Anda di halaman 1dari 312

PENERBIT Mizan

Editor: Ihsan Ali-Fauzi


Haidar Bagir

Diterbitkan atas kerja sama dengan


FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat) Jakarta

&
reneasir
KHAzANAH Mi:
ILMU ILMU ISLAM
K MENCARI ISLAM
OTOBI OGRAFI -

AL KAUM MUDA MUSLIM INDONESIA


ANGKATAN 80-AN
Editor: Ihsan Ali Fauzi dan Haidar Bagir
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved -

Cetakan I, Muharram 1411/Juli 1990


Cetakan II, Dzulqa'dah 1413/Mei 1993
Cetakan III,Jumada Al-Tsaniyah 1415/November 1994
Diterbitkan oleh Penerbit Mizan -

Anggota IKAPI -

- Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124


Telp. (022) 700931 - Fax. (022) 707038
Desain sampul: Gus Ballon
Foto sampul. Bolil Syailillah
Pelaksana: Biro Desain Mizan
-

--

UCAPAN TERIMAKASIH

Banyak pihak yang telah membantu pelaksanaan penerbitan buku


ini. Kami merasa perlu menyatakan terimakasih sebesar-besarnya ke
pada Mas Djohan Effendi dan Bang Fachry Ali yang, langsung atau
tidak, menginspirasikan lahirnya proyek ini. Terimakasih juga kami
sampaikan kepada para penulis, rekan Istifaiyah dan Ibrahim Alief
(Yogyakarta), yang turut memperlancar penyelesaian program penerbit
: an ini. Akhirnya, terimakasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan
di Penerbit Mizan, Bandung, dan Forum Mahasiswa Ciputat (FOR
MACI), Jakarta, atas bantuan-bantuan mereka yang tak terhitung nilai
aya

Jakarta, Juli 1990


IAF dan HB
y

ISI BUKU
| MENCARI DIRI SENDIRI, MENCARI ISLAM
i - -
Ihsan Al-Fauzi dan Haldar Bagir
: - -
-
-

SESUDAH SAYA MASUK ISLAM LAGI


- - - Hamid Basyaib
- ---.
31
TRADISI ISLAM DAN STRATEGI BUDAYA.
CATATAN PERJALANAN SEORANG SANTRI JAWA
i - - Ali Munhanif 57
SEBUAH PENGUNGKAPAN DIRI
Samsu Rizal Panggabean -
79
BELAJAR MENJADI MUSLIM:
SEBUAH CATATAN KECIL
Nurul Agustina 109
ANTARASERANG DAN BANDUNG
SEBUAH PENCARIAN GAGASAN
| Tb. Furqon Sofhani-
133
| TRANSFORMASILMUDANMASYARAKAT
- - OBSESI SEORANG ANAK DESA
Saiful Muzani 157

s | -

KESAKSANSEORANGANAKPETANAnharudin
MUSLM -

- m. 191

DARISLAMSEJARAH MEMBURUSLAMIDEAL
MI'RAJ TANGISAN SEORANG KURBAN :
Yudi Lati 221
MENUJU SUKTUTEOLOGYANG MEMBEBASKAN
Budhy Munawar-Rachman :
------

MENGOBAMENGHIKMATILUKA
Miranda Risang Ayu
INDEKS
-----------ux-&-
--“
-“
s** "*:,

-
- -

- -
-

-
- - -

- -

-
-

-
-
-
-
- -
- -
NV8Hi rIV zfiv4 tum mpnd 4z upnup/ z961 ip
munww/ ym"p" nin) unt umsnun/ /"p1/V uop n/v:114 : VI AII
/jumKS m(mpl/i 'umin, m/ muv4 (6861) 1mu!uad ipn1sipn1:
umumslaw lui vämt ymkumq jinu*u. 12:1:140 Aup7ua, -22,
upuois, Ip inhwqlad vip.’u "tamu 1vuoj:vu pos tu; pip
wtwn: null ump 'upp&opnq2x InunL()
un ti",
MENCARI DIRI SENDIRI, MENCARI ISLAM
Ihsan Ali-Fauzi dan Haidar Bagir

Suatu kali, seorang Muslimah tua datang kepada Nabi Muhammad


saw. Ia bertanya kepada Nabi, apakah kelak ia akan masuk surga. Di
luar dugaannya, Nabi menjawab: ”Tidak, tak ada wanita tua di surga.”
Maka menangislah ia, karena kesedihannya. Bukankah sudah pasti
nubuatan sang Nabi? Melihat reaksi wanita tua itu, diriwayatkan bahwa
Nabi buru-buru menambahkan, sambil tersenyum: "Tentu saja engkau
masuk surga, tapi hanya setelah engkau dimudakan oleh Allah. Peng
huni surga hanyalah orang-orang muda.”
Anekdot di atas cukup sering diceritakan orang, biasanya untuk
menunjukkan sifat humor Nabi Muhammad. Padahal, sebenarnya, di
dalamnya terkandung pesan yang lebih mendasar: bahwa Islam meng
hargai kemudaan sedemikian, sehingga Allah merasa perlu memudakan
para penghuni surga. Dengan kata lain, Islam menunjukkan adanya
suatu keutamaan dalam kemudaan.
Di samping anekdot di atas, kita masih ingat tentang penghargaan
Rasulullah kepada tokoh-tokoh muda di zamannya. Kita, misalnya,
cukup akrab dengan kisah penunjukan Usamah bin Zaid - pada waktu
itu masih berusia belasan tahun - oleh Rasul untuk menjadi panglima
salah satu
meskipu ekspedis
n harus i militer
mengun terbesar
dang risiko , Mu'tah,
protes di akhir
dari para Sahabathayat
nya. beliau
p

Barangkali ada manfaatnya untuk mengutip pula di sini salah satu


hadis Nabi - yang, meskipun begitu, mesti diperiksa lebih jauh kesahih
annya - yang menyatakan: "Jika seseorang telah mencapai usia empat
1 I
12 Mencari Islam al b -

luh tahun, sedangkan ia belum melak ukan hal-hal yang berarti, maka
-

E hidupnya.” (Bandingkan dengan peribahasa populer dalam


bahasa Inggris yang menyatakan bahwa hidup baru mulai Pada usia
empat puluh tahun [life begins at forty]).
>k xk ik

Sudah merupakan suatu klise, orang menyatakan bahwa kaum


muda - selain kenyataan bahwa mereka adalah kelompok masyarakat
dengan jumlah paling besar - memiliki peran menentukan dalam nasib
masyarakatnya, khususnya di masa depan. Karena itu, pemahaman
mengenai pengalaman, persepsi dan cita-cita mereka merupakan suatu
keharusan. Tetapi, betapa sering kita terlambat, bahkan gagal melaku .

kannya. Dan ketika kita sadar, suatu kesenjangan yang amat lebar telah
menghadang di antara kita dan mereka. Sehingga, suatu kesinambungan
yang mesti diupayakan demi mewujudkan perkembangan yang progre
sif, akan gagal diwujudkan. Sebagai akibatnya, muncul risiko keter
putusan masa depan dengan masa lampau yang menghasilkan kemun
duran (set back), atau suatu loncatan yang menimbulkan ketidak
seimbangan. -

Lebih dari itu, sebenarnya, menyatakan bahwa kaum muda adalah


"harapan masa depan” boleh jadi merupakan suatu depresiasi
ketimbang apresiasi. Kaum muda, boleh jadi, bukan sekadar potensial
bagi masa depan suatu bangsa: ia adalah sumber daya aktual bahkan
pada masa sekarang ini. Berbicara secara umum, anak muda cenderung
bersifat dinamis dan penuh cita-cita. Tapi, yang terpenting, (seharus
nya) mereka belum lagi menjadi bagian dari kemapanan (establishment)
yang cenderung melahirkan vested interest, kelembanan (inertia) dan
kecenderungan kepada status quo. Oleh karena itu, kaum muda lebih
dapat diharapkan mendukung perubahan. Yang perlu dilakukan atas
mereka adalah menumbuhkan tradisi berpikir rasional dan intelektual
di kalangan mereka. Maka karakteristik-karakteristik (baca: kelebihan
kelebihan) khas mereka itu akan memungkinkan kontribusi-kontribusi
khas pula, yang sesuai dengan itu. -

Kegagalan dalam memahami hal ini bukan sai


kesadaran mengenai perlunya dibuka ruang Euntuk
kaum muda dalam berkiprah secara aktif dalam masyarakat nya
kan - sebaliknya - dapat pula melahirkan tindaka : ya, melain :
memasung kreativitas mereka. Artinya, kaum muda : indakan yan
sebagai objek rekayasa - untuk tujuan-tujuan 6$t : an lebih dilihat
bang sebagai subjek-subjek yang diharapkan
Hubungan yang muncul antara kaum
E:
muda dan : ko
- ketim
ntribusinya.
yang selebihnya pun akan lebih ber:
Paternalistik. : rekayasa (
Dersifat 9ta masyarakat
°ngineering ) yang
* k k
- - *nsantar Editor, Mencari pir sendiri 18
Buku ini berisi kum
tual, yang ditulis oleh s Pulan esei, dal am bentuk otobiogr
- - - .....-- r: :
afi intelek.
“Puluh anak muda Muslim di
* Muslim di negeri ini. Ke.
sepuluh, k
- - -
- - -
anak muda itu, yang berasal E berbagai perguruan tinggi
negeri dan swasta yang ada di Pulau Jawa, kecuali satu (An -

lahir pada dekade 60-an dan E


menghabiskan .
scbagian
didikan tinggi mereka Pada dekade 80-an yang baru lalu. Itulah sebab.
nya, menSaPa trase "angkatan 80-an” kami se:takan sebagai anak judul
buku ini, walaupun tentu saja kesepuluh anak muda itu sama sekali
tidak mewakili sekian J* anak muda Muslim yang ada di Indonesia.
Di dalamnya dapat kita baca dan nikmati berbagai bentuk pengungkap.
an diri mereka, khususnya Pengungkapan-pengungkapan diri yang ber
kaitan dengan arena sosialisasi diri mereka dan formasi intelektual
mereka hingga saat ini.
MensaPa kami mengajak anak-anak muda Muslim tersebut untuk
menulis mengena i diri mereka sendiri? Mengapa kesepuluh anak muda
itu, yakni Yang sempat melanjutkan pendidikan mereka hingga tingkat
perguruan tinggi - bukan yang lainnya yang tentu saja berjumlah sangat
banyak - yang kami pilih? Mengapa bentuk otobiografi intelektual
yang kami ambil untuk penulisan itu? Dan akhirnya, mengapa pula
kami berharap bahwa para pembaca dapat menemukan sesuatu yang
berguna dari cerita-cerita mengenai hidup dan pergumulan pemikiran
anak-anak muda itu?
•k : x

Kaum muda Muslim yang bergiat pada dekade 80-an, seperti juga
setiap generasi kaum muda terdahulu, mempunyai preseden (latar
belakang) historis tersendiri. Preseden tersebut, secara sosial membentuk
kesadaran akan posisi mereka dan secara intelektual mewarnai gagasan
gagasan yang mereka kembangkan, serta secara budaya mempengaruhi
bentukan refleksi mereka akan strategi kebudayaan yang harus mereka
emban pada masa mendatang. Kesemuanya itu, sehubungan dengan
perubahan-perubahan penting yang dengan deras terjadi, baik di tanah
air maupun di dunia internasional pada umumnya (dengan implikasi
sosial, ekonomi, politik dan budaya yang tidak kecil), serta perubahan
politik kemahasiswaan pemerintah Indonesia di kampus-kampus pada
khususnya, tentu saja berbeda dengan preseden historis yang meling
kupi generasi kakak-kakak mereka.
Pada hemat kami, ada indikasi kuat bahwa, dimulai sejak akhir
dekade 60-an, kaum Muslim di Indonesia makin intens memperlihatkan
pergumulan mereka dengan realitas baik keislaman maupun keindone
siaan, dalam lapangan teoretis-intelektual maupun praktis. Hal ini tentu
saja berkaitan dengan makin tersedianya jalur-jalur untuk pernyataan
diri-secara-sosial itu, setidak-tidaknya dan terutama karena sejak masa
itu kesempatan untuk memasuki dunia perguruan tinggi sudah mulai
terbuka lebar untuk kaum Muslim. Inilah investasi mahapenting, Yang
14 Mencari Islam
belum pernah terjadi pada "* sebEBelanda mempunyai andil
diketahui, penjajaha: ak negeri khususnya kaum
besarSeperti umum
di dalam kemunduran pendidikan anak neg ia dengan berkuasa
Muslim. Sejarah kolonialism: Belanda, yané berm Perusah I a.
- - Indische Compag’:° atau Perusanaan India
nya VOC (Vercenigde Oost Ind salah pendidik.
-

Timur), hampir samapendidikan


Sedikit kesempatan memperhatika:
sekali tidakyang diberikan:ma -
, Dun da i:
:
-
dlain

rangka memenuhi kepentinga": sendiri - hanya terbuka untuk


orang-orang Kristen Eropa ma"P: pribumi. Perubahan berarti baru
terjadi pada zaman "Kebijakan Etis” pada 1901. Inilah kebijakan
kolonial yang, seperti diakui AmrY vandenbosch dalam The Dutch East
indies, "bersumber terutama dari segi manusiawi, yang menyatakan
bahwa Belanda berutang budi kepada Indonesia atas keuntungan
keuntungan masa lalu yang telah diperolehnya dari Indonesia.” Kebijak
an Etis itu, pada hakikatnya, merupakan ”suatu Progra" kesejahtera
an yang berupaya memacu dan mengarahkan kemajuan ekonomi,
politik dan sosial.” Yang berkaitan dengan diskusi kita sekarang adalah
perhatian besar yang diberikan kepada pendidikan gaya Barat, dan hal
ini menyebabkan semakin banyak orang Indonesia memasuki sekolah
sekolah umum. Namun, dibandingkan dengan jumlah keseluruhan pen:
duduk Indonesia, jumlah itu masih sangat kecil, dan yang lebih kecil
ialah jumlah pelajar dari kalangan Muslim ”santri” (tentang istilah
Muslim "santri” ini, lihat penjelasannya di bawah). Hal ini, di satu sisi,
disebabkan oleh politik pendidikan yang bersifat diskriminatif - yang
menguntungkan hanya segelintir kaum priyayi pribumi feodal - dan, di
: Ei oleh politik nonkoperatif para ulama terhadap pemerintahan
OIOI\13.I. -

Baru pada dekade 60-an kaum Muslim ”santri” - ini pun masih
E terbatas jumlahnya - mempunyai kesempatan m: pen
ikan tinggi.
”agama” Beberapa
(dengan perguruan
maksud agama tinggi
Islam yang
tentu berlabel
saja) b ”Islam.”
slam: atau
atau sekurang-kurangnya berjalan secara lanca : didirikan 3.IUl

pada dekade 70-an, Indonesia melewati E Pada dekade ini. Dan


belum banyak dibahas - dalam sejarahn : penting - yang
Itulah dekade yang di dalamnya E Sebagai bangsa merdeka.
tama kalinya, munculnya sejumlah E untuk per

sebagian besar lulusanE : ulusan


Yang relevan dengan pembicaraa perguruan tinggi.
adalah kenyataan bahwa
Ita

belakang kebudayaan Islam. E : tinggi tersebut berlatar


menimbulkan beberapa masalah. E demikian akan
oleh pemimpin-pemimpin Islam : agamana sering dinyatakan
pada awal tulisan ini -
- b
bahwa kare 'Yang juga telah kami singgung
-

memeluk agama Islam, maka me “": mayoritas penduduk Indonesia


- - ngataka -

'E : E"E
b: :
kenyataannya ialah bahwa hal itu ada
ya Juga, seba
Pengantar k.ditor, Mencari diri sendiri 1,
para ahli dan pengamat melihat adanya perbedaan antara Muslim
“sejati” dan Muslim ”nominal” (atau, seperti yang diperkenalkan oleh
antropolog Clifford Geertz, sebagai Muslim ”santri” dan Muslim
"abangan"), sehubungan dengan kenyataan bahwa pada masa-masa
sebelumnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan hanya terbuka
bagi orang-orang Kristen dan kaum priyayi dengan ciri-ciri keislaman
yang "khas”. Dengan demikian, mengatakan bahwa sebagian besar
lulusan perguruan-perguruan tinggi itu adalah Muslim berarti mengata
kan bahwa mereka adalah Muslim ”sejati”, apa pun kiranya makna
istilah ”sejati” tersebut. Muslim "santri” atau Muslim ”sejati” inilah
yang kami maksudkan dengan Muslim dalam tulisan ini.
Nah, anak-anak muda Muslim generasi 60-an, berbeda dengan
generasi-generasi sebelumnya, dengan relatif mudah dapat memasuki
gedung-gedung sekolah, walaupun - seperti telah dikemukakan -
untuk tingkat perguruan tinggi jumlahnya terhitung masih sedikit.
Dengan bangkitnya Orde Baru yang di dalamnya mereka juga punya
andil, mereka - lagi-lagi jika dibandingkan dengan generasi-generasi
sebelumnya - relatif makmur secara ekonomis dan terbebas dari hiruk
pikuk kesibukan politis dalam rangka pembentukan dan pemapanan
bentuk nasionalisme Indonesia. Tetapi, pada saat yang bersamaan,
mereka juga adalah anak-anak muda yang menyaksikan di depan mata
-
runtuhnya Islam sebagai sebuah kekuatan politik di negeri ini (tidak
diperbolehkannya rehabilitasi Masyumi, gagalnya Parmusi, dan seterus
nya). Ini sangat tragis, sebab mereka jugalah yang menyaksikan sendiri
- ketika mereka masih remaja - kuatnya posisi tawar-menawar kekuat
an-kekuatan politik itu pada dekade sebelumnya.
Ada berbagai respon yang diambil terhadap kenyataan ini. Dua
kecenderungan tampak mencolok: pertama, menjauhkan politik
praktis, dan bergerak dalam bidang budaya serta pengembangan intelek
-

tualisme, dengan keyakinan bahwa bidang-bidang ini dapat merupakan


asset strategis kaum Muslim yang besar di masa mendatang (pernyataan
Nurcholish Madjid bahwa ”Islam yes, partai Islam no” adalah slogan
paling meyakinkan untuk kecenderungan ini); dan kedua, lepas dari
diskursus politik secara formal-konstitusional, dan bergerak dalam jalur
yang dapat disebut di bawah permukaan, sambil sama sekali tidak
melupakan the political Islam.
Kedua kecenderungan besar ini tetap mempengaruhi bentuk ke
giatan anak-anak muda Muslim dekade 70-an. Kegiatan-kegiatan anak
anak muda Muslim inilah yang menandai semaraknya gairah keislaman
di Indonesia pada dekade 70-an. Namun demikian, perlu dikemukakan
juga, ini sama sekali bukanlah fenomena yang khas terjadi di Indonesia.
Pada dekade ini, dunia secara umum memang menyaksikan fenomena
: kebangkitan agama-agama secara luas, yang berjalan seiring dengan ke:
luhan banyak orang mengenai ketakadekuatan ideologi-ideologi sekular
di dalam menjawab masalah-masalah yang semakin lama semakin kom

|
------------:
kebangkitan agama ini diperkuat
Omena
leks. Dalam konteks E mereka, akibat gil boog Ying me
khususnya di kawasan Timur Tengah, Oil
leh kebangk itan kekuata"
:-

Islam mber darinya petrodollar, yang ikut me


: negara-negara
Eoom inilah, y: E kaum Muslim, khususnya di bidang ke.
"minyaki" kegiatan-kegia pendidikan, dakwah, dan penerbitan. Semua -

giatan-kegiatan pemiki: oleh para pengama' disebut dengan feno. :


perkembangan inilah : dan semuanya itu telah mempertebal kt.
"kebangkitan.1° : kepercayaan mereka akan kesalihan hebuah
IInt Il3

yakinan kaum : bahwa, pada penghujung setiap abad, seorang :


hadis yang
pembaru
E
akan lahir
suatu perubahan Y:8 radikal akan terjadi.
ierungan inilah, maka pada dekade
Dari -
kecen derungan-kecenderu:8
ncul dengan luasnya perkumpulan-per.
-

70-an, kita menyaksikan ": Il- engajian :ut:lu CCTIII)


1. -
amah-cerumah
- : k
(:Criu IIAI) ke ..:: - - -

lan remaja
kumpula: k
masjid, pengajia"P°":
-kampus, dan mulai diterbitkannya secara jauh lebih - --- : -
:
:
E dekade ini pula lahirlah doktor doktor -
-

: E Muslim ”santri” dan mulai bertambah banyaknya Jum :


iah cendekiawan Muslim di negeri sudah dikemukakan, ini. Seperti
fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya. Inilah, antara lain, indi.
kator dari apa yang telah kami nyatakan sebagai makin intensnya kaum
Muslim berdialog baik dengan realitas keislaman maupun keindonesia. :-

dll.
: -

walaupun
keislaman demikian, sejalan
di kampus-kampus dandengan semaraknya
semakinsecara
di lingkungan atmosi
umum ". anak
anak muda Muslim dekade 70-an juga merasakan semakin mamp°"Y" :
jalur-jalur untuk menyuarakan aspirasi sosial-politik mereka sehubung :
an dengan rekayasa politik pemerintah yang begitu hebat. Semen" :
itu, dari sudut ekonomi, mereka juga mulai menyaksikan kelemahan
sistem ekonomi pintu terbuka yang sejak 1968 diterapkan oleh pem:
rintah Orde Baru. Mereka misalnya, karena pengalaman pengala"
konkret yang mereka temukan sehari-hari, semakin yakin bahwa pe:
besaran kue pembangunan belum atau bahkan tidak berarti penyemp"
anjurang kaya-miskin.
Pati sudut ini, kebangkitan Orde Baru, yang oleh generasi muda
E 60-an disisambut
Musli
di but dengan penuh optimisme, perlahan lalian :
-

-
lai

E : E dan lebih pesimistik. Gagasan pokok p:


*, seperti sekularis ne: , sar
: c---------- pada tema-te ma untuk menunjang
i.... 1:
•muniang "
...au be"
jalan seiring den
-
bagai ideologin
d
: dan liberalisasi
-
:
: . .
pemikiran
Il -
- yang
-

ue": -

:
St:
E Orde Baru, dengan pembang" -

1l Inil:
Mw

“ma yang E “". Perlahan-lahan mulai beralih kepada E.


iu l
“ma semacam :ngarian alternatif. selain me" |
lakuk:
:"kan *ne religius”,
kritik atas moderni
- - ada ke:
, ada kecenderungan an lain
lai un": :
Ekritik
pihak Barat sendiri. van, "tas a la Barat sejalan deng" 70 ul 1)

" sembari m: Yang mencuat sejak


"Promosikan tema "" p: paruh pertama
E : dek"
l, bidank -

°ma ”Islamisasi” di segalit


::
:
:

Pengantar Editor, Mencari Diri sendiri 17


hidupan. Keterlibatan beberapa cendekiawan dan anak-anak muda
Muslim, pada dekade ini, dalam mendirikan dan menjalankan lembaga
lembaga untuk penelitian dan pengembangan masyarakat, antara lain,
adalah cerminan keprihatinan sosial mereka atas kondisi objektif ke
indonesiaan saat itu. Demikian pula halnya dengan eksperimen-eksperi
men ”Islamisasi” suatu atau beberapa kelompok tertentu dari kalangan
Muslim, baik dalam bentuk bank Islam, universitas Islami, maupun
pengajuan konsep-konsep semacam sains Islami, sistem politik Islami,
dan sebagainya.

Kombinasi dari semuanya ini, pergeseran bentuk-bentuk kegiatan


dan pemikiran dari yang berorientasi kepada politik praktis kepada
bentuk-bentuk kegiatan dan pemikiran yang lebih berorientasi budaya
dan intelektual, serta kritik terhadap kondisi objektif, menghasilkan
- sebut saja - ”intelektualisme yang lebih aktivistik”, atau - boleh
juga disebut - ”aktivisme yang lebih intelektualistik”. Artinya, ada ke
sadaran baru bahwa aktivisme murni, kalaupun membuahkan hasil,
hanya akan meruntuhkan tatanan lama tanpa menyediakan alternatif
baru yang lebih baik yang - untuk tingkat kemanusiaan sekompleks
seperti perkembangan yang paling belakangan - tentu membutuhkan
elaborasi intelektual tinggi. Sebaliknya, sekadar intelektualisme steril
tidak akan dapat diandalkan sebagai senjata yang efektif untuk me
lawan tatanan yang dipandang telah sedemikian tidak menguntungkan.
Demikianlah, maka, walaupun terdapat kecenderungan untuk mening
galkan - tepatnya, menunda - keterlibatan aktif dalam politik praktis
karena alasan-alasan yang semata-mata ”taktis”, yang sebagiannya telah
disebutkan di muka, kita dapati beberapa cendekiawan dan anak muda
Muslim yang - selain bergerak dalam rangka emansipasi sosial dan eko
nomi rakyat kecil lewat LSM-LSM - juga bergerak dalam dan meng
andalkan bidang-bidang kesenian, kebudayaan, pendidikan, dan lain
nya.

>kxk k

|
Kecenderungan-kecenderungan seperti terurai di atas terus ber
lanjut pada dekade 80-an. Pada dekade 80-an ini, kegiatan-kegiatan di
sekitar dakwah dan diskursus pemikiran keislaman di kampus-kampus,
oleh remaja-remaja masjid, atau bahkan di perkantoran-perkantoran
swasta dan birokrasi, jauh lebih semarak ketimbang dekade sebelumnya.
Oleh mahasiswa-mahasiswa Muslim, bentuk kegiatan seperti ini bahkan
sudah merupakan sesuatu yang mapan. Di samping sejalan dengan arah
perkembangan yang sebelumnya, yakni yang lebih berorientasi kepada
pengembangan intelektualisme, bentuk-bentuk kegiatan ini - antara
lain - juga dapat dijadikan alternatif dari keadaan semakin sulitnya

i
:was:-

-
-

-
-

18 Mencari Islam - baik intra maupun ekstra


organisasi-organisasi formal
kemah asiswaan
akan aspirasi mer ka, akibat pemberlakuan
e :
kampus - untuk menyua: us dan kebijakan pengasastunggalan Panca. ::
NKK-BKK di kampus-kamp k-bentuk rekayasa sosial
sila bagi seluruh organisasi maSSa, serta bentu : -

p olitik p
pemerintah
lagi khusus dan perlu die* dari E :
lainnya. - - - ----> - 11 -
:

Ada lagi : uda Muslim angkata: 80-an ini tumbun. ereka -

tempat anak-anak m
- ratif lai
h, dibandingkan dengan generasi-
-

E bahwa bertambah E per


kembangan teknologi pada dekade ini, khususnya teknologi informasi,
i

telah m:mberi dan menyediakan mereka ak:° kepada sumber in:masi -


-

:E-

yang luas dan memungkinkan mereka untuk menjangkau wawasan yang -:

iebih luas ketimbang sebelumnya. Wawasan Y*8 lebih luas ini mau tak --
- -

mau menjadikan mereka lebih terbuka untuk menerima gagasan-gagasan


-

baru, baik yang berasal dari kalangan Muslim maupun kalangan yang -

bukan Musim - meskipun ada kecenderungan bahwa sikap kritis te


rus dipelihara.
Dekade 80-an, antara lain, juga ditandai dengan muncul dengan
luasnya penerbit-penerbit Muslim dan, bersamaan dengan itu, dipubli
kasikannya banyak sekali buku-buku keislaman, baik karangan asli se ::-
orang cendekiawan Muslim Indonesia maupun terjemahan hasil karya
pemikir-pemikir Muslim di luar negeri. Pada dekade inilah, buku-buku
karangan orang seperti Imaduddin Abdurrahim, Endang Saefuddin
: E : Jalaluddin Rakhmat, Amien Rais, atau :
cendekiawan Muslim Indonesia lainnya, serta Hasan Al-Banna. Sayvid --

9:b, Al-Maududi, Ali Syari’ati, Fazlur Rahman, sayyid 'E :


::buku keislaman ini, pada kenya.
taan lal -: : -

: :"
Kenyataan menjadi buku yang terlaris dibelihuioleh masyarakat
Ini terus berlangsung sampai pada y :
:

Jika pada dekade 70-an budaya t p Penghujung dekade ini.


ya tutur (ceramah-ceramah, diskusi-dis
kusi
-
aksidental) terasa sangat mendomi
keislaman di kampus-kampus
-

at -

nasi atmosfir kegiatan-kegiatan


-
- - -

- pada dekade ini - budaya m: di tempat-tempat lainnya, maka

gkinan bagi
": "embantu
Pemecahan ereka
anak-anak muda
dan di dalam pencarian
“8a masalah yang mereka
*an dengan itu para maha.
Pengantar Editor, Mencari Diri Sendiri 19
siswa di kampus, kelompok yang biasanya diidentifikasi banyak orang
sebagai cendekiawan atau intelektual dan - karena itu - idealis-idealis
muda, adalah kelompok anak muda yang paling merasakan suasana ini.
Demikian juga dengan anak-anak muda Muslim.
Tetapi, bersamaan dengan itu, mereka juga makin merasakan
dampak-dampak negatif pembangunan, baik dalam bentuk menggejala
nya konsumerisme secara luas, bertambah-kuatnya demoralisasi, atau
munculnya konglomerasi, maupun dalam bentuk semakin dikurban
kannya kepentingan rakyat kecil, yang sebagian terbesar adalah bagian
dari umat mereka, dan seterusnya. Sejalan dengan perkembangan ini,
mereka turut pula menyaksikan berbagai perubahan fundamental dalam
skala global. Perubahan-perubahan itu dimulai oleh bangkitnya kekuat
an keagamaan dalam bentuk revolusi Islam di Iran, dipimpin oleh para
agamawan negeri itu, pada 1978. Walaupun revolusi yang spektakuler
itu terjadi pada akhir dekade 70-an, namun gema dan greget internasio
nalnya, yang antara lain dapat dilihat pada berbagai kebijakan politik
globalnya, baru sangat terasakan pada dekade 80-an itu. Pada dekade ini
pulalah terjadi berbagai pemberontakan terhadap penguasa-penguasa
korup di dunia ketiga, dan semakin runtuhnya ideologi komunis-sosialis
di berbagai tempat yang dimulai dan sekaligus dipengaruhi oleh peres
troika-nya Mikhail Gorbachev, pemimpin Uni Sovyet, negara leluhur
ideologi kiri ini.
Akumulasi seluruh peristiwa ini, baik yang terjadi pada tingkat
nasional maupun global, memberi kesan tersendiri dalam benak anak
anak muda Muslim dekade 80-an. Revolusi Islam di Iran telah menjadi
salah satu bukti kuat untuk kebenaran pernyataan banyak futurolog
mengenai kebangkitan agama di abad modern yang sekularistik. Dan
dalam rangka kesadaran keislaman umum, lepas dari setuju atau tidak
nya seseorang pada bentuk pemerintahan yang diambil penguasa Iran
pasca-revolusi, peristiwa itu telah menumbuhkan militansi keislaman
yang kuat.
Militansi inilah yang telah memperkuat keterlibatan mereka,
sebagai anak-anak muda Muslim, dalam dialog-dialog mengenai keislam
an dan keindonesiaan. Pada dataran militansi ini, mereka mungkin tak
dapat dipandang lebih hebat ketimbang generasi sebelumnya. Tetapi
terdapat kesan sangat kuat bahwa pola kegiatan dan pemikiran yang
mereka coba kembangkan sesuai kemampuan mereka telah berubah
dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Selain bertambah
kentalnya kecenderungan-kecenderungan di kalangan kaum muda
dekade sebelumnya itu, ada gairah dan keseriusan lebih besar untuk
menggali khazanah moral atau kajian-kajian keilmuan tradisional Islam.
Kesemuanya itu, dengan berbagai cara, digabungkan dengan apresiasi
mereka terhadap ilmu-ilmu modern ”non-Islam”, dan diupayakan

s.
:

-
-

-
-
:
20 Mencari Islam -rumusan yang , di satu segi, mampu men. :
- musan amannya; sementara, di segi ,

untuk melahirkan " kontempore *


jawab : keislamannY*
lain, tetap mem e
-
:
:
>k kk

d ang esel otobiogra fisnya


- - kami sertakan dal am
AE kecil dari anak-anak muda yang tumbuh di -

ontologi: us pada dekade 80-an itu. Concern keagamaan, keumatan,


kampus-kampus P lu diragukan. Dalam pertumbuhan
: E idealis-idealis
kebangsaan mereka tak muda
perlu di: kampus-kampu: mereka meng :
:

Eatmosfir seperti yang telah see* ringkas digambarkan di atas.


Mereka rata-rata berasal dari keluarga - atau dapat disebut sebagai
- Muslim "santri”, sebagian besar lahir di desa-desa, dan sejak lahir -

mereka telah tersosialisasikan dalam lingkungan Islam dan telah di: -

tanamkan keyakinan bahwa Islam adalah agama yang benar. Tetapi


Eka tidak berlatar belakang tradisi atau budaya keagamaan yang
sama. Dalam pertumbuhan mereka sejak masa kanak-kanak, pada
dekade 60-an dan awal 70-an, konflik antar-faksi-faksi budaya keagama
an dalam lingkungan Islam, masih sangat terasa. :
Kehidupan ekonomi keluarga mereka menjajar dari keluarga yang l
sangat miskin hingga yang berkecukupan. Ini juga merupakan gambaran
pada umumnya kondisi ekonomi kaum Muslim di Indonesia. Tidak
mengherankan jika emansipasi ekonomi merupakan salah satu tema :
sentral dalam pergumulan pemikiran mereka. -

:-
A Sementara itu, dari sudut latar belakang pendidikan, kecuali Nurul
E (yang ayahnya adalah seorang doktor lulusan IPB dan kini
E at t: Rektor I IAIN Jakarta), Budhy Munawar-Rachman
:
:-
:": *orang lulusan IAIN, dan kini adalah salah seorang :
:
E A: P“partemen Agama Republik Indonesia),: dan
gsang Ayu Suhastian (seorang seniman-tari -:
Miranda
i Univer
sitas Padjadjaran yang b: - ari muda, mahasiswi Uni
mereka adalah . g belakangan masuk Islam),
aru dua tahun
*h anak-anak
keluarga mereka vano , muda generasi pertama dalam rumpu" -

- - a yang Sempat menge - -

El Dari sudut ini, tradisi: Eyam pendidikan hingga perguruan


*laupun belum ten: : :arjanaan - suatu prasyarat pentin:
: konvensional be ntukan, untuk re-evaluasi paham-paha:
“luarga mereka itu. nar-benar baru diupayakan dalam rumpun
Seluruh latar bel akang kelu
tumbuih ini (l -

arga dan masyarakat tempat mereka


kenyataan ken " "nosfir umum yang timbul akibat sistem-sistem
Yilaan sosial-ekon
dan
°mi-politik-budaya di negeri ini pa a
Pengantar Editor, Mencari Diri Sendiri 21

dekade 80-an, yang mereka temui dalam pengalaman sosialisasi mereka


di kampus-kampus dan masyarakat, telah mempersiapkan suatu bentuk
:- sikap dan pemikiran keagamaan yang khas dari generasi ini.
xkxkrk

Keyakinan mengenai terdapatnya suatu perkembangan menarik


dalam kesadaran anak-anak muda Muslim dekade 80-an inilah yang
membuat kami tertarik untuk, bersama-sama beberapa dari mereka,
menggambarkan berbagai bentuk dan arena pengalaman sosialisasi
mereka, serta menyuarakan persepsi mereka terhadap kehidupan zaman
mereka sebagai anak-anak muda Muslim. Untuk sampai ke tujuan ini,
kami telah menggariskan sejak semula bahwa penulisan otobiografi itu
setidak-tidaknya meliputi lima hal berikut ini. Pertama, latar belakang
sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya, yang menjadi
arena sosialisasi dan pengembangan diri masing-masing penulis. Kedua,
persepsi masing-masing penulis mengenai Islam sebagai agama yang
mereka anut. Ketiga, persepsi masing-masing penulis mengenai benturan
-
antara Islam dengan modernitas (misalnya Barat dan ideologi-ideologi
sekular lain). Keempat, persepsi masing-masing penulis mengenai
benturan antara ikatan primordial dan ikatan baru mereka, antara
-
keislaman dan keindonesiaan - misalnya, tentang paham kebangsaan.
Dan, kelima, penilaian masing-masing penulis terhadap strategi-strategi
g kebudayaan yang telah dan sedang dijalankan oleh generasi-generasi
”tua” kaum Muslim Indonesia sebelum mereka, dan strategi kebudaya
an yang mereka cita-citakan. -

Dalam esei-esei otobiografis yang dikumpulkan dalam ontologi ini,


insya Allah, para pembaca akan menemukan refleksi kesepuluh anak
muda Muslim itu atas butir-butir tersebut di atas. Tingkat kepadatan
: refleksi mereka atas butir-butir itu tentu saja tidak merata dari yang
: satu ke yang lainnya, melainkan sejalan dengan mereka alami dan pikir
kan dalam perkembangan mereka sendiri-sendiri. Dari refleksi-refleksi
: itulah kita berharap dapat menemukan sketsa kehidupan dan pemikian
anak-anak muda kita.
:
>kxk k

Tetapi, mengapa otobiografi? Sejauh yang dapat dilacak, otobio


grafi mungkin dapat dikatakan sebagai dimulai oleh kesaksian-diri Imam
Al-Ghazali (dalam Al-Munqidh min Al-Dhalal), yang mengisahkan
keragu-raguan hebatnya sebagai Muslim terhadap cara-cara penghayatan
keislamannya, kritik-kritiknya terhadap cara-cara itu, dan penemuan
nya akan sufisme yang dianggapnya sebagai alternatif terbaik. -Di
belahan Barat, ia dicontoh oleh Rene Descartes dengan Discourses de la
22 Mencari Islam kemudian terekam d
Method-nya. Juga Santo Agustinus, ya: : luas of St. Atagu i an
diterbitkan dalam buku dengan judul :
The di: ute.
Dalam suci
orang otobiografi intelektualnya,
dari Hippo k:
Y:8 dari
yang hidup lebih m bN:
lima : : tahun
S
EE alu
tersebut mengungkapkan berbagai gejolak E "ya,
'al V kl

mengakui dosa-dosa yang pernah dibuat": E : E men


dalam, peralihannya menjadi seorang. mistikus “E i E -

sambii mengajak para pembaca otobies": E E


sebuah kehidupan yang lebih bernilai lewat sua" P“ gma moral yang
diyakininya sebagai pengantar menuju kebenar".
Corak otobiografi yang lain misalnya ditulis oleh Benvenuto
Cellini, seorang pandai emas dan pemahat Pa"8 terkemuka pada
Zaman Pencerahan Italia. Dalam suatu pengungkapan diri yang begitu
mendetil, disertai dengan gaya yang dramatis, Cellini menggambarkan
dunia Florentia-nya yang indah dan memuji-muji capaian-capaian
artistiknya sendiri yang tinggi. Sementara itu, berlainan dengan klaim
klaim seperti ini, beberapa otobiografi yang terbit pada abad ke-20,
antara lain, memfokuskan diri pada perjuangan dan pergulatan hidup
pribadi seorang Muslim zaman baru (modern) yang berasal dari hidup
di lingkungan tradisional (Al-Ayyam oleh Thaha Husayn), seorang
wanita Amerika keturunan Yahudi yang masuk Islam (Memoirs of
Childhood and Youth in America (1945-1962) : The Story of one
Western Convert's Quest for the Truth oleh Maryam Jamilah), seorang
Negro (Notes of a Native Son oleh James Baldwin), seorang perempuan
yang merasa tertindas oleh peradaban patriarkhal (The Woman Warrior
oleh Maxine Hong Kingston), seorang Yahudi yang taat (A Walker in

the City oleh Alfred Kazin), atau seorang pengikut Katolik yang keras
(Memoirs of a Catholic Girlhood oleh Mary McCarthy).
. Pola Penulisan dalam otobiografi memang dapat bersifat moralis.
tik, humoristik, nostalgik, atau bahkan Penuh tingkah. Sementara itu,
gaya penuturannya dapat bersifat diskursif, deskriptif, atau naratif.
Tetapi satu hal sudah pasti: karya tulis yang berbentuk otobiografi itu
pada kenyataannya telah memungkinkan Para penulisnya untuk meng
adakan refleksi serius atas kehidupan dan pemiki r diri ntah
keseluruh pe irannya sendiri, el
secara keseluruhan maupun secara sebagian-sebagian.
bentuk esei yang tidak begitu Panjang ata glan.
Baik dalam -

halaman tebal, para penuli -


upun dalam sebuah buku ber:
-

dan tujuan :EE dapat mengeksplorasi makna


yang telah mereka tempuh. : menemukan tatanan dan jalan
J"ga dapat memberi banyak gamba”
an mereka, dan sekali :"aman sosialisasi dan lingkung
Pengantar Editor, Mencari Diri Sendiri 23
Beberapa "kelebihan” bentuk karya tulis inilah, yang mendorong
kami memilih bentuk otobiografi. Kami, seiak s -

harap bahwa anak-anak muda Muslim yang E


butor entologi ini dapat menyatakan "pengembaraan diri”-nya :
rinci, "lepas", dan terbuka. Bentuk penulisan sebuah otobiografi yang
cair-mengalir memang telah memungkinkan para penulisnya untuk
memanfaatkan berbagai bentuk gaya dan pola, sesuai dengan kepribadi
an masing-masing penulisnya.

* k k

Lebih dari apa yang telah dikemukakan di atas, sebuah otobiografi


adalah suatu rekaman hidup seorang individu, yang disaring oleh indi
vidu itu sendiri. Selain sebagai informasi yang faktual, otobiografi juga
dapat mengungkapkan kepada khalayak pembacanya tentang persepsi
persepsi, visi-visi, dan fantasi-fantasi para penulisnya. Ia juga memung
kinkan seorang penulis untuk melakukan eksplorasi terhadap diri sen
diri, deskripsi, narasi, analisis, dan persuasi, untuk menghadirkan humor
dan kesedihan, ironi dan tragedi, dan tentu saja juga empati. Dengan
menciptakan kembali diri sendiri untuk orang lain, seorang penulis
otobiografi dapat sampai kepada pemahaman akan dan penerimaan ter
hadap kenyataan diri sendiri, mengkristalisasikan identitas diri sendiri.
Lebih jauh lagi, seorang penulis otobiografi dapat menghadirkan
kesadaran dan penerimaan sosial, tidak hanya bagi penulis itu sendiri
sebagai seorang individu, melainkan sebagai sebuah potret dari ras,
agama, dan keyakinan tertentu.
Dalam ontologi ini, para pembaca dapat menemukan berbagai
pengalaman anak-anak Muslim melewati masa kecil mereka, pertumbuh
an mereka, dan gambaran umum sosialisasi mereka. Dalam pengungkap
an mereka mengenai diri mereka sendiri itu, dalam berbagai bentuk
gaya dan pola penuturan, kita dapat membaca cermin sistem pendidik.
ya, ekonomi, politik, dan sistem-sistem lain, yang men di
an, budaan
lingkung tempat sosialisasi sebagian anak-anak muda Muslim di negeri
ini. Juga, dalam ontologi ini, dapat dibaca sipisme dan kritisisme
mereka terhadap latar belakang sosialisasi mereka itu, dan apa yang
mereka pandang sebagai tindakan dan pikiran keliru yang ada di se
keliling mereka. -

Dalam konteks ini, kami merasa perlu menyatakan rasa syukur


kami bahwa beberapa teman, yang ikut meramaikan kerja ini, mengeluh
kepada kami tentang betapa sulit - bagi mereka - mengadakan refleksi
menyeluruh atas segala apa yang tclah mereka perbuat dan pikirkan,
dan sekaligus menandaskan apa yang menjadi ideal untuk mereka laku
kan dan pikirkan pada masa yang akan datang. Sebab, itulah salah satu
ntu k bereflek si tentang
, tang apa apa dipikir:
ya"K harus yang tel
an datan% terutama oleh mereka
a masa ya" concern mereka tertuju. ,

berharap bahwa, lewat E diri


Kami memang, J: :
kita - kami, para kºntributor, dan
i: muda kita ter:°PET dapat berefleksi bersama-sama
ara penulis budiman yataan arena sosialisasi kita
E ara pembaca y* E tang
macam hal: tentang
ken
budaya, politik, ekonomi, dan - - -

. • / didikan,
1 : - I : ...... : 1- :

yang ada dewasa ini (E menjadi arena sosialisasi kita dan


:
iain-lain), dan apayang
masa Y* akan datang
-

4: 4 #

"kelebihan” lain dari bentuk karya tulis.gtobiografi, dan ini


mut:: membuat kami terpaksa : :
(setidak-tidaknya itulah yang kami ingi an)
dengan sifat keilmuan 3II

buku ini. seperti catatan harian, otobiografi memfokuskan diri pada


diri sendiri. Namun, berlainan dengannya, otobiografi ditulis untuk
disajikan kepada khalayak pembaca. Para penulis otobiografi secara
langsung berhubungan dengan para pembacanya. Dan karena para
penulis itu sendirilah yang otoritatif terhadap bahan-bahan otobiografi
nya, mereka dapat, dalam otobiografi mereka, memanfaatkannya untuk
menghadirkan efek-efek yang bersifat dramatis. Walaupun demikian,
Para Penulis yang bertanggung jawab akan mengungkapkan berbagai
sisi dari kehidupan dan pemikirannya sendiri seterbuka mungkin, dan
dalam hal ini ia menghadirkan banyak segi yang tak dapat diungkap
: seorang penulis
dari : biografi,
suatu individu Y:8,°lehyangMark
hanya dapat
Twain menciptakan
sebut kembaii
dengan "tindakan
:E : deeds). Hanya Para penulis otobiografilah
an merekam Pemikiran, dan dengan demikian,
otobiografi adalah - dalam ungka
penulisnya (author's : - :
apan Mark Twain lagi - sejarah” para
x9- -- :
Pengantar Editor, Mencari Diri Sendiri 25

kami mematok suatu kriteria bagi anak-anak muda yang dipilih untuk
diundang berpartisipasi dalam penerbitan buku ini: mereka haruslah
memiliki wawasan yang cukup tentang Islam. Sehingga, kalaupun
kemudian mereka mengkritik pandangan-pandangan keislaman yang
telah relatif mapan di tengah masyarakat Muslim, maka itu tidak
semata-mata lahir dari kejahilan mereka tentangnya.
Selebihnya, tidak ada niatan di pihak kami untuk menokohkan
mereka. Jika memang hal demikian sedikit-banyak terjadi, maka itu
benar-benar merupakan unintended consequence.
Lagi pula, masih banyak anak muda Muslim yang sebenarnya me
menuhi kriteria untuk diundang dalam kerja ini. Adanya kendala
kendala yang kami hadapi sajalah yang membuat hanya sepuluh dari
mereka yang akhirnya benar-benar menuliskan otobiografinya. Kendala
pertama, tentu saja, adalah keterbatasan informasi kami mengenai
situasi intelektual yang berkembang di kalangan kaum muda di ber
bagai belahan negeri ini, termasuk mereka yang menonjol di dalamnya.
Meskipun kami telah berupaya melibatkan lingkaran yang lebih luas
untuk dapat mendeteksi sebanyak mungkin pribadi-pribadi menonjol di
kalangan kaum muda Muslim di negeri ini, hasilnya toh masih amat ter
batas. Itulah sebabnya maka, misalnya, tak satu pun penulis adalah
anak muda yang berdomisili di luar Pulau Jawa - bahkan tak satu pun
berdomisili di Jawa Timur. Dari anak-anak muda Muslim yang kami
undang itu pun tak semuanya benar-benar menuliskan otobiografinya
di sini. Sebagian memang, karena alasan yang jelas maupun tidak, tak
bersedia memenuhi undangan kami. Beberapa yang lain gagal menyele
saikan penulisan yang sebenarnya sudah mereka mulai, sementara ada
pula yang terpaksa terhadang dead line.
Sehingga, rasanya perlu sekali lagi kami kemukakan: dibandingkan
dengan jumlah dan variasi kaum muda Muslim di Indonesia, kumpulan
esei otobiografis sepuluh anak muda Muslim ini amatlah sedikit, dan
:ma sekali tak dapat dipandang sebagai mewakili keseluruhan itu.
Meskipun demikian: juga tak dapat dikatakan sebagai E
kesepuluh anak muda ini saja. Sedikit atau banyak, mereka mewakili
:&men tertentu di kalangannya. Seberapa besar kemuwakilannya Itu,
dialog-dialog yang diharapkan dikembangkan setelah ini akan mampu
"°ngungkapkannya.
gai kunci untuk membuka
dul:uku
: k yang ini toh lebih dimaksudk: : dan makin intens - '".
diharapkan terus berkembang
akat selebihnya, maupuna":
: aum muda dan anggota masyar
beni *anggota kaum muda sendiri. Hanya
dengan cara inilah, ter
I
dapat &nya jurang kesenjangan yang telanjur te lalu lebar dan curam
an-pandangan kaum
dihindarkan. Pada gilirannya, jika pandang
baru yang lebih apresi atif - seperti
-

* "i dibaca dalam perspektif


26 Mencari Islam
terurai pada awal kata pengantar ini - kami yakin bahwa masyarakat
yang selebihnya pun akan dapat memetik manfaat dari penerbitan
buku ini.

Segala desakan untu k memahami kaum muda, dan untuk memberi


mereka kesempatan untuk berkiprah masyarakatnya itu tak
dalam
lantas menutup ruang bagi dilancarkannya kritik atas pandangan
andangan mereka. Kritik, sebagai bagian dialog, mutlak diperlukan -
bukankah dialoglah raison d'etre penerbitan buku ini? Ia bahkan baru
awal dari suatu proses dialog panjang yang hendak dirintisnya. Sikap
tenggang rasa barulah sebagian dari prasyarat upaya untuk saling me
mahami, sedang kritik dialektis - yang mampu memunculkan bagian
bagian yang paling penting dalam posisi masing-masing pihak - adalah
bagiannya yang lain. Di pihak lain, kritik akan memberikan kesempatan
bagi pandangan-pandangan mereka untuk menjadi lebih tajam dan
matang.

Kami - kedua penyunting, beserta seluruh kerabat Forum Maha


siswa. Ciputat (FORMACI) dan Penerbit Mizan - yakin bahwa para
penulis muda yang berpartisipasi dalam penerbitan ini cukup sadar
bahwa apa-apa yang mereka tulis di sini bukanlah pandangan-pandangan
yang final. Bahwa semuanya itu hanyalah satu tahap dari serangkaian
Panjang Proses mencari kebenaran - mencari Islam - yang tak menge
nal akhir. Sebagaimana setiap orang yang memiliki cukup wawasan -

: Para Penulis muda ini kami andaikan - tentunya mereka


E.
:
dan
E Pandangan-pandangan mereka akan terus ber
an akan terus mereka koreksi sendiri, sebagaimana pan
d

Eg merupakan perkembangan
nya, kesadaran E mereka terdahulu. Pada giliran
semakin meluas bersama : : Pengalaman-pengalaman yang
Ematangkan pandangan-pan
dangan seseoran8. Semestinya akan melahi
-

ritas di pihak kaum muda ini.


- - -

ahirkan apresiasi terhadap senio


- - -

tidak dianggap sebagai upaya yang bertujuan unt


para Pembacanya.
mereka Ka:na ”heterodoks",
yang ”inovatif”, Euk membentuk
itu, jika terdapa:"E El
opini
angan pandangan
cam", tak perlulah semuanya itu diwaspadai seba atau macam-ma.
hadap Islam atau masyarakat Muslim. Semua E tengrongan ter.
secara langsung maupun tidak langsung - dalam: pene E terlibat -
sadar: apalah arti segelintir anak muda yang tidak : lIll cukup
bandingkan dengan banyak ulama dan cendekiawan E“ "E.
Pengantar Editor, Mencari Diri Sendiri 27
andangan-pandangan mereka itu pandangan-pandangan anak-anak
muda ini menyebal - yang memiliki nama dan pengaruh besar di tengah
masyarakat Muslim?

Dan orang-orang yang berupaya sungguh-sungguh untuk (mencari)


Kami, pasti akan kami tunjuki jalan-jalan Kami. (QS 29:69)

Wa Allahu a'lam bi al-shawab.•


HAMID BASYAIB lahir pada 3 Juli 1962 di Teluk
Betung adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta. Anak muda yang banyak
menerjemahkan buku-buku Islam dan ilmu sosial ini,
juga aktif menulis artikel dan karya-tulis lainnya - di
antaranya, "Mahasiswa antara Cita dan Fakta” dalam
Wawasan Mahasiswa (FE-UII. 1986), dan ”Muhammadi
yah dalam Perspektif Pembaruan: Harapan Pasca-Mukta
mar”, dalam M. Rusli Karim (ed.), Muhammadiyah
dalam Kritik dan Komentar (Rajawali, 1986). Di bidang
: pernah menjadi staf redaksi Majalah
: :7), Harian Ma: kin: (1988), Muhibbah
1985 -l°:), pemimpin redaksi Himmah-LEMUII (1983.
Yik,: EDewan Mahasiswa dii (1986),
siswa-Dewan : Lembaga studi Pengembangan Maha
pernah men : "II (1986). Pada tahun 1980,
Bahasa E : *itian tentang penggunaan
Betung, sebagai & “ Kotamadya Tanjung Karang, Teluk
Yogyakarta. gai peneliti *nggal. Saat ini dia tinggal di
-
SESUDAH SAYA MASUK ISLAM LAGI
Hamid Basyaib
Sudah empat tahun saya tidak membaca Al-Quran. Saya malu.
Sebab saya tahu: kalau saya membacanya, saya akan ditelanjanginya
habis-habisan. Buat saya, Kitab Suci itu betul-betul hidup, sering
menikam dengan kalimat-kalimatnya yang tajam, membongkar motif
motif saya yang paling tersembunyi sekalipun - pendeknya membikin
saya lunglai.
Saya juga merasa sangat capèk mental. Karena dengan membaca
Al-Quran, saya jadi tahu betapa jauhnya jarak yang merentang antara
apa-apa yang dikehendaki dan tidak dikehendaki Tuhan dengan apa
apa yang telah, sedang, dan tidak dilakukan oleh sejumlah besar orang
yang mengaku sebagai hamba-Nya, secara kolektif maupun individual.
Kadang tebersit pula rasa haru (tak jarang membuat saya menangis ter
*ak), gembira, cemas, optimistis - rasanya hanya selera humor saya
yang tak tertampung dalam Kitab Suci itu.
Saya kira, itulah salah satu kekuatan dari tak-sistematisnya susun
““Y:ayat Al-Quran. Seandainya ia tersusun sistematis, tentu ia akan
E buku-ajar, kering, dan tidak akan mampu ”mengayun” perasaan
* Pikiran pembacanya secara begitu keras.
pun E adalah sebuah buku yang mengklaim bahwa tak ada satu
ruang i: g ": dicatatnya. Inilah sebuah buku yang bicara tentang
ewan. : E. E teknologi; tentang tetumbuhan dan hewan
an “ke: uku yang sangat memprihatinkan ketertindasan
Ul

struktural” seraya mengecam keras perilaku kaum


31
32 Mencari Islam

emperoleh dan membelanjakan harta secara tidak bertang.


:E kitab yang amat menganjurkan toleransi d an sika
demokrat sejati. Inilah sebuah buku yang menandaskan pe
ntingnya
objektivitas dalam melihat masalah, yang mengajarkan orang untuk
bersikap adil meskipun menyangkut orang yang paling dekat kepadanya
:ndiri: mengib: Para suami yang berlaku kasar terhadap istri'd:
hari, tapi menidurinya di malam hari. Inilah sebuah buku yang Ine
nempatkan manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi, tapi juga
menyebut kemungkinan manusia menjadi lebih nista daripada binatan -

Dan ateisme ditertawakannya dengan sinis sebagai sikap pandir (tapi


tak dilarangnya!), namun "kecongkakan religius” – perasaan sangat
dekat atau paling dekat kepada Tuhan lantaran merasa sudah amat setia
mengabdi-Nya - pun dikecamnya. Luar biasa. Tampak benar betapa
pembuatnya betul-betul mengenal apa dan siapa manusia itu.
Maka sekarang saya sungkan membaca Al-Quran. Sebelumnya,
hampir tiga tahun Penuh saya membacanya setiap hari. Benar-benar
setiap hari, tanpa ada satu hari pun
hanya membaca terjemahannya, karen
begitu, bukan hanya akurasi Pengertiannya yang mustahil saya peroleh,
tetapi saya juga jadi tak mungkin menikmati nuansa sastranya yang,
konon, sangat indah.
Jika saya sedang ":29d, saya membaca - sambil merenungkannya,
tentu - berpuluh-puluh *Yat, atau satu-dua surat Panjang, atau be
berapa surat pendek. Kalau sedan
8.*gak enggan, saya hanya membaca.
E, beberapa ayat - sambil du:
yat sudah terbaca habis, saya ulangi
- saja intensitasnya pun berbeda-beda dalam setiap
kali saya membaca. Tetapi -

- - untuk menampung nasihat-nasi:


- :hat
serupa itu. Waktu itu saya baru *Ja "masuk Islam lagi” - saya seda":
Hamid Basyaib, Sesudah Saya Masuk Islam Lagi 33

terbakar secara religius. Saya merasa bahwa selama duapuluh satu tahun
menjalani kehidupan, saya belum menjadi warga Islam yang baik. Saya
memang menjalankan perintah-perintah formal agama, selalu berusaha
berbuat baik kepada setiap orang, dan tidak pernah melakukan apa
yang disebut ”dosa besar”.
Tapi kemudian terasa semua itu berlangsung secara mekanis saja,
dan didominasi rasa takut kepada Tuhan dengan, di sisi lain, dibarengi
pamrih yang kelewat kuat untuk memperoleh ganjaran-Nya. Dan yang
lebih penting dari semua itu adalah bahwa di sisi lain jiwa dan pikiran
saya sebenarnya jiwa dan pikiran Barat, bukan Muslim.
>k >k:k

”Semangat Barat” memang warisan keluarga yang erat melekat


dalam diri saya. Dilahirkan 3 Juli 1962 di Telukbetung, Lampung,
saya adalah anak kesembilan dari sebelas bersaudara (anak kelima
meninggal ketika saya belum lahir). Sementara dari istri pertamanya,
ayah saya beroleh dua anak, yang masing-masing berusia empat dan
enam tahun lebih tua daripada saya. Ayahanda adalah seorang pedagang
batik yang semula tampaknya cukup sukses, tapi ketika saya memasuki
masa remaja bangkrut total. Ia anak seorang importir sarung pelekat
yang kaya raya, seorang imigran Hadramaut yang datang di Indonesia
pada, mungkin, akhir abad lalu dan meninggal di Jawa Barat pada 1930.
Mengenai ibunya, saya kurang jelas, mungkin berdarah Palembang.
Yang jelas, ayah saya lahir di Palembang, tapi saudara-saudaranya dan
juga istri pertamanya menetap di Jakarta sejak enam puluh tahun lalu.
Ia seorang yang sangat pendiam, taat shalat lima waktu, tak tercatat
sebagai simpatisan organisasi Islam mana pun. Ia setiap malam membaca
Al-Quran dengan cepat dan suara keras di bulan Ramadan, dan satu
satunya tuntutannya kepada anak-anaknya yang telah akil-balig adalah
supaya jangan meninggalkan shalat. Ia seorang lelaki tua yang di rak
tokonya selalu meletakkan tumpukan uang receh untuk para pengemis
yang mengalir setiap hari. Ia meninggal pada awal 1981 di Jakarta,
dalam usia enampuluh lima tahun. -

Ibu saya juga dialiri darah Arab dari bapaknya, sedang ibunya
Banten tulen - dikenal sebagai ”orang pandai” yang dapat mengobati
orang sakit dan membuat tenteram bayi yang rewel. Suami kedua
nenek, yakni ayah tiri ibu saya, konon sakti dan memelihara macan
siluman (jejadian). Pada Pemilu 1971 saya ingat ibu turut sibuk meng
kampanyekan PSII (Pergerakan Sarikat lslam Indonesia) di dalam
rumah, dan beberapa kali membawa saya ke lingkungan kawan-kawan
nya yang rutin melantunkan barzanji.
Kakak sulung, yang berpaut usia enambelas tahun dengan saya,
sempat mencicipi bangku kuliah di Jakarta, tapi pada 1966 kembali ke
Lampung untuk menjadi tangan kanan ayah. Dialah yang kemudian
34 Mencari Islam

seperti mendapat mandat untuk berperan sebagai bapak, tempat semu


adik-adiknya meminta uang sekolah dan uang jajan. Ia anak muda :
tama di kampung kami yang memakai setelan blue jean, bersama adik
nya mendirikan band dan sempat mengadakan beberapa show di luar
kota. Dialah ”agen modernisasi” yang rajin membelikan piringan hitam
lagu-lagu Barat untuk seisi rumah, memikat kami dengan ceritanya yang
antusias tentang film-film Barat yang baru ditontonnya. Kerap mem.
bawakan majalah-majalah hiburan, ia kadang mengajak saya ke bioskop
bila ada film (hanya film Barat!) yang menurutnya "wajib" saya
tonton. Maka, sebelum masuk sekolah dasar, saya sudah terbiasa
menirukan lagu-lagu Tom Jones, Engelbert Humperdinck, Elvis Presley,
The Bee Gees, Rolling Stones, dan tentu saja The Beatles. Kami juga
gemar membahas gaya para koboi spaghetti seperti Franco Nero,
Guliano Gemma, atau Si Bandit Fernando Sancho. Begitu sembuh dari
dikhitan (1970), saya diajak menonton Thunderball James Bond. Pada
usia delapan tahun itu pula saya menonton Gene Hackman dan Lee
Marvin berakting dalam The Prime Cut - film tentang seorang yang
dibantai di sebuah perusahaan jagal sapi, lalu tubuhnya dikerat dan
dibaurkan dengan daging sapi untuk para langganan. Sementara itu uang
hasil pemberian para tetamu yang menjenguk saya sewaktu saya
dikhitan, saya belikan piringan hitam Credence Clearwater Revival
(CCR). -

Jadi iklim di rumah saya diwarnai oleh tiga unsur utama: etika
Islam (plus Arab), "semangat Barat”, dan kurang lebih gaya pergaulan
serta mistisisme a la Banten. Unsur Banten bukan lantaran nenek kam'
berdarah Banten, tapi terutama lantaran kami tinggal di sebuah
kampung - Kampung Pekulitan, Kecamatan Telukbetung Selatan :
yang mayoritas penduduknya berdarah Banten.
Kami tinggal di jalan utama kampung itu, yang agaknya pas:
lambangkan situasi transisi dari "desa agraris” ke ”kota industri". Du*
ratus meter di timur laut rumah saya ada beberapa hektar sawah, dan
seratus meter di barat dayanya berdiri hotel cukup mewah yang :
nyisipkan kata ”internasional” dalam namanya. Sore hari saya b:
sepak bola bersama kawan-kawan (paling nikmat kalau turun :
sambil berbecek-becekan) di petak-petak yang tak lagi ditana" E
Malam hari saya, biasanya dengan kawan-kawan yang lebih :
nongkrong di sekitar hotel, terkadang menggunjingkan Pa: : ilan
dan ”orang Jakarta” yang membawa atau memesan wanita pangg
ke sana. - - ent
ard
Rumah kami sederet dengan rumah para warga Cina. : ,-

orang-orang Banten itu - yang hampir semuanya dari ”kelas b: e


kak:
menetap di pedalaman kampung. Mengikuti jejak para
gaul rapat dengan mereka. Sampai umur sepuluh tahu". Engga -

membaca Al-Quran (ngaji) dengan berpindah-pindah dari E satu


ke tetangga lainnya, lalu diajari ibu di rumah, balik lagi ke
Hamid -

Basyaib, Sesudah Saya Masuk islam Lagi 35

ru ngaji "profesional” jadi saya tak pern | (1771 Ka dul ikut

bawa
Belajar
sebotolngaji
minyak E : hanya harus mem.
itu gratis.
: Semi
sekali kami Juga dimintai sumbangan untuk E E.
- -

Se

: hal yang saya ingat betul dari E l:


Al-Quran itu: kami tidak pernah diberitahu arti jang
apa yang harus kami baca dengan kefasihan Ei :
lafal Arab itu; meleset seinci saja, telontar hardikan E E : -

dari sang guru. Lafal-lafal tertentu harus diucapkan sampai E


kan kertas yang disodorkan ke depan bibir. Lama kemudian, setelah
saya cukup dewasa, kekurangan ini amat saya rasakan. Tapi itu barang
kali : salah mereka. Mereka hanya berusaha maksimal untuk
menjaga kemurnian Kitab Suci dengan cara menetapkan syarat tak ter
tawar demi mencapai akurasi pengucapan lafal-lafalnya - walaupun
tanpa perlu tahu artinya. Bukankah salah-ucap berarti salah-arti, dan
salah-arti berarti merusak Kalam Ilahi? Betapapun, dengan segenap
keharuan saya mengenang seraya berterima kasih besar kepada mereka,
yang telah menuntun saya dari mengeja alif, ba', ta'. . . .
Terutama malam Jumat, saya ikut shalat berjamaah di langgar
(mushalla) dekat rumah - hanya shalat maghrib. Sebab hanya di malam
Jumat ada acara ngeriung (kenduri); ini berarti saya akan pulang dengan
menenteng aneka juadah. Dilaksanakan seusai shalat maghrib, ngeriung
dipimpin oleh guru ngaji saya, seorang yang dikenal pandai bersilat dan
bersuara sangat lantang. Ia akan berkomat-kamit, dan di bagian-bagian
tertentu ia memaksimumkan volume suaranya. Orang-orang mengamini
dengan muka tunduk dan tangan menengadah. Lalu semua ber-la ilaha
illallah, dengan irama sesuai gerak tubuh ke kanan dan kiri. Sudah
tentu saya pun bersikap serupa, meskipun sama sekali tak memahami
maksudnya, bahkan sampai hari ini. Saya cuma yakin bahwa semua itu
adalah urusan agama, dan karenanya sang* penting. Maka, mana berani
dan apa perlunya saya mengusut?
Setelah itu, pelbagai makanan dibagikan oleh pemuka lain lagi.
Jadi, paling sedikit ada tiga tokoh dalam langgar: imam shalat, pemim:
pin doa, dan pembagi makanan kenduri, dengan ”tingkat pengaruh"
masing-masing. Makanan-makanan ini berasal dari para peserta kenduri
sendiri. Ada yang membawa apem, kue pisang, nasi plus lauk-pauk.
Makanan kecil dibagi rata dan dibawa pulang kembali, sedangkan nasi
dan lauk-pauk sebagian dimakan bersama di langgar. Mereka menge.
lilingi timbunan nasi di sebuah tetampah besar (wadah terbuat dari kulit
bambu). Beramai-ramai mereka mengeroyoknya, sambil ngobrol
tentang berbagai kejadian di pasar - tempat mereka menimba :
sebagai tukang loak, penjahit, dan sebagainya. Acara terakhir ini
boleh diikuti anak-anak kecil; kalaupu" dibolehkan, saya akan menola
:
ikut. Jauh kemudian, saya menduga mungkin itu mereka maksudkan
36 Mencari Islam
uhammad yang, konon, 8°"* makan
agai
sebagai meniru cara Nabi M tanpa sendok.
bareng semacam itu - tentu sal°
Pada kesempatan-kesempatan tertentu, saya juga ikut pengajian
k
di langgar yang lebih besar: Kampung kami, yang :: -

800 orang, memiliki lima langga: Saya ingat, “E yin seorang :


dengan melantunkan 13 (atau 20) sifat Tuhan, : wujud, qidâm
yang lebih senior. Kami berdendang berama: a E bahwa itu
baqa', mukhalafah li al-hawadit: . . . Belakangan say a itu
qa , rumuskan oleh Abul Hasan Ali Al
adalah. Sifat-sifat Tuhan yang di Ia 935. Jadi tak lebih daripada hasil
Asy'ari, ulama Irak
ikiran manusia, yang wafat
meskipun Pada :
ia memetik ari Al
ilha"Y* dari Al Quran, buk
bukan
E yang sakral E yang saya sangka dan dianggap oleh
bapak-bapak di kampung saya.
“: -

E, (1973), saya tak pernah lagi turut acara-acara


semacam itu. saya menganggapnya sebagai hal yang membosankan,
tidak ada manfaatnya, dan bercitra ”kampungan". Anggapan serupa
rupanya juga diidap oleh kawan-kawam yang lebih senior, yang ke
banyakan hanya tamat SD. Mereka semua pernahmelewati fase tidur
di langgar” dan menabuh beduk setiap malam di bulan puasa. rapi
ketika berangkat remaja mereka cenderung memandang semua itu
sebagai "kuno”, ”kampungan”, lalu berusaha keras - bahkan setengah
memaksa diri - bersikap ”kosmopolit” dan ”modern”, dengan men
ciptakan atau melarutkan diri dalam pola pergaulan dan gaya hidup
yang sama sekali tak memperlihatkan bekas kehidupan mereka di
langgar; tapi seraya tetap bersedia berkelahi jika nama ”Islam” disebut
dengan sinis oleh golongan lain. Sebagian dari mereka bahkan me
nuntaskan ”kemodernan”-nya. Ketika suatu hari saya kembali dari
Yogya, saya mendapati lebih sepuluh kawan masa kecil saya itu yang
kawin atau kumpul kebo dengan wanita panggilan - sebagian tetap
”buka praktek” guna menghidupi dapur rumah tangga. Suatu kenyata
an yang cukup memukul saya.
Sekolah dasar, SDN 21 Telukbetung, saya lewati dengan cukup
gemilang. Prestasi akademis saya tertinggi kedua, meskipun saya tidak
pernah belajar di rumah. Saya memang sudah dapat baca-tulis-hitung
sebelum masuk sekolah - hasil binaan salah seorang kakak, yang tak
akan saya lupakan. Tapi di SMPN I (1974-1977), saya menemui banyak
hambatan. Saya sering membolos, dan pergaulan makin "liar". Tak
jarang saya membolos untuk bermain bilyar, bertaruh dengan kawan
kawan atau dengan lawan yang ketemu di rumah bilyar.
Lulus dengan nilai pas-pasan, saya kemudian hanya dapat me
masuki SMA PGRI I Tanjungkarang. Saya kian asyik bergaul dengan
anak-anak gedongan - atau yang maunya demikian, walaupun tak
selalu ditunjang ekonomi yang memadai. Pesta disko makin sering saya
ikuti (waktu itu belum ada diskotek, baru berupa permainan aneka
lampu untuk meningkahi orang-orang berajojing di pesta-pesta ulang
Ham id
ami Basyaib, Sesudah Saya Masuk
-
Islam Lagi 37
f.). Dilengkapi aktivitas menjadi
: :E :.milik
- - -

rata-rata cantik. Kawan-kawan karib saya adalah anak-anak : yang


2: Eggak minuman keras, m: ( a yang
2:2- sesekali bertandang ke lokalisasi wTS. Tapi mereka tak E
2erabajak saya untuk terlibat dalam urusan-urusan E
r-panyamereka menyayangi saya, anggota yang berusia termuda. Dari
zaak saya sendiri, saya memandang semua itu sebagai perbuatan-per
: atan dosa besar, yang sulit diampuni Tuhan di akhirat kelak - sebuah
sikap te2a: hasil indoktrinasi kuat dalam keluarga.

>k kxk

Pada akhir 1978, setelah dua tahun saya di SMA, kakak meng
umumkan bahwa bisnis orangtua bangkrut. Anak-anak yang sedang
bersekolah memang masih dapat melanjutkan sekolahnya, tapi rumah
harus dijual. Dibayangi kemungkinan tidak naik kelas lantaran prestasi
akademis yang buruk, dan dibujuk oleh seorang kawan yang sekolah di
Yogya tapi sering benar pulang ke Lampung, serta dibayangi kondisi
tak enak yang bakal saya alami lantaran kebangkrutan orangtua, saya
memutuskan pindah ke Yogya. Kakak saya mengizinkan, asalkan saya
sanggup menerima kiriman uang yang jumlahnya sangat kecil. Nyali
saya ciut juga membayangkan hidup di rantau dengan biaya sekecil
itu. Tapi kawan saya, anak seorang pejabat tinggi daerah, berjanji akan
turut menopang kebutuhan saya. Jadilah saya berangkat ke Yogya
dengan bawaan dan uang seadanya. Dalam usia menjelang tujuhbelas
yang saya tahu hanyalah bahwa Yogya adalah kota yang penuh pelajar
dan mahasiswa.
Dengan begitu, saya meninggalkan “kampung halaman tempat saya
jadi gelanggang ”tarik-tambang kultural” antara kutub kebudayaan
modern (tapi dalam bentuknya yang paling kulit; yang mencekoki
bahwa segala yang Barat adalah hebat, dengan identifikasi figur ideal
berupa para penyanyi, pemain band dan bintang film Barat); napas
*isisme Islam a la Banten (sebuah lingkungan yang mengidentikkan
*ma dengan kesaktian, dan anak-anak mudanya mengamalkan se
Jumlah perintah formal agama tapi untuk tujuan-tujuan yang justru ber
: dengan tujuan agama); dan sebuah Islam berkadar minimal
E bentuk yang formal-legalistik, yang sedikit banyak bertumpang:
: dengan semacam etika Arab, barangkali pula telah termodifikasi
“Jadi "etika Arab peranakan” yang khas.
wn" Yogya, saya menetap di sebuah kamar yang sangat sederhana,
pun, : dengan beberapa kawan kakak saya yang berasal dari Lam
tidak E" saya yang sesumbar mau turut membantu saya ternyata
*nyak ber: tak lama kemudian dia malah kembali ke Lampung). Saya
- “"tang budi kepada seorang yang kami panggil Bos, seorang
38 Mencari Islam

penyabar, arif, dan taat beribadat. Dari Para te": : bahwa


di tahun-tahun pertama kedatangannya di Yºgy" (akhir 60an dan awal
70-an) dia hidup cukup menderita, karena kiriman uang yang kecil dari
saudara-saudaranya sering terlambat. Tapi dia “k pernah mengeluh,
dan tak pernah segan membantu siapa pun y* memerlukan bantuan.
nya. Lima tahun saya di dekatnya. Dan selama masa itu, tindakan
tindakannya yang jauh lebih fasih daripada utapa"Y* banyak meng
ajari saya tentang kehidupan. Saya tak ingin berdosa dengan melupa
kannya. - - -

Karena tahun akademi waktu itu diperpanjang menjadi delapan.


belas bulan, saya tidak dapat langsung mendaltar di sekolah baru. Enam
bulan masa vakum, saya isi dengan mengambil kursus gitar klasik, dan
belajar melukis di pusat kebudayaan Indonesia-Belanda. Saya nekat saja
mengalokasikan dana cukup besar untuk kedua kursus itu. Kemudian
saya diterima di salah satu SMA paling terbelakang di Yogya, meng
ulang di kelas dua, dan sempat memimpin majalah dinding. Tahun
1981, setelah gagal tes masuk Fisipol UGM, saya diterima di Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia.
Dua bulan setelah kuliah, saya diajak turut mengelola Muhibbah,
majalah mahasiswa yang beberapa edisinya saya baca ketika di SMA. Di
sinilah saya merasakan keleluasaan yang cukup untuk mengembangkan
wawasan, dan saya memang membuka diri selebar-lebarnya bagi gagasan
apa pun dan dari siapa pun. Kawan-kawan yang lebih senior memper
kenalkan saya dengan ilmu-ilmu sosial (tentu saja ilmu sosial Barat),
atau pendeknya melibatkan saya ddalam lingkungan pergaulan yang di
tempat itu ide-ide dibahas dengan penuh gairah. Saya betul-betul
merasakan kenikmatan, meskipun sebelumnya saya agak tertatih meng
ikutinya.
Muhibbah dikenal sebagai majalah yang "keras” dan ”berani”.
Bertahun kemudian, ketika kami buka-buka lagi sejumlah edisinya,
saya tercengang dan heran mengapa kami dulu menulis begitu gamblang.
Pada 9 Desember 1982, tepat sehari sebelum Hari Hak-hak Asasi Manu
sia, majalah kami dibreidel. Kami sungguh kehilangan "mainan” yang
amat sangat mengasyikkan.
Namun empat bulan kemudian majalah dapat kembali terbit,
dengan nama lain (Himmah), berdasarkan Surat izin Rektor. Dalam
masa vakum itulah saya, bagaikan tiba-tiba, memperoleh kesadaran baru
dalam beragama, yang waktu itu saya sebut religious shock. Empat
bulan berikutnya, ketika terjadi pergantian pengurus, saya terpilih men
jadi Pemimpin redaksi. Empat belas edisi yang terbit sampai berakhir
nya kepengurusan kami (1985), penuh berisi tulisan-tulisan berse
mangat Islam eksplisit.
Religious shock itu membuat saya merasa menjadi Muslim hanya
secara ”kebetulan”, karena orangtua dan seluruh keluarga beragama
Islam. Saya memang tidak bertindak lebih jauh, dengan mengateiskan
-

Hamid Basyaib, Sesudah Saya Masuk Isl


“am Lagi 39
lu memeriksa semua agama yang ada unt k kemudian Irle
pilihan agama apa yang akan saya :
edahan saya tetap berlangsung dalam kerangka Pengusutan
Isl
dan
ajari agama warisan ini kembali dari nol. E : ber
a misalnya membaca Pelajaran Agama Islam karya E ah, maka
secara sistematis, 1tu maksud saya. Tapi kemudian : : amka.
tak kunjung tercapai - mungkin lantaran saya belajar E : IIll
Belajar
bimbingan: Daya. tarik buku-buku ”lanjutan” seperti karyak npa
Maududi dan Sayyid Quthb -yang satu-dua karyanya saya baca E
tika di SMA : begitu kuat. Akhirnya saya membaca acak saja E
buku tentang Islam yang saya pandang menarik, dan terian k:
dompet, saya reguk. Saya puasa membaca buku-buku ilmu :
Ei saya
bahkan juga jauh di bawahkuliah,
buku-buku angka minimal.
sehingga selama dua semester indek:S

Sementara itu saya juga sedikit banyak menjadi ”sufi”. Selain


selalu shalat tepat waktu, saya juga tak pernah lupa shalat sunnah
Evatib. Bahkan, sering saya merasa kesal menunggu tibanya saat shalat
berikutnya - saya selalu ingin ketemu Tuhan. Dan karena saya merasa
dikepung aurat, maka setiap keluar rumah saya mencopot kacamata
(saya bersyukur karena bermata rabun!), agar tak melihat wajah-wajah
cantik beserta aurat mereka yang amat menggoda. Pendeknya, bandul
hidup saya melaju ke arah yang sangat berlawanan, membikin kawan
dan saudara-saudara saya heran atau terta"a. Agaknya begitulah yang
cukup sering terjadi pada orang-orang yang merasa terlalu banyak
"utang spiritual”. Mereka kemudian membayarnya secara besar-besaran,
berikut bunganya sekalian. Kasus seruPa terjadi pada seorang profesor
ekonomi.
Selama belajar di Amerika P ada akhir 1960-an, menurut pengaku
annya, ia dapat dikatakan ateis. Seluruh masa lalu keagamaannya ter
sapu bersih. Maka ketika kembali
ke pelukan Islam, ia lunasi semua
"utang spiritual” itu, dengan memasuki sebuah kelompok tarikat,
bahkan kemudian memimpin cabang Yogya: Apa yang terjadi pada
Maryam jamilah (Margaret Marcuse) kurang le: demikian pula. Juga
pada Hamid Algar, yang menganut tarikat Naqsyabandiyyah; pada Abu
bakar Sirajuddin (Martin Lings), yang kabarnya selalu bersurba" dan
Eb: pada’isa
banyak menulis tentang Islam denganNuruddin
bertolak(: schuon), y:
dari esoterism°"Y° 1tu.

Dan Yusuf
kondang itu,Islam
sejak(Cat Stevens),
detik masuk Morning
penyanyi
pertama Has Broke"
Islam mengganti Ja° Y:
dan

Pantalonnya dengan jubah dan surban. Dilengkapi dengan :


Eya yang lebat, sempurnalah ikhtiar Stevens untuk menanda*
an keislamannya dengan "meng-Arab”. nteram - sua" ke
tent Dengan bersufi-ria itu, saya merasa sangat te asakan sebelumnya:
T *pieraman batinkemudian
tak lama yang sungguh malah pernah
saya belum cur'8°.saya:
Saya terla lu asyik, da"
lah sosial yan
40
ram.
-

yak masalah-mas°
3. biasa
ia. atau
sa] ,
'E.
- 3in Sa ya
kelewa
t tente -
kini -
saya anggap P: b
cara pribadi saya bersih, Sangat
- ya t
:
kontribusi pada problem-problem sosial:
3. lu turut berusaha mengatasinya. Ak:
ini adalah E :
étenteraman
aW3 menyimpulka:
say ial,saY*
. Bukan kemudian tetapi justru
gelisah lagiseca:us. Tidak:
- suatu kegelisahan y:
isah. Maka : keharusan bagi se°8 Muslim yang "be:
nikmat dan saY* : ketika umat Islam babak-belur di segala sekto:
Terutama d: kurang nyama" bagi sebagian besar Penghuninya
dan dunia tera:
-
harus gelisah walaupun tak jarang kegelisahan
- y - -

E
tiasa gelisah untuk terus menyempurnakan dunia menuju
itu terama

Esekalipun k:Eul
TE akan menilai upaya kita. bukan
e .
hasil yang kita capai. tercapi

xk krk

Bacaan-bacaan, dan juga khutbah atau ceramah para intelektual


Muslim di kampus-kampus, makin membuka mata saya bahwa Islam
adalah sebuah sistem hidup, sebuah ”peradaban”, dan sama sekali
bukan sekadar agama sebagaimana yang saya pahami berdasarkan waris.
an lingkungan masa kecil. Sungguh, saya baru tahu bahwa dalam Islam
juga ada ide-ide politik, ekonomi, sosiologi, dan bukan sekadar berisi
serangkaian aturan ritual. Betapa besar jasa mereka bagi saya.
Di antara buku-buku yang saya baca secara acak itu, saya me
nemukan Membuka Pintu Ijtihad (Islamic Methodology in History)
karya Fazlur Rahman, pada Agustus 1983. Buku ini benar-benar
Egsang saya, dan saya tak mampu membendung kekaguman saya
: Pemikir Pakistan yang hebat itu - sampai saya berkata kepada
Ekawan bahwa Dr. Ahmad syafii Ma:if dan Dr. Nurcholish
Madjid beruntung
membahas karenadan
soal Hadits sempat ”dit
5 ku ini banyak
angani” olehnya. Buku ini h
. ,

bahwa Hadits Nabi : unnah. Sebelumnya memang saya tah:


egorikan dengan shahih, dha 'if, dan sebagai:
tertentu. Tetapi Rahman menawarka"
: menarik. Dari Buk: sekali berbeda, dan buat saya baru dan
*lam yang pentin
E ::alipun,"i pula saya tahu bahwa doktrin-dok"
atau pemikiran-pemikiran keagama”
itu. pola : final, pun sah saja untuk disorot :
dm E :ulisan.
-
:*ya kurang lebih
Suatu hal “Rahmanian”,
yang sa:1:
menyebabkanyang ter
terk r
di Yogya.
-

adang secara terbuka - dengan beberapa kawa"


Hamid Basyaib, Sesudah
S Saya Masuk Islam Lagi
gi 41
Kekaguman saya pada Fazlur Rahma
E terasa berlebih
. Saya sendiri tak jarang
Ekaryanya: E EEa
:ng dikritiknya : E.
Saya juga membaca. karya-karya para penulis Islam k: sendiri.
nya. Tetapi mungkin lantaran bacaan saya sangat terb mporer lain
Rahman Pun belum semua saya baca - maka saya E - karya
sempatan untuk melihat penulis lain yang mendekati k: ke
muridnya diharapkan lebih cermat dan lebih berani
mereka perlihatkan selama ini.
:: 8

Karena itu saya sangat


heran mendapati begitu b
sinis terhadapnya - terutama dari : E: “E:
ang saya punya cukup akses untuk mendengarE
(Namun dapat diduga, kalangan ”tradisionalis” mungkin bereaksi lebih
garang, karena mereka lebih terguncang oleh kritisisme Rahman). Ada
pula yang mendakwanya dengan tuduhan-tuduhan sangat keras. Apa
sesungguhnya yang membuat mereka begitu berkeberatan?
Rahman memang keraP melontarkan pendapat-pendapat tak lazim
yang kontroversial - seperti shalat menurut Al-Quran hanya tiga, ada:
un dua lainnya merupakan tambahan berdasarkan Sunnah Nabi;
bunga bank bukan riba, dan lain-lain. Tetapi sepanjang yang : tahu,
semua pendapatnya itu ditopang oleh argumen yang m: dan
panjang lebar. Argumen-argumen inilah yang tampaknya tak digubris
oleh para penyerangnya: Yang mereka bidik hanya pendapatnyaan sich.
Lagi pula menghakimi Rahman hanya karena cetusan-cetusan pendapat
nya yang ”nakal” semacam itu, yang toh tetap sah untuk didiskusikan
secara jujur, adalah jauh dari adil. Ini juga bagaikan menembak gajah
dengan ketapel. Ada banyak sekali pendapat Rahman yang ”tidak
kontroversial”, yang semuanya menuju kepada obsesinya untuk
mewujudkan Islam sebagai peradaban yang hidup, kukuh dan jaya di
dunia ini, obsesinya untuk melakuka: :nstruksi peradaban dunia"
berdasarkan Islam, karena ia melihat Barat - yang masih akan dominan
barangkali hingga abad mendatang - sesungguhnya memiliki fondasi
moral yang rapuh dan karenanya niscaya ambruk. -

Lucunya, sebagian dari para pengecamnya juga orang-orang yang


tak jarang melontarkan ide-ide "makai” tentang Islam: Tapi rupanya
: : tetap kaget kalau ada orang lain yang pendapatnya "lebih
: (Iniyang.
OI
: .gejala yang cukup mengherankan: tokoh atau E
dikenal, atau mengklaim diri, sebagai pembaru :
Ea kemudian menjadi konservatif. Buka" hanya semangat E
E mereka yang pudar, daya toleransi mereka P" :
ide :: rupa sehingga mereka kemudian rajin benar men:
anada:" aruan”, lewat mereka
lain: gagasan-gagasan ceramahsendiri,
atau media dari 9:
dilihat°8°". perspektit : n
, terhitung “aneh”, dan tentu mereka tahu akan ketaksetuju*
42 Mencari Islam ik
kalangan lain ini. Namun, toh : - - - 2 DG
”solidaritas sesama pemikir -

anC h” : :
y: rupanya sulitganjilnya,
sekali terbentu
- k).
rupanya
-

tak sedikit di antara para


- - - 1"

ng. belum membaca sendiri karya-karya


-

penghujat Fazlur Rahman itu yang Pakistan terseb


nya. Mereka baru ”dengar-dengar” bahwa sarjana ra : h sebut -

Eni dan begitu, lalu mengadilinya E


- - IY)
k
E"E tensi dan yang
otoritas yang patut. Paling :“,:
saya hormati membuktikan hal ini. Suatu hari di
- -

- - l saya, menanyakan apakah benar


bulan Agustus 1985 beliau menelepon say: Kali D
saya menghadiri ceramah Fazlur Rahman di IAIN Sunan Kalijaga. Dua
hari sebelumnya saya memang menghadiri ceramah itu, merekamnya,
lalu mentranskripsi dan menerjemahkannya untuk sebuah majalah
Jakarta. Beliau bermaksud meminjam rekaman itu.
Ketika saya antarkan ke rumahnya dan kami ngobrol, beliau bilang
- -

bahwa Fazlur Rahman itu pemikirannya harus diwaspadai. Menurut


seorang penulis Mesir, kata beliau, Rahman termasuk pemikir Muslim
yang mau menghancurkan Islam dari dalam. Pak Baswedan kemudian
memperlihatkan artikel berbahasa Arab yang dimaksud - saya tak
mampu membacanya. Saya tanya, apakah beliau sudah membaca buku
buku Rahman. ”Lho, apa sudah ada terjemahannya?” tanya beliau.
Belakangan, ketika saya renungkan, pertanyaan Pak Baswedan itu
barangkali bukan sekadar mencerminkan ketidaktahuannya, melainkan
juga keterkejutannya karena buku-buku Fazlur Rahman yang ”ber
bahaya” itu sampai diterjemahkan untuk kaum Muslim Indonesia.
Sebab saya juga mendengar bahwa seorang profesor ternama ahli Islam
pernah mengeluh kenapa buku-buku Rahman diterjemahkan. Dan
penerbitnya di Bandung kabarnya cukup banyak menerima protes dan
teguran.
Saya sendiri punya pengalaman yang sangat menyedihkan, ketika
turut mengelola sebuah majalah di Jakarta. Edisi pertama dalam era
baru kepengurusan majalah itu berjudul sampul ”Al-Quran Ditinjau
Kembali” - sebuah judul provokatif yang semata dimaksudkan guna
membuat orang tercengang sehingga menoleh ke majalah yang terus
E s:a dan tirasnya itu. Judul-judul beberapa tulisan yang dirasa
ayak-jual” juga dicantumkan di sampul, antara lain ”Metode Tafsir
Fazlur Rahman”. Ternyata ini jadi problem besar.
. Seorang kawan dari Yogya suatu hari berkunjung ke kantor kami.
Melihat beberapa cover yang ditempel di dinding - isiny diri sedang
diproses - ia tertarik dan me bil unya sendiri sedang
dIl memperlihatkan * mengambilnya
-
tersebut kepadasebuah. Di Yogya,
sejumlah kawan. iaTak
kemudi.
lama
E kami mendapat tembusan surat"resmi E organisasi
SISWa, yang meminta k
usaha E E. seorang tokoh terpandang agar ber.
Proses cukup panian khi jala yang belum jadi itu. Setelah melalui

: Epai
*P Judul kompromi:
yang provokatif itu harus diganti, majalah boleh
dan ”Metode
| Hamid Basyaib, sesudah Saya M
-

asuk Is l -

sir Fazlur Rahman” harus dihapus dari cover *” Lagi 43


rang kawa" harus keluar. Ujungnya: Saya dan

5eO Seluruh desakan untuk menyetop distribusi majalah i


alasan klasik ”dapat membahayakan akidah” dan : dengan
a - di
Emukaka" sebelum para pendesaknya membaca isinya. Emajalah
ya belum beredar, bahkan b elum selesai diproses. Bagaimana
mungkin
: ganjil semacam : diidap oleh Para Muslim terpelajar? Sun:uh
kami Emat sukar memanamnya: Waktu itu saya katakan, jika E
ceritanya. maka masa depan, bukan milik mereka. KE
setelah majalah terbit terbukti bahwa tidak satu kata pun yang ” :
Embahayakan akidah” siapa pun. Karena semua penulisnya :
Muslim-Muslim yang dewasa dan waras.
tersebut makin meyakinkan kita bahwa orang dapat
Peristiwa
siang malam mengecam cara-cara tiranik dan menuntut demokrasi
seraya meminjam cara serupa sambil mencemarkan ideal yang dituntut:
nya sendiri. Otoriterisme memang bukan monopoli penguasa. Yang
mencemaskan adalah: kalau tanpa kekuasaan real saja orang gampang
tergoda menerapkan cara-cara antidemokrasi, horor apakah yang akan
ditebarkannya seandainya ia menggenggam kekuasaan?
Saya ingin sekali menegaskan bahwa tindakan main larang, apalagi
secara serampangan, atau upaya-upaya membendung ide dengan cara
cara seperti itu bukan hanya tidak bijaksana, tapi juga merugikan secara
intelektual. Ide yang kuat, cepat atau lambat pasti akan menyebar -
bagaimanakah cara membendung ide? Sebaliknya, gagasan yang lemah,
sembrono dan ”asbun”, dengan sendirinya akan terkubur sejarah.
Mungkin ia dapat bertahan untuk sementara waktu, karena misalnya
tanpa henti dipompakan disertai tunjangan mesin kekuasaan yang
efektif dan sistematis. Tapi pada waktunya ia akan ikut menyuruk ke
liang lahat tuannya. h, dewasa dan kemungkinan efektif
Satu-satunya cara yang sa
untuk menghadapi suatu ide yang ti dak kita sepakati adalah dengan
atif. Tidak ada cara lain.
mendialogkannya secara arif dan argumen:
Kalau argumentasi
atau tolak kita kalah
dan adakan kuat, untuk
konsensus hanya tidak
ada dua pilihan: ikuti
bersepakat. ide itu:
Dalam hal
argumentasi kedua pihak ”sama-ssama kuat”, sehingga titik temu tak
tercapai, katakanlah, ”Untukmu idemu, untukku ideku.” Saya kira Al
Quran tidak menoleransi, apalagi merekomendasi, cara-cara la".
Fazlur Rahman juga sering dituduh sebagai "anak kandung.°E.
talis”, karena ia belajar - dan kemudian mengajar - di Barat serta
Ekan ide-idenya dari ”sarang orientalis” itu. Ini :
Se uhan yang mengandung kesalahan ganda. Ia memang tak jarang ber
pakat dengan mereka, tapi saya kira jauh lebih sering berlawanan.
ional dalam meny°":
"mlah orientalis yang pendapat-pendapatnya dinilainya
pendapatngaw"
par* OIl“
sei - -

en
erbi - -

ias Kristen atau Yahudi. Jadi, ia menangan"

: :° : ----rer: or: “;
mazhab :
44 Menca"
Islam
imana Eia
dapi opini
- Para pemikir
sendiri,
Musli
dari

:
andangan para P°: tif, kontroversi akut dan k:
terkesan serampangan dan
me -

tIslam? dan::ih Elim


penting, kitahanya
- - dapat :
tidaklantaran men

- aimana gem* dilakukan : :dan cukup


lama terE luas dan punY: kontribusi:am arya-karya
:ientalis”, sebag dalam benak say* Bagaim
mewarnai
mereka : El terutama di Bara: dan pada gilirannya ju:
persepsi orang la : tertentu kaum Muslim - tentang Islam. Bila
mempengaruhi : an pendapat mereka, karena pelbagai alasan,
kita tak setuju : Paparkan argumentasi kita dengan jernih
tanggapilah dengan nori menolak, lalu menyarankan ”umat” agar
-
:
Bukan dengan
t-dekat
buku-buku mereka. Tidak pula adil kalau
-

E : juga gemar mengutip penggalan-penggalan Pendapat


itif terhadap Islam, dalam rangka apologi - suatu hal
::
: geli. Terutama untuk orang yang tahu
sejumlah besar pendapat mereka dalam buku yang sama, atau
arah dan semangat buku tersebut, sesungguhnya negatif terhadap Islam.
Dan kaum Muslim sedunia patut malu, karena sampai hari ini satu.
satunya karya yang dengan gemilang membongkar fondasi orientalisme
secara begitu meyakinkan adalah karya seorang profesor muda ber.
agama Kristen, Edward Said. Apa yang dilakukan anggota DPR Pales.
tina itu memang bukan sekadar melontarkan ”celetukan-celetukan” ter.
hadap para orientalis, melainkan menyusuri akar-akar orientalisme dan
mengorek benih-benihnya dalam sejumlah karya monumental para
sarjana Barat klasik. Hasilnya adalah Orientalism (1978) yang
mengagumkan itu.
Tetapi di sisi lain, harus diakui bahwa para orientalis memiliki
Perangkat metodologi yang sangat baik dalam mempelajari Islam,
sehingga mereka mampu menghimpun dan mengolah informasi secara
sistematis, efisien dan efektif. Itu sebabnya, dalam usia relatif muda
EE: sudah menguasai pemikiran Islam dengan baik. Pada
:
siswa
b baru mulai mempelajari Islam pada usia :
2lIl.

E:
Pelajarinya jungki balik :engan Islam, ke:
* selama berpuluh tahun, tak juga
*n penguasaan yang andal tentang totalitas Islam. Palingmemper
jauh yang
mereka himpu tode
meni: E hanyalah aturan-aturan fiqh, atau ":
-

Il
°teris dari totalitas :uan lewat tasawuf - aspek-aspek legal da
hingga : Sudah sedemikian
-

parahkah hostile mentality


-

kita
-

:
C

““ngakui kenyataan: pun kita tampak begi" eng8


|
Hamid Basyaib, Sesudah Saya Masuk Islam L
agi 45
an jika
:: kita memang menyimpan iman, h
agama yang hebat, adakah alasan : bahwa Islam -

Eereka, bahkan kepada siapa pun selain Allah? Berhe : kepada


Emat yang takut dan rendah rasa percaya diri. Dunia : ah menjadi
dibangun dengan kedua ”modal” itu. - idak mungkin
Tidak tidak,
dapatjika
rasional, Islam
agama inisudah
ingin harus
tetap mulai
hidup diajarkan
dalam &: dan diibahas
secara
sunggu
hnya. Islam. harus dibuat terbuka lebar : Ed:
peraguan,
baik dari orang luar maupun dari putra-putri Islam E
ilmu dan te knologi yang berkembang amat pesat, sehingga E
-

dunia dengan kecepatan yang bahkan lebih pesat dari perkiraan para
perancang perubahannya sendiri, kian memaksa orang untuk rasional
dan berpikir kritis. Inilah salah satu ”berkah” ilmu dan teknologi di
zaman modern: memaksa orang untuk rasional, termasuk menginsafkan
akan keterbatasan serta meninjau manfaat dan mudarat iptek itu
sendiri.
- Benar b ahwa dalam Islam ada aspek-aspek yang tidak dapat di
terangkan dengan rasio. Inilah yang disebut al-ghayb yang menurut
Al-Quran hanya diketahui oleh Allah. Mengacu kepada Muhammad
Asad, penyuusn The Message of the Qur'an, istilah itu menunjuk
kepada hal-hal berada di luar jangkauan persepsi manusia (beyond
the range of yang
human perception), alias nonrasional. Diukur dari
kompleks ajaran Islam; bagian ini menempati porsi yang kecil saja -
fakta inilah yang sering dilupakan oleh orang-orang yang jika dikatakan
Islam itu rasional, segera menyambar dengan: ”Tapi tidak semua ajaran
Islam itu dapat dipikir oleh otak.” -

Di luar apa yang disebut ”gaib", semua pertanyaan terhadap Islam


harus dapat dijawab dan diterangkan. (Untuk yang gaib Pun, jika ada
yang mau bertekun-tekun memikirkannya, silakan saja - saya sendiri
tak berminat dan menganggapnya sia-sia). Kalau se°*8 anak melontar
kan pertanyaan "nakal” tentang ajaran Islam, sang orangtua harus dapat
menjawabnya dengan jelas dan jernih. Zaman sudah mencabut izinnya
untuk menjawab dengan bentakan atau pembungkaman, dan memarahi
dengan menyatakan pertanyaan itu ”aneh”, berbahaya dan dapat mem
buat tersesat.
"Jawaban-jawaban” serupa barangkali akan membuat s°8 anak

terdiam dan tak berani lagi bertanya, apalagi kalau sang bapak :
: dengan mengesankan seolah sebagai wakil agama dan wakil
: atau rasul-Nya. Namun, mulutnya boleh diam, tapi tidak pikiran
: : mungkin dia akan menembakkan pertanyaan:
ada :
insaf E:
ebihcara lain, dengan
berbahaya daripada seorangyang
kegarangan rajin berpikir,:
ya:mencemaska: k Ul

kritisism Wa selama ini ia telah ditipu secara intelektual. Bersenjat*


kepada : asahan ilmu dan teknologi, ia akan mengumumkan perang
apak-bapaknya, baik perang terbuka maup" perang geri ya.
: : Ek masal
amkan
-• ---
masalah
- - - 2I Clan
Memaham: (positif): Sebal:
iadi han asasi manusia, ya sd
-Ouran, kelema : yang IThe

mistis. Me" : 9:
a melaku
E besarnya, adalah :
ikiran" (qathr): Kesombongan dan keputu han
adalah akibat kepicikannya. Sif sasaan
dan : ua sikap Enan, rendah-diri dan kece: “gois,
ah akibat kesempitan pikirannya : ut

a013. manusia mala: benar memaksimumkan E:


. Menurut sebuah penelitian di Amerika - E
oleh sebuah buku yang saY* baca sebelas tahun silam
lima persen dari kemampuan potensial
- rata-rata E
anu.

nya. Padahal, ka: penelitian itu, kalau saja manusia mau memaksi:
tensi pikirannya, banyak pencapaian yang dapat di:
kan potensi P makan limapuluh Persen kemampuannya antara i
Orang yang men
menggu: kira-kira duabelas bahasa. Jenius besar Albert
akan mampu
Einstein mengu*
diperkirakan mengaktualkan tigapuluh lima persen dari Potensi
- -

otaknya. - - - - -

Dengan semua itu saya ingin pula menyisipkan penegasan yang


sudah hampir klise namun tel°P relevan sampai kapan pun: bahwa :
dalam Al-Quran terdapat tak kurang dari 750 ayat yang m:
manusia untuk berpikir, merenung, dan menjadikan kegiatan E
sebagai bagian integral dalam hidup. Tujuh ratus lima puluh ayat, atau
hampir seperdelapan dari seluruh isi Kitab Suci itu! Siapa pun lam
tidak ada Kitab Suci lain yang memberi porsi begitu besar kep:
kegiatan olah-pikir; tidak ada agama lain yang menandaskan kegiatan
memburu pengetahuan sebagai ibadat. Dan, jangan lupa, kelebihan
manusia atas malaikat adalah lantaran manusia mampu menggunakan
nalar. Bukankah, seperti dituturkan oleh sebuah ayat Al-Quran
: sanggup menyebut "nama-nama”, sedangkan malaikat i:
E:E malaikat bukan karena manusia
dal - - - rhadap agama - setidaknya ag"
": yang lazim dipahami.
anD3 DG - - - - *

:
sejarah. Sebagian dari agam agama lain yang pernah ha" iar
sehingga yang tinggal : a-agama tersebut lenyap total digilas se :
sampai kini masih E sejumlah kecil jejaknya. s: -

:u kampung yang di an. Tetapi nasib mereka bagaikan PE.

p tja)
dij
kritisi “"a umumnya mengalami tragedi itu lantaran
-
tak m ampu “:3
Fitisisme rasio. Sebagian d - 3.Ti 3
ari agama-agama tersebut pernah : 8
Hamid Basyaib, Sesudah Saya Masuk Islam lagi 47
i masanya, dan ketika itu tak seorang pun penganutnya me
: agama kebanggaan mereka EE : :
Suatu

kejayaan Islam pun saya kira tidak ada Muslim yang berpikir bahwa
kemudian. agamanya mengalami puncak-puncak kekalahan seperti
dewasa ini): Siapa berani menjamin bahwa Islam tidak mungkin menga
lami tragedi serupa? Bahkan sejak agama ini dalam fase formatifnya
Allah sudah memaklumkan ultimatum-Nya: Jika kaum Musim
memperlihatkan performance yang buruk, Dia akan menggantinya
dengan umat lain yang lebih baik, "yang tak seperti kalian.”
Islam hanya akan tinggal bersemayam di dalam dada para pribadi
penganutnya dalam pola yang formal dan legalistik. Dengan begitu,
jangankan mampu mengarahkan perubahan sosial seperti yang di
kehendaki-Nya, sekadar mengimbanginya pun ia akan kelabakan.
Islam yang terlalu sibuk dengan urusan menimbun kesalehan pri
badi, apalagi dengan pembakuan dan sistem seperti sufisme, tidak akan
melahirkan apa-apa kecuali impotensi sosial. Saya kira, bentuk Islam
semacam inilah yang memberi sumbangan besar bagi kelumpuhan Islam
di hampir segala sektor kehidupan selama seribu tahun belakangan ini.
Jika kita yakin bahwa Islam adalah rahmatan li al-‘alamin, sebuah
sistem hidup komplet dan serba mencakup yang mampu menyejahtera
kan seluruh umat manusia di punggung bumi ini, maka agama ini harus
diamalkan secara sosial, dan sama sekali bukan ”urusan hati” atau
"masalah pribadi”. Islam yang dipersepsi dan dipeluk sebagai ”masalah
pribadi” - yang pada muaranya melakukan pemilahan praktis, bukan
hanya teoritis, antara yang duniawi dan yang ukhrawi - terang akan
menyuburkan mentalitas sekular. -

Seperti dimaklumi, mentalitas sekular adalah suatu sikap jiwa yang


memungkinkan seseorang memanjatkan doa kepada Allah SWT dengan
kekhusikan luar biasa, seraya menelikungNy: di gelanggang sosial
politik; memungkinkan orang ikhlas mengeluarkan biaya besar untuk
naik haji berulang kali, dan bersimpuh di dinding Ka'bah dengan linang
an air mata, lalu pulang dan denga: dingin menyaksikan kemiskinan
para tetangganya; kemudian sibuk lagi dengan ilmu dan jabatannya
merancang ”rekayasa sosial”, tanpa terlalu peduli apakah hasil rancang
annya memang mungkin sejalan deng" ideal yang dikehendaki Tuhan
nya; kemudian sibuk lagi bersiasa: dalam bisnis guna memaksimumkan
"kekayaan struktural”-nya. Sekularisme adalah suatu pandangan yang
menganggap agama dan Tuhan tak lebih sebagai deterjen : bahan pem:
bersih busana jiwa yang terasa k°°: akibat terlalu asyik bermain di

kubangan sosial-politik. Mentalitas sekular membuat seorang kaya Yang


menangguk penghasilan sangat besar merasa tenteram setelah menyisih
kan nol koma nol sekian persen dari pendapatannY* untuk menyum
bang masjid, madrasah dan panti asuhan. Atau sekali setahun menyisih.
kan 2,5
Bagaimana al masakin
mungkin
persen untuk agam° wa al-fu4"
yang sangat '.kental bercorak sosial dan
48 Mencari Islam

"duniawi" ini lalu dikemas secara demikian oleh banyak


S. Parvez Manzoor, dalam sebuah tulisannya di Afkar :utnya
lontarkan jawaban ketus: Karena sejak periode-periode : uiry, :
ulama tradisional memang merumuskan Islam dengan watak
sekadar sebagai sebuah system of salvation.
Elamse :
:
Cakupan Syari'ah dicekik menjadi begitu sempit
masalah dipandang dengan dikotomi asing (non-Islam). li S

akal-wahyu, dan akhirnya halal-haram. Demikianlah : Islam,


tidak seorang pun ulama Islam yang menyuarakan k: m salny:
nama Syari'ah - terhadap menipisnya lapisan ozon, atau
hutan
E - 3
tropis yang rusak - hal-hal yang mengintai keselamatan ebarnya
umat manusia. Sebab hal-hal semacam itu, atau singkatnya " seluruh
politik: diyakini sebagai di luar wilayah Syari’ah. moralitas
"Dampak ilmu dan teknologi” memang mulai sering di
Tetapi, iptek dilihat secara kelewat suram, E kerap E
dituding sebagai sumber erosi iman dan religiusitas - : :
tidak memberi sumbangan apa-apa bagi kesejahteraan umat In uanya
Suatu anggapan yang mencerminkan kekurangpahaman akan E
hakikat ilmu dan teknologi. Selain itu, manifestasi dari E
atas dua soal kembar ini pun kemudian jatuh menjadi urusan :
dan disorot dari kaca mata halal-haram. Maka, yang keluar :E
tentang "bayi tabung", karena "dampak ilmu dan teknologi” yang satu
ini langsung berhadapan dengan kepentingan individual. . -

- Islam Perlu dipelajari secara akademis. Ini antara lain mengandung


imperatif digeledahnya seluruh warisan pemikiran para ulama, yuris
teolog dan filosof Islam sepanjang sejarah Islam dengan semangat k:
Saya kira, kita mudah menyepakati bahwa pemikiran mereka oleh
mereka sendiri tidak dimaksudkan untuk memecahkan problem umat di
segala tempat dan di segala zaman, Terlihat jelas bahwa pemikiran
mereka dimaksudkan untuk menjawab situasi di zaman dan masyarakat
mereka - meskipun, tentu saja, ada segi-segi yang relatif eternal dan
universal, khususnya dari khazanah filsafat dan teologi. Mengapakah
Para Pengikutnya kemudian menganggap sebaliknya, dengan nya"
mensakralkan hasil ijtihad mereka?
Dalam Al-Quran ada ayat-ayat yang mengecam "kaum jahiliah"
yang bersikap
pak turut, hanya menaklid pandangan nenek-moya":
mereka, sehingga mereka begitu tegar membendung tawaran wawasa"
baru dari Nabi Muhammad. Agaknya semangat kecaman Al-Q" :
dapat pula diterapkan secara internal, bagi umat Islam send: :
Jangan sekadar mengekor pemikiran Islam yang sudah dibakuka:
para "nenek-moyang” kita. Saya bukan sedang menganjurka" :
War1SAIl mereka dibuang ke keranjang sampah, sebagaima” y:
-

:"8guhnya diam-diam dilakukan oleh sementara kalangan "mod:


: adalah: mempelajari warisan yang berliEar
gat akademis, dengan sikap kritis seorang pene*
Hamid Basyaib, Sesudah Saya Masuk Islam Lagi 49

an yang serius, jujur dan bertanggung jawab. Sebab hanya dengan demi
kian kita mungkin merespons, setidaknya tak terlampau jauh tercecer
menghadapi, sejumlah besar masalah baru khas zaman modern, berikut
roliferasi pesat cabang dan rantingnya. Dengan tatapan selintas saja
kita dapat tahu bahwa sebagian besar dari masalah-masalah tersebut
tidak ada presedennya dan dengan demikian mustahil terliput dalam
hasil pemikiran para ulama abad-abad silam.
>k k k

Masa menganggur selama hampir setahun terakhir ini memberi


saya kesempatan luas untuk ”melamun”. Adalah mengenai peran dan
tanggung jawab manusia dalam kaitannya dengan kemahakuasaan dan
keadilan Tuhan yang banyak mengambil porsi dalam ”lamunan” itu.
Berikut ini akan saya coba paparkan seringkas mungkin, mengingat
keterbatasan ruang. Saya hanya dapat berharap semoga ini bukan
sekadar repetisi dari perdebatan klasik dalam problem serupa, sehingga
sedikit banyak turut memberi sumbangan - apalagi bila ada yang ter
pancing untuk menyempurnakan atau menjungkirbalikkannya dengan
seperangkat argumen yang lebih kuat. -

Pada hemat saya, Tuhan bersifat mutlak transenden. ”Imanensi”-


Nya hanya terbatas pada penetapan hukum-hukum-Nya (sunnatullah)
yang tidak akan mengalami perubahan sedikit pun, sebagaimana ditegas
kan-Nya dalam Al-Quran. -

Hukum-hukum Tuhan itu dapat digolongkan dalam tiga bentuk:


hukum natural, hukum sosial, dan hukum moral. Interaksi ketiganya
dapat disebut hukum sejarah.
Dengan ”hukum natural” yang dimaksud adalah aturan dan
Prinsip-prinsip, atau ukuran (qadar) yang berlaku untuk benda-benda
alam. Misalnya, bahwa matahari terbit di timur dan tenggelam di barat;
setiap benda dengan bobot tertentu jika dilemparkan pasti jatuh ke
bumi, karena bumi memiliki gaya tarik (gravitasi). Dan seterusnya.
Manusia mampu mengetahui hukum natural ini secara persis, dan dalam
batas tertentu sanggup memanipulasinya. Apa yang disebut ilmu-ilmu
alam (natural sciences) pada dasarnya adalah alat untuk mengetahui
hukum ini secara efisien dan sistematis, untuk selanjutnya mampu
“emanipulasinya secara efektif. Karena hukum natural sangat rumit,
kompleks dan ”membingungkan”, maka dilakukanlah pula sistematisasi
* memahami dalam bentuk spesialisasi-spesialisasi disiplin. Perwujud
“ dari manipulasi tersebut terutama berupa teknologi. Demikianlah,
E"at terbang merupakan hasil manipulasi hukum gravitasi, yang
"elibatkan sejumlah disiplin ilmu.
kol E sosial” berlaku bagi manusia, secara individual dan atau
“, termasuk kaitannya dengan "hukum natural”. Hukum ini pun
“ teoretis dapat diketahui persis oleh manusia, dan tidak akan
50 “ Isl rubahan.
Isla174 Jika seseorang melakukan E
>> .. Sosial°

mengalam:nya pasti tertentu pula. Atau, jika ia melakukan


Ertentu, mak mak terja sebu atau bebe
: ntu,
a akan di ah akibarapa t
beberapa hal :: mela kukan sebuah tindakan tertentu, akan te:
tertentu. Ata". akibat tertentu. Demikian sebaliknya. Jika ia tidak
jadi bE tertentu, akan terjadi atau justru tidak akan ter.
melakuka n "E) tertentu. Karena menyangkut manusia dengan
iadi “E hukum ini jauh lebih rumi dan konsekuensia t l.
: : :kan ilmu-ilmu sosial (social sciences) pada hakikatnya
P
adalah cara memahami hukum ini. Peluang bagi subjektivitas, dan juga
-

bagi upaya memanipulasinya, jauh lebih besar. Variasi manipulasinya


pun jauh lebih beragam. hasil
Maka, telah pasti hukum yang mengatur keberhasilan atau kegagal
an pengelolaan sebuah warung sederhana sampai administrasi negara
modern: dari hal-hal yang menyangkut gangguan keamanan kecil sampai
matapetaka besar, dan seterusnya. Yang penting diingat adalah bahwa
seluruh proses yang panjang, rumit dan saling berkait itu pada dasarnya
diciptakan oleh manusia. Cara untuk mengetahui dan memanipulasi
'nya pun sepenuhnya diserahkan kepada manusia. Jadi, sejarah manusia
adalah sejarah untuk memahami hukum ini, termasuk dalam kaitannya
dengan hukum natural.
Adapun ”hukum moral” adalah ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan Tuhan untuk manusia guna mengarahkan segala tindakan
manusia dalam kerangka hukum sosial dan hukum natural itu, agar
tindakan-tindakan itu menuju kepada terciptanya ideal tertentu yang
dikehendaki-Nya dan sesungguhnya demi kesejahteraan manusia sendiri.
Jadi, hukum ini berkonotasi etis (atau legal-yuridis). Terhadap hukum
moral ini pun manusia diberi kebebasan mutlak untuk menaati atau
membangkangnya. Tuhan hanya akan memberi ganjaran di akhirat
kalau manusia menaati perintah-Nya, dan menghukumnya jika manusia
membangkang. Tetapi ganjaran dan hukuman itu dijatuhkan bukan
karena ketaatan atau pembangkangan terhadap perintah Tuhan itu sen
diri - sebab keduanya sama sekali tidak mempengaruhi-Nya - melain
kan karena kedua tindakan itu niscaya mengandung implikasi tertentu
ke atas manusia. Ketaatan, dalam semua level dan skalanya, pasti akan
menimbulkan dampak pada pelakunya dan juga pada orang-orang lain,
demikian sebaliknya. Menurut Al-Quran, Tuhan akan mempertimbang
kan seluruh perbuatan manusia, sampai yang sedetil atom sekalipun.
Telah dikemukakan bahwa manusia secara teoritis mampu menge
tahui ”hukum natural” dan ”hukum sosial” secara persis. Untuk peris
tiwa-peristiwa alam yang relatif sederhana, manusia telah mampu me
mahami dan menerangkannya secara sempurna. Sedangkan untuk peris
tiwa-peristiwa yang lebih rumit, manusia baru mampu menerangkan
sebagiannya saja. Namun di sisi lain, tak tertutup kemungkinan bahwa
suatu penjelasan yang telah dianggap akurat tentang suatu peristiwa
Hamid Basyaib, sesudah saya Masuk Islam Lagi **
tertent: “P“litian lebih baru terbukti keliru, baik sebagian mau
un :
yang Pemikian
objektif adalah hukumseterusnya Hai Ekinkan
natural pada-dirinya, karena
sedangkan persepsi
manusia terhadapnya niscaya diwarnai oleh subjektivitasnya, sedikit
atau banyak.
Apa yang menyangkut ”hukum sosial”, seperti sudah dikatakan,
jauh leE dan Pintu bagi subjektivitas terbuka jauh lebih lebar.
Suatu Peristiwa sosial tertentu, terbentuk oleh sejumlah sebab, tidak
pernah oleh sebuah sebab tunggal. Prosesnya umumnya rumit dan
saling berkait, sehingga tidak selamanya manusia mampu menerangkan
nya. Namun yang ingin ditekankan adalah bahwa, betapapun rumit dan
sukar diterangkannya proses tersebut, semuanya berlangsung di seputar
manusia - "anusia yang menciptakan peristiwa tersebut, manusia pula
yang menderita akibat dampak negatifnya atau menikmati dampak
ositifnya.
Ketidakmampuan manusia menerangkan seluruh proses tersebut
secara Persis, semata-mata lantaran keterbatasannya. Atau tepatnya,
karena keterbatasan manusia di suatu zaman, karena perkembangan
ilmu Pengetahuan dan kematangan intelektuai manusia - yakni cara.
dan alat untuk mengetahui secara persis proses tersebut - belum men
capai tingkat yang disyaratkan untuk mengetahuinya. Bukan karena
dalam peristiwa tersebut terdapat unsur ”gaib” - kecuali yang memang
mengandung unsur tersebut, dengan pengertian al-ghayb seperti sudah
dikemukakan. .

Banyak hal yang pada masa lalu dianggap ”gaib”, dan manusia
merasa tak mampu memahaminya, kemudian dapat diterangkan, malah
terbukti sangat sederhana dan sama sekali tidak mengandung unsur
”supernatural”. Dengan demikian, hal-hal yang dewasa ini dipandang
pelik dan tak dapat diterangkan - khususnya karena anggapan terdapat
kegaiban di dalamnya - pun kelak akan mampu disingkapkan ole
manusia. -

Umumnya, hal-hal yang tak dapat diterangkan, dinyatakan sebagai


”kebetulan” atau ”keajaiban” oleh orang-orang yang kurang peduli
pada agama. Sebab sejak mula asumsi dasar mereka adalah bahwa alam
semesta berikut segala isinya ini tercipta dengan sendirinya; atau kalau
pun diyakini sebagai ciptaan Tuhan, Dia berlepas tangan sepenuhnya
(transendensi mutlak), tanpa menetapkan sunnatullah sebagaimana kita
maksudkan. Sementara orang-orang religius menyatakannya ”kehendak
Tuhan”, ”takdir Tuhan”, ”cobaan Tuhan”, ”kutukan Tuhan”, dan
lain sebagainya, yang semuanya berkonotasi keterlibatan Tuhan secara
imanen. ("Tuhan turut campur secara aktif dalam membentuk sebagian
atau seluruh suatu peristiwa”). - v

Ungkapan-ungkapan kaum sekularis tersebut sesungguhnya


merupakan cerminan dari keterbatasan pikiran manusia, sebab dalam
sejatinya tidak ada satu pun hal yang merupakan ”kebetulan” atau
52 Mencari Islam
”keajaiban”. Semuanya adalah hasil dari suatu proses. Adapun ungkap
an-ungkapan seperti ”takdir Tuhan” dan sejenisnya mencerminkan
kemalasan berpikir, keengganan mengusut akar-akar penyebab suatu
peristiwa, sekaligus mencerminkan ketergesaan . untuk cepat-cepat
mengembalikan segala hal kepada Tuhan Sang Pencipta.
Paling positif, sikap kaum religius tersebut menyatakan kerendah
hatian manusia di hadapan Tuhan. Kerendahhatian seruP memang
adakalanya diperlukan, setidaknya dapat mencegah kesombongan yang
tak pada tempatnya terhadap Tuhan, atau dapat mencegah frustrasi.
Tetapi ia juga mengandung problemnya sendiri. Ia dapat menggerogot,
semangat manusia untuk berusaha secara optimal, dan juga mengurangi
porsi tanggung jawab manusia, dengan akibat yang akhirnya merugikan
manusia sendiri. Lebih jauh, kecenderungan bersikap semacam itu juga
sangat menyesatkan. Adalah berbahaya jika manusia (individual dan
atau kolektif) memandang peristiwa yang melibatkan dirinya sebagai
”takdir Tuhan”, sementara sesungguhnya itu merupakan hasil peren
canaan sistematis manusia lain.
Telah disebut bahwa ketetapan Tuhan berupa ”hukum natural” .
dan ”hukum sosial” berlaku tetap, tidak akan mengalami perubahan
sedikit pun. Dengan asumsi sementara bahwa keduanya objektif, maka
siapa pun yang berusaha memahami, dan kemudian memanipulasinya,
pasti akan berhasil. Sebagaimana halnya siapa pun yang menjatuhkan
diri dari lantai 10 sebuah gedung pasti akan celaka. Maka, seorang ateis
yang paling gigih pun mungkin dapat memahami dan memanipulasi
hukum-hukum tersebut secara lebih baik daripada seorang yang sangat
religius.
Persoalan yang sangat penting dalam hal ini adalah menyangkut :
aspek manipulatif dari penguasaan atas ”hukum natural” dan ”hukum
sosial” itu. Untuk apakah, dan untuk siapa, hasil dari manipulasi
hukum-hukum tersebut? Juga, bagaimana caranya? Di sinilah letak
pentingnya ”hukum moral”. Adalah ”hukum moral” yang membekali
manusia dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hukum
moral dapat membuat energi moral yang terdapat dalam diri setiap
manusia berkembang seluas-luasnya. Sebaliknya, tanpa mempertim
bangkan hukum moral, energi tersebut dapat membeku atau sirna.
Tanpa mempertimbangkan hukum moral, maka satu-satunya yang
menggerakkan manusia untuk memanipulasi kedua hukum tersebut ada
lah kepentingannya. Kepentingan ini merentang dari kepentingan indi
yidual sampai kepentingan nasional. Untuk mereka yang tak mengacuh
kan hukum moral, segala tindakan teknis yang memungkinkan pemani
pulasian hukum natural dan hukum sosial itu akan dilakukan, sepanjang
sejalan dengan kepentingannya. Jadi, tolok ukur tunggal untuk semua
tindakannya adalah kepentingan subjektifnya, walaupun mungkin itu
membentur atau bertentangan dengan kepentingan manusia-manusia
lain yang juga punya hak sama atas kesejahteraan hidup di dunia ini.
Hamid Basyaib, sesudah saya Masuk Islam Lagi 53
Contoh ekstrem bagi - - - - -

luar biasa atasm:


natural menyangkut
musnah :
kehidu :bom,
embuat Eyang memu aya
iata kimia dan biologi Pan umat manusia. Atau juga pembuatan
senj - - lologi, yang sungguh menjadikan manusia yang ter

kena menjadi amat menderita. Di bidang hukum sosial pun mereka


akan) menciptakan - dan melestarikan - sistem sosial-politik yang
menguntungkan kepentingan subjektif mereka, dalam skala lokal sam
pai internasional. >

d : mereka yang menjadikan hukum moral sebagai


edoman akan senantiasa mempertimbangkan hukum ini sebelum
melakukan segala tindakan. Meskipun secara teknis mereka mampu
memanipulasi kedua hukum tersebut, namun jika dari sudut hukum
moral tindakan tersebut hanya menguntungkan dirinya seraya merugi
kan sebagian besar manusia lain, mereka tidak akan melakukanny:
Tolok ukur segala tindakan mereka adalah kesejahteraan optimal untuk
sebanyak mungkin manusia. -

sekali lagi, tindakan apa pun yang dilakukan manusia Pasti **


menimbulkan dampak, cepat atau lambat, besar atau kecil, baik ter
hadap pelakunya maupun orang-orang lain. Maka adalah sangat penting
bagi manusia untuk berkonsultasi secara sungguh-sungguh dengan
hukum moral sebelum ia bertindak. Kesungguhan tersebut berbanding
lurus dengan besarnya dampak yang mungkin timbul akibat tindakan
itu. Namun penting pula diingat bahwa suatu tindakan yang tampak
nya sepele dan individual pun berpotensi untuk menimbulkan dampak
yang besar. Pengabaian hukum moral berupa pemuasan nafsu seksual
secara serampangan, misalnya, ternyata mengobarkan histeria massa
dan kepanikan akut yang mencekam manusia di seluruh dunia akibat
ancaman wabah AIDS (Acquired Im": Deficiency Syndrome).
Paling sedikit biaya yang harus dibayar akibat meruyaknya penyakit
yang proliferasinya terpesat sepanjang sejarah itu adalah seluruh ongkos
material dan imaterial sejak penyakit tersebut diidentifikasi sampai saat
berhasil diatasinya kelak. Dan yang membayar sebagian besar dari total
biaya tersebut adalah manusia-manusia yang tidak bersangkut-paut
dengan urusan kebebasan seks.
xk xk k

Demikianlah, dengan kerangka pemahaman sebagaimana terpapar


mengalami kesukaran sedikit Pun dalam memahami
di muka, saya tidak menegaskan bahwa jika manusia memperoleh ke
ayat Al-Quran yang llah, sementara jika manusia mendapat keburukan,
baikan, itu karena A
itu lantaran kesalahan manusia sendiri. Wajah sejarah sepenuhnya di
tentukan oleh manusia; oleh pemaduan atau pemisahan yang dilakukan- -

nya antara hukum natural, hukum sosial, dan hukum moral.


Saya hanyalah anak muda Muslim yang mencoba memahami dunia
i
54 Mencari Islam
saya anut. Barangkali keinginan it,
dengan kaca mata agama yang kin, akar-akar semua per*lan dapat
kelewat ambisius. Tetapi saya Y* -

dilacak dengan berpedoman kepada agama yang * ya peluk.


atak Selain itu
mrliori -
r

pada hemat saya, Islam adalah agama yang bervat: : ", la


optimistis bahwa dunia semakin lama kian membaik. Perna " juar4
penganutnya terhadap agama ini Pun kian menuju kesempurnaan. Jrla,
pemahaman umat Islam generasi mutakhir mesti lebih baik daripada
generasi-generasi sebelumnya. J adi, tak seperti bunyi sebgah hadis Nabi
yang cukup sering dikutip, yang menegaskan bahwa "umat terbaik
adalah umat generasiku (Muhammad), yang kedua terbaik adalah grne.
rasi sesudahku,” dan seterusnya. Kalau logika ini diikuti, maka generasi
kita - yang berjarak sekitar 60 generasi setelah Nabi - tentu "4ah
hancur lebur. Hanya mereka yang bermental kerdil yang menjadikan
hadis tersebut justru sebagai senjata untuk merasionalisasi kekalahan.
Untuk semua yang saya paparkan, saya tidak akan "memanfaat
kan” kemudaan. Saya tidak akan mengatasnamakan kemudaan usia
untuk minta permakluman atas segala kekeliruan yang mungkin ter.
dapat di dalamnya. Pintu kritik dibuka selebarnya. Dan kritik adalah
kritik, dan niscaya konstruktif, bukan hinaan atau caci-maki. Sebab
kritik berarti separuh pemecahan. Karenanya, saya tidak akan me
nuntut supaya kritik yang dilontarkan harus juga menyertakan ”jalan
keluar”. Lagi pula, apa alasan saya mengharuskan ”jalan keluar”, bukan
kah saya tidak memegang jabatan apa pun - apalagi jabatan menteri -
dalam pemerintahan?•
:: *-’. - % * : : " " " -l -

E :
F
an Sürateg|I
an
:.
Strategi :
: -
-

santri Jawa
-Ai:Munha
ALI MUNHANIF lahir pada 12 Desember 1965 di Blora
adalah lulusan Jurusan Akidah dan Filsafat IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta (1984-1989). Sebelumnya me
mamatkan Sekolah Dasar Negeri di Kunduran, Blora
(1972-1977) dan nyantri di Pondok Pesantren Pabelan,
Muntilan (1977-1984), serta mengikuti Program Latihan
Asian Development Institute (ADI)-HP2M di Jakarta
(1986). Di bidang organisasional, pernah menjadi Ketua
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat
(1987-1988), Ketua Umum Forum Studi Islam (FSI)
IAIN Jakarta (1987-1989), dan pendiri Forum Maha
siswa Ciputat (FORMACI). Saat ini bekerja sebagai
wartawan di Majalah Editor dan menetap di Jakarta.
TRADIsi IslAM DAN stRAteGi bUDAYA:
CATATAN PERJALANAN seorANG sANTRI JAwA*)
Ali Munhanif

Kunduran, Blora, 1971


Dalam usia yang seumur jagung, aku sudah dipaksa untuk menyak
sikan konflik hebat yang terjadi di kalangan umat Islam sendiri. Waktu
itu, hari-hari masa kampanye menyambut Pemilu 1971, kami sekeluarga
menghadapi teror yang tak menentu bentuknya. Bermula dari keharus
an keluarga kami untuk memilih salah satu partai politik Islam yang
menjadi kontestan Pemilu, bapak dan ibu harus menanggung risiko yang
tak terbayangkan: berpisah. Tuntutan militansi dari suatu pemihakan
terhadap partai politik, mendorong keluarga untuk mempersoalkan
kembali latar belakang paham keagamaan bapak dan ibu yang memang
berbeda. Beberapa tokoh dari kalangan NU sengaja mencari-cari per
soalan dari perbedaan itu dan begitu bernafsu membujuk bapak agar
menceraikan istrinya hanya karena ibu berlatar belakang Muham
madiyah, yang pada masa pemilu berafiliasi kepada Parmusi. Padahal
sejak pernikahan mereka, kami sekeluarga sudah benar-benar menjadi

*) Aku harus mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman di HMI cabang Ciputat,
Himpunan untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (HP2M), dan Forum Mahasiswa
Ciputat (Formaci), yang telah turut membentuk formasi intelektualku. Esei ini adalah
refleksi sangat subjektif atas pergulatan-pergulatanku dengan teman-teman di atas. Dus,
walaupun aku melibatkan nama-nama mereka dalam esei ini, keseluruhan isinya adalah
tanggung jawab pribadiku, bahkan bukan pula tanggung jawab Formaci - tempatku selama
ini belajar dan penyelenggara penerbitan buku ini.

57
58 Mencari Islam -

warga NU. Bahkan ibu, pada 1965, sempat menjadi Ketua Umum Mus.
Ranting Kunduran.
m: E
- - -

itu tidak pernah terjadi, namun peristiwa itu


tidak akan pernah lepas da: ingatan.
banganku menginjak remaja: konflikSebab, hingga masa-masa perk:
itu masih kusaksikan. Bukan
|
|

hanya dalam percaturan politik di kecamatan, tetapi dalam menunaikan


Perbedaan penafsiran terhadap perintah agama
ibadat sehari-harinya.
yang seharusnya lumrah dijadikan arena konflik yang cenderung m:
sional. Aku masih ingat betul, sewaktu masih di SD, sering terjadi
erebutan siapa dan golongan mana Y:"8 menjadi imam shalat di mas.
jid. Apabila suatu waktu yang menjadi imam bukan dari golon gannya,
maka biasanya mereka yang tidak segolongan lebih baik pulang dan
shalat di rumah. ”Kalau imamnya saja sudah tidak pakai ushalliy, bagai
mana shalatnya bisa sah!” Begitu biasanya komentar orang NU, bila ke- |

betulan yang menjadi imam adalah orang Muhammadiyah.


Desaku, Kunduran, Blora, adalah bagian kecil dari tanah tandus
di perbukitan kapur bagian utara Jawa. Dari segi sosial ekonomi, masya
rakat di desa menggantungkan kehidupan sehari-harinya pada pertani
an, meskipun disadari bahwa dengan bertani mereka juga tidak akan
mendapatkan penghasilan lebih. Sebab, sawah yang merupakan lahan
satu-satunya untuk mencari nafkah adalah sawah tadah hujan yang
hanya dapat ditanami sekali dalam setahun. Tidak ada pengairan yang
|
dapat membantu meningkatkan hasil atau melipatgandakan masa
panen, karena Kunduran memang tanah kapur dan tidak mempunyai
sumber air yang besar. Rarenanya, tingkat kehidupan masyarakat |
sangat subsisten, tidak ada kelebihan pendapatan yang mampu menye
jahterakan mereka, kecuali beberapa orang saja yang terdiri atas pri
yayi, atau keturunan priyayi, dan beberapa orang haji yang menguasai
iahan persawahan yang luas. Orang-orang yang terakhir inilah yang men
jadi tempat berlindung - baik secara ekonomi maupun politik - orang
kecil di desaku.
Tetapi, seperti layaknya sebuah desa menengah di Jawa lainnya,
Kunduran merupakan khazanah yang menyimpan berbagai kekuatan |

sosial politik. Lancarnya transportasi di desa ini, meskipun pada waktu


itu hanya ditempuh dengan kereta api kluthuk,ditambah dengan tu"
buh suburnya praktek-praktek budaya setempat - Jawa dan Islam T
menjadikan desaku semakin mempunyai corak budaya yang beraga".
Praktek-praktek seperti lamporan, tegah bumi, sampai jumene"g dan
tayub,*) masih sering diselenggarakan oleh orang Jawa, abanga", dan di

*) Lamporan: Sebuah ritus yang selalu diadakan secara massal dan diikuti oleh seluruh waré*
: dengan membawa obor mengelilingi desa Kunduran. Dimulai dari satu tempat yang
:di keramat di desa itu, berupa pohon beringin yang dikelilingi pagar indah, dan be”
Ir ujung desa. Acara ini diadakan pada setiap minggu pertama bulan syura. Kon".
E" sebagai upacara untuk menolak segala gangguan yang akan menimP* desa sepanja"8
berfungsi - - -
Ali Munhanif, Tradisi Islam 59

legitimasi oleh aparat pemerintah desa setempat. Bahkan praktek


praktek semacam itu menjadi bagian dari praktek budaya masyarakat
secara keseluruhan, termasuk orang Islam. Sementara itu, praktek
budaya yang bersumber kepada ajaran agama, khususnya Islam, juga
merupakan Pemandangan yang umum. Tidak jarang praktek budaya
orang :antri itu, meskipun khidmat, mengikuti corak-corak tradisi
Jawa. Pada bulan Syura, misalnya, orang santri di desa masih menjaga
pintu rumahnya dengan sesaji yang terdiri atas nasi putih dan lauk pauk
dengan doa-doa yang bersumber dari ajaran Islam.

Masa Kanak-Kanak di Desa Jawa


Di desa itulah aku dilahirkan, pada menjelang fajar, Jumat Legi,
12 Desember 1965. Inilah hari yang merupakan puncak dari suatu
usaha pengganyangan PKI di desa Kunduran yang dilakukan secara
bahu-membahu antara masyarakat, polisi, pamong desa dan kekuatan
politik yang lain. Kelahiranku, menurut cerita yang kudengar kemudi
an, ditandai dengan dibakarnya dua rumah milik dua orang tokoh PKI
Kecamatan Kunduran, Teik Jan dan Janawi, oleh massa yang marah.
Banyak orang menafsirkan jejak hidupku yang akan datang berdasar
kan referensi peristiwa istimewa di desa itu, seperti yang seringkali di
lakukan oleh orang Jawa dalam meramal pribadi si anak.
Bapakku, Nurcholish, adalah seorang yang berasal dari desa itu
juga. Pendidikan yang dikenyamnya tidak lebih dari Sekolah Rakyat.
Bapak lantas melanjutkan pendidikannya dengan nyantri di Pesantren
Tebuireng. Hanya sempat tiga tahun bapak nyantri di pesantren itu,
untuk kemudian memasuki sebuah pesantren tarikat di sebuah tetangga
desa, Ngawen. Sedangkan ibuku, Sri Wartini, bukanlah orang asli, me
lainkan dari Blora. Melihat kultur urban yang dicerapnya, dibanding
kan dengan bapak, tingkat pendidikan ibu jauh lebih tinggi. Pada umur
delapan belas tahun, ibu menamatkan Sekolah Guru bagian B di Blora.
Belum sempat ia mengamalkan pengetahuan yang diperolehnya untuk
menjadi guru - karena itulah cita-citanya - bapakku keburu memper
suntingnya. Dengan latar belakang sosialisasi pendidikan kedua orang
tuaku yang berbeda ini, terwariskanlah dua sikap yang berbeda pada

Tegah bumi semacam kenduri bersama yang diikuti segenap petani dan para aparat desa.
Setelah kenduri usai, nasi yang tidak habis di-tawur-tawur-kan oleh peserta. Konon, acara ini
dilakukan untuk menyambut Dewi Sri, dewi kemakmuran bumi, yang dipercayai kehadiran
nya pada setiap menjelang masa Pane: padi di desa itu. Anehnya, acara ini diiringi dengan
doa-doa Islam yang dibawakan oleh Modin desa.
Jumeneng. Biasanya dilakukan pada malam hari. Oleh orang-orang tua, ritus ini dilakukan
menekur di depan sebuah lentera tanpa tidur dan tanpa menutup
dengan cara berdiam diri,
pintu rumah selama satu malam penuh. - -

Tayub: Sebuah tarian rakyat, yang dalam kebiasaan di daerah Blora, mempunyai arti magi.
Karenanya, setiap ada pesta yang akan menghadirkan tayub, harus disertai sesaji-sesaji yang
diperlukan.
60 Mencari Islam -

diriku dan kakak-adikku kemudian. Yakni sikap kesantrian Yang kami


warisi dari bapak dan sikap keterpelajaran 'E.kami warisi dari ibu
dua sikap yang sangat menentukan dalam perkembangan kepribadi:
kami E belakang keluargaku - yang berhasil kuketahui hanya s
3. - - -

pai pada buyut - tidak jauh berbeda dari latar belakang keluarga :
: umumnya di Indonesia. Keluarga belumlah mempunyai t:
keilmuan yang dapat dibanggakan. Kecuali Simbah-ku, H. Masduki
yang pernah menjabat sebagai kepala desa pada 1959 sampai 1970.
kebanggaan keluargaku hanyalah kelimpahan ekonomi dan ketinggian
derajat sebagaimana layaknya Priyayi Jawa. Kesadaran menjadi Se
orang yang terpelajar, dalam konsep tradisi keluarga yang Sangat men
junjung kebudayaan Jawa itu, adalah kesadaran bagaimana menjadi:
orang yang berderajat, bukan demi yang lain. Sebab, dalam konsep
kebudayaan Jawa pula, hanya orang yang berpengetahuan itulah
yang sesungguhnya kuat derajat dan kuat pangkat, meskipun derajat
dan pangkat adalah anugerah yang hanya dapat dipahami secara mistis.
Keluargaku, terutama Simbah, begitu meyakini konsep mengenai
pengetahuan dan derajat seseorang ini. Itulah sebabnya, bila diukur
dengan tangguhnya tradisi keilmuan sebuah keluarga, keluargaku belum
mempunyai generasi yang berhasil menamatkan studinya hingga sarjana,
sampai keberhasilanku menyelesaikan kuliah di IAIN Jakarta pada Juli
1989. Jadi, aku, meskipun merupakan anak ketiga dari sembilan sau
dara, adalah orang dan generasi pertama dalam keluarga yang sedang
menapaki jejak tradisi keilmuan keluargaku. Sebab, sudah menjadi ke
laziman dalam keluarga, setamat sekolah menengah atau menyelesai
kan ngaji di suatu pesantren, paman-pamanku mengharapkan ”warisan
derajat” dari pendahulunya, dengan menjadi pegawai. Ketinggian de
rajat ternyata jauh lebih diharapkan daripada pengetahuan itu sendiri.
- Pengalaman menyadari konflik antara umat Islam sendiri, yang
terjadi menjelang pemilu itu, kurasakan sebagai kenyataan pahit yang
paling berkesan. Sejak itu, bahkan sejak masa-masa awal pendidikan
dasar, aku selalu ingin menghindari konflik seperti itu, walaupun rasa:
nya mustahil, sebab aku adalah seorang anak dari tokoh NU di desa
itu. Bukan saja aku tumbuh besar dalam arena konflik antarpaham aga
ma semacam itu, tapi juga berkembang dalam pergulatan budaya yang
beragam dengan lingkungan, dengan dunia pendidikan yang kadang ber
tolak belakang. -

. Masa kanak-kanak kulewatkan di desa itu dengan bermain dan


belajar. Pada usia tujuh tahun, setahun setelah Pemilu 71 itu, aku d:
daftarkan oleh bapak untuk belajar di SD I, satu-satunya SD neg°
desa Pada waktu itu. Dan pada usia itu juga, aku didaftarkan u"
Eah agama,
akukan pada sore hari. Jadi, aku Al-Huda yangdua
dapat belajar kegiatan:
macam ilmu :
ngetahuan sekaligus - pengetahuan umum di SD dan pengetahuan ag
-
:
- - “"hanif, tradisi alam si
di Madrasah - tanpa saling mengganggu waktu masing mun g.
#. malaangm harinya, aku harus mengaji membaca Al-Quran : -

langgar.y letaknya tak jauh dari rumah. Begitu terus E


g
yan kul alui
sel enam tah
ama un . didesaku Pada waktu itu, aku b:
benar tidak dapat menyadari bagaimana mengintegrasikan E
macam ilmu pengetahuan itu. Masing-masing mempunyai kepentingan
sendiri-sendiri,
sementara tak satu pun dari guru maupun ustadku mam
pu mencarikan benang merah yang dapat kupakai untuk memahami ke
terkaitan antar keduanya. Aku hanya merasa bahwa pengetahuan
umum semata-mata untuk menghitung, membaca semua yang ber
kaitan dengan dunia; sedangkan pengetahuan agama hanya menjadi
bekal kematian manusia kelak, sebab begitulah ustad-ustadku menje
Beg
laskan .
itu
nya juga dengan ngaji membaca Al-Quran. Sejak permulaan
- -

mengeja alf, ba', ta', dan seterusnya, sampai menamatkan turutan, tak
satu pun dari ayat-ayat itu yang kupahami dengan baik, kecuali ketika
aku melangsungkan khitan sewaktu kelas tiga SD. Dalam tradisi keluar
gaku, apabila ada seorang anak yang dikhitankan, sebelum pemotong
:n khitan itu dilakukan, si anak harus diarak dengan pakaian kebesaran
keliling desa, dan setelah itu harus membaca Al-Quran Juz Amma
beserta artinya, lazimnya dalam bahasa Jawa halus. Begitu pula aku.
Kupersiapkan acara itu dengan memperlancar bacaan Arab dan me
mahami artinya dengan baik. Bukan apa-apa, hanya karena perminta
anku kepada bapak agar, dalam acara khitanan itu, kami mendatangkan
wayang kulit dengan dalang nomor satu di daerahku sebagai hiburan
nya, dipenuhi. Bermula dari kesungguhan mempelajari arti ayat-ayat
yang ada dalam Juz ‘Amma itu, aku sedikit saja dapat memahami arti
arti Al-Quran. Itu pun tanpa mampu menarik keterkaitannya dengan
pengetahuan yang aku pelajari di SD: berhitung, ilmu bumi, ilmu alam
dan lain-lain. Aku tumbuh menjadi seorang pribadi yang pecah.
Kesadaran keberagamaanku tumbuh bersama sosialisasiku dengan
dua dunia pendidikan umum dan agama yang, sampai sejauh itu, belum
kupahami benar keterkaitannya. Begitu juga lingkungan yang meling
kupiku. Pagi hari, pada jam sekolah SD, aku berteman akrab dengan
anak-anak yang tidak mempunyai tradisi ketaatan kepada agama.
: mereka lahir dari keluarga abangan, setidaknya keluarga
: " yang lebih dekat ke ritus-ritus Jawa daripada Islam itu sendiri.
: : sepengetahuan orangtua, aku sering melalaikan ke
E: : seorang Muslim santri. Bahkan tidak jarang, aku lebih
Se

bel: dengan Pergaulan bersama teman-teman yang berlatar


- anak-anak E IIII. Sedangkan pada sore hari, hidup di tengah
kungan yang : : menjalani hidup sebagai seorang santri. Di ling
"enjadi seoran M: : ini, aku merasakan betapa keras dan kakunya

Di : * : di Madrasah, diajarkan padaku tentang keagungan


- -
-

62 Mencari Islam

Gusti Allah dan keterbatasan makhluk-Nya Piajarkan juga kepadaku


tentang siapa-siapa orang yang menjadi ahli surga dan siapa pula yang
menjadi ahli neraka. Sementara luar kelas, aku dipaksa untuk ber:
di

sikap tidak bersahabat dengan komunitas yang setiap Pakunya kutemui


dan kugauli sebagai teman dekat, yaitu komunitas abangan. Merek:
adalah ahli neraka karena pembangkangannya terhadap ajaran-ajaran
Islam. Begitu selalu kudengar pernyataan-pernyataan dari ustad yang
mengajariku agama, mengenai komunitas abangan di desa. Padahal ku:
ketahui secara persis bahwa ustad-ustad itu juga mengamalkan ritu.
ritus yang diamalkan oleh komunitas itu. Para ustad juga melakukan
nyunyuk*) sebelum memanen padi, mengikuti lamporan, menyum.
bang untuk tegah bumi, mengadakan selametan, dan lain-lain. Hanya
karena komunitas itu tidak melakukan shalat saja, ustad kemudian men.
capnya sebagai kafir. -

Dalam kaitannya dengan sosialisasiku di tengah-tengah komunitas


abangan itu, kesanku terhadap tradisi Jawa begitu mendalam. Ritus
ritus yang lazimnya dilakukan oleh masyarakat Jawa, sering kuikuti
tanpa mengalami ketegangan pribadi apa pun. Keluargaku sendiri,
tanpa mengetahui kekeliruan yang dilakukannya, sering mengikuti
ritus-ritus yang diadakan oleh aparat desa yang bersumber pada tradisi
lokal Jawa, seperti selametan untuk meminta perlindungan kepada
danyang**) desa, tegah bumi, dan lain-lain.
Aku benar-benar dapat meresapi, barangkali juga karena sikap
keluarga yang kuwarisi, setiap ritus Jawa yang kuikuti. Bukan karena
penghayatanku terhadap ritus-ritus itu ketika berlangsung, tetapi ka
rena pergaulan dengan teman-teman yang berlatar belakang komunitas
ini begitu dekat. Sehingga penyerapan terhadap semua yang berbau
tradisi Jawa, lebih terasa efek kognitifnya dibandingkan dengan ritus
ritus yang diajarkan oleh ustad. Lebih-lebih lagi penyerapan terhadap
dunia pewayangan. Barangkali berkenaan dengan dunia wayang ini
merupakan pengalaman-pengalaman yang paling berkesan hingga masa
remajaku. Karena sudah menjadi kebiasaan umum di masyarakat desa,
kalau wayang seringkali digunakan sebagai referensi bersama untuk me
mandang dunia. Menasihati anak, menyelesaikan konflik, mengajarkan
tata krama, dan lain-lain, selalu menggunakan identifikasi cerita-cerita

*) Nyunyuk: Ritus selametan yang dilakukan oleh seorang petani yang hendak menuai padi
di sawah. Syarat-syarat yang diperlukan pada acara ini antara lain: kembang mawar, kemenY*
uang seperlunya dan beberapa batang padi, dibakar di sudut petak sawah yang akan ditual
itu. Acara dibuka dengan doa-doa menurut agama Islam dan ditutup dengan makan bersama
oleh segenap yang hadir.
**) Danyang: Suatu simbol yang dianggap sebagai kekuatan yang menjaga keselamata" dan
keamanan desa. Danyang, untuk masyarakat Kunduran, dipercayai sebagai ruh jah* yang
berdiam di sebuah pohon beringin di tengah-tengah desa. Sampai saat ini pohon :
terjaga, baik kebersihan maupun keamanannya, dengan dibangunnya sebuah pagar indah di
sekelilingnya.
: T:.

Ali Munhanif, Tradisi Islam 63


wayang. Kudangan-ku sendiri, yakni pemujaan mani -

E usia dini dipersonifikasikan dengan E E: -

dari Kerajaan Pringgodani, Gatotkaca, Begitu kuatnya kesan E


dunia pewayangan
menyaksikan ini:
wayang di sehingga
desa. sampai masa remaja aku masih -
Eg
. Dalam usia yang menjelang akhir kanak-kanak, di kelas en
sekali lagi aku dihadapkan pada pengalaman pahit yang E.
dari: konflik dengan duniaku sendiri. Pemilu 1977 telah menyebabkan
aku dan teman-teman yang berlatar belakang abangan mengambil jalan
sendiri-sendiri. Aku, seorang anak yang lahir dari keluarga santri dan
bapak menjadi tokoh NU itu, tentu memilih PPP dan selalu mem
banggakan gambar Ka'bah di depan teman-teman. Begitu juga mereka
lebih memilih gambar PDI dan Golkar, sehingga masing-masing kami
beradu kekuatan. Di SD aku menjadi kelompok yang sangat minoritas,
disebabkan sedikitnya anak-anak santri yang belajar di sekolah itu.
Tetapi, di madrasah, kami semua adalah warga Ka'bah. Namun begitu,
ada satu hal yang membuatku dan anak-anak santri di madrasah kesal.
Kiaiku, yang seharusnya menjadi panutan komunitas santri di desa,
justru masuk Golkar - suatu sikap politik yang sangat tidak terpuji
untuk seorang tokoh agama waktu itu. Sehingga, bersama teman
teman sebaya, aku memboikot kegiatan madrasahnya hampir berbulan
bulan. Bukan hanya itu, kegiatan mengaji di mushalanya yang berlang
sung setiap malam, sering kami ganggu dengan cara layaknya anak-anak.
T

Di Pesantren Pabelan - -

Perpisahanku dengan teman-teman abangan menjelang berakhir


nya pendidikanku di SD, mendorongku untuk menerima tawaran bapak
agar melanjutkan sekolah di pesantren. Tetapi, sepengetahuanku saat
itu, pesantren sangat tidak simpatik karena - seperti yang kusaksikan
sewaktu menengok seorang saudara yang nyantri di pesantren Rembang
- selalu menampilkan kesan-kesan negatif dan melulu hanya belajar
kitab. Oleh sebab itu, ketika salah seorang paman menunjukkan ada
nya sebuah pesantren modern di daerah Magelang, aku mengajukan per
mohonan untuk disekolahkan di pesantren tersebut. Begitulah, akhir.
nya, aku berkenalan dan menjalani hidup sebagai seorang santri dalam
sebuah pesantren yang modern, Pondok Pesantren Pabelan yang diasuh
oleh K.H. Hamam Ja'far. -

Pengalaman-pengalaman pertama hidup di pesantren kurasakan


benar
sangat ketegangannya.
religius, berbeda Kalau
denganboleh dikata,yang
lingkungan lingkungan yangTidak
ada di desa. kutem:
ada
lagi ritus-ritus Jawa yang hampir setiap minggu sebelumnya kusaksikan.
Komunitasbagi
:ehingga yang kutemui,
mereka rata-rata
proses berlatar
adaptasi denganbelakang keluarga :
kultur Pesant: tidak
*gitu susah, bahkan tidak ada ketegangan apa pun. Sementara aku,
-
64 Mencari Islam
berlatar belakang santri tapi tumbuh dalam i;
:eskipun
E adanya ketegangan E
ketika
aturan pesantre" yang. selain ketat, tampak asing di mataku. E
E :iah, mi:Etan
Aku merasakan perges: ma:
kesada: ketika, dalam menyebut uhan.
Tuhan, selalu menggunakan Allah Ta'ala. Sedangkan di desa, di E
komunitas abanga". aku selalu menggunakan sebutan Gusti A E
buah sebutan yang mendekati ungkapan orang Jawa untuk T E
Inilah pergeseran yang sepenuhnya menjadi batas kaburnya kesa:
abangan menjadi kesadaran santri yang kumiliki. Dan demikian ul
Ean religius yang
tengah komunitas yangserba
menapak di usia remaja
santri. -
ini mulai E di:
Dalam kesanku selama di pesantren Pabelan, dua di antara pen
laman yang paling berpengaruh dalam perjalanan hidupku selanjut: -

Eah 'tumbuhnya kesadaran, religius tersebut, dan kesaksianku :


dikibarkannya gerakan pembaruan Islam oleh beberapa cendekiawan
ketika aku duduk di kelas enam, setaraf dengan kelas tiga 'Aliyyah
pada 1983. Dilihat dari segi waktu dicetuskannya gerakan pembanan
itu, pengetahuanku tentangnya memang terlambat.
"Sekularisasi”, itulah kata kunci yang kuketahui, waktu itu, ten.
tang pergulatan pembaruan Islam. Meskipun tidak antusias benar, aku
selaiu mengikuti setiap pembicaraan yang berhubungan dengan pem.
baruan itu. Pada waktu itu, pembicaraan mengenai pembaruan selalu
dirujukkan kepada nama-nama yang belakangan kuketahui sebagai eks.
En HMI, seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam Raha: E
Effendi, dan beberapa yang lain. Pengetahuanku mengenai pembaruan
Islam itu semakin kental disebabkan, ketika aku pergi ke Yogyakarta,
aku membeli sebuah buku berjudul Aspirasi Umat Islam Indonesia,
sebuah buku yang merupakan eksposisi terlengkap dari para tokoh pem:
baruan itu, yang mempunyai paradigma keislaman yang waktu itu
benar-benar mengasyikkan untuk diikuti, baik dari segi teologis maupun
gerakan sosialnya. Menurut tokoh-tokoh itu, perjuangan mewujudkan
masyarakat Islam semata-mata tidak dapat didekati dengan baha”
politik dan kekuasaan, tetapi juga perjuangan budaya dala: pengeruan
yang sangat luas. Lebih jauh, dalam rangka mengetahui lebih bany:
tentang pembaruan itu, Kiai Hamam sering memangs" santri seru9"
untuk diajak berdialog mengenai apa saja yang berhubungan :
problem-problem umat Islam saat itu. Di situlah pula aku *
mengerti tokoh dan perspektif keislaman kaum pembaru. Il
Pada pertengahan 1984, aku menamatkan studiku di E
Pabelan. Keinginan untuk melanjutkan pendidikanku begitu m:
sebagaimana seorang pemuda yang menggantungkan maS3. :
pada kepintaran. Tetapi, keterlibatanku selama enam tahun di :
kehidupan santri itu begitu melelahkan. Sehingga hampir-ham?"

-
Ali Munhanif, Tradisi Islam 65

ina
berh tkukus
asil untera itu dal
ukp men amikalilm
sering i kup lmuany
u-iert aga nan,ya.
makkan
alma. Bah kultu rsantr
trii yang

II.

kegeliahan Diri Pasca-Pesantren


Lelah menjadi santri telah mendorongku untuk mencoba men.
daftarkan diri mengikuti ujian Proyek Perintis di UGM, Yogyakarta.
Tekad kuat yang kusadari kala itu adalah ingin melanjutkan studi k:
perguruan tinggi umum. Ilmu pengetahuan umum, dalam pandangan
:eorang pemuda yang ingin pintar sepertiku, jauh lebih dapat diharap
kan, makna kehadirannya untuk masyarakat daripada ilmu agama.
Fakultas yang kupilih juga yang secara langsung berhubungan dengan
rsoalan-persoalan masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik.
Namun semuanya dibikin nihil oleh kemauan orangtua, terutama
bapak, yang mendorongku agar lebih mementingkan ilmu agama. Kare
manya, mereka memaksaku untuk mendaftar di perguruan tinggi agama,
seperti IAIN. Dengan dorongan seperti itu, aku merasa bahwa keharus
an melanjutkan studi di IAIN berarti kepulanganku pada kehidupan.
santri yang saat itu jelas kurasakan membosankan. Bahkan, dalam hal
tertentu, berarti keharusanku untuk mengulangi kembali pelajaran yang
pernah kup eroleh di pesantren.
s. Melihat kenyataan itu, dan tiadanya kemungkinan untuk mem
bantah pilihan orangtua, dengan terpaksa aku mencoba mencari IAIN
yang dalam pengamatanku dapat memberi peluang lebih banyak untuk
belajar pengetahuan umum. Aku, waktu itu, begitu terkesan dengan
IAIN Jakarta. Beberapa alumni dan mahasiswa dari IAIN ini sudah
kudengar namanya, bahkan seringkali kubaca tulisannya di media massa
tulisan-tulisan yang tidak semata-mata membahas masalah agama, te
tapi juga masalah-masalah sosial. Artinya, dalam pengamatanku, IAIN
Jakarta telah mengembangkan suatu tradisi komunitas perguruan tinggi
yang berbeda dengan yang dikembangkan oleh IAIN lain di Indonesia.
Selain alasan itu, Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang di dalamnya
Perkembangan bangsa berpusat, menjadikanku semakin menaruh harap
*n untuk dapat menimba pengalaman di sana. Tekad yang kuyakini
*dalah bahwa untuk dapat menjadi orang yang mempunyai kesempatan
. Perkembang, maka harus dimulai dari pusat: pusat informasi, pusat.
Pengambilan keputusan, pusat berkembangnya pengetahuan, pusat
kegiatan ekonomi, dan lain-lain. Begitulah, aku berharap memperoleh
: dari IAIN Jakarta, sambil melepas harapan yang kugantungkan
'Perguruan tinggi umum. pan
wi ada Juli 1984, kehidu di sebuah kota metropolitan, Jakarta,
kesi : Tid ada per
b ak ubahan apa pun yang kurasakan, kecuali bahwa
: *n masyarakat kota yang mewarnai kegiatan hidup sehari-hari
E“ nyadarkanku untuk semakin mengerti makna persaingan dal am
idup ini. Bukan saja persaingan belajar atau mengembangkan diri,
66 Mencari Islam

tapi persaingan bekerja, berdagang, mencari kes


dewasakan seorang anak desa sepertiku. Belum pern E juga In
pengalaman, selama perjalanan hidup sampai usi: itu kutemui :
memaksaku untuk melakukan renungan-renungan k: Yang de:u
nungan yang kulakukan terhadap proses E :elebih:
metropolitan. 1. -
engan buda 6.
Pada masa-masa awal kuliahku di IAIN Jakarta, tid ya
nyak pengalaman yang dapat kucatat, layaknya seorang In : begitu ba.
ingin menuntut ilmu, kecuali beberapa hal. Pertam: asiswa yang
tivitasku di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),:Eai :
siswa yang mempunyai kredibilitas yang eksklusif di C: : maha.
nya, pada tahun-tahun itu: Kedua, sebagai seorang y: t, setidak
rambat remaja, perkenalanku dengan beberapa tokoh E sedang mt.
telah menciptakan bayang-bayang heroisme kegiatan E -

Malari dan gerakan mahasiswa 78yang begitu menggairahk: E


buat diri ini ingin mengikuti jejaknya. Ketiga, hubungan p mem.
dengan beberapa cendekiawan Muslim di Jakarta. Belakan ertamaku
menaruh perhatian pada jejak yang terakhir ini
- " - - Ean,: : -

Pada masa sekitar itu, awal 1985 sampai akhir 1986, aku t:
terkesan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh HMI. Me:
kegiatan politik praktis yang sangat liberal, misalnya tecermin dal:
pemilihan ketua umum cabang, dan kegiatan intelektual yang tampak
mapan tradisinya, mendorongku untuk melibatkan diri sepenuhnya
dengan organisasi itu. HMI sendiri, tentu saja dengan koordinasi aparat.
aparatnya, berhasil memenuhi apa yang sejak semula menjadi orientasi
ku hingga menjatuhkan pilihan di IAIN Jakarta. HMI selalu memberi
kesempatan selebar-lebarnya kepada anggota dalam mengembang
kan diri, khususnya dalam mengembangkan potensi intelektual, se.
buah kesempatan yang sama sekali tidak mungkin diperoleh lewat
organisasi di Ciputat selainnya. Sejak tingkat pertama kuliahku dilAN.
bersama beberapa teman, aku membuat sebuah kelompok kajianN"
nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang dikoordinasi oleh Komisaria":
luddin, HMI Cabang Ciputat, meskipun kelompok ini hanya:
selama satu tahun. Kegiatan diskusi massal yang dilakukan di":
utama pada bulan puasa - sebuah tradisi yang masih bertahan sa:
sekarang - semakin mendorongku untuk secara lebih jauh mengem
bangkan diri dalam kegiatan-kegiatan keilmuan. - dalam
Pada tahap-tahap permulaan, pembahasan yang : kikat
acara-acara kajian NDP itu berkisar pada persoalan meng“ s di d
kepercayaan, otonomi manusia dan kemestian nasib Y* E
jalani, kemerdekaan politik dan keadilan sosial, serta beberap 38
umum yang dibahas secara aksidental. Berbeda denga: “" u dan
masalah keagamaan dan keislaman yang biasa dilakukan, endasa”
beberapa teman yang tergabung dalam kelompok itu selalu E in:
kan diri pada kebebasan intelektual, lebih menyerupa kegelis
Ali Munhanif, Tradisi Islam 57

al yang dirasakan seseorang Pada perkembangan kesadaran re


tel: Hal ini dilakukan untuk menjaga agar diskusi tersebut
- jalan secara bebas dan terbuka, dan tidak menjadikannya sebagai
bE, kursus yang kaku, atau semacam bentuk indoktrinasi.Tentu
sema skipun metode pembahasan yang digunakan tampak liberal,
a. emuanya diorientasikan kepada pemantapan akidah dan wawasan
E anggota kelompok, sebagaimana juga menjadi tujuan utama
litulisnya buku NDP itu. -

di Eäa tahap berikutnya, pembahasan tentang masalah-masalah ke


an dalam NDPitu: telah melibatkan setiap anggota baik yang ber.
is lakang pendidikan umum atau pendidikan agama untuk me
latar be
renungkan kembali proses pembentukan kesadaran religiusnya pada
masa lalu. Keterlibatan ini serta merta membawa pada konsekuensi
munculnya pembentukan kesadaran religius yang lain - suatu kesadar.
an religius yang, tentu saja, dikehendaki oleh NDP itu. Pada masa itu
juga, gaung pembaruan pemikiran Islam di bawah bendera “Sekulari
: Cak Nur masih begitu terasa efeknya pada kader-kader HMI
Ciputat. Sehingga tidak mengherankan kalau wawasan sekularisasi,
beserta implikasi-implikasi kesadaran dan intelektualnya, seringkali di
tempatkan sebagai referensi bersama oleh para tutor dalam pembahasan
NDP di Ciputat. Apa yang menggelisahkanku waktu itu adalah bahwa
pengalaman-pengalaman yang aku - barangkali juga oleh teman-teman
- temui telah menciptakan suatu kesadaran baru tentang paham ke
islaman yang kuanut selama ini. Untuk pertama kalinya aku menjalani
hidup sebagai seorang sekular, dalam pengertian yang sangat luas, dalam
kaitannya dengan penemuan makna asasi dari agama, Islam. Timbul
pertanyaan-pertanyaan serius di sekitar masalah-masalah prinsipil
dalam kandungan ajaran agama: Apa makna ibadat bagi Tuhan dan
manusia? Kalau jelas ibadat mempunyai fungsi praktis bagi kehidupan,
mana yang lebih terpuji, Tuhan atau manusia sendiri? Bahkan sampai
pada, apakah seseorang yang sepenuhnya mengamalkan agama, dengan
sendirinya ia menjadi seorang Muslim, dan Tuhan akan menjaminnya
masuk surga? Bagaimana dengan orang yang tidak menjalankannya,
sementara seluruh hidupnya ia abdikan untuk kepentingan manusia?
Sebenarnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut tak perlu dicarikan jawab
annya, dan memang tidak akan pernah membutuhkan jawaban. Sebab,
dalam pengamatanku, suatu peningkatan kesadaran religius seseorang
- selalu ditandai oleh kegelisahan eksistensial yang muncul akibat ter
Edinya benturan antara keyakinan terhadap dogma dengan realitas.
Begitulah, di Ciputat aku menjadi seorang santri sekular dalam pengerti
“ yang sebenarnya. Namun aku tetap meyakini bahwa ini hanyalah
*u tahap kesadaran religius yang memang harus kulalui, dan sangat
- kebetulan saja bahwa aku memperolehnya melalui sosialisasiku dengan
"gkungan HMI di
,
pE
Namun demikian pada kenyataannya, HMI tidak pernah me:
68 Mencari Islam - - - yang menjadi

- ngemb angkan E.
irinya sebagai organisasi
sebaliknya, menja
mandul. Sehingga, In mandiTl :
eskipun
-

intelektual, tapi ntasi pada pengembangan intelektual b


rie - - agi an
- - 8lat,
an : sasarannya dengan baik, tapi tidak banyak E.
: Ebangan diri secara individual. Kegiatan yan dil Eatnya
agi
HMI, : E rsifat massif dan
- - antikualitas.
yang diselenggarakan ad: akuk:
Tidak E
yang berar : kader dengan cara memuaskannya lewat d:
penalaran ": bermanfaat. Indikasi yang paling elementeru -

kecil : hal itu adalah bahwa meskipun kegiatan yang be ntuk :


EEn intelektual itu begitu mewarnai kegiatan °ganisasi :9rientas
E. tapi, lihat saja, anggotanya tak Emembaca buku dengan
baik. Sehingga tidak mengherankan kalau dalam diskusi Yang seri,
kali diselenggarakan itu, pertanyaan-Pertanyaan yang muncul ti:
karuan maksudnya, bahkan sering menyimpang dari tema Yang di
maksud. Dari sini sudah dapat disadari bahwa HMI tidak akan perni
mampu mempertahankan dirinya sebagai organisasi terbaik sebagaiman,
yang telah berhasil dibangun oleh pendahulunya. -

Melihat kenyataan itu, saya bersama beberapa teman bcrusaha


mencari jalan terbaik untuk menghindari keberlanjutan fenomen: ini.
Kami mulai membentuk sebuah kelompok studi Yang secara khusus
bertujuan memapankan tradisi intelektual yang, meskipun sudah téI.
bentuk di lingkungan Ciputat, namun terancam kehancurannya itu,
Memang, niat untuk membentuk kelompok studi itu diinspirasikan oleh
kecenderungan mahasiswa pada umumnya yang waktu itu juga sedang
giat-giatnya mengganti kegiatan politik praktis mereka dengan kegiatan
studi, biasanya studi masalah-masalah sosial dan politik. Jadi, dalam
bahasa yang metaforis, usaha kami bersama itu adalah pucuk dicinta
alam tiba. Ketika ditemui, mahasiswa-mahasiswa di luar IAIN sedang
mengembangkan kegiatan studi, sementara itu tantangan realitas yang
dihadapi oleh teman-teman HMI di Ciputat menuntut jawaban secepat
nya.
Secara umum, pembentukan kelompok studi itu tidak dimaksud.
kan sebagai usaha membuat kegiatan tandingan terhadap kegiatan
kegiatan. HMI, bahkan mendukungnya. Begitulah, anggota-angg"
: dalam kelompok tersebu:ah EMEu:
digunakan, baik tempat diskusi dan sosialisasi gagasan lewat “
Eengambil tempat
Pok studi ini cenderung di EMI. Ekdot
meninggalkan teman-teman yang tidak :
::i : kegiatan intelektual, orang - kebanyakan anggota HM
m: :uh bahwa kelompok kami itu menE
pok-kelom d: : forum yang secara berhadapan menantang el"
Pada E : : khususnya aktivis organisasi :
studi Yang semula :menj °mudian bahwa usaha pembentukan
Ali Munhanif, Tradisi Islam 69

:menjadi
E kelompok eksklusif yang menjadi objek sinisme
itu sendiri.
2- 12 - 1 • .

di Dalam pandanganku, di antara motif-motif yang berdiri di bela


- pembentuk: kelompok studi di Ciputat itu muncul karena fakta
bahwa HMI, setidaknya HMI cabang Ciputat, sudah menampakkan
dirinya bukan sebagai organisasi kader, melainkan organisasi massa.
K:tan-keg: yang berorientasi pada peningkatan kualitas seorang
kader, hampir sama sekali terabaikan. Sedangkan kegiatan yang ber
sifat massif, seperti diskusi massal, rekruitmen massa, pelatihan kepe
inan massal, dan lain-lain jauh lebih dominan. Pada tingkat inilah
kegiatan,ya:8 sifatnya pengembangan diri tidak menemukan saluran
yang baik di HMI. Karenanya. tidak mengherankan apabila keberlan
jutan perkaderan HMI, sebagai usaha melanjutkan pembaruan Islam
yang dirintis oleh pendahulunya, tidak pernah terwujud.
Sementara
di Ciputat itu, Lembaga oleh
ditampilkan Swadaya Masyarakat
Himpunan untuk(LSM) sebagaimana
Penelitian dan Pe
, y -

ngembangan Masyarakat (HP2M), mempunyai problem yang sangat


:ius berkenaan dengan orientasi awal dibentuknya LSM itu sendiri.
Dalam pandanganku, pada awalnya, usaha membentuk LSM bermula
dari keprihatinan beberapa cendekiawan untuk menerjemahkan ga
gasan-gagasan kaum pembaru itu melalui perjuangan yang lebih luas
yang berorientasi perubahan, perjuangan budaya bukan semata-mata
politik. Ini tecermin pada gerakan LSM masa-masa awal. Sedangkan,
sebaliknya, LSM pada generasi pasca. Fachry Ali, sudah mulai menam
pakkan diri sebagi lembaga pengabdian yang berorientasi perubahan
tetapi yang juga telah kehilangan visi gerakannya. Sehingga, program
program yang dijalankan tidak lebih dari pemenuhan target program
secara apa adanya, karena memang keharusan LSM itu untuk menjaga
hubungan baiknya dengan pihak lembaga donor, tanpa memperhatikan
lagi apakah program-program yang dijalankannya itu relevan dengan
kebutuhan masyarakat yang ingin diubahnya. Kenyataan itu didukung
oleh kebiasaan warga LSM, terutama generasi ini, yang sangat meng
abaikan kajian-kajian teoretis yang berkaitan dengan persoalan-persoalan
sosial, sebagaimana yang dirintis oleh aktivis-akti: LSM pada generasi
awal. Sehingga, akhirnya, kegiatan-kegiatan LSM itu lebih merupakan
aktivisme buta yang tidak mempunyai sifat kritis lagi terhadap masya
rakat, bahkan pun terhadap dirinya sendiri. Sebagai sebuah gerakan
yang berusaha menerjemahkan visi pembaruan Islam, LSM benar-benar
sudah kehilangan visi gerakannya. Dengan sendirinya, gerakan Pem
baruan Islam itu juga mengalami keterputusan yang fatal. -

Menyadari dua kenyataan di atas, aku dan kawan-kawan di HMI


Sabang Ciputat sangat menyokong gagasan untuk membangkit-kembali.
an tradisi intelektualisme yang telah terbangun itu. Ide utamanya
: melanjutkan gerakan pembaruan pemikiran Islam yang dirintis
°leh Cak Nur, dan kawan-kawan, pada awal tahun 70-an itu. Tampak
W :.

ini, meskipun P ada i:


- - - perjuangan
mungkin awalnya mengalami
terbendung : ke.
arti benar manfaatnya bagi peruba:
Eahasiswa, sehin: Pada konperensi :
:lom: dalam bidang pen:
i pemilihan ketua umum. Itulah:
: intelektual mengu*
- * -
kursi Pe - saat
: itu diberi kesempat* yang begitu besar untuk memimpin
HMI. teman mul
Pada saat
itu
-

juga, aku dan b: -

ai merumus
i E di Ciputat, lewat diskusi kecil, E
pola-pola perkader
ampai obrolan di War: kopi. Begitu dominannya sua:
E. : banyak kelompok E yang merasa :
kurang didengar, menciptakan polarisa” di dalam tubuh HMI cabang
Ciputat. Sementara pergulatan demi menemukan metode perkadera:
yang efektif terus berlangsung, polarisasi di HMI semakin tak terhindar.
kan. Banyak kelompok-kelompok yang tumbuh dan secara diam-diam
melakukan oposisi terhadap pengurus cabang. Namun begitu, karena
keyakinanku dan teman-teman, pencaria" metode perkaderan itu tetap
berjalan terus, tanpa menghiraukan suara sini: di sana-sini. Melihat ke
nyataan arus yang tengah berkembang itu: maka disadari bahwa HMI
cabang Ciputat tidak mungkin lagi menjadi pusat kegiatan mahasiswa
sebagaimana yang terjadi pada masa-masa lalu. Karenanya, mau atau
tidak mau, HMI harus melakukan pembagian kerja dengan kelompok
kelompok yang saat ini harus dianggap keberadaannya di lingkungan
Ciputat, yakni kelompok studi untuk pengembangan intelektual,
HP2M untuk penelitian dan pengembangan masyarakat dan HMI sen
diri untuk mengembangkan kepemimpinan kader. Berkenaan dengan
kerja yang harus diemban oleh kelompok studi itu, dibentuklah Forum
Mahasiswa Ciputat (Formaci). Masing-masing, tetap dalam koordinasi
pengurus cabang, tanpa mengadakan polarisasi dengannya. Suatu hasil
yang, menurutku waktu itu, memberi jalan keluar bagi krisis perkaderan
yang melanda,HMI cabang Ciputat.

Formaci dan Mazhab Pemikiran Ciputat


Meskipun demikian, tampaknya HMI memang belum siap meneri.
ma perubahan yang begitu tidak mengenakkan. Pembagian ru* kerja
ternyata menyebabkan beberapa orang HMI kehilangan otoritasnya *
bagai senior yang harus terus-menerus diakui eksistensinya. Sehingga.
kebijakan metode perkaderan itu ternyata tidak berjalan mulus sesu*
dengan yang direncanakan. Bermula dari dominannya suara kelomp0
intelektual
:ini,khususnya
banyak orang yang merasa
berkenaan dengantersisihkan percatu:
dalamumum
kursi ketua HMI
Ca. E di Ciputat. Sehingga pada saatnya, konflik keras yang melanda
mahasiswa Ciputat itu, tidak terhindarkan. Sasaran konflik i" adal
-L

--rs

::

Ali Munhanif, Tradisi Islam 7I

"kelompok in:ktual”. "Kelomp: E Giputat, yaitu

besar yang menghadirkan seluruh kelom ok yan


Universitas Ibnu Khaldun, Mei 1987. E
rapa senior
E ::
yang dianggap mempunyai otoritas untuk membantu
HMI
- - --

mencari Penyelesaian konflik yang keras dan berkepanjangan ini.


Seperti sudah diperkirakan, penyelesaian yang tuntas dan bersih dari
pertemuan itu memang tidak pernah terjadi, karena masing-masin
kelompok tetap bersikeras dengan pendiriannya. Tapi dari dialog-dialog
yang terungkap, semakin disadari bahwa mahasiswa Ciputat harus sudah
mulai melakukan pembagian kerja dalam rangka mencapai target peng
kaderannya. Dilatarbelakangi oleh hal ini, HMI cabang Ciputat menjadi
tanda tanya besar di hadapan anggota-anggotanya: Mungkinkah ia men
jadi Pusat kegiatan dan pusat informasi sebagaimana pada masa-masa
yang lalu? Dan hasil pertemuan di Bogor itu semakin mengeksplisitkan
asumsi umum yang sudah terbangun sebelumnya bahwa era organisasi
mahasiswa mulai pudar, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah
Penggalian kuburnya sendiri. Gerak progres sejarah telah menuju ke
Pada profil kader yang kualitatif: intelektualisme. -

Kesimpulanku ini didukung oleh pengalaman mengecewakan yang


kutemui dalam Kongres HMI ke-42 di Lhokseumawe, Aceh. Pada tahun
itu, oleh HMI cabang Ciputat aku ditunjuk menjadi utusan untuk Kong.
fe: HMI di Aceh. Apa yang kubayangkan mengenai Kongres HMI ada
lah sebuah forum tertinggi untuk organisasi dalam merumuskan per
soalan-persoalan yang sedang dihadapi dan dicoba dicarikan jawabnya
*esuai dengan tradisi dan konstitusi yang dimilikinya. Tetapi, karena
Peserta kongres yang demikian banyak dan beragam, maka persoalan
Persoalan yan tidak dibahas secara efektif. Selain itu, apa yang
menE E forum 1tu, E :
bahwa dalam
adap persoalan HMi sama sekali tidak terlihat, kecuali adu :
“gan yang didasarkan pada usaha untuk meraih pucuk E :
Sungguh pun usaha untuk menjadikan forum itu begit" berwi : ke
be :*Pa orang yang benar-benar concern terhadap HMI, tetap Bah
P°ntingan untuk meraih kekuasaan tertinggi itu beg" dominan.
72 Mencari Islum : ... : 1-
flik krpentingan Y"% muncul itu
-

: menjadi konflik - -

kan -
: | pt : yang tangat
rI , - ',' “ .
tidak terpelajar,
.. . . :Il{1,
dan dengan
-
sendirinya - -

antar ke It rap" " " " ", -

tidak ada
-
E":
.i. ...disinva dalam
Seinentar:
HMI. dengan
|,erjalan
utr] ,
kejenuhannya, aku bersama
- - -

tentang gerakan intelektual


akin menetnukan Vi"
:"Eangkan. Pada periode P embentukan kelompok
- -

terman-teinan ti"r".
Islam karni
studi yang yang
karniberorien"
can: "'''": pada pembaruan Islam, aku dan teman - - - - -

teman mendapat inpirai'" tiga fakta. Pertama : adanya


mah, serius yang dikerjakan oleh tokoh-tokoh pembaru Islam untuk
:
usaha beru" yangnebuah gener*
mempersiapkan ai Y"
vang berkelanjutan
Jerk clanJ demi
d bersambung
al 70 g -

nya gerakan pembaruan yang mereka canangkan pada awa (u-an.


Kami menjadi hadar kepenuhnya akan hal mi, ketika generasi pasca
Fachry Ali, secara fatal tidak menemukan visi yang mampu menjawab
tantangan paradigma pembaruan pada masa"Y* Kedua, sebagai generasi
Tuparcv - demikian Jalaluddin Rakhmat menyebut - yang sama sekali
tidak pernah berhubungan langsung dengan kelompok pembaru itu, aku
dan teman-teman harus merasa cukup puas dengan kenyataan tidak ada
nya penetrasi ide dari generasi sebelumnya. Pada masa itu, aku hanya
mendengar pikiran pikiran nostalgia yang didengungkan oleh generasi
ini. Alasan ketiga adalah karena aku begitu tertarik dengan pola per
kaderan yang ditempuh oleh kelompok-kelompok lain, seperti -

anak muda Sosialis dan Katolik, yang lebih mengutamakan penciptaan


komunitas elit yang secara intelektual mapan, dibandingkan dengan
penguasaan massa yang meskipun banyak namun keropos. Ketertarikan
ini timbul sewaktu masa-masa aktifku di dunia kemahasiswaan, yang
memberi banyak kesempatan untuk bertemu dengan kelompok lain di
luar Ciputat.
Sebenarnya, tanpa usaha mempersiapkan sebuah generasi yang
dapat menyambung gerakan pembaruan Islam, umat Islam di Indonesia
secara alamiah dapat mempunyai komunitas kader yang mengemban
tugas tersebut. Banyaknya institusi agama, baik institusi sosial politik
ataupun institusi pendidikan, toh dengan otomatis dapat menghasilkan
sesuatu yang diinginkan. IAIN, inisalnya, merupakan basis terkuat yang
dapat diharapkan perannya untuk memberi arah yang lebih baik demi
pembaruan Islam di Indonesia. Dengan kurikulum kajian keislaman
yang mapan, tenaga pengajar yang tersedia, birokrasi yang baik, dana
yang cukup, dan lain-lain, IAIN mampu mengembangkan diri ke arah
itu. Tetapi, persoalan muncul ketika. dihadapkan pada pertanyaan
mengapa, sampai sekarang, IAIN tidak pernah mengarah ke sana. Se
jauh manakah kajian keislaman dengan bidang garap yang san al luas
yang dijalankan oleh IAIN itu membawa implikasi E pola
: "E.
: manakahh:
Sejauhtantangan
: agama,
kajian keislam an di -
masyarakat dan kebudayaan?
IAIN mampu menjawab arus-

- sebab yang Paling elementer dari kenyataan itu adalah kurangnya


Ali Munhanif, Tradisi Islam 73
tenaga P°8* Yang qualified, kurangnya sumber bacaan, sangat
lemahnya minat dan fasilitas mahasiswa, dan minimnya orientasi pada
pengembangan intelektual. Itu semua telah menjadikan IAIN sebagai
lembaga. keislaman yang meskipun berwibawa tapi tidak begitu punya
arti bagi Pengembangan Islam. Tetapi, sebab yang fenomenal dapat
kita temukan sumbernya pada sebab yang lebih prinsipil, yakni bahwa
kajian-kajian keislaman di IAIN yang tecermin dalam kurikulumnya itu
memang tidak diarahkan kepada usaha-usaha pembaruan Islam di
Indonesia, tetapi diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan or
todoksi yang sedang berjalan dan sekaligus sekarat diancam oleh arus
deras modernitas. Dalam pengamatanku, sebuah kurikulum pendidikan
selalu bertitik-tolak pada konteks paradigma Islam apakah yang akan
dikembangkan. Harapan kepada IAIN untuk mengemban tugas mem
persiapkan kelanjutan pembaruan Islam, tentu akan sia-sia kalau para
digma yang akan dikembangkannya bertentangan sepenuhnya dengan
paradigma pembaruan itu sendiri. Pertentangan ini tampaknya tidak
mungkin diselesaikan hanya dengan perubahan kurikulum itu saja.
Menyadari kenyataan ini, aku bersama teman-teman ingin
mengembangkan suatu paradigma keislaman yang lain dari yang dikem
bangkan oleh LAIN, yaitu paradigma kritisisme terhadap ortodoksi.
Kata kunci yang mendasari kegairahanku dan teman-teman adalah
bahwa komitmen terhadap Islam selalu berarti perjuangan terus-me
nerus di dalam mengarahkan historical Islam menuju pristine Islam.
Dari sudut ini, di dalam melakukan rekayasa intelektual, aku bersama
teman-teman memandang perlu untuk memasukkan beberapa disiplin
ilmu yang tampaknya tidak ada kaitannya secara langsung dengan
upaya melanjutkan gerakan pembaruan Islam itu, seperti ilmu-ilmu
sosial dan filsafat. Bahkan belakangan muncul inisiatif dari teman
teman untuk juga mendalami psikologi, suatu disiplin ilmu yang cen
derung individualistik. Tentu saja, semuanya dilakukan dengan bekal
kesadaran dan kepercayaan diri, bahwa apa yang diupayakan bersama
ini merupakan jalan terbaik untuk meraih cita-cita itu. Sejauh itu,
memang belum diketahui benar kaitan atau integrasi di antara disiplin-”
disiplin. Tetapi, dalam perjalanan selanjutnya, kami semakin mendekati
obsesi besar kami untuk membangun suatu pola paradigma keislaman
yang secara khas mencerminkan pergulatan tradisi pemikiran Islam di
Ciputat, yang secara piramidal telah dirintis oleh Harun Nasution, ke
mudian dilanjutkan oleh Cak Nur dan terakhir oleh generasi Fachry
Ali sendiri. Obsesi itu kami sebut dengan pembentukan mazhab atau
aliran pemikiran Islam Ciputat, atau Ciputat sehool of thought.
Ciri terpenting dari mazhab pemikiran Islam Ciputat, sebagaimana
yang terumuskan secara tidak kaku, adalah membangun strategi pem
baruan Islam yang berlandaskan pada ethico-religious, concept, yang
dengannya usaha mengintegrasikan basis etika dari doktrin Islam de
ngan realitas sosial-historis umat Islam yang miskin dan terbelakang me
-

74 Mencari Islam. - ang tak mungkin ditawar. Strategi P


rupakan EE:,
ini, memang. skan tahap-tahap dan langkah-lang ah taktis unt *,
untuk merumu a telah dilakukan, dalam suatu seminar ang : ht.
nuju ke arah E Ciputat sendiri beserta Para ekspo en Sel
-

garakan oleh : sebut Seminar Orientasi Kelompok Siputa:


nya, yang: yang dimotori oleh Formasi dan dibiawa:
Desember itu kami mencoba mendiskusikan Suatu tema b
3.I

E E apakah yang relevan untuk Ean oleh ke d:


1: ilmu-ilmu sosial, yang dua dekade terakhir ini domi:
E:
minat ole tentang perlunya integrasi kajian-kajian ilmu-ilmEPid,
E E Mengabaikan ilmu-ilmu sosial berarti :
: : sedangkan mengabaikan kajian keisla:*n berarti: tt.
terputusan umat Islam dengan tradisinya sendiri.
- - - -
-

Harapan kepada Tradisi Islam


Tampak di hadapanku bahwa paham keislaman komunitas maha.
siswa Ciputat mewujud dalam bentuk Pertimbangan akan pentin
gnya
melanjutkan tradisi Islam dan bagaimana tradisi tersebut dapat diimple.
mentasikan dalam kehidupan masyarakat modern. Kesimpulan
semacam ini juga sudah sejak lama kudengar dari dialog beberapa cen.
dekiawan Muslim, yang kemudian ternyata dialog-dialog dengan mereka
itu juga berpengaruh terhadap pembentukan kesadarah intelektualku.
- Palam Pandanganku, peradaban modern dalam pengertian yang
Paling lahiriah pun - telah me ndorong masyarakat Muslim untuk mem
Pertanyakan tradisinya sendiri - -

wahyu itu sebagaimana * mengejawantah dalam sejarah. Maka,


tradisi dalam Pengertian ini telah menghasilkan suatu bentuk prototype
Sistem tertentu
ntu dengan Perangkat-perangkat yang di:
Pengan demikian, hanya dengan menggunakan kepercayaan atas
disi itulah kekuata t

ak: eka
I!.
Lebih lanjut, "ntuk“masyarakat
“PerioritasMuslim
masyarakat
sendiri,Islam
- - -

dapat terbang"
ketergantungan mer
Pada keagungan trad
isi itu “mata-mata untuk menghindari us:
-

'Es mendistorsikan Islam, bukan hanya oleh orang lain seperti E


talis, melainkan oleh mereka sendiri. Masa-masa aktifku di E
selalu diis aha untuk mencari relevansi sosial dari :
Suatu usaha yang mengarah pada tradisi Islam
- Ali Munhanir, tradia, 1,lum 75
strategi kebudayaan di Indonesia. Doron
usaha itu adalah bagaimana "Ran yang terkandung dalam
problem mereka tanpa menoleh "ungkin umat Islam menyelesaikan
dan merujuk kepada tradisinya sendiri,
kecuali secara ikhlas merek
pa keyakinan agamanya. “"°"ang merestui proses erosi yang menim

Harapanku kepada tradisi Isl


lisal ", sudah sejak semula, merupakan
kegelisanan yang serius dalam kaitannya dengan mencari strategi ke
- -

budayaan untuk masyarakat Muslum modern. Aku kagum terhadap ke


berhasilan Revolusi Islam Iran, Yang dimataku meru
bersumber pada tradisi "asyarakat itu. Iran adalah pakun revolusinegara
satu-satunya yang
yang melangsungkan "evolusinya tanpa bantuan negara super power
baik Uni Sovyet ataupun Amerika": bahkan berhadapan langsung
dengannya. Sebab yang lain "alah, pada saat masyarakat modern tidak
menaruh kepercayaan sedikit Pun terhadap - atau setidak-tidaknya
meragukan - peran agama dalam kehidupan dewasa ini, Iran justru
mendasarkan revolusinya Pada agama, tentu saja berikut tradisi yang di
ciptakannya. Dan seperti yang dapat diduga, sistem dan tatanan masya
rakat yang dihasilkan dari Proses revolusi itu tidak akan lepas dari ke
kayaan referensi tradisinya. Di Iran, tidak akan terjadi proses penetrasi
pranata politik atau ideologi luar, seperti Barat, untuk kemudian di
beri label Islam sesuai dengan keinginannya, sebagaimana yang terjadi
di negara lain. -

Oleh sebab itu, di dalam melakukan retrospeksi, beberapa hal


menyangkut kesiapan-kesiapan untuk membangkitkan tradisi itu perlu
diadakan. Yang terpenting di antaranya adalah pengembangan intelek
tualisme Islam. Dan itutah juga sebabnya, mengapa pada masa akhir
studiku di IAIN, aku menulis skripsi tentang Mulla Sadra, seorang
filosof-mistikus terbesar yang menjadi pintu penghubung tradisi Islam,
Abad Pertengahan dan Abad Modern di Iran.
Aku menyadari betul perlunya umat Islam menggali tradisinya
dalam konteks strategi kebudayaan untuk bangsa yang mayoritas me -

meluk Islam sebagai jalan hidupnya.


Saatnya akan tiba ketika tradisi Islam, kekayaan yang paling
utama dari warisan Islam, menjelmakan diri di tengah-tengah kehidupan
masyarakat modern yang kukuh dan menemukan prescdennya dalam
Al-Quran dan Al-Sunnah. Tapi, sejauh itu, persiapan yang harus di
tempuh adalah merumuskannya secara intelektual-sosial dalam bentuk
kesiapan umatnya membangkitkan tradisi itu: Kesiapan psikologis ini,
kukira, merupakan prakondisi untuk bekerja dan berpikir secara positif
dan konstruktif - baik untuk masyarakat Muslim, maupun masyarakat
Indonesia pada umumnya. Dengan kepercayaan diri ini pula, tradisi
Islam dapat diimplementasikan dari sekadar istilah yang sudah menjadi
klise dan topik diskusi menjadi kenyataan.
:
76 Mencari Islam

Akhiru E. menulis esei ini, : : E: tna:


- Kini, ke an Editor. Aku bangga E S: : , Prof:
berita mingg" erbayangkan "bah sin:
yang mungkin t rnah merenungkan secara Serius :
di Kunduran “,:ntara profesi sebagai reporter dengan ing
E dan pembaruan Islam. Tapi
ga detik ini, ap: te
- - . . " --
:
-

E
Eah Arabia, adalah seor* emikir Muslim jempolan
y -
p 8 Justn yan -

E gagasan-gagasa: pembaruannya lewat juman :


itu? Ingat juga akan Ziauddin Sardar, Parvez Mansoor, Iqbal A:
dan Munawwar Ahmad Anees! Lewat pemikir-pemikir muda Wan
andal inilah, antara lain, gaga: " Islamisasi sains menyebar ke seantero
dunia. Sayang sekali, Afkar Inquiry - jurnal tempat mereka bersama
sama mengadvokasi gagasan-gagasa" mereka - kini sudah almarhum.
Edi Indonesia, aku punya "teman" yang sangat kukagumi. Ia adalah :
anak muda idealis keturunan ke
tiada lain, Ahmad Wahib - seorang
luarga abangan Muslim Madura yang catatan hariannya, Pergolakan
Pemikiran islam, menggemparkan itu. Sayang sekali, dia dipanggi
Tuhan sebegitu muda usia, saat menjalankan tugasnya sebagai reporter :
Aku berdoa, semoga petaka itu tidak menimpaku, walaupun kurasa :
kan pekerjaan sebagai reporter itu sangat melelahkan! •
SAMSU RIZAL PANGGABEAN lahir pada 31 Mei 1961
di Tapanuli Selatan adalah mahasiswa Jurusan Hubung
an Internasional, FISIPOL Universitas Gajah Mada
(UGM) dan Jurusan Tafsir-Hadis IAIN Sunan Kalijaga, --

Yogyakarta. Sebelumnya, setamat SD dan SMP Mu


hammadiyah Padangsidimpuan, Sumatera Utara, dia :
melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Wali
songo, Ngabar, Ponorogo, dan Pondok Modern Gontor,
Ponorogo, Jawa Timur. Pernah menjadi pembantu
peneliti (research assistant) pada FISIPOL UGM dan saat
ini bertindak, sebagai Asisten Dosen untuk matakuliah
matakuliah Kekuatan-kekuatan Politik Indonesia serta
Partai Politik dan Publik Opini di FISIPOL UGM juga.
Pada tahun 1983, pernah melakukan Penelitian Minat
Baca Sivitas Akademika IAIN Sunan Kalijaga dan saat
ini sedang melakukan Penelitian Dewan Perwakilan
Rakyat Orde Baru (dengan sponsor UGM) - dalam
kedua penelitian ini dia bertindak sebagai pembantu
Peneliti. Banyak menulis artikel di berbagai jurnal dan
"ajalah, di antaranya "Ekonomi Politik Sufisme: Penga
laman Pakistan” (dimuat di 'Ulumul-Qur'an No. 4.
1990) "an "Kontroversi Partai Terbuka di Indonesia”
(ditulis *rsama Ichlasui Amal dan dimuat di Prospek
No. !, Vol. 2, 1990). Saat ini, bersama istri dan sah"
putrinya, dia menetap di Yogyakarta.
SEBUAH PENGUNGKAPAN-DIRI
Samsu Rizal Panggabean
Keluarga dan Masa Kecil
Saya berusia limabelas tahun pada 1976, ketika dalam keluarga
saya muncul pertanyaan: Ke mana si Rizal melanjutkan sekolahnya
setamat SMP? Jawaban pertama mengusulkan agar saya melanjutkan
sekolah ke SMA yang baik dan kemudian ke universitas. Jawaban ini
muncul dari keluarga Ayah, khususnya kakak Ayah yang tertua, yang
mengatakan, ”Si Rizal itu pintar. Siapa tahu dia dapat jadi dokter ke
lak.” Jawaban kedua meminta agar saya melanjutkan ke sekolah agama,
lebih baik lagi sekolah yang mengajarkan ”ilmu agama” dan "ilmu
umum”. Dan jawaban ini muncul dari Ibu dan Kakek dari pihak Ibu.
Kakak Ayah kurang setuju dengan gagasan ini. Ia memandang masa
depan saya sebagai seorang dokter lebih baik, ”Sedangkan ulama dan
guru agama masa depannya susah. Biasanya, guru agama soal makan saja
tidak cukup.” Tapi, Kakek, yang berharap cucunya kelak dapat menjadi
ulama yang dibutuhkan umat, menolak pertimbangan Kakak Ayah dan
mengatakan, "Kalau soal makan, kambing saja cukup makannya.”
Akhirnya, pilihan Ibu dan Kakek, yang diikuti Ayah, unggul. Mula
mula disebutkan kepada saya bahwa saya akan disekolahkan di Mualli
min Muhammadiyah, Padangpanjang, Sumatera Barat. Tapi, belakangan
datang pilihan baru: Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.
Ibu amat tertarik dengan pesantren ini, yang katanya mengajarkan
bahasa Arab dan Inggris, pengetahuan umum dan agama. Ia juga men
79
a
-

80 Mencari Isian
dengar bahwa banyak lulusan :
tor yang perdebatan
menjadi ulama
di :
Jitu, -

Sava sendiri tidak terlalu m kolah agama sama sai etika


: melihat b ahwa ke berkenalan
itu saya
- - SMA atau seko : umum”saja,
dengan "ilmu danBukan
”il
kah selama ini saya E t ;l. “.."lmu
agama ” di SD dan SMP diMuhammadiyah?
Ekolah Yangdari
kota lain yang jauh amatrumah.
menarik hati Saya
B:kali:
justru Esana : ntuk mengetahui di mana Ponorogo. Saya lihat skala
saya :E kira-kira berapa ratus kilometer jarak yang

E: E dan kota-kota apa yang E saya t: dalam per.


jalanan. Saya membayangkan pengalaman-peng E :u, dan per.
jalanan menarik menelusuri pulau Sumatera dan Jawa. Bukankah lama
berjalan, banyak dilihat? - -

Ayah berusia empat puluh tahun ketika pertanyaan di atas di


bicarakan dalam keluarga. Ia telah melewati tahun-tahun Pertama per.
kawinannya yang sulit. Rumah kelahiran saya - sebuah rumah kontrak.
an di tepi sungai Batang Ayumi, Kampung Marancar, Padangsidimpuan
- amatlah bersahaja. Kursi rotan di rumah itu dibeli dari hasil Penjual
an cincin Ibu. Waktu saya lahir pada 31 Mei 1961, lemari pakaian
belum ada dan lampu dinding hanya satu - tanpa semprong pula. Bidan
Boru Hutagaol yang membantu proses kelahiran saya bekerja di bawah
sinar lampu dinding tak bersemprong itu. Ayah dan Ibu mendapatkan
kayu bakar dengan mencari dan membuatnya sendiri di perbukitan di
Pinggir kota. Tidak ada uang pembeli susu. Tapi, alhamdulillah, ketika
itu ada susu untuk bayi, Dumex, keluaran Denmark, bantuan PBB
untuk Indonesia. Susu ini dibagikan gratis di BKIA, sebanyak dua
kaleng satu minggu. Saya mendapat susu ini sampai berusia setahun,
sebagai bantuan asing pertama Yang saya terima. Juga tidak ada uang
Pembeli boks (tempat tidur khusu: bayi). Namun, alhamdulillah, be.
berapa hari setelah saya lahir, Kakek dari pihak Ibu datang dari Sibolga
membawa papan-papan dan membuatkan boks untuk saya. Papan
waktu itu Jepang turut men:Quran
- yang dikirim dari Jepang
cetak Kitab Suci kita. Sebagai Kepala
Kantor Urusan Agama Tapan
: Tengah,
Quran made in Japan dan b ekas Kakekiakebagian
Petikemasnya sisihkan kiriman A.
untuk sang

Rakyat Indonesia :jak 1963. Ibu sudah menjadi guru SD selama tujuh
tahun ketika menikah, dan baru berhenti setelah anaknya berjumlah
-

tiga. Kakek dari pihak Ayah, Tambi Gelar Marudin Panggabean (1907.
- * - -

1971), yang berasal dari Sibuluan, Tapanuli Tengah, adalah pegawai


gekaleigerken) Pada zaman Belanda dan pegawai Pamong Praja di
Kantor Asisten Wedana setelah merdeka. Kakek dari pihak Ibu, Abdul
Hakim Lubis (lahir 1910), juga P°gawai Kantor Urusan Agama sejak
:
Samsu Rizal, sebuah Pengungkapan Diri 81

departemen ag: berdiri. Lebih dari itu, kakek dari pihak ayah dan
ibu juga memiliki sebidang sawah dan kebun. Kendatipun demikian,
aji pegawai ketika itu sama sekali tidak dapat diandalkan. Ayah bilang
saat itu ekonomi ifegara kacau, pemberontakan PRRI masih terasa,
dan beras catu sering terlambat datang.
Belasan tahun kemudian, keadaan berubah. Setelah enam kali
berpindah-pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lain,
Ayah membangun rumah sendiri ketika saya duduk di kelas dua SMP.
Dan ketika saya kelas tiga, Ayah sudah berani memikirkan sekolah
keenam anaknya, bagaimana agar mereka memperoleh pendidikan yang
lebih baikdar iPada yang ia peroleh sebagai lulusan SMA yang gagal ke
perguruan tinggi karena ketiadaan biaya. Sebagai anak pertama, saya
mendapat giliran kesatu. Demikianlah, bagi Ayah, rizki membaik seiring
dengan bertambahnya usia dan keturunan.
Terpilihnya pesantren sebagai arena formulasi intelektual saya
selanjutnya terkait dengan aliran keagamaan dominan dalam rumah
dan preskripsi yang bersumber dari aliran itu. Keluarga Ayah masuk
Islam dua generasi sebelumnya. Mereka berada dalam tradisi NU. Ayah
sendiri tidak pernah aktif dalam NU, tapi adik-adiknya aktif di Pemuda
Ansor. Keluarga Kakek dari pihak Ayah selalu sembahyang di masjid
yang dianggap ”masjid NU,” walaupun masjid Taqwa lebih dekat. (Di
kabupaten Tapanuli Selatan, masjid-masjid Muhammadiyah umumnya
bernama masjid Taqwa, lengkapnya Masjid Taqwa Muhammadiyah).
Nenek dari pihak ayah pernah ikut suluk, berguru kepada seorang guru
tarikat selama beberapa pekan. Sepulang dari ber-suluk, ia sempat
menegur anak dan menantunya karena tidak mengadakan acara pe
nyambutan apa pun atas kepulangannya. Padahal, menurut Nenek, ber
suluk lebih utama daripada naik haji karena naik haji lebih banyak
unsur riya' daripada kemurnian ibadatnya. Barangkali begitulah antara
lain ajaran guru tarikat itu, kepada para murid yang kebanyakan
memang tidak mampu menunaikan ibadat haji karena tidak memenuhi
syarat keuangannya - seperti Nenek.
Tapi, aliran utama dalam keluarga saya adalah Muhammadiyah,
terutama karena kehadiran Kakek dari pihak Ibu dan Ibu sendiri.
Kakek A. Hakim Lubis adalah lulusan Tawalib Parabek, Bukittinggi,
Sumatera Barat. Ini merupakan salah satu sekolah ”kaum muda” di
Sumatera dalam awal abad ini. Kakek adalah ”kaum muda” yang harus
meninggalkan kampung halamannya karena bentrok dengan ”kaum
tua.” Pada 1928, setamat dari Tawalib, Kakek diminta penduduk
kampungnya (Andilan, Simpang Tonang, Kabupaten Pasaman, Suma
tera Barat sekarang) untuk menjadi guru agama. Sebagai kaum muda
yang baru turun gunung, Kakek melihat penduduk kampungnya masih
berpaham ”kolot”: Sembahyang ber-ushally, shalat Tarawih 23 rakaat,
dan puasa Ramadhan selalu 30 hari tidak boleh menurut perhitungan
hisab. Sebagai kaum muda dan pengikut Muhammadiyah, Kakek meng

-
:
-

82 Mencari Islam
ajarkan sembahyang jangan ber-ushalliy, shalat Tarawih
rakaat, dan lama puas." ha rus ditentukan menurut hisab yan °ukup ll
kan oleh Syaikh Muhamm
ad Jamil Jambek, guru : dikelu:
kaum
ajaran di atas dan lainnya, k: terken
di Bukittinggi.
sebagai Karenacap
kaum muda, ajara”
yang berati penolakan di kampun ditudi
masih berpaham kaum tua. Dia lalu diberhentikan jadi guru : yang -

terpaksa meninggalkan kampung halamannya. Inilah yan Kama, d


hijrahnya ke daerah Tapanuli pada 1929. g melatari

Di Tapanuli
hammadiyah. Kakek
Ketika terus menjadi
itu, berbagai cabang kaum muda yan
Mia: Mu.
masih berinduk ke Sumatera Barat. Kakek banyak bercerit “panuli
saya tentang konflik kaum muda-Muhammadiyah dan kaum d kepada
dalam bentuk pendirian organisasi tandingan oleh kaum t tua, baik
perkumpulan Islamiyah di Sipirok), saling mengkafirkan ua (seperti
hantam. Dalam konflik semacam ini, pemerintah E baku
pihak kaum "kolot" dan Muhammadiyah selalu m: berdiri di
disalahkan dan disudutkan oleh pemerintah kolonial E Pihak yang
Kakek menjadi guru Muhammadiyah di Batangtoru, ia E Sewaktu
ke. pengadilan
nyimpan (Landraat) buku
dan mengajarkan Izhah Al-Nasyi'inE
di Padangsidimpuan (NasihE
tahuan me
Tunas Muda) karangan Syaikh Musthafa Ghulayain, pe : untuk Para
Inon,Kata Kakek, pemerintah kolonial melarang E di Liba.
menyitanya dari orang-orang yang memilikinya. Lebih d: iajarkan dan
buku ini dibaki - ya. yih dari satu pedati
terdapat diibakar Belanda.
rumahnya Kakek
waktu menolak
digeledah. menyerahkan
Untuk it ankan b uku ini dan - -

10 gulden, atau kurungan sepuluh hari Muh : ia diadili, didenda


bayar denda tersebut. - ammadiyah setempat mem.

Saya akrab di
Muhammadiyah : sebagai guru
sekali de -

penerangan (Senden Tai Sin Tai) pada : sebagai petugas


Komite Nasional Ranting, dan sebagai Ket epang. sebagai
a M Ketua
ia tuturkan dalam E : asyumi Ranting, banyak -

saya terhadap gerakan kaum mi : telah membentuk persepsi


l

Ia telah menjadikan saya simpatisan E perjuangan Muhammadiyah.


Kebetulan, kami juga mem : E muda dan Muhammadiyah.
-

penting di antaranya ialah E. : maran yang sama, yang ter.


bara, dan makan sayur, Ia E siara: Eg London, mCIIl

Pintur, banyak banyaklah makan : saya, "Kalau mau jadi orang


Dariusianya,
tarnbah Kakek,makin sil, tik yana
keunuhammadiyah n menurun ke Ibu. Makin bcr.-

Aisyiyah - sibuk Ibu dalam Aisyiyah. Ibu adalah angg":


sebagai
Y'Yahkitab
yangsui : Putusan Tarjih Muhammadiya"
keduanyaHump
menjadikan - - - -

dengan pikiran dan m ini ": emuhammadiyahan telah meny:


* Jalan Jalan di suatu kota i sehingga terkadang tampak nait: Jik:
Muhammadiyah sek, in antas mendapatkan bangunan umu: mili
*olah, rumah sakit, atau panti asuhan " akan

Samsu Rizal, sebuah Pengungkapan Diri 83
berhenti, memandang bangunan itu dengan mata bersinar dan mulut
tersenyum bangga. Jika ia Pulang dari muktamar - yang ia ikuti sejak
Muktamar Muhammadiyah di Padang 1971 - seluruh rumah akan men.
dapatkan laporan yang cukup lengkap, mulai dari materi-materi,
anekdot-anekdot, sampai suasana MCK muktamar.
Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa religiusitas Ibu dipasok
oleh Muhammadiyah. Dan tidak mengherankan jika ia berharap agar di
antara anak-anaknya ada yang menjadi ulama seperti Bapak A.R.
Fakhruddin kesayangannya. Pengiriman anak pertamanya ke Gontor
merupakan langkah pertama ke arah realisasi angan-angannya. Ibu
pernah mengatakan bahwa dalam berbagai pertemuan Muhammadiyah,
seperti Rakerpim Wilayah Sumatera Utara atau Muktamar Padang,
sering disebutkan bahwa Muhammadiyah dan umat Islam kekurangan
ulama. "Sampai menjadi suatu keputusan di dalam Rakerpim supaya
setiap pimpinan Muhammadiyah/Aisyiyah menyekolahkan anaknya
paling tidak satu orang di sekolah agama untuk dididik jadi calon
ulama,” ujar Ibu.
Sejalan dengan preskripsi di atas, dan dengan situasi ekonomi
keluarga yang telah saya ungkapkan sebelumnya, kedua orangtua saya
memang menempatkan sekolah dan pendidikan sebagai prioritas utama
dalam keluarga. Jika ada hal penting lain di luar pendidikan, maka itu
adalah kesehatan. Ayah berkali-kali mengatakan bahwa jika ia rne
ninggal dunia kelak, ia tidak dapat mewariskan apa-apa berupa harta
kepada anak-anak. Ia hanya dapat membanting-tulang agar keenam
anaknya mendapat pendidikan memadai. Dukungan lain juga diberikan:
Ayah selalu menjabat tangan saya jika saya hendak mengikuti ulangan
atau ujian. Ia pernah melatih saya agar memiliki tulisan yang bagus
seperti tulisan tangannya, tapi gagal. Setelah duduk di kelas lima SD,
ketika saya untuk pertama kali menjadi "pemuncak” (bintang kelas),
ia selalu menekankan agar saya mempertahankan prestasi dan marah
besar jika ada angka rapor yang menurun. Dari kelas empat sampai kelas
lima SD, saya disuruh ikut sekolah mengaji di Madrasah Muhammadi
yah. Dan dari kelas lima sampai kelas enam, saya disuruh ikut les privat
bahasa Inggris - hal yang tidak lazim di kota saya..
Yang saya sesalkan hanyalah, kedua orangtua saya kurang me
mahami besarnya minat baca saya. Sejak kelas lima SD, rumah kami
melanggan Suara Muhammadiyah dan Kiblat. Ibu sesekali membeli
Suara Aisyiyah dan Ayah sesekali membawa pulang Detektif & Roman
tika atau Selecta. Tapi, saya akui bahwa itu belum dapat memuaskan
dahaga baca saya. Sayang sekali, kedua orangtua saya tidak membeli
kan majalah anak-anak, dan tidak pernah mengajak saya ke toko buku
dan menyilakan saya memilih buku-buku yang saya maui. Padahal, ini
sering saya impikan, dan saya harapkan menjadi hadiah yang pantas atas
Prestasi saya di sekolah. Karena kekurangan bacaan, sejak kelas empat
SD hingga tamat SMP saya secara rutin mengunjungi kios-kios penyewa
84 Mencari Isla" ya membaca segala jenis ko mik,
komik di Padangsi-
: Ceri E.
idim rti karangan H.C. ta
Pi
silat karangan : :: : aya, kio,
. Baori er
Ei anak-an:
i cerita : S -

gambar, sa: komik berg:


kios yang menyewaka:
:
wa - ketika itu KP :00 dan:
- adalah erita
0 sekali SC - - pen
silat:
perpust
: aăIl u
tak sempat terpikirkan oleh Pemda K3.8ganti
bup:
ten saya. .

Pesantren tor pada 26 Desember 1976, saya tid


- alT1 ai di Gon - -
ak lang.
sung
E : :Emasa penerimaan sa:" baru sudah lewat. S:
: Epenerimaan be:” antri delapan bula l

menuI)
- n di
-

: kilometer dari Gontor.


E: pesantren dengan rumah tempat sa
Pesantren

dib : : Batak, tepatnya bahasa Padangsidimpuan, adalah


E yang telah enambelas tahun saya : Selama itu saya tidak
pernah mengalami kesulitan dalam menggu : E - baik karena
orang lain memahami saya, seperti anggota ke : atau agar orang
yang saya ajak bicara memahami saya. Tentu, saya pelajar bahasa nasio:
nai tapi hanya di kelas atau kalau saya P: ke Medan. Saya bahkan
sering merasa irihati jika menggunakan bahasa Indonesia. Kami anak
sekolah di Sidimpuan ketika itu sering : dengan nada negatif - me.
nyebut bahasa nasional sebagai ”bahasa Polisi”, karena pak polisi yang
sering menggunakan bahasa itu walaupun ia orang Tapanuli. Di rumah,
Ayah hanya menggunakan bahasa Indonesia ketika memberi komando,
biasanya lewat tengah hari, ”Cuci kaki, cuci tangan, pigi (= pergi)
tidur!”
Di pesantren, saya harus membuang bahasa-ibu saya-dan terpaksa
berbahasa Indonesia. Yang lebih menyedihkan, teman-teman mem.
perlakukan bahasa Indonesia saya sebagai ”tontonan” menarik. Barang
kali karena pilihan kata saya tidak lazim, karena bunyi e yang khas
Batak, atau karena bahasa Indonesia dialek Medan yang saya gunakan.
Di dalam kelas, bahasa Indonesia saya juga sering jadi tontonan. Jika
guru menawarkan kepada murid-murid, ”Siapa yang mau membaca?"

Ean-teman di kelas I B Pesantren Ngabar itu akan segera bersahut:


Ekspendeka:
termasuk En permintaan teman-teman, dan dia *
Di luar EE
bagi teli
: Jawa, Y
: saya anadapkan dengan 2S2
ang

E:
bagi saya. Musik E budaya Jawa lainnya juga : Pon0.
rogo terdengar
membuat kepala
:
Eno penduduk
nadadiyang
sekitar
takpesantren ata:
beraturan, cau, d"
ka oran:

g. Dan saya tidak mengerti meng*


S -

85
sampai hati berkumpul di lapangan sepakbola, d
anak balita yang ditidurkan begitu saja di :8°n membawa anak.
menonton wayang sampai subuh. Entah apa yang * antas
rumputan,
di
untuk
- -

lakon Turune Wahyu Kembar yang digelar oleh :N:1 d


itu. Inilah pertama
Ejukan wayang.kali, dan satu-satunya
ya sei
sejauh ini, saya "menonton” - - - 13

Rutinitas sehari-hari juga berbeda. Selama belasan


pernah mempunyai masalah dalam hal mengisi E ": -

kapan saja saya inginkan dan hidangan masakan Ibu saya sukai. Tapi di
esantren hal ini jadi masalah besar. Para santri makan dalam waktu
waktu yang ditentukan dengan didahului bunyi jaros (bel). Bila lonceng
makan berbunyi, para santri tergopoh-gopoh menuju bangunan dapur.
Semakin dekat dapur semakin cepat langkah kaki. Bila perlu, kami ber.
lari ke dapur. Sesampai di dapur, para santri berlomba menjulurkan
tangan yang menggenggam piring lewat jendela khusus. Kami tidak
kenal budaya antri, sehingga puluhan tangan berebut untuk dilayani
lebih dulu. Dalam saat-saat seperti ini, selalu ada bahaya tangan dan
baju dan kepala ketumpahan nasi atau kuah. Bahaya yang lebih besar,
seperti kehabisan lauk atau terpaksa menunggu nasi matang, dapat
timbul jika kita terlambat makan. Setelah berhasil mendapat sepiring
nasi, masih ada hambatan lain karena nasi santri seringkali agak keras
dan lauk dibumbui secara aneh, ditinjau dari selera saya. Jika ingatan
akan makanan di rumah muncul, makanan yang saya hadapi semakin
tidak menarik. Dalam bulan-bulan pertama di pesantren, **8
makan tanpa air liur dan dengan dada yang terasa sesak. berubah
. Banyak pekerjaan-pekerjaan sederhana lainnya E. : dan
Enjadi sulit di pesantren. Mandi dan mencu: harus : E
galam waktu yang sudah ditentukan.
dan tidak boleh b ke luar Jam
-
tidur da:
lingkungan pesantren tanpa
oleh bepergian
Pengasuh pondok dan tanpa alasan yang jela: S2V3.
P: di atas betul-betul ::
dalam bulan-bulan pertama di pesantren. Tampak : tahun tidak
hidup, sekolah, dan pengalaman saya selama enalT) :Es. dan
anyak gunanya dalam lingkungan baru : Saya : angkat kaki da:
Elami disorientasi. sering muncul : E: Tapi, -

::tren dan pulang ke keluarga :eman ji


harga diri. Apa kata Ayah, Ibu,

uar
dari -

keterasingan dan guncanga"-ouT1Ca


-

gu mereka me
S -
memiinta anya dan Se
*Ya menyurati orangtua, iram
bungan
dengan
Ibu sehu menuhiny°.
Me: “an
reka Jugasaya yang agak an
mengirimkan sehelai ul° * - - - - - -
86 Mencari Islam -

: banyak-makna dalam budaya Batak - atas Permintaan


R: dan Gontor, saya punya buku-tulis-serat:
di
lembar khusus untuk lagu-lagu Batak. Dalam saat-saat rindu, saya akan
menyendiri - cukup jauh dari telinga orang lain - dan menyanyikan
lagu-lagu ”klasik” Batak seperti Aek Sarulla, Na. Sonang do Hita :
Dua, Tao na Tio, Modom ma Damang. dan lain-lain. Dalam Saat-saat
seperti ini saya gampang meneteskan air mata, membayangkan rumah
dan kampung halaman. Sesudahnya, saya merasa lebih kukuh, lebih
tenteram. - - -

Tapi, air mata semacam ini juga sering menetes waktu saya mem
baca Kitab Suci. Entahlah, saya tidak mengerti mengapa membaca
Kitab Suci dapat menjadi outlet bagi kerinduan dan keterasingan.
Barangkali ini termasuk mukjizat Al-Quran. Atau, barangkali, saya
sudah terlebih dulu merasa rindu dan sesak, lantas melampiaskannya
dengan membaca Kitab Suci. - - -

Kendatipun saya tergolong sulit menciptakan banyak teman, baik


karena saya sejak kecil lebih suka membaca sendirian maupun karena
keluarga saya sering pindah rumah dan karenanya tidak mempunyai
teman bermain yang langgeng, lama-kelamaan saya berhasil mendapat
kan beberapa teman akrab. Persahabatan dapat menciptakan rasa aman
dan betah. .. - - -

Demikianlah, ternyata keguncangan-keguncangan itu bukan suatu


akhir, dan saya punya cara sendiri menanganinya sehingga tetap survive.
Saya mulai terbiasa dengan lingkungan baru. Beberapa kata Jawa sudah
saya ketahui artinya dan dapat digunakan dalam keadaan darurat.
Klenengan, rekaman "*Yang, atau tembang Jawa sudah dapat di
toleransi telinga kendatipun belum dapat dinikmati. Nasi rawon yang
dahulu mencurigakan karena penuh noda hitam sekarang menjadi :|
kegemaran saya. Dan rutinitas sehari-hari di pesantren juga sudah dapat
saya terima apa adanya. Mungkin, saya belum menjadi orang yang mem:
Punyai dua budaya, yaitu budaya rumah yang saya bawa dan buday* |
Eau yang diadaptasi, tetapi, setidaknya saya mulai belajar bagaimana
memodifikasi bawaan-bawaan saya.
Di Gontor, saya memodifik asi bawaan berharga lainnya, :
kemuhammadiyahan. Di bawah pimpinan Kiai Haji Imam Zarkasy:
P°Erusnya, Gontor bersem boyan, ”Di atas dan untuk semua :
an.” Pak Zar - demikian k ami "emanggilnya - melewati fase :
- -

ting dari formasi intelektualnya di ”negeri kaum muda” Sumat°


Barat. Tampaknya, ia cukup "°nyadari akibat luka-luka yang ti:
dari Pertentangan dan Partikularisme antargolongan. Ia pandai berce:
bagaimana dalam awal ab
l ad ini untuk menjadi imam dan ma'mur"
- - A 3
lim
Esembahyang dapat "enimbulkan kesulitan. Sebab, seorang Mu°
tidak bersedia sembahyang di belakang imam yang bukan te:
golongannya. Khilafiyyah atau Perbedaan dalam detil-detil m: |
agama betul-betul carried to ““ss, sehingga dapat dijadikan ala |

|
- Samsu Rizal, Sebuah Pengungkapan Diri
87

ul
ntuk m emvonis kelompok lain sepenuhnya salah dan kelompok sendiri
enuhnya benar. Berbagai ilustrasi yang diberikan Pak
: akrab bagi saya karena Kakek sudah berkali-kali :
Eya. Yang baru adalah sikap yang diambil Pak Zar, dan yang :
kan kepada seluruh santrinya, yaitu agar santri menjadi ”perekat
mat". Santri boleh aktif dalam Muhammadiyah, tapi tidak untuk be:
musuhan dengan NU, melainkan untuk mendekatkan keduanya. Jika
santri mempermasalahkan khilafiyyah, maka santri tersebut sepantas
nya hidup dalam masa lalu, bukan masa sekarang. " , -

Sikap ”di atas dan untuk semua golongan” juga tecermin dalam
pelajaran fiqih. Santri tidak diajari fiqih mazhab tertentu, Syafi'i, misal
nya. Tapi, para santri diajari empat mazhab utama plus mazhab lain
seperti Zhahiriyyah. Itulah sebabnya kitab fiqih yang diajarkan dan
dianjurkan untuk jadi rujukan. ialah karya Ibn Rusyd, Bidâyah Al
Mujtahid, kitab fiqih perbandingan. Para guru selalu menekankan
bahwa semua mazhab memiliki argumentasi yang kuat dan semuanya
benar dilihat dari argumentasi masing-masing. Guru dilarang menentu
kan mazhab mana yang benar sehubungan dengan suatu masalah.
Tetapi para santri tetap diperbolehkan menentukan sendiri mazhab
pilihannya tentang suatu masalah berdasarkan pemahamannya atas:
argumentasi mazhab tersebut. Seingat saya, satu-satunya pendapat
mazhab tertentu yang diterapkan secara ketat di Gontor ialah pendapat
Imam Malik tentang permainan catur. Imam mazhab Maliki meng
haramkan permainan ini, dan Pak Zar melarang keras para santri ber
main catur. Ia menambahkan bahwa pikiran para santri seharusnya
dipusatkan pada pelajaran, dan pelajaran sudah cukup banyak menyita
pikiran mereka. Mereka tidak memerlukan permainan catur, yang
menuntut
Salahbanyak pikiran dan
satu implikasi waktu mereka.
penekanan . . atas dan
prinsip "di untuk semua

golongan” dan "jadilah perekat umat” ialah tertanamnya :


“lativisme dalam diri saya. Memang, saya terus menjalankan ibadat
:mbahyang, misalnya, sesuai dengan yang diajarkan oleh sekolah
Muhammadiyah saya. Tapi, bukan karena saya memandangnya sebagai
*tu-satunya yang benar, melainkan salah satu dari beberapa kebenaran
: kebetulan akrab dengan saya. Dengan : lain, relativisme yang
* maksudkan adalah relativisme yang relatif .
Dalam dua tahun pertama di Gontor, saya: berkenalan :
dan membaca beberapa buku tentang tasawuf Perkenalan : :
Risebabkan perubahan yang saya alami setelah begitu banyak : i
°rharga dari rumah mengalami modifikasi atau ::
"ungkin juga karena pergaulan saya den:" salah : guru asal
Elangi tasawuf, 5alam obrolan-obrolan k: : kaum sufi,
: Barat itu banyak membicarakan ajaran-ajaran engajari say* be.
Eti
°rapa qanaah,
for
kesabaran, danuslain-lain.
---. 3 diucapkan" ":
ratusan atau lebih dari
mula zikir yang har
88 M
encari Islam:
- sehari semalam - ia punya alat : Yang bi
- -

seribu kali dalam:


digunakan untuk :hitung barang ya: E gudang :,
kapal, yang angkanya bertambah Seti *u p:
numpang yang,“ Tapi, formula zikir favorit saya ialah: sub EP k:
tombolnya ditekan. : ha illallah, wa Allâhu akbar (Mahas:
Ealhamdu:n selain Allah, dan Allah ME
Segala Pu: karena Pak Zar dan seorang Pembantunya ssa)
Formula ini saya P* anjang lebar makna-makna kandun Pernah
menguraikan secara pan] kepada para santri: ”Ii 8annya
Zar mengatakan p P Jika kamu -

Ringkasnya, Pak Z. rkatakan orang secar a jelek, ucapkan


fitnah orang atau diP°
subh:
Setiap kali kamu mendapat nikmat : : Pujian dari 9rang lain
E iasa-jasamu,dan
ucapkan alhamdulillah.
ragu akan kemampuanmuJika kamu punya cita-cit:UCatdu
merealisasikannya,
E ", llahu Pak Zar menyebut ketiga ucapan ini sebagai :
a k bar.”
santri yang akan membuatnya mamp: menahan diri dan kukuh ber.
bakti di jalan Allah. Tentang la ilaha illallah, seorang guru saya lulusan
Universitas Al-Azhar mengatakan bahwa esensi bagian dari dua kalima:
syahadah tersebut ialah keberanian untuk mengatakan "tidak" terhad
segala yang bertentangan dengan ajaran agama: Uraian lain tentang for.
mila zikir di atas juga terdapat dalam kitab karangan Syaikh Ahmad
Ibn Atha' Allah (w. 1309), Al-Hikam (Hikmah-hikmah).*). Saya mem.
baca terjemahan buku ini belasan kali, selain karena isinya menarik hati
saya, juga karena sulit saya pahami. Saya juga membaca karya-karya
Hamka tentang Tasawuf, dan menghapalkan beberapa syair kaum sufi,
termasuk yang dikarang oleh dedengkot mistikus-wanita dunia Islam,
Râbi'ah Al-‘Adawiyyah (w. 801) - yang film tentang dirinya pernah
diputar di Balai Pertemuan Pondok Modern Gontor.
Dalam tahun ketiga dan keempat, saya menuruti nafsu baca saya.
Selain mengunjungi perpustakaan-perpustakaan yang ada di Gontor,
saya mulai membeli buku-buku atau majalah yang saya senangi.
Separuh dari uang belanja saya alokasikan untuk membeli bacaan. Hal
ini dapat terjadi karena saya berhasil meyakinkan orangtua untuk
melipatduakan uang belanja ”agar biaya untuk perut dan kepala” se
imbang. Saya rajin mengunjungi toko buku di Gontor, di Ponorogo, dan
di Madiun. Saya melanggan Panjimas dan The Indonesia Times. Sejak

“9lusi
Yang Iransaya
tidak 1979, saya juga
langgan tapimelanggan Tempo.
sesekali saya beli Beberapa majalah dan
ialah Harmonis lain

:
kut Prisma, E : : En:
walaupun, :
Alhamdulillah bacaan-b CSU. tan besar dalam mem prestasi
saya di kelas. Jika saya lihat E pernah : ternyata
embali Arab,
nilai berbagai mata pelajJaran bahasa rapor seperti
selama nahw,
di Gon shar/,
rf bala
TE
") Terbitan Balai Buku, Surabaya, 1977.
-i-

l P -

89
ghah, insya',
dan tafsir.
selalu bagus. Begitu la mat
-

Tetapi, nilai khath atauPula


- - -

mata pelajaran ushul fi fiqih -

t - 5kaligrafi
g 3.11 Sa -
ul fiqh, d - 1.

rata atau di bawahnya. Tulisan Arab saya nilai rata E


memangsayaagakujian
jelek,untuk
kendatipu Ya tulisan latin ,

Ketika
- mlah ilai : n saya telah berusaha
akhir kalinya di G
memperin
p
-

dahnya.
Ju nilai yang saya peroleh adalah 442. Sa 9ntor, di kelas enam,
untuk berapa mata pelajaran, yang jelas il Ya tidak tahu jumlah itu
128 siswa kelas enam angkatan saya itu jumlah tertinggi untuk
jadi. guru
Sewaktu di kelas enam,
di almamater. saya E
Sebab, amat berharap dapat diangkat IrleIl - -

pantas untuk bekal mengajar. Selain itu d: E saya cukup


keinginan kuat untuk ”menyikat” buku Buku di ati saya terpendam
Pendidikan Darussalam Gontor yang E E Institut.
harapan E E guru. Tapi
ini sia-sia. Saya tidak diangkat, dan
coba membicarakannya dengan Wali Kelas sa saya men
tidak menyebutkan alasan penolakan selain E *E saya hormati. Ia
-
2.
2l *A - - - -1-

Gontor.” Tapi,
menganggap menurut
Ananda lebihguru
akhlak saya tidak baik.
lain, saya ditolak k
pantas
1.
E:
arena suluk atau
U3I

Yang membuat akhlak saya dikategorikan


-- buruk ialah k
terjadi beberapa bulan menjelang ujian akhir. Ketika itu E
- - - -

E dan saya sendiri mengkritik salah seorang guru yang kami nilai
: E di bidang kepramukaan di Gontor. Untuk perbuatan meng
dalam bul
tik secara ari pesantren
terbuka itu empat sahabat karib saya diusir dari
- y
diri : an-bulan terakhir masa sekolah mereka di Gontor. Saya sen
: : teman lain beruntung tidak diusir, melainkan mendapat
2lIl

uman lain khas Gontor: Kepala digundul di depan masjid dihadap


: : santri, disuruh memanggil orangtua ke Gontor, dan dipindahkan
apur yang hidangannya dianggap kalah lezat dari dapur tempat
makan
k
sayahari
Tiga sebelumnya.
menjelang Idul Fit hri 1401 H, awal Agustus 1981, saya -

gamang memikirkan sekolah dan


embali ke Sumatera Utara, sedikit
masa depan saya. Di Lubuk Pakam, tempat keluarga saya mene:P
: Ayah dipindahkan dari Padang:di:PE* mencoba be.
erapa kali mengisi pengajian Muhammadiyah, Aisyiyah, da: Nasyi'atul -

Aisyiyah. Tapi dalam hati masih terpendam keinginan kuat untuk


belajar dan sekolah lagi. Hanya tiga bulan saya di rum ah, dan pada akhir -

Nopember saya kembali ke Jawa, bersiap-siap mengikuti ujian masuk


Perguruan tinggi sambil menumpang di rumah kawan ya"8 alumni
Gontor dan kuliah di Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Di kota
"nilah, pada tanggal 10 Desember 1981, saya menerima surat da" Ibu.

L. Pakam, 3.12.1981
Assalamu'alaikum .
warahmatullahi -

wabarakatuh. -

Ananda Rijal,
i Gontor, yang mendoro ji,
belum A : Ananda ke Gontor adalah :
s: Ibu) mengiri" ganjurkan agar orang-orang Mu:
Eh (yang ak-anaknY*.
uhammad: Eya ke sekolah agama, -
*upaya
y3. :

T - p? -

E Majlis : Ananda tamat dari Gontor,


-
U
ma
Tapi, tam an Nenek Pintupadang (= : Hakim i:
sependapat ": Eium sesuai de: Muhammadiyah, :
bahwa kali da dapat di Gontor itu perlu lagi di Muhamm:
nya, apa ya:3 : hal di atas, Umak tidak merasa kecewa apa.
diyahkan. ME (menjadi guru) di Gontor. . . .
bija Ananda :
:gan lupa Umak punya cita-cita supaya Anan.
. Anan l : berbakti bersama-sama dengan Muhammadi.

da bisa E an cara masuk menjadi Pemuda Muhammadi


yah, : untuk bangsa, untuk negara, bersama-samalah
: dengan Muhammadiyah. Mereka punya cukup banyak
sarjana, Dr., S.H., Drs.: dan sebagainya, tapi mereka tidak punya
k:er ulama. Cita-cita Umak, Anandalah sebagai andil Umak bagi
Muhammadiyah, dapat hendaknya menjadi seorang ulama yang
ilmuwan, di dalam dan bagi Muhammadiyah. Inilah cita-cita
Umak.
Kalau Ananda ada dan berani bercita-cita mau (masuk)
Universitas Negeri, (Fakultas) Kedokteran atau (ingin menjadi)
Insinyur atau yang lain-lain, cobalah Ananda hidupkan moga-moga
Tuhan menolong kita. Ulama yang ilmuwan, sangat diperlukan
Pada masa pembangunan ini, demi tegaknya agama. Belajarlah, dan
berita-citalah, dan sadarilah bahwa agama kita, umat Islam,
miskin ulama. Dan Ananda harus ikut berpikir untuk itu. Amin.
- - - - - - -

Pemikianlah, semoga Ananda senantiasa di dalam perlindung


an, rahmat dan keampunan Tuhan.
:mwalikum warahmatullahi wabarakatuh.
ma R. -

Pendidikan Tinggi

Saya lulus ui;


gambil air Wudhu
w dhu’ dan melakukan sujud
. ukur ketika
syuku
E t: an masuk di Fakultas Syari'ah IAIN Kalijaga:s:
iaya sering E “jah Mada pada 1982 sebelum dan sesudah :
kbih
lebih baik:
baik untuk u, :a
luluskanTuhan,
aku di "Ya Ai:
Fakultas saja. Jika:
Syari'ahFakultas Fis -

ilmuku, Eku,"!uskan
tas itu baik lulu aku di Fisi
“kan aku idiFisipol saja. Dan
keduanya. ji ka kedua
Ya, Allah,
-

tamb ahlah at
Semakin banyak ilmuku Ein banyak ya"8 dap
Samsu Rizal, Sebuah Pengungkapan Diri 91
ubaktikan. di Jalan-Mu.” Saya merasa Tuhan mengabulkan doa saya
an menghilangkan kecemasan yang menghantui saya beberapa bulan

sebelumnya: -

Dengan rasa syukur dan gembira, saya menyurati orangtua dan


ek dan meminta pendapat mereka. Dalam surat tertanggal 29.7.
1982, Ibu menulis, "Di antara dua yang akan Ananda pilih, Umak
lebih condong kepada Universitas Gajah Mada. Umak berpendapat tak
harus ke IAIN.Cobalah Ananda beralih ke Gama.” Tampaknya, Ibu
ingin aga: saya lebih banyak menekuni ”ilmu umum” setelah selesai
:antri. Saya sendiri akhirnya memutuskan sejalan dengan doa kepada
Tuhan. Saya amat Percaya bahwa kedua pilihan itulah yang dipilihkan
Tuhan untuk saya. Dan, berbeda dengan Ibu, Kakek A. Hakim Lubis
sepenuhnya mendukung pilihan saya. Dalam surat tertanggal 9 Mu
harram 1403, ditulis dalam abjad Arab Melayu seperti surat-surat Kakek
lainnya, tercantum, ”Mengenai jurusan yang Cucunda pilih, yakni
Fakultas Sosial Politik Jurusan Hubungan Internasional dan Fakultas
Syari'ah, sungguh sesuai benar dengan pendapat Nenek. Andaikata
kalau Neneklah yang memilih jurusan, maka Nenek pasti memilih
serupa dengan jurusan yang Cucunda pilih itu.” 7,
Saya pun memulai kehidupan di perguruan tinggi, kehidupan yang
sulit saya bayangkan ketika di Gontor, sewaktu saya ”optimis” akan
diangkat jadi ustad. Walaupun yang saya ungkapkan berikut lebih
banyak yang menyangkut kehidupan saya di IAIN, tapi saya selalu ber
usaha mengambil manfaat dari dua sekolah yang saya ikuti. -

Sewaktu kuliah di IAIN, saya sama sekali bukan mahasiswa yang


baik, jika itu berarti indeks prestasi yang tinggi dan rajin mengikuti
kuliah. Saya sering mengulang mata kuliah, terkadang sampai lima mata
kuliah.
saya di Saya
IAINjuga
tahupembolos kelaspernah
bahwa saya berat. Teman-teman kuliahkuliah
bolos tidak masuk dan dosen
satu

semester penuh untuk mata-mata kuliah tertentu. -

Tapi, saya tidak terlalu kecewa dengan prestasi akademis yang


rendah di IAIN. Sebab, sejak masuk IAIN saya banyak membaca buku
buku tentang kajian-kajian keislaman, walaupun tidak terkait secara
langsung dengan materi materi kuliah. Saya juga aktif dalam kelompok
diskusi Al Jami'ah yang baru didirikan. Saya jadikan kelompok diskusi
:ebagai pendorong untuk mencari pengetahuan dan tempat menumpah.
kan perolehan-perolehan dari bacaan-bacaan sayaE lewat

: terbuka dan bebas. Saya anggap ini jauh lebih E :


: kuliah yang monologis, dengan : : at apa-ap
1nt1

“g didiktekan dosen, tanpa semangat 'search and research.


Dalam kelompok diskusi inilah saya akrab dengan Taufik Adnan
Amal, seorang mahasiswa yang gifted, kritis, dan pencandu kajian kajian
“slaman selain sigaret kretek filter. Ia teman diskusi terbaik :
:'kan sejauh ini. Sejak awal kehidupa: di perguruan : ktual
°elalu bersama-sama, sehingga dalam banyak segi, kehidupan intele
Pr

92 Mencari Islam
|
- 2 2Il tindih.” - - islaman, kami mulai dengan mem
": E E frame of reference, Peta, :
buka front yang : apa saja yang menarik hati kami dan
pembimbing. Kami E IAIN, UGM, Yayasan Hatt:
terdapat di perpustaka E Kataketik, atau Perpustakaan Islam.
sekolah Tinggi E si lebih menarik, kami sesekali mengadakan
Namun, agar : i: semester pertama di IAIN, misalnya,
IS

pembagian tugas. Dalam banyak-banyaknya karya sarjana Barat


Taufik bertugas membaca sebany baca karya-karya dalam bahasa
tentang Islam dan saya bertugas. meIm - tersebut.

Arab. Kemudian, kami mendisiskusikan


- -

kamibacaan-bacaan
mulai mengkhususkan diri pada - -

Dalam tahun kedua di IAIN, kam hal ini pun kami membagi
”aliran modern” dalam Islam. Dan dalam ”modernis” dari anak
tugas. Taufik menekuni karya-karya kalangan ”mo : d Parvez ata
benua Indo-Pakistan seperti Ahmad E E E M:
an, sedangkan saya membaca karya:
:kendatipun
Khuli,
:demikian,
dan lain-lain.
:: Syaltut, Ali Abdurraziq, Amin Al
pembagian tugas ini tidaklah ketat. Sebab,
- -
- -

diskusi kami berdua tentang bacaan-bacaan masing-masing seringkali


menimbulkan rasa penasaran dan ingin tahu sehingga saya membaca
sendiri karya seorang orientalis atau tokoh dari Indo-Pakistan. Demiki
* Pula. Taufik yang tertarik pada Jamaluddin Al-Afghani dan Mu
hammad Abduh, misalnya. -

Yang sering membedakan kami dan teman-teman


diskusi lainnya
adalah sikap terhadap karya sarjana Barat atau orientalis.
teman dan dosen di IAIN,
Bagi banyak
fakta bahwa seseorang adalah orientalis

kan karya tersebut - Muslim atau bukan


Dari bacaan-bacaan kami tentan
dan saya secara Perlahan-lahan sam g kajian-kajian keislaman, Taufik
Pai kepada kesimpulan bahwa Pusat
Samsu Rizal, Sebuah Pengungkapan Diri 93

yah Abdurrah - -

dan saya menulis makalah tentang keran man, dan lainnya, Taufik
mahami danmenafsirkan Kitab Suci. E katahun
- konse
E“:i
direvisi. makalah ini diterbitkan oleh Penerbit Mizan dalam E
buku tipis berjudul Tafsir Kontekstual Al-Quran: Sebuah k:
Konseptual. Kendatipun demikian, kami tetap menganggap E
kajian Al-Quran dan tafsir sebagai terra incognito yang mengundan
etualangan-petualangan berikut. Kami menelusur g
- inya, dan berniat
untuk terus menelusurinya, karena merasa banyak yang tak beres dalam
tradisi ulum Al-Qur'an dan tafsir. -

Sebagai ahl al-kitab par excellence, umat Islam sesungguhnya


dihadapkan pada masalah genting: Apa sesungguhnya tugas penafsiran?
Di IAIN, saya mengikuti pelajaran tafsir ayat a hkam, yaitu ayat
ayat Kitab Suci yang dianggap bernilai fiqih-hukum , selama beberapa
semester. Ini adalah pelajaran tafsir yang tugas utamanya memaparkan
berbagai pendapat para ulama tentang berbagai detil masalah fiqih.
Semakin banyak belajar, semakin luas dan canggih perbedaan pendapat
yang harus dikuasai. Ini adalah pelajaran fiqih dalam kemasan tafsir,
yang seringkali mengmorduakan teks Kitab Suci, dikalahkan oleh pen
dapat-pendapat ahli fiqih.
Saya mempelajari ma’ani Al-Qur'an, ilmu yang bertujuan meng
ungkapkan sebanyak-banyaknya alternatif arti untuk kata-kata pem
bentuk ayat dan beberapa harf seperti min, bi, dan lain-lain. Jika dalam
tafsir ayat ahkâm teks Kitab Suci tampak terlalu umum dan berbagai
pendapat ulama mazhab dicantumkan sebagai rincian dan tafsiran atas
teks, maka dalam ma’ani Al-Qur'an teks Kitab Suci tampak kurang
jelas dan mengandung kesulitan-kesulitan filologis. Jika yang pertama
didominasi oleh opini-opini ahli fiqih, maka yang kedua para ahli
bahasa Arab. - - -

Saya juga mengikuti pelajaran falsafah Al-Qur'an, dan terasa


bahwa kali ini tujuan tafsir ialah menguasai sebanyak-banyaknya
doktrin filosofis-teologis yang konon terkandung dalam E
tentu. Berbagai posisi para filosof dan mutakallimin (ahli ilmu : :
“ologi) yang bervariasi atau bertolak belakang dibungkus atau : i
*n dengan ayat-ayat Kitab Suci. Dalam hal ini, ayat-ayat : t :
dalam arti harfiahnya dipandang tidak praktis. atau tidak :
“ima secara doktrinal, hingga harus ditafsirkan E : kita
Semakin banyak mempelajari ”filsafat Al-Qur:
kiran ppara teolog skolastis Aba" Pertengahan
"emasuki alam piki
- - - - yang
bersumber dari -

:g menguasai berbagai gagasan mondia -

yang
“llenisme, peradaban
Tiga contoh Persia,
pelajaran dan dilain-lain:
tafsir . . . da n diajarkan
atas dipelajari dengan
i Al-Quran.
“ggapan bahwa E pendapat yang ada dirumuskan dari Al-Q
i teks Kitab
Ean kata lain, para mufassir
uci. Padahal,
seolah-olah
proses yang berlangsung kemungki
E justru
- lak dari luar teks - dari Pendapat
si.--ra y
ir berto
sir.
vaitusisi doktrinal
dan kemudian m
sebaliknya, tertentu -
°ncari-cari
a lewat pelajaran tafsir seperti y
saya tidak. m:"Eng informa: dapat saya E
dan pengetahuan E tentang fiqih,
ilmu : E : i:
ntll
Arab, atau erspektif, persepsi, dan rangs
k:butuhan-menda: S ': E Kitab Suci, : : 1.

: ini. Selain itu, tafsir semacam ini juga tidak


a, atau keprihat".* hidup sehari-hari dengan
an petunjuk Tuhan untuk manusia.
ke:: : tujuan dan tuga: penafsiran, tradisi tafsir
- - ai himpun - -

kita juga punY* masalah tentang “: bernalar. Popularitas Para mufassir


ahulu, dan enghormatan ita kepada mereka
kita
dan tafsiran-tafsi
:itan-taisiran
: telah E kita kepada beberapa ekses negatif. Kita, misal.
> amakan yang lama * yang ”ortodoks” dengan
: a, sering Akibatnya,
menya" tafsir lebih banyak mengambil penalaran dengan
-

cara to appeal t9 authority, mengut:P dan mereproduksi tafsiran


-

tafsiran para pembesa: tafsir kita. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu


ketika terdapat perbedaan pendapat di antara mereka (hal yang amat
sering terjadi), kita tetap tidak berani menjadi otoritas untuk diri
sendiri dan menyelesaikan persoalan dengan ga:a yang sama - to appeal
to authority itu, misalnya lewat prosedur seleksi (takhyir, takhayyur),
atau rekonsiliasi dan harmonisasi (talfiq) di antara berbagai otoritas
yang Dengan
tersedia. cara di atas, ilmu tafsir yang amat penting itu menjadi:
- - -

statis dan bersifat konservatif. Fakta bahwa penafsiran selama ini di


lakukan secara ayat-per-ayat, penuh kutipan dari mufassir terdahulu,
dan bebas mendesakkan pendapat sendiri terhadap teks Kitab Suci
sudah menjadi alasan yang kuat untuk kita dalam meneruskan praktek
tersebut. Bahkan, proses reproduksi cara, bentuk, dan tu:* penafsiran
yang lama telah menanamkan dalam diri kita seperangk* kebiasaan
yang secara otomatis muncul ketika kita memahami dan menafsirka:
: kebiasaan ini, seperti pengabaian kontek : bai

kata demi E istoris-kultural, penafsiran secara ayat-per-ay*


perti
ata, pemaksaan prakonsepsi dan presuposisi, muncul seP:
gerak refleks otot-otot kita setiap kali ki an. Kil°-

tidak sadar
sad p kali kita mendekati
lagi bahwa dengan refleks-reflek
-
fsiranAl°9'E.
ini kit* tela
mengabaikan hak-hak teks Ki ks-reteks pena siran
Konservatisme taf ss itab Suci yang paling asasi. tef:
hadap tugas-tugas : Juga membuat kita tidak awaS dan sia8 kità
2l
lag3.

"sekarang” dan ” : yang jauh lebih relevan untu: tafsi


sini”. Bukti nyata ketidakmampuan “ *:
kita untuk
uk m
masalah isu dan keprihatinan kemanusiaan - dan Kitab Su
-
:
mengadakan dialog antara kita - dengan segala ":uh
1C1
Samsu Rizal, Sebuah Pengungkapan Diri 95

mun:",
"teologi pembangunan”, danyang yangmenuntut "teologi
semacamnya. transformatir,
Jika kita E"atlt”,
benahi tradisi tafsir sesegera mungkin, saya takut kita akan me E
intu bagi dialog yang dinamis dan bermakna antara kalam :
kebutuhan sekarang. Saya takut kita akan menjauhkan Kitab Suci :
kehidupan. - -

Tak seorang Muslim pun yang berniat menjauhkan Kitab Suci dari
kehidupannya, dari kebutuhan-kebutuhan praktis-maknawinya. Setiap
Muslim percaya bahwa pesan-pesan yang terdapat di dalam Al-Quran
adalah pesan-pesan Tuhan Seru Sekalian Alam. Kita memandangnya
sebagai pesan-pesan. "kelas satu”. Dan karenanya, umat Islam perlu
beramai-ramai memikirkan perangkat-perangkat penafsiran yang juga
kelas satu. Dalam hati Taufik dan saya, buku tipis terbitan Mizan yang
kami tulis tiga tahun yang lalu diharapkan dapat merangsang usaha.
usaha selanjutnya. Itu sama sekali bukan karya nomor satu, melainkan
hanya revisi dari makalah kami sebelumnya, dan sudah disepakati untuk
merevisinya kembali suatu ketika kelak dalam Pelita VI, dengan izin
Tuhan. Ini hanyalah suatu bentuk keterlibatan dengan Kitab Suci.
Masalah genting lainnya dalam dunia penafsiran kita ialah bagai
mana menyiapkan individu-individu Muslim agar dapat menjadi mufassir
untuk diri mereka sendiri. Ini amat penting jika kita tidak ingin mayori
tas-mutlak umat selamanya memiliki iman dan pengetahuan agama yang
second-hand. Sebagai pewaris sah Kitab Suci, seharusnya setiap indi
vidu Muslim dapat dan harus terlibat dalam dunia penafsiran. Namun,
agar cita-cita ini tercapai, beberapa rintangan ideologis perlu disingkir.
kan dan perangkat-perangkat kerasnya disediakan. -

Sebagai prakondisi bagi keterlibatan umat yang lebih luas dalam


dunia penafsiran, semangat bertualang, keberanian menghadapi risiko,
dan semangat mempertanyakan harus disemaikan dalam dunia kajian
kajian Al-Quran dan tafsir. Saya sadar hal ini sulit. Dalam menuntut
ilmu, kita diajari oleh guru dan dosen untuk bersikap kritis. Kiai saya di
Gontor, misainya, berkali-kali mengatakan bahwa: takut ber
tanya dan menyelidiki
:lah berarti adalah
takut menjadi baiksantri
dan yang takut pinta:E :
betul: ut

ajian-kajian Al-Quran dan tafsir, alangkah konservatifnya : E


ah tidak kritisnya kita. Semboyan bahwa E SeCara
*alah ilmuwan yang tidak bertanggung jawab dan ti : i kajian-kajian
Elektual perlu secepatnya direalisasikan dalam tradisi ka]
Sislaman.
uslim, para ulama dan muballigh
Sebagai aktor dalam masyarakat M umat agar berani. menafsirkan
: berperan besar dalam mendidik sehari-hari. E
E dan menerapkannya dalam k°hidupan
mereka sebagai "pewaris par
ilan
nabi. inilah yang menjadi tugas utama n bu rukmadalam
di penam.P"
atas. Tidak ada
i: Oleh sebab ini, beberapa kebiasaan : uta
ma seharusnya dihilangkan atas nam° fungsi
96 'Mencari
Me Islam - takut dan waswas, bahwa jika ”
-

anfaatnya memelihara r*
IIl
penafsiran Al-Quran, maka segalanya Or:g
awam” dilibatkan E. iman, kedewasaan, petu:
menjadi kacau. Tu han
- - m - aja yang Ia kehendaki, bukan ke ad
- -

atau “: : k -

:ada siapa s J y
tertentu - misalnya. Jika Pada
- >

suatu : Tuhan membimbingnya ketika menafsirkan Al-Quran


ulama
merasa bahwa kehidupan, Tuhan tentu akan Ebimbing
dalam - -

dan : berusaha memahami dan menafsirkan Kitab Suci.


En dalam hal-hal tertentu pengetahuan para ulama relatif
Il -

lebih banyak dari : :erah - Tuhan


a orang itu agar
awam E
seharus
taWarkan ih baik. Jangan sampai nikmat Tuhan itu membuat para ulama
atau mereka - - - SIr.

annya : E tidak percaya terhadap saudara-saudaranya. Ulama


E. dapat belajar banyak dari orang awam yang menderita dan
mengalami berbagai kebutuhan, keprihatinan, dan masalah yang
memerlukan bimbingan Kitab Suci.
hubungan antara ulama dan umat kebanyak
, Sebagai implikasinya,
an janganlah dilihat lagi sebagai hubungan antara patron dengan client.
Hubungan semacam ini pernah terbina dahulu dan sekarang, ketika Para
ulama atau muballigh menaiki mimbar dengan rasa percaya diri yang
masuk surga, berhadap:
tinggi dan tampil sebagai orang saleh yang pasti
an dengan audiens yang butuh petuah-petuah agar tidak masuk neraka
jahanam. Walaupun demikian, hubungan semacam ini tidak Pantas
dalam umat ukhuwwah dan tidak sesuai dengan egalitarianisme yang
diajarkan agama. Lebih dari itu, hubungan patron-klien semacam ini
hanya akan menempatkan umat dalam posisi dependensi berkelanjutan.
Dalam dunia penafsiran Al-Quran dan pembumian ajaran-ajarannya,
hubungan ini menghambat keterlibatan aktif semua umat. Keterlibatan
aktif semua umat (termasuk ulama) mengandaikan berlangsungnya
hubungan interdependensi antara ulama dan orang awam. Dan hubung
an semacam ini dapat terjadi jika orang awam memiliki independensi
dalam memahami, menafsirkan, dan menerapkan Al-Quran. Karenanya,
hubungan ulama-orang awam yang ditandai dengan kebergantungan
atau dependensi orang awam atas ulama jelas menghambat dan mem.
batasi Peran Kitab Suci dalam kehidupan umat, suatu hal yang tidak
dikehendaki oleh siapa pun. -

yan : : "ga: mulia ulama dalam dunia penafsiran seperti


: E:E :8,ditelantarkan
ingan. Kehadiran negara karena
seringkali Jann
ulama sering keliru
(modern atau lama) yang
ulama E dinamika masyarakat membuat
utama

menjalin E : ubungan dengan otoritas Politik. Usaha-usaha


usaha membina hubun E yang ”harmonis” selain merin:
*n tugas pewaris : :an ll Inat kebanyakan, juga dapat meng
OTItaS politik dan 9rang-orangnya adalah kelompok dominan
Samsu Rizal, sebuah Pengungkapan Diri 97

dalam masyarakat. Dari bukti-bukti yang diberikan sejarah -

politik dapat kita perkirakan bahwa mereka pada E


tentang bagaimana mempertahankan keunggulan mereka dalam dunia
ekonomi dan politik. Inilah aspirasi dan cita-cita mereka. Dalam
hubungan ulama-umara yang harmonis, pihak yang dominan dan deter
minan tetaplah umara. Dalam hubungan yang sama terkandung tuntut
an agar ulama turut berpikir dan bertindak dalam rangka reproduksi
kelompok dominan dalam masyarakat. Sehingga, ketika para ulama,
misalnya beramai-ramai menyantap mi instan merek tertentu, atau
mereguk susu kaleng produk suatu korporasi multinasional (sambil
berdiri pula!), maka umat gampang menebak di mana ulama berpijak
dan apa yang mereka junjung Ulama yang langkah dan gebrakannya
gampang ditebak ialah ulama yang kredibilitasnya telah turun drastis
ditinjau dari peran mereka sebagai pewaris para nabi. Dalam konteks
hubungan ulama-umara semacam ini, sulit sekali mengharapkan bahasa
refleksi dari para ulama. Yang dapat diharapkan dari mereka, atau yang
mereka berikan tanpa diharapkan, ialah bahasa dominasi, bahasa
status-quo, dan ilusi-ilusi. Sayang sekali, semuanya ini bukan bekal yang
tepat dalam membina hubungan dengan umat dan mengemban amanah
Tuhan.
Para cendekiawan Muslim yang tidak dididik secara formal di
lembaga pendidikan Islam juga dapat berpartisipasi dalam menyemarak
kan kajian-kajian keislaman pada umumnya dan Al-Quran pada khusus
nya. Cendekiawan yang terdidik dalam kajian-kajian kebudayaan dapat
membantu kita memahami bentuk-bentuk budaya Arab - bahasa adat
istiadat, ritus-ritus - yang ditangani, dimodifikasi, atau dijadikan
sebagai SãIa I13. penyampaian pesan-pesan ketuhanan. Sumbangan Se

macam ini amat membantu karena antara kita yang hidup sekarang dan
Kitab Suci terdapat jarak budaya dan temporal yang jauh. Ketika kita
memikirkan cara-cara mereproduksi dan men:*: ajaran-ajaran
Al-Quran, para budayawan, antropolog, dan sosiolog dapat : E
berikan sumbangan bermakna berkat kepekaan mereka atas budaya
setempat. Partisipasi mereka lebih diharapkan lagi jika kita E
ahwa jurusan tafsir di IAIN atau pesantren tidak banyak membekali
mahasiswa dengan ”ilmu-ilmu umum” sema:"*
GE lain, sejarahwan, daPa: ikut serta :: - -

l-Quran dan sumbangan darinya ama' diharapkan. Ia dapa ya]


kan sei - - - Tuhan dan respon umat manusia ter
jarah sebagai kisah tentang kan faktor-faktor utama y* mle
*dap pesan- engurai
yE -

: mengkaji konteks kesejarahan firman Tuhan, ata".


w* :E
GTaS1
- -

: Sampai hari ini kita, misalnya, "*.


“ulis biografi Nabi khusus untu ikasi dapat mengeksploi:
tasi °endekiawan yang lain lagi,
“"munya tentang prinsip-prinsip
:

maupun untuk menyampaikan pesanPesan Al.


wahyu Tuhan • - L.
dalam konteks yang berbeda dengan E.
Kita hidupara O
kepada umat. pengikutnya yang mula-mula. Sel:eks
-

Nabi Muhammad dan para P: bol-simbol komunikasi i:: kon


teks kerangka ruju
:
kasi tentu dapat memikirkan :
di bidang komun:
- -

g:fektif mengkomunikasikan
mana S6 makna-makna
Ia juga dapat ayatPesan-pe
menampilkan Kitab Su : Cl

dengan audiens, m* kini.


-
Pesan
: sehingga benar-bena: kredibel bagi jamaah yang beraneka Tagam.
- - - -

knik komunikasi yang dikuasainya amat bermanfaat


dalam usaha kita
"membumikan” pesan Pe* Al-Quran karena tekni:
pertimbangkan sasaran atau audiens.
teknik tersebut sangat m°"
Tidak ada salahnya sejarahya". sosiolog, atau ahli komunikasi
naik panggung seminar atau majelis taklim dan tampil sebagai ahli fiqih
: atau perbandingan mazhab: Tapi, kajian-kajian Al-Quran
masih membutuhkan sumbangan lain, barangkali jauh lebih berharga,
dari disiplin ilmu yang selama belasan at: puluhan tahun mereka
tekuni di universitas. Mereka dapat meramaikan kajian-kajian Al-Quran
dan tafsir dengan bertolak dari disiplin masing-masing, seperti dicontoh
kan di atas. Begitu pula para cendekiawan dari berbagai disiplin ilmu
lainnya dapat mengusahakan dengan cara apa ia dapat menyumbangkan
sesuatu bagi kajian-kajian keislaman dan Al-Quran. Sehingga semangat
interdisipliner betul-betul mewarnai kajian-kajian ini dan para sarjana
lebih banyak lagi yang dapat berpartisipasi di dalamnya.
Dalam usaha mengembangkan kajian-kajian keislaman, masih ter.
dapat beberapa aspek lain di samping membenahi metodologi dan
menggalang partisipasi. Berbagai unsur yang semestinya terlibat dalam
: : kesarjanaan masih menuntut perhatian kita
- a menjalankan seminar, kebutuhan akan lembaga
lembaga studi Islam dan Al-Quran yang
IAIN : disinggung dalam hal ini.
mapan, dan keterbelakangan

Sebagai lembaga pendidikan tinggi


-
kaii
ggi kajian-kajian keislaman, IAIN
- -

E diharapkan berperan banyak : pengembangan


perhatik E Car eislaman, terutama jika para pengelolanya lebih mem
ara-cara menjalankan suatu perguruan tinggi yang baik dan
-

Samsu Rizal, Sebuah Pengungkapan diri 99


ubungan antara orangtua-zaman-dahulu
E:
ang menempatkan
komando dandiri selaludiberikan
nasihat ::
lebih tahu dan arif. An : eh dosen
"yang lebih tua lebih E
tahu dan berpengalaman”
terima sehingga generasi mahasiswa cenderung dianggap E bahwa
di

dan hijau. Dalam suasana semacam ini, mahasiswa hanya E


neliti secara
untuk diajari”.bebas dan hak
Sementara untuk
”hak mengungkapkan
untuk belajar”, yaitupenda :
hak unt k IIle

bebas terhambat atau dihambat. Padahal, hak untuk belajar : :


semestinya diberikan jika mahasiswa diharapkan untuk secara E
menentukan Peran yang ia pilih sendiri dan menelusuri minatnya sen
diri dalam kajian-kajian keislaman.
Sebagai hasil dari bentuk hubungan semacam ini, maka IAIN lupa
mengembangkan suatu bentuk hubungan antara mahasiswa dan institut
yang lebih menguntungkan keduanya, yaitu suatu bentuk hubungan
yang dinamakan orang fiduciary. Dalam hubungan semacam ini, maka
para dosen dan pengelola IAIN yang dipercaya untuk mendidik maha
siswa seharusnya berusaha menyediakan segala yang relevan bagi pen
didikan dan perkembangan intelektual mahasiswa. Hak untuk belajar
menjadi salah satu di antaranya. Tapi, fasilitas penting lain yang harus
disediakan IAIN. ialah perpustakaan yang terpelihara dan gigih meng
usahakan publikasi-publikasi
Ketidakpuasan yang dibutuhkan
akan pelayanan mahasiswa.
perpustakaan IAIN sudah melanda
Taufik Adnan Amal, teman-teman kelompok diskusi Al-Jami'ah, dan
saya sendiri, sehingga ketika masi: semester dua di IAIN kami Pernah
meneliti lima perpustakaan (fakultas dan institut) dan kondisi, minat
baca sivitas akademika IAIN - deng: dukungan rektor ketika *
k:E Elitian itu sama sek:
: belajar metE dikatakan bermu:kami

ielas k buku berdebu di gudang yang belum


jelas mendapatkan bahwa banya udah bertahun-tahun tidak
diproses, banyak buku dipinjam
E E Edosen dan s
centang-perenang. dan :
tidak adanya jurnal-jurnal ilmiah atau publ: : i A

E
Muslim Al-Mu'asir, atau jurnal-jurnal terbitan t: Rabith sud

ketika itu dan sampai hari i". Eadaan jurnal b: EN


pernah kami utarakan kepada P°: pengelo
Yogya, dan mereka menuding ketiadaan E makan
Anehnya, selama saya di IAIN milyaran rupiah ingoi
digu dua m
bangun gedung dan membuat E tembok :
a ma memadai).
kawat berdur" -

yang : mengunjung:P:
IAIN masih perlu ° dan kolahiakTingg!
Seko edisi
Karenanya, mahasiswa
Pustakaan Ignatius Colle
Teologia Duta Wacana yan3. puji Tuhan:
Pertama melanggan The Mu sim World,
100 Mencari Islam •.
dan puluhan jurnal kajian-kajian keislaman
tiana, Ham
dan keagama” kehormata: kaum cendekiawan, seminar tentu - .

s: dan :
memiliki : asi, gagasa". gan 1 : an meng UIIIIll It1
sumber in ormasi, Seminar - apat dianggaP e SCSll.21 dengan
kaji lebih i: lture) yang menurut sebagian pengamat merupa.
budaya ( oral cul°. t kendatipun tin gkat melek-huruf dan pen.
tutur
kan ciri utama
sudah mening8':
: ':
an, kita juga tidak perlu menutup-nutupi
inar dan pemanfaatannya sebagai sarana

adanya fung: : E kita menjalankan :mina: Pada


kali belum sesuai bagi suatu intellectual craft.
protes. Kendatipu
hemat saya, san:*
- -
SC
erangsan workmanship yang baik.
: : keislaman yang amat sering ber
langsung akhir-akhi' Eidak dipersiapkan: memadai - persiapan
nya miripyang
ringatan persiapa:
Pan:*mengadakan k:nduri:
dirayakan, ada ada kesempatan
beberapa orang yang atau P:
disuruh

mengurusinya: siapkan uang dan peralatan, undang siapa yang perlu,


dan jadi! Selain itu, "individualisme” di antara berbagai panitia seminar
(baik yang lokal, nasional, atau internasional) tampaknya cukup kental
sehingga masing-masing menggelar seminarnya :ara terpisah dari
: seminar terdahulu. Usaha untukrujukan
kerangka mengadakan
bersamarangkaian :
y: telah
minar yang berdasarkan
disepakati, didasarkan atas
pembidangan-pembidangan Y:8 jelas dan
tahapan-tahapan yang runtut, belum dilakukan. Selain itu, efek kum"
latif suatu seminar bagi pertumbuhan kajian-kajian keislaman juga
: terasa karena rujukan-rujukan terhadap seminar terdahulu
elum dilakukan dan posisi seminar itu dalam suatu agenda ya"8 lebih
um:
luas juga tidak jelas. Semlnar
-

pada umumnya juga kurang at* tidak


-

sebelum pelakan dipesan dari para kontributo: beberapa mingg"


"tugas-tugas ke 22Il :na: Karena para kontributor sibuk denga"
E
bagai panitia
kan makalah Eatau repot memenuhi perminta":
seorang penyaji hanya dapat memberi
gopoh. Dalam hal ini. s ira-kira 1.500 kata yang ditulis tergopoh:
Kemudian, makalah E dan elaborasi makalah jelas diabaika:
mungkin diperbanyak : diberikan kepada panitia sehingga tidak
ibagi-bagikan kepada peserta seminar lain
-

sebelum acara be
- rlangsung. Amat sering seminar berlangsu"

IY)
emang, Sess:
on dialog d -

* “ tanya jawab seminar kita tampak :


menghabiskan waktu kare
:
sengatnya dan sedapatnyana par* Penanggap memberikan tanggapa”
Samsu Rizal, sebuah Pengungkapan Diri 101
Selain tidak bermutu, seminar seperti
ini bahkan dapat mengancam E: Praktekkan selama
-

cendekiawan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa : politik) seorang


amatlah kuatnya. Adalah seminar - tepatnya E IIll SCminar
nentukan tema, merumuskan masalah, menentukan : - yang me
bahkan terkadang judulnya sekalian. Sementara : : :E
seminar” - istilah Taufik Adnan Amal - cukup E. oktor
Memang, bagi sebagian orang - terutama mahasiswa baru :i:
mempunyai frame of reference - proses semacam ini ada juga untung
nya. Kita, misalnya, tidak perlu duduk berlama-lama dan :
dalam suatu context of discovery untuk merefleksikan pengalaman dan
bacaan-bacaan kita. Kita juga tidak perlu memikirkan semacam master
agenda, memelihara file, dan menyusun plan dalam rangka kiprah
intelektual kita. Tetapi, dengan proses semacam ini kita telah merela
kan otonomi moral kita untuk diutik-utik orang lain. Semakin sering
hal ini terjadi, atau semakin sering kita mengikuti seminar, akan mem:
buat kita kehilangan kesempatan emas untuk menyadari potensi
potensi dan menciptakan peluang-peluang dalam intellectual enterprise
kita. Semakin sering kita memenuhi pesanan panitia seminar, semakin
sulit untuk kita mengawasi kiprah intelektual kita sendiri dan meme
liharanya agar tetap pada relnya. Kita bahkan dapat kehilangan orien
tasi hidup dan karir sebagai seorang cendekiawan. Ketika "doktor
doktor seminar” tampil di berbagai semina: dengan skalayang berbeda
beda, variasi tema yang luas, dan frekuensi yang tinggi (ada cendekia
wan yang mampu seminar tiga kali sehari di tempat dan E
berbeda), maka kita akan sulit menentukan apakah intelektu Dunia

Ketiga memang banyak tahu atau sok tahu. panitia-panitia


seminar
Da:en:ang-panting
: : E Et, memen" permintaan lebih
seorang cendekia": E. baik me

EEEmasi dan gaga: : :


dalam catatan saya, yang mana Y: dapat say: : royek, sub
suatu tulisan yang :tansial-elaborati: P: : y: akan saya
Proyek, sub-subproyek yang ada dalam file saya. seminar ini terkai:
Publikasikan selanjutnya? Apakah permin: Apakah seminar ini
dengan proyek tulisan yang tengah, saya : Saya kira Per
“levan untuk saya selain sekadar ikut E an bahwa seorang
*nyaan-pertanyaan semacam ini lebih E erhatiannya sendiri.
“jana benar-benar menghargai minat dan fe:
Seh:
P
"lingkaran seta" semin:
shingga ia tidak perlu terpe: yan dengan "hukum besi"-nya
:apat
istilah Taufik Adnan Amal Elektual.
l°8' otonom
kehilangan ada intellectual
menyebabkan orang dan P ghargaan : seminar
Crg Dengan berbekal
f'manship, otonomi,
maka selanjutnya Ul
ntuk mengu]
IT)

:inggareflek:
“leksi be tul-betul Etelek"
:menjadiiadi sarana
“ : de bat
.n ii suatu seminar dirancang oleh
yangkan, jika h hari sebelumnya, sehinggamSociet -

asikan dapat dikirim kepada Para ak:


warung k9P i. . kiawan Ja" -

ty cendeki kontri.
inar beberapa bulan sebelum seminar berlangsun
makalah yang
Eersebut membua:Pan tertulis d:
butor dan pe*
Lalu Epada sip: makalah dan peserta lain-ji:
membagi-bagi Kemudian, ketika seminar berlangsung.
berlangsung.
sebelum : menyamp aikan makalahnya setelah direvisi berdasa:
seorang E ara peserta. Da: jika makalah itu nantinya dipubli.
kan reaksi : P:a: cukup direvisi dan telah banyak mengambil
kasikan, tulisan alog sebelum, dalam, dan sesudah
Efaat Ddaringan
beberapa ta:
rOSC5 semacam ini, t
ulisan pasti lebih bermutu dan
: - -

Endapat lebih tajam dan: Selain itu, kesalah


pahaman - yang menjadi ciri utama session dialog semina:
- - -

kita
dapat dihindari dan argumen maupun tes: tandingan terhadap gagas.
an-gagasan yang ada dalam makalah penyaji lain dapat diintegrasikan
: Eam tulisan final itu. Bukankah proses sema:." lebih men.
cerminkan ciri communality, dialog yang konstruktif dan berkelanjut.
an, serta kebebasan berbicara yang katanya melekat dalam kehidupan
para intelektual? -

Saya sering mendapatkan - tentu pembaca demikian juga -


bahwa karya para sarjana Dunia Kesatu, baik yang berupa buku atau
artikel dalam suatu learned journal, berasal dari makalah simposium
atau seminar yang terus dikembangkan dan diperbincangkan denga:
kolega-koleganya. Kemudian, setelah dua atau tiga tahun menjadi
*buah buku atau tulisan yang elaboratif. Pengantar atau catatan kaki
Eini adalah:
tahun :: : dalam kesempatan anu pada sekian
telah E : kepada si A, B, C, dan D yang
harga. Kendatipun : dan memberikan masukan-masukan ber
ini ada di
-
ian, tanggung jawab sepenuhnya dari tulisan
di tangan saya.” Banyak hal d - - - -

Kita merasakan adanya ketek ia apat ditangkap dari catatan 1Ill.


-

dialog yang tcrus-meneru E sarjana itu dengan disiplin ilmunya,


Penghargaan atas ide : an lama dengan teman-teman seprofesi,
: amal saleh : ain, dan kerendahan hati. Ini semua tentu
ajian keislaman. yang pantas ditiru oleh para peminat kajian
Sudah cuk up ban -

komunikasi -

E *Ya mengomentari seminar. Komponen lain -

* keislaman, juga mem. : lembaga-lembaga atau pusat-pusat kaji


*Ya
(:f6|:
-
maksudkan
*laman - an
: "kan perhatian seri: dari umat Islam. Yang
ter ialah SU atu lembaga peneliti
-
- -

Peka terh ada "asuk Al-Quran ian atau pusat studi-studi


Pologi, E “muan-temuan E bersemangat interdisipliner -
- - - - -

"Ya untuk *.dan disipli Plin lain (ekonomi, sosiologi, antro


- . Pend ) dan bersedia memanfaatkan
°katan yang interdisipliner akan
Samsu Rizal, Sebuah Pengunakapan pin 103

- memungkinkan Pa: sarjana memilih apa saja yang diperlukan sebagai


bahan dan latar untuk karya-karya mereka di bidang kajian-kajian
keislaman, asalkan hal itu dilakukan dengan sikap terbuka, dengan
:jinasi, dan keterampilan. Kajian-kajian keislaman yang didekati
secara interdisipliner juga akan memudahkan para sarjana menemukan
:ukufuk baru. Lebih dari itu, pasaran kajian-kajian keislaman juga
akan lebih luas. - - * - -

Pada pokoknya, seluruh aktivitas pusat studi Islam yang didamba


kan itu bertujuan untuk memudahkan komunikasi kesarjanaan - ter
masuk mengadakan seminar dalam pengertian yang telah saya terakan
dalam alinea-alinea terdahulu. Penerbitan, baik buku, monograf, mau
pun jurnal tentu merupakan bagian tak terpisahkan' dari lembaga
semacam ini. Namun, berbeda dengan penerbit-penerbit biasa, seksi
penerbitan yang dimaksud terutama berorientasi pada wisdom pu
blishing, yaitu penerbitan karya-karya yang scholarly, serius, berkuali
tas, dan trendsetting. Jadi, ada unsur ”profetis” dalam usaha penerbit
annya. Untuk itu, usaha penerbitan pusat studi tersebut memang harus
dijalankan dengan keyakinan bahwa kualitas dan substansi pada akhir.
nya akan unggul, bahwa cukup banyak cendekiawan serius yang pergi
ke toko buku untuk mencari terbitan-terbitan baru yang serius.
Aktivitas lain yang tidak kalah pentingnya dalam menopangkerja.
kerja intelektual, dan yang harus dijalankan lembaga dimaksud ialah
menyediakan informasi dan literatur yang relevan untuk suatu lembaga
kajian keislaman
menyiapkan indeksyang interdisipliner.
bibliografis Termasuk
berdasarkan dalam
kerangka hal iniSemua
tertentu. ialah
ini merupakan santapan sarjana, sumber gagasan atau inspirasi. Jika
bacaan mutakhir atau literatur relevan tidak tersedia atau terlalu minim.
maka keleluasaan berkarya akan terhambat dan calon pembaca atau
Pendengarnya juga akan dirugikan. Akhirnya, mengontrak para peneliti
- dan membiayai penelitian-penelitian mereka jelas merupakan aktivitas
Wajib lembaga ini. Penelitian-penelitian inilah yang akan menghasilkan

- yang akan direkam, didokumentasika",


Jumal dan publikasi-publikasi lembaga tersebu: b
. Pada hemat saya, selain diperlukan untuk memacu perkembangan
“Jian-kajian keislaman, rangkaian aktivitas seperti di atas J"8° merupa
US - - - bebasan berbicara: menulis,
aha untuk menjamin terciptanya : tentang kendala-kendala
Ei Kita sudah sering berbic ing lupa bahwa- - -

k
-

literatur (tanpa ini Anda tidak punya landasan untuk : is suat

i:), akses ke audiens berupa com" E. membaca


*da orang Anda
Raga“gagasan yang secara serius akan mendengarkan
dan m:diskusikannya, seh”88° kemungkina: e -

i
104 Menca": IsIslami •I :,
brilian - akan sirna seperti air ditu
besar gaga°: tu - y: (tanpaupu
Il
II11
- -
E tidak dapat menca8 ke
-
d

asir), dan
3
ses. luas). Karena
lebih itulah,
dambakan: kehadiran suatu society k:Jian.
: En iens yan
amat saY*
beberapa
Dala
terakhir, tepatnya sejak 1985, Taufik
endiri berangan-angan menegakkan
Il
Sua
l

Amal dan E kajian-kajia: Al-Quran dan tafsir. Menu tu


2

E. penelitian dimaksud akan dijalankan :


i berdua tentang metode penafsiran Al
buku kami P°
metodologi y* ditawarkan itu terdiri atas - -

eks historis wahyu, yang mencakup (2) kro.


E konteks sastra (literary) Al-Quran, dan
- -

k E mat Islam. Maka, masih menurut.angan-angan


(4) OI)lembagaialah: (1) Menghimpun dan menyediakan karya.
itu, tugas udah diterbitkan tentang keempat komponen
karya relevan ya": S
: (2) menerjemahkan karya-karya asing yang dipandang akan -

,
dahkan para peminat un
tuk memahami dan mengembangkan ke
: E. -

(3) melancarkan penelitian-penelitian baru, dan - - -

rbitkan hasil-hasilnya. Selain itu, lembaga juga akan menerbit


(4) menerbi
kan jurnal atau terbitan berkala khusus untuk kajian-kajian Al
- • • • •

Quran dan tafsir. Kami sudah membicarakan impian ini dengan para
sejawat dan mereka memahaminya. Namun, tentu saja, kami gamang -

kalau sudah membicarakan masalah pendanaan, staffing, dan langkanya


peminat-peminat muda kajian-kajian Al-Quran dan tafsir. Kendatipun
demikian, angan-angan itu masih ada, sementara Taufik mencoba
sekolah ke Jerman, siapa tahu warisan-warisan Noldeke, Schwally, ata"
Paret, dapat ia kembangkan atau setidaknya ia bawa ke negeri ini. Saya
Ekukan apa ja yang dapat saya lakukan E kami,
demi angan-angan itu. Semoga Tuhan suatu ketika menjadikannya me"
jadi kenyataan. Amin. . .
- : semua yang diutarakan di atas, suatu pertanyaan mungkin
menggoda. tita: Manfaat praktis apa yang dapat disumbangk an oleh
E : Al-Quran atau E E yang
kan E ? Di berbagai bagian uraian telah saya coba menunjuk
tradisi E menurut saya berada di balik keharusan ada*
meyakinkan : keislaman yang mapan. Jika itu belum cukup
seorang Menaker :ya masih dapat menambahkan beberapa. Jika saya
kajian-kajian : Pejabat, akan saya katakan bahwa suatu tradisi
terbuka luas dan E yang berkembang adalah lapangan kerja yang
d kehadirannya merupakan bagian dari usaha
nasional untuk m
encerd
-

Tetapi, lebih dari : bangsa. -


z- -
Samsu Rizal, Sebuah Pengungkapan Diri 10
5
modal bantuan asing dan membenahi pasar. Kita i
kan :
dberi ya. living and hoping. Dan
kannfor E:apat

*E itu, kajian-kajian Al-Quran khususnya dan kajian-kaiia


aman pada umumnya juga amat dibutuhkan karena dapat E
keisl kan perspektif keagamaan yang selain unik juga relevan. Perspektif
bang
keagamaa: seringkali menghasilkan gambaran realitas yang amat
berbeda dengan gambaran yang diberikan oleh perspektif, misalnya,
siologi, politik, atau ekonomi. Seorang Petugas penyidik dapat saja
Eai uang dalam rangka memastikan palsu tidaknya mata uang ter
ebut. Konglomerat melihat uang sebagai sesuatu yang harus dikejar,
Emulasi, dan diinvestasikan kembali dalam rangka akumulasi lebih
lanjut. Ketimpangan ekonomi dalam hal ini akan dilihat sebagai kon
sekuensi logis dan harus diterima karena adanya prinsip persaingan
bebas. Tapi agama dan Al-Quran melihat uang dan harta benda lebih
sebagai anugerah atau rizki yang diberikan Tuhan. Dari cara-cara Al
Quran menghapuskan riba dan mewajibkan zakat tampak bahwa
anugerah Tuhan itu seharusnya menjadi alat yang jitu dalam menjalin
,khuwwah, bukan memisah-misahkan umat dan menciptakan ketim
pang
etimdemi
an-kan
pangDeng : , yang relevan bagi suatu perspektif boleh jadi
kian - - - - -

tidak atau kurang relevan bagi perspektif lainnya. Tapi, oleh karena
bangsa ini menganut agama, dan oleh karena agama telanjur menjadi
basis asosiasi dan lumbung makna umat, maka perspektif keagamaan
harus dipertimbangkan oleh siapa pun. Selain itu, oleh karena agama
merupakan kekuatan yang potensial untuk membuat kita peka akan
*. pertimbangan-pertimbangan moral dalam berurusan dengan manusia
dan alam, maka peluang bagi diterimanya dan dipertimbangkannya
perspektif keagamaan itu ada dan, insya Allah, besar. Bahkan, dengan
semangat interdisipliner yang telah disebutkan, maka titik-titik temu
antara perspektif keagamaan dan perspektif disiplin lain yang juga
menangani manusia - sosiologi, politik, antropologi, pembangun
an, dan lainnya - dapat ditemukan.
Maka, menurut saya, jika cendekiawan Muslim dan para mufassir
harus berperan dalam ”masa pembangunan jangka panjang tahap kedua
1993-2018”, maka peran mereka ialah bagaimana menunjukkan
Peluang-peluang baru - dilihat dari sudut agama dan Kitab Suci - bagi
Pembangunan yang lebih manusiawi, yang menyadari batas-batas, dan
Yang solider dengan alam dan lingkungan, agar kita dianugerahi Tuhan
*atu hasanah di dunia ini dan/sehingga hasanah di akhirat kelak.
s. Pengan doa di atas, maka saya akhiri otobiografi dan esei personal
ini. Saya telah mengungkapkan beberapa fakta, pandangan, fantasi, dan
J,: sebagian pembaca - omong kosong. Hal ini saya lakukan
Kend menemukan makna dan menyatukan kehidupan pribadi.
*upun saya tidak dapat menghindari ciri diskursif yang sering
106 Mencari Islam
menandai otobiografi, namun saya tetap berharap pembaca dapat me
ambil hikmah. Otobiografi adalah peristiwa yang tidak dapat diulang:
dan masa depan selalu mengandung raha°. Tapi, ada satu hal dari :
biografi ini yang akan tetap saya pegang dalam menghadapi ma:
depan: Saya akan terus berusaha menangkap Pengaruh yang baik :
masyarakat dan menghindari yang buruk.•
“ .
-

* -
- :: :
:
-
I :

:
NURUL AGUSTINA lahir pada 19 Agustus 1967 di
Cipanas adalah mahasiswi Jurusan Sastra Inggris Univer
sitas Indonesia (UI) Jakarta. Sambil kuliah, dia meng
ikuti kursus filsafat yang diselenggarakan oleh Lembaga
Studi Agama dan Filsafat (LSAF) di Jakarta. Sebelum
nya, menamatkan sekolahnya di Madrasah Ibtida'iyyah
''Pembangunan” Ciputat (1980), SMP Islam Al-Azhar
Jakarta (1983), dan SMAN 34 Jakarta (1986). Pada
tahun 1987, dia mengikuti uji coba alternatif Asian
Development Institute (ADI)-HP2M dan pada akhir
tahun 1988 pernah melakukan penelitian tentang per
lindungan konsumen pedesaan, khusus untuk masalah
perkreditan rakyat di daerah Jombang dan Lamongan.
Jawa Timur, yang diselenggarakan oleh LSI bekerja sa"
dengan YLKi. Saat ini, bersama kedua orangtua da"
saudara-saudaranya, tinggal di Jakarta.
BELAJAR MENJADI MUSLIM:
SEBUAH CATATAN KECIL

Nurul Agustina
Sangat sulit sebenarnya bagi saya untuk menuliskan sebuah ”oto
biografi intelektual” (what a term!) yang baik seperti yang diinginkan
oleh penyelenggara program penulisan ini. Tidak saja karena selama ini
saya belum pernah mencoba untuk merefleksikan dengan baik proses
pencarian identitas keislaman saya, tetapi juga karena saya merasa
belum mempunyai banyak pengalaman yang dapat dituangkan dalam.
bentuk otobiografi serupa itu. Pengalaman saya masih sangat sedikit
dan itu pun sangat ”liar” sehingga tidak mudah bagi saya untuk mem
formulasikannya dalam satu tulisan yang enak untuk dibaca. Tetapi
berangkat dari niat baik (mudah-mudahan Allah meridhai), saya akan
mencoba untuk menuliskan apa yang sebenarnya menjadi ”kegelisah
an" saya dalam proses pencarian selama ini, tentu saja dengan catatan
ahwa apa yang saya tulis di sini hanyalah suatu episode kecil dari
"gkaian film panjang yang saya sutradarai ini. Bukannya mustahil
“lah saya selesai dengan tulisan ini kegelisahan saya akan semakin
"enjadi-jadi karena terbukanya ”tabir-tabir” lain yang selama ini tanpa,
*ya sadari telah menyelimuti saya.

I
kedua orangtua saya lahir dan dibesarkan di tengah-tengah keluar:
ga
: Jawa Timur yang lumayan religius. Ayah saya adalah putra
&su dari keluarga Muhammad Nur yang sempat menjadi carik (juru
109
110 Mencari Islam
- di desa Modopuro, Mojokerto. Meskipun berasal dari
:
Ek hidupcukup mampu
prihatin sejak untuk ukuran pada masa
kecil. Sepulang itu,yang
sekolah
dari
::
ayahja:
:ayan jauh (sekitar 5 km dan ditempuh dengan jalan kaki), ayah
: harus menyabit rumput untuk kerbau dan kambing Peliharaan.
nya sekali-sekali beliau juga haru:2: ke lapangan-lapangan rumput
yang ada di tinggalnya. Selebihnya, waktu luang
sekitar desa tempat
ayah banyak digunakan untuk belajar. Hal ini tetap dilakukannya san:
ai saat ini, ketika usia beliau telah mencapai lebih dari setengah abad
(ayahku lahir tahun 1936). Terkadang cara belajar ayah yang demikian
keras membuat saya menjadi malu sendiri. Bayangkan; ayah yang sudah
tidak muda lagi itu saja masih giat belajar, sedangkan saya?
Demikian juga dengan ibu. Dilahirkan sebagai putri tunggal dari
keluarga petani yang tidak dapat dikatakan miskin di sebuah desa
yang lumayan terpencil di Jombang (kata orang Jombang adalah basis.
nya NU, tapi ternyata keluarga kakek saya dari pihak ibu adalah orang
Muhammadiyah yang ”taat”, dan justru keluarga ayah saya yang
murni NU), ibu terbiasa untuk menumbuk padi yang akan dimasak
untuk makan keluarga setiap pulang sekolah. Selain itu, menung:"
sawah bersama pakde dan paklik pada saat-saat menjelang panen a:
lah tugas rutin ibu. Pendeknya, tidak ada istilah manja untuk ayah dan
ibu saya semasa beliau kecil, kendatipun orangtua mereka mas":

*ing mampu untuk melakukan itu kalau mereka mau.


Selain itu, watak mandiri telah ditanamkan oleh kakek dan m:
:baik
: : dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. sejak usia yang:
telah terbiasa untuk hidup jauh dari orangtua. se:
: SMA sampai Perguruan tinggi, ayah dan ibu saya sudah t:
Ekian
reka E di Eendidikan:
:g sama Jurusan Psikologi. Di Yogya i:
takan di sini, yan :nalan. Kisah selanjutnya tak perlulah say saya
sendiri dan E akhirnya adalah kelahiran kakak say*
Lucunya, dari i: : : saya. - tidak ada satu.
- -

Eyang lahir di kota g anak yang dilahirkan ibu,: kerto, s:


: gipan: :Kakak
di Ciputat. Sehin :
sayadilahir:
: saya masing-masing Jombang, Jak: 'saya 3

yang berupa : ak :ya ada joke (guyonan) di ke:


:
lagi, lhaan:
wongy:uk
: ah cukup besar.tidak pindahmaurum:
Lagi pula, pind l:Ena
Eg :

kin nantik:ang
harapan tid ini adalah dosen di IAIN Ciput:
AIN Pindah kami - saja den
ak usah lagi menda ami pun akan pindah, tentu
Pon : hadir di E apat seorang ”adik baru”. hari Sabt"
dari : tidak :ukup padat :
sengaja : Oran : 1: Agustus 1967, denga:ya:
3

ilakuk
*n untuk
"dak ada upacara atau peringata"duniia
"enyambut kedatangan saya ke
fan*
Nurul Agustina, Pelajar Menjadi Muslim 111

ini. Bahkan ari-ari saya, yang kalau menurut adat Ia -


- - - 3

diupacarai lebih dulu dan dikuburkan di E:


rangi lampu dan sebagainya, oleh pembantu bidan yan
lahiran saya, dibuang ke sungai. Ya biarlah.
orang-orang tua
ME"E
dulu, hal ini merupakan "perlambang” bahwa suatu
saat kelak kalau saya dewasa saya akan pergi jauh dari rumah. Kata
nya . . . . -

Selanjutnya memang hampir tidak pernah ada peringatan apa pun


yang menandai momen-momen penting (menurut adat Jawa) yang ada
dalam hidup kami (anak-anak orangtua saya), seperti ulang tahun,
datang bulan pertama, dan lain sebagainya. Saya kira hal ini sangat
wajar. Sebab memang pada umumnya keluarga-keluarga petani di
Jawa Timur yang saya kenal tidak terlalu meributkan hal-hal semacam
itu. Bagi mereka - terutama yang saya kenal adalah keluarga ayah dan
ibu saya - yang paling penting adalah bekerja sebaik mungkin agar
dapat menyekolahkan anaknya setinggi mungkin selain juga agar me
reka dapat beribadat sebaik mungkin.
Sebelum saya mencapai usia sekolah, keluarga saya pindah ke
Jakarta, tepatnya di daerah Jati Petamburan, Jakarta Pusat. Kepindah
an kami ini adalah karena ayah bertugas di IAIN Ciputat, setelah se:
belumnya menjadi tenaga pengajar di sebuah fakultas milik IAIN di
Cipanas. Dan seperti juga anak-anak lainnya, pada usia lima tahun saya
didaftarkan ibu untuk masuk ke TK Bhayangkari yang letaknya :ukuP
dekat dari tempat tinggal kami. Pengalaman di TK dan masa kecil saya
saat itu masih terbayang dalam ingatan saya. Pada waktu itu. karena
TK tempat saya belajar bukanlah TK Islam: maka praktis saya tidak
pendapatkan pelajaran berdoa atau sembahyang secara Islam. Oleh
karena itulah maka ibu kemudian mengharuskan kami (saya dan kakak)
untuksendiri.
ibu belajarSaya
shalat dan ingat
masih mengaji setiap
betul sore.malasnya
betapa E saya (demi : :
juga kakak saya) untuk mengaji di saa: anak-anak lain sedang asyik
asyik
Syiknya bermain di luar rumaESesekali saya
- - membohongi
ta-mata ibudari
agar bebas dengan
ke
berpura-pura pusing atau sakit perut sema
wajiban :: yang :
waktu itu saya rasakan sangat :
nyebaikan. Eu"Eibu sedang pergi kebelak:
“enyelinap sebentar keluar untuk melongokte: :
°rmain-main. Kadang-kadang terlalu asyik E : Imle
Eman tersebut, saya sampai tidak mendenga:P E : u i. biasa
“uskan pelajaran membaca Al-Quran tadi. Kalau suda E atau
nya Saya akan mendapat suatu ”hadiah” dari ibu berupa Clliol

Jeweran. - il baik ndidikan


Pendidikan yang saya dapatkan sema: kecil, : E
umum maupun pendidikan agama, memang lebih bany betulan 1
oleh ibu. Bukan apa-apa, hanya karena pada waktu itu ayah ke E d
sedang mendapat tugas belajar di Australia selama "8° tahun, sehing8
112 Mencari Islam . . - -

mau tidak mau ibu harus menangani sendiri pendidikan anak-anaknya.


Waktu itu baru saya : saya yang sudah memasuki usia se.
belum. Dengan demikian perhatian
kan kedua adik saya
:: kami tidak terlalu terpecah. Ibu pulalah yang
mengambil inisiatif untuk memasukkan kami. ke sekolah madrasah
malam hari. Jadi kalau pagi kami bersekolah di Sekolah Dasar Negeri,
maka pada malam hari, seusai shalat maghrib, kami berangkat "ngaji”
di madrasah dekat rumah kami tersebut.
Di madrasah tersebut, selain belajar agama Islam, kami juga men
dapat pelajaran bahasa Arab dan berhitung dengan angka Arab. Madra
sah tersebut mempunyai beberapa kelas, tapi kami hanya mempunyai
seorang ustad saja yang mengajar secara bergantian dari kelas yang satu
ke kelas yang lain. Kalau harus mengajar dua kelas sekaligus, maka
ustad tidak akan memberikan pelajaran yang sama pada kedua kelas
tersebut. Kalau di kelas yang satu beliau memberikan pelajaran ber
hitung, maka di kelas yang lain ia memberikan pelajaran imla' (dikte).
atau yang lainnya. Dengan demikian, walaupun hanya sendirian, ustad
sanggup mengajar beberapa puluh orang anak sekaligus. -

Bangunan yang menjadi tempat madrasah kami itu jauh dari me


madai sebenarnya. Lantainya hanya diplester dengan semen tipis yang
- : sana-sini mulai mengelupas. Dinding-dindingnya tidak sepenuhnya
: tembok, sebagian terbuat dari gedhek. Juga tidak mempunyai jen
- : : karena salah satu dinding hanya dibangun separuh, sedangkan
- d.: E saja. Pokoknya benar-benar sederhana,
:
kontras.: EE
Bangunan gkan dengan bangunan sekolah dasar tempat saya
hari yang E tiga itu. Benar-benar
yang dikelola langsung oleh E alau pagi dip akai untuk SD
bangunan ini. Iadi ti ya yang tinggal persis di belakang
adaannya
Jadi tidak heran kalau meia
°ja
am * menyedihkan, karena dipakai
-
d bangku yang ada ke
dan
y
malam hari. - P P terus dari pagi hingga
=-
- - - -

Ada keban aan te - - - -

madrasah Et. Ei bagi saya dapat menjadi murid di


Bayangkan, di antar:
*ya saya sendiri yang dapat mem: ara, teman sekelas saya di SD, -

*ngenal kata-kata Arab. Padahal : Al-Quran dan sedikit-sedikit


kelas satu. Rasanya pada waktu : waktu itu saya masih duduk di
Ean saya yang lain, hanya k saya ”lebih” Islam ketimbang
unut yang
meledek sayakeriting
h Eya dapat membaca huruf
°*Ya bangga, meskipun
belai : :“ya karena bangunan m: Pun banyak teman yang
ajar hanya dengan memakai sandal madrasah kami yang buruk dan
adalah tempat belaj
:yangE
ada seorang ustad Jar J°Pit saja. Bagimeskipun
betul betul Enyenangkan, saya, madrasah
hanya
II) t-sakitan.
E karena-

terus-menerus : menderita penyakit TBC,


- -

'Engat sabar dan pintar. 8"up serbuk kapur. Namun


Tak jauh dari m
madrasah itu ada Pangunan sekolah orang Kristen
-
Nurul Agustina, Belajar Menjadi Muslim 113
: tempat tinggal
ang belakangan sayakami
tahutersebut
bernama sekolE E di
banyak - - -

non-Islam. Bahkan selain seminari, ada juga gereja E'E


Bethel. Hampir setiap hari kami mendengar suara orang sedang ber
latih paduan suara di seminari tersebut. Tentu saja pada waktu : : Sal

tidak mengerti benar mengapa orang-orang itu terus berlatih E


setiap hari. Ketika saya tanyakan hal itu kepada ibu, beliau menjawab
bahwa itulah cara orang Kristen berdoa. Mendengar jawaban ibu yang
demikian, saya kalau
Kadang-kadang, merasajadwal
geli, lha berdoa
latihan kok pakai
paduan suara nyanyi-nyanyi?
itu bersamaan
dengan jam mengaji, maka saya dan teman-teman sepengajian akan
mengaji dengan suara yang dikeraskan: Maksudnya, tentu saja, untuk
menyaingi suara nyanyian tersebut. Rasanya saya betul-betul ingin
menunjukkan kepada orang-orang. itu bagaimana cara berdoa yang
baik. Bukannya dengan menyanyikan lagu-lagu seperti yang mereka
lakukan itu. *
Menjelang akhir tahun 1976, ayah mendapat j: -

perumahan
untuk karyawan IAIN di Ciputat, dan kami pun boyongan ke sana.
Pada waktu pindah ke Ciputat, ayah belum lagi kembali dari tugas
belajarnya, sehingga ibu harus menangani sendiri semua umusan: Se
benarnya ada alasan lain yang menyebabkan ibu mengambil keputusan
untuk segera menempati rumah di Ciputat itu. Ibu melihat bahwa ling
kungan tempat tinggal kami di Petamburan sama sekali tidak ”sehat”
untuk membesarkan anak-anaknya. Di sana.": samping terlalu padat
penduduknya, juga suasana keagamaa° tidak begitu baik untuk Pe:
didikan keislaman anak-anaknya. Yang membuat ibu makin ”ngeri
dengan lingkungan
ngatakan Ekalau yang
iademikian adaiah
sudah besar ucapan
dia tidak adik saya
“E ya:
sembahyang
ke masjid, melainkan ke gereja, karena lebih enak sembahyang dan ber.
doa sambil bernyanyi seperti yang dilakukan oleh orang-ora"8 di gereja
:u. Karena itulah ibu lalu mengambil keputusan untuk segera pindah ke
Ciputat tanpa menunggu kedatangan ayah yang kurang beberapa bulan
lagi itu, dengan pertimbangan bahwa lingkungan Ciputat ya: h:
: akan sangat membantu ibu memberikan pelajaran ag“ kepada
: Akhirnya kami pun pindah dan say° :
engan madrasah dan teman-teman yang saya ““.. SD, dan ibu
P Pada saat pindah itu, saya sudah iuduk di kelas tiga k t dengan
:" langsung mendaftarkan saya di sekolah yang paling dekat seperti
E Tetapi sekolah yang baru ini : :
saya di Petamburan, melainkan : ăua kali seperti
b seperti yang saya
b an di sekolah
a - - i yan
Essingat
saya hadapi saya,
untuktidak ada kesul:
menyesuaikan diri : kurikuE
de”8°E
l 14 Mencari Isla" tentunya berbeda dengan kurikulum di Sekolah
ida’iyyah yang
sah Ibtida’iyy ulitan justru dalam berhubun: dengan
- -

pasar Negeri.
kawan-kawan yang
: E itu. Saya ingat betul, pada h:
itu saya bertengkar dengan teman sebE
1: angku -

tama saya belajar :"dan


a hingga ia. "
-

wali kelas lalu memarahi sa Saya - -- - ya.

emang agak k°
: keras kepala sehingga setelah kejadian itu saya masih
: dimarahi oleh : : rannya, saya sama sekali
(musuh tidak me
saya ium:
bersalah karena ribut E pikir teman-teman saya sebetulnya y
nyak pada waktu itu). :ok” sebagai murid lama, dan juga cerewet,
salah, karena mereka ag ka dengan orang-orang seperti itu.
pa dahal saya paling tidaklulus
sukadari
de Madrasah Ibtida’iyyah
ida’iyyah Pembangunan
Pemb
E Tahun 1980
langsung didaftarkan oleh orangtua sayak
:
dengan ang terletak di kawasan Kebayoran Baru. s:
E E j: masuk SMP Al-Azhar bukanlah urusan kecil
IThall

: saya yang pegawai negeri itu. Biayanya sangat mahal


Namun kedua orangtua saya, terutama ayah, amat menginginkan anak
nya mendapat bekal pendidikan agama yang cukup. Ayah seringkai
"menyesali” dirinya yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan
E" Yang memadai (tentu saja menurut ukuran beliau), meskipun
beliau adalah *orang dosen di IAIN. Karena itu, ayah dan ibu IIlall
berwusah-payah menabung supaya kami dapat bersekolah di sekolah

a dengan “8*na, sampai saat ini. isasi Nah:


(lhi tul "laupun seca:
Ulunn (NU), thiumun ay
ayah adalah anggota organisasi kan

berga bun “h tidak pernah sekalipun m:


: lensan organisasi itu atau organ:
Eberafiliasi : NU, Ayah membebaskan:aainan
""l mendiri “an Mendiri c,
k:
Di an:* dengan :
keasamaan sesuaikarena
"!" lew:
hal itu h"mhua Wintuk *ini hal
1l
itu “suntungkan,
"nentukan keputusan sendiri. Tetapi: sa:
"jin" (i "l'h pula •aya bingung dan ueraba-raba untuk men" digi
"" ini: “lulaman "Ya itu, l)an memang itu yang kemu
i\tli Muwber -

Al l
"}"euwan
Yt:
say
- - - - - - - + C
tel:
"pai :"M" unuh wya . Akan di liuskungan : : yang":
""I'ul " "walu, san w. "NAWenjadi seorang Muslima": :" :
"hui: *itutu tum "tit ANl “\luluka \ || |
il l \ \ti SMP, agama bagi
saya la" - ...* d

"l Mah "wh Will úlaw) ke ; Sebag“..u.


|" | hewa" - "Rwa
A -
-

Nulupau sehari-hari.
.
:
:"kanY"tu "wi.
NE El lwuu,"N
li “
\s wewpunvai dasa:ih dari
aktu itu tidak lebih
E sebi
"Hawa “:
ma °

l--.x |

:
:
-
HIV
WN " ‘Ala wala sosok sawa. Pa" karr
-

mak' ot'
"www vans berasawa Isla"
114 Mencari Islam

sah Ibtida’iyyah yang tentunya berbeda dengan kurikulum di Sekolah


Dasar Negeri. Satu-satunya kesulitan justru dalam berhubungan dengan
kawan-kawan yang baru di sekolah itu. Saya ingat betul, pada hari per
tama saya belajar di sekolah itu saya bertengkar dengan teman sebangku
saya hingga ia menangis dan wali kelas lalu memarahi saya. Saya
memang agak keras kepala sehingga setelah kejadian itu saya masih
kerap dimarahi oleh guru saya. Herannya, saya sama sekali tidak merasa
bersalah karena ribut dengan teman-teman (musuh saya lumayan ba
nyak pada waktu itu). Saya pikir teman-teman saya sebetulnya yang
salah, karena mereka agak ”sok” sebagai murid lama, dan juga cerewet,
padahal saya paling tidak suka dengan orang-orang seperti itu. -

Tahun 1980 saya lulus dari Madrasah Ibtida'iyyah Pembangunan


dengan nilai terbaik, dan langsung didaftarkan oleh orangtua saya ke
SMP Islam Al-Azhar yang terletak di kawasan Kebayoran Baru. Se
betulnya, kalau mau jujur, masuk SMP Al-Azhar bukanlah urusan kecil
untuk orangtua saya yang pegawai negeri itu. Biayanya sangat mahal.
Namun kedua orangtua saya, terutama ayah, amat menginginkan anak
nya mendapat bekal pendidikan agama yang cukup. Ayah seringkali
”menyesali” dirinya yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan
agama yang memadai (tentu saja menurut ukuran beliau), meskipun
beliau adalah seorang dosen di IAIN. Karena itu, ayah dan ibu mau
bersusah-payah menabung supaya kami dapat bersekolah di sekolah
yang bagus seperti Al-Azhar. Ayah dan ibu ingin sekali anak-anaknya
menjadi orang-orang yang ahli agama, atau paling tidak mampu melak
sanakan ajaran-ajaran agama dengan sesempurna mungkin. Oleh karena
itu pula maka ayah dan ibu selalu mendukung kegiatan-kegiatan saya
yang ada hubungannya dengan agama, sampai saat ini.
Walaupun secara ”resmi” ayah adalah anggota organisasi Nah
dhatul Ulama (NU), namun ayah tidak pernah sekalipun menganjurkan
kepada kami untuk bergabung dengan organisasi itu atau organisasi
organisasi lainnya yang berafiliasi ke NU. Ayah membebaskan kami
untuk menentukan sendiri corak keagamaan sesuai dengan keinginan
kami sendiri. Di satu sisi hal itu menguntungkan, karena saya merasa
cukup dewasa untuk menentukan keputusan sendiri. Tetapi di sisi lain,
:E saya itu. Dan memang itu yang kemudian
terus-menerus menjadi
er Permenungan saya.
i - njad sumb
gius :E : dibesarkan di lingkungan yang cukup reli.
Sampai saya E saya menjadi seorang Muslimah yang taa:
: Pendidikan di SMP, agama bagi saya masih
: :atu formalitas dalam kehidupan seh: Sebagaimana
:u : KE
p: : 1: dari:
ãia Ban, ka:
8a yang beragama Islam maka :
otor

+
-

Nurul Agustina, Belajar Menjadi Muslim 115

matisbagaimana
saya saya Pu" kalau
beragama Islam. Tidak
seandainya saya E benak -

keluarga Nasrani, Budha atau keluarga non-Islam : : sebuah


:u, Islam bagi saya adalah sesuatu yang given, yang : E saat
saya terima. Dan éelakanya, saya terdidik untuk mensyukuri E
saya ini tanpa pernah bertanya mengapa pula saya harus bersyukur
Dengan sikap saya yang demikian, saya terus tumbuh di kalangan
yang homog: yang semuanya beragama Islam. Dalam arti bahwa saya
terbiasa untuk bergaul melulu dengan 9:8 Islam. Di samping untuk .
penggunaan praktis dalam hidup keseharian, pengetahuan agam: **
gunakan untuk mendapatkan nilai yang baik dalam rap°: ijazah.
pada waktu itu, say* beranggapan bahwa semakin saya banyak tahu
tentang Islam dan semakin baik nilai agama,”Y° di buku rapor, maka
semakin Islamlah saya. Islam bagi saya pada waktu itu (dan mudah
mudahan untuk seterusnya), sebagaima: guru-guru saya mengajarkan,
adalah alternatif terbaik yang pernah Eliakan Tuhan untuk m:
sia sebagai peganga" hidup di dunia ini. Tetapi jangan dulu ditanyakan
tentang bukti-buktinya. karena saya sendiri.P:" :asih terus mencari
Kemudian sampai suatu * tidak terhindarkan saY° harus masuk
ke sebuah sekolah negeri y* murid-muridnya sudah barang tent"
tidak semuanya beragama :" demikian juga deng* guru-gurunya:
Di saat-saat awal masa SMA i". * menghadapi banyak ”kesulitan”.
Sangat sulit bagi saya untuk menerima kenyataan bahwa teman Se
bangku saya adalah seorang Katolik yang saleh dan rajin beribadat ke
gereja. Waktu itu saya mera° keislaman saya sang : terganggu priva°2't
nya. Belum lagi saya haru taan bahwa banyak teman
s menerima kenya
teman yang menurut pengakua:* beragama
bahkan
: Pada tidaksaat
dapat
itu,shalat,
saya lanta: membaca Al-Qura":
apalagi"menyesali" Tuhan yang menyebab
: saya terlempar' ke dalam lingk: yang demikian, y* mem

uat saya merasa tidak aman dan terganggu benar.


m:
:mendapatkan benteng P: ahanan yang kukuh, saya lalu
untuk mengikuti pengajian-pengal: yang diadakan di
Cta gai tempat, baik di lingkungai: Ekoiah maupun di luar sekolah.
“api, entah mengapa, selalu ada ketidakpuasa." yang
ul dalam batin saya. Pertama mungkin disebabkan oleh
: •: 6. EC -

timb - akan perbedaan besar


rena
Waan”
di :
: manusia
terhadapseperti
Tuhantelah
yangsaya mencipt dan kedua adalah
telahsebutkan; ah k 2l

*ya: Tuh Tuhan yang amat menakutkan ya"8 muncul di hadapan


dan Tu: :
an yang suka
Mahasekali
Pembuat (The Great:
Peratura"hamba-Nya
menghukum RuleiaME)
be8: mem
Etas dal. dII sedikit saja. Sama sek tidak pernah
: “pretasi : pikiran saya bahwa gambara" yang
Wailatar bel E: lain di luar diri saya y*
.. akang pengalaman yang berbeda. Saat itu
i
-

:
116 Mencari Islam
memang demikianlah citra Tuhan dalam :: |
ketakutan dan tertekan dengan keislaman yang saya miliki. Akhirnya,
karena tidak tahan, saya memutuskan untuk tidak lagi mengikuti :
pengajian-pengajian serupa itu dan ketakutan-ketakutan (yang disebab
kan oleh ketidakmengertiap saya) saya pendam jauh-jauh dalam hati.
Lalu kehidupan sehari-hari pun akhirnya lebih banyak diwarnai
oleh pola hidup anak remaja kota besar yang cenderung untuk lebih
bersenang-senang dalam mengisi waktu luang. Hura-hura dan kumpul:
kumpul bersama teman-teman yang kurang jelas manfaatnya seringkali
saya lakukan. Dan sikap saya pun lalu hanyut dalam sikap lingkungan
yang demikian, yang tak acuh dan apatis terhadap agama. Tuhan hanya
hadir dalam saat-saat kritis. saya; ketika akan menghadapi ujian, sakit
atau kematian orang-orang yang dekat dengan saya. Selebihnya Tuhan
tertutup oleh kesibukan saya, sehari-hari yang mengalir begitu saja.
Namun anehnya, ketika saya sedang bersama-sama dengan teman
teman yang beragama selain Islam, ”emosi keagamaan” (keislaman)
saya muncul begitu saja. Saya akan berusaha untuk menunjukkan ke
pada mereka bagaimana baiknya Islam itu, tentu saja dengan pengeta
huan saya mengenai Islam yang amat terbatas. Selain itu, selalu ada
kepuasan lain yang saya rasakan kalau prestasi saya (dalam hal apa pun)
berada di atas mereka. Saya merasa semakin Islam ketika saya ada ber
sama teman-teman saya yang non-Islam. Keinginan untuk menonjol
kan identitas keislaman saya semakin kuat. Semacam ”kesombongan”
yang tidak terlalu beralasan sebenarnya, karena kalau mereka lalu meng
ajukan pertanyaan macam-macam mengenai Islam, saya tidak yakin
dapat memberikan jawaban yang benar dan memuaskan. ”Yang penting
yakin dulu,” pikir saya waktu itu. - -

Tetapi lama-kelamaan, lebih-lebih setelah saya masuk ke perguru


an tinggi, saya merasakan bahwa tidak cukup dengan iman atau ke
yakinan saja orang dapat beragama dengan baik. Orang harus men
dapatkan bukti-bukti empiris yang dapat menguatkan keimanannya.
Orang harus berbuat sesuatu agar ia memperoleh pembenaran rasional
terhadap apa-apa yang diyakininya. Berbuat sesuatu dalam rangka men:
didik diri untuk mencapai pengetahuan yang sesungguhnya mengenai
hal-hal yang diimaninya. Tentu saja berbuat di sini tidak hanya men
cakup aktivitas jasmani, tetapi terutama adalah aktivitas ruhani. Arti:
nya, dengan selalu melakukan refleksi atas pengalaman-pengalaman ke
seharian, orang akan mengerti makna yang sesungguhnya dari hiduP
yang ia jalani ini. Bagi saya, hidup adalah terus-menerus mencari makna
dari kehidupan itu sendiri, untuk dapat mencapai hikmah atau ”penge
tahuan sejati”. -

- II
Pada tahun 1986 saya tamat dari SMA dan langsung masuk ke per
Nurul Agusti - -

gustina, Belajar Menjadi Muslim 117

:an tempat saya E


tinggi. Sebetulnya, : jurusan
sebelum sastra Inggris
ini, saya diteri
-

Jurusan Dakwah, Fakultas Ushuluddin LAIN Jakarta. N


-

ma di -

saya harus memilih, saya memutuskan untuk kuliah di E :


Eenimbangan, lah: E
:n: ketimbang di IAIN (Saya merasa tidak akan mampu mengikuti
kuliah bahasa Arab yang sudah begitu tinggi. Sepele sekali E
Memang lalu ada sedikit perasaan menyesal waktu itu, karena saya pikir
dengan kuliah di IAIN kesempatan untuk belajar Islam secara men
dalam dan luas dapat terpenuhi. Tapi tak apalah, belajar Islam toh tidak
harusAwalnya
melalui jenjang pendidikan formal seperti itu.
saya memang me:* agak ”gamang” ketika melangkah
masuk ke bidang studi yang saya tekuni sampai saat ini. Hal ini di
sebabkan karena saY* pernah mendengar (atau membaca? entahlah,
saya sendiri Iupa) bahwa hanya orang-orang Y: menekuni studi ilmu
ilmu pasti sajalah yang : - ngkinan besar untuk men
dapat bukti-bukti mengenai kebesaran Tuhan. Dengan ilmu-ilmu pasti
orang dapat mengetahui berbagai sunnatullah yang mengatur jalannya
Esemesta secara harmo: Dengan demikian, keimanan seseora"8
itu akan semakin Ebal ketika ia semaki: banyak menemukan bukum.
hukum Allah dalam studinya: Di lain pihak, orang-orang yang menekuni
:osial seperti politi: Enomi, filsafat, da: sebagainya,
lebih mempunyai Allah.
perintah-perintah peluangHaluntuk bersikap skeptis
ini disebabkan te
karena seringkali orang
-

orang itu dihadapkan kepada problem-proble: kemanusiaan yang amat


pelik untuk dapat dipecahka” dengan memaka: variabel-variabel ya"8
ada dalam ilmu-ilmu sosial. mereka berpaling kepada agam:
untuk mencari jawaban dari masalah-masalah tersebut. seringkali
mereka tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Inilah Y: ke
: menyebabkan agama banyak ditinggalk: Tetapi karena tekad
| : untuk masuk ke bidang ini sudah bulat, : - kemudian
S ik:aha untuk membuk“ bahwa anggapan : :
sama sekali tidak benar. Bukankah fen°"“ manusia itu sendiri adalah
:bagi
sunatullah? bukankah
Dan
gsi agama bukan hanya,*
fun
pembenaran terhadap sunnatullah dengan memakai pe:
pengarah bagi pr° pencapaian ke

":
taraan ak al,
itu :
tetapi Juga
juga menjadi
ara itu tidak
soalan stapi rupanya dengan jawaban sement emacam
buktika::
jawab" menjadi
seakan
ringan.
diletakkan baliknya,
Bahkandiseatas pundakada *
saya UIIl tuk terus mem:
ahwa pilihan saya untuk menekuni sas:*
apa Sa
: : terus ditantang oleh pertanyaan-pe:
- -- -

yang m: bidang yang saya tekuni ini? Agaknya su: di


askan memang perlu segera diformulasikan. apalagi ke"
.

118 Mencari Islam :


:
an banyak di antara teman-teman : yang mengaitkan
pilihan Saya :

:
atas ilmu sastra ini dengan tanggung jawab saya sebagai seorang Muslim
:
: agama yang dianutnya. Se:EmbEn mungkin, te:
tidak lantas harus terjebak dalam sikap-sikap apologetik tentu saja
:

Adalah sangat mengejutkan saya ketika pada suatu hari seorang


teman bertanya kepada saya tentang seorang filosof bahasa yang saya
kagumi pemikiran-pemikirannya. Teman saya bertanya, apakah filosof
tersebut Islam atau bukan? Tampaknya ia ingin mengatakan kepada
saya bahwa jika filosof tersebut bukan orang Islam, maka tak usahlah
saya merasa kagum terhadapnya. Pertanyaan tersebut cukup mengejut.
kan, menjengkelkan dan sekaligus membuat saya ”prihatin” sekali.
Agaknya, bagi teman saya tersebut, Islam-tidaknya seseorang menjadi
salah satu alasan diterima tidaknya gagasan-gagasan yang dilontarkan.
nya. Rasanya saya harus terlebih dahulu merumuskan secara lebih jelas
ide-ide saya mengenai apa sebenarnya Islam itu, sebelum pada akhir
nya saya dapat menjawab tantangan-tantangan serupa itu.

III

Bagi saya, Islam adalah semacam ”Kebaikan Universal” yang hadir


dalam setiap ruang dan waktu. Saya meyakini ajaran Islam yang *
ngatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia fitrahnya adalahbaik
Pengaruh yang ia dapatkan selama dalam masa hidupnyalah,
: itu
datang dari orangtua atau lingkungan masyarakat yang menjadi te"Pat
ia bersosialisasi, yang menjadikan ia seorang Nasrani, Majusi atau Y:
lainnya. Namun demikian, fitrah itu sendiri tidak hilang. Fitrah “:
sebut hanya tidak tampak dalam bentuknya yang formal, yaitu sebagai
agama Islam yang dipeluknya. Tetapi fitrah itu akan tetap menampil:
kan diri dalam bentuk pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang meng8:
:ah kepada kebaikan dan kemanusiaan sejati. Dengan demikian: saya
kira setiap hasil pemikiran yang bermanfaat untuk peningkatan. harkat
kemanusiaan dan pembebasan manusia dari segala bentuk peninda:
adalah pemikiran yang Islami, id: :h ia dilahirkan "
*°rang Paulo Freire, Mahatma Gandhi atau seorang T.S. Eliot.
Kita mungkin dapat menyebutkan bahwa seseorang itu Islam at*
il

non-Islam, tetapi kita tidak mungkin mengingkari fitrah keislaman :


: Tuhan kepadanya. Walaupun kita setuju bah": : :
: : Yang terbaik - karena sebagai agama terakhir yang di: :
: *"ah, Islam adalah penyempurnaan dari agama-agama ya: ke :
:sanya naif sekali untuk mengingkari nila:
*an.yang terdapat di dalam agama-agama yang lahir sebelum E
E, dibawa oleh . Muhammad saw. Islam adalah penye:E.
sia. d "Nabi sendiri pun diutus untuk menyempurnakan lak :

: “:ukan untuk mengadakan perubahan yang radikal. I:*: :


Yang paling benar, tetapi bukankah dalam agama-agama lain pu"
: Nuru Agustina, Belajar Menjadi Muslim I 19

kandung nilai-nilai kebenaran?


Berangkat dari keyakinan inilah saya kemudian dapat menerima
pernyataan bahwa pada dasarnya setiap manusia ad
Paling tidak persamaan fitrah itulah yang menjadi ::
an tersebut. Dan karena fitrah tersebut, maka dalam diri setiap :
terdapat percikan-percikan kebenaran - sekalipun ukurannya relatif
Karena itu, adalah sulit dan tidak pada tempatnya saya kira untuk
menjustifikasi keimanan dan ketaatan seseorang secara mutlak, karena
kebenaran yang ada dalam diri kita pun bersifat relatif, yang terus
menerus harus kita perbaiki selama kita hidup di dunia ini. Saya sama
sekali tidak ingin mengatakan bahwa pandangan ini adalah yang ter
baik karena, di samping saya yakin telah banyak orang lain yang meng
utarakan hal yang serupa dengan ini, satu di antara sekian penyebab
dari tidak bersatunya umat (Islam terutama) adalah pemutlakan nilai
nilai yang dianggap benar secara berlebihan, sehingga tidak mungkin
lagi untuk mendengarkan suara kebenaran yang berasal dari sumber
sumber lain. Memang, dalam hidup, kita perlu suatu orientasi yang jelas
dan keyakinan sehingga kita dapat berpegang teguh. Namun untuk
terus-menerus memperbaiki kadar keislaman dan pemahaman kita
mengenai nilai-nilai yang kita terima, maka dialog dengan sumber ke
benaran-relatif lain adalah hal yang niscaya, dalam rangka mencapai
kebenaran mutlak tersebut. Dengan demikian, karena hidup adalah
Proses, karena kebenaran di dunia ini adalah relatif, maka mustahil
untuk menyatakan bahwa keimanan kita (atau orang lain) adalah yang
Paling sempurna, atau sebaliknya, untuk mengklaim seseorang sebagai
kafir. Biarlah kita serahkan saja urusan nilai-menilai ini kepada Allah.
Tugas kita hanyalah untuk memperbaiki dan berusaha mencapai ke
ol.ak
rtan
Bena
sempur dari keyakinan bahwa semua orang adalah bersaudara
:* dasar kesamaan fitrah, dan bahwa Islam diturunkan Allah sebagai
: "ntuk menyempurnakan kualitas kemanusiaan, saya merasa yakin
ahwa *ebenarnya inti ajaran Islam - dan juga inti ajaran agama-agama
In Y*g dengan demikian menjadi titik-temu yang mempersatukan
E“:- adalah cinta. Itu juga sebabnya, menurut saya, mengapa doa
g banyak kita baca dalam. hidup kita sehari-hari adalah
: palin "Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penya
:
8.” Saya berpendapat bahwa sebetulnya yang hendak diajarkan Allah
k
:: dengan doa ini adalah agar manusia mengerti bahwa se
*h wajah : Tuhan yang lebih dulu hadir dalam hidup manusia ada
Enap keci uhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang dengan se.
“sa, yan ntaanyang menjadi esensi-Nya telah memberi berkah luar
- : tak terhitung, kepada manusia. Jika kista kaitkan hal ini
den : “blum-minallah wa hablum-minanna - dengan bagian
Pean
ak rtam 3 :“l
:ng paling pent
ih at "imp li ka
-

si ”
ing dan menjiwai bagian kedua - kita
dari doa basmalah tadi. Konsekuensi -
k

120 Me ncari Islam


minallah wa hablum-mina”: adalah bahwa hubungan
konscP habium
(manusia dengan Khaliq-nya) akan mempengaruhi pola
hubungan i:isontalnya (hubungan antama: dan hubungan Imanu
vertikal manusia
sekitarnya). Semakin dekat hubungan manusia dengan
sia dengan alam
Allah, maka akan semakin sempurnalah hubungan sesama manusia
dan dengan alam semesta tempat ia hidup. Oleh karena itu maka kita
dapat menarik suatu kesimpulan bahwa karena doa basmalah adalah
doa yang paling sering kita ucapkan (doa yang utama dalam keseharian :
kita), maka seharusnya semangat basmalah itu pula yang mewarnai
hubungan antara sesama manusia. Dari situ kita juga dapat mengerti
mengapa ajaran tawhid menjadi sangat penting kedudukannya dalam :

pembentukan watak keislaman seseorang: tak lain adalah karena penga.


kuan terhadap eksistensi Allah akan mempunyai akibat langsung yang
mempengaruhi pola-pola hubungan horisontal yang ada.
saya selah mengatakan bahwa proses pencarian yang saya jaa:
selama ini ternyata membawa saya kepada satu keyakinan bahwa inti
ajaran agama-agama adalah cinta. Dengan. demikian pola hubungan
antara sesama manusia, antara manusia dan semesta mestilah didasar
- - kan kepada cinta.*). Sebagai makhluk Tuhan yang beragama Islam, saya
yakin bahwa cinta seorang Muslim tidak hanya terakah kepada dfi dan
E kepada :
S : E. : siapa pun dia. Bahkan kepada dunia Barat y:
kac : oleh sementara umat Islam dituding sebagai penyebab "ke:
auan" dan proses dehumanisasi yang terjadi di tengah-tengah umat
dunia van
cinta dewasa ini, kita mesti menaruh cinta.
p
di Cinta umat Islam adalah
-

yang
tekanan yangmembebaskan. Membebaskan
diakibatkan atau d daritidak hanya
ya. dari tekana:
dirinya,
tetapi juga tekanan-tekan latang dari kekuatan di luar diri:
keserakahan dan E
yang diakibatkan oleh diri sendiri, ol
kan bahwa bangsa-bangsa B IIhanus1a itu sendiri. Saya ingin meng:
akan menimpa kita E :t. saat in: (dan yang sebentar lagi juga
suatu krisis yang meng: ai kita tidak waspada) sedang tertimpa
* . -- - - an mereka terbelenggu oleh kebuday:

8an yang tidak tampak itu. Tentu saja."


- dayaan yang t Pan d angan kita, apalagi dengan
- -
": -

:W* yang telah k - ini -

- -
-

at

“ tertari:uni:E : : :
Nurul Agustina, Belajar Menjadi Muslim 121

Bersyukur bahwa ternyata Pemikiran-pemikiran kritis mengenai


krisis yang tengah terjadi di Barat justru sekarang ini gencar dilancar
kan oleh mereka yang hidup dan terlibat langsung dengan kebudayaan
Barat tersebut. Setidaknya kita dapat berharap bahwa dalam kebudaya
an yang sudah demikian kompleksnya ternyata masih banyak orang
orang yang sanggup mentansendensi dirinya untuk melihat ma:
nya sendiri secara objektif dan mau melontarkan gagasan serta ide
ide perbaikan demi kemanusiaan. Terus terang saya lebih kagum dan
menghargai orang-orang yang demikian ketimbang mereka yang me
lancarkan kritik terhadap Barat tanpa pernah terlibat langsung dengan
proses pembentukan kebudayaan itu: sendiri. Tetapi tentu saja saya
EP.P:aya bahwa Islam mampu tampil sebagai suatu kebudayaan
:matif yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia, karena :
Allah sendiri telah menjanjikan Islam untuk hadir sebagai rahmatan
: al-‘alamin. Tetapi saya juga sadar. bahwa untuk mewujudkan Islam
Eg demikian, perjalanan umat Islamrinasih amat panjang. Masih ter
lalu sedikit apa yang kita lakukan dengan Islam, dan lebih sedikit lagi
sumbangan Islam untuk pembentukan kultur kehidupan masyarakat.
modern Yang ideal yang dicita-citakan oleh seluruh umat manusia.
Saya masih melihat bagaimana seringnya umat Islam terperangkap oleh
:°njargon keislaman yang sebenarnya belum lagi berisi apa-apa.
Kita terbuai dengan berbagai label yang ditempelkan pada tubuh Islam
'Eg menjadikannya tampak begitu indah namun tak membantu sama
* untuk memahami"realita: sesungguhnya dari Islam itu sendiri.
IV

Selain sastruatu hal lain yang menyebabkan suatu peru:


::
bahan luar biasa saya. Suatu pengalaman yang mungkin bagi
:ang lain "biasa-biasa” saja, tetapi sangguP memaksa saya untuk ber.
Pikirberulang kali mengenai religiusitas saya. Hal itu saya alami ketika
“engikuti sebuah training pengembangan masyarakat yang dilaksana
: °leh Asian Development Institute (ADI). Di situ tiba-tiba :
I

“bodohan: yang luar biasa yang tidakdunia


pernahdi saya
luar sadari selama
-

ini, saya luar diri saya sen


:i: *imana sava tidak berpikir mengenai
*8aimana E. E diri saya sanga: berbeda : E.
-

:"pand: subjektif saya selama ini. Saya lalu "E yang


: "elihat dunia ini dengan kaca mata yang : ini saya pakai,
: erbeda dengan kaca mata remaja : Sekarang dunia
ta: nelih itu indah dan Pen"
“mpak : :“E -

yang tadinya tidak per


: - -
ia: Mencer Islam
hatian
mah terlintas
saya begit"
dalam pemikiran saya,
saja. Betapa mendadak
selama ini adir dan merebut
hadi
- - problematik kem
- per.
yang begitu kompleks terabaikan dari perhatian saya. S anusiaan
yang didorong masuk ke dalam labirin yang amat : eperti oran
:a sendiri
waktu untuk
itu. Dalam mencari
saat-saa' jalanitu,
seperti kehadiranE
keluarnya T i an
it dan :r.
harus sa
perasaan

bagi :Tuhan dan Islam yang : E P :


:menjadi sasaran berondongan
saya. gan berbagai :u
3 Cla um
berbagai pertanyaan yang
Program pasca-latihan ang ITl ggu
lah uji saya
teman cobadipendidikan E
sebuah rumah lemakan
atif
yatim yang :
piatu waktu
sa beberapa
Iakukan Pa hari
hari iitu
berdua ad
de 3Gla

saya. Tentu saja dalam program ini kami : jauh dari tempat E
beberapa
diri teman
ternyata yang
hanya lebih senier
berjalan selamadalam
ku p engalaman. bimbin E
endapatkanE dari
dinilai kurang efektif k di rang lebih setengah tu sen
- - - untu diterapkan di g tahun kar
seperti itu. Namun demikian, saya akui b lembaga yang "m :
kan selama jangka
Satu hal saya dapatkan
yangwaktu ya :
tersebut dari i banyak sekali yang saya dapat 3

ternatif yang kami lakukan itu program uji coba pendidi


: keadaan saya :: E saya E:
iperolehdengan
anak-anak yatim di ini adalah tentan angkau ber
disekolahkan oleh : di panti asuhan itu. E. : yang
tidak diajarkan untuk hi E tersebut, tetapi m E memang
idupnya di panti asuh ereka tidak mungkin ti ari. Atau

:
menghidupi diri E Suatu saat toh :
E
:
diskusikan hal tersebut d
::
dapat dimengerti oleh
iri. Dan ketika kami menc
mereka (lewat
S6umur

arus mampu
IIleIl

belum terbiasa untuk ber: tentunya karena erhana yang E


macam perasaan tidak iskusi secara serius), kami m memang masih
asuhan tersebut. Hal
yang tidak ramah lagi
E
atau malah curiga da erasakan ada se.
:
tampak dari sikap merek T1 pemilik panti
ada di sana. gi kepada kami setel a (pemilik panti)
nuduh Saya tak h endak berprasanelah
dIh3. k beberapa waktu kami ber -

yangingin
ili panti
milik bukan-bukan
me gka buruk,ai apalagi
, tetapi saya mempun -
: gi untukk me
:
bukan suatu hal yan mpertahankan anak-anak itu esan bahwa pe
punyai hak m: g salah, tetapi bukankah anak : nanti.Memang
Kesadara mandiri dan menentukan i -anak itu sendiri mem:
mereka n anak-anak itu akan t ntukan jalan hidup mereka sendiri?
itu,: merupakan suatu : jawab mereka terhadap di:
dan lemb -masalah yang ada h E urgen sebenarnya. Seja:*:
B aga swadaya masyarak ubungannya dengan “pendidikan"
an Se °8 saya, pendidikan
: Pendidikan at menjadi minat saya yang lain:kehidup.
E
, tentu
| Jenjang fo rmal seperti saja,
sekolah tidak hanya
y dapat
p diperol°":
p
atau tempat-tempat kursus sem" 3.
Nurul
Agustina, Belajar Menjadi Muslim
- -

123

Usaha uI1
tuk menghay
bentuk ati dan
pendidik an diri. Saya kehidu
mengerti kira E ah merupa
kan bukan
Ek menyesuaikan diri dengan sistem Eam masyarayang ada
kat, me lainkan untuk dapat :ngatakan."tidak kepa:
hak-hak asasinya sebagaingmakhluk Tuhan yan E:
menekan itu, kesadara n memega peranan yang besar : eka.
Oleh karena
belajar yang berlangsung seumur hidup dari individu yang BE
:ntara guru d: :ak lebih dari seka:
juk jalan bagi in dividu yang belajar, selebihnya bergantung kepadanya
>k -

teori: saya akui bahwa bersikap nonkompromis terhadap nilai


ai dalam masyarakat yang sudah sedemikian mapan bukan
il suatu hal
: mudah. Konsekuensinya adalah kita akan dicap sebagai "aneh”
- -

atau malah mungkin "gila". Namun saya yakin bahwa "keanehan”


atau "kegilaan” itu perlu, untuk menimbulkan konflik. Kebudayaan
manusia yang demikian hebat dewasa ini didasarkan atas bangunan
ilmu yang berlandaskan konflik terus-menerus dalam upaya mencapai
kebenaran sesungguhnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, saya
kira kita sudah sama mengetahui bahwa tuntutan-tuntutan sosiologis
sangatberpengaruh terhadap keputusan yang dibuat seseorang dalam
menentukan bidang studi apa yang akan ia tekuni. Pertimbangan
pertimbangan ”pasar” menjadi penting dalam hal ini. Hal itu saya
alami sendiri ketika saya masuk ke perguruan tinggi. Mulai dari ting
kat satu hingga sekarang (saya sekarang duduk di semester VII) tema
pembicaraan yang menarik untuk mahasiswa sastra, salah satunya, ada
lah akan menjadi apa kita nanti setelah lulus dari Fakultas Sastra;
lapangan kerja apa yang kira-kira nanti dapat kita masuki setelah sele
sai kuliah nanti. Mungkin saja tema pembicaraan ini hanya ada di
jurusan saya saja, tapi paling tidak saya melihat bagaimana faktor
marketing memegang peranan cukup penting. Barangkali hal ini dise
babkan karena - dibandingkan dengan lulusan dari fakultas lain seperti
ekonomi, kedokteran, dan lain sebagainya - lulusan Fakultas Sastra
dinilai kurang ”marketable”. Oleh karena itu, kemudian banyak di
antara teman-teman saya yang merasa perlu untuk mengambil pelajaran
keterampilan lain seperti kursus komputer, mengetik dan sejenisnya di
luar Jam-jam kuliah dengan alasan biasanya lowongan pekerjaan yang
: *ringkali menuntut kemampuan seperti itu di samping penguasaan
asa Inggris yang baik.*) -

T
-
..": * Pernah berkata kepada saya bahwa orang tua (guru) hanya dapat memberi t:
baik ter
eliau E“"bangun rumah yang baik, sementara bagaimana membangun rumah tangga y*
sulit untuk diajarkan, selain dari mengalaminya sendiri. Saya sependapat dengan
") K lam hal ini.
fi a: tahu saya ikut kursus filsafat Islam di Lembaga Studi Ag* dan

), mereka agak heran, dan malah ada yang "tega” menertawakan say*
124 Mene" IsIrlari akh pendidikan tidak lagi berupa suatu ”alap,
:
itis dan suatu kemampuan untuk menegasikan
kema:
tapi sebaliknya untuk mempertahankan
EAgak suli: juga meman: untuk bersikap demikian dalam masyara
ini. Ag establish, apalagi ternyata kesuksesan seseorang dilih
nilai
'E.
kat. mobil yang ia kendarai, pakaian yang ia kenakan sam at
: yang ia isap : tak mau kita, kalau ingin disebut :
: mengikuti norma-norma yang berlaku tersebut. Tetapi menurut
saya, sukses tidaknya seseorang tidak dapat dinilai melulu dari pe
milikan materi. melainkan dari kesenangan.yang diperoleh seseoran
karena mengerjaka" sesuatu yang menjadi pilihan sadarnya. Jadi, meski
En secara materi seseorang itu berkelimpahan, namun kalau yan :
kerjakan tidak memberi makna untuk peningkatan harkatnya ::
manusia yang utuh, mak a kesuksesan dia patut dipertanyakan
-
k:
Islam sendiri memang menga arkan manusia untuk mengusahakan dunia
ini, tapi itu semata-mata adalah untuk menunjang ibadat manusia, dan 3

bukannya untuk mengeksploitasi alam secara berlebihan.


kita tahu bahw:Eini mem.
juga mengetahui
prihatinkan. apa yang
Seolah-olah kita lebih
selama inginkan melalui
dari 44 tahunpendidikan. Men
merdeka kita belum
hemat saya, hal ini disebabkan karena pendidikan itu sendiri tel urut
disubordinasikan
didasarkan kepada
kepada peningkatan
keinginan untuk taraf seban akibE
perekonomian
mencetak lKan

ahli yang diharapkan mampu mengolah kekayaan : d. anyaknya


teknologi (juga untuk mengolah kekayaan alam) agar an merebut
: : : meningkat. Hal ini tidak : : :
idak betul kalau karena kepentingan itu maka as Ek lai
tereduksi. Manusia toh bu pek lain menjadi - -

mempunyai segi-segi lain : 'E. : saja, ia juga


-:

Manusia butuh berhubungan dengan ya yang perlu diaktualisasikan.


embel kepentingan ekonomi E lain tanpa ada embel.
dilandasi cinta dan penerimaan total t : ungan antarmanusia yang
makhluk ciptaan Tuhan. terhadap manusia sebagai sesama

komi::
Seb
yang hidup pada :
-

pendidikan ini, Islam dapat memberikan


. - - -

Banyak pemikir-pemikir Islam, baik


I:
- - - -

", yang telah mencob aupun para cendekiawan Muslim dewasa


Islami yang berlandask a untuk merumuskan nilai-nilai pendidikan
"ensif yang melemb an ajaran agama. Namun saya melih: kajian
Saya kira hal ini beri aga dalam bidang ini belum banyak disentuh.
kaum Muslim di E segera dimulai dari sekarang. Kalau tidak: maka
E hanya akan terus bersikap reaktif terhadap
"asalah-masalah
baiki hal-hal
lakukan. E epangsaan andil itu
tanpabenar
dianggap tidak yang berarti untuk memp:
seperti yang selama ini di
Penyebab Pu E dengan hal ini, saya melihat bahwa salah sat"
ya citra ulama (yang mengakibatkan memudam9°
Nurul Agustina, Belajar Menjadi Muslim
- -
12
5

enera asi
citr secarakittid
m: at:
Isladi ak langsung), adalah karena selama inilahul ama dan
a terlalu sibuk merespon "asalah-masa
:nya insidental saja; seperti apakah SDsh itu halal E Se
apakah mengirim kartu Natal itu boleh *u tidak menurut E.
urkan masyarakat agar bersikap tenang dan waspada :
berjilbab penyeb ar ap
meng 1j ita
:e, , ''wanita berJi ep rac°" ,, ddan
un” seb! againya. Buk al
ISU ak perlu, namun masih banyak hal-hal substansial E c
itu luk
mer tid an perhatian intensif, misalnya pemikiran tentang konsep pen
- - - - - -

didikan dalam Islam seperti telah saya sebutkan di atas. Saya E


kalau keadaanumat Islam terus seperti sekarang, lama-kelamaan agarna
(Islam) hanya hadir sebagai pemberi legitimasi bagi kepentingan-ke
pentingan kekuasaan, dan bukannya sebagai mitra dialog kreatif yang
mampu melahirkan gagasan-gagasan orisinal untuk Pencapaian cita
cita bersama. Saya kira saya tidak *endirian dalam mengkhawatirkan
hal serupa ini. Banyak sekali rekan-rekan lain yang saya tahu mem
punyai pemikiran serupa, namun mengapa belum juga kita mulai untuk
menjabarkan kekhawatiran-kekhawatiran itu secara lebih konkret.
Saya kira menarik sekali untuk mengadakan semacam diskusi yang rnen
coba untuk merumuskan apa sebenarnya yang menjadi masalah kaum
Muslim Indonesia saat ini secara terinci. Dari situ nanti strategi ke
budayaan Islam yang komprehensif mulai dapat ditentukan.
Jika dikaitkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang beberapa tahun terakhir ini
menjadi pilihan yang trendy di kalangan kaum muda untuk penyaluran
aspirasi idealisnya, maka saya sangat setuju bahwa kehadiran LSM di
tengah-tengah masyarakat haruslah dalam rangka pendidikan. Artinya,
bagaimana kemudian masyarakat diajak untuk mengenal secara men
dalam situasi-situasi konkret yang dihadapi dan mengandalkan kemam
puan sendiri untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan
yang ditemui. Seorang aktivis LSM memang harus sangat sabar dalam
kegiatannya dan jangan mengharapkan akan terjadi perubahan dalam
sekejap, karena perubahan itu kalau terjadi secara cepat dan radikal
belum tentu mampu diikuti oleh masyarakat yang bersangkutan. Cara
yang terbaik menurut saya adalah dengan membiarkan masyarakat
menentukan sendiri arah perkembangannya sesuai dengan corak yang
mereka kehendaki. Kalau hal ini terjadi dan kemandirian masyarakat
telah terbentuk, maka saya optimis bahwa dana bantuan dari lembaga
lembaga donor (yang selama ini ternyata menimbulkan banyak celaan
karena bukannya mendorong semangat ”keswadayaan” masyarakat tapi
malah sebaliknya, membuat bentuk kebergantungan baru), akan dapat
hapuskan atau minimal ditekan sampai titik paling rendah.
Ine Saya kira hal ini bukan pemikiran yang terlalu idealistis dan
.

Eggwang di langit, tetapi memang terbukti dapat :


pen u mau.
8ajian
Satu contoh yang menarik saya jumpai di sebuah kelompo
(Yasinan) ibu-ibu di sebuah desa di Jombang, Jawa Timur.
l : Menjadi Muslim
ecara tidak langsung), adalah karen:
125

: : kita terlalu sibuk merespon Elama dan


-
- -

E. insidental saja, seperti apakah SDSB itu halal E Se

akah mengirim kartu Natal itu boleh E


atau tidak menurut
:njurkan masyarakat agar bersikap temang dan waspada terhada:
isu "wanita berjilbab penyebar racun", dan sebagainya. Bukannya E
itu tidak perlu, namun masih banyak hal-hal substansial lain yang me
Ekan perhatian intensif, misalnya pemikiran tentang konsep Pen
didikan dalam Islam seperti telah saya sebutkan di atas. Saya khawatir
kalau keadaan umat Islam terus seperti sekarang, lama-kelamaan agama
(Islam) hanya hadir sebagai pemberi legitimasi bagi kepentingan-ke
pentingan kekuasaan, dan bukannya sebagai mitra dialog kreatif yang
mampu melahirkan gagasan-gagasan orisinal untuk pencapaian cita
cita bersama. Saya kita saya tidak sendirian dalam mengkhawatirkan
hal serupa ini. Banyak sekali rekan-rekan lain yang saya tahu mem.
punyai pemikiran serupa, namun mengapa belum juga kita mulai untuk
menjabarkan kekhawatiran-kekhawatiran itu secara lebih konkret.
Saya kira menarik sekali untuk mengadakan semacam diskusi yang men
coba untuk merumuskan apa sebenarnya yang menjadi masalah kaum
Muslim Indonesia saat ini secara terinci. Dari situ nanti strategi ke
budayaan Islam yang komprehensif mulai dapat ditentukan.
Jika dikaitkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang beberapa tahun terakhir ini
menjadi pilihan yang trendy di kalangan kaum muda untuk penyaluran
aspirasi idealisnya, maka saya sangat setuju bahwa kehadiran LSM di
tengah-tengah masyarakat haruslah dalam rangka pendidikan. Artinya,
bagaimana kemudian masyarakat diajak untuk mengenal secara men
dalam situasi-situasi konkret yang dihadapi dan mengandalkan kemam
puan sendiri untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan
yang ditemui. Seorang aktivis LSM memang harus sangat sabar dalam
kegiatannya dan jangan mengharapkan akan terjadi perubahan dalam
.sekejap, karena perubahan itu kalau terjadi secara cepat dan radikal
belum tentu mampu diikuti oleh masyarakat yang bersangkutan. Cara
yang terbaik menurut saya adalah dengan membiarkan masyarakat
menentukan sendiri arah perkembangannya sesuai dengan corak yang
“reka kehendaki. Kalau hal ini terjadi dan kemandirian masyarakat
telah terbentuk, maka saya optimis bahwa dana bantuan dari lembaga
: donor (yang selama ini ternyata menimbulkan banyak celaan
arena bukannya mendorong semangat ”keswadayaan” masyarakat tapi
: sebaliknya, membuat bentuk kebergantungan baru), akan dapat
*Puskan atau minimal ditekan sampai titik paling rendah. -

men °aya kira hal ini bukan pemikiran yang terlalu idealistis dan
i
Ewang di langit, tetapi memang terbukti dapat dilakukan I
Pen mau. Satu contoh yang menarik saya jumpai di sebuah kelompok |
|

* (Yasinan) ibu-ibu di sebuah desa di Jombang, Jawa Timur. |

|
|
|
Nurul Agustina, Belajar Menjadi Muslim
127
u sifatnya fleksibel dan relatif, tidak mun
: hukum itu secara kaku karena situasi yang
masyarakat berbeda dengan situasi yang dihadapi masyarakat E
: - -

Kalau kemudian Islam dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat


di mana Pu" di dunia ini, maka saya dapat mengerti Prinsip universai
Es Islam. Adanya perbedaan dalam menghayati Islam merupakan :
hal yang tidak dapat dihindari. Yang dapat kita lakukan adalah terus
mencari dan mengusahakan how !e &e a step closer to perfection.
Tidak ada satu pun yang mu tlak di dunia ini, semuanya bersifat relatif,
karenanya pemutlakan terhadap suatu nilai adalah hal yang harus di
hindari. Demikian juga halnya dengan Islam yang kita hayati saat ini,
bukanlah yang paling sempurna. Keislaman kita akan mencapai titik
final pada saat kematian datang kepada kita.

Dari pengalaman yang sedikit yang saya peroleh selama ini, maka
saya pikir tugas terberat dari kaum muda Muslim sekarang adalah
mengupayakan ”penampilan baru” Islam yang bernapaskan semangat
embebasan; pembebasan dari keterbelakangan, penindasan dan juga
embebasan dari kejumudan pemikiran. Dalam upaya tersebut, pasti
iah banyak terjadi persinggungan dengan berbagai ”kepentingan” serta
dengan berbagai pemikiran yang berada di ”luar” Islam. Saya pikir
justru di sini letak tantangan yang sesungguhnya: bagaimana kita mam
pu untuk tetap menampilkan ciri keislaman sambil tetap bersikap ter.
buka untuk berbagai bentuk pemikiran. Bukan sekadar adu argumenta
si, melainkan juga harus dimotivasi oleh semangat-semangat praktis.
Sebenarnya di kalangan generasi muda Muslim telah tumbuh se
macam keinginan untuk kembali menekuni Islam guna mencari suatu
bentuk budaya alternatif dari yang sekarang ini ada. Bentuk aktualisasi
nya bermacam-macam; kelompok-kelompok studi yang memusatkan
Perhatian pada Islamic studies macam Forum Mahasiswa Ciputat (For
maci) sampai kepada kelompok yang lebih memberikan perhatian ke
Pada tindakan praksis seperti LSM Islam dan banyak lagi lainnya, se
:ai dengan apa yang dianggap penting bagi masing-masing kelompok.
Yang menarik adalah kenyataan bahwa kelompok-kelompok semacam
", yang sifatnya nonformal, justru akhir-akhir ini makin banyak di
E"ati ketimbang organisasi yang resmi seperti HMI,PMII, KNPI, dan
: (walaup
E un yang terakhir ini punya akhiran ”I”, tapi kita
dengan dua pertama yang saya sebutkan), terasa ada
: ebutuhan” dalam diri kaum muda untuk secara bebas meng
an d *sikan potensi-potensi dirinya tanpa pengawasan, pembimbing
dn - -

P°garahan yang berlebihan dari penguasa.


Saya : ini saya rasakan terutama dalam tubuh organisasi HMI ya"8
8°"ti selama hampir empat tahun. Selama kurun waktu tersebut
- dapat
-

banyak dari keterlibatan saya 1tu. Ke.


-
-
-

ktis say° tidak. : dari keikutsertaan : di HMI adalah E


p g paling ang di kemudian hari banyak mem
kenalan saya eng "belajar
• 9.7 . Hal ini le bih bany ak kami lak u k an di lu
- - - -

bantu say:
-
: :mbangan
HMI - apalagi belakangan ini - i:
watak intelektual Islam yang Se

g kan akan dapat


ap berkembang di sana. Saya kilra ad -

mula say* bayang meny ebabkan HMI sekarang mengalami d:


yang: y lebih-lebih pasca-Padang, terasa lebih per.
HMI
isif dalam mengambil
sikap. Meskipun telah ada kesepakatan tak res.
: ahwa Pancasila diterima sebagai asas hanya sekadar untuk ”menye.
Iml : namun tak uru:8 hal tersebut melunturkan semangat
- ang semula membedakan HMI dengan organisasi-organisasi
keislaman Y : Saya dapat memahami kalau kemudian timbul go
Eam intern HMI yang bersikap defensif dan me.
demikian cepat menyebabkan tan
dihadapi oleh bangsa ini se.
ak jelas. Sementara itu HMI yang lebih ”bersibuk ria”
kegiatan pelatihan formal ”gagal” mengimbangi
dan mengantisipasi problem-problem keindonesiaan yang telah demi.
kian kompleksnya. Hal ini kemudian menjadikan bargaining position
HMI melemah. Di satu pihak anggota-anggota HMI umumnya kurang
meminati Islamie studies guna menunjang wawasan kebangsaan mereka
(padahal ini kalau dikembangkan akan menjadi ciri khusus HMI yang
luar biasa penting dan strategis), sementara di pihak lain kurang ber
sentuhan langsung dengan masalah-masalah nyata Yang dihadapi oleh
sebagian besar bangsa Indonesia. Dikaitkan dengan bargaining positio"
tadi, maka bagi saya posisi HMI saat ini seperti ”maju kema. mundur
kena”; artinya kekuatan HMI untuk ”unjuk gigi" dalam mempeng*
ruhi pengambilan kebijakan dalam bidang pemerintahan hampir-hampir
tidak
ia ada sementara
tumbuh mereka
dan besar. kadung terasing
Akibatnya. dengan masyarakat
HMI kemudian lebih : temp*
ber

asyik-masyuk dengan program-program y:8 terarah untuk peng“:


bangan diri semata tanpa :ibusi sosial yang berarti. T°E
ini sangat memprihatinkan, karena sampai saat in
sasi mahasiswa yang mengenakan label Islam yang terbesar
lebih-lebih setelah PII dibubarkan.
Penyebab ketiga dari kemunduran organisasi ini adalah ka"
:: tradisi-tradisi dalam HMI yang sebetulny* tidak :
E langsung tapi cukup penting untuk ditinjau kembali :
boleh : ": untuk selalu menjadi ”penguasa” d k: domi. i

Thail. t ja sebenarnya berkeinginan untuk menjadi kel°"Elitas


, tapi tentunya juga harus didukung oleh tingkat intelektu
-P-

Nurul
Agustina, Belajar Menjadi Muslim
- -

12
9

dari integritas pribadi Akibatnya,


belaka. yang matang,
HMItidak han :dalkan
berhasil ke
tuk mempunyai obsesi politis yang cukup besar, tetapi k:: ya
emotivasi anggºtanY* guna mencapai prestasi tinggi mam
u In selaku mahasiswa. - inggi (prestasi aka
tradisi membedakan peran wanita-pria i u
- - -

i HMI. Saya sekarang ini


kira E
untuk meninjau kembali efektivitas lembaga Kohati (Korps HMI
wati). Saya kira, kalau Kohati tetap dipertahankan, maka anggotan a
akan lebih jauh terjebak dalam pemikiran, seputar peran-peran :
:nitaan yang : sosiologis sudah digariskan oleh lingkungan kita
ikir kalau hanya masalah peran wanita, tantangan wanita dan -

masalah aktualisasi diri yang menjadi hak wanita sudah dipahami oleh
semua mahasiswi yang "normal”. So tidak perlu lagi ada lembaga khu
sus dalam organisasi mahasiswa untuk mengkaji masalah-masalah ter
sebut. Secara tak sengaja saya pernah membaca silabus pelatihan
Kohati yang salah satu materi yang disajikan adalah masalah peme
liharaan kecantikan untuk wanita, lha ini organisasi mahasiswa
atau ... ?
Beberapa faktor tadi menyebabkan banyak kaum muda (sebagian
dengan predikat mahasiswa), kemudian memilih untuk bergiat di jalur
jalur luar seperti LSM, yang meskipun kurang mempunyai suara dalam
pemerintahan namun kontribusi sosialnya jelas. Atau, seperti yang di
katakan salah seorang te" saya, "Mendingan di kelompok studi
deh, ketahuan kita dapat apa.” Kalau sudah begini, maka yang saya
lakukan cuma berdoa sem98* fenomena HMI yang saya saksikan ini
betul-betul hanya sepotong nada sumbang dari rangkaian keindahan
HMI yang sesungguhnya, walaupun yang sePotong itu cukup sering
saya temui.
VI

Masih sangat sedikit yang saya tahu tentang Islam. Masih ber:
ribu buku mengenai Islam yang belum saya baca. Masih terlalu sedikit
tentang Islam yang saya dengar. Dan karena itulah saya harus “:P
mencari dan menentukan keislaman saya Y*8 sesungguhnya. Ketika
kurang lebih setengah tahun yang ial:aya memutuskan untuk:
jilbab, hal itu terutama dilandasi oleh keinginan saya untuk memotivasi
diri pribadi ini untuk terus mencari Islam: meskipun kemudian timbul
komentar macam-macam. Biarlah, hak setiap °*8 untuk mengatakan
apa-apa yangtulisan
Ketika ia sukai.ini saya buat, saya masih aktif di Formaci, forum
: m:
: g sedikit dalam proses pencarian andil yang
yang tengah tidak :
saya jalani. Saya
a sangat bersyukur bahwa saya pernah beri"P° dan berkenalan
130 Mencari Islam
dengan E onganmenyenangkan
yang amat berarti : Tema
di foru
yada: am h

:ang
cob
3:memberik
::
memahami
fleksik: : apa sebenarn
:sederhana
rutama-tulisan
dalam
...k, adi
ini saya : E
ini itd:
ya Islam
Islam yang Berk
up saya. mem bantu
saya seles : do:
me h.
S
d
UlKall ialkan an
- . Untuk

Jalan: bukan SeSuatu


hanya yang : sudah E,”: *
an,
(Pram, '80,
:

*Seb.
TUBAGUS FURQON SOFHANI lahir pada 21 Oktober
1966 di Serang adalah mahasiswa Jurusan Teknik Plano
logi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Teknologi . Bandung (ITB). Sebelumnya menamatkan
pendidikannya di Madrasah Khairul Huda (1980), SD
Negeri II (1980), SMP Negeri II (1983) dan SMA Negeri
I Serang (1986). Sambil kuliah, dia juga sering mengikuti :
pendidikan khusus keagamaan, organisasi dan pers. Di
bidang organisasional, pernah menjadi Ketua OSIS SMP
Negeri II Serang, Sekretaris Umum dan Koordinator
IKOSIS Kabupaten Serang, Sekretaris Umum dan Ketua
Umum Keluarga Mahasiswa Islam (GAMAIS) ITB (1987
dan 1989), dan staf redaksi tabloid Salman Komunikasi
Aspirasi Umat (1987).
|

ANTARA SERANG DAN BANDUNG:


SEBUAH PENCARIAN GAGASAN
Tb. Furqon Sofhami

Sungguh pekerjaan gila untuk memperoleh sosok seseorang secara


lengkap yang telah dijalaninya selama daapuluh tiga tahun hanya
dengan beberapa lembaran kertas yang ditulisnya sendiri. Namun, ke
mustahilan mengetahui keseluruhan tidak menjadi alasan untuk tidak
mengetahui yang sebagian. Dengan dasar ini, saya mencoba meng
ungkapkan otobiografi saya, lebih spesifik dalam perkembangan
pemikiran dan persepsi terhadap keyakinan yang selama ini saya
pegang, Islam, dan bagaimana Islam sebagai suatu ajaran dihadapkan
dengan problem-problem dunia saat ini, serta keharusan mendefinisikan
kembali kebudayaan yang dicita-citakan kaum Muslim pada masa depan
nantI.
Persepsi saya tentang ajaran Islam, pertama kali dipengaruhi oleh
kondisi sosial dan pemahaman keagamaan masyarakat di sekitar tempat
tinggal saya, Kampung Kaloran, Kabupaten Serang Banten. Saya dilahir
kan, pada Oktober 1966, dan dibesarkan dalam keluarga yang memberi
kan perhatian relatif kuat terhadap pendidikan agama. Hal ini mungkin
disebabkan oleh latar belakang pendidikan orangtua (terutama Ibu)
yang mengenyam pendidikan agama. Ibu saya adalah tamatan tingkat
Aliyyah di sekolah Jamiat Khair, Jakarta, yang merupakan lembaga
E formal pertama dalam bidang keagamaan di :
in “ga Ibu relatif memiliki pengetahuan agama yang memadai, m :
8at mereka sempat memperoleh pendidikan yang sam* Ibu say
sempat mengajar beberapa tahun di Jamiat Khair, hingga bertemu

133
134 Mencari Islam
- di Seran8 sampai ki.,
kemudian menetap di -
-

dengan ayah saya Y E. saya mengenyam pendidikan melalui :


Demikian pula, āY Tahap pengetahuan agama dra.
sah yang berada di E ng Kaloran.
-
seorang kiai, Ahmad Maryani
- -
Ism Cr.
- - 3.
ail
:: En terhadap pola pemai
yan
aman Islam
keluarga saya.
>k >k k

Lingkung an.
Islam yang dapat disebut : di :E
masyatradision k : : ipandan
-
Pemaham an
g terbatas
S

sebagai ibadat-ibadat ritual, dan Ei alam pengertian luas


makna

meliputi berbagai dimensi sosial, ekonomi, politik, filsafat, dan lain.


lain) dapat dikatakan tidak berkembang. Walaupun demikian, fanatisme
atau emosi keagamaan melekat kuat, dan ini merupakan salah satu ciri
pokok masyarakat Banten dulu. Emosi keagamaan tampak terlihat
ketika masyarakat dihadapkan dengan budaya-budaya Barat yang
mulai masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, seperti:
pesta diskotik, model pakaian, minuman keras, dan sebagainya. Pada
awalnya, masyarakat begitu gigih menghadapi budaya-budaya itu, yang
terkadang menimbulkan bentrokan fisik dengan sebagian masyarakat
lain yang mulai terpengaruh oleh budaya tersebut. Namun demikian,
sedikit demi sedikit, terjadi pergeseran nilai; fanatisme mulai berkurang,
bahkan - yang lebih tragis lagi - mereka yang begitu fanatik menen
tang budaya Barat, tidak disadari akhirnya berbalik menjadi orang yang
biasa melakukan aspek-aspek budaya tersebut. Atau setidak-tidaknya
mulai terjadi dualisme di dalam hati sebagian mereka, yaitu dualisme
antara nilai tradisional Islam yang selama ini mereka pahami dengan
realitas objektif masyarakat yang mulai bergeser. Keadaan ini terkadang
menimbulkan sikap tidak konsisten atau berwajah dua, yaitu ketika
mereka berhadapan dengan masyarakat yang masih tetap teguh
memegang nilai-nilai Islam, dan ketika berhadapan dengan masyarakat
yang mulai sedikit berkiblat dengan budaya Barat.
Pergeseran nilai yang mulai terjadi secara terus menerus, dikarena:
kan mereka tidak mampu menangkap esensi mendalam dari setiap
pesan-pesan agama yang mereka terima. Pengkajian agama tidak
menukik sampai ke dunia hakikat, bahkan cenderung takut dan engg”"
menyelam ke dalam dunia hakikat tersebut. Paham Nadhatul Ula"
(NU) menjadi paham dominan dalam upacara-upacara ibadat dan me"
jadi pegangan kuat untuk sebagian besar masyarakat. Tahlilan, “:
baca Al-Quran di atas kuburan orang yang baru meninggal, membaca
*:at Yasin pada tiap malam Jumat merupakan kegiatan ya"S :
dilakukan oleh penduduk; walaupun terkadang sebagian mereka tida
E menjelaskan secara argumentatif bahwa kegiatan itu se:
“8an ajaran Islam, Sikap kritis dan budaya pemikiran ilmiah tida
Tb. Furqon Sofh -

anl, Antara Seran


g dan Bandun
g 135
banyak berkembang, sehingga fatwa dan perilaku kiai menjadi anutan
dan diangga bagai
ang kuat ggap sebagai hal yang tidak -

Ebali ini semakin d:: E


-

kebenarannya,
sendiri, sebagai sesepuh Kondisi
(orang yang dituakan) dalam : : kiai
bersiteguh akan kebenaran fatwa yang dikeluarkan dan kura: at, yang
terhadap gagasan-gagasan anak muda. g terbuka

xk xk sk

pendidikan agama pertama kali saya peroleh dari orangtua, yang


banyak mengajar tentang bacaan Al-Quran serta menumbuhkan sikap
sikap dasar keagamaan. Tidak lama setelah itu, ketika berusia :
tahun, saya dimasukkan ke madrasah yang saya selesaikan selama tujuh
tahun. Melalui sekolah ini saya mulai diperkenalkan dengan berbagai
macam i
lmu, seperti nahw, sharf, lughah, hadits, fiqh, tajuta, tawhid
hisab, mahfudhah, dan lain-lain. Metode pengajaran yang diterangkan
mirip dengan metode yang biasa digunakan di pesantren, yang menitik
beratkan pada segi hapalan daripada pengertian terhadap kaidah ter
tentu. Setiap pelajaran yang diberikan harus sudah dihapal pada minggu
berikutnya. Secara pribadi saya sanggup menghapal pelajaran tersebut,
namun tidak banyak yang dapat saya mengerti darinya. Sebagian besar
siswaPerubahan-perubahan
putus di tengah jalan sebelum menyelesaikan studinya.
yang terjadi di dalam masyarakat tidak
dapat ditangkap oleh lembaga pendidikan agama yang masih tetap ber
tahan dengan materi dan pendekatan tradisional seperti ini. Kelemahan
nya yang terbesar terletak pada pendekatan pengajaran yang kurang
mampu memacu siswa untuk mengembangkan pengetahuannya lebih

lanjut.Paham NU merupakan paham dominan yang diajarkan di madra


sah, dan mazhab Imam syafi'i dijadikan pedoman, walaupun kebenar:
annya masih perlu dipertanyakan. Orangtua saya: walaupun memiliki
pemahaman yang mirip dengan Persis atau Muhammadiyah, tetap m°":
berikan penekanan yang kuat agar say* belajar dengan sungguh-sungguh
di madrasah tersebut. ng diberikan di madrasah, dapat
. Dengan mengamati pelajaran ya terhadap ajaran Islam ketika itu.
dibayangkan
Ajaran Islambagaimana persepsi saya
hanya dipahami sebatas ibadat-ibadat ritual, ditambah
dengan pengetahuan dasar tentang tauhid Asy'ariyah, serta pengetahuan
tentang ilmu-ilmu alat, seperti nah", sharf, dan sebagainya. Pagi hari
saya pergi ke sekolah umum dan siang hari ke madrasah. Kegiatan "
saya lakukan selama tujuh tahun hingga : Y° tamat madrasah dan ta"
: dasar. Secara sadar atau tidak sadar, * merasakan adanya dua
: yang terpisah antara ilmu yang say° pelajari di madrasah :
m u yang saya pelajari di sekolah umum PE kata lain, saya ti°
ampu melihat"i: secara utuh, tetapi sebag* bagian yang terpisah
Tb. Furqon Sofhani, Antara Serang dan Band
ung 135
ak berkembang, sehingga fatwa dan erilaku kiai :- 1:

: kuat dan dianggap sebagai y: E E


hal
kembali kebenarannya. Kondisi ini semakin diperkuat dengan :
sendiri, sebagai sesepuh (orang yang dituakan) dalam masyarakat ":
bers iteguh akan kebe naran fatwa yang dikeluarkan dan kurang :
terhadap gagasan-gagasan anak muda.

|k k *

Pendidikan agama pertama kali saya peroleh dari orangtua, yang


banyak mengajar tentang bacaan Al-Quran serta menumbuhkan sikap
sikap dasar keagamaan. Tidak lama setelah itu, ketika berusia enam
tahun, saYa dimasukkan ke madrasah yang saya selesaikan selama tujuh
tahun. Melalui sekolah ini saya mulai diperkenalkan dengan berbagai
macam ilmu, seperti nahw, sharf, lughah, hadits, fiqh, tajwid, tauhid.
hisab, mahfudhah, dan lain-lain. Metode pengajaran yang diterangkan
mirip dengan metode yang biasa digunakan di pesantren, yang menitik
beratkan pada segi hapalan daripada pengertian terhadap kaidah ter.
tentu. Setiap pelajaran yang diberikan harus sudah dihapal pada minggu
berikutnya. Secara pribadi saya sanggup menghapal pelajaran tersebut,
namun tidak banyak yang dapat saya mengerti darinya. Sebagian besar
siswa putus di tengah jalan sebelum menyelesaikan studinya.
Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat tidak
dapat ditangkap oleh lembaga pendidikan agama yang masih tetap ber
tahan dengan materi dan pendekatan tradisional seperti ini. Kelemahan
nya yang terbesar terletak pada pendekatan pengajaran yang kurang
mampu memacu siswa untuk mengembangkan pengetahuannya lebih
J t.
laniu PahamNU merupakan paham dominan yang diajarkan di madra
sah, dan mazhab Imam Syafi'i dijadikan pedoman, walaupun kebenar
annya masih perlu dipertanyakan. Orangtua saya, walaupun memiliki
pemahaman yang mirip dengan Persis atau Muhammadiyah, tetap mem
berikan penekanan yang kuat agar saya belajar dengan sungguh-sungguh
di madrasah tersebut.
Dengan mengamati pelajaran yang diberikan di madrasah, dapat
dibayangkan bagaimana persepsi saya terhadap ajaran Islam ketika itu.
Ajaran Islam hanya dipahami sebatas ibadat-ibadat ritual, ditambah
dengan pengetahuan dasar tentang tauhid Asy'ariyah, serta pengetahuan
“ang ilmu-ilmu alat, seperti nahw, sharf, dan sebagainya. Pagi hari
* Pergi ke sekolah umum dan siang hari ke madrasah. Kegiatan ini
E selama tujuh tahun hingga saya tamat madrasah dan tamat
: ah dasar. Secara sadar atau tidak sadar, saya merasakan adanya dua
i: yang terpisah antara ilmu yang saya pelajari di madrasah dengan
: saya pelajari di sekolah umum. Dengan kata lain, saya tidak
P" melihat ilmu secara utuh, tetapi sebagai bagian yang terpisah
136 Mencari Islam
pisah dan tidak :E g jelas membsan
m yanE
-
engat sua
tukter kaitu
sist
t dene:
Ilmu yang sayaEn tidak memiliki sumbangan "praktis” dalam
hal yang E sedangkan ilmu yang dipelajari di sekolah umum
kehidupan se : Edari hai yang transenden, namun memiliki sum.
seolah-olah : dalam kehidupan sehari-hari. Diakui atau tidak, dua
bangan p:n itu cenderung membuat saya berpikir terpecah dan
dunia pendi da pola pikir yang sekular, karena tidak mampu lagi
mengarah kepada Pol P - Pu lagi
melihat keutuhan ilmu secara kes elu ruhan dan ket erk ait annya dengan
hal yang transenden. Namun demikian, di balik kekurangan yang ter.
dapat dalam sistem pendidikan madrasah, saya tetap sadar dan yakin
bahwa di sisi lain, pendidikan tersebut memberikan sumbangan yang
besar dan sangat dibutuhkan, terutama bagi usia dini dalam membentuk
akhlak yang mulia dan pengetahuan dasar keagamaan.
Suatu era baru yang memberikan perubahan besar atas diri saya,
setelah tamat dari madrasah, adalah ketika saya diperkenalkan dan
belajar kepada seorang kiai, Ustad A. Maryani Ismail, yang telah cukup
lanjut dan dahulu (tahun 60-an) beliau adalah aktivis Persis dan sempat
menjadi Ketua Umum Persis di Serang. Kajian filosofis yang meman
dang Islam dengan perspektif lebih luas mulai diperkenalkan setahap
demi setahap. Peranan Ilmu Manthiq (filsafat logika), yang banyak
menggunakan logika rasional-deduktif dalam penarikan kesimpulan,
telah memberikan sumbangan besar dalam berbagai pembahasan.
Konsep tentang kebenaran, Tuhan, ada, ruang dan waktu semakin
dibahas lebih mendalam. Saya mulai belajar ketika duduk di bangku
SMP, dan saat itu mulai diperkenalkan dengan konsep ketuhanan me
lalui argumentasi rasional, seperti dalil teleologika, kosmologi, ontologi,
yang sebenarnya merupakan warisan filsafat skolastik. Walaupun dalil
dalil ini pada tahap berikutnya mendapat kritik dari beberapa filosof,
namun harus diakui bahwa dalil ini telah mampu menjelaskan berbagai
persoalan yang berkaitan dengan keberadaan tuhan secara memuaskan.
Selain persoalan teologi, juga dijelaskan mengenai masalah Syari’ah,
seperti masalah thaharah, shalat, puasa, dan lain-lahn. Pemahaman ten
tang Syari'ah yang sebelumnya saya peroleh di madrasah sering ber
benturan dengan yang saya peroleh dari Ustad Maryani. Akhirnya saya
lebih banyak menerima yang belakangan ini, sebab argumentasi yang
diberikan jauh lebih kuat daripada yang saya peroleh di madrasah.
Namun demikian, sikap kritis dan terbuka terhadap berbagai pemaham:
an selalu ditanamkan. Kata-katanya yang selalu terkenang hingga ki"
adalah ”lawan pendapat adalah kawan berpikir”. Pada kesempat*
kesempatan berdiskusi dengan teman-teman, terutama ketika pelaja”
agama di SMA, beberapa kali saya harus berbenturan dengan pendapat
teman-teman, bahkan pendapat guru. Namun benturan-bentura: itu
sebatas pada pembicaraan masalah Hukum Islam, antara pendapat
pribadi saya yang lebih didominasi paham Persis dan pendapat teman
r
Tb. Furqon Sofhani, Antara Serang dan Bandung
-
7
- 13

Ei
yang sebagian
tem an tidak memberikan E:
besar berpaham NU. Diskusi-di yang dilaku
emberikan kebebasan kepada siswanya untuk memilih : :ru selalu
-

dapat y: diyakininya benar. an satu pen

Kelebihan lain yang diperoleh ketika belajar pada Ustad M -

adalah karena beliau memberikan pola berpikir. Penguasaan b:


- Eilmu m: da": E: E
banyak saya pelajari - telah meningkatkan kemampuan analisis ter
hadap Al-Quran dan sikap berhati-hati dalam setiap pengambilan
kesimpulan; Beberap bagian dari ilmu manthiq, seperti qiyas (deduksi)
d

istiqra' (induksi), tamt: (analogi), kategori, ta'rif dan sebagainya, telah


memberika: pola berpikir yang cukup baik ketika menganalisis persoal
an agama- selain itu, saya diperkenalkan pula dengan pemikiran filosof
Muslim terdahulu, seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali, dan
beberapa filosof Yunani seperti Aristoteles, Plato, dan Socrates. Kajian
kajian ini terus berlangsung hingga saya kuliah di ITB, dan sekaligus
telah memberikan dorongan untuk mengkaji literatur-literatur yang
ditulis oleh cendekiawan terkemuka seperti Fazlur Rahman, Murtadha
Muthahhari, Ali Syari’ati, Isma'il Faruqi, Ziauddin Sardar, Muhammad
'Abduh, Al-Maududi, Hussein Nashr, serta beberapa cendekiawan
Muslim Indonesia, seperti Nurcholish Madjid, Hidajat Nataatmadja, dan

Mulai
lain-lain. saat itu persepsi tentang ajaran Islam mulai
-
berubah secara
drastis. Saya semakin menyenangi kajian-kajian Islam yang berbau

mfilosofis", dan disertai elaborasi konsep-konsep keagamaan yang lebih


dalam, serta kajian-kajian yang mencoba menghubungkan antara Islam
dengan ilmu pengetahuan modern. Sejalan dengan meningkatnya.*
mangat mengkaji ajaran Islam dengan berbagai dimensinya, kajian
tentang hukum Islam semakin berkurang, bahkan praktis diskusi
diskusi tentang hukum Islam, y*8 dulu sering dilakukan menjadi
kehilangan momentum dan akhirnya jarang sekali dilakukan, hingga
saya lulus dari SMA Negeri I Serang pada tahun 1986.
*k k:

Pada tahun 1986, saya diterima di Jurusan Teknik Planologi ITB.


sejak kuliah di ITB hingga kini, say* beruntung dapat bertemu da"
berinteraksi dengan kawan-kawan ya"8 memiliki minat di dalam m°"8:
kaji berbagai persoalan agama, sosial, politik, filsafat, dan lain
lain. Diskusi yang diadakan mencakup berbagai topik, seperti netralitas
sains dan teknologi, ideologi, kebudayaa: studi masa depan, dan masih
banyak kajian lain yang cukup menarik. Saya lihat mereka adalah
sekelompok anak muda yang tidak puas melihat pemikiran Islam hanya
terbatas pada segi normatif. Mereka ingin menukik dan menjabarkan
Islam lebih jelas, ilmiah, dan membenturkannya dengan persoalan
188 Mencari Islam
persoalan
masa depanmodernitas, serta melihat
di tengah-tengah harapan dengan
pergulatannya dan strategi umat Islam
kebudayaan B dil
Bagi saya, mereka adalah kelompok potensial, mengingat kemam arat,
mereka untuk berkompetisi dalam bidang pemikiran dengan kelo Puan
lainnya, serta usaha mereka untuk mengkaji dan menghasilkan Ek
yang memang saat ini merupakan kebutuhan mendesak umat :
menuju masa depan. Tetapi di sisi lain, mereka memiliki keku slam
kekurangan yang justru harus dimiliki ketika umat Islam mer rangan.
konsep-konsep tersebut. Kekurangan yang Ekan
terlihat adalah
tahuan tentang ilmu-ilmu keagamaan, seperti tafsir, tawhid, il : Penge.
dan semacamnya. Di sisi lain, mereka kurang berupaya unt : hadits,
kan proses pembersihan jiwa (tazkiyyah) dengan meningka : melaku.
ibadat-ibadat ritual. gkatkan kualitas
Dorongan untuk mengkaji literatur-literatur
terutama literatur filsafat Islam dan literatur : E besar, -

formasi ajaran Islam ke dalam berbagai segi kehi E njelaskan trans.


SalIl.S dan teknologi, ekonomi, sosial, pembangunan : masalah
modernitas serta studi-studi tentang masa depan. Kaii an tantangan
secara
: . tidak langsung mendorong untuk mengetahui
Pan. Kajian-kajian
ajaran Isl filsafat
lebih mendalam, dan merasa tidak puas dengan Jaran Islam secara
selama ini. Kajian filsafat mendorong :
: yang telah dipahami
hakikat dan mempertanyakan pemahaman kea menyelam ke dunia
II11 SaV3 DC Hal ini - :eagamaan saya yang selama
sendiri
J ayasenantiasa
pegang. merasa tidak puas
ini mudah dimengerti, Ek fifilsafat itu
dengan karena -

terima, tetapi ingin menukik dan mencari kebenaran EE di


*:: mungkin mencapai akar kebenaran enaram,

ah
satu hal
”iman” i: d yang s:lalu
elaborasi yang lebih dal - - - -
-

saya pertanyakan adalah pengertian


- u membutuhkan
yang le am, apalagi jika dikaitkan dengan perilaku se
E: Seorang manusia yang tidak secara eksplisit membaca ”sya
: , namun memiliki kesungguhan dan kejujuran dalam mencari
: enaran, teguh memegang janji dan amanah, memberikan perhati:
E sekaligus sumbangan yang besar bagi masyarakat serta sikap bai:
ainnya, maka apakah orang tersebut dapat dituduh sebagai ”kafir” ?
Di sisi lain, mereka yang secara eksplisit membaca "syahadah" dan
mengaku dirinya sebagai seorang ”Muslim”, seringkali tidak memiliki
semangat dan kejujuran dalam mencari kebenaran, tidak amanah “
hadap janji yang dipikulnya, egois, bahkan seringkali berakhlak buruk.
maka dapatkah mereka disebut sebagai seorang Muslim dan sekaligus
sebagai Mukmin?
- Dalam pandangan saya ketika itu, Islam adalah agama y*: me:
percayai kebenaran dan realitas. Secara bahasa, Islam itu sendiri :
makna ”berserah diri”. Seorang Muslim yang hakiki. adalah E
yang berserah diri dan ikhlas untuk menerima kebenar: Islam * ari
memaafkan mereka yang bersungguh-sungguh dan ikhlas me"
Tb. Furqon Sofhani, Antara Serang dan Bandung
-
139

Eam tetapi mereka


ebenaran, keras yang :
tidak sampai kepada Islam -

taq lid terhadap warisan pemikiran


adalah mereka yang merindukan kebenaran, men
N:E
: :bersifat
yang diterima
hakiki
integrasika: dan kebenaran di mana saja : dari an meng
diperolehnya:kebijakan
Dalam mencari kebenaran, dia akan Ei : saja

ikhlas,
berbagaidan
PEsepanjang
"Hikmah
hidupnya,
dunia untuk
adalah
dengan semangat
memperoleh
harta umat Islamkebenaran
yang hiang
:
tinggiE
di ma
N :
api
E: E
bersabda,
E:
paling berhak menerimanya.” Ajaran Islam telah
zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, sehingga telah E
t dalam beberapa kurun waktu, dan bukan mustahil
ercikan ten:P°
berbagai kebenaran tersebut telah diterima dan diungkapkan oleh
mereka yang tidak secara eksplisit membaca syahadah.
Islam mengecam keras mereka yang menutuP diri dari kebenaran
keras hati dan keras kepala, sikap-sikap seperti inilah yang Epakan
sikap dasar orang ”kafir”. Islam selalu menuntut manusia untuk mem
berikan "alasan” ketika ia memilih suatu jalan, dan melarang manusia
mengikuti sesua: tanpa alasan yang jelas - termasuk ketika mengikuti
Al-Quran. Iman Epandangan Islam senan: dilandasi oleh ilmu,
dan Islam melarang keras id, karena hal itu bertentangan
sikap taqli aram, bahkan secara terselubung
dengan ruh bersera h diri kepada keben
bertentangan deng* fitrah manusia itu sendiri yang cenderung kepada
Di samping
kebenaran itu, keislaman seseorang adalah ungkapan kemanusia
annya secara utuh. Keislaman bukan sekadar ungkapan PE" dan
ikiran, bukan sekadar ungkapan lewat perkataan, dan bukan pula
sekadar ungkapan amal perbuatan, tetapi merupakan ekspresi kese
luruhan kemanusiaan. -
tersebut di atas, saya semakin mem
Dengan pemahaman seperti
pertanyakan keislaman dan sekaligus keim anan mereka yang se°*
menampakkan sikap dan
eksplisit membaca syahadah, tetapi tidak
perilaku sebagai seorang Muslim dan Mukmin. Demikian pula, saya
terus mempertanyakan tuduhan ”kafir” ya": dilontarkan oleh sebagian
orang ”Muslim”, terhadap mereka Ya"8 tidak secara eksplisit membaca
syahadah, namun menampakkan sikap dasar sebagai seorang Muslim

hakiki. ”Islam kan telah di


Umat Islam boleh saja mengatakan bahwa -

dakwahkan sejak zaman dulu. Jadi, seharusnya mereka - Yar'8 dicap


kafir - telah menerima Islam. jika mereka orang Y*8 ikhlas mencar"
kebenaran.” Ya, Islam memang telah didakwahkan sejak zaman dulu,
tetapi penafsiran Islam yang seperti apa yang disampaikan oleh
da mereka. Islat: sebagai agam:
Penganjur
yang benar,agama
dapatitu
saja salahsampai
diteri"
- i k
oleh mereka ya"8 belum memeluk
yang keP:
140 Mencari Islan

Islam, karena "wajah” Islam yang diketengahkan oleh Penganj


ternyata keliru, bahkan bertentangan dengan makna ajaran :rag
sendiri. Saya semakin yakin bahwa banyaknya masyara: :
memeluk Islam, disebabkan justru karena Penafsiran dan: °nggan
Islam, khususnya para penganjur agama Yang keliru me : aku umat
Dalam situasi seperti ini, seharusnya umat Islam banyak m :ni Islan
dan tidak secara serampangan menuduh ”kafir” terhada °ngaca diri,
secara eksplisit belum membaca syahadah. Kemudian : Ea
buru-buru mengaku dirinya sebagai :ang Muslim sejati elah itu, tidak
Sejak SMP dan SMA saya aktif di organisasi - :: hal ini
dan IKosis - dan sempat mendapat amanat seb: al ini OSIS
Ketika di ITB, saya aktif di organisasi kemahasiswaan di :ua umum.
terutama di Keluarga Mahasiswa Islam (GAMAI S) : Er: dan
- b

mentalis”. Cara Pandang keislaman mereka : -

berikut ini:
- - - a ditan
- da iri-rir:
oleh ciri-ciri
Pertama, *yat-ayat Al-Quran ditafsirkan *:ara tekstual, tanpa
melihat konteks *9sial ketika ayat-ayat tersebut diturunkan (asbab :
nuzul). dan bagaimana relevansi ayat tersebut pada saat ini. Dengan
Penafsiran seperti ini, mereka tidak mampu melihat esensi ayat Al

Mereka telah membuat jurang yang cukup lebar antara makna hakiki
dengan makna yang tertulis secara eksplisit.
Kedua, pendekatan mereka atas Islam bersifat normatif, dan lemah
dalam membenturkan gagasannya dengan Problem-problem masyarakat
modern saat ini. Teologi yang mereka tanamkan adalah teologi yang
berdiri sendiri dan lepas dari persoalan sosial-ekonomi masyarakat.
Mereka sadar bahwa teologi adalah dasar semua pembinaan manusia,
tetapi mereka sama sekali tidak mampu menjelaskan, apalagi merumus:
kan konsep yang jelas, mengenai hubungan antara teologi dengan san:
dan teknologi, hubungan antara teologi dengan ekonomi, :
teologi mereka tidak mampu memecahkan problem-problem masyar
Ketiga, saat
kat modern ini. cenderung bersikap pragmatis dan berpikir
mereka •1 :
L : + arri

utih di dalam menghadapi persoalan masyarakat saat ini : Peran


memiliki kemampuan untuk menganalisis berbagai persoalan : fsiran
filsafat dan ilmu kurang mendapat tempat dalam proses P
Tb. Furqon Sofhani, Antara Serang dan Bandung 141

a.
ai
Budaya kritis dan terbuka
mbangan
terhadap berbagai pemahaman -
intelektual - kurang mendapat
agam modal dasar Peng°
: sehingga sebagian besar mereka tidak mampu bersaing dan
:kan Ensep yang jelas dan ilmiah yang dapat diterima oleh
Ei kelompok. Anehnya, mereka mampu dan terbiasa berpikir
Emiah ketika bergelut dengan bidang keilmuannya di ITB, tetapi jiwa
itu tiba-tiba hilang ketika mereka menafsirkan agama. Hal ini
an bahwa etos keilmuan itu belum merasuk ke dalam jiwa
nya sehingga belum menyatu ke dalam sikap hidup sehari-hari.
1
Keempat, mereka sering terjeb ak dengan istilah dan kurang meng
a di balik istilah itu. Mereka sering cepat setuju dengan
konsep yang kebetulan terkait denganistilah Islam, seperti bank Islam,
ekonomi Islam, sains Islam, dan lain-lain, dan cenderung menolak
konsep yang kebetulan tidak berlabel Islam - walaupun mengandung
makna yang selaras
Kelima, merekadengan Jiwa Islam.
sama sekali tidak membedakan antara ajaran Islam
dengan penafsiran mereka atas ajaran Islam. Mereka tidak sadar bahwa
hakikatnya adalah penafsiran mereka atas
yang mereka utarakan pada.
ajaran Islam yang boleh jadi keliru, walaupun puluhan ayat Al-Quran
-

bagai dasar argumentasinya.


beberapa kekurangan, di sisi lain,
Tetapi, walaupun memiliki an yang patut dicontoh. Sisi tersebut
mereka memiliki beberapa kelebih
antara lain adalah kesungguhan dan komitmen terhadap ajaran Islam
yang mereka pahami sendiri, upaya menjaga akhlak, dan penekanan ter
hadap pelaksanaan ibadat ritual serta upaya menjalin ukhuwwah di
antara mereka sendiri. Denga: kelebihan seperti ini, saya tetap menjalin
tali silaturahmi dengan mereka, diiringi oleh keyakinan bahwa mereka
pada dasarnya adalah orang-orang yang berusaha menjalankan Syar'iah
islam secara murni, tetapi mungkin melalui proses pembinaan yang
kurang tepat, baik dari segi isi maupun cara pendekatannya. Di samping
itu, interaksi yang terus menerus saya harapkan dapat memaksa mereka
untuk ”memperlunak" gagasan-gag:* dan mengkaji ulang pemahaman
mereka atas Islam yang selama ini diPega°8.
Dilihat secara sepintas, terkesan ada dua kelompok, dengan Per:
bedaan sudut pandang yang cukup tajam, yang selalu saya hadapi dalam
memahami ajaran Islam. Di satu sisi saya berhadapan dengan rekam yang
mencoba menggali Islam dalam berbagai dimensinya, dan di sisi lain
saya berjumpa dengan rekan yang diistilahkan "fundamentalis”, tentu
nya, di antara dua kelompok tadi, terdapat variasi yang cukup banyak
dan tidak mungkin disebutkan sama per satu.
m: saya kaji lebih dalam, ternyata ada beberapa perbedaan
Pe E antara saya dengan beberapa rekan dalam menafsirkan Islam.
-
:
d: dalam itu meliputi: justifikasi terhadap kebenaran Islam
memberikan
m hal ini adalah Al-Quran - kita tidak dapat membenarkan Al
142 Mencari Islam engemukakan dalil yang terdapat di dalam Al-Quran
-

uran dengan En
IT1
bahwa anya
kitabcircle
ini adalah kitab yang
atau putaran yangbenar
tidak
sendiri, yang "E akibatkan ad
Erena hal angkal.
ini m°:Impli kasinya kita membutuhkan seperangkat dalil
: E) - - -

untuk memberikan justifikasi


- -

terhadap
*:iona yang saya maksud. adalah dalil yang dapat
memberikan pembenara" terhadap seluruh isi Al-Quran, tanpa kita
harus memahami satu. Per satu makna seluruh ayat Al-Quran. Dalil
rasional yang seperti ini sebab. Pertama, ke:
dibutuhkan karena dua
:dakmungkinan manusia untuk memahami setiap ayat Al-Quran
sehingga dibutuhkan dalil yang dapat memberikan pembenaran ter:
hadap seluruh isi Al-Quran, tanpa memberikan pembenaran terhadap
setiap ayat. Kedua, pembenaran terhadap ssesuatu tidak hanya dapat
dilakukan dengan melihat dirinya semata, tetapi juga dapat dilakukan
dengan mengemukakan alasan yang berasal dari luar dirinya. Dalam
kaitan dengan pembenaran atas Al-Quran, maka kita mengemukakan
alasan dari luar Al-Quran untuk memberikan pembenaran terhadap isi.
nya. Alasan ini adalah dalil rasional yang membuktikan bahwa Al.
Quran adalah firman Allah, Zat Yang Mahabenar, tanpa sedikit pun ada
campur tangan manusia di dalamnya. - -

Ketiga, perbedaan dalam memberikan peran terhadap ilmu dan


filsafat dalam memahami agama (Islam). Bagi saya pribadi, peran
terbesar ilmu dalam menafsirkan agama adalah dalam memberikan
landasan operasional terhadap sifat normatif ajaran agama. Ajaran
agama cenderung bersifat normatif, sehingga akan kehilangan nilai
operasional jika tidak ditunjang oleh ilmu, yang memang memiliki
karakteristik yang lebih teknis. Sedangkan peran terbesar filsafat dalam
menafsirkan agama adalah dalam membantu dan mendorong manusia
untuk memahami makna hakikat ajaran agama, makna yang lebih dalam
dari makna-makna yang telah diperoleh sebelumnya. Hal ini terjadi
karena watak filsafat yang selalu ingin mengetahui hakikat segala se
suatu, asal dan tujuannya, dan filsafat tidak cukup dengan hal yang
tampak, tetapi ia ingin terus merasuk ke dalam hingga ke akarnya:
Keempat, perbedaan dalam menafsirkan situasi. Perbedaan ini
meliputi pengamatan terhadap realitas objektif masyarakat yan:
menjadi medan dakwah, dan perbedaan dalam memahami ideolos'.
konsep-konsep ekonomi, politik, dan hukum yang berlaku di Indo":
sia. Sebagian umat Islam memahami kondisi masyarakat saat ini, “
:ngan kondisi masyarakat periode Makkah ketika Nabi berdakwa".
: ini menyiratkan arti suatu pemberlakuan syari’ah dan strateg'
dakwah yang mirip dengan Nabi ketika pertama kali berdakwah. ...,
Kelima, perbedaan dalam mendefinisikan ”kawan” dan :
Apakah "kawan” itu adalah mereka yang hanya masuk dal: :
J"ah atau mazhab, sedangkan yang berada di luar itu berarti"
-
Tb. Furqon Sofhani, Antara serang dan Bandung 148
tau semua saja yang telah membaca syahada - -

:wan". Sebenarnya perbedaan ini E


ernah Syi'ah,
Sunni, antara mazhab-mazhab
terjadi Mu'tazilah, dalam sejarah
Khawarij, Murji'ah, dan lain-lain. :
Islam dulu , sep

Keenam, Al-Quran adalah salah satu percikan kebenaran Ilahi


Sebelumnya telah lahir dari
kebenaran-kebenaran yang juga berasal
Ilahi. Oleh karena itu, diperlukan sifat keterbukaan untuk menerima
kebenaran yang tidak secara eksplisit dijelaskan oleh Al-Quran dan
tidak diberi ”label” Islam. Umat Islam harus mengakui dengan jujur
bahwa Al-Quran adalah kitab yang tidak sempurna sebagai ilmu, karena
tidak semuailmu terdapat di dalam Al-Quran. Namun Al-Quran adalah
kitab yang sempurna sebagai pedoman untuk mencari ilmu. Jadi, Al
uran adalah tempat kita berpijak untuk melacak kembali kebenaran
kebenaran yang berada di sekitar kita. Al-Quran adalah arahan untuk
mencari kebenaran, tapi bukan berarti titik akhir segala proses pencari
an kebenaran. Oleh karena itu, saya sependapat dengan Ziauddin Sardar
yang mengatakan bahwa proses pencarian ilmu berawal dari Al-Quran
tetapi tidak berakhir pada Al-Quran.
Enam perbedaan di atas, antara saya dengan beberapa kawan,
mengimplikasikan perbedaan dalam proses penerimaan kebenaran Islam
dan proses penafsiran Islam. Proses penerimaan kebenaran Islam me
nyangkut segi bagaimana metode menerima kebenaran Islam, atau lebih
tepat disebut apa yang menjadi dasar, sehingga kita menerima Islam
secara keseluruhan. Sedangkan proses penafsiran Islam adalah bagai
mana Islam ditafsirkan dalam konteks kekinian, dalam suasana modern,
serta pada saat umat Islam ditantang untuk membangun kembali
kebudayaan mereka yang telah hancur dan tertidur, tenggelam di bawah
bayang-bayang budaya Barat.
xk xk xk

Dalam upaya menghadapi arus modernisasi dan tantangan untuk


membentuk budaya sendiri, bagi umat Islam, tak ada pilihan kecuali
menyiapkan secara sungguh-sungguh perangkat keras (sumber daya
manusia) dan perangkat lunak (konsep dan sistem kelembagaan) sedini
mungkin agar mampu bersaing secara jujur dan terbuka dengan ma
syarakat dan konsep lain yang saat ini menguasai peradaban dunia.
Penyiapan kedua perangkat tadi harus berpijak pada pemahaman
tentang ”integritas kedirian”. Pemahaman tentang ”integritas kedirian"
ini meliputi: -

Pertama, manusia perlu memahami secara utuh unsur-unsur kediri


: tradisi filsafat Islam tradisional (hikmah tradisional),
kapan E dibagi menjadi jusm, nafs. dan aql. Sebagai keleng.
"manusia te ir dan sebagai puncak kesucian kemanusiaan, di dalam diri
rdapat ruh. Keempat unsur yang dimiliki manusia bersifat
144 Mencari Isla” adaa setiap manusia di mana Pun dan kap
- - -

universal, sehingga t: masing-masing memiliki sejumlah huk an


at unsur ter: -
rjalanan kehidupan manusia akan
hukum tersebut.
:rjangalateta p :berada pada g
n dan untuk senan tias melaku
a tuk
kan proses tazki -

Kedua, u5 yakni proses untuk meningkat !.


ah al-nafi (pembersihan jiwa), dalam istilah tasawuf dikenal s
siaan”, yang - eba -

:
maqaman.
: Elipati pengembangan penalaran (fikr), :
ingatan (dzikr) y*8 akan dicerminkan dalam pengamalan Per.
penginga
buatan E. -

dikan wahyu dan Sunnah Nabi sebagai pijakan dan


-

: katan "tahap-tahaP kemanusiaan", hingga mencapai


arahan p: Egi. penerimaapen wahyu dan kenabian, merupakan
tingkat yang terhadap n erimaan konsep aql berjenjan
- I) -

Eksnabian merupakan:
Emanusiaan (al-*:) ..........
Enada beberapa orang yang Edengan Pengelom.
pokan di atas, tetapi pengelompokan itu dilakukan karena perlu adanya
pembedaan antara 52tu bagian dengan bagian lainnya, walaupun -

mungkin terdapat tumpang-tindih pengertian antara ketiga pengertian


di a:s. Harus disadari bahwa pengelompokan pada dasarnya adalah
penyederhanaan atau penyusunan model terhadap sesuatu, dan setiap
penyusunan model terdapat beberapa asumsi-asumsi yang digunakan.
jadi bagi mereka yang kurang setuju dengan pengelompokan tersebut,
saya yakin ada asumsi yang berbeda yang mendasari pengelompokan di
ata8. -

Dengan mengakui kebenaran wahyu, maka manusia mempunyai


dua potensi untuk mencapai kebenaran yang lebih dalam, yaitu wahyu
dan potensi dirinya sendiri (akal, hati, dan indera). Proses pencapaian
kebenaran ini bersifat bertahap dan konvergen. Bertahap bermakna
bahwa proses itu akan melalui beberapa tahap, dengan tahap sebelum
nya menjadi landasan untuk mencapai tahap yang lebih tinggi. Konver.
gen bermakna bahwa proses pencarian kebenaran yang dilakukan oleh
manusia dengan dua potensi di atas akan bergerak kepada satu titik
tertinggi, yaitu Allah SWT.

sk krk

Budaya apa pun yang pernah lahir di dunia ini sesungguhnya:


Piak pada seperangkat keyakinan masyarakat yang mendasari budaya
tersebut. Keyakinan itu dapat berupa agama atau ideologi, yang dapat
:Erakkan masber
yarakat menuju satu tujuan yang telah ditentuk:
keb
* karena itu, bicara tentang masalah udayaan te": t.1
pernah banga"
E: dari agama atau ideologi yang mendasari pengem
- - - -
Tb. F urqon Sofhani, Antara Serang dan Ba
-
d
n ung

adalahperkembangan
mDalam sekelompok Ebudaya s 145
diakui bahwa umat - - -

budayaannya
Isla sendiri. Mereka telah :en: menentukan ke
pernah dicapai pada Abad Pertengahan. E
besar oleh umat Islam adalah pencabutan akar buda : ar budaya ter.
E yang
dahulu merupakan tradisi kuat di kalangan umat : intelektual yang
kan mereka menjadi bangsa terkemuka di dunia. E E
yang lemah ini bukan hanya memberikan implikasi E
Islam dalam penguasaan sains dan teknologi, tetapi lebih tragis l umat
lah matinya kreativitas kaum Muslim untuk menafsirkan Eda
agamanya.: setiap saat. Budaya intelektual yang dicirikan :
semangat jtihad di kalangan ulama terdahulu, baik dalam fiqh E
maupun filsafat, tiba-tiba menjadi melemah dan diganti dengan E
taqlid yang cukup mengakar di kalangan umat. Saya tidak :
bahwa budaya intelektual itu mati total, karena budaya tersebut di
beberapa tempat masih berkembang. Salah satu contohnya adalah
budaya filsafat setelah Ibnu Rusyd yang biasa kita kenal dengan aliran
iluminasionis (isyraqiyyah), yang terus berkembang hingga kini. Tetapi
secara keseluruhan budaya intelektual menurun drastis, seiring dengan
jatuhnya negeri-negeri Muslim di tangan bangsa Eropa.
Dalam keadaan kemalasan intelektual (intellectual lazine:). -
meminjam istilah Iqbal - umat Islam kehilangan sikap kritis terhadap
berbagai pemikiran, termasuk dari Barat. Mereka begitu mudah
memakan gagasan dan pola pikir yang diwariskan penjajah baik melalui
n hubungan sosial-ekonomi. Keny: ini
jalur pendidikan :P: rtengahan abad ke-20 negeri
semakin parah, karena walaupun pada pe
negeri Muslim banyak memperoleh kemerdekaan, tetapi pada hakikat
nya masih tetap m elekat kuat di kalangan umat Islam
dalamwarisan
bentukpenjajah
pola pikir sekular, watak yang tidak berani mengemuka
- -

kan yang benar, keningratan, dan lain-lain. Umat Islam ibarat pohon - -

yang tercabut dari akarnya sendiri, yakni akar budaya tradisional yang
dicirikan oleh budaya intelektual, yang menghasilkan. khazanah
pemikiran yang begitu luas. walaupun sebagian kaum Muslim saat ini
telah memperoleh kesempat* pendidikan yang lebih luas, bahkan di
antaranya adalah para sarjana, namun pola pikir mereka tidak terkait
dengan sejarah tradisionalnya sendi: bahkan di antaranya tidak m:
ngenal sama sekali. Para sarjana Muslim saat ini belum mampu menjadi
agen pengubah masyarakat menuju kehidupan y: dicita-citak: :
reka tergilas oleh roda-roda kapitalis dan termakan menjadi E k
pabrik besar, tanpa sempat memb“E masyarakatnya : :
tidak pernah mengerti persoalan. masyarakat dan menjadi kelomp°
: di tengah-tengah masyarakatnya sendiri.
ikiuarkan tidak bergema di hati, - • :

berubah walaupun di sekitarnya beribu sarjana Muslim


Kekalahan umat Islam saat ini tidak hanya pada ku
E: |
- |
146 Mencari Islam
m anusiamampu
daya belum
juga (perangka' keras). Dikonsep-konsep
merumuskan segi perangkatkenegaraan
lunak, um at Isl
- didikan dan sistem kelembagaan. Saat : politi
- lIll um 3

:ial, ekonomi, P: berteriak, sebagai tanda tidak setuju d6.I)


- -

Islam hanya mampu - -

konsep yangkons°Pkembang saat * tetapi mereka belum


memberikan ber alternatifnya. Saya tidak menafikan fak mampu
- -

beberapa cendekiawan Muslim saat ini telah me KOnsep


E“:
konsep tersebut, ma: konsep-konsep mereka belum
saing dengan konsep-konsep yang telah ada. Hal ini E ber.
syukuri, sebagai salah satu kemajuan intelektual kaum
r
M: ITl.
Patut kita

rk skrk

* Persoalan
kompleks umat Islam
dan mendasar: pada masa
mengingat : E::
depan Il
-
semakin
logi dalam kehidupan, Apa pun nama yang akan E tekno
depan nanti, namun satu hal yang sukar disangkal adalah : ada masa
logi akan mendominasi peradaban manusia. wa tekno.

Dominasi
mengingat teknologi
teknologi dalam
bersifat peradaban
sarat manusi E dipersoalkan,
nilai. : -

dan ideologi,. membawa prinsip yang mendasain : agama


pengaruh terhadap pola pikir dan pola perilaku : sangat ber
gunakannya: Dampak teknologi terhadap manusia
- E.:
:
eknologi itu E
olehsendiri yang berada
memberikan di terh
dampak belakang teknologi
:e- j: -

perilaku manusia. - pak ter adap pola pikir dan pola


p: teknol: modern menjadikan prinsip ”rasionalisasi” dan
"efisiensi sebagai kriteria keberhasilan. Rasional berarti, Prose: “
sebut dapat dijelaskan dan masuk akal. Pengertian rasional dalam dunia
teknologi senantiasa berkaitan dengan hal-hal yang dap: diamati oleh
indera dan dapat diukur oleh seperangkat alat. Denga: demikian, dunia
teknologi adalah dunia material, ya: terlepas dari dunia nonmaterial
yang tidak kasat mata. Teknologi tidak pernah berbicara :en: moral,
kebahagiaan, doa, Hari Akhir dan lain-lain ya"8 terletak di luar Y*
Jadi
material. bersamaan den: dominasi teknologi *: peradab: -

manusia, maka prinsip y* teknologi itu sen" :


mendasari {IAI +

la perilaku manusia hing8°


mendominasi pola pikir dan Pe bentuk pandangandu: terte:
secara sadar ata" tidak akan mem
Pandangan-dunia teknologi (modern) mempengar" i manusi*
hanya mau menerima segala sesuatu Y: dapat diter: : Men:
menolak gagasan Y*8 tidak dapat dijelaskan ses: ”rasion materi"
ingat pengertian ”rasional” hanya berkaitan dené* hal yang anusia.

maka pandangan-dunia yang dibe


menyebabkan manusia mempunyai P
Tb. Furqon Sofhani, Antara Serang dan Bandung 147

didominasi oleh segi material


mengesampingkan segi nonmaterial
dan
anusia-manusia seperti ini. akan cenderung mengesampingkan' se i
M baikan, moral dan kejujuran dan tidak Percaya lagi bahwa E
:upakan salah satu faktor sebab-akibat untuk memperoleh keber
E: karena semua itu berada di luar segi material. - -

hasi Einsip "efisiensi” dalam teknologi, umumnya menyangkut tiga


hal, yaitu waktu, tenaga, dan biaya. Prinsip "efisiensi” berusaha sedapat
Engkin memperkecil. pengeluaran ketiga hal di atas, namun memper
besar produk yang dihasilkan, demi memperoleh keuntungan yang

“pengan prinsip ”efisiensi”, manusia akan memberikan pengharga


an yang sangat besar terhadap waktu, tenaga, dan biaya setiap kali ia
melakukan kegiatan dan mengambil keputusan. Pemborosan waktu,
tenaga, dan biaya dianggap sebagai hal yang sangat merugikan. Semua
proses pengambilan keputusan kehidupan akan ditentukan ber
dalam
Esarkan prinsip "efisiensi”. Hal-hal yang dianggap bertentangan dengan
prinsip ”efisiensi”, walaupun berpijak pada nilai kemanusiaan. yang
tinggi akan dikesampingkan. Tidak perlu heran, jika kebijakan peng
gunaan tenaga kerja dilakukan seminimal mungkin, sehingga dapat
:enunjang prinsip efisiensi. Kesempatan kerja dan berusaha yang
merupakan hak setiap manusia sebodoh apa pun, menjadi sukar dilak
sanakan mengingat ruang gerak yang semakin sempit akibat prinsip
- • A

"efisien si”.
Prin "efisiensi” akan mendorong kepada produksi massal, dan
sip
bersamaan dengan itu, terjadi promosi produk-produk teknologi secara
besar-besaran agar dapat dibeli dan digunakan oleh manusia. Diakui
atau tidak, produksi massal dan promosi produk-produk teknologi
dengan berbagai bentuk dan cara telah mendorong masyarakat berpola
hidup konsumerisme. Jika sikap konsumerisme ini terus dipelihara dan
memasyarakat, maka hal ini akan mendorong industri-industri untuk
mengeksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran dalam rangka
Pemenuhan kebutuhan fisik manusia. Dalam jangka panjang, hal ini
akan menimbulkan persoalan-persoalan lingkungan hidup yang semakin
Parah, dan ketidakmampuan alam untuk mendukung proses pem
bangunan berkelanjutan, yang akhirnya menimbulkan kesengsaraan
Pada anak-cucu kita nanti. -

Benarlah Armahedi Mahzar ketika mengatakan bahwa teknologi


: cepat setelah terjalin dengan sistem lain dalam suatu
Sejar: umpan-balik positif yang saling memperkuat. Pengamatan
disebut E bahwa tahap teknifikasi industrial yang biasa
balik E industri itu, terjadi setelah terjadi hubungan umpan:
akibatnya : teknologi, ilmu pengetahuan dan ekonomi. sebagai
ilmu E hanya teknologi yang berkembang pesat, tetapi juga
pen k
"macam : uan dan ekonomi. Ini berarti sekurang-kurangnya ada tiga
ingi atnya
* Yang mengir sescep ikasi:
pro anisasi,
teknif hum
I
i Islam
148 Mencar -

kularisasi- Jadi,
- -
bersamaan
dominasi dengan
humanidominasi
d
tekn
Q.
dan se -
at ClO - IllSIne
rasionalisasi, ban manusia :dapat agm: d
logi atas Pera: manusia, do minasi rasionalisme dalam sistem
- -
Pen
nilai kehidupa: dominasi terialisme dalam pandangan hidu
inasi ma
tahuan "E filsafat ia dan
ini berarti ada dominasi humanisme d I P - - -

manusia: dominasi rasion alisme dalam epistemologi, dan d:nasi


- O - -

Elia: :
telah
ketiga wilayah filsafat itu Elah
merasuk ke. bawah sadar :wa
semua implikasi teknologi. terhadap kehidupan manusia di usia,
Iman

telah mencabut keutuhan manusia. Manusia telah kehilangan arti : d


nya yang hakiki dan telah terperosok ke dalam tujuan-tujuan E
yang sementara. Manusia tidak mampu lagi mengenal dirin unia
lengkap. Ia hanya mengenal dirinya secara parsial dan !ya secara
Inilah bencana besar kehidupan manusia. terpisah-pisah
yang Pandangan parsial
mendominasi tersebut dapat dimaklumi, karena t
pandangan-dunia manusia han : teknologi
tas secara parsial, yaitu sebatas apa yang dapat E reali.
diukur dengan alat. Pandangan-dunia yang dibentuk E dan
tidak akan pernah menggambarkan seluruh f *g memang
komprehensif. enomena kehidupan seca:
Semua krisis kemanusiaan di atas, me
dihadapi oleh umat Islam nanti. Bahkan E - - -

krisis yang akan


sudah mulai kita lihat saat ini. Dalam situ en erungan ke arah sana
semakin mempertanyakan peran asi seperti itu, orang akan
had Peran agama
terhadap persoalan kemanusiaan tersebut. Iik memberikan jawaban
dalam i
mampu menafsirkan dan meneri h ut. Jika umat Islam tidak
dan menerjemahkan
duni a modern yang didominasi ajaran Islam dalam k onteks
oleh teknologi -

Jiika ban yak manusia meninggalkan


- - eknologi, maka tidak P erlu heran,
an-dunia lai
lain yang ”dirasa”gg lebih
an agama Islam dan mencari pandang.
**-1:.-. pandang -

mampu memberikan jawaban ter.


hadap berbagai persoalan ini.
xk k k

yang E budaya adalah membangun komponen-komponen


E E tersebut. Komponen itu, seperti telah saya
perangkat i : erupa perangkat keras (sumber daya manusia) dan
dIY: (konsep dan kelembagaan). Pijakan dasar pengembang
U Ihal

wah : perangkat tadi adalah konsep ”integritas kedirian”, beserta


yu dan kebijakan-kebijakan
mendiskusikan Rasulullah.
masalah tersebut lebih jauh Di bawah ini saya
y akan

an: : 'E daya manusia dimulai dengan mengenal:


fun a. ari segi unsur-unsur yang dimilikinya maupun :°8'
Peran atau -

manusia me E dimilikinya. Pengenalan diri akan mengantarka"


kan : :ngenai alam dan Tuhan, sedangkan wahyu akan menganta:
manusia kepada kebenaran yang lebih hakiki ketika akal manus"
p- T

Tb. F
urqon Sofhani, Antara Serang dan Bandung
-

149

tidak
-

:ungkin
:: menjangkaunya.
ya. Jadi pengenalan diri dan wahyu secara
- - -

berimpit dig
serta menemukan * untuk mengembangkan
makna kehidupan dirinya:
yang harus dilalui: '; ebih jauh
makna kehidupan berarti tidak ada sekejap pun :
dalam kehidupan manusia karena selalu terkait den : : :
iangka panjang (akhirat). Kesadaran ini akan m: E :
tidak terjebak di , dalam kebahagiaan jangka pendek : :
Entiasa diproyeksikan untuk kebahagia:).
Sejarah telah mencatat bahwa sains dan teknologi : k
faktor utama peubah budaya manusia; dan pada E :
akan datang: kenyataan ini tetap merupakan fakta yang sulit :
Tiga revolusi di dunia yang biasa diistilahkan dengan revolusi pertanian.
industri, dan informasi selalu terkait dengan perubahan sains dan tekno:
logi yang akhirnya berpengaruh besar terhadap budaya (cara hidup)
manusia. Perkembangan sains dan teknologi terus terspesialisasi. Pada
masa yang akan datang, proses spesialisasi ini akan terus terjadi. Dalam
perkembangan ini, maka kelompok masyarakat yang memiliki spesiali
sasi dalam bidang tertentu, serta secara profesional dapat dipertang
gungjawabkan keahliannya, akan menjadi kelompok yang berpengaruh
di tengah-tengah masyarakatnya; sedangkan mereka yang tidak
memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu akan tergusur oleh persaing
an kehidupan yang semakin ketat. Lewat alasan inilah umat Islam harus
terus ditingkatkan kemampuannya, sehingga menjadi kelompok yang
tangguh dalam bidang sains dan teknologi tertentu serta mampu ber
saing dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, jalur strategis untuk
pengembangan itu adalah jalur pendidikan melalui lembaga-lembaga
yang secara khusus membantu kualitas umat Islam dalam penguasaan
sains dan teknologi, khususnya pada penguasaan teknologi informasi.
Peningkatan kualitas umat Islam tidak sekadar penguasaan sains
dan teknologi, tetapi merupakan usaha membuat transformasi ajaran
Islam ke dalam bidangnya masing-masing. Dengan kata lain, umat Islam
dipacu untuk membuat proses ”Islamisasi” di bidang-bidang atau
disiplin keilmuan yang mereka hadapi setiap hari. Usaha ini merupakan
usaha yang berat dan memakan waktu puluhan bahkan mungkin ratus
an tahun, agar konsep yang dihasilkan mampu bersaing dan dapat
masyarakat. Dunia Barat membutuhkan
diterima oleh segenap lapisan
waktu lima sampai enam abad untuk membangun sains dan teknologi
hingga berkembang seperti sekarang ini. Hal itu berarti bahwa umat
|slam pun akan menempuh rentang waktu yang cukup panjang. Usaha
ini
:*nbegitu lama, karena umat Islam saat ini tidak dapat ha"Y* melaku
langkah ”tambal sulam” terhadap perkembangan sains dan tekno
: yang dewasa ini merupakan produk Barat, dan yang secara jelas
E
demi tPerbedaan dan pertentangan
ini harus membangun akar
kembali budaya E.:
paradigma. keilmu. 3IUI

setahap menurunkannya ke dalam berbagai cabang keilmuan.


I50 Mencari Islam

Penyusunan paradigma baru ini merupakan keharu San, karCna kar


teristik sains dan teknologi itu sendiri
iri adalah ti >

::
tidak bebas nilai. Sains dan teknologi E netral, subj:
dll
-

dominan yang mendas


- - -

dengan E. - ya uat
Dalam membangun sumber d - knilai
3.Il - emb aya manusia i
Sla lu
: E : Membangun Ercakup Pengerti
diri, yang selal ati manusia. Sesuai dengan arti menjiw:
: ::E kebenaran dan : ilmu itu se
-

E : 4:erilmu
bertentan memiliki watak untuk :an :
embela kebe maran yang dimilikin Saha terus me:
juga : E umum.
i melepaskan keyaki
:angWalaupun
sama
ha: Pada
- -

terdapat yakinan ilmiah


- - - :ua, mereka
-

Pa: argumentasi lain yang membuktikan EE Saat


ya. Watak ilmu

secara terus menerus harus digunakan


: : ilmu itu sendiri, :: bukan hanya
: :: masyarakat lainnya, karena E : dan
adalah : terbesar seorang E
- mengenalnya
organ-organ
:
di dE
an Peranannya terhadap masyarakat dengan cara
menggerakkan
memanfaatkan dan
b 8 i dalamnya agar bergerak menuju satu tujuan kebahagiaan
ersama. Seorang intelektual Muslim berusaha mempercepat :
kemajuan masyarakat, sehingga masyarakat tidak perlu : E
tahap yang biasa terjadi dalam perubahan sosial.
r >k xk xk

Pengembangan
formasi ajaran Islam konsep-konsep pada dasarnya adalah upaya tran:
ke dalam berbagai segi kehidupan manusia sesuai
dengan keadaan masyarakat saat itu. Usaha ini tak lain adalah menafsir
kan kembali ajaran Islam ke dalam berbagai problem masya"
modern dan keharusan uma:
Islam untuk membangun kebuday":
-Islam pada hakikatnya adalah prose:
sendiri. Proses
pemasukan transformasi
unsur transendental (wahyu) sebagai pijakan dasar ke :
ajaran
berbagai konseP kebudayaan, seperti sains dan teknologi, :
pendidikan, sosial, dan lain-lain. Pemasukan wahyu : :
dasar dan sekaligus sebagai penyaring berbagai konsep ya: :rjenjang
merupakan konsekuensi penerimaa" terhadap k: : menemp*
menurut tradisi hikmah. Sebagaimana diketahui, tradisi : terting:
kan potensi kenabian dalam menerima." ahyu. sebagai pu: dah da"
kesadaran kemanusiaan, sehingga -

kesadaran kenabian, seperti kesadara


kesadaran kenabian. Kesadara" kenabian Y ang dicapai °

-
Tb. Furqon Sofhani, Antara Serang dan Bandung 151
seperti Nabi Muhammad, menyebabkan belia
u mampu menerima
wahyu dari, Allah yang selanjutnya dijadikan sebagai Pedoman untuk
manu81a- oleh karena itu, wahyu T, yang diperoleh oleh orang yang
telah mencapai kemanusiaan tertinggi - harus dijadikan sebagai hukum
pertama bagi perumusan konsep-konsep berikutnya. Berdasarkan
wahyu inilah semua konsep kebudayaan harus dirumuskan dan dijabar
kan, dan sekaligus sebagai penyaring bagi konsep-konsep kebudayaan
yang saat ini telah berkembang. -

Bagi umat Islam, transformasi ajaran merupakan keharusan karena


sebab-sebab berikut: .
Pertama, Al-Quran dan Al-Sunnah bukanlah suatu konsep tetapi
cenderung berisi kebijakan-kebijakan yang sering bersifat global dan
normatif. Pernyataan global dan normatif sangat membutuhkan konsep
yang merupakan penjabaran dari kebijakan-kebijakan yang ada,
sehingga jelas landasan filosofis dan langkah operasionalnya.
- Kedua,
karena terkaitkebijakan-kebijakan
dengan kondisi sosialNabi terkadang
ekonomi bersifat
masyarakat temporer,
saat itu. Fakta
ini mengharuskan umat Islam untuk menafsirkan kembali ajarannya
setiap kurun waktu dan tempat tertentu, sesuai dengan perubahan
masyarakat. “ . - - -

Ketiga, fleksibilitas hukum Islam itu : E


dapat berkembang dalam waktu dan temP°: “. pun. Fleksibi :
ini ditunjang oleh beberapa prinsip, yait." PE qiyas, jma', “E
hah-mursalah, 'urf, dan prinsip perubahan hukum karena Peru
ITlaSSa - - - - -

Keempat, adanya makna


- -

hakiki- -
yang selalu terkait di setiap
hukum
tidak berubah,
: 4:n. Makna hakiki
dan satu makna hakiki dapat yang bersifat
inilahdicapai dengan
': ap
cara, yang merupakan alternatif ya"8 dapat dipilih sesuai - -- -

dengan keada

an masyarakat.
: keadaan sosial ::
masyarakat -

sendiri yang
- - -

ubah, sehingga menimbulkan pröblem-problem “E. Khalifah


dapat pada zaman Rasulullah dan pengikutnya : lembaruan all

'Umar adalah contoh tokoh yang m: : : semakin


arena bertambah luas wilayah Isla” dan problem -

°mpleks pada masanya. ** ngan berbagai kons°P


an bertentang”
Ean ajaran -
Islam. Banyak uma:
dasar
Islam y
E. -

Eini,
: ini benar, beb°
t1C1d -
nilai, "

a selan
obi *n merasa konsep yang diterimany
• *

kritis terhadap k: -

jektif, sehingga tidak terdapa' lagi sikap at Islam ditantang un°


E tersebut.
lam 8ajukan Dalam
konsep situasi “E
alternatif, yang keliru En hanya E.
i nada hakikatnya
lan
e 3

In “kan umat Islam dari pola pikir Y* : isi kerasu.


“Yelamatkan seluruh umat manu* sesuai
152 Mencari Islam
rahmat bagi seluruh alam semesta. -

yaitu memberikan m alasan ini, *Y* berkeyakinan kuat bahwa prose,


transformasi ajara" Islam dalam menghadapi kehidupan modern
Dengan keena
merupakan keharu” Hal ini tentunya tidak dapat dilakukan oleh
semua umat Islam. tetapi untuk mereka yang memiliki kualitas
memadai untuk melakukan proses transformasi di atas.
yang Dalam melakukan
menyangkut uP*Y* transformasi,
kemamPu" perlu diperhatikan
yang harus dimiliki oleh seoranghal-hal
pe d

baru. Pertama, kemampuan untuk dapat menangkap makna i:


agama, serta kemampuan memahami hakikat di balik kebijakan yang
dilakukandicapai
hendak Rasulullah. : “: yang
denganHal ini menyangkut tuj
E membaca realitas sosial yang dihadapi : ua, ke
-

: :E umat yang paling mendasar pada serta at

yang di
akan digunakan
E melakukan proses transformasi it saat ini
nyangkut metode-metode atau model u sendiri,
• -model yang

Mengingat konseP yang diajukan akan


k -

onsep lain dan akan terkait a: E


-
-

i luar I -
dengan

an k
Usaha pert arena proses Pemaksaan
ie ama yan
ajaran-ajaran :
- - -

Jemahkan
Yang ditan
*tegis harus dilakukan adalah mener
ar Isl
: bukan E k: dalam problem sosial. Akidah
*n sosial. Akidah M:: h E tidak terkait dengan :
*ngan akidah IYla °rlepas dari persoalan sosial tidak
ini, E menuju suatu perubahan,
akat akan tetap berada pada status
syarak: untuk lanya. Keistime -

BilalE. : d NEk: E:
:8an akidah ini, seorang E :
a
jiwanya:

-

.
menan:
: berjuangu
gka "Ya dengan mudah bahkan menggerakkan
t -

:ni bukan E kalimah tawhid. E lain


IIl *rti bahwa : E dasar Islam. E
dll
Eah ya :nganggap : ideologi. Islam jelas bukan ideo
dn

oduk m:“rtabat isi: : hwa Islam sebagai ideologi justru aka"


1n M Ul SG -

m itu sendiri sebagai wahyu dan buka"


“ Wieng, perti
gideolog:: kOmunis
:
In
"gisasikan Isla : kapitalisme, sosialisme, dan la".
-
- - -

8inkan. "asyarakat E. ermakna menggerakkan dan sekaligus


uk bergerak menuju satu tujuan yang di
strategis ked "a yang harus dilakukan adalah melakuka"
Tb. Furqon Sofhani, Antara Serang dan Bandung 158

proses "Islamisasi”. terhadap faktor utama peubah kebudayaan, yait


sains dan teknologi. Ini akan meliputi bidang yang sangat luas :& :
bidang sosial, ekonomi, politik, dan pendidikan. Saya kurang :
dapat dengan strategi pembentukan budaya Islami melalui perjuangan
politik dengan orientasi ”negara Islam”, dan kurang memperhatikan
segi-segi yang lain. Bagi saya, pembentukan budaya dilakukan dengan
membangun komponen-komponen utama pembentuk budaya tersebut,
seperti yang telah saya jelaskan di muka, dan bukan dimulai dengan
pembentukan ”negara Islam”, sementara itu komponen-komponen
penunjangnya belum siap untuk memikulnya.
Usaha ketiga yang strategis dilakukan adalah memperbaiki dan
membangun sistem kelembagaan yang secara khusus dan sungguh
sungguh diarahkan kepada pembinaan um: Islam dan perumusan
konsep-konsep kebudayaan secara keseluruhan. Ada beberapa hal
penting yang harus dilakukan dalam rang: ini. -

Pertama, mulai sedikit demi sedikit memutar haluan strateg'


dakwah, yang semula berorientasi kepada kuantitas, saat ini haru:
menitikberatkan kualitas. Al-Quran mengingatkan bahwa banyak
kelompok kecil dapat mengalahkan kelompok besar, dan itu ber:
kualitas memegang peranan paling penting dalam perubahan E
E apa pun yang pernah terjadi dig dunia tentu digerakkan dan
berkualitas, namu: mereka .
iarahkan oleh sekelompok orang Y°
mampu memanfaatkan : Ekan masyarakat serta :
9rgan yang ada di dalamnya untuk mengubah stat"* : ::
an sistem politik dan kekuasaa: Serta mem: ula sebagai
yang mereka cita-citakan sendiri. Dakwah harus dia: : :
Pemecahan problem sosial-ekonomi masyarakat, En
kekurangan kesempatan kerja, da” ketimpangan pen°E
Kedua,
Peranan yang merupakan usaha
penting, karena memiliki nilai strateg istem
pen:
:Warakat di masa depan, yaitu: (a) Pengua: S

h jangka panjang merupakan faktor :


adap Perubahan masyarakat; (b) Membantu
mpuan da
“ kualitas umat Islam yaitu peningkat:: -

ke tingkat
-

Sains dan teknologi dengan peningkata: p ca I3 -

n teknologi;
-
t.
: tinggi dan membantu riset dalam : al-mal
:1 .

°nsif melakukan
dan pembE
-

sistem b4X ian tidak : 1g


igunakan "
-

:
:
- pembenaha"
dapat E -

seperti untuk kebutuh


-

! e
- "faq, agar dana masyarakat
!. an
“uhan jangka pendek yang kurang °
- kikatnya
:
-

'. konsumsi SCInata.


Usaha Ulm at
mb ntuk
Islam untuk membe
budaya. p: yang
rucian). “... kivah
kiyah (p: Il
y semudian “: kly
1:
e *h usah a melakukan pros°° ttlZ - ". iwa), zkiyah
- al

um :a 'a :(penyucian (E
tazkiyahkelomp9*}:
al-naf k), dan
-
E:
"..han). Pa° Th

ntah -

penyucian masyarakat *
154 Mencari Islarra
berinteraksi dengan umat lain, diiringi dengan
akan
iniIah urnat Islarn -

sikap terbuka dan toleran dalam mencapai kebahagiaan yang dicita


citakan bersama--
:
*

|: -
*
:
ke is : “ . ...a .

SAIFUL MUZANI lahir pada 8 Agustus 1962 di Banten


adalah lulusan Jurusan Akidah dan Filsafat IAIN Jakarta
(1984-1989). Sebelumnya, selama tahun 1981-1985,
pernah menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Univer
sitas Tarumanegara. Di samping itu, pernah mengikuti
Training Penelitian dan Pengembangan Masyarakat,
HP2M, Jakarta (1987) dan Advance-Training HMI Badko
Jawa Barat, Ciputat (1988). Di bidang organisasional
pernah menjadi Sekretaris Umum Lingkaran Studi Indo
nesia (1986-1987), Staf Redaksi majalah berbahasa.
Inggris, Mizan (1988-) dan 'Ulumul-Qur'an (1989-),
staf LSAF (1989-), Koordinator Program Ilmu-Ilmu
Sosial Forum Mahasiswa Ciputat (1989-), dan sejak
tahun 1989 menjadi Asisten Dosen Fakultas Ushuluddin
IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pada tahun 1988.
melakukan penelitian tentang Profil Sosial Ekono:
Mahasiswa dan banyak menulis artikel dan karya-“.
di antaranya ”Ideologi dan Kerja Ilmiah: Memper”,
bangkan Gagasan Islamisasi Ilmu-Ilmu Keman:*
(dimuat dalam buku Refleksi Pemikiran :
Islam: 70 Tahun Prof. Harun Nasution, i:
Ls4:
dan ”Ketegangan Demokratisasi Ekono" :
bangunan Orde Baru” (dalam Dany 2.4. :
lahkan Demokratisasi, Kelompok : di
Jakarta, 1989). saat ini, bersama istri”y* 10! -

Jakarta.
TRANSFORMASI ILMU DAN MASYARAKAT:
OBSESI SEORANG ANAK DESA
Saiful Muzani

Beberapa tahun terakhir ini, saya mulai menyadari betul bahwa


yang saya alami (yang terjadi pada diri saya) merupakan hasil tarik
menarik secara dinamik antara harapan subjektif saya dengan kenyataan
objektif yang saya hadapi. Dan saya menyadari bahwa kenyataan
objektif tersebut tidak sepenuhnya dapat s:Y* kontrol. Akibatnya, apa
yang sudah saya rencanakan dan prediksikan seringkali tidak terjadi
“perti harapan dan prediksi tersebut. Ini merupakan pengalamanya:
hadapi tidaklah bersifat
: tapi justru punya kekuatan, y* ikut mempeng: bahkan
“mbentuk keberadaan diri saya, di samping saya juga ikut mencipta.
kenyataan objektif tersebut. Tarik menarik i". saya kira, yang
In
°nciptakan sejarah hidup saya.

***
tinggal di suatu desa, : :
:
disipl: Banten, saya tidak pernah bermimpi ""tuk : menjadi
masih kecil dan masih • -: ik deng

:ma, filsafat, dan apal: ilmu-ilmu :pa y


tid:*ya adalah menguasai ilmu yang Punya nilai uk mempers°P:
kan:*adari, keti dah disituasika" unt beberapa
: E: Editi E • .
-

IT1 2
kalau
°rakhir ini saya sadari sebag* hal yang
- -

157
:
158 Mencari Islam - io-kultur
elakang sosio-kultur saya
saya letakkan persepsi tersebut : : : di Dunia k:
ketika itu, yakni masyarakat : "E. para kiai, waktu itu masih
Orang-orang tua :
: mencari ilmu : an suatu
kuat eskatologis (guna ilmu lebi d iyakini
dengan suatu P bersifat
kegiatan yang E ang harus dipersiapkan untuk di hari akhirat
sebagai : : : at ilmu sebagai kekuatan untuk memecah.
E ersoalan praktis di dunia ini. Mereka ketika itu masih
E bahwa menuntut ilmu E ritus untuk
di dunia: (other worldly rite), bukan : agianal yang
membuat orang punya kemampuan untuk memec an Persoalan di :

sini. Ketika itu masyarakat pada umumnya masih menganggap buruk


apabila seseorang menuntut imbalan material dari kemampuannya
memecahkan persoalan dengan ilmunya. Ilmu dipandang sangat sakral,
duniawi. Di kalangan masyara-
dan tampak terpisah betul dari kegiatan |
kat berkembang, suatu kepercayaan bahwa setiap langkah dari orang |
yang pergi menuntut ilmu pasti akan dihitung oleh Tuhan sebagai |
ganjaran yang akan ditemukan di hari akhir nanti. Karena itu, semakin :
jauh perjalanan yang harus ditempuh dengan jalan kaki dalam rangka
menuntut ilmu, maka pahalanya akan menjadi lebih banyak lagi, ber
banding lurus dengan banyaknya langkah untuk sampai di tempat
menuntut ilmu, walaupun jelas-jelas ilmu yang dituntut tidak akan
.dapat menyelesaikan persoalan di sini. Para guru saya di Madrasah
Ibtida’iyyah, juga para kiai di Pengajian atau dalam ceramah, sangat
fasih menerangkan tema keutamaan menuntut ilmu, dan ilmu yang |
dimaksud adalah ilmu-ilmu yang merupakan warisan para ulama Islam
: P:um,
adisional”. t
yang banyak dipelajari di pesantren-pesantren |
Untuk memecahkan Persoalan-persoalan praktis, walaupun demiki |
an, masyarakat di desa saya menggunakan "ilmu”. Tapi "ilmu” yang di
:: atau jampé-jampé, dan banyak di antaranya |
: -Quran.
sakit, ia akKalau anggota masyarakat yang ada
3 * dibawa ke seorang kiai untuk dijampe supaya sakitnya
sembuh; kalau mau mulai menanam padi di sawah, mereka biasa minta
: : kiai tentang kapan waktu bertanam yang tepat; dan
untu: : sudah menguning dan siap untuk dipanen, adalah bi:
°mpersembahkan suatu sesajian bagi dewi Sri yang dipercay*
E E dengan masalah pertanian. Untuk itu mereka m:
ar kemenyan dan Potong ayam. Untuk menjaga diri dari se:
|
|
Yang diperoleh dari at mereka sakti, mereka juga menggunakan :
Para kiai, syaikh tarikat tertentu, dan sering:
:

:
dari dukun. Beda dukun dengan kiai adalah: dukun kaya dengan ilm :
ilmu untuk memeC
ahkan persoalan-persoalan praktis secara magl° :
"enguasai ilmu a8ama Islam dengan baik; sementara kiai, di :
Punya ilmu-ilmu
semacam itu, ia juga menguasai ilmu-ilmu *
Saif
ul Muzani, Transformasi Ilmu
-

159
ir membaca kitab kuning, dan -

erSOE: E gan agama


dukun an kiai dibedakan pula atas d
(magi) d
yang mereka dapatkan: : atau asal-usul E:
agama Islam: terutama dari Al-Quran dan hadis : kepada
yang diwariskan oleh para syaikh, seperti syaikh : samping doa-doa
:ementara itu Pa: dukun mendasarkan ilmunya k dul Qadir Jailani;
animis - danmenurut pihak kiai - E epada kepercayaan -

nya dari setan. Begitulah kaitan antara ilmu den : mengambil ilmu
masyarakat ketika saya masih kecil. gan kepentingan praktis

unyaTapi
pandangan E m:
yang mengherankan, saya meli: “: (ayah)
-

dengan itu dia juga mempraktekkan ”ilmu : : II\3

ingat betul bagaimana ayah akan ber-komat-kamit E. :


membaca doa atau man:P: dan kemudian meniup embunembun
saya dan sesekali memercikkan air liurnya ke bagian tubuh saya ketika
saya sakit dengan keyakinan bahwa sakit saya akan sembuh yang ke
mudian tidak pernah lagi dipraktekkannya). Ayah tampak membiarkan
dirinya untuk percaya dengan ”ilmu yang bersifat magis” tersebut
ketika itu, tapi tidak menghendaki hal itu terjadi dalam diri anak-anak
nya. Karena itu, ayah menuntut anaknya untuk dapat melihat kaitan
ilmu (pengetahuan ilmiah) dengan kepentingan praktis. Jenis ilmunya
berbeda, yang pertama ilmu sebagai magi, sement: Y: kedua ilmu
sebagai pengetahuan ilmiah yang dikenal oleh kita sekarang ini di
universitas-universitas atau sekolah-sekolah. Tapi keduanya, bagi ayah,
yang sama: yakni memecahkan persoalan
tampaknyapraktis.
persoalan punyaKarena
tujuanitu, ketika ilmu yang bersifat magisis ditinggal.
ditinggal -

kan, ia pun menuntut agar ilmu sebagai pengetahuan ilmiah mengganti:


kan peran magi sebagai cara untuk memecahkan Pe:P
alan-persoalan
praktis. Ayah
membantu menghendaki
memperbaiki putra-putrinya
kehidupan ekon°:menuntu: :: :
Secara : d :
ayah sebenarnya berada dalam masa tra: i budaya, dari buday
: ontologis ke budaya fungsional dengan
eknik sebagai pen erak utamany*
k BE: anggota masyarakat lain pada : - - da um

*eluarga
"daya ini.ayah termasuk
Anggota merekaY*
masyarakat yang." Sam
lain, : tas dalam kehidupan
: mempraktekkan ilmu ya: bersifat ma: I 3.
ereka Esampai pal sekara":
se : dul
“ saya di desa terhadap kesaktian s:doa deng
- - - -

E itu dengan setia mereka menga: alka memecahka" persoalan


Ul

Eberkah
ls mereka.
dari syaikh hing8° m keluar:a ayah, -

mbu
ari :enih ”modernisasi” itu : ibu sebag*
asil interaksi keluarga *Y
160 Mencari Isla"
masyarakat desa
seorang yang
E rakat urbanukuran
untuk (Jakarta).
E ke Jakarta, terutama E
desa Kakek saya banyak
saya, dan adalah
berdagang.
CITIa - - ang tin
E E punya rumah; dan anak anaknya banya Yang tinggal
di J akarta, 3
mengenyam pendidikan modern. Dari situ benih moderni
* Pemahaman ke.

itu :kalaupun didorongnya


untuk menuntut ilmu agama Islam, hal; dan
ekonomi, misaln
madrasah 'AliyyahYad dengan
di menyekolahkan tidak lepas dari motif

a banyak barang-barang industri : i:


- dibutuhkan
- 9 leh
ayah untu:
* terutama
menjual barang-barang para elit tersebut.
dagangannya E.
ini, sebabMu lum begitu
ia pa:bar:
Pedagang :upa di desa waktu itu; dan, kalaup ak dari mereka V uf
mampu bersaing, sehingga sebagai akibatnya : menjadi E
berdagang hanya sebagai kaki tangan ayah, : monopolistik
“g-barang. Waktu itu ayah menjadi pedagang
tingkat desa saya. t membantu.
kita u:
kali k'
-
“agang adalah suatu cara yang : berat, Eps' : kit
menjadi cepat kaya. Tapi tantangannya ah bercerita
"elalaikan waktu sembahyang,” demikian ay
Saiful Muzani, Transformasi Ilmu 16
I
an
ak-anaknya pada suatu hari. Susah logika sa a
-

bagaimana ayah meninggalkan usahanya sebagai


engan alasan hanya karena berdagang banyak
E: - Sukses
: Dan saya belum pernah t: :E waktu
nai hal ini dengannya. Tapi, apa pun alasannya, berdagan E G

perkuat basis keluarga saya, dan memungkinkan ayah : b Inem


di sektor
ayah pertanian
beralih dalam skala
ke Pertanian. yangdengan
Ayah, luas untuk
basis uku: yangsa::
ekon:desa etika

itu, mampu membeli tanah dalam ukuran yang cukup EE


dengan tanah Ega
saya. Dengan yang cukup
bertani, ayah luas untuk
lebih banyak tinguku:CSal
- gal di rumah hin -

mungkinkan berperan konvergen dalam masyarakat: sebagai :


kiai, guru, dan pengurus yayasan Pendidikan. Dua hari dalam seminggi
ayah dapat mengajar di madrasah, dan hari-hari lainnya ia habiskan dari
matahari terbit hingga tenggelam untuk bekerja di kebun atau di sawah
bersama sejumlah pegawainya. Dan di malam hari, sebelum istirahat,
ayah mengajar ngaji (Al-Quran dan kitab kuning) serta kadang-kadang
berceramah untuk pengajian tingkat desa dan kecamatan di samping
melakukan nalek (membaca kitab-kitab kuning sendirian).
Berhasil di bidang pertanian, ayah dikenal sebagai kiai yang kaya
untuk ukuran desa saya. Ketika itu, sebelum ada anggota masyarakat
yang mampu membeli sepeda motor, ayah sudah menggunakannya
untuk pergi ke kebun; sebelum ada petani yang naik Toyota Hard-Top,
ayah sudah menggunakannya untuk mengontrol sawahnya yang ber
jarak sekitar 20 km dari rumah. Hampir semua penduduk masih meng
gunakan lampu dari minyak tanah, tapi ayah sudah menggun:
8°nerator diesel sebagai sumber penerang (listrik). Ketika itu saya :
merasakan bahwa keadaan ini merupakan fenomena sosial ::
gis, dan menerimanya di hati dengan bahagia dan “P ““
*edikit pun. i vang ulet
Masyarakat bilang bahwa ayah adalah seorang
dan dikenal sebagai petani bertangan tebal, karena amp
hari
p : T1
::
Engayunkan cangkui dan arit di ladang: di sawah. Ada semat
-
-

le ucon dal :

la akan demam;
-

-
: sudah
am masvarakat. ”kalau
menyatuay betul dengan kebunny a.” Adakah
menjadi petan"i 1lulet seperti
- --

Eh virus tertentu yang E


3
: Baru sekarang sa:
bjek yang menarik untuk diteliti
l

Je saya, keuletan
secara mendalam. Tapi bagaimanapu".
dan ketekunan ayah tersebut tet
me: E
bukan bera:
: saja ayah punya sejarah sos:
la:urunan orang kaya di desanya.
3.
tuk desa *
*yah y g -
t di) m kan kea
ll untuk menjadi kaya -

di bidang per Ini merup*


-

8arapan milik keluarga “


ota masyarakat di desa saya. Sa
erja yang ulet, pekerja keras, : a
E:
Ul mengangkat derajat
Enusiawi, karena m:P: erja unt
kondisi hidup ya: : ada dasarnya adalah akibat mereka ti :
kelas sosial lain: Dan e:anian, yakni tanah garapan sendiri. Keada:
duksi .p: ipandang 9leh ayah dan masyarakat Pada
punya alat produ:”
seperti ini dip :u hal yang normal. Mereka meman
masyarakat. ebagai su
umumnya di : : kelas atas yang terdiri atas segelinti
- -

Edominasi basi* kehidupan masyarakat secara ke


memandang Wa)* adanya gap yang begitu
arakat
- arakat. Mereka perc*Y a bahwa, dalam masyarakat
menganga dalam
dalah suatu m*Y adanya kelas
keharusan atas y ang kaya dan adanya kelas
las ata:
: yang miskin, sebab dengan demikian akan saling menyempurna.
kan dan membuat masyarakat harmonis. Mereka, baik dari kelas bawah
ataupun kelas atas, tidak melihat bahwa hubungan yang tidak sejajar
(asimetrik) di antara mereka akan menyempurnakan keadaan mereka
untuk tetap berada dalam kelasnya: yang kaya tetap kaya dan yang
miskin tetap miskin. Pada suatu hari ayah pernah mengatakan, "Semua
kekayaan yang kita miliki ini adalah titipan dari Allah; Allah telah
memberi kepercayaan kepada kita; ini suatu bukti bahwasanya Dia
mngasihi kita. Karena itu kita harus bersyukur atas kepercayaan yang
telah diberikan-Nya.” Ketika itu saya melihat sifat pengasih
penyayang Tuhan. Tapi sekarang saya bertanya: mengapa Tuhan mem:
berikan kepercayaan kepada keluarga saya, tapi tidak kepada keluar:
yang lain? Mengapa mengasihi keluarga saya tapi tidak mengasihi
keluarga yang lain? Sekarang saya percaya bahwa jika keluarga *
: dan yang lain menderita, maka itu tidak ada sangkut Pau!"
: sifat Allah yang pengasih dan penyayang; tapi merupakan cipta:
Eb: taan
Allah dala
masyarakat, dan karena itu ia lebih karena al*
kalaupun ayah menggunakan ajaran agama dan nama
all

- am konteks itu, ayah tidak m dari keyakinan ya":


diungkapkannya itu lebih enyadari bahwa key:
: id
suatu "de merupakan
untuk membenarkan d kesadaran palsu, suatu *:
- tatusy

*ial yang telah diraih an, dan sekaligus mempertahankan * 8


*ungguhnya dari AE bukan didasarkan atas pengetahua" :
beri atau mengganjar se Saya percaya Allah Yang Mahadil akan m° 3.

k Ayah sadar bahwa : orang sesuai dengan kerja atau “: isah:


E : E. dapat di:
E ha‘: ayah pernah b ekonomi yang diraihnya. Kare* ':
: kiai yang dis: ?erargumen: "Omong kosong ka":u
E
menjadi Eyarakat
duPemberian kalau:ehidupan kE.
ki - d kan O - - ali

:
k u haru yang Eg
rp ngaruh, kamu harus menjadi o: :
ilmu
“mberi makan orang van menun" dan
minta. I orang yang Enya,
tu baru kiai yang sesung8"
Saiful Muzani, Transformasi Ilmu 16
3

erpengaruh
kamudalam masyarakat. Bicara apa
miskin." Pun kamu tidak akan
-

lah menentukan diri saya untuk lahi


b: ::
ial-ekonomi tinggi untuk ukuran
i:
11
di dalam status tersebut. Saya E telah
iah
SU.
iarah,
sejaran, sebab t anpa h
harus b
bekerj
: Eesa saya sebagai ana: likenal oleh
masyaraka: - kaya. Dan saya menikmati betul
status ini. ketika saya kecil dan sampai tamat SMA, saya tidak mampu
melihat ada yang salah dalam masyarakat saya. Saya diterima :
kat dengan segala hormat, dan sama sekali tidak paham mengapa para
kiai bersama dengan sejumlah tentara menginterograsi segerombolan
bapak-bapak dan ibu-ibu yang pada waktu itu disebut PKI. Itu terjadi
di dapur saya, dan baru beberapa tahun terakhir ini saya sadar bahwa
mereka aktif untuk mempertanyakan status sosial yang telah dicapai
orang-orang seperti ayah saya beserta saya sendiri. Dan baru sekarang
saya sadar bahwa kiai dapat berkolaborasi dengan tentara untuk mem
pertahankan status quo. Itu berlangsung di sekitar awal tahun 1966,
:aktu umur saya menginjak lima tahun, suatu umur yang terlalu hijau
untuk mampu menangkap fenomena ekonomi-politik. Ketika itu saya
belum mampu menangkap adanya se: Y: ganjil dalam masyara
kat. Ketikadanteman-teman
kadarnya, kecil sayapluruk
harus mengkonsumsi harus (sejenis
mengenakan pakaian
makanan ala.
yang me
rupakan campuran antara nasi dan jagung) tanpa lauk-pauk, saya tetap
hidup secara wajar dengan makanan dan pakaian y* layak. Kondisi
hidup saya tidak ada yang berubah; walaupun masyara: pada umum:
nya sedang menghadapi perubahan yang menyangkut hidup-mati
mereka karena pengaruh konflik politik tingkat atas, sementara rakyat

kecil tetap yang menjadi kurbannY*


>k k k

Dengan basis ekonomi keluarga yang -kakak


layak, saya da: kakak-ka
- 3.Il

... :
normal pula. diTidak :
tingkat kecerdasan yang
lewatkan
sejak SD dan SMP yang saya: tingkat
amatan say°:
-
-

tahun ke tahun saya terus menjadi sis": teladan. ert


status sebagai siswa teladan tid lagi dapat :ain
saya masuk di SMA Jakarta :"P: saya : ang relatif E
Pelajar lain yang berlatar belakang kelas : : dapat tumbuh m:
malah lebih tinggi daripada *: sehingg:uk bersa: E
jadi anak-anak yang cerdas dan lebih : terbaik Entuk ting°
begitu, saya tetap :asuk dala" SC
saya,
g sosial-ek9°
Karena latar belaka" ampu
masyarakat desa saya, *Y
uIl kami tidak masuk ke d
---ri auP: Tapi untuk uku }
:
mpai tama: di P:
sudah c:
e. Mene” ver rgurua: :tanah *.
di: dalam bidang pen: S : ang
:
:

: :, : :da di ia:ta anggota masyarakat an:


a, t

: dibanding enge:dah merdeka hampir seten


apalagi : mamp" :ula: sejarah :
- -

AIl akibat ankan statusnya sebagai elit de:


: E En
ä.
but terja
terubagaimana aku:
a!
I} m iadi.

tanpa : keluarga E : ada. status


-

gan kesadar
E :cukup kua
:ng vall
kelak dapat cukup E saya
lah dialekti : u'hari ayah E E bahwa
- 1 -

agama itu EE menuntut ilmu : erbaiki kondisi E


itu yang Pen: E dapat terus me"P Omi
tukar tinggi .
ersepsikan hubungan positi
*:, begitu kuatnya ayah E
-

E pendidikan dengan P:
E E:
ka tidak heran yaitu
-

an:
pendidikan sanga dariharfiah.
a secara aspek ekonomi,
Misalnya,mak:
ketikatidak
sayaheran
tamatkalau
Ibti.
hal itupendidikan tingkat ini ITICnurut ayah
dijabarkanny 3. dari
4: idikan agam
:E didorong untuk masuk Sekolah Menengah
Ekonomi Pertama (SMEP), dengan harapan saya. akan mempunyai
pengetahuan yang memadai untuk bekal saya nanti memperkaya diri.
Tapi baru satu tahun, SMEP dihapuskan. Kemudian ayah menganjurkan
untuk pindah ke SMP dengan pertimbangan saya dapat masuk ke SMEA
kelak (jadi masih melihat secara harfiah hubungan antara jenis pendidik.
an dengan perbaikan kondisi ekonomi), dan kemudian masuk ke fakul.
ta: ekonomi ketika kuliah. Tamat dari SMP, saya sudah punya penge.
tahuan yang memadai tentang jenis sekolah apa yang punya nilai tukar
Einggi sehingga saya dapat menjelaskan kepada ayah bahwa SMAjauh f
lebih : masa-depan dibanding SMEA, kalau dilihat dari kacamata
:
pasar. Sebab dari SMA,” Saya meyakinkan ayah, ”Saya dapat masuk :
kuliah jurusan apa sai y p- - 3 :h :
*Pa saja, apalagi kalau. jurusannya
b erada dalam lingkara IPA.” Karena masih
*°ara ekonomi, tent Il : ayah yang melihat y
nilai pendidik
- - - -

dengan Di mudah
SMAEggapi secara positi:
PE* untuk mata pelajaran IPA, dan karena it"
-

masih diba - * jurusan ini. ketika di SMA pikiran :


nomi. -

untuk E. Saya menerjemahka


ekonomi. Ketika saya kedokteran atau teknik. fakult
- y "enjelaskan hal ini kepada ayah, bukan
dengan spon"
:
:

Saiful Muzani, Transformasi Ilmu 165

ia memberikan r:Pon positif. Saya bermimpi untuk menjadi dokter


karena di SMA saya cukup baik untuk mata
atau insinyur ketika itu,
pelajaran komponen jurusan (IPA), di samping terus dibayangi harapan
di atas.
kelas II SMA, saya dipaksa untuk mengambil kursus bahasa
-

ayah Ketika
Inggris, sebab tanpa penguasaan yang memadai dalam bahasa ini, sulit
bagi saya untuk berprestasi kelak ketika kuliah, mengingat buku-buku
di perguruan tinggi sebagian besar dalam bahasa Inggris. Saya jalani
kursus ini sampai masa akhir saya di SMA.
*k xk k

Teman saya paling pandai dalam bahasa Inggris adalah seorang


siswa keturunan Tionghoa. Tidak saja pintar, anak ini juga sangat rajin,
ulet, sopan dan ramah. Yang bersifat begini tidak hanya dia, tapi
hampir seluruh teman-teman saya yang keturunan Tionghoa. Karena
itu, ketika saya SMA, saya lebih suka bergaul dengan teman-teman
keturunan Tionghoa ketimbang teman-teman pribumi. Teman
Tionghoaku yang pintar dan rajin itu kemudian menjadi teman kursus
bahasa Inggris saya, dan kemudian menjadi teman terbaik saya ketika
di SMA.
Dalam kursus, saya diajar oleh seorang guru bulè, native speaker.
Guru ini sangat baik, dan tidak dapat berbahasa Indonesia. Ini saya
manfaatkan untuk memaksakan diri saya berbicara dalam bahasa Inggris
terus, apalagi dia sangat terbuka, dan akan menyambut dengan senang
hati kalau saya datang ke tempatnya untuk berdialog. Hubungan saya
dengan guru bulè ini sangat menyenangkan.
Lama kelamaan, saya, teman Tionghoa, dan guru bulè tersebut
berhubungan dengan status sebagai teman. Kami berteman begitu
akrabnya, walaupun kami punya latar belakang budaya (agama) yang
berbeda: saya beragama Islam desa yang cukup fanatik karena dibesar
kan dalam keluarga kiai dan pendidikan agama saya begitu sempit,
sementara itu teman Tionghoaku beragama Budha, dan teman bulé-ku
beragama Kristen.
Dengan latar belakang pendidikan agama yang sempit, dan dibesar
kan dalam keluarga kiai desa, ketika itu saya percaya betul bahwa
hanya orang yang beragama Islamlah yang punya hak untuk mendapat
kasih sayang Tuhan, dan hanya yang beragama Islam seperti saya inilah
yang punya peluang untuk mendapatkan keselamatan, atau masuk surga
“elah saya mati nanti. Orang yang menganut agama lain, baik amal
Perbuatan apa pun dan cinta kasih apa pun yang mereka lakukan dan
:"judkan dalam kehidupan di dunia ini pasti akan masuk neraka.
: ada saya,n bagaima
:tema saya yang Budha
napun rasa Kristen
dankasih sayang sesama napun
itu, bagaima baik:
manusl° telah
reka tunjukkan, tidak akan ada artinya di hadapan Tuhan ta"P “
166 Mencar Islam m dua kalimah syahada
•. •

lebih
terima dahulu
erima s°3 ": uC :: : me
lain, sert° mey 3lIl Il:

rukun Islam
merek
yang
3 E Yang :lan
E ni:laEka h rasa Imle
Ek kecil. Keyakina:
a, tapi tumbu
-

benci terha ap y n: :
di:
untuk me" - ereka
ukkan Eoalan
ma: E agama
3t
du 3.
te
ter:
:jem :
Kedua6:e dalam Eya tersebut
tema”dialog tampaknya
say°. dengan kedua teman E:d uas -
a: “
tem ahk:“l
al ke
perbedaan
beberapa tEn di antara
agamaterakhir :saya
saja.dengan
Merekamereka
tidak Ini bar
: all : Saya
agama dengan cara mengkonfront begitu
b : yang lainnya. Mereka berpandangan bah asikan an rtarik Eda:
, dan mengajarkan kebaikan.
ensi Dengan P : : ag Etg
dIAClan
-

: tidak melihat urg untuk masuk Islam. : ::


Mereka:
a Ilain,, k
eratan disebut Islam ataupun penganut agama Kare tidak :
yang melihat :gan agama
kedua mengajarkan
teman saya kini. sebaikama panda, “
S IY. Sayd °ngan
mereka yan - - aya t ti
:Emenerima Pan
k3.I Ilarus masukbahwa
Islam Islam
kalau adalah
tidak tap
yang t erbai
e
b
dak
mangat - al
asuk n: dan
pitaka
kelak. (Kitab Suci gama Budha, di : memb aka
ten). Untuk
Ini ti rle
- yakinkan
ci Budha)
-

dan Al-Ki -

, di sampun aca b
lain mencari
: ni tidak landasan
lain untuk \l-Kitab (Bibl g saya
E kelemahan e, Kitab S membac uku-buku
oktrin teologi Isl ari Kitab Suci di satu bi UCI aga i. d

. : : saya. ci mereka u Pihak, dan : Kris


.m. Tapi
E: ntuk i nik:
:
E sa: :
Budha, sayauntuk :saya membaca sejarah
kesimpula sej Sidh me: kan
upan yang dit
empuhnya. E E Saya Ea E
iteladani hid n bahwa arta G
d
a adalah 3.I ut oran.

-
kesadaran untuk mempertanyak
pE E 3 g me
-

al - -

- - yakan
:
Muzani, Tran
Saiful -

ju 3. ajaran atau kisah-kisah dalam Perjanji *fermasi ilmu 167

den
Edoktrin dalam dipe:E:
Kristologi yang Kristen umat
gan
do rang- Semua hasil bacaan saya yang berkaitan : -

sek:
: juga
a angkat
merupakan tema b:
sebagai guru E.
diskusi atau dialog
:dengan dia n:
Tapi E bulè s aya
menanggapi
Eah :in um-senyum dalam
saja, tampak tidakWE
Kristologi. bergair : rbicara -

ten “Ek membaca dan mendalami Kristologi semakin E

untuk mendalami Kristologi semakin ku


-

: para misionaris Kristen E E: Hari


-

e ketika saya mau memasuki kuliah di Fakultas Kedokteran Univer


JETarumanagara: setelah sebelumnya tidak diterima di Fakultas
sitas kteran UI. Pertemuan dengan para misionaris ini barangkali suatu
lan saja, kalau memang Tuhan tidak menghendakinya demikian.
edo
*: : Emat SMA, dan gagal masuk ke UI, saya dan teman Tiong
: sama-sama masuk Universitas Tarumanagara. Tapi teman saya
hoa say bil Jurusan Accounting. Walaupun berbeda fakultas, per
men tan saya dengan dia terus berjalan, dan setelah kuliah pun teman
: masih meneruskan kursus bahasa Inggrisnya. Kali ini ia
: di Adventist English Conversation School, yang guru-guru
men Eh para misionaris Kristen
Advent dari Amerika. Lewat teman
nya a oa inilah saya berkenalan dengan para misionaris tersebut.
t": dapat diduga, para misionaris ini adalah mereka yang ber
andangan fanatik keyakinannya. Tidak mungkin mereka
dengan
: ke sini jauh-jauh dari Amerika dengan tugas sebagai misionaris
kalau mereka tidak fanatik. Mereka datang ke sini untuk mencari
domba-domba yang hilang, yakni orang-orang yang belum masuk

k:. misionaris tersebut relatif masih muda-muda. Dan tidak


semua mereka berasal dari sekolah Seminari sehingga tidak semuanya
fasih dengan Kristologi. Tapi secara keseluruhan mereka ramah-ramah
dan terlihat menyukai setiap kehadiran saya. Mungkin ini suatu kepura
puraan. Tapi apa pun motifnya, saya merasakan kehangatan mereka.
Saya ini
misionaris menyediakan waktu kesibukan
di tengah-tengah khusus untuk
saya berdiskusi dengan
dengan kuliah Para
di fakul
tas. Secara rutin, setiap malam Sabtu saya datang ke Gereja Advent, di
Jalan Tamrin, untuk sama-sama mendengarkan ceramah mereka.
Setelah itu, saya sebagai orang Islam dan sebagai non-bule, menjadi
*tu-satunya mitra diskusi mereka di sekitar masalah Kristologi. Saya
:: berhadapan dengan sejumlah misionaris Kristen untuk
setiapE : perbandingan doktrin-doktrin Islam dan Kristen. Dan
*n mereka : saya lewatkan juga dengan diskusi serupa di kediam
dis
kusi, tapiHubungan
di saya dengan mereka tidak terbatas hanya di meja
tapi di luar itu juga saya merasakan kehangatan dan kebaikan
- - -
-
|
i Islar. etul dalam kehidupan sehari-h rrl
.168 Mencar: ibat b
meras” terli g adventish yang ng taat,
- da
dI) mereka :
-

mereka. Say g::


-oran
berat. rnah menyatakan kepada

: mereka
baik kepada saya, dan bagai:
tu k
da su“Ereka ber
ba, h a it . ''.

bag E
rsikap berada E semua membenarkan E :: P

isayang: dan mereka sepakat untuk mem ya -u

'E) yang menghalangi persau:


dengan harapan dapat membuka hati :
- aran. Ketika itu saya percaya bahwa :da
terbuka E : :at-ayat :
:disandar kan pa etod
dan diri saya seIl
- .+
-
-

e -
d.
-
-

- : perbandingan. t: : yakni :
diguna:
Etis Eerhadap
dan logis (ke doktrin pokok ayat-ay
dari kedua agama :ab :
ini (Islam:
Kristen). .
Untuk kepentingan disiskusi
ll aupun saya
tersebut, banyak
Perjanjian membaca
Baru, di Al
Kitab (Bible) baiikb Perjanjian
-

:ahLama mauP teologi Kristen. Apa


pemikiran Eampin:
Yang say: - - - -

juga banyak mem "E untuk mencari kebenaran Islam di dalamnya


lakukan, semuanya tahkan dasar teologi mereka (doktrin Trinita,
dan sekaligus mema Yesus sebagai anak Tuhan, dan te:
-

dosa warisan, Kematian Kristus, Yesus. en - 3

-ayat dan
Keselamatan) dengan ayat-ayat dari Kitab Suci mereka serta
latif si hasi: udi
dari kalangan teolog mereka sendiri. Dalam waktu relatif singkat, saya
merasa pengetahuan Kristologi saya sudah berada di atas rata-rata para
misionaris yang masih muda-muda itu. Karena begitu banyaknya saya
membaca Kristologi, saya merasa pengetahuan saya tentang Kristologi
waktu itu jauh lebih baik ketimbang pengetahuan saya tentang Islam,
walaupun yang terakhir ini telah saya kenal sejak kecil. Walaupun
begitu, saya juga banyak mendalami Islam, terutama yang berkaitan
dengan teologi. Dan ini tidak lain kecuali untuk kepentingan diskusi
“:adaan ini bersamaan dengan tah: kedua saya di fakultas.

Walau UIl - -

tema: AEologi V:g menjadi fokus diskusi saya deng"


teologis agama-a vent, tapi diskusi seringkali menyebar ke pandan:*
- "endorong : lain, terutama Hindu dan Budha. Ini kemudia:
W
- - Saiful Muzani, Transformasi Ilmu
- - 169
3 ag 3 - e - - y. -

Ilasi
-

oleh per

Kai alaran - Ill er


-

- pen f
- terutama epistemologi dan metafisika I - b -

kt elamP aui wilayah teologi. Tema-tema teologis


- -
Yang mendo
rong
: untuk masuk jauh ke dalam wilayah filsafat adalah m: ”ke
saya Edari setiap pernyataan dari doktrin kedua agama tersebut
be:an Kristen). Masuk ke dunia filsafat karena tuntutan untuk
di: distingsi : Eang benar" dan "yang :
mepil 2l
"pengetahuan” dan ”kepercayaan”. * .

a!!
:a. atesis-tesis yang harus diuji itu berkaitan dengan per
melihat bahwa teori kebenaran yang d: :
-

teolog tidak akan banyak membantu. Maka seketika itu pula saya ber
en:dan menjadi gandrung dengan teori kebenaran dari kaum rasio
-
lis (teori koherensi). Ini secara tidak langsung membuat saya
dengan rasionalisme dan idealisme secara keseluruhan. Pada
ini saya akrab sekali dengan Parmenedes, Socrates, Plato, Des
tahapKant dan Hegel. Tapi, bagaimanapun, semua ini saya pelajari
kepentingan teologis. Jadi filsafat digunakan dan ditundukkan
y - - - - -

unt kepentingan teologi. Dan hasil akhirnya adalah pemikiran yang


: skolastik Abad Pertengahan.
ber alah ”kebenaran”, yang memaksa saya masuk ke
duniaDifilsafat
samping ma: masalah ”kematian”. Yang menyadarkan saya
adalah 9, : , - , ,

an persoalan ini adalah suatu tesis dari teman Advent saya, yang
: pada doktrin dari Santo Paulus yang menyatakan: ”upah
dari dosa adalah kematian.” Teman Advent saya menjelaskan bahwa
akibat dari pelanggaran Adam dan Hawa adalah keterpisahan manusia
dari persekutuannya dengan Tuhan di taman Firdaus. Keterpisahan ini
membuat manusia terlempar ke dunia yang fana ini, dan ketika mulai
terlempar itulah manusia masuk ke dalam proses kematian. Kalau
dikatakan bahwa pelanggaran Adam dan Hawa tadi sebagai dosa, maka
masuknya kita ke dalam ”lorong" kematian dapat dikatakan sebagai
buah atau akibat dari dosa. Dari sini teman Advent saya menggenerali
sasi bahwa dunia ini adalah kematian, dan karena itu segala yang datang
ke dunia ini berarti masuk ke dalam lorong kematian tersebut.
Menurut doktrin yang dianut oleh teman Advent saya ini, tidak
ada manusia di dunia ini, atas dasar upayanya sendiri, yang mampu
“luar dari lorong kematian tersebut. Manusia di dunia ini pasti mati.
:: sendiri manusia tidak akan mampu kembali ber
E. : Tuhan. Untuk itu, Tuhan, karena kasih sayang-Nya,
yang E ini lewat Kristus untuk membebaskan manusia dari dosa
“ya dengan E dan kemudian membangun kembali persekutuan
angun E an. Kemampuan dan cinta kasih Tuhan untuk mem
*monstra: : Persekutuan dengan-Nya yang telah rusak dulu, ”di
“ oleh Kristus lewat kemampuannya mengalahkan

-
170 Mencari Islam
kematian. Ayat-ayat
sahkan bahwa Kristusterakhir dari keempa'
mati karena Injil Perjanjian
disal°. kemudian Baru mengi.
dikuburkan
setelah tiga hari kemudian ia bang: kembali (hidup). Ini se:
rupakan kisah yang dijadikan dasa: bahw a Kristus mampu mengalahk
- - 6.

maut. Mampu mengalahkan maut *: kematian berarti mampu men


lahkan dosa. Karena itu, kemati" dan dosa terhadapnya tidak bE
lagi. Ia kekal,
bersekutu hidup
dengan untuk selam* Hidup untuk selamanya be:l
Tuhan.
inan seperti itu, maka barangsiapa yang ma
Dengan
hidup, mampudasar keyak
mengalahkan kematian, ia harus bersekutu
-
i:
tian tersebut. Karena E
Kristus yang mampu mengalahkan kem° kutu dengan Kristus berar:S -

bersekutu dengan Tuhan, kita yang bers° - arti


bersekutu dengan Tuhan; kita berada dalam kehidupan dan keabadian
Sebaliknya, barangsiapa yang tidak beriman kepada Kristus sebagai jun,
selamat, yang telah mamP" mengalahkan kematian, maka dipercayai
akan tetap dalam kematian. Saya yang no: n-Kristen, menurut teman -

Advent tersebut, berada dalam kematian! Kesimpulan itu membuat


saya terkejut, tapi sekaligu: tambah bergairah untuk terlibat dengan
ersoalan tersebut. Saya terkejut karena selama ini saya percaya bahwa
saya hidup. Saya belum mengerti apa yang teman Advent saya itu
maksudkan dengan pernyataan bahwa say** karena tidak menerima
Kristus sebagai juru selamat. Ini mendorong saya untuk mencari pen
jelasan sesungguhnya tentang makna pernyataan tersebut.
Semua itu mendorong saya untuk berpetualang secara lebih i
lagi di dalam filsafat. Dan saya mencari landasan-landasan :
untuk membuktikan bahwa tidaklah benar kalau saya dianggap mati
: : itu dari filsafat Timur, sampai Eksistensialisme
agama yang saya imani.
an Strukturalisme, ping dari pandangan
di samping pand Islam sendiri sebagai - - -- *

Pembahasan
kematian, secara
dan dunia yangmendalam
fana ini :: hubungan -
antara dosa,
tasawuf (sufisme). Tapi ketika sa ab m islam, saya temukan dalam
wuf, seketika itu pula saya i: : t membaca buku-buku tasa

sedikit merasakan bagaimana E , dan dapat membayangkan seria


Saya menjadi sangat gand ahnya perjalanan spiritual para sufi.
Bustami, dan banyak : : dengan Ibn Arabi, Abu Yazid Al
bahwa pengalaman E. : Al-Hallaj, walaupun saya sadar
nimbulkan kemarahan : : mereka ungkapkan telah banyak me
yang menganggap ungka : ulama besar termasuk Ibn Taimiyah,
dari doktrin Islam, dan E para sufi tersebut telah keluar
umat, Ibn Taimiyah baran E menyesatkan. Demi kemaslahatan
lebih bersifat sosiologis : benar. Tapi kalau begitu, persoalannya
budaya masyarakat. : berubah sesuai dengan perubahan
E dalam arti telah keluar Eh menganggap mereka telah
endaki, saya harus m: seperti yang betul-betul Allah
ahwa Ibn Taimiyah telah jatuh ke
Saiful Muzani, Tran,
formasi 4.

wkesombongan b:gama:, seolah-olah dia 'Ilmu 171


d :, mau, dan E Allah segara keselu: *pa ke
nya hak untuk
menilai semua sufi *gung tersebut Ya Allah
yan: ian segera dibutuhkan untuk menja ut, kecuali
p : hati umat. Ini pun bukan alasan final,
: yang ada di hati umat itu persis sama:
y
oleh: saya terhadap tasawuf, teruta
ma riwayat hidup dan ajaran
Hallaj, telah membuka hati saya untuk memahami ne:
: hidup Kristus. Pemahaman yang pesimistis : :
manusia dari Kristologi seperti yang dipahami ol: teman Advent dn

Engat mirip atau hampir sama dengan persepsi “:


umumnya par
tentang manusia dan dunia ini. Para sufi adalah orang-orang y: :
saja bersahaja, tapi juga sangat peka terhadap situasi dan E. li
kungannya. Merekadan
diri dari rutinitas adalah manusia
tekanan yang mampu
lingkungan. ment:
Hal itu juga terjadi d I

Kristus. Pada masanya, Kristus merupakan tokoh terdepan yang : :


terangan menentang penguasa dan elit masyarakat yang korup. Di8
- - -

punya keprihatinan luar biasa


-

terhadap anggota m: :
dan tertindas. Semua sikap dan Perjuangan semacam ini dapat ditemu
kan pada hampir semua para nabi dan rasul yang lain.
Pengan memahami sejarah hidup dan ajaran Kristus serta Inem
bandingkannya dengan ajaran dan pengalaman Spiritual para sufi besar,
Kristus bagi saya merupakan tokoh yang telah ikut membantu lahirnya
rasa Prihatin terhadap lingkungan, ikut menumbuhkan kepekaan hati
*ya terhadap keadaan orang-orang yang lemah dan tertindas di sekeli.
ling saya. Kristus telah ikut mendorong saya untuk menggali ”jati-diri”
*ya, yakni memunculkan sifat-sifat ilahiah yang ada dalam diri saya,
“Perti yang juga ada di dalam hati setiap manusia. Kristus dan Al
*lai telah membuka hati saya agar menjadi seperti mereka, menjadi
:Perti mereka berarti menjadi seperti Tuhan, bukannya mensubor.
dinasikan diri saya ke dalam kebesaran Kristus atau menjadi hamba
Ramba Kristus; dan bukan pula menjadi hamba-hamba Tuhan melain
:enjadi seperti Tuhan. Menjadi seperti Tuhan berarti berkeinginan,
berpikir, dan bertindak seperti Allah. Saya tidak mengenal Zat Allah,
hanya nama-nama-Nya, seperti Mahaadil, Mahabaik, Mahakasih, dan
*rusnya. Semua nama-nama inilah yang harus menjadi pusat orientasi
Ekan seperti
saya kalau
menjadi
saya mau menjadi seperti Allah. Hanya :
Allah-lah saya dapat selamat, hanya dengan E 1

Seperti Kristus-lah saya dapat berada di ke haribaannya. Dalam hubung


3nn y p - a keseluruhan, hanya kalau
Ya dengan masyarakat, atau dunia secara kese ur lamat
3

Eakat dan dunia ini menjadi seperti Allah-lah ia akan E


: Kalau
"ne, kead: di dunia
UlIlia ini man:ia tidak dapatka menegakk:"
ln 1 In - ti :
daklah layak manu:
',:adilan, persamaan antar-sesama, maka
“k ke dalam ke haribaan Tuhan, sebab hanya "“ ia yang su
172 : Mencari Islam
iasa dengan nilai-nilai dan k adaan yang adil, yang tidak ad,
terbiasa eng - dividu, dan yang siap untuk i:
pani
pe asianakhant
dandhar ir ark ti, ssuadatun har
nanela antiari nd:
keadilan dan persamaan.
ran Kristus seperti itu, saya berbeda dengan
ngan
temanDeKri stenmesama yami
yaha mempertuhankan Kristus, yang menyerahkan
ng aja -

dirinya kepada Kristus untuk mendapatkan keselamatan, yang men.


gamaannya
ke dalam pengalaman spiritual Kris.
. rd inasikan t bera
tusbo
su Ini, menuruke hemat saya, merupakan cara beragama dengan pe.
rangkat budaya hamba atau budak; dan di situ ia telah mendefinisikan
dirinya sebagai hamba atau budak. Saya juga berbeda dengan orang
Islam yang mengkultuskan para sufi agung, yang mensubordinasika: i
keyakinannya ke dalam pengalaman spiritual para Syaikh. Justru umat
Islam harus menjadi seperti syaikh-syaikh itu kalau memang mau
selamat. Harus menjadi sama seperti Tuhan kalau mau selamat, bukan
menghambakan diri kepada Tuhan. Orang-orang yang mengaku ber.
agama, baik Islam maupun non-Islam, yang ingin selamat dan menjadi
besar dengan ikut menumpang pada kebesaran dan keselamatan yang
diraih para nabi, para rasul, para mistikus, para bijak, adalah orang.
orang malas dan pengecut, dan karena itu tidak layak untuk bertahan
hidup serta mendapatkan keselamatan. Hanya yang terbaik yang akan
bertahan hidup, dan kalau yang terbaik adalah Allah, maka jadilah
seperti Allah.
rk sk :

Empat tahun sudah saya lalui pengalaman dan pergumulan seperti


itu, dan empat tahun sudah saya kuliah di Fakultas Kedokteran. Saya
sudah begitu terlibat dengan persoalan-persoalan filsafat dan mistik
sehingga kuliah-kuliah saya di fakultas menjadi tidak menarik lagi. Tapi
dalam beberapa hal, materi-materi kuliah saya ada yang berkaitan secara
tidak langsung dengan tema-tema filsafat kontemporer, misalnya
Genetika dan Neurologi. Tapi di lingkungan kuliah saya, saya tidak
punya teman - apakah itu dari kalangan mahasiswa ataupun dosen -
yang tertarik untuk memasuki wilayah yang berada di balik fenomena
genetis dan fenomena neurologis itu. Saya paham mengapa teman:
teman tidak tertarik memasuki wilayah ini. Sebab persoalan itu Sama

sekali tidak praktis, suatu keadaan yang bertentangan dengan arus yang
minan emikpadi
- setelah ba
do lanm ber
dahu
t ta atau pun yar kadampngus. ra
halu -disalua se
ya baru
be Sada di
dar bahw
lingsakungan dan
a
dunia yang mengasingk an saya. Semangat kuliah saya kemudian tu"
s;
drasti tapi bers am aa n dengan itu saya menjadi semakin terlibat dengan
tema-tema keagamaa n, mistisisme dan filsafat. Saya akhirnya memu":
kan untuk mening galkan as
fakult anini deng , uk
segala risiko termas
dimarahi keluarga. Apa yang ada di kepala saya waktu itu adalah
memasuki lingkungan tempat saya dapat menekuni filsafat, mistisisi"
Saiful Muzani, Transformasi 1lihu 173
teologi, dan Perbandingan agama. Dan di penghujung masa kuliah saya
di Fakultas Kedokteran, untuk :E : E dan E
isme, saya berkenalan dengan beberapa orang pastur. Dan pernah ter
lintas dalam benak saya, di suatu hari saya ingin hidup seperti mereka.
Mereka hidupnya sederhana, ramah-ramah, hangat, pintar-pintar, dan
tampak ikhlas Sikap mereka sekilas jauh berbeda dengan dosen-dosen
saya di IAIN pada umumnya, yang ketus-ketus dan memancarkan
ketidakdamaian dari lubuk hatinya. Aku ingin menjadi seperti pastur
tanpa harus jadi penganut Katolik. Barangkali, hal itu dapat saya
tempuh kalau saya masuk ke Perguruan tarikat tertentu.
Walaupun saya sudah tidak tahan kuliah di Fakultas Kedokteran,
saya tidak meninggalkannya begitu saja. Apa yang membuat saya berat
untuk cepat meninggalkannya adalah sudah cukup banyaknya biaya
yang saya keluarkan selama itu. Di samping itu, saya berharap dapat
melalui sekolah kedokteran saya sambil lalu sementara saya menekuni
ilmu-ilmu yang memikat hati saya. -

Untuk studi filsafat, mistisisme, Kristologi atau perbandingan


agama, Pertama-tama saya mencoba mendaftar di Sekolah Tinggi Teo
logi (STT) Jakarta, suatu seminari untuk para calon pendeta Kristen.
Tapi saya ditolak, karena beragama Islam, dan seminari ini khusus
untuk para calon pendeta. Ketika itu, saya belum mengenal Sekolah
Tinggi Filsafat (STF) walaupun beberapa karya dari pengajar di sana
sudah saya kenal dan baca. Akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di
IAIN Jakarta dengan masa orientasi sekitar - setengah tahun, yang
dengan itu saya mencoba mengenali situasi akademik di IAIN termasuk
mata kuliah, sarana dan prasarananya. Dalam waktu setengah tahun ini
saya sering berkunjung ke perpustakaan, dan kemudian sempat ber
kenalan dengan seorang mahasiswa yang ternyata adalah seorang aktivis
Pergerakan Mahasiswa Islan, Indonesia (PMII) cabang Ciputat yang
fanatik. Saya dibawa ke asrama PMII tempat teman baru saya ini ting
gal. Di sini saya menemukan kehangatan dari teman-teman yang ber
agama Islam, suatu komunitas anak muda yang sebelumnya tidak
pernah saya kenal. Saya banyak membawa persoalan untuk didiskusi
kan dengan teman-teman ini. Walaupun mereka hangat dan ramah, tapi
kalau untuk penalaran dan keberanian berpikir, saya melihat teman
teman ini tidak begitu bersemangat. Mereka sangat rajin dalam men
jalankan ritus-ritus seperti sembahyang sunnah, puasa, membaca ayat
ayat Al-Quran dengan suara merdu, yang kesemuanya ini sedikit banyak
ikut membangkitkan emosi keagamaan saya; namun lama kelamaan
saya merasa suasana emosional saja tidak cukup. Tapi kenal mereka
merupakan pintu untuk mengenal Ciputa: dengan IAIN-nya.
Dalam masa transisi pendidikan formal saya ini, saya banyak
membaca buku-buku Harun Nasution, Hasbullah Bakri, Sidi Gazaiba,
H.M. Rasjidi, dan Maryam Jamilah: Saya tertarik dengan pikiran-pikiran
mereka, sebab di dalamnya banyak saya temukan pikiran-pikiran yang
174 Mencari Islam - agamà
berkaitan dengan filsafat, teologi, i
i:
ner
Barat. Setelah iaya btola.:
logi
- - - - ergumulan Islam
d any: - • -

: itu ternyata banyak digumuli di IAIN,


utama di Fakultas Ushuluddin. Maka saya menjadi tidak sabar untuk
ter.
-

: luliah di institut ini.


mem: : tes masuk IAIN, dan : Fakulta, --------

di

Ushul: sekolah
ninggalkan : kedokteran * Saya se : enin : *P sampai
satu tahun, dan kemudian merasa P* untuk meninggalkan sekolah
*: ke IAIN bagi saya adalah jelas: bukan untuk belajar jiqh,
hadits, Al-Quran secara khusus; tapi untuk belajar filsafat (filsafat :
- E -
tisisme, teologi
- - -

:ya(apatahusaja),
- -
Perbandingan
bahwa
- agama (terututama
tema-tema 1tu terkait Juga
-

dengan Af Quran. Kalaupun saya belajar Al-Quran, maka hal itu sejauh
terkait dengan ilmu-ilmu yang saya minati tersebut, bukan sebaliknya.
ik krk

Di Fakultas Ushuluddin, saya banyak belajar ilmu-ilmu yang men.


jadi minat saya, tapi rasa tidak puas tidak pernah terhapus. Saya Inc.

rasa, walaupun materi-materi yang dikaji banyak, tapi pengkajiannya


tidak mendalam, Mungkin saya kurang memahami, tapi tiap ujian hasil.
nya selalu baik (dan ini suatu bentuk pengakuan dari guru saya bahwa
saya dipandang memahami untuk disiplin yang saya pelajari). Dan
malah terakhir saya dipandang oleh IAIN sebagai alumni Fakultas
Ushuluddin terbaik untuk angkatan saya, padahal saya merasa tidak
mendapatkan kedalaman. Kedalaman yang saya inginkan adalah bagai
mana ilmu yang saya pelajari berpengaruh dan menggerakkan diri saya.
Saya merasa hampa dengan apa yang saya pelajari di fakultas. Tapi satu
hal yang betul-betul saya rasakan sebagai mahasiswa di fakultas ini ada.
lah aktualisasi maksimal tentang nisbinya pemahaman manusia atau
bahkan nisbinya semua makhluk. Saya mendapatkan kedalaman dalam
*uatu Pandangan, yang sebenarnya tidak aneh, bahwa semua makhluk
adalah relatif, dan bahwa yang mutlak hanya Allah. Saya belajar dari
Mu'tazilah, dan terpengaruh olehnya, bahwa selain Allah adalah
makhluk; dan karena Al-Quran bukan Allah, maka ia adalah makhluk.
Kalau ia makhluk berarti ia relatif.
Karena Al-Quran saja bersifat relatif, baik kebenaran ataupun
manfaatnya, apalagi hadits, *nnah, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya,
termasuk fiqh. Ini dasar pandangan saya yang merupakan hasil per:

gumulan di fakultas ini. Untuk sementara orang Islam, pandangan ini


mungkin dianggap sesat, dan karena itu tidak heran kalau masyarakat
Em menuduh IAIN sebagai lembaga pendidikan "iblis”. Tuduhan
ini barangkali lebih tepat diarahkan ke Fakultas Ushuluddin. Tapi saya
Saiful Muzani, Transformasi Ilmu
- :
175 .
njelaskan persoalan ini.
-in me
-
w";andangan saya tentang Al-Quran : itu merupakan kesimpul.
S

a pribadi, dan itu hanya suatu pemah * dan pemahaman itu ada
lah relatif, dapat benar dan dapat tidak. Y ang tahu hanya Allah. Kalau

agai kufr, tapi kufr dari paham


umum, dari kepercayaan umumnya masyarakat Islam sekarang, dan
karena itu lebih bersifat sosiologis. Tapi siapa yang menjamin bahwa
pandangan atau keyakinan mayoritas itu paling be
nar. Dan kalau paham
:mum ini digunakan untuk menindas paham minoritas atau individu,
hal itu lebih merupakan wujud dari "diktator mayoritas”. Kalau ditarik
- - -

lebih jauh, ini merupakan ketegangan abadi antara tuntutan umum


(sosiologis) dan kreativitas individual.Jadi betul-betul persoalan sosio
logis, persoalan antara manusia di sini dan kini. Terlalu gegabah kalau
hal itu secara mutlak dikaitkan dengan persoalan teologis, yang seolah
olah Allah selalu membenarkan pandangan mayoritas yang sudah ada.
Mayoritas seolah-olah tahu persis apa maunya Allah. Ini suatu pandang
an yang membatasi Allah; dan bukankah ini juga bentuk dari syirk,
karena menciptakan dan meyakini kepercayaan mayoritas sejajar
dengan pengetahuan Tuhan?
Dasar relativitas itulah yang mendasari paham keislaman saya. Ini
dasar yang membuat saya harus terbuka terhadap segala macam pe
mahaman dalam Islam, bahkan segala macam kepercayaan, agama,
pengetahuan, dan yang semacam dengan itu, yang pernah lahir di alam
yang fana ini. Semua keyakinan, agama, pengetahuan, dan lain-lain yang
serupa, merupakan kekayaan kebudayaan umat manusia yang sangat
berharga, dan patut disyukuri. Karena itu, saya belum dapat menerima
sikap-sikap atau tindakan-tindakan banyak umat Islam dan umat lain
nya yang menjurus ke saling mengeliminasi dan menegasikan keyakinan
atau agama rivalnya. Saya ingin mengatakan bahwa - walaupun barang
kali tidak efektif karena tidak berpengaruh - semua agama adalah baik
dan relatif. Kita hanya memperoleh atau mengetahui secara relatif.
Pandangan semacam ini mengingatkan saya kepada teman Budha dan
Eu bahasa Inggris saya dulu yang berpandangan semacam itu. Kalau
dalam masyarakat masih berkembang suatu paham yang tidak dapat
"enerima keberadaan agama selain yang dianutnya, hal itu lebih
"erupakan persoalan kepentingan untuk mendomina: untuk m:
:uasai. Karena itu, ini lebih merupakan persoalan politik ::
ntuk para pengamat, hal ini menarik untuk ditelaah. Sayang, di IY ,
terl: -- - i masalah ini, walaupun Pak Harun
l
I alu sedikit
asution, guruusaha
saya,untuk
telah mendalami
meletakkanmadasar-dasarnya. Jadi setelah di
IN * - • :1-. emahaman saya tentang agama.
, terjadi perubahan radikal
"ulu saya sangat bernafsu untu
:islamkan orang, sekarang saya
-
-

176 mencari I"


----

IT1
buhkan ag* :maman:
dapat hidur
-

uf
" *P dan
bernafsu "
: bagian da:i warisan
uk menur teologi”
-

iadi "keanzk
* bergeser menjadi
W ”k --- uh
-

ilestarikan "nolitik ** - 2r, ri


diles Saya prihat: -

: E yang
-

.p, alahmun:
-
pand:
yang benar. Keangku:
:epistemologi: P faktor yang :l
: bahwa hanyaa pandanganny°: menurunkan : :a
ra.:“

:emologis : perdamaian E. * uma:


: sebab keangkuhan tersebut dapat
8ber konflik dan kekerasan sesama rnan usia.

4#4

Tentang relativitas : : saya jelaskan di sini karena Ini |


menyangkut : : R: Al-Quran bukanlah Alu. maka
- yang mutla : Bagaimana yang relatif dapat turun dari
-

ia tidak mutlak, ia lu dijelaskan atau di


ang mutlak, merupakan pertanyaan yang P: : aipei.
: akan terlebih dahulu. Apa betul bahwa Al-Quran secara keseluruh.
: erasal dari Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam
ah

tempat dan waktu tertentu? Juga dapa: dipertanyakan apa, yang di


maksud dengan pernyataan "diturunkan Tuhan”, dan juga perlu dijelas.
kan terlebih dahulu apa yang kita Pahami tentang Tuhan dan bagaimana
hubungannya dengan manusia: Apakah bersifat teistik, deistik, pante.
istik, atau yang lainnya? Tanpa memberikan penjelasan terlebih dahulu
mengenai persoalan-persoalan itu, maka segala proposisi yang dibangun
di atasnya juga akan menjadi kurang jelas. -

Dalam kesempatan yang terbatas ini, tidak mungkin saya meng


elaborasi masalah-masalah tersebut. Di sini saya potong saja penjelasan.
“ya. Baik pandangan teistik, panteistik ataupun deistik, hanyalah
bentuk-bentuk pemahaman yang bersifat relatif; dan masing-masing
PEY argumen yang tidak mudah untuk dibuktikan salah, karena
PEg :tuk pembuktian ini, kalaupun ada, sangatlah kecil. Tapi
*emua Paham itu, atau memilih salah satunya, menjadi penting kalau
mau memberi penjelasan t - .OuT3.I.
E
kultural). m lingkungannya, :ungan
manusia dan li
baik jangT: taupun
fisikal ataup * - -

deb Saya harus men


tkan - - 12h!!
:: m bahwa dunia berasal dari Tuhan. Ia merupakan aspek lah:
- -

ika
aspek b "us mengalami ibat
galami perubahan, akibat dari din* uf :-

da"
" ini merupakan aspek objektif dari Tuhan.
Saiful Muzani, Transformasi in: 177
pek batinnya merupakan aspek subjektif dari Tuhan. objektif
: adalah dunia atau Jagat raya ini, dan aspek subjektifAspek
adalah Tuhan
:ikasikan
": oleh E
sering dipahami sebagai kenyataan transendental dan sering diper
beragama. p

Hubungan aspek obje tif dan subjektif dari Tu


mik dan timbal balik: tidak ada subjek
tanpa objek, :: - -

sebaliknya. Ini suatu hubungan dialektik. Subjektivitas Tuhan : 8


secara ruhaniah dengan subjektivitas manusia, dan objektivitas :
nyatu secara ruhaniah dengan objektivitas dari dunia tempat manu
meny - - -

ia juga mempunya: aspek itu. Karena itu, dalam diri manusia terdapat
ek transenden dan aspek imanen. Ini suatu kontradiksi. tapi
: inilah yang menciptakan dinamika, dan akan :
sejarah atau kebudayaan yang bersifat relatif karena terus mengalami
perubahan: - - -

Relativitas. Al-Quran juga dapat dijelaskan seperti itu. Al-Quran


merupakan hasil respons Tuhan terhadap dunia yang berubah, yang
relatif. Tapi saya Percaya bahwa relativitas Al-Quran tidak sama dengan
relativitas dunia fisik, karena itu lebih banyak mengandung aspek
ilahiah ketimbang dunia fisik. Namun tetap relatif. Dunia (fisik dan
kultural)-lah yang membuat Al-Quran itu relatif; aspek objektif yang
membuat Al-Quran relatif. Dapat dikatakan bahwa Al-Quran merupa
kan bentuk penggelaran subjektivitas Tuhan, suatu bentuk objektivasi
subjektivitas (Tuhan) atas dasar dunia.
Proses penggelaran itu terjadi pada manusia, sebab manusia adalah
"tapal batas” atau "titik temu” antara Subjektivitas (aspek subjektif
Tuhan) dan objektivitas (aspek objektif Tuhan), atau antara Tuhan dan
dunia. Kehendak atau subjektivitas Tuhan ada pada manusia dan
kemudian manusia mengeksternalisasikannya. Dalam proses eksternali
sasi ini terjadi ketegangan antara aspek subjektif manusia yang
berhubungan dengan aspek subjektif Tuhan dengan aspek objektif (fisik
dan kultural) yang berhubungan dengan aspek objektif Tuhan. Hubung
an dialektik inilah yang melahirkan Al-Quran. Kalau sejarah meruPa:
kan produk dari hubungan dialektik antara aspek objektif Tuhan
dengan aspek subjektif-Nya, maka Al-Quran sebenarnya tidak lain dari
pada sejarah. Bedanya dengan sejarah yang kita kenal dalam banyak
naskah-naskah, atau dalam peninggalan-peninggalan lainnya, adalah
bahwa Al-Quran diungkapkan dengan kata-kata indah, suatu realitas
*jarah yang diungkapkan dalam karya seni yang gemilang.
halnya sejarah, setelah eksternalisasi, Al-Quran me
lewatiSebagaimana
fase objektivasi, yang di dalamnya Al-Quran mengalami sosiali
E dan kemudian menjadi kenyataan objektif yang relatif otonom. Ia
“mudian memasuki tahap internalisasi, yang masyarakatnya sudah
egitu terpengaruh (baik cara berpikir maupun bertindak mereka)
*hingga pada waktu eksternalisasi yang kemudia". individu atau ma
ww.kat tidak dapat sepenuhnya bebas dari norma-norma Al-Qur*
A

da; karenaa tid


aruan masih tetap,aaa:
- ..
erminan, nilai-nilai, Al-Quran y:
emua C
S tapi ada aspek kreatif dari individu. Sejauh m:
:“ua
telah melembaga, lnl muncul akan sangat bergantung pada Seja
p -

: pembaharuan : masyarakat semakin kuat Pen:


mana individu terpeng E
a
kreativitas individu menjadi se baliknya. Mempertanyakan kembali Inak:
akin
Emaka pembaha: •- • - : :°au se

E -
nilai, -

cermin* ari akan


segala nom°.
atau bahkan
a y
Al-Quran
suatu itu sendiri dalam
keniscayaan
:Ai:
suat -

dari! dialektik
d :
suatu kond: -

: situasi -

dan masyarakat.
rup
tertentu, mer"P:
-

Demikianlah, dialektik
- -

terus berlan :
- : ALOuran mesti terus dalam perubahan; Ai.
E E sama dengan Al-Quran abad keduapuluh uran

: : "E Al Quran, terus dalam perubahan, sesuai dengan


E sosio-kultural di mana dan kapan Al-Quran itu ditangkap
individu atau masyarakat. Penafsiran terhadap Al-Quran sebenarnya
merupakan respon terhadap perubahan ini. ak
Saya kira, persoalan penafsiran ini merupakan persoalan yang
sangat banyak menyita sumber daya umat Islam. Ada Persoalan pentin
yang sampai sekarang saya belum mendapatkan penjelasannya, yakni
adanya klasifikasi ayat-ayat Al-Quran ke dalam yang ”jelas” atau
”pasti”, dan ”samar”, yang dengan itu ayat-ayat yang termasuk ke
dalam kategori yang terakhir perlu ditafsirkan supaya maknanya jelas.
Sementara itu, pada kategori yang pertama, tafsir tidak diperlukan
karena dianggap sudah jelas. Atas dasar apa klasifikasi itu? Apa yang
menjadi landasan bahwa ayat yang satu dipandang ”jelas” sementara
yang lainnya dipandang "samar” hingga memerlukan penafsiran?
- Bagi saya, tampaknya, persoalan apakah suatu ayat bersifat "jjelas"
- - -

hingga tak perlu ditafsirkan, atau ”samar” hingga perlu ditafsirkan,


sangatlah bersifat relatif. Suatu a yat dapat saja untuk saya jelas, tapi
untuk orang lain tidak; demikian juga sebaliknya. Saya lebih percaya
kepada asumsi bahwa tidak ada ayat Al-Quran yang bersifat "netral"
yang maknanya terletak di-dalam ayat itu sendiri (secara intrinsik). Bagi
*Y* Persoalan "jelas” dan ”samar” adalah persoalan epistemologi:
Yang secara luas menyangkut hubungan antara kesadaran sebagai subjek
dengan ayat sebagai objeknya. Dan hubungan ini bukanlah sesuatu yang
tetap, sesuatu yan bersifat ieknya
bukanlah E Sepenuh
-

final. Sebab kesadaran ataupun objekn)


n. Lata: -
-

belakang : E
: E: Karena itu, makna
entukan oleh latar
Al-Quran pada dasarnya akan di
io-kultural di mana, kapan, dan oleh
Atas dasar itu, di sini ca atau dipahami. ting
metode tafsir yang ol ra A: 3. objekt
88 berani unty ik gmengklaim
oleh penganutnya dianggaPya° lain
bahwa metode d
Saiful Muzani, Transform
- - -

subjektif atau tidak tepat. Klai


- In
-

inilah y: Ilmumenjadi

ang
-- A

179
- -

dipanda”8
111 ir ”Al-Quran dengan
Tafsir 8 Al-Quran”
99 ata >>

ringkali dipandang sebagai cara tafsir yang E ayat”


:ran secara dark
Al-Qura: utuh, dan dapat terhind ar - dari:unkan semangat
subjektivitas. Taisi
macam " bersandarkan asumsi adanya ayat-ayat yang perlu E
dan ayat-ayat yang merupakan penjelasannya. Tapi Persoalannya adalah
tidak mudah mencari semacam kesepakatan atau konsensus mengenai
ayat-ayat yang perlu ditafsirkan dan ayat-ayat yang menafsirkan. Untuk
Engontr: atau mencek atau membedakan keduanya seringkali asb:,
alnuzul dijadikan sandaran; dan celakanya, selama ini asbab al-nuzul
lebih bersandar pada hadits. bukan Pada penjelasan sejarah masyarakat
Arab secara luas, atau situasi dan kondisi manusia dan masyarakat dunia
ketika itu. Karena asbab al-nuzul lebih terbatas bersandar pada hadits
Eka tidak heran kalau kemudian muncul pandangan yang menyatakan
bahwa tidak semua ayat Al-Quran mempunyai asbab al-nuzul, meng
ingat tidak diketahuinya hadits-hadits yang tidak terekam yang
menyangkut asbab al-nuzul ini. Tafsir macam ini juga sangat bersandar
- - - -

pada suatu asu: bahwa kondisi dan situasi individu dan masyarakat
merupakan realitas yang tidak berubah, suatu asumsi yang sulit diper
tahankan. - -

Metode tafsir macam ini, disadari ataupun tidak, sebenarnya telah


menjebak Al-Quran untuk melingkar di dalam zamannya; dan ketika
mau digunakan untuk merespon zaman-zaman yang kemudian, Al
Quran terlihat tampak sangat normatif, dan seringkali kehilangan
konteks historisnya. - -

Itu merupakan persoalan, yang menyangkut apakah Al-Quran


masih relevan untuk umat manusia yang terus mengalami perubahan
peserta lingkungannya? Untuk itu saya perlu mencatat di sini mengenai
metode tafsir yang dikembangkan Fazlur Rahman, yang menurut hemat
saya merupakan suatu upaya untuk membuat Al-Quran terus relevan
tanpa menghilangkan konteks historis di mana dan kapan serta kepada
siapa Al-Quran diturunkan. - - - -

Pertama-tama Rahman melakukan studi historis terhadap A:


Quran dalam rangka mendapatkan makna-makna Al-Quran yang lebih
bersifat "universai”, yang disebut sebagai tema pokok Al-Quran, yang
juga merupakan "semangat moral Al-Quran”. Ia merupakan hasil
induksi atau suatu abstraksi dari kejadian-kejadian histori y*8 dires
: oleh Tuhan. Dan tema pokok ini kemudian diturunkan secara
: sesuai dengan hasil bacaan terhadap realitas sosiologis pada
Erang atau yang akan datang PE ini. Al-Quran
: landasan moral akan mendapatkan konteks dan signifikansinya
. .. "Eaka: yang terus berubah. --
akan t man mengira bahwa metode tafsir yang dikembangkannya
te bebas dari pengaruh penafsir yang subjektif. Bagaimana
-

iso Mencari Islam aruh subjektif penafsir ketika i


liminasi pem8 historis Rasulull
E Eat meng: E konteks his
Al-Quran : Al-Quran atau dasar moral Al QE
ah? Ju
me AITh
umuskan temai P°
ketika ia me" kasus-
kasus atau kejadian-kejadian historlS
- iversal dar
bersifat univ°: ditangkap Al-Quran? Lebih-lebil
-
- - lil lagi
-

: bersifat P: eITh
sosiologis di mana Al-Quran akan
tika ia harus "
-- -
: Yang pertama menyangkut hub ubungan
: secara deduktif? E sosio-historis: Adakah Suatu
penafsir atau peneliti
fenomena sos10 -histor
-
: dipahami atau bermakna begitu saja
eliti menggunakan ”kerangka baca” seperti teori
tanpa penafsir atau Pe"
tertentu atau paradigma *entu?
E Yang kedua menyangkut persoalan
induksi, yan
epistemologis secara umu: y akni menyangkut
i: mutakhir di bidang ilmu sudah mulai disisi:
-

E Esa David E
Et
dasa: etik Al-Quran,hubungan tema pokokterhadap
dengan pembacaan AEg merupakan
realitas sosiologis di
mana tema pokok tersebut ingin diturunkan secara deduktif. Realitas
sosiologis tidak dapat ditangkap begitu saja. Ia menuntut prasyarat.
prasyarat tertentu yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang sudah ter.
didik untuk mampu membaca realitas sosiologis tersebut. Tukang
penjaja sayur, misalnya, akan kesulitan untuk menangkap makna
semakin bertambahnya pembangunan fisik yang tersentralisasi di
Jakarta sementara ia tetap secara turun temurun berprofesi sebagai
tukang penjaja sayur. Lain halnya kalau hal itu ditanyakan kepada
mahasiswa atau profesor ekonomi-politik, sosiologi, dan lain sebagai.
nya. Dan di kalangan yang terdidik secara khusus pun masih banyak
ditemukan perbedaan makna dari fenomena sosiologis yang sama yang
mereka tangkap. Apa yang membuat Perbedaan seringkali adalah karena
: Paradigma yang mereka gunakan untuk menangkap realitas
:°°9'98: - atau mungkin untuk mengk
berbeda-beda. ngkonstruksi realitas sosiologisis - - - -

Rah Dalam hubungannya dengan


man telah membi - -

akan menentukan signifi --,-. ini justru persoalan yang


dalam konteks masyarakat
sekarang atau yang akan datang. Karena ini
:.E° tafsir yang dikembangkannya
tetap -
::“Emetode lain yang membuat seringkali
dan di tangan orang-orang
- 39
Alquran
1I, tertentu
itu atau Eproductive"
Rahman.
untuk menerus
E 'E adil kalau dituntutkan kepada
Barangkali mungki -

Ul
- - -

kan apa
ada beberapa hal y: h: dirambah Rahman. Untuk ke sana.
-

logis merupakan hasi


asil
erhatikan.. Pertama,
P setiap realitas sos.sio - -

diperlukan teori. Ket tangkapan. Kedua, untuk E realitas it"


-

'84, terdapat banyak teori, dan karena itu P*


*Muzani, Transforman n:, 181
; terhadap suatu teori harus dilakukan. Kee
E :
guna
:g
anlah sangat ditentukan oleh latar
Kelima, setiap teori bersandar pada Pandan E
teOr1.
EE
Eu, yang karena itu tidak dapat begitu saja mengadopsi E :
dan dikompro kan dengan tema pokok Al-Quran yang telah dirumus
mi
kan. Tema pokok Al-Quran hanya dapat aktual dan signifikan apabila
ia jugamemiliki seperangkat teori yang merupakan derivasi dari tema
pokok tersebut yang dikonstruksi dengan aspek empiris yang ditang
kap. Kalau ini dapat dik:jakan maka kita berhak untuk mengklaim
:danya "ilmu Islam" atau "teori Islam(i)" seperti yang diobsesikan oleh
Eintelreekkatu, al Is lam delengktan
ua ”Islamisasi ilmu”-nya. an
l m, ng mberik
Me pa ra te
in Isla ya me perhatian ter
hadap "Islamisasi Ilmu", sejauh ini masih bergumul dengan bagaimana
mengkonstruksi teori dengan bersandar pada pandangan-dunia (world.
view) Islam. Ini kerja besar, dan tidak heran kalau sulit meraihnya.
Namun begitu, di antara mereka, ada yang tampak tidak sabar: mereka
melakukan studi terhadap teori-teori yang ada, kemudian melakukan
referensi, dengan world-view yang dirumuskan dari Al-Quran sebagai
Cauk
tolok- nyua.boleh saja dilakukan. Tapi, bagi saya, kerja semacam itu
raurit -

tidak akan membuat Islam mampu berbuat banyak bagi pengembangan


ilmu pengetahuan. Ia akan lebih bersifat klaim, dan hanya akan
menampilkan Islam sebagai ”pembenar” saja terhadap hasil kerja
masyarakat atau kebudayaan lain. Dan kalau hal itu dilakukan tanpa
mengakui secara terbuka bahwa teori atau ilmu yang mereka benarkan
tersebut berasal : :* atau kebudayaan lain, itu merupakan
plokitanu in
cara
"penCa lenktua
buteka ja. tidak produktif, tapi juga mengandung ke
sal”
lemahan lain, yakni mengaburkan arti ”ilmu Islam(i)” itu sendiri. Ini
akibat dari belum adanya semacam konsensus di kalangan intelektual
Islam tentang apa yang dimaksud dengan "pandangan-dunia Islam.”
(Islamic world-view) walaupun mereka sama-sama mengaku bersandar
Pada Al-Quran dan Al-Sunnah. Perbedaan tentang world-view ini akan
melahirkan perbedaan terhadap teori yang merenka pilih. Misalnya,
: yang melihat dunia sebagai suatu kemestia yang secara hakiki
Eat organis (satuan-satuan yang saling bergantumeng secara hirarkis
E akan lebih memilih teori fungsionalis ketimbang teori
bagai keR: aliknya, mereka yang melihat manusia dan sesamanya se
oleh : yang secara hakiki bersifat egalitarian namun dirusak
beda itu da: akan lebih memilih yang kedua. Dua pandangan yang ber
Pada AE ditemukan pada pemikiran sosiologis Muslim, misalnya
kedua: : untuk yang pedu
rtama dan pada Ali Syari’ati untuk yang
"Pun pandangan- nia (world-view) kedua intelektual ini
,

- :
m katasuwhsidit.u, saya belum dapat melihat Islam dengan segala term
ari Islam 2. 2, sebagai ”distinctive Cate J

k Menc atau kat yang : Islam : ko:Se :


tau konseP ulan teori-te ena begit" samar, ia dapat saya perj:
"• 1l ehen ak, dan kepentingan saya. Jadi sayalah :
begitu : ikiran, k : sebalikn: Karena sejarah telah ikut :
nentuka" ikian juga masyarakat secara luas, mak :
ang me an de menentukan Islam, bukan sebali:
- masyarak* annya sebagai satu bagian saja:

:
sosio-histor*: endesak adalah mengkaji sejarah,
:abiskan
aãIi
sumber daya E
ang lebih
-
-- - an diri

E diseb:
:A:, seperti E
dengan : Ender Frank, dan lain-lain. Karena yang lebih me
: Eusia dan lingkunga:* (fisik, sosial, dan budaya),
1 MarX, - -

-Ouran, maka penting untuk melakukan studi terha


r
- - -

:: -kultural para mufasi: suatu studi yang :


dikategorikan ke dalam sosiologi atau psikologi pengetahuan secara
umum, atau sosiologi ata" psikologi ilmu secara khusus. -

:na itu, bagi saya adalah lebih strategis untuk menafsirkan dan |
mengubah manusia dan dunianya secara luas, bukan menafsirkan dan
Eah Al-Quran. Yang penting.E melakukan studi kritis ter.
hadap wahyu, tapi melakukan studi kritis terhadap situasi dan kondisi
Esia. Kitik teologi harus diubah menjadi kritik antropo-sosiologi
ini harus saya tekankan, karena saya merasa sudah begitu banyak
sumber daya dikerahkan dari kalangan umat Islam untuk melakukan
penafsiran terhadap Al-Quran, padahal sejarah umat manusia kii .
banyak digerakkan oleh kegiatan di luar itu.
xk k:k

da": dapat dipungkiri bahwa Nabi Muhammad adalah orang :


apakah :b : menggerakkan sejarah umat manu: :
("tafsir” dala lakukan dengan cara menafsirkan A::
Cihau :|
: E mmelakukan
enti pengertian yang biasa kita kenal)? A“:
studi mendalam tentang masalah itu, : |
ini ada : : sangat sedikit melakukannya. Dan dari y: s:
Quran den y g mempunyai makna khusus bagi saya: keterkaita"
: tindakan historis Rasulullah.
Di k cara
berta:Eisepakati bahwa wahyu diturun:
E deng:
m:E
“nafsirkan fakta : untuk PEmakna E.
sedikit merefleksikannya. : kep° :
"Wannya, dan tid*: tersebut dengan segala perspek:
ada ukuran mutlak dalam diri manu°
ia
Saiful Muzani, Transformasi minu T83

ilai hasil penafsiran mana yang paling tepat. -

men ata historis itu telah mendorong saya untuk berasumsi bahw
ahyu (Al-Quran) merupakan hasil dari pergumulan Rasulullah dE
: kungannya (fisik ataupun budaya). Dalam arti ini, saya kira tidak
: pernah ada Al-Quran tanpa adanya kesadaran Rasulullah yang
ak ngacu kepada lingkungannya secara timbal-balik. Al-Quran buka:
: apriori dan realitas di sekeliling Rasululah sebagai aspek a-poste
: tapi merupakan produk dari hubungan dialektik antara kesadaran
Eliah dengan lingkungannya. Kesadaran Rasulullah yang mengacu
kepada realitas di sekelilingnya tersebut, saya sebut sebagai ”kesadaran
sosi ologis”. Kesadaran sosiologis Rasulullah punya kemampuan untuk
Entransendensikan dirinya dari determinasi sosiologis, dan karena itu
kemudian mampu mengubah realitas sosiologis tersebut, suatu aktivitas
yang mengubah "realitas lama” ke ”realitas baru”. Kesadaran semacam
inilah yang sebenarnya merupakan makna dari ”kenabian”. Di mana
:a di dunia ini, setiap nabi adalah mereka yang tidak dapat menerima
k:ndisi dan situasi mereka sebagai sesuatu yang given.
"Kesadaran sosiologis” itu dimiliki oleh setiap individu, tapi
aktualisasinya berbeda-beda, dan apa yang membuat beda adalah per
bedaan realitas sosiologis serta kapasitas untuk membaca dan mengubah
realitas sosiologis tersebut.
Karena Al-Quran merupakan produk dari kesadaran sosiologis,
maka Rasulullah tidak menghabiskan umurnya untuk mencari atau
mengembangkan metode tafsir Al-Quran. Al-Quran adalah abstraksi
umum dari kesadaran sosiologis yang dituangkan dalam kata-kata indah.
Di sana-sini kita memang melihat ayat-ayat yang seolah-olah tercerabut
dari akar sosiologisnya. Misalnya, cerita tentang keadaan surga, neraka,
dan banyak lagi, yang semua itu dipahami sebagai kenyataan yang ter
pisah dari dunia ini. Pemahaman seperti itu barangkali betul, tapi saya
melihat bahwa semua itu merupakan kondisi dan situasi yang mengacu
kepada situasi dan kondisi di dunia ini. Dengan demikian, ayat-ayat
:emacam itu menjadi tetap bermakna di sini dan kini. Ini tidak berarti
bahwa saya tidak percaya kepada dunia eskatologis. Saya percaya, tapi
E tidak tahu, dan karena itu saya tidak punya hak untuk mengata
nya. - -

kita : bagaimanapun ayat-ayat semacam itu signifikansinya bagi


ini ditentukan oleh akal yang terus-menerus dihadapkan
E dunia
Cn
lingkungan atau realitas sosiologis di mana dan kapan akal ter
ayat-a °rada. Karena itu, yang utama bukanlah semata-mata membaca
En melainkan membaca realitas sosiologis. -.
mana d t: sosiologis Rasulullah berbeda dengan realitas sosiologis :
lah” E : kita hidup. Karena itu ”kesadaran sosiologi: :
Saya E a dengan ”kesadaran sosiologis kita”. Ini E pikiran
-

yang mer mengatakan bahwa tidaklah adil kalau menuntut A -Quran,


“Pakan cerminan dari kesadaran sosiologis Rasulullah, untuk
184 Mencari Islam kita sekarang . .
lIll. Al-Quran adalah
menggerakkan realitas
produk zamannya dan sosiologi°
telah memberikan sumbangan luar biasa besar.
nya bagi peradaban dan sejarah uma: : n tidak
mudah diterima oleh umum"Y: umat Islam s° : 8ga terus
Encari metode tafsir Al-Q": dengan tujua: : kira E tetap
intelektual semaca: : say
terus relevan. Kegiatan urang stra
- - -
ketimbang
tegis, dan lebih bersifat ”skolastik
9 • 1.99 - -
suatu pra
-ksis-hi tori
storis.
: saja kerja skolastik semacam itu tidak ada : toh masyara.
kat kita pada umumnya masih menyukainya : ingga kerja semacam
itu tetap punya nilai yang daP* dipertukarkan (E. -

Tapi, bagi saya, persoalannya tidak sekadar sejau mana hasil studi
kita mampu memenuhi tuntut:" pasar, tapi bagaimana ia mampu meng
ubah pasar dan lebih Eberikan perspektif bagi umat E. Model
tafsir yang kita buat sejauh ini merupakan usaha membuat Al
untuk
Quran tetap relevan. Padahal, persoalannya terletak dalam situasi dan
Edisi manusia dengan lingkungannya. K** bagi saya, yang stra.
tegis bukanlah melakukan kritik eskatologis tapi kritik dunia, bukan
kritik nash tapi kritik situasi dan kondisi antropo-sosiologis yang terus
berada dalam perubahan, kalau kita mau menciptakan sejarah.
itulah dasar-dasar hasil pergumulan keislaman saya dalam hubung
annya dengan Al-Quran dan tafsirnya setelah saya nyantri di IAIN
Ciputat, walaupun hal itu saya kira tidak dikehendaki oleh guru-guru
saya di IAIN. - :

xk k:

Pandangan sementara saya terhadap Al-Quran semacam itu, telah


menjerumuskan diri saya terhadap pandangan yang ”skeptik” terhadap
efektivitas atau urgensi studi Al-Quran dalam rangka merumuskan apa
yang disebut sebagai ”strategi kebudayaan Islam”.
Memberikan catatan terhadap ”strategi kebudayaan Islam” saya
pandang penting, karena ia kemudian yang akan ikut menentukan
karakter dari apa yang disebut sebagai "kebudayaan Islam.” baik dalam
sistem budaya, aspekan sosial, maupun aspek fisik dari kebudayaan
secara keseluruhan. Tapi ketika saya mau melihat atau kemungkinan
E E strategi kebudayaan Islam, saya segera dihadap
Islam.” E : untuk membuat distingsi antara ”kebudayaan
an saya : layaan non-Islam”. Di sini barangkali letak kebodoh
tentang apa : E. mendapatkan penjelasan memadai
buat suatu kebudayaan khas :- Islam”. Apa yang mer’
wa: : : bahwa ”kebudayaan Islam” adalah ke
nilai yang Islam(i)” E's nilai-nilai Islami”. Tapi mana ”nilai
dengan "nilai-nilai Islami” te. : sloganistik, apa yang dimaksud
*ebut adalah yang merupakan cermina"
...i ajaran Al-Quran dan Al-Sunnah. :-• 185
: : tersebut? Jawabannya saya i: E dan Al.
an, dan : membaca Al-Quran dan : di mana,
:ena : b E kalau ajaran Islam (E tersebut.
f1 arakat Persia ber eda dengan di masyarakat Arab : akidah) di
: Pertengahan berbeda dengan ajaran Islam abad ke : :: Islam
Aba inahami “4U, Serta ajaran
lam yang dipahami orang kaya berbeda dengan ajaran Islam yan
ditan kap :: 8

tual pihadapkan
Islam yang dengan E
kenyataan
menjelaskan ::
seperti itu, intelek
-

cerminan dari ”keberagaman dalam kemenyatuan”, d ":


E itulah Tauh: : :magam itu E
bagi saya tidak mudah dipahami, dan tidak banyak menjelaskan :
soalan yang hakiki yang menyangkut ”apa yang membuat E':
budayaan khas Islam?” -

- mendorong saya untuk berasumsi bahwa yang me


Kesulitan itu
nentukan perbedaan itu adalah realitas antropo-sosiologis, bukan
sekadar nilai-nilai yang given dari Al-Quran. Karena itu, untuk me
rumuskan semacam strategi kebudayaan, akanlah tidak bermakna kalau
berpusat pada tafsir atau studi tafsir Al-Quran. Bagi saya akan lebih
strategis kalau menggunakan data historis yang telah terumuskan oleh
para ahli, terutama yang terlibat dengan persoalan-persoalan antropo
sosiologis. Kalaupun mau memasukkan Islam ke dalam bangunan yang
dirancang, maka ia tidak lagi diletakkan sebagai komando dari seluruh
Mariabel yang dituangkan dalam bangunan yang dirumuskan tersebut.
Ia lebih tepat diletakkan sejajar dengan yariabel lain, dan dipahami
sebagai satu bagian dari keseluruhan kebudayaan manusia.
Saya kira kita tidak mungkin mengulang kembali peristiwa budaya
atau sejarah secara persis. Masyarakat Islam Abad Pertengahan, tidak
dapat menggunakan cara berbudaya masyarakat purba yang bersifat
mitis, dan demikian juga masyarakat abad XX tidak bisa berbudaya
seperti masyarakat abad pertengahan yang budayanya lebih bersifat
ontologis; dan saya kira masyarakat masa depan juga tidak dapat meng
ulang persis cara berbudaya masyarakat m9de" sekarang ini, yang lebih
bersifat fungsional. Di setiap zaman, saya kira, mempunyai kebudayaan
yang khas.
juga ikut mempengaruhi pem
Tidakatau
bentukan hanya zaman, tapisuatu
pertumbuhan tempat
kebudayaan. Kita dapat melihat, -

: bagaimana Islam sunni berbeda dengan Islam Syi'ah (Persia), Islam

- Indonesia berbeda dengan Islam Arab, dan seterusnya. Ini semua ":
: Munjukkan bahwa di dalam Islam itu sendi: terdapat keragama"
: walaupun sama-sama merujuk kepada Al-Quran mush-haf
E. Karena itu saya tidak dapat membayangkan E
EJ"ga, kebudayaan Islam”
maka barangkali dapatada
hanya dirumuskan. Kalaupun :
"strategi kebudayaan :
Islam Indo
ia", "strateg'
-

k:alamkebudayaan
Arabia”, dan
saya
seterusnya,
: kira b
11 siologis. Karena itu, di dalam Ek di
:k: : : E d:
atas. k: arakat kelas ba
kelas
Ul ara Cor:
80ti
-

: tertindas tidak dapat dilihat : kesadaran kel awah |:


yang berkelimpahan. Karena itu patut E dan diteliti : atas
strategi kebudayaan yang dirancang memper atikan realitas : Pakah
tidak, dan tidak kalah pentingnya adalah 9sial 86
macam ini ataustrat°8' semacam
merumuskan -
itu. Mungkinkah
- -

su:
si d yang -

kebudayaan yang meng°: kepada pembentukan keb Sttate:

kelas E. : oleh elit yang punya latar


berbeda dengan kelas bawah? E :
ang histo:

Semua persoalan itu, secara umum: merupakan persoalan


an
sayaantara kesadaran
rumuskan, dan realitas
dan karena sosial.
itu saya Dantidak
merasa hubungan ini
mungki E hubung
elum dapat
suatu strategi kebudayaan Islam Indonesia, sebe: merumuskan
merumuskan hubungan timbal-balik keduanya. saya
mampu :
zk k:k

3 kare i ka.
- -

ma begitu banyak ilmu sosial (teori :


! Indonesia dengan hasil yang ber.

ilmu-ilmll - 93 - - -
- -

onsep-ko“P *ng pertama sosial” ke ”studi tentang ilmu :


yang sudah ba melibatkan saya dengan teori-teori da:
-

mem ku, s
Pertanyakan agaim
ang Pertama
meta-ilmiah” l
eb
-
E yang kedua memahami:
bersifat ”ilmi dlla
-

|
*- - , ". -
P-konsep dan teori-teori tadi la: :
ke sosiolo:“tutan “ah”, sedang van ih bersifa
Eah ': kedua itu E : masil
mu, dan dI)

dengan Ei k: °gi pengetahuan : ilmu, sej”


SekaE: (: fia:
S Sa mologi).
* tekankan : apa yang saya *
-
Saiful Muzani, Transformasi IInt
tu
187
denga: E.
emua itu mencari :
adalahpengaruh
Adakah h antara
kesadaran dan
: an, dan lain-lain, terhadap E budaya, status,
k: :lam mengkonstruksi teori-teori atau : E agen
: kekuatan untuk membaca realitas itu le: u sosial yang
"Eiim.
Epuannya untuk : Enjadi hal yang sangat di
telah
percay: sia. Tapi di balik keper anggulangi persoalan-persoalan
umat : men : dan :E : terbentang realitas yang
justru : sosial, maupun : oleh ilmu yang ada, apakah itu
2I3. p 3
SCC pengan ilmu, dunia modern tampak begitu megah, tapi di balik itu
- -

lebih banyak manusia yang menderita karena ilmu yang ada sekarang
ini. Saya punya dugaan bahwa ilmu sekarang merupakan formulasi yang
merupakan cermin: dari subjektivitas masyarakat kelas atas, dan
karena itu ia punya kekuatan yang represif terhadap kelas bawah karena
kepentingan atau subjektivitas kelas atas sudah barang tentu bertentang
an dengan subjektivitas kelas bawah. Karena itu semua, maka adalah
panggilan kemanusiaan saya untuk melakukan kritik dan transformasi
ilm: sekarang ke arah ilmu yang tidak mencerminkan subjektivitas
sepihak. Ini hanya mungkin apabila masyarakat tanpa kelas dapat terus
:ekati dan diraih. Karena itu transformasi ilmu yang menjadi perhati
an saya, tidak dapat dipisahkan dari aksi bagi transformasi masyarakat
menuju masyarakat sedemikian.
E akan menyebut itu adalah mimpi dan utopia. Tapi bagi saya
itu adalah orientasi keislaman saya. Wallahu alami

Ciputat, 24 Februari 1990


ANHARUDIN lahir pada 15 Agustus 1958 di Cilacap
dan dibesarkan dalam asuhan keluarga petani. Jenjang
pendidikannya, selain dihabiskan di sekolah-sekolah
formal, juga di Pesantren ”Wathaniyah Islamiyah.”
Banyumas (sejak tahun 1976). Sebelum merambah kota
Yogyakarta pada tahun 1980-an, dia pernah menjadi
guru di SMP Muhammadiyah Majenang dan sejak tahun
1977 aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII)
Majenang. Karirnya di PII mula-mula ditempuhnya
dengan menjadi Ketua Komisariat Kecamatan Majenang
dan berakhir (pada tahun 1983) sebagai Pengurus.
Wilayah Yogyakarta Besar. Di samping itu, dia juga aktif
melibatkan diri dalam Kelompok Studi Mahasiswa di
Yogyakarta. Dan kini, bersama istrinya, dia tinggal d:
Yogyakarta sembari berkuliah di Jurusan Antropologi,
Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah
Mada, sejak tahun 1982.
KESAKSIAN SEORANG ANAK PETANI MUSLIM
- Anharudin

Masa Kecil di Desa


Orang-orang tua di desaku dulu sering menghubungkan kelahiran
seorang anak dengan suatu peristiwa tertentu yang amat penting. Misal
nya, kelahiran anak dipengeti (dikenang) dengan saat terjadinya banjir,
gempa bumi, atau geger (perang). Itulah mengapa, simbok-ku*) tak
pernah tahu persis kapan tahun dan tanggal kelahiranku. Ketika aku
bertanya soal itu, dia hanya dapat mengingat-ingat kembali bahwa anak
nya yang nomor lima itu lahir ketika terjadi gegèr pengacau,**) hari
Sabtu Pon, dua hari sebelum perayaan Agustusan (Hari Kemerdekaan).
Dari hasil ingatan simbok itu, kemudian aku perkirakan bahwa aku
lahir di sekitar tanggal 15 Agustus, tahun 1958. Maklumlah orangtua
ku dulu tak pernah mencatat atau mendaftarkan tanggal kelahiranku
itu ke petugas pencatatan.
Aku dilahirkan di sebuah desa di perbatasan Jawa Tengah-Jawa
*rat, masih di daerah Kabupaten Cilacap. Desa itu bernama Pahonje
*n, Kecamatan Majenang. Di desa itulah aku dibesarkan oleh orangtua,
d am sebuah lingkungan keluarga petani. Ayahku, Mohammad Komari,
: E. Siti Khasanah, adalah orang-orang asli kelahiran daerah
“gan latar belakang etnis Jawa. Kakekku dari pihak simbok, men
* r.

! :mbok. ibu.
e. * - - -

8°r pengacau: (geger = peristiwa politik [chaos) ), peristiwa DI/TII.

191
A

192 Mencari Isla"


-
elas asal “:keluarganya),
usul dulu me:
Maluwung yang kat
rang
buruh
1 seoran
g ”tuan tanah ” di dCSa itu -
erke bunan
kurang jelas, :amun
h -
"mbah
da
ut*) Haji Ismail.
il :
: hanya sempat punya d:
E seoran
buy
-

sung lama, an . bok-ku itu. Kemudian : g

Romiah tidak : Siti Khasanah, : hingga wafatnya : :


anak Eg: :
kawin
:santri alumnus Pondok Pesan
situan tanah itu dig:
:5. Sedangkan Siti Re seorang
E
|E: E di desaku, yang darinya aku pernah
tren Yang belajar
kemu.
dian menja - -

kitab kuning. . . meninggal saat aku


*: dari E"E :
kecil, juga hidup :gah juga. Aku tak banyak Engerti kenapa
masih

daerah k: desa kelahiranku dan


-muasal
beranak-pinak di dari
situ.
mereka: : keterangan bahwa kakekku yang ini katanya dulu
Hanya : Eak, yang kemudian bertahun-tahun menyakap tanah

: : Ismail i tuan-tanah itu. Karena asal-usul sosialnya yang


E. : penyikap, maka kakekku yang ini tak dapat mewariskan
apa-apa kepada tiga orang anaknya, termasuk ayahku. Hanya Saja, dia
berhasil melamar dan mengawinkan anaknya yang bungsu, ayahku,
dengan cucu si tuan-tanah itu. Mungkin ini salah satu strategi yang
dapat ditempuh kakek, agar anaknya kelak memiliki sebidang tanah
guna alat usaha tani,

lama makin berk. Yang lebih tragis lagi malah, sawah


0-an sawah itu telah i * - - - - - -ah
u telah Enjadi - Jatuh
petani : ket bE orang lain, diju al. Seiak
J itu ay
lanjut, masih
“ah, yang meskipun usianya :
“:E,
: :ndiri, : tahun 1922 memang bukanlah :
yang
selama : Eka). Dia anya sempat mondok di E
Yang lahir tahun 1933, malah
Anharudin, Kesaksian Seorang Anak Petani Mustin. 193

ergolong buta huruf. Itulah jadinya, kedua orangtuaku su


:da tingkat literasi yang sangat rendah. ME hanya :
:galaman pernah hidup dari zaman ke zaman. Dari zaman Penjajah
-

p Belanda, zaman Jepang, hingga zaman kemerdekaan, Orde Lama dan


:de Baru. Menurut pengakuannya, ayah .Pernah bergabung dalam
laskar Hisbullah/Sabilillah, mengangkat senjata menghadapi serangan
Belanda. Jadi ayahku sungguh merupakan salah seorang eksponen ang
katan '45 yang telah dimitoskan sebagai pejuang kemerdekaan. Meski
un begitu, ayahku tak pernah merasa dirinya terlalu berjasa kepada
| . : ini, sehingga tak perlu merasa punya keharusan atau hak untuk
ikut serta meraih kekuasaan di zaman merdeka ini. Cukup baginya
untuk menjadi saksi sejarah, atau menjadi penonton yang merasa diri
nya tak mempunyai perubahan kualitas hidup sejak dari zaman pen
jajahan hingga sekarang. Apa yang tetap dia saksikan sejak dulu sampai
:karang, katanya, hanyalah keterbelakangan dirinya beserta para war
ga masyarakat petani di desanya. |

Begitulah asal-usul sosial keluargaku. Aku sendiri lahir, setelah


negeri ini merdeka. Aku masih ingat semasa kecil hidup bersama orang
tua di tahun 60-an. Aku masih ingat secara persis, waktu itu keluargaku
dan para tetangga sebelah sering sekali kekurangan beras, banyak orang.
| kelaparan. Aku dan teman-teman mainku di desa sering merasakan
pengalaman yang sama; pagi tidak makan, siang hari makan gaplek
(thiwul),*) dan sore hari baru bertemu dengan nasi. Tapi nasi itu sering
dicampur dengan oyèk.**) Bila musik paceklik datang, maka gaplek
dan oyek menjadi makanan sehari-hari di desaku. Dan karena kekurang
an gizi, keluargaku yang berjumlah delapan orang dan para tetanggaku
juga, sering mengalami sakit-sakitan. - - -

Musim paceklik di desaku adalah saat-saat yang paling menakut


| kan. Namun waktu itu aku tak pernah punya pikiran menanyakan ke
*Pa Paceklik itu terjadi. Aku juga tak pernah menanyakan kepada
:ah kenapa keluarga dan masyarakat desaku itu selalu hidup miskin.
:ntu saja karena dimensi pikiranku saat itu masih sangat sempit, se
- : aku selalu merasakan keadaan hidup itu sebagai sesuatu yang
| : terjadi begitu saja, sésuatu yang given. Bahkan ayahku sendiri,
- : Yang paling merasakan langsung dan bertanggung jawab atas ke
k : keluargaku, juga tak pernah melakukan protes terhadap
dekat : Malah dia sering berucap di hadapan para jamaah mushala
oran "mah, bahwa kemiskinan dan kekurangan hanyalah cobaan
| Eg yang beriman yang harus dihadapi dengan tawakal dan
ayah dal ku pun lama-lama menjadi termakan oleh doktrin teologis
- *n memandang soal hidup ini, suatu doktrin yang memandang
-
• Thiwut,
“) : “akanan tradisional yang terbuat dari ubi kayu.
°k: sei-: -

*ni makanan tradisional yang terbuat dari ubi kayu.


194 Mencari I" . nomi) buka" sebagai produk dari Proses
kemiskinan (ketidaka:
Etoris, Eahku me: dapat sedikit berdakwa: : Enanife:
dalam masy: tu seorang kiai, dia menjadi salah Seoran
-

atau ndalil.")
r
s:E.
untuk memberikan ceramah Pengajian
1
ang dianggap m°: ; Ehala. Dalam temu Egalian itulah,
:
aku dulu sering Sehingga hidup ke : elaparan,
eniadi satu-
Tuhan te: E menjadi : tak Perlu digugat
i: kemi:am yang Eu
lagi. Agaknya bE",E: sosial yang Elegiti: struktur
telah menjadi semae*.:
. isi kemiskinan yang * da. Atau telah menjadi semaCam - -

E
t:u ekonomiya":
all.
i

Tapi tidak setiap peristiwa sosial yang terjadi di desaku begitu saja
tak ak: persoalkan. Aku pernah mempertanyakan sesuatu kepada
:b: ketika sebuah peristiwa terjadi. Waktu itu aku belum sekolah,
Beberapa hari aku menyaksikan banyak orang diikat tangannya ke
belakang (dibondo)**) dan dibawa ke balai desa. Aku melihat juga para
ibu rumah tangga dari ujung selatan desaku dikumpulkan di balai
desa. Anehnya, mereka menangis ketakutan karena melihat sebagian
dari mereka diangkut pergi dengan mobil truk. Beberapa hari kemudian
aku melihat segerombolan orang beramai-ramai berjalan melewati jalan
desa dan masuk ke rumah-rumah penduduk mencari seseorang yang
yang konon akan dibunuh. Aku lalu mempertanyakan peristiwa ini ke
pada simbok. Kenapa orang-orang begitu tega memperlakukan tetangga
kita seperti itu. Kenapa mereka diikat dan katanya akan dibunuh
Kenapa mereka diperlakukan secara kejam. Lalu simbok bilang: "Mel°
ka itu orang-orang tak ber-Tuhan, musuh orang Islam.” Karena saking
bodohnya, simbok juga begitu sederhana mengklaim orang-orang Y*
: dalam sebuah Ormas Petani itu sebagai musuh Islam. Sa:
: dalam benak simbok suatu pikiran bahwa mereka :
politik yang E : Ei: da:
namakan peristi: demagogis
aitu pada Gestok.***)
sebagai geger waktu itu. Simbok kemudi:
sebenarnya waktu it"
aku hampir tak itu.
, adalah
me
E
Islam, sebab
-wa aku tahu
-

P°°aya apa yang dikatakan simbok, bahwa


persis beberapa Orang
:
mereka itu sering pergi sembahyang di E shala E rumahku. Merek*
-
- -

" ") Ndalil: mende -

* “)
krk Dibondo. Eka "*Yat-ayat Al-Quran atau hadis Nabi saw.
3. tangan seseoran
) Geger Gestok: Peristiwa CE yang diikat menjadi satu di belakang.
- - - -
Anharudin, Kesaksian Seorang Anak Petani Muslim -
19 5

Tuhan seP°rti ayahk:


tru orang-orang y*:juga. gan yang
hidup kekurangan yan mendapat cobaan dari
jus
awal kira-kira1967,
capaiSetahun
tahun delap:
kemu ian,tahun
aku dan geger
di baru
setelah
masuk Gesta
sekolah
Emen
Muhammadiyah : 1tu -

kilometer dari rumahku. Di sekolah itulah aku mulai : : dua


dan Muhammadiyah. Guru-guruku mengajari bagaimana :: Islam
dan bersembahyang yang paling benar sesuai dengan yang dic rwudhu
Nabi. Tetapi perkenalanku dengan apa yang disebut a : ontohkan

Ebiasa
nya dimulai saatpergi
tidaksembahyang, itu. ke mushala,
Sejak bahkan
sebelum :: :E
masukserin u sudah 3

ayah bercerita tentang Tuhan, tentang hidup sesud: men engarkan


surga dan meraka. Bersama teman-teman seusia. aku i mati, dan soal
mengaj: hapalan atau mengaji kitab turutan :) Y juga sudah biasa
mengaji bagiku saat itu adalah suatu kewajiban d a, sebab kegiatan
aku lakukan dalam situasi apa pun, baik di musi arI ayah yang harus
musim panen. Memang: meskipun keadaan E :ceklik maupun di
kehidupan warganya sangat diwarnai oleh kegi u begitu miskin, tapi
petang, sehabis shalat maghrib, aku selalu m E agama. Di waktu
kecil mengaji Al-Quran di rumah-rumah, at endengar suaraanak-anak
ku. Aku pun menjadi bagian dari , atau di mushala dekat rumah
Lingkungan : : mengaji.
E mereka, sebab ayah selalu memukul

membuatku menjadi Ularga ::


masyarakat seperti itulah yang telah -

: E:
8g u dan lingkungan - SIarIl. Ayahku, kakekku, te -

agama E. : :: : beragama yang juga karena


8tmata-mata E atau kehendak i: apat saja aku ber
E
sering malas ngai na keinginanku. Semasa kecil dan bukan
lalu E sembahyang, apalagi puasa t:
enarnya aku juga
lama-kelamaan :
bila aku meninggalkan ke : lap: lantaran ayah se
bahkan shalat u pun menjadi terbiasa d giatan-kegiatan itu. maka
Tampak telah menjadi kegiatan a dengan kegiatan se erti -

ka: nya aku pernah E ku yang rutin dan E


E E dan E sekali tak berdaya E
: aku telah E orang i: : kehendak yang
Empertanyak eluk suatu agama isi: ika akhirnya aku sadar
milih
...."ag8 pula, akuapakah
ju
- dgama :-, am, maka
itu memang
an d Jjugatak per
perluaku
: Islam. N::
pernah merasa bah u dan baik untuk
di Ea pilih u, ketika masih b wa aku harus me
U. Bah dIl agama kar ocah, aku tak pernah
, karena hanya Islamlah -

an 3 u pe agama yang ada - - -

5:- Aru tdri - Al


-Q
-Quran untuk pemula
A

da agama lain, “: Islam. :lahir,


-

dansimbah
di situ sudah
sudah menjadi kiai, di
ada tradisi di
2013 sudah ada : lahir ke dunia ini telah dihadan Sem

bahyang dan : E : Eg oleh men


pranata dan tra Etama karena akibat : °mbudayaan
jadi Muslim, pe - - roses pertemuan antara Pranata
yang terjadi secara : :IInd y: secara objektif telah :
hat: sosial, tradisi dan " situasi intelektual-psikologisku Yang selalu
dalam masyarakat, : dan simbol-simbol. Sebab masa kecil.
terbuka bagi masuknya E dengan kemungkinan untuk terjadinya in.
ku adalah : E pun. Kalau saja waktu kecilku berada dalam :
:: keluarga atau masyarakat yang tanpa
dapat saja aku menjadi orang yang tak beragama. buatk
agama, maka -

Pengalaman di sekolah dasar tentu saja membuatku dapat me.


ngenal lebih jauh keadaan kehidupan di desaku. Sebab, guru-guru di
sekolah itu cukup banyak mewarnai peta kognisiku dalam mengenal
dan mengerti jagat raya ini. Pernah dalam suatu tingkat perkembang
an pikiranku, aku akhirtiya tahu bahwa di desaku sebelah utara ada
beberapa orang petani yang mampu naik haji. Orang-orang itu memang
sangat kaya rumahnya gedung, punya radio, sepeda dan tanah u:
Padahal di bagian selatan desaku, atau di sekitar lingkungan tetanggaku,
rumah gedung, radio, sepeda adalah barang-barang langka, yang jarang
dimiliki petani. Aku kemudian mulai dapat membedakan antara petani
kaya dan petani miskin.Tapi waktu itu aku belum dapat menyimpul.
kan bahwa orang-orang Islam di desa yang mampu naik haji ternyata
hanya orang yang berasal dari kelas petani ”tuan-tanah”. Aku juga tak
:Pat berpikir bahwa sarana produksi Pertanian, terutama sawah, ter.
Eata di desa-desa lebih banyak dikuasai oleh para haji, orang-orang
Islam yang konon paling &tol menentang program (aksi) landreform.
Enam tahun aku belajar di lingkungan pendidikan Muhammadi.
yah, dan cukup bagiku akan diri dengan cara tertentu dalam

a di desaku i - diriku dengan grang-orang Islam lain:


guhnya, aku E °rang-orang NU (Nahdhatul Ulama). s:
dua yaian kkeloE mengenal dikotomi NU-Muhammadiyah seba:
: :stru di sekolah sebab, apa yang :
mpok Musl

yang lain. Pelajaran kemuhammadiyahan :8


- -

yah,
orang-orang NU.
-

sehi: begitu M:
gandrung kepada
" dalam diriku suatu stereotype tertentu te'
Kecintaa
terhadap N: terhadap Muhammadiyah, dan konflik psikolo:isku
- - - -

“ya juga tidak be:Eusendiri"


Anharudin, Kesaksian Seorang Anak Petani Muslim 197
itu tak pernah mengerti betul apa perbedaan hakikian - -

: Islam itu. Aku hanya dapat merasakan E


Muhammadiyah dan NU telah menjadi dua agama yang saling ber:
:ntangan, saling bentrok. Yang satu, Muhammadiyah, telah menjadi
agamanya orang-orang yang lebih mengutamakan membaca Al-Quran
En Hadis, bukan kitab-kitab para ulama; atau agamanya orang-orang
yang berjumatan dengan azan satu, dan shalat tarawih sebelas rakaa:
juga agamanya orang-ºrang yang suka mengklaim dirinya anti-bid'ah,
atau sebagai pembaru. Sedangkan yang satu lagi, NU, telah menjadi aga
manya orang-orang yang suka shalat subuh dengan gunut, suka mengi
rim doa ke kuburan dan memberikan penghormatan berlebihan kepada
orang yang sudah mati; atau agamanya orang-orang yang suka membaca
shalawat badar dan tahlilan. Juga agamanya orang-orang yang suka
membaca kitab-kitab kuning. Begitulah pemahamanku tentang NU
dan Muhammadiyah saat itu, suatu persepsi yang amat dangkal dan se
rampangan.
Celakanya, ayah dan kakekku adalah orang-orang yang masih
-

kental tradisi NU-nya. Padahal mereka adalah orang-orang yang paling


aku takuti dalam lingkungan keluarga. Aku sangat sedih ketika aku
sudah khatam mengaji Al-Quran, Mbah Kiai Imam selalu memaksaku
untuk mengaji kitab kuning padanya. Hampir setiap malam, sehabis
shalat maghrib dan shubuh, aku selalu dibebani kewajiban untuk
mengaji kitab kepada simbah; membaca dan menerjemahkan melalui
petunjuk dan bimbingannya. Waktu itu aku sempat mengaji beberapa
kitab kuning, seperti Sulam Taufiq, Sulam Munajat, Jurmiyah, Taqrib
dan Supinah. Aku pernah mempelajari kitab-kitab itu,-membaca dan
menerjemahkannya dengan bahasa Jawa, dengan sistem sorogan, atau
cara ngaji gaya khas pesantren tradisional. Dalam lingkungan keluarga,
aku juga sering mendapat,suntikan-suntikan moralitas dan tradisi NU,
“rutama dari simbah kiai. Misalnya, aku harus membiasakan shalat shu
buh dengan membaca gunut, aku harus dapat menghapal teks shalawat
"adar, dan aku harus dapat menghapal doa wiridan. -

Akhir tahun 1972 aku tamat SD. Namun masih teringat betapa
"* kecilku selama itu berada dalam tarik-menarik antara dua tradisi
: yang berbeda. Di pagi hari, di sekolah Muhammadiyah, aku
: harus menjadi orang Muhammadiyah yang baik, yang benar
: ikatan primordi al-k emuh amma diyahan dengan guru
dan k : kawan-kawan. Sedangkan di sore hari, di lingkungan tetangga
: "arga, di mushala, aku harus menyesuaikan diri dengan tradisi
: yang berporos pada mbah kiai itu. Dan aku harus tunduk
Onflik: tradisi mbah kiai yang NU itu. Bertahun-tahun situasi
tgitu : (psikologis) ini berlangsung dalam diriku, dan karena
a: Pengaruh cara berpikir Muhammadiyah dalam diriku, ingin
a aku mengubah cara-cara beribadat kaum nahdhiyin yang waktu
"u aku: angg
: ap sebagai bid'ah. Tapi aku pun ternyata tak mampu m°
A

198 Mencari Isla" ahku yang kolot. Itulah yang pernah aku -

lawan otoritas *imbah dan ay ah IIl


memang dapat membuat orang Islam
akan, bahwa Muhammadiy tatif terhadap sesama orang Islam, terutama
-

E: sifat yang kon fronta -

di desa-desa. itu, ironisnya, justru berlangsung dalam


Suasana kon flik aagama
keadaan hidupku yang sel alu diliputi kekurangan. Atau dalam keada:
ekonomi masyarakat desaku
-

ang mem yang amat rentan terhadap bahaya


eklik dan kelaparan y gancam setiap saat. Sehingga sejak it:
: sudah terkondisi untu k berpikir bahwa antara agama dan ekonomi
itu selalu terpisah, sama sekali tak bersinggungan. Artinya, ketika orang
- al kebaikan Tuhan,
- - - dan soal hidup sesudah mati,
: : : terhadap keadaan konkret masyarakatnya.
IIla.

Dalam agama yang : Eian dari episteme :


mengenai(cara berpiki - -

masyarakat, "E. ang membuat keadaan masyarakat itu menjadi


sosial-historis : peroleh dari kitab-kitab kuning, yang pernah aku
E : lebih dari sekadar etika hidup, tentang batal-haram.
nya suatu perbuatan, atau tentang tata cara mendekatkan diri kepada
Tuhan. Kitab-kitab kuning itu sama sekali tidak menyinggung soal se.
isi konkret masyarakatku yang selalu dilanda kekurangan
:-

dibilang E kitab-kitab kuning itu adalah warisan


NU yang aku peroleh dari simbah kiai, mak a sebenarnya lingkungan
NU tempat aku pernah berada tak pernah memberikan persepsi apa.
*P tentang Islam, kecuali hanya pemahamanku tentang ajaran Islam
“: : kiai (yang orang NU itu) mengajariku sebuah Islam
yang amat legalistis.

istis, yang berisi kaidah-kai

tak pernah membeahwa terhadap masa kecilku, Muhammadiyah juga


rikan perspektif apaapa tentang Islam, kecuali
Pengetahuan tentan
rafat, Serta penget gjenis-jenis perbuatan bid'ah, takhyul, dan :
Nabi Muhammad.ahuan tentang bagaimana mencontoh perbuatan ritu
Dalam setiap pelajaran agama atau pendidikan :-
Islam yang aku terima, tak pernah aku IYA endengarkan guruku E8,
*n masyarakat desaku begitu miskin dan terbel cerita
sering kekurangan
makan. Guru :
“ntang kehebatan M uhammadi guruku malah lebih banyak kt:
murnian ajaran Islam yah dalam berjuang menegakk: arah
-

, apa yang aku peroleh dari pela


täIl 5t
% pengetahuan Islam y* an:
Islam dan
yah telah
ImaC am
menjadi Isl
agama, Sesuat kt:
sadaran subjektifku “ yang disakralkan. Memang, ini t:
*8 muncul secara eksplisit pada
Anharudin, Kesaksian Seorang Anak Petani Muslim 199

karena : itu aku : dapat mentransendensikan Pengalaman hidup


keluarga dan masyarakat, itu ke dalam suatu rumusan yang S1stematis.
Namun aku dapat menilai kembali setidaknya pada saat ini bahwa
islam telah dihayati oleh orang-orang di sekitarku dulu hanya sebagai
suatu keharusan orang untuk ngaji, sembahyang, dan berwudhu dengan
baik. Begitulah Islam dihayati dan dipahami baik oleh simbah-ku yang
orang NU itu, maupun oleh guru-guruku yang orang Muhammadiyah.
Islam tak pernah menjadi suatu pemahaman yang dapat menjelaskan
proses sejarah masyarakatku yang miskin, apalagi menjadi alat untuk
membebaskan orang-orang yang hidup miskin tersebut dari masyarakat- .
Awal tahun 1973 aku memasuki pendidikan menengah pertama di
nyd. -

Sekolah Teknik Negeri (STN) Majenang, sekitar empat kilometer dari


rumahku. Waktu itu umurku sudah mencapai empat belas tahun lebih.
Dan seperti layaknya anak seorang petani di desa, bocah seusia itu telah
dianggap memiliki nilai ekonomis bagi orangtuanya. Aku pun harus
sudah mulai bekerja berat membantu ayah; mencangkul di sawah, men
cari kayu bakar ke gunung, menumbuk padi, bahkan ikut serta menjadi
buruh tani menuai padi di sawah orang lain bersama simbok. Di hari
hari selama aku menempuh pendidikan menengah, hidupku diliputi
pergulatan ekonomis yang cukup berat. Aku harus bekerja keras untuk
meringankan beban orangtua. Waktu itu pernah terjadi, ayahku tak
dapat menggarap sawah karena tanah sawahnya terpaksa disewakan se
lama beberapa tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
ayah menjadi kusir dokar*) milik tetangga, dan aku bersama kakakku
yang masih sekolah di PGA Muhammadiyah terpaksa melakukan pe
kejaan nderes (menyadap) kelapa. Pagi hari sebelum berangkat se
*lah, dan sore hari sebelum shalat maghrib, aku harus sudah naik
: memanjat pohon kelapa. Aku memanjat sepuluh pohon, sedang
: kakakku memanjat dua puluh pohon. Pohon kelapa itu pun se
: : orang lain yang aku sakap hasilnya. Hampir dua tahun
Sei: : pekerjaan ini, mengambil nira setiap pagi dan sore.
dan : ian sim ok. siang malam memasak nira itu untuk dijadikan gula,
nyak : gula. itulah simbok dapat membeli beras, mi
orang. *uk-pauk untuk dimakan keluarga yang jumlahnya delapan
a:: II11 hanyalah salah satu saja dari kasus kehidupan
Yang : : : ada di desaku. Hampir semua keluarga sekèng**)
memang terk CSaku mengalami penderitaan yang sama, karena desa itu
*l amat minus. Lahan sawah di sekitar desaku diliputi
“Wa-rawa yan8 h"ampir setiap musim hujan tergenang banjir. Sering
- - - - - -

: ,

“)
“) :dokar: supir delman.
-

g melarat, miskin, ekonomi lemah.


-

200 Mencari Islam k gan desa hin


kali bahkan air bEg
- - Angga :
sekali tergenang banjir
:. itu naik ke peka:" ketina.: ln.

Eeter.DenganDesa itu jadinypersawahanlpertanian semacam it:ama ber.


kondisi
u,
- er

penduduk desa yang sebagian besar E. : dan bur:


-

hanya dapat memane: padi setahun se k , Y pa kmusim kemarau.


Itulah sebabnya, musim paceklik dan ke E makan di desa itu se
lalu datang t: : saat menunggu panen padi musi:

kem::: hanya : amatsetahun se** , ...


padat penghuninya. Banyak para buruh
-

tani

yang ngindung") mendirikan rumah di a: pekarangan milik Or


iain. Aku masih ingat ketika di akhir tahun 70-an para petani
:“atu gurem
buruh tani pengindung itu berbondong-bondang mengikuti
si. Banyak tetanggaku yang E mengikuti program ini
“E
i:
mereka dijanjikan akan diberi tanah luas. Kakakku yang sulung :
iarasi ke Kalimantan beserta isteri 8 Juga
berangkat bertransmigrasi ke isteri dan dua Oran
anaknya. Adikku perempuan, ya: baru tamat SMP, dijodohkan : g

ayah agar ia dapat ikut bertransmigrasi. Dia berangkat transmigrasi :


Sumatera tiga hari setelah pernikahannya. e -

oleh sebenarnya, kehidupan


tingginya jaminan petani
hak-hak di desakuuntuk
subsistensi waktu itu masih diwarna
para arnai
gginya J - Para anggota mas
rakatnya yang hidup tak bertanah. Misalnya, Para buruh tani dan ya
gurem berhak ikut serta mbawon (menuai padi) milik tetangga petani
penggarap dengan upah mbawon yang layak. Para pE
berhak bekerja apa saja di rumah petani pemilik tanah demi :
mendapat makam. Tapi karena sumber-sumber material yan ada:
di desa itu sangat langka, dan karena nilai output E ng tersedia
rendah, maka yang terjadi di desa itu adalah kemiski : sangat
atau kemiskinan yang terbagi-bagi di antara w nan bersama,
an reali - - arga masyarakat. Gambar.
railrra wa:

Suat alitas di tingkat mikro ini sebenarnya


- ' - Ya cuk
cukup representatif sebagai
- - -
-

atuketerbelakangan
dari cermin kehidupan petani
petani di desa-desa.
di desa Ironisn Dan iniini adalah refleksi :
di desaku terjadi bertahun-tahun Bahkan a, keadaan semacam ini :
mpai saat negeri ini me.
masuki
tidak menyaksik :E
masa yang disebut pembangunan. Dan sampai saat ini, aku
3 -

Mas -
di desa itu ada ormas, Lemb
-

haE. apalagi partai Politik, yang punya :


desa itu, han : E itu: Muhammadiyah dan NU, yang ada di
dakwah soal i agalmana
ibuk berlomba membangun masjid, dan gencar ber
cara bersembahyang yang sah menurut Islam.
ntang Islam pada waktu itu juga tak berbeda
an ka
tang keharusan-kehar um awam yang penuh dengan pengetahuan te:
Tuhan. Itulah "san orang untuk semata-mata menyemba
sehingga E agama yang kuperoleh dari masyarakatk".
- -

- sadar betapa hidupku selalu kekurangan, Islam?"


Anharudin, Kesaksian Seorang Anak Petani Musim 201

menjadi sangat tidak menarik. Aku Pun merana tak butuh agama atau
tidaknya malan beribadat. Jika saja waktu itu aku telah memiliki
: rita untuk berdakwah, atau telah mampu merumuskan persoalan
E yang dihadapi manyarakat dan keluarga, maka aku akan ber.
: di hadapan para petani Muslim di mushala dekat rumahku.
Bahwa, untuk menyembah Tuhan, untuk bersembahyang dengan baik,
bagi kita sebenarnya tak ada hambatan. Tapi untuk dapat hidup layak
bagi kita saat ini amatlah "ulit di daerah kondisi pertaniannya
yang
tidak subur. Persoalan kasat mata yang kita hadapi saat ini bukanlah
bagaimana beragama dengan baik dan benar, melainkan persoalan sem
pitnya lahan wawah yang dapat digarap, mahalnya input pertanian,
Endahnya nilai .produksi pertanian, dan langkanya modal buat usaha
di luai pertanian Dan yang penting lagi bagi kita, sebenarnya adalah
perlunya serikat-serikat petani yang berkepedulian sosial, yang dapat
membela hak-hak politis petani untuk menentukan sendiri jenis tanam
an yang cocok untuk tanahnya, dan untuk melakukan tawar-menawar
dengan yang menentukan harga hasil produksi pertanian. Begitulah
rencana dakwah Islam di mushala dekat rumahku yang tidak sempat
aku sampaikan karena kebodohanku. Sehingga, para petani di sana
masih saja "dicekoki” oleh dakwah Islam dengan janji-janji surga atau
ancaman neraka di akhirat nanti. Mereka sama sekali tidak dikondisi
kan untuk berobsesi meraih kesempatan yang cukup guna memiliki
dan menggarap tanah sawah dengan harga padi yang lebih tinggi.
Itulah hal-hal yang kusaksikan di desa; sedangkan di sekolah, aku
tak pernah menjadi murid yang berprestasi. Nilai raporku banyak yang
mrrah. Barangkali ini hanyalah akibat yang wajar, karena tingkat ke
cerdawanku di sekolah hanyalah refleksi saja dari basis material yang
ada di lingkungan keluargaku. Artinya, kebodohanku adalah akibat dari
kemiskinanku, bukan sebaliknya. Misalnya, aku tak dapat belajar di
malain hari karena hidupku sehari-hari sudah terlalu capèk bekerja.
Makanan yang kusantap setiap hari juga jauh dari persyaratan gizi, se
hingga aku sering "ngantuk" di sekolah. Aku tak mempunyai sarana
Penunjang untuk dapat memperoleh informasi tambahan. Di rumahku
ak ada radio, koran, apalagi televisi. Aku pun sering terlambat sekolah,
*na dari rumah ke sekolah aku tempuh dengan jalan kaki, dan se

Akh,ir tahun 1975 aku selesaikan sekolah teknik itu. Ingin rasa
letusnya
" aku dapat melanjutkan sekolah ke STM agar kelak aku dapat be
: “bagai buruh di sebuah perusahaan kontraktor. Aku ingin bekerja
: kaji tinggi agar aku dapat membantu para petani di desaku.
Ekinan itu kandas lantaran tak ada jalan bagi ayah untuk mem
: “kolahku. Akhirnya ayah berusaha agar aku dapat meneruskan
: tapi tidak di STM, melainkan di pesantren. Sambil menunggu
:", ayah untuk memberangkatkan aku ke pesantren, aku ber
"ja. Tapi kali ini tidak sebagai penyadap kelapa, melainkan se:
- kul
unan jembatan sungai Cijalu,
malam hingga Pu kul lima
Majenan
ma Pagi, den u
- - -

E :bulan lamanya aku bekerja di situ, ::


: mengumpulkan uang untuk bekal keberangkatanku i:
pesantren. - - ",

Pengalaman di Pesantren
Tahun 1976 aku masuk di sebuah pesantren yang sudah cukup
terkenal di daerah Banyumas, yaitu "Wathaniyah Islamiyah", Keba
rongan, Pesantren tersebut terkenal sebagai pesantren modern. Baran
kali karena pesantren ini telah menerapkan sistem sekolah yang klasikal
dan tak lagi menggunakan bandongan atau sorogan sebagai suatu ca:
belajar-mengajar. Memang sejak awal tahun 70-an, pesantren ini telah
"dimodernkan” oleh pemerintah dengan bantuan berupa alat-alat pen.
didikan keterampilan. Dan karena telah dijadikan sebagai salah satu
”pesantren pembangunan", maka lembaga ini telah kehilangan tingkat
keswadayaan serta identitasnya yang asli demi mendapatkan bantuan
dari suatu kekuatan politik: - -

Di pesantren inilah aku memasuki sebuah episode baru dalam per.


jalanan hidup. Tapi sebenarnya, pergulatanku dengan "situasi ekono.
mis” yang selalu mencekik, yang sedikit banyak telah berpengaruh ter.
hadap kecenderungan. berpikir dan watak intelektualku, tidaklah ber.
akhir sampai di sini. Masih banyak lagi rentetan peristiwa kemiskinan
yang dapat diungkap selama aku berada dalam pendidikan pesantren,
Tapi Di
itu pesantren
tidak perlu.aku belajar menulis Arab, dan sekaligus mempelajari
- - -

bahasa itu dari menghapal kosa kata hingga memahami arti dan struk
tur kalimat-kalimatnya. Aku belajar nahw. sharf, balaghah, dan
beberapa piranti lain yang dapat mendukung kefasihanku berbahasa
Arab yang konon merupakan bahasa pengantar ajaran Islam. Agaknya
di situlah aku pernah belajar Islam secara langsung dari sumbernya yang
EAra: Ya, aku pernah belajar memahami Al-Quran: “
yang berbahasa Arab itu melalui bahasa sehari-hari yang lebih dap*
dimengerti. Setidaknya, karena telah mengenal bahasa Arab dengan
lumayan, aku pernah dapat secara lancar mengartikan secara tekstual
ayat-ayat Al-Quran dan beberapa potong hadis. u itu
Tapi sesungguhnya, apa yang masuk ke dalam bena: pikiranku:
bukanlah Islam yang sebenarnya, atau pikiran-pikiran Tuhan itu sendiri,
melainkan pikiran-pikiran para kiai (ustad). Ketika di pesantren :
memang belajar Islam, tapi setelah kemudian aku sadar, sebenar:
waktu itu aku belajar mengenai penafsiran-penafsiran subjektif :
lama atau kiai tentang ayat. Misalnya, aku pernah tergoda oleh pe:
siran seorang kiai tentang salah satu ayat: bahwa Tuhan akan
alas perbuatan manusia setimpal dengan perbuat* di duniai
E
Anharudin, Kesaksian Se orang Anak Petani M
urih 203
tiap orang akan mendapat perlakuan Tuhan, bai
: baitk yang kaya mauptun yang nku
ang ia perbua di dunia. Menuru Pemahama
: maupun
kemudian gan amal
: 1 - •

:n semacam ini ternyata tidak menarik, karena tidak E


keadilan Tuhan. Ini sama saja dengan pemikiran sosial yang men :
kan bahwa orang yang bekerja keras berhak dan absah untuk E
p eroleh bagian lebih besar dalam masyarakatnya. Sebuah Penafsiran
Islam yang bernada individualistis dan kapitalistis. .
Meskipun setiap bentuk penafsiran orang tentang kata-kata Tuhan
itu sah danboleh jadi benar karena Al-Quran selalu terbuka bagi siapa
saja untukmenafsirkannya, tapi jika penafsiran itu lucu dan tidak ber
manfaat bagi kehidupan masyarakat, maka apa yang dikehendaki
Tuhan seolah menjadi tidak menarik, dan Islam menjadi tidak ber
manfaat lagi bagi manusia. Padahal Islam jelas diperuntukkan bagi
manusia dan bukan untuk Tuhan. Memang banyak ayat Al-Quran yang
begitu mudah diartikan secara harfiah, tapi tidak setiap orang mampu
dan mau menafsirkannya dengan bahasa yang bermakna, yaitu bahasa
yang berhubungan langsung dengan realitas tertentu dalam kehidupan
yang kita rasakan sehari-hari. Itulah jadinya, banyak ayat yang hanya
diartikan atau diterjemahkan secara verbalistis, tak bermakna. Para
kiai di pesantrenku juga tak pernah mengalih-bahasakan ayat-ayat
dalam konteks kehidupan nyata. Mereka malah lebih sering menafsir
kan Al-Quran dari sudut pandang eskatologis yang sarat dengan bayang
bayang
Irohid up ,ses
nisnya per seph si
uda i. jek
matsub . . tif
. tentang diktum-diktum Al-Quran dari
para ulama atau kiai di pesantren sering dipandang sebagai suatu
kebenaran mutlak, sehingga orang-orang di lingkungan pesantren ter
kondisi sedemikian rupa untuk memeluk pikiran ulama atau kiai bagai
kan memeluk agama Islam itu sendiri. Siapa yang menentang pendapat
kiai dapat diklaim sebagai ”murtad”. Inilah sesungguhnya refleksi ke
hidupan orang-orang Islam di lingkungan pesantren yang masih diwarnai
hubungan santri-kiai yang ”feodalistis”. Selama beberapa tahun di pe
santren, aku pun merasakan betapa aku harus takluk kepada ”hege
moni” pikiran ustad. yang kolot itu. Sehingga pemahamanku terhadap
Islam pun tidak diperoleh melalui suatu proses pencarian intelektual
yang berlangsung secara dialogis. Aku hanya menerima informasi ke
*man secara pasif dan sepihak dan tak pernah memikirkan kembali
"masi itu secara kritis. Itulah salah satu yang membuatku tidak
: E di pesantren, karena setiap saat aku harus berhadapan
: sedalisme kiai. Aku dikeluarkan dari pesantren gara-gara sering
denganlebkiai
ok":
*: .
ih aku belajar Islam di pesantren dan harus berakhir
m: “: Tapi aku merasa bahwa dunia pesantren itu telah
: benar-benar "memiliki” Islam sebagai agama alternatif.
“ *) karena setiap hari aku selalu mendapat suntikan ajaran

:
-

:
:
Wr

204 Mencari Islam A

Islam dari para ustad, sehingga kecintaanku terhadap Islam tem -

tinggi. Pada awalnya memang aku menerima Islam hanya Secara a :


saja. Artinya, penerimaanku terhadap Islam bukan karena aku :
melakukan pembuktian melalui penelitian serius bahwa Islam itu :
benar
cocokan hebat.aJuga
danberagam bukan karena
lain sehingga aku Pernah
aku melakuk mengalami ketida:
an konversi pindah ke ak.
ma Islam. Aku menerima Islam secara final lantaran ketika di pe:
aku sering mendengar Para kiai berkhutbah bahwa hanya Islamlah :
satunya agama yang paling benar menurut Tuhan. Dan sia-sia saja b u.
orang yang memeluk agama lain. Aku tahu persis bahwa pem:
itu diambil dari kata-kata Tuhan yang ada di dalam Al-Quran. T n
karena sudah sejak kecil aku percaya bahwa Al-Quran itu mutlak i:
maka kemudian aku juga yakin seyakin-yakinnya bahwa pemy:
itu benar. Jadi, kepercayaanku terhadap Tuhan, dan keyakinanku ter
hadap kebenaran Islam tampak telah menjadi fakta Psikologis atau :
la mental dan kultural yang sudah sangat sulit untuk dimusnahkan
Tapi sejauh itu aku belum dapat menemukan bahwa Islam i
suatu agama yang juga menawarkan konsep mengenai sistem-sistem ke:
hidupan yang menyangkut sistem-sistem ekonomi, sosial, politik yan
hebat. Bagaimana mungkin aku mampu menemukan itu, kalau aku Stn
diri waktu itu belum dapat bersinggungan dengan sistem pemikiran
lain yang dapat kujadikan referensi perbandingan. Waktu di pesantren
aku merasa bagaikan katak dalam tempurung: melihat Islam dalam
horison yang amat sempit. Ya, di pesantren aku tak dapat bersentuhan
dengan pemikiran sosial lain, juga tak dapat memikirkan masalah.
masalah keislaman secara reflektif mendalam. Tapi aku sungguh mak.
lum bahwa pesantren bukan tempat yang kondusif untuk melakukan
pengembaraan intelektual. Ia bukan tempat yang baik untuk belajar
Islam, tapi pesantren amat baik untuk mengembangkan kesalehan pri:
badi, atau untuk belajar bahasa Arab.

Menjadi Aktivis PII


Aku masuk organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) pada akhir
tahun 1977, ketika pertama kali aku mengikuti pelatihan dasar kepe.
mimpinan (basic training). PII telah benar-benar ikut serta memben.
tuk watak intelektualku, telah memberi dasar-dasar untuk memah."
Islam dalam perspektif yang sedikit lebih luas. Hampir selama"
tahun aku menempuh kari di PII, sejak dari menjadi Ketua Koma:
Kecamatan Majemang, hingga terakhii diberhentikan dari jabatanku *
bagai Pengurus Wilayah Yogyakarta Besar tahun 1983. ial akhir
,...k: ibatanku dalam Kepengurusan pil di tingkat lokal:
1979, ketika aku keluar dari pesantren dan kembali ke desa hidup .
sama keluarga. Tapi dalam situasi ekonomi keluarga yang :
aku tak dapat hanya sibuk dengan kegiatan Pii yang tidak produ
Askar-da, Ke=k- Seer-g 4-a: Pe: - 2:

Aku lalu bek: : tapi kali : : : ani aaa bara


Egunan, : , : te: Tata Usaha TET: : :
Majenang- ta: kemudian, aku bekerja *ebagai gura di SMP :
hammadi yah di kota yang sama- Dua tahun aku B-k: h: :
ir tahun 1980 aku mengikuti ujian persamaa 3 fir:za pada
akhir * Persamaan negeri untuk me:-
:okh ijaza:
Awal tahun ajaran
-

1981 aku mencoba melancorg ke Yogya, dan


mengikuti ujian masuk Perguruan ties: Perintis. Karena zagai, ak: :
mendaftar ke sebuah universitas yang baru dibuka, UEF.ersitas Mu
hammadiyah Aku diterima di jurusan Hubungan Internasioral, Fakul
tas Sospol. Tapi di sini aku hanya serapa bertahan satu semester lan
taran tak ada dana untuk membayar kuliah. Untuk tetap bertahan
hidup, aku mencoba ikut berdagang kecil-kecilan bersama seorang
kenalan. Kemudian untuk kedua kalinya, aku berspekulasi mengiku:
ujian masuk Perintis 1982. Kebetulan aku diterima di UGM, Jurusan
Antropologi, Fakultas Sastra dan Kebudayaan. Sampai saat aku tulis
cerita ini, aku belum sempat menyeesaikannya.
Sejak itulah aku mulai membuka mata dan memberikan kesem
patan seluas-luasnya untuk potensi intelektuaiku dalam berkenalan
dengan berbagai jenis pemikiran, termasuk pemikiran sosial baik yang
"sekular” maupun yang "teologis”, melalui membaca, diskusi, dan me
nulis, Tentu saja masih dalam konteks kapasitasku sebagai seorang
anak petani yang selalu dililit situasi kekurangan, suatu situasi yang
selalu membatasi peluang untuk perkembangan intelektuaiku. Barang
kali, kini aku tengah menjadi bagian dari eksponen generasi 80-an, se
buah "angkatan” yang belum terbukti mampu memberikan banyak
kontribusi untuk perkembangan sejarah masyarakatnya
Sejak aku berada di Yogya pada awal tahun 80-an, pertama kali
yang aku masuki adalah lingkaran anak-anak PII. Sampai akhir 1983
aku bergaul bersama mereka dalam aneka kegiatan yang telah mem
bawa diriku ke dalam corak tertentu dari perkembangan alam pikiran
dan kepribadianku. Alam pikiran PII bagiku adalah alam yang sangat
Percorak teologis, suatu cara berpikir yang selalu didasarkan atas ke
*dak-kehendak Tuhan, berpacu dengan imperatif-imperatif ajaran
*ng diderivasi dari Kitab Suci. PII memang punya tradisi kuat men
:* orang-orang agar selalu berpikir dalam konteks ajaran-ajaran
* atau kehendak kehendak Tuhan yang ideal dan normatif. Namun
: metode berpikir yang dikembangkan PII selalu bersifat deduktif;
: langit ke bumi, dari ajaran ke masyarakat, dengan menempatkan
E : Pemikiran-pemikiran tentang Tuhan di atas pemikiran em
atau Eka PII hanya melahirkan suatu teologi yang antrealitas
aku Eah. Ayat-ayat Al-Quran dipahami secara tekstual dan
: dari konteks realitas konkret masyarakat kita ini. Sampai
*enjadi : ekstrem, orang-orang PII dengan kerangka teologinya itu
- sok tahu” tentang apa-apa yang dikehendaki Tuhan, sehingga
:
i
-.

}
Y
206 Mencari Isla"
n kehendak
: kehendak Tuha" dirinya itu seolah-olah
itu sendiri dianggap seb aga:
Inilah teologi -

gai -

diklaim sebagai
-
:undamentalis"
-
Y:
- yang IIlu Agkin
memperlakukan •- obs
t esi - -

obsesi da
pandangan-dunia yang khas, sebagai entitas Pemikiran Islam se Spat
yang penerapan: : dalam kehidupan sosial dunia k yang ek:
E menyeluruh da: tanpa kompromi. Dengan : ini :
Islam dianggaP sebagai sesuatu Y*8 ada di langit E ini S

kepala dan pikiran kita ada di wilayah Islam, tapi kaki strak. Seni maka
injak : dunia yang berada di wilayah lain. kita selalu :
etapapun radikalnya pemikiran teologi it - eng.
salahan. di tingkat epistemologinya yang i: : tapi lantaran ad
menjadi tidak populer. Teologi Islam kemudi itu, maka te l a ke.
Entellectual exercise untuk mencari hal : hanya akan 9logi ini
negara Islam, Bank Islam, teknologi Islam i yang berlab njadi
nada etis-normatif. Bergulat dengan Islam , dan seterusnya el Islam:
orang frustrasi, jika ia sampai merasa asi semacam ini dapat yang be:
nya atau menolak eksistensi masyarak ng dengan lingkun membuat
suai
buat dengan ideal-ideal
orang menjadi Islam itu.. Le
antidial salnya yang
Lebih-lebih lagi, di:
hal 88ap belum :
berbeda. og denganeksistensipikiran ini dapat:
orang lain :
ya i Agak
gaknya kita memang tak dapat m
- -

g lain yang

intelektual
mengenai si Islam tel pat menutup
elah melahirkan b -
upaya-upa. mat
nata bahwa
hentigenai sistem-sistem
di tingkat te erbagai
Islam , tapi pemikiran s pemiki
- mikiran -

menthog*) ti
og*) di tingk oretis spekulatif.. Pemikir
Pemiki emacam itu s
ering ber.
lagi all si
nerapkan : :
gkat rumusan
Islam itu str
k an Islam pad d
mengenai
umumnya
: - :
erupakan
juangan politis
- ruangan h e dalam duni
gan hampa. Rumusan Isl a nyata ini, ya agaimana me.
ketegasan k masih simpang-siur. Kar Slam mengenai ng bukan
t
diperjuan
-

E melalui usah
g
apak ena itu, kita Emrategi
pakah sistem-si
-

p:
memiliki
- - -

Perubahan
yang pada yang gradual
dasarnya a:usahaatau
tid evolutif, politis-ko stem Islam itu haru
E dengan u:
E -
inilah : an: : gerakan :
Politisnya. Akhirnya : Islam terpecah t: di
te - - 3 llm - ma kesi -

sikap realisti
: g dituntut untuk ber
- stis, bahwa
E ap : - enerapkan Et t:
umat
d-
-
t
Islam, telahat
-

m > S
3.Il

slam itu.

wila E
kekuatan IIlaSSa Islam
-
E
Kita -
: kembali
us dan berupaya ba
mereka
-

metodologi dan miskin sumber da : akukan perjuang"


- -

di

analisis kritis ú. E:ual : :


enjelaskan P"
T
*} M
"hog: buntu atau berhentiti karena ada
- halangan.

|
v
Anharudin, Kesaksian Se Prang Anak P
etan

es hi
storis masyarakat kita. Selanjutn Muslim 207
ses-pr: : dana karena sumber-sumber E benar-benar mis -

kin :k kecil orang ““elah dikuas: E


lomp yang
sek°Eah membuat semacam ketrustrasian-psikolO
pII yang berteologi
9. ”fundam
- amentalis” itu. K
-
:. 23 : gis bagi
g orang
o: Islam yang idealistis-normatif, di lingkungan En ber

:m memahami masyarakatnya ::sungguh


ik Eselubung ketat yang membutakan telah
Para aktivis
- -

ktur-strukt: sosial dan kondisi ekonomi, lingkun E politik,


: dan konteks.
am skala global). Itulah mengapa, PII
eksklusif, kaku dan tidak menarik. ME menjadi kelom
po a ini cukup gigih, terutama dalam usahanya :: Pn
ibadi Muslim yang Punya komitmen tinggi terhadap E
, komitmen: hanya diekspresikan dalam bentuk kesal :
ribadi. Moralitas PII hanya dimanifestasikan dalam bentuk
beribadat, menjalankan ritual-ritual Islam dan peka terhadap oran
:
lain yang tidak shalat. g

Ketika berada di PII, aku masih dapat menatap dunia lain, bahwa
di luar pemikiran teologisku yang fundamentalis itu, aku menyaksikan
adanya sebuah teologi Islam lain yang begitu optimistis menerima dan
membenarkan setiap fenomena modernitas. Tapi bagiku, teologi ini
Ek memiliki watak perjuangannya,yang khas, kecuali hanya telah
menjadi alat legitimasi saja bagi perilaku politik para pemegang ke
kuasaan yang represif. Karena sifatnya yang terlalu optimistis, teologi
ini tampak sekali berjalin-berkelindan dengan ideologi dominan yang
menutupi realitas struktur-eksploitatif yang ada dalam masyarakat
kita. Memang, teologi ini cukup ”menyelamatkan” bahkan mengun
tungkan bagi mereka yang mengembangkannya, terutama dalam situasi
masyarakat kita kini yang represif, monolitis dan mono-ideologis.
Itulah mengapa, teologi jenis ini justru sangat laris di kalangan Muslim
"kelas menengah” kota yang hidup berdekatan dengan sumber-sumber
ekonomis dan politis. • -

Dengan teologi ini, orang tidak lagi tertarik untuk berspekulasi me


mikirkan dan menerapkan sistem-sistem Islam yang khas itu di dalam
masyarakat kita melalui suatu perjuangan politik jangka panjang. Tapi
sebaliknya, orang Islam menjadi terhibur untuk mengindonesiakan
Islam saja sesuai dengan eksistensi budaya lokalnya, dalam kerangka
sistem politik dan ekonomi yang ada. Islam jadinya tidak lagi dipandang
sebagai sistem-sistem kehidupan yang khas, yang harus diperjuangkan,
melainkan hanya sebagai prinsip-prinsip moral atau patokan etis yang
Perlu dijadikan dasar bagi perilaku setiap Muslim dalam lingkunga: *P°
P"n. Islam hanya menjadi persoalan subjektif individual, yang daP*
:uk ke dalam sistem-sistem sosial, politik, dan ekonomi apa :
*m menjadi semacam embusan moral ya"8 dapat saja llmas: ke hotel
In dan perjudian, at*
*na-mana, ke tempat-tempat pelacuran
208 Mencari Is
Islan :m-sistem tkansebagai
menempaitu seoran:E
g Sub k Mus,
teologi - -
-
-
-
e

' Le
hotel E s:litas moral yang unggul, ma: i :
:..t{11li.

lim E benih : di lahan yang gersang sekalipun, Peri


a ak -

en
tetap E bukan lagi m:
hidup : ipli
Juan
strukt:
i melawan struktur
Ulr

an demik :ini, mela:ukup


di setiap
enga denE
individu dalam
al 1 masyar:
- 8.

tentu da tasE tan Islam, ideolo


mOr akat.
- l negara -

usaha E matian
-

po
E
Inilah telah mati (sebagai isu itelan arus d:
semua
tai Islam.
unan.
Ei dan E setidaknya aku pernah :yaksikan d
- -

: Islam di negeri kita ini. Tapi apalah artinya E


varian pemikiran
di lingkungan : diriku dan orang-orang di desaku
Sat

jenis teologi itu b*


E merasakan
-

penderitaan akibat tekanan:


-

- erkembangan pemikiranku, aku kemudian


:"E itu dalam dirinya tak terkandung Pemikiran
menilai
pemikiran yang bernada Pembelaan,dan Pemihakan terhada ka:
sekeng yang dilemahkan oleh masyarakatnya sendiri. Teologi "optimi:
modernis itu telah keblinger dalam oportunisme Yang memben:
isu-isu modernisasi dan pembangunan yang semakin kapitalisti: ini
Sedangkan teologi "fundamentalis" yang telah membuat 9rang frustr 1.
itu, juga telah terjebak dalam usaha-usaha Peningkatan ke:
pribadi dan ritualisme Islam. Itulah mengapa, aku kemudian m:
sendensikan pengalaman hidup dan intelektualku ke 3Il
rumusan Islam yang bagiku telah menjadi suatu alternatif. dalam sebuah
- - - -

Pengalamanku memeluk Islam sejak kecil, be


gulatanku menghadapi tekanan-tekanan ekonomi rbarengan dengan per.
berpengaruh terhadap persepsiku tentang Islam. , akhirnya begitu kuat
dangan kuat, sejak beberapa tahun terakhir ini, bAku mempunyai pan.
tidaklah terletak pada kesalehan pribadi yang dieahwa esensi keislaman
tuk ketaatan "enjalankan ritual-rituai Islam. B kspresikan dalam b:
sebenamya terletak Pada komi agiku, kesalehan yang -

untuk terus-menerus

Prinsip-prinsip dasar atau ruku


l ung
tiga y: h :ap Muslim, maka prinsip-prinsip :
-

Prinsip lainyayan oleh Sya adah, jtihad dan jihad. Sedangkan prinsip
3
semacam shal g t: teologi konvensionai telah dijadikan rukuh
saja diamalk ll Puasa, hanyalah sarana-sarana suplementer y:
: - an (tapi tidak untuk dipandangrendahkan) jika :
*tkan kondisi moral dan spiritualnya. D°
Anh"rudin, kerukuan seorang Anak petan, Muu,; 20',

ikian, menjadi seorang Muslim yang "benar” adalah suatu proses


em logi, yang brr". Dalan intansi pertarna, krialaman ,dalah
: yaitu penerimaan dan "ekaligus penyerahan total terhadap
: 'fuhan Yang Maharwa. Syahadah adalah sesuatu yang :
pen: iga karena penerimaan dan keyakinan terhadap prosea pen.
jawi n": raya ini akan memberikan makna bagi weweorang dalam
: ,erbuatannya dalan hidup ini. Namun demikian, karena keesaan
E konteks hekularnya adalah keadilan hobia), maka kesaksi
: syahadah seheorang terhadap Tuhan berarti ”kecintaan” ter
: keadilan dan komitmen untuk menegakkan keadilan itu ke dalam
: nyata. Syahadah juga berarti penerimaan atau pengakuan
intelektual ata: Muhamrnad sebagai heorang Rahul Tuhan, atau, sebagai
"model" untuk umat manusia dalam menegakkan keadilan sosial.
Dialahpemikir sosial yang telah memberikan dasar-dasar intelektual
untuk memahami struktur-struktur sosial dan ketidakadilan yang ada
masysarak
dalamProse at.
keislaman yang kedua adalah ijtihad, yaitu suatu upaya
intelektual untuk menerjemahkan pesan-pesan Tuhan dan menyegar
kannya dalam dunia pemikiran menjadi penjelasan-penjelasan mengenai
keadaan konkret masyarakat. Ijtihad di sini bukanlah dalam pengertian
konvensional yang berarti usaha intelektual yang telah menjadi hak
monopoli segelintir orang Islam yang dianggap mampu atau memiliki
kualifikasi tertentu. Bagiku, ijtihad adalah hak dan sekaligus keharusan
setiap Muslim untuk memahami Islam, dan secara intelektual mengenal
posisi-posisi dirinya dalam lingkungan sosial, mentransendensikan
pengalaman hidupnya dalam mekanisme hubungan-hubungan sosial,
serta memahami kecenderungan-kecenderungan masyarakatnya yang
merusak esensi keesaan Tuhan. Dengan demikian, ijtihad memiliki
spektrum arti yang sangat luas, termasuk di dalamnya aspek intelektual
Islam yang dapat menyingkap tabir ideologis tertentu yang menutupi
struktur-struktur ketidakadilan serta proses-proses dehumanisasi.
Sedangkan esensi keislaman terakhir adalah jihad. Yaitu suatu
keberanian untuk bertindak secara nyata, menghancurkan struktur
struktur ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Jihad adalah aktua
*i pemikiran ijtihadiy demi penegakan nilai-nilai keadilan, dalam
bentuk "gerakan”. Dengan demikian, keislaman yang sebenarnya harus
“aktualisasi dalam bentuk suatu gerakan, baik sosial, politik maupun
kebudayaan, yang berorientasi pada perubahan masyarakat secara men
dasar. Dengan pemikiran Islam semacam ini maka, menjadi Muslim ber
: Proses "refleksi-aksi” dalam konteks keimanan, pemanusiaan, dan
"Plikasi perubahan sosial. Dan keimanan atau syahadah inilah yang
:n antara Islam dengan usaha-usaha pemanusiaan (humani
"ulah keislaman yang telah aku redefinisi sesuai dengan perkem
* kesadaran sosial yang ada dalam diriku. Jika pemikiran ini
210 Mencari I*" berkembang dalam
: masyarakat, m • --- - Tu
E:
yang diha: s:. sebab memeluk Islam akan juga be:
En kehidupa: Egkan "ide°:
hari-hari: :eologi” politik yang me mbe -

memeluk dan E masa : : strategi


konsepsi mem8° : : fi njanjikan masa
ara jelas. Islam tidak
ejuangan:ologis
depan yang::
E i juga menawarkan Emasy: surga, tetapi at

rakat surga, k p sebu at masa : y: empiris dun:


juga menawarkan alitarianistis yang bersih dari segala bent uk
- syarakat e8 ik
: :n yang "P" memberikan para wa:
pengisapan,
iebih dari sekadar hak :sialnya.
-

: dan mensosialisasikannya sebagai


- - -

Dengan meredefinis tau pembebasan manusia dari Struktur.


: alat emanusiaan *
dalam masyarakat, maka :
akan men. - - -

E Islam dan ayat-ay* Tuhan pertama-tama ke dalam sua:


ial, atau teori pengembangan
rumusan E konsep E
-

E:
:: angkan dalam konteks realitas masyarakat kita ini yang
tengah mengalami perubahan pesat. sehingga, Islam tidak lagi menjadi
suatu sistem pengetahuan yang berbicara mengenai teori-teori moral
dan eskatologi, tetapi juga berbicara menjelaskan Serta mengantisipasi
masalah-masalah masa kini yang muncul akibat perubahan sosial yang
kapitalistis dan economic bias ini; semisal ketimpangan distribusi pen.
dapatan, kemiskinan struktural, keterbelakangan, .kebergantungan,
monopoli, dominasi dan kontrol berlebihan, depolitisasi dan massa
mengambang, kesewenangan dan pencemaran, dan seterusnya. Ber.
hadapan dengan masalah-masalah tersebut di atas, posisi Islam tidak
hanya memberikan penilaian moral secara reaktif, atau memberikan
respon intelektual secara apologetis dan arogan, bahwa resep pemecah
an masalah-masalah itu telah ada di dalam Al-Quran. Sebaliknya, posisi
Islam kini akan memberikan jawaban secara realistis dengan menem
patkan masalah-masalah tersebut sebagai agenda perjuangan politi:
jangka panjang. Ini berarti selanjutnya kita akan mendeduksi Islam ke
dalam praktek-praktek rekayasa sosial atau pengembangan masyarakat.
Namun, bentuk-bentuk rekayasa ini tidaklah sekali-kali didasarkan at*
semacam ”keprihatinan kelas menengah” terhadap penderitaan para
kurban
mudian pembangunan seperti yang
melahirkan berbagai umumnya
lembaga dengankini dilakukan,
aktivitas yang dan
reformi: *
berperilaku karitatif (charity). - -

Rekayasa sosial
perkembangan dalam yang
masyarakat konteks perjuangan
semakin Islam menganti:
kapitalis-monopolis: dan
berkelindan dengan gaya politis yang represif ini, bagiku, tid -

dalam bentuk lembaga-lembaga pengkajian ilmiah yang kerjanya h:


menemukan rumusan spekulatif-teoretis mengenai Islam ata" sistem :
Anharudin, Kesaksian Seorang Anak Petani Musi:
im 211

:Islam
.
atau
secara formal seperti
lembaga-lembaga bank Islam,
penelitian sosialekoE: -

Se

rakyat hanya sebagai objek studi dan diskusi. Bentuk E ukan


macam ini, yang k: masih urgen sebagai anak kandung Be: 8t

telah terbukti tidak efektif bagi perjuangan Islam atau E


perbaikan masyarakat,
Einggiran,yang hanya menciptakan elit-elit
EP
dan E
intelektualis Ul

Rekayasa sosial dalamkonteks ini juga tidak dilakukan dalam E


lembaga-lembaga pengembangan masyarakat yang memberikan ”p:
yanan" kepada rakyat kecil dengan bentuk kegiatan sektoral yang B:
órientasi pada peningkatan ekonomi (income generating). Reka :
semacam ini juga telah terbukti gagal berhadapan dengan E
pasar yang dikuasai oleh para pemilik modal. Akhirnya, rekayasa sosial
umat Islam selama bertahun-tahun yang dikembangkan melalui ormas
dengan mendirikan masjid, rumah-rumah sakit, sekolahan dan lembaga
lembaga dakwah, juga terbukti hanya menenggelamkan Islam dan
orang-orang Islam yang potensial ke dalam posisi politis yang sub
ordinatif. Jelaslah, model rekayasa sosial umat Islam selama ini telah
memperkuat status-que perangkat-perangkat politis dan ekonomis
yang telah ada. aku belum menemukan letak penting dan urgensi
sampai saat ini daya masyarakat (suatu istilah yang umum dipakai
lembaga-lembaga swa lan sejak hampir dua dasawarsa belakangan ini
saat ini)model
sebagai yang bermuncu
rekayasa sosial yang mampu menciptakan perubahan dan
perbaikan penting di tingkat bawah. Atau dalam kontribusinya mencip
takan suatu ”gerakan rakyat", atau pemikiran-pemikiran baru menge
nai gerakan semacam itu. Sebaliknya, pengalamanku bergaul dengan
ara aktivis LSM justru memberi kesan kuat bahwa sesungguhnya LSM
bukanlah model yang tepat sebagai suat" bentuk,rekayasa sosial yang
dibutuhkan saat ini. Sebab kekurangan Y*8 selalu ada dalam setiap
kelompok yang punya concer” terhadap perbaikan masyarakat saat
ini adalah "agenda politik", termasuk kelompok-kelompok y*8 di

kembangkan umat Islam saat ini. Yaitu suatu rumusan-rumus: men


strategi perjuangan, teknik
dasar mengenai semacam ideologi alternatif, - -

teknik pengorganisasian basis massa, isu-isu, pendidikan dan kade:


oleh karena itu, yang perlu bagi kita * ini barangkali adalah
mempopulerkan kembali Islam sebagai suatu alat perjuangan politis
untuk membebaskan rakyat dari tekanan-tekanan ekonomi-politik,
melalui suatu agenda politik tertentu. Ini perlu, karena kita sadar bahwa
Islam dan umat Islam di negeri kita kini telah kehilangan agenda politik.
Bahkan tidak lagi memiliki agenda politik karena umat Islam telah ke.
hilangan wadah yang representatif guna mengartikulasika" berbagai
kepentingan politisnya. Aku kira, ini bukanlah suatu kecend:
“jarah yang selalu terjadi jika kita secara sadar mengan:2lIl.
"asa yang akan datang. Karena itu, rekay* sosial yang dib"
21: ini. dalam tingk*: yang elemente", : E sis
Mencari"
pada saat : ada terciptanY* kesadaran baru di kalan an
tematis yang diarahkan P ang mendor:8 rakyat Islam untuk
masyarak: suatu kesada:nden (berdasarkam isu-isu E
k-hak politis dan kultu:
miliki:
mereka). Eomentum E dan memberikan peluang b:
ila sua
Ketika suatu saa
munculnya partai baru,
Eka kesadaran * akan menjadi kekuat:
- - --

subjektif masyarakatEyang
• 1 - ... :
yang mendukung:
cul, kenapa mesti politik yang selalUl - -

a:
“ Barangkali pertany:
dalam konteksmun
: Jawabanku, perubahan masyarakat
yang sesuai deng: cita-cita Islam akan mustahil tanpa melalui per.
juangan politik. Untuk menunda pembicara: mengenai apakah per.
juangan politik Islam itu melalui strategi perjuangan konstitusional
jangka panjang
ku: lebih lanjut,ata: berpikir
akumelalui kekerasan,politik
bahwa perjuanga:
perjuanga" sebagaiadalah
agendasudiS

kepiscayaan. Seba: pol:k akan berhubungan erat dengan E


-- -

yang bersifat publik, dan memiliki kekuatan memaksa bagi seluruh


masyarakat. wahana politik harus dimiliki, sebab politik juga berar:
suatu
hendakkekuasaan yang dilegitimasi
tertentu kepada untuk kehidupan
setiap 9*: dalam memaksakan
bersama. D k:-ke
demikian, tanpa umat Islam memiliki alat politis yang dapat me engan
kan kebijakan-kebijakan publik, maka umat Islam akan menjadi E
masyarakat
selamanya "diatur” tersubordinasi
yang selalusesuai secara politis.
kehendak-kehendak E
Hiduplain”,
”orang d dh

Pernah memiliki kesempatan untuk ”mengatur” dalam mekani an tak


hidupan bersama ini. Namun demikian, perjuangan Politik Isl isme ke
konteks masyarakat kita sekarang ini, bukanlah 3AIIl dalam -

kan rumusan-rumusan formal keislaman


: :---, sebagai berarti mempe Juang.
dasar konsti
seperti yang pernah dilakukan orang-orang Islam terdah : itusional,
cara ambisius ingin menempatkan Islam sebagai dasar : u, yang se
an: memahami pikiran-pikiran di ata, makat
i: E
- a: eterbukaan sikap keagamaan unt
k: •: -

emiki
:
:: ::lu
S I ShafIl

-
engan
-

simbol-simbol atau
pemikiran-pemikiran
- - .

-
IIl

siologis :: menggantikannya dengan E SO

para buruh E. isalnya, apakah kita perlu menegaskan bahwa


tepat dikatakan E di bawah standar kelayakan itu
singgung dalam Al-Quran. E 'afin seperti yang sering d:
prodgkinya : EE petani gurem yang ha"
perlu memberanikan diri (break even point). Tambahan pula, kit:
idealistis
11 it", i untuk melepaskan
dan menggantikannya d cara pandang Islam ya:
. Dengan demikian, makam : engan cara pandang yang ”histo.
- 3 utlak perlu bagi kita untuk melakuka"
Anharudin > Kesaksia
Seorang A ksian
:
terjadi :
dialog seca: terus-m
kti
: situasi k
untuk
: inform enkret ma
historis
CIn
-

nak Pe tan: A
* Muslim
ilakukan
dilakuk
kungan
dalam m
finan
E
odel L
ita saat ini
t-ini.
CTun
Tapiasigan-kanyak
sebEyataka mu:
t
ngkin:
213.
arus memiliki
sial -
dari lembSM - yang h
g nan a pi Eng
sekali Cce nde gkin tCn

membutuhkan alat : term asing. Seb ma pro ya ini ti:

analisis-empiris yan t-ayat AE intel slam. ini aktivitas u:


ilmu-ilmu : mampu
secara kritis. Dii sinilah peri : Kita
enyingk IIle artinya
ektual yang
mbutuhk tid :ta
empiris rlunya ki ap : ak lagi
. Ki
:
: E:
sebut
kiE :
E :E
J a kita
kenyat
- -

ta tidak
datan
: -

t
- -

onomi-poli menerima
e

sosial
-

. •itauntuk
itu benar-benar
m ia untuk :
memerluk dari Barat dan
ersikap erhadap
bersi ilmu-ilmu
itik, antr
- O

teks ierjemahk all pemik


CIhe real 1Stis - -rsifat
at ”S’ ter r

Isl perkembangan an Islam E maka ses ekular”


am yang kita :asyarakat y E Barat ungguhnya
pandan s yan terlal saat ini. am kon
: E Ea:al
AIM-

an kehidupan
S

gan Islam, k
:E E.
mistis? Dan yang penuh
ll Sarat
adi

pemikiran
:
membiasal
Suat
u kerangka
nyata
diri berpiki awikarena
ini dunia
kita selama
inilah dengan Pan
ini sebenarn
rpikir SCCar secara tidak ini telah ya penye
-

soalan duniawi
k IliàWI ad ogi be a sekular, P dproporsi
metodologi P rsional
- - p laku
ITICInper
: kita akan : E ahal sekulari, Kita tidak
alah suatu
an apa adan memperlak eniscayaan memahami me sebagai
sebagai E Dunia E dunia i: dengan persoalan-per
E penuh E E pemiki:
an yang ang mem ngan keku ecara misti , proporsional
pemiki SCCaTa. kon perkenalk atan magis IS, atau di 3

kemban
iragkan.
sudah Si cukup
p fi akhi1rat,eda,
final
entang ten tang
yaitu dunia dua kehidup
dan akhi
a adanya p
bahwa akhi
d hirat Sikapku ' terhad
- p eskatologi dan duni
tak ada lagi sisa irat. Tapi
Pi - -

E aku yaki ap kehidupan yE gaib,


baik E : adanya itu h akhirat juga : di
paling
pau miskiin, adal
-
taS nama-Nya. u,
Y dan se telah aketelah erbuat apa
be 3.h y

E E E: :
yaitu pemikiran ah
sekular
pemikiran Islam tent
ang belum E, bahkan masi
berupaya : ukan
yang khas duni ang dunia, tentan asih terlam
E masyarakat,
, orang Islam
perlu m enguasai ilm u-ilmu sekular yang kebetulan kini berk
erkembang di
Barat.
PemikiII'an tentan g duni at, bbagiku, tidak
dunia, tentang masyarakat,
haru
In s untuk
be rpacu
memperlak
dengan telah diberi hak :
Il0 gan kata -kata Tuhan, M
kata-k -

ukan dunia ini; : an


. d
dan mCn gelolanya.
14 Mencar Islam - -

- manusia sebagai wakil Tuhan di si-.

- ia dalam
"E yang selalu terbatas, E.
Tambah Eai untuk menjelaskan kompleksitas dunia Ea
p manusia

kemampu
- -
dapat merumus
Enya : - - l

::
dalam teori :
: : :: E prak: y O - , • ut:

dapat dipakai : : dari :


dasar inilah, : ilmu-ilmu Barat itu. Aku hanya an Emperso alk:
E :an
setiap pemi:
yang
'
mengandung unsur-unsur imperialisti, dan
-

kapitalistis di dalamnya. |

i Mahasiswa
Bergabung dengan Kelompok
1983 aku Studi
- - "

tidak lagi bergaul dengan kaw -

A : t gai kom
-
sasi
enS2S1 aku
u mencoba
m melontarkan
-rkai Poton

: : : melalui media massa lokal. Selan :


po
- ialani hidup pasca-PII dan sibuk dengan
: E : dan melamun. Aku E -

: kesepian. Untuk mencairkan kejenuhanku selama itu, maka


: ak: 386, bersama kawan-kawan lain; aku bergabung dala:
buah kelompok diskusi mahasiswa yang saat itu sedang Populer, Per.
hatianku kali ini tidak lagi pada masalah-masalah keislaman secara for.
mal, atau tidak lagi berbicara mengenai simbol-simbol Islam secara
eksplisit seperti ketika di PII, melainkan lebih pada masalah-masalah
yang urgen di kalangan kelompok studi pada umumnya, yaitu realitas
pembangunan. -

Era kelompok studi, bagiku, adalah era penjelajahan intelektual


yang sangat mengesankan. Kelompok studi mahasiswa telah membawa
diriku begitu dekat dengan pemikiran-pemikiran sosial modern. Tapi
betapapun aku telah berkenalan dengan pandangan-dunia lain, aku
merasa perlu untuk kembali lagi ke daerah kelahiranku semula, yaitu
Islam. Agaknya, komitmenku terhadap Islam sebagai pandangan-dunia
yang "sekular" sekaligus "transenden”, yang memandang dunia-akhirat
dalam spektrum kontinum, tidaklah pernah pudar. Komitmenku ter.
hadap Islam sama saja dengan keterikatanku terhadap sejarah dan masa
lampauku. Adalah sesuatu yang mustahil bahwa aku akan membenci
atau meninggalkan Islam, sebab Islam adalah bagian tak terpisahkan
dari historisitas diriku. Memang dapat saja Islamku yang sekarang ini
*udah berbeda dengan Islam yang ada dalam pemikiran khalayak luas,
sebab Islam yang ada dalam kesadaranku kini adalah Islam yang sanga
diwarnai oleh obsesi-obsesi akan perbaikan hidup bagi rakyat banya:
YEg te:ecer dari masyarakatnya. Tapi apa pun bentuk Islam yang :
: Pikiranku adalah sah dan berhak untuk hidup. Janganlah : i
PEsalahkan karena berpikir begini atau begitu tentang Islam, *
Pikiranku adalah anak kandung dari keadaan masyarakatku, y* jui
Anharudin, Kesaksian Seorang Anak Petani M i.
...,asi konkret sejarah masyar asa. ecilku
: Semua 1tu akatku.
dari
- M keri
merupakan 215
Preseden :anku,
-

ko: dan menentukan corak Pemikiranku tentang Is yang


me h suatu kesewenangan politis yang Pernah Maka IIYeni -

sungg: akhir Juli 1988 aku dipaksa


tika di militer Yogya, karena dicurigaimeringkuk
- berindikasiSe
- :: - ** di

mu j - - - ank mpok st,,a:


malah kurban :ewenan: Pok studi
telah benar-benar menjadi
banyak aktivis kelompok studi yang memiliki pik ir..... :“ ăn
i amatlah berlebihan menuduh Pemikiran ter “an-pikiran ”kri:
: sangatlah ironis mengklaim Pikiran-pikiran anak
sebut sebagai 931 - 4
E1,
-

: itu sebagai begitu saja turun dari langit. Kritisisme takmuda


pernah di
yang
-

lihat sebagai buah pikiran yang lahir dari keadaan "ata masyarak:
Maka itu sangatlah lucu, Eadili buah piki: tanpa pe:
adili sebab-sebab Yang melahirkan pikiran itu. * meng
Sampai :: tak : mengerti apa ke
studi sehingga ada alasan untu "°ncurigai para ak:
nyeretnya ke tahanan.
benaran dan gemar
Padahal, E
membaca, aktivis kelompok :
: :
inggi terhad * studi hanyala:
orang yang Punya kuriositas ting:
Mereka hanya melakukan Penai “P. masalah-masal
-

t “reka tetap mendiskusik: masalah-masalah


:ut, *ngan gebuk rat. “ka dicurigai sebagai berindik:
E. *tau dicurigai °ebagai embrio kekuatan Politik yang membahaya.
Selama aktif di kelompok studi, aku memang tak banyak ber.
NE tentang *salah-masalah dalam konteks teologi secara eksplisit.
“n buka: E *u tidak lagi berteologi. Sebaliknya aku justru
-

216 Mencari Islam I bagai - ah

berteologi secara praktis,


- * - -

Ekan
jugaIslam sebagai pengetahua
menempatkan Tuhan E
yang dapat menjelaskan realitas. i tindakan dan aktivi
- berikan makna bagi tinda an dan ivitasku
gai sesuatu yang memb: i Islam dalam dirinya terkandu
sehari-hari. Aku menginginkan teologi iki b ng
iuangan, berisihadap
teori-teori perjuangan,
- - pemikiran-pemi ran yang
manusia-manusia bernada
konkret pe.
yang ad
mihakan dan pembelaan terhadap - - 8 a
- - ngsara.
di sekelilingku yang hidup sengsara- Aku menginginkan
baik suatu teolo gl
-

Islam yang berbicara mengenai E


56: E E
buruh, dan
nelayan itu diperlakukan dalam usaha-usaha perbaikan hidup.
sesungguhnya, teologi semacam ini bukanlah barang baru, me
lainkan telah pernah menjadi bagian dari sejarah pemikiran Islam di
negeri kita ini. Teologi ini telah pernah menjadi milik sekelompok
kecil umat Islam, meskipun tidak populer. Bahkan teologi Islam yang
bercorak historis-populis ini, sesungguhnya merupakan watak asli dari
teologi yang secara langsung dikembangkan dan dipraktekkan oleh
Muhammad saw., yaitu Islam yang diaktualisasikan dalam bentuk pe
merdekaan kaum budak dari cengkeraman eksploitatif kaum bangsa
wan pemilik tanah pada waktu itu. Tak dapat disangkal bahwa Muham.
mad adalah salah seorang pemikir sosial yang telah meletakkan dasar.
dasar intelektual dalam menganalisis struktur-struktur ketidakadilan
masyarakat. Dan sekaligus dia telah menjadi aktivis politik yang mem.
berikan contoh praktis bagaimana menghancurkan struktur-struktur
tersebut. Kita dapat mengambil intisari bagaimana teologi Islam telah
menjadi aktivitas praksis seorang Nabi. Misalnya, Nabi Muhammad
memandang bahwa sendi-sendi ekonomi-politik di zamannya itu ter
letak pada pengisapan berlebihan terhadap kaum budak, dan kelompok
mustadh afin lain yang merupakan jumlah terbesar dari keseluruhan
populasi. Mereka inilah yang menjadi salah satu kekuatan produktif
bagi perkembangan masyarakat di zamannya. Nabi sendiri sebenarnya
juga salah seorang yang terlibat langsung dalam pergulatan ekonomis
sejak kecil, sehingga dia mampu mengantisipasi secara tepat kebutuhan
nyata kaum lemah. Itulah mengapa, teologi yang dikembangkan Nabi
sebagai praktek rekayasa sosial dalam tahap awal adalah teologi populis -

yang diwujudkan dalam bentuk gerakan sosial untuk membebaskan


kaum budak dan kaum mustadh afin lain melalui pengorganisasian
mereka menjadi suatu kekuatan politis.
Memang, masyarakat yang diciptakan Nabi melalui suatu per
juangan politik dan revolusi teologis (intelektual) bukanlah masyarakat
yang telah final, melainkan masih perlu peningkatan kualitas. Dan :
:benarnya menjadi tugas para pengikut dan orang-orang Islam sesud d

Nabi untuk memperjuangkannya menjadi masyarakat yang :


Namun apa yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat itu meng E
Penurunan kualitas dan semakin jauh dari cita-cita Nabi. Ini :
kan pertama-tama oleh karena teologi Islam seperti yang : E
Nabi mengalami distorsi dalam perkembangan berikutnya. Ter
Anharudin, Kesaksian *a.
Pet

setelah bermunculannya kaum intelektual (ali


:"kelas menengah", yang dian:E
berasal-u angkan pemikiran Islam. Teologi E Ot
ke mudianoritas untuk
- mengem? ai esensi ketuhanan dan :E: ber
isi.:ti:
Eahkan menj:
C:Eil
EP: b: Teologi
Penguasa politik:8 nepotis
Dan teologi itulah yang kemudian diwariskan sée
hingga generasi Muslim kaum tua di negeri kita ini
Kita sadar bahwa kaum Muslim generasi tua di . .

a: EpEp:
:ngalami disters: Ciri khas teologi ini adalah k: yang telah
yang antipopulis
indonesia, dan selama
setidaknya tidak merakyat. Kaum Muslim
dekade belakangan E
ini :E tua di

beraliansi dengan kekuatan ideologis-politis dominan ::


mudah mengecap ..setiap gerakan rakyat yang : :
Elan, Khawārij dan sebagainya, yang dala: :jarah Islam E
Esebagai bertentangan dengan :unni E
kali ini merupakan sifat dasar dari setiap pemikiran "kelas E:
Sebab para alim-ulama dan cendekiawan Muslim di negeri kita ini ada
lah orang-orang yang diuntungkan oleh sistem yang ada, sehingga ke
pentingan utama bagi mereka adalah mempertahankan kemapanan
sosial yang mereka miliki. - -

diri khas lain, sebagai konsekuensi dari ciri di atas, adalah bahwa
teologi Islam punya kecenderungan oportunis. Kaum Muslim di negeri
kita kini benar-benar telah kehilangan keberaniannya untuk meng
ungkapkan kritik-sosial vis-a-wis kekuatan politik dominan. Banyak
perlakuan politis pihak berkuasa semisal penggusuran, pembantai:
bersih diri, dan seterusnya, tidak manusiawi itu sama sekali tidak
mengundang kaum Muslimyang
untuk angkat bicara, apalagi melakukan
advokasi secara langsung terhadap Para kurban pembangunan. Misal:
nya saja, kita tahu bahwa "bersih diri dan lingkungan" adalah kebijakan
yang sungguh bersifat diskriminatif, yang membuat banyak orang tak
berdosa itu menjadi warga negara kelas dua dan kehilangan hak-hak
mereka untuk hidup sebagaimana orang-°* kebanyakan. Tapi :
kah dari kaum Muslim yang berani menggugat soal ini: Lebih parah lagi,
kita menyaksikan banyak orang Islam atau alim-ulama Y*8 justru
bersedia menjadi ”pemain” bayaran yang dikayakan gu* melegitimasi
kemauan
. Ciri politis para pemegang
selanjutnya kuasa.
dari teologi Islam kaum tua dewas ":
- ini adala
, adalah

sikapnya yang selalu reformis. Mereka masih memPe:Y“ dan ber.


sikap optimis terhadap kemungkinan “j*: perbaikan E
Ekat secara gradual dalam kerangka sistem E. :
: ngkali saja ini merupakan sikap politis yang muncul : : politis.
E : yang dialami oleh umat. Islam : mundur
Easa ke masa,
“lakang. Kini umatsehing:
Islam generasi Islam m:
tua malah tela oleh
-
218 Mencari Islam
-

suatu slogan yang membenarkan mereka untuk kembali ke wi


masyarakatan: Di luar percaturan politik Praktis, masih terb “yah ke
lahan pengabdian untuk umat Islam. Inilah slogan yan Eng luas
kan kekalahan
kan status quo umat
perangkat-perangkat
Islam. politik Yang ada, dan Erlah:
- memben:
y

Itulah Islam yang telah menjadi bagian dari -

Eaan
lim generasi tua "kelas menengah” di Indonesia. Suatu ke kaum Mu
merefleksikan kefrustrasian dalam kekalahan. : arena i yang S

- anak-anak muda - yang ingin menjadi generasi yang da ", jika kita
sejarah Islam dan memberikan banyak kontribusi bagi E Rmewarn:
lebih cerah, kita perlu cepat-cepat lari dari "hegemoni” a d
logis Islam kaum tua itu. Barangkali saja, pemikiran singk CO
aku beberkan dalam tulisan ini dapat dikembangkan E yang telah
jadi sebuah pemikiran teologi. alternatif, suatu teologi yan Jauh men.
bakal memberikan ilham bagi kemungkinan muncul 8 insya Allah
Islam yang lebih populis dan bermanfaat bagi rakyat Eain baru
Itulah kisah perjalanan hidup dan emikir
E :: :
-

tidak terlalu sistematis, telah aku


prasangka dan kepentingan buruk. Kisah itu masih panjang : dari
usiaku nanti, karena hidupku saat ini masih belum selesai. D: :
telah berlalu, sebenarnya masih banyak yang dapat di: :
karena terbatasnya ruang, maka cukuplah sepanjang ini saja i:
semacam kesaksian dari seorang Muslim yang selalu gelisah E
masyarakatnya. - -

Pada akhir tahun 1989, saat aku tulis kisah ini, adalah masa Pasca
Kelompok Studi bagiku. Kini, di tengah kesibukanku sehari-hari sebagai
"aktivis sosial” aku juga tetap setia mendampingi istri dan selalu b:
usaha menjadi seorang suami yang baik sesuai dengan yang dianjurkan
Nabi. Saat menulis kisah ini, aku tengah menunggu kehadiran anakku
Yang Pertama. Aku selalu berharap, semoga anakku kelak menjadi se.
9rang yang saleh, yang bermanfaat untuk rakyat. Amin.•
ſae º
ſ.
£

№, ſi
|№ Gaer
·----
È # !!!
! 5
YUDI LATIF lahir pada 26 Agustus 1964 di Sukabumi
adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM)
Universitas Padjadjaran (UNPAD), Jurusan Penerangan.
Jenjang pendidikan formalnya dimulai sejak tama: SD
Cibeber, Jampangkulon (1976), SMPN di Sukabumi
(1979) kemudian melompat ke Pesantren Modern
Gontor (hanya sampai tahun 1982), lalu ke SMA Ma'arif
di Bandung (1984), dan sebelum ke UNPAD sempat
mengenyam pendidikan di STKS Bandung (sampai tahun
1985). Aktif di pelbagai organisasi, di antaranya di
GssTF UNPADhasesibaswgaai Koornediranangtoanr Film (1 986-1987),
Himpunan Ma Pe FI KOM Se ksi
Penerbitan (1986-1987), Ketua Umum Ikatan Pemuda
Masjid Agung (1986-1988), anggota English Speaking
Union UNPAD (1985-1986), dan anggota Harvard
English College Bandung (1987-1988). Anak muda yang
aktif menulis artikel tentang keislaman di pelbagai
media-massa Bandung dan Jakarta ini, pernah meraih
predikat mahasiswa teladan FIKOM UNPAD pada tahun
1989.
g:
-

::: -

- :
:
:

pARI ISLAM SEJARAH, MEMBURU ISLAMIDEAL


(MIFA TANGISAN SEoRANGKURBANSEJARAH)
Yudi Latif

Memang benar, milenium 2.000 manti bukanlah stasiun terakhir


segala ungkapan derai tangis. Tapi, setidak-tidaknya ada isyarat kuat,
derai tangis itu perlahan mereda bersahutan dengan memancarnya
renyah senyum kemenangan, ketika suaranya menyentuh perasaan
kasih sekelompok orang yang sungguh-sungguh mencintai Tuhan dan
sungguh-sungguh mencintai kemanusiaan. Itulah tangis panjang seorang
bocah usia tiga tahunan - sedari subuh berkabut, di langit Oktober
1967, tatkala orang masih berselimut mimpi-mimpi kebebasan fajar
baru (Orde Baru), yang melumatkan risik-risau kelamnya malam (Orde
lama)- yang secara tragis ditinggalkan Ibunya entah ke mana.
Lama ia tak paham sebab-musabab tragedi yang menimpa dirinya,
“belum akhirnya, pada suatu tamasya saba kota bersama ayahnya,
dibulan April
1974 - di kala ia tengah asyik berjalan menyusuri sebuah
*cil di kota Sukabumi-tiba-tiba ia disergap seorang ibu setengah
“ yang sambil menangis pilu memanggilnya, "Yudi, anakku!"
: membeberkan peristiwa tragis yang sejak lama merupakan teka
“dalam benak anak itu.
: terungkap bahwa subuh itu ternyata merupakan puncak
E yang telah lama berlangsung antara Ayah dan Ibuku, sebagai
Engan langsung dari pertikaian yang meluas di wilayah Tanah
: kubu ”Islam santri” dengan kubu ”Islam Sekular".
-

nya E lahir dari keluarga Islam Santri (NU) yang semasa :


"aktif mencari nafkah lahir sebagai guru SD Negeri, juga *"
221
222 Mencari Islam
memenuhii kepuasan batin mengalir
yang kebetulan di lingku:
dalam Gerakan, Pemuda Anshar.
dirinya bergejolak tatkala
Darah : gemulainya gerak tari seorang gadis yang bernama

: : dis ini sesungguhnya mempunya: latar historis yang berbeda


: i: dengannya. Dia lahir dari keluarga "Islam Sekular”
aktif memperkaya diri dengan jurus.
(p E : E.
- -

mereka

: : tetapi malang, prasangka-prasangka kepartaian yang


menyelimuti mereka, diperuncing oleh kondisi-kondisi sosial-politik
masyarakat yang kaotik, menyeret bahtera rumah tangga m: ke gelom.
bang pertengkaran yang bermuara pada "perceraian Oktober”.
"Tragedi oktob: inilah, guru pertama cara pembagaanku ter.
hadap "Islam sejarah” (Islam sebagaimana yang mewujud dalam realitas
sejarah) di Indonesia. Kemenangan Ayahku dalam perkara rebutan
anak, membuatku dibesarkan dalam pola asuh ”Islam Santri", dengan
risiko diceraikan dari kemesraan Ibu tumpah darah tercinta yang ber.
darah "Islam sekular". Kalau saja waktu itu aku sudah berkesadaran
akil-balig, sudah pasti aku akan berusaha mati-matian turut memper.
tahankan keutuhan hubungan antara keduanya. Keutuhan hubungan
yang diharapkan aku kira dapat tercipta manakala Ibu tunduk kepada
Ayah, atau sebaliknya Ayah tunduk kepada Ibu. (Yang paling ideal,
menurutku, tentu saja jika keduanya saling menghargai, saling mem.
beri dan saling mengerti - meskipun sang Ayah tidak boleh kehilangan
perannya sebagai obor keluarga). Dengan begitu, anak (aku) akan tetap
tumbuh dalam naungan langit kesadaran seorang Bapak, juga mengakar
pada bumi tradisi cinta kasih seorang Ibu.
Aku ingat, hubungan saling pengertian seperti itulah yang juga di
impikan oleh Jalaluddin Rumi. Menurut hemat Rumi, Bapak (laki-laki)
itu adalah langit, sedangkan Ibu (wanita) adalah bumi selanjutnya
Rumi memandang:
Bumi memupuk apa yang telah dijatuhkan oleh langit,
Apabila Bumi kekurangan panas, maka Langit mengirimkannya,
apabila ia kehilangan kesegaran dan embun,
Langit memperbaruinya.
Langit berkeliling, bagaikan seorang suami mencari nafkah kesana
ke mari demi istrinya; irkan dan
Dan Bumi sibuk dengan urusan rumah tangga ia melahirkan
menyusui apa yang dilahirkan. iai denga"
Anggaplah Bumi dan Langit sebagai yang terkurniai “ :g
kecerdasan, karena mereka melakukan pekerjaan makhluk Y
memiliki kecerdasan. satu sa"
Andaikan pasangan ini tidak mengecap kenikmatan dari “:
:
lain, mengapa mereka melangkah bersama bagaika" *
•r :
kekasih?
Yudi Latif, Dari Islam sejarah 228
Jika dalam E:an Rumi Bapak E itu kecil,
sejak langitBapak
dan Ibudanitu bumi
langitku
maka dalam : Ibu dan bumiku adalah keindonesiaan, sedangkan
: ke: di ahirkannya adalah realitas umat Islam (kondisi
:
mat). Maka: gan mengikuti
bahwa logikabesar
rumah tangga rumahmasyarakat
tangga idealIndonesia
tadi, akuakan
pun
bekeyakinan makan terminologi Islam populer - mencapai suatu
berhasil- E wa rabbun ghafur, manakala warganya mampu
baldatun : kreatif antara ayat-ayat langit (keislaman) dan
Eih limat
y
(wawasan keindonesiaan) dalam suatu bidang yang ber
- Islam, melalui media da'wah bil-hikmah wal
nama jama: enuju ke arah hasanah fiddunya
:uidhatil-hasanah. Jalaniinilah yang menuj y
dan hasanah fil-akhirah. - - - -

sementara yang kudambakan demikian, sejarah yang kualami


sendiri berbicara lain. Ayah dan Ibu selalu terperangkap dalam jebakan
:ing
terkesancuriga,
bahwasaling menyalahkan
kesejatian dan saling
hidup seseorang mengalahkan,
akan Seolah-olah
tercapai bilamana salah
satu pihak berhasil menaklukkan pihak yang lain. Tanpa mereka sadari,
dengan sikap seperti itu mereka sebenarnya tengah menghancurkan
rumahnya sendiri yang mengakibatkan anak-anaknya tumbuh dalam
"kefakiran” mata kesadaran dan ”kemiskinan” hati penghayatan.
Begitulah keluargaku, begitu pula keluarga besar umat Islam. Dalam
kurun waktu yang teramat panjang, hubungan antara keislaman -
dalam ekspresi kepartaian - dengan keindonesiaan kerapkali dirundung
ketegangan antara kubu ”kita” (yang memperjuangkan nilai-nilai ke:
islaman), dengan kubu "mereka” (yang mengklaim memperjuangkan
nilai-nilai keindonesiaan), yang berakhir dengan kelumpuhan dan
disintegrasi kekuatan keumatan.
Menyesal sudah barang tentu ada, tapi apalah daya, nasi sudah
menjadi bubur. Aku cuma dapat berharap semoga selepas ”tragedi
gktober itu, akan kuraih cahaya cinta yang lebih besar dari Ayahku
: : ulam pun tiba. Selepas peristiwa perceraian itu, Ayahku
E dan mengajariku berbagai dasar dirasah
studi keislaman) dan dasar pendidikan politik. Dialah
*ng memperkenalk
"ahlussunnah : Postulat-postulat pemikiran Islam ala
- -

k
:* masalah teknis ritual ': Islam tradisionalis) yang sarat
- - -

iktum-dikt gamaan, imbauan "surga-neraka” serta


"E : (mayoritas) masa lampau yang terkan
"asih serba sederhana“" kuning”. Dalam kondisi pemahamanku yang
-

“ang aktivis , “kadang aku heran , bagaimana mungkin


y Eaan
8°elalu
:E
diadi
- -

Ayahku, masih
sebut sebagai hal v
E
“P kondisi : "jukan utama :
-

yang sakral dan baku, -

menafsirkan
utaakhir Yang serba
-
kompleks. dan mengha.
Sungguhpun
nart :jenis peribadatan
Eyang E palin
:
an, shalawat:
berkesan dala >>
yang datang sambil membawa
raktek-praktek pikir,
ibadat sep :
Il ong-konyong 3.
E baru yang meny* enjadi sakit hat: dan gelisah. Jika terjadi
teriad. . : --1-: -

itu bidah dan : :: mengadu E E Semen.


E segera menenangkanku bukan dengan jalan
:
tara Ayahku,
an cara
:1-.
>
perso alam, melainkan denganpokok-pokok
memunculkan memberikan
di logetik; dengkuat hadap paham/kelompoknya
jawaban-ja
tuk
argumen yang
E paling
: dengan
1all ter
: paling lemah -
-

pokok-pokok
- u,

:"E lawannya. Setelah it". meskipun: : sementara waktu


aku dapat merasa puas diri, aku sadar bahwa tidak ber. ul SC

hasil memperoleh pemahaman. dan k: yang E. ar model


jawaban yang telah Eikan oleh Ayahku. Karena Jawaban-jawaban
- - akan slogan loyalistik yang
kian sesungguhnya lebih mer"PE yang di
di.-

: : E untuk melulu menjustifikasikan pahamnya sendiri,


ketimbang hasrat untuk mencari kebenaran. Inilah guru kedua cara
b ku terhadap Islam rah. Kemelut yang berlarut-larut, baik
Sejakubu
pembacaan ubu: antara Islam tradisionalis (yang konser. - - -

yang mewarnai h - -

&atif) dengan kubu modernis (yang reaksioner), maupun antara kubu


"kita” (yang memperjuangkan nilai-nilai keislaman) dengan kubu
"mereka” (yang mengklaim memperjuangkan nilai-nilai keindonesiaan)
sebenarnya lebih disebabkan oleh ketidakarifan masing-masing pihak
untuk siap mengaca diri dan mengakui sisi-sisi kelebihan pihak lain,
karena cahaya ke-hanifan yang bersemayam dalam dirinya sudah teng.
gelam dibelam penjara apologetika.
. Kurang lebih tiga tahun lamanya Ayahku berhasil merealisasikan
impiannya untuk mendidikku secara Islam, sebelum kemudian impian.
impiannya kembali mengambang menjadi buih-buih kekecewaan. Pasal.
nya, karena Ayahku dinilai sebagai pegawai negeri yang tidak loyal
kepada pemerintah - disebabkan afiliasinya secara telanjang terhadap
Partai Islam (NU) yang nota bene merupakan saingan berat golpol
Jagoan, pemerintah (Golkar). Maka menjelang Pemilu 1971, dia di.
:: yang jauh dari tempat leluhurnya (Desa Kali.
Kemu : J ampangkulon, Kabupaten Sukabumi, Jawa :
dian
ke : stiwa serupa juga terus berulang menjelang Pemilu 19
buatku haru ": yang berjauhan antara satu sama lain. Hal ini :
-

Akibat :us-menerus pindah rumah dan pindah sekolah s)


nya,masyarakat,
pergaulan bukan saja aku sering mengalami
tapi i 8
keterasingan
8
dari di"
didikan ke.
8

islaman yang dican k P1 Juga menyebabkan proses pendi kembal


aku merasa beta angkan Ayah tidak berjalan mulus. Di : :
serasian keluar E kepartaian menjadi biang egitu
OTTentasi
-

bagaimanapun t. E proses Islamisasi. E, untuk


: dapat menyalahkan kekukuhan Ay
- - -: , ,,
: .r.
-

:
• . - ::
1: ,
-

-
-
-

Yudi Latif, Dari Islam Sejarah 225

juangkan partai Islam: Yang kusesalkan waktu itu, mengapa


ah hanya melihat kemungkinan perjuangan :E
Enal, alias artai
semata-mata hanya lewat ekspresi epartaian (po itik),
sional, politik yang beliau perjuangkan tidak relevan lagi
sementara : dan tuntutan zaman serta kondisi kesejarahan yang telah
: E Anakronisme (ketaksejalanan dengan sejarah) ini, bukan
: : dirinya E pengucilan, melainkan juga membuat
tak Incil.CIllu.

me: guru ketiga cara-pembacaanku terhadap Islam


Sejarah. Aku bersaksi, selepas perceraiannya dengan Orde : :
: E
(baca: para politisi) terhadap kemungkinan meluasnya : epe :
an dalam usaha-usaha memperjuangkan cita-cita Islam di atas tajar esok
yang bernama Orde Baru. Optimisme demikian nyaris :
kenyataan, ketika koridor kebebasan di serambi muka Orde Baru di
buka lebar-lebar. Tapi baru saja melangkah beberapa tindak untuk
menjangkau ruang yang lebih dalam, mereka baru sadar bahwa perkara
kebebasan bukanlah udara yang selalu membayang di mana-mana,
melainkan keringat dari hasil kerja. Sedangkan kerja menurut keper
cayaan para pemimpin Orde Baru berarti "pembangunanisme". Telah
menjadi ucapan umum, bahwa negara Orde Baru lahir dalam bayang
bayang krisis ekonomi dan politik yang diwarisi dari rezim sebelumnya:
inflasi yang merajalela, neraca pembayaran dan beban utang luar negeri
yang berat, serta ketidak-stabilan politik akibat mobilisasi politik massa
yang intensif, serta percobaan kudeta berdarah G30S/PKI. Krisis-krisis
tersebut begitu meluas dan mendalam, sehingga satu-satunya cara untuk
menanggulangi hal itu, menurut logika penguasa, adalah mesti menerap
kan suatu strategi pembangunan ekonomi dan politik. Untuk keperluan
ini, sudah barang tentu diperlukan modal yang tidak sedikit. Karena
modal domestik jelas tidak memadai, maka perlu dikembangkan suatu
strategi pembangunan ekonomi yang ”berorientasi ke luar” agar dapat
memudahkan arus masuk modal asing. Konsekuensi dari semuanya itu,
Pemerintah mesti memberikan jaminan berupa stabilitas serta predikta
bilitas politik dan ekonomi. Kebijakan inilah yang pada gilirannya
melahirkan suatu ”hegemoni negara”, yakni, determinan ideologi
“8ara - dalam sejarah - yang berusaha mempertahankan, melembaga
kan dan melestarikan kelangsungan hidupnya melalui manipulasi,siste
"k secara terus-menerus dan menggerogoti, melemahkan, dan meniada
kan potensi kekuatan dan institusi tandingan.
: mempertahankan "hegemoni negara” ini, rezim Orde Baru
em
En membentuk sistem politik yang disebut O'Donnel dengan
:me birokratik (OB) dengan sifat-sifatnya antara lain sebagai
otoriter; - - - -

“rtama, pemerintah dipegan oleh militer sebagai lembaga yang


b
“kolaborasi dengan "teknokrat” gsipil.
-

Kedua, Ia didukung oleh enter.


-

226 Mencari Islam b


ersama negara berkolab
preuneurshi: EE - - -

decision making : “eng


-

masyarakat bisnis : tinasio: birokratik. Keempat, massa d: E d


- melancarkan tindakan represif untuk m:
0 -

sasikan, dan kelim


kan : - - - all.
oleh rezim Orde
-

Baru dalam r II s
dali
m: pembangkangan: E lain: melalui e
kaman terhadap kritik dan potensi ak ari pihak
institusi-institusi potensial, m: : mentalitas ko
melalui pembentukan : :per (sistem Perwakil SImle serta
pentingan monopolistik yang 19y ). . -- -

Demikianlah apa yang dialami para pemimpin Isl


di Tu
dalam orde Baru. Mereka harus menerima kenyataan
tersumbat oleh pintu-pintu yang terjaga ketat.
Peri
Juang ang
ya
sumbatan pertama, adalah Penolakan permintaan kel
untuk merehabilitasi partai politik yang dulu dilarang ol : ok Isl
Masyumi. Bahkan orang-orang Masyumi tidak dipE
duduk dipucuk pimpinan partai-partai Islam Yang ada. Den untuk
penguasa memandang, suatu rehabilitasi terhada M gan alasan
pemimpinnya hanya akan mendorong pa: E E.:
berulang kembali, hingga akan merugikan dan terjadi
tujuan pembangunan. - - menghambat Pencapaian
Sumbatan kedua, ditundanya Pemilu 1968 sampai
sebagai kiat pemerintah untuk memperoleh E 1971,
dasar negara yang sering menjadi gugatan say Islam, i: Persoalan
tidak menjadi program partai serta tidak ': a: diubah dan
Selain juga merupakan ikhtiar untuk mencipt

kan “jadinya proses markePada pemerintah. Hal mana mengakibat


Sumbatan kee ginalisasi pegawai negeri dari partai Islam.
di Indonesia pad : Pemaksaan fusi kepada semua partai politi:
No. 3/1973 Pada tahun 1973 yang kemudian dituangkan dalam uu
Dari koni :menyebabkan terjadinya peralihan konflik politik.
menyerE : eksternal
kelompok-kelo pada menuju kónfiik-konflik internal :
ajang pertarungan yang berkepanjangan antara
": ok kepentingan dalam tubuhnya sendiri.
Sumbata 0!"
bene E", elima, Undang-Undang Perkawinan 1974, yE
konvensional Eangan dengan hukum-hukum perka":
Yang dapat diartikan sebagai upaya deislam.”
- -
'.
-
*&- - -
-

-: : ,
Yudi *tif, Dari Islam Sejarah 22,
syarakatan.
ai : -

keenam, usaha Pemerintah untuk menciptak -

:Ormissistem
tas kon serta korporatisme sosial epEi:
(perwakilan
mengontrol kehidupan umat Eam mentali
melalui
ad: yang disebut Majelis Ulama Indonesia GE tunggal)
i:ara nasional mulai tahun 1975. Majelis ini di: diber.
E mewakili kepentingan umat Islam, tapi pada ke ak mono
poli unerupakan alat legitimasi bagi kebijakan-kebijak: :atannya e

E“biakan pem:
E ketujuh, dilegalisasinya aliran kepercayaan dan P4
Erakan
E memperlemah potensi alternatif umat Islam, u:
serta meniadakan
:in terhadap pemerintah kecuali Penafsiran menurut versi
: kedelapan, rekayasa pemerintah dalam bidang komuni.
nya

kasi dan sosialisasi ajaran Islam, seperti kegiatan °eramah, khutbah dan
pengajian-pengajian, yang diatur dan diarahkan untuk tidak menjadikan
masalah politik sebagai pokok Pembahasan, melalui SK Menag No. 44/
1978, No. 70/1978 serta surat edaran Menag No. 77/1978, yang secara
tidak langsung Ekan usaha untuk "°renggangkan umat dari cita
rasa politik keislaman. -

: banyak lagi sumbatansumbatan lainnya yang tidak mungkin


kupaparkan seluruhnya di sini. Tapi, cukuplah apa yang telah diutara
kan tadi memberiku pelajaran bahwa keberhasilan-keberhasilan peme
rintah memaksakan pilihan-pilihannya kepada kelompok Islam, me
nunjukkan betapa rapuhnya Islam sebagai perjuangan politik (kepartai
an) selama masa Orde Baru.
Sungguh pun demikian, banyak di antara para pemimpin Islam
tidak
menyadari kenyataan ini. Mereka terus dibuai romantisme-roman
tisme
perjuangan para leluhurnya dengan tetap menempatkan partai
politik sebagai sentral perjuangan Islam. Mereka tidak mampu meng
antisipasi kemungkinan-kemungkinan lain. Seolah-olah memang hanya
itulah satu-satunya jalan menuju Islamisasi Indonesia. Sementara, partai
Politik yang diperjuangkannya tidak relevan lagi dengan zeitgeist dan
selera masyarakat serta konteks sejarah yang telah jauh berubah.
Akibatnya, bukan saja mereka mengalami kelembaban tanpa peran
politik Yang menentukan, tapi juga menyebabkan terbengkalainya
"saha-usaha Pendidikan dan inkulturasi nilai-nilai Islam dalam kehidup
"masyarakat.
>k : :

melelahk
"glah setelah sekian lama menjalani pengasingan politis y:
atan
“. Pada paruh kedua tahun 1979,
"enengok kembali tanah kelahirannya (Desa Kalibunder).
Ayahku :
ri Islam itu ceP at yang berlangsung di
- - - >> San
- de
228 :
menyaksi
Jalanan SUl
diaspal, SalQEkan
perubahan
-

i luar nikah E:ler : isti


E dan masjid-masjid
hami- liri- iid y dIn g d
Ei luas, da:"taklim • amaahn d be- Ul Ul k ala
- - -

Entara majel:
• "
a sepi, karena J Ya berubah
ak sekarang E film yang kian getol dij: min
begitu semar tunjukan-per" lalakan, :
menyerbu per artaian y ang terlalu J9r-joran
i -

betapa se: realitas-realitas baru telah


:
"“: : :putarnya.
pa:"E : “nya
dia menyaksikan dengan ke
man Orde Baru Yang seri
bang di seP embangu S "g dina: -

: E dengan : mnya sendiri, :


kannya E : yang begitu dahsyat : ehidupan umat Islam

Modernisasi pedesa: itusional di lingkungan masyarakat de T.


iferensiasi insti Sa, Se,
-

jadinya dite si keagamaan yang dulu memainkan


- - -

Peranan majemuk
hingga, : tertentu bersifat monopolistik, terpaksa menerim:
dan : dan terbatas. Sementara media exposure, skstensif:
E modern, dan pembagian, kerja secara rasional yang :
pendi E masyarakat, bersamaan dengan tibanya Prºyek-proy:
E melenggarkan ikatan-ikatan umat berdasark:
mulai
E keagamaan. Sedangkan para kiai dan al:-ulama Yang dulu me
mainkan peranan sebagai pemimpin polimorfik (rujukan intu: ber.
bagai urusan masyarakat), sekarang terpaksa berpuas diri

beberapa masjid dan Pengajian tidak dapat ”:uballigh


di dan khathi:
-
-

tren yang jumlahnya terbatas. Sedangkan cara-cara dakwah


Praktekkan para ulama pesantr

gan kehidupan semakin kompleks, tapi


an pesan-pes an keagamaan yang dibawakan mereka
u beranjak dari cara-cara ortodoks dan hanya
:
Pada aspek-aspek konservatif d ari agama. Sedangkan aspek transform
tif dari ag

terasing dari Persoalan-perso


dalam situasi demikian, tiba-ti - Il

film dan hiburan


sejenisnya y
ang lebih merangsang E
:asyarakat desa, maka pengajian dan para kiai pun segera perilak:
para Penggemarnya”. Hingga pada gilirannya m: keisla"
:uku kehidupan mereka tidak sesuai lagi dengan nilai-"
Yudi Latif. Dari Islam s

sejak itulah, meskipun tidak menanggalk an


- - Sama
“jarah 229
-

keparta ian Il
': lebih
Islam, dengan E
mencurahkan sekali
nnya pada
-
bid Conc 2
diikan da: - 3. Pertama-tama
bali pesantren leluhurnya yang tengah diteri :enghidup.
kan : sementara itu, aku sendiri yang pada :E sakara
- tukmu dari SMP Negeri Jampangkulon, merasa tid: te: telah
at
Engikuti prog: pendidikan agama di lingkungan E untuk
: aku berhasil memperoleh informasi dari 8a. Maka
kehebatan Pesantren Modern Gontor, Ponorog sebuah koran tentang
- o, Jawa Ti
Eta aku memin:hku untuk mengantarkan":
Dan alhamdulillah, di bawah kesadaran religi
p:
E itu pun dikabulkan. Masuknya aku ke E.
Eikan Eas dari bimbingan : E.
karenanya, sejak itu otomatis aku telah menjadi bapak bagi diriku sen
diri dalam ikhwal pilihan-pilihan keagamaan.
Peristiwa-peristiwa seputar itulah guru keempat cara pembacaan
ku terhadap Islam sejarah. Aku bersaksi atas kegagalan-kegagalan yang
diderita PPP pada Pemilu 1977 dan 1982, dan adanya pertikaian.
pertikaian
politisinya internal yang berkepanjangan, serta ketidakmampuan E
untuk memainkan Peranan sebagai artikulator keben
tingan umat. Lalu dipungkasi dengan jatuhnya "palu godam” berupa
Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk seluruh kekuatan sosial politik
di Indonesia - melalui Tap. MPR No. II/1983, diperkuat dengan UU
No. 3 dan No. 8/1985.
Sementara para orang tua tengah khusyuk menghayati nyanyian
luka, anak-anak muda yang selalu gelisah dan bertanya, memburu cakra
wala kepastian di ruang-ruang perpustakaan, di depan ”kotak-kotak”
ajaib dan di setiap baris lembaran media cetak. Revolusi informasi yang
melanda masyarakat pada saat itu, memang menjanjikan kemudahan
akses terhadap media-massa. Dari sanalah mereka berkenalan dengan
berbagai alam pikiran lintas-kultural, memahami kondisi objektif reali
tas keumatan, mengetahui berbagai pengalaman perjuangan, keberhasil
: serta kegagalan bangsa-bangsa lainnya di belahan dunia sana. Lalu,
lahirlahkesadaran reflektif akan posisi dirinya dan setting kemasyara
katan yang dijunjungnya, bersahutan dengan meningkatnya aspirasi dan
harapan-harapan akan kemungkinan kebangkitan Islam. . .
Tetapi, meningkatnya aspirasi dan harapan-harapan t: lIll

“Cara diametral dengan model perjuangan yang ditempuh ole i:


Eng tua mereka. Muncullah keresahan dan ketidakp:ay: : :
“g
tuanya,tuanya. Lantas segera berhamburan meninggalkan : erialan,
mencari kesejatian dirinya di alam raya. sambil terus E

"ereka tak henti-hentinya dikejutkan oleh E.


an yang bermunculan di sekelilingnya: kemiskinan :"Ensi moral,
umat, ketidakadilan struktural, birokrasi yang korup,
rajalelanya
"an artikulatif yang tersumbat, pelacuran intelektual, mer*)
-
-

25
o mencari Isla"
haman, ba!". dan : -

- :
. Maka lu
: -

h Piki
-

kaum qarun, lailah hati mereka. Se E di m unglaian S:


mereka, lung ebagian mereka ada E : msng:
menye: mengaji, mendengarkan cerama ceramah, bi
air wudhu, :Ean dengan orang-orang : berkumpul di s tas
bertukar p: Eiiainnya yang ogan ke masjid, memilih ana.
Sedangkan sebag" rindang dan sepi, merenung, membaca :
teduh di tempat-temP* hin jauh larut malam.
berdiskusi denga" kawannya hing8: J
mereka berdiskusi, E'
duu
asyik
peduli lagi terhadap Pa-apa yang
: -

- - - - c -

dium: :: E tua mereka yang telah lelah melantun.


kan : luka, perlahan-lahan membuka kelopak matanya. Sung
h mereka tersentak tatkala memergoki anaknya tak ada di rumah
Tanpa pikir panjang, mereka lekas bergegas meninggalkan
rumahnya
mengikuti tapak-lacak anak-anak mereka yang hilang. De mikianlah
orang tua NU misalnya: mulai meninggalkan rumahnya (PPP) pad:
tahun 1984, lewat pintu muktama: Situbondo, untuk kemudian ngebu
terus di jalur ”khiththah 1926” dengan menggunakan Sarana d:
pendidikan, kemasyarakatan dan ekonomi.
Begitulah aku menyaksikan, sekitar awal tahun 1980-an, ada drus
kuat perjuangan Islam bertiup ke medan dakwah, pendidikan dan
kebudayaan.
- --

Gontor adalah rumah-baruku yang menjanjikan harapan-harapan


sekaligus membangkitkan kekecewaan. Bunga-bunga harapan yang
merangsang gairahku antara lain, bukan saja karena ia mengklaim
sebagai pondok independen yang berdiri di atas dan untuk semua
golongan - sehingga memungkinkan berjumpanya berbagai arus pe.
mikiran dan paham keislaman di Indonesia, tapi lebih dari itu, ia juga
dikenal luas sebagai pondok modern yang mengajarkan "bahasa"
modernitas serta berbagai ilmu keagamaan secara sistematis dan
modern. Sungguh pun begitu, apa yang kuanggap sebagai haraP*
harapan itu belakangan justru menjelma menjadi biang kekecewa"
kekecewaan. Memang benar Pondok Modern Gontor bersifat ind:"
den, dalam arti dia terbuka bagi para santri dari berbagai aliran k:
an; dan pada
nekankan berbagaimenjaga
Pentingnya kesempatan paraantargolongan.
toleransi pengasuh ma'had :
Tetap". di :si

santri, ajaran toleransi tersebut kemudian


dan "enProduktif.
diterjemahkan
Yang dipandangnya sebagai hijab dari kemu:
:
Eg-masing
dalam suasana pihak bersediadanmendialogkan
budi bening Dengan : :
hati bening. anutan-anu: mera:
toleransi
P“ diri lantas
denganmenjadi
apa-apaalasan
yang bagi masing-masing pihak un:
dianutnya dan menjadi halanga I1 untuk
- - - - Yudi Latif, Dari Islam Sejarah
dulikan alternatif-alternatif pihak lain. Jika Sekali 231

Eya
: denganku,kep:
maka Eyang
di sini kembali ak punya Eu aku -

beda -

etika. ada itu, modernisasi pengelolaan santri


8 : :mpuh E:
Gontor, kendatipun di
:erikan sekian banyak kemudahan dan sekian banyak E
- 8
:uensi-konsek:
njadi serba mekanis
di - • .
tri memudar digerus formalisme hubungan *disi
-

hubungan kiai.
belajar dalam semangat intersubjektivitas E.:
E agen:sipien guru mengajar - murid diajar, E:
murid dipilihkan, guru mengatur : murid diatur, dan seterusnya.
Sementara disiplin mati yang diterapkan di sini, meskipun berhasil men.
:ak santri-santri yang Patuh dan taat, tapi hal itu juga E
menikam spontanitas, improvisasi, kemesraan dan kejujuran. Sedangkan
pelaksanaan ibadat yang mesti dilandasi suasana batin yang ikhlas dan
khusyuk dirusak oleh hadirnya pengawasan dan kontrol dari pihak
"keamanan pondok”. - -

Apa yang tercipta dari mekanisme-mekanisme serupa itu hanya


lah santri-santri yang kaya pikir tapi miskin zikir. Agama lantas menjadi
kehilangan hatinya. Dia bukan lagi a matter ofenjoyment (persoalan
penikmatan), melainkan direduksi menjadi sekadar a matter of con
templation (persoalan penelaahan).
Situasi demikian diperburuk oleh suatu kenyataan betapa terkucil
nya Gontor dari lingkungan sekitar. Bukan saja keterkucilan secara
psikografis - karena adanya peraturan yang melarang santrinya ber
interaksi dengan masyarakat sekitar (kecuali setelah memperoleh izin
dari bagian keamanan pondok) - melainkan juga keterkucilan dimensi
Pemikiran keagamaannya. Karena apa-apa yang diajarkan di dalamnya
: tak bersentuhan dengan problem-problem aktual kemasyar*
tan. -

Di sanalah
|pesantren) telahaku baruterjangkiti
jauh menyadari,gejala
betapa lembaga pendidikan
”intelektualisme" : :t
“" yang berkecambah dalam masyarakat orde "pembangunan :
belakangan: Dan itulah, guru kelima cara pembacaanku terhadap
sejarah. 3

*kecewaan-kekecewaan seperti itulah terutama yang membisi:


* pesan
Pada alm kepada hatiku untuk segera
- mengucap En selamat tingg"
AS
gsa Mencari "" diri
-

dengan ku
mereka. Demikianlah, di langi
meninggalkan
, gl
khir
Gontor, menaiki kakh:
- kan ml d - am-malam romantis -

:
Desem
2,-
::Ul
-
menghirup mal
- * bumi
Sreta

Parahyangan-
-

ya : Kembang
ielaiahi Kota pada akhir sekadar
Baru i:
Januari unt
mencari
- -

di SMA MEBandung,
ukannyarnaung sebuah
alaman keislaman yang dapatYang
sekolah be:
kuregul
aku : Tidak banyak peng ng dalam OSIS dan Or anisas:
afiliasi ke N iali ernah berkecimpu g alah mengetahui b ganisasi
E. selebihnya hany ah
di sini. Kecuali *gaimana
Dakwah y: lah yang dikelola oleh sebu yayasan Islam, Serta
brengseknya seko ana dilanda kompleks rendah diri jika berpapa:
merasakan : sekolah Kristen. Untuk mengobati kekecew:
dengan pelajar-pe J aku mencoba merealisasikan lamaku untuk Illat

ini, di kala Eah baru” kawanku. Aku datang ke Salman


berkunjung ke ”ru ah, dua "rumah” pemuda yang pada saat itu konon
ITB dan ke : paling semarak. Aku kaget melihat Pemandangan
paling istimewa ah kusaksikan sebelumnya. Kelompok-kelomp: anak
yang : melingkar, sambil menggenggam Al-Quran terjemah.
muda pada dudu ampak begitu antusias memperdebatkan
an di tangannya. Mereka tamp gi -

kandungan Kitab Sucii dan aj


- ajaran Islam, sementara Sang senior yang ada - -

di antara mereka meskipun kudengar bacaan Al-Qurannya tidak fasih


begitu cekatan memberikan komentar dengan bahasa-bahasa yang asing
di telingaku. Belakangan aku tahu, itulah yang disebut. mentoring
Dari beberapa kali kunjunganku ke "rumah-rumah ini, segera
terkesan dalam benakku bahwa hal yang
profil mereka bukanlah kedalaman pemikir

dekaden yang merek: rasakan begi


kemudian mereka memilih jalan mtu deras, maka tak heran :
wilayah ”usrah” , yang begitu terasingengisolasi pergaulannya :
dari pergaulan : : :
rakat luas. Sem
substansi pemi Egat keagamaan yang :: umumnya tidak
*:an YE8,
Pradah inilah kukira yang mendorong : E:
mendalam tumbuhnya gejala :
Spiritual” (
Secara mo
Tuhanisme). Dalam kon disi seperti itu, agama hanya
modimensional,
Yudi Latif
. Dari Islam sejarah
233
kar: menu:
: yang hematku
dapat memb: tidak
E mend alTl tem
laimny: berkecamembele
hala baru g mbah dienggu
lin formalisme itE
manusi dirik
terkan
n uat Sld. c dan
u sendiri -
u.
kam us) maka keti gkun Sebab si ndiri d

an :
pu°1' :u; etika pada
Fakultas :ganEme: ber. aktivi sikap-si
is masjid d

jaj:",
aktif : rumah
tak ada E”:ngE
minat
serius u :
1
E 1985
berke masjid
lain yan - )
ntuk. Aku Uni Sem -

nama keislaman lebih clasti


alny .g Mcm St1S, yanglebih
SC meneri
tertarik ‘rjunkan Pa -
E:
:
kali aku turut men ang benar, s pintas peso 1rl Sccar : :
ah gelola m , selama alah tida Ila

dua : un (1986-1988 entoran -menjadi kmen -

Masjid Agung
terus terang saja
:
: dipercay
: a E
EE di FI
di situ Ikat an selama
gang Seni s: : E
lebih banyak engan met u Pemuda

mema : dik :
sepi" (kelompo dan
ngkunga n E:
(GSSTFiasiode
berapres Fil m
di lingk ing. Tetapi
buk diskusi
barang tentu pok si). Ikh "E": d:
para aktivi
tlv1s AD - elang
ketegangan) E sekadar : E berumah tempat :
dalam, bahwa : benar : mencari atanku di G di “:
non (syarat : : enar beran saluran katar ssTF su :
peradaban I slam
-
ki
) jika kita tor keseni gkat darii ke sis (pelepasan
Senlan
-

kembali dunia atau bila kit berbicara m adalah sua sadaran mem
memang meru
sifat-sifat
Hal
E
:
an manife ini bukan s
:EE
reka tu conditio
IndS3. :
-

Tetapi, leb :
selalu m i religius
:
umat manusi is dan esensi stasi jiwa k emata-mata
ke tan
reatif man
dIl
karena
:
sekad
E
ik, keseni u, tatkal kaitan
: senian
jang sejarah memiliki
: bi ian telah : dalam : erat d peradaban

:uktif sek da
- E dan sek massif E dan E
- dIl- - - -

: E
ata alias ti sendiri : ainilai a : seni :
Ironisnyke gan yan Eagi mentar
am. E tidak : masih E : : kons
-

E karen nggap penti andang duni a aktivis dan estruktif


anku di a itulah : dalam m a kesenian de pemuka
i kelom Ul endukung keb ngan sebelah
IIleTAS3.

pok-kel ompok terpangg


di ggil.
i Adaangkitan duni
dunia -

iskusi, selai pun mengenai


idorong ol in pada mulanya
eh kehen dak Ul at -

Pemikir
dan
-

ntuk memper temuka n


dan an IIsla m ko
sasi.-oEal,
Fasion
an sosial
eksi Sl Juganal
- dilkeE
nvensi
tidak
CCutonalmemper
oleh h asrat
den untuk
gan aru.S menemu
pemiki k yang empiris
ikiran sains -

mahasiswaan oleh tempat ta an saluran aksi


‘ganisa - mpung pad organi d
- -rumah” tersebut segera aku
--": w- ulanku di E ”rumah sunyi” ini sama “rasa.
Dari pergu” da : apara ak
Eai kedangkalan, P ih
emaham Sena-., annya te
ring malah : dangkal
: Eh dibilang pertama:
kalau tid dengan kalangan
lagi.
gan ini Pada u: -
In

. E sosial yang lebih baik terhadap b erba... In

nya E: kemasyarakatan. Kepekaan sosial tanpa did:8ai


3l

dukung
-

ang memadai inilah biasanya Yang men


- - - -

roblem --:

EiE E ”kiri”. Sayangnya, karen Pemikir:


cemerlang ini 8anta: d.
kan ikiran
merekakemas atan mereka yang g ini hanya b: -

: sepi, alias tidak mem-pradah dalam keramaian basis


di E karena adanya sumbatan saluran artikulatif Yang dijeja
d

°ganisasi
E hegemoni negara yang kian mencengkeram, mak: i:
emikiran-pemikiran mereka cenderung mengarah kepada gejal
E yakni suatu sosok pemikiran yang melingkar-lingk: :
lingkungannya sendiri, tanpa terdapat daya untuk menerobos ke :
batas-batas lingkungannya yang sepi itu, agar dapat disosialisasik: : 3r

diaktualisasikan dalam masyarakat konkret. an

Gejala involusif inilah yang memenjarakan mereka dalam ge:


masturbasi ”intelektualisme”, yang pada gilirannya menjelma m :
berhalanya sendiri. Agama dan Tuhan kemudian dihampiri njadi
- objek telaah dan bahan cemoohan
-
(sensasional),
- Piri sebatas
bukan lagi se
yang berusaha dihidupi dan dihidupkan. Suatu

Kalau anak-anak muda yang berhamburan meninggalkan ”


--
rumah lama orang tuanya terperangkap dalam kutub TUInah
:
spiritual” (ruhanisme) dan penjara "intelektualisme”, lalu bagaimana
halnya dengan nasib para Prang tua mereka yang me nyusul belak
Ternyata, karena mereka pergi dengan KE elakangan?

mencoba meni : :Pana oleh kehebatan para imam, lalu


eniru Jenggot” seperti para ayatullah. s:
kan sisan
ui di ya yang memelihara
lain ada yang lebih tertarik jalan ”romantisme": ber
E. Maghrib, terkesima Pesona sufisme, lalu ikut-ikutan me:
l

m:da juga Yang terayu jalan ”intelektualisme”: :


ilmiah u: "8 kaum borjuis, beronani dengan abstraksi-ab: aksi
i E dengan intuisi filosofis, dan berpacaran :am
PeSOna |E teoretis. Begitu dalam E. p:
niat semulanya E: E: E : entah berma”
seperti apa. memburu anaknya (umat) y
>k : >k
Yudi Latif, Dari Islam S

- telah kurekam dalam selulosa t


“jarah 235
E E Orde Baru. Wajah IslEm
ciar
angisan Panjang, wajah
sejarah Yang justru
lam “Estoris. Yang penuh diwarnai ber
: : bagai "melukisk:
selalu dimulai dengan niat demi jurus E g
an
3 *

untuk :m tapi selalu berakhir dengan Pencorengan Is


besar: resapi dalam-dalam: fanatisme, apelogetisme, lam.
- -
Aku lihat
anakronisme - -
-

dan : formalisme, ruhanisme, dan intelektualisme yang menjadi


iatisme,
plag EiIslam sejarah, bukan :umi,Egaltapi
mengalir
uratbagi kesejahteraan hidupsaja
umat lebih kan darah (misi)
Ebunuh,
secara tidak disadari telah menjelma dariParasit-parasit
itu, merek:
mal yang menghancurkan sekian banyak menjadi
sistem jaringan vitalitas
- Es Islam. - - - -

J ikaoksekarang aku berdiri


ke belakang di pertengahan
untuk warsa 199r 9, lalu
memutar kembali mencoba
angkaian frame
E: Islam sejarah tersebut secara slow motion, maka akan
: di situ suatu alur visualisasi yang mengisyaratkan bahwa Islam
E. bukanlah suatu hipostase yang lepas dari realitas
E sejarah (ke
Berdasarkan logika cerita seperti ini dapat diterka
implikasi selanjutnya, bahwa betapapun tulusnya
untuk menegakkan niat para mujahid
kalimatullah, tanpa diperlengkapi wawasan ke:
sejarahan dan kekuatan sejarah umat yang memadai, yang akan terjadi
di akhir kisah hanyalah nestapa kesia-siaan. Sempitnya wawasan ke:
sejarahan dan lemahnya kekuatan sejarah umat inilah sesungguhnya
sebab-utama kegagalan Islam sejarah sepanjang Orde Baru - bahkan
jauh sebelumnya.
Sempitnya wawasan kesejarahan yang telah membuat kekuatan
klam begitu gampang dirontokkan oleh siasat politik pecah-belah kolo
nial, menyebabkan para Pemimpin umat sering terlampau tergesa-gesa
hendak memaksakan Pilihan-pilihannya terhadap kaum awam, atau
menjadi terlampau gampang mem-bid'ah-kan dan memojokkan kebiasa.
an-kebiasaan atau Paham umat yang menurutnya tidak Islami, juga
telah menjerat Para politisi Islam terus berkutat di lingkaran pertikaian
dan “tap
natif
memandang Perjuangan kepartaian sebagai satu-satunya alter.
Perjuangan Islam, yang harus dibayar dengan risiko memudarnya
sejarah umat (jamaah Islam). Konsekuensi bawaan dari keada
ekuatan
: "emikian, adalah terkotak-kotaknya umat Islam dalam penjara
Eme (ashabiyyah). Dalam kondisi demikian, mereka tidak terlatih
“Pikir dan merasa dalam skala luas realitas keumatan, yang pada gilir
E bukan saja membuat E
mereka mengalami kesulitan dalam
: berbagai Perubahan dan tantangan yang E
E “Pi juga menimbulkan kerepotan dalam usaha E
yan 8 bersama Perjuangan Islam. Maka lahirlah jurus-jurus E
: berwarna anakronisme. Dalam posisi begitu, jika se ang di
E mereka dihadapkan pada tantangan-tantangan :E
" mereka belum tersedia jawabannya, maka bila mere
286 Menea" Islam yang akan muncul kemudian hanyalah dalil-dalil
jawabnya: berusaha mencari ban jawa
E EE tidak berusaha 3:
Atau

: E sendiri, melainkan langsung dicari di bumi.


guhnya:
Eih dahulu “E. belum tentu cocok digunakan di buminya
bumi ora: E seperti itu, bukannya membantu memu lihk
sendi
ri.s: E jamaah (sejarah umat), malah sebaliknanya
E yuhkan basis kekuatan jamaah. dindAkibatnya, jika kemudian
: E E. menerobos mengatasi ing-dinding kebekuan
: keumatan - karena tidak didukung oleh basis kekuatan jamaah
yang memadai - terpaksa melayang-layang di angkasa, membentuk
gumpalan-gumpalan kecil awan ”romantisme” (ruhanisme), ”intelek.
tualisme" dan sekaligus ”elitisme”.
xxx

Aku telah bosan menangisi masa lalu. Sekarang tiba waktunya


untuk berdiri tegap, menatap ke depan, menggagas pemburuan esok
hari. Harapan pasti ada. Apa yang telah dialami oleh umat Islam
bukanlah nasibnya, melainkan sejarahnya. Dan di hadapan sejarah, kita
mestinya bukanlah robot-robot pasif yang seenaknya ditendang-tendang
bagai bola, tetapi sebagai subjek-subjek merdeka yang bertugas untuk
mengendalikan gerak sejarah itu ke arah yang kita kehendaki. Jika pada
masa lalu keutuhan dan kekuatan ”keluarga Islam” (jamaah Islam)
mengalami kerapuhan dan keporak-porandaan - akibat tidak adanya
keserasian dalam hubungan antara Bapak (keislaman) dan Ibu (ke
indonesiaan), disebabkan oleh sempitnya wawasan kebapakan (keislam
an) dan wawasan keibuan (sejarah keindonesiaan) - maka tugas kita di
masa depan adalah berusaha sekuat tenaga agar hubungan antara kedua
belah pihak itu dapat terjalin secara harmonis, dalam rangka mem
bangun keluarga sejahtera (masyarakat marhamah).
Sebagai prasyarat untuk memburu kondisi ideal seperti itu, *
kira perlu dilakukan suatu reaktualisasi dan reformulasi teolog:
sehubungan telah lembamnya vitalitas teologi masa kini oleh virus":
sejarah. Dalam hal ini, teologi yang kita butuhkan bukanlah "“:
pembebasan” gaya Amerika Latin - karena pada teologi sem* :
otentisitas ”sang Bapak” sering terlalu diperkosa demi melulu E
hasrat kebebasan ”sang Ibu”, sehingga agama kemudian meng ada
reduksi habis-habisan menjadi sekadar ajaran serba profa". :
gilirannya hanya menciptakan kebebasan sepihak yang berwatak :
ristik. Dan itu berarti, kebebasan kemudian menjadi berhal: olog ke
teologi yang lebih relevan yang kita aktualisasikan adalah ‘: :

khalifahan”, yang disimbolisasikan dalam dua kalimah :lah


4°yhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Mu: : manus"
Kalimat pertama merupakan isyarat perlunya usaha liberatis"

-
-
Yudi Latif, Dari Islam S
- kk - “jarah 237
an hanya Eaja dan menisbikan selain

pa sebagaii duta
au Allah,
: kita p
pun mestinya men -

M : kita sebagai khalifah Allah yang bertugas E adari peran


menyejah k
keseja' warga bumi, yang mengandung implikasi perlunya memperluas
terak ail kesejarahan. Jelaslah di sini bahwa pada teologi
AS kekhalifahan,
ha humanisasi atau pembebasan belenggu-bel enggu sejarah
usaha-us:
usiaan tidaklah membuat "sang Bapak” kehilangdIl otonominya.
: esensi ajaran teologi kekhalifahan selalu menempatkan manusia
- -

: khalifatullah yang dengan sendirinya mesti responsif dan E


: rendah hati terhadap petunjuk-petunjuk Allah (din Al-Islam)
Sl -

Bagi para khalifatullah, karena Allah itu mahamutlak dan maha


benar, maka otomatis petunjuk-petunjuk-Nya
pun mahabenar dan
Euuak. Tetapi, karena petunjuk-petunjuk Allah itu tidak mungkin
dapat diperoleh manusia secara otentik hanya dengan mengandalkan
ny (rasio)-nya semata, maka Allah dengan segala kasihnya sengaja
mencari seorang rasul untuk membawa petunjuk-petunjuk-Nya itu -
secara verbal - kepada umat manusia. Petunjuk Allah yang dibawa oleh
seorang Rasul itu selanjutnya dinamakan wahyu. Adapun kumpulan
wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad untuk umat manusia akhir
zaman disebut Al-Quran. Jadi teranglah di sini, meskipun Al-Quran itu
bukanlah Allah sendiri, tetapi karena dia memuat petunjuk-petunjuk
Allah, maka tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Fihi hudan lil
muttaqin, yang mesti dijadikan sumber pokok ajaran Islam dan mesti
dijadikan rujukan utama cara pembacaan terhadap realitas sejarah
kehidupan. - -

Sungguh pun begitu, karena petunjuk-petunjuk Al-Quran itu mesti


tiba mencakup dan serba aktual di setiap ruang dan waktu, tak heran
*iahanya memuat petunjuk-petunjuk dasar yang mempunyai tingkat
abstraksi sangat tinggi dan berada di realitas subjektif. Konsekuensi dari
ondisi demikian, petunjuk-petunjuk Al-Quran tidak selamanya opera
"nal dan tidak selalu siap pakai dalam menjawab persoalan-persoalan
kemasyarakatan. Oleh karena itu, agar petunjuk-petunjuk Al:
tual
"an itu benar-benar dapat menjadi rahmatan li al-'alamin, dalam arti
:
Eakmenjawab tantangan-tantangan aktual komunitas lokal, maka
mau mesti dielaborasi dan dibenturkan dengan situ* dan
"disi objektif masyarakat setempat.
memil
ntuk
memenuhi kepentingan ini, terlebiih dahulu kita mesti
- - - - - -

ah-milah kandungan Al-Quran itu secara kategoris. Pada garis


f- arl
Earnya E
etisi : ada dua kategori ayat-ayat Al-Quran: perta".
-

yEjuk
Ayat tentang
Yang berisi
yat hal-hal tentang
petunjuk yang "gaib" danyang
hal-hal "Pe: E
"nya" kita hadapi
“yat dalam kategori pertama, sebagian bes” harus ki
288 Mencari Islam dan sejauh yang menyangkut
dengan menggunakan. alat keimanan,
ionalkan oleh Nabi lewat tradisi-tradisi
tradisi-tradisinya
"peribadatan5 t6:
- telah dioperasion
.:a di tu-satunya pakar yang mempunyai
(sunnah Rasul). Aku E tersebut. Kalaupun ada pen.
ötoritas untuk : Emasini dalam kehidupan kita, yang belum itr
canggihan dan : dalam sunnah/hadits Nabi, tugas kita tinggal
tera secara E. an atau analogi saja dengan apa-apa yang kita
EE Alhasil, sejauh yang menyangkut usaha-usaha
Ul mD3l & ori pertama, rasanya terlalu angkuh untuk
: ayat-ayat kateg
E dalam
yang telahkedua,
kategori
E :E:
mengenai ayāt-ayat
:uga telah mengelaborasinya secara komprehensil lewat
E- -

:
SCCărăi
Nabi baru mengerjakannya serba sedikit
(menurut konsepsi keilmuan),
dengan konteks historis
SCSUlal

zamannya yang masih serba "primitif". Padahal, jika pengelaborasian


Era normatif (ideologis) baru memfasilitasi acuan nilai-nilai etis yang
bersifat imperatif - yang dengan sendirinya belum memberikan modus
vivendi dan modus operandi dalam rangka merealisasikan ayat-ayat
”nyata” Qur'ani dalam realitas objektif, maka "realitas simbolik”
(teori-teori keilmuan/teori sosial) berusaha mengambil peranan tersebut
dengan cara berusaha mendeskripsikan (menjabarkan), nilai-nilai etis
tersebut ke dalam proposisi-proposisi ilmiah yang logis, kategoris, siste
matis dan sekaligus empiris, sehingga diharapkan akan mampu men
jawab dan menghampiri kenyataan objektif secara lebih konkret. Meng.
ingat pentingnya kedudukan ”teori sosial” (teori keilmuan) ini, maka
tak mengherankan jika - sekalipun Nabi sendiri belum banyak men
ciptakannya - beliau tetap me-wanti-wanti umatnya agar mau me
ngerjakan tugas sejarah ini, melalui hadisnya yang terkenal, ”antum
a'lamu bi umuri dunyakum.” (”kalian lebih tahu mengenai urusan-urus
an dunia kalian”). Aku kira bukan tanpa alasan jika Nabi berkata
seperti itu. Untuk mengoperasionalkan ayat-ayat ”nyata” Qur'ani
pada realitas objektif, memang dibutuhkan suatu jembatan yang meng
hubungkan ayat-ayat "nyata” Qur'ani dengan ayat-ayat sejarah yang
disebut teori keilmuan (teori sosial). Karena realitas sejarah (kondisi
objektif) keumatan itu selalu berbeda di setiap ruang dan waktu, maka
yang tahu persis keadaan itu sudah barang tentu bukanlah Nabi sendiri,
melainkan umat manusia yang berada di ruang dan waktu tersebut.
Oleh karena itu, otomatis mereka jualah yang mestinya paling berhak
merumuskan teori keilmuan yang dibutuhkannya.
: lain pihak, karena realitas sejarah keumatan itu selalu b:
di se
E: dan waktu, maka jika teori sosial itu hendak terus :
memperb
::
dIl
uasidiri
sejarah, tidak ada jalandirinya
dan mencocokkan lain kecuali
denganharus terus-me::
fakta-faktaSC

:*nenerus
Esekitarnya. Dalam rangka inilah, selain kita dituntu:
melakukan pembacaan baru terhadap ayat-ayat Qur'a
* . W. - Dari Islam Sei
Yudi Latif Dari -

(ajar: Islam), : E E-menerus memperlu darah 239


barui w: : an. Karena tanpa hal ini : dan memper.
Eyang : te:
kibatkan keterlambatan penyusunan
2l
EYang berarti akan
: pada E
an-tantangan baru, menyulitkan
mel E gka yang baru,
menjawab 3IIl
= -

tantang emahkan kemampuan a: :


menyukarkan usaha penyusunan strategi perjuangan yang rele
- - Van.
>k k:k

Akhirnya, agar benar-benar dapat mendukun


an sejarah umat (jamaah Islam), maka selain
fakta sejarah dan teori-teori sosial Islami yang
E:
baru, umat Isl 1 lakta
ituntutbil-hikmah
da'wah untuk terus-menerus
walmawidhatilmemperluas E
horizonseperti
hasanah. Dakwah ini :13l
:
mungkin dapat dilakukan manakala mereka mampu berbicara den :
: ummy" (bahasa sejarah) dan E
cinta”. Untuk itu, setiap Penyeru - selain dituntut untuk selalu meng
aktualkan wawasan kesejarahannya - mesti berusaha sekuat mungkin
untuk semakin memperbesar ”api cinta”-nya bersamaan dengan usaha
kian menipiskan semangat permusuhan. -

”Api cinta” memang tidak selalu gampang kita tumbuhkan,


kecuali lewat riyadhah-riyadhah (pelatihan-pelatihan spiritual) yang
serius dan kontinyu. Mengenai hal ini, riyadhah yang seharusnya paling
unggul untuk menumbuhkan ”api cinta” ialah ”“ibadah”. Oleh karena
itu, kita harus mulai mengubah kebiasaan ibadah kita, dari kebiasaan
ibadah seorang budak menjadi kebiasaan ibadah seorang pecinta.
Seperti kata Iqbal, di dalam beribadat perjumpaan manusia dengan
Tuhannya bukanlah seperti perjumpaan seorang budak dengan majikan
nya, melainkan lebih seperti perjumpaan seorang Pekasih dengan
pengasihnya. Beribadat dalam posisi dan kesadaran budak, membuat
manusia tidak bebas berkomunikasi dengan Tuhan. Ibadat seperti itu
bersifat otentik dan kosong dari moralitas, dan akan bermuara pada
kematian cinta. Sedangkan ibadat dalam kesadaran para ”pecinta”,
tidaklah semata-mata dipandang sebagai manifestasi rasa tunduk dan
patuh kepada kehendak Ilahi, melainkan juga secara aktif berusaha
memahami, mencerap dan menyebarkan sifat-sifat (cinta Tuhan dalam
realitas sejarah. Dengan begitu, dalam beribadat secara "cinta", orang
terus-menerus berada dalam situasi dialogis a: “E untuk M:
:ubjektifkan (mentransendensikan) segala objek ke haribaan :
Pencinta, dengan usaha untuk mengobjektifkan s :
Subjektif (perjumpaan dengan Sang Maha Pencinta) dala
nyata.
momentumnya pada
pen Puncak pencerapan cinta Tuhan m emperoleh
sia berhasil mengintegrasikan
galaman ma 'rifah, di mana manu
240 Mencari Islarn -

(memfanakan) semesta realitas ke pangkuan Allah yang Maha Penei


Sedangkan puncak penyebaran cinta Tuhan memperoleh pen:
nya pada pengalaman hakikat, di mana manusia yang telah : dan.
cerap cinta Tuhan iitu terjun ke bumi, untuk kemudian secara
+
:tiif
aan cin -

menengok dan menyapa kehidupan sekitarnya dengan peras


Hanya orang-orang yang m emiliki kesadaran ma'rifah dan hakikat.
lah yang dapat benar-benar mencintai Tuhan dan benar-benar men:
kemanusiaan.
siap melangkahDan
ke hanya
jantungorang seperti inilah
masyarakat: yang sun:
memainkan peranan ungguh
nabi-nabi sosial,
musyrikan, yang turut
kebodohan, membantu
kemiskinan membebaskan
dan Penindasan yangEi
m 8gu ke
kehidupan mereka. Yang pada akhirnya akan mengubah : S
Insya Allah.
panjang Amin!•
menjadi renyah senyum kemenangan enium 2.000
gan di mileni :
Menuju Suatu Teologi
yang Membebaskan
Budhy Munawar-Rachman
BUDHY. MUNAWAR-RACHMAN lahir pada 22 Juni
1963 di Jakarta adalah sta -

Kebudayaan, 'Ulumul-Qur'an, sejak tahu

Wiraswasta Pesantren Asy-S


Latihan Peneliti Pesantren P3M. (1985.
°rganisasional, selain di jurnal. UQ, j

1986), Ketua Yayasan studi Proklamasi


y-Syafi'iyah (1985.
dan Kemanusiaan (1986-198 7), dan
Kajian Masyarakat Indonesia (198 7). Pada tahun 1 985
Pemah melakukan Penelitian Pengaruh Urbanisasi
terhadap Kehidupan Beragama Masyarakat Betawi.
Jatiwaringin, sebagai Program officer, dan Penelitian
Profil Alumni Pesantren sebagai staf peneliti (1986). Di
:"Ping aktif menul: *el di pelbagai media :
dan menjadi editor beberapa huku, di antaranya Agama
*n Kekerasan (1985) dan Menatap Pembangunan
Indonesia (1987), dia juga pernah menjadi penanggung
jawab program 4ehievement Motivation Training Direk.
*Pol Pemda DKI-UIA (1 986). Kini, bersama, istrinya,
dia "enetap di Jakarta.

, ,. -

- - - 2.4L, .
MENUJU SUATUTEoLoGI YANG ME
Budhy ME*AsKAN
I

Masih kuingat, ketika aku di SMA


mendalami fisika murni. Pada waktu i

struktur alam Serne -

tetap misterius untuk alam fisika mikrö. Misterinya E :


di antaranya dapat ditunjukkan lewat teori ketidakpastian Heisenberg
yang terkenal itu, yang sudah sedikit-sedikit kuk: melalui mata pela.
jaran fisika dasar di kelas tiga SMA. Intinya, teori itu mengatakan bah
wa alam mikro-fisikalis tidak dapat lagi kita amati, bukan karena keter
batasan alat eksperimentasi kita, tetapi karena sifat alam itu sendiri.
Akibatnya, kita tidak pernah dapat mengamati dunia mikro fisika, ke:
tuali melalui abstraksi matematis saja. Aku pun masih ingat betui ke
tika aku memikirkan Percobaan Albert Einstein tentang teori relativi
ta: (khusus). Ternyata percobaan-percobaan pada mulanya berjalan
* dasar turunan matematika yang tidak empiris, tetapi logis saja,
Yang setelah dibuktikan ternyata tepat! Bunyi teori tersebut begini:
Tidak ada kecepatan absolut (kecuali kecepatan cahaya), yang ada ada
°Cepatan relatif dari suatu benda terhadap benda lain. :
Eya dalam segala arah adalah sama dan tidak bergantung kepada
Teori ini sendiri
: sumber cahaya maupun gerak pengamatnya.
CUl - - imental (pembuktian empi - i

Elama tidak mempunyai dasar eksper ahun 1930-an, dan


Eya. Pembenaran positif baru terjadi pada : E
itu seluruh fisika'atom modern tidak dapat dipikir
243
244 Menncari Islam -

ibatka teori relativitas (khusus) ini. Suatu persoalan yang s +

: g ti Bagaim
E
masih saja terngiang dalam benakku kaBa?gaimana an a
:
:
dapat terjadi, fisika dibimbin oleh matema Inun
u eli
an-atpen
su ilmu n ng
tiaya didaime
eksper rkan
santa teda
l, pa rnya ammankon
alla
petangda iriis,Pemel
empdis rkem E
alubai ng an lti
n ma
kiu,
yang Unsetumakk ajangr fis
belta wasapada
deika haaruSM
ini usi beggitu
s diAbiinimbin hm
olemen al :a?
ggaira
Dari fisika inilah aku mengerti apa yang disebut ilmu, dan apa : an,
ilmu dengan agama. Dalam usia sebelum ini, masih kabur buatku anya
mengerti perbedaan antara kedua hal tersebut. Tetapi sekaran untuk
menjadi jelas. Ciri khas agama pada umumnya adalah E :
menu
ini lahntyaun
ng s: bera
dieo ngn, ke
rika iapaseldaalu sifmathalnobe
berla
ku da rmra ga,mamasej
atif kaakdokegmci is :
atl" dTa

iaun ke
perhatAk terpa isaamsia.daBalahkmanli,ngbokulenghlan
sosdaialag soskaialtaka
ah di hwgat
yanngbasan a linmegku i
mbnererl

ortodoksi telah membentukku menjadi seorang yang santri da: :


takut terhadap agama. Tuhan begitu besar seperti raja yang selalu : -

awasi hamba-hambanya. Begitu persepsiku dulu, yang aku kira E


dan sejalan dengan tingkat perkembangan kognisi keagamaanku :
waktu itu. Sejak saat itu aku mendapatkan pendidikan agama yan
cukup tinggi. Aku berguru dengan banyak ustad di lingkungan t:
Abang, tempat sosialisasiku selama hampir 20 tahun. Mereka termasuk
orang-orang yang berpengaruh secara religius di lingkunganku.
Sambil sekolah umum di pagi hari, aku sekolah lagi di siang dan
sore harinya di madrasah, sampai tingkat menengah diniyyah, Pelajaran
yang kudapat di sekolah ini kurasa cukup membuatku paham akan
benang merah dunia keislaman (Ahl Al-Sunnah wa Al-Jama'ah). Aku
belajar hampir semua mata pelajaran yang sekarang kira-kira sebanding
dengan kurikulum Sarjana Muda IAIN Fakultas Ushuluddin.
Oleh karena itu, aku tidak merasa heran kalau pendidikan ke
agamaanku telah membuatku menjadi begitu stereotype dalam melihat
dunia. Stereotype-nya adalah a la dunia Sunni yang aku pelajari, dan st.
cara sosial aku terbentuk, di mana fiqh menjadi ilmu yang mendasari
as ti
realitKe ioldi
soska s. A itu, aku ingin sekali mendapatkan pemahamank°
ogiSM
agamaan yang rasional. Tetapi dalam sosialisasiku, baik di rumah m*
h, me
akurutid atat
suap
ak nmesend kangngi dani ba
kecual
ituve, n, a pe
takhwper lu ma ha":
teonri diagseamkoalaitu
pu paka u ya * tak
boleh dipertanyakan secara kritis. Dalam cahaya ortodoksi yang selama
ini aku pahami, aku merasa tidak ada lagi harapan bagi pe:
sarnya saja menurutku sudah salah, yaitu penekanan :r:
Karena dame
dogmatis dengan ritualisme sebagai tolok ukur, satu sisi": kuaga:
merupakan belenggu atau aspek yang menjerat dan menindas da"
IIla. Ketika itu pun aku mulai menyadari adanya cara berpik
-
:1,ir
ir )W3n:

: .
- - :
Budhy
a dan ilmu. :
Munawar-Rachrn
& menjadi :
an, Menuju S Matu Trologi 24

UlIll pertam 5
a:
kerak: dengan
: ilmu yan$ aku.
filsafat
dengan
:
paling
apa m atang
t yang
-

iilmu disebut ilmu.


i metod
enar
secara
+
Intuisi
bah W:l isiku ternyata
rnyata
terTV.
a per.
fisi tiidak
si Tidak
• - Engherankan jik
jika pada
- kemudi
mulanyya ologis. APn yang
berk isika bim G
rd: ilmu, pelajarilah
aan& dan paling man:
fisika E aku E:
, karena fisik
adar: Kalau
dari g biasa
disiplin
gag paling dapat ”dibukpuil me :mbawaku melin
a adalah l i
ilmu Inău
yan IIl cm.

dengan Card pandang agam kebenaran hat dunia d 8 paling


:h hi: - a, yang s nya dan sekali engan car
: Pert menengah elama ini ak sekaligus berb &
: :
[[i - tu merasakan (sec fisika
atom kuan
-
u pelajari sejak ibti :
:ntikan a: :
:piritual: yan :ara: :
E tum
intuitif) bahw yang :
religi telah
Egan agama Y: begi am fisika; Aku ya ada dalam au katakan
bawaku kepada E ritualistik. E emang mulai E dapat
imu pengetahuan :" ini: Mencari i E E bosan
Sebuah buku yan B - an dalam E ITACTIl

karangan awaid : Tuhan dan Il - aru, cara

ging prinsi bahwa di:unia, yang


m:kanku :
fisikaaku baca tak lama se
Pengetahua n Modern
tahankan E sebab-akibat dan : selama ini san lepas SMA me.

:
energi, muatan :: semesta, : E
wak s pernah : dapat diper
ini ada trik, maupun h , waktu, ruang d menguraikan
konstruksimengenai
teoretis semua bidang i:mahaman:
ter radiasi
akikat g dan gerak massa dan
annya. Wallahuat y: dibuat. Tapi sebut bersifat mod : selama
dipat mengamati : Kita tidak perE memang be : Jadi ada
mikro. Tentang E persis apa yan nu. karena E kenyata
t
hanya dapat berm - ini, Heisenberg : terjadi dalam duni idak pernah

evolusi
Adafisika
dua :si yang te iadi aki
statistik E ori kemungki
axborn E: :
”Kita

objektif. A atom menjadi rjadi akibat perkemb 8 nan!"


ja dan tidak lagi berj orang sebagai the th engan realita:
rjejak. Setiap dilakuk ings in its s:f,
ukan eksperimen,

nya secara ui
langsun g melalui eksperimentasi. Inilah problem
probl epistemo

logi
lagi
kukuhdituni
dan
yang tough-mind
g lluar biasa dalam ilmu fisika yan
: : -

: 3ITia IIll
Ini : an yang
SCCAT:
-

::menarik dan
sangat , apakah
sebagaiia berarti
E ada
-

tidak
mempunY : : melulu?
dapat

relevansi yang s.

T
") Istilah erasal dari William James , yang Tlenganggap paham-paham
-
-
-
tough-mindcd” b yang secara
fmifir: agai : : uat dan tak
materialistic, pessimisti te fatalistic, pluralistic
igious
ligi
:
p
:
E al, seb , sensationalisti rgo
246 Mencari Islam - -

bermakna untuk refleksi filsafat alam modern abad ke-20, sekali.


E peneguhan terhadap tidak mutlaknya pandangan i:
: dapat mengetahui dunia objektif, tanpa melibatkan dimensi subjek.
tif manusia. . '. •

Abstraksi matematika tingkat tinggi yang dijadikan jalan keluar


memunculkan spiritualitas. Kita tidak dapat menunjuk secara langsun
hakikat materi atau hakikat dunia fisik, tetapi kita dapat merasakann
melalui abstraksi atau turunan-turunan matematis. Melalui ma:
kita mencoba mengenal dunia materi. Ini berarti Yang Material :
terangi oleh Yang Spiritual (matematika). Bagiku ini sangat reli :
dan membuatku begitu menghayati arti Tuhan dalam E
alam. Seolah-olah Tuhan itu muncul ketika kita menyerah, waktu :
mau mengerti alam. Kupikir inilah jalan keluar yang akan kuda :
dalam mengatasi kefrustrasianku dalam beragama yang begitu E
tik. -

II

Ketika,aku menyelesaikan SMA, aku bulatkan tekad memasuki


Jurusan Fisika. Di formulir pendaftaran Sipenmaru, itulah tujuan fak:
tas yang aku pilih: Fakultas MIPA Jurusan Fisika UI. Aku berhara
dapat diterima. Tetapi ternyata aku tidak lulus. Ya, aku sangat :
dan menyesal. Berarti satu jalan hidup yang aku cita-citakan gagal. Aku
ternyata tidak dinasibkan untuk mendalami ilmu itu.
Ada beberapa penyebabnya. Yang paling penting, aku pikir, aku
memang bukan anak yang cukup pintar. Kalau kulihat frekuensiku
belajar mempersiapkan ujian Sipenmaru itu, ternyata aku tidak begitu
serius. Memang aku cukup banyak latihan. Tapi aku kira konsentrasi.
ku tidak sepenuhnya di sini. Sebagian waktuku kupakai untuk memper.
siapkan ujian ini. Tetapi sebagian besar waktuku yang lain ternyata -
secara tidak kusadari - kupakai untuk merenungkan kejadian yang
terjadi dalam diriku. -

Kalau dengan fisika aku akan diperlihatkan kepada dunia luar,


dunia semesta yang menampakkan mysterium (dan inilah yang secara
sadar ingin aku geluti), dalam ketidaksadaranku ternyata aku justru
tidak menginginkan untuk mengerti dunia itu. Ketidaksadaranku selalu
membawaku ke dunia bawah, dalam alam ketaksadaran, dalam diriku.
Sehingga ada semacam retak dalam jiwaku, atau istilahnya ada kondisi
inkongruen (tidak sebangun) antara apa yang kusadari dan ap Y*
tak kusadari. Dan ini pada mulanya tidak kusadari. • * - -

Aku merasa heran: Mengapa doronganku untuk belaja'": :


begitu kuat dalam kesadaranku, seolah-olah tidak sepenuhnya :
oleh diriku yang lain. Ini sama sekali tidak kumeng°: ::
sudah sejak kelas dua SMA, ada yang tidak beres dengan dirik"
: mema: dunia gelap ketaksadaran, : menerus meng
:dolf Otto. Dunia yang begitu menakutkanku tapi En
E “P aku begitu te:
Dalam am. ivalensi ini, pelan-pelan terpaksa ak :1--. . • •
tu yang lain itu. Dua minat itu begitu bertolak E ajakan
dunia fisika, dan yang lain dunia Psikologi. Inilah pintu : ang satu
dunia psikologi: yang - di samping fisika - begitu k asukku ke -

- telas dua, terutama ketika aku b minati sudah se.


ak SMA
:ang kelas
sangat u bertemu
pintar fisika tetapi juga sangat
* 4 -
neurotik s: kawan
dengan

Dialah yang memperkenalkan kepadaku buku-buku psikologi


populer (tepatnya buku how to). Bersamanya kemudian E
kepada buku-buku karangan Dr. Dale Carnegie dan Dr. Norman vincent
Peale, dan beberapa buku lagi yang semuanya punya kecenderungan
memberikan jalan praktis mengatasi masalah psikologis. Buku Carnegie
tersebut berjudul How to Win Friends and Influence People; sementara
buku Peale berjudul The Power of Positive Thinking. Dua buku itu
sudah sejak tahun 1938 merupakan buku best seller. Kedua buku ter.
E memang menjanjikan kepercayaan diri, yang pada waktu itu
sangat kubutuhkan. Tetapi tak lama kemudian aku merasa tidak puas
kepada kedua buku tersebut. Aku menganggap buku-buku tersebut
tidak mendalam dan tesis-tesisnya sangat simplistis. Yang lebih penting,
buku-buku tersebut tidak memberiku orientasi tentang keadaan yang
kualami sekarang ini, kecuali hanya sekadar jalan keluar yang gam
pangan, dan hanya memberikan fungsi dunia, tidak tentang kedalaman .
brientasi hidup dan spiritualitas. Aku tinggalkan buku-buku itu dan .
buku-buku sejenis, yang cukup banyak juga kubaca, tetapi tidak mem
beriku ketenangan dan kedamaian psikologis yang kubutuhkan meng
hadapi keadaanku yang terbelah ini.
Memang pada waktu itu kusadari bahwa ada sesuatu yang tidak
beres dalam diriku. Dimulai dari kesadaranku mengapa aku begitu ren
dah diri, dan takut berhadapan dengan orang secara langsung. Aku men:
derita - dalam istilah Alfred Adler - inferiority complex. Buatku Pe
rasaan rendah diri ini sendiri bukan sesuatu yang jelek atau Pertanda
ketidaknormalan, tetapi justru merupakan pendorong bagi segala per
baikan dalam kehidupan manusia. Di sinilah terletak masa depan dalam
kompleks orang yang rendah diri, yang menyadari kerendahdiriannya
macam aku, tetapi sekaligus juga sedang berusaha mengatasinya.
Aku kira pada waktu itu, yang menjadi penyebab dari keseluruhan
:
:adaan introve:
psiko:Tadalah
Introversikukeadaan
bersifat kepribadia:u :
melancholie (": dan

“Presif). Sehingga tidak heran, jika pada waktu SMA,. aku punya ke
Ederungan begitu cemas, suka murung, kaku, pesimistik, sangat seder
(maksudnya tidak menginginkan macam-maca"). suka menyen.
248 Mencari Islam
diri, kurang dapat bergaul, dan pendiam.
Jika ada teori bahwa satu-satunya penyebab gangguan psikologis
'adalah rusaknya pergaulan, atau lebih tepat ketidakmampuan menge
bangkan pergaula: Y°: sehat dan matang, maka inilah mungkin : -

terjadi padaku: Aku boleh dikatakan tidak mempunyai teman :


' :asadar
yang denganbersamak:
ikhlas mau berbagi rasa dan saling mengembangkan diri
- lIl. -

harusUntuk mengatasi
kulakukan. hal ini,mengerti
Pertama: menurutku waktu i
tentang : yang
dalam diriku, dan kedua berusaha keras mengatasinya, :
dan E E cara hidup yang baru (dari analisis E
Ea :yang terjadi, kepada
P orientasi ten tang bagaimana aku harus hidup
- - -

Seharusnya aku mulai secara sistematis, den


psikologiku. Tetapi ini tidak aku lakukan, karena E:IS - • •

::
analisis untuk itu. Psikoanalisis, sampai sejauh SMA ini,
kukenal. Maka yang kedualah (mendapatkan orientasi tentang ba :
aku harus hidup dan bertindak) yang memberikan :
IThālī?3

atas apa saja yang sedang terjadi dalam diriku.


Aku merasa mendapatkan pencerahan spiritual ini secara tak
sengaja, ketika suatu hari di Perpustakaan Nasional (waktu itu di Jalan
Merdeka Selatan), aku menemukan buku yang sudah begitu kumal
sebuah buku spiritualitas dari Krishnamurti. Ketika aku membacanya
sedikit-sedikit, aku mulai tertarik akan janji penyelamatan spiritualitas.
nya dan aku pun mendalaminya sungguh-sungguh. Berhari-hari kubaca
buku Krishnamurti. Buku itu kubaca lagi berulang-ulang, sampai aku
hapal isinya, sekaligus aku tahu cara berpikir spiritualitas dalam meng
hadapi problem dunia. Aku sendiri sebenarnya tidak terlalu sadar,
apakah Krishnamurti ini dapat memberikan jalan keluar terhadap
masalahku. Yang aku tahu, aku berharap sekali bahwa dengan
menganut pandangan-pandangan spiritualitas a la Krishnamurti, aku
akan terbebas dari beban keterasingan diriku, dapat mengerti apa yang
terjadi dalam diriku, dan mengambil sikap terhadap sisa hidup yang
harus kujalani. saat ini aku memproklamasikan kepada diriku
Begitulah, sejak
sendiri sebagai penganut Krishnamurti. Dan-walaupun tanpa bimbing
an seorang guru - aku mencoba memberanikan diri meng* mbil jalan
yang disarankan olehnya.
III

sebagai laiknya alam pe:


Aku kira pemikiran Krishnamurti ini,
mikiran India, percaya pada keyakinan bahwa hanya melalui perubahan
han
batin yang menyeluruh di dalam individu, maka akan timbul peruba :
dalam masyarakat. Oleh karenanya hal itu menjadi dasar untuk P
- -
Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teol
- . - eologi 2.14

dunia. Ketika
begitu,itu,
t tesis Krishnamurti ini sang:
ku adal.
19
angat menarik per -

f; mKalau begit"; ugasku at alah mencoba melakukan perub i


:anku. batinku,
dalamajak orangyang
untuk ikut dal
terefleksi dalam pikiranku , :
(laln
: Eyeluruh
E baru meng
ikut dalam suatu perbaikan
Ean spiritua:
fil gitu,aaku berk:
:tual.” begitu erkata kepada diriku send - - - -

: sambil menekuni karya-karya Krishnamurti, aku :


hayatin: dalam diriku, sekaligus mencoba mempraktikkannya.
"Apa sebenarnya
mentama yang, aku cari"? Begitu pertanyaanku ketika
kali mencoba. memikirkan tentang diriku, tak lama setelah
per baca Krishnamurti: Apakah aku ingin mendapatkan ketenangan
mem atu keadaan dalam diriku yang tidak bercelotehan terus (dalam
ialog batin)? Mungkin aku mencari kebahagiaan. Tetapi apa kebahagia
akah aku dapat mengerti mengenai kebahagiaan? Apakah ke
bahagiaa: dapat dicati? Pada waktu itu aku berpikir, sebenarnya dengan
mendapatkan kedamaian (keadaan stabil, tanpa
aku dapat
jolak psikologis seperti yanghabis-habisan
kualami waktu itu). Caranya mudah
suatu ide, atau aku ikuti
t: -

: Aku anut saja : babi-buta. Tetapi ternyata ini bukan


g guru spiritual
karena akusecara me:
akan menjadi terkurung dalam pandangan
yang secara a priori telah kutetapkan. Aku tidak
mengalami kebebasan. Karena sikap atau jalan itu, ku:
rnah
akan pe
bukan kebebasan yang sejati. Kebebasan yang sebenarnya pasti
pandang lui keadaanku yang terkurung dalam ide-ide a:
tidak didapa: mela kuti seorang tokoh (termasuk para nabi?),
-

membabi-buta
ang seorang
atau m°": Pasti bukan hal itu, karena itu adalah pen:
g" spiritual. - +

akan dan itu


waktu pemujaan terhadap
aku berpikir, otoritas.
kalau aku mau mengubah dunia. aku harus -

mulai dari diriku sendiri. Menjadi diri sendiri, dan tidak menyerahkan
pemahamanku tentang diriku yang aku ambil dari gagasan-gagasan
orang lain. Tetapi bagaimana mengenal diriku sendiri,:
aku dapat melakukan suatu revolusi dalam diriku ini? Ini persoalan
yang terus menjadi obsesiku di akhir SMA, sekaligus menjadi penye
:tan atas keadaanku y°: hampir jatuh kepada neurosis berat. Atau
dengan kata lain, inilah caraku mensublimasi keadaanku yang b°g":
memuakkan. Aku mencoba mencari pemecahan melalui jalan spiritual.

SiapaAkibatnya,
tahu dapatseja - jadi skeptis terhadap otorita:
- -
Kalau
perkembangan spiritua
maka menurutku waktu i'
pada pen: :
tas akan menghal:
proses pengenalan diri. Mengapa • r 1 - - -: - -

dari
orangdiriku sendiri,
lain atau dengan
sesuatu ifikasikan
*aku jadikan sebagai
ya"8 otorit* (ter ::
Tuhan?). Memang dengan : tersebut akan ada rasa aman, tapii ituk -

harus diba kalan terhad


- endiri. Aku t3. - +

ap diriku S
mau ini terjadi pada : Aku sudah telanjur basah mengala" keada
yar melalui endangkalan - -
aku ingin secara penuh mengetahui bagaimana aku
E dalah awal dari keadaan b
awal :
: :mahaman :
paling sejati keadaan
dari diriku sebagai bebas,karena
manusia, d:

EEdiriku :sendiri?
yang Apakah
:adamak: bagaimana
metode? caranya:
Spiritualitas 8endiri
i:
pat
Epi kalau aku mengikuti jalan Elitas ini, m:
Eng diri dalam spiritualitas. Dan spiritualitas (dengan :
nya) akan aku jadikan otoritas. Dengan demikian, tidaki: Eh.
sama saja dengan mereka yang mencari kedamaian dalam
otoritas?
:dan

IV

Setelah aku lulus SMA dan tidak diterima di •

:*mpai
:ika
aku berpikir di mana aku harus sekolah dan sekolah
sejauh
ini apa yang kukehendaki di masa depan tidak b egitu jel
3

:: Fakih, : kepadaku: : -

1 SeKOlahku
hari.”
- -

u Punya sekolah yang isinya hanya training


-

: Se

Waktu itu memang baru saja dua atau ti : 1• -

sekolah yang bernama Sekolah Tinggi WE didirik


di dalam lingkungan Pesantren Asy-Syafi'i

informal, didirikan atas dasar teori Ivan Illich

“8un suatu komunitas Muslim kelas


B °rta yang berasal dari kalangan
Cglt : 1 - -

diri untuk m: di : Pada tahun 1982 aku:


- E yang aneh ini. Selama dua tahun aku
:k°wirausaha
an masyarakat “g yang berkaitan
berbagai
d dIl dengan ilmu-ilmu
hal yang berkaitan pengem.
dengan ekonomi
* Dan di "sekolah: ini pula aku mulai berkenalan
Budhy Munawar-Raci
-Rachman, Menuiju Suatu
: Teologi
gi 251.

dengan suatu metodologi


dengan alternatif pemba
kemudian -

dikenal -

participatory : i: asyarakat, yang


action research. Aku pun berkenalan dengan E participatory
tokoh yang banyak mempengaruhi model E. Freire, seorang
Ealui conscientizing) di kala ikan pembebasan
(m
seluruh Dunia Ketiga.- - ngan Lembaga Swadaya
- ya M
Masyarakat di -

- jadi begitu fanati


Dari "sekolah” inilah nantinya aku menjadi -

model pendekatan pembangunan masyarakat. : dari :


-

hadap aku mengenal perdebatan tentang pembaruan Islam yang Saat


ini pula
obsesiku juga. Memang sekolah ini dipimpin oleh seoran
itu menjadi rlibat dalam perdebatan tentang sekularisasi dalam Islam :
yang juga te
sekitar tahun 1970-an, yaitu Utomo Dananjaya. Dua hal tersebut, pem
dan alternatif model pendidikan, menjadi minatku yang
baruan Islam
cukup dominan saat itu. -

Di "sekolah” ini, di samping merupakan koordinator pengem


bangan pelatihan, Mansour Fakih juga adalah dosen agam: Islam.
Melaluinya aku berkenalan dengan alam teologi dan filsafat Islam. Dia
adalah seorang yang sangat mengagumi Prof. Harun Nasution, seorang
yang sangat dikenal sebagai tokoh pembaru teologi Islam di IAIN. Aku
belajar tentang pemikiran Prof. Harun ini melalui Mansour: Dan me
laluinyalah aku menjadi seorang rasionalis. Aku percaya bahwa ke
bosananku terhadap agama selama ini adalah karena aku menga"
paham teologi yang emosional dari Asy'ari. Kalau aku mau mengubah
pandanganku sehingga sesuai dengan tuntutan terhadap seorang yang
modern - sesuai dengan kriteria Alex Inkeles-aku harus melakukan
semacam loncatan psikologis (perubahan kognitif secara menyeluruh),
dari teologi yang sejak kecil kuanut, yaitu teologi Sunni, kepada teologi
baru,Apa
teologi Mu'tazilah:
yang baru dari tazilah ini? Untuk pengalam "
teologi -

ikan kepadaku suatu pemahaman


keberagamaanku, Mu'tazilah memberik
Aku masih ingat sekali empat pertanyaan
rasional dalam beragama.
pokok yang dijawab seca: positif oleh Mu'tazilah. Apakah akal ma:
sia, tanpa wahyu dari Allah, mampu meng°yangtahui adanya Tuhan dan
baik dan buruk, dan
-

buruk. Mu'tazilahlogika
saja berdasarkan menjawab seca
dan argumentasi dari filsafat Yunani tentang
- ng (Akal Absolut)
atau Penggerak Yang Tak Digerakkan
Akal Absolut tersebut. Logi -

m menerangkan kema"P: akal manusia


terjadi atas dasar emanasi
: ini sangat logis dala anya Yang Absolut itu (Allah) dan tentang
- : mengetahui tentang ad a secara langsung melalui akal itu
: baik dan buruk bagi manuis i dengan Akal Absolut),
tan lII (yang berhubungan secara e"*
Pa melalui wahyu.
252 Mencari Islam
Untukku, waktu itu, ini sangat menari: : Pandangan ini be t
betul bersifat antropologis, memberikan perhatian dan minat yang t:
sekali terhadap kemampuan manusia untuk b:gama berdasark: :
kembangan kematangannya. Rasionalisme. Mu'tazilah, untukku, me
rupakan awal dari keyakinanku akan Penting: meletakkan manusia
(yang konkret) sebagai sentral dalam pergumulan teologisku. Mu'tazi
lah buatku telah memberikan pencerahan atas suatu humanisme Islam.
Dan aku merasa betul-betul bangga sebagai 9rang Islam karena toh ak.
merasa memperoleh keyakinan humanisme justru dari tradisi Islam :
sendiri, tidak mengadopsi dari misalny a paham filsafat Barat.
gan teman-teman di Asy-Syafi'iyyah, aku
Sejak saat itu, di lingkun
menjadi - katakan saja - provokator suatu rasionalisme Islam. Be
berapa teman menilaiku terlalu rasional dalam beragama. Banyak yang
menuduhku sekular. Aku kira benar, sebab aku paham benar bahw:
sekularisme adalah implikasi yang paling radikal dari rasionalisme.
Rasionalisme Mu'tazilah tentu bukan rasionalisme zaman Aufklarung
yang meletakkan prinsip pada keberanian untuk berpikir sendiri (saper.
aude!), sebab Mu'tazilah adalah paham keberagamaan. Oleh karena itu
sekularisme - yang berkecenderungan ateis - tidak mungkin menjadi
paham Mu'tazilah. Yang Mutlak itu disebut Akal, dan Akal Yang Ter.
akhir ini tidak lagi bersifat mundane (duniawi), tetapi ruhani. Jadi
kalaupun Mu'tazilah itu sangat rasional, maka rasionalismenya bukan
rasionalisme-sekular-ateis. Tetapi rasionalisme-religius, karena Mu'tazi.
Iah adalah suatu paham keberagamaan yang sangat idealis, yang
mewarisi tradisi Neo-Platonis. -

Dalam konteks inilah, kalau Mu'tazilah mempunyai konsep


tentang keadilan, maka konsepnya berbeda secara diametral dengan
konsep Asy'ariah. Mu'tazilah bertitik tolak dari sudut rasio, kebebasan
dan kepentingan manusia. Karenanya, keadilan selalu berkaitan dengan
hak, tepatnya hak manusia. Tuhan tidak boleh (bukan tidak dapat)
berbuat zalim terhadap manusia, misalnya menghukum orang yang
sudah taat terhadap-Nya. Sebab Tuhan harus (secara moral) member
lakukan keadilan-Nya berdasarkan hukum-hukum yang sudah ditent:
kan-Nya terhadap manusia (dan manusia mempunyai hak menagih janji:
janji (ini). Dengan kata lain, Tuhan akan membatasi kekuasaan-Nya
demi keadilan-Nya terhadap manusia. Tuhan akan membatasi diri-Nya
demi manusia. Di sinilah tempatnya Mu'tazilah mempropagandak"
suatu humanisme Islam. Karena manusia diletakkan sedemikian pen":
dalam keseluruhan konstruksi teoritis teologi Mu'tazilah.
Perkenalanku dengan paham Mu'tazilah, terutama dengan pan.
- - tentrl5
dangan-pandangannya tentang keadilan yang sangat antroP°: lah
ini, kelak akan membawaku kepada implikasi yang lebih radikal :
aku berkena
banguna lan dengan
n yang termasuke teologi
radikal Marxism dan berbagai paham
pembeba sosiol°8'
san serta -
:
ilmu-ilm'
l

sosial profetik. -
-

Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teologi 2253


etika banyak kawan-kawanku mencapku se
: kegairahan E E, -

L1Il meneruskan refleksiku


dikal. Aku mendapatkan yang amat sangat, ketika :: ih

ra
:amaan deng: kegelisahanku di bidang teologis - sebuah buku :
disunting oleh Djohan Effendi dan Ismet Natsir, sebuah buku :
berasal dari catatan harian Ahmad Wahib, diterbitkan. Buku ini :
buatku seolah-olah aku mendapat angin baru tentang segala bentuk
liberalisme dalam beragama. Aku mencoba mengidentifikasikan diriku
Bukunya sedikit demi sedikit kucoba cerna dan ku
dengan Wahib.
Ehanikan. Aku ing: sekali mengerti apa yang dimaksud oleh Wahib
dan mengapa Wahib begitu membuat orang marah, sampai sampai
Prof. Rasjidi merasa perlu lagi menulis - setelah kepada Nurcholish
Madjid - koreksi kepada Ahmad Wahib ini dalam Mimbar Ulama
sebagai reaksi terhadap terbitnya buku Pergolakan Pemikiran Islam.
Sebenarnya aku agak takut juga beragama secara radikal (karena
aku tidak terdidik dalam sosialisasi keluarga yang berpikir radikal).
Super-egoku merupakan penghalang pertama yang memberi ingat
kepadaku untuk lebih baik menyesuaikan diri saja kepada cara ber
agama yang wajar, dan umum daripada melakukan upaya pencarian.
Aku kira ini adalah trend umum dari cara beragama di lingkunganku,
yang di dalamnya keberagamaan itu sudah selesai.
Munculnya buku Wahib menjadikanku lebih berani. Bahkan aku
mulai berpandangan bahwa aku tidak boleh mempertuhankan finalitas
Emikiranku. Dari sudut Islamku ini berarti syirk. Oleh karena itu -
Eaktu itu kalau aku selesai berpikir, aku berarti memper
tuhankan pandanganku. Dan ini adalah dosa. Dosa yang amat besar,
karena mempertuhankan selain Allah. Aku pikir-pikir, kalau begitu
konsep tawhid dalam Islam berarti hanya memberikan tempat untuk
Allah saja sebagai Tuhan (maksudnya Ailah itu sendiri sebagai pribadi,
dan bukan pemikiranku tentang Allah), dan tidak untuk yang lain.
Maka pemikiranku tentang agama tidak boleh aku pertuhankan, karena
hal ini akan membawaku kepada adanya dua Tuhan.
Aku pikir-pikir lagi, cara berPi kirku ini
t
mirip dengan logika
Allah dari Asy'ari yang
Mu'tazilah ketika menyerang paham Sifat-sifa
mengatakan bahwa Sifat Allah itu kekal sam a kekalnya dengan Allah :
itu sendiri. Ini syirk dalam pandangan Mu'taz ilah, sebab ada dua yang
Oleh karena itu, untuk.
kekal: Allah itu sendiri dan Sifat-sifat-Nya.
menghindari syirk, Sifat Allah itu sebenarnya intrinsik dengan Zat-Nya:
Kalau Allah berkata (wahyu), maka itu selalu bersifat kontekstual
ketika sampai kepada Muhammad. Di sinilah kelak relatifnya wahyu
dilihat dari sudut pandang kita yang hiduP pada masa sekarang, ditinjau
dari sudut apa yang ditulis (bukan apa yang tidak ditulis, yang esensia'.
karena yang esensial selalu bersifat universal, tidak terikat. oleh ruang
dan waktu). Ini sesuai dengan Zat Allah yang lepas dari pengaruh ruang
dan waktu itu.
254 Mencari Islam
Buku Wahib menjadikanku lebih berani berpikir, karena aku
melihat bahwa yang ada sebenarnya adalah prosesku dalam mencari,
seperti yang sangatEisadari oleh Wahib dalam CE hariannya, ”Aku
mencari, dan terus mencari, menuju dan menjadi Wahib,” tulis Ahmad
Wahib. Pandangan semacam inilah yang kusambut gembira dan semakin
meneguhkan keyakinanku bahwa pencarian dalam beragama itu wajib
sebagai seorang manusia yang dikaruniai akal oleh Allah.
Pandangan semacam ini sebenarnya tidak aneh buatku, sebab
motivasi sejenis sudah kudapat dari Prof. Harun melalui buku-bukunya
ketika menganalisis aliran-aliran dalam Islam dan menyebut bahwa
semuanya Islam. Yang membedakan:y° hanyalah bentuk penafsiran
atas Al-Quran. Dan yang menyebabkan timbulnya berbagai macam
penafsiran itu justru, anehnya, adalah Al-Quran itu sendiri, karena Al
buran tidak bersifat definitif; ada aya: qath’iy (mendapat
penafsiran yang jelas) dan ada yang zhanniy (dapat ditafsirkan macam
macam), dan mana yang qath’y dan mana yang zhanniy itu sendiri juga
suatu tafsiran. Pandangan-pandangan ini tentu saja sangat radikal
buatku yang baru pertama kali mencoba berpikir sendiri tentang
agamaku.
Maka aku pun mulai menjadikan diriku sebagai seorang free
thinker, yang berani berpikir sendiri, tanpa takut salah. Selama di Asy
Syafi'iyyah ini aku mencoba mengerti apa saja yang sudah dipikirkan
oleh banyak kalangan - terutama oleh orang-orang ya: dekat dengan
ku - tentang pembaruan teologi. Aku mencoba menganalisis semua
pemikiran mereka. Pada waktu itu sebenarnya ada semacam circle
yang disebut Kelompok Studi Agama Proklamasi, yang mengambil
tempat di rumah Djohan Effendi. Kelompok ini dikoordinasi oleh
Mansour Fakih dan Jimly Asshiddiqie. Di antara yang sangat vokal
dibicarakan adalah gagasan-gagasan Nurcholish Madjid tentang sekulari
sasi. Aku sendiri tidak terlibat dalam kelompok studi ini, tapi aku
mengetahui apa saja yang menjadi isu di sini. Aku juga mencoba
mencerma sejauh pemahamanku waktu itu. - -

Tesis . Nurcholish tersebut memang luar biasa menurutku dan


memberi kemungkinan yang sangat baik untuk suatu reformasi Islam.
Kira-kira Nurcholish memberikan jalan terhadap usaha ke arah refor
masi itu, dengan cara desakralisasi terhadap apa yang memang pada
dasarnya tidak sakral. Pandangannya ini mempunyai implikasi terhadap
paham politik Islam, yang menunjukkan bahwa politik Islam - maksud.
nya partai-partai politik Islam - itu sebenarnya tidak sakral. ”Islam
Yes, Partai Islam No,” begitu slogannya.
Apa itu sekularisasi? Sebenarnya inti paham sekularisasi adalah
pemberian tempat untuk yang duniawi sebagai yang profan, dan ya":
adi-duniawi (pre-mundane) sebagai yang sakral. Menurut konteks ini,
agama itu sakral, dalam pengertian ajaran Allah kepada manusia, rahmat
y- -

Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teol


Oio
gi 255
ah yang diberikan kepada manusia sebagai petuni
: : harus hidup, yang terwujud : :
uran itu sendiri adalah buku petunjuk, seperti tertulis dalam n. Al

Al-Baqarah ayat 2: Kitab (Al-Quran) ini, tidak ada keraguan di :


nya, petunjuk bagi orang: rang yang, bertakwa. Tetapi pemikir: dan
emahaman keagamaan itu profan, karena merupakan produk sosial
kehidupan manusia. Maka tidaklah laik mensakralkan pemikiran ke
agamaan. Implikasi-implikasi yang aku cerna ini, atas dasar diskusi
diskusi tentang sekularisasi tersebut, membuatku harus merefleksikan
apa sebenarnya implikasi dari paham sekularisasi ini; yang cukup heboh
juga di lingkunganku di Asy-Syafi'iyyah sekitar tahun 1983-an.
Sampai di sini aku menyadari bahwa sekularisasi adalah Suatu

pandangan yang memakai kategori Yang Sakral dan Yang Profan.


Pembedaan antara kedua identitas ini penting, karena melalui proses
sekularisasi inilah ingin ditunjuk mana bagian yang profan yang telah
disakralkan oleh manusia. Dalam konteks filsafat agama, inilah yang
disebut dengan rasionalisasi (bukan dalam pengertian memberikan
pembenaran, tetapi suatu usaha meletakkan akal manusia sebagai
kriteria dalam melakukan suatu analisis). Dengan rasionalisasi (usaha ke
arah menentukan apa yang rasional), diberikanlah kemungkinan tempat
bagi otonomi manusia. Manusia menjadi entitas otonom dalam melihat
dunia. Sampai di sini, sekularisasi kupahami bukan sebagai suatu proses
sosiologis yang karenanya kemudian harus diterima (karena ini dapat
menjadi sangat ideologis dalam memberikan legitimasi religius atas
fenomena dunia modern, yang nanti cara berpikir ini akan kukritik),
tetapi sebagai suatu keyakinan ontologis bahwa sekularisasi pada dasar
nya adalah implikasi dari monoteisme yang paling radikal: Manusia
sekarang menjadi khalifah fi al-ardh, wakil Tuhan di bumi.
Pada waktu itu banyak yang mengkritikku, bahwa dengan sekulari
sasi berarti aku memberi kemungkinan tempat untuk sekularisme dan
kemudian, sebagai akibatnya, ateisme. Aku menyetujui kemungkinan
ini (sebagai yang sangat bagus pernah dianalisis oleh Peter Glasner
dalam The Sociology of Secularization). Tetapi yang penting, dalam
rangka beragama, adalah bukan kemungkinannya menjadi sekularisine
dan ateisme (walaupun kemungkinan ini sangat besar), namun peng
hargaannya atas otonomi manusia yang dulu tidak dihargai. Mengapa?
E. karena kita harus memurnikan keberagamaan kita dari
:"si-dimensi mitologis yang tidak boleh dipertanyakan. Sehingga,
: besar kemungkinan sekularisasi diterima, makin murnilah keber
dia : :eorang, karena ia makin rasional dalam melihat semua :
: : agama. Inilah proses keberagamaan yang matang, :
skiri: dE teologis. Anehnya, motivasi untuk M: ter
hadap Mu't E eberagamaanku ini datang dari pene: ntuk
kemungki azilah. Aku kira Mu'tazilah adalah suatu pandangan u r

8“"an sekularisasi dalam Islam, yang perbedaan antara y*8


256 Mencari; Islam dalam melihat teks Al-Quran dapat di
esensial dan : masih ingat terhadap E
Effendi,
Sampai
:diselalu
sini, “
mengatakan p
erlunya pendekatan esensi
dilihat dari fakta han E
EAl-Quran
- harus
: lebur dalam Persoalan-persoalan so:
dd;lr
S
nya,anlAl-Quran
KO.
-

merupakan suat" jawaban aktual terhadap Persoalan :


hami Al-Quran berarti bukan memahami
dia dituninkan itu. Mema
t tetapi apa yang tersirat (yang merupakan esensi aiJaran Aj:
- -

: : berasal dari Zat Allah). Wahib menyebut bahwa -

kalau mau melihat Al-Qura: kita tidak boleh meletakkannya dalam


suatu vacuum, tetapi harus diterangi
j. berarti dalam cahaya
kita harus sejarahsegala
melihat Muhammad
macam.
A
ku kira ini benar, karena ini
kebudayaannya, struktur ekon:
struktur masyarakat pada waktu itu, - -

minya, pola pemerintahannya, hubungan luar negerinya, adat istiada.


nya, iklimnya, pribadi Muhammad, pribadi sahabat-sahabatnya, dan
lain-lain. Atau secara lebih tegas dapat dikatakan lewat satu kalimat
saja: Dengan melihat bagaimana mode of production yang ada. Sebab,
dari sanalah dapat dilihat segala macam bentuk kesadaran, bahkan - -

ideologi, yang tecermin dalam bentuk-bentuk politik Islam pada waktu


1tu.

Sampai sejauh ini, di Asy-Syafi'iyyah inilah untuk pertama kalinya


aku dimungkinkan berpikir sendiri tentang pemahaman keberagamaan
ku. Dan di sini juga awal terbukanya kesadaranku kepada dimensi
dimensi teoretis yang perlu kugumuli
- gu secara penuh dalam rangka
g keter
libatan dan tanggung jawab sosialku. -

Melalui STW, aku pun mulai dituntut untuk mempunyai concern


terhadap realitas sosial. Walaupun STW adalah ”sekolah” semacam
school of bussiness, tetapi aku dan seluruh kawan-kawanku yang ber
Iatar. belakang kelas menengah bawah, selalu di-wanti-wanti untuk kalau
nantinya menjadi pengusaha tidak menjadi pengusaha yang kapitalis.
Sebab, kami berprinsip bahwa yang kami lakukan adalah untuk terus
meningkatkan kemungkinan pengembangan ekonomi masyarakat
grass-root, masyarakat akar-rumput yang harus dikembangkan berdasa:
kan prinsip-prinsip kemandirian. Di dalamnya, kehadiran kami hanyalah

:
::: “: arahYangkehidupan
mengorganisasi masyarakat untuk tumbuh da"
ekonomi yang lebih baik. Moral mon:

°E "ah yang Aku


menjadikanku begitu idealis, waktu itu, dalam
melihat
dan :
kemmasyarakat.
bersadi ”:
u dituntut untuk serius belajar dan berlatih,
- - 3 -

organi u : | *sama masyarakat melibatkan diri dalam pem8


ganisasian
gerakkan diri dalam sendiri.“mpowering, sehingga
merekarangka gg mereka dapat me*
-
Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teologi
ogi 257
ntuk itu, aku dan kawan-kawanku diberi
* alat analisis. sosial
satu sisi dan
di m: :
masyarakat di sisi lain. Alat analisis sosial Yang Paling andal yang E
kan kepadaku pada waktu itu adalah pemikiran Paulo Freire, E
metodologi yang harus aku. hayati Prinsipnya adalah #articipato 3.
training. Kedua alat teoretis ini begitu meresap dalam diriku, sehin : -

aku berpikir, karirku di masa depan adalah sebagai motivator E


bangan masyarakat. Aku sudah siap terjun ke arah itu. Inilah teologi
ku. Aku berpendapat bahwa masalah-masalah sosial harus i:
sosial an ilmu. Teologi itu sendiri adalah motivasi religiusnya
- - - - -

Ka nardte
kanrebe kaiku adalah Mu'tazilah, maka ajaran-ajaran sosial yang
arog
asol -

akan kupakai sebagai pedoman harus kuambil berdasarkan refek:


akalku sendiri. Ini dapat diperoleh lewat ilmu. Berdasarkan teologiku,
aku tidak mengalami double standard dalam rangka beragama di satu
sisi dan hidup sosialku di sisi lain. Yang pertama (teologi) menyerambai
keseluruhan motivasiku untuk terjun ke dalam masyarakat. Bahkan
usaha empowering of the people itu sendiri bagiku adalah panggilan
teologis. Inilah kesadaran yang memotivasiku untuk terus terlibat dalam
kemung kinan rirku di masyaraktiat.
Di STW ka
aku mulai menger bagaimana proses terbentuknya ke
- -

miskinan. Kemiskinan muncul akibat akumulasi modal, dan atas nama


rasionalitas-fungsional yang menjadi asas dunia modern, tenaga kerja
dilihat hanya sebagai alat Produksi, tempat orang menjual tenaganya :
kepada pemilik modal untuk mendapatkan upah. Sementara sang
pemilik modal, berdasarkan suatu prinsip ownership (pemilikan pribadi)
mendapatkan legitimasi untuk mengontrol keseluruhan proses produksi,
dengan hak yang paling utama adalah mengontrol dan mengalokasikan
modalnya untuk kepentingan-kepentingan yang dapat menjadikan
modal itu berkembang. Asas pengembangan modal ini adalah efisiensi,
di tengah buruh yang begitu banyak mencari pekerjaan. Sang pemilik
modal dapat mengontrol besarnya upah yang harus diberikan kepada
sang buruh sampai batas minimal, sekaligus mengontrol kerja buruh itu
sendiri. Sementara buruh tidak mempunyai kemungkinan untuk
mengontrol hasil produksinya (karena ini bukan haknya, tetapi hak
Pemilik modal yang sudah membeli tenaganya) dan besar upahnya itu
*ndiri. Maka dalam pasaran tenaga kerja, sang buruh mendapatkan
:Pah yang paling rasional dalam sudut pandang sang pemilik modal.
Eya upah ini sangat kecil dan tentu tidak mencukupi untuk ke:
"tulan nima
miila l standar hi p ya ng laik.
- Pi sin h ak u diperlihadutka n ba hwa kaum buruh, secara struktural,
E tindas. , ba gian terbesar kaum tertindas ini :
(iniumraster
E ka ional sekaliSe karena sebagian besar orang miskin di Indo
-
u ti,
JawabkPas agara
sebbe gama
v am)
i orang Isl . Maka, hui
-
asin
provokI-u ya, dindma
sul peni asna ta
an ini n:
dalam
eseluruh 'rang yang mengetahui asal-usul P ial keber
2ln keberagamaanku? Inilah tanggung jawab sosia
258 Mencari Islam -

agamaan yang begitu ditekankan oleh para motivatorku di s


struktural, ada semangat ideologi:
dasar suatu kesadaran
: -

dalam rangka : di : :ng tanpa -

ijazah ini. Ideologi ini jelas; :ua"ideologi : EUntuk su:


misi ideologi yang radikal : rangka perubahan sosial, diperluka:
Kita. tidak dapat memakai teori-teori
perubahan sosial. Kita
:"i : yang selama ini dipakai di fakultas-fakultas Sosial
- - -
-

politik, karena teori-teori yang diajarkannya itu sangat bias den an


kepentingan mereka yang mendapatkan keuntungan dengan Struktur
sosial yang ada. Teori perubahan sosialnya haruslah teori Perubahan
sosial kaum tertindas. Di sinilah aku diperkenalkan dan diprovokasi
dengan Pedagogy of the Oppressed-nya, Paulo Freire : suatu teori
revolusi sosial untuk kaum tertindas. Melalui Paulo Freire inilah pula
aku mengerti bagaimana suatu pengorganisasian masyarakat harus
dilakukan, yang kelak di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara aku
pelajari metodologinya, yang disebut conscientizing research. Dasar.
dasar keradikalanku dalam berpikir tertanam kuat di Asy-Syafi'iyyah
ini. Bukan karena Asy-Syafi'iyyahnya sendiri, tetapi lingkunganku di
STW, yang sejak awal berdirinya memang selalu mensosialisasikan
tradisi berpikir radikal kepada mahasiswa-mahasiswanya.

VI

Sayangnya pendidikanku di STW ini tidak berlangsung lama. Pen


didikan itu hanya kutempuh selama dua tahun. Ini akibat krisis dana
yang terjadi di sekolah informal tersebut. Kontrak lima konsorsium
LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) yang membiayai
overhead ”sekolah” ini, yang sangat mahal, sesuai kontraknya, pada
tahun 1984 sudah habis. Setelah itu sepenuhnya akan diserahkan ke
pada Pesantren Asy-Syafi'iyyah. Tetapi pesantren ini tidak dapat me
nerima kehadiran personal yang mengelola STW ini berhubung - me
nurut istilah mereka - sekular. Mereka tidak dapat menerima kehadir.
an orang-orang yang sekular di pesantren ini, yang nota bene Sunni.
Itu rasionalisasi yang diberikan. Kelangsungan ”sekolah” ini pun ter
ancam. Akibatnya, banyak mahasiswanya kemudian pindah bekerja
langsung sebagai social worker di LSP maupun LP3ES.
Aku sendiri masih bertahan di Asy-Syafi'iyyah. Aku bekerja di
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat UIA (Universitas
EA:y-Syafi'iyyah) yang baru dikembangkan di Fakultas Dakwah.
Di sini aku menjadi Project officer untuk dua program dari Direktor
Sosial Politik Pemda DKI Jakarta untuk Latihan Achievement Moti"
*on Training (AMT) dan Penelitian Dampak Urbanisasi bagi KehiduP:
an Beragama Masyarakat Jatiwaringin. Dari dua proyek ini aku belaj:
“k Pertama kali mengkoordin: Eu pelatihan untuk pem*
dan penelitian “hadap masyarakat pra-urban di Jatiwaringin.
S benar nya aku kBudhy
y M "wa Rachman, Menuju Suatu Teoloe, -
-

epe. b ya. : °°ewa juga dengan ditutu 33 ogi 259


karena ini berarti harapanku untuk menjadi E sekolah” itu
Cita-citaku untuk bekerja bersama masyaraka Ja sosial pun puda:
Sementara aku tidak mau mengikuti : Euk: terjun
langsung
: ke lapangan, karena aku masi
matang. Aku masih E : secara metodologis
untuk kematanganku sebagai pekerja sosial : teoretis
mengkoordinasi
mengerti : dua proyek tersebut tadi aku
masyarakat. p
akan
-
: arap,
elajar lagidengan
untuk

nya mengkoordinasi
Dengan pelatihan
suatu
AMT itu, aku :
pelatihan. pun menge : - .
sulit
- - - - - yang aku per
oleh di sTw kuterapkan di sini. Kerangka teoretis yang dipakai adalah
berasal dari David C. McClelland yang terkenal dengan teori mening
katkan hasrat berprestasi. Pelatihan ini dimaksudkan sebagai E
suntikan motivasi berprestasi dalam rangka menumbuhkan etos kerja
ang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Biasanya pelatihan ini
diberikan kepada para pengusaha. Sekarang dicoba diterapkan kepada
pemuda (yang dalam praktekku ini meliputi ketua-ketua Karang Taruna
seluru h Jakarta). Pelatihan itu sendiri kurang berhasil, karena memang
proyeknya tidak dimaksudkan sebagai proyek besar yang akan terus
memantau perkembangan organisasi Karang.Taruna. Arti pelatihan ini
untukku tidak terletak di dalam pengorganisasian masyarakat itu sen
diri, tetapi pengalaman pertamaku mengorganisasikan sebuah Pelatihan.
- Sementara itu, penelitianku sendiri, yang bertemakan ” tivasi
beragama, sebenarnya adalah usahaku untuk mencoba menerapkan
kategori Mu'tazilah untuk mengukur tingkat rasionalitas masyarakat
pra-urban di pinggiran Jakarta. Hipotesisku: masyarakat yang sedang
mengarah kepada tingkat urbanisasi yang makin kompleks, secara ot9
mati: maka keberagamaan mereka akan menjadi rasional. Hipotesis -

ini tentu saja berangkat dari suatu pandangan Parsonian yang dalam
penelitianku ternyata tidak terbukti. Ini berarti - begitu menurutku
waktu itu - perubahan pandangan keberagamaan tidak otomatis se
-l-
jalan dengan rasionalitas masyarakat yang terjadi akibat intensitas
modernisasi. Religiusitas (keberagamaan) rupanya justru menjadi sarana
resistensi yang paling akhir yang masih dipertahankan sejalan dengan
modernisasi dan urbanisasi yang akan membawa tingkat keterasingan
dan individualitas yang tinggi. Di sinilah orang mendapatkan keamanan
: psikologis yang terakhir sehubungan dengan sekularitas kehiduP: :
sial yang sudah menggejala di mana-mana. Keberag: adalah me
kanisme pertahanan pada tingkat individual dan sosial yang terjadi se
bagai usaha penangkalan atas ”dampak-dampak negatif” modernisasi:
Waktu itu aku beim tahu bahwa pandanganku i" sebenarnya bias
- dengan keyakinanku tentang sekularisasi. Dan bias semacam ini Pa°
: menyertai orang yang melakukan penelitian sosial yang meng
lain dirinya netral. - -
-
- -
|
|

260 Mencari Islam d yek itu, aku


-

Ketika aku : : pengetahuan teoretisku :


ikan dua PrO 3 Inerasa -

lu untuk terus. belajar lagi melakukan pelatihan dan penelitian ini


tidak memadai. Pengalaman begitu matang dalam hal pemah Ill
membuatku sadar bahwa aku belu" P°8' am
an teori-teori ilmu sosial. Aku Pun memutuskan untuk sekolah lagi,
untuk mengisi bensin. Maka masuklah aku ke Sekolah Tinggi Filsafat
(STF) Driyakarta, sebuah sekolah yang sangat kukagumi karena dedi:
kasinya kepada ilmu begitu tinggi. -

Di sekolah ini aku mendapat pengertian Y*8 luas tentang apa itu
filsafat, jauh lebih luas dari yang semula aku duga. Tadinya aku ber
pikir filsafat itu selalu berhubungan dengan agama (sebagaimana ter.
iihat dalam filsafat Islam yang aku pelajari di STW). tapi ternyata
tidak. Filsafat jauh lebih otonom dari ”campur tangan agama. Fil.
safat adalah suatu ”dunia” tersendiri, seperti agama juga adalah suatu
: ”dunia” tersendiri. Di sini aku cukup banyak berkenalan dengan ber
bagai alam pemikiran filsafat. Aku merasakan sekali penghargaan yang
| luar biasa dari filsafat terhadap manusia yang berpikir, yang tidak IIlalu
- diikat oleh baik tradisi maupun agama. Filsafat mempunyai tradisi
sendiri, suatu tradisi yang sudah terbangun sejak dua puluh lima abad
yang lalu, dengan seperangkat metodologi berpikirnya yang sudah
mapan.

Dengan belajar filsafat aku pun mendapatkan pencerahan rasional


atas suatu orientasi hidup. Aku menjadi lebih hati-hati dalam menilai
segala sesuatu, karena aku makin tahu betapa dunia ini pada dasarnya
sangat kompleks. Filsafat adalah suatu ilmu yang mencoba mengerti
tentang dasar-dasar dunia ini, dalam pengertian yang meluas dan men
dalam. -

Banyak bidang filsafat sistematik dan sejarah filsafat yang ku


tekuni. Di antaranya, etika sosial dan filsafat ilmu menjadi perhatian
ku yang paling intensif, di samping tentu saja beberapa studi tokoh
filsafat yang aku pelajari secara serius, misalnya Karl Marx, Ludwig
Wittgenstein, dan Karl R. Popper. Di samping itu, aku pun masih men
dapatkan beberapa mata kuliah yang berhubungan dengan ilmu-ilmu
sosial, seperti ekonomi dan sosiologi pembangunan, sosiologi pendidik
an, masalah perburuhan, dan - yang sangat berkesan untukku - con
scientizing research (riset penyadaran). Dalam hal conscientizing
research inilah segala yang sudah aku pelajari di STw mendapatkan in
tensitas teoretisnya secara lebih mendalam. Aku baru tahu bahwa meng
organisasi masyarakat itu ada ilmunya sendiri. Dan conscientizing re:
search adalah yang paling radikal di antaranya. Conscientizing research
itu sendiri adalah suatu metodologi penelitian. Tetapi berbeda dengan
metodologi penelitian pada umumnya, ia sama sekali tidak membagi
tahapan penelitian sebagai satu tahapan dan kemudian tahapan ti"
***ebagai tahapan selanjutnya yang sudah tidak berkaitan langsung
- - :
:

Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teologi


gi 261
engan tahapan yang Pertama tadi. Keduanya men
: dialektis praksis sosial masyarakat yang :E.: suatu
Yang paling menarik dari metodologi penelitianin: :
interest-nya yang menyelidiki pertentangan-perten tangan yang :
dalam masyarakat, sebagaimana dilihat oleh masyarakat it: : -

penelitian ini memang dilakukan oleh masyarakat dan untuk : IIlaS


kat, sebagai suatu usaha melakukan analisis kritis terhadap : 8. S
sial, proses penyadaran dan tindakan bersama. Yang dimaksud dengan
proses penyadaran adalah: kemampuan masyarakat untuk melihat kon
tradiksi sosial-ekonomi dan politik, untuk bergerak melawan unsur
unsur penindasan yang terkandung dalam kenyataan sosial yang dilihat
11'yū.
y Perdefinisi saja sudah terlihat betapa penelitian ini mempunyai
-

pengertian yang sangat radikal dalam melihat realitas sosial, dan oieh
karena itu bersifat subversif bagi mereka yang berusaha mempertahan-,
kan status quo kekuasaan yang dimiliki. Dan aku kira conscientizing
research adalah salah satu metodologi yang membawa masyarakat ke
ada kesadaran kritis dalam rangka perealisasian potensi humanisasi
yang terkandung dalam masyarakat yang tertindas. Maka kepentingan
nya jelas: keadilan sosial. -

Dalam konteks pergumulanku dengan teologi, pemahaman secara


teoretis tentang riset penyadaran ini membawaku kepada pertanyaan
pertanyaan kritis mengenai teologi yang selama ini kuhayati. Kalau ke-.
pentingan suatu praksis sosial adalah transformasi masyarakat, maka
apakah teologi rasional (a la Mu'tazilah) masih relevan. Di sinilah aku
sekali lagi mengalami loncatan psikologis dan perubahan kognitif. Aku
mencoba meredefinisi pengertianku tentang teologi dan peranannya
dalam perubahan masyarakat. -
-

Aku berpikir bahwa teologi rasional secara implisit sebenarnya


memberikan suatu justifikasi terhadap ideologi modern. Dan rupanya
memang begitu. Kalau aku coba ingat-ingat, ternyata reformasi Islam
pada abad ke-20 ini, yang menitikberatkan pada usaha memodernkan
pengertian kita mengenai Islam (di antaranya menurut Prof. Harun Na
sution), yang hanya dapat dilakukan melalui suatu transformasi teologi
ke arah teologi rasional, sejalan dan memberikan peneguhan terhadap
modernitas. Kalau asas dunia modern adalah rasionalitas-fungsional,
maka asas teologi Islam modern adalah rasionalitas akal budi yang ter
kurung dalam dirinya yang otonom dan mempunyai kebenaran (rasio
*isme kaum idealis). Di sini klop-lah: Teologi (yang mempunyai ke
kuatan legitimasi religius) menjadi sejalan dengan tujuan modernitas.
Di satu sisi ini memang kelihatan progresif, tapi, di sisi Iain, teologi ini
J"galah yang merefleksikan struktur pemindasan pada masa modern ini.
Se de: ini agak membingungkan. Tetapi sebenarnya Iogikanya
yang : Aku adalah orang yang percaya bahwa suatu cara penjelasan
* atas realitas sosial adalah penjelasan melalui bagaimana cara

---- :-
Y
262 Mencari Islam
Produksi dikelola. Menurutku, masyarakat berkembang bukan ka
kekuatan-kekuatan yang ada di luar masyarakat, tetapi berdasark:ha
kuatan yang ada dalam masyarakat itu sendiri (inilah YEng disebut:
ngan kekuatan material). Faktor yang paling menentukan dalam :
kuatan masyarakat adalah kegiatan bekerja manus1a itu sendiri, y 6.

dalam masyarakat modern dewasa ini ditentukan 2leh bagaimana E


itu dikelola dalam proses produksi. Proses produksi kekayaan material
masyarakat berpangkal dalam tiga faktor yaitu kerja manusia, sasaran
kerjanya, dan alat-alat kerjanya. Ketiga faktor inilah yang merup
tenaga-tenaga produktif masyarakat. Mengapa disebut produktif? Ka.
rena kepentingan ekonomislah yang menjadi dasar. Maksudnya, usaha
mencari keuntungan yang lebih besar dengan sendirinya merupakan
dorongan yang besar dalam memperluas, memperbaiki, dan merasionali.
sasi cara produksi. Tentu saja supaya produksi terus berkembang,:
hingga profit margin makin lebih besar. Tenaga-tenaga produkti: ini.
lah yang nantinya akan mencerminkan hubungan manusi: dengan ben.
:benda dan dengan kekuatan alam yang dipergunakan dalam menge.
lola kekayaan material tersebut. Di sinilah munculnya kesadaran
masyarakat, yang di antaranya tecermin dalam ideologi yang dipakai
dalam melegitimasi hubungan-hubungan produksi tersebut.
Teologi sebagai salah satu bentuk kesadaran masyarakat pada
dasarnya merefleksikan bagaimana kondisi material tersebut dikelola.
Menurutku, teologi rasional merupakan salah satu bentuk dari teologi
yang memberikan legitimasi untuk suatu hubungan produksi masyara
kat. Jadi, kalau kepentingan suatu transformasi masyarakat adalah ke
arah keadilan sosial, untuk masyarakat tertindas, teologi ini sama sekali
tidak relevan, karena tidak mencerminkan watak revolusioner dari
:masyarakat tertindas tersebut. Teologi tersebut lebih merupakan ke-4
kuatan legitimatif untuk mereka yang mendapatkan keuntungan dari
keadaan masyarakat yang sedang berlangsung. Dan biasanya penganut
teologi rasional adalah. kalangan-kalangan elit terpelajar yang secara
langsung atau tidak merupakan bagian dari mereka yang diuntungkan
oleh sistem. - - - -

Atas dasar alasan inilah aku merasa perlu melihat suatu teologi lain
yang lebih kondusif bagi usaha Perubahan sosial kaum tertindas. Mulai.
lah aku merefleksikan Perlunya suatu teologi keadilan sosial yang mem.
Punyai paradigma lain, yaitu Paradigma yang memberi kemungkinan
suatu empowering (empower maksudnya to provide with power or
authority) kepada mereka Yang tertindas dalam rangka mengusahaka"
keadilan. - r - -

Menurutku, kata “:” atau keadilan itu sendiri sebenarnya sang*


abstrak dan sulit sekali dirumuskan. Secara umum adalah suatu keada*
yang di dalamnya setiap orang memperoleh apa yang menjadi hakny*
:E orang Eperoleh bagian Yang sama dari kekayaan :
onteks pengertian ini, kaum tertindas telah mengalami si"
T-s: :
- :

Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teologi 263

idakadilan, karena kehidupan mereka yang sangat subsiste -

E mereka malas, atau tidak terdidik, atau E : :


nasib yang sudah ditentukan oleh Allah. Tetapi karena mereka dirugi
kan oleh sistem yang tidak adil. - - - -

Persoalan keadilan dewasa ini tidak lagi bersifat individual dalam


pengertian pemenuhan keadilan terjadi berdasarkan kehendak baik se
brang individu (misalnya pemilik pabrik yang mau menaikkan upah
buruh-buruhnya), tetapi sudah bersifat sosial. Keadilan yang bersifat
sosial, pelaksanaannya sudah sangat bergantung dari struktur-struktur
ekonomi, politik, sosial, budaya, dan ideologi yang secara dominan
hidup subur dalam masyarakat. Oleh karena itu, penyebab ketidakadil
an adalah kekuatan-kekuatan sosial yang mendukung ketidakadilan
tersebut. - - - -

Kalau benar argumen ini, maka di manakah letak peranan teologi?


Menurutku, selama ini pun teologi masih bersifat mikro, masih sangat
menekankan pada segi individual saja. Padahal persoalan keadilan dewa
sa ini sudah bersifat makro, sudah menyangkut struktur-struktur sosial
manusia. - -

Tetapi apakah ini menjadi tanggungjawab teologi juga? Bukankah


pemecahannya terletak dalam ilmu-ilmu empiris. Di sinilah teologi
tidak boleh diam terhadap struktur-struktur sosial yang menindas ma
nusia. Kalau teologi itu menyangkut kesadaran manusia yang paling
mendalam perihal hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya,
maka teologi adalah suatu dorongan hati, suatu sisi yang paling dalam
dari manusia, yang bersifat psikologis, tapi mempunyai implikasi yang
sangat sosiologis. Maksudnya, teologi sangat mungkin menjadi ideologi,
suatu kekuatan yang mengatur bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak berdasarkan apa yang dia yakini. -

Berdasarkan kemungkinan ini, teologi harus terlibat memberikan


dorongan hati untuk perubahan dunia. Jika teologi selama ini berusaha
mengubah manusia untuk mengubah dunia (paradigma teologi mikro),
maka teologi dewasa ini justru harus berdasarkan kesadaran teoretis
yang baru, yang berusaha mengubah dunia untuk mengubah manusia.
Itulah teologi makro, suatu teologi yang bersifat sosial. Di sini pula tem
Patnya keterkaitan antara teologi dan keadilan sosial, yang kini tidak
dapat dirumuskan hanya secara abstrak semacam misalnya pandangan
Mu tazilah mengenai keadilan sosial, tetapi harus juga terlibat dalam
: sosial perubahan masyarakat. Teologi harus menjadi ideologi,
E ternyata teologi tidak pernah netral politik (klaim netralitas itu
E :E
yan
suatu pandangan politik). Itulah sebabnya, teologi
ibat dalam aksi politik menuju perubahan struktur sosial dari
"E kepada struktur-
kan
struktur yang manusiawi.
tentu saja refleksinya
-

tetap h Ul Cll Sini dibicara suatu teologi, maka


: berangkat dari nash, walaupun sekarang sudah diberi pers
3 ruS

"g lebih luas melalui ilmu-ilmu sosial yang radikal dan mem
Mencari Islam
264 - ang tinggi terhadap perubahan struktur manusi
punyai gore:” :ik sekali memberi perhatian k Yah
adil. Dalam konteks “E (al-akhirah). Kalau kita E k:
sep eskatologi : -konsep al-akhirah merupakan E
Al-Quran,
ai tamp: i, menyangkut
dinya. Al-akhirah : ji Tuhankehidupan manusia
mengenai kese sesudah:n mati
da:
: janji-Janj
yang di dalamnya mangan (wa.di
dan : E. Al-Quran memberikan Penggambarannya (yai
raan (UU0 tG ). - -

keadaan di yaum al-makhsyar: “8. hari pengadilan, tentang :


Eneraka), yang tentu saja tidak bersifat E tetapi :
rupakan suatu perumpamaan. Menarik sekali kalau kita melihat bah
ternyata di dalam Al-Quran disebutkan ada dua surga, yaitu surga yan
akan dialami setelah kematian, dan surga di dunia ini sendiri, Seperti :
sebutkan dalam surat Al-Rahman ayat 46: Dan bagi orang yang i:
akan saat menghadapi Tuhannya, ada dua surga. Menurut sebagian lIlu
fasir, kedua surga tersebut adalah surga yang disediakan untuk manusia
dan surga untuk jin. Tetapi ada pula mufasir yang menyebut surga yang
bersifat duniawi dan surga di akhirat. Dan kiranya yang terakhir inis:
jalan dengan surat Al-Baqarah ayat 38 dan 62, yang menyebut la khau,
'alayhimi wa la hum yahzanun. Dalam ayat 38 itu disebut: Kami ber.
firman: "Turunlah kamu semua dari surgaku itu! Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk.
Ku niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” Sementara dalam ayat 62, disebut: Sesungguhnya orang.
orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang
orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah,
hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari
Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
mereka bersedih hati.” - .. " .

Keadaan tidak ada kekhawatiran dan tidak pula bersedih hati


inilah, yang menurutku, merupakan dorongan teologi dalam rangka
menciptakan suatu struktur masyarakat yang manusiawi, yang - dalam
kerangka ilmu sosial radikal - hanya mungkin terwujud jika classle:
society (masyarakat tanpa kelas) sudah tercapai. Inilah surga dunia -
mengutip bahasa teologis tersebut. Mengapa? Karena. ketidakadilan
jelas muncul - dalam suatu pandangan yang struktural - dari per":
tangan kelas-kelas dalam masyarakat yang motivasi sosialnya mu"
akibat penguasaan
. Itulah utopia alat-alat produksi.
dari teologi baru ini. Oleh karena itu, kalau ki" ber
titik-tolak dari keadaan sekarang, apa yang harus dilakukan? Menurut
ku, tuntutan sosial dari praksis sosial teologi adalah menciptaka" su:
struktur masyarakat yang egalitarian. Pemahaman tentang struktu: :
sial dan bagaimana mewujudkan struktur sosial yang egalitarian dap
diperoleh dari ilmu-ilmu sosial. sementara teologi memberikan landasa!!
- - - - - -

IlOT
"atifnya. Di sinilah Islam memberikan suatu konsep ma°“
T:

Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teologi 265


ebas dari pengisapan, penindasan, dominasi, dan keti -

EAlann-Qgurgbanuh),nyseameAlntlaarhameAlmelarih juntgaahka :
n (penegakan)
menaruh simpati terhadap orang-oran
tertindas dan lemah (QS 2 7:5), dan kepemimpinan akan diberik 8
a mereka yang lemah dan tertindas ini (QS 28:5). Di sinilah E
:ad concern Al-Quran adalah kepada 9rang-orang yang lemah dan
as (mustadh afin). Sebaliknya Allah juga secara tegas mengata
ada aum muthraf - me
kehancuran akan ditimpakan k ep ahk
teanrtinbad hwga be
k
rpunya dan hidup bermewah-m
- - -
ew (QS 17:16). Dalam
reka yangNi:
sa’,P Allah berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, jadi
- -

suhraka
la mu- orang yang benar-benar penegak keadilanl.
t An -

Demikianlah, maka tuntutan fundamenta teologi adalah me


wujudkan masyarakat yang adil. Dalam keadaan sosial yang jelas-jelas .
mengandung ketidakadilan struktural, bagaimana teologi harus diprak
siskan? Menjawab pertanyaan ini, jelas bahwa teologi harus terwujud
dalam tindakan politik. Dalam pandangan ini tentu saja suatu teologi
yang liberal yang menerima sekularisasi bahkan privatisasi dalam ber
agama, harus ditolak. Mengapa? Karena teologi yang liberal ini eksplisit
atau implisit merupakan teologi yang memberikan legitimasi terhadap
status quo kaum elit, dan tidak memberikan suatu empowering kepada
ogitera
olat
Teak
masyar rtsi s., dalam kacamata kaum dhu’afa', tidak memadai,
daal
inon -

karena hanya melihat ajaran dan pranata agama menurut logika melulu,
dengan mendukung kebebasan menafsirkan ayat-ayat sehingga sesuai
dengan akal. Sampai di sini jelas bahwa teologi rasional sangat meno
pang elit modern dan tunduk kepada tujuan modernitas itu sendiri.
Nyatanya mereka yang membutuhkan teologi rasional adalah mereka
nal.
yang telah terlatih dan terbiasa dengan kaidah rasionalitas-fungsio
Sementara kaum tertindas, atas dasar tujuan mereka - suatu humani
sasi struktur-struktur sosial yang menindas ini - tentu saja sama sekali
tidak membutuhkan teologi semacam ini. Mereka membutuhkan teologi
yang berparadigma lain. Teologi inilah yang menjadi obsesi intelektual
belakangan. Katakan saja suatu teologi-sosial yang membebaskan, atau
sebut saja teologi pembebasan (mengikuti tradisi teologi Katolik yang
mempunyai concern terhadap kesamaan dalam hal keadilan sosial, se
Perti yang telah berkembang di Amerika Latin dan beberapa bagian di
"°gara Asia seperti di Filipina dan Korea Selatan).

VII

Sebagai seorang yang mencoba memakai analisis sosial yang radikal


E melihat realitas sosial, memasukkan teologi sebagai Suatu :
Toh : tentu saja mengherankan banyak orang. Bagaimana mungkin:
*lam perspektif strukturalis, pendekatan teologis tidak bedanya
266 Mencari Islam , - -

atan budaya ala Koentjaraningrat yang berbicara me


dengan pendek b nan?
nai mentalitas pembang: '--

Menurutku ini beda. Aku bukan seorang yang memahami Marx


isme sebagaiEsis
- mempengaruhi bangunan
tik. Menurutku, ituatas melulu,
adalah sebagai
tafsiran : tu
rakan yang determinis
E yang di-vulgar-kan - -- - - -

orang. Marx sendiri tidak melihat :


itu, sebab dia toh memberikan tempat juga terhadap kesadaran E
nya kesadaran kaum buruh yang berjuang untuk merealisasi gagas i

masyarakat sosialis). . - -
: ah

“oleh karena itu, walaupun bangunan atas (dalam konteks ini :


logi) muncul atas dasar suatu cara pr9duksi masyarakat,bangun:
ini aktif dan mempengaruhi kembali (misalnya menguatkan) basis :
duksi. Begitu seterusnya, terjadi secara dialektis. Perubahan -Cara :
duksi secara otomatis akan mempengaruhi kesadaran sosial. Seme:
perubahan kesadaran sosial akan memungkinkan perubahan cara Pro.
duksi, kalau ia dipakai sebagai ideologi perjuangan dan berhasil. Di:
lah tempat teologi, kalau ia akan menjadi ideologi religius untuk Suatu
perjuangan kaum tertindas. : -

Dalam konteks inilah aku sangat menyetujui penafsiran atas Marx.


isme seperti yang pernah dilakukan oleh Adam Schaft, dalam bukunya
yang terkenal, Marxism and Human Individual. Di buku itu Schaft
menekankan perlunya melihat evolusi pemikiran Marx secara historis:
Bahwa Marx muda sebenarnya merupakan spirit atas pemikiran ekono.
mi-politik Marx tua. Marx tua melihat bahwa basis maupun bangunan
atas seolah-olah memiliki entitas sendiri-sendiri yang otonom yang di
dalamnya yang satu mempengaruhi yang lain. Padahal, kalau kita me
lihat dalam perspektif Marx muda, maka kedua entitas tersebut adalah
hasil kerja manusia (ini yang sering dilupakan oleh para penafsir Mar:
yang cenderung melihat Marx dalam pemikiran tuanya saja!).
Jadi manusialah pencipta, baik basis maupun bangunan atasny*
Tanpa manusia keduanya tak berarti, bahkan tidak pernah ada. Ka"
itu, seluruh spirit yang paling utama dari ajaran Marx adalah "8":
balikan manusia kepada dirinya sendiri, yang untuk itu tidak :
lakukan melalui kontemplasi akademis melilu (karena cara ini:
cara kerja kaum idealis, yang dari cara kerjanya saja sudah k:
a historis), melainkan melalui tindakan nyata dalam prak:
Di sini, hubungan subjek dan objek ternyata tidak mu:
diri sendiri-sendiri. Dengan kata lain, menyangkal peranan : dan
dalam proses perubahan dunia dan sejarah manusia adalah m: 56.
simplistik, karena tak mungkin ada dunia tanpa manusia. Begitu :
baliknya, pengandaian
tidak mungkin, karena dunia
dunia subjektif tanpa suatu
objektif adalah objekt:
tempat diri
pere:SaSl tetapi
yang subjektif. Yang dikecam oleh Marx bukan
*jektivisme dan psikologisme, yang mereduksi kesadaran
subjek:
melulu tanpa tindakan aktifnya yang mengarah kepada duni*
ar-Rachman, Menuju Suatu Teologi
Budhy Munawar- -

ogi 267

Di sinilah
dapatkan suat::
tempat. teologi yang: bersifat subjektif
-

erlu memberikan perhatian yang i. eperti ini membuatku :


didikan kefilsafatanku di STF : u::
Eku.E i:
agai medianya. Selama aran

sendiri psikologi, terutama psiko :: secara otodidak m:


| Erikson), psikologi
fenomenologis humanistik
(Husserl, (Maslo:
Peter Berger : (Freud, Jung, Fromm E
Carl Rogers), dan psikoi an
-

:u, aku juga mer: perlu memberikan Marleau-Ponty). Di sam ogi


:mbangan kognitif (dari J. Piaget da perhatian kepada psikolo ping
psikoanalisis Freud dan : 1T1 : L. Kohlberg). Dari EGr
ulan teoretisku. Sebab di sam endapat tempat utama dalam ya,

:E
sebagai alat analisis yan :
memperkuat analisis sosialku
:ang ku: E
lisis psikologisku sendiri yang d: ubutuhkan juga sebagai :,:
lami
suatukrisis
alami cara
semasa
identitas:
pandang
SMA baru
E
dulu.dalam
Aku meras
waktu-waktu
EErikson
untuk diriku ini
: seperti
kembali
sendiri, : :
yangdiperluk Ul

m: keseluruhan konteks : - - ail

:: terhadap konsep : memberikan


i:: in A Mexican
Michael. : watak
:: energy in generai : of social :an
: ic energy with every societ ansformed into the specific f ptains
E: ety needs to employ for it
orm of
ediasi yan i, konsep watak so ial its own funct
an : dalam hubungan yan :
an bangunan atas E
dangan M g mengantarai antara basis d sial sebenarnya merupakaÎl

uIlSUT-un
tidak surwatak
dalamsosial dan E
hubungan ektisantara
te ir sosial tidak pemai
ketiganya. E
stati Hubung
bah pernah berakhir. Perubah rsebut merupakan prose is, karena
:pada yang lainnya. an pada salah satu E yang
ini E watak sosial ini dalam k - - r erarti peru
: tempat yang E pergumulan teologi
watak sosial ini adalah ” a. Secara teoretis bol i: ogisku
- -

individu
: :: masyarakat. Yang Esud rahasia”, baik E
Ompok dan istem pemikiran dan ti dengan ”a
UIInd tingkat
- : : E gama:
tasi rahasia”
a yang m - m tindakan v. -

oleh ke
ekspresikan ama Islam, m k udnya, jika sese erangka orien
ainn diri
diri sebagai
, maka dalam kulit lua eorang atau sekel ompok
ulit luarn -

ME : m: :E Islam yang.
i, maka : hidup dan : keyakinan : kulit
dia meng
sosi am ma - tertentu.
atas E Cerita Eh yang EE indiistri dewasa
aman dirinya d: Intinya, wataknya : religiusnya itu.

am masyarakat :sebut didasarkan


s) sebagai barang
268 Mencari Islam ang dibangun dinilai
d: angkar-nya
segaladalam
hubungan:
pasa: bukan,nilai guna-nya. Begitulahata,
:
dasar nt i: hubungan-hubung* sosial, hubungan antarmanusia, bah.
: annya dengan Tuha: selalu dalam kerangka aku yang me.
E.
Er. watak seorangMarxis
yangmeny:
te:*: ': aitu sebenarnya dia ter.
Ejanya, dari dirinya: dari : bahkan dai
alam dan Tuhannya. Karena se* telah diantarai oleh pemilikan ua:
dan barang-barang produksi, dan semua hubungan-hubungan yang di.
: atas pola Pemi: Emini
kasi tidak lagi dilihat dari nilai t" sendiri yang akan meningkatkan pe
ngertian tentang dirinya sebagai: dan perealisasian dirinya y:
terus-menerus sebagai manusia dan menjadi manusia, di mana manusia
konkret adalah kebaikan tertinggi dan tujuan tertinggi dari setiap usaha
manusia dalam mencapai kebahagiaan manusia - : ..
Mengaitkan penjelasan teoretisini dengan teologi, maka masalah -

nya bukan teologi apa, tetapi teologi yang bagaimana. Aku kira para.
digma teologi baru yang harus diusahakan adalah teologi yang humanis.
Dalam perspektifku, rintangan yang paling besar terhadap teologi
humanis ini adalah ketidakadilan, kekerasan, penindasan, yang semua
nya mereduksi suatu panggilan ontologis manusia untuk menjadi lebih
manusiawi. Kondisi material dewasa ini telah memungkinkan tercipta
nya suatu struktur sosial yang menindas. Masalah keadilan dewasa ini
terletak dalam ketimpangan prasyarat-prasyarat hidup. Seperti keada
an tidak mempunyai tanah dan alat-alat produksi lainnya, sehingga
seseorang harus menjual tenaganya demi kehidupannya. Sisi lain dari
struktur kemiskinan ini adalah struktur kekuasaan: yaitu keadaan
politik yang tidak demokratis yang dapat menjadi penghalang terhadap
perealisasian kebebasan manusia. - - -

Oleh karena itu, suatu teologi humanis tidak dapat tidak harus
merupakan usaha kaum tertindas dalam rangka humanisasi manusia.
Karena hanya kaum tertindaslah (dan mereka yang kemudian melaku
kan class suicide dan berjuang bersama kaum tertindas) yang tahu *
arti humanisasi. Karena mereka mengerti dan mengalami arti Pen:
dasan. Dengan kata lain, pembebasan hanya dapat diperoleh melalui
perjuangan - tidak sebagai hadiah. Pembebasan adalah kondisi y*
mutlak dibutuhkan demi perjuangan keutuhan manusia. -

- Dalam rangka inilah kelihatan pentingnya kesadaran struktural


untuk suatu teologi yang ingin kusebut dengan conscientizing theolog)
(suatu teologi yang ingin kukembangkan kelak kalau aku mendapatk°
sempatan bekerja bersama masyarakat) ciri khasconscientizi:
gy ini adalah penekanan terhadap usaha pengembangan ke:
manusia berdasarkan suatu teologi. Yang kumaksud dengan kesadar
di siniTeologi
adalah ini
- proses
- - menjadi
sendiri dasarmanusia yangberasal
filsafatnya utuh. dari Paulo Freire Y
:.a wang
Budhy Munawar-Rachman, Menuju Suatu Teologi 269
menggariskan dasa: teori sosial kaum tertindas melalui aksi poli.
: aksi pendidikan, selanjutnya aksi kebudayaan,
dan :
mau dikembangkan dalam suatu cara berpikir teologis yang
angIsi teologi ini sebagian bersifat analisis sosial dan sebagian lagi
sekaral.
radik
refleksi teologi. Dalam tahap analisis sosial masyarakat beragama di
erlihatkan (atas usaha mereka sendiri) kondisi-kondisi sosial yang ada,
ian sejauh mana Pr: dehumanisasi sudah terjadi dalam suatu ruang
-

Ealogis mereka sendiri yang terlibat dalam situasi sosial. Dari analisis
Eai diperlukan penglihatan terhadap ideologi apa yang menopang
Ealitas sosial ini. Di sinilah sikap skeptis terhadap ideologi yang ada di
erlukan. Dari kesangsian ideologis masuk ke dalam refleksi teologis,
ialam pengertian Allah berbicara kepada manusia terhadap situasi
dehuman ini. Dari sinilah daur bertindak baru dilakukan sebagai suatu
usaha untuk mengubah keadaan.
Dalam keseluruhan proses tersebut, conscientizing research (riset
penyadaran) sangat diperlukan sebagai suatu proses mendapatkan infor
masi oleh masyarakat itu sendiri tentang struktur-struktur sosial mereka
beserta tindakan-tindakan sosial-politis apa yang akan mereka lakukan,
ketika mereka menyadari pertentangan-pertentangan antara kebutuhan
nyata mereka dan kebutuhan orang-orang yang menguasai dan me
meras mereka, juga sekaligus menyadari kekuatan mereka bila mereka
bersatu. Menurutku, hanya apabila kaum tertindas mengetahui hal
ihwal penindasan terhadap mereka dan terjun ke dalam perjuangan yang
sistematis untuk suatu proses pembebasan mereka sendiri, mereka akan
mempunyai kepercayaan diri kembali: Bahwa humanisasi adalah tugas
yang diemban oleh mereka (bukan hanya untuk mereka tetapi pada
saatnya untuk mereka yang menindas juga). Penemuan kepercayaan
diri ini, menurutku, tidak mungkin diperoleh hanya melalui suatu
abstraksi (misalnya membicarakan suatu teologi yang berpihak kepada
kaum miskin), tetapi harus melibatkan suatu tindakan politis. Begitu
pula sebaliknya, bukan hanya tindakan -politis melulu tanpa suatu
refleksi (teologis). Inilah yang merupakan praksis sosial teologi, yang di
dalamnya iman dan jihad - yang sekarang pengertiannya sudah di
Perluas - tidak terpisahkan. Dan aku kira inilah pengertian yang se
benarnya untuk suatu jihad fi sabilillah, yang dengannya kita menjadi
*ksi bagi Allah untuk menegakkan keadilan (QS 4:135).

Jakarta, 1 syawal 1401 H


- di Hari Pembebasan
(Kutulis untuk seseorang
yang sekarang menjadi cerminku)
- - - - - -:
-

Mencoba v.
RE: : : : - :*.*:
hikma
:
:
nd: : Risang:
:Mirat:
*
L-
: : : t.
:
MIRANDA RISANG AYU lahir pada 10 Agustus 1968
di Bandung adalah mahasiswi Fakultas Hukum Universi
tas Padjadjaran dan pelatih tari Jawa-Yogya dan Bali.
Di samping kuliah, yang diikutinya sejak tahun 1987,
dia juga pernah mengikuti Sarasehan tentang Latihan
Penyadaran untuk Kalangan Mahasiswa FPL-LBH
Bandung (1988) dan kursus filsafat Islam di Lembaga
Pembinaan Ilmu-Ilmu Islam (LPII) Bandung (1989).
Aktivis GSSTF UNPAD ini, selain gemar menulis cerita
pendek dan artikel tentang tari, juga - bersama teman-.
teman kelompok tarinya - menjadi koreografer eksperi
men tarian Islami. Saat ini, bersama suaminya, dia
tinggal di Bandung.
MENCOBA MENGHIKMATI LUKA
Miranda Risang Ayu

Konon, ketika tanggal 10 Agustus 1968 anak pertama dari pasang


an Sotjawaruni Kumala dan Adrian Palar lahir, banyak yang tertawa.
Bukannya apa-apa. Bayi itu sempat melirik dan menjulurkan lidah dulu
sebelum akhirnya menangis keras seperti bayi pada umumnya. Jika itu
memang simbol sekaligus isyarat pemberontakan saya kemudian,
mungkin harus ditemukan dulu beberapa orang yang juga dilahirkan.
dalam keadaan ”nakal” seperti itu, baru otobiografi intelektual yang
satu ini punya pembaca. Tetapi, saya sendiri lebih berharap agar ada di
antara pembaca yang mau menjadi seperti - atau bahkan menjadi lebih -

dari - bayi yang nakal itu, sehingga saya dapat bersahabat dan belajar
banyak: Karena, secara jujur saya katakan, tulisan ini baru bernilai ika
tidak dipersepsi sebagai romantika individual seorang Miranda saja.

tahu M:
:
saya sering bertanya sama seperti seorang bocah lima
Sama: mulai mengusik ibunya. Konsekuensinya pun jadi hampir
: Saat-saat pertama menggemaskan, tetapi lama-kelamaan -

Untuk : an, kecuali jika ibu tersebut seorang wanita yang bijak.
ebenaran g yang lebih mencari ketenangan dan kemudahan daripada
Egan memang menjadi sekadar rekreasi atau malahan
erniki, sehingga Pertanyaan pun, sebagai bagian dari petualangan
rpikir, *gat mungkin dipandan k alergi
*n hal saya sendiri's g secara agak alergis. -

Emang agak : ndiri, saya memang suka bertanya. Mungkin saya


bahwa hanya *it Psikologis, tetapi saya sendiri punya rasionalisasi
*nusia yang manusialah yang suka bertanya. Tetapi
273
:, , nenu h dengan pemikiran yan
meman:
; bahwa saya s: tuju P
t” dal
am konteks - -

lagi, ini: : yE, :


selalu E. pikir
orang orang:inting
ya"8 sehat adalah Oran

bertanya
e

: E ::
m:itu:sendiri
S

i::
selalu
::
- 33 akini

“: optimis terhadap hidup, bahwa


atau da dirinya sendiri, punya makna dan
d. Hidup, pa

k ideal manusia menurut saya adalah ma.


yang terwujud dari usaha
ri daya pikir dan rasanya, serta
kan keduanya dalam satu ke
g kontroversial, sifat itu bukan.
i itu sendiri, melainkan demi pencapaian Kesem.
ber)-Tuhan. Dan saya kira, amat sah jika saya
purnaan Abso
ingin mencapainya dala" kapasitas say
a. Maka, saya suka bertanya
ikap kritis dalam konteks itu. ' -• -

dan : : sebetulnya merasa berutang budi dengan sikap suka


bertanya dan meragukan : Dari posisi itulah saya masuk dan
mengenal agama Islam: Dan, Islam ternyata sangat menentukan dalam
proses pematangan pribadi saya sebagai manusia yang diharuskan ber.
sikap.
- "Memang agak-

sulit untuk meruntun kembali sejarah hidup saya


,

dan mencari jawab tentang kapan tepatnya asal-mula saya mulai ber.
tanya dalam artian itu. Saya kira masa awalnya hampir sama dengan
semua orang, yakni ketika saya menginjak usia saat seseorang mulai
mencari identitas dirinya. Dan itu berlangsung alamiah; artinya, lebih
tidak saya sadari sepenuhnya. Saya menemukan diri gelisah. Saya me:
nemukan
E diri mencari.
mabukSaya menemukan
dalam diri menemukan.
keterharuan. Dan :
Seseorang pernah ber
seloron banwa Allah itu tampaknya suka kejutan. Saya pikir selorohan
itu jadi cukup serius bagi saya.

Tumbuhnya Bibit-Bibit Pertama


Dulu, sa • -

: Ya sangat mencintai gereja. Dan sampai sekarang, say: pun


tetap
yang dengan
menghormati - k “seriusan
- - pencipta arsitektur gereja-gereja besar,
- - - -

: mampu
yang mengirisorgel menggetarkan, dengan paduan suaranY*
belai ban yak end
asaan, dan dengan semangat kasihnya cukuP memi’
:gama yang E °taan orang. Kristen, khususnya Protestan, meman:
- m - -

Itu adalah kelebih t “:tis. Ia bahkan sering berkesan sentime"


- - -

3Il
Saya masih Esi sebuah
-

kekurangannya.
buku yang saya baca ketika say° ma:
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka 27
5

suk SMP, yang begitu mencekam saya karena semangat kasihn


Buku itu mengisahkan tentang se?rang anak yang bersalah dan
menebus dosanya di malam Natal. Tetapi, ia harus menembus
:
:
salju sendirian untuk sampai ke gereja. Maka, hanya dengan berbekal
sebuah lentera, ia nekat menentang malam dan alam yang sedang meng
ganas: Karena kenekatannya itu, ia terperangkap badai dan hampir
mati beku. Tetapi ia ditemukan secara tidak sengaja dan diselamatkan
oleh orang yang pernah disakitinya dan malam itu menjadi tujuan uta
ma permintaan maafnya.
Dari satu segi, kenekatan itu dapat dinilai sebagai kekonyolan.
Tetapi, ketulusan dan perjuangannya cukup membuat kemanusiaan
saya terhenyak. Realitas psikis saya yang masih kekanak-kanakan lang
sung terkuasai oleh obsesi tentang perjuangan dan kasih yang murni.
Dan, karena saya belum cukup dewasa untuk memahami adanya per
bedaan antara obsesi, realitas dongeng dan realitas objektif, maka saya
jadi pemimpi. Saya melihat pohon Natal seperti pohon-pohon pinus
dan ekaliptus di tanah-tanah subtropis, yang diselimuti salju dan ber
sinar keperakan oleh cahaya lembut matahari musim dingin. Jika hujan
Elan Desember turun, saya membayangkan bahwa salju sebentar lagi
juga akan turun di luar jendela kamar saya. Lalu saya membayangkan
:wa anak dalam buku itu adalah saya, dan saya langsung ingin ber
iari keluar untuk menebus dosa-dosa saya. Saya pun asyik mencipta
kan badai sendiri. Hingga kadang-kadang, dalam kepusingan saya, “
bersit rasa lega karena saya sudah menghukumi diri saya yang berdosa.
Sampai, pertambahan usia mengantarkan saya kepada kesadaran
ang lebih realitas. Bersamaan dengan itu, moralitas keagamaan saya
terlikai oleh kebiasaan teman-teman sekolah saya menyontek. Luka
itu bertambah lebar ketika saya mulai berkenalan dengan praktek
praktek tidak jujur lainnya dalam skala yang lebih makro, yang saya
temui lewat bacaan-bacaan. Karena ketenangan keagamaan **
usik, maka saya jadi merasa terancam. Saya pun menjadi gadis pra
remaja yang sensitif dan cepat curiga. Namun, obsesi saya yang pertama
pun terbentuk. Saya harus dapat melakukan segalanya dengan jujur,
menilai semua hal dengan jujur dan memperingati 9*8 lain supaya
jujur. Maka, saya mulai menatap realitas sebagaimana ia hadir. Dan
sudah tentu, tidak ada salju di sini. Bahkan tidak ada juga perjuangan
dan kasih yang murni di sini. Di sini tidak ada semua yang semula saya
kira ada, walaupun di sini ada badai. Realitas yang mengecewakan *
lah badai itu. - -

Badai itu begitu kuat menarik saya dalam pusarannya: sehingga


-

dunia pra-remaja saya menjadi dunia yang hanya dimengerti oleh diri
saya sendiri. Saya seperti berada di dalam arus puting-beliung Y*8 ber
pusing. Terperangkap, riuh, tetapi sendirian. Ey* sesekali saya me:
IaSa bersentuhan dengan dunia luar, yakni ketika saya dimarahi Ibu.
Tetapi itu pun masih sering saya terjemahka" sebagai kemaraha"
-

276 Mencari Islam


tokoh dalam buku dariP* usaha membagi
w pengertian antara
p *ranggota
kau:“Eukan. Ibu kembali tersenyum di antara ke.
. 3 ode baju dan rancan: perhiasan, sementar
sibukannya dengan:9°
Ayah tetap hanya * k se angKecuali
sekelebatan. kubistisukuran sepatunya
dan tajam, E
saya Yan
amat besar dan lukisan-lukisannya Y*: biak Ya merasa
tidak pernah mengenal AY ah. Itu membuat
- saya membiarkan
ia hanyalah boneka kediaInan
: “Emenganggap bahwa :
bagai kakakiniur
tertua Yang harus
Yang dapat
jadi co ntoh
menangis. Kesadaran saya sebag
-
meniatkan usah
sangat tipis. Saya : merasa juju a. Saya ke

cuali -
:: : dekat dengan menek.
iri saya sendiri. -

Nenek mendidik Saya


dengan keras tetapi sangat memanjakan, termasuk dalam beragama
Kristen Protestan. Ia selalu melengkapi kebutuhan-kebutuhan kanak
kanak saya, seperti coklat, buku-buku cerita, sampai dongengan men.
jelang tidur. Dari dongengannyalah saya terpengaruh semangat masa
lalunya, yang ambisius dan selalu ingin mencapai yang terbaik. Dari.
nya pulalah saya mengerti bahwa orang y: terbaik itu banyak mem
baca. Maka, saya pun mulai memaksa diri membaca, membaca dan
membaca, di bawah dorongannya. . . |

secara tidak terduga, membaca menjadi titik tolak saya untuk se.
makin suka bertanya, dan akhirnya - menurut istilah saya - menyi.
kapi pertanyaan saya itu. Jika saya berpikir kritis, saya pun harus dapat
bersikap kritis terhadap realitas konkret. Beberapa pihak menyebut itu
sebagai pemberontakan, tetapi saya tidak berminat untuk menanggapi.
nya dengan serius, selain menyatakan keyakinan bahwa waktu lebih
berkompeten menilai niat seseorang daripada opini orang lain. Yang
jelas, membaca itulah picu dari pergolakan saya sampai hari ini, yang
amat melelahkan tetapi sekaligus amat berhikmah. Dan itu terpupuk
dalam kesendirian saya, yang pada awalnya dilandasi oleh kekecewaan
terhadap keadaan di sekeliling saya. :

Bersentuhan dengan Hindu Bali


. Kebetulan saya dilahirkan dengan bakat seni. Ayah saya lulu:
senirupa ITB dan Ibu saya mantan penari keraton yang menggeluti
desain Perak setelah menikah. Apresiasi seni pun menjadi bagian y:
tak terpisahkan darikelengkapan kehidupan keluarga. Maka, sejak u:
amat muda, saya telah dibawa ke sanggar tari Bali oleh ibu. Menginjak
usia empat belas tahun, saya mulai belajar tari Jawa Yogya da" Sunda
: keinginan sendiri. Intensitas saya memperdalam tari-tarian d:
E:u dengan intensitas nasionalisme yang sedang me

sun: tahun,
*ya, Irawati Durban, sayamenjadi
untuk mulai diarahkan :
penari profesional. ay
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati L
uka 277
lai menginjak panggung Istana Negara dengan
saya membulatkan niat untuk :
dan
:
Sunda, Jawa Yogyakarta, maupun Bali. S menari, bai gu

sialisasi. Dan pendalaman spesialisasi tari


*Ya Pun mulai memilih
itu membawa Saya akrab
:
dengan Pulau Dewata.
orangtua
Mereka saya
mengirim ke Balisangat
memang
saya setiap mendukung
libur ::
keingi -

1tu.

Sama walaupun usia saya baru lima belas tahun dan


sekali, :
Sal

ke sana seorang diri. Ketika saya mengajak beberapa kawan ::


mereka bahkan memilihkan tempat tinggal di keluarga puri E
untuk sekelompok rumah yang dilingkungi oleh sebentuk pagar batu
bergapura, yang didiami oleh keluarga dari kasta Ksatria).
Bali memang memukau. Ketika itu saya betul-betul larut dalam
melodi kehidupan mereka. Dan lagi-lagi, sebuah buku menggarisbawahi
yakni buku roman otobiografis K’tut Tantri yang berjudul Revolusi di
KNusa Damai. Diceritakan, K’tut Tantri juga pendatang di Bali. Bahkan
ia seorang kulit putih. Tetapi kemudian ia menjadi bagian yang tak ter
pisahkan dari perjuangan satu keluarga puri ketika revolusi kemerdeka
an RI. Percintaannya yang platonis dengan Anak Agung Nura, yang
akhirnya gugur dalam suatu huru-hara, membuat kisah ini unik dan
amat romantik. Perjuangan yang berkelindan dengan cinta memang
tema yang selalu memukau saya lantaran dekatnya tema-tema itu
dengan tema-tema kontemplatif saya. Maka, saya pun teromantisasi
dan berusaha sungguh-sungguh menghayati jiwa masyarakat yang me
latarbelakangi tarian yang sedang saya dalami.
Saya tinggal di keluarga puri Saren Kauh, yang masih kerabat
dan hidup berdampingan dengan keluarga puri Agung desa Peliatan, di
kawasan Ubud. Tempat tinggal saya itu hanya terletak beberapa meter
dari seberang gapura puri Kaleran, tempat Anak Agung Gde Mandera
membina anak-cucunya menjadi penari-penari prima, yang juga me
rupakan pewaris utama keahlian menarikan tari Legong Keraton gaya
Peliatan. Dalam lingkungan itulah saya ditempa dan bersentuhan de

ngan adat kehidupan mereka.


Saya segera melihat hubungan erat antara makna yang terkait
dalam tari, khususnya Bali, dengan ekspresi religius masyarakat pen
dukungnya. walaupun sering juga dapat dijumpai : Bali yang punya
kesatuan nilai tersendiri, terutama tari-tarian yang diciptakan belakang
an, tetapi kehadiran dupa pada mahkota, bunga-bunga kamboja, makna
tanda pada dahi, dan - terutama - tata gestur dan iringannya, segera
mengingatkan saya kepada sesajen yang selalu ba!" : sudut pur,
dengan seorang wanita bersabuk selendang dan bersimpuh tegak,
khusyuk merapatkan jari-jarinya di depan temPa' pemujaan. Kaitan
: jadi semakin jelas ketika saya melihat dua ora"8 anak E
: Pandai menari Legong karena kesurupan. Seorang pendeta Hindu
yang mengawali dan mengakhiri peristiwa atraktif tersebut.
278 Mencari Isla" ind t t -

tahuan saya, Hind: “: sara: upacara ritual, ses


ib : dengan agama,°: Selain Galungan dan Kin: “aknya
dibanding banyak odhalan yang dilakukan gan,
berapa satu teman saya dari Egkun:
dalam satuoleh
tercerap sayaSetiap
tahun- P: ah satu
hari, salah
- - - -

i saya temukan berkain dan bersabuk selendang. Jik:


:: E pulang dari upacara : Dan : : :
-

biasanya di salah satu telapak : ter etak sesunggian i:

Enin yang h:
e : alam pemahaman :
menerjemahkan em9: religius mereka
Intensitas upacara ritual keagamaan yang diharuskan begitu ban :
semula saya hampir pasti bahwa mereka tentu sangat lelah dan : -

Tetapi saya terheran-heran karena mereka tidak pernah berusaha :


ninggalkan upacara-upacara itu. Saya jadi berpikir bahwa tentunya:
:ara yang cukup ampuh untuk mempertahankan ritualitas :
sebut. - - -

Di pihak lain, seiring dengan bergulirnya waktu, saya pun tak


dapat mengelak bahwa saya cukup diliputi oleh semacam kekaguman
estetis setiap saya memperhatikan teman saya utuh dalam identitas
”kebalian”-nya. Mereka biasanya bergelung, bersemat bunga, berkebaya
dan menyunggi sesajen di atas kepalanya. Mungkin saya dapat me.
nyebut itu sebagai keindahan, tetapi bukan hanya keindahan dalam
artian fisik. Sebaliknya, saya lebih terpana oleh sinar diri mereka ber.
samaan dengan langkah mereka menuju pura. Sinar diri itu pun ter.
tegaskan setiap kali pemandangan itu berulang. .
Akhirnya saya sampai pada beberapa kesimpulan yang kelak men.
jadi referensi penting dalam aktivitas berkesenian saya. Pertama, aspek
ritual keagamaan mereka begitu lebur dan menggarisbawahi setiap
aktivitas keseharian mereka, sehingga pengutuhan identitas diri mereka
relatif tidak melalui proses trial and error yang terlalu rumit dan beri
siko tinggi. Kedua, seni yang berfungsi sebagai bahasa utama dari cita
afektif mereka dapat menjadikan ritualitas keagamaan menjadi selalu
menarik karena sentuhan estetikanya, sekaligus - secara sosial T.":
ngurangi eksklusivitas Hindu sebagai sebuah agama. Dengan seni, ri:
tualitas tidak menjadi sesuatu yang membosankan, dan saya melihat
bahwa seni budaya Bali, yang sebetulnya kuat akar kehinduanny*
telah berhasil ”memaksa” banyak orang untuk bersimpati.
Ada semacam pola berkelindan yang dapat saya cerap antara se".
aktivitas keseharian, dan religiusitas sebagai sebentuk kesadaran yang
berpegang pada norma-norma ketuhanan (baca: agama). Religiusil°
berkedudukan memaknai aktivitas keseharian dan seni. Ia E
En cara orang mencari nafkah: m:
Eng: E
indah itu se: penganutnya mengenai yang b:
eksistensi rei auknya, seni dan aktivitas keseharian berfun: : "jari
amiS
igiusitas. Seni menumbuhkan aspek estetis da""
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luk a 279
itualitasnya, sedangkan aktivitas keseharia ---- - -
rnal
E a s itu di pe nu hi ol eh ke sa n- ::
ke sa n
untuk bertahan dalam religiusitas tersebut. Seni dan E : orang
dirikebeserfhaunrigsani sa
sentas
an ivi
akt nganme
(bliuk nyny marn
mepu
a em akla
nipu . ka
ansi Senn dain E
niyame),njad E dari -

aktivitas keseharian diperkaya oleh seni. p iknya,

Dalam bagan, pola itu kira-kira begini :

RELIGIUSITAS

menjaga memaknai menjaga memaknai

SENI 4- EP AKTIVITAS
menyempurnakan KESEHARIAN

Tetapi kemudian, saya pun menemukan kekecewaan yang men


dasar. Ternyata, pola itu lambat-laun terkoyak oleh program-program
pariwisata yang secara sistematis mencerabut kesenian Bali menjadi
sekadar satu dari sekian banyak paket komoditas nonmigas lainnya.
Sinar diri dari kawan-kawan saya pun memudar, seiring dengan ter
polusinya dunia pemaknaan mereka. Lalu, jadilah penari-penari Bali
itu pribadi-pribadi terbelah, yang tanggung-tanggung melangkah ke
dalam dunia tata nilai ”modern”. Dalam kekecewaan tersebut, saya
menemukan diri berada pada titik ekstrem seorang nasionalis yang pro
kebudayaan tradisional. Saya benci segala yang berbau Barat, dan se
kaligus segala yang sah atas nama ”modernitas”. Wafatnya Anak Agung
Gde Mandera, yang adalah suhu saya dalam mendalami Legong Kera
ton, membuat saya semakin kecewa dan sedih.

Puasa Topeng Cirebon dan Taon


Menjelang keberangkata saya sebagai anggota misi kesenian
Indonesia ke pekan raya dunia Tsukuba Expo 1985 di Jepang, saya
melengkapi khazanah tari Sunda saya dengan tari Topeng Cirebon.
Oleh Pak Nugraha Sudiredja, saya dinilai cocok membawakan topeng
Watak kelima, yang berwarna merah, keras dan berangasan. Lalu ia
menyuruh saya puasa selama hari-hari pertama perkenalan saya dengan
gerak-geraknya. Semula ia pun hendak memberi saya bacaan dalam
ab, tetapi urung karena saya Kristen.
bahasa Arra
Seca sekular, puasa itu mungkin dapat diterjemahkan sebagai
-

:a untuk lebih mengkonsentrasikan diri. Tetapi, bagiikansaya hal itu


a
“dak hadir sesederhan itu. Puasa itu mentrans en de ns rasa saya.
cari Islam - -

280 Men erusaha menilai menurut kaidah yang seh


-

la selalu b an yang :usnya


yang baik. Ketika. Saya
: ang semu
oleh seorang Kristen Protestan
adari bahwa
-
tata nilai k: - -

- a meny - -

jalankan : : lengkap untuk memaknai Puasa itu. P. S.


-

:, : seorang protestan yang mengerti sejarah agamanya, Saya


S inat berpaling kepada nilai-nilai Kristen Katolik yang me
tidak bermi P
rang Protes
tan terlalu ortodoks, walaupu:
upun
nurut k: : ketika itu saya seperti keluar dari :
- :

jektivitas keagamaan say a dan masuk ke suatu daerah yang penuh w arna
asing namun menarik. Daerah itu seperti daerah tak bertuan
urba. Lalu, ada sesuatu yang menyelusup masuk dari daerah tak :
: itu, mengusik iman saya yang tertidur karena taatnya, dan mem.
buka halaman memori saya yang telah terlalu tua untuk dikenali lagi.
Rasanya, saya pernah mengenal daerah ini. Tetapi, kapan dan di man:
Pertanyaan itu belum juga terjawab secara memuaskan sampai
detik saya menulis tulisan ini. Namun, rasa itu segera mengingatkan
saya kepada sebuah buku yang pernah cukup memaku saya, yang berisi
ajaran-ajaran Lao-Tze tentang Tao. -

Tao berarti jalan, dengan sifat absolut dan tak terselami, Tao juga
berkonotasi logos atau ilmu, sekaligus wadahnya, yakni akal. Seperti
dituliskan To Thi Anh, alam dan setiap individu memiliki Tao, yakni:
kodratnya, kebiasaannya, hukum perkembangannya, dan segala ke
seluruhannya. Tao adalah sumber asli dan perangkum segala sesuatu.
Waktu itu saya bertanya, inikah kesadaran Taois saya? Ada se.
suatu dalam diri saya yang semakin jelas memisahkan diri. Sesuatu itu
seperti berpikir, sekaligus menyimpulkan, sekaligus menampung ke
simpulan-kesimpulan, dan menghadirkannya sebagai serangkaian fakta
kontemplatif. Daerah tak bertuan itu mungkin adalah Tao saya juga
Karena kesulitan memaknai puasa itu secara Kristen Protestan,
maka puasa itu pun saya hikmati seperti seorang Taois memaknai sikap
*etiknya. Puasa itu saya anggap sebagai pembatasan diri guna mé.
Ei jati diri saya yang asli, yang akan membantu saya mengenali
kemampuan saya dalam membawakan tari topeng itu. Ternyata saya
cukup berhasil. Dan itu menyebabkan saya merasa lebih dekat dengan
ajaran-ajaran Taoisme, khususnya yang berkaitan dengan penegasian diri
dan pembatasan keinginan. -

Pemaknaan Taois Imlemang sangat berkeselarasan. Ia


an, antikesomb antikekera:
ia men: E.dan anti sikap-sikap agresif lainnya. sebaliknya
kalan : ITl Wa kelemahlembutan, kerendahhatian dan penyang
sikap ini be : sumber daya manusia yang sebenarnya. Sika:
Ia punya i: Pasif, tetapi diyakini sebagai ketenangan kreatif
kannya secara : :um. tetapi berusaha untuk mewujud.
Dalam ri .. " -

lahi: : kepekatan tertentu, daya batin itu adalah da:


"engalami bahwa saya dapat menarikan tarian y*
in, bertenaga dalam keadaan mak an dan minum sea:u:. ..
begitu.
aS an bahwa : -

minum, dan sikap E: -

Jika di
a batin demi kelangsungan hidup, d agai penafian
| dan sebalik
tidak minum dan tidak bersikap agresif sama : 'E
- - - -

ikit makan, sedikit minum dan menah , IIlāka


: merupakan titik tegang di antara : untuk agresif seperlu
- - -

kin mengefektifkan daya batin tanpa E : semaksimal


Ea: pada titik teg: itulah yang harus diup : diri. Jadi, ke
pengupayaan titik tegang tersebut kemudian sava kenali
alami, dan saya hayati secara lebih menyeluruh : k enaii, saya
jadi konsekuensi pilihan sa - a kondisi yang
dengan beberapa cara Pi:
menja hidup sufistik. Tetapi, pada
Ya memaksa saat itubersentuh
saya untuk saya se 3.Il

menyadari bahwa saya tidak mungkin menjadi Taois :


Pokok utamanya adalah karena mereka mengidentifikasi Tuhan E
dan hanya dengan alam.
Saya sebetulnya suka kepada alam dalam arti natural. Alam dalam
keluguannya betul-betul tidak cukup untuk dinilai dengan kata-kata.
Terlalu menakjubkan. Tetapi, itu bukan segalanya. Jika pun alam saya
artikan secara lebih kontemporer, yakni sebagai segala sesuatu yang
berada di luar "aku" atau ”kesadaran” saya tentang ”saya”, persoalan
nya tetap sama saja.
Pasalnya, saya tidak hanya ingin tahu di mana saya tegak, tetapi
saya juga ingin tahu ke mana saya tunduk. Taoisme sangat memuaskan
saya untuk menjawab keingintahuan saya yang pertama, tetapi tidak
yang kedua.
Bagaimana saya dapat tunduk kepada alam padahal ke
nyataan berbicara bahwa manusia dapat memundukkan alam? Walau
pun ada logikanya bahwa alam murka dan terjadi bencana ini atau itu,
tetapi alam tetap tidak pernah secara absolut menunjukkan keper
kasaannya kepada manusia. Dan, saya enggan tunduk kepada sesuatu
yang tidak secara absolut perkasa.
Pengertian Tao sebagai abstraksi puncak sekaligus mistifikasi alam,
bagi saya tetap tidak dapat membuat seseo: lalu tidak sanggup
:
menciptakan bom nuklir ataupun seorang Rasulullah saw. tidak mampu
mengetahui jalan kehidupan Abu Dzarr ra: Y*8 belum dilewatinya.
Ada celah tempat manusia dapat menundukkan alam, walaupun alam
itu dibatasi dengan
Walaupun berbagaialam
kehendak pengertian.
dapat diidentifikasikan dengan kehen -

dak Tuhan, tetapi Tuhan bukan alam. Alam pada dirinya sendiri juga
mengandung pengertian wadah atau material, sedangkan Tuhan bagi
saya imaterial, tidak termaterikan, tidak terperikan.

Syahadat: Awal Pergulatan Sikap


sebagai konsekuensi lan:
jut Mungkin, keislaman saya dapat dianggaPikap batin seorang Taois
an dari petualangan kontemplatif saya. S
282 Mencari Islam
memang amat dekat dengan sikap batin seorang sufi. Tinggal men
arahkan sikap itu kepada ke-tauhid-an serta menerima syariat seba:
Ekum zhahir yang menjadi gerbangnya, maka jadilah..seorang :lS
sebagai seorang sufi yang cukup punya kedalaman.
Tetapi, saya tentu akan menjadi terlalu sombong jika proses Ime
nuju Islam yang saya lalui begitu ini:Allah Ebagi saya, E
hanya mempunyai rencana yang menuntun, tetapi juga mengep:
Jika diasumsikan bahwa metode pendekatan sufi dan filosof itu :
beda (saya tidak sependapat dengan yang menyebutnya berlawanan
maka saya memutuskan masuk Islam justru karena pertimbangan ya:
lebih filosofis, yang pada mulanya tampak tidak ada sambung:
sama sekali dengan kecenderungan Taois saya. Momentumnya sendiri
seperti tidak disengaja. Baru akhir-akhir ini saya merasa bahwa sejarah
hidup saya dan petualangan saya ternyata tidak ada yang percum:
Semuanya seperti telah dipersiapkan sejak sebelum saya menyadarinya
Ceritanya begini. , : -

Suatu siang menjelang bulan Ramadan tahun 1985, seperti biasa


saya sedang asyik bertualang dengan baris-baris kata di perpustakaan
SMA saya, Taruna Bakti, ketika tiba-tiba seorang sahabat saya, Krisma,
masuk tergesa sambil menenteng sebuah buku tebal. Seperti layaknya
dua orang sahabat, saya dan Krisna menyempatkan diri berbasa-basi.
Dalam basa-basi itu saya jadi mengetahui bahwa buku yang dibawanya
itu adalah buku tulisan Pak Endang Saefuddin Anshori berjudul Wawa.
san Islam. Buku itu rupanya buku wajib pelajaran agama Islam.
”Pinjam dong,” tiba-tiba saya tertarik.
”Tapi ini buku agama Islam,” sahut Krisna.
Kata ”tapi” itu menyiratkan bahwa ia sebenarnya kaget juga
”Iya,” saya meyakinkan, ”Saya ingin baca.” - -

Beberapa waktu buku itu tergeletak di meja kamar saya tanpa


sempat saya sentuh, sampai teguran nenek saya yang bermada curig:
menyadarkan saya bahwa buku itu cukup riskan untuk kedamaian di
rumah. -
- .
”Apa-apaan kamu baca buku seperti itu?” tanyanya tajam, "Na"
kamu masuk Islam . . . .” -.

Ketajaman itu dapat saya mengerti, dan kemudian, semakin “


mengerti saya kagumi.
dan bahkan bahwa Tetapi ketika
saya sebetulnya cuma itu saya ter:
sekadaring"
saja dan menegaskan tahi

Saya sendiri sebetulnya telah mendengar dan berusaha me:


trauma keluarga saya terhadap orang-orang Islam yang beg" ce:
merasa benar sendiri dan mengkafirkan orang lain dengan kurang S6
-

nonoh. - -
aran.

Sehabis teguran itu, buku itu justru membuat say: RE.


Saya tinggalkan pelajaran saya dan saya buka halaman-hala" belum
Sampai pada pengertian ke-tauhid-an, saya tertegun. Saya E.
pernah menemukan kesimpulan yang begitu jernih tentang
-

Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka ss


itu Mahaesa: Ia sama sekali otonom. Tidak beranak dan ti
: Tidak : :
ketika menjelang rembang petang turunnya lembayung senja bersama
dengan bergayutnya keharuan dalam hati saya. Untuk pertama kali
a azan maghrib menyentuh pendengaran saya secara lain.
my Tetapi, siapa yang tahu keriuhan yang sangat menentukan itu
selain Tuhan dan diri saya sendiri? Ketika waktu makan malam tiba,
tap menyambut saya dengan senyum, senyum dan se:
Eluarga saya “tidak ada apa-apa. Saya pun, seperti biasa, langsung
Rum, seaka:
menganggapnY* bukan persoalan. Sambil mengunyah makanan, pikiran
saya melayang menimbang kemungkinan saya dapat masuk Islam, se
orang diri saja. - - -

Malamnya, saya tidak dapat tidur. Niat saya sempat diganggu oleh
kenyataan bahwa citra Islam yang sampai kepada saya adalah citra
yang sama sekali tidak menarik simpati. Suasana Islam seperti suasana
napas satu-satu yang kelua: dari hidung orang-orang Palestina yang s:
karat di Tepi Barat Sungai Yordan dan Jalur Gaza. Norma Islam tampak
seperti udara gurun yang menusuk, kering dan mencekik. Dan, ini yang
paling memberatkan, kesenian Islam tampak hampir identik dengan
dangdut yang cara membawakan dan syairnya selalu memusingkan saya.
Tetapi, itu ternyata sangat bergantung kepada prasangka, buruk
atau baik. Ketika itu, saya merasa bahwa Islam itu baik, dan saya lang
sung meragukan citra Islam yang sampai kepada saya itu sebagai citra
yang bukan sesungguhnya. Dan, iebih dari itu, keharuan sore itu begitu
mencekam saya. Seperti seorang bocah yang terlalu gembira melihat
segumpal madu menggelantung, saya sudah tak dapat berhenti sejenak
: memperhitungkan kemungkinan adanya sengatan yang menyakit
3.Il. -

Maka, esoknya, dengan tergesa-ges * menuju tempat per


temuan di kawasan Sangkuriang. Saya P“Y° beberapa teman yang
telah punya hubungan emosional lewat karya-karya tari bersama.
Mereka satu sekolah dengan saya. Deng* sikap seringan orang hendak
bertamasya, saya mengungkapkan keinginan saya untuk masuk Islam.
:ya ingat selalu wajah mereka, ekspresi mereka, dan kalimat tanya,
Sudah dipikir-pikir dulu, Mir?” dari mereka.
Dan itulah, saya memang anak
- -

kecil yang P9 los


- tetapimalah
: keras ter
ke
Pala. Tak usah dipikir-pikir lagi, sergah hati saya.
ungk : ”Sud
:
yang terasa
"ngkap dalam kata pintas yang tidak semakna rtama kali mengu°P:
- -

mantap. Edi depan merek: : • " •. T | -

kan dua kalimat E. E berpelukan, laiu berurai air. : :


:la.
*lman.Esoknya,
Dan di dengan diantar mereka,
bawah tuntunan saY* m:E:
Pak Mohammad Ei: Sadail

Eda tanggal 9 Juni 1985 atau tangg* 20 Ramadan 140°, *


d "tegaskan di Masjid Salman
-
ITB. disambut oleh kemarahan
Keputusan saya ini ternyata langsung
284 Mencari Islam.
terutama. kemarahan ayah. Untuk pertama kalinya pula Saya
-

:: dalam keluarga Y*8 sesungguhnya. Saya meli:


kejujuran, pekatnya : :
- - ngatan emosi,
rumah setelah
E lama
tangga itu seki
saya tidak melihat tan a-tail berbicara baik-bai ada,
-

Ketika beberapa anggota mengajak saya. : -baik dan


saya merasa terpojok oleh logika mereka, yang : pi irkan hanya
satu, yaitu, bagaimana supaya : dapat pilihan Saya
meraS1QIlallSãS1

secanggih mereka. Ketika itu: netralitas sesuatu yang terurai logis ke


hilangan nilai di mata saya. Bagi saya, tidak ada sesuatu yang netral.
Logika, walaupun ia netral pada dirinya sendiri, tetapi ia tidak netral
pada fungsi. Ia adalah alat. Jika ia difungsikan kepada pokok Pangkal.
nya, maka ia menjadi rasionalisasi pokok pangkal tersebut. Sedangkan
jika ia difungsikan kepada tujuan, maka ia menjadi upaya identifikasi
tujuan tersebut. Ketika itu pulalah timbul niat kuat dalam diri saya
untuk mendalami Islam secara argumentatif.
Dan, kadang-kadang puisi dapat lebih banyak dan lebih jujur ber.
cerita. Lebih baik saya tuliskan tiga bait puisi saja untuk menggambar.
kan suasana di rumah. Puisi ini saya tulis tanggal 28 Maret 1986,
dengan judul: ”Doa”. -

" -

Tuhanku, - ..!

gumam-Mu kunanti di antara celah-celah pintu.


Biarlah jantungku melumatnya di antara sepuluh ribu galon racun
dalam nadiku ini.
Kalau tidak, aku mati.

Pendiangan tinggal seonggok abu.


Tangan gemetar perutku kelaparan korek menyala selalu terlepas
dan mati. -

Jika pun gunung meletuskan lahar panas,


tampaknya denyut muka tanah masih enggan membunuh sia-sia.

Kuyakini, roda masih berputar, Tuhanku.


Semoga mawar belum layu jika masih harus kueja satu-dua
hitungan lagi.
Keterikatan memang jauh lebih menyesakkan bagi orang,”:
sudah pernah merasakan kebebasan. Dan itulah yang terjadi pada din
saya. Sampai saya sempat berpikir dan berandai-andai, kalau saja m*
itu tidak berdosa . . . . i.

Sebetulnya, oleh guru agama saya di sekolah (saya sembu:


sembunyi pindah kelas dari kelas Kristen Protestan ke kelas Islam). :
dianjurkan untuk menyembunyikan iman. Ia meyakinkan saya ba Il
itu adalah pilihan yang sama baiknya dengan berterus terang, :
itu didasari oleh niat tulus dan tetap pada keimanan: Ul
belui"
penyembunyian iman ternyata butuh kedewasaan. Dan syar**
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati L
uka 285
saya, baik secara emosional maupun
*8ama. Saya mengikuti
ada p: : itu, akhirnya, tidak d: : - gikuti
sama sekali, saya
: 6:Embunyikan iman hanya karena saya sud
merasa sangat terjepit.
Saya melakukannya dengan sangat terpaksa.
Akibatnya mudah diperkirakan. Saya justru depresi. Ketika sava
di Jepang.
menit sebuah
sebelum saya surat
masuksempat membuat
panggung untuk saya menangis
menari tunggal.hanya
Dalam k di :
adaan semacam sampai menemukan cara menangis
itu saya tanpa :
lunturkan riasa: mata. Dan, itu baru awal dari keharusan : i:
mengerikan lagi. Saya ternyata harus membiasakan diri : ut
tangis dengan taWa, menyamarkan penolakan, dan menerima :
suatu yang tidak saya setujui dengan jerit berontak yang hanya berhenti
sampai di kerongkongan. Bagi saya, itu meninggalkan bekas yang
traumatik. - -

Dibesarkan oleh Kelompok Studi Mahasiswa


Melalui pertemuan tidak sengaja dengan sekelompok mahasiswa
dalam sebuah diskusi tentang emansipasi wanita di harian umum Pikir
an Rakyat, saya bergabung dengan Kelompok Sepuluh, sejenis”gerom
bolan” yang tidak terdaftar, tetapi setia membahas kajian sastra dan
permasalahan
pemikiran yangsosial budaya
keras, yangsetiap bulan.berkelindan
seringkali Di sana saya menemui.adu
dengan sindiran
sindiran politis yang nakal dan tulisan-tulisan yang avonturir, kritis
namun sering pesimistis. Saya juga menemukan kreativitas mengolah
sinisme, yang paling sering dilancarkan kepada sesama teman atau diri
sendiri. Tetapi, di atas semua itu, saya menemukan rasa senasib akibat
kegelisahan dan kejenuhan yang sama. Salah satu bentuk romantika,
saya pikir, yang sudah tentu menarik saya. - -

Sejak bergabung dengan kelompok studi, saya semakin intensif


mengasah kemampuan menulis, baik artikel maupun cerita pendek. Ini
dipandang
bergaul positif
terus olehmereka,
dengan orangtua say: Maka, ayah membiarkan
dan bahkan sampai
:*Y:
:"
diskusi

di rumah ketika hari ulang tahun saya Y°8 kedelapan belaS.


Karena materi diskusi Kelompek Sepuluh seringkali
eklektik, maka saya juga menyempatkan diri hadir dala: :
:
diskusi yang lebih menjurus, yang kerap diadakan oleh : : :
lain. Dari situ saya banyak mendapatkan wawa: E
sosial politik negara tercinta ini. Te: di situ E atau bahkan
dengan segala bentuk
memanipulasi realitas slogan yang seringkali
yang sebetulnya Eal), nama
menyedi termasuk segala
nasionalis:
ketimpangan perlakuan terhadap sesan manusia ata°
me. tinggi,
- - keterliibatan
2l -

|
Menjelang
an masuk perguruan :ya, sampai
- -

ujian
-
E tidak menyur"
-

saya dalam diskusi-diskusi terse


286 Mencari Islam
adalah salah satu rekan aktivis
pembimbing ujian saya 'E : sebagai
studi. Maka, ketika say:
- - - a ti
- - merasa masuk
:
Hukum Universitas Ea-mahasiswa E :
yang baru. Keberingasan
menimbulkan wibawa ya°8 :dalam. Saya yakin mereka 38 idak
diskusi saya yangi eka dan say
sedang bermain, seperti rekan-rekan di ya yang Juga berma:
luar kampus. - -
mcing E Ketua Senat Mahasiswa : Eah memu
suara angkatan saya dalam sebu usi tentang Perkenal: -

ivitas kemahasiswaan. - . -

*: mahasiswa tanpa politik adalah bohong besar” a.


nya : ya mengiyakan.
erulang-ulang. Walaupun belum satu bulan S3
-

tercatat sebagai mahasiswa, saya menger" bahwa mahasiswa telah :


sumbat suaranya oleh NKK/BKK, yang mengebiri otonomi suara maha
siswa, justru dengan dalih supaya kampus otonom keilmiahannya. Dan
akibatnya, mahasiswa telah menjadi bentuk lain dari tokoh Anton:
Samson yang terjebak dan bunuh diri, atau tokoh Godo yang idea:
tetapi terpaksa menerima suap untuk mengobati istrinya yang sa:
keras, atau bahkan tokoh Manuel Villa yang menyedot kekayaan pri.
badi atas nama nasionalisme, yang tergambar jelas sekaligus tragis
dalam buku Tokoh-Tokoh Munafik karya F. Sionil Jose.
Ketika penataran P-4, ketika sedang waktu istirahat dan saya ke
luar kelas untuk mengkopi makalah, ternyata seorang lelaki tak dikenal
menitipkan setumpuk selebaran kepada saya untuk dibagikan. Selebar.
an itu segera disita oleh pihak keamanan kampus, karena isinya adalah :
cercaan keras terhadap struktur organisasi kemahasiswaan yang sedang
eksis. Dan begitu saya masuk kelas, saya langsung dipanggil untuk
”bincang-bincang”. Mereka menanyakan aktivitas saya, mereka me
nyatakan bahwa mereka kenal saya dari keluarga baik-baik, dan meng: |
jak saya untuk "bekerja sama”. Saya hanya tersenyum waktu itu, tidak l
berkata ya atau tidak secara jelas. - - -

Tetapi, begitu saya keluar dari ruang ”bincang-bincang" itu :


segera tahu di mana sebenarnya saya harus berdiri. Yakni, di sini, di |
atas bayang-bayang saya sendiri. Tidak di bawah bayang-bayang“ !
tak dikenal itu, ataupun di bawah bayang-bayang interogato ": yan: :
- - tokoh dari :
telah sama-sama mengajak saya menyerupai salah satu en:
tokoh-tokoh munafik itu. Sebagai mahasiswa baru, saya:
gambari diri saya yang relatif masih bersih. Saya berjanji kep: UIl
sendiri untuk berkata tidak kepada segala bentuk intimida: alau:
menjauhkan nilai-nilai etis dari diri saya dan lingkung " saya,

pun untuk itu saya harus sendirian.


- - - -
-
di kamp*
Itu ternyata menjadi dasar utama saya berakti"
biarpun hanya sedikit orang yang memahaminya.
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka 287
Menghikmati Demonstrasi
Sebelum saya rampung menjalani semester Pertama, saya telah
mengikuti demonstrasi untuk kali pertama ke DPR Jakarta. Demonstra.
E merupakan aksi solidaritas kepada mahasiswa-mahasiswa Ujung
: yang menjadi kurban kasus helm. Alasan saya waktu itu mung
: terlalu sederhana, yakni, saya prihatin. Apa pun alasannya, saya
Eak rela ada darah manusia yang harus tumpah secara paksa, apalagi
jika itu karena senjata. - -

Keterlibatan saya dalam aksi tersebut segera menegaskan konflik


laten saya dalam keluarga. Orangtua saya marah besar, karena saya
sudah bertindak seperti oposisi. Ketika itu, saya sudah mulai kebal
dengan konflik. Betapapun sakitnya, konflik itu konsekuensi logis
dari disikapinya suatu pilihan. Dan karena saya telah memilih, yang
harus saya lakukan adalah konsisten dengan pilihan saya. Melalui kon
sistensi kepada pilihan itulah cara untuk berlaku etis kepada diri sendiri.
Intuisi saya menyatakan bahwa interaksi etis itu mungkin di
bangun dalam arena politik, walaupun saya belum pernah puas dengan
kenyataan yang berlaku dan ia diabsahkan oleh ideologi yang dominan.
Di lain pihak, saya begitu yakin bahwa konsep baru ada nilainya setelah
ia teruji dalam praktek. Maka intuisi itu pun menjadi asumsi yang saya
benturkan dalam interaksi politik di kampus.
Aktivitas intelektual maupun praktis saya memang selalu terwarnai
oleh kecenderungan kuat untuk melakukan perubahan struktural.
Bagi saya, adalah sia-sia berpikir tentang perbaikan kehidupan sosial
jika kesalahan hanya dikenakan kepada manusia per pribadi. Bagai
manapun, bagian terbesar dari umat manusia adalah pribadi-pribadi
Yang sangat dibentuk oleh lingkungannya, dan bukan sebaliknya,
“njadi subjek atas lingkungannya. Maka, dosa yang ada bukan hanya
dosa per manusia, tetapi juga dosa interaksi antarmanusia, dosa kelom
P°k, dosa lapisan, dosa kelas sosial (jika terbentuk), yang telah me
"jekkan moralitas pribadi-pribadi.
pi kampus, aktivitas saya di Senat Mahasiswa, Senat Gabungan,
Eitan kampus, sampai agresivitas saya dalam per
S3.: : merupakan manifestasi perlawanan yang saya lakukan secara
t masa dalam kerangka perombakan struktural tersebut. Pada masa
O : aroma politis seperti bercampur bersama setiap embusan
: : Paru-paru saya. Dari seorang sahabat saya pernah mendengar
tang Eng dosen telah melakukan ”penerangan di sela kuliah ten.
po: mahasiswi 1987 yang sebaiknya dijauhi kare.na aktivitas
bahwa : dan berbahaya, dan sebagainya, dan sebagainya Saya tahu
telah di *g yang dimaksud adalah saya. Lebih jauh lagi ternyata saya
°ap sebagai politikus yang berbahaya; sebuah cap yang saya
anggap Eggelikan lantaran ironisnya dengan ideal saya. Ketika itu
*aya sel
“ hampir berteriak bahwa órang-orang yang ”bersih” itulah
*betul: * politikus yang berbahaya. Hanya, teriakan itu sering saya
:
-
- .
: "
- -
:.
-
-
288 Mencari Islam .

rlalu sendirian. - - -
-

undi,: selalu merasa : Jika E mem


saya untuk menghitung kawan say: E : E*want - Sa
i
kepada lawan bicara saya bahwa mereka bukan kambing yang dapat
saya klaim sebagai massa. Jadi, mereka juga harus Emperlakuk:
kawan-kawan saya seperti mereka berunding dengan saya. Dan saya
selalu berusaha sejujur mungkin, sampai suatu sa: :9rang teman per.
nah memperingatkan saya betapa berbahayanya jika kejujuran diumbar
ke mana mana. Supaya tidak terlalu naif, rahasia rahasia Yang saya
pegang akhirnya saya tutup dengan kalimat: "Saya tidak dapat b:
bicara tentang masalah itu.” Dan tidak dengan memutarbalikkan fakta.
Tetapi, masa-masa itu memang masa kegelisahan saya yang me:
capai puncaknya. Semua orang yang pernah bertemu dengan saya pada
masa itu tahu bahwa saya hampir tidak dapat melepaskan batang rokok
dari jari-jari saya, sampai dalam perkuliahan sekalipun. Bagaimanapun
terjun sebagai aktivis dengan kesadaran politik pada masa sekaran:
hampir sama dengan menerima kekeringan moral sebagai konsekuensi
Saya harus melihat kemanusiaan tereduksi menjadi sekadar isu politik
yang hampir selalu bertolak belakang dengan interaksi dalam kenyata.
an. Dan pada gilirannya, saya pun akan dikepung dengan situasi yang
memaksa saya berdamai dengan moralitas perpolitikan umum yang
relatif tidak menghargai situasi internal seorang manusia. -

Saya pun bertambah pusing dengan rekan-rekan yang selalu me


nyamarkan pemihakan dan mengartikan cara etis sebagai cara yang
selalu sesuai dengan hukum yang sedang berlaku. Padahal hukum justru
harus dipandang secara kritis, karena potensinya untuk menjadi alat
legitimasi kekuasaan. Dan jika sebuah norma hukum telah perlu diubah
lewat kesadaran hukum masyarakat, maka yang menjadi picu justru
norma hukum lain yang jadi panutan baru, yang menyingkirkan efek
tivitas norma hukum lama. Dengan kata lain, jangan-jangan suatu saat
orang justru harus secara sadar menyimpang dari hukum yang telah
ada demi eksisnya hukum yang baru. - -

Mungkin, pegangan satu-satunya tinggal hati nurani. Tetapi, saya


bahkan sempat mencurigai eksistemsi hati nurani saya dengan konseP
manusia yang memiliki tabula rasa. Jadi, aktivitas saya ini hanya *
macam hura-hura - yang menurut istilah teman dekat saya - *
fungsi untuk menyenangkan diri sebelum akhirnya sampai di tiang *
tungan. Jadi, keasyikan saya dan dia dalam bertukar pikiran dan ber
bagi rasa pun sebetulnya sia-sia. Absurd. Sama absurd-nya dengan orang
yang menimba ilmu sampai botak dan akhirnya menemukan ba" 13.
hanya sesosok makhluk yang dungu. - - ulis
Semua ini untuk apa? Seorang penyair Islam pernah :
sebuah surat yang panjang-lebar hanya sekadar untuk memunt n
perutnya
sakit peru tnya yang sama deng
dengan saya, yang diakibatkan oleh ke
an sa • tu :
ke - - -

an pertanyaan yang satu itu. Adakah satu generasi, ah tidak, sa


Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luk
UI
- - -
-

289
lompok orang, ah tidak, satu orang saja, yang dapat diserahi keper
:an memegané hasil revolusi idamanmu, Miranda?
cay Jika Allah meninggalkan saya, tentu saya sudah bunuh diri sejak

“Tetapi ternyata tidak. Saya sekarang amat yakin bahwa Dia tidak
mungkin meninggalkan siapa pun dan apa pun ciptaan-Nya. Dia hanya
Emberi kesempatan k:Pada orang-orang, termasuk saya, untuk:
ngecap kebebasan relatif yang sering diidamkan, untuk memaknai suatu
keadaan. Dia sendiri tetap memperingatkan.
Ketika semua norma sudah terasa berjumpalitan, saya akhirnya
memilih untuk tidak ikut-ikutan berjumpalitan. Ketika semua pendapat
terasa akan menarik diri saya ke berbagai arah sehingga diri saya akan
hancur berantakan, saya memilih keluar dari dunia ini. Saya memilih,
akhirnya, untuk tegak pada niat-niat saya semula. -

Dan, saya pikir Allah memang segera menyediakan sarananya.


Tiba-tiba saja orangtua saya kembali naik tensi dan mendesak saya
untuk sidi (pembaptisan kembali seorang Kristen yang telah menanjak
dewasa atas. kemauan sendiri). Lalu, ketika saya telah begitu dalam
masuk ke dalam lingkaran para aktivis mahasiswa radikal yang pro
demonstrasi, saya diadu domba dengan rekan sendiri, yang tragisnya,
sangat saya percayai. Di pihak lain, saya diserang oleh isu-isu memuak
kan yang menuduh saya berideologi partai terlarang. Allah mencipta
kan kondisi yang menjepit saya untuk memilih: konsisten atau tidak
sama sekali. Dan saya memilih yang pertama, dengan konsekuensi me
ninggalkan semuanya, termasuk rumah dan demonstrasi yang saya cin
tai. Saya pun sebetulnya sudah berniat kuat untuk meninggalkan bang
ku kuliah, walaupun kemudian urung karena saya masih ingin menye
rahkan toga sarjana untuk orangtua. -

Berkenalan dengan Cara Hidup Sufistik


Saya “dipersilakan” meninggalkan rumah dua kali dalam satu
tahun.Yang pertama karena saya menolak sidi, dan yang kedua karena
saya memutuskan untuk berjilbab. Yang pertama dengan ledakan, dan
Yang kedua dengan penyampaian interlokal saja. Saya pun :
dengan reaksi yang sesuai. Yang pertama dengan :Se :
kan yang kedua dengan senyum pasrah dan lema: badan saja. W :
Yang pertama saya masih ditampung oleh kebaikan hati E.saya an
telah E
dipanggil pulang oleh Ibu pada bulan keempat, sedang
“dua saya tinggal di sanggar eksperimen tari, dan - E r hidup
: yang dikutip langsung oleh Ibu - disarankan mulai belal°
andiri. 3Il.
- -

Ketika kepindahan saya yang pertama, h: saya


e saya adalah seorang dosen yang s°8* dan liberal,
-

Tant
* - - - erboleh
tivitas saya tidak dibatasi. Ketika libur semester tiba, ia memper
290 Mencari Isla" - .
ergi ke Jawa Tengah memberi sejumlah ua |
kan saya P :Ean saya itudanmemung kinkan saya pergi :
saya -

nya yang men: direk - : -


sampai ke Pati, ke tempat seseorang yang direkomendasikan oleh diri
-

Edekat saya untuk menjadi pengguyur pergolakan dalam ke:*a.


Eng itu tinggal dalam sebuah :umah sederhana * saya,
lingkungi oleh empat buah pesantren tradisional, di desa s: di.
da:rah pinggiran kota kecil em:
Pati. Ketika saya bersama
pengantar saya tiba di rumahnya;- sekitar pukul sebelas mai rang
:ambut saya dengan sarung, baju takwa putih, kopiah E “ l8.
senyum. Diskusi pun tidak ditunda. - • dan
Di tengah kehangatan teh manis dan kepulan asap rokok
kali pertama saya merasa tidak pantas agresif bertanya. Saya Ek
baru saja menemukan kharisma sejati seorang manusia, yang E

kan paduan
Dialah contoh ketajam
dariguru yang logika, kepekaa
an sesungg uhnya, yang dan sikap
n rasa mengaja rendah
r tidak : -

h ati,
dengan kata-kata, tetapi lebih dengan sikap dan k:de:E
- Hanya satu malam saya di sana, tetapi cahayanya terserap mas :
dalam situasi internal saya. Seperti oksigen murni, ia masuk ke :
paru-paru ideal saya yang hampir busuk lantaran kecewa. Dan E
pertama kalinya setelah sekian lama, saya memahami arti keben:
rasa. Untuk pertama kalinya saya mendapat pelajaran tentang E
an wirid, zikir dan doa. . -

Setelah melalui proses keraguan dan cekcok antardiri


lelahkan, dan setelah saya in: E
hadapi itu dengan sebuah karya tari berjudul Ma'rifat yang dijuluki :
orang teman sebagai tari ”Miranda Mencari Tuhan”, akhirnya saya
sampai kepada kepasrahan, pada malam tarawih pertama bulan Rama.
dan 1989. Saya harus mengakui bahwa saya tidak dapat mengingkari
tuntutan yang ada dalam diri saya untuk mulai secara total konsistem
dengan pilihan saya. Dan gerbang itu memang hanya satu kata untuk
saya: jilbab. . -

Dengan jilbab, ter-hijab-lah pilihan-pilihan yang semula menggiur


kan. Ter-hijab jugalah privilese-privilese, yang dapat menyeret *
menjadi penindas bagi sesama saya sendiri. Ter-hijab jugalah tari-tarian .
yang mengeksploitasi estetika daging. Ter-hijab jugalah jalan mulus
menjadi pegawai tinggi yang potensial sekali terjebak dalam struktur
korup yang penuh eufimisme. Sampai, tertahan jugalah diri s° untu
secara sembrono mengartikan segala bentuk kedekatan dengan la"
jenis sebagai cinta. - - -

Sebaliknya, meluaplah cinta yang sebenarnya. Ke


mutuskan untuk berlebaran bersama keluarga pembant: di Won9:
sari, Gunung Kidul, saya baru menyadari siapa saya. Say* ad. AIl
apa-apa, karena atribut kemahasiswaan saya terdakwa di dep -mata
miskinan, kekeringan serta daya tahan yang luar biasa dari mata e

Pasrah itu. Saya menangis tanpa isak di depan seora”8 tua yang P
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka 291
nva sudah sedemikian tipis lantaran hany
anya minum air dan
: selama tiga bulan. Ia sakit tetapi tidak kuat E:
- - -

a menangis sekaligus ingin berteriak ketika istri lelakii -

Enya, yang tragisnya, tidak dia mengerti. Ya, E -

tidak pernah mengerti mengapa mereka sampai menderita seperti :


karena mereka hanya kurban dari manusia-manusia tengik yang sok suci
seperti saya. Puncak cinta saya, saya pikir, adalah dorongan yang amat
kuat untuk menangs bersama mereka; menangis dalam doa, dialog, dan
kerja. Menangis dengan menampik janjijanji politik yang ten: :
tunda. Dan menangis menuntut sesuatu yang memang menjadi hak.
Di Wonosari pun saya mengalami beberapa pengalaman mistik
yang tidak saya sengaja. Saya pernah dapat berjalan kaki di bawah terik
matahari menyusuri jalan mendaki sejauh tujuh kilo tanpa henti, tanpa
rasa panas, haus dan lelah yang berarti. Sementara saya merasa bahwa
jalan saya biasa-biasa saja dan bahkan lambat, beberapa orang yang ber
jalan bersama saya mengatakan bahwa saya berjalan amat cepat se
hingga mereka kesulitan mengiringi saya. Mereka heran karena mereka
tahu bahwa saya bukan orang gunung seperti mereka. Saya sendiri juga
heran, karena yang saya lakukan waktu itu hanya menatap lurus,
mengatur napas dan berzikir. Malam setelah peristiwa itu saya ke
takutan. Tetapi, begitu khusus ternyata dzikir syirr itu. -

Tidak sampai satu minggu setelah kepulangan saya dari Wonosari


itulah saya
batin sayadengan
dipersilakan mulaimembuat
Allah telah hidup mandiri. Berbagai
saya tidak berniat Pengalaman
sama sekali
untuk menihilkan semuanya itu kembali demi satu-dua kepastian dunia
wi saja. Saya pikir, lebih baik menantang ketidakpastian itu daripada
harus menjadi jauh kembali dengan Allah. Maka, dengan tenang **
pun pindah ke sanggar eksperimen tari itu.
Yang disebut sanggar eksperimen itu sendiri sebetulnya hanyalah
sebuah rumah dengan satu ruangan 4 x 6 m dan satu ruang: buangai:
yang kemudian saya jadikan pojok belajar saya. Letaknya terpencil di
lembah kawasan Dago atas, di belakang kompleks perumahan dosen
Kanayakan. Jalan menuju sanggar itu adalah jalan setapak yang di
lingkungi perdu dan berkelok tajam. Jalan itu sangat "E. dengan
hutan bambu tepat di hadapannya. Dari mulut jalan setapak itu, rumah
Emah yang letaknya berkelompok dengan sanggar itu tidak segera ter
lihat, karena ternaungi pepohonan yang memenuhi lembah. but.
nv Pojok Kanayakan, begitu sahabat-sahabat saya sering "° :
ya, adalah seperti dunia lain di malam hari. Ka:* letaknya yang
“mpal di sudut lembah yang hanya terdiri atas sekitar sepuluh
*umah. iik. . - berkumpul mencipta tari
, jika malam hari teman-teman sedang di satu-satunya
g berkur:P ke
3ll lagu sambil masak mi rebus, suara
- -
kami menja
- -

“ibutan be:
rirama
Tetapi di samping terbersit
kadang-kadang
-

suara jangkrik.
-
. . saya sikap
-

dalam hati
-

-
sok penting-

Wa rumah kontrakan dan daerah tersebut memang dikaruiniakan


-
292 Mencari Islam
oleh Allah swT untuk pematangan diri saya. Anggapan itu muncul
karena begitu masifnya lingkungan itu menyambut kecenderung:
kecenderungan saya. Pertama, lingkungan itu terpencil, hijau, be:
kesan kontemplatif, dan tentu saja, romantis. Kedua, di samping dan
di depan rumah menetap dua keluarga besar yang membiasakan diri
shalat shubuh, maghrib, dan isya' secara berjamaah. Bahkan, bapak dari
mungil yang letaknya hanya
salah satu keluarga itu membangun masjid
beberapa langkah dari depan balkon rumah...Anak-anak kecil dari k:
luarga-keluarga di sekitar rumah pun adalah anak-anak yang meng.
habiskan setiap maghribnya di tempat pengajian. Dan semua itu dileng.
kapi dengan permintaan ibu-ibu mereka kepada saya untuk mendidik
anak-anak perempuannya menari tarian berjilbab. .
Selama enam bulan saya hidup dengan cara yang ganjil, setidak.
nya untuk keluarga saya. Saya dapat hidup hanya dari hasil menulis
cerpen, ditambah tabungan saya selama masih menjadi penari tradisio.
nal, serta hasil mengajar tari privat sesekali yang tidak berani saya
tentukan tarifnya. Kadang naluri induk Ibu tersayang mendorongnya
mengirim uang sekadarnya. Tetapi, semua itu tanpa kepastian. .
: Kadang saya menemukan dompet dan keranjang roti kosong
hingga saya meniatkan puasa sunnat. Jika sahabat-sahabat saya yang
terlibat dalam eksperimen bersama datang, saya harus mengikhlaskan
semua persediaan untuk mereka, karena mereka pun berkantong se.
tipis saya. Tetapi, ada saja hati-hati pemurah yang mengantarkan
makanan dari sekeliling rumah, tepat ketika saya lapar dan ragu-ragu ha.
rus menempuh jalan Kanayakan yang sepi dan gelap selama seperempat
jam hanya untuk mencapai kios masi terdekat. Tiba-tiba piutang saya
kembali, dan seorang dermawan tak dikenal memungkinkan saya me
lanjutkan satu semester perkuliahan. Saya selalu tercukupi dengan
rejeki yang datang sebanding dengan pengeluaran yang dibutuhkan atau
harus diikhlaskan. Tetapi, rejeki itu amat sebanding. Pas.
Saya pun sakit-sakitan, dari mulai pusing biasa sampai dilarikan
ke rumah sakit dari kampus hanya beberapa jam sebelum keberangkak
an rekan-rekan saya dari GSSTF Unpad untuk pentas di Jakarta.
Tetapi, itu semua berkelindan dengan haru, karena tiba-tiba saja Pu:
menjadi obat. Penari-penari wanita menjadi bagian dari diri saya ke:
mereka menampakkan emosi purbanya. Kekentalan rasa senasib P:
terbangun lewat interaksi saling menghargai dan saling merawat- Sakit
pun, dengan demikian, menjadi keharusan supaya hikmah itu dapat
menyatakan dirinya. -
---nian dan
- Sampai, suatu hari di bulan Agustus, ketika teriakan ke:P*
kesakitan saya di mulut jalan jam sebelas malam sudah menj* men:
i di
jadi tawa bercampur air mata melihat belalang mabuk cahay* pagituk
- . . "

jendela, sebuah peristiwa ajakan yang biasa dari seorang :


-

:udi gerak tarikat di Tasikmalaya membawa saya E.


seorang mahasiswa yang pendiam dan selalu mengantong “

-
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka 29
3
istiwa demi peristiwa menggelindin - -

E:E
tabrak, dan saya menjenguk, lalu diajak bermalam di ter

nya. Lalu pukul tiga dini hari saya melihatnya sedang ber-wirid di : i
tepat ketika hendak ber-wudhu: lalu saya terpukau, lalu ia bE
Erumah saya di Bandung sambil tidak mau beranjak da:
pintu, lalu bertukar puisi, dan lalu, dua puluh lima hari setelah per
kenalan itu, tetap dengan tasbih dan tempat bersila di dekat daun pintu
melamar saya- - - 3

Dan saya? Siang itu adalah hari ketiga saya ber-tahajjud mohon
ditetapkan oleh Allah. Maka, lamarannya pun saya anggap sebagai
pilihan Allah untuk saya yang saya terima dengan kepasrahan yang
sulit dijabarkan. Itu adalah pencapaian sikap batin yang tidak pernah
saya sesaliitu.
ketetapan sampai kini. Saya pikir, dialah kado Allah untuk saya:
•. -

Kilas-Balik di Pojok Kanayakan


Sering, di malam hari, ketika sudut-sudut Kanayakan telah lelap,
saya masih bersimpuh di depan meja tulis, memandang jauh ke luar
jendela. Kegelapan memantulkan pandangan itu langsung ke balik dada
saya. Ke balik dan ke baliknya lagi. Di satu saat, saya jadi mengenal
"sesuatu” dalam diri saya yang lain daripada yang lain, yang ternyata
menjadi pusat kesadaran saya. Sesuatu itu membuat saya menangkap
keadaan di luar, atau lebih dekat lagi, ruangan dan barang-barang, atau
lebih dekat lagi, tubuh dan emosi-emosi saya, sebagai sesuatu yang
begitu berjarak. Di saat lain, keadaan itu menggambarkan kontras yang
nyata antara
hitam hutan kesadaran saya benda-benda
bambu, siluet dengan hal-hal lain ruangan:
dalam di luarnya:danBayang”
bahkan
badan saya, diam dan lengang. Sementara, di dalam sini riuh-rendah.
Tanda tanya bentur-membentur, lalu berhamburan bersama air.”:
Pada saat-saat seperti itu kesadaran saya sebagai subjek samP* pada
Puncaknya. - -

Kata seorang sahabat, saya tergolong orang yang e°P* menjemput


trauma. Mungkin itu ada benarnya. Kecenderungan saya untuk mulai
berpikir tentang strategi kebudayaan, mungkin sebetulnya hanya
bentuk lain dari ekspresi traumatik saya terhadap segala yang berbau
Tetapi saya kira saya masih termasuk orang Ya: tidak suka
politik.
:letakkan strategi politik dan strategi kebudayaan sebagai dua :
Eg bertentangan.
E gradual saya pikir keduanya lebi:P: E
saja. Suatu kegiatan politik praktis, jika ebaliknya
Suatu :ulang. dapat bermakna pembudayaan: Dan S 3

vertik
:Ya,budaya yang militan dapat berakibat politis.
dalam strategi politik, kecenderungan. Ya:
langsung dan
ang
al **ah suprastruktur, bagi saya, berkonotasi kepada gerak yang
294 Mencari Islam -
- u

meloncat-loncat menjebol eternit dengan tujuan menghancurka, .


seluruh atap sebuah rumah. Sisi positifnya, cepat dan fokus Sisi
negatifnya, tergesa-gesa dan tidak menyeluruh. Dan kebetulan,. Sa Sl
mengalami sendiri ketergesaan telah terjelma sebagai ketidaksempa ya
menghargai proses. Cara bermain, sebagai bagian dari proses mencapai
hasil, tidak sempat diberi otonomi untuk dinilai tersendiri. Maka, nilai
cara jadi sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia mampu mencapai
hasil. Dalam konteks inilah interaksi seperti pengendalian, Pemancing
an, penjebakan - dan yang paling ekstrem - pembunuhan, jadi sah
demi tercapainya tujuan. -

Dan lagi, politisi mana yang mau sibuk menerjemahkan keter.


menungan seorang anak manusia di tengah malam? Apa arti tangis, jika
dengan menangis loncatan-loncatan jadi tersendat? Dalam arena politik
tidak ada Miranda yang terbentuk dari kegelisahan eksistensiny:
Tidak ada Miranda yang subjektif dan unik. Yang ada Miranda, atau
Mira atau Meri, atau siapa saja, pokoknya yang sama-sama dapat jadi
sekrup ini atau kampak itu. Manusia hanya sekadar pengisi fungsi.
fungsi, bukan sesosok eksistensi yang mencari. Manusia hanya tinggal
segumpal daging yang bergerak dan dapat dihitung, dan bukannya satu
bentuk situasi internal yang mengandung ruh dan potensial menggapai
kesempurnaan. - : -
' - -

Jadi, saya kira trauma adalah istilah yang terlalu dramatis. Dalam
arena politik, saya melihat keganjilan-keganjilan moral yang dipandang
oleh ”sesuatu di balik dada ini” tidak pada tempatnya. Tepatnya bagai
mana, saya belum berhasil merumuskan jawaban yang tuntas. Dan
justru karena itu, adalah tidak sehat jika saya berkutat dalam bidang
yang saya sendiri masih kebingungan di dalamnya. Itu saja.
: Yang jelas, kesendirian sayalah yang baru terdefinisi. Dan itu
hanya punya arti dalam konteks kebudayaan. Bersamaan dengan ke
gemaran baru berakrab-akrab dengan jantera malam, saya pun teng°
iam dalam wirid-wirid panjang. Mungkin saja saya sedang mencam".
Sampai mabuk lagi. Tetapi, dalam kesakitan eksistensial semua 9:
butuh candu, dan saya berani menjamin bahwa candu yang sedang :
reguk ini adalah candu yang paling baik yang pernah ada. Ini :
dari produktivitas saya yang tiba-tiba melimpah-ruah. Ide-ide ceri
tidak pernah bertahan lebih dari dua malam untuk dibebaskan dalam
- - - -

ering
-

karya. Puisi berhamburan di setiap serpihan kertas. Saya


menemukan diri berputar-putar di depan kaca, dan esokny*P:i
te
siap

sep E
epotong tari barulagi,
jauh . bersamaan dengan
-
intensitas:: kan

99 Al-Asma’ Al-Husnâ', saya membiarkan proses i: i denga"


gelinjang. Secara berangsur, saya memahami Allah : 3.
menganalisis sifat-sifat-Nya dan dengan :
berjarak dengan-Nya, tetapi sebaliknya, saya men:
itu sebagai idealisasi absolut dari sifat-sifat saya, ya"8
E itu ubu"
-
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka 295
m saya tertarik masyuk dalam keberadaan-Nya. Al-Asma’ Al
:
Hu
sendiri bukan keberadaan-Nya, karena Dia te tap berhakikat tak
kan. Al-Asma’ Al-Husnā' adalah pengenal
| eri - - - - - an Sifat-sifat-Nya :
: bahasa kemanusiaan. Dan itu diturunkan agar Dia dapat :
kan panutan dalam pengembangan Potensi-potensi baik dalam diri
manusia. Sifat-sifat yang multi dan bahkan kontradimensi itu saya pikir
bukan diturunkan untuk "membingungkan” manusia, tetapi untuk
menunjukkan betapa bernuansanya manusia itu, dan nuansa-nuansa itu
baik selama difungsikan untuk mentauhidkan semesta. Hanya, keterang
an "maha” dalam setiap asma'itulah yang menunjukkan ketakterbatas
an-Nya yang unik, sehingga Dia memang tidak teperikan, tetapi tidak
membingungkan. Konsekuensi lanjutnya, yang saya jadikan persoalan
analitis tentunya bukan Dia, melainkan diri saya sendiri yang manu
siawi. Kemabukan saya pun memuncak ketika saya sendiri heran betapa
telah perfeksionisnya saya. Saya pun jadi paling sensitif dengan per
soalan-persoalan yang menyangkut integritas, baik integritas diri, orang
lain, maupun masyarakat. -

Sejak awal, saya memang telah berasumsi bahwa Islam tidak


pernah membunuh potensi kemanusiaan manusia, seperti suara, gerak,
dan bahkan nafsu, tetapi ia diarahkan agar tidak keluar dari fungsinya
sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka, saya
sering tidak habis pikir, mengapa diri saya dan begitu banyak orang
enggan untuk mengislamkan seluruh aspek kehidupan. Karena, biarpun
di satu sisi itu merupakan bunuh diri, tapi di sisi lain itu merupakan
proses kelahiran kembali. Saya sampai curiga, mungkin keengganan itu
hanya karena kemalasan saja. Karena, untuk bunuh diri yang diteruskan.
dengan kelahiran kembali, dibutuhkan usaha untuk ikhlas, sabar demi
kesabaran itu sendiri, kesungguhan, dan kreativitas yang tak ada henti
nya. Jadi, siap-siap lelah, siap-siap bertengkar setiap saat, baik dengan
kondisi objektif maupun diri sendiri. -

”Tetapi Tuhan, dari mana saya harus mulai?”


Pertanyaan itu ternyata kolokan dan memalukan, karena sebetul
nya
untukAllah swt telah
pembukaan Operamenjawabnya. Dalam
House di Kairo, misisaya
Mesir, kesenian Indonesia
dihadapkan oleh
realitas bahwa profesionalitas saya ternyata hanya berarti berperan
sebagai sekrup emas. Seorang penari Aceh dapat sekaligus menjadi
Penari Jaipongan, asal ia dibayar. Dan tingginya bayaran serta etika
P°gaulan yang berkembang telah berhasil memaksa saya Ju8* untuk
Eu menarikan semua tarian yang telah ditetapkan, betapaP: tarian
tarian itu sudah tidak selaras lagi dengan perkembangan karakter dan
Eahan saya. Maka, walaupun saya tampil dengan 8* midi, sepatu
: tinggi dan senyum yakin di siang hari, hampi: E
E memeluk bantai yang lembab. Integritas kemanusia: : tidak
E: dengan
“ bahwa sedemikian
ia telah sistematis
pecah-pecah sehingga
dalam objekny°
berbagai P°" : E
yang
:296 Mencari Islam . .
menghargakan dirinya tidak lebih dari sema°* komoditi nonmigas
atau alat diplomasi kebudayaan yang Padanya tak ada kesempatan sama
sekali untuk mengekspresikan diri secara Ju}". Kesenian, yang semula
berfungsi mulia sebagai cermin tempat masyarakat menilai dirinya
secara intim, telah dipasung menjadi sekadar salah satu Jenis topeng
kebudayaan. Saya ngeri membayangkan berjuta biaya yang dikeluarkan
sekadar untuk membohongi pengunjung Kairo OPera. House bahwa
:Indonesia adalah negara yang makmur, tenteram, cantik, dan sebagai.
nya dan seterusnya, dengan sejumlah penari yang terasing dari tariannya
sendiri tetapi digambarkan sebagai manusia-manusia yang berkuliatas
unggul. Dan saya adalah salah satu di antaranya. Jadi apa lagi? Saya
tidak pernah membenci para pejabat di situ karena mereka baik-baik.
Strukturlah yang membuat kebaikan-kebaikan itu seperti tak berarti.
Dan saya kira Allah SWT sudah menyuruh saya untuk meninggalkan
semua itu melalui kesadaran saya. Saya harus ”bunuh diri”, jika saya
berani. Dan keberanian itu akan timbul asal saya punya niat yang kuat
dan keyakinan dalam menjalaninya. -

: . . Ketika saya telah berjilbab dan tidur pada malam pertama di Pojok
Kanayakan, azan yang membangunkan kesadaran saya membuat saya
menyimpulkan bahwa jawaban Allah SWT telah semakin konkret.
Kini, seperti seorang sahabat, Dia hadir hangat dan menantang saya
untuk meneruskan ”bunuh diri” saya dengan kelahiran kembali. Fasili
stas sudah ada: sebuah ruang kontrakan, buku tabanas, tubuh yang
masih bertenaga, dan keoptimisan. Tantangan sudah lengkap, tinggal
menunggu waktu menggilirkannya. Keprihatinan adalah pijakan terbaik
, untuk mulai, diri sendiri adalah gerbang, dan masyarakat adalah arena.
Pagi itu saya awali dengan shalat shubuh dan mandi air segar. Lalu, saya
illaskan senyum perkenalan dan persahabatan dengan para tetangga.
Mari, kata hati saya, karena Islam berarti keintiman dengan Allah SWT.
Islam berarti mengenali keutuhan diri sendiri dan Islam berarti uluran
tangan dan kebersamaan. . . . . . . : , : ,
:; Dan dimulailah interaksi saat saya merasa paling tidak dimengerti
tetapi sekaligus paling sibuk oleh persoalan orang lain. Saya pun punya
semacam rasa keterlibatan yang intensitasnya sampai membuat saya
kebingungan sendiri. Tetangga dan tamu memang jadi begitu penting
bagi saya, karena merekalah diri saya dalam bentuk lain. Dari kemurah
an mereka saya dapat menegakkan tulang punggung saya, dan sebalik
nya, dari penerimaan saya mereka dapat menghikmati kedekat*
dengan sisi lain kehidupan yang, mungkin, ganjil. Kadang-kadang, s°Y°
tahu bahwa saya telah menyakiti kemapanan berpikir satu-dua or*
di antara mercka. Di saat lain, saya terpaksa sangat dingin karena *
ingin mengemukakan bahwa etika bergaul harus tetap ditegak".
Tetapi, dalam kesendirian saya, saya berkata kepada-Nya bahw* saya
sangat menyayangi mereka dan karena itulah saya berbuat demikian.
Kebahagiaan saya menggodokkan mi, membuatkan teh at* kopi,
Mir
anda Risang Ayu, "encoba Menghikmati Luka
-
297

menyediakan tembakau, roti dan kue -

munist
per gkiiwa
n sel
danamapem
meriki
ekaranhadden Dari :
ir. gan mereka Pun sa:
: jujur, hanya
dan : mengenali diri saya sendiri. ya dapat mengukur

: :mpat saya berusaha me


“ :°cara intim dan emosional, permintaan
ngembang: -

ara ibu di sekitar rumah untuk mendidik anak-anaknya : tarian


berjilbab pun menyadarkan saya bahwa melalui interaksi yang intim ini
jika salah satu aspeknya telah disistematisasi dai: bentuk kesinam:
bungan kerja dan P°8:m Program, akan mempunyai efek yang lebih
jauh dari sekadar mengisi waktu bermain anak-anak itu. Ketik:u pen
tas seni anak-anak antar-RT di Kanayakan merupakan penampilan anak
anak yang saya latih dan satu-satunya sajian tari yang berjilbab, dengan
suara murni dari anak-anak sendiri yang menyanyikan lagu racikan
teman-teman saya berisi doa untuk orangtua. Ketika itu teman-teman
saya dari UNPAD datang dengan kecapi, gitar, dog-dog (beduk kecil)
dan dongeng-dongeng yang mengasyikkan, yang membuat nyanyian
dan doa tidak berhenti sampai saat turun panggung, tetapi terus ber
kelanjutan sampai kami semua menuruni jalan berkelok Kanayakan
Bawah, dan mendongeng buat anak-anak itu di tikar Pojok Kanayakan.
Di tengah kehangatan tawa anak-anak dan teman-teman saya itu, saya
memahami itu semua sebagai suatu alternatif budaya yang Islami, yang
Allah SWT paparkan dan terjemahkan kepada saya.
Saya pribadi setuju dengan pendapat bahwa strategi budaya Islam
, di Indonesia merupakan pilihan yang disadari ketika proses sekularisasi
telah melemahkan aspirasi Islam dalam pergulatan politik. Saya melihat,
di Indonesia memang terdapat kombinasi yang unik antara akibat
sekularisasi dengan cara pemahaman Islam yang doktriner. Sekularisasi
itu ditandai dengan tereduksinya Islam hanya sebagai salah satu fakultas
kehidupan umat dalam lapangan pribadi, sedangkan pemahaman Islam
yang doktriner ditandai dengan dijauhinya pendekatan filosofis dan
sosio-legal dalam penerapan hukum Islam. Seorang mahasiswa pun,
misalnya, yang diasumsikan terbiasa berpikir abstrak, holistik dan
sistemik, jika sudah bicara soal agama, mendadak berubah menjadi
serba konkret, parsial, dan bahkan ironistik. Dalam satu pribadi, dapat
ditemukan kerajinan shalat dan kebiasaan menyontek sekaligus. Dalam
konteks masyarakat, masjid dibangun banyak-banyak dan megah
megah, sementara masih banyak orang yang krisis-iman karena terjepit
oleh masalah ekonomi. Lucunya, itu dianggap bukan persoalan utama,
kalau malah tak dianggap sesuatu yang bukan persoalan sama sekali.
Tidak semua kontradiksi adalah ironi, dan morallah yang menilai
nya. Tetapi, ironi sendiri pastilah suatu disintegritas, dan rekayasa
moralitaslah yang bertugas mengintegrasikannya kembali. Tentu saja
rekayasa ini sendiri merupakan bagian dari suatu strategi kebudayaan,
dan bukan strategi politik.
298 Mencari Islam ... . -

seorang sahabat pernah mendebat keputusan saya : jilbab.


Dikatakan bahwa apa pun alasannya. dengan sangat terpaksa, ia tetap
: . ia: :ya sebagai
- -

akan menganggap saya berjilbab.* upaya


yang naif Penyucian pri
karena telah me
badi, dan karenanya, saya adalah °: - Padahal, orang
nyangka bahwa seseorang mungkin suci secara :
yang bersikap suci sendirian itu pada hakikatnya at tidak suci
suci,
i:a ia masih terlibat dalam pola hub"8°. sosial yang tidak suci,
yang menyebabkan, amat mungkin ia suci sambil mengin : orang
iam walaupun ketika itu saya men: tetapi saya berusana me
:a: Eetulnya tidak marah kepa:"E kepada
orang-orang yang seatribut dengan,s:Y* Saya dapat mengerti bahwa
atribut semacam jilbab mudah diklaim sebagai penundukan diri ter
hadap kesempitari, dan bukannya sikap optimis untuk mendobrak
kesempitan itu sendiri. Dan atribut-atribut yang diturunkan dari hukum
Islam hanya dipandang dari satu sisi, yakni sebagai pembatasan (baca:
pembunuhan), bukannya sekaligus sebagai perumusan alternatif baru
(baca: pembebasan). Dari pembicaraan Y: amat menyakitkan tetapi
amat bermanfaat itu, saya jadi memberanikan diri berpikir-pikir menge
nai strategi kebudayaan Islam.
Pertama-tama, yang menjadi pertanyaan, saya adalah bagaimana
cara menetralisasi eksklusivitas Islam sebagai sebuah agama, tanpa perlu
berkompromi terlalu jauh dengan. sistem nilai lain yang diragukan sifat
Islamnya. Secara individual, Islam memang harus tampak indah karena
mampu mengintimkan manusia dengan Tuhannya. Saya dan sahabat
sahabat saya sering mengistilahkan sebagai kemabukan, karena per
sahabatan menjadi indah, pepohonan sepanjang jalan jadi gempita oleh
zikir, ada keengganan untuk bangun dari sujud syukur, dan ada keharu
an jika seorang miskin bahagia. Pada saat-saat seperti itu, semanga:
memang tampak telah menemukan baranya yang paling dalam, yakni
getaran hati sendiri.
- Tetapi, di mata semua orang pun Islam harus tampak indah dan
sensitif, sehingga - seperti kesenian Bali - dapat menarik orang ikut
menghikmati dan bersimpati. Sahabat wanita saya pernah berurai kata
secara serius mengenai kecantikan wanita, dan dari pengalaman P"
saya sepakat bahwa kecantikan itu sebenarnya sesuatu yang membuat
orang diam terpukau, dan bukannya gelisah ingin memeluk. Kecantikan
itu adalah karisma, dan karisma yang tertinggi adalah karisma religius.
Maka, jilbab misalnya, bukan sesuatu yang harus dikatakan bagus seca:
paksa karena memang Al-Quran mewajibkan pemakaiannya untuk
setiap Muslimah dewasa: Tetapi, cobalah simpuhkan seorang gadis belia,
HIitkan kain putih bernuansa kebiruan serapat mungkin hingga ha"*
tampak Iekuk bahu yang samar digantungi oleh lipatan-lipatan kain,

lalu taruh beberapa tangkai bunga mawar putih di antara jarinya y:


menyangga badan, beri tasbih biru tua Pada tangannya yang lain, lalu
Miranda Ri
a Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka 299
... dengan filter lensa romantik. -- - - -

ke:én,
d : misalnya, dengan kecantikannya :
olos dan rindu Ilahi. Kel
m
berbusana
yang fokus pada wajah
model

yang kel °mPok-kelompok teater bernapas


k
lam :aupun kelomp2 pemuda Islam yang terjun langsung mem
Isla:kan
alu kepercayaan
menjadi tumbal
diri pembangunan, merupakan
dan kreativitas : akat
kelompok:
sel
sehingga batasan
i ,penyiaran p-...terdial
sensitivitas Islam Islam
terhadap E:
pun terloncati G -

usi
Tetapi, karena disintegritas yang terjadi juga adalah disintegritas
ktur sosial masyarakat, wipaya personal maupun kelompok-kelom
ok un tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri-sendiri. Semua itu
Eis ada dalam suatu koordinasi egaliter, dan persatuan umat Islam
jadi amat penting karenanya. Khusus mengenai perbedaan aliran
fiqh ataupun gaya hidup, saya termasuk orang yang paling sebal dengan
ang mudah menuduh kelompok yang tidak sekecenderungan
Sebagai sesat atau kafir. Yang diperlukan sekarang adalah jaringan
ikasi yang bersifat saling mengembangkan, dan bukannya saling
muni
E mematikan. Saya pikir, kelompok-kelompok sempalan
atau
-

-
- -

mengacu kepada istilah Pak Jalaluddin Rakhmat - berperilaku


Edah.
afl bisa jadi sedemikian ekstrem karena sistem ukhuwwah
- - - - -

p lemah membuat mereka tidak juga terdewasakan oleh hubungan


: yang buruk, merasa sendirian, dan karenanya, membuat
ãIl - -

erakan-gerakan agresif dan destruktif. Menindas mereka lalu


yang
menciptakan kebergantungan baru adalah sama tidak menyehatkannya
daripada gerakan mereka itu sendiri. Mereka adalah cermin. Puber
mereka adalah puber umat, puber integrasi umat Islam yang tidak juga
kunjung matang. Dan gerakan menyempal itu adalah seperti seorang
anak nakal yang minta perhatian ibunya. -

Kunci dari kerendah-hatian terhadap kebenaran yang datang dari


luar, saya kira, adalah kemampuan menghikmati perbedaan. Dan ke
biasaan ini timbul jika umat dikondisikan untuk berani berdialektika,
baik dalam forum-forum perdebatan mauPun dalam aksi-aksi yang
mempertanyakan keadaan- Umat harus berani berkontroversi secara
argumentatif dan terbuka dalam kata maupu: tindakannya. Saya pikir,
itulah kejujuran dalam arti luas yang harus dikembangkan untuk men
ciptakan sistem komunikasi yang baik. -

Di Pojok Kanayakan, saya punya kebiasaan meletakkan tasbih


ketika fajar menyingsing dan mendaki jalan berkelok Kanayakan Bawah
untuk membeli nasi kuning tepat saat matahari juga sedang kuning
kuningnya menyapa dari peraduan. Pada saat-saat seperti itu, saya selalu
merasa begitu beruntung, karena dapat kenyang dengan tiga ratus lima
puluh rupiah bersama keramahan alam. Semua itu mema"8 anugerah.
w: saya sering berpikir, seandainya orang lain juga hidup
saya. Memang, adalah dosa bagi orang-orang semacam saya
P

- - - * Mencoba Menenikmati Luka 299


Miranda Risang

tato dia dengan : lensa romantik. Ia akan menjadi


Eenyejukkan ibandingkan dengan fotEfoto : yang indah
- -

fo
d duren, misalnya, dengan kecantikannya "9 model berbusana

bang :elalu menjadi tumbai pembangunan,


yang bagi penyiaran
anusiaan. :E sensitivitas Islam Islam
p----rdial terhadap
E: m asalah al -

ke

E : °gritas yang terjadi juga adalah disintegritas


tur sosial masyarakat,
struktu: idak d
upaya personal mauPun kelompok-kelom
-- - -
k
-
-

: tadi pun : apat dibiarkan berjalan sendiri-sendiri. Semua itu


: arus ada dalam suatu koordinasi egaliter, dan persatuan umat Islam
p iadi amat E karenanya. Khusus mengenai perbedaan aliran
fiqh ataupun E up, E termasuk orang yang paling sebal dengan
un J
sikap yang mud : uh kelompok yang tidak sekecenderungan
:bagai sesa: atau kafir. Yang diperlukan sekarang adalah jaringan
komunikasi yang bersifat saling mengembangkan, dan bukannya saling
tuduh atau mematikan. Saya pikir, kelompok-kelompok sempalan
-

yang - mengacu kepada istilah, Pak Jalaluddin Rakhmat - berperilaku


:uberakidah: bisa jadi sedemikian ekstrem karena sistem ukhuwwah
ang lemah membuat mereka tidak juga terdewasakan oleh hubungan
imformasi yang buruk, merasa sendirian, dan karenanya, membuat
erakan-gerakan yang agresif dan destruktif. Menindas mereka lalu
Eenciptakan kebergantungan baru adalah sama tidak menyehatkannya
daripada gerakan mereka itu sendiri. Mereka adalah cermin. Puber
mereka adalah puber umat, puber integrasi umat Islam yang tidak juga
kunjung matang. Pan gerakan menyempal itu adalah seperti seorang
anak nakal yang minta perhatian ibunya: -

Kunci dari kerendah-hatian terhadap kebenaran yang datang dari


luar, saya kira, adalah kemampuan menghikmati perbedaan. Dan ke
biasaan ini timbul jika umat dikondisikan untuk berani berdialektika,
baik dalam forum-forum perdebatan maupun dalam aksi-aksi yang
mempertanyakan keadaan. Umat harus berani berkontroversi secara
argumentatif dan terbuka dalam kata maupun tindakannya. Saya Pikir,
itulah kejujuran dalam arti luas yang harus dikembangkan untuk men
ciptakan sistem komunikasi yang baik. -

Di Pojok Kanayakan, saya punya kebiasaan meletakkan tasbih


ketika fajar menyingsing dan mendaki jalan berkelok Kanayakan Bawah
untuk membeli nasi kuning tepat saat matahari juga sedang kuning
kuningnya menyapa dari peraduan. Pada saat-saat seperti itu, saya selalu
Esa begitu beruntung, karena dapat kenyang dengan tiga ratus lima
rupiah bersama keramahan alam. Semua itu memang anugerah.
puluh
*: saya sering berpikir, seandainya orang Iain juga hidup
saya. Memang, adalah dosa bagi orang-orang semacam s°Y°
300 Mencari Islam

untuk tidak berjarak dari kenikmatan material dan memulai Pendakian


spiritual. Tetapi, apakah berdosa juga para buruh tani di desa Pucun
Wonosari sana, yang justru mengejar materi dan menomorduakan i:
keagamaan? Orang seperti saya, walaupun diputus kuliahnya, misalnya
telah punya cukup kemampuan untuk bekerja apa saja mencari pe:
ganjal perut. Tetapi mereka? Membaca belum tentu bisa, panen dua kali
setahun itu ajaib, makan tiga kali sehari dengan masi, seperti Yan
mereka alami ketika berpesantren kilat di Masjid Al-Munaww
arah,
sudah merupakan suatu kemewahan. Orang seperti saya sudah melewati
kelimpahan harta, sedangkan mereka sebaliknya. Saya berasal dari
lapisan ekonomi menengah ke atas, sedangkan mereka merupakan
bagian dari lapisan terbawah yang tersuruk-suruk hanya untuk sekadar
menyambung napas. Dalam konteks ini, saya yakin bahwa korelasi
antara dosa dengan kedudukan, sosial adalah penting. Korelasi abstrak
inilah yang harus dijadikan patokan, dan bukannya bentuk luar dari
pekerjaan yang dilakukan.
Sebenarnya, pertama-tama saya ingin menegaskan bahwa di mana
pun materi itu penting, selama itu masih berhubungan dengan manusia
yang bernapas. Materi itu sendiri, pada dirinya sendiri adalah suci
begitu sucinya sampai ia tidak punya kehendak sama sekali. Yang be:
bahaya sesungguhnya bukan materi itu sendiri, tetapi makna yan
dikenakan dan membentuk wujud materi itu. Makna itu sendiri diberi.
kan oleh manusia, dan manusia jugalah yang mengolah bentuk materi
itu sedekat mungkin dengan makna yang ingin dikenakan. Jadi, yang
harus ditakuti adalah kecerobohan manusia dalam memaknai tersebut.
Berkaitan dengan itu, saya ingin menerangkan bahwa penyelesai.
an persoala n-persoalan umat Islam pun tidak terlepas dari pemenuhan
kebutuhan material. Yang jadi masalah bukanlah eksistensi materi itu
sendiri, tetapi bagaimana materi itu dieksiskan kembali oleh pemaknaan
manusia. Dalam bahasa yang lebih praktis, bagaimana materi itu di
kelola dan difungsikan agar menjauhkan umat dari kekufuran dan
bukan sebaliknya. Untuk itu, yang perlu dipertanyakan secara kritis
tentu saja adalah struktur ekonomi dan berbagai proses yang terjadi di
dalamnya. Jika tidak Islami, maka strukturnya yang harus dibongkar,
dan bukannya materinya yang harus ditolak. -

Mengelola materi memang gampang-gampang susah. Jika kekurang


an dapat mengakibatkan kekufuran, tetapi jika kelebihan sama :
Batasan cukup pun amat relatif. Tetapi bagaimanapun, saya P"
standar-standar ekonomi kuantitatif yang telah terumuskan dan “:
dirumuskan untuk mengurangi kesenjangan sosial adalah baik, :
itu tidak dijadikan legitimasi bagi pihak-pihak yang diuntungka" :
tetap ongkang-ongkang kaki. Dalam konteks ini, paradigma pa:
ekonomi yang kritis terhadap kemapanan semacam itu tet°P E
untuk dijadikan referensi. Hanya, paradigma itu sebaiknya
sebagai salah satu pisau analisis saja, dan bukan sebagai
:
Suatu
P
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati iwa 301 -

Yang perlu digarisbawahi sehubungan dengan basis mat


- - - - - -
-

betulnya adalah kemandiriannya. Kemandirian ini dapat ::


uan untuk menghidupi diri sendiri, tetapi juga dapat berarti -
ma mp
secara lebih realistis : sebagai kemandirian dari kebergantungan kepada
- - ." - -

pihak lain yang tidak sejalan. Atau tegasnya, tidak sepaham dengan
semangat amisas i. .
ngIsl
'. . .
kin, penjabaran di atas terlalu abstrak dan luas. Tetapi saya
-

Mu
sendiri kaget ketika pemahaman saya itu menggiring saya kepada ke
kaguman terhadap para zahid. Orang boleh bicara macam-macam
tentang struktur ekonomi yang eksploitatif dan sebagainya dan seterus
nya. Tetapi jalan untuk secara konsisten menolak struktur semacam itu
y k hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan sikap, yang saya kira
ida - -

sikap itu hanya satu, yakni hidup zuhd atau menjadi zahid.
ti - - - -

Zuhud menyitir Pak Muhammad Zuhri, adalah berada pada titik


genting. Dalam menyikapi kebutuhan biologis yang materiaal, zuhud
berarti memenuhi kebutuhan tetapi menghindari kepuasan. Telah me
nimba ilmu secara sungguh-sungguh tetapi takut merasa tahu. Jika saya
sedang membayangkan seorang zahid berjalan, ia tentu tidak me
ngawang ataupun jalan di tempat dengan kaki semakin dalam terjeru
mus ke tanah. Tetapi, ia berjalan pada tanah sekaligus meninggalkan
nya. Jejaknya diketahui tetapi tidak dikenal oleh orang lain dan dilupa
kan oleh dirinya sendiri. Ia sendiri berjalan maju lurus hanya kepada
Sang Kekasih. Ia dapat terbang jika ia mau, tetapi ia menahan diri.
Kalau boleh saya rumuskan, titik genting itu adalah titik kontradiksi .
yang bukan titik ironi. Seorang zahid sangat mungkin kontroversial,
tetapi pu nya a, egrita s ngi tinggi.
Saya kirint kontraya
diks bahkan seringkali diperlukan untuk me
lanmiroart
Daka
lenyap ni.i tertentu, kebohongan ternyata adalah keharusan. Dari
kedekatan emosional saya dengan para sahabat yang memiliki berbagai
karakter dan pandangan, pemahaman saya terhadap sejarah subjektif
mereka masing-masing membuat saya selalu merasa bersalah jika saya
lalu mengambil sikap tidak membenarkan mereka. Jika pun itu telanjur
saya lakukan, saya akan langsung disergap oleh pusing setengah kepala.
Bagaimanapun, jika saya menilai tidak dari hasil yang dikerjakan tetapi
dari alasan pekerjaan itu dilakukan, yang timbul adalah rasa iba dan
*ukannya rasa menyalahkan, karena selama alasan itu logis, ia mengan
"ung kebenaran. Dan lagi, bagaimana mungkin saya menghardik sesuatu
"g asalnya adalah Allah SWT juga? Dari cara pandang ini, bagaimana
P"n buruknya sesuatu hal, ia pada hakikatnya adalah tidak buruk,
karena ia berasal dari Kebaikan, dan ia dihadirkan dengan maksud Allah
SWT yang Pasti baik. Maka, jika pun saya sedang menghardik sesuatu,
sedang berbohong, karena itu adalah pendekatan
* sering merasa
“gatif alii kny
Sebdar ta. pengalaman hidup saya pun mengajarkan agar saya
cina, - -
302 Mencari Islarn
tidak mudah larut dan pandai-Pan* : E. : segala
terliatu.
sesu Ini ,mem
hat baik amat
t saya
buamung seri
kin sebe tulnya tidak bai: ib::i. be E
ng E ul atau
-

tidaknya saya juga tidak tahu. Jadi, jika saya membenarkan atau me.
mahami sesuatu, itu sebetulnya juga kebohongan saja, karena pada

tahu apa-apa- : ..

“:n
: -

sakit setengah kepala lagi :yata ada


.
lah m:a
-

Al-Quran Hanya dengan ditebu : sedikit


lonc atanitulogi
seperti tidakak lagi da iman
kepameru pakanterh puan,k
peniadap “P: alik :nya, kebijak
sahaan. Kontradik: pun dapat dipisahkan,: ,“: dari ironi.
Efek praktisnya, saya beriman kepada Al-Quran baik dalam arti
tertulis, dalam arti yang tersirat pada kalbu manusia, maupun dalam
arti ayat-ayat alam. Tetapi saya tetap tidak berani gegabah menghardik
siapa pun atau sesuatu pun. Saya tetap beracuan kepada ketidaktahuan -

saya tentang mana yang betul dan mana yang salah. Saya yakin bahwa
saya sebetulnya tidak dapat memastikan mana yang benar dan mana
yang kafir. Karena itu, saya selalu ingin memulai segala sesuatu dengan
jalan damai, dengan disertai oleh penghargaan terhadap sikap maupun
karya orang lain. Saya yakin, di luar saya pun Penuh kebaikan dan
kebenaran. : - - '.

Tetapi, bersikap terbuka seperti itu belum tentu identik dengan


meleburkan diri. Sering, saya justru harus memperlebar jarak dengan
seseorang atau beberapa orang karena justru dengan cara itulah hubung
an dapat terjalin secara lebih sehat. Dan itu selalu terjadi jika melalui
dialog yang intens, didapat kesimpulan sementara bahwa ada perbedaan
yang prinsip di antara saya dan dia atau mereka. Kedekatan, jadinya,
hanya akan berarti pembunuhan salah satu pihak secara tergesa-gesa.
Tetapi saya pun punya kemarahan. Di satu pihak saya memang
amat emosional. Tetapi di pihak lain, jika saya menangkap kesan bahwa
nilai-nilai Islam dan keimanan saya dipermainkan, saya sering membiar
kan kemarahan saya keluar. Memang, kemarahan adalah penyakit hati.
Tetapi itu adalah jenis kemarahan yang tidak diletakkan pada tempat
nya. Saya pikir, orang yang berjihad adalah orang-orang yang marah.
Tetapi itu bukan kemarahan yang buruk, karena itu adalah upaya ter
akhir untuk mempertahankan diri. Kemarahan itu adalah kemarahan
moral, dan itu selalu perlu ada. Yang sulit bagi saya memang adalah
memisahkan antara kemarahan yang hanya bersifat emosional subjektif,
dan kemarahan moral. Secara abstrak saya berkesimpulan bahwa ciri
khas kemarahan moral adalah adanya titik berhenti, atau bertimbang
secara intens, sesaat sebelum kemarahan itu diledakkan. Maka,
kemarahan moral tak pernah terjadi, tetapi sengaja dijadikan. Itu adalah
tameng bagi ang
kese wenang-wenangan dan cambuk bagi kebebalan. P°"
saya membay kan, bahwa orang-orang yang melakukan kemarahan
moral tentu menangis dalam hatinya, persis seperti ketika Ibu tersayang
Miranda Risang Ayu, Mencoba Menghikmati Luka
i Miranda kecil yang bandel. Ciri khas i
fn : adalah selalu marah : E :
memang
--- -
marah

se°Eirnya saya sering berpikir bahwa saya baru selesai berkelahi


: saya mati. soalnya, saya sadar bahwa cerpen, karya tari dan bahkan
jika aya sendiri, tidak pernah sempat mapan. Dulu saya sering merasa
diri :pai hingga tidak kuat lagi. Tetapi, kehadiran suami saya yang
: berperan sebagai pelabuhan, menegaskan bahwa mungkin begitu
sela : harus saya jalani: bergulat dalam badai, berlabuh, bergulat
lah 'Eiabuh. Terus. Sampai lunas saya lapuk dan habis riwayat saya.
lagi, sampai pernah berandai, betapa lucunya jika saya hidup mapan.
: sekaligus menakutkan, karena kemapanan bagi saya hampir
EkLebih
dengan kematian. -

jujur lagi, saya menganggap bahwa hidup itu memang penuh


-

jebakan dan menyakitkan. Sehingga, sebetulnya saya ingin terlibat


segala kerja yang menjunjung nilai-nilai ideal, tetapi sekaligus -

: di uarnya. Saya ingin banting-tulang dengan para sahabat untuk


bera mbangkan kebudayaan Islam, ingin menangis dan bahu-membahu
menge orang-orang tersisih di Wonosari, tetapi sekaligus berjarak dari
d: diam dan menilai. Sehingga, jika ada kesenangan atau ke
: ang merupakan konsekuensi logis dari kerja-kerja itu, saya
sedi 'Ein:
tidak : titik
karena aku tidak di situ. Aku sedang bersujud kepada
inilah saya yakin bahwa saya mampu menantang
E Eastian material demi kepastian Ilahiah. Pada titik inilah saya
: senang maupun susah. Saya hanya akan mengalami ke
E rasa karena dekat dengan Allah SWT; -

Tetapi, entah kapan saya dapat sampai pada titik itu. Saat ini,
- - - -

yang dapat saya lakukan hanyalah menghikmati luka.•


Medio 1990
INDEKS

1. INDEk8 NAMA ORANG, BUKU, MAJALAH, JURNAL, DAN TEMPAT


Abdul Qadir Juilani, Syaikh, 159 Bandung, 231
Abu Dzuur r.a., 281
Banten, 33, 34, 37, 158
Abu Yazid Al-Bustami, 170 Banyumas, 202
Albubakar Sirajuddin (Martin Lings), 89 Baswedan, A.R., 42
Aceh, 71; penari, 295 Batak, budaya, 85, 86
Adam, Nabi, 139 Berger, Peter, 267
Adam dan IIawa, l 69 Bidayah Al-Mujtahid, 87
Adler, Alfred, 247 Bilal, 152
Al-Afghani, Jainaluddin, 92 Blora, 58,59
Afkar Inquiry, 48, 76 Bogor, 7 l
Ahmad ibn Atha' Allah, Syaikh, 88 Bond, James, 34
Ahmad Khan, Sayyid, 92
Ahmad Syafii Maarif, 40 Carnegie, Dr. Dale, 247
'A'iyah Abdurrahman, 98
Cilacap, 191
Algar, liamid, 39 Cina, 34
Ali Albdurrazaq, 92
Alvin, 276
Amerika, 39, 75 Dago, kawasan, 291 -

Amerika Latin, 265 Dawam Rahardjo, M., 64


Ande rson, II.C., 84 Deschooling Society, 250
Arabia, majalah, 76 Detektif & Romantika, 83
Ariatoteles, 1 37, 25 | Djohan Effendi, 64, 253, 254, 256
:naliedi Mahzar, 147 Dullah Hasan, 192
l " Art of Loviri l 20 (catat kaki c Durban, Irawati, 276
Atari, id:" (catatan kaki {c])
Asia, 265 Editor, majalah, 76
: Umat Islam Indonesia, 64 Einstein, Albert, 46, 182, 243
*Y'"ri, Abul Hasat, Ali, 86 Eliot, T.S., 1 18 -

-
Endang Saefuddin Anshori, 282
Bali, semi budaya, 278, 279, 298 Erikson, 267
: 305
:
+.
-

:
3 06 Mencari Islarr:
Isa Nuruddin (Fritjof : :'sus,88
Islantic Methodology in Histo , 39
; Ali,69.72: Islamochristiana, 99 *y, 40
E* 83 Ismail, Haji, 192
-

: :43, 92, 1187. -

179, 180 Ismet Natsir, 258


p
“Izhah Al-Nasyi'in, 82
Filipina: 265 Izutsu, Toshihiko, 92
118, 250,182
dre Gunder, 251, 257, 258
Jakarta, 33,65, 160
Jalaluddin Rakhmat, 72, 299
James, William, 245(c)
jampes, pesantren, 192
Janawi, 59
Jawa, 86; adat, 111; bahasa,
orang, 59; tradisi, 62 84; etnis, 191,J
Jawa Barat, 38
Jawa Tengah, 290
Jawa Timur, 109; kel -

Jawaid Quamar: :“er-iin


Gontor, 79, 83,87-89. 229-232 Jawa-Yogya, tari, 276, 277
Gunung Kidul, 290 Jepang, 80,279.285
Jimly Asshiddiqie, 254
" Jombang, 110, 125
Jones, Tom, 34
jose, F. sionil,286
jung, Carl Gustav, 267
Jurniyah, 197
Hamka, Buya, 39, 88
rami, 120(c) -
Kaleran, puri, 277
Harmonis, 88 -
Kanayakan, perumahan dosen, 291.293
Harun Nasution, 73, 173, 175, 251, 254, 296, 299 ,

261 -
Kant, Immanuel, 169
Hasbullah Bakri, 173 Kebumen, 192 -

Hegel, 169 - -
Kho Ping Hoo, 84
heisenberg, teori ketidakpastian, 248. Kiblat, 83 -

Hidayat Nataatmadja. 137 Koentjaraningrat, 266


Al-Hikam, 88 Kohlberg, L., 267
Himmah, majalah mahasiswa, 38 Korea Selatan, 265
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
Krishnamurti, 248, 249
82 Krisna, 282
How to Win Friends and Influence People, Kristus, 169, 171-172
247
Hume, David, 180 Lamongan, 126
Humperdinck, Engelbert, 34 Lampung, 53, 37
Husserl, 267 Lao Tze, ajaran-ajaran, 280
Ibn “Arabi, 170
Ebis, Abdul Hakim, 80, 81,90,*
Ibn Rusyd, 87, 145 - Maccoby, Michael, 267
Ibn Sina, 137, 182
Ibn Taimiyah, 170 Madiun,
Magelang,88pesantren moder” di, 63
Illidh, Ivan, 250 Mahmud Syaitut, 92 -

Imam Muchtaram, 192


India, 248, 249, 250 -
Majalah Al-Azhar, 99
Makkah, 142 .
in: 38; bahasa, 84; Islamisasi, 227;
Malik, Imam, 87
misi kesenian, 279, 295 ; strategi budaya
di, 297 -

Maliki,
Mandera,mazhab, 87
Anak Agung Gde, 277
The Phdonesia Times, 88
Inkeles, Alex, 251 Mansour Fakih, 259. 251, 254 !--"

Iqbal, 145, 239 Manzoor, S. Parve*. 48, 76 -"


th, 39 Pati, 63, 290
Ma:34 : Santo, 169
:6,266.267
nd Hurrian Individual, 266
eale, Dr. Norman Vincent
Pedagogy of the oppressed: :
:9.: Pelajaran Agama Islam (buku), 89
Pergolakan Pemikiran
Persia, peradaban, 93 Islam 76 253
:.i, kiai Ahmad, 184, 186, 187
M. uki, H., 60
• -.

Piaget, Jean, 267


: Abraham, 267 Pikiran Rakyat, koran, 285
Eudu:
orn, 24539, 137
Plato, 137, 169, 182
:Gella: David C., 259 Ponty, Marleau, 267
: Karl R-, 260
**a. htinaa. 40
embuka Pintu Ijtihad, Prcsley, Elvis,
e Power 54
of Positive Thinking, 247
: Opera
- -

House di Kairo, 295, 296;


Prisma, 88
nulia, 42
Rabi'ah Al-Adawiyyah, 88
: ti: Rabithah, jurnal terbitan, 99
Eda, 27:
Mohammad Kumari, l 803 Rasjidi, Prof. H.M., 178, 258
Razi, 98
o. 110
: :w. Nabi, 36,48, 54, 98, 118.
-

Rembang, pesantren, 63
Revolusi di Nusa Damai. 277
139, 176, 182.209, 216, 237,253, 256 Rogers, Carl, 267
uh, 92, 137
Khuli, 92,93 Rumi, Jalaluddin, 222, 223

Sadali, Mohammad, 288


Muhammad Jamil Jambek, Syaikh, 82 Said, Edward, 44
samson, Antonio, 286
Muhammad Nur, 109 sancho, Fernando. 34 -

Sangkuriang, pertemua: di kawasan, 283


NEmmad Zuhri, 39:
Muhibbah, majalah mahasiswa, 38
Sardar, Ziauddin, 76, 137, 143
Mulla Sadra, 75 Sayyid Quthb, 39
Munawwar Ahmad Anees, 76 schaft, Adam, 266
Muslim Al-Mu'asir, 99 schuon, Fritjof, 39
The Muslim World, 99 Schwally, 104
Musthafa Ghulayani, Syaikh, 82 Selecta, 83
Muthahhari, Murtadha, 137 sidi Gazalba, 173
siti khasanah, 191, 192
Nashr, Sayyid Hussein,-74, 187 Siti Romlah, 192
Situbondo, Muktamar NU 1984, 230
Nero, Franco, 34
Social Character in a Mexican Village, 267
Noldeke, 104
Nugraha Sudiredja, 279 The Sociology of Sec* larization, 255
Nura, Anak Agung, 277 Socrates, 137, 169
holi 59 soekarno, Presiden RI I, 226
E Madjid, 40, 64, 67, 78, 187, Sotjawaruni Kumala, 273
253, 254 sri, Dewi, 59, 158
Sri Wartini, 59
o'Donnel, sistem politik, 225 studia Islamica, 99
Orientalism. 44 suara Aisyiyah, 83
Otsman, Fathi, 76 Suarai Muhammadiyah, 83
Otto, Rudolf, 247 Sukabumi, 221
Sulam Munajat, 197
Pabelan, pesantren, 63,64 sulam Taufiq, 197
Palar, Adrian, 273 Supinah, 197
Palembang, 33 Syafi'i, fiqih, 87; mazhab Imam, 135
Palestina, 283 syari’ati, Ali, 137, 81
Panggabean, Tambi Gelar Marudin, 89 Tafsir Kontekstual: Sebuah Kerangka Kon
Panjirnas, 88
Paret, 104 septual. 93
Parmenedes, 169 .
308 Mencari Islam

Tantri, K'tut, 277 Vula, Manuel, 286


Tao, 280
Taqrib, 197 Wahib, Ahmad, 76, 253, 254 256
Tasikmalaya, 292 Wawasan Islam, 282 -

Taufik Adnan Amal, 91-93, 99, 101, 104 Wittgenstein, Ludwig, 260
Tebuireng, pesantren, 59 Wonosari, 291, 299, 803
Teik Jan, 59
Tempo, 88 Xenia, 276
Thabathaba'i, 98
To Thi Anh, 280 Yogyakarta, 36, 37, 64,
Tokoh-Tokoh Munafik, 286 militer, 215 110; tah
Tuhan dan Ilmu Pengetahuan Modern, 245 Yunani, filsafat, 251
Yurtika, 222
Ubud, kawasan, 277
Ujung Pandang, mahasiswa, 287 Yusuf Islam (Cat Stevens), 39
“Umar, Khalifah, 151
Uni Sovyet, 75 Zamakhsyari, 98
Utomo Dananjaya, 251 Zarkasyi, K.H. Imam, 86, 88
2. INDeks IsTILAH, DAN LAIN-LAIN
abangan, 58, 61, 63, 64 The Beatles, 34
absurd, 288; hidup tidak, 274 The Bee Gees, 34
ADI (Asean Development Institute), 121 Belanda, zaman penjajahan, 193
Advent, Kristen, 167 Bible, 166, 168
Adventist English Coversation School, 167 bid'ah, 198, 224, 235
desa Peliatan, puri, 277 Budha, agama, 166, 168, 175
burhani, 142
Ahl Al-Kitab, 93
Ahl Al-sunnah wa Al-Jama 'ah, 228, 243
Carik, 109
AIDS, 53
CCR (Credence Clearwater Revival), 34
Aisyiyah, 82,89 charity, 210
al-akhirah, konsep, 264
'Aliyyah, madrasah, 160 Ciputat school of thought, 73
class suicide, 268
andragogy, 250 conscientizing, 251; - research, 258, 260,
angon, 110 261, 269
Anshar, Gerakan Pemuda, 222
al-‘agi al-qudsiy, 144 dangdut, 283
Arab, 34; bahasa, 32, 112, 279; belajar
bahasa, 202, 204: etika, 37; sejarah ma dan yang desa, 62
dehumanisasi, proses, 209
syarakat, 179 dhaif, 46
asbab al-nuzul, 140, 179
diniyyah, 244
ashabiyyah, 235 dirasah Islamiyyah, 223
Al-Asma’ Al-Husna, 294, 295 disko, pesta, 36
Asy'ari, 252, 253 DPR, demontrasi ke, 287
Asy'ariah, 252; tauhid, 135 dzikr syirk, 291
ateis, 39
ateisme, 32, 255 economic bias, 210
Aufklarung, zaman, 252 efisiensi, prinsip, 147
ayat ahkam, tafsir, 93 ekonomi, strategi pembangunan, 225
Al-Azhar, Universitas, 88; sekolah Islam,
eksistensialisme, 170
l 14
elitisme, 231
emansipasi wanita, diskusi tentang, 285
bandongan, 202 Expo 1985 Tsukuba, 279
Barat, semangat, 34
barzanji, 33
basic training, 204 fiduciary, 99
filsafat Timur, 170
Basmalah, 119, 120 fiqh, 44, 174; perbedaan aliran, 299
bayt al-amal, 153
309
810 Mencari Islam
Kristen, 167; redifinisi, 210; - b
:l 19
Mahasiswa
-

Ciputat), 70,
-
pandangan-dunia, 214; - : *gai
222; - sempalan, 217; 4trat !, 221,
74, 127, 129 - budayaan, 184, 298; strategi E ke.
thinker, 254 235; - dan ideologi, 162 *angan
#: 140, 141, 206; teologi, 207
-

Islamic Studies, 127, 128


Islamic world-view, 181
Galungan, 278
elek, 36 Islamisasi, 149, 158; - ilmu, 181, ...,
: pembaruan”, 64
-

76 ' - sains,
israqiyyah, aliran, 145 -

gereja, 274, 275 : .. istiqanah, 232


Gestapu, 195; peristiwa, 194(c)
ITB, 137; Gamais (Kel
al-ghayb, 45, 51
Golkar, 63, 224
Islam), 140, 141; : Mahasiswa
grass-root, 256 276; Salman, 282 senirup.
GSSTF (Gelanggang Seni Sastra, Teater dan
riim) UNPAD, 283, 292 jaipongan, 295 -

Gusti Allah, 62 Jamiat Khair, 133, 160


Al-Jami'ah, kelompok diskusi,
#: , ....." 91 92, 99
hablumninallah, 232
hablum minannas, 119, 120, 282 jilbab, 125, 289, 290, 292, 296. 29s...
Hadis Nabi, 40, 174, 179 ber-, 297 ****,
haram, 126 jumeneng, 58, 59(c) , -

Hellenisme, 98 -
Juz ‘Amma, 61 .
hijab, 290 -

hikmah, 116, 139, 143, 144 Ka'bah, 47, 63


Hindu, 168, 278; pendeta, 277 kaderisasi, 211
Hisbullah, laskar, 193 kalam, ilmu, 94
historical Islam, 73 -

kalimah syahadah, 88, 166 .


HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), 57, 64, Kataketik, Pusat, 92, 99
68, 69, 72, 127, 128; KOHATI-, 129; Katolik, 173; anak-anak mu
Kongres - ke-42,-71; Konperensi 1987, 280; teologi, 265
*.*ikua
70; NDP, 66, 67 - - -

Kelompok Sepuluh, 285


hostile mentality, 44 -

Kelompok Studi Agama Pro -

HP2M, 57(c), 69, 70, 74 khalifatullah, 237 klamasi, 254


Al-Huda, Madrasah, 60 Khaliq, 120 - -

humanisasi, proses, 209 khatam, 35


humanisme Islam, 252 Khawarij, 143, 217
khilafiyyah, 86, 87
IAIN, 60, 72, 91, 160, 174, 184; - Sunan kitab kuning, 159, 161, 192, 197, 198,223
Kalijaga, 90; - Syarif Hidayatullah, 65, klertengan, 86 - -

66, 111, 112, 117, 173 kluthuk, kereta api, 58


ibadah, 239 - KNPI, 127
Ibtida’iyyah, 113, 114, 164 . konglomerat, 284
ideologi alternatif, 211 konsumerisme, 147
Ignatius College, 99 korporatisme, 226, 227
ijtihad, 145, 208, 209 -
Kristen, 43, 44, 112, 165-167, 2.32; pen
Ikapma (Ikatan Pemuda Masjid Agung) deta, 173; - Protestan, 274, 276, 279,
Bandung, 233 280, 284 -

Al-Ikhwan Al-Muslimun, 32 Kristologi, 167, 168, 171-174


iluminasionisme, aliran, 145 kritisisme, 45,46; - anak muda, 215;- atas
inferiority complex, 247 ortodoksi, 73
introvert, 247 Ksatria, kasta, 277
Injil Perjanjian Baru, 170 kudangan, 63
Institut Pendidikan Darussalam, Gontor, 89 kufr, 175 .
intelektualisme, 71, 231, 234 kumpul kebo, 36
intellectual exercise, 206 Kuningan, 278
Islam: etika, 34; makna, 138; mengindone
siakan, 207; mistisisme, 37; paradigma, La illaha illallah, 35
73; penyair, 288; perbandingan doktrin lamporan, 58, 62
Indeks 311

Keraton, 279; tari - gaya Peliatan, oral culture, 100


Orde Baru, 193, 221
pembangunan, 228 225-227,
-
2ss, proses
-

Orde Lama, 193, 221, 225


orientalis, 43,44,92
Swadaya Masyarakat), 69, orientalisme, 44;- birokratik, 225
OSIS, 282
is: Eo:18,25i
baga Studi Pembangunan), 258 ozon, menipisnya lapisan, 48

Pancasila, 229
paradigma Islam, 64
paradigma pembaruan, 72
Parmusi, 57
Parsonian, 259
participatory action research, 251
participatory training, 251, 257
Pastur, 173
- , ka "pembangunanisme", 225
isme, 252 P.
Pemilu, 57; - 1971, 59, 226; -1977, 224
almasakir u'4 al-fuqara', 47
Persis, 135, 136; madrasah, 160
mi, 82,226 pesantren, 201, 203, 204, 229, 290; - tari
E Anwar, madrasah, 160 kat, 59
Eionaris, 18: Pn (Pelajar Islam Indonesia), 128, 204, 205,
:tisisme, 17: 207.214 214
, Penerbit, 93,95 PKI, 59, 163; kudeta, 225 -

Eebudayaan,:7:".*
Aodernisasi, 159. 160, 259; - pedesaan, Platonis; tradisi Neo-, 252
PMII (Perkumpulan Mahasiswa Islam In
28 donesia), 127, 173
-:- 73,279; persoalan, 138 PNI, 222
monoteisme, 255 politik, masalah, 212
mufaisir, 95 Pondok Pesantren Gontor, 79
“Emadiyah, 57,58,79-82.8:
110, 126, 135, 160, 195-198, 200; Muk
-

PPP, 63, 226, 280; kegagalan - dalam Pe


milu, 229
amar - di Padang 1971, 83 -

pristine Islam, 73
MUI (Majelis Ulama Indonesia), 227
Al-Munawwarah, Masjid, 300 priyayi Jawa, 60
Protestan, 120(c)
Murji'ah, 143 PRRI, pemberontakan, 81
Mush-kaf Utsmani, 185 Psii (Pergerakan Serikat Islam Indonesia),
mustadh'afin, 212,216, 265 33
mutakallimin, 93
Mu'tazilah, 143, 174, 251-253, 255-263 psikonalisis, 267
muthraf. 265 -
puisi, 284
mysterium, 246 puri, 277, 278
P-4, penataran, 286
nalek, 161
Naqsyabandiyyah, tarikat, 39 qana'ah, 87
nasionalisme, 285, 286; intensitas, 276 qathr, 46
Nasrani, 118 -
qiyas, 137
Nasyi'atul Aisyiyah, 89 gunut, doa, 197
Natal, kartu, 125; malam, 275 Al-Quran: metode tafsir, 92, 104; mukjizat,
natural sciences, 49 86; penafsiran atas, 254; studi-, 184;
nguji, 34, 35, 60, 61, 112, 161, 195, 199 tafsir, 179, 182;- dan ilmu, 143
:nung (kenduri), 35
NKK/BKK, 286 Rahmanian, 40
NU (Nahdhatul Ulama), 57,58, 60, 68,87 rahmatan li al-'alamin, 121
:0, 114, 134, 35 (87, i36 ib7, 200. rasionalisasi, 255
221, 63,
"yantri, 224,84,
230.
gi,232:
is: Pemuda Anshar, 81 rasionalisme Islam, 252
Rasulullah, realitas sosiologis, 183
realitas pembangunan, 214
odhalan, 278
rekayasa moralitas, 297
rekayasa sosial, 47, 210, 216; bentuk, 21 1
312 Mencari Islam
tamril, 137
religious shock, 39 Taoisme, 281 -

: dan seni, 278, 279 taqtld, 139, 14:


revolusi informasi, 229 tasawuf, 44, 27, 88, 144, 179, 171
RI, revolusi kemerdekaan, 277 tauhid, konsep, 253
riya', 81 Tawalib Parabek, 81
Rolling Stones,84 tawhid, 120, 181, 185
tayuh, 58, :
Salman ITB, Masjid, 283 tazkiyyah, 138, 153;- al-naf.
santri, 61-64 ta'rif, 137 , 144
saren Kauh, puri, 277 tegah bumi, 58,59(e)
SDSB, 125 teologi: - alterratif, 213; ciri - ka,
sekeng, 199, 200, 204, 208 2:7; - korversional, 293 - : *,
sekolah an, 252, 165 * - Pes:
Sekolah Tinggi
TinggiTeologia,
Teologia92. 173
Duta Wacana, 99
Topeng Cirebon, tari, 279
Sekolah Tinggi Wiraswasta (sTw), 250, 256 tough minded, 245
260 tradisional, kebudayaan, 279
sekular, 67, 279; ilmu. 160, 164, 213; transmigrasi, 200
mentalitas,47;
sekularisasi, pola 147,
64, 67, pikir, 297;
!: 145
- dalam Trinitas, doktrin, 168
Tripitaka, 166
- Islam, 251 -

Tuparev, generasi, 72
sekularisme,47,213, 252, 254, 255 Turutan, 61, 195
Seminari, 112, 167 -

shalat: sunnah rawatib. 59; - tahajud, 32


UGM (Universitas Gadjah Mada)
shalawatan, 224 91, i io, 205; Pisipol, 90 " 34, 64,
Sifat Tuhan, 36 UI (Universitas Indonesia): Fakulta ke
sMA Ma'arif Bandung, 282 dokteran, 167; Jurusan Bastra -

sMA Taruna Bakti, 282 117 .

social sciences, 50
solidaritas, aksi, 287
v". gar- Islam Asy-Syafi'iyya),
sorogan, 197, 202 UII (Universitas Islam Indonesia), 38
sosialis, anak-anak muda, 72 ukhuwwah, 105, 140; sistem, 299
status quo, 97, 163, 218 - -

‘ulum Al-Qur'an, 93
STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara,
Universitas Tarumanegara, Pakuitas Ke
173, 258, 260, 267 -
dokteran, 167
strukturalisme, 170 Universitas Ibnu Khaldun, 71
sufi, 39, 282 Universitas Muhammadiyah, 205
suluk, 81, 89 Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 3%
Sunatullah, 49, 51, 117 UNPAD (Universitas Padjadjaran), 297;
Sunda, tari, 276, 277, 279 -

Fakultas Hukum, 286; Fakuitas Ilm:


Sunni, 143, 185, 244, 258; teologi, 217, Komunikasi, 233; GSSTF, 292
251 ushalliy, 58, 8l
Asy-Syafi'iyyah, Pesantren, 250, 252, 254 UU Perkawinan 1974, 226
258 . -

syahadah, 139, 140, 143, 208, 209 Wathaniyah Islamiyah, pesantren, 202
Syari'ah, 48, 136, 140, 142 wayang, 62
syirk, 175, 258 world-view, 181
Syi'ah, 143, 185
system of salvation, 48 Yahudi, 43
syuhada, 233 Yayasan Hatta, 92
tafsir, ilmu, 94 .
zahid, 301
tahlilan, 134, 197, 223
takhyir, 94 Zhahiriyyah, mazhab, 87
talfiq, 94
zuhd, sikap hidup, 301
Sudah merupakan suatu klise, bahwa kaum muda - selain
karena populasinya yang besar- mempunyai peran menen
tukan dalam nasib suatu bangsa. Pemuda adalah "harapan
masa depan", "penerus cita-cita bangsa". Tapi, lebih dari
pada itu, pemuda sebenarnya adalah sumber daya aktual
bagi masyarakatnya, bahkan pada masa sekarang. Berkat
karakteristik-karakteristik khasnya sebagai anggota masyara
kat yang penuh dinamika dan cita-cita, serta masih longgar
nya keterikatan kelompok ini pada establishment dan status
guo, kaum muda cenderung menjadi kekuatan pendukung
perubahan. Dilengkapi dengan tradisi berpikir intelektual dan
rasional, serta ruang yang seluas-luasnya untuk berkiprah,
kaum muda akan mampu memberikan kontribusi-kontribusi
penting kepada masyarakatnya. Untuk keperluan itu, suatu
suasana dialog antara kita dan mereka, dan sesama kaum
muda - demi saling pengertian dan saling asah - merupakan
suatu kemestian.
Buku ini memberikan akses kepada masyarakat bangsa
kita, khususnya masyarakat Muslimnya, untuk melakukan
dialog dengan kaum mudanya, dan sebaliknya. Lebih dari
itu, ia juga memberikan akses untuk dialog antara kaum mu
da sendiri, bahkan dialog kaum muda dengan dirinya sendiri.
Sepuluh anggota kaum muda Muslim kami undang untuk
menuliskan pengalaman, persepsi, dan cita-citanya - ten
tang Islam, tentang bangsanya, dan tentang kemanusiaan -
dalam bentuk otobiografi intelektual, secara terbuka dan tan
pa kekhawatiran menjadi kontroversial. Meskipun tak dapat
dibilang mewakili kaum muda Muslim Indonesia secara ke
seluruhan, ia mewakili paling sedikit suatu segmen tertentu -
yang boleh jadi berjumlah besar - dalam populasinya.
Buku ini diharapkan dapat menjadi kunci pembuka se
rangkaian panjang dialog yang produktif dan kreatif di antara
berbagai unsur masyarakat negeri ini di masa-masa men
datang.

&
PENER IT M
- -

Anda mungkin juga menyukai