Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

RELEVANSI KONSEP BAITUL MAL DALAM EKONOMI ISLAM PADA MASA


KINI

Makalah Ini Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Ekonomi Islam

Yang Diampu Oleh Bapak Drs. Atwal Arifin, M.Si

Oleh :

SALSABILLA AYUNINGTIAS PRIBADI

B200180500

KELAS C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan semesta
alam. Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik walau
terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Tak lupa kami haturkan shalawat serta salam
kepada junjungan Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita semua di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul‘’ Relevansi Konsep Baitul Mal Dalam Ekonomi Islam Pada
Masa Kini’’ ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Islam

Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan
saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Billahi fi sabililhaq Fastabiqul Khairat

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Surakarta, 11 April 2021

Salsabilla Ayuningtias Pribadi


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsep Baitul Maal berubah seiring perkembangan peradaban Islam, yang pada
akhirnya baitul mal berfungsi sebagai lembaga untuk mengumpulkan serta mengelola
(tasaruf) dana sosial. Pada Abad ketujuh, Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu menjabat
sebagai kepala negara telah memperkenalkan konsep baru dalam bidang keuangan negara
pada abad ketujuh. Seluruh harta kekayaan negara harus dikumpulkan dan dikeluarkan sesuai
dengan kebutuhan negara. Nama pusat pengumpulan harta negara tersebut disebut Baitul
Maal yang terletak di Masjid Nabawi. Keberadaan Baitul Maal telah ada dari masa
pemerintahan Nabi Muhammad SAW ketika kaum Muslimin memenangkan perang Badar
sehingga kaum Muslimin memperoleh harta rampasan perang (ghanimah). Setelah itu, di
antara para sahabat beselisih pemahaman mengenai cara pembagian ghanimah, sehingga
turunlah ayat QS. Al-Anfal: 1 yang menjelaskan bahwa harta rampasan perang merupakan
milik Allah SWT dan Rasul Allah serta diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan
memperbaiki hubungan sesama manusia, selanjutnya perintah taat kepada Allah dan
RasulNya jika termasuk orang yang beriman. Baitul Maal pada masa Rasulullah SAW
belum memiliki tempat untuk menyimpan harta perolehan negara, karena pada saat itu belum
begitu banyak perolehan hartanya dan juga harta akan segera didistribusikan kepada
rakyatnya. Adapun perkembangan Baitul Maal setelah masa Rasulullah SAW kemudian
secara bertahap mulai dari Abu Bakar Ash Shiddiq dan diperluas pada masa Umar bin
Khattab, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Ummat Islam pada saat penaklukan wilayah mulai
mempelajari ilmu tata negara pemerintahan Persia, maka hal tersebut mulai diterapkan pada
Baitul Maal. Selama pemerintahan Khalifah Ali, sistem administrasi Baitul Maal di tingkat
pusat maupun lokal sudah berjalan baik. Hal ini terlihat dari adanya kerjasama antara pusat
dan daerah, sehingga perolehan harta Baitul Maal mengalami surplus dan kelebihannya
dibagikan secara proporsional. Pelaksana kebijakan fiskal negara Islam pada saat itu
dilakukan oleh Baitul Maal. Perkembangan pengelolaan Baitul Maal kemudian dilanjutkan
oleh Daulah Islamiyah, dan diakhiri pada masa kekhilafahan Islam runtuh tahun 1924 M.
Baitul Maal pada masa Daulah Islamiyah merupakan lembaga atau institusi keuangan negara
sebagai tempat dan pengelolaan dana umat dari pengumpulan sumber pendapatan hingga
pengalokasian belanja negara sesuai dengan kaidah Islam. Adapun konteks Baitul Maal saat
ini di Indonesia merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang memiliki fungsi sosial
mengumpulkan titipan dana zakat, infaq, sedekah serta mengoptimalkan pendistribusiannya
sesuai dengan ketentuannya. Hal ini akan menimbulkan perbedaan persepsi antara Baitul
Maal pada masa Daulah Islamiyah dan dalam perkembangan negara saat ini. Konsep
keuangan publik Islam salah satunya mengenai konsep Baitul Maal yang tidak hanya
merupakan struktur perbendaharaan tetapi juga praktis dari keseluruhan sistem fiskal negara.
Hal ini dalam gagasan Al-Ghazali bahwa negara berperan dalam mewujudkan keadilan,
stabilitas dan keamanan demi tercapainya Maqashid Syariah.
B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan pengertian baitul mal?


b. Apa yang dimaksud pengeluaran umpan baitul mal?
c. Apa saja tujuan dan sumber dana baitul mal?
d. Apa yang termasuk anggaran negara?
e. Apa yang dimaksud pengertian fai’, jizyah, dan kharaj?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui definisi baitul mal.


2. Mengetahui apa yang dimaksud pengeluaran umpan baitul mal.
3. Mengetahui tujuan dan sumber dana baitul mal.
4. Mengetahui apa yang termasuk anggaran negara.

5. Mengetahui definisi fai’, jizyah dan kharaj.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Baitul Mal

Baitul Māl berasal dari bahasa arab bait yang artinya rumah, dan al-Māl yang berarti
harta. Jadi secara etimologis (ma’na lughawi) Baitul Māl berarti rumah untuk
mengumpulkan dan menyimpan harta. Secara terminologis (istilah), Baitul Māl adalah
sebuah departement tempat penampungan keuangan negara dan dari sanalah semua
kebutuhan keuangan negara akan di belanjakan.17 Jadi, Baitul Māl dengan makna
seperti ini mempunyai pengertian sebagai sebuah lembaga atau pihak yang Baitul Māl
berasal dari bahasa arab bait yang berarti rumah, Dan Al- Maal yang berarti harta. Jadi
secara etimologis (ma’na lughawi) Baitul Māl berarti rumah untuk mempunyai tugas
khusus menangani segala harta umat, baik negara baik pendapatan maupun
pengeluaran.

Setiap harta baik, tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan
maupun harta benda lainya dimana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum
syara‟ dan tidak di tentukan individu pemiliknya, walaupun telah tertentu pihak yang
berhak menerimanya, maka secara hukum, harta-harta itu adalah hak Baitul Māl, yakni
sudah dianggap sebagai pemasukan bagi Baitul Māl. Secara hukum, harta-harta itu
adalah milik Baitul Māl, baikyang benar-benar masuk ke dalam tempat penyimpanan
Baitul Māl maupun yang belum.

Demikian pula setiap harta yang wajib dikeluarkan untuk orang-orang yang berhak
menerimanya atau untuk merealisasikan kemaslahatan kaum muslimin, atau untuk
biaya penyebarluasan dakwah adalah harta yang di catat sebagai pengeluaran Baitul
Māl, baik telah dikeluarkan secara nyata maupun yang masih berada dalam tempat
penyimpanan Baitul Māl.
Dengan demikian, Baitul Māl dengan makna seperti ini mempunyai pengertian
sebagai sebuah lembaga atau pihak yang menangani harta negara, baik pendapatan
maupun pengeluaran. Baitul Māl dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat untuk
menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.

B. Pengeluaran Umpan Baitul Mal

Baitul Mal merupakan institusi yang dominan dalam perokonomian Islam. Institusi
ini secara jelas merupakan entitas yang berbeda dengan penguasa atau pemimpin
Negara.Namun keterkaitan sangatlah kuat,karena institusi baitul mal merupakan
institusi yang menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dan sosial dari sebuah Negara
Islam.

Dalam sejarah peradaban dan ekonomi Islam,mekanisme baitul mal selalu tidak
lepas dari fungsi khalifah sebagai kepala Negara.Fungsi dan eksistensi baitul mal secara
jelas telah banyak diungkapkan baik pada rasulullah saw maupun pada masa
kekhalifahan setelah beliau wafat.Namun,secara kongkrit pelembagaan baitul mal baru
dilakukan pada masa umar bin khattab ,ketika kebijakan pendistribusian dana yang
terkumpul mengalami perubahan.Pada masa umar bin abdul aziz, dalam opperasionalnya
institusi baitul maldibagi menjadi beberapa departemen dilakukan berdasarkan pos-
pos penerimaan yang dimiliki oleh baitul maal sebagai bendahara Negara.Sehingga
departemen yang menangani zakat yang berbeda-beda dengan mengelola khums,
jizyah,kharaj,dan seterusnya. Bagain fai’ dan kharajini tersusun dari beberapa seksi
sesuai dengan harta yang masuk kedalamnya,dan jenis-jenis harta tersebut ialah:Saksi
ghanimah,mencakup ghanimah,anfal,fai’dan humus.KEPEMILIKAN NEGARA
(milkiyyah ad daulah).Harta milik negara adalah setiap harta yang pengelolaannya
diserahkan kepada khalifah , amirul Mukminin, kepala negara yang harus beragama
Islam.

Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang tidak dapat
digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat al-’ammah/public
property). Fungsi Kepemilikan Negara. Kekayaan negara secara aktual merupakan
kekayaan umah. Kepala negara hanya bertindak sebagai pemegang amanah. Dan
merupakan kewajiban negara untuk mengeluarkan nya guna kepentingan umum.

Kewajiban negara dalam pengelolaan kehidupan masyarakat:

 melindungi hak fakir miskin


 bekerja keras bagi kemajuan ekonomi masyarakat
 mengembangkan sistem keamanan sosial
 mengurangi jurang pemisah dalam hal distribusi pendapatan
 Karena berubahnya Peradaban Maka Fungsi kepemilikannegaraini “di ambil/
di Jalankan”perseorangan ataupun kelompok, organisasi.
Hanya saja yang bisa di laksanakan dalam hal ini

 Zakat
 Infaq
 Shodaqah

C. Tujuan dan Sumber Baitul Mal

a. Tujuan Pendirian Baitul Mal


Dibentuknya Baitul Mal dalam negara adalah karena Baitul Mal mempunyai
peranan yang cukup besar sebagai sarana tercapainya tujuan negara serta
pemerataan hak dan kesejahteraan kaum muslimin. Al-Maududi menyebutkan
dua sasaran dan tujuan negara dalam Islam, yaitu:

1) Menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan


kelaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan. 2) Menegakkan sistem
berkenaan dengan melaksanakan kewajiban muslim, seperti salat, zakat, dan
sebagainya.
Islam sebagai agama yang memelihara hak-hak asasi manusia,menggariskan
bahwa salah satu hak yang penting bagi setiap orang ialah bahwa orang yang
tidak memiliki apa-apa harus dipenuhi keperluan hidupnya. Diantaranya fakir
miskin dan orang yang meminta-minta, sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam al-Qur’an surat adz-Dzariat ayat 19
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
Untuk dapat memberikan hak kepada fakir miskin secara teratur diperlukan
Baitul Mal yang dapat bekerja secara baik dalam menanggulangi
ketidakmerataan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, tugas Baitul Mal adalah
mengelola harta kaum muslimin yang tidak jelas pemilik dan penerimanya.
Tugas itu menyangkut pemasukan harta, pemeliharaan apa yang terkumpul, dan
pendistribusiannya kepada yang berhak menerimanya.

b. Sumber Dana Baitul Mal


Berbeda dengan kas negara zaman sekarang yang memiliki sumber dana dari
berbagai sektor usaha. Menurut Imam al-Mawardi, Baitul Mal memiliki dua
sumber yang pasti, yaitu: fai’ dan zakat.Selain itu masih ada sumber-sumber
lain, seperti:

1) Harta warisan orang yang tidak memiliki ahli waris


2) Harta berupa benda-benda alam yang memiliki manfaat, seperti barang
tambang, sumber air, sumber mineral, dan lain-lain
3) Harta shuf’ah
4) Waqaf
5) Harta yang diwasiatkan lebih dari sepertiga.
Tidak semua sumber uang negara itu menjadi milik Baitul Mal. Kekayaan
Baitul Mal ini sebagian besar ini berasal dari pajak tanah yang dimiliki oleh
seluruh masyarakat dengan penggunaan yang sangat tergantung pada petunjuk
imam atau para wakilnya. Yang masuk ke kas Baitul Mal adalah khumus
(seperlima) dari ghanimah dan pajak hasil-hasil tambang serta harta temuan.
Bagian inilah yang dapat dipergunakan untuk kepentingan masyarakat Islam
seluruhnya. Sedangkan empat perlimanya dipergunakan untuk golongan-
golongan yang telah ditentukan, seperti keluarga Nabi Muhammad SAW, anak-
anak yatim, fakir miskin dan para musafir. Dengan demikian, bagian uang
terakhir tersebut tidak berada di bawah pengawasan khalifah atau imam.

Selain itu, masih terdapat tiga sumber lagi harta yang masuk ke Baitul Mal,
yaitu:

1. harta yang tidak ada pemiliknya, sepertiharta seorang budak yang lari dan harta
yang ditemukan dari perampok yang tertangkap.
2. harta dari orang murtad.
3. tanah atau perkebunan yang pemiliknya telah meninggal dan tidak ada orang
yang akan mewarisinya.

D. Anggaran Dana

Penggunaan uang Baitul Mal dibagi menjadi dua, yaitu:

1. untuk membiayai tugas-tugas negara, seperti gaji tentara, para pejabat negara, dan
memelihara penjara.
2. untuk membuat jalan-jalan umum, persediaan air minum dan memperbaiki kerusakan
tanah kharaj.
Dalam pendistribusian harta yang tersimpan di Baitul Mal, Umar juga mendirikan:
departemen pelayanan militer, departemen kehakiman dan eksekutif, departemen
pelayanan dan pengembangan Islam, dan departemen jaminan sosial. Umar juga
mendirikan diwan islam yang bertugas memberikan tunjangan-tunjangan angkatan
perang dan pensiun. Tunjangan yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Aisyah dan Abbas bin Abdul Muthalib, masing-masing 12000 dirham.


2. Para istri nabi selain Aisyah, masing-masing 10000 dirham.
3. Ali, Hasan, Husain dan para pejuang Badar, masing-masing 5000 dirham.
4. Para pejuang Uhud dan para migran abisinya, masing-masing 4000 dirham.
5. Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah, masing-masing 3000 dirham.
6. Putra para pejuang Badar, orang yang memeluk Islam ketika Fathul Makkah, anak-
anak kaum Muhajirin dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyah, Uballa, dan orang-
orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah, masing-masing 2000 dirham.
7. Orang-orangMakkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin, masing-masing 800
dirham.
8. Warga Madinah 25 dinar.
9. Kaum Muslimin di Yaman, Syria, Irak, masing-masing 200-300 dirham.
10. Anak-anak yang baru lahir yang tidak diakui, masing-masing 100 dirham.

Disamping itu, harta Baitul Mal disalurkan pula untuk membenahi kepentingan
umum yang dapat menunjang berjalannya pemerintahan secara baik, seperti membeli
perlengkapan peralatan negara, membangun jalan, jembatan, irigasi dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tujuan pendirian Baitul Mal adalah untuk membantu pemerintah dalam menegakkan keadilan,
menghancurkan kesewenangwenangan dan menegakkan sistem yang berkenaan dengan pelaksanaan
kewajiban. Selain itu, untuk mengorganisir pendapatan dan pengeluaran keuangan negara serta
pendistribusiannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

Gagasan konsep Baitul Mal yang ideal haruslah merujuk kepada ketentuan syariah, seperti dalam hal
sumber pendapatannya. Sumber pendapatan Baitul Maal diantaranya adalah zakat, fai’, jizyah, kharaj,
usyur, ghanimah, harta warisan orang yang tidak memiliki ahli waris, barang tambang, harta shuf’ah,
waqaf, harta yang ditinggal lari oleh pemiliknya, dan harta orang murtad.

Manajemen Baitul Mal pada masa Rasulullah Saw hanya berupa suatu lembaga yang menampung dan
membagikan harta-harta kaum muslimin, dan belum memiliki tempat khusus. Baitul Mal dikelola
secara intensif pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dengan dibangunnya Diwan-Diwan yang
digunakan untuk tempat menyimpan harta-harta kaum muslimin. Umar juga memberikan

B. Saran
Demikian makalah yang penulis buat semaksimal mungkin, semoga dapat
bermanfaat bai seluruh pihak. Apabila terdapat kritik dan saran, penulis dengan senang hati
menerima, sebab penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam proses penyusunan
makalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Hasan Muarif, dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, cet VI,
1999.
Asy-Syari’ah, baitul mal pada masa rasulullah saw dan khulafaur al-rashidin, Volume 5, Nomor 2,
Juni 2019
Dahlan, Abdul Aziz dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, cet
V, 2001.
Firdaus Al-Hisyam, Kamus Lengkap 3 Bahasa Arab Indonesia Inggris, Surabaya: Gitamedia
Press, 2006.
Hitti, Philip K., History of The Arabs, Terjemahan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi, cet. II, 2010.
http://faridmaruf.wordpress.com/2007/01/12/baitul-mal-tinjauanhistoris-dan-konsep-
idealnya/
http://msi-uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=ekonomi&baca= artikel&id=75
http://mumbasitoh.4t.com/custom4_2.html
http://telagaalkautsar.multiply.com/contacts
Mawardi (al), Imam, Al-Ahkam Al-Sult}aniyyah terj. Fadli Bahri, Jakarta: Darul Falah,
2007.

Anda mungkin juga menyukai