Anda di halaman 1dari 9

Commercium. Volume 05 No.

2 Tahun 2022, 100-108

KOMUNIKASI TERAPEUTIK KONSELOR TERHADAP


ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL INSES

Zenna Puji Herawati

Program Studi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum,


Universitas Negeri Surabaya
zenna.17041184043@mhs.unesa.ac.id

Abstrak
Sejak tahun 2018, Catatan Tahunan yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan menunjukan kecenderungan
pelaku utama kekerasan seksual inses di Indonesia adalah ayah kandung di setiap tahunnya. Belum adanya
dasar hukum untuk inses di Indonesia membuat penanganan terapeutik trauma menjadi pengupayaan utama
untuk para korban. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimanakah proses pelaksanaan
terapeutik konselor dalam menyembuhkan trauma anak korban kekerasan seksual inses dari perspektif
komunikasi. Adapun penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif deskriptif.
Hasil yang didapat ialah konselor memiliki 4 tahapan komunikasi terapeutik yakni assesment, observasi,
kinerja dan terminasi.

Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik Traumatik, Konselor, Kekerasan Seksual Inses

Abstract
Every year, the biological father is the most incest perpetrator in Indonesia, according Catatan Tahunan
which released Komnas Perempuan in 2018. Indonesia still lacks incest regulation, making therapeutic is
essensial. This study employs case studies and a descriptive qualitative method to learn about the
therapeutic communication counselor process for trauma treatment. As a result, the counselor has 4 stages
of communication : assesment, observation, performance, and termination.

Keyword : Trauma Therapeutic Communication, Counselor, Incest Sexual Abuse

PENDAHULUAN
Kondisi inses di Indonesia mulai (Komnas Perempuan, 2017, 2018, 2019, 2020,
diperhatian sejak Komnas Perempuan melalui 2021)
Catatan Tahunan (CATAHU) 2018
menyampaikan adanya 1.210 kasus inses Meski begitu, krisis ini tidak selaras
terjadi. Angka tersebut menjadi temuan inses dengan kebijakan inses yang ada. Terhitung
tertinggi sepanjang sejarah di Indonesia hingga detik ini, kekerasan seksual inses di
sekaligus menyumbang kasus terbanyak untuk Indonesia mengalami kekosongan hukum di
kekerasan anak. Sejak itu pula, data inses mana para pelaku dijerat atas pencabulan
mulai ditampilkan secara rinci dan ditemukan terhadap anak dibawah umur (Swarianata et
kecenderungan ayah kandung merupakan al., 2016). Sedangkan pasal 294 KUHP yang
pelaku utama inses. Atas fakta ini, Komnas berisikan tentang informasi pelaku inses
Perempuan menyatakan bahwa indonesia masih terlalu lemah dan terbatas untuk
krisis kejahatan seksual inses. digunakan sebagai landasan hukum inses
Grafik 1. Data Pelaku Inses di Indonesia (Wotulo, 2017). Pengesahan Rancangan
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
Seksual (RUU PKS) yang ditunda semakin
membuat identitas kriminal inses di Indonesia
kian menggantung.
Ketidakjelasan hukum ini kemudian
membentuk sterotipe jika penyelesaian hukum
terkesan rumit pada beberapa daerah di
Indonesia, salah satunya Kabupaten Madiun.
Oleh temuan peneliti di lapangan, adanya
tekanan dari perangkat desa untuk tidak

100
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

membesar-besarkan perkara dan jalan yang digunakan ialah sesuai dengan latar
pengadilan yang dirasa lambat membuat belakang keilmuan peneliti yakni komunikasi
keluarga korban memilih menyelesaikannya terapeutik. Dengan prinsip komunikasi
secara kekeluargaan. Padahal, merujuk data dari terapeutik, peneliti dapat menggambarkan
PPPA terdapat 4 dari 7 kasus inses yang terjadi proses pelaksanaan penanganan inses dengan
di Kabupaten Madiun dilakukan oleh pelaku lebih terstruktur dan mendetail sehingga hasil
ayah. Dengan kondisi pelaku merupakan penelitian dapat digunakan oleh daerah lain dan
keluarga inti, pemilihan penyelesaian pihak-pihak terkait yang memiliki masalah
kekeluargaan jelasnya memberikan kesempatan serupa.
tindak kekerasan seksual inses untuk terjadi
kembali. Akibatnya, korban kehilangan METODE
kepercayaan pada keluarganya dan Penelitian ini menggunakan metode
memperburuk trauma korban sebelumnya. studi kasus dengan pendekatan kualitatif
Menanggapi fenomena tersebut, Bidang deskriptif. Dengan metode ini, peneliti dituntut
PPPA sebagai lembaga satu-satunya di bereksplorasi serta memiliki informasi yang
Kabupaten Madiun yang bergerak pada kaya agar rumusan masalah penelitian ini dapat
pemberdayaan perempuan dan perlindungan terjawab secara lengkap dan mendetail
anak, menguatkan pelayanan penanganan (Kusmarni, 2012). Sedangkan pendekatan
kekerasan seksual terutama dalam bidang kualitatif deskriptif digunakan peneliti untuk
psikologis. Penelitian telah menunjukan bahwa menghasilkan penjabaran data secara mendalam
dukungan psikologis yang tepat benar-benar dan kecenderungan untuk menjelaskan
membantu korban keluar dari rasa trauma mengapa dan bagaimana suatu kondisi dapat
(Farber, 2016). Salah satu perwujudan terjadi
penguatan tersebut ialah konselor psikolog Adapun teknik pengumpulan data
bidang PPPA yang dibagi berdasarkan dilakukan dengan dua cara yakni wawancara
spesifikasi ranah kasusnya. Adapun pembagian dan observasi. Dengan menggunakan teknik
tersebut sebagai berikut : purposive sampling dalam penentuan informan
wawancara, peneliti mendapatkan 4 subjek
Konselor 1 :spesifikasi kasus anak penelitian dengan rincian 2 orang konselor dan
2 orang pekerja sosial. Sedangkan untuk
Konselor 2 :spesifikasi kasus anak observasi, peneliti menggunakan jenis observasi
berkebutuhan khusus non partisipan dimana peneliti bertindak hanya
(ABK) sebagai pengamat dalam jarak tertentu dengan
Konselor 3 :spesifikasi kasus tujuan untuk menjaga keefektifan kegiatan
perempuan dewasa terapeutik. Dengan model triangulasi metode,
dua teknik pengumpulan data tersebut peneliti
Adanya pembagian ini di tujukan untuk bandingkan untuk memvalidasi penyataan
meningkatkan kompetensi konselor secara lebih konselor dengan kondisi di lapangan
komprehensif. Hal ini disebabkan sangat sebenarnya sehingga didapatkan keabsahan data
sedikitnya pelatihan formal perawatan korban penelitian ini.
pelecehan seksual dan inses bagi para tenaga Untuk teknik pengambilan data,
peneliti menggunakan 4 tahapan milik Miles
kesehatan mental (Brown et al., 2013).
Akhirnya, pengalaman dari penanganan kasus dan Hubermen (Sugiyono, 2011) yakni reduksi
menjadi cara utama seorang konselor melatih data, kondensasi data, penyajian data dan
dan memperdalam kompetensi yang penarikan kesimpulan
dimilikinya. Dengan membuat spesifikasi ranah
kasus yang ditangani seperti yang dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
konselor di Kabupaten Madiun, diharapkan A. 4 Tahapan Komunikasi Terapeutik
membantu menyembuhkan psikologis korban Konselor
dengan lebih tepat, cepat dan efektif. Sebelum menentukan cara dan media
Pengupayaan penanganan inses inilah yang tepat untuk penyembuhan anak korban
yang membuat peneliti tertarik untuk melihat seksual inses konselor harus menjalani empat
dan mengamati proses penanganan bidang tahap proses pelaksanaan terapeutik sebagai
PPPA khususnya konselor psikolog dalam berikut :
menyembuhkan trauma anak korban kekerasan 1) Assesment
inses di Kabupaten Madiun. Adapun perspektif

101
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

Hal ini ditandai dengan masuknya menunjukan kesan ramah dihadapan korban dan
aduan kasus di PPPA Kabupaten Madiun. keluarganya.
Aduan ini oleh konselor dan pekerja sosial akan Kinesik terus berlanjut hingga
dipelajari terlebih dahulu sebelum terjun ke konselor dan petugas duduk untuk berbincang.
lapangan di mana lebih ditekankan pada Jika kondisi rumah tidak memiliki kursi, maka
identitas anak seperti nama, umur, sekolah dan petugas lapangan, keluarga dan anak akan
tempat tinggal. Seusai mempelajari aduan duduk bersama di lantai berbentuk formasi
dirasa cukup, petugas melakukan persiapan persegi mengikuti bentuk ruangan. Formasi
dengan penonjolan pesan artifaktual yakni persegi tersebut menjadi kebiasaan duduk
pakaian dan kendaraan yang akan digunakan. masyarakat Kabupaten Madiun dalam kegiatan
Untuk pakaian, petugas akan melepas perkumpulan warga seperti rapat desa dan
seluruh atribut yang menunjukan identitas pengajian. Petugas laki-laki duduk bersila
pekerjaan yang dimilikinya seperti seragam, sedangkan petugas wanita duduk secara
lencana, topi, dan lainnya. Tujuan dari menyamping. Keadaan tangan berada di
ketentuan pakaian ini agar anak korban pangkuan dengan telapak tangan membuka ke
kekerasan seksual inses tidak merasa takut atas. Apabila kondisi rumah memiliki kursi,
dengan kunjungan petugas. Seperti pakaian, maka postur duduk konselor tegap dengan kaki
kendaraan yang dipergunakan untuk berkunjung tidak menyilang, tangan menyatu ke pangkuan
ke rumah anak tak luput dari pertimbangan. dengan telapak membuka dan punggung tidak
Utamanya, kendaraan tersebut hendaknya bersandar.
motor. Atas pengalaman sebelumnya, didapati Makna telapak tangan yang membuka
mayoritas korban tergolong anak kurang seperti dilakukan konselor ialah pribadi yang
mampu dari segi finansial sehingga penggunaan terbuka. Harapannya dengan konselor yang
motor mengurangi perasaan terintimidasi oleh bersikap terbuka akan membuat anak dan
korban dan keluarganya jika dibandingkan keluarga turut membuka diri. Itu sebabnya,
menggunakan mobil. Secara prosedur sendiri, konselor dan petugas tidak memenggam
hendaknya kepengurusan kasus anak dilakukan handphone, buku, alat tulis ataupun barang
dengan cara tertutup sehingga penggunaan lainnya sekalipun barang tersebut merupakan
motor juga mencegah perhatian masyarakat keperluan dalam terapeutik.
sekitarnya. Mengenai jarak prosemik, jarak personal
konselor dan pekerja sosial dengan anak dan
2) Observasi keluarganya berjarak sekitar ±2-3 meter.
Konselor PPPA menyatakan hal tersebut wajar
Di tahap ini, anak korban kekerasan karena belum terciptanya hubungan dengan
inses dan konselor untuk pertama kalinya anak juga keluarganya.
bertemu sekaligus peninjauan pertama petugas
atas kondisi nyata di lapangan. Tidak hanya 3) Kinerja
sekedar meninjau aduan tahapan ini juga
disertai dengan pengamatan kondisi anak, Tahap kinerja ditandai dengan
budaya keluarga anak serta budaya lingkungan konselor dan korban duduk bersama untuk
masyarakat sekitarnya. Kepengurusan hukum, melaksanakan komunikasi terapeutik traumatik
keperluan visum, dan hal mendesak lainnya secara aktif. Tahap ini dilakukan sebanyak satu
turut menjadi tugas yang harus diselesaikan di kali seminggu secara tatap muka dengan waktu
tahap ini. Proses tahap perkenalan ini yang menyesuaikan jadwal anak dan
memerlukan setidaknya 4 kali – 6 kali kesepakatan dengan orang tua anak. Untuk
pertemuan. durasi, jika kondisi anak dalam keadaan baik
Peneliti mendapati adanya pelaksanaan dapat berlangsung ± 1 jam termasuk jeda
unsur nonverbal dari segi kinesik dan jarak seperti makan atau bermain. Sedangkan jika
prosemik yang dilakukan konselor dalam tahap kondisi anak kurang baik, maka proses
ini. Praktik kinesik terlihat dari postur tubuh terapeutik berlangsung paling lama ± 30 menit
saat menuju rumah anak seperti berjalan dengan termasuk jeda.
bahu yang santai, tangan tidak memegang Dikarenakan ketiadaan rumah
benda apapun, tidak juga memasukan tangan ke singgah oleh instansi PPPA Kabupaten Madiun,
celana/rok, tangan tidak mengepal dan langkah pelaksanaan terapeutik masih dilakukan di
kaki tidak tergesa-gesa. Tujuannya untuk rumah anak yang juga tempat terjadinya
insiden. Lebih lanjut, konselor memberi

102
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

rekomendasi kepada pihak orang tua untuk inti anak, konselor harus bisa menembus
memindahkan sementara anak ke tempat sanak lapisan-lapisan di atasnya. Sebenarnya,
saudara lain guna menghindari memori anak penembusan lapisan tersebut bisa terjadi secara
atas insiden tersebut selama rangkaian alami kala hubungan konselor dan anak telah
terapeutik berlangsung. Sayangnya, ada banyak terbangun.
pertimbangan untuk mewujudkan pemindahan Masalahnya, tidak adanya waktu bagi
tersebut seperti persetujuan anak, kesediaan konselor membangun hubungan yang layak
keluarga yang akan di tinggali serta adanya mengakibatkan hubungan interpersonal dengan
wabah pandemi Covid-19. Tak jarang jika anak bersifat dangkal. Oleh karena itu, konselor
kondisi rumah kurang memungkinkan untuk membangun alur topik sebagai solusi
dilakukan terapeutik, konselor akan membawa permasalahan tersebut.
anak ke rumah miliknya. Pertama, dari penampilan anak.
Ketidakmampuan pemenuhan lokasi Digambarkan sebagai lapisan terluar,
ideal terapeutik turut memengaruhi penampilan anak menjadi topik yang paling
ketidakmampuan pemenuhan tata ruang mudah dijangkau konselor karena bentuknya
terapeutik. Alhasil, kondisi ruang terapeutik yang tampak secara visual. Tindakan konselor
mengikuti kondisi rumah anak seperti ruang dalam menembus lapisan ini telah dilakukan
tamu, pekarangan rumah, atau kamar anak. pada tahap observasi. Atas keterangan pekerja
Sebelum memulai, konselor menanyakan sosial, terdapat tiga aspek yang diperhatikan
kepada anak hendaknya terapeutik dilakukan konselor dan pekerja sosial dimana salah
dan akan dipenuhi keinginannya. Kenyamanan satunya mengenai anak. Adapun hal yang
anak menjadi yang utama bagi konselor PPPA. diamati konselor, yakni; 1) fisik anak; 2) mental
Mencegah kebosanan anak, anak; 3) sekolah anak; 4) pergaulan anak.
keberagaman lokasi lain turut dihadirkan seperti Observasi ini kemudian menghasilkan
mengajak anak ke taman bermain, ke gambaran kondisi anak serta mengetahui
minimarket atau melaksanakan terapeutik di karakteristik anak yang berguna untuk interaksi
sekolah anak. Dikarenakan situasi pandemi terapeutik kedepan.
Covid-19, peneliti tidak dapat melihat Beranjak dari observasi, konselor
pelaksanaan keberagaman lokasi terapeutik ini. masuk ke lapisan personal anak yang kedua
Dalam konteks isi, peneliti menangkap dengan pembahasan topik pendidikan.
bahwa strategi terapeutik konselor mengarah Pertimbangan topik tersebut tak lain didasarkan
pada menciptakan harapan dan perencanaan dari observasi konselor dimana dampak kasus
masa depan dibanding mencoba menghapus inses di Kabupaten Madiun beberapa korban
ingatan anak atas kekerasan seksual yang anak mengalami kehamilan. Atas kondisi
dialaminya. tersebut, mereka terpaksa berhenti sekolah
untuk sementara waktu. Adapun yang
dibicarakan konselor dengan anak korban
kekerasan seksual inses dengan kondisi hamil
ini seperti : 1) kegiatan sekolah anak sebelum
insiden; 2) pandangan anak tentang pendidikan;
3) perencanaan sekolah anak mendatang.
Dibantu pekerja sosial, pembicaraan sekolah ini
akan dibawa untuk didiskusikan bersama Dinas
Pendidikan Kabupaten Madiun terkait
kepengurusan berkas anak pada sekolah
barunya. Keterlibatan mitra kerja ini
memberikan bentuk penanganan terapeutik
pemberian dukungan terhadap anak.
Gambar 1. Visualisasi Lapisan Sedangkan kondisi dimana anak
Personal Anak korban kekerasan inses yang tidak kehamilan,
pembahasan pendidikan mengarah pada
pengaruh kejadian dengan aktivitas sekolah
Dari Gambar 1., personal anak anak. Kejadian yang dialami anak membuat
korban kekerasan seksual inses mereka menjadi sangat sensitif yang
divisualisasikan dengan oval yang memiliki memberikan ketidaknyamanan bagi teman
beberapa lapisan. Untuk mencapai lapisan sekolahnya sehingga anak dijauhi. Perubahan

103
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

perasaan anak seperti penjelasan konselor dengan orang tua atau saudara; 2) hubungan
tersebut telah dijelaskan secara ilmiah dimana anak dengan teman. Tujuan dari percakapan
kekerasan seksual pada anak memengaruhi tersebut sebagai bahan konselor dan pekerja
perkembangan otak bagian yang mengatur sosial dalam menentukan cara melibatkan orang
kognisi serta emosional anak (Konopka, 2015). terdekat dalam membantu pelaksanaan
Berbeda dengan kondisi anak yang terapeutik anak ketika tidak bersama konselor.
mengalami kehamilan, penanganan problem Pengedukasian tentang terapeutik yang
emosi ini tidak melibatkan mitra kerja. Semua dilakukan orang terdekat anak akan menjadi
tindakan sepenuhnya dilakukan oleh konselor. tugas pekerja sosial. Sementara konselor fokus
Bentuk penanganan tersebut dengan mengajak pada penanganan terapeutik anak.
anak berdiskusi serta pemberian solusi
berbentuk misi yang harus dilakukan anak
Tabel 2. Bahasan Konselor Dalam Topik Keluarga
hingga pertemuan terapeutik berikutnya.
Bentuk
Topik Tindakan
Tabel 1. Bahasan Konselor dalam Topik Pertanyaan
Sekolah Keluarga
Bentuk
Topik Tindakan 1. 1.Tanya 1. Gimana
Pertanyaan
Hubungan jawab hubungan (nama)
Pendidikan anak 2.Edukasi sama ibu/ayah?
dengan orang 2. Gimana
orang tua / terdekat kehidupan (nama)
Kondisi 1. Tanya 1. Gimana saudara (oleh di rumah sehari-
anak hamil jawab kehidupan sekolah 2. pekerja hari?
1. Kegiatan 2. (nama) dulu? Hubungan sosial) 3. Gimana (nama)
sekolah Pemberian 2. Bude pengen anak sama teman-
sebelum dukungan tahu cerita dengan temannya?
insiden sekolahnya teman
2. (nama) dulu…
Pandangan 3. Apa yang
Terakhir, konselor masuk pada
anak (nama) suka dari
lapisan inti anak dengan percakapan mengenai
tentang sekolah?
perasaan anak atas kekerasan seksual inses
pendidikan 4. Apa yang
yang dialaminya. Alasan mengapa konselor
3.Perencan pengen (nama)
menginginkan anak menceritakan perasaannya
aan lakukan kalau bisa
secara terbuka sebagai upaya memberikan
sekolah sekolah lagi?
kelegaan pada anak. Pernyataan konselor
mendatang
tentang kelegaan tersebut turut dijelaskan dalam
Kondisi 1. Diskusi 1. Gimana konsep penerimaan kesedihan. Atas konsep ini,
anak tidak 2. sekolahnya anak haruslah mengakui dan menerima kejadian
hamil Pemberian (nama)? ada yang dialaminya agar bisa kembali memiliki
1.Pengaruh tugas kendala / masalah semangat hidup, kepercayaan diri dan
kejadian gak? pengharapan masa depan (Sanderson, 2013).
pada 2. Kata orang tua
aktivitas (nama), (nama)
sekolah ada kendala sama Tabel 3. Bahasan Konselor Dalam Topik
sekolahnya ya? Perasaan Anak
Kendalanya kayak Bentuk
gimana? Topik Tindakan
Pertanyaan

Jika dari pembicaraan mengenai Perasaan anak


sekolah sudah dirasa santai dan cair, ditandai
anak yang banyak bercerita tanpa di tanya, Perasaan anak Tanya 1. Apa yang
maka pembicaraan akan berlanjut pada topik atas kejadian jawab (nama) rasakan
keluarga dan pertemanan anak. Lingkup yang sekarang?
bahasan topik ini meliputi; 1) hubungan anak dialaminya 2.Gimana

104
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

perasaan (nama) bahkan di tahap kerja pertama tidak melihat


sekarang? sama sekali.
Meski begitu, penelitian lain
Dalam memberikan penyembuhan menganggap kontak mata anak yang terkesan
konselor menggunakan media Mendukung jarang dalam terapeutik dimaknai tindakan yang
keberhasilan penggalian layer personal anak wajar. Alasannya karena seseorang memiliki
menggunakan alur topik ini, upaya lain kecenderungan untuk menghindari pandangan
dilibatkan konselor dengan penguatan bahasa kala berbicara tentang kesedihan (Hills &
nonverbal sebagai berikut : Lewis, 2011). Apalagi jika pembicaraan
tersebut memakan waktu yang lama sehingga
1. Efektivitas Duduk Berdampingan begitu umum untuk seseorang melakukan
Pemosisian duduk yang dipilih penghindaran (Mottonen & Varri, 2017).
konselor PPPA dalam melaksanakan terapeutik Melihat konteks di atas, anak korban kekerasan
bersama anak korban kekerasan seksual inses seksual inses melakukan penghindaran tatapan
yakni duduk berdampingan dengan anak. konselor bisa jadi sebagai bentuk kenyamanan
Penempatan duduk seperti ini menjadi model untuk berbincang mengenai kesedihan pasca
duduk yang ideal dalam terapeutik traumatik di insiden kekerasan seksual yang dialaminya.
mana konselor dan korban hendaknya tidak
dibatasi penghalang apapun (Maxwell, 2020). 3. Pemberian Sentuhan
Dalam perspektif psikoterapi sendiri, Keunggulan lain dari duduk
duduk berdampingan menjadi tata duduk berdampingan ialah konselor dapat melibatkan
terbaik dalam pertukaran pendapat dan sentuhan sebagai bentuk komunikasi dengan
kerjasama (Rickard et al., 2021). Sayangnya, anak. Diawali dari menggenggam tangan
posisi duduk berdampingan ini tidak mutlak hingga merangkul anak, sentuhan dilakukan
dilakukan konselor. Oleh dokumentasi konselor secara perlahan dan sesuai kebutuhan kondisi
yang ditunjukan kepada peneliti, didapati dan situasi. Adapun kondisi tersebut seperti
bahwa konselor melibatkan meja kala anak yang mulai menjadi emosional.Tujuan
pelaksanaan terapeutik dilakukan di rumah sentuhan untuk menenangkan emosi ini
konselor. dibuktikan dengan beberapa penelitian serupa
Alasan meja menjadi krusial erat dimana sentuhan ringan seperti pelukan dan
kaitannya dengan konsep jarak spasial yang memegang tangan membantu klien
dikemukakan Edward. T. Hall (Rickard et al., menenangkan diri secara fisik dan emosional
2021). Menurut konsep ini, manusia memiliki yang efektif mengurangi kecemasan, stres dan
beragam jarak dalam berinteraksi guna depresi (Zur, 2011). Bahkan untuk beberapa
menciptakan ‘ruang’ yang aman dan nyaman anak, sentuhan terasa seperti dukungan dan
bagi dirinya. Adanya meja dalam terapeutik melindungi (Erskine, 2018).
menciptakan jarak yang cukup jauh antara
konselor dan anak sehingga anak membangun 4) Terminasi
‘ruang’nya sendiri. Ini sejalan pada Tahap terminasi konselor dibagi
dokumentasi yang diperlihatkan kepada menjadi dua yakni terminasi sementara dan
peneliti, dimana anak sibuk bermain sendiri terminasi akhir. Terminasi sementara diartikan
dibandingkan menjawab dan berbincang sebagai berakhirnya rangkaian terapeutik pada
dengan konselor. temuan saat itu dan akan dilanjutkan di lain
hari. Penyudahan terminasi sementara ini
2. Penghindaran Kontak Mata Anak dilakukan konselor ketika melihat gelagat anak
Meski duduk berdampingan membantu yang anak yang mulai jenuh atau permintaan
dalam pertukaran pendapat, duduk dari anak sendiri. Konselor kemudian
berdampingan juga menyebabkan kontak mata merangkum poin-poin informasi penting dari
konselor dan anak korban kekerasan seksual terapeutik hari itu dan memberitahu anak
inses menjadi tidak timbal balik. Kebanyakan bahwa akan adanya pertemuan selanjutnya.
pihak konselorlah yang lebih banyak melihat Rangkuman tadi dijelaskan kepada orang tua
atau menghadap anak. Sedangkan anak lebih atau wali sebagai bentuk laporan mengenai
banyak melihat hal yang di depannya atau kemajuan keadaan psikis anak. Tidak hanya itu,
menunduk melihat jari tangannya. Adapun anak rangkuman tersebut juga sebagai bahan diskusi
melihat konselor hanya dilakukan sesekali konselor dengan pekerja sosial guna pelibatan

105
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

orang tua/wali dalam terapeutik anak. sikap pihak yang membela pelaku menghalang-
Pengedukasian tentang apa saja aktivitas yang halangi konselor dalam menemui anak dan
dapat dilakukan orang tua/wali dirumah mengganggu proses sesi terapeutik
nantinya akan dijelaskan oleh pekerja sosial. berlangsung. Hal tersebut belum terhitung
Untuk terminasi akhir ditandai dengan tindakan yang tidak diketahui konselor dan
anak yang telah mampu menciptakan rencana petugas mengingat penanganan terapeutik
kehidupannya sendiri. Rencana tersebut tidak dilakukan satu kali seminggu.
harus berbentuk impian besar, sekedar anak
mau membangun pertemana kembali atau 2. Lokasi Pelaksanaaan Terapeutik
melanjutkan hobi yang sebelumnya dimiliki Selaras dengan konflik keluarga yang
sudah termasuk cukup oleh konselor. Meski terjadi karena insiden ini, pelaksanaan
rencana yang lebih detail lebih memastikan terapeutik yang berlangsung di rumah anak
bahwa anak optimis akan kehidupannya menjadi tidak kondusif. Meskipun konselor
mendatang, terciptanya keinginan sudah PPPA menyatakan adanya penyaranan untuk
menjadi tanda bahwa anak tidak lagi berada anak dipindahkan sementara ke sanak keluarga
pada keputusasaan terbawah. Ini sesuai dengan lain bukan berarti dapat diwujudkan dengan
teori penerimaan kesedihan dimana mudah. Pemindahan sementara tersebut dapat
terbentuknya motivasi/pengharapan menjadi terwujud jika sanak keluarga mau menerima
fase terakhir seseorang yang mengalami sang anak. Jika sanak keluarga merasa
kesedihan akibat trauma (Walsh, 2012). keberatan, maka pelaksanaan terapeutik
Hubungan yang terjalin pada tahap ini kembali pada opsi di rumah anak.
sudah amat erat sehingga kedudukan konselor Pertimbangan lain terkait domisili
telah seperti keluarga dan teman bagi anak. sanak keluarga itu sendiri. Konselor PPPA
Titik erat relasi tersebut sampai pada masih mengungkapkan ada beberapa kasus dimana
terjalinnya komunikasi aktif konselor, pekerja anak dipindahkan kepada keluarga mereka di
sosial dengan anak dan keluarganya melalui luar Kabupaten Madiun. Jarak tempuh yang
telepon dan saling berkunjung pada hari besar jauh kemudian menimbulkan hambatan lain
maupun liburan sekolah. Jika merujuk teori seperti cuaca yang tak mendukung, situasi
komunikasi terapeutik, pelaksanaan terapeutik dijalan, kendaraan yang bermasalah dan
konselor memiliki tahapan yang lebih sedikit sebagainya.
dengan tidak adanya satu tahapan terapeutik
yakni tahapan orientasi atau membangun 3. Pihak Ketiga
hubungan. Menurut teori, sebelum memasuki Oleh konselor PPPA menyebutkan
tahap kerja, konselor hendaknya menyediakan bahwa rangkaian terapeutik tidak dapat berjalan
beberapa pertemuan utnuk membangun dengan baik karena adanya pihak ketiga.
hubungan yang kuat dengan anak terlebih Adapun pihak ketiga disini seperti tokoh
dahulu. Sedangkan pada praktik konselor, masyarakat yang tinggal disekitar lingkungan
pembangunan hubungan tersebut dilakukan anak. Keterlibatan mereka mengarah pada
bersamaan dengan tahapan kinerja. Penyebab pengupayaan antara anak dan pelaku
ini dipicu karena hambatan tak terduga di diselesaikan secara kekeluargaan. Tindakan
lapangan. tersebut dimulai di tahap assesment tanpa
sepengetahuan konselor dan petugas. Titik
B. Hambatan Komunikasi Terapeutik terburuk tekanan tersebut terjadi pada satu
Konselor kasus kekerasan seksual inses dimana ayah
Adapun hambatan tersebut peneliti korban pindah secara tiba-tiba sehingga seluruh
paparkan sebagai berikut : rangkaian terapeutik terpaksa berhenti ditengah
jalan.
1. Konflik Keluarga
Konflik keluarga menjadi hambatan Dikarenakan 3 hambatan yang
nyata dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik disebutkan diatas, untuk konselor sampai
pada anak korban kekerasan seksual inses. Ini ditahap kinerja bukanlah perkara mudah.
dikarenakan pelaku yang masih keluarga Menurut peneliti, tahap kinerja sendiri terjadi
dengan anak menyebabkan perpecahan pada lebih kepada kesempatan situasi yang
keluarga itu sendiri. Merangkum pernyataan memungkinkan. Menyediakan waktu khusus
konselor dan pekerja sosial, konflik ini untuk tahap orientasi akan memundurkan tahap
berimbas pada pelaksanaan terapeutik dimana kinerja konselor sehingga ditakutkan semakin

106
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

memunculkan banyak hambatan pengadaan 19


tahap orientasi secara teori kurang cocok untuk Farber, S. K. (2016). The hero ’ s journey of post-
jenis kasus ini. traumatic growth. In Celebrating the Wounded
Healer Psychotherapist : Pain, Post-Traumatic
PENUTUP Growth and Self-Disclosure (p. 47).
A. Simpulan Hills, P. J., & Lewis, M. B. (2011). Sad people avoid
Dari hasil dan pembahasan diatas, the eyes or happy people focus on the eyes?
peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses Mood induction affects facial feature
komunikasi terapeutik konselor dalam discrimination. British Journal of Psychology,
menyembuhkan trauma anak korban kekerasan 102(2), 260–274.
seksual inses dilakukan dengan 4 tahapan Komnas Perempuan. (2017). CATAHU 2017 : Labirin
yakni, assesment, observasi, kinerja dan Kekerasan terhadap Perempuan: Dari Gang
terminasi. Dalam mendukung prosesnya, Rape hingga Femicide, Alarm bagi Negara
konselor melibatkan pesan nonverbal seperti untuk Bertindak Tepat. 1–4.
pengaturan pakaian, transportasi, posisi duduk, Komnas Perempuan. (2018). CATAHU 2018 :
kontak mata dan sentuhan. Jika dibandingkan Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam
dengan teori komunikasi terapeutik, proses Pusaran Politik Populisme. 1–5.
komunikasi terapeutik konselor telah Komnas Perempuan. (2019). CATAHU 2019 : Korban
mengalami penyesuaian dengan kondisi dan Bersuara, Data Bicara: Sahkan RUU
situasi diakibatkan adanya hambatan Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai
dilapangan seperti konflik keluarga, lokasi Wujud Komitmen Negara. 6–8.
terapeutik yang kurang ideal dan tekanan pihak Komnas Perempuan. (2020). CATAHU 2020 :
ketiga. Kekerasan Meningkat: Kebijakan Penghapusan
Kekerasan Seksual untuk Membangun Ruang
B. Saran Aman bagi Perempuan dan Anak Perempuan.
Adapun masukan yang dapat peneliti 1–5.
berikan pada proses pelaksanaan terapeutik Komnas Perempuan. (2021). CATAHU 2021 :
konselor tertuju pada instansi PPPA Kabupaten Perempuan dalam Pandemi Lonjakan
Madiun agar segera menyediakan rumah Kekerasan Seksual,Kekerasan
singgah. Ini mengingat pelaksanaan terapeutik Siber,Perkawinan Anak,Dan Keterbatasan
di rumah anak memiliki beberapa kekurangan. Penanganan Ditengah Covid-19. Journal of
Pertama, memori buruk anak bisa kembali Chemical Information and Modeling, 138(9),
terpicu saat terapeutik sedang berlangsung 1689–1699.
akibat rumah yang juga tempat kejadian Kusmarni, Y. (2012). Studi Kasus (John W. Creswell).
insiden. Kedua, adanya jarak tempuh Jurnal Edu UGM Press, 1–12.
menjadikan keadaan cuaca, aksesbilitas, serta http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND
kejadian tak terduga di jalan memengaruhi ._SEJARAH/196601131990012-
proses perlaksanaan terapeutik konselor. YANI_KUSMARNI/Laporan_Studi_Kasus.pdf
Ketiga, konflik keluarga yang terjadi Maxwell, W. (2020). Interpersonal Communication
menjadikan rumah kurang kondusif untuk Post Traumatic Events : Building Trust &
digunakan sebagai tempat terapeutik. Openness With Persons Impacted By Critical
Incidents. Crisis, Stress, and Human
DAFTAR PUSTAKA Resilience : An International Journal, 2(3),
137–141.
Brown, D., Reyes, S., Brown, B., & Mottonen, H., & Varri, M. (2017). The Relationship
Gonzenbach, M. (2013). The Between Skin Conductance And Eye Contact Of
Effectiveness of Group Treatment for Spouses In Couple Therapy. University of
Female Adult Incest Survivors. Journal Jyväskylä.
of Child Sexual Abuse, 22(2), 143–152. Rickard, E., Hevey, D., & Wilson, C. (2021). The
https://doi.org/10.1080/10538712.2013.7 impact of seating arrangement and therapy task
37442 on therapeutic alliance formation. Counselling
Erskine, R. G. (2018). Nonverbal stories: the and Psychotherapy Research, 21(3), 683–696.
body in psychotherapy. Relational https://doi.org/10.1002/capr.12341
Patterns, Therapeutic Presence, 5(1), Sanderson, C. (2013). Counselling Skills for Working
315–327. With Trauma ; Healing From Child Sexual
https://doi.org/10.4324/9780429479519- Abuse, Sexual Violence and Domestic Abuse.

107
Commercium. Volume 05 No.2 Tahun 2022, 100-108

Jessica Kingsley.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Swarianata, V., Sugiri, B., & Aprilianda, N.
(2016). Kriminalisasi Inses (Hubungan
Seksual Sedarah) Dalam Perspektif
Pembaruan Hukum Pidana (Vol. 28,
Issue 2) [Universitas Brawijaya Malang].
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/inde
x.php/hukum/article/view/2010
Walsh, K. (2012). Grief and Loss Theories and
Skills for the Helping Professions.
Wotulo, F. A. (2017). Kedudukan Delik Inses
(Incest) Dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia. Lex Crimen, VI(4), 38–44.
Zur, O. (2011). Touch In Therapy and the
Standard of Care in Psychotherapy and
Counseling: Bringing Clarity to Illusive
Relationships. Hakomi Forum, 23–24, 7–
26.

108

Anda mungkin juga menyukai