Anda di halaman 1dari 5

5.

) keuangan publik pada maa khulafatur rasyidin

Pengelolaan Keuangan Publik Periode Rasulullah SAW

Bicara mengenai keuangan publik pada zaman Rasulullah SAW adalah berangkat dari kedudukan
beliau sebagai kepala negara.Sebelum Rasullullah hijrah ke Madinah, keadaan Madinah sangat
kacau, belum memiliki pemimpin ataupun raja yang berdaulat Kondisi ekonominya masih lemah dan
hanya ditopang dari hasil pertanian.Pada masa Rasulullah saw, daulah mempunyai struktur
administrasi yang mengurusi kemaslahatan publik yang masih sederhana, diantaranya yaitu:

1. Kepala Negara adalah Rasulullah saw sendiri, dibantu dengan wazir-wazir

2. Amirul Jihad. Kadang Rasulullah saw langsung seperti dalam beberapa beliau.ghozwah, adapun
dalam saraya Rasulullah saw tidak menyertainya.

3. Industri, seperti pembuatan mimbar dan lain sebagainya.

4. Peradilan, termasuk didalamnya hisbah

5. Baitul Maal, yaitu lembaga yang mengurusi pendapatan dan belanja negara.

Sesuatu yang revolusioner 113 yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah pembentukan lembaga
penyimpanan yang disebut Baitul Maal.Apa yang dilaksanakan Rasul itu merupakan proses
penerimaan pendapatan (reveneu collection) dan pembelanjaan (expenditure) yang transparan yang
bertujuan apa yang disebut sekarang sebagai welfare oriented. "Baitul Mal dapat menjalankan
kebijakan fiskal karena sumber penerimaannya tidak terbatas pada zakat saja. namun mencakup
pula kharaj (pajak atas tanah), zakat, khums, jizyah dan penerimaan lainnya seperti kaffarah.

Berdirinya Baitul Maal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah di Badr seusai
perang dan saat itu sahabat berselisish tentang Ghanimah:

"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang Katakanlah: "Harta
rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan
perbaikilah perhubungan di antara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu
adalah orang-orang yang beriman."

Pada masa rasulullah SAW Baitul Maal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakan sebagai
kantor pusat negara. Karena pada saat itu belum ada tempat yang khusus untuk Baitul Maal, ini
disebabkan harta yang masuk belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada umat Muslim
serta dikeluarkan untuk pemeliharaan urusan negara.

Biografi Harun Ar-Rasyid

Harun Ar-Rasyid, dilahirkan pada bulan Februari tahun 763 M di Rayy. Ayahnya bernama Al-Mahdi
bin Abu Ja'far al-Mansyur, khalifah kelima dari dari Bani Abbasiyah Ibunya bernama Khaizuran,
seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan oleh Al-Mahdi. Harun Ar-Rasyid memperoleh
pendidikan di istana, 10 baik pendidikan agama maupun ilmu pemerintahan." la dididik oleh
keluarga Barmaki, Yahya bin Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang berperan dalam
pemerintahan Bani Abbas, sehingga ia menjadi terpelajar, cerdas, pasih berbicara dan
berkepribadian yang kuat." Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat
dalam urusan pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan.

Pada masa pemerintahan ayahnya, Harun Ar-Rasyid dipercayakan dua kali memimpin ekspedisi
militer untuk menyerang Bizantium (779-780) dan (781-782) sampai ke pantai Bosporus. Ia
didampingi oleh para pejabat tinggi dan jenderal veteran. Sebelum menjadi khalifah, ia pernah
memegang jabatan gubernur selama dua kali, di as-Saifah pada tahun 163 H 1779 M dan di Magribi
pada tahun 780 M. Setelah sempat dua kali menjadi gubernur, pada tahun 166 H/782 M Khalifah Al-
Mahdi mengukuhkannya menjadi putra Mahkota untuk menjadi khalifah sesudah saudaranya, Al-
Hadi, dan setelah pengukuhannya empat tahun kemudian yakni tepatnya pada tanggal 14
September 786 M Harun Ar-Rasyid memproklamirkan diri menjadi khalifah, untuk menggantikan
saudaranya yang telah wafat. Setelah menduduki tahta kekhalifahan, ia pun mengangkat Yahya bin
Khalid sebagai wazir (perdana menteri) untuk menjalankan roda pemerintahan dengan kekuasaan
tidak terbatas. Ia berkata kepada yahya "Sesungguhnya aku serahkan kepadamu urusan rakyat,
tetapkanlah segala sesuatu menurut pendapatmu, pecat orang yang patut dipecat, pekerjakanlah
orang yang pantas menurut kamu dan jalankan segala urusan menurut pendapatmu" Sang khalifah
tidak secara niscaya diharapkan mengambil peran pribadi dalam pemerintahan, namun pada
masalah-masalah yang menjadi keprihatinannya secara pribadi atau menjadi kepentingan khusus
seperti derma, maka ia cenderung campur tangan." Masa pemerintahan Bani Abbasiyah, khalifah
sangat diharapkan melaksanakan dua kewajiban serimonial yang cukup berat ia harus memimpin
ibadah salat Jumat di ibukota, paling tidak pada peristiwa-peristiwa khusus. Dalam hubungan ini,
sang khalifah menunjukkan diri sebagai pewaris Muhammad.

Namun pada diri khalifah Harun Ar-Rasyid dan sebagian besar yang mengikutinya, lebih suka
menyerukan kepemimpinan aktual pada seorang wakil, sedang mereka sendiri hanya membentuk
ma'mun, meskipun ditempatkan dengan aman disuatu tempat yang secara khusus dirancang dalam
mesjid yang disebut maqshurah.14 Khalifah Harun menunjukkan contoh kepemimpinan yang tidak
otoriter atau memonopoli segala urusan. 15 Pribadi dan akhlak Harun, suka bercengkrama, alim dan
sangat dimuliakan, beliau berselang seling menunaikan haji dan turun ke medan perang dari tahun
berganti tahun. Beliau bersembahyang seratus rakaat setiap hari dan pergi menunaikan haji dengan
berjalan kaki.1

la tidak menyia-nyiakan kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh- nangguhkan untuk
membalasnya. Beliau menyukai syair dan para penyairnya serta gemar tokoh-tokoh sastra dan fikih,
malah beliau sangat menghormati dan merendahkan diri kepada alim ulama. Namun semikian, ia
pun sangat mencintai isterinya sehingga kalau ada yang berbuat salah pada isteri dan pembantu-
pembantunya maka orang tersebut akan mendapat hukuman. Sebagai contoh, seorang hakim yang
bernama Hafs bin Ghiyats telah dipecat dari jabatannya karena menjatuhkan suatu keputusan
kepada salah seorang pembantunya Zubaidah." Di antara sifat-sifat khalifah Harun Ar-Rasyid yang
amat menonjol ialah beliau kadang-kadang diumpamakan sebagai angin ribut yang kencang dan
kadang pula sebagai angin yang bertiup sepoi-sepoi basah, beliau lebih mengutamakan akal daripada
emosi, kalau marah beliau begitu garang dan menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat
beliau menangis tersedu-seduh."

Ruang Lingkup Baitul Maal

Menurut pendapat Suhrawardi K. Lubis, baitul maal dilihat dari segi istilah fikih adalah "suatu
lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang
berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran dan lain-lain (Maman, 2012). Baitul Maal jika dilihat dari namanya berasal dari bahasa
Arab, yaitu kata bair yang memiliki makna "rumah", serta berasal dari kata al-maal yang yang
memiliki arti atau makna "harta" (Dahlan, 1999). Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak yang
memiliki kewajiban atau tugas khusus untuk melakukan penanganan atas segala harta yang dimiliki
oleh umat, dalam bentuk pendapatan pengeluaran negara (Zallum. 1983).

Institusi Baitul Maal

Menurut Ensiklopedia hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara yang bertugas
menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Sedangkan
menurut Harun Nasution, baitul mal bisa diartikan sebagai pembendaharan (umum atau negara).

Secara harfiah, baitul maal berarti rumah dana. Baitul mal ini sudah ada sejak pada zaman rasulullah,
berkembang pesat pada abad pertengahan. Baitul mal berfungsi sebagai pengumpulan dan men-
tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial. Seperti yang telah diketahui, pada masa Rasulullah saw
hingga kepemimpinan Abu Bakar, pengumpulan dan pendistribusian dana zakat serta dilakukan
pungutan-pungutan lainnya secara serentak. Artinya pendistribusian dana tersebut langsung
dilakukan setelah pengumpulan, sehingga para petugas Baitul Mal selesai melaksanakan tugasnya
tidak membawa sisa dana untuk di simpan. Sedangkan pada masa Umar Bin Khattab, pengumpulan
dana ternyata begitu besar sehingga di ambil keputusan menyimpan untuk keperluan darurat.
Dengan keputusan tersebut, maka Baitul Mal secara resmi dilembagakan, dengan maksud awal
untuk pengelolaan dana tersebut (Sakti, 2007).

Tujuan dan Fungsi Baitul Maal

Tujuan baitul mal yaitu: terwujudnya layanan penghimpunan zakat, infaq, shodakoh dan wakaf yang
mengoptimalkan nilai bagi muzaki, munfiq, tatasaddiq, dan muwafit. Kedua terwujudnya layanan
pendayagunaan ziswaf yang mengoptimalkan upaya pemberdayaan mustahiq berbasis pungutan
jaringan. Dan juga terwujudnya organisasi sebagai good organization yang mengoptimalkan nilai bagi
stakeholder dan menjadi benchmark bagi lembaga oengelola ZIS dan wakaf di Indonesia Selain itu
Baitul mal berfungsi sebagai bendahara negara (konteks sekarang dalam perekonomian modern
disebut departemen keuangan). Tapi pada hakikatnya baitul mal berfungsi untuk mengelola
keuangan negara menggunakan akumulasi dana yang berasal dari pos-pos penerimaan zakat, kharaj,
jizyah, Khums, fay', dan lain-lain, dan dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang negara.

Keuangan Publik dan Keadilan Sosial ditinjau dari Teori dan Sejarah

Keuangan publik dalam sistem pemerintahan, memainkan peranan yang sangat penting dalam
perekonomian Negara. Defisitnya dana yang dapat menghambat kemajuan perekonomian suatu
Negara dapat dipecahkan melalui keuangan publik. Biasanya dana yang digunakan untuk
pembiayaan sector publik dihasilkan dari penerimaan pajak, utang kepada masyarakat dll. Utang
kepada masyarakat dilakukan dengan cara penjualan obligasi yang dikakukan oleh pemerintah
terhadap masyarakat. Agar obligasi tersebut laku terjual, pemerintah biasanya memberikan return
(suku bunga atau bagi hasil) yang menarik. Akibatnya, suku bunga akan cenderung meningkat. Pada
waktu yang sama masyarakat akan mengurangi tabungannya di bank untuk diserahkan kepada
pemerintah dan pemerintah akan membelanjakannya.

Sedangkan dalam sektor pajak, pemerintah memungut pajak tidak dari satu sektor saja, melainkan
dari berbagai sektor (Nurul Huda, 2012, hlm. 21). Menurut penulis, dalam pemungutan pajak
pemerintah seharusnya tetap menganut nilai-nilai keadilan atau prinsip-prinsip perpajakan. Nilai-
nilai keadilan dapat berupa kesempatan yang diberikan ketika pemungutan pajak, transparansi oleh
pemerintah terhadap masyarakat, dan adanya efek ekonomis dalam pemungutan pajak. Dengan
adanya nilai-nilai ini, kesadaran patuh terhadap pajak akan terkonstruk dalam diri masyarakat.
Implementasi nilai-nilai keadilan, transparansi, dan efek ekonomis pada masyarakat sudah
dibuktikan oleh Rasulullah SAW. Pada masa Rasulullah transparansi, efek ekonomis pada masyarakat
dan keadilan distribusi dalam keuangan publik islam menjadi titik fokus Nabi SAW. Oleh karena itu,
keuangan publik pada masa Nabi Muhammad SAW tersentralisasi ke dalam zakat, kharaj, khums,
jizyah, dan penerimaan harta lainnya. Seluruh pendapatan Negara yang bersumber dari instrument
tersebut disubsidikan untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk
membiayai berbagai pengeluaran terpenting. Pengelolaan sumber pendapatan Negara dilakukan
dengan akuntabel, transparan, dan professional. Sehingga dana-dana yang masuk pada pagi hari
sudah terdistribusikan pada sore hari (Muhammad Saddam, 2003, hlm. 40).

6.) Karakteristik keuangan publik islam

Salah satu bidang dalam ekonomi Islam adalah keuangan publik Islam. Tujuan ekonomi konvensional
lebih bersifat material dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek immaterial. Segala analisis
ditujukan untuk mengukur hasil kegiatan tersebut dari sudut pandang duniawi saja. Sementara
ekonomi Islam memiliki tujuan yang sangat kompeherensif yang menyangkut aspek material dan
spiritual baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.Keuangan publik merupakan salah
satu cabang ekonomi yang membahas

Keuangan publik merupakan salah satu cabang ekonomi yang membahas tentang pengadaan,
pemeliharaan, dan pengeluaran sumber-sumber yang dibutukan untuk menjalankan tugas- tugas
pemerintahan. Disamping itu keuangan publik membahas sumber- sumber bisnis atau usaha
pemerintah yang hasilnya mensejahterakan bertujuan rakyat. untuk Keuangan publik juga
berhubungan dengan peran negara dalam menganalisa dampak-dampak perpajakan dan
pembelanjaan negara terhadap situasi ekonomi individu dan lembaga, juga menyelidiki dampaknya
terhadap ekonomi secara keseluruhannya.

Keuangan publik Islam mencakup dua hal yaitu sektor penerimaan dan pengeluaran. Sebelum
berlanjut pada pembahasan kedua sektor tersebut, perlu diketahui bahwasannya Islam memiliki
prinsip-prinsip kebijakan ekonomi Islam yang menjadi landasan dari aktifitas perekonomian antara
lain: (Karim, 2001)

1. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolut atas semua yang ada.

2. Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di bumi tetapi bukan pemilik yang sebenarnya.

3. Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah karena seizin Allah, oleh karena itu golongan
yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki oleh golongan yang lebih
beruntung.

4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun. 5. Kekayaan harus diputar.

6. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.

7. Menghilangkan jurang pembeda antar individu dalam perekonomian dapat menghapus konflik
antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada ahli
warisnya.

8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi
anggota masyarakat yang miskin.

prinsip-prinsip yang diterapkan dalam penerimaan publik Islam yaitu:


1. Sistem pungutan wajib (dharibah) harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan memiliki
kelebihanlah yang memikul beban utama dharibah

2. Berbagai pungutan dharibah tidak dipungut atas dasar besarnya input/sumberdaya yang
digunakan, melainakn atas hasil usaha ataupun tabungan yang terkumpul.

3. Islam tidak mengarahkan pemerintah mengambil sebagian harta milik masyarakat secara paksa,
meskipun kepada orang kaya. Sesulit apapun kehidupan Rasulullah Saw di Madinah, beliau tidak
pernah menentukan tinggnya tarif pajak.

4. Islam memperlakukan kaum Muslimin dan Non Muslimin secara adil, pungutan dikenakan
proporsional terhadap manfaat yang diterima pembayar.

5. Islam telah menentukan sektor-sektor penerimaan negara menjadi empat jeni:

a. Zakat, yaitu pungutan wajib atas Muslim yang ketentuannya sudah diatur oleh Allah Pemerintah
tidak memiliki hak untuk mengubah hal itu semua, tetapi dapat mengadakan perubahan dalam
struktur harta yang wajib dizakati dengan berpegang pada nash-nash umum yang ada dan
pemahaman terhadap realita modern

b. Asset dan kekayaan non keuangan, yang diperoleh dari ghammah, fai ataupun anwal fadhila Asset
ini memungkinkan negara untuk memiliki perusahaan dan menciptakan penerimaan sendiri dengan
mengelola sumber daya yang dikuasakan kepada pemerintah.

c. Dharibah, yaitu pungutan wajib vang nilainya ditentukan oleh pemerintah.

d. Penerimaan publik sukarela, yaitu yang objek dan besarannya diserahkan kepada pembayar. Jenis
penerimaan ini meliputi infaq, sedekah, wakaf hadiah, utang dan sebagainya. Penerimaan jenis ini
dimanfaatkan untuk melengkapi atas kekurangan zakat dan pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai