Anda di halaman 1dari 73

IMPLEMENTASI COMPULSORY LICENSING BERDASARKAN

DOHA DECLARATION DI INDONESIA SEBAGAI UPAYA


MENDUKUNG PRODUKSI VAKSIN COVID-19

(Skripsi)

Oleh

Dimas Zakaria
NPM 1712011178

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
ABSTRAK
IMPLEMENTASI COMPULSORY LICENSING BERDASARKAN
DOHA DECLARATION DI INDONESIA SEBAGAI
UPAYA MENDUKUNG PRODUKSI VAKSIN COVID-19

Oleh:

DIMAS ZAKARIA

Penyebaran Corona virus Disease 2019 (Covid-19) yang semakin luas, membuat
Pemerintah melakukan proses vaksinasi covid-19. Vaksin yang saat ini masih diberikan
secara gratis oleh Pemerintah, dikhawatirkan akan melambung tinggi setelah masa
pandemi berakhir. Compulsory licensing dapat digunakan oleh Pemerintah Indonesia
untuk menghadapi permasalahan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan
memahami lebih lanjut mengenai bagaimana pelaksanaan compulsory licensing dapat
diterapkan di Indonesia menurut ketentuan TRIPs Agreement. Rumusan masalah yang
akan digunakan dalam penelitian ini ialah bagaimana pengaturan compulsory licensing di
Indonesia berdasarkan aturan Doha Declaration serta bagaimana penerapan compulsory
licensing berdasarkan aturan Doha Declaration sebagai upaya mendukung produksi
vaksin Covid-19.

Penelitian ini menemukan fakta bahwa compulsory licensing telah diatur di dalam
ketentuan Undang-Undang tentang Paten dengan nama Lisensi Wajib dan Pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah. Pengaturan lisensi wajib tertuang dalam Pasal 81 hingga Pasal
107, dan untuk Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah diatur di dalam Pasal 109 hingga
Pasal 120. Kedua mekanisme tersebut, sejalan dengan ketentuan dari compulsory
licensing yang tertuang di dalam ketentuan TRIPs Agreement dan Doha Declaration.
Keselarasan antara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dan Lisensi Wajib dengan
compulsory licensing dapat dilihat dari kesamaan berikut; yakni penggunaannya dapat
digunakan dan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat luas, pengambilan lisensi telah
dilakukan untuk jangka waktu tertentu dalam kondisi normal, wajib memberikan bayaran
yang pantas terhadap Pemilik Paten, dapat dilakukan untuk kepentingan farmasi, terdapat
otoritas untuk meninjau pelaksanaan paten, dapat digunakan untuk kebutuhan
domestik maupun untuk di ekspor ke negara lain.

Mekanisme compulsory licensing yang diatur dalam Undang-Undang tentang Paten


sejauh ini belum diimplementasikan untuk produksi vaksin covid-19 di Indonesia.
Pemerintah Indonesia memenuhi kebutuhan vaksin melalui impor vaksin dari negara lain
dan juga kerjasama bilateral. Kedua upaya ini merupakan implementasi dari ketentuan
Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 Tentang
Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi
Covid-19. Upaya ini sejalan dengan ketentuan Article 7 Doha Declaration yang
memberikan kesempatan bagi negara untuk melakukan kerjasama dengan negara lain
dalam memenuhi kebutuhan domestik. Untuk implementasi dari kerjasama internasional
dengan lembaga dan negara lain upaya-upaya yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia
antara lain dengan melakukan pembelian vaksin kepada perusahan vaksin seperti oleh
Sinovac Biotech Ltd, AstraZeneca, Moderna, Sinopharm, Pfizer Inc. and BioNTech, dan
juga ikut serta dalam organisasi COVAX dalam pembuatan vaksin covid-19.
Bentuk penerapan yang lain adalah dengan alih teknologi dari negara lain kepada
Indonesia sebagai upaya mendorong percepatan produksi vaksin covid-19. Penerapan alih
teknologi ini juga merupakan bentuk dari implementasi ketentuan compulsory licensing
berdasarkan ketentuan Article 7 Doha Declaration dalam menyatakan komitmen dari
negara-negara maju untuk memberikan insenstif alih teknologi kepada negara
berkembang.

Kata kunci : Vaksin Covid-19, Compulsory Licensing, Doha Declaration


ABSTRAK
IMPLEMENTASI COMPULSORY LICENSING BERDASARKAN
DOHA DECLARATION DI INDONESIA SEBAGAI
UPAYA MENDUKUNG PRODUKSI VAKSIN COVID-19

Oleh:

DIMAS ZAKARIA

The spread of the Corona virus Disease 2019 (Covid-19) is getting wider, making the
Government carry out the Covid-19 vaccination process. Vaccines, which are still being
provided free of charge by the Government, are feared to soar after the end of the
pandemic. Compulsory licensing can be used by the Government of Indonesia to deal
with this problem. This study aims to analyze and further understand how the
implementation of compulsory licensing can be applied in Indonesia according to the
provisions of the TRIPs Agreement. The problem formulation that will be used in this
research is how to arrange compulsory licensing in Indonesia based on the rules of the
Doha Declaration and how to apply compulsory licensing based on the rules of the Doha
Declaration as an effort to support the production of the Covid-19 vaccine.

This study found the fact that compulsory licensing has been regulated in the provisions
of the Law on Patents under the name Compulsory Licensing and Patent Implementation
by the Government. Mandatory licensing arrangements are contained in Articles 81 to
107, and for the Government to use Patents are regulated in Articles 109 to 120. Both
mechanisms are in line with the provisions of compulsory licensing as contained in the
provisions of the TRIPs Agreement and the Doha Declaration. The harmony between the
Government's Patent Implementation and Compulsory Licensing with compulsory
licensing can be seen from the following similarities; i.e. its use can be used and is
beneficial for the benefit of the wider community, licensing has been carried out for a
certain period of time under normal conditions, must pay an appropriate fee to the patent
owner, can be done for pharmaceutical purposes, there is authority
reviewing the implementation of patents, can be used for domestic needs or for export to
other countries.

The compulsory licensing mechanism regulated in the Law on Patents has so far not been
implemented for the production of COVID-19 vaccines in Indonesia. The Indonesian
government fulfills the need for vaccines through imports of vaccines from other
countries and also bilateral cooperation. These two efforts are the implementation of the
provisions of Article 4 of the Presidential Regulation of the Republic of Indonesia
Number 99 of 2020 concerning Vaccine Procurement and Vaccination Implementation in
the Context of Overcoming the Covid-19 Pandemic. This effort is in line with the
provisions of Article 7 of the Doha Declaration which provides opportunities for
countries to cooperate with other countries in meeting domestic needs.
For the implementation of international cooperation with other institutions and countries,
the efforts taken by the Indonesian government include purchasing vaccines from vaccine
companies such as Sinovac Biotech Ltd, AstraZeneca, Moderna, Sinopharm, Pfizer Inc.
and BioNTech, and also participates in the COVAX organization in the manufacture of
the covid-19 vaccine.

Another form of application is the transfer of technology from other countries to


Indonesia as an effort to accelerate the production of COVID-19 vaccines. The
application of technology transfer is also a form of implementing compulsory licensing
provisions based on the provisions of Article 7 of the Doha Declaration in declaring the
commitment of developed countries to provide technology transfer incentives to
developing countries

Keywords: Covid-19 Vaccine, Compulsory Licensing, Doha Declaration.


IMPLEMENTASI COMPULSORY LICENSING BERDASARKAN
DOHA DECLARATION DI INDONESIA SEBAGAI UPAYA
MENDUKUNG PRODUKSI VAKSIN COVID-19

Oleh

Dimas Zakaria

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Internasional


Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
Iudul Skripsi : IMPLEMENTASI COMPULSORY LICENSING
BERDASARKAN DOHA DECUIRATION
DI INDONESIA SEBAGAI UPAYA
MENDUKUNG PRODUI$I
VAI$IN COVID-l9

Nama Mahasiswa : {pimas 6af<n'1s


Nomor Pokok

Bagian

Fakultas

Desy Aini, Siti Aziza[. S.II/-M.H.


NIP 1 to609 20 NIP 19791t29 20050L 2 0A4

Internasional

M.H, Ph,D.
t2 1 001
MENGESAHI(AN

1. Tim Penguji

Ketua Penguji : Desy Churul Aini, S.H., M.H.

Sekretaris

s.H., M.S.
31002

Tanggal Lulus Ujian psi: 19Agustus ZAZL

I
PERIYYATAAI\I

Dengan ini saya menyatakan sebenarnya:

1. Bahwa skripsi Judul "Implenentasi Compukory Licensing


Berdasarkan Doha Di Indonesia Sebagai Upaya Mendukung
Produksi Vaksin 19" adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
peqiiplakan atau karya tulis tidak sesuai dengan tata etik ilmiah yang
berlaku dengan akademik dan hukum yang berlaku atau yang disebut
plagiarisme.
2. Batrwa hak i atas karya ihniah ini, saya serahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lam

Demikian pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya, apabila dikemudian hari

ternyata ditemukan adanya idakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dari sanksi

yang diberikan kepada dan saya bersedia dan sanggup dituntut sesusi dengan

hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 24 Agustus 2021


Perrbuat Pernyataan

Dimas Z,akana
}\IPM. 1712011178
RIWAYAT HIDUP

Dimas Zakaria lahir di Jakarta Barat pada tanggal 27 Januari 2000


sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putra dari pasangan
Bapak Ramdani dan Ibu Masnurlaila. Penulis menyelesaikan
pendidikan formal di SDN Palmerah 07 Pagi dan SDN Palmerah
26 Petang pada tahun 2005-2011, selanjutnya pada tahun 2011-
2014 Penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 88 Jakarta
Barat, kemudian pendidikan selanjutnya diselesaikan oleh Penulis di SMAN 23 Jakarta
pada tahun 2014-2017 dan sejak tahun 2017 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di
Fakultas Hukum, Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi Mahasiswa baik
internal maupun eksternal. UKM-F Mahkamah FH Unila merupakan organisasi pertama
yang digeluti oleh Penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Beberapa pengalaman yang dimiliki oleh Penulis selama menjadi bagian dari
Kader UKM-F Mahkamah FH Unila yakni, menjadi Wakil Kepala Bidang Legal
Drafting pada tahun 2018 hingga tahun 2019. Organisasi internal kampus lainnya adalah
Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional (HIMA HI) FH Unila, pada tahun 2019
hingga tahun 2020, penulis diberikan tanggung jawab untuk menjadi Sekretaris Umum
HIMA HI FH Unila. Untuk organisasi eksternal kampus, Penulis menjadi bagian dari
kader Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional (HMI) Komisariat Hukum Unila, di
organisasi ini Penulis diberikan tanggung jawab untuk menjadi Sekretaris Bidang
Bidang Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH)

Penulis juga mengikuti beberapa kompetisi seperti menjadi Tim Riset dalam Lomba
Debat Konstitusi MPR Regional Lampung yang menjadi juara 1 sekaligus menjadi
wakil dari Regional Lampung untuk berkompetisi pada Lomba Debat Konstitusi Majelis
Permusyawaratan Rakyat Tingkat Nasional. Selanjutnya Penulis juga menjadi delegasi
dalam Lomba Debat Konstitusi Diponegoro Law Fair 2018.
Penulis juga menjadi bagian dari Tim Riset Lomba Debat Konstitusi yang
diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitsui tingkat Regional Timur pada tahun 2018
dan 2019. Di organisasi ini juga Penulis bergelut di bidang karya tulis ilmiah dan
menjadi delegasi dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Kategori Dosen dan Peneliti yang
diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2019.

Beberapa karya juga telah dikeluarkan oleh Penulis selama menjadi mahasiswa, yang
pertama, “Pandemi Covid-19: Flattening The Curve, Kebijakan dan Peraturan" yang
dipublikasi di Jurnal Vox Populi, yang kedua adalah "Internet Access Restrictions In
Papua; Government Policy And Press Freedom Violations" yang diterbitkan di
Lampung Journal Of International Law (LaJIL). Selanjutnya Penulis juga menulis
tentang “Protection Of Traditional Culture As Part Of Intellectual Property In The Era
Of Globalization” dan “Compulsory Licensing Practices of Covid-19 Vaccine
Production in Indonesia”, yang mana kedua tulisan ini dipublikasi pada The 1st
Universitas Lampung International Conference on Social Sciences (ULICoSS), kedua
tulisan ini pun berhasil menjadi 20 tulisan terbaik yang akan dibiayai untuk dipublikasi
dalam scopus
PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penelitian skripsi ini dapat diselesakan dengan baik dan penulis
mempersembahkan skripsi ini kepada:

Keluarga

Orang tuaku tercinta, Ayah Ramdani dan Ibu Masnurlaila. Adik tercinta Cinde Permata
Danella, yang senantiasa memberikan doa, semangat, motivasi dan kasih sayang bagi
penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan baik. Penulis
mempersembahkan skripsi ini kepada keluarga tercinta, sebagai bentuk terima kasih dan
bentuk tanggung jawab atas segala dedikasi yang telah diberikan dan sebagai bentuk rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kenikmatan yang telah diberikan-Nya
berupa kesempatan untuk menuntut ilmu dan mengenyam pendidikan sampai ke jenjang
perguruan tinggi.

Keluarga besar, sahabat, dan semua pihak yang telah mendoakan, mendukung, dan
terlibat dalam penelitian skripsi ini.

Almamater Universitas Lampung

Tempat yang sangat bersejarah dan menjadi saksi bisu langkah awal perjalanan penulis
menuju kesuksesan.
MOTO HIDUP

“Maa waddaa’ka rabbuka wama qalaa”


(QS Ad Dhuha: 3)

“Everything in the universe is within you. Ask all from yourself”


(Jalaludin Rumi)

“Kehidupan sehari-hari anda adalah tempat ibadah dan agamamu.


Ketika kamu memasukinya, masuklah dengan seluruh hati dan jiwamu”

(Kahlil Gibran)

“Jika ikhtiar dan usaha sudah di ujung batas, biarkan doa yang bertarung
di atas langit, Yakin Usaha Sampai”

(Unknown)

“Slave is always talking about his lord, and his lord is never worry
about it”

(Dimas Zakaria)
SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, yang mana berkat


rahmat, hidayah serta kesempatan darinya saya dapat menyelesaikan penelitian
skripsi dengan judul, “Implementasi Compulsory Licensing Berdasarkan Doha
Declaration Di Indonesia Sebagai Upaya Mendukung Produksi Vaksin
Covid-19” sebagai salah satu syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Lampung. Teriring juga sholawat serta salam saya
haturkan kepada Pemimpin dari segala Pemimpin, Professor dari segala Professor,
Panutan dari segala Panutan, Nabi Muhammad SAW, yang semoga hingga akhir
zaman kita tetap menjadi umatnya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan
kepada pihak-pihak berikut karena telah memberikan bimbingan, doa, partisipasi,
bantuan moril maupun materil dalam upaya saya mendapatkan gelar Sarjana
Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung:

1. Terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S., selaku
Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Terima kasih kepada Bapak Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D., dan Ibu
Desy Churul Aini, S.H., M.H., selaku selaku Ketua Bagian Hukum
Internasional dan Sekretaris Bagian Hukum Internasional.
3. Terima kasih kepada Ibu Desy Churul Aini, S.H., M.H., dan Ibu Siti
Azizah, S.H., M.H., sebagai Pembimbing atas dedikasi waktu, pikiran,
tenaga dalam memberikan bimbingan, saran, kritik dan cerita dalam upaya
saya menyelesaikan penelitian skripsi ini.
4. Kesabaran yang tak ada batas, bimbingan yang tulus diberikan serta
harapan yang selalu disandingkan, doa terbaik dan terima kasih hanya
dapat saya berikan kepada pembimbing akademik saya, Miss Rehulina
Tarigan, S.H., M.H.
5. Terima kasih untuk waktu yang telah diluangkan, kritikan dan saran yang
telah dituangkan, usaha dan tenaga yang telah dikuras oleh Bapak Bayu
Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D., Ibu Ria Wierma Putri, S.H., M.Hum, Ibu
Yunita Maya Putri, S.H.,M.H., dan Bapak Naek Siregar, S.H., M.Hum
selaku Para Pembahas dalam penelitian Skripsi saya ini.
xiv

6. Terima kasih untuk bekal ilmu yang telah disalurkan, waktu yang telah
diluangkan, tempat yang telah disediakan, dan segalanya yang telah
diberikan oleh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas
Hukum khususnya bagian Hukum Internasional, selama saya menjadi
Mahasiswa di Kampus Hijau ini.
7. Salam cinta untuk kedua orang tua terhebat, Ayah Ramdani dan Mama
Masnurlaila yang telah memberikan kesempatan dan bantuan kepada saya
untuk menjalankan pendidikan selama ini, baik semenjak buaian hingga
saat ini.
8. Salam kasih untuk Adikku tersayang, Cinde Permata Danella yang telah
memberikan banyak cerita dan cinta yang mengubah hidup saya hingga
saat ini.
9. Teriring doa dan salam untuk orang-orang tuaku, Wak Hendra, Wak Iyus,
Wak Anah, Wak Dynda, Ibu Intan, Wak Ijul, Papa Banu, Oo Bungsu,
Alm. Wak Yasin, Wak Yadi, Wak Aming, Wak Antu, Wak Ati, Om Ivan,
dan semua yang tak bisa dituliskan satu persatu, terima kasih atas cerita,
ilmu, materil, motivasi, cinta, dan kasih sayang kepada saya hingga hari
ini.
10. Cinta dan doa baik akan selalu mengalir kepada kalian wahai saudara-
saudaraku, Kak Uwi, Kang Iyu, Kak Anis, Kak Abi, Kak Usup, Kak Ria,
Band Dio, Abang Kembar Dias-Dian, Kak Dynda, Kak Titi, Bang Iyan,
Mbak Mei, Mbak Henti, Mbak Yani, Gogon, Akbar, Bayu, Banu, Raisa,
Arfa, Azzam, Sabriel, Aqila, Axelia, Arza dan semua yang selalu ada
untuk menjadi penyemangat dan pembunuh rasa jenuhku.
11. Terima kasih telah menjadi saudara diperantauan hingga pahit manis cerita
dan perjuangan dalam balutan cinta, ilmu dan penantian wahai kawan-
kawanku Bagus Prayoga, Danang Faturrachman Dwicahyo, Mahendra
Yudha, Muhammad Padillah Akbar, dan Salfareza Ahmad. Semoga
setelah ini akan tetap banyak cerita kebersamaan yang tertulis, mimpi yang
tercapai, cinta yang digapai, dan semua yang diinginkan berhasil
didapatkan. Dari kalian juga saya temukan orang tua baru di tanah
perantauan.
12. Terima kasih telah memberikan banyak cerita dalam waktu yang singkat,
rumah yang menjadi tempat singgah, hingga dianggap sebagai adik sendiri
wahai kedua abangku, Yudha Tri Andhika dan Rahmat Fadil.
13. Terima kasih untuk waktu yang telah disediakan untuk berbincang-
bincang, berbagi pikiran, keluh kesah dan kesulitan wahai kawan-kawanku
Nita Fadliyah, Rizka Ayu Assiyafa, Adji Kurniawan, Gusti Revaliando,
Zandra Ahmad Trijaya Ramli, Pramudya Yudhatama, Daffazio Facira
Putra, Muhammad Octovyadi, Moamar Iqbal Trenggono dan semua yang
tak bisa disebutkan.
14. Teruntuk Akmal, Jack, Jaki, Aziz, Adit, Samsul, terima kasih telah temani
dan hibur dikala jeda kuliah, untuk hilangkan sejenak kepenatan dunia
pendidikan serta membantu mencari inspirasi dalam mencari setiap solusi
dari segala permasalahan dunia perkuliahan.
15. Terima kasih telah menjadi tempat untuk berbagi kata dan motivasi selama
proses pengerjaan skripsi ini, dan terima kasih telah banyak membantu
memperbaiki diri sejak pertama kali bertemu, Tania Amelia.
16. Bimbingan, saran, kritikan, dan penyiksaan telah kalian berikan kepada
saya selama ada di organisasi ini, UKM-F Mahkamah. Maaf belum bisa
membayar dengan prestasi atas kerja keras dan segala yang telah diberikan
kepada saya selama ini Bapak Ahmad Syofyan, S.H., M.H., dan Bapak
Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D.,. Terima kasih juga untuk Bang
Ganiv, Atu Dinda, Mahendra, Nita, Agsel, Agung, Pramudya, Boy,
Farhan, Erika, Aldo dan semua anggota Bidang Debat UKM-F Mahkamah
untuk solidaritas dan ilmu yang bermanfaat dalam beretorika dan
berdialektika. Terima kasih juga untuk waktu, dedikasi dan kesabaran
yang terkuras saat berjuang bersama di Bidang Legal Drafting UKM-F
Mahkamah, Tania Amelia, Kharisty Aulia, Ananda Puruhita, Iqbal
Junaidi, Monica, Yunika, Yolanda dan Rr. Halimatu Hira. Di bidang inilah
saya belajar untuk mencintai satu hal, menyusun gagasan, dan
menuliskannya dalam sebuah artikel.
17. Terima kasih juga kusampaikan kepada kawan-kawanku Pengurus HIMA
HI 2020-2021, Zandra, Una, Gizca, Nadia, Yuga, Kartika, Yoga, Ridho,
xvi

Mirza, Krisnady, Charlie, Sabyl, Luckyta, Franzen, Faris, Hafiz, Juan,


Lutfi, Syawal dan adik-adikku di HIMA HI 2020-2021, yang telah
merubah pesimisme menjadi sebuah optimisme.
18. Almamaterku tercinta serta seluruh Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung Angkatan 2017.
19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semuanya.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna, untuk itu masih
diperlukan perbaikan dalam beberapa hal. Penulis berharap hasil penelitian dapat
bermanfaat bagi penelitian lebih lanjut. Yakinkan dengan Iman, Usahakan dengan
Ilmu, Sampaikan dengan Amal, Yakin Usaha Sampai, Beriman Berilmu Beramal.

Bandar Lampung, 22 Februari 2020

Penulis

Dimas Zakaria
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN .................................................................................................. viii

PERSEMBAHAN................................................................................................. xi

MOTO HIDUP .................................................................................................... xii

SANWACANA ................................................................................................... xiii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.4 Kegunaan Penulisan .................................................................................. 8
1.5 Ruang Lingkup.......................................................................................... 9
1.6 Sistematika penulisan................................................................................ 9

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Hukum tentang HAKI.............................................................. 11
2.1.1 Hak Kekayaan Intelektual ............................................................. 11
2.2.1 Konsepsi Umum Mengenai Paten ................................................. 15
2.2 Tinjauan Hukum Tentang Compulsory Licensing .................................. 21
2.3 Tinjauan Hukum Tentang Parallel Import. ............................................ 24
2.4 Tinjauan Hukum Tentang Government Use. .......................................... 26
2.5 Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional .......................... 27
2.6 Peraturan hukum nasional ....................................................................... 31
2.4.1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta ....... 31
2.4.2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten ............... 32
2.7 Tinjauan Umum Mengenai Vaksin Covid-19 ......................................... 34

III. METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 37
3.2 Pendekatan Masalah................................................................................ 38
3.3 Sumber dan Jenis Data ............................................................................ 39
3.4 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ........................................ 40
3.4.1 Prosedur Pengumpulan Data. ........................................................ 40
3.4.2 Metode Pengolahan Data. .............................................................. 40
3.4.3 Analisis data ................................................................................... 41
xviii

IV. PEMBAHASAN
4.1 pengaturan compulsory licensing di Indonesia berdasarkan aturan
Doha Declaration. .................................................................................. 42
4.2 penerapan compulsory licensing berdasarkan aturan Doha Declaration
sebagai upaya mendukung produksi vaksin Covid-19............................ 56

V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 66
5.2. Saran ....................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1: Daftar proses permohonan paten pada direktorat jendral

kekayaan intelektual………………….…………………………………………………………..21

Gambar 2: Kesinambungan antara Doha Declaration dengan Undang-Undang

tentang Paten terkait dengan compulsory licensing ...........................................................43

Gambar 3: Alur permohonan lisensi wajib menurut ketentuan Undang-Undang

tentang Paten ......................................................................................................................46

Gambar 4: Kesinambungan antara mekanisme compulsory licensing

dengan Lisensi Wajib .........................................................................................................50

Gambar 5: Kesinambungan antara mekanisme compulsory licensing

dengan Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah ......................................................................54

Gambar 6: Mekanisme proses negosiasi antara PT. Bio Farma

dengan PT. Sinovac dalam rangka pengadaan vaksin covid-19 di Indonesia ...................63
I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hak kesehatan merupakan hak setiap insan manusia.1 Dalam aturan Hukum
internasional, hak atas kesehatan setiap orang telah diatur pada Article 25 Universal
Declaration of Human Rights.2 Sejak adopsi dari Konstitusi WHO sebagai Organisasi
Kesehatan Dunia, hak atas kesehatan oleh masyarakat internasional telah diakui
sebagai hak dasar.3 Hak kesehatan pun telah dijamin di dalam konstitusi UUD
tahun 1945 tepatnya pada pasal 28H ayat (1) dan (3) jo. Pasal 34 ayat (3). 4 Pada
pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan juga ditekankan bahwa kesehatan merupakan hak setiap individu.5

Dunia kesehatan pada akhir tahun 2019 dihebohkan dengan penemuan virus jenis
baru yang dikenal sebagai Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang mengakibatkan
munculnya penyakit Covid-19 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok.6
Penyebaran yang cenderung mudah serta rawan bagi kalangan orang tua dan
lansia untuk terkena efek yang parah menjadi sebuah kekhawatiran masyarakat
dunia.7 Kekhawatiran tersebut kemudian menjadi semakin nyata kala penyakit ini

1
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/KESEHATAN-SEBAGAI-HAK-
ASASI-MANUSIA.pdf.
2
Article 25 Universal Declaration of Human Rights.
3
Sebagaimana dikutip dalam Rico Mardiansyah, “Dinamika Politik Hukum Dalam Pemenuhan
Hak Atas Kesehatan Di Indonesia”, VeJ, Vol. 4, No. 1, thn. 2018, hlm. 228. Lihat dalam Virginia
A. Leary, “The Right to Health in International Human Right Law, Health and Human Right”, The
President and Fellows of Harvard College, Vol 1 No.1, hlm 32.
4
Ibid., hlm. 33.
5
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
6
Hengbo Zhu, Li Wei and Ping Niu, “The novel coronavirus outbreak in Wuhan, China”, Global
Health Research and Policy, Vol. 5, No. 6, thn. 2020, hlm. 1.
7
Lo’ai Alanagreh, Foad Alzoughool and Manar Atoum, “The Human Coronavirus Disease
COVID-19: Its Origin, Characteristics, and Insights into Potential Drugs and Its Mechanisms”,
Pathogens, thn. 2020, hlm. 1.
2

akhirnya ditetapkan menjadi sebuah pandemi oleh WHO pada 11 Maret 2020,
setelah menjangkit 215 negara di dunia.8

Data tanggal 29 September 2020 mengatakan bahwa sebanyak 282.724


masyarakat Indonesia telah terinfeksi penyakit ini, dan dari jumlah tersebut
10.601 orang dinyatakan meninggal dunia.9 Itu artinya setiap 3 orang dari 100
masyarakat Indonesia yang telah terjangkit pandemi ini, tidak dapat
terselamatkan. Bukan hanya itu, pandemi ini pun telah mengakibatkan dunia
mengalami resesi ekonomi tak terkecuali Indonesia.10 Menyikapi pandemi ini,
pemerintah telah menetapkan keadaan darurat melalui Keputusan Presiden Nomor
12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Coronavirus
Disease 2019 (Covid-19) pada tanggal 13 April 2020.11 Dimana dalam Keputusan
Presiden tersebut poin satu dinyatakan bahwa penyebaran virus corona telah
mengakibatkan bencana nonalam dan telah menjadi bencana nasional.12

Upaya lain yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk menghentikan pandemi
ini adalah dengan membuat obat vaksin Covid-19. Sekalipun pengembangan
vaksin merupakan sebuah tindakan kemanusiaan dalam rangka mengakhiri sebuah
wabah penyakit, namun proses untuk menemukan dan memproduksi vaksin
merupakan hasil pemikiran manusia yang memiliki nilai kekayaan intelektual di
dalamnya.13 Sehingga sudah seharusnya hak atas kekayaan intelektual vaksin

8
Muhamad Azhar, Hanna Aulia Azzahra, “Government Strategy in Implementing the Good
Governance during COVID-19 Pandemic in Indonesia”, Administrative Law & Governance
Journal, Vol. 3 No. 2, thn. 2020, hlm. 241.
9
https://covid19.go.id/.
10
https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/05/125200565/indonesia-resmi-resesi-ini-yang-
perlu-kita-tahu-soal-resesi-dan-dampaknya?page=all.
11
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/13/18101841/presiden-jokowi-teken-keppres-
tetapkan-wabah-covid-19-bencana-nasional.
12
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
13
Dwi Martini, Hayyanul Haq, Budi Sutrisno, “Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan
Obatobatan Tradisional Dalam Rezim Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Indonesia (Studi Pada
Masyarakat Tradisional Sasak)”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 6, No. 1, thn. 2017, hlm. 70.
3

tersebut perlu mendapatkan perlindungan.14 Perlindungan yang dapat diberikan


kepadanya dapat dilakukan dengan cara pendaftaran paten.15

Invensi16 dalam bidang teknologi yang baru, yang mengandung langkah inventif
dan dapat diterapkan dalam industri adalah invensi yang dapat diberikan
perlindungan paten. Obat-obatan modern, yang salah satunya adalah vaksin
merupakan salah satu bentuk penemuan yang dapat dipatenkan. Biaya riset dan
pengembangan dari proses pembuatan vaksin dan obat-obatan modern lainnya
tidaklah sedikit, dan dalam kurun waktu dua puluh tahun biaya tersebut haruslah
dapat dijamin tertutupi.17

Biaya yang besar inilah yang membuat hak eksklusif yang dimiliki oleh seorang
inventor18 untuk melakukan monopoli harga dalam jangka waktu tertentu,
sehingga menjadikan harga obat paten menjadi mahal.19 Tercatat untuk beberapa
penyakit tertentu seperti hipertensi dan diabetes, harga obat bisa mencapai 10 kali
lipat dibandingkan dengan harga obat umumnya.20 Bahkan sebagaimana
dikemukakan survei Health Action International, beberapa jenis obat paten di
dunia memiliki harga yang cukup mahal, salah satunya ialah jenis Ciprofloxacin
originator, obat jenis ini memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan
obat pada umumnya.

Kondisi ini semakin tidak etara dengan penghasilan masyarakat selama sepuluh
hari di beberapa negara.21 menguntungkan dengan fakta bahwa kerap kali
penawaran harga vaksin antar negara berbeda-beda. Negara berkembang bahkan

14
Dushyant Kumar Sharma, “Intellectual Property and the Need to Protect It”, Indian J.Sci.Res.
Vol. 9, No. 1, thn. 2014, hlm. 1.
15
http://www.HAKI.co.id/paten.html.
16
Invensi merupakan ide dari seorang atau beberapa orang peneliti yang melakukan kegiatan
pemecahan masalah di bidang teknologi dalam bentuk produk atau proses dari hal tersebut, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses pengembangan produk tersebut.
17
Lidya Shery Muis, “Hak Atas Aksesibilitas Obat Paten Bagi Masyarakat”, Pranata, Vol. 2, No.
1, thn. 2019, hlm. 37.
18
Inventor merupakan seseorang yang memiliki hak lisensi dari sebuah invensi.
19
Samariadi, “Pelaksanaan Compulsory Licensing Paten Obatobatan Bidang Farmasi Di Indonesia
Dikaitkan Dengan Doha Declaration On The Trips Agreement And Public Health”, De Lega Lata,
Vol. I, No. 2, thn. 2016, hlm. 450.
20
http://farmalkes.kemkes.go.id/2014/06/mahalnya-harga-obat-di-indonesia/.
21
Titon Slamet Kurnia, Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM di Indonesia, Alumni,
Bandung, thn. 2007, hlm. 2.
4

harus menanggung harga lebih mahal dibandingkan dengan harga yang harus
dikeluarkan oleh negara maju.22 Sebagai contoh yakni Moderna sebagai salah satu
pengembang vaksin melakukan permainan harga vaksin covid-19, yang mana
pihak Moderna melakukan penawaran harga sebesar 12-16 Dollar Amerika
Serikat per dosis untuk negara Amerika Serikat dan untuk negara-negara lain
pihak Moderna memasarkan harga sebesar 35 Dollar Amerika Serikat per dosis.23
Dilihat dari data tersebut hal ini akan sangat membebani masyarakat di masa
pandemi ini, terutama bagi masyarakat indonesia dengan pendapatan per kapita
masyarakat Indonesia yang hanya mencapai US$ 4.700.24 Dalam kondisi
semacam inilah peran pemerintah sebagai pelindung segenap tumpah darah
Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi sangat diperlukan.

Terkait dengan mahalnya harga obat yang telah dipatenkan sebenarnya Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, telah
mengamanatkan bahwa hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dimiliki oleh setiap orang, dan juga setiap orang
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, berkualitas
serta berbiaya terjangkau.25 Seorang inventor vaksin harus mengesampingkan hak
ekonomis dari invensinya mengingat kondisi darurat seperti ini yang mana ini pun
sejalan dengan konsep bahwa setiap hak milik juga memiliki hak sosial.26 Kondisi
darurat ini membuat pemerintah mengambil sikap pada tanggal 5 Oktober 2020,
dengan menetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun
2020 Tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dalam rangka

22
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/01/150120_harga_obat.
23
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20201113175301-37-201752/bukti-ketidakadilan-vaksin-
corona-untuk-negara-maju.
24
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2579415/pendapatan-per-kapita-orang-ri-
kalah-jauh-dibanding-negara-tetangga.
25
Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
26
Winner Sitorus, “Kepentingan Umum Dalam Perlindungan Paten”, Yuridika, Vol. 29, No. 1, thn.
2014, hlm. 43.
5

melakukan percepatan penanggulangan terhadap pandemi covid-19, percepatan


pengadaan vaksin serta pelaksanaan vaksinasi.27

Proses vaksinasi dapat dilakukan oleh pemerintah dengan fleksibilitas yang dapat
diimplementasikan melalui compulsory licensing. Compulsory licensing
merupakan pemberian otoritas pemerintah yang berkompeten untuk memberikan
lisensi penggunaan penemuan yang dipatenkan kepada pihak ketiga atau badan
pemerintah tanpa izin dari pemegang paten.28 Fleksibilitas yang diberikan oleh
compulsory licensing memiliki tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat,
dengan memberikan akses obat berbiaya terjangkau.29 Secara khusus fleksibilitas
ini diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan kelangkaan
obat-obatan seperti TBC, Malaria, dan HIV/AIDS untuk kebutuhan domestik
sebuah negara, yang mana pada saat itu ketiga penyakit ini menjadi sebuah
perhatian bagi dunia kesehatan.30

Compulsory licensing ini hadir karena prinsip dasar yang tertampung di dalam
ketentuan Article 31 TRIPs Agreement. Ada beberapa syarat yang diajukan oleh
Article 31 TRIPs Agreement untuk Compulsory licensing agar dapat diaplikasikan
antara lain compulsory licensing hanya boleh dipergunakan jika telah
mendapatkan otorisasi dari pemegang hak, namun hal ini dapat dikecualikan jika
suatu negara mengalami keadaan darurat.31 Ruang lingkup dan durasi dari
penggunaan compulsory licensing juga harus dibatasi pada tujuan yang
ditentukan, dan dalam kasus teknologi semi-konduktor hanya untuk publik non-
penggunaan komersial atau untuk memperbaiki praktik yang ditentukan setelah
peradilan atau administratif proses untuk menjadi anti-persaingan.32 Selanjutnya

27
Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan
Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease
2019 (Covid-19).
28
Article 4 Doha Declaration.
29
Putu Ayu Sriasih Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat atas Akses Obat
Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement”, Kertha Wicaksana, Vol. 14, No. 1, thn.
2020, hlm. 57.
30
Weinian Hu, “Compulsory licensing and access to future Covid-19 vaccines”, CEPS Research
Report COMPULSORY LICENSING AND ACCESS TO FUTURE COVID-19 VACCINES No.
2020, thn. 2020, hlm. 2-3.
31
Article 31b TRIPs Agreement.
32
Article 31c TRIPs Agreement
6

penggunaan hak ini tidak berlaku secara eksklusif.33 Aplikasi dari compulsory
licensing juga hanya dapat digunakan untuk kepentingan domestik tiap-tiap
negara saja.34 Pemegang hak juga harus mendapatkan remunerasi yang memadai,
dengan memperhatikan kemampuan dari pemegang otoritas.35

Berkaitan dengan syarat yang ada di dalam ketentuan Article 31F TRIPs
Agreement, banyak masyarakat dunia yang merasa keberatan karena dianggap
membebani negara-negara berkembang dengan kemampuan produksi obat yang
kurang baik. Guna mengklarifikasi ambiguitas antara TRIPs Agreement dan
kebutuhan pemerintah untuk menerapkan prinsip kesehatan masyarakat, negara-
negara anggota WTO telah mengadopsi Deklarasi Menteri khusus pada
Konferensi Tingkat Menteri WTO. Pada tahun 2001 di Doha, Qatar, dimana
deklarasi tersebut disebut sebagai “Declaration on the TRIPs Agreement and
Public Health”, yang selanjutnya akan disebut sebagai Doha Declaration. Dalam
ketentuan article 1 Doha Declaration dikatakan bahwasanya regulasi ini
merupakan sebuah tindak lanjut untuk menghadapi beratnya masalah kesehatan
yang dialami oleh banyak negara terutama pada penyakit seperti HIV/AIDS,
malaria, TBC dan juga epidemi lainnya.

Indonesia sendiri juga telah memiliki regulasi mengenai compulsory licensing


dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah Terhadap Obat Antiretroviral. Dalam regulasi
tersebut covid-19 sendiri belum diatur, begitupun dalam ketentuan Doha
Declaration. Adanya nomenklatur “epidemi lainnya” yang ada di dalam ketentuan
Doha Declaration memberikan kesempatan kepada negara-negara untuk
menerapkan compulsory licensing bagi pengadaan vaksin di negara masing-
masing, tak terkecuali Indonesia di tengah kondisi pandemi covid-19 ini.

Berkaitan dengan hal tersebut guna memberikan perlindungan kesehatan bagi


masyarakat maka Pemerintah akan mengadakan proses vaksinasi covid-19 guna
mengendalikan pandemi ini. Dalam pernyataannya Pemerintah Indonesia

33
Article 31d TRIPs Agreement
34
Article 31f TRIPs Agreement
35
Article 31h TRIPs Agreement
7

menyatakan bahwasanya proses vaksinasi akan dilakukan secara gratis kepada


seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini jelas sejalan dengan fakta sosial yang
mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan penyebaran
terbanyak.

Menjadi sebuah pertanyaan ialah apabila kondisi pandemi sudah selesai, apakah
pemberian vaksin ini masih akan dilakukan secara gratis atau masyarakat harus
dibebani dengan harga vaksin normal? Pertanyaan lanjutan dari pertanyaan di atas
adalah bagaimanakah ketentuan hukum internasional terkait dengan penerapan
fleksibilitas compulsory licensing. Terkhusus bagaimana ketentuan hukum
mengenai compulsory licensing ini diterapkan di masa setelah pandemi berakhir.
Ketentuan hukum internasional tersebut sudah sejatinya harus diimplementasikan
di dalam ketentuan hukum nasional. Dengan demikian muncul kembali
pertanyaan terkait bagaimana implementasi TRIPs Agreement dan Doha
Declaration ke dalam regulasi hukum nasional.

Menarik untuk untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana ketentuan compulsory


licensing digunakan oleh pemerintah Indonesia guna menghadirkan vaksin dengan
harga terjangkau di Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti
tertarik untuk menggali lebih lanjut mengenai hal ini dengan judul penelitian
”Implementasi Compulsory Licensing Berdasarkan Doha Declaration di
Indonesia sebagai Upaya Mendukung Produksi Vaksin Covid-19”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan compulsory licensing di Indonesia berdasarkan


aturan Doha Declaration?
2. Bagaimanakah penerapan compulsory licensing berdasarkan aturan Doha
Declaration sebagai upaya mendukung produksi vaksin Covid-19?
8

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memahami lebih lanjut
mengenai bagaimana pelaksanaan compulsory licensing dapat diterapkan di
Indonesia menurut TRIPs Agreement dan juga bagaimana implementasi yang telah
di lakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam mendapatkan akses vaksin murah
melalui mekanisme compulsory licensing.

1.4 KEGUNAAN PENULISAN

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan atas disiplin ilmu


hukum, khususnya hukum kekayaan intelektual dan hukum ekonomi
internasional mengenai pengaturan compulsory licensing menurut Doha
Declaration serta implementasinya terhadap produksi vaksin covid-19 di
Indonesia.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebuah literatur ataupun referensi
bagi setiap yang membutuhkan, khususnya yang berkaitan dengan hukum
kekayaan intelektual dan hukum ekonomi internasional. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberi kontribusi dalam usaha pemerintah menjalankan
amanat konstitusi terkait penyediaan pelayanan kesehatan bagi seluruh warga
negara. Untuk peneliti sendiri, penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu
pengetahuan, serta syarat bagi penulis untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di
Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9

1.5 RUANG LINGKUP

Penelitian ini termasuk ke dalam bidang penelitian Hukum Internasional yang


secara khusus berada pada ruang lingkup Hukum Kekayaan Intelektual dan
Hukum Ekonomi Internasional. Dalam penelitian ini akan dibahas implementasi
ketentuan TRIPs Agreement terkait compulsory licensing dalam penerapannya di
Indonesia.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Peneliti membuat sistematika penulisan sebagai berikut guna memberikan


kemudahan dalam pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan:

I. PENDAHULUAN

Pendahuluan memuat latar belakang penelitian, permasalahan dan ruang lingkup


penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian teoritis dan konseptual.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan memaparkan pengertian-pengertian mengenai pokok-pokok dalam


penelitian skripsi serta sebagai landasan teori yang berguna sebagai pisau analisis
dalam penelitian ini, yakni yang pertama adalah terkait dengan Tinjauan Hukum
Tentang Compulsory Licensing, yang kedua adalah Tinjauan Hukum Tentang
HAKI, yang secara khusus ditujukan pada substansi Hak Kekayaan Intelektual
dan Konsepsi Umum Mengenai Paten, Selanjutnya akan juga dibahas mengenai
Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional, dan yang terakhir akan di
bahas mengenai Tinjauan Umum Mengenai Vaksin Covid-19.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yakni jenis penelitian,
pendekatan yang digunakan penulis, proses pengumpulan dan pengolahan data
serta analisis data.
10

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan dan menjawab permasalahan yang dipertanyakan di


dalam rumusan masalah. Hasil penelitian yang akan dijabarkan dalam penelitian
ini adalah bagaimana pengaturan serta pelaksanaan compulsory licensing di
Indonesia menurut ketentuan TRIPs Agreements.

V. PENUTUP

Bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang disusun ke dalam sebuah
kesimpulan, yang selanjutnya akan ditarik sebuah gagasan berupa saran untuk
memberi masukan terhadap masalah yang dihadapi.
11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Hukum tentang HAKI


2.1.1 Hak Kekayaan Intelektual

Dalam tinjauan umum, hak kekayaan intelektual (HAKI) sendiri memiliki


beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli. Muhammad
Djumhana dan R. Djubaedillah mendefinisikan HAKI sebagai sebuah hak yang
dihasilkan dari kegiatan kreatif daya pikir manusia baik itu dalam bidang seni dan
sastra, ilmu pengetahuan maupun teknologi yang ditujukan untuk khalayak umum
karena memiliki manfaat dan guna dalam menunjang kehidupan manusia, serta
bernilai ekonomi. Agus Sardjono sendiri mendefinisikan HAKI sebagai hak yang
timbul dari kegiatan berfikir manusia dalam bidang, sastra dan ilmu pengetahuan,
seni industri. HAKI oleh Achmad Ramli didefinisikan sebagai suatu hak yang
timbul dari karya inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia, yang
mana karya tersebut berasal dari kegiatan kreatif manusia yang menghasilkan.36

Dalam fatwanya Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan Kekayaan Intelektual


sebagai sebuah kekayaan yang dihasilkan dari proses olah pikir otak manusia guna
menghasilkan suatu proses atau barang yang berguna dan diakui oleh Negara.
HAKI sendiri merupakan hak ekonomis yang dimiliki secara otomatis oleh
pemilik kreativitas intelektual sehingga pemilik hak tersebut dapat mendaftarkan
karyanya, dan memperoleh perlindungan atas karya yang dihasilkan oleh
kreatifitasnya. Negara memberikan hak eksklusif kepada pemegang hak yang sah
sebagai bentuk penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya, hal ini dapat

Maria Alfons, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara Hukum”,
36

Jurnal Legislasi, Vol. 14, No. 03, thn. 2017, hlm. 305-306.
12

digunakan untuk melarang orang lain untuk memakai, memperdagangkan atau


menawarkan hasil karya mereka tersebut. Pengakuan hak ini memiliki tujuan
untuk memacu kreativitas lain dihasilkan oleh masyarakat sehingga dapat
digunakan untuk kepentingan masyarakat secara luas.37

Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di dunia berawal pada 1 Januari 561 M, di


Barat Daya Irlandia terjadi pertempuran Cul Dreimhne (Battle of the Book) ketika
pendeta Saint Columba secara diam-diam menyalin sebuah manuskrip kitab suci,
yang mana pemilik manuskrip asli pendeta Saint Finnian dari Movilta Abbey
tidak menyukai hal itu dan selanjutnya terjadi perselisihan. Raja Diarmait mac
Cerbaill dalam putusannya memberikan pandangan yang memihak pada Saint
Finnian, dalam putusannya Ia menyatakan: "To every cow belongs her calf,
therefore to every book belongs its copy" atau "Untuk setiap sapi adalah milik
anaknya, oleh karena itu untuk setiap buku adalah salinannya". Dengan demikian
keputusan ini memihak bahwa salinan yang dilakukan oleh Saint Finnian adalah
hal yang legal dan menjadi miliknya. Saint Columba memimpin pemberontakan
akibat keputusan ini yang sehingga menyulut pertempuran yang dimaksud terjadi,
dan hingga kini kejadian ini diperingati sebagai Public Domain Day. Paris
Convention for the Protection of Industrial Property yang ditandatangani di
Prancis menjadi salah satu perjanjian internasional tertua di bidang HAKI,
terkhusus Hak Kekayaan Industrial seperti Merek, Paten dan Desain Industri.
Regulasi ini telah beberapa kali dilakukan revisi dan yang terakhir terjadi pada
tahun 1979. Perjanjian internasional lain adalah Berne Convention for the
Protection of Literary and Artistic Works yang ditandatangani di Kota Bern,
Swiss pada tahun 1886. Konvensi ini hingga saat ini telah menjadi standar
universal perlindungan Hak Cipta. Berlakunya Auteurswet 1912 (Stb. 1912 No.
600) menjadi awal mula pengaturan Hak Cipta di Indonesia. Selanjutnya pada
tahun 1982 Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun
1982 tentang Hak Cipta dibuat oleh Pemerintah Indonesia sekaligus mencabut
regulasi Auteurswet 1912. Pada tahun 1987 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1982
tentang Hak Cipta disempurnakan kembali dengan Undang-Undang Nomor 7

37
https://dgip.go.id/images/ki-images/pdf-files/FatwaMUI.pdf.
13

Tahun 1987, yang selanjutnya disempurnakan kembali pada tahun 1997 melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997. Kemudian Undang-Undang ini
digantikan oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Perubahan kembali
terjadi kala Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menggantikan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 sebagai regulasi yang mengatur mengenai Hak
Kekayaan Intelektual.38 Perubahan ini sendiri dilakukan untuk mengisi
kelemahan-kelemahan dari pada hukum yang terdahulu, dan juga perubahan ini
ditujukan untuk mengakomodir kepentingan rakyat.39

Kekayaan intelektual secara sederhana dapat diartikan sebagai kekayaan yang


tercipta atas kemampuan intelektual seorang manusia. Karya-karya di bidang
teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra merupakan contoh karya-karya yang
tercipta dari sebuah kemampuan intelektualitas manusia. Hak kekayaan intelektual
sendiri terdapat pengaturan mengenai hak kebendaan. Hak kebendaan sendiri
terbagi menjadi dua yakni hak kebendaan immateriil dan hak kebendaan materiil.
Hak kebendaan materiil merupakan hak yang mutlak atas suatu benda dengan ciri-
ciri terdapat hubungan langsung terhadap benda tertentu, selalu mengikuti
bendanya, dapat dipertahankan oleh siapapun pun, dan dapat dialihkan.40

Pembahasan mengenai hak kebendaan immateriil menurut kepustakaan hukum


kerap kali dikatakan sebagai hak atas kekayaan intelektual atau hak milik
intelektual yang terdiri dari hak cipta dan hak kekayaan industri.41 Untuk hak
kekayaan industri sendiri terdiri dari hak paten, merek, desain industri, desain tata
letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, varietas tanaman, yang akan diuraikan
berikut ini:

a. Hak Cipta

38
http://www.HAKI.co.id/.
39
Liky Faiza, “PROBLEMATIKA HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA”, Ijtima’ iiya, Vol. 9,
No. 2, thn. 2016, hlm. 5-6.
40
Regita A. Mumek, “Hak-Hak Kebendaan Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata”, Lex
Administratum, Vol. V, No. 2, thn. 2017, hlm. 71.
41
http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/53946/HAK+KEKAYAAN+INTELEKT
UAL.pdf.
14

Hak Cipta adalah sebuah hak mengenai karya intelektual di bidang seni, sastra dan
ilmu pengetahuan, yang secara khas dibentuk dan dituangkan secara khas pada
prosedur, ide, konsep atau metode yang dituangkan ke dalam wujud tetap.42
Pendaftaran hak cipta pada utamanya bukan sebagai kewajiban melainkan hanya
pada keperluan pembuktian saja. Hak cipta juga dapat dikatakan sebagai hak
eksklusif dari pencipta atau penerima hak guna menginformasikan kepada
khalayak umum atau memperbanyak jumlah ciptaannya atau memberikan izin
untuk memperbanyak jumlah ciptaannya kepada orang lain tanpa mengurangi
pembatasan-pembatasan berdasarkan regulasi yang berlaku.

b. Paten

Paten adalah jenis perlindungan hukum atas karya intelektual yang dihasilkan oleh
seseorang dalam bidang teknologi yang dituangkan dalam bentuk produk atau
proses atau pengembangan atas yang telah ada. Paten bisa dikatakan sebagai
sebuah hak eksklusif dari seorang inventor yang diberikan oleh Negara atas hasil
Invensinya di bidang teknologi, untuk melaksanakan sendiri invensi yang dimiliki
olehnya atau memberikan hak kepada pihak lain untuk melaksanakannya untuk
selama waktu tertentu.

c. Merek

Merek memiliki fungsi untuk membedakan produk yang satu dengan produk yang
lain melalui pemberian tanda, yang mana tanda tersebut digunakan dalam
perdagangan barang atau jasa dan memiliki daya pembeda. Penggunaan merek
pada praktiknya ialah untuk membangun loyalitas konsumen. Merek lebih
“strategis” dibandingkan paten dalam permasalahan bisnis karena paten memiliki
batas bisnis dibandingkan paten, karena paten perlindungannya terbatas serta tidak
dapat diperpanjang. Merek dapat dipahami sebagai sebuah tanda baik itu berupa
gambar, kata, nama, susunan warna, huruf-huruf, angka-angka, atau kombinasi
dari hal tersebut sehingga memiliki daya pembeda dalam kegiatan perdagangan
jasa maupun barang.

Rehulina Tarigan, “Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet (Studi Kasus: Itar-Tass Russian
42

Agency Melawan Russian Kurier Agency)”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 7, No. 1, thn.
2013, hlm. 2.
15

d. Desain Industri

Desain industri merupakan sarana pelindung bagi penampilan dari sebuah produk-
produk industri dari segi kemudahan penggunaan, estetika, dan ergonominya.
Pengertian desain industri adalah sebuah kreasi tentang konfigurasi, bentuk, atau
warna atau komposisi garis, atau warna dan garis, atau gabungan kesemuanya
yang membentuk dua dimensi atau tiga dimensi sehingga memberikan kesan
dapat diwujudkan dan estetis serta dapat digunakan dalam menghasilkan suatu
barang, produk, kerajinan tangan, ataupun komoditas industri.

e. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu merupakan hak eksklusif dengan jangka waktu
tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan hak tersebut kepada pihak lain
melalui persetujuan untuk melaksanakan. Hak ini sendiri diberikan kepada
pendesain atas hasil kreasinya, oleh negara Republik Indonesia.

f. Rahasia Dagang

Rahasia dagang merupakan sebuah perlindungan terhadap informasi yang masih


dipertahankan kerahasiaannya dan dijaga dikarenakan sangat bernilainya
informasi tersebut dalam menentukan penghasilan non material dan material
untuk saat ini ataupun waktu yang akan datang.

g. Varietas Tanaman

Perlindungan Varietas Tanaman, merupakan jenis perlindungan khusus yang


diberikan kepada pemulia tanaman atas varietas tanaman yang dihasilkan olehnya
berdasarkan kegiatan pemuliaan tanaman negara.43

2.2.1 Konsepsi Umum Mengenai Paten

Paten merupakan mekanisme perlindungan terhadap HAKI yang berbentuk


pemberian hak eksklusif di bidang teknologi oleh negara kepada inventor atas
hasil invensi yang telah dihasilkan untuk jangka waktu tertentu. Paten merupakan

43
http://repository.ut.ac.id/4087/1/HKUM4302-M1.pdf.
16

sebuah hak eksklusif dari inventor atas invensi yang telah dilakukan olehnya di
bidang teknologi dalam jangka waktu tertentu guna secara mandiri melaksanakan
atau memberikan kepada pihak lain persetujuan untuk melaksanakan invensinya.
Paten hanya akan diberikan kepada invensi yang baru, memiliki langkah inventif,
serta mampu untuk diterapkan dalam industri. Suatu invensi dapat diberikan paten
jika invensi tersebut merupakan hal yang baru, dalam hal ini memiliki
ketidaksamaan dengan teknologi yang sebelumnya.

Paten juga dapat diberikan kepada suatu invensi yang mengandung langkah
inventif, dalam hal ini sesuatu yang tidak diduga sebelumnya oleh orang lain yang
memiliki keahlian tertentu di bidang teknik. Yang terakhir paten dapat juga
diberikan kepada suatu invensi yang dapat diterapkan dalam suatu industri. Jangka
waktu yang diberikan untuk paten adalah selama 20 tahun sejak permohonan
paten diterima.44 Hak ini dapat dilaksanakan secara sendiri untuk melakukan
invensi tersebut atau melalui pihak lain untuk melaksanakannya dengan
persetujuan.45

Pada awalnya sejarah perlindungan paten bersifat monopolistik di Eropa dan pada
abad ke-14 memperoleh wujud yang jelas. Pada awalnya perlindungan tersebut
diberikan sebagai hak istimewa bagi mereka yang melakukan pendirian usaha
industri baru melalui penggunaan teknologi yang diimpor. Dengan perlindungan
tersebut, dalam jangka waktu tertentu pengusaha industri tersebut diberikan hak
untuk menggunakan teknologi yang diimpor olehnya, pemberian hak tersebut
dilakukan menggunakan Surat Paten. Tujuan pemberian hak tersebut yakni untuk
memberikan kesempatan kepada pengusaha pengimpor teknologi yang baru untuk
benar-benar menguasai cara penggunaan dan selukbeluk teknologi yang diimpor
olehnya. Sehingga tujuan pada awalnya pemberian paten bukanlah untuk
pemberian perlindungan untuk penemu, melainkan untuk merangsang hadirnya
pengalihan teknologi dan pendirian industri baru.

Berdasarkan pada perkembangan regulasi paten, pengaruh yang besar terhadap


pembentukan regulasi paten di banyak negara telah dilakukan oleh Inggris. Hal ini
44
https://dgip.go.id/pengenalan-paten.
45
Pasal 1 Undang-undang 13 Tahun 2016 Tentang Paten.
17

dikarenakan Inggris memiliki pertumbuhan paten yang dapat dikatakan sangat


baik. Kedudukan Inggris sebagai negara induk penjajah, juga memiliki pengaruh
dalam hal ini sebagai akibatnya banyak wilayah jajahan dari Inggris yang
hukumnya dipengaruhi oleh hukum negara inggris.

Perlindungan paten sendiri secara internasional mulai lahir pada tahun 1883
dimana organisasi the World Intellectual Property Organization (WIPO) lahir.
Pada awalnya perlindungan terhadap HKI hanya bersifat sukarela (voluntatif),
namun seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan ekonomi dunia
sifatnya berubah menjadi keharusan (compultatif). Keharusan ini dihasilkan oleh
konvensi-konvensi WIPO yang mengharuskan setiap negara yang telah bergabung
dalam keanggotaan, wajib untuk melaksanakan pendaftaran tersebut.46

Dalam rezim hukum positif Indonesia sendiri, aturan mengenai perlindungan


paten telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang
Paten. Pada mulanya perlindungan paten di Indonesia juga sudah ada sejak masa
kolonial Belanda. Berdasarkan Undang-Undang Kolonial Belanda, Octrooiwet
1910 tidak kurang dari 18.000 paten, telah diberikan di Indonesia sampai tahun
1945. Pada tahun 70-an tumbuh kesadaran baru di kalangan pemerintah guna
memperbaiki regulasi mengenai HaKI termasuk juga paten di dalamnya.
Pembaharuan ini hadir sebagai dampak dari semakin meningkatnya investasi di
Indonesia oleh negara-negara maju. Hubungan yang sangat erat antara masuknya
investor asing ke sebuah negara dengan tersedianya regulasi mengenai HaKI akan
sangat mempengaruhi investor untuk datang ke suatu negara. Para investor akan
tertarik untuk menanamkan modalnya di suatu negara jika perlindungan HaKI
sangat baik, baik itu dari segi legal substance, legal culture maupun legal
structure.47

Setiap penemuan baik produk maupun proses yang melibatkan langkah inventif
serta mampu diaplikasikan pada industri dengan catatan masih baru dalam semua

46
Yoyon M Darusman, “Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten Dalam
Kerangka Hukum Nasional Indonesia Dan Hukum Internasional”, Yustisia, Vol. 5, No. 1, thn.
2016, hlm. 218.
47
http://bpatp.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/pdf/hakpaten.pdf.
18

bidang teknologi, perlindungan paten haruslah tersedia. Perlakuan diskriminatif


mengenai hak paten tidak diperbolehkan terkait dengan bidang teknologi, dan
tempat penemuan, apakah produk tersebut diimpor ataupun diproduksi secara
lokal.

Pengecualian dari penemuan paten dapat dilakukan oleh anggota terhadap


eksploitasi komersial dalam hal melindungi kepentingan umum dan moralitas
termasuk juga mengenai kesehatan baik itu manusia, tumbuhan, hewan, maupun
lingkungan.48 Pelarangan eksploitasi tersebut harus dilakukan tidak semata-mata
karena larangan dari hukum di negara mereka. Terkait dengan metode diagnostik,
terapeutik dan pembedahan untuk pengobatan manusia atau hewan pengecualian
terhadap hak paten juga dapat dilakukan oleh anggota.49

Paten memiliki hak eksklusif yang akan diberikan kepada pemiliknya. Jika paten
tersebut berupa sebuah produk maka pemilik paten dapat mencegah pihak ketiga
untuk membuat, menggunakan ataupun menjual produk tersebut tanpa izin dari
pemilik paten. Hak lain yang dapat dimiliki dari perlindungan paten ialah jika
penemuan tersebut berupa proses maka pihak ketiga yang tidak memiliki izin dari
pemilik paten tidak diperbolehkan untuk menggunakan proses tersebut untuk
dijual ataupun digunakan.50 Pemilik paten di satu sisi juga memiliki hak untuk
memberikan pengalihan, transfer suksesi paten yang ia miliki kepada pihak
ketiga.51 Pemberian pengecualian terbatas dapat dilakukan oleh anggota pada hak
eksklusif suatu paten. Pengecualian tersebut dilakukan dengan tidak bertentangan
secara tidak wajar terhadap eksploitasi normal dari paten serta tidak
mengakibatkan kerugian secara tidak wajar terhadap kepentingan dari pemilik
paten, juga kepentingan pihak ketiga diperhatikan dalam hal ini.52

Dalam Article 31 TRIPs Agreement juga diatur mengenai penggunaan lain tanpa
izin dari pemilik hak. Jika penggunaan lain tanpa izin dari pemilik hak, termasuk

48
Siti Azizah, “Analisis Ekonomi Dalam Pembentukan Hukum”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 6, No. 2, thn. 2012, hlm. 4.
49
Article 27 (3a) TRIPS Agreement.
50
Article 28 (1) TRIPS Agreement.
51
Article 28 (2) TRIPS Agreement.
52
Article 30 TRIPS Agreement.
19

di dalamnya penggunaan oleh pemerintah dan pihak ketiga diizinkan oleh hukum
negara anggota, maka terdapat hal-hal yang perlu dipatuhi, antara lain:

a. Penggunaan otoritas untuk hal demikian perlu untuk memperhatikan dan


mempertimbangkan mengenai kelebihan masing-masing;
b. Penggunaan otoritas tersebut telah melakukan upaya terlebih dahulu untuk
mendapatkan akses tersebut dengan harga yang wajar dan dalam waktu
yang wajar sebelum calon pengguna diusulkan. Terkecuali dalam kondisi
darurat, ekstrim, memiliki urgensi yang amat mendesak, atau dalam kasus
non-publik penggunaan komersial ketentuan tersebut dapatlah dihapuskan.
Dalam kondisi semacam ini pemilik paten haruslah diberitahukan
secepatnya. Dalam kasus penggunaan non-komersial publik, tanpa
melakukan pencarian paten pemerintah atau kontraktor, mengetahui atau
memiliki alasan yang dapat dibuktikan untuk mengetahui paten yang sah
sedang atau akan digunakan oleh atau untuk pemerintah, pemegang hak
harus segera diberitahu;
c. Pembatasan harus dilakukan terhadap ruang lingkup dan durasi
penggunaan terhadap tujuan yang telah diotorisasi;
d. Penggunaan tidak bersifat eksklusif;
e. Pengalihan tidak dapat dilakukan pada penggunaan tersebut, kecuali
dengan bagian perusahaan atau niat baik yang menikmati penggunaan
tersebut;
f. Setiap penggunaan semacam itu akan diotorisasi, terutama untuk pasokan
pasar domestik Anggota yang mengizinkan penggunaan tersebut;
g. Jika dan ketika keadaan yang menyebabkannya tidak ada lagi dan tidak
mungkin terulang otorisasi penggunaan semacam itu akan bertanggung
jawab, dengan tunduk pada perlindungan dari kepentingan yang sah dari
orang-orang yang diberi wewenang dengan menghentikannya. Otoritas
yang kompeten harus memiliki kewenangan untuk meninjau, atas
permintaan termotivasi, kelangsungan keadaan ini;
h. Pembayaran remunerasi yang memadai dengan mempertimbangkan nilai
ekonomi dari kepada otorisasi pemegang hak harus dibayarkan dalam
setiap kasus;
20

i. Keabsahan hukum dari setiap keputusan yang berkaitan dengan otorisasi


penggunaan tersebut harus tunduk pada tinjauan yudisial atau tinjauan
independen lainnya oleh otoritas yang lebih tinggi di Anggota tersebut;
j. Setiap keputusan yang berkaitan dengan remunerasi yang diberikan
sehubungan dengan penggunaan tersebut akan menjadi subjek pada
peninjauan yudisial atau peninjauan independen lainnya oleh otoritas yang
lebih tinggi di Anggota tersebut;
k. Penerapan ketentuan sub-ayat (b) dan (f) tidak diwajibkan kepada anggota
yang mana penggunaan tersebut diizinkan untuk memperbaiki praktek
yang ditentukan setelah proses peradilan atau administratif menjadi anti-
persaingan. Kebutuhan untuk mengoreksi praktek anti-persaingan dapat
dipertimbangkan dalam menentukan jumlah remunerasi dalam kasus
tersebut. Otoritas yang kompeten memiliki kewenangan untuk menolak
penghentian otorisasi jika dan ketika kondisi yang menyebabkan otorisasi
tersebut kemungkinan besar akan terulang kembali;
l. Penggunaan tersebut diizinkan untuk mengizinkan eksploitasi paten
("paten kedua") yang tidak dapat dieksploitasi tanpa melanggar paten lain
("paten pertama"), ketentuan tambahan berikut akan berlaku:

(i) Invensi yang diklaim dalam paten kedua harus melibatkan


kemajuan teknis yang penting dengan signifikansi ekonomis yang
cukup besar sehubungan dengan invensi yang diklaim dalam paten
pertama;
(ii) pemilik paten pertama berhak atas lisensi silang dengan ketentuan
yang wajar untuk menggunakan invensi yang diklaim dalam paten
kedua; dan
(iii) penggunaan yang diotorisasi sehubungan dengan paten pertama
tidak dapat dialihkan kecuali dengan pengalihan paten kedua.53

53
Article 31 TRIPS Agreement
21

Gambar 1: Daftar proses permohonan paten pada direktorat jendral kekayaan


intelektual.

2.2 Tinjauan Hukum Tentang Compulsory Licensing

Compulsory licensing merupakan sebuah ketentuan yang diatur di dalam Article


31 TRIPs Agreement. Tujuan dari compulsory licensing sendiri adalah sebagai
mekanisme hukum guna meningkatkan akses atas penemuan yang telah
dipatenkan yang ketersediaannya tidak ada di pasar. Bukan hanya itu, compulsory
licensing juga ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat.54 Compulsory
licensing ini memberikan izin untuk pemerintah melisensi penggunaan penemuan
yang telah dipatenkan kepada lembaga pemerintah atau pihak ketiga tanpa adanya
persetujuan dengan pemilik paten dalam hal tidak ditemukannya kata sepakat dari
negosiasi yang dilakukan.55 Pelaksanaan compulsory licensing dan kebebasan
dalam menentukan dasar pelaksanaan lisensi tersebut merupakan hak dari setiap
negara anggota.

Sejumlah persyaratan untuk pemberian compulsory licensing telah ditetapkan


dalam Article 31 TRIPs Agreement. Penentuan kasus per kasus juga termasuk di

54
Jorge L. Contreras, “Expanding Access to Patents for COVID-19”, Assessing Legal Responses to
Covid-19, thn. 2020, hlm. 158.
55
Esther K. Choo, MD, MPH, and S. Vincent Rajkumar, MD, “Medication Shortages During the
COVID-19 Crisis: What We Must Do”, Mayo Clinic, thn. 2020, hlm. 1114.
22

dalamnya, kebutuhan untuk menunjukkan negosiasi yang tidak berhasil


sebelumnya dengan pemilik paten guna lisensi secara sukarela dan pembayaran
remunerasi yang memadai kepada pemegang paten. Compulsory licensing juga
dapat diberikan guna memberikan penanganan pada darurat nasional atau keadaan
sangat mendesak lainnya, untuk mempercepat proses persyaratan tertentu dicabut
seperti kebutuhan untuk melakukan negosiasi sebelumnya mendapatkan lisensi
sukarela dari pemegang paten. Praktik darurat dan anti kompetitif yang
merupakan alasan yang diacu dalam perjanjian ini untuk menerbitkan compulsory
licensing.

Dalam ketentuan Article 31F TRIPs Agreement dinyatakan bahwa produksi


farmasi berdasarkan compulsory licensing hanya untuk kebutuhan domestik
negara tersebut saja, sehingga kemampuan produksi yang tidak lebih baik dari
negara negara berkembang memaksa mereka ada pada dilema dalam ketersediaan
obat-obatan tertentu.56 Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya narasi-narasi
mengenai akses atas obat berbiaya terjangkau terus dihembuskan oleh masyarakat
internasional. Narasi inilah yang kemudian membuat terdorongnya kesadaran
negara-negara anggota WTO untuk membuat regulasi yang khusus terkait
fleksibilitas dalam aturan TRIPs Agreement. Pada tahun 2001 tepatnya di Doha,
Qatar tindak lanjut dari WTO melahirkan regulasi Doha Declaration guna
menegaskan dan merinci terkait dengan fleksibilitas TRIPs.

Article 7 TRIPs Agreement yang mendukung kepentingan umum serta


kesejahteraan sosial dan ekonomi menjadi sebuah landasan mengapa Doha
Declaration dikeluarkan oleh WTO.57 Menurut ketentuan Doha Declaration,
compulsory licensing dapat dipaksakan secara efektif untuk pemegang paten
melisensikan penemuannya kepada satu atau lebih pihak ketiga di negara lain.58
Dalam ketentuan Doha Declaration juga compulsory licensing dapat diterapkan
bukan hanya untuk kebutuhan domestik saja.

56
Achmad Amri Ichsan, Loc.Cit.
57
Putu Ayu Sriasih Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat atas Akses Obat
Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement”, Kertha Wicaksana, Vol. 14, No. 1, thn.
2020, hlm. 57-58.
58
Jorge L. Contreras, Loc.Cit.
23

Dalam Doha Declaration dikatakan bahwa pencegahan penyebaran penyakit


tidak dibenarkan TRIPs Agreement terhadap anggota yang berupaya dalam
melindungi kesehatan masyarakatnya. Penegasan bahwa komitmen dari TRIPs
Agreement harus ditafsirkan dan diimplementasikan sebagai upaya untuk
mendukung hak anggota WTO dalam mempromosikan akses obat-obatan guna
melindungi kesehatan masyarakat umum.59 Hal semacam ini memberikan
kebebasan penuh kepada anggota untuk menetapkan alasan lain seperti yang
terkait dengan kesehatan publik atau kepentingan publik atau terkait paten yang
tidak dipergunakan oleh Pemiliknya. Setiap Anggota memiliki hak untuk
memberikan compulsory licensing dan kebebasan untuk menentukan dasar
pemberian lisensi tersebut sebagaimana dinyatakan di dalam Doha Declaration.
Dengan demikian compulsory licensing ini tidak melanggar Most-Favoured
Nation60 (MFN).61

Dalam regulasi Doha Declaration ini dikatakan bahwasanya implementasi


compulsory licensing ialah dilakukan oleh negara dengan kemampuan yang
mumpuni dalam memproduksi obat-obatan tertentu seperti TBC, malaria, AIDS
dan epidemi lainnya dapat menjual dengan harga terjangkau, dan negara dengan
kemampuan produksi yang kurang mumpuni diperbolehkan untuk melakukan
impor.62 Bukan pada hal itu saja, dalam regulasi ini secara eksplisit dikatakan
bahwasanya setiap negara berhak menerapkan compulsory licensing jika suatu
negara tengah mengalami keadaan darurat.63 Keadaan darurat nasional maupun
keadaan lain yang mendesak dapat ditentukan secara mandiri oleh setiap negara
termasuk yang berkaitan dengan penyakit-penyakit menular yang berbahaya.64

59
Eduardo Urias and Shyama V. Ramani, Loc.Cit.
60
MFN merupakan sebuah prinsip dalam Hukum Ekonomi Internasional yang mensyaratkan
kepada setiap negara anggota WTO untuk tidak melakukan diskrimasi atau memperlakukan sama
antara negara satu dengan negara lainnya.
61
Desy Churul Aini S.H., M,H., dan Rehulina S.H., M.H., Hukum Ekonomi Internasional, Zam-
Zam Tower, Bandar Lampung, thn. 2017, hlm. 9.
62
Putu Ayu Sriasih Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat atas Akses Obat
Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement”, Kertha Wicaksana, Vol. 14, No. 1, thn.
2020, hlm. 58.
63
Article 5 Doha Declaration.
64
Article 5(b) and (c) Doha Declaration.
24

Dalam regulasi ini juga ditekankan untuk negara maju untuk berkomitmen dalam
penanggulangan kondisi darurat di suatu negara. Komitmen itu dituangkan dalam
Article 7 Doha Declaration, yang berbunyi bahwa sesuai dengan Article 66.2.
TRIPs Agreement setiap negara anggota menegaskan akan komitmen setiap
negara anggota yang tergolong sebagai negara maju untuk memberikan insentif
kepada perusahaan dan lembaga untuk mempromosikan dan mendorong transfer
teknologi ke negara anggota yang kurang berkembang. Dengan demikian negara
negara maju akan memberikan insentif atas setiap alih teknologi yang diberikan
oleh perusahaan maupun institusi terhadap negara negara berkembang dan
terbelakang.65 Dengan demikian hadirnya ketentuan ini akan membuat akses bagi
negara berkembang mendapatkan harga yang terjangkau dalam penyediaan obat
yang diimpor dari negara lain dapat lebih mudah dilakukan.66

2.3 Tinjauan Hukum Tentang Parallel Import.

Parallel Import atau impor paralel merupakan sebuah mekanisme impor dari
suatu negara terhadap produk asli tanpa izin dari pemilik lisensi. Impor paralel
kerap kali dikatakan sebagai produk abu-abu, dan terlibat dalam kekayaan
intelektual dan isu-isu perdagangan internasional.67 Konsep exhaustion yang
WTO keluarkan menjelaskan bahwa mengacu pada sejauh mana pemegang hak
dapat mengontrol distribusi merk barang itulah hak atas kekayaan intelektual,
maksudnya disini ialah jika sebuah produk telah dijual maka dalam yurisdiksi
tertentu produk yang hak kekayaan intelektual tersebut telah melekat, dengan
demikian pemegang hak tersebut harus mengizinkan kembali produk tersebut
untuk diperjualbelikan di wilayah hukum tersebut.68

65
Article 7 Doha Declaration.
66
Niken Sari Dewi, Suteki, “Obstruksi Pelaksanaan Lisensi Wajib Paten Dalam Rangka Alih
Teknologi Pada Perusahaan Farmasi Di Indonesia”, Jurnal Law Reform, Vol. 13, No. 1, thn. 2017,
hlm. 2.
67
Siti Azizah, “PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK INTERNASIONAL”, Fiat Justitia
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 6, No. 2, thn. 2012, hlm. 3.
68
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl1656/paralel-importation.
25

Di dalam Konvensi Paris dikatakan bahwasanya masalah impor paralel, perjanjian


internasional dapat mempengaruhi hukum domestik. Yang paling penting yakni
berkenaan dengan bidang kekayaan intelektual adalah Perjanjian tentang Aspek
Terkait Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual sebagai satu paket bersama
dengan Perjanjian GATT/WTO. Memang, itu diharapkan dari perjanjian yang
mencakup semua aspek hak kekayaan intelektual termasuk di dalamnya juga
masalah impor paralel. Meskipun diakui bahwa impor paralel memang cocok di
dalam tujuan perdagangan bebas internasional yang diadvokasi oleh GATT,
kesepakatan tidak bisa dicapai untuk memungkinkan impor paralel. Untuk
mengatasi kebuntuan situasi tersebut, Pasal 6 TRIPs Agrement menetapkan bahwa
"untuk tujuan sengketa"penyelesaian berdasarkan Perjanjian ini, ... tidak ada ...
yang akan digunakan untuk mengatasi masalah habisnya hak kekayaan
intelektual.” Mekanisme penyelesaian sengketa secara umum memungkinkan
setiap anggota untuk melakukan tindakan terhadap negara lain jika tidak
mencukupi sesuai dengan prinsip-prinsip Perjanjian GATT/WTO secara umum.
Padahal menurut Pasal 6 TRIPs Agrement, apapun sikap nasional yang diambil
tentang masalah kelelahan, tidak ada keluhan yang dapat didengar. Sementara ini
tentu saja berarti bahwa tidak ada negara yang dapat dikategorikan sebagai negara
yang dapat memutuskan atau melawan kelelahan internasional, dengan demikian
hal itu tidak berarti bahwa TRIPs Agrement berpihak pada satu pihak.69

Untuk mengatisipasi dampak impor paralel yang merugikan, perlu adanya


peninjauan kembali terkait dengan rantai pasokan bisnis perusahaan, termasuk di
dalamnya lisensi dan perjanjian dengan distributor, dan melakukan revisi draft
penulisan. Hal ini dimaksudkan untuk keterarahan yang lebih padu pada hal-hal
yang berkaitan dengan impor paralel. Adanya kecenderungan terjadinya
globalisasi pasar, akan dengan sendirinya mengakhiri konsep territorial negara
yang mana hal ini tercipta karena adanya persaingan global yang difasilitasi oleh
pengembangan sistem komunikasi global. Impor paralel akan menjadi fenomena
jangka pendek yang akan hilang dengan berkembangnya perjanjian perdagangan

69
https://www.wipo.int/edocs/mdocs/sme/en/atrip_gva_99/atrip_gva_99_6.pdf.
26

bebas di dunia diakibatkan oleh kecepatan teknologi baru dan perkembangan


komunikasi.

2.4 Tinjauan Hukum Tentang Government Use.

Government use merupakan salah satu langkah strategis yang dimungkinkan oleh
hukum dalam menangani permasalahan ketersediaan obat-obatan. WTO menyebut
istilah government use yang dimuat dalam glossary term of WTO, definisi
terjemahan dari government use dimaksudkan untuk penggunaan dan perizinan
kondisi pemerintah kepada pihak lain dalam balutan kepentingan pemerintah
untuk menggunakan hak atas paten produk atau paten tanpa perlu mendapatkan
izin dari pemegang paten. Government use tidak disebutkan dalam TRIPs
Agreement tidak menyebutkan secara eksplisit telah diatur secara yuridis yang
diatur di dalam, article 30 dan article 31 TRIPs Agreement telah menyebutkan
poin-poin pokok terkait dengan mekanisme government use. Di dalam poin
tersebut dikatakan bahwasanya pemerintah dimungkinkan untuk melaksanakan
lisensi wajib atas obata-obatan yang dilindungi oleh paten dengan
mengesampingkan atas hak eksklusif oleh Pemegang Paten dalam kondisi tertentu
seperti kedaruratan kesehatan seperti pandemi dan endemi.70

Mekanisme ini memiliki keuntungan dalam skema alih teknologi kepada


Lembaga/perusahaan yang ditunjuk pemerintah dari pemegang paten vaksin akan
lebih cepat, biaya dan waktu riset dan pengembangan untuk produksi vaksin
secara signifikan dapat dikurangi, meminimalisir terjadinya monopoli, dengan
biaya yang relatif terjangkau mampu memproduksi vaksin dan obat-obatan untuk
kebutuhan dalam negeri sehingga banyak pilihan produk vaksin kepada
masyarakat yang diharapkan dapat berpengaruh pada harga di pasaran,
menumbuhkan kemandirian akan kemampuan bangsa kita dalam memproduksi
obat-obatan secara mandiri untuk mencegah terus terkurasnya devisa negara.
Perusahaan negara di bidang farmasi mempunyai kompetensi dan kapasitas dalam

Yustisiana Susila Atmaja, Budi Santoso, Irawati, “PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP


70

PATEN PRODUK FARMASI ATAS PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH


(GOVERNMENT USE)”, Masalah-Masalah Hukum, Vol. 50, No. 2, thn. 2021, hlm. 198.
27

mendukung terlaksananya government use dengan menggandeng kementerian


terkait dan lembaga pendidikan.

Dalam kasus covid-19 jika halnya obat dan vaksin telah ditemukan, maka strategi
government use untuk produksi dan pengadaan obat dapat juga dimungkinkan
untuk dilaksanakan. Dalam mekanisme government use satu hal yang tidak boleh
dilupakan yakni pemberian remunerasi atau kompensasi kepada pemegang paten
atas invensi obat-obatan yang telah dibuat olehnya. Sebagai salah satu cabang
HAKI, paten harus dapat menjaga keseimbangannya dalam hal ini jika beririsan
dengan dengan kesehatan dan keselamatan publik, hak eksklusif yang dimiliki
oleh pemegang paten tidaklah bersifat mutlak.71

2.5 Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Hukum internasional adalah regulasi yang mengatur hubungan lintas batas antar
negara.72 Subjek dari Hukum internasional sendiri yaitu negara, Organisasi
Internasional, Palang Merah Internasional, tahta suci vatikan, individu dan
belligerent.73 Hukum internasional dalam perkembangannya semakin kompleks
sehingga pengertiannya meluas hingga menyangkut struktur dan perilaku
organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan
individu.74 Mochtar Kusumaatmadja mendefiniskan Hukum Internasional sebagai
sebuah hukum yang keseluruhan kaidahnya dan asas-asasnya mengatur mengenai
hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, dalam hal ini bisa
berarti hubungan negara dengan negara lainnya, negara dengan subyek hukum

71
http://lipi.go.id/publikasi/government-use-alternatif-solusi-untuk-kemandirian-vaksin-covid-19-
/40854.
72
Rispalman, “Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional”, Duturiyah, Vol. VII.
No .1, thn. 2017, hlm. 2.
73
https://repository.unimal.ac.id/2104/1/Bab%205.pdf.
74
Andi Tenripadang, “Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional”, Jurnal Hukum
Diktum, Vol. 14, No. 1, thn. 2016, hlm. 67.
28

internasional bukan negara, serta subyek hukum internasional bukan negara


dengan subyek hukum internasional bukan negara lainnya.75

Di samping hukum internasional ada juga hukum nasional. Hukum nasional dapat
dikatakan sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang berdasarkan pada keadilan
untuk mengatur hubungan manusia di tengah masyarakat saat ini yang berlaku di
wilayah yurisdiksi suatu negara.76 Hukum nasional sendiri sering disebut sebagai
hukum positif atau stellingsrecht. Gustav Radbruch mendefinisikan hukum positif
sebagai hukum yang berlaku di masyarakat tertentu atau suatu negara negara pada
saat tertentu, yang juga mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.77 Berbeda
dengan hukum internasional, hukum nasional dibentuk oleh suatu badan legislatif
serta memiliki sanksi di dalamnya.78

Hukum internasional dan hukum nasional adalah domain hukum yang kadang
dipandang sebagai satu kesatuan, namun di satu sisi lainnya kedua hukum tersebut
sering kali pandang menjadi dua hal yang berbeda dan terpisah. Pemetaan atas
kedua pandangan ini menempatkan keduanya berada pada sisi yang berbeda,
terutama dalam hal eksistensi dan daya laku keduanya.79 Keberlakukan Hukum
Internasional pada dasarnya didasarkan pada prinsip Pacta Sunt Servanda dan
Primat Hukum Internasional, yakni meninggikan hierarki Hukum Internasional
lebih tinggi dibanding peraturan dalam negeri.80

Secara filosofis, aliran hukum alam dan teori atau aliran positivis dapat digunakan
untuk mengkaji lebih lanjut kekuatan mengikatnya sebuah hukum (internasional).
Menurut teori positivisme hukum internasional dengan hukum nasional sendiri
merupakan hal yang sama karena berakar dari kemauan negara dalam
menentukan. Jika dilihat dari teori hukum alam, hukum alam adalah hukum
75
Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan Perkembangannya, Justice Publisher, Bandar
Lamapung, thn. 2018, hlm. 3.
76
http://repository.ut.ac.id/3859/1/PKNI4207-M1.pdf.
77
Miftakhul Nur Arista, Ach. Fajruddin Fatwa, “Hubungan Hukum Internasional dan Hukum
Nasional”, Ma’mal, Vol. 1, No. 4, thn. 2020, hlm.
78
Agus Riwanto, “Strategi Politik Hukum Meningkatkan Kualitas Kinerja Dpr Ri Dalam
Produktivitas Legislasi Nasional”, Jurnal Cita Hukum, Vol.4, No.2, thn. 2016, hlm. 282.
79
Firdaus, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional
Indonesia”, Fiat Justisia, Vol. 8, No. 1, thn. 2014, hlm. 37.
80
Rosmawati, “Pengaruh Hukum Internasional terhadap Hukum Nasional” Kanun Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. XV, No. 61, thn. 2013, hlm. 460-461.
29

tertinggi karena mengatur manusia secara luas, dan hukum internasional sebagai
salah satu perwujudan dari hukum alam sudah seharusnya dijadikan sebagai
hukum yang lebih didahulukan oleh negara.81 Jika dilihat dari aspek sosiologis,
kekuatan dari hukum internasional akan mutlak mempengaruhi negara dalam
hidup bermasyarakat dengan negara lain. Menurut aspek yuridis akan ditemukan
bahwa hukum tertinggi akan sangat berpengaruh dengan hukum di bawahnya,
yang mana hal ini sejalan dengan pendapat dari Hans kelsen dan juga Mazhab
Wiena.82

Terdapat dua teori yang cukup dikenal dalam memahami berlakunya hukum
internasional, yaitu teori dualisme dan teori monisme. Teori dualisme menyatakan
bahwasanya keduanya berbeda sama sekali. Bahwa daya ikat hukum internasional
bersumber pada kemauan negara menjadi sumber pada teori aliran dualisme,
dalam teori ini dikatakan bahwa keduanya merupakan dua sistem hukum yang
terpisah. Teori monisme menyatakan bahwasanya, kedua hukum tersebut ialah
dua aspek yang sama dari satu sistem hukum umumnya. Teori monisme
mengatakan bahwa hukum nasional merupakan sumber hukum hukum
internasional.83

Dalam teori monisme dalam hubungan hukum nasional dan hukum internasional
terdapat dua teori yang diutamakan oleh beberapa orang yakni teori monisme
primat hukum nasional dan ada teori monisme primat hukum internasional.84
Primat hukum internasional merupakan pandangan yang menganggap bahwa
kedudukan yang lebih tinggi dimiliki oleh hukum internasional dibandingkan
hukum nasional.85 Primat hukum nasional sendiri memiliki arti bahwa hukum

81
Levina Yustitianingtyas, “Masyarakat Dan Hukum Internasional (Tinjauan Yuridis Terhadap
Perubahan-Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Internasional)”, Perspektif, Vol. XX, No. 2, thn.
2015, hlm.
82
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, thn. 2003, hlm.
48-50.
83
Hasanuddin Hasim, Op.Cit., hlm. 173-179.
84
Rosmawati, Op.Cit., hlm. 459.
85
Frans E Likadja, dan Bessie Frans Daniel, Desain Instruksional Dasar Hukum Internasional,
Ghalia Indonesia, Jakarta, thn. 1988. Hlm. 58-59.
30

nasional memiliki hierarki yang lebih tinggi dibandingkan Hukum Internasional.86


Indonesia adalah salah satu negara yang menganut primat hukum nasional, karena
hukum internasional pada hakikatnya hanya ada jika dilakukannya perjanjian
Internasional, hal ini dimaksudkan agar negara Indonesia tidak terikat dengan
hukum internasional.87

Dalam tafsir yang dilakukan oleh Utrecht, suatu perjanjian internasional menurut
Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 harus mendapat persetujuan DPR terlebih
dahulu barulah kemudian dapat dituangkan ke dalam undang-undang yang bersifat
formil berupa undang-undang persetujuan atau goedkeuringswet. Dengan kata
lain setiap Undang-Undang yang meratifikasi Perjanjian Internasional yang
dikeluarkan oleh Pemerintah tidaklah memuat substansi dari perjanjian
internasional melainkan hanyalah sebuah Undang-Undang formil yang ditujukan
untuk menyatakan bahwa Negara Indonesia terikat pada sebuah Perjanjian
Internasional. Di sisi lainnya Mahkamah Konstitusi dalam pengujian atas Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of The Association of
Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara)
menegaskan bahwa Undang-Undang yang meratifikasi perjanjian internasional
tidak berbeda dengan Undang-Undang lainnya.88 Dengan demikian, Undang-
Undang tersebut dapat diuji dan juga dapat dinyatakan bertentangan dengan
konstitusi.89 Dari uraian di atas nampak bahwa Negara Indonesia adalah negara
yang menganut primat hukum nasional dalam konteks hubungan HI dan HN.

86
Jiko Siko Oping, “Efektifitas Pengamanan Terhadap Pulau-Pulau Terluar Indonesia Sebagai
Upaya Mengatasi Konflik Di Wilayah Perbatasan Indonesia”, Lex Privatum, Vol. VI, No. 6, thn.
2018, hlm. 62.
87
Ibid., hlm, 64.
88
Dhiana Puspitawati, Adi Kusumaningrum, “Reposisi Politik Hukum Perjanjian Internasional
Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Hukum Di Indonesia”, Jurnal Media Hukum, Vol. 22, No. 2,
thn. 2015, hlm. 263.
89
Desy Churul Aini, “HARMONISASI UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DENGAN
KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015
(ASEAN Economic Community/AEC 2015)”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 3, thn.
2015, hlm. 382.
31

2.6 PERATURAN HUKUM NASIONAL


2.4.1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Sebagai negara hukum Indonesia memiliki regulasi yang mengatur tentang hak
cipta yaitu yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(Undang-Undang tentang Hak Cipta). Dengan didasari oleh kemampuan
seseorang membuat dan mencipta, Negara memberikan hak eksklusif kepada
pencipta dalam upayanya menghasilkan suatu karya yang orisinil, khas, dan juga
menunjukkan kreativitas individunya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari
Yusran Isnaini, yang mengatakan bahwa Hak Cipta merupakan sesuatu yang
memiliki sifat khas dalam artian gagasan atau pemikiran yang diwujudkan dalam
bentuk karya yang dapat didengar, dilihat, dibaca maupun diraba oleh orang lain.
Dengan demikian, hak cipta tidak dapat melindungi hal-hal yang masih berupa
pemikiran maupun gagasan.90

Pembentukan Undang-Undang ini dilatarbelakangi oleh fakta di dalam jenis


kekayaan intelektual salah satunya adalah hak cipta. Hak cipta memiliki rumpun
yang mencakup bidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra. Hak cipta juga dalam
mendukung pembangunan bangsa serta mendorong kemajuan kesejahteraan
bangsa memiliki peranan yang sangat strategis sebagaimana konstitusi Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai upaya mendorong dan memajukan kesejahteraan bangsa hak cipta bisa
dikatakan sangat pesat perkembangannya. Dengan pesatnya perkembangan hak
cipta yang meliputi teknologi, seni, ilmu pengetahuan dan juga sastra perlu untuk
pemerintah menghadirkan sebuah penjaminan hukum. Penjaminan dan
perlindungan hukum seakan menjadi sebuah urgensi untuk pemerintah Indonesia
menghadirkan regulasi tentang hak cipta.

Urgensi perlu hadirnya regulasi terkait hak cipta bukan hanya hadir dari dalam
negeri saja. Perlu diingat bahwa Indonesia merupakan anggota perjanjian

Jessica Djaja Putra1 , 2Mariska Budialim2 , Djunita3 , Michelle Yaputri Budiman4, “SPEECH
90

COMPOSING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK


CIPTA”, Jurnal Cendekia Hukum, Vol. 5, No 1, (2019), hlm. 50.
32

internasional di bidang hak cipta, hal inilah yang membuat indonesia perlu
melakukan tindakan aksesi ke dalam bentuk regulasi sebagai tindak lanjut dalam
proses ratifikasi. Hadirnya regulasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta ini juga dilandasi oleh perkembangan hukum dan juga
kebutuhan masyarakat yang sudah tidak dapat dicakup lagi oleh Undang-Undang
nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta, sehingga perlu adanya sebuah regulasi
yang baru.

2.4.2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

Pembentukan Undang-Undang tentang Paten memiliki latar belakang untuk


memberikan stimulasi untuk terjadinya peningkatan permohonan paten nasional,
yang mana hingga saat ini permohonan paten nasional masih tergolong rendah.
Kondisi ini dilatarbelakangi oleh kurangnya regulasi nasional yang mendukung.
Kurangnya kemudahan pendaftaran paten, birokrasi yang berbelit, mahalnya biaya
pendaftaran dan pemeliharaan, penghargaan yang dinilai masih rendah untuk para
inventor menjadi hal-hal yang menjadi urgensi untuk dimasukkan di dalam
substansi Undang-Undang tentang Paten.

Berdasarkan hal tersebut juga perlu adanya peran pemerintah yang lebih
ditingkatkan untuk memberikan nilai-nilai kemanfaatan dari paten, untuk
digunakan dalam rangka melindungi keselamatan dan juga kesejahteraan rakyat.91
Terkhusus dalam konteks keselamatan dan kesejateraan masyarakat yang
dimaksud oleh Undang-Undang tentang Paten adalah mekanisme lisensi wajib
dan pelaksanaan paten oleh pemerintah. Hal ini mengingat bahwa hal ini akan
sangat berkaitan juga dengan kebutuhan yang sangat mendesak serta kebutuhan
pertahanan dan keamanan. Untuk itu perlulah fleksibilitas paten sebagaimana
diatur dalam TRIPS Agreement untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Terkait dengan ketentuan internasional juga sebagaimana Nagoya Protokol,
perlunya perubahan substansi di dalam Undang-Undang tentang Paten dilakukan
untuk melindungi dari pemanfaatan pihak asing tanpa memberikan kontribusi

Naek Siregar, “ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP


91

DAMPAK RADIASI NUKLIR MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (Studi Kasus Radiasi


Nuklir Jepang Pasca Gempa Dan Tsunami), Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 2, thn.
2012, hlm. 3.
33

sedikitpun terhadap NKRI dalam hal Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan
Tradisional.

Pendekatan yang diterapkan oleh Pemerintah dalam merumuskan Undang-Undang


tentang Paten sendiri yang pertama ialah didasarkan untuk tujuan optimalisasi
Pelayanan sebagai bentuk hadirnya Negara dalam bidang Kekayaan Intelektual.
Yang kedua ialah penegasan untuk tidak melanggar prinsip-prinsip Internasional
dalam keberpihakannya pada kepentingan Indonesia. Yang ketiga adalah sebagai
upaya menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik untuk
mewujudkan kemandirian ekonomi melalui invensi nasional di bidang teknologi
dalam rangka menciptakan penguatan teknologi, yang selanjutnya ialah sebagai
upaya untuk mengoptimalisasi pemanfaatan Paten yang ditujukan sebagai upaya
mewujdukan kesejahteraan rakyat. Dan yang terakhir ialah untuk memberikan
landasan hukum untuk bagi pendaftaran dan penggunaan Paten Nasional melalui
pendekatan sistemik realisme hukum pragmatis.

Menimbang hal-hal berikut juga mengapa Undang-Undang Nomor 13 Tahun


2016 Tentang Paten dibuat. Yang pertama ialah dikarenakan Pemerintah
Indonesia sadar bahwa sebagai salah satu bentuk daripada kekayaan intelektual
seseorang, paten memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan
bangsa dan upaya mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu Pemerintah
memberikan upaya penciptaan invensi yang dilakukan oleh para inventor. Hal
kedua ialah dikarenakan kesadaran Pemerintah Indonesia bahwa pada saat ini
dunia telah dimasuki unsur teknologi yang telah mempengaruhi seluruh sektor,
untuk itu diperlukan perlindungan bagi para inventor, pemegang paten dan juga
hasil invensinya.92 Yang ketiga adalah kesadaran Pemerintah untuk memberikan
perlindungan hukum, yang mana perlindungan ini diharapkan dapat mendorong
inventor membuat lebih banyak penemuan sehingga dapat bermanfaat bagi
masyarakat luas. Yang terakhir adalah fakta bahwa pemerintah Indonesia sadar
akan regulasi hukum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten sudah

92
Bayu Sujadmiko, Ph.D., Pengantar Hukum Teknologi Informasi Internasional, Zam-Zam Tower,
Bandar Lampung, thn. 2017, hlm. 1-2.
34

tidak relevan oleh zaman, hukum nasional, maupun hukum internasional sehingga
dengan ini perlu untuk diciptakan Undang-Undang 13 Tahun 2016 Tentang Paten.

Dalam Undang-Undang tentang Paten yang terbaru ini, salah satunya mengatur
mengenai obat-obatan. Dan di dalam substansi Undang-Undang tentang Paten ini
juga membahas mengenai penggunaan obat-obatan untuk kebutuhan darurat,
dalam hal ini ialah Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dan juga Lisensi Wajib.
Dengan demikian Undang-Undang tentang Paten ini sangatlah tepat untuk
menjadi sebuah mata pisau analisis dalam penelitian ini karena merupakan
regulasi hukum nasional yang berkaitan erat dengan penelitian ini.

2.7 TINJAUAN UMUM MENGENAI VAKSIN COVID-19

Salah satu hal yang memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetap
terjaga ialah vaksin, bahkan berbagai penyakit berbahaya dan serius dapat
dilindungi oleh vaksin. Vaksin bahkan dilansir oleh WHO sebagai salah satu cara
paling efektif dalam mencegah terjadinya penularan suatu penyakit. Sistem
kekebalan tubuh akan mengenali dan melawan patogen seperti bakteri ataupun
virus, setelah diberikan vaksin. Dengan demikian tubuh dari penerima vaksin
tersebut akan aman dari penyakit.93 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
vaksin memiliki arti sebagai sebuah bibit penyakit yang telah dilemahkan, yang
mana bibit penyakit tersebut nantinya akan digunakan untuk proses vaksinasi.94
Vaksinasi sendiri ialah proses penggunaan bibit penyakit yang telah dilemahkan
guna mencegah terjadinya penyakit masuk ke dalam tubuh.95
Covid-19 merupakan sebuah penyakit yang lahir dan disebabkan oleh coronavirus
jenis baru. Coronavirus sendiri merupakan kelompok virus yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyakit kepada manusia maupun hewan. Penyakit ini

93
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/20/140000569/apa-itu-vaksin?page=all.
94
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/vaksin.
95
Firman Hamdani, Mira Ziveria, “Aplikasi Pengingat Vaksinasi Hewan Berbasis Desktop Pada
Toko Hewan PamPam Do”, Kalbiscentia, Vol. 4, No. 2, thn. 2017, hlm. 136.
35

berkembang dari percikan-percikan hidung maupun mulut dari seseorang yang


telah terinfeksi penyakit ini.96

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa vaksin covid-19 adalah sebuah cara
untuk mencegah penularan covid-19. Vaksin covid-19 ini sendiri berasal dari
penyakit coronavirus jenis baru yang telah dilemahkan guna mengenali dan
melawan patogen covid-19. Dengan adanya vaksinasi covid-19, maka penerima
vaksin tersebut akan dapat mencegah tertular penyakit covid-19, hal ini
dikarenakan tubuh dari penerima vaksin sudah membiasakan diri dengan virus
coronavirus jenis baru ini.

Para peneliti di dunia saat ini tengah berlomba untuk menghasilkan sebuah vaksin
untuk digunakan melawan penyakit yang telah menjadi pandemi saat ini.
Regulatory Affairs Professional Society telah mengkonfirmasi bahwa setidaknya
saat ini ada 32 vaksin Covid-19 di seluruh dunia yang sedang dikembangkan.97
Dalam rangka mengupayakan kemudahan akses, keamanan dan keterjangkauan
harga vaksin, salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah salah satunya
dicapai melalui WHO Access to COVID-19 Tools (ACT) Accelerator COVAX
Facility. GAVI98, CEPI99, dan WHO adalah koalisi yang memimpin COVAX.
COVAX sendiri memiliki tujuan untuk pengembangan dan pembuatan vaksin
covid-10 dapat dipercepat, serta memberikan jaminan kepada setiap negara di
dunia akses vaksin yang adil dan merata.100 COVAX berisi 172 negara yang
tengah berdiskusi mengenai kemungkinan berpartisipasi dalam COVAX. COVAX
juga merupakan lembaga dengan portofolio vaksin terbanyak dan paling beragam
di dunia. Upaya ini dilakukan guna menciptakan kondisi dunia yang adil bagi
negara-negara di dunia dalam menerima vaksin yang aman dan efektif setelah

96
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public.
97
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200616182702-37-165864/terbaru-ini-32-vaksin-covid-
19-yang-diuji-di-seluruh-dunia
98
GAVI merupakan co-lead dari COVAX, sebagai pilar vaksin dari Acces to COVID-19 Tools
(ACT) Aceelerator.
99
CEPI merupakan singkatan dari The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations. CEPI
merupakan aliansi untuk membiayai dan mengkoordinasikan pengembangan vaksin baru untuk
mencegah dan menanggulangi wabah penyakit menular.
100
gavi.org/covax-facility.
36

dilisensi dan disetujui.101 Selain COVAX, salah satu vaksin covid yang tengah
diuji coba di Indonesia adalah vaksin Sinovac yang berasal dari Tiongkok.102
Melalui penandatanganan yang dilakukan oleh pihak Bio Farma dengan
perusahaan Sinovac, bahkan sebagaimana dituangkan dalam Preliminary
Agreement of Purchase and Supply of Bulk Product of Covid 19 Vaccine sebanyak
40 Juta dosis vaksin covid-19 siap dipenuhi oleh pihak Sinovac di Indonesia.103

101
https://www.who.int/news-room/detail/24-08-2020-172-countries-and-multiple-candidate-
vaccines-engaged-in-covid-19-vaccine-global-access-facility.
102
https://asia.nikkei.com/Spotlight/Coronavirus/Indonesia-teams-with-China-s-Sinovac-for-
COVID-vaccine.
103
https://www.voaindonesia.com/a/sinovac-siap-pasok-40-juta-dosis-vaksin-ke-
indonesia/5551495.html.
37

III. METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode yang berarti cara untuk melakukan sesuatu
dengan sistematis/teratur dan kata logos yang memiliki makna ilmu yang
didasarkan logika berpikir.104 Metodologi dapat diartikan sebagai sebuah ilmu
tentang cara melakukan sesuatu dengan sistematis atau teratur. Metodologi
penelitian hukum dapat memiliki arti ilmu tentang tata cara melakukan penelitian
dengan sistematis dan teratur.

3.1 JENIS PENELITIAN

Dengan didasarkan pada metode-metode tertentu, penyusunan skripsi ini


dilakukan untuk tulisan ini lebih terarah dan sistematis. Hal ini disebabkan suatu
penelitian dilakukan guna menemukan, mengembangkan serta menguji keabsahan
dari suatu pengetahuan.105 Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif, yakni penelitian yang mengacu kepada studi kepustakaan pada literatur
hukum, dan regulasi yang berkenaan baik hukum nasional maupun hukum
internasional.106 Aspek teoritis, sejarah, filosofis, perbandingan, struktur, pasal
demi pasal, konsistensi, substansi, kekuatan mengikat, dan bahasa hukum yang
digunakan merupakan fokus pada penelitian hukum normatif.107

104
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dra-wening-sahayu-mpd/metodologi-
penelitian.pdf.
105
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, thn, 1982,
hlm. 2.
106
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, thn 2006, hlm. 1.
107
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum¸ PT Citra Aditya, Bandung, thn. 2004,
hlm. 102.
38

Penelitian normatif memiliki beberapa ruang lingkup, antara lain adalah penelitian
terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, perbandingan
hukum, sejarah hukum dan sinkronisasi terhadap regulasi baik vertikal maupun
horizontal.108 Penelitian doctrinal seringkali digunakan untuk menyebutkan
penelitian normatif ini, dengan objek penelitian pada dokumen perundangan dan
bahan pustaka lainnya.109 Dalam penelitian normatif yang menjadi pokok
utamanya adalah bagaimana seorang peneliti menentukan metode penelitian yang
digunakan, langkah langkah yang ditentukan, serta merumuskan suatu masalah
dengan tajam dan akurat dalam bangunan teori yang dibuat.110

3.2 Pendekatan Masalah

Penelitian merupakan sebuah kegiatan mencari dan menemukan sebuah jawaban


atas pertanyaan yang dikemukakan melalui prosedur yang ilmiah dan
sistematis.111 Penelitian hukum merupakan penelitian yang menjadikan hukum
sebagai objeknya, baik itu hukum sebagai aturan atau ilmu yang bersifat dogmatis
ataupun hukum yang berkaitan dengan kebiasaan, kehidupan dan perilaku
masyarakat. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, penelitian hukum merupakan
kegiatan ilmiah yang metode sistematika dan pemikirannya melandasi penelitian
ini guna mempelajari gejala gejala hukum tertentu yang dilakukan melalui proses
analisis.112

Pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang digunakan dalam


penelitian ini, yang dilalui dengan proses pengumpulan dan penyajian data.
Pendekatan yuridis normatif sendiri merupakan sebuah studi yang menelaaah
berupa data sekunder, dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan,
dokumen hukum lainnya, serta penelitian terdahulu hasil pengkajian sebagai
referensi. Undang-undang termasuk di dalamnya perjanjian-perjanjian

108
Ibid, hlm. 14.
109
Soedjono, Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, thn. 2004, hlm. 56.
110
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, thn. 2008, hlm. 80.
111
http://senayan.iain-palangkaraya.ac.id/index.php?p=show_detail&id=11121&keywords=.
112
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, thn. 2004, hlm 1.
39

internasional, peraturan pelaksana undang-undang dan putusan pengadilan


menjadi bahan hukum primer dari penelitian ini. Ketiga sumber hukum primer
tersebut telah menjadi legal doctrine atau dasar ajaran hukum karena dibuat dan
diumumkan oleh pembentuk hukum secara resmi serta memiliki kekuatan hukum
mengikat.113 Dengan menggunakan kajian komprehensif analisis terhadap
sumber-sumber hukum tersebut penelitian ini dilakukan. Secara lengkap, rasional,
objektif, yuridis dan sistematis kajian ini dipaparkan sebagai sebuah karya
ilmiah.114

3.3 Sumber dan Jenis Data

Tempat diperolehnya data tersebut merupakan definisi daripada sumber data.


Dalam penelitian ini sumber data yang dipergunakan adalah data sekunder.
Bahan hukum sekunder sendiri merupakan sumber hukum sekunder berupa buku-
buku, literatur hukum, jurnal dan tulisan hukum lainnya yang berkaitan dengan
penelitian ini.

Jenis data sekunder dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga yakni, bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat antara lain terdiri
dari:

1. Ketentuan Internasional yang terdiri dari:

a) The Patent Cooperation Treaty;


b) TRIPS Agreement;
c) Doha Declaration.

2. Ketentuan Nasional yang terdiri dari:

113
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum¸ PT Citra Aditya, Bandung, thn. 2004,
hlm. 57.
114
Ibid. hlm. 151.
40

a) Undang-Undang Dasar Tahun 1945;


b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
c) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta;
d) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memiliki sifat memberikan
penjelasan atas bahan-bahan hukum primer sehingga dapat membantu untuk
menganalisa dan memahami bahan hukum primer. Jurnal, buku-buku,
makalah yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini menjadi bahan
hukum sekunder dalam penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memiliki sifat memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Media
massa, literatur-literatur, dan lain sebagainya menjadi bahan hukum tersier
yang digunakan dalam penelitian ini.

3.4 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data


3.4.1 Prosedur Pengumpulan Data.
Studi kepustakaan merupakan prosedur yang ditempuh oleh peneliti dalam
penelitian ini guna memperoleh data yang benar serta akurat. Studi kepustakaan
dilakukan melalui serangkaian kegiatan studi dokumenter yang dilakukan dengan
membaca, mencatat, mengutip referensi atau buku-buku serta melakukan
penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi
yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4.2 Metode Pengolahan Data.
Data yang sudah peneliti peroleh dan terkumpul selanjutnya akan diolah sehingga
dapat memberikan gambaran mengenai masalah yang dirumuskan. Pengolahan
data dalam penulisan skripsi ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:115

115
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., 112.
41

a. Seleksi Data, adalah kegiatan untuk memilih dan memeriksa data yang
dianggap sesuai dengan objek pembahasan penelitian terkait kebenaran,
kelengkapan dan kejelasan dari data.
b. Klasifikasi Data, merupakan pengelompokan data menurut kerangka yang
telah ditetapkan setelah adanya proses seleksi data.
c. Sistematisasi Data, adalah penyusunan data yang telah dilakukan seleksi data
dan klasifikasi data jam guna menciptakan keteraturan sehingga
permasalahan yang ingin dijawab lebih mudah untuk dibahas.

3.4.3 Analisis data

Pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan kemudian dianalisis


menggunakan metode analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif adalah cara
untuk menguraikan data ke dalam bentuk kalimat yang tersusun, teratur, logis,
tidak tumpang tindih dan efektif sehingga interpretasi data dan pemahaman dari
hasil analisis dapat mudah untuk dipahami.116 Bentuk hitungan tidak
diperbolehkan dalam analisis ini.117 Hasil analisis akan diperoleh dalam bentuk
kesimpulan secara induktif yakni, suatu cara berpikir yang didasarkan fakta-fakta
khusus yang dituangkan dalam kesimpulan secara umum.

116
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 127.
117
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, thn. 2014. hlm. 12.
66

V. PENUTUP

5.1.KESIMPULAN

1. Ketentuan Doha Declaration muncul dikarenakan keresahan masyarakat


terkait dengan jaminan kesejahteraan dunia yang tidak dapat terpenuhi karena
adanya ketentuan Article 31F TRIPs Agreement, yang bertentangan dengan
Article 31 TRIPs Agreement. Implementasi compulsory licensing dapat
diterapkan untuk kebutuhan negara lain. Compulsory licensing di Indonesia
telah diatur di dalam ketentuan Undang-Undang tentang Paten. Undang-
Undang tersebut, mengatur dua cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia untuk mengimplementasikan compulsory licensing yaitu Lisensi
Wajib dan Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah. Di dalam Undang-Undang
tentang Paten ini, lisensi wajib diatur di dalam ketentuan Pasal 81 hingga
Pasal 107, dan untuk Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah diatur di dalam
Pasal 109 hingga Pasal 120. Di dalam kedua mekanisme tersebut, sejalan
dengan ketentuan dari compulsory licensing yang tertuang di dalam ketentuan
TRIPs Agreement dan Doha Declaration. Keselarasan antara Pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah dan Lisensi Wajib dengan compulsory licensing dapat
dilihat dari kesamaan berikut, yakni Penggunaannya dapat digunakan dan
bermanfaat untuk kepentingan masyarakat luas, pengambilan lisensi telah
dilakukan untuk jangka waktu tertentu dalam kondisi normal, wajib
memberikan bayaran yang pantas terhadap Pemilik Paten, dapat dilakukan
untuk kepentingan farmasi, terdapat otoritas untuk meninjau pelaksanaan
paten, dapat digunakan untuk kebutuhan domestik maupun untuk diekspor ke
negara lain.
67

2. Penerapan compulsory licensing sebagai upaya mendukung produksi vaksin


Covid-19 telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan cara melakukan
impor vaksin dari negara lain dan kerja sama bilateral untuk mendapatkan
akses vaksin murah dan gratis. Dalam kerjasama yang dilakukan antara
Indonesia yang diwakili oleh PT. Bio Farma dengan Perusahaan Sinovac ada
dua dokumen MoU yang ditandatangani. Dokumen pertama ialah
prelimanary agreement of purchase and supply of bulk product of Covid-19
vaccine, yang mana dokumen ini berisi tentang komitemen dari Sinovac
dalam rentan waktu November 2020 hingga Maret 2021 menyediakan bulk
vaksin hingga 40 juta dosis vaksin kepada PT. Bio Farma. Dokumen kedua
ialah MoU komitmen kapasitas bulk vaccine 2021, yang berisi tentang
komitmen dari Sinovac untuk memberikan prioritas penyediaan bulk vaksin
setelah maret 2021 hingga akhir tahun 2021 kepada PT. Bio Farma. Impor
vaksin dan juga kerja sama ini dapat dikatakan sebagai bentuk implementasi
Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020
Tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid- 19). Hal ini
sejalan dengan ketentuan dari Article 7 Doha Declaration yang menyatakan
bahwa negara maju berkomitmen untuk memberikan bantuan dan insentif
kepada lembaga ataupun perusahaan untuk melakukan transfer teknologi
kepada negara berkembang dan negara belum berkembang. Rumusan Article
7 Doha Declaration juga menjadi dasar penerapan lain compulsory licensing
yakni dengan alih teknologi dari negara lain kepada Indonesia sebagai upaya
mendorong percepatan produksi vaksin covid-19.

5.2.SARAN

Guna menjalankan amanat konstitusi dan memastikan ketersediaan obat-obatan


yang terjangkau bagi masyarakat di masa setelah pandemi covid-19 berhasil
dilalui oleh Indonesia, peneliti menyarankan untuk implementasi Lisensi Wajib
dan Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dapat tetap diimplementasikan mengingat
68

fakta bahwasanya covid akan tetap ada di sekitar kita sekalipun vaksin telah
ditemukan.

Peneliti memberikan saran kepada Pemerintah Indonesia untuk membuat MoU


ketiga dengan pihak Sinovac, jika halnya vaksin covid-19 dari perusahaan tersebut
terbukti efisien untuk menekan penyebaran virus covid-19. Adapun isi dari MoU
tersebut ialah mengatur tentang komitmen dari perusahaan Sinovac untuk
memberikan akses vaksin dengan harga terjangkau setelah akhir tahun 2021 atau
setelah masa pandemi selesai. Selain itu Pemerintah Indonesia juga perlu
melakukan penerapan Lisensi wajib atau Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah
dalam proses pengadaan vaksin yang selanjutnya dituangkan dalam regulasi
nasional saat kondisi Indonesia telah terlepas dari kondisi pandemi guna
mencegah terjadinya sulitnya akses obat di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan Perkembangannya, Justice


Publisher, Bandar Lamapung, thn. 2018.
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum¸ PT Citra Aditya,
Bandung, thn. 2004.
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum¸ PT Citra Aditya,
Bandung, thn. 2004.
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, thn.
2014.
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, thn.
2008.
Bayu Sujadmiko, Ph.D., Pengantar Hukum Teknologi Informasi Internasional,
Zam-Zam Tower, Bandar Lampung, thn. 2017.
Desy Churul Aini S.H., M,H., dan Rehulina S.H., M.H., Hukum Ekonomi
Internasional, Zam-Zam Tower, Bandar Lampung, thn. 2017, hlm. 9.
Frans E Likadja, dan Bessie Frans Daniel, Desain Instruksional Dasar Hukum
Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, thn. 1988.
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung,
thn. 2003, hlm. 48-50.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta, thn, 1982.
Rudi Natamiharja dan Ria Wierma Putri, Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional, Pusaka Media, Bandar Lampung, thn. 2019.
Soedjono, Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, thn.
2004.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, thn 2006.
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, thn.
2004.
Titon Slamet Kurnia, Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM di
Indonesia, Alumni, Bandung, thn. 2007.

Jurnal dan Artikel

Achmad Amri Ichsan, “Analisis Yuridis Terhadap Lisensi Wajib Dan Pelaksanaan
Paten Oleh Pemerintah Berdasarkan Perjanjian Trip’s”, Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion, Vol. 2, No. 1, thn. 2014.
Agus Riwanto, “Strategi Politik Hukum Meningkatkan Kualitas Kinerja Dpr Ri
Dalam Produktivitas Legislasi Nasional”, Jurnal Cita Hukum, Vol.4, No.2,
thn. 2016.
Andi Tenripadang, “Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional”,
Jurnal Hukum Diktum, Vol. 14, No. 1, thn. 2016.
Bayu Sujadmiko, “Pengakuan Negara Baru Ditinjau Dari Perspektif Hukum
Internasional (Studi terhadap kemerdekaan Kosovo)”, Fiat Justicia: Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 6, No. 1, thn. 2017.
Bayu Sujadmiko, “Pengakuan Negara Baru Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional
(Studi terhadap kemerdekaan Kosovo)”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 7,
No. 1, thn. 2013.
Bayu Sujadmiko, Desy Churul Aini, Asep Sukohar, Dimas Zakaria, “Compulsory
Licensing Practices of Covid-19 Vaccine Production in Indonesia”
ULICoSS, thn. 2020.
Bella S. M. Katuche, “Lisensi Paten Dalam Kaitannya Dengan Proses Alih
Teknologi Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001”, Lex et
Societatis, Vol. V, No. 2, thn. 2017.
Desy Churul Aini, “HARMONISASI UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DENGAN
KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG MASYARAKAT EKONOMI
ASEAN 2015 (ASEAN Economic Community/AEC 2015)”, Fiat Justisia Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 3, thn. 2015.
Dhiana Puspitawati, Adi Kusumaningrum, “Reposisi Politik Hukum Perjanjian
Internasional Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Hukum Di Indonesia”,
Jurnal Media Hukum, Vol. 22, No. 2, thn. 2015.
Dushyant Kumar Sharma, “Intellectual Property and the Need to Protect It”,
Indian J.Sci.Res. Vol. 9, No. 1, thn. 2014.
Dwi Martini, Hayyanul Haq, Budi Sutrisno, “Perlindungan Hukum
Terhadap Pengetahuan Obatobatan Tradisional Dalam Rezim Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI) Indonesia (Studi Pada Masyarakat Tradisional
Sasak)”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 6, No. 1, thn. 2017.
Erlinda Matondang, “Pentingnya Kapabilitas Negosiator Dalam Kerja Sama
Internasional Di Bidang Teknologi Pertahanan: Kasus Proyek Kfx/Ifx”,
Jurnal Pertahanan, Vol. 5, No. 2, thn. 2015, hlm. 194-195.
Esther K. Choo, MD, MPH, and S. Vincent Rajkumar, MD, “Medication
Shortages During the COVID-19 Crisis: What We Must Do”, Mayo Clinic,
thn. 2020.
Fheriyal Sri Isriawaty, “Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas
Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol.
3, No. 2, thn. 2015.
Firdaus, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan
Nasional Indonesia”, Fiat Justisia, Vol. 8, No. 1, thn. 2014.
Firman Hamdani, Mira Ziveria, “Aplikasi Pengingat Vaksinasi Hewan Berbasis
Desktop Pada Toko Hewan PamPam Do”, Kalbiscentia, Vol. 4, No. 2, thn.
2017.
Hengbo Zhu, Li Wei and Ping Niu, “The novel coronavirus outbreak in Wuhan,
China”, Global Health Research and Policy, Vol. 5, No. 6, thn. 2020.
Humphrey Wangke, “Diplomasi Vaksin Indonesia Untuk Kesehatan Dunia”, Info
Singkat, Vol. XIII, No. 1, thn. 2021, hlm. 10-11.
Jessica Djaja Putra , Mariska Budialim , Djunita , Michelle Yaputri Budiman4,
“SPEECH COMPOSING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28
TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA”, Jurnal Cendekia Hukum, Vol. 5,
No 1, thn. 2019.
Jiko Siko Oping, “Efektifitas Pengamanan Terhadap Pulau-Pulau Terluar
Indonesia Sebagai Upaya Mengatasi Konflik Di Wilayah Perbatasan
Indonesia”, Lex Privatum, Vol. VI, No. 6, thn. 2018.
Jorge L. Contreras, “Expanding Access to Patents for COVID-19”, Assessing
Legal Responses to Covid-19, thn. 2020.
Levina Yustitianingtyas, “Masyarakat Dan Hukum Internasional (Tinjauan
Yuridis Terhadap Perubahan-Perubahan Sosial Dalam Masyarakat
Internasional)”, Perspektif, Vol. XX, No. 2, thn. 2015.
Lidya Shery Muis, “Hak Atas Aksesibilitas Obat Paten Bagi Masyarakat”,
Pranata, Vol. 2, No. 1, thn. 2019.
Liky Faiza, “PROBLEMATIKA HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA”,
Ijtima’ iiya, Vol. 9, No. 2, thn. 2016.
Lo’ai Alanagreh, Foad Alzoughool and Manar Atoum, “The Human Coronavirus
Disease COVID-19: Its Origin, Characteristics, and Insights into Potential
Drugs and Its Mechanisms”, Pathogens, thn. 2020.
Maria Alfons, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara
Hukum”, Jurnal Legislasi, Vol. 14, No. 03, thn. 2017.
Mariske Myeke Tampi, “Menakar Progresivitas Teknologi Finansial (Fintech)
Dalam Hukum Bisnis Di Indonesia”, Era Hukum, Vol. 16, No. 2, thn. 2018.
Miftakhul Nur Arista, Ach. Fajruddin Fatwa, “Hubungan Hukum Internasional
dan Hukum Nasional”, Ma’mal, Vol. 1, No. 4, thn. 2020.
Muh Ali Masnun dan Dilla Nurfiana Astanti, “Urgensi Pembatasan Hak Eksklusif
Paten Covid-19 Melalui Penerapan Lisensi Wajib Di Indonesia”, Jurnal
Komunikasi Hukum (JKH), Vol. 6 No. 2, thn. 2020.
Muhamad Azhar, Hanna Aulia Azzahra, “Government Strategy in Implementing
the Good Governance during COVID-19 Pandemic in Indonesia”,
Administrative Law & Governance Journal, Vol. 3 No. 2, thn. 2020.
Naek Siregar, “ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP
DAMPAK RADIASI NUKLIR MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (Studi
Kasus Radiasi Nuklir Jepang Pasca Gempa Dan Tsunami), Fiat Justitia Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 2, thn. 2012.
Niken Sari Dewi, Suteki, “Obstruksi Pelaksanaan Lisensi Wajib Paten Dalam
Rangka Alih Teknologi Pada Perusahaan Farmasi Di Indonesia”, Jurnal
Law Reform, Vol. 13, No. 1, thn. 2017.
Prof. Dr. Tulus Warsito dan Dr. Surwandono, ““Diplomasi Bersih” Dalam
Perspektif Islam”, Thaqafiyyat, Vol. 16, No. 2, thn. 2015.
Putu Ayu Sriasih Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat
atas Akses Obat Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement”,
Kertha Wicaksana, Vol. 14, No. 1, thn. 2020.
Putu Ayu Sriasih Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat
atas Akses Obat Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement”,
Kertha Wicaksana, Vol. 14, No. 1, thn. 2020.
Putu Ayu Sriasih Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat
atas Akses Obat Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement”,
Kertha Wicaksana, Vol. 14, No. 1, thn. 2020.
Regita A. Mumek, “Hak-Hak Kebendaan Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata”,
Lex Administratum, Vol. V, No. 2, thn. 2017.
Rehulina Tarigan, “Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet (Studi Kasus: Itar-Tass
Russian Agency Melawan Russian Kurier Agency)”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 7, No. 1, thn. 2013, hlm. 2.
Rico Mardiansyah, “Dinamika Politik Hukum Dalam Pemenuhan Hak Atas
Kesehatan Di Indonesia”, VeJ, Vol. 4, No. 1, thn. 2018.
Rispalman, “Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional”,
Duturiyah, Vol. VII. No .1, thn. 2017.
Rosmawati, “Pengaruh Hukum Internasional terhadap Hukum Nasional” Kanun
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. XV, No. 61, thn. 2013.
Samariadi, “Pelaksanaan Compulsory Licensing Paten Obatobatan Bidang
Farmasi Di Indonesia Dikaitkan Dengan Doha Declaration On The Trips
Agreement And Public Health”, De Lega Lata, Vol. I, No. 2, thn. 2016.
Sartika Nanda Lestari, “Implementasi Compulsory Licensing Terhadap Obat-
Obatan Dalam Bidang Farmasi Di Indonesia (Studi Berdasarkan Doha
Declaration On The Trips Agreement And Public Health)”, Tesis,
Universitas Diponegoro, thn. 2012.
Siska Purnianti, “Analisis Yuridis Perjanjian Lisensi Paten Di Lembaga Penelitian
Dan Pengembangan Pemerintah Dalam Rangka Memperkuat Sistem Inovasi
Nasional”, disampaikan dalam Seminar Nasional Inovasi dan Tren (SNIT)
2015.
Siti Azizah, “Analisis Ekonomi Dalam Pembentukan Hukum”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu
Hukum Vol. 6, No. 2, thn. 2012.
Siti Azizah, “PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK INTERNASIONAL”, Fiat
Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 6, No. 2, thn. 2012.
Syafrida, “Pentingnya Perlindungan Hukum Paten Warga Negara Asing Di
Wilayah Indonesia Guna Meningkatkan Investasi Asing”, Adil, Vol. 10, No.
1, thn. 2019.
Try Setiady, “Harmonisasi Prinsip-Prinsip TRIPs Agreement Dalam Hak
Kekayaan Intelektual Dengan Kepentingan Nasional”, Fiat Justisia, Vol. 8,
No. 4, thn. 2014.
Uswatun Hasanah, “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Di Kalangan Generasi
Millenial Untuk Membendung Diri Dari Dampak Negatif Revolusi Indutri
4.0”, Pedagogy, Vol. 08, No. 01, thn. 2021.
Virginia A. Leary, “The Right to Health in International Human Right Law,
Health and Human Right”, The President and Fellows of Harvard College,
Vol 1 No.1.
Weinian Hu, “Compulsory licensing and access to future Covid-19 vaccines”,
CEPS Research Report COMPULSORY LICENSING AND ACCESS TO
FUTURE COVID-19 VACCINES No. 2020, thn. 2020.
Winner Sitorus, “Kepentingan Umum Dalam Perlindungan Paten”, Yuridika, Vol.
29, No. 1, thn. 2014.
Yoyon M Darusman, “Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang
Hak Paten Dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia Dan Hukum
Internasional”, Yustisia, Vol. 5, No. 1, thn. 2016, hlm. 218.
Yustisiana Susila Atmaja, Budi Santoso, Irawati, “PELINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PATEN PRODUK FARMASI ATAS PELAKSANAAN
PATEN OLEH PEMERINTAH (GOVERNMENT USE)”, Masalah-
Masalah Hukum, Vol. 50, No. 2, thn. 2021, hlm. 198.
Ketentuan Internasional dan Nasional
Doha Declaration.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/9860/2020 Tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk
Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang
Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 Tentang
Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
TRIPs Agreement.
Undang-undang 13 Tahun 2016 Tentang Paten.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Universal Declaration of Human Rights.

Internet
gavi.org/covax-facility.
http://bpatp.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/pdf/hakpaten.pdf.
http://farmalkes.kemkes.go.id/2014/06/mahalnya-harga-obat-di-indonesia/.
http://lipi.go.id/publikasi/government-use-alternatif-solusi-untuk-kemandirian-
vaksin-covid-19-/40854.
http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/53946/HAK+KEKAYAA
N+INTELEKTUAL.pdf.
http://repository.ut.ac.id/3859/1/PKNI4207-M1.pdf.
http://repository.ut.ac.id/4087/1/HKUM4302-M1.pdf.
http://senayan.iain-
palangkaraya.ac.id/index.php?p=show_detail&id=11121&keywords=.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dra-wening-sahayu-
mpd/metodologi-penelitian.pdf.
http://www.HAKI.co.id/.
http://www.HAKI.co.id/paten.html.
https://asia.nikkei.com/Spotlight/Coronavirus/Indonesia-teams-with-China-s-
Sinovac-for-COVID-vaccine.
https://covid19.go.id/.
https://dgip.go.id/images/ki-images/pdf-files/FatwaMUI.pdf.
https://dgip.go.id/pengenalan-paten.
https://eljohnnews.com/dipertemuan-mcgc-retno-sebut-vaksin-covid-19-harus-
dapat-diakses-semua-negara/.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2579415/pendapatan-per-
kapita-orang-ri-kalah-jauh-dibanding-negara-tetangga.
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5334454/kabar-terbaru-vaksin-
merah-putih-buatan-ri-sudah-sampai-mana.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/vaksin.
https://kemlu.go.id/portal/id/read/1292/berita/ministerial-coordination-group-on-
covid-19-mcgc-menlu-ri-sektor-swasta-berperan-penting-dalam-menjamin-
ketersediaan-rantai-pasokan-medis-global#!.
https://koran-jakarta.com/vaksin-merah-putih-terkendala-uji-klinis-tahap-tiga.
https://money.kompas.com/read/2020/02/27/191913626/indonesia-belum-cocok-
jadi-negara-maju-ini-alasannya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/13/18101841/presiden-jokowi-teken-
keppres-tetapkan-wabah-covid-19-bencana-nasional.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/09/08475231/upaya-pemerintah-
peroleh-vaksin-covid-19-secara-gratis-mulai-membuahkan?page=all.
https://nasional.kontan.co.id/news/uji-klinis-tahap-3-jadi-kendala-ini-strategi-
pengembangan-vaksin-merah-putih.
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/KESEHATAN-
SEBAGAI-HAK-ASASI-MANUSIA.pdf.
https://repository.unimal.ac.id/2104/1/Bab%205.pdf.
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/01/150120_harga_obat.
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200616182702-37-165864/terbaru-ini-32-
vaksin-covid-19-yang-diuji-di-seluruh-dunia
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20201113175301-37-201752/bukti-
ketidakadilan-vaksin-corona-untuk-negara-maju.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl1656/paralel-importation.
https://www.jamudigital.com/berita?id=Daftar_Obat_Modern_Asli_Indonesia_Ap
ril_2020.
https://www.jamudigital.com/berita?id=Daftar_Obat_Modern_Asli_Indonesia_Ap
ril_2020.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/20/140000569/apa-itu-
vaksin?page=all.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/05/125200565/indonesia-resmi-
resesi-ini-yang-perlu-kita-tahu-soal-resesi-dan-dampaknya?page=all.
https://www.kompas.tv/article/103036/isi-perjanjian-bio-farma-dengan-sinovac-
soal-pesanan-40-juta-vaksin-mulai-november-2020?page=all.
https://www.law-justice.co/artikel/87784/menlu-vaksin-covid-19-harus-dapat-
diakses-oleh-semua-negara/.
https://www.liputan6.com/global/read/4296764/bank-dunia-indonesia-urutan-
terbawah-di-daftar-negara-kelas-menengah-atas.
https://www.pom.go.id/new/view/direct/function.
https://www.thejakartapost.com/news/2020/12/07/indonesia-spends-45-million-
to-procure-millions-of-vaccine-doses-from-china-this-year.html.
https://www.tribunnews.com/nasional/2021/08/14/daftar-6-vaksin-covid-19-yang-
sudah-mendapat-izin-penggunaan-darurat-dari-bpom.
https://www.tribunnews.com/nasional/2021/08/14/daftar-6-vaksin-covid-19-yang-
sudah-mendapat-izin-penggunaan-darurat-dari-bpom.
https://www.voaindonesia.com/a/sinovac-siap-pasok-40-juta-dosis-vaksin-ke-
indonesia/5551495.html.
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public.
https://www.who.int/news-room/detail/24-08-2020-172-countries-and-multiple-
candidate-vaccines-engaged-in-covid-19-vaccine-global-access-facility.
https://www.wipo.int/edocs/mdocs/sme/en/atrip_gva_99/atrip_gva_99_6.pdf.

Anda mungkin juga menyukai