Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Manajemen Lembaga Keuangan Islam
DOSEN PENGAMPU:
Ummul Fadhillah Sari, MA.Ek

Oleh:

Kelompok 9

Anisa Gustriani (2111330010)


Meike Puspita Yulia Nindri (2111330027)
Anita Fuji Lestari (2111330020)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemiskinan bukan hanya permasalahan bagi Negara Indonesia saja.
Namun, kemiskinan merupakan permasalahan bagi setiap Negara di seluruh
dunia tak terkecuali Negara yang ekonominya paling maju pun masih
mengalami masalah yang namanya kemiskinan, berbagai macam cara
dilakukan oleh setiap Negara dalam mengentaskan dan mengurangi angka
kemiskinan. Seperti halnya pemerintah Indonesia yang melakuan pengentasan
dan mengurangi angka kemiskinan mulai dari pemberian bantuan berupa
subsidi-subsidi sampai program pemberdayaan seperti Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan perkotaan. Hal
ini bukannya tidak efektif. Namun perlu adanya solusi lain yang sifatnya
berkelanjutan.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin mempunyai konsepsi dasar
dalam masalah kemiskinan dan kesejahteraan umat. Islam tidak bersikap acuh
tak acuh dan membiarkan nasib fakir miskin terlantar. Sesungguhnya Allah
Azza wa Jalla telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu yang ada pada
harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti yaitu zakat.
Sasaran utama zakat adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang
miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan)
hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah
dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah.
Allah Maha mengetahui, Maha bijaksana.” [At-Taubah : 60]
Dalam beberapa hadits menegaskan bahwa sedekah (zakat) yang wajib
ini harus dipungut dari orang-orang kaya kemudian dibagikan kepada
orangorang miskin dari kalangan mereka itu juga. Dalam hadits ini juga
terdapat isyarat bahwa dalam pengelolaan zakat itu perlu ada petugas khusus
untuk memungutnya dari orang-orang kaya dan membagikan kepada orang-
orang miskin. Dalam hal ini Baitul Mal Wa'Tamwil lah yang dirasa tepat
sebagai alternatif solusi dan pengentasan dan mengurangi angka kemiskinan.
Menurut data liputan republika pada tahun 20151 , pemerintah melalui
Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan koperasi jasa keuangan syariah
(KJKS) dalam bentuk Baitul Maal wat Tamwil (BMT) berkembang sangat
signifikan. Hal ini tidak lepas dari perkembangan kinerja dari BMT secara
nasional di tahun ini telah mencapai aset sebesar Rp 4,7 triliun dan jumlah
pembiayaan sebesar Rp 3,6 triliun. Melihat perkembangan ini, makalah ini
akan menjelaskan lebih dalam mengenai Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
dalam perekonomian syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka
permasalah yang dirumuskan yaitu :
1. Apa pengertian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)?
2. Bagaimana sejarah awal terbentuknya Baitul Maal wat Tamwil (BMT)?
3. Apa tujuan dan peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT)?
4. Bagaimana perkembangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)?
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah awal terbentuknya Baitul Maal wat
Tamwil (BMT)?
3. Untuk mengetahui apa tujuan dan peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT)?
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Baitul Maal wat Tamwil
(BMT) di Indonesia?
D. Manfaat
Adapun manfaat makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai :
1. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
2. Sejarah awal terbentuknya Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
3. Tujuan dan peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
4. Perkembangan Baitul Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
BMT terdiri dari dua istilah, yaitu “baitul maal” dan “baitul tamwil”.
Kata ini berasal dari bahasa Arab yaitu bait = rumah, Maal = harta, wa = dan
yaitu kata penghubung, sedangkan Tamwil= pengembangan harta. Jadi, Baitul
Mal wat Tamwil berarti rumah harta dan pengembangannya. Baitul maal
(rumah harta) merupakan istilah untuk organisasi yang berperan dalam
mengumpulkan dan menyalurkan dana non profit, seperti zakat, infak dan
sedekah secara optimal sesuai dengan peraturan dan amanah yang dititipkan.
Sedangkan Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), merupakan istilah
untuk organisasi dengan kegiatan mengumpulkan dan menyalurkan dana
komersial seperti mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha mikro dan kecil, antara
lain mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan kegiatan ekonominya.
dengan demikian BMT mempunyai peran ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi
komersial.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau disebut juga dengan “Koperasi
Syariah”, merupakan lembaga keuangan syariah yang berfungsi menghimpun
dan menyalurkan dana kepada anggotanya dan biasanya beroperasi dalam
skala mikro. Menurut kutipan Sharianews.com BMT atau Baitul Maal wat
Tamwil adalah lembaga yang bergerak dalam penyediaan jasa layanan
keuangan bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan perbankan atau
unbankable. Sistem dan fungsi dari BMT tidak jauh berbeda dengan koperasi.
BMT juga sering disamakan dengan koperasi syariah karena BMT memegang
teguh prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan operasionalnya.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT), dalam bahasa Indonesia sering
disebut dengan istilah Balai Mandiri Terpadu (BMT) merupakan salah satu
lembaga pendanaan alternatif yang beroperasi di tengah masyarakat akar
rumput. Pinbuk (1995) menyatakan bahwa BMT merupakan lembaga
ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif
dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan
berdasarkan prinsip syariah dan koperasi. BMT merupakan bentuk lembaga
keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi atau Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Dalam operasionalnya BMT banyak bersentuhan
langsung dengan para pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM) di tingkat
pedesaan. Umumnya para pelaku UKM yang tidak dapat memenuhi
persyaratan di bank atau unbankabel.
Berdasarkan pengertiaan diatas BMT dapat disimpulkan sebagai
lembaga keuangan mikro yang didirikan untuk membiayai dan membantu
perkembangan usaha mikro masyarakat berdasarkan prinsip syariah dengan
menjaring dana-dana tersebut kemudian di distribusikan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya sesuai dengan yang telah diatur dalam Al-Qur‟an
kemudian berikan bantuan pendanaan untuk aktivitas perekonomian umat
dalam skala kecil.
B. Sejarah Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
Baitul mal sudah dikenal sejak tahun ke-2 hijriah pemerintahan Islam
di Madinah. Berdirinya lembaga ini diawali dengan „cekcok‟ para sahabat
Nabi SAW dalam pembagian harta rampasan Perang Badar. Maka, turunlah
surat alAnfal [8]: ayat 41:
‫َي ٍء فَا َ ٌَّ ِ ه ّلِلِ ُخ ًُ َسهٗ َو نِه َّرسُوْ ِل َونِ ِذى ْانقُرْ هبي َوا ْنيَ هتًه ي َوا ْن ًَ هس ِكي ٍِْ َوا‬ ْ ‫َوا ْعهَ ًُ ْۤوْ ا اَََّ ًَا َغُِ ًْتُ ْى ِّي ٍْ ش‬
‫ب ٍِْ انسَّبِ ْي ِم ۙ اِ ٌْ ُك ُْتُ ْى ها َي ُْتُ ْى بِا ه ّلِلِ َو َي ْۤا اَ َْزَ ْنَُا ع هَهي َع ْب ِدََا يَوْ َو ْانفُرْ قَا ٌِ يَوْ َو ْانتَقَي ْان َج ًْ هع ٍِ ۙ َوا ه ّلِلُ ع هَهي ُك ِّم‬
‫َي ٍء قَ ِديْر‬
ْ ‫ش‬
”Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan
perang, sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Jika kamu beriman kepada
Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” 2
Setelah turunnya ayat itu, Rasulullah mendirikan baitul mal yang
mengatur setiap harta benda kaum Muslimin, baik itu harta yang keluar
maupun yang masuk. Bahkan, Nabi SAW sendiri menyerahkan segala urusan
keuangan negara kepada lembaga keuangan ini. Sistem pengelolaan baitul mal
kala itu masih sangat sederhana. Belum ada kantor resmi, surat menyurat,
dokumentasi, dan lain-lain layaknya sebuah lembaga keuangan resmi negara.
Harta benda yang masuk langsung habis dibagi-bagikan kepada kaum
Muslimin yang berhak mendapatkannya. Atau, dibelanjakan untuk keperluan
umum. Oleh karena itu, tidak ditemukan catatancatatan resmi tentang laporan
pemasukan dan pengeluaran baitul mal. Perbaikan pengelolaan baitul mal
terjadi di masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq RA.
Khalifah pertama itu menekankan pentingnya fungsi baitul mal.
Sumber-sumbernya berasal dari zakat, zakat fitrah, wakaf, jizyah (pembayaran
dari non-Muslim untuk menjamin perlindungan keamanan), kharraj (pajak
atas tanah atau hasil tanah), dan lain sebagainya. Pada masa kekhalifahan Abu
Bakar, pelembagaan baitul mal masih belum dirasa perlu. Sang khalifah
menjadikan rumahnya sendiri untuk menyimpan uang atau harta kas negara,
yang disimpannya dalam karung atau kantong. Namun, karena pendistribusian
harta dilakukan secara langsung seperti pada masa Rasulullah, karung tersebut
lebih sering kosong. Dari situlah konsep awal baitul mal terbangun, yang
menitik beratkan prinsip kesetaraan dan keadilan, serta kemaslahatan umat.
Dalam buku Pajak Menurut Syariah, Gusfahmi mengatakan, di tahun kedua
kepemimpinannya, Abu Bakar menjalankan fungsi baitul mal secara lebih
luas. Baitul mal tidak semata difungsikan untuk menyalurkan harta, tetapi
untuk menyimpan kekayaan negara.

2
Departemen Agama RI, AL-Qur’an Dan Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit J-ART, 2005
Pada masa itu pula ditetapkan gaji untuk khalifah yang diambil dari
uang kas negara. Terdapat kisah menarik tentang awal mula penetapan gaji
itu. Suatu ketika, Abu Bakar memanggul barang-barang dagangannya ke
pasar. Di tengah jalan, sang khalifah bertemu Umar bin Khatthab RA. Umar
pun bertanya, ”Anda mau ke mana, wahai Khalifah?” ”Ke pasar,” jawab Abu
Bakar. Kata Umar, ”Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda
seorang pemimpin umat Muslim?” Abu Bakar menjawab, ”Lalu, dari mana
aku akan memberi nafkah keluargaku?” Umar kemudian berkata, ”Mari kita
pergi kepada Abu Ubaidah (pengelola baitul mal) agar dia menetapkan
sesuatu untukmu.” Sejak saat itu, seorang khalifah mendapatkan gaji yang
hanya cukup untuk hidup sederhana, layaknya rakyat biasa. Tetapi, sebelum
Abu Bakar meninggal dunia, ia justru berpesan kepada keluarganya untuk
mengembalikan uang gaji itu kepada negara sebesar 8.000 dirham. Umar pun
berkata, ”Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Ia telah membuat orang
setelahnya kepayahan.” Maksud Umar, kearifan Abu Bakar telah membuat
khalifah setelahnya akan merasa berat mengikuti sikapnya.
Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, kekayaan negara di baitul mal
meningkat tajam. Ia berhasil menaklukkan Kisra (Persia) dan Qaishar
(Romawi). Harta kekayaan pun mengalir deras ke Kota Madinah. Pada tahun
16 H, Umar mendirikan kantor baitul mal di Madinah. Ia mengangkat
Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara dan Abdurrahman bin Ubaid al-
Qari sebagai wakilnya. Ia juga mengangkat juru tulis, menetapkan gaji
pegawai pemerintah, dan menganggarkan dana angkatan perang.
Umar sangat hati-hati dalam mengelola uang negara ini. Ibnu Katsir
dalam buku al-Bidayah wa an-Nihayah menukil pidato Umar, ”Tidak
dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini selain dua potong pakaian musim
panas dan sepotong pakaian musim dingin, serta uang yang cukup untuk
kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang Quraisy biasa. Dan aku
adalah orang biasa seperti kebanyakan kaum Muslimin.” Kekayaan negara
makin melimpah ketika pemerintahan dipegang oleh Ustman bin Affan RA.
Selama 12 tahun memimpin umat Islam, Ustman berhasil melakukan ekspansi
ke Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, Transoxania, dan Tabaristan. Ia juga
sukses membangun armada laut yang kuat di bawah komando Muawiyah.
Inilah angkatan laut Islam yang menguasai laut Mediterania. Baitul mal yang
dikelola Ustman mampu membiayai angkatan laut tersebut.
Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan
Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal.
Dalam hal ini, lbnu Sa‟ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123
H/670- 742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan
hadis, yang menyatakan, Usman telah mengangkat sanak kerabat dan
keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari
masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada
Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara
684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali
kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu
bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan
harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, "Abu Bakar dan
Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah
mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku".
Kantor pusat baitul mal kemudian dipindahkan oleh khalifah keempat,
Ali bin Abi Thalib RA, dari Madinah ke Kufah. Ali menganggarkan dana
bantuan kepada kaum Muslimin yang membutuhkan. Disebutkan oleh Ibnu
Katsir, Ali juga mendapatkan jatah dari baitul mal berupa kain yang hanya
bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya. Dan konon, kain itu banyak
tambalan di beberapa bagiannya. Ketika terjadi perselisihan antara Ali dan
Muawiyah, orang-orang dekat Ali menyarankan agar ia mengambil uang dari
baitul mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya. Mendengar
ini, Ali sangat marah dan berkata, ”Apakah kalian memerintahkan aku untuk
mencari kemenangan melalui kezaliman?” Khalifah keempat awal Islam itu
menunjukkan bagaimana menangani lembaga keuangan negara dengan penuh
amanah. Kekayaan negara yang berasal dari rakyat benar-benar disalurkan
untuk kepentingan rakyat.
Sikap Ali yang menolak usulan para sahabatnya menunjukkan,
kezaliman hanya akan membawa kebangkrutan meskipun secara kasat mata
seolah menjadi kemenangan. Jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola
dengan penuh kehatihatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat,
maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya
di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh
rakyat Rakyat hanya wajib menyetor pajak kepada khalifah tanpa memiliki
hak untuk mempertanyakan kepada pemerintah atau membuat perhitungan
pada pemerintah atau membuat perhitungan dengan pemerintah.
Dengan demikian, khalifah menjadikan Baitul Mal sebagai haknya
secara penuh dan mutlak. Keadaan di atas berlangsung sampai datangnya
khalifah ke-8 Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720).
Umar berupaya untuk membersihkan Baitul Mal dari pemasukan harta yang
tidak halal dan berusah mendistribusikannya kepada yang berhak
menerimanya. Umar membuat perhitungan dengan para amirnya agar mereka
mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak
sah. Di samping itu, Umar sendiri mengembalikan milik pribadinya sendiri,
yang waktu itu berjumlah sekitar 40.000 dinar setahun, ke Baitul Mal. Harta
tersebut diperoleh dari warisan ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan. Akan
tetapi, kondisi Baitul Mal yang telah dikembalikan oleh Umar bin Abdul Aziz
kepada posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama.
Keserakahan para penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi Baitul Mal,
dan keadaan demikian berkepanjangan sampai masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Dalam keadaan demikian, tidak sedikit kritik yang datang dari
ulama, namun semuanya diabaikan, atau ulama itu sendiri yang diintimidasi
agar tutup mulut. Imam Abu Hanifah, pendiri Mahzab Hanafi, mengecam
tindakan Abu Ja‟far al-Mansur (khalifah ke-2 Dinasti Abbasiyah, memerintah
754-775), yang dipandangnya berbuat dzalim dalam pemerintahannya dan
berlaku curang dalam pengelolaan Baitul Mal dengan memberikan hadiah
kepada banyak orang yang dekat dengannya.
Imam Abu Hanifah menolak bingkisan dari Khalifah al-Mansur.
Tentang sikapnya itu Imam Abu Hanifah menjelaskan, “Amirul Mukminin
tidak memberiku dari hartanya sendiri. Ia memberiku dari Baitul Mal, milik
kaum muslimin. Sedangkan aku tidak memiliki hak darinya. Oleh sebab itu,
aku menolaknya. Sekiranya ia memberiku dari hartanya sendiri niscaya aku
akan menerimanya.” Pada masa kini, dikenal istilah baitul mal wat tamwil
yang disingkat BMT. Ifham Sholihin mendefinisikannya sebagai lembaga
keuangan non pemerintah yang berfungsi menerima dan menyalurkan dana
umat. Dari situ muncul satu perbedaan mendasar mengenai konsep penerapan
baitul mal, yakni keterlibatan negara dalam pengelolaannya.
Pada masa khilafah, baitul mal merupakan sebuah lembaga pemerintah
yang mengelola keuangan negara. Sementara pada zaman modern, ia
merupakan lembaga swasta yang tidak saja berfungsi sebagai penerima dan
penyalur harta (mal) bagi yang berhak, tetapi juga mengupayakan
pengembangan dari harta itu sendiri (tamwil), yang dilandasi prinsip-prinsip
ekonomi Islam. Pada masa sekarang, BMT sebagai salah satu bentuk lembaga
keuangan mikro, memiliki dua kelebihan. Pertama, BMT merupakan baitul
maal yang salah satu kegiatannya berupa penggalangan dan pendayagunaan
dana Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS). Penggalangan dana ZIS akan semakin
besar, ketika BMT mampu mengelolanya secara amanah dan profesional.
Kedua, BMT merupakan baitut tamwil. Dalam hal ini fungsi BMT persis
sama dengan perbankan dengan orientasi meraih profit yang optimal.
Konsekuensinya, sistem operasional BMT harus menjalankan prinsip
profesional. Dalam keadaan ini, karyawan akan dituntut kemampuan
entrepeneurship yang tinggi. Dalam melakukan pembiayaan juga harus
memperhatikan faktor-faktor peluang dan resiko bisnis, sehingga peningkatan
pendapatan dapat dirasakan kedua belah pihak baik BMT maupun
nasabahnya.
Di awali pada tahun 1923 negara Amerika dan Eropa lainnya
mengalami inflasi yang luar biasa atau disebut dengan hyper inflation. Inflasi
ini ditandai dengan naiknya harga barang disertai jumlah pengangguran yang
meningkat tajam. Pada saat itulah sistem kapitaslis dianggap gagal dalam
menciptakan kesejahteraan masyarakat. Gagalnya sistem kapitalis akhirnya
memicu sistem ekonomi alternatif yang digagas oleh Karl Mark. Sistem ini
menjadikan pemerintah sebagai pemilik otoritas penuh dalam menjalankan
roda perekonomian. Namun, sistem ini juga tidak menuai hasilnya. Puncaknya
pada tahun 1980-an sistem ini juga gagal total yang ditandai dengan
terpecahnya Negara Uni Soviet menjadi beberapa bagian. Sebelum sampai
pada puncak kegagalan sistem ekonomi alternatif, tapatnya pada tahun 1970-
an, pemikiran ekonomi Islam mulai dikaji. Kajiankajian ilmiah tentang sistem
ekonomi Islam marak menjadi bahan diskusi para akademis di berbagai
universitas. Termasuk pergurunan tinggi di Indonesia. Salah satunya adalah
Institut Teknologi Bandung (ITB) tepatnya di masjid Salman. Sejarah
pendirian BMT bermula saat mahasiswa ITB mencoba menggulirkan
pembiayaan tanpa riba bagi usaha kecil. Kemudian pada tahun 1992 BMT
lebih diberdayakan lagi oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Yang mana pada saat itu fokus BMT adalah penghimpunan dan dana zakat
dari pegawai perusahaan atau institusi pemerintahan. Kemudian secara
opersional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
Pinbuk kemudian menjadi lembaga pelatihan bagi BMT dan pada waktu itu
telah mencanangkan pengembagan ribuan BMT di seluruh Indonesia.
C. Tujuan dan Peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
Pada dasarnya operasional usaha BMT hampir sama dengan
perbankan yaitu menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat
(anggota) dalam bentuk simpanan dan juga pembiayaan. Secara umum produk
BMT dalam melaksanakan perannya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
tiga hal yaitu: Produk tabarru‟dan ZISWAF (Zakat, Infak, Shadaqoh dan
Hibah), Produk Penghimpunan Dana (Funding), dan Produk Penyaluran Dana
(Lending).
Dalam praktiknya, dahulu banyak LKM yang ada belum berbadan
hukum dan memiliki izin usaha sehingga dalam upaya memberikan landasan
hukum yang kuat atas keberadaan dan operasional LKM maka dibentuklah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(UU 1/2013).

Pasal 1 angka 1 UU 1/2013 medefinisikan LKM sebagai berikut:

Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah


lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.3
Dalam hal ini BMT bisa dioptimalkan dalam pemberdayaan kredit
produktif usaha mikro melaui yang membutuhkan modal kerja yang akan
pengentasan dan mengurangi angka kemiskinan yang dilakukan dengan cara
pemberdayaan melalui usaha-usaha mikro masyarakat. Tugas dari BMT untuk
menjaring dana-dana tersebut kemudian di distribusikan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya sesuai dengan yang telah di atur dalam al-Quran

3
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang diistilahkan dengan Ashnaf Delapan. Dalam posisi ini, BMT berperan
sebagai pool dana setelah dana masuk maka disinalah peran BMT dengan 4
dimensinya berjalan.
a. BMT sebagai Produsen
Dalam hal Produksi terbagi dua, yaitu produk berupa barang dan
produk berupa jasa, dalam hal ini BMT memberikan produk berupa jasa
keuangan, yaitu fungsinya sebagai Baitul Tamwil, BMT memberikan
bantuan pendanaan untuk aktivitas perekonomian umat dalam skala kecil.
Untuk fungsi BMT yang satu ini, ada beberapa produk yang ditawarkan
oleh BMT kepada nasabah, diantaranya Musyarakah, Mudharabah,
Murabahah, Muzaraah, Wusaqot, Bai'u Bithaman Ajil, Ijarah Muntahia Bit
Tamlik. Di dalam proses ini, maka BMT adalah termasuk salah produser
dalam penyediaan jasa keuangan yang berbasis syariah dengan skala mikro.
Tujuannya adalah untuk mengimplementasikan sistem keuangan syariah
yang sesuai dengan tata cara dan aturan permainan pengelolaan keuangan
di dalam Islam. Masyarakat dalam hal ini dapat memanfaatkan produk-
produk yang ditawarkan BMT sesuai dengan usahanya.
b. BMT sebagai Konsumen
Di dalam Islam, lembaga keuangan mempunyai tiga macam akad
pembiayaan, Pertama Syirkah (Penyertaan/investasi dengan bagi hasil).
Akad kedua yang digunakan oleh lembaga keuangan syariah adalah
Tijarah. Posisi BMT dalam hal ini kita dudukkan sebagai pembeli, karena
dalam posisi ini, BMT memiliki peran yang sangat signifikan dalam
memenuhi pelayanan jasa akan penyediaan produk dan barang yang
menggunakan akad tijarah. Akad yang ketiga adalah Ijarah. Ijarah memiliki
makna sewa menyewa. Untuk akad ini, terhimpun setidaknya dua produk
lembaga keuangan syariah, Ijarah dan Ijarah Munthahia Bit Tamlik. Untuk
memenuhi kebutuhan akan produk ini, kembali kita posisikan BMT
sebagai konsumen dari mitranya. Alasannya adalah kalau BMT memiliki
stock barang yang akan disewakan, maka ia tidak akan menggunakan
mitranya. Tetapi kalau BMT tidak memiliki barang yang diminta, ia akan
kembali membeli barang kepada mitranya untuk kemudian disewakan
kepada nasabah/ anggota. Alasan ini berlaku juga untuk pemenuhan
kebutuhan BMT dalam akad Tijarah diatas.
c. BMT sebagai Distributor `
BMT sebagai distributor adalah mengembalikan peran sosial BMT di
tengah-tengah masyarakat. Untuk mengembalikan peran tersebut, perlu di
telaah beberapa hal, di antaranya BMT sebagai bentuk lembaga
penjaringan dana Zakat, Infak, Sedekah (Baitul Maal). Adalah tugas dari
BMT untuk menjaring dana -- dana tersebut kemudian di distribusikan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai dengan yang telah di
atur dalam al-Quran yang diistilahkan dengan Ashnaf Delapan. BMT
sebagai bentuk tolong menolong yang dilembagakan (Baitul Tamwil)
Tolong menolong adalah suatu konsep dasar dalam setiap lembaga
keuangan syariah, apakah ia berbentuk Asuransi, Bank maupun BMT
sekalipun.
d. BMT sebagai Sirkulator
Sirkulasi adalah pendayagunaan barang dan jasa lewat kegiatan jual
beli dan simpan pinjam melalui agen, koperasi, lembaga keuangan baik
sebagai sarana perdagangan atau tukar-menukar barang. Sedangkan
sirkulator adalah orang/ lembaga yang mendayagunakan barang dan jasa
tersebut. BMT sebagai sirkulator adalah memerankan BMT sebagai aktor
dari sirkulasi dan anggota/nasabah sebagai subjek serta barang dan jasa
sebagai objek dari sirkulasi yang dilakukan. Prinsipnya dan operasionalnya
sangat sederhana. Hal ini disebabkan karena kebanyakan BMT
menggunakan akad Tijarah dalam produk-produknya. Dikutip dari artikel
Obsessionnews.com Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga
menegaskan bahwa peran dan kehadiran Baitul Maal Tamwil (BMT) di
seluruh Indonesia dalam mewujudkan pemerataan kesejahteraan
masyarakat sangatlah strategis.12 Puspayoga pun menekankan bahwa
pelaku bisnis tidak boleh hanya mencari keuntungan semata. Tapi juga
harus memiliki benefit dan menguntungkan secara sosial. Jangan menjadi
kapitalis, melainkan social enterpreneur. Misalnya, mampu mengolah satu
produk agar tetap memiliki harga menarik meski usai panen harga biasanya
turun. Jularso menjelaskan, ada dua kegiatan utama dari BMT. Yaitu,
sebagai Baitul Tamwil (lembaga bisnis) dan Baitul Maal (lembaga sosial).
“Bagi BMT, puncak dari tujuan akhir berbisnis adalah sosial. Karena,
kemuliaan seseorang itu ketika mampu berbuat banyak untuk orang lain.
Ukurannya adalah berapa banyak yang sudah menjadi anggota koperasi
syariah dan sejauhmana pemberdayaan ekonomi umat,” pungkas Jularso.
D. Perkembangan Baitul Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia
Perkembangan BMT dari tahun 1980-an hingga sekarang menemui
momentumnya pada saat krisis 1997. Hingga saat ini memang belum ada data
konkrit tetang jumlah BMT. Namun, beberapa sumber menyebutkan
jumlahnya kurang lebih 3.900 BMT. Bahkan beberapa diataranya sudah
memiliki beberapa kantor pelayanan lebih dari satu. Sedangkan masyarakat
yang terlibat dalam operasional BMT diperkirakan lebih dari 3.5 juta orang
atau anggota.14 Selama ini pengawasan dan pembinaan lembaga keuangan
mikro syariah, termasuk koperasi BMT berada pada dua kelembagaan yakni
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Koperasi dan UMKM.
Sebagian besar BMT atau lembaga keuangan mikro di Indonesia memilih
untuk berbadan hukum koperasi. Hanya beberapa saja yang memilih
pengawasan dan pembinaan di bawah OJK. Keberadaan BMT diharapkan
mampu mendorong sektor usaha mikro dan kecil. Hal tersebut dianggap
penting karena BMT menjadi bagian penggerak perekonomian Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia yang menjadi pengusaha sektor UMKM terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kredit yang disalurkan pun
demikian. 4
Di 2011 sebanyak Rp458,16triliun, 2012 sebesar Rp526,40t riliun,
2013 sebanyak Rp610,03triliun, 2014 sebanyak Rp671,72triliun, 2015
sebanyak Rp739,80triliun, dan 2016 sebanyak Rp781,91triliun. Pertumbuhan
BMT cukup signifikan, di mana berdasarkan data Permodalan BMT (PBMT)
ventura sebagai asosiasi BMT di Indonesia, terdapat sekitar 4.500 BMT di
2015 yang melayani kurang lebih 3,7 juta orang dengan aset sekitar Rp16
triliun yang dikelola sekitar 20 ribu orang. Berdasarkan data dari Kementerian
Koperasi dan UKM, menunjukkan jumlah unit usaha koperasi di Indonesia
mencapai 150.223 unit usaha, di mana terdapat 1,5 persen koperasi yang
berbadan hukum.15 “Dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia
berpotensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah,” imbuh
Puspayoga.
Menteri Koperasi dan UKM AAGN dalam acara pembukaan
Silaturahmi Nasional Perhimpunan BMT Indonesia Tahun 2018 di Jakarta. 16
Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan jumlah industri keuangan syariah
terbanyak di dunia. Antara lain, terdapat 5000 institusi lembaga keuangan
syariah, meliputi 34 perbankan syariah, 58 operator Takaful/Asuransi Syariah,
tujuh perusahaan modal ventura syariah, 163 BPR Syariah, 4500 BMT, dan
satu institusi pegadaian syariah. “Tapi, di sisi lain, pangsa pasar keuangan
syariah di Indonesia masih relatif kecil, yaitu 5,7% dari total industri
perbankan nasional. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai
23,8%,” jelas Puspayoga. Skala usaha menengah dapat mengakses kredit
melalui bank, sedangkan untuk usaha mikro dan kecil dapat memanfaatkan

4
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
keberadaan koperasi atau BMT. Hal ini semakin memperkuat fungsi BMT
sebagai penolong masyarakat yang tidak terjangkau oleh perbankan5.
Pemerintah harus melihat secara nyata potensi dalam pengembangan
BMT. BMT secara nyata telah membantu ribuan masyarakat maupun
pengusaha sektor usaha mikro dan kecil. Adanya syarat agunan dalam
memperoleh pinjaman di perbankan, tidak mampu dipenuhi oleh beberapa
pengusaha tersebut. Sehingga banyak usaha mikro dan kecil yang nyaris tutup
karena adanya kesulitan dalam hal permodalan. Namun, perhatian pemerintah
terhadap BMT tidak selalu dalam bentuk bantuan modal. Karena BMT yang
bagus tidak harus besar, yang penting sehat dalam pengelolaan keuangannya.
Bantuan modal pemerintah hendaknya tidak mengurangi kemandirian BMT
sebagai lembaga swadaya masyarakat. “Justru kemandirian ini merupakan
salah satu kelebihan BMT. Data cukup membuktikan BMT-BMT yang sakit
justru BMT yang terlalu bertumpu dari bantuan modal pemerintah,” ungkap
Edi. Perhatian pemerintah kepada BMT bukan dalam bentuk permodalan,
karena selama ini BMT dikenal sebagai lembaga yang mandiri. Adanya
bantuan permodalan akan mengurangi aspek kemandirian BMT. Pemerintah
bisa memberikan bantuan dalam hal edukasi kepada para pemilik dan pegawai
BMT. Edukasi tersebut meliputi pengelolaan administrasi perkantoran, tata
kerja usaha, menganalisis segmen pasar, dan etika perusahaan.
Pemerintah juga dapat memberikan bantuan dalam hal pengembangan
teknologi berbasis IT untuk diterapkan kepada seluruh BMT di Indonesia. Hal
ini dalam rangka meningkatkan pelayanan BMT kepada nasabahnya, sehingga
memberikan kemudahan dalam mengakses informasi terbaru mengenai
berbagai kegiatan di BMT tersebut. Selain itu, penerapan teknologi berbasis
IT kepada BMT juga bertujuan dalam mempercepat konektivitas informasi
antar pegawai dengan nasabah, efisiensi waktu dan tenaga, serta dapat

5
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2007.
mengurangi jumlah pegawai. Sehingga biaya operasional BMT dapat dihemat
sebaik mungkin. Saat ini, kondisi masyarakat Indonesia yang menentang
teknologi keuangan semakin baik dengan semakin meningkatnya penggunaan
teknologi keuangan setiap tahun.
Teknologi keuangan seakan menjadi kebutuhan masyarakat yang
memiliki mobilitas tinggi. Misalnya saja di Jakarta, hampir semua aktivitas
ekonominya didigitalisasikan. Untuk menerima makan saja, bisa
menggunakan layanan pesan online dengan meminta pembayaran juga
melalui pembayaran online. Semuanya serba online, apalagi banyak
perusahaan yang semakin memanjakan konsumennya yang using transaksi
cashless dibandingkan membayar tunai dengan memberikan shifting berupa
potongan atau cashback jika memilih using tanpa uang tunai. Adanya
fenomena masyarakat yang lebih banyak menggunakan teknologi keuangan
memiliki hubungan timbal balik dengan fenomena keuangan yang
menggunakan teknologi keuangan dengan salah satu produknya adalah peer to
peer lending.
Perusahaan-perusahaan tersebut mayoritas adalah start-up yang
berbasis konvensional. Masih sangat jarang sekali menggunakan prinsip
syariah. Jumlah pembiayaan yang disalurkan termasuk masih bisa diakses
oleh BMT. Oleh karena itu, ada kemungkinan BMT untuk masuk ke dalam
itu. Revolusi industri menuju revolusi teknologi informasi juga akan
mengubah karakter dari BMT dimasa yang akan datang. Perubahan global
pada bisnis berbasis internet dan teknologi informasi telah mengumpulkan
berbagai bisnis raksasa dalam bidang transportasi, perjalanan, properti,
perdagangan, dan keuangan. Revolusi teknologi informasi yang didukung
oleh literasi internet dan inklusi telah mendorong pengelola bisnis yang
mendorong teknologi informasi menjadi lebih unggul. Sebagai contoh,
bagaimana cara aplikasi perusahaan secara online tanpa memiliki unit
kendaraan, mampu menentukan siklus bisnis taksi di berbagai belahan dunia.
Dalam konteks keuangan mikro dan koperasi, praktik tentang koperasi
online ( koperasi online) dan bank tanpa kantor ( branchless banking )
menjadi model yang akan ditiru dalam pengelolaan koperasi BMT. BMT
dimasa depan akan diwarnai dengan berbagai perangkat lunak dan jaringan
internet sehingga akan memberikan ruang efisien dan efektifitas. Pada saat
2017 berbagai Koperasi BMT telah berinovasi dengan pembuatan layanan
transaksi berbasis aplikasi. Karakteristik koperasi BMT yang tidak akan
pernah bisa dihilangkan adalah konsep demokrasi ekonomi dalam bentuk
kepemilikan modal dan pertemuan yang sudah difasilitasi oleh teknologi.
Penggunaan teknologi untuk BMT sampai saat ini mengikuti
perkembangan teknologi perbankan seperti layanan kartu ATM dan tabungan.
Sebagian besar BMT adalah lembaga keuangan pada skala kecil dan mikro,
sehingga tidak mampu membangun sistem informasi keuangan dengan skala
besar seperti perbankan dan pasar modal. Teknologi perbankan sudah
menggunakan level otomasi yang meminta nilai investasi besar di luar
jangkauan BMT. Lembaga keuangan mikro yang meminta bantuan keuangan
pada anggota, seperti uang elektronik dan kartu ATM harus bekerja sama
dengan bank syariah dengan kemampuan teknologi yang memadai. Peraturan
dari pemerintah melaui Bank Indonesia, OJK, dan Kementerian Koperasi dan
UMKM belum menyediakan ruang bagi BMT untuk melebarkan sayap pada
lini transaksi tersebut. Perkembangan koperasi BMT akan lebih mengarah
pada penggunaan teknologi dan sistem online berbasis internet. Model bisnis
koperasi BMT akan sulit terselesaikan karena sulit dikelola dengan prinsip
syariah dan jati diri koperasi, akan membentuk ekonomi berbasis komunitas
yang kuat.
Transaksi keuangan berbasis komunitas yang disetujui saingan atau
persaingan ( pesaing ) dari lembaga keuangan bank dancredit union. Kondisi
ini karena ada ikatan solidaritas yang kuat di antara anggota. Ekonomi
berbasiskan komunitas akan menurunkan rasionalitas dari pembelanjaan oleh
faktor kenyamanan psikologis anggota, pada kemandirian melakukan pilihan
dengan level tertentu. Dengan mengatur persyaratan, modal dan kepentingan
anggota, perubahan koperasi BMT dimasa yang akan datang menuju sistem
tanpa cabang dan online . Koperasi BMT akan menggunakan teknologi
informasi dan sistem internet sebagai infrastruktur yang mendukung
peningkatan dan penyediaan berbagai biaya operasional. BMT Kemandirian
akan tetap dijamin modal utama simpanan pokok, wajib, tabungan, dan
anggota menjadi sumber pembiayaan utama. Koperasi BMT tidak terjebak
dengan aset besar yang didorong oleh pembiayaan eksternal (dana pihak
ketiga) yang berlebihan. Pembiayaan eksternal dapat berasal dari bank
syariah, asosiasi BMT, atau bahkan angel investor dari luar negeri dengan
sistem IT yang bagus. Ketika koperasi BMT telah didukung oleh dana
eksternal, maka kemandiriannya akan hilang dan menjadi alat penghubung
kepada para anggota komunitas. Penguatan modal utama dari internal harus
ditingkatkan dengan memberikan edukasi perencanaan keuangan dengan baik.
Anggota BMT akan memahami mengapa harus menabung adalah prioritas
utama untuk membesarkan BMT dan membantu anggota lainnya.
Pembuatan sistem IT untuk koperasi BMT secara online akan
melibatkan kegiatan pendanaan (pengumpulan dana),
pembiayaan(pembiayaan anggota), dan layanan jasa bagi para anggota.
Ekspansi penggunaan teknologi informasi untuk BMT tidak akan
menimbulkan persaingan dengan lembaga perbankan, jasa keuangan, dan
platform bisnis keuangan raksasa lainya dengan pengadilan hukum dan
peraturan Indonesia. Kehadiran penggunaan teknologi informasi akan
mendorong kebebasan anggota dan inklusi keuangan dalam wilayah keuangan
koperasi. Kehadiran teknologi informasi yang menantang akan menurunkan
biaya operasional, komplikasi transaksi dan pemantauan antaranggota.
Kehadiran teknologi informasi online dan real time memangkas jumlah
pegawai dan kantor operasional. Akan lebih efisien dalam jangka panjang
yang bisa dialokasikan untuk bidang lain.
Koperasi BMT yang dikembangkan secara online akan lebih banyak
menghabiskan tenaga terdidik dan profesional dalam bidang teknologi
informasi. Peran BMT tidak hanya sebagai lembaga penyedia jasa keuangan
selain bank, tetapi juga berperan sebagai lembaga amil zakat, akan
memperkuat keberadaan BMT di tengah-tengah masyarakat. Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang
Brodjonegoro mengatakan, zakat nasional masih dapat dipacu karena melihat
potensi zakat di Indonesia sebesar Rp217triliun. Terlebih realisasi
penghimpunan zakat nasional masih sangat jauh dari potensinya. Hal ini harus
ditanggapi secara serius oleh para pemilik BMT untuk menyerap potensi zakat
tersebut.
BMT harus jemput bola dalam pengumpulan zakat dari muzakki
sehingga hal ini tidak hanya berdampak kepada peningkatan moral BMT,
tetapi juga secara langsung, BMT ikut membantu negara dalam meningkatkan
penyerapan zakat di Indonesia. Manajer BMT Tamzis, Edi Ryanto
mengatakan dari sisi aset dan omzet tentu BMT tidak bisa dibandingkan
dengan bank. Namun, perkembangannya dari sisi jumlah masyarakat yang
dilayani dari waktu ke waktu, terus meningkat. “Walau pun demikian ada
beberapa BMT yang aset dan omzetnya sudah triliunan rupiah. Ada pula
beberapa BMT yang tutup, baik karena mismanajemen maupun sebab yang
lain,” jelasnya, kepada Sharianews.com17 Dalam konteks ini peran
perhimpunan atau asosiasi-asosiasi BMT juga sangat dibutuhkan. Kerja sama
dan tukar pengalaman antar BMT memberikan kontribusi positif dalam
menjaga dan meningkatkan kapasitas kelembagaan BMT.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang didirikan untuk membiayai
dan membantu perkembangan usaha mikro masyarakat berdasarkan prinsip
syariah dengan menjaring dana-dana tersebut kemudian di distribusikan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya sesuai dengan yang telah di atur dalam
Al-Qur‟an kemudian berikan bantuan pendanaan untuk aktivitas perekonomian
umat dalam skala kecil. Awal berdirinya lembaga ini diawali dengan „cekcok‟
para sahabat Nabi SAW dalam pembagian harta rampasan Perang Badar.
Rasulullah mendirikan baitul mal yang mengatur setiap harta benda kaum
Muslimin, baik itu harta yang keluar maupun yang masuk. Harta benda yang
masuk langsung habis dibagi-bagikan kepada kaum Muslimin yang berhak
mendapatkannya. Atau, dibelanjakan untuk keperluan umum. Khalifah Abu
Bakar as-Shiddiq RA. mendistribusian harta secara langsung seperti pada masa
Rasulullah, karung tersebut lebih sering kosong. Konsep awal baitul mal
terbangun, yang menitik beratkan prinsip kesetaraan dan keadilan, serta
kemaslahatan umat.
Pada tahun 16 H, Umar mendirikan kantor baitul mal di Madinah. Ia
mengangkat Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara dan Abdurrahman bin
Ubaid al-Qari sebagai wakilnya. Ia juga mengangkat juru tulis, menetapkan gaji
pegawai pemerintah, dan menganggarkan dana angkatan perang. Ketika
pemerintahan dipegang oleh Ustman bin Affan RA. Baitul mal yang dikelola
Ustman mampu membiayai angkatan laut yang menguasai laut Mediterania.
Tindakan Usman banyak diprotes umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Ia
memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan, dari penghasilan
Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia
menafsirkan tindakannya sebagai bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh
Allah SWT.
Khalifah Ali bin Abi Thalib RA, menunjukkan bagaimana menangani
lembaga keuangan negara dengan penuh amanah. Kekayaan negara yang berasal
dari rakyat benar-benar disalurkan untuk kepentingan rakyat. Sikap Ali yang
menolak usulan para sahabatnya menunjukkan, kezaliman hanya akan membawa
kebangkrutan meskipun secara kasat mata seolah menjadi kemenangan. Pada
pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan
Khalifah. Rakyat hanya wajib menyetor pajak kepada khalifah tanpa memiliki
hak untuk mempertanyakan kepada pemerintah. Khalifah ke-8 Bani Umayyah,
Umar bin Abdul Aziz berupaya membersihkan Baitul Mal dari pemasukan harta
yang tidak halal dan berusah mendistribusikannya kepada yang berhak
menerimanya.
Akan tetapi, keserakahan para penguasa telah meruntuhkan sendisendi
Baitul Mal, dan keadaan demikian berkepanjangan sampai masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah. Pada tahun 1923 negara Amerika dan Eropa lainnya
mengalami inflasi yang luar biasa. Saat itulah sistem kapitaslis dianggap gagal
dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu dilakukan kajian-kajian
untuk mencari sistem ekonomi alternatif. Kajian-kajian ilmiah tentang sistem
ekonomi Islam marak menjadi bahan diskusi para akademis di berbagai
universitas. Termasuk pergurunan tinggi di Indonesia. Salah satunya adalah
Institut Teknologi Bandung (ITB) tepatnya di masjid Salman. Lahirlah Baitul
Maal wat Tamlik (BMT) sebagai reinkarnasi Baitul Maal zaman Rosul dan
khalifah setelahnya. Bermula saat mahasiswa ITB mencoba menggulirkan
pembiayaan tanpa riba bagi usaha kecil. Kemudian pada tahun 1992 BMT lebih
diberdayakan lagi oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Saat itu
fokus BMT adalah penghimpunan dan dana zakat dari pegawai perusahaan atau
institusi pemerintahan. BMT dalam usaha pengentasan dan mengurangi angka
kemiskinan yang dilakukan dengan cara pemberdayaan melalui usaha-usaha
mikro masyarakat dimana menjadikan BMT sebagai penggerak sektor rill. BMT
menjadi tumpuan harapan masyarakat berkenaan dengan masalah Investasi,
Distribusi, dan Sirkulasi. Tujuan didirikan BMT adalah dapat menciptakan
lapangan kerja, untuk membantu pelaku usaha mikro dan masyarakat yang
membutuhkan modal untuk meningkatkan usaha dan mengembangkan usaha
mereka. Keberadaan BMT diharapkan mampu mendorong sektor usaha mikro
dan kecil yang menjadi bagian penggerak perekonomian Indonesia. Jumlah
penduduk Indonesia yang menjadi pengusaha sektor UMKM terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Kredit yang disalurkan pun demikian. Di 2011 sebanyak Rp458,16triliun,
2012 sebesar Rp526,40t riliun, 2013 sebanyak Rp610,03triliun, 2014 sebanyak
Rp671,72triliun, 2015 sebanyak Rp739,80triliun, dan 2016 sebanyak
Rp781,91triliun. Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan jumlah industri
keuangan syariah terbanyak di dunia. Antara lain, terdapat 5000 institusi lembaga
keuangan syariah, meliputi 34 perbankan syariah, 58 operator Takaful/Asuransi
Syariah, tujuh perusahaan modal ventura syariah, 163 BPR Syariah, 4500 BMT,
dan satu institusi pegadaian syariah. “Tapi, di sisi lain, pangsa pasar keuangan
syariah di Indonesia masih relatif kecil, yaitu 5,7% dari total industri perbankan
nasional. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 23,8%,” jelas
Puspayoga. Pada saat 2017 berbagai Koperasi BMT telah berinovasi dengan
pembuatan layanan transaksi berbasis aplikasi.
Karakteristik koperasi BMT yang tidak akan pernah bisa dihilangkan
adalah konsep demokrasi ekonomi dalam bentuk kepemilikan modal dan
pertemuan yang sudah difasilitasi oleh teknologi. Sebagian besar BMT adalah
lembaga keuangan pada skala kecil dan mikro, sehingga tidak mampu
membangun sistem informasi keuangan dengan skala besar seperti perbankan
dan pasar modal. Teknologi perbankan sudah menggunakan level otomasi yang
meminta nilai investasi besar di luar jangkauan BMT. Peraturan dari pemerintah
melaui Bank Indonesia, OJK, dan Kementerian Koperasi dan UMKM belum
menyediakan ruang bagi BMT untuk melebarkan sayap pada lini transaksi
tersebut.
B. Saran
Peran pemerintah juga sangat signifikan dalam menjadikan dan
memposisikan BMT sebagai penggerak sektor rill. Perkembangan dan kemajuan
BMT dan perbankan syariah serta perkembangan ekonomi Islam ini akan
berjalan dengan baik jika pemerintah menaruh perhatian dan mendukung dalam
memperbaiki dan menggerakkan perekonomian dari sektor rill yang mampu
memakmurkan dan mensejahterakan perekonomian umat. Oleh karena itu, sangat
diharapkan bagi pemerintahan dapat membuat peraturan-peraturan yang
mendukung pertumbuhan dan perkembangan BMT pada lingkupan
perekonomian masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam : Instrumen Lembaga Keuangan
Syariah, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2007.
Departemen Agama RI, AL-Qur’an Dan Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit J-
ART, 2005
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Hirsanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Pembiayaan Bisnis Dengan
Prinsip Kemitraan), Yogyakarta: Genta Press, 2008.

Anda mungkin juga menyukai