Anda di halaman 1dari 16

Jumal

AGROTEKNOLOGI
Volume 5, Nomor 1, Juni 2011 ISSN: 1978-1555

.Diterbitkan oleh:
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANLAN
UNIVERSITAS JEMBER
Jurnal
AGROTEKNOLOGI
Volume 5, Nomor 1, Juni 2011 ISSN : 1978-1555

DAFTARISI
Hasil Penelitian

POTENSI PREBIOTIK POLISAKARIDA LARUT AIR


UMBI GEMBILI (Dioscorea esclliellta L) SECARA IN VITRO 1-11
Herlina, Harijono, Achmad . Subagio, Teti Estiasih
AKTIVITAS ANTITUMOR DAN PREBIOTIK SENYAWA
TURUNAN EPIGLUKAN: (1~3),(1~6)-p-GLUKAN EKSTRA 12-20
SELULER DARI Epicoccllm lligrum EHRENB. EX SCHLECHT
Jayus, Nuriman, Sony Suwasono
IDENTIFIKASI KINETIKA PERTUMBUHAN ALGA PADA MODEL
MONOD 21-31
Mochamad Bagus Hermanto, AJ.B. Boxtel, K.J. Keesman
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI MIE UBI KA YU
DENGAN SUPLEMENTASI ISOLAT PROTEIN KEDELAI 32-39
Retno Setyawati, Hidayah Dwiyanti, A.R. Siswanto B.W.
KARAKTERISASI SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI
MATERIAL PENGGANTI FIBER GLASS PADA KOMPOSIT 40-47
Siti Nikmatin, Y.Aris Purwanto, Tieneke Mandang, Akhirudin Maddu, Setyo
Purwanto
EVALUASI MUTU GULA KELAPA KRISTAL (GULA SEMUT) DI
KAW ASAN HOME INDUSTRI GULA KELAP A KABUP ATEN
48-61
BANYUMAS
Pepita Haryanti, Mustaufik
STRATEGI PEMASARAN DAN PENINGKATAN KUALITAS
KERIPIK SUKUN 62-70
Noer Novijanto, Eka Ruriani, Fahrudi TK
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HURDLE P ADA PENGOLAHAN
BAKSO MELALUI KOMBINASI BLAIVCHING DAN PENAMBAHAN
71-80
EKSTRAK KUNYIT SERTA JAHE
Yuli Witono, Tamtarini, Djoko Pontjo Hardani, Ninik Sulistyowati
MODIFIKASI HURDLE TECHNOLOGYDENGAN PENAMBAHAN
EKSTRAK KUNYIT DAN PENYIMPANAN SUHU DINGIN
PADA INDUSTRI MIE BASAH SKALA RUMAH T ANGGA 81-92
Giyarto, Yuli Witono, Nany Mariah Qibthiyah
KARAKTERISASI TAPIOKA DARI LIMA VARIETAS UBI KAYU
(MallillOt utilisima Crantz) ASAL LAMPUNG
93-105
Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri
Kusnandar ·
Karakteristik Tapioka

KARAKTERISASI TAPIOKA DARI LIMA VARIETAS UBI KAYU


(Manihot utilisima Crantz) ASAL LAMPUNG

Characterization ofTapiocajrom Five Varieties M~llihot utilisima Crantzjrom Lampung

Elvira Syamsi/, Purwiyatllo Hariyadi, Dedi Fardiaz, NuriAlldanvlllalt dall Fer; KlIsllalldar

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Il!B dan


Southeast Asia Food and Agricultural Science and Techonolgy (SEAFAST) Center IPB
Email: elvira_fpg@yahoo.com

ABSTRACT
The physicochemical and functional properties of starches (tapioca) from jive varieties
Manihot utilisima Crantz (Thailand, Kasetsar, Pucuk Biru, Faroka and Adira-4) from Lampung
were evaluated. All tapioca samples showed a "typical A-type diffraction pattern, indicating that
variety had no effect on it. However, the starch crystallinity was affected. Some parameters of
physicochemical and functional of tapioca from jive varieties varied significantly (p < 0,05).
Analysis of correlation showed that amylose, fat, ash as well as crystalinity and swelling power
affected some of pasting and gel texture parameters. Digestion of gelatinized starch was also
affected by root varieties.

Key words: physicochemical properties, pastiug, texture, crystaliltity

PENDAHULUAN sebagai ingredien maupun aditif di industri


pangan. Tapioka direkomendasikan untuk
Produksi ubi kayu (Manihot memperbaiki ekspansi produk ekstrusi,
esculenta Crantz) di Indonesia pada periode pengental pada produk yang kondisi
2004-2010, berkisar antara 17.54.648 ton prosesnya tidak ekstrim, bahan pengisi
sampai 23.908.459 ton. Sepertiga dari total dalam produk makanan bayi olahan dan
produksi tersebut berasal dari Lampung, bahan pengikat pada produk-produk biskuit
diikuti oleh Jawa Timur, Jawa Tengah, dan konfeksioneri (Tonukari, 2004).
Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta Aplikasi pati dalam suatu produk
dan Nusa Tenggara Timur (Badan Pusat dipengaruhi oleh kemampuannya untuk
Statistik, 2011). membentuk karakteristik produk akhir yang
Ketahanan yang tinggi terhadap diinginkan. Perbedaan karakteristik fisiko-
kondisi stress lingkungan menyebabkan ubi kimia seperti bentuk granula, rasio amilosal
kayu banyak ditanam pada skala kecil dan amilopektin, karakteristik molekuler pati
dengan sumber daya terbatas (El-Sharkawy, dan keberadaan komponen lain merupakan
2004). Di lain sisi, keragaman varietas ubi penyebab perbedaan sifat fungsionalitas
kayu di Indonesia cukup tinggi. Bank Gen (Copelan et al., 2009; Nwokocha et aI.,
BB-Biogen Bogor mencatat sebanyak 600 2009).
aksesi plasma nutfah, 452 diantaranya ada Variasi sifat fungsional pati di
dalam data base (BB-Biogen, 2010): dalam suatu spesies menyebabkan masalah
Kondisi ini menyebabkan beragamnya dalam pengolahan karena inkonsistensi
varietas ubi kayu di lapangan. bahan baku. Karakterisasi dan studi
Tapioka (pati ubi kayu) merupakan komparatif sifat fisikokirnia dan fungsional
industri utama dari ubi kayu. Proses pati dalam suatu varietas karena itu perlu
ekstraksi yang relatif mudah, sifat patinya dilakukan untuk memprediksi kesamaan
yang unik dengan warna dan flavor netral dan perbedaan perilakunya pada tahap
menyebabkan tapioka banyak dimanfaatkan aplikasi.

93
J Agrotek 5(1) : 93-105

Tujuan penelitian ini adalah untuk Metoda Analisis


mengetahui karakteristik fisikokimia dan Ekstraksi tapioka
fungsional tapioka lima varietas berbeda
(Thailand, Kasetsar, Pucuk Biru, Faroka Umbi dikupas, dicuci bersih dan
dan Adira-4) sehingga memperoleh data diparut. Ekstraksi pati dilakukan dengan
base karakteristik fisikokimia dan mengepres umbi yang telah diparut.
fungsional tapioka lima varietas ubi kayu. Pengepresan dilakukan secara manual di
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan dalam air mengalir. Ekstrak pati secara
untuk mengetahui pengaruh perbedaan kontinyu dialirkan ke wadah penampungan.
varietas terhadap parameter yang dianalisis. Pengepresan dilakukan sampai air yang
digunakan tidak lagi berwama keruh. Air
berisi ekstrak pati didiamkan di dalam
METODA PENELITIAN wadall penampung selama sekitar tiga jam
(permukaan endapan pati yang tadinya
Rancangan Pcnelitian kesat berubah menjadi licin). Selanjutnya,
air dibuang dan endapan dikeringkan dalam
Kegiatan penelitian laboratories
oven pengering pada suhu 60°C.
(pure experiment) ini terdiri at as enam
kegiatan utama, yaitu : 1) ekstraksi tapioca, Allalisis proksimat, kadar pati dall kadar
2) analisis proksimat, kadar pati dan kadar ami/osa
amilosa, 3) pengamatan struktur kristal
pati, 4) karakterisasi pasting, 5) analisis .Analisis kadar air dilakukan dengan
kapasitas pembengkakan (swelling power) metode gravimetri (SNI 01-2891-1992);
dan solubilitas, dan 6) karakteristik gel - analisis protein dengan metode Kjeldahl
analisis profil tekstur. Semua kegiatan di (AOAC 1998); analisis lemak dengan
atas dilakukan di laboratorium Jurusan metode soxhlet (AOAC 1996); analisis abu
TPG, IPB, Bogor. dengan met ode gravimetri (AOAC 1996).
Kadar pati dianalisis dengan metode Dubois
Rancangan Percobaan et al. (1956) sementara analisis kadar
amilosa ditentukan secara spektrofotometri
Lima jenis ubi kayu, yaitu Thailand, menurut Juliano (1971).
Kasetsar, Pucuk Biru, Faroka dan Adira-4
diuji pengaruhnya terhadap karakteristik Pengamatan struktur kristal pati
fisikokimia tapioca. Pengukuran nilai
parameter dilakukan sebanyak tiga ulangan. Diamati dengan difraktometer sinar-
X. Radiasi monokromatik yang digunakan
Bahan dan Alat adalah Cu dengan panjang gelombang
Bahan utama penelitian ini adalah
1.54060 A yang dihasilkan dari
difraktometer X-ray pada 40 kV dan 30
tapioka dari lima varietas ubi kayu. Ubi
rnA. Daerah scanning difraksi pada sudut 2
kayu diperoleh dari Medco Energi
theta adalah 4 - 36° dengan step interval
Lampung. Ekstraksi pati dilakukan di
0.02° dan kecepatan scan 2°/menit.
industri kecil tapioka Kedung Halang Kristalinitas (%) dinyatakan sebagai
Bogor. Bahan lainnya adalah akuades dan persentase rasio dari daerah difraksi puncak
bahan kimia untuk keperluan analisis. dengan daerah difraksi total.
Peralatan yang digunakan mencakup
peralatan proses untuk produksi tapioka dan Allalisis kapasitas pembengkakall
peralatan analisis termasuk juga instrumen (swelling power) dall solubilitas
difraksi sinar-X, texture analyzer, Rapid
Visco Analyzer dan mikroskop polarisasi. Analisis dilakukan dengan metode
Wang et al. (2010). Suspensi pati (2%
WN) dipanaskan dalam penangas air suhu

94
Karakteristik Tapioka

90°C selama 30 menit, lalu disentrifuse Karakteristik gel - analisis profil tekstur
pada kecepatan l509 x g selama 15 menit. Dilakukan dengan texture analyzer
Supernatan dikeluarkan dan sedimen
menurut Mishra dan Rai (2006) yang
ditimbang. Alikuot dari supernatan
dimodifikasi. Gel disiapkan dari suspensi
dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C pati (rasio pati dan air = 10 : 50) yang
sampai diperoleh berat konstan. dipanaskan dalam penangas air suhu 85 ±
Kapasitas pembengkakan (SP, gig bk) 1°C selama 15 menit dengan pengadukan
dihitung sebagai rasio berat sedimen kontinyu. Pasta lalu dituang ' kedalam
terhadap berat kering pati setelah wadah sampel, didinginkan di suhu ruang
dikurangi dengan berat supernatan kering. dan disimpan di refrigerator selama 16
Solubilitas (S, %) dihitung ~ebagai jam. Pengujian dengan texture analyzer
persentasi dari berat supernatan kering dilakukan menggunakan load cell 25 kg.
terhadap berat pati kering. Texture analyzer diprogram untuk
menekan gel silinder (diameter = 3 cm,
Karakterisasi pastillg
tinggi = 1,5 cm) yang berdiri bebas
Dilakukan dengan Rapid Visco sampai 80% dari tinggi awalnya. Kurva
Analyzer (RV A). Suspensi pati (3,5 gram deformasi diperoleh dari dua kali
sampel pati, kadar air 14%, dicampur penekanan dengan plat kompresi ukuran
dengan 25 gram akuades) diputar pada 75 mm. Setting alat yang digunakan:
wadah sampel dengan kecepatan 160 kecepatan pretest, test dan post-test
RPM. Pada satu menit pertama dilakukan berturut-turut 5,0, 2,5 dan 10,0 mm.s· l ;
pemanasan awal sampai suhu mencapai trigger type: auto 5,0 mm, treshold 5g,
50°C. Selanjutnya, suhu pemanasan waktu 17,5 s dan data acquisition rate 250
dinaikkan hingga 95°C pada menit ke 8,5 pps. Karakteristik yang dianalisis adalah
dan dijaga konstan pada 95°C selama 5 kekerasan (hardness), kelengketan
menit. Lalu, suhu diturunkan kembali ke (adhesiveness), kepaduan (cohesiveness)
50°C (pada menit ke 21) dan dan elastisitas (springiness).
dipertahankan di 50°C selama 2 menit Daya cerna pati tergelatinisasi.
(sampai menit ke 23). Dari sini diperoleh Analisis dilakukan dengan modifikasi
viskositas puncak, suhu pasting (suhu metode Anderson et al. (2002) secara
awal naiknya viskositas), suhu viskositas spektroskopi yang mencakup tahapan
puncak, viskositas panas (viskositas pembuatan kurva standar maltosa dan
setelah pemanasan 95°C selama 5 menit), analisis sampel. Pengukuran daya cerna
viskositas akhir (viskositas setelah dilakukan menggunakan enzim a amilase
pendinginan di suhu 50°C selama 2 dan waktu inkubasi 30 menit. Absorbansi
menit), viskositas breakdown relatif (rasio diukur dengan UV -Vis spektrofotometer
antara selisih viskositas puncak dan pad a panjang gelombang 520 nm. Daya
viskositas panas dengan viskositas cerna pati (%) dihitung sebagai persentase
puncak, dinyatakan dalam persen) dan rasio antara maItosa dalam sampel dengan
viskositas balik relatif (rasio antara selisih maItosa dalam pati murni.
viskositas akhir dan viskositas panas
dengan viskositas panas, dinyatakan Allalisis data
dalam persen). Viskositas breakdown Analisis ragam dilakukan untuk
sendiri adalah selisih antara viskositas mengetahui pengaruh varietas ubi kayu
puncak dengan viskositas panas; terhadap sifat fisikokimia tapioka. Bagi
sementara viskositas balik adalah selisih beberapa parameter dilakukan analisis
antara viskositas akhir dengan viskositas korelasi untuk melihat kekuatan hubungan
panas. antara beberapa parameter fisikokimia

95
J Agrotek 5(1) : 93-105

terse but. Kedua analisis dilakukan tumbuh (tanah, iklim), umur panen dan
menggunakan software SPSS 17,00 penanganan pasca panen (Sriroth et al.,
1999; Abera dan Rakshit, 2003; Moorthy,
2002; Zaidul et a!., 2007; Wang et al.,
HASIL DAN PEMBAHASAN 2009).
Komponen minor (abu, lemak,
Komposisi Kimia protein) terdapat dalam jumlah relatif
, rendah. Kandungan komponen minor
Data komposisi kimia tapioka
tapioka lebih rendah dibandingkan pati
ditampilkan pada TabeI 1. Varietas
serealia, seperti jagung (Mishra dan Rai,
Thailand memiliki komposisi kimia yang
2006). Kandungan komponen minor yang
relatif berbeda dari empat varietas
rendah lebih disukai karena
lainnya. Beberapa faktor yang dapat
keberadaannya bisa mengganggu sifat-
menyebabkan perbedaan adalah
sifat pasting (Copelan et aI., 2009).
perbedaan varietas, lingkungan tempat ,

Tabel 1. Komposisi kimia tapioka dari lima varietas. Data dinyatakan dalam gllOO g bk
kecuali untuk kadar air (dinyatakan dalam gil 00 g bb). '
Komponen Thailand Kasetsar Pucuk biru Faroka Adira 4
Air 14,22d± 0,02 12,24a± 0,01 15,6ge± 0,01 13,18 b ± 0,09 13,63 c ± 0,07
Abu G,19 d ±0,00 0,12a±0,00 0,15 c ±0,00 0,14 b ±0,00 O,lla±O,OO
Lemak d
0,76 ±0,00 0,33· ± 0,00 b
0,53 ±0,01 0,51 b±0,00 0,5Gc ±0,01
Protein c
O,13 ± 0,00 d
0,15 ± 0,00 0, lOa ± 0,00 0, lOb ± 0,00 0,108b ± 0,00
Pati 83,55 8 ± 0,16 82,628 ± 1,32 80,168 ± 1,09 79,78 8 ± 1,23 81,19" ± 1,77
Am~losa. 33,13:±0,16 31,81 b ±0,04 30,888 ±0,25 30,92"±0,12 31,13 8 ±0,12
8
:n111ope~m 50,42 ± ?,5.1 50,~08 ~ 1,28 49,28 ± 0,85 48,85" ± 1,35 50,06" ± 1,66
Pada bans yang sama, nrlar yang dllkull oleh huruf berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (a<O, 05)

Pola Difraksi Sinar X Kristalinitas tapioka berkisar antara


25,96 - 27,60% dengan kristalinitas
Pati umbi-umbian umun1l1ya
tertinggi ditunjukkan oleh tapioka Adira
menunjukkan kristal tipe B. Tapioka,
(Tabel 2). Tapioka Thailand yang
walaupun merupakan pati umbi, telah
kandungan amilosanya lebih tinggi,
dilaporkan menunjukkan kristal tipe A, B
memiliki kristalinitas terendah.
dan C (MoOlthy, 2002). Penelitian
Peningkatan derajat kristalinitas dengan
Atichokudomchai et al. (2000) pada
menurunnya kadar amilosa telah dilaporkan
maizena menunjukkan, pergeseran tipe
pada tapioka (Atichokudomchai et al.,
kristalinitas bisa terjadi dengan perubahan
2000), maizena (Cheetham dan Tao, 1998)
kadar amilosa patio Pati dengan amilosa
dan pati beras (Zavareze et al., 2010). Dari
rendah cenderung memiliki lapisan
analisis korelasi, walau tidak signiftkan
semikristalit yang lebih teratur dan
membentuk kristal tipe A. terlihat adanya kecenderungan penurunan
kristalinitas dengan naiknya kadar amilosa
Tapioka yang diamati memiliki
(r = -0,73, a = 0,08). Keberadaan
kristal tipe A dengan empat puncak utama
pada sudut difraksi 29 1506 komponen minor diduga -. mengganggu
, -152''" 17 1- pembentukan struktur heliks. Dijumpai
17,2; 17,8-18,1 dan 23,18-23,2 (Gambar 1).
korelasi negatif antara kristalinitas dan
Intensitas difraksi yang cukup kuat ada
kadar abu (r = -0,95, a = 0,006), serta
pada sudut difraksi 29 4,9 - 5,0 dan 5,2 A.
kecenderungan penurunan kristalinitas
Kristalinitas tipe A pada tapioka juga
dilaporkan oleh Franco et al. (2002), dengan meningkatnya kadar lemak (r = -
0,73, a = 0,08).
Gunaratne d,an Hoover (2002) serta
Charoenkul et al. (2011).

96
Karakteristik Tapioka

o S 10 lS 20 25 30 3S 40
Sudutdifraksi (29)

Gambar 1. Pola difraksi sinar X tapioka dari lima varietas ubi kayu

Tabel 2. Kristalinitas dan intensitas puncak utama tapioka dari lima varietas ubi kayu
Tipe kristal Kristalinitas (%) Jarak, A (Intensitas, CPS*)
Thailand A 25,96 5,9 (64) 5,2 (108) 4,9 (104) 3,8 (90)
Kasetsar A 27,35 5,8 (65 ) 5,2 (106) 5,0 (107) 3,8 (90)
Pucuk biru A 27,18 5,8 (70) 5,2 (106) 4,9 (109) 3,8 (91)
Faroka A 26,76 5,8 (67) 5,2 (103) 5,0 (113) 3,8 (92)
Adira4 A 27,60 5,8 (70) 5,2 (107) 4,9 (113) 3,8 (91)
*CPS Counts per second

Kapasitas Pembengkakan (Swelling (2003 ), intensitas SP dan solubilitas pati


Power, SP) dan Solubilitas tergantung pada suhu, perbedaan kadar
an1ilosa dan lemak, keberadaan fosfat ,
Pemanasan di dalam air berlebih
kristalinitas, interaksi antara daerah
menyebabkan melemahnya ikatan dalam
amorfous dan kristalin pati yang
granula, sehingga air masuk dan teIjadi
dipengaruhi oleh rasio amilosa dan
pembengkakan granula sementara amilosa
amilopektin dan karakteristik molekuler
yang memiliki berat molekul (BM) rendah
patio
akan larut ke dalam air. Perbedaan dari
Kapasitas pembengkakan (SP) dan
karakteristik SP dan solubilitas
solubilitas granula ta:J,ioka dari lima
mengindikasikan adanya perbedaan gaya
varietas ubi kayu pada pemanasan di suhu
pengikatan dari granula pati (Nwokocha et
90°C selama 30 menit ditampilkan pada
al., 2009). Interaksi yang kuat akan
Tabel 3. Tapioka Thailand memiliki SP
mengurangi jumlah gugus OH bebas yang
yang secara signifikan lebih tinggi dari
tersedia untuk hidrasi, dan mengurangi
tapioka lainnya, mengindikasikan bahwa
masuknya air ke dalam interior granula
pengaturan intra granularnya tidak sebaik
sehingga menurunkan SP dan solubilitas
varietas yang lain. Penyebabnya diduga
(Chung et ai., 2010). Menurut Singh et al.
97
J Agrotek 5(1) : 93-105

karena kristalinitas tapioka Thailand yang kemampuan pembengkakan patio


lebih rendah. Daerah amorfous yang Peningkatan amilopektin dengan DP 2: 37
lebih tinggi menyebabkan air lebih mudah berkontribusi pada pembentukan struktur
masuk ke dalam granula dan kristalin yang kuat karena akan
meningkatkan pembengkakan patio Selain membentuk doubel heliks. Peningkatan
kristalinitas, struktur amilopektin kekuatan struktur kristalin terse but akan
terutama proporsi dari rantai cabang menghambat pembengkakan granula
amilopektin dengan derajat polimerisasi (Chung 2010).
(DP) 2: 37 juga berpengaruh pada

Tabe13. Kapasitas pembengkakan dan solubiltas tapioka dari lima varietas ubi kayu
Tapioka Kapasitas pembengkakan (gig bk) Solubilitas (%J
ThaIland 15,01 ± 0,024 c 10,90 ± 0,703
Kasetsar 10,35 ± 0,667" 5,30 ± 0,870·
Pucuk biru 10,12 ± 0,446" 4,89 ± 0,360'
Faroka 10,92 ± 0,328" 6,03 ± 0,119"
Adira4 13,03±0,275 b 13,15±0,914b
Kef: hurufyang berbeda pada k%m yang sama memmjukkan berbeda nyata (a <0,05)

Pada pati sereal (gandum dan Analisis korelasi menunjukkan


barley), peningkatan kandungan amilosa korelasi positif antara lemak dan SP (r =0,84
dan lemak menyebabkan penurunan SP dan a = 0,036) juga antara SP dan solubilitas (r =
solubilitas. Penurunan SP disebab1(hll oleh 0,85 a = 0,035). Diduga keberadaan lemak
adanya kompleks amilosa-Iemak yang dalam jumlah yang kecil di dalam granula
memperkuat integritas struktur granula tapioka walaupun membentuk kompleks
(Tester dan Morrison, 1990 dikutip oleh dengan amilosa, tetapi ikatannya relatif lemah
Charles et al., 2005). Tetapi, penelitian dan peningkatannya justru menurunkan
Charles et al. (2005) menunjukkan kristalinitas (meningkatkan daerah amorfous)
peningkatan SP dan solubilitas tapioka sehingga granula lebih mudah diganggu.
dengan meningkatnya kadar amilosa. Peningkatan SP selanjutnya akan
Peningkatan solubilitas secara non linier mempemmdah amilosa untuk lisis sehingga
dengan meningkatnya kadar amilosa, juga akan teIjadi peningkatan solubilitas dengan
dilaporkan pada pati kacang hijau (Abdel- naiknya SP.
Rahman et al., 2008).
Tapioka dengan amilosa yang lebih Karakteristik Pastillg
tinggi (Thailand) menunjukkan SP dan Gelatinisasi adalah fase transisi
solubilitas yang relatif lebih tinggi. granula pati dari bentuk teratul' ke bentuk
Kurangnya pembentukan kompleks lemak- tidak beraturan, selama pemanasan dalam
amilosa karena kadar lemak yang rendah air berlebih. Proses transisi melibatkan
menyebabkan peningkatan amilosa akan hilangnya kristalinitas dan birefringence
meningkatkan SP dan solubilitas (Charles et serta hidrasi pati (Hermansson dan
al., 2005). Pada empat tapioka yang lain, Svegmark, 1996). Pasting adalah
kadar amilosa dan kristalinitas relatif sarna fenomena yang mengikuti gelatinisasi
sehingga perbedan SP dan solubilitas dari 4 (Xie et al., 2006), menunjukkan perilaku
varietas tersebut diduga karena perbedaan viskositas yang terjadi selama proses
panjang rantai amilosa dan amilopektin. pemanasan dan pendinginan pada
Pati dengan panjang rantai yang lebih pengadukan terkontrol (Singh et al.,
pendek dilaporkan lebih mudah larut 2003). Profil pasta merupakan salah satu
selama pemanasan sehingga meningkatkan cara untuk memprediksi sifat fungsional
nilai solubilitas. pati dan pengembangan aplikasinya di

98
Karakteristik Tapioka

dalam produk secara optimal (Chen, yang cepat selama pemanasan. Pati
2003). dengan karakteristik pasting tipe A
Amilograf pasting tapioka dapat cenderung tidak tahan proses pemanasan
dilihat pada Gambar 2. Tapioka dan pengadukan, sehingga kurang
memiliki karakteristik pasting tipe A yang aplikatif untuk diterapkan pada produk
dicirikan dengan viskositas puncak yang yang diolah menggunakan panas dan
tinggi dan diikuti dengan pengenceran pengadukan.
1~r---------------------------------------------------~100

- 95

·90

8S

. 55

." so

O~--~~~~ __
. __. ~.~.--~~~.--~.__. ~~.--~~~__~~__~
o 1 2 3 ~ 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
llme (Min)

Gambar 2. Amilograf pasting tapioka dari 5 varietas ubi kayu

Perbedaan cukup menyolok rendah dari empat varietas lainnya (Tabel


ditunjukkan oleh tapioka Thailand yang 4). Hal ini mengindikasikan bahwa tapioka
memiliki viskositas breakdown relatif Thailand lebih stabil selama pemanasan,
(VBD-R) yang lebih rendah, viskositas memiliki sifat pengentalan yang lebih baik
akhir lebih tinggi, viskositas balik relatif dengan kecenderungan retrogradasi dan
(VB-R) lebih rendal1 dan suhu pasting lebih pembentukan gel yang lebih rendah.

Tabel 4. Karakteristik pasting tapioka dari lima varietas ubi kayu menggunakan RVA

T pasting Tpuncak
V. Puncak (Cp) V. Panas (Cp) V. Akhir (Cp) VBD-R (%) VB-R (%) (0C) (0C)

Thailand 6335,0 ± 25,46 b 2161± 67,88 b 2978,5 ± 143,54 b 65,9 ± 0,99' 37,8 ± 2,31' 67,3 ± 0,00' 792:1: 0 OO·b
b
Kasetsar 6244,0± 171,12 1568±36,77' 2623,5±31,82' 74,9±0,W 67,3± 1,90 b 71,1 ± 0,28 b 79:4:1: 0:25 b
P. bint 6115,5 ± 53,03,b 1683 ± 25,46' 2683,0 ± 8,49' 72,5 ± 0,64b 59,4 ± 2,91 b 70,5:1: 0,04 b 78.6:1: 0,30·b
Faraka 6744,0 ± 0,00· 1676 ± 0,00' 2778,0:1: O,OO·b 75,1:1: 0,00· 65,8:1: O,OOb 70,5:1: o,oOb 78.4:1:0,00'
Adira 4 5895.5 ± 17,68' 1595:1: 22,63' 2603,5:1: 7,78' 72,9 ± 0,35 bc 63,3 ± 2,80 b 71,1:1: 0,28 b 79.0:1: 0,30'b
Keterangan: VBD-R = viskositas batik relatif; VB-R = viskositas batik relati/.
huruf berbeda pada kolom yang sama memmjukkan perbedaan yang nyata (a <0,05)

Suhu pasting terkait dengan imbibisi air lemak dan amilosa (Tabel 5). Menurut
dan pembengkakan granula. Pati Thailand Singh et al. (2003), daerah amorfous karena
dengan tingkat kristalinitas yang lebih memiliki ikatan hidrogen yang relatif lemah
rendah serta kadar abu, lemak dan amilosa menjadi daerah pertama yang ditembus air.
yang lebih tinggi memiliki suhu pasting Pati dengan kristalinitas rendah (daerah
terendah. Suhu pasting berkorelasi positif amorfous lebih tinggi) akan lebih mudah
dengan tingkat kristalinitas pati dan mengalami pasting. Peningkatan komponen
berkorelasi negatif dengan kadar abu, abu diduga meningkatkan muatan ionik

99
J Agrotek 5(1) : 93-105

sejenis yang . saling tolak-menolak, peningkatan jumlah amilosa tetapi tidak


meningkatkan jarak antar polimer pati dan berupa kompleks amilosa-Iemak juga akan
mempermudah masuknya air sehingga menurunkan kristalinitas. Akibatnya,
pasting berlangsung pada suhu yang lebih peningkatan lemak dan amilosa di dalam
rendah. Sementara itu, peningkatan lemak tapioka akan menyebabkan turunnya suhu
dalam jumlah yang kecil maupun pasting.

Tabel 5. Nilai korelasi pearson parameter kimia dan pasting (N= 5)


K. Abu K. Lemak K. Amilosa Kristalinitas SP
Visk. puncak Pearson Corr. 0,351 0,005 0,051 -0,548 -0, 140
Sig. (I-tailed) 0,281 0,497 0,468 0, 170 0,411
VBD-R Pearson Corr. -0,850" -0,885" -0,817" 0,760 -0,843"
Sig. (I-tailed) 0,034 0,023 0,046 0,068 0,036
VB-R Pearson Corr. -U,911" -0,885" -0,823" 0,838" -0,808"
Sig. (I-tailed) 0,016 0,023 0,043 0,038 0,049
Suhu pasting Pearson Corr. -0,952"" -0,844" -0,846" 0,940"' -0,770
Sig. (I-tailed) 0,006 0,036 0,035 0,009 0,064
Keterangan: VBD-R = viskositas batik relatif',VB-R = viskosilas batik relatif.

Suhu puncak pasting merupakan pati (Tabel 5). Beberapa faktor yang
suhu saat viskositas pasta maksimum mempengaruhi adalah kadar dan rasio
tercapai (Batey, 2007). Kelima tapioka amilosa/a.nilopektin, berat molekul,
memiliki suhu puncak yang relatif mirip konformasi molekuler dan derajat
dan dipengaruhi oleh kadar amilopektin polimerisasi amilosa dan amilopektin
dan protein patio Struktur kristalin serta jumlah percabangan amilopektin
amilopektin susah dipenetrasi oleh air, maupun keberadaan komponen minor,
menyebabkan terjadinya peningkatan juga ukuran granula (Melo et al., 2003).
suhu puncak dengan naiknya kadar Nilai VBD-R merupakan indikator
amilopektin. Keberadaan protein yang kerentanan granula terhadap pemanasan,
mengembang selama pemanasan dan sementara VB-R mengindikasikan potensi
berkontribusi pada peningkatan viskositas pembentukan gel dan kecenderungan
dapat menyebabkan suhu puncak menjadi retrogradasi . Tapioka Thailand lebih
lebih tinggi dari yang seharusnya. tahan terhadap proses pemanasan
Analisis korelasi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan empat tapioka yang
suhu puncak pasting berkorelasi positif lain, ditunjukkan oleh VBD-R yang lebih
dengan kadar amilopektin (r = 1,00 a = rendah. Selain itu, VB-R tapioka
0,00) dan protein (r = 0,82 a = 0,045). Thailand secara signifikan juga lebih
Viskositas puncak tertinggi rendah dari tapioka lainnya,
ditunjukkan oleh tapioka faroka, terendah mengindikasikan bahwa gel dari tapioka
oleh tapioka adira 4 sementara tiga Thailand memiliki kekerasan yang lebih
tapioka lainnya memiliki viskositas rendah. Nilai VB-R mengindikasikan
puncak yang mmp. Nilai 1111 potensi pembentukan gel dan
merefleksikan kemampuan granula untuk kecenderungan retrogradasi. Pati dengan
mengikat air dan mempertahankan kecenderungan retrogradasi rendah
pembengkakan selama pemanasan. mengindikasikan kemampuan untuk
Viskositas puncak terjadi ketika jumlah mempertahankan tekstur selama
pati yang .membengkak seimbang dengan penyimpanan (Tran et al. , 2001 disitasi
jumlah pati yang rusak (lisis). Tidak oleh Copeland et al., 2009). Peningkatan
ditemukan . korelasi antara viskositas viskositas balik selama pendinginan
puncak dengan beberapa parameter kimia mengindikasikan kecenderungan berbagai
100
Karakteristik Tapioka

komponen di dalam pasta panas (granula dan kondisi kristalinitas pati terkait
yang membengkak dalam bentuk utuh dengan peningkatan pengikatan air yang
atau fragmen, dispersi koloid ataupun diduga berpengaruh terhadap peningkatan
molekul-molekul terlarut) untuk SP dan atau ukuran granula.
berhubungan atau mengalami retrogradasi
(Adebowale et aZ., 2009). Karakteristik Tekstur
Dari analisis korelasi (Tabel 5) Analisis profil tekstur (TP A)
didapatkan bahwa VBD-R dan VB-R menunjukkan bahwa gel tapioka lima
berkorelasi negatif dengan SP, komponen varietas memiliki perbedaan karakteristik
minor (abu, lemak) dan amilosa. VB-R kekerasan dan kelengketan sementara
juga berkorelasi positif dengan tingkat karakteristik kepaduan dan elastisitas
kristalinitas. Menurut Hermansson dan relatif mirip (Tabel 6). Varietas Thailand
Svegmark (1996), granula dengan SP memiliki nilai kekerasan dan kelengketan
yang tinggi akan mengikat sebagian besar yang rendah, sementara Faroka
air bebas dan menghambat interaksi antar menunjukkan nilai kekerasan dan
amilosa, danlatau menghambat lis is kelengketan yang tinggi. Menurut Mishra
amilosa keluar dari granula sehingga dan Rai (2006), variasi dari tekstur gel
viskositas dapat dipertahankan selama dapat disebabkan oleh perbedaan
pemanasan (VBD-R rendah). Pada saat karakteristik pati, serta keberadaan dari
pendinginan, karena amilosa yang tersedia komponen minor termasuk diantaranya
untuk proses retrogradasi menjadi lebih lemak, protein, dan sebagainya sehingga
sedikit maka kecenderungan retrogradasi dihasilkan gel denr:.an sifat-sifat yang
menjadi lebih rendah (VB-R rendah). bervariasi.
Keberadaan komponen minor, amilosa

Tabel 6. Nilai analisis tekstur tapioka dari lima varietas ubi kayu
Kekerasan (g) Kepaduan Kelengketan (g.s) Elastisitas
Thailand 162,48 ± 2,86" 0,66 ± 0,00' 19,66 ± 11,53" 0,97 ± 0,01 8
Kasetsar 227,74 ± 24,69"b 0,68 ± 0,00" 66,73 ± 15,48 b 0,89 ± 0,04"
Pucuk hiru 226,20 ± 3,53"b 0,66 ± 0,02" 42,42 ± 1,36"b 0,94 ± 0,00"
Faroka 254,15 ± 35,96 b
0,69 ± 0,00" 65,97 ± 8,86 b 0,91 ± 0,03"
Adira4 196,43 ± 9,87"b 0,67 ± 0,00' 51,57 ± 2,95"b 0,91 ±0,01"
*huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Kekerasan gel pati terkait dengan menjulur dari granula yang membengkak,
proses retrogradasi pati yang terjadi selama sehingga amilopektin juga berperan dalam
proses pendinginan dan penyimpanan pasca pembentukan kekerasan gel walaupun
pemanasan (gelatinisasi). Pasta pati bisa dengan intensitas kekuatan yang lebih
dianggap sebagai sistim dua fase dimana rendah (Collado dan Corke, 1999).
granula yang membengkak merupakan fase Menurut Collado dan Corke (1999),
terdispersi dan amilosa yang lisis sebagai peningkatan lisis amilosa (solubilitas) dan
fase pendispersi. Jika jumlah fase penurunan SP pati akan menyebabkan
pendispersi tinggi, maka proses agregasi peningkatan kekerasan gel yang dihasilkan.
selama pendinginan akan menghasilkan gel Berbeda dari penjelasan tersebut, penelitian
yang kuat (Hermans son dan Svegmark, ini menunjukkan bahwa tapioka dengan
1996). Pada proses agregasi, molekul tingkat kekerasan gel yang tinggi memiliki
amilosa bebas membentuk ikatan hidrogen SP rendah dan solubilitas rendah. Menurut
tidak saja. dengan sesama arnilosa tetapi Hermansson dan Svegmark (1996), granula
juga dengan percabangan amilopektin yang dengan SP yang tinggi akan mengikat

101
J Agrotek 5(1) : 93-105

sebagian besar air bebas dan menghambat pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih
interaksi antar amilosa, danlatau sederhana dan dihitung sebagai persentase
menghambat lisis amilosa keluar dari relatif terhadap pati mumi yang
granula. Hal ini menjelaskan mengapa diasumsikan dapat dicerna secara sempurna
solubilitas yang tinggi tidak diikuti oleh dalam saluran pencernaan. Menurut Tian et
peningkatan kekerasan gel. Selain itu, al. (1996) di dalam Moorthy (2002),
keberadaan komponen lain seperti tapioka mentah memiliki resistensi yang
polisakarida non pati, protein, dan lemak tinggi terhadap aktivitas a amilase.
bisa menurunkan kekerasan gel karena Pemasakan (gelatinisasi) akan merubah
secara fisik menghambat pembentukan struktur granula dan meningkatkan daya
ikatan hidrogen antar amilosa atau cerna patio
berinteraksi dengan molekul-molekul Penilaian daya cerna pati dari lima
amilosa sehingga mereduksi interaksi jenis tapioka yang telah dilakukan
amilosa-amilosa (Charoenkul et aI., 2011). mengindikasikan tingginya daya cerna
invitro tapioka gelatinisasi. Nilai daya cerna
Daya Cerna Pati Gelatinisasi tapioka gelatinisasi berkisar antara 81,99%
Daya cerna pati adalah tingkat (Kasetsar) sampai 92,32% (Adira 4) seperti
kemudahan hidrolisis pati oleh enzlm pada Gambar 3.

En1)I" e.-..: +f · 2 SO

Gambar 3. Daya cerna tapioka dari lima varietas ubi kayu

Perbedaan daya cerna tapioka perbedaan kristalit pati terhadap daya


Kasetsar dan Adira 4 dari tiga tapioka cerna pati masak.
yang lain menunjukkan bahwa varietas
bisa menyebabkan perbedaan daya cerna KESIMPULAN
tapioka. Dalam tinjauannya, Moorthy
(2002) menyebutkan bahwa daya cerna Hasil penelitian ini menunjukkan
pati masak tidak dipengaruhi oleh kadar bahwa tapioka dari lima varietas ubi kayu
amilosa dan kandungan amilosa terlarut. (Thailand, Kasetsar, Pucuk Biru, Faroka
Berbeda dengan pati mentah, dimana dan Adira-4) memiliki pola kristalinitas
kristalit bentuk A lebih rentan terhadap yang sarna (tipe A) tetapi dengan
aktivitas a amilase, pada pati masak pola kristalinitas yang berbeda. Perbedaan
difraksi sinar X nya menjadi sarna, varietas juga menyebabkall perbedaan
sehingga tidak. ditemukan lagi pengaruh karakteristik fisikokimia tapioka dan
berpengaruh pada sifat fungsionalnya.

102
Karakteristik Tapioka

Beberapa parameter pasting dan tekstur gel


tapioka dipengaruhi oleh perbedaan Batey IL (2007). Interpretation of RVA
kristalinitas, kadar amilosa, lemak dan abu curves. Di dalam The RVA
serta perbedaan kapasitas pembengkakan. Handbook. Crosbie GB dan Ross
Tapioka dari lima varietas ubi kayu ini juga AS. AACC International
menunjukkan perbedaan daya cerna pati BB-Biogen (2010). Buku katalog Plasma
tergelatinisasinya. Hasil ini dapat dijadikan Nutfah Tanaman Pangan 2010.
dasar untuk menyatakan bahwa perbedaan Balai Besar,Litbang Biogen. Bogor.
varietas ubi kayu akan menghasilkan
tapioka dengan karakteristik fisiko-kimia, Charles AL, Chang YH, Ko WC, Sriroth K,
fungsiona1 dan daya cerna yang berbeda. Huang TC (2005). Influence of
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk amylopectin structure and amylose
mengetahui bagaimana pengaruhnya content on the gelling properties of
terhadap proses dan produk akhir sehingga five cultivars of cassava starches. J
dihasilkan suatu rekomendasi untuk Agric Food Chern 53(7):2717-25.
pemanfaatan tapioka secara tepat.
Charoenkul N, Uttapap D, Pathipanawat W,
Takeda Y (2011). Physicochemical
DAFTAR PUSTAKA characteristics of starches and flours
from cassava varieties having
Abdel-Rahman ESA, EI-Fishawy FA, EI- different cooked root textures. L WT
Geddawy MA, Kurz T, El-Rify MN - Food Science and Technology
(2008). Isolation and physico- 44:1774-1781
chemical characterization of mung
bean starches. International Cheetham NWH, Tao L (1998). Variation
Journal of Food Engineering 4(1): in crystalline type with amylose
Art. 1 content in maize starch granules: an
X-ray powder diffraction study.
Abera S, Rakshit SK (2003). Comparison Carbohydrate Polymers 36:277-284
of physicochemical and functional
properties of cassava starch Chen Z (2003). Physicochemical
extracted from fresh root and dry Properties of Sweet Potato Starches
chips. Starch/Starke 55:287-296 and Their Application in Noodle
Products. Ph.D. Thesis Wageningen
Atichokudomchai N, Shobsngob S, University.
Varavinita S (2000). Morphological
properties of acid-modified tapioca Chung H-J, Liu Q, Hoover R (2010).
starch. Starch/Starke 52:283-289 Effect of single and dual
hydrothennal treatments on the
Anderson AK, Guraya HS, James C, crystalline structure, thermal
Salvaggio L (2002). Digestibility properties, and nutritional fractions
and Pasting Properties of Rice of pea, lentil, and navy bean
Starch Heat-Moisture Treated at the starches. Food Research
Melting Temperature (Tm). Int~mationaI43:501-508
Starch/Starke 54: 401-409
Copeland L, Blazek J, Salman H, Tang MC
Badan Pusat Statistik (2011). Data statistik (2009). Fonn and functionality of
tanaman pangan - ubi kayu. starch. Food Hydrocolloids
http://www.bps.go.id/tnmn pgn. php 23:1527-1534
?eng=O [10 Juli 2011]

103
J Agrotek 5(1) : 93-105

EI-Sharkawy M.A (2004). Cassava (Pachyrhizus erosus) starch - short


biology and physiology. Plant communication. Bioresource
Molecular Biology 56:481-501. Technology 89:103-106

Franco CML, Cabral RAP, Tavares DQ · Mishra S, Rai T (2006). Morphology and
(2002). Structural and · functional properties of corn, potato
physicochemical characteristics of and tapioca starches. Food
lintnerized native and sour cassava hydrocolloids 20(5): 557-566
starches. Starch/Starke 54:469-475.
Moorthy SN (2002). Physicochemical and
Gunaratne A, Hoover R (2002). Effect of functional properties of tropical
heat-moisture treatment on the · tuber starches: a review.
structure and physicochemical Starch/Starke 54:559-592
properties of tuber and root starches.
Carbohydrate Polymers 49(4): 425- Nwokocha LM, Aviara NA, Senan C,
437 Williams PA (2009). A
comparative study of some
HeInlansson A-M, Svegmark K (1996). properties of cassava (Manihot
Developments in the understanding e~culenta,. Crantz) and cocoyam
of starch functionality - review. (Colocasia esculenta, Linn)
Trends in Food Science & starches. Carbohydrate Polymers
Technology 7:345-353 76:362-367

Hibi Y, Hikone (1998). Roles of water Rosenthal AJ (1999). Relation between


soluble and water insoluble instrumental and sensory measures
carbohydrates in the gelatinization of food texture. Di dalam Food
and retrogradation of rice starch. Texture Measurement and
Starch/Starke 50:474-478. Perception. Rosenthal AJ (ed). A
Chapman and Hall Food Science
Hoover R (2001). Composition, Book
molecular structure, and
physicochemical properties of Singh N, Singh J, Kaur L, Sodhi NS, Gill
tuyber and root starches: a review. BS (2003). Morphological, theInlal
Carbohydrate Polymers 45:253-267 and rheological properties of
starches from different botanical
Huang M, Kennedy JF, Li B, Xiao Xu, Xie sources - rev lew. Food Chemistry
BJ (2007). Characters of rice 81 :21 9-231
starch gel modiWed by gellan,
carrageenan, and glucomannan: A Sriroth K, Santisopasri V, Petchalanuwat C,
texture pro Wle analysis study. Kurotjanawong K, Piyachomkwan
Carbohydrate Polymers 69: 411- K, Oates CO (1999). Cassava
418 starch granule structure - function
properties: influence of time and
Juliano BO (1971). A simplified assay for conditions at harvest on four
milled rice amylose. Cereal Science cultivars of cassava starch.
Today 16:334-338 Carbohydrate Polymers 38:161-170

Melo EA, Stamford TLM, Silva MPC, Tonukari NJ (2004). Cassava and the
Krieger N, Stamford NP (2003). future of starch. Electronic Journal
Functional properties of yam bean

104
Karakteristik Tapioka

of Biotechnology. Vol. 7 No. 1, T (2007). Correlation between the


Issue of April IS, 2004 compositional and pasting
properties of various potato
starches. Food Chemistry 10S:I64-
Xie F, Liu H, Chen P, Xue T, Chen L, Yu 172
L, Corrigan P (2006). Starch
gelatinization under shearless and Zhou Z, Robards K, Helliwell S, Blanchard
shear conditions. International C (2007). Effect of the addition of
Journal of Food Engineering fatty acids on rice starch properties.
2(S):Art.6 Food Research International
40:209-214
Zaidul ISM, Yamauchi H, Takigawa S,
Matsuura-Endo C, Suzuki T, Noda

lOS

Anda mungkin juga menyukai