Anda di halaman 1dari 81

PERAN SECURITY DALAM AKREDITASI

19 April 2022

I. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

a. Mengidentifikasi gelang identitas, apabila ada pasien pulang


gelang masih terpakai.
b. Melakukan skreening resiko jatuh: baik di rawat jalan maupun di
IGD bila melihat pasien yang resiko jatuh segera melakukan
tindakan pertolongan dan mengambil alat transpor: kursi roda,
blankar
c. Melakukan tehnik cuci tangan dan melaksanakan 5 (lima
momen):

1) sebelum kontak dengan pasien


2) sesuadah kontak dengan pasien
3) sebelum melakukan tindakan aseptik
4) sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien
sesudah kontak dengan lingkungan pasien

II. Hak Pasien dan Keluarga


a. Menjaga privasi pasien: bila sedang dilakukan tindakan
mengawasi agar orang lain tidak melihat pasien sedang
dilakukan tindakan yang membuka aurat di IGD atau di unit
pelayanan lainnya.
b. Menjaga dan memelihara barang milik pasien yang dititipkan.
c. Mengingatkan agar tetap menjaga barang berharga atau
menghimbau untuk tidak membawa barang berharga bila pasien
dirawat di RS.
d. Menjaga keamanan dan ketertiban pengunjung RS sesuai jam
besuk.
e. Mengawasi tempat penitipan barang-barang
f. Menyerahkan kartu tunggu pasien
g. Menanyakan pengunjung yang akan membesuk pasien,
khususnya di ruang Paviliun, terkait hak pasien untuk tidak
boleh dibesuk
h. Memberikan penjelasan tentang tata tertib atau hal-hal yang
berhubungan dengan jenis pelayanan yang ada di RS, apabila
ditanya oleh pasien/ pengunjung pasien.

III. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)


a. Menginformasikan kawasan RS adalah kawasan bebas rokok.
b. Menegur pasien, pengunjung, karyawan RS apabila tidak
mengindahkan peraturan dilarang merokok.
c. Memberikan penjelasan tentang larangan membuang sampah
sembarangan.
d. Memberikan penjelasan kepada pengunjung pasien apabila pasien
batuk, bersin atau membuang ludah sembarangan.

IV. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)


a. Bersikap sopan dan memberikan salam apabila berjumpa dengan
pelanggan baik pasien, pengunjung pasien, tamu RS, karyawan RS.
b. Membantu menyelesaikan permasalahan dan mencegah kerusakan
apabila terjadi komplain pasien yang mengarah kepada pengrusakan
properti RS.
c. Melaporkan kepada petugas yang berwenang / kompeten apabila
terjadi insiden keselamatan pasien RS (pasien jatuh, pasien tidak
sadar).

V. Milenium Developmen Goals (MDGS) yaitu:


menurunkan kematian ibu dan bayi, menurunkan penularan HIV,
menurunkan penularan TBC
a. Bertugas di area Rawat Gabung untuk mengawasi pasien bayi rawat
gabung yang keluar masuk ruang perawatan (R Melati).
b. Menanyakan identitas dan kelengkapan administrasi apabila melihat
bayi yang digendong keluar dari RS untuk menghindari penculikan
bayi.
c. Mengawasi CCTV ruang rawat gabung
d. Menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan pasien yang
mendapatkan obat di klinik Seroja dan PTRM dan sekitarnya.
e. Melakukan screening batuk: apabila menemukan pengunjung yang
batuk ditanyakan apakah batuknya sudah lebih 3 bulan? Kalau
dijawab Ya, maka pengunjung atau pasien diberikan masker untuk
dipasang dan ditempatkan di ruang tunggu khusus pasien batuk,
serta melaporkan ke petugas poli yang akan dikunjungi bahwa pasien
mempunyai riwayat batuk 3 bulan.
f. Mengawasi pengunjung pasien khususnya di sekitar ruang Poli Paru
agar tidak batuk, meludah, berdahak sembarangan.

VI. .Akses Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)


a. Bertugas melakukan transportasi pasien dengan kategori pasien 0 –
0,5 (khusus sekurity yang sudah pelatihan BHD)
b. Mendampingi pasien rujukan eksternal bersama petugas
medis/perawat ambulan.
c. Membantu kelancaran sistim antrian pasien di Poli Rawat Jalan.
d. Membantu transportasi dari ambulan ke ruang triase IGD.

VII. .Asessmen Pasien (AP)

VIII. Pelayanan Pasien (PP)


a. Membantu kelancaran pelayanan di IGD dan di Rawat Jalan

IX. .Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)

X. Manajemen Penggunaan Obat (MPO)


a. Mengawasi antrian di apotik rawat jalan
b. Menertibkan antrian di apotik rawat jalan

XI. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)


a. Mencatat nama pasien KLL yang masuk ke IGD, pengantar pasien,
petugas/ Polisi (no HP), tempat kejadian dan kronologis kejadian.
b. Membantu mencarikan tempat/ ruangan yang kosong bersama
petugas pendaftaran.

XII. Kualifikasi Pendidikan dan Staf (KPS)

a. Mengikuti pelatihan BHD


b. Mengikuti pelatihan cuci tagan
c. Mengikuti pelatihan penggunaan APAR
d. Mengikuti pelatihan Keselamatan Pasien RS

XIII. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

a. Melakukan cuci tangan sesuai panduan cuci tangan


b. Melaksanakan 5 momen cuci tangan
c. Mengawasi pengunjung yang merokok, meludah, membuang
sampah sembarangan

XIV. Tata Kelola Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP)

a. Melatih baris berbaris


b. Melatih petugas apel setiap hari Senin

XV. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)


a. Mengikuti pelatihan bencana di RS (kode red/merah)
b. Mengaktifkan kode red, bila terjadi kebakaran.
c. Menelpon DAMKAR bila terjadi kebakaran besar.
d. Menjadi leader bila ada kebakaran sedang
e. Mengawasi lingkungan dan pengamanan areal kebakaran
f. Mengawasi dan melaporkan apabila ada korsleting listrik, kabel yang
terkelupas, lampu yang menyala terus.
g. Memadamkan pendingin di ruangan kantor atau ruangan yang tidak
ada petugas/karyawan.
h. Mengawasi tempat pembuangan limbah dan bahan medis di tempat
sanitasi agar bebas dari pengunjung dari luar masuk ke area tersebut
(yang memancing ikan).
PELAYANAN GIZI RUANG INAP DAN
RAWAT JALAN
PELAYANAN GIZI RUANG INAP
DAN RAWAT JALAN
Pelayanan gizi adalah suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, makanan,
dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi
dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal
dalam kondisi sehat atau sakit (Kemenkes RI, 2013).

Pelayanan gizi di rumah sakit ini diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien
berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien
sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya kondisi penyakit juga
dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang
semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh
yang mengakibatkan beberapa masalah gizi (Kemenkes RI, 2013).

Masalah gizi di rumah sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan peningkatan
kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related disesae), memerlukan penatalaksanaan
gizi secara khusus. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk
mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal dan mempercepat penyembuhan
(Kemenkes RI, 2013).
1.1 Tujuan Pelayanan Gizi
Pelayanan gizi di rumah sakit memiliki tujuan untuk terciptanya sistem pelayanan gizi
yang bermutu dan paripurna sebagai bagian dari pelayanan kesehatan rumah
sakit. Pelayanan yang bermutu dan paripurna tersebut dapat dilaksanakan dengan
menyelenggarakan kegiatan pelayanan gizi yang meliputi asuhan gizi terstandar pada
pelayanan gizi rawat jalan dan rawat inap, menyelenggarakan makan sesuai standar
kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi, menyelenggarakan penyuluhan dan konseling gizi
pada klien/pasien pada klien/pasien dan keluarganya, serta menyelenggarakan penelitian
aplikasi di bidang gizi dan dietetik sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Kemenkes, 2013).

1.2 Ruang Lingkup Pelayanan Gizi Rumah sakit


Kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dilaksanakan untuk mencapai sistem pelayanan
gizi yang bermutu dan paripurna. Ruang lingkup dari kegiatan tersebut, meliputi:

1. Asuhan gizi rawat jalan

2. Asuhan gizi rawat inap

3. Penyelenggaraan makanan

4. Penelitian dan pengembangan (Kemenkes, 2013).

Pelayanan gizi rumah sakit dilakukan sebagai bentuk upaya peningkatan status gizi dan
kesehatan pasien baik di dalam maupun di luar rumah sakit. Peningkatan status gizi dan
kesehatan tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab tim asuhan gizi. Tim asuhan gizi
merupakan seluruh tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mempercepat
kesembuhan pasien.

Tim asuhan gizi merupakan tenaga kesehatan,meliputi:

1. Dietesien/ahli gizi,

2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP),

3. Perawat,

4. Ahli farmasi,

5. Tenaga kesehatan lain (Kemenkes, 2013).

Komunikasi antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk memberikan asuhan yang terbaik
bagi pasien. Sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus berkolaborasi
dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya terkait memberikan
pelayanan asuhan gizi. Oleh karena itu, perlu mengetahui peranan masing-masing tenaga
kesehatan tersebut dalam memberikan pelayanan (Kemenkes, 2013).

Tim asuhan gizi terdiri dari berbagai macam profesi yang mempunyai peran sebagai berikut:
a. Dietesien/ Ahli gizi

1. Mengkaji hasil skrining gizi dari perawat dan order diet dari dokter.

2. Melakukan pengkajian gizi lanjut pada pasien berisiko malnutrisi, malnutrisi, atau
kondisi khusus meliputi pengumpulan, analisa, dan interpretasi riwayat gizi/makanan,
biokimia, antropometri, pemeriksaan klinis dan fisik, dan riwayat personal pasien.

3. Mengidentifikasi dan menetapkan prioritas diagnosis gizi berdasarkan hasil pengkajian


gizi.

4. Menyusun intervensi diet meliputi tujuan dan preskripsi diet yang lebih terperinci
untuk penetapan diet definitive serta merencanakan konseling gizi.

5. Melakukan kerja sama dengan dokter terkait dengan diet definitive.

6. Melakukan koordinasi dengan sesama anggota tim asuhan gizi untuk melaksanakan
intervensi gizi

7. Melakukan pemantauan respon pasien terhadap intervensi yang telah diberikan.

8. Melakukan evaluasi terhadap proses dan dampak asuhan gizi yang diberikan.

9. Melakukan edukasi gizi meliputi konseling dan penyuluhan pasien dan keluarganya.

10. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi pada dokter.

11. Melakukan pengkajian ulang jika tujuan tidak tercapai.

12. Melakukan ronde pasien bersama tim.

13. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi yang dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pelayanan gizi bersama Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP),
perawat, ahli farmasi, dan tenaga kesehatan lain, serta pasien dan keluarganya.

(Kemenkes, 2013).

b. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)

1. Bertanggung jawab dalam aspek gizi pasien yang terkait dengan aspek klinis.

2. Menentukan preksripsi diet awal.

3. Menetapkan diet definitive bersama dietisien/ahli gizi.

4. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai peran asuhan gizi.

5. Merujuk pasien yang membutuhkan asuhan atau konseling gizi pada dietisien/ahli gizi.

6. Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait masalah gizi secara berkala bersama selama
masa perawatan (Kemenkes, 2013).
c. Perawat

1. Melakukan skrining gizi pasien pada awal perawatan.

2. Merujuk pasien berisiko malnutrisi, malnutrisi, atau kondisi khusus ke dietisien/ ahli gizi.

3. Melakukan pengukuran antropometri secara berkala meliputi berat badan dan tinggi badan
pasien.

4. Melakukan pemantauan, pencatatan asupan makanan, dan respon pasien terhadap diet
yang diberikan, serta menginformasikan perubahan kondisi pasien kepada dietisien/ahli gizi.

5. Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga terkait pemberian makanan melalui oral,
enteral, dan parenteral.

(Kemenkes, 2013).

d. Farmasi

1. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait seperti vitamin, mineral, elektrolit dan nutrisi
parenteral.

2. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada pasien.

3. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan parenteral oleh
klien/pasien bersama perawat.

4. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan makanan.

5. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi obat dan makanan.

(Kemenkes, 2013).

e. Tenaga kesehatan lain

Tenaga kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi okupasi dan terapi wicara berkaitan
dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi pada pasien dengan gangguan menelan
yang berat (Kemenkes, 2013).

1.4 Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) adalah penyuluhan


kesehatan yang khusus dikembangkan untuk membantu pasien dan keluarganya untuk bisa
menangani kesehatannya, hal ini merupakan tanggung jawab bersama berkesinambungan
antara dokter dan pasien atau petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya.
Penyuluhan kesehatan di Rumah Sakit berusaha menggugah kesadaran dan minat pasien
serta keluarganya untuk berperan serta secara positif dalam usaha penyembuhan dan
pencegahan penyakit sehingga penyuluhan kesehatan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari program pelayanan rumah sakit (Maulana, 2007).

Rangkaian kegiatan penyuluhan terdiri dari persiapan penyuluhan dan pelaksanaan


penyuluhan.

1) Persiapan Penyuluhan :

- Menentukan materi sesuai kebutuhan

- Membuat susunan/outline materi yang akan disajikan

- Merencanakan media yang akan digunakan

- Pengumuman jadwal dan tempat penyuluhan

- Persiapan ruangan dan alat bantu/media yang dibutuhkan

2) Pelaksanaan penyuluhan :

- Peserta mengisi daftar hadir (absensi)

- Pemateri menyampaikan materi penyuluhan

- Tanya jawab

Dalam suatu penyuluhan diperlukan evaluasi dengan tujuan untuk mengukur


keberhasilan tujuan penyuluhan. Indikator atau kriteria yang akan dievaluasi disesuaikan
dengan tujuan penyuluhan/ keinginan penyelenggara (Kemenkes, 2013).

Terdapat tiga jenis evaluasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1) Evaluasi Awal adalah penilaian yang dilakukan sebelum berlangsungnya penyuluhan.


Penilaian dapat dilakukan terhadap ketepatan waktu berlangsungnya penyuluhan, sasaran,
tempat penyuluhan, dan alat bantu/media yang dibutuhkan.

2) Evaluasi proses adalah penilaian yang dilakukan pada saat penyuluhan berlangsung.
Penilaian dapat dilakukan dengan cara mengamati situasi/kondisi saat penyuluhan
berlangsung dan mengamati antusiasme audiens. Tingkat antusiasme audiens dapat dinilai
dengan mengamati partisipasi audiens dalam mengajukan pertanyaan.

3) Evaluasi akhir adalah penilaian yang dilakukan setelah penyuluhan berakhir. Penilaian
dalam evaluasi akhir biasanya disesuaikan dengan tujuan diadakannya penyuluhan yaitu
untuk meningkatkan pengetahuan audiens mengenai materi yang disampaikan. Penilaian
pengetahuan audiens dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada
audiens mengenai materi penyuluhan yang telah disampaikan

(Maulana, 2007).
1.5 Pemberdayaan Pelayanan Gizi (Konseling)
Pemberdayaan pelayanan gizi konseling atau pelayanan gizi rawat jalan merupakan
serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang berkesinambungan dimulai
dariassessment/pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring evaluasi
kepada klien/pasien di rawat jalan (Kemenkes RI, 2013).

Tujuan konseling gizi yaitu memberikan pelayanan kepada klien/pasien rawat jalan
atau kelompok dengan membantu mencari solusi masalah gizinya melalui nasihat gizi
mengenai jumlah asupan makanan yang sesuai, jenis diet yang tepat, jadwal makan dan
cara makan, jenis diet dengan kondisi kesehatannya. Sasaran kegiatan ini yaitu pasien dan
keluarga atau individu pasien yang datang atau dirujuk (Kemenkes RI, 2013).

Mekanisme pasien berkunjung untuk mendapatkan asuhan gizi di rawat jalan berupa
konseling adalah sebagai berikut:

1. Pasien datang ke ruang konseling gizi dengan membawa surat rujukan dokter dari poliklinik
yang ada di rumah sakit atau dari luar rumah sakit.

2. Petugas administrasi di ruang konseling mencatat data pasien didalam buku registrasi.

3. Ahli gizi melakukan assessmen gizi dimulai dengan pengukuran antropometri pada pasien
yang belum ada data BB, TB.

4. Ahli gizi melanjutkan assessmen/pengkajian gizi berupa anamnesa riwayat makan, riwayat
personal, membaca hasil pemeriksaan lab dan fisik klinis. Kemudian menganalisa semua
data assessmen gizi.

5. Ahli gizi menetapkan diagnosa gizi.

6. Ahli gizi memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling dengan langkah
menyiapkan dan mengisi leaflet sesuai penyakit dan kebutuhan gizi pasien serta
menjelaskan tujuan diet, jadwal, jenis, jumlah bahan makanan sehari menggunakan alat
peraga food model, menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan,
mcara pemasakan dan lain-lain yang disesuaikan dengan pola makan dan keinginan serta
kemampuan pasien.

7. Ahli gizi menganjurkan pasien untuk kunjungan ulang, untuk mengetahui keberhasilan
intervensi (monev) dilakukan monitoring dan evaluasi gizi.

8. Pencatatan hasil konseling gizi dengan format ADIME (Assessmen, Diagnosis, Intervensi,
Monitoring & Evaluasi) kemudian diarsipkan di ruang konseling.

(Kemenkes RI, 2013)

Pemberdayaan pelayanan gizi konseling atau pelayanan gizi rawat jalan merupakan
serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang berkesinambungan dimulai dari
assessmen/pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring evaluasi kepada
klien/pasien di rawat jalan (Kemenkes RI, 2013).
Sistem K3 di Instalasi Laundry RS (Kesmas,
stase K3)
Posted: November 29, 2012 in Kedokteran
Tag:kesehatan kerja, kesehatan masyarakat, keselamatan kerja, rumah sakit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat

didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh

derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat

lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit

atau gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja. Kesehatan kerja ini merupakan

terjemahan dari “ Occupational Health” yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi

masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha-usaha

preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, higine, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya dan

sebagainya (Notoadmojo, 2012).


Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan

ini dapat tecapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja.

Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain: suhu ruangan

yang nyaman, penerangan atau pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja

yang sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomic ) dan sebagainya (Notoadmojo, 2012).

Dasar hukum sistem managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tercantum dalam undang-undang

keselamatan kerja no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Dalam undang-undang no.23 tahun 1992 tentang

kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja

yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit

sepuluh orang. Jika memperhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah rumah sakit, termasuk kedalam kriteria

tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak hanya

terhadap para pelaku langsung yang bekerja dirumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah

sakit sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3 di rumah sakit.

Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai resiko penularan penyakit infeksi dan

juga terdapat beberapa resiko bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit (Depkes RI, 2009).

Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan meminimalisirkan dan bila

mungkin meniadakannya. Oleh karena itu perlu diadakannya sistem K3 di instalasi laundry agar

penyelenggaraan K3 tersebut lebih efektif, efisien dan terpadu.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1. Definisi

Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat

didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya (Notoadmojo, 2012).


Keselamatan kesehatan kerja adalah merupakan multidisplin ilmu yang terfokus pada penerapan prinsip alamiah

dalam memahami adanya risiko yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan manusia dalam lingkungan

industri ataupun lingkungan diluar industri, selain itu keselamatan dan kesehatan kerja merupakan

profesionalisme dari berbagai disiplin ilmu yaitu fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku yang diaplikasikan

dalam manufaktur, transportasi, penyimpanan dan penanganan bahan berbahaya (OHSAH 2003).

2.1.2. Tujuan

Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antar pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya

baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk : (Depkes

RI, 2006)

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-

tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan padamasyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi

lingkungan kerjanya

Memberi pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dan kemungkina bahaya yang

disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkunga pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan

psikis pekerjanya.

2.2 Dasar Hukum

Dasar Hukum dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Depkes RI, 2009);

a. Undang- undang no.1 tahun 1970 ;

“ Tentang Keselamatan Kerja”


b. Undang-undang no. 23 tahun 1992 ;

“Tentang kesehatan; bahwa K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang

mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit

sepuluh orang”

c. Undang- undang no 36 tahun 2009 ;

“Kewajiban Pengelola untuk menyelenggarakan upaya kesehatan kerja, untuk melindungi pekerja agar hidup

sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan, serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan”.

d. Undang-undang no. 44 pasal 40 ayat 1 tahun 2009

“ Akreditasi Rumah Sakit”

e. Kepmenkes RI no. 432 tahun 2007 ;

“Pedoman Tentang Keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit”

f. Kepmenkes RI no. 1023 tahun 2004 ;

“ Persyaratan Kesehatan Lingkungan rumah sakit”

2.3 Manajemen K3 di RS

Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa upaya K3 harus

dilaksanakan di semua tempat kerja khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan mudah

terjangkit penyakit. Jika berdasarkan isi tersebut, maka rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja

dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap pelaku

langsung yang bekerja di rumah sakit, namun juga pengunjung yang berobat kerumah sakit (Kepmenkes RI,

2007)
Manajemen K3 di RS adalah Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di RS. Upaya K3 di RS menyangkut

tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan,

pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan

resultante dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja (Kepmenkes RI,

2007).

Program K3 di rumah sakit (K3RS) bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan

produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar

rumah sakit (Depkes RI, 2009).

Program K3RS yang harus diterapkan adalah (Depkes RI, 2009)

1. Pengembangan Kebijakan Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah Sakit (K3RS)

2. Pembudayaan perilaku kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah sakit (K3RS)

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS

4. Pengembangan Pedoman dan SOP K3RS

5. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja

6. Pelayanan kesehatan kerja

7. Pelayanan Keselamatn kerja

8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas

9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya

10. Pengembangan Manajemen tanggap darurat

11. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3

12. Review program tahunan

1. Standar Pelayanan Keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS). Adapun bentuk pelayanan kesehatan

kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut; (Kepmenkes RI, 2010)

2. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja bagi pekerja


3. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada

pekerja di Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjaannya.

4. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di rumah sakit.

5. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja

6. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang menderita sakit.

7. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang akan pensiun atau pindah kerja

8. Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi mengenai penularan infeksi

terhadap pekerja dan pasien

9. Melakukan kegiatan surveilans kesehatan kerja

10. Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan kerja

(pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomi)

11. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang disampaikan kepada direktur

rumah sakit dan unit teknis di wilayah kerja rumah sakit

1. Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit

Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca

indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan

gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan

prasarana adalah seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang

diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan

pengkondisian udara, dan lain-lain (Depkes RI, 2009).

3. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya

Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan

hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk

hidup lainnya.

a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator, Racun, Korosif,

Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.

b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3

(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya.

(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat dan karakteristik

dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan

terjadi

(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan meliputi pengendalian

operasional, pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja

yang aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.

(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya

c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan. Rekanan yang akan

diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut

spesifikasi lengkap dari material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan

lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit.

Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3 harus menginformasikan

kepada instalasi logistic sebagai unit pengadaan barang setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang

diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat

kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang

ditentukan.

Standar SDM K3 di Rumah Sakit


Kriteria tenaga K3

a) Rumah Sakit Kelas A

(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi minimal 1 orang yang mendapat

pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat pelatihan khusus yang

terakreditasi mengenai K3 RS

(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang

terakreditasi mengenai K3 RS

(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang

(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 1 orang

(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang

b) Rumah Sakit Kelas B

(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang

terakreditasi mengenai K3 RS

(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang

terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 1 orang

(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

c) Rumah Sakit kelas C

(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang

terakreditasi mengenai K3 RS

(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

4. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan

a) Pembinaan dan pengawasan


Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan pengawasan tertinggi

dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan,

penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.

Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit dibedakan dalam dua

macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan,

dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai

dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.

b) Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis dari masing-masing unit kerja

rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan

dan dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di

wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan

menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3;

mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.

Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang

telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat

kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3. Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3

adalah mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :

(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan rumah sakit.

(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak lanjutnya.

2.4 Sistem Manajemen K3 di RS

1. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta pengunjung atau pengantar

orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman

masyarakat sekitarnya (Kepmenkes RI, 2007).

1. Sistem Manajemen K3 RS

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan,

prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja

yang aman dan sehat supaya tenaga kerja produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri.

Prinsip yang digunakan dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari

metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja (Kepmenkes RI, 2007).

1. Langkah manajemen:

1) Komitmen dan Kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh

seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti

pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.

Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur organisasi RS. Untuk

melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain :

a) Advokasi sosialisasi program K3 RS.

b) Menetapkan tujuan yang jelas.

c) Organisasi dan penugasan yang jelas.

d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.

e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak


f) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif

g) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan.

h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2) Perencanaan

RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3

dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:

a). Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.

Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko

merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial

yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.

Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan

sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko

sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).

b). Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur yang harus

dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan

pihak yang terkait.

a) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)

b) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus merupakan informasi

mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.

c) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta dilaporkan.


3) Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan

kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan

melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas,

bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.

a) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS

1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan

dengan K3.

2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.

3) Membuat program K3 RS

b) Fungsi unit pelaksana K3 RS

1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan

K3.

2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di

RS.

3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.

4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.

5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.

6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan

inisiatif pencegahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.

Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses.

2.5 Instalasi loundry

Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin

cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika (Ferdianto, 2010).

1. Urutan Kegiatan Petugas laundry

a. Pengambilan linen kotor

Linen kotor diambil dari masing-masing ruangan perawatan, Poli rawat jalan, ruang operasi dan UGD

b. Pemisahan Linen bedasarkan jenis nodanya

c. Proses Pencucian

d.Proses pengeringan menggunakan mesin pengering pakaian (mesintumbler).

e. Proses finishing

f. Proses Pendistribusian

2. Proses pencucian

1. Prewash/Flush/Break/Pencucian awal

Linen dimasukkan dalam mesin cuci, lalu petugas menambahkan kimia laundry detergen dan alkali dan

memberikan emulsi apabila terdapat noda darah atau minyak/lemak. Zat kimia ini ditambahkan menggunakan

sendok takaran.
2. Mainwash/Suds wash/Pencucian.

Pada proses ini mesin cuci bekerja secara otomatis bedasarkan program yang diinginkan.

3. Rinse/Fill/Pembilasan.

Pembilasan adalah untuk menghilngkan kimia laundry dari permukaan dan dalam serat-serat kain sehingga kain

akan terbebas dari pengaruh kimia laundry yang dapat membuat serat kain menjadi kaku/keras.

4. Souring/Penetralan.

Souring/penetralan dapat dilakukan bersamaan saat pembilasan atau dapat dilakukan sendiri setelah pembilasan

selesai.

5. Softening/Pelembutan.

Softener adalah kimia laundry yang difungsikan untuk melembutkan kain dan memberikan aroma pada hasil

pencucian

Gambar 2.1 Pengeringan pakaian

Proses pengeringan menggunakan mesin pengering pakaian (mesin tumbler)

¢ linen yang masih belum begitu kering (lembab) dikeluarkan dari mesin cuci dengan tangan ke dalam troli

¢ didorong ke mesin pengeringan. Setelah sampai di mesin pengering, linen yang ada di troli dimasukkan lagi ke

dalam.

¢ Setelah mesin tumbler bekerja sesuai waktu yang ditentukan,

¢ petugas mengecek apakah linen sudah benar-benar kering atau belum.


¢ Pada saat ini tangan petugas terpapar dengan panas kain dan udara di dalam mesin

Mesin tumbler

¢ Proses pengeringan dengan mengunakan mesin tumbler,

¢ tumbler adalah mesin yang sistim kerjanya sama dengan mesin cuci hanya pada mesin tumbler mediannya

adalah udara panas yang dimasukkan dalam drum yang berputar berisikan linen lembab setelah dicuci,

¢ udara panas tersebut akan membaut linen menjadi kering. Jadwal kerja harian

Bagan Alur Kegiatan Petugas Laundry

2.6 Sistem Manajemen K3 di Instalasi Loundry Rumah Sakit


Standar Pelayanan Keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS). Adapun bentuk pelayanan kesehatan

kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut; (Ferdianto, 2010).

1. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja bagi pekerja

2. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada

pekerja di Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjaannya.

3. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di rumah sakit.

4. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja

5. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang menderita sakit.

6. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang akan pensiun atau pindah kerja

7. Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi mengenai penularan infeksi

terhadap pekerja dan pasien

8. Melakukan kegiatan surveilans kesehatan kerja

9. Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan kerja

(pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomi)

10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang disampaikan kepada direktur

rumah sakit dan unit teknis di wilayah kerja rumah sakit

Langkah manajemen sistem K3 di rumah sakit di instalasi loundry :

1. Komitmen dan Kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh

seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti

pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.

Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur organisasi RS. Untuk

melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain :

i) Advokasi sosialisasi program K3 RS.


j) Menetapkan tujuan yang jelas.

k) Organisasi dan penugasan yang jelas.

l) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.

m) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak

n) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif

 o) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan.

p) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

1. Perencanaan

RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3

dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:

a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.

Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko

merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial

yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.

Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan

sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko

sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).

b). Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur yang harus

dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan

pihak yang terkait.


c). Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)

d). Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus merupakan informasi

mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.

e). Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

1. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan

kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan

melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas,

bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.

a). Tugas pokok unit pelaksana K3 RS

1. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan

dengan K3.

2. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.

3. Membuat program K3 RS

b). Fungsi unit pelaksana K3 RS

1). Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3.

2). Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di

RS.

3). Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.


4). Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.

5). Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.

6). Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan

inisiatif pencegahan.

7). Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.

2. 7 Identifikasi bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit

1. Bahaya biologi (debu dari serat linen yang mengandung virus),

2. Bahaya fisik (kebisingan mesin cuci, suhu panas faktor risiko),

3. Bahaya kimia (detergen, desinfektan dan pewangi),

4. Bahaya ergonomic (posisi kerja berdiri selama proses kerja sampai selesai),
Hal hal yang harus diperhatikan :

1. Menangani binatu terkontaminasi sesedikit mungkin dengan agitasi minimal.

– Kontaminasi laundry

Potensi Bahaya ;

Cucian kotor yang terkontaminasi dengan darah atau bahan yang berpotensi menular atau berisi benda tajam.
Potensi Bahaya;

Paparan darah atau bahan yang berpotensi menular lainnya melalui cucian terkontaminasi yang tidak benar

diberi label, atau ditangani.

Solusi;

Ikuti prosedur yang digariskan dalam Standar Patogen terbawa darah, menangani cucian terkontaminasi seperti:

1. Menangani cucian terkontaminasi sedikit mungkin dengan agitasi minimal.

2. Hindari kontaminasi cucian di lokasi penggunaan. Jangan menyusun atau bilas cucian di lokasi di mana ia

digunakan

1. Letakkan cucian basah yang terkontaminasi di tempat yang anti bocor, berikan warna, kode atau label yang

sesuai di lokasi atau tempat yang digunakan.

1. Setiap mencuci cucian basah yang terkontaminasi dan menyajikan kemungkinan wajar rendam-through atau

kebocoran dari kantong atau wadah, cucian harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah yang

mencegah rendam-melalui dan / atau kebocoran cairan ke eksterior

1. Cucian yang tercemar harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah yang diberi label dengan

simbol biohazard atau dimasukkan ke dalam kantong merah sesuai dengan kode yang ditentukan.

1. Dalam fasilitas yang memanfaatkan tindakan pencegahan universal dalam penanganan semua label cuci-

alternatif yang kotor atau warna-coding cukup jika memungkinkan seluruh karyawan untuk mengenali

kontainer sebagai kepatuhan terhadap kewaspadaan universal.

1. Gunakan tas merah atau tas ditandai dengan simbol Biohazard, jika fasilitas di mana barang-barang yang

dicuci tidak menggunakan tindakan pencegahan universal untuk semua cucian.

Untuk informasi lebih lanjut tentang persyaratan pelabelan melihat:

 Pelabelan Tabel Persyaratan. (Diambil dari Patogen melalui darah dan jangka panjang Pekerja Perawatan

dokumen OSHA 3131).

 cucian tas yang terkontaminasi tidak boleh diletakkan dekat dengan tubuh atau diperas saat pengangkutan

untuk menghindari tusukan dari jarum suntik yang tidak dibuang.

 Siklus binatu normal harus digunakan sesuai dengan rekomendasi mesin cuci dan deterjen produsen.
 Pedoman Pengendalian Infeksi di Lingkungan Kesehatan-Perawatan Fasilitas. Pusat Pengendalian dan

Pencegahan Penyakit (CDC) dan Infeksi Kesehatan Pengendalian Praktek Komite Penasehat (HICPAC).

Morbiditas and Mortality Weekly Report (MMWR)

1. Alat Pelindung (AP)

Potensi bahaya;

Paparan yang ditularkan melalui darah patogen melalui kontak dengan cucian terkontaminasi dengan tidak

memakai AP yang sesuai.

Kemungkinan Solusi;

 Rumah sakit harus memastikan bahwa karyawan yang memiliki kontak dengan cucian terkontaminasi

mengenakan AP yang tepat seperti yang dibahas dalam Patogen melalui darah Standard yang ditentukan

ketika menangani dan / atau menyortir cucian terkontaminasi.

 Rumah sakit harus memastikan karyawan memakai AP yang sesuai seperti sarung tangan, baju, pelindung

wajah, masker ketika menyortir cucian terkontaminasi.

 Penggunaan sarung tangan tebal ketika menyortir cucian yang terkontaminasi dapat memberikan

perlindungan tambahan bagi karyawan.

 Sarung tangan utilitas dapat didekontaminasi untuk digunakan kembali jika integritas sarung tangan tidak

terganggu.

 Namun, sarung tangan tersebut harus dibuang jika retak, mengelupas, robek, tertusuk, menunjukkan tanda-

tanda lain dari kerusakan, atau ketika tidak berfungsi sebagaimana semestinya.

 Disposable (sarung tangan pakai tidak akan dicuci atau didekontaminasi untuk re-gunakan.

1. Penanganan Benda tajam

Potensi bahaya;

Paparan yang ditularkan melalui darah patogen dari cucian terkontaminasi yang berisi benda tajam.

Kemungkinan Solusi;
Sebuah keselamatan dan program kesehatan yang meliputi prosedur untuk pembuangan yang tepat dan

penanganan benda tajam dan mengikuti praktek yang diperlukan diuraikan dalam Standar Patogen yang

ditularkan melalui darah.

Jarum yang terkontaminasi dan benda tajam tidak akan membungkuk, recapped atau dihapus. Tidak ada geser

atau melanggar diijinkan.

1. Sharps Containerization:

Potensi Bahaya;

Segera atau sesegera mungkin, benda tajam yang terkontaminasi harus dibuang dalam wadah yang tepat.

Solusi;

Wadah jarum harus tersedia, dan di dekat daerah di mana jarum dapat ditemukan, termasuk binatu.

1. Berbahaya Kimia

Potensi Bahaya;

Berlabel kimia.

– Muncrat saat menuangkan dari wadah ke wadah yang lebih besar yang lebih kecil.

– Sabun dan deterjen dapat menyebabkan reaksi alergi dan dermatitis.

– Kulit rusak dari sabun atau deterjen iritasi dapat memberikan jalan untuk infeksi atau cedera jika terkena

bahaya kimia atau biologi.

– Jangan bercampur larutan pembersih yang mengandung amonia dan klorin. Ketika dicampur bersama bahan

kimia ini membentuk gas mematikan.

Solusi ;

Menerapkan program tertulis yang memenuhi persyaratan Standar Komunikasi Bahaya (HCS) untuk

menyediakan pelatihan pekerja, label peringatan, dan akses ke MSDS (MSDS).

Pelayanan Medis dan Pertolongan Pertama: Dimana mata atau tubuh seseorang dapat terkena bahan korosif

merugikan, sehingga diperlukan fasilitas yang cocok untuk membasahi cepat atau pembilasan mata dan tubuh

dalam area kerja untuk penggunaan darurat


1. Alergi lateks

Potensi bahaya ;Paparan pekerja alergi lateks mengenakan sarung tangan lateks, sambil menangani atau

menyortir cucian terkontaminasi.

Solusi;

– Gunakan sarung tangan lateks cocok untuk karyawan-sensitif:

– Pengusaha harus menyediakan sarung tangan tepat ketika paparan darah atau bahan yang berpotensi menular

lainnya (OPIM)

– Alternatif harus mudah diakses oleh karyawan yang alergi terhadap sarung tangan biasanya disediakan

1. Mengangkat / Mendorong

Potensi bahaya;

Berlebihan mencapai / mendorong dan / atau mengangkat cucian berat basah dapat menyebabkan gangguan

muskuloskeletal pekerjaan terkait seperti strain dan keseleo ke belakang atau daerah bahu.

Solusi;

Menilai area cuci untuk stres ergonomis dan mengidentifikasi dan mengatasi cara untuk mengurangi stres

seperti:

– Gunakan teknik mengangkat yang benar:

Hindari mengangkat benda besar atau canggung tertimbang.

Hindari mengangkat / mencapai atau bekerja di atas ketinggian bahu.

Hindari postur tubuh, seperti memutar sambil mengangkat.

Angkat barang dekat dengan tubuh.

Batasi berat barang yang akan diangkat.


– Gunakan alat bantu mekanis untuk mengurangi kebutuhan untuk mengangkat, seperti:

Spring-Loaded Platform Laundry untuk membantu mengangkat cucian berat basah, dan menjaga binatu pada

tingkat kerja seragam nyaman.

Cincin yang secara otomatis membuang beban mereka ke keranjang sehingga pekerja tidak harus mencapai

dalam dan mengeluarkan cucian berat basah secara manual.

Kepada Pekerja

¢ Memeriksakan sedini mungkin keluhan yang terjadi sebelum terjadi keluhan yang lebih berat.

¢ Mengenali potensi bahaya di tempat kerjanya

¢ Meminimalisasi pajanan

¢ Mengenakan Alat Pelindung Diri yang adekuat jika pekerjaan mengharuskan terjadi pajanan tubuh pada

potensi bahaya

Kepada Perusahaan/Instansi

¢ Menyusun regulasi jam kerja, jam lembur, sistem rotasi kerja.

¢ Mendeteksi kelainan/penyakit pada pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan.

¢ Melakukan penatalaksanaan terhadap kelainan/penyakit secara paripurna, secara medis dan okupasi.

¢ Melakukan pemetaan potensi bahaya di setiap lingkungan kerja.

¢ Melakukan kontrol terhadap potensi bahaya tersebut.

¢ Menyusun sistem pemberdayaan penggunaan Alat Pelindung Diri


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan pelayanan kesehatan

bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin

komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai

potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah

sakit.

2. Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa

mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika. Instalasi

laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai resiko penularan penyakit infeksi dan juga

terdapat beberapa resiko bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit khususnya di

bagian laundry.Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan

meminimalisirkan dan bila mungkin meniadakannya.

3. Tujuan Manajemen K3 di Instalasi Laundry adalah melindungi petugas RS khususnya bagaian instalasi

laundry dari risiko Penyakit Akibat Kerja serta dapat meningkatkan produktivitas dan citra RS, Baik di mata

konsumen maupun pemerintah.

3.2 Saran

1. Keberhasilan pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen tertulis dan kebijakan pihak direksi oleh

karena itu pihak direksi harus paham tentang kegiatan K3RS

27

2. Pelaksanaan K3RS juga dilakukan pada instansi laundry. Oleh karena itu, diperlukan adanya sosialisasi K3

terhadap petugas di instalasi laundry agar memperkecil resiko berbahaya yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA

Amarudin, 2006. Pengawasan Kesehatan dan Lingkungan Kerja,

Jakarta. http://tiarasalsabilatoniputri.files.wordpress.com/2012/03/kesehatan-kerja-1.ppt

Depkes, R.I., 2006, Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit (K3-

IFRS), Jakarta

Depkes, R.I., 2009, Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3-IFRS), Jakarta

Ferdianto, Hengki. 2011. Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah Sakit X (Study Kasus

Pengelolaan Penyakit Akibat Kerja). Jakarta. http://www.slideshare.net/YoTama/savedfiles?s_title=dermatitis-

kontak-iritan-pada-petugas-laundry-rumah-sakit&user_login=hengkiferdianto.

Ishaq, 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3)

(PermenakerNO.05/MEN/1996)Jakaratahttp://bocahbancar.files.wordpress.com/2012/09/materi-training-smk3-

by-mr-ishaq-pd-21-sept-2012.pptx

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007, Pedoman Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, Jakarta

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010, Standar Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, Jakarta

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 1024/Menkes/SK/X/2004, Persyaratan Kesehatan Lingkungan di

Rumah Sakit, Jakarta

Occupational Health and Safety Agency for Healthcare in BC, 2003.Guide Ergonomic for Hospital

Laundries. British Columbia


KEBIJAKAN MUTU DAN LINGKUNGAN
PT. Delta Inti Indonesia merupakan sebuah perusahaan Healthcare Laundryyang mensejahterakan
seluruh rakyat Indonesia melalui pelayanan healthcare laundry yang berstandar International:
 Menyediakan Healthcare Laundry yang bersih dan higienis.
 Membantu pencegahan dan pengendalian infeksi di seluruh Rumah Sakit Indonesia.
 Melakukan perbaikan yang berkelanjutan guna menyediakan linen yang bersih dan higienis
untuk pasien rumah sakit.
 Mempersiapkan staff Healthcare Laundry yang berkompeten dan saling bekerja sama.
 Berkomitmen mencegah pencemaran lingkungan dan menjaga bumi agar tetap lestari.
 Melakukan pekerjaan dengan aman dan sehat sehingga mentaati aspek-aspek lingkungan hidup
di setiap kegiatan perusahaan.
 Berkomitmen mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang berkaitan
dengan lingkungan hidup dalam melaksanakan operasi perusahaan.
PT Delta Inti Indonesia senantiasa meningkatkan kinerja perusahaan secara berkelanjutan melalui
penerapan standar internasional sistem Manajemen Mutu ISO 9001 dan sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001 yang terintegrasi.

PENTINGNYA LAUNDRY RUMAH SAKIT

Laundry memiliki peran yang penting dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
“pengelolaan binatu dan linen yang tepat”, berdasarkan buku pedoman Standar Akreditasi Rumah
Sakit (JCI) PPI.7.1 halaman 180. Selain itu, kebersihan laundri rumah sakit juga harus mengikuti
standar peraturan dari pemerintah (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004).

Ketika pasien datang ke rumah sakit, mereka berinteraksi dengan berbagai macam linen,
seperti seprai, selimut, seragam suster dan dokter, dan banyak lagi. Penelitian membuktikan bahwa
linen adalah salah satu objek yang dapat membawa bakteri atau mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi. Sebagai perbandingan standar lulus bakteri linen hygienis sbb:

 6.000 cfu Bacillus spora per 6,25 cm persegi ——————- Kemenkes


1204/SK/Menkes/X/2004 halaman 27.
 20 cfu per 100 cm persegi ——————- standar Amerika.
 12 cfu per 625 cm persegi ——————- standar Eropa.

Dengan mencegah pasien bersentuhan dengan linen yang kotor, kami berharap dapat
mengurangi angka pasien yang terjangkit penyakit dan mendukung rumah sakit dalam memberikan
servis terbaik kepada pasien. Untuk mencapai hal ini, laundry biasa saja tidaklah cukup. Di Healthcare
Laundry, Kami menerapkan standar operasi laundry rumah sakit internasional dalam memberikan
linen yang tidak hanya bersih tapi juga higienis untuk rumah sakit.

Fasilitas dan peralatan yang kami gunakan didesain khusus untuk mencegah penyebaran
penyakit melalui linen seperti dinding pemisah ruangan kotor dan bersih, sirkulasi udara, mesin cuci
barrier, mesin cuci troly barrier, sarana cuci tangan, mandi dll. Kami menerapkan system dari The
Healthcare Laundry Accredition Council (HLAC) dan Textile Rental Services Association of America
(TRSA) yang menjadi salah satu rujukan dari JCI. Alur kerja operasional juga didesain khusus untuk
mencegah adanya kontaminasi atau perpindahan kuman penyakit, namun dengan cukup ruang untuk
bekerja secara efektif.
Tugas Cleaning Service Di Rumah
Sakit
Rumah sakit merupakan tempat yang tidak pernah sepi orang silih berganti datang apakah
ada pasien yang harus segera mendapatakan pertolongan atau keluarga pasien yang
datang menjenguk. Olehnya itu kebersihan rumah sakit tentu sangat penting dan perlu
untuk dijaga. Rumah sakit selalu menjaga ungkapan kebersihan merupakan pangkal
kesehatan.

Ungkapan di atas tidak lepas dari jasa mereka para cleaning service rumah sakit. Namun
terkadang ada juga orang yang datang kerumah sakit apakah sebagai pasien atau keluarga
pasien mencibir atau memandang sebelah mata pada pekerjaan cleaning service rumah
sakit. Apakah pantas sebagai orang yang menggunakan jasa layanan rumah sakit tetap
mempertahankan mindset seperti itu?

Sebagai orang yang mengguakan jasa layanan rumah sakit, harusnya kita bersyukur
kepada mereka para cleaning service rumah sakit karena telah menjaga kenyamanan kita
selama menggunakan jasa layanan rumah sakit.

Rumah Sakit Bersih Dan Nyaman Bergantung Pada Kedisiplinan Cleaning Service
Seseorang akan merasa nyaman jika rumah sakit yang mereka kunjungi memiliki tingkat
kebersihan dan kerapian yang tinggi. Hal ini jelas membuktikan bahwa cleaning service
rumah sakit juga sangat mempengaruhi kepuasan dan penilaian masyarakat terhadap
pelayanan di rumah sakit.
MENARIK: Training Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit

Baru-baru ini ada sebuah study yang melakukan penelitian bagaimana pengaruh dari
tingkat kedisiplinan cleaning service rumah sakit terhadap kepuasan masyarakat akan
pelayan rumah sakit. Dan hasilnya sangat berbanding lurus. Semakin disiplian cleaning
service rumah sakit melakukan pekerjaanya dengan baik sebagai cleaning service maka
semakin meningkat pula kepuasan masyarakat. Begitu pula dengan kebersihan dan
kenyaman rumah sakit yang semuanya berada di tangan para cleaning service rumah
sakit.

Perlu Perhatian Lebih


Tak hanya masyarakat luar yang harus memberikan perhatian lebih pada cleaning service
rumah sakit, tetapi pihak berwenang di setiap rumah sakit juga sepertinya sangat perlu
memberikan perhatian lebih pada cleaning service rumah sakit. Perhatian seperti apa yang
dimaksud?

Sepertinya perhatian seperti mengadakan atau mengikut sertakan cleaning servic pada
pelatihan-pelatihan teknik sanitasi dan sistem kebersihan juga sangat diperlukan. Tak
hanya itu saja, memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai teknik pengelolahan
limbah-limbah rumah sakit juga sangat dibutuhkan oleh seorang cleaning service rumah
sakit. Karena bagaimanapun juga kebersihan rumah sakit tak hanya dinilai dari seberapa
bersih lantainya, seberapa wangi kamar mandinya tetapi juga dinilai dari bagaimana
mereka mampu mengelolah limbah rumah sakit dengan benar.

MENARIK: Higiene Industri Di Rumah Sakit Filetype Ppt

Berikut tugas cleaning service di rumah sakit:


PEKERJAAN SIFT PAGI (06.00-13.00)
PEKERJAAN
 Menyapu dan mengepel halaman, lorong dan ruangan
 Mengambil sampah medis, benda tajam untuk dibawa ke TPS B3 (yang sudah penuh
atau 2/3 bagian terisi)
 Mengambil semua sampah domestic dan dibawa ke TPS
 Membersihkan sawang – sawang
 Mencuci tempat pengangkut sampah
MEMBERSIHKAN KAMAR MANDI & WASTAFEL
 Membersihkan langit – langit/sawang atap kamar mandi
 Membersihkan lampu kamar mandi
 Membersihkan dinding kamar mandi
 Menyikat lantai dan membersihkan closet yang berkarak
 Membersihkan tempat sabun
 Menguras dan membersihkan bak kamar mandi
 Membersihkan gayung
 Membersihkan wastafel dan cermin kamar mandi
MEMBERSIHKAN RUANG RAWAT INAP KETIKA PASIEN PULANG
Membersihkan seluruh ruangan dan perabotan agar bebas dari debu, sampah dan sawang

INSIDENTAL (terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja;
tidak secara tetap atau rutin; sewaktu-waktu)

PEKERJAAN SIFT SIANG (13.00-20.00)


 Menyapu /mengepel halaman, lorong dan ruangan (yang kotor atau basah)
 Mengambil sampah medis, benda tajam untuk dibawa ke TPS B3 (yang sudah penuh
atau 2/3 bagian terisi)
 Mengambil semua sampah domestic
 Membersihkan kamar mandi umum
 Membersihkan tempat sampah
 Pekerjaan Program Cleaning Service
 Membersihkan ruang rawat inap ketika pasien pulang
 Insidental (terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja;
tidak secara tetap atau rutin; sewaktu-waktu)

MENARIK: BCLS:Basic Cardiac Life Support for Paramedic

PEKERJAAN PROGRAM CLEANING SERVICE


 Bongkar ruang rawat inap di RS (membersihkan seluruh ruangan dari lantai, dinding,
atap, perabotan, sarana prasarana sampai bersih)
 Membersihkan seluruh kaca luar dan dalam di RS
 Membersihkan pigura, poster, banner, nama ruang, dll yang tertempel di dinding atau
tidak.
 Membersihkan kipas angin di Ruang Rawat Inap RS
 Membersihkan dinding (terutama dekat tempat sampah), alat pemadam kebakaran dan
kotak saran
Dan sebagainya
Catatan :
 Jangan melakukan pekerjaan tambahan lain, sebelum pekerjaan utama diselesaikan
 Berhati – hati dalam mengangkut dan memindahkan limbah medis
 Jangan membiarkan barang-barang atau benda yang tidak pada tempatnya, rapihkan
 Ruangan, Kamar mandi harus selalu dalam keadaan bersih
 Saling menutupi dan membantu pekerjaan apabila terdapat rekannya yang butuh
bantuan dalam menyelesaikan pekerjaan.
PELAYANAN AMBULAN RUMAH SAKIT

PELAYANAN AMBULAN RUMAH SAKIT

A. STANDAR PELAYANAN AMBULAN DAN PERSYARATAN


Landasan Hukum :
1. Undang undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 tahun 2007
2. Undang undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009
3. Undang undang Rumah Sakit No 44 tahun 2009
4. S.K. MENKES No, 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar IGD RUMAH SAKIT
5. Kepmenkes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi Kendaraan
Pelayanan Medik.
6. Kepmenkes No 143/Menkes-kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan
Pelayanan Medik.

Diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan medik pada kendaraan ambulans AGDT,
khususnya untuk keseragaman dan peningkatan mutu pelayaan rujukan kegawatdaruratan
medik.

Acuan lain :
Surat Ketua IKABI, nomor 005./IKABI/PP/VIII/2002, tanggal 12 Agusutus 2002, perihal :
Spesifikasi AGD 118 Homepage : http://www.ikabi.or.id
Diperlukan rekomendasi komisi trauma IKABI atas ambulans yang dibuat atau di supplay
oleh perusahaan karoseri lokal.

Yang diatur dalam Kepmenkes 143/Menkes-Kesos/SK/II/2001 adalah jenis kendaraan :


1. Ambulans Transportasi;
2. Ambulans Gawat darurat;
3. Ambulans Rumah sakit lapangan;
4. Ambulans Pelayanan medik bergerak;
5. Kereta Jenazah.
6. Ambulans Udara.

B. PELAYANAN AMBULAN DAN PRA RUMAH SAKIT


Proses penanggulangan penderita Gawat Darurat harus dimulai dari tempat kejadian,
Tindakan darurat harus dilakukan dari tempat kejadian sebagai langkah awal dikenal
dengan BHD. BHL oleh tenaga yang terlatih dan professional Di Intra Rumah Sakit.
TUJUAN :
1. Mencegah kematian
2. Mencegah kecacatan
3. Merujuk
4. Tindakan pertama gawat darurat (PPGD/BHD), bukan hanya di RS atau Puskkesmas atau
Institusi Pelayanan Kesehatan, sebaiknya di TKP.
5. Memberikan pertolongan awal serta memindahkan penderita gawat darurat dengan aman
tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan/rumah sakit yang memadai
(Lih.Pedoman pelayanan gawat darurat Depkes RI 1995:9)
6. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi penderita gawat darurat atau sebelum
ke rumah sakit yang lebih lengkap adalah :
a. Sebelum diangkat dibawa ke dalam mobil AGD/dirujuk yang harus diperhatikan
adalah :
 Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi (ABC)
 Perdarahan telah dihentikan
 Luka luka telah ditutup
 Patah tulang telah di fiksasi
b. Selama perjalanan ( Dalam Mobil AGD) SELALU diperhatikan:
 ABC(Kesadaran dan KU)
 Pernafasan
 Tekanan darah
 Denyut Nadi
 Keadaan luka

C. PEDOMAN PELAYANAN AMBULANCE DI RUMAH SAKIT


I. Pelayanan :
a. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan ambulance kepada masyarakat secara terus
menerus selama 24 jam, 7 hari kerja.
b. Pelayanan Ambulance Rumah Sakit Sari adalah Ambulance Gawat Darurat untuk
melakukan evakuasi pasien gawat darurat, yaitu evakuasi pasien yang tidak mengalami
ancaman jiwa dan korban dalam keadaan cukup baik/stabil/sudah memungkinkan untuk
dipindahkan.
c. Pendamping pasien adalah petugas medis (perawat), jika perlu didampingi oleh dokter
sesuai dengan kondisi medis pasien
II. Pengorganisasian
Pelayanan ambulance berada di bawah organisasi Unit Gawat Darurat.
III. Ketenagaan
Petugas ambulance terdiri dari dokter, perawat dan supir ambulance yang telah memenuhi
kualifikasi tertentu.
IV. Fasilitas
1. Persyaratan kendaraan dan fasilitas ambulance mengikuti persyaratan dari
Departemen Kesehatan RI.
2. Ambulance merupakan kendaraan roda empat dengan luas ruangan yang cukup
memadai untuk membawa pasien dalam keadaan berbaring beserta petugas medis
dan dapat melakukan tindakan medis yang diperlukan.
3. Ambulance dilengkapi peralatan untuk monitoring dan pelayanan Bantuan Hidup
Dasar.
4. Ambulance harus memiliki penampilan dan dilakukan pemeliharaan yang baik karena
merupakan media promosi rumah sakit.
5. Pemeliharaan kendaraan dikelola oleh bagian rumah tangga

V. Pencatatan dan Pelaporan


1. Seluruh tindakan medis yang dilakukan di ambulance harus dilakukan pencatatan
pada berkas rekam medis pasien.
2. Seluruh kegiatan ambulance dilakuan kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi
secara rutin dan merupakan bagian dari pelaporan IGD

D. PERSYARATAN UMUM MOBIL AMBULANCE


Menurut Depkes RI tahun 2004:
1. Kendaraan roda empat / lebih dengan suspensi lunak.
2. Warna kendaraan putih dengan pengenal khusus (pada tulisan nama rumah sakit dan
ambulance) yang memantulkan cahaya
3. Tulisan AMBULANCE pada bagian depan kendaraan ditulis terbalik dan memantulkan
cahaya
4. Di belakang dan di samping kiri dan kanan kendaraan terdiri dari : logo dan nama
rumah sakit
5. Logo Rumah Sakit di pintu depan kanan dan kiri.
6. Pintu belakang tidak mengganggu keluar masuknya stretcher.
7. Lampu rotator warna biru terletak di tengah atap kendaraan.
8. Dinding dan lantai kendaraan tidak membentuk sudut, dengan lantai landai.
9. Ruang dalam kendaraan cukup luas untuk bekerja dan infus dapat menetes dengan
baik.
10. Tempat duduk bagi petugas / pendamping di ruang penderita dapat dibuka / dilipat
(captain seat).
11. Ruangan penderita mempunyai akses dengan tempat pengemudi.
12. Gantungan infus 2 (dua) buah terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempat tidur
penderita.
13. Didalam ambulance terdapat peta wilayah setempat.
14. Tulisan sponsor (jika ada) hanya boleh diletakkan di samping belakang kiri dan kanan
dengan ukuran maksimal 10 x 50 cm.

E. PENGERTIAN – PENGERTIAN AMBULANCE


1. Ambulance Transport
Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan khusus/ tindakan darurat untuk
menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama dalam
perjalanan.
Persyaratan Kendaraan, Secara tekhnis :
a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak
b. Warna kendaraan : putih (DKI warna hijau lapis )
c. Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan
kiri tertulis : ambulans dan logo : bintang enam biru dan ular tongkat.
Ruang penderita mudah dicapai dari tempat pengemudi
d. Tempat duduk bagi petugas dan keluarga di ruangan penderita
Dilengkapi sabuk pengaman untuk petugas dan penderita
e. Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya satu tandu
Ruangan penderita berhubungan langsung dengan tempat pengemudi
f. Gantungan infus terletak sekurangnya 90 sm di atas tempat penderita
Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
Lampu ruangan secukupnya/bukan neon, dan lampu sorot yang dapat digerakan
g. Lemari obat dan peralatan, Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air
limbah
h. Sirine dua nada, Lampu rotator warna merah dan biru, di tengah atas kendaraan
Radio komunikasi dan atau radio genggam di ruang kemudi Tersedia peta wilayah
Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
Tanda pengenal ambulans transportasi dari bahan pemantul sinar
i. Kendaraan mudah dibersihkan, lantai landai dan batas dinding dengan lantai tidak
menyudut
j. Dapat membawa inkubator transport Persyaratan lain sesuai peraturan
perundangan yang berlaku

Sarana Medis :
a) Tabung oksigen dengan peralatannya
b) Alat penghisap cairan/lendir 12 Volt DC
c) Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-dewasa, dll)
d) Obat-obatan sederhana, cairan infuse secukupnya

Petugas :
a) 1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup dasar) dan berkomunikasi
b) (satu) perawat dengan kemampuan PPGD
Tata tertib :
Sewaktu menuju tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan rotator
Selama mengangkut penderita hanya menggunakan lampu rotator .
Mematuhi semua peraturan lalu lintas
Kecepatan kendaraan maksimum 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut dengan lembar catatan
penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit.
Petugas memakai seragam awak ambulans dengan identitas yang jelas.

2. Ambulance Gawat Darurat


Tujuan Penggunaan :
Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah Sakit
Pengangkutan penderita dawat darurat yang sudah distabilkan dari lokasi kejadian ke
tempat tindakan definitif atau ke Rumah Sakit
Sebagai kendaraan transport rujukan.

Persyaratan :
a. Teknis Kendaraan :
a) Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak
Warna kendaraan : kuning muda
c) Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan
kiri tertulis : Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
d) Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi.
Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.
e) Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi
Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat
Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien
f) Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu dapat dilipat.
Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk melakukan
tindakan
g) Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat penderita
Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
Lampu ruangan secukupnya/ bukan neon dan lampu sorot yang dapat digerakan
h) Meja yang dapat dilipat, Lemari obat dan peralatan
i) Tersedia peta wilayah dan detailnya
Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
j) Sirine dua nada , Lampu rotator warna merah dan biru , Radio komunikasi dan telepon
genggam di ruang kemudi , Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
k) Peralatan rescue, Lemari obat dan peralatan
Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
Peta wilayah setempat – Jabotabek
Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemari es/freezer, atau kotak pendingin.

Sarana Medis :
1. Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
Peralatan medis PPGD
2. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC
3. Peralatan monitor jantung dan nafas
Alat monitor dan diagnostik
4. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
5. Minor surgery set, Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
Entonok , Kantung mayat Sarung tangan disposable , Sepatu boot

Persyaratan Petugas :
1. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
2. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD
3. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

Tata tertib berkendaraan :


1. Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan lampu rotator. Selama
mengangkut penderita hanya lampu rotator yang dihidupkan
2. Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
3. Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut dengan lembar catatan
penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit.
4. Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.

3. Ambulance Rumah Sakit Lapangan


Tujuan Penggunaan :
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan ambulans pelayanan medik
bergerak.
Sehari-hari berfungsi sebagai ambulans gawat darurat

Persyaratan :
a. Teknis Kendaraan
a) Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak Warna kendaraan : kuning muda
b) Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan
kiri atas tanda : Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
c) Kendaraan menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi.
Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.
Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi
d) Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat Dilengkapi sabuk pengaman
bagi pengemudi dan pasien Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu.
Tandu dapat dilipat. Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak
untuk melakukan tindakan
e) Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat penderita
Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang dapat digerakan
f) Meja yang dapat dilipat , Lemari obat dan peralatan
g) Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
Sirine dua nada , Lampu rotator warna merah dan biru terletak di atap sepertiga
depan. , Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi
Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
h) Peralatan rescue, Lemari obat dan peralatan, Tanda pengenal dari bahan pemantul
sinar , Peta wilayah setempat – Jabotabek dan detailnya Persyaratan lain menurut
perundangan yang berlaku Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.

Medis :
a) Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang Peralatan medis PPGD
b) Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC Peralatan monitor jantung dan nafas
c) Alat monitor dan diagnostic, Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
Minor surgery set
d) Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
e) Entonok, Kantung mayat , Sarung tangan disposable , Sepatu boot

Petugas :
a) 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
b) 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD BTLS/BCLS
c) 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

Tata tertib :
1. Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan lampu rotator
Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator yang dihidupkan
Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di
jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
2. Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut dengan lembar catatan
penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit. Petugas
memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.

4. Ambulance Pelayanan Medik Bergerak


Tujuan Penggunaan :
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan
Digunakan sebagai ambulans transport.

Persyaratan Teknis Kendaraan :


a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak. Berbentuk kontainer dan
berfungsi sebagai poliklinik Warna kendaraan : kuning muda
b. Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan
kiri atas tanda : Poliklinik dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat. Sirine
satu atau dua nada
c. Lampu rotator warna merah dan biru di atap sepetiga depan
Kendaraan berpengatur udara /AC dengan pengendali di ruang pengemudi.
Ruang kerja cukup luas dan atap tinggi sehingga petugas dapat berdiri untuk melakukan
tindakan dan gantungan infus tinggi sehingga cairan infus dapat menetes dengan lancar.
Meja kerja yang dapat dilipat
d. Tempat duduk petugas di ruang periksa yang dapat diatur/ dilipat
Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan penderita
Tempat tidur atau tandu dapat dilipat sekurangnya untuk satu pasien.
e. Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita Generator 220/240 Volt AC dengan
peralatannya, dan alih tegangan arus Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu
sorot yang dapat digerakan Lemari obat dan peralatan
f. Kapasitas penyimpanan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi , Peralatan rescue
g. Peta wilayah setempat – Jabotabek , Persyaratan lain menurut perundangan yang
berlaku Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.

Sarana Medis :
a. Tabung oksigen dengan peralatan., Peralatan medis PPGD
b. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
c. Suction pump manual dan listrik 12 V DC
d. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya Sarung tangan disposable Sepatu
boot

Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
b. Perawat berkemampuan PPGD dengan jumlah sesuai kebutuhan
c. Paramedis lain sesuai kebutuhan
d. Dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

Tata tertib berkendaraan :


a. Bila sangat dibutuhkan boleh menghidupkan sirine Selama berangkat ke tujuan dan pulang,
lampu rotator boleh dihidupkan.
b. Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
c. Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
d. Petugas membuat/ mengisi laporan catatan penderita. Petugas memakai seragam
ambulans dengan identitas yang jelas.

5. Ambulan Gawat Darurat Medik Sepeda Motor


Tujuan Penggunaan :
Pertolongan Penderita Gawat Darurat pra Rumah Sakit, sebagai kendaraan pendahulu.

Persyaratan Teknis Kendaraan :


a. Kendaraan roda dua, bahan bakar minyak/ bensin , Silinder 100 cc atau lebih
Warna kendaraan : kuning muda – hijau , Tempat duduk dua orang Sirine satu atau dua
nada , Lampu rotator warna biru Radio komunikasi atau radio genggam , Helmet, jaket
dengan identitas dibuat dari bahan pemancar cahaya
b. Tanda pengenal tertulis gawat darurat/ Emergency dan logo : Star of Life, bintang enam biru
dan ular tongkat.

Medis :
a. Tabung oksigen dengan peralatan.
b. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi.
c. Alat pertolongan luka (terlampir)
d. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
e. Sarung tangan disposable
f. Sepatu boot

Petugas :
a. 2 (dua) orang perawat berkemampuan PPGD dan yang mempunyai SIM C sebagai
pengemudi.

Tata tertib berkendara :


a. Bila sangat dibutuhkan boleh menghidupkan sirine Selama berangkat ke tujuan dan pulang,
lampu rotator boleh dihidupkan Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
b. Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
c. Petugas membuat/ mengisi laporan catatan penderita.
d. Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.

6. Kereta Jenasah
Tujuan Penggunaan :
Merupakan kendaraan yang digunakan khusus untuk mengangkut jenazah

Tekhnis Persyaratan Kendaraan :


a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak
Warna kendaraan : hitam, di kanan-kiri bertulis : Kereta Jenazah
Dilengkapi sabuk pengaman bagi penumpang
b. Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi
Lampu ruangan secukupnya, dan lampu sorot yang dapat digerakan
Sirine satu atau dua nada , Lampu rotator warna merah dan biru
Dapat mengangkut sekurangnya satu peti jenazah, dan ada sabuk pengaman peti jenazah.
c. Ruang jenazah terpisah dari ruang kemudi. Tempat duduk/ duduk lipat bagi sekurang-
kurangnya 4 (empat) orang di samping jenazah.
d. Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
Tanda pengenal kereta jenazah dari bahan pemantul sinar
Gantungan karangan bunga di depan, samping kiri dan kanan.
Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku

Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi yang dapat berkomunikasi
b. 1 (satu) pengawal jenazah atau lebih

Tata tertib berkendaraan :


a. Sirine hanya digunakan saat bergerak dalam iringan jenazah dan mematuhi peraturan lalau
lintas tentang konvoi
b. Bila tidak dalam iringan hanya boleh menghidupkan rotator.
Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
c. Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
PELAYANAN AMBULAN GAWAT DARURAT-PRA
RUMAH SAKIT

ASPEK HUKUM DAN SISTEM PELAYANAN

AMBULAN GAWAT DARURAT ( PRA RUMAH SAKIT )


Dasar Pemikiran

Dalam suatu sistem pelayanan gawat darurat terpadu, peran ambulan gawat darurat
khususnya dalam pelayanan gawat darurat pra rumah sakit merupakan suatu sistem yang
sangat dibutuhkan dan diperlukan dalam mengurangi timbulnya korban yang sia sia.

Sistem pelayanan pra rumah sakit membutuhkan SDM dan fasilitas (sarana dan pra
sarana) yang terintegral dengan sistem pelayanan gawat darurat intra rumah sakit, sehingga
koordinasi dan sinkronisasi sistem pelayanan gawat darurat membutuhkan suatu organisasi
sebagai panduan atau pedoman dalam melaksanakan sistem pelayanan gawat darurat
terpadu baik dalam kedaaan bencana maupun dalam kedaaan gawat darurat sehari hari.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak atas taraf hidup
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya. (Pasal 25
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan bangsa Bangsa). Oleh sebab itu rasa
aman dan nyaman dan mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan baik dalam
pelayanan kesehatan normal maupun dalam pelayanan gawat darurat merupakan hak
manusia.

Yang disebut Tenaga Kesehatan UU Kesehatan NO 36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan


Umum Pasal 1 Ayat (6) : “SETIAP ORANG YANG MENGABDIKAN DIRI DALAM BIDANG
KESEHATAN SERTA MEMILKI PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MELALUI
PENDIDIKAN DI BIDANG KESEHATAN YANG UNTUK JENIS TERTENTU MEMERLUKAN
KEWENANGAN UNTUK MELAKUKAN UPAYA KESEHATAN”. Pasal ini mempertegas
bahwa petugas kesehatan wajib melakukan upaya kesehatan termasuk dalam pelayanan
gawat darurat diluar rumah sakit.

A. PELAYANAN AMBULAN DAN PRA RUMAH SAKIT

Proses penanggulangan penderita GD harus dimulai dari tempat kejadian, Tindakan darurat
harus dilakukan dari tempat kejadian sebagai langkah awal dikenal dengan BHD. BHL oleh tenaga
yang terlatih dan professional Di Intra Rumah Sakit.

TUJUAN:

1. Mencegah kematian

2. Mencegah kecacatan,

3. Merujuk
4. Tindakan pertama gawat darurat (/PPGD/BHD), bukan hanya DI RS, PUSKESMAS atau Insitusi
Pelayanan Kesehatan. Sebaiknya di TKP

5. Memberikan pertolongan awal serta memindahkan penderita gawat darurat dengan aman tanpa
memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan/rumah sakit yang memadai (Lih.Pedoman
pelayanan gawat darurat Depkes RI 1995:9)

6. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi penderita gawat darurat atau sebelum ke rumah
sakit yang lebih lengkap adalah :

7. Sebelum diangkat dibawa ke dalam mobil AGD/dirujuk yang harus diperhatikan adalah :

1.Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi (ABC)

2.Perdarahan telah dihentikan

3.Luka luka telah ditutup

4.Patah tulang telah di fiksasi

b.Selama perjalanan ( Dalam Mobil AGD) SELALU diperhatikan

1.ABC(Kesadaran dan KU)

2.Pernafasan

3.Tekanan darah

4.Denyut Nadi

5.Keadaan luka

B. STANDAR PELAYANAN AMBULAN DAN PERSYARATAN

Landasan Hukum :
1. Undang undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 tahun 2007

2. Undang undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009

3. Undang undang Rumah Sakit No 44 tahun 2009

4. S.K. MENKES No, 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar IGD RUMAH SAKIT

5. Kepmenkes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik.

6. Kepmenkes No 143/Menkes-kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik.


Diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan medik pada kendaraan ambulans AGDT, khususnya
untuk keseragaman dan peningkatan mutu pelayaan rujukan kegawatdaruratan medik.
Acuan lain :
Surat Ketua IKABI, nomor 005./IKABI/PP/VIII/2002, tanggal 12 Agusutus 2002, perihal : Spesifikasi
AGD 118 Homepage : http://www.ikabi.or.id
Diperlukan rekomendasi komisi trauma IKABI atas ambulans yang dibuat atau di supplay oleh
perusahaan karoseri lokal.

Yang diatur dalam Kepmenkes 143/Menkes-Kesos/SK/II/2001 adalah jenis kendaraan :

1. Ambulans Transportasi;
2. Ambulans Gawat darurat;
3. Ambulans Rumah sakit lapangan;
4. Ambulans Pelayanan medik bergerak;
5. Kereta Jenazah.
6. Ambulans Udara.

1. PERSAYARAT AMBULAN DARAT BUKU SERI PPGD-GELS DEPKESRI 2004 :


1. KENDARAAN RODA EMPAT DENGAN SUSPENSI LUNAK

2. KENDARAAN WARNA PUTIH ATAU KUNING MUDA DENGAN PENGENAL KHUSUS


YANG MENIMBULKAN CAHAYA

3. TULISAN AMBULAN TERBALIK YANG MEMANTULKAN CAHAYA PADA BAGIAN


DEPAN

4. SEDANGKAN DISAMPING BELAKANG DAN KIRI DAN KANAN TERDIRI DARI : LOGO
RUMAH SAKIT SERTA LAMBANG EMERGENCY INTERNATIONAL (UNTUK AMBULAN
GAWAT DARURAT)

5. PALANG BERWARNA HIJAU DIPINTU KANAN DAN KIRI

6. TULISAN SPONSOR HANYA BOLEH DILETAKKAN DISAMPING BELAKANG KIRI DAN


KANAN UKURAN MAKSIMAL 10X50 CM

7. PINTU BELAKANG TIDAK MENGGANGGU KELUAR MASUKNYA STRECHCER

8. LAMPU ROTATOR WARNA BIRU DITENGAH DEPAN ATAP KENDARAAN

9. DINDING DAN LANTAI KENDARAAN TIDAK MEMBENTUK SUDUT DENGAN LANDAI

10. RUANG DALAM KENDARAAN CUKUP LUAS UNTUK BEKERJA DAN INFUS DAPAT
MENETES DENGAN BAIK

11. TEMPAT DUDUK BAGI PETUGAS /PENDAMPING DIRUANG PENDERITA DAPAT


DIBUKA DILIPAT (CAPTAINS SET)

12. RUANG PENDERITA PUNYA AKSES DENGAN TEMPAT PENGEMUDI

13. GANTUNGAN INFUS 2 (DUA) BUAH TERLETAK SEKURANG KURANGNYA 90 CM


DIATAS TEMPAT PENDERITA

14. TERDAPAT DISASTER KIT PAD AMBULAN GAWAT DARURAT DAN MABULAN RUMAH
SAKIT LAPANGAN

15. TERDAPAT PETA SETEMPAT DI SETIAP JENIS AMBULAN DARAT


Pengertian pengertian :
AMBULANS TRANSPORT
Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan khusus/ tindakan darurat untuk
menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan.
Persyaratan Kendaraan, Secara tekhnis :

1. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak

2. Warna kendaraan : putih (DKI warna hijau lapis )

3. Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan kiri
tertulis : ambulans dan logo : bintang enam biru dan ular tongkat.
Ruang penderita mudah dicapai dari tempat pengemudi

4. Tempat duduk bagi petugas dan keluarga di ruangan penderita


Dilengkapi sabuk pengaman untuk petugas dan penderita

5. Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya satu tandu


Ruangan penderita berhubungan langsung dengan tempat pengemudi

6. Gantungan infus terletak sekurangnya 90 sm di atas tempat penderita


Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
Lampu ruangan secukupnya/bukan neon, dan lampu sorot yang dapat digerakan

7. Lemari obat dan peralatan, Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah

8. Sirine dua nada, Lampu rotator warna merah dan biru, di tengah atas kendaraan
Radio komunikasi dan atau radio genggam di ruang kemudi Tersedia peta wilayah
Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
Tanda pengenal ambulans transportasi dari bahan pemantul sinar

9. Kendaraan mudah dibersihkan, lantai landai dan batas dinding dengan lantai tidak menyudut

10. Dapat membawa inkubator transport Persyaratan lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku

Sarana Medis

 Tabung oksigen dengan peralatannya


 Alat penghisap cairan/lendir 12 Volt DC

 Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-dewasa, dll)


Obat-obatan sederhana, cairan infus secukupnya

Petugas :

 1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup dasar) dan berkomunikasi
11. 1 (satu) perawat dengan kemampuan PPGD
Tata tertib
Sewaktu menuju tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan rotator
Selama mengangkut penderita hanya menggunakan lampu rotator .
Mematuhi semua peraturan lalu lintas
Kecepatan kendaraan maksimum 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut dengan lembar catatan
penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit.
Petugas memakai seragam awak ambulans dengan identitas yang jelas.
2. AMBULANS GAWAT DARURAT;
Tujuan Penggunaan :
Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah Sakit
Pengangkutan penderita dawat darurat yang sudah distabilkan dari lokasi kejadian ke tempat
tindakan definitif atau ke Rumah Sakit
Sebagai kendaraan transport rujukan.

Persyaratan :

Teknis Kendaraan :

1. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak


Warna kendaraan : kuning muda

2. Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan kiri
tertulis : Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.

3. Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi.


Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.

4. Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi


Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat
Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien

5. Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu dapat dilipat.
Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan

6. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat penderita


Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
Lampu ruangan secukupnya/ bukan neon dan lampu sorot yang dapat digerakan

7. Meja yang dapat dilipat, Lemari obat dan peralatan

8. Tersedia peta wilayah dan detailnya


Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah

9. Sirine dua nada , Lampu rotator warna merah dan biru , Radio komunikasi dan telepon genggam di
ruang kemudi , Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
10. Peralatan rescue, Lemari obat dan peralatan
Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
Peta wilayah setempat – Jabotabek
Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemari es/freezer, atau kotak pendingin.

Sarana Medis

1. Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang


Peralatan medis PPGD
2. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC

3. Peralatan monitor jantung dan nafas


Alat monitor dan diagnostik

4. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa

5. Minor surgery set, Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
Entonok , Kantung mayat Sarung tangan disposable , Sepatu boot

Persyaratan Petugas
1. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi

2. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD

3. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

Tata tertib berkendaraan :

1. Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan lampu rotator. Selama
mengangkut penderita hanya lampu rotator yang dihidupkan
2. Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.

3. Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut dengan lembar catatan
penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit.

4. Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.

3. AMBULANS RUMAH SAKIT LAPANGAN


Tujuan Penggunaan :
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan ambulans pelayanan medik bergerak.
Sehari-hari berfungsi sebagai ambulans gawat darurat

Persyaratan :

Teknis Kendaraan
1. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak Warna kendaraan : kuning muda
2. Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan kiri atas
tanda : Ambulans dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.

3. Kendaraan menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi. Pintu


belakang dapat dibuka ke arah atas.
Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi

4. Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat Dilengkapi sabuk pengaman bagi
pengemudi dan pasien Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu dapat
dilipat. Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk melakukan
tindakan

5. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat penderita


Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang dapat digerakan

6. Meja yang dapat dilipat , Lemari obat dan peralatan

7. Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah


Sirine dua nada , Lampu rotator warna merah dan biru terletak di atap sepertiga depan. , Radio
komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi
Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia

8. Peralatan rescue, Lemari obat dan peralatan, Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar , Peta
wilayah setempat – Jabotabek dan detailnya Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.

Medis

1. Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang Peralatan medis PPGD


2. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC Peralatan monitor jantung dan nafas

3. Alat monitor dan diagnostic, Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
Minor surgery set

4. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya

5. Entonok, Kantung mayat , Sarung tangan disposable , Sepatu boot

Petugas
1. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi

2. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD BTLS/BCLS

3. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

Tata tertib
1. Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan lampu rotator
Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator yang dihidupkan
Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa,
80 km di jalan bebas hambatan.
2. Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut dengan lembar catatan
penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit. Petugas
memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.

4.AMBULANS PELAYANAN MEDIK BERGERAK

Tujuan Penggunaan :
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan
Digunakan sebagai ambulans transport. .

Persyaratan Teknis Kendaraan :


1. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak. Berbentuk kontainer dan berfungsi sebagai
poliklinik Warna kendaraan : kuning muda

2. Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan kiri atas
tanda : Poliklinik dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat. Sirine satu atau dua
nada

3. Lampu rotator warna merah dan biru di atap sepetiga depan


Kendaraan berpengatur udara /AC dengan pengendali di ruang pengemudi.
Ruang kerja cukup luas dan atap tinggi sehingga petugas dapat berdiri untuk melakukan tindakan
dan gantungan infus tinggi sehingga cairan infus dapat menetes dengan lancar. Meja kerja yang
dapat dilipat

4. Tempat duduk petugas di ruang periksa yang dapat diatur/ dilipat


Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan penderita
Tempat tidur atau tandu dapat dilipat sekurangnya untuk satu pasien.

5. Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita Generator 220/240 Volt AC dengan peralatannya,
dan alih tegangan arus Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang dapat
digerakan Lemari obat dan peralatan

6. Kapasitas penyimpanan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi , Peralatan rescue

7. Peta wilayah setempat – Jabotabek , Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku Lemari
es/ freezer, atau kotak pendingin.

Sarana Medis
Tabung oksigen dengan peralatan., Peralatan medis PPGD
Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC
 Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya Sarung tangan disposable Sepatu boot
Petugas
1. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
Perawat berkemampuan PPGD dengan jumlah sesuai kebutuhan
Paramedis lain sesuai kebutuhan
Dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

2. Tata tertib berkendaraan


Bila sangat dibutuhkan boleh menghidupkan sirine Selama berangkat ke tujuan dan pulang, lampu
rotator boleh dihidupkan Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan. Petugas
membuat/ mengisi laporan catatan penderita. Petugas memakai seragam ambulans dengan
identitas yang jelas.

5. AMBULANS GAWAT DARURAT MEDIK SEPEDA MOTOR


Tujuan Penggunaan :
Pertolongan Penderita Gawat Darurat pra Rumah Sakit, sebagai kendaraan pendahulu.

Persyaratan Teknis Kendaraan :

1. Kendaraan roda dua, bahan bakar minyak/ bensin , Silinder 100 cc atau lebih
Warna kendaraan : kuning muda – hijau , Tempat duduk dua orang Sirine satu atau dua
nada , Lampu rotator warna biru Radio komunikasi atau radio genggam , Helmet, jaket dengan
identitas dibuat dari bahan pemancar cahaya

2. Tanda pengenal tertulis gawat darurat/ Emergency dan logo : Star of Life, bintang enam biru dan ular
tongkat.

3. Medis :Tabung oksigen dengan peralatan. . Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa
dan anak/ bayi , Alat pertolongan luka (terlampir) Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus
secukupnya Sarung tangan disposable , Sepatu boot

Petugas
2 (dua) orang perawat berkemampuan PPGD dan yang mempunyai SIM C sebagai pengemudi.

Tata tertib berkendara

 Bila sangat dibutuhkan boleh menghidupkan sirine Selama berangkat ke tujuan dan pulang, lampu
rotator boleh dihidupkan Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
 Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.

 Petugas membuat/ mengisi laporan catatan penderita.


Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.

6. KERETA JENAZAH.
Tujuan Penggunaan :
Merupakan kendaraan yang digunakan khusus untuk mengangkut jenazah

Tekhnis Persyaratan Kendaraan :


 Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak
Warna kendaraan : hitam, di kanan-kiri bertulis : Kereta Jenazah
Dilengkapi sabuk pengaman bagi penumpang

 Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi


Lampu ruangan secukupnya, dan lampu sorot yang dapat digerakan
Sirine satu atau dua nada , Lampu rotator warna merah dan biru
Dapat mengangkut sekurangnya satu peti jenazah, dan ada sabuk pengaman peti jenazah.

 Ruang jenazah terpisah dari ruang kemudi. Tempat duduk/ duduk lipat bagi sekurang-kurangnya 4
(empat) orang di samping jenazah.

 Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah


Tanda pengenal kereta jenazah dari bahan pemantul sinar
Gantungan karangan bunga di depan, samping kiri dan kanan.
Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku

Petugas
1 (satu) pengemudi yang dapat berkomunikasi
1 (satu) pengawal jenazah atau lebih

Tata tertib berkendaraan

 Sirine hanya digunakan saat bergerak dalam iringan jenazah dan mematuhi peraturan lalau lintas
tentang konvoi
 Bila tidak dalam iringan hanya boleh menghidupkan rotator.
Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku

 Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Informasi dan Sumber :

Buku Seri PPGD – GELS Departemen Kesehatan RI tahun


2004 http://indofirstaid.com/ppgd/isi.php?
subaction=showfull&id=1073569635&archive=&start_from=&ucat=1& - Makalah ini
diambil Dari berbagai sumber .haanya untuk lingkungan sendiri penggunaan oleh pihak lain
bukan tanggung jawab penulis karena masih perlu revisi

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sekilas tentang Penulis :


Adzanri, AMK SS MH, bertugas di Komite Etik dan Hukum RSUP Dr M Djamil.
Sekretaris PPNI Sumatera Barat, pernah menjadi pengurus KNPI Sumatera Barat, Ketua
Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia Sumatera Barat, sering mengikuti seminar dan
pelatihan tentang kesehatan, hukum dan tanggap darurat, juga menulis di harian
Singgalang, Haluan, Media Indonesia dan juga jurnal Ilmiah Law Reform UBH.

==========00000============
LAUNDRY RUMAH SAKIT
Dunia kesehatan saat ini menjadi suatu sasaran bisnis yang cukup
menguntungkan, dimana sarana kesehatan memang sangat diperlukan oleh
masyarakat bahkan dari depatermen terkait sudah memberikan ijin untukl
pendirian rumah sakit sebagai sarana bisnis namun masih berperan dalam
konteks sosial masyarakat, artinya masih menerima pasien-pasien dari golongan
kurang mampu yang dijamin oleh Pemerintah. Sebagai sarana bisnis maka
pelayanan yang menjadi sasaran dalam bisnis rumah sakit menjadi prioritas
sehingga antar rumah sakit sudah menerapkan pola pelayanan yang berbeda-
beda. Sekian banyak pola pelayanan yang diberikan dalam bisnis rumah sakit,
salah satunya adalah pelayanan dalam rawat inap, dimana salah satu komponen
dalam pelayanan rawat inap adalah digunankannya LINEN (bahan tenun/tekstil
yang digunakan dalam pelayanan rawat inap, contoh : sepray, sarung bantal,
kimono p[asien, gorden, dll). Setelah dipelajari ternyata investasi linen
merupakan investasi yang cukup besar dalam bisnis rumah sakit, sehingga
apabila ada kesalahan dalam pengadaan linen maka rumah sakit harus
menanggung kerugian yang cukup besar seperti; angka kuman linen yang tinggi,
kualitas linen yang rendah, linen yang cepat rusak, linen yang tidak dapat bersih
saat dicuci, dll.

Hal tersebut menjadikan pertimbangan secara khusus oleh pihak rumah sakit,
sementara ini dunia pendidikan di Indonesia hanya ada pada level Teknologi
Tekstil atau dalam bidang Tekstil saja bukan dalam proses perawatan tekstil, ini
membuat perawatan tekstil menjadi kendala, untuk hal tersebut terdapat bisnis
penunjang yang ada yaitu LAUNDRY. Laundry yang berkembang saat ini adalah
laundry untuk retail dan hotel, ada juga yang disebut laundry rumahan, pada
dasarnya laundry saat ini belum ada pendidikan secara formal yang ada
pendidikan secara otodidag (secara turun-temurun). Walaupun laundry adalah
proses pencucian dan semua orang terlahir dengan kemampuan untuk mencuci
maka hal tersebut menjadi hal yang disepelan oleh banyak orang, namun
demikian saat ini laundry menjadi sasaran yang menguntungkan bagi bisnis,
disini membuat bermunculan laundry-laundry di hampir seluruh wilayah
Indonesia.

Sebelum berbicara secara jauh tentang laundry maka harus dipahami beberapa
hal terlebih dahulu, yaitu :
1. Tekstil dan teknologinya
2. Kimia Laundry sebagai bahan pencuci
3. Air sebagai media pencuci
4. Mesin cuci sebagai sarana pencuci
5. Sistem pengelolaan air limbah (IPAL) yang digunakan
6. Mikrobiologi dan pertumbuhan mikroorganisme
Minimal untuk menguasai dasar-dasar yang ada dari 6 (enam) hal diatas sangat
mendukung dalam kegiatan laundry. Kemampuan dari seorang laundryman
adalahmenerapkan hal-hal diatas dalam kegiatan produksi laundry sehingga
akan didapatkan keuntungan dan keawetan dari linen yang dicuci.
1. TEKSTIL & TEKNOLOGINYA.
Untuk mengetahui proses pencucian yang tepat maka harus diketahui terlebih
dahulu material dari linen tersebut, bahan dasar dari linen adalah
tekstil/kain/bahan, sedangkan tekstil dibuat dari serat-serat yang asalnya dari
alam ataupun buatan manusia, serat alam contohnya kapas/cotton, sedangkan
serat sintetis/buatan sering disebut polyester.
Sifat dari cotton adalah tidak tahan dengan proses pencucian, mudah kusut,
menyerap keringat..dll
Sifat dari polyester adalah tahan terhadap proses pencucian, tidak mudah kusut,
panas/tidak menyerap keringat..dll
Teknologi yang ada adalah penggabungan dari dua material tersebut sehingga
menjadi poly-cotton ( CVC untuk komposisi cotton lebih banyak dibandingkan
polyester, TC untuk komposisi polyester lebih banyak dibandingkan cotton ).
Tahun 2000 yang lalu ada teknologi pada tekstil yaitu dengan melapisi tekstil
yang sudah jadi menggunakan kimia tertentu sehingga apabila terkena noda
maka proses pencuciannya mudah hilangnya noda tersebut teknologi ini disebut
Soil Release (SR).
Ada juga yang menggunakan sistem yang sama namun menggunakan kimia
yang beda sehingga tekstil tersebut apabila terkena cairan akan seperti air diatas
daun talas/keladi jadi tidak menembus dan meresap dalam tekstil tersebut
produk ini diberi nama Water Repalent (WR).
Teknologi SR digunakan pada lokasi linen baju seragam kamar operasi (OK),
ICU, NICU dan UGD/IGD, semetara pada WR digunakan untuk mengantikan
posisi apron/celemek pada dokter yang sedang melakukan tindakan operasi (jas
operasi).

Sementara TC digunakan pada sepray rawat inap sehingga kandungan polyester


yang tinggi akan memudahkan perawatan linen tersebut.

Perlu diketahui juga bahwa ketebalan tekstil bukan


berarti menjadi lebih tahan lama sebab tekstil diproduksi paling maksimal
bertahan 300 kali proses pencucian standar, artinya pencucian seperti
perlakuakn di rumah tangga, sementara proses pencucian laundry menggunakan
kimia yang lebih kuat dan proses yang lebih keras sehingga standar yang
digunakan maksimal adalah 200 kali proses pencucian. Pada linen operasi
karena ada perlakuan sterilisasi (CSSD) maka linen akan menurun menjadi 150
kali proses pencucian.
Desain pada linen rumah sakit akan mempengaruhi biaya perawatnnya sebab
semakin besar dan tebal bahan linen maka semakin banyak kimia yang
digunakan, semakin lama proses pencuciannya, dan semakin besar biaya
produksinya. Untuk hal tersebut diperhitungkan dengan desain dari linen yang
akan digunakan.

Proses pembuatannya linen juga akan berpengaruh pada proses perawatan linen
tersebut seperti penggunaan kancing akan berpengaruh pada proses produksi
pencucian, banyaknya sambungan baju pada linen akan menimbulkan angka
nosokomial yang rentan..dll.
Sehingga pada pemilihan bahan baku untuk linen rumah sakit tidak asal-asalan
perlu diperhitungkan untuk mendapatkan yang terbaik.

2. KIMIA LAUNDRY SEBAGAI BAHAN PENCUCI


Proses pencucian membutuhkan bahan untuk media penghilang noda karena
sifat noda adalah asam maka bahan kimia untuk penghilang noda bersifat basa
hal tersebut digunakan sistem ikatan atom dimana asam dan basa seimbang kan
menjadi netral yang dianggap bersih karena noda terangkat sehingga linen
menjadi bersih. Namun apakah noda hanya asam saja? ternyata tidak masih ada
warna/zat pewarna, lemak/minyak, protein, debu dll.
Untuk mengatasi noda-noda tersebut maka dibuat kimia yang berbeda-beda
menurut kegunaannya, antara lain :
A. Detergen
Penghilang noda asam sehingga bersifat basa, dengan pH antara 11-12 bekerja
dengan sistem ikatan atom antara asam dan basa sehingga noda akan terangkat
dan larut dalam proses pencucian, pemakaian suhu air saat proses pencucian
akan memaksimalkan proses yang berlangsung dengan rata-rata suhu air antara
60-80 C, rata-rata detergen bekerja selama 10-15 menit saat proses pencucian
dengan jumlah dan takaran tertentu.
Detergen yang digunakan pada proses pencucian secara umum (yang dijual
dipasaran umum) sistem bekerjanya sama hanya pada detergen laundry akan
lebih kuat maka digunakan sarung tangan untuk mencegah iritasi pada tangan
pekerja.
Komposisi detergen retail adalah lehih lembut dan netral sehingga kondisi air
tidak berpengaruh banyak terhjadap daya kerja detergen hanya jumlahnya akan
berbeda saat proses pencuciannya.

B. Alkalin
Alkalin bekerja memaksa noda untuk keluar dari serat kain sehingga alkalin akan
memberikan keuntungan besar saat proses pencucian, karena alkalin akan
membantu kerja dari detergen secara maksimal, mempunyai pH antara 12-13
daya kerja alkalin adalah memberikan tegangan pada permukaan kain sehingga
akan menambah kekuatan pada daya gesekan saat proses pencucian sehingga
noda cepat hilang. Sifat jelek alkalin adalah membuat linen menjadi cepat rusak
(bladus/serat kain akan putus dan terangkat ke permukaan kain) bahkan dengan
pemakaian yang terus menerus dalam jumlah besar akan membuat linen menjadi
cepat rusak/sobek. Campuran antara alkalin dan detergen akan dapat
menghilangkan noda darah secara cepat. Kandungan alkalin tinggi biasanya
terdapat pada produk sabun colek, sabun batangan dan beberapa produk sabun
mandi (sering menimbulkan iritasi atau kulit menjadi kering).

C. Emulsi
Emulsi atau Pengemulsi adalah pembuat busa sehingga apabila ditambahkan
emulsi pada proses pencucian maka akan timbul busa lebih banyak
dibandingkan tanpa emulsi, sifat busa atau foam adalah mengankat
minyak/lemak pada noda yang ada di linen sehingga emulsi akan membantu
detergen dalam mengangkat noda lemak/minyak. mempunyai pH antara 10-11
akan bekerja secara baik pada suhu antara 50-75 C. Sifat foam atau busa adalah
tidak dapat diuraikan maka pemakaian emulsi harus hati-hati sebab limbahnya
berupa busa sangat rentan pada pengolahan limbah (dapat mematikan
mikroorganisme pada perlakuan pengelolaan air limbah.

D. Chlorin / Bleach
Digunakan untuk memutihkan linen putih, bekerja dengan cara mengangkat
oksigen dari linen sehingga untuk linen warna akan berubah menjadi putih,
mempunyai pH antara 8-9 dengan kemampuan bekerja lebih maksimal pada
suhu 60 C, kandungan tertentu dari chlorin dapat digunakan sebagai penyeka
noda infeksius pada permukaan keras, dan chlorin bukan sebagai disinfektan
linen sebab pemakaian yang berlebihan akan merusak linen tersebut baik linen
warna ataupun linen putih.

E. Oxygen Bleach
Adalah kebalikan dari chlorin, bekerja dengan menambahkan oksigen pada noda
sehingga noda akan tersamar, bekerja dengan pH 10-11, pada suhu 70 C akan
lebih maksimal kerja dari oxygen bleach tersebut. Pada proses terentu banyak
digunakan untuk menabah cemerlang kain warna, sifatnya adalah menagkat
lapisan warna kain sehingga akan terlihat warna kain menjadi lebih cerah.
Beberapa produsen menambahkan oxygen bleach dengan H2O2
(hydrogen peroksida) dan digunakan sebagai penghilang noda darah (noda
darah akan menjadi busa apabila terkena H2O2, sifat H2O2 akan membuat
korosif baik pada linen ataupun pada mesin apabila terkena kulit akan
menyebabkan iritasi ringan.

F. Strach
Bubuk putih mengandung tepung jagung yang berguna untuk mengkakukan linen
atau tekstil, mempunyai pH antara 5-5,5 digunakan untuk melapisi linen sehingga
tahan terhadap noda namun linen menjadi kaku karena sifat dari tepung jagung
tersebut. Strach banyak digunakan oleh orang-orang Jepang dan China dimana
baju-baju mereka terlihat kaku dan selalu rapi juga terlihat pada seragam
Angkatan Laut.

G. Netralizer / Sour
Digunakan untuk menetralkan sifat kimia pada proses pencucian sebelumnya,
seperti detergen, alkalin dan emulsi. Mempunyai pH antara 4-5, karena proses
pencucian digunakan basa sebagai penghilang noda maka sifat dari
netralizer/sour adalah asam.
H. Softener / Pewangi / Pelembut
Digunakan sebagai pelembut dan pewangi sehingga linen yang dicuci akan
menjadi lembut dan wangi, aroma wewangian yang digunakan biasanya buah
atau bunga, banyak dijual dipasaran umum, untukl linen yang di sterilisasi
diharapkan tidak digunakan softener sebab akan beraksi saat dilakukan CSSD.
Dibuat dari lemak hewan atau minyak tumbuhan yang akan terurai apabila
dilakukan proses pencucian.

I. Disinfektan
Adalah pembunuh mikroorganisme yang digunakan khusus untuk linen,
disinfektan yang baik akan mempunyai sifat; bersektrum luas, bekerja
cepat/waktu kontak singkat, toksisitas rendah, tidak mengiritasi, tidak korosif dan
memiliki aktifitas residual. Proses pencucian linen rumah sakit harus
mengunakan disinfektan sebab depatermen kesehatan RI sudah menyampaikan
bahwa : cairan yang keluar dari orang sakit adalah infeksius, sehingga harus
dicuci mengunakan disinfektan untuk mencegah timbulnya nosokomial.

Setiap produsen kimia laundry akan menerbitkan Material Safety Data Sheet
(MSDS) adalah bagaimana kimia laundry tersebut dibuat dengan komposisi kimia
apa saja dibuat sehingga menjadi kimia yang siap jual. Sebagai pendampingnya
adalah Technical Data Sheet (TDS) adalah bagaimana cara pemakaian dari
kimia tersebut aturan pakai, suhu air..dll.
Selain hal tersebut akan dilakukan proses pengujian pemakaian kimia laundry
tersebut dalam proses yang ada sehingga dari pihak produsen akan membuat
Washing Formula adalah proses bagaimana kimia itu digunakan untuk
menentukan komposisi, jumlah dan cara pencuciannya yang sesuai dengan
produk yang dibuat oleh produsen kimia laundry tersebut.

3. AIR SEBAGAI MEDIA PENCUCI


Pada dasarnya air berasal dari 3 (tiga) yaitu, air permukaan ( sungai, danau dll),
air dalam (mata air) dan air hujan (penguapan permukaan air oleh matahari
benjadi awan dan turun sebagi air hujan). Air sebagai bahan baku proses
pencucian maka air mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses ini,
dimana kerja detergen dan kimia laundry lain akan maksimal apabila kondisi air
sesuai standar yang diberlakukan. Mutu air yang bagus adalah yang sesuai
untuk air minum. Pada kesadahan air tinggi (hard water) akan mengakibatkan
kerja kimia laundry tidak maksimal, sementara pH yang rendah akan membuat
detergen menjadi boros pemakiannya, sementara pH yang tinggi pemakaian
detergen semakin rendah namun akan berakibat pada hasil pencucian yang
terlihat kurang pada linen yang dicuci.
Perhatikan kandunag chlorin pada air yang digunakan untuk proses pencucian
dimana air dari perusahaan air minum biasanya menggunakan chlorin untuk
penjernih air yang diedarkan untuk itu pengujian chlorin, hardness dan pH air
yang rutinitas diujikan.

4. MESIN CUCI SEBAGAI SARANA PENCUCI


Mesin cuci sebagai sarana penunjang dalam proses
pencucian sebenarnya tingkat kemampuan SDM yang menjadi prioritas utama
dalam dunia laundry sebab SDM yang kurang mampu akan mengakibatkan
keuntungan yang berkurang dari pendapatan perusahaan. Kemampuan mesin
ditopang oleh adanya teknologi, namun sehebat-hebatnya teknologi masih belum
mampu menungguli kemampuan manusia sebagai mahluk Tuhan. Kemampuan
mesin pada proses pencucian belum akan maksimal apabila tidak dilakukan
spoel hocg/spoting dimana noda yang ada harus diangkat dulu menggunakan
penyikatan (mekanikal action) setelah itu baru diserahkan ke mesin cuci dan
kimia laundry yang akan menyelesaikan akhir dari proses pencucian tersebut.

Mesin yang mendukung dari kegiatan laundry rumah sakit adalah mesin

tumbler dan mesin roll ironer atau flat work ironer.


Tumler adalah mesin yang digunakan untuk mengeringkan cucian sehingga
cucian kering dan siap untuk disetrika, sementara mesin flatwork ironer atau
mesin roll adalah mesin setrikaan untuk linen yang flat atau datar seperti sarung
bantal, sepray dll.
Sementara kemampuan SDM yang ada akan dapat memanfaatkan mesin roll
untuk menyetrika baju, kimono, celana seragam OK, dll. Sehingga kemampuan
SDM yang baik akan dapat memanfaatkan kondisi apapun dalam laundry
tersebut, hal ini ditunjang dengan pendidikan yang diperopleh oleh SDM tersebut
sehingga mampunyai inovasi-inovasi dalam melaksanakan kegiatan produksi
laundry, disamping menerapkan kemampunnya untuk menghemat biaya-biaya
yang tidak diperlukan.

Perawatan mesin-mesin laundry harus sama dengan perawatan kendaraan


bermotor, dimana biasanya suplier mesin tidak memberikan acuan yang pasti
hanya ada garansi dan diharapkan adanya kontrak service nantinya. Secara
sederhana dalam buku bawaan mesin (handbook) biasanya dicantumkan kapan
perawatan dibutuhkan namuan apabila masih kurang memahami maka pakailah
sestim jam sebagai batasan pemakaian mesin tersebut artinya pemakian mesin
selama 200 jam maka mesin harus diservice bearing, vanbelt dll. Cara untuk
menghitung jam adalah pemakaian sehari berapa jam dijumlahkan selala
beberapa hari sehingga menghasilkan angka jam sebesar 200 jam, maka saat itu
mesin harus diservice.

Kebersihan mesin harus dijaga sehingga mesin tidak mudah keropos atau kotor
gunakan Standard Opertion Prosedure (SOP) untuk kebersihan dan cara
pengoperasiam mesin, sehingga mesin akan lebih awet dan terlihat bersih.

5. SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL) YANG DIGUNAKAN


Harus diingat bahwa laundry rumah sakit adalah penyumbang limbah cair
terbesar yaitu sebanyak 40% limbah cair yang ada di rumah sakit, sehingga
sistem pengelolaan air limbah di rumah sakit harus ektra kerja keras apabila dari
pihak laundry tidak mengunakan kimia laundry yang ramah lingkungan.
Komposisi limbah cair yang dibuang dari laundry tidak terkait dengan kotoran
yang ada sebab adanya spoel hocg diwajibakan sehingga ada noda tertentu
yang tidak boleh dibuang melalui laundry seperti sisa jaringan tubuh, kapas
bekas pembalut luka, dll (dapat dilihat pada sistem pembuangan kontener warna
dimana warna menunjukkan bagaimana sampah tersebut diperlakukan dan
dibuangnya apakah dibakar atau dibuang ke TPA).
Kimia laundry mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengolahan air
limbah dimana air yang dibuang mengandung atom-atom bebas yang ada
kemungkinan dapat mengikat dengan atom bebas buangan limbah lain yang
nantinya akan menjadi ikatan atom yang berbahaya.
Sesuai dengan macam kimia laundry yang digunakan maka kimia tersebut
sangat berbahaya apabila dalam jumlah tertentu dibuang ke IPAL atau dalam
jumlah tertentu terdapat atom bebas yang mengalir di IPAL, detergen akan
membuat bakteri mati dalam kandungan jumlah tertentu, emulsi yang membuat
busa banyak akan mengalirkan busa di IPAL sehingga lapisan atas permukaan
kolam limbah akan tertutup oleh busa dari emulsi dimana busa tersebut tidak
dapat diurai sehingga bakteri aerob yang ada dipermukaan kolam akan mati
karena tidak dapat bernapas, chlorin dalam jumlah tertentu akan dapat
digunakan sebagai disinfektan sehingga jumlah tertentu larutan chlorin maka
akan membunuh mikroorganisme yang ada di IPAL sehingga IPAL akan
terganggu kegiatannya ada kemungkinan seluruh mikroorganisme di IPAL akan
mati semua dan IPAL tidak berfungsi lagi, netralizer/sour juga akan akan
berpengaruh pada pengolahan air limbah karena sifat asam basa dari sour
tesebut,sementara softener mempunyai sifat yang sukar dipecah atomnya.
Hal tersebut membuat laundry punya peranan sangat penting dalam pengelolaan
air limbah rumah sakit, sebab rumah sakit yang limbahnya tidak dikelola dengan
baik akan dicabut ijinnya oleh DEPKES.

6. MIKROBIOLOGI DAN PERTUMBUHAN MIKROORGANISME


Pertumbuhan angka mikroorganisme dalam linen akan menimbulkan terjadinya
infeksi nosokomial untuk itu proses pencucian sangat diperhatikan selain
penyimpanan pada linen room, pengambilan angka kuman pada linen rumah
sakit dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali dimana pengambilan ini akan
dilaporkan secara rutin ke pihak terkait.
Proses pencucian yang benar dengan menggunakan disinfektan yang tepat
sehingga kuman mati namun limbahnya tidak mempengaruhi pengolahan air
limbahnya (IPAL) hal tersebut yang sangat diharapkan oleh bagian kesehatan
lingkungan rumah sakit (KESLING).
Pedoman yang digunakan dalam pengambilan angka kuman tersebut adalah
Kepmenkes No. 1204/Kepmenkes/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.

Dunia bisnis laundry memang sangat menguntungkan ditinjau dari segi


keuntungan maka banyak sistem yang dapat dipadukan dalam bisnis ini, sasaran
laundry bukan hanya mencuci namun juga memberikan pelayanan prima pada
konsumen. Sementara ini banyak konsultan ataupun pengusah laundry hanya
berfikir pada keuntungan dari bisnis laundry namun sisi-sisi yang lain dari laundry
tidak pernah diperhatikan maka mereka hanya berfikir mendapatkan keuntungan
dari penjualan merawat atau mencuci saja, bagaimana sisi-sisi yang lain dari
keuntungan bisnin ini?????????

Apa yang membedakan bisnis laundry dengan mencuci baju yang dilakukan oleh
para ibu-ibu yang menerima cucian dan setrika ???????

Saat ini saya belum bisa menjelaskan di forum ini sebab forum ini hanya
membahas masalah laundry rumah sakit jadi akan saya buat lagi blok khusus
tentang mengelola bisnis laundry secara menguntungkan dari sudut pandang
UKM (usaha kredit menengah) karena saya ngak fasih dengan cooperate,
membangun intrik dari sisi UKM menanggapi politik cooperate dari sudut
pandang teknik, startegi dan keuntungan.

Pelayanan Laundri Di Rumah Sakit


18 JANUARI 2016 ~ OLASURGA
PELAYANAN LAUNDRY DI RUMAH SAKIT

Dalam bidang perumah sakitan pasti tidak asing lagi dengan istilah
“Linen”. Kata “linen” berasal dari serat “lena” yang didapat dari sejenis
alang-alang yang tumbuh di daerah subtropis. Serat ini dipintal dan
ditenun menjadi textil yang halus, ulet dan berdaya serat tinggi. Textil
ini sangat cocok dibuat seprei, sarung bamtal, taplak, dll, sehingga
barang-barang tersebut disebut “linen”.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, linen diartikan sebagai kain putih, jadi
hospital linen berarti kain putih yang digunakan di Rumah Sakit. Linen
termasuk alat kesehatan non medis yang vital, karena digunakan oleh
seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit. Oleh karena itu
pengelolaannya harus betul- betul dilaksanakan dengan baik.

Linen adalah bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas


pelayanan perawatan pasien seperti : selimut, seprai, baju pasien, sarung
bantal, gaun bedah, handuk, doek, dll.
Pengelolaan linen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari pengumpulan
linen kotor dari masing-masing ruangan, pengangkutan, pencucian,
penyetrikaan, penyimpanan dan penggunaan kembali yang sudah bersih.

Laundry rumah sakit adalah tempat pencucianlinen yang dilengkapi


dengansarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan,
mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan setrika (KMK No. 1204
Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS).
Rumah Sakit biasanya mempunyai laundry yang bertanggung jawab
terhadap pencucian linen , baik linen perkantoran maupun linen yang
digunakan oleh karyawan dan pasien.

Secara umum tugas dari laundry di Rumah Sakit adalah :

 Menerima alat tenun dari semua Unit pelayanan di Rumah Sakit


 Mensuci hamakan alat tenun yang telah tercemar kuman
 Menyimpan persediaan semua unit pelaksana

 Menjahit, menambal atau merombak alat tenun yang rusak

 Membagikan alat tenun kesemua unit pelayanan

 Merencanakan jumlah pembelian alat tenun pada tahap berikutnya

 Menentukan standar jumlah alat tenun untuk seluruh unit pelayanan

yang ada di Rumah Sakit, sehingga pelayanan tidak terganggu


 Menjaga standar dan kualitas hasil dari persiapan, pemrosesan

samapai pendistribusianya
Dalam organisasi RS, biasanya unit linen dan laundri berada di bawah
bagian rumah tangga. Untuk perencanaan kebutuhan linen bagian rumah
tangga akan bekerja sama dengan bagian logistik dan bidang
keperawatan.

Jumlah perlengkapan linen untuk satu tempat tidur disebut satu (1) par-
stock. Satu par-stock linen untuk tempat tidur dewasa adalah :

 1 lembar bed pad (alas kaki)


 3 lembar kain sprei ( 1 lembar alas tidur, 2 lembar penutup di atas

dan di bawah selimut )


 1 lembar steek laken (alas melintang)

 1 lembar zeil (perlak dan kain )

 1 lembar selimut

 1 lembar sarung bantal

 1 lembar bed cover

 1 lembar handuk mandi

 1 lembar handuk tangan

 1 lembar handuk muka

 1 lembar wash lap

 1 lembar keset kamar mandi

Apabila pergantian setiap hari dan kecepatan pencucian juga satu hari,
maka kebutuhannya 3 par-stock : 1 par-stock dipakai, 1 par-stock di
ruang linen, 1 par-stock di laundry. Perencanaan linen harus
memperhatikan :

1. Jenis rumah sakit


2. Jumlah tempat tidur
3. Sistem linen yang dipakai
4. Ratio TT dan par linen
5. 1 TT : (3-9) par linen
6. ICU = (6-10) par linen
Catatan :

 1 par dipakai
 1 par dicuci

 1 par disimpan di ruangan

 1 par disimpan di gudang linen

Misalkan disuatu rumah sakit mempunyai 800 TT, kebijakan RS 1


pasien adalah 4 par linen jadi RS tersebut perlu linen sebanyak = 800 x4
= 3200. Jika RS tersebut pencucian linen (1hari – 1x ), dengan BOR
80%, berapa tingkat kehilangan dan kerusakan yang masih ditoleransi ?

Toleransi lost &damage = Z % x 365

————–

XY

X = jumlah par-stock , y = pencucian/hari

Z% = BOR, standar pencucian = 250 kali cuci

Toleransi lost and damage = 80 %x 365

—————
4x1

= 73 par-stock

linen tersebut layak pakai selama :

250: 365/X x 1 th = 250: (365:4) x1th = 2,7 th

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang Laundri di RS :

Jenis material
 Katun (catton)

 Bahan alam yang mempunyai daya serap tinggi, sehingga nyaman

dipakai.
 Mudah patah pada keadaan kering

 Warnanya mudah pudar karena panas matahari (Ultra Violet), bahan

kimia
 Tidak mudah menyala apabila terbakar

 berbau seperti kertas terbakar dan meninggalkan bau

 Polyester

 Tidak mudah kusut

 berdaya serap rendah

 Apabila terbakar menyala dan meleleh dan meninggalkan bekas

hitam yang keras


 Rayon

 Lebih mudah kusut

 Tahan panas, berdaya serap tinggi namun mudah robek dalam

keadaan basah
 Mudah terbakar dan berbau seperti kayu.

 Bahan campuran

 Untuk mendapatkan kain yang sifatnya menguntungkan pemakai,

maka kain dibuat dari bahan campuran, Teteron Rayon (TR),


Teteron Cotton (TC).
Jenis Bahan Kimia yang Digunakan
Proses pencucian membutuhkan bahan untuk media penghilang noda
karena sifat noda adalah asam maka bahan kimia untuk penghilang noda
bersifat basa hal tersebut digunakan sistem ikatan atom dimana asam
dan basa seimbang menjadi netral yang dianggap bersih karena noda
terangkat sehingga linen menjadi bersih. Namun apakah noda hanya
asam saja? ternyata tidak masih ada warna/zat pewarna, lemak/minyak,
protein, debu dll. Untuk mengatasi noda-noda tersebut maka dibuat
kimia yang berbeda-beda menurut kegunaannya, antara lain :

Detergen
Penghilang noda asam sehingga bersifat basa, dengan pH antara 11-12
bekerja dengan sistem ikatan atom antara asam dan basa sehingga noda
akan terangkat dan larut dalam proses pencucian, pemakaian suhu air
saat proses pencucian akan memaksimalkan proses yang berlangsung
dengan rata-rata suhu air antara 60-80 C, rata-rata detergen bekerja
selama 10-15 menit saat proses pencucian dengan jumlah dan takaran
tertentu. Detergen yang digunakan pada proses pencucian secara umum
(yang dijual dipasaran umum) sistem bekerjanya sama hanya pada
detergen laundry akan lebih kuat maka digunakan sarung tangan untuk
mencegah iritasi pada tangan pekerja.

Alkalin
Alkalin bekerja memaksa noda untuk keluar dari serat kain sehingga
alkalin akan memberikan keuntungan besar saat proses pencucian,
karena alkalin akan membantu kerja dari detergen secara maksimal,
mempunyai pH antara 12-13 daya kerja alkalin adalah memberikan
tegangan pada permukaan kain sehingga akan menambah kekuatan pada
daya gesekan saat proses pencucian sehingga noda cepat hilang. Sifat
jelek alkalin adalah membuat linen menjadi cepat rusak (bladus/serat
kain akan putus dan terangkat ke permukaan kain) bahkan dengan
pemakaian yang terus menerus dalam jumlah besar akan membuat linen
menjadi cepat rusak/sobek. Campuran antara alkalin dan detergen akan
dapat menghilangkan noda darah secara cepat. Kandungan alkalin tinggi
biasanya terdapat pada produk sabun colek, sabun batangan dan
beberapa produk sabun mandi (sering menimbulkan iritasi atau kulit
menjadi kering).

Emulsi
Emulsi atau Pengemulsi adalah pembuat busa sehingga apabila
ditambahkan emulsi pada proses pencucian maka akan timbul busa lebih
banyak dibandingkan tanpa emulsi, sifat busa atau foam adalah
mengankat minyak/lemak pada noda yang ada di linen sehingga emulsi
akan membantu detergen dalam mengangkat noda lemak/minyak.
mempunyai pH antara 10-11 akan bekerja secara baik pada suhu antara
50-75 C. Sifat foam atau busa adalah tidak dapat diuraikan maka
pemakaian emulsi harus hati-hati sebab limbahnya berupa busa sangat
rentan pada pengolahan limbah (dapat mematikan mikroorganisme pada
perlakuan pengelolaan air limbah.

Chlorin / Bleach
Digunakan untuk memutihkan linen putih, bekerja dengan cara
mengangkat oksigen dari linen sehingga untuk linen warna akan
berubah menjadi putih, mempunyai pH antara 8-9 dengan kemampuan
bekerja lebih maksimal pada suhu 60 C, kandungan tertentu dari chlorin
dapat digunakan sebagai penyeka noda infeksius pada permukaan keras,
dan chlorin bukan sebagai disinfektan linen sebab pemakaian yang
berlebihan akan merusak linen tersebut baik linen warna ataupun linen
putih.

Oxygen Bleach
Adalah kebalikan dari chlorin, bekerja dengan menambahkan oksigen
pada noda sehingga noda akan tersamar, bekerja dengan pH 10-11, pada
suhu 70 C akan lebih maksimal kerja dari oxygen bleach tersebut. Pada
proses terentu banyak digunakan untuk menabah cemerlang kain warna,
sifatnya adalah menagkat lapisan warna kain sehingga akan terlihat
warna kain menjadi lebih cerah. Beberapa produsen menambahkan
oxygen bleach dengan H2O2 (hydrogen peroksida) dan digunakan
sebagai penghilang noda darah (noda darah akan menjadi busa apabila
terkena H2O2, sifat H2O2 akan membuat korosif baik pada linen
ataupun pada mesin apabila terkena kulit akan menyebabkan iritasi
ringan.

Strach
Bubuk putih mengandung tepung jagung yang berguna untuk
mengkakukan linen atau tekstil, mempunyai pH antara 5-5,5 digunakan
untuk melapisi linen sehingga tahan terhadap noda namun linen menjadi
kaku karena sifat dari tepung jagung tersebut. Strach banyak digunakan
oleh orang-orang Jepang dan China dimana baju-baju mereka terlihat
kaku dan selalu rapi juga terlihat pada seragam Angkatan Laut.

Netralizer / Sour
Digunakan untuk menetralkan sifat kimia pada proses pencucian
sebelumnya, seperti detergen, alkalin dan emulsi. Mempunyai pH antara
4-5, karena proses pencucian digunakan basa sebagai penghilang noda
maka sifat dari netralizer/sour adalah asam.

Softener / Pewangi / Pelembut


Digunakan sebagai pelembut dan pewangi sehingga linen yang dicuci
akan menjadi lembut dan wangi, aroma wewangian yang digunakan
biasanya buah atau bunga, banyak dijual dipasaran umum, untukl linen
yang di sterilisasi diharapkan tidak digunakan softener sebab akan
beraksi saat dilakukan CSSD. Dibuat dari lemak hewan atau minyak
tumbuhan yang akan terurai apabila dilakukan proses pencucian.

Disinfektan
Adalah pembunuh mikroorganisme yang digunakan khusus untuk linen,
disinfektan yang baik akan mempunyai sifat; bersektrum luas, bekerja
cepat/waktu kontak singkat, toksisitas rendah, tidak mengiritasi, tidak
korosif dan memiliki aktifitas residual. Proses pencucian linen rumah
sakit harus mengunakan disinfektan sebab depatermen kesehatan RI
sudah menyampaikan bahwa : cairan yang keluar dari orang sakit adalah
infeksius, sehingga harus dicuci mengunakan disinfektan untuk
mencegah timbulnya nosokomial.

Setiap produsen kimia laundry akan menerbitkan Material Safety Data


Sheet (MSDS) adalah bagaimana kimia laundry tersebut dibuat dengan
komposisi kimia apa saja dibuat sehingga menjadi kimia yang siap jual.
Sebagai pendampingnya adalah Technical Data Sheet (TDS) adalah
bagaimana cara pemakaian dari kimia tersebut aturan pakai, suhu
air..dll.
Selain hal tersebut akan dilakukan proses pengujian pemakaian kimia
laundry tersebut dalam proses yang ada sehingga dari pihak produsen
akan membuat Washing Formula adalah proses bagaimana kimia itu
digunakan untuk menentukan komposisi, jumlah dan cara pencuciannya
yang sesuai dengan produk yang dibuat oleh produsen kimia laundry
tersebut.

AIR
Air sebagai bahan baku proses pencucian maka air mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses ini, dimana kerja detergen dan kimia
laundry lain akan maksimal apabila kondisi air sesuai standar yang
diberlakukan. Mutu air yang bagus adalah yang sesuai untuk air minum.
Pada kesadahan air tinggi (hard water) akan mengakibatkan kerja kimia
laundry tidak maksimal, sementara pH yang rendah akan membuat
detergen menjadi boros pemakiannya, sementara pH yang tinggi
pemakaian detergen semakin rendah namun akan berakibat pada hasil
pencucian yang terlihat kurang pada linen yang dicuci.
Kandungan terlarut dalam air :
 Gas : CO2 , O2 menyebabkan karat pada pipa-pipa besi
 Garam mineral : Ca, Mg mengurangi kadar aktif sabun

 Logam : Fe : menyebabkan kain putih menjadi kekuning-kuningan.

Kain berwarna menjadi tidak cemerlang


Mn : menyebabkan kain putih menjadi kecoklatan

 Kesadahan : max 40 ppm

MESI CUCI
Mesin yang mendukung dari kegiatan laundry rumah sakit adalah mesin
tumbler dan mesin roll ironer atau flat work ironer. Tumler adalah mesin
yang digunakan untuk mengeringkan cucian sehingga cucian kering dan
siap untuk disetrika, sementara mesin flatwork ironer atau mesin roll
adalah mesin setrikaan untuk linen yang flat atau datar seperti sarung
bantal, sepray dll. Perawatan mesin-mesin laundry harus sama dengan
perawatan kendaraan bermotor, dimana biasanya suplier mesin tidak
memberikan acuan yang pasti hanya ada garansi dan diharapkan adanya
kontrak service nantinya. Secara sederhana dalam buku bawaan mesin
(handbook) biasanya dicantumkan kapan perawatan dibutuhkan namuan
apabila masih kurang memahami maka pakailah sestim jam sebagai
batasan pemakaian mesin tersebut artinya pemakian mesin selama 200
jam maka mesin harus diservice bearing, vanbelt dll. Cara untuk
menghitung jam adalah pemakaian sehari berapa jam dijumlahkan selala
beberapa hari sehingga menghasilkan angka jam sebesar 200 jam, maka
saat itu mesin harus diservice. Kebersihan mesin harus dijaga sehingga
mesin tidak mudah keropos atau kotor gunakan Standard Opertion
Prosedure (SOP) untuk kebersihan dan cara pengoperasiam mesin,
sehingga mesin akan lebih awet dan terlihat bersih.

Prosedur Pengambilan dan Pendistribusian cucian


Prosedur pengambilan
1. Sebelum dibawa ke laundri petugas unit kerja harus memilah linen
yang terkena feces, darah, nanah, atau obat-obatan dengan linen
kotor lainnya.
2. Bilas dan peras cucian terkontaminasi tersebut lalu masukkan ke
dalam kantung plastik kuning sebagai tanda bahwa cucian terinfeksi
3. Bersama-sama dengan petugas unit kerja, cucian kotor dihitung dan
dicatat baik jumlah dan jenisnya pada formulir yang tersedia dan di
tandaa tangani bersama oleh kedua petugas tersebut.
4. Cucian dibawa ke kamar cuci dengan troli yang tertutup.
Proses Pencucian di bagian laundry
1. Semua cucian yang dikirim ke bagian laundri harus dihitung ulang
dan ditimbang untuk menentukan bahan cucian
2. Cucian yang datang dengan kantong plastik kuning, dirndam dengan
desinfektan 1×24 jam
3. Lakukan pemisahan jenis linen(sprei, sarung bantal, handuk, serbet
dll)
4. Linen yang ternoda direndam dengan obat tertentu sesuai dengan
macam noda yang melekat
Proses memasukan Cucian ke dalam Mesin cuci
1. Berat yang dimasukkan ke dalam mesin cuci sesuai dengan
kapasitasnya.
2. Linen sejenis dicuci daalam satu putaran/cycle
3. Cucian yang agak kotor dicuci dalam putaran akhir
4. Cucian infektion dicuci teresndiri
5. Perbandingan bahan pencucian (chemical) HARUS sesuai dengan
berat cucian
6. Keringkan cucian dalam mesin pengering sesuai dengan jenisnya
7. Cucian yang sudah bersih dipisah-pisahkan menurut jenisnya lalu
diseletika dengan peralatan yang tersendiri lalu disimpan di gudang
linen bersih
Proses Pencucian Linen
1. Flush
Proses pembasahan yang bertujuan untuk melepaskan jenis kotoran
yang mudah larut di air , tanpa menambahkan kimia pembersih dan
ketinggian air medium atau high , umumnya pada suhu rendah.

2. Break
Proses pembasahan dengan menambahkan alkali/buider untuk
memudahkan melepaskan jenis kotoran protein (darah, kuning telur,
keju, ikan dll), pada tingkat ketinggian air medium atau high dan pada
umumnya pada suhu rendah

3. Prewash
Proses pencucian awal dengan menambahkan detergent , alkali dan atau
emulsifier pada ketinggian air low dan suhu air hangat tanpa atau
dengan menaikkan suhu pencucian. Yang bertujuan melepaskan
sebagian pengotor untuk memudahkan proses pelepasan

4. Main Wash
Proses pencucian yang sesungguhnya , semua jenis kotoran diharapkan
diharapkan dapat dilepaskan dari permukaan linen/kain. Pada umumnya
tingkat ketinggian air di mesin cuci rendah dan temperatur tinggi agar
detergent dan alkali dapat bereaksi secara optimal. Bila jenis linen
berwarna , bleach dengan kandungan aktif oksigen dapat ditambahkan
yang berfungsi melepaskan noda-noda organik .

5. Bleach
Proses bleaching atau pemucatan dengan menggunakan kadar aktif
khlorine, berlangsung dalam suhu hangat (< 60 derajad C) pada
ketinggian air medium , blench hanya untuk kain/linen putih, tujuan dari
proses ini adalah melepaskan noda-noda organik yang tidak dapat
dilepaskan pada proses main wash, serta menjaga kain agar tetap putih
disamping membunuh bakteri agar lebih hygiene.

6. Rinse
Proses pembilas sisa-sisa reaksi kimia akan dilepaskan dari kain dengan
menggunakan air dingin dan membutuhkan air cukup banyak atau pada
ketinggian air high., diulang sampai dua atau tiga kali.

7. Intermediate Extract
Untuk membantu mencapai hasil pembilasan yang optimal khususnya
untuk handuk karena banyak menyimpan air dan larutan kimia.
Pemerasan secara ringan dan singkat diperlukan dalam proses ini
sebelum memasuki proses final rinse

8. Final Rinse
Akhir dari proses pencucian adalah menetralkan sisa-sisa kimia
(detergent, alkali , khlor), ditambahkan penetral.

9. Extract
Beberapa mesin cuci sudah dilengkapi dengan proses
pengeringan/pemerasan , membantu proses pengeringan.

Proses Pendistribusian
1. Setiap jam 15.00 sore petugas laundri mengirimkan cucian bersih ke
unit kerja
2. Cocokkan di formulir isian cucian yang dikimkan ke bagian laundri
pagi harinya
3. Bila tidak cocok catat dalam formulir tersebut
4. Simpan linen bersih ditempat yang telah disediakan di unit kerja.
Penyimpanan Linen
Tergantung jumlah Parstok linen yang ada, tetapi secara ideal
penyimpanan linen berada pada : minimal 1 Par-stok disimpan di bagian
linen, minimal 1 Par-stok disimpan dibangsal, sedangkan yang lainnya
dipakai pasien dan dalam proses pencucian di Laundry.

Anda mungkin juga menyukai