Anda di halaman 1dari 18

KONSEP LABA, ASET DAN MODAL

DALAM AKUNTANSI SYARIAH


MAKALAH
Disusun dntuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah
Dosen Pembina:
Edi Jaenudin, S.E.,M.S.Ak.,CA
Indri Yuliafitri, S.E., M.Si.,SAS

oleh :
Asma Nur Khoiriyah

120110120006

Fathiyah Nuramaliya

120110120018

Arinda Widyaswara

120110120169

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul Konsep laba, asset, dan modal dalam akuntansi syariah
Makalah ini terdiri atas pembahasan mengenai konsep laba, asset, dan
modal dalam akuntansi syariah. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua untuk lebih mengetahui bagaimana konep laba, asset,
dan modal dalam akuntansi syariah.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini, Penulis menerima kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 15 Oktober 2015

Penyusun

A. Laba Dalam Akuntansi Syariah


Dalam akuntansi syariah, dari transaksi tersebut didapatkan
pendapatan yang berupa laba. Laba tersebut berupa bagi hasil, margin
(keuntungan dalam jual beli), dan upah atas jasa. Transaksi syariah
berlandaskan pada prinsip persaudaraan, keadilan kemaslahatan,
keseimbangan dan universalisme. Prinsip Persaudaraan (ukhuwah),
merupakan bentuk interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para
pihak untuk kemanfaatan secara umum dan saling tolong-menolong.
Dalam transaksi syariah meliputi berbagai aspek, yaitu saling
mengenal, memahami, menolong, menjamin, dan saling bernsinergi.
Namun meskipun begitu, tetap berpedoman pada profesionalisme.
Prinsip keadilan artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikan sesuatu pada yang berhak dan sesuai posisinya.
Implementasi keadilan dalam Usaha berupa aturan prinsip muamalah
yang melarang unsur riba, dzalim, maisyir, gharar, ihtikar, najasy,
risywah, taalluq dan penggunaan unsur haram baik dalam barang dan
jasa yang dipergunakan dalam transaksinya, maupun dalam aktivitas
operasionalnya.
Kemudian mengenai kemaslahatan, dalam hal ini harus memenuhi
dua unsur, yaitu halal (sesuai dengan syariah) dan thayyib (bermanfaat
dan membawa kebaikan). Selain itu juga harus memperhatikan prinsip
keseimbangan. Prinsip ini menekankan bahwa manfaat yang didapat
dari transaksi syariah tidak hanya difokuskan pada pemegang saham
yang nantinya akan mendapatkan dividen, namun juga pada semua
pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi
tersebut. Misalnya saja masyarakat sekitar dan pemerintah yang
mungkin tidak terlibat dalam transaksi tersebut secara langsung.
Prinsip yang terakhir yaitu universalisme. Artinya transaksi syariah
ini dapat dilakukan semua pihak yang berkepentingan tanpa
membedakan suku, agama, ras, dan golongan sesuai dengan semangat
rahmatan lil alamin. Konsep laba dalam struktur teori akuntansi dapat

diketahui dengan menggunakan pendekatan sintaksis, semantis, dan


pragmatis.
Konsep laba secara sintaksis yaitu melalui aturan-aturan yang
mendefinisikannya; secara semantis yaitu melalui hubungan pada
realitas ekonomi yang mendasari dan secara pragmatis yaitu melalui
penggunaannya oleh investor tanpa memperhatikan bagaimana hal itu
diukur dan mengtahui apa artinya.
Ada perbedaan mendasar tentang cara pandang antara masyarakat
muslim dan masyarakat kapitalis terhadap perolehan laba. Dalam
masyarakat kapitalis tujuan utama sebuah organisasi atau perusahaan
didirikan adalah untuk memaksimalkan laba dari investasi yang
dilakukan untuk perusahaan atau organisasi tersebut. Sedangkan
menurut masyarakat muslim, laba bukanlah tujuan yang paling utama
dalam pendirian suatu perusahaan atau organisasi. Tetapi bukan berarti
perusahaan tersebut tidak boleh mendapatkan laba, hanya saja laba
yang diperoleh harus halal dan sesuai dengan prinsip syariat Islam.
Ada dua konsep Islam yang sangat berkaitan dengan pembahasan
masalah laba, yaitu adanya mekanisme pembayaran zakat dan sistem
tanpa bunga. Zakat pada prinsipnya merupakan kesejahteraan agama
dan pembayarannya merupakan kewajiban agama. Pelaksanaan
pemungutan zakat seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan
didistribusikan untuk kesejahteraan sosial dengan tujuan untuk
beribadah kepada Allah SWT. Zakat dipungut terhadap pendapatan
(laba), kepemilikan barang-barang tertentu seperti emas dan perak
(atau disetarakan dengan uang), hewan ternak, dan hasil pertaniaan.
Hal ini memerlukan penilaian dan konsep yang jelas untuk
menetapkan dasar dan besarnya zakat yang harus dibayarkan.
Beberapa peneliti mengungkapkan perlunya konsep-konsep untuk
menetapkan laba sebagai dasar pengenaan zakat, yang merupakan
tujuan utama dalam akuntansi syariah.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) dalam

Statement of Financial Conceptual Framework No. 1 yaitu dengan


dibedakannya antara tujuan akuntansi keuangan dan laporan keuangan.
Keuntungan penggunaan laba sebagai dasar pembayaran zakat adalah
dapat mengurangi masalah-masalah yang berkaitan dengan konflik
kepentingan, terjadinya. window dreasing, dan kecurangan dalam
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan dapat diminimalisir
sebaik mungkin. Karena setiap muslim (dalam hal ini seorang akuntan
muslim) menyadari bahwa hal tersebut dilarang agama dan dia tidak
akan mengambil barang yang bukan menjadi haknya. Sarana lain
selain zakat yang berkaitan dengan pembahasan konsep laba adalah
larangan sistem bunga. Islam melarang sistem penentuan tingkat
pengembalian tetap atas modal, misalnya pengembalian uang tanpa
adanya pembagian resiko yang timbul dari pembayaran angsuran atas
pinjaman.
Larangan atas sistem bunga dimaksudkan karena sistem bunga
merupakan cara-cara kapitalis dalam melaksanakan usaha. Dalam
akuntansi konvensional investor seolah-olah dianggap sebagai
peminjam modal bukan sebagai peserta (pemilik) usaha. Dalam Islam
perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial dan moral yang berasal
dari konsep Islam bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai utusan
(khalifah) di bumi untuk mengolah sumber daya yang diberikan untuk
kesejahteraan manusia dan alam. Kepemilikan atas kekayaan dalam
Islam tidak mutlak melainkan kondisional.
Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya
ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah
bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan
pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang
belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan
laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Bentuk laporan keuangan perusahaan yang lebih cocok dengan
akuntansi islam adalah value added reporting bukan laporan laba rugi
konvensional. Dalam value added reporting informasi yang disajikan

meliputi laba bersih yang diperoleh perusahaan sebagai nilai tambah


yang kemudian didistribusikan secara adil kepada kelompok yang
terlibat dengan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah. Laporan
keuangan yang bisa berisi laporan :
1. Mengungkapkan lebih luas tentang laporan keuangan yang
disajikan
2. Laporan tentang berbagai nilai dan kegiatan yang tidak sesuai
dengan syarat islam. Misalnya dengan menyajikan pernyataan dari
Dewan Pengawas Syariah
3.Menyajikan Informasi tentang efisiensi, good governance dan
laporan produktifitas.
4. Bantuan pembangunan mesjid, sarana pendidikan dan sarana
sosial lainnya. 5. Bantuan keamanan lingkungan
6. Bantuan untuk keguatan masyarakat.
Konsep

konvensional

menerapkan

prinsip

laba

universal,

mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari
sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara
laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal
pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan
pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha
menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah
ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada
ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah
bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan
pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang
belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu
keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi
sebelum nyata laba itu diperoleh.

B. Aset Dalam Akuntansi Syariah


Pengertian
Aset, dalam akuntansi syariah, diartikan sebagai sumber daya yang
dikuasai entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari
mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas
syariah. Yang termasuk dalam aset diantaranya adalah: Kas, Penempatan
pada Bank Indonesia, Giro pada bank lain, Penempatan pada bank lain,
Efek-efek, Piutang, Pembiayaan, Persediaan, Tagihan dan Kewajiban
akseptasi, Aset yang diperoleh untuk ijarah, Aset istishna dalam
penyelesaian, Penyertaan, Aset Tetap dan akumulasi penyusutan, dan Aset
lain.

Piutang
Piutang termasuk salah satu pos dalam Aset. Piutang adalah hak
yang berhak untuk ditagih oleh pihak satu ke pihak lainnya karena
terjadinya suatu transaksi, biasanya karena transaksi penjualan secara
kredit. Dalam pengertian akuntansi secara konvensional, terdapat beberapa
macam piutang, yaitu piutang dagang, piutang wesel, piutang gaji,dll.
Piutang ini dapat termasuk dalam Aset Lancar jika diperkirakan dapat
ditagih dalam waktu kurang dari satu tahun. Piutang yang termasuk dalam
Aset Lancar adalah piutang dagang, piutang wesel dan piutang lain-lain
(yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun). Sedangkan untuk
piutang yang jatuh tempo pada lebih dari satu tahun digolongkan dalam
Aset Tidak Lancar.
Bagi Entitas Syariah, dimana Entitas menggunakan prinsip-prinsip
Akuntansi Syariah yang telah diatur dalam PSAK no. 59, 101-106, piutang
digolongkan pula berdasarkan asal terjadinya. Diantara jenis-jenis piutang
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Piutang Murabahah, piutang murabahah timbul akibat adanya
murabahah, yaitu akad jual beli barang dengan margin keuntungan
yang telah disepakati oleh pihak penjual dengan pembeli dan pihak

penjual memberitahukan harga perolehan barang. Pembayaran


murabahah bisa dilakukan secara tangguh, oleh karena itu muncul lah
piutang murabahah. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih
yang dapat direalisasikan, artinya sebesar piutang yang diperkirakan
akan dapat ditagih.
2) Piutang Salam, piutang salam timbul akibat adanya salam, yaitu akad
jual beli barang pesanan dengan pengiriman di kemudian hari oleh
penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pemebeli pada saat akad
disepakati (PSAK No.103). Karena pembayaran dilakukan saat akad
disepakati, berarti saat itu pembeli melunasi sejumlah uang kepada
penjual untuk digunakan sebagai modal usaha. Di sini, yang bertindak
sebagai pemegang hak piutang adalah si pembeli. Sedangkan penjual
memiliki kewajiban untuk melunasi pesanan si pembeli. Kewajiban
yang timbul ini diakui saat penjual telah menerima modal usaha dari
pembeli dengan besar yang sesuai dengan jumlah modal usaha yang
diberikan.
3) Piutang Istishna, piutang istishna timbul akibat adanya istishna,
yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu (dengan spesifikasi tertentu) yang disepakati oleh pemesan
dengan penjual/pembuat. Pembayaran barang pesanan dapat dilakukan
secara tunai maupun tangguh. Pembayaran secara tangguh inilah yang
mengakibatkan timbulnya piutang istishna.
4) Piutang pendapatan Ijarah, untuk lebih mudahnya adalah piutang yang
timbul akibat aktivitas sewa. Ijarah adalah perpindahan kepemilikan
jasa dengan imbalan yang sudah disepakati menurut para fuqaha.
Ijarah mempunyai 3 unsur, yaitu adanya pemilik aset yang disewakan
dan si penyewa, objek yang disewakan, dan bentuk penawaran atau
persetujuan itu sendiri.
5) Selain keempat piutang di atas, dalam entitas syariah mungkin juga
terjadi Piutang Jatuh Tempo. Piutang ini terjadi jika kerjasama
(misalnya mudharabah) berakhir sebelum jatuh tempo perjanjian
karena alasan tertentu, dan pembiayaan muradharabah belum
dikembalikan oleh pengelola kepada pemilik dana. Maka dari sisi

pemilik dana, sejumlah dana tersebut dicatat sebagai piutang jatuh


tempo.
Piutang tersebut mungkin terjadi di periode yang berbeda dengan
periode pelaporan keuangan (mungkin terjadi tahun lalu dan si pembeli
berjanji untuk melunasi utangnya tahun ini). Tidak ada kepastian bahwa si
pembeli akan melunasi seratus persen utang-utangnya di tahun ini atas
utangnya yang terjadi di tahun lalu. Untuk itu, perusahaan biasanya
membuat estimasi mengenai jumlah piutang yang kira-kira dapat ditagih.
Sebenarnya ada dua metode dalam menghadapi masalah ini:
1. Dengan

Metode

Penghapusan

Langsung,

dalam

metode

ini,

perusahaan tidak perlu membuat estimasi apapun. Piutang akan


dikredit ketika piutang tersebut benar-benar tidak dilunasi. Dan pada
sisi debit dicatat sebagai Kerugian Piutang dan akan dilaporkan dalam
Laporan Laba Rugi.
2. Metode kedua adalah metode yang disarankan untuk digunakan, yaitu
Metode Cadangan. Dalam metode ini, perusahaan melakukan estimasi
mengenai berapa piutang yang tidak dapat ditagih dalam periode ini.
Jumlah estimasi bergantung pada kebijaksanaan perusahaan masingmasing. Bisa berdasarkan persentase penjualan, persentase piutang, dll.
Ketika jumlah piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih sudah
ditentukan, perusahaan membuat sebuah rekening Cadangan Kerugian
Piutang. Jika ada sejumlah piutang yang tidak dilunasi, maka sejumlah
itu akan didebit pada rekening Cadangan Kerugian Piutang dan
dikredit pada rekening Piutang. Dengan metode ini, jumlah piutang
yang dapat ditagih dapat diperkirakan dan diketahui oleh pengguna
laporan keuangan, sehingga dapat lebih membantu mereka dalam
mengambil keputusan. Maka dari itu, perusahaan-perusahaan tidak
disarankan untuk menggunakan metode penghapusan langsung.
Perusahaan menggunakan metode cadangan untuk mengakui jumlah
piutang yang tidak berhasil ditagih.

Dalam hukum Islam itu sendiri, masalah yang timbul mungkin


adalah berkaitan dengan proses transaksi, apakah sudah sesuai dengan
prinsip syariah itu sendiri. Terdapat lima prinsip transaksi syariah:
1. Persaudaraan (ukhuwah)
2. Keadilan (adalah)
3. Kemaslahatan (maslahah)
4. Keseimbangan (tawazun)
5. Universalisme (syamuliyah)
Dalam melakukan transaksi, mungkin penjual tidak menyebutkan
harga pokok barang, cacat barang, dan tindakan lainnya yang dianggap
lazim di masyarakat tetapi sebenarnya tidak sesuai dengan kelima prinsip
di atas demi mendapatkan keuntungan yang sebesar mungkin.
Untuk pencatatan piutang, secara akuntansi syariah tetap sama
untuk kasus yang mirip dengan akuntansi konvensional. Besarnya piutang
yang diakui adalah sebesar nilai realisasi bersihnya yaitu saldo piutang
dikurangi dengan cadangan kerugian piutang. Untuk piutang salam,
piutang dianggap lunas ketika si penjual telah memenuhi kewajibannya
dengan menyerahkan barang pesanan kepada pembeli. Piutang yang
tadinya diakui oleh pembeli adalah sebesar modal usaha yang telah ia
setorkan kepada penjual.

Pengakuan dan Pengukuran dalam Transaksi


Hameed (2003), akuntansi syariah adalah proses akuntansi yang
menyediakan informasi yang sesuai (bukan hanya terbatas pada data
keuangan) kepada stakeholders sebuah entitas untuk menjamin bahwa
institusi tersebut beroperasi secara berkelanjuatan sesuai dengan prinsip
syariah dan membawanya kepada tujuan socio-economic (hubungan antara
aktivitas ekonomi dan social). Berikut pengakuan dan pengukuran untuk
jenis-jenis akuntansi syariah:
1. Akuntansi Murabahah (PSAK 102, 2009a : 3-5)
Pengakuan akuntansi penjual
Perolehan asset diakui sebesar persediaan sebesar biaya
perolehan, diskon asset diakui sebagai pengurang biaya
perolehan, kewajiban sebagai pembeli, tambahan keuntungan
murabahah, piutang diakui sebesar biaya perolehan asset

ditambah keuntungan, keuntungan diakui saat penyerahan


barang ( tidak lebih dari satu tahun denagan memperhatikan
risiko untuk merealisasi keuntungan), potongan angsuran
diberikan pembeli saat melakukan pembayaran tepatwaktu,

penurunan pembayaran diakui sebagai beban


Pengakuan akuntansi pembelian akhir
Utang yang timbul karena transaksi murabahah diakui sebagai
utang sebesar harga beli yang disepakati, asset yang diperoleh
diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai, selisih harga
beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui
sebagai beban murabahah tangguhan, diskon pembelian yang
diterima setelah akad potongan pelunasan dan potongan utang
murabahah diakui sebagi pengukuran beban murabahah

tangguhhan.
Pengukuran
Pengukuran asset murabahah setelah perolehan diakui pada
saat:
a) Murabahah pesanan mengikat
b) Murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan
tidak mengikat.

2. Akuntansi Salam (PSAK 103, 2009b : 3-5)


Pengukuran akuntansi pembelian
Barang pesanan diakui pada saat akad, dana yang diterima
dikenai pembeli diakui sebagai dana kebajikan, barang

persediaan yang telah diterima diakui sebagai persediaan.


Pengukuran akuntansi penjualan
Kewajiban diakui pada saat penjualan menerima modal sebesar
modal salam yang diterima, dan dihentikan pengakuannya pada

saat penyerahan barang pada pembelian.


Pengukuran
Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah
yang dibayarkan sedangkan modal usaha salam dalam bentuk
asset nonkas diukur sebesar nilai wajar (penjualan dan
pembelian), barang pesanan diterima dan diukur sesuai akad,
jika ada selisih diakui sebagai kerugian, pelaporan keuangan

pada akhir periode persediaan yang diperoleh melalui transaksi


salam diukur sebesar nilai terendah harga perolehan atau nilai
bersih yang dapat direalisasi.
3. Akuntansi Istishna (PSAK 104, 2009c : 2-6)
Pengukuran - akuntansi untuk penjualan
Akad istishna mencakup sejumlah asset, pendapatan diakui
dengan metode prosentasi penyelesaian atau metode akad
selesai, pada akhir periode harga pokok diakui sebesar biaya
istishna pada periode tersebut berakhir, biaya perolehan

istishna diakui sebagai asset istishna sebesar nilai perolehan.


Pengukuran akuntansi pembeli
Jika barang yang diterima tidak sesuai dengan pesanan maka
diukur dengan nillai lebih rendah antara nilai wajar dan harga
perolehan, selisih nilai wajar dan harga pokok diukur dengan
nilai lebih rendah sebagai kerugian dalaam periode berjalan.

4. Akuntansi Mudharabah (PSAK 105, 2009d: 2-5)


Pengakuan Akuntansi untuk pemilik
Dana yang disalurkan pemilik diakui sebagai investasi
mudharabah, nilai investasi yang turun sebelum usaha dimulai
bukan karena kesalahan penyandang maka dianggap sebagi
kerugian yang mengurangi saldo mudharabah, investasi yang
melebihi satu periode berjalan penghasilannya diakui pada
peride terjadinya bagi hasil, kerugian sebelum periode akad
berakhir diakui sebagai kerugian (sebagai penyisihan kerugian

investasi pada saat akhir berakhir)


Pengakuan Akuntansi untuk pengelola dana
Dana yang diterima diakui sebagai dana syirkah temporer,
besarnya kas/nilai yang sudah diperhitungkan tapi belum

dibagikan diakui sebagai beban penyandang dana.


Pengukuran
Investasi dalam bentuk kas diukur sebesar yang dibayarkan,
sedangkan yang nonkas diukur sebesar nilai wajar asset nonkas
saat penyerahan.

5. Akuntansi Musyarakah (PSAK 106, 2009e: 2-4)

Pengakuan Akuntansi untuk mitra aktif


Investasi diakui sebagai kas atau asset nonkas, jika asset
mengalami penurunan diakui sebagai kerugian, biaya akad dan
biaya studi kelayakan tidak diakui sebagai investasi (kecuali
ada kesepakatan), dana dari investor pasif diakui sebagai dana

syirkah temporer.
Pengakuan Akuntansi untuk mitra pasif
Investasi diakui saat membayar kepada mitra aktif, biaya yang
dikeluarkan untuk investasi tidak dapat diakui sebagai beban
(kecuali ada kesepakatan), saak masa akad berakhir namun

investasi belum dikembalikan maka diakui sebagai piutang.


Pengukuran
Kas dinilai sesuai jumlah nilai saat diserahkan, asset nonkas
dinilai sebesar nilai wajar, jika ada selisih antara nilai wajar
dengan nilai tercatat nonkas maka diakui sebagai keuntungan
tangguhan dan diamortisasi ke dalam akad, pada saat terjadinya
diakui sebagai kerugian.

6. Akuntansi Ijarah (PSAK 107, 2009f: 2-4)


Pengakuan Akuntansi pemilik
Objek diakui sebesar harga perolehan, pendapatan sewa
(selama masa akad) diakui pada saat asset diserahkan,
perbaikan objek ijarah biaya tidak rutin diakui saat terjadinya

objek ijarah, biaya rutin diakui sebagai beban.


Pengakuan Penyewa
Beban sewa diakui selama masa akad (saat manfaat asset
diterima), biaya pemeliharaan (beban) ditanggung penyewa,
keuntungan atau kerugian tidak dapat diakui sebagai pengurang

atau penambah beban.


Pengukuran
Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat
direalisasi pada periode akhir pelaporan, utang sewa diakui
sebesar yang harus dibayar atas manfaat yang diterima.

7. Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (PSAK 108, 2009g: 2-4)


Pengakuan

Kontribusi peserta diakui sebagai tabarru dalam dana peserta,


bagian pembayaran peserta untuk investasi diakui sebagai dana
temporer dan kewajiban, ujrah/fee diakui sebagai pendapatan
dalam laporan L/R sebagai beban dalam laporan surplus dan

deficit underwriting dana tabarru.


Pengukuran
Penyisihan teknis kontribusi yang belum diperhitungkan dan
belum menjadi hak diukur menggunakan metode yang berlaku
di industry asuransi, klaim dalam proses diukur dalam jumlah
sesuai dalam proses pengelola, klaim yang terjadi belum
dilaporkan diukur sejumlah klaim diekspektasikan.

Pengakuan
1.

Akuntansi Syariah
pengakuan dan pengukuran ditentukan 1.

Akuntansi Umum
hanya terdiri atas akun-akun: aset,

dari awal.
kewajiban, penghasilan, dan beban.
2. memiliki pengakuan dan pengukuran 2.
berlaku untuk semua jenis
yang berbeda sesuai dengan jenis transaksi yang terkait tidak terikat
akuntansinya.
perjanjian
3. Ada dua pengakuan yaitu :
3.
untuk ekonomi masa yang akan
pengakuan akuntansi pembeli dan
datang dan yang bisa diukur secara
penjual (murabahah, salam, istihna),
handa
akuntansi pemilik dan akuntansi
4.
Orentasi pengakuan untuk
pengelola (mudharabah)
penyusunan laporan keuangan neraca
akuntansi aktif dan akuntansi mitra pasif
dan L/R.
(musyarakah)
akuntansi pemilik dan penyewa (ijarah)
4. akuntansi transaksi asuransi syariah
tidak terbagi atas dua pengakuan tapi
5.

disesuaikan transaksi yang terjadi.


Pengakuan beban, kewajiban, aset,

pendapatan beda dengan akuntansi lain.


6. masih ada pengakuan piutang dan
potongan penjualan dan pembelian.

Pengukuran

Akuntansi Syariah
Akuntansi Umum
menurut jenis masing-masing berbeda:
berdasarkan empat item yaitu :
berdasarkan pesanan (murabahah, biaya historis
biaya kini
salam, istishna)
nilai realisasi/penyelesaian
berdasarkan investasi (mudharabah)
nilai sekarang
berdasarkan kas dan non kas

Keempat sebagian diperlakukan di


(musyarakah)
akuntansi
syariah
namun
tidak
berdasarkan pendapat sewa dan utang
keseluruhan.
sewa (ijiriah)

Berlaku untuk akuntansi keseluruhan


berdasarkan klaim (akuntansi
dengan mengadopsi salah satu item
transaksi asuransi syariah).
dasar pengukuran.
SIMPULAN

Akuntansi syariah tidak sama dengan akuntansi umum dalam hal


perlakuan dan pengukuran

Item pengakuan akuntansi umum terdapat di akuntansi syariah namun


perlakuannya berbeda sesuai dengan jenis akuntansinya.

Akuntansi syariah terbagi atas dua pengakuan yaitu pengakuan


akuntansi pembeli dan penjual (murabahah, salam, istihna), akuntansi
pemilik dan akuntansi pengelola (mudharabah), akuntansi aktif dan
akuntansi mitra pasif (musyarakah), akuntansi pemilik dan penyewa
(ijarah) kecuali akuntansi transaksi asuransi syariah tidak terbagi atas
dua pengakuan tapi disesuaikan transaksi yang terjadi.

Pengakuan akuntansi syariah memperhitungkan akad/perjanjian.

Akuntansi umum tidak ada suatu perjanjian khusus

Pengukuran akuntansi syariah masing-masing berbeda: berdasarkan


pesanan

(murabahah,

salam,

istishna),

berdasarkan

investasi

(mudharabah), berdasar kas dan non kas (musyarakah), berdasarkan


pendapat sewa dan utang sewa (ijiriah), berdasarkan klaim (akuntansi
transaksi asuransi syariah)

Pengukuran akuntansi umum yaitu biaya historis, biaya kini, nilai


realisasi/penyelesaian, nilai sekarang, diperlakukan di akuntansi
syariah namun tidak keseluruhan

C. Prinsip Modal Pokok dalam Akuntansi Islam


Diantara

tujuan

mengembangkannya

syariat
melalui

Islam
jalur-jalur

ialah

menjaga

yang

syari,

dan
untuk

merealisasikan fungsinya dalam kehidupan perekonomian serta


membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada Allah SWT.
Sumber-sumber hukum Islam telah mencukup kaidah-kaidah yang
mengatur pemeliharaan terhadap modal pokok (kapital). PrinsipPrinsip Akuntansi pada Modal Pokok yang terpenting diantaranya
sebagai berikut.
1. Tamwil dan Syumul (Mengandung Nilai dan Universal)
Modal

itu

harus

dapat

memberikan

nilai,

yaitu

mempunyai nilai tukar di pasar bebas. Bisa saja, modal beda


dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk uang, barang
milik, atau barang dagangan selama harta itu masih bisa dinilai
dengan uang oleh pakar-pakar yang ahli di bidang itu serta
disepakati oleh mitra usaha.
Rasul-maal (modal awal) juga bisa berbentuk manfaat,
yang dalam konsep akuntansi positif disebut ushul manawiah
(modal nonmateri), seperti halnya sesorang yang terkenal
maupun nama baik dan hak-hak istimewa. Oleh karena itu dalam
konsep akuntasi Islam, kapital mempunyai makna universal dan
luas, yang meliputi uang, benda, atau yang nonmateri.

2. Mutaqawwim (Bernilai)
Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan
secara syari. Jadi, harta-harta yang tidak mengandung nilai
tidak

termasuk

dalam

wilayah

akuntansi

yang

sedang

dibicarakan, seperti khamar, daging babi, dan alat-alat perjudian.


Di suatu negara yang berhukum kepada hukum Islam,
tidak boleh masuk kedalam keuangannya atau keuangan
masyarakatnya yang muslim jenis-jenis harta yang tidak boleh
dimafaatkan secara syari. Jika didapati, harus disita dan
menghukum orang-orang Islam yang memilikinya.
3. Penguasaan dan Pemilikan yang Berharga
Mal atau harta itu harus dimiliki secara sempurna dan
dikuasainya sehingga ia dapat memanfaatkannya secara bebas
dalam bermuamalah atau bertransaksi. Sebagai contoh, tidak
boleh bagi seseorang untuk memulai dengan pihak lain kerja
sama dalam uang dan pekerjaan dengan janji membayarkan uang
tersebut dikemudian hari atau uang itu masih bersifat utang
(dalam jaminan), seperti yang ditegaskan oleh ulama fiqih dalam
fiqih syarikah.
4. Keselamatan dan Keutuhan Ra,sul-maal
Sistem akuntansi Islam menekankan pemeliharan terhadap
kapital yang hakiki, seperti yang tergambar dalam sabda Rasul sebagai
berikut.Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak
akan menerima laba sebelum dia mendapatka rasul-maalnya (modal).
Demikian juga, seorang mukmin tidak akan mendapatkan amalanamalan

sunnahnya

sebelum

ia

menerima

amalan-amalan

wajibnya. (HR Bukhari dan Muslim)


Jadi, kalau modal belum dipisahkan dan keuntungan telah dibagi,
itu dianggap telah membalikan sebagai modal kepada si pemilik

saham. Hal inilah yang banyak menimbulkan masalah dalam


perusahaan-perusahaan.
Hukum Islam juga mengadung apa yang kita bahas, yang
diantaranya tentang penentuan harga berdasarkan nilai yang berlaku di
pasar bebas yang jauh dari tipu muslihat, monopoli, dan semua jenis
jual beli yang dilarang syari, yang menyebabkan memakan harta
orang lain secara batil. Pendapat ahli tafsir dan ulama fiqih tentang
pemeliharaan modal (rasul-maal) hakiki.
1. Imam ar-Razi berkata, Yang diinginkan oleh seorang saudagar
dari usahannya ialah dua hal: keselamatan modal dan laba.
2. Imam an-Nasafi berkata, Sesungguhnya tuntutan dagang itu
ialah selamatnya modal dan adanya laba.
3. Ibnu Qudamah berkata, laba itu ialah hasil pemeliharaan
terhadap modal.
4. At-habari

berkata.

orang

yang

beruntung

dalam

perdagangannya ialah orang yang menukar barang yang


dimilikinya dengan suatu tukaran yang lebih berharga dari
barangnya semula.

Anda mungkin juga menyukai