Anda di halaman 1dari 45

BAB I

DESAIN STRUKTRUR TAHAN GEMPA KONVENSIONAL

1.1. Daktilitas
Daktilitas adalah kemampuan sebuah struktur atau komponen untuk menahan respon
inelastik, termasuk lendutan terbesar dan menyerap energi. Parameter yang digunakan
untuk menentukan daktilitas suatu bahan/struktur disebut Faktor Daktilitas (μ).

Gambar 1.1 Hubungan Beban-Lendutan


(Sumber: Yohannes Arief N. Siregar, 2008)

Menurut Paulay dan Priestly (1992), pada dasarnya daktilitas dibagi atas beberapa
jenis adalah:
a. Daktilitas Regangan (Strain Ductility)
Daktilitas yang berpengaruh pada struktur dapat tercapai pada panjang tertentu pada
salah satu bagian dari struktur tersebut. Jika tegangan inelastik dibatasi dengan panjang
yang sangat pendek, maka akan terjadi penambahan yang besar

1
pada daktilitas tegangan. Daktilitas tegangan merupakan daktilitas yang dimiliki
oleh material yang digunakan.

𝜇G = .................................................................................................. (2-1)
∈y

Dimana:
ϵ = Total tegangan yang terjadi
ϵy = Tegangan pada saat leleh
b. Daktilitas Kelengkungan Daktilitas kelengkungan adalah perbandingan antara
sudut kelengkungan (putaran sudut per unit panjang) maksimum dengan sudut
kelengkungan leleh dari suatu elemen struktur akibat momen lentur.
φ
𝜇φ = φy
................................................................................................ (2-2)

Dimana:
𝜑 = Sudut kelengkungan maksimum
𝜑y = Sudut kelengkungan leleh
c. Daktilitas perpindahan adalah perbandingan antara perpindahan struktur
maksimum terhadap perpindahan struktur pada saat leleh.
∆u
∆ = .................................................................................................. (2-3)
s ∆y

Dimana:
∆u = Perpindahan maksimum
∆y = Perpindahan struktur saat leleh
d. Daktilitas rotasi adalah perbandingan antara putaran sudut maksimum terhadap
putaran sudut saat leleh.

𝜇θ θu ................................................................................................. (2-4)
= θy

Dimana:
𝜃u = Putaran sudut maksimum sendi plastis
𝜃y = Putaran sudut leleh
Daktilitas inilah yang menjadi dasar perencanaan bangunan tahan gempa.
Lebih tepatnya adalah sambungan balok ke kolom inilah yang direncanakan sebagai
elemen struktur yang mengalami leleh (kondisi plastis) ketika struktur balok
menyerap beban gempa. Semakin daktail suatu struktur, maka kuat ultimate dari
struktur tersebut semakin tinggi dan kemampuan berdeformasinya semakin besar.

2
1.2. Stabilitas
Stabilitas gedung ditentukan dengan tujuan untuk memberikan batasan
terhadap keamanan struktur agar tidak melebihi batasan tersebut. Untuk
menghitung stabilitas gedung terhadap momen torsi yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya puntir pada gedung, faktor penting yang
sangat berpengaruh pada saat terjadinya puntir adalah adanya eksentrisitas antara
pusat massa dan pusat kekuatan pada bangunan. Sedangkan jika terjadi momen tak
terduga maka momen torsi yang telah ada sebelumnya akan ditambah dengan 5%
dimensi struktur. Berdasarkan SNI 1726-2019 adaoun syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Drift ratio
Berdasarkan SNI 1726-2019 pasal 8.8.5 nilai simpangan antar tingkat
diperlukan untuk penggunaan dalam tata cara material, menentukan pemisahan
struktur antara bangunan, desain penutup permukaan bangunan (cladding) atau
persyaratan desain lainnya, simpangan antar tingkat harus diambil sebesar 1%
ketinggian bangunan. Semua bagian struktur harus di desain untuk menahan
gaya seismik kecuali jika dipisahkan secara struktur oleh jarak yang cukup untuk
menghindari kontak yang merusak akibat defleksi total.
b. Simpangan Antar Lantai (drift inter-storey)
Dalam mengontrol simpangan antar lantai (drift inter-storey) terdapat
ketentuan yang diatur pada peraturan tersebut. Pada parameter respons yang
ditinjau harus di kombinasikan dengan meetode akar jumlah kuadrat (SRSS)
atau metode kombinasi kuadrat lengkap (CQC) yang harus dihitung sesuai
persamaan berikut:
Cd.ðxe.........................................................................................................................................................................
𝛿x = (2-5)
Ie

Dimana:
𝐶d = faktor pembesaran defleksi
𝛿xe = defleksi pada lokasi lantai yang ditinjau diakibatkan gaya gempa lateral
𝐼e = faktor keutamaan struktur

3
Skala simpangan antar lantai, jika respons terkombinasi untuk geser dasar
ragam (Vt) < 85% dari CsW, maka simpangan antar lantai harus dikalikan dengan
Cs.W
0,85 .
Vt

c. Rotasi Akibat P-Delta


P-Delta merupakan salah satu efek kedua yang terjadi pada struktur atau
biasa dikenal dengan “geometric nonlinearity effect”. Hal ini karena
berhubungan dengan jumlah lantai/ketinggian pada suatu struktur, semakin
tinggi struktur maka semakin terpengaruh dengan P-Delta. P-Delta sendiri
adalah efek nonlinier yang terjadi pada setiap struktur yang dimana elemennya
terjadi gaya aksial.

Gambar 1.2 P-Delta pada Kolom


(Sumber: CSI Analysis Reference Manual, 2017)

Pengaruh P-Delta pada geser, momen dan simpangan antar lantai yang
timbul pada bangunan tinggi harus diperhitungkan apabila koefisien stabilitas
(𝜃) lebih dari 0,1.
Px.∆.Ie........................................................................................................................................................................
𝜃= (2-6)
Vx.hsx.Cd

Dimana:
𝜃 = koefisien stabilitas
𝑃x = beban desain vertikal total pada dan diatas tingkat x
∆ = simpangan antar lantai tingkat desain terjadi secara serentak dengan Vx
𝐼e = faktor keutamaan hunian
𝑉x = gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x-1

4
ℎsx = tinggi tingkat di bawah tingkat x
𝐶d = faktor pembesaran defleksi
Namun nilai koefisien stabilitas tidak boleh melebihi 𝜃max yang
ditentukan pada persamaan.

𝜃max 0,5 ≤ 0,25 ..................................................................................... (2-7)


= βCd
Dimana:
𝜃max = koefisien stabilitas maksimum
𝛽 = rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat antara
tingkat x dan x-1
𝐶d = faktor pembesaran defleksi

1.3. Integritas
Menurut SNI 2847:2019, dalam pendetailan tulangan dan sambungan,
komponen struktur harus diikat secara efektif Bersama untuk meningkatkan
integritas struktur secara menyeluruh.
Persyaratan minimum untuk konstruksi cor di tempat ditentukan sebagai
berikut:
d. Balok sepanjang perimeter struktur harus memiliki tulangan menerus melebihi
panjang bentang yang melalui daerah yang dibatasi oleh tulangan longitudinal
pada kolom yang terdiri dari:
 Paling sedikit seperenam tulangan tarik yang diperlukan untuk momen
negatif di tumpuan, tetapi tidak kurang dari dua batang tulangan
 Paling sedikit seperempat tulangan tarik yang diperlukan untuk momen
positif yang diperlukan di tengah bentang, tetapi tidak kurang dari dua batang
tulangan
e. Tulangan transversal harus diangkur seperti yang ditetapkan pada tulangan torsi.
Tulangan transversal tidak perlu diteruskan melalui kolom.
f. Pada ujung tulangan yang harus disambung atau dekat dengan tengah bentang
dan dibawah tulangan harus disambung dekat tumpuannya. Sambungan harus
merupakan sambungan lewatan tarik kelas B.
g. Tulangan tranversal paling sedikit seperempat dari tulangan momen positif
diperlukan di tengah bentang, tetapi tidak kurang dari dua batang tulangan, harus

5
melalui daerah yang dibatasi oleh tulangan longitudinal kolom dan harus
menerus.
h. Untuk slab dua arah non-prategang, semua batang tulangan atau kawat bawah
dalam lajur kolom, dalam setiap arah harus menerus. Paling sedikit dua batang
tulangan atau kawat bawah lajur kolom dalam masing-masing arah harus
melewati dalam daerah yang dibatasi oleh tulangan memanjang kolom dan harus
diangkur pada tumpuan eksterior.

1.4. Kolom Kuat Balok Lemah (Strong Column Weak Beam)


Menurut Wardhono (2010), Kolom Kuat Balok Lemah atau Strong Column
Weak Beam biasanya disebut sebagai Desain Kapasitas yang artinya ketika struktur
gedung memikul pengaruh gempa rencana, sendi-sendi plastis di dalam struktur
gedung tersebut hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok dan pada kaki kolom
saja.
Perencanaan struktur terhadap gempa sering memakai konsep desain
kapasitas di mana pengendalian pola keruntuhan struktur dilakukan melalui
pemanfaatan sifat daktail struktur secara maksimal. Konsep desain kapasitas juga
dapat diartikan dengan Strength Based Design yaitu di mana setiap struktur harus
mampu menahan beban geser dasar akibat gempa dalam suatu perencanaan. Dua
macam batasan struktur dalam konsep ini adalah sebagai berikut:
a. Serviceability Limit State
Titik berat dari kinerja ini adalah pengontrolan dan pembatasan displacement
yang terjadi selama gempa berlangsung. Kekuatan tambahan harus bisa
dipastikan tersedia pada semua komponen struktur dan tetap berperilaku elastis
untuk menahan gempa.
b. Survival Limit State
Ketika suatu struktur mengalami perpindahan lateral yang besar, kehilangan
kekuatan untuk menahan gaya lateral harus sekecil mungkin dan kemampuan
struktur untuk menahan beban gravitasi masih harus bisa tetap dipertahankan.

6
Gambar 1.3 Mekanisme goyang dengan pembentukan sendi-sendi plastis pada ujung-ujung
balok dan kaki kolom
(Sumber: Wardhono, 2010)

Mekanisme strong colum weak beam pada saat struktur mendapat gaya lateral
gempa, distribusi kerusakan sepanjang ketinggian bangunan bergantung pada
distribusi lateral story drift (simpangan antar lantai). Jika struktur memiliki kolom
yang lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai (soft
story effect) seperti ditunjukkan pada Gambar A. Sebaliknya jika kolom lebih kuat
daripada balok (strong column weak beam), maka drift akan tersebar merata dan
keruntuhan lokal di satu lantai dapat diminimalkan).
Berdasarkan SNI 2847:2019, konsep strong column weak beam ditentukan
berdasarkan persamaan berikut:
Σ𝑀nc ≥ (6/5) Σ𝑀nb............................................................................................................................(2-8)
Dimana:
Mnc = Jumlah kekuatan lentur nominal kolom-kolom yang merangka ke dalam
joint, yang dievaluasi di muka-muka joint.
Mnb = Jumlah kekuatan lentur nominal balok yang merangka ke dalam joint,
yang dievaluasi di muka-muka joint.
Dengan menggunakan konsep ini maka diharapkan bahwa kolom tidak akan
mengalami kegagalan terlebih dahulu sebelum balok. Rasio tulangan harus dipilih
sehingga terpenuhi syarat: 0,01 ≤ 𝜌g ≤ 0,06.

7
Gambar 1.4 Konsep Kolom Kuat-Balok Lemah (Strong Column-Weak Beam)
(Sumber: Setiawan, 2016)
Untuk mengurangi kemungkinan leleh pada kolom yang dianggap sebagai
bagian dari sistem pemikul gaya seismik. Jika kolom tidak lebih kuat dari balok
yang merangka pada joint, ada kemungkinan peningkatan aksi inelastik. Kasus
terburuk pada kolom lemah adalah kelelehan lentur dapat terjadi pada kedua ujung
kolom pada satu lantai tertentu yang menghasilkan mekanisme kegagalan kolom
yang dapat menyebabkan keruntuhan bangunan.

8
1.5. Sistem Penahan Gempa
1.5.1. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)
Sistem rangka pemikul momen adalah suatu sistem struktur berupa portal atau
rangka yang terdiri dari komponen horisontal berupa balok dan komponen vertikal
berupa kolom yang dihubungkan secara kaku dan bekerja secara bersamaan untuk
menahan beban-beban yang terjadi pada bangunan melalui mekanisme lentur.
Berdasarkan SNI: 1726-2019 sistem ranngka pemikul momen terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu SPRMB (Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa), SRPMM
(Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah), dan SRPMK (Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus).
1.5.2. Komponen Struktur Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)
Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa merupakan sistem yang memiliki
deformasi inelastik dan tingkat daktilitas yang paling kecil tapi memiliki kekuatan
yang besar, oleh karena itu desain SRPMB dapat megabaikan persyaratan ”Strong
Column Weak Beam” yang dipakai untuk merancang struktur yang mempunyai
daktilitas tinggi. Sistem ini masih jarang dan kurang cocok digunakan untuk
wilayah gempa di indonesia sangat tinggi.
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk pada
kategori desain seismik maksimal KDS B yaitu wilayah dengan tingkat kegempaan
rendah. Balok harus mempunyai paling sedikit dua batang tulangan longitudinal
yang menerus sepanjang kedua sisi atas dan bawah. Tulangan bawah menerus
mempunyai luas kurang dari seperempat luas maksimum tulangan bawah. Tulangan
ini harus diangkur agar mencapai kekuatan leleh tarik fy pada muka tumpuan.
Kolom yang memiliki panjang tak tertumpu 𝑙u ≤ 5𝑐1 harus memiliki ∅𝑉n
setidaknya nilai terendah di antara persamaan:
a)
Geser yang terkait dengan terjadinya kekuatan momen nominal Mn pada setiap
ujung dari panjang tak tertumpu kolom akibat lentur yang berbalik arah. Kuat
lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor yang konsisten dengan
arah gaya lateral yang menghasilkan kekuatan lentur tertinggi.
b)
Geser maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban desain yang melibatkan
E, dengan E ditingkatkan Ω0E.

9
1.5.3. Komponen Struktur Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
(SRPMM)
1.5.3.1. Ruang Lingkup
Bila beban aksial terfaktor pada komponen struktur tidak melebihi
(Agf’c/10) tulangan sengkang.

1.5.3.2. Perencanaan Balok


1.5.3.2.1. Balok harus mempunyai palimg sedikit dua batang tulangan longitudinal
yang menerus sepanjang kedua sisi atas dan bawah penampang. Tulangan
bawah yang menerus harus memiliki luas tidak kurang dari seperempat
luas maksimum tulangan bawah. Tulangan ini harus diangkur untuk dapat
mencapai kekuatan leleh Tarik fy pada muka tumpuan.
1.5.3.2.2. Kekuatan momen positif pada muka joint tidak boleh kurang dari sepertiga
momen negatifnya pada muka joint. Baik kekuatan momen negatif atau
positif pada sebarang penampang sepanjang balok tidak boleh kurang dari
seperlima kekuatan momen maksimum yang disediakan pada muka salah
satu joint pada bentang balok.

1.5.3.3. Perencanaan Kolom

1.5.4. Detailing Joint Balok Kolom


Berdasarkan SNI 2847(2019) memberikan suatu penyelesaian bahwa gaya
geser desain,Ve, harus ditentukan dari peninjauan gaya statis pada bagian
komponen struktur antar muka joint. Harus diasumsikan bahwa momen-momen
dengan tanda berlawanan yang berhubungan dengan kekuatan momen lentur yang
mungkin, Mpr, bekerja pada mukamuka joint dan bahwa komponen struktur
dibebanin dengan beban gravitasi terfaktor sepanjang batangnya. Adapun
ilustrasinya sebagai berikut:

10
Gambar 1.5 Ilustrasi sambungan balok kolom
(Sumber: SNI 2847-2019)
Gaya geser terfaktor yang pada hubungan balok-kolom, Vu, dihitung sebagai
berikut:
Untuk joint interior
Vu=1,25(As+As) fy-V kol
Untuk joint eksterior (ambil nilai terbesar dari)
Vu-1,25. As .fy-Vkol
Vu=1,25 .As. fy-Vkol

11
Gaya geser pada kolom, Vkolom, dapat dihitung berdasarkan nilai Mpr- dan
Mpr+ dibagi dengan setengah tinggi kolom atas (h1) ditambah setengah tinggi
kolom bawah (h2). Jika dituliskan dalam bentuk persamaan adalah:
𝑀𝑝𝑟+ + 𝑀𝑝𝑟–
𝑉kol =
ℎ1 ℎ2
2 + 2
Menghitung Tegangan Geser Nominal dalam joint
𝑉𝑢
𝑣𝑛 =
𝑏𝑗. ℎ𝑐
Dengan:
Vn = Tegangan geser nominal joint
Vu = Gaya geser terfaktor
bj = Lebar efektif hubungan balok kolom
hc = Tinggi efektif kolom pada hubungan balok kolom
Lebar efektif dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:
𝑏𝑗 = 𝑏 + ℎ𝑗
𝑏𝑗 = ≤ 𝑏 + 2𝑥
Dengan:
Bj = Lebar efektif hubungan balok kolom
Hj = Tinggi joint
B = Lebar Balok
X = Selisih antara sisi terluar balok ke sisi terluar kolom
Nilai gaya geser Vn tidak boleh lebih besar dari persyaratan berikut ini:
Untuk hubungan balok kolom yang terkekang pada keempat sisinya maka
1,7√𝑓'𝑐𝐴𝑗 (Mpa)
Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi yang berlawanan
maka
1,25√𝑓'𝑐𝐴𝑗 (Mpa)
Untuk hubungan lainnya maka
1√𝑓'𝑐𝐴𝑗 (Mpa)
Menghitung tegangan geser yang dipikul oleh beton (Vc)
2 𝑁𝑛,
𝑣𝑐 = √((
3 𝑘 ) − 0,1 𝑓′𝑐)
𝐴𝑔

12
Dengan:
Vc = Tegangan geser yang dipikul beton
Nn,k = Gaya aksial kolom
Ag = Luas Penampang kolom
Tulangan transversial pada hubungan balok-kolom diperlukan untuk
memberikan kekangan yang cukup pada beton, sehingga mampu menunjukkan
perilaku yang daktail dan tetap dapat memikul beban vertical akibat gravitasi
meskipun telah terjadi pengelupasan pada selimut betonnya. Merencanakan
penulangan geser:
Bila Vn ≤ Vc digunakan tulangan geser minimum
Bila Vn ≥ Vc perlu tulangan geser
Luas total tulangan transversal tertutup persegi tidak boleh kurang dari pada
𝑆 𝑏𝑐 𝑓′𝑐
𝐴𝑠ℎ = 0,09
𝑓𝑦𝑡
𝐴𝑔 𝑆 𝑏𝑐 𝑓′𝑐
𝐴𝑠ℎ = 0,3 (
𝐴𝑐ℎ — 1) 𝑓𝑦
Dengan:
Ash = Luas tulangan transversal yang disyaratkan
Bc = Lebar inti kolom yang diukur dari as tulangan longitudinal kolom
Ag = Luas penampang kolom
F’c = Kuat tekan beton
Fy = Kuat Lelah tulangan baja
S = Jarak antar tulangan transversal
Sesuai SNI 03-2847-2019, disyaratkan bahwa tulangan transversal
diletakkan dengan spasi tidak lebih dari: (1) 0,25 kali dimensi terkecil struktur (2)
6 kali diameter tulangan longitudinal (3) sesuai persamaan
350 − ℎ𝑥
𝑠𝑥 = 100 +
3
Dengan hx dapat diambil sebesar 1/3 kali dimensi inti kolom, disyaratkan
bahwa nilai sx tidak lebih besar dari 150 mm dan tidak perlu lebih kecil dari 100
mm. Panjang penyaluran batang pada beton normal tidak boleh kurang dari 8 db,
150 mm dan panjang dapat didekati dengan persamaan:

13
𝑓𝑦 𝑑𝑏
𝐿𝑑ℎ =
5,4 √𝑓′𝑐
Dimana:
Ldh = Panjang Penyaluran

Fy = Tegangan leleh baja tulangan


Db = Diameter tulangan
F’c = Kuat tekan beton
1.6. Kontrol Stabilitas Bangunan

Gambar 1.6 Penentuan Simpangan Antar Tingkat


(Sumber: SNI 1726-2019)
Dalam SNI 1726:2019 dijelaskan bahwa stabilitas suatu gedung dapat
diketahui dari nilai simpangan antar tingkat yang nantinya akan dikontrol dengan
nilai drift, nilai drift didapatkan dari hasil analisa menggunakan software. Dari
gambar diatas dapat diketahui bahwa nilai Δ harus lebih kecil dari Δ α. Nilai Δα
didapatkan dari tabel berikut:

14
Tabel 1.1 Simpangan Antar Lantai Ijin, Δα
Kategori Resiko
Struktur
I atau II III IV

Struktur, Selain dari struktur dinding geser


batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan
dinding interior, partisi, langit-langit dan
sistem dinding eksterior yang telah didesain 0,025ℎsx c 0,020ℎsx 0,015ℎsx
untuk mengakomodasi simpangan antar
lantai tingkat.

Struktur dinding geser kantilever batu bataa 0,010ℎsx 0,010ℎsx 0,010ℎsx

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007ℎsx 0,007ℎsx 0,007ℎsx

Semua struktur lainnya 0,020ℎsx 0,020ℎsx 0,020ℎsx

Sumber: SNI 1727-2013

Keterangan:
ℎsx = Tinggi Tingkat Perlantai
Dalam menentukan kestabilan struktur bisa ditinjau dari rasio drift yang
didapat dari hasil perhitungan drift maksimum dibagi dengan tinggi bangunan
seperti persama an berikut:

𝐷𝑟𝑖𝑓𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐷𝑟𝑖𝑓𝑡 𝑀𝑎𝑘𝑠


< 0,0025 (𝑂𝐾)
ℎ𝑛
Nilai rasio drift harus kurang dari 0,0025.
Perbedaan drift rasio SPRMB, SPRMM dan SPRMK adalah pada kondisi
sendi plastis yang ingin dicapai pada ujung sambungan balok-kolom. Dimana jika
SPRMB maka penampang masih belum mencapai plastis (hanya sampai kondisi
ultimit saja), SPRMM penampang sudah mencapai plastis dengan tegangan hanya
sampai Fy, SPRMK penmapng sudah mencapai plastis dengan adanya penambahan
tegangan sebesar 1,25 Fy (akibat beban siklis maka bahan baja bisa meningkat
tegangan leleh nya sd mencapai ultimit). Sedangkan batasan drift rasio itu
didasarkan kepada TARGET KINERJA bangunan yang akan dicapai. Apakah FO
(full occupation), IO (immedeatly occupation), LS (life safety), CP (collepase
prevention) atau C (collapse). Pada SNI Gempa 2019 seluruh desain bangunan
tahan gempa diberi target kinerja LS sampai CP seperti pada gambar berikut.

15
Gambar 1.7 Analisa batasan drift rasio

1.6.1. Beban Gempa (E)


Beban gempa merupakan beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah
pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa,
perlu diketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar.
Struktur yang direncanakan terletak di kota Makassar. Dalam SNI 1726-2019
daerah Makassar berada pada wilayah kategori desain seismik C. pengaruh gempa
pada gedung ini dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekivalen
sehingga dapat menggunakan analisis statik ekivalen. Langkah-langkah analisa
gaya gempa metode statik ekivalen adalah sebagai berikut:

1.6.1.1. Faktor Keutamaan Gempa dan Kelas Situs


Setelah mengetahui kategori risiko gempa dilakukan penentuan faktor
keutamaan gempa sebagai berikut:
Tabel 1.2 Faktor Keutamaan Gempa
Kategori Risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber : SNI 1726-2019

16
Tabel 1.3 Definisi Kelas Situs
Kelas Situs Vs N N ch
(m/detik) atau Su (kPa)
N/A
SA (batuan keras) > 1500 N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A


SC (tanah keras,sangat
350 sampai 750 >50 > 100
padat dan batuan
lunak)

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

< 175 <15 < 50


Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m
tanah dengan
karateristik sebagai berikut :
SE (tanah lunak)
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w > 40 %, dan

3. Kuat geser niralir Su <25 kPa

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau


SF (tanah khusus,yang
lebih dari karakteristik berikut:
Membutuhkan investigasi
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
geoteknik spesifik dan
gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif,
analisis respons
tanah tersementasi lemah,
spesifiksitus
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m),

17
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5
m dengan
Indeks Plasitisitas, PI > 75),
- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H >
35 m
dengan < 50 kPa.
Sumber : SNI 1726-
Su
2019

1.6.1.2. Menentukan Percepatan Respons Spektral MCE dari Peta Gempa


pada langkah ini adalah menetukan nilai parameter percepatan spectral
desain. S1 untuk parameter respons percepatan spectral MCE dari peta pada periode
1 detik SS untuk parameter respons percepatan spectral MCE dari periode 0,2 detik.
Peta gempa yang dipertimbangkan memiliki dua variabel yaitu S1 dan SS, seperti
dibawah ini:

Gambar 1.8 Gempa maksimum yang dipertimbangankan risiko tertarget (MCER)


(Sumber : SNI 1726-2019)

18
Gambar 1.9. Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER)
(Sumber : SNI 1726-2019)
1.6.1.3. Koefisien Situs dan Parameter Percepatan Respon Spektral
Setelah mendapatkan nilai dari S1 dan S2 maka tahap selanjutnya adalah
menentukan nilai dari koefisien situs berdasarkan tabel berikut:
Tabel 1.4 Koefisien Situs (Fa)
Kelas Parameter respons spektral percepatan gempa MCER
Situs Terpetakan pada perioda pendek, T=0,2 detik, Ss
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss = 1,25 Ss ≥ 1,50
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
SC 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 1,0
SE 2,4 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8
(b)
SF SS
Sumber : SNI 1726-2019

19
Tabel 1.5 Koefisien Situs (Fv)
Kelas Parameter respons spektral percepatan gempa MCER
Situs Terpetakan pada perioda pendek, T=1 detik, S1
Ss ≤ 0,1 Ss = 0,2 Ss = 0,3 Ss = 0,4 Ss = 0,5 Ss ≥ 0,6
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SC 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4
SD 2,4 2,2 2,0 1,9 1,8 1,7
SE 4,2 3,3 2,8 2,4 2,2 2,0
SF SS(a)
Sumber : SNI 1726-2019
Sehingga dapat ditentukan nilai dari parameter respons percepatan spektral
MCE dengan rumus sebagai berikut:
 Ss untuk parameter percepatan respons spektral MCE pada periode pendek
0,2 detik
𝑆𝑀𝑠 = 𝐹𝑎 𝑥 𝑆𝑠 ................................................................................... (2-85)
 S1 untuk parameter percepatan respons spektral MCE pada periode tinggi 1
detik
𝑆𝑀1 = 𝐹𝑣 𝑥 𝑆1 ................................................................................... (2-86)
Nilai parameter percepatan respons spektral dicari untuk menentukan
kategori desain seismik bangunan dan didapatkan dari rumus sebagai berikut:
 S1 untuk parameter percepatan respons spektral MCE pada periode pendek
0,2 detik
2
𝑆𝐷𝑠 = 𝑆𝑀𝑠 ...................................................................................... (2-87)
3

 Ss untuk parameter percepatan respons spektral MCE pada periode tinggi 1


detik
2
𝑆𝐷1 = 𝑆𝑀1 ..................................................................................... (2-88)
3

1.6.1.4. Kategori Desain Seismik


Perencanaan penentuan Kategori Desain Seismik diperlukan sebagai dasar
dalam penentuan sistem struktur yang akan digunakan pada struktur bangunan yang
akan didesain, kategori desain seismik ini bergantung pada nilai parameter
percepatan spektral desain untuk periode pendek (S DS) dan parameter percepatan
spektral desain untuk periode 1 detik (SD1). Gedung AAS Building Makassar
merupakan bangunan gedung bertingkat tinggi dengan jumlah 7 lantai dan tinggi

20
bangunan 29 m. Karena H < 40 m maka digunakan periode T = 0,2 detik. Sehingga
tabel yang digunakan dibawah ini:
Tabel 1.6 Kategori desain seismik berdasarkan parameter percepatan pada periode pendek
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Sumber : SNI 1726-2019

Tabel 1.7 Kategori desain seismik berdasarkan parameter percepatan pada periode 1 detik
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
Sumber : SNI 1726-2019

1.6.1.5. Spektrum Respon Desain


Pada SNI 1726-2019, dalam menentukan kurva spektrum respons harus
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a) Untuk perioda yang lebih kecil dati T0, spektrum respon percepatan
desain, Sa, harus diambil dari persamaan;
T
𝑆a = 𝑆 (0,4 + 0,6 )...............................................................(2-89)
DS
T0
b) Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari
atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama
dengan SDS
c) Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain,
Sa, diambil berdasarkan pada persamaan;

𝑆a SD1....................................................................................................................................................
= (2-90)
T
d)
Untuk periode lebih besar dari TL, respons spektral percepatan desain,
Sa, diambil berdasarkan persamaan:

𝑆a
SD1TL .................................................................................. (2-91)
= T2

21
Keterangan:
𝑆DS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;
𝑆D1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;
𝑇 = periode getar fundamental struktur

𝑇0 SD1
= 0,2 ×
SDS
𝑇s
SD1
= SDS

Gambar 1.10 Spektrum Respons Desain

1.6.1.6. Faktor Koefisien Modifikasi Respons, Kuat Lebih Sistem, Pembesaran


Defleksi
Nilai-nilai dari koefisien modifikasi respons (R), kuat lebih sistem (Ω0),
pembesaran defleksi (Cd) dan dapat ditentukan setelah mengetahui kategori desain
seismic. Karena pada perencanaan ulang ini menggunakan Sistem Rangka Pemikul
Momen Menengah (SRPMM), maka nilai-nilai koefisiennya adalah sebagai
berikut:

22
Tabel 1.8 Faktor R, Cd, dan Ωo untuk penahan gempa
Batasan Sistem Struktur
Faktor dan Batasan Tinggi
Koefisien Kuat Faktor Struktur, hn (m)d
Sistem Penahan Gaya Modifikasi Lebih Pembesaran
Seismik Respons,Ra Sistem, Defleksi, C dc Kategori Desain Seismik
Ωob
B C Dd Ed Dd
C. Sistem Rangka Pemikul Momen
Rangka baja pemikul momen
1 khusus 8 3 51/2 TB TB TB TB TB
Rangka batang baja pemikul
2 momen khusus 7 3 51/2 TB TB 48 30 TI
Rangka baja pemikul momen
3 menengah 41/2 3 4 TB TB 10 TI TI

4 Rangka baja pemikul momen biasa 31/2 3 3 TB TB TI TI TI

Rangka beton bertulang pemikul


5 momen khusus 8 3 51/2 TB TB TB TB TB

Rangka beton bertulang pemikul


6 momen menengah 5 3 41/2 TB TB TI TI TI
Rangka beton bertulang pemikul
7 momen biasa 3 3 21/2 TB TI TI TI TI
Rangka baja dan beton komposit
8 pemikul momen khusus 8 3 51/ TB TB TB TB TB
2
Rangka baja dan beton komposit 3 1 TB TB TI TI TI
9 pemikul momen menengah 5 4 /
2
Rangka baja dan beton komposit 1
10 terkekang parsial pemikul momen 6 3 5 / 48 48 30 TI TI
2
Rangka baja dan beton komposit 3 1 TB TI TI TI TI
11 pemikul momen biasa 3 2 /
2
Rangka baja canai dingin pemikul 1
12 31/ 3 3 / 10 10 10 10 10
momen khusus dengan pembautan 2 2
Sumber : SNI 1726-2019
1.6.1.7. Periode Fundamental Pendekatan
Periode fundamental pendekatan (Ta) menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.2.1
bahwa untuk struktur dinding geser batu bata atau beton diijinkan untuk ditentukan
dari persamaan berikut ini:
x....................................................................................................................................
𝑇a = 𝐶tℎn (2-92)
Dimana:
hn = Ketinggian struktur (m)
Ct dan x = dapat ditentukan dengan melihat tabel 15 pada SNI 1726:2019

23
Tabel 1.9 Nilai Parameter Periode Pendekatan 𝑪𝒕 dan 𝒙
Tipe struktur 𝑪𝒕 𝒙

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100% gaya seismik
yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen
yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenal gaya
seismik:
 Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
 Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75

Agar suatu bangunan tidak terlalu fleksibel periode waktu getar dibatasi.
Berdasarkan SNI 1726:2019 pasal 7.8.2.1 batasan periode ditentukan dengan
persamaan berikut ini
𝑇a max = 𝑇a min𝐶u

Dimana Cu didapat dari tabel 17 pada SNI 1726:2019 seperti pada gambar dibawah
ini:
Tabel 1.10 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung
Parameter percepatan respons spektral desain

pada 1 detik, 𝑆D1 Koefisien 𝐶u


≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7

1.6.1.8. Koefisien Respons Seismik (Cs) dan Gaya Dasar Seismik (V)
1. Koefisien Respons Seismik (Cs)
Untuk menentukan nilai (Cs) ditentukan dengan persamaan berikut ini:
.............................................................................................
Cs = SDs
R (2-93)
Ie

Nilai Cs, yang dihitung sesuai dengan persamaan (3-5) tidak perlu melebihi
berikut:
Untuk T ≤ TL
SD1
............................................................................................... (2-94)
Cs = R
T( )
Ie

24
Untuk T > TL

Cs1TL
SD = R .............................................................................................. (2-95)
T² ( )
Ie

Cs harus tidak kurang dari


Cs = 0,044SDSIe ≥ 0,01................................................................................(2-96)
Keterangan:
SDs = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode 0,2
detik
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode 1
detik
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa yang ditentukan
T = Periode fundamental pendekatan
2. Gaya Dasar Seismik (v)
Setelah nilai Cs didapatkan, maka gaya dasar seismik dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini:
𝑉 = 𝐶𝑠 × 𝑤 ......................................................................................... (2-97)
Keterangan:
Ie = Koefisien respons seismik yang ditentukan
w = Berat bobot bangunan (kN)
1.6.1.9. Distribusi Beban Gempa
Gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan
dari persamaan berikut:

𝐹𝑥 = 𝐶𝑣𝑥 × 𝑉 ............................................................................... (2-98)

Dimana:

𝐶Vx = Wx×hx
k
............................................................................ (2-99)
∑n k
i=1 Wi×hi

Keterangan:
CVX = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)

25
wi dan wx = bagian dari berat seismik efektif total struktur (W)
yang di tempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:
 k = 1, untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik
atau kurang
 k = 2, untuk struktur yang mempunyai periode 2,5 detik
atau lebih
 k harus diinterpolasi linear apabila mempunyai periode
diantar 0,5 dan 2,5 detik.
1.6.2. Beban Kombinasi
Struktur, komponen, dan pondasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga
kekuatan desainnya sama atau melebihi efek dari bahan terfaktor dalam kondisi
berikut:
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2D + 1,6L (Lr atau R) + (L atau
0,5W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E

26
BAB II
DESAIN STRUKTRUR TAHAN GEMPA MODERN

2.1. Pendahuluan

Sebagian dari wilayah di dunia yang dihuni manusia merupakan daerah rawan
gempa, dan harapan masyarakat adalah bagaimana para ahli struktur mampu mendisain
bangunan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat tinggal didalamnya dengan tenang
dan aman terhadap guncangan gempa.

Filosophi perencanaan bangunan tahan gempa yang diadopsi hampir seluruh Negara di dunia
mengikuti ketentuan berikut ini (Teruna,2007):

a) Pada gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan


b) Pada gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namum komponen non-
struktural diijinkan mengalami kerusakan
c) Pada gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namum bangunan
tidak boleh mengalami keruntuhan
Jadi, bangunan yang dirancang secara konvensional harus mampu berdeformasi inelastic,
dengan kata lain bangunan harus berperilaku daktail. Namun, meningkatkan kinerja
bangunan pada level operasional merupakan tujuan utama bagi beberapa tipe bangunan
seperti:

a) Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan darurat (rumah


sakit, pembangkit listrik, telekomunikasi, dsb)
b) Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap
makhluk hidup(fasilitas nuklir, bahan kimia, dsb)
c) Bangunan yang berhubungan dengan orang banyak (mall, apartemen,
perkantoran, hotel, dsb)

Perencanaan bangunan tahan gempa konvensional selama ini berdasarkan pada konsep
bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja
padanya (membuat: Capacity > Demand). Langkah umum yang biasanya dilakukan
misalnya dengan mengunakan shear wall, system rangka pemikul momen khusus, system
rangka dengan brasing dan sebagainya. Konskwensinya, pada bangunan dimana kekakuan
lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada
bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar, sehingga

27
bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan pada peristiwa gempa kuat.
(Teruna,2007)

Gambar 2.1 Transmition of Ground Motions (Kelly,2001)

Seperti kita ketahui, bahwa gempa bumi terjadi dan bersifat takterkendalikan. Maka, dalam
pengertian itu, kita harus menerimanya dan pastikan bahwa kapasitas struktur melebihinya.
Untuk mengimbangi percepatan bumi yang meningkat pada saat terjadi gempa, kekuatan
bangunan menyangkut daya tahan struktur harus ditingkatkan untuk menghindari struktural
rusak. (Kelly, 2001) Adalah tidak praktis untuk terus meningkatkan kekuatan bangunan
dengan tak terbatas. Di daerah-daerah rawan gempa yang tinggi, percepatan-percepatan yang
menyebabkan guncangan di dalam bangunan bisa melebihi satu atau bahkan dua kali
percepatan karena gaya gravitasi, g.Merancang bangunan agar memenuhi tingkat kekuatan
ini bukanlah pekerjaan gampang, maupun murah. Maka kebanyakan peraturan-peraturan
mengizinkan Engineer untuk menggunakan daktilitas untuk mencapai kapasitas. Daktilitas
adalah suatu konsep tentang membiarkan unsur-unsur struktural untuk mengubah bentuk di
luar batas elastiknya pada suatu cara yang dikendalikan. Di luar batas ini, elemen struktural
melemah dan dispalcement akan bertambah hanya dengan peningkatan gaya yang kecil.
Mengingat hal tersebut di atas, adalah suatu hal yang sulit untuk menghindari kerusakan
bangunan-bangunan akibat gempa bila digunakan perecanaan konvensional, karena hanya
bergantung kepada kekuatan komponen struktur itu sendiri, serta perilaku respon pasca elastis

28
terjadi gempa, kekuatan bangunan menyangkut daya tahan struktur harus ditingkatkan untuk
menghindari struktural rusak. (Kelly, 2001)
Adalah tidak praktis untuk terus meningkatkan kekuatan bangunan dengan tak terbatas. Di
daerah-daerah rawan gempa yang tinggi, percepatan-percepatan yang menyebabkan
guncangan di dalam bangunan bisa melebihi satu atau bahkan dua kali percepatan karena
gaya gravitasi, g.
Merancang bangunan agar memenuhi tingkat kekuatan ini bukanlah pekerjaan gampang,
maupun murah. Maka kebanyakan peraturan-peraturan mengizinkan Engineer untuk
menggunakan daktilitas untuk mencapai kapasitas. Daktilitas adalah suatu konsep tentang
membiarkan unsur-unsur struktural untuk mengubah bentuk di luar batas elastiknya pada
suatu cara yang dikendalikan. Di luar batas ini, elemen struktural melemah dan dispalcement
akan bertambah hanya dengan peningkatan gaya yang kecil.
Mengingat hal tersebut di atas, adalah suatu hal yang sulit untuk menghindari kerusakan
bangunan-bangunan akibat gempa bila digunakan perecanaan konvensional, karena hanya
bergantung kepada kekuatan komponen struktur itu sendiri, serta perilaku respon pasca
elastis.

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah
dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan
bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan
non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat
struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada
bangunan. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang
adalah dengan menggunakan isolasi seismic atau sering juga disebut dengan nama base
isolation.

2.2. Konsep Dasar Base Isolation

Gagasan-gagasan di balik konsep dari base isolation adalah sangat sederhana, yaitu
bagaimana memisahkan antara dasar bangunan yang berhubungan dengan tanah dan
struktur bangunan atas, sehingga gerakan tanah tidak secara langsung ditransfer ke struktur
atas. Konsep isolasi seismic merupakan perkembangan yang cukup signifikan dalam
rekayasa kegempaan dalam 20 tahun terakhir ini. Sistem ini telah banyak digunakan
Negara-Negara yang mempunai resiko tinggi terhadap gempa seperti

29
Jepang, Italy, USA, Selandia Baru, Portugal, Iran, Indonesia, Turki, China, dan Taiwan,.
sistem ini akan memisahkan bangunan atau struktur dari komponen horizontal pergerakan
tanah dengan menyisipkan bahan isolator dengan kekakuan horizontal yang relative kecil
antara bangunan atas dengan pondasinya. Bangunan dengan sistem ini mempunyai
frekwensi yang jauh lebih kecil dari bangunan konvensional dan frekwensi dominan dari
gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih
kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem
isolator, sedangkan bagian atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam
getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal
terhadap ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut
berpartisipasi didalam respons struktur, atau dengan kata lain energi gempa tidak disalurkan
ke struktur bangunan (Naeim and Kelly, 1999 dalam Teruna,2007 )

Pada gempa kuat, isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil ,akan menyebabkan
perioda alamiah bangunan lebih besar, (umumnya antara 2 s/d 3,5 detik). Pada perioda ini,
percepatan gempa relatif kecil, khususnya pada tanah keras. Berhubung isolator akan
mereduksi percepatan pada struktur bangunan. Namun, sebaliknya akan menyebabkan
peningkatan perpindahan pada bangunan. Untuk membatasi perpindahan sampai pada batas
yang dapat diterima, sistem isolasi juga dilengkapi dengan elemen-elemen yang mampu
mendissipasi energi. Disamping itu, sistem isolasi juga mempunyai kemampuan untuk
kembali pada posisi semula setelah terjadinya gerakan seismik. Sedangkah pada gempa kecil
atau akibat angin kekakuan horizontal dari sistem isolator harus memadai, agar tidak
menimbulkan getaran yang menyebabkan ketidaknyamanan penghuninya. Gambar 1.1 dan
1.2 dapat dilihat efek dari redaman (dumping) pada percepatan(accelerations) dan
(perpindahan) displacement isolator.( Kelly,2001)

30
DISPLACEMENT (inches)

Gambar 2.1 Effect of Damping on Displacement

Gambar 2.3 Effect of Damping on Accellerations

2.3. Beberapa Tipe Base Isolator

A. Sliding System

Sistem sliding secara konsep sangat sederhana dan dapat didekati secara teoritis. Suatu
lapisan didefinisikan sebagai koefisien gesek yang akan membatasi percepatan-percepatan
pada nilai tertentu dan gaya yang dapat dipancarkan juga akan dibatasi pada koefisien
gesek dikalikan berat.

31
Sistem sliding murni akan menimbulkan perpindahan (displacement) tak terhingga, dengan
batas atas sepadan dengan pemindahan bumi maksimum untuk suatu koefisien gesek
mendekati nol. Suatu struktur dengan sistim sliding tanpa gaya pemulih, akan mungkin
berakhir di suatu posisi yang dipindahkan setelah satu gempa bumi dan boleh melanjutkan
untuk memindahkan dengan aftershocks.

Ketiadaan suatu gaya pemulih bisa diperbaiki dengan menggunakan isolator yang
digabungkan dengan tipe-tipe yang lain yang mana mempunyai suatu gaya pemulih atau
dengan menggunakan bentuk permukaan luncur yang tidak datar , misalnya permukaan
luncur yang berbentuk bola.

B. Ealstomeric Bearings

Elastomeric bearings terbuat dari lapisan-lapisan horisontal karet alami atau karet sintetis
berupa lapisan tipis merekat diantara pelat baja. Pelat baja mencegah lapisan- lapisan karet
menggelembung, dengan demikian bearing itu mampu mendukung beban vertikal yang
besar dengan hanya mengalami deformasi yang kecil. Terhadap beban lateral bearing itu
flexibel.

Elastomeric bearings yang sederhana menyediakan fleksibilitas, tetapi tidak ada peredaman
signifikan dan akan bergerak pada beban layan. Salah satu metode yang digunakan untuk
mengatasi kekurangan ini adalah dengan memasang inti pada bearing, elastomers special
yang diformulasi dengan redaman tinggi dan kekakuan untuk regangan kecil, atau digabung
dengan piranti lain.

C. Springs

Ada beberapa peranti-peranti dengan bahan dasar dari pegas-baja (steel springs) tetapi
umumnya pemanfaatannya hampir bisa dipastikan adalah untuk isolati permesinan.
Kelemahan utama dari pegas-pegas adalah karena bersifat fleksibel pada kedua arah (vertical
dan horizontal). Pegas sendiri memiliki redaman yang kecil dan akan bergerak terlalu sering
pada beban layan.

D. Rollers and Ball Bearings

Seperti pada pegas, umumnya dipakai pada permesinan. Tergantung pada bahan dari
peluncur atau bantalan bola, ketahanan terhadap gerakan dapat cukup untuk menahan
beban dan dapat menghasilkan redaman.

32
E. Soft Story, Including Sleeved Piles

Fleksibilitas disediakan oleh pin pada ujung elemen struktur seperti tiang dalam selubung,
yang mana mengijinkan bergerak atau melemahkan tingkat pertama dari bangunan. Unsur-
unsur ini menyediakan fleksibilitas tetapi tidak memberikan redaman, atau ketahanan pada
beban layan dan pemakainnya bersama-sama dengan piranti lain yang menyediakan fungsi
ini.

F. Rocking Isolation Systems

Sistem Rocking isolation adalah suatu kasus yang khusus dari disipasi energi yang mana
tidak sesuai dengan definisi klasik isolation dengan mengijinkan translasi arah lateral. Sistim
ini digunakan untuk struktur-struktur yang langsing dan prinsip dasarnya adalah karena
suatu ayunan tubuh, periode dari respon meningkat dengan meningkatkan amplitudo ayunan.
Hal ini menyebabkan efek periode berkala. Kemampuan memikul beban layan disediakan
oleh berat dari struktur. Peredaman dapat ditambahkan dengan menggunakan peranti-peranti
seperti baut atau kantilever- kantilever baja.

Gambar 2.4 Salah satu type


Isolator (Elastomeric Bearing) Gambar 2.5 Pengujian geser Isolator

Gambar 2.6. Gedung dengan Gambar 2.7. Posisi Isolator


Base Isolation

33
2.4. Konsep Desain Sistem Isolasi

A. Prosedur Disain

Syarat-syarat batas kemampuan sistim


struktur dan batasan simpangan total
dapat digunakan untuk
menggambarkan periode optimum yang
efektip dan tingkat peredaman.
Sayangnya, pemilihan perangkat keras
untuk menyediakan parameter-
parameter ini bukanlah sederhana.

Kebanyakan sistem isolasi


Gambar 4.1 Isolator performance
menghasilkan hysteretic redaman.
Periode efektip dan redaman adalah
merupakan fungsi dari perpindahan ,
seperti yang ditunjukkan di dalam
Gambar 4-1 untuk lead rubber bearing.

Oleh karena ketergantungan


displacement ini, proses harus dilakukan
dengan cara iterasi seperti terlihat pada
skema (Gambar 2.8) untuk sistem
elastomeric bearing isolation.
Gambar 2.8. Iteratif procedure for design

Suatu kesulitan lebih lanjut muncul untuk tipe-tipe dari bearing ini, seperti periode dan
redaman, ukuran rencana minimum dari bearing dan juga fungsi dari displacement. Untuk
menyelesaikan masalah ini diperlukan langkah-langkah perhitungan dengan iterasi. Saat ini
bebrapa produsen telah menyertakan spesifikasi teknis yang lengkap mengenai isolator yang
diproduksinya.

34
Langkah-langkah iterasi yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

1. Pada masing-masing lokasi Isolator, pilih suatu ukuran rencana yang bearing/tegas
berdasar pada beban vertikal dan asumsikan suatu displacement pada peride dan
redaman yang ditargetkan.
2. Hitung kekakuan efektip, periode dan dan equivalent viscous damping pada
displacement yang diasumsikan.
3. Dari parameter beban gempa, hitung actual displacement untuk kekakuan dan redaman
ini.
4. Hitung kembali redaman untuk actual displacement. Ulangi step 3 jika perlu.

5. Cek dan lakukan penyesuaian ukuran rencana minimum yang diperlukan untuk
mendukung beban-beban vertikal pada pemindahan ini jika yang perlu.

Step tersebut terus diulang-ulang sampai didapatkan nilai yang konvergen. Agar perhitungan
lebih mudah dan cepat sebaiknya menggunakan bantuan computer untuk proses iterasi.

2.5. Propertis Karet Bahan Dasar Isolator

Material karet yang dapat digunakan untuk isolator secara umum berada dalam skala
kekerasan dari 37 sampai 60, dengan propertis seperti terlihat pada Table 4.1.

Tabel 2.1 Propertis karet bahan dasar isolator

Hardness Young’s Shear Material Elongation


IRHD±2 Modulus Modulus Constant at
E G k Break
(MPa) (MPa) Min, %
37 1.35 0.40 0.87 650
40 1.50 0.45 0.85 600
45 1.80 0.54 0.80 600
50 2.20 0.64 0.73 500
55 3.25 0.81 0.64 500
60 4.45 1.06 0.57 400

35
2.6. Kekakuan vertikal dan kapasitas beban

Pengaruh parameter yang dominan kekakuan vertikal, dan kapasitas beban vertikal, dari
suatu elastomeric bearing adalah faktor bentuk. Faktor bentuk dari suatu lapisan internal, Si,
dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

= untuk bearing persegi dan lingkaran...................................................4.1

Untuk Lead Rubber Bearings, yang ada lubang untuk lead core,

= ……………………………………………………….4.2

dimana:

Si: Shape factor for layer I ; B: Overall plan dimension of bearing; Bb: Bonded plan
dimension of rubber : ti: Rubber layer thickness ; Ab=Bonded area of rubber : Apl=
Area of lead core

2.7. Kekakuan vertical

Kekakuan vertikal dari suatu lapisan internal dihitung


sebagai:

= ...................................................... 4.3

dimana modulus tekan, Ec, adalah fungsi dari Shape factor dan
konstanta material sebagai berikut :

= 1+2 ………………………… 4.4

Di dalam persamaan kekakuan vertikal, suatu daerah yang


diredusir dari karet, Ar, dihitung didasarkan pada overlap
daerah-daerah antara atas dan dasar dari bearing pada suatu
displacement, ∆, sebagai berikut (lihat Gambar 4.3): Gambar 2.9 Luas daerah tekan efektif

36

= 1− untuk bearing persegi....................................................................4.5

= 0,5 −∆ untuk bearing lingkaran..........................................4.6

dimana :

= ( −∆ ) …………………………………………………………… 4.7

dimana modulus tekan efektif, E c, lebih besar dibandingkan dengan bulk modulus E ∞ dan
deformasi vertical merupakan bulk modulus dimasukkan sebagai pembagi Ec oleh 1+
(Ec/E∞) untuk menghitung kekauan vertical.

Efek bulk modulus digunakan ketika kekakuan vertical dipakai untuk menghitungdeformasi
vertical dari bearing, tetapi bukan regangan geser akibat beban vertical.

AASHTO 19999 mengenai Guide Specifications menyatakan sebagai berikut:

2.8. Disain Pemasangan Isolasi Seismic (Connection Design)

A. Elastomeric Based Isolators

Pada awalnya seismic isolation bearings menggunakan pelat baja dengan baut yang melekat
pada bearing. Teknologi industry saat ini telah memproduksi isolasi seismic dihasilkan
menngunakan pelat flens, atau load plates, yang dilekatkan pada sisi atas dan bawah bearing
pada saat produksi. Plat-plat ini beukuran lebih besar dibanding isolator dan digunakan
untuk menghubungkan bearing tersebut pada pondasi dan struktur atas.

Load plate bisa berbentuk lingkaran, bujur sangkar atau segi empat, tergantung pada kondisi
proyek. Posisi baut harus cukup jauh dari isolator sedemikian hinga tidak merusak bearing
saat terjadi simpangan maksimum akibat gempa besar.
Secara konsepsual isolator yang di install diantara pondasi dan struktur atas dapat dilihat
pada gambar 5.1. Desain sambungan harus dipastikan dapat mentransfer gaya maksimum
dengan aman dari pondasi lewat bearing ke struktur atas.

37
Gambar 2.10. Typical Installation in New Building

2.9. Dasar Desain

Hubungan dari isolation bearing pada suatu struktur harus mampu mentransfer gaya geser,
beban vertical dan dan momen lentur. Momen lentur terdiri dari momen primer (V.H) dan
momen sekunder akibat efek P.∆. Disain geser relative bisa secara langsung. Disain momen
lentur cukup rumit karena bentuk dari blok tegangan tekan belum diketahui, khususnya pada
beban horizontal yang ekstrim.
Seperti diketahui bahwa pendekatan disain yang digunakan disini adalah sangat sederhana
dan tidak dapat merepresentasikan kondisi tegangan yang sesungguhnya dari hubungan
(Connection interface) ini. Bagaimanapun juga, prosedur ini menunjukkan hasil yang
konservatif, seperti yang ditunjukkan oleh uji prototype dengan menggunakan baut yang
lebih sedikit , dan pelat lebih tipis, dibandingkan dengan yang akan dibutuhkan oleh
penerapan prosedur ini.
Desain bearing termasuk desain plat dan desain baut. Dasar desain bergantung pada
spesifikasi proyek, tetapi secara umum harus mengikuti ketentuan nilai-nilai tegangan izin
AASHTO, dengan faktor peningkatan beban gempa(seismic) sebesar 4/3, atau mengikuti
persyaratan-persyaratan AISC.

38
2.10. Design Actions
Hubungan-hubungan dirancang untuk dua kondisi, (1) beban lateral maksimum dan
(2) beban lateral minimum, masing-
masing searah dengan simpangan akibat
gempa maksimum dan gaya geser. Bearing
tersebut dibaut pada struktur atas dan bawah
dan berfungsi sebagai ujung
kolom yang menerima momen disain.
Gambar 5.2 Gaya-gaya pada Bearing
Gambar 5.2 menunjukkan gaya-gaya pada kondisi terdeformasi
yang terjadi pada bearing. Gambar 5.3
menunjukkan bagaimana aksi-aksi itu bisa
dihitung sebagai satu kolom
ekivalen pada sumbu pusat dari bearing.
Momen total akibat gaya geser , V.H,
ditambah eksentrisitas, P∆, ditahan oleh
momen yang sama pada bagian atas dan
bawah dari isolator. Momen disain dapat
dihitung dangan persamaan:
Gambar 2.11 Gaya-gaya pada kolom ekivalen
M= ½(VH+P∆)............................5.1

2.11. Desain Baut

Prosedur desain diadopsi dari pemasangan plat


penghubung didasarkan pada kondisi yang
disederhanakan seperti ditunjukkan di dalam
Gambar 5.4, di mana beban aksial dan momen
di tahan oleh kelompok baut. Di dalam Gambar
5.4, luasan yang digunakan untuk menghitung
P/A adalah luas total semua baut dan modulus
tampang digunakan untuk menghitung M/S
adalah modulus tampang dari semua baut.

Gambar 2.12. Asumsi distribus gaya baut.


Gambar 5.4 memperlihatkan tampang suatu plat beban berbentuk lingkaran. Suatu
pendekatan yang serupa digunakan untuk bentuk-bentuk yang lain.

39
Seperti diketahui pada kenyataannya gaya tekan akan ditahan oleh kuat tekan dari pelat.
Kekakuan bearing untuk menghitung ratio modular, dengan demikian posisi garis netral,
tidak diketahui. Inilah yang menjadi alasan kenapa dibuat asumsi kelompok baut. Anggapan
ini adalah konservatif, karena mengabaikan modulus tampang yang aktual dengan demikian
merupakan batas atas dari tegangan baut.

2.12. Desain Plat

Untuk suatu pelat berbentuk lingkaran, asumsi distribusi gaya-gaya pada pelat segi empat
tetap bisa dipakai sebagai dasar perhitungan, seperti ditunjukkan di dalam Gambar 5.5.
Lenturan diasumsikan kritis pada sekeliling segmen di bagian sisi tarik dari bearing. Secara
konservatif, dianggap bahwa semua baut (tiga di dalam contoh ini) mempunyai tegangan
yang maksimum, dan juga bahwa ketiga baut tersebut mempunyai lengan tuas dari baut
yang paling jauh.
Prosedur desain diadopsi untuk suatu pelat lingkaran didasarkan pada kondisi seperti
ditunjukkan di dalam Gambar 5.6.

40
Gambar 2.13 Pelat lingkaran Gambar 2.14. Pelat bujur sangkar

2.13. Lokasi Pemasangan Isolator Pada Gedung

Sebagai syarat utama untuk instalasi sistem isolasi seismic adalah bangunan mampu
bergerak secara horizontal, biasanya minimal 100 mm dan dalam kasus tertentu sampai
dengan 1meter.
Contoh lokasi pemasangan isolator dapat dilihat pada gambar 6.1, 6.2, dan 6.3
 Untuk bangunan tanpa basement, isolator
ditempatkan diantara pondasi dan struktur
atas seperti terlihat pada gambar 6.1.
Tinggi bebas ruang spasi (crawl space)
biasanya dirancang sedemikian hingga
bisa memberikan keleluasaan untuk
inspeksi dan kemungkinan penggantian
isolator. Umumnya berkisar antara 1,2 – Gambar 2.15 Bangunan tanpa
basement
1,5 meter.

41
 Jika bangunan memiliki basement, maka lokasi isolator bisa ditempatkan di
puncak kolom, tengah-tengah, atau pada bagian dasar kolom/dinding
basement seperti terlihat pada gambar 6.2.

Gambar 2.17 Bangunan dengan basement

 Untuk instalasi isolator pada dinding, maka dinding tersebut harus diperkuat
untuk bisa mentransfer momen lentur dari gaya-gaya yang bekerja pada
isolator ke pondasi, dalam hal ini biasanya memerlukan pilar segi empat
seperti terlihat pada gambar 6.3.

Gambar 2.18 penempatan isolator pada dinding

42
2.14. Contoh Detail Pemasangan Isolator pada gedung
Gambar 7.1 sampai dengan 7.5 merupakan contoh detail penempatan isolator pada proyek
baru dan juga proyek perbaikan struktur (retrofit project).

Gambar 2.19 Contoh Pemasangan Isolator pada bangunan baru

Gambar 2.20 contoh detail pemasangan isolator pada dinding

43
Gambar 2.21 Contoh Installation: Existing Column

Gambar 2.22 Contoh Installation: Existing Masonry wall

44
Gambar 2.23 Contoh Installation: Steel column

2.15. Penutup

Base Isolation yang biasa disebut isolasi seismic, merupakan salah satu kemajuan teknologi
dibidang perancangan bangunan tahan gempa, yang memakai prinsip Pendekatan desain
bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya
gempa yang bekerja pada bangunan.
Kriteria utama dari pemilihan pemakian isolasi seismic ini adalah : jika banguna berada
pada tingkat resiko gempa tinggi, dan jika akibat beban gempa dibutuhkan detai-detail
yang terlalu besar, dimana tidak dibutuhkan akibat pembebanan yang lain. Hal-hal lain yang
perlu diperhatikan pada pemilihan pemakain isolasi seismic adalah:
a. Berat bangunan, base isolation akan semakin efektif bekerja pada bangunan
dengan massa yang berat.
b. Periode struktur, isolasi seismic akan lebih efektif jika diterapkan pada bangunan
dengan periode yang kecil.
c. Kondisi tanah, isolasi seismic sangat efektif pada tanah dasar keras.

45

Anda mungkin juga menyukai