Anda di halaman 1dari 14

AEGON II TARGARYEN

(Masa Pemerintahan Yang Singkat dan Menyedihkan)

“Masa bersembunyi telah berakhir,” sabda Raja Aegon II di Dragonstone, setelah Sunfyre menyantap
habis kakaknya, Rhaenyra. “Kirim gagak, umumkan ke seluruh negeri bahwa orang yang mengaku-
aku sebagai penguasa yang sah itu sudah mati, dan Raja sejati kini akan kembali untuk mengklaim
tahta ayahnya.”

Namun, bahkan Raja Sejati pun akan menemukan bahwa ada hal-hal yang lebih mudah diucapkan
daripada dilaksanakan. Perlu waktu satu setengah bulan sebelum Aegon II akhirnya berangkat dari
Pulau Dragonstone.

Yang terbentang di antara Aegon II dan King’s Landing adalah Pulau Driftmark, Lautan Blackwater
Bay, dan serangkaian kapal perang milik House Velaryon yang berkeliaran di sana. Karena Lord Corlys
Velaryon sedang menjadi “tamu” dari “raja” Trystane Truefyre di King’s Landing dan Ser Addam
gugur di Tumbleton, komando atas armada laut Velaryon sekarang berada di tangan adik dari
Addam, Alyn. Putra kedua dari Marilda “si Tikus”, putri pemilik galangan kapal. Seorang pemuda
berusia 15 tahun. Namun, apakah dia kawan atau lawan? Kakaknya gugur saat berjuang membela
Ratu Rhaenyra, namun Ratu Rhaenyra juga yang memenjarakan Lord Corlys Velaryon. Selain itu,
Ratu Rhaenyra juga sudah meninggal. Gagak dikirim ke Driftmark, menawarkan amnesti bagi House
Velaryon atas semua kesalahan mereka di masa lalu, jika Alyn mau datang ke Dragonstone dan
bersumpah setia...namun, sebelum ada jawaban dari Alyn, terlalu berbahaya bagi Aegon II untuk
menyeberangi lautan dengan kapal dan menanggung risiko tertangkap.

Selain itu, Raja juga tadinya tidak berniat untuk berlayar dengan kapal ke King’s Landing. Setelah
kakak tirinya, Rhaenyra, tewas, Raja masih berharap bahwa Naga Sunfyre bisa pulih dan terbang
kembali. Namun, sebaliknya, Naga itu justru semakin melemah. Luka di lehernya mulai
mengeluarkan bau. Bahkan asap yang keluar dari mulutnya pun berbau. Menjelang kematiannya,
Sunfyre sudah tidak mau makan.

Pada tanggal 9 bulan 12 tahun 130 AC, Sunfyre, Naga keemasan yang menjadi kebanggaan Raja
Aegon II mati di lapangan luar Kastil Dragonstone, tempat di mana dia dulu jatuh ke bumi. Raja
meratap sedih, dan memerintahkan agar sepupunya, Lady Baela, dibawa keluar dari penjara bawah
tanah dan dihukum mati. Namun, saat kepala Lady Baela sudah ditaruh di blok pemancungan, Raja
berubah pikiran. Maester yang melayani Raja mengingatkannya bahwa ibu Lady Baela berdarah
Velaryon, putri dari Lord Corlys sendiri. Gagak kembali dikirim ke Driftmark, kali ini dengan sebuah
ancaman: kalau Alyn tidak mau datang sendiri dan berlutut dihadapan Rajanya yang sah dalam dua
minggu, sepupunya, Lady Baela, akan kehilangan kepalanya.

Sementara itu, di Pantai Barat Blackwater Bay, kekacauan di King’s Landing, yang lebih terkenal
dengan sebutan “Bulan Tiga Raja”, mendadak berakhir ketika sebuah pasukan muncul di balik
tembok kota King’s Landing. Selama lebih dari setengah tahun kota King’s Landing hidup dalam
ketakutan, mengantisipasi datangnya pasukan Lord Ormund Hightower. Namun, ketika serangan ke
King’s Landing tiba, datangnya bukan dari Oldtown lewat Bitterbridge dan Tumbleton. Melainkan
dari Storm’s End lewat jalan raya Kingsroad. Lord Borros Baratheon, begitu mendengar kabar
kematian Ratu Rhaenyra, meninggalkan istrinya yang sedang hamil muda dan keempat putrinya
untuk menyerbu ke arah Utara melalui hutan Kingswood sambil membawa 600 orang Ksatria dan
4000 orang prajurit.
Ketika barisan depan pasukan Baratheon terlihat di seberang perairan Blackwater, Sang Gembala
memerintahkan para pengikutnya untuk menyerbu ke sungai dan mencegah Lord Borros
menyeberang. Namun, kini hanya ratusan orang yang masih mau mendengarkan si gembel ini, yang
tadinya punya puluhan ribu pengikut. Dan hanya sedikit yang mematuhi perintahnya. Di atas Bukit
Aegon, si Squire yang kini menyebut dirinya “raja” Trystane Truefyre, berdiri di atas tembok
pertahanan Istana dengan didampingi oleh Larys Strong dan Ser Perkin, melihat ke arah pasukan
Stormlands yang jumlahnya semakin lama semakin membesar. “Kita tidak punya kekuatan untuk
melawan pasukan sebesar itu, yang mulia,” kata Larys Strong kepada pemuda itu. “Namun, mungkin
kata-kata bisa berhasil melakukan apa yang gagal dilakukan oleh pedang. Utuslah aku untuk
berunding dengan mereka.” Maka Larys si Kaki Pengkor berangkat menyeberangi sungai sambil
membawa bendera gencatan senjata, didampingi oleh Grand Maester Orwyle dan Ibusuri Alicent.

Lord Borros Baratheon menerima mereka dalam sebuah tenda yang didirikan di tepi hutan
Kingswood, sementara pasukannya sedang menebangi pohon untuk dijadikan rakit guna
menyeberangi sungai. Di sanalah Ibusuri Alicent mendapat kabar baik: cucunya, Jaehaera Targaryen,
satu-satunya anak dari Aegon dan Helaena yang masih hidup, berhasil tiba di Storm’s End dengan
selamat di bawah pengawalan Ser Willis Fell, Ksatria Kingsguard. Ibusuri Alicent mengeluarkan air
mata bahagia.

Yang berikutnya terjadi adalah negosiasi untuk membelot dan menjalin ikatan perjodohan, sampai
akhirnya sebuah kesepakatan dicapai antara Lord Borros Baratheon, Lord Larrys Strong, dan Ibusuri
Alicent. Grand Maester Orwylle menjadi saksi atas kesepakatan itu. Larys Strong berjanji bahwa Ser
Perkin dan para ksatria asal-asalan pengikutnya akan bergabung dengan pasukan Stormlands untuk
mengembalikan Raja Aegon II ke Tahta Iron Throne, dengan syarat bahwa mereka semua, kecuali si
“raja” palsu, Trystane, akan diampuni atas semua kejahatan mereka, termasuk pengkhianatan,
pemberontakan, perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan. Ibusuri Alicent sepakat bahwa
putranya, Raja Aegon II, akan menjadikan Lady Cassandra, putri sulung Lord Borros, sebagai
Permaisurinya. Lady Floris, putri Lord Borros yang lain, akan dijodohkan dengan Larys Strong.

Masalah yang ditimbulkan oleh Armada Velaryon dibahas panjang lebar. “Kita harus mengajak Lord
Corlys bergabung dengan kita,” kata Lord Baratheon. “Mungkin orang tua itu mau menikah lagi
dengan istri yang masih muda. Aku masih punya dua anak perempuan yang belum dijodohkan.”

“Dia seorang pengkhianat rangkap tiga,” kata Ibusuri Alicent. “Rhaenyra takkan bisa merebut King’s
Landing kalau bukan gara-gara dia. Putraku, Sang Raja, takkan melupakan hal itu. Aku mau dia mati.”

“Bagaimanapun, dia sudah tua, tidak lama lagi pun akan mati,” jawab Lord Larys Strong. “Mari kita
berdamai dengan dia saat ini, dan manfaatkan dia sebisa kita. Begitu semua orang sudah aman dan
mapan, kalau kita sudah tidak memerlukan lagi House Velaryon, kita bisa sewaktu-waktu
‘membantu’ Dewa Kematian untuk mencabut nyawanya.”

Begitulah kesepakatan hina dan memalukan itu tercapai. Para utusan itu kembali ke King’s Landing,
disusul oleh pasukan Stormlands. Mereka menyeberangi Sungai Blackwater tanpa halangan. Lord
Borros menemukan bahwa tembok dan gerbang kota tidak dijaga. Jalan-jalan dan lapangan kosong,
hanya ada mayat-mayat. Saat menaiki Bukit Aegon dengan pembawa panji dan para Ksatria
pengawal pribadinya, Lord Borros melihat panji compang-camping milik “raja” Trystane diturunkan
dari pintu gerbang, digantikan oleh panji naga emas milik Raja Aegon II. Ibusuri Alicent sendiri
muncul dari dalam Istana Red Keep untuk menyambutnya, didampingi oleh Ser Perkin the Flea.
“Mana orang yang mengaku-aku raja itu?” tanya Lord Borros sambil turun dari kudanya di lapangan
luar Istana. “Ditangkap dan dirantai,” jawab Ser Perkin.
Sebagai orang yang sudah kenyang pengalaman perang akibat sering bentrok dengan Dorne di
perbatasan, ditambah dengan kemenangannya baru-baru ini melawan “Raja Burung Nasar” yang
baru, Lord Borros Baratheon tidak membuang waktu untuk segera memulihkan keamanan dan
ketertiban di King’s Landing. Setelah pesta perayaan sederhana di Istana Red Keep semalam,
keesokan harinya Lord Borros sudah berangkat ke Bukit Visenya untuk menghadapi si “raja pelacur”,
Gaemon Palehair. Para Ksatria berbaju besi berbaris menaiki bukit itu dari tiga jurusan. Mereka
menghabisi para preman jalanan, tentara bayaran dan para pemabuk yang berkumpul di sekeliling
“raja” kecil itu, dan membuat mereka kocar-kacir. Si “raja” cilik, yang baru saja merayakan ulang
tahunnya yang ke-5 dua hari sebelumnya, diangkut ke Istana Red Keep di atas punggung kuda, dalam
keadaan dirantai dan sambil menangis. Ibunya berjalan di belakangnya sambil berpegangan tangan
dengan si wanita Dorne, Sylvenna Sand, disusul oleh sederetan panjang pelacur, penyihir, pencopet,
pencuri dan pemabuk, apa yang tersisa dari penghuni “istana” Gaemon Palehair.

Giliran Sang Gembala tiba malam berikutnya. Setelah melihat nasib yang menimpa para pelacur dan
“raja” cilik mereka, Sang Gembala memanggil “pasukan kaki telanjang” miliknya untuk berkumpul di
sekeliling Kandang Naga Dragonpit dan mempertahankan Bukit Rhaenys dengan “pedang dan
darah”. Namun bintang keberuntungan Sang Gembala telah jatuh. Kurang dari 300 orang datang
menjawab panggilannya, dan kebanyakan dari mereka langsung kabur begitu serangan dimulai. Lord
Borros memimpin pasukan Ksatrianya menyerbu dari arah Barat, sementara Ser Perkin dan pasukan
ksatria asal-asalannya mendaki dari arah Selatan, dari kawasan Flea Bottom. Setelah menerobos
barisan pertahanan yang tipis dari pihak lawan, mereka tiba di Kandang Naga Dragonpit. Mereka
menemukan Sang Gembala di tengah-tengah sekumpulan kepala Naga yang dipancang di tiang (dan
sudah membusuk). Ia dikelilingi oleh serangkaian obor, dan masih berkhotbah mengenai hari kiamat
dan kehancuran. Ketika Sang Gembala melihat Lord Borros di atas kudanya, ia menunjuk dengan
tangannya yang buntung dan mengutuk Lord Borros. “Kita akan berjumpa kembali di neraka
sebelum akhir tahun ini,” katanya. Sama seperti Gaemon Palehair, Sang Gembala juga ditangkap
hidup-hidup dan diangkut kembali ke Istana Red Keep dalam keadaan dirantai.

Maka kedamaian pun kembali ke King’s Landing, atau setidaknya, kurang-lebih begitu. Atas nama
putranya, “Raja Sejati, Aegon II”, Ibusuri Alicent mengumumkan diberlakukannya jam malam.
Dilarang berkeliaran di jalanan kota setelah gelap. Pasukan City Watch dibentuk kembali di bawah
komando Ser Perkin The Flea untuk berjaga-jaga saat jam malam tiba. Sementara itu, Lord Borros
dan pasukannya menjaga pintu gerbang dan tembok kota. Setelah dibawa dari ketiga bukit tempat
mereka “bertahta”, ketiga “raja” palsu itu kini mendekam di penjara bawah tanah, menunggu
kembalinya Raja sejati. Namun, kembalinya Raja Aegon II kini tergantung pada House Velaryon di
Driftmark. Di balik Istana Red Keep, Ibusuri Alicent dan Lord Larys Strong telah menawarkan kepada
Corlys Velaryon untuk dibebaskan, diberi pengampunan penuh atas segala pengkhianatannya, dan
posisi di Dewan Penasehat Raja, jika Corlys bersedia bertekuk lutut kepada Aegon II, mengakuinya
sebagai Raja yang sah, dan membuat pasukan dan armada laut Driftmark memihak kepada Raja.
Namun, orang tua itu ternyata tak bergeming. “Lututku sudah tua, kaku, dan sulit untuk ditekuk,”
jawab Lord Corlys Velaryon sebelum ia gantian mengajukan syarat baginya sendiri. Corlys ingin agar
pengampunan bukan hanya bagi dirinya, melainkan bagi semua yang berperang membela Ratu
Rhaenyra. Corlys juga menuntut agar Aegon Yunior dinikahkan dengan Jaehaera, dan mereka
berdua sama-sama menjadi calon pewaris Raja Aegon II. “Negeri ini sudah terpecah belah,” katanya,
“kita harus menyatukannya kembali.” Corlys tidak tertarik kepada putri dari Lord Borros Baratheon,
namun ia ingin agar Lady Baela segera dibebaskan.

Menurut Grand Maester Munkun, Ibusuri Alicent murka terhadap tuntutan Lord Velaryon yang
dinilainya sangat “sombong”, terutama permintaannya agar Aegon Yunior dijadikan calon pewaris
Aegon Senior. Ibusuri Alicent telah kehilangan dua anak lelaki dan satu-satunya anak perempuan
dalam Perang Saudara ini, dan tidak sanggup membayangkan kalau masih ada anak lelaki dari
musuhnya, Rhaenyra, yang ternyata selamat. Dengan marah Ibusuri Alicent mengingatkan Lord
Corlys kalau Ibusuri Alicent sudah dua kali mengusulkan perdamaian kepada Rhaenyra, namun
ditolak dengan hina. Akhirnya Lord Larys Stronglah yang mendinginkan suasana. Lord Larys
menenangkan Ibusuri Alicent, mengingatkannya mengenai kesepakatan mereka di tenda Lord Borros
tempo hari, dan membujuknya untuk menyetujui usulan Lord Corlys Velaryon.

Keesokan harinya, Lord Corlys Velaryon bertekuk lutut di hadapan Ibusuri Alicent yang duduk di
bagian bawah tahta Iron Throne, mewakili putranya. Di sanalah Lord Corlys bersumpah untuk
menyatakan kesetiaan diri dan keluarganya kepada Raja. Di hadapan Para Dewa dan Manusia,
Ibusuri Alicent memberikan kepada Lord Corlys dan seluruh keluarga dan pengikutnya pengampunan
resmi Kerajaan. Ibusuri juga mengembalikan jabatan Lord Corlys di Dewan Penasehat Raja sebagai
Laksamana Kerajaan dan Master of Ships. Gagak dikirim baik ke Driftmark maupun ke Dragonstone
untuk memberitahukan mengenai kesepakatan itu...tepat sesaat sebelum Alyn Velaryon tengah
menghimpun kapal untuk menyerang Pulau Dragonstone, dan Raja Aegon II kembali bersiap-siap
untuk memenggal sepupunya, Lady Baela.

Menjelang akhir tahun 130 AC, Raja Aegon II akhirnya kembali ke King’s Landing, didampingi oleh Ser
Marston Waters, Ser Alfred Broome, Tom Tanglebeard , Tom Tangetongue, dan Lady Baela
Targaryen (yang tetap dirantai, sebab dikhawatirkan dia akan menyerang Raja kalau dilepas). Dengan
dikawal oleh 12 kapal perang Velaryon, Raja dan rombongannya menaiki sebuah kapal dagang tua
bernama “Mouse”, yang dimiliki dan dikapteni oleh Marida langsung. Kalau teori Mushroom bisa
dipercaya, pilihan kapal yang akan dinaiki oleh Raja Aegon II bukan kebetulan, melainkan disengaja.
“Lord Alyn bisa saja mengirim Raja pulang di atas kapal ‘Lord Aethan’s Glory’ atau kapal ‘Morning
Tide’, atau bahkan kapal ‘Spicetown Girl’. Namun Lord Alyn ingin agar Raja memasuki kota di atas
sebuah ‘Tikus’, “kata Mushroom. “Lord Alyn adalah pemuda kurang ajar yang tidak menyukai
Rajanya.”

Kembalinya Raja sama sekali bukan kembali dengan penuh kejayaan. Karena masih tidak bisa
berjalan, Raja dibawa masuk melalui Gerbang River dalam tandu tertutup. Raja dibawa menaiki bukit
Aegon menuju Istana Red Keep melewati sebuah kota yang sepi, jalanan yang kosong, rumah
kosong, dan toko kosong bekas dijarah. Tangga untuk naik ke atas Tahta Iron Throne ternyata terlalu
sulit bagi Raja untuk naik. Sejak saat itu, Raja harus memimpin sidang di atas kursi yang diletakkan di
bawah Tahta, dengan selimut untuk menutupi kakinya yang hancur dan bengkok.

Walaupun sangat kesakitan, Raja tidak lagi menghabiskan waktunya tidur seharian di kamar maupun
minum anggur atau getah candu. Sebaliknya, Raja segera menghakimi ketiga “raja palsu” yang
menguasai King’s Landing di masa Bulan Tiga Raja. Trystane, si Squire, adalah orang pertama yang
merasakan murka Raja. Ia dihukum mati atas tuduhan berkhianat. Seorang pemuda pemberani,
Trystane awalnya membangkang saat diseret ke depan Tahta. Namun, menurut Mushroom, saat ia
melihat Ser Perkin The Flea berdiri di samping Raja, semangatnya lenyap. Walaupun begitu, pemuda
itu tidak membela diri maupun memohon ampun. Ia hanya memohon supaya boleh dilantik menjadi
Ksatria sebelum mati. Permohonan ini dikabulkan oleh Raja. Ser Marston Waters melantik pemuda
itu menjadi Ser Trystane Fyre (nama “Truefyre” dianggap terlalu berlebihan), dan Ser Alfred Bloome
memenggal kepalanya dengan Pedang Blackfyre, pedang pusaka milik Aegon Sang Penakluk.

Nasib si “raja pelacur”, Gaemon Palehair, jauh lebih baik. Karena usianya baru 5 tahun, ia diampuni
karena masih terlalu kecil, dan dirawat dan dibesarkan oleh Kerajaan. Ibunya, Essie, yang menyebut
dirinya Lady Esselyn saat putranya masih berkuasa, mengaku di bawah siksaan bahwa ayah kandung
Gaemon bukanlah Raja, sebagaimana yang ia klaim selama ini, melainkan seorang pendayung kapal
berambut keperakan yang bekerja di sebuah kapal dagang dari Lys. Karena hanya seorang rakyat
jelata, Essie tidak layak dihukum mati dengan pedang. Dia dan si pelacur dari Dorne, Sylvenna Sand,
digantung di balik tembok Red Keep, bersama-sama dengan para penghuni “istana” Gaemon:
sekumpulan pencuri, pemabuk, pemain sandiwara, pengemis, pelacur, dan germo.

Terakhir, Raja Aegon II berpaling kepada Sang Gembala. Saat dibawa ke hadapan Tahta untuk
dihakimi, “nabi” itu menolak untuk menyesali dosa-dosanya maupun mengakui pengkhianatannya.
Sebaliknya, dia menunjuk dengan tangan buntungnya kepada Sang Raja dan berkata, “kita akan
berjumpa di Neraka sebelum akhir tahun ini,” perkataan yang sama yang ia ucapkan kepada Lord
Borros Baratheon saat ditangkap. Atas sikapnya yang kurang ajar itu, Raja Aegon menyuruh agar
lidah Sang Gembala dicabut dengan besi panas, lalu menghukumnya dan para pengikutnya dengan
dibakar hidup-hidup.

Di akhir tahun, 241 orang “domba telanjang kaki”, para pengikut Sang Gembala yang paling setia,
disiram dengan ter dan diikat di tiang-tiang yang dipancang di sepanjang jalan dari Cobbler’s Square
menuju ke Kandang Naga Dragonpit. Saat Sept kota King’s Landing membunyikan lonceng untuk
menandai pergantian tahun memasuki Tahun Baru, Raja Aegon II berjalan menyusuri jalan itu di atas
tandunya (sejak saat itu, jalan ini berubah nama dari Jalan Hill menjadi Jalan Gembala), sementara
para Ksatria pengawal berkuda di kedua sisi Raja, sambil menyalakan api di tiang-tiang sepanjang
jalan itu, menjadi penerang bagi jalan yang akan ditempuh oleh Raja. Begitulah Raja menyusuri jalan
itu sampai ke puncak bukit, di mana Sang Gembala diikat di tengah-tengah kumpulan kepala Naga.
Dengan dipapah oleh dua orang Kingsguard, Raja Aegon bangkit dari kursi tandunya, berjalan
dengan sempoyongan ke tiang tempat Sang Gembala terikat, dan membakarnya hidup-hidup
dengan tangannya sendiri.

“Rhaenyra, yang mengaku-aku Pewaris Tahta yang sah, telah tiada. Naga-naga miliknya telah mati.
Semua raja gadungan telah jatuh dan binasa. Namun, negeri ini belum mendapat kedamaian,” tulis
Septon Eustace dalam catatan pribadinya tidak lama setelah peristiwa ini. Dengan tewasnya kakak
tirinya dan putra satu-satunya yang masih hidup menjadi tawanan di Istana, cukup wajar kalau Raja
Aegon II mengira bahwa mereka yang masih menentang dirinya akan melemah dengan sendirinya.
Dan mungkin Raja Aegon II benar, seandainya saja ia mau mendengarkan nasehat dari Lord Velaryon
dan mengeluarkan amnesti (pengampunan) massal bagi semua bangsawan dan ksatria yang
berjuang membela Ratu Rhaenyra.

Sayangnya, Raja bukanlah tipe orang yang mau memaafkan. Atas desakan ibunya, Ibusuri Alicent,
Raja Aegon II bertekad untuk membalas dendam kepada orang-orang yang mengkhianati dan
memaksanya turun tahta. Raja memulai dari kawasan Crownlands, dengan mengutus anak buahnya
dan pasukan milik Lord Borros Baratheon untuk menyerang wilayah House Rosby, Stokeworth,
Duskendale, dan desa-desa di sekitarnya. Walaupun para bangsawan di wilayah itu berinisiatif untuk
mendatangi pasukan Raja dan bicara baik-baik, dan para pelayan mereka buru-buru menurunkan
Panji Rhaenyra dan menggantikannya dengan Panji Aegon, mereka semua ditangkap, dirantai,
dibawa ke King’s Landing dan dipaksa untuk menyatakan diri takluk di hadapan Sang Raja. Mereka
baru dibebaskan setelah membayar uang tebusan yang mahal dan menyerahkan sandera ke pihak
Kerajaan.

Aksi pasukan itu ternyata sebuah kesalahan yang fatal, sebab tindakan mereka justru hanya
memperkuat tekad dari para pengikut almarhumah Ratu Rhaenyra untuk melawan Raja. Tidak lama
kemudian, datang laporan ke King’s Landing bahwa banyak petarung berkumpul dalam jumlah besar
di Winterfell, Barrowton, dan White Harbor. Di Riverlands, Lord Grover Tully yang sudah tua dan
hanya bisa berbaring di tempat tidur akhirnya meninggal dunia (konon, menurut Mushroom, ia
meninggal karena kejang-kejang saat mendengar House Tully menentang Raja Aegon II dalam
Pertempuran Tumbleton babak Kedua). Kini cucunya, Elmo Tully, resmi menjadi Lord penguasa
Riverrun. Lord Elmo Tully kini menghimpun para bangsawan Riverlands untuk berperang sekali lagi,
agar tidak mengalami nasib yang sama dengan Lord Rosby, Stokeworth, dan Darklyn. Yang
bergabung dengan Lord Elmo antara lain Benjicot Blackwood dari Raventree, yang sudah kenyang
dengan pengalaman tempur walaupun usianya baru 13 tahun; bibi dari Lord Benjicot, Lady Aly
Blackwood yang masih muda namun garang di medan perang. Lady Aly membawa 300 orang prajurit
pemanah; Lady Sabitha Frey, Lady Penguasa The Twins yang terkenal serakah dan tidak kenal
ampun; Lord Hugo Vance dari Wayfarer’s Rest; Lord Jorah Mallister dari Seagard; Lord Roland Darry
dari Darry; bahkan Humfrey Bracken, Lord penguasa Stone Hedge, yang tadinya memihak Raja
Aegon.

Kabar buruk lain datang dari The Vale. Lady Jeyne Arryn telah mengumpulkan 1500 Ksatria dan 8000
prajurit, dan mengutus orang ke Braavos untuk menyewa kapal guna mengangkut pasukan itu ke
King’s Landing. Dan pasukan itu akan didampingi oleh Naga. Lady Rhaena Targaryen, saudara kembar
Baela, membawa sebutir telur Naga saat mengungsi ke Vale...dan telur itu telah menetas,
menghadirkan seekor anak Naga merah muda pucat dan bertanduk hitam. Rhaena menamai naga
betina itu “Morning” (Pagi).

Walaupun butuh waktu bertahun-tahun untuk Naga Morning sebelum tumbuh cukup besar untuk
ditunggangi ke medan perang, kabar kelahiran Naga itu membuat Dewan Hijau khawatir. Ibusuri
Alicent menyatakan bahwa jika Kaum Hitam bisa menunjukkan Naga sedangkan Kaum Hijau tidak
bisa, rakyat akan menganggap bahwa Kaum Hitamlah pewaris tahta yang sah. “Aku butuh Naga,”
kata Raja Aegon II ketika diberitahu demikian.

Selain anak naga milik Lady Rhaena, hanya ada 3 ekor Naga yang masih hidup di seluruh Westeros.
Sheepstealer sudah menghilang bersama dengan gadis penunggangnya, Nettles. Namun
diperkirakan berada di kawasan Crackclaw Point atau Pegunungan Mountains of The Moon. The
Cannibal masih berkeliaran di sebelah Timur Gunung Dragonmont. Silverwing, menurut laporan
terakhir, akhirnya meninggalkan kota Tumbleton dan terbang menuju The Reach. Konon, Naga itu
akhirnya membuat sarang di sebuah pulau kecil dan berbatu di tengah-tengah Danau Red Lake.

Borros Baratheon mengingatkan bahwa Naga Silverwing, yang tadinya bekas tunggangan Ratu
Alysanne, mau menerima penunggang baru. “Kenapa tidak dicoba saja lagi? Ambil Naga itu, maka
posisi Yang Mulia pun akan aman.” Namun Raja Aegon II belum sanggup untuk berdiri dan berjalan,
apalagi menaiki dan menunggang Naga. Ditambah lagi, Raja belum cukup kuat untuk bepergian jauh
ke Danau Red Lake, dan harus melalui banyak wilayah yang penuh dengan para pengkhianat,
pemberontak, dan orang-orang yang patah semangat.

Tentu saja itu bukan jawaban yang diharapkan semua orang. “Jangan Silverwing,” kata Raja. “Aku
akan mendapatkan Naga Sunfyre yang baru, lebih gagah dan ganas daripada yang dulu.” Maka
dikirimlah gagak ke Dragonstone, di mana telur-telur Naga Targaryen (sebagian, saking tuanya,
bahkan sampai membatu) disimpan dengan penjagaan ketat di ruang dan gudang bawah tanah.
Maester yang bertugas di Dragonstone memilih 7 butir telur (demi menghormati Dewa Tujuh) yang
dianggapnya paling menjanjikan, dan mengirimnya ke King’s Landing. Menurut Mushroom, Raja
bahkan sampai duduk di atas “sebutir telur besar berwarna ungu emas” selama sehari semalam,
dengan harapan telur itu bisa menetas, “namun sia-sia. Malahan Sang Raja jadinya seolah-olah
buang air besar dengan mengeluarkan kotoran berbentuk bulat berwarna ungu emas.”
Grand Maester Orwylle, yang telah dibebaskan dari penjara bawah tanah dan dikembalikan
jabatannya, memberikan gambaran yang terperinci kepada kita mengenai kondisi internal Dewan
Hijau yang baru dibentuk kembali di masa-masa genting ini, masa-masa di mana perasaan takut dan
saling curiga bahkan terasa di dalam Istana Red Keep sekalipun. Justru pada saat di mana persatuan
sangat dibutuhkan, para bangsawan di sekeliling Raja Aegon II terpecah belah, dan tidak bisa
mencapai kata sepakat mengenai bagaimana cara terbaik untuk menghadapi “badai” yang sedang
datang.

Lord Corlys Velaryon lebih memilih jalan berbaikan, saling memaafkan, dan berdamai.

Borros Baratheon menganggap jalan itu adalah tanda kelemahan; Lord Borros berkata di hadapan
Raja dan Dewan Penasehatnya bahwa dia akan mengalahkan para pengkhianat ini di medan perang.
Yang Lord Borros butuhkan hanyalah prajurit; Casterly Rock dan Oldtown harus diperintahkan untuk
menghimpun pasukan baru segera.

Ser Tyland Lannister, Master of Coin yang buta itu, mengusulkan untuk berlayar ke Lys atau Tyrosh
dan menyewa tentara bayaran (Aegon II tidak kekurangan uang, sebab Ser Tyland telah menyimpan
¾ dari Kas Kerajaan ke Casterly Rock, Oldtown, dan Iron Bank of Braavos sebelum Ratu Rhaenyra
merebut ibukota dan Kas Kerajaan).

Lord Velaryon menganggap upaya semacam itu sia-sia. “Kita tidak punya waktu untuk itu. Saat ini,
yang berkuasa di Oldtown dan Casterly Rock adalah anak-anak. Kita tidak bisa mengharapkan
bantuan dari mereka lagi. Pasukan tentara bayaran terbaik sudah dikontrak oleh Lys, Myr, dan
Tyrosh. Bahkan seandainya Ser Tyland bisa membayar lebih untuk membatalkan kontrak mereka, ia
tidak akan keburu membawa mereka kemari tepat waktu. Armada kapalku bisa mencegah pasukan
Arryn untuk mendarat di pintu gerbang kita. Tapi siapa yang akan menghentikan pasukan Utara dan
Riverlands? Mereka sedang berbaris menuju kemari. Kita harus mengajukan usulan untuk berdamai.
Yang Mulia harus mengampuni semua kejahatan dan pengkhianatan mereka, menyatakan putra dari
Rhaenyra, Aegon Yunior, sebagai calon pewarisnya, dan segera menikahkannya dengan Putri
Jaehaera. Cuma itu satu-satunya jalan.”

Namun, perkataan Lord Corlys tidak dihiraukan. Ibusuri Alicent, walaupun enggan, telah menyetujui
perjodohan antara cucu perempuannya dengan anak lelaki Rhaenyra. Namun Ibusuri melakukannya
tanpa persetujuan Raja. Raja Aegon II punya pendapat lain. Raja ingin secepat mungkin menikahi
Cassandra Baratheon, sebab “dia akan memberiku anak-anak lelaki yang kuat, yang layak untuk
bertahta di Iron Throne kelak.” Dan Raja juga tidak sudi mengizinkan Aegon Yunior menikahi
putrinya dan mendapatkan anak-anak yang kelak akan mengganggu alur pewarisan tahta. “Aegon
Yunior boleh bergabung ke Night’s Watch dan menghabiskan sisa hidupnya di The Wall,” kata Sang
Raja,”atau mengorbankan kejantanannya dan mengabdi kepadaku sebagai kasim. Dia boleh
menentukan sendiri pilihannya, namun dia tidak boleh punya anak. Garis keturunan kakakku harus
berakhir.”

Bahkan gagasan itu pun masih dianggap terlalu lembek oleh Ser Tyland Lannister. Dia mendesak agar
Pangeran Aegon Yunior segera dihukum mati. “Bocah itu akan senantiasa menjadi ancaman selama
dia masih bernafas,” kata Ser Tyland Lannister. “Copot kepalanya, dan para pengkhianat ini akan
kehilangan Ratu, Raja, maupun Pangeran untuk mereka bela. Semakin cepat dia mati, semakin cepat
pemberontakan ini berakhir.” Perkataan Ser Tyland dan Sang Raja membuat Lord Velaryon merasa
ngeri. Amarah Lord Corlys “bagaikan guntur”. Ia menuduh Raja dan Dewan Penasehatnya “bodoh,
pendusta, dan pelanggar sumpah” lalu bergegas keluar dari ruangan itu.
Lalu Borros Baratheon menawarkan kepada Raja untuk membawakan kepala Corlys Velaryon, dan
Raja Aegon II baru saja hendak memberikan persetujuannya ketika Lord Larys Strong angkat bicara,
mengingatkan kepada mereka semua bahwa Alyn Velaryon, calon pewaris Corlys, masih berada di
Pulau Driftmark, di luar jangkauan mereka.

“Bunuh pak tua itu, maka kita juga akan kehilangan dukungan dari cucunya,” kata Larys Strong, “itu
juga berarti hilangnya dukungan dari kapal-kapal perang mereka.” Sebaliknya, Larys Strong berkata,
justru mereka harus segera berbaikan dengan Lord Corlys, agar House Velaryon tetap memihak
mereka. “Kabulkan keinginan Lord Corlys, dan jodohkan Aegon Yunior dengan putri Anda, Yang
Mulia,” desak Larys Strong kepada Sang Raja. “Perjodohan bukanlah pernikahan. Jadikan Aegon
Yunior calon pewaris Anda. Seorang Pangeran bukanlah seorang Raja. Belajarlah dari sejarah, dan
lihatlah betapa banyaknya calon pewaris tahta yang keburu mati sebelum naik tahta. Kita akan
bereskan Driftmark pada waktunya kelak, ketika lawan-lawan Anda sudah takluk dan situasi sudah
sepenuhnya memihak Anda. Hari itu belum tiba. Kita harus mengulur waktu dan berbicara baik-baik
dengannya.”

Setidaknya, itulah perkataan Larys Strong menurut catatan versi Grand Maester Orwyle, yang disalin
oleh Grand Maester Munkun. Baik Septon Eustace maupun Mushroom tidak hadir saat Dewan Hijau
bersidang. Namun, Mushroom pun mengulangi perkataan itu di catatan versinya, dan
menambahkan, “tidak ada orang lain yang lebih licik daripada Larys Strong, Si Kaki Pengkor. Oh,
orang itu akan menjadi Pelawak Kerajaan yang luar biasa. Kata-kata yang keluar dari bibirnya
semanis madu. Tidak ada racun lain yang semanis itu.”

Larys Strong, Si Kaki Pengkor, adalah figur yang misterius, dan telah membuat bingung para
mahasiswa sejarah selama beberapa generasi. Dan di sini pun kita tidak berharap untuk bisa
mengungkap misteri di balik dirinya. Kepada siapa dia sebenarnya memihak? Apa tujuannya?
Berulang kali dia beralih pihak sepanjang Perang Saudara “Tarian Para Naga”, kadang menghilang di
sini lalu muncul lagi di sana, namun entah kenapa dia selalu lolos dan bertahan hidup. Dari begitu
banyak perkataan dan perbuatan yang dia lakukan, mana yang cuma pura-pura, dan mana yang
tulus? Apakah dia hanya berlayar mengikuti arah angin bertiup, ataukah sejak awal dia sudah tahu
tujuan yang ingin dia capai? Begitu banyak pertanyaan, namun sayangnya takkan pernah terjawab.
Keturunan lelaki terakhir dari House Strong ini pandai menyimpan rahasia.

Yang kita tahu pasti, Larys Strong adalah orang yang licik, penuh rahasia, namun pandai mengajukan
alasan yang masuk akal dan bisa bersikap menyenangkan bilamana diperlukan. Perkataannya
menggiring Raja dan Dewan Penasehatnya agar tetap berjalan di jalur yang ia inginkan. Ketika
Ibusuri Alicent menatap dengan serius dan bertanya-tanya bagaimana Lord Corlys bisa dibujuk untuk
kembali memihak mereka, setelah semua perkataan yang diucapkan hari itu, Lord Strong menjawab,
“serahkan tugas itu kepadaku, Yang Mulia. Lord Corlys pasti akan mendengarkan perkataanku. Aku
yakin itu.”

Dan ia berhasil melakukannya. Waktu itu belum ada yang tahu, namun Larys Strong langsung
mendatangi Lord Corlys Velaryon setelah Sidang Dewan Penasehat Raja dibubarkan, dan
memberitahunya mengenai rencana Raja untuk mengabulkan semua permintaannya, tapi kemudian
membunuhnya belakangan, setelah perang selesai. Ketika Lord Corlys hendak menyerbu dengan
pedang di tangan untuk menumpahkan darah, Lord Larys menenangkannya dengan perkataan
lembut dan senyuman. “Ada cara yang lebih baik,” katanya sambil menyarankan kepada Lord Corlys
untuk bersabar. Dan begitulah cara Larys Strong menjalin tipu dan dan pengkhanatan, dengan saling
mengadu domba satu sama lain.
Sementara rencana demi rencana disusun di sekelilingnya, dan musuh mendekat dari segala
penjuru, Raja Aegon II tetap tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi. Raja bukanlah pria
yang sehat. Luka bakar yang Raja dapatkan saat bertempur di Rook’s Rest telah meninggalkan bekas
luka di separuh tubuhnya. Konon, menurut Mushroom, luka itu juga telah membuat Raja menjadi
impoten. Dan Raja juga tidak bisa lagi berjalan. Saat ia melompat dari Naga Sunfyre di Pulau
Dragonstone, kaki kanannya patah di dua tempat dan kaki kirinya remuk. Kaki kanannya sembuh
sempurna, menurut catatan Grand Maester Orwylle, namun kaki kirinya tidak. Otot kaki kirinya
mengecil, lutut kirinya menjadi kaku, dagingnya nyaris habis. Yang tersisa dari kaki kirinya hanya
tulang berbalut kulit. Dan kakinya bengkok parah, sampai-sampai Orwyle berpendapat mungkin
sebaiknya kaki Raja yang itu diamputasi saja sekalian. Namun, Raja tidak mau. Sebaliknya, Raja
bepergian kesana kemari dengan naik tandu. Menjelang akhir hayatnya, barulah Raja cukup kuat
untuk berjalan dengan dibantu dengan tongkat, sambil menyeret kaki satunya yang lumpuh.

Selama enam bulan terakhir dari hidupnya, Raja Aegon senantiasa kesakitan. Tampaknya, satu-
satunya hiburan bagi Raja hanyalah saat ia membayangkan bahwa ia akan segera menikah lagi.
Bahkan lawakan dari para badut Istana tidak bisa membuatnya tertawa, menurut Mushroom, salah
satu dari para badut itu...namun “Yang Mulia Raja masih sesekali tertawa mendengar leluconku, dan
ingin agar aku senantiasa mendampinginya untuk meringankan kesedihannya dan membantunya
berpakaian.” Walaupun Raja tidak sanggup lagi untuk melakukan hubungan seksual akibat dari luka
bakar yang dideritanya, menurut Mushroom, Raja masih merasakan nafsu birahi, dan seringkali
menonton (dari balik layar) saat salah seorang pelayan kesukaannya berhubungan seks dengan
seorang pelayan atau dayang istana. Konon, yang paling sering melakukan hal ini bagi Raja adalah
Tom Tangletongue. Kadang-kadang ada Ksatria Istana yang melakukannya. Mushroom sendiri sudah
3 kali diperintahkan untuk melakukan hal serupa. Menurut Mushroom, setelah “acara” selesai, Raja
akan menangis malu dan memanggil Septon Eustace untuk mengaku dosa dan memohon
pengampunan. (Dalam catatan versi Septon Eustace mengenai hari-hari terakhir Raja Aegon, dia
tidak pernah menyinggung hal ini.)

Di masa ini pula Raja Aegon II memerintahkan agar Kandang Naga Dragonpit dibangun kembali,
menyuruh agar dibangun dua patung besar dari adik-adiknya, Aemond dan Daeron (Raja menyuruh
agar kedua patung itu dibuat lebih besar daripada Monumen Titan of Braavos, dan dilapis emas),
dan membakar semua “titah” dan “peraturan” yang dikeluarkan oleh “raja” Trystane Truefyre dan
Gaemon Palehair di muka umum.

Sementara itu, musuh-musuh Raja sedang bergerak. Dari kawasan The Neck datanglah Cregan Stark,
Lord penguasa Winterfell. Ia membawa sejumlah besar pasukan (menurut Septon Eustace,
jumlahnya “20.000 orang barbar berbaju bulu yang meraung-raung”, walaupun kalau menurut
Munkun, dalam bukunya, “True Telling”, jumlahnya hanya 8000 orang). Di saat yang hampir
bersamaan, Lady penguasa The Vale, Lady Arryn, mengirim pasukan dari Gulltown: 10.000 orang di
bawah pimpinan Leon Leowyn Corbray dan adiknya Ser Corwyn, yang menyandang Pedang dari Baja
Valyria: Lady Forlorn.

Namun, ancaman yang berada di depan mata berasal dari pasukan Riverlands. Hampir 6000 orang
berkumpul di Riverrun ketika Lord Elmo Tully menghimpun pasukan. Sayangnya, Lord Elmo sendiri
meninggal saat dalam perjalanan gara-gara meminum air yang kurang bersih. Dia hanya menjabat
sebagai Lord penguasa Riverrun selama 49 hari. Namun ia digantikan oleh putra sulungnya, Ser
Kermit Tully, seorang pemuda liar dan keras kepala yang ingin sekali membuktikan dirinya sebagai
seorang petarung. Tinggal 6 hari sebelum mereka tiba di King’s Landing, dan mereka sedang berbaris
menyusuri Jalan Raya Kingsroad, ketika Lord Borros Baratheon memimpin pasukannya untuk
menghadapi mereka. Pasukan Lord Borros Baratheon diperkuat dengan pasukan tambahan dari
House Stokeworth, Rosby, Hyaford, dan Duskendale, ditambah lagi dengan 2000 orang pria dan anak
remaja dari Flea Bottom, yang dipersenjatai dengan tombak dan helm besi ala kadarnya.

Kedua pasukan itu berjumpa saat jarak ke King’s Landing tinggal 2 hari perjalanan lagi. Mereka
berhadapan di sebuah titik di jalan raya Kingsroad, antara hutan dan sebuah bukit kecil. Sudah
beberapa hari turun hujan lebat, rumputnya basah, tanahnya lembek dan berlumpur. Lord Borros
sangat yakin akan menang, sebab para pengintainya memberitahukan bahwa pasukan Riverlands
dipimpin oleh pemuda remaja dan kaum wanita. Hari sudah menjelang senja ketika Lord Borros
melihat pasukan musuh, namun ia tetap memerintahkan untuk segera menyerang. Padahal jalanan
di hadapan pasukan Lord Borros sudah ditutup rapat dengan dinding perisai, dan bukit di sebelah
kanan jalan sudah dipenuhi dengan pasukan panah. Lord Borros sendiri yang memimpin
penyerbuan. Ia mengatur para Ksatrianya membentuk formasi segitiga dan langsung menerjang ke
jantung barisan musuh, di mana panji Ikan Trout dari Riverrrun berkibar di sebelah Panji
almarhumah Ratu Rhaenyra. Pasukan infanteri Lord Borros menyusul dari belakang, sambil
mengibarkan Panji Naga Emas milik Raja Aegon II.

Kampus Citadel mencatat pertempuran yang terjadi ini dengan sebutan “Pertempuran Jalan Raya
Kingsroad”. Namun, bagi mereka yang terlibat langsung di dalamnya, pertempuran ini mereka beri
nama “Pertempuran Lumpur Kacau”. Apapun nama yang digunakan, pertempuran ini, yang ternyata
akan menjadi pertempuran terakhir dalam Perang Saudara “Tarian Para Naga”, ternyata berlangsung
berat sebelah. Dari atas bukit, para pemanah memanahi kuda yang ditunggangi oleh para Ksatria
Lord Borros. Saking banyaknya yang tewas terpanah, hanya kurang dari separuh pasukan berkuda
yang berhasil mencapai tembok perisai lawan. Mereka yang berhasil tiba pun berada dalam kondisi
barisan berantakan, formasi segitiga mereka pecah, dan kuda-kuda mereka tergelincir dan sulit
bergerak karena tanah berlumpur. Walaupun pasukan Baratheon menyerang habis-habisan dengan
tombak, pedang, dan kapak, pasukan Riverlands tetap bertahan. Pasukan baru segera maju
menggantikan rekan-rekan mereka yang gugur. Ketika pasukan infanteri Lord Borros Baratheon
menerjang maju, tembok perisai itu berguncang dan bergerak mundur. Tampaknya dinding perisai
itu akan jebol...namun, dari dalam hutan di sebelah kiri jalan, terdengar suara jeritan dan sorak sorai.
Ratusan orang prajurit Riverlands menyerbu dari balik pepohonan, dipimpin oleh Sang Lord muda
Benjicott Blackwood. Hari itu dia mendapat julukan “Bloody Ben”, sebuah julukan yang akan ia
sandang seumur hidupnya.

Lord Borros sendiri masih berada di atas kudanya, di tengah-tengah kekacauan ini. Ketika dia melihat
bahwa peperangan mulai mengarah ke kekalahan di pihaknya, Lord Borros menyuruh Squirenya
meniup terompet perang, menyuruh pasukan cadangan untuk bergerak maju. Namun, saat
mendengar bunyi terompet itu, pasukan Rosby, Stokeworth, dan Hayford justru membuang panji
Naga Emas milik Raja dan tidak bergerak sama sekali. Pasukan rakyat jelata dari King’s Landing bubar
dan kabur. Para Ksatria dari Duskendale malah membelot ke pihak musuh dan menyerang pasukan
Baratheon dari belakang. Dalam sekejap, pertempuran ini berubah menjadi kekalahan, seiring
dengan hancurnya pasukan terakhir milik Raja Aegon II.

Borros Baratheon terbunuh di medan perang. Kudanya tewas terkena panah dari Lady Aly
Blackwood dan pasukan panahnya, dan Borros terjatuh dari kudanya itu. Borros terus bertarung
sambil berjalan kaki. Ia membantai sejumlah besar prajurit, selusin Ksatria, dan Lord Mallister dan
Darry. Saat Kermit Tully akhirnya berhadapan dengannya, Lord Borros Baratheon sedang berdiri
kaku, tanpa helm pelindung kepala (ia mencopot dan membuang helmnya yang sudah penyok),
tubuhnya berlumuran darah dari banyak luka disana-sini, dan sudah nyaris tidak sanggup berdiri.
“Menyerahlah, Ser,” kata Kermit Tully, Lord penguasa Riverrun kepada Borros Baratheon, Lord
penguasa Storm’s End, “kemenangan sudah di tangan kami.” Lord Baratheon menjawab dengan caci
maki, “lebih baik aku menari di neraka daripada kaurantai.” Lalu Borros menerjang...langsung ke
ujung gada berduri milik Lord Kermit. Ujung gada berduri itu menghantam wajah Borros Baratheon
sehingga darah, tengkorak, dan otaknya berceceran. Lord Borros Baratheon, penguasa Storm’s End,
tewas di tengah-tengah lumpur di atas jalan raya Kingsroad, dengan masih menggenggam pedang.

(Takdir berkata, tujuh hari kemudian, di Storm’s End, istri Lord Borros melahirkan seorang anak
lelaki, calon penerus yang sudah lama didambakan oleh almarhum. Lord Borros meninggalkan pesan
agar anak itu, jika lelaki, diberi nama Aegon, untuk menghormati Sang Raja. Namun, setelah
mendengar kematian Lord Borros di medan perang, Lady Baratheon akhirnya menamai anak itu
Olyver, dari nama ayahnya sendiri)

Ketika gagak membawa kabar mengenai pertempuran itu ke Istana Red Keep, Dewan Hijau segera
bersidang. Semua peringatan Lord Corlys Velaryon terbukti benar. Casterly Rock, Highgarden dan
Oldtown tidak segera menanggapi perintah Raja untuk mengirimkan pasukan tambahan. Ketika
mereka akhirnya menjawab perintah Raja, yang mereka berikan hanyalah alasan dan janji kosong
belaka. House Lannister sedang sibuk berperang melawan Lord Dalton Greyjoy, Si Kraken Merah.
House Hightower sudah kehilangan terlalu banyak prajurit dan tidak memiliki komandan yang cakap.
Ibu Lord Tyrell menulis dalam suratnya bahwa dia punya alasan kuat untuk meragukan kesetiaan
dari para bangsawan bawahan putranya, dan “sebagai seorang wanita biasa, aku tidak sanggup
untuk memimpin pasukan ke medan perang.” Ser Tyland Lannister, Ser Marston Waters, dan Ser
Julian Wormwood telah diutus ke seberang lautan untuk mencari tentara bayaran di Pentos, Tyrosh,
dan Myr, namun belum ada satupun yang kembali.

Raja Aegon II akan berhadapan dengan semua musuhnya tanpa pasukan sama sekali, dan semua
pengikut Raja menyadari akan hal itu. “Bloody Ben” Blackwood, Kermit Tully, Sabitha Frey, dan
rekan-rekan seperjuangan mereka sedang bersiap untuk meneruskan perjalanan ke kota King’s
Landing, dan di belakang mereka, hanya beberapa hari perjalanan jauhnya, datanglah Lord Cregan
Stark dan Pasukan Utara. Armada Braavos yang mengangkut pasukan House Arryn telah berangkat
dari kota Gulltown dan kini berlayar menuju ke Selat Gullet, di mana hanya Alyn Velaryon yang
diharapkan bisa menghadang mereka...dan kesetiaan Driftmark kepada Raja tidak bisa diandalkan.

“Yang Mulia,” kata Lord Corlys Velaryon begitu Dewan Hijau (yang tadinya begitu bangga dan punya
harga diri tinggi) berkumpul, “Anda harus menyerah. Kota ini tidak sanggup bertahan kalau dijarah
sekali lagi oleh pasukan musuh. Selamatkan rakyat Anda dan diri Anda sendiri. Kalau Anda turun
tahta dan menyerahkannya kepada Pangeran Aegon, dia akan mengizinkan Anda untuk masuk
Night’s Watch dan menghabiskan sisa hidup Anda dengan baik dan terhormat di The Wall.”

“Benarkah?” kata Raja Aegon II. Menurut Munkun, suara Raja terdengar penuh harapan. Namun,
Ibusuri membuyarkan harapan Raja. “Kau menjadikan ibunya makanan bagi Nagamu,” Ibusuri
mengingatkan putranya, “bocah itu menyaksikan segalanya.”

Raja berpaling kepada Ibusuri dengan putus asa. “Apa yang harus kulakukan?”

“Kau masih punya sandera,” jawab Ibusuri. “Potong salah satu telinga dari bocah itu dan kirimkan ke
Lord Tully. Peringatkan mereka, setiap kali mereka melangkah sejauh satu mil, salah satu anggota
tubuh dari bocah itu akan hilang.”

“Ya,” kata Aegon II. “Bagus. Laksanakan.” Raja memanggil Ser Alfred Bloome yang selama ini telah
melayani dirinya dengan baik di Pulau Dragonstone. “Pergi dan lakukanlah, Ser.” Ketika Ksatria itu
pergi, Raja berpaling kepada Corlys Velaryon, “katakan kepada cucu harammu untuk bertarung
dengan gagah berani, My Lord. Jika dia gagal memenuhi harapanku, jika ada satu saja kapal dari
Braavos itu berhasil melewati Selat Gullet, Lady Baela yang kausayangi itu pun akan kehilangan
anggota tubuhnya.”

Lord Corlys tidak memohon, mengutuk, maupun mengancam. Dia hanya menganggukkan kepala
dengan kaku, bangkit berdiri, dan pergi. Menurut Mushroom, Corlys Velaryon bermain mata dengan
Larys Strong saat berjalan pergi. Namun Mushroom tidak hadir di sana pada saat itu, dan sangat kecil
kemungkinannya bagi seorang yang penuh pengalaman seperti Corlys Velaryon untuk bertindak
ceroboh di saat sepenting itu.

Sebab hari-hari Aegon telah berakhir, walaupun Sang Raja belum menyadarinya. Para pengkhianat di
antara pengikutnya telah melaksanakan rencana mereka saat menerima kabar kekalahan Lord
Baratheon di Jalan Raya Kingsroad.

Saat Ser Alfred Broome menyeberangi jembatan menuju ke Benteng Maegor’s Holdfast, di mana
Pangeran Aegon ditahan, dia menemukan Ser Perkin the Flea dan enam orang ksatria asal-asalan
anak buahnya sedang menghalangi jalan. “Minggir, atas nama Raja,” perintah Alfred Broome.

“Kita punya Raja yang baru sekarang,” jawab Ser Perkin. Dia menaruh tangannya di atas bahu Ser
Alfred...lalu mendorongnya sekuat tenaga sehingga Ser Alfred terjatuh dari atas jembatan itu ke atas
kumpulan tombak besi yang dipancang di parit bawah. Di sanalah Ser Alfred sekarat selama 2 hari
sebelum mati.

Di jam yang sama, Lady Baela Targaryen sedang dibawa ke tempat aman oleh anak buah Lord Larys
Strong. Tom Tangletongue diserang mendadak di lapangan istana saat keluar dari kandang kuda, dan
kemudian dipenggal. “Dia mati dalam keadaan sama seperti dia hidup, dalam kondisi gagap,” kata
Mushroom. Ayahnya, Tom Tanglebeard, sedang tidak ada di Istana. Ia ditemukan di sebuah tempat
minum di Eel Alley. Ketika protes, dan berkata bahwa dia hanyalah “seorang nelayan biasa yang
datang untuk minum bir,” mereka menenggelamkannya hidup-hidup ke dalam sebuah tong bir.

Kesemuanya ini dilakukan dengan begitu mulus, cepat, dan diam-diam, sehingga rakyat di King’s
Landing tidak menyadari apa yang sedang terjadi di balik Istana Red Keep. Bahkan di dalam Istana
pun tidak ada tanda bahaya yang dibunyikan. Mereka yang telah dijadikan sasaran sejak awal
dihabisi diam-diam, sementara sisanya menjalankan urusan mereka seperti biasa tanpa menyadari
apa yang sedang terjadi. Menurut Septon Eustace, ada 24 orang yang terbunuh, sementara menurut
versi Munkun dalam buku “True Telling”, ada 21 orang. Mushroom mengaku telah menyaksikan
sendiri pembunuhan atas juru cicip Raja, seorang pria gemuk bernama Ummet, dan berkata bahwa
dia sendiri terpaksa bersembunyi di dalam sebuah tong berisi terigu agar lolos dari pembunuhan.
Keesokan harinya, Mushroom muncul “dengan tepung terigu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Saking putihnya, gadis pelayan yang pertama kali melihatku mengira bahwa diriku ini hantu.” (Cerita
yang tidak masuk akal. Buat apa mereka membunuh seorang Badut?)

Ibusuri Alicent ditangkap saat sedang menaiki tangga menuju ke kamarnya. Mereka yang
menangkapnya mengenakan lambang kuda laut dari House Velaryon. Walaupun mereka membunuh
kedua pengawalnya, mereka tidak melukai Sang Ibusuri maupun dayang pengiringnya. Ibusuri
kembali diborgol dan dibawa ke penjara bawah tanah untuk menantikan nasibnya di tangan Raja
yang baru. Saat itu, putra terakhirnya, Raja Aegon II, sudah meninggal.

Setelah Dewan selesai bersidang, Raja Aegon II dipapah ke lapangan oleh dua orang Squire yang
kuat. Di sana tandunya sudah menunggu, seperti biasa; kakinya yang tinggal tulang berbalut kulit
membuatnya sulit untuk berjalan walaupun dibantu tongkat. Ser Gyles Belgrave, Ksatria Kingsguard
yang memimpin rombongan Raja, belakangan bersaksi bahwa Sang Raja tampaknya sangat letih saat
dibantu masuk ke tandu, wajahnya “kelabu dan muram.” Namun, bukannya minta diantar ke
kamarnya, Raja menyuruh Ser Gyles membawanya ke Sept Istana. “Mungkin dia merasa waktunya
sudah hampir tiba,” tulis Septon Eustace, “dan ingin berdoa memohon pengampunan atas dosa-
dosanya.”

Angin dingin bertiup. Saat tandu itu berangkat, Raja menutup tirai tandu itu untuk mencegah hawa
dingin. Di dalam tandu itu, seperti biasanya, ada sebotol anggur merah manis dari kawasan The
Arbor, anggur kesukaan Aegon. Raja meminum secawan kecil anggur saat tandu itu menyeberangi
lapangan.

Ser Gyles dan para pengangkut tandu itu sama sekali tidak menyadari kalau ada yang tidak beres,
sampai ketika mereka tiba di Sept, dan tirai tandu itu tidak terbuka. “Kita sudah sampai, Yang
Mulia,” kata Ser Gyles. Tidak ada jawaban. Sunyi sepi. Setelah 2-3 kali dipanggil tanpa ada jawaban,
Ser Gyles membuka tirai dan menemukan Sang Raja sudah meninggal di atas tempat duduknya.
“Kalau tidak ada darah di bibirnya,” kata Ser Gyles, “orang akan mengira Sang Raja sedang tertidur.”

Para Maester dan orang awam masih berdebat sampai sekarang mengenai racun jenis apa yang
digunakan dan siapa yang menaruh racun itu di anggur milik Raja. (Ada yang berpendapat bahwa
hanya Ser Gyles sendiri yang bisa melakukannya, namun tak terbayangkan kalau seorang Ksatria
Kingsguard mencabut nyawa dari Raja yang ia sudah bersumpah untuk lindungi. Ummet, juru cicip
makanan dan minuman Raja, yang konon pembunuhannya disaksikan oleh Mushroom, lebih masuk
akal sebagai pelakunya.) Namun, walaupun orang yang meracuni anggur itu takkan pernah
ketahuan, kita bisa yakin sepenuhnya bahwa peracunan anggur itu dilakukan atas perintah Larys
Strong.

Maka, dengan ini, wafatlah Raja Aegon II Targaryen, putra sulung dari Raja Viserys I Targaryen dan
Permaisuri Alicent Hightower. Masa pemerintahannya singkat, dan penuh kepahitan. Usianya 24
tahun saat wafat, dan ia memerintah selama 2 tahun.

Ketika barisan depan dari pasukan Lord Tully muncul di depan tembok kota King’s Landing dua hari
kemudian, Corlys Velaryon keluar untuk menyambut mereka dengan Pangeran Aegon Yunior di
sisinya. “Sang Raja telah wafat,” Lord Corlys mengumumkan dengan sedih, “Hidup Sang Raja.”

Di seberang Lautan Blackwater Bay, di Selat Gullet, Lord Leowyn Corbray berdiri di ujung haluan
kapal Braavos, dan menyaksikan deretan kapal perang House Velaryon menurunkan panji Naga Emas
milik Raja Aegon II dan menggantikannya dengan Panji Naga Merah berlatar Hitam, Panji yang
selama ini selalu dipakai oleh Raja-Raja Targaryen sampai dengan Perang Saudara.

Perang akhirnya usai. (Walaupun “masa damai” yang terjadi setelah ini ternyata jauh dari kata
“damai”).

Pada tanggal 7 bulan 7 tahun 131 AC, sebuah tanggal yang dianggap keramat bagi Para Dewa, High
Septon dari Oldtown mengucapkan pemberkatan nikah antara Pangeran Aegon Yunior, putra sulung
dari Ratu Rhaenyra dan pamannya Pangeran Daemon, dengan Putri Jaehaera, putri dari Ratu
Helaena dan kakaknya Raja Aegon II. Dengan demikian, pernikahan ini menyatukan kembali kedua
cabang House Targaryen yang terpecah dan mengakhiri masa pengkhianatan dan pertumpahan
darah massal selama 2 tahun.

Perang Saudara “Tarian Para Naga” telah selesai, dan dimulailah masa pemerintahan yang penuh
dengan duka nestapa dari Raja Aegon III Targaryen.

Anda mungkin juga menyukai