Anda di halaman 1dari 11

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN

STANDAR AKUNTANSI SYARIAH (SAS)

Disusun Oleh
KELOMPOK 5
Khairana Amalia

(1202134096)

Meilia Irma Sari

(1202130209)

Restau Riska Indah Ramadhina

(1202130180)

A. LATAR BELAKANG ADANYA STANDAR AKUNTANSI SYARIAH


Keberadaan suatu lembaga atau perusahaan, tidak akan terlepas dari proses
pencatatan akuntansi. Setiap lembaga atau perusahaan berkewajiban melakukan
pencatatan atas aktivitas-aktivitas akuntansi yang terjadi dalam perusahaan yang
selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan akuntansi atau laporan keuangan.
Laporan tersebut disajikan sebagai bentuk pertanggung-jawaban atas dana serta
aset perusahaan yang dikelola oleh manajemen perusahaan kepada pemilik
perusahaan atau pemegang saham dan sebagai sarana atau media utama bagi
berbagai pihak yang berkepentingan.
Seperti telah diketahui, konsep akuntansi konvensional yang telah diterapkan
di Indonesia maupun sebagai standar internasional selama ini merupakan adopsi
pada barat dan budaya kapitalis yang hanya mengandalkan materi dan duniawi.
Dengan semakin berkembangnya pola pikir manusia yang tidak hanya
mengedepankan
kepentingan
duniawi,
maka
dirasa
perlu
untuk
menyeimbangkannya dengan kepentingan ukhrawi. Akhir-akhir ini terjadi suatu
peningkatan terhadap kajian bidang akuntansi menuju akuntansi dalam perspektif
Islami
atau
akuntansi
syariah.
Beberapa isu yang mendorong munculnya akuntansi syariah adalah masalah
harmonisasi standar akuntansi internasional di negara-negara Islam, usulan
pemformatan laporan badan usaha Islami (Baydoun dan Willett, dalam
Muhammad, 2003:77), dan kajian ulang filsafat tentang konstruksi etika dalam
pengembangan teori akuntansi sampai pada masalah penilaian (asset) dalam
akuntansi.
Masalah penting yang perlu diselesaikan adalah perlunya akuntansi syariah
yang dapat menjamin terciptanya keadilan ekonomi melalui formalisasi prosedur,
aktivitas, pengukuran tujuan, kontrol dan pelaporan yang sesuai dengan prinsip
syariah. Akuntansi syariah muncul untuk menyeimbangkan. Triyuwono
(2006:320) mengungkapkan bahwa secara filosofis teori Akuntansi Syariah
memiliki beberapa prinsip.Teori tersebut menyatakan bahwa Akuntansi Syariah
bertujuan untuk terciptanya peradaban dengan wawasan humanis, emansipatoris,
transedental dan teological.
Humanis berarti bersifat manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat
dipraktekkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh manusia sebagai
makhluk Tuhan yang selalu berinteraksi dengan orang lain secara dinamis.
Emansipatoris, yaitu mampu melakukan perubahan-perubahan yang signifikan
terhadap teori dan praktek akuntansi yang modern. Transedental berarti melintas
batas disiplin ilmu akuntansi itu sendiri. Sedangkan teological, diartikan bahwa
akuntansi tidak sekedar memberikan informasi untuk pengambilan keputusan,
tetapi juga wujud pertanggungjawaban manusia kepada Tuhannya, sesama
manusia, dan alam semesta. Teological sebagai sifat penyeimbang dari tujuan
akuntansi konvensional sehingga akuntansi tidak hanya membentuk suatu
hubungan secara horizontal saja yaitu hubungan antara manusia dengan
sesamanya, tetapi juga hubungan secara vertikal yaitu tanggungjawab manusia

pada Tuhan. Hal ini berarti bahwa untuk mewujudkan cara pandang yang sadar
akan hakekat diri manusia dan tanggung jawabnya kelak di hadapan Allah.
Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus
sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan
zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan
prinsip Islam adalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat
dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah
yaitu : musyarakah dan mudharaba. (Mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama pemilik dana menyediakan seluruh dana
sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kespakatan sedangkan kerugian
financial hanya ditanggung oleh pemilik dana apabila kesalahan terjadi murni
karena regulasi usaha. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut
meliputi kas atau asset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.)
Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan keuangan diharapkan
dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya.
Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan seperti investor,
kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk memahami dan
menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk
mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki
peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga
timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat
dalam laporan keuangan.
B. KERANGKA DASAR
PENYUSUNAN
LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

DAN

PENYAJIAN

Kerangka dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan


dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Adanya perbedaan
karakteristik antara bisnis yang berlandaskan pada syariah dengan bisnis
konvensional menyebabkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah
(KDPPLKBS) pada tahun 2002. KDPPLKBS selanjutnya disempurnakan pada
tahun 2007 menjadi Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian laporan
Keuangan Syariah (KDPPLKS). Penyempurnaan KDPPLKS terhadap
KDPPLKBS dilakukan untuk memperluas cakupannya sehingga tidak hanya
untuk transaksi syariah pada bank syariah, melainkan juga pada jenis institusi
bisnis lain, baik yang berupa entitas syariah maupun entitas konvensional yang
bertransaksi dengan skema syariah.
1. Tujuan Kerangka Dasar

Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan


penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk
semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas
konvensional baik sektor publik maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini
adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi:
a.
b.
c.
d.
e.

Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya


membuat standar.
Penyusun laporan keuangan, untuk menaggulangi masalah akuntansi syariah yang
belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yanh berlaku umum.
Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan
syariah.
Aspek yang Terkait dengan Transaksi Syariah dan Pemakai Laporan Keuangan
Syariah.
2. Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma bahwa alam semesta
diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh
umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material maupun
spiritual. Paradigma dasar ini menekankan bahwa setiap aktivitas umat manusia
memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan
akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha.
3. Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berasaskan pada prinsip:

a. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi


nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan di atas kerugian orang lain.
b. Keadilan (adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang
berhak dan sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan
muamalah adalah melarang adanya unsur:
1. Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau riba fadl.
2. Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
3. Masyir/judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan
produktivitas.
4. Gharar/unsur ketidakejelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta
tidak adanya kepastian pelaksanaan akad.

5. Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-Quran dan As-Sunah,


baik dalam barang /jasa ataupun aktivitas operasional terkait
b. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan
kolektif.
c. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual,
antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara
bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta pelstarian.
d.

Universalisme (syumuliyah), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan


dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membadakan suku, agama,
ras dan golongan sesuai dengan semangat kerahmataan semesta.
4. Karakteristik transaksi syariah

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah
harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas
4. Tidak mengandung unsur riba
5. Tidak mengandung unsur kezaliman
6. Tidak mengandung unsur masyir
7. Tidak mengandung unsur gharar
8. Tidak mengandung unsur haram
9. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money)
10. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain .
11. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan.
12. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap.
5. Pemakai dan Kebutuhan Informasi
Pemakai laporan keuangan meliputi:
a. Investor sekarang dan investor potensial; hal ini karena mereka harus
memutuskan apakah akan membeli, menahan atau menjual investasi
atau penerimaan deviden.
b. Pemilik dana qardh; untuk mengetahui apakah dana qardh dapat
dibayar pada saat jatuh tempo.
c. Pemilik dana syirkah temporer; untuk pengambilan keputusan pada
investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang bersaing atau
aman.

d. Pemilik dana titipan; untuk memastikan bahwa titipan dana dapat


diambil setiap saat.
e. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf; untuk
informasi tentang sumber dan penyaluran dana tersebut.
f. Pengawas syariah; untuk menilai kepatuhan pengelolaan lembaga
syariah terhadap prinsip syariah.
g. Karyawan; untuk memperoleh informasi tentang stabilitas dan
profitabilitas entitas syariah.
h. Pemasok dan mitra usaha lainnya; untuk memperoleh informasi
tentang kemampuan entitas membayar utang pada saat jatuh tempo.
i. Pelanggan; untuk memperoleh informasi tentang kelangsungan hidup
entitas syariah.
j. Pemerintah serta lembaga-lembaganya; untuk memperoleh informasi
tentang aktivitas entitas syariah, perpajakan serta kepentingan nasional
lainnya.
k. Masyarakat; untuk memperoleh informasi tentang kontribusi entitas
terhadap masyarakat dan negara.
6. Tujuan Laporan Keuangan
Berdasarkan paragraf 30 KDPPLKS, dinyatakan bahwa tujuan laporan
keuangan menurut KDPPLKS adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Selain itu, tujuan lainnya sebagai berikut:
1. Pengambilan putusan investasi dan pembiayaan. Laporan keuangan bertujuan
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pengambilan keputusan yang rasional. Pihak-pihak yang berkepentingan
antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2.
3.
4.
5.

Shahibul maal/ pemilik dana


Kreditur
Pembayar zakat, infaq dan shadaqah
Pemegang saham
Otoritas pengawasan
Bank Indonesia
Pemerintahan
Lembaga penjamin simpanan
Masyarakat

Menilai prospek arus kas.


Informasi atas sumber daya ekonomi.
Kepatuhan bank terhadap prinsip syariah.
Laporan keuangan memberikan informasi untuk membantu mengevaluasi
pemenuhan tanggung jawab bank terhadap amanah daam mengamalkan dana,

menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak, dan informasi


mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana
investasi yang terikat.
6. Pemenuhan fungsi sosial. Laporan keuangan memberikan informasi mengenai
pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.
7. Bentuk laporan keuangan
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
a. Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini
menyajikan informasi tentang sumber daya yang dikendalikan, stuktur
keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk memprediksi kemampuan
perusahaan dimasa yang akan datang.
b. Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan
ini diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi
mungkin dikendalikan di masa depan.
c. Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun
berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber keuangan, modal kerja,
aset likuid atau kas. Melalui laporan ini dapat diketahui aktivitas, pendanaan
dan operasi selama periode pelaporan.
d. Informasi lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial
entitas syariah. Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi
relevan bagi pengambilan keputusan sebagian besar pengguna laporan
keuangan.
e. Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi
tambahan yang relevan termasuk pengungkapan tentang resiko dan
ketidakpastian yang memengaruhi entitas. Informasi tentang segmen
industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap entitas juga
dapat disajikan.
8. Asumsi Dasar
Asumsi Dasar
a. Dasar akrual
Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa
pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan
pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan
dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada
periode yang bersangkutan.
Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan
informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang
melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban

pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan


kas yang akan diterima di masa depan.
Namun dalam perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian
hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip
pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang
dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit)
b. Kelangsungan usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi
kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahanya di
masa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud
atau berkeinginan melikuiditasi atau mengurangi secara material skala
usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan
mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang
digunakan harus diungkapkan.
9. Karakteristik Kualitatif Informasi Keuangan Syariah
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam
laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif
pokok:
a. Dapat dipahami
b. Relevan
c. Keandalan
d. Dapat dibandingkan
10. Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syariah, antara lain meliputi:
Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri
atas laporan keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan
perubahan ekuitas.
Posisi keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah
aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan
sebagai berikut:
a. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan
akan diperoleh entitas syariah.

b. Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari
peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar
dari sumber daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
c. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan
jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah
mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan
pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
d. Ekuitas adakah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua
kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan
menjadi setoran modal pemegang saham, saldo laba dan penyisihan
penyesuaian pemeliharaan modal.
e. Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba)
adalah penghasilan dan beban. Unsur penghasilan didefinisikan sebagai berikut:
1. Penghasilan (income)
Income adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidaak berasal dari kontribusi
penanam modal.
2. Beban (expenes)
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi
dealam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal, termasuk di dalamnya beban untuk
pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang timbul.
3. Hak pihak ketiga atas bagi hasil
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian hasil
pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas
syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi
hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau
pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil
merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas
investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.

C. PERBEDAAN AKUNTANSI SYARIAH DENGAN AKUNTANSI


KONVENSIONAL
1. Perbedaan dari Segi Pengertiannya

Pengertian akuntansi keuangan menurut Islam lebih mengarah pada


pembukuan, pendataan, kerja dan usaha, kemudian juga perhitungan dan
perdebatan (tanya jawab) berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati, dan
selanjutnya penentuan imbalan atau balasan yang meliputi semua tindak tanduk
dan pekerjaan, baik yang berkaitan dengan keduniaan maupun yang berkaitan
dengan keakhiratan. Oleh karena itu muhasabah dalam Islam mempunyai dua arti,
perhitungan dan pembukuan keuangan. Sementara itu arti akuntansi yang
berkembang dalam konsep positif (konvensional) ialah sekitar pengumpulan dan
pembukuan, penelitian tentang keterangan-keterangan dari berbagai macam
aktivitas.
Arti muhasabah (akuntansi) dalam Islam lebih umum dan lebih luas
jangkauannya, yang meliputi perhitungan dari segi moral dan juga perhitungan
akhirat. Dalam prakteknya setiap aktivitas muamalah adanya unsur
pertanggungjawaban (responsibility) dari hubungan vertikal (hubungan antara
manusia dengan Allah SWT/ hablun-minallah) dan hubungan horizontal
(hubungan
sesama
manusia/
hablun-minannas)
2. Perbedaan dari Segi Tujuan
Diantara tujuan-tujuan terpenting dari akuntansi keuangan dalam Islam
adalah menjaga harta yang merupakan hujjah atau bukti ketika terjadi
perselisihan, membantu mengarahkan kebijaksanaan, merinci hasil-hasil usaha
untuk penghitungan zakat, penentuan hak-hak mitra bisnis, dan juga untuk
membantu dalam menetapkan imbalan dan hukuman serta penilaian evaluasi kerja
dan motivasi. Sementara tujuan akuntansi keuangan konvensional diantaranya
untuk menjelaskan utang dan piutang, untung dan rugi, sentral moneter, dan
membantu dalam mengambil ketetapan-ketetapan manajemen.
Jelaslah bahwa ada beberapa segi persamaan dalam beberapa tujuannya.
Ini menunjukkan keutamaan Islam yang lebih dulu meletakkan dasar-dasar pokok
akuntansi. Hanya saja, akuntansi syariah lebih difokuskan untuk membantu
individu-individu dalam mengaudit transaksi-transaksinya, dan juga untuk
membantu kelompok masyarakat untuk melakukan muhasabah yang ditangani
oleh seorang hakim. Bahkan lebih dari itu, akuntansi juga bisa membantu dalam
lapangan dakwah kepada kebaikan, seperti amar maruf nahi mungkar. Semua itu
tidak terdapat dalam akuntansi konvensional.
3. Perbedaan dari Karakteristik
Akuntansi dalam Islam berdasarkan pada nilai-nilai akidah dan akhlak.
Maka, sudah menjadi tugas seorang akuntan untuk memberikan data-data dalam
membantu orang-orang yang bersangkutan tentang sejauh mana hubungan
kesatuan ekonomi dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat Islam dalam
bidang muamalah. Seorang akuntan muslim selalu sadar bahwa ia
bertanggungjawab dihadapan Allah tentang pekerjaannya, dan ia tidak boleh
menuruti keinginan pemilik modal (pemilik proyek) kalau ada langkah-langkah

penyelewengan dari hukum Allah serta memutarbalikkan fakta (data yang akurat).
Aspek-aspek ini tidak kita dapati dalam konsep akuntansi konvensional
Berdasarkan ini kita ketahui bahwa akuntansi syariah didasarkan pada
kaidah-kaidah yang permanen, yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam
yaitu Al Quran dan Al Hadits. Adapun konsep akuntansi konvensional didasarkan
pada ordonansi atau peraturan-peraturan dan teori-teori yang dibuat oleh manusia
yang memiliki sifat khilaf, lupa, keterbatasan ilmu dan wawasan. Maka,
konsepnya itu labil dan tidak permanen serta memiliki kecenderungan berubahubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan system ekonomi, perubahan
peraturan, perubahan jenis perusahaan dan perubahan kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh manusia. Aliran utama akuntansi barat ini telah dikritik sepertinya
tidak cukup digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi Islam (Hameed, 2000;
Adnan dan Gaffikin, 1997; Iwan Triyuwono, 2000).

Anda mungkin juga menyukai