Anda di halaman 1dari 46

BAB I

MANAJEMEN INDUSTRI

A. Pengantar
Manajemen Industri atau biasa disebut manajemen operasi, berkaitan dengan berbagai kegiatan produksi barang dan jasa. Produk yang dihasilkan
berupa barang maupun jasa, merupakan hasil yang diperoleh di bawah pengawasan manajer operasi. Contoh manajer operasi industri adalah manajer
pabrik, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap segala aktivitas pabrik dalam mencapai tujuan. Selain manajer pabrik, manajer-manajer lain yang
bekerja membantunya adalah seperti manajer produksi, manajer logistik, manajer mutu, dan supervisor yang secara bersama-sama bertanggung
jawab untuk menghasilkan produk pada kegiatan manufaktur.
Manajer operasi industri tidak hanya bekerja pada industri manufaktur saja, tetapi banyak pula yang bekerja pada industri jasa, seperti para manajer
operasi pada Menkominfo, Menhub, hotel, restoran, perbankan, dll yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasi dan menyediakan jasa pelayanan
yang baik.
Sekilas terlihat operasi pada perusahaan jasa mempunyai kesamaan dengan operasi pada perusahaan manufaktur, keduanya dapat dipandang sebagai
proses transformasi. Keduanya mentransformasikan berbagai input berupa bahan baku, energi, tenaga kerja, dan modal menjadi output yang berupa
barang atau jasa. Pengelolaan proses transformasi yang efisien dan efektif adalah menjadi tugas manajer operasi.
Perekonomian Indonesia sempat mengalami keruntuhan sejak terjadi krisis ekonomi Asia yang dimulai akhir 1997. Krisis ekonomi ini diperparah oleh
kurang tepatnya strategi yang kita pilih, yang terlalu memfokuskan perhatian pada industri Hi-Tech (pesawat terbang), tanpa mempertimbangkan
keunggulan kompetitif negara kita. Adanya krisis tsb, industri manufaktur banyak yang runtuh, memicu terjadinya pergeseran dari industri yang
memproduksi barang ke industri jasa/ perdagangan. Hal ini mungkin akan menjadikan perekonomian Indonesia menjadi lebih kuat di masa mendatang.
Amerika, yang sempat menjadi negara dengan ekonomi yang stabil, mempunyai 80% tenaga kerja pada industri jasa. Meskipun demikian, industri
manufaktur tetap perlu dipertahankan, seperti Amerika dan Jepang, tetapi dengan pengembangan yang tepat dan sesuai keunggulan komparatif alam
dan bangsa Indonesia.

1
B. Proses Transformasi Operasi
Manajemen operasi berfungsi sebagai pengelola sistem transformasi yang mengubah input menjadi output yang berupa barang dan jasa. Yang menjadi
sistem tersebut adalah energi, material, tenaga kerja, modal, dan informasi. Semua masukan tsb diubah menjadi barang dan atau jasa melalui teknologi
proses, yaitu metode tertentu yang digunakan untuk melakukan transformasi tsb. Perubahan teknologi mengubah cara suatu masukan digunakan
terhadap lainnya, dan mungkin pula produk yang dihasilkan.
Jenis masukan yang digunakan antara satu industri dengan industri lainnya berbeda-beda. Operasi pada perusahaan manufaktur mobil misalnya,
memerlukan masukan berupa modal dan energi untuk mesin-mesinnya, fasilitas dan peralatannya. Tenaga kerja dibutuhkan untuk mengoperasikan dan
memelihara peralatan, sedangkan masukan berupa material menjadi dasar proses konversi dari bahan baku menjadi barang jadi.
Operasi pada industri jasa menggunakan masukan yang berbeda dengan yang dipakai pada industri manufaktur. Operasi jasa penerbangan misalnya,
memerlukan masukan berupa modal untuk penyediaan pesawat terbang, fasilitas pendukung, dan sejumlah besar energi. Kebutuhan masukan bahan
baku pada industri jasa jauh lebih sedikit daripada yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan manufaktur.
Dalam proses transformasi, umpan balik juga digunakan untuk mengendalikan teknologi proses atau input-nya. Pengendalian melalui umpan balik
merupakan hal yang mendasar demi terciptanya produk yang diinginkan. Adalah tanggung jawab manajer operasi untuk menggunakan informasi umpan
balik ini agar kebutuhan masukan dan teknologi proses mencapai output yang diinginkan.
Sistem transformasi informasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Ada dua macam lingkungan yang perlu diperhatikan:
1. Lingkunan internal; Fungsi bisnis lain atau tingkat manajemen yang lebih tinggi yang berada di dalam perusahaan tetapi di luar fungsi
operasi yang mungkin merubah kebijakan, sumber daya, peramalan, asumsi, tujuan, atau kendala. Yang berakibat sistem transformasi pada
fungsi operasi perlu beradaptasi untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan internal yang baru.
2. Lingkungan di luar perusahaan; yang mungkin mengalami perubahan dilihat dari segi hukum, politik, sosial atau ekonomi, sehingga
mengakibatkan perubahan pula pada input, output atau pun transformasi operasi.
Perubahan yang terus menerus dalam lingkungan operasi nampaknya telah menjadi sesuatu yang lazim, bukan lagi sebagai pengecualian. Pengelolaan
sistem transformasi memerlukan pengawasan terus menerus terhadap sistem dan lingkungan. Suatu perubahan pada lingkungan dapat menyebabkan
manajemen mengubah input, output, sistem pengendalian, maupun sistem transformasi itu sendiri. Misalnya kondisi ekonomi yang membaik mungkin
akan menyebabkan manajer operasi merevisi prediksi permintaan dan pada akhirnya merekrut lebih banyak tenaga kerja serta memperbesar kapasitas
2
produksi. Demikian pula apabila terjadi penurunan mutu produksi, manajer operasi akan mengkaji ulang prosedur pengendalian mutu sehingga dapat
membawa sistem transformasi ke jalur yang benar. Peran manajer operasi adalah mengawasi sistem transformasi dan lingkungannya agar dapat
merencanakan, mengendalikan, dan memperbaiki sistem.

C. Definisi Manajemen Operasi


Ketika bidang operasi lebih banyak berhubungan dengan manufaktur, manajemen operasi disebut manajemen produksi, yang kemudian diperluas
menjadi manajemen produksi dan operasi. Ketika terjadi pergeseran minat dari manufaktur ke bidang jasa, maka bidang operasi diistilahkan sebagai
manajemen operasi. Manajemen industri berusaha mempelajari manajemen kuantitatif yang terlibat, baik dalam pengelolaan industri jasa maupun
manufaktur.
Dari penjelasan sebelumnya kita dapat mendefinisikan manajemen operasi sebagai kajian pengambilan keputusan dari suatu fungsi operasi. Adapun
tanggung jawab dari manajer operasi adalah menghasilkan barang dan jasa sesuai fungsinya, mengambil keputusan mengenai suatu fungsi operasi, dan
sistem transformasi yang digunakan.
Dari definisi tsb, ada 3 hal yang mendapat perhatian, yaitu ;
1. Fungsi. Dalam organisasi, manajer operasi bertanggung jawab mengelola departemen/ organisasi yang menghasilkan barang dan jasa yang
menyangkut koordinasi dan pelaksanaan fungsi operasi. Termasuk tanggung jawab khusus berupa perencanaan strategis, penentuan
kebijaksanaan, penganggaran, koordinasi dengan manajer-manajer lain (manajer pembelian, material, persediaan, mutu, fasilitas, dan lini
produksi). Pada beberapa industri, departemen operasi memiliki beberapa sebutan berbeda. Pada perusahaan manufaktur, fungsi operasi dapat
disebut departemem manufaktur, produksi atau operasi. Pada perusahaan jasa, fungsi operasi disebut Departemen Operasi, atau mungkin dengan
nama lain yang spesifik untuk industri tsb. Pada umumnya setiap perusahaan menggunakan istilah “operasi” untuk hal-hal yang berhubungan
dengan fungsi yang menghasilkan barang atau jasa. Di dalam perusahaan, fungsi operasi diperlakukan sama seperti fungsi lain, misalnya fungsi
pemasaran, fungsi keuangan.

3
2. Sistem. Definisi di atas mengacu pada sistem transformasi yang menghasilkan jenis-jenis sistem produksi, yaitu barang dan jasa. Gambaran
sistem tidak hanya menjadi dasar dalam pendefinisian jasa dan manufaktur sebagai sistem transformasi, tetapi juga menjadi dasar yang kuat
untuk rancangan dan analisis operasi. Dengan menggunakan cara pandang sistem, kita menganggap manajer operasi sebagai manajer proses
transformasi pada suatu perusahaan. Gambaran sistem operasi juga memberikan wawasan untuk rancangan dan manajemen sistem yang
produktif pada bidang fungsional di luar fungsi operasi. Sebagai contoh, jasa penjualan pada fungsi pemasaran dapat dipandang sebagai sistem
yang produktif dengan input, transformasi, dan output. Hal yang sama juga berlaku pada jasa transfer dan operasi pemasukan data di dalam
pusat pengolahan data (EDP). Pada gambaran sistem, Manajemen operasi memiliki kemampuan melebihi bidang fungsional operasi.

3. Keputusan. Pada akhirnya definisi di atas mengacu pada pengambilan keputusan sebagai elemen penting dari manajemen operasi, karena semua
manajer mengambil keputusan, maka sudah selayaknya mereka memusatkan perhatian pada pengambilan keputusan sebagai tema pokok
operasi. Fokus keputusan ini memberikan dasar untuk membagi operasi berdasarkan bentuk keputusan utama manajemen operasi, yaitu proses,
kapasitas, sediaan, tenaga kerja, dan mutu.

D. Sejarah Manajemen Operasi Industri


Manajemen operasi industri telah ada sejak manusia dapat memproduksi barang dan jasa. Ada tujuh bidang/ momen yang memberikan sumbangan besar
dalam manajemen operasi, yaitu:
1. Revolusi Industri. Revolusi ini berupa pengaplikasian tenaga mesin untuk menggantikan tenaga manusia, dimulai sejak terciptanya mesin uap
buatan James Watt (1764), dilanjutkan mesin berbahan bakar mesin dan listrik (1800) dengan konsep produksi massalnya, sampai pada era
otomatisasi manufaktur dengan perhatian pada alam (green technology) dan terjadinya pergeseran ke industri jasa (1960).

2. Spesialisasi Tenaga Kerja. Konsep spesialisasi kerja ini dikembangkan secara ilmiah pertama kali oleh Adam Smith (1776), yang
menyimpulkan bahwa spesialisasi kerja dapat meningkatkan produktivitas dikarenakan tiga hal, yaitu: peningkatan ketrampilan pekerja,
terhindarnya kehilangan waktu karena pertukaran pekerjaan antar pekerja, dan adanya penambahan alat-alat dan mesin-mesin yang memudahkan
pekerjaan. Berikutnya Charles Babbage (1832) menyimpulkan bahwa spesialisasi kerja tidak hanya meningkatkan produktivitas saja, tapi juga
4
memungkinkan untuk membayar tingkat upah berdasarkan keahlian khusus. Namun demikian konsep spesialisasi tenaga kerja tsb saat ini sedang
dievaluasi kembali karena ternyata mengakibatkan beberapa efek negatif, seperti munculnya kebosanan pada pekerja yang akhirnya
menurunkan prestasi.

3. Manajemen Ilmiah. Konsep ini menyatakan bahwa scientific management dapat digunakan untuk menemukan metode terbaik dalam
melakukan kerja dengan cara mengambil metode kerja yang dilakukan saat ini, mengembangkan metode yang baru dengan melakukan analisis
dan pengukuran kerja secara ilmiah, dan menerapkan metode terbaru dengan mendapatkan umpan balik yang diperoleh dari para pekerja
terhadap metode baru tsb. Konsep ini dikembangkan oleh Frederick Taylor (1911) dan diperbaharui oleh Frank dan Lilian Gilberth dan dikenal
sebagai disiplin ilmu Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja dalam bidang Teknik Industri.

4. Metode Kuantitatif. Konsep ini menggunakan model matematis dalam menyelesaikan model-model keputusan dalam manajemen seperti
Jumlah Pemesanan Ekonomis (EOQ) untuk keputusan menentukan persediaan bahan yang dikembangkan oleh F.W. Harris (1915), model
Pengendalian Kualitas Statistik olek Shewart (1931), metode Simplex untuk optimasi keputusan tujuan tunggal multi pembatas Program Linier
oleh George Dantzig (1951), serta berlanjut dengan model-model simulasi komputer.

5. Teori Motivasi. Konsep ini dikembangkan oleh Elton Mayo (1930) yang menyatakan bahwa motivasi kerja merupakan elemen terpenting dalam
peningkatan produktivitas. Teori Motivasi ini mengarahkan kita pada penekanan aspek non teknis dari rancangan kerja (kebalikan dari
manajemen ilmiah) seperti pengayaan pekerjaan untuk memanusiawikan pekerjaan dan menghindarkan kebosanan.

6. Standarisasi Ukuran. Konsep ini berangkat dari pemikiran pentingnya pembuatan ukuran yang standar untuk bagian-bagian dari produk
sehingga penggantian dari spare part dapat dilakukan dengan mudah, misalnya ukuran ulir dari lampu harus standar sehingga merek lampu
apapun dapat digunakan. Konsep ini dikembangkan oleh Henry Ford (1950) untuk suku cadang kendaraan bermotor.

5
7. Komputerisasi. Komputer telah digunakan secara luas untuk otomatisasi operasi jasa maupun manufaktur. Sejak tahun 1950, pertukaran
informasi yang berupa SIM dan pengambilan keputusan dengan model matematis yang berupa Decision Support System (DSS) sampai Expert
System menempatkan komputer sebagai alat bantu yang penting dalam manajemen industri.
E. Jenis Keputusan Manajemen Operasi
Ada 3 jenis keputusan yang dibuat dalam organisasi manufaktur, yaitu:
1. Keputusan-keputusan strategis, yaitu keputusan yang mempunyai efek dalam jangka waktu lama dan menjadi landasan bagi keseluruhan arah
organisasi.
2. Keputusan-keputusan taktis, yang bersifat jangka menengah.
3. Keputusan-keputusan operasional, yang bersifat jangka pendek.
Dasar berpijak organisasi adalah misi organisasi, yaitu pernyataan yang menggambarkan keseluruhan maksud, tujuan dan keyakinan yang
melatarbelakangi berdirinya organisasi. Misi menjadi acuan bagi putusan-putusan strategis lainnya yang mendefinisikan strategi perusahaan. Salah satu
permasalahan utama adalah kapasitas.
Keputusan strategis menciptakan skenario situasi untuk perencanaan pada tingkat yang lebih rendah. Keputusan tsb diperluas menjadi perencanaan
taktis, berupa perencanaan agregat dan jadwal induk. Perencanaan agregat menerjemahkan peramalan permintaan dan perencanaan kapasitas menjadi
rencana produksi untuk kelompok-kelompok produk, yang biasanya untuk beberapa bulan ke depan. Langkah perencanaan berikutnya adalah
memperluas perencanaan agregat menjadi jadwal induk, yaitu suatu tabel yang menunjukkan jadwal untuk memproduksi item-item individu, biasanya
dalam jadwal mingguan.
Langkah terakhir perencanaan adalah penggunaan jadwal induk untuk membuat jadwal jangka pendek, yaitu perencanaan terperinci untuk job-job
individual, peralatan, dll sumber daya, yang biasanya dibuat dalam jadwal harian.
Dalam melakukan keputusan-keputusan tsb dibutuhkan peran seorang manajer, yaitu melakukan aktivitas perencanaan (plan), pengorganisasian
(organizing), pengisian (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).
1. Perencanaan; adalah memutuskan di depan tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana melaksanakannya, kapan dilaksanakan, di mana dan
siapa yang melaksanakan. Walaupun masa depan jarang dapat diramalkan dengan tepat, dan kejadian-kejadian tak teramalkan mungkin saja

6
terjadi pada rencana terbaik sekalipun, namun tanpa perencanaan, tindakan cenderung tak bertujuan dan hanya terserah pada kesempatan saja.
Untuk efektifitas usaha kelompok, para pekerja harus mengetahui apa yang akan mereka capai.

2. Pengorganisasian; adalah bagian dari manajemen yang menyangkut kegiatan pembentukan struktur peran yang sadar bagi setiap orang untuk
mengisi posisi dalam suatu perusahaan. Sadar dalam arti memastikan bahwa semua tugas yang perlu untuk mencapai sasaran telah ditentukan,
dan diharapkan telah diberikan kepada orang yang paling tepat untuk melaksanakannya.
Jadi pengorganisasian itu menyangkut:
a. Penentuan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran;
b. Pengelompokan kegiatan-kegiatan ke dalam departemen-departemen atau seksi-seksi;
c. Penugasan kelompok-kelompok kegiatan tsb kepada seorang manajer;
d. Pelimpahan wewenang untuk melaksanakannya;
e. Penetapan koordinasi horizontal dan vertikal dari kegiatan-kegiatan, wewenang dan komunikasi.

3. Pengisian; menyangkut pengarahan/ pengisian dan menjaga tetap terisinya posisi-posisi dalam struktur organisasi, menyangkut penetapan
kebutuhan pekerjaan yang akan dilaksanakan, meliputi inventarisasi, perekrutan, penilaian, dan pemilihan calon-calon untuk setiap posisi; dan
pelatihan serta pengembangan calon-calon/ pemegang posisi sekarang agar dapat melaksanakan tugas dengan efektif.

4. Kepemimpinan; adalah mempengaruhi orang sedemikian rupa sehingga mereka berusaha dengan suka rela dan antusias mencapai sasaran
organisasi dan kelompok, terutama menyangkut aspek antar pribadi dalam manajemen. Masalah terpenting timbul dari orang-orang, hasrat dan
sikap mereka, perilaku mereka sebagai individu dan dalam kelompok. Manajer yang efektif harus merupakan pemimpin yang efektif, karena
kepemimpinan mengandung arti pengikut cenderung mengikuti pemimpin yang dapat memberikan hal-hal yang memuaskan kebutuhan,
keinginan dan hasrat mereka.

7
5. Pengawasan; adalah mengukur dan membetulkan kegiatan-kegiatan bawahan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan rencana.
Kegiatan pengawasan umumnya berhubungan dengan pengukuran prestasi. Jika terjadi penyimpangan maka perlu koreksi. Untuk mengelola
orang, diperlukan manajer yang memiliki ketrampilan kepemimpinan, motivasi, komunikasi, pendelegasian, dan pendekatan (lobi).

F. Manajemen Jasa
Perekonomian jasa telah menunjukkan keunggulannya seperti yang ditunjukkan oleh data industri di Amerika (80%), Jepang (75%), dan Eropa (72%)
tenaga kerjanya bergerak di bidang industri jasa. Negara tsb menunjukkan kestabilan ekonominya dari pengaruh krisis dalam dan luar kawasannya. Jadi
dapat dikatakan bahwa industri jasa merupakan kekuatan ekonomi yang dominan dalam dunia industri saat ini, dengan proyeksi pertumbuhan yang
cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Perbedaan antara industri jasa dan manufaktur dari sudut pandang bentuk, kepemilikan, kondisi, dan organisasi dapat disimpulkan dalam tabel berikut
(Norman R., Service Management, JWS, 1984);

Tabel 1.1
Perbedaan antara Industri Jasa dan Manufaktur

Manufaktur Jasa
Produk dapat disentuh (tangible) Produk tidak dapat disentuh (intangible)
Kepemilikan dialihkan pada saat Kepemilikan pada umumnya tidak
pembelian dialihkan
Produk dapat dijual kembali Tidak mungkin dijual kembali
Produk dapat didemokan sebelum dibeli Produk tidak ada sebelum dibeli
Produk dapat disimpan sebagai Produk tidak dapat disimpan
persediaan
Produk mendahului konsumsi Produk dan konsumsi terjadi secara
serentak
Kegiatan produksi dan konsumsi dapat Kegiatan produksi dan konsumsi harus
8
dipisahkan dalam lokasi kegiatan terjadi pada lokasi yang sama
Produk dapat dipindahkan Produk tidak dapat dipindahkan (meski
produsen dapat berpindah)
Penjual memproduksi Pembeli mengambil bagian langsung dlm
proses produksi & benar-benar dpt
melakukan sebagian dari produksi tsb.
Memungkinkan kontak tak langsung Sebagian besar membutuhkan kontak
antara perusahaan & pelanggan langsung
Produk dapat diekspor Jasa pada umumnya tdk dpt diekspor, ttp
sistem pelayanan jasa dapat
Bisnis diorganisasikan berdasarkan Penjualan & produksi tdk dpt dipisahkan
fungsi, dg penjualan & produksi terpisah secara fungsional

1. Segitiga Jasa
Dalam merancang proses industri jasa dibutuhkan kerangka kerja dasar. Albrecht dan Zemke (1985) membuat kerangka kerja sbb.:

STRATEGI

9
PELANGGAN
SISTEM
SDM

Gambar 1.1 Segi Tiga Jasa

Kerangka ini merupakan segitiga jasa yang mengansumsikan terdapat 4 elemen yang harus dipertimbangkan dalam memproduksi jasa, yaitu pelanggan,
manusia, strategi, dan sistem.
Pelanggan berada di tengah-tengah segitiga karena jasa harus selalu berpusat pada pelanggan. Strategi adalah pandangan/ filosofi yang digunakan untuk
mengarahkan segala aspek pelayanan jasa. Manusia adalah karyawan dari perusahaan jasa, dan sistem adalah sistem fisik dan prosedur yang digunakan.
Garis dari pelanggan ke strategi menunjukkan bahwa strategi harus menempatkan pelanggan terlebih dahulu, dengan menemukan kebutuhan pelanggan
yang sebenarnya. Manajemen harus berfikir mengenai apa yang terlintas dalam pikiran pelanggan, bagaimana pelanggan berperilaku, sehingga mereka
dapat mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan pelanggan. Perusahaan juga harus mengkomunikasikan strategi jasa ini kepada pelanggan sehingga
dengan demikian dapat diketahui apakah yang disediakan oleh perusahaan merupakan sesuatu yang unik dan mengapa pelanggan harus membeli dari
perusahaan tsb. Garis dari pelanggan ke sistem menunjukkan bahwa sistem (prosedur dan peralatan) harus dirancang sesuai dengan yang ada dalam
pikiran pelanggan. Pelayanan terhadap pelanggan bukan hanya merupakan angan-angan, tetapi harus dirancang ke dalam sistem pelayanan.

10
Garis dari pelanggan ke SDM menunjukkan bahwa setiap karyawan harus melayani pelanggan, bukan hanya karyawan di bagian operasi yang
melakukan pelayanan, tetapi seluruh karyawan dalam organisasi. Meski karyawan tidak melayani pelanggan secara langsung, mereka harus melayani
seseorang yang berkepentingan dengan pelanggan, baik akuntan, operator komputer, teknisi, dsb.
Garis dari SDM ke sistem menunjukkan bahwa manusia/ karyawan bergantung pada sistem untuk pelayanan yang baik. Sebagian besar masalah
pelayanan yang buruk berhubungan dengan sistem yang buruk, bukan pada faktor manusianya. Misalnya sistem reservasi tiket pesawat yang amburadul,
sistem pendaftaran CPNS yang antri berjam-jam, dll. Sistem pelayanan harus dirancang sederhana, cepat, dan sangat mudah dioperasikan.
Garis dari strategi ke sistem menunjukkan bahwa sistem harus mengikuti strategi secara logis meski hal ini jarang sekali terjadi. Seringkali sistem telah
berkembang berulang kali dan telah dirancang menurut cara perbaikan bertahap, namun sistem tidak mendukung sepenuhnya strategi yang dimaksud
dan tidak terintegrasi secara baik.
Akhirnya garis dari strategi ke manusia menunjukkan bahwa setiap orang dalam organisasi harus memahami/mengetahui strategi perusahaan. Karyawan
pada garis terdepan yang memberikan layanan jasa sering tidak tersentuh oleh strategi tsb. Manajemen memandang mereka sebagai pelengkap sehingga
dianggap tidak perlu mengetahui strategi jasa. Akibatnya seringkali konsumen kecewa pada hal-hal yang sebenarnya bukan merupakan jasa pelayanan
utama yang mereka butuhkan. Sebagai contoh misalnya, meskipun pelayanan reservasi dan kemewahan dari suatu hotel bintang lima sangat baik,
namun apabila satpam hotel tsb berlagak seperti komandan peleton, maka persepsi pelanggan dapat berubah buruk hanya karena pelayanan satpam
tesebut.
Konsep segi tiga jasa memberikan suatu cara berpikir yang menarik tentang operasi jasa. Konsep ini bermanfaat untuk merancang sistem jasa dan untuk
memecahkan masalah jasa, misalnya digunakan untuk mendiagnosis masalah jasa dan untuk menentukan penyebab dari pelayanan yang buruk. Setiap
jasa disampaikan dalam suatu siklus, yang diawali dengan titik pertama pelanggan berhubungan dengan sistem pelayanan jasa, dan dilanjutkan dengan
hubungan yang berurutan antara pelanggan dengan setiap karyawan di perusahaan yang memberi pelayanan jasa tsb. Pelayanan ini akan membentuk
suatu kesan yang berpengaruh secara komulatif yang akhirnya menentukan apakah pelanggan akan setia terhadap perusahaan tsb.

2. Strategi Produk Jasa


Strategi jasa ini memberi pengarahan untuk merancang produk, pelayanan dan pengukuran. Strategi jasa memberi pandangan tentang jasa macam apa
yang harus diselenggarakan perusahaan. Hal ini menggambarkan arah bisnis yang dirasakan oleh pelanggan dan karyawan, atau paling tidak bagaimana
11
mereka harus memandang. Sebagai contoh strategi yang pernah dilakukan Sempati Airlines, bahwa pelanggan yang memiliki Preffered Card akan
dilayani kebutuhannya tanpa delay atau diberi ganti rugi meskipun penumpang pesawat tsb hanya satu orang. Hal ini untuk menunjukkan komitmen
Sempati yang mengutamakan kepuasan pelanggan, bukan sekedar cari untung. Strategi ini membantu membedakan Sempati dari para pesaingnya.
Kunci dari disain produk jasa adalah mendefinisikan secara tepat barang-barang yang terkait dalam jasa. Dalam merancang jasa, manajemen harus
secara seksama membaca harapan-harapan pelanggan. Sebagai contoh misalnya manajemen restoran mungkin hanya konsentrasi pada usaha
menghidangkan makanan terlezat. Namun pelanggan mungkin juga ingin menikmati suasana romantis, eksklusif, sehingga kemudian muncul suatu
bentuk cafe yang menggabungkan nuansa resto tradisional dengan musik.

3. Strategi Proses Pelayanan


Kunci utama dalam memilih suatu proses adalah jumlah kontak pelangan. Apabila derajat kontak rendah, proses dapat diabaikan dari pelanggan atau
pengaruh eksternal lainnya. Dalam hal ini potensi pelanggan untuk mengganggu proses produksi kecil. Jumlah kontak yang rendah cocok dengan jenis
proses manufaktur sehingga efisiensinya dapat menjadi tinggi.
Sebaliknya jika kontak pelanggan tinggi, pelanggan dapat mengganggu proses produksi dengan tuntutan pelayanan tertentu atau perlakuan khusus,
dapat menyebabkan proses produksi yang tidak efisien. Namun demikian kehadiran pelanggan dalam sistem tidak selamanya mengganggu, kadang kala
pelanggan dapat menjadi sumber efisiensi. Misalnya dengan menggunakan pelanggan untuk mengerjakan sebagian dari tugas pelayanan, seperti dalam
pelanggan swalayan di Restoran Mc Donald’s.
Derajad kontak pelanggan diukur dari prosentase waktu pelanggan berada di dalam sistem yang merupakan bagian dari total waktu yang dibutuhkan
untuk memproduksi jasa tersebut. Kembali pada Restoran Mc Donald’s, derajad kontaknya mungkin 50%. Pada waktu jasa sedang diproduksi,
pelanggan berada di depan counter dalam situasi kontak yang tinggi, namun beberapa makanan dapat dimasak di belakang dalam lingkungan kontak
yang rendah, sementara pelanggan tidak berada dalam sistem atau tidak menunggu. Dengan demikian beberapa efisiensi dimungkinkan melalui kontak
yang rendah, dengan operasi ruang belakang.
Mc Donald’s juga mengilustrasikan pemisahan layanan kontak tinggi dan kontak rendah dengan suatu tipe tata letak ruang depan dan belakang.
Sejumlah kecil makanan persediaan tetap dijaga di antara ruang depan dan belakang selama jam-jam sibuk. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan
juga untuk mengurangi waktu tunggu pelanggan.
12
Berbagai kontak pelanggan dapat menjadi unsur penting dalam merancang sistem pelayanan jasa atau proses produksi. Akan tetapi kontak pelanggan
sendiri tidak menyebabkan ketidakefisiensienan bila pelayanan dapat distandarisasikan dan selanjutnya pelanggan setuju untuk tidak campur tangan
dalam proses produksi. Dalam hal ini pelanggan menimbulkan ketidakpastian daripada kontak pelanggan yang merupakan sumber ketidakefisienan
dalam operasi. Jadi kontak pelanggan digabung dengan ketidakpastian merupakan pertimbangan yang penting dalam merancang operasi jasa.

4. Faktor-faktor dalam Pelayanan Jasa


Sistem pelayanan jasa terdiri atas faktor-faktor fisik dan tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi jasa tersebut. Pada umumnya kelima faktor
berikut merupakan bagian yang perlu dipertimbangkan dalam sistem pelayanan jasa;
a. Teknologi; derajat otomatisasi, peralatan, derajat integrasi vertikal.
b. Aliran proses; urutan kejadian yang digunakan untuk memproduksi jasa.
c. Tipe proses; jumlah kontak yang terlibat (tinggi/ rendah), derajat pelayanan, dan integrasi.
d. Lokasi dan ukuran; tempat proses jasa dilakukan, ukuran setiap tempat jasa tersebut dilaksanakan.
e. Tenaga kerja; ketrampilan, jenis organisasi, sistem imbalan, derajat partisipasi.

G. Analisis Aliran Proses


Sebagian besar proses jasa ataupun manufaktur, dapat diperbaiki dengan membuat diagram alirnya. Ide dasarnya adalah menentukan setiap langkah
dalam proses dan menggambarkan suatu diagram alir dari seluruh tahap dan hubungannya. Sebagai hasil dari diagram ini, proses dapat dianalisis untuk
meningkatkan efisiensi dan pelayanan pelanggan.
Diagram alir dapat digunakan untuk beberapa hal;
1. Untuk mempelajari tata letak dan kapasitas dari fasilitas untuk kepuasan pelanggan atau efisiensi; berapa lama pelanggan harus menunggu, dapatkah
prosedur disederhanakan, dapatkah susunan tata letak diubah posisinya.
2. Untuk memeriksa informasi yang diperlukan pada setiap tahap dan pemrosesan informasi yang digunakan; apakah semua info penting telah
diperoleh, dapatkah info yang tidak penting dihilangkan, apakah tingkat otomatisasi pemrosesan info telah sesuai.

13
3. Untuk menganalisis cara penggunaan karyawan dalam proses; apakah tipe orang yang dipilih telah sesuai dengan tugasnya, perlukah dikembangkan
pelatihan yang lebih baik, apakah karyawan telah diberikan imbalan yang sesuai.

BAB II
PENGEMBANGAN PRODUK

A. Pendahuluan
14
Kegiatan merancang dan mengembangkan produk jasa maupun barang, tidak terlepas dari konsep pemasaran yang bertujuan memenuhi kebutuhan yang
memuaskan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat dipenuhi dengan mengidentifikasi perilaku konsumen terhadap suatu produk. Perilaku konsumen
terhadap suatu produk dapat dideteksi dengan menarik kebutuhan pasar (market pull), menekan penetrasi pasar dengan teknologi baru (technology
push), dan memodifikasi produk potensial untuk ditawarkan kepada pasar (platform product).
Market pull berarti bahwa produsen harus membuat hanya apa yang dapat dijual saja. Dalam hal ini produk baru ditentukan oleh keinginan dan
kebutuhan konsumen/pasar dengan sedikit penekanan pada ketersediaan teknologi dan proses operasi. Jenis-jenis produk baru yang dibutuhkan dapat
ditentukan berdasarkan riset pasar atau umpan balik dari pelanggan.
Technology push berarti bahwa produsen harus menjual apa yang dapat dibuat oleh mereka. Dalam hal ini produk baru ditentukan berdasarkan
teknologi produksi dengan sedikit penekanan terhadap apakah produk tsb layak dijual atau tidak. Hal ini berarti dibutuhkan penciptaan pasar untuk
menjual produk tsb. Penggunaan tehnologi canggih melalui penelitian dan pengembangan akan menciptakan produk superior dengan keunggulan
tersendiri, sehingga konsumen akan tertarik untuk membeli.
Di antara kedua pendekatan di atas dapat diambil jalan tengan di mana produk tsb selain harus memenuhi keinginan konsumen (market pull) juga dapat
diproduksi sesuai dengan teknologi yang dimiliki produsen. Dengan demikian maka pemenuhan kebutuhan pelanggan dan penggunaan tehnologi dapat
memberikan keuntungan yang optimal. Pendekatan ini disebut Platform Product.

B. Konsep Dasar Pemasaran


Dalam persaingan sempurna, sistem industri mengembangkan berbagai strategi dasar dalam merancang produk dan memasarkannya. Dalam merancang
strategi produk dan pemasarannya, perlu ditentukan dahulu target dari produk tsb. Target dari produk merupakan segmen pasar/ konsumen yang ingin
dipenuhi kebutuhannya. Kebutuhan konsumen tsb tergantung kelas sosial, keluarga, pekerjaan, gaya hidup, usia dan tahapan siklus hidup, serta keadaan
ekonomi. Semua hal tsb merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembeli.

1. Kelas sosial. Sebenarnya semua masyarakat manusia menampilkan lapisan-lapisan sosial. Lapisan sosial ini kadang-kadang berupa sistem kasta
yang berupa tingkatan kasta yang berbeda menyandang peran tertentu dan mereka tidak dapat merubah keanggotaan kastanya. Lebih sering lapisan

15
sosial itu berbentuk kelas sosial yang oleh Kotler didefinisikan sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat,
tersusun dalam sebuah urutan yang berjenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama.
Kelas sosial menunjukkan perbedaan pilihan produk dan merek dalam suatu bidang tertentu, seperti pakaian, perabot rumah tangga, aktivitas waktu
senggang, dan mobil. Beberapa pemasar memusatkan usahanya pada kelas sosial tertentu. Restoran Mc Donald’ memusatkan usahanya pada
pelanggan kelas menengah ke atas, sementara Jogja Chicken memusatkan usahanya pada konsumen kelas bawah. Bahkan dalam sebuah kategori
media, kelas sosial juga berbeda dalam hal pilihannya. Konsumen dari kelas atas menyukai berita dan dialog aktual, sedangkan kelas sosial bawah
menyukai pertunjukan seri sinetron. Juga terdapat perbedaan bahasa di antara kelas sosial. Para perencana iklan dan pendesain produk harus
membuat perbedaan untuk desain produk dan cara pengiklanan yang sesuai dengan setiap sasaran kelas sosial.
2. Keluarga. Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembelian. Pengaruh yang lebih langsung atas perilaku
membeli sehari-hari adalah komponen keluarga, yaitu pasangan suami istri beserta anak-anaknya. Keluarga adalah organisasi konsumen pembeli
yang terpenting dalam masyarakat dan telah diteliti secara luas. Para pemasar tertarik pada peran dan pengaruh relatif dari suami, istri, dan anak-
anak mereka dalam pembelian sejumlah besar produk dan jasa.
Keterlibatan suami istri berbeda-beda sesuai denga jenis produk yang ditawarkan. Istri secara tradisional sudah menjadi agen pembeli utama bagi
keluarganya, khususnya dalam pembelian produk makanan, berbagai keperluan runah tangga, dan pakaian. Kondisi ini sekarang sedang berubah
sehubungan dengan meningkatnya jumlah ibu rumah tangga yang bekerja di luar sebagai wanita karir dan karena keinginan para suami untuk
berperan lebih banyak dalam pembelian produk untuk keperluan keluarga. Pemasar produk kebutuhan bahan pokok dapat saja membuat kesalahan,
karena mereka tetap berpikir bahwa wanitalah yang menjadi pembeli utama.
Dalam hal produk dan jasa yang harganya mahal, pihak suami dan istri akan secara bersama-sama membuat keputusan. Para pemasar memerlukan
informasi untuk menentukan anggota keluarga manakah yang umumnya mempunyai pengaruh lebih besar dalam hal pembelian produk atau jasa
tertentu. Produk asuransi jiwa, mobil, dan televisi lebih banyak ditentukan oleh suami; produk mesin cuci, permadani, perabot bukan kamar tamu,
dan peralatan dapur lebih banyak ditentukan istri; sedang produk perabot kamar tamu, acara hari libur, rumah, dan hiburan di luar rumah akan
ditentukan oleh suami istri secara bersama-sama.

16
3. Pekerjaan. Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaannya. Seorang pekerja kasar akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja, kotak
makanan, dan berekreasi dengan naik angkutan umum. Seorang direktur perusahaan akan membeli pakaian sutra mahal bermerek, bepergian dengan
pesawat terbang, dan menjadi anggota perkumpulan sosial elite. Para pemasar mencoba mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerjaan atau
jabatan yang memiliki kecenderungan terhadap produk dan jasa mereka.

4. Gaya Hidup. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat
mereka. Orang yang berasal dari kelas sosial dengan pekerjaan yang sama pun mungkin memiliki gaya hidup yang berbeda.

5. Keadaan Ekonomi. Keadaan ekonomi seseorang akan berpengaruh terhadap pilihan produk. Keadaan ekonomi yang dimaksud terdiri atas
pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatannya, kestabilannya, dan pola pendapatannya terhadap waktu), tabungan dan kekayaan, kemampuan
meminjam dan sikapnya terhadap pembelanjaan pendapatannya dibandingkan pendapatan yang ditabung. Para pemasar produk yang banyak
tergantung pada pendapatan perlu memperhatikan terus menerus kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan suku bunga piutang. Jika
indikator ekonomi menunjukkan resesi, para pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang kembali, menentukan kembali ciri-ciri
yang menonjol dan menetapkan kembali harga produk mereka sehingga mereka tetap mampu menarik para pelanggan.
Usia dan tahap siklus hidup mempengaruhi perubahan perilaku pembelian seseorang akan suatu barang dan jasa selama hidupnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku pembelian tsb akan diantisipasi oleh pelaku industri dengan strategi pemasaran yang berbeda-beda, tergantung segmen
pasar yang akan dibidik. Strategi pemasaran tsb berusaha memanfaatkan perilaku pembelian dari konsumen secara optimal.

Selain mencoba memanfaatkan perilaku pembelian konsumen, perusahaan juga melakukan suatu inteligen bisnis terhadap perusahaan pesaingnya.
Kegiatan ini disebut benchmarking, yaitu kegiatan sebuah perusahaan yang menandai perusahaan lain yang dianggap sebagai pesaing berat, kemudian
berusaha menduga posisi perusahaan tsb berada pada tingkatan yang bagaimana. Konsep benchmarking sering disalahartikan, banyak yang menganggap
sebagai suatu yang ilegal, tidak bermoral, tidak etis, penjiplakan, atau spionase industri. Konsep yang salah ini menganggap bahwa salah satu pihak
memperoleh keuntungan dari pesaing yang tidak menaruh curiga dengan cara sembunyi-sembunyi meniru produk atau proses yang dilakukan
pesaingnya. Kenyataan yang ada tidak demikian, konsep ini melibatkan dua perusahaan yang sebelumnya telah sepakat untuk membagi informasi
17
mengenai proses atau operasinya. Keduanya memperoleh keuntungan dari pertukaran informasi yang dilakukan. Masing-masing pihak bebas untuk
tidak memberikan informasi yang dianggap rahasia, serta keduanya tidak harus merupakan pesaing.
Tujuan utama benchmarking adalah untuk menemukan kunci/ rahasia sukses dan kemudian mengadaptasi dan memperbaikinya untuk diterapkan pada
perusahaan yang melaksanakan benchmarking tsb. Dari uraian tentang benchmarking tsb diketahui bahwa benchmarking merupakan pekerjaan yang
sangat berat secara fisik dan mental. Berat secara fisik karena diperlukan kesiapan SDM dan teknologi yang memadai untuk melakukan benchmarking
secara akurat. Berat secara mental karena pihak manajemen perusahaan yang melakukannya harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan
pesaing ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi, sehingga kemungkinan terjadi merger atau akuisisi.

C. Strategi Pemasaran Dan Disain Pengembangan Produk


Strategi pemasaran tidak dapat dipisahkan dengan pengembangan produk, karena keduanya berhubungan sangat erat.

1. Strategi Produk dan Pemasaran di Masa Krisis


Strategi dari suatu disain produk dan pengembangannya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro. Dalam kondisi ekonomi makro yang normal,
tingkat inflansi bergerak dengan normal, strategi disain produk dan pengembangan produk akan mengikuti konsep siklus hidup produk. Dalam
kondisi inflansi yang tinggi, pendapatan dan daya beli konsumen menurun, pola dan perilaku konsumen akan berubah. Perubahan pola dan perilaku
konsumen tsb antara lain:
a. Konsumen menunda pembelian barang maupun penggunaan jasa yang mewah/mahal (mobil, micro wave, dan barang-barang tahan lama
lainnya). Mereka berlibur di tempat dan jenis hiburan yang lebih murah, atau bahkan membatalkannya dan lebih suka menyimpan uangnya
pada tabungan yang berbunga tinggi.
b. Konsumen menjadi lebih lama dan teliti/kritis dalam membanding-bandingkan harga produk tertentu. Hal ini lambat laun membuat
konsumen berpindah ke toko/pemberi jasa yang lebih murah. Selain itu periode diskon atau pun kupon untuk potongan harga dapat menarik
minat konsumen/pembeli.

18
c. Konsumen mengalihkan produk/merek kegemarannya ke produk/merek yang secukupnya saja. Sedang untuk produk-produk yang tidak
begitu penting bagi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak melihat merek lagi asalkan fungsinya sama. Pasaran barang bekas dan penjualan
obral mulai ramai lagi.
d. Dalam rangka penghematan, konsumen mulai mengerjakan sendiri kegiatan-kegiatan yang semula tidak pernah/jarang mereka lakukan,
seperti menjahit pakaian, mencuci, memelihara taman, dsb.
Sejumlah tindakan penyesuaian diri dilakukan oleh produsen sebagai akibat tingginya biaya bahan baku, bahan bakar, tenaga kerja, maupun biaya
pemeliharaan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah menunda rencana penanaman modal, penyusutan jumlah produk yang telah didiversifikasi,
dan melakukan penekanan biaya, seperti misalnya mengaplikasikan rekayasa nilai dalam pembuatan produk tsb.
Diversifikasi produk merupakan upaya membuat produk jenis baru berdasarkan produk yang sudah ada. Sebagai contoh penyusutan jumlah jenis produk
telah dilakukan perusahaan minyak Sun Oil ketika Amerika mengalami resesi tahun 1970-an. Sun Oil mengurangi jenis produk minyak pelumasnya dari
1.000 menjadi 200, dan minyak gear-nya dari 225 menjadi 29. Hasilnya dapat menaikkan produktivitas sebesar 20-30%. Penekanan biaya masing-
masing produk juga merupakan strategi lain yang cukup tinggi.
Dalam kondisi krisis setiap perusahaan perlu mencari cara-cara untuk menekan biaya masing-masing produk. Beberapa pilihannya adalah:
a. Mengurangi volume/ukuran produk dan bukan menaikkan harga. Fenomena ini biasa ditemukan pada ukuran detergen yang semakin kecil,
walaupun harganya tetap, ketika harga bahan baku naik.
b. Mengganti bahan/isi dengan yang lebih murah. Misalnya pabrik mobil/kendaraan bermotor mengganti logam dengan plastik untuk bagian-
bagian yang tidak terlalu berbahaya.
c. Menguranngi ciri-ciri khas produk agar biaya dapat ditekan. Sebagai contoh, Perusahaan pengecer mengatur sejumlah barangnya sedemikian
rupa sehingga harganya bersaing dengan toko-toko yang biasa menjual dengan potongan harga.
d. Mengurangi jasa pelayanan, seperti jasa instalasi, penghantaran barang, atau jaminan garansi jangka panjang.
e. Menggunakan bahan kemasan yang lebih murah atau memperkenalkan paket dengan kemasan yang lebih besar sehingga jumlah kemasan per
unit produk bisa berkurang.
f. Mengurangi jumlah ukuran dan model produk.

19
g. Menambah merek yang lebih ekonomis. Seperti yang dilakukan Jewel Food Store di AS yang menambahkan 170 produk tanpa merek khusus,
yang dijual dengan harga 10-30% lebih murah daripada merek yang dipasarkan selama ini.

2. Strategi Produk dan Pemasaran di Masa Normal


Strategi disain produk di masa normal mengikuti konsep siklus hidup produk. Penjualan potensial dan kemampuan produk untuk menghasilkan
keuntungan akan selalu berubah sepanjang waktu. Siklus hidup produk perlu dibahas sebagai usaha untuk mengenali tahap-tahap khusus tertentu
selama riwayat penjualan suatu produk. Dalam tahap-tahap tsb terkandung peluang dan juga persoalan khusus sehubungan dengan strategi
pemasaran serta keuntungan yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan mengenal tahap dimana produk sedang berada, atau kemana produk sedang
mengarah, perusahaan dapat menentukan rencana pemasaran yang lebih baik dan lebih sesuai.
Bila dikatakan bahwa produk mempunyai suatu siklus hidup, maka hal ini sama dengan menyatakan 4 hal berikut:
a. Setiap produk mempunyai batas umur;
b. Penjualan produk melewati tahap-tahap yang jelas dan setiap tahap memberi tantangan yang berbeda kepada si penjual;
c. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan akan meningkat dan menurun pada tahap yang berbeda dalam siklus hidup produknya;
d. Produk menuntut strategi yang berbeda dalam hal pemasaran, keuangan, produksi, personalia, maupun pembelian pada setiap tahap dalam
daur hidup produknya.

3. Tahap-tahap Pokok dalam Siklus Hidup Produk (SHP)


Kebanyakan pembahasan mengenai SHP selalu menggambarkan riwayat penjualan dengan kurva yang berbentuk seperti terlihat dalam Gambar 2.2
Kurva ini digambarkan memiliki 4 tahapan utama yang biasa disebut dengan tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan kemunduran.

Penjualan

3
5 20
2
1

waktu

Gambar 2.2 Siklus Hidup Produk

a. Perkenalan (introduction); pertumbuhan penjualan lambat karena produk baru saja diperkenalkan kepada konsumen sedangkan biaya
sangat tinggi sehingga produk tidak menghasilkan keuntungan sama sekali. Tahap perkenalan dimulai saat produk baru didistribusikan untuk
pertama kali sehingga sudah tersedia di pasar untuk dibeli masyarakat. Diperlukan waktu lama untuk mengisi kembali dan mendorongnya
pada berbagai pasar. Laju pertumbuhan produk rendah karena tertundanya perluasan kapasitas produksi, adanya masalah-masalah teknis,
terlambatnya distribusi produk ditingkat pengecer akhir, keengganan konsumen untuk mengubah kebiasaan yang sudah mapan, dst. Jika
produk baru mahal harganya, laju pertumbuhan juga terhambat oleh sedikitnya konsumen yang mampu membeli.
Jumlah keuntungan yang diperoleh selama tahap ini sangat sedikit, atau bahkan merugi akibat rendahnya hasil penjualan yang disertai
dengan tingginya biaya distribusi dan promosi. Dana dalam jumlah besar diperlukan untuk menarik para distributor dan mengisi jalur
distribusi. Jumlah pesaing masih sedikit dan produk masih versi dasar karena pasar belum membutuhkan penyempurnaan produk.
Perusahaan memusatkan usaha penjualan pada calon pembeli yang paling siap untuk membeli, yaitu mereka yang berpenghasilan tinggi.
Harga jual cenderung tinggi, yang disebabkan karena biaya produksi yang tinggi pada tahap ini karena skala produksi yang masih rendah,
persoalan tehnologi dalam proses produksi yang belum sempurna, serta pengambilan margin laba yang cukup tinggi untuk menutup biaya
promosi.

b. Pertumbuhan (growth); pasar dengan cepat menerima produk baru sehingga penjualan melonjak dan menghasilkan keuntungan yang besar.
Kelompok pengguna awal yang merupakan pelopor, yang merasa puas dengan produk baru tsb, secara tidak langsung melakukan promosi
dari mulut ke mulut sehingga kemudian diikuti oleh mayoritas konsumen. Peluang keuntungan dan produksi massal telah memikat banyak
21
pesaing baru (pengikut pasar) untuk ikut terjun ke pasar. Bertambahnya pesaing akan mendorong meluasnya saluran distribusi, yang diikuti
juga dengan membanjirnya produk untuk mengisi saluran distribusi tsb.
Harga akan tetap stabil atau turun sedikit selama masih sama dengan laju kenaikan permintaan. Perusahaan mempertahankan anggaran
promosinya pada taraf yang sama atau naik sedikit untuk menghadapi persaingan dan memberi penyuluhan kepada pasar. Penjualan naik
pesat dan dengan demikian akan menurunkan rasio promosi dengan penjualan.
Pada tahap ini keuntungan membubung tinggi disebabkan oleh biaya promosi yang dibebankan pada volume yang jauh lebih besar dan oleh
lebih banyak penurunan biaya produksi per unit dibandingkan penurunan harga jual.

c. Kedewasaan (maturity); periode pertumbuhan penjualan mulai menurun karena produk sudah bisa diterima oleh sebagian besar pembeli
potensial. Jumlah keuntungan mantap, stabil atau menurun karena meningkatnya biaya pemasaran untuk melawan para pesaing. Tahap ini
biasanya berlangsung lebih lama dibandingkan tahap sebelumnya serta menghadapi tantangan berat dalam manajemen pemasarannya.
Ada tiga taraf dalam tahap kedewasaan ini;
1) Kedewasaan pertumbuhan (growth maturity) yang dicirikan dengan tingkat pertumbuhan penjualan yang mulai berkurang karena
distribusi yang telah stabil. Tidak ada lagi saluran distribusi baru yang dapat ditambah, walaupun beberapa pembeli yang termasuk
kelompok pengekor masuk ke pasar.
2) Kedewasaan mantap (stable maturity) yang dicirikan dengan penjualan perkapita menjadi datar karena kejenuhan pasar. Sebagian
besar konsumen potensial telah mencoba produk dan penjualan berikutnya tergantung pada pertambahan penduduk dan permintaan
penggantian baru.
3) Taraf kedewasaan usang (delcaying maturity), nilai penjualan mutlak mulai jatuh dan konsumen mulai bergerak ke produk lain/
substitusi.
Menurunnya tingkat pertumbuhan penjualan mengakibatkan kelebihan dalam kapasitas industri yang selanjutnya akan menyebabkan
persaingan menjadi sangat ketat dan intensif. Pesaing akan lebih sering menurunkan harga/ obral, meningkatkan iklan dan berbagai cara
untuk memikat pembeli/ penyalur. Anggaran riset dan pengembangan ditambah agar dapat menemukan versi baru dari produk yang lebih
sempurna. Hal ini akan mengakibatkan merosotnya jumlah keuntungan. Beberapa pesaing yang lemah mulai mengundurkan diri dan
22
akhirnya secara bertahap industri hanya akan terdiri atas perusahaan-perusahaan yang mapan dan yang bertujuan memenangkan posisi
keunggulan bersaing (competitive advantage). Fase ini adalah fase terakhir untuk mulai memperkenalkan produk baru. Oleh karena itu
pengembangan produk baru harus dimulai selambat-lambatnya pada fase pertama dari tahap kedewasaan.

d. Kemunduran (decline); dalam periode ini penjualan menurun dengan tajam diikuti dengan menyusutnya keuntungan. Laju penurunan ini
mungkin lambat seperti yang dialami makanan oatmeal cereal, tetapi mungkin juga cepat seperti mobil Holden Kingswood di tahun
1975/1976. Penjualan dapat jatuh sampai ke titik nol, atau hanya membeku pada tingkat yang rendah dan terus bertahan pada tingkat tsb
hingga bertahun-tahun.
Alasan mengapa penjualan dapat jatuh adalah karena perkembangan teknologi, perubahan selera konsumen atau meningkatnya persaingan di
dalam dan luar negeri. Semua itu mengakibatkan terjadinya kelebihan kapasitas, menghebatnya persaingan harga dan akhirnya menurunnya
keuntungan perusahaan.
Lama dari setiap tahapan tergantung dari jenis produk, konsumen yang menjadi sasarannya, maupun kondisi persaingan. Cox, seorang ahli pemasaran
menyimpulkan bahwa untuk obat bebas (tanpa resep dokter) diperlukan 1 bulan untuk tahap perkenalan, 6 bulan tahap pertumbuhan, 15 bulan tahap
kedewasaan, dan tahap kemunduran berlangsung lama sekali karena produsen jarang mau menghentikan produksinya begitu saja. Secara berkala
panjangnya tahapan harus dilihat kembali. Makin ketatnya persaingan akan mempersingkat SHP dan hal ini berarti bahwa produk yang bersangkutan
menghasilkan keuntungan dalam waktu yang lebih singkat.
Dalam era modern sekarang ini, tahapan SHP suatu produk semakin pendek, yang disebabkan keinginan konsumen yang begitu cepat berubah-ubah.
Oleh karenanya produsen harus mengantisipasi perubahan keinginan yang cepat ini dengan mengembangkan produk baru yang dapat memenuhi
keinginan konsumen. Pengembangan produk ini memerlukan kegiatan riset yang membutuhkan biaya yang cukup banyak.
Produsen harus memahami konsep siklus hidup produk jika ingin tetap dapat bertahan. Dengan adanya siklus tsb maka konsentrasi kegiatan
pengembangan produk sudah harus dilakukan ketika produk lama masih berada pada fase pertumbuhan, atau selambat-lambatnya bila SHP lama tsb
masih cukup panjang. Dengan cara ini maka pada saat produk lama mengalami kemunduran, produk baru sudah dapat diperkenalkan dan memberikan
kontribusi yang berarti bagi keuntungan perusahaan.

23
D. Aspek-Aspek Pembentukan Produk
Karena produk tidak sekedar merupakan output suatu proses produksi, maka kita dapat memerinci aspek-aspek pembentuk produk menjadi seperti
berkut:

Produk: 1. Aspek fungsional: a. Kemampuan untuk digunakan


b. Komponen-komponen:
1). Utama
2). Pendukung
2. Aspek pelayanan: a. Penjualan
b. Pengiriman
c. Garansi Purna Jual
3. Aspek harga

Ketiga aspek tsb harus diamati dengan cermat oleh produsen dalam upaya memenuhi keinginan konsumen, selain untuk memenangkan persaingan
dengan produsen lain.

E. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Pengembangan Produk


Dalam konteks persaingan antar produsen, kita dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya kegiatan perancangan dan
pengembangan produk. Faktor-faktor tsb adalah sbb:
1. Faktor eksternal, antara lain;
a. Munculnya produk-produk sejenis dengan berbagai kelebihan
b. Munculnya produk-produk baru yang dapat menggantikan produk lama (produk substitusi)
c. Pergeseran keinginan konsumen dan kebosanan terhadap produk-produk lama
d. SHP yang cenderung memendek pada masa modern ini.
24
2. Faktor internal, yang merupakan keinginan manajemen untuk:
a. Memperbaiki kinerja produk
b. Melakukan diversifikasi produk
c. Mempertahankan segmen dan pangsa pasar baru
d. Memanfaatkan SDM (karyawan, tenaga ahli) yang kemampuannya semakin bertambah karena proses pembelajaran yang telah dialami
e. Menjaga kelangsungan hidup (keuntungan finansial) perusahaan.

BAB III
PERENCANAAN TEKNIS

A. Pengantar
25
Perencanaan teknis berhubungan dengan pemilihan lokasi usaha/ pabrik dan alokasi dari output pabrik tsb, penentuan kapasitas pabrik, perancangan
kerja, pengukuran kerja, penentuan biaya produksi, dan struktur organisasi.
Penetapan lokasi usaha/ pabrik merupakan fase yang sangat penting dalam proses perancangan pabrik karena fasilitas produksi membutuhkan sejumlah
besar modal yang akan diinvestasikan dalam jangka panjang serta kondisi yang penuh resiko. Fasilitas produksi memberi batasan dan kerangka kerja
dari sistem produksi pada saat beroperasi yang sangat sulit dan mahal jika harus diubah atau dipindahkan apabila lokasi yang ditetapkan dianggap tidak
cocok. Lokasi pabrik memiliki unsur strategi guna memperkuat posisi untuk bersaing, terutama di dalam rangka penguasaan wilayah pemasaran.
Sedangkan alokasi memegang peran penting dalam menentukan pola distribusi yang terbaik dari lokasi pabrik ke wilayah pemasaran (lokasi suplai
material) sehingga diperoleh biaya distribusi minimal.
Penentuan kebutuhan kapasitas yang produktif merupakan persoalan utama yang tidak hanya timbul pada saat perancangan disain suatu sistem baru
ataupun saat perluasan sistem yang sudah ada, tetapi juga timbul pada saat periode operasi yang lebih pendek karena kapasitas pabrik tidak dapat diubah
dengan segera. Penentuan kapasitas didisain untuk kebutuhan jangka panjang, antara 5-10 tahun. Oleh karena itu penentuan kapasitas ini merupakan
keputusan yang cukup penting.
Perancangan kerja dimaksudkan untuk mendisain rancangan kerja yang dapat meminimasi kebosanan dan ketidakpuasan kerja. Rancangan kerja berisi
daftar tugas/ kegiatan individu yang harus dilakukan oleh seorang pekerja/ sekelompok pekerja.
Pengukuran kerja berhubungan dengan penentuan standar output pengerjaan suatu aktivitas yang seharusnya dapat diselesaikan oleh pekerja. Standar
waktu pengerjaan yang ditentukan (diukur) ini dimaksudkan untuk menentukan jumlah output yang diharapkan sehingga manajemen dapat mengukur
prestasi pekerja dan biaya tenaga kerja langsung dengan tepat.
Penentuan biaya produksi berguna agar manajemen dapat menentukan harga jual yang tepat setelah mengetahui berapa biaya pokok yang mereka pakai
dalam pembuatan suatu produk. Dengan mengetahui cara penentuan harga pokok produksi ini maka perusahaan dapat menentukan harga yang bersaing
dan secara tidak langsung dapat mengantisipasi adanya pemborosan yang terjadi selama periode produksi tertentu.
Struktur organisasi membahas beberapa model dari bentuk organisasi yang biasa digunakan oleh beberapa macam organisasi baik pada bidang jasa
maupun manufaktur. Pemilihan bentuk organisasi ini akan menentukan efektivitas komunikasi di dalam organisasi maupun estimasi biaya yang harus
dikeluarkan dalam pemilihan bentuk organisasi tsb.

26
B. Analisis Lokasi
Masalah lokasi ini timbul karena beberapa alasan berikut:
1. Akan mendirikan usaha atau pabrik baru.
2. Pabrik yang akan diubah karena alasan-alasan:
a. Adanya perubahan tingkat permintaan secara signifikan.
b. Adanya perubahan daerah distribusi secara signifikan.
c. Adanya perubahan biaya atau kualitas dari produksi yang kritis (tenaga kerja, bahan baku, energi, dan sebagainya).
d. Adanya peningkatan nilai barang tak bergerak atau yang secara signifikan perlu diubah karena banjir, prestise atau perbaikan relasi.

1. Faktor-faktor yang Signifikan dalam Studi Lokasi


Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi adalah input produksi, teknologi proses, dan lingkungan.
a. Input Produksi
Perangsang untuk memindahkan lokasi mungkin berasal dari kebutuhan atas tersedianya input yang lebih banyak atau yang mempunyai kualitas
yang lebih baik, seperti buruh, bahan baku, energi atau lainnya. Pemikiran ini berhubungan erat dengan pasar dari input tsb.
1) Bahan Baku; untuk kebanyakan pabrik terutama pabrik pembuatan, faktor dominan dalam penentuan lokasi adalah kebutuhan untuk
dekat dengan bahan baku, terutama jika proses produksinya menyebabkan berat menjadi berkurang dan jika bahan baku mudah rusak.
Pada umumnya industri yang menggunakan proses analitik yang bahan bakunya dibagi-bagi untuk memproduksi produk yang berbeda,
lokasi pabrik cenderung dekat dengan lokasi bahan baku. Sebaliknya , untuk proses sintesis yang menggabungkan bermacam-macam
material dan komponen dalam berbagai tahap hingga membentuk produk akhir maka ada kecenderungan untuk menempatkan pabrik di
dekat pasar.

27
Jasa pelayanan untuk sektor swasta cenderung mempunyai lokasi di dekat pasar yang mempunyai konsumen potensial, misalnya restoran,
bank, bioskop,dll. Untuk sektor publik, lokasi jasa pelayanan tsb dipengaruhi oleh distribusi geografi dari orang yang membutuhkan
pelayanan, seperti sekolah, pos polisi.
2) Sumber Daya Manusia; jika memerlukan SDM dengan karakteristik tertentu, atau membutuhkan SDM dalam jumlah yang sangat besar
maka pabrik perlu dibangun di dekat tempat tersedianya SDM tsb. Pentingnya SDM dapat dikurangi jika dilakukan otomatisasi/
mekanisasi dalam proses produksi. Mungkin saja pengurangan ongkos tenaga kerja dapat dilakukan dengan memindahkan pabrik ke
lokasi yang mempunyai naker dengan upah yang lebih rendah. Namun upah yang lebih murah saja belum tentu berarti murah secara
keseluruhan, karena produktivitas naker yang murah tsb juga perlu diperhatikan.

b. Teknologi Proses
Untuk beberapa pabrik, teknologi yang digunakan akan membatasi jumlah lokasi yang menyediakan input yang kritis dengan biaya murah,
seperti air untuk pulp atau energi listrik untuk pabrik aluminium.

c. Lingkungan
Di samping harus mempertimbangkan faktor yang berhubungan dengan proses produksi dan input yang kritis, keputusan lokasi juga tergantung
pada beberapa faktor lingkungan:
1) Ketersediaan dan kehandalan sistem penunjang, termasuk utilitas publik untuk tenaga dan air, pencegahan kebakaran, rute transportasi yang
mudah, komunikasi yang cepat dan handal, dsb.
2) Kondisi sosial dan budaya, yang pada suatu saat juga dapat menghambat pemilihan lokasi meskipun telah memenuhi persyaratan ekonomi
dan teknik.
3) Masalah hukum dan politis, dapat merupakan pembatas namun juga dapat menjadi kesempatan sehingga harus ditelaah dengan baik sebelum
keputusan akhir diambil.

2. Formulasi dari Permasalahan Lokasi


28
Untuk memformulasikan masalah lokasi secara tepat, perlu melihat sistem operasi dalam hubungannya dengan pasar dan sumbernya, yaitu:
a. Biaya untuk mendapatkan input produksi yang dibutuhkan, yaitu biaya bahan baku, tenaga kerja, energi, dsb.
b. Biaya pengerjaan input dengan teknologi tertentu, yaitu biaya overhead.
c. Biaya pendistribusian, yaitu biaya pengiriman produk.
Biaya-biaya ini dapat dihitung, yaitu dengan memperkirakan untuk lokasi yang berbeda dengan analisis ekonomi standar. Sebagai tambahan harus
memasukkan biaya-biaya intangible yang berhubungan dengan kualitas naker yang tersedia pada setiap lokasi, tingkat kerja sama, dan perlakuan
pemerintah lokal dan masyarakat. Akhirnya ada opportunity cost untuk setiap lokasi yang terbaik.
Formulasi masalah lokasi ini kini menjadi lebih lengkap, manajemen mempunyai tugas untuk memilih satu dari beberapa calon lokasi yang
mempunyai batasan teknologi, peraturan, dan batasan lainnya, kemudian meminimumkan gabungan biaya yang tangible, intangible dan opportunity
cost (seringkali biaya tangible ditentukan secara subyektif, sementara biaya opportunity cost diabaikan).

3. Sistem Praktis dalam Pendekatan Pemilihan Lokasi


Secara praktis, perlu menelaah lokasi ini dalam dua fase, yaitu:
a. Fase pertama; Studi Kelayakan Pendahuluan, yang bertujuan untuk menentukan apakah perubahan lingkungan cukup membenarkan untuk
dilakukannya analisis yang terperinci. Fase ini terutama membahas kecenderungan tingkat permintaan dan distribusi secara geografis untuk
menentukan apakah memenuhi syarat-syarat ekonomis. Juga dibahas masalah ketersediaan input produksi yang kritis, ongkos yang terjadi
sekarang dan yang akan datang, dsb. Jika hasil analisis fase pertama ini membenarkan dilakukannya analisis secara teliti, manajemen dapat
melanjutkan ke fase dua yang terdiri atas 3 tahap.

b. Fase kedua; Analisis dan Evaluasi Alternatif Daerah


Tahap pertama menguji beberapa karakteristik umum dari daerah secara geografis yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan oleh
pabrik, dengan tujuan mencari daerah yang paling cocok dan menentukan kapasitas yang diperlukan untuk fasilitas yang baru tsb.
Pertama riset pamasaran, untuk memperkirakan peningkatan permintaan setiap daerah selama 5-10 tahun yang akan datang, kemudian
permintaan ini diubah ke dalam kapasitas produksi yang baru. Dengan adanya kebutuhan kapasitas untuk waktu yang akan datang, maka kita
29
mengidentifikasikan alternatif daerah dengan keuntungan/ ukuran efektivitas yang lain dimaksimumkan untuk kapasitas yang diusulkan.
Pada tahap ini kita harus memikirkan apakah membangun satu pabrik besar atau lebih dari satu pabrik yang terpencar guna mengurangi biaya
transportasi.
Data yang diperlukan untuk memilih daerah yang cocok dan kapasitas yang diperlukan adalah sbb:
1) Peningkatan permintaan pada waktu yang akan datang dari daerah yang diubah ke dalam kebutuhan kapasitas produksi
2) Hubungan biaya untuk produksi dan distribusi
3) Mengidentifikasikan sumber-sumber dari input produksi yang diperlukan;
a) Bahan baku (kualitas, kuantitas, dan kehandalan)
b) Tenaga kerja (tenaga ahli yang tersedia, upah tingkat supply)
c) Sistem penunjang, yaitu; energi, air, jaringan transportasi dan komunikasi (kecukupan, kualitas, kuantitas, ongkos)
d) Faktor hukum sosial dan politis
e) Masalah lingkungan (polusi, iklim, kualitas hidup).
Setelah memilih daerah geografis yang cocok dan kapasitas pabrik yang optimum, analisis dilanjutkan untuk mencari area yang spesifik
dalam daerah tsb. Jika kriteria untuk memilih area terbaik adalah memaksimumkan laba dan biaya produksi yang telah ditentukan pada tahap
pertama, laba maksimum dapat dicapai dengan meminimumkan biaya distribusi.
Untuk memilih lokasi pabrik yang baru, maka kita bagi pasar yang akan dilayani oleh pabrik yang baru tsb ke dalam beberapa bagian. Kita
perkirakan jarak untuk area yang berbeda, di samping proyeksi kebutuhan pada waktu yang akan datang. Untuk lokasi yang ada kita
mempunyai:
n = jumlah bagian pasar yang akan dilayani pabrik baru
Dj = jumlah perjalanan setiap bulan ke bagian j (j = 1, 2, . . n)
rj = jarak dari bagian j ke lokasi pabrik
cj = ongkos pengiriman/unit dlm satu satuan jarak ke tujuan j
maka:
cj rj Dj = ongkos distribusi setiap bulan guna memenuhi permintaan bagian pasar j dari lokasi yang diberikan
30
cj rj Dj = jumlah ongkos distribusi bulanan untuk seluruh pasar yang akan datang ke lokasi yang diberikan
Ukuran ini dapat dievaluasi untuk setiap alternatif lokasi dan dipilih lokasi yang memberikan jumlah ongkos distribusi tahunan yang
minimum.
Di dalam daerah yang dipilih pada tahap kedua perlu dipikirkan alternatif tempat untuk membangun pabrik yang baru. Untuk hal ini kita
perlu mencari data ekonomi dan demografi secara terperinci, tetapi juga masalah teknis, sosial dan hukum.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan masyarakat dan tempat untuk lokasi yang baru dapat diklasifikasikan sbb:
1. Perkiraan kebutuhan untuk input produksi:
a. SDM ( keahlian, jumlah, kualitas )
b. Bahan baku, parts, dan komponen setengah jadi
c. Energi, air, dan jasa lainnya
d. Fasilitas transportasi dan komunikasi
e. Luas tanah untuk fasilitas yang direncanakan dan ekspansi pada waktu yang akan datang

2. Faktor objektif yang akan mempengaruhi ongkos dan laba dari pabrik baru:
a. Tingkat proyeksi permintaan tahunan
b. Proyeksi ongkos operasi tahunan
1) Ongkos untuk membeli dan transportasi bahan baku
2) Ongkos untuk membayar keahlian yang diperlukan
3) Ongkos untuk keperluan energi, air, telepon, listrik, dsb.
4) Pajak
c. Ongkos untuk membangun pabrik baru
d. Perkiraan laba tahunan untuk tahun-tahun berikutnya
e. Ongkos untuk membeli tempat konstruksi

31
3. Faktor subjektif yang akan mempengaruhi pemilihan masyarakat dan tempat:
a. Hukum yang ada akan mempengaruhi aktivitas perusahaan
b. Karakteristik tenaga kerja dan pasar
c. Jaringan transportasi
d. Sistem infrastruktur yang menunjang (tenaga, telepon, air, dll)
e. Karakteristik masyarakat:
1) Kelakuan dan tradisi masyrakat
2) Lembaga finansial
3) Aktivitas kebudayaan, sekolah, dan rekreasi
4) Kualitas hidup (kebisingan, kemacetan, polusi, dll)
5) Perumahan
6) Jasa layanan

C. Penentuan Kapasitas
Penentuan kebutuhan kapasitas produksi merupakan persoalan utama yang tidak hanya timbul saat perancangan disain suatu sistem baru dan pada
perluasan sistem yang sudah ada, tetapi juga timbul saat periode operasi yang lebih pendek, saat kapasitas pabrik tidak dapat segera diubah.
Kapasitas produksi diukur dalam satuan unit fisik yang menyatakan tingkat output maksimum untuk produk/ jasa atau pun jumlah dari sumber daya-
sumber daya utama yang tersedia dalam setiap periode operasi. Pada sistem yang memproduksi dengan banyak variasi pada produk/ jasa yang tidak
dapat diukur dalam satuan-satuan unit yang seragam, maka kapasitas sistem tsb dapat dinyatakan sebagai sumber daya input-input utama yang
digunakan, misalnya jam tenaga kerja atau jam mesin. Tabel 3.2 berikut ini menunjukkan ukuran kapasitas untuk bermacam-macam sistem.

32
Tabel 3.2 Contoh Khas dari Pengukuran Kapasitas

Fasilitas Ukuran Unit


Karakteristik output-nya seragam
Peleburan baja Ton baja yang diproduksi per hari
Pabrik sepatu Pasang sepatu yang diproduksi per
Pesawat komersial hari
Penumpang-kursi-mile
penerbangan per rute
Karakteristik output-nya
bervariasi
Hotel Jumlah tempat tidur
Bengkel reparasi mobil Jam mesin yang tersedia per hari
Bank / restoran Kapasitas tempat duduk

Secara umum, persoalan kapasitas yang dihadapi pihak manajemen ada 3 jenis, yaitu:
1. Peningkatan kapasitas secara besar-besaran untuk mengantisipasi perubahan permintaan sepanjang periode waktu yang panjang, misal 5-10 tahun ke
depan. Peningkatan kapasitas dengan cara ini disebut disain kapasitas sistem, dengan peningkatan biaya tetap karena peningkatan kapasitas tidak
dapat diimbangi segera oleh peningkatan permintaan yang meningkat secara bertahap selama periode waktu yang panjang. Disain kapasitas sistem
akan menentukan batasan maksimum tantangan “apa” yang diproduksi oleh sistem tsb.

33
2. Penyesuaian kapasitas secara sedang untuk jangka waktu 1-2 tahun guna mengatasi fluktuasi permintaan karena faktor musim dan siklus bisnis. Hal
ini merupakan kegiatan perencanaan agregat dengan mengubah-ubah jumlah tenaga kerja, penggunaan lembur, persediaan dan pesanan subkontrak.
3. Penyesuaian kapasitas secara terbatas dalam mengatasi fluktuasi permintaan karena variasi acak jangka pendek. Hal ini dilakukan berdasarkan
kondisi mingguan sampai harian dengan kegiatan penjadwalan produksi di lantai kerja.

D. Disain Proses
Proses konversi dari input ( SDM, bahan baku, dll) menjadi output yang diinginkan (produk dan jasa) membutuhkan suatu tahapan operasi yang
berurutan. Tingkat teknologi, peralatan, dan metode kerja yang digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan operasi itu akan menyusun proses produksi dari
sistem tsb. Kita dapat mengklasifikasikan proses produksi sesuai dengan penampakan output, jenis transformasi yang terlibat atau aliran dalam proses
tsb.
Dalam hal ini kita perlu menggambarkan perbedaan penting antara ‘kandungan’ dan ‘bentuk’ dari suatu proses produksi. Kandungan suatu proses
berhubungan dengan teknologi khusus, peralatan, dan bahan-bahan yang dipakai sebagaimana yang dibutuhkan oleh penampakan output dan input.
Sementara itu bentuk dari suatu proses produksi berhubungan dengan jenis aliran proses berikut kelebihan dan keterbatasannya. Jenis aliran proses
dibedakan menjadi flow shop, job shop, dan proyek. Selain dua hal tsb, kebutuhan energi dan karakteristik polusi juga dapat mempengaruhi disain
proses.

1. Lembar Rute Operasi


Setelah memilih proses produksi yang terbaik maka suatu sistem operasi harus didukung dengan berbagai informasi tambahan guna menghubungkan
operasi dan inspeksi tertentu/ khusus dengan karakteristik mesin dan peralatan yang tersedia. Untuk masing-masing komponen dari produk akhir
yang sesuai dengan cabang dari suatu peta operasi, kita menyediakan lembar rute operasi yang berisi:

a. Informasi identifikasi
1) Nama dan nomor kode produk
34
2) Nama dan nomor kode komponen
3) Jumlah pemesanan
4) Kualitas dan tanggal kebutuhan
b. Untuk masing-masing operasi/ inspeksi
1) Nomor kode
2) Deskripsi operasi/ inspeksi
3) Peralatan dan tingkat output dan alat bantu yang digunakan
4) Kebutuhan akan jenis dan kualitas dari bahan baku, komponen, dan bahan pembantu.

2. Peta Aliran Proses


Dari peta proses, operasi akan dapat diketahui dan diuraikan secara detail. Segala informasi mengenai biaya-biaya yang tidak terlihat (biaya-biaya
yang sebelumnya tidak diketahui), antara lain biaya material handling (yang dalam hal ini dipengaruhi jarak angkut/ perpindahan), biaya yang
hilang karena menunggu (delay), dll. Dengan demikian dari aliran peta proses ini akan dapat dianalisis kondisi-kondisi kerja yang ada sehingga
kemudian dapat dipergunakan untuk memperoleh keuntungan/ perbaikan proses kerja seperti:
a. Mengeliminasi operasi-operasi yang tidak perlu
b. Mengeliminasi aktivitas handling yang tidak efisien
c. Mengurangi jarak perpindahan dari suatu operasi ke operasi lain
d. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia karena kegiatan menunggu
e. Mengatur prosedur operasi dalam langkah-langkah yang lebih efektif
f. Menemukan operasi kerja yang dapat dilaksanakan secara lebih mudah dan cepat
g. Menunjukkan operasi-operasi yang memungkinkan untuk digabungkan
h. Menunjukkan langkah-langkah operasi maupun pemeriksaan yang terlalu berlebihan atau pun pengulangan/ duplikasi
i. Menunjukkan pekerjaan-pekerjaan dan lokasi di mana pekerjaan tsb dilaksanakan yang justeru memunculkan problem keselamatan kerja yang
perlu mendapatkan perhatian serius.
35
E. Perancangan Kerja
Perancangan kerja memegang peranan penting dalam peningkatan tanggung jawab pekerja. Perancangan kerja timbul karena adanya ketidakpastian
kerja, misalnya pada pekerja bagian lini perakitan dan klerikal. Ketidakpuasan ini pada akhirnya juga akan merambat kepada para manajer dan kaum
profesional. Yang tentu akan berakibat fatal bagi perusahaan. Jadi setiap perusahaan memerlukan perancangan kerja yang tepat.
Perancangan kerja adalah perpaduan tugas/ kegiatan individual di dalam suatu pekerjaan yang ditugaskan kepada seorang/ kelompok pekerja.
Rancangan kerja harus menyebutkan dengan jelas tugas apa yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan, dan hasil apa yang diharapkan.
Rancangan kerja menyebutkan dengan lengkap isi kerja dan tanggung jawab pekerja atas pekerjaannya.
Sebelum perancangan kerja dimulai, produk umumnya terlebih dahulu ditetapkan. Ada kalanya teknologi/ proses juga sudah ditetapkan. Jika kondisinya
demikian maka perancangan kerja akan lebih mudah dilakukan karena pekerjaan hampir seluruhnya sudah ditetapkan oleh teknologi proses. Dalam
pembahasan ini kita asumsikan teknologi/ proses belum ditetapkan sebelum perancangan kerja dilakukan. Dalam hal ini teknologi dan pekerjaan
dirancang secara bersamaan.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam perancangan kerja adalah pendekatan sosio-teknik dari Eric Trist, Manajemen Ilmiah dari FW.
Taylor, dan Pengayaan Kerja dari F. Herzberg.

1. Manajemen Ilmiah
Adalah metode rancangan kerja tertua yang masih luas diterapkan, meski telah banyak kontroversi dan kesalahpahaman. Manajemen ini
dikembangkan oleh Frederick W. Taylor sejak 1882 di Midvale Steel Company. Selanjutnya metode ini dibenahi dan diterapkan oleh Frank dan
Lillian Gilberth serta Henry L. Gantt bersama-sama dengan ratusan manajer dan ilmuwan lain. Periode awal dari perkembangan dan penerapan
manajemen ilmiah berlangsung sampai sekitar tahun 1912.
Dalam dunia industri, para pekerja dan manajemen telah menyadari adanya keterbatasan output. Seseorang yang bekerja pertama kali akan
dibimbing pekerja senior dengan menjelaskan tentang norma atau tingkat output kerja yang diterima secara sosial. Para pekerja yang melebihi norma

36
tidak tertulis ini seringkali justru menerima dendam kelompok dan segera terkondisi untuk menyesuaikan diri. Taylor percaya bahwa pembatasan
output ini disebabkan oleh dua alasan, yaitu:
a. Ketakutan pekerja akan kehilangan pekerjaan dan ketidakmauan manajemen untuk memiliki rasa takut akan kehilangan pekerjaan atau
merugikan teman sekerja. Walaupun banyak kasus sudah menunjukkan bahwa kenaikan produktivitas menciptakan lebih banyak kerja,
bukannya berkurang, namun ketakutan pekerja akan pengangguran masih tetap ada.
b. Manajemen tidak selalu memberi penghargaan atas kenaikan produktivitas secara langsung kepada para pekerja. Oleh karena itu para pekerja
kemudian membatasi output mereka karena kenaikan output mereka hanya menguntungkan perusahaan dengan perbaikan laba tetapi tidak
mendatangkan keuntungan apapun bagi mereka sendiri.
Guna memecahkan masalah ini, Taylor menganjurkan sistem insentif upah (prestasi) sehingga para pekerja secara otomatis akan dibayar lebih tinggi
jika output-nya lebih tinggi. Taylor percaya bahwa pekerja tidak akan menaikkan produktivitasnya kecuali mereka yakin akan menerima suatu
manfaat ekonomis darinya.
Taylor memandang inti manajemen ilmiah sebagai perubahan revolusioner dalam sikap mental pekerja dan manajemen. Ia menegaskan bahwa
kedua pihak harus bekerja sama dan menghilangkan pemborosan guna meningkatkan output. Metode terbaik bagi setiap pekerja harus
dikembangkan berdasarkan studi ilmiah tentang pekerjaan, manajemen dan pekerja harus bekerja sama menggunakan metode baru guna
meningkatkan output tanpa perlu menuntut upaya tambahan dari para pekerja. Output tambahan dihasilkan dengan perbaikan metode, bukan dengan
menuntut pekerja untuk bekerja lebih keras, hasil penerapan pendekatan ini adalah laba dan upah yang meningkat. Jika manfaat ekonomis tidak
mengalir kepada para pekerja dan manajemen maka manajemen ilmiah akan dianggap gagal.
Taylor merinci 4 (empat) prinsip untuk dapat menerapkan manajemen ilmiah, yaitu:
a. Analisis pekerjaan secara ilmiah. Hal ini menuntut percobaan, studi waktu, dan penemuan metode kerja terbaik. Saran pekerja sangat diharapkan
dan diuji bersama-sama dengan saran perekayasa industri dan manajemen. Metode yang dihasilkan tidak didasarkan atas pilihan, tetapi atas riset
untuk menemukan metode kerja yang paling ekonomis.
b. Pemilihan dan pelatihan pekerja dalam metode yang baru. Diketahui bahwa tidak semua pekerja berprestasi sama baik untuk suatu pekerjaan
tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai tuntutan sendiri atas individu dan setiap individu mempunyai preferensi dan kemampuan sendiri untuk
pekerjaan yang dilakukannya. Oleh karena itu prinsip-prinsip manajemen ilmiah menuntut pemilihan pekerja yang cocok dengan jenis pekerjaan
37
yang dirancang. Hal ini harus diikuti dengan pelatihan yang tepat bagi setiap pekerja dengan metode yang baru. Bila seorang pekerja dianggap
tidak tepat untuk suatu pekerjaan, maka manajemen bertanggung jawab untuk mencarikan pekerjaan lain baginya. Jika pekerja tidak dipilih
dengan cermat, produktivitas akan merosot ke tingkat paling bawah.
c. Penerapan metode baru dalam operasi. Prinsip ini menuntut manajemen dan pekerja untuk mengubah prosedur dan metode sebagaimana
diperlukan agar metode baru bekerja. Mereka harus memperhatikan dengan teliti cara mengikuti metode atau menyesuaikannya agar dapat
bertahan lama. Metode baru tidak akan diterima secara otomatis. Proses perubahan ini harus dikelola dengan tepat.
d. Mengembangkan kerja kelompok antara manajemen dan pekerja. Taylor menekankan bahwa manajemen ilmiah memerlukan koordinasi dan
kerjasama yang erat untuk dapat memperbaiki output. Ia menggunakan contoh tim bisbol guna mengilustrasikan hal tsb. Setiap pemain mungkin
mengetahui tugasnya sendiri, tetapi jika tim tidak bekerja sama, kemenangan tidak akan dapat dipetik. Prinsip ini yang paling sulit diterapkan
untuk manajemen karena manajemen harus menjadi fasilitator bagi pekerja. Manajemen harus menerima tanggung jawab untuk perencanaan
yang tepat, penetapan waktu, dan koordinasi pekerjaan guna menghilangkan semua hambatan yang tidak perlu terhadap output.
Contoh awal penerapan manajemen ilmiah oleh Taylor pada pertambangan Bettlehem Steel,yang pekerjanya harus mendorong bongkah batu bara,
biji besi dan bahan lain. Sebelum manajemen ilmiah diterapkan, setiap pekerja mendorong sendiri dengan kecepatan mendorong ditentukan oleh
norma kelompok. Pada saat menelaah tugas ini Taylor menemukan bahwa output kerja dimaksimumkan (dalam satuan ton yang didorong setiap
hari) apabila alat dorong hanya memuat dengan bobot tertentu (21 pon). Jika yang diangkat hanya 10 – 15 pon per alat dorong maka pekerja harus
mendorong lebih cepat agar output-nya sama. Jika yang diangkat per dorongan 30 – 40 pon, maka beban akan terlalu berat sehingga output-nya pun
akan turun. Walaupun pekerjaan mendorong itu sudah dilakukan ratusan tahun, belum seorangpun yang menemukan ‘ilmu mendorong’ sebelum
percobaan Taylor dilakukan.
Setelah metode dorong yang baru dirumuskan, para pekerja kemudian dilatih untuk melaksanakannya. Para pekerja yang tidak dapat menyesuaikan
diri dengan metode baru tsb kemudian ditransfer ke tugas lain. Setelah pemilihan dan pelatihan, setiap pendorong dimasukkan pada sistem tarif-
potong dan jumlah yang didorong setiap hari dicatat. Apabila hasil yang diperoleh pekerja turun ke bawah standar, hal ini akan dicatat dan upah
pekerja tsb akan diturunkan. Sebaliknya apabila jumlahnya melebihi standar, upahnya dinaikkan. Manajemen juga ditata kembali sehingga
menghasilkan perencanaan dan pengendalian yang terpusat atas halaman tempat pendorongan. Kantor kendali pusat memelihara jadwal dan jumlah

38
yang diproduksi oleh setiap pekerja setiap hari. Hasil penerapan manajemen ilmiah ini sangat menakjubkan, upah naik 63% per pekerja dan biaya
rata-rata penanganan satu ton batu bara turun sebesar 54%.
Menarik juga untuk dicatat bahwa Taylor mengembangkan metode tsb dari percekcokan yang terjadi dalam manajemen tenaga kerja. Sebagai
penyelia, Taylor melihat adanya pertentangan antara para manajer yang ingin menyetir pekerja untuk mencapai lebih banyak output dan para pekerja
yang membatasi tingkat output. Hal tsb menimbulkan ketegangan yang terus-menerus antara manajemen dan pekerja karena manajer menyakini
bahwa satu-satunya cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan memaksa pekerja untuk berusaha lebih keras. Taylor melihat bahwa baik
produktivitas maupun upah akan dapat dinaikkan secara signifikan dan ketegangan antara pekerja dan manajemen akan berkurang jika dalam
pekerjaan itu diterapkan manajemen ilmiah.
Manajemen ilmiah mendapat banyak kritik, yang sebagian di antaranya dibenarkan oleh kelemahan yang ada dalam metode tsb atau karena
penerapannya yang salah. Salah satu kritik itu adalah bahwa manajemen ilmiah menciptakan tugas yang membosankan, berulang dan sangat
terspesialisasi. Sebenarnya tugas berulang itu diciptakan oleh spesialisasi kerja dan pembagian tenaga kerja, yang mulai dikenal sebelum Taylor.
Kritik lain adalah bahwa manajemen ilmiah memperlakukan orang seperti mesin. Kritik ini paling tidak sebagian terbukti karena manajemen ilmiah
tidak mempertimbangkan variabel psikologis dan sosial dalam upaya pencarian metode terbaik. Ada asumsi tersembunyi dalam manajemen ilmiah
tentang individu ekonomi, yaitu bahwa orang bekerja semata-mata karena imbalan ekonomi. Pendekatan sosio-teknis terhadap rancangan kerja
dimaksudkan untuk memperbaiki cacat ini dan memperluas teori Taylor.

2. Pengayaan Kerja
Pengayaan kerja merupakan pendekatan terhadap perancangan kerja yang menekankan potensi dari motivasi pekerjaan tsb. Beberapa konsep
penerapan yang berbeda dapat digunakan untuk memperbaiki hasil kerja perorangan asalkan pekerja tsb memiliki kebutuhan diri yang cukup tinggi.
Konsep-konsep dalam penerapan pengayaan kerja adalah sbb :
a. Mengkombinasikan tugas (job enlargement), yaitu pekerja diberi lebih banyak macam tugas, dengan tujuan untuk mengeliminasi kebosanan
pekerja.
b. Membentuk unit kerja yang sesuai, dengan tujuan dapat meningkatkan kompetisi yang baik bagi pengembangan individu pekerja.
c. Membina hubungan dengan partner kerja, agar para pekerja memiliki banyak kesempatan untuk melakukan kontak dengan pengguna.
39
d. Membuka saluran umpan balik, untuk memperbaiki pengetahuan pekerja mengenai hasil aktual yang dicapai dari kegiatan-kegiatan kerja yang
telah dilakukannya.
Pengayaan kerja akan menambah tanggung jawab, otonomi, dan perencanaan pengambilan keputusan pekerjaan (dari sisi vertikal) ataupun
menambah aneka keahlian pekerjaan tanpa menambah tanggungjawab dalam pengambilan keputusan (dari sisi horisontal).

3. Pengukuran Kerja
Pengukuran kerja (studi waktu) berkaitan dengan penentuan lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu unit kerja. Selama bertahun-
tahun pengukuran kerja digunakan untuk tujuan perangsangan upah yang kini telah menjadi salah satu dari sarana yang paling penting, bagi
manajemen. Lebih meningkat lagi, pengukuran kerja telah dipergunakan untuk mengukur tenaga kerja tidak langsung, misalnya untuk pekerja-
pekerja pemeliharaan dan para pengolah material, dan pekerjaan kantor.
Pengukuran kerja dipergunakan untuk menentukan lamanya waktu yang diperlukan oleh pekerja yang memenuhi syarat, dengan suatu metode
standar dan bekerja pada suatu tahapan kerja standar, untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Waktu yang diperlukan untuk tugas itu biasanya
disebut sebagai ‘standar’ atau ‘yang ditetapkan’.
a. Sumber Pengukuran Kerja
Taylor mendapat penghargaan dengan memperkenalkan pengukuran kerja/ studi waktu sebagai bagian penting dari manajemen ilmiah di
Midvale Steel Company dalam tahun 1881. Saat bekerja sebagai kepala regu dan mandor, Taylor dihadapkan pada pertanyaan; Bagaimana jalan
terbaik untuk melakukan pekerjaan? Peralatan apa yang harus dipergunakan? Bagaimana pekerjaan sehari-hari yang wajar? Dalam usaha
menjawab pertanyaan tsb, ia pelajari masing-masing dari keanekaragaman pekerjaan dengan tujuan untuk mendapatkan metode terbaik. Ia
mengajari pekerja yang bersangkutan cara menggunakan metode baru, menjaga kondisi kerja sehingga pekerja itu dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik, menetapkan suatu standar waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, dan kemudian membayar premi bagi para pekerja
untuk pelaksanaan pekerjaan menurut waktu dan cara yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bagi Taylor, sebagai manajer pabrik pada waktu itu,
pengukuran kerja adalah sarana yang harus dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi pabrik secara keseluruhan, yang memungkinkan upaya
yang lebih tinggi bagi pekerja, dan harga yang lebih rendah dari produk akhir untuk konsumen.

40
b. Pengguna Data Pengukuran Kerja
Tanpa menggunakan suatu unit waktu adalah tidak mungkin untuk merencanakan dan menjadwalkan produksi, untuk membuat estimasi biaya
atas pekerjaan baru, untuk menyeimbangkan garis-garis produksi atau untuk mengendalikan biaya tenaga kerja. Bila akan menggunakan waktu
standar atau waktu yang disediakan, untuk mendapatkan hasil yang teliti, standar ini harus diperoleh dari suatu sistem formal dari pengukuran
kerja.
Harga waktu standar atau yang disediakan biasanyan ditentukan untuk tiap-tiap operasi yang diperlukan dalam manufakturing suatu produk.
Biasanya dinyatakan dalam jam tiap potong atau tiap 100 potong. Waktu standar dapat digunakan untuk tujuan seperti berikut:
1) Penyeimbangan lintasan produksi untuk model-model baru atau produk-produk baru;
2) Penyeimbangan aktivitas pekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan beberapa pekerja;
3) Perencanaan dan penjadwalan aliran produksi dalam pabrik;
4) Pembuatan estimasi biaya atas produk-produk/ model-model baru;
5) Pengadaan dasar untuk penentuan biaya;
6) Pengadaan dasar untuk rencana-rencana perangsang dan upah;
7) Penetapan sasaran pengawasan dan pengadaan dasar untuk pengukuran efisiensi pengawasan.

c. Jenis Pengukuran Kerja


Ada beberapa jenis teknik pengukuran kerja yang masing-masing cocok untuk penggunaan yang berbeda, masing-masing dengan tingkat akurasi
serta biaya yang berbeda pula. Yang paling banyak digunakan adalah;
1) Studi waktu;
2) Data waktu yang ditentukan terlebih dahulu;
3) Data standar;
4) Data historis;
5) Pengambilan sampel kerja.

41
d. Alat Pengukur Kerja
Menyusul perkenalan yang diberikan Taylor, selama bertahun-tahun, cara yang paling umum untuk penentuan standar waktu adalah melalui
penggunaan penghitung detik (stopwacth). Meskipun sekarang sudah jarang digunakan, alat ini masih umum dipakai untuk mengukur pekerjaan
tertentu. Alat ini mempunyai jarum ayun yang tiap menit dapat membuat satu putaran, oleh karena itu tiap bagian pada keping penunjuk yang
besar menunjukkan seperseratus dari satu menit.
Miniaturisasi alat elektronik telah menghasilkan sejumlah alat pencatat waktu digital. Salah satunya adalah papan studi waktu elektronik digital
yang mengutamakan suatu pertunjukan visual, seperti yang didapat pada kalkulator tangan, yang dapat dioperasikan dengan menekan suatu
tombol dan dapat dioperasikan untuk beberapa jam dengan satu baterai.
Untuk situasi yang menginginkan pemonitoran atas penampilan dari sebuah mesin/ seperangkat mesin maka dikembangkan sistem perekaman
elektronik yang dapat secara otomatis menghitung jumlah pemberhentian, menjumlahkan waktu mesin berhenti, menghitung kecepatan
produksi, menghitung efisiensi mesin, dll.

e. Pengukuran Kerja dengan Penghitung Detik


Langkah-langkah yang biasanya dilakukan dalam membuat studi waktu dengan penghitung detik adalah sbb:
1) Memastikan ijin pengawas untuk membuat studi dan menerangkan kepada operator mengenai tujuan dari pengamatan tsb,
2) Memeriksa kembali metode pekerjaan untuk perbaikan, menstandarisasi metode kerja dan mencatat informasi lengkap mengenai
pekerjaan dan operatornya pada lembar pengamatan,
3) Menjabarkan pekerjaan dalam unsur-unsur dan mencatatnya secara rinci pada lembar pengamatan,
4) Menentukan dan mencatat waktu untuk masing-masing unsur tsb,
5) Menilai atau meningkatkan prestasi operator,
6) Menyediakan peluang untuk waktu-waktu pribadi, kelelahan, penundaan mesin,dsb
7) Menghitung waktu standar atau yang disediakan.

f. Perekaman Metode Kerja


42
Jika suatu operasi diukur waktunya, pekerjaan itu harus dijabarkan atas bagian-bagian yang terpisah dan masing-masing bagian diukur
waktunya. Bagian-bagian ini disebut unsur-unsur dan mencakup suatu seri gerakan yang dapat diidentifikasi, diuraikan dan direkam. Dalam
memisahkan suatu operasi dalam unsur-unsur, dianjurkan supaya:
1) Unsur-unsur itu harus sependek mungkin, sekedar dapat diukur waktu dengan baik,
2) Waktu-orang harus dipisahkan dari waktu mesin,
3) Unsur-unsur tetap dipisahkan dari unsur-unsur variabel,
4) Unsur-unsur mempunyai titik-titik permulaan dan akhir yang jelas.
Setiap unsur harus direkam dengan cukup terperinci sehingga metode kerja diuraikan secara lengkap dan dapat diperbanyak dengan cara yang
identik di kemudian hari.

4. Penentuan Waktu
Setelah operasi dibagi dalam unsur-unsur, langkah selanjutnya adalah menentukan waktu setiap unsur. Dua metode yang paling umum
dipergunakan untuk mengukur waktu dengan pengukuran detik dikenal sebagai metode berlanjut (contineu) dan metode snapback (berulang). Dalam
mengukur waktu berlanjut, analisis dimulai dengan mengukur pada permulaan unsur pertama dan membiarkannya berlangsung selama dilakukan
studi. Pada akhir tiap unsur alat pengukur dibaca dan dicatat pada tempat yang disediakan dalam lembar pengamatan. Pada akhir studi, waktu untuk
setiap unsur ditentukan dengan jalan mengurangkan waktu untuk permulaan unsur dari waktu akhir studi untuk unsur itu.
Dalam pengukuran waktu snapback/ berulang pengukuran dimulai pada permulaan tiap unsur. Pada akhir unsur itu, alat pengukur dibaca,
dikembalikan ke nol, dan waktu dicatat pada lembar pengamatan. Proses ini diulang untuk tiap unsur sebanyak siklus yang dikehendaki dalam studi
tsb.
Masing-masing metode tsb mempunyai keunggulan sendiri-sendiri, namun di tangan analis pengukuran kerja yang berpengalaman akan dapat
menghasilkan tingkat ketelitian yang sama. Namun demikian metode berlanjut secara umum dianggap yang paling baik karena mencakup
keseluruhan waktu, untuk studi, mengeliminasi kemungkinan penundaan penghapusan, dan mengeliminasi kebutuhan untuk mengembalikan alat
ukur pada nol.

43
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dapat diharapkan akan berubah-ubah sedikit dari siklus ke siklus. Meskipun operator
bekerja pada langkah yang tetap, namun dapat diharapkan akan adanya perubahan tertentu seperti adanya perbedaan dalam lokasi yang tepat dari
mana diambil bagian-bagian yang bersangkutan, dan perubahan dalam pembacaan alat ukur. Karena pengukuran kerja merupakan suatu proses
penarikan contoh, analis harus memastikan bahwa ia telah mengukur waktu sejumlah siklus yang cukup banyak untuk mendapatkan contoh yang
memadai dari populasi statistik atau seluruh bidang secara statistik dari mana telah ditarik nilai-nilai yang bersaangkutan. Dengan demikian semakin
banyak jumlah sklus yang diukur waktunya, hasilnya akan lebih mewakili aktivitas yang diukur. Untuk mendapatkan hasil dengan ketelitian yang
diinginkan, semakin besar ketidak-konsistenan nilai-nilai waktu untuk suatu unsur, maka lebih banyak pengamatan yang harus dilakukan.

5. Menilai Prestasi Operator


Selama proses pembuatan studi waktu, analis dapat mengamati bahwa operator mungkin bekerja lebih cepat atau lebih lambat dari konsep mengenai
bagaimana kecepatan kerja yang normal. Jelas bila operator bekerja lebih cepat dari normal maka waktu yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan akan lebih singkat dari bila ia bekerja dengan langkah normal atau lebih lambat dari langkah normal. Untuk mengukur nilai waktu adalah
dengan membuat pengaturan nilai waktu melalui suatu proses yang dinamakan penilaian atau peningkatan. Prestasi operator yang diamati ditentukan
dengan konsep operator itu sendiri mengenai prestasi normal.
Dalam industri telah diciptakan sejumlah sistem penilaian. Beberapa organisasi hanya menilai langkah atau kecepatan gerakan saja, sementara yang
lainnya juga memperhatikan ketrampilan dan upaya. Apapun sistem yang digunakan, di situ diperlukan penilaian dari analis pengukuran kerja, dan
ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan. Namun besarnya kesalahan ini, dengan sangat mengherankan, adalah kecil untuk analis-analis yang
memenuhi syarat.
Sebagian besar analis pengukuran kerja menilai setiap unsur dari suatu studi waktu, meskipun banyak juga yang lebih senang untuk menilai
keseluruhan studi. Faktor penilaian paling sering digunakan sebagai suatu persentase dari prestasi normal (prestasi normal = 100 %), dan waktu
nuormal untuk setiap unsur dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Persentase penilaian
Waktu normal = waktu rata-rata x
100

44
Waktu normal bukan waktu yang disediakan untuk pekerjaan yang bersangkutan, karena angka ini harus dinaikkan dengan suatu waktu tambahan
yang disediakan untuk gangguan-gangguan, kebutuhan pribadi, operator, dan penundaan-penundaan yang terjadi di luar kekuasaannya.

6. Menentukan Kelonggaran-kelonggaran
Waktu normal untuk suatu operasi menggambarkan lama waktu yang diperlukan oleh rata-rata operator bila bekerja pada langkah normal tanpa
menghiraukan suatu waktu tambahan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi, istirahat, dan penundaan-penundaan lain di luar kekuasaannya. Jelas
bahwa seorang operator tidak dapat diharapkan untuk tetap berada pada langkahnya sepanjang hari kerja, dan biasanya disediakan waktu tambahan
dalam bentuk kelonggaran-kelonggaran untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, istirahat untuk mengatasi kelelahan, penundaan-penundaan karena
mesin, atau penundaan-penundaan lain yang tidak dapat dihindari.
Kelonggaran-kelonggaran untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi berkisar antara kira-kira 2 sd 5% untuk pekerjaan ringan. Untuk pekerjaan yang lebih
keras, kelonggaran ini boleh dinaikkan sampai sebesar 50%.
Dalam industri modern telah mengambil langkah untuk mengeliminasi sebab-sebab kelelahan, dan kelelahan merupakan suatu gejala samar yang
sulit diukur, banyak perusahaan yang tidak memberikan kelonggaran untuk ini. Perusahan-perusahaan lain telah mendapatkan angka-angka yang
memuaskan dengan jalan mencoba-coba (trial and error). Dalam banyak hal angka-angka ini didasarkan pada berat total yang diangkat atau
dipindahkan oleh pekerja dan dapat mencapai angka sebesar 30% atau lebih.
Kelonggaran-kelonggaran khusus untuk penundaan mesin, penundaan material, perubahan-perubahan dalam material, dan kejadian-kejadian serupa
yang berada di luar kekuasaan operator, biasanya ditentukan dengan jalan studi waktu sehari-hari atau studi penundaan. Studi perbandingan
penundaan atau studi penarikan contoh kerja adalah suatu metode yang terutama sekali bermanfaat untuk penetuan kelonggaran-kelonggaran ini.
Metode ini adalah suatu teknik penarikan contoh statistik dan mempergunakan sejumlah besar pengamatan dari analis, dapat dipergunakan untuk
menentukan persentase waktu saat mesin berhenti dan alasan-alasan mengapa mesin ini tidak beroperasi.
Waktu standar atau yang disediakan ditentukan dengan menaikkan waktu normal dengan seluruh jumlah kelonggaran-kelonggaran sebagai berikut:

(100+kelonggaran dalam %)
Waktu standar = waktu normal x

45
100

46

Anda mungkin juga menyukai