Anda di halaman 1dari 25

Ke – NU – an

A. Sejarah Nahdlatul Ulama


Sesungguhnya pendorong berdirinya NU oleh para ulama dan kaum pesantren adalah semakin
meningkatnya kesadaran akan pentingnya kerjasama yang lebih teratur antara mereka didalam
memperjuangkan izzul islam wal mukminin dalam bingkai ahlusunah waljamaah. Dorongan kerjasama ini
dipicu oleh peristiwa “Konferensi Khilafah” yang diadakan oleh permeritah Saudi Arabia, sebab setelah
selesai perang dunia ke- 2 dan Kesultanan Turki diakui sebagai khilafah, islam jatuh karena revolusi yang
dipimpin oleh Kamal Atatruk. Rupanya pemerintah Saudi Arabia berambisi untuk memangku “Khilafah
Turki” tersebut. Maka dirancanglah Konferensi International Khilafah Islamiyah di Mekkah dan turut
mengundang pula perwakilan – perwakilan Negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Di Indinesia sudah
terbentuk sebuah Komite (panitia) untuk mengirim utusan kesana, termasuk KH. Wahab Hasbullah sebagai
perwakilan Ulama serta beberapa tokoh-tokoh lain yang mewakili organisasi besar Islam di Indonesia.
Dengan alasan yang kurang maton susunan anggota komite berubah, KH. Wahab Hasbullah tidak jadi
masuk menjadi anggota delegasi, karena tidak “mewakili organisasi” apapun, secara tidak langsung ini
sebuah penghinaan terhadap ulama pesantren yang sesungguhnya meiliki posisi yang berpengaruh besar
terhadap umat Islam di Indonesia.
Karena kemungkinan bergabung dengan delegasi umat Islam Indonesia sudah tertutup, maka para
Ulama berusaha dengan kekuatan sendiri untuk mengirim delegasi Ulama Ahlu sunnah wal jamaah
Indonesia menghadap Pemerintah Saudi Arabia. Untuk keperluan itu maka dibentuklah “Komite Hijaz”
sebuah panitia untuk memobilisasi kekuatan dan dukungan umat bagi terlaksananya kerja besar ini.
Segala kebutuhan dapat disapkan meskipun dalam keadaan pas-pasan. Delegasinya hanya KH. Wahab
Hasbullah sendiri, seorang penasehat dari Mesir yaitu Syekh Ghonaim (untuk memperbesar wibawa
delegasi), sekretarisnya diambilkan dari mahsantri Indonesia yang ada di Arab Saudi, yaitu
KH. Achmad Dachlan dari Nganjuk (untuk menhemat dana) ketika delegasi akan berangkat, berbisik
pikiran untuk “mempermanenkan” Komite Hijaz itu untuk menjadi organisasi yang tetap, yaitu Nahdlatul
Ulama.
Jamiyah Nahdlatul Ulama didirikan di Surabya pada tanggal 6 rojab 1344H bertepatan dengan 31
Januari 1926 M, dengan pendirinya anatar lain : KH. Hasyim As’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri
Samsuri, KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi Abdul Azizi dan lain–lain.
B. Arti Dan Lambang Nahdlatul Ulama
Lambang NU merupakan hasil istikharah Kiai Ridwan Abdullah. Ia adalah seorang kiai yang alim, tapi
memiliki kelebihan yang lain, yaitu terampil melukis. Ia hanya diberi waktu satu setengah bulan untuk
menyelesaikan tugasnya itu. Ternyata dengan waktu yang ditentukan itu, dia tak mampu membuatnya. Ia
tidak mendapatkan inspirasi yang sesuai dengan keyakinan hati.

1. Bola dunia adalah tempat manusia berasal dan tinggal. Hal ini
sesuai dengan surat Thaha ayat 55.
2. Tali atau tambang yang mengelilingi bola dunia. Ini artinya
adalah lambang ukhuwah, atau persaudaraan. Ini berdasarkan
ayat 103 dalam surat Ali Imran
3. Peta Indonesia terlihat. Meskipun NU menggunakan lambang bola dunia, tapi yang tampak di
permukaan adalah peta Indonesia. Ini melambangkan NU didirikan di Indonesia, berjuang di Indonesia
4. Dua simpul ikatan di bagian bawah melambangkan hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan
horizontal dengan sesama umat manusia
5. Untaian tampar tambang yang berjumlah 99 melambangkan nama-nama terpuji bagi Allah (Asmaul
Husna) yang berjumlah 99.
6. Lima bintang di atas bola dunia. Bintang yang berada di tengah berukuran besar dibanding empat yang
lainnya. Bintang paling besar itu melambangkan Rasulullah, sementara yang empat melambangkan
sahabatnya yang mendapat julukan Khulafaur Rasyidin yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
7. Empat bintang di bawah bola dunia melambangkan empat imam mazhab Ahlussunah wal Jamaah
yaitu Imam Maliki, Imam Syafi'i, Imam Hanafi, dan Imam Hanbali.
8. Jumlah bintang secara keseluruhan ada sembilan. Ini bermakna Wali Songo (sembilan ulama penyebar
Islam).
9. Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab melintang di tengah bumi untuk menunjukkan nama
organisasi tersebut, Nahdlatul Ulama, kebangkitan para ulama
C. Tujuan, Struktur dan Perangkat Nahdlatul Ulama
Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran islam menurut Faham Ahlu sunah wal jamaah dan
menganut salah satu madzhab empat, ditengah-tengah kehidupan masyarakat didalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (AD NU Bab IV pasal 5).
Struktur organisasi Nahdlatul Ulama adalah :
 Pengurus Besar, yang berkedudukan di daerah Ibu Kota Negara
 Pengurus Wilayah, yang berkedudukan setara di tingkat Provinsi
 Pengurus Cabang, yang berkedudukan setara di tingkat Kota/Kabupaten
 Pengurus Majlis Wakil Cabang, yang berkedudukan setara di tingkat Kecamatan
 Pengurus Ranting, yang berkedudukan setara di tingkat Desa atau Kelurahan.
 Pengurus Anak Ranting, yang berkedudukan setara di tingkat Dusun / Dukuh

Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama :


 Lembaga adalah perangkat departemenisasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
 Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama
menangani penanganan khusus.
 Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang befungsi membantu malaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu yang
beranggotakan perseorangan.
D. Posisi dan Fungsi Ulama dalam NU
Sebagaimana pada alinea 2 butir mukoddimah Khittoh NU di sebutkan: Nahdlatul Ulama sebagai
jam’iyah Diniyah adalah wadah bagi ulama dan pengiakut-pengikutnya yang didirikan pada 16 rojab 1344H
/ 31 Januari 1926 M, dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan
ajaran islam yang berhaluan Ahlusunnah Wal Jamaah dan menganut salah satu madzhab empat masing-
masing, yaitu Imam Abu Hanifah An Nu’man (Madzhab Hanafi), Imam Malik bin Anas (Madzhab Maliki),
Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’I (Madzhab Syafi’i), dan Imam Ahmad Bin Hmabal (Madzhab
Hambali), serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikutnya dalam melakukan kegiatan-
kegiatan yang bertujuan untuk kemaslakhatan masyarakat, kemajuan bangsa dan meninggikan harkat dan
martabat manusia.
E. Dasar – Dasar Faham Nahdlatul Ulama
 Sumber – sumber ajaran Islam yang diterapkan diambil dari :
1. Al – Qur’an
2. Al – Hadist
3. Al Ijma’
4. Al Qiyas
 Menggunakan Prinsip Ajaran :
a. Aqidah : Menerapkan ajaran aswaja sebagaimana dipelopori oleh Imam Abu Hasan
al Asy’ary dan Imam Abu Mansur al Maturidy;
b. Fiqh : Menganut pada salah satu 4 madzhab, yaitu Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki,
Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali
c. Tasawuf : Imam Junaid Al Bagdadi, Imam Ghozali dan lain – lain.

F. Amaliyah Nahdlatul Ulama


NU (Nahdlatul Ulama) memang ormas Islam yang terkenal dengan berbagai amalan yang sering
dilakukan secara berjamaah. Tradisi pewarisannya bisa dibilang cukup panjang yaitu dari generasi ke
gemerasi. Kadangkala banyak juga yang mempertanyakan keabsahan tradisi dan amaliyah NU ini. Berikut
setidaknya ringkas sembilan tradisi NU yang umum dilakukan dimasyarakat Nadhiyin :

1. Tahlilan, adalah salah satu cirikhas kaum NU. Bahkan banyak yang bilang untuk mengetahui seseorang
NU atau bukan, cukup dilihat dari apakah seseorang itu ikut kegiatan tahlilan apa tidak. Tahlilan
sendiri merupakan sebuah kegitan yang dilakukan oleh kalangan NU secara berjamaah, walaupun juga
bisa dilakukan sendirian. Tahlilan sendiri berisi pembacaan dzikir, tasbih, ayat Quran tahlil, tahmid dan
lain sebagainya. Biasanya acara ini diselenggarakan dalam berbagai momentum kalangan NU. Yang
paling banyak adalah ketika mendoakan seseorang yang sudah meninggal. Biasanya dilakukan pada
malam hari pertama sampai malam ke-40 berlanjut terus hari ke 100,1000 dan haul tiap tahunnya. Ada
juga yang dilakukan secara rutinan di masyarakat setiap malam jumat;

2. Ziarah kubur, mendatangi makam para auliya, ulama atau leluhur sembari membaca berbagai doa
disana. Dan jangan dimaknai kaum NU berdoa kepada kuburan. Tapi melalui para orang-orang shalih
yang telah meninggal, mereka merasa lebih dekat dengan yang Maha Kuasa dan mengingatkan mereka
bahwa kehidupan pada hakikatnya adalah fana dan tidak kekal. Khusus ziarah makam para wali sudah
menjadi tradisi dan bahkan sekarang sangat ramai sekali pengunjungnya. Biasanya ini dilakukan secara
rombongan. Ziarah ke makam para leluhur hampir tiap hari raya Idhul Fitri dan hari-hari tertentu yang
menjadi budaya mapan dikalangan warga NU;
3. Maulidur rosul, untuk menunjukan kecintaannya pada Nabi Muhammad SAW, paling tidak pada bulan
kelahiran Nabi yaitu bulan Robiul Awwal banyak sekali kegiatan bernuansa keagamaan dalam
berbagai bentuk. Ada Maulid Diba’, Barzanji, pengajian dan lain sebagainya dalam rangka merayakan
Maulid Nabi. Oleh kelompok-kelompok tertentu, kegiatan ini banyak dihujat karena dianggap tidak
memiliki dassar yang kukuh atau tidak pernah nabi laksankan semasa hidupnya;

4. Istigotsah, memiliki arti memohon pertolongan kepada Allah SWT. Oleh warga NU biasanya
dilaksanakan bersama-sama dalam satu majlis. PBNU juga pernah melaksanakan istighosah dalam
skala besar atau istilahnya istighosah kubro baik tingkat daerah maupun tingkat Nasional.

5. Talqin mayit, adalah tradisi amaliyah NU disaat ada saudaranya yang meninggal dunia.Talqin berasal
dari Bahasa Arab yang artinya memahamkan atau mengingatkan. Talqin biasnya dibacakan dalam
bahasa arab tapi sering juga dibacakan dalam Bahasa Jawa. Adapun tatacaranya orang yang menalqin
berposisis duduk dihadapan kepala mayit. Sedangkan para hadirin hendaknya berdiri, lalu salah
seorang yang biasanya menjadi pemua agama mulai membacakan talqin bagi si mayit;

6. Merujuk pada kitab kuning, dan ini tradisi amaliyah NU yang paling penting, selain pada Al-Quran dan
Hadits, warga NU selalu berpegangan pada ulama salaf baik melalui kyai maupun merujuk pada kitab
kuning yang dianggap standard oleh para Ulama NU. Kitab kuning ini biasanya ditulis dalam bahasa
arab dan biasanya berbentuk tulisan arab tanpa harakat (gundul). Ini tidak lain karena tradisi para
intelektual NU yang selalu berpegangan pada sanad yang jelas serta kehati-hatian yang tinggi. Semua
itu supaya pemahaman agamanya tidak melenceng dari apa yang telah digariskan oleh para salafus
shalih yang sanadnya jelas tersambung hingga Nabi Muhammad SAW.
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

A. Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah


Kalimat ahlusunnah wal jamaah berasal adari bahasa Arab yang terdiri dari 3 kata yaitu :
- Ahlun artinya : golongan, keluarga, kelompok
- Assunah artinya sesuatu yang berasal dari Rosululloh baik berupa perkataan (qoulunnabi), perbuatan
(fi’lunnabi), Ketetapan Nabi (taqrirunnabi)
- Aljama’ah artinya jamatus shohabah, Khullafaur Rosyidin, Assawadul ‘adhom (golongan mayoritas
islam).
Istilah Ahlu Sunah Wal Jama’ah dengan pengertian diatas berasal dari Hadist Rosululloh SAW yang
diriwayatkan oleh imam Tabrani yang Artinya : “telah terpecah belah umat Yahudi atas 71 golongan dan
telah terpecah belah umat Nasrani atas 72 golongan dan akan terpecah belah umatku menjadi 73
golongan, yang selamat diantara mereka hanya satu, sedangkan sisanya binasa”. Sahabat bertanya :
“siapakah yang yang selamat itu ?” Nabi menjawab ?: “Ahlu Sunnah Wal Jama’ah” sahabat bertanya
lagi : Apakah ahlu sunah waljamaah itu?” Nabi menjawab: “apa yang aku perbuat hari ini dan para
shabatku”.
Jadi pengertian Ahlusunnah wal jamaah ialah golongan pengikut setia ajaran islam yang murni
sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rosululloh beserta para shahabatnya
B. Latar Belakang Kelahiran Ahlussunnah wal Jama’ah
Pada zaman rasullullah tidak pernah terjadi perbedaan pendapat dikalangan umat islam karena semua
masalah dapat ditanyakan langsung kepada Nabi dan langsung mendapat jawaban dari beliau, zaman
khulafaurrosyidin (11 H – 14 H) mulai timbul sedikit perbedaan pendapat yang pada umumnya menyangkut
masalah hukum rumah tangga seperti perkawinan, perceraian dan masalah waris.
Perpecahan dikalangan umat Islam mulai timbul pada akhir Pemerintah Khalifah Utsman bin Affan
karena termakan propaganda Abdullah bin Saba’, seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang mengaku
masuk Islam dan berhasil mempengaruhi pendukung Ali bin Abi Tholib dan melahirkan golongan Syiah.
Pada tahun 37 H terjadilah perang Shiffin antara Khalifah Ali dan Muawiyah yang diakhiri dengan
majlis tahkim. Kelompok Khalifah Ali yang tidak setuju dengan majlis tahkim memisahkan diri dari beliau
dan mendirikan golongan khowarij, mereka memandang bahwa pelaku majlis tahkim hukumnya kafir.
Selain itu muncul golongan Murjiah dipimpin Hasan Bin Hilal Al-Muzni yang berfatwa bahwa
perbuatan maksiat tidak mengandung mudhorot apabila sudah beriman. Ada lagi kelompok Jabariyah yang
dipelopori Jahm Bin Sofyan yang berfatwa bahwa manusia tidak mempunyai kekuatan untuk berbuat
sesuatu, semua usaha, ikhtiar dan perbuatan manusia pada hakekatnya bukan kemampuan manusia tetapi
merupakan perbuatan tuhan.
Pada awal abad ke- 11 muncul golongan Mu’tazillah dipimpin oleh Washil Bin Atho’ yang
menempatkan akal diatas segala – galanya melebihi Al–qur’an dan Hadist, mereka tidak mempercayai
adanya peristiwa mi’roj, siksa kubur dll, karena dianggap tidak masuk akal.
Beberapa firqoh sebagaimana uraian diatas tumbuh dan berkembang sebenarnya karena persoalan
politik. Pada saat – saat demikian itulah, maka ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yang pada hakekatnya
ajaran yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dipopulerkan kembali dan
disistematikakan oleh Imam Abu Hasan al Asy’ary (873 – 935 M) dan Imam Abu Mansur al Maturidy
dalam bidang Aqidah. Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam syafi’I dan Imam Hambali, dalam bidang
syari’ah. Imam Junaid al Bagdadi dan Imam Al Ghozali dalam bidang Akhlaq/Tasawwuf
C. Sejarah kelahiran Ahlussunnah wal Jama’ah dan perkembangannya di Indonesia
Tentang aswaja di Indonesia menggambarkan sesuatu yang kompleks dan rumit. Karena Aswaja
sendiri sebagai nilai yang dianggap sebagaian besar kalangan muslim adalah representasi yang sah dari
nilai-nilai yang diajarkan oleh Nabi memiliki sejarah yang demikian panjang dan komplek, selain itu watak
kultur masyarakat yang membentuk Aswaja memiliki perbedaan yang mencolok dengan watak dasar kultur
Indonesia.
Lalu kapan Islam masuk ke Indonesia? masih banyak pertanyaan besar bagi para sejarawan. Namun
mayoritas mereka menyimpulkan bahwa islam masuk ke Indonesia setelah abad 14 M. Islam masuk di
Inonesia melalui gerakan kultural perdagangan yang dilakukan oleh kaum muslimin dari daerah wilayah
Islam India. Dengan demikian proses Islamisasi di Idonesia bersifat gradual dan bukan drastis dan
serempak
Intinya perjalanan umum dan singkat Aswaja, dapat disimpulkan bahwa Aswaja dalam skala makro
“sebagai ajaran” bukan hanya berkisar pada tataran ideologi skolastik tapi sebenarnya dalam cakupan yang
lebih umum dan menyeluruh ia adalah sebuah nilai ajaran yang berkarakterisitik.
Adalah suatu yang benar dan nyata bahwa Aswaja yang ada didataran Arab, dimana Aswaja mengalami
pematangan – pematangan gagasan, tidak berbeda dengan aswaja yang ada dan berkembang di Indonesia
secara esensial. Namum dalam tataran praktis kecenderungan Aswaja mengalami perbedaan – perbedaan
yang sangat unik dan berbeda dengan aswaja dimanapun di dunia ini. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
kultur, dan kecenderungan emosional (psikologis) para penganut aswaja antara Timur Tengah dan
Indonesia.
D. Prinsip Sikap Ahlussunnah wal Jama’ah
Jadi Ahl al – Sunnah wa al-Jama'ah adalah merupakan ajaran yang mengikuti semua yang telah
dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Sebagai pembeda dengan yang lain, ada ciri
khas kelompok ini, yakni sikap yang selalu diajarkan oleh Rosulullah SAW dan para sahabatnya. Prinsip
tersebut adalah :
1. At tawassuth ( sikap tengah – tengah, sedang-sdang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan yang
diterapkan dalam berbagai bidang antara lain : aqidah, syariah, tasawwuf/akhlaq,
musyawaroh/pergaulan antar golongan, kehidupan berbangsa/bernegara, kebudayaan, dakwah, dan
bidang-bidang yang lain). Disarikan dari firman allah SWT yang artinya: " Dan demikianlah kami
jadikan kamu sekalian ( umat Islam) umat pertengahan ( adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi
( ukuran penilaian) atas ( sikap dan perbuatan ) manusia umumnya dan supaya Allah SWAT menjadi
saksi ( ukuran penilaian) atas ( sikap dan perbuatan) kamu sekalian." (QS. Al-Baqarah,153)
2. Al – Tawazun (seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan Dalil 'Aqli dan Dalil Naqli).
Firman Allah SWT yang artinya: "sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa
bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama meraka al-kitab dan neraca (penimbang
keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan" (QS. Al-Hadid, 25)
3. Al-I'tidal (tegak lurus). Dalam al-Qur'an disebutkan yang artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak
membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah
kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuiat adillah karena
keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Maidah 9)
4. Amar ma'ruf nahi Munkar (perintah perbuatan bagus dan mencegah perbuatan jelek) dalam Al-Qur'an
disebutkan yang artinya sebagai berikut : "Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada perbuatan ma'ruf dan mencegah dari perbuatan
mungkar" (QS. Ali Imron, 104)
Ke – IPNU IPPNU – an

A. Latar Belakang Berdirinya IPNU – IPPNU


Banyak ragam organisasi di Indonesia yang dapat untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan bangsa ini. Sebagai generasi muda kita perlu terjun salah satunya tentu saja yang sesuai
dengan usia, selera dan keyakinan agama kita. Karena kita tahu keyakinan adalah dasar hidup, karena
keyakinan hidup akan berlalu tanpa membuahkan perjuangan. Oleh karena itu untuk membuahkan suatu
hal, kita lebih dahulu mengetahui segala sesuatu apa dan bagaimana hal tersebut, termasuk dengan IPNU
dan IPPNU.
Berdirinya suatu organisasi tentu didahului adanya sebab atau factor yang mendorong berdirinya suatu
organisasi tersebut. Begitupula dengan IPNU-IPPNU banyak sekali yang mendorongnya, diantara yang
melatar belakangi atau yang menjadi sebab berdirinya ada dua faftor utama yaitu faktor aqidah/ideology
dan faktor pendidikan/pendagogis
B. Sejarah Berdirinya IPNU – IPPNU
Gagasan mendirikan IPNU – IPPNU ini terwujud pada tahun 1954 yang pada saat berlangsungnya
Kongres LP. Ma’arif di Semarang, saat itu Kongres menerima gagasan tersebut dengan suara bulat dan
mufakat, lahirlah organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama yang bernama IPNU (Ikatan Putra Nahdlotul
Ulama) yang diresmikan pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1337 H/24 Februari 1954 M dengan ketuanya
rekan Tolhah Mansur yang sekarang Prof. Dr. Tholhah Mansur (alm). Adapaun IPPNU setahun kemudian
tepatnya pada tanggal 8 Rojab 1374 H/ 2 Maret 1955 dengan ketuanya rekanita Umroh Mahfudhoh, kedua
organisasi ini mulanya berpusat di Yogyakarta dan sejak tahun 1966 pindah di Jakarta
C. Dasar, Tujun Dan Sifat Organisasi IPNU IPPNU
1. Dasar
Organisasi IPNU-IPPNU berdasarkan Islam dan Ahlusunnah wal jama’ah serta menerima,
mempertahankan Pancasila dan UUD 1945
2. Tujuan
Tujuan IPNU - IPPNU adalah terbentuknya pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu,
berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggungjawab atas tegak dan terlaksananya
syari’at Islam menurut faham ahlussunnah wal jama’ah yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar
3. Sifat
IPNU - IPPNU adalah organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekaderan, kemasyarakatan, kebangsaan
dan keagamaan
D. Arti Lambang Organisasi IPNU IPPNU
1. IPNU

a. Lambang organisasi IPNU yang berbentuk bulat, memiliki arti


continue atau terus menerus.
b. Warna dasar hijau diartikan sebagai kebenaran
c. warna kuning diartikan sebagai hikmah yang tinggi, warna putih berarti
suci
d. Enam sirip yang mengapit huruf I.P.N.U adalah rukun iman
e. Bintang adalah cita – cita
f. Satu bintang besar adalah Nabi Muhammad SAW
g. Empat bintang dikanan dan kiri adalah khulafaurrosyidin
h. Emapat bintang dibawah adalah empat madzhab
i. Dua kitab adalah Al – qur’an dan Hadist
j. Bulu angsa adalah pena (ilmu), bulu bersilang adalah ilmu agama dan umum
k. Sudut bintang lima adalah rukun islam
2. IPPNU

a. Lambing organisasi berbentuk segitiga adalah iman dan ikhsan, dua


garis tepi dua kalimah syahadat
b. Warna dasar hijau adalah kebenaran, putih adalah kesucian, kuning
adalah hikmah yang tinggi
c. Bintang Sembilan :
 satu bintang besar adalah Nabi Muhammad SAW;
 empat bintang kanan kiri adalah khulafaurrosyidin;
 empat bintang bawah kanan kiri adalah empat madzhab
d. Bulu angsa bersilang adalah aktif menuntut ilmu baik umum maupun agama serta rajin membaca
dan menulis
e. Dua kuntum melati warna putih adalah perpaduan antara agama dan umum
f. Lima titik antara tulisan IPPNU adalah rukun islam.
WAWASAN KEBANGSAAN

A. Pengertian Negara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, kata negara dapat diartikan kedalam dua hal.
Yang pertama, negara adalah sebuah organisasi yang berapa pada suatu wilayah dan memiliki kekuasaan
tertinggi secara sah serta ditaati oleh masyarakat di dalamnya.
Yang kedua, sebuah negara dapat disimpulkan sebagai kelompok sosial yang mendiami sebuah wilayah
maupun daerah tertentu yang berada di bawah lembaga politik maupun pemerintah yang efektif, memiliki
kesatuan politik, berdaulat yang memiliki tujuan nasional yang ingin dicapai oleh suatu wilayah tersebut.
Selain itu, menurut Muh Nur El Ibrahimi mengenai pengertian negara terbagi menjadi tiga, yang dikutip
dari buku “Bentuk Negara dan Pemerintahan RI”, terdiri dari:
 Sebuah bentuk organisasi yang ada pada baik satu kelompok maupun beberapa kelompok individu
yang tinggal bersama atau mendiami suatu wilayah tertentu. Selain itu, mereka juga mengakui adanya
suatu pemerintahan di dalam sebuah negara yang bertugas untuk mengurus tata tertib serta keselamatan
sekelompok maupun beberapa kelompok individu yang ada.
 Sebuah perserikatan yang menjalankan sebuah pemerintahan melalui hukum yang sifatnya mengikat
masyarakat yang ada di dalamnya melalui kekuasaan untuk memaksa para masyarakat yang ada di
dalam suatu wilayah tertentu serta membedakannya dengan kondisi masyarakat yang berada di luar
wilayah tersebut untuk menciptakan ketertiban sosial.
 Sebuah asosiasi yang melaksanakan penertiban di dalam sebuah kelompok masyarakat maupunyai
wilayah tertentu yang berdasarkan dengan sistem hukum yang sudah disahkan dan diselenggarakan
oleh sistem pemerintah yang ada.
B. Tujuan dan Fungsi Negara
Fungsi negara adalah gambaran mengenai apa yang harus dilakukan sebuah negara untuk
mencapai tujuannya. Fungsi negara ini dapat disebut juga sebagai tugas negara. Menurut
beberapa ahli terdapat beberapa fungsi negara, yakni:
Plato tujuan negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai makhluk
individu maupun sosial.

Roger H. tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta mengungkapkan daya
Soltau cipta yang sebebas-beba

Harold J. tujuan negara adalah menciptakan keadaan yang di dalamnya, rakyat dapat mencapai
Laski keinginan-keinginannya secara maksimal.

Aristoteles tujuan dari negara adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan.
Keadilan memerintah harus menjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi memberi
kepada setiap manusia apa sebenarnya yang berhak ia terima.

Socrates Tujuan negara adalah untuk menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para
pemimpin, atau para penguasa yang dipilah secara saksama oleh rakyat.

C. Unsur-Unsur Terbentuknya Suatu Negara


Unsur-unsur berdirinya suatu negara terdiri atas 2 unsur yang sangat penting, yakni unsur pokok
(konstitutif) dan unsur deklaratif.
Unsur konstitutif adalah unsur yang paling penting di mana menjadi syarat wajib yang harus dimiliki
oleh calon negara yaitu Rakyat, Wilayah, dan Pemerintahan yang berdaulat. Unsur deklaratif adalah
unsur tambahan yang boleh saja tidak dimiliki oleh suatu negara. Yaitu: Kemampuan mengadakan
hubungan dengan negara lain.
Setiap negara memiliki unsur-unsur pembentuknya. Unsur-unsur negara berarti bagian-bagian terkecil
yang membentuk negara. Unsur-unsur negara tertuang dalam Konvensi Montevideo sebagai hasil
konferensi antar negara-negara Amerika (Pan-Amerika) di Montevideo (ibu kota Uruguay) pada tahun
1933. Pada pasal 1 Konvensi Montevideo disebutkan bahwa negara sebagai bagian dari dunia
internasional harus memiliki syarat-syarat yaitu adanya penduduk yang tetap, Wilayah tertentu, memiliki
pemerintahan yang jelas, dan memiliki kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain (mendapat
pengakuan dari negara lain.
Ada dua macam pengakuan dari negara lain sebagai berikut :
 Pengakuan de Facto : pengakuan menurut kenyataan (fakta) yang ada.
 Pengakuan de Jure : pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala
konsekuensinya
Pengakuan dari negara lain dibutuhkan oleh negara yang merdeka dan berdaulat untuk syarat sahnya
suatu negara. Diadakkannya pengakuan oleh negara lain terhadap negara baru berujutan untuk mengawali
dilaksanakannya hubungan secara formal antara negara yang mengakui dengan negara yang diakui.
Adapun akibat-akibat hukumnya yaitu:
1. Negara baru dapat diterima secara penuh sbg anggora dalam pergaulan antar bangsa
2. Negara baru dapat melakukan hubungan internasional atau kerjasama dengan negara lain
3. Negara baru dapat dikartakan sebagi internasional person (pribadi internasional) atau sebagai subyek
hukum internasional
D. Perbedaan Rakyat, Penduduk dan Warga Negara
Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal secara sah dalam suatu negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan kependudukan dari negara yang bersangkutan. Penduduk Merupakan
orang-orang yang berdomisili di wilayah Negara tertentu,dan penduduk belum tentu merupakan anggota
dari suatu Negara, karena ada sebagian penduduk yang merupakan orang asing/warga negara asing. Dalam
hal ini warga negara belum tentu penduduk Indonesia. Penduduk terdiri dari atas WNI dan WNA,
sedangkan WNI ada yang penduduk dan bukan penduduk. Penduduk dan WNI merupakan bagian dari
Rakyat.
Warga Negara Merupakan anggota dari suatu Negara yang bersifat resmi/ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan,dan warga Negara sudah pasti merupakan anggota Negara tersebut. Warga
Negara Indonesia ada yang penduduk Indonesia dan bukan penduduk Indonesia. Sebaliknya, penduduk
Indonesia ada yang berwarga negara Indonesia dan ada pula orang berwarganegara asing.
Sedangkan Rakyat adalah orang yang tunduk pada pemerintahan Negara. Rakyat merupakan
bagian dari suatu negara atau elemen penting dari suatu pemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang
yang mempunyai ideologi sama dan tinggal di daerah/pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan
kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan.
Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang memiliki karakteristik dan ciri yang sama (nama,
budaya, adat), yang bertempat tinggal di suatu wilayah yang telah dikuasai nya atas sebuah persatuan yang
timbul dari rasa nasionalisme serta rasa solidaritas dari sekumpulan manusia tersebut serta mengakui
negaranya sebagai tanah airnya. Bangsa adalah suatu komunitas etnik yang cirri-cirinya adalah: memiliki
nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama
dan solidaritas tertentu.
Hal dasar yang paling mennonjol dalam membedakan ketiganya adalah pada legalitas posisinya
dimana Rakyat Tinggal/berada di suatu wilayah negara, Penduduk bertempat tinggal (tetap/sementara),
sedangkan Warga Negara keberadaannya disesuaikan dengan Ketentuan Hukum/Pengakuan Hukum
E. Bela Negara
Bela negara menurut Chaidir Basrie , bela negara adalah sikap, tekad dan tindakan warga negara yang
teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut dilandasi cinta tanah air , kesadaran berbangsa dan bernegara.
Bela negara diatur dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 3 : “SETIAP WARGA NEGARA BERHAK DAN
WAJIB IKUT SERTA DALAM UPAYA PEMBELAAN NEGARA ”. Wujud keikutsertaan individu
dalam usaha membela negara antara lain :
a. tidak pernah membuat kekacauan / huru hara dalam masyarakat
b. tidak menjadi dalang kerusuhan

c. tidak melakukan tindakan korupsi

d. tidak menjadi pengkianat

Bentuk – bentuk usaha pembelaan negara antara lain :


a. mengikuti Pendidikan Kewarganegaraan
b. pelatihan dasar militer

c. mengabdikan diri sebagai prajurit TNI dan Polri

d. pengabdian sesuai profesi

Beberapa bentuk pemberontakan yang mengganggu NKRI antara lain :


a. Ancaman dari dalam negeri : kerusuhan, Pemaksaan kehendak, pemberontakan angkatan bersenjata
dan pembertontakan yang ingin mengubah ideologoi negara.
b. Ancaman dari luar negeri : keinginan negara besar untuk menguasai indonesia, keinginan dunia
industri untuk menguasasi indonesia, bahaya perang nuklir dan arus globalisasi yang menimbulkan banyak
kerawanan.

Ciri – ciri patriotisme adalah :


a. cinta tanah air
b. rela berkurban untuk kepentingan bangsa dan negara
c. menempatkan persatuan, kesatuan serta keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan.
KE - ORGANISASI - AN

A. Pengertian Organisasi
Organisasi adalah proses kerja sejumlah manusaia yang terikat dalam hubungan formal rangka nierachi
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Dr. Sarwoto, Dasar – dasar Organisasi dan Manajemen).
Organisasi adalah wadah sekumpulan orang yang menggabungkan diri dengan tujuan tertentu (HM.
Tayor dan AG. Mears)
Organisasi adalah tata hubungan antara orang-orang untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan
kerjasama dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab (John M. Gains, Organisasi Suatu
pengantar)
Dari pengertian diatas maka organisasi dapat ditinjau dari dua sorotan :
1. Organisasi sebagai wada, dimana kegiatan adminstrasi dilaksanakan sehingga bersifat statis atau seperti
benda mati
2. Organisasi sebagai hal yang hidup, manakala kita menyaksikan bahwa organisasi dapat memprotes
tindakan sewenang – wenang dari seorang oknum, organisasi dapat merovolusi, mendukung dan tidak
menyetujui dari suatu kebijakan/kebijaksanaan
B. Unsur-unsur yang mendasari suatu organisasi
Kebersamaan dan keberhasilan suatu pekerjaan akan selesai, jika semua orang ataupun kelompok orang
saling bekerjasama dalam suatu tempat tertentu. Tempat di mana seseorang ataupun kelompok melakukan
aktivitas atau kegiatan untuk mencapai tujuan bersama dinamakan organisasi.
Berikut beberapa unsur yang harus ada dalam organisasi:
 Anggota organisasi yang terdiri dari pemimpin yang mengatur organisasi secara umum, manajer yang
mengepalai unit tertentu sesuai fungsi bidang kerjanya dan orang-orang yang bekerja di bawah
manajer. Penyebutan ini biasanya disesuaikan dengan jenis organisasinya masing-masing.
 Kerja sama menjadi bagian penting dalam sebuah organisasi. Dengan adanya kerja sama yang baik,
tujuan organisasi dapat dicapai bersama-sama. Tingkatan anggota akan membantu memudahkan dalam
mengatur bagian kerja untuk menjalin kerja sama yang lebih baik.
 Tujuan organisasi akan menjadi arah perjalanan organisasi dalam menentukan kegiatan yang dilakukan
nantinya.
 Lingkungan, seperti kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi menjadi pendukung dalam
mencapai tujuan dari organisasi yang telah ditentukan.
 Peralatan adalah sarana, seperti materi, budget, dan barang modal lainnya yang dapat menjadi tempat
bekerja atau berkumpulnya organisasi.
 Komunikasi akan sangat memengaruhi bagaimana setiap anggota organisasi dapat bekerja sama dengan
baik. Komunikasi yang baik akan mendukung perkembangan organisasi secara lebih optimal sesuai
proses kerja yang sudah diatur sedemikian rupa.
Dalam suatu organisasi, semua anggota akan lebih mudah dan leluasa dalam mengembangkan bakat
dan minatnya. Namun, di sisi lain, ada juga organisasi yang tidak efektif. Semaua aktivitas ataupun
kegiatannya menjadi vakum atupun terhenti. Lambat laun akan mengalami kebangkrutan bahkan terhenti
atau menjadi bubar. Organisasi yang demikian dinamakan organisasi tidak sehat. Organisasi yang efektif
akan membawa kemajuan dan keberhasilan, karena didukung oleh struktur organisasi yang efektif.
Untuk lebih efektif dan efisien mengenai struktur organisasi, terdapat beberapa tahapan, sebagai berikut:
 Pembagian kerja; Dalam setiap organisasi setiap anggota mempunyai bidang tugas masing-masing
sesuai dengan tupoksinya. Pembagian kerja akan sesuai dengan struktur organisasinya. Setiap orang
akan ditempatkan pada bidang sesuai dengan keahliannya.
 Departementalisasi; Adanya pengelompokan pekerjaan ke dalam unit-unit kerja, sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
 Distribusi otoritas; Adanya penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke
beberapa tempat. d. Koordinasi. Adanya pengaturan dan pengontrolan kegiatan kepada bagian-bagian
atau unit-unit kerja agar tidak saling antara satu dengan yang lain.
 Koordinasi. Adanya pengaturan dan pengontrolan kegiatan kepada bagian-bagian atau unit-unit kerja
agar tidak saling antara satu dengan yang lain.
KEPEMIMPINAN

A. Pengertian
Secara etimologi Leadership berasal dari bahasa Inggris yang artinya pemimpin atau kepemimpinan.
Adapaun secara terminologi dapat dirumuskan sebagai berikut : Kepemimpinan adalah kemampuan atau
kesiapan yang dimiliki oleh seseorang yang dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,
menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh tersebut, selanjutnya
berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud dan tujuan.
Adapun fungsi pemimpin yaitu pelopor dan penanggung jawab, idiologi dan planner, bapak dan ibu
atau orang tua dan simbol group, contoh dan pendukung konsepsi, pengarah dan penggerak, wakil dari
anggota dan pengembang imajinasi.
B. Gagasan Terpilihnya Seorang Pemimpin
Ada beberapa alternatif tentang timbulnya seorang yang menjadi pemimpin antara lain :
1. Teori Genetika : Seorang pemimpin yang lahir sebab karena keturunan, ia ditakdirkan menjadi
pemimpin dalam situasi yang bagaimanapun
2. Teori Sosial : Seorang pemimpin yang lahir karena disiapkan melalui proses pendidikan,
meskipun orang tersebut kurang berbakat menjadi pemimpin
3. Teori Ekologi : Seorang pemimpin yang lahir dan sudah mempunyai bakat terus dikembangkan
melalui proses pendidikan dan pengalaman dan pengaruh lingkungan ia berada.

Dan adapun tipe-tipe yang dimiliki seorang pemimpin adalah :


1. Karismatik yaitu pemimpin yang mempunyai daya tarik dan wibawa alamiah yang sangat tinggi, biasa
dimiliki oleh orang yang sangat alim lagi sholeh, meskipun orang tersebut sangat mudah melimpahkan
pengaruh kepada orang lain.
2. Otokratrik yaitu pemimpin yang tidak dapat mendengarkan kritik, pendapat atau saran dari orang lain
atau bawahannya, dalam mencapai tujuan sesuaikan dengan keinginannya sendiri atau pribadi,
sehingga pendekatan pada bawahannya dengan cara paksaan.
3. Liberal yaitu pemimpin yang tidak tahu menahu dengan persoalan bawahannya dan membiarkan
bawahannya mencari masalah dan pemecahan sendiri.
4. Demokratik yaitu kekuasaan sepenuhnya pada anggota, segala keputusan berdasarkan musyawaroh
bersama dengan anggotanya pemimpin mencari masalah dan pemecahnnya
C. Karakteristik dan Sifat Pemimpin yang Ideal
Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu instrumen dalam upaya mempengaruhi dan
mengendalikan orang atau sekelompok orang agar mau bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu.
Selain itu juga kepemimpinan sangat diperlukan dalam menggerakan aktivitas suatu organisasi. Jadi,
kepemimpinan ini merupakan salah satu faktor penentu dan terpenting dalam suatu organisasi.
Suatu organisasi akan berjalan dengan baik, apabila kepemimpinan mempunyai rasa tanggungjawab
yang tinggi. Rasa tanggung jawab seorang pemimpin merupakan salah satu karakter dari kepemimpinan
ideal. Tapi tidak kalah penting, seorang pemimpin harus cerdas, agar senantiasa dapat memilih dan
memecahkan suatu masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya.
Sebagai seorang kader muslim, sudah selayaknya kembali bercermin kepada sifat-sifat Rosululloh
SAW yaitu :
1. Shidiq yang artinya benar dalam keyakinan, ucapan dan tindakan
2. Amanah yaitu seorang yang terpercaya dalam keyakinan, ucapan, dan tindakan
3. Tabligh yang berarti menyampaian, baik wahyu, Idiologi organisasi, ide pribadi, maupun dari orang
lain
4. Fathonah yang artinya cerdas dan peka atau cepat tanggap terhadap problema yang terjadi dalam
masyarakat
Adapun sifat-sifat bagi pemimpin yang harus ada adalah sebagai berikut:
1. Niat hikmah kepada Alloh SWT dan organisasi
2. Adil, setia dan ikhlas berkorban serta pantang menyerah
3. Penuh energi dan inisiatif juga gemar beraktifitas
4. Tidak emosional, simpatik, sopan dan fleksibel
5. Cakap, banyak akal, terampil, komunikatif dan terbuka
6. Mengindahkan pendapat umum dan selalu dalam posisi menyerang
7. Tidak mudah menunda pekerjaan dan selalu siap mental untuk jatuh dan tumbuh kembali
8. Taqwa kepada Alloh SWT
. Manajemen kepemimpinan dapat memberikan kontribusi terbaik terhadap peningkatan kualitas pada
suatu organisasi. Maju dan mundurnya, keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi banyak ditentukan
oleh pemimpin, karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh
organisasi menuju tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian, setidaknya seorang pimpinan organisasi
harus memiliki kepedulian terhadap orang lain dalam konteks ini yaitu anggota kelompok.
D. Sikap Sosial Seorang Pemimpin
1. Tawasuth dan I’tidal
Sikap tengah dan berintikan pada prinsipn hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan luas
ditengah-tengah kehidupan bersama, dengan sikap dasar ini akan menjadi kelompok, panutanyang
bersikap dan bertindak lurus serta selalu bersifat membangun.
2. Tasammuh
Sikap toleran terhadap perbedaan baik dalam masalah keagamaan, terutama masalah masalah yang
bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
3. Tawazun
Bersikap berimbang dan berhikmah, menyerasikan hikmah kepada Alloh SWT, khikmah kepada
manusia, serta lingkungan hidupnya, menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa
mendatang.
4. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi
kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal-hal yang dapat menjerumuskan dan
merendahkan nilai – nilai kehidupan.
5.
STUDI KESETARAAN GENDER

Isu-isu tentang perempuan, sekarang ini, banyak mengisi wacana di tengah-tengah masyarakat kita, di
samping wacana-wacana politik dan ekonomi. Isu perempuan ini menjadi semakin menarik ketika kesadaran
akan ketidakadilan di antara kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) – yang sering disebut ketidakadilan
gender - ini semakin tinggi di kalangan masyarakat kita. Perempuan yang sekarang ini jumlahnya lebih besar
dibanding laki-laki belum banyak mengisi dan menempati sektor-sektor publik yang ikut berpengaruh di dalam
menentukan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan penting. Kalaupun perempuan memasuki sektor
publik, posisinya selalu berada di bawah laki-laki, terutama dalam bidang politik. Kenyataan seperti ini tidak
hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga terjadi di negara-negara maju seperti
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Berbagai upaya ditempuh untuk mengangkat derajat dan posisi perempuan
agar setara dengan laki-laki melalui berbagai institusi, baik yang formal maupun yang nonformal. Tujuan akhir
yang ingin dicapai adalah terwujudnya keadilan gender (keadilan sosial) di tengah-tengah masyarakat. Di antara
strategi yang ditempuh untuk mewujudkan keadilan tersebut adalah melibatkan perempuan dalam
pembangunan. Strategi ini menjadi dominan di tahun 70-an. Setelah PBB menetapkan decade pertama
pembangunan kaum perempuan, sejak saat itulah hampir semua pemerintahan dunia ketiga mulai
mengembangkan kementrian peranan wanita (urusan perempuan) dengan tujuan utamanya adalah peningkatan
peran wanita dalam pembangunan. Pemberian kesempatan yang sama terhadap perempuan untuk melakukan
aktivitas di berbagai bidang sebagaimana laki-laki ternyata tidak menjamin untuk terealisasikannya keadilan
gender. Penyebab utamanya adalah rendahnya kualitas sumber daya kaum perempuan yang mengakibatkan
ketidakmampuan mereka bersaing dengan kaum lelaki dalam pembangunan, sehingga posisi penting dalam
pemerintahan maupun dunia usaha didominasi oleh kaum lelaki. Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Masalah itu akan muncul ketika perbedaan gender
telah melahirkan berbagai ketidakadilan, terutama bagi kaum perempuan. Untuk memahami bagaimana keadilan
gender menyebabkan ketidakadilan gender perlu dilihat manifestasi ketidakadilan dalam berbagai bentuknya,
seperti marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja
lebih panjang dan lebih lama (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Mansour Fakih, 1997: 13)

A. Pengertian Gender
Istilah ‘gender’ sudah tidak asing lagi di telinga kita, tetapi masih banyak di antara kita yang belum
memahami dengan benar istilah tersebut. Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal
gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender sering juga dipahami sebagai pemberian dari Tuhan atau
kodrat Ilahi, padahal gender tidak semata-mata demikian. Secara etimologis kata ‘gender’ berasal dari
bahasa Inggris yang berarti ‘jenis kelamin’ (Echols dan Shadily, 1983: 265). Dalam Webster’s New World
Dictionary, Edisi 1984 ‘gender’ diartikan sebagai ‘perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku’. Sementara itu dalam Concise Oxford Dictionary of Current English
Edisi 1990, kata ‘gender’ diartikan sebagai dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan jenis
kelamin serta ketiadaan jenis kelamin (atau kenetralan)’. Secara terminologis, ‘gender’ oleh Hilary M. Lips
didefinisikan sebagai harapanharapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. H.T. Wilson mengartikan
‘gender’ sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada
kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi lakilaki dan perempuan.
Sementara itu, Elaine Showalter mengartikan ‘gender’ lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya. Ia lebih menekankan gender sebagai konsep analisis yang
dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu (Nasaruddin Umar, 1999: 33-34). Dari beberapa definisi di atas
dapat dipahami bahwa gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya. Gender dalam arti ini adalah
suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
B. Perbedaan Sex dan Gender
Gender berbeda dengan sex, meskipun secara etimologis artinya sama, yaitu jenis kelamin (Echols dan
Shadily, 1983: 517). Secara umum sex digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dari segi anatomi biologis, sedang gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial,
budaya, dan aspek-aspek nonbiologis lainnya. Kalau studi sex lebih menekankan kepada perkembangan
aspek biologis, komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, serta karakteristik
biologis lainnya dalam tubuh seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka studi gender lebih
menekankan kepada perkembangan aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.
Jika studi sex lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki
(maleness) dan perempuan (femaleness), maka studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas
(masculinity) dan (femininity) femininitas seseorang.
dalam khazanah ilmu-ilmu sosial, gender diperkenalkan untuk mengacu kepada perbedaan-perbedaan
antara perempuan dengan laki-laki tanpa konotasikonotasi yang sepenuhnya bersifat biologis, tetapi lebih
merujuk kepada perbedaanperbedaan akibat bentukan sosial. Karena itu, yang dinamakan relasi gender
adalah seperangkat aturan, tradisi, dan hubungan sosial timbal balik dalam masyarakat dan dalam
kebudayaan yang menentukan batas-batas feminin dan maskulin. Jadi, gender menjadi istilah kunci untuk
menyebut femininitas dan maskulinitas yang dibentuk secara sosial yang berbeda-beda dari satu kurun
waktu ke kurun waktu yang lain, dan juga berbeda-beda menurut tempatnya. Berbeda dengan sex (jenis
kelamin), perilaku gender adalah perilakau yang tercipta melalui proses pembelajaran, bukan semata-mata
berasal dari pemberian (kodrat) Tuhan yang tidak dapat dipengaruhi oleh manusia.
C. Kesetaraan Gender dalam perspektif Islam
Sebelum Islam datang, posisi perempuan berada pada strata sosial yang tidak imbang dibandingkan
dengan strata sosial laki-laki. Selama berabad-abad kaum perempuan terus menerus berada di bawah
dominasi kaumlaki-laki. Nasib perempuan begitu sengsara dan memprihatinkan. Perempuan dijadikan
boneka-boneka istana untuk memuaskan nafsu para raja atau penguasa, bahkan perempuan juga dijadikan
seperti barang yang dapat diperjualbelikan. Dalam kehidupan rumah tangga, kedudukan perempuan
sepenuhnya berada pada kekuasaan suaminya. Perempuan tidak memiliki hak-hak yang semestinya.
Kondisi perempuan seperti ini hampir terjadi di semua bangsa terkenal di dunia pada waktu itu, seperti
bangsa Yunani, Romawi, Cina, India, Persia, dan lain sebagainya.
Di kalangan bangsa Arab sendiri – sebelum Islam datang – kondisi perempuan sangat memprihatinkan.
Al-Kurdi menggambarkan kondisi perempuan pada masa Jahiliah dengan panjang lebar seperti berikut: (1)
perempuan terhalang dari hak mewarisi; (2) suami berhak menceraikan isterinya seenaknya dan dapat
merujuknya kembali kapan pun dia mau, tetapi sebaliknya si isteri sama sekali pasif dalam masalah ini; (3)
tidak ada batasan dalam masalah jumlah isteri; (4) isteri merupakan bagian dari harta peninggalan suami;
(5) menanam hidup-hidup anak perempuan suadah menjadi tradisi yang berkembang di masyarakat Arab
Jahiliah; (6) dalam rangka memperoleh anak yang baik bangsa Arab Jahiliah menghalalkan perkawinan
istibda’ (maksudnya seorang suami mengizinkan isterinya yang telah bersih kandungannya kepada salah
seorang pemimpin kabilah yang terkenal keberaniannya, kekuatannya, kemuliaannya, dan akhlaknya
supaya isterinya bisa mengandung dari orang tersebut dan setalah itu ia kembali kepada suaminya lagi); dan
(7) adanya kebiasaan perkawinan syighar (yang berarti pertukaran anak perempuan, yaitu apabila dua orang
mempunyai dua anak gadis dewasa yang belum kawin, mereka biasa mempertukarkan anak-anak
perempuan itu sehingga mahar bagi seorang anak perempuan dianggap telah terbayar dengan mahar bagi si
anak perempuan yang lain. Jadi, anak perempuan dari seorang ayah berpindah tangan kepada ayah dari
anak perempuan yang lain, dan sebaliknya) di antara mereka.
Demikianlah, selama berabad-abad perempuan terus-menerus berada di bawah kekuasaan laki-laki.
Kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki dan harus tunduk kepada kekuatan laki-laki demi
kelancaran dan kelestarian keluarga. Datangnya agama Yahudi dan Nasrani yang ajarannya kemudian
banyak disimpangkan oleh para penganutnya belum bisa menjamin kedudukan perempuan sebagaimana
mestinya. Kemudian datanglah Islam yang berusaha mengangkat kedudukan perempuan hingga menjadi
sejajar dengan kedudukan laki-laki. Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu
kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang
mulia dan terhormat, makhluk yang memiliki berbagai hak di samping kewajiban. Islam mengharamkan
perbudakan dan berbuat aniaya terhadap perempuan. Islam memandang sama antara laki-laki dan
perempuan dalam aspek kemanusiaannya (Q.S. al-Hujurât (49): 13). Islam juga menempatkan perempuan
pada posisi yang sama dengan laki-laki dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama (Q.S. al-Taubat
(9): 71), memikul beban-beban keimanan (Q.S. al-Burûj (85): 10), menerima balasan di akhirat (Q.S. al-
Nisâ’ (4): 124), dan pada masalah-masalah lainnya yang banyak disebutkan dalam al-Quran. Namun
demikian, dalam hal ini masih diakui adanya sedikit perbedaan antara perempuan dan laki-laki, misalnya
dalam hal status perempuan menjadi saksi, besarnya bagian perempuan dalam warisan, dan kesempatan
perempuan menjadi kepala negara. Yang pasti, secara kodrati perempuan berbeda dengan laki-laki. Hanya
perempuan yang bisa menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui.
Pada perkembangan selanjutnya, lahirnya politik demokrasi serta munculnya sistem ekonomi sosialis
dan kapitalis di Barat memberikan kesadaran baru terhadap hak-hak perempuan. Kaum perempuan tidak
mau lagi ditindas sebagaimana yang mereka alami di tengah-tengah masyarakat feodal. Mereka menolak
dianggap rendah status sosialnya dibanding laki-laki. Mereka menuntut hak-haknya untuk belajar dan
mendapat penghormatan yang sama. Gerakan mereka ini dikenal dengan gerakan feminisme, yaitu suatu
gerakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa kaum wanita mengalami diskriminasi dan ada
usaha untuk menghentikan diskriminasi tersebut (Nurul Agustina, Jurnal Ulumul Qur’an (Edisi Khusus),
No. 5 dan 6, 1994: 63). Munculnya kesadaran baru seperti itu banyak menggugah para pakar untuk lebih
menyuarakan hak-hak perempuan melalui tulisan-tulisan mereka. Mulai dekade 1980-an para pakar Muslim
pun mulai banyak berbicara mengenai hak-hak perempuan dengan mempermasalahkan kembali
pemahaman Islam (fikih) yang terkandung dalam kitabkitab fikih, tafsir, dan syarah hadis yang menurut
mereka masih mencerminkan bias dan dominasi patriarkal yang cukup kental. Mereka ini kemudian dijuluki
tokoh-tokoh feminis Muslim atau sering juga dikenal sebagai kaum feminis Muslim. Di antara tokoh-tokoh
feminis Muslim yang tulisan-tulisannya dapat dibaca, baik dalam bentuk buku maupun artikel, adalah
Fatima Mernissi dari Maroko, Riffat Hassan dari Pakistan, Nawal el-Sadawi dari Mesir, Amina Wadud
Muhsin dari Malaysia, dan Asghar Ali Engineer dari Pakistan.
Dari tulisan-tulisan para feminis Muslim itu dapat dilihat bahwa Islam sebenarnya sama sekali tidak
menempatkan kedudukan perempuan berada di bawah kedudukan laki-laki. Jadi Islam benar-benar
menunjukkan adanya kesetaraan dan keadilan gender. Kalaulah selama ini kita memahami adanya
ketidakadilan dalam Islam ketika memposisikan perempuan dan laki-laki dalam hukum, adalah karena
warisan pemahaman Islam (fikih) dari para tokoh Muslim tradisional yang diperkuat oleh justifikasi agama.
Oleh karena itu, kaum feminis itu bersepakat untuk mengadakan rekonstruksi terhadap ajaran-ajaran
tradisional agama untuk sejauh mungkin mengeliminasi perbedaan status yang demikian tajam antara laki-
laki dan perempuan yang telah dikukuhkan selama berabad-abad.
D. Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan
Keseteraan gender dalam bidang pendidikan menjadi sangat penting mengingat sektor pendidikan
merupakan sektor yang sangat strategis untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Di Indonesia kita bisa
mengetahui sekarang bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan memberi arah pada
terciptanya kesetaraan gender. Tidak ada bias gender dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Kesempatan
untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia baik laki-laki maupun perempuan
tidak dibedakan. Upaya pemerintah dalam mengembangkan SDM melalui pendidikan di Indonesia terus
dilakukan, tetapi mengalami hambatan pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Dampak krisis
ekonomi ini tidak saja kepada daya beli masyarakat tetapi juga berdampak kepada kemampuan orang tua
untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
Peraturan perundang-undangan di negara kita tentang pendidikan tidak ada yang mengarah kepada
ketimpangan gender. Tidak ada kebijakan yang yang bias gender terkait dengan kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan di Indonesia mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi
(PT). Kalaupun terjadi perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan pada jurusan-juruan tertentu baik di
SMA, SMK, maupun di PT, bukan karena kebijakan yang dibuat menuntut demikian, tetapi hal ini 11
semata-mata adalah karena pilihan para peserta didik yang dipengaruhi oleh asumsi perbedaan kemampuan
mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Ace Suryadi, bahwa terjadinya ketimpangan menurut gender yang
tercermin dalam proporsi jumlah peserta didik yang tidak seimbang menurut jurusan-jurusan atau program-
program studi yang ada pada pendidikan menengah dan tinggi disebabkan adanya asumsi perbedaan
kemampuan intelektual dan ketrampilan antara laki-laki dan perempuan.
Kita pun juga sering menemukan adanya gejala kesenjangan gender dalam sistem pendidikan,
khususnya dalam pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, dalam hal proporsi laki-laki dan perempuan
dalam jurusan-jurusan yang dibuka. Penyebabnya, selain mungkin peserta didik itu sendiri kekurangan
informasi untuk menentukan pilihan jurusan atau program studi, juga adanya faktor keluarga dengan
berbagai persepsinya yang sudah bias gender. Sering kali dalam memilih jurusan, mereka mendapat
intervensi dari orang tua mereka, padahal jurusan yang dipilih di sekolah akan berakibat lanjutan kepada
kesempatan meneruskan pendidikan atau memilih pekerjaan.
CHARACTER BUILDING
Membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa,
sehingga ‘berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Sebagai basis acuan
dalam merumuskan konsep pendidikan karakter dalam Islam ialah QS. Rum (30): 30. Dari ayat ini dapat ditarik
benang merah bahwa bawaan dasar (fitrah) manusia dan proses pembentukan karakternya dapat dikelompokkan
menjadi empat aliran yaitu (1) fatalis-pasif (2) netral-pasif (3) positif-aktif dan (4) dualis-aktif (Maragustam,
2010).
A. 10 Pilar Karakter dalam Islam
1. Karakter cinta dan ikhlas terhadap Allah swt dan segenap ciptaan-Nya. Ibadah pada hakikatnya segala
sikap dan prilaku yang di ditujukan untuk mencari rido Allah, baik itu ibadah personal maupun ibadah
sosial. Tanggung jawab dan kemandirian. Setiap orang bertanggungjawab terhadap apa yang dikatakan
dan dilakukan dalam tindakan manusiawi secara mandiri.
2. Anugerah Tuhan kepada manusia berupa potensi internal (akal, nafs, kalbu, dan fitrah yang dihidupi
oleh ruh), kesadaran dan kebebasan memilih untuk bertindak, menjadikan manusia bertanggungjawab
apa yang dikatakan dan dilakukan secara mandiri. Setiap kamu adalah pemimpin dan
bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Paling tidak seseorang bertanggungjawab memimpin
dirinya sendiri.
3. Kejujuran dan amanah. Menurut Mohammad Nuh (2010), diantara karakter yang ingin kita bangun
adalah karakter yang berkamampuan dan berkebiasaan memberikan yang terbaik,giving the best,
sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran. Di samping itu apabila seseorang diberi
amanah, maka ia harus mampu memikul dan menunaikan amanah itu sesuai dengan hak-hak dan
kewajiban yang melekat dalam amanah itu.
4. Saling hormat menghormati dan berlaku santun dalam bersikap dan berkomunikasi. Kebanyakan orang
sukses justru ditentukan sejauh mana seseorang menghormati, menghargai dan santun dalam
berkomunikasi. Intelegensi hanya salah satu faktor saja untuk menuju sukses.
5. Ta’awun (tolong menolong), adil (hidup seimbang) dan ihsan(berbuat lebih baik dan terbaik) dan
kerjasama dalam menciptakan tatanan dunia yang bermoral. Manusia diciptakan dalam posisinya
bersosial. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Bahkan telah
matipun, harus dibantu orang lain, yang dikenal dalam Islam fardu kifayah (kewajiban kolektif) untuk
menyolatkan, memandikan, mengkafani, dan menanamnya.
6. Percaya diri dan pekerja keras. Setiap muslim diperintahkan, jika seseorang selesai melakukan suatu
pekerjaaan, cepat bergegaslah untuk mengerjakan lainnya. Dalam Alquran disebutkan: Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. Insyirah: 7-8). Demikian juga seseorang di
larang keras menggantungkan hidupnya pada orang lain, apalagi meminta-minta. Tangan pemberi lebih
baik daripada tangan peminta.
7. Kepemimpinan. Memimpin diri sendiri dan orang lain untuk menata dunia dalam tatanan moral
merupakan suatu keharusan dalam Islam.
8. Berprilaku baik dan rendah hati. Memperjuangkan kebenaran apabila dilakukan dengan cara yang baik
dan rendah hati jauh lebih bermakna dan lebih efektif, daripada dilakukan dengan cara yang tidak baik
dan arogan.
9. Keteladanan. Panji-panji Islam dapat ditegakkan apabila seseorang menempatkan dirinya sebagai
teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi masyarkat dan keluarganya. Tidak akan dapat menciptakan
tatanan dunia yang bermoral apabila terutama para pemimpinnya belum dapat menjadikan diri mereka
menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Presiden menjadi teladan bagi rakyatnya. Orang tua menjadi
teladan bagi anak-anaknya. Guru menjadi teladan bagi murid-muridnya. Majikan menjadi teladan bagi
para pekerjanya. Supir menjadi teladan bagi penumpangnya. Pimpinan media menjadi teladan bagi
pembacanya dan seterusnya.
10. Toleransi (tasamuh), kedamaian, dan kesatuan. Manusia diciptakan dalam perbedaan. Yang saudara
sekandung dan kembarpun pasti berbeda, apalagi yang bukan saudara dan bukan pula kembar.
Seseorang tidak boleh bercita-cita untuk menyeragamkan (uniform) setiap orang.
B. Strategi Mengukir Manusia berkarakter
Bisakah karakter dibentuk?Jika karakter merupakan seratus persen turunnan atau bawaan sejak lahir,
maka karakter tidak bisa dibentuk. Namun, jika bawaan (hereditas) hanyalah salah satu faktor pembentuk
karakter, tentu jawabannya bisa dibentuk semenjak usia dini. Untuk itu kesepuluh pilar karakter itu, dapat
diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan strategi mengetahui, mencintai,
mengerjakan, keteladanan, dan taubat.Keenam rukun pendidikan karakter tersebut adalah sebuah lingkaran
yang utuh yang dapat diajarkan secara berurutan atau tidak berurutan.
Sesuatu tindakan barulah dapat menghasilkan karakter kuat dan positif, apabila enam rukun pendidikan
karakter ini dilakukan secara utuh dan terus menerus.
1. Knowing the good (mengetahui yang baik)
Hal ini bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif. Mengajarkan yang baik,
yang adil, yang bernilai, berarti memberikan pemahaman dengan jernih kepada pembelajar apa itu
kebaikan, keadilan, kejujuran, toleransi, nilai dan lain-lain. Boleh jadi seseorang berprilaku baik, adil,
toleransi, tanpa disadarinya sekalipun secara konseptual tidak mengetahui dan tidak menyadari apa itu
perilaku baik, atau apa itu keadilan, atau apa itu kejujuran. Perilaku berkarakter mendasarkan diri pada
tindakan sadar subjek, bebas dan berpengetahuan yang cukup tentang apa yang dilakukan dan
dikatakannya. Meskipun tampaknya mereka tidak memiliki konsep jernih tentang nilai-nilai tersebut,
sejauh tindakan itu dilakukan dalam keadaan sadar dan bebas, tindakan tersebut dalam arti tertentu
telah dibimbing oleh pemahaman tertentu.Tanpa ada pemahaman dan pengertian, kesadaran dan
kebebasan tidak mungkin ada sebuah tindakah berkarakter.Dalam Islampun sebuah tindakan diminta
pertanggungjawabannya apabila yang melakukan itu sudah dewasa, berakal (berpengetahuan), dalam
keadaan sadar, dan ada kebebasan untuk memilih. Sebuah tindakan yang tidak disadari, tidak
dibimbing oleh pemahaman tertentu, tidak ada kebebasan, maka tidak akan memiliki makna bagi
individu tersebut, sebab ia sendiri tidak menyadari dan tidak mengetahui makna dan akibat tindakan
yang dilakukannya. Demikian juga sebuah tindakan yang tidak bebas dan tidak disadari serta tidak
dibimbing oleh pengetahuan tentangnya, adalah tindakan instingtif atau ritual yang lebih dekat pada
cara bertindak binatang.
2. Feeling and loving the good.
Setelah knowing the good, akan tumbuhfeeling and loving the good, yakni bagaimana
merasakan dan mencintai kebaikan menjadi power dan engine yang bisa membuat orang senantiasa
mau berbuat kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan
karena dia cinta dengan perilaku kebaikan itu.Bagaimana supaya setiap orang cinta kepada kebaikan?
Tentu prilaku kebaikan itu harus dihiasi, dirawat, ditegakkan, dikawal, dilindungi, dihargai dan dikaji
implikasinya dalam waktu jangka panjang, serta keberpihakan kepada kebaikan bagi setiap orang
terutama para pengambil keputusan dan kebijakan. Dengan demikian setiap orang merasa senang,
nyaman dan aman dalam melakukan kebaikan itu.
3. Acting the good (tindakan kebaikan)
Setelah melalui proses mengerti dan mencintai kebaikan yang melibatkan dimensi kognitif
dan afektif. Melalui tindakan pengalaman kebaikan ini secara terus menerus, melahirkan kebiasaan,
yang pada akhirnya membentuk karakter yang kuat dan postif.Tindakan membiasakan melakukan
kebaikan, sangat ditekankan dalam pendidikan Islam.Dalam hadis HR. al-Hakim, disebutkan,
“Perintahlah anak-anakmu menjalankan ibadah salat jika mereka sudah berusia tujuh tahun.Dan jika
mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan
pisahkanlah tempat tidur mereka.”Rentang waktu antara 7 sampai dengan 10 tahun (3 tahun)
mengandung makna pembiasaan melakukan ibadah dan kebajikan, karena anak umur sekian itu (belum
dewasa) belum ada kewajiban melaksanakan ibadah salat.Dari perintah salat, dapat disamakan dengan
ibadah puasa, dan perbuatan kebajikan lainnya. Rahasianya adalah agar anak terbiasa sekaligus
menjadi karakternya untuk melakukan yang baik, sehingga ketika tumbuh dewasa, ia talah terbiasa
melakukan dan terdidik untuk menaati Allah, melaknakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali
kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya. Di
samping itu, anak akan mendapatkan kesucian rohani, gerakan refleks dan kesehatan jasmani, kebaikan
akhlak, perkataan, dan perbuatan di dalam ibadah-ibadah itu. Menurut M. Nuh (Mendiknas) dalam
Republika OnLine, dijelaskan bahwa “tradisi pesantren sangat penting di sekolah”. Maksudnya ialah
pembiasaan nilai positif menjadi tradisi positif, lalu menjadi budaya positif, yang pada akhirnya
menjadi ukiran karakter positif yang kuat.
4. Keteladanan. Dari aspek knowing the good, feeling and loving the gooddan acting the good
Pembelajar butuh keteladanan dari lingkungan sekitarnya. Manusia lebih banyak belajar dan
mencontoh dari apa yang ia lihat dan alami. Keteladanan yang paling berpengaruh adalah yang paling
dekat dengan pembelajar. Orang tua, karib kerabat, pimpinan masyarakat dan siapa pun yang sering
berhubungan dengan pembelajar terutama idola pembelajar, adalah menentukan proses pembentukan
karakter kuat. Jika pendidik jujur, amanah, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa, maka pembelajar akan
tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa dan begitu pun sebaliknya.
Seorang anak, bagaimana pun besar usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimana pun
sucinya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsipprinsip kebaikan dan nilai-nilai lurur agama,
selama ia tidak melihat sang pendidik dan para pemimpin lainnya sebagai teladan dari nilai-nilai moral
yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, termasuk orang tua, yaitu mengajari
anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi anak untuk
melaknakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak
mengamalkannya. Itulah sebabnya salah satu keberhasilan Nabi SAW dalam menyampaikan risalahnya
adalah karena dia sendiri menjadi keteladanan paripurna bagi umatnya.
5. Tobat.
Tobat pada hakikatnya ialah kembali kepada Allah setelah melakukan kesalahan dalam hidup.
Tobat Nasuha adalah bertobat dari dosa/kesalahan yang diperbuatnya saat ini dan menyesal
(muhaasabah dan refleksi) atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berjanji untuk tidak
melakukannya lagi di masa mendatang serta bertekad berbuat kebajikan di masa yang akan datang.
Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?”, “Ya”, kata
Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: “Taubat Nasuha adalah apabila kamu
membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya”. Tuhan mencintai hambanya yang
tobat dan tazkiyatu nufus (mensucikan diri) (Al-Baqarah: 222). Dalam tobat, ingatan, pikiran, perasaan,
hati nurani, secara total digunakan untuk menangkap makna dan nilai yang dilakukan selama ini,
menemukan hubungan dengan Tuhannya, dan kesiapan menanggung konsekwensi dari tindakan
taubatnya. Tobat akan membentuk kesadaran tentang hakikat hidup, melahirkan optimisme, nilai
kebajikan, nilai-nilai yang di dapat dari berbagai tindakannya, manfaat dan kehampaan tindakannya,
dan lain-lain sedemikian rupa, sehingga seseorang dibawa maju untuk melakukan suatu tindakan dalam
paradigma baru di masa-masa akan datang. Pelaku tobat, secara sadar merendahkan hatinya untuk
minta maaf kepada Tuhan dan siapa saja termasuk anak kandung sendiri, jika kesalahan itu berasal
darinya.Dengan demikian dalam diri pelaku tobat, melebihi sekedar muhasabah dan refleksi.Tidak ada
tobat tanpa dimulai dari pengetahuan, endapan pengalaman, kecintaan, kesadaran, penyesalan,
kebebasan, dan perubahan perilaku ke arah positif. Seperti Khalid bin Walid si Pedang Tuhan (sahabat
Nabi SAW) yang semula berkarakter kuat dan energy negatif, dia menjadi garda terdepan menentang
Islam, berubah menjadi manusia yang berkarakter kuat dan energy positif sebagai membela kebenaran
dengan cara tobat. Karena karakter itu tidak mudah diubah. Jika sesuatu itu mudah diubah, ia bukanlah
karakter. Mungkin saja ia hanyalah sifat, pandangan, pendapat, atau pendirian
MARS IPNU
MARS IPPNU
Birama : 2 / 4
Birama : 3 / 4
Wahai pelajar Indonesia
Siapkanlah barisanmu Sirnalah gelap terbitlah terang
Bertekat bulat bersatu Mentari timur sudah bercahya
Dibawah kibaran panji IPNU Ayunkan langkah pukul genderang
Ayohai pelajar Islam yang setia Segala rintangan mundur semua
Kembangkanlah agamamu
Dalam negara Indonesia Tiada laut sedalam iman
Tiada gunung setinggi cita
Tanah air yang kucinta
Sujud kepala kepada Tuhan
Dengan berpedomana kita belajar Tegak kepala lawan derita
Berjuang serta bertaqwa
Kita bina watak nusa dan bangsa Dimalam yang sepi dipagi yang terang
Tuk kejayaan masa depan Hatiku teguh bagimu ikatan
Bersatu wahai pelajar Islam jaya Dimalam yang hening dihati membakar
Tunaikanlah kewajiban yang mulia Hatiku penuh bagimu pertiwi
Ayo maju... pantang mundur....
Mekar seribu bunga ditanam
Dengan rahmat tuhan kita Mekar cintaku pada ikatan
perjuangkan Ilmu kucari amal kuberi
Ayo maju.... pantang mundur..... Untuk agama bangsa negeri
Pasti tercapai adil makmur

Anda mungkin juga menyukai