Anda di halaman 1dari 8

Volume 4 Nomor 1, Juli 2023, Hal 1-8

KAJIAN ILMIAH: KARAKTERISTIK UBI KAYU HASIL PEMULIAAN


SEBAGAI SUMBER PANGAN MASA DEPAN

A REVIEW : THE CHARACTERISTIC OF MUTANT CASSAVA AS FUTURE FOOD


RESOURCE

Rina Heldiyanti*
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Bumigora, Nusa Tenggara Barat,
Indonesia.
*email korespondesi: rina@universitasbumigora.ac.id

ABSTRAK
Peningkatan produksi ubi kayu perlu dilakukan karena ubi kayu merupakan salah satu pilar dalam
program diversifikasi pangan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Permintaan ubi kayu meningkat
karena banyak digunakan tidak hanya dalam industri makanan tetapi juga dalam industri pakan, energi dan
farmasi. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dimana penelitian ubi kayu diarahkan pada pembentukan dan
pemanfaatan kultivar genjah, berdaya hasil tinggi, dan berpati tinggi. Karakteristik ubi kayu yang penting
untuk dikembangkan sebagai bahan pangan adalah produktivitas yang tinggi, kandungan pati yang tinggi dan
kandungan asam sianida (HCN) yang rendah. Untuk mendapatkan karakter yang diinginkan, program
pemuliaan dengan kebutuhan keragaman genetik tanaman yang tinggi perlu dilakukan melalui induksi mutasi
menggunakan iradiasi Gamma. Penggunaan sinar gamma akan meningkatkan keragaman karakteristik karena
kemampuannya mengubah struktur gen, struktur kromosom dan jumlah kromosom. Kajian literatur ini
membahas mengenai karakteristik ubi kayu hasil pemuliaan dengan varietas berbeda sebagai sumber pangan
potensial di masa depan.

Kata kunci: Hasil Pemuliaan; Karakteristik; Ubi kayu;

ABSTRACT
It is necessary to increase cassava production because cassava is one of pillar in the food
diversification program to support national food security. The demand of cassava is increasing because it is
widely use not only in food industry but also in feed, energy and pharmacy industry. Thus, a policy is needed
where cassava research is directed at the formation and utilization of early-mature, high-yielding, high-starch
cultivars. The important characteristics of cassava that need to be developed as a food ingredient are high
productivity, high starch content and low cyanide acid (HCN) content. In order to get the desired character,
breeding program with high plant genetic diversity requirements need to be carried out through mutation

1
induction using Gamma irradiation. The use of gamma light will increase the characteristic diversity due to
its ability to change gen structure, chromosome structure and amount of chromosome. This literature provides
infromation of the cassava’s characteristic from breeding program with different varieties as a potential food
source in the future.

Keywords: Breeding; Cassava; Characteristic

PENDAHULUAN
Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat yang banyak digunakan untuk pangan, pakan dan
bahan baku industri pangan, farmasi dan bahan bakar minyak terbarukan (renewable fuel).
Kebutuhan ubi kayu meningkat tajam sejalan dengan berkembangnya industri pakan dan industri
berbahan baku ubi kayu, termasuk industri bioetanol untuk mensubstitusi bahan bakar minyak asal
fosil yang mulai langka dan mahal (Haryono 2012). Perkembangan rata-rata impor ubi kayu 5 tahun
terakhir mencapai 262,4 juta ton dalam bentuk tapioka, gaplek, chip dan bentuk lainnya. Peningkatan
produksi ubi kayu perlu dilakukan agar tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan produksi ubi kayu
sebagai bahan pangan karena ubi kayu merupakan pilar dalam program diversifikasi pangan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan demikian, diperlukan suatu kebijakan dimana
penelitian ubi kayu diarahkan pada pembentukan dan pemanfaatan kultivar berumur genjah, berdaya
hasil tinggi dan berkadar pati tinggi (Rahman et al. 2015).
Karakter penting ubi kayu yang perlu dikembangkan sebagai bahan pangan adalah
produktivitas tinggi (produktivitas ubi kayu pada beberapa varietas nasional berkisar 20-40 ton/Ha),
kadar pati tinggi (kadar pati pada beberapa varietas yang sudah dilepas adalah 25-31%) dan kadar
asam sianida (HCN) rendah (Sudarmonowati et al. 2012). Pengoptimalan produksi ubi kayu dapat
dilakukan dengan menciptakan varietas unggul baru dengan produktivitas yang tinggi serta pati yang
juga tinggi (Khumaida et al. 2015).
Upaya untuk mendapatkan karakter yang diinginkan tersebut adalah dengan melakukan suatu
program pemuliaan dengan syarat keragaman genetik tanaman yang tinggi. Salah satu cara
peningkatan keragaman genetik adalah dengan induksi mutasi. Menurut Poespodarsono (1988)
dalam Subekti et al. (2013), iradiasi dapat menginduksi terjadinya mutasi karena sel yang teriradiasi
akan dibebani oleh tenaga kinetik yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi
kimia sel tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perubahan susunan kromosom
tanaman. Radiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman karena pengaruh radiasi dapat
menimbulkan perubahan struktur gen, struktur kromosom, ataupun jumlah kromosom, sehingga

2
dapat diperoleh genotip dengan variasi-variasi yang baru serta sifat atau karakteristik yang juga
berbeda.
Penelitian terkait varietas baru ubi kayu terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
dan kualitas ubi kayu di Indonesia secara konsisten agar dapat memenuhi kebutuhan di masa
mendatang (Subekti et al. 2017). Ubi kayu varietas baru ini kemudian disebut sebagai ubi kayu hasil
pemuliaan. Oleh karena itu, penelitian review literatur ini dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan gambaran, informasi dan gagasan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya mengenai karakteristik ubi kayu hasil pemuliaan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur untuk melakukan tinjauan komprehensif
dari penelitian sebelumnya. Studi literatur yang dilakukan bersumber dari beberapa jurnal dan buku
yang berhubungan dengan topik.
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tananaman ubi kayu sebagian besar dikembangkan secara vegetatif yakni dengan stek. Jenis
bahan tanaman (varietas/klon) ubi kayu yang banyak ditanam antara lain adalah varietas UJ-3
(Thailand), varietas UJ-5 (Kasetrat) dan varieras lokal (Barokah, Manado, Klenteng dan lain-lain).
Varietas UJ-3 banyak ditanam karena berumur pendek tetapi kadar pati lebih rendah sehingga.
Varietas UJ-5 mampu berproduksi tinggi dan memiliki kadar pati yang tinggi (Sarwani, 2008)
Peran ubi kayu dalam bidang industri akan terus mengalami peningkatan seiring dengan
adanya program program pemerintah untuk menggunaan sumber energi alternatif yang berasal dari
hasil pertanian; biodiesel dan bioetanol serta diversifikasi pangan berbasis pangan lokal. Ubi kayu
dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar berbagi industri. Oleh
karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan untuk peruntukannya. Berdasarkan
hubungannya dengan HCN, ubi kayu dibedakan menjadi ubi kayu manis dengan kandungan HCN
<40 mg/kg umbi segar dan ubi kayu pahit dengan kadar HCN> 50 mg/kg umbi segar. Untuk industri
yang berbasis tepung, diperlukan ubi kayu yang umbinya berwarna putih dan mempunyai kadar
bahan kering dan pati yang tinggi meskipun kadar HCNnya tinggi. Varietas yang cocok adalah UJ-
3, UJ-5, MLG-6 atau Adira-4 (Sundari, 2010).
Penanganan pasca panen pada ubi kayu merupakan kegiatan yang sangat penting dalam usaha
ubi kayu. Hal ini disebabkan ubi kayu memiliki daya simpan yang pendek (Sagala 2011). Menurut

3
FAO (1999), umbi ubi kayu berfungsi sebagai organ penyimpanan, tidak memiliki dormansi, tidak
memiliki fungsi dalam propagasi dan tidak memiliki primordia tunas pertumbuhan. Sementara itu
menurut Grace (1977) dalam Ginting (2002), kandungan air yang tinggi menyebabkan ubi kayu
mudah sekali rusak (mengalami kepoyoan) akibat aktivitas biologis dan mikrobiologis. Umur simpan
ubi kayu yang dapat diterima adalah 24-48 jam setelah dipanen. Booth dan Coursey (1974), dua jenis
kerusakan yang dikenali adalah kerusakan primer yang melibatkan diskolorisasi internal dan
kerusakan sekunder akibat kerusakan mikroba;
1. Kerusakan fisiologis atau primer. Dimulai dalam 24 jam setelah panen dan ditandai oleh perubahan
warna biru atau coklat dari jaringan vaskular, yang disebut "vascular streaking". Ada indikasi
bahwa kerusakan utama ini disebabkan akibat respon pada jaringan yang terkena luka saat panen.
2. Kerusakanan mikroba atau sekunder. Biasanya terjadi 5-7 hari setelah panen dan melibatkan
spektrum jamur dan bakteri yang berkembang dalam daging, menyebabkan berbagai radang basah
dan kering.
Ubi kayu segar mempunyai komposisi kimia yang terdiri atas kadar air 62 %, pati 31 %, serat
kasar 1,5%, kadar protein 0,5 %, kadar lemak 0,2 % dan kadar abu 1% . Pengembangan produk hasil
olahan ubi kayu sangat bergantung terhadap sifat fisik dan kimia ubi kayu. Kandungan dan sifat pati
merupakan salah satu bentuk karakterisasi sifat fisik dan kimia ubi kayu yang merupakan komponen
utama dari ubi kayu (Westby, 2002). Pati ubi kayu dimanfaatkan sebagai bahan baku dan bahan
tambahan pada industri pangan, diantaranya sebagai pengental, bahan pengisi dalam produk
makanan bayi dan bahan pengikat pada produk-produk biskuit dan konfeksioneri (Tonukari, 2004).
Perbedaan sifat fisik dan kimia pada ubi kayu menyebabkan perbedaan sifat fungsional sehingga
mengakibatkan ketidakkonsistenan bahan baku
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi ubi kayu segar agar dapat menjadi bahan
baku baik industri maupun konsumsi. Adapun karakteristik dan persyaratan tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Persyaratan Khusus Komponen Mutu Ubi Kayu
No Komponen mutu Mutu I Mutu II Mutu III
1 Keseragaman bentuk (min%) 100 90 80
2 Keseragaman warna kulit (min%) 100 90 80
3 Keseragaman warna daging (min%) 100 90 80
4 Umbi cacat (maks %) 0 11 30
5 Kadar air (min %) 55 60 65
6 Kadar pati (min%) 33 32 31
7 Kadar serat (maks%) 2.0 2,5 3.0
8 Kadar kotoran (maks %) 0 0 0

4
9 Kadar sianida (ppm) <50 <50 <50
Sumber: Suismono et al., (2005)

Perkembangan industri pengolahan ubi kayu menyebabkan perlunya untuk meningkatkan


hasil produksi, kualitas nutrisi, menurunkan kadar sianida. Hal ini merupakan karakteristik agronomi
yang perlu dijadikan target dalam program pemuliaan ubi kayu. Pemuliaan ubi kayu melalui metode
konvensional memiliki keterbatasan seperti tingkat ploidi, heterozigositas tinggi, dan variabilitas
genetik rendah yang disebabkan oleh perbanyakan klon yang biasa diterapkan untuk tanaman ini.
Keberagaman genetik merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pemuliaan tanaman
ubi kayu. Induksi mutasi menggunakan iradiasi gamma merupakan salah satu strategi untuk
meningkatkan variasi genetik (Khumaida et al. 2015). Iradiasi gamma (Co60) pada tingkat 50 Gy
berhasil menginduksi mutasi pada singkong varietas PRC-60a secara in vitro. Lebih dari 50% galur
mutan menunjukkan variabilitas dalam morfologinya dibandingkan dengan ubi kayu biasa (Joseph
et al. 2004 ; Khumaida et al. 2015).
Yani et al. (2018) melakukan pengujian stabilitas pada generasi vegetatif ketiga M1V3 hasil
dari 32 mutan potensial pada M1V1 pada Maharani (2015) yang berasal dari genotip asal Jame-Jame
(G1), Ratim (G2), UJ-5 (G3), Malang-4 (G4), Adira-4 (G5) dengan dosis iradiasi 0 Gy (D0), 15 Gy
(D1), 30 Gy (D2), 45 Gy (D3) dan 60 Gy (D4). Tujuan uji stabilitas ini adalah untuk meyakinkan
bahwa varietas mutan yang akan dilepas telah berubah secara genetik dan stabil. Stabilitas
merupakan hasil yang harus dicapai di akhir program pemuliaan tanaman dalam rangka melepas
varietas baru yang memiliki sifat unggul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga mutan ubi kayu
yang teridentifikasi sebagai mutan yang stabil dengan berat umbi lebih dari 8 kg per tanaman dan
termasuk dalam kriteria stabil adalah G3D4-1-1-1, G4D1-1-3-3 dan G4D2-2-3-1.
Pada studi sifat fisikokimia tepung dari 10 genotipe ubi kayu hasil pemuliaan didapatkan
hasil bahwa perbedaan genotipe bahan baku tepung ubi kayu akan mempengaruhi karakteristik sifat
fisikokimia dari tepung ubi kayu yang dihasilkan. Kadar lemak yang diperoleh berkisar antara 0,60
- 1,62 % dan protein berkisar antara 1,77 - 4,73 %. Kadar amilosa tertinggi dimiliki genotipe Varian
J-1 (V1D1- 1(1)) yaitu 23,33 % dan yang terendah adalah genotipe Malang 4 (V5D0) yaitu 16,3 %.
Genotipe Malang 4 (V5D0) memiliki kadar amilopektin tertinggi yaitu 72,22 % dan kadar
amilopektin terendah adalah genotipe Varian R-1 (V2D1-1(3) yaitu 54,22 % (Rahmiati, 2016).
Hasil karakterisasi oleh Fari (2015) terhadap 12 mutan genotip Gajah M1V2dan hasil dari
M1VI pada Subekti (2013) menunjukkan bahwa beberapa mutan (putatif) memiliki potensi bobot

5
umbi per tanaman yaitu U1–15–2 (11.5 kg), U1–15–5 (23 kg), U2–15–1 (14 kg), U2–15–4 (21.5 kg),
U2–15–5 (29 kg), U3–15–1 (12), dan U3–15–3 (12 kg). Hasil ini lebih tinggi dari genotip asalnya
yaitu Gajah (10,2 kg). Rambe (2017), mengidentifikasi karakter kualitatif dan kuantitatif umbi serta
mengevaluasi daya simpan beberapa mutan M1V2 hasil dari M1V1 pada Subekti (2013). Hasil
penelitian menunjukkan mutan (putatif) U1-15-2 generasi M1V2 memiliki potensi pada karakter
bobot umbi tertinggi.
Maharani (2015) melakukan studi untuk menghasilkan ubi kayu mutan M1V1 berdaya hasil
tinggi berasal dari stek batang ubi kayu genotip Jame-jame (V1), Ratim (V2), UJ.5 (V3), Malang 4
(V4), Adira (V5) dengan dosis iradiasi 0 Gy (D0), 15 Gy (D1), 30 Gy (D2), 45 Gy (D3) dan 60 Gy
(D4). Berdasarkan karakter bobot umbi, diperoleh 32 mutan (putatif) potensial yang berdaya hasil
tinggi. Terdapat enam kandidat mutan ubi kayu yang potensial untuk dikembangkan berdasarkan
bobot umbi (>15 kg) yaitu V3D4-1(1), V4D1-2(2), V5D1-2(1), V4D1-3(2), V1D1-4(1), dan V4D1-
4(3). Kandidat mutan V3D4-1(1), V5D1-2(1), V4D1-2(2), dan V4D1-3(2) berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan baku industri dan bioethanol (rasa umbi pahit), sedangkan kandidat
mutan V1D1-4(1) dan V4D1-4(3) berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan (rasa umbi
manis).
Subekti (2013) melakukan peningkatan keragaman genetik ubi kayu genotip Gajah (U) asal
Kalimantan Timur melalui iradiasi sinar gamma (0, l5, 30, 45, dan 60 Gy) dalam rangka
menghasilkan mutan genotip Gajah generasi vegetatif pertama (M1V1) yang berdaya hasil tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi dengan dosis 15 Gy tidak mempengaruhi pertumbuhan
vegetatif tanaman hingga 26 minggu setelah tanam (MST), tetapi mengakibatkan perubahan pada
beberapa karakter morfologi. Salah satu kandidat mutan memiliki jumlah umbi yang lebih tinggi
dibandingkan rata-rata jumlah umbi per tanaman kontrol yaitu sebanyak 17 umbi tanaman, sehingga
potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.

KESIMPULAN
Bobot umbi yang tinggi, kadar pati yang tinggi serta kadar HCN yang rendah merupakan
karakteristik ubi kayu yang diperlukan dalam industri pengolahan ubi kayu. Hal ini dapat dicapai
dengan pemuliaan ubi kayu menggunakan induksi mutasi. Beberapa penelitian terkait karakteristik
ubi kayu hasil pemuliaan menunjukkan bahwa setiap varietas ubi kayu yang mengalami induksi
mutasi akan menghasilkan jumlah dan bobot umbi yang lebih tinggi serta kadar pati yang lebih tinggi
dari genotip asalnya. Sementara itu diperlukan hasil penelitian lainnya untuk mengetahui perubahan

6
kadar HCN dalam ubi kayu hasil pemuliaan, meskipun sebenarnya keberadaan HCN dapat
diminimalisir selama pengolahan.

DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization. (1999). CASSAVA: Post-harvest Operations.
Booth RH, Coursey DG. (1974). Storage of cassava roots and related post-harvest problems.
Proceedings Of An Interdisciplinary Workshop; 17-19 April 1974, Pattaya, Thailand.
Fari VAR. (2015). Karakterisasi Varian Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz.) Genotip Gajah Hasil
Iradiasi Sinar Gamma [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Ginting E. (2002). Teknologi penanganan pascapanen dan pengolahan ubi kayu menjadi produk-
antara untuk mendukung agroindustri. Bul. Palawija. (4): 67–83.
Haryono. (2012). Pedoman Umum PTT Ubi Kayu. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.
Khumaida N, Ardie S, Dianasari M, Syukur M. (2015). Cassava (Manihot esculenta crantz.)
improvement through gamma irradiation. Procedia Food Science. (3) 27–34
Maharani S. (2015). Iradiasi sinar gamma pada lima genotip ubi kayu (manihot esculenta crantz.)
dan pengujian awal stabilitas mutan [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Rahman N, Fitriani H, Hartati N, Hartati S. (2015). Seleksi ubi kayu berdasarkan perbedaan waktu
panen dan inisiasi kultur in vitro. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. Vol 1(8): 1761-1765.
Rambe NH. (2017). Karakterisasi Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz.) Genotip Gajah Hasil
Iradiasi Sinar Gamma Pada Generasi M1V2 Dan M1V3 [skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Sagala E. (2011). Manajemen panen dan pasca panen ubi kayu (Manihot Esculenta Crantz) PT
Pematang Agri Lestari untuk bahan baku industri tapioka PT Sinar Pematang Mulia I
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Subekti I, Khumaida N, Ardie SW. (2017). Identification of potentially high yielding irradiated
cassava Gajah genotype with different geographic coordinates. IOP Conf. Series : Earth and
Environmental Science. Vol 54.
Subekti I. (2013). Karakterisasi Morfologi dan Pertumbuhan Ubi Kayu ‘Gajah’ Asal Kalimantan
Timur Hasil Iradiasi Sinar Gamma [skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Sudarmonowati E, Hartati NS, Amzal A. (2012). Perbaikan sifat ubi kayu dan pengembangannya
untuk ketahanan pangan dan nutrisi [Internet]. [diunduh 31 Oktober 2022]. Tersedia pada:
http://www.wnpg.org/frm_index.php?pg=informasi/info_makalah.php&act=edit&id=73.

7
Suismono, Murti T, Amrizal. (2005). Penyusunan format standar mutu ubikayu. Prosiding Seminar
Pekan Palawija Nasional. BPTP Lampung-PSE Boogor
Tonukari NJ. (2004). Cassava and the future of starch. Electronic Journal of Biotechnology. Vol 7
(1).
Westby A. (2002). Cassava utilization, srorage and small scale processin. Hillocks RJ, Thresh JM,
Bellotti AC, editor. Kent (GB): CAB International
Yani RH, Khumaida N, Ardie SW, Syukur M. (2018). Analysis of Variance, Heritability, Correlation
and Selection Character of M1V3 Generation Cassava (Manihot esculenta Crantz) Mutants.
AGRIVITA Journal of Agriculture Sciences. 40(1), 74-79.

Anda mungkin juga menyukai