Anda di halaman 1dari 13

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LEGUM, SEREALIA DAN

UMBI-UMBIAN
“Review: Kandungan Gizi dan Anti-nutrisi serta Perubahannya Akibat Proses
Pengolahan pada Kacang Tunggak (V. unguiculata subsp. unguiculata).”

DISUSUN OLEH :

NURUL KHOZNI K. (H0915060)


RIKA ALIF FIRDA (H0915068)
RONALDI SETIAWAN (H0915071)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
A. Pendahuluan
Legum memegang peran penting sebagai makanan orang Asia, India,
Amerika Tengah dan Selatan dan beberapa di dataran Afrika. Biji legum
merupakan salah satu yang paling banyak digunakan sebagai makanan kaya
akan pati dan protein di dunia (Pirmanetal., 2001; Darfour et al., 2012).
Kacang tunggak atau dalam bahasa Inggris disebut cowpea merupakan
sumber protein dan mineral yang murah (Singh and Rachie, 1985;
Oyefeso, 1980; Darfour et al., 2012). Di timur laut Argentina, kacang
tunggak sering diproduksi oleh petani kecil dan menengah baik untuk
konsumsi pribadi (manusia atau hewan) atau perdagangan. Kacang tunggak
juga digunakan sebagai pupuk hijau, dan digunakan dalam skema rotasi
dengan tanaman tahunan lainnya atau di perkebunan buah, untuk
meningkatkan atau mempertahankan kesuburan tanah (Avanza et al., 2013).
Komposisi kimia dan nutrisi dari kacang tunggak, serta sifat
pemasakannya, bervariasi sesuai dengan faktor lingkungan dan genetik
(Giami 2005; Avanza et al., 2013). Kacang tunggak digunakan sebagai
makanan, terbatas karena flavor beanynya, waktu pemasakan yang panjang,
dan adanya faktor anti-nutrisi tertentu seperti polifenol, tanin dan asam fitat.
Senyawa tanin menghambat kecernaan protein, sedangkan senyawa asam fitat
mengurangi bioavailabilitas beberapa mineral penting (Van der Poel, 1990;
Avanza et al., 2013). Nilai nutrisi adalah kemampuan makanan untuk
menyediakan bentuk nutrisi, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral yang
dapat digunakan. Metode pengolahan makanan termasuk perendaman,
perkecambahan, dekortikasi, fermentasi dan pemasakan sangat
mempengaruhi nilai gizi dari kacang tunggak (Ramakrishna et al., 2006;
Kalpanadevi dan Mohan, 2013).
Bentuk olahan dari biji legum yang paling mudah dan paling banyak
dilakukan adalah menjadikan dalam bentuk tepung. Protein dan pati adalah
molekul makro utama yang berkontribusi terhadap fungsionalitas tepung
kacang tunggak (Mwangwela, 2006; Darfour et al., 2012). Makalah review
ini akan membahas mengenai kandungan proksimat tepung kacang tunggak
yang diiradiasi gamma, efek pengolahan pada sifat gizi kacang tunggak, dan
mempelajari perubahan zat anti-nutrisi dari kacang tunggak selama
pengolahan.
B. Bahan Baku
Pada makalah review mengenai komoditas leguminosa “Kacang
Tunggak” ini ada tiga jurnal penelitian yang menjadi sumber referensi:
1. Penelitian mengenai kandungan proksimat tepung kacang tunggak yang
diiradiasi gamma yang dilakukan oleh Darfour, et al pada tahun 2012
menggunakan bahan empat kultivar biji cowpea (kacang tunggak) kering
(''Asontem'', ''Nhyira'', ''Togo'' dan ''Nigeria'') yang dibeli dari Institut
Penelitian Tanaman dari CSIR, Fumasua-Kumasi dan pasar lokal di
Accra, Ghana.
2. Penelitian mengenai efek dari pengolahan pada sifat gizi kacang tunggak
yang dilakukan oleh Avanza, et al pada tahun 2013 menggunakan bahan
empat varietas kacang tunggak lokal yang tumbuh di Timur Laut
Argentina (NEA), yaitu Cuarenton (CU), Colorado (CO), San Francisco
(SF) dan Z1, yang diperoleh dari Estación Experimental El Sombrero-
Cor-rientes (Instituto Nacional de Tecnología Agropecuaria-INTA), biji
kacang tunggak disimpan dalam sebuah vessel kedap udara (500 g) dan
disimpan pada suhu 10 oC sampai digunakan.
3. Penelitian mengenai perubahan zat anti-nutrisi kacang tunggak selama
pengolahan yang dilakukan oleh Kalpanadevi dan Mohan tahun 2013
menggunakan bahan benih V. unguiculata subsp. unguiculata (kacang
tunggak) yang dikumpulkan dari alam liar selama bulan Agustus 2011
dari Anakodi, distrik Krishnagiri, Ghats Timur, dan Tamil Nadu. Setelah
proses pengumpulan, biji-biji tersebut dijemur selama dua hari. Setelah
menghilangkan benih yang belum matang dan bahan yang tidak
diinginkan, kemudian biji disimpan dalam wadah plastik pada suhu
kamar (25o C).
C. Metode
1. Metode penelitian mengenai kandungan proksimat tepung kacang
tunggak yang diiradiasi gamma yang dilakukan oleh Darfour, et al pada
tahun 2012 yaitu sebagai berikut:
1.1 Radiasi dan Penepungan
Irradiasi menggunakan irradiasi gamma dengan dosis yang
digunakan 0.0, 0.25, 0.50, 0.75, 0.1 dan 1.5 kGy pada dosis dasar
46.813 Gyhr-1 (0.5 dan 0.75 kGy) dan 45.374 Gyhr-1 (0.25, 1.00 dan
1.50 kGy). Penepungan dilakukan dengan hammer mill dan diayak
dengan ayakan 250 μm, tepung kemudian disimpan pada suhu 4oC
selama dua hari selama analisis.
1.2 Penentuan Komponen Proksimat
Analisis Metode
Kadar air Ajibola et al. (2003)
Protein kasar Mikro Kjeldhal (AOAC, 2000).
Lemak Nuclear Magnetic Resonance (NMR) (Oxford
Instruments, U.K).
Total abu Pengabuan kering (AOAC, 2000).
1.3 Analisis Statistik
Analisa statistik dilakukan dengan ANOVA signifikansi 95%
(p<0.05), significant difference test (LSD-test) digunakan pada kasus
yang terpilih.
2. Metode penelitian mengenai efek dari pengolahan pada sifat gizi kacang
tunggak yang dilakukan oleh Avanza, et al pada tahun 2013 yaitu sebagai
berikut:
2.1 Metode Pengolahan
Ada 3 macam perlakuan pengolahan yang dilakukan yaitu
perendaman kacang tunggak dalam larutan natrium bikarbonat (0,02
g/ 100 mL; pH 8,3) selama 120, 240 dan 360 menit; pemasakan
kacang tunggak dalam air mendidih selama 20, 40 dan 60 menit; dan
dengan autoklaf tekanan (2,175 kPa) pada 121 oC selama 10, 20 dan
30 menit. Selanjutnya semua sampel yang diproses dicuci dengan air
suling dan dikeringkan dalam oven pada 55°C sampai berat konstan.
Sampel ditepungkan dan diayak menggunakan saringan 80 mesh.
2.2 Analisis Kimia
Analisis Metode
Kadar protein metode Kjeldahl, AOAC, 1990.
Karbohidrat Rose et al. (1991)
2.3 Analisia Data
Analisis varians dilakukan dengan dengan ANOVA α = 0.05,
Analisis perbedaan kelompok menggunakan Principal Component
Analysis (PCA)..
3. Metode penelitian mengenai perubahan zat anti-nutrisi dari kacang
tunggak selama pengolahan yang dilakukan oleh Kalpanadevi dan
Mohan tahun 2013 yaitu sebagai berikut:
3.1 Metode Pengolahan
Ada lima metode pengolahan yang dilakukan yaitu perendaman
dalam air suling dan 0,05 g / 100 mL larutan natrium bikarbonat
(NaHCO3) (pH 8,6) selama 12 jam (semalam), perkecambahan
diinkubasi pada 30 oC dan dibiarkan bertunas selama 24, 48, 72 dan
96 jam, pemasakan dalam air suling (100 oC) selama 30 menit,
autoklaving pada tekanan 103,4 kPa selama 30 menit. sampel
dikeringkan pada 55o C dalam oven udara panas. Selanjutnya proses
penepungan dengan ukuran 60 mesh. Sampel bubuk disimpan dalam
botol tutup ulir sampai digunakan lebih lanjut
3.2 Analisis Biokimia
Analisis Metode
Fenolat bebas total Bray & Thorne (1954)
Kadar tanin Burns (1971)
Asam amino non-protein, L-Dopa Brain (1976)
(3, 4-dihydroxyphenylalanine)
Asam fitat Wheeler & Ferrel (1971)
hidrogen sianida Jackson (1967)
Aktivitas Tripsin inhibitor Kakade, Rackis, Ghce, dan
Puski (1974)
3.3 Analisis Statistik
Data dianalisis menggunakan ANOVA dan uji paired samples t test
dengan signifikansi diterima pada p <0,05 dan p <0,01.
D. Pembahasan
Dari penelitian yang dilakukan oleh Darfour, et al (2012), hasil analisi
kandungan proksimat dari tepung kacang tunggak yang diiradiasi gamma
dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kandungan
air dan protein pada sampel tepung tidak terpengaruh secara signifikan oleh
irradiasi dan tidak tergantung dosis radiasi. Siddhuraju, et al. (2002) dan
Seda, et al. (2001) dalam Darfour, et al. (2012), melaporkan bahwa iradiasi
sinar gamma tidak menyebabkan perubahan dalam kandungan protein kedelai
dan kacang tanah pada penelitian yang dilakukan sebelumnya.
Tabel 1. Kandungan Proksimat dari Empat Kultivar Kacang Tunggak

Bagitu pula pada komposisi lemak yang tidak tergantung pada dosis
irradiasi yang diberikan pada empat kultivar kacang tunggak. Bila diamati,
sampel yang tidak diiradiasi memiliki kandungan lemak yang sama atau
kurang dari beberapa sampel yang diiradiasi. Siddhuraju, et al. (2002) dan
Seda, et al. (2001) dalam Darfour, et al. (2012), melaporkan bahwa radiasi
gamma tidak menyebabkan perubahan dalam kandungan minyak kedelai dan
kacang tanah yang dilakukan pada penelitian sebelumnya. Secara umum,
untuk sejumlah besar produk makanan, tidak ada perubahan nilai gizi bahkan
pada dosis radiasi yang lebih tinggi (Diehl, 1995; Darfour et al., 2012).
Iradiasi tidak berpengaruh signifikan pada kadar abu dari semua empat
kultivar kacang tunggak (iradiasi dan non-iradiasi).
Selanjutnya, hasil penelitian mengenai efek dari pengolahan pada sifat
gizi kacang tunggak dalam bentuk tepung yang dilakukan oleh
Avanza, et al. (2013) dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan protein dan
karbohidrat umumnya berkurang tetapi pada tingkat yang lebih rendah
daripada pengurangan zat anti-nutrisi atau tetap tidak berubah dengan
perlakuan panas (pemasakan dan autoklaf). Secara umum, untuk semua
varietas kacang tunggak, pengurangan protein sebesar 0,3%-7% dengan
perlakuan autoclaving (121 0C, 30 menit) dan 3%-6% dengan perlakuan
pemasakan (100 0C, 60 menit), dalam hal ini sampel Z1 lebih banyak
terpengaruhi.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Tepung Kacang Tunggak yang Diberi Perlakuan
Di sisi lain, untuk pengurangan karbohidrat varietas SF dan CU lebih
tinggi (sekitar 35%) dengan kedua perlakuan termal (pemasakan 60 menit dan
autoklaf 30 menit) tetapi tidak untuk semua perlakuan pada sampel CO dan
SF. Kehilangan protein dan senyawa nitrogen lainnya di bawah perlakuan
panas dapat dikaitkan dengan oksidasi parsial dari asam amino tertentu,
seperti tyr dan his (Rocha et al., 2002; Avanza, et al., 2013) bersama dengan
senyawa nitrogen lainnya (Monica et al., 1992; Avanza, et al., 2013). Namun,
pengurangan karbohidrat dapat dikaitkan dengan pelarutan pati larut dalam
kacang-kacangan selama proses pemasakan.
Kemudian, hasil dari penelitian mengenai perubahan zat anti-nutrisi
dari kacang tunggak selama pengolahan yang dilakukan oleh Kalpanadevi
dan Mohan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4.
Tabel 3. Pengaruh Pengolahan terhadap Senyawa Anti-Gizi Kacang Tunggak

Penurunan total fenolik bebas dan tanin sebesar 27 g / 100 g dan 26 g /


100 g masing-masing pada biji direndam dalam air dan 29 g / 100 g masing-
masing pada biji direndam dalam natrium bikarbonat selama proses hidrasi,
kadar total fenolat bebas dan tanin secara signifikan berkurang. Persentase
kehilangan total fenolik bebas dan tanin sedikit lebih tinggi dengan larutan
natrium bikarbonat bila dibandingkan dengan hidrasi air suling. Beberapa
alasan yang disarankan untuk pengurangan konsentrasi polifenol dan tanin
Bravo (1998) dan Saharan, et al. (2002) dalam Kalpanadevi dan Mohan,
2013mengaitkan kerugian karena pengikatan polifenol dengan zat organik
lainnya seperti karbohidrat atau protein. Atau, selama periode perendaman
enzim poli-fenoloksidase dapat diaktifkan, dan mengakibatkan degradasi
(Jood at al., 1998; Kalpanadevi dan Mohan, 2013). Kandungan L-Dopa
berkurang 21 g / 100 g dalam sampel benih yang direndam dalam larutan
natrium bikarbonat. Perendaman dalam larutan natrium bikarbonat lebih
efektif dalam mengurangi L-Dopa daripada perendaman dalam air.
Kandungan kadar HCN dalam biji mentah jauh di bawah tingkat
mematikan, yaitu 36 mg / 100 g (Oke, 1969; Kalpanadevi dan Mohan, 2013).
Pengurangan signifikan HCN pada perendaman baik air suling serta
perendaman larutan natrium bikarbonat. HCN yang diproduksi, selama
hidrolisis larut dalam air, dan ini merupakan alasan penurunan kandungan
sianida selama perendaman. Proses hidrasi juga secara signifikan mengurangi
kandungan asam fitat. Persentase kehilangan asam fitat lebih tinggi dengan
hidrasi air suling dibandingkan dengan hidrasi air garam. Hidrasi yang
disebabkan pengurangan konten fitat dalam kacang-kacangan dikaitkan
dengan aktivitas fitase dan difusi produk.
Tabel 4. Pengaruh Pengolahan terhadap Senyawa Anti-Gizi Kacang Tunggak

Hasil pada Tabel 3. menunjukkan bahwa, proses perkecambahan


menyebabkan penurunan total senyawa fenolik bebas yang berkisar dari 55 g
/ 100 g setelah 24 jam berkecambah sampai 74 g / 100 g setelah 96 jam
perkecambahan pada kacang tunggak. Masa perkecambahan yang lebih lama
menyebabkan penurunan signifikan yang lebih besar pada senyawa total
fenolik bebas. Pengurangan total senyawa fenolik bebas selama
perkecambahan dapat dikaitkan dengan kehadiran poli-fenoloksidase dan
hidrolisis enzimatik Rao dan Deosthale (1982) dalam
Kalpanadevi dan Mohan (2013). Pengurangan signifikan kandungan tanin
pada kacang tunggak karena perkecambahan, tingkat reduksi sebesar 32, 66,
71 dan 76 g / 100 g setelah 24, 48, 72 dan 96 jam germinasi masing-masing.
Penurunan kandungan tannin dari kacang tunggak dapat dikaitkan dengan
peningkatan aktivitas poli-fenoloksidase dan enzim katabolik lainnya. Selama
perkecambahan, enzim diaktifkan, menghasilkan hidrolisis berbagai
komponen, termasuk karbohidrat, protein, serat dan lipid serta senyawa
fenolik (Deshpande et al., 1986; Kalpanadevi dan Mohan, 2013).
Pengurangan maksimum konten L-Dopa terlihat pada benih berkecambah
selama 96 jam dan pengurangan konten sebesar 29 g / 100 g. Pengurangan L-
Dopa secara umum, ketika periode perkecambahan meningkat ada penurunan
seiring tingkat L-Dopa dalam penelitian ini.
Selama 96 jam periode germinasi, kandungan asam fitat dari kacang
tunggak menunjukkan penurunan dari 398,28 mg /100 g menjadi 18,20 mg/
100 g (Tabel 4). Break-down fitat selama perkecambahan dikaitkan dengan
peningkatan aktivitas fitase endogen (aktivitas enzim). Karena asam fitat
telah dianggap sebagai salah satu faktor yang bertanggung jawab mengurangi
bioavailabilitas mineral, pengurangannya selama perkecambahan dan
meningkatkan kualitas nutrisi kacang.
Total fenolik bebas menurun dalam pemasakan (Tabel 3). Urutan
pengurangan total fenolik bebas adalah pememasakan setelah perendaman
dalam larutan natrium bikarbonat (69 g / 100 g) > memasak setelah direndam
dalam air suling (68 g / 100 g) > pememasakan biji yang tidak direndam (31 g
/ 100 g). Peningkatan periode memasak menyebabkan lebih banyak
penurunan total senyawa fenolik dalam kedelai, kacang hijau dan kacang
merah (Mohamed et al., 2011; Kalpanadevi dan Mohan, 2013). Namun,
sedikit peningkatan dalam pengurangan total senyawa fenolik bebas setelah
autoklaf dibandingkan dengan setelah pemasakan. Pengurangan total senyawa
fenolik bebas selama pemasakan belum sepenuhnya dipahami. Namun, dapat
dikaitkan dengan transformasi kimia, dekomposisi fenolik dan pembentukan
kompleks fenolikeprotein di bawah kondisi termal dan tekanan.
Proses memasak dan autoclaving secara signifikan mengurangi
konsentrasi tanin pada biji. Pengurangan tertinggi kandungan tanin dengan
perebusan diikuti dengan autoklaf dan pemasakan pada microwave di
beberapa kacang-kacangan seperti kacang tunggak, kacang polong dan
kacang merah. Hilangnya tanin mungkin karena degradasi panas molekul
tanin atau pembentukan kompleks larut dalam air (Uzogara et al.,1990;
Kalpanadevi dan Mohan, 2013).
Hasil yang berkaitan dengan pengaruh pemasakan pada tingkat L-
Dopa digambarkan dalam Tabel 4. Pengurangan L-Dopa dengan perendaman
diikuti dengan cooking sebesar 30 g / 100 g. Namun, perendaman diikuti oleh
autoclaving telah mengurangi sebesar 39 g / 100 g. Secara umum, di antara
lima metode pengolahan dalam penelitian ini, perendaman diikuti oleh
autoklaf tampaknya lebih efisien daripada memasak dalam mengurangi
kandungan L-Dopa.
Pemrosesan atau pemasakan secara signifikan mengurangi kandungan
hidrogen sianida. Pengurangan tertinggi (73 g / 100 g) dicapai dengan
autoklaf setelah direndam dalam air suling. Memasak adalah metode yang
aman untuk eliminasi toksisitas pada biji legum karena memasak
o
menghancurkan enzim linamarase pada 72 C
(Joachim dan Pandittesekere, 1944; Kalpanadevi dan Mohan, 2013). Sebagian
besar HCN yang dibebaskan hilang oleh volatilisasi selama pemasakan dan
sianida dengan cepat diubah menjadi tiosianat atau senyawa lain.
Selanjutnya, pemasakan secara signifikan mengurangi kandungan
asam fitat dalam kacang tunggak. Perendaman air suling diikuti dengan
memasak dan autoklaf menghasilkan pengurangan kandungan asam fitat
karena hidrolisis (Tabel 4). Proses memasak dan autoclaving secara
signifikan mengurangi konsentrasi asam fitat pada biji yang sudah direndam
sebelumnya. Penurunan nyata dalam kandungan asam fitat selama autoklaf
mungkin sebagian disebabkan oleh pencucian ke dalam medium perendaman
atau degradasi inositol hexaphosphate menjadi pentatetraphosphate oleh
panas di bawah tekanan (Vijayakumari et al., 2007;
Kalpanadevi dan Mohan, 2013).
Aktivitas inhibitor tripsin secara signifikan menurun oleh berbagai
pemasakan (Tabel 4). Pengurangan konten inhibitor tripsin dengan
perendaman diikuti dengan pemasakan sebesar 42 g / 100 g, di sisi lain,
inaktivasi lengkap dicapai dalam aktivitas inhibitor tripsin setelah auto-
claving biji presoaked pada 121 oC selama 30 menit. Hilangnya aktivitas
inhibitor tripsin selama pemasakan mungkin disebabkan oleh perusakan oleh
suhu tinggi karena sifat peka panas mereka ke jumlah tidak terdeteksi ketika
proses pemanasan (memasak dan autoklaf) digunakan.
(Shimeli dan Rakshit, 2007; Kalpanadevi dan Mohan, 2013).
E. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
kandungan gizi (senyawa proksimat) dalam tepung kacang tunggak tidak
dipengaruhi secara signifikan oleh irradiasi gamma (Darfour et al., 2012).
Senyawa gizi (protein dan karbohidat) secara umum tidak mengalami
penurunan drastis akibat proses pengolahan jika dibandingkan dengan
senyawa anti-nutrisinya (Avanza et al., 2013). Senyawa anti-nutrisi dalam
kacang tunggak (total fenol bebas, tanin, asam fitat, HCN, tripsin inhibitor
dan L-Dopa) secara signifikan mengalami penurunan setelah mengalami
proses pengolahan, baik karena perendaman, pemasakan, autoclaving, atau
penggabungan proses.
DAFTAR PUSTAKA

Avanza, M., B. Acevedo., M. Chaves., M. Añón. 2013. Nutritional and Anti-


nutritional Components of Four Cowpea Varieties under Thermal
Treatments: Principal Component Analysis. Food Science and
Technology, 51(2013): 148-157.

Darfour, B., D.D.Wilson., D.O.Ofosu., F.C.K. Ocloo. 2012. Physical, Proximate,


Functional and Pasting Properties of Flour Produced from Gamma
Irradiated Cowpea (Vigna unguiculata, L. Walp). Radiation Physics and
Chemistry, 81(2012): 450–457.

Kalpanadevi,V., V.R Mohan. 2013. Effect of Processing on Antinutrients and in


Vitro Protein Digestibility of The Underutilized Legume, Vigna
unguiculata (L.) Walp subsp. unguiculata. Food Science and
Technology, 51(2013): 455-461.

Anda mungkin juga menyukai