Anda di halaman 1dari 11

Nama : Fadillah, S.K.

NIP : 19930109 202203 2 004

Unit Kerja : UPT Puskesmas Manipi

Tugas : Resume Agenda 2 (Modul 2)

BAB II
POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI
1. Potret Layanan Publik di Indonesia
Baik sadar atau tidak, kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan
oleh ‘oknum’ pemberi layanan untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun
kelompok. Peribahasa “Waktu Adalah Uang” digunakan oleh banyak “oknum” untuk
memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang lebih
cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep sedekah
dari sisi penerima layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak
sepakat, menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan
tahun. Sehingga, di masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme, “kalau bisa
dipersulit, buat apa dipermudah”. Terminologi “oknum” sering dijadikan kambing hitam
dalam buruknya layanan publik, namun, definisi “oknum” itu seharunya bila hanya
dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh semua, berarti ada yang salah
dengan layanan publik di negeri ini.
2. Tantangan Layanan Publik
Payung hukum terkait Layanan Publik yang baik tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan Publik. Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan
Publik yang meliputi: kepentingan Umum, kepastian hukum, kesamaan hak,
keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan /
tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kelompok rentan, ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Sejak diterbitkannya UU No.25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik,
dampaknya sudah mulai terasa di banyak layanan. Perbaikan layanan tersebut tidak
lepas dari upaya lanjutan yang dilakukan pasca diterbitkannya aturan. Setidaknya,
aturan tersebut tidak lagi menjadi dokumen statis yang hanya bisa diunduh dan dibaca
ketika diperlukan. Hasil ini tidak lain merupakan hasil kerja dan komitmen semua pihak,
baik dari sisi penyelenggara pelayanan dan masyarakat penerima layanan. Namun,
komitmen ini bukan juga hal yang statis. Perlu upaya keras semua pihak untuk
menjaganya bahkan tantangan untuk meningkatkannya. Tantangan itu pun tidak statis,
godaan dan pola pikir pihak-pihak yang dahulu menikmati keuntungan dari lemahnya
sektor pengawasan layanan selalu mencoba menarik kembali ke arah berlawanan. Tugas
berat sebagai ASN adalah ikut menjaga dan berpartisipasi dalam proses menjaga dan
meningkatkan kualitas layanan tersebut. Karena bisa jadi secara aturan dan payung
hukum sudah memadai, namun secara pola pikir dan mental, masih butuh usaha keras
dan komitmen yang kuat.
3. Keutamaan Mental Melayani
Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani
Bangsa”, menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan publik. Namun,
Mental dan Pola Pikir berada di domain pribadi, individual. Bila dilakukan oleh semua
unsur ASN, akan memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang negatif
bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini, sebaliknya, mental dan pola pikir
positif pun harus bisa memberikan dampak serupa.
BAB III
KONSEP AKUNTABILITAS
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas
adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya
sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada
publik.
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi
untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah
seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai
dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut
adalah:
a) Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin
dan berintegritas tinggi.
b) Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien.
c) Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi.
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas
a) Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship). Hubungan
yang dimaksud adalah hubungan dua pihak antara individu / kelompok / institusi
dengan Negara dan masyarakat. Pemberi kewenangan bertanggungjawab
memberikan arahan yang memadai, bimbingan, dan mengalokasikan sumber daya
sesuai dengan tugas dan fungsinya Dilain sisi, individu / kelompok / institusi
bertanggungjawab untuk memenuhi semua kewajibannya. Oleh sebab itu, dalam
akuntabilitas, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang bertanggungjawab
antara kedua belah pihak.
b) Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)
Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat pemerintah yang
bertanggung jawab, adil dan inovatif. Dalam konteks ini, setiap
individu/kelompok/institusi dituntut untuk bertanggungjawab dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya, serta selalu bertindak dan berupaya untuk memberikan
kontribusi untuk mencapai hasil yang maksimal.
c) Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting)
Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas. Dengan memberikan laporan
kinerja berarti mampu menjelaskan terhadap tindakan dan hasil yang telah dicapai
oleh individu / kelompok / institusi, serta mampu memberikan bukti nyata
dari hasil dan proses yang telah dilakukan.
d) Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless without
consequences).
Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab, dan tanggungjawab menghasilkan
konsekuensi. Konsekuensi tersebut dapat berupa penghargaan atau sanksi.
e) Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk memperbaiki kinerja ASN dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
3. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
a) Untuk menyediakan control demokratis (peran demokrasi);
b) Untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional);
c) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas merupakan kontrak antara pemerintah dengan aparat birokrasi,
serta antara pemerintah yang diwakili oleh PNS dengan masyarakat. Kontrak antara
kedua belah pihak tersebut memiliki ciri antara lain:
a) Akuntabilitas eksternal yaitu tindakan pengendalian yang bukan bagian dari
tanggung jawabnya.
b) Akuntabilitas interaksi merupakan pertukaran sosial dua arah antara yang menuntut
dan yang menjadi bertanggung jawabnya (dalam memberi jawaban, respon,
rectification, dan sebagainya).
c) Hubungan akuntabilitas merupakan hubungan kekuasaan struktural (pemerintah
dan publik) yang dapat dilakukan secara asimetri sebagai haknya untuk menuntut
jawaban.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
a) Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada
otoritas yang lebih tinggi, dan akuntabilitas vertikal membutuhkan pejabat
pemerintah untuk melaporkan "ke bawah" kepada publik.
b) Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Akuntabilitas ini membutuhkan pejabat pemerintah untuk melaporkan "ke
samping" kepada para pejabat lainnya dan lembaga Negara.
4. Tingkatan Akuntabilitas
Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal,
akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan
akuntabilitas stakeholder.
a) Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
Akuntabilitas personal mengacu pada nilai-nilai yang ada pada diri seseorang
seperti kejujuran, integritas, moral, dan etika.
b) Akuntabilitas Individu
Akuntabilitas individu mengacu pada hubungan antara individu dan lingkungan
kerjanya, yaitu antara PNS dengan instansinya sebagai pemberi kewenangan.
c) Akuntabilitas Kelompok
Kinerja sebuah institusi biasanya dilakukan atas kerjasama kelompok. Dalam
kaitannya dengan akuntabilitas kelompok, maka pembagian kewenangan dan
semangat kerjasama yang tinggi antar berbagai kelompok yang ada dalam sebuah
institusi memainkan peranan yang penting dalam tercapainya kinerja organisasi
yang diharapkan.
d) AkuntabilitasOrganisasi
Akuntabilitas organisasi mengacu pada hasil pelaporan kinerja yang telah dicapai,
baik pelaporan yang dilakukan oleh individu terhadap organisasi/institusi maupun
kinerja organisasi kepada stakeholders lainnya.
e) Akuntabilitas Stakeholder
Akuntabilitas stakeholder adalah tanggungjawab organisasi pemerintah untuk
mewujudkan pelayanan dan kinerja yang adil, responsif dan bermartabat.
BAB IV
PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL
1. Akuntabilitas dan Integritas
Sebuah sistem yang memiliki integritas yang baik akan mendorong terciptanya
akuntabilitas, integritas itu sendiri, dan transparansi. Akuntabilitas dan Integritas adalah
faktor yang sangat penting dimiliki dalam kepimpinan, Integritas menjadi hal yang
pertama harus dimiliki oleh seorang pemimpin ataupun pegawai negara yang kemudian
diikuti oleh Akuntabilitas. pejabat ataupun pegawai negara, memiliki kewajiban moral
untuk memberikan pelayanan dengan etika terbaik sebagai bagian dari budaya etika dan
panduan perilaku yang harus dimiliki oleh sebuah pemerintahan yang baik.
2. Integritas dan Anti Korupsi
Integritas adalah salah satu pilar penting dalam pemberantasan korupsi. Integritas bisa
diartikan sebagai bersatunya antara ucapan dan perbuatan. Jika ucapan mengatakan
antikorupsi, maka perbuatan pun demikian. Dalam bahasa sehari-hari, integritas bisa
pula diartikan sebagai kejujuran atau ketidakmunafikan.
3. Mekanisme Akuntabilitas
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka
mekanisme akuntabilitas harus mengandung dimensi:
a) Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity and legality)
b) Akuntabilitas proses (process accountability)
c) Akuntabilitas program (program accountability)
d) Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Kemudian untuk menciptakan lingkungan kerja yang akuntabel, diperlukan sikap
kepemimpinan, transparansi, integritas, tanggung jawab, keadilan, kepercayaan,
keseimbangan, kejelasan dan konsistensi.
4. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan secara umum adalah suatu keadaan seseorang pada posisi
yang diberi kewenangan dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan atau
organisasi yang memberi penugasan, sehingga orang tersebut memiliki kepentingan
profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat
menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya.
Adapun Tipe-tipe Konflik Kepentingan, ada 2 jenis umum Konflik Kepentingan, yaitu:
a. Keuangan
Penggunaan sumber daya lembaga (termasuk dana, peralatan atau sumber daya
aparatur) untuk keuntungan pribadi
b. Non-Keuangan
Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan / atau
orang lain.
5. Pengelolaan Gratifikasi yang Akuntabel
Gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Dalam konteks nilai
barang dan uang, ataupun konteks pegawai/pejabat negara, gratifikasi bisa
dikategorikan sebagai gratifikasi netral dan ilegal, sehingga harus memutuskan,
dilaporkan atau tidak dilaporkan. Ketika harus dilaporkan, menurut Pasal 12C UU Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
6. Membangun Pola Pikir Anti Korupsi
Nilai integritas adalah nilai yang dapat mengikat setiap unsur pelayan publik secara
moral dalam membentengi institusi, dalam hal ini lembaga ataupun negara, dari
tindakan pelanggaran etik dan koruptif yang berpotensi merusak kepercayaan
masyarakat.
7. Apa yang Diharapkan Dari Seorang ASN
Perilaku Individu (Personal Behaviour)
a) ASN bertindak sesuai dengan persyaratan legislatif, kebijakan lembaga dan
kode etik yang berlaku untuk perilaku mereka;
b) ASN tidak mengganggu, menindas, atau diskriminasi terhadap rekan atau anggota
masyarakat;
c) Kebiasaan kerja ASN, perilaku dan tempat kerja pribadi dan profesional hubungan
berkontribusi harmonis, lingkungan kerja yang aman dan produktif;
d) ASN memperlakukan anggota masyarakat dan kolega dengan hormat, penuh
kesopanan, kejujuran dan keadilan, dan memperhatikan tepat untuk kepentingan
mereka, hak-hak, keamanan dan kesejahteraan,
e) PNS membuat keputusan adil, tidak memihak dan segera, memberikan
pertimbangan untuk semua informasi yang tersedia, undang-undang dan
kebijakan dan prosedur institusi tersebut
f) ASN melayani Pemerintah setiap hari dengan tepat waktu, memberikan masukan
informasi dan kebijakan.
BAB V
AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN
1. Transparansi dan Akses Informasi
Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada
berbagai sektor dan urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan
dengan isu ini adalah perwujudan transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik,
dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(selanjutnya disingkat: KIP). Konteks lahirnya UU ini secara substansial adalah
memberikan jaminan konstitusional agar praktik demokratisasi dan good governance
bermakna bagi proses pengambilan kebijakan terkait kepentingan publik, yang
bertumpu pada partisipasi masyarakat maupun akuntabilitas lembaga penyelenggara
kebutuhan publik.
Adapun bunyi Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tercantum beberapa tujuan
transparansi, sebagai berikut:
a) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan
publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta
alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b) Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
c) Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik;
d) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan
efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
e) Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
g) Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik
untuk menghasilkan layanan informasi.
Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,
dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik
lainnya yang sesuai dengan Undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan
dengan kepentingan publik.
Informasi publik terbagi dalam 2 kategori:
a) Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan.
b) Informasi yang dikecualikan (informasi publik yang perlu dirahasiakan).
Pengecualiannya tidak boleh bersifat permanen. Ukuran untuk menjadikan suatu
informasi publik dikecualikan atau bersifat rahasia adalah: (i) Undang- undang; (ii)
kepatutan; dan (iii) kepentingan umum. Sedangkan Badan Publik adalah lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar
negeri (Pasal 1 Ayat 3).
Keterbukaan informasi memungkinkan adanya ketersediaan (aksesibilitas) informasi
bersandar pada beberapa prinsip. Prinsip yang paling universal (berlaku hampir diseluruh
negara dunia) adalah:
a) Maximum Access Limited Exemption (MALE), pada prinsipnya semua
informasi bersifat terbuka dan bisa diakses masyarakat
b) Permintaan Tidak Perlu Disertai Alasan
c) Mekanisme yang Sederhana, Murah, dan Cepat Nilai dan daya guna suatu
informasi sangat ditentukan oleh konteks waktu.
d) Informasi Harus Utuh dan Benar
e) Informasi Proaktif
f) Perlindungan Pejabat yang Beritikad Baik
2. Praktek Kecurangan dan Perilaku Korupsi
Etika pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan yang harus
dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokratuntuk menyelenggarakanpelayanan yang
baik untuk publik. Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
Isu etika menjadi sangat vital dalam administrasi publik dalam penyelenggaraan
pelayanan sebagai inti dari administrasi publik. Diskresi administrasi menjadi starting
point bagi masalah moral atau etika dalam dunia administrasi publik Sayangnya etika
pelayanan publik di Indonesia belum begitu diperhatikan. Buruknya etika para aparatur
pemerintah Indonesia dapat terlihat dari masih banyaknya keluhan oleh masyarakat.
Laporan Ombudsman Tahun 2020 terkait kasus dugaan maladministrasi
mengilustrasikan hal tersebut.
Keberhasilan pembangunan suatu etika perilaku dan kultur organisasi yang anti
kecurangan dapat mendukung secara efektif penerapan nilai-nilai budaya kerja, yang
sangat erat hubungannya dengan hal-hal atau faktor-faktor penentu keberhasilannya
yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, yaitu :
a) Komitmen dari Top Manajemen Dalam Organisasi;
b) Membangun Lingkungan Organisasi Yang Kondusif:
c) Perekrutan dan Promosi Pegawai;
d) Pelatihan nilai- nilai organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan;
e) Menciptakan Saluran Komunikasi yang Efektif;
f) Penegakan kedisiplinan.
Perilaku berkaitan dengan menghindari perilaku yang curang dan koruptif
(Fraudulent and Corrupt Behaviour) yaitu:
a) ASN tidak akan terlibat dalam penipuan atau korupsi
b) ASN dilarang untuk melakukan penipuan yang menyebabkan kerugian keuangan
aktual atau potensial untuk setiap orang atau institusinya.
c) ASN dilarang berbuat curang dalam menggunakan posisi dan kewenangan mereka
untuk keuntungan pribadinya;
d) ASN akan melaporkan setiap perilaku curang atau korup;
e) ASN akan melaporkan setiap pelanggaran kode etik badan mereka;
f) ASN akan memahami dan menerapkan kerangka akuntabilitas yang berlaku di
sektor publik.
3. Penggunaan Sumber Daya Milik Negara
Untuk kelancaran aktivitas pekerjaan, hampir semua instansi pemerintah
dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti telepon, komputer, internet dan
sebagainya. Fasilitas publik dilarang pengunaannya untuk kepentingan pribadi. Hal-hal
tersebut biasanya sudah diatur secara resmi oleh berbagai aturan dan prosedur yang
dikeluarkan pemerintah/instansi. Setiap PNS harus memastikan bahwa:
a) Penggunaannya diaturan sesuai dengan prosedur yang berlaku
b) Penggunaannya dilaklukan secara bertanggung- jawab dan efisien
c) Pemeliharaan fasilitas secara benar dan bertanggungjawab.
4. Penyimpanan dan Penggunaan dan Informasi Pemerintah
Proses suatu organisasi akuntabel karena adanya kewajiban untuk menyajikan
dan melaporkan informasi dan data yang dibutuhkan oleh masyarakat atau pembuat
kebijakan atau pengguna informasi dan data pemerintah lainnya. Akuntabilitas dalam hal
ini adalah bagaimana pemerintah atau aparatur dapat menjelaskan semua aktifitasnya
dengan memberikan data dan informasi yang akurat terhadap apa yang telah mereka
laksanakan, sedang laksanakan dan akan dilaksanakan. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah akses dan distribusi dari data dan informasi yang telah dikumpulkan tersebut,
sehingga pengguna/stakeholders mudah untuk mendapatkan informasi tersebut.
Informasi dan data yang disimpan dan dikumpulkan serta dilaporkan tersebut harus
relevant (relevan), reliable (dapat dipercaya), understandable (dapat dimengerti), serta
comparable (dapat diperbandingkan).
Perilaku berkaitan dengan Penyimpanan dan Penggunaan Data serta Informasi
Pemerintah (Record Keeping and Use of Government Information):
a) ASN bertindak dan mengambil keputusan secara transparan;
b) ASN menjamin penyimpanan informasi yang bersifat rahasia;
c) ASN mematuhi perencanaan yang telah ditetapkan;
d) ASN diperbolehkan berbagi informasi untuk mendorong efisiensi dan kreativitas;
e) ASN menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
f) ASN memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
g) ASN tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri
atau untuk orang lain.
5. Membangun Budaya Anti Korupsi di Organisasi Pemerintahan
Untuk membangun budaya anti korupsi di organisasi pemerintahan, dapat
mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan konflik kepentingan,
yaitu:
a) Penyusunan Kerangka Kebijakan,
b) Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
c) Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
d) Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.
Penyusunan kode etik, dukungan lembaga, dan sanksi bagi pelaku pelanggaran
adalah beberapa hal yang sangat penting untuk dapat menjadi perhatian. Namun,
memegang teguh prinsip moral, integritas, adalah kunci utama dari terlaksananya
sistem yang disiapkan. Akuntabilitas pimpinan lembaga juga menjadi hal penting untuk
menjadi pegangan tindak dan perilaku pegawai di lingkungan lembaga atau institusi.
Namun, untuk menjadi teladan atau inspirasi, tidak perlu menunggu untuk menjadi
pimpinan terlebih dahulu, karena tidak ada satu pun tokoh-tokoh bangsa yang
berintegritas yang tiba-tiba memiliki integritas yang tinggi, semua perlu dikomitmenkan,
dilatih, dibiasakan, dan dicontohkan.

Anda mungkin juga menyukai