1. Bola dunia adalah tempat manusia berasal dan tinggal. Hal ini
sesuai dengan surat Thaha ayat 55.
2. Tali atau tambang yang mengelilingi bola dunia. Ini artinya
adalah lambang ukhuwah, atau persaudaraan. Ini berdasarkan
ayat 103 dalam surat Ali Imran
3. Peta Indonesia terlihat. Meskipun NU menggunakan lambang bola dunia, tapi yang tampak di
permukaan adalah peta Indonesia. Ini melambangkan NU didirikan di Indonesia, berjuang di Indonesia
4. Dua simpul ikatan di bagian bawah melambangkan hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan
horizontal dengan sesama umat manusia
5. Untaian tampar tambang yang berjumlah 99 melambangkan nama-nama terpuji bagi Allah (Asmaul
Husna) yang berjumlah 99.
6. Lima bintang di atas bola dunia. Bintang yang berada di tengah berukuran besar dibanding empat yang
lainnya. Bintang paling besar itu melambangkan Rasulullah, sementara yang empat melambangkan
sahabatnya yang mendapat julukan Khulafaur Rasyidin yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
7. Empat bintang di bawah bola dunia melambangkan empat imam mazhab Ahlussunah wal Jamaah
yaitu Imam Maliki, Imam Syafi'i, Imam Hanafi, dan Imam Hanbali.
8. Jumlah bintang secara keseluruhan ada sembilan. Ini bermakna Wali Songo (sembilan ulama penyebar
Islam).
9. Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab melintang di tengah bumi untuk menunjukkan nama
organisasi tersebut, Nahdlatul Ulama, kebangkitan para ulama
C. Tujuan, Struktur dan Perangkat Nahdlatul Ulama
Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran islam menurut Faham Ahlu sunah wal jamaah dan
menganut salah satu madzhab empat, ditengah-tengah kehidupan masyarakat didalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (AD NU Bab IV pasal 5).
Struktur organisasi Nahdlatul Ulama adalah :
Pengurus Besar, yang berkedudukan di daerah Ibu Kota Negara
Pengurus Wilayah, yang berkedudukan setara di tingkat Provinsi
Pengurus Cabang, yang berkedudukan setara di tingkat Kota/Kabupaten
Pengurus Majlis Wakil Cabang, yang berkedudukan setara di tingkat Kecamatan
Pengurus Ranting, yang berkedudukan setara di tingkat Desa atau Kelurahan.
Pengurus Anak Ranting, yang berkedudukan setara di tingkat Dusun / Dukuh
1. Tahlilan, adalah salah satu cirikhas kaum NU. Bahkan banyak yang bilang untuk mengetahui seseorang
NU atau bukan, cukup dilihat dari apakah seseorang itu ikut kegiatan tahlilan apa tidak. Tahlilan
sendiri merupakan sebuah kegitan yang dilakukan oleh kalangan NU secara berjamaah, walaupun juga
bisa dilakukan sendirian. Tahlilan sendiri berisi pembacaan dzikir, tasbih, ayat Quran tahlil, tahmid dan
lain sebagainya. Biasanya acara ini diselenggarakan dalam berbagai momentum kalangan NU. Yang
paling banyak adalah ketika mendoakan seseorang yang sudah meninggal. Biasanya dilakukan pada
malam hari pertama sampai malam ke-40 berlanjut terus hari ke 100,1000 dan haul tiap tahunnya. Ada
juga yang dilakukan secara rutinan di masyarakat setiap malam jumat;
2. Ziarah kubur, mendatangi makam para auliya, ulama atau leluhur sembari membaca berbagai doa
disana. Dan jangan dimaknai kaum NU berdoa kepada kuburan. Tapi melalui para orang-orang shalih
yang telah meninggal, mereka merasa lebih dekat dengan yang Maha Kuasa dan mengingatkan mereka
bahwa kehidupan pada hakikatnya adalah fana dan tidak kekal. Khusus ziarah makam para wali sudah
menjadi tradisi dan bahkan sekarang sangat ramai sekali pengunjungnya. Biasanya ini dilakukan secara
rombongan. Ziarah ke makam para leluhur hampir tiap hari raya Idhul Fitri dan hari-hari tertentu yang
menjadi budaya mapan dikalangan warga NU;
3. Maulidur rosul, untuk menunjukan kecintaannya pada Nabi Muhammad SAW, paling tidak pada bulan
kelahiran Nabi yaitu bulan Robiul Awwal banyak sekali kegiatan bernuansa keagamaan dalam
berbagai bentuk. Ada Maulid Diba’, Barzanji, pengajian dan lain sebagainya dalam rangka merayakan
Maulid Nabi. Oleh kelompok-kelompok tertentu, kegiatan ini banyak dihujat karena dianggap tidak
memiliki dassar yang kukuh atau tidak pernah nabi laksankan semasa hidupnya;
4. Istigotsah, memiliki arti memohon pertolongan kepada Allah SWT. Oleh warga NU biasanya
dilaksanakan bersama-sama dalam satu majlis. PBNU juga pernah melaksanakan istighosah dalam
skala besar atau istilahnya istighosah kubro baik tingkat daerah maupun tingkat Nasional.
5. Talqin mayit, adalah tradisi amaliyah NU disaat ada saudaranya yang meninggal dunia.Talqin berasal
dari Bahasa Arab yang artinya memahamkan atau mengingatkan. Talqin biasnya dibacakan dalam
bahasa arab tapi sering juga dibacakan dalam Bahasa Jawa. Adapun tatacaranya orang yang menalqin
berposisis duduk dihadapan kepala mayit. Sedangkan para hadirin hendaknya berdiri, lalu salah
seorang yang biasanya menjadi pemua agama mulai membacakan talqin bagi si mayit;
6. Merujuk pada kitab kuning, dan ini tradisi amaliyah NU yang paling penting, selain pada Al-Quran dan
Hadits, warga NU selalu berpegangan pada ulama salaf baik melalui kyai maupun merujuk pada kitab
kuning yang dianggap standard oleh para Ulama NU. Kitab kuning ini biasanya ditulis dalam bahasa
arab dan biasanya berbentuk tulisan arab tanpa harakat (gundul). Ini tidak lain karena tradisi para
intelektual NU yang selalu berpegangan pada sanad yang jelas serta kehati-hatian yang tinggi. Semua
itu supaya pemahaman agamanya tidak melenceng dari apa yang telah digariskan oleh para salafus
shalih yang sanadnya jelas tersambung hingga Nabi Muhammad SAW.
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
A. Pengertian Negara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, kata negara dapat diartikan kedalam dua hal.
Yang pertama, negara adalah sebuah organisasi yang berapa pada suatu wilayah dan memiliki kekuasaan
tertinggi secara sah serta ditaati oleh masyarakat di dalamnya.
Yang kedua, sebuah negara dapat disimpulkan sebagai kelompok sosial yang mendiami sebuah wilayah
maupun daerah tertentu yang berada di bawah lembaga politik maupun pemerintah yang efektif, memiliki
kesatuan politik, berdaulat yang memiliki tujuan nasional yang ingin dicapai oleh suatu wilayah tersebut.
Selain itu, menurut Muh Nur El Ibrahimi mengenai pengertian negara terbagi menjadi tiga, yang dikutip
dari buku “Bentuk Negara dan Pemerintahan RI”, terdiri dari:
Sebuah bentuk organisasi yang ada pada baik satu kelompok maupun beberapa kelompok individu
yang tinggal bersama atau mendiami suatu wilayah tertentu. Selain itu, mereka juga mengakui adanya
suatu pemerintahan di dalam sebuah negara yang bertugas untuk mengurus tata tertib serta keselamatan
sekelompok maupun beberapa kelompok individu yang ada.
Sebuah perserikatan yang menjalankan sebuah pemerintahan melalui hukum yang sifatnya mengikat
masyarakat yang ada di dalamnya melalui kekuasaan untuk memaksa para masyarakat yang ada di
dalam suatu wilayah tertentu serta membedakannya dengan kondisi masyarakat yang berada di luar
wilayah tersebut untuk menciptakan ketertiban sosial.
Sebuah asosiasi yang melaksanakan penertiban di dalam sebuah kelompok masyarakat maupunyai
wilayah tertentu yang berdasarkan dengan sistem hukum yang sudah disahkan dan diselenggarakan
oleh sistem pemerintah yang ada.
B. Tujuan dan Fungsi Negara
Fungsi negara adalah gambaran mengenai apa yang harus dilakukan sebuah negara untuk
mencapai tujuannya. Fungsi negara ini dapat disebut juga sebagai tugas negara. Menurut
beberapa ahli terdapat beberapa fungsi negara, yakni:
Plato tujuan negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai makhluk
individu maupun sosial.
Roger H. tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta mengungkapkan daya
Soltau cipta yang sebebas-beba
Harold J. tujuan negara adalah menciptakan keadaan yang di dalamnya, rakyat dapat mencapai
Laski keinginan-keinginannya secara maksimal.
Aristoteles tujuan dari negara adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan.
Keadilan memerintah harus menjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi memberi
kepada setiap manusia apa sebenarnya yang berhak ia terima.
Socrates Tujuan negara adalah untuk menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para
pemimpin, atau para penguasa yang dipilah secara saksama oleh rakyat.
A. Pengertian Organisasi
Organisasi adalah proses kerja sejumlah manusaia yang terikat dalam hubungan formal rangka nierachi
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Dr. Sarwoto, Dasar – dasar Organisasi dan Manajemen).
Organisasi adalah wadah sekumpulan orang yang menggabungkan diri dengan tujuan tertentu (HM.
Tayor dan AG. Mears)
Organisasi adalah tata hubungan antara orang-orang untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan
kerjasama dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab (John M. Gains, Organisasi Suatu
pengantar)
Dari pengertian diatas maka organisasi dapat ditinjau dari dua sorotan :
1. Organisasi sebagai wada, dimana kegiatan adminstrasi dilaksanakan sehingga bersifat statis atau seperti
benda mati
2. Organisasi sebagai hal yang hidup, manakala kita menyaksikan bahwa organisasi dapat memprotes
tindakan sewenang – wenang dari seorang oknum, organisasi dapat merovolusi, mendukung dan tidak
menyetujui dari suatu kebijakan/kebijaksanaan
B. Unsur-unsur yang mendasari suatu organisasi
Kebersamaan dan keberhasilan suatu pekerjaan akan selesai, jika semua orang ataupun kelompok orang
saling bekerjasama dalam suatu tempat tertentu. Tempat di mana seseorang ataupun kelompok melakukan
aktivitas atau kegiatan untuk mencapai tujuan bersama dinamakan organisasi.
Berikut beberapa unsur yang harus ada dalam organisasi:
Anggota organisasi yang terdiri dari pemimpin yang mengatur organisasi secara umum, manajer yang
mengepalai unit tertentu sesuai fungsi bidang kerjanya dan orang-orang yang bekerja di bawah
manajer. Penyebutan ini biasanya disesuaikan dengan jenis organisasinya masing-masing.
Kerja sama menjadi bagian penting dalam sebuah organisasi. Dengan adanya kerja sama yang baik,
tujuan organisasi dapat dicapai bersama-sama. Tingkatan anggota akan membantu memudahkan dalam
mengatur bagian kerja untuk menjalin kerja sama yang lebih baik.
Tujuan organisasi akan menjadi arah perjalanan organisasi dalam menentukan kegiatan yang dilakukan
nantinya.
Lingkungan, seperti kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi menjadi pendukung dalam
mencapai tujuan dari organisasi yang telah ditentukan.
Peralatan adalah sarana, seperti materi, budget, dan barang modal lainnya yang dapat menjadi tempat
bekerja atau berkumpulnya organisasi.
Komunikasi akan sangat memengaruhi bagaimana setiap anggota organisasi dapat bekerja sama dengan
baik. Komunikasi yang baik akan mendukung perkembangan organisasi secara lebih optimal sesuai
proses kerja yang sudah diatur sedemikian rupa.
Dalam suatu organisasi, semua anggota akan lebih mudah dan leluasa dalam mengembangkan bakat
dan minatnya. Namun, di sisi lain, ada juga organisasi yang tidak efektif. Semaua aktivitas ataupun
kegiatannya menjadi vakum atupun terhenti. Lambat laun akan mengalami kebangkrutan bahkan terhenti
atau menjadi bubar. Organisasi yang demikian dinamakan organisasi tidak sehat. Organisasi yang efektif
akan membawa kemajuan dan keberhasilan, karena didukung oleh struktur organisasi yang efektif.
Untuk lebih efektif dan efisien mengenai struktur organisasi, terdapat beberapa tahapan, sebagai berikut:
Pembagian kerja; Dalam setiap organisasi setiap anggota mempunyai bidang tugas masing-masing
sesuai dengan tupoksinya. Pembagian kerja akan sesuai dengan struktur organisasinya. Setiap orang
akan ditempatkan pada bidang sesuai dengan keahliannya.
Departementalisasi; Adanya pengelompokan pekerjaan ke dalam unit-unit kerja, sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Distribusi otoritas; Adanya penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke
beberapa tempat. d. Koordinasi. Adanya pengaturan dan pengontrolan kegiatan kepada bagian-bagian
atau unit-unit kerja agar tidak saling antara satu dengan yang lain.
Koordinasi. Adanya pengaturan dan pengontrolan kegiatan kepada bagian-bagian atau unit-unit kerja
agar tidak saling antara satu dengan yang lain.
KEPEMIMPINAN
A. Pengertian
Secara etimologi Leadership berasal dari bahasa Inggris yang artinya pemimpin atau kepemimpinan.
Adapaun secara terminologi dapat dirumuskan sebagai berikut : Kepemimpinan adalah kemampuan atau
kesiapan yang dimiliki oleh seseorang yang dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,
menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh tersebut, selanjutnya
berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud dan tujuan.
Adapun fungsi pemimpin yaitu pelopor dan penanggung jawab, idiologi dan planner, bapak dan ibu
atau orang tua dan simbol group, contoh dan pendukung konsepsi, pengarah dan penggerak, wakil dari
anggota dan pengembang imajinasi.
B. Gagasan Terpilihnya Seorang Pemimpin
Ada beberapa alternatif tentang timbulnya seorang yang menjadi pemimpin antara lain :
1. Teori Genetika : Seorang pemimpin yang lahir sebab karena keturunan, ia ditakdirkan menjadi
pemimpin dalam situasi yang bagaimanapun
2. Teori Sosial : Seorang pemimpin yang lahir karena disiapkan melalui proses pendidikan,
meskipun orang tersebut kurang berbakat menjadi pemimpin
3. Teori Ekologi : Seorang pemimpin yang lahir dan sudah mempunyai bakat terus dikembangkan
melalui proses pendidikan dan pengalaman dan pengaruh lingkungan ia berada.
Isu-isu tentang perempuan, sekarang ini, banyak mengisi wacana di tengah-tengah masyarakat kita, di
samping wacana-wacana politik dan ekonomi. Isu perempuan ini menjadi semakin menarik ketika kesadaran
akan ketidakadilan di antara kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) – yang sering disebut ketidakadilan
gender - ini semakin tinggi di kalangan masyarakat kita. Perempuan yang sekarang ini jumlahnya lebih besar
dibanding laki-laki belum banyak mengisi dan menempati sektor-sektor publik yang ikut berpengaruh di dalam
menentukan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan penting. Kalaupun perempuan memasuki sektor
publik, posisinya selalu berada di bawah laki-laki, terutama dalam bidang politik. Kenyataan seperti ini tidak
hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga terjadi di negara-negara maju seperti
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Berbagai upaya ditempuh untuk mengangkat derajat dan posisi perempuan
agar setara dengan laki-laki melalui berbagai institusi, baik yang formal maupun yang nonformal. Tujuan akhir
yang ingin dicapai adalah terwujudnya keadilan gender (keadilan sosial) di tengah-tengah masyarakat. Di antara
strategi yang ditempuh untuk mewujudkan keadilan tersebut adalah melibatkan perempuan dalam
pembangunan. Strategi ini menjadi dominan di tahun 70-an. Setelah PBB menetapkan decade pertama
pembangunan kaum perempuan, sejak saat itulah hampir semua pemerintahan dunia ketiga mulai
mengembangkan kementrian peranan wanita (urusan perempuan) dengan tujuan utamanya adalah peningkatan
peran wanita dalam pembangunan. Pemberian kesempatan yang sama terhadap perempuan untuk melakukan
aktivitas di berbagai bidang sebagaimana laki-laki ternyata tidak menjamin untuk terealisasikannya keadilan
gender. Penyebab utamanya adalah rendahnya kualitas sumber daya kaum perempuan yang mengakibatkan
ketidakmampuan mereka bersaing dengan kaum lelaki dalam pembangunan, sehingga posisi penting dalam
pemerintahan maupun dunia usaha didominasi oleh kaum lelaki. Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Masalah itu akan muncul ketika perbedaan gender
telah melahirkan berbagai ketidakadilan, terutama bagi kaum perempuan. Untuk memahami bagaimana keadilan
gender menyebabkan ketidakadilan gender perlu dilihat manifestasi ketidakadilan dalam berbagai bentuknya,
seperti marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja
lebih panjang dan lebih lama (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Mansour Fakih, 1997: 13)
A. Pengertian Gender
Istilah ‘gender’ sudah tidak asing lagi di telinga kita, tetapi masih banyak di antara kita yang belum
memahami dengan benar istilah tersebut. Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal
gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender sering juga dipahami sebagai pemberian dari Tuhan atau
kodrat Ilahi, padahal gender tidak semata-mata demikian. Secara etimologis kata ‘gender’ berasal dari
bahasa Inggris yang berarti ‘jenis kelamin’ (Echols dan Shadily, 1983: 265). Dalam Webster’s New World
Dictionary, Edisi 1984 ‘gender’ diartikan sebagai ‘perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku’. Sementara itu dalam Concise Oxford Dictionary of Current English
Edisi 1990, kata ‘gender’ diartikan sebagai dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan jenis
kelamin serta ketiadaan jenis kelamin (atau kenetralan)’. Secara terminologis, ‘gender’ oleh Hilary M. Lips
didefinisikan sebagai harapanharapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. H.T. Wilson mengartikan
‘gender’ sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada
kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi lakilaki dan perempuan.
Sementara itu, Elaine Showalter mengartikan ‘gender’ lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya. Ia lebih menekankan gender sebagai konsep analisis yang
dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu (Nasaruddin Umar, 1999: 33-34). Dari beberapa definisi di atas
dapat dipahami bahwa gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya. Gender dalam arti ini adalah
suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
B. Perbedaan Sex dan Gender
Gender berbeda dengan sex, meskipun secara etimologis artinya sama, yaitu jenis kelamin (Echols dan
Shadily, 1983: 517). Secara umum sex digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dari segi anatomi biologis, sedang gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial,
budaya, dan aspek-aspek nonbiologis lainnya. Kalau studi sex lebih menekankan kepada perkembangan
aspek biologis, komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, serta karakteristik
biologis lainnya dalam tubuh seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka studi gender lebih
menekankan kepada perkembangan aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.
Jika studi sex lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki
(maleness) dan perempuan (femaleness), maka studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas
(masculinity) dan (femininity) femininitas seseorang.
dalam khazanah ilmu-ilmu sosial, gender diperkenalkan untuk mengacu kepada perbedaan-perbedaan
antara perempuan dengan laki-laki tanpa konotasikonotasi yang sepenuhnya bersifat biologis, tetapi lebih
merujuk kepada perbedaanperbedaan akibat bentukan sosial. Karena itu, yang dinamakan relasi gender
adalah seperangkat aturan, tradisi, dan hubungan sosial timbal balik dalam masyarakat dan dalam
kebudayaan yang menentukan batas-batas feminin dan maskulin. Jadi, gender menjadi istilah kunci untuk
menyebut femininitas dan maskulinitas yang dibentuk secara sosial yang berbeda-beda dari satu kurun
waktu ke kurun waktu yang lain, dan juga berbeda-beda menurut tempatnya. Berbeda dengan sex (jenis
kelamin), perilaku gender adalah perilakau yang tercipta melalui proses pembelajaran, bukan semata-mata
berasal dari pemberian (kodrat) Tuhan yang tidak dapat dipengaruhi oleh manusia.
C. Kesetaraan Gender dalam perspektif Islam
Sebelum Islam datang, posisi perempuan berada pada strata sosial yang tidak imbang dibandingkan
dengan strata sosial laki-laki. Selama berabad-abad kaum perempuan terus menerus berada di bawah
dominasi kaumlaki-laki. Nasib perempuan begitu sengsara dan memprihatinkan. Perempuan dijadikan
boneka-boneka istana untuk memuaskan nafsu para raja atau penguasa, bahkan perempuan juga dijadikan
seperti barang yang dapat diperjualbelikan. Dalam kehidupan rumah tangga, kedudukan perempuan
sepenuhnya berada pada kekuasaan suaminya. Perempuan tidak memiliki hak-hak yang semestinya.
Kondisi perempuan seperti ini hampir terjadi di semua bangsa terkenal di dunia pada waktu itu, seperti
bangsa Yunani, Romawi, Cina, India, Persia, dan lain sebagainya.
Di kalangan bangsa Arab sendiri – sebelum Islam datang – kondisi perempuan sangat memprihatinkan.
Al-Kurdi menggambarkan kondisi perempuan pada masa Jahiliah dengan panjang lebar seperti berikut: (1)
perempuan terhalang dari hak mewarisi; (2) suami berhak menceraikan isterinya seenaknya dan dapat
merujuknya kembali kapan pun dia mau, tetapi sebaliknya si isteri sama sekali pasif dalam masalah ini; (3)
tidak ada batasan dalam masalah jumlah isteri; (4) isteri merupakan bagian dari harta peninggalan suami;
(5) menanam hidup-hidup anak perempuan suadah menjadi tradisi yang berkembang di masyarakat Arab
Jahiliah; (6) dalam rangka memperoleh anak yang baik bangsa Arab Jahiliah menghalalkan perkawinan
istibda’ (maksudnya seorang suami mengizinkan isterinya yang telah bersih kandungannya kepada salah
seorang pemimpin kabilah yang terkenal keberaniannya, kekuatannya, kemuliaannya, dan akhlaknya
supaya isterinya bisa mengandung dari orang tersebut dan setalah itu ia kembali kepada suaminya lagi); dan
(7) adanya kebiasaan perkawinan syighar (yang berarti pertukaran anak perempuan, yaitu apabila dua orang
mempunyai dua anak gadis dewasa yang belum kawin, mereka biasa mempertukarkan anak-anak
perempuan itu sehingga mahar bagi seorang anak perempuan dianggap telah terbayar dengan mahar bagi si
anak perempuan yang lain. Jadi, anak perempuan dari seorang ayah berpindah tangan kepada ayah dari
anak perempuan yang lain, dan sebaliknya) di antara mereka.
Demikianlah, selama berabad-abad perempuan terus-menerus berada di bawah kekuasaan laki-laki.
Kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki dan harus tunduk kepada kekuatan laki-laki demi
kelancaran dan kelestarian keluarga. Datangnya agama Yahudi dan Nasrani yang ajarannya kemudian
banyak disimpangkan oleh para penganutnya belum bisa menjamin kedudukan perempuan sebagaimana
mestinya. Kemudian datanglah Islam yang berusaha mengangkat kedudukan perempuan hingga menjadi
sejajar dengan kedudukan laki-laki. Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu
kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang
mulia dan terhormat, makhluk yang memiliki berbagai hak di samping kewajiban. Islam mengharamkan
perbudakan dan berbuat aniaya terhadap perempuan. Islam memandang sama antara laki-laki dan
perempuan dalam aspek kemanusiaannya (Q.S. al-Hujurât (49): 13). Islam juga menempatkan perempuan
pada posisi yang sama dengan laki-laki dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama (Q.S. al-Taubat
(9): 71), memikul beban-beban keimanan (Q.S. al-Burûj (85): 10), menerima balasan di akhirat (Q.S. al-
Nisâ’ (4): 124), dan pada masalah-masalah lainnya yang banyak disebutkan dalam al-Quran. Namun
demikian, dalam hal ini masih diakui adanya sedikit perbedaan antara perempuan dan laki-laki, misalnya
dalam hal status perempuan menjadi saksi, besarnya bagian perempuan dalam warisan, dan kesempatan
perempuan menjadi kepala negara. Yang pasti, secara kodrati perempuan berbeda dengan laki-laki. Hanya
perempuan yang bisa menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui.
Pada perkembangan selanjutnya, lahirnya politik demokrasi serta munculnya sistem ekonomi sosialis
dan kapitalis di Barat memberikan kesadaran baru terhadap hak-hak perempuan. Kaum perempuan tidak
mau lagi ditindas sebagaimana yang mereka alami di tengah-tengah masyarakat feodal. Mereka menolak
dianggap rendah status sosialnya dibanding laki-laki. Mereka menuntut hak-haknya untuk belajar dan
mendapat penghormatan yang sama. Gerakan mereka ini dikenal dengan gerakan feminisme, yaitu suatu
gerakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa kaum wanita mengalami diskriminasi dan ada
usaha untuk menghentikan diskriminasi tersebut (Nurul Agustina, Jurnal Ulumul Qur’an (Edisi Khusus),
No. 5 dan 6, 1994: 63). Munculnya kesadaran baru seperti itu banyak menggugah para pakar untuk lebih
menyuarakan hak-hak perempuan melalui tulisan-tulisan mereka. Mulai dekade 1980-an para pakar Muslim
pun mulai banyak berbicara mengenai hak-hak perempuan dengan mempermasalahkan kembali
pemahaman Islam (fikih) yang terkandung dalam kitabkitab fikih, tafsir, dan syarah hadis yang menurut
mereka masih mencerminkan bias dan dominasi patriarkal yang cukup kental. Mereka ini kemudian dijuluki
tokoh-tokoh feminis Muslim atau sering juga dikenal sebagai kaum feminis Muslim. Di antara tokoh-tokoh
feminis Muslim yang tulisan-tulisannya dapat dibaca, baik dalam bentuk buku maupun artikel, adalah
Fatima Mernissi dari Maroko, Riffat Hassan dari Pakistan, Nawal el-Sadawi dari Mesir, Amina Wadud
Muhsin dari Malaysia, dan Asghar Ali Engineer dari Pakistan.
Dari tulisan-tulisan para feminis Muslim itu dapat dilihat bahwa Islam sebenarnya sama sekali tidak
menempatkan kedudukan perempuan berada di bawah kedudukan laki-laki. Jadi Islam benar-benar
menunjukkan adanya kesetaraan dan keadilan gender. Kalaulah selama ini kita memahami adanya
ketidakadilan dalam Islam ketika memposisikan perempuan dan laki-laki dalam hukum, adalah karena
warisan pemahaman Islam (fikih) dari para tokoh Muslim tradisional yang diperkuat oleh justifikasi agama.
Oleh karena itu, kaum feminis itu bersepakat untuk mengadakan rekonstruksi terhadap ajaran-ajaran
tradisional agama untuk sejauh mungkin mengeliminasi perbedaan status yang demikian tajam antara laki-
laki dan perempuan yang telah dikukuhkan selama berabad-abad.
D. Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan
Keseteraan gender dalam bidang pendidikan menjadi sangat penting mengingat sektor pendidikan
merupakan sektor yang sangat strategis untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Di Indonesia kita bisa
mengetahui sekarang bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan memberi arah pada
terciptanya kesetaraan gender. Tidak ada bias gender dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Kesempatan
untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia baik laki-laki maupun perempuan
tidak dibedakan. Upaya pemerintah dalam mengembangkan SDM melalui pendidikan di Indonesia terus
dilakukan, tetapi mengalami hambatan pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Dampak krisis
ekonomi ini tidak saja kepada daya beli masyarakat tetapi juga berdampak kepada kemampuan orang tua
untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
Peraturan perundang-undangan di negara kita tentang pendidikan tidak ada yang mengarah kepada
ketimpangan gender. Tidak ada kebijakan yang yang bias gender terkait dengan kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan di Indonesia mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi
(PT). Kalaupun terjadi perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan pada jurusan-juruan tertentu baik di
SMA, SMK, maupun di PT, bukan karena kebijakan yang dibuat menuntut demikian, tetapi hal ini 11
semata-mata adalah karena pilihan para peserta didik yang dipengaruhi oleh asumsi perbedaan kemampuan
mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Ace Suryadi, bahwa terjadinya ketimpangan menurut gender yang
tercermin dalam proporsi jumlah peserta didik yang tidak seimbang menurut jurusan-jurusan atau program-
program studi yang ada pada pendidikan menengah dan tinggi disebabkan adanya asumsi perbedaan
kemampuan intelektual dan ketrampilan antara laki-laki dan perempuan.
Kita pun juga sering menemukan adanya gejala kesenjangan gender dalam sistem pendidikan,
khususnya dalam pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, dalam hal proporsi laki-laki dan perempuan
dalam jurusan-jurusan yang dibuka. Penyebabnya, selain mungkin peserta didik itu sendiri kekurangan
informasi untuk menentukan pilihan jurusan atau program studi, juga adanya faktor keluarga dengan
berbagai persepsinya yang sudah bias gender. Sering kali dalam memilih jurusan, mereka mendapat
intervensi dari orang tua mereka, padahal jurusan yang dipilih di sekolah akan berakibat lanjutan kepada
kesempatan meneruskan pendidikan atau memilih pekerjaan.
CHARACTER BUILDING
Membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa,
sehingga ‘berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Sebagai basis acuan
dalam merumuskan konsep pendidikan karakter dalam Islam ialah QS. Rum (30): 30. Dari ayat ini dapat ditarik
benang merah bahwa bawaan dasar (fitrah) manusia dan proses pembentukan karakternya dapat dikelompokkan
menjadi empat aliran yaitu (1) fatalis-pasif (2) netral-pasif (3) positif-aktif dan (4) dualis-aktif (Maragustam,
2010).
A. 10 Pilar Karakter dalam Islam
1. Karakter cinta dan ikhlas terhadap Allah swt dan segenap ciptaan-Nya. Ibadah pada hakikatnya segala
sikap dan prilaku yang di ditujukan untuk mencari rido Allah, baik itu ibadah personal maupun ibadah
sosial. Tanggung jawab dan kemandirian. Setiap orang bertanggungjawab terhadap apa yang dikatakan
dan dilakukan dalam tindakan manusiawi secara mandiri.
2. Anugerah Tuhan kepada manusia berupa potensi internal (akal, nafs, kalbu, dan fitrah yang dihidupi
oleh ruh), kesadaran dan kebebasan memilih untuk bertindak, menjadikan manusia bertanggungjawab
apa yang dikatakan dan dilakukan secara mandiri. Setiap kamu adalah pemimpin dan
bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Paling tidak seseorang bertanggungjawab memimpin
dirinya sendiri.
3. Kejujuran dan amanah. Menurut Mohammad Nuh (2010), diantara karakter yang ingin kita bangun
adalah karakter yang berkamampuan dan berkebiasaan memberikan yang terbaik,giving the best,
sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran. Di samping itu apabila seseorang diberi
amanah, maka ia harus mampu memikul dan menunaikan amanah itu sesuai dengan hak-hak dan
kewajiban yang melekat dalam amanah itu.
4. Saling hormat menghormati dan berlaku santun dalam bersikap dan berkomunikasi. Kebanyakan orang
sukses justru ditentukan sejauh mana seseorang menghormati, menghargai dan santun dalam
berkomunikasi. Intelegensi hanya salah satu faktor saja untuk menuju sukses.
5. Ta’awun (tolong menolong), adil (hidup seimbang) dan ihsan(berbuat lebih baik dan terbaik) dan
kerjasama dalam menciptakan tatanan dunia yang bermoral. Manusia diciptakan dalam posisinya
bersosial. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Bahkan telah
matipun, harus dibantu orang lain, yang dikenal dalam Islam fardu kifayah (kewajiban kolektif) untuk
menyolatkan, memandikan, mengkafani, dan menanamnya.
6. Percaya diri dan pekerja keras. Setiap muslim diperintahkan, jika seseorang selesai melakukan suatu
pekerjaaan, cepat bergegaslah untuk mengerjakan lainnya. Dalam Alquran disebutkan: Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. Insyirah: 7-8). Demikian juga seseorang di
larang keras menggantungkan hidupnya pada orang lain, apalagi meminta-minta. Tangan pemberi lebih
baik daripada tangan peminta.
7. Kepemimpinan. Memimpin diri sendiri dan orang lain untuk menata dunia dalam tatanan moral
merupakan suatu keharusan dalam Islam.
8. Berprilaku baik dan rendah hati. Memperjuangkan kebenaran apabila dilakukan dengan cara yang baik
dan rendah hati jauh lebih bermakna dan lebih efektif, daripada dilakukan dengan cara yang tidak baik
dan arogan.
9. Keteladanan. Panji-panji Islam dapat ditegakkan apabila seseorang menempatkan dirinya sebagai
teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi masyarkat dan keluarganya. Tidak akan dapat menciptakan
tatanan dunia yang bermoral apabila terutama para pemimpinnya belum dapat menjadikan diri mereka
menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Presiden menjadi teladan bagi rakyatnya. Orang tua menjadi
teladan bagi anak-anaknya. Guru menjadi teladan bagi murid-muridnya. Majikan menjadi teladan bagi
para pekerjanya. Supir menjadi teladan bagi penumpangnya. Pimpinan media menjadi teladan bagi
pembacanya dan seterusnya.
10. Toleransi (tasamuh), kedamaian, dan kesatuan. Manusia diciptakan dalam perbedaan. Yang saudara
sekandung dan kembarpun pasti berbeda, apalagi yang bukan saudara dan bukan pula kembar.
Seseorang tidak boleh bercita-cita untuk menyeragamkan (uniform) setiap orang.
B. Strategi Mengukir Manusia berkarakter
Bisakah karakter dibentuk?Jika karakter merupakan seratus persen turunnan atau bawaan sejak lahir,
maka karakter tidak bisa dibentuk. Namun, jika bawaan (hereditas) hanyalah salah satu faktor pembentuk
karakter, tentu jawabannya bisa dibentuk semenjak usia dini. Untuk itu kesepuluh pilar karakter itu, dapat
diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan strategi mengetahui, mencintai,
mengerjakan, keteladanan, dan taubat.Keenam rukun pendidikan karakter tersebut adalah sebuah lingkaran
yang utuh yang dapat diajarkan secara berurutan atau tidak berurutan.
Sesuatu tindakan barulah dapat menghasilkan karakter kuat dan positif, apabila enam rukun pendidikan
karakter ini dilakukan secara utuh dan terus menerus.
1. Knowing the good (mengetahui yang baik)
Hal ini bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif. Mengajarkan yang baik,
yang adil, yang bernilai, berarti memberikan pemahaman dengan jernih kepada pembelajar apa itu
kebaikan, keadilan, kejujuran, toleransi, nilai dan lain-lain. Boleh jadi seseorang berprilaku baik, adil,
toleransi, tanpa disadarinya sekalipun secara konseptual tidak mengetahui dan tidak menyadari apa itu
perilaku baik, atau apa itu keadilan, atau apa itu kejujuran. Perilaku berkarakter mendasarkan diri pada
tindakan sadar subjek, bebas dan berpengetahuan yang cukup tentang apa yang dilakukan dan
dikatakannya. Meskipun tampaknya mereka tidak memiliki konsep jernih tentang nilai-nilai tersebut,
sejauh tindakan itu dilakukan dalam keadaan sadar dan bebas, tindakan tersebut dalam arti tertentu
telah dibimbing oleh pemahaman tertentu.Tanpa ada pemahaman dan pengertian, kesadaran dan
kebebasan tidak mungkin ada sebuah tindakah berkarakter.Dalam Islampun sebuah tindakan diminta
pertanggungjawabannya apabila yang melakukan itu sudah dewasa, berakal (berpengetahuan), dalam
keadaan sadar, dan ada kebebasan untuk memilih. Sebuah tindakan yang tidak disadari, tidak
dibimbing oleh pemahaman tertentu, tidak ada kebebasan, maka tidak akan memiliki makna bagi
individu tersebut, sebab ia sendiri tidak menyadari dan tidak mengetahui makna dan akibat tindakan
yang dilakukannya. Demikian juga sebuah tindakan yang tidak bebas dan tidak disadari serta tidak
dibimbing oleh pengetahuan tentangnya, adalah tindakan instingtif atau ritual yang lebih dekat pada
cara bertindak binatang.
2. Feeling and loving the good.
Setelah knowing the good, akan tumbuhfeeling and loving the good, yakni bagaimana
merasakan dan mencintai kebaikan menjadi power dan engine yang bisa membuat orang senantiasa
mau berbuat kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan
karena dia cinta dengan perilaku kebaikan itu.Bagaimana supaya setiap orang cinta kepada kebaikan?
Tentu prilaku kebaikan itu harus dihiasi, dirawat, ditegakkan, dikawal, dilindungi, dihargai dan dikaji
implikasinya dalam waktu jangka panjang, serta keberpihakan kepada kebaikan bagi setiap orang
terutama para pengambil keputusan dan kebijakan. Dengan demikian setiap orang merasa senang,
nyaman dan aman dalam melakukan kebaikan itu.
3. Acting the good (tindakan kebaikan)
Setelah melalui proses mengerti dan mencintai kebaikan yang melibatkan dimensi kognitif
dan afektif. Melalui tindakan pengalaman kebaikan ini secara terus menerus, melahirkan kebiasaan,
yang pada akhirnya membentuk karakter yang kuat dan postif.Tindakan membiasakan melakukan
kebaikan, sangat ditekankan dalam pendidikan Islam.Dalam hadis HR. al-Hakim, disebutkan,
“Perintahlah anak-anakmu menjalankan ibadah salat jika mereka sudah berusia tujuh tahun.Dan jika
mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan
pisahkanlah tempat tidur mereka.”Rentang waktu antara 7 sampai dengan 10 tahun (3 tahun)
mengandung makna pembiasaan melakukan ibadah dan kebajikan, karena anak umur sekian itu (belum
dewasa) belum ada kewajiban melaksanakan ibadah salat.Dari perintah salat, dapat disamakan dengan
ibadah puasa, dan perbuatan kebajikan lainnya. Rahasianya adalah agar anak terbiasa sekaligus
menjadi karakternya untuk melakukan yang baik, sehingga ketika tumbuh dewasa, ia talah terbiasa
melakukan dan terdidik untuk menaati Allah, melaknakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali
kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya. Di
samping itu, anak akan mendapatkan kesucian rohani, gerakan refleks dan kesehatan jasmani, kebaikan
akhlak, perkataan, dan perbuatan di dalam ibadah-ibadah itu. Menurut M. Nuh (Mendiknas) dalam
Republika OnLine, dijelaskan bahwa “tradisi pesantren sangat penting di sekolah”. Maksudnya ialah
pembiasaan nilai positif menjadi tradisi positif, lalu menjadi budaya positif, yang pada akhirnya
menjadi ukiran karakter positif yang kuat.
4. Keteladanan. Dari aspek knowing the good, feeling and loving the gooddan acting the good
Pembelajar butuh keteladanan dari lingkungan sekitarnya. Manusia lebih banyak belajar dan
mencontoh dari apa yang ia lihat dan alami. Keteladanan yang paling berpengaruh adalah yang paling
dekat dengan pembelajar. Orang tua, karib kerabat, pimpinan masyarakat dan siapa pun yang sering
berhubungan dengan pembelajar terutama idola pembelajar, adalah menentukan proses pembentukan
karakter kuat. Jika pendidik jujur, amanah, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa, maka pembelajar akan
tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa dan begitu pun sebaliknya.
Seorang anak, bagaimana pun besar usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimana pun
sucinya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsipprinsip kebaikan dan nilai-nilai lurur agama,
selama ia tidak melihat sang pendidik dan para pemimpin lainnya sebagai teladan dari nilai-nilai moral
yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, termasuk orang tua, yaitu mengajari
anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi anak untuk
melaknakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak
mengamalkannya. Itulah sebabnya salah satu keberhasilan Nabi SAW dalam menyampaikan risalahnya
adalah karena dia sendiri menjadi keteladanan paripurna bagi umatnya.
5. Tobat.
Tobat pada hakikatnya ialah kembali kepada Allah setelah melakukan kesalahan dalam hidup.
Tobat Nasuha adalah bertobat dari dosa/kesalahan yang diperbuatnya saat ini dan menyesal
(muhaasabah dan refleksi) atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berjanji untuk tidak
melakukannya lagi di masa mendatang serta bertekad berbuat kebajikan di masa yang akan datang.
Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?”, “Ya”, kata
Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: “Taubat Nasuha adalah apabila kamu
membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya”. Tuhan mencintai hambanya yang
tobat dan tazkiyatu nufus (mensucikan diri) (Al-Baqarah: 222). Dalam tobat, ingatan, pikiran, perasaan,
hati nurani, secara total digunakan untuk menangkap makna dan nilai yang dilakukan selama ini,
menemukan hubungan dengan Tuhannya, dan kesiapan menanggung konsekwensi dari tindakan
taubatnya. Tobat akan membentuk kesadaran tentang hakikat hidup, melahirkan optimisme, nilai
kebajikan, nilai-nilai yang di dapat dari berbagai tindakannya, manfaat dan kehampaan tindakannya,
dan lain-lain sedemikian rupa, sehingga seseorang dibawa maju untuk melakukan suatu tindakan dalam
paradigma baru di masa-masa akan datang. Pelaku tobat, secara sadar merendahkan hatinya untuk
minta maaf kepada Tuhan dan siapa saja termasuk anak kandung sendiri, jika kesalahan itu berasal
darinya.Dengan demikian dalam diri pelaku tobat, melebihi sekedar muhasabah dan refleksi.Tidak ada
tobat tanpa dimulai dari pengetahuan, endapan pengalaman, kecintaan, kesadaran, penyesalan,
kebebasan, dan perubahan perilaku ke arah positif. Seperti Khalid bin Walid si Pedang Tuhan (sahabat
Nabi SAW) yang semula berkarakter kuat dan energy negatif, dia menjadi garda terdepan menentang
Islam, berubah menjadi manusia yang berkarakter kuat dan energy positif sebagai membela kebenaran
dengan cara tobat. Karena karakter itu tidak mudah diubah. Jika sesuatu itu mudah diubah, ia bukanlah
karakter. Mungkin saja ia hanyalah sifat, pandangan, pendapat, atau pendirian
MARS IPNU
MARS IPPNU
Birama : 2 / 4
Birama : 3 / 4
Wahai pelajar Indonesia
Siapkanlah barisanmu Sirnalah gelap terbitlah terang
Bertekat bulat bersatu Mentari timur sudah bercahya
Dibawah kibaran panji IPNU Ayunkan langkah pukul genderang
Ayohai pelajar Islam yang setia Segala rintangan mundur semua
Kembangkanlah agamamu
Dalam negara Indonesia Tiada laut sedalam iman
Tiada gunung setinggi cita
Tanah air yang kucinta
Sujud kepala kepada Tuhan
Dengan berpedomana kita belajar Tegak kepala lawan derita
Berjuang serta bertaqwa
Kita bina watak nusa dan bangsa Dimalam yang sepi dipagi yang terang
Tuk kejayaan masa depan Hatiku teguh bagimu ikatan
Bersatu wahai pelajar Islam jaya Dimalam yang hening dihati membakar
Tunaikanlah kewajiban yang mulia Hatiku penuh bagimu pertiwi
Ayo maju... pantang mundur....
Mekar seribu bunga ditanam
Dengan rahmat tuhan kita Mekar cintaku pada ikatan
perjuangkan Ilmu kucari amal kuberi
Ayo maju.... pantang mundur..... Untuk agama bangsa negeri
Pasti tercapai adil makmur