Anda di halaman 1dari 2

PERNYATAAN SIKAP BEM SI KERAKYATAN

WILAYAH JATENG-DIY

“Suara Sumbang Palu Mahkamah Keluarga”

Senin, 16 Oktober 2023 Mahkamah Konstitusi membacakan hasil pengujian UU


Pemilu terkait dengan ambang batas minimum usia calon Presiden dan calon Wakil Presiden.
Dari tujuh gugatan yang masuk, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon
untuk Sebagian dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas
Tsaqibbirru dan Arkaan Wahyu.

Dalam pembacaan putusannya, Mahkamah Konstitusi menambahkan frasa baru dalam


ketetapannya, yaitu “berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala
daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota”. Secara yuridis bahwa pengajuan
batas minimum usia calon Presiden dan Wakil Presiden bukan merupakan isu konstitusional
yang harus diselesaikan oleh Mahkamah konstitusi. Permasalahan terkait dengan ambang
batas minimum usia merupakan hal yang bersifat fleksibel dan merupakan domain dari
pembuat Undang-Undang yaitu DPR RI.

Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat dikatakan


inkonsisten karena memberikan kelonggaran terhadap calon Presiden dan/atau Wakil
Presiden dengan adanya penambahan frasa pernah dan/atau sedang menjabat sebagai kepala
daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Putusan tersebut mengandung celah
politis yang dapat dimanfaatkan oleh segelintir pihak demi dalih konstitusional untuk
memajukan tokoh dalam Pemilu tahun 2024.

Menilik dari penjelasan dan keputusan Mahkamah Konstitusi yang inkonsisten dan
bertendensi politis, maka BEM SI Kerakyatan Wilayah Jateng-DIY menyatakan sikap sebagai
berikut :

1. Kami dengan tegas menyesalkan keputusan yang diambil oleh Mahkamah


Konstitusi karena sebagai “Guardian of Constitution” yang harusnya netral
terhadap kepentingan politik justru ikut bermain dan mengeluarkan keputusan
yang sangat bersifat politis;
2. Keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 memunculkan celah politik yang dapat
dimanfaatkan segelintir orang/kelompok dalam menyongsong perhelatan Pemilu
tahun 2024;
3. Mempertanyakan kompetensi dan kredibilitas dari hakim Mahkamah Konstitusi
yang meloloskan Judicial Review pemohon yang harusnya bukan di wilayah
yuridiksinya dalam hal konstitusional melainkan dapat diselesaikan melalui kamar
yang lain, sehingga kami melihat adanya benturan kewenangan dengan lembaga
lain;
4. Kami menuntut Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi untuk menjalankan
tanggung jawab mereka dengan sungguh-sungguh. Kode etik dan pedoman
tingkah laku hakim konstitusi harus ditegakkan tanpa kompromi. Masyarakat
berhak melihat bahwa hakim-hakim MK bekerja dalam integritas tertinggi, tanpa
ada campur tangan politik yang merusak keadilan. Hal ini adalah tuntutan yang
harus dipenuhi demi masa depan yang lebih adil dan demokratis.

Demikian pernyataan sikap dari BEM SI Kerakyatan Wilayah Jateng-DIY, semoga


dapat menjadi pantikan sekaligus menjadi sinyal darurat demokrasi yang saat ini sedang
terjadi di Indonesia. Bahwa mahasiswa sebagai “social control” berhak untuk membela
segala bentuk keputusan yang merugikan masyarakat.

Tertanda,

Raafila Anbiya

Koordinator Wilayah Jateng-DIY

Anda mungkin juga menyukai