DISUSUN OLEH :
Anjelina Puspita Sari
Citra Dewi Anitasari
Feby Herayono
(1420332011)
(1420332022)
(1420332033)
BAB I
PENDAHULUAN
mempunyai
profesionalnya
kewajiban
dengan
untuk
melaksanakan
meningkatkan
Pengembangan
kualitas
Keprofesian
pelaksanaan,
evaluasi,
dan
refleksi
yang
didesain
untuk
maka
diharapkan
kompetensi
guru
akan
pedagogik,
mampu
profesional,
mempercepat
sosial,
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal
mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, waktu,
perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai arti adat
kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika berarti:
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika berasal
dari bahasa Inggris Ethics, artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku
manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat ynag harus dilaksanakan oleh manusia
sesuai dengan moral pada umumnya. Etika berasal dari bahasa Latin Mos atau Mores
(jamak), artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral
dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda. Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas
akhlak (moral). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988) etika
mengandung arti:
1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban
moral.
2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
2. Sistematika Etika
Sebagai suatu ilmu maka Etika terdiri atas berbagai macam jenis dan ragamnya
antara lain :
1) Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku
manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh
dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2) Etika normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia,
yang biasanya dikelompokkan menjadi :
memecahkan masalah etika. Etika praktik merupakan penerapan etika dalam praktik
sehari-hari, dimana dalam situasi praktik ketika kecelakaan terjadi keputusan harus
segera dibuat. Guna etika adalah memberi arah bagi perilaku manusa tentang: apa
yang baik atau buruk, apa yang benar atau salah, hak dan kewajiban moral (akhlak),
apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kode etik suatu profesi adalah normanorma yang harus diindahkan oleh setiap anggota didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
5. Fungsi Etika Dan Moral Dalam Pelayanan Kebidanan
1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien.
2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan/membahayakan orang lain.
3. Menjaga privacy setiap individu.
4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.
5. Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya.
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu
masalah.
7. Menghasilkan tindakan yang benar
8. Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk,
benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10. Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata
cara di dalam organisasi profesi.
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang
biasa disebut kode etik profesi.
6. Konsep CPD (Continuing Professional Development)
Dalam Pasal 1 ayat 5 (UU no 16 tahun 2009) disebutkan,
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan adalah pengembangan
kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan,
bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalisnya.
Menurut Baedhowi, Continuing Professional development
(CPD) merupakan konsep dimana individu berupaya melakukan
peningkatan kualitas keterampilan dan pengetahan profesional
mereka dari standar yang telah ditetapkan dalam menjalankan
pekerjaan mereka. Continuing Professional development (CPD)
Professional
development
(CPD)
sebagai
pengertian
di
atas,
maka
dapat
Professional
Development)
adalah
suatu
proses
aturan
yang
ada,
yang
berguna
untuk
peningkatan
kompetensinya.
Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional adalah
pendidik dan tenaga kependidikan. Komponen pendidik dan tenaga kependidikan
merupakan salah satu dari masukan instrumental (intrumental input), di samping
kurikulum dan fasilitas pendidikan. Tinggi rendahnya mutu pendidikan sangat
ditentukan oleh mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Terkait dengan mutu
pendidik dan tenaga kependidikaan inilah maka UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen mempersyaratkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud
adalah program S1 atau D-IV.
Dalam dua dekade 80-an dan 90-an, pembangunan pendidikan di Indonesia
telah membuat lompatan besar melalui Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun. Dalam jangka waktu yang relatif cepat Indonesia telah mampu menuntaskan
program pemerataan dan peningkatan akses pendidikan untuk jenjang pendidikan
dasar (sekolah dasar dan sekolah menengah pertama) dan berhasil mencapai sasaran
program pendidikan untuk semua (education for all).
Berdasarkan
pengalaman
negara-negara
lain,
meskipun
keberhasilan
pemerataan dan peningkatan akses pendidikan dasar dapat dicapai secara cepat,
namun
kenyataan
menunjukkan
bahwa
masalah
mutu
pendidikan
kurang
masalah besar dalam masalah mutu pendidikan. Dengan kata lain, keberhasilan dalam
pemerataan dan peningkatan akses pendidikan ternyata tidak secara otomatis diikuti
dengan peningkatan mutunya. Itulah sebabnya, meskipun Indonesia telah berhasil
dalam pencapaian pemerataan dan akses pendidikan, kualitas pendidikan di Indonesia
tergolong masih rendah. Salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di
Indonesia masih rendah, antara lain dapat dilihat dari hasil penilaian internasional
tentang prestasi siswa yang dilakukan oleh Survey Third International Mathematics
and Science Study (TIMMS) pada tahun 2003, yang menempatkan Indonesia pada
peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata skor naik menjadi 411 dibandingkan
rerata skor pada tahun 1999 yang baru mencapai 403, kenaikan rerata skor tersebut
secara statistik tidak signifikan. Skor itu masih di bawah rata-rata untuk wilayah
ASEAN. Prestasi itu bahkan relatif lebih buruk jika dibandingkan dengan Program for
International Student Assessment (PISA), yang mengukur kemampuan anak usia 15
tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan literasi pengetahuan umum.
Program yang diukur setiap tiga tahun tersebut, pada tahun 2003 telah menempatkan
Indonesia pada peringkat kedua terendah dari 40 negara sampel, yaitu hanya satu
peringkat lebih tinggi dari Tunisia. Sungguh, masalah rendahnya kualitas pendidikan
tersebut seyogyanya harus menjadi perhatian utama, dengan melahirkan program dan
kegiatan pembangunan pendidikan yang lebih inovatif.Berdasarkan beberapa kajian
literatur dan hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kualifikasi akademik
dan sertifikasi guru dalam jabatan ternyata kurang dapat menjamin upaya peningkatan
kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. Peningkatan kualifikasi akademik
pendidik tidak secara otomatis diikuti dengan peningkatan kompetensinya.
Peningkatan kompetensi guru hanya dapat ditingkatkan antara lain melalui
penguasaan materi pelajaran, peningkatan kecakapan dalam menggunakan metode
mengajar yang lebih bervariasi, serta pengembangan dan penggunaan media dan alat
bantu pembelajaran. Peningkatan kompetensi pendidik menjadi kunci upaya
peningkatan mutu pendidikan dan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam
peningkatan hasil belajar siswa.
Untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, salah satu
alternatif inovasi yang dewasa ini dikembangkan di negara-negara yang sudah mapan
adalah
program
pengembangan
keprofesian
berkelanjutan
atau
continuing
USAID, termasuk modul-modul lain yang dikembangkan oleh lembaga donor lain,
seperti PUSTEKKOM, dan lembaga lain.
Penggunaan BBM dan sumber belajar dirancang untuk mengembangkan
kecakapan guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam meningkatkan mutu
pembelajaran, dan mengubah perilaku guru di dalam kelas. Modul-modul dirancang
sedemikian rupa agar para guru dapat bekerja sama, saling berbagi pengalaman dalam
setiap pertemuan kelompok kerja guru dan hasil dari pertemuan dapat diterapkan
untuk peningkatan mutu pembelajaran di dalam kelas.
Berkenaan dengan maksud tersebut perlu adanya Tim Pengembang atau Tim
Inti Peningkatan Profesionalitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai Tim Inti
Nasional atau National Core Team (NCT) untuk mengembangkan BBM dan sumber
belajar yang diperlukan dalam rangka peningkatan profesionalitas guru. Di samping
itu agar penggunaan modul dapat dipahami oleh guru-guru di KKG dan MGMP, perlu
dibentuk Tim Inti Provinsi atau Provincial Core Team (PCT), dan Tim Inti
Kabupaten/Kota atau District Core Team (DCT), Guru Pemandu, Kepala Sekolah
Pemandu, dan Pengawas Sekolah Pemandu. Mengingat pentingnya peran NCT, PCT,
DCT, Guru Pemandu, Kepala Sekolah Pemandu, dan Pengawas Sekolah Pemandu.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika
artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral). Moral adalah nilai-nilai
dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik atau
buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau
perubahan norma atau nilai.
Pengembangan
Keprofesian
Berkelanjutan
adalah
bertahap,
berkelanjutan
untuk
meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Hery
Sawiji,
Tri
Murwaningsih
&
Susantiningrum.
2012.
dan
Penulisan
Artikel
Ilmiah
dalam
Menghadapi