Bagian 1
YAYA N B U N YA M I N
“Sesungguhnya jam’iyyah NU ini adalah jam’iyyah yang
memperjuangkan keadilan dan kemaslahatan, membangun kedamaian
dan kebajikan untuk seluruh umat. Maka jam’iyyah NU ini akan terasa
manis di mulut orang-orang yang baik, tetapi terasa menyumbat di
kerongkongan orang-orang yang jahat.
Setelah Nahdlatul Wathan tebentuk, KH. Wahab Chasbullah dan KH. Mas
Mansur mendirikan Taswirul Afkar (bertukar pikiran). Sebuah perkumpulan
yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, dan dakwah. KH. Ahmad Dahlan
(seorang pengasuh pondok Kebondalem, bukan sang pendiri Muhammadiyah),
dan R. Mangun (anggota perhimpunan Budi Utomo). Seperti juga namanya,
Taswirul Afkar lahir melalui diskusi-diskusi kecil diantara para pendiri
mengenai berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan yang timbul kala
itu.
Sejak didirikan pada tahun 1918 hingga tahun 1929, nama yang tertulis di
papan pengenal adalah Suryo Sumirat Afdeeling Taswirul Afkar. Ini
menunjukkan bahwa, secara organisatoris pada awal mula Taswirul Afkar tidak
berdiri sendiri, tapi merupakan bagian dari Suryo Sumirat sebuah perkumpulan
yang didirikan oleh anggota perhimpunan Budi Utomo yang ada di Surabaya.
Komite Hijaz
Sejak Ibnu Saud, Raja Najed yang beraliran Wahabi, menaklukkan Hijaz
(Mekkah dan Madinah) tahun 1924-1925, aliran Wahabi sangat dominan di
tanah Haram. Kelompok Islam lain dilarang mengajarkan mazhabnya, bahkan
tidak sedikit para ulama yang dibunuh.
Saat itu terjadi eksodus besar-besaran para ulama dari seluruh dunia yang
berkumpul di Haramain, mereka pindah atau pulang ke negara masing-masing,
termasuk para santri asal Indonesia.
Dengan alasan untuk menjaga kemurnian agama dari musyrik dan bid’ah,
berbagai tempat bersejarah, baik rumah Nabi Muhammad dan sahabat termasuk
makam Nabi hendak dibongkar. Dalam kondisi seperti itu umat Islam Indonesia
yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah merasa sangat perihatin kemudian
mengirimkan utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian
disebut dengan Komite Hijaz.
Deklarasi Komite Hijaz
Berdirinya NU
Berangkat dari Komite Hijaz dan berbagai organisasi yang bersifat embrional di atas,
maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan
lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi
dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi para
ulama pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).
Kala itu setidaknya ada dua usulan untuk nama organisasi ini. Kedua
nama ini secara prinsip sebenarnya sama namun memiliki implikasi
yang berbeda. KH Abdul Hamid dari Sedayu Gresik mengusulkan nama
Nuhudlul Ulama disertai penjelasan bahwa para ulama mulai bersiap-
siap akan bangkit melalui perwadahan formal tersebut. Pendapat ini
disambut oleh KH Mas Alwi bin Abdul Aziz dengan sebuah sanggahan.
Menurutnya, kebangkitan bukan lagi mulai atau akan bangkit.
Melainkan, kebangkitan itu sudah berlangsung sejak lama hanya saja
belum terorganisir secara rapi.
Melalui argumentasi itu, Kiai Mas Alwi mengajukan usul agar
jam’iyyah ulama itu diberi nama Nahdlatul Ulama (kebangkitan
ulama), yang pengertiannya lebih condong pada “gerakan serentak para
ulama dalam suatu pengarahan, atau, gerakan bersama-sama yang
terorganisasi”. Forum para kiai secara aklamasi menerima usulan
beliau.
NAHDLATUL WATHAN
1916
1916 (kebangkitan Tanah Air)
1918
1918 TASWIRUL AFKAR
Alur
Kelahira NAHDLATUT TUJJAR
1918
1918
n NU
Awal
Awal
1926
KOMITE HIJAZ
1926
31 Januari 1926
1926
1926 Nama Delegasi Jam’iyah
Nahdlatul Ulama
Pengurus Pertama NU
Makna Lambang NU
Pasal 4
Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Al- Qur'an, As-Sunnah, Al-Ijma', dan Al-
Qiyas.
Pasal 5
Nahdlatul Ulama beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah wal Jama'ah
dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan
Imam Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari
Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali); dan dalam bidang
tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-
Ghazali.
Pasal 6
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Nahdlatul Ulama
berasas kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan NU Didirikan
Terwujudnya kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian
harkat dan martabat manusia
Berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Aswaja untuk terwujudnya
tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat,
dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.
Pasal 8
LAZISNU, LAKPESDAM,
LWP NU - LBM NU - RMI
PROPINSI PWNU - LKNU - LKKNU - LTN
NU
LTM NU - LDNU – LBH
KABUPATEN PCNU NU – LPNU – LPPNU -
LP MAARIF, LESBUMI -
LPBI - LEMBAGA
FALAKIAH – LPT NU
KECAMATAN MWC NU
BANOM
PBNU
PWNU
PCNU
MWCNU
RANTING NU
Warga
NU
“Marilah anda semua dan segenap pengikut anda dari golongan
fakir miskin, para hartawan, rakyat jelata, dan orang-orang kuat
berbondong-bondong masuk Jam’iyyah yang diberi nama
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama ini. Masuklah dengan penuh
kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu, dan dengan ikatan jiwa
raga”.
(Mukaddimah Qanun Asasi NU)
LANJUT BAGIAN
2