Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sosial Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Oleh:
SABDAH /2023040201017
PROGRAM MAGISTER
2023
KATA PENGATAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayahnya sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan tema “Turki Menuju Sistem Pendidikan Modern Dalam
Salawat serta salam tak lupa disampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
saw, yang telah membawa umat manuju jalan kebahagiaan didunia dan akhirat melalui
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kekeliruan, sehingga kami mengharapakan kritik dan masukan agar penulisan berikutnya
dapat sempurna.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah mencatat, bahwa setelah terjadinya penyerangan tentara mongol yang dipimpin
Hulagu Khan pada tahun 1258, kekuasaan islam yang berpusat di Baghdad mengalami
kehancuran yang amat signifikan. Kekuatan politik islam mengalami kemunduran secara drastis.
Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa Kerajaan yang satu sama lain bahkan
saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur
akibat serangan bangsa mongol itu. Keadaan ini semakin diperparah oleh serangan dari timur
Namun demikian, kehancuran dunia islam tidak merata. Diseluruh dunia islam, masih
terdapat pilar-pilar penyangga yang melanjutkan kejayaan dunia islam. Pilar tersebut adalah
kekhalifaan turki Usmani di Turki, kekhalifaan Mughal di India, dan kekhalifaan Safawi di
Persia. Di antara tiga kekhalifaan islam yang muncul pada abad pertengahan ini, kekhalifaan
turki Usmani termasuk yang pertama berdiri, dan juga yang terbesar dan paling lama disbanding
yang bekerja sama secara terpadu, dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya
tujuan pendidikan yang telah mencapai cita-cita bersama para pelakunya. Terlihat dengan jelas
sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara
keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil. Umat Islam
mengalami puncak keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Pada masa itu bermunculan
para pemikir Islam ternama yang sampai sekarang pemikirannya masih diperbincangkan dan
dijadikan sebagai dasar pijakan. Melihat kilas balik dari sejarah Turki Usmani, keadaan
pendidikan di Turki pada masa itu sangat berperan dalam perkembangan suatu bangsa.
Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taqlid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan
menentang mazhab yang lain. Sistem pengajaran yang dikembangkan pada Turki Usmani adalah
menghafal matan-matan meskipun murid tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal Matan
al-Jurumiyah, Matan Taqrib, Matan Alfiah, Matan Sultan, dan lain-lain. Murid-murid setelah
menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya. Karenanya pelajaran itu bertambah
berat dan bertambah sulit untuk dihafalkannya. Ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih
bersifat studi tekstual dari pada upaya memahami dan lebih mendorong hafalan daripada
Secara historis bangsa Turki Usmani berasal dari keluarga Qabey, salah satu Kabilah
al-Ghaz al Turky, yang mendiami daerah Turkistan. Mereka masuk islam sekitar abad ke
Sembilan atau kesepuluh, Ketika mereka menetap di Asia Tengah. Akibat ada tekanan
tantara mongol yang terus merangsek dan memburu suku tersebut, akhirnya mereka pindah
ke arah barat hingga mereka bergabung dengan saudara seketurunan, yakni orang Turki
Kekhalifaan Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari Kabilah Oghuz yang
menguasai daerah mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga
abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar
abad kesembilan atau kesepuluh, yaitu Ketika mereka menetap di Asia Tengah. Dibawah
tekanan serangan mongol pada abad ke 13, mereka melarikan diri kedaerah barat dan
didataran tinggi Asia Kecil. Dibawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium.
Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin
menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan langsung dengan Bizantium.
Ertoghul meninggal dunia pada tahun 1289, dan kepemimpinan selanjutnya dipegang
oleh putranya, Bernama Usman. Putra Ertoghul inilah yang selanjutnya dianggap sebagai
pendiri kekhalifaan Usmani yang memerintah antara tahun 1290 M s.d 1326 M.
Broessa. Pada tahun1330 M, bangsa mongol menyerang Kerajaan Seljuk dan Sultan
Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam bebrapa
Kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang
didudukinya. Sejak itulah Kerajaan Usmani dinyatakan berdiri dengan Pimpinan pertamanya
Usman, yang selanjutnya sering disebut Usman I (1330-1362). Pimpinan kekhalifaan Turki
ini selanjutnya dipegang oleh Orkhan (1326-1359 M), Murad I (1359-1389 M), Bayazid I
(1389-1403 M), Sultan Muhammad I (1403-1421 M), Murad II (1421-1451 M), Muhammad
Al-Fatih (1451-1484 M), Sultan Salim I (1512-1520 M), Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-
1566 M).
untuk memperluas wilayah kekuasaan, membangun militer dan pemerintahan yang kuat.
Keadaan ini sebuah program utama, mengingat secara geografis dan politis, kekhalifaan ini
berhadapan dengan kekuasaan eropa yang setiap saat dapat menghancurkan kekhalifaan
Usmani. Ketika Usmani I berkuasa misalnya, kekuasaan khalifahan Usmani dapat diperluas
Turki adalah sebuah republik konstitusional yang demokratis, sekuler, bersatu dan
wilayahnya terbentang dari semenanjung Anatolia di Asia Barat Daya dan daerah Balkan di
Eropa tenggara. Ibu kota Turki berada di Ankara namun kota terbesar berada di Istanbul.
Sistem pendidikannya terpusat, dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Mustafa Kemal Ataturk setelah berdirinya Republik Turki Modern pada tahun 1923. Ataturk
menjabat sebagai presiden pertama dan menciptakan sistem kenegaraan yang sekuler,
dimana pendidikan dirancang untuk menghasilkan kelas pekerja terampil, produktif dan
menjadi individu yang kreatif di era yang serba informatif. Sampai saat ini, pendidikan telah
menjadi medan pertempuran politik dan filosofis antara sekularis, yang didukung oleh aparat
militer, dan konservatif agama, yang membentuk fondasi lewat Partai Keadilan dan
Pembangunan (AKP) yang pada akhirnya bisa merebut kekuasaan tertinggi. Pada tahun
beberapa kalangan mengkritisinya. Meski demikian, salah satu langkah yang dicanangkan,
yaitu memperpanjang wajib belajar selama empat tahun dinilai cukup baik.
terakhir tetap terjadi. Langkah AKP yang mencoba melakukan perubahan melalui reformasi
pendidikan, salah satunya yang paling menonjol adalah dengan menambahkan empat tahun
untuk pendidikan wajib sekolah, meningkatkan periode wajib belajar yang semula delapan
tahun menjadi 12 tahun. Di permukaan, ini tampak seperti perubahan positif, namun,
undang-undang baru telah banyak dikritik karena bermotif politik dan berlawanan dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Dari pada mendorong siswa untuk tetap bersekolah lagi,
belajar telah dibagi menjadi tiga tingkatan empat tahun: dasar, menengah pertama dan
melakukan kontrol terhadap administrasi semua tahapan dan jenis pendidikan pra-sekolah.
Kurulu (Dewan Pendidikan Tinggi, yang biasa disingkat dengan YOK). Dewan bertanggung
jawab untuk negosiasi anggaran universitas, secara keseluruhan dan kelembagaan, dan
pedoman kurikulum inti di tingkat sarjana. Setelah dilarang pada awal 1970-an, lembaga
pendidikan tinggi swasta kembali diizinkan beroperasi di Turki pada tahun akademik 1981-
1982, tetapi hanya atas dasar non-profit. Kurikulum lembaga-lembaga ini harus disetujui
Pendidikan Nasional yang ditunjuk oleh Menteri, tetapi bekerja di bawah arahan gubernur
provinsi.
Secara kualitatif, sekolah di Turki berkinerja kurang baik jika dibandingkan dengan
rekan-rekan mereka di negara-negara OECD lainnya. Menurut hasil dari Program OECD for
International Student Assessment (PISA), rata-rata siswa di Turki sangat rendah dalam
Literasi, Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam dari rata-rata OECD. Maka, karena
bermacam kendala kualitas sistem pendidikan di Turki, siswa dari Turki memiliki sejarah
panjang dalam memilih belajar ke luar negeri di jenjang pendidikan tinggi. Menurut angka
terbaru dari OECD, lebih dari 65.000 mahasiswa Turki yang belajar di luar negeri pada
tahun 2010 dan lima negara tujuan adalah: Jerman (37,8 persen dari seluruh mahasiswa
internasional), Amerika Serikat (15,6 persen), Britania Raya dan Irlandia Utara (UK) (5,6
persen), Austria (3.7 persen) dan Perancis (2,9 persen). Pendaftaran mahasiswa dari Turki di
institusi pendidikan tinggi Amerika Serikat berada dalam jumlah yang stabil yaitu berkisar
10.000 dan 12.500, hal ini menjadikan mahasiswa internasional dari Turki menduduki
peringat sepuluh tertinggi menurut data dari Institut Pendidikan Internasional. Pada 2010-
2011, ada 12.184 mahasiswa Turki di pendidikan tinggi AS, dengan 6.435 mahasiswa
pascasarjana (52 persen), 3.532 mahasiswa (29 persen), 1.193 program lain (10 persen), dan
1.024 non-gelar (8 persen). Selain itu, Turki membuat etnis minoritas terbesar di Jerman,
setelah migrasi besar-besaran dari Turki ke Jerman pada tahun 1960 karena kekurangan
tenaga kerja di Jerman. Mayoritas orang Turki di Jerman tetap memiliki kewarganegaraan
Turki karena aturan kewarganegaraan Jerman yang ketat, yang berarti bahwa banyak
penduduk asing dari Turki di Jerman yang lahir di sana atau telah melalui sistem sekolah di
Jerman, tapi masih menjadi warga negara Turki. Ada 1.629.000 warga Turki yang tinggal di
setiap tahun. Di tahun yang sama, ada sejumlah 26.089 orang Turki belajar pada perguruan
tinggi di Jerman.
Negara Turki, sebagai salah satu tujuan untuk mahasiswa internasional, pada 2010-
2011, ada 31.170 mahasiswa asing yang belajar di sana. Hal tersebut, merupakan
peningkatan lebih dari 100 persen sejak 2005-2006 ketika hanya ada 15.481 mahasiswa
asing di perguruan tinggi Turki. Jumlah mahasiswa di Turki dari negara-negara mayoritas
Muslim pada tahun 2010-2011 berjumlah lebih dari 18.000. Mahasiswa dari negara
Azerbaijan menduduki peringkat teratas dengan lebih dari 4.200 siswa, diikuti oleh
Turkmenistan dengan 4.110, dan Siprus Utara dengan 3.800. Iran dan Bulgaria yang
keempat dan kelima. Sebanyak 1.552 siswa dari 44 negara-negara Afrika belajar di Turki di
2011-2012, lebih meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan 2005-2006. Universitas
Anadolu di Eskişehir menjadi tempat mahasiswa internasional paling banyak, diikuti oleh
Universitas Istanbul, Orta Doðu Teknik Üniversitesi (ODTÜ), Universitas Ankara, dan
Universitas Marmara. Penggunaan bahasa Inggris di banyak universitas Turki juga telah
menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa asing dikombinasikan dengan biaya kuliah
yang relatif murah. Belakangan sistem pendidikan tinggi di Turki mengalami perkembangan
yang pesat, setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir. Departemen Pendidikan Nasional di
Turki selain menetapkan kurikulum sekolah dasar, menyiapkan dan menyetujui buku
pelajaran dan alat peraga. Sebelum reformasi, mata pelajaran antara lain; seni dan kerajinan,
kewarganegaraan dan hak asasi manusia, bimbingan karir, bahasa asing (Inggris, Perancis
atau Jerman dari kelas empat), Matematika, Musik, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Agama
dan Etika, IPA, IPS, Sejarah Turki, Bahasa dan Sastra Turki, dan keselamatan lalu lintas dan
pertolongan pertama. Sebelum reformasi pendidikan tahun 1997, siswa melakukan lima
tahun pendidikan dasar dan tiga tahun menengah (mirip dengan yang struktur baru 4 + 4).
(Penyelesaian Diploma SMP). Dalam sistem pendidikan sebelum tahun 2012, siswa bisa
memulai studi lanjutan setelah lulus dari delapan tahun sekolah dasar pada usia 14. Di
bawah struktur baru, siswa masuk sekolah menengah lanjutan setelah empat tahun sekolah
dasar dan empat tahun sekolah menengah. Di bawah kedua struktur, sekolah menengah atas
berlangsung empat tahun (kelas 9 sampai 12). Dalam era setelah tahun 2012, sekolah
menengah atas adalah wajib. Sebelum tahun akademik 2005-2006, sekolah menengah atas
berjalan selama tiga tahun (kelas 9 sampai 11). Setelah menyelesaikan sekolah menengah
atas, siswa dapat belajar di sebuah sekolah tinggi umum, teknik atau kejuruan. Beberapa
sekolah tinggi memiliki satu tahun tambahan kelas persiapan dalam bahasa asing.
Pada periode awal, sebagian besar kendali pemerintahan berada di tangan para
komandan militer, para anggota kelompok penguasa negara yang tergabung ke dalam
kerajaan dan penduduk perkotaan yang terdidik. Menjelang abad ke-16, para petinggi
pemerintahan-para wazir, komandan militer, dan gubernur provinsi- sebagian besar diambil
dari keluarga penguasa. Anggota rumah tangga istana berasal dari kalangan militer yang
direkrut melalui devsirme, para budak yang dibawa dari Kaukasus, atau anggota keluarga
penguasa sebelumnya. Semua lapisan memiliki peluang untuk masuk ke dalam rumah
tangga istana yang selanjutnya mereka dilatih secara baik untuk melayani segala
melalui penguatan birokrasi istana dengan cara menampung berbagai kalangan komunitas
masyarakat, yang juga menimbulkan kesan positif karena tidak membeda-bedakan latar
Pembedaan ini pun hanya secara fungsional, bukan secara parsial, karena orang-orang yang
agamanya berbeda dengan agama negara resmi, mereka juga adalah rakyat yang terikat
dengan hak dan kewajiban. Orang-orang yang berbeda akidah dan agamanya merupakan
bagian dari rakyat pemerintahan Turki, sebagaimana warga negara lainnya dalam hal hak
dan kewajiban. Jadi pemerintahan Turki mengakui fluralitas dan memberikan hak dan
kewajiban yang sama terhadap setiap warganya tanpa memperhatikan perbedan, suku atau
agama.
Setiap warga negara, baik Muslim atau pun non-Muslim memiliki hak dan kewajiban
yang sama di depan hukum dalam hal keterlibatan dalam militer, administrasi, pajak,
penerimaan di lembaga pendidikan serta pekerjaan di sektor publik. Dalam skala yang besar
pada abad ke 15 dan ke-16, rekrutmen apparat pemerintah diambil dari kalangan pemuda
Kristen, yang selanjutnya memeluk Islam. Mereka dilatih dan dididik di sekolah istana raja
yang didirikan oleh Mehmed II dan dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya. Selain itu,
juga di kalangan budak atau tawanan anggota, atau “pemberontak” yang datang ke sultan
mendapatkan perlakuan yang sama. Seluruh anggota kelas pemerintah membentuk
sehingga kelompok ini berebut kekuasaan serta gengsi. Pemerintahan Turki pun menempuh
fungsinya. Lembaga kerajaan (istana) di Istana Topkapi Sarayi terdiri atas dua cabang:
melatih serta menghibur sultan, yang personilnya terdiri atas sultan sendiri, isterinya, selir,
anak-anak, serta budak; Layanan Luar (birūn) dipimpin oleh wazir besar (sadr-i azam) dan
mencakup pejabat lain yang memegang jabatan wazir dan gelar pasha (pasa), yang bertemu
sebgai dewaan (divan) kerajaan dalam bagian kubbealti dari halaman istana kedua bertugas
mengawasi serta memimpin sisa sistem Usmaniyah untuk sultan. Lembaga pencatat
(kalemiye), membentuk perbendaharaan sultan dan mencakup semua “pria berpena” (ehl-I
sebagian besar dokumen administif lain. Lembaga militer (siyfiye) mencakup pria
“berpedang” (ehl-i seyf), bertugas memperluas dan membela kesultanan serta menjaga
ketertiban dan keamanan: pasukan berkuda (sipahi), yang diperintah sebagian besar oleh
anggota bangsawan Turki-Islam; angkatan darat Janissari (yeniseri), senjata militer kaum
pelayanan publik.
Untuk memperkuat militer kerajaan dibentuk pula pasukan garnisun, Angkatan laut
dan polisi kota. Pasuka angkatan laut di bawah komando admiral besar yang dijadikan
gubernur Aljazair serta mengendalikan tugas bea di sebagian besar Pelabuhan Laut Tengah
untuk memperoleh pendapatan yang diperlukan untuk pembiayaan pasukan, seperti pasuka
Kerajaan Turki, juga menaruh perhatian terhadap pembinaan agama yang di bawah
sebuah lembaga agama atau budaya (ilmiye) yang dipimpin oleh Seyhulislam (syaikh al-
Islām), beranggotakan “pria berpengetahuan” (ehl-I ilm, ulema), yang terdiri tidak saja
imam atau orang yang mengabdi di masjid, tetapi juga hakim (qadi) dan mufti, serta orang
lain dalam dunia budaya (orang yang digelari efendi), demikian pula anggota kelas pencatat,
yang juga harus menjalani pelatihan agama. Lembaga agama mengatur pula urusan-urusan
non Muslim di dalam negara, memberikan kepada mereka hak kemerdekaan untuk memilih
pengajaran, hak peradilan (pidana dan sipil) maupun pajak di bawah pimpinan mereka.
Setiap kelompok non Muslim adalah golongan yang merdeka, yang mempunyai aliran
keagamaan yang beragam. Lembaga ini berfungsi sebagai fasilitator antara negara dengan
pengikut golongan-golongan keagamaan. Jadi, peran negara terhadap agama sangat dominan
dalam rangka membina umat beragama, dan antara agama dan negara. Hal ini dapat berjalan
lama, tetapi dalam perkembangan berikutnya, terutama memasuki zaman modern terjadi
Perubahan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal sangat radikal, melakukan pembaruan
Turki modern di atas pijakan westernisasi, sekularisai, dan nasionalisme. Namun demikian,
menurut Harun Nasution sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Iqbal bahwa
sekularisasi yang dilakukannya itu tidak sampai menghilangkan agama dan Kemal tidak
berhasil membuat Turki lepas sama sekali dari ikatan agama karena rakyatnya masih
memegang teguh Islam, karena selain kebergamaan masya-rakat Turki yang mendalam tidak
serta merta dihapuskan, demikian pula negara juga membutuhkan lembaga-lembaga Islam.
Jadi sekularisasi bukan berarti meninggalkan agama, tetapi pemisahan urusan agama dan
politik, meninggalkan simbol-simbol agama atas nama kepentingan politik atau jastifikasi
politik.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Gunawan, Artikulasi Islam Kultural dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah (Cet. I; Jakarta:
Albert Hourani, A History of The Arab Poeples, terj. Irfan Abu Bakar, Sejarah Bangsa-bangsa
Albert Hourani, A History of The Arab Poeples, terj. Irfan Abu Bakar, Sejarah Bangsa-bangsa
Muslim, h. 418
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Usmani, (Jakarta: Kalam
Mulia,1998), hlm.2
Badri yatim, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta: raja Grafindo persada, 1994), cet II, hal. 192
Badri yatim, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta: raja Grafindo persada, 1994), cet II, hal. 130
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Cet. VIII,
Kamal Sa’id Habib, al-Akalliyāt wa al-Siyāsah fi al- Khubrati al-Islāmiyah, terj. Ahmad
Asep Gunawan, Artikulasi Islam Kultural dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah (Cet. I;
Nick Clark (eds), “Education in Turkey.” WENR (World Education News and Reviews). 2012.
Sachi Hatakenaka, Higher Education in Turkey for 21st Century: Size and Composition, (Turkey,
2006), hlm. 10
United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan International
Bureal of Education, World Data on Education, Turkey, VII Ed. 2010/2011. hlm. 1.