Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP TABUNGAN DAN INVESTASI DALAM EKONOMI


KONVENSIONAL

DOSEN PENGAMPU : ELYANTI ROSMANIDAR,SE,M.SI

DISUSUN OLEH:

HAMIDAH SUCI RAHMADANI (501210303)

VERA ASTUTI (501210291)

M.IBNU TOHARUDIN (501210315)

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbedaan Islam dengan materialisme adalah bahwa Islam tidak pernah


memisahkan ekonomi dengan etika, Islam juga tidak memisahkan agama dengan negara,
Islam juga berbeda dengan konsep kapitalisme yang memisahkan akhlak dengan
ekonomi.

Umat muslim, entah itu individu maupun kelompok dalam sektor ekonomi atau
bisnis, di satu sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun
di sisi lain ia terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam
menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya. Maka kita sebagai muslim
alangkah baiknya jika kita mengobarkan citra ekonomi Islam sebagai suatu cita-cita ilmu
ekonomi.

Kemudian di antara bidang yang terpenting dalam perekonomian itu adalah


tentang teori tabungan dan investasi baik itu dalam Islam maupun konvensional.
Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang teori tabungan dan investasi, maka ada baiknya
diberikan beberapa rumusan masalah yang perlu dikemukakan di bawah ini.

B. Rumusan Masalah

Mari kita perhatikan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa definisi teori tabungan dalam ekonomi konvensional?

2. Apa pengertian dari teori investasi dalam konvensional ?

3. Faktor apa yang mempengaruhi seseorang memilih berinvestasi dan menabung?


C. Tujuan

1. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi tabungan

2.Mengetahui Faktor Investasi dalam konsep ekonomi

3. Mengetahui hubungan tabungan dengan investasi


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEORI TABUNGAN

1. Teori Tabungan dalam Konvensional

Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang disimpan atau tidak dibelanjakan.
Tabungan disimbolkan dengan (S). Atau bisa juga disebutselisih langsung antara
pendapatan nasional dengan konsumsi agregat (S = Y – C).

Persamaan di atas telah menunjukkan bahwa, tabungan adalah sama dengan


pendapatan dikurangi konsumsi.Penghasilan yang diterima oleh suatu keluarga tidak
selalu habis dibelanjakan untuk membeli barang-barangkebutuhan. Orang kaya dengan
penghasilan yang tinggi akan menghabiskan seluruh penghasilannya untuk
konsumsi(kecuali kalau kekayaannya itu diboroskan untuk cara hidup yang serba
mewah). Akan tetapi orang-orang sederhanapun berusaha untuk menyisihkan sekadar
uang agar kemudian hari bisa membeli barang-barang yang agak mahal.Bagian
penghasilan yang tidak habis dibelanjakan untuk konsumsi disebut tabungan. Tabungan
masyarakat ikutberpengaruh terhadap arus uang beredar terhadap nvestasi, produksi, dan
permintaan, dan berperan dalam rangkastabilitas dan pembangunan ekonomi.

B. TEORI INVESTASI

1. Teori Investasi dalam konvensional

Secara singkat, investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan


bersih terhadap stok kapital yang ada (addition to exsisting capital stock). Istilah lain dari
investasi adalah akumulasi modal (capital accumulation) atau pembentukan modal
(capital formation). Dengan demikian di dalam makroekonomi pengertian investasi atau
akumulasi modal itu adalah berbeda atau tidak sama dengan modal (capital).[2]

Biasanya yang dimaksud dengan investasi adalah investasi bruto oleh perusahaan,
yaitu jumlah nilai pasar dari bangunan-bangunan dan peralatan-peralatan yang tahan lama
serta perubahan di dalam nilai persediaan perusahaan (inventory). Jadi investasi bruto
meliputi: pembangunan pabrik, pembelian mesin-mesin yang baru dan pembangunan
rumah baru serta tambahan persediaan perusahaan. Pembelian rumah oleh seseorang
pribadi tidak dimasukkan sebagai investasi melainkan konsumsi, sedangkan pembelian
rumah oleh perusahaan untuk karyawan-karyawannya, dapat dikatakan sebagai investasi.
Jadi, yang mengadakan investasi hanyalah bussiness firm (perusahaan), karena investasi
adalah menanam modal untuk menghasilkan kmbali. Di setiap perusahaan setiap kali
tentu saja ada barang-barang yang aus sehingga harus diperhitungkan penyusutannya.
Investasi kotor (bruto) dikurangi dengan penyusutan adalah investasi neto (bersih).[3]

Tidak seperti tabungan dan konsumsi, investasi merupakan sebuah bisnis yang
tidak dapat diprediksi dan beresiko, karena investasi tidak harus mengikuti pergerakan
yang sama dengan produksi nasional bruto (GNP), beda halnya dengan pengeluaran
konsumsi yang dapat mempengaruhi nilai produk nasional bruto (GNP). Investasi
merupakan aktivitas tersendiri dari sektor swasta dan sektor pemerintah.

Peristiwa di mana investasi tidak sejalan dengan laju pertumbuhan produk


nasional bruto ditemukan pada saat terjadinya resesi dalam siklus ekonomi juga dalam
perekonomian yang sedang mengalami inflasi. Jika nilai produk nasional bruto tetap
tinggi dan tingkat suku bunga juga tinggi keadaan ini juga dapat mengurangi investasi.

Dengan mengkombinasikan semua faktor di atas yang memengaruhi permintaan


investasi, kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi:

I=I (i,r, Q, T)

Dengan,
di mana, I = tingkat investas

i = tingkat suku bunga

r = tingkat pengembalian sebagai indikator dari keuntungan

Q= produk nasional bruto (GNP)

T= perubahan teknologi yang memengaruhi permintaan investasi

Keberadaan i menyebabkan ketidakpastian dalam semua variable, dalam fungsi di


atas r mempunyai sifat acak dalam keberadaan i karena ketidakpastian yang disebabkan
oleh harapan- harapan investor. Karenanya, Q tidak dapat mengikat selama masih
terdapat kelambatan pada harapan-harapan investor. Juga karena penginvestasian
kembali dari peningkatan Q tidak dapat direalisasikan, maka T mengalami kelambatan
dan efek beruntun antara ketidakpastian yang disebabkan oleh i dan iklim ekonomi
keseluruhan akan terbentuk.

Masuknya variable i ke dalam fungsi investasi didasarkan pada asumsi bahwa


pengusaha meminjam kredit dari bank untuk melakukan investasi. Itu sebabnya
pengusaha akan membandingkan apakah return r dari bisnisnya lebih tinggi dari tingkat
bunga i. Bila r>i , maka ia akan melakukan investasi. Sebaliknya bila r<i , ia tidak akan
melakukan investasi. Asumsi ini dapat dengan mudah kita ganti karena pada
kenyataannya ada sumber dana lain untuk melakukan investasi. Bahkan kalaupun dengan
sumber dana bank, saat ini ada perbankan syariah yang tidak menggunakan system
bunga.[4]

Investasi merupakan pengeluaran perusahaan untuk membeli barang-barang


modal perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Ada 3 bentuk pengeluaran investasi:


a. Investasi tetap bisnis (business fixed investment)

Yaitu pengeluaran investasi untuk pembelian berbagai jenis barang modal yaitu
mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan
perusahaan.

b. Investasi residensial (residential investment)

Yaitu pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor,


bangunan pabrik, dan bangunan lainnya.

c. Investasi persediaan (inventory investment)

Yaitu berupa pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan
mentah, dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan
pendapatan nasional.[5]

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seseorang Menabung dan Berinvestasi

1. Faktor yang mempengaruhi tabungan dalam konsep ekonomi konvensional

Dalam konsep ekonomi konvensional, terdapat beberapa faktor yang


menentukan seseorang memilih untuk menabung, diantaranya:

a. Kekayaan yang telah terkumpul

Sebagai akibat dari mendapat harta warisan atau tabungan yang banyak sebagai
akibat usaha di masa lalu, maka seseorang berhasil mempunyai kekayaan yang
mencukupi. Dalam keadaan seperti itu ia sudah tidak terdorong lagi untuk menabung
lebih banyak. Maka lebih besar bagian dari pendapatan yang digunakan untuk konsumsi
dimasa sekarang. Sebaliknya, untuk orang yang tidak memperoleh warisan atau kekayaan;
mereka akan lebih bertekad untuk menabung agar lebih memperoleh kekayaan yang lebih
banyak di masa yang akan datang atau untuk memenuhi kebutuhan masa depan
keluarganya seperti membeli rumah, membiayai pendidikan anak atau membuat
tabungan untuk persiapan di hari tua.

b. Suku bunga

Suku bunga dapatlah dipandang sebagai pendapatan yang diperoleh dari


melakukan tabungan. Rumah tangga akan membuat lebih banyak tabungan apabila suku
bunga tinggi karena lebih banyak pendapatan dr penabungan akan diperoleh. Pada suku
bunga yang rendah orang tidak begitu suka menabung karena mereka merasa lebih baik
melakukan pengeluaran konsumsi dari pada menabung.

c. Sikap berhemat

Berbagai masyarakat mempunyai sikap yang berbeda dalam menabung dan


berbelanja. Ada masyarakat yang tidak suka belanja berlebih-lebihan dan lebih
mementingkan tabungan. Tetapi ada pula masyarakat yang memiliki pola konsumsi yang
tinggi, hal ini menyebabkan tingkat tabungannya akan lebih rendah.

d. Keadaan perekonomian

Dalam perekonomian yang tumbuh dengan pesat dan tidak banyak


pengangguran, masyarakat berkecenderungan melakukan pengeluaran yang lebih aktif.
Mereka mempunyai kecenderungan berbelanja lebih banyak pada masa kini dan kurang
menabung. Tetapi dalam keadaan kegiatan perekonomian yang lambat dan pengangguran
menunjukkan tendensi meningkat, maka sikap masyarakat dalam mengunakan uang dan
pendapatannya menjadi makin berhati-hati.

e. Distribusi pendapatan

Dalam masyarakat yang distribusinya tidak merata, lebih banyak tabungan akan
dapat diperoleh. Dalam masyarakat demikian (i) sebagian besar pendapatan nasional
dinikmati oleh segolongan kecil penduduk yang sangat kaya, dan (ii) golongan
masyarakat ini mempunyai kecenderungan menabung yang tinggi. Maka mereka dapat
menciptakan tabungan yang banyak. Segolongan besar penduduk mempunyai pendapatn
yang hanya cukup membiayai konsumsinya dan tabungannya adalah kecil. Dalam
masyarakat yang distribusi pendapatannya lebih seimbang tingkat tabungannya relative
lebih sedikit karena mereka mempunyai kecondongan mengkonsumsi yang tinggi.

f. Tersedia tidaknya dana pensiun yang mencukupi

Program dana pensiun dijalankan di berbagai Negara, Ada Negara yang


memberikan pensiun yang cukup tinggi kepada golongan penduduknya yang telah tua.
Apabila pendapatan dari pensiun besar jumlahnya, para pekerja tidak terdorong untuk
melakukan tabungan yang banyak pada masa bekerja dan ini menaikkan tingkat
konsumsi. Sebaliknya, apabila pendapatan pensiun.[7]

2. Faktor Investasi dalam Konsep Ekonomi Konvensional

Dalam konsep ekonomi konvensional, terdapat beberapa faktor yang


menentukan seseorang memilih untuk melakukan investasi, diantaranya:

a. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh dan suku bunga

Walaupun seorang pengusaha memiliki tabungan yang cukup dan oleh karenanya
tidak perlu meminjam dari suatu lembaga keuangan untuk membiayai investasi yang
ingin dilaksanakan, hal itu belumlah merupakan syarat yang cukup bagi terciptanya
kegiatan investasi. Pengusaha tersebut memiliki dua pilihan dalam menggunakan
tabungannya, yaitu: (i) meminjamkan/membungakan uang tersebut, atau (ii)
menggunakannya untuk investasi. Dalam keadaan di mana persentasi pengembalian
modal yang akan diperolehnya lebih kecil dari suku bunga, maka lebih baik bagi
pengusaha itu untuk membungakan uangnya dan membatalkan maksudnya untuk
melakukan investasi.

b. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan


Ramalan yang menunjukkan bahwa keadaan perekonomian, termaksud situasi
politik dan keamanan, akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan, yaitu diramalkan
bahwa harga-harga akan tetap stabil dan pertumbuhan ekonomi maupun pertambahan
pendapatan masyarakat akan berkembang dengan cepat, merupakan keadaan yang akan
mendorong pertumbuhan investasi. Makin baik keadaan masa depan, makin besar
tingkat keuntungan yang akan diperoleh pengusaha. Oleh sebab itu mereka akan lebih
terdorong untuk melaksanakan investasi yang telah atau yang sedang dirumuskan.

c. Kemajuan teknologi

Pada umumnya makin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, makin


banyak pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan para pengusaha. Untuk melakukan
pembaruan-pembaruan, para pengusaha harus membeli barang-barang modal baru atau
bangunan untuk pabrik baru. Maka makin banyak pembaruan yang dilakukan, makin
tinggi tingkat investasi yang tercapai. Di lain pihak, pembaruan-pembaruan tersebut akan
meningkatkan produktivitas sehingga akan menaikkan jumlah pendapatan pekerja.
Apabila pendapatan terus menerus bertambah, permintaan atas berbagai jenis barang
akan terus menerus bertambah pula. Yang belakangan ini akan mendorong lebih banyak
investasi dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

d. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

Tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan


masyarakat, dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan
memperbesar permintaan terhadap barang dan jasa. Maka keuntungan perusahaan akan
bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. Dengan
perkataan lain, dalam jangka panjang, apabila pendapatan nasional bertambah tinggi,
maka invests akan bertambah tinggi pula.
e. Keuntungan yang diperoleh perusahaan

Dana Investasi diperoleh perusahaan dari meminjam atau dari tabungannya


sendiri. Tabungan perusahaan terutama diperoleh dari keuntungan, semakin besar
untungnya semakin besar pula keuntungan yang tetap disimpan perusahaan. Keuntungan
yang semakn besar ini memungkinkan perusahan memperluas usahanya dan
mengembangkan usaha baru. Langkah seperti iniakan menambah investasi dalam
perekonomian.[8]

D.Hubungan Tabungan Dengan Investasi

Investasi dan tabungan adalah dua hal yang terpisah, tapi pada kondisi yang lebih
makro, kedua hal itu menjadi kesatuan. Seorang yang berinvestasi sebenarnya dirinya
telah menjalankan kegiatan menabung.Untuk itu, tabungan tidak boleh terbatas pada
tabungan bank, tetapi harus lebih luas.Menabung itu investasi, dan secara tradisional
tabungan di perbankan itu investasi. Investasi jenis ini aman dan likuid atau mudah
dicairkan. Kelemahannya adalah tingkat bunga sangat rendah. Tabungan dengan saldo di
bawah Rp 15 juta, maka pendapatan bunganya akan lebih rendah dari biaya administrasi
dan pajak. Oleh karena itu, tabungan setiap bulan akan berkurang.Oleh karena itu,
tabungan semacam ini tidak cocok sebagai sarana investasi, tetapi hanya sebagai sarana
menabung.

Belum lagi jika Anda memperhatikan nilai tabungan yang sebenarnya, yaitu
dengan membandingkan nilai mata uang dengan kenaikan harga/tingkat inflasi, Anda
akan mendapatkan nilai tabungan aktual yang negatif.

Tapi jangan ragu, karena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara
maju seperti Jepang. Suku bunga (deposito) di Jepang dengan tenor waktu 1 bulan
sampai dengan 1 tahun berkisar 0,07%-0,2%, sedangkan laju inflasi berkisar 2,2%/tahun.
Dengan demikian nilai riil tabungan di Jepang berkisar minus 2% per tahun. Jika uang
tersebut dibiarkan sebagai dana tabungan, maka jumlah uang tersebut akan tergerus.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa yang dimaksud
dengan tabungan (Saving) yang disimbolkan dengan (S) ialah bagian dari pendapatan
yang disimpan atau tidak dibelanjakan.Sedangkan yang dimaksud investasi (investment)
yang disimbolkan dengan (I) ialah bagian dari pendapatan perusahaan yang ditanam
sebagai penambah modal.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menabung diantaranya


adalah: (a) Kekayaan yang telah terkumpul, (b) Suku bunga, (c) Sikap berhemat, (d)
Keadaan perekonomian, (e) Distribusi pendapatan, (f) Tersedia tidaknya dana pensiun
yang mencukupi. Sedangkan faktor menabung bagi umat Muslimberagam motif, antara
lain : (a) untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian masa depan, (b) untuk persiapan
pembelian suatu barang konsumsi dimasa depan, serta (c) untuk mengakumulasikan
kekayaannya.

B. Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat serta menambah pengetahuan dan wawasan kita semua Aamin.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim. (2007). Ekonomi Makro Islami. Jakarta: RajaGrafindo Persada,


Edisi Ketiga.

Muana Nanga. (2001). Makroekonomi: teori, masalah dan kebijakan. Jakarta:


RajaGrafindo Persada.

M. Suparmoko. (1996). Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE, Edisi Ketiga.

Nurul Huda, et al. (2009). Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana.

http://3.bp.blogspot.com/untitled.bmp.

Asnawi, S. K. (2015, April 7). Investasi dan Tabungan. Diambil kembali dari investor.id:
https://investor.id/archive/investasi-dan-tabungan
Sukimo, S. (2011). Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Anda mungkin juga menyukai