AGROTEKNOLOGI
Volume 5, Nomor 1, Juni 2011 ISSN: 1978-1555
.Diterbitkan oleh:
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANLAN
UNIVERSITAS JEMBER
Jurnal
AGROTEKNOLOGI
Volume 5, Nomor 1, Juni 2011 ISSN : 1978-1555
DAFTARISI
Hasil Penelitian
Elvira Syamsi/, Purwiyatllo Hariyadi, Dedi Fardiaz, NuriAlldanvlllalt dall Fer; KlIsllalldar
ABSTRACT
The physicochemical and functional properties of starches (tapioca) from jive varieties
Manihot utilisima Crantz (Thailand, Kasetsar, Pucuk Biru, Faroka and Adira-4) from Lampung
were evaluated. All tapioca samples showed a "typical A-type diffraction pattern, indicating that
variety had no effect on it. However, the starch crystallinity was affected. Some parameters of
physicochemical and functional of tapioca from jive varieties varied significantly (p < 0,05).
Analysis of correlation showed that amylose, fat, ash as well as crystalinity and swelling power
affected some of pasting and gel texture parameters. Digestion of gelatinized starch was also
affected by root varieties.
93
J Agrotek 5(1) : 93-105
94
Karakteristik Tapioka
90°C selama 30 menit, lalu disentrifuse Karakteristik gel - analisis profil tekstur
pada kecepatan l509 x g selama 15 menit. Dilakukan dengan texture analyzer
Supernatan dikeluarkan dan sedimen
menurut Mishra dan Rai (2006) yang
ditimbang. Alikuot dari supernatan
dimodifikasi. Gel disiapkan dari suspensi
dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C pati (rasio pati dan air = 10 : 50) yang
sampai diperoleh berat konstan. dipanaskan dalam penangas air suhu 85 ±
Kapasitas pembengkakan (SP, gig bk) 1°C selama 15 menit dengan pengadukan
dihitung sebagai rasio berat sedimen kontinyu. Pasta lalu dituang ' kedalam
terhadap berat kering pati setelah wadah sampel, didinginkan di suhu ruang
dikurangi dengan berat supernatan kering. dan disimpan di refrigerator selama 16
Solubilitas (S, %) dihitung ~ebagai jam. Pengujian dengan texture analyzer
persentasi dari berat supernatan kering dilakukan menggunakan load cell 25 kg.
terhadap berat pati kering. Texture analyzer diprogram untuk
menekan gel silinder (diameter = 3 cm,
Karakterisasi pastillg
tinggi = 1,5 cm) yang berdiri bebas
Dilakukan dengan Rapid Visco sampai 80% dari tinggi awalnya. Kurva
Analyzer (RV A). Suspensi pati (3,5 gram deformasi diperoleh dari dua kali
sampel pati, kadar air 14%, dicampur penekanan dengan plat kompresi ukuran
dengan 25 gram akuades) diputar pada 75 mm. Setting alat yang digunakan:
wadah sampel dengan kecepatan 160 kecepatan pretest, test dan post-test
RPM. Pada satu menit pertama dilakukan berturut-turut 5,0, 2,5 dan 10,0 mm.s· l ;
pemanasan awal sampai suhu mencapai trigger type: auto 5,0 mm, treshold 5g,
50°C. Selanjutnya, suhu pemanasan waktu 17,5 s dan data acquisition rate 250
dinaikkan hingga 95°C pada menit ke 8,5 pps. Karakteristik yang dianalisis adalah
dan dijaga konstan pada 95°C selama 5 kekerasan (hardness), kelengketan
menit. Lalu, suhu diturunkan kembali ke (adhesiveness), kepaduan (cohesiveness)
50°C (pada menit ke 21) dan dan elastisitas (springiness).
dipertahankan di 50°C selama 2 menit Daya cerna pati tergelatinisasi.
(sampai menit ke 23). Dari sini diperoleh Analisis dilakukan dengan modifikasi
viskositas puncak, suhu pasting (suhu metode Anderson et al. (2002) secara
awal naiknya viskositas), suhu viskositas spektroskopi yang mencakup tahapan
puncak, viskositas panas (viskositas pembuatan kurva standar maltosa dan
setelah pemanasan 95°C selama 5 menit), analisis sampel. Pengukuran daya cerna
viskositas akhir (viskositas setelah dilakukan menggunakan enzim a amilase
pendinginan di suhu 50°C selama 2 dan waktu inkubasi 30 menit. Absorbansi
menit), viskositas breakdown relatif (rasio diukur dengan UV -Vis spektrofotometer
antara selisih viskositas puncak dan pad a panjang gelombang 520 nm. Daya
viskositas panas dengan viskositas cerna pati (%) dihitung sebagai persentase
puncak, dinyatakan dalam persen) dan rasio antara maItosa dalam sampel dengan
viskositas balik relatif (rasio antara selisih maItosa dalam pati murni.
viskositas akhir dan viskositas panas
dengan viskositas panas, dinyatakan Allalisis data
dalam persen). Viskositas breakdown Analisis ragam dilakukan untuk
sendiri adalah selisih antara viskositas mengetahui pengaruh varietas ubi kayu
puncak dengan viskositas panas; terhadap sifat fisikokimia tapioka. Bagi
sementara viskositas balik adalah selisih beberapa parameter dilakukan analisis
antara viskositas akhir dengan viskositas korelasi untuk melihat kekuatan hubungan
panas. antara beberapa parameter fisikokimia
95
J Agrotek 5(1) : 93-105
terse but. Kedua analisis dilakukan tumbuh (tanah, iklim), umur panen dan
menggunakan software SPSS 17,00 penanganan pasca panen (Sriroth et al.,
1999; Abera dan Rakshit, 2003; Moorthy,
2002; Zaidul et a!., 2007; Wang et al.,
HASIL DAN PEMBAHASAN 2009).
Komponen minor (abu, lemak,
Komposisi Kimia protein) terdapat dalam jumlah relatif
, rendah. Kandungan komponen minor
Data komposisi kimia tapioka
tapioka lebih rendah dibandingkan pati
ditampilkan pada TabeI 1. Varietas
serealia, seperti jagung (Mishra dan Rai,
Thailand memiliki komposisi kimia yang
2006). Kandungan komponen minor yang
relatif berbeda dari empat varietas
rendah lebih disukai karena
lainnya. Beberapa faktor yang dapat
keberadaannya bisa mengganggu sifat-
menyebabkan perbedaan adalah
sifat pasting (Copelan et aI., 2009).
perbedaan varietas, lingkungan tempat ,
Tabel 1. Komposisi kimia tapioka dari lima varietas. Data dinyatakan dalam gllOO g bk
kecuali untuk kadar air (dinyatakan dalam gil 00 g bb). '
Komponen Thailand Kasetsar Pucuk biru Faroka Adira 4
Air 14,22d± 0,02 12,24a± 0,01 15,6ge± 0,01 13,18 b ± 0,09 13,63 c ± 0,07
Abu G,19 d ±0,00 0,12a±0,00 0,15 c ±0,00 0,14 b ±0,00 O,lla±O,OO
Lemak d
0,76 ±0,00 0,33· ± 0,00 b
0,53 ±0,01 0,51 b±0,00 0,5Gc ±0,01
Protein c
O,13 ± 0,00 d
0,15 ± 0,00 0, lOa ± 0,00 0, lOb ± 0,00 0,108b ± 0,00
Pati 83,55 8 ± 0,16 82,628 ± 1,32 80,168 ± 1,09 79,78 8 ± 1,23 81,19" ± 1,77
Am~losa. 33,13:±0,16 31,81 b ±0,04 30,888 ±0,25 30,92"±0,12 31,13 8 ±0,12
8
:n111ope~m 50,42 ± ?,5.1 50,~08 ~ 1,28 49,28 ± 0,85 48,85" ± 1,35 50,06" ± 1,66
Pada bans yang sama, nrlar yang dllkull oleh huruf berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (a<O, 05)
96
Karakteristik Tapioka
o S 10 lS 20 25 30 3S 40
Sudutdifraksi (29)
Gambar 1. Pola difraksi sinar X tapioka dari lima varietas ubi kayu
Tabel 2. Kristalinitas dan intensitas puncak utama tapioka dari lima varietas ubi kayu
Tipe kristal Kristalinitas (%) Jarak, A (Intensitas, CPS*)
Thailand A 25,96 5,9 (64) 5,2 (108) 4,9 (104) 3,8 (90)
Kasetsar A 27,35 5,8 (65 ) 5,2 (106) 5,0 (107) 3,8 (90)
Pucuk biru A 27,18 5,8 (70) 5,2 (106) 4,9 (109) 3,8 (91)
Faroka A 26,76 5,8 (67) 5,2 (103) 5,0 (113) 3,8 (92)
Adira4 A 27,60 5,8 (70) 5,2 (107) 4,9 (113) 3,8 (91)
*CPS Counts per second
Tabe13. Kapasitas pembengkakan dan solubiltas tapioka dari lima varietas ubi kayu
Tapioka Kapasitas pembengkakan (gig bk) Solubilitas (%J
ThaIland 15,01 ± 0,024 c 10,90 ± 0,703
Kasetsar 10,35 ± 0,667" 5,30 ± 0,870·
Pucuk biru 10,12 ± 0,446" 4,89 ± 0,360'
Faroka 10,92 ± 0,328" 6,03 ± 0,119"
Adira4 13,03±0,275 b 13,15±0,914b
Kef: hurufyang berbeda pada k%m yang sama memmjukkan berbeda nyata (a <0,05)
98
Karakteristik Tapioka
dalam produk secara optimal (Chen, yang cepat selama pemanasan. Pati
2003). dengan karakteristik pasting tipe A
Amilograf pasting tapioka dapat cenderung tidak tahan proses pemanasan
dilihat pada Gambar 2. Tapioka dan pengadukan, sehingga kurang
memiliki karakteristik pasting tipe A yang aplikatif untuk diterapkan pada produk
dicirikan dengan viskositas puncak yang yang diolah menggunakan panas dan
tinggi dan diikuti dengan pengenceran pengadukan.
1~r---------------------------------------------------~100
- 95
·90
8S
. 55
." so
O~--~~~~ __
. __. ~.~.--~~~.--~.__. ~~.--~~~__~~__~
o 1 2 3 ~ 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
llme (Min)
Tabel 4. Karakteristik pasting tapioka dari lima varietas ubi kayu menggunakan RVA
T pasting Tpuncak
V. Puncak (Cp) V. Panas (Cp) V. Akhir (Cp) VBD-R (%) VB-R (%) (0C) (0C)
Thailand 6335,0 ± 25,46 b 2161± 67,88 b 2978,5 ± 143,54 b 65,9 ± 0,99' 37,8 ± 2,31' 67,3 ± 0,00' 792:1: 0 OO·b
b
Kasetsar 6244,0± 171,12 1568±36,77' 2623,5±31,82' 74,9±0,W 67,3± 1,90 b 71,1 ± 0,28 b 79:4:1: 0:25 b
P. bint 6115,5 ± 53,03,b 1683 ± 25,46' 2683,0 ± 8,49' 72,5 ± 0,64b 59,4 ± 2,91 b 70,5:1: 0,04 b 78.6:1: 0,30·b
Faraka 6744,0 ± 0,00· 1676 ± 0,00' 2778,0:1: O,OO·b 75,1:1: 0,00· 65,8:1: O,OOb 70,5:1: o,oOb 78.4:1:0,00'
Adira 4 5895.5 ± 17,68' 1595:1: 22,63' 2603,5:1: 7,78' 72,9 ± 0,35 bc 63,3 ± 2,80 b 71,1:1: 0,28 b 79.0:1: 0,30'b
Keterangan: VBD-R = viskositas batik relatif; VB-R = viskositas batik relati/.
huruf berbeda pada kolom yang sama memmjukkan perbedaan yang nyata (a <0,05)
Suhu pasting terkait dengan imbibisi air lemak dan amilosa (Tabel 5). Menurut
dan pembengkakan granula. Pati Thailand Singh et al. (2003), daerah amorfous karena
dengan tingkat kristalinitas yang lebih memiliki ikatan hidrogen yang relatif lemah
rendah serta kadar abu, lemak dan amilosa menjadi daerah pertama yang ditembus air.
yang lebih tinggi memiliki suhu pasting Pati dengan kristalinitas rendah (daerah
terendah. Suhu pasting berkorelasi positif amorfous lebih tinggi) akan lebih mudah
dengan tingkat kristalinitas pati dan mengalami pasting. Peningkatan komponen
berkorelasi negatif dengan kadar abu, abu diduga meningkatkan muatan ionik
99
J Agrotek 5(1) : 93-105
Suhu puncak pasting merupakan pati (Tabel 5). Beberapa faktor yang
suhu saat viskositas pasta maksimum mempengaruhi adalah kadar dan rasio
tercapai (Batey, 2007). Kelima tapioka amilosa/a.nilopektin, berat molekul,
memiliki suhu puncak yang relatif mirip konformasi molekuler dan derajat
dan dipengaruhi oleh kadar amilopektin polimerisasi amilosa dan amilopektin
dan protein patio Struktur kristalin serta jumlah percabangan amilopektin
amilopektin susah dipenetrasi oleh air, maupun keberadaan komponen minor,
menyebabkan terjadinya peningkatan juga ukuran granula (Melo et al., 2003).
suhu puncak dengan naiknya kadar Nilai VBD-R merupakan indikator
amilopektin. Keberadaan protein yang kerentanan granula terhadap pemanasan,
mengembang selama pemanasan dan sementara VB-R mengindikasikan potensi
berkontribusi pada peningkatan viskositas pembentukan gel dan kecenderungan
dapat menyebabkan suhu puncak menjadi retrogradasi . Tapioka Thailand lebih
lebih tinggi dari yang seharusnya. tahan terhadap proses pemanasan
Analisis korelasi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan empat tapioka yang
suhu puncak pasting berkorelasi positif lain, ditunjukkan oleh VBD-R yang lebih
dengan kadar amilopektin (r = 1,00 a = rendah. Selain itu, VB-R tapioka
0,00) dan protein (r = 0,82 a = 0,045). Thailand secara signifikan juga lebih
Viskositas puncak tertinggi rendah dari tapioka lainnya,
ditunjukkan oleh tapioka faroka, terendah mengindikasikan bahwa gel dari tapioka
oleh tapioka adira 4 sementara tiga Thailand memiliki kekerasan yang lebih
tapioka lainnya memiliki viskositas rendah. Nilai VB-R mengindikasikan
puncak yang mmp. Nilai 1111 potensi pembentukan gel dan
merefleksikan kemampuan granula untuk kecenderungan retrogradasi. Pati dengan
mengikat air dan mempertahankan kecenderungan retrogradasi rendah
pembengkakan selama pemanasan. mengindikasikan kemampuan untuk
Viskositas puncak terjadi ketika jumlah mempertahankan tekstur selama
pati yang .membengkak seimbang dengan penyimpanan (Tran et al. , 2001 disitasi
jumlah pati yang rusak (lisis). Tidak oleh Copeland et al., 2009). Peningkatan
ditemukan . korelasi antara viskositas viskositas balik selama pendinginan
puncak dengan beberapa parameter kimia mengindikasikan kecenderungan berbagai
100
Karakteristik Tapioka
komponen di dalam pasta panas (granula dan kondisi kristalinitas pati terkait
yang membengkak dalam bentuk utuh dengan peningkatan pengikatan air yang
atau fragmen, dispersi koloid ataupun diduga berpengaruh terhadap peningkatan
molekul-molekul terlarut) untuk SP dan atau ukuran granula.
berhubungan atau mengalami retrogradasi
(Adebowale et aZ., 2009). Karakteristik Tekstur
Dari analisis korelasi (Tabel 5) Analisis profil tekstur (TP A)
didapatkan bahwa VBD-R dan VB-R menunjukkan bahwa gel tapioka lima
berkorelasi negatif dengan SP, komponen varietas memiliki perbedaan karakteristik
minor (abu, lemak) dan amilosa. VB-R kekerasan dan kelengketan sementara
juga berkorelasi positif dengan tingkat karakteristik kepaduan dan elastisitas
kristalinitas. Menurut Hermansson dan relatif mirip (Tabel 6). Varietas Thailand
Svegmark (1996), granula dengan SP memiliki nilai kekerasan dan kelengketan
yang tinggi akan mengikat sebagian besar yang rendah, sementara Faroka
air bebas dan menghambat interaksi antar menunjukkan nilai kekerasan dan
amilosa, danlatau menghambat lis is kelengketan yang tinggi. Menurut Mishra
amilosa keluar dari granula sehingga dan Rai (2006), variasi dari tekstur gel
viskositas dapat dipertahankan selama dapat disebabkan oleh perbedaan
pemanasan (VBD-R rendah). Pada saat karakteristik pati, serta keberadaan dari
pendinginan, karena amilosa yang tersedia komponen minor termasuk diantaranya
untuk proses retrogradasi menjadi lebih lemak, protein, dan sebagainya sehingga
sedikit maka kecenderungan retrogradasi dihasilkan gel denr:.an sifat-sifat yang
menjadi lebih rendah (VB-R rendah). bervariasi.
Keberadaan komponen minor, amilosa
Tabel 6. Nilai analisis tekstur tapioka dari lima varietas ubi kayu
Kekerasan (g) Kepaduan Kelengketan (g.s) Elastisitas
Thailand 162,48 ± 2,86" 0,66 ± 0,00' 19,66 ± 11,53" 0,97 ± 0,01 8
Kasetsar 227,74 ± 24,69"b 0,68 ± 0,00" 66,73 ± 15,48 b 0,89 ± 0,04"
Pucuk hiru 226,20 ± 3,53"b 0,66 ± 0,02" 42,42 ± 1,36"b 0,94 ± 0,00"
Faroka 254,15 ± 35,96 b
0,69 ± 0,00" 65,97 ± 8,86 b 0,91 ± 0,03"
Adira4 196,43 ± 9,87"b 0,67 ± 0,00' 51,57 ± 2,95"b 0,91 ±0,01"
*huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Kekerasan gel pati terkait dengan menjulur dari granula yang membengkak,
proses retrogradasi pati yang terjadi selama sehingga amilopektin juga berperan dalam
proses pendinginan dan penyimpanan pasca pembentukan kekerasan gel walaupun
pemanasan (gelatinisasi). Pasta pati bisa dengan intensitas kekuatan yang lebih
dianggap sebagai sistim dua fase dimana rendah (Collado dan Corke, 1999).
granula yang membengkak merupakan fase Menurut Collado dan Corke (1999),
terdispersi dan amilosa yang lisis sebagai peningkatan lisis amilosa (solubilitas) dan
fase pendispersi. Jika jumlah fase penurunan SP pati akan menyebabkan
pendispersi tinggi, maka proses agregasi peningkatan kekerasan gel yang dihasilkan.
selama pendinginan akan menghasilkan gel Berbeda dari penjelasan tersebut, penelitian
yang kuat (Hermans son dan Svegmark, ini menunjukkan bahwa tapioka dengan
1996). Pada proses agregasi, molekul tingkat kekerasan gel yang tinggi memiliki
amilosa bebas membentuk ikatan hidrogen SP rendah dan solubilitas rendah. Menurut
tidak saja. dengan sesama arnilosa tetapi Hermansson dan Svegmark (1996), granula
juga dengan percabangan amilopektin yang dengan SP yang tinggi akan mengikat
101
J Agrotek 5(1) : 93-105
sebagian besar air bebas dan menghambat pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih
interaksi antar amilosa, danlatau sederhana dan dihitung sebagai persentase
menghambat lisis amilosa keluar dari relatif terhadap pati mumi yang
granula. Hal ini menjelaskan mengapa diasumsikan dapat dicerna secara sempurna
solubilitas yang tinggi tidak diikuti oleh dalam saluran pencernaan. Menurut Tian et
peningkatan kekerasan gel. Selain itu, al. (1996) di dalam Moorthy (2002),
keberadaan komponen lain seperti tapioka mentah memiliki resistensi yang
polisakarida non pati, protein, dan lemak tinggi terhadap aktivitas a amilase.
bisa menurunkan kekerasan gel karena Pemasakan (gelatinisasi) akan merubah
secara fisik menghambat pembentukan struktur granula dan meningkatkan daya
ikatan hidrogen antar amilosa atau cerna patio
berinteraksi dengan molekul-molekul Penilaian daya cerna pati dari lima
amilosa sehingga mereduksi interaksi jenis tapioka yang telah dilakukan
amilosa-amilosa (Charoenkul et aI., 2011). mengindikasikan tingginya daya cerna
invitro tapioka gelatinisasi. Nilai daya cerna
Daya Cerna Pati Gelatinisasi tapioka gelatinisasi berkisar antara 81,99%
Daya cerna pati adalah tingkat (Kasetsar) sampai 92,32% (Adira 4) seperti
kemudahan hidrolisis pati oleh enzlm pada Gambar 3.
En1)I" e.-..: +f · 2 SO
102
Karakteristik Tapioka
103
J Agrotek 5(1) : 93-105
Franco CML, Cabral RAP, Tavares DQ · Mishra S, Rai T (2006). Morphology and
(2002). Structural and · functional properties of corn, potato
physicochemical characteristics of and tapioca starches. Food
lintnerized native and sour cassava hydrocolloids 20(5): 557-566
starches. Starch/Starke 54:469-475.
Moorthy SN (2002). Physicochemical and
Gunaratne A, Hoover R (2002). Effect of functional properties of tropical
heat-moisture treatment on the · tuber starches: a review.
structure and physicochemical Starch/Starke 54:559-592
properties of tuber and root starches.
Carbohydrate Polymers 49(4): 425- Nwokocha LM, Aviara NA, Senan C,
437 Williams PA (2009). A
comparative study of some
HeInlansson A-M, Svegmark K (1996). properties of cassava (Manihot
Developments in the understanding e~culenta,. Crantz) and cocoyam
of starch functionality - review. (Colocasia esculenta, Linn)
Trends in Food Science & starches. Carbohydrate Polymers
Technology 7:345-353 76:362-367
Melo EA, Stamford TLM, Silva MPC, Tonukari NJ (2004). Cassava and the
Krieger N, Stamford NP (2003). future of starch. Electronic Journal
Functional properties of yam bean
104
Karakteristik Tapioka
lOS