Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian, Dasar Hukum, Tujuan, Syarat, dan Bentuk Surat Dakwaan

Menurut A. Karim Nasution dalam Masalah Surat Dakwaan dalam Proses Pidana mengartikan
surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang
didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari pemeriksaan pendahuluan yang merupakan
dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan. Kemudian, bila ternyata cukup bukti, terdakwa
dapat dijatuhi hukuman.

Pasal 14 huruf d KUHAP menerangkan bahwa membuat surat dakwaan adalah salah satu
kewenangan dari penuntut umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 140 ayat (1) KUHAP surat
dakwaan dibuat secepatnya apabila penuntut umum berpendapat bahwa dapat dilakukannya
penuntutan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan yang dibuat tersebut akan disertakan penuntut
umum saat melimpahkan perkara ke pengadilan negeri. Hal ini sebagaimana tertuang
dalam Pasal 143 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa penuntut umum melimpahkan
perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai
dengan surat dakwaan.

Sesuai dengan bunyi pasal 143 ayat 2 KUHAP disebutkan bahwa syarat formil surat dakwaan
meliputi :

1. Surat dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan penuntut umum pembuat surat
dakwaan;
2. Surat dakwaan harus memenuhi secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama
lengkap, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan.
3. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Syarat Materiil tertuang dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE-004/J.A/11/1993.

Secara materiil surat dakwaan dipandang telah memnuhi syarat apabila surat dakwaan tersebut
relah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang:
1. Tindak pidana yang dilakukan;
2. Siapa yang melakukan tindak pidana;
3. Dimana tindak pidana dilakukan;
4. Bilamana/kapan tindak pidana dilakukan;
5. Bagaimana tindak pidana dilakukan;
6. Akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materiil)
7. Apa yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana tersebut (delik-delik tertentu); –
Ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan
Bentuk Surat Dakwaan

1. DAKWAAN TUNGGAL

Dalam surat dakwaan ini hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan, tidak terdapat tindak
pidana lain baik sebagai alternative maupun sebagai pengganti. Misalnya dalam surat dakwaan
hanya didakwakan tindak pidana pencurian (Pasal 362 KUHP).

2. DAKWAAN ALTERNATIF Dalam bentuk ini surat dakwaan disusun atas beberapa lapisan
yang satu mengecualikan dakwaan pada lapisan yang lain. Dakwaan alternative dipergunakan
karena belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang akan dapat dibuktikan §
Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi
langsung kepada lapisan dakwaan yang dipandang terbukti.

Contoh dakwaan yang disusun secara alternative:

 Pencurian (pasal 362 KUHP) atau Penadahan (pasal 480 KUHP)

Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi
langsung kepada lapisan dakwaan yang dipandang terbukti

3. DAKWAAN SUBSIDARITAS (Berlapis) Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila satu


tindak pidana menyentuh beberapa ketentuan pidana, tetapi belum dapat diyakini kepastian
perihal kualifikasi dan ketentuan pidana yang lebih tepat dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan
disusun secara berurutan dimulai dari tindak pidana yang diancam dengan pidana terberat dalam
kelompok jenis tindak pidana yang sama Contoh Dakwaan Subsidair Lapisan dakwaan disusun
secara berurut:

i. Primair: Pembunuhan Berencana (pasal 340 KUHP) Subsidair: Pembunuhan (338


KUHP)
ii. Lebih Subsidair: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355
ayat 2 KUHP)
iii. Lebih Subsidair lagi: Penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354
ayat 2 KUHP)
iv. Lebih-lebih Subsidair lagi: Penganiayaan biasa yang mengakibatkan matinya orang
(pasal 351 ayat 3 KUHP)

4. DAKWAAN KUMULATIF Bentuk ini digunakan bila kepada terdakwa didakwakan


beberapa tindak pidana sekaligus dan tindak pidana tersebut masing-masing berdiri sendiri.
Semua tindak pidana yang didakwakan harus dibuktikan satu demi satu. Persamaannya dengan
dakwaan subsidair karena sama-sama terdiri dari beberapa lapisan dakwaan dan pembuktiannya
dilakukan secara berurutan Misalnya dakwaan disusun:
Kesatu : Pembunuhan (pasal 338 KUHP)
Kedua : Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)
Ketiga : Perkosaan (pasal 285 KUHP)

5. DAKWAAN KOMBINASI Bentuk ini merupakan perkembangan baru dalam praktek sesuai
perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya dalam
modus operandi yang dipergunakan. Kombinasi/gabungan dakwaan tersebut terdiri atas dakwaan
kumulatif dan dakwaan subsidair Dakwaan Kombinasi atau Gabungan

Kesatu:
Primer: Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP)
Subsidair: Pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP)
Lebih Subsidair: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2
KUHP)
Kedua: Perampokan/pencurian dengan kekerasan (pasal 365 ayat 3 dan 4 KUHP)
Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP)

B. Pengertian Eksepsi, Dasar Hukum dan Jenis-jenisnya.


Pengaturan Eksepsi Berdasarkan KUHP Pengertian eksepsitu sendiri adalah alat-alat pembelaan
yang maksudnya untuk menghindarkan keputusan tentang pokok perkara, karena dengan
menerima baik tangkisan-tangkisan tidak perlu lagi (M.H. Tinaamidj 4ul 992:382).

KUHP dalam Pasal 1 56 atau ( I ) menyatakan bahwa : Dalam hal terdakwa atau penasihat
hukumnya mengajukan keberatan, bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi
kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan
keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

Dari bunyi ketentuan pasal 156 KUHP di atas, terdakwa atau penasihat hukumnya bisa
mengajukan keberatan (Eksepsi) dalam hal :

l. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya;

2. Dakwaan tidak dapat diterima

3. Dakwaan batal demi hukum.

 Keberatan pengadilan tidak berwenang untuk mengadili perkara

Berbicara masalah kewenangan pengadilan, ada dua hal yang erat di sini yaitu masalah
kewenangan absolut dan kewenangan relatif Kewenangan absolut di sini berhubungan dengan
adanya pembagian wewenang peradilan yaitu : 1. Peradilan Umum; 2. Peradilan Militer; 3.
Peradilan Agama 4. Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan
kompetensi relatifdi sini yaitu jenis pengadilan dalam lingkungan peradilan tertentu (misalnya
pengadilan negeri dalam lingkungan peradilan umum) (M'H. Tirraamidjaja I992:367). Misal
perkaranya ternyata menyangkut anggota militer, maka yang berwenang mengadili adalah
Pengadilan Militer. Sementara itu, kewenangan relatif mengatur mengenai pengadilan negeri di
daerah mana yang berwenang untuk mengadili suatu perkara pidana.

 Keberatan dakwaan tidak dapat diterima

Suatu dakwaan tidak. Dapat diterima apabila:

a. Suatu perkara termasuk tindak pidana aduan, tetapi tidak ada pengaduan;

b. Suatu perkara termasuk tindak pidarn adtnn, ada pengaduan tetapi pengaduannya sudah
melewati tenggang waktu yang diharuskan oleh undang-undang. Untuk domisili orang yang
dirugikan di Indonesia, tenggang waktu mengajukan pengaduan adalah 6 bulan, sedangkan kalau
domisili pihak pengadu di luar negeri, tenggang waktu mengajukan pengaduan 9 bulan (diatur
dalam Pasal 74 KUHP).

c. Suatu perkara ne bis in idem (diatur dalam Pasal 76 KUHP).

d. Perkara sudah kedaluwarsa (diatur dalam Pasal 78 KUHP).

 Keberatan surat dakwaan batal demi hukum

Suatu dakwaan batal demi hukum manakala surat dakwaan tersebutidak memenuhi syarat
materiil sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 143 ayat(2) huruf b KUHAP. Surat dakwaan harus
memenuhi persyaratan:

a. Syarat Formil (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP). Syarat formil di sini yaitu surat : dakwaan,
yang dibuat oleh penuntut umunr, yang diberi tanggal di ditandatangani serta berisi identitas
terdakwa:

1 . Nama lengkap terdakwa;

2. Tempat lahir

3. Umur atau tanggal lahir

4. Jenis kelamin;

5. Kebangsaan;

6. Tempat tinggal;

7. Agama; dan

8. Pekerjaan.
Syarat formil ini dalam rangka menghindari terjadi error in persona atau kekeliruan mengenai
orangnya. Dengan perkataan lain, berdasarkan syarat form ini, bahwa yang duduk sebagai
terdakwa adalah benar-benar orang benar yan patut didakwa bukan orang lain. Tidak menutup
kemungkinan, kala identitasnya tidak lengkap, nama orang d Indonesia banyak yang sama.

b. Syarat materiil (Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP). Dalam syarat meteriil ini terkandung
adanya uraian secara cermat,jelas dan lengkap tentang:

1) Tindak pidana yang didakwakan;

2) Kapan tindak pidana dilakukan;

3) Tempat tindak pidana dilakukan.

Dalam eksepsi, keberatan yang diajukan bukan terkait pokok perkara. Jadi hanya sebatas
formalitas terkait kewenangan pengadilan dan surat dakwaan. Namun, memang beberapa
penasihat hukum ada juga yang malah menyinggung pokok perkara sehingga menyamakan
eksepsi seperti pembelaan dengan memasukkan berbagai pembelaan di samping keberatan dalam
eksepsinya. Hal inilah yang salah. Tapi pada akhirnya, hakim tetap melihat dan mengambil
keputusan atas eksepsi itu tanpa melihat pembelaan atas pokok perkaranya.

Anda mungkin juga menyukai