Kelompok 1
Putri Zahratuddinia (501210198)
Haslinda (501210297)
Reza Iyo (501210286)
2021/2023
PEMBAHASAAN
A.Pengertian Baitul Mall
Baitul Mal adalah lembaga keuangan dalam tradisi Islam yang memiliki tanggung
jawab mengelola dan mendistribusikan dana secara adil untuk kepentingan umum. Istilah ini
pertama kali muncul pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, dan sejak itu menjadi elemen
integral dalam sistem ekonomi Islam. Baitul Mal dianggap sebagai wadah untuk
mengumpulkan zakat, infak, dan dana publik lainnya.
secara tekstual, istilah lembaga ini jika diartikan secara terurai adalah Bait yang artinya
rumah dan al-amal yang berarti harta. Adapun secara istilah berarti rumah untuk
mengumpulkan atau menyimpan harta. Makna istilah ini juga merupakan lembaga atau pihak
yang mempunyai tugas khusus untuk menangani semua harta umat. Hal itu termasuk harta
pendapatan maupun pengeluaran negara. Selain itu, lembaga ini juga bisa diartikan secara fisik.
Artinya, sebagai tempat untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi
pendapatan negara.
Bisa dikatakan bahwa baitul maal merupakan salah satu komponen yang paling penting
dalam sistem Islam. Di dalam Al Qur’an memang tidak ada kata secara tegas yang menyebut
tentang baitul maal. Meskipun begitu, pada QS At Taubah ayat 60 dan QS Al Baqarah ayat 282
dipahami bahwa ada perintah Allah untuk membentuk suatu lembaga yang khusus menangani
masalah muamalah. Oleh karena itu, istilah ini sudah muncul sejak zaman Rasulullah SAW
tepatnya sejak tahun ke-2 hijrah. Adanya baitul maal juga menjadi sebuah pembuktian bahwa
sistem Islam adalah sistem yang lengkap dan bisa menangani beragam permasalahan umat.
Peran dari instansi atau lembaga keuangan ini cukup dominan dalam
perekonomian Islam. Dalam sejarahnya, lembaga tersebut juga tidak lepas dari khalifah
sebagai kepala negara. Sedangkan fungsi dan eksistensi lembaga keuangan secara jelas
telah banyak diungkapkan. selain mengatur perekonomian Islam, baitul maal juga
berperan dalam kesejahteraan umat. Akan tetapi, fungsi secara konkrit lembaga ini baru
dilakukan pada masa Umar bin Khattab. Hal itu bisa dilihat dari kebijakan
pendistribusian dana yang terkumpul mengalami perubahan. Sedangkan pada masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz, pengoperasian lembaga ini dibagi menjadi beberapa
departemen yang dilakukan berdasarkan pos-pos penerimaan sebagai bendahara
negara.
Terciptanya Baitul Mal tidak lepas dari surah Al-Anfal ayat ke 81, “Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, sesungguhnya seperlima
untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu.”
Pengelolaan keuangan Baitul Mal pada zaman Rasul juga terbilang sederhana, harta
yang diterima langsung dibagikan kepada mereka yang membutuhkan atau dibelanjakan untuk
keperluan umum. Namun pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA, sistem pengelolaan
lembaga ini diperbaharui, salah satunya adalah penetapan gaji khalifah yang diambil dari kas
negara. Kemudian diteruskan oleh Umar bin Khattab RA dengan menetapkan gaji pegawai
pemerintahan hingga anggaran dana untuk perang.
Penggunaan dana Baitul Mal sangat jelas dan tidak ada satu khalifah pun yang berani
untuk mengambil lebih dari jatahnya. Hal ini terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib RA, ketika
itu terjadi perselisihan antara Ali dan Muawiyah dan orang-orang yang berada di sekitar Ali
menyarankan agar ia mengambil jatah lebih untuk dibagikan kepada mereka. Ali pun geram
dan berkata “Apakah kalian memerintahkan aku untuk mencari kemenangan melalui
kezaliman? pengelolaan keuangan dalam islam sejatinya memang tegas dalam mengemban
amanah, bahkan seorang khalifah digaji untuk hidup lebih sederhana agar semua orang dapat
bagian harta negara secara rata.
Berasal dari Bahasa Arab bait, yang berarti “rumah”, dan al-mal, yang berarti “harta”.
Baitul Maal berarti rumah tempat mengumpulkan atau menyimpan harta. Secara istilah, Baitul
Maal adalah sebuah lembaga (al jihat) yang memiliki misi khusus untuk mengumpulkan semua
kekayaan rakyat dalam bentuk penerimaan dan pengeluaran negara. Baitul Maal juga dapat
diartikan secara fisik sebagai tempat (al-makan) untuk menyimpan dan mengelola berbagai
kekayaan yang menjadi penerimaan negara. Lembaga tersebut merupakan lembaga keuangan
pertama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW. Padahal keberadaan lembaga ini lebih
populer di Era Khulafaur Rasyidin. Pada awalnya, lembaga tersebut hanya digunakan untuk
menyimpan kekayaan negara dari zakat, infaq, sedekah, pajak, dan rampasan perang.
C. Sejarah Baitul Mal dari Masa ke Masa
1. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
Baitul Mal dalam makna istilah sesungguhnya sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW,
yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ganimah (harta rampasan perang) pada Perang
Badar. Pada masa Rasulullah SAW ini, baitul mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak
(al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun
pengeluaran. Saat itu, baitul mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta
karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh
hampir selalu habis dibagi‑bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk
pemeliharaan urusan mereka.Rasulullah SAW senantiasa membagikan ganimah dan seperlima
bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda‑nundanya lagi.
Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.
2. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, keadaan baitul mal masih berlangsung seperti itu
pada tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M). Jika datang harta kepadanya dari wilayah-
wilayah kekuasaan Khilafah Islamiah, Abu Bakar membawa harta itu ke Masjid Nabawi dan
membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Untuk urusan ini,
khalifah Abu Bakar telah mewakilkan kepada Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Hal ini diketahui
dari pernyataan Abu Ubaidah bin al-Jarrah saat Abu Bakar dibaiat sebagai khalifah. Abu
Ubaidah saat itu berkata kepadanya, “Saya akan membantumu dalam urusan pengelolaan harta
umat”.
3. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M
Ilustrasi mimpi, unta
Ilustrasi unta. (Photo by mikaelthunberg on Pixabay)
Selama memerintah, Umar bin Khattab tetap memelihara baitul mal secara hati-hati,
menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan
mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, Umar
berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian
musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan
sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa,
seperti kebanyakan kaum muslimin.
4. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh
yang besar dari keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam
pengelolaan baitul mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri
yang menyatakan, Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-
jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus
(seperlima ganimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayah,
memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir, serta memberikan harta yang banyak
sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk
silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah Swt. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya
dari baitul mal sambil berkata, "Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari baitul
mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak
kerabatku"
5. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, kondisi baitul mal ditempatkan kembali
pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti
disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh
sampai separuh kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan. Ketika berkobar
peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (khalifah pertama Bani
Umayyah), orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari
baitul mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya. Tujuannya untuk
mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin.
Sejak zaman Nabi Muhammad, lembaga ini sudah berada. Awalnya, badan tersebut
dirancang untuk mengumpulkan pendapatan negara, yang harus dikumpulkan dan kemudian
digunakan sesuai kebutuhan negara. Status aset yang diterima adalah milik negara, bukan milik
individu. Namun, dalam batas-batas tertentu, para pemimpin negara dan pejabat lainnya dapat
menggunakan aset tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Tempat
pengumpulannya disebut Baitul Mal (rumah harta karun) atau treasury. Pada masa
pemerintahan Nabi Muhammad, Baitul Mal terletak di Masjid Nabawi, yang digunakan sebagai
markas nasional pada saat itu dan juga merupakan kediaman Nabi.
Pendapatan negara pada masa pemerintahan Umar bin Khatab meningkat secara signifikan
karena adanya perluasan wilayah Islam. Setelah berkonsultasi dengan sesama pemimpin,
Khalifah Umar bin Khatab memutuskan untuk tidak langsung menggunakan harta Bai Tulmar,
tetapi melepaskannya secara bertahap sesuai kebutuhan yang ada.
Sejak perkembangan tersebut, secara tidak langsung Baitul Mal telah berperan sebagai penegak
kebijakan fiskal negara Islam, sedangkan khalifah adalah pihak yang memiliki kekuasaan
penuh atas aset Baitul Mal. Namun, khalifah bisa menggunakan harta Baitul Mal untuk
keuntungan pribadi.
Seluruh harta yang ada di Baitul Mal adalah harta yang dimiliki oleh seluruh kaum muslimin
sedangkan khalifah dan amil hanyalah menjadi wali atas harta tersebut. Jadi negara
bertanggung jawab untuk memberi makan para janda, anak yatim, dan orang buangan,
mensubsidi penguburan orang miskin, membayar hutang kepada orang yang bangkrut;
membayar uang diat untuk beberapa kasus.
5. Wakaf
Dalam hukum islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama
kepada seseorang atau nadzir baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan
ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai dengan syariat islam.
E. Organisasi dan Operasionalnya
Pada masa Umar bin Abdul Azis, dalam oparasionalnya institusi Baitul Mal dibagi menjadi
beberapa departemen. Pembagian departemen dilakukan berdasarkan pos-pos penerimaan
yang dimiliki oleh Baitul Mal sebagai bendahara negara. Sehingga departemen yang
menangani zakat berbeda dengan yang mengelola khums, Jizyah, Kharaj dan seterusnya.
Yusuf Qardhawy membagi baitul mal menjadi empat bagian kerja berdasarkan pos
penerimaannya, merujuk pada aplikasi masa Islam klasik
1.Departemen khusus untuk sedekah (zakat).
2. Departemen khusus untuk menyimpan pajak dan upeti.
3. Departemen khusus untuk ghanimah dan rikaz.
4. Departemen khusus untuk harta yang tidak diketahui warisnya atau yang terputus hak
warisnya (misalnya karena pembunuhan).
Hal ini sebenarnya juga telah diungkapkan pula oleh Ibnu Taimiyah, beliau mengungkapkan
bahwa dalam adminstrasi keuangan Negara, dalam Baitul Mal telah dibentuk beberapa
departemen yang dikenal dengan Diwan. Dewan-dewan tersebut diantaranya adalah:
1. Diwan al Rawatib yang berfungsi mengadministrasikan gaji dan honor bagi pegawai negeri
dan tentara.
2. Diwan al Jawali wal Mawarits al Hasyriyah yang berfungsi mengelola poll taxes (jizyah)
dan harta tanpa ahli waris.
3. Diwan al Kharaj yang berfungsi untuk memungut kharaj.
4. Diwan al Hilali yang berfungsi mengkoleksi pajak bulanan.
Pada hakikatnya pengembangan institusi dan kebijakan dalam ekonomi Islam tidak
memiliki ketentuan baku kecuali apa yang telah digariskan dalam syariat. Khususnya dalam
pembentukan departemen dan kebijakan strategi pengkoleksian dan penggunaan pendapatan
Negara, sebenarnya juga tergantung pada perkembangan atau kondisi perekonomian Negara
pada satu waktu tertentu. Artinya pengembangan institusi dan kebijakan ekonomi tidaklah
terikat pada apa yang telah dilakukan oleh para pemimpin-pemimpin terdahulu, peran ijtihad
dengan mempertimbangkan keadaan kontemporer menjadi sangat menentukan arah dan bentuk
institusi dan kebijakan ekonomi.
Merujuk pada apa yang telah dijelaskan oleh Qardhawi tentang institusi Baitul Mal, dalam
operasionalnya, salah satu kebijakan pengelolaan pendapatan negara adalah ketika dana yang dimiliki
departemen sedekah yang fungsinya memenuhi kebutuhan dasar warga negara kurang, maka dapat
menggunakan dana dari departemen lain yaitu departemen pajak dan upeti. Namun pada masa klasik
Islam hal ini dilakukan dengan skema hutang, artinya jika suatu saat departemen sedekah sudah
memiliki kecukupan dana, maka hutang tadi harus dilunasi pada departemen pajak dan upeti. Tahapan
penggunaan keuangan negara ini sesuai dengan yang dijelaskan sebelumnya, dimana sumber keuangan
negara utama adalah zakat, kemudian fay‟ dan pajak. Jika masih juga kekurangan maka negara akan
melakukan skema takaful, dimana semua harta dikumpulkan negara dan dibagikan sama rata.
1. Pengertian BMT
Istilah Baitul Maal Wat Tamwil sebenarnya berasal dari 2 (dua) suku kata, yaitu Baitul Maal
dan Baitul Tamwil. Istilah Baitul Maal berasal dari Bait dan Al-maal. Bait artinya bangunan
atau Rumah, sedangkan Al-maal berarti Harta benda atau kekayaan. Jadi Baitul Maal secara
harfi’ah berati Rumah Harta benda atau kekayaan, namun demikian kata Baitul Maal bisa
diartikan perbendaharaan (Umum atau Negara). Sedangkan Baitul Maal dilihat dari segi
istilah fiqih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan
Negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan
maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain.
Baitul maal sudah dikenal sejak tahun ke-2 hijriah pemerintahan Islam di Madinah.
Berdirinya lembaga ini diawali dengan 'cekcok' para sahabat Nabi SAW dalam pembagian
harta rampasan Perang Badar. Maka, turunlah Surat Al-Anfhal (8):ayat 41 : ى قُأسب
غُُ أًتُى ِي شأ ً ٖ ُ أ ْ ًُُ وا ۞وٱأعه ى ُُ ا عه أ زن ِ ون ِري ٱن ُخ ًُُ سهۥُ ِ ُ ُِلل ء فأ ًُا
ِ أ ونِه س ُسو ِل
أ ُُل ِل و يا ٲ ِ يُتُى ب ٌ ُِ ُ ُكتُأى ءا ِم إ ِ ُِ ٱن سب ُِ وٱأب ِك ًُ س أ ى وٱن ًُ ُت أ وٱن تق أ ٱن ٌ ُِ ٌُ أوو فُأسقا أ
١ ٱن عأب ِدٌ ٌس ِدُا ٌُ أوو ء ق ى ُك ِم شأ ً ٖ ُُل ُل عه وٱ ِ ٌ ُِ جأًُ عا ى ٱن
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orangorang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman
kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Anfal:41)
3. Produk BMT
Produk BMT (Baitul Maal wa Tamwil) Menurut Khaerul Ummam Produk-produk
Baitul Mal wa Tamwil adalah sebagai berikut:
1. Produk penghimpunan dana (funding)
2. Produk penyaluran dana (lending)
3. Produk jasa
4. Produk tabarru’: ZISWAH (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah).
PERTANYAAN
1. Bagaimana fungsi Baitul maal pada masa nabi Muhammad SAW?
Jawab:
Setelah turunnya ayat itu, Rasulullah mendirikan baitul mal yang mengatur setiap
harta benda kaum Muslimin, baik itu harta yang keluar maupun yang masuk.
Bahkan, Nabi SAW sendiri menyerahkan segala urusan keuangan negara kepada
lembaga keuangan ini.