Anda di halaman 1dari 11

PRINSIP ETIKA DAN MORAL DALAM PELAYANAN KEBIDNAN KONSEP CPD

(CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT)

DISUSUN OLEH :
Anjelina Puspita Sari
Citra Dewi Anitasari
Feby Herayono

(1420332011)
(1420332022)
(1420332033)

PROGRAM MAGISTER ILMU KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Tuntutan peningkatan kualitas guru menjadi aspek yang perlu


diperhatikan oleh semua guru di tanah air. Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB) atau Continuing Professional Development (CPD)
akhir-akhir ini ramai dibicarakan sebagai program untuk menjawab
tuntutan peningkatan kualitas tersebut.
Hal ini disebabkan karena guru setelah mendapatkan sertifikat
pendidik

mempunyai

profesionalnya

kewajiban

dengan

untuk

melaksanakan

meningkatkan

Pengembangan

kualitas

Keprofesian

Berkelanjutan. Pengembangan keprofesian berkelanjutan mencakup kegiatan


perencanaan,

pelaksanaan,

evaluasi,

dan

refleksi

yang

didesain

untuk

meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan.

Melalui siklus evaluasi, refleksi pengalaman belajar, perencanaan


dan implementasi kegiatan pengembangan keprofesian guru secara
berkelanjutan,
pengembangan

maka

diharapkan

kompetensi

guru

akan

pedagogik,

kepribadian untuk kemajuan karirnya.

mampu

profesional,

mempercepat
sosial,

dan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal
mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, waktu,
perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai arti adat
kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika berarti:
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika berasal
dari bahasa Inggris Ethics, artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku
manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat ynag harus dilaksanakan oleh manusia
sesuai dengan moral pada umumnya. Etika berasal dari bahasa Latin Mos atau Mores
(jamak), artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral
dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda. Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas
akhlak (moral). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988) etika
mengandung arti:
1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban
moral.
2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
2. Sistematika Etika
Sebagai suatu ilmu maka Etika terdiri atas berbagai macam jenis dan ragamnya
antara lain :
1) Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku
manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh
dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2) Etika normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia,
yang biasanya dikelompokkan menjadi :

a. Etika Umum : yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan


kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan
berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
b. Etika Khusus : terdiri dari etika sosial, etika individu dan etika terapan.
Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan antar
sesama manusia dalam aktivitasnya, Etika individu lebih menekankan
pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi. Etika terapan adalah
etika yang diterapkan pada profesi. Pada tahun 2001 ditetapkan oleh
MPR-RI dengan ketetapakn MPR-RI No. VI/MPR/ 2001 tentang Etika
Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang
universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika
kehidupan berbangsa antara lain meliputi : Etika Sosial Budaya, Etika
Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakkan
Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan, Etika Lingkungan, Etika
Kedokteran dan Etika Kebidanan.
3. Definisi Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang
dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai
perkembangan atau perubahan norma atau nilai. Moralitas berasal dari bahasa Latin
Moralis, artinya:
1) Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya.
2) Sifat moral atau keseluruhan azas dan nilai yang berkenaan dengan baik
buruk.
4. Prinsip etika dalam pelayanan kebidanan
Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama diberbagai tempat, dimana
sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap
etika. Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Bidan sebagai
praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence based
Etika adalah penerapan dan proses dan teori filsafat moral pada situasi nyata. Etika
dibagi menjadi tiga bagian, meliputi:
1) Metaetika (etika)
2) Etika atau teori moral;
3) Etika praktik.
Etika atau teori moral untuk memformulasikan prosedur atau mekanisme untuk

memecahkan masalah etika. Etika praktik merupakan penerapan etika dalam praktik
sehari-hari, dimana dalam situasi praktik ketika kecelakaan terjadi keputusan harus
segera dibuat. Guna etika adalah memberi arah bagi perilaku manusa tentang: apa
yang baik atau buruk, apa yang benar atau salah, hak dan kewajiban moral (akhlak),
apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kode etik suatu profesi adalah normanorma yang harus diindahkan oleh setiap anggota didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
5. Fungsi Etika Dan Moral Dalam Pelayanan Kebidanan
1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien.
2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan/membahayakan orang lain.
3. Menjaga privacy setiap individu.
4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.
5. Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya.
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu
masalah.
7. Menghasilkan tindakan yang benar
8. Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk,
benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10. Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata
cara di dalam organisasi profesi.
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang
biasa disebut kode etik profesi.
6. Konsep CPD (Continuing Professional Development)
Dalam Pasal 1 ayat 5 (UU no 16 tahun 2009) disebutkan,
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan adalah pengembangan
kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan,
bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalisnya.
Menurut Baedhowi, Continuing Professional development
(CPD) merupakan konsep dimana individu berupaya melakukan
peningkatan kualitas keterampilan dan pengetahan profesional
mereka dari standar yang telah ditetapkan dalam menjalankan
pekerjaan mereka. Continuing Professional development (CPD)

menekankan pada guru sendiri yang lebih proaktif dan kreatif.


Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, yang terdiri dari 3 sub unsur yaitu
melaksanakan pengembangan diri, melaksanakan publikasi ilmiah dan melaksanakan
karya inovatif.
Continuing

Professional

development

(CPD)

sebagai

peningkatan pengetahuan profesional dan perbaikan keterampilan


profesional yang secara sadar dilakukan terus menerus sepanjang
hayat seorang guru.
Berdasarkan beberapa

pengertian

di

atas,

maka

dapat

disimpulkan bahwa pengembangan keprofesian berkelanjutan atau


(Continuing

Professional

Development)

adalah

suatu

proses

peningkatan kualitas guru yang terarah dan sistematis sesuai


dengan

aturan

yang

ada,

yang

berguna

untuk

peningkatan

kompetensinya.
Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional adalah
pendidik dan tenaga kependidikan. Komponen pendidik dan tenaga kependidikan
merupakan salah satu dari masukan instrumental (intrumental input), di samping
kurikulum dan fasilitas pendidikan. Tinggi rendahnya mutu pendidikan sangat
ditentukan oleh mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Terkait dengan mutu
pendidik dan tenaga kependidikaan inilah maka UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen mempersyaratkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud
adalah program S1 atau D-IV.
Dalam dua dekade 80-an dan 90-an, pembangunan pendidikan di Indonesia
telah membuat lompatan besar melalui Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun. Dalam jangka waktu yang relatif cepat Indonesia telah mampu menuntaskan
program pemerataan dan peningkatan akses pendidikan untuk jenjang pendidikan
dasar (sekolah dasar dan sekolah menengah pertama) dan berhasil mencapai sasaran
program pendidikan untuk semua (education for all).
Berdasarkan

pengalaman

negara-negara

lain,

meskipun

keberhasilan

pemerataan dan peningkatan akses pendidikan dasar dapat dicapai secara cepat,
namun

kenyataan

menunjukkan

bahwa

masalah

mutu

pendidikan

kurang

mendapatkan perhatian secara memadai. Negara-negara tersebut masih menghadapi

masalah besar dalam masalah mutu pendidikan. Dengan kata lain, keberhasilan dalam
pemerataan dan peningkatan akses pendidikan ternyata tidak secara otomatis diikuti
dengan peningkatan mutunya. Itulah sebabnya, meskipun Indonesia telah berhasil
dalam pencapaian pemerataan dan akses pendidikan, kualitas pendidikan di Indonesia
tergolong masih rendah. Salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di
Indonesia masih rendah, antara lain dapat dilihat dari hasil penilaian internasional
tentang prestasi siswa yang dilakukan oleh Survey Third International Mathematics
and Science Study (TIMMS) pada tahun 2003, yang menempatkan Indonesia pada
peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata skor naik menjadi 411 dibandingkan
rerata skor pada tahun 1999 yang baru mencapai 403, kenaikan rerata skor tersebut
secara statistik tidak signifikan. Skor itu masih di bawah rata-rata untuk wilayah
ASEAN. Prestasi itu bahkan relatif lebih buruk jika dibandingkan dengan Program for
International Student Assessment (PISA), yang mengukur kemampuan anak usia 15
tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan literasi pengetahuan umum.
Program yang diukur setiap tiga tahun tersebut, pada tahun 2003 telah menempatkan
Indonesia pada peringkat kedua terendah dari 40 negara sampel, yaitu hanya satu
peringkat lebih tinggi dari Tunisia. Sungguh, masalah rendahnya kualitas pendidikan
tersebut seyogyanya harus menjadi perhatian utama, dengan melahirkan program dan
kegiatan pembangunan pendidikan yang lebih inovatif.Berdasarkan beberapa kajian
literatur dan hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kualifikasi akademik
dan sertifikasi guru dalam jabatan ternyata kurang dapat menjamin upaya peningkatan
kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. Peningkatan kualifikasi akademik
pendidik tidak secara otomatis diikuti dengan peningkatan kompetensinya.
Peningkatan kompetensi guru hanya dapat ditingkatkan antara lain melalui
penguasaan materi pelajaran, peningkatan kecakapan dalam menggunakan metode
mengajar yang lebih bervariasi, serta pengembangan dan penggunaan media dan alat
bantu pembelajaran. Peningkatan kompetensi pendidik menjadi kunci upaya
peningkatan mutu pendidikan dan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam
peningkatan hasil belajar siswa.
Untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, salah satu
alternatif inovasi yang dewasa ini dikembangkan di negara-negara yang sudah mapan
adalah

program

pengembangan

professional development (CPD).

keprofesian

berkelanjutan

atau

continuing

Pogram ini diyakini dapat meningkatkan kinerja pendidik dan tenaga


kependidikan dan sekaligus akan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar
siswa. Pengalaman di negara-negara lain memberikan petunjuk bahwa partisipasi guru
dalam berbagai kegiatan seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, dinilai
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap upaya peningkatan kompetensinya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, salah satu program Pemerintah dan semua
pemangku kepentingan yang mendesak dewasa ini adalah merancang program
pengembangan keprofesian berkelanjutan tersebut dengan memberdayakan kembali
organisasi guru yang selama ini pernah dikembangkan oleh program atau proyek
sebelumnya, seperti Primary Education Quality Improvement Proyect (PEQIP) dan
Science Education Quality Improvement Project (SEQIP). Kelompok kerja untuk
guru dan kepala sekolah dinamakan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP); sementara untuk kepala sekolah adalah Kelompok
Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS);
serta untuk pengawas Sekolah dinamakan Kelompok Kerja Pengawas Sekolah
(KKPS) dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS). Keberadaan kelompok
kerja-kelompok kerja tersebut sangat potensial untuk dikembangkan sebagai wadah
peningkatan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan.
Dengan rancangan kegiatan yang terstandar dan dilengkapi dengan panduan
belajar yang digunakan untuk bahan belajar mandiri (BBM) dan sumber belajar
terstandar, diharapkan akan dapat meningkatkan kompetensi guru di dalam proses
pembelajaran di kelas dan sekaligus mendapat pengakuan kredit tertentu bagi guru
yang akan melanjutkan ke jenjang kualifikasi akademik S1/D-IV, atau bagi guru yang
sudah S1 dapat memperoleh kredit tertentu untuk kenaikan pangkat dan jabatan guru.
Modul dan/atau panduan belajar (BBM dan sumber belajar) tersebut akan digunakan
oleh para guru dalam kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh KKG dan MGMP di
daerah. Panduan belajar ini akan mencakup pula strategi pembelajaran yang
dikembangkan oleh Tim Pengembang Nasional di bawah koordinasi Ditjen PMPTK
dan akan digunakan pada pelatihan bagi pelatih atau training of trainers (TOT) dengan
peserta guru pemandu, kepala sekolah pemandu, dan pengawas sekolah pemandu,
yang dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan ini mencakup adopsi dan
diseminasi BBM dan sumber belajar serta strategi pelaksanaan pelatihan yang berhasil
diimplementasikan dalam program-program terdahulu, seperti DBE2 dan DBE3

USAID, termasuk modul-modul lain yang dikembangkan oleh lembaga donor lain,
seperti PUSTEKKOM, dan lembaga lain.
Penggunaan BBM dan sumber belajar dirancang untuk mengembangkan
kecakapan guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam meningkatkan mutu
pembelajaran, dan mengubah perilaku guru di dalam kelas. Modul-modul dirancang
sedemikian rupa agar para guru dapat bekerja sama, saling berbagi pengalaman dalam
setiap pertemuan kelompok kerja guru dan hasil dari pertemuan dapat diterapkan
untuk peningkatan mutu pembelajaran di dalam kelas.
Berkenaan dengan maksud tersebut perlu adanya Tim Pengembang atau Tim
Inti Peningkatan Profesionalitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai Tim Inti
Nasional atau National Core Team (NCT) untuk mengembangkan BBM dan sumber
belajar yang diperlukan dalam rangka peningkatan profesionalitas guru. Di samping
itu agar penggunaan modul dapat dipahami oleh guru-guru di KKG dan MGMP, perlu
dibentuk Tim Inti Provinsi atau Provincial Core Team (PCT), dan Tim Inti
Kabupaten/Kota atau District Core Team (DCT), Guru Pemandu, Kepala Sekolah
Pemandu, dan Pengawas Sekolah Pemandu. Mengingat pentingnya peran NCT, PCT,
DCT, Guru Pemandu, Kepala Sekolah Pemandu, dan Pengawas Sekolah Pemandu.

BAB III
KESIMPULAN
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika
artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral). Moral adalah nilai-nilai
dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik atau
buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau
perubahan norma atau nilai.

Pengembangan

Keprofesian

Berkelanjutan

adalah

pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan


kebutuhan,

bertahap,

berkelanjutan

untuk

meningkatkan

profesionalisnya. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, yang terdiri dari 3


sub unsur yaitu melaksanakan pengembangan diri, melaksanakan publikasi ilmiah dan
melaksanakan karya inovatif.

DAFTAR PUSTAKA
Hery

Sawiji,

Tri

Murwaningsih

&

Susantiningrum.

2012.

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru dalam Bidang


Penelitian

dan

Penulisan

Artikel

Ilmiah

dalam

Menghadapi

Pelaksanaan Peraturan MENPAN dan Reformasi Birokrasi No 16.


Tahun 2009 (Studi Lanjutan tentang Kesiapan Guru SMK Negeri
dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan di Surakarta
Tahun Kedua). LPPM UNS.

Anda mungkin juga menyukai