Anda di halaman 1dari 16

HOUR OF THE WOLF

(JAM SERIGALA)

Rakyat negeri Tujuh Kerajaan menjuluki Raja Aegon III Targaryen dengan beberapa julukan: Aegon Si
Malang, Aegon Si Sedih, dan (julukan yang paling sering digunakan) Si Pembantai Naga. Julukan
terakhir inilah yang yang paling diingat oleh rakyat. Semua julukan itu sesuai baginya. Grand Maester
Munkun, yang mengabdi kepadanya di masa-masa awal pemerintahannya, menjulukinya Sang Raja
Yang Patah Semangat. Sebuah julukan yang bahkan lebih pas lagi baginya. Dari semua Raja yang
pernah bertahta di Iron Throne, mungkin sejauh ini dialah yang Raja yang paling tertutup dan
misterius. Seorang Raja yang memerintah dari balik bayangan, sedikit bicara dan sedikit berbuat, dan
menjalani hidup yang penuh dengan kesedihan dan kemuraman.

Putra keempat dari Rhaenyra Targaryen, dan putra pertama Rhaenyra dengan pernikahannya yang
kedua dengan pamannya sendiri, Pangeran Daemon Targaryen, Aegon naik tahta Iron Throne di
tahun 131 AC dan memerintah selama 26 tahun sampai wafat akibat sakit di tahun 157 AC. Dia
menikah 2 kali dan mendapat 5 anak (2 lelaki dan 3 perempuan). Walaupun demikian, tampaknya
dia sama sekali tidak mendapat kebahagiaan baik dari pernikahannya maupun dari anak-anaknya.
Dalam kenyataannya, Aegon adalah pria penyendiri yang selalu bermuram durja. Dia tidak suka
berburu atau bermain burung rajawali. Dia naik kuda hanya kalau sedang bepergian. Dia tidak suka
minum anggur. Saking tidak tertariknya Aegon pada makanan, seringkali dia harus diingatkan untuk
makan. Walaupun Aegon mengizinkan diadakannya Kejuaraan antar Ksatria (Tourney), dia sendiri
tidak pernah hadir, baik sebagai peserta maupun penonton. Setelah dewasa, Aegon selalu
berpakaian sederhana. Paling sering berpakaian warna hitam. Dia juga sering mengenakan kain
berkabung di balik pakaian dari velvet dan satin yang ia kenakan sebagai Raja.

Namun, itu semua baru terjadi kelak, bertahun-tahun kemudian, setelah Aegon III beranjak dewasa
dan mengambil alih kendali atas Iron Throne ke dalam tangannya sendiri. Pada tahun 131 AC, saat
baru mulai memerintah, dia hanyalah seorang bocah berusia 10 tahun. Konon, untuk ukuran bocah
seusianya, dia termasuk tinggi dengan “ramput perak yang begitu pekat sampai-sampai nyaris
terlihat putih, dan mata ungu yang begitu pekat sampai-sampai nyaris terlihat hitam.” Menurut
Mushroom, bahkan saat masih kecil pun Aegon jarang tersenyum dan lebih jarang lagi tertawa.
Walaupun dia bisa bersikap anggun dan sopan saat hadir di istana bilamana diperlukan, ada nuansa
gelap di dalam dirinya yang tidak pernah hilang.

Situasi dan kondisi saat Sang Raja yang masih anak-anak ini memulai masa pemerintahannya ini
sama sekali jauh dari “sukacita dan penuh harapan”. Para bangsawan Riverlands yang telah
menghancurkan pasukan terakhir milik Raja Aegon II di Pertempuran Jalan Raya Kingsroad, kini
berbaris ke King’s Landing dalam posisi siaga tempur. Namun Lord Corlys Velaryon dan Pangeran
Aegonlah yang berkuda keluar untuk menyambut mereka sambil membawa Panji Perdamaian. “Raja
Telah Wafat, Hidup Sang Raja,” kata Lord Corlys sambil memasrahkan nasib kota King’s Landing ke
tangan pasukan yang baru tiba itu.

Dari dulu sampai sekarang, Para Bangsawan Riverlands adalah sekumpulan orang yang tidak akur
dan sering bertengkar satu sama lain. Kermit Tully, Lord penguasa Riverlands, resminya adalah
pimpinan mereka dan komandan pasukan mereka...namun, harus diingat juga bahwa Lord Tully baru
berusia 19 tahun, dan masih “sehijau rumput musim panas” kalau memakai istilah Orang Utara.
Adiknya, Oscar, yang telah membunuh 3 musuh di Pertempuran Lumpur Kacau, dan dilantik menjadi
Ksatria langsung di medan perang setelahnya, jauh lebih muda lagi, dan terkenal punya harga diri
tinggi dan gampang tersinggung, sebagaimana halnya kebanyakan putra kedua.

House Tully termasuk unik di antara kaum bangsawan besar di Westeros. Aegon Sang Penakluk telah
mengangkat mereka menjadi Lord Paramount of The Trident (Pimpinan Tertinggi Kawasan
Riverlands). Namun, dalam banyak hal, House Tully senantiasa dibayang-bayangi oleh banyak
keluarga bangsawan bawahan mereka sendiri. House Bracken, House Blackwood, House Vance,
semuanya memiliki wilayah yang lebih luas daripada House Tully sendiri, dan mereka bisa
menghimpun pasukan yang lebih banyak. Begitu juga House Frey dari The Twins, yang termasuk
keluarga bangsawan “baru”. House Mallister dari Seagard punya silsilah yang lebih terhormat. House
Mooton dari Maidenpool jauh lebih kaya. Dan Kastil Harrenhal, walaupun angker, terkutuk, dan
banyak bagiannya yang hancur dan tinggal puing, masih lebih kuat daripada Kastil Riverrrun dan
ukuran Harrenhal 10 kali lipatnya. Sejarah House Tully yang selama ini tanpa cela, menjadi ternoda
akibat sifat dari dua Lord Tully yang terakhir...namun kini Para Dewa telah menghadirkan generasi
baru House Tully ke depan. Sepasang pemuda dengan harga diri tinggi, bertekad untuk
membuktikan kemampuan mereka. Lord Kermit sebagai pemimpin, dan Ser Oscar sebagai petarung.

Selain kedua orang itu, ada satu orang lagi yang mendampingi mereka dari tepian Sungai Trident
sampai ke depan gerbang kota King’s Landing. Seorang pemuda yang bahkan jauh lebih muda lagi
usianya: Benjicot Blackwood, Lord penguasa Raventree. Bloody Ben, julukan yang diberikan oleh
anak buahnya kepadanya, baru berusia 13 tahun. Kebanyakan bocah bangsawan lain seusianya
masih magang sebagai Squire, mengurus kuda dari “guru” mereka, dan membersihkan karat di baju
besi mereka. Ben Blackwood terpaksa mewarisi gelar Lord jauh lebih awal, ketika ayahnya, Lord
Samwell Blackwood gugur terbunuh oleh Ser Amos Bracken di Pertempuran Burning Mill. Walaupun
masih muda, pemuda itu menolak untuk menyerahkan wewenang kepada orang-orang yang lebih
tua. Di Pertempuran Makanan Ikan, ia menjadi terkenal karena menangis saat melihat begitu
banyaknya korban tewas yang jatuh. Namun, setelah itu, dia tidak takut dan menghindari
pertempuran. Sebaliknya, dia cenderung menyerang duluan. Pasukannya membantu mendesak
Criston Cole untuk meninggalkan Harrenhal dengan membunuhi para prajurit yang ditugaskan untuk
berburu dan mencari makanan. Ben Blackwood juga memimpin barisan tengah dalam Pertempuran
Tumbleton Babak Kedua, dan dalam Pertempuran Lumpur Kacau dia memimpin serangan dari arah
samping dari dalam hutan, dan menghancurkan pasukan Lord Baratheon dan memenangkan
pertempuran bagi mereka. Saat berpakaian resmi untuk menghadiri acara di Istana, Lord Benjicott
terlihat masih sangat muda. Tubuhnya tinggi untuk ukuran bocah seumurnya, namun perawakannya
langsing. Wajahnya peka. Sikapnya pemalu dan cenderung merendah. Namun, saat berpakaian baju
besi, Bloody Ben berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda. Seorang pria yang sudah melihat
jauh lebih banyak peperangan daripada kebanyakan orang, padahal usianya baru 13 tahun.

Tentu saja ada banyak Lord bangsawan dan Ksatria terkenal di dalam pasukan yang disambut oleh
Lord Corlys Velaryon di depan Gerbang Gods pada tahun 131 AC itu. Mereka semua jauh lebih tua,
dan sebagian dari mereka lebih bijaksana daripada Bloody Ben Blackwood dan Tully Bersaudara.
Namun, entah bagaimana, ketiga pemuda itu muncul dari Pertempuran Lumpur Kacau sebagai
pemimpin pasukan itu, dan tidak ada yang meragukan mereka. Mengalami masa sehidup semati di
dalam pertempuran, mereka bertiga selalu bersama-sama dan tak terpisahkan, sampai-sampai orang
akhirnya menyebut mereka bertiga sebagai “Para Bocah.”

Di antara pendukung “Para Bocah” itu, ada 2 wanita luar biasa: Alysanne Blackwood, yang dijuluki
Black Aly, adik perempuan dari almarhum Lord Samwell Blackwood-dengan kata lain, dia adalah bibi
dari Bloody Ben, dan Sabitha Frey, Lady penguasa The Twins, janda dari almarhum Lord Forrest Frey
dan ibu dari ahli warisnya, seorang “wanita jahanam berlidah tajam dari House Vypren, yang lebih
suka berkuda daripada berdansa, lebih suka memakai baju besi daripada gaun sutra, dan suka
membunuhi pria dan menciumi wanita,” menurut Mushroom.

“Para Bocah” hanya mengenal Lord Corlys Velaryon dari reputasinya, namun reputasinya itu sangat
hebat. Tiba di King’s Landing dengan antisipasi bahwa mereka harus mengepung kota itu atau
merebutnya dengan kekerasan, mereka sangat senang (dan juga terkejut) mendapati kota itu
diserahkan kepada mereka seolah-olah di atas piring emas...dan juga mengetahui bahwa Raja Aegon
II sudah meninggal (walaupun Benjicot Blackwood dan bibinya menunjukkan raut wajah tidak setuju
saat mendengar cara kematian Raja, sebab racun dianggap sebagai senjata pengecut dan tidak
terhormat). Suara kegirangan terdengar di seluruh penjuru saat kabar kematian Raja tersebar. Satu
demi satu para bangsawan Riverlands dan para sekutu mereka maju dan bertekuk lutut di hadapan
Pangeran Aegon, mengakuinya sebagai Raja mereka.

Ketika para bangsawan Riverlands berbaris memasuki kota, rakyat bersorak-sorai dari atap atap dan
balkon. Gadis-gadis cantik beramai-ramai maju untuk menghujani para penyelamat mereka dengan
ciuman (seperti pemain sandiwara saja, kata Mushroom, yang berpendapat bahwa semuanya ini
direkayasa oleh Larys Strong). Pasukan Jubah Emas berbaris di sepanjang pinggir jalan, menurunkan
tombak mereka saat “Para Bocah” lewat. Di Istana Red Keep, “Para Bocah” itu menemukan jenasah
Raja telah dibaringkan di atas keranda di bawah Tahta Iron Throne. Ibusuri Alicent menangis di
sampingnya. Para pengikut Raja Aegon yang tersisa telah berkumpul di Aula, antara lain Lord Larys
Strong si Kaki Pengkor, Grand Maester Orwylle, Ser Perkin The Flea, Mushroom, Septon Eustace, Ser
Gyles Belgrave dan empat orang Ksatria Kingsguard, dan sekelompok bangsawan rendah dan Ksatria
yang mengabdi di Istana. Orwylle berbicara atas nama mereka semua, menyambut para bangsawan
Riverlands sebagai pahlawan penyelamat mereka.

Di sekitar kawasan Crownlands dan di sepanjang lautan Narrow Sea, para pengikut almarhum Raja
Aegon II yang masih tersisa akhirnya menyerah juga. Armada kapal dari Braavos mendaratkan Lord
Leowyn Corbray di kota Duskendale, bersama dengan separuh dari pasukan yang dikirim oleh Lady
Arryn dari The Vale. Separuh sisanya mendarat di kota Maidenpool di bawah pimpinan adiknya, Ser
Corwyn Corbray. Kedua kota itu menyambut kedatangan pasukan Arryn dengan jamuan makan dan
karangan bunga. Stokeworth dan Rosby takluk tanpa pertumpahan darah. Mereka menurunkan
Panji Naga Emas milik Aegon II dan menggantinya dengan Panji Naga Merah milik Aegon III. Pasukan
di Dragonstone ternyata lebih keras kepala. Mereka menutup gerbang rapat-rapat dan bersumpah
untuk terus melawan. Mereka bertahan selama 3 hari dan 2 malam. Di malam ketiga, para pengurus
kuda, juru masak dan pelayan meraih senjata dan bangkit melawan anak buah Raja Aegon II. Mereka
membantai banyak prajurit yang sedang tertidur, dan menyerahkan sisanya dalam keadaan dirantai
kepada Lord Alyn Velaryon.

Septon Eustace memberitahu kita bahwa sebuah “kegirangan yang tidak wajar” meliputi seluruh
kota King’s Landing. Menurut Mushroom, “separuh kota menjadi mabuk.” Jenasah Raja Aegon II
dibakar, dengan harapan semua penderitaan dan kebencian yang terjadi di masa pemerintahannya
bisa turut terbakar beserta dengan jenasahnya. Ribuan orang menaiki Bukit Aegon untuk
mendengarkan Pangeran Aegon mengumumkan bahwa kedamaian telah tiba. Sebuah upacara
penobatan yang meriah telah direncanakan bagi Sang Pangeran, disusul dengan pernikahannya
dengan Puteri Jaehaera. Banyak gagak dikirim dari Istana Red Keep, memanggil para pengikut setia
dari Raja Aegon II yang masih tersisa di Oldtown, The Reach, Casterly Rock dan Storm’s End untuk
datang ke King’s Landing dan bersumpah setia kepada Raja yang baru. Kalau datang, keselamatan
mereka akan dijamin, dan juga dijanjikan pengampunan. Para penguasa yang baru berbeda
pendapat mengenai nasib Ibusuri Alicent. Namun selain itu, semua masalah lain berhasil disepakati
bersama. Keakraban terjalin dengan baik di antara mereka...selama dua minggu.
“Fajar Palsu”, itulah nama yang digunakan oleh Grand Maester Munkun di dalam bukunya, “True
Telling”, untuk menyebut periode ini. Sebuah periode yang, harus diakui, membuat banyak orang
terlena. Namun periode ini sangat pendek. Begitu Lord Cregan Stark tiba di King’s Landing dengan
Pasukan Utaranya, semua pesta pora ini berakhir. Semua rencana indah yang telah disusun hancur
berantakan. Lord penguasa Winterfell ini berusia 23 tahun, hanya beberapa tahun lebih tua daripada
Lord penguasa Raventree maupun Riverrun. Namun, Stark adalah seorang pria dewasa, sementara
mereka hanyalah pemuda remaja tanggung, demikianlah orang-orang melihat perbandingan antara
mereka. Mushroom bilang, “Para Bocah” itu mengerut ketakutan bilamana Lord Stark hadir.
“Bilamana Sang Serigala Utara masuk ke dalam sebuah ruangan, Bloody Ben langsung sadar bahwa
dia hanyalah seorang pemuda remaja berusia 13 tahun, sementara Lord Tully dan adiknya langsung
berbicara dengan pura-pura tegas namun gugup dan wajah mereka langsung bersemu merah, sama
seperti warna rambut mereka.”

King’s Landing telah menyambut para bangsawan Riverlands dan pasukan mereka dengan jamuan
makan, karangan bunga, dan penghormatan. Namun, lain lagi halnya dengan pasukan dari Utara.
Pertama, jumlah mereka jauh lebih banyak: dua kali lipat pasukan yang dipimpin oleh “Para Bocah”.
Dan reputasi Pasukan Utara menyeramkan. Mereka memakai baju rantai besi dan jubah berbulu.
Wajah mereka tertutup brewok tebal. Mereka berkeliaran di jalan-jalan King’s Landing bagaikan
beruang berbaju besi, kata Mushroom. Kesan warga King’s Landing terhadap orang Utara selama ini
mereka dapatkan dari Ser Medrick Manderly dan adiknya, Ser Torrhen. Orang-orang yang sopan,
bicaranya santun, berpakaian rapi dan pantas, tertib dan disiplin, dan terutama sama-sama umat
penganut Agama Faith of The Seven. Orang-orang dari Winterfell bahkan tidak mau menghormati
Dewa Agama Faith of The Seven, tulis Septon Eustace dengan ngeri. Mereka memandang rendah
Dewa Tujuh, mengabaikan hari-hari raya, menghina kitab suci, tidak mau menghormati Septon
maupun Septa, dan mereka memuja pohon.

Dua tahun yang lalu, Cregan Stark telah berjanji kepada Pangeran Jacaerys Velaryon. Sekarang dia
datang untuk memenuhi janjinya itu, walaupun Jace dan ibunya, Ratu Rhaenyra, telah tiada. “Orang
Utara Selalu Ingat,” demikianlah pernyataan Lord Stark ketika Pangeran Aegon, Lord Corlys, dan
“Para Bocah” menyambut kedatangannya. “Anda datang terlambat, My Lord,” kata Corlys Velaryon
kepadanya, “perang sudah selesai. Raja Aegon II sudah mati.” Septon Eustace, yang menyaksikan
pertemuan itu, memberitahu kita bahwa Lord penguasa Winterfell “menatap kepada Lord tua Sang
Penguasa Lautan (Corlys Velaryon) dengan mata kelabu dan dingin bagaikan badai musim dingin, lalu
berkata, ‘siapa pembunuhnya? Dan atas perintah siapa?’ Sebab, sebagaimana yang kita akan sadari
dalam beberapa saat lagi, ternyata orang-orang biadab ini telah datang untuk berperang dan
menumpahkan darah.”

Septon Eustace tidak salah. Konon, Lord Cregan berkata bahwa walaupun perang ini dimulai oleh
pihak lain, dialah yang bertekad untuk menyelesaikannya. Dia bermaksud untuk terus bergerak ke
Selatan dan menghancurkan semua Kaum Hijau yang tersisa. Mereka yang telah menaruh Aegon II di
atas Iron Throne dan berjuang untuk membantunya mempertahankan tahta itu. Mula-mula Cregan
Stark akan menghancurkan Storm’s End, lalu menyeberang ke kawasan The Reach untuk merebut
Oldtown. Begitu House Hightower hancur, dia akan membawa pasukannya ke arah Utara, menyusuri
pinggiran laut Sunset Sea untuk mendatangi Casterly Rock.

“Rencana yang berani,” kata Grand Maester Orwyle dengan hati-hati saat ia mendengar rencana itu.
Mushroom lebih suka menyebut rencana itu, “gila,” namun ia menambahkan, “Aegon Sang Naga
pun disebut ‘gila’ saat ia menyatakan rencananya untuk menaklukkan Westeros.” Ketika Kermit Tully
menunjukkan bahwa Storm’s End, Oldtown, dan Casterly Rock sama kuatnya dengan Kastil
Winterfell milik Stark (kalau tidak mau dikatakan lebih kuat) dan tidak akan jatuh ke tangan lawan
dengan mudah (itupun kalau berhasil dijatuhkan). Ben Blackwood setuju dengannya dan
menambahkan, “separuh pasukan Anda akan mati, Lord Stark.” Sang Serigala bermata kelabu dari
Wintefell menjawab, “mereka sudah menganggap diri mereka mati pada saat mulai berbaris,
Bocah.”

Seperti pasukan Winter Wolves yang mendahului mereka, kebanyakan pasukan yang berangkat ke
Selatan bersama dengan Lord Cregan Stark tidak berharap untuk bisa kembali ke kampung halaman
mereka lagi. Salju sudah menumpuk di kawasan Utara, angin dingin bertiup kencang; di setiap
benteng, kastil, dan desa-desa kawasan Utara, baik bangsawan maupun rakyat jelata semua berdoa
ke Pohon Weirwood Berwajah agar musim dingin kali ini berlangsung singkat. Mereka yang
menanggung sedikit orang untuk diberi makan bisa bertahan dengan lebih baik di masa-masa sulit.
Jadi, sudah tradisi di Utara bagi orang-orang tua, anak-anak yang bukan putra sulung, mereka yang
belum menikah, mereka yang tidak punya anak, mereka yang tidak punya rumah, dan mereka yang
sudah tidak punya harapan lagi untuk meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka saat salju
mulai turun agar sanak saudara mereka bisa bertahan hidup sampai musim semi tiba. Kemenangan
di medan perang bukanlah tujuan utama bagi Pasukan Musim Dingin ini. Mereka berharap bisa
meraih kejayaan, petualangan, harta rampasan, dan yang terpenting bagi mereka, bisa gugur dengan
mulia.

Kembali Lord Corlys Velaryon dibebani dengan tanggung jawab untuk memohon perdamaian,
pengampunan, dan perbaikan hubungan. “Saling bunuh ini sudah berlangsung terlalu lama,” kata
orang tua itu. “Rhaenyra dan Aegon sama-sama sudah tiada. Biarlah pertengkaran mereka turut
mati bersama dengan mereka. Anda berbicara mengenai rencana untuk merebut Storm’s End,
Oldtown, dan Casterly Rock, My Lord. Namun para Lord yang berkuasa di sana semuanya gugur di
medan perang. Sekarang yang berkuasa di sana adalah bayi dan anak-anak. Mereka bukan lagi
ancaman bagi kita. Berikan mereka syarat-syarat yang lunak, maka mereka akan bertekuk lutut.”

Namun Lord Stark tidak mau mendengarkan saran semacam itu, sama seperti Raja Aegon II dan
Ibusuri Alicent. “Anak kecil kelak akan tumbuh besar menjadi pria dewasa,” jawabnya, “dan bayi
akan mewarisi dendam ibunya. Habisi musuh-musuh ini sekarang juga, atau kelak, jika kita masih
hidup 20 tahun dari sekarang, akan menyesal saat anak-anak itu menyandang pedang warisan ayah
mereka dan berusaha untuk membalas dendam.”

Lord Velaryon tidak mau menyerah. “Raja Aegon II mengatakan hal serupa, dan karena itu dia
meninggal. Kalau waktu itu dia mendengarkan nasehat kami dan menawarkan damai dan
pengampunan kepada musuh-musuhnya, mungkin dia masih bersama-sama dengan kita hari ini.”

“Itukah alasan kenapa Anda meracuninya, My Lord?” tanya Lord penguasa Winterfell. Walaupun
Cregan Stark tidak ada dendam pribadi dengan Corlys Velaryon, dia tahu bahwa Lord Corlys pernah
mengabdi kepada Ratu Rhaenyra sebagai Hand of Queen, dan dia pernah dipenjara oleh Rhaenyra
karena dicurigai hendak berkhianat, dan Corlys Velaryon dibebaskan oleh Aegon II dan diberi jabatan
di Dewan Penasehatnya...hanya agar bisa mendapat kesempatan untuk membunuh Raja dengan
racun. “Tidak heran Anda dijuluki ‘Si Ular Laut’,” Lord Stark terus berbicara, “Anda bisa saja melata
kesana-kemari, tapi taring Anda sungguh beracun. Aegon melanggar sumpah, membunuh saudara
sendiri, dan merebut tahta. Namun, dia tetap seorang Raja. Saat dia tidak mau mengikuti nasehatmu
yang pengecut itu, kausingkirkan dia dengan cara pengecut dan hina, yaitu racun...dan sekarang kau
harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu.”

Lalu anak buah Stark mendadak masuk ke dalam ruang Dewan, melucuti para prajurit yang berjaga
di depan, menyeret Lord Corlys Velaryon dari kursinya menuju ke penjara bawah tanah. Tidak lama
kemudian, yang lainnya juga menyusul. Larys Strong, Grand Maester Orwyle, Ser Perkin The Flea,
Septon Eustace, ditambah dengan 50 orang lain, baik bangsawan maupun orang biasa yang menurut
Stark tidak bisa dipercaya. “Aku sendiri tadinya sudah terpikir untuk bersembunyi di gentong terigu
lagi,” kata Mushroom, “namun, untungnya, ternyata aku tidak cukup penting di mata Sang Serigala.”

Bahkan “Para Bocah” pun tidak luput dari amarah Lord Cregan, walaupun mereka terhitung
sekutunya. “Memangnya kalian bayi, yang gampang dibuai dengan bunga, makan-makan, dan
perkataan lembut?” Stark mengomeli mereka. “Siapa bilang perang sudah selesai? Si Kaki Pengkor?
Si Ular? Apakah karena mereka berharap agar perangnya selesai sampai di sini saja? Atau karena
kalian meraih kemenangan kecil di tanah berlumpur itu? Perang baru selesai bila pihak yang kalah
telah bertekuk lutut, bukan sebelumnya. Apakah Oldtown sudah menyerah? Apakah Casterly Rock
sudah mengembalikan uang milik Kas Kerajaan? Kalian bilang, kalian berniat untuk menikahkan Sang
Pangeran dengan Putri Sang Raja, tapi Sang Putri masih berada di Storm’s End, di luar jangkauan
kalian. Selama gadis itu masih bebas dan belum menikah, apa halangannya bagi janda Lord
Baratheon untuk melantik gadis itu sebagai Ratu, penerus Raja Aegon II?”

Ketika Lord Tully protes dan mengatakan bahwa pasukan Stomlands telah kalah, dan mereka tidak
punya cukup kekuatan untuk menghimpun pasukan baru, Lord Cregan mengingatkan mereka bahwa
ada 3 orang utusan yang dikirim oleh Raja Aegon II untuk menyeberangi lautan “dan salah seorang
dari mereka bisa saja besok kembali kemari sambil membawa 1000 tentara bayaran.” Ratu Rhaenyra
mengira dirinya sudah menang ketika berhasil merebut King’s Landing, kata Lord Stark, dan Raja
Aegon II mengira bahwa perang sudah selesai ketika ia menjadikan kakaknya makanan Naga. Namun
pasukan pendukung Ratu masih tetap ada, walaupun Sang Ratu telah tiada, dan “justru Aegon
sendirilah yang sekarang sudah menjadi tulang dan abu.”

“Para Bocah” tidak bisa membantah lagi. Mereka akhirnya menyerah dan setuju untuk bergabung
dengan Lord Stark saat ia menyerbu Storm’s End. Menurut Munkun, anak-anak muda itu bersedia
untuk bergabung dengan sukarela, karena mereka yakin bahwa Lord Stark benar. “Mabuk
kemenangan, mereka ingin terus berperang,” tulis Munkun dalam bukunya, “True Telling”. “Mereka
ingin meraih lebih banyak kejayaan dan kemasyuran, yang mereka ingin dapatkan melalui
kemenangan dalam pertempuran.” Kalau Mushroom, dia lebih bersikap sinis, dan berpendapat
bahwa para bangsawan muda itu hanya merasa takut terhadap Cregan Stark.

Apapun alasannya, hasilnya sama saja. “Kota King’s Landing menjadi milik Lord Cregan Stark,
terserah dia mau diapakan,” kata Septon Eustace. “Pasukan Utara merebut kota ini tanpa
menghunus pedang maupun menarik busur panah. Baik pengikut Aegon II maupun Rhaenyra,
pengikut House Baratheon maupun House Velaryon, para bangsawan Riverlands maupun Ksatria
rendahan, bangsawan maupun rakyat jelata, para prajurit rendahan menghormati Cregan Stark
seolah-olah mereka memang dilahirkan untuk mengabdi kepadanya.”

Selama 6 hari kota King’s Landing gemetar di bawah ancaman pedang. Di kedai makan dan tempat
minum kawasan Flea Bottom, orang-orang memasang taruhan atas berapa lama Larys Strong, Corlys
Velaryon, Ser Perkin The Flea, dan Ibusuri Alicent bertahan sebelum kepala mereka dipenggal. Gosip
demi gosip menyebar ke seluruh penjuru kota. Ada yang bilang, Lord Stark berencana untuk
membawa Pangeran Aegon kembali ke Winterfell dan menikahkannya dengan salah seorang anak
perempuannya (tentu saja gosip ini ngawur, sebab waktu itu Cregan Stark belum punya anak
perempuan). Ada lagi yang bilang, Lord Stark berencana untuk membunuh Pangeran Aegon agar bisa
menikahi Puteri Jaehaera dan mengklaim Iron Throne bagi dirinya sendiri. Para Septon berkata
bahwa Pasukan Utara akan membakari bangunan Sept di kota dan memaksa warga King’s Landing
untuk kembali memuja Old Gods. Ada juga yang diam-diam berbisik bahwa Lord penguasa Winterfell
memiliki istri dari kaum Wildling, dan bahwa dia suka melempar musuh-musuhnya ke dalam lubang
yang diisi oleh banyak serigala, dan menyaksikan mereka dimakan hidup-hidup.

Susana gembira telah lenyap; sekali lagi, rasa takut melingkupi jalan-jalan kota. Seorang pria, yang
mengaku “titisan Sang Gembala”, bangkit dari kawasan kumuh dan menyerukan agar para orang
Utara yang “tidak beragama” itu dihancurkan. Walaupun penampilannya sama sekali tidak mirip
dengan Sang Gembala yang dulu (misalnya, tangannya ada dua), ratusan orang berkumpul untuk
mendengarkan khotbahnya. Sebuah rumah pelacuran di Jalan Sutra terbakar habis ketika salah
seorang anak buah Lord Tully dan anak buah Lord Stark bertengkar memperebutkan seorang
pelacur, memicu tawuran berdarah yang melibatkan rekan-rekan mereka. Bahkan kaum bangsawan
pun tidak aman kalau berkeliaran di kawasan rawan. Putra dari Lord Hornwood, bawahan Lord Stark,
menghilang bersama dengan dua temannya saat berjalan-jalan di kawasan Flea Bottom. Mereka
tidak pernah ditemukan kembali. Konon, menurut Mushroom, mereka sudah dijadikan Sop Coklat.

Tidak lama kemudian datanglah berita bahwa Leowyn Corbray telah meninggalkan Maidenpool dan
berangkat menuju King’s Landing. Dia didampingi oleh Lord Mooton, Lord Brune, dan Ser Rennifer
Crabb. Di saat yang bersamaan, Ser Corwyn Corbray berangkat dari Duskendale untuk bergabung
dengan kakaknya. Dia mengajak Clement Celtigar, putra dan calon pewaris Lord Bartimos, ditambah
dengan Lady Staunton, janda almarhum Lord penguasa Rook’s Rest. Dari Dragonstone, Alyn Velaryon
menuntut agar Lord Corlys dibebaskan (berita ini memang benar) dan mengancam untuk menyerbu
King’s Landing dengan armada kapalnya jika kakeknya disakiti (yang ini cuma separuh benar).
Menurut gosip lain yang beredar, pasukan Lannister dan Hightower sedang bergerak, Ser Marston
Waters telah mendarat di Westeros dengan membawa 10.000 tentara bayaran dari Lys dan Volantis
(gosip ini sepenuhnya salah). Lady Arryn telah berlayar dari Gulltown sambil membawa Lady Rhaena
Targaryen dan naga miliknya (kabar yang ini benar).

Saat pasukan berdatangan dan pedang diasah, siap untuk berperang, Lord Cregan Stark tinggal di
dalam Istana Red Keep dan melakukan penyelidikan atas pembunuhan Raja Aegon II, sambil tetap
menyusun rencana penyerangan terhadap para pendukung Aegon II yang tersisa. Sementara itu,
Pangeran Aegon Yunior tidak bisa kemana-mana dan terpaksa tetap tinggal di dalam Benteng
Maegor’s Holdfast. Ia hanya didampingi oleh satu orang: Gaemon Palehair. Ketika Sang Pangeran
menuntut penjelasan kenapa dia tidak bebas bepergian kemanapun, Stark menjawab bahwa itu
demi keamanan Sang Pangeran sendiri. “Kota ini adalah sarang ular,” kata Lord Cregan kepadanya.
“Ada para pembohong, pengkhianat dan peracun di Istana ini, yang bisa membunuhmu secepat
mereka membunuh pamanmu demi mengamankan kekuasaan mereka.” Ketika Pangeran Aegon
protes dan menyatakan bahwa Lord Corlys, Lord Larys dan Ser Perkin adalah teman, Lord Cregan
Stark menjawab bahwa teman palsu lebih berbahaya bagi Raja daripada musuh manapun. Ketiga
orang itu menyelamatkan Sang Pangeran hanya untuk memanfaatkannya, agar bisa memerintah
Westeros atas nama Sang Pangeran.

Kalau dilihat dari sudut pandang jaman sekarang, kita bisa mengatakan bahwa sebenarnya Perang
Saudara “Tarian Para Naga” telah selesai pada waktu itu. Namun, bagi mereka yang hidup pada
masa itu, di masa-masa gelap dan berbahaya sesudah Perang Saudara selesai, masa-masa gawat
belum berlalu. Septon Eustace dan Grand Maester Orwylle masuk penjara bawah tanah (Di sanalah
Orwylle mulai menuliskan pengakuannya, dan menjadi bahan utama bagi Munkun dalam menuliskan
bukunya, “True Telling”). Akibatnya, tinggal Mushroom yang menjadi sumber informasi bagi kita
selain catatan resmi Istana dan Titah Kerajaan. “Para Lord bangsawan itu nyaris saja memperpanjang
perang selama dua tahun lagi,” tulis Mushroom dalam bukunya, “Testimony”. “Namun, kaum
wanitalah yang menciptakan perdamaian. Lady Blackwood, Lady Arryn, para janda almarhum Lord
Lannister, Baratheon, dan Hightower, dan sepasang Lady kembar Targaryen, merekalah yang
mengakhiri pertumpahan darah ini. Bukan dengan pedang atau racun, melainkan dengan burung
gagak, kata-kata lembut, dan ciuman.”

Upaya perdamaian yang dirintis oleh Lord Corlys Velaryon tidak lama setelah Raja Aegon II wafat
akhirnya berbuah manis. Satu demi satu gagak yang ia kirim kembali sambil membawa jawaban atas
tawaran damai dari Lord Corlys Velaryon.

Jawaban pertama datang dari Casterly Rock. Saat gugur di medan perang, Lord Jason Lannister
meninggalkan 6 anak: 5 perempuan dan 1 lelaki. Anak lelaki itu bernama Loreon, seorang bocah
berusia 4 tahun. Kendali atas kawasan Westerlands jatuh ke tangan janda dari almarhum Lord Jason,
Lady Johanna dan ayahnya, Roland Westerling, Lord penguasa Crag. Karena armada kapal milik Lord
Dalton Greyjoy masih mengancam kawasan pantai Lannister, House Lannister lebih berfokus pada
upaya untuk mempertahankan Kayce dan merebut kembali Fair Isle daripada kembali berperang
untuk memperebutkan Iron Throne. Lady Johanna setuju dengan semua syarat yang diajukan oleh
Lord Corlys Velaryon. Ia berjanji untuk datang sendiri ke King’s Landing dan bersumpah setia kepada
Raja yang baru dalam upacara pelantikannya. Ia juga akan menyerahkan dua putrinya ke Istana Red
Keep sebagai dayang pendamping Ratu yang baru (sekaligus sebagai sandera untuk menjamin
kesetiaan Lady Johanna). Lady Johanna juga setuju untuk mengembalikan uang Kas Kerajaan yang
“dititipkan” oleh Ser Tyland Lannister ke Casterly Rock, asalkan Ser Tyland juga diberi pengampunan.
Sebagai gantinya, Lady Johanna hanya meminta kepada Tahta Iron Throne untuk “memerintahkan
Lord Greyjoy untuk mundur kembali ke Iron Islands, mengembalikan Fair Isle kepada Lord pemiliknya
yang sah, dan membebaskan semua wanita yang telah dia tawan, atau setidaknya membebaskan
para wanita yang berdarah bangsawan saja.”

Banyak para prajurit yang selamat dalam Pertempuran Jalan Raya Kingsroad telah kembali ke
Storm’s End. Lapar, lelah, terluka, mereka kembali sendiri-sendiri atau dalam kelompok kecil. Janda
dari almarhum Lord Borros Baratheon, Lady Elenda, hanya perlu melihat kondisi mereka untuk
menyadari bahwa para prajurit itu sudah kehilangan semangat untuk berperang. Dan Lady Elenda
pun tidak mau mempertaruhkan keselamatan putranya yang baru lahir, Olyver. Sebab anak itu
adalah satu-satunya harapan masa depan bagi House Baratheon. Konon, putri sulungnya, Lady
Cassandra, menangis saat menyadari bahwa ia batal menjadi Ratu. Lady Elenda juga setuju dengan
semua syarat-syarat perdamaian. Lady Elenda menulis dalam suratnya bahwa karena masih lemah
sehabis melahirkan, ia tidak bisa datang sendiri ke King’s Landing untuk menghadiri pelantikan Raja.
Sebagai gantinya, Lady Elenda akan mengutus ayahnya untuk mewakili dirinya dan juga 3 orang
putrinya akan diserahkan sebagai sandera. Mereka semua akan didampingi oleh Ser Willis Fell dan
Puteri Jaehaera Targaryen yang baru berusia 8 tahun, anak satu-satunya dari Raja Aegon II yang
masih hidup, sekaligus calon istri bagi Raja yang baru.

Jawaban terakhir datang dari Oldtown. Yang terkaya dari semua keluarga bangsawan pendukung
Aegon II, House Hightower termasuk yang paling berbahaya, sebab mereka sanggup menghimpun
pasukan baru dengan cepat dari kawasan Oldtown. Ditambah lagi dengan jumlah kapal yang mereka
miliki dan kapal milik sanak kerabat mereka, House Redwyne penguasa The Arbor, mereka sanggup
membangun armada yang kuat. Ditambah lagi, seperempat dari Kas Kerajaan masih dipegang oleh
House Hightower; uang itu bisa digunakan untuk menambah sekutu dan menyewa tentara bayaran.
Oldtown masih sanggup untuk berperang lagi, kalau mau; namun mereka tidak berminat untuk
melakukannya.

Saat Perang Saudara baru dimulai, Lord Ormund Hightower baru saja menikah untuk kedua kalinya.
Istri pertamanya meninggal saat melahirkan. Saat Lord Ormund tewas di Tumbleton, gelar dan
jabatannya diwariskan kepada putra sulungnya, Lyonel, seorang pemuda remaja berusia 15 tahun.
Putra keduanya, Martyn, magang sebagai Squire bagi Lord Redwyne di kawasan The Arbor. Putra
ketiganya magang di Highgarden sebagai pendamping Lord Tyrell dan pelayan bagi Ibu dari Lord
Tyrell. Ketiga anak itu adalah anak dari pernikahan pertama Lord Ormund. Ketika persyaratan yang
diajukan oleh Lord Corlys Velaryon kepada Lord Lyonel Hightower, konon Lord muda itu merampas
surat itu dari Maester yang memegangnya, merobek-robeknya, dan bersumpah akan menuliskan
balasan atas surat itu dengan darah dari Corlys Velaryon sendiri.

Namun, janda almarhum Lord Ormund Hightower punya pandangan lain. Lady Samantha, janda
almarhum Lord Ormund, adalah putri dari Lord Donald Tarly dan Lady Jeyne Rowan. Baik keluarga
ayahnya maupun ibunya memihak Rhaenyra dalam Perang Saudara. Ganas, penuh semangat, dan
cantik, wanita ini tidak berniat untuk melepas posisinya sebagai Lady penguasa Oldtown dan Lady
Hightower. Lord Lyonel hanya dua tahun lebih muda darinya, dan, menurut Mushroom, Lyonel
sudah jatuh cinta kepadanya sejak Lady Samantha pertama kali datang ke Oldtown untuk menikah
dengan ayahnya. Jika dulu Lady Sam berulang kali menolak rayuan anak muda itu, sekarang ia
menyerah dan membiarkan Lord Lyonel merayunya dan bahkan berjanji untuk menikahi pemuda
itu...namun hanya jika Lyonel bersedia berdamai, “sebab aku pasti akan mati dengan hati hancur jika
kehilangan suami untuk kedua kalinya.”

Dihadapkan dengan pilihan antara “seorang ayah yang sudah meninggal dan terkubur di dalam
tanah, atau seorang wanita yang masih hidup, hangat, dan di dalam pelukan, pemuda itu
menunjukkan kecerdasan yang tidak lazim bagi seorang pemuda bangsawan, dan ia memilih cinta
daripada kehormatan,” kata Mushroom. Lyonel Hightower akhirnya menyerah, dan menyetujui
semua syarat yang diajukan oleh Lord Corlys Velaryon, termasuk mengembalikan Kas Kerajaan
(sepupunya, Ser Myles Hightower, marah mendengar keputusan itu, sebab sebagian uang Kas
Kerajaan itu ternyata telah dicuri olehnya. Tapi kita tidak akan membahas hal itu di sini.) Sebuah
skandal besar pecah ketika Lord Lyonel mengumumkan niatnya untuk menikahi janda almarhum
ayahnya. High Septon melarang pernikahan itu karena dianggap pernikahan sedarah (incest). Namun
hal itu tidak menghalangi sepasang kekasih itu. Karena ditolak untuk menikah, Lord Hightower,
penguasa Oldtown, akhirnya didampingi oleh Lady Sam sebagai kekasihnya selama 13 tahun.
Mereka mendapat 6 orang anak. Akhirnya mereka bisa menikah ketika seorang High Septon baru
dilantik dan membatalkan fatwa dari High Septon sebelumnya.

(Ini tentu saja kisah versi Mushroom. Kalau versi Munkun, dalam bukunya “True Telling”, ada alasan
lain mengapa Lord Lyonel berubah pikiran. Harus diingat, walaupun sangat kaya dan berkuasa,
House Hightower adalah bawahan House Tyrell di Highgarden. Adik Lord Lyonel, Garmund
Hightower, mengabdi sebagai Page di House Tyrell. House Tyrell sejak awal tidak terlibat dalam
Perang Saudara. Dan kini, mereka melarang Lord Lyonel untuk menghimpun pasukan atau pergi
berperang tanpa izin mereka. Kalau Lord Lyonel membangkang, adiknya yang akan menanggung
akibatnya dengan nyawanya...sebab, setiap anak bangsawan yang sedang magang di keluarga
bangsawan lain juga berfungsi sebagai sandera. Setidaknya, itu menurut Grand Maester Munkun.)

Mari kita tinggalkan House Hightower saat ini, dan kembali ke King’s Landing. Lord Cregan Stark
menghadapi kenyataan bahwa semua rencana perangnya digagalkan oleh Tiga Janda : Lannister,
Baratheon, dan Hightower. “Selain itu, ada juga suara-suara lain, suara-suara yang mengalun lembut
di seantero Istana Red Keep,” kata Mushroom. Lady Arryn telah tiba dari Gulltown sambil mengajak
Lady Rhaena Targaryen, yang membawa seekor Naga di bahunya. Warga King’s Landing, yang belum
lama ini membantai semua Naga di kota itu, kini bersorak sorai saat melihat naga yang baru ini.
Dalam semalam, Lady Rhaena dan saudara kembarnya, Lady Baela, menjadi gadis kesayangan seisi
kota. Berbeda dengan Pangeran Aegon, Lord Stark tidak bisa menahan mereka agar tetap tinggal di
dalam Istana. Dan Lord Stark pun segera menyadari bahwa kedua gadis itu tidak bisa dikendalikan
olehnya. Ketika mereka menuntut agar diizinkan bertemu dengan “adik kesayangan mereka,” Lady
Arryn mendukung mereka, dan Lord Cregan Stark pun menyerah (“walaupun sambil menggerutu,”
kata Mushroom).

(Sayangnya, pertemuan antara kedua gadis kembar itu dengan adik mereka berjalan tidak seindah
yang direncanakan. Pangeran Aegon langsung pucat pasi saat melihat Naga “Morning” milik Lady
Rhaena, dan memerintahkan para prajurit Utara yang mengawalnya untuk “menyingkirkan makhluk
mengerikan itu dari hadapanku.”)

Periode “Fajar Palsu” telah berlalu, dan kini Periode “Jam Serigala” (itulah nama yang diberikan oleh
Grand Maester Munkun atas peristiwa ini) sudah hampir berakhir. Situasi lapangan dan King’s
Landing mulai terlepas dari kendali Cregan Stark. Ketika Lord Leowyn Corbray dan adiknya tiba di
King’s Landing, mereka bergabung dengan Dewan Penasehat yang mengendalikan pemerintahan.
Mereka menggabungkan suara dengan Lady Arryn dan “Para Bocah”, sehingga Sang Serigala
Winterfell seringkali merasa kewalahan menghadapi mereka semua. Walaupun di sana-sini masih
ada beberapa orang yang bersikeras untuk mengibarkan Panji Naga Emas milik Raja Aegon II, namun
jumlah mereka tidak seberapa. Kecuali Lord Stark, hampir semua orang sepakat: Perang Saudara
sudah selesai. Sudah waktunya untuk berdamai dan membenahi kondisi negeri.

Namun, ada satu hal yang Lord Cregan tetap bersikeras: para pembunuh Raja Aegon II tidak boleh
bebas dari hukuman. Walaupun Aegon II Raja yang tidak layak, pembunuhan terhadap dirinya adalah
Pengkhianatan Tingkat Tinggi. Mereka yang bertanggungjawab atas pembunuhan ini harus
menanggung akibatnya. Saking kerasnya Lord Stark bersikap, sampai akhirnya yang lain menyerah
dan mengikuti kemauannya. “Biarlah yang satu ini dosanya kautanggung sendiri, Stark,” kata Kermit
Tully, “aku tidak mau ambil bagian dalam yang satu ini. Tapi aku tidak mau ada yang berkata bahwa
Riverrun menghalangi penegakan hukum.”

Seorang Lord bangsawan tidak berhak membunuh sesama Lord bangsawan. Jadi, mula-mula,
Pangeran Aegon harus mengangkat Lord Stark menjadi Hand of The King, dengan wewenang penuh
untuk bertindak atas nama Raja. Dan ini pun terjadi. Lord Cregan melakukan semuanya sendiri,
sementara yang lain hanya menyaksikan dari pinggiran. Cregan Stark tidak duduk di Iron Throne,
melainkan di atas bangku kayu di bawah Iron Throne. Satu demi satu orang-orang yang dicurigai
terlibat dalam peracunan Raja Aegon II dibawa ke hadapannya.

Septon Eustace adalah orang pertama yang dibawa menghadap, dan juga menjadi orang pertama
yang dilepaskan; tidak ada bukti yang memberatkan dirinya. Grand Maester Orwylle tidak
seberuntung itu, karena ia telah mengaku di bawah siksaan bahwa ia telah memberikan racun
kepada Larys Strong. “My Lord, aku tidak tahu untuk apa racun itu,” protes Orwylle. “Tapi kau juga
tidak bertanya,” jawab Lord Stark. “Kau tidak mau tahu.” Grand Maester Orwyylle divonis terlibat
dan dijatuhi hukuman mati.

Ser Gyles Belgrave juga dihukum mati; walaupun bukan dia sendiri yang menaruh racun di anggur
milik Raja, dia membiarkan peracunan itu terjadi, entah karena lalai atau sengaja menutup mata.
“Seorang Ksatria Kingsguard tidak layak untuk tetap hidup, setelah Rajanya mati akibat tindak
kekerasan,” kata Stark. Tiga orang Ksatria Kingsguard juga turut hadir saat Raja Aegon mati bersama
dengan Ser Gyles, dan mereka juga dihukum mati, walaupun keterlibatan mereka dalam peristiwa ini
tidak bisa dibuktikan. (Tiga orang Ksatria Kingsguard lainnya, yang sedang tidak berada di kota saat
peristiwa ini terjadi, dinilai tidak bersalah.)

Ada 22 orang lain yang juga dianggap terlibat di dalam pembunuhan Raja Aegon II. Antara lain
pembawa tandu Raja, juru berita Raja, penjaga gudang anggur Kerajaan, dan pelayan yang bertugas
untuk selalu mengisi botol anggur Raja. Mereka semua divonis mati. Begitu juga orang-orang yang
membunuh juru cicip Raja, Ummet (Mushroom sendiri yang bersaksi menentang mereka), dan juga
mereka yang bertanggungjawab atas kematian Tom Tangetongue dan ayahnya. Kebanyakan dari
orang-orang ini adalah ksatria rendahan, tentara bayaran, prajurit tanpa pasukan, dan preman
jalanan yang dilantik menjadi Ksatria oleh Ser Perkin saat kekacauan tempo hari. Setiap dari mereka
bersikeras bahwa mereka bertindak atas suruhan Ser Perkin.

Tidak diragukan lagi, Ser Perkin The Flea jelas bersalah. “Sekali membelot, selamanya tak bisa
dipercaya,” kata Lord Cregan. “Kau memberontak terhadap Ratumu yang sah, dan turut
membuatnya terpaksa meninggalkan kota ini sehingga akhirnya tewas terbunuh. Kauangkat Squire-
mu sendiri untuk menggantikan kedudukannya, lalu kaukhianati dan tinggalkan dia untuk
menyelamatkan dirimu sendiri yang hina itu. Negeri ini akan jadi lebih baik jika orang sepertimu
tidak ada.” Ketika Ser Perkin protes dan menyatakan bahwa dia telah diampuni atas semua
kejahatan itu, Lord Stark menjawab, “bukan olehku.”

Para prajurit yang menangkap Ibusuri Alicent di tangga adalah anak buah House Velaryon,
sementara mereka yang membebaskan Lady Baela Targaryen dari tahanan adalah anak buah Larys
Strong. Para prajurit yang menangkap Ibusuri Alicent telah membunuhi pengawalnya, jadi mereka
pun dihukum mati. Namun, Lady Baela sendiri memohon dengan sangat agar para penolongnya
tidak mengalami nasib serupa, walaupun mereka juga telah membunuhi prajurit Raja yang berjaga di
depan pintu kamarnya. “Orang bilang, bahkan air mata Naga pun tidak bisa melumerkan hati beku
milik Cregan Stark, dan mereka benar,” kata Mushroom, “namun, ketika Lady Baela mencabut
pedang dan menyatakan bahwa dia akan memotong tangan siapapun yang bermaksud untuk
menyakiti orang-orang yang telah menyelamatkannya, Sang Serigala Winterfell tersenyum, dan
akhirnya memutuskan bahwa jika Lady Baela begitu menyukai ‘anjing-anjing penjaga’nya, Lord
Cregan akan mengizinkan Lady Baela untuk tetap ‘memelihara’ mereka.”

Orang terakhir yang menghadapi Penghakiman Sang Serigala (itulah nama yang diberikan oleh
Munkun terhadap peristiwa ini dalam bukunya, “True Telling”) adalah kedua bangsawan besar yang
menjadi otak dari persekongkolan ini: Larys Strong, si Kaki Pengkor, Lord Penguasa Harrenhal; dan
Corlys Velaryon, Sang Ular Laut, Penguasa Driftmark dan Lord Penguasa Lautan.

Lord Velaryon tidak berupaya untuk menyangkal perbuatannya. “Yang kulakukan adalah demi
kebaikan seluruh negeri,” katanya. “Kalau aku menghadapi situasi serupa, aku akan tetap melakukan
hal yang sama. Kegilaan ini harus diakhiri.” Lord Strong sendiri tidak seterus-terang itu. Grand
Maester Orwyle bersaksi bahwa dia memberikan racun kepada Larys Strong, dan Ser Perkin The Flea
bersumpah bahwa dia bertindak sepenuhnya atas perintah Larys Strong. Namun Lord Larys tidak
mengiyakan maupun membantah semua tuduhan itu. Ketika Lord Stark bertanya apakah ada yang
ingin Larys Strong sampaikan untuk membela diri, Larys Strong hanya berkata, “sejak kapan Serigala
bisa dibujuk dengan kata-kata?” Maka, Lord Cregan Stark, Hand bagi Raja yang Belum Dilantik,
menyatakan bahwa Lord Velaryon dan Strong bersalah atas pembunuhan terhadap Raja dan
pengkhianatan tingkat tinggi, dan menyatakan bahwa mereka harus menebus kejahatan mereka
dengan nyawa.

Larys Strong sejak dulu punya agenda sendiri, menyimpan rahasia bagi dirinya sendiri, dan berulang
kali beralih pihak. Begitu vonis dijatuhkan, tidak ada sahabat yang mau angkat suara membelanya.
Namun, justru sebaliknya dengan Corlys Velaryon. Dia punya banyak sahabat dan pengagum. Bahkan
orang-orang yang tadinya berperang melawan dirinya saat Perang Saudara kini berbicara
membelanya...sebagian karena menyukai Lord Corlys, sebagian lagi karena khawatir terhadap apa
yang dilakukan oleh Alyn Velaryon jika kakek(atau ayah?)nya dihukum mati. Ketika Lord Stark tidak
bergeming, sebagian dari mereka mencoba memohon kepada calon Raja, Pangeran Aegon sendiri.
Terutama kedua kakak tirinya, Baela dan Rhaena. Mereka mengingatkan Sang Pangeran bahwa dia
mungkin saja akan kehilangan telinga dan lebih buruk lagi kalau saja Lord Corlys tidak bertindak
waktu itu. “Perkataan hanyalah angin lalu,” kata Mushroom dalam bukunya “The Testimony of
Mushroom”, “namun, angin yang kuat bisa merobohkan pohon oak yang besar, dan bisikan dari
gadis cantik bisa mengubah nasib sebuah Kerajaan.” Bukan saja Aegon setuju untuk mengampuni
nyawa Corlys Velaryon, ia bahkan memulihkan jabatan dan kehormatannya, termasuk
mengangkatnya kembali ke dalam Dewan Penasehat Raja.

Namun, Pangeran Aegon baru berusia 10 tahun, dan dia belum resmi dilantik menjadi Raja. Karena
belum dilantik, titah Aegon tidak punya kekuatan di mata hukum. Bahkan setelah ia dilantik menjadi
Raja, Aegon masih harus menyerahkan urusan pemerintahan kepada Dewan Wali sampai ia
mencapai usia 16 tahun. Maka, Lord Stark tidak wajib mematuhi perintah Sang Pangeran, dan ia bisa
saja bersikeras agar Corlys Velaryon tetap dihukum mati. Namun Lord Stark memutuskan untuk tidak
menghukum mati Corlys. Sebuah keputusan yang masih membuat bingung para sarjana sejarah
sampai sekarang. Septon Eustace berpendapat bahwa “Dewi Mother menggerakkan hatinya untuk
berbelas kasihan malam itu,” walaupun Lord Cregan bukan penganut Agama Faith of The Seven.
Eustace juga berpendapat bahwa mungkin Cregan Stark tidak mau memancing kemarahan Alyn
Velaryon karena mereka takut akan kehebatannya di laut. Namun, teori ini tidak cocok dengan apa
yang selama ini kita ketahui tentang sifat Cregan Stark. Dia tidak takut dengan perang baru;
malahan, kadang-kadang kesannya justru dia mencari alasan untuk berperang.

Mushroom-lah yang menyediakan penjelasan paling masuk akal mengenai kenapa Sang Serigala
Winterfell ini mau bersikap murah hati. Bukan Sang Pangeran yang membuatnya berubah pikiran,
kata Mushroom. Bukan juga potensi ancaman dari armada Velaryon. Bukan juga permohonan dari
sepasang Putri Kembar Targaryen. Melainkan akibat sebuah kesepakatan yang dicapai dengan Lady
Alysanne Blackwood.

“Wanita ini tinggi dan langsing,” kata Mushroom, “sekurus cambuk, dan dadanya rata seperti lelaki,
namun kakinya jenjang dan lengannya kuat, dan rambutnya hitam lebat dan tergerai sampai
melewati pinggang saat tidak diikat.” Seorang pemburu, penjinak kuda liar, dan jago panah tanpa
tanding, Black Aly nyaris tidak punya kelembutan seorang wanita. Banyak orang mengira bahwa Lady
Aly setipe dengan Lady Sabitha Frey, sebab mereka sering bersama-sama, dan pernah menginap
dalam kemah yang sama saat di medan perang. Namun, di King’s Landing, saat mendampingi
keponakannya Benjicot dalam acara Istana dan Sidang Dewan Penasehat, dia berjumpa dengan
Cregan Stark dan diam-diam menyukai pria Utara yang tegas itu.

Dan Lord Cregan, yang sudah 3 tahun menduda, juga merasakan hal yang sama. Walaupun di mata
kebanyakan pria Lady Aly tidak termasuk kategori wanita cantik, sikapnya yang pemberani, keras
kepala, dan lidahnya yang tajam memikat hati Sang Lord penguasa Winterfell. Tidak lama kemudian,
Cregan Stark sering mencari Lady Aly di aula dan lapangan Istana. “Aroma tubuhnya adalah asap
kayu, bukannya bunga,” kata Stark kepada Lord Cerwyn, yang konon adalah sahabat terdekatnya.

Jadi, ketika Lady Alysanne datang untuk memohon kepada Lord Stark agar membiarkan Titah
Pangeran tetap berlaku, Cregan Stark bersedia mendengarkan permohonannya itu. “Untuk apa
kulakukan itu?” Lord Stark sengaja bertanya kepada Lady Aly saat ia mengajukan permohonannya.

“Demi negeri ini,” jawabnya.

“Demi negeri ini, lebih baik para pengkhianat itu mati,” kata Cregan Stark.
“Demi kehormatan Sang Pangeran,” kata Lady Aly.

“Sang Pangeran masih anak-anak. Seharusnya dia tidak ikut campur dengan masalah ini. Si
Velaryonlah yang menodai kehormatan Sang Pangeran, sebab gara-gara dia, orang-orang akan
berkata bahwa Sang Pangeran berhasil menaiki Tahta akibat pembunuhan.”

“Demi perdamaian,” kata Lady Aly, “demi orang-orang yang bakal mati jika Alyn Velaryon membalas
dendam.”

“Ada cara yang lebih buruk untuk mati. Musim Dingin telah tiba, My Lady.”

“Kalau begitu, demi diriku,” kata Black Aly. “Kabulkanlah permohonanku yang satu ini, dan aku
takkan pernah meminta apapun lagi darimu. Lakukanlah hal ini, maka aku akan menyadari betapa
bijak, kuat, baik hati, sekaligus garangnya dirimu. Kabulkanlah ini, maka aku akan memberikan
kepadamu apapun yang kauminta dariku.”

Menurut Mushroom, Lord Cregan mengerutkan dahi mendengar perkataan itu. “Bagaimana kalau
kuminta keperawananmu, My Lady?”

“Aku tidak bisa memberikan apa yang tidak kumiliki, My Lord,” jawabnya. “Aku kehilangan
keperawananku saat berkuda di usia 13 tahun.”

“Ada yang bilang, kau menyia-nyiakan sesuatu yang berharga, sesuatu yang seharusnya kauberikan
kepada suamimu kelak, tapi kau hilangkan di atas seekor kuda.”

“Yang bilang begitu orang bodoh,” jawab Black Aly, “dan kuda itu kuda yang bagus, lebih baik
daripada kebanyakan suami yang kulihat.”

Jawabannya menyenangkan hati Lord Cregan. Dia tertawa terbahak-bahak lalu berkata, “akan
kuingat itu baik-baik, My Lady. Baiklah, kukabulkan permohonanmu.”

“Dan sebagai balasannya...?” tanya Lady Aly.

“Yang kuminta hanyalah dirimu seutuhnya, untuk menjadi milikku selamanya,” kata Lord Cregan
Stark dengan tenang. “Aku ingin meraih tanganmu dan menikahimu.”

“Tanganku ditukar dengan kepala Lord Corlys,” kata Black Aly sambil nyengir...sebab, menurut
Mushroom, sejak awal memang itu yang dia inginkan. “Sepakat.” Dan demikianlah kesepakatan itu
dicapai.

Di pagi harinya, saat pelaksanaan hukuman mati, langit kelabu dan basah. Para terdakwa yang
dihukum mati dibawa dari penjara bawah tanah dalam keadaan dirantai ke lapangan luar Istana Red
Keep. Di sana mereka semua dipaksa berlutut sementara Pangeran Aegon dan para pengikutnya
memandangi mereka.

Saat Septon Eustace memimpin para terdakwa itu berdoa, memohon kepada Dewi Mother untuk
berbelas kasihan kepada jiwa mereka, hujan mulai turun. “Hujan turun begitu lebat, dan Eustace
berdoa begitu lama, sampai-sampai kami mulai khawatir kalau-kalau para terdakwa keburu mati
tenggelam sebelum kepala mereka keburu dipenggal,” kata Mushroom. Akhirnya doa selesai. Lord
Cregan Stark menghunus Pedang Ice, Pedang Baja Valyria yang menjadi pusaka kebanggaan House
Stark. Sebab tradisi Utara menetapkan bahwa orang yang menjatuhkan vonis harus juga menjadi
algojo yang melaksanakan hukumannya langsung. Darah mereka yang dihukum mati menjadi
tanggungjawabnya sendiri.
Baik bangsawan maupun algojo biasa, sangat jarang orang harus menghukum mati begitu banyak
orang sekaligus seperti yang dihadapi oleh Cregan Stark di pagi berhujan itu. Namun, pelaksanaan
hukuman mati itu batal dalam sekejap. Para terdakwa telah menarik undian untuk menentukan
siapa yang akan mati duluan, dan yang terpilih adalah Ser Perkin The Flea. Saat Lord Cregan bertanya
kepada manusia licik itu apakah dia punya pesan terakhir, Ser Perkin berkata bahwa ia ingin
bergabung ke Night’s Watch. Seorang bangsawan Selatan bisa saja memilih antara mengabulkan
permintaan itu atau tidak, namun Keluarga Stark berasal dari Utara, di mana kebutuhan Night’s
Watch sangat mereka hargai.

Ketika Lord Cregan menyuruh anak buahnya membantu Ser Perkin untuk bangkit berdiri dan
mengabulkan keinginannya, para terdakwa lain melihat peluang untuk menyelamatkan diri, dan
ramai-ramai mengajukan permohonan serupa. “Mereka mulai berteriak-teriak bersamaan,” kata
Mushroom, “bagaikan sekelompok pemabuk bersama-sama menyanyikan sebuah lagu yang liriknya
mereka ingat sebagian.” Ksatria rendahan, prajurit, pembawa tandu, pelayan, juru berita, penjaga
gudang anggur, ketiga Ksatria Kingsguard, semuanya mendadak jadi ingin membela The Wall mati-
matian. Bahkan Grand Maester Orwylle pun ikut-ikutan. Dia juga diampuni, karena Night’s Watch
membutuhkan juga seorang Maester selain para calon prajurit.

Hanya 2 orang yang mati di hari itu. Salah satunya adalah Ser Gyles Belgrave, Sang Ksatria
Kingsguard. Berbeda dengan rekan-rekannya sesama Kingsguard yang lain, Ser Gyles menolak untuk
masuk Night’s Watch. “Anda tidak salah, Lord Stark,” katanya saat gilirannya tiba. “Seorang Ksatria
Kingsguard tidak pantas untuk tetap hidup saat Raja yang seharusnya dia lindungi malah meninggal
duluan.” Lord Cregan memenggal kepalanya dengan satu bacokan Pedang Ice.

Yang berikutnya mati (sekaligus yang terakhir) adalah Lord Larys Strong. Ketika ditanya apakah ia
ingin masuk Night’s Watch, ia menjawab, “tidak, My Lord. Kalau boleh, aku lebih memilih masuk ke
Neraka, sebab di sana lebih hangat...namun aku punya satu permohonan terakhir. Setelah aku mati,
tolong potong kedua kaki pengkorku dengan pedang besarmu itu. Seumur hidupku aku membawa
kedua kaki pengkor ini, setidaknya, setelah mati, biarlah aku terbebas dari kedua kaki ini.”
Permohonan ini dikabulkan oleh Lord Stark.

Maka, dengan ini, habislah sudah keturunan terakhir House Strong, sebuah keluarga bangsawan
kuno dan terhormat. Jenasah Lord Larys diserahkan kepada perkumpulan Silent Sisters untuk diurus;
bertahun-tahun kemudian, tulang-tulangnya akhirnya dikuburkan di Harrenhal...kecuali sepasang
kaki pengkornya. Lord Stark menetapkan bahwa kaki itu harus dikuburkan terpisah di kuburan orang
miskin. Namun, sebelum hal itu dilaksanakan, kaki itu menghilang. Mushroom bilang, kaki itu dicuri
dan dijual ke seorang penyihir untuk digunakan dalam merapal mantera. (Konon, hal serupa juga
menimpa kaki Pangeran Joffrey Velaryon, yang dipotong saat ia terjatuh di Flea Bottom. Jadi ada
kemungkinan pelakunya orang yang sama. Kecuali kalau kita percaya bahwa tulang kaki memiliki
kekuatan gaib.)

Kepala Lord Larys Strong dan Ser Gyles Belgrave dipancang di atas gerbang Istana Red Keep. Para
terdakwa lain dikembalikan ke penjara, menunggu sampai persiapan untuk mengirim mereka ke The
Wall selesai diatur. Akhirnya sejarah pemerintahan Raja Aegon II yang penuh kesengsaraan ditutup
sampai di sini.

Masa pengabdian Cregan Stark sebagai Hand bagi Raja yang Belum Dilantik berakhir keesokan
harinya, saat ia mengembalikan lencana lambang wewenangnya kepada Pangeran Aegon.
Sebenarnya, tidak sulit bagi Lord Cregan untuk tetap tinggal di King’s Landing, atau bahkan
mengangkat diri sebagai Wali sampai Aegon beranjak dewasa. Namun ia tidak tertarik dengan
wilayah Selatan. “Salju sudah turun di Utara,” katanya, “dan tempatku yang seharusnya adalah di
Winterfell.”

000

Cregan Stark mengundurkan diri sebagai Hand of King dan mengumumkan rencananya untuk
kembali ke Winterfell. Namun, sebelum bisa meninggalkan wilayah Selatan, dia menghadapi sebuah
masalah yang merepotkan.

Lord Stark berbaris ke Selatan dengan membawa pasukan besar, yang sebagian besar terdiri dari
orang-orang yang tidak dibutuhkan dan diinginkan di Utara. Kalau kembali, mereka hanya akan
membawa kesulitan, bahkan kematian, bagi sanak kerabat yang mereka telah tinggalkan. Menurut
legenda (dan juga Mushroom), Lady Alysannelah yang menyarankan jalan keluarnya. Lady Aly
mengingatkan Lord Stark bahwa kawasan Riverlands kini dipenuhi dengan para janda; para wanita
dan anak-anak yang suaminya pergi berperang namun gugur di medan laga. Musim dingin telah tiba.
Pria-pria bertenaga kuat dan bersedia bekerja keras sangat disambut di banyak rumah tangga.

Akhirnya, lebih dari 1000 prajurit Utara ikut dengan Black Aly dan keponakannya Lord Benjicot saat
mereka kembali ke Riverlands setelah pernikahan Raja Aegon III. “Serigala bagi setiap janda,” sindir
Mushroom, “serigala itu akan menghangatkan ranjang saat musim dingin, namun akan menggigit
saat musim semi tiba.” Namun, ratusan pernikahan terjadi di “Pasar Janda” yang diadakan di Kastil
Raventree, Riverrun, Stoney Sept, The Twins, dan Fairmarket. Mereka yang tidak mau menikah
memilih untuk mengabdi kepada para bangsawan, baik tinggi maupun rendah, sebagai pengawal
dan prajurit. Sayangnya, ada sebagian kecil yang menjadi bandit dan berakhir dengan tragis. Namun,
sebagian besar perjodohan yang diatur oleh Lady Alysanne berjalan dengan sukses. Para pria Utara
yang menetap di Riverlands ini bukan saja memperkuat para bangsawan Riverlands yang menerima
mereka, terutama House Tully dan House Blackwood, namun mereka juga menghidupkan kembali
dan menyebarkan ajaran agama Old Gods di kawasan Selatan.

Sebagian prajurit Utara lain memilih untuk memulai hidup baru dan mencari nafkah ke seberang
lautan. Beberapa hari setelah Lord Stark mengundurkan diri sebagai Hand of King, Ser Marston
Waters kembali sendirian dari Lys, tempat ke mana dia dikirim untuk menyewa tentara bayaran.
Dengan senang hati dia menerima pengampunan atas segala kejahatannya selama ini, dan
melaporkan bahwa Triarki telah bubar. Menjelang perang, ketiga negeri yang tadinya bersatu dalam
Triarki kini berlomba-lomba menyewa tentara bayaran secepat dan sebanyak mungkin. Mereka
menawarkan upah tinggi, dan Ser Marston Waters tak sanggup mengimbangi tawaran mereka. Para
pengikut Lord Cregan melihat hal ini sebagai peluang. Buat apa kembali ke tanah yang dilanda
musim dingin untuk menderita kelaparan dan kedinginan, sementara ada peluang emas di seberang
lautan sana? Bukan satu, melainkan dua pasukan tentara bayaran yang dibentuk sebagai akibat dari
informasi ini. Pasukan The Wolf Pack, dipimpin oleh Hallis Hornwood (Mad Hal) dan Timotty Snow
(Bastard of Flint’s Fingers), berisikan sepenuhnya Orang Utara. Sementara pasukan Strombreakers,
dipimpin oleh Ser Oscar Tully, terdiri atas orang-orang dari berbagai penjuru Westeros.

Demikianlah nasib para Prajurit Utara yang dibawa oleh Lord Cregan Stark setelah periode “Jam
Serigala” berakhir.
(TAMAT)

Anda mungkin juga menyukai