TENTANG
Menetapkan
KEDUA : Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 17 Januari
2007.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 22 Oktober 2007
DIREKTUR JENDERAL
BENNY WAHYUDI
PETUNJUK TEKNIS
PELAKSANAAN PENERAPAN DAN PENGAWASAN
STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)
KACA PENGAMAN UNTUK KENDARAAN BERMOTOR SECARA WAJIB
BAB I
KETENTUAN UMUM
1.2. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) kaca pengaman adalah
Sertifikat yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) kepada pelaku
usaha yang mampu memproduksi kaca pengaman sesuai persyaratan SNI.
1.3. Sistem Manajemen Mutu (SMM) adalah rangkaian kegiatan dalam rangka
penerapan manajemen mutu menurut SNI 19-9001-2001 atau ISO 9001-2000
atau revisinya atau sistem manajemen mutu lainnya.
1.4. Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) adalah lembaga yang telah diakreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau yang ditunjuk oleh Menteri untuk
melakukan kegiatan sertifikasi Produk Penggunaan Tanda SNI.
1.5. Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) adalah lembaga yang telah diakreditasi
oleh KAN atau Badan Akreditasi yang telah melakukan perjanjian saling pengakuan
(MRA) dengan KAN untuk melakukan kegiatan Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu.
1.6. Laboratorium Penguji adalah laboratorium yang telah diakreditasi oleh KAN atau
Badan Akreditasi yang telah melakukan perjanjian saling pengakuan (MRA)
dengan KAN atau yang ditunjuk oleh Menteri untuk melakukan kegiatan pengujian
terhadap contoh kaca pengaman sesuai dengan spesifikasi dan metode uji SNI.
1.7. Sertifikat Hasil Uji (SHU) adalah sertifikat hasil pengujian atas contoh kaca
pengaman menurut spesifikasi, metode uji atau standar tertentu yang diterbitkan
oleh Laboratorium Penguji.
1.8. Surat Pendaftaran Jenis Kaca Pengaman adalah surat yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia sebagai bukti bahwa jenis kaca
pengaman yang akan diproduksi atau diimpor telah didaftarkan dan sesuai dengan
penerapan tanda SNI.
1.9. Surat Pendaftaran Barang (SPB) adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan yang telah diberikan
kepada importir yang telah mendaftarkan kaca pengaman yang akan diimpor.
BAB II
LINGKUP PEMBERLAKUAN SNI WAJIB KACA PENGAMAN
2.1. Pemberlakuan SNI Kaca Pengaman Secara Wajib terhadap 2 (dua) jenis kaca
pengaman yang meliputi :
3.1. Pelaku usaha dapat memperoleh SPPT SNI kaca pengaman yang diberlakukan
wajib apabila telah:
a. Memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan oleh LS Pro, minimal
meliputi :
1). Permohonan SPPT SNI;
2). Izin Usaha Industri (IUI) dengan lingkup yang sesuai dengan produk yang
dimohonkan SPPT SNI-nya;
3). Sertifikat atau Tanda Daftar Merek yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM
dengan lingkup yang sesuai dengan produk yang dimohonkan SPPT SNI-
nya atau lisensi dari pemilik merek.
3.2. Audit kebenaran dan kecukupan dokumen SMM dilakukan oleh tim asesor untuk
mengevaluasi dokumen SMM apakah memenuhi persyaratan; dan jika tidak
memenuhi persyaratan, maka perusahaan pemohon harus melakukan tindakan
koreksi.
3.3. Bagi perusahaan industri kaca pengaman yang mengajukan permohonan SPPT
SNI dan memiliki lebih dari 1 (satu) unit produksi yang berada pada lokasi yang
berbeda, wajib :
a. Menyatakan semua lokasi pabrik yang akan diajukan untuk mendapatkan SPPT
SIN;
b. Menerapkan sistem manajemen mutu;
c. Menerima penetapan LS Pro tentang lokasi unit poduksi yang akan diaudit.
Proses sertifikasi dapat diwakili oleh salah satu unit produksi yang ditetapkan oleh
LS Pro jika hasil pengawasan dan evaluasi SMM dan mutu produk pabrik tersebut
tidak memenuhi persyaratan, maka hasilnya berlaku untuk semua pabrik.
3.4. Biaya penerbitan SPPT SNI merupakan tanggung jawab yang bersangkutan.
3.5. LS Pro membuat laporan hasil audit SMM dan uji mutu produk dan bila ditemukan
ketidaksesuaian, maka segera diinformasikan ke perusahaan pemohon untuk
melakukan perbaikan. Laporan Audit Sertifikat SMM dan Sertifikat Hasil Uji serta
dokumen lainnya dikaji oleh tim evaluasi LS Pro untuk menentukan keputusan
sertifikasi, terdiri dari :
a. Pemberian atau perpanjangan SPPT SNI bila memenuhi persyaratan sertifikasi;
b. Penundaan pemberian atau perpanjangan SPPT SNI bila belum memenuhi
persyaratan sertifikasi, namun perusahaan pemohon dapat melakukan
tindakan perbaikan; atau
c. Penolakan pemberian atau perpanjangan SPPT SNI, bila tidak memenuhi
persyaratan sertifikasi.
3.6. LS Pro memberitahukan ke perusahaan pemohon tentang SPPT SNI yang telah
diterbitkan, dan melaporkan kepada Kepala Badan penelitian dan Pengembangan
Industri, dan Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian.
3.7. Pengawasan Berkala terhadap SMM dan mutu produk perusahaan pemegang SPPT
SNI dilakukan oleh LS Pro.
BAB IV
TATA CARA MEMPEROLEH SURAT PENDAFTARAN JENIS KACA PENGAMAN
4.1. Perusahaan yang akan memproduksi kaca pengaman yang diberlakukan SNI
wajib, diwajibkan mendaftarkan jenis kaca pengaman yang akan diproduksi atau
diimpor kepada Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen
Perindustrian,dengan cara :
4.2. Perusahaan yang akan mengimpor produk kaca pengaman yang diberlakukan
secara wajib SNI-nya diwajibkan mendaftarkan jenis kaca pengaman yang akan
diimpor kepada Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen
Perindustrian, dengan cara :
4.5. Permohonan dinyatakan batal jika dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja
sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan persyaratan sebagaimana
dimaksud Butir 4.4. di atas tidak dipenuhi oleh perusahaan pemohon.
4.6. Perusahaan dan importir kaca pengaman diwajibkan untuk menyampaikan laporan
realisasi produksi atau impor dari kaca pengaman dengan jenis yang didaftarkan
kepada Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia setiap 3 bulan.
BAB V
TATA CARA PENCANTUMAN TANDA SNI
5.1. Perusahaan industri kaca pengaman yang telah memperoleh SPPT SNI dan Surat
Pendaftaran Jenis Kaca Pengaman wajib mencantumkan Tanda “SNI” pada setiap
produk yang mengacu pada PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.
5.2. Pencantuman tanda “SNI” kaca pengaman pada setiap produk dengan cara :
ceramic printing, sand blasting atau stiker.
5.3. stiker sebagai pengganti ceramic pinting atau sand blasting merupakan stiker
tanda “SNI” yang ukuran dan desainnya ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Industri Agro dan Kimia.
5.4. Stiker dapat diperoleh di Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) dengan
penggantian biaya cetak.
5.5. Pencantuman stiker tanda “SNI” dilakukan oleh produsen dan importir Kaca
Pengaman dan wajib direkatkan pada setiap Kaca Pengaman pada permukaan
yang rata sebelum dipasarkan di Indonesia.
5.6. LS Pro bertanggung jawab dalam pengawasan penerapan tanda “SNI” untuk
masing-masing SPPT SNI sesuai dengan Surat Pendaftaran Jenis Kaca Pengaman
yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen
Perindustrian.
BAB VI
TATA CARA MEMPEROLEH SURAT PENDAFTARAN BARANG (SPB)
6.1. Importir mendaftarkan volume dan jenis kaca pengaman yang akan memasuki
Daerah Pabean Indonesia kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri
melalui Direktur Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang dengan mengisi
formulir Permohonan Pendaftaran Barang yang Diawasi (Format-3) dengan
melampirkan :
a. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI yang telah dilegalisir oleh LS Pro.;
b. Dokumen impor berupa packing list, invoice, bill of lading dan Angka Pengenal
Importir (API);
c. Surat Pendaftaran Jenis Kaca Pengaman dari Direktur Jenderal Industri Agro
dan Kimia;
6.2. Apabila dokumen permohonan lengkap, maka dilakukan verifikasi dan selambat-
lambatnya 2 (dua) hari kerja diterbitkan Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang
merupakan bukti terpenuhinya SNI sehingga kaca pengaman tersebut bisa
diimpor.
6.3. Apabila permohonannya belum lengkap, maka importir harus melengkapi
selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja dan tanggal pendaftaran dihitung sejak
kelengkapan dokumen diterima.
6.4. Penerbitan atau penolakan SPB oleh Direktur Pengawasan dan Pengendalian Mutu
Barang atas nama Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan disampaikan
kepada importir dengan ditembuskan kepada :
a. Direktur Jenderal Bea dan Cukai up. Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
tempat pemasukan barang;
b. Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia up. Direktur Industri Kimia Hilir;
c. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri up. Direktur Pengawasan Barang
Beredar dan Jasa;
d. Pemda Provinsi, Kabupaten dan Kota up. Kepala Dinas yang berwenang di
bidang Perindustrian dan Perdagangan.