Anda di halaman 1dari 1

Model arrhenius digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif

terhadap perubahan suhu, diantaranya produk yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi
lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan, atau kerusakan vitamin C. Sedangkan
model Q10 adalah pemanfaatan lebih lanjut dari model Arrhenius yang digunakan untuk
menduga seberapa besar perubahan laju reaksi atau laju penurunan mutu produk makanan
bila produk tersebut disimpan pada suhu tertentu. Dengan demikian model ini dapat
digunakan untuk menduga masa kadaluwarsa produk pangan tertentu yang disimpan pada
berbagai suhu. Q10 disebut juga dengan istilah faktor percepatan reaksi
(Syarief dan Halid, 1993).

Nilai Q10 dinyatakan sebagai laju penurunan mutu produk pada suhu T + 10 terhadap
laju penurunan mutu pada suhu T. Oleh karena laju penurunan mutu sebanding dengan umur
simpan produk, maka Q10 dapat pula dinyatakan sebagai umur simpan produk pada suhu T
terhadap umur simpan produk pada suhu T + 10 (Mappiratu, 2012). Konstanta laju reaksi
kimia (k), baik ordo nol maupun satu, dapat dipengaruhi oleh suhu. Karena secara umum
reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi, maka konstanta laju reaksi kimia (k) akan
semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia
dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat dengan menggunakan model persamaan Arrhenius
(Winarno, 2010).

Sedangkan model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk pangan yang
relatif mudah rusak akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Dalam metode kadar air kritis
ini kerusakan produk disebabkan oleh penyerapan air dari lingkungan hingga mencapai batas
yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk pangan
mulai tidak diterima oleh konsumen secara organoleptik disebut kadar air kritis. Batas
penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu organoleptik yang spesifik untuk setiap
jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis
menyatakan umur simpan produk.

Pada metode pendekatan kadar air kritis ini, produk pangan kering disimpan pada
kondisi lingkungan penyimpanan yang memiliki kelembaban relatif tinggi, sehingga akan
mengalami penurunan mutu akibat menyerap air (Labuza 1982). Model kadar air kritis dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan metode
kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk
yang mempunyai kurva isotermis yang biasanya berbentuk sigmoid (bentuk S). Penentuan
umur simpan produk pangan dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis
memperhitungkan pengaruh perbedaan kadar air awal dibandingkan dengan kadar air kritis,
perbedaan tekanan udara di luar dan di dalam kemasan, permeabilitas uap air kemasan, dan
luas kemasan. Keseluruhan faktor yang mempengaruhi umur simpan ini diformulasikan oleh
Labuza menjadi persamaan kadar air kritis (Labuza 1982).

Anda mungkin juga menyukai