Di susun oleh :
Lia Dahlia
P20624322071
Di Indonesia, kanker serviks merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi. WUS
di Provinsi Bengkulu yang periksa IVA hanya 678 orang dari 49.011 orang dengan jumlah
IVA positif sebesar 7,23%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan, tingkat pendidikan dan sikap dengan perilaku pemeriksaan IVA tes pada
WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Jembatan Kecil Kota Bengkulu tahun 2018.
Penelitian ini menggunakan metode Survei Analitik dengan pendekatan Cross Sectional.
Sampel dalam penelitian berjumlah 93 orang yang diambil dengan tehnik non probability
accidental sampling. Uji statistik menggunakan uji chi square dan regresi logistik.Hasil
penelitian didapatkan ada hubungan pengetahuan dengan pemeriksaan IVA (p-value=
0,007; OR=3,75), tidak ada hubungan pendidikan dengan pemeriksaan IVA (p-value=
0,336; OR=1,750), dan ada hubungan sikap dengan pemeriksaan IVA (p-value= 0,002;
OR=4,674). Faktor yang paling berpengaruh terhadap pemeriksaan IVA adalah sikap
dengan nilai Exp B= 3,948.Diharapkan Puskesmas dapat meningkatkan penyuluhan rutin
terhadap masyarakat dan skrining melalui pemeriksaan IVA sebagai upaya deteksi dini
kanker serviks.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker Serviks adalah penyebab kanker kedua yang paling umum terjadi setelah
kanker payudara pada kaum wanita. Angka kajadian kanker serviks Menurut World
270.000 wanita dengan jumlah kematian lebih dari 85% terutama terjadi di negara
berkembang.
tertinggi. pada tahun 2013 kasus Kanker Serviks di Indonesia meningkat menjadi 98.632
penderita dan kasus tertinggi di Jawa Tengah terdapat 19.734 penderita (Kementerian
D.I Yogyakarta , Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Maluku, di D.I Yogyakarta
Jumlah penderita kanker serviks terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur (21.313)
dan Provinsi Jawa Tengah (19.734). Kemudian di Provinsi Bengkulu jumlah keseluruhan
kanker serviks sebesar 5,02 % dengan perkiraan jumlah penderita kanker serviks
Faktor penyebab penyakit kanker serviks adalah multifaktor yang dibedakan atas faktor
risiko mayor, minor dan ko-faktor. Faktor resiko mayor yaitu Infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) onkogenik merupakan risiko tertinggi penyebab yang berperan paling besar untuk terjadinya
Kanker serviks.
Sementara faktor risiko minor adalah paritas tinggi dengan jarak persalinan
pendek, hubungan seksual dini di bawah umur 17 tahun, multipartner seksual, merokok
aktif dan pasif, status sosial ekonomi rendah. Sedangkan faktor ko-faktornya antara lain
(Suwiyoga,2007)
Faktor lain dari tingginya angka kejadian kanker serviks di Indonesia dikarenakan
kurangnya pengetahuan dan kesadaran wanita yang merasa tidak perlu mengetahui resiko
dari kanker leher rahim yang merupakan penyakit mematikan (klug,2005). Maka dari itu
dilakukanlah Deteksi dini untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis
yang bertujuan untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan serta
Salah satu program pemerintah untuk mencegah kanker serviks ini adalah skrining
lesi pra kanker, skrining ini dapat mendeteksi kanker pada tahap awal dan memiliki
potensi penyembuhan yang tinggi. Karena lesi pra kanker memerlukan waktu bertahun-
tahun untuk berkembang. cakupan skrining yang efektif dapat menurunkan angka
sekali dalam seumur hidup dan idealnya lebih sering. Ada 3 jenis tes skrining yang telah
ada saat ini yaitu uji konvensional (Pap) dan sitologi berbasis cairan (LBC), Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA), dan pengujian HPV untuk tipe HPV berisiko tinggi (WHO,
2016).
Upaya penurunan kanker serviks dengan melakukan deteksi dini kanker leher rahim yaitu
dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan pengobatan segera dengan
krioterapi untuk IVA positif (lesi pra kanker leher rahim positif.
Metode ini lebih mampu dilakukan karena murah, praktis, efektif dan hasil langsung bisa diketahui
tahun 1925 yang bertujuan untuk menemukan lesi pra kanker leher rahim, sebelum
menjadi kanker.
Data WHO tahun 2006, Cakupan deteksi dini dengan IVA minimal 80% selama 5
tahun akan menurunkan insiden kanker leher rahim secara signifikan dan sensitifitas IVA
sebesar 77% (range antara 56-94%) dan spesifisitas 86% (antara 74-94%). Target
program IVA saat ini adalah 50% perempuan berusia 30-50 tahun yang dicapai pada
tahun 2019. Namun pemeriksaan IVA di Indonesia dari tahun 2008–2016 hanya 4,34%
sedangkan di provinsi Bengkulu Cakupan IVA tes hanya 7,23% (Dinas kesehatan Kota
Bengkulu.,2016), hal ini menunjukan bahwa masih rendahnya cakupan pemeriksaan IVA
tes di Indonesia.
Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan deteksi dini kanker
Maka dari itu, seorang tenaga kesehatan harus mengetahui latar belakang pengetahuan
dan pendidikan WUS sehingga mampu memberikan penyuluhan deteksi dini Kanker
masyarakat atau agama, sekolah dan universitas serta melalui media cetak dan elektronik
yang diharapkan timbul kesadaran WUS ingin melakukan pemeriksaan kesehatan agar
informasi berupa bentuk koseling, penyuluhan dan promosi kesehatan dengan poster
leaflet dan lain-lain tentang manfaat dari pemeriksaan IVA test sebagai deteksi dini
kanker serviks.
B. Rumusan Masalah
Masalah penelitian yaitu rendahnya cakupan deteksi dini pemeriksaan IVA tes. Dengan
pertanyaan penelitian yaitu apakah ada hubungan pengetahuan, tingkat pendidikan dan
sikap dengan perilaku pemeriksaan IVA tes pada WUS di wilayah kerja Puskesmas
C. Tujuan Umum
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
sikap WUS terhadap prilaku pemeriksaan IVA tes di wilayah kerja puskesmas
Karangkancana.
D. Manfaat Penelitian
Sebagai acuan bagi institusi pendidikan dalam mengembangkan penelitian sejenis dan
serta dapat dijadikan dasar untuk penelitian dasar untuk penelitian lebih lanjut khususnya
Dapat menambah pengetahuan tentang pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat dan