Usaha untuk memberikan warna lain agar tercipta validitas data dan
tujuan, akhirnya muncul dengan memberikan warna religius pada ilmu
ekonomi, termasuk akuntansi. Islamisasi akuntansi inilah yang
kemudian banyak dikenal dengan sebutan akuntansi syariah. Dengan
akuntansi syariah ini berarti akuntansi tidak lagi value-free, tetapi
berubah menjadi sarat dengan nilai-nilai ibadah (non-value-free).
a. Keadilan (‘adalah)
c. Keseimbangan (tawazun)
d. Universalisme (syumuliyah)
e. Kemaslahatan (mashlalah)
a. Prinsip Pertanggungjawaban
b. Prinsip Keadilan
c. Prinsip Kebenaran
َۚي ا َأُّي َه ا ا َّلِذ ي َن آ َم ُنوا ِإ َذ ا َت َد ا َيْنُتْم ِب َد ْي ٍن ِإ َل ٰى َأَج ٍل ُمَس ًّم ى َف ا ْك ُتُبو ُه
َو ْل َي ْك ُتْب َب ْيَن ُك ْم َك ا ِت ٌب ِب ا ْل َع ْد ِل ۚ َو اَل َيْأ َب َك ا ِت ٌب َأ ْن َي ْك ُتَب َك َم ا َع َّلَم ُه
ال َّل ُهۚ َفْل َي ْك ُتْب َو ْل ُيْم ِل ِل ا َّل ِذ ي َع َل ْي ِه ا ْل َح ُّق َو ْل َي َّت ِق ال َّل َه َر َّب ُه َو اَل
َي ْبَخ ْس ِم ْن ُه َشْي ًئاۚ َفِإْن َك ا َن ا َّلِذ ي َع َل ْي ِه ا ْل َح ُّق َسِف يًها َأْو َض ِع ي ًف ا َأْو
اَل َي ْس َت ِط يُع َأْن ُيِم َّل ُه َو َفْل ُيْم ِل ْل َو ِل ُّي ُه ِب ا ْل َع ْد ِل ۚ َو اْس َت ْش ِه ُد وا
َش ِه ي َد ْي ِن ِم ْن ِر َج ا ِل ُك ْم ۖ َف ِإْن َل ْم َي ُك و َن ا َر ُج َل ْي ِن َف َر ُج ٌل َو ا ْم َر َأَت ا ِن
ِم َّم ْن َتْر َض ْو َن ِم َن ال ُّش َهَد ا ِء َأ ْن َت ِض َّل ِإ ْح َد ا ُهَم ا َفُت َذِّك َر ِإ ْح َد ا ُهَم ا
ا ُأْلْخ َر ٰى ۚ َو اَل َيْأ َب ال ُّش َه َد ا ُء ِإ َذ ا َم ا ُدُع واۚ َو اَل َتْس َأُم وا َأْن َت ْك ُتُب و ُه
َص ِغ يًر ا َأْو َك ِب يًر ا ِإ َل ٰى َأَج ِلِه ۚ َٰذ ِل ُك ْم َأْق َس ُط ِع ْن َد ال َّلِه َو َأْق َو ُم ِل ل َّش َها َد ِة
َو َأْد َنٰى َأاَّل َتْر َتاُبواۖ ِإ اَّل َأ ْن َت ُك و َن ِتَج ا َر ًة َح ا ِض َر ًة ُتِد يُر و َنَه ا َب ْيَنُك ْم
َفَل ْي َس َع َل ْي ُك ْم ُج َناٌح َأاَّل َت ْك ُتُبو َه اۗ َو َأْش ِه ُد وا ِإ َذ ا َت َبا َي ْع ُتْم ۚ َو اَل ُيَض اَّر
َۖك ا ِت ٌب َو اَل َش ِه ي ٌد ۚ َو ِإ ْن َتْف َع ُل وا َفِإَّن ُه ُفُس و ٌق ِب ُك ْم ۗ َو ا َّتُق وا ال َّل َه
َو ُيَع ِّل ُم ُك ُم ال َّلُهۗ َو ال َّلُه ِب ُك ِّل َش ْي ٍء َع ِل ي ٌم
ASBABUNNUZULNYA
Ayat ini merupakan ayat yang paling panjang di dalam Al-Qur’an.
Firman-Nya ( )ياأيها الذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوهini merupakan
nasihat dan bimbingan dari Allah Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya yang
beriman, jika mereka melakukan muamalah secara tidak tunai, hendaklah
mereka menulisnya supaya lebih dapat menjaga jumlah dan batas waktu
muamalah tersebut, serta lebih menguatkan bagi saksi. Dan Allah telah
memperingatkan hal tersebut pada akhir ayat, di mana Dia berfirman yang
artinya: “Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu.”
Mengenai firman Allah Ta’ala ini juga, Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, ia mengatakan, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan
pemberian utang salam dalam batas waktu yang ditentukan. Utang salam
adalah uang pembayaran lebih dulu, dan barangnya diterima kemudian.
Sedangkan Qatadah menceritakan, dari Abu Hasan Al-A’raj, dari Ibnu
Abbas, aku bersaksi bahwa pemberian hutang yang dijamin untuk
diselesaikan pada tempo tertentu, telah dihalalkan dan diizinkan Allah Ta’ala
Kemudian ia membacakan ayat ini, demikian riwayat Al-Bukhari. Dan
disebutkan di dalam Kitab Shahihain (Al-Bukhari dan Muslim), dari Ibnu
Abbas, ia menceritakan: “Bahwa Nabi pernah datang di Madinah sedang
masyarakat di sana biasa mengutangkan buah untuk tempo satu, dua, atau
tiga tahun. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
" إلى أجل معلوم، ووزن معلوم، "َم ْن َأْس َلَف َفْلُيْس ِلْف ِفي َك ْيٍل َم ْع ُلوٍم
Artinya: “Barangsiapa meminjamkan sesuatu, maka hendaklah ia
melakukannya dengan takaran dan timbangan yang disepakati sampai batas
waktu yang ditentukan.” (HR. Al-Bukhari 2240 dan Muslim 1604)
Firman-Nya ( )وليكتب بينكم كاتب بالعدلmaksudnya dengan adil dan benar serta
tidak boleh berpihak kepada salah seorang dalam penulisannya tersebut dan
tidak boleh juga ia menulis kecuali apa yang telah disepakati tanpa
menambah atau menguranginya.
Firman-Nya ( )وال يأبى كاتب أن يكتب كما علمه هللا فليكتبmaksudnya, orang yang
mengerti tulis menulis tidak boleh menolak jika ia diminta menulis untuk
kepentingan orang lain dan tidak boleh menyusahkannya, sebagaimana Allah
Ta’ala telah mengajarkan kepadanya apa yang sebelumnya tidak
diketahuinya. Maka hendaklah ia berbuat baik kepada orang lain yang tidak
mengenal tulis-menulis, dan hendaklah ia menuliskannya. Sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
""ِإَّن ِم َن الَّصَد َقِة َأْن ُتِع يَن َص اِنًعا َأْو َتْص َنَع ألْخ َر ق
Artinya: “Sesungguhnya termasuk sedekah jika engkau membantu seorang
yang berbuat (kebaikan) atau berbuat baik bagi orang bodoh.” (HR. Al-
Bukhari 2518 dan Ahmad).
Dan dalam hadis yang lain juga disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
" "َم ْن َكَتَم ِع ْلًم ا َيْع َلمه أْلِجَم َيْو َم اْلِقَياَم ِة ِبِلَج اٍم ِم ْن َناٍر
Artinya: “Barangsiapa menyembunyikan ilmu yang diketahuinya, maka ia
akan dikekang pada hari kiamat kelak dengan tali kekang dari api neraka.”
(HR. Ibnu Majah dan Ahmad 2/304)
Firman-Nya ( )وليملل الذي عليه الحق وليتق هللا ربهmaksudnya, hendaklah orang
yang menerima pinjaman mendiktekan kepada juru tulis jumlah hutang yang
menjadi tanggungannya, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah melakukan
hal itu.
Firman-Nya ( )أو ال يستطيع أن يمل هوmaksudnya baik karena cacat atau tidak
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
Firman-Nya ( )فإن لم يكونا رجلين وامرأتانhal ini hanya berlaku pada perkara yang
menyangkut harta dan segala yang diperhitungkan sebagai kekayaan.
Ditempatkannya dua orang wanita menduduki kedudukan seorang laki-laki
karena kurangnya akal kaum wanita.
َفَق اَلِت اْم َر َأٌة ِم ْنُهَّن،" َف ِإِّني رأيتُك ن َأْك َث َر َأْه ِل الَّن اِر، َتَص َّد ْقَن َو َأْك ِث ْر َن ااِل ْس ِتْغَفاَر، "َيا َم ْعَش َر الِّنَس اِء
َم ا رأيُت ِم ْن، وتكُف ْر َن اْلَعِش يَر، "ُتْك ثْر َن الَّلْعَن: َأْك َث ُر َأْه ِل الَّن اِر ؟ َق اَل- َيا َر ُس وَل ِهَّللا- َو َم ا َلَنا:َج ْز لة
"َأَّم ا: َم ا ُنْقَص اُن اْلَعْقِل َو ال =ِّديِن ؟ َق اَل، َيا َر ُس وَل ِهَّللا: َقاَلْت." َناِقَص اِت َع ْقٍل َوِد يٍن َأْغ َلَب ِلِذ ي ُلب ِم ْنُك َّن
، َو َتْم ُكُث الَّلَي اِلي اَل ُتَص ِّلي، َفَه َذ ا ُنْقَص اُن اْلَعْق ِل، ُنْقَص اُن َع ْقِلَها َفَش َهاَد ُة اْم َر َأَتْيِن َتْع دل َش َهاَد َة َر ُج ٍل
" َفَهَذ ا ُنْقَص اُن الدين، َو ُتْفِط ُر ِفي َر َم َض اَن
Artinya: “Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah
istighfar, karena aku melihat kebanyakan dari kalian sebagai penghuni
neraka.” Salah seorang wanita bertubuh besar bertanya: “Mengapa
kebanyakan dari kami sebagai penghuni neraka?” Beliau menjawab: “Karena
kalian banyak melaknat dan tidak bersyukur kepada suami. Aku tidak melihat
orang-orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih dapat menaklukkan
seorang lelaki yang berakal daripada kalian.” Wanita itu bertanya: “Apa yang
dimaksud dengan kekurangan akal dan agama?” Beliau menjawab: “Yang
dimaksud kurang akal adalah kesaksian dua orang wanita sama dengan
kesaksian seorang laki-laki, yang demikian itu termasuk kurangnya akal. Dan
kalian berdiam diri selama beberapa malam, tidak mengerjakan shalat, dan
tidak berpuasa pada bulan Ramadhan (karena haidh dan nifas). Dan yang
demikian itu termasuk dari kekurangan agama.” (HR. Muslim 80)
Firman-Nya ( )وال يأب الشهداء إذا مادعواada yang mengatakan, makna ayat ini
adalah, jika mereka dipanggil untuk memberikan kesaksian, maka hendaklah
mereka memenuhi panggilan tersebut. Demikian pendapat yang dikemukakan
oleh Qatadah dan Rabi’ bin Anas. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala
sebelumnya yang artinya: “Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Maka hendaklah ia menulis.” Dari
sini dapat disimpulkan bahwa hukum memberikan kesaksian adalah fardhu
kifayah. Ada yang mengatakan bahwa hal itu merupakan pendapat jumhur
ulama. Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya ini yakni untuk
melaksanakan kesaksian, karena hakekat mereka sebagai saksi. Seorang saksi
hakekatnya adalah yang bertanggung-jawab. Jika dipanggil, maka ia
berkewajiban untuk memenuhinya, jika hal itu hukumnya fardhu ‘ain. Jika
tidak, maka berkedudukan sebagai fardhu kifayah. Mujahid, Abu Majlaz, dan
ulama lainnya mengatakan, “Jika anda dipanggil untuk memberikan
kesaksian, maka anda boleh memilih (boleh bersedia dan boleh juga tidak).
Namun jika anda telah menjadi saksi, lalu dipanggil, maka penuhilah
panggilan itu.” Fardu kifayah ialah, suatu kewajiban yang harus dilakukan
oleh sebagian orang, bila tidak ada yang mengerjakan kewajiban tersebut
maka seluruh penduduk wilayah tersebut berdosa. Fardu ‘ain ialah,
kewajiban yang harus dilakukan oleh tiap orang yang mukallaf (dewasa).
Dalam Kitab Sahih Muslim dan Kitab As-Sunan telah disebutkan sebuah
hadis yang diriwayatkan dari jalan Malik, dari Zaid bin Khalid, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
""َأاَل ُأْخ ِبُر ُك ْم ِبَخ ْيِر الُّش َهَداِء ؟ اَّلِذ ي َيْأِتي ِبَش َهاَد ِتِه َقْبَل َأْن ُيْس َأَلَها
Artinya: “Maukah kalian aku beritahu tentang sebaik-baik saksi ? Yaitu
orang yang datang dengan mempersiapkan kesaksiannya sebelum diminta
kesaksiannya.” (HR. Muslim 1719, Abu Dawud 3596, At-Tirmidzi
2295/2296, An-Nasai 6029 dan Ibnu Majah 2364)
""َأاَل ُأْخ ِبُر ُك ْم ِبَشِّر الُّش َهَداِء ؟ اَّلِذ يَن َيْش َهُدوَن َقْبَل َأْن ُيسْتْش َهدوا
Artinya: “Maukah kalian aku beritahu seburuk-buruk saksi? Yaitu orang
yang memberikan kesaksian sebelum mereka diminta untuk memberikan
kesaksian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
" "ُثَّم َيْأِتي َقْو ٌم َتْس ِبُق أيماُنهم َش َهاَد َتُهْم َو َتْس ِبُق شهاَدُتهم َأْيَم اَنُهْم
Artinya: “Kemudian datang suatu kaum yang sumpah mereka mendahului
kesaksian mereka dan kesaksian mereka mendahului sumpah mereka.”
Firman-Nya ( )وال تسئموا أن تكتبوه صغيرا أو كبيرا إلى أجلهini merupakan bagian dari
kesempurnaan bimbingan, yaitu perintah untuk menulis kebenaran baik yang
kecil maupun yang besar. Dia berfirman: “Janganlah kamu merasa bosan
untuk menulis kebenaran bagaimanapun kondisinya, baik yang kecil maupun
yang besar sampai batas waktu pembayarannya.”
Firman-Nya ( )ذلكم أقسط عند هللا وأقوم للشهادة وأدنى أال ترتابواmaksudnya, inilah yang
kami perintahkan kepada kalian yaitu untuk menulis kebenaran, jika hal itu
dilakukan secara tunai. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah Ta’ala,
maksudnya, lebih adil. Dan lebih dapat menguatkan persaksian, maksudnya,
lebih menguatkan kesaksian. Yakni lebih memantapkan bagi saksi, jika ia
meletakkan tulisannya dan kemudian melihatnya, niscaya ia akan ingat akan
kesaksian yang pernah ia berikan. Karena jika tidak menulisnya, maka ia
lebih cenderung untuk lupa, sebagaimana yang sering terjadi. Dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, maksudnya lebih dekat kepada
ketidakraguan. Dan jika terjadi perselisihan kamu akan kembali kepada
catatan yang pernah kamu tulis sehingga dapat menjelaskan di antara kamu
tanpa ada keraguan.
Firman-Nya ()إال أن تكون تجارة حاضرة تديرونها بينكم فليس عليكم جناح أن ال تكتبوها
maksudnya, jika jual beli itu disaksikan dan kontan, maka tidak ada dosa jika
kalian tidak menulisnya, karena tidak ada hal-hal yang mengkhawatirkan jika
tidak dilakukan penulisan terhadapnya.
Dalil yang menjadi landasan hal itu adalah hadis Khuzaimah bin Tsabital-
Anshan, diriwayatkan Imam Ahmad, dari Az-Zuhri, Imarah bin
Khuzaimahal-Anshari pernah memberitahuku bahwa pamannya pernah
memberitahunya, dan pamannya itu adalah salah seorang sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah membeli seekor kuda dari seorang Badui. Lalu Nabi memintanya ikut
untuk membayar harga kudanya tersebut. Maka Nabi berjalan dengan cepat,
sedangkan orang Badui itu berjalan lambat. Kemudian ada beberapa orang
yang menghadang orang Badui tersebut dengan tujuan agar mereka dapat
menawar kudanya itu. Mereka tidak mengetahui bahwa Nabi telah
membelinya. Sehingga sebagian mereka ada yang menawar dengan lebih
tinggi dari harga kuda yang telah dibeli oleh Rasulullah tersebut. Kemudian
si Badui itu berujar kepada Nabi: “Jika engkau benar-benar membeli kuda
ini, maka belilah. Jika tidak, maka aku akan menjualnya.” Maka Nabi pun
berdiri ketika beliau mendengar seruan Badui itu, lalu beliau berkata:
“Bukankah aku telah membelinya darimu.” “Tidak demi Allah, aku tidak
menjualnya kepadamu,” sahut si Badui itu. Kemudian beliau berkata: “Aku
telah membelinya darimu.” Setelah itu, orang-orang mengelilingi Nabi dan si
Badui itu. Keduanya saling mengulangi ucapan mereka. Kemudian si Badui
itu berkata: “Datangkan seorang saksi yang memberikan kesaksian bahwa
aku telah menjualnya kepadamu.” Lalu ada seorang Muslim yang hadir
berkata kepada si Badui itu: “Celakalah kamu, sesungguhnya Nabi tidak
berbicara kecuali kebenaran.” Hingga akhirnya datanglah Khuzaimah, ia
mendengar ucapan Nabi dan bantahan si Badui tersebut, di mana si Badui itu
mengatakan: “Datangkan seorang saksi yang memberikan kesaksian bahwa
aku telah menjualnya kepadamu.” Maka Khuzaimah berkata: “Aku bersaksi
bahwa engkau telah menjualnya kepada beliau.” Maka Nabi menatap kepada
Khuzaimah seraya bertanya: “Dengan apa engkau hendak bersaksi?”
“Dengan membenarkanmu, ya Rasulullah,” jawab Khuzaimah. Maka
Rasulullah menjadikan kesaksian Khuzaimah itu sebagai kesaksian dari dua
orang laki-laki.” Keterangan yang sama juga diriwayatkan oleh Abu Dawud
dan Nasa’i.
Firman-Nya ( )وال يضار كاتب وال شهيدada yang mengatakan, makna ayat tersebut
adalah, tidak diperbolehkan bagi penulis dan saksi untuk memperumit
permasalahan, di mana ia menulis sesuatu yang bertolak belakang dengan apa
yang didiktekan, dan si saksi memberikan kesaksian dengan apa yang
bertentangan dengan yang ia dengar, atau bahkan ia menyembunyikannya
secara keseluruhan. Demikianlah pendapat yang disampaikan oleh Al-Hasan,
Qatadah, dan ulama-ulama lainnya. Ada juga yang mengatakan, artinya,
keduanya (penulis dan saksi) tidak boleh mempersulit. Mengenai firman-Nya
ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Ada
seseorang datang. Lalu ia memanggil keduanya untuk menjadi penulis dan
saksi. Kemudian kedua orang tersebut berucap, “Kami sedang ada
keperluan.” Lalu orang itu berkata, “Sesungguhnya kamu berdua telah
diperintahkan untuk memenuhinya.” Maka orang itu tidak boleh mempersulit
keduanya. Lebih lanjut ia menceritakan, hal senada juga telah diriwayatkan
dari Ikrimah, Mujahid, Thawus, Sa’id bin Jubair, Adh-Dhahak, Athiyyah,
Muqatil bin Hayyan, Rabi’ bin Anas, dan As-Suddi.
Firman-Nya ( )وإن تفعلوا فإنه فسوق بكمmaksudnya, jika kamu menyalahi apa yang
telah Allah Ta’al perintahkan, atau kamu mengerjakan apa yang telah
dilarang-Nya, maka yang demikian itu merupakan suatu kefasikan pada
dirimu. Yaitu, kamu tidak akan dapat menghindarkan dan melepaskan diri
dari kefasikan tersebut.
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, ayat ini secara khusus
ditujukan kepada orang-orang beriman yang melakukan transaksi utang
piutang. Selain itu, dijelaskan juga mengenai perlunya seseorang atau para
pihak untuk menuliskan transaksi utang piutang tersebut. Hai orang-orang
yang beriman, apabila kalian melakukan utang piutang (tidak secara tunai)
dengan waktu yang ditentukan, maka waktunya harus jelas, catatlah
waktunya untuk melindungi hak masing- masing dan menghindari
perselisihan. Yang bertugas mencatat itu hendaknya orang yang adil. Dan
janganlah petugas pencatat itu enggan menuliskannya sebagai ungkapan rasa
syukur atas ilmu yang diajarkan-Nya. Hendaklah ia mencatat utang tersebut
sesuai dengan pengakuan pihak yang berutang, takut kepada Allah dan tidak
mengurangi jumlah utangnya. Kalau orang yang berutang itu tidak bisa
bertindak dan menilai sesuatu dengan baik, lemah karena masih kecil, sakit
atau sudah tua, tidak bisa mendiktekan karena bisu, karena gangguan di lidah
atau tidak mengerti bahasa transaksi, hendaknya wali yang ditetapkan agama,
pemerintah atau orang yang dipilih olehnya untuk mendiktekan catatan utang,
mewakilinya dengan jujur. Persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki.
Kalau tidak ada dua orang laki- laki maka boleh seorang lelaki dan dua orang
perempuan untuk menjadi saksi ketika terjadi perselisihan. Sehingga, kalau
yang satu lupa, yang lain mengingatkan. Kalau diminta bersaksi, mereka
tidak boleh enggan memberi kesaksian. Janganlah bosan-bosan mencatat
segala persoalan dari yang kecil sampai yang besar selama dilakukan secara
tidak tunai. Sebab yang demikian itu lebih adil menurut syariat Allah, lebih
kuat bukti kebenaran persaksiannya dan lebih dekat kepada penghilangan
keraguan di antara kalian. Kecuali kalau transaksi itu kalian lakukan dalam
perdagangan secara langsung (tunai), kalian tidak perlu mencatatnya, sebab
memang tidak diperlukan. Yang diminta dari kalian hanyalah persaksian atas
transaksi untuk menyelesaikan perselisihan. Hindarilah tindakan menyakiti
penulis dan saksi. Sebab yang demikian itu berarti tidak taat kepada Allah.
Takutlah kalian kepada-Nya. Dan rasakanlah keagungan-Nya dalam setiap
perintah dan larangan. Dengan begitu hati kalian dapat memandang sesuatu
secara proporsional dan selalu condong kepada keadilan. Allah menjelaskan
hak dan kewajiban kalian. Dan Dia Maha Mengetahui segala perbuatan
kalian dan yang lainnya(1). (1) Masalah hukum yang paling pelik di semua
perundang-undangan modern adalah kaidah afirmasi. Yaitu, cara-cara
penetapan hak bagi seseorang jika mengambil jalur hukum untuk menuntut
pihak lain. Al-Qur'ân mewajibkan manusia untuk bersikap proporsional dan
berlaku adil. Jika mereka sadar akan itu, niscaya akan meringankan pekerjaan
para hakim. Akan tetapi jiwa manusia yang tercipta dengan berbagai macam
tabiat seperti cinta harta, serakah, lupa dan suka balas dendam, menjadikan
hak-hak kedua pihak diperselisihkan. Maka harus ada kaidah-kaidah
penetapan yang membuat segalanya jelas.
ISI KANDUNGANNYA :
Mengutip buku Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keurangan oleh Abdullah
Amrin berikut ini Kandungan Al Baqarah Ayat 282.
(Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya) dia
tergadaikan, yaitu diazab di dalam neraka disebabkan amal perbuatannya
sendiri.
Gadai syariah atau rahn adalah menjadikan suatu benda yang mempunyai
nilai harga (nilai ekonomis) milik nasabah (rahin) sebagai jaminan (marhun)
atas utang atau pinjaman yang diterima sehingga pihak yang menerima
gadai (murtahin) memperolah jaminan atau kepercayaan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutang bila pihak yang
menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang ditentukan.
Istilah rahn berasal dari bahasa arab, yang berarti gadai, atau dikenal
juga dengan istilah al-habsu. Secara etimologi, ar-rahn artinya tetap
dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu
barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran
dari pembayaran dari barang tersebut. Dengan demikian makna gadai
atau rahn dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut
sebagai barang jaminan, agunan, dan rungguhan (Syafi'i, 2000).
Berikut definisi dan pengertian rahn atau gadai syariah dari beberapa
sumber buku:
Dasar atau landasan hukum gadai syariah atau disebut dengan rahn
terdapat dalam Al-Quran, Al-Hadist, dan Ijma Ulama, yaitu sebagai
berikut:
a. Al-Quran
Artinya
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
b. Al-Hadist
c. Ijma Ulama
Aqid adalah orang yang melakukan akad yang meliputi dua orang
yang bertransaksi, yaitu rahin (pemberi gadai), dan murtahin
(penerima gadai). Hal dimaksud, didasari oleh sighat, yaitu ucapan
berupa ijab qabul (serah terima antara pemberi gadai dengan
penerima gadai). Untuk melaksanakan akad rahn yang memenuhi
kriteria syariat Islam, sehingga akad yang dibuat oleh dua pihak atau
lebih harus memenuhi beberapa rukun dan syarat.
a. Pengertian upah
Dalam Islam, upah dikenal dengan istilah ujrah yang artinya upah. Upah
itu sendiri merupakan salah satu bentuk pemberian yang terdapat dalam
suatu akad kerjasama antara seseorang dengan orang lainnya, yang
termasuk ke dalam kategori akad yang dikenal dengan istilah al-Ijarah.
Oleh karena itu dalam melakukan kad upah mengupah perlu memenuhi
rukun dan syarat yang ada dalam ijarah itu sendiri. Di mana hal ini akan
dibahas secara rinci terkait dengan akad Ijarah dalam hukum Islam.
Secara bahasa lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa
jasa, atau imbalan. Al-ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan
muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa
menyewa, kontrak, atau sewa jasa perhotelan dan lain-lain. Di dalam teori
ekonomi upah diartikan sebagai pembayaran ke atas jasa-jasa fisik
maupun mental yang di sediakan oleh tenaga kerja kepada para
pengusaha.
Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang 'ajir (orang yang kontrak
tenaganya) oleh seorang musta'jir (orang yang mengontrak tenaga),
serta pemilikan harta dari pihak musta'jir oleh seorang 'ajir. Di mana
ijarah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai
kompensasi. Transaksi mengontrak 'ajir tersebut adakalanya dengan
menyebutkan jasa pekerjaan itu sendiri. Apabila transaksi tersebut
menyebutkan jasa pekerjaan tertentu, maka yang disepakati itulah
yang merupakan jasa yang harus dilaksanakan.
Tafsinya :
(Tempatkanlah mereka) yakni istri-istri yang ditalak itu (pada tempat kalian
tinggal) pada sebagian tempat-tempat tinggal kalian (menurut kemampuan
kalian) sesuai dengan kemampuan kalian, lafal ayat ini menjadi athaf bayan
atau badal dari lafal yang sebelumnya dengan mengulangi penyebutan
huruf jarr-nya/kata depan dan memperkirakan adanya mudhaf. Yakni pada
tempat-tempat tinggal yang kalian mampui, bukannya pada tempat-tempat
tinggal yang di bawah itu (dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk
menyempitkan hati mereka) dengan memberikan kepada mereka tempat-
tempat tinggal yang tidak layak, sehingga mereka terpaksa butuh untuk
keluar atau membutuhkan nafkah, lalu karena itu maka mereka
mengeluarkan biaya sendiri. (Dan jika mereka itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan bayi kalian) maksudnya menyusukan anak-anak kalian
hasil hubungan dengan mereka (maka berikanlah kepada mereka upahnya)
sebagai upah menyusukan (dan bermusyawarahlah di antara kalian) antara
kalian dan mereka (dengan baik) dengan cara yang baik menyangkut hak
anak-anak kalian, yaitu melalui permusyawaratan sehingga tercapailah
kesepakatan mengenai upah menyusukan (dan jika kalian menemui
kesulitan) artinya kalian enggan untuk menyusukannya; yaitu dari pihak ayah
menyangkut masalah upah, sedangkan dari pihak ibu, siapakah yang akan
menyusukannya (maka boleh menyusukan bayinya) maksudnya menyusukan
si anak itu semata-mata demi ayahnya (wanita yang lain) dan ibu si anak itu
tidak boleh dipaksa untuk menyusukannya.
a. Pengertian produksi
Pada dasarnya produksi merupakan sebuah proses yang telah terlahir di
dunia ini semenjak manusia menghuni alam ini. Menurut mendapat
Pyndic pada tahun 2002, proses produksi merupakan penggunaan
kombinasi input dengan tujuan untuk menghasilkan output. Kegiatan
produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. kegiatan
produksilah yang akan mengasilkan barang atau jasa, kemudian
dikonsumsi oleh para konsumsi.
Apakah yang dimaksud dari produksi dalam islam? yaitu merupakan
sebagai usaha manusia dengan tujuan untuk memperbaiki diri manusia
baik itu dalam bentuk kondisi fisik materialnya, moralitas, sebagai sarana
untuk mencapai tujuan hidup yang baik sebagaimana yang telah
dicantumkan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
b. Nilai-nilai tawhid pada kegiatan produksi.
1) Berproduksi bagi seorang muslim ialah merupakan aktualisasi
keberadaan dirinya sebagai khalifah Allah swt di muka bumi ini,
karena seorang khalifah ia bertugas untuk memakmurkan bumi
dengan ilmu dan amal shalehnya.
2) Melakukan kegiatan produksi merupakan perintah dari Allah swt,
oleh karena itu kegiatan produksi dalam islam merupakan ibadah.
3) Bekerja untuk menghasilkan suatu barang atau jasa dalam rangka
menafkahi keluarganya itu merupakan jihad fi sabilillah
4) Skill yang dimiliki manusia dalam berproduksi sehingga ia mampu
menikmati hasil-hasil produksi dan mendapatkan harta karena
berproduksi, itu semua merupakan nikmat dari Allah swt. maka dari
itu marilah kita bersyukuri atas nikmat yang diberikannya.
5) Melihat pentingnya peranan produksi dalam mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia, Al-qur'an dan Hadits
memerintahkan manusia untuk bekerja keras dalam mencari
penghidupannya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
yang lebih baik.
6) Dalam ajaran islam kegiatan produksi tidak boleh menghasilkan
barang-barang yang haram, contohnya memproduksi daging babi,
khamar, riba, perjudian atau hal-hal lainnya yang dilarang oleh
syariat.
c. Nilai-Nilai Islam Pada Kegiatan Produksi:
1) Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan
akhirat
2) Memenuhi takaran, ketepatan dan kebenaran
3) Berpegang teguh pada kedisplinan dan dinamis
4) Memiliki wawasan yang sosial
5) Mengikuti syarat dan rukun akad dalam bertransaksi
6) Adil dalam bertransaksi
7) Menghindari jenis dan proses produksi yang dilarang oleh agama
islam
8) Menepati janji dan kontrak, baik itu dalam lingkup internal maupun
eksternal
d. Prinsip Produksi Dalam islam:
1) Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi.
2) Islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan
memaksimalkan manfaat.
3) Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan
manusia.
4) Tugas manusia dimuka bumi ini sebagai khalifah Allah swt ialah
memakmurkan bumi (ciptaan Allah) dengan ilmu dan amalnya.
Dalam agama islam, berproduksi bukan semata-mata hanya mencari
laba atau keuntungan saja, tetapi juga mewujudkan manfaat bagi
kemaslahatan ummat secara umum, agar mendapatkan keberkahan dari
Allah swt di dalam bekerja (produksi).
َو اَأْلْنَع ا َم َخ َلَق َه ا ۗ َلُك ْم ِفي َه ا ِد ْف ٌء َو َم َنا ِفُع َو ِم ْنَه ا َتْأُك ُلو َن
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada
(bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan
sebahagiannya kamu makan.
َو َتْح ِم ُل َأْثَق ا َلُك ْم ِإَلٰى َبَلٍد َلْم َتُك و ُنوا َبا ِلِغي ِه ِإاَّل ِبِش ِّق اَأْلْنُف ِس ۚ ِإَّن
ِح
َر َّبُك ْم َلَر ُءو ٌف َر ي ٌم
Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai
kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri.
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
َو ا ْلَخ ْي َل َو ا ْلِبَغا َل َو ا ْلَح ِم ي َر ِلَتْر َك ُبو َه ا َو ِز ي َنًة ۚ َو َيْخ ُلُق َم ا اَل َتْع َلُم و َن
dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan
(menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak
mengetahuinya.
َو َتْس َتْخ ِر ُج وا ِم ْن ُه ِح ْل َيًة َو ُه َو ا َّلِذ ي َس َّخ َر ا ْلَبْح َر ِلَتْأُك ُلوا ِم ْن ُه َلْح ًم ا َطِر ًّيا
ِلِه ِم ِخ ِف ِه ِل
َفْض َو َلَع َّلُك ْم َتْل َبُس و َنَه ا َو َتَر ى ا ْلُف ْل َك َم َو ا َر ي َو َتْب َتُغوا ْن
َتْش ُك ُر و َن
Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan
yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Qs anahl 14
Al maidah 62-63
۞ َو َلُك ْم ِنْصُف َم ا َتَر َك َأْز َو ا ُج ُك ْم ِإْن َلْم َيُك ْن َلُه َّن َو َلٌد ۚ َفِإ ْن
َك ا َن َلُه َّن َو َلٌد َفَلُك ُم ال ُّر ُبُع ِم َّم ا َتَر ْك َن ۚ ِم ْن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُيو ِص ي َن ِبَه ا
َأْو َد ْيٍن ۚ َو َلُه َّن ال ُّر ُبُع ِم َّم ا َتَر ْك ُتْم ِإْن َلْم َيُك ْن َلُك ْم َو َلٌد ۚ َفِإ ْن َك ا َن
َلُك ْم َو َلٌد َفَلُه َّن الُّثُمُن ِم َّم ا َتَر ْك ُتْم ۚ ِم ْن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُتو ُص و َن ِبَه ا ْوَأ
َد ْيٍن ۗ َو ِإْن َك ا َن َر ُج ٌل ُيو َر ُث َك اَل َلًة َأِو ا ْم َر َأٌة َو َلُه َأٌخ َأْو ُأْخ ٌت
ِم َٰذ ِل ِإ َفِلُك ِّل ا ِح ٍد ِم
ْنُه َم ا ال ُّس ُد ُس ۚ َف ْن َك ا ُنوا َأْك َثَر ْن َك َفُه ْم َو
ۚ ُش َر َك ا ُء ِفي ال ُّثُلِث ۚ ِم ْن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُيو َص ٰى ِبَه ا َأْو َد ْيٍن َغ ْيَر ُم َض ا ٍّر
ِل ِل ِص ِم ِه
َو َّيًة َن ال َّل ۗ َو ال َّلُه َع ي ٌم َح ي ٌم
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar
dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Pengertian syirkah
Syirkah merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang diatur dalam
(pengelolaan).
Menurut Mustahdi dan Mustakim dalam Pendidikan Agama Islam dan Budi
keuntungan.
Kegiatan syirkah diperbolehkan sesuai dengan firman Allah dalam surat Shad
ayat 24 sebagai berikut: َو ِإَّن َك ِثيًرا ِّم َن ٱْلُخَلَط ٓاِء َلَيْبِغ ى َبْعُض ُهْم َع َلٰى َبْع ٍض ِإاَّل ٱَّل ِذ يَن َء اَم ُن و۟ا
َو َع ِم ُلو۟ا ٱلَّٰص ِلَٰح ِت َو َقِليٌل َّم ا ُهْمArtinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-
sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini,” (QS Shad ayat 24).
Jenis-jenis syirkah
Secara umum, syirkah dibagi menjadi empat macam, yaitu syirkah 'inan,
1. Syirkah 'inan
Moh Faizal dalam "Syirkah Prinsip Bagi Hasil pada Pembiayaan di Bank
persekutuan dua orang atau lebih untuk memasukkan bagian tertentu dari
Modal yang dikeluarkan oleh anggota dalam syirkah 'inan harus sama.
dalam usaha tersebut. Modal yang diberikan harus berupa uang. Modal
lain seperti bangunan atau mobil baru bisa dijadikan modal jika dihitung
nilainya saat akad. Oleh karena itu, jika nantinya usaha tersebut untung
sama.
2. Syirkah 'abdan atau syirkah amal Syirkah 'abdan atau syirkah amal
adalah jenis usaha yang dilakukan dua pihak atau lebih yang masing-
syirkah 'abdan merupakan pekerjaan yang halal. Misalnya, Tirta dan Adi
dalam modal atau mal. Contoh kegiatan syirkah wujuh adalah Tirta dan
Adi ingin membeli barang dari pedagang dengan sistem kredit, dengan
jenis gabungan dari ketiga syirkah lainnya, yaitu syirkah 'inan, syirkah
Menurut NU, rukun syirkah diatur dalam kitab Al-Fiqhul Islam wa-Adillatuhu yang
ditulis oleh Syeikh Wahbah Al-Zuhaili. Menurut kitab tersebut setidaknya ada tiga
1. Dua orang yang berakad atau bertransaksi Syarat orang yang bertransaksi atau
tasaruf.
2. Objek transaksi atau ma'qud alaih Objek transaksi dapat berupa pekerjaan atau
modal. Syarat objek yang dijadikan transaksi harus halal dan diizinkan oleh
agama.
3. Akad atau sigat Syarat akad yang sah harus berupa tasarruf atau aktivitas
pengelolaan.
6. Memahami ayat tentang jual beli (Qs al ba275 dan qs al jumuah 9-10)
7. Memahami ayat tentang qard (Qs al baqorah :245)
8. Memahami ayat tentang riba (qs Ali imron 130 dan qs albaqoroh
275,178,179)
9. Memahami tentang pajak dan asuransi (Qs al hasyr :7, Qs al Maidah 2, qs al
anfal :41)
10. Memahami ayat tentang politik ekonomi ( qs yusuf 47-49, 54-55 dan qs
albaqoroh 261-262)
11. Memahami ketentuan tentang hadits yang berkaitan dengan raihn atau gadai
12. Memahami hadits tentang jual beli dan riba.
13. Memahami haditas tentang larangan penimbunan
14. Memahami hadits tentang sharf (pertukaran volute asing)
15. Memahami haditas tentang murobahah
16. Memahami hadits tentang hiwalah
17. Memahami hadits tentang syirkah
DAFTAR PENILAIAN MAHASISWA
STIEMUH PEKALONGAN 2013/2014
SENESTER GANJIL
(KELAS EKOS SORE)
* Aktif dinilai dari kehadiran dan hadir lebih dari 15 menit dianggap ABSEN
**Presentasi dengan system pembanding.
FORMAT TUGAS
A. PRESENTASI MAKALAH:
1. Min. 12 lembar.
2. Isi (pendahuluan, permasalahan, penjelasan, kesimpulan dan daftar pustaka).
3. Ejaan Bahasa dengan EYD
4. Referensi.