Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 5

APLIKASI PENGEMBANGAN PROFESIONAL

“Konsep Dasar Etika Profesi Konselor”

Dosen Pembimbing:
Dr. Yarmis Syukur, M.Pd., Kons
Dr. Afdal, M.Pd., Kons

Oleh:
Vanny Anggraini
20010049

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KONSELOR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
PEMBAHASAN

Konsep Dasar Etika Profesi Konselor

A. Pengertian Konsep Dasar Etika Profesi Konselor

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”, yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Prayitno & Erman Amti (2004) Menyatakan profesi adalah suatu
jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya,
pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan
Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan
keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna
berdasarkan norma-norma yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi profesi
muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga profesional
dengan kepercayaan publik (publik trust). (Depdiknas, 2004).
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi,
diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan
Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wajib
dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat
nasional, propinsi, dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN,
Bab II, Pasal 2) ( ABKIN, 2018).

B. Tujuan Konsep Dasar Etika Profesi Konselor

Sunaryo Kartadinata ( Dalam Sujadi, 2018) menjelaskan bahwa


penegakan dan penerapan kode etik bertujuan untuk: (1) menjunjung tinggi
martabat profesi; (2) melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik; (3)
meningkatkan mutu profesi; (5) menjaga standar mutu dan status profesi, dan
(6) penegakan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya.
Kode Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki lima
tujuan, yaitu (ABKIN, 2018):
1. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi
anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Membantu anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional.
3. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) dan divisi-divisinya.
4. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi.
5. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli).

C. Jenis jenis etika professional

Secara garis besar ciri-ciri suatu profesi menurut Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan ( dalam Rahardjo, 2017) dapat dirangkumkan
sebagai berikut:
1. Tugas yang dijalankan anggota suatu profesi bersifat layanan
kemasyarakatan.
2. Tugas itu bersifat khas dan jelas, dijalankan dengan menggunakan cara
atau teknik ilmiah, dijalankan oleh petugas khusus yang mempunyai
kewenangan diakui oleh badan resmi pemberi pengakuan.
3. Ada sistem ilmu tertentu hasil pengembangan melalui proses ilmiah.
Ilmu dan pengetahuan itu dipelajari melalui pendidikan tinggi.
4. Untuk memperoleh kewenangan dalam menjalankan tugas profesi
dipersyaratkan pendidikan keahlian khusus tingkat tinggi yang memakan
waktu panjang.
5. Anggota profesi harus memiliki kecakapan minimum yang ditetapkan
dengan menerapkan standar seleksi, pendidikan, dan perizinan (sertifikat)
untuk dapat menjalankan praktek.
6. Dalam menjalankan tugas layanan kemasyarakatan anggota profesi (a)
lebih mengutamakan kepentingan umum, atau pihak yang memerlukan
layanan bantuan, dari pada kepentingan pribadi (memperoleh keuntungan
material atau mencari popularitas pribadi), dan (b) selalu memperhatikan
dan mematuhi ketentuan-ketentuan tentang aturan sopan-santun
bertingkah laku (kode etik) ketika menjalankan tugas profesinya.
7. Para anggota profesi bergabung di dalam satu himpunan dan berperan
serta aktif di dalamnya. Himpunan ini merupakan wadah para anggota
untuk saling bertukar pikiran dan berbagi pengalaman dengan tujuan
memajukan kemampuan dan keterampilan menjalankan tugas.
8. Para anggota profesi terus menerus memajukan diri dengan melakukan
bacaan teknis ilmiah (seperti jurnal), kegiatan penelitian, dan
keikutsertaan di dalam pertemuan-pertemuan ilmiah profesional, seperti
konvensi, seminar, simposium, lokakarya, yang diselenggarakan oleh
organisasi. Semuanya itu dilakukan dengan maksud agar anggota profesi
dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir bidang
profesinya dan ini selanjutnya berdampak meluaskan wawasan serta
meningkatkan kemampuan dan keterampilan profesionalnya

Memperhatikan ciri-ciri suatu profesi tersebut nampak jelas bahwa,


guru bimbingan dan konseling profesional tidak bisa diampu oleh sembarang
orang. Namun realitanya masih ada sekolah/madrasah yang menugaskan
lulusan bukan Sarjana (S1) Bimbingan dan Konseling sebagai guru BK
(konselor). Sudah barang tentu hal ini tidak sejalan dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor (Departemen Pendidikan Nasional,
2008).

The American School Counselor Association seorang konselor yang


akuntabel hendaknya memenuhi standar 1 sampai dengan standar
13(Kushendar, Maba, & Zahro, 2018) yaitu.
1. Konselor sekolah professional merencanakan, mengatur dan menjalankan
program konseling sekolah.
2. Konselor sekolah professional mengimplementasikan kurikulum
bimbingan sekolah melalui penggunaan keterampilan-keterampilan
mengajar yang efektif dan perencanaan yang mawas terhadap pertemuan
kelompok yang terstruktur bagi para siswa.
3. Konselor sekolah yang professional mengimplementasikan komponen
perencanaan dengan membimbing individu-individu dan kelompok-
kelompok siswa dan orang tua atau wali mereka melalui pengembangan
pendidikan dan perencanaan karir
4. Konselor professional memberikan layanan-layanan responsif melalui
pemberian konseling individual dan konseling kelompok kecil yang
efektif, konsultasi dam keterampilan-keterampilan melakukan referal.
5. Konselor sekolah yang professional melaksanakan dukungan system
melalui pengelolaan program konseling sekolah dan mendukung
program-program kependidikan lainnya.
6. Konselor sekolah professional membahas system pengelolaan
departemen konseling dan rencana-rencana menindak program dengan
administrator sekolah
7. Konselor sekolah yang professional bertanggung jawab untuk
menetapkan dan mengadakan rapat dewan penasehat untuk program
konseling sekolah
8. Konselor sekolah professional mengumpulkan dan menganalisis data
untuk mengawal arah program dan penekanannya
9. Konselor sekolah professional memantau perkembangan para siswa pada
sebuah basis yang teratur
10. Konselor sekolah professional menggunakan waktu dan kalender untuk
mengimplementasi sebuah program yang efisien.
11. Konselor sekolah professional mengembangkan sebuah evaluasi hasil
dari program.
12. Konselor sekolah professional mengadakan audit program tahunan.
13. Konselor sekolah professional adalah penasehat seorang siswa,
pemimpin, kolaborator, dan seorang agen perubahan sebuah sistem
D. Tingkat pengembangan Etika Konselor

Kode etik dijadikan standar aktvitas anggota profesi, kode etik


tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan
sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi
antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu
memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan
pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364)
mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa perilaku etis
anggota profesi.
Kode etik menurut KBBI adalah norma dan asas yg diterima oleh
kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Kode etik guru adalah
norma dan asas yang menjadi landasan tingkah laku bagi guru (pendidik).
Kode etik yang menjadi landasan guru Indonesia yaitu kode etik yang
menjadi keputusan kongres XXI PGRI No: VI/KONGRES/XXI/PGRI/2013
tentang Kode Etik Guru Indonesia. Kode etik ini merupakan penyempurnaan
dari kode etik guru yang disusun pada tahun 2005.
Kode etik guru terdiri dari 8 pasal, diantaranya :

1. Kewajiban umum
2. Kewajiban guru terhadap peserta didik
3. Kewajiban guru terhadap orang tua/ wali peserta didik
4. Kewajiban guru terhadap masyarakat
5. Kewajiban guru terhadap teman sejawat
6. Kewajiban guru terhadap profesi
7. Kewajiban guru terhadap organisasi profesi
8. Kewajiban guru terhadap pemerintah

Berikut sedikit contoh Kode Etik Guru Indonesia :

1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk


manusia pembangun yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai
dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi
tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagikepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik
berdasarkan lingkungan maupun didalamhubungan keseluruhan.
8. Guru bersama-sama memelihara membina dan meningkatkan mutu
Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
Pemerintah dalam bidang Pendidikan.
Daftar Pustaka

ABKIN, (2018). Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. Pengurus Besar
ABKIN
ABKIN. (2005). Kode Etik Profesi Konselor Indonesia. Bandung: Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Kushendar, K., Maba, A. P., & Zahro, I. F. (2018). Perkembangan Konseling
Pada Abad 21: Konselor Sebagai Profesi Yang Mengedepankan Tanggung
Jawab Kehidupan Efektif {KonselI}. J. Innov. Opt. Health Sci., 2, 43–50.
Prayitno & Erman Amti. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Rahardjo, S. dan A. S. K. (2017). Pelaksanaan Kode Etik Profesi Guru Bimbingan
dan Konseling SMP/MTS Kabupaten Kudus. Jurnal Konseling Gusjigang,
3(2), 185–196. Retrieved from
https://jurnal.umk.ac.id/index.php/gusjigang/article/view/1740/1335
Sujadi, E. (2018). Kode etik profesi konseling serta permasalahan dalam
penerapannya, 14(02), 69–77.

Anda mungkin juga menyukai