,AL-@woaid Al- ,Mursla O-*"-*--


Kami katakan bahwa asma'A1lah (menunjukkan) nama-nama
(atribut), dan sifat-sifat (yang terkandung di dalamnya sekaligus),
karena demikjaniah i$/arat yang ditunjukkan di dalam Al-Qur'an,73
seperti disebu:.kan dalam firman-Nya;

{ €tt't-rAt';3 b
"laMaha tengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Ahqaf : 8)

Dan firman-Ny";

, L., ar,
W-t ... da> Jl

"Dan Tuhanmu Maha Pengampun, memiliki kasih sayang." (QS.


AI-Kahfi: 58)7a

= Setiap nar:a di antara nama-nama Allah, pasti menunjukkan Zat (Allah),


dan menunjukkan ;ifat yang terkandung di dalam nama tadi secara
dilalah mutabaqah, dan mengisyaratkan salah satu dari penunjukkan tadi
dengan ditaloh tadhamun, serta menunjukkan makna di luar itu dengan
dilalah iltizarn. Lihal at-Tadammuriyah, Syaikhul lslam Ibnu Taimiyah, dan
syarahnya, karya Farih Alu Mahdi, hal: zz6.

73 Penulis menyebutkan sejumlah dalii bersumber dari Al-Qur'an, ijma'


(konsensus) ahli gramatika Arab, dan urf (konvensi), bahwa nama-nama
Allah adaiai-; nama ean sifat. Permasalahan ini akan dijelaskan lebih iauh
di bagian penielasan tambahan.
Lihaq Tdmhidui Awa il, al-Baqilani, hal: 228, Tabshirul Adillah fi Ushuliddin,
Abul Mu'in an-Nasaf i (llzot-zo9).

74 Daiil dar-i ry'at ini adalah firman-Nya; (i"-r1 y!). Para mufassir
menyebutkan bahwa makna kata ini adalah Pemilik rahmat, maksudnya
Rabb yang disifat dengan sifat tersebut. Dengan demikian ada
(.=1t; dan (i^;t 3i) untuk meneguhkan penetapan
perbedaan ,rntara
sifat Aliah"
Al-Alusi berRata dalam iafsirnya (XV/3o5), "Lafal (a*]t yi) lebih fasih dari
lafal Ar-F,anman cian Ar-Rahir-n, meski kedua kata tersebut jika
digabungkan, lebih fasih maknanya dari kata 1a^;t _ei). Karena itulah
gabungan lafal Ar-Rahman dan Ar-Rahim hanya disebut dalam basmalah
safa. Siapa pun yang bersikap adil, tentu tidak ragu bahwa kalimat, "Fulan
dzu al-ilmi (oemilik ilmu)," lebih fasih dari kalimat, "Fulan aliim (orang
yang berilmu,,t." Baht<an juga kalimat, "Fulan al-alim (si orang yang tahu),"
karena kata oertanra, "Fulan dzu al-ilmi (pemilik ilmu)," menunjukkan
bahwa ia memiiiki e:,ensi ilmu. Berbeda dengan dua kalimat setelahnya."

*-**----e )/\ I liaiddh-kaidahTerkait'l,lama-namaAllah ( .o


Ayat kedua menunjukkan bahwa Ar-Rahim adalah Zat yang
menyandang sifat rahmat. Juga berdasarkan ijma' ahli bahasa dan
urf (konvensi), bahwa kata 'aiimhanya disebut untuk orang yang
rnemiliki ilmu, sarni' hanya disebut untuk orang yang memiiiki
pendengaran, dan bashir hanya disebut untuk orans vang memiliki
penglihatan. Ini sudah jelas, sehingga tidak merntrutuhkan dalil
apapun.Ts

Dengan demikian, menjadi jelaslah kesesatan kelompok yang


rnenafikan nama-nama Allah ts dari makna yang terkandung di
dalamnya, seperti ahli ta'thil.76 Mereka mengatakan bahwa Ailah
lig Maha Mendengar tanpa (adanya sifat) pendenqaran, Maha

= Cenerasi kontemporer menakwilkan rahmat dengan makna memberi


nikmat atau keinginan untuk memberikan nikmat. Lihat; tafsir ar-Razi
(XX l/t zt), dan H asy iy at a sy -Sy ih ab' al a I Ba i dh awi (V l/r g 8).

75 Benar seperti yang dikatakan penulis. An-Nasafi dalam at-Tabshirah


menielaskan hal ini secara terperinci.
Dalam Maraqis 5u'ud disebutkan;
Tanpa sifat, tidak terambil darinyo isim musytaq
Amat jouh Mu'tozilah dari al-haq
Yakni jika sebuah zat (materi) tidak disifati dengan mashdar (baca: asal
kata daiam bahasa Arab), maka zat tersebut b,ukanlah musytoq (baca:
turunan) dari moshdor tadi.
Contoh; tidak boleh menyebut adh-dharib (pemukul) bagi orang yang
sama sekali tidak melakukan aksi pemukulan, tidak boleh menyifati
seseorang dengan ol-aswad (hitam) bagi orang 1,ang tidak berkulit hitam.
Tidak seperti pendapat Mu'tazilah yang rnembolehkan hal tersebut,
kendati dzat tidak memiliki sifat mashdar sekali pun. Lihat; Natsrul
Wurud, asy-Syinqithi (lltzg), Aoawil ats-Tsiqot, Syaikh tu1ar'a ai-Karmi,
hal:.27.

16 Dari kalangan Mu'tazilah, filosof, dan lainnya yang menafikan sifat-sifat


Allah.
Io'thil menurut bahasa artinya menuangkan atau mengosongkan.
Sedangkan menurut istilah adaiah mengingkari narna-nama dan sifat-
sifat yang wajib bagi Allah, atau mengingkari sebagi*n di antaranya.
Ta'thil ada dua macaml
Pertamal ta'thil kulliv (rnenaf ikan secara totalitas), seperti ta,thil
kelompok Jahmiyah yang mengingkari sifai-sifat Allah, dan bahkan
kalangan ekstrim diantara mereka, iuga menginqkari nama-nama Allah.
Kedua; ta'thil juz'i, (menafikan sebagian) seperti to'thil kelompok
Asy'ariyah yang mengingkari sebagian sifat-sifat Allah. Orang pertama
yang dikenal menafikan sifat-sifat Allah dari kalangan umat ini adalah
Ja'ad bin Dirham.

.@, Svarah ,41- id Al- ,Mutila


Melihat tanpa (adan,,a sifat) penglihatan, Maha Perkasa tanpa
7
(adanya sifat) kep erkasaan, dan seteru sny a.'

Alasan mereka; penetapan sifat-sifat tersebut melazimkan


banyaknya zat yang disifati.T8 Alasan seperti ini rapuh bahkan

11 tulayoritas ftllu'taziiah berpendapat bahwa Allah Maha Mengetahui


clengan Zat, bukan dengan ilmu yang melebihi Zat-Nya' Mereka
mengatakan bahwa Allah Maha Mengetahui, tanpa adanya sifat
pengetahuair; Maha Mendengar tanpa adanya sifat pendengaran;
karena jika mereka terang-terangan mengatakan bahwa Allah tidak
Maha Mengetahui, maka tentu kaum muslimin akan mengkafirkan
mereka. Demikianlair pendapat mereka terkait sifat-sifat lainnya. Mereka
ini menetapKan nama akan tetapi meniadakan sifat, seperti yang akan
diielaskan daiam kaidah ketiga selaniutnya.
Abu Hudzaii al-',Allaf rerpendapat bahwa Allah Maha Mengetahui dengan
ilmu, dan ilnru-Nya adaiah Zat-Nya. Allah Maha Kuasa dengan kekuasaan,
dan kekuasaan adalah Zat-Nya. Maha Maha Hidup dengan kehidupan,
dan kehidupan-Nya adaiah Zat-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam
al-Milal, asy-Syihristani (ll5o). Al-Asy'ari dalam al-Maqalat {llz6) menukil
dari Abu HrLdzail, ia berkata, "Allah memiliki ilmu dan ilmu-Nya adalah
Dia. AIlah memiliki kekuasaan dan kuasa-Nya adalah Dia. Allah memiliki
hidup dan kehidupan-Nya adalah Dia. Allah memiliki pendengaran dan
pendengaran-Nya adalah Dia," demikianlah mazhabnya dalam sifat-sifat
Zat AIlah yang lain" seperti disebutkan asy-syihristani dalam al-Milal
(t/so).
Perbedaan antara mereka yang menyatakan, "Allah Maha Mengetahui
dengan Zat-Nya, bukan dengan ilmu," dan mereka yang menyatakan,
"Aliah Maha Mengetahui dengan ilmu, dan ilmu-Nya adaiah Zat-Nya,"
yakni bahwa perkataan pertama menafikan sifat, sedangkan perkataan
kedua menetapkan Zat yang Zat itu sendiri merupakan sifat, atau
menetapkarr sifat yang sifat itu sendiri adalah Zat.
Ai-Juwani menyebutkan dalam al'lrsyad, hal: tot, bahwa perkataan Abu
Hudzail ini adalah salah satu aib, dan pemikirannya yang kontradiktif.
Adapun persoalan, apakah sifat merupakan tambahan zat, akan diulas
setelah membahas kaidah-kaidah nama-nama Allah, yakni ketika
membahas nama-nama Allah bukan makhluk.

t8 Karena itulah Washil bin Atha' menyatakan, sebagaimana disebutkan


dalam ol Milal w a n N thal, asy-syihrista n i (l/46), "Siapa menetapkan makna
(yangterkandung) sebagaisuatu sifat q adimah,maka ia telah menetapkan
adanya dua tuhan."
fi'llmil Kalam, hal: t9t,
Asy-Syihristani menukil dalam Nihayatul Aqdom
"sesungguhnya Mu'tazilah terpengaruh dengan para filsuf dalam
menafikan sifat-sifat Allah." Selesai nukilan.
Kata ai-qodim dimutlakkan (penggunaannya) untuk dua hal;
Pertamal sesuatu yang lebih dulu ada sebelum yang lain, sehingga
dikatakan untuk sesuatu yang kuno;hadza qadim.

.----_-.---..-.-- 1. Kaidan-kaidahTbrkait I'lama-nama Allah .o,


punah, karena d,ali7 sam'i" dan dalil aqii (akal), menunjukkan
batiinya alasan seperti ini.

DaIiI sarr'i; Allah menyifati diri-Nya dengan banyak sifat,


padahai Ia Maha Esa dan Tunggal. Allah,,-=- berfirman;

Jr3;l )-*Jt Fy ,t r r* -r.nj f-e- -*" i1 *rr * +-Lr^i :X., ;al1x


- J -t

x. \ 1L, +; .*j j* ,t I o*r -u-,--jl j-,Jt ,* r ,tt, ,,


"Sungguh, azab Tuhanmu sangat keras. Sungguh, Dialah yang
rne mulai p e n cip t a an ( m akhluk) d an y an g m e n ghi dupk a n ny a (ke mb ali) .
Dan Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Pengasih, yang memiliki
'Arsy, lagi Mahamulia, Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki."
(QS.AI-Buruj : 12-16)80

A-llah::: berfirman;

'.: .: .i.
Slij -,$ .gJi; *r, S-*.ji; ;,,q J;yi _{; J,t -A;
-.(J!
xc*
-;r--i ,ri Lo.-i x r , g;t -;i giir3o r*
= Kedua; sesuatu yang azali, sehingga ciikatakan: Allah qadim azali.
Mu'taziiah memiliki hujah lainnya, bahwa rneneiapkan banyak sifat
mengharuskan kesamaan antara Allah dengan makhluk, dan bantahan
atas huiah ini akan disampaikan selanjutnya.

79 Dalil sam'i yakniAi-qur'an dan As-Sunnah. istilah ini akan banyak dipakai
dalam buku ini, mohon diperhatikan.

80 Melaiui avat ini, Allah menyifati diri-Nya dengan sifat membalas atau
menyiksa, Dia yang memuiai penciptaan, dan mengulang lagi penciptaan,
la Maha Pengampun, Maha Penyayang, Pemilik Arsy, ia ltIaha Luhur, dan
ia Maha berbuat apa yang la kehendaki.
Catatan; para qari' berbeda pendapat terkait iafal (-r*":i). Nafi,, Ashim,
lbnu Katsir, Abu Amr, dan lbnu Amir membacanva dengan rofo' sebagai
sifat untuk iafal ( r:). Senrentara Hamzah, Kisa'i, dan Mufadhal
meriwayatkan dari Ashim; (-'.+_Jij dengan jor ;ebagai sifat untuk lafal
(,;lt). Pendapat ini ciikemukakan al-Azhar!, seperti disebutkan daiam
bukunya yang beriudul al-Qira'at ilii7fi), drpe;"kuat ibnu Abi Maryam
dalam al-Muwadhah (lllii356), Atau, iafal (r+ I adalah sifat untuk lafai
(e!-i), seperti yang dinyatakan Abu Ali al-Farisi rlalanr al,Hu;j ah (yligy).
Silahkan lihat perbeclaan pendapat ini dalam ai-tr.asyf karya Makki ai-eaisi
11t7309), Musykil I'rabil Qur'an, karya Makki (ti/8o9), dan al-Farid,
al-Hamdani (tv/6St).

'o' S,varah,ll- Cpwaaid -4i -,11 ut sl a }----


" Sucikanlch nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, Yang menciptakan,
lalu menyempurnakar. (penciptadn Nyo). Yang menentukan kadar
(masing-masini) dan memberi petunjuk, dan Yang menumbuhkan
r er ump ut an, ! c. I u dij aa ikan - N y a (r ump ut- r ump ut) itu ke r in g kehit am'
hitaman." (Q5. A[-A'ia: tr-5)81

Ayat-ayat ini menyebutkan sejumlah sifat untuk satu


penyandang sifat. Dan, banyaknya sifat tidaklah mengharuskan
banyaknya sesuatu yang disifati.

Dalil akal; sifat bukanlah Zat, dan Zat itu berbeda dengan
sifat, sehingga banyaknya sifat bukan berarti mengharuskan
banyaknya sesuatu yang disifati. Sifat-sifat ini tidak lain sebatas
sifat yang disandang oleh Zat, yang memiliki sifat-sifat tersebut.
Dan, setiap yangwujttd82 (baca: konkret) pastilah memiliki banyak
sifat, termasuk di antaranya sifat wujuds3 (keberadaannya) itu
sendiri.

Allah menyifati diri'Nya Maha Tinggi, menciptakan, menyempurnakan


ciptaan-Nya, menentukan kadar setiap makhluk dan memberinya
petunjuk, dan menumbuhkan rerumputan.

8z Maksudnya secara hakiki (baca: konkret), seperti yang akan disebutkan


dalam kaidah pertama dari kaidah-kaidah sifat, karena wujud itu ada dua
macam;
Pertamal wuiud dzihni (abstrak), yaitu wujud yang ada di daiam pikiran,
seperti konsep dan rmajinasi yang teriintas di dalam hati.
Kedua; wu jud khoriir disebut juga wujud 'oini (konkret), yaitu wujud nyata
sesuatu yang dapat dilihat dengan mata, seperti pohon dan batu.
Lihat; ot-To'rifat, at-Juriani, hal: rc4, alKasyaf, at-Tahawuni (lV/3ot),
Manzhumat as-Sabzawari, beserta syarahnya, karya al-Murtadha al-
Muththahhiri (llzoS), al-Ajwibah al-Mardhiyyah li Taqrib at-Tadammuriyyah,
Bilal al-Jaza'iri, hal: 35.

83 Secara tekstual, penulis menyatakan bahwa wujud adalah sifat Allah.


Statement ini juga cinyatakan as-safarini dalam al-Lawami' (ll4z).
Manusia ber-beda pendapat mengenai sifat wujud;
Pertamal n'ujud acalah sifat, seperti disebutkan penulis. lni adalah
pendapat ar-Razi.
Kedua; v.,ujuC adal;h sifat hodits (makhluk), bukan sifat qodim (sifat
ilahiyah). ini pendapat para filsuf.
Ketiga; wuj,"rd bukanlan suatu sifat, akan tetapi ia merupakan Zat itu
sendiri, dan bukan :;uatu sifat yang merupakan tambahan darinya. Dan
Zat sendii-i bukaniah sifat, namun ketika wuiud digunakan untuk
menyifati Zat di dalam pelafalan, semisal perkataan Dzat Maulana
(Penolong kami, Ailah) maujudah (ada), maka cukup sesuai jika kita

*___-_{ ! . Kaidah-kaidahTbrkait
'!\iama-nama
Allah .o,
Termas uk dalii akal, bahwa Nlah w aj ibul w uj uti, at au mumkinul
wujud,sa Allah adalah sesuatu yang ada dengan sendiri, atau sifat
pada selain-Ny".tt

@ Ail-Dahr (masa atau waktu), bukan nama Allah;


Bertoiak dari hal diatas, diketahui pula bahwa Ad-Dahr (masa
atau waktu) bukanlah termasuk nama-nama Ailah, karenaAd-Dahr
adalah isim jamid yang tidak mengandung makna yang tercakup
dalam al-asma'ul husna.86 Dan karena Ad-Llahr adaiah isim yang
menunjukkan waktu atau zaman.87

Allah ee berfirman tentang orang-orang yang mengingkari


kebangkitan;

= katakan secara global bahwa wuiud adaiah sifat. lni merupakan


pendapat al-Asy'ari.
!-ihat; Syorh Ummul Barahin, as-Sanusi dengan lasyiyai ad-Dasuqi, hal: 4,
Dar'u Ta'arudil 'Aql wan Noql, Syaikhul lsiam ibnu Taimiyah (l/t7o), Darul
Maktab al-'!lmiyyah, dan Hasyiyot al-Bajuri 'ala as-Sanusiyyah, hall. 5t.

84 Waiibut wujud adalah sesuatu yang menurut akal pasti ada (yakni
keberadaannya adalah sesuatu yang wafib), seperti keberadaan Allah.
Sedangkan mumkinul wujud atau ja'izul wujud adalah sesuatu yang
menurut akal bisa dibayangkan ada atau tidaknya, seperti wujud
(keberadaan) seluruh makhluk. Lihat; Lowarni'ul Anwar, as-Safarini (1158).

85 Dengan demikian, setiap yang wujud harus me:niliki banyak sifat. Karena
Allah ada, maka harus memiliki sifat yang banvak, minima! sifat-sifatnya
adalah;
Pertama; sifat wuiud.
Kedua; keberadaan Allah sebagai wajibul wujud, yaitu Rabb, atau ja'izul
wujud bagi makhluk.
Ketiga; Allah adalah Zat yang berdiri sendiri, atau sifat yang ada pada
selain-Nya.

B6 lni adalah dalil pertama yang menuniukkan bahwa ad-dahr bukan nama
Allah, karena nama-nama Allah itu baik cian 'ndah, seperti yang telah
dijelaskan sebelumn.Ta, dan !uga mengandung banyak makna.Sementara
ad-dahr hanya merupakan isim jamid (;,ang ticiak rnencakup makna
indah).

87 Ada yang mengatakan bahwa od-oahr adaiah v",aktu ,vang aiia batasannya,
seperti disebutkan al-,Azhari calam Tahcjzibtti Lughah irilltgt). Atau itu
merupakan istilah untuk suatu zaman )iang arna, seperti disebutkan
az-Zamakhsyari dalam al-Fa' ia (11187).

.Ot s arah .li-@t ,r.li.r .ll- i/rrrs/.r


.;il' !r t-zrv
' ) _, .t, _t 7

Jr u; r ,.,:. ,

L-\tr4 t! c L^>qr q i, ".i EJI


JI t-iL-- Y! (J'-,! L,o I
J
Jlg J,ed*

r j;E'it S it*bu.t
"Dan mereka berkata, 'Rehidupan ini tidak lain hanyalah
kehiaupan ai dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang
mernbinasakun kita seiain masa.' Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu
t e nt an g itu, n'; e r eka h any al ah m e n du ga - du ga s aj a' ." (QS. AI- Jatsiyah

z 24).

Maksud mereka; tidak ada yang membinasakan mereka


selain perpuraran siang dan malam hari.

tr.. d-
.,-l
:rlhr
l>'-)'\)'J
!>o J3 olt ,18
;r<i'; *i:Lr

"Allah a: berfirman, 'Anak Adam menyakiti-Ku; ia mencela


masa, paciahal Aku (Pencipta) masa, di tangan-Ku segala urusan
berada. Aku rnemboiak-balikkan malam dan siang'."88 Firman Allah
dalam hadits qudsi ini tidak menunjukkan Ad-Dahr termasuk
nalna-nama Aliah, karena orang-orang yang mencela Ad-Dahr
hanyalah beinaksud mencela zaman; tempat terjadinya berbagai
peristiwa, dan bukannya mencela Allah ce .8e Dengan demikian,
makna firman-Nya. "Aku adalah masa,"so dijelaskan oleh firman
setelahnya, "Di tangan-Ku segala urusan berada. Aku membolak-
b alikkan maiam dan siang."

Allah aaalah Pencipta masa atau zaman, beserta peristiwa


88 HR. Al-Bukhari, hadits nomor 4826,6't8't,749t di beberapa tempat dalam
kitabnya, ir4uslim dalam kitab Shahih (V/548) dalam nuskhah al-Mufhim.

89 lbnu al-Atsir berkata dalam an-Nihayah (lllt44), "Di antara kebiasaan


orang-orang Arab adalah mencela masa ketika terjadi mala-petaka dan
musibah" Ialu Nabigl melarang mereka mencela masa. Maksudnya,
jangan mencela pelaku semua itu, karena jika kalian mencela masa,
berarti i<aiian telah menceia (Pelakunya) Allah. Karena Dia Maha Berbuat
apa yang la kehendaki, dan bukan masa atau zaman (yang berbuat).

90 Riwayat y;ang shahih dan masyhur adaiah i'rab rofa' untuk lafal ad-dahr.
S:lahkan simak perbedaan pendapat terkait hal ini dalam al-Mufhim,
al-Qurthubi (v/S+6).
yang terjadi di dalamnya." Allah menjelaskan bahwa ia membolak-
balikkan malam dan siang, yang mana keduanya ini merupakan
masa atau zaman. Tidak mungkin muqallib (yang memboiak-
balikkan siang dan malam) adaiah muqallab (atau siang dan
malam yang dibolak-balikkan). Dengan demikian jeias bahwa yang
dimaksud lafalAd-Dahr dalam hadits ini bukanlah Ailah;e.s'?

91 Ada beberapa penakwilan terkait lafal (*rJi Ei;);


Pertamal Aku-lah Pengatur segala urusan. Artinya, dalam kalimat ini ada
kata yang mahdzuf {dihilangkan). Takdirnya ialah; (-*rjt -":')' Yan$ seperti
ini tidak disebut takwil, karena ia ada daliinya. Dalrlnya ialah tidak
mungkin kita menganggap Khaliq yang merupakan pelaku, adalah
makhluk (zaman atau peristiwa) yang diatur.
Kedua; takdir yang lain ialah; (-.*rll ..:i-) Pemilik masa.
Ketiga; dan juga bisa ditakdirkan; (-*:Jt ilL) Yang membolak-balikkan
masa. Demikian dikutip dari Fathul Bary milil lbnu Haiar al-Asqalani.
Lihat iuga; Mu'jam al-Manahi al-Lofzhiyah, Bakar Abu Zaid, hal: 265, dan
Manhaj lbni H ajar fil' Aqi dah, M u hammad bin sha q.
I

92 lni membantah pendapat lbnu Hazm dan kelompok yang menetapkan


ad-dahr adalah nama AIIah, seperti yang akan diielaskan selaniutnya.
Juga akan disampaikan selaniutnya hukum orang yang mencela masa di
bagian keterangan tambahan, di bagian fatwa Syaikh lbnu Utsaimin.
Dengan demikian ielas bahwa siapapun tida< boleh berdoa dengan
mengatakan, "Wahai Dahr (Masa)!. Rahmatilah aku," karena iika yang ia
maksudkan adalah esensi w'aktu atau zaman, berarti ia kafir dan
menyekutukan Allah. Sementara jika yang ia r-naksudl,.ar adaiah Allah,
berarti ia berdoa kepada Allah, dengan menr,'ebut nama yang bukan
meruoakan nama-Nya. lbnu Hazm dalam al-Muhollo telah menyebutkan
bahwa Ad-Dohr adalah nama Allah (Vllll3t).
u-.efu",
;GEfliEOI
Fenielasan Tambahan Kaidah Kedua
.'J[_:6\yr6'.;-1y,. ".":
[r(?,vdrS
'lv-t

Seperti vang teiah kami sampaikan di bagian catatan kaki pada


kaidah keriua. bahwa kami akan menjelaskan beberapa persoalan;

Pertama; perbedaan anrara isim dan sifat.

Kedua; penjelasan bahwa isirn mencakup a'larn dan sifat.

Ketiga; makna-makna zat.

Keempat; argumen ahii ta' thil dan bantahannya.

Kelima: Ati-Dahr,

Pertamal
Perbedaan antara isim dan sifat;e3

Setiap isim itu mengandung sifat, tidak ada kontra<iiksi antara


esensi isim cian sifat. karena setiap isim merupakan sifat, namun
tidak semua sifat merupakan isim, karena ada beberapa sifat yang
nama-nama Ailah tidak berasal dari sifat-sifat tersebut, seperti
sebagian sifat Zati1ah, semisai; tangan, mata, dan lainnya, tidak
ada nama Ailah yang diambilkan dari sifat-sifat ini.

ibnul Qawima,g berkata, "Nama-nama Rabb ug mencakup isim


dan sifat. Ilama-nama-Nya menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan-
Nya, tidak aria kontra<iiksi antara al-'alamiyyah dan al-washfiyyah.
Contoh; Ar-Rahman adalah nama dan sifat A11ah, antara isim
dan sifat dari nama ini tidak saling menafikan. Dilihat dari

9j Dinukil dariAsma'ulloh, Abdullah Chushn, hal: r39.

"-*-_.-_---+ i Kaidan-koiclah Te*ait -\'ama-nama Allah .o,


keberadaan nama ini sebagai sifat, maka sifat ini mengikuti nama
Allah. Dan dilihat dari keberadaan nama ini sebagai isim, maka
nama ini disebutkan di dalam Al-Qur'an dan tidak mengikuti sifat,
tapi sebagai isim' Alam."

Alasan lain; isim itu diambilkan dari sifat, karena sifat adalah
mashadir (sumber) al-asma' ul husna.

Sedangkan perbedaan antara isim dan sifat; ialah bahwa


isim menunjukkan Zat, selain jrrga menunjukkan sifat-sifat
kesempurnaan Allah. Sedangkan sifat hanya menun;ukkan makna
yang ada padaZat saja.

Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa ditanya


tentang perbedaan antara isim dan sifat. Komite menjawab;
"segala puji bagi Al1ah semata. Shalawat- dan saiam semoga
terlimpah kepada Rasul-Nya, keluarga, dan nara salabatnya. Wa
ba'du, nama-narna Allah adalah nama-nama yang menunjukkan
Zat Ailah dan sifat-sifat sempurna yang ada pacia-l'i,va. Contoh;
Al-Qadir (Maha Kuasa), Al-'Alim (Maha mengetahui), Al-Hakim
(Maha Bijaksana), As-Sami' (Maha Mendengar), A1-Bashir (Maha
Melihat).

Sedangkan sifat adalah ciri kesempurnaan yang ada pada Zat,


seperti; ilmu, hikmah, pendengaran, penglihatan, dan iainnya. Oleh
karenanya, nama-nama tersebut menunjukkan Zat Allah. Juga
menunjukkan sifat yang ada pada Zat-Nya, seperti; ilmu, hikmah,
pendengaran, dan penglihatan. Dengan demikian, nama atau isim
menunjukkan dua hal. Sedangkan sifat hanya menunjukkan satu
hal saja.

Ada juga yang mengatakan; isim mengandung sifat, dan sifat


mengharuskan isim... dst." Selesai nukiian.

Sebagai pelengkap untuk persoalan ini, berikutnya kami akan


bahas kaidah tentang al-asma' ul husna;

.Ot ) Sfarah At-@w'aaid Al- l'luttl, ( o--*


@ Kaidah al-asma'uI husnalea

Barangkair definisi al-asma'ui husna yang paiing tepat,


ialah definisi yang clisampaikan Syaikhul Islam lbnu Taimiyah,
"Al-asma'ui -ilusna iaiah nama-nama yang dengannya Ailah diseru.
Nama-nama ;iang tertera di daiam Al-Qur'an dan sunnah, yang
melazimkan pujian dan sanjungan dengan sendirinya."

Definisi ini, adalah definisi yang paling tepat, dan terbaik untuk
pengertian ai-asma'ul husna karena beberapa alasan berikut;

Pertama; sesuai <iengan nash sy,ar'i. Kemungkinan definisi ini


didasarkan oleh Syaikhui isiam lbnu Taimiyah dari firman Allah;

t q ij"'u;;jr ;c'{r 'i;Y


"Dan Allah memiiiki Asma'ul Husna (nama-nama yang terbaik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(QS. AI-A'raf : 180)"

Perkataan beliau dalam definisi; "Nama-nama yang dengannya


A11ah diseru," didasarkan pada firman Ailah, "Maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."

Perkataan beliau; "Yang tertera dalam Al-Qur'an dan sunnah,"


didasarkan pa<ia lafal dalam firman-Nya; (.t*,lt) karena alif dan
iam dalam lafal ini untuk al-ahd (sesuatu yang telah diketahui).
Dengan ciemikian, al asma'ul husna adalah nama-nama yang sudah
diketahui. Dan, nama-nama-Nya hanya diketahui melalui nash
yang Ia sebut di dalam kitab-Nya, atau di dalam sunnah Rasul-Nya"ss

Perkataan belliau; "Yang mengharuskan pujian dan sanjungan


dengan sendrrinya," didasarkan pada lafal dalam firman-Nya;
(;.l^^Ji), karena husna adalah bentuk mu'annats dari kata ahsan.
Artinya, nama-nama Allah adaiah nama-nama yang paling baik
dan sempurna. Dengan riemikian, setiap nama yang mengandung
rnakna sernpurna dan juga makna yang kurang sempurna, makna
yang baik dan juga makna yang buruk, berarti tidak termasuk

Mu'taqad Ahlissunnah, Dr. Muhammad at-Tamimi, hal:35.

Al-Muhalla, !bnu Hazm (l/29).

-*_+ I . Kaidah- kai dah Tbrkait'li ama-nama Allah .o,


dalam al- asma' ul husna.e6

Dari sini jelaslah bahwa, definisi al-asma-ul husna yang


disebutkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesuai dengan apa yang
disebutkanAllah dalam kitab-Nya. Satu alasan ini saja sudah cukup,
untuk memilih definisi tersebut.

Alasan kedua; bukti lain yang memperkuat kebenaran definisi


ini adalah, karena definisi ini mengandung dua syarat nama;

Syarat pertamal nama tersebut tertera dalam na:h Al-Qur'an


atau As-Sunnah.

Syarat hedua; sah untuk disebut. Konsekuensinya, nama


tersebut harus mengandung pujian dan sanjungan dengan
sendirinya.

Kedua syarat ini terpenuhi dalam definisi Syaikhul Islam Ibnu


Taimiyah di atas, karena menyatukan kelaziman yang dibutuhkan,
dan mencegah perkara-perkara lain yang tidak termasuk di
dalamnya. Syarat pertama menegaskan bahwa nama-nama Allah
adalah tauqifiyah (mengacu pada dalil) dan tidak boleh menerapkan
qiyas dalam nama-nama Allah.

Syarat kedua menegaskan tentang kekhususan bab mengenai


nama-nama Allah, dan bab ini lebih khusus dari bab sitat, ataupun
ikhbar.

Kedua;
Penielasan bahwa nama-nama Allah adalah a'lam dan sifatleT

Periu Anda ketahui, bahwa dilalah (penunjukkan') al-asma'ul


husna terhadap sifat-sifat Allah, tidak menafikan statusnya sebagai
'alam (nama) yang menunjukkan Zat-Nya, karena sifat-sifat itu
sendiri hanya khusus bagi Allah, yang tidak bersekutu di dalam sifat
tadi selain-Nya. Kekhususan makna dari sifat yang terkandung ini,
serupa dengan kekhususan'alam (nama) dalam penunjukkannya

96 Madarijus Salikin (lttl4t5, 4t6).

97 Bahasan ini dikutip dari kitab al-Qowa'id al-Kulliyyah lish Shifat, karya al-
Buraikan, dengan perubahan dan tambahan.

.o, ) $arah,4l-@waaid Al- ,Mut:/, _< G--_.


terhadap Zat Allah, sehingga keduanya (baik nama atau pun sifat)
adalah khusus bagi Allah;u-. Hal ini berbeda dengan nama-nama
makhiuk, dimana nama-nama mereka ditinjau dari segi apa pun
akan bertentangan dengan sifat-sifat yang terkandung di dalamnya.
Perbedaan ini berporos pada dua ha1;

Pertamal sisi bahasa. Jelasnya bahwa, nama-nama manusia


ada yang musytaq (bersumber dari mashdar), dan ada pula yang
murtajal (tiriak bersumber dari mashdar). Adapun nama-nama
dengan kategori murtaial (nama yang belum pernah digunakan
untuk nama iainnya), tentu sudah jeias, karena nama-nama ini
merupakan isrrr. iamid. Adapun nama-nama yang berasal dari
kategori musytaq,ketika nama ini murni digunakan sebagai atribut
penamaan, maka penunjukkannya pun terlepas dari penunjukkan
makna yang terkandung di dalamnya. Ia disebut sebagai nama yang
musytaq,hanya sebatas istilah nahwu saja, karena melihat dari asal
pengambilan kata dari nama tadi. Sehingga hakikat dari nama yang
musytaq ini, sama dengan hakikat nama yang jamid.

Mashdar sendiri merupakan asal usul daripada isim (nama),


dan ia (mash,lar) adalah isim jamid yang merupakan lawan dari
musytaq. Se<iang sifat hanya berasal dari isim musytaq, oleh
karenanya rnashdar tidak pernah menjadi sifat bagi selainnya
menurut ahii nahwu, karena ia tidak memillkidilalah (penunjukkan)
sifat disebabkan status jamidnya. Dengan ini jelaslah bahwa, status
narna manusia bertentangan dengan sifat yang terkandung di
dalamnya.

Kedua; ditinjau dari sisi syar'i dan akidah. Karena manusia


saiing berserikat di daiam suatu sifat. Sifat amanah misalnya;
ia tidak han,,ra khusus bagi satu person saja dari anak Adam,
demikian pula sifat keberanian, kedermawanan, kejujuran; sifat-
sifat ini disandang oieh person yang memilikinya, tidak ada
seorang pun yang menyandangnya, kecuali ia rnemiliki rival dari
manusia lain yang memiliki sifat yang sama. Konteks ini tentu
kontradiksi dengan 'alamiyyah (atribut dan sifat yang terkandung
di dalam nama) bagi mereka, karena sejatinya nama dan sifat yang
terkandung di dalam nama, itu hanya berlaku untuk satu person
saja, sebab termasuk syarat dari 'alam (menurut ilmu Nahwu)
ialah men-ta'yin (membatasi) nama hanya untuk Person tertentu
secara mutiak (tanpa diikuti yang lain), sehingga sesuatu yang

|. Kaidah-kaidahTerkait Nama-nama Ailah .o,


tidak menjadi kekhususan bagi seseorang, tidak disebut demikian.
Dilihat dari sisi ini teranglah bahwa, 'alamiyyah (atril;r:t penamaan)
manusia itu bertolak belakang dengan sifat yang terkand.ung di
dalamnya.

Dari penjelasan di atas, nampak jeias kekeliruan Ibnu Hazm dari


kalangan Zhahiriy ah, dan kesesatan Mu'ia zrlah yang mengatakan
bahwa nama-nama Allah adalah isim'alam murni ian jamid yang
tidak memiliki petunjuk sifat sarna sekali.

Perlu diketahui, jika nama-namaAllah tiiak meriunjukkan sifat


khusus bagi-Nya, maka akan ada berapa konsekuensi;

Pertamal andaikan nama-nama Allah jamid, dan tidak


menunjukkan makna sifat, berarti nama-nama-Nya tidal<lah husna
(indah). Padahal nama-nama Aliah adalah husna (indah), oleh
sebab itu ia harus rnenunjukkan sifat yang terkandung.

Kedua; di antara nama-nama Allah, ada narna yang paling


agung. Jika nama-Nya yang paiing agur,g ini tidak menunjukkan
makna sifat yang baik, dan makna sempurna yang sesuai dengan
keluhuran dan keagungan Aliah, berarti predikat keagungan nama-
Nya tidak ada faidahnya, sehingga konsekuensinya nama tersebut
bukan nama paling agung. Sehingga jika nama tersebui adalah nama
terbaik di antara al- asma' ul husna, maka dilal ah (penunjukkannya)
terhadap sifat yang paling sempurna adaiah sebuah keniscayaan.

Ketiga; Allah Pe berfirman;

Ji
r,1' .'. l.
ll(,

"Dan Allah memiliki Asma'ul Husna (nama-nama yang terbaik),


maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(QS. AI-A'raf : 180).

Dengan al-asma'ul husna, Allah memuji dirl-Nya. Berbeda


dengan isim jamid yang tidak mengandung pujian dan juga tidak
menunjukkan makna pengagungan. Untuk it:u, al-asma'ul husna
harus menunjukkan sifat (yangsempurna).

Keempat; jika nama-nama Aliah jamid, berarti maknanya


sama dan tidak berubah. Dengan demikian, makna nama

.o, s h Al-@waaid A|- Mutsla


Al-'Alim (Nlaha Mengetahui) sama dengan makna nama As-Sami'
(Maha Mendengar) misalnya. Anggapan seperti ini jelas diketahui
kekeliruannya oleh akal, karena tidaklah masuk akal jika makna
Ar-Rauf (Maha Pensasih) sama dengan makna Al-Bashir (Maha
Meiihat). Konsekuensi pernyataan ini justru menunjukkan kebatiian
dari pernyataan itu sendiri, meski pernyataan tersebut tidaklah
menunjukkan konsekuensinya bagi siapa yang mengucapkannya,
namun sejatinya ia tidak mengetahui apa konsekuensinya.

Kelima; penunjukkan sifat adalah salah satu konsekuensi


dari isim musytaq. Dan. nama-nama Aiiah adalah mustyaq
(diambilkan) dari sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, nama-nama-
Nya menganciung penunjukkan terhadap Zat-Nya, berdasarkan
'alamiyah (nama), dan menunjukkan sifat berdasarkan asal rnakna
(dari is im nr u qt t a q) . S ep e r ti kat a a dh - dh arib (p emukul) me nunj ukkan
orang yang memukul, dan juga sifat pemukulan. Demikian pula
nama-nama Allah, semisal As-Sami' yang menunjukkan sifat
pendengaran, dan Ai-Bashir yang menunjukkan sifat penglihatan.

Keenam; ai-asma'ul husna datang di dalam Ai-Qur'an sebagai


sifat bagi laizhul Jalalah (A11ah), dan bukan tabiat nama-nama
(untuk menjadi sebuah sifat bagi isim lain). Sernisal firman Allah Be" ,

H .-,.a.Jl

"Tidak aea sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
MahaMendengar, MahaMelihat." (QS. Asy-Syura : 11)

Dan f;rrnan-Nya;

> -i' *1
*. i - r ! J J;-^ ;:glty ,-+Jr
:-
Jr, J; {ft ;j1. { .sir
\ y
^i, r}l
"Dialah Aiiah tiaak ada tuhan selain Dia. Yang Mengetahui yang
gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pe-ngasih, Maha Penyayan{'
(QS. A-l-Hasyt:22')

Berdasarkan penjelasan ri.i atas, dapat diketahui keterkaitan


antara nama-nama A1lah sebagai berikut :

Pertamal at-taraduf (saling mewakili), yakni (semua nama-


Nya) merupakan atribut yang khusus menunjukkan Zat-Nya Jalla

-'*"---*--d I . Kaidtth-kaidahTerkait I'iama-nama Allah .o,


waAla.

Kedua; at-tabaayun (berbeda satu sama lain), yakni masing-


masing nama (pasti) mencakup sebuah sifat bagi Allah :'.
Dengan menerapkan asas ini pada setiap bagian dan individu-
individunya, maka akan nampak dengan j elas maksud dan maknanya
yang dituju. Sehingga nama Allah Al-Hakim (Mai-ra Bijaksana),
Al-Bashir (Maha Meiihat), dan AI-Alim rMaha Mengetahui);
masing-masing di antaranya menunjukkan Zat Aliah secara
al:alamiyah (konteksnya sebagai nama). Dan menrrnjukkan sifat
yang terkandung dalam nama tersebut secara al-washfiyah. Misal,
nama Al-Hakim menunjukkan Zat yang memiliki sifat bijaksana,
nama Al-Bashir menunjukkan Zaty angmemiliki sifat m elihat, nama
Al-'Alim menunjukk an Z at yang memiliki s ifat mengetahui.

Jika diperhatikan, maka kita akan dapati bahwa Zat yang


ditunjukkan oleh nama-nama tersebut ifitZat yang satu, yaituZat
Allah Yang Maha Tinggi.

Sedangkan sifat-sifat yarlg ditunjukkan oleh nama-nama


tersebut berbeda-beda (maknanya), ka::ena setiap nama
menunjukkan suatu sifat yang sesuai dengan (kaidah) at-tashrif
(perubahan kata) dari nama tersebut. Kesamaan pada (penunjukkan)
Zat inilah yang dinamakan taraduf (saling mewakili), karena
(perbedaan penamaan) sejatinya tetap menunjukkan kesamaan
individu yang satu (Allah). Perbedaan dan perubahan (lafazh) ini
dinamakan at-tabayun (berbeda satu sama lain), namun makna
at-tab ay un dalam konteks ini tidak lain hanyalah s eke dar perb edaan
laf azh yang menunj ukkan makna-makn a te r t e ntu.

Dengan demikian nama Allah, Al-Hakim lMaha Bijaksana), Ai-


Bashir (Maha Melihat), Al-AIim (Maha Mengetahui), merupakan
nama yang serupa jika mengacu pada (penunjukannya) terhadap
Dzat-Nya. Dan, nama Al-Hakirn (Maha Bijaksana) berbeda
dengan nama Al-Bashir (Maha Melihat), nama Al-Bashir (Maha
Melihat) berbeda dengan namaAl-Alim (Maha Mengetahui), nama
Al-Alim (Maha Mengetahui) berbeda dengan nama Al-Hakim
(Maha Bijaksana), jika mengacu pada sifat khusus bagi Ailah, yang
terkandung di setiap nama-nama tersebut.

.@t Syarah A|-@v,aaid Al- l'lutsla o----.


"bagi
Ir,al ini nama-nama Rasulullah$. dan narna-
;u;,a. herlaku
nama Al-C*ur an yar-g rnenunjr"rkkan satu individu (yang; sama),
meski maknarrva bernecia-i:ecia"

Kesirnpulannya bahwa:

Fertamal nama-nama Ailah mutaratiifah (saling rnewakiii)


dalam penunjukkannya terhadap Zar (yang sarna) "

Kedua; rrarna-narria Allah mutabayinah (berbeda satu sama


lain) dalam pe nunjukkannva terhadap sifat-sifat (yang terkandung
daiam nama),

Ketiga; keterkaitan antara nama-narna Allah satu sama lain


ada dalam (maikna) mraditf dantabayun.

Keempat; konteks taraduf {persamaan) ada di dalam Zat.

Kelima; konteks tabayun (perbedaan) ada dalam kekhususan


sifat yang terkandung dalam setiap nama.

Keenaml Cengan demikian tidak ada kontradiksi di antara


nama-nama A1iah, karena cara menkompromikannya ialah seperti
yang teiah dipaparkan.

Ketuluh; kedua gagasan ini berporos pada dilalah


(penunjukkan: ai.-asma'ul husna secara al:alamiyyah (statusnya
sebagai atribut penamaan), dan al-washfiyyah (pencakupannya
terhadap sifat), serta dilalah at-tadhamr.rn (penunjukkan nama) jika
ditinjau dari saiah saru sisi tadi (yakni sisi statusnya sebagai nama,
atau statusnya mengandung sifat).

Kedelapan; taraduf dan


al- clamiyah dan al-washfiyah, serta
tabayun bukaniair ha. yang saling bertolak belakang dalam hal ini,
karena perbedaan sis, pandang masing-masing di antara keduanya.

Kesembilan; ticiak boleh memutiakkan pernyataan, bahwa


nama-nama Allah adaiah mutaradifah (serupa), atau memutlakkan
pernyataan bahwa nama-nama Allah adalah mutabayyinah @erbeda
satu sama lairr), rnelainkan harus merinci permasalahan ini, dan
mengaitkan setiap pernyataan tadi sesuai konteksnya.

.@,
Kesepuluhl menyebut adanya at-tabayun (perbedaan), atau
at-taraduf (kesarnaan) secara mutlak begitu saja terkait nama-nama
Allah, berpotensi menjatuhkan seseorang ke daiam kebatilan. Bisa
jadi ia akan menyatakan bahwa nama-nama Allah hanya sebatas
al:alamiyah (penamaan semata), atau ia akan mengingkari setiap
nama-nama Allah.

Kesebelas; banyaknya al-asma'ul husna tidak melazimkan


banyaknya Zat, tapi menunjukkan banyaknya sifat-sifat yang
berbeda sesuai dengan yang ditunjukkan oleh nama-nama-Nya.

Ketiga;
Beberapa makna Zat.

penuli menyebut kaia"Zat."


Telah berialu sebeiumnya, bahwa
Dan seperti yang telah kami katakan, bahwa lafal ini memiliki
beberapa makna sesuai asal (peletakkan) katanya, yaitu;

Pertamal loij) Zat adaiah bentuk mu- anats dari kata (yr)
dzu, yangberarti pemilik. Dengan demikian, hurui alif-nya adalah
pengganti wawu.

Berdasarkan makna ini, lafal dzat btsa di-mudhaf-kan dengan


arah, zaman, dan lainnya, dan lafal ini berlaku sebagai sifat untuk
sesuatu yang disifati, sebagaimana yang ditrinjukkan oleh konteks
pembicaraan. Seperti;

Firman Aliah :g ;

t it;rr .,r;-, ,:.';ii -u !:i;-; ...y.

"Dan Kami bolak-batikko, *"rrko ke kancn d-.an ke kiri." (QS. Al-


Kahfi : L8). Yakni bermakna arah sisi (kanan dan iiiri).

Kaiimat; (-l ,- J:irJ +l,J .]li4j;iil) "Akutemt i dirinya di suatumalam,


atau di suatu pagi". untuk menunjukkan <ariar '.taktu tertentu'
Ungkapan ini biasa berlaku dalam konteks perumpamaan, karena
saking seringnya ia digunakan di dalamnya.

Contoh lain dari lafd. dzatu yang bermat na shahibah (pemilik),


ungkapan kita; (J* ilr;i-l t; artinya seoranr{ wanita pemilik harta.
_-7
.@, ) S)'arah Ai-@waaid Al' l'l*sis _ \ o---
Kedua; aiif pada lafai (nir) bisa juga merupakan alif asli, seperti
pada contoh berikut; (;)tA lir -ir.i Ut; artinya; saya mengetahui
hakikat fulan. Sebagaimana perkataan seorang penyair;

Itu karena Zat'fithan, jika Ia berkehendak


lbntu [,i memberkaht potongan-poton7on tubuh S,ang terkovak
ini

N{akna dzatiniadaiah salah satu dari duapen<iapat, berkenaan


dengan penafsiran firman Allah;E;

ot: tr),))\j F
"Dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu."
(QS. Al-Anfal: 1).
Seperti yang disebutkan oleh Abu Ja'far an-Nahhas dalam
Ma'anil Qur' an (III/129), dan ibnu Asyur dalam tafsirnya (IX/253).
Hanya saja makna tersebut dibawa kepada majazsB bukan secara
hakikatnya, dimana ia merupakan antonim dari sifat, dan sinonim
dari an-nafs (person). Dan secara urf (adat kebiasaan), lafal
dzat berubah makna penggunaannya menjadi an-nafs (person).
Ar-Raghib menyebutkan dalam al-Mufradat (I/242) bahwa ini
bukan perkataan orang-orang Arab. Pernyataan ini dinukil
98 Syaikh lbnu Utsaimin mendefinisikan dalam bukunya, al-lJshul, hal: z5;
bahwa majaz adalah kata yang digunakan di luar fungsinya.
Ada dua pendapat terkait maiaz;
Pendapat pertama; majaz itu ada.
Pendapat kedua; tidak ada malaz. Pendapat inidipilih Syaikhul lslam lbnu
Taimiyah dan muridn,ra; lmam lbnul Qayyim, beliau menyebutnya sebagai
thaghut, seperti yang ia sebutkan dalam bukunya, ash-Showa'iq dan
ringkasannya" Orar,g pertama yang mengingkari majaz adalah
al-isfirayini.
Catatanl sebagian urama kontemporer menisbatkan pendapat kepada
asy-Syinqithi bahwa b,eliau menyatakan adanya majaz dalam bahasa, dan
rnengingkari kebera,laan majaz di daiam Al-Qur'an. Klaim ini berbeda
dengan pernyataan asy-Syinqithi dalam bukunya, Mon'u )awazil Majaz,
yang diterbitkan bersama buku Adwa'ul Bayan (X/8), kata beliau,,,Adapun
menurut pendapat yang menyatakan tidak adanya majaz dalam bahasa,
dan inilah yang benar, dengan demikian tidak adanya majaz di dalam
AI-Qur'an, adalah sesuatu yang gamblang."
Lihal al-Ma1az fil Lughah wal Qur'an, Dr. Abdul Azhim al-Muth,ani, dan
lmta'ulUqul bi Raudhatil Ushul, Abdul eadir al-Hamd,hal:.27.

. --------{ ) i Xa;ctah kaidahTbrkaitNama-namaAllah I .@,


as-Samin a-Halabi dalam '[Jmdatul Huffazh (IIl53).

Mayoritas mufassirin berpendapat, bahwa yang dimaksud


firmanAilah,le;

't f<n :,i: trll)i; .Y,

"Dan perbaikilah hubungan di antara sesan,amL,.."


(QS. AJ-Anfal: 1).

Yaitu, kondisi di antara sesama kalian, sepr:rti disebutkan


asy-Syihab dalam al-Llasyiyat'alal Baidhawi (IV /437), al-Khazin
dalam tafsirnya (II/29q, d-Jawi dalam tafsirnya, Murah Labid
(I/314). Lihat juga; Majma' Bihar al-Anwar" al-Kajarati (II/ZS2),
Kasysyaf lsthilahil Funun, at-Tahanawi (lil1G3), silahkan baca juga
perbedaan pendapat terkait penafsiran maiaz dan hakikat dalam
M aj ma' ul B ay an, ath-Thabra si (IV / aZO .

Kata zat juga bermakna (..;'Jl) menurut bahasa Thai', seperti


dikatakan Ibnu Malik;

Juga scperti ollati yang menurut mereka bermaknct zat

S Berikut kami nukilkan tulisan Syaikh Ibnu Utsaimin


dalam syarah Shahih al-Bukhari karya beliau, halaman
67;
Adapun dzat, para pakar lughah (bahasa) berbeda pendapat
terkait lafal ini, apakah ia merupakan bahasa Arah fasih, ataukah
bahasa serapan dan bukan berasal dari bahasa Arab?. Mayoritas
muhaqiq (para peneliti dan pengkaji) berpendapat, bahwa lafal ini
merupakan bahasa serapan, dan bukan berasal dari bahasa Arab,
namun berasal dari istilah ahli kalam.es Mereka menjadikan lafal
ini sebagai ganti dari lafal (;*lXt). Contoh; (4-.ii +j '+) diserupakan

99 Al-Muhibbi berkata dalam bukunya. QoshdLrsh Sabrl fima fit Lughah


al:Arabiyyah minad Dakhil (tt/5r), dinukil dari tbnu Burhan bahwa, tidak
benar sebutan lafalZat untuk Allah, karena pemakaian Iafal ini merupakan
kebodohan dari para ahli kalam.
An-Nawawi berkata dalam Tahdzibul Lughah (il/rr3), ,,pengingkaran ini
tidak benar. Bahkan, yang dikatakan para ahli <alam, itulah yang benar.,,

.@t ) Slarah Al-@wooid,4l- Mrirslo ( o--*..-'


dengan (a"iii .r, r .1'+). L lfal ini bukan berasal rlari bahasa Arab tulen,
seperti yang rirkatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahu:s, karena
rnenurut bahas.a, iafal inr tidak digunakan dengan makna (u^iJl)"

Daiarn bahasa Arab, lafai (;:li; digunakan untuk beberapa


makna, rli ant.;" raitya;

Fertarna; i;erma,rna pemilik, contoh; (fc ,:ir 6;*l c.+;i)


artinya; saya n-renikahi seorang wanita pemilik ilmu. Sementara
untuklelaki arl;riah (;:i, contoh; (& ;: J.-l *t .J.jil) artinya; seorang
lelaki pernilik ilmu telah menghubungi saya.

Kedua; bermakna i*-!l) menurut kabilah Thai. Mereka ini


adaiah orang-orang utara" Thai sendiri adaiah nama sebuah gunung.
Mereka menggunakari lafai (.:1i) bermakna (.rJl), seperti halnya
mereka mengg,-rnakan lafa1 (yr) bermakna (urli). Seorang penyair
menyenandungkan;

.{ir ini ctialah air milik aS'ahku dan kakekku


Dan sunur ini udalah sumur yang aku gal; dan yang aku tutup

Contoh lain; (trJl ,",- ^Ji ,:li .:eL. ) artinya; telah datang
seorang wanita yang menyusui anaknya.

Ketiga; bermakna sisi atau arah, seperti disebutkan dalam


firman Aliah ::. ;

l" ,,131 or;; :."=jf ->t; ;<)aj ...y


"Dan Kami uolak-baiikkan mereka ke kanan dan ke kiri." (eS. Al-
Kahfi: 18)"

Ivlaksudn,va ke aran sisi kanan dan sisi kiri.

Perkataan Khubaib g{ berikut juga bisa diartikan dengan sisi;

Itu karera ZatTLhan, jika Ia berkehendak


Tentu {a memberkahi potongan-poton7an tubuh yang terkoyak
ini

--***____€ ! . ria;dah-kaidahTbrkait N'ama-nama Allah .@,


Demikian pula perkataan Ibrahim 'Alaihissalam atau berita
dari Nabiffi tentang ibrahim; "la -Ibrahim- berdusta (baca: ber-
tauriyah) tiga kali karena Zat Nlah," yakni berkenaan dengan
jihah (sisi) Aliah. Maksudnya adalah (melakukan itu) di jalan-Nya,
dan dalam ketaatan kepada-Nya. Dengan demikian, Zat di sini
bermakna sisi atau arah.

Keempat; lafal Zat adalah lafal tambahan untuk taukid


(menegaskan) lafal nakirah. Contoh; 1'."J1 i\-f a.* itr is' l"r!
artinya; kami datang ke Makkah pada suatu hari, lalu kami
lirsi- ),
dapati Masjidil Haram dalam kondisi iengang. Lafal; ("1l, irli) di
sini adaiah tambahan untuk menegaskan iafal nakirah. Jika contoh
tersebut dirubah menjadi; (G;i: 'r''Jl 1'+-f 1-;p iS^ ";:i), maka
kalimat ini lebih tepat. Bentuk kalimat seperii ini banyak terdapat
dalam hadits, seperti; (4jJ ellr 3i 6;e &ii Jl e t+Ji), dan semisalnya.

itulah empat makna dari iafal (.:li) dalam bahasa Arab. Adapun
makna lafal (ilil diartikan sebagai jirta, atau hakikat sesuatu,
maka para ahli gramatika Arab berbeda pendapat tentang hal ini.
Di antara mereka ada yang mengingkari penggunaan makna ini.
Ada pula yang membolehkannya. Sementar.t secara tekstual dari
pernyataan Al-Bukhari; boleh menggunakan lafal i -t:) bermakna
jiwa, atau hakikat sesuatu.

Jika ada yang bertanya; apa keterkaitan pemakaian lafal ini,


dengan makna aslinya menurut bahasa Arab''.

Kami jawab; lafal (ili) menurut makna aslinya memiliki arti


(a.s. tr) yakni pemilik, karena orang Arab biasa mengatakan; (*li

fo) artinya; wanita pemilik ilmu, (& -c. .;U ,ill) artinya; Allah;e
Pemilik ilmu.

Lafal (itr; sendiri berasal dari mudhari'vang dibuang mudhaf-


nya, kemudian ditetapkan cialam bentuk nakirah, dan dirubah
menjadi makrifat dengan alif dan lam. Karena ituiah sebagian
ulama tidak membolehkan menggunakan iafal (c'ii) untukA11ah.100
Kenapa?

too lni adalah perkataan lbnu Burhan, seperti yang dinukil al-Muhibbi dalam
Qoshdush Sabil fima fil Lughah al''Arabtyyah minad Dakhil (ll5t).

.@, Svarah Al-0owaaid Al- fulutsla o---*


Karena ta' tersebut adaiah ta' ta'nits, dan tidak boleh
menggunakan kata muannats dengan ta' meski untuk mubalaghah
(penekanan makna). Karena itulah Anda tidak boleh mengatakan;
(L)e ill ct)), tapi Anda boleh mengatakan; (L)c Jsil lra ul).
Adapun untukAiiah, Anda boleh mengatakan; (+r*'lt p)tc) tanpa
ta' tanits. Sehingga jika Anda menyebut lafa1 (oir; untuk Allah,
maka ini bentuk ra'nits yang tidak boleh di-mudhaf-kan kepada
Allah, pemakaian seperti ini jelas tidak diperbolehkan. Akan
tetapi hal ini berlainan dengan apa yang dilakukan oleh mayoritas
muhaqqiqin (para peneiiti dan pengkaji).

Keempatl
Hulah kelompok ahlita'tahil dan bantahannya-

Di bagian catatan kaki pada kaidah kedua, telah kami sebutkan,


bahwa kelompok yang menafikan makna-makna yang terkandung
dalam sifat Allah adalah Mu'taziiah, para ahli kalam, dan lainnya'
Metode yang mereka terapkan adalah; menetapkan nama-nama
untuk Allah te tanpa adanya sifat, dan menjadikan nama-nama
Ailah murni isim 'alam saja (sebatas nama tanpa arti).

Selanjutnya, di antara mereka ada yang menyatakan bahwa


nama-nama Ailah mutaradifah (sama maknanya); maka nama
Al-Alim (Maha Mengetahui), Ai-Qadir (Maha Kuasa), danAi-Bashir
(Maha Meiihat), adalah sama. Ada pula yang mengatakan bahwa
nama-nama Ailah mutabayinah (berbeda-beda). Hanya saja Allah
Maha Mengetahui tanpa ilmu, Maha Kuasa tanpa kekuasaan, Maha
Mendengar tanpa pendengaran, Maha Meiihat tanpa penglihatan,
dan seterusnya.

Syubhat mereka adalah; bahwa menetapkan sifat mengharuskan


adanya tasybih (penyerupaan Allah dengan makhiuk), karena tidak
ada sesuatu pun yang memiliki sifat, melainkan ia tersusun dari
raga, dan raga memiliki kesamaan satu sama lain' Dengan demikian,
menetapkan sifat mengharuskan adanya tasybih (penyerupaan
Allah dengan makhluk).

-"-_------{ I . Kaidah-kaidahTbrkdt liama-nama Allah .@,


$ Beberapa bantahan untuk merekal
Pertamal Ailah Ie menyebut diri-Nya dengan nama-nama, dan
menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat. Jika memang menetapkan
sifat-sifat mengharuskan tasybih (penyerupaan Aiiah dengan
makhluk), maka menetapkan nama-nama juga mengharuskan
tasybih- sebaiiknya, jika menetapkan nama-nama tidak melazimkan
tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk), maka menetapkan
sifat-sifat juga tidak rnelazimkan tasybih (penyerupaan AIIah
dengan makhluk). Membeda-bedakan antara nama dan sifat (bagi
Allah), melazimkan kontradiksi.

Hanya tiga opsi bagi mereka. Pertamai mereka menetapkan


nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah, sehingga mereka sependapat
ciengan salaf. Kedual mereka menafikan semua nama-nama dan
sifat-sifat bagi Allah, sehingga mereka sepaham dengan kelompok
ekstrirnis Jahrniyah dan Bathiniyah. Ketigal mereka membedakan
antara nama-nama dan sifat-sifat. Opsi ketiga ini kontradiktif.

Kedua; Allah ee- menyifati nama-nama-|iya dengan sifat indah,


dan rnemerintahkan kitab berdoa kepada-$,ya dengan menyebut
nama-nama-Nya. Allah re berfirman;

lr4,tll rr)i, 4 ;;;6 ;Sir ;i;'ir n;p


"
ir);;;liis I
"Dan Allah merniliki Asma'ul Husna (nama-namct
,-ang terbaik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(QS. Al-Craf : 180).

Ini menjadi dalil bahwa narna-nama Allah rnenunjukkan


makna-makna yang agung, sebagai wasilah bagi kita dalam berdoa,
dimana tidak mungkin narna-nama ini abstair dari maknanya yang
agung.

Andaikan nama-nama Allah hanya sebatas isir-a 'alarn, tentu


tidak memiliki makna apapun selain sebagai panggilan Zat yang
diberi nama saja. Tentu hal ini tidak patut dikatakar: kusna (nama-
nama yang inciah), apalagi digunakar: sebagai'riasilah untuk berdoa.

.@, SS,arah Al - @waaid .7l- tXlut sla


Ketiga; Ailah menetapkan sifat-sifat untuk diri-Nya secara
"=-
garis besar da::, juga secara teperinci, dengan menafikan persamaan.
Aliah'*: berjirr:-ran;

"Dan Aiish menpunyai sifat Yang Mahatinggi. Dan Dia


Mahaperkasa, i,4ahabijaksana." (QS. An-Nahl : 60).

Allah ig berfirmaa;

a '--,o.it
-J-{-JJ
i*--Ji "a
i
"Tidak aii.: sesuatu purl yo-ng serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
MahaMendengar, MataMelihat." (QS. Asy-Syura : 1L).

Ini menunjukkan bahwa menetapkan sifat-sifat Allah tidak


mengharuskan adanya t amtsil {p enverupaanAilah dengan makhluk).
Andaikan benar menetapkan sifat-sifat Ailah mengharuskan
adanya tamtsi! (penyeruoaan Allah dengan makhluk), tentu firman
Allah tersebut kontradiktif.

Keempat; Zat y"ngtidak memiliki sifat-sifat sempurna tentu


tidak layak menjacii F.abb atau Tuhan. Karena ituiah Ibrahirn
'Alaihissaiatr: iilefi€sur ayahnva karena menjadikan sesuatu yang
tidak dapai rtiet"idengar dan meiihat sebagai tuhan yang disembah.
Ibrahim beriraia;

.Ji-r:)*
" W ah ai u'y, ti'tan d a' . M e n gap a en gkau meny emb ah se suatu y ang ti d ak
mendengar, ticiak melthat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?"
(QS. Maryam:42)

Kelima; setiap ';ang wujud (ada) harus memiliki sifat. Tidak


mungkin aoa wujud tanpa sifat. Dengan <iemikian, Pencipta yang
merupakan w,tiibul vtuiub (sesuatu yang pasti ada) harus memiliki
sifat-sifat yang layak bagi-Nya.

Keenaml pernyataan bahwa nama-namaAllah adalah is im' alam


murni yang rlemiiikr kesamaan makna, yang tidak menunjukkan

.*--_-{ =-.
? ; . Kaidch-kaidahTerkait'llama-nama Allah { 3(oD
J
\,/
apapun selain Zat Allah saja, adalah pernyataan batil, karena nash-
nash Al-Qur'an dan As-Sunnah banyak menunjukkan bahwa setiap
nama di antara nama-nama Allah menunjuxkan rnakna khusus,
meski seluruh nama-nama-|.1ya menunjukkan sat.r penyandang
narna, dan satu penyandang sifat, yaitu .illah, karena Dialah
Al-Ha1ryu (Maha Hidup), Al-Qayyum i&{aha Berdiri sendiri),
As-Sami' (Maha Mendengar), Al-Bashir (Mara Melihat), ,{1-Alim
(Maha Mengetahui), Al-Qadir iMaha Kuasa).

Yang menyandang nama dan sifat han'ralah satu (A11ah), meski


nama-nama dan sifat-sifat tersebut berjumlah ban."-ak. Bukankah
Ailah*E senctiri yang menarnai diri-Nya dertgan c}ra nama, atau
iebih, dalam ayat yang sama, seperti firman-liya;

;,;r ;".a;tr -r-#r i>uJ, ,r:-r,jr :u*j, ,. {1 i1 '; sjr ,lr 9*


\;r-f Au;.ir jQ- 5'fi le=rr
Dialah Allah tidak ada tuhan selain ilia. I,,faharaja, Yang
Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang !4enjaga Ke-amanan,
Femelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Y,tng Nlahakuasa, Yang
lAemiliki Segala Keagungan, Niahasuci Allah 'lari ap.q )/ang mereka
persekutukar?." (QS. Al-Hasyr : 23)

Andaikan nama-nama Allah tersebut murni mutaradifah


(memiliki kesamaan rnakna), tentu tidak ada gunanya, dan sia-sia
belaka, jika disebut secara bersamaan.

Ketujuh; pernyataan bahwa Allah Maha Mensetahui tanpa


ilrnu, Maha Kuasa tanpa kekuasaan, lviaha Mer,dengar tanpa
pendengaran, Maha Melihat tanpa penglihalan, d;:n seterusnya;
pernyataan inl batii, berseberangan dengan kaicah gran'latika
Arab ataupun selainnya. Karena sudah din:akir-rrn: oleh sel.uruh
bahasa dunia, bahwa kata turunan rnenunjuk<an mar<na dari rnana
kata tersebut berasal. Karena itu tidak munrlkin di:<atakan; biiim
(berilmu) untuk orang yang tidak beriimu, q,:tdiir {prrkasa) untuk
orang yang tidak merniliki kekuatan, snmji (:nen,lengar) rlntuk
orang yang tidak bisa mendengar, dan serenlr nya.

Dengan demikian, nama-narna Ailah;: pasti menunjukkan


srfat-sifat yang trayak bagi-Nya. Sehingga najib menetapkan nama-

-@, ) .\-,urah At-{lstwaaid.ll- .ttutt/o __( o--=-


nama dan sifat-sifat, untuk (Allah) Pencipta bumi dan langit.

Kedelapanl pernyataan mereka bahwa apapun yang memiliki


sifat pasti memiliki raga, pernyataan ini mustahil, karena fakta
menunjukkan banyak hal yang tidak memiliki raga, namun boleh
disifati dengan sebuah sifat" Contoh; malam yang panjang, siang
yang nendek, dingin yang menusuk tulang, panas yang ringan, dan
semisalnya. Semuanya tidak berjasad. Di sisi iain, menisbatkan
kata raga (iasad) kepada Aiiahr:E, baik sebagai bentuk penetapan
atau penolakan (bahwa Aliah rnemiiiki raga atau tidak), merupakan
metode biC'ah .rang dijadikan perantara oleh ahli ta'thil untuk
rnenafikan si1'at-sifa: yang ditetapkan Allah untuk diri-Nva.

Kesembilam; pernyataan mereka; yaga dan jasad saling


menyerupai satu sarna iain, jetras-jelas batil, karena setiap raga
pasti memiliki perbedaan yang nampak dan jeias, yang tidak bisa
dipungkiri. Demikian dinukil dari Taqrib at-Tadmuriyyah, karya
Syaikh ibnu Utsaimrn.

$ Berdasarkan pemaparan di atas, nampah jelas beberapa


hd berikut;
Pertamal wajib menetapkan nama-nama dan sifat-sifat. ini
adalah kebenaran yang menjadi asas keimanan akan keberadaan,
dan hakikat Rabb y,. .

Kedua; orang yang tidak beriman dengan nama-nama Allah


dan sifat-sifat-Nya, pada hakikatnya tidak beriman kepada Rabb
yang dituju, dan Tuhan yang disem'oah.

Ketiga; sifat-sifat Rabb o.; adaiah bagian dari Zat-Nya.

Keempat; Zat bukanlah sifat Aliah, dan bukan pula saiah


satu di antara naria-nama-Nya. Pemakaian kata "Zat" di dalam
pengkabaran tentang Ailah ie dimaksudkan sebagai penetapan
sesuatu yang mencakup sanjungan dan pujian terhadap diri-Nya,
yakni bahwa Allah rl:,: memiliki sifat-sifat.

Kelima; orang yang menafikan sifat-sifat Allah, adalah orang


yang tidak mengaglrngkan Allah dengan sebenar-benarnya.

*--^--.-{ 1. Kaidah-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .o,


Keenaml zat yang tidak memiliki sifat apaptrn, tidak ada
hakikatnya.

Ketuiuh; ta'thil lebih buruk daripada syirik. karena ahli ta'thil


mengingkari Zat atau kesempurnaan Zat-Nya. Sedang syirik
mengingkari hakikat uluhiyah.

Kedelapan; asumsi-asumsi pemikiran yang murni fantasi,


sama sekali tidak ada di dunia nyata. Bahkan, kebera.daan asumsi-
asumsi seperti ini mustahil ada pada wujud nvata. Demikian ciikutip
dar i al- Qaw a' i d al - Kulliyy at li sh S hifat, Buraikan, den gan p erub ahan.

Kelima;
Ail-Dahr (nrasa atau zarnan).

Sebeiumnya sudah kami sarnpaikan bahr,r,a Ad-*anr bukaniah


narna Allah. Berikut ini akan kami nukrlkar_. teks fai..^,,a Svaikhui
trslam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' a-Fatawa ,II/4g:;;

Syaikhui Islam lbnu Taimiyahair ditanya tentang sabda Nabi{!;


"Janganlah kalian mencela masA, karena Allah lah (Pencipta) masa."
Apakah hadits ini sejaian dengan paham pantheisme?. Toiong
dijelaskan!.

Beliau menjawab; segala puji bagi Ailah. Sabda Nabiffi;


"Janganlah kalian mencela masa, karena Allah-lah (Pencipta) masa,"
diriwayatkan dengan redaksi berbeda, seperti sabda beliau;

JrJ, +i;;lrg+ ,irJ, r:i9;ir ;;,;i j .t:y. _qr rri .tr,


,'qt;
"Ailah *;jberfirman, 'Anak Adam menyakiti-Ku; ia mencela
masA, padahal Aku-iah rnasa, di tangan-Ku segala urusnn berada. Aku
membolak-balikkan malam dan siang'."101 Disebu.tkan dalam lafal
lain; "Janganlah kalian mencela masa. karenG Allah lah (Pencipta)
masa. la membolak-balikkan malam dan siang.' Dalam redaksi lain
disebutkan; "Anak Adam berkata, 'Oh, celakanta mass.' 'padahal Aku

101 HR. Al-Bukhari, hadits nomor 4826,6t8t,749t di beberapa tempat dalam


kitabnya, Muslim dalam kitab Shahih (V/S+8).

.o, s h AL-Qowaaid Al- ,llut:la l)___,


adalah (P encipta) trlcts,i' )'

Firman Ailah,;e dalam hadits qudsi diatas; "Di tangan-Ku


segala urusan berada" Aku membolak-balikkan malam dan siang,"
menjelaskan bahwa )'ang dimaksud bukanlah; "Aku (Allah) adalah
masa," karena Allah mengabarkan bahwa ia memboiak-balikkan
malarn dan siang. Dan, zaman atau masa, iaiah malam dan siang
itu sendiri. Dengan sendirinya hadits ini menunjukkan bahwa
Allah Zat yanq membolak-balikkan masa dan yang rnengaturnya,
sebagaimana ciituniu<kan di dalam firman-Nya;

';; ! aiij'yr-.- €'-r-rtt oi; lia


L*,3ij,\.r-:r u"lS- "+
if:iLi ;- y.,.& )t CV io;, 'LirJl € Jl-: lV b
;l -,'*fr, J+-,u,, +i .1.* ;t-ji'-;+ *';.6jt<-;ui :- C
" :"
t, ;t4:t ;:\.;r) 4t e
ri.,
" ngkat m elih at b ahw a Allah m e ni a dikan aw an b er ger ak
T i d akkah e

perlahan, kernudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya


b ertumpuk-tunryuk, la',-u engkau lihat huj an keluar dari celah- celahny a

dan Dia (ju7o) menurunkan (butiran-butiran) es darilangit, (yaitu) dari


(gumpalan-gumpalan aw an seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-
Nya (butiran-butiran esr\ itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan
dihindarkan-Nya dar siapa yang Dia kehendaki. Rilauan kilatnya
hampir-hampt mengh tlangkan p englihatan. Allah memb olak-b alikkan
(mempersilin-gantikan) malarn dan siang. Sesungguhnya paaa
yang demiktan itu, pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
m empuny ai p e nglihat an ( v an g taj am). " (QS. An-Nur z 43-44) .

Yuzjis sahab artinya mengarak awan, dan al-wadq artinya hujan'

Allah menjelaskan bahwa Ia menciptakan dan menurunkan


hujan ke bum, yang rnenjadi penyebab kehidupan di bumi, karena Ia
menjadikan segala rr.akhiuk hidup dari air. Setelah itu Ia beriirman;
" Ail ah m etrL t o ek-b alikkan (m emp er silih-gantikan) m al am dan siang,"
)

maksud riari rnembciak-balikkan ialah merubah kondisi-kondisi


alam dengai; turunnya hujan, yang menjadi sebab penciptaan
tanaman. hervan, d;in barang-barang tambang. Hal itu pula yang
menyebabkan kond:si manusia berubah dari suatu keadaan ke
keadaan yang lain, 1'ang pada akhirnya mengangkat derajat suatu

.K ai d,t h - kai dah Tb*ait !'l ama - nama All ah .o,


kaum, dan merendahkan derajat kaum lainnya.

A1lah mengabarkan di beberapa tempat di dalam kitab-Nya


bahwa Ia menciptakan zaman, seperti firman-Nya;

: '. "'
,/!l - iltj s'1..U;Jl Ft .f)\\j *-ii'*i -;i; 5,'1i 11 -,;111,
t i;--i i'1:F
"segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi,
dan menjadikan gelap dan terang, namun ,lemikian arang-orang
kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu."
(QS. Al-An'am : 1)

& i#" * e ,F -Jjltr r*i,Jr, -,kJr-. #lr '+, t'i, ,rrf


"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,
rnatahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya."
(QS. Al-Anbiya': 33)

,t
"-' - ; -;
,$.ttr<: !t]i ;.l ,5+ ji: it;i. rlt a"f ;v.Jt: -lJl '
--- g-iJl --rj!
"Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti
bagi orangyang ingin mengambil pelajaran atau yangingin bersyukur."
(Q$. Al-Furqan : 62)

,t

J:d .,W 'Qt, ,pt yfrti ,?)\tr ,>\3V),"u a i1h


,x
-,UY!
"S e sun gguhny a d al am p en cip t a an I an git d a n b umi, ii a n p e r g anti an
malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebescran Aiinh) bagi orang
yangberakal." (QS. AIi'Imran : 19O)

Dan nash-nash lainnya yang menunj,:kkan bahwa Aliah


Pencipta zaman.

Jangan sampai ada orang berakal mengira bahwa Aiiah itulah


zarnarr, karena zaman adalah ukuran pergerakan Dan ukuran
pergerakan adalah sifat yang bisa hilang dar muncli, serta tidak
berdiri sendiri, sama halnya seperti gerak dan diam. hitam dan

.@t ) Sfarah Al-kwaaid ,11- l'Iur;la ( *--*


putih.

Jangan sampai :ula ada orang berakal mengatakan, bahwa


Pencipta aiam rnen pakan sifat yang bisa ada dan tiada; sifat
yang tidak ber:diri scnciiri, yang memerlukan tempat dan materi.
Sesuatu yang berubah-rubah (bisa ada dan tiada), adalah sesuatu
yang tidak berCiri sendiri. Bahkan ia membutuhkan ruang untuk
keberadaannya. Sesuatu yang membutuhkan pihak iain yang dapat
rnerubahnya, tidak aiian mungkin ada dengan sendirinya, bahkan ia
diadakan oleh setrainnya. Sehingga sesuatu ini pasti membutuhkan
apa yang d.rniliki c,leh seiainnya, untuk mengadakan dirinya.
Sesuatu dengan sifat seperti ini, bagaimana mungkin disebut
sebagai Al- Khaliq (Fencipta)?.

Zat yang nerciiri sendiri, tidak rnembutuhkan apa pun seiain-


Nya, bahkan setiap apa pun seiain-Nya senantiasa membutuhkan-
Nya; sifat seperti inilah yang merupakan sifat Al-Khaiiq (Fencipta).
Lantas bagaimana rnungkin terlintas bahwa Zat ini sama dengan
jenis sebelumriya?"

Adapun para penganut ilhad (paham pantheisme) -yang


berkeyakinan bahwa Aliah menyatu dengan alam (manunggaling
kawulo gusti)- tidak menyatakan bahwa Al}ah adalah zaman, tidak
juga sejenis sifat yang bisa ada dan tiada. Yang mereka katakan
adalah, Allah adaiah keseluruhan aiarn, atau menitis di seluruh
alam.

Hadits ini sama sekali tidak memperkuat syubhat rnereka,


andaikan di datramnya tidak dijelaskan bahwa Dia-iah yang
mempergantikan maiam dan siang. Lantas bagaimana lagi, justru
di dalam hadits ini disebutkan bahwa segaia urusan berada di
tangan Allah, cian ia mempergantikan rnaiam dan siang?!

Maka menjadi jerasLah perkara ini. Para ulama sendiri, daiam


memaknai haclits ini terbagi menjadi dua penciapat; yang masyhur
dari ulama mazhab Hanbali dan selainnya.

Pendapat pertamal dikemukakan oleh Abu Ubaid dan


mayoritas ulama, b;;hwa hadits ini <iisampaikan dalam rangka
membarrtali pernyataan crang-orang jahiiiyah dan semisal mereka.
Karena, ketika mereka tertimpa musibah, atau tujuan mereka tidak
tercapai, mereka akan mencaci-maki masa dan zaman. Seseorang

"-"*_:-..---{ I Kaidoh-kaidahTbrkait liama-nama Allah .@,


di antara mereka berkata, "Semoga Allah memperburuk masa
yang telah mencerai-beraikan urusan kami yang telah menyatu,"
"Semoga Allah mengutuk zaman; tempat terjadinya ini dan itu,"
dan semisalnya.

Kalimat-kalimat yang serupa, acapkali disebut oieh para


penyair dan yang semodel dengan mereka, seperti ungkapan dalam
kidung, "Wahai masa!Kautelahberbuatini dani rr.rL" Dengan maksud
untuk mencaci siapa yang melakukan dan menciptakan perbuatan-
perbuatan tersebut. Padahal masa atau zaman adalah ciptaan Allah,
karena Dia-lah yang mempergantikan dan mengatur masa.

Sehingga interpretasi (dari makna hadits) iaiah; anak Adam


mencaci siapa yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut,
padahal Aku -Allah- lah yang melakukannya. Ketika manusia
mencaci masa, berarti ia telah mencaci peiakunya. kendati ia
menisbatkan perbuatan tersebut kepada masa. Sebab masa atau
zamafl, tidak memiliki perbuatan. Yang melakukan semua itu tidak
lain hanyalah Allah.

Ini persis seperti seseorang yang dijatuhi keputusan oleh suatu


mahkamah, agar menanggung suatu kewajiban, atau diberi fatwa
oleh seorang mufti, untuk menanggung suatu kewajiban, kemudian
ia mencerca,

"Semoga Aliah rnelaknat hakim yang menjatuhkan keputusan


ini," atau, "Semoga Allah melaknat mufti yang rnemberikan fatwa
ini," padahal keputusan dan fatwa yang dimaksud berasal dari
keputusan dan fatwa Nabi*, sehingga caci-makinya pun tertuju
kepada Nabiffi, meski orang yang mencerca tadi, rnenisbatkan
celaan -dengan kebodohannya- kepada orang yang rnenyampaikan
keputusan dan fatwa tersebut.

Ada sedikit perbedaan, bahwa orang yang menyampaikan


peradilan ataupun fatwa memiliki perbuatan, ;rakni menyampaikan
keputusan, berbeda dengan zaman yang sama sekali tidak
memiliki perbuatan, karena Allah-lah yang mempergantikan dan
mengaturnya.

Pendapat kedua; pendapat ini dikemukakan oleh Nu'aim bin


Hammad, sekelompok ahli hadits dan kaum sufi; Ad-Dahr adalah
salah satu nama Allah. Artinya qadim-azali. Mereka meriwayatkan

.@, Syarah Al- @w'aaid .1l- Mut sla }--*-*


dalam sejumiah doa;"Ya dahr,ya daihur,ya dihar!". Makna ini benar,
karena Allah 1,a3g Awal, ti<iak ada sesuatu pun sebelum-Nya, dan
Dia yang akhir, tidak ada sesuatu pun seteiah-Nya. Yang menjadi
perdebatan iaiah, sebutan Ad-Dahr sebagai nama untuk Allah
secara muilax, kayena kaum muslimin sepakat -dan akal sehat
pun membenarkannva- bahrra Allah bukanlah zaman, atau sesuatu
yang berlaku seperti zaman, karena semua orang menyepakati
bahr,o,'a zamar.adalair malarn dan siang.

Seperti yang ber"iaxu pula di Calam surga; sebagaimana yang


Allah;e firrrrankan:

,1.
*:;_S- r-# a;':, 4; U>U Vt t? w i_i;i ir
"Di dalamnya m.ereka tidak mendengar perkataan yang tidak
berguna, kecuali (ucapan) salam. Dan di dalamnya bagi mereka ada
rezeki pagt dan petang." (QS. Maryam : 62).

Mereka berkata; sesuai ukuran pagi dan petang di dunia. Di


akhirat juga ada hari Jum'at; sebagai hari tambahan. Di surga
tidak ada matahari ataupun bulan. Namun waktu-waktu di surga
bisa diketahui meialui cahaya-cahaya iainnya. Diriwa,vatkan
bahwa cahaya-cahaya tersebut muncul dari bawah Arsy. Dengan
demikian, ukuran zaman di surga adalah ukuran pergerakan yang
memunculkan cahaya-cahaya tersebr:t.

Pertanyaannya; apakah esensi yang berdiri sendiri di balik


semua ini adaiah masa?. Inilah yang diperdebatkan oleh manusia.
Sekeiompok frlsuf penganut paham Plato, menyatakan demikian.
Sebagaimana mereka juga menetapkan adanya dunia ide yang
terbebas dari rasio krta, yang biasa mereka sebut dengan al-matsal
al-aflathuniyin (teori qua Plato).i02

rc2 Al-matsai ,:; Aflathunivin (baca: teori gua Plato) merupakan ideologi yang
banyak Cia-,r.rt oieii oara filsuf. Yakni ideologi yang meyakini adanya
hakikat koriirret yang nyata di luar alam, yang tidak dirasa oleh indera,
dan bahwasanya itu adalah asai dari nakikat sejati. Adapun sesuatu yang
kasat maia. cjan kebei'adaannya berwuiud, hanyalah bias dari hakikat
tersebut. t-;:ral Machkal iia al-Falsafah, Dr. Imam Abdul Fattah; hal. z5q.
Al-Fikr al-Falsofi, Munammad Nashhar; hal, 97.

--*_--------{ I KaiJan-kai,J.ah Terkait Nama-nama Allah .o,


Mereka juga menetapkan Hule;103 yaitu suatu materi murni
tanpa deskripsi. Mereka juga menetapkan ruang hampa sebagai
materi yang berdiri sendiri.

Sementara menurut mayoritas kalangan lane berakal dari


kelompok filsuf dan lainnya, menetapkan bahwa sernua itu tidak
ada wujud nyatanya, dan hanya perkiraan serta hipotesa pemikiran
belaka, sehingga kalangan yang keiiru mengira bahwa apa yang ada
di dalam pikiran ini, benar-benar konkret. Sebagaimana mereka
juga mengira hal ini, dalam hipotesa mereka tentang wujud mutlak.

Padahal mereka tahu, bahwa sesuatuvang mutlak (deskripsinya


tidak terikat), dengan syarat hal tersebut memang sesuatu yang
mutlak terlintas dalam pikiran, bukan sesuatu yang kasat mata;
kecuaii tentu (yang muncul dan terlintas di pikiran) hanyalah
sesuatu yang telah diketahui materinya, dan sifat-sifat yang
menyusunnya, sehingga tidak ada hai lain kecuali itu adalah sebuah
raga, atau yang mewakilinya. Tidak pula sebuah .waktu, kecuali
pasti (yang terlintas) adalah besaran gerakan (yang mengisi waktu
tadi). Tidak pula sebuah materi yang tidak memiliki deskripsi
konkret sekalipun, atau materi yang mendukungnya, kecuali (yang
terlintas) hanyalah ragayang tersusun dari lintasan-lintasan (hal-
hal yang kasat mata). Tidak pula sebuah gambaran, kecuali yang
terlintas adalah sesuatu yang dicontoh dari materi yang konkret,
atau materi tersebut yang dikonkretkan dengan iintasan pikiran
tadi. Bahasan seperti ini, dan bahasan-bahasan serupa lainnya,
telah dikupas secara panjang lebar dalam tempat lain. Selesai
nukilan

Abu Ubaid al-Qasim bin Salarn al-Harawi menyatakan dalam


Gharibul Hadits (lI/1-4s); sabda NabigE, "sesungguhnya Allah
itulah (Pencipta dan pengatur) masa," sudah sepatutnya bagi orang
Islam untuk tidak saiah dalam mengartikannya. Sebab ah\i ta'thil
menjadikan hadits ini sebagai argumen untuk membantah kaum

to3 Teori al-Hiuli (Hule Morfisme). Menurut istilah fiisuf maknanya ialah asal
segala sesuatu. AlHiuli dalam gramatika Arab shahih secara ilmu sharaf,
karena ia berasal dari wasan fai'uli.Yangbenar bahwa laf al al-hiuli berasal
dari bahasa Yunani, yang berarti asal muasal, atau materi. Sedang
menurut istilah, ia didefinisikan sebagai ruang daianr.jasad yang
memungkinkan baginya untuk menyatu dan terpisah. Selesai nukilan.
Dari al-Muzhir, as-Suyuthi (llzlZ), Syarh at-'ladmu,iyah, Falih Ali Mahdi.

.@, s Al-@waaid.4l- ,l[utila F-_*-


musiimin.

Sungguh saya mengetahui, sejumiah orang yang terindikasi


zindiq dan atheis berhujah dengan hadits ini dan berkata, "Lihat,
bukankah Nabi* oersabda, "sesungguhnya Allah adalah masal."
M aka s aya pu n meni mpali, " A d akah s e s e o r an g y an g m e nc el a Allah? | ."

Makna hadits ii atas menurut saya -wallAhu a'lam- bahwa


dahulu orang-orang Arab biasa mencaci masa atau zaman; ketika
tertimpa musibah; seperti musibah kematian, masa tua, rusaknya
harta benda, dan yang lain sebagainya, lalu mereka mengatakan,
"Mereka tertimpa perilaku masa," "lvlereka dibinasakan otreh masa,"
" Zarytan teiah rrenda langkan musibah." Mereka menganggap masa

atau zaman-lah yang melakukannya, hingga mereka pun mencela


masa.

Mereka biasa menyebut cacian seperti ini dalam bait-bait syair.


Seperti dikatakan oleh seorang penyair tentang suatu kaum yang
telah binasa;

fulasa ntemilih mereka pada suatu pagi


,\lasa itu memanah diriku, padahal aku tidak memanah
Oh ma:;a! Betaoa seringnva kau melukai kami
Tcpat di pusar komi hingga meu,usup ke dalam rulang
Kau merampds sesuoru dari kami tanpa memberikan Bantiwa
untuk kami
Ah masa! Kau tidak adtl dalam menjatuhkan keputusan

Amr bin Qami'ah berkata;

Putri-putri masa memanahku dari arah yang tidak kuketahui


Lanras hagoimona dengan orang )/ang memanah padahcl ia ti-
dak bisa memar,alt
Anaai sLila petoka itu onak panoh, tentu oku dapat melindungi
diri 'iartu'a
Tapi. ckit dipanth runpa men1gunakan anak panah
Dengtn keJua tangan ku bertumpu di atas tongkat
Dengat tiga kari bertelekon, ku berdiri setelahnva

! . Kaidah kaidahTerkait Nama-nama Allah .@,


Amr mengatakan bahwa masa telah membuatnva menjadi tua.
Ailah W sendiri telah mengabarkan ihwal mereka di dalam kitab-
Nya, lalu Allah dustakan perkataan mereka. Allah ;e berfirman;

A u; JJ
yir {1 tsJ+-t;r tlj .:rt r-fr
'

4 j;L;-il e ,J" C J.!


"l
"Dan mereka berkata, 'Kehidupan ini tidak lai'n hanyalah
kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang
rnembinasakan kita selain masa.' Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu
t ent an g itu, m ereka h any al ah m en du ga- du ga s aj a' ." ( QS . AI- Jatsiyah
-.24,

Dengan demikian, makna sabda Nabip$, "Janganlah kalian


mencela mASa," maksudnya, jangan mencela slapa yang melakukan
hal-hal itu kepada kalian, dan yang menimpakan musibah-musibah
itu kepada kalian, karena Allah-lah yang rnelakukannya, bukan
masa. Inilah makna hadits yang benar, insya Allah.

Sebagai pelengkap faidah, berikut kami nukilkan pertanyaan


yang diajukan kepada Syaikh Ibnu Utsaimin terkait hadits di atas;

Syaikh ibnu Utsaimin -semoga Allah mengampuni beliau-


ditanya tentang sabda Nabiffi dalam hadits qudsi;

ttat;
"Allah u; berfirman,'Anak Adam menyakiti-Ku; ia mencela
masa, padahal Aku (Pencipta) masa, di tangan-Ku segala urLtsan
b erada. Aku memb olak-b alikkan malam dan sian g'."
toa

Beliau menjawab, "Sabda Nabi# dalam hadits yang diajukan


oleh penanya; 'Anak Adam menyakiti-Ku1.' Maknanya, Allah merasa
terganggu dengan sesuatuyang disebutkan di dalarn hadits. Narnun
gangguan yang disebutkan Allah untuk diri-Nya, tidaklah seperti
gangguan makhluk. Dalilnya adalah firman Allah i:e ;

104 HR. Al-Bukhari, hadits nomor 4826,6t8l,749t di beberapa tempat dalam


kitabnya, Muslim dalam kitab Shahih (V/S+8).

.@t Syarah Al-@waaid Al- Mutsla o--*-*


s. _.{ Ci:rr ';tiJi *t' J-! h
"Tidak ada sesuaLu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendenyar, Ma,ta Meiihat." (QS. Asy-Syura : tr 1).

Dalarn ayat diatas, Aiiah lebih dulu rneniadakan rnumatsalah


(kesamaan diri-Nya ,iengan makhluk) sebelum menetapkan sifat
(mendengar cian melihat), agar penetapan sifat ini masuk ke daiarn
hati, disertai dengan keyakinan bahwa sifat Aliah tidak serupa
ciengan makhiuk; namun sifat yang sesuai dengan keagungan-Nya.

Dan tiriak ada sesuatu pun yang menyerupai sifat-sifat-Nya,


seperti haln,r*a tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Zat-Nya.
Sifat apapun yang disrfatkan Allah untuk diri-Nya, sama sekali tidak
mengandung kemungkinan adanya keserupaan dengan makhluk.
Karena konsekuensi dari membenarkan adanya kemungkinan
at-tamtsil (penyerupaan Allah dengan makhluk) di dalam firman
Aiiah i";, , ataupun sabda NabiS, sama dengan meyakini bolehnya
seseorang untuk kufur dengan firman Allah *;-r dan sabda Nabi
# Karena rnenyerupakan sifat Allah dengan sifht makhluk,
merupakan kekufuran. Juga mendustakan firman-Nya;

x.r-'p4t. o=;^fri9;;
U'. ^ti; f
"Tidak aii.ri sesua:u pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendengar, Maha lvleiihat." (QS. Asy-Syura : 11)

Sabda :eliau; (-nr.,i '.lr; artinya Pengatur masa, seperti yang


Ailah sampaik-an dalam firman-Nya;

. j ) . ,; ' ,l , , -a ,, ,.,1'-
-,ttq j--:-jr,;,
-(. ;*l'tir .'tiy -,-Ul ;* kJ:l.r; f
':(Yt:$:V iir,
1 ,"JrjJr -;
"Dan rnasa (keja:aan dan kehancuran) itu, Kamf p"rgilfrt on at
antarc manus,a iaga' mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah
membedakari :rang-crang yang beriman (dengan orang-orang kafir)
dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan
Allah ridak meny ukai,rat'tg- orang zalim." (QS. AIi'fmran : 140).

Dan fi rir ;iri-Nya daiarn hadits qudsi, " Aku memp ersilih-gantikan

--*T)" jit* 3o2


malam dan siang." Maksud siang dan malam disini adaiah masa atau
zamar\.

Maka tidak bisa dikatakan bahwa Allah itulah rnasa. Siapa


mengatakan demikian, berarti ia menjadikan makhiuk sebagai
Khaliq, dan memposisikan muqallab (yarrg diatur) sebagai muqallib
(yang mengatur).

Jika ada yang menyanggah; bukar,.kah .n:ajaz tidak


diperbolehkan dalam firman Allah, sabda Rasulullah+5, dan juga
dalam bahasa?.

Saya jawab;betul. Akan tetapi,lafal dalam hadits ini adalah lafal


hakiki yang sesuai maknanya, yang ditunjukkan oreh rangkaian
kalimat, dan juga indikasi-indikasi yang ada. Dalam aariits ini ada
kata yang mahdzuf (dihilangkan), dengan takdir (perkiraan) sebagai
berikut; 'Aku (yang membolak-balikkan) rnasa," k:irena kalimat
ini dijelaskan oleh firman-Nya, "Aku mempersilih-gcn:ikan malam
dan siang." Selain itu, menurut akal juga mustahii, rnenganggap
Pencipta yang merupakan pelaku, sebagai rnakhluk yang dijadikan
obyek.

Syaikh Ibnu. Utsaimin ditanya; apakah Ad.-Dahr termasuk


nama Allah?!

Beliau menjawab; Ad-Dahr bukan salah satu nama diantara


nama-nama Allah. Siapa mengatakan seperti itu, ia telah keliru,
karena dua alasan;

Pertamal nama-nama Allah ituhusna, yaitu merrcapai puncak


tertinggi dalam keindahan, atau yang paling sempur$a. Untuk itu,
nama-nama-Nya harus mengandung sifat dan makna yang paiing
indah, yang ditunjukkan oleh lafal (dari nama) tersebut. Karena
itulah, di antara nama-nama Allah, tidak ada satu pun isim jamid..
D an, A d- D ahr adalah isim j ami d yang tidak m emiliki makn a apapun,
selain sinonim untuk waktu atau zaman.

Kedua; siyaq (konteks kalimat) dalam hadits tidak bisa


menerima anggapan tersebut, karena Allah,:,= berfirman, "Aku
mempersilih-gantikan malam dan siang." Malam dan siang adalah
waktu atau masa (yang dibolak-balikkan) Maka bagaimana
mungkin obyek yang dibolak-balikkan, menjadi subyek yang

.@t ) Syarah Al-@waaid Al- .Mutsl, _< c---*


membolak-balikkan?!

@ Syaikh tbnu Utsaimin ditanya; apa hukum mencela


masa?.

Beliau menjawab; rnencela masa terbagi menjadi tiga kategori;

Pertama; hanya bermaksud rnemberitahukan saja, tanpa


ada niatan untuk mencela masa. Ini boieh. Contoh; perkataan
seseorang, "Pariasnya nari ini membuat kita ]elah," "Dinginnya hari
ini membuat kita leiah," atau semacamnya, karena setiap perbuatan
tergantung pada niatnya, dan kalimat-kalimat seperti ini boleh,
jika dimaksudkan unt.rk pengkabaran sernata.

Kedua; rurnceia rnasa dengan anggapan bahwa masa atau


zarr,aniah yang bertindak sebagai pelaku. Ivfisal; seesorang
mencela masa ,iengan keyakinan bai:wa masa atau zaman lah yang
membolak-baiikkan segala urusan; dari yang baik menjadi buruk,
dan semacamnya; perbuatan seperti ini merupakan syirik besar,
karena meyakini adanva pencipta iain selain daripada Allah, karena
yang bersangkutan menisbatkan kejadian dan peristiwa tersebut
kepada selain Ailah.

Ketiga; mencela masa dengan keyakinan bahwa pelakunya


adaiah Allah, hanya saja ia menceia masa, karena masa merupakan
tempat terjadinya n'rusibah dan perkara-perkara yang tidak
disukainya. Perbuatan seperti ini haram hukumnya, karena
bertoiak-belakang dengan perintah untuk bersabar. Namun
perbuatan ini tidak menyebabkan kafir, karena yang bersangkutan
tidak mencela A}lah secara langsung. Andaikan ia mencela Altrah
secara langsung, tentr., ia kafir.

-*----------{ ) I *idah kaidahTerkait


@ .@,
Kaidah Ketiga
.{VIjO,Y6'il5l&.
[r\3vd/J]
tV-'

@ Jikanama-namaAllah,s menuniukkan sifat


muta'addir1os maka narna-nama tersebut rnengandung
tiga hal;
Pertamal ketetapan nama Allah ,''-,; tersebut.it6

Kedua; ketetapan sifat yang terkandung datram nama tersebut


untuk Allah iu:-i. .!07

Ketiga; ketetapan hukum dan konsekuensi dari nama


tersebut.los

to5 Muta'addi adalah kata yang melahirkan obyek dengan sercirinya; contoh;
(J.tt +-n) artinya; saya meiaut pena. Penjelasan tentang hal ini, akan
disampaikan lebih lanjut dalam penjelasan tambahan.

ro6 Maksudnya mengakui bahwa nama tersebut adalah narna Ailah yang
menunjukkan kepada Zat dan sifat-sifat-Nya. ;ehingga penetapannya
tidak berseberangan dengan an-nafyi (peniadaan) dan ai-inkar
(pengingkaran).

107 Maksudnya mengimani makna yang ditunjukkan oieir nama tersebut,


meialui petunjuk bahasa, yaitu petunjuk muthcbaqah, tachammun, dan
iltizam, seperti yang akan dijelaskan seianiutnva pada <aidah keempat,
sehingga sernua itu harus diyakini dengan pasti

ro8 lnilah yang disebut dengan istilah otsor atau Can:pak hukum. Pada kaidah
ketujuh selanjutnya, penulis akan nrenyebutkar bahwa lenyimpangan
dalam nama-narna AIIah terbagi menjadi tiga tirgkatan:
Pertamal mengingkari nama.
Kedua; mengingkari sifat.
Ketiga; mengingkari hukum, konsekuensi, ataL, dtscr (rlarnpak hukum),
seperti yang akan dijelaskan selanjutnya"

-@, \,,, ardh'll- Q,r.rar,l,ii- .il y; tio


Karena itulah para uiama menggugurkan had1qe (hukuman)
untuk perampok manakala rnereka bertobat (sebelum tertangkap),
berdasarkan firman Ailah is:;

*,
€:r'ri n ;i rrli;',; fo=r. r:iG ;i ().Lg a)'-o l-[-]
J. ijrr uF
" Ke cuali or ang- or angy ang b ertob at s eb elum kamu d ap at menguas ai
mereka; maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Pengampun, Maha
Al-Ma'idah : 34).
Penyayang." (QS.

Karena kelaziman dari kedua nama ini menunjukkan bahwa


Allah telah mengampuni dosa-dosa mereka, dan mengasihi
'*v-
mereka dengan menggugurkanhad (hukuman) dari mereka.

Contoh lain; As-Sami' (Maha Mendengar). Nama ini


mengandung (tiga hai); Pertama; penetapan As-Sami' sebagai

= Perlu disampaikan bahwa kaidah ini membantah kalangan mu'athilah


dari sekte Jahmiyah, Mu'taziiah, dan selainnyal karena menetapkan
nama Allah membantah pandangan Jaitmiyah. Dan menetapkan sifat
Allah membantah pandangan Mu'tazilah.
Berkaitan dengan atsar atau dampak hukum; Mu'tazilah iuga
menetapkannya. Mereka mengatakan bahwa Allah memiliki nama
Al'Aliim (Maha Mengetahui), akan tetapi tidak memiliki sifat ilmu,
meskipun Dia mengetahui. Yakni, mereka menetapkan adanya atsor
(dampak hukum), hanya saja mereka mengatakan bahwa AIlah
mengetahui dengan Zat-Nya.

to9 Maksudnya, had perampokan dan pelaku teror gugur jika pelaku
bertobat sebelum ditangkap. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan
ahli ilmu terkait hal ini. Had perampokan adalah hukuman mati, salib,
potong tangan dan kaki secara bersilang, atau diasingkan.
Sementara yang berkaitan dengan hak-hak sesama manusia, seperti
qisas jika pelaku melakukan pembunuhan, jirah iika pelaku melukai,
mengembalikan harta iika pelaku mengambil harta orang lain, hak-hak
initidak lah gugur meski pelakunya bertobat.
Disebutkan dalam tafsir alJalalain; "Maka ketahuilah, bahwa Allah Moho
Pengompun," atas kejahatan yang telah mereka lakukan, "Moha
Penyoyang," terhadap mereka. Allah menyebut lafal ini, dan bukan
mengatakan, "Hukumlah mereka," untuk menunjukkan bahwa tobat si
pelaku hanya menggugurkan had-had Allah, sementara hak-hak sesama
manusia tidak lah gugur. Demikian yang saya pahami, dan saya tidak
mengetahui adanya dalil lain yang berseberangan dengan kesimpulan ini
walldhu a'lom. Silahkan baca pen jelasan ini dalam Tafsir al-Baghawi (l!ll),
Tafsir ar-Razi (Xl1r35), ol-Jamol 'alal )alalain (|lzt7), Tafsir al-Mazh-hari
(l I l/9t), al-Mughni, lbnu Qudamah (Xt l/483).

*--*-.----------- 1. Kaidah kaidahTerkait l'{ama-nama Allah .@,


nama Allah. Kedua; penetapan sifat Maha Mendengar untuk Allah.
Ketiga; penetapan konsekuensi hukum dari nama ini, yakni hal
ini melazimkan bahwa Allah Maha mendengar segala rahasia dan
bisikan,lio seperti yang Allah sampaikan dalam firman-Nya;

,i
JlrL7; -rJl JjJ a.ul ,-- "rg-
; p.r*.r,r
' L:. if *;;*
"Sungguh,
Allah telah mendengar ucapan perempuan yang
mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan
mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan
antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat ;' (QS. At-Muiadilah: 1)

Namun jika nama-nama Allah tidak menunjukkan sifat


muta'addi, maka nama-nama tersebut hanya mengandung dua hal;

Pertamal ketetapan nama tersebut untuk Allah .:",j .

Kedua; ketetapan sifat yang terkandung di dalam nama


tersebut untuk Nlah u;. .

11o Makna hukum dan atsar (konsekuensi hukum) ialah; bahwa pendengaran
Allah meliputi seluruh suara, baik suara keras, rahasia, maupun bisikan.
Seperti disebutkan dalam firman Aliah :e;
:,, t', gL;.-,., '-.. ). ,. -'. " : .'i
, LJ ,-r
.-rl
s-.; {rrlJ d,ul srt
.Jj rfui r V::
_..J2; S:tjr;l -\-} ^i,f ; i;
..,J.,3i_.irr
"Sungguh, Allah teloh mendengor ucapan perempuan yong mengaiukon
gugatan kepadomu (Muhammad) tentang suaminyo, dan mengadukon
(holnya) kepada Alloh, dan Allah mendengar percakapan antara kamu
berdua. Sesungguhnya Alloh Maha Mendengar, Moha Metihat.,, (eS. At-
Muiadilah: r)
Dan harus diketahui bahwa nama-nama Allah yang mengandung sifat
muta'addi itu sebagian di antaranya tidak berkaitan dengan setiap yang
ada (segala sesuatu), melainkan hanya sebagiannya saja, karena setiap
nama di antara nama-nama Allah itu memiliki keterkaiian yang sesuai
dengan maknanya. Seperti nama As-Sami'yang hanya berkaitan dengan
suara-suara yang didengar. Ada juga yang berkaitan dengan segala
sesuatu, seperti nama Al-AIim (Maha Mengetahui), nama ini berkaitan
dengan segala sesuatu, karena segala sesuatu adalah ma,lum (bisa
diketahui). Demikian seperti disebutkan Syaikhul tslam lbnu Taimiyah
dalam al - F ataw a (V I a9 a). Li h at ! u ga; M anhoj Ahti s snn o h, Kha I id N u r (t t/3 8z).

.@, ) SyrahAl-@woaidAl- Mursla __<


Contoh; namaAl-i {ayyu (Maha Hidrp)."t Nama ini rnenetapkan
Al-Hayyu sebagai sal.rh satu narna Allah o-,r ,112 dan rnenetapkan
sifat hidup bagi-Nya.

Terkait hal ini, lbnui Qayyim r,i; berkata, "Ketika sebuah narna telah
dimutlakkarr sebagai nama Allah, maka dari nama tersebut boleh
diambilkan mashdar dan fi'il-nya, seperti nama; As-Sami' (Maha
Mendengar), Al-Bashir (Maha Melihat), dan Al-Qadir (Maha Kuasa); dari
nama-nama ini bisa diambilkan mashdar; somo'(pendengaran), bashor
(penglihatan), dan qudrah (kuasa). Boleh pula dikabarkan dalam bentuk
fi'il, seperti firman Allah; "Sungguh, Allah telah sami'a (mendengar)
ucapon perempuan yang mengajukan gugatan kepodamu (Muhammad)."
(QS. Al-Mujadilah : l) .Dan firman-Nya, "Faqodarna (Lalu Kami tentukan
(bentuknya)), moka (Komiloh) sebaik-baik yang menentukon;' (qS. Al-
Mursalat : z3). lniiika fi'ilnya muta'oddi (membutuhkan objek).
Adapun jika fi'ilnya ldzim (tidak membutuhkan objek), maka tidak boleh
menggunakan fi'il (kata kerja) untuk mengabarkan Allah. Contoh; nama
Al-Hayyu (Maha Hidup). Hanya bisa disebut dalam bentuk isim dan
mashdar saia, tanpa fi'il. Sehingga tidak boleh disebut Hayiya (Dia Yang
Hidup)." Demikian dinukil dari Bada'iul Fawa'id (llt6z)

112 Syaikhul lslam lbnu Taimiyah menyebutkan dalam alFatowa (XVlll/3rr);


bahwa nama Al-Hayyu Al-Qayyum adalah ismul a'zham (nama paling
agung). Syaikh lbnu Utsaimin berkata dalam Al-Fatawa, "Tidak diragukan
lagi, bahwa nama ini adalah nama Allah. Bahkan ada riwayat yang
menyebutkan bahwa nama tersebut adalah nama yang paling agung."
Dalam al-lnshaf, al-Mardaway (Xl/4) bahwa Al-Hayyu bukan nama Allah.
Pernyataan ai-Mardaway ini berbeda dengan pernyataan ulama yang
semazhab dengannya.
Kesimpulan dari apa yang disebutkan penulis terkait kaidah ini, sangat
jeias berlaku bagi nama AIlah; As-Sami'(Maha Mendengar) dan Al-Hayyu
(Maha Hidup). Adapun nama As-Sami' (Maha Mendengar) ia disebutkan
cji dalam Al-Quian dan As-Sunnah, dan yang dimaksudkan adalah ot-
tasommi (ketetapannya sebagai nama), seperti disebutkan dalam firman
Allah;

4. ,"--,t6{r rr:; a.t rJ h


"Tidak ada sesuatu pun yong serupa dengan Dia. Don Dio Yang Moha
Mendengar, Moho Melihat." (qS. Asy-Syura: rr).
As-Sami' berasal dari fi'il muta'addi (6-). Seperti disebutkan dalam
firman-Nya

51 XrrU ^*:; irrr.ur ;1**.s:4|:;;;irU; J, fj; i,r


.* Sp
e."AG.* it
"Sungguh, Allah telah mendengar ucapon perempuon yang mengajukan
gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminyo, dan mengadukan
(holnya) kepado Alloh, dan Allah mendengar percokapan antara kamu

"--_-___{ 1 . Kaidah-kaidah Tbrkait liama-nama Allah .o,


Fenielasan Tambahan Kaidah Ketiga I

__)
EEYSIS
tV-'

Sebagaimana telah kami sebutkan, pada catatan saki di kaidah


ketiga sebelumnya, bahwa dalam al-mulhaq (penjelasan tambahan)
kami akan jelaskan beberapa hatr;

Pertama;
perbedaan antara muta'adili dan lazim.

Dilihat dari maknanya, f il terbagi menjadi dua: muta'addi dan


lazim.

= berduo. Sesungguhnya Allah Maha Mendengor, Maha Melihat." (q5. Al-


Muiadilah: t)
Fi'il sami'a ini boleh juga digunakan untuk mengabarkan tentang Allah di
luar konteks Al-Qur'an, seperti kalimat; (u)ti 4Xi +- J u)d dl e*) artinya;
AIlah mendengar ucapan fulan. Boleh pula mengabarkan tentang AIlah
dengan bentuk mashdar dari f i'il ini; sam'u denglan memfathahkan huruf
sin dan mensukun huruf mim. Anda boleh mengabarkan tentang Allah
dengan kalimat (.rto .-Jl g,r.++ !* dl et) artinya; pendengaran Allah
meliputi seluruh suara.
Adapun nama Al-Hayyu (Maha Hidup); nama ini diambilkan darifi'il lazim
(kata kerja yang tidak membutuhkan oblek); hoyiva.l,4aka tidak boleh
menggunakan fi'il hayiya ini untuk memberitahukan tentang pekeriaan,
atau hidupnya Allah. Sementara bentuk mashdar dari kata ini adalah
hayyun, dan isim-nya adalah al-hayyu" Dua kata ini boleh digunakan
untuk mengabarkan tentan€J Allah; seperli Allah havvun (Allah Maha
Hidup) dan Al-Hayyu huwa Ailah (,l,taha t-iidup ituiah Ailahl. Dalam Al-
Qur'an disebutkan;
*. --r* ) oi 3-\ * ,f ;:x
"Dan bertowakatlah kepoda Allah Yang Hic)up, \'ang tidak matl." (q5. Al-
Furqan: 58)

C(rD ) S.vorah.ll ktwooiJ Ai tiurslo 1.,


\./
S Fi'il Muta'adili (Kata Keria Yang Membutuhkan
obiek);
Adalah f ityangfa'il (subjeknya) melazimkan pengaruh, untuk
melahirkan maf'ul bihi. Seperti; ("rJsYt .l-,,U e") artinya; Thariq
menaklukkan Andalusia.

Fi'ii muta'addi memerlukan fa'il (subjek) yang melakukan


pekerjaan, dan maf 'ul bihi yangmenjadi objek sasaran pekerjaan.

Fi'il muta'addi )uga dinamakan f il waqi' (mengenai), karena


perbuatan fa'ii (subjeknya) mengenai maf'ul blht. Juga dinamakan
fil mujawiz (melampaui) karena perbuatan fa'il (subjeknya)
melampaui (dirinya) sehingga berimbas padamaf'ul bihi.

Tanda fi'llmuta'addi adalah menerima ha' dhamir yang kembali


pad,amaf'ulbihi. Contoh; ("ilii *JSLi -,11-L!1 rerrl) artinya; seorang
siswa b ersungguh- sungguh, hingga dimuliakan gurunya.

Sementara ha' dhamir yang kembaii kepada zharaf atau


mashdar, maka tidak menunjukkan sifat muta'addi bagi f il yang
bertemu dengan ha' tersebut. Contoh ha' dhamir yang yang
kembaii kepada zharaf; (4iJj a.^.ll e-r), artinya; pada hari Jum'at,
aku mengunjunginya. Contoh; ha' dhamir yang yang kembali
kepada mashdar; (dlJl 'gl;l ' aL*s! ;rS )-i il+itt'., Ji^si. ), artinya;
hiasilah dirimu dengan niiai-niiai utama seperti halnya nilai-nilai
yang diladikan hiasan diri oleh parasalafus shalihAnda. Ha' dhamir
pacia contoh pertama menempati posisi nashab sebagai maf'ul fihi.
Sedangkan ha' dhamir pada contoh kedua menempat posisi nashab
sebagai maf 'ui mutlaq

S Muta'ddi binafsihi dant muta'ailili bighairihi;


Fi'l| muta'addi terbagi menjadi dua; muta'ddi binafsihi dan
muta'addi bighairihi.

Muta'ddi binafsihi adalah f il muta'addi yang rnelahirkan maf 'ul


bihi secara langsung, tanpa adanya perantara huruf jar. Contoh;
(Jilt +r) artinya; saya meraut pena. Maf'ul-nya dinamakan sharih
atau jelas.

Muta'addi bighairihi adalah f il muta'addi yang melahirkan

-*--*-----------{ I . Kaidah-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .@,


maf'ul bihi dengan perantara huruf jar. Contoh; (6 c,+a) artinya;
saya melenyapkan Anda. Maf'ul-nya dinamakan ghairu sharih atau
tidak jeias.

Fi'il muta'addi kadang melahirkan dua rnaf 'ul sekaligus; salah


satunya sharih atau jeias, dan yang lainnya ghairu sharih aiau tidak
jeias. Contoh; ('dai .,ll &tji*)i lvri) artinya; tunaikaniah amanat-
amanat kepada pemiliknya.

(nEl-Yl); maf'ul bihi sharih, dan (talai;. maf'ul bilti ghairu sharih,
majrur secara lafal dengan huruf jar, dan manshub secara mahal
sebagai maf'ulbihi ghairu sharih.

Fi'il
muta'addi kadang melahirkan satu maf'u!, kadang
meiahirkan duamaf'ul, dan kadang puia melahirkan tiga maf'ul.

s Fi'ilLazim;
Fi'il lazim adalah fil yang kekuatan maknanya hanya
berpengaruh kepada faIl (subjek) dan tidak melahirkan maf'ul
bihi (objek). Contoh; (il.. jLr riu ,,'qr) artinya; Sa'id telah pergi
dan Khalid telah safar. Fi'il lazim memeriukan fa'il dan tidak
memerlukanmaf'ulbihi, karena makna f ilinihanya terikat dengan
fa' il-ny a, sehingga tidak memerlukan m af ul b ihi.
'

Fi'il lazim juga dinama'xan f il qashir (terbatas), karena tidak


memerlukan maf'ul bihi dan hanya mernerlukan fa'it saja. Juga
dinamakan f il ghairu waqi' {tidak berimbas), karena rnaknanya
tidak berlaku pada maf'ulbihi. Jugadinamakan f il ghairulmujawiz
(tidak melampaui), karena ia tidak melampaui fa'il-nya.

S Kapankah f illazimberubah rnenjadi f ilmuta'ailili?


Fi'illazim berubah menjadi f il muta'addi dengan salah satu dari
tiga wasilah;

Pertama; merubah fr'tl ttuta'ad.Ci ke dalam bab, (Ji!i), contoh;


( reir ^\l
c--Fi); saya memuliakan orang yang bersungguh-sungguh.

Kedu,a; merubah f il muta'addi ke ialam 'bab i-,ii), ccntoh;


(rLlitt :,:A';, saya memuliakan ulama.

.@, Syarah Al-@u,aaid Al- tNlursla


Ketiga; dengan perantara huruf jar, contoh; (4Ul
;:r- raf\
al,;.5.i1:,;1, , "'r-o);berpalinglah
dari kehinaan, dan berpeganganlahpada
keutamaan. Dernikian dikutip dari Jami' ad-I)urus al-Arabiyyah, al-
Ghullaini.

Lihat juga; al-Mufeshal, az-Zamakhsyari, halaman: 341-, Syarh


lbni Ya'isy 'aial Mufashshal (V$/62), Dalihts Salik ila Aifiyat lbni
Malik, al-Fauzan (l/369).

---€ i . Katdah-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .@,


,ffi3. -:
Kaidah Keempat
-*V[:6\Y6'IlY,-
g(l,vd)Jl
tV-'
@ Petuniuk Nama-nama Allah.,c Terhadap 'Aat d,an Sifat-
sifat-Nya Diketahui dengan Muthabaqah, Tadhammttn,
d,anlltizamttg
Contoh; Al-Khaliq (Maha Penciptat, nama ini secara
muthabaqahlla menunjukkan Zat Niah, dan siiat penciptaan
sekaligus. Dan menunjukkan kepada salah satu makna; Zat-Nya,
atau sifat penciptaan saja, secara dilalah tadhammun.ils

Serta menunjukkan sifat ilmu dan qudrah (Kemahakuasaan)


secara iltizam.

Karena itulah ketika Allah menyebut penciptaan langit dan


bumi, ia berfirman;

4,

q,( r'tt&r.t t..f .-I\


t//
ii r;Lr x
"Agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu." (qs.

1't) Pada penjelasan tambahan akan diielaskan makna muthaboqah,


tadhammun, dan iltizam secara rinci, dinukil dari tulisan para ahli ilmu
mantiq dan ushul terkait permasalahan ini.

114 Maksudnya, nama Al-Khaliq menunjukkan dua hal sekaligus berdasarkan


dilalah muthabaqoh;
Pertama; (nama Al-Khaliq) menunjukkan Zat AIlah.
Kedua; (nama Al-Khaliq) menunjukkan sifat penciptaan.
Syaikh Khalil Harras mengatakan dalam Syarh an-Nuniyyah (ll/tzt),
"seluruh nama-nama Allah secara muthabaqoh menuniukkan Zat dan
sifat yang diambilkan dari nama-nama itu."

115 Karena kedua penuniukkan tadi (yakni penunlukkan zat dan sifat),
merupakan bagian dari makna yang terkandLrng di dalam nama.

.@, ) Sfarah.4l-@wooidAl- llurslc ( o--**


Ath-Thalaq: 12)116

Dilalah ilt-tz amsan gat berrnanfaat bagi penuntut ilmu, manakala


ia mampu men raciaburi makna, serta diberi taufik oleh Aliah dalam
rnemaharni ketaziman ciari suatu makna. Dengan bermodalkan
satu daiil saja, (sesecrang yang mengetahui dilalah iltizam) akan
dapat mencabangkan banyak permasalahan.rrT

tt6 Sebab tarrpa ilmu dan qudrah (kemahakuasaan), tentu tidak akan ada
penciptaan iangit dan bumi. Pada kaidah ketujuh selaniutnya akan
disebutkan bahwa oenyimpangan dalam nama-nama Allahugadalah
dengan n-rengingkan nama, sifat, dan kelaziman makna dari nama.
Mengingkar: sifat marsudnya ialah (mengingkari makna yangterkandung
di daiamnyaj, tidak acia bedanya apakah makna dari sifat tersebut
tercakup di rralam nama Allah secara dilaloh tadh.amun ataukah secara
iltizum.Sen'isal sifat ilmu dan qudrah (yang merupakan kelaziman ciari
nama Ai'Kl-:aliq) yarg jika diingkari oleh seseorang berarti dia telah
melakukan iiirod. Karena rnengingkari suatu makna yang telah ditujukkan
oleh nama. adaiah perbuatan ilhod (pengingkaran); baik penunjukkan
tersebut diketahui secara muthabaqah, tadhammun, ataupun iltizam.
Lihat; Syarh al-Wasithtyyah, Syaikh lbnu Utsaimin (i/gz).

111 coniohnya; seseorang boleh memasuki waktu shubuh dalam kondisi


junub. Daiilnya adalah f irrnan Allah :e;
i .: i, , -.
-E:;ir *< * ;- ty.rts 'rts, 6J,l, =s u tr-;{lr _*:F[;vti ..y
-i-";-,.3-*; \: Jir-l r)1. ?*! lFi ; .il, o:-!r -b^;ir .r" r4\l
,,i ,-,1:,.a[l _-
,

.4J.iJ _*[ J,lJ"rS L^ird )G +nl r_o_u JLlj LL*JI € i#-l;


4.:"t-
"MGkd sekarang campurilah mereka dan carilah opo yang telah
ditetapkan Allah bagimu. Mokan dan minumloh hingga jetas bagimu
(perbedaanl nntara benang putih don benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puosa sampoi (datang) malam. Tetapi jangon kamu
campuri mereka, keti<a karnu beritikaf dalam masjid. ltulah ketentuon
Al!ah, makc ianganlah kamu mendekatinya. Demikionlah Altoh
menerangkan ayat-oyot-Nya kepada mdnuila, ogar mereka bertakwo.', (eS.
Al-Baqarah : ;87).
Artinya, boleh berhubungan badan hingga fajar. Konsekuensinya, ia
memasuki lvaktu shubuh dalam keadaan junub. Dengan demikian, ayat
di atas menunjukkan bolehnya memasuki waktu Shubuh dalam keadaan
junub, berdasarkan dilalah iltizam.

2::y:l*!g,t,! rb r k ai t x o, i -,ioW .@t


Perlu diketahui, bahwa lazimllg (konsekuensi makna) dari
firman Allah ue dan sabda Rasul-Nya, jika makna tersebut memang
tepat untuk dijadikan lazim (konsekuensi).11s Maka kelaziman
(baca: konsekuensi) dari makna tadi adalah haq (benar); sebab
firman Allahtledan Rasul-Nya adalah h"q (benar), sehingga
kelaziman makna yang terkandung dari firman Allah :e dan Rasul-
Nya juga sesuatu yang haq (benar).120

Alasan lain; bahwa Allah ue jelas mengetahui apa kelaziman


(konsekuensi) dari firman-Nya dan sabda Rasul-Nya,l21 sehingga
kelaziman (konsekuensi) tersebut, sudah tentu sebuah hal yang
memang dimaksudk an.722
rr8 Dalam keterangan tambahan akan diielaskan detinisi lazim, dan
perbedaan pendapat di antara para ahli ilmu manthiq dan lainnya.
Silahkan dirujuk, karena urgennya permasalahan ini.

119 Perkataan penulis menunjukkan, bahwa kelaziman (konsekuensi) dari


sesuatu yang benar adalah benar; hal ini berlaku untuk f irman AIlah dan
sabda Rasul-Nya.
Adapun perkataan selain Allah dan Rasul-Nya, maka hal ini perlu dirinci,
seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beserta to'liq (penjelasan)
mengenai perkataan penulis. Dalam permasalahan ini sendiri terdapat
pendapat-pendapat lain yang fuga akan disampaikan pada penielasan
tambahan.

tzo lni dalil pertama (akan benarnya) kelaziman dari firman Allah,,"; dan
sabda Rasul-Nyag;.

121 lnidalil kedua.

tzz Maksudnya, lazim (konsekuensi makna) meniadi hal yang murad


(memang dimaksudkan). Dari sini muncul pertanyaan; kenapa penulis
tidak mengatakan; bahwa lazim (konsekuensi makna) dari qaul (firman)
Allah dan Rasul-Nya akan menladi qoul (perkataan) puia?, Jawabannya;
Pertamal boleh fadi penulis tidak bermaksud demikian, karena yang
dimaksud iaiah bahwa kelaziman qaul (perkataan) adalah qaul
(perkataan), seperti yang akan disebutkan penulis selaniutnya saat
menjelaskan perincian tentang keadaan-keadaan perkataan selain
perkataan pembuat syariat.
Kedua; atau yang dimaksud perkataan oleh penulis adalah kalam hakiki.
Padahal Allah dan Rasul-Nya tidak mengucapkan kalam seperti itu.
Karena itulah penulis tidak menggunakan istilah tersebut. Sedangkan
selain Allah dan Rasul-Nya; orang sudah terr:iasa mengatakan bahwa
konsekuensi perkataan adalah perkataan, atau bukan perkataan.
Pendapat serupa juga dianut Syamsuddin as-sulami(wafat tahun 655 H.).
la berkata dalam bukunya, Fara'idul Fawa'idfi lkhtilofil Qaulani li Muitahid

.@, s h Al-@waaid Al- Mutsla o--__*-


Adapun ki-'nsekue'nsi perkataan siapapun selain Allah dan
Rasul-l\Iya, acia :iga konciisi;

Fertama: .ronsek;ensi perkataa:"1 disampaikan kepada orang


r,'angmengllc,l kanny,t dan beriaku baginya. Contoh; orang vang
;nenafil(an siiat i'liyah 'berkata kepada orang yang menetaokannya,
"Karena Ancia :nenetaokan sifat-sifat fi'liyah untuk Allah,12rr maka
konsek,:ensinya di altara perbuatan-perbuatan-Nva ada yang
had.its (baru)."lra Laiu orang yang menetapkan sifat-sifat fi'liyah

= Wahid, h;l: 54; Jil.a ada vang mengatakan; bila konsekuensi qiyas
firman Allah :, dan sabda Rasulutlah +5 boleh dinisbatkan kepada Allah
dan Rasui-N1ia, maka konsekuensi qiyas perkataan imam madzhab luga
boleh dinisb; tkan keoadanya.
Jawab; hukum yang dituniukkan oleh qivas dalam syariat tidak boleh
disebut firman Allah ataupun sabda Rasulullah* tapi dikatakan; ini
agama Aiiah dan agama Rasul-Nya' l/aksudnya, Allah menuniukkan
seperti itu, dan begitu iuga Rasul-Nya. Selesai nukilan.
5a1ia katakan; ini bukan perkara besar, karena ketika kita menyebut
konsekuensi firman Allah dan sabda Rasul-Nya sebagai perkataan, maka
kita iidak be.maksuc perkataan tersebut sebagai perkataan hakiki. Tapi
iazim atau ry:afhum. i-ianya saia kekuatannya sama seperti monthuq. Dan
seperti \,'ang telah karni sampaikan sebelumnya, bahwa kami akan
menjelaskarr persoaian ini dalam penjelasan tambahan'

tz) 5ifat-sifat fi'tivah akan diielaskan maknanya pada kaidah kelima dalam
pembahasan kaidah-kaidah sifat.

124 Hrdits ada rj,;a maknanya;


Fertannal bermakna makhiuk. lni bukanlah yang dimaksudkan penulis,
karena AIian ,> berbeda dengan makhluk, dan tidak ada sedikit pun dari
Zat-Nya yang- bersifat makhluk.
Kedua; hcd;is berrneikna baru. lnilah makna yang dimaksudkan penulis
unti:k rnemraniah k:langan yang menafikan sifat-sifat fi'liyah Allah.
Peiiuiis ber,,.ata da;am Sycrah al-vi;sttryyoh (1154), "5ifat-sifat baru
cinamak;i :::at-sifai fi'liyah, karena sifat-sifat ini baru ada dan terjadi
sesuai ierg.: :-l peny€ Dab-penyebabnya. Tidak ada kekurangan dalam hal
in i."
Maksudn:,,,i, perbuaian baru bukan berarti rnengharuskan pelakunya
baru. l',4isari:n kita hari ini datang ,..rntuk menghadiri pelajaran atau
pekerjaai, ;iau kita datang ke mas;id lalu kita melakukan pekeriaan-
rekerjaail, J -,kan be,'ai'ti kita baru diciptakan pada saat itu, karena wuiud
sr-icah leblh dr.:lu a.ia sebelum adan,v-a perbuatan. Kita mengatakan
bahwa Ailai Maha Berbuat apa yang ia kehendaki selak dulu kala, dan
akan seperii itu untuk selamanya. Namun ada di antara perbuatan-
perbuatan {llah yeng bersifat baru. lni tetap saia bukan suatu
kekurangarr, tapi suatu kesempurnaan.
untukAllah berkata, "Ya, dan saya berpegang dengar: konsekuensi
ini, karena Allah sejak dulu Maha Berbuat apa yang ia. kehendaki,
dan ia akan senantiasa seperti itu. Perkataan-i.:erkataan dan
perbuatan-perbuatan Aliah tidak ada habisnya,l2' seperti yang
disebutkan Ailah dalam firman-Nya;

: r,
.i
,Jl J.-e f.:rl A j1.:t l-( t!t-i" .h-jl J$ eJ
-JJ,
l9:B

'.,' .r] rll


= l)-L4 4-.1.^s L;.>

" Katakanlah (Muhammad),'Seandainy a lautan meni a di tint a untuk


(menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti kabisieh iautan itu
s eb elum s ele s ai (p enulis an) kalimat-kalim at Tuhanku, tn e skip un Kami

datangkantambahan sebanyakitu (pula)'." (QS. Al-Kahfr : 109)

Dan firman-Ny";

tn ,,?
Lr ><-r I oJr '; o-l.c Hr,

"Dan seandainya pohon-pohon di burni menjadi pena dan lautan


(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (iagi) setelah
(kering) ny a, niscay a tid ak akan h abis -habisny a (ditui i skan) kalim at-
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, It{ehabijaksanc."
(QS. tuqmanz2T)'?6

= Karena itulah ketika turun huian, Rasulullah,$ berkata; (-q*t ;4:s


a:l
a+:) maksudnya Allah baru menciptakan hujan ini, cian bukannya sudah
ada sejak dulu kala. Karena beliau berkata; (a';' 'qJi +s dl), dengan
demikian, perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat baru adalah suatu
kesempurnaan. Permasalahan ini akan dibahas lebir detaii dalam
keterangan tambahan.

125 Yaitu, perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan,Allah tidak ada


fananya, seperti dikatakan ar-Raghib daiam ol-Mufraaat i.lll6+6). Lihat
iuga; al -W asith f i Taf si ril Qu r' a n, a l -Wa h id i (l I I /1 7, ).

126 Syaikhul lslam lbnu Taimiyah berkata dalarr, al-Fotav,ra {Vllz99); iika
dikatakan; jika Anda mengatakan bahwa Allah senantiasa berfirman
sesuai kehendak-Nya, konsekuensinya kalam Ailan tidak ada
permulaannya. Dan jika AIlah senantiasa berf irrnan, maka Allah
senantiasa mengucapkan firman tanpa akhir. Pernyataan ini
mengharuskan keberadaan sesuatu yang baru, yang ticiak ada batas

.@, Syarah AL-@waaid Al- l[utsla o----..


Jika ada di antara perbuatan Allah yang bersifat baru, itu tidak
melazimkan kekurangan bagi-Nya.

Kondisi hedua; disampaikan kelaziman dari perkataannya,


kemudian ditoiak. Karena tidak ada talazum (keterkaitan)
antara perkataannya, dengan kelaziman yang diambilkan dari
perkataannya.

Contoh; orang yang menafikan sifat-sifat Allah berkata kepada


orang yang rnenetapkannya, "Konsekuensi dari penetapan sifat-
sifat Allah seperti yang Anda lakukan, ialah bahwa Allah musyabih
(menyerupai) 127 sifat-sifat makhluk."

Lalu orang yang menetapkan sifat-sifat A11ah berkata, "Tidak


harus seperti itu, karena sifat-sifat Khaliq disandarkan kepada-
Ny""t dan ticiak disebut secara mutlak,l2e sehingga tidak rnungkin
dikatakan bahwa ini sesuai dengan kelaziman vang Anda katakan.t3o

= akhirnya, karena setiap kata tentu didahuluioleh kata Iainnya, sehingga


kata tersebut bersif:t baru. Dan adanya sesuatu yang tidak memiliki
batas akhir, tentu mr,stahii.
Dijawab; konsekuensr ini benar. Karena itulah mereka (salaf) mengatakan
bahwa kaiimat-kalimat Allah tidak ada habisnya, seperti yang Allah
tuturkan dalam firman-Nya;
,r.
,:
u:a .n:-r J, .:,!s-D -^r. ii JJ .;Jt ,i j; oLJfl l;l-1. ;Jl jts;l ' _!il
'

4( r;; .-G-
" Kat aka nl ah (Muh am m a d),' 5 e an d ai ny a I a ut an m e nj o di ti nt a untuk (m e nilii)
kolimsi-kaltmat Tuhanku, maka pasti habislah loutan itu sebelum selesoi
(p enulisan) kalimat-kolimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambohan
sebonyak itu lpula)'." (e5. Al-Kahfi : ro9)

127 Tentu akan leoih baik lika disebutkan dengan lafal murnatsil (menyerupai),
namun syaikh berkata; ini adalah tulisan penulis sebelum ia menetapkan
perbedaan antara mumatsilah dan musyabihah.

rz8 Sehingga Cikatakan; ilmu Allah, pendengaran Allah. Idhafah adalah


menyandarkan sesuatu pada sesuatu yang lain.

129 Yaitu tidak cjisebut ;ecara mutlak tanpa adanya penisbatan, seperti
dikaiakan; iirnu, pencengaran, penglihatan, dan kehendak.

130 ielas tidak mungkin, karena sifat mutlak tanpa adanya kaitan atau
spesifikasi adalah sesuatu yang bersifat menyeluruh, yang hanya ada di
alam pikiran saja, dan tidak bisa terwujud di alam nyata. Karena itu, tidak
mungkin ada suatu nama pun dialam nyata melainkan pasti dihubungkan

\ L. t'atJah
.----:--:- ./ \
) k,uJ,thTcrkair \.ama-nama.lllah ( t(tatD
Dengan demikian, sifat-sifat Allah khusus untuk-Nya dan patut
bagi-Nya. Seperti halnya Anda -wahai orang yang menafikan
sifat-sifat Allah- menetapkan Zat untuk Allah, dan menurut Anda
Zat-Nya tidak menyerupai makhluk. Lalu apa perbedaan zat dan
sifat?!." Hukum Lazim pada kedua kondisi ini jelas.131

Kondisi ketiga; lazim (konsekuensi) perkataan merupakan


hal yang didiamkan, tidak disebutkan kelaziman yang muncul dari
perkataan tersebut ataupun ditolak.

Dalam kondisi seperti ini, keiaziman daripada pernyataan tidak


boleh dinisbatkan kepada pengucapnya,l32 karena ia mengandung
kemungkinan bahwa jika disebutkan kepadanya kelaziman dari
pernyataannya, atau ditolakkelaziman tersebut, atau jika diingatkan
kepadanya bahwa kelaziman dari pernyataannya adalah batil,
mungkin saja ia menarik kembali perkataannya. Karena rusaknya
lazim (kelaziman dari pernyataan) menunjukkan rusaknya malzum
(pernyataan itu sendiri).

= atau dikhususkan dengan sesuatu. Dengan demikian, tidak mungkin


orang yang menetapkan sifat Allah dikatakan menyerupakan Allah
dengan makhluk, karena Cengan mengaitkan Allah dengan sifat-sifat
khusus-Nya, maka sifat-sifat tersebut hanya khusus bagi Allah, demikian
pula makhluk yang memiliki sifat-sifat yang khusus untuk dirinya. Lihat;
Syarh at-Tadmuriyoh, karya penu is, ha l: 58.
I

131 Alasannya; pada kondisi pertama, konsekuensi berlaku, sehingga kita


ambil konsekuensi perkataannya. Sementara pada kondisi kedua, ia
meniadakan konsekuensinya, sehingga kita tidak mengambil konsekuensi
perkataannya.

132 Menurut tekstual pernyataan penulis; konsekuensi suatu perkataan


tidak dinisbatkan kepada orang yang mengucapkannya, baik konsekuensi
tersebut benar atau salah, kecuali iika ada alasan yang menuniukkan
bahwa itulah yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya.
Kelaziman (konsekuensi) perkataan itu batil, buktinya perkataan penulis
sendiri bahwa rusaknya lozim (kelaziman dari suatu perkataan) berimbas
kepada rusaknya malzum (perkataan yang mengandung kelaziman itu),
pendapat ini sesuai dengan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul lslam
lbnu Taimiyah dalam permasalahan ini, dan iuga pendapat lmam lbnul
Qayyim.

.@, Syarah Al-@v'aaid Al- l4usla


Karena adanya dua kemungkinan ini,133 maka tidak bisa
diputuskan bahwa kelaziman (konsekuensi) dari pernyataan
sebagai pernyataan (orang yang mengucapkannya).134

Bila dikatakan; jika lazim (konsekuensi perkataan) adaiah


sebuah keharusan (yang dinisbatkan) kepada orang yarrg
mengatakan, maka kelaziman dari perkataan tersebut wajib
dianggap sebagai pendapatnya pula. Karena demikianlah kaidah
asainya, terlebih jika konsekuensi perkataan tadi memiliki korelasi

t33 Kedua kemungkinan yang dimaksud adalah;


Pertama; kemungkinan bahwa jika keiaziman dari perkataan seseorang
disampaikari kepadanya, boleh jadi ia akan berpegang dengan kelaziman
tersebut, sehingga ini termasuk dalam kondisi pertama yang disebutkan
oleh penuli;. Atau Ooleh fadi ia menoiak kelaziman tersebut, dan ini
termasuk dalam korrdisi kedua sebagaimana yang telah beriaiu.
Kedua; kernungkinan bahwa ke!aziman dari pernyataan yang ia
sampaikan nampak jelas (kesalahannya) sehingga ia pun menarik kembali
pernyataannya, dari sinimuncultiga kemungkinan Iain; ia akan berpegang
pada kelaziman (dari pernyataannya), ia menolak kelaziman tersebut,
atau ia menarik kembali pernyataannya karena konsekuensi dari
pernyataannya tidak benar.

134 Konsekuensi perkataan adalah perkataan atau bukan?. Sama seperti;


konsekuensi madzhab adaiah madzhab atau bukan?. lni merupakan
permasalahan yang sudah biasa dibahas dalam kitab-kitab uiama" Karena
itu Syaikh Bakar Abu Zaid berkata dalam al-Madkhat (tlz67), ,,Cara
mengetahu; madzhab, diperoleh dari perkataan imam madzhab.
Dan seklarang muncul istilah, bahwa untuk mengetahui madzhab
diperoleh ,Jari kelaziman perkataan imam madzhab, sehingga dikatakan;
apakah l<onsekuensi madzhab yang bersumber dari perkataan imam
madzhab, ciianggap sebagai perkataan atau madzhabnya, ataukah
tidak?""
Yang menjaCi garis besar ialah; tidak bisa dibedakan antara lazimul
madzhab (kcnsekuensi dari madzhab) dan lozimul qoul (konsekuensi dari
perkataan).
Namun sale :nenemlkan pernyataan lmam Syamsuddin as-sulami dalam
bukunya; ia,,va'idul l awa'id, hal: 45, yang membedakan dua hal diatas.
Ketika ia ditanya t€ntang, apakah pernyataan yang disimpulkan dari
perkataan asy-Syafr'i, boleh dinisbatkan kepadanya?. la menjawab,
"Tidak bolel-, nrenisL,atkan pernyataan yang disimpulkan dari perkataan
asy-Syafi'i sebagai perkataan asy-Syafi'i, seperti yangtelah kami sebutkan
sebe I u m nya dala m p erso alan an -naql (penu kilan) dan at-takhrij.
Namun di antara sahabat-sahabat kami ada yang membolehkan hat
tersebut. Yang benar- adalah pendapat pertama." Setelah itu ia berkata,
"...berdasarkan hal ini, maka boleh kita katakan; ini madzhab asy-Syafi,i.
Tapi tidak boleh mengatakan; ini perkataan Asy-Syafi,i.,, Selesai nukilan.

''''**------------{ i . Kaidah-kaidahTbrkait liama-nama Allah .@,


kuat dengan perkataan itu sendiri.

Tanggapan kami, pernyataan ini terbantah oleh fakta bahwa


manusia adalah manusia; ia memiiiki kondisi-konciisi kejiwaan, dan
juga kondisi-kondisi di luar kejiwaan yang mengharuskan untuk
tidak memperhatikan kelaziman (dari ucapannya). Karena bisa jadi
seseorang lengah, lupa, pikirannya tertutup, atau mengucapkan
sesuatu di tengah perdebatan tanpa teriebih dahulu berpikir akan
konsekuensi (dari ucapannya), dan semacamnya.l3s

t35 Masih ada beberapa dalil lainnya, yaitu; iika kita berpatokan pada
konsekuensi perkataan, tentu berimbas pada pengkafiran sebagian
besar ulama, seperti vonis kafir terhadap orang yang mengatakan istiwo'
atau lainnya sebagai majaz dan bukan hakikat, karena konsekuensi
pernyataan ini mengharuskan menafikan sifat, dan berpedoman pada
pernyataan para ekstrimis atheis. Lihat;at-Takhrij, Dr. Ya'qub al-Bahusain,
dan a l- F ataw a (lt I zt7).
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah berkata dalam alFatawa (V13o6), "Banyak
kalangan menafikan atau menetapkan lafal-lafal, dan bahkan menafikan
atau menetapkan makna-makna (dari lafal). Hai ini tentu melazimkan
perkara yang menjerumuskan seseorang pada kekufuran, padahal
sejatinya mereka tidak mengetahui apa kelaziman dari pernyataannya.
Bahkan pernyataan, dan konsekuensi hukum dari pernyataan mereka
sendiri saling kontradiksi. Betapa banyak <ontradiksi pernyataan
manusia, apalagi dalam persoalan ini. Dan kontradiksi antara perkataan
dan konsekuensinya bukanlah kekafiran."
Penielasan Tambahan Kaidah Keempat

(L(tvd)-s)
tV-'
Telah kami sebuti<an pada catatan kaki kaidah keempat, bahwa
ada beberapa Dermasalahan yang akan kami jeiaskan di bagian
penjelasan tarnbahan, yaitu;

Pertamal dilalah muthab aqah, tadh ammun, dan ikizam.

Kedua; lazimul madzhab

Ketiga; apakah i azimul madzhab adaiah madzhab?

Keempat; hulul h aw adirs dalam Zat llaht.

Pertarra;
Dilalat (petuniuk-petunjuk lafal)

lJalam kaidah keempat penuiis menyebutkan bahwa petunjuk


nama-nama Allah terhadap zat dan sifat diketahui dengan
muthabaqah, tadhammun, dan iltizam. Istilah-istilah ini perlu
dijelaskan sebagai berikut;

Para ahiiiimu mantiq dalam buku-buku mereka menyebutkan


makna dilalah (oetunjuk) dan macam-macamny a. Dilalah (petuniuk)
dimutlakkan untuk dua maknayang memiliki kesamaan;

Makna pertamal keberadaan suatu hal, dimana dari hai


tersebut dapat dipahami sesuatu hal yang lain.

Ilal yang pertama dinamakan dal (sesuatu yang menunjukkan),


sedangkan perihal yang kedua dinamakan madlul (sesuatu yang
ditunjukkan). Dengan kata 1ain, keberadaan suatu petunjuk yang
dari petunjuk itu dapat dipahami suatu makna, baik dipahami
dengan sebenarnya, ataupun tidak.

Contoh; saudara-saudara Yusuf mengatakan bahwa serigala


telah memakan Yusuf, dan mereka membawa baju Yusuf yang telah
mereka lumuri dengan darah kambing, untuk mereka serahkan
kepada Ya'qub. Sayangnya, mereka tidak merobek baju tersebut,
sehingga Yaqub mengetahui kebodohan mereka meialui pertanda
bajuYusuf yangtidak terkoyak. Ya qub berkata" "Sejak kapan serigaia
berperilaku santun dan lemah lembut saat membunuh Yusuf,
sampai-sampai tidak merobek bajunya." Karena baju Yusuf tidak
robek, berarti kondisi baju tersebut menunjukkan kebohongan
mereka. Hanya saja mereka tidak memahami oetunjuk tersebut.

Kedua; memahami suatu hal dari hal lain. Dengan kata


lain, memahami madlul (sasaran petunjuk) aari dai (petunjuk).
IUaksudnya, memahami makna dari d aI (p etunl uk; secara langsung,
baik petunjuk berupa lafal ataupun yang lain.

Contoh; memahami siapa yang ditunjuk oieh nama dari sebuah


lafal, dan memahami semua yang ditunjuk oleh nama dengan
memahami maksudnva. 135

S Macam-macam dilalah(petunjuk);

Dilalah (petunjuk) terbagi menjadi dua macam;

Pertamal dilalah lafzhiy ah.

Kedua; dilalah ghairu lafzhiy ah.

Masing-masing dari kedua jenis dilal.ah (petunjuk) ini terbagi


rnenjadi tiga macam;

96 Syarh ai-Bajuri'olos Sulam, dicetak bersamaan dengan Taqrir al-Albani,


hal: 3o, al-Manthiq al-Mufid, al-Bahansi, hal: t4, Mudzakkirat asy-Syanqithi,
hal: tz.

.@, Syarah A1-@waaid Al- .l{ut;la


7. Wad'iyah,

2. 'Aqliyah, dan

3. Tabhi'iyah ('adiyah).

Dengan demikian, jumlah kes eiuruha n dilalah ada enam macam


yang bisa diiihat melalui bagan berikut;137

a_----=)
.jv.lt
i\_____,_*--T_-'__l i

.____t_

$ Dilalah(petuniuk) ghairulafzhiyah;
Sebelumnya telah kami sebutkan bahwa petunjuk gltairu
lafzhiyah terbagi menjadi tiga; wad'iyah, 'aqliyah, dan tabhi'iyah
('adiyah).

Pertama; Dilalah (petunjuk) wadh'iyah;

Contohnya dilalan empat perkara yang dapat dipahami, yaitu;


khath (tulisan), isyarah (isyarat), 'aqd (simpul jari), dan nushab
(rambu-rambu). Atau yang disebut dengan istilah ad-dawal
al-arba'ah.i3E

Khath adalah goresan kalimat-kalimat tertentu, melalui


t)/ Lihat; Hasyi.i'at Syuruh asy-Syomsiyyah (llt74), kitab ini berisi penjelasan
dan catatan-catatan kaki untuk kitab asy-Syamsiyyah oleh ar-Razi,
ad-Darrani, al-Jurjan;, ad-Dasuqi, as-Sayalakuti, asy-Syirbini.

118 Mudzakklrat asy-Syir,qithi, hal: t3, Hasyiyatush Shibyan'alal Asymuni'alal


Atfiyah (tlz.o';.

________{ i . Kaidal,-katddhTbrkait liama-nama Allah .@,


perantara pena.13e

'Aqd adalah menghitung jari-jari tangan untuk menjeiaskan


bilangan. Dilalah ini menunjukkan bilangan tertentu (yang telah
dipahami bersama) secara wadh'i, bukan dengan lafai perkataan.la0

lsyarah; menunjukkan makna yang diisyaratkan secara wadh'i,


bukan dengan lafal perkataan.

Contoh; isyarat gerakan kepala yang berarti iya atau tidak.1a1

Nushab adalah memasang pagar batasan di antara hak milik,


atau memasang tanda dan rambu di jalan.1a2

Catatan; nushab adalah sebuah penanda yang dipasang, seperti


mihrab untuk menandakan kiblat. Nushab adalah bentuk jamak
dari kata nushbah seperti kata'uqadyang merupakan bentuk jamak
dar i' u qd ah, adapun nushub dengan men' dh am ah sh a d artinya j amak
dari berhala.la3

Dilalah wadh'iyah adalah dilalah (petunjuk) yang terbentuk


melaiui istilah dan kesepakatan dari dua belah pihak yang
memakainya, riimana keberadaan salah satu di antara keduanya
menunjukkan keberadaan yang lain.1aa

S Kedua; ililalah'aqliyah (petuniuk akal)


Seperti keberadaan barang-barang buatan yans menuniukkan
keberadaan pembuatnya, dan keberadaan jejak yang menunjukkan

139 Hasyiyat alAdawi 'ala Syarh Syudzuridz Dzahab, lbrli ili5yr* i,|Urr,
Hasyiyat al-Aththar 'ala lsaghuli, hal: 25.

140 Mudzakkirat asy -5y inqithi, hal : t 3.

141 Mudzakkirat asy-Syinqithi, hal: t3, Hasyiyat ad-Dasttqi 'ala t'larh ol'Khubaishi
' ala Tohdzibil Manthiq, at-Taftazani (1184).

142 Mudzakkirat asy -Syinqithi, hal : t3.

143 Hasyiyat al-Khodhari'ala Syarlt lbnu lJqail'ola Alf ryyah lbr.,i i'Aaltk (llt5).

144 AlManthiq, Muhammad Muzhaffar, hal: 36.

.@, Syarah Al-@waaid A1- ;lfutsla


keberadaan orang yang membuat jejak.las

O Ketiga; ililalahthabi'iyah (petuniuk tabiat)


Atau petunjuk 'adiyah (kebiasaan yang berlaku), seperti
pucat pasi yang menunjui<kan rasa takut, atau muka merah
yang menunjukkan rasa malu; karena berdasarkan tabiat, muka
seseorang akan menjadi pucat ketika merasa takut, dan memerah
ketika merasa malu,1'16 seperti kata penyair;

Apel S:ang meny6guft6, dua warna


Di piyi seoran7 pencinta dan kekasih Srang berdekapan
Lalu keduanl,o melihat seorun7 pengadu, h;ngga keduanya kaget
Hinogc mukanya memerah karena malu, dan memucat karena
takut

Penyair lain berkata;

Kala aku mengungkapkan rasa cinta kepadanya hingga kata-


katdku membuatnya malu
Sampai kedua pipinya memerahtrT

O Dilalahlafuhiyrt;
Setelah menyebutkan macam-macam petunj tk ghairu lafuhiy ah,
sekarang kita akan menyebutkan jenis-jenis petunjuk lafzhiyah.

Lafazh menurut bahasa adaiah bentuk mashdar bermakna


melempar. Maksudnya melempardengan mulut (baca: menyembur),
bukan melempar secara mutlak.l€

t45 Mudzakkirat asy-Syinqithi, hal: t3, Hosyiyot al-Jurjani 'ala asy-Syamsiyyah,


dicetak bersamaan dengan kompilasi syarah (llllil.

146 Hasyiyat ad-Dasuqi 'ala Syarh al-Khubaishi 'ala Tahdzibil Manthiq, at-
Taftazani (1184).

t47 Mudzakkirat asy-Syinqithi, hal: t3.

48 Hasyiyat os-Suja'i'ala Syarh Qathrin Noda, hal: zo.

*"...---.---.----- 1. Kaidah-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .@,


Menurut istilah para ahli nahwu, lafazh adalah suara hakiki
yang keluar dari salah satu makhraj huruf yang ada di rnulut, atau
tidak secara hakiki seperti makhraj yang ada di perut.lae

O Dilalah (petuniuk) lafzhiyah ada tiga macam;


Pertamal ililalah' aql$ah (petuniuk akal) ;

Seperti lafal yang terdengar dari balik dinding menunjukkan


1s0
adanya orangyangmengucapkannya, karena lafal adalah sifatyang
menurut akal mengharuskan adanya sesuatu yang melafalkannya,
dalam hai ini orang yang mengucapkan lafal tersebut.lsl

Kedua; ililalah thabi' iy ah (p etuniuk tabiat) ;

Atau petunjuk'adat,ts2 seperti kata, "Akhl" menunjukkan rasa


sedih (sesuai dengan tabiat orang Arab). Kata, "Aht" menunjukkan
nyeri dada.1s3 Teriakan menunjukkan adanya musibah yang
menimpa orang yang berteriak.lsa Karena tabiat mengharuskan
orang mengucapkan lafal-lafal seperti ini ketika ada penyebabnya.lss

Catatan; thaba', thabi'iyyah, dan thiba' artinya adalah watak


pembawaan seorang manusia.'Ls6

Perbedaan antara petuniuk 'aqliyah dan petunjuk


thabi'iyah adalah;

Petunjuk' aqliy ah mengharuskan keterkaitan antara petunjuk


q9 Fawa'id an-Nahw al-Wasmiyyah Syarh ad-Durrah a;-Yatimiyyah, Muhammad
al-Maliki al-Makki, hal: 3.

go Tahrir ol-Qawa'id al-Monthiqiyvoh, Mahmud ar-Razi, hal: 29.

151 Hasyiyat ad-Dasuqi'ala Syarh al-Khubaishi'olot Tahdzib, hal; 84.

gz Hasyiyat ash-Shibban'ala Syarh as-Sulam, al-Malawi, hal: 5t.

g3 Hasyiyat alJurjani' ala asy -Syamsiyyah (l I t7 6).

t54 Mudzakkirat asy-Syinqithi, hal: t3.

g5 Tahrir al-Qawa'id al-Manthiqiyyah, ar-Razi, hal: 28.

; 56 H asy iy at as-S ay y al okuti' al a a sy -Sy amsiy y oh, ha I : t 7 6.

.@t S,varah Al-@waaid Al- llutila o--*-


dan sesuatu yang ditunjukkan dan tidak bisa dipisahkan, seperti
jejak menunjukkan adanya sesuatu yang menimbulkan i"j"k.
Ketika kita mendengar suara orang yang berbicara di balik dinding,
kita tahu adanya orang yang berbicara.

Adapun petunjuk thabi'iyah adalah keterkaitan antara dua


ha1 menurut tabiat manusia. Petunjuk ini mungkin saja berbeda-
beda, sesuai perbedaan tabiat setiap manusia, oleh karenanya ada
sebagian orang yang mengucapkatt,"Akhl" ketika sakit, "Cih!" ketika
berkeluh kesah, menggeletuk jari-jari tangan saat merasa bosan,
dan semacamnya. Namun tidak semua orang memiliki tabiat atau
kebiasaan seperti ini. 1s7

Ketiga; petuniulc wadh'iyah;

Sebelumnya telah kita ketahui bahwa keterkaitan antara


dua ha1 melalui bahasan dan istilah (yang dipahami bersama)
dinamakan petunjuk wadh'$ah, dan kita juga sudah mengetahui
apa itu petunjuk wadh'iyah ghairu lafzhiyah. Adapun petunjuk
w a dh' iy ah I afzhiy ah adaiah ;

Sebuah lafal yang jika disebutkan, maka maknanya akan


dipahami.ls8 Atau, lafal yang ketika diucapkan oleh orang yang
mengucapkan, maka maksudnya akan dipahami.lss

5$ Petunjuk wailh'iyahlafzhiyah terbagi menjadi tiga;


Pertamal petunjuk muthabaqahi'uo

Yaitu petunjuk lafal terhadap makna yar,g memang


diperuntukkan untuk iafal tersebut sejak pertama kali digunakan'
Contoh; lafal (.rt*,)r) artinya; manusia, menunjukkan makhluk

t57 Al-Monthiq, Muhammad Muzhaffar, hal:36.

gB Tahrir al-Qowa'id al Manthiqiyyah,hal:-29.

1Sg Al-Monthiq, Muhammad Muzhaffar, hal:37.

$o tdhafah paaa dilalah ini hukumnya seperti idhafah mushohib kepada


mushahtb, atau bisa juga masuk ke dalam hukum idhafah yang dibuang
mudhaf-ny a, yakni ailoloh lofal yangmemiliki kecocokan dalam maknanya.
Lihat; Hosyiyat ash-Shibban'ola Syarh as-Sulam, al-Malawi, hal: 52.

-"----------{ i . Kaidah-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .o,


hidup yang dapat berbicara, dan lafal (:a!l) artinya; rumah,
menunjukkan sekumpulan dinding dan atap.161

Sebagian ahli ilmu, seperti at-Taftazani memberikan


tambahan lafal at-tamam (kesempurnaan) untuk definisi
diatas. Ia mendefinisikan; petunjuk lafal terhadap makna yang
sernpurna yang memang diperuntukkan untuk lafal tersebut.
Hanya saja menurut pendapat al-Athar, tambahan lafal at-tamam
(kesempurnaan) ini tidak terlalu penting dalam <iefinisi diatas.
Tambahan kesempurnaan daiam definisi terseh,ut hanya disebutkan
untuk menjaga perbandingan yang baik dengan bagian kedua, yang
diharuskan oleh lafal tersebut. Inilah yang dinamakan petunjuk
tadhammunyang menunjukkan salah satu bagian dari maknanya''u'

Petunjuk muthabaqah adalah petunjuk asli pada suatu lafal,


yang dengannya kita bisa langsung memahami makna-maknanya'to3

Contoh petunjuk muthabaqah; lafai (J+-Jl) menunjukkan


seorang lelaki, dan (li;Jt; menunjukkan seorarlg perempuan.l6a

Dinamakan muthaqabah (artinya berkesesuaian) karena


maknanya sesuai dengan lafal. Muthabaqah diambilkan dari kata
thabaqa an-na'lu An-na'la,yaitu sepasang sandal yang sesuai.16s

Yang dimaksud berkesesuaian antara lafal dan rnakna ialah,


bahwa lafal tidak menunjukkan suatu makna iebih, sehingga harus
dibetulkan. Atau makna tidak melebihi konteks yang ditujukan
Iafai, sehingga iafalnya tidak sempurna.166

t6t At-Bashdir an-Nashiriyyah fi'ilmil Manthiq, lbnu Sahlan as-Sawi, dan di


bagian catatan kakinya terdapat ulasan-ulasan Muhamrnad Abduh, hal:
23, dan Mizanul I'tidalyarul'llm,hal: 42.

'r6z Hasyiyot alrAthar 'ala Syorh alKhubaishi 'ala Tahdzibil tt\anthiq, hal: 5o,
H asy iy at ol Ban na ni' al a Sy a rh ol - Muh alla' al o ) a m' i I F aw a' i d (r i zll).

163 Al-Manthiq, Muhammad Muzhaffar, hal:. 37.

'164 Mudzakkirat asy'syinqithi, hal: t3.

$5 Syarh alMalowi ma'a Hasyiyat osh-Shibban, hal: 5z'

$6 Hasyiyat alrAthar 'ala Syorh al-Khubaishi 'alo Tohdzibil Manthiq, hal: 5o.

.@, Svarah Al- idAl- llutsla


iimu manthiq mendefinisikan petunjuk muthabaqah
Para ahli
adalah sesuatu yarrg menuniukkan kesempurnaan makna.
Mereka tidak menyebuq seluruh makna, karena kata "seluruh"
mengesankan at-tarkib (lafal susunan), sehingga hal ini akan
mengerucutkan definisi mutabaqah untuk laf.al at-tarkib (yang
tersusun dari dua kata), padahal ia bersifat umum untuk lafal
at-tarkib, mufrad (tunggal) bahkan seperti titik.167

Kedua; petuniuk tadhammun.

Yaitu petunjuk lafal yang diperuntukkan pada sebagian makna


dari lafal tersebut.168

Atau, petunjuk lafal yang diperuntukkan bagi sebagian makna


yang dibuat untuklafal tersebut,l6s sepertilafal (gl;Yl) menunjukkan
makhiuk hidup, juga menuniukkan makhlukyang dapat berbicara,17o
lafal (.;ESJI) menunjukkan makna kertas, atau untuk sampul saja-
Misalkan Anda men;ual kitab, pembeli memahami sampul sudah
termasuk di dalamnya. Jika Anda bermaksud mengecualikan
sampulnya, tentu pihak pembeli membantah Anda dengan alasan
bahwa lafal (.;'rSll) sudah mencakup sampu1.171

Disebut petunjuk tadhammun (tercakup), karena bagian-bagian


yang ditunjukkan oleh 1afa1, sudah tercakup di dalam iafal tersebut.172

Idhafah dalam dilalah tadhammun dan dilalah iltizam termasuk


bagian dartidhafah a!-musabab ila as-sabab (yakni penisbatan akibat
kepada sebabnya).173

Keterkaitan antara muthabaqah dan tadhammun adalah


't67 Hasyiyat a!:Athar 'ala Syarh al-Khubaishi 'ala Tahdzibil Manthiq, hal: 5o.

$8 Syarh ol-Kaukob alMunir,lbnu an-Nailar (l/tz6).

$9 AlManthiq, Muhammad Muzhaffar, hal:38.

qo Syarh alKhubaishi'alat Tahdzib (1188).

171 A|-Manthiq, Muhammad Muzhaffar, hal: 38.

qz Syarh al-Khubaishi'alat Tahdzib (1188).

q3 Hasyiyat ash-Shibban'ala Syarh as-Sulam, al-Malawi, hal: 53-

----.----_---.--
i . Kaidah-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .@,
keterkaitan antara al-'umum dan al-khusus al-muthlaa. Ketika ada
tadhammun, maka ada muthabaqah. Tapi tidak sebaliknya, karena
bisa saja maknanya sederhana dan tidak memiiiki bagian lain,
sehingga yang ada hanya muthabaqah saja, tanpa tadhammun.lTa

Ketiga; petunjuk iltizam.

Yaitu petunjuk lafal terhadap sesuatu di luar penyandang lafal


tersebut, dimana petunjuk tersebut sudah menjadi keharusan
rnenurut pikiran; yakni ketika kita memahami makna mutabiq
(rnakna yang sesuai) dengan lafal tersebut, maka kita akan bisa
memahami suatu kelaziman yang ditujukkan di luar lafal tadi.

Contoh; lafal (a.+-,lYl) artinya; empat, menunjukkan makna


ganda, karena ganda menurut istilah ialah sesuatu yang bisa dibagi
dengan jumlah yang sama.'7s

Disebut iltizam (mengharuskan), karena makna yang


terkandung daiam lafal, mengharuskan keberadaan sesuatu di luar
lafal tersebut.176

Pertanyaan; apakah yang dimaksud dengan kalirnat "...sudah


m e nj a di keh arus an m enurut pikir an. .." dalam de fi nis i il ti z am? .

Jawabannya akan nampak jelas dalam uralan berikut ini;

Lazim menurut bahasa artinya, apa-apa rrang tidak mungkin


terpisahkan dari sesuatu.177

Sedangkan menurut istitrah, lazim berbeda-beda sesuai


bidangnya;

Lazim menurut pakar nahwu ialah lafai yang ticak muta'addi.


Masalah ini sudah dijelaskan sebelumnya saat rnembahas
kaidah ketiga, dari kaidah-kaidah narna-n;rna, dan sifat-sifat
t7 4 Al- Mursyi d as-Solim, Awad h Hijazi, hal: 47.

t75 Mudzakkirot asy-Syinqithi, hal: q.


t76 Al-Manthiqcl-Mufid, ai-Bahnasi, hal: t5.

q7 Syarh al-Qomus, az-Zubaidi (lxllg), at-Tauqif 'ala Muhrmntatit Ta'orif, al-


Manawi, hal:6t5.

.@t Svarah Al-?owaaid A1- Mutsla F-."*


dalam buku ini.

Lazim menuru.t ahli ilmu badi' adalah pemberatan dan


penekanan. Juga disebut dengan istilah (luzum ma lam yalzam)
mengharuska;i sesuatu yang tidak harus,178 maksudnya seorang
penyair atau ahli prosa mengharuskan dirinya menerapkan suatu
pola dan metode tertentu, yang sejatinya tidak harus dilakukan.
Seperti dalarn menyenandungkan kalimat bersajak, dimana
seorang penyair mengharuskan dirinya untuk menyebut suatu
huruf sebelur:r huruf sajak, padahal pola tersebut tidak harus
diiakukan <ii <l.alam sajak.17s

Contoh bagian ini adalah firman Allah,ie;

{, ,F
"Maka ter"hadap anakyatim janganlah engkau berlaku sewenang-
utenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau
menghardik(nya). Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau
nyatakan (dengan bersyukur)." (QS. Adh-Dhuha : 9-1tr ).

Huruf ra' di akhir setiap ayat ini sama seperti huruf rawiy
(pemuas), dan sebelumnya disebutkan huruf ha'. Huruf ha' ini,
sejatinya tidak harus disebutkan dalam sajak.180

Contoh iain;

tYf, irj; -!;Y;,4) {rp J;L A) # iliy


"Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? dan
Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu." (QS. Asy-Syarh :
1-2;tst

Mizan adz-D:ahab f t Syi'ril 'Arab, al-Hasyimi, hal: t4o.

179 Nihayatui Arab fi Fununil Adob (Vlllt:.;.).

r8o A!-Muthawv'tal fi Sya,h Talkhrsh al-Miftah, at-Taftazani, hal: 459.

r8r Lihal; al-Fasnilal fii Qur'an, Muhammad al-Hasnawi, hal:276.

*.*_______{ I . Kdidah-katdahTbrkait Namo-nama Allah .o,


Inilah yang diisyaratkan oleh as-Suyuthi dalam Alfiyah-nya;

HuruJ sebelum rawiy yang harus disebut],an


Maka sebutlah ia sebagai keharusan sesultu,van,o ildak horus
Seperilfrman-I'lya; ( ! :v),( )* i,( *i )
(:)*) ,(!_t-ti,lalu seteiah itu (!;S:1j')

Sementara lazim menurut fuqaha adaiah ketika akad sudah


terjadi, maka tidak bisa dibatalkan secara m,rtlak. ! azim menurut
ahli iimu manthiq adalah sesuatu yang tidak bisa iipisahkan dari
sesuatu yang lain. Sesuatu yang tidak bisa dip,sahkari iiisebut lazirn,
dan sesuatu yang lain tadi dinamakan maizurn.7g3

S f,azirr terbagi meniadi beberapa macam;

$ Lazim'aqli;
Yaitu sesuatu yang tidak mungkin bagi akal untuk menyelisihi
lazim (keharusannya), seperti sifat putih untitk warria putih selama
-berwarna
ia masih putih, dan seperti sifai ganda untuk angka
ernpat sebagaimana yang telah disebutkan sebeiumnr,ra.

$ I"azim 'errfi (adat hebiasaan),'


Yaitu akal tidak menetapk-an sebuah kelaziman. kecuali setelah
ia mengamati fakta dan keiaziman yang ii lihat berulang kali,
kendati sebelumnya akal tidak rnengharuska;r keiazinan tersebut.

Petunjuk iltizam ini banyak ditemukar daiar,r pembicaraan


orang Arab. Juga terdapat di dalam nash-nash :',.-Qur'ari dan
As-Sunnah. Dengan adanya diialah iliizfir ini, l:::natika Arab
mengalami kemajuan besar da:am kefasihar bahasr:,,ra.

Contoh nyata dari perkataan orang A;:lh, sere;'ti perkataan


penyair berikut kala ia menyebut orang yang dipu ji,

Panjang tali sorung pedangnya, tinegt t GngnILl


Banyak abunya ketika t:'.ctnasrtki mu.r;m iinqtn

$z'Uqudul Juman,As-Suyuti (l l/t89).

$3 Kasyf lshthilahotil Funun, At-Tahanawi (tV/89).

.@, ) Slarah Al-@waaid Al- ,Murtlo ___( o---


Panjangnya tali sarung pedang menunjukkan tingginya
postur tubuh, tingginya tiang menunjukkan rumahnya besar dan
kedudukannl,a tingg;, banyaknya abu menunjukkan sifat dermawan,
karena banyaknya abu menurut orang Arab menunjukkan
seringnya memasak; seringnya memasak menunjukkan banyaknya
orang yang rnakan, dan banyaknya orang makan menunjukkan
orang tersebut dermawan. Semua keiaziman ini didasarkan pada
kebiasaan, bukan berdasarkan akal.

Di antara contoh ayat-ayat Al-Qur'an adalah firman Ailah W ;

*. e', )P it 3y tt'Ft t;i*r r;;; if F


"Dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni
(mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang)'
(QS. At-Taghabun : 14).

Firman-Nya, "Maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha


P e ny ay an g," rn e r up aka n j aw ab
angdengan dil al ah iltiz am ia
sy ar ath, y
akan bermakna, bahwa Allah mengampuni dan merahmati kalian,
selagi kalian mau memaafkan dan bersikap santun, meski makna
ini tidak ditunjukkan secara tekstual.

Dan karena Allah Maha Pengampun Maha Penyayang,


konsekuensinya Allah akan membalas orang-orang yarlg
memaafkan dan bersikap santun, dengan balasan ampunan dan
rahmat, sehingga terjadilah kesesuaian antarajawab syarath dengan
dua sifat ini, meski tidak disebutkan secara tekstual. Contoh serupa
banyak terdapat di dalam Al-Qur'an.18a

Lazimjuga terbagi menjadi tiga;

Pertamal lazim menurut pikiran dan di luar pikiran.

Kedua; lazimmenurut pikiran saja.

Ketiga; lazim di iuar pikiran saja.18s

184 Dhawabith al-Ma'rif ah, al-Maidani, hal: 3r.

185 Lihat; al-Muntoqa min Fawa'id, karya penulis, hal: 7r, at-Ta,rifat, al-Jurjani,
hal: zz6.

" -*------------{ I . Kaidah-kaidahTbrkait liama-nama Allah .@,


O Contoh lazim menurut pikiran dan di luar pildran;
Angka empat secara dilalah iltizam menunjukkan angka ganda
yang bisa dibagi menjadi dua bagian yang sama, sehingga faktanya
angka empat harus dipahami sebagai angka ganda, dan ia bisa
dibagi menjadi dua bagian yang sama. ini namanva kelaziman
menurut pikiran sebagaimana yang telah disebutkan, dan juga di
Iuar pikiran. Yang dimaksud di luar pikiran adalah sesuai dengan
fakta. Maka angka empat menunjukkan angka ganda menurut
pikiran, dan di luar pikiran ia sesuai dengan fakta.

O Contoh lazim menurut pildran saja;


Kelaziman sifat penglihatan bagi crang buta. Karena buta
sendiri secara dilalah muthab aqah bermakna s albul b ashar (hilangnya
pengiihatan), yang secara lafal termasukmurakkab idhafi (lafal yang
digandengkan); dari kata salb (hilang) yang merupakan mudhaf,
dan kata bashar (pengiihatan) yang merupakan mudhaf ilaihi.

Siapa pun tidak akan memahami makna salbul bashar sehingga


ia memahami makna bashar. Dengan demikian siapapun tidak akan
memahami rnakna buta, sebelum ia mema.harni makna bashar,
karena bashar adalah sebagian dari makna buta, sebab makna buta
sendiri merupakan murakkab idhafi (iafal yang digandengkan);
dari kata salb bashar (hilangnya penglihatan), dimana kata
bashar (penglihatan) merupakan salah satu bagian dari lafal yang
digandengkan tersebut.

Keiaziman ini hanya berlaku di dalam pikiran saja, bukan


di luar pikiran; karena mata buta adalah rrrata yang kehilangan
penglihatan; karena buta dan penglihatan adalah dua ha1 yang
saling menafikan, yang disebut sebagai perbandingan al:adam
(ke tiadaan) dan al-m al akah (kep emilikan) 86 .
1

t86 Yangdimaksudol-'adqm(ketiadaan)danal-malc<oh(keper:-rilikan)adalah;
menetapkan atau meniadakan sesuatu yang b,sa disifati dengan kedua
hal tersebut (dari sifat-sifat yang memiliki antr.,nim, se'nisal hidup-mati,
sehat-sakit -ed). Sifat aPadam (ketiadaan) daiam masalah ini adalah
buta, yang merupakan antonim dari sifat ol-.bshar (melihat). Semisal
makhluk hidup yang terkena kebutaan (ini Cisebut tl';dom); adapun
diantara mereka yang melihat maka ini d'sebut cl-malakah (yang
memiliki), karena yang terakhir ini disifati dengan melihat.

.@, Syarah,ll- @waaid Al- .lIutsla


S Contoh lazim di luar pildran;

Adaiah burung gagak yang menunjukkan warna hitam, karena


di dunia nyata tidak ada gagak yang tidak berwarna hitam. Tapi,
makna (hitam) ini ticiak dipahami dari makna gagak, karena orang
yang tidak pernah melihat gagak, dan tidak pernah diberitahu
orang lain tentang warnanya, mungkin akan membayangkan bahwa
gagak adalah burung berwarna putih. Dengan demikian, warna
hitam melekat pada gagak di dunia nyata saja, bukan di dalam
pikiran. Karenanya , dilalah (petunjuk) ini bersifat ikizamiyah (yakni
bersifat tetap) menurut para ahli ilmu ushul danbayan. Meski tidak
demikian menurut ahli iimu mantiq.

S Contoh-contohpenielas;
Pertamal rnobil. Kata ini menunjukkan selurtih bagian
mobil berdasarkan dilalah muthabaqah; menunjukkan ban saja
b e rdas arka n dll al ah ta dh arnmun ; m enunj ukkan aki s aj a b erdas arkan
dilalah tadhammun: dan menunjukkan orang yang membuat mobil
berdas arka n di! alah lltiz em.

Kedua; "Saya rnembeli rumah." Kalimat rumah menunjukkan


seluruh bagian rumah berdasarkan dilalah muthabaqah;
menunjukkan kamar mandi saja berdasarkan dilalah tadhammun;
menunjukkan tempat duduk saja berdasarkan dilalah tadhammun;
menunjukkan orang yang membangun rumah tersebut berdasarkan
dilalah iltizam.

6 Contoh penerapan untuk al-asma'ulhusnal

Penulis teiah menyebutkan contoh namaAl-Khaliq, dan berikut


kami sebutkan contoh lain, nama Ar-Rahman;

Nama Ar-Rahnran menunjukkan Zat Allah dan sifat


rahmat sekahgus berdasarkan dilalah (petunjuk) muthabaqah,
menununjukkan Zat saja atau menunjukkan sifat rahmat saja

= Lawan dari sesuaru yang bisa disifati dengan al'adam (ketiadaan) dan
al-malakah.kepemirikan) adalah sesuatu yang tidak bisa disebut dengan
sifal altadam (ketiadaan) dan al-malakoh (kepemilikan), seperti dinding,
tanah, dan benda-benda mati Iainnya yang tidak bisa disifati dengan sifat
penglihatari. Lihat; oi-Ajwtbah alMardhiyyah li Taqrib at-Tadmuriyyah,
Bilal al-Jaza iri, hal: 83.

---€
I . Kaiddh-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .@,
berdasarkan dilalah (petunjuk) tadhammun, menunjukkan sifat
hidup, ilmu, dan kuasa berdasarkan dilalah (petunluk) iltizam;
karena tidak akan ada rahmat kecuali jika Zatyangmemberi rahmat
hidup, memiliki ilmu dan kuasa.

Ibnul Qaynm berkata dalam an-Nuniyyah;

Petunjuk nama-nama $llah) ada tigo macam;


Semuanya diketahui melalui penj elason
M enunj ukkan s ec ara muth ab a qah, ta dh o m mun
Dan juga secota ihizam dengan jelas
Adapun petunjuk muthabaqah adalah
Isim yang darinya dipahami dua makna
Yaitu Zat dan s{atTuhan yang
Darinya nama-Nya berasal berdasarkan timbangan kata
Itlamun petunjuk terhadap salah satu di antaru keduanya
Adalah petunjuk tadhammun, maka pahamilah dengan jelas
Seperti itu juga petunjuknfa terhodap slfat yang
Darinya sifat berasal, maka petunjuknya adalah
petunjuk iltizam
Jika engkau menginginkan contoh yang lelas
Contohnya adalah laJal Ar-Rahman
LaJal tersebut adalah ZatTuhan yang menunjukkan rahmat
Keduaryra ditunjukkan oleh lafal Ar-Rahman
Salah satunya dibuat untuk makna tersehut
Petunjuknya adalah petunjuk tadhammun yang jelos
Namun stJat hidup mengharuskan makria tersebut
Seperti keharusan ilmu untuk Ar-Rahman
Karena itulah petunjuk sifat tersebut adalah petunjuk iltizam
Yang jelas dan benar secara nlata

.@, Svarah Al-)owaaid Al- Mursla


Kedua;
L azimul mailzhab (konsekuensi madzhab) .

Sebeiumnva teiah kanri sebutkan makna lazim.

Dan yang dimaksud dengan lazimul qaul (konsekuensi


ucapan) ialah, bahwa beriakunya ucaPan meiazimkan beriakun,rza
konsekuensi L"ukum secara akal, syariat dan bahasa (dari ucapan
tersebut), seperti yang teiah disampaikan sebeiumnya.

Lazim (konsekuensi) kadang bersifat jeias, dan kadang puia


samar.
'Lazim
Lazim yang samar ialah yang rialam penetapannya
memerlukan daiii lain; seperti kelaziman status alam sebagai
makhluk. Kemakhlukan alam tidak bisa dipastikan tanpa dalil.
N1eski para ahli iimu berbeda pendapat terkait jenis dalil ini.

Para ahii iimu kalam beralasan ka.rena aiam ini berubah, dan
setiap yang berubah adalah makhluk.

Adapun daiil Al-Qur'an yang menunjukkan bahwa alam ini


makhluk adaiah firman Aliahi;e;

+ ;rali;jr e ir ,.r -;i i" il1, ii "


"Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usui a-taukah rnereka yang
menciptakan (tiiri mereka sendiri)?" (QS. Ath-Thur : 35). Dalil dari
ayat ini jeias.

Adapun i c; zim y ang jeias adalah I azim y angdalam penetapannya


tidak memeriukan dalii lain. Contoh; keiaziman sifat berani
bagi singa, c,rn kei:iziman angka ganjil bagi angka trga. Untuk
menetapkan i.;elaziman dari keduanya ini, tidak rnemerlukan dalil
iain.

C} Lazim yangielas terbagi meniadi dua;

Pertama; lazim yangjeias, dalam arti yang lebih khusus; yaitu


suatu kelaziman yang cukup dengan membayangkan akibatnya
saja, kita bisa memastikan keterkaitan antara sebab dan akibat.

-*-------{ I . Kaidoh-kaidah Tbrkait N ama-nama Allah .o,


Contoh; sifat ganda untuk angka empat. Ketika kita
membayangkan angka empat, otomatis kita akan membayangkan
sifat ganda.

Kedua; lazim yangjelas dalam arti lebih umuin, yaitu harus


membayangkan keterkaitan antara sebab dan akibat, agar kita bisa
memastikan keiaziman di antara keduanya.

Contoh; kelaziman perbedaan antara manusia dengan kuda.


Ketika kita membayangkan manusia, maka tidak lazim bagi kita
untuk membayangkan perbedaannya dengan kuda. Namun ketika
kita membayangkan manusia, dan juga membayangkan kuda, maka
bisa kita pastikan adanya perbedaan di antara keduan1,4.

Paramuhaqiqin (peneliti dan pengkaji) dari pakar ilmu manthiq


mensyaratkan, bahwa lazim harus bersifat jelas dengan arti yang
lebih khusus. Selanjutnya akan disebutkan pendapat-pendapat iain
terkait persoalan ini.

Lihat; Tahrirul Maqal fima Tashihhu Nisbatuhu lii Mujtahid minal


Aqwal, Dr. iyadh, halaman: 88, al-Manthiq al-Wafi, Hasan Hanbal
(I/20), Syarh as-Sullam, al-Jundi, halaman: 13.

S Contoh lazim;
Fuqaha berbeda pendapat terkait iqalah; apakah ia fasakh
(pembatalan) ataukah baf ' (jual-beli)?.

Iqalah adalah penjual memberhentikan (hak) pembeli, atau


pembeli memberhentikan (hak) penjuai, sehingga akad salah
seorang di antara kedua pihak ini tidak berlaku bagi yang lain.
Bahkan, ia boleh membatalkannya.

Menurut madzhab Hanabilah; iqalah adalah pembatalan,


seperti disebutkan dalamasy-Syarh al-Mumtfl Syaikh Ibnu Utsaimin
(VIII/382). Sementara menurut madzhab Malikiyah; iqalah adalah
penjualan, seperti disebutkan dalam Syarh al-Kharasyi'ala Khalii
(V /L66), dan al-Isyraf 'alaMadzahibil Khilaf , al-Qadhi Abdul Wahhab
(r/282).

Perbedaan pendapat ini memunculkan sejumiah persoaian


seperti yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dalarn al-Qawa'id, hal:

.@, Syarah Al-@w,aaid Al- llut.,la .----_


379 dan (III/309), versi cetakan yang ditahqiq oleh Masyhur Alu
Salman.

Siapa mengatakan iqalah adalah bai' (jual-beii), maka syarat-


syarat jual-beh pun disyaratkan di dalamnya. Dan siapa yang
mengataka n iqalah adalah fas akh (pembatalan), maka syarat-syarat
jual beli tidak beriaku di dalamnya.

Silahkan baca contoh-contoh lainnya daiam Tahrirul Maqal, Dr.


Ayyad as-Sulami, hal: 88, dan Nasyrul Bunud'ala Maraqi as-Su'ud,
al-Alawi (I/Lrc).

Ketiga;
Apakah lazirnul madzhab adalah madzhab?

Sebelum menyebutkan perbedaan pendapat terkait


permasalahan ini, kita harus men-tahrir mahalan niza' (mengurai
esensi perbedaan) dalam persoalan ini, sebagaimana yang teiah
disampaikan penulis sebelumnya.

Fertamal lazim (konsekuensi) dari qaul (firman) Allah u;;


dan qaul (sabda) Rasuluilahffi adalah qaul (perkataan), karena
konsekuensi perkataan Allah dan Rasul-Nya benar, seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.

Kedua; ketika orang yang mengucapkan suatu perkataan


berpegang pada konsekuensi perkataannya, maka konsekuensi
perkataannya adaiah perkataan baginya. Sebaliknya, jika ia tidak
berpegang pada konsekuensi perkataannya, berarti konsekuensi
perkataannya bukaniah perkataan baginya, seperti yang telah
disebutkan sebelumnva.

Ketiga; sementara jika ia diam dan tidak menjelaskan apapun


tentang konsekuens; perkataannya, maka apakah konsekuensi
perkataannya <lianggap sebagai perkataan atau madzhab baginya,
ataukah tidak?.

Ada ernpat pendapat terkait hal ini;


Pertama; bukan pendapat baginya. Dalil-dalil pendapat ini
sudah disampaikan sebelumnya.

..._---------{ 1. Kaidah-kaidahTbrkait Ndma-nama Allah .@,


Asy- Syathibi berkata dalam al-I' ti sh am (II / OQ ;

'Apakah lazimul madzhab (konsekuensi madzhab) dianggap


sebagai madzhab ataukah tidak?. Permasalahan ini diperdebatkan
oleh para ulama ushul fikih. Menurut guru-guru kami dari Baja'.i
dan Maghrib, mereka berpendapat seperti pendapat paramuhaqiq;
yaitu bahwa lazimul madzhab (konsekuensi madzhab) bukanlah
madzhab."

Kedua; lazimul madzhab (konsekuensi maclzhab) adalah


madzhab. Ini pendapat al-Atsram dan al-Kharaqi.

Lihat; al-Fatawa ()CC{V{289), dan at-Takhrij, Dr. Yaqub,


halaman:290.

Ketiga; jika lazimul madzhab (konsekuensi madzhab)


kemungkinannya dekat, berarti ia madzhab, dan jika jauh, berarti
bukan madzhab.

Al-Kautsari berkata sepertiyang dinukil as -saqqaf darinya dalam


Syarh al:Aqidah ath-Thahawtwah, halaman: 364; "Konsekuensi
seperti ini jelas. Adapun pernyataan bahwa konsekuensi madzhab
bukan lah madzhab, ini hanya berlaku jika konsekuensinya tidak
jelas, karena konsekuensi yang jeias dari madzhab (pendapat)
seorang yang berakal, adalah madzhab baginya.

Sementara orang yang menyatakan madzhab (pendapat),


namun dengan menafikan kelaziman (konsekuensi) dari
madzhabnya, padahai konsekuensi dari madzhabnya jeias, maka
konsekuensi dari madzhabnya ini tidak bisa dianggap sebagai
madzhabnya, hanya saja penafian ini membuatnya turun dari
tingkatan orang-orang berakal ke tingkatan binatang ternak. Inilah
penjelasan terkait konsekuensi madzhab."Demikian yang bisa kami
nukil.

Keempat; merinci. Pendapat ini dipilih Syaikhul Islam Ibnu


Taimiyah. Beliau mengatakan dalam al-Fatawa ()ff'lxr aD;"Lazimul
qaul (konsekuensi hukum dari perkataan) seseorang terbagi
menjadi dua macam;

1. konsekuensi perkataannya benar" Konsekuensi jenis ini


wajib ia jadikan pegangan, karena konsekuensi kebenaran adalah

.@, s Al-@v'aoid Al- Mmsla o----"


kebenaran. Dan boleh rnenisbatkan lazimul qaul (konsekuensi
perkataan) ini kepada arang yang melontarkan perkataan tersebut,
jika memang drketahui bahwa orang ini tidak menolak lazimul
qaul d.ariperkataannya. Karenanya, banyak manusia menisbatkan
lazimul qaulkepada madzhab para imarn, bertolak dari hal ini.

2. konsekuensi perkataannya tidak benar. Untuk konsekuensi


seperti ini, ia tidak wajic berpegang padanya, karena sebagian besar
di antaranya saiing kontradiksi. Fakta dilapangan menunjukkan,
bahwa setiap ahli ilmu selain para Nabi, pasti mengalamikontradiksi
dalam perkataannya.

Jika nampak jelas setelahnya, bahwa yang bersangkutan


berpegang pada konsekuensi perkataannya, berarti konsekuensi
dari perkataannya tersebut boleh dinisbatkan kepadanya.
Sementara jika diketahui, bahwa ia tidak berpegang pada
konsekuensi perkataannya, maka tidak boleh menisbatkan
konsekuensi perkataan tersebut kepadanya; karena taruhlah jika
ia mengetahui bahwa konsekuensi perkataannya adalah keliru,
maka ia tentu tidak akan berpegang kepadanya, sebab boleh jadi
ia mengatakan suatu perkataan yang ia sendiri tidak mengetahui
bahwa lazimul qaul (konsekuensi dari perkataannya) adalah keliru,
sedang ia tidak menginginkannya."

Secara zhahir pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Ibnu


Utsaimin, berdasarkan ta'lil (alasan) yang beliau sebutkan,
sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya. Pendapat ini
benar karena beberapa alasan;

7-. lazimul rTaul (konsekuensi perkataan) yang benar adalah


kebenaran, sehingga tidak terlarang untuk menisbatkan
konsekuensi ini kepaca seorang mujtahid yang mengatakannya,
karena penisbatan ini sama sekali tidak merugikannya.

Adapun konsekuensi yang batil; jika boleh menisbatkan


konsekuensi seperti ini kepada orang yang mengatakannya, tentu
dampaknya akan banyak ulama yang dikafirkan, seperti yang telah
disampaikan sebelumnya.

2. kontradiksi dalam pernyataan, tidak mustahil dialami


oleh seorang rnujtahid bahkan persoalan ini sering sekali terjadi,
seperti yang telah kami nukil sebelumnya dari Syaikhul Islam

-*_*-# 1 . Kai dah -kaidah Te*ait'l'l ama-nama Allah .@,


Ibnu Taimiyah.

3. pendapat yang menyatakan bahwa lazimul madzhab


(konsekuensi madzhab) bukan lah madzhab secara mutiak,
berseberangan dengan perbuatan para ulama dari empat madzhab,
dimana mereka telah terbiasa mengeluarkan kesimpulan madzhab
dari fatwa para imam, berdasarkan kelaziman dari permasalahan
yang mereka fatwakan, atau yang mereka diamkan.

4. sebagian besar konsekuensi-konsekuensi perkataan


yang disampaikan oleh para ulama, pada hakikatnya bukanlah
konsekuensi perkataan. Karena itulah Ibnul Qaypm mengatakan
dalam Mukhtashar ash- Shaw a' iq, halaman: 57 9 ;

"Ya Allah!. Bagaimana bisa orang yang berakal tidak merasa


malu, secara terang-terangan berdusta atas nama para imam kaum
muslimin. Alasan orang-orang seperti ini ialah, bahwa mereka
membolehkan menukil madzhab, berdasarkan konsekuensi dari
perkataan para imam. Mereka menganggap, bahwa lazimulmadzhab
(konsekuensi madzhab) adalah madzhab, menurut dugaan mereka.
Seperti yang dinukil oleh para pendusta, bahwa madzhab Ahmad
bin Hanbal dan sahabat-sahabatnya ialah;Allah tidak terlihat pada
hari kiamat.

Orang yang mengeluarkan statemen ini beralasan, bahwa


Ahmad berpendapat; sesuatu yang terlihat adalah jism (materi).
Padahal ada dalil yang menyebutkan bahwa Ailah bukanlah jism
(materi), sehingga Allah tidak terlihat berdasarkan pernyataan ini.

Mereka juga menukil, bahwa madzhab Ahmad dan sahabat-


sahabatnya ialah; Allah bisa saja mengatakan sesuatu, namun
tidak menginginkan faidah apa pun darinya; sebagai konsekuensi
dari perkataan mereka, bahwa tidak ada yang mengetahui ayat
mutasyabih selain Allah. Dan nukilan batil serupa, yang tidak
pernah diucapkan oleh seorang pun di antara penduduk bumi ini.

Seperti perkataan yang dinukil para pendusta lainnya; mereka


mengatakan bahwaAllah adalah jism (materi), sebagai konsekuensi
dari perkataan Ahmad dan sahabat-sahabatnya, bahwa Allah
bersemayam di atas Arsy, di atas langit-Nya, yang jauh dari
makhluk-Nya, dan memiliki sifat-sifat sempurna."

.@, Syarah Al-@waaid Al- llutsla o--.-


Lihat; TahrirulMacal, Dr. Ayyadh, hal: 92, Manhajullstidlal'ala
Masa- ilil I'tiqad (11/72).

Saya akhiri pembahasan ini dengan penuturan Imam Ibnul


Qaynm dalam an-Nuntyyah:

Ko n s ek ucn s i- fr on.seftucns i m akn a b dn;ak di s ebutka n


Oieh oranl1 ranc mengetahui konsekuensi yang benar
Selain itu tidak hisa ,iisebut konsekuensi
.\4eski ,limaksuclxan sebagai konsekuensi, dan ini sudah lelas
Karena bisa ja& konsel<uensinya tidak diketahui atau
tVungkir, luga dtketahui tanpa dipungkiri
.\'am un kel al a i a n m embuatnva terlep as tlar i kons ekuensinS,a

Karena iiisebabkan oleh lupa dan alpa


Karena tru konsekuensi madzhab-madzhab ulama tidak mesti
,l[enjadt madzhab mereka tanpa adanva bukti nyata
Karena crang-orang terdahulu S'ang bodoh dan memusuhi
menirukan pendapot para ulama seperti itu
fidak aia bedanra antata konsekuensi yang jelas ataupun safiar
kadang mungktn saja mereka tidak menltadari konsekuensi ter-
dekat
terlebih iika bukan suatu kelaziman
namun tlikirunt,a suatu kelaziman oleh hati.
janganloh kalian bersaksi palsu, celakalah kalian karena
kesaksian palsu .rang kalian terapkan
lain hainy'a dengan konsekuensi perkataan Srang dlucapkanTu-
han kami
dan \-abi kami;'ang terjaga,yang didasarkan pada dalil

Penuiis-;i; mengatakan, "B ahwa konsekuensi-konsekuensi dari


perkataan sejatinya tidak dimaksudkan dalam perkataan, kecuali
bagi orang yang memang mengetahui konsekuensi tersebut. inilah
konsekuensi yang bisa ditetapkan makna-maknanya. Adapun
orang yang tidak sadar mengenai korelasi antara perkataan dan
konsekuensi perkataannya, maka konsekuensi ini tidak berlaku
baginya, kendati konsekuensinya terlihat dengan jelas, karena bisa
jadi konsekuensinya tidak ia ketahui. Atau mungkin ia ketahui
konsekuensinya, namun ia lengah dan tidak menyadarinya, karena

I . Kaidah-kaidahTbrkait \ama-nama Allah .@,


tabiat manusia yang sering lupa.

Untuk itu, para ulama menegaskan bahwa lazimul madzhab


(konsekuensi madzhab) bukaniah m adzhab tarrpa adanya hujah atau
dalil. Siapa yang menukil konsekuensi madzhab dari para ulama,
berarti ia orang yang sangat bodoh dan nyata permusuhannya.
Dalam hal ini tidak ada bedanya antara konsekuensi yang bersifat
jelas atapun konsekuensi yang bersifat samar; karena seseorang
mungkin saja tidak menyadari, apa konsekuensi yang (secara
makna adalah) dekat. Hukum ini hanya berlaku bagi konsekuensi
yang bersifat tetap.

Adapun konsekuensi hukum yang pada hakikatnya tidak tetap,


akan tetapi disangka tetap; konsekuensi hukum seperti ini lebih
baik tidak perlu dipedulikan. Untuk itu, kalian wahai al'ii ta'thil,
jangan bersaksi palsu terhadap apa yang kalian sebut sebagai
konsekuensi dari pernyataan kami, padahal konsekuensi tersebut
sama sekali tidak kami maksudkan, dan tidak terlintas di benak
kami saat menetapkan sifat-sifat Allah." Demikian dinukil dari
Syarah Syaikh Khahl Harras $11253).

Keempat;
Hulul al-hauailits (bersemayamnya sifat hadits)

Telah kita sebutkan sebelumnya, tentang hulul al-hawadits


dalam Zat :d;ahi. Dan telah kita paparkan, bahwa dalam Zat lahi
tidak ada sama sekali sifat rnakhluk, adapun yang dimaksud dalam
pembahasan ini ialah, menetapkan sifat-sifat fi'liyah bagi Alah
yang akan senantiasa muncul, ketika ada penyebabnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata rlalam al-Fatawa (Yl/320)


terkait perbedaan antara hadits danmal<hluk;

Apabila mereka berkata, "Kami menyebut apapun yang baru


sebagai makhluk," maka inilah mahalun niza' (yang menjadi esensi
perbedaan pendapat). Padahal salaf, para imam ahli hadits, dan
sebagian besar pakar ilmu kalam -seperti Hasyimiyah, Karamiyah,
Abu Mu'a& at-Taumani, dan lainnya- tidak mengatakan bahwa
setiap yangbaru adalah makhluk.

.@, s Al- Al- ,Vutsla


Mereka mengatakan bahwa hadits (segaia sesuatu yang baru),
terbagi menjadr dua; pertama; sesuatu yang berdiri sendiri dengan
Zat-Nya, dengan kuasa dan kehendak-Nya. Seperti kemahakuasaan-
Nya dalam menciptakan makhluk. Kedua; sesuatu yang terpisah
dari Zat-Nya, dan inriah yang disebut dengan makhluk, karena
makhluk adalah sesuatu yzang pasti diciptakan. Adapun penciptaan
(makhluk) itu sendin merupakan sesuatu yang berdiri sendiri,
tanpa memerlukan penciptaan (lain yang menciptakannya), bahkan
sifat penciptaan itu sendiri merupakan hasil dari kemahakuasaan
dan kehendak-Nya (yang berdiri sendiri).

Dr. Muhammad Khamis menyatakan dalam bukunya, Taudhih


Musthalahat lbni Taimty ah, hal: 16 ; "Ibnu Taimiyah berkata,'S esuatu
yang baru itu bersifat mungkin, tidak wajib.'

menurut istiiah umum


Saya katak anl' hadits (sesuatu yang baru)
dari kalangan ahli ilmu manthiq dan iimu kaiam ialah, sesuatu yang
ada setelah sebeiumnya tidak ada. Kata ini merupakan sinonim
dari kata makhluk.

Fladits kadang dimutlakkan untuk mutaiaddad (sesuatu yang


senantiasa terbarukan), sehingga pengertian ini lebih umum dari
pengertian makhluk. Bertolak dari hal ini, katahaditsbisa bermakna
makhluk seperti halnya peristiwa-peristiwa yang senantiasa
terbarukan tiap harinya di jagad raya. Termasuk di dalamnya, iagad
raya itu sendiri. Dan bisa pula bermakna bukan makhluk, kendati
ia senantiasa terbarukan. Seperti firman Ailah iu ;

" i#;
a

,,-^: .,"-.:-r fi1


il; ft) i
-2

14
j; rq'y UF

"S e ti ap di tu r unkan ke p a d a m e r eka ay at - ay at y an g b ar u d ari T uh an,


mereka menden,v,arkanriy a sambil b ermain-main." (QS. Al-Anbiya' : 2)

Ayat-ayat yang baru adaiah Al-Qur'an. Dan ayat-ayat tersebut


bukaniah makhluk, meski senantiasa terbarukan.

$ Penielas hesarnaran terkait persoalan hulul


El-hawailits (bersemayamnya sifat hadits) pada Zat
Ilahi;
P en- sy ar ah ath -Th ah aw iy ah b erkata (pada halaman : 7 6) ; " H ulul

-------€
I . Kaidah -kai dah Tbrkait'l{ ama-nama Allah .@,
al-hawadits (bersemayamnya sifat hadits) pada Rabb :g yang mana
hal ini ditiadakan dalam iimu kalam, sejatinya hal ini tidak pernah
dinafikan ataupun ditetapkan dalam Al-Qur'an ataupun As-
Sunnah, akan tetapi hanya disebutkan secara garis besarnya saja.

Jika yang dimaksud pe nafian hulul al-haw adits (bersemayamnya


sifat hadits) pada Zatllahi ialah, bahwa tidak ada suatu makhluk
pun yang bersemayam pada Zat-Nya yang suci, atau tidak mungkin
muncul sifat baru yang sebelumnya tidak ada pada Zat-Nya, maka
penafian ini adalah benar.187

Tapi jika yang dimaksudkan adaiah menafikan sifat-sifat


ikhtiyariyah, dalam pengertian bahwa Allah tidak melakukan
apa-apa yang Ia kehendaki, tidak berbicara dengan apa yang Ia
kehendaki, tidak murka, tidak pula ridha, seperti ihwal manusia,
juga tidak disifati dengan sifat-sifat yang Ia sebutkan untuk diri-
Nya, seperti sifat nuzul (turun), beristiwa, dan datang, sebagaimana
yang pantas bagi keluhuran dan keagungan-Nya, maka penafian ini
adalah batil.

Para ahli ilmu kalam menafikan hulul al-hawadits


(bersemayamnya sifat hadits) pada Zat llahi secara mutlak, maka
ahlussunnah pun menerimanya, namun dengan catatan bahwa
maksudnya ialah; menafikan sesuatu yang tidak pantas bagi
keagungan Allah. Karena jika ahlussunnah menerima penafian ini
(secara mutlak) sebagaimana ahii kalam, konsekuensinya mereka
akan menafikan sifat- sifat ikhtiy ariy ah dan sifat- s ifat fi' liy ah b agi
Allah, padahal mereka tidak menerima konsekuensi ini. Adapun
maksud daripada ahlussunah menerima penafian ahli kalam disini
ialah, penafian yang bersifat globai. Jika penafian ini tidak dirinci,
tidak pula dijelaskan duduk permasalahannya, tentu ahiussunah
tidak akan setuju dengan penafian ini secara mutlak."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Fatawa (VIl90);

'Jika ada yang berkata; penetapan perbuatan-perbuatan bagi


Allah, melazimkan bersemayamnya sifat hadits pada Zat-Nya,
sebagaimana penetapan sifat-sifat ilahi melazimkan penetapan

t87 Selanfutnya nanti akan disampaikan ulasan untuk pernyataan ath-


Thahawi bahwa tidak terladi sifat yang baru pada Zat ilahi, seperti
disebutkan dalam catatan kaki kaidah kelima dari kaidah sifat-sifat.

.@, s h Al- id Al- 14utsla F--_


sifat a'radh (sesuatu yang bisa berubah-rubah) bagi-Nya. Padahal
a'radh dan hawadits sendiri adalah dua kata mr\mal (yang bersifat
global).

Jika yang dimaksudkan adalah seperti yang dipahami para ahii


bahasa, yaitu a'radh danhawadits adalah penyakit dan mala-petaka,
seperti kalimat berikut; (+.:,i .r-* ol .r-,' .i .rX); fulan mengalami
sakit parah, (@ lir=.-,r=i .6..,]!); fulan telah melakukan perbuatan
besar. Juga seperti sabda Nabiffi, yang artinya,

'Jauhilah oleh kalian muhdats (perkara-perkara baru) yang diada


adakan, karena setiap perkara baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah
adalah seslt.'

Juga sakrda beliau,

'Allah melaknat orang yang ahdatsa (inelakukan-) kejaliatan, atau


y ang melindungi p elaku kej ahatan.'

Dan sabda beliau,

'Apabila seseorang di antara kalian berhadats, janganlah ia shalat


s eb elum b erwudhu terlebih dahulu.'

Fuqaha berkata; thaharah (bersuci) ada dua macam; thaharah


dari hadats, dan thaharah dari khabats (kotoran). Ulama aqidah
berkata; manusia berbeda pendapat mengenai hukum ahli ahdats
(pelaku dosa-dosa besar) dari kalangan ahli kiblat (kaum muslimin);
seperti pelaku riba, pencuri, dan peminum khamr.

Dikatakan; (oJt ; u'-fr'c a+ LD!); fulan kemasukan jin, (q;)!


e_Fj +l ;:r=); fulan jatuh sakit. Semua makna-makna ini adalah
kekurangan-kekurangan yang harus disucikan dari Zat Allah.

Namun jika yang oimaksud dengan a'radh danhawadfts adalah


istilah khusus, maka kata-kata ini merupakan istilah baru buatan
ahii kalam. Ini bukan bahasa Arab, bukan pula bahasa seorang pun
dari kalangan umat manusia. Bukan bahasa Al-Qur'an ataupun
bahasa lainnya, bukan kebiasaan umum, dan bukan pula istilah
mayoritas pakar yang berkecimpung di biciang ilmu.

Istilah ini adalah murni buatan para ahli bid'ah di tengah-

--------4 ) I . Kaidah kaidahkrka;t Nama-nama Allah { .o,


tengah umat, yang diceia oleh Nabig-!."

Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan dalam Syarh al-Wasithiyah


(r/210);

Selanjutnya kami katakan kepada merekal perkataan


Anda bahwa sifat ridha adalah sesuatu yang hadits (baru), yang
sebelumnya tidak ada. Maka jawablah!. Apakah ada larangan,
jika Allah dengan kesempurnaan perbuatan-Nya yang melingkupi
seluruh kerajaan-Nya, hendak meridhai srtatu kaum, dan murka
terhaciap kaum lainnya; meridhai seseorang dalam kondisi tertentu,
dan murka kepadanya pada kondisi lainnya?. Apakah ada sesuatu
yang menghalangi Ailah melakukan sepertr itu?I.

Bukankah ini merupakan bukti akan kesempurnaan rububiyah-


Nya?. Bukti bahrva Ailah Maha Beiitiat apa yang ia kehendaki.
Tidak diragukan lagi, bahwa hal ini merupakan bagian dari
kesempurnaan rububiyah-Nya.

Kemudian perkataan Anda, b ahw a al-h aw a dit s (hal-hal baru)


pasti senantiasa disifati dengan hadits (kemuncuian baru), maka
ini tidaklah benar. Karena kami beranggapan bahwa, al-hawadits
(perbuatan baru) tidak mesti terikat dengan muhdits (orang yang
melakukan perbuatan tadi).

Maksudnya; seperti saya misaikan, yang merupakan hadits


(makhluk yang diadakan), tidak diragukan bahwa perbuatan
yang akan saya lakukan adalah sesuatu yanghadits (baru), namun
apakah semua (perbuatan saya) yang terjadi ini harus beriringan
dengan saya (yakni setiap perbuatan baru, melazimkan bahwa saya
juga baru diciptakan -ed)?.

Oleh karenanya, teriadinya hal-hal yang baru pada Zal


Aliah *z tidak melazimkan bahwa A1lah adalah sesuatu va.:g bi;ri,
atau hadits (sesuatu yang baru ada seteiah sebeiumnva tidak ada
-ed), karena ierjadinya hal-hal yang baru tiriak di";.aratkan, bahwa
pelakunya adalah sesuatu yang baru.

Demikian pula perbr:atan-perbuatan Allah, :eperti ridha,


murka, marah, dan lainnya. Perbuatan-perbuatan ini tidak selalu
menyertai Allah, sehingga dimungkink.l, bahwa perbuatan ini
muncul setelah sebelumnya tidak adi.

.@, $qyhilW?--
Perkataan Anda juga; bahwa hal-hal baru adalah 'aradh (sifat
yang menimpa), dan sirat ini tidak dapat berdiri tanpa ad.anya jism
(materi). Ini tidaklah benar.

Karena fakranya srfat-sifat bisa berdiri sendiri tanpa adanya


(materi). C ontoh; r:raiam .y'ang panjang, musim dingin, penyakit
j i sm
parah atau rnenahun. Ilal-hal (abstrak) tersebut bisa disifati meski
bukan jisn: (materi). Dengan demikian nampak jelas bahwa alasan-
alasan mereka iemah, oan bahkan punah.

Silahkan lihat pembahasan ini di;

Al-Mathalib al-Aliyyah, ar-Razi (r/Lor); ia berkata, "Dengan


demikian terbukti bahwa penetapan hadits (barunya) sifat-sifat
y-ang terkait dengan zat Allah, dikemukakan oleh seluruh
firqah
(kelompok)."

Minhajus sunnah an-Nabawiyyah, syaikhul Isiam Ibnu Taimiyah


(rr/382).

Al-Maqalat as-sunniyyah fi Tabi'at lbni raimiyah,


ad-Dimasyqiyyah, hal: L46, dan Mausu,at Ahlissunnah,
ad-Dimasyqiyah (ill1 0 18).
Kaidah Kelima
."V[:6rY6.l]V,. ".,-,-]
gg,vd2s
tV-'
& Nama-nama Allah rtE Bersifat Tauqifiyah,188 Tidah ada
Ruang Bagi Akal di Dalamnyalse

Berdasarkan kaidah ini, penetapan narna-nama Aliah le harus


mengacu pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, tanpa menambahi
ataupun menguranginya, karena akal tidak mungkin dapat meng-
idraktso (mengetahui) nama-nama apa saja vang pantas bagi Allah;
sehingga hal ini harus dikembalikan pada nash. Sekragaimana Allah
rlg berfirman;

$8 Tauqifi menurut bahasa artinya menahan dan mencegah, ia berasal dari


kata al-waqf yang berarti berhenti, karena yang dimaksud (dengan
tauqifi) ialah berhenti sesuai nash syariat. Karena itu, tidak boleh
membahas persoalan ini dengan qiyos (akal) ataupun asal-usul bahasa.
Tapi cukup mengacu pada nash-nash syariat baik secara lafal maupun
makna. Dengan demikian diketahui bahrva tauqif maksudnya ialah
membatasi sifat dan nama sesuai dengan ya"tg tertera dalam ayat-ayat
AI-Quian dan atsar-atsar nabawi, baik secara Iafa! maupun makna"
Demikian dikutip dari Qawa'id, al-Buraikan.

r89 Pendapat yang menyatakan nama-nama Allah bersif ui tattqifiyah adalah


pendapat yang benar. lnilah pendapai -vang dianut ahlussunnah wal
jamaah. Tapi ada iuga pendapat-pendapat lain ter(ait persoalan ini,
seperti yang akan kami sampaikan selanlutnya di bagian keterangan
tambahan. Lihat; Tafsir ar-Razi (Vlll/t8o), Tafsir al-Bahrul Muhith, Abu
Hayyan (tvl4z7), Tafsir lbnu Athiyah (Vll6q).

go tdrak adalah mengilmui sesuatu dengan sempurna; se oei'ti dikemukakan


al-Jui-jani dalam at-To'rifot. ldrak merupakan 'evel kedua dari tingkatan-
tingkatan sampainya ilmu ke dalam hati; karena idr-sk ialah mencapai
kesempurnaan ilmu. Adapun tingkat pertama adalah syu'ur, yaitu
sampainya makna ke dalam hati, bukan kesempurnaan ilmu. Lihat;
ol-Kulliyat, Abul Baqa' al-Kafawi, hal: 66, Mudzakkirat al-Mantiq,
asy-syinqithi , at-Tauqif , al-Manawi, hal: 336.

.@, Syarah A1- @waaid,ll -,trI utsl a o-*--


'{'jrt
"D s e s u atu y an g ti d ak k amu ket ahui.
an j an gan i ah ka m u m e n gikuti
Karena penaengarart, y'engiihatan dan hati nurani, semua itu akan
dimint a p ert an gg.un gj atv ab annya." ( qS. Atr-Esra' : 36)
1e1

Allah ng berfirman.

t i.
Vp
'.
--:-'
t^ ;-lr$l *._'\r ""; L;l: b4r
Q,

.i,,'.,;;, ","-,,i
g\1;f .;.
a , o,
ji3
: J4.] d v
utlzl+ JIJ

"Katakanlah (Muhammad),'Tuhanku hanya mengharamkan


segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan
zalim tanpa alasanyangbenar, dan (mengharamkan)
dosa, perbuatan
kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia
tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengltaramkan) kamu
membicarako.n tentang Allal-t apa yang tidak kamu ketahui'."

191 Makna ayat; janganiah engkau mengikuti sesuatu yang engkau tidak
memiliki pengetahuan tentangnya, baik perkataan maupun perbuatan,
sehingga janganiah engkau mengatakan, "Aku melihat," padahal engkau
tidak melihat. Jangan puia berkata, "Aku mendengar," padahal engkau
tidak mendengar. Dan iangan puia mengatakan, "Aku mengetahui,"
padahal engkau tidak mengetahui.
Al-Baihaqi ciaiam Syu'abul lman (VI/ro9) cian Abu Nu'aim dalam al-Hiiyah
(Vlil/189) meriw'ayatkan bahwa NabiS: bersabda; "Barangsiapa
mengatakan suatu ha tentang seorang mukmin yang tidak ia ketahui, Allah
menahannlta ai atas 'embotan neraka Jahanam, sampai ia terbebas dari
apo yang ia xatakan " Abu Nu'aim berkata, "Hadits ini gharib. Hanya
lsmail yang meriwayatkannya dari Sahal." Selesai nukilan.
Al-Kumait berkata;
Aku tidat. menud.th salah orang yang tidak bersalah
Dan aku tidok mencari-cari kesolahan orong ydng tidak bersolah
Ada dua versi qiraan lain daiam ayat ini, dan kedua qiraah ini tidak
termasuk dalam qiraah sab'ah;
Pertamal ($i )r) dengan menetapkan wawu. As-Samin berkata dalam
ad-Durr al-Mushawwcn (lvi39o); menetapkan huruf illot pada kondisi
jozm meruoakan lughah (bahasa Arab yang diakui) suatu kaum, dan
menurut yang lain hai tersebut boleh dalam kondisi darurat.
Kedua; (c \:) dari k.ata qafa yaquf u, artinya mengikuti. Lihat; tafsir Abu
as-Sa'ud (filB27),Taf sir Abu Hayyan (Vll3z), dan Tafsir al-Qurthubi (XlzSl).

! . Kaidah-kaidahTerkait Nama-nama Allah .o,


(QS. AI-A'raf: 33)1e2

Karena menyebut Allah :sr dengan nama yang tidak ia sebutkan


untuk diri-Nya, atau mengingkari nama yang Ia sebutkan untuk
diri-Nya adalah tindakan jinayah (kejahatan) terhadap-Nya. Maka
dari itu, wajib beradab berkenaan dengan nama-nama Allah :.:. , dan
rnencukupkan diri pada nama yang disebutkan oleh nash.1s3
t9z Esensinva ialah bahwa, menyebut Allah dengan !'rama yang tidak la
sebutkan untuk diri-Nya, termasuk mengatakan sesuatu tentang Allah
tanpa dasar ilmu, sehingga hal ini haram hukumnya.

r93 Al-Khazin berkata dalam Tafsirnya (lllz76), "1/aknanva yaitu, berdoalah


kepada Allah dengan menyebut nama-nama-l.lya, yang la sebutkan untuk
diri-Nya, atau disebutkan Rasul-Nya. lni menuniukran bahwa nama-
nama Allah bersifat tauqifiyah, bukan isthilohivah. Dalii 'yang menguatkan
perkataan ini ialah; bolehnya kita mengatakan, "Wahai Jawwad (Yang
Maha Pemurah)," dan tidak boleh merrgatakan. "Wahai Sakhiy
(Dermawan)."Kita boleh mengatakan, "Wahai 'Aiim (Yang Maha
Mengetahui)," dan tidak boleh mengatakan, "Wahai Aqil (yang
berakai)." Kita boleh mengatakan, "Wahai Hakim (Yang Maha
Bijaksana)," tapi kita tidak boleh mengatakan. "Wahai Thabib
(Pengobat)."
Az-Zamakhsyari berkata dalam al-Kasysyaf illltSo), "Seperti yang kita
dengar dari perkataan orarlg-orang bacui (Arab dusun) karena
kebodohan mereka, "Wahai bapak segala kemuliaan," "Wahai yang
putih wajah-Nya."
Al-Khaththabi berkata dalam Syo'nu d Du'a', halaman; i11; termasuk dalam
hukum permasalahan ini -maksudnya permasalahan asma'dan shifat';
(dan yang termasuk dalam syarat-syaratnya); bahwa tidak boleh
meiampaui nash, dan tidak boleh menggunakan qiyas, sehingga nama-
nama yang ada akan cliqiyaskan dengan pa,Canannva menurut bahasa
dan istilah kalam.
Dengan demikian, rrama Al-Jawwad tidak br:leh diqiyaskan dengan nama
As-Sakhiy, meski kedua kata ini memiliki kern,ripan makna secara zhahir,
karena nama As-Sakhiy tidak ada nashnya. Disarnprng kata, sakhawah
atau kemurahan hati menurut bahasa termasuk Calam pengertian lunak
dan lembut. Contoh; ardhun sakhiyyah wa ;skhawivvch artinya tanah
lunak dan gembur" Demikian pula kata samah (nrurah hati) iuga tidak
boieh diqiyaskan dengan sakhiy, karena sam$nah men-riliki makna lembut
dan datar. Adapun nama Al-Jud maka artinya ialan Zst Yang Maha Luas
pemberian-Nya. Contoh daiam kalimal; kelas saitabu artinya awan
menurunkan huian lebat. Farasun jawwad artinya kuda vangmencurahkan
segenap kemampuan dalam berlari.
Diantara nama-nama Aliah ada nama Al-Qawi(Yang l,'1aha Kuat). Kata ini
tiriak bisa diqiyaskan dengan narna Al-Jaiac, n':eski kedua makna dari
kata ini memiliki kemiripan pada sifat rnaitusia. karena kata taiollud
mengandung rnakna dipaksakan. Demikian puia ,:engan Al-Muthiq;

-(?, S';arah -41-@v,aaid Ai- tllutsls tt--_.".-


Sebelum menyebutkan pendapat-pendapat terkait; apakah
nama-nama Allah bersrfat tauqifiyyah atau tidak?. Terlebih dahuiu
akan kami jelaskan mahalanniza' (esensi perbedaan dan persamaan)
terkait persoalan ini, yaitu;

Pertama; para uiama sepakat, akan kebolehan menyebut


nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah, ketika ada izin dari pembuat
syariat (Allah dan Rasui-NYa).

Kedua; mereka juga sepakat, bahwa tidak boleh menyebut


Allah dengan nama yang dilarang oleh nash.

Ketiga; mereka berbeda pendapat ketika tidak ada izin


ataupun larangan (dari syariat terkait menyebut Allah dengan
nama tertentu). Ada beberapa pendapat terkait hai ini;

Pendapat pertamal nama-nama Allah bersifat tauqifiy ah. Ini


pendapat ahiussunnah wai jamaah seperti yang telah disebutkan
(Maha Kuasa),
= nama ini tidak bisa diqiyaskan dengan nama Al-Qadir
tidak puia nama Al-/\lustathi" karena kata thdqdh (kuat) dan istitho'ah
(mampu) hanya disebut untuk kekuatan fisik manusia. Juga seperti
Ar-Raqiq; nama ini tidak bisa diqiyaskan dengan nama Ar-Rahim, meski
kata rahmoh (kasih sayang) dalam sifat manusia, masih bagian dari sifat
riqoh (kelemDutan hati) dan kelemahan manusia dalam menanggung
sifat kasai'.
Di antara sifat-sifat Allah; Al-Halim (Maha Penyantun) dan Ash-shabur
(Maha penyabar). sirat Al-waqur dan Ar-Razin tidak boleh diqiyaskan
dengan sif at-sifat tersebut.
Di antara nai-r]a-nama Allah ada nama Al-Alim (Maha Mengetahui). Nama
Al-'Arif tidak boleh diqiyaskan dengan nama tersebut, karena kata
ma'rifat (pengetahuan) mengharuskan seseorang untuk melakukan
sebab-sebab agar ia mengetahui sesuatu. Juga tidak boleh menamai
Allah dengan Al-Aqil (Maha Berakal). Ketentuan ini harus diperhatikan
dan tidak boleh dilalaikan, karena manfaatnya besar, dan berbahaya iika
tidak diketahui. Billahit towfiq.

-*:----_-..-{ t . Kaidah -kaidah Terkait li ama- nama Allah .@,


sebelumnya. Penulis telah menyebutkan daiil-dalilnya dari
Al-Qur'an dan juga dalil akal. Setelah itu kami tambahkan dalil dari
As-Sunnah, yaitu sabda Nabi# dalam hadits yang diriwayatkan
Muslim dalam kitab Shahih-nya (I/BSD;

"Kami tidak memb atasi pujian p atia- lvIu, En gkau s eb agaimana


puj ian-Mu pada diri-Mu."

Dan menyebut nama Allah, termasuk riaiarn oengertian


memuji Allah. Dengan demikian, akai tidak memiiiki andii apa pun
dalam permasalahan nama-nama Allah, selain hani,a membenarkan,
dan menetapi nash-nash yang ada.

Termasuk dalil pendukung iaiah; tidak bolehnva kita menyebut


Nabiffi dengan nama, yang bukan bagian ,i.ari nama-nama beliau.
Dan Rabb Yang Maha Pencipta, tentu lebih berhak mendapatkan
perlakuan ini. Demikian seperti disebutkan as-Safarini dalam
al-Lawami' $/L25).

As-Safarini berkata;

Yang b en o r, nam a-nam a,1l! ah b er slfat tou qifi r ah


Kami punya ,lalil-dal;l memadai rcntun7 hai ;ttr

Pendapat kedua; pendapat Mu'taziiah. Ai-Baailani condong


pada pendapat ini, seperti yang tertuang dalam bul<unya, Tamhidul
Awa'ii, halaman: 21, dan dinukil oieh at-Taftaza;ri daiam Syarhui
Maqashid (LVfiaQ; bahwa nama-nan)a Alian :idak bersifat
tauqifiyah. Artinya, boleh mer:vebut Ailal deng:;r"r segala nama,
asalkan makna dari nama tersebr:t sesuai ,ir ngan 5 rat -vang ciimiliki
Atrlah, dan nama tersebut ticlak mengesan<an ke*i.rrangan, meski
tidak ada dalilnya dari nash srrarlat.

Ai-Bajuri rnenyebutkan penciapat ini rLalarn S;tarh Jauharat


al-Laqani, halaman: 89. Lihat p"tla; ,Svarh c'l-Muhalia. vang dicetak
bersamaan dengan H asyiy at al- Athhh ar' cla i am' ii -i aw arni' (II / 497) .

V
Fendapat hetiga; tawaqquf, tidak memastikan haram
dan tidak puia memastikan boleh. Pendapat ini dianut Imarnul
Haramain dalam ei-Irsyad, hai: 136.

Az-Zarkasyi ciaiam Syarh Jam'ul Jawarni' (iV/869) menyebut


bahwa al-Baqilani juga bersikap tawaqquf. Barangkali ai-Baqiiani
memiiiki dua pendapat terkait persoalan ini.

Diskusi Eentang narta-n&ma Allah; apahah nama-nama


Allah bersifat tauqifiy ah?

Para penuiis biografi Abul I{asan al-Asy'ari menyebutkan, bahwa


di aniara penilebab yeing mendorong beliau meninggalkan paham
Mu'tazilah iaiah, karena perdebatan beiiau ciengan syaikhnya;
Abu Ali al-Jubba'i daiam beberapa permasaiahan, termasuk di
antaranya permasalahan nama-nama Allah" Abul Hasan al-Asv'ari
beroendapat bahwa nama-nama Ailah bersifat tauqifiyah. Berbeda
dengan pendapat syaikhnya. Suatu ketika, seseorang menernui
a1-Jubba'i ialu bertanya kepadanya, "Bolehkah menyebut Allah'ee
dengan nama AqiI?"

Ai-Jubba'i menjawab, "Tidak boleh, karena akal berasal dari


kata'iqal yang berarti penghaiang. Dan haiangan bagi Aiiah adaiah
sesuatu yang mustahii."

Abul Hasan al-Asy'ari berkata, 'Aku lantas berkata kepada


Al-Jubba'i, 'Berdasarkan qiyas Anda ini, maka tidak boleh
menyebut Ailah dengan nama F{akim, karena kata ini berasal dari
kata hikmatu} lijam yang berarti besi pencegah hewan agar tidak
terlepas." ini drkuatkan oleh perkataan Hassan bin Tsabit elE ;

Denctan bait-btiit s7air, kami mencegah siapa I anq mencaci


kcmi
Dan komi menehas ketika darah saling bercampur

Dan perkataan penyair lain;

\I-ahoi i\ani lTtiniJah! Ceqahlah orang-orang vang kurang ber-


akal ,ii antara paiian
Ak,t mengkhav'fiirkan keselamatan kalian jika aku sudah
mcr,:h

**-# ) L Kai,Jai,-kai,lahTerkait \tama-nama,4llah { 3(rD


\,,,
Jika memang Al-Hakim berasal dari kata al-man'yang berarti
mencegah, dan mencegah bagi Allah adalah sesuatu vang mustahii,
maka konsekuensinya Anda harus melarang manusia untuk
menyebut Allah dengan nama Al-Hakim."

Al-Jubba'i tidak bisa menjawab. H rnya saja ia berkata


kepadaku, "Lalu kenapa kau melarang Allah disebut dengan nama
Al-Aqil, sementara kau membolehkan narna Ai-Hakirn untuk-Nya?"

Aku berkata kepadanya, "Karena metocie saya dalam nama-nama


Allah adalah izin syariat, bukannya mengacu pacia qiyas bahasa.
Saya menyebut nama Al-Hakim karena syariat menyebutnya. Dan
saya melarang nama Al-Aqil karena syariat melarangnya. Andaikan
syariat menyebut nama tersebut, tentu saya menyebutnya."

Kisah ini disebutkan as-Subki dalarn ,th-Thabaqat (1II/357),


dan Abdurrahman bin Badawi d,alam Madzal;ib al-lslamtyyin (I/ 5OO) .

Berdasarkan penjelasan di atas, kita bisa menyimoulkan sebuah


kaidah lainnya, yaitu;

Nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam


permasalahan asma' dan sifat bersifat tauqifi. Sedangkan nama
yang disebutkan dalam bentuk khabar, maka tidak harus bersifat
tauqifi, seperti nama Al-Qadim (Yang dahulu), Al-Maujud (Yang
ada), Al-Qa'im bi Nafsihi (Yang berdiri sendiri), dan lainnya.

Demikian uraian terkait persoalan narna-nama Allah; apakah ia


bersifat tauqifiyah ataukah boleh menyebut nama-narna yang ridak
disebutkan di dalam nash. Sebagaimana disebutkan ibnui Qayyim
dalam Bada'i al-Fawa'id (I/762).

.@,
Kaidah Keenam
."v[56\='€.t]y,.
tg\3v8)g
-t
)\2-.
@ Nama-nama Allah *e Tidak Terbatas Oleh Bilangan
Tertentulsa

Berdasarkan sabda Nabig; dalam hadits masyhur;

dil jl Jl.{I* :.. l.i-l d:I; il JJ*ij e, ij; ; *,t


et-l J\e: K, JIJ-Ii
:
a, .rilil jt .J,5 ,r
"Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama yang Engkau
miliki, yang Engkau sebut untuk diri-Mu, atau Engkau turunkan dalam
kitab-Mu; Engkau ajarxan pada salah seorangmakhluk-Mu, atauyang
Engkaukhususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu."lss

194 lnilah yang benar, dan inilah pendapat !umhur. Bahkan, an-Nawawi
menuturkan kesepakatan atas pendapat ini. Dibagian keterangan
tambahan selanjutnya, akan dibahas perbedaan pendapat terkait
permasalahan ini.

195 Sy dari ha d its ini ada lah sa bda Na bi gq ; " Atau y ang Engkau khususkcn
ahi d
untuk diri-Mu dalam iimu gaib di sisi'Mu," ini menuniukkan bahwa nama-
nama AIlah iebih dari sembilanpuiuh sembilan; la memiliki nama-nama
yang hanya ia sendiri yang mengetahuinya di daiam iimu gaib di sisi-Nya,
dan tidak ada yang mengetahuinya selain Allah.
Al-Khaththabi menvatakan dalam Sya'nud Du'a', halaman: 24 saat
menyebut hadits ini, "Hadits ini menuniukkan kepada Anda, bahwa Allah
memiliki nama-nama vang tidak la turunkan di dalam kitab-Nya, yang
disembunyikan dar, makhluk-Nya, serta tidak ciitampakkan kepada
mereka." imam lbnu Katsir dalam Tafsirnya (li1z58) menfadikan hadits ini
sebagai cialil bahwa nama-nama Allah tidak terbatas.
Ima m bn u I Qayy im menyata ka n dalam Sy if a' ui'AIil, ha la ma n: 47 z; " Hadits
I

ini menunjukkan bahwa nama-nama Allah lebih dari sembilanpuluh


sembiian, dan la memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang hanya la sendiri
yang mengetahuinya di dalam ilmu gaib di sisi-Nya. Tidak ada yang
mengetahuinya selain AIlah. Dengan demikian, sabda Nabi$5, " Sungguh,
Alloh memiliki sembrlonpuluh sembilan nama," tidak menafikan bahwa

*-*-------{ I . Katdah-kaidahTbrkait liama-nama Allah .o,


Hadits riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, clan Hakim. Hadits ini
shahih.le6

Apa yang hanya diketahui oleh Allah semata di daiam ilmu


gaib, tentu tidak memungkinkan bagi siapaoun uriuk membatasi
ataupun meliputinya.

Adapun sabda beliau{!;

1
|1*l :*Xt;!;
o z. , t a

4:.-Jl
,L) li: l^l;;\, .1J.-1! Yl 4Jt" al oj
"Sungguh. Allah memiliki sembilanpuluh sembilan nama,
seratus kurang satu; siapa menghafalnya,'e7 ia masuk i:u.rga."1e8

Hadits ini tidak menunjukkanlee bahwa nama-nama Allah


terbatas pada bilangan tersebut. Andaikan nama-nama Allah
terbatas. tentu iafal yang disebutkan dalam hactils ini adalah;
"Sesungguhnya nama-nama Ailah ada sernbiianpuluh sembilan.
Siapa menghafainya, ia masuk surga," atau iafal semacamnya.

Dengan ciemikian makna hadits ini adalah, siapa menghafal


nama-nama Aliah sejumlah'bilangan ini; ia masuk surga. Adapun

= ,Ailah memiliki nama-nama yang iain. Riwayat-riwavat ini ibarat satu


rangkaian kalimat. Maksudn'ra, Allah memiliki nama-nama yang disifati.
5arra seperti kaiimat berikut; fulan memiliki seratus i:.udak )rang ia
persiapkan untuk berdagang, dan se!'atus budak iainnva i.rniuk berjihad.
i:ri oendapat jumhur. lbnu Hazm tidak sependapat ciengan mereka, ia
nrenyatakan bahwa nama-nama Allah terbatas daiarn lumiah seperti
yang disebutkan dalam haciits (yailni sembilanpuluh sernbilan)." Selesai
nukilan.

196 Di bagian keterangan tambahan akan dibahas tahqic dan takhrij hadits
ini. Di sana ada sebuah pembahasan penting.

r97 (ut ^-i;;menghafal dan memahamimaknanya..)an seb.rgaipeiengkapnya


adaiah beribadah kepada Allah sesuai dengan kelazirnan ,lari makna-
maknanya. Dernikian seperti disebutkan penr:iis. Di Lagian keterangan
tambahan, akan disebutkan perberJaan pendapat terk:it hal ini.

r98 HR. Al-Bukhari dalam kitab 5hahih-nya (XI/:,t8), Muslim dalam kitab
shahih-nya (VlUtq).

r99 Keterangan ini membantah kaiangan, yang mengatakan bahwa nama-


nama Allah hanya ada sembiianpuluh sembilan.

<rt> ) $'arahAt-@v,acuJAL- Mt,!!-__3o-*.*


sabda beliau; "'Siapa menghafalnya, ia masuk st)rga," merupakan
kalimat pelengkap,200 bukan rangkaian kaiimat yang berdiri sendiri.

ini sama seperti perkataan Anda, "Aku punya seratus dirham


yang aku persiapkan untuk sedekah." Bukan berarti Anda tidak
memiliki dirham-ciirham lainnya yar.g tidak Anda persiapkan
untuk sedekah.rul
zoo Maksudnya, rangkaian kalimat iniadalah sifat untuk lafal: "Sembilanpuluh
sembilan," bukan kalimat yang digunakan untuk mengawali, dan
posisinya adalah noshab. Boleh juga di-i'rab sebagai mubtada', dan
maknanya tidak berbeda. Takdtr (baca: perkiraannya) ialah; Allah
menyediakan nama-nama sebanyak bilangan ini; siapa menghafalnya, ia
masuk surga. Demikian seperti disebutkan Syaikhul lslam lbnu Taimiyah
dalam al-Fotawc (Vl/38t).

zor lbnul Qayyim berkata dalam Eads'iul Fowa'id (U167), "Sabda beliau;
'Sungguh, Allah memiliki sembilanpuluh sembilan nama, seratus kurang
satu; siapa menghofalnya, ia masuk surgc,' kalam ini adalah satu rangkaian
kalimat. Dan sabda beiiau, 'Siapa menghafalnya, ia masuk surga,'
merupakan sifat, bukan khabor tersendiri. Maknanya; Allah memiliki
banyak nama yang siapa menghafalnya, maka ia masuk surga. lni tidak
menaf ikan bahwa Allah memiiiki nama-nama lainnya. lni seperii
perkataan Anda, 'Fulan memiliki seratus budak yang ia persiapkan untuk
jihad.' Perkataan inr tidak menafikan bahwa si fulan memiliki budak-
budak lainnya, yang tidak ia persiapkan untuk jihad. Tidak ada khilaf di
antara ulama terkait nal ini."
Al-Khaththabi berkata dalam Sya'nud Du'a', halaman: 24; "Hadits ini
menetapkan bahwa nama-nama Allah ada vang dikhususkan dengan
bilangan tertentu. Namun hal itu ticiak menghalangi adanya nama lain
(seiain daripada nama yang dikhususkan tersebut -ed). lni sama seperti
perkataan Anda, 'Zaid punya seribu dirham yang ia persiapkan untuk
sedekah,"Amr punya seratus helai pakaian; siapa berkunlung kepadanya,
ia akan beri pakaian tersebut.' Hal ini bukan berarti bahwa Zaid tidak
memiliki ciirham-dirham lain di luar seribu dirham (yang ia persiapkan),
dan tidak puia menunjukkan bahwa Amr tidak memiliki pakaian lain di
luar seratus pakaian (yang ia persiapkan). Namun hanya menuniukkan,
bahwa uang yang telah dipersiapkan Zaid untuk sedekah sebanyak
seribu dirham; dan jumlah pakaian yang telah dipersiapkan Amr untuk ia
berikan kepada siapa saia yang berkuniung kepadanya, adalah sebanyak
seratus heiai pakaian."
An-Nawawi berkata dalam S.vorh Muslim (XVll/5), "Para ulama sepakat
bahwa hadits ini tidak membatasi nama-nama Allah, karena hadits ini
tidak menunjukkan bahwa Allah tidak memiliki nama-nama lain, selain
daripada sembilanpuiuh sembilan nama tersebut.Tapi, yangdimaksudkan
hadits ini adalah; siapa menghafal sembilanpuluh sembilan nama tadi, ia
masuk surga. Dengan demikian, yang dimaksudkan dari hadits ini adalah,
kabar bellau mengenai cara untuk masuk surga, yakni dengan menghafal

-----.-----.--.- i . Kaidah-kaidahTbrkait l,iama-nama Allah .@,


Tidak ada hadits shahih dari Nabigt vang menentukan (detail
sembilanpuluh sembilan) narna-nama A1lah tersebut. Hadits yang
menentukan rincian nama-nama Aliah itu Chaif.202

Syaikhul Isiam Ibnu Taimiyah berkata daiam al-Fatawa


(VI/382), "Riwayat yang menentukan rierail nairla-nama A1lah
bukan bersumber dari perkataan Nabi +:E. rnenurut kesepakatan
ahli ilmu di bidang hadits."2o3

= sembilanpuluh sembilan nama tersebut; buk;in kabar untuk membatasi


nama-nama Ailah."

zoz Hadits ini dinyatakan dhaif oleh selumlah uiama, seperti lbnu Hazm
dalam al-Muhallo (Ylllfit), lbnui Qayyim dalam Madarijus Salikin (ilt/4ro),
lbnu Katsir dalam tafsirnya (ll1z58), ash-Shan'ani dalam Subulus Salam
(lv/to8). Al-Baghawi cenderung menyatakan hadits ini dhaif dalam
Syarhus Sunnoh (Vl3), dan juga lbnu Athiyah dalam tafsirnya (Vl/r56).
Selaniutnya akan kami sampaikan bahwa ada sekelompok ahli ilmu yang
menilai shahih atau menyebut hadits ini hasan. Al-Qurthubi menshahihkan
hadits ini dalam tafsirnya (Vll/325), an-Nawawi menyatakan hadits ini
hasan dalam ol-Adzkar yang dicetak bersamaan dengan Syarah lbnu
'AIIan (lll/zzr), lbnu Hibban menshahihkan hadits ini(1il188). juga al-Hakim
dalam ol-Mustadrak (l/63), namun adz-Dzahabi tidak memberikan ulasan
apapun terkait pernyataan al-Hakim ini.
Lihal; Mawariduzh Zham'an li Zawa'id lbni Hibban, al-Haitsami, hal: 592.
Jalur-jalur periwayatan hadits ini akan disebutkan di bagian penjelasan
tambahan nanti.
Syaikh lbnu Utsaimin berkata dalam ol-Fatawa, hal:55o, ,,Siapa yang
berupaya menshahihkan hadits ini akan berkata, 'persoalan ini adalah
persoalan besar, karena ia bisa rnengantarkan seseorang menuju surga.
Karena itulah sahabat tidak luput untuk menan,vai<annya kepada
Rasulullahg mengenai perinciannya. lni menunjukkan bahwa nama-
nama Allah tersebut sudah ditentukan oleh Nabigl.'
Tanggapan; tidak harus seperti itu. Karena jika memang harus seperti
itu, tentu sembilanpuluh sembilan nama ini seharusnya lebih kita keiahui
daripada matahari, dan tentu sudah disebutkan dalam kitab Shahihain
atau kitab-kitab hadits lainnya, karena pencntuan nama-nama Allah
sangat diperlukan untuk dihafal. Lantas bagaimana jika persoalan
sebesar ini hanya bersumber dari riwayat lemah dan dalam bentuk yang
berbeda-beda. Yang benar bahwa, Nabig tidak meniela..ckannya karena
suatu hikmah yang sempurna, yaitu agar semua orang mencarinya dalam
kitab Allah dan sunnah Rasulullah g, agar namoak denqan ielas siapakah
yang gigih mencari, dan siapa yang bermalas-rnalasan."

2o3 Sebelumnya sudah kami nukilkan. siapa diantara uiarna yang menilai
shahih, dan yang menilai hasarr.

a\
l{utsla c___-
Pada haiaman sebelumnya, tepatnya halaman 379, Syaikhul
islam Ibnu Taimiyah berkata, "Al-Walid menyebutkan hadits ini
dari beberapa syaikhnya yang berasal dari Syam, seperti dijelaskan
dalam salah satu jalul periwayatan haditsnya."

Ibnu Hajar al-Asqaiani berkata daiam Fathul Bdry (XI/215),


"Cacat ha<iits ini dr sisi Syaikhain (al-Bukhari dan Musiim)
bukan hanya karena tafarrud (menyendirinya) al-Walid2oa daiam
periwayatannya, namun juga karena perbedaan pendapat terkait
al-Wa1id, idhthirab2os (kerancuan) haditsnya, tadlis2o6
(pemaisuannya), dan juga kemungkinan bahwa hadits irri mudraj
"'2o7

Karena penentuan detail nama-nama Allah ini tidak shahih

zo4 Yaitu al-walid bin Muslim. la akan disebutkan selaniutnya dalam ialur-
lalur periwayatan hadits.

zo5 tkhtilaf dan idhthirab (kerancuan) adalah 'illot pertama. lkhtilaf dan
idhthirab (kerancuan) initeriadi di dalam sanad, dan iuga didalam matan.
Adapun di dalam sanad, maka ada perbedaan redaksi terkait nama
al-Walid, karena ada yang meriwayatkan hadits ini dari Khalid bin Da'laj,
Sa'id bin Abdul Aziz, dan Zuhair bin Muhammad. Adapun dari sisi matan;
adanya perbedaan redaksi dalam menyebut detail nama-nama Allah.

zo6 Maksudnya, al-Walid bin Muslim adalah mudallis (pemalsu hadits) ienis
tacilts taswiyah, seperti disebutkan dalam Ta'rif Ahlit Taqdis, lbnu Hajar
al-Asqalani, halaman: l34, at-Tabyin Ii Asma'il Mudollisin, Sabath bin
al-Ajami, hal: 8o, ltnaf Dzawir Rusukh, Hammad al-Anshari, hal: 54, an-
N ukat' ala tb nish Sh o oh, az-Zarkasy i (l /t zt).
I I

Tadlis taswiyah adalah seseorang meriwayatkan dari syaikhnya, kemudian


ia membuang seorang perawi dhaif, lalu menyebut seorang perawi
tsiqah sebagai gantinya, dimana kedua perawi tersebut pernah saling
bertemu, sehingga para perawi dalam sanadnya meniadi tsiqah semua.
Lihat; at-ioisir, ath'Thahhan, hal: 8o, at-Todhs fil Hadits, Dr. Musfir ad-
Dumaini, hal: 53.
Dalam hadits ini, al-Walid secara ielas menyatakan bahwa ia meriwayatkan
hadits ini Car"i syaik.nnya. Karena itu al-Arnauth berkata dalam Hasyi.vot
'ala! lhsan (rtl/sg); prara perawi hadits ini tsiqah. Shafwan dan al-Walid
daiam hadits ini sama-sama menyatakan secara terus terang, bahwa
mereka meriwavatl..an hadits ini dari syaikhnya masing-masing.
Tapi pernyataan al-Arnauth masih perlu dikoreksi, karena dalam kasus
tadlis tasvii;toh mengharuskan setiap perawi secara terus terang
meriwayatl:.an hadi:s dari perawi yang ada di atasnya.

zo7 Maksudnya bukan berasal ciari perkataan Nabig tapi dari perawi.
Buktinya adalah sebagian besar riwayat tidak menyebut iumlah tersebut.

.^-**-------------{ i . Kaidah-kaidahTbrkait liama-nama Allah .@,


dari NabiUE, maka para salaf pun berbeda pendapat terkait hai
ini, ada beberapa perbedaan nama-nama .-vang dirivrayatkan dari
mereka. Dan berikut ini saya kumpulkan sernbilanpuiuh sembilan
narna yang saya ketahui dari kitab Ailah dan sunnah Rasul-Nya.

@ Dari kitab Allah sebagai berikur:

1. A1lah, 13. At-'l-any.al; 22. Ai-Halinr


(\ l;tlr:r P('rleri rnlr (II:rlia
2. Al-Aira<l tolrat), I),:rryairtun),
(N{aha Esa),
14. All]abbar 2l'1" Ai-Harnirl
l"l. Al-.\'la (IIaira (,\l;rlra Terpuii),
(M:iira f inggi), NIt:l:urksal,
24, Al-Fia,rrvu
4. Al-Alir:un 1.r. Al-F{aafizh (VIaha Hidup),
(Nlaha N,{ulia), (I{a}iii Nlenfaea).
25. Ai-Qalyum
5. ;\i-ilah 1(i. Al-Flasih (ir,tlaha Berdiri
(yang irerhak (lI;rlia sendiri),
diibadahi dengan nrJrcr-hitungkan),
scl;cnzull'a), 26. A1-Khabir
17. i\l-Haliizh (1,'laha Teliti),
(;. Al-Alr"lval (}Iaha
(Yartg Alral), N{cmeiiiurur), 2;i.;\,-K"haiiq
(1'{aha
7 " ,$-,\l<hir 18. Al-ila{i Fencipta),
(Yang Akhiri, (NIaha llark)"
28. .{1-Khallaq
8. Azh-Zhahir 19. Al-LI:x1r1 (lilana
(Yang Zirairir). (\{;ilra Bcnari, P*ncii;ta).

9. rU-Bathin 20. Al-\'[uhin 29. Ar-F.auf


(Yang llatin), (N'{aira laha
(, 1,

i\dcr"ljeiaskan). Pengasih),
10. Al-tsari'
(N'trah:i Peirciirta)" 21. Ai-i{aLiur 30" A:-F.ahman
(Ilaha (}"'traha
11. Ai-Rarr Ilii;ihsana), Pernurah),
(Nlaha Baik),

12. Al-Bashir
(Maha N{elih;it),

.@t arah Al {fuwaaid A1-


:XF--.{
31. Ar-Rahim 42. N-'Azhi.rn 55. Al-Qawiy
(Maha (Maha Agung), (Maha Kuat),
Penyayang),
43. Al-Afuw 56. Ai-Qahhar
32. Ar-Razzaq (Maha Pemaaf), (Maha
(Maha Pemberi Memaksa),
rezeki), 44. Al-Aliim
(Maha 57. A1-Kabir
33. Ar-Raqib Mengetahui), (Maha Besar),
(Maha
Mengawasi), 45. A1-Aliy 58. A1-Karim
(Maha Tinggi), (Maha Mulia),
34. As-Salam
(Maha 46. Al-Ghaffar 59. Al-Lathif
Sejahtera), (Maha (Maha Halus),
Pengampun),
35. As-Sami' 60. Al-Mu'min
(Maha 47. Ai-Ghafur (Maha
Mendengar), (Maha Terpercaya),
Pengampun),
36. Asy-Syakir 61. A1-Muta'aliy
(Maha Penerima 48. Al-Ghani (Maha Tinggi),
syukur), (Maha Kaya),
62. Al-Mutakabbir
37. Asy-Syakur 49. Al-Fattah (Maha Memiliki
(Maha Penerima (Maha Pemberi kebesaran),
syukur), keputusan),
63. Al-Matin
38. Asy-Syahio 50. Al-Qaadir (Maha Kokoh),
(Maha (Maha Kuasa),
Menyaksikan), 64. Al-Mujib
51. Al-Qahir (Maha
39. Ash-Shamad (Maha Mengijabah)
(Maha Memaksa),
Diperlukan), 65. Al-Majid
52. Al-Quddus (Maha Agung),
40. Al-Aaiim (Maha Suci),
(Maha 66. Al-Muhith
53. A1-Qadiir (Maha
Mengetahui),
(Maha Kuasa), Meliputi),
4L. N:Aziz
(Maha Perkasa), 54. Al-Qarib
(Maha Dekat),

---**---------{ L Kaidah -kaidah Tbrkait N ama-nama Allah .@,


67. Al-Mushawwir 72. Al-Maula 77. Al-Wasi'
(Maha (Maha (i1;1aha Luas),
Pembentuk Fenoiong),
rupa), 78. Ai-Tv'iaciud
73. Ai-Nluhaimin (lvliaha
68. Al-Muqtadir (Maha iv{i.ngasihi),
(Maha Kuasa)' Memelihara)'
79. Al-wakil
69. AJ-Muqit 74. An-Nashir (I,iaha
(Maha (Maha Nlengurus),
Mencukupi), Penoiong),
80. Ai-Waliy
70. Al-Malik (Maha 75. Al-l,\iahid (l,taha
L4erajai), (Maha Esa), Penolong),

71. Al-Maliik 76. Al-Warits 81. Ai-Wahhab


(Maha Raja), (Maha Pewaris), (l\4aha Pemberi).

@ Nama-namaAllah dari sunnah Rasulullah$;


i. r\iilamil 7. i\s-Subbrrh 13. Ai-\lut1:rdriinr
(\Iaha Ind:rli). (^![;tha Suci), (\laha
\[t'irrl:rhuhikatr),
2. ,'U-.[zirvu'acl i3. As-Sirrfirl
(\{aha (I{;rlra ltr. Ai-}1tr'akirir
I'emur:tir), l'eruirnlrin), (Il:rha
\{r':rqakhirkan),
3. rU-Hakzun 9. ;\sr.Sj,afi
(Maira (}{aha 1,5. r\i-}ltrhsin
l'[enrutusk:ur Peirt'etnirtiit), (]tr;rira Berintat
Irukurn), irarkJ.
10. Atir--fhavviir
1. Al-Ha11u (\[aha Baik), 1(j. .\l-\hr'thi
(\{aha Hidtqr), (}l;rha
11. Al-Qai:idh \It.r15eri),
;i. ,\r-Itabb (\trrrha
(Rabb), N{ern'enr.Ditkan). 17. Al-\Ianrran
(IIuh;r Penrireri),
(i. Ar-l{afiq 12. Al-t}asith
(N{aha (Ma}ra i8. \l'\\'itL
\{ern,ertai), }k'lap;ingkan)" (} !;Llra Esa).
Demikian nama-nama Allah yang karni pilih berdasarkan
peneiitian2o8 sebanyak deiapanpuluh satu daiam kitab Aliah,iie, dan
delapanbetras di <ialam sunnah Rasulullahffi meski kami ragu untuk
mencantumkaa nama Al-Hafiy,20e karena nama ini disebutkan
secara muqayyad daiam firman Aliah is tentang lbrahim;

t
"sesungguhnya Dia sangat baikkepadakr.r." (QS.
Maryam z 47).
Dan juga nama Al-Muhsin,2lo karena kami tidak menelaah para
perawinya dalam riwayat ath-Thabrani,211 meski Syaikhul Islam
ibnu Taimiyah menyebut nama ini di antara nama-namaAl1ah.212

Di antara nama-nama A1iah ie ada yang berbentttk mudhaf ,213

zo8 lmam-imam iainnya memiliki pilihan lain, seperti yang akan disebutkan
selanjutnya di bagian keterangan tambahan saat menyebut ialur-ialur
riwayat haclits yang menyebut nama-nama Allah.:e.

209 Di antara ulama yang menyebut Ai-Hafiy termasuk salah satu di antara
nama-nama Ailah adalah; lbnu ai-Arabi, al-Qurthubi, lbnu Haiar al-
Asqalani, ibnul Waz:r, dan asy-syarbashi. Lihat; Mu'taqad Ahlissunnahfil
Asmo', Dr" fuluhammad at-Tamimi, hai: zo5.

210 Disebutkan al-Qurthubi dan lbnui Qayyim. Lihal; Mu'toqod Ahlissunnahfi[


Asma', Dr. Muhammad at-Tamimi, hai: t9z.

211 Hadits ini diriwayatkan melalui beberapa jalur, seperti yang akan
ciilelaskan di bagian keterangan tambahan selaniutnya.

212 Saya tidak rnenemukan pernyataan Svaikhul islam lbnu Taimiyah yang
menyebutkan bahwa Al-Muhsin termasuk salah satu diantara nama-
nama Aiian. Al-Qurthubi dan ibnul Qayyim menyebut nama ini dalam
tt4u'toqaa Artiissunnahfil Asma', Dr. Muhammad at-Tamimi, hai: t9z. Hanya
saja diselru:kan daiam al-Fatawa Syaikhul lslam lbnu Taimiyah (Vti64)
keterangan )/ang se1-ara zhahir menyebutkan bahwa Al-Muhsin termasuk
di antara nama-nania Ailah
=.
zt) Sejumlah ahli ilmu cerpendapat; nama-nama mudhaf termasuk dalam
lajaran ai-asma'ul hrsns. Syaikhul lslam lbnu Taimiyah berkata dalam
al-Fatawa iXXll/a85), "seperti itu juga nama-nama Allah yang di-mudhaf-
kan, seperti; Arhamur Rahimin, Khairul Ghafirin, Rabbul 'Alamin, Maliku
Yawmiddin, Ahsanul Khaliqin, Jami'unnasi li Yawmi la Raiba Fihi,
MuqallibLri Qulub, dan lainnya yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan
Sunnah, dan juga disebutkan dalam doa berdasarkan iima' kaum
muslimin."

-""------------* i . Kaidan-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .@,


seperti Malikul Mulk Dzul Jalali wal lkram.2la

= Para ulama berbeda pendaoat terkait nama-nama ini; ada yang sedikit
menyebutnya, dan ada juga yang banyak menyebutnya. Bentuk idhafah
nama-nama ini ielas tertera dalam nash-nash. Sebagian di antaranya
secara jelas menunjukkan idhafah nama-nama ini, dan sebagian lainnya
tidak secara jeias menuniukkan idhafah.
Al-Asyqar menyatakan daiarn ol-Asma' wash Shifat, hal: 6z; ,,Cukuplah
kita ketahui, bahwa salah satu di antara nama-nama Ailah yang paling
agung, yang disebutkan di dalar-n Al-eur'an dengan idhafah adalah nama
Rabb. dan nama ini yang paiing sering disebut dalam doa.,,
Saya katakan; pernyataan al-Asyqar ini perlu dikoreksi, karena nama
Rabb juga disebut tanpa idhafah, seperti firman-Nya, "Rabb yang Maha
Pengampun," dan firman-Nya, "Dori Rabb yang Maha penyayang.,, Syaikh
lbnu Utsaimin menyebut nama Rabb di antara nama-nama yang tidak
di-mudhof-kan.

214 Penuiis tidak menyebutkan dua nama ini termasuk di antara


sembilanpuluh sembilan nama, dan beiiau menganggapnya sebagai
salah satu nama Allah, karena salah satu di antara dua alasan;
Pertamal nama-nama Allah lebih dari sembrlanpuluh sembilan, dan
nama-nama yang dikumpulkan syaikh acialah nama-nama yang
barangsiapa menghafalnya, ia masuk surga.
Kedua; atau rnungkin nama-rrama ini tidak termasuk di antara nama-
nama Allah menurut Syaikh lbnu Utsaimin, rneski menurut yang iain
termasuk nama-nama Allah, karena al-K.haththabi, lbnul eayyim, dan
ibnui Wazir menganggap Malikul Mulk termasuk nama-nama Allah.
Adapun nama Dzul Jalali wal lkram, maka al-Khaththabi, lbnu Mandah,
al-Baihaqi, al-Qurthubi, dan lbnul Wazir menganggapnya sebagai salah
satu nama-nama Allah.

.@, ) \,arah Al-{bwaaid Al- .Ww,n, ___(


r rA,
Ffol&la'
;GEfltEO*
r--- Keterangan Tambahan Kaidah Keenam I

I
I

-"v[-:EI€':]y".
(9g,vd.rill
'' N/'
Pada catatan kaki cii kaidah sebelurnnya, telah kami sampaikan
bahwa kami akan menjeiaskan beberapa permasalahan berikut,
dalam keterangan tanrbahan;

Pertama; apakah nama-nama Aiiah terbatas?

Kedua; tahqiqhadits;

rj!,*;jr
- :' &c*o;Ltti
\- Y- -:
"Atau'i,ang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib
di sisi-Mu."

Ketiga; makna lafal (tat^i; yang tertera dalam hadits.

Keempat; jalur-ialur periwayatan hadits yang menyebutkan


nama-nama Allah.

Kelima; tahqiq hadits; "Sesungguhnya Allah itu Al-Muhsin


(Maha Berbuat baik)."

Pertamal
Apakah nama-nama A,llah terbatas?

Aria dua penriapar ulama terkait hal ini;

S Pendapat pertama; Nama-nama AIIah tidak terbatas.


Ilanya Allah yang mengetahui nama-nama dan sifat-
sifat-Nya, di dalam ilmu gaib di sisi-Nya. Tidak ada
yang mengetahuinya selain Altah semata.
Inipendapat mayoritas ahli ilmu, seperti; al-Khaththabi,
al-Qurthubi, al-Qadhi Abu Bakar bin Thayyib, Ibnu al-Arabi,

----*-*---------{ i Kaidar\ - kaidah


-[erkait
li ama-nama A]lah .o,
ar-Razi, dan Ibnu Hajar al-Asqalani, seperti disebutkan Muhammad
Taqi al-Utsmani dalam Takmilat Fathil Mulhim'ala Syarh Muslim
(V/536). Bahkan an-Nawawi menuturkan adanya kesepakatan,
bahwa nama-namaAllah tidak terbatas; dalam Syarh ShahihMuslim
(xvirr/s).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Fatawa


(WII/482), "Generasi salaf dan para imam kaum musiimin
menganut pendapat ini."

O Dalil-dalil pendapat pertama;


Pertama; hadits yang dijadikan dalil oleh penuiis, yaitu hadits
yang menerangkan bahwa, hanya Aliah yang mengetahui nama-
nama-Nya yang tersimpan dalam ilmu gaib cii sisi-Nva. Hadits ini
membagi nama-namaAliah menjadi tiga macam, seperti disebutkan
ibnul Qayyim dalam Bada-iulFawa'id (I/66);

Nama-nam a yangAllah sebut untuk diri-Nya, laiu Ia kabarkan


nama-nama itu kepada siapa yang Ia kehendaki Cari kalangan
malaikat dan lainnya, namun tidak ia turunkan di dalam kitab-Nya.

Nama-nama yang Aliah turunkan di dalam kitab-Nya, sehingga


dengan nama-nama itu, Allah memperkenalkan diri-Nya kepada
hamba-hamba-Nya.

Nama-nama yang hanya diketahui oleh Allah semata, di


dalam ilmu gaib di sisi-Nya, sehingga tak seorang pun di antara
makhluk-Nya yang tahu. Karena itulah Nabi# berkata, "Atau
yang Engkau khususkan untuk dtri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu."
Yakni, hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya. Dan bukan
berarti, kata menyendiri disini ditafsirkan bahwa hanya Al1ah yang
menggunakan nama tadi, karena sifat menyendiri bagi Allah dalam
asma'uihusna telah dijelaskan di daiam kitab-Nya.

Kedua; dalil lainnya adalah hadits daiam kitab shahih yang


menyebutkan bahwa Nabi& pernah membaca saat sujud;

!L; ln !';
;," J.UUL! i " t i\ :u-lt
l' :. ^::.- .,; .:
.L;
" Je (*-i1 L;i gil $Ie ;\5 6p;l

.@, Slrarah Al-Qgtaaid Al- ,\'lut.sla o--_.


Aiiah, sesungguhnya aku berlindung kepada ridha-Mu (agar
"Ya
terhintiar) dart murka-Mu, kepada keselamatan-Mu (agar terhindar)
dari siksa-Mu, akubertindungvada (sifat rahmat)-Mu dari sifat (adil)-
Mu. Aku titiax rnemoatasi puiian pada-Mu, Engkau sebagaimana
pulia n-Mu p aci u diri- ht u."

Sltahid (konteks pendaiilan) dari hadits ini adalah doa Nabiffi,


" Aku ti d ak n't e r,,tb atasi auj ian p ada- Mu."

Syaikhui lsiam Ibnu Taimiyah berkata dalam Dar'u Ta'arudhil


'Aql wan Naa,i $Il/332), "Nabig! memberitahukan bahwa beliau
tidak membatasi pujia.n kepada Allah; dan andaikan beliau
menghafai nama-nama Ailah, tentu beiiau akan menghafal sifat-
sifat-Nya puia secara keseluruhan, sehingga beliau akan membatasi
pujian kepada-Nya, karena sifat-sitat Allah merupakan interpretasi
dari nama-nama-Nya."

Ketiga; juga <iioasarkan pada sabda Nabig! dalam hadits


syafaat;

-r"$ -r--t * A;.uL-


il .ttj t& ltCt Fi y*\-,- aa * r, e- t'
"Kem.utiian Ailah mengilhamkan kepadaku sebagian dari
pujian-pujian dan sanjungan kepada-Nya yang tidak la iihamkan
kep a d a s e o ran g p un s e b elumku." (H R. Al- Bukhari)

Ibnul Qayyim berkata dalam Bada'iul Fawa'id (I/L66), "Pujian-


pujian tersebut penuh dengan nama-narna dan sifat-sifat-Nya."
Lihat; al-Mufhim, al-Qurthubi (VII/16).

Keempat; nama-nama Allah yang disebutkan di dalam Ai-


Qur'an dan Sunnah lebih dari sembilanpuluh sembilan. Karena
itulah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Fatawa
(WTI/482),

"Orang yang membatasi nama-namaAllah hanya sembilanpuluh


sembilan tidak mungkin bisa menyimpulkannya dari Al-Qur'an.
Sebab tidak a<ia kepastian dalil yang menentukan (nama-nama
Allah mana ).,ang masuk ke dalam jajaran sembilanpuluh sembilan
tersebut); j:ka tidak ada kepastian rialil, maka tidak mungkin bagi
kita mengklai;:n bahn'a inilah nama-namaAllahyangboleh bagi kita
berdoa dengannya, bukan nama-nama yang lain. Tidak ada cara
bagi kita untuk membedakan nama-nama yang diperintahkan, dan
nama-nama yang dilarang. Setiap nama, hukum penggunaannya
tidak diketahui. Boleh jadi ia termasuk nama-nama yang
diperintahkan, atau justru nama-nama yang dilarang.

Jika dikatakan; jangan berdoa kecuali dengan menyebut nama-


nama Ailah yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Dijawab; nama-nama Allah yang tertera dalam Al-Qur'an dan
Sunnah lebih dari sembilanpuluh sembilan."

Ibnul Wazir berkata dalam ltsarul Haqq 'alal Khalq, halaman:


l-58, "Telah terbukti dengan pasti bahwa, nama-nama Allah gg
lebih banyak dari yang disebutkan di dalam riwayat tersebut; hal
ini juga dibuktikan dengan nash. Dikatakan secara pasti, karena
nama-nama yang disebutkan di dalam kitabullah jeias lebih banyak
daripada itu." Selesai nukilan .

Kelima; dalil lain bahwa nama-nama Aliah tidak terbatas


ialah, bahwa hadits (yang rnenentukan jumlah nama tersebut)
termasuk ke dalam mafhum al- adad; dan hukum mafhum ini lemah.
Sebagaimana disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqaiani
dalam Fathul BAry (XI/224); pendapat serupa juga disebutkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa (VI,/381).

S Pendapat hedua; Nama-nama Allah terbatas dengan


bilangan tertentu. Hanya saia para pendukung
pendapat ini berbeda pendapat terkait iumlahnya.
Ada beberapa pendapat dalam hal ini;

Pertama; nama-nama Aliah berjumlah seratus. Pendapat ini


dipastikan oleh as-Suhaili.2is

Kedua; Allah memiliki seribu nama.216

zr5 Lihat; Fathul Bdry (XU224), alJawa'iz wash Shilat min )am'il Asma' wosh
Shifat, al-Qanuji, hal: 4o.

zt6 Fathul BAry (Xllzz4), Zadul Ma'od, lbnul Qayyim (t/SS). tbnul eayyim
menukilnya dari Dihyah al-Kalbi (wafat tahun 633 H.).

.@, Syarah Al-@x,aaid Al- ,llutsla .t----


Ketiga; Aliah memiliki empat ribu nama;217 seribu nama
tidak diketahur siapal'un selain Allah. Seribu nama lainnya hanya
diketahui Aliah dan ;nalaikat-malaikat-Nya. Seribu nama hanya
diketahui Ailah, para rnalaikat, cian para nabi. Dan seribu nama
lainnya diketanui or;.ng-orang mukrnin; tigaratus di antaranya
disebutkan rii daiam kitab Taurat, tigaratus lainnya disebutkan
di dalam kitab Inji.i, tigaratus lainnya disebutkan di dalam
kitab Zabur. dan seratus sisanya disebutkan dalam Al-Qur'an;
sembilanpuluh sembiian di antaranya diketahui, dan satu nama
lainnya disemb unyikan"

Keempat; nama-nama Allah hanya sembiianpuluh sembilan


saja. Siapapun tidak boleh menambahinya. Pendapat ini
dikemukakan ibnu Hazm dajam al-Muhalla (VIII/31).

Ia berdalii pada hadits;

t z 6 t
r: hL;I jr .ttt, Yl 4Jt" L;;t ;*:;, *
7
l1 'r'-,-,- '
q:*.ir "
g al
"Sungguh, Allah memiliki sembilanpuluh sembilan namo
seratus kurang satu; siapa menghafalnya, ia masuk surga."218

Ai-Hafizh ibnu Hajar al-Asqalani berkata dalam Fathul Bdry


(XI/224), "lbnu Hazm termasuk salah satu ulama yang rnembatasi
nama-nama Allah dalam bilangan tertentu, seperti yang disebutkan.
Sebagaimana diketahui, Ibnu Hazm tidak menganut pendapat
mafhum sama ".:ekaii. Hanya saja ia berdalil pada penegasan dalarn
sabda Nabi$!; "Seratus kurang satu." Ibnu F{azm menyatakan; jika
memang ada satu narna tambahan di luar bilangan tersebut, berarti
Allah memiliki seratus nama, sehingga sabda Nabi&; "Serltus
kurang satu," tidak bermakna.

Pernyataan ibnu Hazm ini bukanlah hujah bahwa nama-


nama Allah terbatas, karena batasan (sembilanpuluh sembilan)
tersebut mengacu paca janji Allah (untuk memasukan surga) bagi
siapa yang menghafainya. Barangsiapa menyatakan bahwa janji
masuk surga berlaku hagi orang yang menghafal lebih dari jumlah

x7 Fathul BAry (xtlzz4).

218 HR. Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya (XU218), Muslim dalam kitab
Shahih-nya ('itllt$.
(sembilanpuluh sembilan) tersebut, ia keliru." selesai
nukilan.
Tidak diragukan-bahwa pendapat yang benar adaiah pendapat
jumhur, dan dalil-dalilnya sudah kami sebutkan
sebelu-.ryr.

Kedua;
Tahqiqhadits;

:.ti,,=;.rr *g*o;e;tri
'Atau yang Engkau khususkan untuk tiiri-Mu
daram irmu gaib
di sisi-Mu."

Nash hadits selengkapnya sebagai berikut;

- :
jt .jJc; jrj ,jJ+ cj..":.;jtJt ,i,or;-. qui
.J,b.! , ! :.n
t;l ],l i! .-lu ,;
.:ri; ;A Jui ,ljws eiL,.L* 3 .iu .!,7:
f *yv
o;i*r'ri ,A.L :* a-i il.L ;i ,rr,t J A1i 3i ,a; * ,r.i,-
;\t ,Sl- tis ,o)i .5, ji;Jr _i; ;i ,jir,, :+jt
f €i
lL; ir tK.; ^sji, ,'& Ejp iir _..;i :ig ,.,^^ ,j?
=r^;;
,l e*r,rfii,, :JU t':ti.i(i' :i;^ ,* i1 J :4;t jiru :rju
,,J,,;*Lt i\:k"
"Tidaklah seorang hamba berdoa ketika tertimpa
ark, aon
kesedihan;'Ya Allah, sungguh aku hamba-Mu. anak hamba lelaki-Mu
(Adam), anakhamba perempuan-Mu (Hawa). ubun-ubunku
berada di
tangan-Mu, putusan-Mu berlaku padaku, qadha_Mu adil padaku.
Aku
memohon kepada-Mu dengan setiap naftto. yang Engkau miliki,
yang
EngkatL sebut untuk diri-Ivfu, atau Engkau turunkan dalam
krtab-Mi,
Engkau ajarkan pada. salah seorang makhluk MLt, atar.t yang Engkau
khususkan untuk diri-Mu dalant ilmu gaib di sisi-Mtt, jadik"anlah
Al-
Qur'an sebagaipenentram hatiku, cahaya di riatraku, puri*yap duka dan
ke s e dih anku,' melainkan Allah hirangkan dukanya,
clan mengganti
kesedihannya dengan kesenangan.'Mereka (para sahabat) bertanya,
'wahai Rasulullah!. sudah sepatutnya kita ,empelajari
doa ini?'

.@,
Beliau meniawab, '3ettti, siapa yang menriengarnya sepatutnya
mempela.iarinya'."

Takhrii hadits;

Hadits ini diriwayatkan ImamAhmad dalam al-Musnad {I/452),


Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya (Iiir253), al-Hakim dalam
al-Mustadrak t'll690), dan berkata, "Hadits ini shahih sesuai syarat
Musiim, jika rnemang terhindar dari riwayat mursai Abdurrahman
bin Abduilah." Adz-Dzahabi berkata, 'Abu Salamah tidak diketahui
siapakah dia ini. ia tidak punya riwayat dalam enam kitab induk
hadits (al-kutub as - sittah) ."

Ulasan adz-Dzaiabi untuk hadits ini akan disampaikan


selanjutnya. Lihat; Mukhtashar Istidrak adz-Dzahabi, Ibnu
al-Mulaqqin (i/412).

Hadits ini juga diriwayatkan Abu Ya'la dalam Musnadnya


(IXl199). Lihat; al-Maqshad al-'Aliy fi Zawa'id AbiYa'la, al-Haitsami
(rrrl330).

Juga diriwayatkan ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir


(X/770), dan Fiarits bin Abu Aslamah dalam Musnadnya, seperti
disebutkan daiam Bughyatul Bahits, al-Haitsami, halaman: 317.

Juga diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya


(VII/47), tahqtq: al-Lahham, juga ia riwayatkan dalam Musnadnya
(l/223), tahqiq : al-Ghazazi. Al-Haitsami dalam Majma' az-Zawa'id
W1-39) menyatakan hadits ini bersumber dari al-Bazzar, ia
berkata, "Para perawr Ahmad dan Abu Ya'la adalah perawi-perawi
kitab Shahih, kecuali Abu Salamah al-Juhani; ia dinyatakan tsiqah
oleh Ibnu Hibban."

Juga diriwayatkan Ibnu as-Sunni dalam 'Amalul Yawmi wal


Lailah, hal: 165"

Hadits ini memiliki dua cacat;

Pertamal riwayat Abdurrahman dari ayahnya. Inilah yang


disinggung al-Hakim.

Kedua; Abu Salamah al-Juhani majhul (tidak dikenal). Inilah

..-,-.-----.-...-{
3(D'
yang disinggung adz-D zahabt.

S Pertama; riwayat Abdurrahman dari ayahnya.


Hadits ini
diriwayatkan dari Qasim bin Abdurrahman dari
ayahnya, dari Abdullah bin Mas'ud.

Dengan kata iain, hadits ini termasuk jajaran hadits yang


diriwayatkan oleh perawi dari ayahnya dari kakeknya. Karena itulah
hadits ini disebutkan sebagai hadits pelengkap dalam pembahasan
ini, seperti yang tertuang dalam kitab Man Rawa 'an Abihi 'an
Jaddihi, Ibnu Qathlubagha, hal: 509.

Ada dua pendapat terkait sama' (periwayatan) Abdurrahman


dari ibnu Mas'ud;

Pertama; Abdurrahman tidak meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud.


Al-Hakim dan al-Mundziri lebih condong pada pendapat ini, seperti
dis ebutkan dalam I th aful M ah arah, al- B ushai ri (V ilI / 45 2) . Pendapat
ini dinyatakan Ibnu Ma'in dalam salah satu riwayat, seperti yang
akan disebutkan selanjutnya dalam Tahdzib al-Mizzi.

Kedua; Abdurrahman meriwayatkan dari ibnu Mas'ud. Berikut


kami nukii pernyataan al-Mizzi dalam TahdzibulKamal (XVII/2a0);
Yaqub bin Syaibah berkata, "ia (Abdurrahman) tsiqah, sedikit
haditsnya, para imam hadits berbeda pendaoat tentang riwayatnya
dari ayahnya, karena saat itu ia masih kecii."

Sementara Ali bin al-Madini berkata, "la bertemu ayahnya;


Abdullah."

bin Ma'in berkata, 'Abdurrahman bin Abdullah, dan Abu


Yahya
Ubaidah bin Abdullah; keduanya tidak mendengar hadits dari ayah
mereka berdua."

Mu'awiyah bin Shalih meriwayatkan dari Yahya bin Ma'in; "la


-Abdurrahman- mendengarkan hadits dari ayahnya, dan juga dari
Ali." Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Yahya bin Sa'id, "lbnu
Mas'ud meninggal dunia ketika Abdurrahman berusia sekitar enam
tahun."

Muhammad bin Ali bin Syu'aib berkata, 'Aku mendengar

.@, Syarah Al-@w'aaid Al- llutsla .----",


Ahmad bin Hanbal ditanya, Apakah Abdurrahman bin Abdullah
mendengar hadits dari ayahnya?.' Ahmad menjawab, 'Sufyan
ats-Tsauri dan Syuraik tidak mengatakan bahwa ia -Abdurrahman-
mendengarkan hadits dari ayahnya. Sedangkan Israil mengatakan
dalam haciits tentang oiawak, Aku mendengar'."

Ahmad bin Abduilah ai-Ajali berkata, "Ia -Abdurrahman bin


Abdullah- tidak menciengar dari ayahnya selain satu kalimat saja;
'Orang yang mengharamkan yang halal, sama seperti orang yang
menghalalkan vang haram'."

Ishaq hin llanshur meriwayatkan dari Yahya bin Ma'in, "Ia -


Abdurrahman bin Abdullah- tsiqah."

Abu Hatim berkata, "Ia saleh."

Al-Bukhari berkata; telah menceritakan kepadaku Ishaq bin


Yazid Abu an-l'ladhr ad-Dimasyqi, ia berkata; telah menceritakan
kepada kami al-Hakam bin Hisyam a.ts-Tsaqafi, ia berkata; telah
menceritakan kepadaku Abdui Malik bin Umair, dari al-Qasim
bin Abdurrahman, da,ri Abdurrahman bin Abdullah bin Mas'ud,
dari ayahnva" ia berkata. "Ketika Abdullah sekarat, anaknya -
Abdurrahnran- berkata kepadanya, 'Wahai ayah! Berilah aku wasiat!'
Abriullah berkata,'Tangisilah kesalahanmu'." Selesai nukilan.

Sebagian kaiangair ahli ha<iits kontemporer yangberpendapat


bahwa Abdurrahman bin Abduilah rneriwayatkan hadits dari
ayahnya aiiaiah; Ahmad Syakir dalam ta'liq beliau untuk kitab
al-Musnad (V/267). Pendapat vang sama juga dinyatakan al-Albani
dalam Silsilah al-Ahadtts ash-Shahihah, hadits nomor l-99.

Lihat; Taaribut Tthdzib, Ibnu Hajar al-Asqalani (I/488), ats-


Tsiqat, ibnu i{ibban (',//76), al-Kasyif, adz-Dzahabi (IIl153),
M z an ul I' t i d al, adz -D z ah ab i (II / 57 3), al - Khul a sh ah, al-I{hazraj i, hal :
i

230, Tarikh Khu.liiah ibn Khayyath, hal 279.

e: Kedua; Abu Salamah al-Juhani majhul (tidak


dihenal).
Ada dua pendapat terkait status Abu Salamah al-Juhani;

Fendapat pertama; tidak diketahui siapakah dia ini. Pendapat

')i Kaida kai i ah Terkctit \- amd - nama Allah .@,


t_-
ini dinyatakan adz-Dzahabi dalam Mizanul I'tidal (lVl533), dan
al-Mughni fi adh-Dhu'afa' (II/471). Juga kemukakan Hamzah
al-Husaini dalam al-Ikmal (IIl2BS), aI-Hafizh Ibnu Hajar ai-Asqalani
dalam Ta'jilul Manfa'ah, hal: 490, dan juga dalam jilid II, hal: 471,
versi cetakan yang telah tahqiq. Pendapat serupa juga dinyatakan
dalam adz-Dzahabi dalam Lisanul Mizan (.Vil/57). Adz-Dzahabt
berkata, "lbnu Hibban menyebut Abu Salamah al-Juhani dalam ats-
Tsiqat.lbnu Hibban mentakhrij haditsnya dalam kitab Shahihnya,
dan Ahmad dalam Musnadnya. Yang benar, kondisi Abu Salamah
al-Juhani majhul (tidak diketahui). ibnu Hibban menyebutkan
perawi-perawi seperti Abu Salamah ini, dan berhujah dengannya
dalam kitab Shahih, jika riwayatnya tidak mungkar."

Dr. Abdullah al-Luhaidan tidak mengetahui biografi Abu


Salamah al-Juhani dalam al-Mizan. Ia berkata dalam tahqiqnya
untuk Mukhtashar adz-Dzahabi karya Ibnu al-Mulaqqin (I/414)
bahwa ia tidak menemukan biografi Abu Salamah al-Juhani dalam
al-Lisan. Padahal biografi Abu Salamah al-Juhani ada di dalam
al-Mizan VII/57), seperti yang telah kami sampaikan di atas.

Termasuk ahii hadits yang menyebut Abu Salamah al-Juhani


tidak diketahui kondisinya adalah al-Iraqi daiam Dzail al-Kasyif,
halaman:328.

Pendapat kedua; Abu Salamah al-Juhani diketahui kondisinya.


Bahkan ia adalah Imam Musa bin Abdullah atau Abdurrahman
ai-Juhani. Inilah pendapat yang dipastikan Ahmad Syakir dalam
tahqiqnya untuk kitab al-Musnad (V/266,\, dan ai-Albani dalam
Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, hadits nomor 199'

Inilah pendapat yang benar. Buktinya, al-Mizzi menyebutkan


dalam TahdzibulKamal (XXIX/96) bahwa dr antara jaiaran syaikhnya
adalah; al-Qasim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Mas'ud.
Sementara al-Hafizh ibnu Hajar al-Asqalanr membuang nama Abu
Salamah al-Juhani dariTahdzibutTahdzib Oii354)" Saya tidak tahu.
Mungkin Ibnu Hajar al-Asqalani melakukannya riengan sengaja,
atau karena beliau meniru ibnu Abi Hatim Calam a!-Jarh wat Ta'dil
(vfir/L{e).

Jika memang diketahui bahwa Abu Salamah ai-Juhani adalah


Musa ai-Juhani, berarti dia telah dinvatakan tsiqah oleh Imam

3trru) ) S.varah.ll'@n"aaiJ -tl- .ttursla \


\./
Ahmad dalam al- Ilal (Il/474), dan (III/32).

Juga dinyatakan tsiqah oleh ai-Qathan, ibnu Ma'in, an-Nasa'i,


dan al-Ajaii seperti disebutkan dalam Tahdzibut Tahdzib, lbntt
F{ajar ai-Asqalani 0?354). Ia juga dinyatakan tsiqah oleh Ibnu
Hibban daiam ats-Tsiqat (VIII659), Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaq|t
(VI/338), Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Taqribut Tahdzib (II/285),
dan al-Khazraji daiam al-Khulashah, hal: 391.

Narnanya juga disebutkan al-Bukhari dalam at-Tarikh al-Kabir


(VIII/395), dan Khalifah bin Khayyath dalam at-Tarikh,hal:42L.

6 Hukum derajat hadits;


Hadits ini dishahihkan Ahmad Syakir dalam tahqiqnya untuk
kitab al-Musnad (V/266), al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah,
hadits nomor 199, al-Arnauth dalam Takrhij Zadil Ma'ad (IVl198),
dan tekstual pernyataan Ibnul Qayyim dalam Syifa'ul'Alil,hal: 473.
Kita juga sudah mengetahui pernyataan al-Haitsami sebelumnya
terkait hukum derajat hadits ini.

Ketiga;
Makna Iafal (Lltasi) yang tertera dalam hadits.

Dalam bahasa Arab, kata ihsha' memiliki sejumlah rnakna;

Pertama; orang Arab menyebut banyak dan luasnya sesuatu


dengan katahasha. Contoh; (+Ul .l s ' ^ o$c) artinya; di rumahnya
ada sekelompok orang. Penyair berkata;

Ketika kami dihit'tng, kami bukanlah orang-orang yang paling


sedikit jumlahnya

Ke dua ; aituhu artinya aku menghitun gnya, dan ah sh aituhu


h a sh

artinya aku membedakannya satu sama lain.

Ketiga; hushat artinya akal, seperti disebutkan dalam


perkataan seorang penyair;

K e tik a seseor an g ti d ak p uny a akal, m aka li s anny a

,.*-------{ i . Kaidah -kaitiah Tbrkait )i ama-nama -4llah .o,


M enj a di b ukti akan se gala kekur an gannlt a

Keempat; ahshaitu asy-syai'a artinya aku mengerahkan


segenap kemampuan untuk melakukannya. Ailah :.'. berhrman;

, :- ,1

i ii,Jr i ,4 G li; JL, i.-*-Lo --u, i.E; *: ri *- :


"Allah *rrngrtohuf bahwa karnu tidak dapzt meneqtukan batas-
batas utaktu itu, maka Dia memberi keringaren keptd.ar,tu, karena
itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dcri Al-Quran'" (QS' Al-
Muzzammil:2O).
'nahwa kamu
Maksudnya -walldhu a'lam- Ailah mengetahuj
tidak mampu rnelakukannYa.

Adapun makna ihsha' terkait dengan nama-Rama Allah


,jie, maka para imam berbeda pendapat;

Pertamal maksud dari ihsha' adalah menghafalni'a. Penciapat


ini dikuatkan al-Khahthtabi dalam bukunya, Sya'nud Du'a',
halaman: 26.Ia menyatakan; pendapat pali:rg kuat adalah ihsha'
bermakna menghitung. I\4aksudnya, menghitungnya untuk dihafal,
ialu berdoa kepada Al1ah dengan menyebutn.ra. Seperti disebutkan
dalam fi.rman Allah;e;

p r;l; S -a>'\; ...a


';
"Dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu..' (q"S' Al-Jinn
:28)
Pendapat ini juga dinyatakan al-Qurthubi daiam al-Nlufhim
(vII/17), ditempatkan di urutan teratas oieh a}-iiaqhawi dalam
syarhus sunnah (III175), as-sanusi dan Libai daianr svarh Muslim
(\/Ii/116), dan Syarh al:Aini'alal Bukhari (llr l3).

Pendapat ini juga dikuatkan Imam an-Nawawi, dan ia n-rratakan


dalam syarh Muslim (xwyS) bersumber ilari ai-Bukhari. Juga
dikuatkan para ahli tahqiq lainnya. An-Nawawi menyatakan dalam
bukunya, al-Adzkar, halaman: L47; pendapat ini a'laiah pen<iapat
sebagian besar ulama. Ath-Thaibi daiam Syarh a!-Niisykat (vl8)
juga menyatakan bahwa pendapat ini <iikemukaxan al-Bukhari

3(rt) ) S)'aroh -ll-*tuaaiJ.l!- .llt'tslc


\,/
-1
dan sebagian besar uiama. Pendapat yang sama juga dikemukakan
al-Utsmani cialam Takmilat Fathil Mulhim 'ala Shahih Muslim
(v/s37).

As-Sindi dalam ;)yarh Sunan lbni Majah (IV/279) menyatakan


pendapat ini bersunrber dari para ahli tahqiq. Mulla Qari dalam
Syarh al-Misykat (V/'/3) menyatakan pendapat ini bersumber dari
sebagian besar ulam.r..

Pendapat ini didasarkan pada hadits riwayat al-Bukhari dalam


kitab Shahihnya, dari Abu Hurairah dalam salah satu riwayat;

il;t p, Yl
"Sungguh, Ailah memiliki sembilanpuluh sembilan nama,
seratus kurang satu; tidaklah seseorang menghafalnya, melainkan
ia pasti masuk surga" Lihat; Syarh as-Suyuthi'ala Shahih Muslim
Nr/4s).

Ibnu Allan berkata dalam Syarh Adzkar an-Nawawi (III/220;

ibnu Hajar al-Asqaiani berkata, "Menurut tekstuai pernyataan


al-Bukhari <ian sebagian besar ulama, balasan yang disebutkan
daiam hadits ini, didapatkan dengan sekedar menghafal nama-
nama Allah. Dan, karunia Allah tentu lebih luas dari itu."

Kedua; yang dirnaksud ihsha' adalah mengerahkan segenap


kemampuan, seperti disebutkan daiam firman Allah;e;

t '
. , -J
q;
; Jv\_ 'J ol
^J.e...*
"Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-
batas waktu iiu, maxa Dia memberi keringanan kepadamu, karena
itu bacalah apa yan{ wtudah (bagimu) dari Al-Qur'4n." (QS. Al-
Muzzammil:20).

l,{akna hadits; ;iaoa yang mampu mengamalkan hak dari


nama-nama Allah, d.in inengamalkan kelaziman maknanya. Yakni,
merenungi m;ikna-m aknanya, kernudian beramal dengan kelaziman
makna yang terkantiung. Seperti ketika kita mengucapkan, "Ar-
Razzaq," rnaka kita rakin bahwa Allah adalah Zat Yang memberi

{.__* 36>2
rezeki. Begitu juga dengan nama-nama lainnr.a.

Ketiga; yang dimaksud ihsha' adalah mengetahui makna-


maknanya. Arti ini didasarkan pada perkataan orang Arab; fulanun
dzuhashat, artinya fulan memiliki akal atau pengetahuan.

Keempat; makna (ahshaha) adalah mengetahuinya, karena


orang yang mengetahui nama-nama Allah tidak lain adalah orang
mukmin, dan orang mukmin itu masuk surga.

Kelima; makna ihsha' adalah, menilainya sebagai akidah


(keyakinan muslim), karena orang atheis ticrak mengakui adanya
Pencipta, dan filsuf tidak mengakui adanya Yang Maha Kuasa.

Keenaml makna ihsha' adalah menghitung nama-nama Allah


dengan maksud untuk mencari wajah Allah dan mengagungkan-
Ny".

Ketuiuh; makna (ahshaha) adalah mengamalkannya. Ketika


seseorang mengucapkan, "Al-Hakirn," misalnya, ia menerima
segala perintah Allah, karena semua perintah-Nya sesuai dengan
hikmah. Ketika ia mengucapkan, "Al-Quddus," ia membayangkan
Allah Maha Suci dari segala kekurangan. Al-i{afizh Ibnu Hajar al-
Asqalani berkata, "Pendapat ini dipilih al-Wafa bin Uqail."

Kedelapanl maksudnya adalah menghafal Al-Q_ur' an, karena


Al-Qur'an memuat nama-nama Allah. Karena itu, siapa membaca
Al-Qur'an, dan berdoa dengan menyebut nama-nama Allah yang
tertera di dalam Al-Qur'an, ia telah beramal dengan maksud hadits
tersebut. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani cerkata, 'An-Nawawi
berkata, 'Pendapat ini lemah'."

Kesembilan; maksudnya adalah siapa yang mencarinya di


dalam Al-Qur'an.

Kesepuluh; ibnu Athiyah berkata dalam tafsirn,r'a (VIl1-56);


rnakna ahshaha adalah menghitung dan menghafainya,
termasuk mengimaninya, mengagungkannya, menyukainya, dan
memperhatikan rnakna-malenanya.

Silahkan cek semua pendapat ini dalam;

.@, Syarah Al-@waaid Al- ilut;la .r-_*


Syarah kitab Shahih al-Bukhari serperti milik al-Aini,
al-Karmani, ai-Qasttralani, Ibnu Hajar al-Asqaiani, as-Suyuthi;
syarh Shahih Musiim seperti milik an-Nawawi, Ubai, as-Sanusi;
syarah kitab rl-Miqtxat seperti milik ath-Thaibi, Mulla Qari, dan
Sya'nud Du'a' , al-Khaththabi. Nomor haiamannya pun sudah kami
sebutkan seb,:iumnya. Lihat luga; IVlanhai al-Hafizh lbnu Hajar
al-As qalani it t' Aqi dah (11546).

Ibnul Qar ;im dalanl Bada'iul Fawa' id (I/1-64) memiiih pendapat


bahwa makna ihsha'ada tiga tingkatan;

Pertamal mengecek lafal dan menghitung jumlahnya.

Kedua; memahami makna dan petunjuknya.

Ketiga; berdoa dengan menyebutnya.

Syaikh ibnu Utsarmin berkata ciaiam al-Fatawa, halaman: 55,

"Makna (ahshahrr) bukanlah meltulis nama-nama Allah di


lembaran kertas, kemudian dibaca berulang-ulang hingga hafal.
Tapi maknanya adalah;

Fertamal rnengetahui seluk beluk pelafaian nama-nama-Nya.

Kedua; memaharni maknanya.

Ketiga; beribadah kepada Aliah, sesuai dengan kelaziman


makna-maknanya. Daiam hal ini ada dua cara;

Cara pertamal berdoa kepada Allah dengan menyebut nama-


nama-|'lya, ber dasarkan fi.rman Allah :c ;

t h ;.,lu;;Jr ;u;'{r n;p


"Dan Aiich rytemil:ki Asma'ul Husna (nama-nama ,rrf rrrr^OS,
maka bermohurleh kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(QS. At-A'raf : 180).

Yaitu, Ar,.:,:a menjadikan nama-nama Allah se'oagai wasilah


menuju apa I ang Anda inginkan. Untuk itu, Anda memilih
nama yang r*pat daiarn berdoa. Sebagai contoh; ketika Anda

--.-------qI: c. ri i d tth - ka t d ah Tb r ka tt \, c nt a - n ars a Al I ah ( .@,


memohon ampunan, Anda berdoa, "wahai Al-Ghafur (Yang Maha
pengampun), ampunilah aku." Tentu tidak tepat jika Anda berdoa,
,,Walhai
byadidul 'iqab (Yang keras siksa-Nya)!. Ampunilah aku."
Kalimat-kaiimat seperti ini, justru lebih mirip eiekan. I'tramun yang
benar, Anda mengatakan; "Lindungilah aku dari siksa-l''{u'"

cara kedual menghadirkan kelaziman makna dari nama-


nama tersebut di dalam ibadah. Contoh; keiaziman namaAr-Rahim
ialah, bahwa Aliah merahmati hamba-Nya. N{aka, lakukanlah amal
dalam
saleh yang mendatangkan rahmat Allah. Inilah makna ihsha'
hadits di atas. Makna demikianlah, yangiebih layak untuk dijadikan
hargamasuk ke dalam surga." Selesai nukilan'

Silahkan baca penjelasan al-Karmani dalam syarh al-Bukhari


(>cilI/l8e).

Al-Qurthubi berkata dalam al-Muftim (VIl/17),

Ihsha'dalam bahasa Arab memiliki tiga tingkata:r;

Pertama; bermakna bilangan, seper"i disebutkan dalam


firman Allah ;e;

o l:.r,
.,?-a *';'S --.;\J y'

"Dan Dia menghitung segaia sesuatu satu persatu " (QS' Al-Jinn
:28)
Kedua; bermakna memahami. Seperti kalimat; rajul,un dzu
pemahaman'
hashat artinya seseorang yang memiliki akal dan
Karena itulah hashat disebut akal'

Ketiga; bermakna mengerahkan kemampuan untuk


melakukan pekerjaan dan kekuatan. sepe;"ti disebutkan cialam
firman Aiiah ls;

u ;i;Jr j ',# t-, \r;,Jv,S* -l; ;;; j ;i ^U" '*


"eUot *rngrto,lrrf bahu'a kamu tidar' dapat menentukan
batas-batas waktu itu, maka Dio. memberi t:eringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagtmil dari Al-Qur'an."

Slarah At-@waaid Ai- lfu;.il.i G--


C@X
\,/ ) \
(QS. Al-Muzzammil : 20). Artinya, kalian tidak akan rnampu
melakukannya.

Allah dengan salah satu


Siapa yang menghitr.rng nama-nama
dari tiga tingkatan :ni disertai dengan niat yang benar, maka
diharapkan ia akan d:masukkan ke dalam surga oleh Allah dengan
karunia-Nya.

Tingkatan pertama iaiah tingkatan ashabul yamin (golongan


kanan). Tingkatan kedua iil.ah as-sabiqun (tingkatan orang-orang
yang lebih dulu berbuat baik). Dan tingkatan ketiga ialah tingkatan
shiddiqun.

Yang karni maksud mengerahkan segenap kemampuan ialah


menjaga dan memelihara nama-nama Allah, menjaga batasan-
batasannya, dan sebisa mungkin berhias dengan makna-makna
yang terkandung di daiamnya, seperti yang diisyaratkan ath-Thusi
dalarn al-Maqshad al-Asna.

Keempat;
Jalur-jdur periwayatan hadits yang merinci
al-asma'ulhusna.

Sejumlah ulama menaruh perhatian terhadap penghimpunan


jalur-jalur periwayatan hadits yang merinci nama-nama Allah. Abu
Nu'aim al-Ashbahani secara khusus mengumpuikan jaiur-jalur
periwayatan ini dalam salah satu jilid kitab yang dicetak dengan
tahqiq; Masyhur Salman.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani mengumpulkan jalur-jalur


periwayatan ini dalam satu jilid kitab yang ditahqiq oleh Zuhair
asy-Syawis/, dan diterbitkan al-Maktab al-lslamy.

Al-hafizh ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan dalam Fathul


Bdry (Xl/219) bahvr'a nama-nama Allah dalam hadits hanya
disebutkan melalui tiga jaiur riwayat, yaitu;

S Jalur pertama;
Jalur Abdul Aziz oin Hushain, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, dari
Abu Hurairah ry,, ia berkata; Rasulullahffi bersabda;

,*--------H I " Kaidan-koidahTerkait liama-nama Allah .@,


,'iyt,/'lt,p"1t,ir ,i.jr J6i u"Gi;; r;r :r-;;3* y_ol

,;iJt,jqJl,,-lt,;*i.iJr,Citt,ifr,,;rjr,,.*,,'-1u
t -1, ,'4t.', .ir*lt .--LJt ,i-lJt
' !'-i, ,u)t
,i#l ' ''
)'4 .J-,Qr .,!t*Jr
,3jfut ,'r-rL:r ,ir'rjt,crr ,iu*ir ,i,;jr ,*4i.,;,!"ur ,'etit
,v6_lr i.:jlt,*qt,V,ir,,t{, ,i;'{' ,-l-r ,!4r .g1Jr ,rr=;jr
,;t-rlt ,e,;;.jr ,r==jr ,E?t,oie1 ,d(l ,ro-,jr ,;{r ,jrujt
,.r...
.jf[Jl ,J*Jt , ;,-Jl ,l.Ar .JFt .f1;5)lj J)\=Jl j! .JU:JI
,'
,--it ,r5Jl
'o
,idt ,art)st,&+t' ,**i.ji .r.,*jr ,.-;it
, o' . ,
..$r ..P' ,ix.l' ,;r;;:r .i,
,J1ur ,;-i' ,i--uJr
,,:_:,
,=l-j: , ,.i,
.3d, , -at,
,-.p-/r

,.iy;Jr , jlar r;,*t;;Jt ';,;Sstr;,r*rjr .L*Jr ,e)t,Vat


,,.$.lt
"Sungguh, Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama; siapa
"t4,
menghafalnya, ia masuk surga;"2le

1. Allah 5. Ar-Rabb 9" A!-Mu'min


(R abb) (h[ahaTerper-
2. Ar-Rahman tl!
" -,,.\
"v
q.!
(MahaPengasih) 6. Al-N[alik
(MaltaPemilik), L0. Al-Muhaimin
3. Ar-Rahim (MahaMemeli-
(Maha Penyay- 7. Al-Quddus h,tra)
ang) (Maha suci)
11. Ai-,Aziz
4. Al-Ilah 8. As-\alam (Maha perkasa)
(MahaDisem- (Maha Sejahtera)
bah) 1-2. Ai-.Iabbar
$rIaha Perkasa)

2i9 HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak (1163). ta rerkata "Saya sebutkan


redaksi ini untuk memperkuat hadits al-Wa!id." Denrikiar: dinukil dengan
perubahan.

.@, h Al-@waaid Al. rq_=c___-


13. 25. Al-Khabir
Al-Mutakabbir 37. Al-Awwal
(MahaMemiliki (MahaTeliti) (YangAwal)
kebesarar,)
26. Al-Hannan 38. Al-Akhir
L4. Al-Khalict (MahaPenyay- (yangAkhir)
(Maha Pencipta) ang)
39. Azh-Zhahir
15. Al-Bari' 27. A'L-Mannan (YangZhahir)
(Ilaha Fencipta) (Maha Pemberi)
40. Al-Bathin
1-6. Al-Mushawwir 28. Al-Badi' (YangBatin)
(MahaPeni.ben- (Maha Pencipta)
tukrupa) 41. Al-'Afuw
29. Al-Wadud (Maha Pemaaf),
17. Al-Halim (MahaMen-
(Maha Penyan- gasihi) 42. Al-Ghaffar
tun) (Maha Pengam-
30. Al-Ghaffur pun)
L8. Al-Aliim (MahaPengam-
(MahaMengeta- pun) 43. Al-Wahhab
hui) (Maha Pemberi)
31. Asy-Syakur
L9. As-Sami (r*rhaPenerima 44.A\-Qadir
(Maha Menden- syukur) (Maha Kuasa)
gar)
32. Al-Majid 45. Al-Ahad
20. Al-Bashir (MahaAgung), (MahaEsa),
(MahaMelihat),
35. Al-Mubdi' 46. Ash-Shamad
21. Al-Hayyu (MahaMemulai), (MahaDiperlu-
(Maha Hidup) kan)
34. Al-Mu'id
22. A!-Qayyurn (MahaMengem- 47. Al-Wakil
(Maha Berdiri balikan) (MahaMengu-
sendiri) rus)
35. An-Nur
23. Al-Wasi' (MahaPemilik 48. Al-Kafi
(Maha Lu.;s) Cahaya) (Maha Mencu-
k pi)
24. Al-Lathir 36. Al-Badiy
(NIaha haius) (Maha Memulai), 49. Al-Baqi
(Maha Kekal)

.@,
50. Al-Hamid 61. Al-Muhyi 24. Al-Fathir
(MahaTerpuji) (MahaMeng- (l,Iahapencipta)
hiduPkan)
5L. Ar-Mughits 75. Ar-Razzaq
(MahaMe- 62. Al-Mumit (i,.Iaha pemberi
nolong) (Malta Memati- rezeki)
kan)
52.Ad-Da- im 76. Ai-'Allam
(MahaAbadi) 63. Al-Jalil (!/tahaMengeta-
(Maha Luhur) hui)
53. Al-Muta'ari
(MahaTinggi) 64. Ash-Shadiq TT. AijAliy
(Maha Benar) (L4ahaTinggi)
54. DzulJalaliwal
Ikram 65. Al-Hafiizh TB. Ai-'Azhim
(Pemilikke- (MahaMenjaga) (l,rlahaAgung)
luhuran dan
kemuliaan) 66. Al-Muhith 79. Ai-Ghani
(Maha Meliputi), (Maha Kaya),
55. Al-Maula
(Maha Penolong), 67- Al-Kabir 80. A!'Maliik
(MahaBesar) g,\aha Raja)
56. An-Nashir
(Maha Peno'Long), 68' Al-Qarib 81. Ai-Muqtadir
(Maha Dekat) (I,laha Kuasa)
57. Al-Haqq
(MahaBenar) 69. Ar-Raqib 82. Al-Akram
(MahaMenga- (MahaMulia)
58. AI-Mubin wasi)
(MahaMenjelas- 83. Ar-Rauf
kan) 70. Al-Fattah (UrhaPengasih),
(MahaPemberi
59. Al-Ba'its keputusan) 84. Ai-Mudabbir
(Maha Mem- $vlalta Menga-
bangkitkan) 71. At-Tawwab tur)
(Maha Penerima
60. Al-Mujib tobat) 85. Ai-Qadir
(Maha mem- (il{aha Kuasa),
perkenankan 72. Al-Qadim
permohonan) (YangDahulu) 86' Al-Malik
(I\Iaha Pemilik)
73. AI-Witr
(MahaTunggal)

.@, s Al-@waaid Al- ,llursla o-__.


87. Al-Qahir 92. Asy-Syahid 96. DzulFashl
(Maha Perkasa) (MahaMenyak- (MahaPemilik
sikan) keputusan)
88. Al-Hadi
(MahaPemberi 93. Al-Wahid 97. Al-Khallaq
petunjuk) (MahaEsa) (Maha Pencipta),

89. Asy-Syakir 94. DzuthThau! 98. Al-Kafi!


(Mahabersyu- (MahaPemilik (MahaMenja-
kur) karunia) min)

90. Ai-Karim 95. DzulMa'arij 99. Al-Jami!


(MahaMulta) {Pemilikternpat- {Mahalndah)
tempatnaik)
91. Ar-Rafr'
(MahaMening-
gikan)

S Jalur lredua;
Jalur AbCul Mairk bin Muharnrnad ash-Shan'ani, dari Abul
Mundzir Zttl:ra:;l- at-Tamimi, dari N4usa bin Uqbah, dari al-Araj, dari
Abu Hurairah;

W;- j ';i\
-: .-'=' ' j3 tuj 'l-bli U "Jt"', 'fil :"'-;j- t I ui
, .,- ; '_,',.-: , '-" *'
: .irt -,
,rt;;l .j}'t, -1.dr ->Vr .j;'{r .i;Jr ,tl-lt ,,.rr! *;J\ 3;>
,jq;Jl ,r:i--\ j-+J .;,":Jr ,i>fli ,,J;jr ,eruJt l'.At ,tst]l
,;=air
i'-. l'-.
.'*)1.^=-Ji
,;J--11 r'.'
u.
,";jt,-;-ui.lt ,;*11
'''- \-.J
,;*)t
v ,';:At
.;;ir .,1;, ,b*jr ,lrujr ,r;lt,3;t,;*fr .,,i4jr .Juilir .ir:ir
.--',r, .Lr-j, -,-ui, .r-.<rr ,i-.iji ../'**r1 ,3ir .---,=il ,+/1
,r*.:Jt, qit . 4t, -,)r,./i-11, ifr.itr;','r-frr,-'r;At,$t1l
,,i-4t,i,rr;' 3-qj j-*'-rr &r,il ,n---1r,J);';l.iuir ,;lt
.

.,+!t .u.a..,.i\ ,br')t ,uat\,Al ,Ctiy.,JFl ,b$i ,jAt ,+*ll


,yu':lt,ijui ,doi, ,6:t ,ar;lt j\ ,Jt:";l.-u.+Lir .jij' .3'
.--*--------{ L Kaidah-kaidah Tbrkait I'J ama-nama Alloh .@,
,{:Ql .Cd, ,-d, ,c.=Jl ,;il ..,;jr .Cj*i . vit.-F-Jl
, J' ,, .'
.-;rlt .lstt .i6r ..*J1 .rlt .j-rLJt .*.r- .,:!' .jt('
:
,i;\t
ti i'*s i aS l; J: J-..-*o * g-i-t .r;r
"Sungguh, Allah memiliki sembiianpuluh sembilan namA,
seratus kurang satu. Sesungguhnya Ia ganjii (Maha Esa; . dan menyukai
yang ganjil; siapa menghafalnya, ia masuk surga, yaitu: "'i:'

1. Allah 10. Al-Mushawutir 17. Al--iabbar


(Maha Pemben- {lr!aha Memaksa)
2. Al-Wahid tukrupa)
(MahaEsa) 18. Ai-Mutakabbir
1L. Al-Malik (ltiahaMemiliki
3. Ash-Shamad (Mahapemilik) kebesaran)
(MahaDiperlu-
kan) 1-2. Al'Haq 1-9. Ar-Rahman
(MahaBenar) (Nlaha Pengasih)
4. Al-Awwal
(YangAwal) L3. As-Salat'n 2A. Ar-Rahim
(Maha Sejahtera) (Iv'taha Penyay-
s. Al-Akhir ang)
{YangAkhir) 74. Al-Mu'min
(MahaTerper- 2L. Ai-Lathif
5. Azh-Zhahir caya) (L'Iaha Halus)
(YangZhahir)
1-5. Al-Muhaimin 22. Ai'Khabir
7. Al-Bathin (MahaMemeli- (LiahaTeliti)
(YangBatin hara)
23. As-Sami'
8. Al-Khaliq 16" Al:Aziz (t"{aha Menden-
(Maha Pencipta) {MahaPerkasa) gar)

9. Al'Bari'
(Maha Pencipta)

22o HR. lbnu Majah dalam as-Sunan (llirz69). Ai-Bushair! berkata dalam
i'iwayat bn u
Misbahuz Zujajoh fi Zaw a' i d lbni Maioh (l I l/zo 8), "San ad ja I u r I

Majah dhaif, karena dhaifnya Abdul Maiik bin Vluhammad." Al-Bushairi


juga menyebutkan dalam Misbahuz Zuiaiah fi Zawa'id ibni Maiah, "Hadits
iniditakhrii lbnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya. Zhahir perkataannya
menuniukkan bahwa yang ia maksudkan adalah hadits yang menyebutkan
nama-nama Allah."

.@, Svarah Al- aid Al- llutsla F--**,


24. Al-Basnir 37. Al-Qarib 48. Al-Halim
(MahaMelihat) (MahaDekat) (MahaPenyan-
tun)
25. Al-Aliim 38. Al-Mujib
(Maha Mengeta (MahaMem- 49. Al-Karim
hui) perkenankan) (MahaMulia)

26. Al-Azhint 39. Al-Ghaniy 50. At-Tawwab


(Maha Agung) (MahaKaya) (Maha Penerima
tobat)
27. Al-Barr 40. Al-WahhabWal-
(Maha Etik.) I,\iadud 51. Ar-Rabb
(MahaPemberi (Rabb)
28. Al-Muta't:li & Maha Penyay-
(!tIaha T'!"tggi.) ang) 52. Al-Majid
(MahaAgung)
29. Al-Jalii 41. Asy-Syakur
/r r 1
t, )Vi q. n A.,\!i ; ;.1A,,' (Ittaha Eersyu- 53. Al-Wailt
kur) (Maha Penoiong)
3A. Al-Jami!
(Ivlaha intiah) 42. Al-Majid 54. Asy-Syahid
(MahaMulia) (MahaI'tlenyak-
31. Ai-Hayytt sikan)
(MahaPemalu) 43. Al-Wajid
(MahaMencin- 55. Al-Mubin
32. Al-Qayyum (MahaMenjelas-
tai)
(Maha Berdiri kan)
sendiri) 44. Al-Wali
(It4aha Penolong) 56. Al-Burhan
33. Al-Qadir (Mahamemberi
(MahaKuase) 45. Ar-Rasyid bukti)
(Maha Mem-
34. Al-Qahir 57. Ar-Rauf
bimbing)
(ItLaha Perkosc.) (MahaPengasih)
46. Al-'Afuw
35. Ai-',Aliy (Maha Pemaaf) 58. Al-Mubdi'
ti n r' 1
tlttana
'
:tf:'
t 1! oo' (Maha Memulai)
47. Al-Ghafur
36. Al-Hakint (Maha Pengam-
\LmnA btltiti' pun) 59. Al-Mu'id
sane) (MahaMengem-
balikan)

----------------{
i . lioidah-katdahk*ait Nama-namd Allah .@,
60. Al-Ba'its 71. Al-Basith 83. As-Sami'
(MahaMem- (MahaMela- (Maha Penden-
bangkitkan) pangkan) gar)

61-. Al-Warits 72. Al-Mu'izz 84. Al-Mu'thi


(MahaMewarisi) (MahaMemu- iI,rIaha Pemberi)
liakan)
62. Al-Qawiy 85. Ai-Muhyi
(MahaKuat) 73. Al-Mudzil (Ilahameng-
(MahaMenghi- hidupkan)
63. Asy-Syadid nakan)
(Maha Perkasa) 86. ALNlumit
74. Al-Muqsith (MahaMemati-
64. Adh-Dhar (MahaAdil) kan)
(MahaMen-
datangkanmara 75. Ar-Razzaq 87. Al-Mani'
bahaya) (Maha Pemberi (MahaMence-
rezeki) gah)
65. An-Nafi.'
(MahaMen- 76. Dzul Quwwati 88. Al-Jami'
datangkanman- (Pemilikkekua- (MahaMengum-
faat) tan) pulkan)

66. Al-Baqi 77. Al-Matin 89" Al-Hadi


(MahaKekal) (MahaKuat) (MahaMemberi
petunjuk)
67. Al-Waqi 78. Al-Qa'im
(MahaMenjaga) (Maha Berdiri 90. Al-Kafi
sendiri) (MahaMencu-
68. Al-Khafidh kupi)
(Yangmerenda- 79. Ad-Da'im
hkan) (MahaAbadi) 91. Al-Abad
(Ivlaha Kekal
69. Ar-Rafi' 80. Al-Hafizh Abadi)
(Yangmengang- (MahaMenjaga)
kat) 92. Al:Alim
81. Al-Wakil (MahaMengeta-
(MahaPenolong) hui)
70. Al-Qabidh
(MahaMenyem' 82. Al-Fathir 93. Ash-Shadiq
pitkan) (MahaPencipta) (MahaBenar)

.@t Syarah Al-@waaid Al- lt4utsla F---


94. An-Nur 97. Al-Qadim tidakpula diper-
(Maha Pemiiik (YangDa,huiu) anakkan. Dan
Cahaya) tidak ada sesuatu
98" Al-V{itr yang setara den-
95. AI-Munir (Yang Ganjil)
gan Dia.
(MahaMer'-
erangi) 99. Al-AIlad Ash-
Shamad
96. At-Tam (l,,Iaha Esa,
(Maha Sew- Mahe Dibutuh-
purna) kan), yang tidak
beranak dan

I Jatrur ketiga;

Jaiur ai-'v','alid b-n N{uslim; ia berkata; teiah mengabarkan


kepada kami S;ru'aib rin Abu Hamzah, dari Abu az-Zanad, dari al-
A raj, dari Abu Hurairah, ia berkata; RasulullahLq bersabda;

- r.j.;!l
r<jJt- attt 'r 'i' -i-^-':
' -.* ; i-': -rl--a>l '' r' , 4i*
).i '-'=;-; al') ij
;..r ";i'r :,xaJ;
-,
,i .:;i, Jtdi ' . -t, . , Yt
,,, i, .-;Jl;r, .-*;'J1 ,! :
.r__!. . v-i-,,*-i
.:;i*jr _:- .p\r
-.'Ji ._,.;r*.Ut ; "il :
-'r, ,..-i. .,1-'
.Yb-rl
",- .-,*-i .-,ii-ll '::*it "J;*l .-il'!i .--(llr ,rq#l ,;-,i,
,"
,iir, ,":-;i ,et;:t ,-auUt ,yq\ ,etet,;11it ,L,1;1, ,Jt::J\
. ''l : -' , i r,
,;-iJl .,},-,; '
,FJ ._=r,Ji ,-j.la.Llt .JLli .;<*il .',-41 .r_-Jt
.c,-Fr
-l+, .--,^-, .a*i ;i .---i,' .
j' * ,"*
.-;r=Jt ..q.r-:i .j-.r!i -L^r=-jl .r_rr;i .-i..jt .fl,ri ._di .:J;Jl
.;;l' ,; .+^*' .;;* :
.-j^;"Jl .+il .*,-Ut ._+*,' .+r., .rfr'
l,,ir .,:ui, ; -* i --; .r-l; ; t. -.t. .fi, ,.=*..r,
r :r. , : ',|-rt. : ,, ,: .,
.-,rFl .;!t .J-*lil .J1J'1 .*q:r .iuJl ,J,yt ..j;yt ,?d]l.p.r,(.!r
-\
.&"rJ ,L*i-1 .ri;) ij J>t -11 ,, ,e"Lit ..:iJt ,-3J |l .Ja;t,;-.!r

--"-----------{ I . Kaidan-koidah Tbrkait N ama-nama,lllah


.o,
,o
(erJlrl ,.181

,rpt,Vll
"Sungguh, Allah memiliki sembilanpuluh sembilan nAmA,
seratus kurang satu. Siapa menghafalnya, ia masuk surga, yaitui'221

1". Allah 4. Al-Malik 8. Ai-Muhaimin


(tiadailahyang (MahaMerajai) (Itlaha Memeli-
berhak diibadahi hara)
dengan sebena- 5. Al-Quddus
rnya) selain Dia) (Maha Suci) 9. Ai'Aziz
(NIaha Perkasa)
2. Ar-Rahman 6. As-Salam
(MahaPemurah) (Maha Sejahtera) LA. A!-Jabbar
(MahaMemaksa)
3. Ar-Rahim 7. Al-Mu'min
(Maha Penyay- (MahaTerper-
ang) caya)

221 HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak (l/62) beliau berkata, "Hadits ini
ditakhrij al-Bukhari dan Muslim dalam kitab 5hahihain tanpa menyebut
nama-nama. Kekurangan hadits ini menurut keduanya adalah karena
hanya al-Walid bin Muslim saja yang meriwayatkan dengan lafal seperti
ini." Syaikh lbnu Utsaimin menukilkan dari ai-Hafizh !bnu Halar bahwa
'illat atau penyakit hadits ini bukan hanya karena al-Waiid saia yang
meriwayatkan hadits ini.
l-ladits ini diriwayatkan at-Tirmidzi (V/+86) beiiau berkata, "Hadits ini
gharib. Ftadits inijuga diriwayatkan melaluijaiur lain dari Abu Hurairah.
Saya tidak rnengetahui riwayat-riwayat yang menvebut nama-nama
Allah, selain dalam hadits ini."
juga diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya (!11189), al-Baihaqi
dalam as-5un an al-Kubra (Xizl), al-Baghawi dalam 5ycrnus 5unnoh (lll/76),
ad-Darimi dalam or-Rodd'alo Bisyr al'Muraisi hai: tz ai-Baihaqi dalam
ol-Asrna' wash Shifat (llzz), dan Syu'abulimon (i/tr5).
Caiatan; Dr. Basyar Awwad menyebutkan dalam tahqiq-nva untuk Sunan
at-Tirmidzi bahwa hadits ini ditakhrif Abu Ya',a, hadits nomor 6277, an'
Nasa'i dalam as'Sunan al-Kubra, hadits nomor 7659, dan ath-Thabrani
dalam ol-Mu'jam alAwsath, hadits nomor 985. Namun saat meruiuk ke
sumber-sumber yang telah disebutkan, ter"nyata saya mendapati hadits
tersebut tidak menyebutkan nama-nama Allah. lni kelengahan Dr.
Awwad yang mentahqiq hadits tersebut.
Jika ada yang berkata; yang dimaksud muhaqqiq adalafr asal usul hadits,
bukan hadits yang menyebut nama-nama Allah:e ' Jawaban kami; asal
muasal hadits ini iustru terdapat dalam kitab Shahihain, sehingga
alangkah lebih baiknya iika muhoqqiq menyebut asal hadits.
11. 22. Al-Basith
Al-Mutakabbir 33. Al-Halim
(MahaMemiliki (MahaMela- (MahaPenyan-
kebesarar,) pangkan) tun)

12. Al-Khaiiq 23. Al-Rhafidh 34. Al-Azhim


(MahaPencipta) (YangMerenda- (MahaAgung)
hkan)
13. Al-Bari' 35. Al-Ghafur
(MahaPencipta) 24. Ar-Rafi' (MahaPengam-
(MahaMening- pun)
L4. Al-Mushawwir gikan)
(Maha Pemben- 36. Asy-Syakur
tukrupa) 25. Al-Mu'izz (MahaPenerimo-
(MahaMemu- syukur)
15. Ai-Ghaffar liakan)
(MahaPengam- 37. Al-'Alii
pun) 26. Al-Mudzil (MahaTinggi)
(MahaMenghi-
16. Al-Qahhar nakan) 38. Al-Kabir
(Maha Perkasa) (Maha Besar)
27. As-Sami'
17. Al-Wahhab (MahaMenden- 39. Al-Hafizh
(Maha?emberi) gar) (MahaMenjaga)

78. Ar-Razzaa 25. Al-Bashir 40. Al-Muqit


(MahaPemberi {MahaMelihat) (MahaMencu-
rezeki) kupi)
29. Ai-Ilakam
19. Al-Fattah (MahaMemutus- 47. Al-Hasib
(MahaPemberi kanhukum) (MahaMemper-
keputusan) hitungkan)
sa. Al-'Adl
20. Al-Aiim (MahaAdil) 42. Al-Jalil
(Maha LLtzngeta- (Maha Luhur)
hui) 31. Al-Lathif
(Maha Halus) 43' Al-Karim
2L. A!-Qabiiit (MahaMulia)
(ifiaha:uirnyem- 32.Al-Khabir
pitkan; (NlahaTetiti) 4+' Ar-R'aqib
q'I\4aha Menga-
wasi)

!. Kaidah-kaidahTbrkaii \ama-nama Allah .@,


45. Al-Mujib 56. Al-Wali 67. Al-Wahid
(Mahamem- (MahaPelind- (MahaEsa)
perkenankan und
permohonan) 68. Ash-Sharnad
57. Al-Hamid (Lfaha Diperlu-
46. Al-Wasi' (MahaTerpuji) kan)
(MahaLuas)
58. Al-Muhshi 69. Al-Qadir
47. Al-Hakim (MahaMenghi- (Maha Kuasa)
(MahaBijak- tung)
sana) 70. Al-Muqtadir
59. Al-Mubdi (MahaKuasa)
48. Al-Wadud (MahaMencip-
(MahaMen- takan) 71. Al-Muqaddim
gasihi) (MahaMendahu-
60. Al-Mu'id lukan)
49. AI-Majid (MahaMengem-
(MahaAgung) balikan) 72. Ai-Muakhkhir
(MahaMengakh-
50. Al-Ba'its 61-. Al-Muhyi irkan)
(MahaMem- (MahaMeng
bangkitkan) hidupkan) 73. A!-Awwal
(YangAwal)
51,. Asy-Syahid 62. Al-Mumit
(MakaMenyak- (MahaMemati- 74. Al-Akhir
sikan) kan) (YangAkhir)

52" AI-Haq 63. Al-Hayyu 75. Azh-Zhahir


(MaltaBenar) (MahaHidup) {YangZhahir)

53. Al-Wakil 64. Al-Qayyum V6. Al-Bathin


(MahaN{.engu- (MahaBerdiri (YangBatin)
rus) sendiri)
77. Al-Wali
54. Al-Qawiy 65. Al-Wajid (MahaPelind-
(MahaKuat) (MahaMencin- ung)
tai)
55. Al-Matin 78" AL-Muta'ali
(NIahaKokoh) 66. Ai-Majid (MahaTinggi)
(Maha Mulia)
79. Al-tsarr
(MahaBaik)

.@t Svarah Al-Oowaaid Al- Mutsla F--*--


BA. At-TawwcL, E6. Ai-Muqsith 93. An-Nur
(Maha Pen, riwte (!,[ahaAdii) (Maha Pemberi
tcbat) cahaYa)
E7. Ai-Jami'
Bi. Ai-Nluniai ,n (!.tahaMengum- 94. Al-tladi
(ltiaha lvi-'t'bt- aulkan) (Maha Pemberi
'ias) Petunjttk)
88. Ai'Ghani
8) ,\!-:Afi;*; iltiai'ta Katc) 95. A!-Bad.i'
(iviaha Ft:' ':;t;i') {hiaha Pencilttc'
83. A'l-ltlughr:,
83, trr-Rai;{ ii,(ahs Penbet"i 96. Ai-Bat;i
(trlahct ?tr,:asi!;,'t kekayaan,' {ivtaha Keka!.i

84. ltielikul'lii.;!k 9J. Al-Mani' 97. A!-I4ta-rits


('t',laha !r'".,'rii,( (Mana Pet:cegah) (Mahs Mewaris!)
segala ker:.icar:)
9i. Adh-Dhar 98. Ar-F,asYid
85. Dzui Jcit;!: ws.! (Mahal,Iemberi (lvfaha Pemberi
Ikram ltludharari bimbingan)
'Penltlik Kt'
iuhuron r;r, 92. An-Nafi' 99. Ash-shsbut

kemuiiear:) (Ifra'ha lrlemberi iMaha Penyabar,i


manfaat)

Kelima;
Tahqiq hadits ; " S e s un gguhny a Allah M ah a B erbuat B eik."

Lafal; " S t';t;i'tggt; rn"r e Ailah M ai.a B erbuat B aik," dirir,r'ayatkan


dari tiga saha*a'c;

$ Fertamal hadits Syaddad bin Aus.


Iiadits in r Grriv;a-r,aika n ath-Thabrani dalarn al-IvLu' i am al-Kabir
(VII/275) dar, Abdur tazzaq cialam iviushannaf-nya (IV /392).

S Kedua; hadits Anas.

Fladits irir ciiriu ayatkan Abu I'Ju'aim dalam Tarikh Ashbahan


(lll113), darr ath-f rabrani ciaiam al-Mu'iam al-Awsath (VI/40).

-
--------------e \_
) I.
. haid, th-kaiJahTerkait 3€rD
Lihat juga; Majma'ul Bahrain fi Zawa'idil Mu'iamain (IV/33A). N-
Haitsami berkata dalam Majma'az-Zawa'id (V/200), "Para perawi
hadits ini tsiqah."

S Ketiga; hadits Samurah.


Hadits ini ditakhrij Ibnu Adi dalam ai-Kamii f,dh Dhu'afa'
(VI/426). Al-Hafizh al-Maqdisi berkata riaiam Dzakhiratul Huffazh
(I/491) dimana beliau teiah mengurutkan hadits-hadits daiam
kitab al-Kami1, namun hal ini dikomentari oleh adz-Dzahabi dengan
perkataan beliau di dalam muqadimah kitab ai-Mizan (l/2); Thahir
al-Maqdisi telah memberikan catatan kaki ternadap krtab al-Kamil
karya Ibnu Adi, namun aku belum pernah menjumpainya.

Al-Maqdisi berkata setelah menyebutkan hadits ini, "Hadits ini


diriwayatkan Maja'ah bin Zubafu dari ai-FIasan bin Samurah. Dan
Maja'ah punya suatu (kekurangan)."

Saya katakan; Maja'ah dinyatakan dhaif oleh ad-Daruquthni


seperti disebutkan dalam al-N{.ughni, adz-Dzahabi (lli437). Imam
Ahmad berkata, "Status dirinya tidak diperrnasalahkan," seperti
disebutkan dalam al-Jarh wat Ta'dil, Ibnu Abi Hatiro (VIII/420).
Ibnu Adi berkata dalam Al-Kamil (VI/427), "Dia merailiki pelbagai
kemungkinan, hanya saja haditsnya iayak ditulis." Adz-Dzahabi
menukil pernyataan Ibnu Abi i{atim daiam Lisanul l\,Iizan {V /22).

Hadits ini
disebutkan a1-Bukhari dalan at-Tarikh al-Kabir
(VIII/44) , dan adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubaia' (VII/196).

Dr. Zuhair bin Nur dalam bukunya; Ibnu'Adi wa Manhajuhu


fil Kamil, menyebutkan bahwa redaksi, "Dia merrriliki pelbagai
kemungkinan, hanya saja haditsnya layak ditr.{is," ter:nasuk saiah
satu tingkatan ta'dil yang haditsnya tidak cijadikan hujah, tapi
pantas dijadikan i'tibar (Itrl141, 150)"

Lihat; adh-Dhu'afa', al-Uqaiii (lV/2551. Dirasat fil Jarh,


al-A zhami, hal:2 9 5, Syifa' ul'Aiil bi Alfazltil J a rh w at Ta' Cii, Musthafa

bin Ismail (I/147), Mabahits'aia'Ilmil Jark, ax,-Qasim bin Sa'ad, hal:


44, ar-Raf'uwatTakmfl, al-Kanawi, hal: 225.

.@, ) Slarah Al-@waaid,li- Mutsta {o---


t5 llukurn deraiat hadits;
Hadits ini dishahihkan al-Albani dalam as-Silsilah ash-shahihah,
hadits nomor 470, dan Shahihul Jami' ash-Shaghir (I/374)'

,?
---------------e
\,r, . ;otaih-koidahTerkoit \ama-nama Allah ( CQ'D
Kaidah Ketuiuh
-^v[_:aY6'J.]y".
ggv*YEl
:v-r
dalam Nama-nama Allah r:e adalah Menyimpang
Ilhad222
dari Apa yang Waiib Diyakini Terkait Nama-nama-Nya223

@ flhail atau penyimpangan dalanr nama-nailra Allah ada


beberapa macam;
Pertamal mengingkari sebagian di antara nama-nama-Nya,22a

zzz llhod berasai dari kata lahad atau luhud, seperti disebutkan al-Hanna'i
dalam al-Mu ntakhab min Gharib Kolomil 'Arab (lll5t6). Lahod adalah liang
di samping kubur. Termasuk di antara makna lahad adalah condong,
berpaling, dan berlaku lalim, seperti disebutkan lbnu Sayyidah dalam
alMuhkam wal Muhith al-A'zham (ttt/r94). tvlakna yang tepat untuk ilhad
dalam permasa!ahan ini adaiah condong, karena lahad bermakna
condong (berpaling) dari sesuatu yang lurus, seperti disebutkan lbnu
Faris dalam Mulmal ol-Lughah (l t/8o3).

zz3 Apa yang wajib diyakini terkait nama-nama Allah, akan kita ketahui
selaniutnya melalui kebalikan rlari penie!asan penuiis.

zz4 Yaitu mengingkari sebagian dari nama-nama Allah, seperti yang


dilakukan para ekstrirnis Jahmiyah dan lainnya vang mengingkari nama-
nama Allah dan sifat-sifat-Nya, dan menyebut Allah dengan sifat wujud
mut!ak dengan syarat mutlak. Maksudnya tanpa batasan sifat apapun.
Lihat;Syaroh at-Tadmuriyah, Syaikh lbnu Utsaimin, karya ini masih berupa
tulisan tangan, hal: 45. Masalah ini akan diielast<an lebih rinci di bagian
keterangan tambahan.
Termasuk juga yang dilakukan orang-orang iahiliyah yang mengingkari
nama Ar-Rahman, seperti disebutkan dalam Shahih al-Bukhari yang
dicetak bersamaan dengan Fathd BAry (V/39o).

.@, Svaruh Al-Qowaaid Al- l{utsla a-_..*


atau mengingkari sifat-sifat22s dan konsekuensi hukum2'u y^ng
ditunjukkan nama-nama-Nya, seperti yang dilakukan para ahli
ta'thil, semacam Jahmiyah, dan lainnya.

Pengingkaran diatas disebut sebagai ilhad (penyimpangan),


karena mengirnani nama-nama Allah adaiah wajib, demikian
pula mengimani kelaziman hukum yang ditujukkan nama-nama-
Nya, dan mengimanr sifat-sifat yang sesuai dengan keagungan
Allah. Sehingga mengingkari sebagian dari hal tersebut, dinilai
sebagai penyimpangan terhadap nama-nama Allah dari apa yang
diwajibkan pacianya.2"

Kedua; inenj adikan nama-namaAliah sebagai dalil (petunjuk)228

zz5 Yaitu menetapkan nama namun mengingkari sifat, seperti yang


dilakukan ltlu'tazilah. Mereka berkata, "Allah bernama AI-Alim tanpa
sifat iimu."

zz6 Konsekr.rensi hukum yang dimaksuo adalah atsar (pengaruh) atau


kelaziman nrakna dari nama-nama Allah, seperti yang telah disebutkan
dalam kaidah ketiga. Konsekuensi hukum ini hanya berlaku untuk nama-
nama yang bersifat mu'tadiyah saia. Kelompok Mu'tazilah misalnya,
menetapkan nama, dan mengingkari sifat, namun menetapkan
pengaruhnya. Contoh; sifat ilmu. Mereka menetapkan bahwa Allah
mengetahui, namun mereka tidak menetapkan sifat ilmu bagi Allah.

227 Termasuk dalam kategori penyimpangan ini adalah pernyataan bahwa


nama-nama Allah adalah makhluk dan bersifat baru. Karena itulah ad-
Darimi berkata dalam bunga rampai bantahannya terhaciap kelompok
Jahmiyah, "jadi mer:urut kalian Allah '=: adalah maihul (tidak diketahui);
tidak memiliki nama. Hingga Allah menciptakan makhluk, barulah
makhluk tacii memberikan nama bagi Allah, yang tentunya menggunakan
bahasa mereka. Sungguh ini adalah penyimpangan dalam nama-nama
Al iah, da n ni end usta kan nya." Lihat; an-Noq dh' ala Bisyr al- Muraisi (l/t 66).

zz8 Maksudnya ialah, meniadikan nama-nama Allah sebagai dalil (bahwa


nama tersebut) men gandung sifat-sifat makhluk; sehingga si penyimpang
menjadikan nama-nama Allah sebagai petuniuk bahwa Allah menyerupai
makhluk.
Alasan kenapa perilaku seperti ini dinamakan penyimpangan ialah,
karena siap; meyakinibahwa nama-nama Allah menuniukkan keserupaan
Allah dengan makh,uk-Nya, maka ia telah menyimpangkan nama-nama
AIlah dari nwdlul(petuniuk) yang sebenarnya, dan meniadikan firman
Allah dan sabda Rasul-Nya sebagai dalil kepada kekafiran; dikatakan
demikian karena Denyerupaan Allah dengan makhluk-Nya adalah
kekaf iran, can luga mendustakan firman Allah;

*--# \--;-i . KaiJun-fuiJahTcrkait \ama-noma.lllah


) { 3(r}!
\,/
yang menunjukan srfat, yang serupa dengan sifat-sifat makhluk.
S ep erti yang dilakuk an musy abih ah Q<elomp ok yan g me nye rupakan

Allah dengan makhluk).

Yang demikian disebut penyimpangan karena tasybih


(penyerupaan Al1ah dengan makhluk) adalah makna batil, yang
tidak mungkin ditujukkan oieh nash-nash.22e Bahkan nash-nash itu

T r$t l'-;r i, ;li *.J -.'=1 \:


"Tidak ada sesuatu pun yang seirupo dingan Dia. tian-Dia Yang Maha
Mendengar, Maha Melihat." (qS. Asy-Syura: tt).
Dan firman-Nya;
"Apakah engkau mengetahui ado sesuatu yang sama dengan-Nya?" (QS.
Maryam:65)
Nu'aim bin Hammad al-Khuza'i (wafat tahun zz8 H.) berkata, "Siapa
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia telah kafir. Dan
barangsiapa mengingkari apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya, maka
ia telah kafir. Apa yangAllah sifatkan kepada diri'Nya tidaklah menyerupai
makhluk." Demikian seperti dinukil adz-Dzanabi dalam Siyar A'lam
an-Nubola' (Vl6to).
Tidak diragukan bahwa menyerupakan Allah dengan makhluk iuga
termasuk kesyirikan. Sebagian imam ada yang menafsirkan ilhod sebagai
kesyirikan. Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (Vh6z) meriwayatkan dari
Qatadah; bahwa makna menyimpang adalah menyekutukan.
Diriwayatkan dari Atha' (wafat tahun tt5 H.), ilhad adalah membuat
tandingan bagi Allah. As-suyuthi menukil kedua riwayat ini dalam
ad-Dur r al - Mantsur {lll I z7 t).

229 Karena pernyataan yang menyerupakan Khaliq (Sang Pencipta) dengan


makhluk, melazimkan ketidaksempurnaan pada diri Sang Khaliq (Maha
Suci Allah dari pernyataan tersebut). Sebab menyetarakan sesuatu yang
sempurna dengan sesuatu yang tidak sempurna, meniadikan yang
sempurna meniadi tidak sempurna. Bahkan, hanya sekedar
membandingkan sesuatu yang sempurna dengan sesuatu yang tidak
sempurna, akan meruntuhkan martabatnya. Lantas L:agaimana halnya
dengan menyetarakan sesuatu yang sempurna dengan sesuatu yang
tidak sempurna?.
Bukankah eng;kau mengetahui bohwa nilai kemutiaan pedang itu
meniadi berkurang
Ketika dikatokon; pedang itu lebih taiam daripada tons,kat
Masalah ini akan diielaskan lebih rinci dalam perkataan penulis terkait
kaidah keenam dari kaidah-kaidah tentang sifat-sifat Allah, dan kaidah
keempat dari kaidah-kaidah dalil. Lihat; Muqaddimoh al'Qaul ol'Mufid,
karya penulis, hal: t3.

,@, Syarah Al-(fuu,aaid Al- tllursla


sendiri, menunjukkan kebatilan hal tersebut.230

Maka, menjadikan nama-nama Allah sebagai dalil (petunjuk)


yang menunjukkan srfat-sifat yang menyerupai sifat-sifat makhluk,
adalah tin<iakan penyimpangan terhadap nama-nama Allah, dari
apa yang diwajibkan di dalamnya.23i

Ketiga; rnenyebut Aliah se


dengan nama yang Allah tidak
menamai ciiri-Nya dengan nama tersebut,232 seperti orang-orang
Nasrani yang menyebut Allah dengan sebutan; "Bapall""' Filsuf
menyebut Aiiah dengan sebutan;'illat fa'ilah.23a Karena nama-nama
Aliah bersitat tauqifi'lah. Untuk itu, menyebut Allah dengan nama,

z3o Seperti firman Allan;


i 4r Ci-fr ,^, :; ai^s.,+ F
"Tidak ada sesuatu pun yang serupo dengon Dia. Dan Dia Yang Moha
Mendengar, Maha Metihat." (qS. Asy-Syura: rl)

231 Karena ia telah menyimpangkan nama-nama Allah dari madlul


(petunjuknya), dan meniadikan f irman Allah dan sabda Rasul-Nya sebagai
petuniuk kekafiran; karena menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya
adalah kekafiran.

z3z Hal ini diperkuat oieh perkataan al-A'masy (wafat tahun t48 H.) ketika
menafsirxan lafal (::*I) dengan dibaca; yalhadun, yakni mereka (para
penyimpang) memasukkan sesuatu ke dalam nama-nama Allah yang
bukan bagian darinya. Demikian seperti disebutkan lbnu Abi Hatim
dalam Tafsirnya (ll iit6z3).
Ai-Bagharvi berkata dalam Taf sirnya (ll/zt8). Para ahli ilmu ma'ani berkata;
ilhad cialam nama-nama Allah adalah, menamaiAllah dengan nama-nama
yang tidak Allah sebutkan untuk diri-Nya, yang tidak disebutkan dalam
kitab Ailah dan iuga sunnah Rasulullah$.

233 Kaum Nasi'ani menyatakan bahwa Allah menyebut diri-Nya dengan


"Bapak," calarn kitab lnjil Yohanes dan Matius, sedang anak-Nya adalah
isa al-Masilr, t-ihat;HtdayatulHayari, ibnul Qayyim,hal:zz6,ar'Rodd'alan
Nashare, AbLrl Baqa', hal: 57. Baca iuga perbedaan pendapat mereka
terkait i-l:aKna kata "Bapak," dalam al-Aiwibah al-Fakhirah'anil As'ilatil
Fcjirah, a!-Qarafi, i.;al: t36, dan al)awab ash-Shahih, Syaikhul lslam lbnu
lar,.nryah lltl1221).

234 'tllat menr.jrut para ahli ilmu kalam adalah apa yang sesuatu bergantung
kepadany-a. Seoangkan 'illatfo'ilah adalah pelaku segala makhluk, seperti
penciptaan manusia. Atau 'illot yang mempengaruhi ma'lul, dan yang
menciptakannya. Untuk mengetahui permasalahan ini secara rinci,
silahkan merujuk; Tahafutul Falosifoh, al-Chazali, hall tzz, Tahofutut

----------{ i . Kaidil-kaidah Terkait N,i ama-nama Allah .@,


yang Aliah sendiri tidak menyebut diri-Nya dengan nama tersebut,
adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap nai:ra-nama Ailah
dari yang diwajibkan.

Di samping itu, nama-I1ama yang rnereka g;nai.-an untuk


menye-Lrut A1lah, ternyata bermakna batil; \4arra 'i;,:i Ailah dari
sernua itu.

Keernpat; membuat nama-nama t,evhaia dari ','r,,Lsytaci {lr.ata


turunan) nama-nama Allah, seperti yang di:akul:;:, orang-+rang
musyrik, yang membuat narna al Uzza dari nam,,, il:Aziz, dan
rnembuat narfia al-Latta d.ari nama Al-Iiah,2r-' met:':rli salah. sa-tu
dari dua pendapat"2s6 tr)emikianlah penyirnpangan :-',er.ei(a.

= Tchafut, lbnu Rusyd, hal t54, at-Ta'rifc-t, al--iuriani, l' l: i3o, aiTauqif ,

a l-Ma nawi, hal: 523, al- it4o nhaj al'J adid f il F alsaf ah, al-Ya z i ;i i il ! i 91).
Yang dimaksud 'illat di sini adalah 'itlai fa ilch, se:erti disebutkan
as-Safarinidalannoi-Lawami'. Lihat; al'Nlatsalan lluriyyc',iiFcnnii iiknoh,
al-Haqani, hal: t8t.

235 5ebagaimana disebutkan oleh ahli tafsir, seperti atii-Thabrani dalam


tafsirnya (lvlr33), ats-Tsa'labi dalarn aDawahir ;l Hisan (U;go), al-Wahiii
dalam al-Wosith (lll43t). Para ahli bahasa berbeda pendaoai ter"kait huruf
ta'pada kata (Lata). Ada yang berpendapat bahwa ta tersebut adaiah
lam f i'il, sama seperti huruf ba' pada kara (babl. Pendapat lain
menyatakan; ta' tersebut ta' ta'nits, seperti disebutkan ibnu Athiyah
dalam Tafsirnya (XIV/t ot).

236 Yaitu menurut salah satu pendaoat dari kalangan mufassir. Ada pendapat
kedua dalam permasalahan ini; al-Uzza tidak diambilkan ciari nama Allah.
Tapi, al-Uzza adaiah beniuk mu'annats dari <ata (al 'Azzu). Sehingga
ayat, akan bermakna demikian; beritahukaniah kepacia kami tentang
tuhan-tuhan yarrg kalian sembah selain Allah in:; 3p3[36 mereka memiliki
kekuasaan dan kebesaran yang disifatkan kepada RabLr.:i'lzzahlt.
Pendapat yang iain nrenyatakan bahwa al-Latla adalair julukan seorang
lelaki yang yaluttu as-sawiq (mengaduk adonan gandum) untuk
disedekahkan kepada iamaah haii; tatkaia leiaki ini meninggal, oranS-
orang pun berthawaf di kuburnya dan menyembahnira'
Lihat pendapat-oendapai ini diTafsir al'Khazin (lV/zo8), ad'Dur al'Mashun,
karya as-Samin (Vl/zo8), Tafsir lbnu Athiyah iXIV/totl, Taf sir
as-Samarqandy (ti585).
Kata al-Latta dibaca dengan takhfif menurut rrrayoritas ahii qira'ah. Ibnu
Abbas, Ruwais, Mujahid membacanya dengan tasvdid; bermakna
seorang lelaki yang mengaduk adonan gandun sebagaimana yang telah
kam! sebutkan. Berdasarkan pendapat ini, maka ai-Latta bukanlah
musytaq (turunan) dari AI-l llah.

q4r;2 ) S,rorah Ai @v'aaici -tl- tttrrs/o ( o---'


v/
Alasan lain bahwa, nama-nama Allah,ge adalah khusus untuk
diri-Nya,237 berriasarkan firman Allah ie;

q ... re.;riiu;i;r ;';;'{r .ir;y


"Dan Allah me-miliki Asma'ul Husna (nama'nama yatxg terbaik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(QS. AI-A'raf : 180)

a'
I. t,
E'.(J ''i-.---Ji ;LJVI il ;^ vt .ly v ^lt&,
"(Dialah) Allah, tidak ada tuhan seLain Dia,yangmempunyainama'
nama yang terbaik." (QS. Thaha : 8)

,-,\t,;:l e; n * r";)r ;;;'ir i "r";:lt urQt ;dr ir ;lp


't,J\ *s
";S;jr
.1'-. J-J J
-A)J) J
,

"Diala'h Ailah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang


Membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang
di langit dan di bumi bertasbih kepada'Nya. Dan Dialah Yang

= Lihat khilaf ulama dalam hal ini di;Zadul Masir (YllllTt),Tafsir al'Mawardi
(Vi;g8), atTanbrhat ft l'rabil Qur'an, al-Akbari (llttSl) kitab ini iuga
dinamakan lmlau Ma Man Bihi Ar-Rahmon, namun pentahqiq kitab
mengingkari penamaan ini. Lihat pula; lthofu Fudhala'il Basyar (lll5ot), al-
Hujjah,lbnu Khaluwaih hal; 336, Ma'ani alQur'an, al-Akhfasy (1U486),\'rob
Al-Qur'an,a n- Na hhas (lY lzTz), an-Nosyr,lbnu al-Jazari(lll379), al-Muhtasob,
lbnul Jinni (|ilz94), Chaitsun Nof', ash-Shafaqasi hal; 359.

237 Maka dari itu, kita tidak boleh memindahkan makna-makna yang
ditunf ukkan oleh -rama-nama ini kepada para makhluk, agar ia
mendapatkan sebagian dari ibadah yang hanya berhak didapatkan Allah
semata. Sebagaimana ibadah dan uluhiyah hanya khusus untuk Allah,
demikian pula oi-asrno'ul husna pun fuga khusus untuk Allah. Sehingga
menamai seiain Allah dengan nama atau makna yang hanya khusus
untuk-Nya merupa(an suatu bentuk penyimpangan dari apa yang
diwalibkan ter-kait rar'!'ra-nama-Nya, seperti yang disebutkan penulis.
Selaniutnya, akan iibahas tentang hukum memberi nama manusia
dengan narna Hakim, dan nama-nama lainnya di bagian penjelasan
tambahan.

-*"---------€ 1. Kaidan-kaidahkrkait \ama-nama Allah .@,


Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS. AJ-Hasyr : 24)238

Sebagaimana ibadah dan uluhiyah hanya khusus untuk Allah


Al-Haq; dan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi
bertasbih mensucikan-Nya, maka al-asma'ul husna pun hanya
milik-Nya semata. Untuk itu, menyebut seiain Allah dengan nama-
nama-Nya, dalam bentuk yang hanya khusus untuk-Nya semata,
adalah suatu bentuk penyimpangan dari apa -yang diwajibkan
terkait nama-nama-Nya. Dan penyimpangan dalam bentuk
apapun; haram hukumnya, karena Allah mengancam orang-orang
yang menyimpang dengan firman-Nya;

t-
i ,' . , - "-, . ,;
017-=.4iLvl .:p ijJ'J":.jiJl l3riJ Lr. i..-"!ti ;:"!l iti.-!t ,,lja
, . ;'.
o j,.Lo-*,- lits
t"
"Dan Allah memiliki Asma'ul Husna (nama-nama yang terbaik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna [tu,
dan tinggalkanlah orang-orang y ang meny alah artikan nam a-n ama-Ny a.
Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerlakan." (QS. AI-A'raf : 180)

Di antara penyimpangan dalam nama-nama Allah, ada yang


dihukumi syirik dan ada pula yang dihukumi kafir, sesuai petunjuk
dalii-dalil syar'i.23e

238 Syahid (pendalilan) dari ayat-ayat ini adaian, kekhususan Allah dalarn
menyandang nama-nama-Nya, sehingga srapa pun selain-Nya tidak
berhak menyandang nama-nama tersebut.

239 Maksudnya, setelah menyebut semua ienis penyimpangan dalam nama-


nama Allah yang haram hukumnya. penulis menfelaskan bahwa sebagian
di antara penyimpangan tersebut ada yang dihukumi kafir atau syirik,
cian sebagian lainnya dihukumi haran-., namun trdak sampai pada
tingkatan kekufuran. Sebelumnya sudah kami sebutkan beberapa
kondisi penyimpangan yang mengakibatkan <ekafiran. Sebagian lainnya
akan disebutkan di bagian keterangan tambahan.

.@, Syarah .4l -@waatd,li-,1 ! utslc o-'-


Di bagian catatan kaki pada kaidah sebelumnya, teiah kami
sampaikan bahwa di bagian keterangan tambahan, akan kami
bahas permasalahan berikut;

Pertama; bantahan terhadap ekstimis Jahmiyah yang


menafikan nama-nama Aliah.

Kedua; hukum memberi nama manusia dengan nama-nama


Allah, seperti Hakim, A1i, dan lainnya.

Ketiga; hukum i/had (penyimpangan) dalam beberapa jenisnya'

Pertamal
Bantahan terhadap ekstimis Jahmiyah yang menafikan
nama-nama Allah.

Ekstrimis Jahmryah, Qaramithah, Bathiniyah, dan para


pengikut rnereka inengingkari nama-nama dan sifat-sifat
Allah. Mereka hanya menyifati Alah'uie dengan penafian; tanPa
penetapan apapun. Mereka mengatakan bahwa Allah adalah wujud
mutlak dengan syarat mutlak,2ao sehingga Allah tidak disebut ada,
tidak disebut ivlaha Hidup, tidak disebut Maha Mengetahui, tidak
disebut Maha Kuasa, dan seterusnya. Karena nama-nama seperti
ini adalah nama-nalna makhluk, atau kata-kata maiaz; karena
menetapkan nama-nama seperti ini mengharuskan Aliah serupa

z4o Kesimpuian perkataan mereka adalah wuiud Allah disyaratkan terlepas


dari segaia sesuatu yang bersifat ada dan iuga tidak ada, atau dengan
meniaciakan hal-hai yang bersifat ada seperti yang dikatakan oleh
sebagian di antara mereka. Perkataan mereka ini batil; karena wuiud
mutlak, manusia mutlak, dan materi mutlak; tanpa adanya sifat, hanya
ada di alam pikiran, dan tidak ada di alam nyata.

I Kai dah-kaidah Tbrkait N ama-nama Allah .@,


dengan wujud yang hidup,
mengetahui, dan berkuasa.
Mereka juga berkata
bahwa sifat, aciarah
yang disifati, dan setiap inti dari sesuatu
sifat merupakr,
"rur., alr, ,rr"a lainnya,
, +f,fi,:'i*t ,|;i:mi* s i rat it'n u' i;
;
; a"., g",^,,, " "
Syubhat mereka adalah,
bahwa menetapkan
sifar-sifat menurut kuy"ki.,"., nama_nama dan
Allah dengan makhruf,
_"rut r, _.;;;l;.i"rr.r,.0"",
or" ;"t"'*""glr"rurt;ffi:,
ffiTffi,ilf#:yl'"t;; **;;
berb,ang.
n ama -nama r
ers ebut, berarti
Itat yang sesuai dengan
dalamnya. maiina yang terkanriung di

Jika kita menetapkan


namaAr-Hayyu mi sarnya,
Allah menyanciang s#at konsekuensinya
hid.,p, k;;;" ketre.aran
kata) mengh"""ri"r, rntisttteG(rurunan
k"ilJJi"n kata tersebut. Dan
merazimkan bahwa Arah "r", hai ini
.lfat-sifai tersebui.
yang dis ebut dengan "r"*ii,r.,
t a sybih (p"";;;;pran
tvt"i.n in,ah
:rilah dengan rnakhluk).
Adapun terkait dengan
sifat-sifat Ajiah, mereka

'li}}i#
n;;:r x" :f;:*'i:I# ".i, "
menyatakan
a, i
"
J ; ; ", den gan

f ff"i*ti;:,:".1tffi$Hflr#":":::TJ,::f, .f iix
I mereka bisa dibantah
l:;:r".""n metratui beberapa

Pertamal menggabungkan
^rrl l. turkil ,rr_?_r"_aantadanra nafi (peniadaan)
dan itsbat (penetapan),
seDut untuk diri_Nya. ,ir.,_rii* yang Ia
Maka, ,i"p" *ur.gakui
mengingkari penetapan, adany.a penafian, dan
berarti ," U",
dan ingka. r"a",i,gii" 1",";;:T:i,:::i"'rfl1i,::r[::l
kitab, sama seperti mengingkari
kitab secara keseluruhan.

.@, S! o ra h At-
@
"
;i: _,jid
_4
t
G--"-_._
Allah;e berfirman tatkala mengingkari Bani Israil;

irjiJ;4 , ,t' : : ,'.):-


'-a rl .> ,La9 ,.a..u rJ3r-O.r3 rri:>Jl
,'-i,
J-9

;;;
. J.,

i.rt u, - -t Jl -ul -Jj o:r; ;;uiit \ J.J


l;J.Jr

"Apakah karnu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar


kepada sebagian (yang tain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas)
bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan
dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembabalikan
kepada azab yc,ng paiing berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa
yangkamukerjakan." (QS. Al-Baqarah : 85)

drt jrj4<

,xr. rb *1q;
"seswnggtti'tnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul'
rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan
kepada) Attah dan ,asul-rasul-Nya, dengan mengatakan, 'Kami
beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yanglain),'
s erta b erm aksud mengambil i alan ten gah (iman atau kafir), m er ekalah

orang-orang kafir yang sebenarnya. Dan Kami sedia'kan untuk orang-


orangkafir itu azab yangmenghinakal?"" (QS. An-Nisa': L5O-151)

Kedua; wujud mutlak dengan syarat mutlak tidak memiliki


wujud di alam nyata, namun hanya sebatas asumsi pikiran yang
tidak memiiiki hakikat konkretnya. Dengan demikian, hakikat
pernyataan ini adalah menafikan wujud Aliah'ui=, kecuali hanya di
dalam pikiran saja. Ini merupakan puncak ta'thil dan kekafiran.

Ketiga; pernyataan mereka; "Sifat adalah inti dari sesuatu


yang disifati, dan setiap sifat adalah esensi dari sifat lainnya,"
pernyataan ini adalah kesombongan terhadap hal-hal yang masuk
akal, dan mernutarbalikkan sesuatu yang sudah diketahui secara
pasti. Karena seperti yang telah diketahui secara pasti oieh akal
dan kenyataan, bahwa sifat dan sesuatu yang disifati adalah dua
hal yang berbeda, dan setiap sifat itu berbeda satu sama iain. Ilmu

L Kai dah - kai dah Tbrkait !{ ama- nam a All ah .@,


berbeda dengan Yang Maha Mengetahui, kuasa berbeda dengan
Yang Maha Kuasa, dan kalam berbeda dengan Zat yangberbicara.
Seperti halnya ilmu, kuasa, dan kalam adalah sifat yang berbeda
satu sama lain.

Keempat; menyifati Allah dengan sifat-sifat istbat, lebih


menunjukkan kesempurnaan dari pada menyifati-Nya dengan
sifat-sifat nafi,karenaitsbat ialah menetapkan sesuatu yang wujud,
yang melazimkan variasi kesempurnaan bagi Allah. Sedangkan
nafi adalah peniadaan yang tidak mengharuskan kesempurnaan.
Kecuali jika mengandung penetapan. Sementara mereka yang
menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah, tidak menyatakan
penafian yang mengandung penetapan.

Kelima; pernyataan mereka; "Menetapkan sifat-sifat yang


berbeda-beda sesuai dengan apa yang disifati, mengharuskan
banyaknya sesuatu yang disifati," pernyataan ini betii dan bertolak
belakang dengan akal dan kenyataan, karena banyakn;va sifat tidak
mengharuskan banyaknya sesuatu yang disifati. Contoh; seorang
manusia disifati dengan sifat hidup, mendengar, rneiihat, berakal,
berbicara, dan sifat-sifat lainnya. Namun demikian, banyaknya
sifat tidak mengharuskan banyaknya zat (raga) orang tersebut.

Keenarnl pernyataan mereka tentang nama-nama Allah,


"Menetapkan nama-nama Allah mengharuskan Aiiah memiliki
sifat sesuai makna nama-nama tersebut, sehingga menetapkan
nama-nama mengharuskan penyerupaan Allah dengan makhluk-
Nya."

Tanggapan; makna-makna yang menjadi konsekuensi dari


penetapan nama-nama Allah adalah sifat-sifat yang pantas bagi
Aliah rit* dan tidak mustahil bagi-Nya. Kesamaan daiam nama atau
sifat, tidak mengharuskan kesamaan di antara para pemilik nama
atau sifat.

Ketujuh; pernyataan mereka; "Penetapan nama-nama dan


sifat-sifat mengharuskan penyerupaan Allah dengan segala wujud."

Tanggapan; penafian yang mereka nyatakan, mengharuskan


penyerupaan Aliah dengan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan
analogi pernyataan merel<a ini. Dan, penafian tersebut lebih buruk
dari pada penyerupaan Allah dengan segala,arujud.
Dalam hai ini mereka memiliki dua opsi; menetapkan nama-
nama cian sifat-sifat Allah sehingga mereka sependapat dengan
ahlussunnah wal jamaah, atau mereka juga mengingkari penafian
seperti haln,va penginqkaran mereka terhadap itsbat (penetapan),
sehingga rnereka sependapat dengan ekstrimis Qaramithah,
Bathiniyah, rian lainn1za. Padahal membedakan antara nafi
(penafian) dan itsbat !penetapan), merupakan inkonsistensi yang
fatal. Demikian dinukrl dari Taqrib at- Tadmuriy ah kary a penulis.

Kedua;
Hukum mernberi nama manusia dengan nama-nama Allah;

Syaikh ibnu Utsarmin ditanya tentang ha1 tersebut. Berikut


teks pertanyaan dan jawabannya;

S Apa huhum memberi nama manusia dengan nama-


nama Allah, seperti; Karim, Aziz, dan lainnya?

Jawab: "Memberi nama manusia dengan nama-namaAllah ada


dua kategori;

Kategori pertama; ada dua macam.

a. Menggunakan alif dan lam. Daiam kondisi seperti ini, tidak


boleh menggunakan nama-nama tadi untuk selain Nlah uj;
seperti menamai seseorang dengan N-Aziz, As-Sayyid, Al-Hakim,
dan semacamnya; tidak boleh menyandang nama seperti ini selain
Allah, karena alif dan lam menunjukkan lamhul ashl (makna asli),
yaitu rnakna yang terkandung di dalam nama tersebut.

b. Jika yang dimaksudkan dari nama tersebut adalah makna


sifat, dan tidak diberi alif dan lam, maka tidakboleh menggunakan
nama tersebut selain Allah. Karena itulah Nabiffi merubah kuniyah
Abul Hakam, Cisebut demikian karena kawan-kawan beiiau biasa
meminta peradilan kepadanya. Nabiffi bersabda,

"sesungguhnya Ailah-lah Yang Al-Hakam (Maha Menentukan


hukum), dan kepada-Nya jua keputusan hukum diserahkan."

Setelah itu Abul Hakam diganti kuniahnya, dengan nama


anaknya yang paling tua; Syuraih. Ini menunjukkan bahwa ketika

*-*---..-...---- I . Kaidah-kaidahTerkait !'Jama-nama Allah .@,


seseorang menggunakan salah satu nama dari nama-nama Aliah,
karena mengacu pada makna sifat yang terkandung di dalam nama
tersebut, hal ini tidak diperbolehkan; karena nama seperti ini
persis seperti nama-nama Allah. Karena nama-nama Allah adalah
isim-isim 'alam dan sifat-sifat yang menunjukkan makna yang
terkandung di dalam nama tersebut.

Kategori kedual menggunakan namayang tidak Ciberi alif dan


lam, dan tidak dimaksudkan padanya makna sifat. Nama seperti ini
tidak mengapa hukumnya, seperti Hakim. Di antara nama-nama
sahabat Nabigf; Hakim bin Hizam, yang Nabi& pernah berkata
kepadanya, " J an ganl ah en gkau m e nj u al ap a y s n g tid a k ka u miliki."

Inimenunjukkan bahwa, jika nama vang digunakan tidak


dimaksudkan makna sifat, maka hukumnya tidak r::engapa.

Hanya saja seperti Jabbar; tidak sepatutnya m€nggunakannya


sebagai nama, meski tidak mengacu pada makna siiat. Karena bisa
jadi narna ini berpengaruh pada si penyandang na:ra, sehingga ia
memiliki sifat lalim, tinggi hati, dan sombong terhadap sesama
manusia, karena nama-nama seperti ini kadang berpengaruh pada
pemiliknya, sehingga harus dijauhi. Walldhu a'lam."

S Apa hukum memberi nama manusia dengan nama-


nama AJIahue, sepertig Ar-Rahim dan AI-tIaIdm?
"Boleh menyandang nama-nama seperti ini dengan syarat
tidak mengacu pada makna yang ditujukkan oieh turunan lafalnya,
yakni hanya sebatas penamaan saja. Di antara nama-nama sahabat
ada nama Al-Hakam dan Hakim bin Hizam. Demikian pula seperti
nama Adil, yang laris digunakan banyak orang, tanpa ada yang
mengingkari.

Adapun jika nama-nama ini mengacu pada makna yang diambii


dari nama tersebut, zhahirnyatidak boleh karena Nabiff merubah
kuniah Abul Hakam; ia diberi kuniah demlkian, karena kawan-kawan
beliau biasa meminta peradilan kepadanya. Nabig:; bersabda,

"Sesungguhnya Allah-lah Al-Hakarn {Yang Maha Menentukan


hukum), d an kep ad a- N y a j ua kep utus an hukum di s er a nkan ."

Setelah itu beliau memberinya kuniah. dengan nama anak

.@, Syarah Al-@waaid Al- fi{utsla c---*"


sulungnya; Syuraih. Beliau berkata kepadanya, "Kau adalah Abu
Syuraih." Ini karena kuniahAbul Hakam mengacu pada maknayang
terkandung rli daiam nama, sehingga nama seperti ini menyerupai
nama-nama Ailah, karena nama-nama Aliah o.; bukan sekedar
nama, tapi nama yang memiliki petunjuk Zat Allah, dan juga
menunjukkan sifat-sif'at yang terkandung di dalam nama-nama-
Ny".

Berbeda dengan nama-nama selain Aiiah yang hanya sebatas


nama. Kecuaii Nabi&, karena nama-nama beliau adalah nama dan
juga sifat. Demikian pula, nama kitab-kitab Allah yang merupakan
nama dan juga sifat. " Selesai nukilan

Jika diperhatikan, Syaikh Ibnu Utsaimin pada pertanyaan kedua


menjadikan isim'alam sebagai acuan akan kebolehan rnenggunakan
nama-namaAllah sebagai nama manusia, meski diberi alif dan lam.
Berbeda dengan penjeiasan beliau pada pertanyaan sebeiurnnya.

Menggunakan isim 'alam sebagai acuan, juga merupakan


jawaban yang disampaikan Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan
Fatwa daiam fatwa nomor 11865.

S Apahah penjelasan berikut, bisa dijadihan sebagai


dalil tentang larangan menamai makhluk dengan
nama-nama Khaliq?
Pertamal mengingat memberi nama makhluk dengan isim
'alam (NLah) dilarang, maka memberi nama makhluk dengan nama-
nama Khaliq lainnya juga dilarang, karena tidak ada perbedaan di
antara nama-nama Allah se ?

Kedua; seperti diketahui menurut bahasa, bahwa ketikajar dan


majrur mendahului isim makrifat, maka hal tersebut menunjukkan
pembatasan makna. Sebagaimana disebutkan dalam firman Ailah;

{ q ;ri:v;sir ;r;"{r .1r;P


"Dan Allah memiliki Asma'ul Husna (nama-nama yang terbaik),
maka bermohoniah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(QS. Al-A'raf : 180).

-**------------{ i . Kaidah-kaidahTbrkait liama-nama Allah .@,


Ayat ini membatasi al-asma'ul husna hanya untuk Allah,
sehingga tidak boleh menamai makhluk dengan nama-nama Allah.
Apakah hal ini bisa dijadikan dalil?.

Jawab; nama-nama Allah yang dijadikan nama untuk manusia,


semisal lafzhul jalalah (Allah); nama seperti ini tidak boleh dipakai
untuk seiain Aliah, karena nama seperti ini merupakan nama yang
menunjukkanZat Allah secara iangsung, sehingga nama ini tidak
menerima persekutuan.

Demikian pula dengan nama-nama lain yang semakna dengan


nama ini, seperti Ai-Khaliq dan Al-Bari'; karena.r'l-Khaliq adalah
Zat yang menciptakan sesuatu tanpa adan'ra contoh sebeiumnya,
dan Al-Bari' adalah Zatyang menciptakan sesuatu tanpa adanya
kekurangan. Tidak mungkin adayangmenyandang nama ini seiain
Allah semata. Karena itu, tidak boleh memberi nama-nama ini
kepada siapapun selain Allah;e.

Adapun untuk nama-nama dan sifat-sifat yang memiliki


makna menyeluruh dimana individu-individunya berbeda-beda,
seperti Al-Matrik, N-Aziz, Al-Jabbar, dan Al-Mutakabbir; maka
boleh memberi nama selain Allah dengan nama-nama seperti ini.
Sebab Allah telah menamai diri-Nya dengan nama-nama ini, dan
Ia juga menyebut sebagian di antara hamba-hamba-Nya dengan
nama-nama ini, seperti firman-Nya;

tr.|'ti. . '-, 'i .ri -lt .Ju .. *


"Istri Al-Aziz berkata." (QS. Yusuf: 51)

&.:G
fi r :t * i, ,:q +:s r
"Demikianlah Allah mengunci hati setiap orang yang sombong dan
berlaku sewenang-wenang." (QS. Ghafir : 35).

Dan masih banyak contoh-contoh iainnya. Namun demikian,


hal ini tidak melazimkan kesamaan antara Allair dan makhluk,
karena masing-masing pemilik nama, memrliki keir;ttmewaan yang
membedakan satu sama lain" Dengan demikian, jelasiah perbedaan
antara menyebut Allah dengan lafzhul ialalah dan menyebut-Nya
dengan nama-nama yang memiiiki makna-makna menyeluruh,

.@t
dimana indiviciu-individunya berserikat di dalam satu makna,
sehingga nama-nama seperti ini tidak dapat diqiyaskan dengan
lafzhul jalalah.

Terkait ayat;

t *l ;J"ju ;:-;-rr ;'";-'Jr .1;P


"Dan Allah memiliki Asma'ul Husna (nama-nama yang terbaik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu."
(QS. Al-A'raf : 180).

Maksudnya adalah membatasi kesempurnaan dan keindahan


nama-nama untuk Ailah, karena husna adaiah isim tafdhil yang
menjadi sifat untuk lafal asma'. Bukan berarti mernbatasi
kemutlakan narna-nama-Nya untuk-Nya semata, seperti disebutkan
dalam firman-Nya;

{ +*Jl 4t i iri .y
"Dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak rnemerlukan sesuatu),
MahaTerpuji." {QS. Fathir: t 5).

Maksudnya adalah membatasi kesempurnaan kekayaan dan


pujian untuk Ailah ser:rata, bukan membatasi nama Al-Ghaniy dan
Al-Hamid untuk A1lah, karena selain Allah juga boleh dinamakan
Ghani dan Hamid.

Soal; jika diantara nama-nama Allah ada yang boleh digunakan


untuk menamai makhiuk, apakah di antara nama-nama Allah ada
yang tidak boleh digunakan untuk menamai makhluk?. Apakah
nama Ar-Rahman dan Al-Qayyum termasuk di antara nama-nama
yang dilarang untuk digunakan?. Apakah ada nama-nama Allah
lain, yang tidak boleh digunakan untuk menyifati makhluk?.

Jawab; teiah berlalu pada pertanyaan kedua dan ketiga;


jawaban dan penjelasan akan hal ini, beserta kaidah dan contoh-
contohnya, berkenaan dengan nama-nama Allah yang boleh dipakai
untuk makhluk, dan yang tidak diperbolehkan. Berdasarkan
kaidah tersebut; tidak boleh memberi nama makhluk dengan
nama A1-Qayyum, karena Al-Qayyum adalah zat yang berdiri

*--------{ !. t,aidah.kaidah Terkair .\amo-nama .llloh .@,


sendiri, tidak memerlukan yang 1ain, bahkan segala sesuatu lah
yang memerlukannya. I\{akna ini tentu hanya khusus untuk Allah
semata, dan tidak disertai oleh siapapun jua.

Ibnul Qayyrma:s berkata dalam an-Nuniyah;

Di antara stJat-stJarNya adalah Al-@ryum


Dan, ada dua perhara dalam s{at-sfat,ll-Qgryum;
Pertama;Al-QgyFu- odalah Zat yang berdiri sendiri
Yang kedua; seluruh wujud berdiri karena pertolongan-N,va
Yang pertama; la tidak memerlukan yong lain
Dan yang kedua; segala sesuatu memerlukan-\,r'a

Nama Ar-Rahman juga tid.ak boleh digunakan untuk makhluk,


karena seringnya nama ini digunakan untuk Ailah :e:, sehingga
menjadi nama khusus unruk-Nya, seperti halnya lafzhul jalalah
(A11ah); tidak boleh digunakan untuk selain-Nya.

Komite Tetap dalam fat.:'v'ra nomor 8911 ditanya tentang hal


tersebut. Berikut ini teks pertanyaan dan jawabannya;

Senang rasanya bisa berbicara melalui surat sederhana yang


saya tujukan kepada Yang Mulia, karena saya bisa berbicara dengan
salah satu tokoh yang ternama di dunia Islam. Saya mohon, sudilah
kiranya Anda berlapang dada untuk berkenan membaca tulisan-
tulisan ini. Semoga Ailah memberikan balasan baik kepada Anda;

Dzul JaIaIi wal lkram adalah saiah satu nama di antara nama-
nama Allah yang indah. Nama ini mengandung pengagungan untuk
Allah di atas segala sesuatu, dan juga memahasucikan-Nya. Saya
pernah membaca suratyangAnda kirirnkan kepada Raja Saudi; Anda
memulai surat tersebut dengan ucapan, Jalalatul Malik. Bukankah
Anda mengatakan bahwa keluhuran dan kemuliaan hanya milik
Allah semata, dan bukankah AI-Malik adalah salah satu di antara
nama-nama Aliah yang indah, yar'g tidak boleh disebut untuk
seorang pun, meski bagaimana pun sifat dan kepribadiannya?.

Sudilah Anda menjelaskan hal ini, agar kaum muslimin


tidak berdosa karena menyebut manusia dengan sifat-sifat yang
dikhususkan oleh Allah untuk diri-Nya semata, kecuali nama Rauf
dan Rahim yang menjadi sifat nabi kita Mrrhammad{:i.

.@, s Al-Aowaaid Al- Muts!a }--


Di saat yang sama; ketika saya membolak-balik lembaran
majaiah Al-Arakriyah, edisi 89. Tidak sengaja saya membaca tulisan;
sebuah ucapan terimakasih dari Ustadz Muhammad an-Nuwaishir,
pimpinan staf khusus raja Sau<ii, yang ditujukan kepada semua
pihak yang punl/a andii atas terbitnya majalah tersebut. Ia memulai
suratnya dengan ucapan; "(Raja Saudi) Jalalah Maulayya -semoga
Al1ah senantiasa menjaga beliau- telah menerima surat, dan
beberapa maiaiah yang Anda kirimkan," dan seterusnya'

.Iawab; segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam


semoga terlimpah kepada rasul-Nya, keluarganya, dan para
sahabatnya . Waba'du, banyak di antara nama-nama yang memiliki
kesarnaan (penggunaan) antara Allah dan makhluk-Nya, dari segi
lafai dan makna secara umum' Maka, nama-nama yang disandang
oleh Ailah har:us dipahami dengan makna khusus yang sesuai
dengan keagungan-Nya, dan nama-nama yang disandang oieh
makhluk harus dipahami dengan makna khusus yang sesuai dengan
tabiat makhluk.

Contoh; A'ilah Halim (Maha Penyantun) dan Ibrahim Halim


(penyantun). Kesantunan Ibrahim berbeda dengan kesantunan
Allah. Allah Ra
-uf Rahim, dan Muhammad* juga Ra'uf Rahirn'
Welas asih dan kasih sayang Muhammad$ tentu tidak sama,
dengan welas asih dan sayang kasih sayang Ailah terhadap
makhluk-Nya. Aiiah lvlaha Luhur, Maha Mulia, Pemilik keluhuran
dan kemuiiaan secara muttrak. Setiap nabi adalah insan mulia dan
Iuhur. Namun keluhuran dan kemuliaan setiap nabi, tentu saja
berbeda satu sama iain. Sedangkan keluhuran dan kemuliaan
Allah, tidak ada bandingannya. Bahkan, Allah memiliki keluhuran
dan kemuiiaan yang khusus untuk-Nya.

Allah;s Maha Hidup, dan banyak di antara makhluk-Nyayang


juga hidup. Namun, sifat hidup para makhluk tentu berbeda dengan
sifat hidup Allah.' .

Allah Pembela Rasul-Nya; Muhammad$ dan begitu juga Jibril


dan orang-orangmukmin yang saieh' Namun, pembelaan Jibril dan
orang-orang mukmin yang saleh, tentu berbeda dengan pembelaan
dan pertoionsan A1lah untuk Rasulullah#. Dan masih banyak
contoh-contoh serupa lainnya, yang tertera dalam kitabullah dan
sunnah Rasul-Nya yang shahih.

--*-*----_{ i Kaidan-kaidah Tbrkait Nama-nama Allah .@,


Kesamaan nama dan sifat seperti :ni, tidak melazimkan
kesamaan antara makhiuk dengan Khalio. Konteks kaiimat dan
qara'in (indikasi-indikasi) yang ada di cialam daiil, menunjukkan
adanya perbedaan, antara kesempurnaan Aiiah daiam nama-nama
dan sifat-sifat-Nya, ciengan kesempurnaan nama-nama dan sifat-
sifat yang disandang oleh makhluk. Keseinpurn;ran nama-nama
dan sifat-sifat bagi makhluk, adalah kesernpurnaan khusus yang
terbatas sesuai kelayakan mereka.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka ;eiaslah bahwa


hukum menamai makhluk dengan nama-nama Khaliq terdapat
perinciannya; sesuai keputusan Komite Tet.rp Fatrn'a.

Pertanra; ada nama-nama khusus untuk Allah


'.r, yang tidak
boleh disebut untuk selain-Nya, seperti; Allah, Ar-Rahman, AI-
Khaliq, Al-Bari', Al-Qayyum. Kaidah untuk mengetahui nama-
nama jenis ini iatrah; setiap nama yang menunjukkan zat Allah
dan tidak menerima persekutuan, atau setiap nama yang memiliki
makna yang tidak naengandung persekutuan, seperti nama Al-
Khaliq (Maha Pencipta) dan lainnya.

Kedua; jika yang dirnaksudkan dari narna Allah adalah makna


sifat, maka tidak bcleh digunakan untuk :::enamai manusia, baik
diberi alif dan larn aiaupun tidak.

Ketiga; jika tidak mengandung sarL pun -rnsur-unsur di


atas, maka boleh rnenggunakannya sebagai narna n:anusia. neeski
terdapat aiif dan lam di awalnya. Pasainrva nama untuk kategori
ini mengandung makna menyeluruh vang: individu-individunya
rnemiliki tingkatan perbedaan di daiamn,/a, seperti nama; A1-
Malik, N-Aziz, dan Al-Jabbar.

Demikian tuiisan ularna kontemporer terkair permasarahan


ini. A<iapun fuqaha terriahuiu dari kalangan penganut madzhab,
mereka juga rnembicarakan permasalalian ini cai;i;n kitab aiman
(sumpah) dalam bidang fikih.

Mengingat banyaknya pendapat terkait p ermasaiahan ini, maka


saya hanya akan menyebutkan pendapat cari n-radzl-:ab F{anabirah
saja. selanjutnya saya akan sebutkan ru:ukan iari madzhab-
madzhab lainnya, bagi yang ingin mengerahui lebih banyak.

n
S Dalam Madzhab tlanabilah; menyebut makhluk
dengan nama-Eama Allah terdapat perinciannya;

Pertamal ada nama-nama yang tidak boieh digunakan


oleh siapapun seiain Allah, seperti; Allah, Al-Qadim,2a1 Al-Azali,
Al-Awwal yang sebelum-Nya tidak ada sesuatu pun, Al-Akhit yang
setelah-Nya tidak ada sesuatu pun, Khaliqul Khalq, Razzaqul
'Alamin atau R.abbul 'Alamin, Yang Mengetahui segala sesuatu,
Pemilik atau Penguasa hari pembalasan, Rabb seluruh langit dan
bumi, Ar-Rahman, Al-I{ayyu yang tidak mati.

Kedua; ada nama-nama yang tidak hanya khusus bagi Allah,


baik diberi alif dan lam di awalnya, maupun tidak, seperti nama;
Ar-Rahim, Al-Azhim, Ar-Rabb, Ar-Razzaq, Al-Khaliq, AI-Hayyr,
Al-Qawiy. Nama-nama ini termasuk di antara nama-nama
bersama.2a2

Catatan;

Sebagaimana yang telah kami sebutkan, nama Ar-Rahman


hanya berlaku bagi Allah saja, dan tidak boleh digunakan untuk
menyebut selain-Nya, itulah yang benar dalam madzhab Hanabilah,
seperti disebutkan al-Mardawi dalam al-Inshaf (XI/4), dan juga
dianut Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (Xlll/452).

Pendapat kedua; Ar-Rahman tidak hanya khusus untuk Allah


saja, tapi boleh digunakan untuk selain A1lah. Pendapat ini dianut
Ibnu Qudamah dalam al-Muqni' dan al-Hadi, atau'Umdatul Hazim fi

241 Nama Al-Qadim untuk Allah disebutkan oleh Hanabilah dan selainnya
dari kalangan ulama kontemporer. Syaikhul lslam lbnu Taimiyah
mengingkari nama ini dalam Minho ius Sunnah an'Nabawiyyoh (llltz3), dan
Ibnul Qayyim dalam Bodo'iul Fawa'id (Ut6z). Sementara pernyataan
as-Safarini daiam ol-Lcwomi' masih tidak ielas. Sesekali, ia menyebut
Al-Qadim nama Allah seperti disebutkan dalam iilid pertama halaman 38-
Sementara pada halaman 4o dan tz5, ia menukil pernyataan lbnul Qayyim
yang menguatkan bahwa Al-Qadim bukanlah nama Allah, namun ia tidak
memberikan komentar apapun. Lihat; ol-Hufah fi Bayanil Mahaiiah,
Qawamus Sunnah (1193).

242 Disebutkan dalam Mathalib UIin Nuho Syarh Chayatul Muntaha,


ar-Ruhaibani (V|/;SS). Lihat; Syorh az-Zarkasyi 'alal Kharaqi (Ylll87), al-
Mughni,lbnu Qudamah (XllU452), Touiihul Aqwal fil Mumti' 'alal Muqni',
lbnu Mania (VU8t).

.-"*.-------------. 1 . Kaidah -kaidah Terkait N ama-nama Allah .o,


Zawa'id Abil Qasim, halaman; 243.Pendapar ini dipilih ibnu Abdus
dalam at-Tadzkiraft, dipastikan Abul Khaththab dalam al-Hidayah,
as-Samiri dalam al-Mustau'ab, dan ibnui Jauzi dalam al-Madzhab
al-Ahmad,hal:129"

Silahkan baca permasalahan i.ni menurut fiqh Fianafiyah di;

Syarh Fathil Qadir (V/63), aL-Binayah 'alal llidayah, al-Aini


(VI/L4), Hasyiyat Abi as-Sa'ud al-Musammah bi Fathillahi al-Mu'in
'ala Syarhil Kanz, Man Lamiskin (II/293), Bada-iush Shana'i,
al-Kasani (IV/13), dan al-Ikhtiyaa al-Mushili (N/52).

Silahkan iihat larangan menyebut nama Al-Haq untuk selain


Allah, jika diberi alif dan 1am di awalnya, dan boieh jika disebut
dalam bentuk nakirah, dalam Hasyiyat lbni Abidin {V / 482) .

Daiam rnadzhab Maiikiyah lihat di;

Minaltul Jalil, Ulaisy (III/S), dan Syarh ash-Sltaghir, ad-Dardir


0r/1e8).

Daiam madzhab Syaf iyah lihat di;

Mughnil Muhtaj, asy-Syirbini (IV/321,), al-Anwar li A'malil


Abrar, ar-Ardabili (II/ 263), al- Ghurrah al-B ah.iyy ah, Syaikh Zakariy a
al-Anshari, dalam Syarah Manzhumat lbrul Wardi {X/78); ibnul
Wardi berkata;

Acuannya adalah ; apa mevrajibkan sumpah


Dengan menyebut nama khusus
S eperti ; AlLa h, .4 r - Rahm a n, Al - Il a h
Dan nama S,ang stjatnl,a dominan untuk,4lloh
Tidak pula ketika berniat menvebut selctin-Nyla, seyerti nama
Ar-Rahim
Ar -'Rabb, tll -,41 i m, Al - tl ak; n
Al-Haq, Al-Kholitt, Ai- lcbbar
Ar - Razz aq, dan s rjat - s;j dt Al -B or i

Selanjutnya kita tutup pernbahasan ini dengan penjeiasan


al-Hafizh Ibnu [{ajar al-Asqalani daiam Fathul Bdry berikut,
"Pendapat yang dikenal dari kalangan fuqaha Syaf i,irah, Hanabilah,

.@, ) S),arah Al-@waaid Al- llutslo {}---


dan ulama lainnya adaiah; nama-nama Ailah ada tiga macam;

Pertama; iarna-narna yang khusus untuk Allah saja, seperti


lafzhul jalal::n (Aliaii), Ar-Rahman, Rabbul 'Alamin. Ketika
menyebut nam i-nama ini, sumpah beriaku meski diniatkan untuk
selain Aiiah.

Kedua; :3 .i2 ya:rg disebut untuk Aiiah dan juga untuk selain
Allah, namun ,rmumnya uiisebut untuk Aliah. Sedangkan untuk
selain Ailah jireri baiasan, seperti nama; Al-Jabbar, Al-F{aq, Ar-
Rabb, dan senr;camnya.

Ketiga; narrra yang disebut untuk Allah dan juga untuk


selain-Nva se.:lra safi.a, seperti nama Al-Hayyu, dan Al-Mu'min.
Jika nama-narna ini diniatkan untuk selain Aliah, berarti bukan
sumpah. Dan ;:ka diniatkan untuk Ailah, maka ada dua pendapat. "

Lihat; Nf anhei ibn: Haja-r fii'Aqidan, danBada'iulFawa'id, ibnul


Q"yyi* (Ii$a;.

Ketiga;
Telah karn€ sebutkan sebelumnya bahwa di antaraienis-
jenis penyimpangan terkait nama-nama dan sifat-sifat
Allah adalah mengingkari nama-nama atau sifat-sifat-Nya,
dernikian puEa menyerupakan sifat-sifat Allah dengan
sifat-sifat makhluk.

Berikut kami nukiikan teks fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin terkait


persoaian ini;

Beliau ditanya tentang jenis-jenis ta'thil;

Laiu beiiau menjawab; ta'thil ada dua macam;

Pertamal mendustakan dan mengingkari nama-nama dan


sifat-sifat Atrlah. Ini kekafiran. Contoh; seseorang berkata, 'Allah
tidak beristir,r-a di atas Arsy." Ini namanya pengingkaran dan
pendustaan, karena Allah.:e berfirman;

t,s;-t 'iFl * F'tth


i . Kaidah-katdahTbrkait liama-nama Allah .@,
"(Yaitu) YangMaha Pengasih, yangberistiwa di atas'Arsy." (QS.
Ihaha: 5).
Siapa mendustakan kabar pemberitahuan dari Allah, maka ia
kafir.

Kedua; takwii. Jenis ta'thii inilah yang menjadi perdebatan


di antara ulama; apakah orang yang mengingkari nama-nama
dan sifat-sifat Allah karena menakwilkan, <iihukumi kafir ataukah
tidak?. Contoh; seseorang menetapkan bahwa A1lah beristiwa di
atas Arsy, tapi ia mengatakan bahwa makna besemayam adalah
berkuasa. Ini namanya ta'thil dengan metode takwil yang tidak
menyebabkan kekufuran" Karena itulah kami tidak mengkafirkan
orang yang menafsirkan istiwa' &eristiwa) dengan isti/a' atau
menguasai.

Jenis ta'thil ini ada perinciannya; kadang rnembuat orang


menjadi ahii bid'ah dan tidak kafir, dan kadang pula membuat
orang menjadi ahli bid'ah dan kafir; sesuai petunjuk ciari nash-nash
syar'i terkait persoalan ini.

S Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya; apa hukum


mengingkari sebagian dari narra-nama Altrah',;s atau
sifat-sifat-Nya?
Beliau menjawab; mengingkari nama-nama atau sifat-sifat
Ailah ada dua macam;

Pertama; pengingkaran dalam arti mendustakan. Ini


merupakan kekufuran, tanpa ada keraguan. Misalkan, seseorang
mengingkari salah satu nama di antara nama-narna Al1ah, atau
mengingkari saiah satu sifat di antara sifat-sifat Ailah yang tertera
di dalam Al-Qur'an dan Sunnah, misai ia rnengatakan, "Allah tidak
memiliki tangan," maka ia kafir berciasarkan ijma' kaum muslimin.
Karena mendustakan kabar dari Aliah dan Rasul-Nya adalah
kekafiran, yang mengeluarkan seseorang dari islam.

Kedua; pengingkaran dalam arti takwil. i\.laksudnya, seseorang


tidak meningkari nama-nama dan sifat-sitat Allah, hanya saja ia
menakwilkannya. Fengingkaran jenis ini acia dua macam;

Pertama; penakwiian tersebut dibenarkan menurut bahasa


Arab. Penakwiian ini trdak menyebabkan kafir.

Kedua; penakwilan yang tidak dibenarkan menurut bahasa


Arab. Penakwilan ini menyebabkan kafir. Karena penakwilan
yang tidak dibenarkan menurut gramatika Arab, adalah sebuah
pendustaan.

Contoh; seseorang berkata, 'Allah tidak mempunyai tangan


secara hakiki, tidak pula tangan dengan makna nikmat atau
kekuatan." Crang seperti ini kafir, karena menafikan tangan bagi
Aliah secara rnutlak. ia benar-benar pendusta secara hakiki.

Misalkan ia berkata tentang firman Allah;

4 :ti_ rf U:eL;:" ir4 I }-,

"Padahal kedua tangan,Allah terbuka." (QS. Al-Ma'idah : 64).

Maksud kedua tangan Ailah adaiah langit dan bumi; maka ia


kafir, karena penakwilan seperti ini tidak dibenarkan menurut
bahasa Arab, dan tidak puia menurut kelaziman dari dalill syariat"
Orang seperti ini pengingkar dan pendusta.

Adapun jika ia berkata bahwa yang dimaksud tangan adalah


nikmat atau kekuatan, maka ia tidak kafir, karena tangan menurut
bahasa juga cirsebut dengan arti nikmat, sebagaimana perkataan
seorang penyalr;

B era p a'b anyaknSta kegcl ap an molam me mb er ikan kenikmatan


kepaionu
Yang menuturkan bahu'a kelompok Manaw'iyah berdusta

l-afal (+) dalam bait syair ini berarti nikmat,karena


kelompok Manawiyah mengatakan bahwa kegelapan malam tidak
mendatangkan kebaikan, tapi mendatangkan keburukan.

S Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya; apa hukum orang


yangmeyakini bahwa sifat-sifat Khaliq seperti sifat-
sifat makhluk?
Beliau menjawab; orang yang meyakini sifat-sifat Khaliq seperti

---------------{ i . Kaidah-koidahTerkait I'tama-nama Allah .@,


sifat-sifat makhluk adaiah orang sesat, karena sifat-sifat Khaliq
tidak menyerupai sifat-sifat makhiuk berdasarkan nash Al-eur'an;
Allah ie berfirman;

* 'glt c+t ;3;u *:j ; *


"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia yang
Maha Mendengar, Maha Melihat." (eS. Asy-$yura: 1L)

Kesarnaan nama dan sifat antara dua perkara, tidak


mengharuskan kesamaan secara hakikatnya. Kaidah ini tentu
sudah dimaklumi.

Soal; bukankah rnanusia memiiiki wajah, dan hewan juga


memiliki wajah?. Namanya sama, tapi hakikatnya berbeda.
Bukankah unta mempunyai tangan, dan semut juga mempunyai
tangan?!. Lantas, apakah kedua tangan tersebut menyerupai satu
sarna lain?!.

Jawab; tentu tidak sarna. Kenapa Anda tidak mengatakan;


Allah *r' rnemiliki wajah, namun wajah-N..,a tidak sama dengan
wajah seluruh makhluk.?l. Kenapa Anda juga tidak mengatakan
bahwa Allah memiliki tangan, namun tangan Aliah tidak sama
seperti tangan para makhluk?!.

Ailah,;s, berfirman:

I r' r ' o tr'


!)lJLkJlJ ?',.-'^;"2j tr ,,"jlt, :-i h *ur \)')rs I,r:*,
'4. i;;r^, ,rt;,1 i';:'g* L(;*;
"Dan mereka tidak rnengagungkan Allah ;ebagai*.rana mestinya
padahal bumi selut'uhnya daiam gengg,man-!*ya paca hari Kiamat
dan langit digul,ung dengan tangan kanan-Nra. l\.lahasuci Dia dan
Mahatinggi Dia dari apayangnlereka persekutLikan"" (e$. Az-Zumar
z 67).

.@t ) Slarah Al-@waaid At- l4urrlo _ ( o--*-*-.


Allah,e berfirman;

:.' ). . .:. .'o


U;Lc lJ, i*j ;;'. J3i Ui* '*5 y;(1] !.+Jl :ts 'LJl Ahr':.,-\i:rp
* ,;,G G rl1
"(Ingatteh) pada heri langit Kami gulung segerti menggulung
Iembaran-lemltai'an ke'rtas. Sebagaimana Kami telah memulai
p e n cip t a a n p e i' a m a, b e ili t u! ah K ami ak a n m e n gul an giny a I a gi. ( S u atu)
r.

janji yang pas:t Kami tt'pati; sungguh, Rami akan melaksanakannya."


(QS. Al-Anbiya': 104).

Adakah Ci antara tangan-tangan makhluk yang serupa seperti


ini?!. Tentu tidak ada.

Dengan <iemikian, kita harus tahu bahwa Khaiiq tidak sama


seperti makhiuk, baik pada Zat maupun sifat-sifat-Nya.

'*,.'4ll 'g,rlt et;i -* f


""3
"Tidak ad-c sesuatt pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
MahaN[endengar, MahaMeiihat." (QS. Asy-Syura : 11).

Oleh karer,a itu, Lnda tidak boleh membayangkan hakikat dari


sifat-sitat Ailair, atau mengira bahwa sifat-sifat Allah seperti sifat-
sifat makhiux.
@ Xaidah-kaidah Tambahan Terkait Al-asma'ul Husna dari
yang Telah Disebutkan Penulis

Al- asma' al-muqtarinah (narma-narna yang berpasangan), yaitu


nama-nama yang tidak boleh disebut salah satunya tanpa menyebut
nama pasangannya. Seperti nama; Al-Qabith Al-Basith (Maha
Melapangkan dan Maha Menyempitkan), dan nama; Ai-lVluqaddim
Al-Mu'akhir (Yang mendahulukan dan Yang mengakhirkan).

Nama-nama ini (meski berpasangan) tetap dihitung sebagai


dua nama, karena setiap nama di antara nama-nama ini memiliki
makna yang berbeda. Hanya saja secara rnakna, kedua nama yang
berpasangan ini seperti satu kesatuan. Sehingga, tidak boleh
menyebut salah satunya tanpa menyebut pasangannya.

Pasalnya, ketika dua nama ini disebut secara bersamaan,


ia akan menunjukkan kekuasaan dan pengaturan-Nya secara
menyeiuruh. Juga menunjukkan bahwa tidak ada Rabb selain-Nya.
Sementara jika hanya disebut salah satunya saja, maka tidak akan
mengandung pujian seperti di atas. Dia-lah Ailah pemilikal-asma'ul
husna, dan Dia tidak memiliki sifat-sifat yang buruk sedikit pun.

Ketika Anda mengatakan, "Ya Dhar (wahai Yang Maha


Mendatangkan mara-bahaya), ya Nafi' (wahai Yang Maha
Mendatangkan rnanfaat), ya Mumit (wahail ang Maha i\{ematikan),"
dan Anda bermaksud rnenjadikan kalirnat tersebirt sebagai kabar,
berarti Anda tidak memuji Allah, kecuali jika Anda menyebutkan
sifat kebalikannya sekaiigus. Inilah yang diisyaratkan ibnul Qayyim
dalam an-Nuniyltah;

Di antara nama-nama-N'v'a dda yanq ildak disebut secara


terpisah

.@, Syarah -11-@waaid Al- ,llutsla


Tapi dtsebut secara bergandengen ketika diucapkan
Nama-nama ini disebut mazdujat (nama-nama yan7
berpttsangon)
Bahat'a bagi monusia jika menS'ebutnya secara terpisah
Karena hal itu mengesankan semocam kekurangan bagi Rabb
Pemiltk
Arsl', i:c,ena arlsnt'o oib dan ketidoksempurnaan
S ep e r r r n sm a ..l i -,1'l ani' Al -,14 u' t'ni, d an j ug e sep er ti nam a

.|dh-L\i;or ,r'an:;
Berpcscngan dengan An-Niaf ', Jan kesempurnaannfa adalah
amdn
Seperti itu jugc nama Al-Qgbith y'ang bergandengan dengan
nlmLl
Ai-Basi:h; dua iofci ini disebut secora bergcn<lengan
Seperti jug;t nanta,ll-Mu'iz;'. dengan nama Al-,lludzii,
rtu

narna .i!-Kha{iJh
Denger, nalnc .ir-Ref'; dua name yang dipasangkan
Hadits .rang mcn;'e'but nama,ll- Muntaqim secard terpisah, ini
bersljat nuq{i
Sepcrtt ;'ang C:katakan orang-orang yang berilmu
Sentcntara nan;c .4l-.|[untaqim disebutkan <h dalam Al-@ir' an
ranp.: ,tihatesi
Dencicr, laful al-muirimin, dan kadang pula menStebutkan Cua

mcc(,1!1'1 rcrsebui

Silahkan baca ulasan Ibnul Wazir daiam ltsarul Haq,


halaman:174.

.@,
Kaidah Kesembilan

-^vI.:E\Y6'rlv,.
[rg,vd2s]l
tV-'
Boleh memberitahukan tentang Allah dengan nama dan
sifat yang tidak mengandung kekurangan, seperti Al-Qadim
(Maha Terdahuiu), Wajibul Wujud {Zatyan,g wajib ada), Zat, dan
bahwa Allah berbeda dengan makhluk-Nya, karena bab khabar
(pemberitahuan) lebih luas dari bab penggunaan nama-namaAllah,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

.@, ) S)'arahAl-@u,aatd.ll-,1,tut:t, 3
Kaidah Kesepuluh
-*V[:o\Y6't]Y"-
@g,vd/J)
tV-'
_l
@ Nama-nama Allah Sudah Ada Seiak Dulu Kala; Buhan
Makhltrk
Nama-nar::a Aliair suiiah ada sejak dulu kala, dan bukan
rnakhuk. Nama-nama Aiiair l.,-, adalair sifat-sifat yang dengannya
Allah men,r.ifat: diri-liya. Penyifatan Aliah tersebut adaiah bagian
dari kalam-Nyr, dar kalam-Nya bukaniah makhiuk. Dengan
demikian, al- esma' u! husna bukaniah makhluk.

Salah satu daiil )ang menunjukkan bahwa al-asma'ui hu-sna


termasuk kalam Allah adalah sabda Rasuiullah*.;

;;;i ;i rrai; ,- ,r;i '"il, Ji e.i ,:* -:J; .*i :E J'[i


.r , ..i, : ,"; " ,r
5-up --Ui e- € q,.:."i'r:-r 3l J;,5 Or
"Aku mcmohon kepada-Mu aengan setiap nama yang Engkau
miliki, yang Engkau seour untuk diri-It4u, atau Engkau turunkan dalam
kitab-Mu, Engkau ajarkan pada salah seorangmakhluk-Mu, atauyang
Engkau khususkan untttk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu""

Takhrij haciits ini sudah disebutkan sebelumnya. Ibnul Qayyim


berkata dalam Syifa' u t'Alil, halaman: 47 2, "Hadits ini menunj ukkan
bahwa nama-nama Allah bukaniah makhluk. Bahkan, Allah
berbicara dengan nama-nama tersebut, dan menamai diriNya
dengan nama-nama tadi, oleh karenanya dalam hadits tidak
disebutkan; "Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama yang
Engkau ciptakan." iika nama-nama tersebut adalah makhluk,
tentu Nabi.p; tidal< akan memohon kepada Allah dengannya;
dan tidakiah ailah dimohon dengan suatu wasilah (nama) yang
merupakan makhluk-lrlya. Dengan demikian, hadits ini secara jelas
menunjukkan bahwa nama-nama Allah bukanlah buatan manusia,

--a i . Kaidah-kaidahTerkait \ama-nama Allah ,@,


ataupun sebutan untuk mereka. "

Adanya sebagian nama-nama Allah irang tidak disebutkan


di dalam Al-Qur'an, namun hanya disebutkan di dalam sunnah,
sama sekali tidak menafikan bahwa namaAllah bukaniah makhluk,
kendati lafal hadits berasal dari Rasuiffi. Karena hadits diatas
menunjukkan bahwa Zat p enyandang nama-nama tersebut adalah
Allah, tidak ada bedanya apakah nama-nama tersebut tertuang di
dalam kitabullah, ataupun Allah ajarkan kepada seseorang di antara
makhluk-Nya.

Dan, nama-nama Allah yang hanya disebutkan di dalam


sunnah, termasuk jenis nama-nama yang Allah ajarkan kepada
Rasulullahffi. Dengan demikian, penyebutan nama-nama itu
sendiri pada hakikatnya berasal dari firman Al1ah, bukan dari
perkataan, ataupun penyebutan rasul yang menyampaikannya.

Ketika ahlussunnah mengatakan; al- asma' ul husna mengikuti


Zat, yang mereka maksudkan bukan sekedar nama-nama berasal
dari sifat-sifat Zat-N1za, tapi juga sifat-sifat Zat-Nya berkaitan
dengan masyi'ah (kehendak-Ny"). Dengan kata lain, Allah menyebut
diri-Nya dengan kehendak dan kuasa-Nya.

Terkait hai ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Orang-


orang yang sependapat dengan salaf bahwa kalam Allah, dan nama-
nama-Nya bukanlah makhluk menyatakan; bahwa kalam dan
nama-nama Altrah termasuk sifat-sifat Zat-Nya. Namun, apakah
Allah berbicara dengan kehendak dan kuasa-Nya, dan menamai
diri-Nya dengan kehendak dan kuasa-Nya?. Ada dua pendapat
terkait hal ini. Pendapat pertama, menafikan hal itu. Pendapat
ini dikemukakan oleh lbnu Kilab dan yang satu suara dengannya.
Pendapat kedua, rnenetapkan hal tersebut. Ini adaiah pendapat
para imam ahli hadits dan sunah."

Di antara ahli ilmu yang tegas menyatakan bahwa a!-asma'ul


husna termasuk kalarnuliah adalah Syaikhul islam Ibnu Taimiyah.
Ia berkata, "Pendapat yang dikenaL di
kalangan para imam
ahlussunnah, seperti Imam Ahmad dan lainnya adalah rnengingkari
Jahmiyah yang menyatakan bahwa nama-nama Allah adalah
makhluk. Mereka menyatakan, bahwa nama berbeda dengan Zat
yang menyandang nama, dan nama-nama Allah adaiah hal lain

.@t SS,arah Al-@waaid A1- ,Mutsla


selain Al1ah. Dan, hai-hal lain selain Aliah adalah makhiuk.

Mereka inilah yang dicela oleh para salaf, dan dibantah


pernyataan mereka. yang demikian karena nama-nama Allah
berasal dari kalam-Nya, dan kaiarnullah bukanlah makhluk. Dia-
lah yang berfirman, dan Dia-lah yang menamai diri-Nya dengan
nama-nama tersebut."

Berdasarkan pernyataan ini, maka Imam Ahmad adalah salah


satu irnam yang berpendapat bahwa nama-nama Aliah termasuk
firman-Nya. Pendapat serupa juga dikemukakan Imam ad-Darimi
yang menjelaskan bahwa perkataan al-Muraisi yang menyatakan
bahwa al-asma'ul husna adalah makhiuk; pernyataan ini pada
asalnya bersumber dari al-Jahm, ia telah menyatakan bahwa
Al-Qur'an adaiah makhluk, karena baik Al-Qur'an maupun
al-asma'ul ht sna keduanya termasuk bagian dari kalam. Karena
ituiah Imam Ahmad membantah pernyataan ai-Muraisi dan al-
Jahm yang menyatakan bahwa kaiamullah adalah makhluk,
termasuk di dalamnva berkenaan dengan Al-Qur'an d'an al-asma'ul
husna.

@ Al-asma'ulhusnabukan makhluk; adalah pendapat yang


dianut sejumlah ulama dan imam-imam sunnahl
Imam asy-Syaf i berkata, "Siapa bersumpah dengan menyebut
salah satu nama di antara nama-nama Ailah, lalu melanggarnya,
maka ia wajib menanggung kafarat sumpah, karena nama Allah
bukanlah mathluk.'

Ihnu Hani' berkata, 'Aku mendengarAhmadbin Hanbal -ketika


ia bersembunyi di ::umahku-, yakni saat kutanyakan kepadanya
tentang Al-Qur'an, ia berkata, 'Siapa mengatakan nama-nama
Allah adalah rnakhluk, ia telah kafir'."

Imam ad-Darimi berkata, "Dalil-dalil yang telah kami sebutkan


sebeiumnya, secara jelas Can qath'i menunjukkan kesesatan ahii
bid'ah, dan penyimpangan mereka terkait nama-nama Ailah,
mereka menyatakan bahwa nama-nama tersebut adalah makhiuk."

Para imam dengan jelas mengkafirkan orang yang menyatakan


ai-asma'ul husna adalah makhluk, yakni ketika bid'ah Jahmiyah
muncul; dimana mereka menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah

-."..._--.-..---- I . Kaidah-kaidahTbrkait Nama-nama Allah .@,


makhluk. Dengan demikian, pernyataan bahwa al-asma'ul husna
adalah makhluk, tidak lain merupakan kepanjangan tangan dari
pernyataan Al-Qur'an adalah makhluk, karena al-asma'ul husna
dan Al-Qur'an kedua-duanya berasai dari kalam Allah le .

Terkait hal ini, Imam ad-Darimi berkata, "Pernyataan mereka


terkait nama-nama Allah ini merupakan salah satu asas besar di
antara asas-asas paham Jahmiyah sebagai pijakan awal petaka
mereka." Sebelumnya, ad-Darimi berkata, "Terkait nama-nama
Allah, al-Muraisi memiliki pemahaman seperti pernahamannya
terhadap Al-Qur'an. Menurutnya, AI-Qur'an a<ialah makhluk
dan berasal dari perkataan manusia." Imar: Ishaq bin Rahawaih
berkata, "Mereka -Jahmiyah- terus merasuk ke dalam kesesatan,
hingga menyatakan bahwa nama-nama Ailah adalah makhluk,
karena menurut rnereka, sebelumnya Allah sudah ada tanpa nama.
Ini jeias-jeias kekafiran murni." Demikian dinukil dari Manhaj
Ahlissunnah, Khaiid bin Nur (IIi396).

Berdasarkan kaidahini, kita tahu bahwa nama-nama Allah


bukanlah hal lain selain Allah sebagaimana dinyatakan oleh
Jahrniyah dan Mu'tazilah; rnereka rnengatakan bahwa nama-nama
Allah bukanlah Allah, dan apapun selain Allah, berarti makhluk.

.Iuga tidak dikatakan bahwa nama-narrra Allah adalah esensi


dari sang penyandang nama. Atau dengan kata lain bahwa nama-
nailra Allah adalah Zat Allah itu sendiri, seperti yang dinyatakan
keiompok Asya'irah dan Maturidifh.

Ibnu Abil lzz mertlelaskan permasalahan ini. Ia berkata;

Demikian pula pernyataan mereka bahwa narna adalah esensi


dari sang penyandang nama, atau selainnya. Banyak manusia
yang keliru, dan tidak mengetahui mana yang benar terkait
persoalan ini; bahwa nama, kadang dimaksudkan padanya sang
penyandang narna, dan kadang pula dimaksudkan padanya lafal
yang menunjukkan kepada sang penyandang nama, atau selainnya.

Ketika Anda mengatakan, "Ailah berfirrnan ini dan itu," "Allah


mendengar pujian orang yang memuji-Nya," atau semacamnya,
maka yang dimaksudkan adalah sang penyandang nama itu sendiri.

Ketika Anda mengatakan, "Allah adalah nama Arab, Ar-Rahman

.@, Syarah Al-@waaid Al- l[uts]a F--'*


adalah nama Arab, Ar-Rahman adalah salah satu dari nama-nama
Allah," dan semacamnya, maka yang dimaksudkan disini adalah
nama itu sendiri, bukan sang penyandang nama; bukan pula (Zat
iain) selain-Nya, karena kata; "selain-Nya" adalah suatu lafal yang
mengandung makna global.

Jika yang dimaksudkan, bahwa lafal, berbeda dengan makna


yang terkandung (di dalam lafal); maka pernyataan ini benar.
Narnun jika yang dimaksudkan ialah, bahwa Allah ada, dan tidak
memiiiki nama sebelurnnya, kemudian Ia menciptakan nama untuk
diri-Nya, atau hingga makhluk-Nya membuatkan nama untuk diri-
Nya, maka ini sungguh kesesatan dan penyimpangan terbesar
terkait nama-nama Allah le.

Demikian pula dalam permasalahan sifat; apakah sifat


merupakan tarnbahan Zat ataukah bukan?. Sifat adalah lafal giobal.
Seperti kata; "selain-Nya," yang juga merupakan lafal global; yang
adakalanya dimaknai dengan sesuatu selain Allah, dan adakalanya
dimaknai dengan ses,.ratu yang dapat terpisah dari-Nya.

Karena itulah para imam ahlussunnah tidak memutlakkan


penyebutan sifat-sifat Aliah, dan juga kalamullah sebagai sesuatu
selain-Nya, atau sebagai sesuatu yang bukan selain-Nya. Sebab
itsbat (penetapan) secara mutiak akan mengesankan bahwa
sesuatu tadi terlepas dari Ailah, dan penafian secara mutlak akan
mengesankan bahwa sesuatu tadi adalah Allah; hal ini karena lafal
"selain" adalah lafal global yang tidak boleh dimutlakkan kecuali
dengan adanya perincian dan penjelasan.

.iika yang dimaksudkan dari lafal "selain" adalah Zat yang


terpisah, yang berdiri sendiri, dan terpisah dari sifat-sifat
tambahan, maka ini tidak benar.

Sementara jika yang dimaksud ialah, bahwa sifat-sifat


merupakan tambahan disamping Zat, yang dipahami dari makna
luarnya, bukan dipahami dari esensi makna sifat itu sendiri, maka
ini benar. Namun, tidak bermakna bahwa hal tadi merupakan
sesuatu di luar Zatyangterpisah darinya, bahkan yang benar ialah
bahwa Zat tersebut disifati dengan sifat-sifat yang sempurna yang
tetap ada padanya; tidak terpisah darinya.

Terpisahnya zat dan sifat hanya ada dalam asumsi pikiran;

'.".-_-----..----- 1. Kaidah -kaidah Terkait !'i ama-nama Allah .Ot


bukan di alam nyata, sebab mustahil adanya zat tanpa sifat, meski
asumsi tersebut tetap legal disebut wujud, yakni keberadaannya
(meski hanya asumsi) tetap dinilai sebagai sesuatu yang ada.
Kendati alam pikiran mengasumsikan bahwa, zat dan sifat adalah
sesuatu yang masing-masing berdiri sendiri, namun pada tataran
alam nyata, keduanya tidak saling terpisah.

Mungkin ada yang berkata, "Sifat bukanlah Zat yang disifati,


bukan pula selainnya." Pernyataan ini mengandung kebenaran,
yakni bahwa esensi sifat bukanlah Zat yang disifati, yang
diasumsikan akal sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Bahkan sifat
merupakan sesuatu lain disampingZat. Dan bukan berarti bahwa
sifat tersebut merupakan sifat yang menyifati zat lain; namunZat
yang dimaksud adalah Zat yang satu tidak berbilang, hanya saja
disifati dengan sifat-sifat.

Jika Anda katakan, "Aku berlindung kepada Allah," berarti


Anda berlindung kepada Zat sttci yang disifati dengan sifat-sifat
sempurna yang tidak terpisah dari Zat-Nya.

Jika Anda katakan, 'Aku berlindung dengan keperkasaan


Allah," berarti Anda telah berlindung dengan salah satu sifat dari
sifat-sifat Ailah, dan bukannya Anda berlindung kepada selain
Allah.

Makna ini dipahami dari lafal (iti; zat; karena zat menurut
rnakna aslinya hanya digunakan dengan bentuk idhafah,
seperti (r-pj ili) artinya; pemilik wujud, (aJi .il:) artinya; pemilik
kekuasaan, (je ill) artinya; pemilik kewibawaan, (& ilr) artinya;
pemilik ilmu, (c,S i:li) artinya; pemilik kemuliaan, dan sifat-sifat
iainnya. Zat di sini bermakna pemilik, dimana zat adalah bentuk
ta'nits dari kata dzu.Inilah makna asli dari lafal (n1i; zat.

Dengan demikian diketahui, bahwa tidak mungkin


terealisasikan bahwa suatu zat akan terpisah dari sifatnya, meski
menurut alam pikiran sah-sah saja membayangkan suatu zat
terpisah dari sifatnya, sebagaimana alam pikiran kadang juga
mengkhayalkan hal-hal y ang sifatnya mus tah il.

.@, Syarah Al-(fuwaaid Al- Mutsla .---*-


,,4r.
[rdDi6a
;GBfffiEOI
Kaidah Kesebelas
.866i5'
tNz-'

Di antara nama-nama Allah, ada nama yang menunjukkan


beberapa sifat sekaligus.

Telah berialu penj elasan tentang hal ini, yakni saat menerangkan
perkataan penuiis pada kaidah pertama.

*-------* [,<ria dL, -kaiclah Tbrkait @ .@,


Kaidah Keduabelas
.Ett,t&r5'
tV-'

Nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, hanva khus: us untuk-Nya.


Kesamaan nama tidak melazimkan kesamarn sanq penyanriang
nama. Masalah ini sudah karni jelaskan sebelumnv.. l)ada catatan
kaki di kaidah ketujuh.

.@, ) $'arahAl-(bwaaidAl- tnlutsla '{,}--


PASAT KEDUA
Kaidah-Kaidah Terkait
Sifat-Sifat Allah ,,se

.!

fl
w
6 Dalil sam'i1

Di antaranya firman Allah;

{;t-:r }l\ i;,*{, J:rl 1; ;ytt pi}-i! ;,-. i{ *rfup


"Bagi orang-orang yang tidak berimar pada (kehidupan)
akhirat, (mempunyai) sifat yang buruk; dan Allah mempunyai
sifat Yang Mahatinggi. Dan Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana."
(QS. An-Nahl : 6o)

Al-matsalul a'la adalah sifat yang mahatinggi.2"5

S Dalil akal;
Setiap wujud yang hakiki2aT pasti memiliki sifat;:ra8 adakalanya
sifat tersebut sempurna, dan adakalanya tidak atau kurang
sempurna.2ae Sifat kurang atau tidak sempurna adalah sifat yang
batil bagi Rabb Yang Maha Sempurna, yang patut diibadahi. Karena
itulah, Allah memperlihatkan kebatilan uluhivah (sifat ketuhanan)
dari berhala-berhala, dengan menyebutkan sifat keiemahan dan
ketidaksempurnaan tentangnya.

246 Dalil dari ayat ini adalah firman Allah, "Don Alloh mempttnyai sifat Yang
Mahatinggi," yaitu sifat yang Mahatinggi, karena di antar-a makna matsal
adalah sifat, seperti disebutkan dalam firman Allah; "Perumpamaan
surga yang dijanjikan kepada orang yong bertakv'ra (ialoh seperti taman)."
(QS. Ar-Ra'd: 35) Yaitu sifat surga. Silahkan baca tentang hal ini dalam
kitob Amtsalul Qur'an, Abdurrahman Habankah al-Maidani, hal: 33. Kata
matsal juga memiliki makna-makna lainnya yang akan disebutkan di
bagian keterangan tambahan selaniutnya.

247 Kecuali wuiud yang ada di alam pikiran. Masalah ini sudah diielaskan
sebelumnya dalam kaidah kedua dari kaidah-kaidah naraa-nama Allah.

248 Penulis sudah menyebutkan dalil-dalilnya di kaidah kedua dari kaidah-


kaidah nama-nama Allah.

249 lni adalah klasifikasi sempurna berdasarkan dalil akal, karena tidak ada
ienis ketiga di antaranya, yakni hanya ada dua sifat; sifat yang sempurna
yaitu Rabb, dan sifat yang kurang, yaitu makhluk. Ada juga klasifikasi
yang disebut qismah istiqra'iyyah yang diketahui melalui penelahaan dan
pengamatan. Hanya saja akal tidak menghalangi adanya jenis lainnya,
seperti pembagian agama-agama samawi men jadi tiga. Lihat; al- Manthiq,
Muzhaffar, hal: tt5.

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mtttsla o--*


Allah;: berfirm;,n;

'& ,v^ 9
ld L-4J I

"Dan siapakah yung iebih sesat daripada orang-orang yang


m eny emb ah s ei ain Ali ah (s e mb ah an) y an g tid ak dap at memp erkenankan

(doa)nya2sa samitai han Kiamat dan merekalalai dari {memperhatikan)


doamereka?" (QS.Al-Ahqaf : 5):sr

Allah i,s berfirman;

* o$;i c i;4 i
a

.i,r ur.i JJI c<ib

(t ,h t*l aris.;,at;-i eL->l

"Dan (berhaia-berhala) yang mereka seru selain Allah, tidak dapat


membuat sesuatu apa pun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat
orang. (Berhaia-berhaiu itu) benda mati, tidak hidup, dan berhala-
b e r h al a itu ti d ak m e n ge t ahui kap ankah ( p eny emb ahny a) dib an gki tk a n ."

(QS. An-Nahl : 20-21)2s2

z5o Syahid (pendalilan) dari ayat ini adalah; berhala-berhala tidak memiliki
kemampuan sama sekali untuk menciptakan, mengadakan, meniadakan,
memberikan inanfaat, menimpakan mara bahaya, dan memperkenankan
permohonan. Semua ini adalah sifat kekurangan. Lihat; Tafsir ar-Razi
(xxvilu6).

251 lni juga merr:pakan sifat kekurangan. Berhala pantas diberi sifat lalai,
padahal sifat ter-sebut hanya layak disandang bagi orang-orang yang
berakal; karena ketika orang-orang menyembah berhala dan
menganggaDnya seb,rgai Zat yang dapat mendatangkan mara bahaya
dan manfaat, maka berhala-berhala tersebut layak disebut seperti orang
yang Ialai" Lih:t; ot-To: h il li 'Ulumit Tanzil,lbnu Jazi' al-Chatnathi (lV/74).

z5z Allah menyebut berhala-berhala yang mereka sembah itu lemah, karena
beberapa aiasan;
Pertamal mereka sarna sekalitidak menciptakan apapun, baik skala kecil
maupun besar. Bahkan mereka sendiri diciptakan. Bagaimana rnungkin
sembahan-sembahan itu menciptakan, padaha! mereka sendiri
memerlukan Allah unruk menciptakan mereka.
Kedua; mereka adalah benda-benda mati yang tidak mendengar, tidak
melihat, dan tidak memahami apapun.

'.--"----------c 2. I' a i dah - kti dah Terkait S il at - st{ at All ah Ta' ala .@,
Allah te berfirman tentang Ibrahim kala ia mendebat
ayahnya;

A-) ); Ch j u *:, ! c-iq n


"Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?"
(QS. Maryam : 42)2s3

=Ketiga; berhala-berhala initidak mengetahuik apankah para penyembah


mereka akan dibangkitkan.
Dengan ini, maka sungguh mereka telah menyamakan Zat Yang Maha
sempurna dari segala sisi; dengan makhluk yang tidak memiliki sifat
sempurna sama sekali.
Maka ayat ini jelas mencela orang-orang musyrik vang menyembah
sesuatu yang tidak memiliki intuisi dan perasaan. Lihat; Tafsir as-Sa'di
(llli53), dan Tafsir ash-Shabuni (llltzz).
lbnul Qayyim berkata dalam an-Nuniyyah, hal; 9o;
Allah mencela orang-orang musyrik karena mereka
Menyembah batu demi menyenangkan seton
Allah memberitahukan kepada mereka, pdtung-potung mereka itu
bukanlah
Pencipta, dan tidok pula dopat berbicara
Allah menjelaskon bahwo berbuat don berbicora
)elas tidak bisa dilakukan berholo-berhala mereka
Catatan; Syaikhul lslam lbnu Taimiyah menjadikan ayat ini sebagai dalil
atas kekeliruan pernyataan Qaramithah yang menafikan dua hal yang
tertolak-belakang. Mereka mengganggap, bahwa pernyataan mereka
tidak melazimakan tosybih (penyerupaan Allah dengan makhluk), karena
tasybih berlaku antara dua hal yang saling berseberangan. Adapun
sesuatu yang tidak saling berseberangan, maka hal ini tidak melazimkan
tasybih. Dalam hal ini, benda-benda mati (baca: berhala) tidak memiliki
indera perasaan, maka ia tidak bisa disifati dengan kehidupan ataupun
kematian.
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah menyanggah; bahwa orang Arab biasa
menyebut benda-benda dengan sifat hidup dan mati, seperti disebutkan
dalam firman Allah, "Mereka moti, tidak hiduo." (QS. An-Nahl : zt). Apa
yang mereka sebutkan ini adalah istilah para filsuf dari kelompok
peripatos.
Lihat; Syorh at-Tadmuriyyah, Falih Alu Mahdi, hal: 85, Syarh asy-Syaikh
lbnu Utsaimin, masih dalam bentuk tulisan tangan, hal: 83, Tafsir al-
Musya'in fi Manahijil Bahts 'indo Mufokkiril lsiam, Dr. Sami an-Nasysyar,
dan al-Ajwibah al-Murdhiyyoh, hal: 84.

253 Yakni, kenapa engkau menyembah berhala yang tidak sempurna secara
zat dan perbuatannya. Berhala tersebut sama sekali tidak mendengar,
melihat, mendatangkan manfaat ataupun mara bahaya. terhadap

.@t Svarah,ll- u,aaid Al- llutsia o-----


Dan perkataan Ibrahim kala ia mendebat kaurnnya;

!, ri
"Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak
dapat memberi manfaat sedikit gun, dan tidak (pula) mendatangkan
mudarat kepada kamuT Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah
s elain All ah ! T i d akkah kamu m en gerri ?. " (QS. Al-^Anbiya' : 66-6?1
zs+

Selainitu, terbuktimelaluift fss (pancaindera)2ss danmusyahadah2si

= penyembahnya. Bahkan, berhala-berhala tersebut tidak memiliki kuasa


apapun untuk dirinya sendiri.
Bukti ini jeias menunjukkan bahwa; menyembah sesuatu yang kurang
secara zat dan perbuatan, adalah buruk menurut akal dan syariat. Secara
implisit, dalil ini juga menunjukkan bahwa yang seharusnya disembah
adalah Zat yang memiliki kesempurnaan, dimana manusia tidak
mendapatkan nikmat apapun selain daripada-Nya. Lihat; Tafsir as-Sa'di
(tttlzo4.

254 Melalui ayat ini, lbrahim 'Alaihissalom mencela orang-orang musyrik, dan
menyatakan secara ierang-terangan kepada mereka bahwa berhala-
berhala itu tidak pantas disembah karena tidak dapat memberikan
manfaat ataupun mendatangkan mara-bahaya. Lihat; Tafsir as-Sa'di
(lll/288), dan Tafsir al-Maraghi (XVlli5o).

255 Hiss atau panca indera ada lima; pendengaran, penglihatan, sentuhan,
penciuman, dan perasa. Lihai; Hosyiyat an-Nafahat lil )awi'alo Syarh al
Muhalla, lmam al-Haramain, hal: 28.
Ada yang berpendapat adanya indera keenam, yang dengan indera ini
dapat diketahui gejala-gejala jiwa, seperti lapar, haus, kenyang. Namun
yang iebih tepat adaiah pendapat mayoritas, bahwa indera hanya ada
lima, seperti disebutkan Abul Baqa' al-Kafawi dalam al-Kulliyyot,hali 54.

256 Musyahadah adalah bagian dari indera. Dalam ilmu balaghah ini disebut
ithnab (penjeiasan panf ang lebar); dengan menyebut lafal khusus (baca:
musyahadoh) setelah lafal umum (baca: hiss), untuk rnenuniukkan
kelebihannya; hingga seakan lafal khusus tersebut bukan bagian dari
yang umum. lni menurut pendapat yang rajih dari kalangan ahli ushul,
bahwa menyandingkan sesuatu yang khusus setelah yang umum,
bukanlah pengkhususan,
As-Suyuthi berkata dalam bait-baitnya di bidang balaghah;
Menyebut sesuatu yong khusus setelah sesuotu yang umum
Mengtngatkan akan kelebihannya yang diketohui
Seperti menghubungkan Jibril dan Mikail

--* -----€ )_:ygn+aidahTerkait S{at-stfat A\IahTa'ala { .@,


bahwa makhluk memiliki sifat-sifat sempurna yang merupakan
karunia Allah:e. Maka, yang menganugerahi kesempurnaan
tersebut, tentu lebih berhak memiliki kesempurnaar z'7

@ Adapun dalil menurut fitrah;


Ialah bahwa jiwa-jiwa yang selamat2s' telah tertanam di
dalamnya rasa kecintaan terhadap A1iah, pengagungan dan
2se
kecintaan beribadah kepada-Nya.

Jiwa tidaklah mencintai, mengagungkan, dan menyembah


selain kepada Zat yang ia ketahui memiliki sifat-sifat sempurna,
yang pantas memiliki sifat rububiyah dan uiuhiyah.

Jika ada sifat yang tidak sernpurna, maka sifat tersebut mustahil
beriaku bagi Allah, seperti; kematian, kebodohan, sifat iupa, lemah,
buta, bisu, dan semacamnya,260 berdasarkan iirman Ailah;

= Kepoda malaikat-maloikat, dan kau berkatc; dengan kebalikannya,


maka sesuatu menlodi jelas
Lihat; Syarh at-Talkhish (llllztT), Syarh't)qudul Jumon (l/:;g), al-Balaghah,
Hanafi Nashif, hal: t67.

257 lni disebut qiyas aulawlyyoh, seperti yang akan diiela;kan selanjutnya
dalam penjelasan tambahan kaidah ini.

258 Sementara jiwa-iiwa yang sakit karena syubhat dan berbagai macam
dugaan, mereka ini memaksa fitrah dan akal senat mereKa sendiri untuk
menerima sesuatu yang mustahil dan bertolak-uelakang. Lihat; ol-Fotawa
(tvl6o).
Pen-syarah ath-Thahawiyah berkata pada halaman: 95; AIlah
menanamkan keyakinan di dalam fitrah manusia yans ticiak terkotori
oleh syubhat, ta'thil, tasybih ataupun tornrsil, bahwa Allah Maha
Sempurna dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nyal la nrenyandang sifat
yang la sifatkan kepada diri-Nya, dan yang disifatkan oleh Rasul-Nya.
Kesempurnaan Allah yang tidak diketahui cieh makhluk, tentu jauh iebih
besar dari apa yang mereka ketahui.

259 Selama fitrah tidak berubah dan terkotori oleh syubhat-syubhat


eksternal.

z6o Seperti; zalim, haus, menangis, sedih, makan, minum, dan lainnya. Lihat;
Syarh at-Todmuriyyah, Falih Atu Mahdi, hal: u 9o.

.@, ) Slarah Al-@waaid Al- ,llutsla __( G--


l"; "tV-c qrt ,*
?1 "lsgtb
t
"D an b ertaw akallah kep ada Allah Yang Hidup, Yang tidak mati, dan
b e r t a sb ihl ah d e n gan m emuj i-N y a. D an cukuplah Dia Maha M engetahui

dosa hamba-hamba-Nya." (qS. Al-Furqan : 58)

Firman-Nya tentang Musa;

.-fo v yY € il y '-,*i.1"
F
"Pengetahuan tenmng itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah
Kitab (Lauh Mahfuzh). Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa." (eS.
Tlraha z 52)261

z6t lbnu Faris berkata dalam Mujmalul Lughah (lV/866); an-nisyan artinya
meninggalkan. Allah,:,; berfirman,,'Mereko melupakan Alloh, hingga
Allah pun melupokan mereka."
Syaikh ibnu Utsaimin ditanya dalam Majmu'Fatawawa Rasa-il (111154-561
nomor 354); apakah Allah;e disifati dengan sifat lupa?
Beliau menjawab; lupa memiliki dua makna;
Pertamal terluput dari sesuatu yang telah diketahui, seperti disebutkan
dalam firman Allah;

.i . ui-u;iji ,"j;1 utri ) rij h


"Yo Tuhan kami, jonganloh Engkau hukum kami jiko kami lupa atau kami
melakukan kesalohon." (QS. Al-Baqarah: 286).
Juga seperti ayat yang disebutkan penulis disini-. Setelah itu beliau
berkata; berdasarkan ayat ini, tidak boleh menyifatiAllah dengan sifat
lupa berdasarkan makna ini.
Makna kedua; menrnggalkan sesuatu secara sengaja dan diketahui,
seperti disebutkan daiam firman Allah;
.I 'j
.-"1;j;i ,-,,ri o r*.; r:r ? .€- Js v rii .!+ r*J il:ts; t, t.; L;iu
{ ir# r^ tit} *,
" Makd ketika mereka melupakan peringatan yong tetoh diberikan kepada
mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenongan) untuk
mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang tetah
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secaro tiba-tiba, maka ketika
itu mereka terdiam putus asa.,,(eS. Al-Anram:44).
Dan firman-Nya;

***-------{
) ). Kaidah-i<aidahkrkait S{at-sfat AtlahTo'ata ( .@,
.)r;131 ) *'-)
(,rrv 'a

,*p li$
6'
"D an ti d ak suatu pun y an g d dp at m el em ahkan All ah2 b aik di
a da se

langit maupun di bumi. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa."


(QS. Fathir z 44)

;it*; '- ,.rt i J;:


- i-
r.i ;ib
e,: ?1-"J J U I
J.

"Ataukah mereka men$ra, bahwa Kami tidak mendengar rahasia


dan bisikan-bisikan mereka?263 Sebenarnya (Kami mendengar), dan
utusan-utusan Kami (malaikat) selalu mencatat di sisi mereka."
(QS. Az-Zukhruf : 8O)

4.Cy i il ..,r.r* -ii J/ tri -Jl u.^a, -u.lr&:


"Don sungguh telah Kami pesankan kepadi Adam dtahulu, tetopi dia lupa,
dan Kami tidak dapati kemouan yang kuat podanya-" (QS. Thaha : tt5)
Bertolak dari salah satu pendapat, dan iuga berdasarkan makna lupa
yang kedua ini, maka sifat nisyan (baca : lupa yang bermakna rnembiarkan
dan meninggalkan) berlaku bagi Allah 3.;-r, seperti yang la sampaikan
dalam firman-Nya;

"Maka rasakanlah olehmu (azab ini) disebabkan kamu melalaikon


pertemuan dengan horimu ini (hori Kiomat), sesungguhnya Kami pun
melalaikan komu dan rasakanlah ozab yang kekal, atas apa ydng telah kamu
kerjakan;'(QS. As-Saidah : t4)
Meninggalkan sesuatu, adalah salah satu sifatfi'liyoh Allah yang terjadi
atas kehendak-Nya; berdasarkan hikmah-Nya' Nash-nash yang
menetapkan, bahwa Allah meninggalkan sesuatu, dan bahwa hal
tersebut berkaitan dengan kehendak-Nya, banyak sekali iumlahnya, dan
sudah dimaklumi bersama. Hal ini menuniukkan kesempurnaan keraiaan
dan kuasa-Nya.
Ketetapan perbuatan Allah ini, tidak melazimkan penyerupaan-Nya
dengan makhluk, meski lafal perbuatan ini memiliki persamaan dalam
penggunaan kalimat, menurut makna aslinya. Sebagaimana yang telah
dimaklumi oleh ahlussunnah. Demikian dinukil secara ringkas.

z6z Syahid (konteks pendalilan) dari ayat ini adalah bahwa Allah menafikan
kelemahan dari diri-Nya.

263 Syahid (konteks pendalilan) dari ayat ini adalah bahwa AIlah menafikan
sifat tuli dari diri-Nya

.@, .S Al- id AI- Mutsla


ItJabiS! ber:sabda tentang Dajjal;

"'. - ")"- j!
:,
)3>,u. .4", E, )i\ it
"Dia -Da.,ial- buta sebelah matanya, dan sesungguhnya Rabb
kalian tidakiah buta sebeiah mata-Nya."26a

Beliau juga bersabda;

r ,r \i - , i
Le,t
.\ )_c .F',l

"Wahai menusia!. Rasihanilah diri kalian, karena kalian tidaklah


menyeru Zat yangtult ataupun tidakhadir."z6s

Aliah menghukum rnereka yang menyifati-Nya dengan sifat


kekurangan, sebagaimana disebutkan dalam firrnan-Nya;

264 HR. Al-Bukrari, haijits nomor 7111, seperti disebutkan dalam ot-Tousyih
Syarh ci-;aini' ash-::,hahih, as-Suyuthi (lX/+r5o), Muslim, hadits nomor
:825, ser: ri ciiseL,utkan daiam al-Mufhim, al-Qurthubi (VIl/67). Syahid
dai'i ha<jit: ni ada!ar penafian sifat buta dari Ailah.
Ai-Qui'th,;ir berkat: daiam ai-Muf him (Vlllz67);
A.llah tida.<.'.r'-ita seL,e!ah mata. !nimengingatkan kepada setiap akal yang
dangkal Ca'r lalai, bar.;rva siapa'yang tidak sernpurna pada dirinya, dan
tidak rna:-ri,u meng,rilangkan kekurangan dari dirinya, tentu tidak pantas
menjadi ;*.ran karena kelemahannya. Dan siapa yang tidak mampu
r-nenghi!an;-;ran kelurangan cjari dirinya; tentu lebih tidak mampu untuk
nremberik;r manf .:at, ataupun menghilangkan mr-rdharat bagi orang
lain,

265 HR. Al-Br-rkhari ciararn kitab Shahih-nya, hadits nomot 42or, seperti
disebutkan dalam Fathui Bary (vll/537), Muslim dalam kitab Shahih-nya,
seperti ciisebutkan daiam Syarh an-Nawawi (X\rlU:S). Syahid dari hadits
ini adalan; rahwa irasuluiiahp; menafikan sifat tuli dari Allah, karena
AIlah Maha irlenderigar, tvlaha Dekat dengan hamba-Nya. Makna (l:.+tl);
berhentiiah berdoa dengan suara keras. Lihat; 'Aunul Bari'alol Bukhari,
Shadiq Has:n Khan (Vlzlil.
Anwar ai-Kas.vmiri berkata dalam Faidhul Bari 'alal Bukhari (lVlB4,
"Hadits rni tidak nelarang kita untuk mengeraskan suara di dalam
berdoa. Tapi menunjukkan bahwa berdoa dengan suara keras tidak ada
gunanya, i<arena Z.rt vang kita seru lebih dekat dengan kita, daripada
urat nadi."

-----x.. Ka u.l a't -kdid ah Te rka it S


J at
i -s
lfat All ah Ta' a I a
{ .@,
; l:J: 'i&
Jub";; ir-r,- ; irrG ry.+i ;G ^r
-u ;rajr ..ru;F

q.;iJir't.4, ut* .xr, -Ut .l;i u r.6-: r,"s r*-r') lul -qS ;*-
v .!-"i : it :

ilr u;'uli r1[


'
rrs;i tls i.FJt e-* .rl 'L;;-t: ;rl-rJt ;jA
=-JJ i.? j ,.;':,
) *)rty )i**e: _rr; )1 G J-y-:
..1,
-t JJ-."Asl .-.>.l_
"Dan orang-orang Yahudi berkata, 'Tangan Allah terbelenggu.'266
Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang
dilakn at di s eb abkan ap a y an g tel ah m er eka k at ak an itu, j'' p a d ah al ke du a
tangan Allah terbuka; Dia memberi rezeki sebagaimans Dia kehendaki.
Dan (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu pasti
akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan mereka.
Dan Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka
sampai hari Kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah
memadamkannya. Dan mereka berusaha (menimbulka"n) kerusakan di
b umi. D an Allah ti d ak m e ny ukai o r an g- o r a n g y o-n g b e rb u at ke r u s akan' ."

(QS. Al-Ma'idah : 64)

Dan firman-Ny";

7 ' t ,.:i'-
"ti,:. i.l..
lrl'e Li
tro-..r,_:i,,:."
-.:5.:- *t-bt '..>o3
+ ^l
' j! lrU -'-..,.
;q-rJl J--r all r-.- r.aJ'*
f+b-,
X a.;:\ -;i tr"r; i*, J-;;q'{r
"Sungguh, Allah telah mendengar perkataan orang-orang
(Yahudi) yang mengatakan, 'sesungguhnya Allah itu miskin dan
kami kaya.' Kami akan mencatat perkataan merekc. dan perbuatan
m e r eka m emb unuh n abi-nab i t anp a h ak ( al a s an y an g b e n ar ), d an K ami

akan mengatakan (kepada mereka),'Rasakanlah olehmu azab yang

Yaitu terbelenggu dari kebaikan dan kebalikan.

267 lni adalah doa laknat bagi mereka, sama seperti yang mereka katakan;
karena perkataan mereka mengandung pen','ifatan oagi Aliah dengan
sifat kikir dan sifat bakhil. Karenanya Allah balas mereka, dengan
menjadikan sifat kikir sebagai tabiat vang ntelekat pada diri mereka,
sehingga mereka meniadi manusia paling kikir, oaling sedikit kebaikannya,
dan paling berburuk sangka terhadap AIlah' lnrlah syahtdyangdiambilkan
dari ayat ini. lihat; Tafsir as-Sa'di (llSoo).

.@t S1'arah Al-@waaid Al- l'lutsiq o--*-


membakar!." (QS. Ali'Imran : 181)268

Allah memahasucikan diri-Nya dari segala kekurangan yang


mereka sifatkan kepada-Nya. Allah se berfirman;

J,:;JIJ
"Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahaperkasa dari sifat yang
merekakatakan. Dan selamat sejahterabagipara rasul. Dan segalapuji
b agi Allah T uh an s eluruh alam." (QS. Ash- Shaffat : 181 -182) .26e

Allah;e berfirman;

li',t ; ;ts Vr n) i/
> i t -, ,
\J; ;t L; .ji
- Je
:
rt S ;J li!
:
*,Jl i;t Up

s Jy;-i;,iri
"Allah tidak mempunyai anak, dan tidak ada tuhan (yang lain)
bersama-Nya, kekiranya tuhan banyak), maka masing-masing tuhan
itu akan membawa apa (makhluk) yang diciptakannya, dan sebagian
dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yanglain. Mahasuci
Allah dari apayangmereka sifatkan itu." (QS. Al-Mu'minun : 9tr1zzo

Jika ada sifat yang sempurna dalam suatu kondisi, dan kurang
sempurna dalan'r kondisi lain, sifat seperti ini tidak berlaku bagi
Allah, tapi juga tidak terlarang untuk disebutkan. Sifat seperti ini
tidak ditetapkan secara mutlak, juga tidak dinafikan secara mutlak

268 Yakni Aliah mendengar apa yang mereka katakan, dan akan mencatat
serta menyimpan perkataan tersebut, bersamaan dengan perbuatan
buruk mereka; yakni membunuh nabi-nabi yang tulus, dan Allah akan
menimpakan hukuman yang sangat berat kepada mereka. lihat; Tafsir
as-Sa'di (t1zg8).

269 Karena mereka (baca: para Rasul) terhindar dari keburukan dan dosa,
dan selamai dalam rnenyifati Pencipta langit dan bumi dari kekeliruan.
Syahid dari ayat ini ialah bahwa; Allah memahasucikan diri-Nya dari apa
yang mereka (orang-orang kafir) sifatkan kepada-Nya, karena la Maha
Suci dari kekurangan. dan Maha Terpuii dengan segala kesempurnaan.
Lihat; Tafsir as-Sa'di (lv1277).

z7o Syahid dari ayat ini adalah; Allah memahasucikan diri-Nya dari adanya
sekutu dan anak, sebagaimana yang mereka katakan. Lihat; Tofsir Fothul
Boyan, Shadiq Hasan Khan (lX/t46).

-*----*--"--H 2.K a i d ah - k a i d ah Te*a it S i fat - s i fat All ah Ta' al a .@,


,
,
t
I
I
puia. Tapi harus dirinci; boleh disebut dalam kondisi tertentu;
I
t dimana sifat tersebut sempurna. Dan tidak boleh disebut pada
kondisi; dimana sifat tersebut tidak sempurna. seperti sifat makar,
al-kaid, al-khid a' (tipu daya), r71 dan sej enisnva.

Sifat-sifat ini adalah sifat-sifat sempurna; jika disebut sebagai


balasan bagi orang-orang yang melakukan ti ndakan (makar) s erupa.
Karena yang demikian itu, menunjukkan bahwa Allah Maha Kuasa
daiam menghadapi musuh-musuh-lrlya; untuk mejakukan makar
yang sama, atau bahkan lebih dahsyat lagi.

Dan sifat-sifat ini menjadi tidak sempurna, di selain kondisi


tersebut.27z Karen.a itulah Ailah u; tidak menyebut sifat-sifat ini
271 Makar, al-koid, dan alkhida'(tipu daya) adalah lafal-lafal yang memiliki
makna hampir serupa, yaitu melakukan up':aya-upaya tersembunyi
terhadap rnusuh; menimpakan keburukan dan gangguan pada pihak
musuh dengan samar dan tiba-tiba.
Karena itulah ketika kaum Yahudi melancarkan tiDu daya terhadap lsa
'Alaihissalarn dan bermaksud menrbunuhnya, Allah rnembalas tipu daya
mereka dengan menyerupakan wajah lsa kepada crang yang hendak
membunuhnya, lalu orang yang dibuat ,-nirip dengan isa itulah yang
dibunuh, sementara lsa diangkat Allah kepada-Nya, sehingga lsa
terhindar dari tipu daya mereka.
Demikian pula i<etika saudara-saudara yuslrf melancarkan tipu daya
kepada Yusuf, Allah balas tipu daya mereka, dengan menyeiamatkan
Yusuf, dan juga saudaranya (Benjamin) dari tangan mereka dalam kisah
piala raja; dengan cara yang sudah diatur sedemikian rapi dari langit.
Dalam hal ini, Allah menisbatkan tipu daya kepada diri-Nya, dan ini
bukanfah kezaiiman. Lihat; Tafsir al-eurthubi (ilt/289), dan al-Fatawa
(vil/11r.
Masalah ini akan dijelaskan lebih rinci di bagian keterangan tambahan
nanti. Tipu daya Allah tidak sama seperti tipu dava makhluk. Lihat
penjelasan lbnul Qayyim terkait hal ini dalam Mukhtashar ash-Shawa'iq,
hal:288.

z7z Maksudnya ketika Allah menghukum orang yang tidar pantas dihukum,
berarti Allah telah berbuat zalim. Dan ketika Allah menghukum orang
yang pantas untuk dihukum, itu adalah keadiian. Kari..na itulah Syaikhul
lslam lbnu Tai:'niyah berkata dalam alFatawo (Vll/rr);
Demikian pula apa yang mereka nyatakan; ter-masuk majaz Ci dalam Al-
Qur'an adalah lafal "makar," "memperolok-olok,,, dan,,menghina,, yang
disandarkan kepada Allah. Mereka mengatakan bahwa Aliah disebut
dengan sifat ini, sebagai kebalikan dari apa yang dilakukan musuh-
musuh-Nya, s*bagai bentuk majaz. lni tidak benar, karena jika yang
disebut dengan sifat-sifat ini menghukum orang yang tidak pantas
dihukum, bererti perlakuan tersebut merupakan kezaliman. Sedangkan

.@t s Al-@waaidAl- Mutsla


secara mutlak, tapi menyebutnya sebagai balasan terhadap orang-
orang yang beriruat tiridakan serupa kepada-Nya, dan juga kepada
rasul-rasul-l'lva, seperti disebutkan dalam firman-Nya;

= jika hukun-r.:i"r ini ditrerikan kepacia orang yang berbuat jahat, dengan
hukuman 'var'{ ierupa sebagaimana yang dilakukan peiakunya, maka
hukuman tei,ebut b:rsiiat adil. Seperti yang Allah sampaikan dalam
f irman-Nya,

* -;i urs:f:-is U

"Demikianiah i:,ami n engatur (rencana) untuk Yusuf." (qS. Yusuf: 76).


Aliah menga'.:jr tipu caya untuk Yusuf, sebagaimana saudara-sauciaranya
mengatu!'t;l r daya terhadapnya; ketika ayahnya berkata kepadanya;

;j;;;7i,.,;^!t ;t
t ;r*
"Wahai enai:iu!" )an5:aniah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara'
saudaramu, mereka akan rnembuot tipu dcya (untuk membinasakan)mu.
Sungguh, seicn itu mL,suh yang lelcs bag: manusia." (qS. Yusuf : 5)
Allah.e beri,rman;
rlr ri, iG +.ir;,1o!, r.q5 tr+! r+iF
"Sungguh, mereka (orang kaflr) merencenakan tipu daya yang 1ahat. Din
Aku pun merr,buat rerlcon7 (tipu ciava) yang jitu." (QS. Ath-Thariq : r5-r5).
Aliah:e bei"firman;
. '-.:-, ;i-
irF .. . c ., 3,,'4
jrG .': \ i.-, lF ul5"-" lf- 1:F:
.:
"*." -q5 . Y

ui .,)u J.,;i &;r Si;;ii

"Dan mereke membt,at tipu ciaya, dan Kami pun menyusun tipu daya,
sedang mereka tidak menyociari. Maka perhatikanlah bagaimona akibot
dari ttpu daya mereLa, bahwa Kami membinasakan mereka cian kaum
mereka semuanyo." (QS. An-Narnl : 5o-5t).
Aliah:r:: berf i:man;
... \ i ;
.-o-rra .--+- \ 9'-Jl-.,>'jtt2t € ia4t ,t:,t'"N\ ir'{-./-liF
,. ,:
eJl, '.i
, '
.i--
ttJ* a4) 9
^-.c.:J
all tu
\.
.1F-a J I FJ

"lOrong murt;fik) yoi',ti ntereka yang mencela orang-orang beriman yang


memberikari :eciekah Tergan sukarela aan yang (mencela) orang-orang ydng
hanva m.ern';, roieh (Lrrtuk aisedekahkan) sekedar kesanggupannya, maka
orong-oran: nunafit iiu menghina mereka. Allah akan membalas
penghlnaor-, ,::?reka, acrt mereka akan mendapat azab yang pedih"" (qS. At-
Taubah :79i.
Karena ituiai, perbuatan membalas penghinaan orang-orang munafik
dalam ayai ini, layak disandangkan kepada-Nya. Lihat; al-Hujjoh fi Bayonil
Mahajjah, Qarva m us Su n na h a l-Ash ba ha n i (l/1 68).

-----------------
)_l,r,d,h-r,,d,hfr,k .@,
,L,.. : ,),.. tf:, , .', cr J-+l:o-
., i,'-. ,e rj,is;i-dr d! J\d
,/...1.\.
):-l*rs
,5-+r--r .4;l Jl -
)la,)cqi
z ttr'*
t;,.fnt ]l aulj ol

"Dan (ingatlah), ketika crang-at-ang kafir (Quraisy)


memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap
dan mernenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka
membuat tipu daya dan Allah menggagalkat"t tipu daya itu. Allah adalah
sebaik-baikpembalas tipu daya." (QS. Al-Anfal : B0)

*Ifoli,!i5
i/
iSji a,rc* h:5 jsJ-<, a*JlB

"Sungguh, mereka (orang kafir) merenunakart tipu daya yang


jakat. Dan Aku pun membuat rencuna (tipu daya) yang jittt"" (QS.
Ath-Thariq: 15-L6)

,*-l .Fi; i+\Ayrq ;;;Y i.r, i;J-r*; u;qr, rrjX Ullry


* \ A1-r* j- q4 jl
"i)tr.n orang-orcLng yang rnendustakan altat-ayat Rami, akan Kami
hiat'kan rnereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara
y an g ti d ak rn e Aku ak an m e mb e rikan t e n g gan g w aktu
r eka ke t ah ui. D an
kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh." (QS. Al-A'raf :
182-183)

Jvs r/u ;x-1,:r Atr"v i;5 fiirt; fay dll


', a-
.{i >\^E \laul ..;

"sesungguhnya arang munafik itu hendak menipu All.ah, tetapi


Allahlah yang menipu mereka. Apabi'ln mereka berdiri untuk salat,
mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di
hadapan manusia. Dan mereka tidak rnengingat A'llah kecuali sedikit
sekali." (QS. Am-Nisa': 142)

u,l .(; ul rrG i+V J) l-;l- rilj t;l rru l-*;r ;,.i1 ll l!!-rF
. . ' ': - , e1 t o'
. ' " ' -: ,'
o\ ct JJ++ f&',:'a # f*J^,-_.
,

f,F+ i4;-"Ajti
.F't iii*
"
" ' ' ' :
F
" D an ap ab i! a m e r eka be r j ump a d en gan or an g v ar ry b eriman, m e r eka

/ a--_
Kibe >_* Syarah .'11 - {fowaaid .4}-,Wutsla
berkata, 'Kami ,;elah berirnan.' Tetapi apabila mereka kembali kepada
setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, 'sesungguhnya
kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.' Allah akan memperolok-
olokkan mereka dan n,enibiarkan mereka terombang ambing dalam
kesesatan'." (Q.S. Al-Baqarah : 14-L5)273

Karena alasan ir.ilah, Allah tidak menyebutkan bahwa Ia


berkhianat terhadap orang-orang yang berkhianat kepada-Nya.
Allah ie berfirr*an;

q trf W'^'r r*-' -s'u j* ,t ir r;t; i &V trr"-; t\F


"Tetapi iikt mereka (taw,anan itu) hendak mengkhianatimu
(Muharnmadl rnaka sesungguhnya sebelum itu pun mereka telah
berkhianat kepeCa Allan, maka Dia memberikan kekuasaan kepadamu
atas ntereka. Aiiah Mtha l,tlengetahu| Mahabijaksana." (QS. Al-
Anfal:7L1.

Allah berfir man seianjutnva , "MG.ka- Dia memberikan kekuasaan


kepadarnu at-cs merelc," bukan mengatakan, 'Allah rnembaias
pengkhianatan trnere{a," karena khianat'bermakna berdusta;
sebagai kebaiikan darl sikap amarrah. Sifat ini adalah sifat yang
tercela secara nrutlak. ?a

Dengan Cernikian dike,;ahui, bahwa perkataan sebagian orang


awam,'Allah akan rrrengkhianati orang-orang yarlg berkhianat,"
adalah perkataan yanE. mungkar dan keji, yang wajib dicegah.

Syahid dari ayat-ayat diatas ialah; bahwa Allah melakukan sifat-sifat


tersebut namun tidak secara mutlak, akan tetapi dibatasi. Karena itulah,
sifat-sifat ini menladi sempurna dalam kondisi ini.

274 Maksudnya sifat ini bukanlah sifat sempurna, meski disebutkan dalam
rangka membalas tiprr daya musuh.

-*""--------------{ ) . Kaidah - kaidah Tbrkait Si{at- si{at Allah Ta' ala .@,
Penielasan Tambahan Kaidah Pertama
"EtEI&1$'
tv.

Di bagian catatan kaki kaidah pertama telah kami sampaikan,


bahwa kami akan membahas beberapa persoalan berikut di bagian
penjelasan tambahan;

Pertama; makna al-matsalul a'Ia.

Kedua; qiy as aulawiy ah.

Ketiga; penafsiran kata makar, al-kaid, dan al-khida' (tipu


daya).

Pertamal
Makna al-matsalula'la

Al-matsal disebut untuk beberapa hal;

Pertamal bermakna tasybih (penyerupaan) sesuatu dengan


sesuatu yang lain, karena adanya unsur kesamaan di antara
keduanya.

Kedua; al-m atsal bermakna contoh (pelaj aran) dari bebeberapa


individu yang beragam; terkait dengan ihwal tertentu, perbuatan,
atau salah satu sunah di antara sunatullah; mengingat adanya
kesamaan sifat di antara individu-individu tersebut.

Ketiga; al-matsal dimaksudkan untuk menyifati sesuatu,


seperti ayat yang disebutkan penulis, dan ayat lrang telah kami
sebutkan di bagian catatan kaki.

.o, Syarah Al-@waaid A1- l4utsia


Lihai:; t":l i'i.:.r an, al ir'iaitlani, jtairrnan: 19 dan
-,*r",t:,ni
seterusnya, a!' Amt-sci lil il:;r'i:,r, Dr. iu{uharnrnari .iabir al-Ulwani,
halarnan: ?5 ,ian ser,:iltrir):,ra, Amtscl.ul Eiadits, itr. Abdul Majid
Mah;nud, i:a;a':i;rn: :- !,Antt:;i;iulilaiirs, ar-F'anal:u';rnuzi, cetakan
ad-Dar as-S..r;r,1i';i:., f cmbay', india.

@ Adapmm rrl-p?:&;esafcai c'f*, ada lima pemdapat terkait


rnaknauy*1
ffer*a:;lla: ':.! t,r:it t;:.;! :;'!t;xialair kaiimat ikhia:;; lailahaillallah"

Kedua,; "i! :,:it!.s:;L.i!,'.t ri: a'jatarli ir<-nias dan ta,;hlC.

ffietiga; ;'-i'r;;tsr.tiul a'1* a,:lalah perumua.maan-perumpamaan


'i:r.:;,t
yang Allah uiitr i rrri::i-lil'a, sepr:rti firman-l'Jt';i;
; '- t * \"
. r1.. i, ,,r." ti-:-J o)-y -:4 ;r;\
€ a* ;!--.a-4 =.0
: ;riy',i*1Jl ;y ali+
'''..-- j' - r'' I ' !
' ''
-;.
\: *.* -,-.-.,i
s
-.
..-*) '
":-'"-;-; ?;;;;j
' J-J 'i'
'.e-iL(
4-qjJl +t-j '
I osy.*l ii--: ,y -co --, iu LJ a -*: :.r-* *:'tS"+;
* ";i'-; jq *1, ;ul .:':':'{l
'kr
-'-";.rlu
"Altah Q:ernber!) r.c.har-a (kepacia) iangit dan lsumi. Perunt-parnaan
cahaya-!,lye, seperti sebuah iubcng yang ticltti- ternbtts, yang di
dal antnv {t a i a p el! ta h r,s ar. P eiit a iru di d al am t eb un g kar a ( d a n) t abwn g
kaca itri hagaikan bin:ang yang berkilauan, yang dinyala'kan dengan
minyak da"i pahon yang dibe.rkahi, (yaitu) pohon zisitun yang turnbuh
tidak d.i timur dan tiaak ptiia di barat, yang minyakn"ya (saja) hampir-
hamrsir menerangi, waiaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya
(b e rl api s -l ap i s ), Aliah m e m b er i p e tuni uk kep a d a c ah ay a- Ny a b agi oran g
yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpaniaan-perurnpamaan
bagi manusls. Dan Aiiah hitah$ Ivlengetahui segala sesuatu." (Q$. An-
Nur: 35)
KeemXrat; al-rnars alula'ia adalah sesuatuyangpalingbaik, paiing
uta.rna, paling; bagus, dan paling indah; yaitu mengejawantahkan
tauhid dan ir.etundut<an kepada Allah, beserta pengakuan bahw'a
tia'la i/ah (1,alg |*',erhak ciibadahi dengan sebenarnya) selain Aliah.
Pendapat ini disampaikan aleh imamul mufassirin: ibnu Jarir ath-
Thahari.

-kaidahTerkait Si AllahTa'alo .@,


Kelima; al-matsalul a'la adalah sifat yang paling mulia. Lafal
al-matsal sering kali disebut dengan makna sifat. Pendapat ini
dikuatkan oleh Syamsuddin Ibnul Qayfrm. Beliau berkata, 'Al-
matsalul a'la mencakup sifat termuiia; pengetahuan seluruh
alam tentang sifat tersebut, keberadaannya dalam bentuk ilmu,
pengkabarannya, penyebutannya, serta manifestasi ibadah kepada
Allah dengan perantaraan ilmu, dan pengetahuan yang ada di
dalam hati para hamba yang senantiasa beribadah dan menyebut-
Nya dengan sifat tersebut."

Lihat; Mukhtashar ash-Shawa'iq, al-Mushili, halaman: 16, Syarh


ath-Thahawiy ah, halaman : 9 6, aL- Qaw a' id al-Kulliyy at, al-Yarbakan,
halaman:293.

Kedua;
Qiyas aulawiyah.

Seperti yang telah kami janjikan sebelumnya, bahwa di bagian


keterangan tambahan, akan kami kupas maklumat yang disebutkan
oleh penulis; yakni bahwa makhluk memiliki sifat-sifat sempurna
yang berasal dari Allah, maka Zatyang menganugerahi sifat-sifat
sempurna tersebut tentu lebih berhak memilikinya; hai ini disebut
dengan qiyas aulawiyah.

Qiyas sendiri ada tiga macam; sebagaimana yang disebutkan


oleh penulis dalam Syarah ath-Thahawiyah (I/98);

Pertamal qiyas syumul, atau yang kita kenal sebagai lafal


umum yang meliputi seluruh individu-individunya, dimana setiap
individu tadi tercakup dalam lafal dan maknanya. Contoh; ketika
kita menyebut al-hayah (kehidupan), maka hayatullah (kehidupan
Allah,,le ) tidak bisa diqiyaskan dengan kehidupan makhluk; karena
baik Allah dan makhluk sama-sama tercakup dalam lafal "al-hayah
(kehidupan)."

Kedua; qiyas tamtsil, yaitu menjadikan penetapan sifat yang


ada pada diri Sang Khaliq, sama seperti yang ada pada makhluk.

Ketiga; qiyas aulawiyah. Para ulama mengatakan bahwa qiyas


ini berlaku bagi Allah, berdasarkan firman-N;ra;

.@,
- ;<Jr ;/t *:.1"'i' jijr .i3 *
"Dan Ai'ia4 mempunyai sifat Yang Mahatinggi. Dan Dia
M ahap erka s a, It[ ahabil aks ana." (QS. An-Nahl : 60) .

Dalam artian bahwa, setiap ada sifat yang sempurna, maka


Allah berada di puncak kesempurnaan dalam sifat tadi. Contoh; sifat
p endengaran, p engiihatan, ilmu, kuasa, kehidupan, kebij aksanaan,
dan trainnya, aia pada makhluk. Namun sifat-sifat tersebut bagi
Allah adalah;o,ang paiing tinggi dan paling sempurna.

Karena ituiah, kerapkali kita menggunakan dalil akal berupa


qiyas aulaw,iyah. Contot4'uluw (ketinggian), adalah sifat sempurna
bagi makhluk. Jika ketinggian merupakan sifat sempurna bagi
makhluk, maka sifat ini lebih utama fimiliki Sang Khaliq. Sering
kita dapati statemen seperti ini dalam perkataan ulama.

Berdasarkan semua ini, maka qiyas (perbandingan) tidak


berlaku antara Ailah dan maidriuk; karena keduanya berbeda. Jika
di bidang ahkam saja, kita tidak boleh mengiyaskan antara wajib
dengan ja'iz (boleh), atau ja'iz dengan wajib, maka dalam bab sifat-
sifat Ailah, perbandingan antara Khaliq dan makhluk tentu lebih
layak ditinggaikan.

Misalkan ada orang berkata kepaCa Anda, "Allah ada, rnanusia


juga ada," lalu ia berkata, "Keberadaan Allah seperti keberadaan
manusia, berdasarkan qiyas." Maka kita katakan, "Qiyas tersebut
tidak benar, karena wujuci Kh^liq bersifat wajib, sedangkan wujud
manusia bersifat mun gkin."

Jika ada -i/ang mengatakan, "Saya mengiyaskan pendengaran


Khaiiq dengan pendengaran makhluk." Kita jawab, "Tidak
mungkin!. Karena pendengaran Khaliq bersifat wajib, dan tidak
mengalami iiekuranqan apapun, bahkan pendengaran-Nya
meliputi segai; sesuatLi. Sedangkan pendengaran manusia bersifat
mungkin, karena bisa saja manusia terlahir dalam keadaan tuli. Ada
juga yang teriahir dengan pendengaran, namun pendengarannya
tidak berfung:i deng,an baik atau terbatas. Dengan demikian,
tidak mungkin mengqiyaskan Allah dengan makhiuk; sifat-sifat-
Nya tidak mungkin disandingkan dengan sifat-sifat makhluk,
karena adanya jurang perbedaan yang besar antara Khaliq dengan
makhiuk."

-----*"*--------{ 2.K aid ah -kaid ah Terka i t S i {at -s i{at Al I ah Ta' al a .o,


Ibnul Qayyirn berkata dalam Miftah Daris Sa'adah (II/475),
"Setiap kesempurnaan yang dimiliki makhiuk; yang tidak
melazimkan adanya kekurangan, maka Pencipta rnakhluk dan
Pemberi kesempurnaan tersebut, tentu j.ebih berhak menyandang
kesempurnaan tadi. Sebaliknya, setiap kekurangan yang ada pada
diri makhluk, maka Sang Khaliq lebih berhak untuk terhindar
darinya. Seperti sifat dusta, zalirn, bodoh, dan aib. Bahkan, wajib
hukumnya memahasucikan Rabb '*e dari segala aib dan kekurangan
secara mutlak, meski sebagian makhluk ada yang tidak terluput
darinya. "

S Kaidah ini diuraikan dengan sejumlah redaksi;


Pertamal jika jiwa makhluk yang notabene diciptakan dan
memiliki kekurangan, menyandang sifat hiriup, iimu, kuasa,
pendengaran, dan penglihatan, maka Rabb yang disembah, Yang
Awail dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Batin, tentu lebih
pantas menyandang sifat hidup, ilmu, kuasa, pendengaran, dan
pengiihatan.

Kedua; jika tidak adanya sifat-sifat, seperti hidup, mengetahui,


mend.engar, dan melihat dianggap sebagai kekurangan pada
diri makhluk, maka hal tersebut lebih layak dianggap sebagai
kekurangan bagi Sang Khaliq.

Ketiga; jika sifat lalai merupakan aib dan kekurangan pada diri
makhluk yang diatur,yangtidak sempurna secara zatnya, maka hal
ini tentu lebih dianggap sebagai kekurangan bagi Sang Khaliq Yang
Maha Mengatur, Maha Kaya secara Zat-Nya.

Selanjutnya akan kami sebutkan, sebuah poin penting terkait


kaidah ini. Yakni, dalam penetapan sifat kesempurnaan dengan
qiyas aulawiyah, disyaratkan padanya beberapa hal l:erikut ini;

Syarat pertamal kesernpurnaan tersebut bersifat ar,l.a; karena


kesempurnaan tidak mungkin muncuL dalam sesuatu yang tidak
ada.

Syarat kedua; kesempumaan tersebut nrungkin terjadi di


alam nyata, :;eirab jika tidak demikian, ia akan dihukunr.i sebagai
sesuatu yang tidak ada. Karena sesuatu yang kranya dikhayalkan
oieh pikiran, .lirtak memiliki wujud konkret Ci alam nyata"

.@, \- s) arah At - @w a a i
!!4y:]:__< e---*
Syarat ketiga; tidak adanya kekurangan dari sisi apapun dalam
kesempurnaan tersebut. Jika ada suatu kekurangan di dalamnya,
maka tidak boleh dinisbatkan kepada Rabb sekalian alam, seperti;
tidur dan makan. Sifat ini sempurna bagi manusia, namun tidak
boieh dinisbatkan kepada Aliah, karena sifat ini melazimkan
ketidaksempurnaan srfat hidup bagi-Nya.

Syarat keempat; tidak melazimkan ketiadaan. Jika ada sifat


sempurna yang melazrmkan ketiadaan, maka tidak boleh disifatkan
kepada Allah, seperti tidur; karena tidur melazimkan ketiadaan
sifat hidup. Demikian dinukil dari al-Qawa'id al-Kulliyyatlil Asma'
wash Shifat, Buraikan

Syaikhui Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Dar'uTa'arudhil


'Aql wan Naql (I/30), "{nilah metode yang digunakan para salaf dan
para imam terkait permasalahan ini, seperti yang dicontohkan
Imam Ahmad, dan juga para imam Islam lainnya, baik sebelum
ataupun setelah Imam Ahmad, Metode serupa juga disebutkan di
dalam Al-Qur'an, ketika menyinggung tentang penegasan pokok-
pokok agama dalam persoalan-persoalan tauhid, sifat-sifat Allah,
hari kiamat, dan sema.camnya."

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah memaparkan dalam BayanTalbis


al-Jahmiyah (il/5a9; bahwa Imam Ahmad berhujah dengan daliL
iain, yakni dengan qryas aqliyah. Beliau berkata, "Di antaranya;
Imam Ahmad berkata; kami mendapati bahwa segala sesuatu di
bawah tingkatan tersebut adalah tercela. Allah le berfirman;

x \,=d;ii; J:;Ut J./'|"-Yl Jj-lr ; :";;UJr i1y


"Sungguh, orang-orang munafik itu idftempatkan) pada tingkatan
yangpalingbawah dari neraka. Dankamu tidak akanmendapat seorang
p enolong pun b agi mereka." (QS. An-Nisa' : 145).

Allah:s- berfirman;

-* L;iri *yU :J ;r u#i +iil' u_,i {, te'}6 ;atJt.tu;;


- :' - ,
,t jJ,n"Yl ,f V# ti"l$i
"Dan orang-orang yang kafir berkata, 'Ya Tuhan kami,

2. Kaidah- kaidah Tbrkait Sifat- si{ot Allah Ta' al a .o,


perlihatkanlah kepada kami dua golongan yang telah menyesatkan
kami yaitu (golongan) jin dan manusia, agar kami letakkan keduanya di
bawah telapakkaki kami agar kedua golongan itu menjadi yangpaling
bawah (hina)'." (QS. Fushshilat : 29)

Hujah ini termasuk dalam kategori qiyas aulawryah. Bahwa


kerendahan atau kehinaan merupakan sifat terceia bagi nrakhluk;
yaitu manakaia A1lah merrjadikan musuh-musuh-Nya pada
kedudukan yang paling rendah. Perkara seperti ini suaah tertanam
kuat dalam fitrah manusia.

Hingga orang-orang yang mengikuti pemimpin-pemimpin


yang rnenyesatkan, meminta agar Allah merrjadikan pemimpin-
pernirnpin terscbut berada di bawah kaki rnereka, supaya mereka
menjadi orang-oran g yanghina-dina.

Jika rnakhiuk rnenghindari dan menjauhi sifat seperti ini,


k,"rena sifat sepe.rti ini hanya disifatkan bagi rnereka yang hina
dan i.ercela, nraka Rabb W- tentu lebih berhak untuk dijauhkan
can dimarirasticikan dari kehinaan, atau disifati dengan sifat yang
rendah, karena Ia Maha Tinggi dan Malia Luhur dari segala sisi."

Iiyaikhul i"lam lbnu Taimiyah dalam kitabnya tersebut


menyebutkan sejumlah contoh-contoh penting lainnya bagi kaidah
ini, dan juga menyebutkan beberapa faidah yang menarik untuk
dibaca.

Ketiga;
Fenafsiran lafal makar, al-kaiil, ilan al-khiila'
(tipu daya).

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya; apakah Allah disifati dengan


sifat makar (tipu daya)?. Dan apakah Ia dinarnai dengan nama
tersebut?.

Beliau rirerrjarvab; Ailah iie tidak disifati dengan makar (tipu


daya), kecuali ;{t:ngan qaid (batasan), yaknr Allah tidak disifati
dengan sifat ter.sebut secara rnutlak. Ailah is berfirrnan;

.. ..,

iAl ),li rtll ;; t*toiy


'Atau apakrsh mereka merasa amun dari siksaan Allah (yangtidak
terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman (iari siksaan Allah selain
orang-orangyangrugi." (QS. Al-Araf : 99)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memiliki makar. Makar


sendiri ialah upaya untuk membinasakan musuh tanpa fisadarinya.
Seperti disebutkan daiam hadits yang ditakhrij al-Bukhari;"Perang
adalah siasat clalam memperdaya musuh."

Jika dikatakan; bagaimana A1lah bisa disifati dengan sifat


makar (tipu da)ra), paoahai secara zhaiir sifat tersebut tercela?

Kita jarnab, bahvua rnakar jika diletakkan pada tempatnya,


merupakan sifat yang terpuji; yang menunjukkan kekuatan si
pembuat makar; dar:i bahwa ia rnampu rnengalahkan musuhnya.
Karena iturah, Aliah trdak disifati dengan sifat irri secara mutlak.
Sehingga tidak boleh Anda mernutiakkan kalimat, "Allah Maha
Pembuat makar." Namun sifat ini hanya boleh disebut dalam posisi
yang terpuji. Seperti firman Allah;

-tr&t.t
t ;*-SUt F uts dl '5{; ir'f.X-t &

"Mereka membuat tipu daya dan Allah rnenggagalkan tipu d.aya


itu. Allah adaiah sebaik-baikpembalas tipu daya." {qS. AI-Anfal : 3O)

t jr';^{.Y $j lF
-'./.. \'
u_5a-9 ir\l
.,/. I J/.'
l3r.;,.o-9 #
"Dan mereka rnentbuat tipu daya, dan Kami pun menyusun tipu
daya, sedang mereka tiiak menyadari"" (qS. An-h{amtr : 5O). Dan
juga fir:nan-Ilya;

* i3-r*ir ir,ir {r ir f* ,i;*'iut * *:si! r

"Atau apaii.ah mere:<a merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak
terdugc-Cuy,a)? T;dak a.)a yang merasil aman dari siksaan Al.lah selain
orang-orangyan,grugi"" {qS. Al-Araf : 99)

Sifat ini tidak dinafikan dari Allah secara mutlak. Narnun, sifat
inl hanva bolei: Cisebutlian di ternpatnya yarrg terpuji. Sernentara
dalam tempertnya vang tidak terpuji, maka Allah tidak disifati
dengan sifat ini.

]. Kaidah -k aidah Tbrkait Sifat- sifat Allah Ta' ala


.@,
-cx
_.,i
.
--f
emn juga tidak boieh disebut dengan nama liing diambilkan
dari sifat ini. Sehingga tidak boleh dikatakan, bahwa di antara
nama-nama Allah adalah Al-Makir; Maha Pembuat tipu daya.
Makar sendiri termasuk sif.at fi'Iiyah, karena ia berkaitan dengan
kehendakAllah.

$ Syaikh lbnu Utsaimin berkata dalam Syarah al.-Wasithiyah


(1290); jika Anda bertanya; apakah definisi makar,kaiil,
danmihal?
Definisi makar, kaid, dan mihal menurut ahii ilmu adalah
melakukan beberapa upaya tersembunyi dalam rangka
membinasakan musuh. Yakni, Anda melakukan muslihat rahasia
yang tidak mereka ketahui.

Inilah pengertian tipu daya. Dan jika tipu daya dilakukan


pada tempatnya, maka ia menjadi sifat sempurna. Sementara jika
dilakukan tidak pada tempatnya, maka ia menjadi sifat tercela. Ada
aama iain untuk tipu daya yang dilakukan tiriak patia tempatnya,
lraitu khianat.

Diriwayatkan, bahwa ketika Ali bin Abu Thalib d; berduel


rnelawan Amr bin lVudd -manfaat duel adalah ketika golongan kita
menang dalam perang duel, maka hati kui:r: Iawan akan menjadi
ciut-, mereka berkata, "Inilah kawan kami yang kami pilih untuk
berduel. Dia adalah yang paiing berani di antara karni," akhirnya Ali
pun menang dalam duel tersebut.

Tentu tidak diragukan, hati musuh akan menjaci: ciut, dan


kekuatan mereka menjadi lemah. Ketika Amr oin Wudci t,erhadapan
dengan Ali; Ali berteriak, "Kau maju untuk berduei tiengan dua
orang." Saat ituiah Amr bin Wudd menoleh, karena diieiranya ada
orang iain yang maju bersama Ali. Saat Amr menoleh, ,.,ii langsung
menyabet lehernya, hingga kepalanya terpental.

Tindakan A1i bin Abu lhaiib ini merupakan tipu daya, tapi boleh
dan terpuji, karena dilakukan pada tempatnya; sebab Amrbin Wudd
tidakiah maju untuk memuliakan, ataupun :nengucapkan selamat
kepada Ali bin Abu Thaiib, namun ia rnaju untuk mernbunuhnya.
lvlaka Ali pun melancarkan muslihat, 'Aku punya haj lain yang lebih
besar daripada sekedar membunuhmu," kernudian Ali melakukan

-(}, Y ,,*rt-!l W",*t,l AL Or--__


tindakannya tersebul. Intinya, makar, muslihat, dan tipu daya jika
dilakukan pada tempatnya, merupakan tindakan terpuji.

Kesimpulan; makar, al-kaid (tipu daya) dan al-khida' (muslihat)


merupakan sifat-sifat fi'liyah Allah yang tidak disifatkan kepada-
Nya secara mutlak, kerena sifat ini terpuji pada suatu kondisi, dan
tercela pacia kondisi lainnya.

Allah disifati der.gan sifat-sifat tersebut ketika dalam kondisi


yang terpuji, Can Allah tidak disifati dengan sifat-sifat tersebut
ketika daiarn yang tidak terpuji. Maka dari itu, kita tidak
'<ondis:
boleh memu.tjakkan kaiimat, 'Allah sebaik-baik pembuat makar."
Tapi kita kaiakan, 'nllah meiancarkan makar kepada siapa yang
membuat makar kepada-Nya, dan Allah mengelabui siapa pun yang
menipu-Nya."

L af alzi;' (rne mp erolok-olok) termasuk daiam p embahasan


is t:ih
ini. Sehingga ticlak ir,:ieh bagi kita mengabarkan tentang Allah;
bahwa Allah memperciok-olok secara mutlak, karena mernperolok-
olok merupakan jenis candaan (baca: ejekan) yang sia-sia. Aliah ;e
berfirrnan;

o
-r.r\i u;# u, .A:\r o\11-:31rjj 6Jy
"Dan tidakiah Karli bermain-main dalam menciptakan langit dan
bumi dan Gpa ,v:lng ado di antarakeduanya.'" (qS. Ad-Dukhan : 38i.

Namun jika sifat ini dilakukan sebagai balasan terhadap orang


yang memperciok-o1.;k Aliah, maka sifat ini menjadi sifat yang
sempurna. Dernikian riinukii dengan perubahan.

.**---{ 2 . Kai ddh kai dah Tbrkait S i f'at - sifat Al I ah Th' al a .@,
r rA.
Fr.ui/G)A
;GBffiEOI
Kaidah Kedua;
Bab Sifat-Sifat Allah Lebih Luas dari Bab
Nama-NamaAllah
"E*G6,S"
.v.
Bab sifat- sifat Allah iebih luas dari bab nama -nama Ailah, karena
setiap nama mengandung sifat, seperti yang telah disebutkan
dalam kaidah ketiga dari kaidah-kaidah asma' (narna-nama Allah)
sebelumnya. Alasan lain; karena di antara sifat-sifat ada yang
berkaitan dengan perbuatan Allah'ie ' Dan, perbuatan Allah tidak
terbatas, seperti halnya firman Allah yang tidak terbatas.

Allah,ie berfirman;

'':l,oi rs- -a f)\l ;i *i ;;r


t ;f i;' it il^lr .,u'ts .,*;
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi'pena dan tourorn
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah
(kering) ny a, nis cay a tidak akan habis -habisny a ( dituliskan) kalimat-
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."
(QS. tuqmanz 2T)2"

275 As-Sa'di berkata dalam tafsirnya (tV/tt4);

+ It i-,t .,s:s t;' ;ri * *t'il ;.,

"Katakanlah (Muhammad), 'seandainya lautan rneniadi tinta untuk,"


menulis, " Kalimot-kalimat Tuhanku, moka pasti habisloh lautan itu sebelum
selesai (penulisan) kalimot-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datongkan
tambahan sebanyak itu (pula)'," (QS. Al-Kahfi : to9)
Tentu pena-pena tersebut patah dan lenyap, dan tentu akan habis pula
tambahannya itu, sementara kalimat-kalimat allah tidak iuga tuntas
ditulis. Pernyataan ini bukan hiperbola, namun sesuai kenyataan, karena
Allah tahu bahwa akal-akal manusia memiiiki keterbatasan untuk
meliputi sebagian dari sifat-sifat-Nya.

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla


Contohnr,-a; ii i.nlara ;rfat-sifat Ailah aclaiah; riatang,
mengambii, rnen;rhan, r::ertyiksa.?iii dan sifat-siiat lairinya yang
tidak terbatas.2 7 Seperti yang Ailah s*butkan dalam firman-Nya;

= Allah juga mengetahui bahwa pengetahuan para hamL'a tentang-Nya


merupakarr rrikmat terbaik yang la anugerahkan kepada rnereka, meski
sifat-sifat-Nya tidak murrgkin diketahui secara keseluruhan. Namun apa
.vang tidak diketahui secara keseluruhan, tentu tidak ditinggalkan
seluruhnya. Karena ,tulah, Allah;e menyebutkan sebagian di antara
sifat-sifat-Nya kepada para hamba-Nya untuk menerangi hati mereka,
melapangkan dada mereka, agar mereka mencari petuniuk yang dapat
mengantarkan kepada-Nya.
Kita mengatakan tentang Allah seperti yang dikatakan manusia terbaik
dan yang paling mengenal Rabbnya (Nabi$), "Komi tidak membatasi
pujtan keparia-Mu. Engkau odalah sebagoimana yang Engkau puii terhadap
diri-Mu."
Perumpamaan ini hanya sebatas pendekatan makna, agar lebih bisa
dipahami, karena makna yang sebenarnya tidaklah mampu diiangkau
oleh akal dan pikiran, karena seluruh pohon yang ada dengan jumlah
yang berlipat-lipat; dan iuga lautan-lautan seperti yang disebutkan;
selanjutnya ditambah lagi berkali-kalilipat, tentu masih terbayang bahwa
ia akan habis dan punah, karena semua itu adalah makhluk.
Sementara firman Allah tidak bisa dibayangkan akan meniadi sirna.
Bahkan dalil syar'i dan akal menuniukkan; bahura kalam Allah tidak ada
habisnya, karena segala sesuatu pasti akan sirna kecuali Allah dan sifat-
sif at- Nya. " Don sesungguhnya kepada Tuhonmulah kesudahannya (segala
sesuotu)." (QS. An-Naim : 4z).
Ketika akal membayangkan hakikat awal dan akhir dari Zat Allah, dan
pikiran membayangkan seluruh zaman sebelumnya, meski sebanyak
apapun rangkaian perkiraan akal, maka Allah iauh berada sebelum itu
tanpa ada batasan waktu sebelumnya. Sebaliknya, bagaimana pun
zaman terakhir yang dipikirkan oleh akal dan pikiran, dan meski seiauh
manapun rangkaian perkiraan zaman tersebut, maka Allah jauh berada
setelah itu tanpa ada batasan waktu setelahnya.
AIlah di seluruh waktu memutuskan, berbicara, dan melakukan sePerti
yang la kehendaki. Ketika Allah sudah berkehendak, maka tidak ada
sesuatu pun yang dapat mencegah perbuatan-perbuatan-Nya. Sehingga,
ketika akal membayangkan hal ini, tentu ia sadar bahwa perumpamaan
yang dibuat Allah untuk firman-Nya, dimaksudkan agar para hamba-Nya
mengetahui sebagian kecil saia darinya, karena firman-Nya iauh lebih
agung dan lebih mulia daripada itu.

276 Sifat-sifat yang disebutkan penulis adalah sifat-sifat fi'liyoh.

277 Penulis menyebutkan sifat-sifat fi'liyah dalam contoh-contoh ini, kecuali


s atu co n to h d ma na pen u s me nyebut sif at dzatiy oh f i' liy ah, y aitu iradah
i I i

(kehendak) seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, "Alloh


menghendaki kemudahan bagimu, dan tidok menghendaki kesukoran

2 . Kq i d ah - k ai d ah Terka tt S ifat - si fat All ah Ta' al a .@,


,* t;; t* .l-*lt, .!:', ;'*,y
"Dan datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-baris." (QS. Al-
Fajt :22)

- :' r J. t t- . ; r

Jtj iYr ? j "si)r"Jr; itJl J," _tU ; r, -+u.;i :-i ;:,,!l _b*
I j ,ir,,,,._r o

" ;J*)i g:i +ul

" T i d ak a d a y an ali d a t a n gny a ( a z ab )


g m e r eka tun g gu- tun g gu. kecu

Allah bersama malaikat dalam naungan awan, seaangkan perkara


(mereka) telah diputuskan. Dan kepada AllahlaLL segala perkara
dikembalika,?." (QS. Al-Baqarah : 210)

t:!lr 4-r;,ii-. *r*nr ;;ii ...&,

"Maka Allah menyiksa mereka disebabkan das't-dosanya. Allah


sangat berat hukuman-Nya." (QS. Ali'Imran : L1)

-rl),"U! -irr ;1 iri g ji: !L*;tr :;.,, *a


t -i t '
Yf pjYr -b ;
' 'o
u
'*i &:>)
.\-
"Dan Diamenahan (benda-benda) langit ogar tidak jatuhke bumi,
melainkan dengan izin-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha
Penyayangkepadamanusia." (QS. Al-Hai! : 65)

= bagimu,"
Karena pada da sarn y a iradah ( kehenda k) meru Da kan sif at dzatlv ah
fi'liyah. Hanya saia ayat yang diladikan dalil oleh penulis adaiah
kehendak yang maknanya sama dengan keinginan, sehingga sifat ini
termasuk sif at f i' liy ah iuga.
Syaikh Khalil bin Harras berkata daiam bukunya; Ibnu Taimiyah as-galaii,
halaman: 126; "Firman Allah jenisnya sudah ada sejak dulu kala, namun
bagian-bagian dari firman-Nya bersifat baru. Seperti itu juga dengan
perbuatan, kehendak, dan lainnya."
Beliau berkata pada halaman: 1111 "Termasuk sifat-sifat yang jenisnya
sudah ada sejak dulu kala, namun bagian-bagian dari jenis sifat-sifat ini
bersifat baru pada Zat Allah adalah; sifat mengetahui, berkehendak, dan
berbicara."
Khali( bin Nur berkata dalam MonhajAhlisunnah (ll/5to); "Ahlussunnah
menetapkan kehendak ozaliyah dzatiyah (vang bersifat azali) dan
kehendak fi'liyah mustaqbaliyah (yang bersifat baru)."

.@, S.varah Al-@woaid Al- ,Llusla


1-r,-.uJ 5; -q ji"
"Sungguh, azab Tuhanntu sangatkeras." (QS. Al-Burui : t2)278

* ;i.li
.J\:-:--l: i! i; i, ,*rt -t .it +; *
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak rnenghendaki
kesukaran bagimu." (QS. At-Baqarah : L85)27e

Nabigt bersabda;

pir "u*:,Jr JLu::, i;J"


"Rabb kita turun ke langit dunia.'280

Karena itu, kita rnenyifati Ailah :e dengan sifat-sifat tersebut;


sesuai dengan yang disebutkan di dalam nash, akan tetapi kita
tidak boleh mengatakan; bahwa di antara nama-nama Allah ialah;
Al-Ja'i (Yang Maha Datang), Ai-Ati (Yang Maha Hadir), Al-Akhidz
(Yang mengarnbil), Al-Mumsik (Yang memegang), Al-Batisy (Yang
menghukum), Al-Murid (Yang berkehendak), Al-Nazil (Yang
turun), dan semacarnnya, meski kita boleh mengabarkan tentang
Allah, dan menyifati-Nya dengan sifat-sifat tersebut.281

278 Catatan; sif at initicak disebutkan Syaikh Alawi as-Saqqaf dalam bukunya,
al-.)amt' li \hifatillani, padahal di bagian mukadimah pada halaman: tz,
beiiau menyebutkan, bahwa beliau telah menghitung seluruh sifat-sifat
fi'liyoh, sehingga sifat ini merupakan sifat yang harus ditambahkan di
dalam bukunya. Sif at ini disebutkan Dr. Marwan a-Qaisi dalam bukunnya,
[La'alimut Tauhid, hal: r 67.

279 Syohrci dalam ayat ini ialah penetapan sifat iradah (kehendak), yaitu
iradah (kenendak) syar'iyah diniyah, karena sifat ini maknanya serupa
dengan siiat mohabah (cinta). Lihat; or-Roudhatun Nadiyyah Syarh ol-
\,^/osithiyyail, Zaid bin Fayyadh, hal: 8o.

26o Hadits ini iertera dalam kitab Shahihain, seperti cjisebutkan dalam ol-
-tcm'u Bairash Shanihain, al-Humaidi (lll78), alJam'u Bainash Shahihain,
Abu Hafsh al-t4ushili (i/z9o), dan )omi'ul Ushul, lbnulAtsir (lv/t38).

z8t Seperti y,rng telah disampaikan sebelumnya, bahwa bab khabor


(oemberltahuan) lebih Iuas dari bab nama-nama Allah. Karena itulah, kita
t;Cak boleh menyebut,Allah dengan nama Al-Murid (Yang berkehendak),
namun bcieh mernberitahukan tentang Allah bahwa la berkehendak.

.**----0 I'cr Jr, h -l.rr a' ah Te*ait S t t-silit .1,llahTa'ala .@,


+ u i;; tlrjr; ,!;);\rh
"Dan datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-baris." (QS. AI-
Fajr :22)

;*';it p)-1idr; rt;jr t p ekt a;riii;rA;J^r


r' r';'j.1,
..^\r
^' ):f '
" T i d ak ad a y an g m e r eka tun g gu- tun g gu k e : u ali d c t a n gny a ( a z ab )
Allah bersama malaikat dalam naungan A1ilan, sedangkan perkara
(mereka) telah diputuskan. Dan kepada Allahlah segaia perkara
dikembalikarz." (QS. Al-Baqarah : 210)

t VL;^i' 4-r; ali, fuy, i,r ..r;'; ...*


"Maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosc-dosanyo". Allah
sangat berat hukuman-Nya." (QS. Ali'Imran : 11)

-t t ' :'
'
il -cr!
'
-ti) .rU! .rr Y1 ;rYt -t
u.
€,
"Dan Dia menahan (benda-benda) langit agar tidak jatuhke bumi,
melainkan dengan izin-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha
Penyayangkepadamanusia." (QS. Al-Hajj : 65)

= bogimu,"
Ka rena pada dasarn y a iradoh (kehendak) meru pa ka n sif al dzatiy ah

fi'liyah. Hanya sala ayat yang diiadikan dalil oleh penulis adalah
kehendak yang maknanya sama dengan keinginan, sehingga sifat ini
termasuk sif alfi'liyah iuga.
Syaikh Khalil bin Harras berkata dalam bukunya; lbnu Taimiyah as-Salafi,
halaman: tz6; "Firman Allah ienisnya sudah ada sejak dulu kala, namun
bagian-bagian dari firman-Nya bersifat baru Seperti itu juga dengan
perbuatan, kehendak, dan lainnya."
Beliau berkata pada halaman: 1111 "Termasuk sifat-sifat yang lenisnya
sudah ada sejak dulu kala, namun bagian-bagian dari jenis sifat-sifat ini
bersifat baru pada Zat Allah adalah; sifat mengetahui, berkehendak, dan
berbicara."
Khali( bin Nur berkata dalam ManhajAhlisunnah (ll/5to); "Ahlussunnah
menetapkan kehendak azoliyah dzatiyah (vang bersifat azali) dan
kehendak fi'liyah mustaqbaliyah (yang bersifat baru)."

.@, s h Al-Oowaaid Al- llutsla O---


t !r*: S; ,:"i i1p
"Sungguh, azab Tuhannil sangat keras." (QS. AJ-Bu rui z i.lZ)';"

&ht+t ...&
"Ailah rnenghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu." (QS. Al-Baqarah : !.85)27e

Nabigt bersabda;

trJi ,L".1Jl JLd:,


jt
"Rabb kita turun ke langit dunia."2qo

Karena itu, kita menyifati A1lah ;e dengan sifat-sifat tersebut;


sesuai dengan yang disebutkan di dalam nash, akan tetapi kita
tidak boleh mengatakan; bahwa di antara nama-nalna Al1ah ialah;
Al-Ja'i (Yang Maha tiatang), Al-Ati (Yang Maha Hadir), Al-Akhidz
(Yang mengambil), Al-Mumsik (Yang memegang), Al-Batisy (Yang
menghukum), Al-Murid (Yang berkehendak), Al-Nazil (Yang
turun), dan semacamnya, meski kita boleh mengabarkan tentang
Allah, dan menyifati-Nya dengan sifat-sifat tersebut.281

278 Catatan; sif at initidak disebutkan Syaikh Alawi as-Saqqaf dalam bukunya,
aiJami' li Shifotillahi, padahal di bagian mukadimah pada halaman: tz,
beliau menyebutkan, bahwa beliau telah menghitung seluruh sifat-sifat
fi'tiyah, sehrngga sifat ini merupakan sifat yang harus ditambahkan di
daiam bukunya. Sifat ini disebutkan Dr. Marwan a-Qaisi dalam bukunnya,
Ma'alimut T auhid, hal: t 67.

)ro Syohid dalam ayat ini ialah penetapan sifat iradah (kehendak), yaitu
iradoh (kenendak) syor'iyoh diniyoh, karena sifat ini maknanya serupa
iengan sital mahabah (cinta). Lihat; ar-Raudhatun Nadiyyah Syarh al'
Wcstthiy,val:, Zaid brn Fayyadh, hal:8o.

28o Hadits ini tertera caiam kitab Shahihain, seperti disebutkan dalam al-
..icm'u Bqincsh Shahihain, al-Humaidi (ltU78), al-Jam'u Bainash Shahihain,
,qbu Hafsh .rl-llushrii (i/z9o), dan )ami'ulUshul, lbnul Atsir (lv/t38).

z8t Seperti 1,ang telah disampaikan sebelumnya, bahwa bab khabar


(pemberitanuan) leoih luas dari bab nama-nama Allah. Karena itulah, kita
tidak boleh menyebut Allah dengan nama Al-Murid (Yang berkehendak),
namun boieh men-.beritahukan tentang Allah bahwa la berkehendak'
-*l
Ketiga;
F".
Kaidah
AIIah terbagi meniadi dual tsubutiyah
dan salbiyah
I

_)
"E€6}S,
v-1

Sifat-sifat tsubutiyah adalah sifat-sifat yang ditetapkan


Allah,*e untuk diri-Nya dalam kitab-Nya, atau melalui lisan Rasul-
Nya. Semua sifat-sifat tsubitiyah adalah sifat-sifat sempurna, tidak
ada kekurangan padanya dari sisi manapun; seperti sifat hidup,
kuasa, beristiwa di atas Arsy, turun ke langit dunia, wajah, kedua
tangan, dan lainnya.282

Wajib hukumnya menetapkan sifat-sifat ini untuk Ailah:g


secara hakiki;283 sesuai dengan keagungan diri-Nya, berdasarkan
dalilnaqli dan akal.

= Demikian pula, boleh memberitahukan tentang Allah bahwa Dia shoni'


(Zat yang menciptakan) dan qadim (Zat yang telah ada sejak dulu kala).
Lihat; Madarijus Salikin (l I l/4i 5).

Pada contoh-contoh di atas, penulis menggabungkan ar':tar-a sifat-sifat


dzatiyah dan sifat-sifat
f i' liyah.

283 Kata "hakiki" yang disebut penulis dirnaksudkan untuk menegaskan


penetapan sifat Allah dan menafikan penakwilan yang dinvatakan pa"a
ahli ta'thil. Tidak dimaksudkan sebagai hakikat tangan yai'tg nrerupakan
anggota tubuh, sehing'ga diinterpretasikan bahwa tangan Allah memiliki
daging, tr,rlang, dan sarafn sepertl yang dikatakan prra pengikut kebatilan"
Bahkan para ahli filsafat sendiri menggunakan lafal ini daiam sifat-srfat
yang mereka tetapkan, seperti disebutkan ai-Baoilani d:alam al-lnshaf,
hal: 36, al-Juwaini dalam ol-lrsyad, hal: 89, Syaikhul lslam ibnu Tainriyah
dalam al-Fatawa (Ylfi5t), dan di beberapa tempat lain dalam bukunya.

.@, Syarah Al-@waaid Al- ,Llutsi,t a---*-


& Ddil naqii;
Di antaranva firrrran Allah;

-lt'. i.

:5u ');,;; d
-r' J
cJl -,k^fl!, n;3'r^iu rrri tl",T unt'#iUy

\)
W J;A J
,YI .;Ji;
_ \ -/- "-
..ClJ './o e
,h,,r d;i 6nt
{,-'..a{>u
"Wahai crang-orang yang herirnan!. Tetaplah beriman kepada
Allah d an Rasu/-Nya (Muh ammad) dan kep ada Kitab (Al- Qur'an) y ang
diturunkan kepcda Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya.
B arangsiapa in gkar kep a,la Allah, malaikat-rnalaikat-Nya, kitab-kitab-

Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, rnaka sungguh, arang itu


telah tersesat sangat jauh." (QS. An-Nisa': L36)284

Karena jman kepada Allatr, mencakup iman kepada sifat-


sifat-Nya. iman kepada kitab yang Ia turunkan, mencakup iman
kepada sifat-sifat-Nya yang disebutkan di dalamnya. Iman kepada
Muhammadg sebagai Rasul-Nya; mencakup iman kepada apa saja
yang beliau kabarkan dari A1lah *;i selaku Pengutusnya.

S Dalil akal;
Dengan sifat-sifat-Nya, Allah,ie hendak memberitahukan
siapa diri-Nya; Dia-lah yang lebih paham tentang sifat-sifat
tersebut daripada selain-Nya. Perkataan-Nya paling jujur, paling
baik, daripada selain-Nya.

Maka, wajib hukumnya menetapkan sifat-sifat tersebut


sebagaiman a yang Ia kabarkan, tanpa disertai keraguan sedikit
pun; karena keraguan terhadap kabar, hanya boleh dimunculkan
ketika kabar tersebut bersumber dari pihakyang mungkin tertimpa
kebodohan, kebohongan, ataupun ketidakcakapan; dimana ia

284 Syahid clariavat iniaoalah; Allah memerintahkan;


Fertamal beriman kepada-Nya; mencakup iman kepada sifat-sifat-Nya.
Kedua; beriman kepada kitab-kitab-Nya; mencakup iman kepada sifat-
sifat yang tertera di dalamnya.
Ketiga; beriman kepada RasulullahS; mencakup iman kepada sifat-sifat-
Nya yang dikabarkan oleh beliau.

-*--------{ 2.K a i d ah - k a i d ah Ter ka i t S i {at - s i fat All ah Ta' al a .@,


tidak bisa mengungkapkan apa yang ingin ia utarakan.28s Tiga
kekurangan ini, mustahil berlaku bagi Allah u-* . Oleh karenanya,
wajib menerima berita dari Allah, sesuai dengan apa yang Ia
kabarkan.

Statemen ini juga kita nyatakan terkait dengan apa yang


dikabarkan Nabi& tentang Allah -e-; karena Nabi"g adalah
manusia yang paling tahu tentang Rabbnya, paling benar kabarnlra,
paling tulus niatnya, dan paiing fasih penjelasannya,2s6 sehingga
apa yang beliau beritakan wajib diterima apa adanya.

Sifat-sifat salbiyah adalah sifat-sifat ketidaksempurnaan


yang dinafikan Allah dari diri-Nya di dalam kitab-Nya atau melalui
Iisan Rasul-Nya, seperti; mati, tidur, bodoh, lupa, tidak mampu,
lelah, dan sejenisnya.

Wajib menafikan sifat-sifat seperti ini dari Allah:s


berdasarkan alasan yang telah disebutkar, sebelumnya; disertai
dengan penetapan kita, akan sifat-sifat yang merupakan kebalikan
dari sifat-sifat tersebut, dengan penetapan yang sempurna. Yang
demikian, karena sifat-sifat yang dinafikan Ailah;-=: dari diri-
Nya, dimaksudkan untuk menjelaskan kesempurnaan sifat-sifat
kebalikannya; bukan hanya sekedar menafikan semata,287 karena
penafianbukanlah suatukesempurnaan, kecuali jika ia mengandung
makna yang menunjukkan kesempurnaan, alasannya karena;

Pertamal penafian adalah ketiadaan. Dan ketiadaan tidak ada

285 Penulis menjelaskan bahwa keraguan dalam menerima kabar atau berita
disebabkan oleh tiga hal;
Pertama; kebodohan si pembawa berita. Contoh; seseorang yang
mungkin saja bodoh, mengabarkan sesuatu repada saya. Maka waiar
jika saya ragu dalam menerima beritanya.
Kedua; dusta.
Ketiga; tidak cakap dalam mengungkapkan apa yang ia maksudkan.
Penulis dalam Syarh al-Wasithiyah (t/toz) menambahkan;
Keempat; tidak adanya itikad baik.
Keempat sebab ini tidak ada dalam kabar Allah dan Rasul-Nya.

llmu kebalikan dari bodoh, iufur kebalikan dari dusta, dan fasih kebalikan
dari ketidakcakapan.

287 Kaidah ini disebutkan Syaikhul lslam lbnu Taimiyah dalam at-Todmuriyah,
hal: 57.

.@, Syorah Al-@waaid Al- Mutsla o--*-


nilainya, bagaimana rnungkin ia disebut sehagai kesempurnaan.

Kedua; penafian mungkin saja ditujukan pada sesuatu yang


mustahil menyandangnya, sehingga penafian tersebut bukanlah
suatu kesempurnaan. Ivlisalkan, seperti pernyataan Anda, "Tembok
tidak berbuat zalim."288

Ketiga; penafian jr,ga mungkin dimaksudkan padanya


kelemahan, atau ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu,
sehingga penafian seperti ini menjadi kekurangan,2se seperti
perkataan penyair;

Sebuah kahilah kecil,vang tidak pernah mengkhianati pe4an-


jian
Tidak pula ment.alimi siapapun barang sebesar biji saw'i pun

Dan perkataan penyair lainnya;

N'amun kaumku:meski rnereka pury/a ketwunan rcrhormat


Mereka sema selrali tiCak iahat, meski mereka hina2e"

288 Penafian seperti ini bukanlah suatu pujian, karena dinding tidak bisa
berbuat zalim"

289 Penulis menyebutkan dalam Taqrib at'Tadmuriyah, hal: 5z; "Jika penafian
tidak mengandung kesempurnaan, bisa iadi hal tersebut disebabkan
adanira kekurangan pada sesuatu yang disifati; atau karena
ketidakmampuannya. Seperti halnya jika dikatakan tentang seseorang
yang tidak mampu rnembeia diri terhadap orang yang berbuat zalim
kepadanya, 'la tidak membalas keburukan dengan keburukan.'Orang ini
tidak membalas keburukan dengan keburukan, bukan karena
kesantunannya, tapi semata-mata karena ia tidak mamPu membela diri.
Dalam hal ini, penafian tersebut menjadi sebuah kekurangan dan celaan,
bukan suatu kesempurnaan dan puiian." Lihat; Syorh ath'Thahawiyah,
hal: 53.

z9o Penjelasan dari dua bait syair ini; perbedaan pendapat di dalamnya, dan
syahid yang bisa dipetik dari syair tersebut, bisa dilihat pada keterangan
tambahan.

2 . K ai d ah - k a i d ah Terkait S ifat- sifat All ah Ta' al a .@,


Contoh lain; firman Aliah;

.i .a . .-
j ' rt-l -itr . >l !r
o:Le l-r'+ 4J $c
_..9
o-Io>s-r u.o
:L:
r--J @
J.
(.,LJl
y_ tP i>
)g DucQi
L) Jt

,". \"*
"D an b ertaw akallah kep ada Allah Yang Hi dup, Yang tidak mati, dan
bertasbihlah den gan memuji-Ny a. D an cukuplah Dia M aha Mengetahui
dosahamba hamba-Nya." (QS. Al-Furqan : 58).

Ailah menafikan kematian dari diri-Nya. Penafian ini


mengandung kesempurnaan sifat hidup bagi Allah.

Juga firman-Nya;

*.'"\-
u-i $r ;l!_ \y d

"Dan Tuhanmu tidakmenzalimi seorangJua pun." (QS. AI-Kahfi


:49).

Penafian kezaliman, mengharuskan kesempurnaan sifat adil


bagi-Nya.

Contoh lain; firman-Nyr;

:.
t r"i)l ,J Y-; oryL^-]"-lt €.€ ;-,y-) ni.rt -rlS U; ;
"Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di
langit maupun di bumi,"(QS. Fathir : 44)

Penafian kelemahan dari Allah mengandung makna


kesempurnaan ilmu dan kuasa-Nya. Karena itulah Aliah E
b erfi rman s etelahnya ; " S un g guh, D i a M ah a h[ en ge t ahui, M ah akua s a."
(QS. Fathir z 441.

Karena kelemahan di sini, bisa disebabkan oleh ketidaktahuan2el

z9t Penulis menyebutkan, bahwa penyebab kelemahan diatas iaiah;


Pertamal tidak mengetahui sebab-sebab penciptaan.
Kedua; keterbatasan kemampuan untuk menciptakan sesuatu.

.@, s Al- id Al- l[uts]a


akan sebab-sebab penciptaan. Atau karena keterbatasan
kemampuan.

Oleh karena ilmu dan kuasa Allah yang sempurna, maka tidak
ada sesuatu pun di langit, maupun di bumi yang dapat melemahkan-
Ny".

Berdasarkan pemaparan ini, diketahui bahwa sifat salb$ah


terkadang mengandung lebih dari satu kesempurnaan.2e2

z9z Kesimpulan; penafian terbagi menjadi tiga macam;


Pertamal penafian yang tidak mengandung kekurangan ataupun pujian,
karena yang dinafikan tidak menyandang sifat tersebut.
Kedua; penafian yang mengandung kekurangan, seperti disebutkan
dalam perkataan penyair sebelumnya.
Ketiga; penafian yang mengandung kesempurnaan, seperti menafikan
sifat-sifat yang tidak sempurna bagi Allah, disertai dengan penetapan
kesempurnaan dari sifat sebaliknya. Bahkan, penaf ian ini kadang
mengandung lebih dari satu kesempurnaan.
Lihat contoh-contoh lain untuk kaidah ini dalam at-Tadmuriyah, Syaikhul
lslam lbnu Taimiyah, Syaroh Folih Aluh Mahdi, hal: .t34, dan Taqrib at-
tadmuriyah, penulis, hal: 52.

-.--------{ 2 . Kai dah - k,u dah Te*a it S ifat - sifat,4lI ah Ta' oI a .@,
Keterangan Tambahan Kaidah K-t;; -l
")
"V[-:G\Y6'J.]Y".
gqgtu2s
rVr":
Sebelumnya telah kami sampailian haL; "va 3i b,:giar 1',ete rangari
tambahan, akan karni bahas beL:eir,;pa rlerr 1a-qalal:an ber-ii,"u:;

Fertama; sifat-sifat sai!ti7'ah Jiang di;e l,'ulkar, I'nniii Qa'.'rim.

Kedua; penjelasan Cua bait s'lair t/arLfl Cisebr"iil-ar; rrenulis.

Pertama;
Sifat-sifat salbiyah

trmamIbnul Qayyim daiam an-Nuniyyeh rnenjeiaskan ientang


macam-rnacarn sifat salbiyah. Ia berkata di halaman 238 cetakan
a1-Umair;

l{dka tlengarkttnlah nuhic ptirG rcSUt: -|llah. !,tiu


Letal<kanla!; ja di salth saru :;jsi tinth;ngan
Bersomaan dengon iui.;-jcnis ini,lalu !ihetlah ncna
Yan,q lebih kuat di dalam fimbangan
Tauhid itu ada dua macam; qautrt dar ji'Ii
Masing-masing dari kedua macam iu a,ia d:tlilnv'a
Jeni,s pertama;tauhid qauli. ala dua mocam;
Keduanya ini juga a,la di dalam kitah Allah
Salah satunyrt salbiyah, dan .ienis ini tda dua macam
Keduanya juga disebutkan tLtiam kituh ^'l]lah
Menafikan segala kekw angan,lan ai!' <Jori- \-i'ri
Kedua jcnis ini mosuk akal
Salbiyah a,la dua macan;muttashil can munlashtl
Kedua macan") ini ,lihetahui, adapun .i'ang ke,lut;

(ry ) ir,,*,1t ,)e:!!4!L_!y:!:


fulenafikan sekutu, penolong, tlan pemberi syaJaat
,\laha Raja, Maha ,llembalas
Tanpa izinYang

Juga nenafkan istri dan anak


Y'ang mereka nisbatkan kepada-llya
Oleh para penyembah salib

Juga menafkan sekutu; tiada penolong bagi kita


Selain Ar-Aahman Pemilik ampunan
lang pertama; memahasucikan Ar-Rahman dari
S{at aib ,lan sernua kekurongan
S eperti ; mati, lem ah, letih
Yang dinafikan dari kemampuan ,llaha Pencipta, Maha Pembefi
Ti,Jur yong diawoli kantuk
Dan lenyapnfa sesuatu dari-Nya di alam raya
Demikian pula dengan perbuatan sia-sia tanpa guna )lanB
,.linaf kan oleh htkm ah - N7a
Juga ,linofikan oleh pujian Allah, Pemilik kesempurnaan
Seperti itu juga membiarkan nakhlukbegitu saja secara sia-sia
Tanpa dibangkitkan menuju tempat kembali kedua
Tanpa memberikan perintah ataupun larungon kepada mereko!.
Sama sekali tidak!
Tidak mungkinluhanYang Maha Kuasa, Maha Membalas,
melalukan hal itu
Seperti itu luga menzalimi hamba-hamba-Nya, padahal la
Maha KaS:a

Karena la tidaklah menzalimi seoran7 pun jua


Seperti ttu juga ;fat lalai, padahal Ia Maha Mengetahui
Segala h,tl gaib, moko ini jelas-jelas batil
Seperti itu juga lupa, Maha LuhurTuhan klta
Ia sama sekali ttdak mengalami lupa
Seperti iru juga kebutuhan akan makan don rezeki
Karena la ,Maho Pemberi rezeki tanpa perhitungan
Jenis stjot salbi,vah kedua, yang merupakan jenis pertama
,Menurut timbangan
ll em ah a sucikan stJot- stJat sempur na untuk-Nya, dar i
Kesamaan, keser upaan, dan kemungkaran
Kita tidak menverupakan sifarliya dengan stJat-s{at kita

,...*"*_*__-_____{ I . K,u d ah - ka ida h Te r kait S il at - s i{ at All ah Ta' a I a .@,


Sesungguhn1a ordng fang menyerupakan Allah ,iengan makhluk
adalah penyemb ah berhala
Sekali-kali tidak!. Kita juga tidak membayangkn stJat-s{.at-
bl)o
Ahli ta'thil itu penlrembah kebohongan
Siapa menyerupakan Allah Maha Agung dengan makhluk-Nya
Berarti ia keluarga orang musvrii Nssra rj
At a u m en af ka n,4r -Rahm a n
i.dt -ir I d
dar i s tfat - s

Berarti ia orang yang sangat ingkar dan tidak punva iman

S Apa yang dinafikan dari Allah terbagi menjadi dua;


muttashil d.an munfasihl.
Pertamal muttashiL Contoh sifat-sifat salhiyah muttashil;
tidur,lemah,letih, mati, bodoh, zalirn,lalai, h:pa, butuh makan dan
rezeki. Kaidah untuk menentukan jenis ini ialah; seiiap sifat yang
berseberangan dengan sifat sempurna yang disifatkan oleh Allah
untuk diri-Nya, atau disifatkan Rasulullah untuk-liya; maka sifat
ini disebut salbiyah muttashil.

Kedua; munfashiL Kaidahnya iaiah, memahasucikan Allah


dari bersekutunya makhluk dalam suatu sifat ;,'ang menjadi
kekhususan-Nya; seperti keberadaan istri, sekutu, r:va)., pembantu,
pemberi syafa'at selain Allah, penolong bagi-Nya *ari kehinaan;
semua hal ini harus disucikan dari Allah, Zat {angfulaha Tinggi nan
Suci.

Kedua;
Penjelasan dua bait syair yang disebutkan penulis;

Pertama; perkataan seorang penyair;

Sebuah kabilah kecil yang tidak pernah mengkhianati perjan-

iian
Tidak pula menzalimi siapapun barang .rebesar 'oiti sawi pun

Penyair yang dimaksud adalah an-Najasyi al-Haritsi. Ia adalah

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla F-_-


Qais bin Amr bin Malik, tlari Eiani Flarits bin Ka'ab.2e3 Ia iahir di
masa jahiiiyah, clan berciomisiii di Najran, Yaman.2ea

Diriwa,vatkan, bahwa ia lernah dalam beragama. Konon, ia


minum khamr di bulan Ramadhan hingga dihukum cambuk
I es
sebanyak seratus kali.

6 Redaksi bait syair;


Syair diatas dihikayatkan dengan dua redaksi;

Pertama; bait s;rair seperti yang disebutkan penuiis. Bait


syair ini tertera dalam al-lshabah, milik al-Hafizh Ibnu Hajar al-
Asqalani, cetakan Dar ihya'it Turats al-Arabi (III/583)' Redaksi ini
disebutkan lbnu Qutaibah dalam asy-Syi'r wasy Syu'ara' (I/337),
dan Ibnul Qayyim dalam ash-Shawa'iq al-Mursalah (lI/506).

Kedua; redaksi 1+Jps) tanpa bentuk tashghir.

Redaksi syair ini tertera daiam al-lshabah-nya Ibnu Hajar al-


Asqalani, cetakan Darul Kutub al-'ilmiyyah, Tahqiq; Adil Abdul
Maujud (VIl388). Juga disebutkan dalam al:Idqul Farid milik Ibnu
Abdi Rabbih, seperti yang akan disebutkan selanjutnya dengan
lafal (s-.-,r+ Y) menggantikan lafal (,r:lq Y). Bait versi ini juga
disebutkan penulis dalam Talkhish al-Hamawiyah, halaman: 54.

Catatan; boleh jadi perbedaan redaksi, karena adanya kesalahan


penulisan.

6 Latar belakang bait syair;


Kitab-kitab sastra Arab menyebutkan latar belakang
didendangkannya syair ini; an-Najasyi mencaci Bani Ajlan, yang

293 Somthul Ati bi Mo'rifct Abdil'Aziz al'Maimani (tt/89)'

Tarikh al-Adab, Broklman, bagian pertama, hal: z3z.

295 Khizanatul Adab, al-Baghgdadi (w176), Syarh Abyat Mughni ol'Labib, al'
Baghdadi (Vit96). Krsah ini disebutkan al-Hafizh lbnu Hajar al-Asqalani
dalam al-lshcr bah f t Tamytztsh Shahobah (VUl8l), Darul Kutub al-'llmiyyah,
dan asy-Syinqithi dalam ad-Durar al-Lawomi' 'ala Huma'tl Hawai'(V/tSZ).
Juga disebutkan dalam Hasytyat Amali lbni osy-Syaiari (llh6l).

L Kaidah kdi dah Te*ait Si{at- sifat,l,ll ah Ta' al a .@,


masih bagian dari suku Bani Tamim bin Muqbil. Mereka kemudian
mengadukannya kepada Umar bin Khaththab dan berkata, "Wahai
Amirul Mukminin!. Dia mencela kami." Umar bertanya, 'Apa yang
ia katakan tentang kaiian?." Mereka menjawab, "Ia berkata;

Apabila.4llah memusuhi orang-orant te'rcela d,m lemoh


llaks Ia memusuhi Bani Ajlan;sekelompok lbn,t )fuqbii

Umar berkata, "Orang ini hanya sekeCar berdoa jika ia dizaiimi,


maka doanya akan dikabulkan. Jika tidak, rnaka doinya tidak akan
dikabulkan"

Mereka berkata, "Ia berkata lagi setelahnya;

Sebuah kabilah kecil vang tidak pernah mengkhtoncti pct;cn-


jian
Tidak pulc menzalimi siapapun barang sebesar biji sau] pun

Umar berkata, "Andai saja keluarga Khaththab seperti mereka


itu." Mereka berkata, "Ia berkata lagi setelahnya;

Tidaklah Ajlan disebut seperti itu, melatnkan karena perkataan


mereka;
Anblllah 6elas dan memerahlah susu v'ohai hamba sahaya, dan
hersegeralah

Umar berkata, "Pemimpin suatu kaum adalah peiayan mereka.


Menurutku, kalimat ini tidak menjadi masalah."2e6

Demikian kisah yang disebutkan Ibnu Abdi Rabbih. Hanya saja


kisah ini masih ada kelanjutannya. Berikut kelanjutannya; setelah
itu Umar mengajukan bait-bait syair tersebut kepari; I-iassan bin
Tsabit, lalu Fiassan mendukung sikap bani Tamir:: bin Muqbitr
Umar akhirnya mengancam an-Najasyi karena caiiannya ini, dan
berkata kepadanya,'Jikakau uiangi lagi, akan kupotonglidahmu!"2st
296 Al-',tqdul Farid (vtlt67).

297 Asy-Syi'r wasy Syu'ara', lbnu Qutaibah (l/33r).

.@, Syarah Al-@waaid Al- fulutsla }-*"


Sementara iru, al-F{afrzh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam biografi
Tamim bin Muqbil, menyebutkan satu bait syair tambahan, yaitu;

l4ercka irulah anak-anak orang hina, keluarga orong tercela


Golongan orang lemah yang hina

Terkait bait ini, Umar berkata, "[-]ntuk yang ini, aku tidak bisa
2e8
rnenerima alasanmu." Umarkernudian menahan danmernukulnya.

Dengan demikian, nampak jelas kebohongan Broklman terkait


Hassan bin Tsabit yang disebutnya berlebihan dalam mencela dan
rnencaci, laiu Umar melarangnya.2es

& patit yang bisa disimpulkan dari bait syair ini;

An-Najasyi melalui bait syair ini tidakbermaksud memuji Bani


Ajlan. Tapi bermaksud mencela mereka, dan menyebut rnereka
lemah; seperti disebutkan ibnu Abdi Rabbih.300

Jika dikatakan; Umar bin Khaththab tidak memahami bait


syair ini sebagai celaan, sebagaimana yang telah kami nukil di atas,
karena beliau mengatakan, "Menurutku, kalimat ini tidak menjadi
rnasalah."

S Tanggapan;
Pertama; Ibnu Abdu Rabbih yang menyebutkan kisah ini
secara ringkas pada jilid keenam, beliau sendiri telah menyatakan
pada jilid kedua hal; 332 bahwa bait ini dimaksudkan padanya
celaan.

Kedua; Umar pada mulanya memahami bait-bait syair ini


secara zhahir. Namun setelah itu Umar mengetahui, bahwa lafal
zhahir ini bukan yang dimaksudkan, seperti yang telah disebutkan
sebeiumnya. Maka inilah yang menjadi acuan. Walldhu a'lam.

298 Al-lshabah fi Tamyizish Shahabah. tbnu Hafar al-Asqalani (ti496), Darul


Kutub al-'llmiyah.

299 Tarikh al-Adab, Broklman (tl41).

)oo Alttqdul Farid (ttlyz).

2.K a i dah -kaid ah Terk a ft S ifat - s ifat All ah Ta' al a .@,


Ketiga;
Perkataan penyair lainnya;

Nqmun kaumku; meski mereka punfd keturunan terhormat


Mereka sama sekali tidak iahat, meski nereka hinLt

Bait syair ini diucapkan Quraith bin Unaiq. Al-Baghdadi


menyebutkan bahwa at-Tibrizi berkata daiam Syarh al-Hamasah;
Quraith adalah penyair Islami. Setelah itu al-Baghdadi menyatakan
bahwa ia telah menelaah kitab-kitab, dan biografi para penyair,
namun tidak menemukan biografi Quraith,:'ol

Sementara Abu Tammam mengatakan bahwa bait syair ini


milik salah seorang penyair Bal'anbar.302

Bait syair ini disebutkan Abu Tammam di awal al-Hasamah.3)3

S Redaksi bait syair;

Bait syair ini diriwayatkan dengan dua redaksi:

Pertamal (e,,,scs3r) artinya; keturunan terhormat; seperti


disebutkan penulis. Redaksi ini tertera dalam teks at-Tibrizi dalam
syarahnya untuk kitab al-H amas ah.30o

Kedua; (.- ,yl) artinya; keturunan terpandang. Inilah


redaksi yang disebutkan dalam naskah-naskah lainnya.3os Redaksi
ini dijadikan acuan oleh al-Baghdadi dan Ibnul Qayyim dalam ash-

3ol Syarh Abyat Mughnil Labib (1187), Khizanotul Adab (Vttl+q6).

3oz Syorh al-Marzuqi'alal Hamasah (llzz), al-l'lam, az-Zirikli (V/195).

lo3 Kitab berisi sejumlah bait-bait syair Arab yang dikumoulkan oleh Abu
Tammam ath-Tha'i, seorang penyair ternama. Bait syair ini dinisbatkan
kepadanya, karena bait syairtersebut terdapat di dalam kitab tadi. Lihat;
Hasyiyat ad-Dasuqi'ala Mughnil Labib (llt8).

3o4 Seperti itulah yang disebutkan dalam Hasyiyat Syorh alHamasah, al-
Ma'arri (1147).

3o5 Hasyiyat Syarh al-Hamosah, al-Ma'arri (1147).

.@, s h,4l- id Al- .l[uts]a o-_,*


Shawa'iq.

Syahid (poir: penting) yangbisa disimpulkan dari bait syair;

'i;e::beda
Para uiama pendapat, terkait maksud dari bait syair
ini. Ada dua penJapat setidaknya;

Pertamal m elalui i;ait syair ini, si penyair bermaksud menyebut


kaumnya sebag;ri kaum yang hina dan lemah, tidak punya sifat
santun, serta penakut. lni pendapat ibnu Abdi Rabbih,306 aI-A1am
asy-Syantatrna::i,'07 Abrl Qasim a1-Farisi,308 dan ai-Imam Ibnul
Qayyim.3oe iniial yang dimaksud Syaikh ibnu Utsaimin di dalarn
buku ini"

Pendapat kedua; oenyair menye-but kaumnya, lebih memilih


selamat dan memaafkan, daripada membeia diri sebisa mungkin.
Andaikan merena ingin melakukan pembalasan, tentu rnereka
sanggup melakukannya, karena banyaknya jumlah personil dan
persenjataan mereka. Namun muraqabah dan takwa mendorong
mereka untuk ieoih mementingkan yang lebih baik" Penyair bukan
bermaksud mencela kaumnya sendiri.

Pendapat ini
dikemukakan al-Marzuqi dalam Syarh aL-
Hamasah.310 Pendapat ini diakui al-Baghdadi; beliau menambahkan,
"Bagaimana mungkin ia menceia kaumnya sendiri, sementara
dampak dari ceiaan tersebut berirnbas pada dirinya sendii"i."311

3o6 Al:tqdul Farid i.l!332).

3o7 Syarh Hamsah Abu T.rmmam (1i359). ia berkata, "Syair ini merupakan
celaan dirinya terhadao kaumnya."

3o8 Disebutkan daiam Syarh al-Hamosah, Abul Qasim al-Farisi (lUZ8). la


berkata. "la menyebut kaumnya penakut dan hina."

3o9 Ash Showa'tq ai-Mursanh (lil5o6).

3to Syarh ol-Marzuqi'olal hamasah (ll3).

311 Khizanotul Adab (vlll4az).

**----------{ ) l. t.ir,laA-ft, iciah Terkait Sifat-sjJat AllahTa'ala { .@,


Kaidah Keempat
'E86,5'
.v'
sifat-sifat t subutiy ah adalahsifat-sifatpujian dan kesempurnaan.
Semakin banyak dan beragam dilalah (petunluknya),s12 maka akan
semakin nampak kesempurn aan Zatyang disifati''rr3

Karena itulatr sifat-sifat tsubutiyah vang dengannya Allah


rnengabarkan tentang diri-Nya, jauh lebih banyak dari sifat-sifat
saibiyah, seperti yang teiah <iiketahui.

Adapun sifat-sifat salbiyah, urnumnva3la hanya disebutkan


Makna dilalah sudah diielaskan sebeiumnya.

313 Karena r::erinci dan memvariasikan sifat-sifat tsubutiyah lebih


menuniukkan kesempurnaan pujian. tlcntoh; Zaid murah hati, dermawan,
pemberani, <1an iainnya. Ada dua faidah lain dari sifat-sifat tsubutiyoh
yang tidak disebutkan penuiis' yaitu:
Pertamal mernutus huiah para ahii td'thil dan tahrif " Karena penyebutan
sifat-sifat ini dengan lafal yang menunlukkan maknanya, di seluruh nash-
nash yang ada, atau sebagian besarnya; r'nenuniukkan bahwa yang
dimaksudkan darinya adalah penetaDan sifat-sifat tersebut bagi Allah,
serta beriman dengan kelaziman maknanya- beserta hakikat dari sifat-
sifat tersebut,vang dikehendaki Allah'
Kedua; membatalkan tomtsil (pen,verupaan Allah dengan makhluk).
Karena penyebutan sifat-sifat ini secara khusus bagi Allah, menuniukkan
bahwa Allah memang berhak dan pantas, disifatr dengan sifat-sifat
tersebuU tanpa adanya keserupaan dengan siapa pun. Dernikian dikutip
dari al -Qaw a' d al-Kulliyy ah, Bu ra ika n.
i

3r4 Penulis menyebut kata "umumnya," karena dalam kaidah disebutkan


"itsbat mufashhot, wa nofyu mujmol"artinya; menetapkan secara
terperinci, dan menafikan secara global.
Adapun menafikan secara terperinci; hal ini merupakan metode ahli
bid'ah. Karena, andai kita katakan kepada seorang raja, "Kau bukanlah
tukang sampah, bukan tukang sapu, bukan Pengkhianat, dan bukan pula
orang bodoh," tentu kalimat-kalimat ini dianggap sebagai celaan dan aib
bagi sang raia"
Jika ada yang menimpali; Al-Quian iuga menyebut penafian secara
terperinci. Bagaimana cara menanggapinya?.

.@, .s h Al-@waaid Al- iWutsla F--*-


dalam kondisi-kondisi berikut;31s

Pertama; penj eiasan akan keumuman kesempurnaan A11ah,316


seperti disebutkan dalam firman-Nya;

4.'41,s;r A Y
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang "3;?"*
MahaMendengar, Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11;atz

It3t /. .r.
o itt -, '.ir
j.;J" dr e\* J--l 4!l r^ #tr
"' ., : ',
(r )F
r-\ tls
"K at akanl ah ( M uh amm a d ),' D i al ah All ah, Yan g M ah a E s a. Allah

= Jawab; karena itulah penulis mengatakan; sifat-sifat salbiyoh secara


umum tidak disebutkan kecuali dalam kondisi tertentu, karena
penyebutannya itu sendiri menyelisihi kebiasaan yang berlaku; oleh
sebab itulah penyebutan tersebut pasti memiliki illah (alasan), karena
setiap sesuatu yang menyalahi kaidah yang baku, pasti gugur hukum-
hukum yang menyertainya"
Bisa juga dikaiakan, bahwa penulis menyebut kalimat; "Umumnya,"
karena mungkin ada kondisi-kondisi lain yang tidak disebutkan oleh
penulis, dan sebagian di antaranya sudah kami nukil. Silahkan baca
penjelasan tentang hal ini dalam ash-Shafadiyah, Syaikhul lslam lbnu
Taimiyah (l/tt6), Syarh at-Tadmuriyah, Falih Alu Mahdi, hal: 34, dan Syarh
ath-Thahawiyah bi Tartib Syatkh Khalid Fauzi (11448).

3t5 Penulis menjelaskan bahwa, sebab-sebab penyebutan sifat-sifat salbiyah


terbagi meniadi dua;
Pertamal penaf ian secara global. Penyebab penaf ian ini adalah
keumuman kesempurnaan Allah.
Kedua; penafian secara terperinci. Penyebabnya ada dua, seperti yang
akan disebutkan penulis berikutnya.

3r6 lnilah sebab pertama terkait penaf ian yang bersifat global; yang
menunjukkan keumuman kesempurnaan Allah, dengan cara menafikan
segala kekurangan dan aib dari-Nya secara menyeluruh; dari setiap sifat-
sifat yang beriolak belakang dengan kesempurnaan-Nya.
lnilah yang berlaku secara Llmum, terkait sifat-sifat salbiyah. Adapun
penafian secara terperinci, maka jumlah nashnya hanya sedikit. Hal ini
akan diterangkan penulis selanjutnya.

3t7 Silahkan lihat makna ayat ini, dan perbedaan sudut pandang terkait
penaf si ran nya da la m Sy arh ath-T hahawiy ah, hal: 97.

'.*-.------------ 2. Kaidah-kaiddh Terkait S -si{ar AllahTa'ala .@,


iernpat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada sesuctu yang s(;.ara deng:tn Dia'." (Q$.
Al-Ikhlash: 1-4;sta

Kedua; menafikan pernyataan para pendusta terkait Allah,


seperti disebutkan,lalam firman-Nva;

,&qYq1 l-tJJ it.j: j1


"Karena mereka menganggap (Allah) Yang lt'Iaha Pengasih
mentpunyai anak. Dan tidak mungkin bagi (Allc:h) Yang I\,f aha Pengasih
mentpunyai anak." (QS. Maryam : 91-92)3'!

Ketiga; menepis anggapan adanya kekurangan pada


kesempurnaan Allah dalam perkara tertenru, seperti disebutkan
dalam firman-Nya;

*. ;..eY U++ U; P)\lt el-,l*i-ll t* L4y


"Dan tidaklah Kami bermain-main menciptakan langit dan bumi
dan apayangada di antarakeduanya." (QS. Ad-Dukhan : 38)

318 Lihat;Syorh Suratil lkhlash,Syaikhul lslam lbnu raimiyah, tahqiq; Dr. Abdul
Ali bin Hamid, Bombay, lndia, dan al-Qaulul Mu'tamad fi Tafsir Qul
Huwallahu Ahad, )amaluddin ar-Armaini, wafat tahun 958 H., tahqiq;
Muhammad Khair Ramadhan.

319 Ayat ini membantah orang-orang kafir yang mengatakan bahwa Allah
memiliki anak. Seperti itu juga firman AIlah,
"Allah tidok mempunyoi anok, dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-
Nyo." (QS. Al-Mu'minun : 9t).
Dan firman-Nya,
"(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkon;'(QS. At-lkhlash : 3).
Kedua ayat ini membantah mereka yang menyatakan bahwa Allah
memilikianak.
Faidah; lafal (.++) memiliki dua makna;
Pertamal bermakna mustahab (dianiurkan). lnilah rnakna yang biasa
digunakan oleh para fuqaha. Bukan bermakna haram.
Kedua; bermakna mustahil. lnilah makna yang tertuan{ dalam Al-Qur'an
dan Sunnah, seperti yang tertera dalam avat yang disebutkarr penulis di
atas. Juga seperti sabda Nabigv;
"Sesungguhnlva Allah tidak tidur, dan rnustahil bagi-Nya tidur."

.@, ) Slarah At-@waaid.'ll- ,Vutsla (.---


Dan firman-Nya;

,,
S e,9^J
' l
;* o7t44\") e)it: .,tlt;3t . -t'
ua-- .-w)3
"Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa
letih sedikitpun." (QS. Qaf : 38)320

3zo lntisari yang diambiikan dari ayat ini ialah; bahwa mungkin akan terlintas
dalam pikiran orang yang tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-
benarnya, bahwa jika Allah menciptakan seluruh langit dan bumi yang
besar ini dalam waktu enam hari, tentu la akan kelelahan. Karena itulah
Allah ;e berf irma n, " Dan Kami tidak merasa letih sedikit pun," yakni Kami
tidak tertimpa keletihan ataupun kelelahan.
Bertolak dari hal ini, kami nyatakan bahwa; penafian secara terperinci di
dalam ayat ini dimaksudkan agar tidak ada yang mengira bahwa Allah
kelelahan atau keletihan. Sehingga, Aliah pun menafikannya secara
terperinci. Demikian sebagaimana yang dikatakan penulis dalam Syorh
alWasithiyyah (l|rz).
Qatadah dan al-Kalbi berkata; ayat ini turun berkaitan dengan Yahudi
Madinah. Mereka mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan
bumi selama enam ha.i. Diawali hari Ahad dan berakhir pada hari Jum'at.
la kemudian beristirahat pada hari Sabtu. Karena ituiah Yahudi Madinah
men jadikan hari Sabtu sebagai hari istirahat. Allah kemudian
mendustakan pernyataan mereka ini.
Lihat; Tafsir ai-Maward i (V1116), Zadul Masir,lbn ul Jauzi (Vllli zz).
Faidah; para mufassir berbeda pendapat terkait firman Allah; (aqi aj-i
artinya; daiam enam Irari. Ada beberapa pendapat terkait hal ini;
Pendapat pertama; er'am hari seperti hari-hari kita. Maksudnya; lamanya
seperti ukuran enam harr dalam sepekan seperti yang telah kita ketahui,
dan langsung ciipaharri oleh akal kita.
Pendapat inllikemui akan adh-Dhahhak, Ka'ab al-Ahbar, dan Abduliah
bin Salam. Pendapat ni disebutkan al-Baghawi dalam Tafsirnya (lllt6+),
al-Alusi(Vllltr-.2), Abu Hayyan dalam Tafsirnya; al-Bahrul Muhith (tv/log);
ia berkata; seukuran enam hari (di dunia), bukan berlangsung selama
enam hari Derrciptaan. lni sama seperti firman Allah;
"Dan di dolarrtnya bag, mereka ado rezekr pagi dan petang." (QS. Maryam
: 5z).
Maksudnya; seperti r,Kuran pagi dan petang di dunia, karena di surga
tidak ada malam atau:-run siang.
Mereka beroendapal serrerti ini, karena siang dan malam hanya bisa
dibedakan ciengan te.bit dan terbenamnya matahari. -Jika matahari dan
bulan saja beium dicictakan, maka bagaimana mungkin, hitungan hari
bisa dianggac sebaga ciptaan ketika itul.
Hemat saya, ketiKa sesuatu dimungkinkan untuk dimaknai secara zhahir,
atau setidarnya mendekati zhahir; maka membawa makna tersebut
kepada zhahir adalan lebih utama. Daripada kita memaknainya dengan

) .K aid ah -haid ah Tbrkait S i{at -s i{at All ah Ta' al a .@,


sesuatu yang tidak masuk akal, atau dengan sesuatu yang berseberangan
dengan zhahir lafal secara umum.
Maka zhahir firman Allah; (p!i i:-) statusnya sebagai zharaf untuk lafal
(.rtyt: .lr'r-il 6fi), sehingga lafal (,"bi ii) menunjukkan lamanya waktu
penciptaan bumi lengkap dengan tanah, pegunungan, pepohonan,
cahaya, hewan, dan juga penciptaan Adam'Aloihissalarn. Makna inisesuai
dengan hadits yang tercantum dalam kitab Snahih. Dengan demikian,
(,.!i e-; tetap diartikan secara zhahirnya, yaitu hari-hari yang diketahui
siang dan malamnya, melalui terbit dan terbenamnya matahari. Lihat;
Tafsir ar-Razi (XiV/82).
Pendapat kedua; (a!i i:-1 maksudnya enam ribu tahun, karena sehari di
akhirat sama seperti seribu tahun di dunia. Pendapat ini dikemukakan
lrnam Ahmad bin Hanbal dan Mujahid, seperti disebutkan dalarn Tafsir
lbnu Katsir (lil518), cd-Durr al-Mantsur (llli169), oan Tafsir al-Alusi(Vlll/r3z).
Pendapat ketlqa; (pt+1 ii*) maksudnya enanr ivaktu atau enam masa.
Pendapat ini disanrpaikan Abus Sa'ud daiam'Iarsirnya (ttlzfs)"
Catatan; penulis menyebutkan dua sebab penafian secara terperinci
terkait sifat-siiat Ailah. Dan masih acia, dua sebab lainnva;
Pertamal sebi,{ar ancaman Dagi oranq-orang kafir, seperti disebutkan
daiam firman.,ilah,
"Dan Allah ti{i .rkl6h lengah terb'adap apd yong kamu kcrjakcn." (QS. Al-
Baqarah :74).
Sebab ini disar rpaikan penuiis dalam Syorh ath-Tha!'tewtt,ah.
Kedua; memF..rluas lingkup itsbat aiau Fiineiapan; Celgan menetapkan
sifat-sifat sernou!'na yang rneniacji kebaiikan ,jari sifat yang dinafikan
tersebut.
Contoh; keti\ r kita rnenafikan sifat 'n*rlgnnrr:k rlan tiCur bagi Atlah,
maka berarti kita rnenetapkan sifrl kesenrp,"rin:an i;idur, keiuasan ilmu,
dan kesempurnaan kuasa bagi Allah. Dan menafikan perrdarripir:g hidup
serta anak bagi Allah; artinya menetapkan srfat Ash-shamad (bahwa
Allah Tempat bergantung segala sesuatu) dan <eagungan-Nya. Lihat; ol-
Qawa'id al-Kulliyyat, al-Buraikan, hal: r56.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sifat-sifat salbiyah memiliki lima sebab;
satu di antaranya merupakan penafian secara global, dan empat lainnya
merupakan penafian secara terperinci.

.@t
Kaidah Kelima;
Sifat-sifat Tsubutiyah
-.\7I30:€Jl7'.
rv.
[r\3,vd/u)
__l
Sifat-sifat tsubutiyah terbagi menjadi dua; dzatiyahszt dan
fi'liyah.322

Sifat tsubutiyah dzatiyah adalah sifat-sifat yang telah ada


sejak dahuiu, dan akan senantiasa disandang oleh Aliah; seperti
sifat ilmu, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, keperkasaan,
kebijaksanaan, ketinggian, dan kebesaran. Di antaranya ada sifat-
sifatkhabariyah, seperti wajah, dua tangan, dan dua mata.323

3zt Lafal dzatiyah terdiri dari zat nisbat dan ha'.

3zz Fi'liyah terdiri dari fi'il, ya' nisbat, dan ha'. Kata fi'li merupakan sesuatu
yang dinisbatkan kepada fi'il atau perbuatan.

323 Penulis menyebutkan toiok ukur sifat-sif at dzatiyah yang iuga disebut
sifat-sifat lazimah, karena sifat-sifat ini selalu melekat pada Zat dan tidak
pernah terpisah darinya.
Sifat-sifat dzatiyah terbagi meniadi dua macam;
Pertamal Sif at-sifat dzatiyah khabariyah, yaitu sif at-sif at yang ditetapkan
berdasarkan khabar atau nash; yang andaikata nash tidak
menyebutkannya, tentu akal tidak dapat mengetahuinya- Meski
demikian, akal iuga trdak menafikannya.
Tolok ukur sifat ini ialah; setiap sifat yang biasa kita namai dengan
anggota badan, atau bagian tubuh. Namun kita waiib mewaspadai; agar
iangan sampai kita mengatakan bahwa sifat-sifat ini merupakan anggota
badan, atau bagian tubuh Allah.
Dr. Jabir as-Sumairi memiliki buku terkait permasalahan ini; berjudul ash-
Shifat al-Khabariyyah. Buku ini aslinya tesis.
Kedua; Sifat- sifatdzatiyah maknawiyah, yaitu sifat-sifatyang menuniukkan
makna tertentu, atau sifat-sifat yang tidak disebut sebagai anggota
badan. Sifat-sifat ini iuga disebut sifat-sifat 'aqliyah, karena dilalah-nya
ditunjukkan oleh akal. Andaikan tidak ada nash yang menyebutkan sifat-
sifat ini, maka tentu, akal akan membimbing kita untuk mengenalkannya.
Ada juga yang mengatakan; bahwa akaltidak bisa mengenal sifat-sifat ini
dengan sendirinya, meski akal menunlukkan eksistensi sifat-sifat ini. Lain
halnya dengan sifat-sifat dzatiyah khabariyah, dimana sifat-sifat ini
mengacu pada kabar atau nash, dan tidak ada ruang bagi akal di sana'

---------------€ 2. Kaidah - kaidah Terkait Si AllahTa'ala .@,


Sif.at tsubutiyah fi'liyah32a adalah sifat-sifat yang bergantung
Lihat; Ma'alimutTouhid, al-Qaisi, ash-Shi'fatalllahiyyah,Syaikh Muhammad
bin Aman al-Jami, hal:. zo7. Contoh-contoh yang disebutkan penulis di
atas menyatukan antara sifat-sifat khabariyah dan sifat"sifat aqliyah.

324 Dinamakan pula sifat-sifat thori'ah, sifat-sifat iktiyriyah, dan af'al


ikhtiyariyyah. Syaikh lbnu tJtsaimin berkata dalarn Syarh Bulughul Mcram,
hal; tt5 -syarah ini masih daiam bentuk tulisan tangan-;
Soal; apakah perbuatan-perbuatan AIlah oadimoh (sudah ada seiak dulu
kala), ataukah haditsah (baru)?
Jawab; persoalan ini terdapat perinciannya. Ditinlau [:erdasarkan jenis
dan asal sifatfi'liyoh maka ia qadimah (sudah ada seiak dahulu), bukan
sesuatu yang baru. Karena Allah seiak dahulu dan seterusnya, Allah
senantiasa disifati dengan melakukan perbuatan. Adaoun jika ditiniau
secara satu persatu dari jenis perbuatan-Nya, r;raka ia hersifat baru.
Contoh; beristirva di atas Arsy bersifat banu, karena Allah sudah ada Iebih
dulu sebelurn la menciptakan Arsy. Contoh lain; turunnl,a Allah ke langit
dunia bersifat baru, karena perbuatan ini baru terlacii setelah iangit
dunia diciptakan. Sama seperti turLinnya Ailah ke iangit dunia di setiap
maiarn; perbuatan ini senantiasa teriadi di setiap malamnya. Demikian
pula clengarr perbuatan-perbi-ratan Aliah yang iain, yang tidak terhitung;
la disits*"I Cengan senantiasa menciptakan, rnemberi rezeki,
mengl,;r'i.;pkan, dan mematikan. Senrua perbuatan ini bersifat baru
l<ar.-na terkait dengan nrakhluk yang diiadikan obiek perbuatan.
ir-r; apakah a,Ja kelompok yang mengingkarr eksistensi dari al'af'al al'
ikhtiyariyah (sifat-sifat yang baru teriadi berdasarkan kehendak-Nya)
bagiAllah?.
Jawab; ya, ada ke!ompok yang menyatakan bahwa Allah tidak melakukan
perbuatan baru. Mereka beralasan; karena perbuatan baru hanya
dilakukan makhluk. Jika kita mernbolehkan Allah rnelakukan perbuatan-
perbuatan baru, konsekuensinya Allah bersifat baru setelah sebelumnya
tidak ada. Hanya saja, qiyas ini tidak benar karena berseberangan dengan
nash, dan qiyas ini juga batil dari asasnya, karena korelasi dan konsekuensi
yang mereka sebutkan ini tidak benar.
Alasannya; pertama; iika kita berpegangan pada qiyas seperti ini, tentu
kita mengingkari semua perbuatan Allah. Anehnya, mereka tidak
mengingkari teriadinya obyek perbuatan, namun mengingkari terjadinya
perbuatan. A4ereka tidak mengingkari bahwa Zaid dan Amr bersifat baru
setelah sebelumnya tidak ada, akan tetapi perbuatan Allah saat
menciptakan mereka ini sudah ada seiak C.rlu kala.
Ketika Anda menghayati statemen seperti ini, maka jelas sekali
kesalahannya. Apakah mungkin, ketika Allah telah melal<ukan suatu
perbuatan (dalam hal ini menciptakan), kemudian tidak terjadi sesuatu
yang diciptakan?. Tidak tercipta Zaid dan Amr?. Seiak kapan mereka
diciptakan?. Apakah seiak zaman azali yang tidak ada batas
permulaannya?. Lantas bagaimana mungkin seiak zaman azali yang
sangat jauh, penciptaan Zaid dan Amr itu teriadi, kemudian baru

.@, s h.4l-@waaid Al- Mutsla F--*


pada kehendak-Nya. -'iika berkehendak, Allah melakukannya. Dan

= tereaiisasiran di zaman kita sekarang?. Anggapan seperti ini ielas


sangat bati!.
Dengan demikian, pernyataan bahwa perbuatan sudah ada seiak dulu
kala, dan oblek perbuatan baru ada lauh setelahnya; iuga pernyataan
bahwa perbuatan Allah seiatinya bukan perbuatan-Nya, namun
ditafsirkan sebagai obiek perbuatan, maka semua pernyataan ini adalah
batil.
Madzhab ahlussunnah wal iamaah, sebagaimana yang ditunlukkan oleh
dalil noqli dan oqli menyatakan bahwa Allah Maha Berbuat sesuai dengan
apa yang la xehendaki, dan perbuatan-Nya bersifat baru iika dikaitkan
dengan obiek perbuatan. Hanya saia asal perbuatan tersebut sudah ada
seiak dulu.
Dan sejak dahulu dan seterusnya, Allah akan senantiasa disifati dengan
Maha Berbua+., tidak pernah sekali pun Allah disifati tanpa pekerjaan,
dan kondisi ini berlangsung seiak zaman azali.
Sebelumnya telah kami ianiikan, bahwa kami akan menielaskan maksud
perkataan ath-Thahawi, "Dan tidak terladi pada-Nya sifat yang baru."
Dalam hal ini al-Buraikan telah menerangkan dalam Syarah Manzhumat
ol-Khaththabi fil' Aqidah, ha I: 49;
,,salah satu konsekuensi dari sifat azali sang Maha Pencipta Azza wa )alla
ialah, bahwa sifat-sifat-Nya senantiasa menyertainva sejak dulu dan
selamanya, sifat ini mengikuti Zat-Nya. Jika Zat Yang Maha Pencipta
sudah ada seiak dulu kala, maka sifat-sifat-Nya iuga seialu menyertai-Nya
sejak dulu kala dan untuk seiamanya. oleh karenanya, tidak ada satu sifat
pun yang bersifat baru setelah sebelumnya tidak ada, baik ia berupa
s at ciz atiy ah at a u p u n sif at-sif at f i' liy oh.
if at-sif
Dari sisi ini diketahui bahwa sifat-sifat fi'liyah seiatinya mengikuti sifat-
sital dzar,ivrsh, ia terus senantiasa ada seiring dengan keabadian sifat-
sif at dzativott, hal in: karena sifat-sifat fi'liyah berkaitan dengan masyi'ah
dan i rad c r i,,:e he nda k Al la h); sedangka n mosyi'ah dan i radah adala h sifat
yang senantiasa disancjang untuk selama-lamanya, maka demikian pula
hukumnya cengan sifat-sifat yang dibangun berdasarkan kehendak
Allah. Dan h.ri initidar menafikan bahwa sifat-sifatfi'iiyoh disebut sebagai
sifat-sifat oaru jika iidasarkan pada individu-indiviciunya; karena sifat-
sifat fi'ii.var-r ini disebui sebagai sifat azali iika ia dikaitkan dengan ienis
aiau asai-ni';asalnyl,, sedangkan ia disebut baru iika dikaitkan dengan
huduts (waktu terlaclinya) dan individu-individunya.
Makna hucii;ts di sin, ialah bahwa setiap sifat fi'liyah yang dilakukan Allah
memiiiki ternpo awai cian akhirnya, meskipun iika dilihat dari ienis (asa!
muasal) sifat ini maka ia tidak memiliki awal ataupun akhir. Dengan
demikian hiiang sudah kerumitan terkait persoalan ini, dan nampak ielas
p u a pern ec aa n a nt,r ra sif at-sif at dzatiyah dan sif at-sif a t fi' liy ah."
i

Berikutnya sifat-sifat fi'tiyahterbagi meniadi dua;


Pertamal siratfi'liyan khabariyoh, yaitu sifat-sifat yang murni ditetapkan
oleh dalii naqli (AI-Qur'an dan Sunnah) yang tidak mungkin diketahui
dengan akai; seanoainya tidak ada nash yang menuniukkannya. Jika
tidak ada nash yang menuniukkannya, tentu akal tidak mamPU

***-----{ I . Kaidah-kaidah Terkait Si AllahTa'ala .o,


jika berkehendak lain, Allah tidak melakukannya Seperti; beristiwa
di atas Arsy, turun ke langit dunia, dan lainnya.

Adakalanya suatu sifat tsubutiyah, :nenjadi dzatiyah dan


fi'liyah sekaligus berdasarkan dua penilaian; semisal al-kalam
(sifat berbicara). Sifat ini jika ditinjau menurut asalnya,32s maka

= mengetahui sedikit pun tentang sifat-sifat fi'liyah kbabarivsh. Namun


demikian, akal iuga tidak menafikannya, seperti; sifat beristiwa di atas
Arsy, sifat turun, datang, merasa kagum, gembira, darr lainnva.
Kedua; sifat fi'liyah 'aqliyah, yaitu sifat-sifat yang bisa ciiketahui dengan
akal dan ditunjukkan oleh nash. Andaikan tidak ada nash yang
menyebutkan sifat-sifat ini, maka tentu akal akan membimbing kita
untuk mengetahuinya; seperti sifat mene iptakan, menghidupkan,
mematikan, memberi rezeki.
Di sisi lain, perbuatan-perbuatan A!lah terbagi menjadr clua macam;
Pertamal perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan zat ilahi.
Perbuatan-perbuatan ini melekat pada Zat-Nva, seperti sifat berbicara,
turun ke langit dunia, beristiwa ci atas Arsy, datang pada hari kiamat,
dan lainnya.
Kedua; perbuatan-perbuatan ,vang berimbas pada yang lain, seperti;
menciptakarr, memberi rezeki, nrenghidupkan, memattkan, Can Iainnya.

3:5 Kita telah mengetahuibahwa penulis membasi si{atfi'liyah menjaditiga


rnacam;
Pertamal jins (jenis). Bagian ini mencakup barrvak macam, karena jenis
fi'il bersifat azali atau sudah ada selak dahulu kala.
Kedua; nou'(ragarn). Bagian ini terdiri dari dua macam;
r. Ada yang bersifat qadint atau sudah ada sejak dahulu kala, seperti;
kalam, iradah, penciptaan. Sifat-sifat ini berkaitan dengan sifat-sifat Zat
yang akan senantiasa abadi seiring dengan keabadian Zat.
z. Sebagian lainnya bersifat baru, seperti; beristiwa diatas Arsy, turun,
datang, dan iainnya. Sifat-sifat ini bersifat bai'u" Lihat; Syarh al-
Wasithiy yah, karya penulis (t/8;).
Ketiga; individu-individu daripada sifat-sifat ini iuga bersifat baru,
semisal; turunnya Allah di setiap malam, kapan Allah berfirman, dan
kapan Allah menciptakan.
Catatan; Perlu diperhatikan, bahv.ra Syaikh Abdul Aziz 5ulaiman dalam
al-Kawasyif al-Jaliyah, hal: 43o, menyebutkan bahwa sifat beristiwa,
turun, tertawa, datang dan gembira acjalah sifat-s;fat yang bersifat
qadim dari segi ragamnya, dan bersifat baru dari segi individu-
individunya. Bagaimana cara menyelaraskan pernyataan ini dengan
pernyataan Syaikh lbnu Utsaimin?
Jawab; yang dimaksud Syaikh Sulaiman adalah perbuatan-perbuatan
tersebut bukan berarti bersifat qodim atau sudah ada seiak dulu kala.
Tapi bahwa jenis (asal muasal) perbuatan-perbuatan tersebut bersifat
qadim atau sudah ada seiak dulu kala, sementara teriadinya perbuatan-
perbuatan tersebut bersifat baru. Artinya, Syaikh Sulaiman menjadikan

.@t Syarah Al-@waaid Al- ,Mursla o-_--_".


merupakan sifat dzatiyah, karena Allah sejak dahulu dan seterusnya
disifati dengan sifat berbicara. Sementara jika ditinjau menurut
satu persatu dari firman-Nya, maka merupakan sifat fi'liyah,
karena firman Ailah berkaitan dengan kehendak-Nya; ia berbicara
kapan pun ia berkehendak dan dengan cara yang ia kehendaki,
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya;

, . t ". . ,'-.
t jr+
' :t 2.,
.,5
u rt r
4J
.'
Jr; jl
"sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia
hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu'." (QS.
Yasin: 82)

Setiap sifat yang berkaitan dengan kehendak-Nya, maka sifat


tersebut ada berdasarkan hikmah-Nya. Kadang hikmah tersebut
kita ketahui, dan kadang pula tidak mampu untuk kita ketahui.
Namun kita menyakini bahwa apapun yang Ia kehendaki, pasti hal
tersebut sesuai Cengan hikrnah.

Seperti yang diisyaratkan oleh firman-Ny";

I 1"5; u"\r ;s,i,i jlhr 'Li ii {1 ;3ii*: ur;


"Tetapi kamu tidak mampu 1*rrr*pul, jalan itu), kecuali
apabila Allah kehendaki Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Lflahabijaksaria." iQS. Al-Insan : 30)325

= ragam perbuatan sebagai jenis. Klasifikasi Syaikh lbnu Utsaimin lebih


baik. Hanya s;la keduanya sama-sama menyebut perbuatan-perbuatan
tersebut bersrrat ba:-l .

326 Perkataan cenuhs ini membantah kalangan yang meniadakan hikmah


Allah, seper-'"r kelompok Asya'irai-r dan para filsuf. Perkataan penulis;
"setiap sif ai yang cerkaitan dengan kehendak-Nya," membantah
Mu'taziiah yairg menetapkan hikmah, hanya saia mereka mengatakan
bahwa hikman bukaniah sifat AIlah, tapi makhluk. Maksud dari hikmah
ini menurut nrereka adalah kebaikan Allah kepada makhluk.
Syaikhul islan-: lbnu Taimiyah memiliki sebuah pembahasan lengkap
terkait masaiah ini daiam )ami'ur Roso'ii wol Mosa'il, judulnya; Ma Qilc fil
Qadha'i wai
tladari wal hikmati wat Ta'lil (lllz8l). Dr. Muhammad al-
Madkhali memiliki tesrs tentang hikmah dan alasan perbuatan-perbuatan
Allah. Lihat halaman 4t dan 6z dari buku tersebut. Dr. Muhammad
Musthafa Syaibi memiliki tulisan berjudul Ta'lilul Ahkam. la membahas
tentang masaiah ini pada halaman: 97.

2.K a i d ah - k ai d ah Terkait S i fat - sifat All ah Ta' al a .@,


Kaidah Keenam

'ff61&5'
.v.
Dalam menetapkan sifat- sifat Allah, kita waj ib menghindari
dua larangan besar;327

Pertama; tamtsil (penyerupaan). 328

Kedua; t aky if (p enggamb aran) .

Tamtsil adalah keyakinan orang yang menetapkan, bahwa sifat-


sifat Allah ge menyerupai sifat-sifat makhtruk.32e Keyakinan ini batil
berdasarkan dalil naqli dan akal.

327 Dari sini muncul sebuah pertanyaan; kenapa penulis tidak menyertakan;
wajib pula menghindari ta'thil da n tohrif (penyelewengan)?.
Jawabl diatas penulis telah mernberikan acLran, bahwa siapa yang
menetapkan sifat, maka ia wajib menghindari dua larangan. Adapun
orang yang men-to'thil dan men-tohrif, maka ia telah menaf ikan sifat dan
tidak menetapkannya.

328 Selanjutnya penulis akan menyebutkan alasan, kenapa ia menyebut


tamtsil (bukan tosybih).

329 Silahkan lihat kekeliruan pernyataan ini dalam ltmomul Minnah bi Syorh
l'tiqadi Ahlis Sunnoh, Dr. lbrahim al-Buraikan, hal: 42.
Catatan penting;
Pertamal perkataan penulis bahwa orang yang menetapkan sifat-sifat
harus menghindari tamtsil; pernyataan ini tidak berlaku secara mutlak,
tapi dibatasi dengan keterangan yang akan disebutkarr dalam kaidah
ketujuh selanjutnya. Dalam kaidah pertama dari qawa'id al-odiloh
diielaskan bahwa acuan dalam rnenetapkan sifat-sifat Allah adalah Al-
Qur'an dan Sunnah, karena iika kita menerapkan perkataan penulis ini
secara mutlak tanpa batas, tentu orang i/arrg menetapkan sifat-sifat
Allah akan berkilah kepada kita cjalam menetapkan semua sifat secara
mutlak, kendati sifat tersebut tidak disebutkan di dalam nash, dan
termasuk sifat-sifat vang tidak sempurna. Sekalipun dalam menetapkan
sifat-sifat tersebut ia tetap menaf ikan penyerupaan Allah dengan
makhluk-Nya, dan menaf ikan takyif (penggambaran sifat-sif at tersebut).

.@t Syarah Al-@waaid Al- Mutsla


@ Patit naqtri;

Di antaranya firman Aliah;

't
tu --a)l
^-L*Jl
.l-

'Tidak ad.a sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia yang
MahaMendengar, MahaMelihat." (QS. Asy-Syura : 11;aao

,q irli r,ri :ri .l 3r=;" o*iy


"Maka apakah (Allah) yang menciptakan sama dengan yang "s
tidak dapat menciptakan (sesuatu)? Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?" (QS. An-Nahl: 1?)331

Firman-Nya;

* t*l L
a.l*, ,l.a "'Y',
"Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?"

= Anggapan sepertr ini batil, karena hal ini akan menjerumuskan kita
untuk menyifati Allah sebagai Zat yang memiliki anggota badan, bisa
menangis. bersedih, iapar, minum, dan sifat-sifat kekurangan lainnya,
meski ia beranggapan akan bolehnya hal ini selama tidak menyerupakan
sifat-sifat tadi dengan makhluk. lnilah vang dijelaskan Syaikhul tslam tbnu
Taimiyah daiam ot-iodmurtyah beserta syarah dari Falih AIi Mahdi,
halaman: z9o.
Kedua; menafikan keserupaan bukan berarti menafikan asas kesamaan.
Contoh; manusia adalah materi, dan batu adalah materi, hanya saja
keduanya berbeda. Manusia ada, Allah pun ada, namun eksistensi
(keberadaan) dari keduanya tidaklah sama.

33o Maksudnya tidak ada sesuatu pun dari makhluk-makhluk AIlah yang
menyerupai dan menyamai-Nya, baik di dalam Zat, nama-nama, sifat_
sifat, maupr:n perbuatan-perbuatan-Nya. Demikian disebutkan as-sadi
da lam Taf sirn y a (lV | 4tz).

i31 Ayat ini mengandung uslub istifham inkari (pertanyaan yang tidak butuh
jawaban); bagi mere<a yang menyerupakan AIIah dengan makhluk_Nya.
Pada bagian keterangan tambahan, akan dijelaskan secara rinci
penjelasan ayat ini beserta urgensinya.

*____-_-___{ I . Kai d ah - kai d ah Terkait S ifat - s ifat All ah Ta' al a .o,


(QS. Maryam: dS)332

Dan firman-Ny";

., ;i r_*5 .j .fi fir


"D an tid ak ad a s e s uatu y an g s etara den ganD ia,.,, (eS.
AI_IkhIash
:4)

S Dalil akal;
Pertamal seperti yang telah diketahui secara pasti, bahwa
Khaliq dan makhluk berbeda secara zatnya. perbedaan ini
rnengharuskan adanya perbedaan sifat-sifat di antara keduanya.
Karena sifat setiap individu, tentu sesuai dengan hakikat
individu
lers*but, sebagaimana hal ini narnpak jeias oa,ii sifat-sifat makhluk
yang berbeda-beda secara zatrrya. Contoh; kekuatan
unta berbeda
dengan kekuatan semut.

Jika perbedaa, di antara makhluk-makhiuk ini nampak jeras,


rneski rnereka men:iliki potensi yang sama dalam ada dan
tidak
a<ia*ya, maka perbedaan di antara *ikhlrt can Khaliq
tentu lebih
jelas cian lebih kuat.333

Kedua; bagaimana mungkin sifat_sifat Rabb yang Maha


Pencipta dan Maha Sempurna dari segala sisi, meriyerupai
nrakhiuk yang diatur, penuh kek.rangan, dan memerluka
n Zat
,vang menyempurnakannya?r. Keyakinan semacam ini tidak lain
merupakan penghinaan terhadap Khaliq, karena menyerupakan
yang sempurna dengan yang penuh kekurangan, rnembuat
yang

J32 Yaitu, apakalr engkau mengetahui acianya makirruk vang menyerupai


dan rnenyanrai Ailah. Usrub pertarryaan caiar, ini bermakna
meniadakan sesuatu berdasarkan darii akal. Denikian"y"t
seperti rJisebutkan
as-Sa'di daiarn t.rfsirnya (ll t/zr3).

3;3 ,Alasanny;:; karena keberadaan Khaliq ber.sifat wa!ib, sedangkan


keberldaan mar'rhruk bersifat mungkin. Maka, perbeciaan
di antara
keciuanya tertu rebih jeras, daripJda perlredaan di
antara sesama
nrakhluk ;,ang hersifat mungkin.

g,arah,it - @",aai i.tt - .t ntt--=-l (F-__


sempurna rnenjadi penuh kekurangan.3:

Ketiga; kita menyaksikan adanya kesamaan penyebutan di


antara makhluk, namun secara hakikat ia berbeda. Contoh; kita
menyaksikan bahwa manusia memiliki tangan, namun ia berbeda
dengan tangan gajah; manusiamemilikikekuatan, namun iaberbeda
dengan kekuatan unta; meski keduanya memiliki penyebutan yang
sama. Yang ini disebut tangan, dan yang itu juga disebut tangan;
yang ini disebut kekuatan, dan yang itu juga disebut kekuatan,
namun hakikat dan sifat keduanya berbeda. Dengan demikian
diketahui bahwa kesamaan nama tidak mengharuskan kesamaan
hakikat.

Tasybih sarrla seperti tarntsil, narnun keduanya rnemiliki


perbedaan dari sisi; tarqtsil berkaitan dengan penyerupaan seluruh
sifat, sedangkar, tasybrh berkaitan dengan penyerupaan sebagian
besar sifat.33s Hanya saja penyebutan kata tamtsil (sebagai istilah)

334 Bahkan, mernbandingkan antara sesuatu yang sempurna dengan


sesuatu yang tidak sempurna, akan meruntuhkan kernuliaannya dan
membuatnya tidak sempurna. Bukankah nilai sebuah pedang akan iatuh
ketika dikatak:an bahrva, "Pedang lebih taiam dai'i pada tongkat." Hal ini
berlaku jika ronteks perbandingan bukan daiam rangka mengilzarn
(baca: mengultimatum) pernyataan. Adapun dalam konteks
mengultimati.im per:ryataan, maka nrembandingkan khaliq dengan
makhluk tidak melazirnkan kekurangan, seperti Cisebutkan daiam firman
Allah, "Apok ah A|lah 3,ang lebih baik, ataukah apa ydng mereka persekutukan
(denganDia)7" (Q5. An-Nam! : 59)

335 Tamsil adalah mene:-apkan duplikat untuk sesuatu. Maksudnya kita


mengatakan, "lni seperti itu." Sedangkan tasybih ialah menetapkan
adanya persamaan.
Adakah perbedaan di antara tamtsil dan tasybih?
Ada yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan di antara keduanya.
Karena itulah para ulama menyatakan bahwa keduanya sama saia. Ada
juga yang mengatakan bahwa keduanya berbeda;
Tamtsrl mengharuskan kesamaan dari segala sisi. Sedangkan tasybih
mengharuskan kesanraan pada sebagian besar sifat.
Tasybih yang banyak orang tersesat di dalamnya, ada dua macaml
Pertamal menyerupakan makhiuk dengan Khaliq, dengan menetapkan
sesuatu untur makhiuk yang seharusnya menladi kekhususan Khaliq,
daiam bentui.:;
a) Perbuatel-perbu:tan, seperti yang dilakukan orang yang
menyekuiukan r.rbubiyah Allah yang menyatakan bahwa ada
penciota bersama AIlah, seperti kalangan ekstrim Bathiniyah yang
mengatai.ran bahwa para wali mereka mengatur alam raya. Contoh

l . i,a i d ah - t a i d ah Terkait S i {at - si fat All ah Ta' al a .@,


lebih utama karena sesuai dengan lafal Al-Qur'an;

'
I
,h r't--.dl-1, l-*Jia
' L-:-
ll
i;;€".* p ,u

"Tidak ada sesuatu pun yang serur)a dengun Dia, Dan Dia Yang
i',Laha Mendengar,I"Laha Melihat." (QS. Asy-Syura : 3t;::o

= iain; kaum paganis dari kelompok Majusi y--ang mengatakan bahwa


alam ini nrerniliki dua pencipta; cahaya yang mencintakan kebaikan,
Car': kegel : pa n yang rnencipta ka n ke[ru ru k;ln.
ir) Hak-hak, sererti perbuatan yang clilakukan orang-orang musyrik
terhadap berhala-be'hala ri'lereka, dirnana mereka menyebut
berhala-berirala tersebut sebagai iuhan yang berhak disembah,
sehingga mereka menyennbahnya bersarna Allah.
c) Sifat-srfat, seperti perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang
berlebih-lebihan dalam memuji Nabi.gi, aiau yang lainnya, seperti
pujian a l-l\'1 uta nabbi;
Jadilah apa yang engkau inginkan, wahai sosok )-angtidat< odc bandingnya.
Atau seperti perKataan al-Br-rshairi;
Wahai makhluk poling muiio!.
Aku tidak punya siapa-siapa untuk berlindung selain honya kepadamu
ketiko b e r ccn o -b en con a b e sar m enimp a
;

Di antara wulud kemurahonmu adalah dunia dan akhirat


Don di ontara ilmumu adalah ilmu tentong Lauh Mahf uzh dan
pena takdir
Kedua; menyerupakan Khaliq dengan makhluk. Artinya, menetapkan
kekhususan-kekhususan yang disandang oleh Allah di dalam Zat dan
sifat-sifat-Nya seperti yang disandang oleh makhluk. Misalkan seseorang
rnengatakan, 'nKedua tangan Allah seperti kedrra tangan manusia, Allah
beristiwa seperti beristiwanya makhluk," dan seterusnya.
Ada yang mengatakan bahwa orang pertama yang dikenai menyimpang
dalam hal iniadalah Hisyam bin Hakam ar-Rafidhi. Adapun menyerupakan
Zat Allah dengan zat makhluk" tidak ada seorang pun )-.rng mengatakan
seperti itu.

l;6 Syaikh lbnu Utsaimin ditanya; manakah istilah vang lebih utama; tamsil
ataukah tasybihl
Beliau menjawab;istilah tamsillebih baik dari tasybih karena tiga alasan;
Pertamal Al-Qlrr'an menyebut peniadaan tamlsii dan tldak menyebut
peniadaan tcsybih. Lafai Al-Qur'an tentu iebih baik daripada lafal
ungkapan manusia. Allah e trerfirman;

{'*,;:t
U-*\ ;};i i3 J-f f'
"Tidok ada sesuatu pun yang serupa dengan )ia. Don Dia Yong Moha
Mendengar,l',Acha Melihat." (q5. Asy-Syura : r)
Adapun taftyif 3t a,1a1ah keyakinan seseorang dalam menetapkan
hakikat sifat-sifat Allah; bahwa sifat-sifat-Nya ialah seperti ini dan
itu, tanpa men gaitkannya denga n mumatsil (padanan) 338 tertentu.

= Kedua; tiCak boleh meniadakan tosybih secara mutlak, karena setiap


dua hai pasti rnemiriki sebagian kesarnaan meski hakikatnya berbeda.
{ontoh; Allah rnerniliki wujud dan manusia luga memiliki wujud, Allah
memiliki hayoh (kehidupan) dan manusia iuga mernilikihayah (kehidupan).
Adanya persamaan dari asal makna hoyoh (kehidr.ipan), merupakan salah
satu bagian dari ras;bih. Akan tetapi, hakikat daripada sifat Khaliq tentu
berbeda rlengan si{at rTrakhluk; mal;.a hcyah (kehidupan) bagi Khaliq
tentu berbecJa dengan hayoh (kehidupan) bagi nrakhluk.
Kehidupan rnakhluk tidak sempurna, didahului oleh ketiadaan, dan akan
berulung pada kefanaan. Selain itr;, kehidupan makhluk iuga tidak
sempurna pada eser.:sirrya; sesekali sehat dan sesekali pula sakit, sesekali
sedih dan sesekali pula senang. Di samping itu, kehidupan makhluk iuga
tidak sempurna daiam semua sifatn-va; penglihatan makhluk memiliki
kekurang;n, demikran pula dengan pendengaran, ilmu, dan kekuatan
makhluk ;,,ang past, memiliki kekurangan. Berbeda dengan kehidupan
Khaliq yang bersifat sempurna dari segala sisi.
Ketiga; sebagian ahii ta'thil menyebut orang-orang yang menetapkan
sifat sebagai ahli tas',,bih. Karenanya iika Anda mengatakan, "Menetapkan
tanpa tos;,-bih," maka mereka akan memahami bahwa yang dimaksud
tanpa ta.s,vbih adalah tanpa sifat. Karena itulah kami mengatakan bahwa
lafal tomtsil lebih baik daripada lafal tasybih.

y7 Takyif berasal dari <ata kayf. Kayf adalah kondisi, hakikat dan bentuk
sesuatu. Dengan demikian, takyif adalah meniru hakikat, bentuk, atau
kondisi sifat-sifat, seperti panjang, lebar, bentuk, dan lainnya. Lihat;
Syarh Manzhumat Abi! Khaththab, al-Buraikan, hal:. Vz, dan Kulliyyat Abil
Baqa' al-Kaf awi, hal: t5z.
Catatan; i,,'ang dinafikan dalam sifat-sifat adalah tokyif, bukan kaifiyah,
karena seti,:p sifat pasti memiliki kaifiyoh atau hakikat, seperti yang
dinyatakan ai-Asy'ari dalam Risolot ats-Tsaghr, hal:. 72. Fianya saja yang
diwajibkan Calam hal ini adalah menyerahkan hal tersebut pada nash.
Ibn u Q u da nra h berk ata da lam or-Rou dhoh (l ll z); koifiy ah a da la h jawaba n
yang tepat untuk pertanyaan "bagaimana."
Alawi as-Saqqaf berpendapat dalam mukadimah kitab lbnul Jauzi yang
berjudul Da'fu Syubahtt Tasybih bi Akaffit Tanzih, hal: 7t; bahwa kaifiyat
dinafikan dari Rabb.r-,'. la berdalil dengan perkataan lmam Malik yang
akan disebutkan seianjutnya. Pernyataan ini tertolak, karena perkataan
para imam berkaitan dengan penafian tokyif, bukan koifiyah.

338 lnilah perbedaan antara tamtsil dan tokyif, karena takyif adalah
menceritakan hakikat sesuatu baik;
Pertamal bersifat mutlak, seperti; "Saya membeli mobil dengan
spesifikasi seperti ini dan itu," tanpa menyebutkan padanan yang serupa
dengan mobil tadi. Sedangkan tomtsil membatasi sifat dengan suatu

*--,"...._-----{ ) . Kaidah -kaiclah Terkait Sifax AllahTit'ala .@,


Keyakinan seperti ini batil berdasarkan dalil naqli dan akal;

Dalil naqli; di antaranya firman Allah;

* L;-r" ^.j;;.i; *,
"Sed an g ilmu m er eka ti d ak d ap at m elip uti il m u - N y d ." ( QS. Thaha
: 110)33s

43 LJt5 JJjJ.iU',t5 ;rya4 .


.4.4l--
\ I -
Yqq,

*r#
'\i l. -

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidai komu ketehui.


Karena pendengaran, penglihatan dan hati ru;rani, s?T-Lto. itu akan
dimintai p ertanggun gj aw ab annya." (Q,S. A!- Isra' : 3 6 3 ; " .r

Dan sudah dimaklumi bersama bahwa krta tidak mengetahui


hakikat sifat-sifat Allah, karena Ia hanya memberitahukan sifat-
sifat-Nya kepada kita tanpa memberitahukan hakikat::ya. Sehingga,
takyif (penggambaran) kita akan sifat-sifat Allah meruoakan salah
satu bentuk mengikuti sesuatu yang kita tidak memiliki ilmu
tentang hal itu, dan mengikuti perkataan yang tidak kita ketahui.

Dalil akal; hakikat sesuatu tidak bisa kita ketahui, kecuali


setelah kita mengetahui hakikatnya secara zatnya, atau mengetahui
padanannya, atau berdasarkan kabar dari orang-orang yang
terpercaya.

- padanan. Dengan demikian, tokyif lebih umum, karena setiap orang


yang melakukan tamsil adalah orang yang melakukan takyif , namun tidak
sebaliknya. Lihat; Taikhish al-Hamawiyah, penulis, hal: 55"
Kedua; membatasi dengan sesuatu yang seruDa. Misalkan seseorang
berkata, "Saya telah membeli mobil seperti mobil ini."

339 Yaitu, mereka tidak mengetahui apapun tentanq Zat dan sfiat-sifat-Nya,
selain apa yang Allah beritahukan kepacia mereka, seperii disebutkan
dalam ayat surah AI-Baqarah. Lihat; 'UmdatuiTa;slroanii .lafizh lbni Katsir,
diringkas oleh Ahmad Syakir (lllr6z).

34o Penjelasan makna ayat ini sudah disebutkan sebelumnva dalam kaidah
kelima dari kaidah-kaidah asma' (nanra-nama AIiah).

.@, Syarah Al-@waaid Al- llut;la c--*-_*


Dan, semua (.ara rniiar nihil dalarn kaitannya dengan hakikat
sifat- s itat Allah :u,-', s ehing ga m e.n-takyii (menggarnbarkan) tentang
bagaimana hakrkat dai:i sifat-sifat AIIah tidak bisa dibenarkan.

Selain itu, kita juga bisa mengajukan pertanyaan ini; kaifiyat


seperti apa )rang bisa Anda hayangkan, dan perkirakan untuk sifat-
sifat Allah;+- ?.

Apapun kaifiyat yang Anda bayangkan di dalam pikiran, maka


Ailah lebih agung dan lebih luhur dari semua itu!.

Dan apapun kaifi,vat yang Anda bayangkan tentang Allah rie,


sudah pasti Anda diniiai berdusta karenanya, sebab Anda tidak
memiliki ilmu tentangnya!. Oleh karenanya, wajib hukumnya
menahan diri dari men-takyif (menggambarkan) kaifiyat sifat-sifat
Allah dengan hati, pernyataan, ataupun tulisan.

Karena itu ketika Imarn Malik342 :rB ditanya tentang firman

341 Cara untuk mengetahui hakikat sesuatu ada tiga;


Pertamal dengan mengetahui zatnya.
Kedua; mengetahui padanannya.
Ketiga; kabar dari orang terpercaya.
Pernyataan ini dipaparkan bukan dalam rangka membenarkan takyif
terhadap sifat-sifat Allah, namun dipaparkan dalam rangka berhufah
dengan dalil lar,van. Cara seperti ini iuga digunakan Al-Quian, dan juga
Iazim dilakukan para ulama dan penyair. Di antaranya firman Allah;

4 ;+rjr ,:';i vG n, ,r-.;r js Jl #f


"Kotakanlah (Muhammod), lika benar Tuhan Yang Maho Pengasih
mempunyoi anak, moko akuloh arang yang mula-mula memuliakan (anak
itu)'." (QS. Az-Zukhruf : 8t)

342 Atsar ini ciisebutkan al-Lalaka'i dalam Syarh Ushul I'tiqadi Ahlissunnah
(ll/398), al-Baihaqi dalam ol-Asmo' wash Shifat (lllt5o-t5t) dari dua jalur
dengan sedikit perbedaan lafal. Juga disebutkan dalam ol-l'tiqad,hal:56,
ad-Darimi dalam ar'Rodd'alol )ahmiyoh, hal: 33, Abu lsmail ash-Shabuni
dalam 'Aqidotus Solaf , hal: q-t9 dari tiga jalur, lbnu Abdilbarr dalam ot-
Tahmid (Vl!/t5t), Abr-r Nu'aim dalam al-Hilyah (Yll35z-326), adz-Dzahabi
dalam Siyar A'lam an-Nubola' (Vlll/89-9o, 95), juga disebutkan dalam al-
'Uluw, hal: rc3-1o4, ai-Mukhtashar, hal: 't4t, atsar ini dinilai shahih dan
dinyatakan bersumber dari lmam Malik. Atsar ini juga disebutkan lbnu
Qudamah dalam Lum'otul l'tiqad, hal: 4, al-'Uluw, hal: Vz-173, as-Suyuthi
dalam od-Durr alMantsur (llll47), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnoh
(l/t7t). Sanad atsar inr dinyatakan bagus oleh lmam lbnu Hajar al-Asqalani
dalam Fothul BAry (Xtlll4o7) beliau berkata, "Atsar ini ditakhrij al-Baihaqi

"*--*------{ 2 . Ka id ah - kai dah Terkai t S i fat - si{at All ah Ta' al a .@,


Allah;

*.,;i*l
-i-11 -1, j;rl!
"(Yaitu) YangMaha Pengasih, yangberistiwa di atas'Arsy." (QS.
Thaha:5)
"Bagaimanakah istiwa itu?." Imam Malik menundukkan kepala
hingga dipenuhi keringat, setelahnya beliau berkata, "Makna
istiwa sudah lazim diketahui, hakikatnya tidak dimengerti akal,
mengimaninya wajib, dan menanyakannya bid'ah.'343

Juga diriwayatkan dari syaikh Malik; Rabi'ah; "Beristiwa sudah


lazim diketahui, kaifiyatnya tidak dimengerti akal." Para ahli ilmu
setelah mereka berdua, juga menyatakan pendapat ini.3aa

Jika kaifiyat dari sifat-sifat ini tidak dapat dijangkau akal,


dan syariat juga tidak menyebutnya; maka tidak ada lagi dalil
akal dan naqli. Oleh karenanya, wajib menahan diri untuk tidak
membahasnya.

Maka waspadaiah dari takyif (menggambarkan seperti apa


sifat-sifat Allah), dan waspada dari segala macarn upaya yang
mengantarkannya.

Karena jikaAnda melakukannya, berarti Anda telah terjerembap


ke dalam lubang, yang tidak bisa Anda keluar darinya. Jika setan

= dengan sanad yang bagus dari Abdullah bin Wahab." Lihat; al-Fotawa
alHamawiyah, tahqiq; at-Tuwaijiri, hal: 3o8.

343 Syaikhul lslam lbnu Taimiyah menyebutkan bahwa semua sanad atsar ini
adalah dari imam-imam terpercaya. Atsar ini disebutkan al-Lalaka'idalam
Syarh Ushul l'tiqadi Ahlissunnah (lUlg8), al-Baihaqi dalam al-Asma' wash
Shifat (lllt5o-t5t), al-Ajali dalam Tarikh ats-Tsiqat, hal: r58, nomor 43t, al-
Baihaqi dalam al-'Uluw, hal: 98, dengan sanadnya hingga Sufyan ats-
Tsauri, lbnu Qudamah dalam alJUluw, hal: t64.
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah menilai atsar ini shahih. Beliau berkata
dalam al-Fatawa (V/365); "Jawaban ini diriwayatkan dari Rabi'ah, syaikh
I mam Mal ik." Lihat; D ar' u Ta'or udhil' Aql w an N o ql (V I zO q). Al-Al bani juga
t

menilai shahih atsar ini. Liha! Mukht ashar altUluw, hal: r3z, al-Fatawa ol-
Hamawiyah, tahqiq; at-Tuwaijiri, hal: 3o7.

344 Aturan ini diterapkan dalam seluruh sifat-sifat dzatiyoh danfi'liyah.

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla


membisikkan hal ini ke dalam hati Anda, maka ketahuilah bahwa
hal ini termasuk tipu muslihat setan. Berlindunglah kepada Rabb
Anda, karena Ia adalah tempat berlindung Anda, dan lakukanlah
seperti yang Ia perintahkan kepada Anda, karena Ia adalah tabib3as
Anda. Allahte berfirman;

"Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka


mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha
Mendengar, Maha Mengetahui." (QS. Fushshilat : 36)3a6

345 Allah disebut sebagai tabib, seperti disebutkan dalam hadits Abu
Ramitsah yang diriwayatkan Abu Dawud dan lbnu Hibban; bahwa Nabiffi
mengatakan, "Allah itu Maha Mengobati." Hadits ini dishahihkan Al-
Albani dalam os-silsilah ash-Shahihoh, hadits nomor 1537. Bahkan al-
Baihaqi, lbnul Arabr, dan al-Qurthubi menyebutkan bahwa ath-Thabib
adalah salah satu di antara nama-nama Allah.

346 Syahid dari ayat ini ialah bahwa manusia sangat butuh untuk memohon
kepada Allah, agar la melindungi dan menjaganya. Demikian seperti
disebutkan as-Sa'di dalam tafsirnya (lV/399).

2 . Kai d ah - kai d ah Terkait S i fat- slfat All ah Ta' al a .@,


, rA'.
FdDi6a
;6EPftEO^
-l
t---;iu,rrrr, t *ornr, *r,rrn *u"nr*
t -"v[:o.Y6'r.]y,. -)
-* ggvr:/S
tV-'
Sepertiyangtelah kami sebutkan dibagian catatan kaki sebelumnya,
bahwa kami akan menjelaskan ayat yang dijadikan dalil oleh
penulis, yaitu firman-Nya;

i .jf x xi i;- j -;;r- *il


"Maka apakah (Allah) yang menciptakan sama dengan yang
tidak dapat menciptakan (sesuatu)? Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?." (QS. An-Nahl :17).

Ayat ini mengandunguslub dalam ilmu balaghah, yang disebut


dengan tasybih maqlub, yakni suatu keharusan yang dipahami
melalui kebalikan dari zhahir nash. Karena khitab (seruan) ayat
ini ditujukan kepada para penyembah berhala, dimana mereka
menyebut berhala-berhalanya sebagai ilah (sesembahan) yang
menandingi Allah; mereka ini menjadikan sesuatu yang bukan
Khaliq sebagai Khaliq.

Karena hai inilah, ayat datang dengan menggunakan uslub


berlawanan, seakan-akan Allah ingin menyebutkan kefanatikan
mereka dalam beribadah, menaruh rasa cinta kepada berhala,
disamping kelemahan akal mereka. Hingga pada taraf berhala-
berhala ini dianggap sebagai khaliq hakiki, sedang Ailah dianggap
sebagai cabang darinya. Oieh karenanya, pengingkaran dalam ayat
diatas datang sesuai dengan kondisi ini.

Tasybih maqlub memiliki banyak rahasia, di antaranya rahasia


yang kita bahas ini. Rahasia lainnya ialah, bahwa seseorang akan
lengah bahwa musyabbah bihi telah disebut terlebih riahulu karena
saking menonjolnya sifat musyabbah; sehingga aki"batnya seorang
bisa salah persepsi dalam men-tasybih. Seperti yang dilakukan al-
Bukhturi ketika menyebut kolam yang dibangun ai-Mutawakkil

.@, Svarah Al-Oowaaid Al- fulut;la tl--*.


'alallah dalam bait syairnya;

Ketika airnva mengalir dengan deras, ia ibarat


Tangan khalifah ketika lembahnta mengalirkan air

Padahal sejatinya, kita sedang menyerupakan tangan khaiifah


yang murah hati dengan kolam yang deras airnya.

Para penyair seringkali menggunakan gaya bahasa terbalik


seperti ini, sehingga di antara mereka ada menggunakan gaya ini
dengan benar, seperti halnyaAbu Ubadah al-Bukhturi, dan ada juga
yang keliru.

Firman Aliah;

4, i'ii r"1;ju.;.i ;; it; r*iV


"Maka apakah (Allah) yang menciptakan sama dengan yang
tidak dapat menciptakan (sesuatu)? Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?" (QS. An-Nahl: 17).

Fi:rman ini adalah bentuk generalisasi, karena yang dimaksud


sesuatu yang trdak dapat menciptakan adalah berhala-berhala, yang
disebut dengan tafal (,t^) yang lazim digunakan untuk makhluk
berakal dan berilmu. Ini karena ketika mereka menyembah patung
dan berhala, dan menyebutnya tuhan-tuhan, mereka menganggap
patung-patung itu layaknya manusia yang mempunyai ilmu, karena
itulah berhala-berhaia disebut dengan lafal (ct ) sesuai dengan
keyakinan dan tabiat mereka. Selain itu juga, disebut sebagai
perbandingan antara Khaliq hakiki dan berhala-berhala tadi, yang
diungkap melalui firman-Nya;

qiriir"i"ir;;.i f *. uri{
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan sama dengan yang
tidak dapat menciptakan (sesuatu)? Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?." (QS. An-Nahl : 17)

Al:Izz bin Abdussalam mengatakan bahwa ayat ini rumit,


karena menurut ka idah tasybihseharusnya dikatakan; maka apakah

*---------H ) . Kai dah -kaidah Tbrkait Stfat- sifat Allah Ta' al a .o,
yang tidak dapat menciptakan itu sama seperti yang menciptakan?.
Tidak juga dikatakan bahwa mereka lebih mengagung-agungkan
berhala-berhala daripada Allah, karena mereka tidak mengatakan
seperti itu. Yang mereka katakan adalah, "Kami menyembah
berhala-berhala itu agar mereka lebih mendekatkan kami kepada
Al1ah."

Berbeda dengan firman-Nya;

{ .r:oJG ;"r*llr .i^+'iY


"Apakah patut Rami memperlakukan orang orang lslam itu seperti
or ang- orang y an g b erdo s a (orang kafir) ?" (QS. Al-Qalam : 3 5)

,trii,;;it
.l'|.J..i,
'u-U! Lr>er
e l)- u . alQ{,
\ r'

);;;:,G,:ilr
"Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman
dan mengerjakan kebaiikan sama dengan orang-orang yang berbuat
kerusakan di bumi? Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang
yang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat?" (QS. Shad :
28).

Karena ketika mereka berkata, "Kami akan memimpin di


akhirat, seperti halnya kami memimpin rli dunia," jawabannya
disampaikan sesuai keyakinan mereka, bahwa mereka lebih tinggi,
sedangkan orang-orang mukmin berada di bawah mereka.

Syaikhul I slam Z akar iy a m emb e rikan j arvab an n ya dalam F athur


Rahman; bahwa khitab ayat ini dituiukan kepada para penyembah
berhala dan patung. Mereka berlebihan cialam menyembahnya,
hingga berhala-berhala dan patung-patung bagi mereka menjadi
asas dalam ibadah, sedangkan Khaliq menjadi cabangnya. Karena
itulah bantahan dan pengingkaran disampaikan sesuai dengan
anggapan mereka, agar mereka memahami trahwa bantahan
tersebut ditujukan kepada keyakinan mereka. Demikian dinukil
dari I'rabul Q-ur'anil Karim wa Bayanihi, lvluhyiddin ad-Darwisy
(v/28a).

.@, Syarah Al-@v'aaid Al- Mutsla


Sifat-sifat Ailah adaiah tauqifiyafr (berhenti kepada nash),
karena itu kita tidak boleh menetapkan sifat-sifat bagi Aiiah, selain
sifat-sifat yane ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah. imam
Ahmad ;:*; her:kata,3a' "Allah tidak disifati selain dengan apa yang
Ia sifatkan uni.uk dirl-Nya, atau yang disifatkan Rasul-Nya, tanpa
melampaui petunjuk Al-Qur'an dan hadits." Lihat; kaidah kelima
dalarn kaidah-kaici ah asma' .

S Cara menetapkan sifat;

Dilalah (petunjuk) Al-Qur'an dan Sunnah dalam menetapkan


sifat ada tiga niacam;

347 Dinukil Syaikhul lslam lbnu Taimiyah dalam al-Fatawa alHamowiyah,hal:


271.

"***-*-------{ : . Kai dah -k ai d ah Tbrkai r S i{ou i fat .1ll ah To' al a .@,


Pettama; petunjuk yang secara jelas menyebutkan sifat34,
seperti; kemuiiaan,ee kekuatan,3so rahrnat,3Sl hukuman,3s2 wajah,3s3

348 Sifat adalah makna yang melekat pada Allah. Masalah inisudah dijelaskan
dalam keterangan tambahan kaidah kedua sebelumnya.

349 Seperti firman Allah;

t r+Jr t^tt ; t;; ;,'ir ir j; rl;; {;y


"Dan ianganlah engkau (Muhammad) sedih oleh perkataan mereka.
Sungguh, kekuasoan itu seluruhnya milik Allah, Did Maha Mendengar, Maho
Mengetahui." (QS. Yunus : 55)

35o Seperti firman Allah ;


r.r;Jr ;.r;nt .e; Jt:)t -*nr31!
"Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi
Sangat Kokoh." (qS. Adz-Dzariyat : 58)

351 Seperti firman Allah;


ir; irr a;; i;ra*i iut
-p €6s*sr-"-."1; ;ir, r;i ;jr i19
i' ?''
" Sesungguhnyd ordng- orong yang beriman, d an o berhijrah
rang- orcng y ang
'*
dan berjihod di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat
Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q5. Al-Baqarah : zr8)

352 Seperti firman Allah;

\ irJ -{.) #'JlP


"Sungguh, azab Tuhanmu sangat keras." (QS. Al-Burui : rz)

353 Seperti firman Allah;


t;,r
;S*T f , t_F t":it-- ;i 1t+t it;!i s^r-ui el; ,)Y
4.rrill;'i ii &t.; F ,t4si-yt+;;ur{r i;,;
"Bukanlah kewoiibonmu (Muhammad) meniadikan mereka mendapat
petuniuk, tetapi Allahlah yangmemberi petuniuk kepada siopa yangDia
kehendaki- A,pa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya)
untuk dirimu sendiri. Dan ianganlah kamu oerinfak melainkan karena
mencari ridha Allah. Dan apa pun harto yangkamu inf akkan, niscaya kamu
okon diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan di zali mi (dirugikan) ;'
(QS. Al-BaqarahzzTzj

s Al-@waaidAl- Mutsla F-__


dua tangan,3sa dan lainnya.

Kedua; petunjuk yang terkandung di dalam nama, seperti;


nama Al-Ghafur mengandung sifat ampunan, nama As-Sami'
mengandung sifat pendengaran, dan semacamnya. Lihat; kaidah
ketiga dari kaidah asma'.

Ketiga; menyebutkan perbuatan atau sifat3ss secara jelas,


seperti; beristiwa di atas Arsy, turun ke langit dunia, datang untuk
memutuskan perkara di antara manusia pada hari kiamat,3s6 dan
membalas orang-orang yang berbuat dosa,3s7 seperti ditunjukkan
oleh nash-nash berikut;3s8

354 Seperti firman Allah;


,.; , .;"-
i+ iU ! * r, !:.,&! ., J.Jlti Jt ;
'. -r..,,-..i,r.:.r. ,,
*i ;J'*tt '* -5;i;'iji
"(Allah) berfirman, 'Wahai lblts, opakoh yang rnengholangi kamu suiud
kepoda yang telah Aku crptakon dengan kedua tangan'Ku. Apakah kamu
menyombongkon diri otau kamu (merasa) termasuk golongon yang (lebih)
tinggi? ;' (QS. Shad: 75).
Dan iuga lafal yang menyebutkan sifat secara jelas, baik di dalam Al-
Qur'an ataupun Sunnah.

355 Dikatakan bahwa shifah dan woshf menriliki kesamaan makna. Sementara
menurut pendapat Iain, kedua lafal tersebut berbeda maknanya. Secara
zhahir, washf yang dimaksudkan penulis adalah isim fa'il, seperti
disebutkan dalam contoh yang disebut penulis. Lihat; Kitob al'Washf al'
MusytaqfilQur'an, Dr. Abdullah ad-Dayil, hal: 43.

356 ini semua adalah perbuatan Allah, dan beristiwa dan turun adalah sifat-
sif at fi'liyah.

357 Kita telah rnengetahui perbedaan antara shifah danwasfh, dan petuniuk
woshf disebutkan dengan leias. Demikian pula shifatiuga berlaku dengan
menyebut sifat dengan jelas, seperti sifat membalas. Sifat ini adalah sifat
fi'liyah.

358 Dalam ilmu balaghah dinamakan luff dan nasyr murattab. Sementara
sebagian ahli ilmu badi'menyebutnya thd,y dan nasyr. Yaitu; menyebutkan
beberapa hal secara garis besar, lalu setelah itu tidak disebutkan
spesif ikasi untuk masing-masing; alasannya bahwa orang yang
mendengar menghendaki spesifikasi tersebut karena ia mengetahuinya
melalui beberapa tanda. Lihat; ot-Tibyan fil Bayan, ath-Thaibi, hal: 5o4,
'llmul Badi', Dr. Abdui Aziz Utaiq, hal:i57, Mu'jomul Balaghah, Dr. Ahmad
Mathlub, hal: 525.

2 . Kai d ah - B ai dah Terkait S il at - sil at -4.11 ah Ta' al a .@,


*: e'-ilt JrJl * i;tt!
"(Yaitu) Yang Maha Pengasih, yang beristiwa di atas 'Arsy." (Q$.
thaha: 5)
Sabda Nabiffi;

t,
;JI -l ,ll
J!
,-'.,
IJ)UFJ
'.

"Rabb kita turun ke langit dunia."sse

Firman-Nya;

* L ,;e eJ;t, JrJ ,t+j;


"Dan datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-baris." (QS. AI-
Eafu,.22).

Dan firman-Nyr;

* ot;ioj""FJl a/ d! *
"Sungguh, Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang
yang berdosa." (QS. As-Saidah : 22)360

359 Hadits ini tertera dalam kitab Shahihain, seperti disebutkan dalam ol-
)om'u Bainosh Shahihain, al-Humaidi (llUZ8), ai-)om'u Bainash Shahihain,
Abu Hafsh al-Mushili(l/z9o), dan )ami'ul Ushul, lbnul Atsir (lvlr38).

36o Di antara firman Allah;

".ljz ir"'--'iit" u jrr";.] ri5r.


"Dan Kami benar-benar akan menjadikan (puta) opa yang di atasny:a menjadi
tanah yang tondus lagi kering." (QS. Al-Kahfi : 8).
Ibnul Wazir menyebutkan dalam ltsorul Haq'alal Kholq, hal: t6o, bahwa
AlJa'iladalah salah satu nama Allah. Contoh lain; firman-Nya;

- :j*-J Ll1-. 4. l-ru='-.


''*-Jlj-
"Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), don Kami benar-benar
meiuaskannyd." (qS. Adz-Dzariyat ; 47).
Di antara yang menyebut Al-Musi'termasuk di antara nama-nama Allah
adalah lbnu Mandah, lbnul Arabi, dan Ibnul Wazir.

.@, Sl,arah Al-@v'aaid Al- filutsla


=Catatan; iika kita menganggap AI-Mun'im, Al-Musi', dan Al-Jailtermasuk
nama-nama Allah, maka penetapan sifat terkait nama-nama ini mengacu
pada alasan kedua, yaitu secara tadhammun. Namun karena penulis
berpendapat bahwa Al-Muntaqim bukanlah nama Allah, maka ia
rnenyebut sifat membalas berdasarkan alasan ketiga. Wolllhu a'lam.

"---{ 2 . Katdah- <ajdah Terkait Sil''at-sifat Allah Ta'ala .o,


PASAI, KETIGA
x*ia"rr-L"il"h *".""g
Petuniuk AsmA" dan Sifat
Kaidah Pertama
"EtEI&r5'
tV"

@ Dalil-dalil yang menetapkattasma' dan sifat adalah kitab


Allah:e dan sunnah Rasul-Nya.36'
Maka dari iru, tidak boleh menetapkan nama-nama Allah tanpa
petunjuk keduanya.'62

Oleh karenanya, setiap nama-nama dan sifat-sifat yang telah


ditetapkan bagi Allah di dalam kitab ataupun sunnah, maka
wajib ditetapkan;363 dan setiap nama-nama dan sifat-sifat yang
ditiadakan di dalam kitab dan sunnah, maka wajib ditiadakan,
sekaligus ditetapkan bagi-Nya sifat sempurna, yang merupakan
kebalikannya.

Sementara nama-nama dan sifat-sifat yang tidak ditetapkan,


dan tidak puia ditiadakan di dalam kitab dan sunnah, maka wajib
bagi kita tawaqquf terkait lafalnya;364 kita tidak menetapkan, tidak
pula meniadakan, karena nihilnya dalil yang menetapkan ataupun
yang meniadakan.

Adapun berkaitan dengan makna ciari nama-nama


ataupun sifat-sifat-N),a yang tidak ada dalil penetapan ataupun

361 Sebeiumrrya penulis telah menyampaikan bahwa nama-nama Allah dan


sif at-sif at- N v t:. t auqif iy ah, da n kami seb utkan pula da il-d a ilnya.
I I

362 Seperti qiya, dan islihson sebagaimana yang telah berlalu. Maka tidak
boleh i-ncngiliyaskan as-Sakhiy (sifat dermawan) dengan al-Jawad (sifat
dermawan) rnisalnya.

363 Jika ada orang yang tidak menetapkannya, maka ia berdosa. Seperti
yang telah clisampaikan sebelumnya, bahwa mengingkari nama-nama
Allah termasuk penyimpangan.

364 Contoh-contohnya akan disebutkan penulis selanjutnya.

---------{ 3. Kaidah-kaidahTbntonq Petuniuk Asmc &Si .o,


peniadaannya, maka perlu dirinci. Jika memang yang dimaksudkan
adalah makna yang benar, yang pantas bagi Ailah;:, rnaka bisa
diterima. Sementara jika yang dimaksudkan adalah makna yang
jelek, yang tidak pantas bagi Allah ai ,makawajib ditolak.

Di antara perkara yang ditetapkan bagi :\llah ssr ialah; setiap


sifat yang ditunjukkan oleh sebuah nama di antara nama-nama
Allah, dengan dilalah (penunjukkan) muthabaqah, r,adhammun,
ataupun iltizam.36s

Termasuk di antaranya; setiap sifat yang ditunjukkan oleh


suatu perbuatan rli antara perbuatan-perbira.tan Alah, seperti;
heristiwa di atas Arsy, turun ke langit dunia, iatang untuk
rnemutuskan perkara di antara hamba-hamba-N,va pada hari
kiarnat, dan perhuatan-perbuatan-Nya yang lain, yang tidak
terhitr.rng jumlahnya bahkan j enisnya. 366

o lL;-, u ur -U-+.. h
"Dan Allah"berbuat apayangDiakehendaki " (ES. Ibrahino : 27)

Terinasuk di antaranya; wajah, dua mata, clu.a tangan, dan


1ainn1,3.

Terrnasuk juga; kalam, kehendak, ir adah dengan k e dua j enisnya;


kauniyah dan syar'iyah. Iradah kauniyah berrnakna kehendak,
3t' 7
sementara ira dah sy ar' iyy ah bermakna cinta.

Termasuk juga; ridha, cinta, marah, benct, dan lainnya.368

Di antara narna-nama, dan sifat-sifat ,vang ditiadakan bagi

365 Masalah ini sudah dijelaskan secara rinci.

366 Sebelumnya sudah kita ketahuimaksud dari jeni: perbuatan dan individu-
individu perbuatan.

367 5ilahkan baca persoalan ini daiam syarah kitab ril-Wdsithiycfu e;"1",' Syaikh
AbCui Aziz ar-Rasyid, hal: 66, Syaikh lbnu Utsainrin (llt6a) dan al-Fatowo,
hal:4:, Straikh Shalih al-Fauzan, hal:39, Syaikh Zaid bin Fayyadh, hal:79,
dan Syaikh AhCuliah bin Jibrin (t/ttz).

168 Daiii-daliirrla disebutkan di kitab-l<itab akidah seperti yang dikatakan


penulis.

.o, Syarah Al-@waaid Al- l4utsla


-<}---
Allah, karena tidak ada dalilnya, dengan menetapkan sifat-sifat
kesempurnaan yang merupakan kebalikannya adalah; kematian,
tidur, kantuk, lemah, lelah, zalim,lalai terhadap amal perbuatan
para hamba, memiliki padanan, tandingan, dan semacamnya.36s

Di antara nama-nama dan sifat-sifat yang tidak ditetapkan dan


tidak pula ditiadakan adalah lafal; 1ea+lt) yang berarti arah atau sisi.370

Misalkan ada yang bertanya; apakah Allah memiiiki arah atau


sisi?

Kami jawab; lafal; (i6;li) tidak disebutkan, ataupun ditiadakan


di dalam kitab dan sunnah. Cukuplah bagi kita dengan lafal yang
telah disebutkan di dalam Al-Qur'an dan sunnah, bahwa Allah
berada di langit.

Adapun makna; (i.++Jl), boleh jadi dimaksudkan untuk arah


atau sisi bawah,37i atau dimaksudkan untuk sisi atas yang meliputi
Allah, atau sisi atas yang tidak meliputi Allah.

Kemungkinan pertama batil, karena rnenafikan sifat ketinggian


bagi Allah yang telah ditetapkan kitab, sunnah, akal, fitrah, cian

369 Dalil-dalilnya disebutkan di kitab-kitab akidah seperti yang dikatakan


penulis. Lihat !uga; at-Tadmmuriyyah, hal: 57.

)70 Penjelasannya akan disampaikan di bagian keterangan tambahan.

)71 "Bawah" memiliki dua arti;


Pertama; ses,latu berada di bawah sesuatu yang lain. Maksudnya dalam
hal ini adalar Khaliq berada di bawah makhluk, dimarra langit berada di
atasnya. ln! nrustahil
Kedua; "bawah" yang dimaksudkan adalah bawah bumi, karena materi
berbentuk bulat han;,ra memiliki dua arah; atas dan bawah, seperti yang
dijelaskan oleh Syaiknul islam lbnu Taimiyah dalam ar-Risaloh al'Arsyyah
dan Noqdhit Ta'sis, :;ebagai bantahan terhadap dugaan ar-Razi yang
menyatakan bahwa menetapkan sifat ketinggian untuk AIlah
menghar,;skarr Allah lebih rendah dari pertengahan bola bumi kedua.
Syaikhul lslarn Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa kalimat-kalimat seperti
ini tidak patut diucapkan, karena Allah meliputi seluruh alam.

3. Kddah-kaidah Tentang Petuni uk,4smc (Sr .@,


ijma'.372

372 Di bagian mukadimah telah kami katakan, bahwa buku-buku yang ditulis
tentang sifat ketinggian bagiAllah, banyak darr beragam,
Syaikh lbnu Utsaimin ditanya dalam al-Fatawa, hal: 65; Apakah langit
kedua dan seterusnya berada di atas Allah ketrka Allah turun ke langit
dunia?.
Jawab; tidak. lniiah jawaban yang kanri pa:tikan, fierena jir.-l kita
mengatakan seperti itu, berarti s!fat ketingg;iar': b;1r Allah runtuh.
Padahal sifat ini selalu meiekat pada Allah dan "nerunit(an si{atZatiyoh
yang tidak terlepas dari-Nya. Ticjak mungkin ad;r sesuatrr r/aitg hErada .ii
atas Aliah" Siapapun pasti merasa bingung; ktrr:na i:,rg;.irrrana inungkin
Allah turun ke langit dunia, sementara A tca iti :i< menvatakan
konsekuensi ini, dan juga tidak menyatakan bairwa langrt-langit lainnya
berada di atas Aliah. tulungkinkah ini?i
Jawab; Anda hanya akan merasa bingung terk;it ';:ern;:aiahan ini iika
Anda mernbar:dingkan sifat-sifat Khaiiq dengian sii: i.sifat i-,"rakhluk.
Memang, ketika manusia berada di bawah lampu, otomatis atap rumah
berada di atasnya. Namun Khaliq tidak mungk,n iibantiingkan Cengan
rnakhluk. i\'laka dari itu, Anda ticiak perlu beltar:i,a; kenapa Can
bagaimana?
Dengan demikian ada dua pertanyaan;
Fertama; ap;kah langit berada di atas Ailah dan menaungi-Nya?. -,awab;
tidak, karena jika Anda membayangkan hai ini, berarti P,llah rnemerlukan
langit. Padahai Ailah Maha Kava dari apapun, b;rhkan segala sesuatu lah
yang memer"iukan-Nya.
Kedua; apakah seiuruh langit berada di atas Ali,:h, kecr,,aii iangit dunial.
Jawab; tidak, karena iika Anda rnembayangkan hai ini, berarti sifat
ketinggian Allah hilang, padahal ketinggian ,:dalah salah satu sifat
Dzatiyah yang tidak terlepas dari-Nya.
Dengan demikian, nyatalah bahwa pertanyaan sema(am ini bid'ah;
seperti yang dikatakan lmam Malik kepada oranq yang bertanya tentang
beristiwa; "Bagaimanakah hakikat istiwa Ailahl" lmam lvlalik menlawab,
"Menanyakannya bid'ah." fulaksudnya, para sahabat ticlak menanyakan
hal itu, dan kau r':rembuat-buat perkara baru did.rianr agama Ailah, ketika
menanyakan suatu persoalan agama yang tidak ditanTakan oleh para
sahabat, yang nyatanya mereka lebih baik darir,ada dir!inr-r, cian mereka
lebih gigih merrrpelajari ilmu ter,tang sifat-slfat AIlah oaripada dirimu.
Namun jika ia beralasan lain, "Saya rnerasa (eras. 5aye khawatir kalau-
kalau saya r::eyakini sesua'tLi tentang sif.rt-sif at Al!,ri: yang tidak
diperbolehkan. lerangkaniah hal ini kepaci,: saya; seiarn, r:kan sa)'a."
Dalam kondisi seperti ini, kami akan memberika'l peniellr-can kepadanya.
Karena seselorang mungkin saia t€rlerunlus (e dalaix cua syubhat;
tomtsil atar-r tr'thii. Ketika ia daranq kepaca kanri Can bertanya,
"Selamatkairlah saya, karena hai ini selalu teriintas di car;rx benak saya.
Tidak cukup !:agr saya pernyataan Arrda; bahvra hai ini adalah bid'ah.
Berikan solusi, b,agaimana cara untuk menghilangkan sesuatu yang
mengganjal didaiam hati ini?." Pada kondisi inilah, kamiakan menjelaskan
hal ini kepadanya.

.@,
Kemungkinan kedua juga batil, karena Allah cs Maha Agung
untuk bisa diliputi oleh sesuatu pun dari makhluk-makhluk-Nya.

Kemungkinan ketiga benar, karena Allah ug Maha Tinggi,


berada di atas makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatu pun dari
makhluk-makhluk-Nya yang meliputi-Nya.

@ Dalil kaidah ini addah naqli dan akal;


S Datil naqli; di antaranya firman Allah,ie;

,l ar"-i lst-: tTt, ,4u !'rC ;'dti:f r.r^,y


"Dan ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan dengan
p enuh b erkah. Ikutilalt, dan b ertakw alah agar kamu mendap at rahmat."

(QS. Al-An'am:155)r73

-- :' r ,. t t t . , o ,,

r-)\tr.:liLJl r" \:rll t;"+ Illg, :i, el:.r-uJl yjitj


JII; "i
lJdf
t :' ,, . . ,
j*-e, J
JJI ?,'."Y1 ;:Jl nirt nrollFU c::.":: **- -* Yi "ll )
| , i: .. , , .,
nlU
, - tJ.J- Y'-

q ;r:'&:<ii ;;r ) $t;,Js)


Katakanlah (Muhamm ad),' W aha)
" rr r), S r ruiggrlrnr, *,,
ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang ^rrrmemiliki kerajaan langit
dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanialr kamu kepada Allah
dan R.asul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah
d an kep ad a kalimat-kal tm at-Ny a (kitab -kitab -Ny a). Il<util ah dia, agar

kamu mendapat petunjuk'." (QS. AI-A'raf : 158)374

"Apa yang tiiberikan R.asul kepadamu maka terimalah. Dan apa


y ang dilarangny a b agimu. maka tinggalkanlah. D an b ertakw alah kepada

373 Syohid dari ayat; firman-Nya, "lkutilah dia," yailu terkait apa yang ia
perintahkan dan ia larang.

3lq Syohiddari ayat;firman-Nya,"lkutilahdia,agorkamumendopatpetunjuk."

*"-----{ 3. Kaidah-kaidahTbntang Petuniuk Asma {Sifat .@,


t!it;it. Sungguh, Aliah sangat keras hukuman-Nya." (QS. AI-Hasyr :

?) t':,

{ ui*= id" .'jr:L. )i u; *ii -,...


Ill sd,i i; - ,-"')t
;!r ;*,u.
"Bil?'Gny1.sicp* ntenaati Ra.sLti',Muhctnmai), ntaka
seswtgguhnya dia telah menaati Allah. Ditn barenz::11:nfl i:ertal'ing
(tiuri ketaatan itu,t, maka (ketahuiiahi Kani ritiar mtngutusmu
(Muharurmaci) untuk menjadi pemelihara merrika." {Qii. An-Niisa':
ss;::ro

"Wah ai ang b erintan! Taatilah Allah dan taatilah


o r a.n g- or ang y
Rasul (Muhammad), Can Ulil Arnri (pewtegangkek'tasaan) di antara
Iramu. Kernudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah keytada Allah (Al-Qur'an) dan R-asul (atnnahnya), jika
k amu b e l' im a n k e p a d a Allah d an h ari kemudi an. Yan g d e miki an itu I ebih
377
utama (b a gim"u) d an l ebih b aik akib atnya." (QS. An-Nisa' : 59)

y5 Syahld dari ayat; firman-Nya, "Mdka tertmalah " dan firrnan-Nya, "Mako
tinggalkanlah."

376 Syahtd dari ayat; finran-ilva, "Bar6ngsiapa menaati Rosul


(Muhammad)," yaitu dengan membenarkan beritanya dan menetapkan
apa yangAllah tetapkan untuk dirinya. Dan firrr,an-Nva, "Ddn barangsiopa
berpoltng (dari ketoatan itu)," yaitu dari ketaatan kepaca Ailah dan Rasui,
karena sikap berpaling hanya akan membahayakan dirinya sendiri.

377 Syahid dari ayat; firrnan-Nya, "Moka kembolikanlah kepada Allah (Al'
Qur'an) dan Rosul (sunnohnya)," Ailah mernerintahkarr; apa saia yang
diperdebatkan manusia terkait persoalan u-<hui ataupun furu' agama,
untuk dikernbaiikan kepada Allah dan Rasul'Nya, yakni kepada kitab
Allah dan sunnah Rasul-Nya.

.@, s h Al-@waaid A1- Mutsla


# !F" p;.i-r; 6;r;i c o,
oi
, .,- ,'it; t t -t;-:,.'
::
fr.,i\ -i;; e;"jl dl +; L;l i],eu

"Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka


menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti
keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai
mereka rnemperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum
yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan
sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah
orang-orang y ang fasik." (QS. AI-Ma' idah : 49) 378

Dan nash-nash lain yang menunjukkan wajibnya mengimani


apayangdisebutkan di dalam AJ.-Qur'an dan sunnah.3Te

Setiap nash yang menunjukkan, wajibnya mengimani apa


yang disebutkan di daiam Al-Qur'an, maka ia juga menunjukkan
wajibnya mengimani apa yang disebutkan di dalam sunnah. Yang
demikian, karena Al-Qur'an telah memerintahkan kita untuk
mengikuti Nabiffi, dan mengembalikan setiap perseiisihan kepada
beliau; baik ketika beliau masih hidup, ataupun setelah beliau
wafat, dengan merujuk kepada sunnahnya.

Masih adakah iman terhadap Al-Qur'an di hati orang yang


merasa sombong untuk mengikuti Rasulullahffi, padahal hal ini
diperintahkan di dalam Al-Qur'an? !380

Masih adakah iman terhadap AI-Qur'an di hati orang yang


tidak merujuk kepada Nabi# ketika terjadi perselisihan, padahal

378 Syahta dari ayat; dalam memutuskan perkara, maka harus memutuskan
dengan Al-Qr,r'an dan sunnah.

379 Silairkan baca nash-nash ini dalam Hujjiyatus Sunnah, Dr. Abdul Chani
Abdul Khaliq, hal: z9t dan setelahnya.

38o lni adalah istifhamun :nkari dari penulis terhadap orang-orang yang tidak
mengikuti sunnah Nabig;, yang dengan hal tersebut, konsekuensinya
mereka tidak beriman kepada AI-Qur'an, karena Al-Qur'an
memerintahkan mereka untuk mengikutinya.

-....-.------------- 3. Koidah-kaidahTbntans Petuniuk Asma {Sifat .o,


Allah rnemerintahkannya di dalam Al-Qur' an? !381

Manakah iman kepada Rasul yang diperintahkan Al-Qur'an,


duhai orang yang tidak mau menerinra apa yang disebutkan di
daiam sunnah?!332

A1lah i.r berfirman:

- '=^t:;i- .s .l: ;*);: d-ri-. ';^: -5J Ur+ *U(' :),;, ,l;;2 .y
Q'-- .-t

"Dan Kami turunkan Kitab (Ai-Qur'an) kevadamu untuk


menjelaskan segaia sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar
gernbir a b agi o r an g y an g b e r s e r ah tiiri (Mu slinri." ( QS. An - NahI : 89) 383

381 Ini adalah istiThamun inkari dari penulis; menuniukan bahwa siapa pun
tidak merr.rjuk kepada Nabi.g, ketika teriacii perselisiharr, hakikatnya ia
tidak beriman kepada Al-Qur'an.

js2 Maksudnya, Ai-Qur'an memeriniahran kita beriman kepada Rasulullahp!,


dan mengikutin,va, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

383 Firman-Nya, "Menjelaskan segala sesuatu," yaitu urusan syariat yang


dibutuhkan r,.anr.isia. Adakaianya penlelasan ini langsung tersebut di
dalam Al-Qur'an, atau adakalanya penjeiasan ini diaiihkan di dalam
sunnah, berdasarkan firman Allah;
-iI
-L_I; 4I)l ;! of t.;t."r*6.;Lr -.r,5,i, L-";-.j; J_---j JUI U_....;
g, .-,'Gril

"Apa yong diberikan Rasul kepadarnu mako terimaloh. Dan apa yang
dilarangnya bagimu mcka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Hasyr : 7).
Atau dialihkan pada ijma', seperti disebutkan dalam firman Allah;

J; u"
"J, ';.j-Jt ,* ; ,3'.=-" J.-:-: oj ;=, * i --" -,*..)1 -a'{;-;,0,
o t--.2-o +oL-: '# li;
"Dan barangsinpa rnenentang P'asu! (Muhammad) seteloir jelas kebenaran
baginya, dan rtengikuti jolan yang bukan jalan orang-orsng mukmh, Kami
biarkan dia dciam kesesaton vang teiah dilakukannya itu dan okan Kami
masukkan dia xe dalarn neraka )ahanam, den itu seburuk-buruk tempat
kembali;' (QS. An-Nisa' : rr5)
Atau dialihka,'; kepada qiiras, seperti disebutkan dalam firrnan Ailah;

t .,',*4\t tr;;u ...h,


",J_,iU

.@t ) Sfarah,ll-@waaidAl-.Wut\to {,,F--**


Seperti diketahui, banyak di antara perkara-perkara syariat;
baik ilmu maupun amalan yang dijelaskan oleh sunnah. Penjelasan
dari sunnah inr, juga dikategorikan penjelasan dari Al-Qur'an.38a

$ Dalil akal; penjelasan3ss tentangmanayangwajib, terlarang

= "Makd ambitlah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-


orangyang mempunyoi pandangan!" (QS. Al-Hasyr : z).
l'tibar adalah berpikir dan memetik kesimpulan, yang darinya qiyas
didapatkan. Demikian empat cara yang tidak menyimpang dari hukum-
hukum syariat, dan semuanya disebutkan di dalam Al-Qur'an. Sehingga
benarlah, jika Al-Qur'an disebut sebagai penjelas segala sesuatu.
Bertolak dari hal ini, maka terbantahlah pernyataan orang; kenapa
AIlah:e berf irman;

t ,'"r*il o*.s *Jss sis,i Ji [qi .7L(lr qJ, "ji, ]


"Dan Komi turunkon Kitab (Al-Qur'an) kepaiamu untuk menjelaskan segala
sesuatu, sebagai petunjuk, serto rahmat dan kabar gembira bagi orang yang
berserah diri (Muslim)." (QS. An-Nahl : 89).
Sementara banyak di antara hukum-hukum syariat yang tidak tertera
nashnya di dalam Al'Qur'an, seperti jumlah bilangan rakaat shalat, batas
waktu mengusap sepatu dalam wudhu, batas waktu haid, batasan had
peminum khamr, nishab pencurian yang mewa.iibkan potong tangan,
dan hukum-hukum syar'i lainnya. Karena itulah para imam berbeda
pendapat di dalam banyak hukum. Demikian dinukil dari Hasyiyat alJamal
'olal Jalalain (lV/261). Lihat juga; Tafsir al-Khazin (lll/95), dan al-Wasith, al-
Wahidi(tttltil.

384 Contoh; Allah:eberfirman,"Dandirikanlahshalatdantunaikanlahzakdt""


Dari firman ini dapat dipahami wajibnya shalat dan zakat. Namun apakah
hakikat shalat yang diwafibkan ini? Seperti apa tata caranya? Kapan
waktunya? Berapa jumlah rakaatnya? Shalat diwafibkan kepada siapa?
Dan berapa kali harus dilakukan sepanjang hidup? Apakah hakikat zakat
itu? Siapakah yang walib berzakat? Zakat diwaiibkan di dalam harta apa
saja? Berapakah ukuran zakat? Apa saja syarat-syarat waiib zakat].
Allah e berf irman, "Ddn sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah."
Dari firman ini kita memahami wajibnya menyempurnakan haii dan
umrah. Nanrun apakah yang dimaksud hali dan umrah? Apakah semua
praktek haji dan umrah seperti yang dilakukan orang-orang Arab pada
masa Jahiliyah? Ataukah haji dan umrah lainnya? Apakah hakikatnya? Dan
berapa kali haii dan umrah diwajibkan sepanjang hidup?.
Lihat penjelasan ini dalam ar-Risalah, lmam asy-Syafi'i, hal: zo dan
seterusnya,

385 Perkataan penulis, "Rincian penjelasan," mengecualikan pernyataan


secara garis besar karena tidak mungkin akal mengetahui Allah memiliki
sifat-sifat sempurna secara mutlak.

3. Kaidah-kaidah Petuniuk,4sma &Si .@,


,lrnustahil), atau Vang boleh terkait hak Aiiah"B6 adalah termasuk
i:erkara-perkara gaib yang tidak mungkin <iiketahui iengan akai.
Karena itu, wajib merujuk pada keterangan .Yang tertera di daiam
fu-(Jur'an cian sannah.

386 "Wajib" adalah sesuatu yang tidak mungkin ticiak ada. "Boleh"
adalah
sesuatu yang nrungkin tidak ada. Terlarang adalan sesuatu yang mustahil
ada. lstilah-istilah (ilmu mantiq) ini sudah diielaskan sebelumnya.

.@, Syarah A1-@waaid Al- Mutsla F--.


Keterangan Tambahan

"EB6,S^
t N/'.

Sebelumnya telah kami sampaikan, bahwa kami akan menjelaskan


apa yang dimaksud dengan lafal (na;.ll;. Al-Albani telah merangkum
keyakinan ahlussunnah wal jamaah terkait permasaiahan ini dalam
Mukht a sh ar ai -' U luww' milik adz-D z ahabi, halaman : 7 0 ;

Jawaban terkait permasalahan ini sudah disampaikan Ibnu


Taimiyah dalam at-Tadmuriyah, halaman: 45;lafal (ia;.lt; kadang
dimaksudkan untuk sesuatu selain Allah, yang wujudnya ada.
Dengan demikian, (a+Jl) adalah makhluk. Seperti halnya jika yang
dimaksudkan adalah Arsy atau langit. Lafal (+611) juga kadang
dimaksudkan untuk sesuatu seiain Allah, yang wujudnya tidak ada.
Seperti jika yang dimaksudkan adalah arah yang ada di luar alam.

Seperti yang telah diketahui, bahwa lafal (+6J1) tidak pernah


ditetapkan ataupun Cinafikan oleh nash Al-Qur'an dan sunnah;
tidak seperti sifat ketinggian, istiwa, keberadaan-Nya yang ada di
atas segala makhiuk, dan berita tentang amalan-amalan yang naik
kepada-Nya; sernua ini telah datang penetapann,va.

Dan telah dirnallumi bersama, bah'n'a sesuatu yang wr.rjud


hanya ada dr-ra :nacam; Khaiiq dan makhluk. Khaliq berbeCa
dengan makliluk; tid;ik ada sesuatu pun dari Zat-lJya yang ada pada
makhluk-makirluk-Nva, dan tidak ada sesuatu pun dari makhluk-
makhluk-Nya vang aca pada Zat-Nya.

Bertolak c.ari si:ri, maka kita katakan kei:ada orang yaag


meniadakan l*fai (;+i'); apakah yang Anda malisudkan dari lafai
(igj!) adaiah sesuati, yang wujud dan makhluk?. Jika demikian,
maka Allah trc,ak nrdiruk dalam naungan makhlu]<. Jika yang Anda
maksudkan ari;la.h apa )'ang ada di iuar alam, maka tidak diragukan
lagi bahwa Aliah berada di atas alam.

Juga kita katakan, kepada orang yang menetapkan bahwa Allah


berada di dalam (i6+Jl) atau arah. Yang Anda maksudkan; Allah

3. Kaidah-kaidahknt Petuniuh Asma {Sifat .@,


berada di ata.s alam? Atau Allah berada di dalam alam?. iika Anda
menghendaki yang pertama, maka pernyataan tersebut benar,
namun jika menghendaki yang kedua, maka pernyataan tersebut
batil.

Dengan demikian nampak dengan jeias, bahrna iafal (i+Jl)


tidak tertera di dalam Al-Qur'an ataunun sunnah. \,laka, ticiak
sepatutnya bagi kita untuk menetapkan ataupun menafikannya,
karena baik menetapkan ataupun menafikan, terriai:at resiko yang
harus dirvaspadai darinya. Dan tidakiah kita n:.en*tapkan lafai
(Ac+11), melarnkan untuk memberi ruang bagi pihak yang tidak
sependa-pat; agar mereka tidak rnenyatakan, bahv,ra si{at 'uluw
(ketinggian) hagi Allah, mengharuskan sesuatu -tiang tidak pernah
Allah kehendaki. Jika yang dimaksudkan dari penetaDan (ia+Jl)
adaiah hal ini, maka ini su<iah cukup.

Demikian p,.rla tidak sepatutnya rneniaCakan lafal


(o+Ji), karena anggapan bahwa rnenetapkan ketinggian bagi
Nlah,iE- mengharuskan adanya ({+Jl) atau arah tertentu, karena hal
ini mengandung banvak larangan, di antaranva; meniadakan dalil-
dalil yang menetapkan sifat ketinggian bagi Allah, meniadakan
kabar ru'yah (orang-orang mukmin yang meiihat Rabb mereka
pada hari kiamat); karena alasan inilah Mu'tazilah dan Syiah
meniadakan sifat ini.

Ibnu al-Muthahhar asy-Syi'i (seorang syiah) dalam al-Manahij-


nya, menyebutkan alasan peniadaan tersebut dengan menyatakan,
"Karena Aliah tidak berada di suatu arah tertentu." Sementara
kalangan Asya'irah -atau lebih tepatnya kalangan terakhir di antara
mereka- yang rnenetapkan ru'yah, pernvataan mereka rnengalami
kontradiksi satu sama lain; di sisi lain mereka menetapkan ru'yah,
namun di sisi iain mereka mengatakan bahwa Ailah tidak teriihat
di suatu arah pun. Dan yang mereka maksudkan di sini adalah
ketinggian (y"rg melazimkan bahwa Allah berada di arah atas).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan dalam Minhajus


Sunnah (Il/252,\;

Mayoritas kalangan, baik yang menetapkan maupun yang


meniadakan ru'yah menyatakan, bahwa pernyataan mereka ini
jelas keliru menrrrut akd, sama seperti pernyataan mereka tentang

.@, s h Al-@waaid Al- .llursla o-__*.


kalam. Karena itu, Abu Abdillah ar-Razi menyatakan bahwa tidak
ada seorang pun di antara kelompok-kelompok kaum muslimin
yang menyatakan seperti pernyataan mereka ini; terkait persoalan
kalam danru'yah.

Setelah itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membantah


kelompok yang meniadakan (i.++ll), bahwa jika yang dimaksudkan
ialah sesuatu yang wujud seiain Allah, maka ia adalah makhluk,
sedang Allah di atas makhluk, tidak akan mungkin dibatasi dan
diliputi oleh sesuatu dari makhluk-Nya, bahkan ia berbeda dengan
makhluk-makhiuk-Nya.

Tapi jika yang dimaksud ({a;ll; adalah sesuatu yang tidak ada,
dan ia berada di atas a1am, maka yang ada di sana hanyalah Allah
semata.

Makna terakhir inilah yang dimaksudkan oleh orang-orang


yang menetapkan sifat ketinggian bagi Allah, dan orang-orang
yang menukil pernyataan salaf terkait penetapan lafal (i6+.ll) bagi
Allah ge, seperti yang dinukil al-Qurthubi dari mereka.

Ibnu Rusyd berkata dalam al-Kasyf 'an lvfanahijil Adillah,


halaman:66;

"Penjelasan tentang F.eJl); para ahii syariat sejak awal


menetapkan ar-ah untuk Aliah, sampai akhirnva paham ini
ditiadak-an oleh Mu'tazilah. Kalangan terakhir Asve'irah mengikuii
Mu'tazilah dalam meniadakan paham ini, sebut sajaAbul Ma'ali dan
yang mengikuti pernyataannya. Zhahir syariat secara keseluruhan
mengharuskan bagi kita untuk menetapkan arah."

Kemudian Ibnu P.usyd menyebutkan beberapa ayat terkait


hal ini, setelahirya beliau berkata, "Dan masih banyak lagi ayat-
ayat lainnya )iang jika ditakwilkan, maka akan berimbas pada
anggapan, hahwa syariat secara keseluruhan rentan untuk
ditakwilkan. Jika dikatakan lafal (i6;.lt) termasuk perkara-perkara
mutasyabihat, maka akan berimbas pada anggapan bahwa syariat
secara keseluruha n rnutasy abihat, kar ena seluruh nash-nash syariat
sepakat menyebutkan bahwa Allah berada di langit, dan dari sisi-
Nya malaikat-malaikat turun menyampaikan wahyu kepada para
nabi."

*"------"H 3. Kaidah-kaidahk Petuniuk,4sma &Sj .@,


t--- Kaidah Kedua
"Emffi'

Yang wajih kita lakukan terkait nash-nash Ai-{f,ur'an dan


sunnah ialah, r:rernberlakukannya s ecat't zha:ririr37

387 Zhahir nrenurut bahasa artinya lelas. Sedangkart rnenurut istilah adalah
sesuatu yan€t cenglan sendirinya menuniukkan kepada rnakna vang lebih
kuat, meskipun memiliki kemungkinan nrakna vang lain. Contoh; sabda
l{abig, "Berwudhulah (setelah rnemakan) dag ng unta." Hatlits riwayat
Ahmad dan ,Abu Dawud. Zhahir hadits irri menr.inlukkart, bahwa wudhu
yang dimaksui ialah membasuh anggota-anggota wudhu dengan tata
cara syar'i, bul<an wudhu daiam arti sekedar membersihkan diri.
Dengan demikian, Iafai yang bersifat mujmal tidak termasuk daiam
definisi berikut; "Sesuatu yang dengan sendirinva rnenun!ukkan makna,"
karena lafai rnujmal tidak menunjukkan makna dengan sendirinya.
Sementara definisi; "makna yang lebih kuat," mengecuaiikan iafal
rnuawwal, karena iafal mucwwal menunjukkan makna yang lemah, andai
saia tidak ada qarinah (indikasi) iain. Definisi; "meskipun memiliki
kemungkinan ;nakna yang lain," mengecualikari nash yang sharih (!elas),
karena nash yang shorih hanya memiiiki satu makna saia.
Mengamalkan lafal zhahir;
Mengamalkan lafal zhahir hukumnya wajib, kecuali iika ada dalil yang
mengalihkannya dari yang zhahir, karena inilah metode salaf, di samping
karena cara ini lebih berhati-hati, lebih membebaskan tanggungan, dan
lebih kuat daiam menginterpretasikan ibadah dan kepatuhan.
Definisi muawwall
Muawwal menurut bahasa adalah ol-oui, artinya kembali. Sedangkan
menurut istilah adaiah lafal yang diartikan pada makna yang lemah.
Definisi; "makna yang lemah" rnengecualrkan nash dan zhahir.
Mengecualikarr nash, karena nash hanya rnem'liki satu makna saia. Dan
mengecualikair zhahir, karena lafal zhahir lan:,rLng tertulu pada makna
yang lebih kuat.
Takwil ada dua macam;
Pertamal tak\qll yang shahih, yaitu takwil yang ditunjukkan dalil shahih,
seperti menakwilkart firman Aliah; (a+:Xt JLI r) :rtinya; tarryakan kepada
negeri, maksudnya; bertanyalah pada penducuk negeri, l<arena negeri
tidak bisa ditarryai.
Kedua; takwil vang rusak, yaitu takwil yang tiaak ditunjukkan oleh dalil
yang shahih, seperti penakwilan ahli to'thil terhadap firman Allah;

.@, Syarah Al-@waaid Al- fulursla F-_--"


tanpa tahrif,38g khususnya nash-nash yang terkait dengan sifat-
sifat Allah, karena tidak ada ruang bagi akal dalam persoalan ini.

@ Dalilnya adalah naqli dan akal;


S Dalil naqli; firman Allah;

(r rop # a-r;,q
;,
"Yang dibawa turun oleh Ar-Ruh A!-Amin (Jibril), ke dalam hatimu
(Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan,
den gan b ahas a Ar ab y c n g j elas." (QS. Asy- Syu'ara' : 193-19 5)

t ti a

tlb J +i"lrJ o5l^J ! ,-e trll olJ.il


'jlF
"S e a K ami menurunkanny a s eb a gai Qur' an
sun gguhny b erb ahas a
Arab, agar kamu mengerti." (QS. Yusuf : 2)

4 d qr.t-*.r

"Rami menjadikan Al-Qur'an daiam bahasa Arab agar kamu


mengerti." (QS. Az-Zukhruf : 3)

Ayat-ayat ini menunjukkan, akan wajibnya mernahami Al-


Qur'an sesuai zhahir bahasa Arab, kecuali jika ada daiii syar'iyang
menghalangi kita darr memaknai lafal secara zhahirnya.3se

s-;-t
"i!t * i;lrb:
q.
"(Yaitu) Yang Maha Pengasih, yong beristiwa di atas'Arsy." (Q5. Thaha : 5)
"Beristiw,a" mereka takwilkan menjadi "berkuasa." Yang benar, makna
istawa adalah berada di ketinggian, dan menetap pada sesuatu, tanpa
takyif ata up u n tamtsil. Demikia n din ukil dari kita b al-lJshul ka rya penulis.

388 Tahrif adalah memalingkan lafal dari zhahirnya tanpa dalil. Lihat; Sydrh
ath-Thahawiyah bi Tartib Syaikh Khalid ibn Fauzi (t/5o6).

389 lnilah syahid dari ayat ini. Wajib hukumnya memahami nash secara zhahir,
kecuali lika ada dalil syar'i yang menghalanginya. Saat itu, zhahir nash
ditinggalkan.
Contoh;

----"--------H 3. Kaidah-kaidahTen Petuniuk Asma LS .@,


Allah;re mencela Yahudi karena merubah-ubah kitab. d"an Allah
menjeiaskan bahwa mereka adalah manusia yang paiing jauh dari
iman, karena perilaku rnerubah-ubah kitab yang :nereka lakrikan
tersebut. Allah lrs berfirman;

t t
c+; !
t " .t
r)-\'lJ-1.vnJ
a,l pY5 -ri^[:;-i; i is *-, :i,,*.-x *ri ;-i;#io
* .J uj pt"e-

"h{aktt apakah kamu (Mttslimin) sangat rnenghr:rapka.n mereka


akan 7;ercaya kepadamu, sed.ungfian segolongu.t, dari rrerr:ka mendengar
fimt an Allah, i alu mereka mengub ahn'y a setelah rnew-tat *n:iny a, p adaha'L
rn.erek$ mengetahuinya?" (Q$. Al-Baqarah : ?5i3si'

'';,'}xt j

\lr

"{Yaitu) Ci *ntara orang Yahu,li, yang m€ngubatt perkataan dari

*.
r.+,rl ; 1,.'.-tr , i,, i;i; :i'it -i; liPF :
"Maka apabiia engkau (Muharnrnad) hendok rrlr:mboca Al'Qir'an,
mahonlah perlindungan kepado Allah dsri seton yang ierkutuk." (QS. An-
Nahl: 98).
Zhahir nash ini ciitinggaikan karena daiii syar'i Iainnya, yaitu NabiS
membaca ta'awudz sesaat sebelum membaca Ai-Qur'an. Siiahkan baca
perbedaan pendapat terkait permasalahan ini daiam Tafsir ar-Raz!
(XX/92), beiiau ieiah menukil pendapat ini dari maynritas uiama. Meski
ada sebagian imam yang berpegangan pada zhahir ayat ini, seperti
Dawud azh-Zhahiri. la berkata bahlva isti'odzan dibaca setelah membaca
AI-Qur'an.
Perkataan penulis; "Kecuali jika ada daIil syar'i yang r,'-renghalanginya,"
mengecualikan daiil-dalil akal yang diiadikan :andaran ahli to'thil dalam
memalingkan zhahir-zhahirAl-Quian dan sunnah.

39o Syahid dari ayat ini adalah, Aiiah mencela dan rnengingkariYahudi karena
mereka n'ierrbah-ubah kalam Allah dalam kitab Taurlt, hingga mereka
merubah yang halal rnenjadi harern, dan sebalikr:ya.,\lereka iuga
menanrbah can mengurangi isi kitab iaurat, hingga akhirnya merubah
nash-nash trntang sifat-sifat A!lah. Lihat; I *thul Qadir, asy-Syaukani
(i/r sr).

.(ot ) SyrahAl-@waaidAl-,W,,ttl, {rH-*--


tempat-ternp{it:iy&. Dr,n mereka berkata, 'Karni mendengar, tetapi kami
ti da k m au tn e ri rtrutiny a.' D * n (m e r eka m en g at akan p ul a),' D e n garl a h,'
setiang (engkau Muhar*mad sebenarnya) tidak mendengar apa pun.
D an (m e r eka :* i d n g dt 6. r. rz n ),' R a' irza,' d e n gan m e mut arb alikkan li d ahny a
d an n e n cei d" il'l Li m G. S,: k;r rL n y a nt e r eka m en ga t akan,' K arni nt en d e n gar
dan patuh, tar; dengarlak, idn perkatikanlah kami,' tentulah itu lebih
baik bagi mer€t:fi dan iibih tepat, tetapL Al'lzh rneiaknat mereka, karena
kekafirnn tnerek,a.. Mereka tidak berimsn keutaii sedikit sekali'." (Q$.
An-ffiisa': q161is1

*, Elalfll airal; Zat yang berbicara tian menyampaikan irash-


i:.ash Al-Qr:r'an tentu iebih mengetahui rnaksud dari firman-
Nya daripatia yang lain. Dan tra berbicara kepada kita dengan
menggunakan bahasa Arab trrang jelas. Sehingga, kalam-Nya wajib
diteriroa secara zhahrr. Jika tidak demikian, sungguh hal ini akan
rnernulncutrkan i:anyak pendapat, dan umat pun akan berpecah
belah.

39t Syahid dari avat iniadaiah, Allah mencela Yahudikarena mereka merubah-
ubah kalam dari tempat seharusnya, kadang dengan merubah lafal atau
makna, atau merubah lafal dan maknanya, dan juga merubah nash-nash
sifat yang dilarang untuk dirubah. Lihat; Tafsir as-Sa'di (lllS4.
Kaidah Ketiga
'EBi,SrS',
tV-'
Zhahir nash-nash terkait sifat-sifat Allah; diketahui maksudnya
dalam satu tinjauan, dan tidak diketahui maksudnya dalam tinjauan
yang lain.

Jika ditinjau dari maknanya,3e2 maka sifat-sifat Aliah kita


ketahui. Sementara jika ditinjau dari kaifivat (rupa) sebenarnya,
maka sifat-sifat Allah tidak kita ketahui.

Dalilnya adalah naqli dan akal.

0 Dalil naqli; di antaranya firman Allah;

* -,U\l J,i
\ . J J
5i3; tuul vi1 !,V" r-J--l
J .-J
I ol.:Jil i"sr
"Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah
agar mereka mengltayati ayat-ayatnya dan qgar orang-orang yang
berakal sehat mendapat pelajararl." (QS. Shad : 29):'sa

_ t i a ,_ ,
*/,rJ_\-...J"li-; -51-J t.',e L;l 'j ;ui+ dir
t-': '/t'ttt.-
,'.1

)92 Yaitu menurut makna aslinya, bukan makna yang dipahami makhluk,
karena makna seperti ini jelas bukan yang dimaksudkan. Karena itu pen-
syarah ath-Thahawiyah berkata pada halaman: 76 tentang sifat-sifat;
"Makna aslinya kita ketahui." Lihat iuga; at-TaCmuriyah, hal: 89, Syaikhul
lslam lbnu Taimiyah telah menyebutkan dan menielaskan kaidah ini.

393 As-Sa'di berkata dala tafsirnya (lVl+81); "Agar mereka menghayati ayat-
ayatnya," yaitu, inilah hikmah dari diturunkannya Al-Qur'an; agar manusia
menghayati ayat-ayatnya, sehingga mereka dapat menyimpuikan ilmu
dari ayat-ayat Al-Qur'an, menghayati rahasia-rahasia dan hikmahnya,
karena dengan menghayati ayat-ayatnya, merenungkan makna-
maknanya, dan terus memikirkannya berkali-kali, berkah dan kebaikan
Al-Qur'an akan diketahui. Hal ini menunlukkan motivasi untuk menghayati
ayat-ayat Al-Qur'an.

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla


"Kami meniadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab agar kamu
mengerti." (Q$. Az-Zukhruf : 3)aea

Dan firman-Nya;

).- , ,i. . ,rr i..l


f,\ gj-r -:.4- r.+to
l v - t ;^lj
I :-
v-u L" *# ,rp .-iir JSI ';J/ir h
"'!)an Kamt turunkan Arlz-Dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar
en gkau m en e r an gkan kep ad a m an usia a. p a y an g teiah di turunkan kep ad a
mereka dan agar mereka memikirkan " (Q.S. An-hlahl : 44)3es

Tadabur (penghayatan) hanya berlaku bagi sesuatu yang bisa


dipahami, sehingga manusia dapat memetik pelajaran sesuai
dengan apa yang ia pahami.

"Alasan .{l-i]ur'an rurun ciengan menggunakan hahasa Arab,


= Menghayati AI-Qur an sendiri termasuk salah satu amalan yang paling
utama. Membaca A;-Qur'an disertai tadabur (penghayatan), nilainya
lebih utama daripada sekedar mernbaca dengan cepat tanpa
penghayatan.
Dengan demikian; tidak mungkin bagi saya untuk menghayati sesuatu,
yang tidak saya pahami maknanya. Saya hanya bisa menghayati sesuatu,
yang teiah saya pahami maknanya.

Jg4 As-Sa'di berkata dalam tafsirnya (lv/+:);


"Kami menjadikan AlO,ur'an dalam bahosa Arab,"
iniiah yang disumpahr<an. Allah menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa yang
paling fasih dan ielas. Dan Allah menyebutkan hikmahnya, yaitu; "Agar
kamu mengerti," lafal-lafal dan makna-maknanya, karena mudah
dipahami oleh pikiran.

i95 Dengan demikian firman-Nya; "Agor engkau menerangkan kepada


manuila," menunjukkan bahwa Rasulullah& menjelaskan lafal-lafal dan
makna-makna Al-Qur'an.
As-Sa'di berkata dalam tafsirnya (lll/62); "Dan Kami turunkan Adz-Dzikr
(el-Qur'an) kepodamu," yaitu Al-Qur'an yang di dalamnya terdapat
peringatan terkait persoalan-persoalan agama dan dunia yang diperlukan
para hamba, baik perkara-perkara yang berkaitan dengan lahiriyah
ataupun batiniyah.
"Agar engkau menerongkan kepada manusia apa yang teloh diturunkan
kepada mereko," mencakup penjelasan lafal-lafal dan makna-maknanya,
"Dan ogor mereka memrkirkan,"nya lalu mengeluarkan khazanah-
khazanah keilmuan sesuai dengan kemampuan dan antusias mereka.
Catatan; syohid dari ayat ini adalah, perintah untuk menghayati Al-eur'an
secara keseluruhan, bukan hanya menghayati sebagiannya saja.

."-"--------------{ 3. Koidah-kaidahTbnt Petuniuklsma &Si .@,


ialah agar dapat dipahami oleh orang yang memahami bahasa
Arab; hal ini menunjukkan bahwa makna Al-Qur'an diketahui
dengan jelas. Jika tidak demikian, tentu tidak ada bedanya antara
turunnya Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, ataupun dengan
bahasa selainnya.

Sedangkan penjelasan Al-Qur'an yang disampaikan Nabiffi,


penjelasan ini mencakup lafal dan juga makna.

O Ddil akal; mustahil bagi Allah se untuk menurunkan


suatu kitab, atau berbicara kepada Rasul-Nya dengan suatu kalam,
dimana kalam-Nya ini menjadi petunjuk bagi umat manusia,
akan tetapi maknanya tidak diketahui, dan hanya seperti huruf-
huruf hijaiyah3e6 yang tidak dipahami darinya apapun; ha1 ini
jelas termasuk kebodohan yang bertolak belakang dengan hikmah
Allahuc.

Allah'[e berfirman tentang kitab-Nya;

396 Huruf-huruf hijaiyah adalah huruf-huruf penyusun kata. Huruf-huruf ini


juga disebut huruf-huruf kamus atau huruf-huruf pembangun. Lihat; ol-
Mu' jom ot- Muf ashshal f i' tJ li mill ughah, M uham ma d at-Ta nu kh i (l/z8z).
Disebutkan dalam al-MuJam al'Mufashshal fil Adab (UISB);
Huruf-huruf hiiaiyah adalah huruf-huruf Arab beriumlah duapuluh
delapan. Dan jika kita menganggap alif mewakili dua tanda, yaitu hamzah
dan alif layyinah, berarti huruf hiiaiyah terdiri dari duapuluh sembilan
huruf.
Sebagian orang menyebutnya huruf kamus, dan yang lain menyebut
huruf abjad, dan ada pula yang menyebut huruf alif ba" lbnu Jinni
menolak istilah huruf kamus, karena kamus yang di dalam bahasa Arab
disebut mu'jam adalah bentuk mashdar. Hanya saja lafai muJam di sini
disebut dalam bentuk isim maf'ul, sehingga maknanya adalah huruf-
huruf yang tidak diketahui, berasal dari fi'il ruba'i; a'iama, artinya
menghilangkan kerumitan.
Sedangkan istilah kedua, yaitu huruf abiad; lafal abiad hanya disebut
untuk urutan kata yang dikenal dalam ilmu hisab, dan berasal dari salah
satu bahasa leluhur, yaitu; a, ba, ia, dun, dan :eterusnya. Istilah ketiga
menyebut huruf alif ba'; inilah yang dimaksudkan saat ini. Kamus-kamus
menyebut secara berurutan mulai dari alif, ba'. ta', tsa', dan seterusnya
hingga ya'.
Sementara hrjo' artinya memotong huruf-hurirf kata dengan harakat-
harakatnya. Kalimat; hajautu! huruf haiwan atau hiiaan wa haiautuha
tahjiyyatan wa tahdijdituha tahiiyyatan artinya; saya mengeia huruf-huruf
satu persatu. Karena itulah mereka menyebutnya huruf tohalji atau huruf
tahojjiyah.

.@, s Al-Oowaaid Al- Mutsla


;::- y(- jr
: :i; 'i"lo','!,.;'--,1
o ; i.;-2; f uU"t *<;i +,;s
"
)llF
"Alif Larn Ra. (Iniiah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan
rapi kemudian ritjelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi
(Allah) Yang M ah abij aks an a, M ah ateliti." (QS. Hud : 1) 3e7

Demikian petunjuk daiii naqli cian akal yang menunjukkan


pengetahuan kita tentang makna nash-nash sifat.

Adapun petuniuk dalil naqii dan akal yang menunjukkan


ketidaktahuan kita akan kaifiyat (gambaran) dari sifat-sifat Allah,
maka n"lasalah ini sudah dijeiaskan sebelumnya pada kaidah
keenam di antara kaidah-kaidah sifat.

Dengan demikian, diketahui kekeliruan paham Mufawwidhah3ss


yang menyerahkan iimu tentang makna nash-nash sifat, dan
menyatakan bahwa iniiah paham salaf. Padahal, salaf sama sekali
tidak ada sangkut pautnya dengan paham seperti ini! Buktinya,
banyak perkataan salaf yang menetapkan makna nash-nash sifat

397 Ailah i.: berfirman, "(lnilah) Kitab," yang agung dan mulia, "yang oyat-
ayatnyo ciisusun dengan rapi," yailu disempurnakan dan indah, benar
berita-beritanya, adil seluruh perintah dan Iarangan-larangannya, fasih
lafal-lafalnva, dan indah makna-maknanya.
"Kernudian citielaskan secara terperinci," yaitu dibedakan dan dijelaskan
secara rinci dengan tingkat boyan yang paling tinggi . "(Yang diturunkan)
dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksano," meletakkan segala sesuatu di
tempatnya yang tepat, tidak memerintah dan melarang, melainkan
sesuai tuntutan hikmah-Nya, "Mchoteliti," mengetahui segala yang
zhahir dan batin. Jika kesempurnaan dan penielasannya berasal dari sisi
Allah Yang Maha Bijaksana, Maha Teliti, maka iangan ditanya lagitentang
keagungan, keluhuran, dan cakupannya; yang menunjukkan
kesempurnaan hikman serta luasnya rahmat.

398 Penulis mendefinisikan maksud tafwidh. Mereka ini adalah orang-orang


yang menyerahkan ilmu tentang makna nash-nash sifat. Makna tafwidh
menurut bahasa berasal dari perkataan; fowwadha ilaihil amra, artinya
menyerahkan urusan kepadanya.

"_-________{ 3. Kaidah-katdahTbntans Petuniuk Asma {S .@,


secara garis besar,3ee dan kadang pula secara rinci'400 Yang mereka
serahkan ilmunya kepada Nlah u;. hanyalah kaifiyat (gambaran
dari sifat-sifat Allah).

Syaikhul lslam Ibnu Taimiyah berkata di dalam bukunya yang


dikenal dengan j ud ul al:Aql w an N a ql (I / tl6), yang dice tak di b agian
catatan kaki kitab Minhajus Sunnah;

"Terkait tafwidh ; seperti diketahui bahwa Allah memerintahkan


kita untuk menghayati Al-Qur'an, dan mendorong kita untuk
memahaminya. Lantas bagaimana mungkin, perintah ini dimaknai
agar kita tidak mampu memahaminya, dan berpaling dari
pengetahuannya?!"aot

Sampai pada pernyataannya (halaman: 118); 'Jika demikian,


maka apa yang Allah sifatkan kepada diri-Nya di dalam Al-Qur'an,
atau sebagian besar apayangAllah sifatkan kepada diri-Nya, tidak
diketahui maknanya oleh para nabi. Bahkan, mereka mengucapkan
suatu perkataan, yang tidak mereka pahami maknanya'"ao2

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata; "Seperti dimakiumi,


bahwa hal ini tentu saja menodai Al-Qur'an dan para nabi; ketika
Allah menurunkan Al-Qur'an, dan mengabarkan bahwa Al-Qur'an,
Ia jadikan sebagai petunjuk dan penjelasan hagi umat manusia; ia

399 Seperti yang dikatakan lmam al-Ashbahani dalam bukunya, al-Huiiah fi


Bayanil Mahaiioh (t/gr); "Kabar-kabar tentang sif at-sifat
Allah ,r,-i diriwayatkan secara mutawatir dari Nabig, dan sesuai dengan
kitab Allah :*; lalu generasi terakhir meriwayatkannya dari generasi
pendahulu; seiak era sahabat dan tabi'in, hingga masa kita. Dintana
mereka menetapkan sifat-sifat Allah, mengetahuinya, mengimaninya,
dan menerima apa yangAllah kabarkan didalam kitab-Nya, dan apa yang
dijelaskan Rasul-Nya tentang kitab-Nya, dengan menghindari takwil.

4Oo Banyak dalilnya, di antaranya yang telah disebutkan sebelumnya dari


Imam Malik dan syaikh-nya; Rabi'ah. lmarn al--alakai menukil se.iumlah
dalil-dalil lain terkait hal ini dalam bukunya; Ushulul I'ttqad (llli397).

401 Lihat; Dar'u Ta'arudhil'Aql won Noql, cetakan tlniversitas lrnam, tahqiq;
Dr. Muharnmad Rasyad (l/zor), dan versi cetakan Darul Kutub al-'ilmiyah
dengan tahqiq; Muhammad Baidhun (l1tt6)'

4o2 Dar'u To'arudhil 'Aql wan Naql, cetakan Universitas lmam, tahqiq;
Dr. Muhammad Rasyad (llzo4), dan versi cetakan Darul Kr-rtub al-'llmiyah
dengan tahqiq; Muhammad Baidhun (l/188).

.@t Syarah A1-@waaid Al- fuIutsla


perintahkan Rasui-Nya untuk rnenyampaikannya dengan jelas, dan
menjeiaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka; rnemerintahkai: mereka untuk rnenghayati dan memahami
A"L-Qur'an, ciirnana kabar yang paling mulia (di dalam Al-Qur'an)
adalah sifat-sifat Aliah ;y-, namun ternyata tidak ada secrrang pun
yang memahami maknanya. \,Vaihasil, tidak ada seorang pun yang
bisa memahami, ataupun menghayati kitab-Nya.

Dengan asumsi seperti ini, tentu para pengingkar dan ahli


bid'ah akan berkata, '!'ang benar terkait persoalan ini, adalah apa
yang saya ketahui; berdasarkan pen<iapat dan pemahaman saya,
aian tidak ada nash-nash yang membantahnya, karena nash-nash
tersebut rumit, mutasyabihah, dan tak seorang pun rnengetahui
rnaknanya. Sesuatu yang tidak <iipahami maknanya, tentu tidak
bolelr dijadikan ddil,'sehinggapernyataan ini, akan selaiu menjadi
sekat i:agi petunjuk dan penjeiasan para nabi, sekaligus rnembuka
pintu bagi para penenta.ng rasui untuk mengatakan, 'Petunjuk dan
penjelasan ada di jaian kami, bukan di jalan para nabi, karena kami
mengetahui apa yang kami katakan, dan kami memperjelasnya
dengan dalil-cialil akal. Tidak seperti para nabi yang tidak
rnengetahui apa yang mereka katakan. Apalagi untuk menjelaskan
rnaksud mereka.'

Dengan dernikian, jelas bahwa pernyataan ahli tafwidh yang


mengklaim mengikuti sunnah dan salaf, adalah pernyataan yang
paling buruk dari ahli bid'ah dan para pengingkar."ao3 Demikian
dinukil dari pernyataan Syaikhul Islam lbnu Taimiyah.

Pernyataan ini sungguh tepat, yang bersumber dari ahli ilmu


yang memiliki pandangan yang lurus. Semoga Allah melimpahkan
rahmat nan luas kepada beliau, dan mengumpuikan kami semua
bersama beliau di surga yang penuh nikmat.

4o3 Dar'u Ta'arudhil 'Aql wan Noql, cetakan Universitas lmam, tahqiq;
Dr. Muhammad Rasyad (llzo4, zo5), dan versi cetakan Darul Kutub al-
'llmiyah dengan tahqiq; Muhammad Baidhun (U118).

3. Kaidah-kaiJahTbntanq Petuniuk Asma LSifat .@,


Kaidah Keempat
^EB6i5'
tV-'

Zhahir nash adalah; suatu maknaaoa dari nash yang langsung


terbersit dan dipahami oleh pikiran. Makna ini bisa berubah-ubah

4o4 Liha! at-Tadmuriyyoh, Syaikhul lslam lbnu Taimiyah, hal: 69, dan Taqrib
at-Tadmuriyyoh, Syaikh lbnu Utsaimin, hal: 6t. Syaikhul lslam lbnu
Taimiyah berkata; '!ika ada yang berkata terkait nash-nash sifat; tidak
boleh memberlakukannya secara zhahir, karena zhahirnya bukanlah
yang dimaksud.
Jawab; apa yang Anda maksud dengan zhahir? Apakah yang Anda
maksud adalah makna-makna yang nampak dari nash-nash, yang hal ini
sesuai dengan keagungan Allah tanpa tdmtsil? Zhahir dengan maksud
seperti inilah, yang jelas diinginkan oleh AIlah dan Rasul-Nya; wajib
diterima para hamba, dan wajib pula diimani menurut syariat; karena
makna ini benar.
Atau, yang Anda maksud dengan zhahir adalah tamtsil? Makna seperti
ini, bukanlah yang dimaksudkan; bukan zhahir nash-nash Al-Qur'an dan
sunnah, karena zhahir yang Anda pahami ini kafir dan batil berdasarkan
nash dan ijma'. Tidak mungkin zhahir perkataan Allah dan Rasul-Nya
bermakna kafir, batil, dan tidak diridhai oleh seorang pun di antara kaum
muslimin.
Dengan demikian, felas bahwa siapa pun mengatakan bahwa zhahir
nash-nash sifat adalah tamtsil, berarti ia telah keliru; dilihat dari sudut
pandang mana pun. Jika ia memahami dari zhahir nash sifat makna yang
keliru -yaitu makna tomtsil- berarti dia telah salah paham, namun
pernyataannya "bukanlah yang dimaksud," di atas menjadi benar
(karena pernyataannya ini menafikan tamtsil). Dan jika ia memaharni
dari nash sifat makna yang benar, yaitu makna yang pantas bagi
keagungan Allah, berarti ia benar dalam memahaminya, namun
pernyataannya "bukanlah yang dimaksud," di atas menjadi keliru.
Maka, meskipun ia benar dalam memaknai zhahir nash-nash sifat, maka
pasti ia akan keliru dalam menafikan bahwa itu bukanlah yang dimaksud;
dan jika ia salah dalam memaknai zhahir nash-nash sifat, maka ia telah
benar dalam menafikan; bahwa itu bukanlah yang dimaksud. Sehingga
pernyataannya adalah keliru, ditiniau dari sudut pandang mana pun. Dan
yang benar adalah; zhahir nash-nash sifat itulah yang dimaksudkan, dan
maknanya disesuaikan dengan keluhuran AIlah." Selesai nukilan.

.@, Svarah Al- id Al- Mutsla F---


= Pen-syarah kitab ;th-Ihahawiyah menyebutkan sebuah pengecualian
pentingi ',vakni xlarm penetapan zhahir nash-nash sifat oleh salaf
bernrakna idmtsi, cantakyif , karena lafai zhahir digunakan para ahli ilmu
kalam untuk makn;: yang tidak benar, maksudnya yang nampak pada
marhluk. Pemahaman seperti ini bukanlah yang dimaksudkan oleh para
imam. Selain itu, makna seperti ini iustru bukan yang dimaksudkan dari
zhahir nash-nash sifat; hanya orang bodoh atau pembangkang saia yang
rnemahami seperti itu. Sementara bagi salaf, lafal zhahir menurut
nrereka adalah makna yang langsung dipahami oleh akal yang lurus; dari
iafal tersebut; bagi s.iapa yang memahami bahasa Arab'
iv4asalah ini" sejatinya berkaitan rJengan masalah maiaz di dalam bahasa.
Dan, masalah ini suctah dibahas sebeiumnya.
Persoalan maiaz, termasuk di antara persoalan-persoalan yang diiadikan
alasan oieh ahli ta'thil dalam menafikan sifat.
Yang benar terkait persoalan ini adalah; setiap lafal memiliki makna
hakiki, sesuai dengan penggunaannya; didasari pada qarinah (indikasi)
yang terciapat di daiamnya.
Hal ini dijaCikan pe3angan oleh kaiangan yang menafikan rnaiaz, yang
menetapkan bahwa lafal ai:aam al-makhsush (lafal umum yang
dikhususkan) adaiah lafal yang hakiki. Mayoritas mereka menetapkan
hai tersebut. Hanya saia, tidak seorang pun di antara rnereka memiliki
dalil, cialam menetapkan adanya maiaz. Mereka juga tidak memiliki
sandaran yang benar dari sisi bahasa, bahwa lafal ini dan itu, dibuat
untuk makna ini dan itu.
Misalkan; singa vang ada di kebun binatang; kita berikan kepadanya
mimbar, kemudian ia pun naik (sebagaimana umumnya pada
pertunluxkan sirkus); maka, apakah menurut pihak yang menetapkan
majaz, bahwa ungkapan yang biasa mereka sebut dengan "Saya melihat
singa di atas mimbar," itu mernbutuhkan qarinah (indikasi) lain, yang
menunjukkan bahrva itu adalah singa asli, karena saking seringnya
ungkapan tersebut dipakai untuk lelaki pemberani?!
Contoh iain; lafal sayyarah menunlukkan orang yang berialan, seperti
disebutkan dalam f irman Allah, "sebagai makanan yang lezatbagimu, dan
bagt orang-orangyong dalam periolanan." (Q5. Al-Maidah : 96).
Dan firman-Nya, "Dan dotanglah sekelompok musafir, mereka menyuruh
seorong pengombii atr. Lalu dia menurunkan timbanyd." (qS. Yusuf : t9).
Lafal soyyarah saat ini lazim digunakan untuk mobil yang ditumpangi.
Dengan demikian, pernyataan mereka bahwa hakikat adalah sesuatu
yang ticiak memerlukan indikasi ataupun tanda, tidaklah benar secara
mutlak, karena setiap lafal hanya diketahuimaksudnya melalui rangkaian
kalimat. Karena itulah para ahli bahasa biasa menukil susunan kalimat,
dan bukan menukii kosa-kata, sebagaimana yang teiah dimaklumi
keberadaarrnya di ctalam kamus-kamus. Perkara ini sungguh amat jelas.
Walllhu a'lam.
Terkait bantahan adanya maiaz, silahkan meruiuk ash-Shawa'iq al'
I'Aursolah,lbnul Qayyim; bagian awal jilid kedua dari ringkasan kitab ini,
hal: 3 dan seterusnya. Dan terkait bantahan majaz terkait sifat-sifat;
sesuai uslub (rangkaian kalimat), dan apa yang ditambahkan di
dalam kalam;

Sehingga satu kata, boleh jadi memiliki makna tertentu pada


suatu rangkaian kalimat, dan memiliki makna yang berbeda
pada rangkaian kalimat yang lain. Dan susunan kalam, kadang
menunjukkan makna tertentu pada satu sudut pandang, dan
menunjukkan maknayang lain pada sudut pandangyang berbeda.aos

Contoh; lafal (a+JiJt), kadang diartikan sebagai kaum, dan


kadang pula diartikan sebagai desa tempat tinggal kaurn.

Contoh lafal (!-rJl) yangberarti kaum (penduduk);a06 flrman


Allah;

= datanB, rahmat, dan beristiwa bagi Allah, silahkan merujuk; Mukntoshor


ash-Shawa'iq (ll/to6) dan seterusnya dari Taqrib oth-Thahawiyah, Syaikh
Khalid Fauzi (USog).

4o5 Kesimpulan perkataan penulis; lafal zhahir berbeda-beda sesuai


beberapa hal berikut;
Pertamal siyaq (rangkaian kalimat).
Kedual idhafoh (sandaran kata).
Ketiga; torkib (susunan kata). Selanlutnya penulis akan menyebutkan
contoh-contoh tersebut.

406 Yang dimaksud dengan qaryah (negeri) dalam ayat ini adalah
penduduknya, karena yang diazab adalah penduduk yang menempati
negeri, bukan negeri tempat tinggal itu sendiri. Karenanya dalam tafsir
Jalalain, hal:372 disebutkan, bahwa yang dimaksud negeri di sini adalah
penduduknya. Al-Jamal berkata dalam ol-Hasylyah (lVl3z$; yaitu
sekelompok orang. Makna yang sama juga dinyatakan ash-Shawi dalam
al-Hasyiyah (tt/lSC).
Adapun pernyataan yang tertera dalam Tafsir lbnu Athiyah (lXirzr) dan
Tafsir ats-Tsa'labi (lllz67) bahwa yang dimaksud qaryah (adalah desa) dan
bukan suatu kota, maka tidak berarti yang dimaksudkan oleh mereka
adalah tempat tinggal para penduduk, buktinya adalah pernyataan lbnu
Athiyah selanjutnya, bahwa dhamir atau kata gantinya meruluk pada
penduduk negeri. lrrilah makna yang langsung tertangkap cleh pikiran.
Syahid (yang disimpulkan) dari hal ini ialah, t,ahrva saiu kata kadang
memiliki suatu makna tertentu pada suatu rangkaian kalimat, dan
memiliki makna yang lain pada rangkaian kalimat yang berbeda.

.@, Syarah Al - @v,ad d .4l- .\'lut sl o F--*"*"*


"Duri tidal: c:da suaiu negeri pun (vang durhaka penduduknya),
nteiainkan Kami nernbinasakannya sebeium hari Kiamat atau Kami
siksa (pendu.Cuknya) a€ligut siksa yang sanga.t keras. Yang demikian
itu te iah terLulis rii tiaiam Kitab (Lauh Mahfuzh)." (Q$. Al-[sra': 58)

Contoh lafai (L;riil yang berarti negeri terrpat tinggal adalah,


firman Altrair ter:tang tamu ibrahim;

, ;-,J, l:15 klii ;t cr-r :* J"i 6# [t F


"Sungguh, kanti akiln ntembinasaka'n'pendu'duk kota (Sodam) ini
karena penciuduknya stmgguh orang-orang zalim." (QS. A1-'Ankabut
:31)

Saat Anda mengarakan, "Saiza membuat ini, dengan kedua


tangan saya." Tangan dalam perkataan Anda ini, jelas berbeda
clengan tangan dalam frrman Allah;

* ,:+ J,j,G ! F
"Yang telah Aku cipr-akan dengan kedua tangan-Ku." (qS. Shad :
7s).

Karena "tangan" pada contoh di atas disandarkan kepada


makhluk, sehingga nraknanya disesuaikan dengan makhiuk.ao'
Sementara "tangan" pada ayat setelahnya disandarkan kepada
Khaliq, sehingga maknanya juga disesuaikan dengan-lrlya.a08 Tidak
ada seorang pun, yang merniliki fitrah lurus dan akal sehat,aoe
meyakini bahwa tangan Khaliq seperti tangan makhluk, ataupun

4o7 Karena susunan kata mengkhususkan lafal "tangan" ini untuk anggota
tubuh yang sesuai bagi makhluk.

4o8 Tidak ada satu makhluk pun, yang menyertai kekhususan-kekhususan


tangan ini.

4o9 Akal sehat adalah akal yang steril dari segala macam syubhat yang
disampaikan para ahii ilmu kalam, dan iuga steril dari syahwat. Seperti
disebutkan dalam Tolkhish ol-Hamawiyoh, milik penulis, hal: 96.

.@,
sebaliknya.

Contoh lain; (+i Yl Cr.,c t"); tidak ada siapapun di tempatmu


selain Zaid, dan; (Jh-ic Yl +j L"); Zaid tidak ada dimana-mana
selain di tempatmu.alo Rangkaian kalimat keduaall menunjukkan
makna yang berbeda dengan rangkaian kalimat pertama, meski
ungkapannya relatif sama. Namun karena susunan kalimatnya
berbeda, maka maknanya pun berubah.

Dengan demikian jelaslah bahwa; zhahir nash-nash sifat iaiah,


suatu makna dari nash, yang langsung terbersit dan dipahami oleh
pikiran.

@ Terkait persoalan ini, manusia terbagi menladi tiga


kelompok;n12

Kelompok pertamal menjadikan zhahir yang langsung


dipahami dari lafal tersebut sebagai makna yang pantas dan layak
bagi Allah ai , danmenetapkan dilalah (petr,njuknya) seperti itu.413

410 Rangkaian kalimat pertama adalah rangkaian qashrus sifah'alal maushuf


(membatasi sifat untuk yang disifati), sehingga maknanya adalah; tidak
ada siapapun di tempatmu, selain Zaid. Rangkaian ini membatasi sifat
keberadaan seseorang yang ada di tempatmu kepada vang disifati, yaitu
Zaid.

411 Rangkaian kalimat ini adalah rangkaian qa:hrul maushuf 'alas sifoh
(membatasi orang yang disifati dengan sifat te:rtentu). Dalam contoh ini,
kita membatasi Zaid dengan sif at terteniu, yaitu keberadaannya.
Maksudnya Zaid tidak berada dimana-mana, selain di tempat tersebut.
Namun, mungkin saia ada orang lain bersama Zaid di tempat tersebut.
Soal; adakah kaidah untuk mengenaii pei'beCaan antara qashrus sifah
'alal maushuf (membatasi sifat untuk yang disifati) dan gashru I maushuf
'alos sifah (membatasi orang yang disifati denglan sifat tertentu)?.
Jawab; masuknya (t-) nafiyah pada sesuatu yang dibatasi, laiu setelahnya
menyebut (Yl) untut< sifat yang dibatasi. Contoh; (t ) ,(elic Yl +j t )
nafiyah masuk ke lafal (+i), sehingga Zaid cisebut moqshur (hal yang
dibatasi) dan (els'; disebut maqshur'alaiht (si'at pembatasan tersehrut),
Contoh lain; (u),(+j Yl clr' L) nafiyah masuk ke lafal (-,,l.i'), ia disebut
sebagai maqshur (hal yang dibatasi). Ltnat; Mu'iam al'Musthalahat
al-Balaghiyyah, Dr. Ahmad Mathlub, hal: 468.

412 Lihat; al-Hamawiyah, hal: 539.

4t3 Maksudnya sesuai makna yang langsung dipahami pikiran.


Mereka ini adalah para salaf, yang berpedornan dengan apa yang
ada pada diri Nabiffi dan para sahabatnya; julukan ahiussunnah
wal jamaah tidak pantas disematkan pada siapapun, selain kepada
mereka ini.

Para salaf telah berkonsensus tentang hal ini, seperti yang


dinukil Ibnu Abdil Barr Ia berkata, 'Ahlussunnah telah sepakat,
inengakui sifat-sifat yang disebutkan di dalarn Al-Qur'an dan
sunnah secara keseiuruiran, mengimaninya, dan mengartikannya
$ecara hakiki, bukan secara rnaiaz. Selain itu, mereka juga tidak
rnenggambarkan bagairnana kaifiyat sitat tersebut, dan mereka
tidgk mendapati r;atu pun sifat Allah yang terbatas.'414

4t4 Disebutkan lbnu Abdilbarr dalam ot-Tomhid (Ylll4). Setelah itu ia


berkata; "Adapun ahli nid'ah; Jahmiyah, Mu'tazilah secara keseluruhan,
Can Khawarji; rnereka mengingkari sifat-sifat Allah dan tidak memaknai
satu pun di antaranya secara hakiki. Mereka menyatakan; siapa yang
menetapkan sifat-sif at, berarti telah men,verupakan Allah dengan
makhluk. Sementara bagi kaiangan yang menetapkan sifat-sifat, mereka
adalah orang-orang yang menafikan Zat yang disembah. Yang benar
adalah apa yang dikatakan orang-orang; sesuai dengan penuturan kitab
Aliah dan sunnah Rasui-Nya' Mereka ini adalah para imam iamaah."
Maksud perkataan penulis; "Mereka tidak mendapati satu pun sifat yang
terbatas," yaitu mereka tidak membatasi sifat-sifat Allah, tidak seperti
sifat-sifat manusia yang memiliki keterbatasan. Misalkan, seseorang
diberi sifat ilmu dan kemuliaan; tentu sifat tersebut ada batasnya.
Bahkan, mungkin saja ada orang lain yang lebih berilmu, dan lebih mulia
darinya.
Dala m M auqif lb ni Haznt mtnal Asy'ariyah, ad-Dimasyqiya h, hal : 66, penulis
mengkritik kelompok yang membatasi kuasa Allah'
Kalangan Asy'ariyah secara keseiuruhan berkata; Allah tidak mampu
menzalimi seorang purr, tidak mampu berdusta, dan tidak dapat berkata
bahwa Al-Masih putra Allah, hingga la berfirman sebelumnya, "Orang'
crang Nosrani berkato." AIlah juga tidak dapat berkata, "Uzair putra
Allah," h i n gga a berf irma n sebel u mnya, " Orang-orang Yahudi berkata."
I

Allah juga tidak dapat memiliki anak, tidak dapat menuniukkan suatu
mu<jizat pun ditangan seorang pendusta yang mengaku nabi' Dan iika ia
mengaku tuhan, Allah kuasa untuk menampakkan mukiizat-mukiizat
melalui kedua tanganrya.
Allah tidak rnampu merubah segala persoalan dari hakikatnya, merubah
jenis segala sesuatu dari esensinya, tidak mampu membagi sesuatu yang
tidak bisa terbagi, dan tidak mampu mengaiak siapapun selain menuiu
tau hid.
Demikian teks pernyataan dan hakikat keyakinan mereka. Mereka
menganggap Allah iemah, memiliki keterbatasan kekuatan, dan
kekuasaan; kadang la mampu, dan kadang pula tidak mampu. la mampu
melakukan sesuatu, dan tidak mampu melakukan hal lain.

3. Kai dah-kai,-lah Tentanq Petuniuk,4sma &Si .@,


Al-Qadhi Abu Ya'la berkata dalam lbthalut Ta'wil; "Tidak
boleh menolak kabar-kabar ini, tidak pula sibuk menakwilkannya.
Yang diwajibkan adalah memaknainya secara zhahir, dan sifat-
sifat tersebut adalah sifat-sifat Allah yang tidak menyerupai sifat-
sifat seluruh makhluk. Tidak boleh diyakini adanya kesamaan
di dalam sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk, seperti
yang diriwayatkan dari Imam Ahmad dan imam-imam lainnya."als
Demikian dinukil dari Ibnu Abdil Barr, al-Qadhi Abu Ya'la, dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa al-Hamawiyah,
halaman: 87 -89,jilid V dari Majmu' al-Fatawa.

S Inilah madzhab yang benar dan jalan yang lurus, karena


dua alasanl

Pertamal sebagai wujud penerapan petunjuk Al-Qur'an dan


sunnah secara sempurna, dari wajibnya berpedoman dengan apa
yang disebutkan di dalamnya, berkenaan dengan nama-nama Allah
dan sifat-sifat-Nya; sebagaimana hal ini dapat diketahui oleh siapa
pun, yang meneliti perkara tersebut berdasarkan ilmu dan sikap
moderat

Kedua; sebuah antitesis; apakah kebenaran datang dari


perkataan salaf, atau perkataan selain mereka?. Kemungkinan
kedua, jelas tidak benar,a16 karena konsekuensinya; generasi salaf
dari kalangan sahabat dan tabi'in berbicara secara batil dengan
jelas dan nyata. Padahal mereka tidak pernah sekali pun berbicara;

= Sifat-sifat seperti ini adalah sifat-sifat kekurangan. Selain itu, mereka


juga mengatakan bahwa tukang sihir mampu merubah benda, merubah
wuiud manusia meniadi keledai secara hakiki, membuat manusia terbang
di udara dan berjalan di atas air. Dengan demikian, tukang sihir menurut
mereka lebih kuat dari Allah e I
Abu Muhammad berkata, "Kelompok Asya'irah takut diserang kaum
muslimin jika secara terang-terangan menyatakan bahwa Allah tidak
mampu, karena itu mereka berkata,'Allah tidak disifati dengan kekuasaan
atas apapun,'seperti yang telah kami sebutkan di atas'."

415 Al-Fatawa al-Hamawiyoh, hal: 488.

416 Pernyataan bahwa, kebenaran berada di pihak khalof (generasi


belakangan) adalah batil, karena konsekuensinya;
Pertama; generasi salaf mengatakan kebatilan dengan jelas, hingga
datanglah generasi khalaf.
Kedua; mereka tidak menyampaikan kebena.an.

.@, Svarah Al- id.4l- llutsla o---***


selain mengungkapkan kebenaran yang wajihr diyakini-

Konsekuensinya; kemungkinan mereka tidak mengetahui


kebenaran, atau mungkin mengetahui kebenaran namun menutup-
nutupinya. Kedua kemungkinan ini jelas batii. Bxllnya lazim
mengharuskan batilnya malzum.alT Dengan dernikian, jeiaslah
bahwa kebenaran berada pada pernyataan salaf, bukan selain
mereka.

Kelompok kedua; kelompok yang menjadikan lafal zhahir, dan


yang langsung dipahami r:leh pikiran dari nash-nash sifat, sebagai
makna batii yang tidak pantas bagi Allah. Iniiah yang disebut tasylifi,
ctan mereka mempertahankan dilalah (petunjuknya) seperti itu.
Mereka dinamakan rnusyabbihah (kelompok yang menyerupakan
Allah dengan makhluk). Madzhab ini batil dan diharamkan; karena
beberapa alasan:

Pertamal pemahaman mereka ini adaiah bentuk kejahatan


terhadap nash-nash dan menaikannya dari maksudnya.al8
Bagairnana bisa nash-nash sifat dimaknai datinya tasybih
(penyerupaan Ailah dengan makhluk), padahal Allah wberfirman;

4.'4t 'e:11 'j;3i?+t' i-t: h


"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11)

Kedua; akal menunjukkan adanya perbedaan antara Khaiiq


dengan makhluk pada Zat dan sifat' Lantas, bagaimana bisa
nash-nash sifat dihukumi sebagai nash yang mengandung tasybih
(keserupaan Ailah dengan makhlukf!

Ketiga; pemahaman nash-nash sifat dari kelompok


musyabbihah ini berseberangan dengan pemahaman salaf, sehingga
pemahaman mereka ini batil.

Jika seorangmusyabbih atau orang yang menyerupakan Khaliq

4t7 Molzum di sini yakni, adanya kemungkinan tidak tahu, atau tahu tapi
menutup-nutupi.

4r8 Yang dimaksud adalah makna yang pantas bagiAllah.

-------{ )J ficrirlafi-i aidahTentang Petunjuk Asma LSiJat \ .@,


dengan makhluk berkata, "Saya tidak memahami turunnya Aliah
dan tangan Allah, selain seperti turun dan tangannya makhluk.
Dan, Allah tidak berbicara kepada kita selain dengan bahasa yang
kita pahami dan mengerti."

Pernyataan ini bisa ditanggapi dengan tiga jawaban;

Pertama; Zat yang berbicara kepada kita, Dia-lah yang


berfirman tentang diri-Nya;

,",,?11E+, ;'tr? "-j; *


"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11)t'n

Ia melarang hamba-hamba-Nya untuk membuat padanan dan


bandingan bagi diri-Nya, atau menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya'
Allah ueberfirman;

4.:'r:Et i ei; 1., r' ,t iu;tr i trp: xy


"Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu (padanan-
padanan) bagi Allah. Sungguh, Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." (QS. An-Nahl :74)a2o

t i;[, ;i-. trt-ui n rj;; y; ;


"Karena itu ianganlah kamu mengadakan tandingan-
tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah

4t9 As-Sa'di berkata dalam tafsirnya (lV/4tz); "Tirlak oda sesuatu pun yang
serupo dengan Dia," tidak ada sesuatupun dari makhiuk-makhluk-Nya
yang menyerupai-Nya baik di dalam Zat, nama narna, sifat-sifat, ataupun
perbuatan-perbuatan-Nya. Nama-nama Allah seluruhnya indah, sifat-
sifat dan perbuatan-perbuatan Allah yang dengannya ia rnenciptakan
makluk-makhluk besar, tidak ditandingi oieh siapapun. Karena tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan-Nya; hanya ia semata yang memiliki
kesempurnaan dari segala sisi.

4zo Syahid-nya adaiah firman Allah; "Maka ictn{,anlah kcrnu mengadakan


sekutu-sekutu bagi Alloh," yang mencakup oerbuatan menyamakan Allah
dengan makhluk-Nya. Demikian seperti d'nyatakan as-Sa'di dalam
tafsirnya (ltll71).

.@, Sy'arah Al - @waaid,li -,\I utsla


i 22)421

Firman Allah seluruhnya benar adanya; saling membenarkan


satu sama lain, dan tidak saling kontradiksi.

Kedua; dikatakan kepadanya; bukankah Anda memahami


bahwa Zat Anah tidak menyerupai seluruh zat lainnya? Ia pasti
menjawab, "Betul." Selanjutnya dikatakan kepadanya; maka Anda
harus memahami bahwa sifat-sifat Allah tidak menyerupai sifat-
sifat makhluk, karena pembahasan masalah sifat, sama seperti
pembahasan masalah zat. Siapa membedakan di antara keduanya,
berarti ia mengalami kerancuan.a22

421 As-Sa'di berkata dalam tafsirnya (ll 4z); " K a r e n a i t u j a n ga n I a h k a m u


mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah," yaitu padanan dan
bandingan dari para makhluk, sehingga kalian menyembah mereka
seperti kalian menyembah Allah, dan kalian mencintainya, padahal
mereka itu sama seperti kalian; sama-sama makhluk, diberi rezeki, dan
diatur. Mereka tidak memiliki apapun di bumi ataupun di langit. Tidak
pula dapat memberikan manfaat ataupun menimpakan mara-bahaya
kepada kalian. "Padohal kamu mengetohui," Allah tidak memiliki sekutu
ataupun tandingan, baik dalam sifat menciptakan, memberi rezeki,
ataupun mengatur seluruh alam semesta. Tidak pula memiliki sekutu
dan tandingan dalam uiuhiyah dan kesempurnaan. Lantas bagaimana
kalian menyembah tuhan-tuhan bersama-Nya, padahal kalian
mengetahui hal itu. lni sungguh aneh dan bodoh.

4zz Asy-syinqithi berkata dalam bukunya, Manhaj wa Dirasat li Ayatil Asma'


was Shifat, hal: 37;
Pembahasan sifat-sifat Allah secara keseluruhan menggunakan metode
yang sama;
Pertama; penuntut ilmu seyogyanya mengetahui, bahwa pembahasan
terkait sifat-sifat Aliah secara keseluruhan adalah sama; tidak ada
bedanya antara satu sifat dengan sifat yang lain, mengingat Zat yang
disifati hanya ada satu. la tidak rnenyerupai sifat-sifat makhluk.
Sebagaimana Anda menetapkan pendengaran dan penglihatan bagi
Allah, dengan makna yang pantas sesuai keagungan-Nya, dan sifat
tersebut tidak menyerupai sedikit pun dengan sifat makhluk, maka
metode yang sama ;uga berlaku bagi sifat istiwa, turun, datang, dan
sifat-sifat, serta kesempurnaan lainnya, yang dengannya AIIah memuli
diri-Nya.
Ketahuilah, Rabb seluruh langit dan bumi mustahil menurut akal,
menyifati diri-Nya dengan suatu sifat yang terbatas, atau sifat yang
menjurus pada kekurangan. Semua ini mustahil menurut akal, karena
Allah hanya menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat yang mulia, Iuhur, dan
sempurna; yang hal ini akan memutus segala anggapan adanya kesamaan
antara sifat-sifat Allah, dan sifat-sifat makhluk, sesuai firman Allah;

*----------{ 3. Kaidah -kaidah Tbntang Petuni uk,4sma &Si .@,


Ketiga; dikatakan; bukankah Anda menyaksikan adanya
kesamaan nama-nama di antara makhiuk-makhluk, namun
hakikatnya berbeda? Ia pasti menjawab, "Betul." Setelah itu
dikatakan kepadanya; jika Anda meyakini adanya perbedaan di
antara para makhluk terkait hakikat (rr:pa) sebenamva dari nama-
nama tersebut, lalu kenapa Anda tidak rnemahami perbedaan
antara Khaliq dan makhluk, padahal perbedaan di antara. keduanya
lebih jelas dan lebih besar? Bahkan, kesamaan antara Khaliq dan
makhluk rnustahil adanya, seperti yang telah dijelaskan sebeiumnya
dalam kaidah keenam dari kaidah-kaidah sifat.

Kclompok ketiga; kalangan yang menjadikan makna zhahir


yang langsung dipahami dari nash-nash sifat, sebagai makna batil
yang tidak patut bagi Aliah; yakni tasybih (adanya keserupaan antara
Allah dengan makhluk). Karena alasan iniiah, mereka mengingkari
dilalah yang ditunjukkan oleh nash-nash sifat, yaitu memaknainya
sesuai dengan l<eagungan Aiiah.

NXereka adalah ahli trz'thil (para pengingkar rnakna); baik


mereka yang me ngingkari nama-nama dan sifat-sifat secara umum,
ataupun yang rnengingkari nama-nama dan sifat-sifat secara
khusus, ataupun yang mengingkari salah satu di antara keduanya.a23

'-;it i-;.;t L-
*'
"Tidak ada sesuatu pun ydng ririp, afngon Dto. Dan Dia Yang Maha
^tj ;
Mendengor, f,laha Melihat." (qS. Asy-Syura: tr)
"3;?
Pembahasan tentang sifat, sama seperti pembahasan tentang Zat;
Kedua; ketahuiiah, bahwa pembahasan terkait sifat-sifat, dan
pembahasan terkait Zat, adalah serupa. Sebagaimana kita menetapkan
Zat Allah dengan penetapan wujud dan !man, dan bukan penetapan
kaifiyah (rupa) dan mukayyafah yang terbatas, maka seperti itu pula kita
menetapkan sifat-sifat untuk Zat Yang mulia dan suci ini, dengan
penetapan iman, dan wulud; bukan penetapan koifiyah (rupa) dan
pembatasan.

423 Dalam rangkaian kalimat cii atas, penulis menyebutkan ienis-jenis ta'thil.
Namun klasifikasi ta'thilini terasa rumit bagiku, hingga akhirnya aku pun
menghubungi Syaikh Khaiid al-Mazini; beliau membantuku
menyampaikan pertanyaan inikepada penulis -semoga Allah memberikan
balasan baik kepadanya- kemudian penulis mernberikan iawabannya.
Berikut teks suratnya;
Bi smill ahi r rahm a ni r r ahi m
Kepada saudari penanya;
Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu, wa ba'du.

.@, Svarah Al- aid Al- l[uts]a


Mereka ini mengalihkan nash-nash dari zhahirnya, kepada makna-
makna yang mereka tentukan berdasarkan akal; mereka pun
mengalami kerancuan, dan kekacauan di dalam menentukannya.
Mereka menyebutnya sebagai takwil, padahal hakikatnya tahrif.

S Madzhab merelra ini batil karena beberapa alasanl

Pertamal tindak kriminal terhadap nash-nash, karena mereka


menjadikan nash-nash terkait nama-nama dan sifat-sifat, sebagai
sesuatu yang menunjukkan makna batil, yang tidak patut bagi
Allah, dan tidak sesuai dengan maksud-Nya.

Kedua; mengalihkan firman Allah dan sabda Rasul-Nya


dari zhahirnya. Aliah;e berfirman kepada manusia dengan
menggunakan bahasa Arab yang jelas; agar mereka memahami
firman-Nya, sesuai dengan petunjuk bahasa Arab. Nabiffi juga
berbicara kepada mereka dengan bahasa Arab yang paling fasih.

Maka dari itu, wajib memaknai firman Allah, dan sabda Rasul-
Nya, sesuai dengan zhahir yang dipahami dari bahasa Arab; dengan
tetap menjaganya dari takyif dan tamtsil bagi AlLali ,---; .

Ketiga; mengalihkan firman Allah dan sabda Rasul-Nya dari


zhahirnya kepada makna yang tidak sesuai, termasuk dari berbicara
tentang Allah tanpa dasar ilmu. Pernyataan seperti ini diharamkan
berdasarkan fi.rrnan Allah;

= Berikut jowaban dori pertanyoan Anda; baik mereka yang men-ta'thil


(mengingkari) nama-nama dan sifot-sifat secara umum; syaikh komi
berkata;
"(Yong men-ta'thil secoro umum) maksudnya adalah kalangan ekstrimis
Jahmiyah. Dan yang secdra khusus; korena adanyo sebagian orang ydng
mengingkari sebagian sifat-sif at.lni tentu sudah jelos. Ada pula orangyong
mengingkari sebagion namd-noma. lni juga sudah jelas. Ada juga kolongon
yang mengingkari sebagion ncmo-nama, seperti kelompok-kelompok
Mu'taziloh veng honyo menetapkan tiga noma sa)a; Hayyu, 'Alim, dan Qodir,
dan meniadakon nama-nama loinnya.
Atau menafikan nama-nomo soja, seperti Mu'tazilah secara umum. Atou
menafikan sif at-sifat, rnereko adalah kelompok Asya'irah dan lainnya. Saya
sorankan saudari untuk membaca buku al-Milol wan Nihal koryo asy-
Syihristani, oeliau di dolom bukunya menyebutkan kelompok-kelompok
Mu'taziloh. Demikian pula buku beriudul al-Farq bainol Firaq."
Dttulis oleh; Khalid al-Mazini.

"*.*-----------{ 3. Kaidah-kaidah Tbntanq Petuni uk,4sma &Sr .@,


;!t: A63E';i; .rr?t G, i; i;i1 ,lF
t dJ"-t^, ) 6 yt * t;rx ti, (iiii iJl! ; ;! r;,;' ;,i,
//: ,i.:\i
"Katakanlah (Muhammad),'Tuhanku hanya mengharamkan
segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan
dosa,perbuatan zalim tanpa alasan yangbenar, dan (menghararnkan)
kamu mempersekutukan Allah dengan sesuat'u4 sedangftan Dia
tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharantkan) kamu
membicarakan tentang Allah ap a y ang tid a k kamu ketalr ui'. " (Q,S. AI-
A'raf : 33).

Dan firman-Nya;

2t
rl.1 ^t
lv
s ;1-Jt; );u
f ,,
o. .;)-#

"D kamu m e n gikuti s e su atu y' a n g ti d ak kamu ke t ahui.


a.n t an ga niah.
Karena pendengriran" penglihatait dan hati nureni. seftiua itu akan
t2a
dirnint a p er tanggun gj aw ab annya." (Q.S. Al- Isra' : 36)

424 Makna ayat; janganlah engkau mengikuti sesuatu )'ang engkau tidak
memiliki pengetahuan tentangnya, baik perkataan maupun perbuatan,
sehingga ianganlah engkau mengatakan, "Aku meiihat," padahal Anda
tidak melihat. Jangan pllla berkata, "Aku mendengar," padahal Anda
tidak mendengar. Dan iangan pula mengatakan, "Aku mengetahui,"
padahal Anda tidak mengetahui.
Al-Baihaqi dalam S.vu'abul Iman (VUrog) dan Abu Nu'airn dalam al-Hilyoh
(Vlll/r89) meriwal,.aikan bahwa Nabig: bersabda; "Barangsiapa berkata
sesuatu tentang orang mukmin vang tidak ia <etahui. Ailah rnenahannya
di atas jembatan neraka Jahanam, sampai ia terbebas dari apa yang ia
katakan." Abu Nu'aim berkata, "Hadits ini Eharib. l-lanya lsrnail yang
meriwayatkannya dari Sahal."
Al-Kumait berkata;
Aku ti dak men u duh sal ah orang. y ang ti dak b er sal alt
Dan aku tidak mencari'cari kesalahan orang yong tidak bersalalt
Ada dua versi qiraah lain dalam ayat ini, dan kedua qir-aah ini tidak
termasuk dalam qiroah sob'ah;
Pertamal (ri[ Yr) dengan menetapkan wawd" As-Sanrin berkata dalant
ad-Durr al-M,tshun (lv/lgo); rnenetatrkan huruf illot ketika iazm adalah
bahasa suatu kattm. dan rnenurut ,vang lain dalam kondisi darurat.
Kedua; (6 Y:) dari kata qafayaqufu, artinya rnengikuti' Lihat; tafsirAbu
as-Sa'ud (lllfiz7),Tafsir Abu Hayyan (Vl/32), dan lafsir al-Qurthubi (XlzSl).

.@, ) $'arahAl-@waaidAl- llutsta {


Orang yang mengalihkan firman Allah dan sabda Rasul-Nya
dari zhahirnya kepada makna yang tidak sesuai, adalah orang yang
mengikuti sesuatu !ar)g ia tidak memiliki pengetahuan tentangnya,
dan mengatakan sesuatu terhadap Allah yang tidak ia ketahui,
karena dua alasan;

Fertama; ia rnen)ratakan bahwa maksud firman Allah itr dan


sabda Rasul-Nya bukanlah seperti ini dan itu,a2s padahal zhahir
kalam menunjukkan seperti itu.

Kedua; ia menyatakan bahwa maksud firman Allah,Jtr dan


sabda Rasul-N;.,a seperti ini dan itu,a26 pa<iahal zhahir kalam
tidak menunjukkan makna tersebut. Jika kita menentukan salah
satu dari dua makna yang memiliki kemungkinan yang samaa2'
saja dianggap sebagai perkataan tanpa landasan ilmu.a28 Lantas
bagaimana kiranya jika kita lebih memilih makna yang marjuh
(lemah) dibanding y ang zhahir? a2s

Contoh; firman Allah kepada Ibiis;

| -,. ',.ir
*+ i;l-
,:r1 ..
: :.."i - :-'i L",i -^+-i ,Jl c"["*:." L" _;+ly
J.4
(r-J
f
I sJl-J\r I

,., JLr*
. ,,.i,
t j,.dl
"Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kainu sujud kepada
yang telah Aku ciptakc.n dengan kedua tangan-Y.it" Apakah kamu
menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk golongan yang
(lebih) tinggi7' (QS. Shad : 75)

425 Misalkan ia berkata, bahwa yang dimaksud dengan istiwa' bukanlah


ketinggian, padahal itulah yang zhahir dari kalam.

4:6 Seperti istiwo' yang menurut anggapan mereka bermakna istila' atau
berkuasa.

+:'7 Seprrti lle:.: r..;sir) yar g nienriliki kemungkinan makna suci atau haid. Jika
salah !aiir dai'i kedu:, makna ini cjitenrukan tanpa qarinah atau tanda,
maka :errr-,asuk ciari berkata tanpa iandasan ilmu.

4zB Septrti iniian yang i,sebuti<an dalam naskah penuiis dan juga naskah
r.bdul Maqslrud. 'r'ar;r be:rar adalair rafa' sebagai kiraliar. Saya tidak tahu
alasan kenapa i'rab-n,ra nasirab.

429 Seperti; istila'.

,-**---{ 3 . Kai rlah -kaidah Tbntang Petunj uk Asma LS ifat .@,


Ketika seseorang mengalihkan kalam ini dari zhahirnya dan
mengatakan, "Yang dimaksud dua tangan dalam ayrt ini bukanlatr
tangan hakiki,a3'r tapi maksudnya begini Can heqitu!"l3' Karni
katakan kepadanya; 'Apa dalil Anda menahkari t.r.ngan secara
hakiki, dan apa pula dalil Anda yang menetaplian maksudnya
seperti yang Anda kira?" Jika ia bisa menunjui<.kan Caiilnya -tapi
dari mana ia bisa menunjukkan dalilnya?!-, itulah yang diliarapkan.
Jika tidak, berarti ia telah mengatakan sesuatu lerhadap Allah
tanpa dasar ilmu; dalam menafikan sifat ataupun rnenetapkannya.

Keempat; masih tentang irantahan terhadap paham ahlita'thtl.


I,llemalingkan nash-nash sifat dari zhahirnya menyalahi manhaj
(baca: metode) NabiS, para sahabat, para pendal:ulu cian imam-
irnam umat: sehingga cara seperti ini batil, karena kebenaran ada
pada manhajmereka.

Kelima; dil.,atakan kepada ahli ta'thil; apakah Anda lebih tahu


tentangAiiah. t{;.rrpadaAilah sendiri?! Ia pasti menjawab, "Tidak."nt'

Setelah itu riikatakan kepadanya; apakah kabar yang


diberitahukan Ailah mengenai diri-N;'a adaiah benar? Ia pasti
(Ya.'433
rnenjawab,

Setelah itu d.ikatakan kepadanya; apakah Anda mengetahui


suatu kalam yang lebih fasih:34 dan lebih jeias dari kalarn Allah',e ?

4jo Boleh jadi, ia rnemahaminya sebagai anggota bacian; maka tidak


diragukan lagi, bahwa hal ini bukanlah izang dimaksudkan.

43r Semisal memaknainya dengan ni'mah (pemberi anugerah) dan qudrah


(kuasa).

432 Jika ia meniawab "lya" maka itu adalah kekufuran.

$3 )ika ia menlawab "Tidak" maka itu adalah kekufuran, karena


mendustakan Ailah.

434 Fashahah (fasih) secara bahasa bermakna jeias dan nanrpak. Dikatakan
(d + L^c ;-'ls a;i;, ,,Fulan memfasinkan apa yang ada <Ji daiain dirinya,"
yakni iika di;r menarnpakkannya. Dan fashchcrh nrer;rpakan sifat yang
mengikuti kata mufrad (tunggai), kaiam, dan orariq yang berbicara.
Dikatakan; (iau"i iliJ), "lafal yang fasih," (6*.* r>S1 "kaian"l yang fasih,"
dan (g+-E q); ,) "lelaki yang fasih." Fashahah di dalam lafal, dikenali
dengan nihilrir.a ketidakteraturan dalam susunan huruf, lafal asing, dan
kontradiksi dengan qiyas.

.@, tl"rtt, <F---


ia pasti meniawa"b, "'l'rdak."

Seteiah itu dikatairan kepadanya; apakah Anda mengira, bahwa


Allah LrermaiisuC rne::gaburkan kebenaran bagi makhluk terkait
nash-nash irr.., ,gar iirr.reir,,,r. rrenyimpulkannya sendiri dengan akal?
Ia pasti r:en.,:u,.atr, "T dak."

iniiah pert:nvaa:-, -prertanyaan vang harus diaiukan kepadanya


sesuaj 'yangit:iera cii laiam Al-Qur'an.

Seian;ikar, aer!.rnyaan-perianyaan yang harus diajukan


kepadan=ya ses',Lai yan:.;i*;':tera Ci dalam sunnah adaiah;

'Apakah Ancia lelih n:engenal Ailah, dariparia Rasulullah#?"


ia pasti n:eni:i,;ab, "T d.a<."

Seteiah iti: dikatak:r: kepadan'yrai dpakah yang diberitakan


Rasuiuilah+5, isntang Aliah i:enar adanya? Ia pasti menjawab, "Ya."

Seteiah itri dikatakan kepacian-va; apakah Anda mengetahi-ri


arianya s€srcr;,ng ya:,g iebih fasih i;erkataannrra. dan lebih jelas
ka}amnya, <iarlpaCa R lsuiullaha!? ia pasti menja*rab, "Tidak."

Setelah il:: dikat;rkan kepadanya; apakah Anda mengetahui,


ada seorarrg yang lerih tuius ialarn menasihari hamba-hamba
Allah, daripad:: F.asuiutrlal:g? Ia pasti menjawab, '-Tiriak."

Seteiali it': dik riakan keparianya; jika Anda mengakui


semua ini, ianias ker apa Anda tidak memiliki keberanian untuk
menet;ipkar) 3i,.1'yang Aliah tetapkan untuk diri-lr'lya, dan apa yang
teiair ditetapi.:an P,a.sur-Nya bagi-Nya, sesuai hakikat dan zhahirnya
yang patut t,aqr Ailal;lr3:

Bagairna:ir anria me:niiii<i keberanian dalam rnenafikan

435 Di arita!-a mereka ',an; mem!iiki keberanian menetapkan apa vang


CitetaFkari Allah un:uk diri-Nya, ian iuga yang ditetapkan Rasui-Nva,
adaiah avah imamul rlaramain dalam bukunya, on-Noshihah fi Shifatillah,
ketrka ia meriyatakarr pada halaman: t8;
"5aya menpenal mi:reka -semoga Allah membantu mereka dengair
pertolongan-i.,lya, dan membimbing mereka untuk taat kepada-Nya-
karena Cuiu. saya pernah merasa bingung, terkait tiga permasaiahan;
permasaiahan sifat, keberadaan Allah di atas makhluk-Nya, dan
permasalahan huruf dan suara di daiam Al-Qur'an.

--*-------{ 3. Katdah-kaidah Tbntano Pet ui,4sma &Sr .@,


= Saya sungguh merasa bingung; membaca banyaknya perkataan yang
berbeda, yang tertera di dalam kitab-kitab ularna pada masa itu; apakah
rnenakwilkan dan merubah sifat-sifat, ataukah memberlakukannya
sepertiyang disebut, ataukah bersifat t awoqquf ,atauiiah menetapkannya
tanpa takwil , ta'thil, tasybih, dan tamtsil.
Setelah itu saya mendapati nash-nash di dalam kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya yang secara ielas menuniukkan hakikat sifat-sitat, menetapkan
ketinggian Allah di atas makhluk, dan iuga menielaskarr tentang huruf
dan suara terkait Al-Qur'an.
Setelah itu saya mendapati di dalam kitab-kitab kalangan ahli kalam
generasi terakhir, diantara mereka ada yang menakwilkan istiwo'dengan
kekuasaan, menakwilkan nuzul dengan turunnya perintah, menakwilkan
yadain dengan dua nikmat dan dua kekuasaan, menakwilkan qadam
sebagai pendahulu kebaikan di sisi Allah, dan penakwilan-penakwilan
lainnya.
5elain itu, saya juga mendapati, bahwa mereka i-nenganggap kalam Allah
sebagai makna yang ada pada Zat, tanpa huruf dan tanpa suara. Mereka
menganggap huruf-huruf ini sebagai ungkapan dari makna tersebut.
Di antara mereka yang menganut pendapat-pendapat seperti ini, atau
sebagian di antaranya, adalah suatu kaum yang memiiiki kedudukan
tersendiri di dalam hati saya, seperti seiumlah fuqaha Asy'ariyah yang
menganut madzhab asy-Syafi'i, karena saya Penganut madzhab asy-
Syafi'i. Saya mengenali mereka raiin menlalankan kewaiiban-kewaiiban
agama, dan hukum-hukum agama. Saya mendapati syaikh-syaikh agung
seperti mereka ini, menganut pendapat-pendapat seperti ini. Mereka ini
adalah syaikh-syaikh saya, dan saya memiliki keyakinan sempurna
terhadap mereka, mengingat kemuliaan, dan ilmu yang mereka miliki.
Namun hati saya merasa tidak tentram terhadap penakwilan-penakwilan
mereka. Saya khawatir membatasi dan menyerupakan Allah dengan
makhluk iika menetapkan ketinggian dan sifat istiwa. Di sisi lain, saya
membaca nash-nash yang tertera dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-
Nya yang mengisyaratkan hakikat makna-makna ini. RasulullahS iuga
dengan ielas rnengabarkan tentang Rabbnva, seraya menyifati-Nya
dengan sifat-sifat tersebut.
Saya tahu pasti, mailis beliau tentu dihadiri orang mulia yang berilmu,
orang bodoh, orang cerdas, orang dungu, orang badui. dan orang kasar.
Lalu saya tidak menemukan keterangan apapun; baik dalil yang berupa
nash, ataupun yang zhahir, dari beliau$, yang menielaskan tentang
penakwilan ataupun pengaiihan rnakna dari hakikat sebenarnya,
sebagaimana yang dilakukan para syaikh saya, yang merupakan fuqaha
dan ahli ilmu kalam; seperti menakwilkan istiwo' (i:eristiwa) dengan
isti'la (berkuasa), menakwilkan nuzul (turunnya Allah) dengan turunnya
perintah, dan semacamnya.
Saya luga tidak mendapati adanya riwayat-riwayai dari llabi *g, yang
menyebutkan bahwa belia,": rnenglngatkan orang-creng, agar iangan
mengimani sifat Allah sesuai dengan makna yang zhahir dari kalam
beliau, seperti; keberadaan Allah di atas makhluk-Nva, Allah memiliki dua

.@, s h Al-Oowaaid Al- Mutsla o---


hakikat sifat-sifat tersebut, kemudian memalingkannya kepada
makna lain, yangberseberangan dengan makna zhahir; tanpa dasar
ilmu?

Apa ruginya bagi Anda, jika Anda menetapk-an untuk Allah r*e ,
apa yang ia tetapkan trntuk diri-Nya di dalam kitab-Nya, atau yang
ditetapkan daiam sunnah nabi-Nya; secara laik dan pantas bagi-
Nya. Sehingga Anda dikatakan berpedoman pada Al-Qur'an dan
sunnah, dalam menetapkan, ataupun menafikan sifat-sifat bagi
Allah?!

Bukankah cara seperti ini lebih selamat bagi Anda, dan lebih
lurus dalam memberikan jawaban, ketika Anda kelak ditanya pada
hari kiamat;

q :,=L-tir fi;i r;u . ;


"Apakah jawabanmu terhadap para rasuL?" (QS. Al-Qashash :
6s)

Bukankah memalingkan nash-nash dari zhahirnya, dan


menentukan makna lain seperti ini disebut pertaruhan, karena
bisa saja maksudnya tidak seperti yang Anda palingkan -itu pun
dengan asumsi bolehnya memalingkan nash-nash dari zhahirnya-?!

Keenaml masih terkait bantahan terhadap paham ahli ta'thil.


Pernyataan ahli ta'thil banyak melahirkan konsekuensi batil.
Sedang, batilnya lazim menunjukkan batilnya maizum.

Di antara konsekuensi-konsekuensi batil ini adaiah;

Pertamal para ahli ta'thiL memalingkan nash-nash sifat dari


zhahirnya, I:arena mereka yakin bahwa menetapkan sifat-sifat

= tangan, dan lainnya, seperti halnya riwayat-riwayat yang menukil


perkataan beiiau, yang menunjukkan bahwa sifat-sifat tersebut memiliki
makna yang lain yang tersembunyi; bukan makna yang zhahir. Seperti
keberadaan Allah oi atas seiuruh makhluk-Nya, maksudnya adalah
ketinggiarr derajat, atau tangan diartikan sebagai nikmat dan
semacamnya." Selesai nukilan.

3. Kaidah-kaidahTen Petuniuk Asma &Si .@,


mengharuskErn msnyerupakan Allah :e dengan makhluk-N.;a.85

436 Contoh; firman Allah, "Padohal kedua tangan Aliah terbenlcng." (Q5. Al-
Ma'idah : 64). Para ahli ta'thil meyakini, bahwa kedua tangan tersebut
seperti dua tangan makhluk, jika kesamaarr ini drk.;takan secara
zhahirnya, maka nrenyebabkan kafir. Yang benar, kedua tai:gan tersebut
adalah tangan yang layak bagiAllah.
Asy-Syinqithi menyatakan dalam bukunya, f\la,,fiai ii Dirasatil Astrro' wash
Shifat, hal: 35;
'lo'thil disebabkan oleh keyakinan menyerupakan Allah dengan makhluk.
Dengarkan nasihat orang yang menyayangi, wahai saudara-saudara
sekalianl Dan ketahuilah seluruh keburukan ini disebabkan karena
kotornya hati cjari kotoran tasybih, dimana orang yang hatinya kotor,
merrdengarkan kotoran-kotoran tasvbih; nrerryerupakair sLlatu sifat di
antara sifa i-sifat sempurna yang dengan sifat-sifat tersebut Allah memuii
diri-Nya, seperti; turunnya Allah ke langit dunia di sepertiga malam
terakhir, beristiwa di atas Arsy, datang pada hari kiamat, dan sifat-sifat
luhur serta sLlmpurna lainnya. Nahasnya, yang langsung tertangkap di
dalam pikiran orang malang ini adalah, bahwa sifat tersebut menyerupai
sifat makhluk.
Sesungguhnya, hatinya telah terkotori oleh kotoran-kotcran tosybih; ia
tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya; yang langsung
tertangkap dicialam pikirannya ialah bahwa sifat Khaliq menyerupaisifat
makhluk. Dengan demikian, penyebab pertama para ahli to'thil
(melakukan ta'thil) adalah karena hati mereka tetah terkotori oleh
kotoran-kotoran tasybih, sehingga kesialan tasybih ini mendorong
mereka men;ifikan sifat Khaliq, dengan daiih bahwa sifat-sifat-Nya
menyerupai slfat-sifat makhluk; sehingga seiain menyerupakan Allah
dengan makhluk, mereka juga menafikan sifat-sifat Allah. Walhasil,
mereka dari arval hingga akhir, senantiasa bertindak kurang ajarterhadap
Rabb seluruh alam; dengan menafikan sifat-sifat dari-Nya, dengan dalih
bahwa sifat tersebut tidak patut bagi-Nya.
Ketahuilah, ada sebuah kaidah ushul yang disepakatioieh ahliilmu, yang
kaidah ini diladikan acuan, bahwa Nabig! tidak boleh ta'khirul bayan'an
waqtil hajoh imenunda penjelasan ketika diperlukan), terlebih dalam
urusan-urusan akidah. Andaikan kita menyetului asurnsi batil mereka,
bahwa zhahir ayat-ayat sifat menyebabkan kafir, kenapa NabiS tidak
menakwilkan istiwa' (beristiwa di atas Arsy) dengan istilo' (berkuasa di
atas Arsy)? Beliau sama sekali tidak menakwilkan seperti itu. ,{ndaikan
yang dimaksud dari sifat-sifat tersebut adalah seperti yang mereka
takwilkan, tentu beliau segera menielaskannya, karena tidak boleh bagi
beliau menunda penielasan ketika diperlukan.
Kesimpulannya, setiap muslim waiib meyakini akidah ini; yang
menguraikan seluruh syubhat, dan akan meniawab segala kerancuan.
Penielasannya sebagai berikut;
Ketika seseorang mendengar suatu sifat yang disifatkan Allah untuk diri-
Nya, atau disifatkan Rasul-Nya untuk-Nya, i'naka hendaklah hatinya
dipenuhi rasa pengagungan, dan memastikan bahwa sifat tersebut
mencapai puncak kesempurnaan, keluhuran, dan ketinggian, hingga

.Ot s h,4l-@waaid Al-,\1 utsla o---_


Menyerupakan Aliah ;= dengan makhluk-Nya aCalah kekafiran;
karena hal ini melazinrkan pengingkaran terhadap firman-Nya;

q --a)l
"Tidak ada sesuatti pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha NIenCengar, Maha N\elihat." (QS. Asy-Syura : 11)

Nu'aim bin Hammad al-Khuza'i, salah seorang guru al-Bukhari,


berkata, "Siapa menirevppskan Allah dengan makhluk-Nya, maka
ia kafir. siapa mengingkari suatu sifat yang disifatkan Allah kepada
diri-Nya, ia kairr. Apa yang disifatkan Al1ah untuk diri-Nya, dan
juga disifatkan Rasul-Nya untuk Rabbnya, sama sekali tidak
menyeruDai makhluk."437

Seperti diketahui, salah satu kebatilan terbesar adalah


menjadikan zhahir kalam Allah;e dan kalam Rasul-Nya sebagai
tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk), dan kekafiran, atau
mengesankan seperti itu.

Kedua; kitab Allah t:e yang Ia turunkan sebagai penjeias atas


segala sesuatu, petunjuk bagi manusia, penawar segala penyakit
yang ada di dalam dada, cahaya, penerang, dan pembeda antara
yang haq dan batil; lalu di dalamnya Aliah tidak menjelaskan apa
yang wajib diyakini para hamba terkait nama-nama dan sifat-sifat-
Nya. Selanjutnya Allah menyerahkan keyakinan tersebut kepada

= memutuskan seluruh dugaan-dugaan adanya kesamaan antara sifat-


sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk; jadilah hatinya memahasucikan,
da n mengangungkan -Nya, tanpa terkotori oleh kotora n-kotoran tasybih;
sebidang hatinya pun akhirnya dapat mengimani dan membenarkan
sifat-sifat Allah yang dengannya Allah memuji diri-Nya, dan juga nabi-
Nya, sesuai firman-Nya;
,4t
'4
G:-l:^-r ;t - *j ,i Y
"Tidak edc sesuotu )un yang serupa dengon Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengd,, Maho Melihat." (qS. Asy-Syura : tl). Sebaliknya, puncak
keburukar adalah tiriak mengagungkan Allah, dan langsung tersirat dr
dalarn pikir-ar.: bahrry., sifat Khaliq menyerupai sifat makhluk, hingga ia
terpaksa meniadakan sifat Khaliq; karena alasan dusta dan khianat
seperti ini.

437 HR.Adz-Dzahabi dalam ol-'Uluww, hal: tVz, dan Mukhtashar alJUluww,


hal:94. Al-Albani menshahihkan sanad atsar ini.

.".**..--..------ 3. K,tidah-kctidah Petuniuk,4sma &Sj .@,


akal, untuk n:.enetapkan bagi Allah apa yang mereka ingrnkan,
dan agar mereka rnengingkari apa yang tidak mereka :ngrnt<an. trni
jelas-jelas batii.

Ketiga; llonsekuensinya; Nabi$!, khuiafa rasriiciin, generasi


pendahulu uniat, dan para imam; merek;r semua iaiai untuk
mengetahui cian menjelaskan sifat-sifat yang r.vajib bagi A1lah
=,
-bagi-Nya,
sifat-sifat yang rnustahil bagi-Nya, atau yang boleh
karena tidak ada satu huruf pun yang diriwayatkan <lari mereka.
yang memperkuat pendapat ahli ta'thil terkart sfiat-sifat AlJah &e,
atau yang mereka sebut takwii.

Dengan demikian, Nabiffi, khulafa rasyiciin, generasi pendahulu


umat, dan para imam; mereka sernua lalai karena bocioh dan tidak
mengetahui sifat-sifat Allah; atau ldai karena tidak menjelaskannya
kepada unrat. Kedua kemungkinan ini jelas bati.1.a38

Keernpat; firman A1lah dan sabda R.asui-Nya bukan rujukan


bagi rnanusia terkait keyakinan tentang Ailah; Rabb dan Tuhan
rnereka, dimane mengenal-Nya termasuk hal paling penting yang
disampaikan s;rariat. Bahkan, mengenal Allah adalah inti dari
seiuruh risalah. Rujukan mereka daiam makrifat adalah akal yang
kacau cian kontradiktil hingga akhirnyaberujung pada pendustaan,
atau tahrif (yang biasa mereka istilahkan dengan takwil); sebab
tidak mungkin bagi mereka untuk mendustakan nash-nash syariat
secara langsung.

Kelima; termasuk konsekuensi lainnya adalah boieh menaflkan


apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga dikatakan
terkait firman Allah;

4,\L u.o eiilr;" **:;qy


"Dan datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-bans." (QS. AI-
Eair 222).

Allah tidak datang. Dan dikatakan terkait sabda Nabi$;

,.
l-r,Ui ,L-lil J! ti; J;
438 Lihat; al-Fatowa al-Hamawiyyoh, hal: zoo.

.o, s hAl-@waaidAl- Mutsla F----


"Rabb kita turun ke langit duniz."a

Bahwa Allah trdak turun, karena menurut mereka, datang


dan turunnya Allah adalah maiaz.

Tanda-tania rna)az yang paling nyata bagi kalangan yang


menyatakan aCanya majaz arialah; penafiannya benar.aao Dan,

439 Hadits ini tertera dalam kitab Shahinaln, seperti disebutkan dalam ol-
Jam'u Boinash Shahihain, al-Humaidi (lll/78), al-.)am'u Bainash Shahihain,
Abu Hafsh al-Mushili (ll29o), dan )ami'ulUshul, lbnulAtsir (lv/t38).

44o Pernyataan penulis; ''landa-tanda majaz yang paling nyata bagi kalangan
yang men,vatakan adanya majaz adalah; penaf iannya benar,"
mengandung dua hal;
Pertamal kebenaran penafian menunjukkan suatu pertanda. Apa yang
dikatakan penulis dr atas inilah yang beliau sebut lebih dulu di dalam
Mukhtashar at-Tahrir yang dicetak bersamaan dengan Syarah-nya (l/t8o).
Adapun yang beliau sebutkan lebih dulu dalam )am'ul )awami', berbeda
dengan yang beliau sampaikan di sini. Karena itulah az-Zarkasyi berkata
dalam Tasyftnul Masami' (Ullz); majaz diketahui melalui beberapa cara.
Pertamal sekaligus cara yang paling kuar adalah adanya makna lain yang
langsung dipahami, andai saja tidak ada qarinah (pertanda).
Kedua; pernyataan penulis menyebutkan adanya sejumlah tanda-tanda
maiaz lainnya, yaitu;
a. Kalimat selain majaz akan iangsung dipahami oieh pikiran, andai saia
tidak ada qarinah (pertanda).
b. Kaitan antara majaz dan maknanya tidak terhubung. Contoh; kaitan
yang ada dalam firman Allah; (a+-lslt J,':) tidat< terhubung, sehingga
tidak dikatakan; tanyakan kepada hamparan ataupun tikar.
c. Para ahli bahasa membedakan antara hakikat dan maiaz melalui
perbedaan bentuk jamak dari kata tunggal masing-masing dari
keduanya, karena lafal hakiki ketika dirubah menjadi bentuk suatu
jamak, kemudian lafal tersebut dijamakkan dalam bentuk lain, tentu
pada kondisi kedua menjadi majaz. Contoh; lafal (-xYt) ketika
digunakan untur perkataan khusus yang menuniukkan taklif maka
bentuk jamaknya menjadi; (-ri:)l). Sementara jika digunakan untuk
merruniukkan kondisi, keadaan, atau perbuatan, maka diiamakkan
meniadi (-rr"Vt;. lni menun.jukkan lafal hakiki pada contoh pertama,
dan lafal majaz paoa contoh kedua.
d, Majaz iuga diketahui melalui batasannya, seperti lafa!: (#.lt 6E+), dan
(.:;Jt ;[) karena lafal junah dan nar digunakan untuk petuniuk
hakikinira tanpa satasan. Dan masih ada kaitan-kaitan lainnya antara
majaz dan hakiri. Silahkan lihat; Syarhul Kawakib al-Munir (U182),
Hasyiyatu! Bannant 'ala Syarhil Mahalli 'alo )am'il )awami' (UlzS),
Hasyiyct at-Taftazani wal )urjani'ala Mukhashar lbnil Hajib (llt1;.), al-
lhkam, Al-Amid i (l | 3t), al- Mustashf a, a l-Ghaza i, d iceta k bersamaan
I

dengan kitab Fawotihur Ruhamut(Ul+z), dalam cetakan yang ditaqiq

**-..----------. 3. Kaidah-kaidahTbnta Peruniuk Asma &Sifat .@,


menaflkan sesuatu yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, adalah
puncak kebatilarr. Tidak mungkin bisa melepaskan penafian ini
tanpa adanya penakwilan, karena dalam rangkaian kaiimat nash
tidak ada petunjuk yang mengarah kepada makna rersebut.

Selanjutnya, di antara para ahii ta'thil ada yang memberiakukan


kaidah yang dianut dalam seluruh sifat-sifat, etau bahkan merambat
ke ranah nama-namajuga. Ada jugayang simpang siurpendapatnya,
hingga menetapkan sebagian sifat-sifat dan rneniadakan sifat-
sifat lainnya, seperti kaiangan Asy'ariyah dan iWaturifiyalr yang
menetapkan sebagian sifat-sifat, dengan alasan bahwa hal ini
ditunjukkan oleh akal; dan meniadakan sifat-sifat iainnya riengan
alasan ditiadakan oleh akal, atau akal tidak menunjukkannva..

Kepada mereka, kami katakan; penafian sitat-sifai yang kalian


lakukan, dengan dalih bahwa akal tidak menunjukkan sifat-
sifat tersebut, ternyata masih memungkinkan bagi kita, untuk
menetapkan sifat-sifat tersebut, dengan menggunakan akal yang
kaiian gunakan untuk menetapkan sifat-sifat lain yang kalian
ietapkan; sebag;limana sejatinya sifat-sifat ini telair ditetapkan
oieh dalil sam'i (naqli).

Contoh; rne:eka menetapkan sifat iradat dan menafikan sifat


rahmat. Mereka rnenetapkan sifat iradat berdasarkan dalil sami
(naqli) dan juga dalil akal;

O Dalil naqli; di antaranya firman Allah;

t l,-r: '., "LJ- ^i, F


" T e t ap i Alla|t b er b uat m e nur ut keh en d a k- N ya.' ( QS. Al- Baqarah
:253)

O Dalil akal; adanya perbedaan di anrara makhluk;


kekhususan yang mereka rniliki satu sama lain, seperti zat atau

= oleh; Dr". Hamzah Zuhair, lrsyaciul Fuhui, asir-syaukani (llt4),


Buthlanul Majaz, ash-Shayashinah, hal: 13. Lihat iuga bantahan
terhadap tanda-tanda maiaz ini daiam A4ukhtashar ash-Shawa'iq,
lbnul Qayyim, hal: 278-29o.

.@, Syarah AL-@waaid Al- ,l4utsla o--_-....


sifat; hai i.ni menunju,Kkan adanya stl'ztiradat bagi Allah.aa1

Mereka menaiikan sifat rahmat, karena hal ini mengharuskan


adanya sifat iir (le^iial leinbut) dari Zat yang menvayangi, dan rasa
iba-Nya k-ep,r.<ia yang rlisayangi. ini mustahil bagi Aliah.

Mereka menakr.v.lkan daLii-dalil naqli yang rnenetapkan sifat


rahmataa2 se"bagai perbuatan Allah, atau irada.h (kehendak)-Nya
untuk berbr-ral. \4erek-a juga menaklt'ilkan Ar-Rahim sebagai Zat
Yang memberikan *i}.:mat, atau Zat yang berkehendak memberikan
nikmat.

l:ani katakan; rahmat itu berlaku bagi Allah :e


Kepada rnereka,
berdasarkan dalil-dalii naqli. Dalii-dalit ketetapan rahmat itu lebih
banyak dan bera.gam daripada dalil-rlalil yang inenetapkan iradat.
Nama Ar'R.ahman Ar-B.ahim disebutkan dalam f,rman-Nya,

* 6t\ .,l.i--}l F
"MahaPengasih, Mahn Penyayang." (q,S. Al-Fatihah : 1).

Sifat railmat diselrutkan dalam fi"rnran-Nya,

44r Syaikh ibnu Utsaimrn berkata dalam Syarh at-tadmuriyah,hal:72;


"Pengkhutsusan rr!enun.iukkan iradat," maksudnya mengkhususkan
sesuatu dengan sesuatu yang ada padanya, menuniukkan adanya irodot
atau kehendak. Contoh; ketika Allah menciptakan bayi lelaki dari nutfoh
(kromosom) t dan menciptakan bayi perempuan ciari nutfoh (kromosom)
X, ini menuniukkan Lrahwa nutfah Y selaniutnya akan meniadi bayi lelaki,
cian nuifan X seianiutnya akan meniadi bayi perempuan' Dengan
demikian pengkhususan segala sesuatu menuniukkan adanya iradatalau
kehendak, karena andaikan tanpa kehendak, tentu tidak ada bayi lelaki,
clan tidak .*da pui; llayi perempuan. Dengan demikian, pengkhususan
makhluk dengan bentuk dan kondisi tertentu, menunlukkan adanya
irodot atau kehendak."

442 Mereka menafsirkan sifat rahrnat dengan; iradah (kehendak) dan ini
merupakarr takwil sitat dengan sifat; menafsirkan dengan memberikan
nikmat oarr ini merupakan takwii sifat dengan buah dari kelazimannya.
Sedang ahlussunnalr menetapkan sifat rahmat, sifat iradah, dan
menetapkan sifat memberikan nikmat.

3. Kaidah-kaidahTent Petuniuk,4smo &Sj .@,


"Dan Tuhanmu Maha Pengampun, memiliki kasih sayang." (QS.
AI-Kahfi: 58).

Dan perbuatan mengasihi disebutkan ciaram firman-Nya,

". ;,+ t 7,t: r


"Dan memberi rahmat kepada siapa yang Dia kehentiakr." (QS. Al-
'Ankabut:21)
Sifat rahmat juga bisa ditetapkan ciengan daiil akal, karena
nikmat yang diberikan secara melimpah kepada para hamba dari
segala sisi, dan azab yang dihindarkan dari mereka. rnenunjukkan
adanya rahmat Ailah u; . Petrrnjuk ini iebili jeias dan gamblang
daripada petuniuk yang mengkhususkan adanya iradat atau
kehendak, karena rahmat diberikan kepada kalangan khusus,
dan juga umum. Berbeda dengan petunjuk khusus, akan adanya
iradat atau kehendak, yang hanya nampak pada beberapa individu
manusia saja.

Terkait menafikan sifat rahmat dengan daiih bahwa menetapkan


sifat ini mengha.ruskan kelembutan dan rasa iba, tanggapannya
sebagai berikut; andaikan alasan ini benar, tentu bisa digunakan
untuk menafikan sifat iradar juga. dengan dikatakan sebagai
berikut; iradat adalah kecenderungan dari yang berkehendak untuk
rnelakukan apa 1ang ia inginkan, seperti; rnendapatkan manfaat
atau menolak ri:ara-bahaya. Kecenderungan ini mengharuskan
kebutuhan, padahal Allah Maha Suci dari segala kebutuhan.aa3

Jika dibantah; iradah (kehendak) seperti ini acialah iradah


(kehendak) makhluk! Maka bisa d,itanggapi dengan bantahan
serupa, seperti halnya pada sifat rahmat; yaitu bahwa rahmat
(kasih sayang) yang rnenunjukkan adanya kekurangan, adalah
rahmat (kasih sayang) makhluk.

Dengan demikian jeiasiah kekeliruan madzhab ahli ta'thil, baik

443 Lihat; Syarh at-Tadmuriyyah, Falih Alu Mahdi, hai 77.

.@t ) Slarah Al-@waaid Al- -tlut O---


secara umurn444 maupun secara khusus.aas

Dan diketahui bahwa metodeAsy'ariyah dan Maturidiyah dalam


nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, tidak dapat dijadikan hujah
untuk membantah syubhat-syubhat Mu'tazilah dan Jahmiyah
karena dua aiasan;

Pertamal metode merekaadalah bid'ah; Nabiffi , parapendahulu


umat, dan imam-imam umat tidak pernah meiakukannya. Bid'ah
tidak bisa ditoiak dengan bid'ah, namun dengan sunnah.

Kedua; ivlu'taziiah dan Jahmiyah bisa saja membantah


Asya'irah dan Matuririiyah dengan hujah yang sama, seperti hujah
yang digunakan Asya'irah dan Maturidiyah dalam membantah
ahlussunnah terkait sifat-sifat dan nama-nama Ailah yang mereka
nafikan. Mereka bisa saja mengatakan; kalian menafikan sifat-sifat
yang kaiian nafikan dengan dalil akal, dan menakwilkan dalil naqli.
Lantas kenapa kalian melarang kami menafikan sifat-sifat yang
kami nafikan berdasarkan dalil akal, dan penakwiian dalil naqli.
Kami punya akal seperti halnya kalian juga punya akal. Jika akal
kami keliru, lantas bagaimana bisa akal kalian benar? Sebaliknya,
jika akal kaiian benar, lantas bagaimana akal kami keliru, padahal
kaiian rnengingkari kami tanpa alasan apapun selain kesewenang-
wenangan dan mengikuti hawa nafsu belaka?!

Ini adaiah hujah kuat dari kalangan Jahmiyah dan Mu'tazilah


untuk menyerangAsy'ariyah dan Maturidiyah. Hujah ini tidak dapat
ditepis selain dengan merujuk madzhab salaf yang menetapkan
nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Ia tetapkan untuk diri-Nya
di dalam kitab-Nya, atau yang Ia tetapkan melalui lisan Rasul-Ny",
dengan penetapan tanpa tamtsil ataupun takyif,juga dengantanzih
tanpa ta'thii ataupun tahrif. Siapa yang ti<iak diberi cahaya oleh
A1lah, maka tidak ada cahaya baginya.

Perhatian; berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui


bahwa setiap ahli ta'thil itu menyerupakan Allah dengan makhluk,
dan setiap orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk itu

444 Seperti menafikan nama-nama dan sifat-sifat, atau menafikan seluruh


sif at.

445 Seperti menafikan sebagian sifat, atau menafikan sebagian nama-nama.

---=t )_._ ",iuh tllhfrn,o,lt Puu,juk. 3(rD


ahlita'thil.

Penafian ahli ta'thil tentu sudah jelas. Adapun tamtsil


(penyerupaan mereka terhadap Aliah) yang mereka lakukan ialah,
dengan menafikan sifat-sifat Allah, karena mereka berkeyakinan
bahwa, menetapkan sifat-sifat mengharuskan penyerupaan Allah
dengan rnakhluk. Dengan demikian, mereka teriebih dahulu
menyerupakan Allah dengan makhluk, lalu setelah itu mereka
menafikan sifat-sifat-Nya. Dan ta'thil yang mereka lakukan,
sejatinya rnerupakan penyerupaan Allah dengan sesuatu yang tidak
sempurna

ACapun tamtsilkalanganmuj assim ah (orangyang menyerupakan


Allah dengan makhl.uk) tentu s'.rdah jelas. Adapurr penafian sifat-
sifat yang mereka lakukan disebabkan karena tiga hal;

Pertamal ia menafikan nash yang menetapkan sifat, karena


baginya nash seperti ini, sejatinya adalah menyerupakan Allah
dengan makhluk, padahal nash tidak menun;ukkan seperti itu, tapi
hanya rnenunjukkan sifat yang pantas bagi Allah,r* .

Kedua; ia menafikan sernua nash yang menafikan kesamaan


Allah dengan makhluk.

Ketiga; ia menafikan kesempurnaan Allah yang wajib bagi-


Nya, karena ia menyerupakan Allah dengan makhluk yang tidak
sempurna.aas

446 Liha+"; falkhislt al-Hamawiyah, hal: 97.

<>
PASAT KEEMPAT
Syubhat-syubhat dan
Tanggapann)'a
Perh: tliketahui, sebagian ahli ta'thil melayangkan seiumlah
syubhat terhaciap alilussunnah terkait nash-nash Al-Qur'an dan
sunnah yang rnemuat sifat-sifat. Ivlereka menr/atakan bahwa
ahlussunnah memalingkan nash-nash tersebut dari zhahirnya,
dengan maksuri r:ntuk memaksa ahlussunnah agar menyetujui
takwil mereka, atau paling tidai<, agar ahiussunnah tidak
rnemberikan bantahan apaplrn. Si ahli ta'thil berkata; bagaimana
Anda mengingkari takwii yang kami lakukan, sementara Anda
sendiri melakukan hal yang sama terkait nash-nash yang Anda
takwilkan?

Dengan pertolongan Allah, kami akan menjawab syubhat ini


dengan dua tanggapan; secara garis besar {mujma[)M7 dan secara
rinci (mufashshal).

S Untuk tanggapan secara rrujmal (garisbesar), terangkum


dalam dua hal;
Pertamal kami tidak menerima pernyataan, bahwa penafsiran
salaf terhadap nash-nash sifat disebut memalingkan nash-nash
dari zhahirnya; karena zhahir kalam adalah suatu makna yang
iangsung tertangkap dari iafal tersebut. Dan, lafal zhahir berbeda-
beda sesuai dengan rangkaian kalimat, dan apa yang ditambahkan
di daiam kalam: setiap kalimat tersebut akan berbeda maknanya,
sesuai siyaq Qangkaian) kalam. Kalam sendiri terdiri dari beberapa
kata dan kalimat, yang maknanya akan nampak jelas saat dipadukan
antara satu sama lain.aa8

Kedua; taruhlah, kami menerima bahwa penafsiran salaf


disebut mengalihkan nash-nash dari zhahvnya, toh mereka punya
dalil dari A1-Qur'an cian sunnah, baik dalll muttashil ataupun daiil

447 Muimal menurut bahasa artinya tidak diketahui, diambilkan dari kata
ajmatal amr, artinya perkara yang tidak diketahui. Kata ini iuga disebut
untuk suatu kumpulan, diambilkan dari kata aimalal hisab, artinya
mengumpulkan dan meniadikannya satu kumpulan. Al-Fayumi berkata;
ajmaltu asy-syai'a ijmalan artinya saya mengumpulkan sesuatu tanpa
merincinya.
Lihat; Atsarul limal fil Lughah, Dr. Al-Hafanawi, hal: 8, dan Bayan Ma
Huwa Mujmal, Abdullah asy-Syinqithi, hal: 9.

448 Permasalahan ini sudah dijelaskan sebelumnya dalam kaidah keempat


dari kaidah-kaidah dalil.

*,----{ 1. Svubhat- svubhat dan Tan nn .@,


munfashil.aae Bukan sekedar syubhat-syubhat yang dikiranya dalil
qath'i guna menafikan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-
Nya di dalam kitab-Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya"

Adapuntanggapanseca rumufashshal (rinci), akan diketengahkan


berdasarkan nash yang disangka, bahwa salaf mengalihkannya dari
zhahirnya. Berikut akan kami sebutkan contoh-contohnya. Dan,
kita mulai dari penuturan Abu Hamid al-Ghazaliato y"rg menukil
dari salah seorang fuqaha Hanabilah, bahwa ia berkata, 'Ahmad
hanya menakwilkan tiga ha|'Hajar Aswad adalah tangan kanan
Allah di bumi,' 'Hati para hamba berada di antara dua jari Cari jari-jari
Ar-Rahman ' dan, 'Aku mendapati kelapangan Ar-Rahman dari arah
Yaman'."

Perkataan ini dinukil oleh Syaikhul lslam Ibnu Taimiyah dalam


Majmu' al-Fatawa (V/398), seraya mengomentari, "Hikayat ini
merupakan suatu kedustaan atas nama Imam Ahmad."

449 Muttashil adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, seperti pengecualian,
sarat, dan sifat yang tidak terpisah dari no'at, badal, dan hal. Sedangkan
munfoshiladalah sesuatu yang berdiri sendiri, seperti perasaan, akal, dan
syariat. Catatan; lihat contoh dalam hal ini, pada contoh i.redua belas
selanlutnya dari perkataan penulis, dan juga cor toh yang l.;ami sebutkan
dalam catatan kaki.

45o Disebutkan al-Chazali dalam al-lhya' (Utlg).Lihal juga syzrr-ahnya di dalam


Ithaf us Sadah alMuttaqin (11fi9).

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mut.sla .r---


Contoh Pertama;
" H aj ar A sw a il a il al ah t an gan k an an Allah di b umi.' a s 1

Jawaban; hadits ini batil, tidak bersumber dari Nabiffi Ibnul


Jauzi berkata dalam al-'Ilal al-Mutanahiyah,asz "Hadits ini tidak
shahih."

Ibnul'Arabi berkata, "Hadits ini batil, tidakperlu dipedulikan.'as3

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Hafits ini diriwayatkan


dari Nabiffi dengan sanad yang tidak shahih."asa

45r Zhahir hadits menuniukkan, bahwa Haiar Aswad secara dzatnya adalah
tangan kanan Allah di muka bumi; tentu ini adalah makna rusak yang
tidak dimaksudkan. lbnu Ralab menyebutkan dalam Thabaqat al-
l-lanabilah (llll7q
bahwa lbnu al-Fa'us al-Hanbali (wafat tahun 5zr H')
diiuluki al-Haiari, karena ia mengatakan bahwa Haiar Aswad adalah
tangan kanan Allah secara hakiki. Teks pernyataannya akan kami nukil di
bagian keterangan tambahan selaniutnya.
Tanggapan untuk ahli ta'thil terkait hadits iniada dua, seperti disebutkan
penulis;
Pertama; hadits initidak shahih. selanlutnya akan disampaikan bahwa di
antara ahli ilmu ada yang menilaishahih hadits ini.
Kedua; dengan asumsi bahwa hadits ini shahih, maka hal tersebut ada
batasannya, yaitu; di bumi, dan tidak disebutkan secara mutlak'
Selanlutnya akan disebutkan, bahwa dalam salah satu redaksi, hal
tersebut diriwayatkan secara mutlak tanpa batasan. Namun demikian,
hadits tersebut tidaklah menuniukkan bahwa Haiar Aswad adalah sifat
Allah.

452 Al:llat,lbnul Jauzi (lll57),Tolkhish ol-'llol, adz'Dzahabi, hal: t9t.

453 Dinukil oieh al-Manawi dalam Faidhul Qadir (lttl+og).

454 Al-Fatawa (vtfi97).


Takhrii hadits;
Hadits ini diriwayatkan secara marfu'dan iuga mauquf.
Versi marfu' hadits ini diriwayatkan dari beberapa ialur;

1. Svubhat-svubhat dan Ta .@,


= Pertama; dari Jabir bin Abdullah.
Hadits ini diriwayatkan al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Boghdad
(Vl/128), dan lbnu Asakir dalamfarikh Dimasyq, seperti dinukil az-Zubaidi
dalam lthafus Sadah al-Muttaqin (llltz$.
Juga diriwayatkan lbnu Adi dalam alKamil (l/3az) dan berkata, "Hadits ini
dari riwayat lshaq bin Bisyr. la termasuk dalan' lafaran pemalsu hadits."
Juga diriwayatkan ad-Dailami dalam ol-Firdaus (lllt5$. Adz-Dzahabi
berkata dalam Tolkhish alLllal, hal: r9r; di dalarn sanad hadits ini ada lshaq
bin Bisyr. la pendusta. Khaldun al-Ahdab berrata dalam Zawa'id Tarikh
Baghdad (V/3zt); hadits ini maudhu'.
Kedua; dari jalur Abdullah bin Amr.
Hadits in i diriwayatkan Ha kim dala m al-Mus todr ak (l I 628). Al- I raq i berkata
dalam Takhrii allhya' (Utlg), "Hadits; 'Hajar Aswad tangan Allah di bumi,'
diriwayatkan dan dishahihkan Hakim dari hadits Abdullah bin Amr'."
Juga diriwayatkan lbnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya (lVizz), ath-
Thabrani dalam ol-Mu'iam al-Awsoth (U178). Ath-Thabrani berkata, "Tidak
ada yang meriwayatkan hadits ini dariAtha dariAbdullah bin Amr selain
Abdutlah bin Muammil." Lihat; Majmo'ul Bohroin fi Zawoidil Mu'jamain
(il u233).
Ketiga; dari jalur Anas bin Malik.
Hadits ini diriwayatkan ad-Dailami dalam al-Firdaus (ll/159).
Juga diriwayatkan secara mauquf dari jalur lbnu Abbas. Hadits ini
diriwayatkan lbnu Qutaidah dalam Charibul Hadits (lV/96), al-Azraqi
dalam Tarikh Makkah (tllz+).AI-Bushairi berkata dalam lthaful Maharah
(wll); hadits ini diriwayatkan Muhammad bin Yahya bin Abu Umar
secara mauquf dengan sanad shahih.
Al-Hafizh lbnu Hafar al-Asqalani berkata dalam ol-Mathalib al:Aliyah dari
naskah yang ada sanadnya (ttlll); hadits ini mauquf shahih.
Sementara disebutkan daiam catatan kaki naskah al-Matholib al:Aliyoh
tanpa sanad (UlCo); Hadits ini mauquf jayyid. Al-Ajluni menisbatkan
hadits ini dalam Kasyful Khafa' (tll1q kepada al-Qudha'i dan Harits bin
Abu Usamah. Saya tidak menemukan hadits ini dalam Eughyatul Bahits,
al-lthaf , ataupun al-Mathalib ai:Aliyah.
Kesimpulan; hadits ini shahih secara mauquf, karena permasalahan
seperti ini tidak dapat dikatakan berdasarkan pendapat semata.
Sementara versi marfu'-nya diperdebatkan dalam beberapa pendapat;
Pertama; shahih, seperti yang dinukil oleh al-lraqi dari Hakim. lni adalah
pendapat lbnu Khuzaimah, karena hadits ini tertera dalam kitab Shahih-
nya.
Kedua; hasan, seperti dinyatakan oleh al-Ajluni
Ketiga; batil, seperti dinyatakan lbnul Jauzi dan lbnul Araoi.
Keempat; sanaci hadits ini tidak shahih. lni adalah pendapat lbnu
Taimiyah.
Kelima; hadits ini maudhu'. Pendapat ini dikemukakan Kiialdun al-Ahdab.
Keenaml hadits ini dhaif. Pendapat ini dikemukakan al-Aibani dalam os-
Silsilah adh-Dha'ifah (llzSl). Al-Haitsanri berkata ijalam Maima' az-Zawa'id
(l[lzq1); di dalam sanad hadits ini ada Abdullah bin Muamrnil. la

.@, ) SfarahAl-@waaid,4l- ^4lut:]o (.---


Dengan demikian, tidak perlu bagi kita membahas makna
hadits ini.

Hanya saja Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata; atsar yang


rnasyhur terkaii hal ini hanya bersumber dari Ibnu Abbas; ia
berkata, "Hajar Aswad adalah tangan Allah di bumi. Maka siapa
menyalami dan menciumnya, ia seakan bersalaman dengan Allah
dan mencium tangan kanan-Nya."ass Siapa menghayati lafal yang
diriwayatkan, pasti nampak jelas baginyabahwa tidak ada kerumitan
dalarn lafal tersebut, karena Ibnu Abbas berkata, "Tangan kanan
Aliah di burni." Ibnu Abbas tidak mengatakannya secara mutlak;
"Tangan kanan Allah."asu Dan, hukurn laf.almuqayyad tentu berbeda
dengan hukum lafal mutlak. Seteiah itu Ibnu Abbas berkata, "Maka
siapa menyalami dan menciumnya, ia seakan bersalaman dengan
A1lah dan mencium tangan kanan-Nya." Lafal ini secara jelas
menyebutkan bahwa orang yang bersaiaman dengan Hajar Aswad,
sama sekali tidak bersalaman dengan tangan kanan Allah. Hanya
saja, hal ini serupa dengan orang yang bersalaman dengan AUah.
Bagian awal dan akhir hadits menjelaskan bahwa Hajar Aswad
bukan salah satu sifat-sifat Allah, seperti yang diketahui oleh setiap
orang yang berakal. (Majmu' al-Fatawa, VIl398).

= dinyatakan tsiqah oleh lbnu Hibban dan berkata, "la kadang keliru, dan
ia diperdebatkan. Sementara para perawinya adalah perawi-perawi
kitab shahih."
Lihat; pembahasan tentang hadits ini dalam; Hasyiyat osh-Shibbagh'alal
Asror al-Marfu'ah, Mulla Ali Qari, hal:94, dan Asnol Mothalib fi Ahadits
Mukhtolafatil Maratib, Muhammad Hut, hal: 17.

455 Sebelumnya sudah kami sebutkan hadits ini dan siapa saja yang
mensha h ih ka n nya. Lrhat ju ga; al-Fataw a (V/398).

456 Namun ada juga redaksi yang menyebutkannya secara mutlak, dari
riwayat Abdullah bin Amr. Hadits ini diriwayatkan Hakim dan lbnu
Khuzaimah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Lafal hadits milik
lbnu Khuzaimah sebagai berikut; Rasulullah& bersabda, "Rukun (Hajar
Aswad) datang pada hari kiamat dalam wujud yang lebih besar dari
gunung Abu Qubais. la memiliki lisan dan dua bibir. la berkata tentang
siapa yang menyentuhnya dengan niat. la adalah tangan kanan Allah
yang dengannya la bersalaman dengan makhluk-Nya." Meski hadits ini
menyebutkan secara mutlak, tetap saia tidak menunjukkan bahwa Hajar
Aswad adalah sifat Allah. lni namanya mudhaf munfashil, sama seperti
lafal; Baituilah, Naqatullah. Dengan demikian, Hajar Aswad adalah
makhluk. Atau lafal mutlak diartikan kepada lafal muqayyod.

**-_,_-__________i 1. Syubhat- svubhat dan Tan nn .@,


Keterangan Tambahan Contoh *.rr**;"l
.E€iEr*S'
tV"

Seperti yang telah kami sampaikan sebelumnya, Lrahwa kami


akan menukil teks pernyataan al Hafi,zh I'r'nu Raiab berkenaan
dengan biografi ibnu al-Fa'us, sebagai beriku:-;

ia berkata; Abul Qasim bin as-samarqandi berkata, bahwa Abu


Bakar bin Khadhibah menjuiuki lbnu al-Fa'us dengan al-Hajari
karena mengatakan, "HajarAswad adaiah tangan kanan Allah secara
hakiki." Saya berkata;jika pun shahih riwayar dari IL,-:nu a}-Fa'us ai-
Hajari yang mengatakan, "t1'aiar Aswad adalah tangan kanan Aliah
secara hakiki," maka penyebabnya adaiah :ekeiompok di antara
sahabat-sahabat kami, dan juga yang lainnYa' yang rnenafikan
adanya majaz di dalam Al-Qur'an. Namun tiriak diketahui, seorang
pun di antara mereka yang menafikan maiaz di dalam bahasa;
seperti halnya pernyataan Abu ishaq al-Isfirayini. Namun kadang
terdengar dari sebagian orang-orang saleh dari kaiangan rnereka
yang mengingkari adanya rnaiaz di dalam Al-Qur'an, sehingga
pengingkarannya ini diyakini secara mutlal:. Diperkuat lagi, bahu'a
yang langsung dipahami oleh sebagian besar manusia dari lafal
hakiki dan majaz, adalah makna dan gambaran; bukan lafalnira"

Jika dikatakan; ini majaz. Saat itu mereka mernahami bahw'a


di batik lafal tersebut tidak ada makna ataupun hakrkat, sehingga
mereka mengingkari dan menghinciari lafal tersebut. Kalangan
ularna yang mengingkari keberadaan maiaz. kadang mengingkari
penyebutan isim majaz, agar tidak disangka memiiiki makna
keliru, sehingga hal ini akan dijadikan aiasar: bagi o::ang yang ingin
mengingkari hakikat-hakikat, dan petuniuk-petunjuk Al-Qur'an
dan sunnah.

Ia berkata; umumnya orang yang mengatakan adanya hakikat


dan majaz adalah Mu'tazilah dan kelompokyang sependapat dengan

.@, Syarah Al-@waaid Ai- Mutsla o---.


mereka dar:i iaiangan ahli bid'ah. Mereka sengaja menyatakan
demikian, ilersan ::riLks:ud untuk merubah perkataan dari fempat-
tempatnya; s.-irin5ga para ulama pun melarang penyebutan majaz,
dan menganggap s€r',).u& iafal adalah hakikat. Mereka berkata;jika
ada lafal yarig menrrnjukkan sesuatu dengan sendirinlra, berarti
lafal terseb'ut adalah hakikat untuk makna yang ditunjukkan. Dan
jika ia menunjukkar, rnakna, dengan adanya qarinah (pertanda),
rnaka petunjuknya adalah petunjuk hakiki untuk makna tersebut.
Dengan dernikian, lafal tersebut adalah hakiki dalam kedua kondisi.

Jika setiap makna yang clitunjukkan tersebut berbeda-beda,


maka dari itu kita katakan; lafal "tangan kanan" dalam firman Allah,
"Dan langit digulung rlengan tangan kanan-Nya," (QS. Az-Zumar :
67) adalah lafal hakiki yang menunjukkan sifat Zatiyah. Adapun
lafal "tangan kanan" yang disebutkan dalam hadits; "Hajar Aswad
adaiah tangan Allah di bumi. Maka siapa menyalaminya, ia seakan
bersalaman dengan Allah," yang dimaksud dengan hal ini, sesuai
dengan adanya qarinah (pertanda) yang melingkupi, (bahwa Hajar
Aswad) adalah tempat untuk menyalami dan mencium; makna ini
hakiki sesuai dengan lafalnya, dan tidak ada padanya keterangan
yang menunjukkan bahwa ia termasuk sifat Zatiyah sama sekali.
Bahkan, petunjuk lafal ini terhadap maknanya yang khusus, adalah
petunjuk qath'i yang tidak bisa dibantah dengan alasan apapun.
tidak pula memerlukan takwil atau apapun.

Jika dikatakan; Ibnu al-Fa'us bukan ahli ilmu di bidang ini -


maksudnya di bidang pencarian madlul (petunjuk-petunjuk lafal)
dari Al-Qur'an dan sunnah.

Dijawab; tidak puia Ibnu al-Khadhibah, meski ia ahli hadits. Ia


hanya mendengar hadits ini dari Ibnu al-Fa'us, atau ia mendengar
kabar tentang Ibnu al-Fa'us bahwa ia mengingkari hadits ini
sebagai maiaz. Maka, ketika ia mendengar pengingkaran beliau
terkait lafal ini sebagai majaz, ia pun membawa maknanya -karena
kedangkalan ilmunya, atau karena mengikuti nafsu- bahwa, jika
lafal ini diartikan secara hakiki, akan berkonsekuensi bahwa Hajar
Aswad adalah tangan Allah u-" yang merupakan sifat-Nya. Ini tentu
saja batil. Walldhu a'lam.

1. Svubhat-svubhat dan .@,


, rA.
F(b?6aJ
;6BfffiE.-a^
Contoh KeduaasT
"Hatiparahambaberaila di antara ilua jari d.ari
jari-jariAr-Rahmam."
.E6&"S"
.rV-l
Jawab; hadits ini shahih, diriwayatkan Muslimast dalam bab
dua, kitab; al-qadr, dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, bahwa ia
mendengar Nabi$ bersabda;

"sesungguhnya hati anak-anak Adam seluruhnya berada di


antara dua jari dari jari-jariAr-Rahman seperti satuhati; lamemboiak-
balikkannya seperti yang Ia kehendaki.' Setelah itu Rasulullah*
berdoa, 'Ya Allah! Yang membolak-balikan hati! Palingkanlah hati kami
p ad a keta at an kep a d a-Mu' ."

457 lnilah contoh kedua yang disebutkan ahli to'thil terhaiap ahlussunnah,
bahwa menurut mereka, para ahlussunnah menakwilkan zhahir hadits
ini. Mereka berkata;
Pertama; zhahir hadits menunjukkan bahwa hatianak-anak Adam berada
di antara iari-iari Ar-Rahman. Konsekuensinya, jar!-lari Ai'-Rahman
menyentuh hati anak-anak Adam, dan jari-iari Allah berada di dalam
tubuh kita. Makna ini tentu saja keliru, sehingga bukan ini 1'ang
dimaksudkan.
Kedua; zhahir hadits menuniukkan bahwa A.llan memilrki jari-iari secara
hakiki. Darr, jari-jari adalah angqota tubuh. Makr'a ini.iug:l keliru, sehingga
bukan ini yang dirnaksudkan. Penulis selanjLrtnya ai<an membantah
pernyataan ahli to'thi! ini.

+S8 Lihat; Syarah Muslim, an-Nawawi (XVUzo+).

.@, Syarah Al-@w'aaid Al- tWursla


Kalangan salaf ahlussunnah berpegangan Pada zhahir hadits.4ss
Mereka berkata; Allah,liememiliki jari-jari secara hakiki. Kami
menetapkannya untuk Allah, seperti yang ditetapkan Rasulullahffi
untuk diri-tty". Namun, adanya hati anak-anak Adam berada
di antara dua jari-jari Ar-Rahman, bukan berarti jari-jari Allah
menyentuh hati manusia, sehingga dikatakan bahwa hadits ini
mengisyaratkan paham pantheisme' yang wajib dipalingkan dari
zhahirnya. Contoh serupa; awan ditundukkan di antara langit
dan bumi, padahal awan tidak menyentuh langit, dan tidak pula
menyentuh bumi. Contoh lain; Badar berada di antara Makkah dan
Madinah, padahal jarak Badar terbilang jauh di antara keduanya.a60

adalah anggota
45g Para pen-syarah hadits ini mengira bahwa zhahir iari-iari
tubuh. Dan, hal ini mustahil bagi Allah. sebab iika yang dimaksud adalah
anggota tuhuh, berarti setiap bagian tubuh tersebut memerlukan bagian
tuburr yang lain, sehingga seluruhnya adalah rangkaian tubuh yang saling
memerlukan. lVlakna ini tentu berseberangan dengan ketuhanan. Ada
dua pendapat dalam hal ini;
Pertama; tafwidh.
Kedua; tokwil sesuaiyang layak bagiAllah.
A!-Qurthubi berkata dalam al-Muf him (vll67z); sebagian di antara imam-
imam kita menakrvilkan hadits ini ialu mengatakan; isti'arah ini berlaku
seperti perkataan cran$, "Fulan berada di telapak tanganku, dan berada
di dalam genggamanku,,,maksudnya ia berkuasa penuh untuk mengatur
sifulan seperti yang ia inginkan. Untuk makna yang lebih kuat lagi, dan
juga rnenunjukkan kemudahan; adalah dikatakan seperti ini; "Fulan
berada di antara d,:a jariku. Aku memperlakukannya seperti yang aku
kehendaki," maksurlnya ia dengan mudahnya mengatur si fulan'
sebagian iainnya berkata; kemungkinan yang dimaksud iari-iari di sini
adalah nikmat. Seperti penuturan berikut, "Si fulan punya iari-iari yang
baik padaku,,,maksudnya nikmat. seperti yang dikatakan terkait tangan.
Jika dikatakan; lalu untuk apa lafal lari-iari disebut dalam bentuk
mutsonna, padahai nikmat Allah begitu banyak dan tidak terhitung? Kami
menjawab; karena rneski nikmat itu banyak iumlahnya, namun pada
dasarnya ada dua macam; memberi manfaat dan menolak-bala. seakan
Nabig berkata, ,,Hati anak-anak Adam berada di antara dua hal; Allah
menimpakan mara bahaya kepadanya, atau Allah memberinya suatu
manfaat." Lihat; syarah-syarah Shahih Muslim; an-Nawawi (XVt/zo4), al-
Ubai dan as-sanusi (VlU88), dan ad'Dibai, as-suyuti(VU18)'

jari-
46O Penulis membantah semua pernyataan mereka bahwa menetapkan
jari Ar-Rahman tidak mengharuskan seperti yang mereka katakan.
Sebagai contoh; pembatas orang yang shalat ada di hadapannya' Toh
pembatas tersebut tidak bersentuhan dengan orang yang shalat. Jika
memang lafal ,,antara" tidak mengharuskan adanya sentuhan di antara
makhluk, iantas bagaimana kiranya dengan lafal "antara" di antara

1. Syubhat-svubhat dan .@,


Dengan demikian, hati anak-anak Adam berada di antara
dua jari dari jari-jari Ar-Rahman secara hakiki. Namun )ari-jari
Ar-Rahman tidak harus menyentuh hati manusia, dan tidak pula
mengharuskan Allah menitis di dalam tubuh manusia.a6l

= makhluk dan Khaliq yang kursi-Nya seluas langit dan bumi, dan la Maha
Meliputi segala sesuatu.
Dalil naqli dan akal menunjukkan bahwa Allah jauh dari makhluk-Nya,
Allah tidak menempati di satu pun makhluk-Nya, dan tidak ada satu
makhluk pun yang berada di dalam Zat-Nya. Salaf menyepakati hal ini. lni
alasan pertama.
Alasan kedua; keberadaan lari-lari Allah secara hakiki bukan berarti
mengharuskan makna batil. Dengan demikian, Allah memiliki jari-iari
secara hakiki yang pantas bagi-Nya, dan tidak menyerupai jari-jari
makhluk-Nya. lnilah yang dimaksudkan. Disebutkan dalam Shahih al-
Bukhari dan Muslim; dari Abdullah bin Mas'ud €!;, ia berkata;

..1*i; art oi : u-;U!ri*; U :Ju,


,1-j * ^t J* Jrj.J!rt-Yl t:'*;;
11
, t.
.3-! * 6ft_' ,l*Jt_, .l .J -b.*-Jr: .l-a] J' _=r-,):.. ._..--j .,I; jr *jJr
:-
s* .s- *t 4; dl .,I, :.Jr J.t i.; ,JlLJr Ui -r"p .:-i J, ,i);Jr jLJ.
.:,:i j= 4!1 tjji l."3 l :.J-; +tp alt ,I- aul Jr;l ; -: .r}.tt --";j U,-ri .-r-t ;
t ;-fr+ k.J[-, I *-J,, ;t tr *1,-J I e; ;i.i * -d\, :
"=* -qJL -!.^
.

"Oatanglah salah seorang pendeta Yahudi t upra. Rasulullahilg, lalu


berkata,'Wahai Muhammadl Kami mendapati bahwaAllah menempatkan
seluruh langit di satu jari, seluruh bumi di satu jari, pepohonan di satu
jari, air dan tanah di satu iari, dan seluruh makhiuk di satu lari, lalu la
berfirman, Aku Maha Rala.' Nabi$ tertawa hingga nampak gigi-gigi
geraham beiiau karena membenarkan perkataan si pendeta. Setelah itu
beliau membaca;
..': .,-..
-,-i, a_u
lrr -r, 4..q.aJl
r)l-oL*il-a d-2-, i;p irr r-,rS U;.h

". ,-f; L;, J*jr;E:-


'Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimanci mestinya padahol
bumi seluruhnyo dolam genggamdn-Nya pada hari Kiamat dan langit
digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia don L4ahatinggi Dro dari
opa yang mereka persekutukan." (qS. Az-Zumar : 67)
Lafal hadits ini milik al-Bukhari dalam tafsir surah Az-Zumar.
Manakah makna fasid (rusak) yang merupakan konsekuensi dari zhahir
nash, sampai dikatakan bahwa makna tersebut bukan yang
dimaksudkanl!

46r Syaikhul lslam lbnu Taimiyah berkata dalam ot-Tadmuri'lyah, hal:73;


Sabda beliaul "Hati paro hamba berada di ontara dua tari dari jari-jari Ar-
Rohman," hadits ini tidak secara zhahirnya bermakna bahwa, hati
melekat dan bersentuhan dengan iari-jari Ar-Fahman. Bukan pula berarti
iari-iari Ar-Rahman berada di dalam tubuh manusia. Contoh; perkataan

.@t S.varah Al-@waaid Al- llutsia .--___.


Contoh Ketiga;
"Aku mendap ati kelap angan Ar -Rahman ilari
arahVmtnan."
"EffiI6}5'
tvt
Jawab; iradits ini diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-
nyao" dari haoits Abu Hurairah +5 ; ia berkata; Nabiffi bersabda;

'-lt
ii
"Ketahuilah! Sesungguhnya iman itu Yaman, dan hikmah itu
Yaman. Aku mendapati kelapangan Rabb kalian dari arahYaman."

Al-Haitsami berkata dalam Majma' az-Zawa'id,tas "Para perawi


hadits ini adalah perawi-perawi kitab shahih, kecuali Syabib.a6a Ia
tsiqah." Saya berkata; seperti itu juga yang dikatakan Ibnu Hajar
al-Asqalani dalam Taqribut Tahdziba6s tentang Syabib, "Ia tsiqah,
termasuk tingkatan ketiga. Ai-Bukhari meriwayatkan hadits serupa
dalam at-Tarikh al-Kabir."466

- oi'ang, "Dia berada di antara dua tangan saya," tidaklah mengharuskan


menyentuh orang tersebut. Contoh lain; firman Allah, "Dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi," tidak mengharuskan awan
menyentuh Iangit ataupun bumi.

462 Musnad Ahmad (ltlS+t).

463 Majma' az-Zawa' id, al-Haitsami (X/Sg).

+6+ Syabib bin Nu'aim Abu Rauh.

465 ToqributTohdzib,lbnu Ha jar al-Asqalani (tll+6).la berkata, "Keliru orang


yang menyebutnya dalam jajaran sahabat."

+66 LihaU at:Torikh al-Kabir, al-Bukhari (lV/z3t). Lihat biografinya di dalam


Tohdzibul Kamol, al-Mizzi (Xlll/37t), dan Tahdzibut Tahdzib, lbnu Ha jar al-
Asqalani (lV/3o9). Hadits yang disebutkan penulis ini diriwayatkan iuga
ath-Thabrani dalam ol-Mu'jam al-Kabir (Vll/52) dari hadits Salamah bin
Nufail, Bazzar dalam Musnadnya (lX/r5o) dan berkata, "Kami tidak
mengetahui seorang pun meriwayatkan hadits ini dengan lafal ini selain

1. Svubhat- svubhat dan Titn nn .@,


Hadits ini sesuai zhahirnya. An-nafas dalam hadits ini adalah
isim mashdaraiT dari kata naffasa yunaffisu tanfiisan, sama seperti
Iafal; farraja yufarriji tafriijan wa farajan Seperti itulah yang
dikatakan ahli bahasa, seperti disebutkan dalam an-Nihayah,nuu al-
0
Qamus,ais dan Maqayisul Lughah.aT

Disebutkan dalam Maqayisul Lughah; an-nafas adalah segala


sesuatu yang dilapangkan dari orang yang kesusahan. Dengan
demikian, makna hadits ini adalah kelapangan Allah ie yang
diberikan kepada orang-orang mukmin, berasal dari penduduk
Yaman.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Mereka inilah orang-


orang yang memerangi kaum murtad, dan menaklukkan berbagai

= Salamah bin Nufail. Hadits iniyang paling bagus jalur riwayatnya terkait
permasalahan ini, yang diriwayatkan dari Salamah. Para perawinya
dikenal, mereka berasal dari Syam dan dikenal, kecuali lbrahim bin
Sulaiman al-Afthas." Lihat biografi Salamah bin Nufail dalam al-lshabahfi
Tomyizish Shohabah,lbnu Hafar al-Asqalani (llllt3o), dan Tahdzibul Komal,
al-Mizzi (Xli3z3).

467 lsim mashdar menurut istilah adalah isim yang sama seperti mashdar
dalam menunjukkan makna murni tanpa batasan waktu, hanya saia isim
ini berbeda dimana sebagian dari hurufnva berkurang, sehingga
berlainan dengan lafal dan iuga perkiraannya. Contoh; fi'il (*!'i) bentuk
mashdar aslinya adalah ('tl.'l). Jika kita mengatakan ('tJ.') maka isim ini
sama seperti lafal ('tl.c!), dan hamzah di awalnya hilang tanpa diganti
oleh apapun baik secara lafal maupun perkiraan. Sementara jika
kekurangannya hanya teriadi pada lafal saia tanpa perkiraannya, berarti
lafal tersebut mashdar, bukan isim mashdar. Contoh; (Y\:i! .Jit!), bentuk
aslinya adalah (Ytr+), Uut<an lafal (Yt5), tapi ya'-nya diperkirakan.
Sementara iika hurufnya tidak ada secara lafal dan digantikan dengan
suatu lafal lainnya, berarti dinamakan mashdar bukan isim mashdar.
Contoh; (&l) mashdar asli dari kata (;r'; atau (l:cr), w'awunYa dibuang
kemudian diganti dengan ta' marbuthah di akhirnya.
Dengan demikian, mashdar yang sebagian hurufnya dibuang, dan tidak
digantikan dengan huruf apapun, mashdar seperti ini dinamakan isim
mashdar. Contoh; 1t-)s) dan (l-:Js). Lihat; olMuJam al'lr4ufashshal fin
Nahwil Arabi, Dr.lzzah Fawwah.

468 An-Nihayah, lbnul Atsir (V/93).

469 Fairuz Abadi, hal:743, Syarh al-Qamus, az-Tubaidi (lV/259).

47o lbnu Faris (V/46o).

.@, s Al-@waaidAl- Mutsla }--,


negeri. Sehingga melaiui mereka ini, Allah Yanp Maha Pengasih
memberikan keiapangan bagi orang-orang mukririn dari berbagai
kesusahan." Lihat; Majmu' al-Fatawa Syaikhul Islcm lbnu Taimiyah
(vrl3e8).

*--------------{ 1. Svubhat- danThn nnva .@,


Contott Keelntrlut";
Firrnan A1lak;
, ,tl i, - -', j
F ..' ea-Jl ,. 1u:-*-, ,.,

"Kernudiam Elia menr:ju ke lanliit.'' (q:$. ial-;Slqarah : 28)i


-t
,.\\;fvHv .Ai{,6 a i ., ,.

s
!-YH\/

[g\z:'c,
:' r.i..
\. '

Jawai:; ahlr:,,sunnah terbagi rnerriaci itia u,,:nda1:.it r:erkait


tafsir ayat ini.

T.,ertarna; ;irtinya, Altah naik ke iangit. Pendapat iniiah


yang dikuatkan ibnu iarit.a71 Ia berkata dalam tafsirnTa setelah

471 Di daiam iafsir"nya (t/tgz). la iuga berkata; anehnya orang yang


mengingkari makna yang riipahami ria'i perkataan arang Arab dalam
,-nenakwilkarl rtrman Aiiah, "Kemudian Dia r:renuiu ke langit," yang
bermakna ketinggian dan naik, demi menghindari konsekuensi atas
pernyataannya senciiri ketika ia menakwilkan f irman ini dengan
rnaknanya yang Cipaharr!, yaitu Ailah naik <e iangit setelah sebelumnya
berada dibawalrnya, dan beralih kepada penakwilan yangtidak diketahui,
namun ia ticjak selamat dari apa yang ia hindari, sehingga dikatakan
kepadanya; Anda mengatakan bahwa penak'rrrilan firman-Nya: (sr-i1
adalah datang.
Apakah ,Allah seheiumn\i;a pergi menirrggaikan langit, !alu setelah itu
datang menghampirinya? ..lika ia mengatakan bairura yang dimaksud
bukanlah da'iang menghadap, tapi datang berpe:ing. Maka dikatakan
kepadanya; n-i;i(a seperii itu puia Ar:tia seirarr':5r]74 ir:engaiakan; Allah
berada di atas Iangit dengar ketrnggian herkua'l, bukan ketinggian
peralihan atauilutl bergeser. Setelah ltu, ia'riciaii akar': tenia',vab apapun,
kecuali perkaraan yang merniliki korisekue t rsi se'u';"1
As-Samin berkata dalarn o,j-Du rr al-l\,a,ashun ililTr); dr a!itara rnakna (.s+11
adalah tinggi :ian rraik. ia menrperkuat pend;patnyil i1'ririeng,in perkataan
asy-Syafi'i;
Air (hujanl kemudion nenghanryir; rnerektt dt ten:dch prtdang pastr
Sernentarr; aintang {aman teia!'t berputar dan nriik
Seperti itu pr.rl" perkataan al-Qurthubi dalam tafsii'r:,va (l/:54)" Pendapat
ini dipilih Rabi'bin Anas, seperti yang diseoutkan,\bu l-layyan daiam ol-
Bahrul Muhith (ilz8o). lbnu Athiyah iuga menyampaikan pendapat ini

.@, Syarah Al-@waaid Al- llutsla F--*=-


menyebutkan perbedaan pendapat; makna yang paling tepat untuk
firman Allah ut , "Kemudian Dia menuju ke langit," yaitu naik ke
Iangit, lalu mengaturnya dengan kuasa-Nya, dan menciptakannya
menjadi tujuh langit.

Al-Baghaw: menyebutkan perkataan ibnu AbbasaT2 dalam


tafsirnyaa73 terkait ayat ini. Juga disebutkan sebagian besar
mufassir salaf, berdasarkan zhahir lafal (csi-l), dan menyerahkan
ilmu tentang hakikatnya kepada Aliah a',' .

Pendapat kedua; (;:*l) di sini bermakna; al-qashdu (menuju)


secara sempurna. Pe:idapat ini dianut Ibnu Katsir dalam tafsir
surah al-Baqarah ,a'a dar,al-Baghawi dalam tafsir surah Fushshilat.aTs
Ibnu Katsir be:kata, 'Yaitu, menuju langit, dan beristiwa di sana.
Lafal ini term;rsuk dalam makna menuju, karena dihubungkan
dengan huruf (*J])." Al-Baghawi berkata, "Maksudnya, bermaksud
menciptakan langit."

Pendapat ini tidak dikatakan mengalihkan kalam dari


zhahirnya, karena f i1 (LrJ,i-t) di sini, disertai dengan huruf yang
menunjukkan batasan,aT6 sehingga lafal ini beralih pada makna
yang sesuai dengan huruf yang menyertainya. Bukankah firman

= dalam tafsirnya (llz4), Tsa'labi dalam alJawahir (1158), dan al-Alusi


dalam taf sirnya (llzt s).

472 (tl5q.

473 Atsat ini dinyatakan dhaif oleh al-Qurthubi dalarn tafsirnya (UzS+).
Padahal atsar initidak dhaif, karena dinukil oleh banyak ahli hadits. Lihat;
ai-wosith, al-\l/a h id i ( l/t t :).

474 (itot).

475 (tvlto$.
Per;dacat ir, diiiilih s*keiompok mufassir, di aniaranya; as-Samin al-
Halabi
'
ilr;:,, aii tii i5), al-tihazir-r (l/34), Shadic Hasan Khan (lhzo)'
an-N.::
dari Ib:,ui .r: rr2i /ll:;5r). iil;rhkan baca pendapat-penriapat lainnya yang
menyalahr nranhai s.rlei cii; Tafsir ar-Razi (11141), al'Bahrul Muhith, Abu
HayrTarr (ir2E,,), Faitr,,i 'l!il.-I"), as-5anrarqandi (l/to5), rls--Sirajal-Munir, asy
Syii'bini (;,',t1,, Hasi ti ::. i'vltthyiddin Zadsh'alal Baidhav.'i (1,'z::).

475 r'aitu huru: ,.r"Jj" Siia-rkan baca pembahasan ini di oaiarn; Gi-Janntod-Dani
ft Hurufui fi.4rclani, al-V1uradi, hal: 385, Mausu'atul Huruf , Dr. Amil Ya'qub"
hal: to5, Rasl''aful Maoanif tsyarhHurufil Ma'ani, al-Maiiqi, hrl: i66, Mt;ghni!

--."------{ 1. Syubhat- svubhat dan Ta nnva .o,


Allah;

x.l";-A Q:-*+r-lf if- A-.;{ qfF


"(Yaitu) mata air (dalam surga) yang diminu.nz oleh hamba-hamba
Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sehaik-baikLnyrr." (QS.
Al-Insan:6)
Maknanya adalah;477 dengan mata air itu, Aliah menghilangkan
dahaga hamba-hamba-Nya, karena f il (+A) disertai huruf ba',
sehingga beralih kepada makna yang sesuai, yaitu; yarwi artinya
melegakan atau menghilangkan dahaga. Dengan demikian, f il
ini mengandung{78 makna yang sesuai dengan makna huruf yang

= Labib, lbnu Hisyam (ll7$, Mukhtashor Mughnil Lobib, Syaikh ibnu


t-.rtsaimin, hal: 24, Hasyiyat ad-Dasuqi'ala Mughnil Labib (Ul*.

477 Pendapat yang disebutkan penulis di atas adalah salah satu di antara
beberapa pendapat terkait permasalahan ini. Pendapat-pendapat
lainnya adalah sebagai berikut;
Pertamal huruf ba' tersebut tambahan, dan lafal ini sama seperti lafal
(hr&). Pendapat inidipilih lbnu Athiyah dalam tafsirnya (XV/235).
Kedua; ba' tersebut untuk toUiyah bermakna sifat, dan lafal (+_,r4)
artinya menghilangkan dahaga, sehingga dihubungkan dengan huruf
ba', seperti disebutkan dalam tafsir al-Alusi (XXlXirZ+). Pendapat ini
dipilih oleh penuiis.
Ketiga; ba' tersebut bermakna (A) tab'ianiyyoh yang berarti sebagian.
Maknanya; sebagian di antaranya diminum hamba-hamba Allah.
Pendapat ini dipilih al-Ashma'i seperti disebutkan dalam tafsir ath-Tahir
bin Asyur (XXIX/38I). Dan masih ada beberapa pendapat lainnya dalam
permasalahan iniyang bisa dilihat di; aHumal (VilUi86), al-Bahrul Muhith
(VllU8:Z), Hosyiyat Syaikh Muhyiddin Zadah'olat Baidhowi (tyl5B8), Zadul
Masir (Yllllqo), dan ad-Durr al-Mashun (Vl/44o).

478 Tadhammun menurut bahasa adalah tadhammunusy syai'a, artinya;


menetapi dan menanggung sesuatu. Sedangkan menurut istilah adalah
suatu lafal yang memberikan makna dan hukum lain. Huruf seperti ini
juga disebut tadhornmun nohwi.Tadhammun atau todhmin masuk dalam
beberapa bab, di antaranya;
Dalam bab huruf-huruf ma'ani, yaitu suatu huruf yang menimbulkan
makna lain. Contoh; (Jilt, c+]S), artinya saya rnenulis menggunakan pena.
Contoh firman Allah; (e";-r+ e.lJ1 ,,,+i) ba'dalam firman ini mengandung
makna ta'diyoh dengan perantara fi'ii (,-.o,1) kepada maf'ut bihi.
Perkiraannya Cemikian; Allah menghilangkan cahaya mereka. contoh
lain; (t"a;r ixr"j,,+ )U.J {+il dI:+) huruf ba'dalam contoh ini memberikan
makna to'widh (penggantian) atau tas'ir (pemberian hanga). Contoh lain;

.@, Svarah AL-Qowaaid Al- ,l4utsla


berkaitan dengannya, sehingga kalamnya memiliki makna yang
sesuai pula.

= (r-)r + *-s*i) huruf ba' dalam fi'il contoh ini menimbulkan makna
ilshcq atau meiek at. Contoh firman Allah; (+l:t :!' k+ +-i4 "+.) huruf ba' di
sini menimbuikari makna tab'idh (sebagian), maksudnya sebagian dari
mata aii'tei-:ebut, arau mata air tersebut memberikan rasa lega dan
menghilangxan dahaga, sesuai perbedaan pendapat seperti yang telah
disebutkan sebelurnnya. Lihat; al-Mu'jam ol'Mufashshal fin Nahw, Dr.
Azizah Fawwai.

-_"_-__-___{ 1. Srubnat - st'ubhat dan Ta nn .@,


Contoh Kelima dan Keenama7e;
Firman AIIah dalam surah Al-Hadid;

{ #u;i is^;i: r
"Dan Dia bersama kamu di mana saia kaxmu berada."
(Qs. AI-Hadid;4).

Dam firman-Nya dalarn ssrrah Al-hluladilah;

,di. ,/ J-&; .;;it G5, .>\;.",)\ Jr t, i;;- ^'r


ji ; jih

{ i;uur"i &i{i
*Tidaldmh emghau perhatikan, bahwa AIXah
apa yang ada di langit dan apa yang ada di burni? Tidak ada
pembicaraar*. ralaasia antara tiga orang, melainhan Dialah
yang tr<eerrpatnya" Dam tidak ada lima orar$gr melainkan
Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari
itu atau lebih banyak, nrelainkan Dia pasti ada bersama
mereka di mana pun rnereka berada."
(QS. Al-Muiadilah: 7)

F
v I

Jawab; kalam di dalam kedua ayat in: benar adanya; sesuai


hakikat dan zhahirnya. Narnun seperti apakair hakikat dan
zhahirnya?

Apakah di.i<atakan; zhahir dan hakikatnya adalah


Allah re bersama rnakhluk-Nya ciengan kebersamaan yang
mengharuskan Ailah membaur dengan mereka, atau menempati
tempat mereka?

479 Maksudnya beliau menyebut dua ayat, bukan menyebutkan dua contoh
yang berbeda.

.@, s h Al-Oowaaid Al- tVutsia F--*---


Ataukah ciikatarcan; zhahir dan hakikatnya adalah
Allah bersama makhluk-Nya dengan kebersamaan yang
=
mengharuskan Aliah meliputi mereka dengan ilmu, kuasa,
pendengaran, penglihatan, pengaturan, kekuasaan, dan makna-
makna rububiyah lainnya, meski Allah berada di ketinggian, di atas
Arsy-Nya; di atas seiuruh rnakhiuk-Nya?

Tidak diragukan bahwa makna pertama tidak ditunjukkan


oleh rangkaian kalarr, dari sisi manapun, karena ma'iyah (baca:
kebersamaan) ii sinj disandarkan kepada Allah:.' . Allah Maha
Agung dan Mal,a Luhur untuk diliputi sebagian di antara makhluk-
makhluk-Nya, karena menurut bahasa Arab lrang Al-Qur'an
turun dengan bahasa tersebut, ma'iyak (kebe:rsamaan) tidak
mengharuskan pembaurair atau kei:ersamaan ,ii suatu tempat.
Tapi semata menunjui:kan kemutlakan kebersarnaan, yang hal ini
ditafsirkan sesuai dengan konteksnya.rBn

Penafsiran kebersamaan Allah dengan makhluk, yang

48o Ar-Raghib berkata dalam al-Mufradat (tl;6o8); kata nroz mengharuskan


perkumpulan di suatu tempat, contoh; (,riJt i'* l-r); keduanya bersama-
sama di daiarn rumair. Atau perkumpuian di suatu waktu, contoh; i'lir
'L-); keduanya diiahirran bei'samaan. Atau perkumpulan dalam kemuliaan
cian tingkatan, contoh; i,*ri *j o o)t keduanya Dei'sama-sama dalam
ketinggian. Juga bernrakna pertolongan, bagi orang yang diidhafahran
pada lafal mc'o, seperti f irman Aliah; ("-:^ oJi ;l .-,;; '!); ".)on$an engkau
bersedih, sesungguhnya Allah bersarna kitc." (QS. At-Taubah : 4c)
Maksudnya, yang disandarkan pada lalalma'a dalarn f irrnan-Nya;(ti'-a.Xi;
adalah orang vang cirtolong. Contoh lai:T; (trst +Jl :" dlr ..ll); "Sun$fluh,
Allahbeserta orang-otangyLlngbertdkv,ls." (qS.An-Naht : rr8) (.rl F- r^,,
e"s u); "Ddn Uia bersama kamu di mona saja kamu berada." (qS. Al-Hadid
:4) (;-r'; y dl --,1 ); "Sesunggtthnya Ailah bersama oran{'orangyang
sabar'" (QS. Ai-Baqarah : r53) (;r+iJr - a-Ut ..,i)i "sesungguhnya Allah
bersama or6ng,-orang ,,,ong bertakwc." {qS. Al-Baqarah : t53) Dan firman-
Nya tentang iv'iusa; {J-) ,j- .-rl) "sesungguhnya Rabbku oersamaku." (Q5,
Asy-Syu'ar a': tz)
As-Samin berkata da;am 'Unici atul Huffazh (lv/rr5); (-r-rui ,:' dl .rl);
"Sesr-rngEuhn',a A',Mr. L,ersoinc orang'orangyangsobar." (QS. Al-Baqarah:
r53) Dan avai-a,vat serupa iainnya; ntenunjukkan kebersamaan dalam
bentuk periciDnqan oarr penequhan. Para imam bahasa Arab menyatakan
bahwa yang dimaksui nto'iyah adalan kebersamaan, lalu setelah itu
kebersamaar: ini drtafsirkan dengan makna yang sesuai di setiap
konteksnva. lerkait c:r'soalan ini, silah<an merujuk ke; ai-Jauhari daiam
ash-Shinan (i!irtzo6J, itrnu >ayyrdah daiam al-Muhkam (1i55), lbnu Manzhur
dalam al-Lrsan (Xllllr++), al-Fairuz Abadi daiam al-Muhith, hal: 987, dan
syarah-nva miiik az-Zuoaidi (Vi;t+).

1. Syubhat- srubhat dan Tan nnt'o .@,


mengharuskan Allah menitis di dalam makhluk, dan mengharuskan
pembauran Allah dengan makhluk, adalah penafsiran batii karena
beberapa alasan;

Pertamal menyalahi ijma' salaf, karena tak seorang salaf pun


yang menafsirkan seperti itu. Bahkan, mereka semua sepakat
mengingkarinya.asl

Kedua; menafikan sifat ketinggian bagi Allah i::, yang telah


ditetapkan di dalam Al-Qur'an, sunnah, dan juga rnenurut akal,
fitrah, serta ijma' salaf. Setiap sesuatu yang menganulir perkara-
perkara yang teiah ditetapkan oleh dalii, maka sesuatu tersebut
adalah batil. Dengan demikian, kebersamaan Allah dengan
rnakhluk-Nya yang ditafsirkan sebagai penrtisan iian pembauran,
adalah penafsiran yang batil berdasarkan Al-Qur'an, sunnah, akal,
fitrah, dan ijma'salaf.

Ketiga; penafsiran tersebut rnengharuskan sejumlah


konsekuensi batil yang tidak pantas bagi Allah. Tidak mungkin
orang yang mengenai Allah [*e dengan sebenarnya, dan mengetahui
makna ma'iyah dalam bahasa Arab yang Al-Qur'an diturunkan
dengan bahasa tersebut, mengatakan bahwa hakikat ma'iyah Nlah
dengan makhluk-Nya, rnengharuskan Allah mernbaur bersama
mereka, atau menempati tempat mereka. Apalagi jika menjadikan

48t Para mufassir sepakat bahwa yang dimaksud kebersamaan ini adalah
kebersamaan ilmu, kuasa, dan peniagaan. Tak seorang pun mengatakan
bahwa Allah bersama kita dengan Zat-Nya.
Ath-Thabari berkata dalam tafsirnya (Xlvlt3); Allah berada di atas Arsy,
dan ilmu-Nya bersama mereka.
Untuk mengetahui perkataan para mufassir terkait kebersamaan Allah,
silahkan merujuk; an-Nasafi (lll!447), lbnu Hibban (YllllztT), ar-Razi
(XXIX/t8Z), lbnu Katsir (VU98), al-Khazin (lvlz46), lbnu Asyur (XXVlU364),
asy-Syirbini (lV/225), lbnul Jauzi (VllUt6t), al-Mawardi (Vl+lo), al-Alusi
(XXVlU168), al-Baghawi (lVlz94), ats-Tsa'labi(lltlz93), Hasyiyat Muhyiddin,
Syaikh Zadah (lV/465), al-Jamal 'Aial Jalalain (lX/44o), al-Qurthubi
(XVlll/z9o), as',;-Syihab'alal Baidhawi(lXltzt), Shiddiq Hasan Khan (xlv/l9).
lbnu Athiyah berkata dalam Tafsirnya (XV/286), "sesungguhnya umat
menyepakati penakwilan ini." Takwil yang dimaksudkan lbnu Athiyah di
sini adalah mengalihkan lafal dari zhahirnya, vakni mengalihkan makna,
bahwa Allah bersama kita dengan Zat-Nya. Tidak diragukan lagi, bahwa
makna ini bukanlah zhahir. Seperti yang telah disampaikan sebe!umnya,
zhahir adalah apa yang langsung dipahami oleh pikiran. Dan, Iafal zhahir
berbeda-beda sesuai perbedaan rangkaian kalam. Dan jika yang
dimaksud takwil di sini adalah tafsir, berarti maksud ini benar.

.@, Syarah Al-@waaid A1- Mutsla .---**.


hal ini sebagai sebuah kewajiban yang harus diyakini. Tidak ada
yang mengatakan hal ini selain orang yang tidak tahu bahasa Arab,
dan bodoh akan keagungan Rabb .

Karena pernyataan tersebut jelas batil, maka yang benar


adalah pendapat kedua, yaitu Allah ig bersama rnakhiuk-Nya
dengan kebersama.an yang mengharuskan Allah mehputi mereka
dari segi ilmu, kekuasaan, pendengaran, pengiihatan, r:engatul:an,
kekuasaan, d ar: lainn,,ra sebagai keharusan rubilbi"rah-).jya, rneski
Ia berada di at;rs Arsy; di atas seluruh makhiuk-I.{ya"

Ituiah zhanir dar keriua ayat ih atas, rian rnilah yarii( iren,l: .

Sesungguhnr,;l ihahir <alarn iari sesr:atu yang h,ac i;r;rl'ni li-Q.ul';.rr:


dan sunnah), ;rCalah )enar, ;ehingta tidak inurigiri.rr jii<; sesl.:;rr.i
yang batii meniadi zh.rhir A1-Qur'an oelama-lamanlr*".

Syaithul isiam i)nu l'airnivan rerkaia dalari' ;;!.-Ft ri';tvri ;.1-


Han'Lawiyc.h iiJ/103); dari kon:ptla-si Llajrnu' a-!-'ititst+,o,'t?)r\u ?-',-
Qasini;

Hukum-hukum ma'iyah berbeda-beda gcsuai llontrlls


pembicaraan. Ketika Allah :e berfirman'

(r-Gs 'L;ir -t i;.ur r.6-- t*-"i ,pr\\ €. ^-lj l; iii .*


-r'
. ,u. J-J^i; "t *Jul-l .5 L,

"Dia mengetahui upa yang maslik ke dalam bui't'ii tiar: dflc .\iiil:g
keluar dari tialarnrtya, lpa ):fing turun itri ia-ngit dan ,-tpa yiing na;k ::e
sano.. Dan Dla berso,m,r- karnu di mc-na. saja kamu berc,da. Dnn -ttlic.h
Maha Llelihut nctt yiln€ kemu kerjakar " (QS. Al-FIadid : 4)

Zhahir kiriral: lnr menunjukka;r, bahwa hukurn .ian mai:na


ma'iyah ini aCaiah Aliah nielihat kairan, menyaksikan kaliarr, rlan
mengetahr:i i-aiiair. ir':iiah makna perkataan saiar: Ailair bersarna
mereka di:n:j:r' ihnu-Nya.16: Inilah zhahir dan hakikat khitab di
atas.

+32 iniiah rriak':; nei-kai,l3n salal'; Aliah bei'sama mereka de:tgan iirnu-Nya,
da,-,;ik.. fl'^r- r.ti;iAlr:iir Der-sama k;fa nreski Ia beraCa {ii keti!-tggian-l.tyt,
iraKa ker.,ai:c,'Ttaan ni niengnaril5Kaii Allah Mengei.rhur krta, meiihat,
menyal.sikai.l, dan rrenqatur. Bukar:nva Allah bersarna kita dengan Zat-
Nya di bumi. Demikian seperti yang dikatakan penulis.

:1. Sy uh h at - sy ubh at Ju n Tang gap annva .@,


Seperti itu juga firman Allah;

' , t.
t>$ jfr' j,
i ,
;iYr c-S) rli[3 # L; ;E art 5i ; ;ie
'
i-&U -
a .": .--^ o - t

-* lt Fi Y, Jli -r;ii Y3 r+-iL; Y: fr ).. ijlrr; )i


q{ UG L; G.i
W
"Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah menge"ahui apa yang
ada di langit dan upa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaruan rahasia
ttntara tiga orang, melainkan Dialah yangkeempatnya. Dan tidak ada
lima orang, meiainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang
kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia pasti ada bersama
rnereka di mana pun mereka berada." (QS. Al-I\{uiadilah : 7)

Ketika Nabi.# berkata kepada sahabat beliau di dalam gua;

{. k;i,i rJ:,:-,'-,',
dF ) ...F \-

"Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita."


(QS. At-Taubah:40)

Lafal ini ji-rga benar adanya sesuai zhahirnya. Dan konteks


kalam menunjukkan, bahwa hukum kebersamaan di sini, adalah
kebersamaan nielihat, menolong, dan memperkuat.

Setelahitu Syaikhul lslam Ibnu Taimiyah berkata;lafal ma'iyah


digunakan di Calam Al-Qur'an dan sunnah di beberapa tempat,
dimana setiap laia1 mengharuskan beberapa ha1 yang tidak
ditunjukkan di tempat lainnya, karena adanya perbedaan dilalah
(petunjuk) sesuai konteksnya, atau karena r:renunjukkan kesamaan
di antara seluruh sumber iafal, meski masing-masing di antara lafai
tersebut memili.ki perbedaan makna secara khustts' Berdasarkan
dua perkiraan tersebut, tetap saja tidak menunjukkan bahwa Zat
A1lah aj berbaur dengan makhiuk, hingga dika"takan lafalma'iyah
dipalingkan dari zhahirnya.as3

Bukti bahwa kebersamaan Allah tidak menunjukkan Zat-Nya


berbaur dengan rrakhiuk adaiah; Allah menyebut kebersamaan
dalam ayat Mujadilah ketika menyebut keurnuman iimu-Nya di

483 Lihat; FathulBayon, Shidddiq Hasan Khan (Xlltl:g8).

.@, Svarah Al- idAl- l{utsla O---"


awal dan di akhir ayat. Aliah,ieberfirman;

al>u
'.,.i.
s* r JF--u;;'ir e;r.rliL3t
-.;"t,i.'",, €; i*;irt oi ; ;iy
"-i-;'. . o '
Y, iJ,,i
7

; Fi Yl .r j:r )3 ,f-:t- ; l-", Yi rtlr9 Yl Yl


. .r-.i . : , i tl r...._ .,i
r ::
T rrl" :4:*,di! ul "..U;11 irlt); ! r-+ t' lits u rf i-€;
"r..

"Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa


yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan
rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan
tidak ada lima orang, meiainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak
ada yang kurang dari iru atau lebih banyak, melainkan Dia pasti ada
bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan
memberitakan kepada mereka pada hari Kiamat apa yang telah mereka
ke rj akan. S e s un g guhny a All ah M ah a M e n ge t ahui s e gal a ses ua tu." ( QS.
Al-Mujadilah:7)
Zhahir ayat mengharuskan, bahwa ma'iyyah (kebersamaan)
Allah adalah kebersamaan ilmu-Nya terhadap hamba-hamba-
Nya, dan tidak ada sesuatu pun dari amal perbuaian mereka yang
samar bagi-Nya. Bukan berarti Allah membaur detrgan mereka, dan
bersama mereka di bumi.

Adapun dalam ayat surah Al-Hadid; Allah menyebut


kebersamaan-Nya setelah menyebut persema),'aman-Nya di atas
Arsy dan keumuman ilmu-Nya. Dilanjutkan cierrgan penjelasan
bahwa Ia Maha Melihat amal perbuatan hamba-hamba-Nya.
Ailah ;= berfirman;

i.t.;,Jl ge Si*t *, iy, 4, € -,r;)l3..:l;LJt ;B,JIf :^*


,s

-*J\*-U=-i. *j '\^Jl -- J,n L,: k; -F t", -.-;!l # g,,'" \"


,\";a' J# ! r'; "*:.'-i ; ;i -<;
"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa;
kemudian Dia beristitvct di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk
ke dalam bum! aan apa yangkeluar dari dalamnya, apayangturun dari
'Langtt
dan apa ycng naii, ke sarta. Dan Dia bersama kamu di mana saja
kamuberada. Dan Allah Maha Melihat apayangkamukerjakan." (QS.
Al-Hadid:4)
*__-___{ 1. Svubhat-syubhat dan n .@,
Dengan demikian, zhahir ayat ini mengharuskan kebersamaan
ilmu Allah terhadap hamba-hamba-Nya, dan Allah melihat segala
amal perbuatan mereka, meski Allah berada di atas ketinggian,
dan beristiwa di atas Arsy-Nya. Bukannya Allah rnembaur dengan
hamba-hamba-Nya. atau Allah bersama mereka di bumi. Jika
konteks ayat tidak dimaknai demikian, nraka konsekuensinya,
bagian akhir ayat akan mengalami kontradiksi dengan bagian
awainya yang menunjukkan sifat ketinggian bagi Nlah, dan sifat
istiwa di atas Arsy.

Dengan dernil<ian, jelaslah bahwa kebersamaan Allah dengan


hamba-hamba-Nya mengharuskan makna; Allah mengetahui segala
kondisi mereka, mendengar perkataan rnereka, melihat segala
amal perbuatan mereka, dan mengatur segala i<ondisi mereka,
sehingga Allah menghidupkan dan mematikan, memberikan
kecukupan dan kemiskinan. memberikan kekuasaan keuada siapa
yang ia kehendaki, dan mencabutnya dari srapa yang ia kehendaki,
memuliakan siapa yang Ia kehendaki, dan menghinakan siapa yang
Ia kehendaki, dan perbuatan-perbuatan iain sesuai konsekuensi
daripada rububiyah-Nya, dan kesempurnaan kekuasaan-Nya. Tidak
ada sesuatu pun di antara makhluk-Nyayangdapat menghalangi-
Nya. Zat yang seperti ini kondisinya, tentu sa.!a bersama dengan
makhiuk-Nya secara hakiki, namun bersamaan dengan itu, Ia tetap
berada di atas mereka semua; di atas Arsy-Nya secara hakiki.asa

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata daiam al:Aqidah al-


W asithiy ah (Iil / 1,42) dari kompilasi M aj mu' al F at aw a, Ibnul Qasim,
-

di dalam pasal; penjelasan tentang ma'iyah, "Semua kalam yang


menyebutkan bahwa Ailah berada di atas Arsy, dan Ia bersama
dengan kita, adalah benar adanya secara hakiki; tanpa memerlukan
tahrif. Tapi, harus dijaga dari segala prasangka dusta."a8s

484 Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa ma,iyah dalam


bahasa Arab tidak mengharuskan pembauran ataupun kebersamaan di
suatu tempat.

485 Lihat; syarah-syarah kitab ol-Wasithiyyah untuk ayat ini.


Syaikh lbnu Utsaimin ditanya; apakah ada seseorang sebelum Syaikhul
Islam lbnu Taimiyah dan muridnya; lbnul eayyim yang menyatakan
bahwa kebersamaan yang dimaksud adalah kebersamaan hakiki yang
layak bagi Allah, dimana Allah tidak membaur dengan makhluk atau
menempati tempat mereka?

.@, s hAl-OowaaidAl- Mutsla F-_**


= Syaikh lbnu Utsaimin iuga ditanya tentang hadits qudsi; "Hamba-Ku
senantiasa mendekotkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nafiloh."
Juga ditanya tentang perkataan lbnui Qayyim dalam Mukhtashar ash-
Shawa'iq; Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan dengan Zat
dan Rahmat-Nya; apakah pernyataan ini benar? Dan adakah seseorang
sebelumnya yang menyatakan seperti itu?
Yang Mulia Syaikh lbnu Utsaimin menjawab; saya tidak mengetahui
seorang pun yang secara ieias menyatakan seperti itu sebelumnya.
Namun yang jelas, pembicaraan tentang kebersamaan Allah sama
seperti pembicaraan lain tentang sifat-sifat Allah yang dipahami secara
hakiki, dengan memahasucikan AIlah dari segala yang tidak patut bagi-
Nya, seperti halnya sifat beristiwa, tLrrun, dan Iainnya. Karena itulah para
sahabat setahu saya ridak ada yang membahas lafal Zat Allah terkait sifat
beristiwa dan turun" Maksudnya, para sahabat tidak menyatakan Allah
beristiwa di atas Arsv dengan Zat-Nya, atau turun ke langit dunia dengan
Zat-Nya, karena makna ini sudah dipahami dari lafainya, karena fi'il atau
perbuatannya disandarkan kepada Allah;s, adakalanya disandarkan
kepada isim zhahir, dan adakaianya pula disandarakan kepada dhamir
atau kata ganti. Kerika fi'il atau perbuatan disandarkan kepada-Nya,
maka menurut makna asii yang dimaksudkan adalah Zat-Nya. Namun
ketika muncul tohri; atau perubahan terhadap makna beristiwa dan
turun, maka nakikat rni perlu ditegaskan ciengan menvebut Zat-Nya.
Seperti itu iuga ketir<a muncul anggapan dan pernyataan bahwa Allah
menitis di daiam makhluk-N;ra, dan kalangan yang menyatakan penitisan
Allah berpegangan pada ayat-ayat yang menyebutkan kebersamaan
Allah, maka salaf periu menjelaskan kekeliruan mereka, dan yang
dimaksudkan kebersamaan Allah, bukanlah Aliah membaur dengan
mereka seperti yang ciipahami para penganut paham pantheisme. Dan,
kebersamaar yang dimaksud adalah Allah meliputl inakhluk dengan
ilmu-Nva. Saiaf menyebut ilmu, karena iimu adalah sifat yang kaitannya
paling penting, di samping ilmu jr.rga disebutkan dalam konteks
pembicaraan tentang kebersamaan Allah dengan makhluk.
lntinya, Der-soalan kebersamaan Allah tidak berbeda dengan
permasalalran sifat-sifat lainnya yang diberlakukan secara zhahirnya
yang sesuai cengan keagungan Allah +,;. Dan setiap keterangan yang
datang daripacja saiaf, termasuk di daiam makna ini; karena termasuk
cjalam kc,nsekuensirya. Karena itulah mereka membatasi maknanya
hanya p:ad; .:lahirn) a saja, karena khawatir akan terierumus ke dalam
larangeir. r.i,€r'i6 jik,r trdak seperti itu, toh hakikat kebersamaan lebih
luas Cari iirr,i.r Di s;:mping karena munculnya permasalahan ini, dan
karena iler.l.rasalahin ini tidak berLreda dengan permasalahan-
perr;rasaiarr.:;' :ifat :eruDa lainnya yang tidak dibicarakan para sahabat
,eirln yane C:r-iwayarkan dari iLrnu Abbas seperti yang disebutkan lbnu
r\bi Hatim C"rlam ta:sirnya; diriwayatkan dari lbnu ,Abbas, ia berkata,
"Aliah ber-a j.: di atas Arsy, dan ilmu Ailah menyertaimereka." seteiah itu
pernrasaiahar ini nrenyebar di kalangan salaf ketika penafsiran
.lahmiyr,vah bahwa AItah menitis pada makhluk-Nya, menyebar iuas.

*-----------{ 1. Svuhhat -syubhu dan Tan nn .@,


= Terkait pertanyaan Anda tentang hadits qudsi;

-l,r,J! ;l t*- $:*jr; ,., ...L .i-ir '; ;j J*i :* ** Jt =*;i


.-!t Jl i{!
u;.L: -r .*
..J
',*.-.-Y J .r .q
.jL i-*:n-Y-.ir
tL {-s :-j;i llp ,i-\ ;-
"it',,+s
i*i o;*:t ,tr,'^i;;;ii ;ii;;ry: k -:-" Jr.r.r;,re
"Tidaklah seordng no^Ao-X, mendekatkan' C,iri pada-Ku' arngonr.rrot,
yang lebih Aku sukai dari apa yang Aku waiibkan p{taanya. Hamba-Ku
senontiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan'amalan nafilah
hingga Aku mencintainya. )ika Aku mencintainva, Akulah Dendengarannya
yang dengannya io mendengar, (Akulah) penglihatannya yang dengannyo ia
melihat, (Akutah) tangannyo yang dengannya ia memukul, dan (Akulah)
kokinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta kepodo-Ku, Aku akan
memberinya, iika ia memohon perlindungan pada'Ku, Aku akon
melindunginya,"
Anda tahu, dalam hadits qudsi ini Allah;emenyebut; hamba, Zat yang
disembah, hamba yang mendekatkan diri kepada-Nya, pencinta, yang
dicintai, peminta, yang dimintai, pemberi, yang diberi, orang yang
mernohon perlindungan, Zat yang dimintai perlindungan. Dengan
demikian hadits ini menunjukkan dua hal berbeda. Dengan demikian
firman, "Aku-lah pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan
kakinya," bukan berarti menunjukkan Allah bagian dari makhluk, atau
bagian dari sifat makhluk. Maha TinggiAllah dari hal seperti itu. Zhahir
dan hakikat lafal ini adalah Allah g-' membimbing si hamba dalam
pendengarannya, penglihatannya, gerakan tangannya, dan gerakan
kakinya, sehingga pendengarannya semata karena Allah w, kepada-Nya
si hamba memohon pertolongan. Seperti itu juga penglihatan, gerakan
tangan, dan langkah kakinya.
Terkait pertanyaan Anda tentang perkataan lbnul Qayyim dalam
Mukhtashar ash-Shawa'iq; Allah bersarna orang-orang yang berbuat
kebaikan dengan Zat dan Rahmat-Nya; apakah pernyataan ini benar? Dan
adakah seseorang sebelumnya yang menyatakan seperti itu?
lbnul Qayyim mengatakan seperti itu berdasarkan zhahir f irman Allah;

4t;ili-r r;.*,-ir Jb; r;r 3rtrai; *i i; qp * 6,r; ojL r;g9


d;ri;.lj.ut
"Don apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadarnu (Muhammad)
tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kobulkan permohonan
orongyangberdoa apobila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu
memenuhi (perintah)-Xu dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh
kebenaran." (QS, Al-Baqarah: t85)
Semua dhamir atau kata ganti dalam ayati ini; (,(*ry) ,(;ir) ,(,.+),(,J.!'
,t) ,( .J) ,(crtc:) ,(..,pi)); semuanya meruiuk kepada Allah o;;. Seperti
halnya Allah yang disembah, dimintai, yang memperkenankan doa orang
yang memohon, dan yang wajib diimani, seperti itu pula la dekat. Namun
demikian tidak mengharuskan Allah menitis dan menyatu dengan

.@, s Al- idAl- Mutsla


Syaikh,rl Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Fatawa al-
Hamawiyah iVifi2-103); inti permasaiahan ini adalah; Al-Qur'an
dan sunnah rnembenkan petunjuk dan cahaya yang sempurna
bagi siapa yang mau menghayati kitab Allah dan sunnah nabi-Nya,
berniat mengih.uti keoenaran, beroaiing dari periiaku merubah-
ubah perkataa:r dari :empat-ternpatnya, rnenvimpang dalam hal
nama-nama rla:r ayat-ayat Allah.

Jangan sampai aia yang rnengira bahwa daiii-dalil di dalam


syariat saiing kontradiksi satu sama iain. Misalkan dengan
mengatakan, "Dalil di dalam Ai-Qur'an rian sunnah yang
menyebutkan bahwa Aliah beracia di atas Arsy, berseberangan
dengan zhahir firman Allah, "Iabersamamu." Dan sabda Nabiffi;

'LVryar
yt F Jt;r JjE rll A;;i pri r;1

" Ap
ab i! a s e s e or an g di ant ar a kal i an b e r dir i m e n ge rj akan sh al at,
maka Allah berada di hadapan wajahnya,"n86 dan nash-nash serupa
lainnya.

= hamba-Nya, karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah
dalam semua sifat-sifat-N,va. lntinya, la dekat di atas ketinggian-Nya.
Pernyataan serupa sebelumnya juga sudah disampaikan gurunya;
Syaikhui lslam lbnu Taimiyah ketika ia berkata dalam Syorhun Nuzul
(Vl5o8) dari Majmu' at-Fatawa;
Karena itulah ketika Aliah menyebut kedekatan-Nya dengan hamba-
hamba yang berdoa dan beribadah kepada-Nya, Ia berfirman, "Ddn
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepodamu (Muhammad) tentong
Aku, moko sesungguhnyo Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orangyang
berdoa opabila dia berdoa kepada-Ku." Firman ini menunlukkan Allah
Maha Dekat yang memperkenankan permohonan orang yang berdoa
kepada-N_va. Dan seterusnya sampai pada perkataannya di halaman: 5ro;
kedekatan Ailah yang Ia lakukan dengan perbuatan-Nya, yang meiekat
pada diri-Nya; <edekatan iniditepis kelompok Kullabiyah. Siapa gerangan
yang mencegah teriadinya perbuatan-perbuatan atas kemauan Allah
sendiri?l Adapun salaf dan para imam hadits dan sunnah, mereka tidak
mencegah hal itu. Demikian pula sebagian besar kalangan ahli ilmu
kaiam.
Catatan; kami ment kil fatwa Syaikhul lslam lbnu Taimiyah sebagai
tambahan untuk penielasan dalil permasalahan ini, karena Ianjutan
fatwa ini akan disampaikan pada contoh-contoh selanjutnya.

486 HR. AI-Bukhar-i, seoertidisebutkan dalam Fathul B1ry (ll3o7) dan Muslirn
dalam Syarh an-Nawowi (V/38).

,----------.. 1. Svubhat-svubhat dan Tit .@,


Anggapan seperti ini keliru, karena Allah bersama kita secara
hakiki, meski Ia berada di atas Arsy secara hakiki, sebagaimana
yang Allah satukan dalam firman-Nya;

i;,
Ll q ,zr: ]i
.
t6 .;,
a,lji; "::-< l"
"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa;
kemudian Dia beristiwa di atas 'Arsy. Dia mengetalrui npd yang masuk
ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari
iangit dan apayangnaikke sana. Dan Dia bersama kamu di ntana saja
kamu b er ad a. D an Allah M aha M elih at ap a y an yi kamu kerj akan " (QS.
AI-IIadid:4)
Allah mengaharkan bahwa Ia berada di atils Arsy; Ia mengetahui
segala sesuatu, dan ia bersama kita dimana saja kita berada. Seperti
yang Nabi ffi sampaikan dalam hadits Au'al;og7 "Allahberada di atas
Arsy, dan Ia meng;etahui apa yangkalian kerjakan."a&8

487 Au'al adalah bentuk iamak dari wa'al, yailu kambing gunung. Yang
dimaksud au'a! di sini adalah para pemuka kaum dan pernimpin' Nabi#
menyerupakan mereka Cengan kambing-kambing gunung, karena
kambing-kambing ini bernaung ke puncak-puncak gunung. Seperti
disebutkan dalam perkataan Abu Hurairah"g5, "Kiamat tidak terjadi
hingga tahut naik dan wu'ul binasa.' Dikatakan kepadanya, 'Apakah itu
tahutl' la menjawab, 'Orang-orang hina, dan para penghuni rumah-
rumah yang tidak jelas. Dan wu'ul adalah penghuni rumah-rumah yang
baik'." Dikutip dari Hasyiyat al'Hamawiyoh, at-Tuwaiiiri, hai: zzt.

+88 Hadits ini dikenal sebagai hadits au'al. Banyak perbincangan seputar
hadits ini. Hadits ini ditakhrii para imam dalam kitab-kitab hadits mereka'
Nash hadits sebagai berikut;

e yq ; ,*iit -? i,;u .-$-jl -,:, * ,"rir ,-f * j i;\t q"


:tj[i ,,90.r.^..,fj ;, ,r,;jl-*j .;ir-. i+ or' .)*: *.'-t-.,;ri-;
'LE
.: : " ..: : '.:
i, ';3r; !i Ju ,, oujr, ,lju ,,irijtj, ,;u ,u;tl: ,lju uifr],, 'iu ,-t*Jt
il, ,31; ,f?i \ ,rju,,r-;;{r1:u-Jl;'4 L; jel-u y, :'11.i,'r-!+ .luir pi
jr-rr l,l t-i4 r. 'r-
-\e ,;-.43 +.y Ju;r ; .L ,ri*, J),u -"i r'ir -.i

f .'L Jl :u:E l" Jj";)\ei-. "Eli -* l; d^.il;jl i-";' .}r:L *


-.. ,j q

,j,

.@, Syarah Al-@waaid A1- l,{utsla o----


j.'- 't* i t" J, #-i-, i-qltui ; lr,;i 4iLJ rui =
erl:,- -- "ll
u4;;-.; Jwr trq'irt"i*s: Jly;# t; J, ;>,;i; a;:i.,"
Diriwayatkan dari al-Ahnaf bin Qais, dariAbbas bin Abdul Mutthhallib, ia
u .,,_pl

berkata, "Aku berada di padang pasir bersama sejumlah orang, di antara


mereka ada Rasulullah #, lalu melintaslah awan, beliau menatapnya lalu
bertanya, 'Kalian menyebutnya apa?' Mereka menjawab, 'Sohab (awan).,
Beliau berkata, 'lt'tr adalah muzn.' Mereka berkata, 'ltu adalah muzn.,
Beliau berkata,'lniadalah'inan.'Mereka berkata,'ltu adalah'inan.'Beliau
kemudian bertanya, 'Tahukah kalian jarak yang ada setelahnya atara
langit dan bumi?' Mereka men,iawab, 'Kami tidak tahu., Beliau berkata.
tarak setelahnya di antara keduanya mungkin tu juhpuluh satu,
tuiuhpuiuh dua, atau tujuhpuluh tiga tahun perjalanan. Setelah itu di
atasnya ada langit (yang jaraknya seperti itu pula),' hingga beliau
rnenyebut tujuh larrgit, 'selanjutnya di atas langit ketuiuh ada lautan.
Jarak antara bagian bawah dan atasnya selauh jarak antara satu langit
ke langit lainnya. Setelah itu di atasnya ada delapan kambing; jarak
antara kuku kaki dan tunggangannva sejak jarak antara satu langit
hingga Iangit berikutnya. Kemudian di atas punggung rnereka ada Arsy;
jarak antara bagian bawah dan atasnya sejauh jarak antara satu langit ke
langit lainnya. Lalu Allah ss berada di atasnya'."
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud (Vlg), hadits nomor 4723, kitab;
sunnah, bab; fil jahmiyah. Hadits ini adalah lafal milik Abu Dawud. Juga
diriwayatkan at-Tirmidzi (VlCzq), hadits nomor 332, kitab; ot-tafsir, bab;
tafsir surotil haqqah. At-Turmudzi berkata, "Hadits ini hasan gharib.,,
Juga diriwayatkan lbnu Mafah (t/69), hadits nomor tg3, mukadimoh, bab;
fima ankarot al-jahmiyyah. Juga diriwayatkan Ahmad (llzo6-zo7),lbnu Abi
Ashim dalam Sunnah (llz54), hadits nomor 578, lbnu Abi Syaibah dalam
ol:Arsy, hal: 55, lbnu Khuzaimah dalam at-Tauhid (UllC), ad-Darimi dalam
ar-Rodd 'olal Jahmiyvah, hal:24, al-Ajurri dalam asy-Syari'ah, hal: z9z, al-
Lalaka'i dalam I'tiqad Ahlissunnah (ilUjgo), hadits nomor 65r, Hakim
dalam al-Mustadrak (lllz87,5oo), ia berkata, ,,Hadits ini sesuai syarat
Muslim, hanya saja Al-Bukhari dan Muslim tidak mentakhrijnya.,,
Hadits ini dinyatakan terhubung hingga Rasulullahffioleh Syu,aib bin
Khalid ar-Razi, al-Walid bin Tsaur, Amr bin Tsabit bin Abu Muqaddam dari
Simak bin Harb. Al-Bukhari dan Muslim tidak berhujah pada seorang pun
di antara mereka ini. Sebelumnya saya sudah menyebutkan hadits
Syu'aib bin Khalib, karena ia yang paling bisa dijadikan hujah lika
dibandingkan dengan yang lain.
Hadits ini iuga diriwayatkan al-Baihaqi dalam al-Asm a' wash Shifat (ilt42),
al-Uqaili dalam adh-Dhu'afa' (lt/r84), tbnu Abdilbarr dalam at-Tahmid
(Vll/i4o), al-Hafizh Abu Nu'aim dalam Akhbar Ashbahan (|lz), al-Mizzi
dalam Tohdzibul Kamal (ltl71g), Abul Ula al-Hamdzani dalam Dzikrut I'tiqad
wa Dzammil lkhtilaf, hal:67-68, hadits nomor r9, lbnul )auzi dalam al'llal
al-Mutanahiyoh (t/8); ia meriwayatkan hadits ini melalui dua jalur dan
berkata, "Hadits ini tidak shahih." Al-Hafizh al-Mundziri berkata setelah
menyebutkan hadits ini, "Di dalam sanad hadits ini ada lbnu Abi Tsaur;

1. Svuhhot-s danTa nn .@,


Perlu diketahui, penafsiran ma'iyah sesuai zhahirnya yang
hakiki yang pantas bagi Allah tidaklah berseberangan dengan
'le
nash yang menyebut ketinggian Allah di atas Arsy-Nya dengan Zat-
Nya. Alasannya;

Pertamal Allah menyatukan keduanya di dalam kitab-Nya


yang jelas, yang terhindar dari kerancuan. Apa yang disebutkan
Allah di dalam kitab-Nya, tentu tidak saling kontradiktif.

Anda perlu menghayati segala sesuatu di dalam Al-Qur'an yang


menurut anggapan Anda kontradiktif, sampai nyatalah firman
Allah ini bagi Anda;

tt

ii o
'. , z-
* t"f u)url ?t:El lt
,, .'

Jn Js jJ; oi.Jt ;..jix; xio*


"Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an?
S ekirany a (Al- Qur' an) itu bukan dari All ah, p astil ah mer eka m en emukan
banyakhal yangbertentangan di dalamnya." (QS. An-Nisa': 82)

Jika firman Allah ini tidak juga nampak jelas bagi Anda, maka
Anda harus menggunakan cara orang-orang yang mendalam
ilmunya yang berkata, "Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an),
semuanya dari sisiTuhankarni." (QS. AIi'Imran : 7) Segala urusan
harus dikembalikan kepada Zat y angmenurunkan Al-Qur' an, yang
mengetahui segala sesuatu.

Satu hal yang harus Anda ketahui; kekurangannya ada pada


ilmu atau pemahaman Anda. Dan, tidak ada kontradiksi sama
sekali di dalam Al-Qur'an.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah mengisyaratkan hal


ini pada perkataan beliau terdahuiu, "Sebagaimana Allah teiah
mengumpulkan kedua sifat ini sekaligus (yakni sifat ketinggian
dan kebersamaan)," Demikian pula Ibnul Qayrm dalam Mukhtashar
ash-Shawa'i{; Ibnu al-Mushili hal. 410 Cet. al-Imam; seperti yang
beiiau utarakan dalam rangkaian perkataannya pa<ia contoh yang
kesembilanberkaitan denganbantahan terkait maj az, beliauberkata,

=haditsnya tidak bisa dijadikan hujah." Demikian dinukil dari Mukhtashar


Sunan Abi Dawud (vtUql).
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah membantah orang yang mencela hadits ini.
Demikian dinukil dari Hasyiyat al-Homawiyah, at-Tuwaijiri, hal: zz4.

.@, Syarah Al-@waaid AI- Mutsla o--*'-'


"Allah telah mengabarkan bahwa Ia bersama makhluk-Nya,
meskipun ia tetap trnggi di atas Arsy; Ia gabungkan kedua sifat
tersebut secara bersamaan. Sebagaimana yang Allah firmankan
-kemudian beliau menyebutkan ayat dari surat Al-Hadid-, beliau
rnelanjutkan; Allah mengabarkan bahwa Ia rnenciptakan langit
dan bumi, dan bahwa Ia beristiwa di atas Arsy', dan Ia senantiasa
mengawasi amalan hamba-hamba-Nya dari atas Arsy, sebagaimana
diisyaratkan Calam hadits al-Au'al; "Allah ada di atas Arsy, melihat
ap a y ang kali an ke r7 akan, " dari sini dike tahui b ahwa sifat ketinggi an-
Nya tidak bertentangan dengan sifat kebersamaan-Nya, dan
sifat kebersamaan-Nya tidak membatalkan sifat ketinggian-Nyr,
bahkan kedua-duanya adalah benar." Selesai nukilan.

Alasan ke dua ; s es un g guhnya hakika t m a' iyy ah (kebers amaan)


tidak bertentangan dengan sifat'uluw (ketinggian); penggabungan
kedua sifat ini sangat mungkin terjadi pada makhluk. Sebagaimana
dinyatakan; (U -,-lll rr"i Uj V); kami terus berjalan, dan rembulan
s e n antias a b e r s am a kami. P er ny ataan ini tidak terbilang kontradiksi;

tid,ak ada seorang pun yang beranggapan bahwa bulan benar-


benar turun ke permukaan bumi. Jika kenyataan seperti ini bisa
saja terjadi pada makhluk, maka pada diri Sang Khalie, yang ilmu-
Nya meliputi segala sesuatu, yang memiliki ketinggian, tentu
lebih utama lagi, karena hakikat kebersamaan sama sekali tidak
melazimkam perkumpulan suatu zal pada tempat tertentu.

Inilah alasan yang diisyaratkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah


dalam aI- F at aw a aI- H am aw iy ah, halaman : 1 03, j ilid kelima dari kitab
M aj mu' al- F at aw a ; b eliau b erkata ; " Ketika huruf (6.) dis ebut, zhahir
huruf ini tidak menunjukkan kebersamaan secara mutlak, dan
tidak mengharuskan sentuhan, atau sejajar di sisi kanan dan kiri.
Ketika huruf ini dibatasi dengan suatu makna, maka menunjukkan
kebersamaan pada makna tersebut. Contoh;

(b e+Jl-r ,i rill-r -s*l Uj V); kami terus berjalan bersama


rembulan dan bintang.

Contoh lain; (,rr." zll^Jl lra); baranginiadabersamaku,

Yakni karena ia bersama Anda, meski ia berada di atas kepala


Anda. Dengan demikian, kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya
addah kebersamaan hakiki, meski Ia berada di atas Arsy-Nya secara

'*-..---._-__-{ 4. Svubhat- svubhat dan Tan nn .@,


haliki."

Maha Benar Allah, karena ZatYang Maha mengetahui Anda,


melihat Anda, mengatur Anda, mendengarkan kata-kata yang
Anda ucapkan, melihat segala perbuatan yang Anda lakukan, dan
mengatur segala urusan Anda, berarti Dia bersama Anda secara
hakiki, meski ia berada di atas Arsy-Nya secara hakiki, karena
kebersamaan tidak mengharuskan berkumpulnya zat pada suatu
tempat.

Alasan ketiga; taruhlah sifat kebersamaan dan ketinggian


tidak bisa menyatu pada makhluk, namun bukan berarti hal itu
terhalang bagi Sang Khaliq, yang telah menyatukan kedua sifat
ini untuk diri-Nya; karena tidak ada sesuatu makhluk punyang
menyerupai-Nya, seperti yang Ia firmankan;

,a "4t
5{r ';r;C *i; f
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yeng
Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 13.)

Hal ini diisyaratkan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah dalam


al:Aqidah al-Wasithiyyah (Ifi/L43) dari Majmu' al-i:atawa; beiiau
berkata;

"Keterangan yang disebutkan dalam Al Qur'an dan sunnah


tentang kedekatan dan kebersamaan Allah, tidaklah menafikan
sifat ketinggian dan keberadaan Allah di atas seluruh makhluk,
karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam
seluruh sifat-sifat-Nya. A1lah Maha Tinggi meski dekat, dan Iv1aha
Dekat meski berada dalam ketinggian."ass

@ Pelengkap; terkait kebersamaan Allah dengan makhlutrt-


Nya, manusia terbagi menjadi tiga golongan;
Golongan pertama menyatakanl hahwa kebersamaan
Allah i= dengan makhluk-Nya mengharuskan rlmu cian pexrgawasan
Allah terhadap seluruh makhluk, ini daian konteksma'iyyah
'ammah (kebersamaan umum); dan mengharuskai, nertolongan

+89 Lihat; Syarh al-Wosithiyyah milik Syaikh Abdul Az'z ar-Rasyid, hal: ztT,Zaid
bin Fayyadh, hal:274, dan Shalih al-Fauzan, hal: r34.

.@t Syarah Al-@wadd Al- Mutsla F--^**


dan dukungan dalam konteks ma'iyyah khassah (kebersamaan
khusus); waiaupun i;. tetap tinggi dengan Zat-Nya, dan beristiwa di
atas Arsy-IIlr:r. N{erei<a ini adalah golongan salaf; madzhab rr.rereka
benar adanya, seperti yang telah disampaikan sebelumnya.

Golongan kedua rnenyatakan; bahwa kebersamaan


Allah dengan makhluk-Nva, mengharuskan Zat Allah bersama
'ie
dengan makhluk di bumi; di saat yang sama mereka menafikan
sifat ketinggian bagi-Nya, dan sifat istiwa-Nya di atas Arsy.

Mereka ini adalah penganut paham hululiyyah (pantheisme)


dari kalangan pendahulu Jahmiyah dan lainnya. Madzhab mereka
ini batil dan mungkar. Salaf menyepakati kebatilan madzhab ini
dan mengingkarinya, seperti yang telah disampaikan sebelumnya.

Golongan ketiga rnenyatakan; bahwa kebersamaan Allahtg:


dengan makiriuk-Nya mengharuskan Allah bersama mereka di
bumi, meski Ia berada d.alam ketinggian di atas Arsy-Nya. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan pendapat-pendapat ini dalam
Majmu' al-F ataw a (Y, 229) .aso

Mereka ini menyatakan berpedoman pada zhahir nash-nash


tentang kei:ersamaan dan ketinggian Allah. Mereka berdusta dan
sesat dalam hal ini, karena nash-nash tentang kebersamaan Ailah
tidak r'rengharuskan penitisan seperti yang mereka nyatakan,
karena paham ini batil. Mustahil zhahir kalam Allah dan Rasul-Nya
batil.

$ Perhatian;
Pertamal perlu diketahui bahwa penafsiran salaf tentang
kebersamaan Allah;iedengan makhluk-Nya tidaklah sebatas
kebersamaan ilmu saja, tapi juga mengharuskan pengawasan Allah
terhadap makhluk dari sisi pendengaran, penglihatan, kekuasaan,

490 Maksudnya hanya sekedar menyebutkan pendapat-pendapat ini. Bukan


berarti Syaikhul lsiam Ibnu Taimiyah memilih pendapat ini, karena
pendapat ini beliau nyatakan keliru, seperti disebutkan dalam Majmu, al-
Fatawa (V/z3o). Lihat juga pendapat-pendapat ini dalam Majmu,ur Raso'il
wal Masa'il(1169).

--**---------{ 1. Syubhar-syubhat dan .@,


dan pengaturan, dan makna-makna rububiyah lainnya.ael

49t Pendapat-pendapat ahli tafsir terkait hal ini sudah kami sampaikan
sebelumnya.
Catatanl masih ada golongan keempat yang trdak disebutkan penulis,
yaitu pendapat ahli ta'thil Jahmiyah. Mereka ini mengatakan bahwa
Allah tidak berada di dalam maupun di luar aiam, juga tidak jauh dari
alam. Lihat; ar-Raudh an-Nadiyyoh, hal: 27 9.
Disebutkan da lam Nowozilul' llm (ll! zg);
Soyyid Ahmad bin Jalal ditanya tentang suatu masalah berikut; apakah
kita mengatakan bahwa Allah;etidak berada dr dalam maupun di luar'
alam?
Penanya berkata; saya mendengar pernyataar ini dar-i salah seo!'ang
syaikh kami, dan ia menyatakan bahwa pernyataan ini menghilangkan
dua hal yang saling berbenturan. Salah seorang syaikh kami yang lain
menyatakan terkait permasalahan ini; ini adalah persoalan menyeluruh.
Maksudnya menjadi penopang segala persoalan. la menyatakan bahwa
pendapat ini dinyatakan lmam al-Chazali. Sebagian iainnya menjawab
bahwa pertanyaan ini rumit, tidak boieh ditanyakan. la juga menyatakan
bahwa lbnu Miqlasy memberikan jawaban seperti ini daiam syarah-nya
untuk ar-Risolah.
Ahmad bin Jalal menjawab; kami menyatakarr demikian namun kami
tidak memastikannya. Kita yakin bahwa Allah tidak berada di dalam
alam, dan tidak pula berada di luar alanr. (etidakmamouan untuk
mengetahui sesuatu adalah pengetahuan karena adanya dalil-dalil yang
secara jelas menunjukkan seperti itu baik dalam oentuk dalil akal maupun
dalilnaqli.
Dalil naqlinya adalah; Al-Qur'an, sunnah, dan ijn,a'.
Dalil AI-Qur'an adalah firman Allah;
q A, 5*-l ,o, ir- i:"5 _-= .. b

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Moha Melihat." (qS. Asy-Syura : r) Andaikan Allah berada di
alam atau di luar alam, tentu menyerupai makhluk. Jika Allah berada di
dalam alam, maka menjadi sejenis alam, sehingga apa yang berlaku bagi
alam juga berlaku bagi Allah. Sementara jika Allah berada di luar alam,
maka kemungkinan Allah terhubung dengan alam atau mungkin pula
terpisah dari alam, baik dengan adanya jarak yang terbaias, atau dengan
farak yang tidak terbatas. lni mengharuskan AIiah memer-lukan sesuatu
yang mengkhususkan.
Dalil sunnah; sabda Nabi*; "Allah ada tanpa adanva sesuatu pun
bersama-Nya. Dan sekarang Allah seperti sedia kala."
Dalil iima'; para pengikut kebenaran sepakat bahwa Allah tidak berada di
suatu arah, tidak berada diatas, di bawah, di samoing kanan, kiri, ataupun
depan.
Bantahan bahwa anggapan Allah tidak berada Ci dalam aiam, dan tidak
pula di luar alam, menghindari dua hal yang berbenturan; bantahan ini
keliru karena kontradiksi hanya terjadi ketika Allah menyandang sifai
mustahil untuk salah satu dari dua hal yang berbenturair. Karena tidak

.@, Syarah Al-@waaid Al- tl'lutslo o-_.**,


Kedua; sebelumnya sudah saya isyaratkan bahwa ketinggian
Allah rte disebutkan daiam Al-Qur'an, sunnah, dalil akal, fitrah, dan
ijma'.

Dalil Al-Qur'an; banyak dalil Al-Qur'an yang menunjukkan


seperti itu;ae2

akan lafal' uluw (keting gi an), fau qiy ah (b e rada


Ka d an g n'r e n g gu n
di atas makhluk), beristir,r,a di atas Arsy, dan Allah berada di langit.
Seperti fi.rman Allah;

(;9;tl ,#t ,^;.F


"Dan Dia Mahatinggi, Mahabesar." (QS. Al-Baqarah : 255)

"Dan Dialah yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya." (QS. AI-


Anram:18)

4.a*t,i;lt * i;ltb
"('{aitu) Yang Maha Pengasih, yang beristiwa di atas Arsy." (QS.
Thaha: 5)

| . 7 tt
ij!t eL*Jl -9
eiiY
= ada satu pun dari dua hal yang berbenturan yang dialami Allah, maka
ticiak mungkin Allah disifati dengan salah satu dari keduanya. Karena itu,
tidak ada hal kontradiktif, seperti dikatakan; dinding tidak buta, dan
ticiak pula melihat. Pernyataan ini tidaklah kontradiktif karena kedua
penafian ter'sebut rnemang benar, karena dinding tidak bisa disebut
buta, ataupun melihat. Seperti juga pernyataan bahwa Allah tidak
berada di atas, dan tidak pula berada di bawah. Silahkan Anda buat
sendiri contoh-contoh Iainnya .
lnilah akidah kalangan Asyariyah generasi terakhir. Tidak akan ada
ketiadaan yang disif ati dengan suatu sifat yang lebih fasih dari sifat yang
mereka sifatkan kepada Allah seperti ini, sebagaimana yang dikatakan
tulahmud bin Sabaktakin (wafat tahun 4zz H. di Chazanah).

492 Liha! ar-Raudhah an-Nadiyyah, Zaid bin Fayyadh, hal: 97. tmam lbnul
Qayyim menjelaskannya secara rinci di dalam an-Nuniyyah.

:1. Syuihttt- svubhqt dan Ta


.@,
"Sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang tii langit tidak
akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ic terguncang?"
(QS. Al-Mulk: 16)

*. '^bi-d6' -*i,, *;rl=r ilKt -r*^a1 {rJ . *


"Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan 1:61ng baik, dan
amalkebajikan Dia akan mengangkatnya." {QS. Fathir : 3"S}

:.
" L- Jli ;-*i- ortri, ol5 og _-i *1 -:'-':; -\+l )-*;o
"Para'melaikat dan ,Iibril n:aik i*rrgh,,ri,,r,lrr,,,rri, 1 .:.i':{}i':,Jrrio*
sehari setara dengan lima puluh ribu tahur ' i.QS. AB-fvl..*.'*ri3 : 4i

t1
J;l '-9:**-, ;l s*.'r,' o1l .1ii i!x,
"(Ingatlar), ke,:ik:t -41i.'lr r{ t.:-rt!'c' 'L\'r:, ' l,' ikit ,--s

mewafatkanmu dan mengangkatmu kepaCt-tu." (Qfi. Ali 'imran


:55)

Kadang dengan menyebut turunnya segala sesuatu dari-Nya,


seperti disebutkan dalam firman-Nya;

gi' ,s;*) tr,,T .ri)t *) A\ J-Ur


- -/
'ir
v J
*-I-CJI -rrJt +);) v
i.9i

" -?*LjJJ
"Katakanlah.'Ruhul Qudus (Jibril) menururkan Al-Qur'an itu ciari
Tuhanmu dengan kebenaran, untuk- meneguhkan (hati) orang yang
telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gern'bira bagi orang
yangberserah diri (kepadaAllah)."'{Q$. An-Nahl : 1G2}

* ;Jj-, G-
"Dia menqatut" se-gala uri;.srrn ifiri ian:i- \;i: !ti,r.',": . kenu.,a.ic.n
(urusan) itit naikkepilda-Nyo tlt:!a,n.sa:tt ,ttitri ta",.t-Lcli; .,,,,.7 .!1nv1;171y2.)
aCalah seribtt tghun tnenulut ne :'l':itu::i:ci:r.:i .' f {!$}. lls-Saisla!} : 5i
Dalil sunnah; sunnah dengan berbagai macamnya,
menunjukkan ketinggian Allah baik sunnah qauliyah, fi'liyah,
maupun iqrariyah melalui banyak hadits yang mencapai tingkatan
mutawatir, seperti bacaan Nabi ffi ketika sujud;

,;"'i' G-rr tq
"Maha Suci Rabb-ku yang Maha Tinggi."ae3 Sabda beliau;

i!
"Sungguh, ketika Allah menyelesaikan penciptaan makhluk,
la menulis di dekat-Nya di atas Arsy-Nya;'sesungguhnya rahmat-Ku
m engalahkan murka- Ku'.'4e4 S abda beliau;

,t;jt e i ji.l UIJ


t e. '
jJ:"U )l
.

"Apakah kalian tidak percaya kepadaku, sementara aku ini


kepercayaan Zat yang ada di langit?l"aes

Diriwayatkan bahwa beliau mengangkat kedua tangan; ketika


beliau berada di atas mimbar pada hari Jum at seraya berdoa; "Ya
Allah! Berilah kami hujan."ae6 Beliau juga mengangkat kedua tangan
beliau ke langit ketika menyampaikan khutbah pada hari Arfah
ketika orang-orang berkata, "Kami bersaksi bahwa engkau telah
menyampaikan (risalah), menunaikan (amanat), dan menasihati
(umat)." Beliau kemudian berkata, "Ya Allah! Saksikanlah.'ae7 Beliau
bertanya kepada seorang budak wanita, "Dimanakah Allah?' Budak
itu menjawab, 'Di langit.' Beliau mengakuinya, lalu beliau berkata

493 HR. Muslim dalam kitab shahihnya yang dicetak bersamaan dengan
Syarah an-Nawawi (V/23).

494 HR.AI-Bukhari yang dicetak bersama Fathul Biry (Xilt/4r5), dan Muslim
yang dicetak bersamaan dengan Syarah an-Nawawi (XVlU67).

495 HR.AI-Bukhari yang dicetak bersama Fathul Blry (VtU666).

496 HR. Muslim yang dicetak bersamaan dengan Syarah an-Nawawi(Vll/r9z).

497 HR.Al-Bukhari dengan Fathd BAry (il/S8S), dan Muslim dengan Syarah
an-Nawawi(Vilt/r8+).

1. Svttbhat-svubhat dan nn .@,


kepada tuannya, 'Merdekakanlah dia karena drz berir',ta-' ."ae'

Dalil akal; akal menunjukkan bahwa sifat sempurna bagi


Allah ,g,adalah sesuatu yang wajib, dan Ia \{ahasrici dari segala
kekurangan. Ketinggian adalah sifat sempurna, dan kerendahan
adalah kekurangan. Maka, wajib bagi Allah memilik-i sifat tinggi,
dan memahasucikan-Nya dari sifat kebaiikannya.

Dalil fitrah; fitrah menunjukkan ketinggian bagi Allah secara


pasti, karena setiap orang yang berdoa, atau ()rang yang ketakutan,
pasti di dalamhatinyamerasakan suatu doronqan untuk menghadap
ke atas, tanpa menoleh ke kanan ataupun ke ,<iri.

Tanyakanlah kepada orang-orang yarg shatat; manakala


seseorang di antara mereka membaca ketiha rujui;

-lp)1
g> :rJE+
Q.J

"M aha Suci Rabb -ku y ang M ah a Ting gi."

Kemanakah hati mereka menghadap iretika iiu?

Dalil ijnna'; para sahabat, tabi'in, dan imam-imam sepakat


bahwa Allah :e berada di atas langit dan berisriwa di atas Arsy-Nya.
Pernyataan mereka terkait oermasalahan ini telah masyhur, baik
dalam bentuk nash maupun lafal zhahir.

Atr-Auza'i berkata, "Kami cian para tabi'in yang banyak sekali


jumlahnya. Menyatakan, bahwa Aliah di atas Arsy-Nya,
'.-,:berada
dan kami mengimani sifat-sifat yang riisebutkan sunnah."ae')

498 HR. Muslim dengan Syarah an-Nawawiivlz+).

499 HR. Al-Baihaqi dalam al-Asma' wash Shifot (lll5o), adz-Dzahabi dalarn
Siyar A'lam an-Nubala'(Vli/rzo-rzr), adz-Dzahabr daiam al-'Uluww, hai: roz
ciari riwayat Hakim, ai-Mukhtashar, hal: t37-t38, Tadzkiratui Huffazh i,lh9t-
t8z), dan adz-Dzahabi menilai hadits inr shahih. la juqa menvebutkan
hadits ini dalam al-Arba'in, hai:8r.
Hadits ini iuga dinyatakan shairih oleh Svaikhul i:,lam ibnrr taimi-vah oaiarn
al-Hamawiyah, hal: 299. Lihat; Dor'u 7a'arudnil'A1l wan Nnqi iVl/:62), lbnul
Qayyim daiam lltimc'ul )uyusy, hai:3t. Juga crsebutkar-: lbnu Hajar al-
Asqalani daiarn Fsthul BAry (.Xllli4o6) dan ia nvatakan sanadnya ja;,yid.
Demikian dinukil dari Hasyiyat al-Hamawiyah, at iuwaif iri.

.@, Syarah Al- Qtwooid,.li -,14ut si o o-_.**,-


Sejumlah ahli ilmu rnenuldl ijma' terkait hal ini, dan mustahil
adanya perbedaan pendapat terkait persoalan ini. Banyak dalii-
dalil yang menvebutkan hal ini, yang tidak ditentang oleh siapapun
selain orang yang sombong lagi buta mata hatinya, dan tetrah
digelincirkan oleh setan dari fitrahnya. Kita memohon, semoga
Allah berkenan memberikan keselamatan kepada kita.

Dengan demikian, ketinggian Allah denganZat dan sifat-sifat-


Nya termasuk sesuatu yang paling jelas dan gamblang dalilnya,
juga sesuatu yang paiing nyata.

Ketiga; perlu pembaca ketahui, saya pernah menulis sebuah


penjeiasan untuk sejumlah mahasiswa terkait kerbersamaan
Allahuebersama makhluk-Nya di salah satu pertemuan dengan
mereka. Daiam tulisan tersebut saya menyebutkan; kita meyakini
bahwa kebersamaan Allah P adaiah kebersamaan hakiki, dan
Zatiyah yang layak bagi-Nya" Kebersamaan ini mengharuskan
Allah meliputi segala sesuatu dari sisi pengetahuan, kekuasaan,
pendengaran, penglihatan, kekuasaan, dan pengaturan. Juga
mengharuskan Allah Maha Suci untuk menyatu dengan makhluk,
atau menempati tempat mereka. Bahkan, Ia Maha Tinggi dengan
Zat dan sifat-sifat-Nya. Ketinggian Allah terrnasuk sifat-sifat
Zatiyahyang tidak terlepas dari-Nya, dan Ia beristiwa di atas Atty-
Nya sebagaimana yang pantas bagi keluhuran-Nya. Namun hal itu
tidak menafikan kebersamaan Allah dengan makhluk, karena Ia;

w.'s)t g;t t^'t;? g:J -,-t F


"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
MahaMendengar, MahaMelihat." (QS. Asy-Syura : 11)

Yang saya maksudkan dari perkataan (zatiyah) adalah untuk


menegaskan hakikat kebersamaan Allah es.

Saya tidak bermaksud bahwa Zat Allah bersama makhluk-Nya


di bumi,soo seperti yang saya sampaikan daiam tulisan yang sama.

50o Keterangan ini dengan jelas membantah pernyataan Syaikh Ali bin
Abdu lla ha - Hawwa s da lam bukunya, an-Nuqul ash-Shahihah al-Wadhihah
I

alJoliyyah'anisSalaf ash-Shalihfi Ma'nal Ma'iyyah alllahiyyahal-Haqiqiyyah.


Pernyataan ini membantah orang yang mengatakan kebersamaan Allah
dengan makhluk-Nya adalah kebersamaan Zatiyah. Juga membantah

-----"---{ 1. Svubhat-svubhat dan .@,


Juga seperti yang Anda tahu, bahwa Ailah Maha Suci dari sifat
menyatu dengan makhluk, atau menempati tempat mereka, Ia
Maha Tinggi dengan Zat dan sifat-sifat-Nya, dan ketinggian Allah
termasuk sifat-sifat Zatiyah-Nya yang tidak terpisah darinya.

Juga sudah saya sampaikan dalam tulisan yang sama;kita tahu


bahwa siapa mengatakan Allah dengan Zat-Nya berada dimana-
mana, ia kafir atau sesat jika meyakini hal itu. Ia berdusta, jika
menisbatkan pernyataan seperti itu kepada generasi salaf, atau
imam-imam umat.

Orang yang memiliki akal sehat, yang mengenal dan


mengagungkan Allah dengan sebenarnva, tidak mungkin
mengatakan bahwa Allah bersama makhluk-Nya di bumi.

ini, saya tetap mengingkari pernyataan


Sejak dulu sampai detik
ini di setiap majlis, acapkali saya sebutkan pernyataan tersebut.
Saya memohon kepada Allah semoga memberikan keteguhan
kepada saya, dan juga saudara-saudara sekalian dengan perkataan
yang teguh dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Seteiah itu saya menulis sebuah artikel yang diterbitkan majalah


ad-Da'wah, Riyadh, edisi hari Senin, 4 Muharram 1404 H., nomor
9 1 1. Dalam artikel tersebut saya menyampaikan penuturan Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah,;s; kebersamaan Aliah dengan makhluk-Nya


benar adanya dan sesuai hakikatnya. Namun kebersamaan ini tidak
mengharuskan Allah menyatu dan membaur dengan makhluk,
apalagi mengharuskan seperti itu. Saya menganggap perlu
untuk menjauhi kata (zatiyah)sol dan menjelaskan alasan-alasan
menyatukan antara ketinggian Allah *e dan hakikat kebersamaan
Allah dengan makhluk.

= pernyataan penulis; Syaikh al-Hawwas, karena di halaman 6, ia


menyatakan bahwa pernyataan ini adalah kekeliruan berbahaya.
Selanjutnya di halaman 7 penulis menyebutkan bahwa pernyataan ini
adalah pernyataan ahli bid'ah. Seperti itu juga yang ia nyatakan di
halaman 15. Saya tidak tahu, bagaimana bisa ti,rlisan Svaikh al-Hawwas
keliru, padahal pernyataan penulis jelas meng,ngkari lral itu. Hal yang
sama luga ia tegaskan di bagian penutup buku l..ar"ya ai,iuvvaiiiri; ltsbatu
' Uluwwillahi' ala khalqihi, hal: r 57.

5ot Silahkan baca alasan-alasan tersebut di bagian akhir buku ini.

.@, Svarah Al- id Al- llut';la o-__


Perlu diketahui, semua kata yang mengharuskan keberadaan
Allahugdi bumi, atau rnembaur dengan makhluk-rnakhluk-Nya,
atau menafikan keberadaan-Nya beristiwa di atas Arsy, atau makna-
makna lain yang tidak patut bagi-Nya; kata-kata tersebut batil dan
wajib diingkari dari siapa pun yang mengucapkannya, tidak peduii
siapa pun dia, dan apa pun kata yang ia ucapkan.

Dan setiap kalam yang mengesankan -walaupun dari sebagian


rnanusia- sesuatu yang tidak patut bagi Allah uu, wajib dijauhi agar
tidak ada dugaan buruk yang ditujukan kepa<ia Allah"le . Apa saja
yang ditetapkan olen Ailah untuk diri-Nya di dalam kitab-Nya,
atau ditetapkan melalui lisan Rasul-Nya, wajib ditetapkan, dan
wajib dijelaskan kebatilan dugaan siapa pun yang menduga makna
yang tidak patut bagi Allah c-.,j terkait apa yang Ia tetapkan untuk
diri-Nya di dalam kitab-Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya.

*--------------{ 1. Syubhat-syubhat dan Tit .@,


Contoh Ketuiuh dan Kedelapansoz;
Firman Allah;

| . r s- i s p;
,.,9: J \
rou.;)r uL inrh

"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan


mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami
lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
(QS. Qaf : 16) Dan firman-Nya;

"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu,


tetapi kamu tidak melihat." (QS. Al-Waqi'ah : 85)

Kedekatan yang disebutkan dalam kedua ayat di atas ditafsirkan


sebagai kedekatan malaikat.so3

Jawaban; penafsiran kedekatan pada kedua ayat tersebut

502 Diantara contoh-contoh yang rumit dimengerti oleh para ahli takwil,
dan mereka justru menuduh ahlussunnah menakwilkannya, sehingga
mereka menuding ahlussunnah -yang menetapkan sifat-sifat Allah
secara zhahirnya- bersikap rancu, karena terkacjang menakwilkan
sejumlah nash-nash.

503 Para mufassir berbeda pendapat terkait ayat ini;


Pendapat pertama; kebersamaan yang dimaksudkan adalah malail'iat.
Pendapat ini dipilih ath-Thabari (Xlllizog), cian ibnu Katsir (Vligt). t-ihat;
Fatawa Muhammad ibn lbrahim Alu asv-Syc:tkh; MLrfti Kerajaan Saudi
(tlzr).
Pendapat kedua; ke[rersamaan yang ciirral'l.suc aoalair ilrnu atau
kekuasaan. Pendapat ini .dipilih lbnu Athiyi,l-r (Xli!1,,19), Shadiq Hasan
Khan (XIll/387), ai-Baidhawi dan asy-S,vihab ''illl574i, a!-Aiusi (Xlll/387),
lbnu Asyur (XXVilloo), asy-svirbiini (lV/8:), at;-Tsa'iaui (lll/z:z), al-
Qurthub! (XVlllg), Abu Hayyan dal;rnr al-B;;hrul M,-rhitn (Vlll/tz3), an-
Nasaf i (l l/364), al-l\4aw'ar di (V | 347), darr al Jarna! (Vl l/:6:).
I

.@, Svarah Al-Qow'aaid Al- l{utsla .---*


= Pendapat ketiga; dr antara mereka yang menl'ebutkan dua pendapat
terkait perrii;salaharr ini; lbirulJa uzi dalamZadulMasir {lXll5lJ, Muhyiddin
S.vaikh Zai;:ri ';ilal Iiairihav"i (iV/466), al-Khazin (lV1:l:3i, al-Bagh.rwi
( I'nlz9r), ats.:Tra'a labi r I I l/:89), asy-Sya r.r k,ani (V/:3o).

Latatar!; tiuak ada 'te{:)rang pLJn yang menafsirkan kedekatan yang


disebutkan :lalanr ;rvat ini adalah keclekatan zatiyah, karena hal ittt
mustahil bagi Allah, :;eperti vang akatt disebutkan penulis selanjutnya.
Ai.lapun prirnyataan vang disanrpaikan Syaikh Abdul Lathif seperti
cialarri oc-Durur r;s-Sontyrin fil Aiwiaah an'Ncic"liyyah (llU;o6)
'lisebutkarr
iiahwa ke<iexatan ini ridaklah rnenafikan ketinggian Allah, bukannya
Jimaksucj(arr seoagai kedekatan zatiyah sama sekali" Buktinya adalah
irerkataan 5yaikh Abclu Lathif sendiri. "Orang yang mfingatakan Allah
rjengan Zat-li1ya beraEla di mana-mana, ia adalah orang Jahmiyah."
S,vaiklrul Islam lbnu Taimi,vah berkata dalam ol-Fatawa (Vilot); Allah lebih
ciekat ciengan kita r,relebihi diri kita sendiri, sehingga la lebih dekat
iiengarr kiia melebini urat !eher kita. Bagaimana tidak seperti itu,
sementara la iebih nrengetahui apa yang clibisikkan oleh hati kita
daripada kita sendiri. Lantas bagaimana kiranya dengan urat leher?l
Seperti itu pula yang drnyatakan Abu Amr ath-Thalmanki; siapa yang
bertanya tentang firrnan Allah;

t ,;-lr "ri -r g! +'ji F; p

"Dan Kami lebih ciekat kepadanyo daripada urat lehernya." (qS. Qaf : t6).
Maka ketahuilah keciekatan tersebut bermakna ilmu dan kuasa Allah.
Daliinya acialah bagian awal ayat; AIlah :e berfirman;
. *trt F r, 4. -ll -;)'l,. *. .-;; rhr ;U:ir U;]; ul"
"Dan sungguh, Kami telah menciptakan monusio don mengetahui apo yang
dibisikkan oleh hctini'a, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya." {QS. Qaf : t6)
Karena Ailah mengetahui bisikan hati manusia, maka Allah lebih dekat
dengan manusia melebihi urat lehernya sendiri. Urat leher tidak
mengetahui apa yang dibisikkan hati.
Dengan rJemikian, orang-orang mulhid (yang menyimpang) terkena
konsekueirsi dari statemen mereka sendiri; bahwa sesuai anggapan
mereka, Zai ,rang me.reka sembah, bercampur dengan daging dan darah
rnere{a senqiri. Dan ,nanusia tidak terlepas dari sebutan makhiuk sampai
ia berkata, "ini Khaiiq Can ini makhluk," karena sembahannya -menurut
pengakuarnila sendiri- berada di dalam urat nadi manusia, dan juga
beracja di luarnya. Berdasarkan pernyataannya ini, sembahannya bersatu
dengan tubuh manusia, dan tidak dapat dipisahkan.
Syaikhui lsiam lbnu Taimiyah juga berkata; kaum muslimin dari kalangan
ahiussunnah sepakat bahwa Allah berada di atas Arsy-Nya, lauh dari
seluruh makhluk-Ny,:. Maha Tinggi Allah dari perkataan orang-orang
menyimpang, dan dari apa yang dikatakan orang-orang zalim dengan
ketinggian yang sebesar-besarnya.

1. Svuhhat-svubhat dan Tan nn .@,


= la ,uga berkata; seperti itu juga dengan jawaban terkait firman-Nya
tentang orang yang dalam kondisi sakaratul maut;
i a9ro1l ,1, f'* 4l --;i ;-r*
"Don Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak
melihot;'(QS. Al-Waqi'ah : 85)
Yaitu, dengan ilmu dan kuasa-Nya, karena mereka tidak dapat
mengelakkan diri dan menangkal kematian. Allah;< berf irman;
,i. ::* i.\ ej "u,
j oi -jJ' t'-: '+ i!] ; ' r

"sehingga apabilo kematian datang kepada salah seorong cli antaro kamu,
malaikat-malaikat Komi mencabut nyawanys, dan mereka tidak melalaikon
tugasnya." (qS. Al-An'am : 61)
q. j;;i ;s:., .sti .(, -5j 5j *-,Jr :": -)U p i.9v

"Katakanlah, 'Malaikat maut yong diserahi untuh (mencabut nyawa)mu okan


mematikan kamu, kemudian kepadaTuhanmu, komu akan dikembalikan'."
(Q5. As-saidah: tt)
Saya berkata; seperti itulah yang disebutkan beberapa mufassir, seperti;
ats-Tsa'labi, Abul Faraj, lbnul Jauzi, dan lainnya terkait f irman Allah;
* ,:lt J? ,: *l
"Don Komi lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (qS. Qaf : t6)
Adapun firman-Nya;
w ,-tj ra: i ,r, is:. 4;j)
-;i i;r
"Don Kami lebih dekat kepadanya daripoda komu, tetapi kamu tidak
melihat." (QS. Al-Waqi'ah : 85)
Abul Farai menyebutkan dua pendapat; mereka adalah malaikat.
Pendapat ini disebutkan Abul Farai dari Abu Shalih, dari lbnu Abbas.
Pendapat kedua; kedekatan ilmu-Nya. Namun demikian, mereka semua
tidak menyatakan bahwa yang dimaksud adalah kedekatan Zat Allah
dengan urat leher seorang hamba, dan iuga dengan orang yang
mendekati kematian. Karena mereka mengira bahwa yang dimaksud
adalah kedekatan Allah semata, bukan kedekatan malaikat, mereka
menafsirkan kedekatan tersebut sebagai kedekatan ilrnu dan kekuasaan.
Seperti halnya lafal ma'iyoh atau kebersamaan tidak memerlukan
penafsiran seperti ini; maka yang dimaksud firman"Nya;

" ;: -i )i
-S: q:. .:11 ::\ Ff
"Dan Komi lebih dekot kepadanya daripada kamu, tetdpi kamu tidak
melihat," (QS. Al-Waqi'ah : 85)
Adalah kedekatan malaikat-malaikat Kami, sehragaimana dalam dua ayai
di atas. lni berbeda dengan lafal ma'tvah, karer,a Allah tidak mengatakan,
(*.'r-)"Kami bersamanya." Tapi, Allah meng.'rbarkan bahwa la bersama
hamba-hamba-Nya. Dan la mengabarkan bahwa la akan memberitahukan
kepada rnereka pada hari kiamat tentang aDa Yang rnereka perbuat,

.@, s h A1- waaid Al- ,l4utsla t----


sebagai kedekatan malaikat, tidaklah dikatakan memalingkan
kalam dari zhahirnya Pernyataan ini sangat jelas, bagi siapa yang
menghayatinya.

Ayat pertasna; kedekatan dibatasi oleh sesuatu yang


menunjukkannya,s04 k-arena Allah riei berfirman;

,P b9l+ji;;'* y*it\; &iir;jr 6 A'b


f (vrp ,*;;rir ;i 3plt ue etgl::Jt .:iL!i1 {rr} 4-t}l

"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui


apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya. (lngatlah) ketika dua malaikat mencatat
(perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di
sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada
di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)." (QS. Qaf :
16-18)

Firman-Nya, "(ingatlah) ketika dua r,alaikat mencatat


(perbuatannya)," menunjukkan bahwa yang dimaksud kedekatan di
atas adalah keciekatan dua rnalaikat yang mencatat amai perbuatan
manusia.sos

Adapun ayat kedua; kedekatan yang disebut dalarn ayat


ini dibatasi oieh kondisi sakaratul maut. Dan yang mendatangi
manusia, ketika ia hendak mati adaiah malaikat, berdasarkan
frrman Allah;

4.L9 er s-#r F:-;i;t rt1


;; b

= padahai Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi, dan Dia sendiri-lah
yang beristiwa di atas Arsy. Karena itu, lafal ma'iyah berbeda dengan
lafal kedekatan Allah, karena Al-Qur'an membedakan keduanya.

5o4 Yaitu kedekaran malaikat.

5o5 Karena kedekatan tersebut dibatasi keterangan waktu. Maksudnya,


Kami lebih dekat dengan manusia ketika dua malaikat mencatat amal
perbuatannya.

4. Svubhat-svubhat dan Titn nn .o,


"Sehingga apabila kematian datangkepada salah searang di anto.ra
kamu, malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya, dan nnereka tidak
melalaikan tugasnya." (QS. Al-An'am : 61)s06

Selanjutnya, firman Allah;

,*. i:* i rL ".i :,ii ;;*


"SJ-,
"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamr,L, tetapi kamu
tidakmelihat." (QS. Al-Waqi'ah : 85)

Firman ini adalah dalil yang jelas, bahwa yang dimaksud adalah
malaikat-maiaikat; karena firman ini menunrukkan, bahwa sesuatu
yang dekat di tempat tersebut adalah malaikat. F{anya saja kita
tidak melihatnya. Firman ini membantu kita dalam menjelaskan,
bahwa yang dimahsud adalah kedekatan malaikat, karena mustahii
jika yang dekat dengan urat leher manusia adalah Allah:.g.s07

Selanjutnya periu disampaikan; kenapa Allah nrenyandarkan


kedekatan ini kepada-Nya. Apakah ada ungkapan lain seperti ini
(di dalam Al-Qur'an) dimana yang dimaksudkan adaiah malaikat?so8

Jawab; Allah menyandarkan kedekatan ini kepada-Nya, namun


yang dimaksud adalah kedekatan malaikat-rnaiaikat- Nya; alasannya
iaiah karena kedekatan mereka ini atas perintah-Nya. Dan, mereka
adalah bala-tentara dan utusan-utusan-Nya. 50e

5o6 Yaitu malaikat-malaikat, karena mereka-lah yang menghadiri pencabutan


nyawa manusia.

5o7 Maksudnya, mustahil jika Allah sendiri yang hadir ketika nyawa manusia
dicabut atau pada saat manusia mati.

5o8 Muncul dua pertanyaan terhadap orang yang menafsirkan kedekatan


dalam ayat ini sebagai kedekatan malaikat;
Pertamal kenapa Allah menyandarkan kedekatan kepada-Nya?
Kedua; apakah ada ungkapan lain seperti ini di dalam AI-Qur'an?

5o9 Ungkapan seperti ini lazim dalam bahasa Arabr, misajirva seorang raja
memerintahkan bala tentaranya berperairg, lalu ketika kemenangan
diraih, raja berkata, "Kita menang dan kira berhasil mengalahkan
musLrh," padahal ia sama sekali tidak keluar Ceri istarra. Demikian pula
misalkan ia berkata, "Kami membangun masjic"rnasjid." padahal ia tidak
ikut mengerjakannya.

.@, s h Al-Oowaaid Al- ,Mutsla


Ungkapan serupa, dimana yang dimaksudkan adalah para
malaikat, ialah sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya;

"Apabila Kami telah selesai rnembacakannya mal:a ikutilah


bacaannya iru." (QS. Al-Qiyamah: !"8)s10

Karena yang dimaksudkan adaiail bacaan Al-Qur'an oleh Jibrii


yang dibacakan kepaia Rasuluilah gi meski Allah rnenyandarkan
pembacaan ini kepada diri-Nya. Namun karena pembacaan Jibrii
kepada Nabi ;g ini atas perintah Allah, maka penyandaran
pembacaan ini kepada Allah, sah-sah saja. Seperti. itu juga yang
disebutkan dalam firman Nlah

"Maka ketika rasa takut hilang dari lbrahim dan kabar gembira
telah datangkepadanya, dia pun bersoal pwab dengan (para malaikat)
Kamitentangkaum lut." (QS. EIud: ?tt)

Dalam ayat ini ibrahim mendebat malaikat yang merupakan


utusan-utusan Allah, bukannya mendebat Allah,3e .s11

5to Para mufassir berbeda pendapat terkait maksud ayat ini. Ada tiga
pendapat;
Pendapat pertama; maksudnya adalah; setelah Kami menlelaskannya,
maka amairanlah rsirrya.
Pendapat keciua; maxsurirrira adaiah; ketika Kami menurunkannya, maka
dengarkaniah bacaannya.
Pendapat ketiga; maksudnya adalah bacaan malaikat dan utusan Karni.
lniiah pendapat sebaqian besar muf assir. Lihat; Tafsir al-Mawardi(Vt/r56),
lbnu Athiyah (.Xtiizt5;, ats-Tsa'alabi(llli4r5), danZadulMasir (y|li4zz).

511 Lihat; Taf:ir as-5a'di (iii37$. Pai'a muiassir berbeda pendapat, terkait
ihwai apakah yang diperdebatkan. Ada tiga pendapat dalam hal ini,
seperti disebutkan ai-Mawardi dalam Tafsirnya (lU4B6).

,_*_-___-_-__{ 1. Svubhars danTa nn .@,


,rA.
F-@\%151
_-;Sffi$:.-
Contoh Kesembilan dam Kesepuluh;
Sie,man Allah tentamg bahtere Nutru

n'Yang
beriayar dengan (pemgawasan) mata Karni."
(Q$. Al-Qamar : 14)

Dan firrnan-Nya lrepada &tusai

it J-i ,L i-*.r; . :'

"Dan a.gar engkau diasuh di bawah (pemgawasan)


trE'&il!!*wsrBrrJil iI

mafa-Ku." (QS.Tl*aha: 39)


|

.^tt:8i6.:15.,,.
9{rrff.l$r:
iqpi

Jawab; mak"na mata di kedua ayat ini ses';ai zhai"iir dan hakikat
kaiam. Namun, apakah zhahir dan hakikat k rlam rii sini?s12

Apakah dikatakan; zhahfu dan hakikat kalarn ini adalah bahwa


bahtera Nuh berlayar di antara mata Allah. atau Musa diasuh di
atas mata Allah?51r

Ataukah dikatakan; zhahir kalam ini ialah bahwa bahtera


Nuh berlayar, sementara mata Allah menga:vasi dan menjaganya.
Demikian pula pengasuhan Musa yang berada dalam perneliharaan

512 Seperti yang te!ah disanrpaikan sebelur:'rn', a bahwa acuan dalam


memahami nash adalah sr'yoq (rangkaian kairm) dart qarinah (tanda-
tanda). Untult itu, harus meneliti sebab turunnya ayat, selanjutnya
mengamati qarinah (tandat-tanda) yang ada, dan r::eacermati siyaq
(rangkaian kaianr).

5t3 Makna seperti ini sama sekali tidak langsung riipaharni oleh siapapun
yang memba:a kitab Allah.

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla o--*


dan perlindungan mata Allah?sla

Tidak diragukan bahwa pernyataan pertama batil karena dua


alasan;

Pertama; makna tersebut tidak ditunjukkan oleh konteks


kalimat berdasarkan gramatika Arab,sls dimana Al-Qur'an turun
menggunakan bahasa tersebut.

Allah ueberfi.rman;

+\r.\-:,
l-.- . /t.t
!) $i.rr., e5&.J
t't -'
L-r , ul-i ;uil ulF
Kami m enur unkanny a s eb agai Qur'an
" S e sungguh ny a b erb ahas a
Arab, agar kamu mengerti." (QS. Yusuf : 2)

toqtf ear
,' ;'
dt--.L
,...
"Yang dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibri!), ke dalam hatimu
(Muhammad) agar engkau termasuk orangyang mernberi peringatan,
den gan b ahas a Arab y an g j elas." (QS. Asy- Syu'ara' : 1 g3-1 g5)

Tak seorang pun memahami, bahwa perkataan orang, "Si fulan


berjalan dalarn (pengawasan) mata saya," ialah si frrlan berjalan di

514 AI-Mawardi rnenyebutkan dalam tafsirnya (Vlatz); ada empat pendapat


para mufassir terkait firman-Nya; (u+pq +-p.), yaitu;
Pertama; dengan pengawasan Kami.
Kedual dengan perintah Kami. Pendapat ini diungkapkan adh-Dhahhak.
Ketiga; dengan pengawasan par a wali Kami dari kaiangan para malaikat
yang ditugaskan untuk menjaganya.
Keempat; dengan mata-mata air disebutkan dalam firman-Nya, "Dan
Kami ladikan bumi menyemburkan mata-mata air." (QS. Al-eamar: rz)
Dikatakan dalam pendapat lain; bahtera Nuh berlayar di antara air bumi
dan air langit. Pendapat-pendapat ini disebutkan Abu Hayyan dalam al-
Bahrul t\luhith (Vtlt761, al-Khazin (lVlztg), as-suyuthi (XVil/r33), dan
Shadiq Hasan Khan (Xllllz93).

515 Mengartikan konteks kalam seperti yang mereka lakukan, merupakan


'ujmah (menyerap bahasa asing untuk diterapkan dalam bahasa Arab);
tidak heran jika akhirnya mereka mengkritik bahasa Arab yang fasih
karena ketidaktahuan mereka.

*__-________{ 1. Svubhat-svubhat dan .@,


dalam mata orang tersebut. Tidak pula perkataan orang, "Fulan
keluar dari (pengawasan) mata saya," lalu dipahami bahwa si
fuian keluar dari matanya. Andaikan ada yang menvatakan bahwa
inilah zhahir khitab tersebut, tentu orang-orang bodoh akan
menertawakannya, apalagi orang yang waras.516

Kedua; makna ini sangat terlarang. Tidak mungkin bagi orang

5t6 Yang dipahami adalah; mata orang yang memandang menyertai orang
yang dipandang dalam arti menatap dan menjaganya, karena huruf ba'
dalam contoh ini bermakna menyertai, iri-rkan bermakna zharaf .
Pernyataan mereka ini batil dari sisi lafai.
Sementara kebatilan perkataan mereka dari :;isi mak:"ta adalah; seperti
diketahui bahwa Nuh 'Aloihissalom berada di bumi, ia iner-nbuat bahtera
di bumi, dan bahteranya berlayar di perrnukaan air bumi, seperti yang
Allah sampaikan dalam firman-Nya;

-f" -;.- [U g" r,]-r jl J'J L t:f* *'p *- )- {; -- ^ Sr;U,--r'


iJ.-ri
1.r1-;-:; LJ
"Dan mulailah r.fio (Nuh) membuat kapol. Setiap kali pemimpin kaumnya
berjalan melewutinya, mereka mengejeknya. Dio (Nuh) berkata, "Jika komu
mengejek komi, maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu
mengejek (kami)"" (QS. Hud : 38)

u#, 4',f 4iX :\:t;:t.tt;i u[.i q.\), ;dd +rt* ;.1 ;., si*
'' e ;LL j r r r .,-r.i t" ri Jo;u-jr ju ur! ";)\t
*r r b i,-i3- rr.Ji .rri *1" o"

.,,; ; os;*'t- *..1-


"Moka dio (Nuh) mengadu kepada Tuhannya,'Sesungguhnya aku telah
dikolahkan, moka tolonglah (aku).' Lalu Komi bukakan pintu-pintu langit
dengan (menurunkan) air yang tercurah, don Kami jadikan bumi
menyemburkan nlatd-mata air rnoka bertemttlah (air-air) itu sehingga
(meluap menimbulkan) keadoan (bencana) yong telah dttetapkan. Dan
Kami angkut dio (Nuh) ke atas (kapal) yang terbuat dari papan don pasak,
yang berlayor dengan pemeliharaan (pengawasan) Kami sebagoi balasan
ba gi or ang y an g telah dii ngkar i (kaumnya) ;' (QS. Al-Qamar : r o-t4)
Tidak mungkin ada orang yang mengatakan bahwa zhahir lafal ini adalah
bahwa bahtera Nuh berlayar di dalam mata Allah iu-r, karena hal itu
sangat tidak mungkin bagi Allah. Tidak mungkin pula bagi orang yang
mengenal Allah dan mengagungkan-Nya dengan sebenarnya, juga
mengetahuibahwa la beristiwa di atas Arsy, jauh dar-i makhluk-Nya, Allah
tidak menempati di dalam suatu makhluk, dan tidak ada suatu makhluk
pun yang berada di dalam Zat-Nya; tidak mungkin kita memahami makna
keliru seperti ini.
Dengan demil..ian, rnakna ayat ini adalah bahwa bahtera Nuh berlayar
dalam pengawasan dan penlagaan Allah. Demikian dinukil dariTaqrib at-
Tadammuriyych, karya penuiis.
yang mengenal Allah dan mengagungkan-Nya dengan sebenarnya,
memahami seperti itu, karena Allah beristiwa di atas Arsy-Nya,
ba'in (jauh)s17 dari makhluk-Nya, tidak ada suatu makhluk pun
yang berada di dalam Zat-Nya, dan tidak pula Ia menempati suatu
makhluk pun. Maha Tinggi Aliah dari hai sedemikian itu dengan
ketinggian yang sebesar-besarnya.

Karena pernyataan ini batii baik dari sisi lafal maupun makna,
maka zhahir kaLarn yang benar ialah, yang sesuai dengan pendapat
kedua, yaitu bahtera Nuh berlayar di bawah perlindungan dan
penjagaan mata Allah. Seperti itu juga Musa, yang dirawat
dan diasuh di bawah perlindungan dan penjagaan mata Allah.
Inilah makna perkataan sebagian saiaf (s+. .si-, +)t" karena
Allah a-,-' menjaganya dengan mata-Nya, sehingga konsekuensinya
Allah melihatn1,x. Konsekuensi makna yang benar adalah bagian
dari makna tersebut, seperti yang diketahui berdasarkan dilalah
(petunjuk) lafai secara muthabaqah, thadhammun, dan ikizam.sls

5t7 Lafal (rr!) meski tidak ada di dalam Al-Qur'an dan sunnah, luga tidak
dikenal di era sahabat, hanya saja ketika Jahm dan para pengikutnya
membuat-buat pernyataan bahwa Allah berada dimana-mana, maka hal
ini mendesak para imam untuk mengistilahkan lafal ini; tanpa ada
seorang pun di antara mereka yang mengingkarinya.
Di antara imam yang menyebut lafal ini adalah Abdullah bin Abu Ja'far
ar-Razi, ulama Rai; Hisyam, dan lshaq bin Rahawaih; ulama Khurasan.
lshaq bin Rahawaih menyebutkan lafal ini dari lbnu Mubarak dan lainnya.
Termasuk adz-Dzahabi juga menyebutkan lafal ini dalam Mukhtashar al-
'UIuw, dan dinukil al-Albani dalam mukadimahnya, hal: t8. Lihat juga; at-
Tankil bima fi Ta'nibil Kautsari minal Abathil, al-Mu'allimi (ll/286).

5r8 Sepertidinyatakan ath-Thabari(XllU94), al-Baghawi(lV/26o), ats-Tsa'labi


(ll!26), dan lbnu Katsir (Vl/4t). Makna ini dinisbatkan kepada lumhur
uiama oleh tmam lbnu Atiyah dalam tafsirnya (XiV/t5t). Lafal ini luga
digunakan lbnul Jauzi (lX/gl), ar-Razi (XXIX/36), an-Nasafi (lll/4o4), as-
Samin (Vl/zzZ), al-Baidhawi dan Muhyiddin Syaikh Zadah (lV/4zt), asy-
Syihab (lXl3r), al-Jamal (Vlli345), asy-Syaukani (Vlt7), asy-Syirbini (lV/t+6),
dan al-Alusi (XXVI l/83).

519 Menetapkan sifat mata dikarenakan konteks kalam, Allah menjaga


dengan mata-Nya; termasuk dari dilalah (petunjuk) talazum, yang
maknanya telah dijelaskan sebelumnya.
Catatanl
Pertamal ahli ta'thii menetapkan konsekuensi makna, tapi mereka
menafikan sitat. Contoh; Asy'ariyah menetapkan sifat rahmat dan
menetapkan konsekuensinya, yaitu memberi nikmat. Mereka menafikan
sifat cinta dan marah, namun mereka menetapkan konsekuensinya,

1. Svubhat-svubhat dan nn .@,


= yaitu berbuat baik dan membalas. Penetapan konsekuensi makna dari
para ahli ta'thil belumlah cukup, karena mereka juga harus menetapkan
sifat. Jika ada orang mengatakan; (*-L .rl-r), ialu ia nrenafikan mata,
sepertiyang kami nukil sebelumnya dari seseo-ang yang sering menyebut
lafal ini, padahal kenyataannya mereka menetapkan sifat mata melalui
penafsiran-penafsiran lain, maka inisama seperti rrenafikan sifat rahmat
namun menetapkan perbuatan baik (yang merupakan konsekuensi dari
sifat Rahmat)"
Kedua; bisa kita simpulkan bahwa orang yang rnenafsirkan ayat di atas
dengan konsekuensi, bukan berarti ia menafikan sifat. Karena itu, orang
yang menafsirkan rahmat dengan perbuatan baik, tidak dikatakan
menafikan sifat rahmat, sebelum kita mengetahuiapakah ia benar-benar
menafikan sifat rahmat ataukah tidak. Dan seperti itu pula untuk sifat-
sifat lainnya.

.@, Syarah,4 I- @waoid,4l- M ut.sla


.^
F .b'

Contoh Kesebelas;
s20
Firrnan AIIah,Je dalam hadits qudsi;

.+
)3
t-'
I (-)-.>
(
-il
)lo

:)Ldgl j3,
"Elamha-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku
dengan amalan-amalan nafiIah hingga Aku mencintainya.
Jika Aku rnencintainya, Akulah pendengarannya yang
dengannya ia mendengar, (Ahulah) penglihatannya yarn'g
gannya ia rnelihat, (Akutrah) tangannya yang den
fla rnecnuE{wl, dan (Akulah) kakinya yang dengannya
ia berjaB;an" Jiha ia nreminta kepada-Ku, Aku akan
men*beriarya $ika ia rnemohon pertrindungae& pada-Ku, AEcu
akan melindunginya."

5zo Penuiis tidak mengatakan, "Sabda Nabi {$," tapi, "Firman Allah," lalu
setelah itu menyebutkan hadits qudsi di atas. lni menunjukkan bahwa
hadits qudsi adalah kalam Allah secara lafal dan makna, seperti Al-
Qur'an. Karena itu redaksi hadits qudsi adalah, 'Allaheberfirman."
Andaikan lafalnya berasal dari Rasulullah s, tentu tidak dikatakan,
"Allahszberfirman," tapi, "Rasulullah S bersabda." Pendapat ini
dinyatakarr sebagiar; besar ulama. Mereka menyebutkan perbedaan
antara hadits qudsi dan Al-Qur'an. Di antara ulama yang menielaskan
permasalaan rni adalah al-Qasimi dalam Qawa'idutTahdits, hal: 64, dan
Abu Syabhah dalam ol-Wasith, hal: 216 .
Pendapat kedua terkait definisi hadits qudsi adalah lafalnya dari Nabi$,
dan maknanya dari Allah. Definisi ini diungkapkan sebagian ulama, di
antaranya penulis buku ini dalam bukunya; Musthalohil Hadits, hal: 8.
Hanya saja pendapat pertama lebih tepat, karena itulah yang zhahir.
Banyak kai,rrrgan berpegang pada pendapat kedua, alasannya karena
mereka tidak menetapkan kalam untuk Allah selain hanya sebatas makna
saia, dan penulis bukanlah termasuk di antara mereka ini.

--*"---------{ .4. Svuhhat- svubhat dan nn .@,


Jawab; hadits ini shahih, diriwayatkan al-Bukh ari dalam bab;
at-tawadhu', kitab ; ar-riqaq.

Salaf (ahlussunnah wal jamaah) berpegang pada zhahir hadits


ini, dan memberlakukannya sesuai hakikatnya. Na.rnurr seperti apa
zhahir hadits ini?

Apakah dikatakan bahwa zhahir hadits ini iaiah Aiiah rneniadi


pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki si wali?sz1

Ataukah dikatakan bahwa zhahir hadrts ini ialah;


Ailahlle membimbing pendengaran: penglihatan, tangan, dan kaki
wali-Nya, sehingga pemahaman dan pengetahuannya ia iakukan
karena Allah, dengan pertolongan Allah, dan di jaian A11ah?s22

Tidak diragukan bahwa pendapat perfrma bukanlah zhahir


kalam dari hadits ini; bahkan kalam di dalarn hadits tidak
rnenunjukkan seperti itu; bagi siapa saja yang rnenghayatinya,
karena ada sesuatu di dalam hadits )/ang menghalangi dari makna
tersebut; hal ini dilihat dari dua sisi;

Pertamal Allah ;e berfirman, "t{qmba-B'u senantiasa


mendekatkan diri pada-Ku dengan atnalan-amalan nafilah hingga Aku
mencintainya." Dan ia berfirman, "Jika ia meminta kepada-Ku, Aku
akan memberinya, jika ia memohon perlindungan pada-Ku, Aku akan
melindunginya." Hadits ini menetapkan adanya hamba, dan Zat
yang disembah; hamba yang mendekatkan diri, dan Rabb yang
didekati; pecinta, dan yang dicintai; peminta, dan yang dimintai;
pemberi, dan yang diberi; hamba yang memohon perlindungan,
dan Zat yang dirnintai perlindungan.

Dengan demikian, rangkaian hadits ini menunjukkan dua hal


yangberbeda. Artinya, salah satu dari keduanya tidak bisa dijadikan
sifat untuk yang lain, atau menjadi salah satu bagiannya.

Kedua; pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki waii A11ah,


adalah sifat-sifat, atau bagian-bagian makhluk vang haru ada;

5zt Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa Allah adalah kaki,
tangan, ataupun pendengaran seorang hamba

5zz Akan dijelaskan selanjutnya apakah yang dimaksud karena Allah,


bersama Allatr" dan diialan Allah.

,4,

V
setelah sebelumnya tidak ada.s23 Siapapun yang memiliki akal sehat,
tidak mungkin memahami bahwa Pencipta Yang Awal yang tidak
didahului oleh sesuatu pun, menjadi pendengaran, penglihatan,
tangan, dan kaki makhluk. Bahkan, jiwa manusia tentu merasa jijik
rrrembayangkan makna seperti ini, dan lidahnya pasti merasa kelu
untuk mengucapkannya, meski hanya dalam bentuk anggapan dan
perkiraan saja. Lantas bagairnana bisa dikatakan bahwa makna
itulah yang menjadi zhahir hadits qudsi, dan hadits tersebut
dialihkan dari zhahirnya?!

Maha Suci Engkau, ya Allah, dan kami memuji-Mu. Kami


tiada membatasi pujian kepada-Mu. Engkau adalah sebagaimana
yang Engkau puii terhadap diri-Mu. Oieh karena pendapat
pertama terbukti batil, dan mustahil meyakininya, maka yang
benar adalah pendapat kedua, yaitu Allah [tr membimbing wali-
Nya pada pendengaran, penglihatan, dan amal perbuatannya,
dimana pendengaran, penglihatan, perbuatan tangan dan kakinya,
semuanya ia lakukan ikhlas karena Allah,s2a bersama pertolongan
Allah,s2s dan di dalam syariat Allah.s26 Sehingga tercapailah
kesempurnaan ikhlas, permohonan, pertolongan, dan mengikuti
syariat-Nya. Inilah puncak taufik, atau pertolongan Allah. Inilah
penafsiran penulis, dan penafsiran ini sesuai dengan zhahir lafal,
sesuai dengan hakikat lafai hadits dan juga rangkaian kalam,

523 Perkataan penulis ini mengandung dua kemungkinari;


Pertarnal ihwal yar:g berkaitan dengan sifat hanya khusus bagi
pendengararr dan penglihatan, sedangkan ihwal yang berkaitan dengan
anggota badan, hanya khusus bagi tangan dan kaki. Dalam hal ini
terdapat usiub (rangkaian) nosyr dan lof (penggabungan dua makna yang
berlainan) secara berurutan.
Kedua; tangan dan kari dibawa kepada makna anggota badan, sedangkan
pendengaran dan penglihatan i:isa dibawa ke makna sifat, atau mungkin
juga dibawa ke rnakna anggota badan; karena penglihatan maksudnya
adaiah mata, dan pendengaran maksudnya adaiah telinga; namun
demikian mai.:na pertama lebih tepat.

524 lnilah yang ciimaksudkan dari perkataan, "Karena Allah," yaitu ikhlas
karena-l'.lya.

525 lnilah yang dimaksudkan dari perkataan, "Bersama Allah," yaitu


memohon pertolongan kepada Allah.

526 lnilah yang dimaksudran dari perkataan, "Di jalan Allah," yaitu mengikuti
syariat.

-**------------f 1. Svubhar.-svubhat dan .@,


tidak ada takwil di sana, dan tidak pula rn+:ngalihkan kalarn clari
zhahirnya. Segala puji dan karunia hanya milik Aliah semata.

oi;;;i tt-w,,t" --< F--.


,a\-
3(rr) ) srarah At
Contoh Keduabelas;
Sabda Nabi $:. dalam hadits yang ia riwayatkan dari Allah
'w;"'Ia berfirman;

"$iapa mendekat seiengkal kepada-Ku, Aku mendekat


sehasta padanya. Siapa mendehat sehasta hepada-Ku, Ahu
mendekat satu depa padanya. Siapa datang pada-Ku dengan
berialan, Aku mendatanginya dengan berialan cepat."

tV-'

Hadits ini shahih, diriw'ayatkan Muslim d:larn kitab; adz-


dzikr wad du'a',sze dari hadits Abu Dzar €5 . Flr,iits serupa juga
diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah, dan diriwayatkan
ai-Bukhari dari Abu Hurairah dalam kitab; at-tauhid, bab; 15.s2e

Hadits ini sama seperti nash-nash lain yang menunjukkan


perbuatan-perbuatan ikhtiyariyah A11ah,s30 dan Ia Maha Berbuat
apa yang Ia kehendaki, seperti disebutkan dalan: AI-Qur'an dan
sunnah.

527 Seperti yang telah disebutkar iebelumnya, penulis menyebut hadits


qudsi dengan redaksr;Allah :s: berfirman dalam hadits qudsi. Pada bagian
ini, penuiis rrrenyebut dengan redaksi berbeda. Lafal-lafai riwayat ini
adalah beirtlrk, darr ,nacam-rnacam riwayat pada hadits qudsi. Penuiis
semaia-mata Dermaksud untuk menyebut variasi riwayat hadits qudsi,
dan mengajari para penuntut ilmu. Lihat; Wasith Abi:yabhah, hal: zzt.

528 Lihat syai"ah-syarah Shahih Muslim; an-Nawawi (XVll/tz), as-Suyuthi


(VI/5o), al-Ubai dan a,-sanusi (Vllltzo).

5zg FathuiEary (Xllifi95), Syarh Kitab at-Toul"tid, al-Cunaiman (l/259).

53o Maknanya sudah dijelaskan sebelumnya.

-----------{ 1. Svubhat-svubhat dan annt'a .@,


Seperti firman-Nya;

.t

Jtk":+13.:u; r;t 4nr;j>ioii; €v f 6rr^, :I'L l:bg,


, i -r1 ,, .ir_
to:-u:,e.+lJ+|y.A:
"DAn apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadarnu
(Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku
Kabulkan permohonan orangyang berdoa apabila dia berdoa kepada-
Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman
kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran." (QS. Al-Baqarah
: L86)s31

( LL 'j; *uJ,, :):');qiy


"Dan datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-bari"s"" (QS. Al-
Fajr: 227ssz

' . , -. ,
'.".-i" I t. :.
-ri e
L.,q! GtJ-
j,t eu; J[- i\ a<i),u*{rt ii;U ;i YJ -:-}i J**
.' ... t-u
w r l"
'\ .rl
"Yang mereka nanti-nantikan hanyalah ke"datangan malaikat
kep ada mereka, atau ke d atan gan Tuh anmu, at au s eb a gi an t an d a- t an d a

dariTuhanmu." (QS. Al-An'am: 158)

Dan firman-Nya;

4. e*t i',sl * }.-!ty


"(Yaitu) Yang Maha Pengasih, yang beristiwa di atas 'Arsy." (QS.
firaha: 5)
Dan seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi.$;

531 Dalil dari hadits ini adalah menetapkan sifat memperkenankan


permohonan, yang merupakan sifat fi'liyoh Allah. Juga menetapkan sifat
kedekatan Al la h. Lihat; osh-Shifat fil Kitabi was Sunnah, as-S a qqaf, ha : 4o. I

532 Dalil dari hadits ini adalah menetapkan sifat kedatangan Allah.

.@t
;!r
JV-9.- ,i+, .i &,r rl.lr ,u-;"lr au,S*
"Rabb kita turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam
s33
ter akhir." S abda beLau;

7 6

fi) r;t;\ )i ,-.jL11 )l 4!i

"Tidaklah seseorang menyedekahkan sesuatu dari hasil yang


baik (halal) -dan Al.lah hanya menerima yang baik- melainkan Yang
Maha Pemurah menerimanya dengan tangan kanan-Nya."s3+

Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits lainnya yang


menunjukkan perbuatan-perbuat an ikhtiy ariy ah Nlah.

Firman Aliah dalam hadits qudsi di atas, "Aku mendekat


sehasta padanya," dan, "Aku mendatanginya dengan berjalan cepat,"s3s
termasuk dalarn kate gori perbuatan-p ertruatan ikhtiy ariy ah-Ny a.

533 Hadits ini tertera dalam kitab Shahihain, seperti disebutkan daiam al-
)om'u Bainash Shohinain, al-Humaidi (lll/7S), ai-Jarn,c Bainash Shahihain,
Abu Hafsh al-Muslrili (t1z9o), dan )ami'ulUshul, lbnulAtsir (tVlr38).

534 HR.AI-tsukhari, hadirs nomor r4ro. Lihat; FathulBdry illtl3z6), dan Muslim
bi Syarh an-Nawowi (/lli98).

535 Karena itu, kita mer"rsifati Allah dengan kedekatari dan berjalan cepat.
Namun haltersebut tidak mengharuskan Allah menempuh jaraktertentu,
ataupun konsekuen;i-konsekuensi lainnya yang layaknya berlaku bagi
makhluk.
Disebutkan daiam fatwa nomor 6932, dari kumpulkan fatwa Komite
Tetap Riset llmiah darr Fatwa (tttlr43);
Soal; apakah Allah memiiiki sifat \arwolah (berlalan cepat)?
Jawab; segala ouji bagi Allah semata. Doa shalawat dan salam semoga
tetap terlimpah kepada Rasul-Nya, keluarganya, dan para sahabatnya.
Wa ba'du;
Ya. Allan ri-remiliki s,iat horwaloh (berjalan cepat), seperti disebutkan
dalarn hadits qudsi; sifat yang sesuai dengan Allah. Allah *".,, berf irman;

*;[i U!, ,*, y i? ntr q: -? trb ,l.,lr; *lu* \'; Ul'i;\ .,p tt!
"J-rf ";i f;
'lika hanba menciekat sejengkal kepada-Ku, Aku mendekat sehasta
padanya. )ika ia mendekat sehasta kepada-Ku, Aku mendekat satu depa
padanya. Jtka ic datang pada-Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya
dengan ber jaian cepat." (H R. AI-Bukhari dan Muslim)

---------------{ -1. Svul'hat-svubhm dan Ta nn .@,


Salaf (ahlussunnah wal jamaah) memberlakukar nash-nash. ini
sesuai zhahir dan hakikat maknanyayangpatutbagi Aiiah ie, tanpa
takyif dan tamtsii. Syaikhul lslam Ibnu Taimiyah berkata dalam
penjelasan hadits nuzul (turunnya Allah) dalam l,4ainLu' a|-Fatawa
(v/a6o;
"Kedekatan Allah dengan sebagian di antara ha::ri:a-h;rmba-
Nya ditetapkan oleh orang yang menetapkan perbuatan-irerbuatan
ikhtiyariyah Allah, kedatangan-l,lya pada hari kiarrrat, lurunnya
Allah, dan beristiwanya Allah di atas Arsr,. Ini madzhab para
imam salaf, dan imam-imam islarn yang masyhur. Para ahii hadits
meriwayatkan madzhab ini dari mereka secara mutawatir."

= Billahit tawfiq. Shalawat dan salarn semoga tei-limpah k*pada nabi kita
Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.
Fatwa ini ditanda-tangani oleh Svaikh Abdr.:l Aziz bin Baz, Syaikh
Abdurrazzaq Af ifi, Syaikh Abdullah bin tihudaiyvan, dan Svaikh Abdullah
bin Qu'ud.
Disebutkan dalam al-Jawab al-Mukhtar li Hidayatil Mukhtar,hal:24, Syaikh
Muhammad al-Utsaimin; sifat harwoiah atau berjaian cepat ditetapkan
untuk Allah, seperti disebutkan daiarn hadits shahih yang o'iriwayatkan
al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, dari Nabi g, [:eliau bersabda;

e'i;i i qp. \r.;t j,i ,€i, st ,* * r:e ui j'; ';t je


t;\, ,q. q*
,5t.,:ll.-.";t
*J!.:r:,.;;, -*) €';it:l.i c_e;t tr,n+
il)"r q\ !r+ €ui iLyG\ 4l
-? ';\ t et * n ig
" All ah w b erf i r man,' Aku (kuas a untuk memp er akukan h amb a-Ku) sep er ti
I

yang io kira terhadop-Ku, dan aku bersama-Nyo saat ia menyebut-Ku, jika io


menyebut-Ku dalom dirinya, Aku menyebutnya dalam diri-Ku, jika ia
menyebut-Ku di suotu perkumpulan, Aku menyebutnya di suatu
perkumpulan yang lebih baik dari mereko. )ika ia mendekat sejengkal
kepado-Ku, Aku mendekot sehasta padanyo, dan jika ia mendekat sehosta
kepoda-Ku, Aku mendekat sotu depa padanya. )ika ia dotong pada-Ku
dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlolan cepdt."
Berjalan cepat adalah salah satu sifat di antara sifat-sifat perbuatan Allah
yang wajib kita imani tanpa takyif ataupun tamtsil. Seperti itulah yang
Allah kabarkan tentang diri-Nya, dan la lebih tahu tentang diri-Nya.
Maka, kita waiib menerimanya tanpa takyif, karena takyif adalah
mengatakan sesuatu tentang Allah tanpa dasar ilmu. lni haram
hukumnya. Kita juga walib mengimani sifat ini tanpa tamtsil.
Allah,ce berfirmanl

4,'At '*lt vt;". *+,.t h


"Tidok ada sesuotu pun yong serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Maha Melihat." (qS. Asy-Syura: rr)

.@, Svarah Al-Oowaaid Al- Mutsla .r-__.


Apa gerarigan yarlg ri;en91ha1angi kita untuk inengataka;; balinra
Allah menriekati hamba l'trya rlengan rara yang Ia kehenriaki, meski
Ia berada di atas ketinggian? Dan apa gerangan yang rnenghalang,i
kita untuk mengatakan hahyra Allah turun dengan cara yanp; Ia
kehendaki, tanpa taky if ataupw t amtsil'!

Perbuatan-perbr.ratan seperti ini tidak lain menjadi bagian


dari kesempurnaan AlXah, yaitu melakukan apa yang ia kehendaki
dengan cara yang pantas bagi-Nya.

Sebagian orangs36 berpendapat bahwa firman Allah dalam

536 Penulis menyrebutkan makna lain yang diyakini oleh sebagian kalangan,
yaitu kiasan dalam memberi balasan yang lebih baik, dan lebih besar dari
amalan yang dilakukan hamba; inilah yang disebutkan sebagian besar
pen-s.varah hadits ini, seperti;al-Qurihubidalam cl-Mufhim (Vtt/r5), al-Aini
'alal Bukhari (XXV/ror), as-Suyuthi dalam at-Tausyih (txl+zlg), al
Qashthaloni'alal Bukhsri (XV/429), al-Hafizh lbnu Hajar al-Asqalani dalanr
F ath u I B A r y (Xllt | 5zz).

Syaikh lbnr.r Utsaimin menyebutkan bahr,va Syaikhul Islam lbnu Taimiyah


condong pada pendapat ini. Sebagian orang mengkritik pendapat
penulis ini, Can menganggap pendapat pertama adalah pendapat salaf,
padahal penulis menyebut kedua pendapat ini sama-sama pendapat
salaf, seperti yang ia katakan dalam syarah-nya untuk Shahih al-Bukhari,
hal:74.
Hadits;

--:! rui -l; .b! ^rl-^.F ':J Jp r,';+ *, :r. ;l-,,fi


r,tji JJ -!;;;;b.tcr-.;4ir '-
'Jt

Jrr',
")iko ia mendekat selengkal kepodo-Ku, Aku mendekat sehasto padanyo,
dan jika la mendekat sehasta kepoda-Ku, Aku mendekat satu depo podonya.
.)iko ia dotang pada-Ku dengan berjolan, Aku mendatanginya dengan
berjalan cepat,"
Hadits ini menyebutkan tiga rangkaian kalimat yang menjelaskan karunia
Allah c";, dan bahwa la memberi balasan lebih banyak dari amalan yang
dilakukan seorang hamba karena-Nya. lnilah kaidah dalam balasan Allah;
la memberikan balasan yang lebih banyak dari amalan yang dilakukan
seorang hamba karena-Nya, seperti disebutkan didalam Al-Qur'an;
o r:*uq Y *j kL it-sFjx 1;^tt .e vsprri;- l[ i!;F.rF
"Borangsiapa berbuat keboikan mendapat bolason sepuluh kali lipot
amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalos seimbang dengon
kejahatonnya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi);' (QS. Al-
An'am: t6o)
;.- "iV U; _s # .1.r* & c-:^;i
f t*.rr.L* ol r+Jt3,I ;ry.! rir_p:)
{ nP r,-l ilr,Il.j us -+ufiht
*"*--_-___-_{ 1. Svubhar-svubha dan Ta .@,
= "Perumpomoan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti
sebutir biii yang menumbuhkan tujuh tongkoi, pada setiap tangkai ada
seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siopa yang Dia kehendaki, dan
Allah Mahaluas, Maha Mengetohui." (QS. Al-Baqarah : z6r)
Tiga rangkaian kalimat dalam hadits qudsi ini menuniukkan makna agung
ini. Juga menunjukkan bahwa pemberian dan balasan Allah lebih banyak
dari amalan yang dilakukan seorang hamba. Allah:eberfirman, ")ika ia
mendekat sejengkal kepada-Ku, Aku mendekat sehasta podanya," iengkal
adalah jarak antara ujung jari kelingking hingga uiung ibu iari ketika
dibentangkan, dan hasta adalah iarak antara uiung iari tengah hingga
tulang siku. ltulah ukuran yang digunakan zaman dulu; iengkal, hasta,
depa, dan semacamnya.
Firman-Nya, ")ika ia mendekat sejengkal kepodo-Ku, Aku mendekat
sehosto padanya," ulama berbeda pendapat terkait makna kalimat ini
dan kalimat-kalimat setelahnya;
Menurut salah satu pendapat; kalam ini sesuai dengan hakikatnya.
Artinya, ketika seseorang mendekat sejengkal kepada Allah, Allah
mendekat sehasta kepadanya. Dengan demikian, kalam ini berlaku
dalam ibadah-ibadah yang memerlukan jalan kaki, seperti berjalan kaki
menuju masiid, sa'i dalam ibadah haii, dan lainnya. Tidak termasuk
ibadah-ibadah yang tidak menyertakan ialan kaki. Hanya saja ibadah-
ibadah jenis ini sama seperti ibadah-ibadah yang memerlukan jalan kaki.
Maksudnya, Allah memberikan balasan kepada orang yang beramal,
dengan balasan yang lebih banyak dari amalannya.
Menurut pendapat lain; kalam ini adalah perumpamaan. Artinya, ketika
seseorang mendekatkan hati kepada Allah, maka Allah mendekatinya
dengan cara yang tidak kita ketahui. Kita mengetahui bagaimana wuiud
kita mendekatkan diri kepada Allah. Tapi, kita tidak tahu seperti apa
hakikat Allah mendekati kita. Dengan demikian, makna hadits ini adalah
ketika seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah dengan hatinya,
Allah mendekatinya dengan hakikat dan cara yang tidak diketahui,
karena ketika seseorang merasa hatinya dekat dengan Allah, saat itu
hatinya selalu mengingat dan menyebut Allah, sehingga ia merasa dekat
dengan Allah. Dan kadang pula ia lalai.
Dengan demikian, maknanya adalah ketika seorang hamba mendekatkan
diri kepada Allah dengan hati. Seperti diketahui, bahwa ibadah
merupakan sebab kedekatan hati kepada Allah r-,', seperti yang
disampaikan Nabi g dalam sabdanya, "Soot'soat paling dekat seorang
hamb a dengan Rabbny a a dal ah ketiko i a sujud. " Ka re na itu l a h ketika su j ud,
Anda merasa dekat dengan Allah meski Allah berada di langit. Dengan
demikian, kata-kata seperti ini adalah perumpamaan, bukan secara
hakiki.
Pendapat ini lebih baik dari oada penclapat pertama, karena dengan
petunjuk muthabaqah-nya, makna ini mencakup selururh jenis ibadah.
Sementara nrenurut pendapat pertama han'ia khus,;s untuk ibadah-
ibadah yang terdapat jalan kakinya.

.@,
= Seperti itu juga firman,Nya, 't)ika ia mendekat sehasta kepada-Ku, Aku
mendekot satu depa padanya." Adapun firman-Nya, ,,Jika ia datangpoda-
Ku dengan berjalan, Aku mendatonginyo dengan berjolan cepat,, ularna
juga berbeda pendapat terkait firman ini; apakah secara hakiki ataukah
tidakl Menurut salah satu pendapat; kalam ini sesuai hakikatnya. Kita
tahu seperti apa hakirat dan cara kita berialan. Sernentara seperti apa
hakikat dan cara Allah*";berialan, kita tidak tahu. Tidak ada yang
menghalangi lika Allah berjalan mendekati hamba-Nya yang mendekat
kepada-Nya. Ketika si hamba mendekat dengan berialan biasa, Allah
mendekat kepadanya dengan berjalan cepat. Dan dikatakan; orang yang
akan datang, pasti datang dengan sifat tertentu. pastilah seperti itu. Jika
Allah datang secara hakiki, pasti Allah datang dengan sifat tertentu,
apakah itu dengan berjalan cepat ataupun tidak..Jika Allah berfirman
tentang dirinya, "Aku mendotonginya dengan berjolon cepot,,, kita
katakan; apa gerangan yang menghalangi Altah untuk datang kepada
hamba-Nya dengan berjalan cepat, jika kita beriman bahwa la datang
secara hakiki. Karena Allah datang secara hakiki, tentu saja la datang
dengan sifat tertentu. Jika Ailah rnengabarkan kepada kita bahwa la
datang dengan berjalan cepat, kita katakan; kita beriman kepada Allah.
Tapi seperti apa hakikat jalan cepat ini? Kita tidak boleh menyatakan
seperti apa hakikatnya, dan tidak boleh pula membayangkannya, karena
sifat Allah berada jauh di atas bayangan dan perkataan manusia-
Hanya saja pendapat ini mengkhususkan hukum tersebut hanya untuk
ibadah-ibadah yang dilakukan seseorang dengan berialan kaki. sehingga
ibadah-ibadah iain yang tidak dilakukan seseorang dengan berialan kaki,
tidak ternnasuk dalam hadits ini, meski secara makna tercakup.
Menurut pendapat kedua, hadits ini adalah perumpamaan. Maksudnya,
siapa yang bersegera nenuju ridha-Ku dan beribadah kepada-Ku, maka
Aku cepat mer-nberikan balasan kepadanya, Iebih cepat dari amalannya.
Pendapat ini mencakup seluruh fenis ibadah, karena setiap orang
melakukan ibadah dengan cepat secara raga, dan kadang pula lebih
cepat dengan hati saja meski ia tetap berada di tempat.
lntinya, ulama salaf memiliki dua pendapat terkait permasalahan ini,
yaitu; apakah kita tetap mempertahankan lafal hadits ini secara
zhahirnya, meski akan mengecualikan beberapa ibadah, namun sesuai
dengan qiyas. Ataukah lafal hadits ini kiasan karunia Allah lebih banyak
dari amalan seseorang.
Syaikhul lslam lbnu Tarmiyah sepertinya condong pada pendapat kedua
atau pendapat terakhir; yaitu lafal hadits ini adalah kiasan. Kami
memperkuat pendapat ini dengan alasan bahwa tidak semua amal
ibadah memerlukan jalan kaki. Dan, mempertahankan hadits ini secara
umum untuk semlra ibadah, tentu lebih utama dari pada
mengkhususkannya untuk ibadah-ibadah tertentu saia, yaitu ibadah-
ibadah yang memerlukan jalan kaki yang jumlahnya terbilang sedikit.
Untuk itu, kita mengartikan hadits ini untuk seluruh ibadah secara
Lrmum, dan kita jadikan hadits ini sebagai perumpamaan saja.

-"..*----{ 4. Svubha-st'ubhat dan


@,
hadits qudsi ini; "Aku mendatanginya dengan berjalan cepat,"
maksudnya ialah, Allah dengan cepat menerima dan menghadap
kepada hamba-Nya yang mendekatkan din kepada-Nya dengan
menghadapkan hati, dan seluruh anggota badan kepada-Nya. Dan,
balasan yang Allah berikan kepada orang yang beramal, tentu lebih
sempurna dari amalan orang yang beramal.

Alasannya; Allahlpberfirman, "Siapa mendatangi-Ku dengan


berjalan," seperti diketahui bahwa orang yang mendekatkan diri
kepada Allah *;sdan ingin sampai kepada-Nya, tentu tidak hanya
mendekat dengan berjalan kaki saja. Tapi, kadang berjalan biasa
seperti berjalan ke masjid-masjid, dan ke masy'ar-mas'yar haji,
berjihad di jalan Allah, dan semacamnya.

Kadang juga dengan rukuk, sujud dan semacamnya.


Diriwayatkan dari Nabi ffi;

JzL J.t.LAq' ..9 '.!


L4Jt *u;r ir* ,; +1i
" Saat-saat paling dekat seoranghamba dengan Rabbnya adalah
ketika ia sujud."s37 Bahkan, kadang mendekatkan diri kepada Ailah,
dan upaya untuk sampai kepada-Nya dilakukan seorang hamba
dengan berbaring, seperti yang Allah sampaikan dalam firman-
Nyr;

= Banyak manusia yang masih menggunakan perumpamaan semisal ini.


Misalkan seseorangberkata, "Jika aku melihatmu datangmenghampiriku,
maka aku akan berikan satu atau dua langkahku untukmu; dan iika
engkau menghampiriku dengan berialan, maka aku akan menghampirimu
dengan cepat; iika engkau berialan cepat der,gan kaki, maka aku akan
rnelesat menghampirimu secepai kedipan m;lta." Ca.v'a bahasa seperti
ini iazim digunakan dalam bahasa Arab, cian masih digunakan sampai
sekarang.
Dengan demikian kerumitan hadits ini bisa diatasi. Jika kita mengartikan
hadits ini secara hakiki, maka kita mengecualikan satu hal, yaitu hadits ini
tidak berlaku untuk ibadah-ibadah yang tidak tnernerlukan berialan kaki,
ataupun memerlukan menempuh jarak. Tapi ;ika kita artikan hadits ini
sebagai kata perumpamaant maka mencaktrp seluruh ibadah secara
umum. Perumpamaan seperti ini dikenal d..larr gramatika Arab"

537 HR. Muslim, seperti disebutkan dalam Syarah en-Nawarvi (lvlzoo).

.@, ) \,arah Al-QgwaaiJ,ll- lh,rsla ( o--*


"(Yaitu) orar.g-orang yang mengingat Allah sambil herdiri, tiuduk
atau dalam keatiaan bethnri.ng." (QS. Ali 'Imran : 191)

Nabi S berkata kepacla imran bin Hushain;

*+ J;-'* il oi, .tbtai ** il iF rql y


"Shalatlah dengan berdiri. iika kau tidak mampu (shalat
dengan berdiri), maka (shalatlah dengan) duduk. Dan jika kau tidak
mampu (shalat dengan duduk), rnaka (shalatlah dengan) berbaring."s3g

Dengan demikian, rnaksud hadits ini adalah penjelasan tentang


balasan Allah .r untuk hamba-Nya atas amalan yang ia lakukan, dan
siapa yang menghadap kepada Allah dengan benar meski lamban,
maka Allah memberinya balasan yang lebih sempurna, dan lebih
baik dari amalarinya. Inilah zhahir lafal hadits, berdasark an qarinah
(pertanda) syar'i yang dipahami dari rangkaian kalam.

Jika ha1 inr rnerupakan zhahir yang ditunjukkan c,leh hadits,


berriasarkan qarinah (pertanda) syar'i yang dipahami dari rangkaian
kalarn,sse rr:aka penafsi:ran seperti ini tidak dikatakan menyimpang
dari zhahir lafal a,taupun takwil, sebagaimana penakwilan ahii
ta'thil. Sehingga mereka tidak punya alasan untuk mengalahkan
ahlussunnah. Segala puji bagi Ailah.

Meski pendapat 1ni layak diperhitungkan, namun pendapat


pertama lebih kuat, aslam (iebih selamat), dan lebih sesuai dengan
madzhab salaf.:'ao

Tanggapanjer.L kalalgan yang melihat adanya qarinah


538 Lihat; Fothul Bdry (1U684).

539 Qarinah (pertanda) syar'i adalah pertanda yang dipahami dari rangkaian
kalam. Penulis sudah menielaskan masalah ini dalam syarah-nya untuk
kitab Shahih al-Bukhari.

54o Perkataan penulis nrenunjukkan bahwa pendapat kedua juga benar,


narnun pendapat yang meniadakan takwil adalah lebih selamat, dan
pendapat ini lebih sesuai dengan zhahir hadits dan lebih patut. Dan
pendapat kedua lebih baik ditinggalkan.
Kita mengetahui pernyataan ini dari penulis, karena isim tofdhil (aslam)
menunjukkan adany;: perserikatan dua pendapat di dalam kebenaran,
dengan adanya sifat tambahan pada salah satunya.
(pertanda) bahwa mendekatkan diri kepada Allah;g, dan untuk
sampai kepada-Nya, tidak hanya berlaku bagi ibadah yang ada jalan
kakinya, maka mereka menyatakan, bahwa hadits ini disampaikan
dalam bentuk perumpamaan, bukan dalam bentuk pembatasan'
Dengan demikian, makna hadits ini (menurut pendapat pertama)
adalah siapa yang datang kepada-Ku dengan berjalan kakisal pada
ibadah yang di dalamnya terdapat jalan kaki, karena konteks
kalamnya memang demikian; seperti berjalan kaki menuju masjid
untuk shalat, atau jalan kaki yang menjadi bagian dari ibadah itu
sendiri seperti thawaf dan sa'i. Walldhu a'lam'

= Bagaimanapun juga, kami sudah menjelaskan alasan kenapa hadits ini


harus ditakwilkan, yaitu karena adanya qarinah (pertanda). Penakwilan
seperti ini tidak sama dengan penakwilan ahli ta'thil, seperti yang
dituduhkan sebagian orang kepada penulis' Perlu kami katakan bahwa
pendapat kedua adalah penafsiran penulis untuk contoh-contoh
sebelumnya.

54t Berialan kaki kadang meniadi wasilah untuk melakukan ibadah, seperti
berjalan kaki ke masiid untuk mengeriakan shalat. Dan kadang pula
meniadi bagian dari ibadah itu sendiri, seperti thawaf dan sa'i.
Kesimpulan; hadits ini disampaikan sebagai perumpamaan. Jika tidak
diartikan seperti itu, berarti ketika seorang hamba mendekatkan diri
kepada AIlah dengan berdiri, dan iuga berbaring, hal tersebut sama
seperti berialan kaki.

.@, s ,41-@u'aaidAl- Mutsla


saz
Contoh Ketigabelas;
Firman Allah;

"Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah


rrenciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian
dari apa yang telah Kami ciptakan dengan tangan-tangaa
Kami, Ialu mereka menguasainya?" (QS. Yasin : 71)

Jawab; apakah zhahir dan hakikat ayat ini, hingga dikatakan


bahwa ayat ini dipalingkan dari zhahirnya? Apakah dikatakan;
zhahirnya adalah Atrlah:e menciptakan hewan-hewan ternak
dengan tangan-Nya, seperti Ia menciptakan Adam dengan tangan-
Nya?sa3

Ataukah dikatakan; zhahir ayat ini adalahAllah llu menciptakan


hewan-hewan ternak seperti halnya A1lah menciptakan hewan-
hewan lainnya. Allah tidak menciptakan hewan-hewan dengan
tangan-Nya, akan tetapi Ia menyandarkan penciptaan tersebut
kepada tangan, dan yang dimaksudkan adalah si pemilik tangan.
Pemakaian ini iazim digunakan di dalam bahasa Arab, yang Al-
Qur'an diturunkan dengan menggunakan bahasa tersebut.

542 lni termasuk salah satu contoh dimana ahli ta'thil menuduh salaf
menakwilkan nash-nash tentang sifat.

54) Pertanyaan ini ditujukan kepada orang yang menetapkan tangan bagi
Allah. Adapun bagi orang yang menafikan tangan, ia terlebih dahulu
didebat terkait penetapan tangan bagi Allah. Jika masih menolak dan
berkata, "Aku tidak menetapkan tangan, tapi aku mengharuskan Anda
menakwilkan ayat ini, karena Anda mengalihkan ayat ini dari zhahirnya."
Saat itulah kita menjawabnya dengan iawaban seperti disebutkan
penulis di atas.

-"*-----{ J. SluAhar-svubhar don .@,


S Pendapat pertama bukan zhahir lafal ayat karena dua
alasanl
Pertamal lafal ayat tidak menunjukkan seperti itu berdasarkan
petunjuk bahasa Arab yang dengan bahasa tersebut Al-Qur'an
diturunkan. Bukankah Allah ;e berfirman;

. '.,. ,) * , - ),
x, ,5 .f -*-: ->,-+r ;-J L*.i
iri -- ..(,Lri U3a*
"Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafken banyak (dari
kesalahan-kesalahanmu) " (QS. Asy-Syura : 30)

"Telah tampak kerusakan di darat dan di r'aut disebs.bkan karena


perbuatan tangan manusia ; Allah menghend aki'tga.r me "eka mer as ckan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, a.gar n'ereka- kembali (ke ialan
yangbenar)." (QS. Ar-Rum :41)

"Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu


sesungguhnya Allah tidak menzalimi hamba-hamba-Nya." (QS. Ali
tlmran:182)

Maksudnya adalah perbuatan manusia, meski dilakukan bukan


dengan tangannya.saa Lain halnya dengan perkataan seseorang,
"Barang ini dibuat dengan kedua tanganku."sas

Seperti disebutkan dalam fi.rman Allah;

544 Maksudnya dilakukan oleh sebagian besar anggota badan, seperti kaki,
telinga, dan kemaluan. Namun hanya tangan ';aia yang disebut, karena
umumnya tangan-lah yang paling sering digunakan saat melakukan
perbuatan; karena tangan digunakan untuk menulis, memukul,
membunuh, dan Iainnya.

545 iVlisalkan seorang pengralin kayu berkata, 'Aku rnenrbuat kursi ini
dengan kedua tanganku," tentu maknanya ia melakt.rkan pekeriaan
tersebut dengan tangannya.

.@, ) Sfarah At-@waai,l Al ,Vutsla ( G--*


4J

"Maka ce Lakalah orang- orang y ang rnenuli s kitab d en gan t an gan

mereka (sendiri), kemudian berkata, 'Ini dari Allah,' (dengan maksud)


untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka,
karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang
mereka perbuar'." (QS. At-Baqarah : 79)

Ini menurrjukkan perbuatan yang dilakukan dengan tangan.sa6

Kedua; andaikan yang dimaksudkan adalah bahwa


Allah ii* menciptakan hewan-hewan ternak dengan tangan-Nya,
tentu lafal ayat di atas seperti ini; (l-L:i Q+! ,*: u!li),s47 seperti yang
Allah firmankan tentang Adam;

{ rsr
"Wahai lblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada
yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu
menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk golongan yang
(lebih) tinggi7' (QS. Shad : 75)sa8

Karena Al-Qur'an turun dengan konteks yang jelas, bukan


konteks yang membingungkan; berdasarkan firman-Nya;

546 lnti permasaiahan ini terletak pada huruf ba'. Jika fi'il-nya muta'addi
dengan huruf ba', maka menunjukkan perbuatan yang Iangsung
dikerjakan dengan rangan. Dan jika lidak muta'oddi dengan huruf ba',
maka tidak menunjukkan bahwa tangan tersebut yang mengerjakannya
secara langsung. Lihat; 5yorh ot-Tadmuriyyah, Falih AIu Mahdi, hal:q4.

547 Yaitu men'randarkan fi'il khaloqa (menciptakan) kepada diri-Nya,


kemudian fi'il tersebut muta'addi dengan huruf ba'.

5+8 lblis tidak rnembantah Allah ,.4, karena andaikan yang dimaksud tangan
adalah kekuasaan, tentu lblis berkata, "Engkau juga menciptakan aku
dengan kekuasaan-lr4 u."

----------{ )_ 1 \."i',hat-s,vubhat danTitnlBapann),a ( .@,


menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar
gembirabagi orangyangberserah diri (Muslim) " (QS. An-Nahl : 89)

Karena pendapat pertama batil, maka yang benar adalah


pendapat kedua, yaitu zhahir lafal ayat adalah Allah ,;e menciptakan
hewan-hewan ternak seperti halnya menciptakan hewan-hewan
lainnya.sae Allah tidak menciptakannya dengan tangan-Nya. Hanya
saja, pekerjaan menciptakan ini disandarkan kepada tangan,
seperti halnya disandarkan kepada Zat; sesuai petunjuk bahasa
Arab. Lain halnya ketika pekerjaan disandarkan kepada Zat
dengan menggunakan huruf ba' yang langsung bersinggungan
dengan tangan. Perbedaan ini sudah seyogyanya diperhatikan,
karena memperhatikan lafal-lafal mutasyabihatsso semacam ini
termasuk salah satu jenis ilmu yang terbaik,ssl di samping dapat
menghilangkan banyak kerumitan. ss2

549 Yaitu dengan kuasa-Nya.

55o lni namanya mutasyabihat yang bersifat relatif, dimana mungkin nampak
mutosyabihat bagi sebagian orang saia, sementara bagi yang lain tidak
mutasyabihat. Adapun mutasyabihat hakiki, hanya Allah yang
mengetahuinya, seperti hakikat sifat-sifat-Nya. Lihat; Taqrib ot-
Tadmuriyyah, penulis, hal: 94.

551 Bukan hanya khusus di bidang akidah saja, tapi juga di bidang fiqh,
dimana perbedaan mutasyabih diketahui melalui permasalahan-
permasalahan. Setiap madzhab memiliki karya tersendiri terkait
permasalahan ini. Dan di antara karya yang paiing terkenal di bidang ini
adalah buku berjudul al-Furuq karya al-Qarafi.

552 Syaikhul lslam lbnu Taimiyah berkata dalam at-Tadmuriyyah, hal: 73;
pernyataan yang serupa dengan hal ini adalah menjadikan suatu lafal
serupa dengan sesuatu, yang seiatinya keduanya tidak sama. Seperti
firman Allah;

4 ,ujr j" cj ii -;<ii ,S*.'v *J +j-- ii eii. u .,-llr: Juy


"Wahai lblis, apakah yang menghalangi kamu suiud kepada yangtelah Aku
ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri
atau kamu (merasa) termasuk golongon yang (lebih) tinggt?" (QS. Shad : 75)
Lalu dikatakan; kalam ini sama seperti firman-Nya;

q j-9nL d-'<Jt td 14 Ut-i t++i d.- Ll; -.d uil- Ui tjra iJ:ig

.@, s h Al-@waaid Al- Mutsla


Contoh Keernpatbelas;ss3
Firman A"llah;
--ar.6 I
*tt! -tj attt :,iJ1
c!_,rr

"Bahwasanya orang-orang yang berianii setia kepadamu


(Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanii setia
kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka
barangsiapa melanggar janii, maka sesungguhnya dia
melanggar atas (ianii) sendiri; dan barangsiapa menepati
laniinya hepada Allah rnaka Dia akan memberinya pahda
yang besar." (QS. AJ-Fath : 1O)

Jawab; ayat ini mengandung dua rangkaian kaiimat;

Rangkaian kalimat pertamal firman Allah, "Bahwasanya

= "Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan


ternak untuk mereka, yaitu sebogian dari apo yang teloh Kami ciptakan
dengan tangan-tongon Komi, lolu mereka menguosainyo?" (QS. Yasin : n)
Kedua kalam ini berbeda, karena ayat yang terakhir ini menyandarkan
perbuatan kepada tangan, sehingga kalam tersebut mirip seperti firman-
Nya;

r ; :fr.^,, -(+iicr-S L.r 'a=^; ::;-<.,1r-iU;p


,....9\

"Dan musibah apo pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh
perbuata n t anganmu sendiri, dan Allah memaaf kan banyak (dori kesalahan-
kesalahanmu)." (qS. Asy-Syura : 3o)
Sementara dalam ayat pertama, Allah menyandarkan perbuatan
penciptaan kepada-Nya "Apakah yang menghalongi kamu sujud kepada
yang telah Aku ciptakan," kemudian mengiringinya dengan firman-Nya,
" Dengon ke duo tangon-Ku."

553 Termasuk salah satu contoh yang mana para ahli ta'thil menuduh salaf
menakwilkan nash-nash sifat,

-*--------------f l.Svu[hu ryubha danTan n .@,


orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad),ssa
sesungguhnya mereka hanya beryanji setia kepada Allah." Salaf.
(ahlussunnah wal jamaah) berpedoman pada zhahir dan hakikat
lafal ini, yang dengan jelas menyebutkan bahwa para sahabat
berjanji setia kepada Nabi ffi sendiri, seperti disebutkan daiam
firmanAllah;

e,* €u I i'e-^!l ,;
',' , 1 . .,1. ti
JXj-.q" iJ :r "rJt :* 4)l ?) IeJ4b

*\''r-\q; tis :Jui: :*li etsit


"l.lu
"Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka
b erj anj i s eti a kep a damu (Muh amm a d) di b aw ah p oh o n, D i a m e n get ahui

apa yang ada dalam hati mereka lalu Dia memberikan ketenangan atas
mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat." (QS.
AI-Fath: 18)

Tidak mungkin seseorang memahami firman-Nya,


"Se sun gguhny a m er eka h any a All ah," maks udnya
b e rj anj i se ti a ke p a d a
para sahabat berjanji setia kepada Allah secara langsung.sss Tidak
mungkin pula ada yang mengatakan bahwa itulah zhahir lafal ayat
ini, karena anggapan seperti ini berseberanganss" riengan bagian
awal ayat, berseberangan dengan fakta,:'s7 dan mustahil bagi
Allah ue .ss8

Allah menjadikan janji setia kepada Rasulullah L= sebagai janji


setia kepada-Nya, yang demikian karena Rasulullah ffi adalah

554 Yaitu Bai'atur Ridhwan di Hudaibiyah.

555 Yaitu, Allah menghendaki makna ini, dimana mereka langsung berjanfi
setia kepada-Nya tanpa perantara Rasulullah 91. Tidak mungkin ada
seorang pun memahami makna seperti itu.

556 Maksudnya orang yang menyatakan bahwa zhahirnya seperti itu.

557 Karena fakta menunjukkan bahwa perianjian setia dilakukan kepacia


Rasulullah S.
558 Karena hal ini menafikan ketinggian Allah yang merupakan sifat Zatiyah
Allah. Allah tidak menempati suatu makhluk pun di antara makhluk-
makhluk-Nya, tidak pula berada di burni. lni keyakinan hululiyyah
(pantheisme). Sementara ahlussunnah mengatakan bahwa Allah iauh
dari makhluk-Nya.

.@t s Al- id Al- Mutsla F--**-


utusan-N.rza, Plra sa[:ai'.,,r; untuk berji]rad tti jalan
berjanji .qretia
Aliah:e., dan I:erjanli s,:,:a kepada S.asuiuli;rh,S untuk berjihad
di jalan Rabb i,eng tei;h rn,:ngutr-rs betriau, kar:eria beliau a.dalah
Iiasul-Nya, -rritr:B iltefi,yainpaii<an risalah dari-lrlya. Seperti halnya
taat kepada R;isul ariai"jr iaat kepada R"abb r/ang mensutlrsnya,
berdasarkan 6r man A;.lah;

gli :':l; jr u.r .rJ:"; ,.,"-; *lrt '*i * J;)l qH ..JF


a
',.U^; i
"
"Barangsiapa menuati P.asuI (Multarnntari), maka
sesungguhnya ciia telah menaati AlLah. Da.n barangsiapa berpaling
(dari ketaatan itu), rnaka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu
(Muhammad) untuk menjadi pernelihara mereka." (QS. An-Nisa':
80)

Janji setia para sairabat kepada R.asuiullah M y"rg disandarkan


kepada Allah, :nenunjukkan kemuliaan yang Allah berikan kepada
Nabi .*$, juga pertolc,ngan cian dukungan-IJya untuk janji setia
ini. Sr-"kaligus rnenun]ukkan keagungan janji ini, dan juga para
sahabat 1'ang n,elakukan sumpah setia tersebut. Ini tentu jelas bagi
siapapun.

Rangkaian halimat kedua; firman Ailah,"TanganAllah di atas


tangdn mereka.' Lafal ini juga sesuai zhahir dan hakikatnya, karena
tangan Allah.,: berada di atas tangan para sahabat yang berjanji
setia, karena t.rngan adalah salah satu sifat Allah, dan Ia berada
di atas mereka; <ii atas Arsy-Nya. Dengan demikian, keberadaan
tangan Allah di atas tangan rnereka55e adalah zhahir, dan hakikat
lafal tersebut. Sekaligus sebagai penegas janji setia kepada Nabi

559 Ada lima pendapat mufassir terkait ayat ini;


Pertamal tangan Allah dalam kesetiaan, berada di atas tangan mereka.
Kedua; tangan Allah dalam memberikan balasan, berada di atas tangan
mereka.
Ketiga; tangan Allah berada di atas tangan mereka, dalam hal memberikan
karunia, dan petunjr:k kepada mereka. Ketiga pendapat ini disebutkan
az-Zaiiai.
Keempat; ker<uatan dan pertolongan Allah berada di atas kekuatan dan
pertolongan mereka. Pendapat inidisebutkan lbnu Jarir dan lbnu Kaisan.
Namun jika makna rni disertai dengan menetapkan adanya tangan,
berarti termasuk dalam pengertian; berada dalam pengawasan Kami,
seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya.
Kelima; pendapat yang dipilih penulis. Inilah pendapat salaf.

1. S vubhat- syubhat dan Ti n .@,


M y^rg sejatinya merupakan janji setia kepada Allah *l . Namun
bukan berarti tangan Allah yang menjabat tangan para sahabat.
Bukankah langit di atas kita, meski langit jauh dari kita. Dengan
demikian, tangan Allah u; berada di atas tangan para sahabat yang
berjanji setia kepada Rasul-Nya, meski Allah berada jauh di atas
makhluk-Nya.

Tidak mungkin ada orang yang memaharni bahwa maksud


firman Allah, "Tangan Allah di atas tangan n'Lereka," adalah tangan
Nabi ffi,s60 atau menyatakan bahwa itulah zhahir lafal, karena Allah
menyandarkan "tangan" kepada diri-Nya dan mensifatinya berada
di atas tangan mereka. Sedang tangan Nabr g-! ketika membaiat
para sahabat, tidak berada di atas tangan mereka. Namun beliau
menjulurkan tangannya kepada mereka, ialu menjabat tangan
mereka. Sehingga posisi tangan beliau adaiah sejajar dengan tangan
mereka, bukan di atas tangan mereka.

= Silahkan lihat pendapat-pendapat ini dalam tafsir; lbnul )auzi {YlllqzT),


ath-Thabari (Xlll/76), lbnu Katsir {Vll+z), al-Alusi (XXVil96), asy-Syihab
(lX/5zt), lbnu Athiyah (XllU441), asy-syirbini (irl42)" Shadiq Hasan Khan
(Xlll/93), ats-Tsa'aiabi (tllltg$, al-Baghawi(lV/ruo), ai-Jamel(Vlllutz),lbnu
Hayyan (Vlil/t56), Muhyiddin Syaikh Zadah !.1V1317), cian asy-Syaukani
(v/68).

560 Liha| Tafsir alBahrul Muhith, Abu Hayyan (lx/qz), dan ;n-Nasafi (lli/llS).

.@, Syarah Al-@waaid Ai- Mutsio


s61
Contoh Kelimabelas;

Firman Allah dalarn hadits qudsi;


"Wahai anakAdam! Aku sakit tapi kau tidak
meniengult-Kur"
(d-hadits.)
-"gt_:6\Y/a'Ll7e. ' ''
ggvd/sl
- tV-'

Hadits ini diriwayatkan Muslim562 dalam bab; fadhl'iyadatil


maridh, kitab; al-birr wash shilati wal adab, hadits nomor 43,
halaman: 1990, dari Abu Hurairah .&9' , ia berkata; Rasulullah &
bersabda;

-, u- JL; .ri; # j)-,,!i jr i; i;;all ,; iA ,h: y ^t


,Ji

56t Mereka, para ahlita'thilmenyatakan bahwa zhahirhadits ini menuniukkan


Allah lapar, haus, dan sakit, dan salaf menakwilkan hadits ini.

562 Lihat syarah nadits inr didalam; an-Nawawi(XVl/rz6), al-Qurthubi(Vl/551),


Syarh Ubai dan as-sanusi (VlU24).

1. S vub h at - s|' ubh at clan Tan g gap ann, .@,


Rabb! Bagaimana aku menjenguk-Mu sementara Engkau adalah Rabb
seluruh alam?' Allah berfirman, 'Bukankah kau tahu bahwa hamba-
Ku si fulan sakit tapi kau tidak menjenguknya. Bukankah kau tahu
andai kau menjenguk-Nya, tentu kau mendapatkan (pahala)nya di sisi-
Ku? Wahai anak Adam! Aku meminta makan padamu, tapi kau tidak
memberi-Ku makan.' la (hamba) berkata, 'Ya Rabb! Bagaimana aku
memberi-Mu makan, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam.'
Allah berfirman, 'Bukankah engkau tahu bahwa hamba-Ku si fulan
memintamu makan, tapi kau tidak memberinya makan? Tidakkah
kau tahu, bahwa seandainya kau memberinya makan, tentu kau
mendapatkan (p ahala)nya di sisi-Ku? Wahai anak Adam, Aku meminta
minum padamu, tapi kau tidak membei-Ku minum.' Ia (hamba)
berkata, 'Ya Rabb! Bagaimana aku memberi-Mu minum, sementara
En gkau a d al ah R abb s eluruh al am.' AIIah b e rfirm an :' H amb a - Ku s i f ul an
memintamu minum, tapi kau tidak membeinya minum? Seandainya
Kau memberinya minum, tentu kau mendapatkan (pahala)nya di sisr-
Ru'."

Jawab; salaf berpegang dengan hadits ini tanpa mengalihkannya


dari zhahirnya; dengan merubah-ubah sesuai hawa nafsu. Mereka
hanya menafsirkannya sesuai lafal yang &sebutkan,s63 karena
firman-Nya, "Aku sakit ... Aku meminta makan kepadamu ..- Aku
meminta minum kepadamu," dijelaskan Allah ie sendiri melalui
firman-Nya , "Bukankah kau tahu bahwa hamba-Ku si fulan sakit tapi
kau tidak menjenguknya. Bukankah kau tahu andai kau menjenguk-
Nya, tentu kau mendapatkan (pahala)nya di sisi-Ru? Wahai anak
Adam! Aku meminta makan padamu, tapi kau tidak memberi-Ku
makan.' la (hamba) berkata,'Ya Rabb! Bagaimana aku memberi-Mu
makan, sementara Engkau adalah Rabb seluruh alam.' Allah berfirman,
'Bukankah engkau tahu bahwa hamba-Ku si fulan memintamu makan,
tapi kau tidak memberinya makan? Tidal"kah kau tahu, bahwa
seandainya kau memberinya makan, tentu kau mendapatkan (pahala)
nya di sisi-Ku? Wahai anak Adam, Aku meminta minum padamu,
tapi kau tidak memberi-Ku minum.' la (hamba) berkata, 'Ya Rabb!
Bagaimana aku memberi-Mu minum, sementara Engkau adalah Rabb

563 Mirip seperti lafal umum ketika disandingkan dengan pengecualian,


batasan, atau sifat, seperti firman-Nya, "Dan sungguh, Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama
seribu tahun kurong lima puluh tahun;' (QS. Al-'Ankabut : t4) Disepakati
bahwa zhahir lafal ini bukanlah seribu tahun penuh. Lihat; Mauqiful
Mutakallimin, al-Ghushan (l l/8zt).

.@, s Al- id Al- Mutsla o---_


seluruh alam.' All o.h b erfirman:' Hamb a-Ku si fulan memintamu minum,
tapi kau tidak memberinya minum? Seandainya Rau memberinya
minum, tentu kau mendapatkan (pahala)nya di sisi-Ku'." Firman ini
dengan jelas menunjukkan yang sakit adalah seorang hamba di
antara hamba-hamba Allah, yang meminta makan adalah seorang
hamba di antara hamba-hamba Allah, dan yang meminta minum
adalah seorang harnba di antara hamba-hamba Allah.s6a

Penafsiran ini bersumber dari Allah sendiri yang menyampaikan


hadits ini, dan Dia lebih tahu maksud-Nya. Karena itu, jika kita
menafsirkan sakit yang disandarkan kepada Allah, meminta
makan yang disandarkan kepada Al1ah, dan meminta minum
yang disandarkan kepada Allah, sebagai sakitnya seorang hamba,
permintaan makan dan minum seorang hamba, ini bukanlah
memalingkan kalam dari zhahirnya, karena penafsiran ini
bersumber dari Aliah sendiri, sehingga kalam ini persis seperti
makna yang Allah inginkan sejak awal. Dan tidaklah, Allah
menyandarkan sakit, meminta makan, dan meminta minum
kepada diri-Nya, kecuali sebagai motivasi. Ini seperti firman Allah;

-a"r,"'itrZ; ut;;\ i"*W u; *; it ,ri


, . ta a - .n j o- i

6ir r: ;y
'

',
,( j#j
: . ,: .;, '
& ltj' 4"i
"Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka
Allah melip at gand akan ganti kep ad any a d en gan b any ak. Allah menah an
dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan."
(Q$. Al-Baqarah :245)

Hadits ini termasuk saiah satu hujah terbesar yang mengalahkan


ahli takwil, yar:,g merubah nas,1r-nash sifat dari zhahirnya tanpa
dalil kitab Allah;e ataupun sunnah Rasul-Nya. Mereka semata
merubah-ubah nash dengan berbagai syubhat yang batil, yang
mereka sendir.i_mengal4mi kerancuan dan kontradiksi di sana.

564 Syaikhul Islarn lbnu Taimiyah berkata dalam at-Todmuriyyah, hal: 73;
hadits ini jehs menunjukkan bahwa Allah tidak sakit, tidak lapar, dan
tidak haus. v,ang sakil, lapar, dan haus adalah hamba-Nya. Lapar dan
sakitnya Allan ditafsirkan oleh lafal berikutnya; "Andaikan kau
memberinya tnakan, t.entu kau mendapati (balasannya) di sisi-Ku, dan
andai kau men jengukunya, tentu kau mendapati (balasannya) di sisi-Ku,"
sehingga tidak ada satu lafal pun dalam hadits ini yang memerlukan
penakwilan.

----*---{ 1. Svubhat-svubhat dan Thn nn .@,


Andaikat.a makna ini -sebagaimana persangkaan rnereka- tidak
sesuai dengan zhahir, maka sudah tentu Allah dan Rasul-Nya akan
menjelaskannya. Dan andaikan zhahir tersebut adaiah mustahil
bagi Allah -seperti yang mereka katakan-, maka sudah pasti
diterangkan oleh Allah dan Rasul-Nya; seperti yang cj.isebutkan di
dalam hadits ini. Dan andaikata zhahir nash'nash sifat ;;ang sesuai
dengan keag'angan Allah dianggap mristahii, rnaka sud;lh pasti di
dalam Al-Qur'an dan sunnah terdapat banyak sekaii sifat-sifat
yang mustahii bagi Allah. Sungguh, ini merupakan statemen yang
paling absurd.

Cukup sarnp;ii di sini saja tontoh-contoh 'rang bisa kita


ketengahkan, agar dijadikan sebagai petrita bagi permasalahan-
permasalaharr serttpa,s6s karena kaidahnya Lentu sudah maklum di
kalangan ahlu s sunnah wal j amaah, yaitu mernberlakukan ayat-ayat

565 Berikut, karni tambahkan dua contoh lainnya d lirar contoh-contoh yang
telarh disebu tkan penulis, seperti diseL'r,rtkan dalam I'"4 auqif u!Mutakallimin,
5ulaiman ai-t,hushan (ll/8zr);
Contohpertama1:':,:",^]::l,i.;:,,:::,,
1 f"y g1r-,4u1 rt d'I)r
^.: C rj; ';i'',i uFI; ;,-t;t ltf
"Dan milik Allcth timur dan barot. Kemanaaun kamu menghadap di
sanalah waioh Aililh. Sungguh, Allch Nloholuas, fiidha Merrgetahui." (q5. Al-
Baqarah : 15)
Diriwayatkan dari Muiahid; ia berkata terkait tafsir ayat ini. "Kiblat Allah.
Maka dimanapun kamu berada; baik di timur maupun di barat, janganlah
kamu menghadap selain ke sana."
Kelompok yang menaf ikan sifat-sifat Allah berhuiah pada ayat ini dengan
menyatakan bahwa penakwilan ,uga dilakukan salaf. Mereka
menyebutnya, saat mendebat Syaikhul lslam lbnu Taimiyah.
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah membantah mereka, bahwa memang
riwayat ini shahih dari Mujahid dan asy-Syafi'i. Namun ayat ini tidak
termasuk ayat-ayat sifat, sehingga tidak bisa diiadikan huiah bagimereka.
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah menjelaskan, siapa menganggap ayat ini
termasuk ayat-ayat sifat, ia keliru. Meski di dalam ayat ini disebut kata
waiah, namun yang dimaksudkan dalarn ayat ini adatah kiblat. Karena
wajah dalam bahasa Arab berarti arah. Cr:ntoh; (+-.* ++: gi) artinya;
hendak ke arah rnana kamu pergi? Contoh iainl (J) c,-tl'-'r a;.eJl [l ':,' a
+s_5Jl l:r) artinya; aku hendak menuiu ke arah ,tu, dan aku bepergian ke

arah itu. Seper"ti f irman Aliah, "Dcln setiap umui mempunyai kiblat yang
dia menghodap kepacianyo." (q5. Al-Eaqarah : 148) Rangkaian kalam di
dalam ayai rirenuniukkan maksr"lcl yiin, terkandung, karena

ada la h a ra h, "l(emd napun kamu menghadap tii sanalah woloh Allah," (4\)
adalah zharaf, dan (ilr:) artinya menghaclai:l:h"

.@, Svdrah Al- id Al- ,Mutsla o---**.


= Dengan demikian, makna ayat ini adalah dimana saja kamu berada,
maka menghadaplah ke sana, karena di sanalah wajah AIlah. Allah
menjadikan wajah-Nya di tempat dimana seseorang menghadap, dan
Allah mengabarkan oahwa semua arah milik-Nya. lni menunjukkan
bahwa idhafah di sini adaiah idhafah pengkhususan dan pemuliaan.
Seakan AIlah mengatakan, "Arah Allah dan kiblat Allah."
Maksudnya, jika dikatakan; "Di sanalah kiblat Allah," ini bukan takwil
yang diperdebatkan yang dipungkiri oleh kalangan yang mengingkari
takwil ayat-ayat sifat, dan tidak bisa dijadikan dalil untuk membantah
kalangan yang menetapkan sifat-sifat Allah, karena makna ini benar dan
ditunjukkan oleh ayat.
Contoh kedua; firman Allah,
" (l ngatlah) pa da har i ketika b etis disingka pkan." (QS. A l- Qa lam : 4z)
Diriwayatkan dari lbnu Abbas bahwa ia berkata terkait ayat ini, "ltu
adalah perkara berat dan mengerikan di antara perkara-perkara
menakutkan di hari kiamat." Penafsiran serupa juga diriwayatkan dari
lkrimah.
Ayat ini diiadikan hulah oleh kaiangan yang menafikan sifat-sifat Allah
dari kalangan ahli takwil sebagai alasan untuk membenarkan penakwilan
semua sifat-sifat. Tar,ggapannya adaiah; ayat ini tidak secara jelas
menyebut betis sebagai sifat Allah;::. Oieh karena itu, sejumlah salaf
menafsirkan "menyingkap" sebagai perkara yanB berat, seperti
perkataan orang (elL ,.,. .+-,Ji ."'i 1<) yang secara harfiah berarti; perang
menyingkap betisnya, maksudnya perang berkecamuk. Penafsiran
seperti ini bukanlah menakwilkan sifat-sifat Allah. Karena itulah salaf
menetapkan betis sebagai salah satu sifat Allah, seperti disebutkan
dalam hadits yang secara ielas menyebutnya, yaitu hadits Abu Sa'id
dalam kitab Slrahihain. Dalam hadits ini disebutkan; "(Allah) menyingkap
betis-Nya." ini menunjukkan bahwa salaf tidak bermaksud menakwilkan
sifat, tapi hanya menafsirkan ayat ini dengan maknanya yang zhahir.
Syaikhul lslarn rbnu Taimiyah berkata, "Tidak diragukan lagi bahwa zhahir
Al-Quian tidak menunlukkan bahrva ayat ini termasuk ayat sifat, karena
la berf irman ,'1'lngatlah.; pada hori ketika betis disingkapkon ' (QS. Al-Qalam
: 4z) karena (ui;) disecut dala' ' bentuk nakirah dalam penetapan dan
tidak disanda;'kan kepada Aiiah. Allah tidak mengatakan; (^cu .r').
Karena lafai i-ii-) tida< disebut cjalam bentuk makrifat mudhaf maka
tidak jeias jika lafal (Ls;) termasuk sifat-sifat Allah kecuali dengan dalil
lainnya. Permasalahan seperti ini tidak disebut takwil, karena takwil
adalah mengalihkan ayat dari petunjuk, pengertian, dan maknanya yang
diketahui."
Dengan demikian jelas bahwa tidak ada hujah bagi kalangan yang
menafikan sifat dari kalangan ahli takwil terkait tudingan mereka, bahwa
salaf menakwilkan sebagian nash-nash sifat.
Juga nanrpak jelas berdasarkan uraian di atas bahwa penafsiran-
penafsiran salaf terhadap nash-nash di atas, sesuai dengan zhahirnya
yang pantas bagi Allah ;;, dan penafsiran-penafsiran mereka ini

*"------{ 1. Svubhut- danTa nn .@,


= dituniukkan oleh indikasi-indikasiyang benar. rang tersa!"r'rL\unp, dengan
nash, ataupun terpisah.
Sebelumnya suciah kita ketahui bah"'ii: r,ilam Allaii :,,' iiart kaiam
Rasulullah Lt,ikaberupa :nujmal dar, rha:lil','ia,i k.:,iarn :ersebut
dijelaskan rnaknanya oleh kalam iain ;vang terr,iJbting :ltaiipun terpisah,
maka menafsirkan kalam tersebut dengan makna yang lain tadi, tidak
dikatakan menyimpang dari kalam Ailah dan k;lant Ra,,tri'Nya. Tidak acia
aib ataupun kekurangan 63136 hal ini.
Penafsiran ini bukanlah takwil tercrla yang mqr;jadi perdei:atan di antara
kalangan alrlr-rssunnah dan lawan law;nt'tya t;ar! lialang:n ahli takwil;
mereka para ehli tal<wil banyak rnen.iadikan zhahir kaiam dari nash-nash
syar'i sebagai mekna yang keluar dari kontek:,n;'a. J;r"i rrakna-makna
kufur dan se:iat, untuk kemudian mereka takr,r'ilkan nrakna-makna
terseLrut, sehirrgga mereka pun terjebak dalar-rr rlua larangan;
Fertama; dr,rgaar: Lratil terhadap zhahir nesh-n.rsh 5yar'1.
Kedua; merrr[::ah rnakna-makna nash yang hakr<i'
Kesirnpulannva, tidak semua takwii itu nat!i, k;rena ada takwil batil, dan
ada pula takwrl .vang haq atau benar. Takwil ./ang benar adalah takwil
yang men'lentrhi syarat'syarat takwil yarrg b€nar, baik disebut takwil,
tafsir, atauprjn yang lain. Di antara contoh takwil y;ing benar adalah
firnrarr All;:h berikut;
_ ',: .. .'. :l :,'
i .r-,-i# ej, ,rJ' r+ $;i 3^ -euni '-*J, f ; tr:"r ,-rJte
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencorT'puradukkan iman mereka
dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapot rdsa aman don
mereka mendapat petuniuk." (QS. Al-An'am : 8z) Takwil yang benar untuk
lafal "zalim" dalam ayat ini adalah syirik, seperti clituniukkan f irman Allah
kala menuturkan perkataan Luqman;
J
tI.I
q ,-.-k9 ,Jtlr) rr:.1; j1i'u lr- 'j ;U F

"Wahai anakku! )anganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya


mempersekutukan (Allah) adoloh benor-benar kezalirnan vong besar." (Q5.
Luqman: t3)
Juga berdasarkan hadits dalam kitab Shahih yang iliriwayatkan dari
Abdullah bin Mas'ud qF. , ia berkata, "Ketika ti.rrun ayeti 'Orang-orang
yang berirndn dan tidak mencampuradukkcn iman mertka Cengan syirik,'
para sahabat berkata, 'Siapa di antara kita yer")g tidak b,erbuat zalim?'
Lalu setelah itu turun ayat; 'sesungguhnyct men'r;ersekutukan (Allah) adalah
b en a r-b en ar kezali mon y ang b esar'."

Dengan demikian, kita tahu bahwa nash-riaslt syar'i boieh ditakwilkan


dengan carcr tdkhisul 'ocm (mengkhusukan yar g umunr) , taqyidul mutlak
(membatasi ';ang mutlak), dan tabyinul rntlmal (menjelaskan yang
{lobal), yakrri kctika syarat-syarat takwil yang benar terpenuhi di dalam
nash, dengan berdasar pada dalil-dalil yang sh 'hih.

-7
O----
\
dan hadits-hadits sifa; sesuai zhahirnya tanpa tahrif, ta'thil, takyif,
ataupun tamtsil. Kaidah di atas sudah dibahas sebelumnya secara
lengkap dalam kaidar-kaiCah nash-nash sifat. Segala puji bagi
Allah, Rabb seluruh aiam.

-----*------------{ 1. Svuhhat-si'ubhat dan Ti .@,


PASAI, KELIMA
=-.__.4.
Penutup

NhsD.i
Jika ada yang berkata; kita teiah mengetahui kebatilan
madzhab ahtri tai<wii terkait sifaf-sifat Allah, dan seperti diketahui
bahwa Asya'irah termasuk kalangan ahli takwil yang menakwilkan
sebagian besar sifat-sifat Aliah.

Bagaimana bisa madzhab mereka dikatakan batil,s66 padahal


saat ini mereka berjumiah 95% darikeseluruhan kaum muslimin?.

Bagaimana madzhab mereka batil, padahal panutan mereka


dalam takwil adalah Abul Hasan al-Asy'ari?s67

Bagaimana madzhab mereka batil, padahal di antara mereka


ada ulama fuiair dan luian yang dikenal tulus memberi nasihat
untukAilah, kitab-Nya Rasul-Nya, para imam kaum muslimin dan
kalangan awam di antara mereka?s68

Kami katakan, sebagai iawaban dari pertanyaan


pertamal kami tidak menerima jika prosentase kalangan Asya'irah
mencapai sedemikian banyak jika dibandingkan dengan kelompok-
kelompok kaum muslimin lainnya, karena pengakuan ini masih
memerlukan data yang akurat.

Seandainya pun kami terima pernyataan, bahwa jumlah


mereka memang sebanyak tadi, atau bahkan lebih, tetap saja hal ini
tidak menunjukkan bahwa mereka terjaga dari kekeliruan; karena
'ishmah (kemaksuman) ada pada ijma'kaum muslimin, bukan pada
pendapat mayoritas.

Selanjutnya perlu kami sampaikan bahwa ijma'kaum muslimin


dahulu kala berbeda dengan pemahaman ahli takwil, karena
salafusshalih dari generasi awal umat ini, yaitu para sahabat;
mereka adalah generasi terbaik, para pengikut mereka, dan para
imam-in:am petunjuk selanjutnya; semuanya sepakat dalam
menetapl:an 11arna-nama dan sifat-sifat yang ditetapkan oleh Allah
untuk diri-Nya, atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya bagi-Nya,
dan memberlakukan nash-nash secara zhahirnya, sesuai dengan
keagungan Allah [Ez tanpa tah rif, ta'thil, takyif , ataupun tamtsil.

566 Pertanyaan pertama.

567 Pertanyaan kedua.

568 Pertanyaan ketiga.

---"-------{ 5. Penut .@,


Para sahabat adalah generasi terbaik berdasarkan nash
RasulullahtE, dan ijma' mereka adalah hujah yang mengikat,
sebagaimana ditunjukkan oleh nash Al-Q-ur'an dan Sunnah.
Sebelumnya telah dinukil ijma' mereka, pada kaidah keempat clari
kaidah-kaidah nash-nash yang berkaitan dengan sifat.

Jawaban untuk pertanyaan kedua; ,A,bul Hasan al-Asy'ari


dan para imam kaum muslimin lainnya tidak mengklaim bahwa
diri mereka terjaga dari kekeliruan. Bahkan, mereka mendapat
predikat sebagai imam di dalam agama, ketika mereka marnpu
mengenali kapasitas diri mereka, dan menempatkan diri sesuai
dengan posisiny'a. Di dalam hati. mereka begitu mengagungkan
Al-Qur'an dan Sunnah, hingga hai ini, pantas mr:mhuat mereka
menjadi imam.

Allahrueberfirman;

q;i, r.sq! rrG; i:-* H (;'q;rr+- {*\ &" tk;F


"Dan Kami jadikan di antara rnereka |tu pemimpin-Tsemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka
rneyakini ayat-ayat Kami." (QS. As-Saidah : 24).

Allah tg berfirman tentang Ibrahim;

J . , U ,.:
.1['t -
"lJ'e
V,i.u tSU ;;i j6 ;-,61-,:!
\'- -': :,
jlh

{rr r'y # r\t ,l\ir:,;riu>t H")


"Sungguh, Ibrahim adalah ,rorong imam Qang dapat diiadikan
teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk
orang musyrik (yang mempersekutukan Allah) , dia mensyukuri nikmat-
nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang
htrus." (QS. An-Nahl: 120-121)

Selanjutnya, kalangan terakhir A-oya'irah yan1 mengaku


pengikut Abul Hasan al-Asy'ari, ticlak nrengikuti imam mereka
dengan cara yang seharusnya, karena Abul I-lasan ai-A.sy'ari dalam
kisah hidupnya rneialui tiga fase akidah;

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mursla (ts-**


Fase pertamal Abul Hasan al-Asy'ari menganut paham
Mu'taziiah selama empatpuluh tahun; membela paham ini, Ialu
setelah itu beliau meninggalkannya, dan secara terang-terangan
menyatakan bahwa lvlu'tazilah sesat. Beliau bahkan mati-matian
membantah mereka."6s

Fase kedual fase antara Mu'tazilah murni, dan ahlussunnah


murni. Daiam fase ini, ia mengikuti manhaj Abu Muhammad
Abdullah bin Sa'id bin Kilab.s7o

Syaikhul I slam Ib nu Taimi y ah dalam M aj m u' al- F at aw a (yI / 4T 1,)


berkata; "Al-Asy'ari dan orang-orang semisalnya adalah dinding
pembatas, antara salaf dan Jahmiyah. Mereka ini mengambil kalam
yang shahih dari ahlussunnah, dan mengambil asas-asas logika dari
Jahmiyah, yang dikiranya benar padahal keliru."

Fase ketigal fase berpegang dengan madzhab ahlussunnah


dan ahli hadits; mengikuti Imam Ahmad bin Hanbal +ig, seperti
yang ia nyatakan sendiri dalam bukunya; al-Ibanah fi Ushulid
Diyanah. Buku ini termasuk buku terakhir yang ia tulis.

Ia berkata pada rnukadimah buku;s71

g datang kepada kita dengan membawa kitab yang mulia;


"Nabi
tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari
belakang (pada masa ialu dan yang akan datang), yang diturunkan
dari Tuhan Yang Mahabijaksana, Maha Terpuji. Di dalamnya,
Allah menyatukan ilmu orang-orang terdahulu, dan denga,nya, Ia
menyempurnakan segala kewajiban dan agama. Kitab itu adalah

569 Majmu' al-Fatawa Syaikhul Islam tbnu Taimiyah (tV17z). Lihat; Tabyin
Kadzibil Muftari,lbnu Asakir, hal: 34.

57o Majmu' Fatawa Syaikhul lslam tbnu Taimiyah (V/556).

57t Sebagian kalangan Asya'irah mengingkari penisbatan buku ini kepada


lmam Abul Hasan al-Asy'ari. Lihat; Nazhrah 'tlmiyyah fi Nisbatit lbanah
)ami'ihi li Abil Hasar,, Wahbi Ghaufi. Lihat juga tulisan lmam al-Asy,ari
dalam risalahnya yang berjudul; Risalah ats-Tsaghr, yang ditahqiq oleh Dr.
Muhammad al-Julainid dan Abdullah al-Junaidi.
Fase-fase keyakinan Abul Hasan al-Asy'ari yang disebutkan penulis ini
masih diperdebatkan di kalangan peneliti. Silahkan simak terkait
persoalan ini dalam Mauqif lbni raimiyah minal Asya'irah, Dr. Mahmud
(tb61).

_--*_--__{ 5. Penutu .@,


jaian Allah yang lurus, dan tali-Nya yang kokoh. Siapa herpegang
teguh kepadanya, ia selamat. Dan siapa yang menyalahinya, ia
tersesat dan terjatuh dalam kebodohan.

Di dalam kitab-Nya, Allah mendorong k:ta untu.k berpegang


teguh pada sunnah Rasul-Nya. Ia berfirman;

,..1 & t, 1 ,. . tr. , .


ir:;;
7

J,r: dl d! drl llillr. lJ#"U * ;SQ Sj Jr.:,!t ;r;T

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimaiah. Dan apa


y ang dilarangny a b agimu maka tinggalkanlah " D an b ertalkw alah kepada

Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nt--4." (QS. Al-Hasyr :


7)."

I)an seterusnya hingga perkataan beiiau;

'Allah mernerintahkan mereka untuk taat kepaiia liasul-Nva,


sebagaimana juga memerintahkan mereka untuk taat kepada-Nya.
Allah menyeru mereka untrik berpegang tcguh pada sunnah nabi-
Nya, sebagaintana ia memerintahkan mereka unttrk nitnganraikan
kitab-Nya.

Namun banyak di antara orang yang dikuasai c,leh kejahatan


diri mereka sendiri dan diku;,sai oleh setan; mencampakkan sunah-
sunah nabi Atrlah di belakang punggung mereka, clan memiiih
beralih pada warisan para leluhur. Mereka mengikuti amalan dan
agama para leluhur mereka, membataikan sunah-sunah Rasulullah
ffi; menolak, dan mengingkarinya, sebagai bentuk kebohongan
mereka terhadap Allah. Mereka ini benar-beRar tersesat dan tidak
mendapat petunjuk."

Setelah itu Abul Hasan al-Asy'ari menvebut bebcrapa asas ahli


bid'ah dan mengisyaratkan kebatilannya, beiiau herkata;

'Jika ada yang mengatakan; Anda mengirrgkari pernyataan


Mu'tazilah, Jahmiyah, Haruriyah, Rafidhah. cian l'.1u;:jiah. Maka
terangkanlah kepada karni, bagaimana sebenarn,rra sikao Anda, dan
agama yang Anda anut?

.@, Syarah Al-@waaid Al- ,Autsla or--*


Jawab; siitap yang kami nyatakan, dan ag.aina yang kami
anut adalah berpegang teguh pada kitab Rabb kita &;_z , SUDrri.h
nabi kita, atsar yang diriwayatkan dari sahabat, tabi'in, dan para
imam ahli haciits. Kami berpegang teguh padanya, dan juga pada
pernyataan Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal;
semoga Allah membuat wajahnya berseri, mengangkat derajatnya,
dan memperbesar pahalanya, karena beliau adalah seorang imam
agung dan pemimpin sempurna. Dan kami menjauhi setiap orang
yang menyelisihi pernyataannya."

Setelah itu Abul Hasan al-Asy'ari memuji beliau, karena Allah


telah menunjukkan kebenaran melalui wasilahnya. Dan setelahnya,
Abul Hasan al-Asy'ari menyebutkan ketetapan sifat-sifat, persoalan
takdir, syafaat, dan sejumlah sam'iyyat yang ia perkuat dengan
dalil-dalil naqli dan akal.

Bertolak belakang dengan kalangan Asya'irah generasi terakhir,


dimana mereka berpedoman pada fase kedua dari fase-fase akidah
Imam Abul Hasan al-Asy'ari, dan lebih memilih metode takwil
dalam seluruh nash-nash sifat, dan hanya menetapkan tujuh sifat
saja yang disebutkan dalam bait syair berikut;

Hayyun (Maha Hidup),'Alimun (Maha Mengetahui), @dirun


( Maha Kuasa), kalam-Nyo

Iradah (kehendak), seperti itu juga sama' (pendengaran), dan


bashar (penglihatan)

Mereka berbeda pendapat dengan kalangan ahlussunnah


terkait penetapan sifat-sifat ini.

Ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan komentar


tentang Asy'ariyah di dalam Majmu' al-Fatawa (VI/359), ia berkata;

"Yang dirnaksudkan adalah kalangan Asya'irah yang menafikan


sifat-sifat khabariyah. Adapun siapa di antara mereka yang
berpedoman pada kttab al-lbanah yang disusun al-Asy'ari di
akhir-akhir masa hidupnya, dan tidak nampak pernyataan yang
kontradiktif darinya, maka ia dianggap ahlussunnah."

Sebelumnya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata di halaman:


310;

*.---.--..-H 5. Penutu .@,


'Asya'irah kebaiikan dari mereka, dan pernyataan mereka ini
mengharuskan ta'thil, karena menurut mereka Ailah tidak berada di
dalam alam, dan tidak pula di luar alam. Dan kalam Allah maknanya
sama; ayat Kursi, ayat tentang hutang, kitab 'faurat, dan kitab lnjil
semuanya sama. Pendapat ini jelas sangat keliru."

Murid Syaikhui Islam Ibnu Taimiyah; Ibnul Qayyrm, berkata


dalam an-Nuniyy ah, halaman : 312, syarah al-Harras;

Ketahuilah bahwa tarekat mercka adalah kebalikan


Jalan lwus bagi yng punla dua mata
Sampai pada perkataan;
Herunlah kepada orang buta mata ydng melihat
Keberadaon muqallid yang memlliki dulil
Dan memandang taqlid lebih utama dari pada Sang lain
Tanpa adanya bukti dan ,lalil
Itlamun mereka buta dari dua wahyu, karena inereka tidak me-
mahami
Makna keduanya, aneh sekali orang lan7 terhalang (dari pe-
tunjuk)

Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqihti berkata dalam Tafsir


Adhwa'ul Bayan (lll319) terkait penafsiran istiwa Allah di atas
Arsy, yang tertera dalam surah Ai-Araf;

"Ketahuilah, banyak manusia dari generasi akhir keliru


dalam persoalan ini; mereka menyatakan bahwa zhahir ayat yang
sebenarnya langsung bisa dipahami, dari makna istiwa dan tangan
misalnya, yang tertera di dalam Al-Qur'an, merrurut mereka
menyerupai sifat-sifat makhluk. Mereka berkata, 'Kita harus
mengalihkan nash-nash ini dari bentuk zhahirnya.'

Orang yang memiliki sekelumit akal pun pasti tahu, bahwa


hakikat pernyataan rnereka terkai.t sifat-sifat Nlah ini, yang
seharusnya langsung bisa dipahami oieh akal berdasarkan zhahir
ayatnya, adalah pengingkaran terhadap kitabullah, <ian berbicara
tentang Allah dengan sesuatu yang tidak patut bagi-liya.

.@, Svarah Al- id Al- Mut:la


Padahal Nabi ffi yang diwahyukan kepada behau;

4, a;fu ;p\.i,**tl J; u
{d }.;nt.Ut uj;i; }
"Dan Kami turunkan Adz-Dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar
engkau meneran gkan kep ada manusia ap a yang telah diturunkan kep ada
mereka dan agar mereka memikirkan " (QS. An-Nahl z 44).

Tidak menjelaskan satu huruf pun tentang hal itu. Dan


berdasarkan ijma' ulama yang menjadi acuan, bahwa tidak boleh
bagi Nabi ffi untuk ta'khirul bayan 'an waqtil hajah (menunda
penjelasan pada saat diperlukan), terlebih terkait persoalan akidah,
dan apalagi hal ini menyangkut ayat-ayat yang diklaim oleh ahli
ta'thil sebagai ayatyangsecara zhahir menunjukkan kekufuran dan
kesesatan.

Hingga datanglah orang-orang bodoh dari generasi akhir yang


menyatakan bahwa Allah menyebut sifat untuk diri-Nya, yang
secara zhahir tidak patut bagi-Nya, dan Nabi ffi telah sengaja
menutupi bahv,ra zhahir dari ayat-ayat tersebut adalah kekufuran
dan kesesatan yang wajib ditakwilkan.

Semua ini tidak lain berasal dari rekaan mereka sendiri, tanpa
bertumpu pada dalil Al-Qur'an ataupun Sunnah. Subhanallah!.
Ini adalah kedustaan besar. Tidak ayal lagi, bahwa pernyataan
semacam ini merupakan sepuncak-puncaknya kesesatan, dan
sebesar-besarnva kedustaan atas nama Allah aj. dan Rasul-Nya gE.

Kebenaran yang iidak diragukan oleh orang yang memiliki


sekelumit akal, bahwa setiap sifat yang disifatkanAliah kepada diri-
Nya, atau disifatkan Rasul-Nya kepada-Nya, zhahirnya menurut
orang yang di dalam hatinya masih memiliki sejumput iman ialah,
memahasucikan Allah secara sempurna dari penyerupaan diri-Nya
dengan sifat-sifat makhluk.

Apakah orang yang memiliki akal akan mengingkari, bahwa


makna yarrg langsung dipahami oleh setiap orang yang berakal
adalah perbedaan yang jelas antara Khaliq dengan makhluk pada
Zat-Nya, dan semua sifat-sifat-Nya?. Demi Allah, tidak ada yang
mengingkari hal ini selain orang yang sombong, dan orang yang
bodoh lagi pembohong, yang menyatakan bahwa zhahir ayat-ayat

"*-----------{ 5. Penut .@,


sifat tidak pantas bagi Allah, karena hal itu merupakan kekufuran,
dan penyerupaan Allah dengan makhluk. Sikap mereka ini, tidak
iain disebabkan karena kotornya hati rnereka <iengan syrbhat
tasybih (penyerupaan) Khaliq dengan makhluk, sehingga hal ini
mendorong mereka untuk men-ta'thil (rnenahkarr) sifat-sifat Allah,
dan tidak mengimaninya, padahal Allah sendiri yang mensifati
diri-Nya dengan sifat-sifat tersebut.

Sejatinya orang bocloh ini awal muia adalah nwsyabih, hingga


akhirnya menjadi mu'athil. Jadilah ia ter;erurnus untuk melakukan
perbuatan yang tidak pantas disandangkan kepada Allah; dari awal
hingga akhir. Andaikan hatinya mengenai, dan n:engagungkan
Allah sebagaimana semestinya, juga bersih dari .-*egala kotoran
tasybih, tentu ia langsung memahami bahwa sifat FJiah berada di
puncak kesempurnaan dan keluhuran, yang bisa rnemutus segala
bentuk syubhat tasybih antara sifat-sifat Aliah dengan sifat-sifat
makhluk. Seh.ingga hatinya pun siap mengimani semua sifat-
sifat yang sempurna dan luhur yang ditetapkan untuk Allah,
sebagaimana. termaktub di dalam Al-Qur'an dan sunnah yang
shahih; hal ini disertai dengan sikap rner:rahasucikan diri-Nya
secara sempurna dari kesamaan sifat-sifat makhluk, seperti yang
disebutkan di dalam firman-Nya;

*-'s:)t Cl;' .*::-l . rt


4-U.o)l)-*J ...&

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11)." Selesai
nukilan.

Abul Hasan al-Asy'ari x:*q di akhir-akhir usianya menganut


madzhab ahlussunnah dan ahli hadits, yaitu menetapkan apa yang
ditetapkan oleh Allah ie untuk diri-Nya di dalam kitab-Nya, atau
melalui lisan Rasul-Ny", tanpa tahrif, ta'thil, tal<yif ataupuntamtsil.

Dan mazhab yang boleh disandarkan kepada seseorang ialah,


pernyataan akhil'yang ia anut, selarna dengan jeias ia membatasi
pernyataannya tersebut; sebagairnana kondisi ini berlaku bagi

.@t Svarah Al-Oowaaid Al- Mutsla


/2
Abul_H4gan el-Asy'arir sgrerti yang diketahui dalam kitab beliau
572 Ketika seseorang menriliki dua pendapat yang berbeda, dan diketahui
mana pendapat yang ia anut cli akhir, maka ada dua kondisi;
Pertamal jika ia berterus terang memiiih pendapat yang terakhir, deng;an
menarik pendapat yang pertama, dalam kondisi seperti ini, ber;:rti
pendapat yang ia anut adalah pendapatnya yang terakhir. lnilah yang
dimaksudkan penulis di atas. Zhahir pernyataan ushuliyin, bahwa tidak
ada perbedaan pendapat dalam hal ini.
Kedua; ia tidak berterus terang menarik pendapatnya. Menurut iumhur
ulama, pendapat yang terakhir itulah PendaPatnya. Sebagian Hanabilah
dan Syaf i'ivah menyatakan, bahwa pendapat pertama itulah
pendapatnya, selama ia tidak secara terus terang menarik pendapatnya
tersebut. Lihat; lthdf DzawilBasha'ir, Dr. An-Namiah (VllUt6z).
Ath-Thufi berkata daiam Syorh olBulbul (llU6zS);
"Ketika seorang mujtahid menyebutkan dua pendapat di dua waktu
yang berbeda, dan diketahui mana yang terakhir diantara dua pendapat
tersebut, maka itulah pendapatnya, bukan pendapatnya yang pertama.
Maka dari itu, setelah ia menarik pendapatnya, pendapat tersebut tidak
boleh difatwakan, tidak diikuti, dan tidak dianggap sebagai bagian dari
syariat, sama sepertt nasikh dan monsukh di dalam nash-nash syariat.
Sehingga yang diamalkan adalah dalil yang me'nasakh yang terakhir, dan
meninggaikan dalil vang di-nasakh yang terdahulu, karena nash-nash
para imam terkait cengan para pengikutnya, sama seperti nash-nash
syariat bagi para irnam.
Biia ditanyakan; lika pendapat lama yang telah ditarik tidak lagi dianggap
sebagai bagian dari syariat, lalu apa gunanya fuqaha menulis pendapat-
pendapat lama dari imam-imam mereka, hingga mungkin dinukii dari
salah seorang fuqaha terkait satu persoalan; ada dua, tiga, atau empat
pendapat?.
Diiawab; menurut qiiras, seharusnya pendapat-pendapat lama seperti itu
tidak dicantr-rmkan di dalam kitab-kitab, karena hal itu lebih meniaga
syariat, karena sesuatu yang tidak diamalkan, tidak lagi diperlukan,
sehingga menulisnya hanya menghabiskan energi saja. Namun pendapat-
pendapat tadi ditulis untuk faidah yang lain, yaitu penawaran informasi
terkait cakLrpan hukum-hukum syariat, keragaman ability, dan
kemampuan berpikir seorang mujtahid; dan bahwa pendapat-pendapat
lama tersebut merupakan hasii dari observasi para muitahid yang pada
akhirnya mereka bisa mengambil konklusi seiring dengan berialannya
waktu.
Hal ini tentu lebih mencjekatkan kita untuk memahami bagaimana
seseorang bisa naik setahap demi setahap dalam tingkatan iitihad mutlak
alau muqayyad.
Kernudian para ulama generasi setelahnya, akan mengamati usaha para
pendahulu, lantas membandingkan di antaranya, dan menyimpulkan
sejumlah faidah, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka
akan dapat memilih mana yang paling kuat di antaranya. Pekeriaan
seperti initermasuk salah satu tujuan penting. lnilah faidah dari menulis
pendapat-pendapat lama dari para imam." Selesai nukilan.

i. Penutu .@,
al-lbanah. Maka, salah satu bentuk kesempurnaan taklid kepada
beliau, iaiah dengan mengikuti pernyataan akhir yang beliau anut,
yaitu; berpegangan pada madzhab ahli hadits dan ahlussunnah,
karena inilah madzhab shahih yang wajib diikuti Abul Hasan
sendiri.

Jawaban untuk pertanyaan ketiga, ada dua poin;

Pertamal kebenaran tidak diukur berdasarkan orang, tapi


orang-lah yang harus diukur dengan kebenaran. Inilah neracayang
benar, meski kedudukan dan martabat seseorang kadang memiliki
pengaruh dalam diterima atau tidaknya sebuah perkataan. Sama
seperti, ketika kita menerima kabar dari orang yang adil dan
bertawaquf dari kabar orang fasik. Namun hal ini tidak berlaku
dalam segala kondisi, karena manusia adalah manusia, banyak
kehilangan kesempurnaan ilmu dan kekuatan pemahaman.

Kadang ada seseorang yang taat beragama dan berakhlak,


namun kurang dalam masalah ilmu, atau lemah dalam pemahaman,
sehingga ada bagian kebenaran yang tidak ia dapatkan, sebatas
kekurangan dan kelemahan yang ada padanya. Atau seseorang
tumbuh besar dengan menganut metode atau madzhab tertentu,
hingga hampir tidak mengenal adanya metode atau pendapat lain,
sehingga ia mengira kebenaran hanya terbatas pada paham yang ia
anut.

Kedua; jika kita membandingkan orang-Drang yang menganut


madzhab Asya'irah, dan orang-orang yang menganut madzhab
salaf, tentu akan kita ketahui bahwa orang-orangyangmenganut
madzhab salaf lebih mulia, lebih agung, lebih mendapat petunjuk,
dan lebih lurus daripada orang-orang yang menganut paham
Asya'irah; inilah empat imam pendiri madzhab yang diikuti, mereka
sama sekali tidak menganut paham Asya'irah.

Jika Anda naik ke tingkatan diatas mereka dari kalangan


tabi'in, Anda pasti mendapati, bahwa mereka tidak rnenganut
paham Asya'irah.

Dan jika Anda naik lagi ke era para sahabat, dan ernpat khulafa
rasyidin, Anda tentu tidak akan mendapati siapapun di antara
mereka yang mengikuti paham Asya'irah terkait nama-nama
Allah rle dan sifat-sifat-Nya, juga terkait hal-hal lain dimana kaum

.@, s hAl-@waaidAl- Mutsla F-_-i;


Asya'irah menyimpang dari jalan salaf.

Kami tidak memungkiri bahwa sebagian ulama yang


menisbatkan diri kepada paham Asy'ari memiliki jasa baiksT3
dalam Islam, rnembela Islam, perhatian terhadap kitab Allahue,
dan sunnah Rasul-Nya baik secara riwayat maupun dirayat, gigih
memberikan manfaat dan petunjuk kepada kaum muslimin.
Namun demikian, jasa-jasa baik ini bukan berarti mengharuskan
mereka terhindar dari kekeliruan yang mereka lakukan, atau
mengharuskan untuk menerima apapun yang mereka katakan.
Dan tidak menghalangi kita untuk menjelaskan kekeliruan mereka,
karena hal ini termasuk bagian dari menjelaskan kebenaran, dan
memberi petunjuk bagi semua orang.

Kami juga tidak memungkiri bahwa sebagian di antara mereka


memiliki niat baik terkait dengan apa yang mereka anut, namun
mereka tidak mengetahui kebenaran. Dan niat baik saja tidaklah
cukup sebagai syarat diterimanya suatu perkataan, melainkan
harus sesuai pula dengan syariat Nlah un. Jika perkataan tersebut
menyalahi syariat, maka harus kita sanggah; siapa pun orangnya
berdasarkan sabda Nabi ffi;

t.,,:,:,,i ,i-
5: Sp Vyl a)5>

"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai


dengan urusan (agama) kami, maka (amalannya) tertolak."sTa

Jika orang yang mengucapkan perkataan tersebut dikenai


tulus, dan jujur dalam mencari kebenaran, kekeliruannya perlu
disampaikan kepadanya secara halus. Jika tidak, maka ia harus
diperlakukan dengan cara yang pantas; sesuai dengan niat
buruknya, dan peianggarannya terhadap syariat.

573 Seperti ma m an- N awawi. Lihat; or-Ru dud w ot Ta'aqqubat' ala Ma Waqa'a
I

lil lmam An-Nowowi fi Syarh Shahih Muslim minat Ta'wil fish Shifat, karya
Masyhur Alu Salman.

574 HR. Muslim dicetak dengan Syarh an-Nawawi (Xllir6). Al-Bukhari


meriwayatkan hadits ini dengan lafal; "Barangsiapa membuat-buat,"
dan seterusnya, seperti disebutkan dalam Fathul BAry (V1355).

5. Penutup ,@,
/ffi,;k^
Hukum Ahli Takwil

(98,V.:2E
tV-'
Jika ada yang bertanya; apakah ahli takwil dikafirkan atau
difasikkan?s7s

Kami jawab; vonis kafir ataupun fasik bukanlah wewenang kita,


tapi wewenang Allah ile dan Rasul-Nya, karena menjatuhkan vonis
seperti ini termasuk bagian dari hukum-hukum syar'i yang harus
merujuk kepada Al-Qur'an dan sunnah. Maka dari itu, kita harus
sangat berhati-hati. Jangan sampai kita memvonis kafir ataupun
fasik, kecuali terhadap mereka yang memang dihukumi kafir dan
fasik menurut Al-Qur'an dan sunnah.

Hukum asal seorang muslim yang secara zhahir adil adalah,


bahwa ia tetap dalam keislaman dan keadilannya, hingga terbukti
bahwa keadilannya telah hilang darinya, berdasarkan dalil syar'i.
Tidakboleh bagi kita secara serampangan menjatuhinya vonis kafir
ataupun fasik, karena yang demikian mengandung dua larangan
besar;

Pertama; membuat kedustaan atas nama Allah dalam


penjatuhan vonis, dan kedustaan terhadap pihak yang dijatuhi
vonis, terkait sifat yang dituduhkan kepadanya.

Kedua; tuduhan bisa berbalik kepada orang yang menuduh,


jika yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan. Dalam Shahih
Muslim disebutkan; diriwayatkan dari Abdullah bin Umar @,
bahwa Nabi ffi bersabda;

u;l-i U;(, rii;vi 3;1r',s 6l


" Ap ab il a seseo r an g m e n gkafirkan s au d ar any a, m aka (tuduh an

575 Silahkan merujuk referensi-referensi penting terkait permasalahan ini,


seperti; Manhaj lbni Taimiyah fi Mas' alatit Takfir, Masy'abi.

.@t s Al-@waaidAl- Mutsla }--.-.


kafir itu) kembali kepada salah satu di arttara keduanya."

Dalam redaksi iain disehutkan;

"Jika (tertuduh) seperti (yang ditud"uhkan, maka tuduhannya


rnenimpa kepadanya). Dan jika tidak, maka (tuduhan tadi) kembali
s7 6
kep ada y an g me nuduh."

Juga disebutkan dalam Shahih Muslim; dari Abu Dzar #,


dari Nabi *;

ei ,t| ljt -:ul "r{j ^r '"ri iLrji ,y<q *', e; };


"Dan barangriopo *r*orggil seseorang dengan panggilan
kafir atau berkata, 'Musuh Allah,' padahal ia tidak seperti itu, maka
s?7
(p anggilanny a) kemb ali kep adany a' ."

Maka dari itu, sebelum menjatuhkan vonis kafir atau fasik


kepada seorang muslirn, harus memperhatikan dua hal;

Fertarnal adanya petunjuk Al-Qur'an ataupun Sunnah, bahwa


perkataan atau perbuatan tersebut mewajibkan kafir ataupun fasik.

Kedua; vonis terhadap individu secara personal, yang


rnengucapkan sebuah ucapan atau melakukan perbuatan, bisa
berlaku manakala syarat-syarat yang mewajibkan kafir ataupun
fasik terpenuhi, dan tidak ada penghalang yang menghaiangi kita
dalam menjatrrhkan vonis.

Di antara syarat-syarat yang pding penting ialah; bahwa


yang bersangkutan mengetahui pelanggaran yang ia lakukan,s78
yang mewajibkan dirinya menjadi kafir atau fasik. Landasannya

\/o HR. Muslim dicetak bersama dengan Syarh an-Nawawi (ll/49). Sementara
dalam lafal al-Bukhari yang dicetak bersama dengan Fathd BAry (X/Sl|;
"Apabila seseorang berkata kepada saudaranya, 'Wahai kafirl. Maka
(perkataan kafirnya) kembali kepada salah satu di antara keduanya'."

577 HR. lvluslirn dicetak bersama dengan Syarh an-Nawawi(ll/a9).

578 Yang bersangkutan dengan sengaja menyatakan sesuatu yang


menyebabkan kafir, dan hujah telah ditegakkan kepadanya. Lihat; Manhaj
b n i T a m iy a h f i M o s' al atit T akf ir, Masy'a b i (l/zo7).
I i

-*----------{ i. Penut ,@,


adalah firman Allah;

,:;,#t ;; *'A, S4t i ;


nJ; l)- J u-. J- ( . .
l, -r,i ,r J;,ll -*u- -r-,:
t
x.\.,-at r,SJ
r'' a'
i<? 4S;i Ji V

"Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas


keb en ar an b aginy a, d an m e n gikuti j al an y an g b ukan j al an or an g- o r an g
mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya
itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu
s eburuk-buruk temp at kemb ali." (QS. An-Nisa' : 1 1 5 ) .

Dan firman-Nya;

-'irn
U^i! -r*, l"? _4 attl ,-rl.5 Li: *
.:ly131 i.r .lr o1 t^ \ \ odn li ,,';

{r r rq f \') ,}t ,t itt lt"' ;


"Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, setelah
m er eka dib e r i - N y a p e tunj uk, s ehin g ga d ap at & i e I a sk a n k e p a d a m e r e k a
apa yang harus mereka jauhi. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segalo"
sesuatu. Sesungguhnya Allah memiliki kekuasaan langit dan bumi.
Dia menghidupkan dan mematikan. Tidak ada pelindung dan penolong
b agimu selain Allah." (QS. At-Taubah : 1 1 5- 1 1 6)

Karena itulah ahli ilmu mengatakan; orang yang mengingkari


kewajiban-kewajiban tidak divonis kafir jika iabaru masuk Islam,sTs
sampai diberitahukan kepadanya.

Di antara penghalang-penghalang dalam vonis kafir


addah; yang bersangkutan melakukan sesuatu -vang mewajibkan
kafir atau fasik, namun bukan karena kehendaknya. Kondisi ini ada
beberapa gambaran;s8o

579 Sementara jika ia bukan orang yang baru masuk lslam, maka ia kafir.

58o Termasuk penghalang-penghalang dalam meniatuhkan vonis kafir


kepada seseorang adalah; tidak sengaia, tidak tahu, Iemah, dan dipaksa,
seperti yang dikatakan penulis. Lihat; Monhai lbni Taimiyah fi Mas'alatit
Takfir, Masy'abi (l/zz9).

.@, s h Al-@waaid Al- l[utsla


Pertamal ciipaks.r melakrrkan sesuatu yang mewajibllannya
kafir atau fasik. Sehingga ia pun meiakukan perbuatan tersebut
karena paksaan, dan hatinya tidak merasa tentram pada pertruatan
tersebut; orang seperti ini tidak kafir berdasarkan firman Allah;

v." r J.*,)t
7'p v,'r,'SJ
tsr 'i J+U ,.:!t: ";\ j" YJ.jt^.!r*;;'".llii :5 iY
( r"r" Jti rliit i.l* Wt"rb F\
"Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang ydng dipaksa kafir padahal
hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tid.ak berdosa), tetapi orang
yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah
menimpanya dan mereka akan mendapat azab yangbesar." (QS. An-
Nahl:106)

Termasuk di antaranya; shock hingga tidak mengetahui apa


yang ia ucapkan karena sangat senang, sedih, takut, atau
semacamnya.

Dalilnya adaiah hadits dalam Shahih Muslims8l yang


diriwayatkan dari Anas bin Malik &.r, ; ia berkata, Rasulullah ffi
bersabda;

' l'i r",


i.t. V'j
'L',Jiur-:i d)
,;x
L-/

' lr-,c t' rt .


,'ro
vtv dU ;t tl4lUa>-:

-';lt
.J

"Sungguh,Allah lebih gembira dengan tobat hamba-Nya


ketika ia bertobat kepada-Nya, melebihi kegembiraan seseorang di
antara kalian yang berada di atas tunggangannya di tanah padang
pasir, lalu tunggangannya terlepas darinya padahal di atasnya ada
bekal makanan dan Trinuma.nnya, hingga ia berputus asa (untuk
menemukannya). Ia kemudian datang ke sebuah pohon lalu berbaring

581 HR. Muslim dengan Syarh an-Nawawi(XVil/63).

'.**"------------{ 5. Penut .@,


di bawah naungannya, sedang ia sudah merlsa pu!# asa (untuk
menemukan) hewan tunggangannya. Ketika it' beradc ialam kondisi
seperti itu, tiba-tiba hewan tunggangannya ber,liri di dekatnya, lalu ia
meraih tali kekangnya, kemudian ia berkata karena saking senangnya,
'Ya Allah! Engkau adalah hambaku dan aku Rabbmu.' Ia keliru karena
sangat senang'."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu'al-Fatawa


(Xrr/r_80);

'Adapun masalah vonis kafir; yang benar dalam hal ini bahwa,
siapa pun berijtihad di antara umat Muhammad * dan bermaksud
mencari kebenaran, kemudian ia keliru, maLa ia tidak dikafirkan;
tapi dimaafkan kekeliruannya.

Sebaliknya, siapa pun mengetahui dengan seksama apa yang


disampaikan Rasul, kemudian ia menentang beiiau seteiah jelas
baginya petunjuk, dan mengikuti selain jalan orang-orang mukmin,
maka ia kafir. Dan siapa mengikuti hawa nafsunya, lalai untuk
mencari kebenaran, dan berbicara tanpa dasar ilmu, maka ia
durhaka dan berdosa. Bisa jadi ia fasik, dan bisa jadi pula ia memiliki
kebaikan-kebaikan yang mengalahkan kebumkan-keburukannya."

Beliau juga berkata dalam kitab yang sarna (III/229);

"Dan begitulah, meski saya selalu, -siapa pun yang dekat


dengan saya pasti mengetahui-s82 menjadi orang yang paling keras
larangannya terhadap vonis kafir, fasik, dan maksiat secara
mu'ayyan (personal), kecuali memang sudah diketahui huiahrisalah
telah tegak kepadanya; dimana orang yar..g menyelisihinya
kadangkala bisa divonis dengan kafir, fasik ataupun ahli maksiat.

Saya juga menegaskan bahwa Allah mengampuni kekeliruan


umat ini. Kekeliruan ini mencakup permasaiahan-permasalahan
kab ar qauliy ahs83 ataupun p ermas alahan-p ermas alahan am aliy ah.s9a

582 Rangkaian kalimat sisipan.

583 Yaitu akidah.

584 Maksudnya permasalahan fikih.

.@, Svarah Al- aid Al- Mutsla


Generasi salaf juga l:erseiisih pendapat pada sebagian Lesar
permasalah:rn ini, namun tak seorang pun di antara rrrereka
menuding vang lain sebagai orailg kafir, fasik, ataupun ahli
maksiat."

Kemudian Syaikhul islam Ibnu Taimiyah menyebutkan


sejumlah contohnya. Setelahnya beliau berkata;

"Saya sudah pernah menjelaskan bahwa vonis kafir yang dinukii


dari generasi saiaf, dan para imam terhadap orangyang rnengatakan
ini dan itu, hal ini jelas adanya. Hanya saja harus dibedakan antara
vonis mutlak dan vonis mu'ayryan (personal)." Dan seterusnya
sampai pada perkataan beliau;

"Vonis kafir adalah salah satu bentuk ancaman; kendati orang


yang bersangkutan menyatakan sesuatu pengingkaran terhadap
apa yang disabdakan Rasulullah *, akan tetapi terkadang orang
tersebut baru masuk Islam, atau tumhuh besar di tengah pedalaman
yang jauh. Orang seperti ini tentu tidak dijatuhi vonis kafir dengan
sebab pengingkarannya; sebelum hujah tegak kepadanya. Karena
boleh jadi ia belum mendengar nash-nash yang memuat vonis
tersebut, atau ia telah mendengarnya namun menurutnya tidak
valid, atau ia menganggap bahwa nash-nash tadi bertolak belakang
dengan nash-nash lain sehingga menurutnya harus ditakwil,
meskipun dalam hal ini ia keliru.

Saya sering menyebutkan hadits yang tercantum dalam kitab


Shahihains8s tentang seseorang yang berkata;

', . ,er\.,
.; . '- j!" 'r drp t: ,l ,€.Pt i ,i: :'i
. '.i, "!.,cstgfv
* ,* € q))) i y Ui f;f

.r:it ait '."u .4, r J* of [^Ll; ,t-r;i L.i; u Uln "*r'4 j)


v J; C; [ ,iu, ,du ; tlt ,,\;i ,y *. Y u*Gt :Jw
'^)'fJ ,3# *:\:,)l; tet
"setelah aku mati, bakarlah jasadku, lalu t'umbuklah hingga
meniadi abu, kemudian taburkan abuku dalamhembusan angin, karena

585 HR. Al-Bukhari dicetak bersama dengan Fathul Bdry (Xllll479), Muslim
dengan Syarh an-Nawawi(XVll/7o). Silahkan simak syarah hadits ini dan
perbedaan pendapat ulama terkait maknanya.

.@,
demi Allah, jika Rabbku kuasa (mengembalikanku), pasti Ia akan
menyiksaku dengan azab yangtidakpernah Ia timpakan pada seorang
pun di alam semesta ini.' Benarlah, saat mati, ia pun diperlakukan
(seperti yang ia perintahkan), lalu Allah memerintahkan kepada bumi,
Allah berfirman, 'Kumpulkan semua (bagian-bagian orangitu) yang ada
padamu.' Bumi menunaikan (perintah Allah itu.), tiba-tiba dia berdiri,
maka Allah bertanya, 'Kenapa kau melakukan itu?' Ia menjawab: 'Ya
Rabb, karena takut pada-Mu.' Allah pun mengampuninya'."

Orang ini meragukan qudrah (kemahakuasaan) Allah dalam


mengembalikan jasadnya sebagaimana semula; setelah abunya
ditaburkan. Bahkan, ia yakin bahwa ia tidak akan dikemt,alikan
setelah mati. Keyakinan seperti ini jela; kafi: =erdasarkan
kesepakatan kaum muslimin. Namun, dia acalah o]'ang jahil yang
tidak mengilmui hai tersebut; dan dia mukr,in yang takut disiksa
oleh Allah. Akhirnya, Allah pun mengampuninya disebabkan rasa
takutnya.

Dan, ahli ijtihad yang gigih mengikuti s,rnnah Rasulullah S,


yang menakwilkan nash-nash, tentu lebih patut mendapatkan
ampunan daripada orang yang disebutkan oalam haciits di atas."
Demikian penuturan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Dari sini diketahui perbedaan antara statemen perkataan dan


orang yang mengatakannya, dan perbedaan antara amal perbuatan
dan orang yang melakukannya, karena tidak setiap perkataan
ataupun perbuatan yang hukumnya fasik atau kafir, mengharuskan
orang yang mengatakan atau melakukannya menjadi fasik atau
kafir.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ;r;- berkata ciaiarn Majmu'


al-Fatawa (XICXV/165); "Yang mendasari hai ini ialah, bahwa
statemen perkataan yang merupakan keki:furan, berdasarkan
Al-Qur'an, sunnah, dan ijma', ia dihukumi kafir ciaiam konteks
perkataan; bukan pelaku. Kemutiakan hukurrr ini ditunjukkan oleh
dalil-dalil syar'i. Karena perkara iman term;,suk perkara-perkara
yang harus diambilkan dari Allah dan Rasul-irlya, bukan mengacu
pada vonis yang dijatuhkan seseorang )rang h,rnya dilasari dugaan
dan hawa nafsu. Orang yang mengucaplian perkataan kufur, tidak
wajib langsung divonis kafir, sebelum syarat-syarat vonis kafi,r
terpenuhi darinya, serta tidak ada penghaiang apapurr.

.@, ) Slarah Al'@n'aaid Ai' ltut.,la {o-.*-*


Contoh::ya; seperti ol'arig yang inengatakan bah',va khanrr atau
riba halal, ka:rena ia banu masuk Islarn, atau karena ia tumbuh Lesar
di tengah pedalaman yang jauh, atau ia pernah mendengar
penjelasan yang ia ingkari, dan menurutnya penjelasan tersehut
bukan berasal dariAl Qur'an, ataupun darihadits-hadits Rasulullah
ffi, sebagaimana sebagian saiaf kadang ada yang mengingkari
sejurnlah perkara, sampai akhirnya rnereka menya<lari bahwa
ternyata Nabi memang menyatakan hal itu."

Dan seterusnya hingga perkataan beliau;

"Orang-orang semacam ini tidak langsung dikafirkan, sebelunr


hujah risaiah tegak bagi mereka, seperti yang Allah sampaikan
dalam firman-Nya;

'iut
osrrulr ;; i; nr & ,_rd a
"Rasul-rasul itu itdalah
sebagai pernbawa berita gembira dan
pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk
membantah Allah setelah rasul-rasul iat diutus. Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana." (QS. An-Nisa' : 165).

Allah memaafkan ketidaksengajaan, dan kealpaan umat ini."


Demikian dinukil dari penuturan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Dengan demikian diketahui bahwa, kadang ada suatu perkataan


atau perbuatan yang merupakan kekufuran, namun tidak
mengharuskan orang yang mengucapkannya, atau melakukannya
menjadi kafir atau fasik, karena syarat-syarat baginya untuk divonis
kafir atau fasik tidak terpenuhi, atau adanya penghaiang syar'i yang
menghalangi vonis tersebut.

Dan siapa pun yang telah mengetahui kebenaran, namun ia


tetap bersikeras melanggarnya, karena mengikuti keyakinan yang
ia anut, atau karena mengikuti pemimpin yang ia agungkan, atau
karena motivasi dunia yang ia kedepankan, maka ia pantas
menyandang konsekuensi dari pelanggarannya tersebut; apakah
itu kafir atau fasik.

5. Penutu .@,
Maka dari itu, seorang mukmin harus membangun keyakinan
dan amalannya di atas landasan kitabullah 'e dan sunnah Rasui-
Nya, menjadikan kedua landasan ini sebagai imarn, menjadikan
cahayanya sebagai petunjuk, dan meniti jalannya, karena itulah
jalan lurus yang Allah e perintahkan di dalam firman-Nya;

"Dan sungguh, inilah jalan-Ru yang lurus. Maka ikutilah!


J an gan kamu ikuti j al an lain) y a n g ak an m e n c e r ai -b e r aikan
-j al an (y an g

kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar


kamu bertakwa." (QS. AI-An'am : L53)

Waspadaiiah sikap sebagian orang yang rnembangun keyakinan,


atau amalan di atas landasan madzhab terterltu, selanjutnya ketika
mereka melihat nash-nash Al-Qur'an dan sunnah tldak sesuai
dengan madzhab yang ia anut, ia berupaya memaiingkan nash-
nash tersebut sesuai dengan madzhabnya, sehingga ia menjadikan
Al-Qur'an dan sunnah sebagai pengikut, bukan sebagai imam yang
diikuti.

salah jalan para pengikut hawa nafsu, bukan jalan


ini adalah
para pengikut petunjuk. Allah mencela jalan ini melalui firman-
Ny";

et i "F!* t: -, il\t-e .:ljLJi ;--r*iJ ;;' .,' i;f


i;rr^i
f :r-*-"i ef. -'C ei,.
"Dan seandainya kebenarast itu menuruti keinginan mereka, pasti
binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan
Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi ntereka
b erp aling dari p eingatan itu." ( qS. AI-Mu' minun : ?L )

Siapapun memperhatikan sikap kebanyahan orang dalam


persoalan ini, pasti akan rnelihat keanehan, dan ia pasti tahu,
betapa ia sangat butuh untuk bernaung kepada Rabkrnya; memohon
kepada-Nya petunjuk dan keteguhan dalam berpegang pada

.@, Swrah A]- idAl- llutsla


kebenaran, serta rrremohon perlirrdungan dari keses;tan Can
penyimpangan.

Siapa rnemohon kepada Allah *e dengan tuius, dan merasa


sangat butuh kepada-ldya, rne-,rakini bahwa B.abhnyar lr4aha Kaya
dan tidak :nembutuhkannya. justru dirinya iah yang sangat
membutuhkan'Nya; srapa yang keadaannya seperti ini, maka doa
dan permintaannya layak untuk dikabulkan. Allah ir.: berfirman:

,,,- : :,. g:q-"


J l,;-dJ^U ;*.r lil 1Jl ; jr yrzi;"-:; .rp -f-
,. JJ',*,
:,;i l:!-.&
,. t'.,.,ri,i
*. -r_rJ-l,,,-,lE
+ l*A:
"Dan apabila 'harnba-hamba-Ku bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku
Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-
Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman
kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran." (QS. Al-Baqarah
:186)

Untuk itu, kita memohon kepada Allah agar berkenan


menjadikan kita termasuk orang yang melihat kebenaran sebagai
kebenaran la1u mengikutinya, dan melihat kebatilan sebagai
kebatilan la1u menjauhinya. Semoga Ailah menjadikan kita semua
penuntun-penuntun yang mendapat petunjuk, dan orang-orang
saleh yang melakukan perbaikan. Semoga pula Aliah tidak
menyesatkan hati kita setelah Ia memberikan petunjuk kepada
kita, dan memberi kita rahmat dari sisi-Nya, karena sesungguhnya
Ia Maha Pemberi.

Segala puji bagi Allah; Rabb seluruh alam, yang dengan nikmat-
Nya seluruh kebaikan tuntas terlaksana. Shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada nabi rahmat, dan penunjuk umat menuju
jalan Allah Yang Maha Perkasa Maha Terpuji dengan izin dari Rabb
mereka. Semoga terlimpah pula kepada keluarganya, para
sahabatnya, dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti
dengan baik hingga hari pembalasan kelak.

Selesai pada hari Kamis, 10 Syawwal 1401 H.


Penulis;
Al- faqir il allah; Muhammad ash- Shalih al- Utsaimin

.-."_-"-{ 5. Penut .@,


UIasan;
Ma'iyyatullah (Kebersamaan Allah e ) dengan
Makhluk-Ny.tt'
"ff.61,,3rS'
rv".
airl e*.,
ei--rJl Ur"=jl

Segalapuji hanya milik Allah. Kami memuji, meminta


pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Kami
berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa, dan buruknya amal
perbuatan. Siapa saja yang diberi petunjuk oleh Allah, niscaya tidak
ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa saja yangAllah sesatkan,
niscaya tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi
bahwa tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya)
melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

Shalawat dan salam semoga terlimpah kepadanya, keluarganya,


para sahabatnya, dan siapapun yang mengikuti mereka dengan
baik.

Ammaba'du; sebelumnya sudah kita bahas makna ma'iyyatullah


(baca: kebersamaan Allah ue- dengan makhluknya) di saiah satu
pertemuan sebelumnya, lalu ada sebagian orang yang memahami
sesuatu yang tidak kami maksudkan, dan bukan pula yang kami
yakini. Hingga muncul pernyataan di sana-sini; apakah sebenarnya
makna m a' iyy atullaft (kebersamaan Allah ;:g de n gan makhluknya) ?.

586 Artikel ini diterbitkan dalam Majalah Ad-Da'walt, 5audi, edisi 911, terbit
hari Senin, 4ltlt4o4 H.

.@t
Menim[ramg;

Pnertamal ;:gar t dak acia orang yang salah kaprah dalam


meyakini mt'iy,tatullaft (kebersarnaan Allah"v) ya.ng tidak pantas
bagi-i''lya.

Kedua; agar tidak ada pihak-pihak lain yang menriding kami


rnengatakan sesuatrl yang tidak kami katakan, atau ada pihak yang
menduga sesuatu yang kami katakan, namun tidak kami
maksudkan.

Ketiga; untuk menjelaskan makna sifat agung yang dengannya


Allah menyifatj diri-Nya di sejumlah ayat-ayat Al-Qur'an, dan yang
disifatkan na.bi Nya; lvluhammad 1g kepada-Nya.
"

Memutuskanl

Pertarna; ma'il,yatulLah (kebersamaan Aliah,re dengan


makhluk-Nva) telah ditetapkan oieh Al-Qur'an, sunnah, dan ijma'
salaf.

Allah *g berfirman

- ;5ri1 ts;i; b
"Dan Dia bersama kamu di mana saia kamu berada." (qS. AI-
Hadid:4)

* ,:3:* r, Jl j rfr ,-iir C" "ir itp


"Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-
o ran g y ang b e rb uat keb aikan." (QS. An-Nahl : 128)

Ailah te berfirman kepada Musa dan Harun, ketika mengutus


keduanya kepada Fir'aun;

"Dia (Allah) berfirman, 'Janganlah kamu berdua l<hawatir,


ses un g guhny a Ak,t b e rs an a k amu b e r du a, Aku m en d en gar d an melih at' ."
(QS. Thaha:46)
Allahue berfi rman tentang Rasul-Nya ; Muhammad $!;

)61 e i
il i*, *;\;r .lr lr,, fu ;r;J {1}
,fu r:F :-!\
.i , , ;l:"i;
t)4 *'e"'int J;i ii; .ur ;l;to ! ..-t; iAtt

"Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya


Allah t el ah m e n olo n gny a (y aitu) ke tika o r an g- o r a"n g kafi r m e n gu sir ny a
(dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orangketika keduanya
berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, 'Jangan
engkau bersedih, sesungguhnya Allah berscma kitc.' Maka Allah
menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu
dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu,
dan Dia menjadikan seruan orang orang kafir itu rendah. Dan firman
Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkesa, Mahabi.iaksana'." (QS.
At-Taubah:40)

Nabi ffi bersabda;

Ji u,+ .* it.i ,.,, ii ;;-jr ,pi';tt


"Sungguh, sebaik-baik iman ialah; engkau *rro*r, bahwa
Allah bersamamu dimana pun kamu berada."ss? Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah menyatakan hadits ini hasan dalam al-'Aqidah al-
Wasithiyyah. Sementara sebagian ahli iimu menyatakan hadits ini
dhaif. Dan tadi, juga sudah disebutkan firrnan Allah tentang nabi-
Nya yang menyebut kebersamaan-Nya dengan beliau.

587 HR. Abu Nu'aim dalam al-Hilyah(Vlltz4) beliau berkata, "Hadits inigharib,
berasal dari hadits Urwah. Kami hanya menulis hadits ini dari hadits
Muhammad bin Muhaiir." Juga diriwayatkan al-Baihaqi dalam al'Arba'in
ash-Shughra, hal: tzo. Al-Haitsami dalarn Moim a' az'Zawa'id (t/6S)
menisbatkan hadits ini kepada ath-Thabrani dalam cl-MuJam al'Awsath
dan al-Mu'jam al'Kabir. Al-Haitsami berkata, ''Hanya Utsman bin Katsir
yang meriwayatkan hadits ini."
Saya berkata; saya tidak mengetahui seorar,$ pun )/ang menyebutnya
tsiqah atau dhaif.
Hadits ini dinyatakan dhaif oleh al-AIbani dalant Dha'iful Jami', hal: 142,
hadits nomor 1o02.

.@, Syarah AI-@waaid Al- fulutsla .r--*--


Para salaf telah berijma' (berkonsensus) tentang penetapan
sif al ma'iyy atullah (keb ersamaan Allah *e dengan makhluk-Nya).

Kedua; ma'iyyatullah ini benar sesuai hakikatnya. Hanya saja


ma'iyyah ini adalah kebersamaan yang patut bagi Allah tse, dan
tidak menyerupai kebersamaan makhluk dengan makhluk.

Berdasarkan firman Allah tentang diri-Nya;

'plt Li.'n*"lt
$\ /-. ';'r;A i j-I F
"t
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11)

tq;;Jru;J^ h
"Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?"
(QS. Maryam : 65). Dan firman-Nyr;

,L: \;sir!ilj*
"Dan tidak ada sesuatuyangsetara denganDia'." (QS. Al-Ikhlash
:4).

kita tetapkan secara


Sama seperti sifat-sifat-Nya yang lain yang
hakiki, sesuaj dengan Keagungan-Nya, dan tidak menyerupai sifat-
sifat makhiuk.

Ibnu Abdil Barr berkata; 'Ahlussunnah sepakat bahwa sifat-


sifatyang disebutkan di dalamAl-Qur'an dan sunnah, wajib diimani
dan diartikan secara hakiki, bukan secara majaz, tanpa takyif, dan
mereka tidak menemukan satu pun sifat yang terbatas di antara
sifat-sifat-Nya."

Syaikhul Islam ibnu Taimiyah menukil pernyataan ini dari Ibnu


Abdil Barr daiam al-Fatawa al-Hamawiyah (Y/87) dari kitab Majmu'
aL-Fatawa:

Syaikhul isiam Ibnu Taimiyah berkata dalam fatwa nomor 102


pada jilid kelima, 'Jangan ada yang mengira, bahwa sifat-sifat yang
disebutkan di dalam Al-Qur'an dan sunnah, saling berbenturan

"--"*--"-------{ 5. Penut .@,


satu sama iain. Misalkan ada yang berkata" "lJash d: daiam
Al-Qur'an d.an sunnah, yang menyebutkan bahwa Ailah benada di
atas Arsy, menyalahi zhahir fi.rman Allah;

't L* - --;1
;S," -*, I
"Dan Dia bersarna kamu di rtana .qi;ia ;j,,oo,, r:t.;:ia-" iq$" AE-
Hadid;4).

Dan juga menyaiahi sabda Nabi gE;

pli iii
"A abiia seseorang di antarn kalian ier;iiri',nillcenakan shalut,
rnaka Allcth beradn di hadapan wajahr.ya."5'8s ,iteu nash-nash
sema(airrni';i,

Fjrnr/il1;t.tn sc,rerti ini keliru, ltarena .fiil:.ir i;*:rsarna iengan


hit;l secara irai,liki, rneski ia hrraria ii atas Arsi," sccara hakiki,
sebagaimana,{iaii menyati:kan keduanya di daiar:r firrnan }Jva;

+Lll -v a - "x)' ..> ,4 vut S aUl q.ls


t9 vJ
r- I
'qe-9 2.*i L! o eLr-,,1!
' \ -,'
r4AJ! '-, u-- 'r! tJ FJ

"Diaiah yfr.ng lnenciptakan langit dan bumi Lalarn e:.iam masa;


kemudian Dia beristiwa di atas 'Arsy. Dia rnengetnhui apa yang r,msuk
ke dalarn bumi dan apa yang keluar dari daiam*ya, atlt yn77g turun dari
langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersar"na knrnu di mana saja
kamu berada. Dan Allalt Maha Melihat apa yangkamu ker jakan " (eS.
Al-Hadid: tl)

Ailah i;rengabarkan bahwa Ia berada di ains Arsy, dan


rnengetahu: segaia sesuatu, dan Ia bersarna kita dirnana saja kita
berada, sepertt vang Nabi;e sampaikan aalam hariits aa'al;

r88 l-lR. A"i-Eur<hari. seperti disebutkan dalarn Fathul Barv iil,-oi')dan Muslim
dalam Syorh arrliawswi (Vh8).

.@ roh.ll- ,aaid Al- ,Mutsla


glvj4t e \rs ,iG,,li,:st * ;.rFJr i,# i*llt e
,qL'P,L.t; e-'"*,pi * t; )t'i;; #tb
^t
:Jti ,J,.,]ltt,rju ,,iijbn :JV '-i;;ll:tju trt.ji t# Vn :Jta
g, 'ju ur.ti uAr
#i p, :t'r6 j Ju ,, .rtijt ; ,.Jiv,,jr,iitj,,
,'J'iy, :JLi ,c;-s-,, {
t4Lt; 'rjd u:u>)iri,L3r &L; E t; br')i
k J; ,Ju,k qsi ;rar F ,L r_#'r ex ;1 ;rwr ,iit-ri Gy

JL.:6dt;,y;'t;i; yi g.';d-.sl ,1'tt';t,:66t V


JL:6 dt; & V;'.yl;Jni u.,se;1 \* 4t 6?'"i'w
JL.'6 iv ,y;y;ii yi aY J;tr e:* & i 1*
,i. ,ri L; .,' ,
t.,:Ie
i:i ili; e: tlt,3j JVr 5jE arl
i 16
Diriwayatkan dari al-Ahnaf bin Qais, dari Abbas bin Abdul
Mutthhallib, ia berkata, "Aku berada di padang pasir bersama
sejumlah orang, di antaramereka ada Rasulullah ffi,lalu melintaslah
awan, beiiau menatapnya lalu bertanya, 'Kalian menyebutnya apa?'
Mereka menjawab, 'Sahab (awan).' Beliau berkata, 'Ini adalah
muzn.' Mereka berkata, 'Itu adalah muzn.' Beliau berkata, 'Inf
adalah'inan.' Mereka berkata, 'Itu adalah 'inan.' Beliau kemudian
bertanya, 'Tahukah kalian jarakyang ada setelahnya antara langit dan
bumi? Mereka menjawab, 'Kami tidak tahu.' Beliau berkata, 'Jarak
setelahnya di antara keduanya mungkin tujuhpuluh satu, tujuhpuluh
dua, atau tujuhpuluh tiga tahun perjalanan. Setelah itu di atasnya ada
langit (yang jaraknya seperti itu pula),' hingga beliau menyebut tujuh
langit, 'Selanjutnya di atas langtt ketujuh ada lautan. Jarak antara
bagian bawah, dan atasnya sejauh jarak antara satu langit ke langit
lainnya. Setelah itu di atasnya ada delapan au'al (kambing gunung);
jarak antara kuku kaki dan tunggangannya sejauh jarak antara satu
langit hingga langit berikutnya. Kemudian di atas punggung mereka
ada Arsy; jarak antara bagian bawah dan atasnya sejauh jarak antara
satulangit ke langit lainnya. Lalu Allah\:eberada di atas Arsy, dan Ia
mengetahui ap a y ang kalian lakukan'."

Ketika huruf (e^) disebut, zhahir huruf ini tidak menunjukkan


kebersamaan secara mutlak, dan tidak mengharuskan sentuhan,

5. Penut .@,
atau sejajar pada samping kanan atau kiri. Ketika huruf ini dibatasi
dengan suatu makna, maka ia menunjukkan kebersamaan pada
makna tersebut. Contoh; (U e+Jl-r ri J illr u*r LJj V); kami terus
berjalan bersama bulan atau bintang. Contoh lain; (,r- 1\il1 lra);
barang ini ada bersamaku, disebut demikian karena ia berada
bersama Anda, meski ia berada di atas kepala Anda. Dengan
demikian, kebersamaan Aliah dengan makhluk-Nya adalah
kebersamaan hakiki, meski Ia berada di atas Arsy-Nya secara
hakiki." Demikian dikutip dari pernyataan Syaikhui Islam Ibnu
Taimiyah.

Ketiga; kebersamaan Allah mengharuskan peliputan ilmu,


kuasa, pendengaran, penglihatan, kekuasaan, dan pengaturan-Nya
terhadap makhluk. Dan sifat-sifat rububiyah Allah iainnya; jika
kebersamaan tersebut bersifat umum, serta tidak dikhususkan
untuk person atau sifat tertentu, seperti disebutkan dalam firman-
Ny";

{ ir6Gi#ij }
"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada." (QS. AI-
Hadid :4).

Dan firman-Nya dalam surah Al-Mujadilah;

"Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang


ada di langtt dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia
antara tiga orang, melainkan Dialah yangkeempatnya. Dan tidak ada
lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang
kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia pasti ada bersama
mereka di mana pun mereka berada." (QS. Al-Muiadilah : 7)

Sementara jika kebersamaan Allah dikhususkan untuk person,


atau sifat tertentu, maka kebersamaan tersebut rnengharuskan
pertolongan, dukungan, bimbingan, dan arahan.

.@, Svarah Al- idAl- Mutsla .i--*"--


Contoh kebersamaan Allah yang dikhususkan untuk person
tertentu; firmanAllah kepada Musa dan Harun;

"Dia (AIIah) berfirman, 'Janganlah kamu berdua l<hawatir,


sesunggthny a Aku b ers ama kamu b erdua, Aku mendengar dan melihat' ."
(QS.Ihaha: a6)

Dan firman-Nya tentang Nabi Muhammad ffi;

.i ,, ,,6r. . _ :. -. ,a t . . - . . t t

d:a oJr-ly a..te i:l^1, ol J;U ul; dl d! dF Y o=L-J dA t!

# ;"i ir; tiir e yt ,;si l:u.llt bF u"lt 4 ;+: r;i;


{
"Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya
Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orangkafir mengusirnya
(dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orangketika keduanya
berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, 'Jangan
engkau bersedih, sesungguhnya AIIah bersama kita.' Maka Allah
menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu
dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu,
dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman
Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana'." (QS.
At-Taubah:40)

Contoh kebersamaan Allah yang dikhususkan dengan sifat;


firman-Nya;

4. u.r.6r
'6'itrit\'*6 Y
"D an b e r s ab arl ah. S un gguh, AIIah bes er t a o r an g- o r an g s ab ar -" (QS .
AI-Anfd:46)
Dan banyak lagi contoh-contoh serupa lainnya di dalam Al-
Qur'an.

------# 5. Penutu .@,


Syaikhul Isiam Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Fatawa
103) dari kitab M aj mu' Al - F at aw a, "Keb ersamaan
al- H am aw iy ah (V /
Allah berbeda-beda hukumnya sesuai konteks pembicaraan. Ketika
Allahwberfirman;

i*s:,LJ*rl ,t Jf t4 E ent r erit € *t; rh F


4.'#J;,;Xq lur; ;j u Gi # p, U
"Dia mengetahui apa ,or, *oruk ke ilalam bumi dan apa yang
keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke
sana. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah
MahaMelihat apayangkamukerlakan." (QS. Al-Hadid : 4)

Zhahir dari khitab (ayat) ini menunjukkan bahwa, hukum


dan konsekuensi makna ma'iyah ialah; Allah melihat kalian,
menyaksikan kalian, dan mengetahui kalian. Inilah makna
perkataan salaf, 'Allah bersama mereka dengan ilmu-Nya.' Inilah
zhahir dan hakikatkhitab di atas.

Ketika Nabi ffi berkata kepada sahabat beliau di dalam gua;

{.. k inr atar:{ . .y


"Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kito."
(QS. At-Taubah:40).

Lafalinijugabenar; sesuai zhahirnya. Dan kondisi menunjukkan,


bahwa makna kebersamaan di sini ialah, kebersamaan dengan
pengawasan, pertolongan, dan bantuan.

Demikian pula firman-Ny";

4.t# t' ;t!:trar ;r::rg;ir if!


"Sungguh, Al'/ah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-
o r an g y an g b e rb uat keb aikan." (QS. An-Nahl : 128)

Dan juga firman-Nya kepada Musa dan Harun;

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla F--


"Dia (Allah) berfirman, 'Janganlah kamu berdua khawatir,
sesungguhnya Aku b ers ama kamu b erdua, Aku mendengar dan melihat' ."
(QS.Ihaha:46).

Kebersamaan ini dimaknai sesuai zhahirnya, namun maknanya


dalam kondisi-kondisi yang seperti ini ialah pertolongan, dan
dukungan Allah."

Dan seterusnya sampai pada perkataan beliau berikut;

"Tentu saja berbeda antara makna ma'iyyah (kebersamaan),


dan konsekuensi dari m a'iyyah (kebersamaan). Kadang, konsekuensi
dari ma'iyyah (kebersamaan), menjadi bagian dari maknanya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa ma'iyyah (kebersamaan) Allah
berbeda-beda sesuai konteks perkataannya."

Muhammad bin al-Mushili berkata dalam Isti'jalulsh Shawa'iq


al-Mursalah'alal Jahmiyyah wal Mu'aththilah, milik Ibnui Qayyim,
pada contoh kesembilan, halaman 409, "Lafal (6^) paling maksimai
hanya menunjukkan makna kebersamaan, kesepahaman, dan
keikutsertaan dalam perkara-perkara tertentu; sedang konteks
nash yang memiliki qarinah, maka ia dipahami sebagaimana
konsekuensinya, sesuai dengan fungsinya. Ketika dikatakan, "Allah
bersama makhluk-Nya," yakni pada konteks umum, maka hal ini
memiliki konsekuensi bahwa ilmu Allah, pengaturan, dan kuasa-
Nya meliputi makhluk-Nya.

Sementara jika kebersamaan-Nya berada pada konteks khusus,


seperti disebutkan dalam firman-Nya;

( i;# r^ ;rlri trar 3-ttrc"


^rr
i1g,

"Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-


or ang y ang b erbuat keb aikan." (QS. An-Nahl : 128) .

Maka, konsekuensi kebersamaan ini bermakna pertolongan,


dukungan, dan bantuan Allah untuk mereka.

Dengan demikian kebersamaan Allah dengan hamba-Nya ada


dua macam; kebersamaan umum dan kebersamaan khusus.
Al-Qur'an mencakup dua jenis kebersamaan ini, tapi bukan dari
sisi isytirak lafzhi (kesamaan lafal), melainkan dari sisi kesamaan

"*-----.-------... 5. Penut .@,


irakikatnya, yakni kebersamaan yang sesuai dengan keagungan
Allah.

Ibnu Rajab menyebutkan dalam syarah hadits keduapuluh


sembilan dari al- Arb a'in an-N aw awiyy ah, " M a'iyy ah (kebersamaan
khusus) mengharuskan pertolongan, dukungan, penjagaan, dan
bantuan. Dan kebersamaan umum mengharuskan ilmu,
penglihatan, dan pengawasan Allah terhadap manusia."

Ibnu Katsir berkata tentang tafsir ayat ma'iyyah dalam surah


Al-Mujadilah, "Karena itulah, sejumlah ahli ilmu menukilkan
adanya ijma' bahwa yang dimaksud ma'iyah di sini adalah
kebersamaan ilmu Allah. Dan tidak diragukan lagi, bahwa yang
dimaksud memang demikian halnya; namun bersamaan dengan
itu, pendengaran Allah pun meliputi mereka; penglihatan Allah
tertuju kepada mereka, dan Dia senantiasa mengawasi makhluk-
makhuk-Nya; tidak ada satu pun di antara urusan-urusan mereka,
yang tersembunyi dari-Nya."

Keempat; kebersamaan ini tidak mengharuskan Allah


membaur bersama makhluk, atau berada di tempat-tempat mereka.

Sama sekali tidak menunjukkan seperti itu, dari sisi manapun,


karena maknaini batil dan mustahil bagi l{lahwn. Dan, tidak
mungkin firman Allah dan Rasul-Nya memiliki makna yang
mustahil ataupun batil.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al:Aqidah


al-Wasithiyy ah, halaman 11 3, syarah Muhammad Khalil al-Harras;
"Firman Allah;

( ir6Gi#,;3 b
"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada." (QS. Al-
Hadid:4).
Tidak bermakna bahwa Allah membaur bersama makhluk;
menurut gramatika Arab pun, tidak melazimkan makna seperti ini.
Bahkan bulan, yang merupakan salah satu tanda kebesaran Allah,
dan termasuk salah satu makhluk-Nya yang kecil yang berada di
langit, selalu bersama musafir, dan juga selain musafrr dimana saja

.@, s AL-@waaidAl- Mutsla


mereka berada."

Tidak ada yang meyakini makna batil ini selain Hululiyyah


(para penganut paham pantheisme), dari para pendahulu Jahmiyah
dan lainnya ,yangmengatakan bahwa Allah dengan Zat-Nya berada
di mana-mana. Maha Suci Allah dari perkataan mereka, dengan
setinggi-tingginya kesucian. Alangkah jeleknya perkataan yang
keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu)
kedustaan belaka.

Generasi saiaf dan para imam mengingkari statemen mereka


ini, karena menimbulkan banyak konsekuensi batil; statemen
mereka mengharuskan penisbatan sifat-sifat cacat bagi Allah, dan
pengingkaran terhadap sTfat'uluw (ketinggian) Allah di atas para
makhluk-Nya.

Bagaimana bisa ada yang mengatakan, bahwa Allah tg dengan


Zat-Nya berada di mana-mana, atau membaur bersama makhluk,
padahal;

{ i;'irj -,riL;:r US ct y
" Kursi-Ny a meliputi langit dan bumi." (QS. Al-Baqarah : 25 5)

,>t3tii\ a;r;Jl ;';- ,ci+ G -i{rj .rs ,> kt b')ri t :'F


t;; Jt; r'it:" -* Lt"P"
J J -.
. \J

'4.
"
; *"
"Dan mereka tidak mengagungJ<an Allah sebagaimana mestinya
padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat
dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan
Mahatinggi Dia dari apayangmereka persekutukan." (QS. Az-Zumar
| 67)

Kelima; makna kebersamaan ini tidak kontradiksi dengan


sifat ketinggian Allah di atas makhluk-Nya, dan bahwa Ia beristiwa
di atas Arsy. Sesungguhnya Allah memiiiki ketinggian mutlak;
ketinggian Zat danketinggian sifat. Allah deberfirman;

*:^a;.ir
\i'- Uir
Y. ;JY
"--*-----{ 5. Penut .@,
"Dan Dia Mahatinggi, Mahabesar." (QS. Al-Baqarah : 255)

(;,iir ,ry AtciF


" Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi." (QS. AI-A'la : 1)

{ ifr }-;Jt ;r;"'i' .1.,i, n, F


"Dan Allah mempunyai sifat Yang Mahatinggi. Dan Dia
Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS. An-Nahl : 6O)

Banyak sekali datil-dalil Al-Qur'an, sunnah, ijma', akal, dan


fitrah yang menunjukkan ketinggian Allah;

Dalil-dalil Al-Qur'an dan sunnah hampir tidak terhitung


banyaknya, seperti fi rman-Nya;

{.Sr ;ur
:'
.:u
f;U y
"Maka keputusan itu adalah pada Allah Yang Mahatinggi,
Mahabesar." (q$. Ghafir: 12)

{ lg oi rar i'Y
"Dan Dialah yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya." (QS. Al-
An'am: 18)

4 rr.r ,rF tAxi tbv f -* bi ai ,t^-!t € u.ti iiX


"Atau sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit
tidak akan mengirimkan badai yangberbatu kepadamu? Namun kelak
kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-
Ku." (QS. AI-Mulk: 1?)

4.y;;:i '* i)*. bs ri € *t u')ir€x.i' t;y


"Para malaikat dan Jibril n'aik (menghadap) kepada Tuhan, dalam
sehari setara dengan lima puluh ribu tahun." (QS. Al-Ma'arij : 4)

.@, s Al-@waaid Al- Mutsla


(
"Katakanlah, 'Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari
Tuhanmu dengan kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang
telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang
yangberserah diri (kepadaAllah)." (QS. Ar-NahI : 102). Dan masih
banyak lagi ayat-ayat semakna lainnya.

Nabiffi bersabda;

,t^iteiyiuit ;;:r:'.ti
"Apakah kalian tidak percaya kepadaku, sementara aku ini
s8s
kep ercay aan Z at y ang ada di langit?t"

Sabda beliau, "Arsy berada di atas langtt, dan Allah berada di


atas Arsy."seo

Sabda beliau, "Tidak ada yang naik kepada Allah selain yang
baik.Dssl.

Demikian pula isyarat beliau ke langit pada hari Arafah,


sambil berkata, "Ya Allah! Saksikanlahl"se2 Maksudnya, saksikanlah
para sahabat, ketika mereka mengakui bahwa beliau telah

589 HR. Al-Bukhari yang dicetak bersama Fathul Bdry (vlll666).

59o HR. Ath-Thabrani dalam alMu'jam alKabir (lxi2o2), al-Haitsami berkata


dalam Mojm a' az-Zawa' id (l/9t); "Para perawinya adalah perawi-perawi
kitab shahih."
Juga diriwayatkan al-Baihaqi dalam alAsma' wosh Shifat, hal: 5o7, ad-
Darimidalam ar-Rodd'alal Muraisi, hal: 9o, al-Lalaka'i(lli/lgS), Abu Syaikh
dalam al'Azhamah, hal: to7, lbnu Abdil Barr dalam ot-Tamhid (Vllllgg),
I bnu Khuzaimah dalam at-Tauhid (llz+l), lbnu
Qudamah da lam al-' Uluw w,
hal: t5z, adz-Dzahabi dalam Mukhtoshar ol-'Uluww, hal: ro3. al-Albani
berkata, "Sanad hadits ini shahih."

59r Bagian dari hadits Abu Hurairah €5 , ia berkata, "Rasulullah ffi bersabda,
'Barangsiapa bersedekah seukuran biji kurma dari hasil baik, dan tidak
ada yang naik kepada AIlah selain yang baik," al-hadits.

592 Takhrij hadits sudah disebutkan sebelumnya.

5. Penutu .@,
menyampaikan risalah.

Dan seperti pengakuan beliau ketika bertanya kepada seorang


budak wanita, "l)itnanakah Allah?' Butiak itu rnenja'w ab,'Di langit.'
lalu beliau berkata kepada tuannya, 'Merdekakanksh dia karena di.a
beriman'""s\3 Diln masih banyak lagi haclits-hadits sernakna lainnya.

Dalil ijrna'; sejumiah ahli ilmu rnenukil ijrua' prara saiaf akan
ketinggian All;rh.

DaIitr akal; ketinggian adaiah sifat sempurna, .sepcirti halnya


kerendahan acta.l.;th sifat tidak s."impurna. Aliair rlc tentu disifati
dengan sifat seriipurna, dan mairasuci clari kekurangan.

Dalil fitrah ynng menunjutrd<an ketiuggian siapapun A.l.IaXr;


rnernanjatkan Croa kepada Rabbnya, pasti akan mendapati sebuah
naluri kuat iTang nrendorongnya untuk menghadap lie alas; hal ini
ia lakukan tanpa pernah mengkaji kitab sebelu.rnnya,, dan tidak
pernah diajari cileh siapa pun.

Ketinggian yang berlaku bagi Allah berdasarkan dalil-dalil


qath'i ini, tidal:]air berseberangan rlengan hakikat kebersamaan
Al1ah dengan rnaltirluk-Nya, karena beberapa alasan;

Pertamal AllahBs menggabungkan kedua sifat ini untuk diri-


Nyr, di dalam kitab-Nya yang terang, dan suci dari setiap
kekurangan. Andaikan dua hal ini saling bertoiak-belakang, tentu
Al-Qur'an tidak akan menyatukan keduanya.

Segala sesuatu yang terlihat kontradiktif bagi Anda di dalam


kitabullah, maka renungilah hal tadi secara herulang-ulang, hingga
jelas bagi Anda maksud sebenarnya. Allahusberfirman;

,
{ r"S u)st ^u tsE}
\ J-_
int * Ju-c ;,, ;s }; iilr
"Maka tidakkah mereka mengftayati (mendalami) Al-Qur'an?
S ekiranv a (Al- Qltr'ln) itu
luk an dari. Allah, p astilah m er eka r enemukan
t

593 HR.Muslim dengan Syarah an-l'lcwauzi (Vlz+). Maha Sucil.ngkau ya Allah,


dan kami menruii-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada ilah (yang berhak
diibadahi dengan sebenarnya) selain Engkau, al,"u rnemohon ampunan
dan bertobat keoada-Mu. Shalawat, salam, dan berkah semoga terlimpah
kepada nabi kita Muhammad, keluarganya, diln para sahabatnya.

.@, s h Al-Oowaaid Al- Mutsla


b any ak hal y ang b ertentangan di dalamnya." (QS. An-Nisa' : 82)

Kedua; sifat kebersamaan dan ketinggian dimungkinkan


bersatu pada makhluk. Contohnya kalimat berikut, "Kami terus
berjalan bersama bulan." Kalimat ini tidak dianggap kontradiktif.
Seperti diketahui, manusia berjalan di bumi, sementara bulan
berada di langit. Jika kebersamaan seperti ini dimungkinan bagi
makhluk, lantas bagaimana kiranya dengan Sang Khaliq Yang Maha
Meliputi s egala-gala ny a? l.

Syaikh Muhammad Khalil al-Harras berkata dalam Syarah


al:Aqidah al-Wasithiyyaft, halaman: 115, pada perkataan penulis,
"Bahkan bulan yang merupakan salah satu tanda kebesaran Allah
dan termasuk salah satu makhluk-Nya yang kecil, yang berada di
langit, selalu bersama musafir, dan juga selain musafir dimana saja
mereka berada." Syaikh al-Harras berkata, "Penulis membuat
perumpamaan bulan yang berada di langit, bahwa ia senantiasa
bersama dengan musafir, ataupun bukan musafir di mana saja
mereka berada. Jika kebersamaan seperti ini berlaku bagi bulan
yang merupakan salah satu makhluk kecil, kenapa tidak boleh
berlaku bagi Yang Maha Lembut, Maha Teliti, Yang ilmu dan kuasa-
Nya meliputi seluruh hamba-hamba-Nya, Yang Maha Menyaksikan
dan melihat para hamba, mengetahui rahasia dan bisikan mereka.
Bahkan alam seluruhnya; langit dan bumi, dari Arsy hingga
serangga; semuanya berada di hadapan-Nya seperti pistol di tangan
seseorang di antara kita. BukankahZat yang sifat-Nya sedemikian
rupa ini lebih berhak dikatakan bahwa Ia bersama makhluk-Ny'a,
meski Ia tinggi di atas mereka, jauh dari mereka, dan berada di atas
Arsy-Nya?."

Ketiga; andaikan penyatuan antara sifat ketinggian dan


kebersamaan itu mustahil bagi makhluk, maka bukan berarti
mustahil bagi Khaliq, karena tidak ada sesuatu pun di antara
makhluk yang serupa dengan-Nya;

,$'*it
\/-.. i*1lt Jr'.i;:';
g. !i ^r:^s
...
i..;
t)- /
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
MahaMendengar, MahaMelihat." (QS. Asy-Syura : 11)

-------H 5. Penut .@,


Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata dalam al-Aqidah
al-Wasithiyyah, halaman: 116, syarah Syaikh al-Harras, "Kedekatan
dan kebersamaan Allah yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan
sunnah, tidak menafikan ketinggian dan keberadaan Allah di atas
makhluk, yang hal ini juga disebutkan di dalam Al-Qur'an dan
sunnah; karena tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah di
dalam semua sifat. Ia Maha Tinggi meski dekat, Maha Dekat meski
berada di ketinggian."

Kesimpulan terkait persoalan ini;

Pertana; kebersamaan Allahp dengan makhluk-Nya


ditetapkan Al-Qur'an, sunnah, dan ijma' salaf.

Kedua; kebersamaan Allah benar adanya; sesuai hakikatnya;


sebagaimana yaflg pantas bagi-Nya, tanpa menyerupakan
kebersamaan tersebut seperti kebersamaan makhluk dengan
makhluk.

Ketiga; kebersamaan Aliah mengharuskan cakupan ilmu,


kemahakuasaan, pendengaran, penglihatan, kekuasaan,
pengaturan, dan makna-makna rububiyah lainnya bagi Allah
terhadap makhluk; jika kebersamaan-Nya tersebut bersifat umum.
Sementara jika bersifat khusus, maka mengharuskan pertolongan,
dukungan, dan bimbingan.

Keempat; kebersamaan Allah tidak mengharuskan Allah


bercampur dengan makhluk, atau menempati tempat mereka.
Sama sekali tidak menunjukkan makna seperti ini dari sisi
manapun.

Kelima; jika kita menghayati penjelasan di atas, rnaka kita


akan mengetahui bahwa tidak ada kontradiksi antara kebersamaan
Allah dengan makhluk secara hakiki, dan keberadaan-Nya di langit
di atas Arsy-Nya yang juga secara hakiki.

Maha SuciA1lah, dan kami memuji-Nya; kami tidak rnembatasi


pujian pada-Nya, Ia sebagaimana Ia memuji terhadap diri-Nya.

.@, -s Al-Oowaaid Al- Mutsla o---"-


Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada hamba dan
Rasul-Nya; Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.

Penulis;

Al-faqir ilallah; Muhammad ash-Shalih a1-Utsaimin,


27/11,/L403.

5. .@,
r rA.
lBP#3.r
Daftar Pustaka
'EtE625-
.vt

Referensi Attidah;

Asma'ullahi wa Shifatuhu fi Mu'taqad Ahlissunnati wal Jam'ah,


Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar, Darun Nafa'is, Oman.
z. Miftah Daris Sa'adaft, Syamsuddin AbuAbdullah Muhammad
bin Abu Bakar Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Dar Ibni Affan.
3. Al-Fatawa al-Hamawiyyah al-Kubra, Syaikhul Islam Ahmad
bin Abdul Halim bin Taimiyah, tahqiq; Hamad bin Abdul
Muhsin at-Tuwaijiri, Darush Shu aimi.
4. Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah, Muhammad Khalil Harras,
komentar dan ulasan oleh; Syaikh Ismail al-Anshari.
5. At-Tuhfah al-Muhammadiyyah syarh ar-Risalah
at-Tadmmuriyy ah,syaikh Falih bin Mahdi Ali Mahdi, komentar
dan ulasan oleh; Syaikh Abdurrahman bin Shalih d-Hamud,
Maktabah al-Haramain, Riyadh.
5. AI:Udzr bil JahI Aqidatus Salaf, Syarif Muhammad Fuad
Hazza', Maktabah Ibni Taimiyah, Kairo.
7. Qawa'id wa Dhawabith at-Takfir wal'(Jdzr bil Jahl,Ir. Khalid
Fauzi Abdul Hamid, Maktabah La)ryinah, Demnahor.
Al:Udzr bil Jahl Tahtal Mijhar Asy-Syar'i, Abu yusuf Madahat
bin Hasan AIi Farraj, kata pengantar; Abdullah bin
Abdurrahman al-Jibrin, Darul Kitab was Sunnah, Karachi.
9. Kit ab al-Azh nm ah, Imam al- Hafi zh Abu Muhammad Abdullah
bin Muharnmad bin Ja'far bin Hayyan. dikenal sebagai Abu

.@t s Al-OowaaidAl- Mutsla O---**_


Syaikh al-Ashbahani, tahqi oleh; Muhammad Faris, Darul
Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut.
10. Jinayatut Ta'wil al-Fasid 'alal Aqidah al-Islamiyyah, Dr.
MuhammadAhmad Nuh, Dar IbniAffan.
11. Kitab at-Tauhid wa ltsbatu Shifatir Rabb w*, al-Hafizh Imam
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin I(huzaimah, tahqiq
oleh; Abdul Aziz tbrahim asy-Syahwani, Maktabah ar-Rusyd,
Riyadh.
L2, Kitab at-Tauhid wa ltsbatu Shifatir Rabb *E;, al-Hafizh Imam
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, tahqiq
oleh; Muhammad Khalil Harras, Darul Kutub, Beirut.
13. Al-Ibanah'an Ushulid Diyanah, Imam Abul Hasan al-Asy'ari,
Darul Kitab al-Asy'ari.
Tabyin Kadzibil Muftari fima Nusiba ilal lmam Abil Hasan
al-Asy'ari,Abul Qasim Ali bin Hasan bin Hibatullah bin Asakir
ad-Dimasyqi, ahli sejarah Syam, Darul Kitab al-'Arabi.
15. Itsbatul 'Uluww, Imam Muwaffiquddin Abu Muhammad
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi, tahqiq; Dr.
Ahmad bin Athiyah Ali al-Ghamidi, Muassasah 'Ulumil
Qur'an, Beirut, Maktabatul 'Ulum wal Hikam, Madinah
al-Munawwarah.
1.5. Aqidatus Salaf wa Ashabil Hadits; ar-Risalah fi I'tiqadi
Ahlissunnah wa Ashabil Hadits wal A'immalz, Abu Utsman
Ismail bin Abdurrahman ash-Shabuni, tahqiq; Dr. Nashir bin
Abdurrahman bin Muhammad al-Juadi', Darul Ashimah lin
Nasyr.
t7. Syarh Lum'atil l'tiqad, Muwaffaquddin Abdullah bin Ahmad
bin Qudamah al-Maqdisi, fitulis oleh; Syaikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin, Dar Ibnil Qayyim lin Nasyr, Dammam.
18. Minhaj Ibni Taimiyah fi Mas'alatit Takfir, Dr. Abdul Majid bin
Salim bin Abdullah al-Masyba'i, Maktabah Adwa'us Salaf,
Riyadh.
19. Syarh Ushul I'tiqad Ahlissunnah wal Jama'ah, Imam al-Alim

5. Penut .@,
al-Hafizh Abul Qasim Hibatullah bin al-Hasan Manshur ath-
Thabari al-Lalaka'i, tahqiq; Dr. Ahmad Sa'ad Hamdan, Dar
Thayyibah lin Nasyr wat Tawzi', Riyadh.
20. Al-Kawasyif al-Jaliyyah 'an Ma'anil Wasithiyyah, Abdul Aziz
Muhammad as-Salman, Cetakan Kesembilanbelas.
2L. Al:UIuww lil Aliyyil Ghaffar fi ldhahi Shahihil Akbar, al-Hafizh
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-
Dzahabi, dipelihara oleh; Muhammad Asyraf bin Abdul
Maqshud, Maktabah Adhwa'ul Bayan.
22. Mukhtashar allUluww, a-Hafizh Syamsuddin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi, oleh; Muhammad
Nashiruddin al-Albani, al-Maktab al-Islami.
23. Kitab ash-Shafadiyah,Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin
Taimiyah, Maktabah Ibni Taimiyah.
24. Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, lbnu Abil lzz Al-Hanafi,
disusun oleh; Khalid Fauzi Abdul Hamid Hamzah, Darut
Tarbiyah wat Turats, Makkah al-Mukarramah, dan Maktabah
adh-Dhiya', Jeddah.
25. Itmamul Minah bi Syarh I'tiqadi Ahlissunnah, Dr.Ibrahim bin
Muhammad al-Buraikan, Darus Sunnah.
26. Syarh as-Sanusiyyah al-Kubra al-Musamma 'Umdatu Ahlit
Taufiq wat Tasdid, Imam Abu Abdullah As-Sanusi, Dr. Abdul
Fatah Abdullah Barakah, Darul Qalam, Kuwait.
27 . Daf 'u Syubahit Tasybih bi Akaffit Tanzih,Imam al-Hafizh Abul
Faraj Abdurrahman bin al-Jauzi, tahqiq; Hasan Saqqaf, Darul
Imam an-Nawawi, Omman, Urdun.
28. SyarhulMawaqif, muhaqqiq; Sayyid Syarif Alibin Muhammad
al-Jurjani, dengan Hasy iyat as-Siyalakuti w aI Halbi, Mansyrrat
Syarif ar-Ridha.
29. Al-Hikmah wat Ta'IiI fi Af'alillahf W, Dr. Muhammad Rabi'
Hadi al-Madkhali, Maktabah Layyinah, Demnihor lin Nasyr
wat Tawzi'.
30. Al-Ajwibah al-Mardhiyyah Ii Taqrib at-Tadammuriyyah, Abu

.@, s Al-@waoidAl- Mutsla


Mush ab Bilal bin Habasyi Thabari al-Jazain, Dar llajar lin
Nasyr wat Tawzi', Abha.
31. Hasyiyat al-Bajuri'ala Matnis Sanusiyyah fil'Aqidah, Syaikh
Ibrahim al-Bajuri, dipelihara oleh; Abdussalam, Dar al-Bairuti.
32. Fi 'Ilmil Kalam Dirasah Falsafiyyah. Dr. Ahmad Mahmud
Shubhi, Darun Nahdhah a1-'Arabiyyah, Beirut.
33. Nasyruth Thawali', al-Allamah al-Mar'asyi, dikenal sebagai
S aj qali Z adah, Maktabah al-'Ulum al-Arabiyyah.
34. Tuhfatul Murid Syarh Jauharatit Tauhid, al-Allamah Syaikh
Ibrahim al-Bajuri, Darul Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut.
35. Al-Jawa'iz wash Shalat min Jam'il Asami wash Shifat, Nurul
Hasan Muhammad Shadiq Hasan Khan al-Qanuji, Maktabah
N azzar Musthafa aL-B az, Makkah al- Mukarramah.
36. Syarh Shughrash Shughra fi 'Ilmit Tauhid, Abu Abdvullah
Muhammad bin Yusuf as-Sanusi al-Hasani, dengan catatan
kaki al-Mawahib al-Laduniyyah fi Syarh Muqaddimah
as-Sanusiyyah, Abu Ishaq Ibrahim al-Andalusi, Maktabah
al-Halabi.
37. Hasyiyat Ali Syarh Ummul Barahin, Muhammad bin Ahmad
bin Arafah ad-Dasuqi, Musthafa al-Babi al-Halabi wa
Awladuhu, Mesir.
38. Hasyiyat asy - Syaikh Abdillah ibn Hij azi asy - Sy arqani'ala Sy arhil
lmam Muhammad ibn Manshur al-Hudhudi 'ala Ummil Barahin,
yang &kenal sebagai ash-Shughra, Syarikat Mathba'ah
Musthafa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu, Mesir.
39. Hasyiyat Muhammad ibn Muhammad al-Amir 'al Syarh
Abdissalam ibn lbrahim al-Maliki li Juaharatit Tauhid, Syarikat
Mathba'ah Musthafa al-Babi al-Ha]abi waAwladuhu, Mesir.
40. Syarh al-Kharidah fi'llmit Tauhid,Imam Abul Barakat Sayyidi
Ahmad ad-Dardir, ulasan oleh; Husain Abdurrahim Makki,
Dar wa Maktabah al-Hilal lith Thiba'ah wan Nasyr, Beirut.
4L, Syarh Ummil Barahin lisy Syaikh Ahmad ibn lsa al-Anshari fi
Ghay atil lkhtishar wa N ihay atil lj az, Dar wa M aktabah al-Hilal

5. Penut .@,
lith Thiba'ah wan Nasyr, Beirut.
42. Syarh ash-Shawi 'ala Jauharatit Tauhid, al-Allamah Syaikh
Ahmad bin Muhammad al-Maliki ash-Shawi, Darul Ikha'.
43. Syarh ar-Risalah at-Tadmmuiyyah, Syaikh Muhammad bin
Shalih bin Utsaimin, masih berupa tulisan tangan.
44. Ada' ul Maturidiyyah lil'Aqidah as- S alafiyyah, al-Maturidiyy ah
wa Mauqifuhum min Tuahidil Asma'iw ash Shifat, Syams
as-Salafi al-Afghani, tesis, Maktabah ash-Shiddiq.
45. Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah wa Syarh'Aqidat Ahlissunnah,
Imam al-Hafizh Qawamussunnah Abul Qasim Ismail bin
Muhammad al-Ashbahani, tahqiq; Muhammad bin Rabi'bin
Hadi Umair al-Madkhali, Darur Rayah lin Nasyr wat Tawzi',
Riyadh.
46. AI-Jawab ash-Shahih liman Baddala Dinal Masih, Syaikhul
Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah, tahqiq; Dr. Ali
Hasan an-Nashir, Dr. Abdul Azizlbrahim Askar, Dr. Hamdan
bin Muhammad al-Hamdan, DarulAshimah lin Nasyr.
47. Hidayatul Hayari fi AjwibatilYahud wan Nashara, Syamsuddin
Muhammad bin Abu Bakar bin Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq
darta'liq; Dr. Ahmad Hljazi Saqa, al-Maktabah al-Qayyimah
lith lhiba'ah.
48. Fatawa al-Aqidah, Syaikh Muhammad bin Shalih bin
Utsaimin, Maktabah sunnah.
49. Sya'nun Du'a', Abu Sulaiman Ahmad bin Muhammad
al-Khaththabi al-Hafizh, tahqiq; Ahmad bin Yusuf ad-Daqqaq,
Darul Ma'mun lit Turatsy, Damaskud, Beirut.
50. Minhajul lstidlal 'ala Masa'ilil l'tiqad 'inda Ahlissunnah wal
Jama'ah, Utsman bin AIi Hasan, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh.
51. Mausu'at Ahlissunnah, Abdurrahman ad-Dimasyqryyah, Darul
Muslim lin Nasyr watTawzT', Riyadh.
52. Kitab at-Tamhid li Qawa'idit Tauhid, Imam Abul Mu'in
an-Nasafi , Tahqiq; Habibullah Hasan Ahmad, Daruth Thiba'ah
al-Muhammadiyyah, 3 Darb al-Atrak, al-Azhar.

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla .---.-


53. Al - M aturidiyy a h D i n; s ah w a Ta r1w im, Ahrnad bin Awir'dh ul-lah
bin Dakhil al-Lukraibi al-Harbi, Darul Ashimah lin Nasyr: wat
'l'awzi'.
54. Risalnh Ahitts Tsaghr, Irnarn Abul Hasan ai-Asy'ari, tahr4iq;
Abduliatr Syaki.r IVl'"rharnrnarl aJ - Jurraidi, Maktabah a.l-'iJiurn
wal t{ikmah, }ladina}, al-N4unaw,ruarah, Muassasah'Uiumil
Qur'an, tahqiq; Dr. Muhammad Sayyid al-Julainad, Darul
Wala'lin Nasyr wat Tawzi'.
55. Al-Mathalib al-'Aliyyah ntinal 'Ilm, Imarn h-akhruddin ar-Razi,
tahqiq; Dr. Ahmad llijazi as-Saqa, Darul Kitab al-Araby,
Beirut.
:i6. Mihaj sunnah an-Nabawiyyah, Abul Abbas Ahmari bin
Taimiyah, tahqiq; Dr. Muhammad Rasyad Salirn, Maktabah
Ibni Taimiyah, Kairo.
57 . At-Tadammuriyyah Tahqiqul ltsbat lil Asma' wash Shifat, Abul
Ab'bas Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah,
tahqiq; Muhammad bin Audah as- Sa'di, Maktabah a1-Ubaikan.
58. Mauqif lbni Taimiyah minal Asya'irah, Dr. Abdurrahman bin
Shalih al-Hamud, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh.
59. Dar'u Ta'arudhil'Aql wan Naql, Abul Abbas Ahmad bin Abdul
Halim bin Taimiyah, tahqiq; Dr. Muhammad Rasyad Salim,
dicetak dengan biaya Universitas Imam Muhammadbin Sa'ud
al-Islamiyah, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, Darul
Kutub al-'Ilmiyah, Beirut.
60. Bayan Tablis al-Jahmiyyaft, Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul
Halim bin Taimiyah, dengan koreksi, ulasan, dan
penyempurnaan oleh; Muhammad bin Abdurrahman bin
Qasim, Muassasah Qurthubah.
51 . Majmu'atur Rasa' il wal Masa' il, Imam Taqiyuddin Ahmad bin
Taimiyah, Darul Kutub al-'llmiyyah, Beirut, Lebanon.
62. Syarh al:Aqa'id an-Nafasiyah, al-Allamah Sa'duddin Mas'ud
bin Umar bin Abdullah at-Taftazani, tahqiq; Dr. AhmadHijazi
as- Saqa, Maktabah al-Kulliyaat al-Azhariyyah, Kairo.

-*.---------{ 5. Penutu .@,


lith Thiba'ah wan Nasyr, Beirut.
42. Syarh ash-Shawi 'ala Jauharatit Tauhid, al-Allamah Syaikh
Ahmadbin Muhammad al-Maliki ash-Shawi, Darul Ikha'.
43. Syarh ar-Risalah at-Tadmmuriyyah, Syaikh Muhammad bin
Shalih bin Utsaimin, masih berupa tulisan tangan.
M. Ada' ul Maturidiyy ah lil'Aqidah as- S alafiyyah, al-Maturidiyy ah
wa Mauqifuhum min Tuahidil Asma'iw ash Shifat, Syams
as-Salafi d-Afghani, tesis, Maktabah ash-Shiddiq.
45. Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah wa Syarh'Aqidat Ahlissunnah,
Imam al-Hafizh Qawamussunnah Abul Qasim Ismail bin
Muhammad al-Ashbahani, tahqiq; Muhammad bin Rabi'bin
Hadi Umair al-Madkhali, Darur Rayah lin Nasyr wat Tawzi',
Riyadh.
46. Al-Jawab ash-Shahih liman Baddala Dinal Masih, Syaikhul
Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah, tahqiq; Dr. Ali
Hasan an-Nashir, Dr. Abdul Azizlbrahim Askar, Dr. Hamdan
bin Muhammad al-Hamdan, DarulAshimah lin Nasyr.
47. Hidayatul Hayari fi AjwibatilYahud wan Nashara, Syamsuddin
Muhammad bin Abu Bakar bin Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq
danta'liq; Dr. Ahmad Hijazi Saqa, al-Maktabah al-Qayyimah
lith thiba'ah.
48. Fatawa al-Aqidah, Syaikh Muhammad bin Shalih bin
Utsaimin, Maktabah sunnah.
49. Sya'nun Du'a', Abu Sulaiman Ahmad bin Muhammad
al-Khaththabi al-Hafizh, tahqiq; Ahmad bin Yusuf ad-Daqqaq,
Darul Ma'mun lit Turatsy, Damaskud, Beirut.
50. Minhajul lstidlal 'ala Masa'ilil I'tiqad 'inda Ahlissunnah wal
Jama'ah, Utsman bin Ali Hasan, Maktabah ar-Rusyd, Rifdh.
51. M ausu' at Ahlis sunn ah, Ab durrahman ad-Dimasyqiyyah, Darul
Muslim lin Nasyr watTawzi', Riyadh.
52. Kitab at-Tamhid li Qawa'idit Tauhid, Imam Abul Mu'in
an-Nasafi, Tahqiq; Habibullah Hasan Ahmad, Daruth Thiba'ah
al-Muhammadiyyah, 3 Darb al-Atrak, al-Azhar.

.@, s h Al-@waaid Al- Mutsla }---


53. Al-Maruridiyyah Dirusah wa T.'aqwirn. Ahmacl bin Aw;ldhuJlah
}:in Dakhil al-LuLraibi al-Harbi, Darul Ashimah lin Nasyr: wat
'['awz|'.
54. Risalnh Ahiits Tsaghr, funam Abul }lasan al-Asy'ari, tahriiq;
libdullatr Syakir Muhamrnad al -Junaidi, Maktabah a.l-'IJiurn
wal Hikmah, Madinah al-L4unawwarah, Muassasah'Ulumil
Qur'an, tahqiq; Dr. Muhammad Sayyid al-Julainad, Darui
Wala' lin Nasyr wat Tawzi'.
55. Al-Mathalib ttl- Aliyyah rninal 'Ilrn, Irnarn Fakhruddin ar-Ra;zi,
tahqiq; Dr. Ahmad llijazi as-Saqa, Darui Kitab al-Araby,
Beirut.
li6^ hlihaj sunnah an-Nabawiyyah, Abui Abbas Ahmaci bin
Taimiyah, tahqiq; Dr. Muhammad Rasyad Salirn, Maktabah
Ibni Tairniyah, Kairo.
57. At-Tadamrnuriyyah Tahqiqul ltsbat lil Asma' wash Shifat, Abul
Ab'bas Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah,
tahqiq; Muhammad bin Audah as- S a'di, Maktabah al-Ubaikan.
58" Mauqif lbni Taimiyah minal Asya'irah, Dr. Abdurrahman bin
Shalih al-Hamud, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh.
59. Dar'uTa'arudhil'Aqlwan Naql, Abul Abbas Ahmad bin Abdul
Halim bin Taimiyah, tahqiq; Dr. Muhammad Rasyad Saiim,
dicetak dengan biaya Universitas Imam Muhammad bin Sa'ud
al-lslamiyah, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, Darul
Kutub al-'Ilmiyah, Beirut.
60. Bayan Tablis al-Jahmiyyah, Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul
Halim bin Taimiyah, dengan koreksi, ulasan, dan
penyempurnaan oleh; Muhammad bin Abdurrahman bin
Qasim, Muassasah Qurthubah.
51. Majmu'atur Rasa' il wal Masa 'i/, Imam Taqiyuddin Ahmad bin
Taimiyah, Darul Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, Lebanon.
62. Syarh al:Aqa' id an-Nafasiyah, al-Nlamah Sa'duddin Mas'ud
bin UmarbinAbdullah at-Taftazani, tahqiq; Dr. Ahmad Hijazi
as - S aqa, M aktab ah al- Kulliyaa t al- Azhariyy ah, Kairo.

-------------{ 5. Penut .o,


63. Al-Muhadharat as-Saniyyah fi Sy arh al:Aqidah al-Wasithiyy ah li
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah, Muhammad bin Shalih bin
Al-Utsaimin, dengan ulasan oleh; Syaikh Abdul AzizbinBaz,
tahqiq dan talchrij oleh; Abu Muhammad Asyraf Abdul
Maqshud bin Abdurrahim, Maktabah ath-Thabariyah, Riyadh.
64. Mukhtashar ash-Shawa'iq al-Mursalah 'alal Jahmiyah wal
Mu'aththilaft, Ibnu Qaynm al-Jauziyyah, evaluasi dan kata
pengantar oleh; Thaha Abdurrauf Sa'ad, Dar lhya'il Kutub
al-Arabiyyah, Faishal Isa al-Babi al-Halabi.
65. Ash-Shawa'iq al-Mursalah'alal Jahmiyah wal Mu'aththilah,
Imam Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Syaikh
Shalih Abu Bakar bin Ayprb bin Qayyim al-Jauziyah, tahqiq;
Dr. Ali bin Muhammad ad-Dakhilullah, Darul Ahsimah,
Riyadh.
66. Bada'iul Fawa'id, Syaikh Muhammad bin Abu Bakar bin
Qaynm al-Jauziyyah, Darul Kitab al-Araby, Beirut.
67. Al-Qawa'id al-Kulliyyat lil Asma' wash Shifat, Dr. Ibrahim bin
Muhammad bin Abdullah al-Buraikan, Darul Hijrah lin Nasyr
wat Tawzi', Riyadh.
68. Mu'taqad Ahlissunnah wal Jama'ah fi Asma'illahil Husna, Dr.
Muhammad bin Khalifah at-Tamimi Dar Ilafid Dauliyyah lin
Nasyr, Kuwait.
69. Al-Mawaqif fi 'llmil Kalam, Iwadhullah wad Din al-Qadhi
Abdurrahman bin Ahmad al-Aiji, Alamul Kutub, Beirut.
70. Kitab al-Musamarah fi Syarhil Musayarah. Kamal bin Abu
Syarif, dengan catatan kaki oleh; Zainuddin Qasim, cetakan
kedua, Mathba'ah as-Sa'adah, Mesir.
77. An-Nibras fi Syarh'Aqa'idin Nasafi, al-Allamah Muhammad
Abdul Aziz al-Farhari, Maktabah Tahanawi Duwaiband,
Saharnafur, India.
72. Syarhul Maqashid, ai-Allamah Mas'ud bin Umar Abdullah
Sa'duddin at-Taftazani, tahqiq; Dr. Abdurrahman Umairah,
Alamul Kutub, Beirut.

.@t Svarah Al- id Al- Mutsla F--*-


73. Kitab Ushuliddin, ImamAbu ManshurAbdul Qahirbin Thahir
at-Tamimi al-Baghdadi, Darul Mafinah lit Thiba'ah wan
Nasyr, Beirut.
74. SyarhKitab al-Fiqh al-Al&ar,lmam MullaAli al-Qari al-Hanafi,
tahqiq; Ali Muhammad Dandal, Darul Kutub al-'Ilmiyyah,
Pakistan.
75. Qadimi Kutub Khanat Aram Bagh, Karachi, Pakistan.
76. Ash-Shaha'if al-Ilahiyyah, Syamsuddin as-Samarqandi,
tahqiq; Dr. Ahmad Abdurrahman Syarif, Maktabah al-Fallah,
Kuwait.
77. Kitab at-Tauhid, Imam Abu Manshur Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud al-Maturidiyyah as-Samarqandi,
Tahqiq; Dr. Fathuiiair iGaiif Darusy Syarq, Beirut.
78. Lawami'pul Anwar al-Bahiyyah wa Sawathi'ul Asrar
al-Atsariyyah, aJ,-Allamah Syaikh Muhammad bin Ahmad
as-Safarini, al-Maktab al-Islamy, Beirut, Maktabah Usamah,
Riyadh.
79. Tamhidul Awa'il wa Talkhishud Dala'il, al-Qadhi Abu Bakar
Muhammad bin thayyib al-Baqilani, tahqiq; Syaikh
Imaduddin Ahmad Khair, Muassasah a]-Kutub ats-
Tsaqafiyyah, Beirut.
80. Kitab Nihaytil lqdam fi'llmil Kalam,Imam Abdul Karim asy-
Syihristani, ralat oleh; Fardagium, Maktabah ats-Tsaqafah
al-Laduniyyah.
81. Al-MiIal wan Nihal, Abul Fath Muhammad bin Abdul Karim
bin Abu Bakar bin Ahmad asy-Syihristani, Darul Ma'rifat lit
Thiba'ah wan Nasyr, Beirut.
82. Kitabul lrsyad ila Mawaqi'il Adillat fi Ushulil I'tiqad, Imam
Haramain Abul Ma'ali Abdul Malik al-Juwaini, tahqiq; Asa'ad
Tamim, Muassasah al-Kutub ats-Tsaqafiyyah.
83. Madzahibul Islamiyyin, Dr. Abdurrahman Badawi, Darul 'llm
lil Malayin.
84. Tabshiratul Adillah fi Ushuliddin, Abui Ma'in Maimun bin

^.-----------{ 5. Penut .@,


Muhammad an-Nasafi, tahqiq; Kalud Salamah, Institut Ilmu
Pengetahuan Perancis untuk Studi-studi Arab, Damaskus.
85. Al-Muhith bit Taklif, al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad,
tahqiq; Umar Sayyid Azmi, evaluasi oleh; Dr. Ahmad Fuad
al-Ahwani, al-Muassasah al-Mishriyyah al-Amah lit Ta'lif
wan Nasyr', ad-Dar al-Mishriyyah iit Ta'lif.
86. Asma-ullahil Husna,Imam Syamsuddin Muhammad bin Abu
Bakar az-Zara'i bin Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq; Yusuf Ali
Badawi, Aiman Abdryrazzaq asy-Syawa, Dar Ibni Katsir,
Damaskus, Beirut, Darul Kalim ath-Thayyib, Damaskus,
Beirut.
87. Ma'alimut Tauhid, Dr. Marwn Ibrahim al-Qaisi, al-Maktab
al-Islamy, Beirut.
88. Ad-Du'a' wa Manzilatuhu minal 'Aqidah al-Islamiyyah, Abu
Abdurrahman bin Jailan bin Khadhir al-Arusi, Maktabah
ar-Rusyd, Riyadh, Syarikah ar-Riyadh lin Nasyr.
89. SyarhulUshul al-Khamsah, al-Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad,
tahqiq; Dr. Abdul Karim Utsman, Maktabah Wahbah, Kairo.
90. Nasy'tul Asy'ariyyah wa Tathawwuriha, Jalal Muhammad
Abdul Hamid Musa, Darul Kitab al-Lubnani, Kairo.
91. ' U luww all ahi' al a Khal qihi, Dr. M usa bin S ulaiman ad- Duwisy,
Maktabatul'Ulum wal Hikam, Beirut.
92. Alil fi M as a' ilil Qadh a' w al Qadar, Imam Syamsuddin
Syifa' ul
Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub az-Zara'i, dikenal
sebagai Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Darul Kitab al-Arabi.
93. Madarijus Salikin baina Manazili lyyaka Na'budu wa lyyaka
N asta'in,lmam ibnu Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq; Muhammad
Hamid al-Faqi, Darul Kitab al-Arabi, Beirut.
94. Al-Qaulul Mufid 'ala Kitabit Tauhid, Syarh asy-Syaikh
Muhammad ibn Shalih ibn Utsaimin, urutan tata letak dan
takhrij oleh; Dr. Sulaiman bin Abdullah bin Hamud Abu Khail,
Dr. Khalid bin Ali bin Muhammad al-Musyaiqih, Darul
Ashimah lin Nasyr wat Tawzi'.

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla o--_


95. Manhaj lbni Hajar al-Asqalani fiI Aqidah, Muhammad Ishaq
Kandau, Maktabah ar-Rusyd.
96. Manhaj Ahlissunnah wal Jama'ah wa Manhaiul Asya'irah fi
Tauhidillahi rp, KhalidbinAbdul Lathif bin Muhammad Nur,
Maktabah al-Ghuraba' al-Atsariyyah, Madinah
al-Munawwarah.
97. AL-Kafiyah asy-Syaftyah lntishar lil firqah an-Najiyah;
fil
al-Qashidah an-Nuniyyah, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,
dipelihara oleh; Abdullah bin Muhammad al-Umair, Dari Ibni
Khuzaimah.
98. Syarh Qashidah an-Nuniyyah, Dr. Muhammad Khalil Harras,
Maktabah Ibni Taimiyah, Kairo.
99. Syarh Qashidah al-lmamlbnil Qayyim. Ahmad bin Ibrahim bin
Isa, tahqiq ; Zuhair asy- Syawisy, al-Maktab al- I slami.
L}O. Al-Matj ar ar-Rabih fi Ts aw abil'Amalish Shalih, Imam al-Hafizh
Abdul Mu'min bin Khalaf ad-Dimyathi, takhrij; Aiman bin
Arif ad-Dimasyqi, Maktabah at-Turats al-Isiami, Kairo.
!01. Itsarul Haqqi'alal Khalqi fi Raddil Khilafat ila Madzhabil Haqqi
min tJshulid Tauhid, Abu Abdullah Muhammad bin
al-Murtadha al-Yamani, dikenal sebagai Ibnul Wazir, Darul
Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, Lebanon.
L02. lzalatul Astar 'anil Jawab al-Mukhtar li Hidayatil Muhtar,
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
LO3. Mauqiful Mutakallimin mnal lstidlal bi Nushushil Kitabi was

Sunnah, Sulaiman bin Shalih bin Abdul Aziz al-Ghusn, Darul


Ishamah lin Nasyr wat Tawzi'.
104. Kitabun Nuqul ash-Shahihah al-Wadhihah al-Jaliyyah 'anis
S alafish Shalih fi Ma'nal Ma'iyyah al-llahiyyah, Ali bin Abdullah

al-Hawwas, Cetakan Kedua.


105. ltsbatu'(Jluwwillahi wa Mubayanatihi li Khalqihi, Hammud bin
Abdullah bin Hammud at-Tuwaijiri, Maktabah al-Ma'arlf,
Riyadh.
tO6. Al-Arba'in fi Shifati Rabbil Alamin, Muhammad bin Ahmad

---"----{ 5. Penut .@,


bin Utsman adz-Dzahabi, tahqiq;Abdul Qadirbin Muhammad
Atha Sufi, Maktabahul 'UIum wal Hikam, Madinah
al-Munawwarah.
107. Kitab al:Arsy wama Ruwiya Fihi, al'Hafizh Muhammad bin
Utsman bin Abu Syaibah, tahqiq; Abu Abdullah Muhammad
bin Hamad a1-Hammud, Maktabah sunnah, Kairo, dan tahqiq;
Dr. Muhammad bin Khalifah at-Taimi, Maktabah ar-Rusyd,
Riyadh.
LO8. Ad-Durar as-Saniyyah fil Ajwibah an'Najdiyyah, dihimpun oleh
Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim an-Najdi,
Cetakan Kelima.
LO9. ljtima'ul Juyusy al-Islamiyyah 'ala Ghazwil Mu'aththilah wal
Jahmiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ad-Dimasyqi, Darul
Kitab a1-'Ilmiyyah, Beirut, Lebanon.
LtO. Kitabusy Syari'ah, Imam al-Muhaddits;Abu Bakar Muhammad
bin al-Husain al-Ajurri, tahqiq; Dr' Abdullah bin Umar bin
Sulaiman ad-Daiji, Darul Wathan, Riyadh.
1.1\. At-Tankil bima fi Ta'nibil Kautsari minal Abathil, al-Allamah
Syaikh Abdurrahman bin Yahya al-Ma'lami al-Yamani, tahqiq
dan ta'liq; Muhammad Nashiruddin al-Albani, Maktabah
al-Ma'arif, Riyadh.
1L2. Sunnah, Imam Abu Bakar Ahmad bin Amr bin Abu Ashim,
tahqiq; Dr. Basyim bin Faishal al-Jawabirah, Darush Shumai'i'
7L3. Syarh al:Aqidah al-Wasithiyyah, Dr. Shalih bin Fauzan bin
Abdullah al-Fauzan, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh.
LL4. Ar-Raudhah an-Nadiyyah fi Syarhil'Aqidah al-Wasthiyyah, Zaid
bin Abdul Azizbin Fayyadh, Darul Wathan, Riyadh.
LLS . Al - A s' il ah w al Aj w ib ah al - tl shulyy ah' al al'A qi d ah al -W a sithiyy ah,
AbdulAziz Muhammad Salman, Cetakan Kelima, 1395 H.
LL6. At-Tanbihat as-Saniyyah'alal'Aqidah al-Wasithiyyah, Syaikh
Abdul Aziz an-Nashir ar-Rasyid, Darur Rasyid lin Nasyr wat
rt
lawzt.
LL7. Shifatullahi bjfil Ritabiwas Sunnah, Alawi bin Abdui Qadir

Svarah Al-Oowaaid Al- Mutsla


lin Nasyr wat Tawzi'.
as-Saqqaf, Darul Hijrah
tt8. Taqrib at-Tadammuriyyah, Muhammad bin Shalih bin
Utsaimin, Darul Wathan lin Nasyr wat Tawzi'.
1,L9. Raddul lmam ad-Darimi'Utsaman ibn S a'id'alal Bisyr al-Muraisi,
ulasan-ulasan oleh; Muhammad Hamid al-Faqi, Darul Kutub
a1-'Ilmiyyah, dan tahqiq; Dr. Rasyid bin Hasan al-Alma'i,
Maktabah ar-Rusdy, Riyad, dan Syarikah ar-Riyady lin Nasyr.
12A" Ar-Rudud wat Ta'aqqubat 'ala Ma Waqa'al lmam an-Nawawi fi
Syarhi Shahihi Muslim minat Ta'wil fish Shifat wa Ghairiha
min al M a s a' il al-Muhimm at, Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan

Alu Sulaiman, Darul Hijrah, Riyadh.


L2l. Al-'Udzr bil Jahl war Radd'ala Bid'atit Takfir, Ahmad Farid,
Maktabah at-Tau'iyah al-Islamiyyah Ii Ihyait Turats al-lslami.
122. Al-Fatawa al-Hamawiyyah al-Kubra, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Darul Kutub al-'Ilmiyyah.
123. Al- F at aw a al-Ham aw iyy ah al- Kubra, tahqiq; Syarif Muhammad
Fuad Shalih Hazza', Dar Farj lit Turats.
124. Nisab atu Kitabil lbanah Jami'ihi ilal Imam Abil Hasan al-Asy'ai,
Wahbi Sulaiman Ghawaji, Dar Ibni Hazm.
125. F ataw a w a Ras a' iI lisy Sy aikh Muhammad ibn lbrahim ibn Ab dul
Lathif Alu asy-Syaikh, tahun 1399 H., dihimpun, ditata, dan
di-tahqiq oleh; Muhammad bin Abdurrahman bin Qasim,
al-Mathba'ah al- Hukumiyyah, Makkah al- M ukarramah.
L26. At-Ta'liqat az-Zakiyyah'alal Aqidah al-Wasithiyyah, Abdullah
bin Abdurrahman al-Jibrin, dibawah pengawasan; Abu Anas
Ali bin Husain Abu Lauz, Darul Wathan lin Nasyr wat Tawzi',
Riyadh.
L27. Ar-Radd 'alan Nashara, AbuI Baqa' Shalih bin al-Husain
al-Ja'fari, tahqiq; Dr. Muhammad Muhammad Hassanin,
Maktabah al-Madaris Doha, Qatar.
L28. Al-Maqshad al-Asna fi Syarh Asma'illahil Husna, Abu Hamid
al-Ghazali, tahqiq; Muhammad Utsman Khasyat, Maktabah
al-Qur'an.

5. Penut .o,
L29. Aqawiluts Tsiqat fi Ta'wilil Asma'i wash Shifat wal Ayatil
Muhkamat wal Mutasyabihat, Imam Zainuddin Mar'a bin
Yusuf al-Karami, tahqiq; Syu'aib al-Arnauth, Muassasah
ar-Risalah.
t3O. Juz'un fihi Thuruqu Hadits; Inna Lillahi Tis'atan wa Tis'ina
Isman, Abu Nu'aim al-Ashbahani, tahqiq; Masyhur bin Hasan
bin Salman, Maktabah al-Gharba' al-Atsariyyah, Madinah
al-Munawwarah.
L3L. Al-Kufr alladzi Yu'dzaru Shahibuhu bil Jahli wa Hukmu man
Yukaffiru Ghairahu minal Muslimin, Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman bin Ababathin, Maktabah as-Salam
al-'Alamiyyah.
L32. lbnu Taimiyyah as-Salafi; Naqduhu li Masalikil Mutakallimin
wal Falasifah fil llahiyyat, Syaikh Muhammad Khalil Harras,
Darul Kutub a1-'Ilmiyyah, Beirut.
733. Diras at Manhajiyy ah fil'Aqidah as- S alafiyyah, Salim al-Hilali.
L34. AI-Hukm asy-Syar'i fi Bahtsi Asma'illahi wa Shifatihf, Hisyam
al-Badrani, Darul Bayariq, Urdun, Oman.
L35. Taudhih Maqashidil Mushthalahat al:Ilmiyyah fir Risalah
at-Tadammuriyyah, Dr. Muhammad Abdurrahman Khamis,
Darush Shumai'i lin Nasyr watTawzi'.
136. Shiyanatul Insan 'an Waswasatisy Syaikh Dahlan, al-Allamah
Muhammad Basyir as-Sahsawani al-Hindi, Cetakan Keempat,
tahun 1410 H., Maktabah Ibni Taimiyah, Kairo, Maktabah
al-'Ilm, Jeddah.
L37. Majmu'at Rasa'ilil lmam asy-Syahid Hasan al-Bana,
al-Muassasah al-Islamiyy"h lith Thiba'ah wash Shihafah,
Beirut.
t38. Al-Baihaqi wa Mauqifuhu minal llahiyyat, Dr. Ahmad Athiyah
bin AIi ai-Ghamidi, Maktabah Ibnu Taimiyah, Cetakan
Keempat.
139. Ar-Radd 'ala Man Ankaral Harf wash Shaut, Abu Nashr
Abdullah bin Sa'id bin Hatim as-Sajazi, tahqiq; Muhammad

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla


Bakrim Ba'abduilah l)arur Rayah, Cetakan Pertama.
L4O. Al-Aqidah as-Salafiyya'h fi. Ralarni Rabbil Bariyyah, Abdullah
bin Yusuf al-Judai', Cetakan Pertama.
141,. Naqdh Qauli Man Tabi'al Falasifah fi Da'wahum Annallaha la
Dakhilal 'Alam wala ltharijaha, Dr. Muhammad bin
Abdurrahman al-Khamis, Darush Shumai'i, Riyadh, Cetakan
Pertama.
142. Ar-Radd'ala ManYaqulu AIif Lam Mim Harf,Imam al-E{afizh
Abul Qasim Abdurrahman bin Muhammad bin Ishaq bin
Mandah al-Ashbahani, tahqiq; Abdulalh bin Yusuf al-Judai',
Darui Ashimah, Riyady, Cetakan Pertama.
143. Maqalatut Ta'thil wal Ja'ad ibn Dirham. Dr. Muhammad bin
Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwa'us Salaf, Riyadh.
L44. Al-Qawa'id ath-Thayyibat fil Asma' i wash Shifat, Ibnul Qayyim,
asy-Syanqithi, dan Ibnu Utsaimin, ulasan oleh; Abu
Muhammad Asyraf, Maktabah Adwa'us Saiaf, Riyadh,
Cetakan Pertama.
L45. Isytiqaqu Asma'illah, Abul Qasim Abdurrahman bin Ishaq
az-Zajjaji, tahqiq; Dr. Abdul Husain ai-Mubarak, Muassasah
ar-Risaiah, Beirut, Cetakan Kedua.
L46. Syarh Asma'illahil Husna,Imam Fakhruddin ar-Razi, ulasan
dan kata pengantar; Thaha Abdurrauf Sa'ad, Darul Kitab
al-Arabi, Beirut, Cetakan Pertama.
L47 . Sy arh Asma' illahil Husna, Ibnu Manzhur, penuli s l<ttab Lisanul
'Arab, tahqiq; Darush Shahabah lith Turats, Thantha, Cetakan
Pertama.
L48. Manzhumatfi. Sirri Ismillahil A'zham,Imam Amirul Mukminin
Ali bin AbiThalib, Tafsir Muhammad bin Muhammad
al-Ghazaii, tahqiq; Muhammad Abdurrahim Hikmah.
1.49. lzalatusy Syubuhat 'anil Ayat wal Ahadits al-Mutasyabihat,
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-As'ardi, dikenal
sebagai Ibnu al-Lubnan ad-Dimasyqi, tahqiq; Dr. Farid
Musthafa Salman, Darut Thariq lin Nasyr watTawzl', Riyadh,

**----------+ 5. Penut .. ,
Cetakan Pertama.
LSO. An-Nashihah fi Shifatir Rabb *;; ma'a'Aqidatil lmam Abdillah
ibn Yusuf al-Juwaini, Syaikh Ahmad bin Ibrahim al-Wasithi
asy-Syaf i,
dikenal sebagai lbnu Syaikh al-Huzzamiyyin,
tahqiq; Zuhair asy-Syawisy, al-Maktab d-lslami, Beirut,
Cetakan Kedua.
15L. Manzhumat Asma'illahil Husna, Ibnul Khathib, Manzhumat
Sayyidi Ahmad ad-Dardir, al-Mathba'ah al-Mishriyyah wa
Maktabatuha.
t52. Ta'wilul Ahadits al-Muhimah lit Tasybih, al-Hafizh Jalaluddin
as-Suyuthi, ulasan oleh; al-Baisuni dan Musthafa Ibrahim
as-Sakrami, Darusy Syarq, Jeddah.
L53. lstihalatul Ma'iyyah bidz Dzat mawa Yudhahiha min
Mutasyabihish Shifat, Imam Syaikh Muhammad al-Khadhir
al-Halabi asy-Syinqithi, tahun 1354 H., Darul Basyir, Oman,
Urdun, Cetakan Pertama.
L54. Tanbihat 'ala Risalat Muhammad 'Adil Azizah fish Shifat,
Abdtxrazzaq bin Abdul Muhsin Ubbad al-Badar, Darul Fath
asy-Syariqah, Cetakan Pertama.
L55. Tanbihat Hammah'ala Ma Katabahusy Syaikh Muhammad'Ali
Ash-Shabuni fi Shifatillahi, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz,
Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, Cetakan Baru.
156. Ash-Shifat al-Alma'iyy ah bainas S alaf w al Khalaf,Abdurrahman
Wakil, Muassasah Qurthubah.
L57 . Shifatus Saq lillahi 'W; Baina ltsbatis Salaf wa Ta'thilil Khalaf,
Muhammad Musa Nashr, Maktabah al-Ghuraba'
al-Atsariyyah, S audi, Madinah al- Munawwarah.
L58. Kitab Shifatillahi w;, Shalih Ali Musnad, Dar al-Madini,
Jeddah.
159. Alaqat Shifatillahi bi Dzatihi, Dr. Rajih Abdul Hamid a1-Kurdi,
Darul Furqan, Omman, Urdun.
160. 'Alaqatul ltsbat wat Tafwidh li Shifati Rabbil 'Alamin, Ridha bin
Ghassan Mu'thi.

.@, s hAl-@waaidAl- Mutsla .F--


\6L. Hadzihi'Aqidatus Salaf wal Khalaf fi Dzarillahi W uta Shifatihi
w,aAf'alihi,Ibnu K.halifah Ulaiwi, Matirba'ah Zaid ibn Tsabit,
Damaskus.
L62. Al-Manhaj al-Qawim li Tash-hih Afkaril Firaq al-Mukhtalifah,
Abu Abduilah Ibrahim as-Su'aidi, Darul lhtisab.
163. Ash-Shifat al-Khabariyyah; Bainal Mutsbitin wal Muawwilin,
Dr. Jabir Zaid Id As-Sumairi, ad-Dar as-Sudaniyyah lil Kutub,
Khortum.
\64. Fi Rihabi Asma'illahil Husna wa Shifatihil 'Ula, Muhammad
Ajjaj al-Khathib, Muassasah ar-Risalah.
tr65. Manzhumat Syuhudil Hoq ma'al Qaulil Hoq, Syaikh
Abdurrahman bin Ahmad al-Kamali, dan Dr. Muhammad
Rasyad M uhammad Shalih I sm at7 Z adah, Darul Kitab ai-Arabi.
L66. At-Tafakkur fil Asma' Thariqul 'Ulama', Dr. Dhiyauddin
al-Jammas, Darul Hijrah, Beirut.
L67 . Ma'allahi fi Shifatihi wa Asma- ihi, Hasan Ayyub, Darul Qalam,
Kuwait, Cetakan Keempat.
168. Sy arh Asma' illahil Husna, Sa'id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani,
Mathba'ah Safir, Riyadh.
1,69. Al-lnbah ila Ma Laisa min Asma'illah, Shallh bin Abdullah
al-Ushaimi, Dar Ibni Khuzaimah.
17O. Rihlah ila Asma'illahil Husna, Abdul Wahid al-Husaini,
al-Mukhtar al-lslami, Kairo.
tTL Mauqif Ahlil lhsan min Shifatir Rahman, Muhammad Shafut
Nuruddin, Lajnah Masyru' Kafilul Yatim.
772. At-Ta'liq al-Asna'ala Manzhumat Asma'illahil Husna, Abdul
Fattah Husain Dawah, al-Maktabah a1-'Ilmiyyah, Makkah
al-Mukarramah.
773. Al-Manhaj al-Asma fi Syarh Asma'illahil Husna, Muhammad
Hamud an-Najdi, Maktabah Imam adz-Dzahabi, Kuwait,
Cetakan Baru.
174. Kitabul Asma' wash Shifat, Imam Ahmad bin Husain
al-Baihaqi, tahqiq; Abdullah bin Muhammad al-Hasyidi,
*,*---------{ 5. Penut .@,
Maktabah as-Sawadi lit Tauzi'.
L75. Al-Mufassirun Bainat Ta'wil wal ltsbat. Muhammad bin
Abdurrahman al-Maghrawi, Dar Thibah, Riyadh.
L76. ldhahud Dalil fi Qath'i Hujaji Ahlit Ta'thil,Ibnu Jama'ah, Darus
Salam, Kairo.
177 .
Min Aqidatil Muslimin fi Shifati Rabbil Alamin. Ali al-Mishrati,
Darul Bayariq, Urdun.
L78. Itsbat 'Uluwwilahi 'ala Khalqfhi, Usamah al-Qashash, Darul
Hijrah, Saudi.
L79. Ibthalut Ta' wilat, Abu Ya Ia, Maktabah adz-Dzahabi, Kuwait.

Referensi Tafsir;

1. Tafsir as-Sirajil Munir, Imam Ahmad al-Rhathib asy-Syirbini,


D arul M a' rifat, B eirut.

2. Hasyiyat Muhyiddin Syaikh Zadah'ala Tafsir al-Baidhawi, Dar


Ihy a' it Tur ats al- Arabi, B eirut.
3. Tafsir al-Kasysyaf, lmam Mahmud bin'Umar az-Zamakhsyari,
DarulKitab al:Arabi.
4. Fathul Bayan fi Maqashidil Qufan, Abu Thayyib Shadiq Hasan
Khan al-Qanuji, Dar lhya'itTurats al-Islami, Qatar.
5. Tafsir Al-Qur'anil Azhim, Imam al-Hafizh Abdurrahman bin
Muhammad bin ldris ar-Razi bin Abi Hatim, tahqiq; As'ad
Muhammad Thayyib, Maktabah Nazzar Musthafa tsaz.
6. Hasyiyat asy-Syihab al-Musamma'Inayatul Qadhi wa Kifayatur
Radhi, al-Qadhi Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Umar
al-Khafaji, untuk Tafsir al-Baidhawi dengan Takrhij Syaikh
Ab durrazzaq al-Mahdi, Terbitan Muhammad Ali B aidhun, Darul
Kutub al: llmiw ah B eirut.
7. Tafsir an-Nasafi; Mudrikut Tanzil wa Haqa'iqut Ta'wil, Abul
Barakat Abdullah bin Ahmad Mahmud an-Nasafi, tahqiq; Yusuf
Ali Badawi, Darul Kalim ath-Thayyib, Beirut.

.@, Svarah Al- idAl- Mutsla F--,


8. Majma'ul Bayan fi Tafsiril Quf an, Abu Ali al-Fadhl bin al-Hasan
ath-Thibrisi, tahqiq; tim ulama dan p eneliti, Muassasah al-A'lami
lilMathbu'at, Beirut.
9. Tafsir al-Qasimi al-Musamma Mahasinut Ta'wil, Muhammad
Jamaluddin al-Qasimi, Darul Fikr, Beirut, ulasan oleh;
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Cetakan Kedua.
10. Tafsir at-Tahrir wat Tanwir, al-Allamah Syaikh Muhammad
Thahir bin Asyur, ad-Dar at-Tunisiyyah lin Nasyr.
LL. Al-Jami' li Ahkamil Quil an, Abu Abullah Muhammad bin Ahmad
al-Anshari al-Qurthubi, Dar lhyait Turats al:Araby, Beirut.
L2, Tafsir Abis Sa'ud; Irsyadul 'Aql as-Salim ila Mazayal Kitab
al-Karim, Abus Sa'ud bin Muhammad al-Ammari, Darul Fikr lith
Thiba'ah.
13. Tafsir al-Khazin; Lubabut Ta'wil fi Ma'anit Tanzil, Alauddin Ali
bin Muhammad bin lbrahim al-Baghdadi, yang dikenal sebagai
al-Khazin, ralat oleh; Abdussalam Muhammad Ali, Darul Kutub
al-'Ilmiyyah, Beirut.
L4. Tafsir al-Mazh-hari, Maulana Qadhi Tsanaullah Yani Yati,
Maktab ah Rasyidiyyah Kauitah, Pakistan.
L5. Tafsir al-Maraghi, Ahmad Musthafa al-Maraghi, Dar lhyait
Turats al-Arabi, B eirut.
L6. Al-Wasith fi Tafsiril Qu| anil Maiid, Abul Muhsin Ali bin Ahmad
Ali Muhammad Muawwidh, Dr. Ahmad Muhammad Shairah, Dr.
Ahmad Abdul Ghani Jamal, dan Dr. Abdurrahman Uwais, Darul
Kutub al: llmiry ah, B eirut.
17. Ad-Durar al-Mashun fi '[Jlumil Kitab al-Maknun, lmam
Syihabuddin Abul Abbas bin Yusuf bin lbrahim, dikenal sebagai
al-Halabi, tahqiq; Syaikh Ali Muhammad Muawidh, Syaikh Adil
Ahmad Abdul Maujud, Dr. Jad Makhluf Jad, Dr. Zakariya Abdul
Majid an-Nauti, Darul Kutub al:Ilmiyah, Beirut.
18. An-Nukat wal'(Jyun Tafsir al-Mawardi, Abul Hasan Ali bin
Muhammad bin Habib al-Mawardi, ulasan oleh; Sayyid bin Abdul
M a qshud b in Ab dur r ahim, Mua ss as ah al - Kutub at s -T s a qafiyy ah.

."*_--_------.--- 5. Penut .@,


19. Taisirul Karim ar-Rahman fi Tafsril Kalamil Mannan, al-Allamah
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, Darul Madani, Jeddah.
20. Al-Futuhat al-Ilahiyyah bi Taudhih Tafsiril Jalalain, Imam
Sulaiman bin Umar al-Uj aili, dikenal sebagai al- J amal, pemb erian
harakat dan penomoran ayat oleh; Ibrahim Syamsuddin, Darul
Kutub al:llmfu ah, B eirut.
21.. Tafsir al-Baghawi; Ma'alimut Tanzil, lmam Abu Muhammad
Husain bin Mas'ud al-Farra' al-Baghawi, tahqiq; Khalid
Ab durrahman al:Akk Marw an S aww az, D arul Ma'rifat, B eirut.
22. Jami'ul Bayan'an Ta'wil AWil Qur'an, Abu Ja'far Muhammad
bin Jarir atlz-Thabari, Darul Fikr, Beirut.
23. Zadul Masir fi'Ilmit Tafsir,Imam Abul Faraj Abdurrahman bin
Ali bin Muhammad al- J auzi, al-Maktab al-lslami.
?4. 'Umdatut Tafsir'anil Hafizh lbni Katsir, diringkas dan di-tahqiq
oleh; Ahmad Muhammad Syakir.

25. Al-Jawahirul Hisan fi Tafsiril Qur'an, Imam Syaikh Saddi


Abdurrahman ats-Tsa'alabi, tahqiq; Abu Muhammad al-Ghimari
al-ldrisi al-Hasani, Darul Kutub al:llmiyah, Beirut.
26. Al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsiril Kitab al-Aziz, Abu Muhammad
Abdul Haqbin Athiyah al-Andalusi, tahqiq dan ta'liq; ar-Rahhali
al-Faruq, Abdullah bin lbrahim al-Anshai Sayyid Abdul Ali
Sayyid lbrahim, Muhammad asy-Syaf i Shadiq al-Inabi, dicetak
Amir Qatar terdahulu.
atas biaya Syaikh Khalifah bin Hamad,

27. Adhwa'ul Bayan fi ldhahil Qur'an, Muhammad al-Amin bin


Muhammad al-Mukhtar al-Halabi asy - Syinqithi, Maktabah lbni
Taimiyah, Kairo.
28. Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsiril Ma'tsur, lmam Jalaluddin
Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi, Darul Kutub
al:llmWah, Beirut.
29. Tafsir as-Samarqandi; Bahrul 'Ulum, AbuI Laits Nashr bin
Muhammad bin Ahmad as-Samarqandi, tahqiq; Syaikh Ali
Muhammad Muawidh, Syaikh Adil Ahmad Abdul Maujud, Dr.
Zakariya Abdul Majid an-Nauti, Darul Kutub al:llmiyyah,

.@, s Al-@waaid A1- Mutsla F--,


Beirut.
30. At-Tafsir al-Kabir; Miftahul Ghaib, Imam Fakhruddin ar-Razi,
D arul Kutub al:llmiyy ah.
31. Tafsir al-Bahrul Muhith, Muhammad bin Yusuf, dikenal sebagai
Abu Hayyan al-Andalusi, tahqiq; Syaikh Adil Ahmad Abdul
Maujud, Syaikh Ali Muhammad Muawidh, Darul Kutub
al:llmiyyah, Beirut.
32. Ruhul Ma'ani fi Tafsiril Qur'anil Azhim was Sab'il Matsani,
Syihabuddin Abul Fadhl Sayyid Mahmud al-Alusi, Dar lhya'it
Turats al-Arabi.
3 3. F athul Qadir al- J ami' b aina F annai ar-Riw ayah w ad Diray ah min
'Ilmit Tafsir, Muhammad bin Ali ibn Muhammad asy-Syaukani,
tahqiq; Sayyid lbrahim, Darul Hadits, Kairo.
34. Shafwatut Tafasir, Muhammad Ali ash-Shabuni, Darul Fikr lith
Thiba'ah.
35. Ritabut Tashil li 'Ulumit Tanzil, Imam Abul Qasim Muhammad
bin Ahmad bin Juz'i al-Kalbi al-Gharnathi, tahqiq; Muhammad
bin al-Mun'im al-Yunusi, Ibrahim Athawah Awadh, tJmmul Qura
lith Thiba'ah wan Nasyr, Kairo, Mesir.
3 6. Tafsirul Qu| anil'Azhim, al-H afizh lmaduddin Abul F ida' I sm ail
bin Katsir al-Qurasyi ad-Dimasyqi, Dar wa Maktabah al-Hila'\",
Beirut.
37. Tafsir al-Munir, al-Allamah Muhammad Nawawi al-Jawi,
Mathba'ah Dar lhya'il Kutub al-Arabiyyah.
38. Al-Qaul al-Mu'tamad fi Tafsir Qul Huwallahu Ahad, Jamaluddin
Yusuf Abdullah al-Armaini asy-Syaf i, tahqiq; MuhammadKhair
RamadhanYusuf, Dar lbni Hazm, Beirut.
3 9. Tafsir Suratil lkhlash, Sy aikhul Islam lbnu Taimiy ah, ulas an oleh;
Dr" Abdul Ali Abdul Hamid Hamid, ad-Dar as-Salafiyyah,
Bombay,India.

_----------.--{ 5. Penut .@,


Referensi llmu-ilmu Al-Qur' an ilan Qira' ah;

1. Al-Itqan fi 'UIumiI Qufan, Jalaluddin Abdurrahman


as-Suyuthi, ulasan oleh; Dr. Musthafa Dib al-Bugha, Dar Ibni
Katsir, Damaskus.
2. Al-Amts al fil Qur' anil Karim, Dr. Muhammad Jabir al-Fayyadh,
ad-Dar al-'Ilmiyyah lil Kitab al-Islamy.
3. Amtsalul Qur' an w a Shuw ar bin Adabihi ar-Rafi', Abdurrahman
Hasan Habankah al-Maidani, Darul Qalam, Damaskus.
4. Ma'anil Qur'an, Imam Abui Hasan Sa'id bin Mas'adah
al-Mujasyi'i d-Balkhi ai-Akhfasy al-Ausath, tahqiq; Dr. Faiz
Faris, al-Mathba'ah al-Ashriyyah, Kuwait, Cetakan pertama,
L979.
5. Ma'anil Qur'an,Imam Abu Ja'far an-Nahhas, tahqiq; Syaikh
Muhammad Ali ash-Shabuni, Universitas Ummul Qura,
Institut Riset Ilmiyah dan Pusat Ihyaut Turats al-Islami,
Makkah al-Mukarramah.
5. Majma' Biharil Anwar fi Gharaibit Tanzil wa Latha'ifil Akhbar,
al-Allamah Muhammad Thahir ash-Shadiqi al-Hindi
al-Kajrati, Darul Kitab al-Islami, Kairo.
7. Al-Mufradat Gharibil Qur'an, Abul Qasim al-Husain bin
fi
Muhammad, dikenal sebagai ar-Raghib al-Ashfahani, tahqiq;
Pusat Riset dan Studi Pustaka Nazzar Musthafa al-Baz,
Makkah al-Mukarramah.
8. Al-Burhan Gharibil Qur'an, Hasan bin Shalih bin Umar
fi
al-Habasyi, Maktabah Wahbah Abidin, Kairo, Mesir.
9. Nuzhatul Qulub fi Tafsir Gharibil Qur'anil 'Aziz, Imam Abu
Bakar Muhammad bin Aziz as-Sijistani, tahqiq; Dr. Yusuf
Abdurrahman al-Mar'asyi, Darul Ma'rifat, Beirut.
10. At-Tibyan li Ba'dhil Mabahits al-Muta'alliqah bil Qur'an 'ala
Thariqil ltqan, Imam al-Allamah Syaikh Thahir al-Jaza'iri
ad-Dimasyqi, dibawah pengawasan; Abdul Fattah Abu

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla


Ghudah, Maktabah al-M athbu'ah al-Islam iyy ah, Alepp o.
LL. Al-Wujuh w an N azha' ir li Alfazh Kitabillahil'Aziz, Abu Abdullah
al-Husain bin Muhammad ad-Damaghani, Republik Arab
Mesir, Kementerian Wakaf, Tim Ihyaut Turats al-Islamy,
Kairo, 1,412H.
12. 'Umdatul Huffazh fi Tafsir Asyrafil Alfazh, Syaikh Ahmad bin
Yusuf, dikenal sebagai as-Samin al-Halabi, tahqiq; Dr.
Muhammad at-Taunaji, Alamul Kutub, Beirut.
13. Bashair Dzawit Tamyiz fi Latha'ifil Kitabil'Aziz, Majduddin
Muhammad bin Ya'qub al-Fairuz Abadi, al-Maktabah
a1-'Ilmiyyah, Beirut, Lebanon.
L4. Al-Washf al-Musytaq fil Qur'anil Karim; Dirasah Sharfiyyah,
Dr. Abdullah bin Hamad bin Abduliah ad-Dail, Maktabah
at-Taubah, Riyadh.
15. I'rabul Qur'anil Karim wa Bayanuha, Muhyiddin ad-Darwisy
al-Yamamah, Dar Ibni Katsir.
16, At-Tibyan fi I'rabil Qur'an, Abul Baqa Abdullah bin Husain
al-Akbari, tahqiq; A1i Muhammad al-Bajawi, Darul Jail,
Beirut.
17. Al-Farid fi I'rabil Qufan, Husain bin Abul Izz al-Hamdani,
tahqiq; Muhammad Hasan an-Namar, Daruts Tsaqafah,
Doha, Qatar.
18. Musykilu I'rabil Qur'an, Abu Muhammad Makki bin Abu
Thalib al-Qaisi, tahqiq; Dr. Hatim Shalih adh-Dhamin,
Muassasah ar-Risalah.
19. Al-Fashilah fil Qufan, Muhammad al-Hasnawi, al-Maktab
al-Islamy, Dar Ammar.
20. Hasyiyat Ghaitsin Nafa' fiI Qira- at as-Saba' 'ala Sarraj al-Qari
al-Mub tadi. Waliyullah Sayyidi Ali an- Nawawi ash- S hafaqis i,
Syariah Maktabah wa Mathba'ah Musthafa al-Babi al-Halabi
wa Awladuhu, Mesir.
2L, Al-Muhtasab fi Tabyini Wujuhi Syawadzil Qira'at wal ldhah
'anha, Abul Fatah Utsman bin Jinni, tahqiq; Ali an-Najdi

-.-------------{ 5. Penut .o,


Nashif, Dr. Abdul Halim an-Najjar, Dr. Abdui Fattah Ismail
Syalbi, Majlis Tinggi Urusan Islam, Tim Ihyaut Turats
al-Islarny, Kairo, 1387, Mesir.
22. An-Nasyr fil Qira'atil'Asyr, al-Hafizh Abul Khair Muhammad
bin Muhammad ad-Dimasyqi, dikenal sebagai Ibnul Jazart,
Darul Kutub d-'llmiyyah, Beirut, Lehanon.
23. Ithafu F adha' ilil B asyar bil Qira' atil Arba' ta Asyar al-Musamma
bi Muntahal Amani w al Masarrat fi 'Ulumii Qira' at, al-Allamah
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Bana, Tahqiq; Dr. Sya'ban
Muhammad Ismail, Alamul Kutub, Maktabah al-Kulliyyat,
ai-A.zhariyyah.
24. AI-Kasyf 'an Wujuhil Qira'at as-Saba' wa'Ilaluha wa Hujajuha,
Abu Muhammad Makki bin Abu thalib al-Qaisi, tahqiq; Dr.
Muhyiddin Ramadhan, Muassasah ar-Risalah.
25. Kitab al-.Muw adhdhih fi Wujuhil Qira'at wa llaluha, knamNashr
bin,Ali bin Muhammad Abu Abdullah asy-Syairazi, dikenal
sebagai Abu Maryam, tahqiq; Dr. Umar Hamdan al-Kubaisi,
Universitas al-Khairiyah untuk Hafalan al-Qur'an, Jeddah,
Cetakan Pertama, 1,41,4 H.
25. Al- Qir a' at w a'Ilalin N ahwiyyin fiha al-Musamma'llalul Qira' at,
Abu Manshur Muhammad bin Ahmad al-Azhari, tahqiq;
Nawwal binti Ibrahim al-Halwah, Cetakan Pertama, tahun
1.412H.
27. Al-Hujjah fil Qira'at as-Saba',Imam al-Husain bin Ahmad bin
Khalawaih, tahqiq; Dr. Abdu al'-Al Salim al-Mukarram,
Muassasah Ar-Risalah.
28. Al-IvIajaz fil Lughah wal Qur'anil Karim; Bainal ljazah wal
Mana', Dr. Abdul Azhim al-Mu'zhami, dipesan dari; Pustaka
Wahbah, Kairo.
29. Al-Burhan fi'Ulumil Qur'an, Imam Badruddin Muhammad
bin Abdutrlah az-Zarkasyi, Tahqiq; Muhammad Abul Fadhl
Ibrahim, Darul Ma'rifat lit Thiba'ah wan Nasyr, Beirut.

.@t s Al-Qowaaid Al- Mutsla o--.-


Referensi llmu-ilmu Bahasa;

1. Qashdush Sabil fima fil Lughah al-Arabiyyah minad Dakhil,


al-Allamah Muhammad al-Amin bin Fadhlullah al-Muhibbi,
tahqiq; Dr. Utsman Mahmud ash-Shini, Maktabah at-Taubah,
Riyadh.
2. Ash-Shihah Tajul Lughah wa Shihahil 'Arabiyyah, Ismail bin
Hammad al-Jauhari, tahqiq; Ahmad Abdul Ghaffar Aththar,
Darul'Ilm lil Malayin, Beirut.
3. Tajul Arus min Jawahiril Qamus. Muhammad Murtadha
az-Zubaidl Dar Maktabah al-Hayat, Beirut.
4. Al-Muhkam wal Muhith al-A'zham fiI Lughah, Ali bin Ismail bin
Sayyidah, tahqiq; Musthafa as-Saqa, Dr. Murad Kamil, Dr.
Abdus Sattar Ahmad Farraj, Dr. Husain Nashshar, Institut
Manuskrip Universitas Arab Internasional, Cetakan Pertama,
1377 H.
5. Al-Mukhashshash, Abul Hasan Ali bin Ismail an-Nahwi
al-Lughawi al-Andalusi, dikenal sebagai Ibnu Sayyidah, Darul
Kutub d-'llmiyyah, Beirut.
Jamharatul Lughah,Ibnu Duraid, Abu Bakar Muhammad bin
al-Hasan bin Duraid, tahqiq; Dr. Ramzi Minur Ba'labaki,
Darul'Ilm lil Malayin, Beirut.
7. MajmalulLughah, Abul Husain Ahmad bin Faris binZakariya
al-Lughawi, tahqiq; Zuhair Abdul Muhsin Sulthan, Muassasah
ar-Risalah.
Al-Muhith fil Lughah Kafil Kafah. Shahib Ismail bin Ubad,
tahqiq; Syaikh Muhammad Hasan Alu Yasin, 'Alamul Kutub,
Beirut.
9. Al-Qamus al-Muhith, al-Allamah Majduddin Muhammad bin
Yaqub al-Fairuz Abadi, tahqiq; tim peneliti Muassasah
ar-Risalah dan Darur Rayyan lit Turats.
10. At-Taufiq' ala Muhimmatit Ta'arif ; Mu' j am Lughawi Musthalahi,

5. Penut .@,
Muhammad Abdur Rauf al-Manawi, tahqiq; Muhammad
Ridhwan ad-Dayah, Darul Fikr al-Mu'ashir, Beirut, Darul Fikr,
Damaskus.
1L. Al-Kulliyyat Mu'jam fil Musthalahat utal Furuq al-Lughawiyyah,
Abul Baqa' Ayprb bin Musa al-Husaini al-Kafawi, catakan
kaki oleh; Dr. Adnan Darwisy, Ir,luhammad al-Mishri,
Muassasah ar-Risalah.
!2. Mausu'atul Huruf fil Lughah al:Arabiryah, disusun oieh; Dr.
Amel Badi'Yaqub, Darul Jail, Beirut.
13. Al-Muzhir fi 'Ulumil Lughah uta Anwa'iha, al-Allamah
Abdurrahman bin Abu Bakar Jajaluddin as-Suyuthi, ulasan
dan penjelasan oleh; Muhammad Jadul Maula Bek,
Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, dan Ali Muhammad
al-B aj awi, al- Maktabah al-Mishriyyah, B eirut.
L4" Gharibul Hadits, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin
Qutaibah ad-Dainuri, catatan kaki oleh; Nu'aim Zarzur, Darul
Kutub al-'Il.miyyah, Beirut.
15. An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, knam Majduddin
Abus Sa'adat al-Mubarak bin al-Jazari bin al-Atsir, tahqiq;
Thahir Ahmad az-Zavm, dan Mahmud Muhammad ath-
Thanahi, al-Maktabah al-Islamiyyah.
L6. Gharibul Hadits, Abu Ubaid a1-Qasim bin Salam al-Harawi,
Darul Kitab al-Arabi, Beirut.
L7, Al-Mu'jam al-Mufashshal fi'Ulumil Lughah, disusun oleh; Dr.
Muhammad at-Tanukhi, Ustadz Raji al-Asmar, evaluasi oleh;
Dr. AmelYaqub, Darul Kutub ai-'llmiyyah.
18. Al-Ghurar al-Mutsallatsah wad Durar al-Nf.ubatstsah,
Majduddin Muhammad bin Yaqub al-Fairuz Abadi, tahqiq;
Dr. Salman Ibrahim bin Muhammad al-Id, Maktabah Nazzar
Musthafa ;rl-Baz, Makkah al-Mukarrarnah.
19. Abu Manshur Muhammad bin Ahmad
TahdzibuL [,ug!tah,
al-Azhari, tahqiq; Abdussalam Muhammad Harun,
al-Muassasah al-Mishriyyah al-Ammah lit Ta'lif wal Anba'

.@, Svarah Al-Oowaaid Al- Mutsla


wal Nasyr'.
20. Lisanul Arab, Imam al-Allamah Ibnu Manzhur, ulasan oleh;
Maktab Tahqiq at-Turats, Dar Ihya'it Turats al-Arabi,
Muasasah at-Tarikh al-'Arabi, Beirut.
2L. Kitabul Ain, Abu Abdurrahman al-Khalil bin Ahmad
al-Farahidi, tahqiq; Dr. Mahdi al-Makhzumi, Dr. Ibrahim
as-Samara'i, Kementerian Pendidikan dan Penerangan
Republik Irak, Darur Rasyid lin Nasyr.
22. Mu'jam Maqayisil Lughah, Abul Husain Ahmad bin Faris bin
Zakariya, tahqiq; Abdus Salam Muhammad Harun, Maktabah
al-I'lam al-Islami, Teheran.
23. Al-Fa'iq Gharibil Hadits, Jarullah Mahmud bin Umar
fi
az-Zarnakhsyari, catatan kaki oleh; Ibrahim Syamsuddin,
Darul Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, Lebanon.
24. Hurufil M a'ani, Has an bin Qasim al-Muradi,
Al - J an a A d-D ani fi

tahqiq; Dr. Fakhruddin Qabawah, dan Muhammad Nadim


Fadhil, Darul Kutub al-Arabiyyah.

Referensi Nahwu;

L. Mughnil L abib' an Kutubil A'arib,Imam Ibnu Hisyam al-Anshari,


tahqiq; Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, al-Maktabah
al-Ashriyyah, Beirut.
Mukhtashar Mughnil Labib 'an Kutubil A'arib, Syaikh
Muhammad bin Shalin bin Utsaimin, dibawah pengawasan;
Farid bin Abdul Aziz az-Zamil as-Salim, Muassasah Asam.
3. Sy arhul Mufashshal, al-Allamah Muwaffaquddin Ya'isy bin Ali
bin Ya'isy, Alamul Kutub, Beirut.
4. An-Nahwu al-Wafi ma'a Rabthihi bil Asalib ar-Rafi'ah wal Hayat
al- Lugh aw iyy ah al-Mutaj addi d ah, Abbas Hasan, Darul Ma'arif,
Mesir, Cetakan Kelima.
5. Syarh al-Kafiyah asy-Syafiyah, al-Allamah Jamaluddin Abu

---------€ 5. Penut .@,


Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Malik ath-Tha'i
al-Jayyani, tahqiq; Dr. Abdul Mun'im Ahmad Huraidi, Darul
Ma'mun lit Turats.
6. Syifa'ul'Alil fi ldhahit Tashil, Abu Abdullah Muhammad bin
Isa as-Sulaisali, tahqiq; Dr. Asy-Syarif Abdvuilah Ali al-Husaini
al-Barakati, Darun Nadwah, Beirut, ai-Maktabah
ai-Faishaliyyah, Makkah al-Mukarramah.
7" Syarhut Tashil, Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin
Abduliah bin Malik ath-Tha'i al-Jayyani, tahqiq; Dr.
Abdurrahman as-Sayyid, Dr. Muhammad Badawi al-Makhtun;
Hajar lith Thiba'ah wan Nasyr.
8. Hasyiyat dsh-Shibban 'ala Syarhil Asyrnuni 'ala Alfiyat lbni
Malik, Dar lhya'il Kutub a1-'Arabiyyah, Mesir.
9. Hasyiyat ad-Dasuqi 'ala Mughnil Labib, al-Allamah Syaikh
Mustkrafa Muhammad bin Arafah ad-Dasuqi, Maktabah wa
Mathba'ah al-Masyhar al-F{usain, Kairo.
10. Hasyiyat al:Allamah Ahmad ibn Ahmad as-Suja'i'ala Syarh
Qathrin Nada wa Ballush Shada li lbni Hisyam, catatan kaki
oleh; Syamsuddin Muhammad al-Albani, Mathba'ah Musthafa
al-Babi al-Haiabi wa Awladuhu, Mesir.
7\. Sy arh Aby at Mughnil L abib, Ab du,LQadir bin Umar al-Baghdadi,

tahqiq; Abdul Aziz Rabbah, Ahmad Yusuf Daqqaq, Darul


Ma'mun lit Turats, Damaskus.
12. Al-Mufashshal fi Shan'antil I'rab, Abul Qasim Mahmud bin
Umar az-Zamal<hsyari, penataan bab; Dr. Ali bin Mahlam,
Dar wa Maktabah al-Hilal, Beirut.
1_3. Kasy sy af Ishthilahatil F unun, Syaikh al-Allamah lMuhammad
Ali bin Aii bin Muhammad at-Tahanawi, catatan kaki oleh;
Ahmad Flasan Basaj, Aulansyurat Mu.hammad Ali Baishawi,
Darul KuLub a1-'Ilmiyyah, Beirut.
t4. Al-Mu' j anr. al-Mufasltshal fin N ahwil'Arabi, Dr. Azizah Fawwal,
Darul Kutr-rb al-'Itrnriyyah, Beirut.
15. Dalilus Saliki.ia Alfiyati trhni ltlal.ik, Syaikir Abdullah bin Shalih

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla


al-Fauzan, Darul Muslim lin Nasyr, Riyadh.
L 6. F aw a' idun N ahw al-Wasmiyy ah Sy arh ad-D urrah al-Yatimiyy ah,
Ustadz MuhammadAli Husain al-Maliki al-Makki, Mathba'ah
Musthafa al-Bani al-Halabi wa Awladuhu, Mesir, tahun \346.

Referensi Sastra;

Rabi'ul Abrar wa Nushushul Akhbar, disusun oleh; Imam


Mahmud bin Umar az-Zamakhsyari, tahqiq; Dr. Salim
an-Nu'aimi.
2. Al- I qdul F arid, al-Faqih Ahmad bin Muhammad Abdu Rabbih
al-Andalusi, tahqiq; Dr. Mufid Muhammad Qamihah, Darul
Kutub a1-'Ilmiyyah, Beirut.
3. Al-Mu' j am al-Mufashshal fil Ad ab,disusun oleh; Dr. Muhammad
at-Tanukhi, Darul Kutub al-Arabiyyah.
4. Hayatul Hayawan al-Kubra, Kamaluddin Muhammad bin
Musa ad-Dumairi, DarulAlbab lith Thiba'ah wan Nasyr.
5. Al-Hayawarz, Abu Utsman Amr bin Bahr bin Mahbub, yang
dijuluki al-Jahizh, Syarah dan Tahqiq oleh; Dr. Yahya asy-
Syami, Dar wa Maktabah al-Hilal, Beirut.
5. AmalilbniAsy-Syahari, Hibatullah bin Ali bin Muhammad bin
Hamzah al-Hasani al-Alawi, tahqiq; Dr. Mahmud ath-Thanahi,
Maktabah al-Khanaji lith Thiba'ah wan Nasyr wat Tawzi'.
7. Simthul La'ali al-Muhtawa 'alal La'ali fi Syarhi Amalil Qali,
Abu Ubaid al-Bakri, tahqiq; Abdul Aziz al-Maimani, Mathba'ah
Lajnatut Ta'alif wat Tarjamah wan Nasyr, tahun 1354.
8. Tarikhul Adab al:Arabi, Karl Broklman, alih bahasa oleh; Dr.
M ahmud Fahmi Hij azi, al- Hai' ah al- M ishriyyah al- Ammah lil
Kuttab.
9. Asy-Syi'ru wasy Syu'ara', Ibnu Qutaibah, tahqiq; Ahmad
Muhammad Syakir, Darul Hadits, Kairo.
10. Ad-Durar al-Lawami' 'ala Huma'il Hawami' Syarh Jami'il

5. Penut .o,
Jawami', Syaikh Ahmad bin Muhammad bin al-Amin asy-
Syinqithi, tahqiq; Dr. Abdui Alim Salim Mukarram, Darul
Buhuts a1-'llmiyyah, Kuwait.
11. Khizanatul Adab wa Lubabu Lisanil'Arab, Abddul Qadir bin
Umar al-Baghdadi, tahqiq; Abdussalarn Muhammad Harun,
Maktabah al-Khanji iith Thiba'ah wan Nasyr wat Tar,r,zi'.
12. Ittlizanudz Dzahab fi Shina'ati Syi'ril 'Arab, Sayyid Ahmad
al-Hasyimi, Darul Kutub a1-'ilmiyyah, Beirut.
13. Sy arh D iw an H am as at Ab i Tam am, Abul'Alla al-Ma'arri, tahqiq;
Dr. Husain Muhammad Naqasyah, Darul Gharb al-Islamy,
Beirut.
1.4. Syarh Kitab al-Hamasah. Abul Qasim Zaid bin Ali Al-Farisi,
tahqiq; Dr. Muhammad Utsman AIi al-Waza'i, Beirut.
15. Syarh Diwan Hamasat Abi Tamam, Alam asy-Syantamari, Dr.
Ali Mufadhal Hamudan, Darul Fikr al-Mu'ashir, Beirut.
15. Syarh Diwan al-Hamasah, Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin
Hasan ai-Marzuqi, diterbitkan oleh; Ahmad Amin, Abdus
Salam Harun, Darul Jail, Beirut.
77. Nihay atul Arab fi Fununil Adab, Syihabuddin Ahmad bin Abdul
Wahhab An-Nuwairi, Kementerian Pendidikan dan
Penyuluhan Nasional, al-Muassasah ar-Risalah al-Ammah.

Referensi Balaghah;

L. Mu' j amul Mushthalahat al-Balaghiyy ah wa Tathawwuriha, Dr.


Ahmad Mathlub, Maktabah Lubnan, Nasyirun.
2. 'Ilmul Badi', Dr. Abdul Aziz Utaiq, Darun Nahdhah
al-Arabiyryah, Beirut.
3. Rashaful Mabani fi Syarh HurufiI Ma'ani, Imam Ahmad bin
Abdun Nur al-Maliqi, tahqiq; Dr. Ahmad Muhammad
al-Kharrath, Darul Qalam, Damaskus.
4. Huruful M ahni, Abui Qasim Abdurrahman bin Ishaq az-Zajaji,

.@, Syarah Al-@waaid Al- Mutsla .E--


tahqiq; Dr. Ali Taufiqul Hamdi, Muassasah ar-Risalah, Darul
Amal.
5.'[Jqudul Juman fil Ma'ani wal Bayan, Jalaluddin Abdurrahman
bin Abu Bakar as-Suyuthi, syarah oleh; Abdurrahman bin Isa
bin Mursyid al-Umari, dikenal sebagai a1-Mursyidi, Mufti
Makkah, Syarikat Mathba'ah Musthafa al-Babi al-Halabi wa
Aw1aduhu, Mesir, Cetakan Kedua, 1374H.
6. At-Tibyan fil Bayan,Imam ath-Thibi al-Husain bin Abdullah
bin Muhammad, Syarifuddin ath-Thibi, tahqiq; Dr. Abdus
Sattar Husain Zamuth, Darul Jail, Beirut.
7 . Kitabul Muthawwal fi Syarh Talkhishil Miftah,lmam Sa'duddin
Mas'ud at-Taftazani al-Harawi, catatan kaki oleh; Mair Sayyid
Syarif.
8. Al-Balaghah,Hana{tNashib.

Referensi M anthiq dan Eilsafat;

1. Al-Mursyid as-Salim fil Manthiq al-Hadits wal Qadim, Dr.


Iwadhullah J ad Hijazi, Daruth Thiba'ah a1-Muhammadiyyah,
Cetakan Keenam.
2. Al-Manthiq al-Wafi, Hasan Hasan Hanbal, Mathba'ah
ar-Risalah, Cetakan Keenam, tahun 1385 H.
3. Al-Basha'ir an-Nashriyyah fi 'llmil Manthiq, Imam al-Qadhi
az-Zahid Zainuddin Umar bin Sahlan as-Sawi, ulasan dan
syarah oleh; Imam Muhammad Abduh dan Dr. Rafiq Ajam,
Darul Fikr, Lebanon.
4. Tahrirul Qawa'id al-Manthiqtwah, Quthbuddin Mahmud bin
Muhammad ar-Razi, Mathba'ah Musthafa al-Babi al-Halabi
wa Awiaduhu, Mesir, Cetakan Kedua, 1367.
5. Al-Manhaj al-Jadid fi Ta'limil Falsafah, Muhammad Taqi
Mishbah al-Yazidi, alih bahasa oleh; Muhammad Abdul
Mun'im al-Khafaq, Muassasah an-Nasyr al-Islami.

*--------------{ 5. Penut .@,


Al-Matsal an-Nuriyyah fi Fannil Hikmah, Syaikh Muhammad
ThahirAIi Syabirai-Khaqani, ulasan oieh; Usta& Muhammad
Kazhim al-Khaqani, Dar Anwaril Huda.
7. Manahijul Bahts'inda Mufakkiril Islam wa lktisyafil Manhaiil
'IlmifiI'Alam al-lslami, Dr. Ali Sami an-Nasyar, Darun Nahdhah
a1-'Arabiyyah, B eirut.
8. Al- F ikr al-F alsafi , Dr. Muhammad Abdus Sattar Nashar, Jamal
Fasih Saif an-Nashr, Kementerian Pendidikan dan Pengajaran
Qatar, Ke1as III SMP.
9. Madl<hal fil F alsafah, Dr. Imam Abdul Fattah Imam, Muassasah
Darul Kutub lith Thiba'ah wan Nasyr, Kuwait, Cetakan
Keenam.
10. Al-Manthiq al-Mufid, Muhammad Abdul Aziz al-Bahnasi,
Semester I Jurusan Sastra Institut al-Azhar dan Lembata-
lembaga fuset Islam, Kantor Fakultas al-Azhar, Husain
Muhammad imbabi dan saudaranya; Muhammad.
11
II. Al-Manthiq, Syaikh Muhammad Ridha Muzhaffar, Fairuz
Abadi Qum, Cetakan Kesebelas,1373 H.
12. Hasyiyat'ala Syarhis Sulam al-Malawi, Abu Irfan Muhammad
bin Ali ash-Shabban, Hasyiyat Syarh as-Sulam al-Munawwar,
Ahmad ai-Malawi, Syarikat Mathba'ah Musthafa al-Babi
al-Halabi waAwladuhu, Mesir, Cetakan Kedua, 1357 H.
13. Hasyiyat Syail<hil Islam lbrahim al-Bajuri 'ala Matnis Sulam,
Syarikat Mathba'ah Musthafa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu,
Mesir, tahun 1347 H.
3,4. Mi'yarul 'Ilm fiI Manthiq, Imam Abu Hamid Muhammad
al-Ghazaii, syarah oleh; Ahmad Syamsuddin, Darui Kutub
al-'Ilmiyyah, Beirut.
15. Syuruh asy-Syamsiyyah, kumpulan catatan kaki dan ulasan
oleh; Quthb ar-Razi, asy-Syarif al-Jurjani, al-Ailamah
as-sayalakuti, al-Allamah ad-Dasuqi, Jalaluddin ad-Dawani,
asy-Syirbini, Syaikh a"l-Jami' al-Azhar, Syarikat Syamsul
Musyrqi lii Khadamat ats-Tsaqafiyyah

.@, s Al- idAl- Mutsla


16. Dhawabithul Ma'rifah wa Ushulul lstidlal utal Munazharah,
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Habanl<ah al-Maidani,
Cetakan Ketiga, Darul'Ilm, Damaskus.
L7. Tahafutut Tahafut,lbnu Rusyd, ulasan oleh; Dr. Muhammad
al-Uraibi, Darul Fikr al-Lubnani.
18. TahafutulFalasifah, imam abu Hamid Muhammad al-Ghazali,
ulasan oleh; Dr. Jairar Jahami, Darul Fikr al-Lubnani.
19. fil Manthiq lil Akhdhari, Abdurrahim Farjul
Syarhul Muslim
Jundi, Darul Qaumiyah al-Arabiyyah lith Thiba'ah.
20. Hasyiyat al-Aththar 'ala Syarhil Khubaishi, Abu as-Sa'adat
Hasan bin Muhammad al-Athar, catatan kaki oleh; Allamah
bin Sa'id, Dar Ihya'il Kutub al-Arabiyyah Isa al-Babi al-Halabi
wa Syuraka'uhu.
21. Hasiyat al-'Aththar 'ala Isaghuzji, Syaikh Hasan Al-Athar,
Syarikat Mathba'ah Musthafa al-Babi al-Halabi wa Awladuhu,
Mesir, cetakan keenam, L347 H.
22. At-Tadzhib Syarh Ub aidillah ibn F adhl al-Khubaishi' ala Tahdzibil
Manthiq, catatan kaki oleh; ad-Dasuqi, Abu Sa'adat Hasan bin
Muhammad al-Athar, Syarikat Mathba'ah lVlusthafa a1-Babi
al-Halabi wa Awladuhu, Mesir, tahun 1355 l{.
23. Taudhihul Manthiq; As'ilah wa Ajwibah. Syaikh Sa'id Abdullah
al-Madluh, Muassasah al-Manar, Cetakan Tahun L4]-7 H.
24. Adabul Bahts wal Munazhirah, Syaikh Muhammad Amin asy-
Syinqihti, Maktabah Ibni Taimiyah, Kairo, Maktabatul'Ilm,
Jeddah.
25. Syarh al-Manzhumah, Ustadz asy-Syahid Murtadha
al-Muthahhiri, alih bahasa oleh; Abdul Jabbar ar-Rifa'i,
Muassasah al-Bi'tsah, Teheran.

,*--------{ 5. Penut .o,

Anda mungkin juga menyukai