RELEVANSI KONSEP BAITUL MAL DALAM EKONOMI ISLAM PADA MASA KINI
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ekonomika Islam
Dosen Pengampu : Bapak Drs. Atwal Arifin, M.Si
Di susun oleh :
Intan Veronica
B200180423
Kelas C
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Relevansi Konsep
Baitul Mal Dalam Ekonomi Islam Pada Masa Kini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Atwal Arifin, M.Si selaku dosen
mata kuliah Ekonomika Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Intan Veronica
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu menjabat sebagai kepala negara telah
memperkenalkan konsep baru dalam bidang keuangan negara pada abad ketujuh.
Seluruh harta kekayaan negara harus dikumpulkan dan dikeluarkan sesuai dengan
kebutuhan negara. Nama pusat pengumpulan harta negara tersebut disebut Baitul Maal
yang terletak di Masjid Nabawi.1 Keberadaan Baitul Maal telah ada dari masa
pemerintahan Nabi Muhammad SAW ketika kaum Muslimin memenangkan perang
Badar sehingga kaum Muslimin memperoleh harta rampasan perang (ghanimah).
Setelah itu, di antara para sahabat beselisih pemahaman mengenai cara pembagian
ghanimah, sehingga turunlah ayat QS. Al-Anfal: yang menjelaskan bahwa harta
rampasan perang merupakan milik Allah SWT dan Rasul Allah serta diperintahkan
untuk bertakwa kepada Allah dan memperbaiki hubungan sesama manusia, selanjutnya
perintah taat kepada Allah dan RasulNya jika termasuk orang yang beriman.
Baitul Maal pada masa Rasulullah SAW belum memiliki tempat untuk
menyimpan harta perolehan negara, karena pada saat itu belum begitu banyak perolehan
hartanya dan juga harta akan segera didistribusikan kepada rakyatnya. Adapun
perkembangan Baitul Maal setelah masa Rasulullah SAW kemudian secara bertahap
mulai dari Abu Bakar Ash Shiddiq dan diperluas pada masa Umar bin Khattab, Utsman
dan Ali bin Abi Thalib. Ummat Islam pada saat penaklukan wilayah mulai mempelajari
ilmu tata negara pemerintahan Persia, maka hal tersebut mulai diterapkan pada Baitul
Maal. Selama pemerintahan Khalifah Ali, sistem administrasi Baitul Maal di tingkat
pusat maupun lokal sudah berjalan baik. Hal ini terlihat dari adanya kerjasama antara
pusat dan daerah, sehingga perolehan harta Baitul Maal mengalami surplus dan
kelebihannya dibagikan secara proporsional.
Pelaksana kebijakan fiskal negara Islam pada saat itu dilakukan oleh Baitul
Maal. Perkembangan pengelolaan Baitul Maal kemudian dilanjutkan oleh Daulah
Islamiyah, dan diakhiri pada masa kekhilafahan Islam runtuh tahun 1924 M. Baitul
Maal pada masa Daulah Islamiyah merupakan lembaga atau institusi keuangan negara
sebagai tempat dan pengelolaan dana umat dari pengumpulan sumber pendapatan
hingga pengalokasian belanja negara sesuai dengan kaidah Islam. Adapun konteks
Baitul Maal saat ini di Indonesia merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang
memiliki fungsi sosial mengumpulkan titipan dana zakat, infaq, sedekah serta
mengoptimalkan pendistribusiannya sesuai dengan ketentuannya.
Hal ini akan menimbulkan perbedaan persepsi antara Baitul Maal pada masa
Daulah Islamiyah dan dalam perkembangan negara saat ini. Konsep keuangan publik
Islam salah satunya mengenai konsep Baitul Maal yang tidak hanya merupakan struktur
perbendaharaan tetapi juga praktis dari keseluruhan sistem fiskal negara. Hal ini dalam
gagasan Al-Ghazali bahwa negara berperan dalam mewujudkan keadilan, stabilitas dan
keamanan demi tercapainya Maqashid Syariah.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sesuai dengan
latar belakang diatas yakni sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Baitul Mal?
2. Apa saja tujuan dan fungsi dari Baitul Maal?
3. Bagaimana prinsip pengelolaan harta Baitul Mal?
4. Apa pengertian dari fai’, jizyah, dan kharaj?
C. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka makalah ini di dibuat dengan tujuan :
1. Mengetahui pengertian dari Baitul Mal.
2. Mengetahui tujuan dan fungsi dari Baitul Mal.
3. Mengetahui prinsip pengelolaan harta Baitul Mal.
4. Mengetahui pengertian dari fai’, jizyah, dan kharaj.
BAB II
PEMBAHASAN
Baitul Māl berasal dari bahasa arab bait yang artinya rumah, dan al-Māl yang berarti
harta. Jadi secara etimologis (ma’na lughawi) Baitul Māl berarti rumah untuk
mengumpulkan dan menyimpan harta. Secara terminologis (istilah), Baitul Māl adalah
sebuah departement tempat penampungan keuangan negara dan dari sanalah semua
kebutuhan keuangan negara akan di belanjakan.17 Jadi, Baitul Māl dengan makna seperti
ini mempunyai pengertian sebagai sebuah lembaga atau pihak yang Baitul Māl berasal dari
bahasa arab bait yang berarti rumah, Dan Al- Maal yang berarti harta. Jadi secara etimologis
(ma’na lughawi) Baitul Māl berarti rumah untuk mempunyai tugas khusus menangani
segala harta umat, baik negara baik pendapatan maupun pengeluaran.
Setiap harta baik, tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan
maupun harta benda lainya dimana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum
syara‟ dan tidak di tentukan individu pemiliknya, walaupun telah tertentu pihak yang berhak
menerimanya, maka secara hukum, harta-harta itu adalah hak Baitul Māl, yakni sudah
dianggap sebagai pemasukan bagi Baitul Māl. Secara hukum, harta-harta itu adalah milik
Baitul Māl, baik yang benar-benar masuk ke dalam tempat penyimpanan Baitul Māl
maupun yang belum.
Demikian pula setiap harta yang wajib dikeluarkan untuk orang-orang yang berhak
menerimanya atau untuk merealisasikan kemaslahatan kaum muslimin, atau untuk biaya
penyebarluasan dakwah adalah harta yang di catat sebagai pengeluaran Baitul Māl, baik
telah dikeluarkan secara nyata maupun yang masih berada dalam tempat penyimpanan
Baitul Māl.
Dengan demikian, Baitul Māl dengan makna seperti ini mempunyai pengertian sebagai
sebuah lembaga atau pihak yang menangani harta negara, baik pendapatan maupun
pengeluaran. Baitul Māl dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat untuk menyimpan
dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.
Fai’ adalah harta yang diperoleh dari musuh non muslim bukan melalui peperangan,
tetapi melalui perdamaian. Termasuk dalam fai’ adalah jizyah dan kharaj. Jizyah adalah
pajak perlindungan bagi orang kafir immi, yaitu yang berlindung di bawah pemerintahan
Islam dan memiliki ikatan perjanjian damai dengan Islam.
Adapun orang yang dikenakan jizyah adalah seorang laki-laki yang merdeka, baligh,
berakal, hidup dan mampu bekerja. Pembayaran jizyah ini sebanyak 12 sampai 48 dirham
setiap tahunnya, disesuaikan dengan pendapatan masing-masing.
Kharaj adalah pajak tanah yang dikenakan kepada seluruh penduduk yang memiliki
tanah, pada wilayah-wilayah yang sudah ditaklukkan oleh Islam sebesar 10%. Pada zaman
khalifah Umar bin Khattab, pajak ini disebut Kharaj al-Muqasamah yang mana
pengurusannya diurus oleh kerajaan-kerajaan. Sedangkan pada masa khalifah Utsman
disebut Kharaj bi al-iltizam, yang mana pengurusan pajaknya diurus oleh masing-masing
pemilik tanah.
Usyur adalah pajak perniagaan yang dikenakan kepada seluruh pedagang. Untuk
pedagan yang kafir harbi dikenakan 10%, bagi kafir immi 5% dan bagi muslim 2,5% apabila
sudah mencapai nisab sebesar 200 dirham. Ghanimah adalah harta rampasan dan fai’ yang
didapat dari atau tanpa peperangan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Baitul Maal berperan sebagai lembaga pengendali ekonomi negara. Namun dalam
perkembangannya di Indonesia justru tidak banyak mendapat perhatian dari pemerintah
dan masyarakat. Apa yang dimaksud dengan Baitul Maal, hanyalah dterjemahkan sebagai
koperasi-koperasi. Dan fungsi-fungsi Baitul Maal sebagaimana dikehendaki oleh Al Quran,
dianggap telah dapat dijalankan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
Padahal, Baitul Maal sangat diharapkan dapat menjadi solusi dalam pengaturan dan
penyelesaian masalah ekonomi umat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Gagasan konsep Baitul Mal yang ideal haruslah merujuk kepada ketentuan syariah,
seperti dalam hal sumber pendapatannya. Sumber pendapatan Baitul Maal diantaranya
adalah zakat, fai’, jizyah, kharaj, usyur, ghanimah, harta warisan orang yang tidak memiliki
ahli waris, barang tambang, harta shuf’ah, waqaf, harta yang ditinggal lari oleh pemiliknya,
dan harta orang murtad.