BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) adalah satu-satunya organisasi profesi Ahli Gizi
di Indonesia sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, martabat dan etika profesi Ahli Gizi yang berbadan hukum.
Motto
Svastha Harena yang artinya Perbaikan Kesehatan Melalui Makanan / Gizi.
Nilai
• Profesional
• Integritas
• Kolaborasi
• Tanggung jawab
• Inovasi
B. Tujuan
Tujuan Umum
Membina dan meningkatkan profesionalisme serta menjunjung tinggi etika Ahli Gizi
dalam memberikan pelayanan gizi.
1
Tujuan Khusus
1. Meningkatkan kesadaran tentang etika dan keluhuran profesi gizi;
2. Mempertahankan dan membina hubungan Ahli Gizi dengan klien;
3. Membantu membuat materi Uji Kompetensi Ahli Gizi; dan
4. Membantu kerja sama dalam bidang etika dengan berbagai pihak terkait.
C. Sistematika
Pedoman ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang.
B. Tujuan.
C. Sistematika.
D. Pengertian.
BAB II Tugas Majelis Kehormatan Etik dan Disiplin Ahli Gizi (MKEDAG)
BAB III Pembinaan Etika dan Disiplin Ahli Gizi
A. Tujuan.
B. Tugas Divisi Pembinaan Etika Profesi MKEDAG.
C. Sasaran Pembinaan.
D. Metoda dan Materi Pembinaan.
BAB IV Tata Cara Penanganan Penyimpangan Etik dan Disiplin Ahli Gizi
A. Tujuan
B. Tugas Divisi Kemahkamahan Profesi MKEDAG
C. Majelis Pemeriksa MKEDAG
D. Alur Proses Pengaduan Dugaan Penyimpangan Etik Dan Disiplin Profesi Ahli
Gizi
E. Urutan Kegiatan Penelaahan Kasus
F. Persidangan Majelis Pemeriksa Divisi Kemahkamahan MKEDAG
G. Putusan
H. Penerapan Sanksi
I. Pemulihan Hak-Hak Profesi terhadap Ahli Gizi Teradu
BAB V Penutup
D. Pengertian
1. Pedoman ini merupakan aturan yang harus diikuti oleh anggota PERSAGI sebagai tata
laksana pembinaan penerapan etik Ahli Gizi dalam pengabdian profesi dan penyelesaian
dugaan penyimpangan etik dan disiplin profesi.
2. Pedoman ini berfungsi sebagai jabaran prosedur pelaksanaan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga dan kode etik PERSAGI tentang MKEDAG.
3. Manfaat Pedoman ini adalah sebagai acuan bagi setiap pengurus MKEDAG, perangkat
dan jajaran PERSAGI, setiap Ahli Gizi serta pihak-pihak terkait lainnya untuk
menyelesaikan dilema etik dan prosedur menjaga moralitas keluhuran profesi Ahli Gizi.
4. Etika Ahli Gizi adalah sekumpulan nilai-nilai dan moralitas profesi ahli gizi yang
tercantum dalam Kode Etik Ahli Gizi, fatwa-fatwa etik, pedoman dan kesepakatan etik
lainnya dari PERSAGI sebagai organisasi profesi. Fatwa etik: yang mengeluarkan dewan
penasehat dan pengalaman persidangan dan konvensi.
2
5. Kode Etik Ahli Gizi adalah rumusan tertulis tentang pedoman moral bagi sikap, tingkah
laku, dan perbuatan Ahli Gizi dalam melaksanakan tugas sebagai profesi dan merupakan
kesanggupan Ahli Gizi untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang telah
dirumuskan.
BAB II
TUGAS MAJELIS KEHORMATAN ETIK DAN DISIPLIN AHLI GIZI (MKEDAG)
Tugas Majelis Kehormatan Etik dan Disiplin Ahli Gizi meliputi, antara lain:
1. Memberikan pertimbangan pelaksanaan etika kegizian dan usul secara lisan dan atau tertulis,
diminta atau tidak diminta kepada pengurus DPP PERSAGI;
2. Melakukan koordinasi internal setiap permasalahan tentang etika kegizian dengan seluruh
jajaran dan perangkat DPP PERSAGI;
3. Berkoordinasi dengan DPP PERSAGI untuk melakukan kerja sama atau membentuk jejaring
dengan berbagai lembaga sejenis dan organisasi lainnya, di dalam negeri maupun di luar
negeri, baik pada pelaksanaan dan penegakan etika kegizian;
4. Menyelesaikan masalah etik dan disiplin serta perbedaan kepentingan jajaran PERSAGI
termasuk pengurus maupun anggota perhimpunan seminat;
5. Menyusun pedoman pelaksanaan etika dan disiplin dalam pengabdian profesi,
menyempurnakan Kode Etik Ahli Gizi Indonesia dan atau meredam potensi dilema etik antar
sejawat Ahli Gizi, dan antara Ahli Gizi dengan profesi / tenaga kesehatan lainnya;
6. Melakukan pengumpulan semua data dan informasi tentang pengaduan etika, dilema etik
dan atau sengketa etik yang diperoleh dan diselesaikan oleh perangkat DPP PERSAGI;
7. Mengatur tata cara persidangan kemahkamahan MKEDAG sesuai dengan perkembangan
IPTEK;
8. Mempertahankan dan membina hubungan Ahli Gizi dengan klien, dengan sesama ahli gizi
dan profesi kesehatan lainnya;
9. Membantu penyelenggaraan uji kompetensi tentang etika Ahli Gizi oleh DPP PERSAGI dan
Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi;
10. Membantu DPP PERSAGI dalam menyelesaikan kasus status keanggotaan organisasi
profesi seorang Ahli Gizi; dan
11. Melakukan koordinasi dengan lembaga atau majelis etika lain sepanjang tidak berdimensi
politik dan hukum.
BAB III
PEMBINAAN ETIKA DAN DISIPLIN AHLI GIZI
A. Tujuan
Tujuan Umum:
Membina dan meningkatkan profesionalisme Ahli Gizi.
3
Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan kesadaran tentang etika, disiplin, dan keluhuran profesi gizi;
2. Menerapkan etika dan disiplin untuk menghindari dilema etik antar teman sejawat ahli
gizi;
3. Membantu membuat materi etika dan disiplin sebagai bahan uji kompetensi Ahli Gizi;
dan
4. Membantu kerja sama dalam bidang etika dengan berbagai pihak terkait.
C. Sasaran Pembinaan
4
Sasaran Pembinaan terdiri dari Pembinaan Langsung dan Tidak Langsung yang meliputi:
Langsung :
1. Seluruh Ahli Gizi yang menjalankan pengabdian profesi dan praktik Kegizian di
Indonesia;
2. Seluruh Ahli Gizi yang baru saja menyelesaikan pendidikan dari institusi pendidikan
tinggi gizi dalam dan ataupun luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
Tidak Langsung :
1. Seluruh tenaga kesehatan lainnya yang turut serta secara aktif menyelenggarakan
pelayanan kegizian di Indonesia;
2. Seluruh institusi pemerintah, institusi swasta, petugas pemerintah, swasta dan
masyarakat lainnya yang karena ruang lingkup pekerjaannya ada kaitan dengan
pengabdian profesi dan praktik kegizian di Indonesia; dan
3. Seluruh mahasiswa gizi yang sedang menjalankan pendidikan di institusi pendidikan
tinggi gizi yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Metoda Pembinaan:
1. Memberikan kuliah dan praktikum dan lainnya dalam kegiatan pembelajaran
mahasiswa Gizi;
2. Memberikan informasi tentang etika dan disiplin kepada ahli gizi melalui berbagai cara
dan metoda;
3. Menerbitkan media informasi tentang Etika Ahli Gizi;
4. Metoda lain-lain yang sesuai dalam pembinaan sejawat yang melanggar etik dan
disiplin; dan
5. Sanksi yang sesuai yang diputuskan Majelis Pemeriksa.
Materi Pembinaan:
1. Lafal Sumpah Profesi Ahli Gizi;
2. Kode Etik Ahli Gizi Indonesia;
3. Profesionalisme Ahli Gizi;
4. Hak Asasi Manusia dan Gizi;
5. Fatwa Etik Gizi; dan
6. Materi lain yang sesuai dengan tujuan pembinaan etik dan disiplin Ahli Gizi
BAB IV
TATA CARA PENANGANAN PENYIMPANGAN ETIK DAN DISIPLIN AHLI GIZI
A. TUJUAN
Tujuan Umum:
Terlaksananya pengamalan etika Ahli Gizi dan profesionalisme dalam pengabdian profesi
gizi.
Tujuan Khusus:
1. Diselesaikannya berbagai masalah dugaan dilema etik, sengketa kegizian dan
pelanggaran etika dan disiplin Ahli Gizi;
5
2. Terpeliharanya keluhuran martabat profesi gizi dalam penyelenggaraan praktik dan
pengabdian profesi Ahli Gizi; dan
3. Terdokumentasinya pedoman etika dan disiplin, kasus etika dan disiplin serta
penyempurnaan Kode Etik Ahli Gizi Indonesia sebagai hasil pembelajaran bagi
perbaikan praktik Ahli Gizi yang akan datang.
6
8. Dalam keadaan luar biasa, pengurus tidak tetap majelis pemeriksa dapat diangkat dari
anggota MKEDAG atau perorangan bukan ahli gizi yang berpengalaman, memiliki
integritas amat baik dan kepedulian besar terhadap etika keahli gizian;
9. Dalam hal pengangkatan pengurus tidak tetap majelis pemeriksa yang bukan ahli gizi
sebagaimana dimaksud ayat (8) di atas, harus dikonsultasikan terlebih dahulu secara
tertulis dan mendapat persetujuan dari Ketua MKEDAG;
10. Dalam hal penyelesaian konflik etik antar ahli gizi susunan dan cara kerja majelis
pemeriksa dapat dibentuk tersendiri oleh Ketua MKEDAG;
11. Dalam hal penyelesaian konflik etik antar lembaga, perangkat dan jajaran di
lingkungan PERSAGI, susunan dan cara kerja majelis pemeriksa dapat dibentuk
tersendiri oleh Ketua MKEDAG.
D. Alur Proses Pengaduan Dugaan Penyimpangan Etik Dan Disiplin Profesi Ahli Gizi.
8. Pemanggilan pengadu dapat dilakukan sampai 3 (tiga) kali berturut-turut dan jika telah
3 (tiga) kali pengadu tetap tidak datang tanpa alasan yang sah, maka pengaduan tersebut
dinyatakan batal;
7
9. Jika pada pemanggilan ketiga teradu tetap tidak datang tanpa alasan yang sah,
penanganan kasus dilanjutkan tanpa kehadiran teradu dan putusan yang ditetapkan
dinyatakan sah dan tidak dapat dilakukan banding;
10. Pengadu, teradu dan saksi yang dimintakan keterangan dalam sidang-sidang MKEDAG
tidak diambil sumpah, melainkan diminta kesediaan untuk menanda-tangani pernyataan
tertulis di depan MKEDAG bahwa semua keterangan yang diberikan adalah benar;
11. Jika pengadu, teradu dan saksi menolak permintaan ini sebagaimana dimaksud POINT
(10) di atas, maka hal tersebut dicatat untuk bahan pertimbangan pada waktu
pengambilan keputusan;
12. Pengaduan dianggap tidak sah jika tidak disertai dengan bukti-bukti yang layak, tidak
disertakan nama lengkap dan alamat pengadu atau perkara/ kejadian khusus yang
diadukan tersebut telah melampaui masa 2 (dua) tahun sejak tanggal diterimanya
pengaduan oleh MKEDAG;
13. Setiap berkas pengaduan diperlakukan sebagai dokumen rahasia;
14. Nama dan alamat serta identitas dari pengadu atau keluarganya jika dianggap perlu oleh
MKEDAG dapat dirahasiakan;
15. Untuk pengaduan, pihak klien atau keluarganya tidak dipungut biaya apapun;
16. Semua keterangan dan bahan-bahan bukti yang telah secara sah diberikan oleh para
pihak dalam sidang-sidang MKEDAG harus dicatat dalam risalah sidang dan
didokumentasikan sebagai hak milik MKEDAG;
17. Hal-hal administratif lainnya yang belum diatur akan ditetapkan kemudian melalui
Keputusan Ketua MKEDAG;
18. Rapat MKEDAG dipimpin oleh Ketua MKEDAG. Apabila Ketua berhalangan, diwakili oleh
salah satu ketua divisi yang ditunjuk oleh Ketua MKEDAG;
19. Sekretaris MKEDAG bertanggung jawab atas pencatatan dan pelaporan risalah
persidangan. Apabila Sekretaris MKEDAG berhalangan, dapat digantikan oleh anggota
yang ditunjuk oleh Ketua MKEDAG atas usulan Sekretaris MKEDAG;
20. Selama belum terbentuk MKEDAG di Provinsi dan Kabupaten maka pengurus DPD dan
DPC PERSAGI berperanan aktif membantu MKEDAG dalam upaya penanganan
pengaduan pelanggaran etik sesuai ketentuan yang berlaku;
21. DPD dan DPC PERSAGI mengupayakan terbentuknya MKEDAG tingkat Provinsi dan
Kabupaten, sesuai dengan aturan peralihan organisasi MKEDAG pasal 11 ayat (2);
22. Hal-hal lain yang belum diatur dalam pengaduan, akan ditentukan lebih lanjut melalui
keputusan Ketua MKEDAG;
23. Setelah proses pengaduan dinilai sah, dilakukan proses penelaahan;
24. Dalam penanganan ahli gizi teradu dalam tahap penelaahan sampai dengan penjatuhan
sanksi etik dan disiplin MKEDAG menggunakan asas praduga tak bersalah;
25. Penelaahan dilakukan dalam bentuk sidang MKEDAG dengan atau tanpa Divisi
Pembinaan Etika Profesi.
8
6. Dalam keadaan dampak atas pengaduan tersebut dipandang dapat merugikan profesi
ahli gizi secara keseluruhan atau pengaduannya dilakukan secara semena-mena,
dalam penelaahan ini Ketua MKEDAG dapat meminta pertimbangan Ketua DPP, DPD,
DPC PERSAGI untuk melakukan penelaahan ulang secara bersama-sama;
7. Dalam hal terjadi pengaduan sebagaimana dimaksud poin (6) di atas, Ketua MKEDAG
dengan atau tanpa Ketua PERSAGI dapat menetapkan layak atau tidak layaknya
disidangkan;
8. Sekretaris MKEDAG bertanggung jawab atas pencatatan dan pelaporan risalah
penelaahan. Apabila Sekretaris MKEDAG berhalangan, dapat digantikan oleh Ketua
Divisi Pembinaan Etika Profesi atau anggota MKEDAG lain yang ditunjuk oleh Ketua
MKEDAG.
11. Ketua DPP, DPD, DPC PERSAGI atau yang mewakilinya, Ketua perangkat atau
jajaran organisasi PERSAGI atau yang mewakili dan yang ditunjuk wajib hadir dalam
sidang sesuai jadwal yang ditentukan ketua majelis pemeriksa;
12. Ketua majelis dapat mengundang pihak-pihak lain yang terkait untuk pembuktian
termasuk Kepala Instansi yang memberikan izin praktik ahli gizi, Ketua Komite Medik
Rumah Sakit, Panitia Etik Rumah Sakit atau ahli gizi lain sebagai saksi;
9
13. Barang bukti sebagaimana yang dimaksud pada butir (6) adalah surat-surat, rekam
medik, alat, makanan, dan minuman yang terkait dengan praktik kegizian, dokumen,
kesaksian-kesaksian, kesaksian ahli atau petunjuk yang terkait langsung dalam
pengabdian profesi atau hubungan ahli gizi/klien yang masing-masing menjadi teradu,
pengadu atau para pihak;
14. Tatacara persidangan dan ketentuan para pihak yang dapat menghadirinya akan
ditentukan lebih lanjut oleh Keputusan MKEDAG;
15. Pada waktu penelaahan atau persidangan, Ketua Divisi Kemahkamahan dapat
meminta diperlihatkan, diperdengarkan, difoto, digandakan atau disimpankannya
barang bukti asli;
16. Jika pengadu dan atau teradu menolak melakukan permintaan Ketua Divisi
Kemahkamahan, maka hal tersebut dicatat sebagai bahan pertimbangan MKEDAG
dalam menjatuhkan putusan;
17. MKEDAG tidak berwenang melakukan penyitaan atas barang bukti asli yang diajukan
oleh masing-masing pengadu dan teradu;
18. Dalam hal barang-barang bukti tersebut merupakan sesuatu yang merupakan dugaan
pidana atau perbuatan yang dilarang oleh ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, MKEDAG berhak meneruskannya kepada pihak yang berwenang;
19. Pada saat penelaahan maupun persidangan, ahli gizi teradu berhak didampingi oleh
pembela;
20. Pembela yang dimaksud poin (19) ialah perangkat dan jajarannya atau perorangan
anggota PERSAGI yang berpengalaman etik dan atau etika profesi yang ditunjuk
resmi dan tertulis oleh ahli gizi teradu serta diterima oleh Majelis Pemeriksa.
G. Putusan
1. Putusan adalah ketentuan akhir berupa ketetapan bersalah atau tidak bersalah ahli
gizi teradu, dinyatakan melanggar atau tidak melanggar Kode Etik Ahli Gizi Indonesia.
2. Putusan bersalah diikuti dengan sanksi sekaligus cara dan lama pembinaan ahli gizi
pelanggar dari Majelis Pemeriksa atau Divisi Kemahkamahan MKEDAG.
3. Putusan sidang Majelis Pemeriksa Divisi Kemahkamahan MKEDAG diambil atas
dasar musyawarah dan mufakat.
4. Apabila musyawarah dan mufakat tidak tercapai, keputusan atau putusan diambil atas
dasar perhitungan suara terbanyak dari majelis pemeriksa, dengan tetap mencatat
perbedaan pendapat (dissenting opinion) yang ada.
5. Putusan MKEDAG adalah bersifat rahasia.
6. Kekeliruan cara pembuatan putusan atau penerapan aturan Kode Etik Ahli Gizi
terhadap kasus yang disidangkan oleh majelis pemeriksa terhadap ahli gizi teradu
dapat direviu atau diklarifikasi oleh Ketua MKEDAG untuk dilakukan sidang ulang
perumusan kembali.
7. Ketentuan lebih lanjut dari kekeliruan, reviu atau klarifikasi sebagaimana dimaksud
poin (6) di atas diatur lebih lanjut oleh Keputusan Ketua MKEDAG.
8. Putusan sebagaimana dimaksud poin (6) di atas yang telah berkekuatan etik tetap
oleh Majelis Pemeriksa dikirim kepada Divisi Pembinaan Etika Profesi untuk
ditentukan pelaksanaan sanksinya, dengan atau tanpa dikoordinasikan terlebih
dahulu dengan Pengurus DPP, DPD, dan DPC PERSAGI.
10
9. Apabila terdapat perbedaan cara pelaksanaan sanksi atau cara pembinaan terhadap
ahli gizi pelanggar etik dan disiplin sebagaimana dimaksud poin (8) di atas,
dikonsultasikan kepada Ketua MKEDAG.
10. Putusan tentang kesalahan ahli gizi pelanggar etik dan disiplin dibedakan atas
kesalahan ringan, kesalahan sedang dan kesalahan berat.
11. Penetapan kategori berat ringannya kesalahan didasarkan atas kriteria sebagai
berikut :
a. Akibat yang ditimbulkan terhadap keselamatan klien;
b. Akibat yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi;
c. Akibat yang ditimbulkan terhadap kepentingan umum;
d. Itikad baik teradu dalam turut menyelesaikan kasus;
e. Motivasi yang mendasari timbulnya kasus; dan
f. Situasi lingkungan yang mempengaruhi timbulnya kasus.
Ketentuan lebih lanjut tentang berat ringannya akan di jelaskan dalam lampiran.
12. Apabila kasus yang dihadapi ternyata juga menyangkut pelanggaran disiplin dan atau
hukum yang sedang dalam proses penanganannya, persidangan atau pembuatan
putusan MKEDAG ditunda sampai selesainya penanganan tersebut.
13. Batasan waktu yang dibutuhkan untuk proses persidangan atau persidangan kembali
setelah penundaan sidang hingga pembuatan putusan paling lama adalah 3 (tiga)
bulan.
14. Ketua MKEDAG mengirim amar putusan ke Ketua DPP PERSAGI dan kepada ahli
gizi teradu dan pengadu.
15. Pengiriman salinan putusan MKEDAG sebagaimana dimaksud poin (14) di atas dapat
ditujukan kepada Ketua DPP PERSAGI.
16. Putusan MKEDAG setelah terbukti terdapat pelanggaran disiplin dapat dikirim ke
lembaga resmi yang bertanggungjawab atas akreditasi, lisensi dan registrasi ahli gizi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
17. Salinan putusan MKEDAG tidak boleh diberikan kepada siapapun atas alasan apapun.
18. Ketentuan lebih lanjut tatacara pengiriman putusan sebagaimana dimaksud poin (17)
di atas diatur oleh Keputusan Ketua MKEDAG.
19. Sanksi terhadap ahli gizi pelanggar etik dan disiplin bersifat pembinaan dan ditetapkan
oleh majelis pemeriksa Divisi Kemahkamahan MKEDAG.
20. Pelaksanaan sanksi sebagaimana dimaksud poin (19) di atas berada di tangan Divisi
Pembinaan Etika Profesi MKEDAG untuk dan atas nama pengurus DPP, DPD, DPC
PERSAGI.
21. Sanksi yang diberikan tergantung dari berat ringannya kesalahan yang dilakukan ahli
gizi teradu.
H. Penerapan Sanksi
1. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam BAB IV Huruf G Poin (19), (20), dan (21) di atas
dapat berupa :
a. Penasehatan;
b. Peringatan lisan;
c. Peringatan tertulis;
d. Pembinaan perilaku;
e. Reschooling (pendidikan/ pelatihan ulang);
11
f. Pemberhentian sementara sebagai anggota PERSAGI yang diikuti dengan
mengajukan saran tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
mencabut izin praktik maksimal adalah:
1) 3 (tiga) bulan untuk pelanggaran ringan;
2) 6 (enam) bulan untuk pelanggaran sedang; dan
3) 12 (dua belas bulan) untuk pelanggaran berat;
g. Pencabutan keanggotaan.
2. Apabila putusan dalam bentuk penasehatan atau peringatan lisan, maka peringatan
lisan tersebut disampaikan kepada ahli gizi pelanggar etik dalam sidang MKEDAG.
3. Apabila sanksi sebagaimana dimaksud poin (1) telah disampaikan sebanyak 3 (tiga)
kali kepada ahli gizi pelanggar tetapi tidak ada perbaikan sikap tindak perilakunya,
dilanjutkan dengan peringatan tertulis dan atau pembinaan perilaku.
4. Apabila peringatan tertulis dan atau pembinaan perilaku sebagaimana poin (1c,d)
telah disampaikan sebanyak 3 (tiga) kali, tetapi tetap tidak ada perbaikan sikap tindak
perilakunya, dilanjutkan dengan pemberhentian sementara sebagai anggota
PERSAGI dan mengajukan saran tertulis kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
untuk mencabut sementara izin praktik ahli gizi pelanggar.
5. Apabila pemberhentian sementara sebagai anggota PERSAGI dan pencabutan
sementara izin praktik telah dilakukan tetapi tetap tidak ada perbaikan, dilakukan
dengan usul pemberhentian tetap sebagai anggota atau pencabutan keanggotaan
PERSAGI sesuai yurisdiksinya dan saran kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota untuk mencabut izin praktiknya selama 12 (duabelas) bulan dengan
atau tanpa usulan untuk dicabutnya Surat Tanda Registrasinya oleh Konsil Gizi
Indonesia.
6. Sanksi berupa pemberhentian tetap sebagai anggota PERSAGI bukan bersifat
pembinaan.
7. MKEDAG membuat berita acara dan salinannya bahwa anggota yang dijatuhi sanksi
telah menjalani putusan MKEDAG dan disampaikan kepada Pengurus PERSAGI
untuk ditindak lanjuti.
8. Putusan tentang pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap sebagai
anggota PERSAGI, ditindak lanjuti oleh Pengurus DPP PERSAGI.
9. Putusan berupa saran pencabutan izin praktik ahli gizi ditindak lanjuti oleh Pengurus
PERSAGI Cabang setempat dengan mengirimkan surat kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota setempat dan tembusan kepada DPP PERSAGI.
10. Putusan yang menyangkut ahli gizi seminat wajib ditindaklanjuti oleh perhimpunan
seminat masing-masing dan dilaporkan kepada DPP PERSAGI dan MKEDAG.
11. Hal-hal yang belum diatur tentang pelaksanaan dan penilaian sanksi akan ditentukan
oleh Keputusan Ketua MKEDAG.
12
3. Penerbitan surat keputusan pemulihan hak-hak profesi dilaksanakan oleh MKEDAG.
4. Surat Keputusan pemulihan hak-hak profesi ini disampaikan kepada Pengurus DPP
PERSAGI.
5. Hal-hal lain yang belum ditetapkan dalam hal pemulihan hak-hak profesi ini akan diatur
lebih lanjut melalui Keputusan Ketua MKEDAG.
BAB V
PENUTUP
1. DPD dan DPC PERSAGI mengupayakan terbentuknya MKEDAG tingkat Provinsi dan
Kabupaten.
2. Perlu diputuskan pada Kongres yang akan datang bahwa Organisasi MKEDAG
adalah organisasi otonom PERSAGI dan bertanggung jawab langsung kepada
Kongres.
3. Penanganan disiplin ahli gizi akan dilakukan oleh MKEDAG sampai dengan
berfungsinya majelis kehormatan disiplin ahli gizi di Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia (KTKI);
4. Segala ketentuan lain sepanjang tidak bertentangan dengan pedoman ini dinyatakan
tetap berlaku.
5. Pedoman ini dinyatakan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan untuk diketahui
kalangan luas, agar disebarkan kepada pengurus dan anggota PERSAGI di seluruh
Indonesia.
J. Lampiran-lampiran.
13