Anda di halaman 1dari 4

KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

1. Pengertian dan tujuan kode etik profesi Bk

Etika profesi bimbingan dan konseling ini merupakan sebuah acuan bagi para
konseler dalam memberikan bantuan, bimbingan maupun masukan kepada
konselinya agar dalam memberikan bantuan, bimbingan maupun masukan ini para
konseler tidak sewenang-wenang ataupun keluar dari aturan atau norma yang berlaku
di kalangan para konseler dan dikalangan masyarakat.

Adanya etika profesi dalam bimbingan konseling ini dapat membuktikan bahwa
apa yang telah dilakukan oleh konselor ataupun guru bimbingan konseling ini telah
terpenuhi sesuai dengan ciri dari profesi dan telah dilaksanakan oleh tenaga
profesional.

Tujuan adanya kode etik profesi dalam bimbingan dan konseling secara umum
adalah sebagai berikut:

Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi anggota


dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling. Jadi dengan adanya
kode etik profesi bimbingan konseling ini para konselor menjadi lebih terarah
dan tidak sewenang-wenang dalam melaksanakan layanan bimbingan
konseling kepada konselinya.
Membantu anggota (konselor) dalam menegakkan kegiatan pelayanan
bimbingan dan konseling yang profesional. Konseler akan lebih tampil
profesional dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Mendukung misi organisasi profesi, dalam hal bimbingan dan konseling
yakni organisasi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
Menjadi suatu landasan konseler dalam menghadapi dan menyelesaikan
berbagai permasalahan yang ada pada konselinya.

2. Fungsi kode etik profesi dalam bimbingan dan konseling fungsi kode etik

profesi dalam bimbingan dan konseling di antaranya :

1
1) Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan. Setiap anggota profesi harus menjalankan
tugasnya sesuai dengan kode etik/ aturan yang berlaku di dalam suatu
organisasi.
2) Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan. Maksud dari fungsi ini adalah bahwa setiap anggota profesi
juga diawasi oleh masyarakat dalam melakukan pekerjaannya.
3) Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi. Maksud dari fungsi ini adalah untuk
mencegah intervensi dari pihak lain/ pihak luar yang tidak berkepentingan
untuk masuk ke dalam organisasi, karena dikhawatirkan merusak tatanan
yang sudah ada.

3. Pentingnya Etika dan Kode Etik Profesi

Pertama, tidak ada kesatuan tatanan normatif msehingga kita berhadapan dengan
banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan. Dalam situasi demikian
kita sering bingung, tatanan norma dan pandangan moral mana yang harus diikuti.
Untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandanganpandangan moral
tersebut, etika diperlukan.

Kedua, etika diperlukan untuk membantu kita agar tidak kehilangan orientasi dalam
situasi transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya tradisional ke modern
dan dapat menangkap makna hakiki dari perubahan nilai-nilai serta mampu
mengambil sikap yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ketiga, etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi baru secara
kritis dan objektif serta untuk membentuk penilaian.

4. Ruang lingkung kode etik

a. Memiliki skil dan kemampuan:pengetahuan tinggi yang tidak dimiliki.


b. Memiliki kode etik: standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara
formal, tertulis dan normatif dalam suatu bentuk aturan dalam pelaksanaan tugas
dan kewajiban sebgai profesi dan sebagai fungsi yang memberikan bimbingan,
arahan serta memberikan jaminan pedoman bagi profesi bersangkutan untuk tetap
taat dan mematuhi kode etik tersebut.

2
c. Memiliki tanggung jawab profesi dan integritas pribadi terhadap dirinya maupun
terhadap masyarakat umum.
d. Memiliki jiwa pengabdian kepada masyarakat
e. Otonomisasi organisasional profesianal: memiliki kemampuan untuk mengelolal
manajemen, perencanaan kerja yang jelas,strategik dan mandiri.
f. Menjadi anggota salah satu organisasi profesi sebagai wadah untuk menjaga
eksistensinya.

5. Dasar Kode Etik Profesi Konselor

Dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia yaitu panca sila dan
tuntutan profesi. Panca sila dijadikan dasar kode etik mengingat bahwa profesi
bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia
dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab. Hal
itu selaras dengan pengertian Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan
psikologis dan kemanusiaan kepada yang dibimbing (konseli) agar ia dapat
berkembang secara optimal, yaitu mampu memahami diri, mengarahkan diri, dan
mengaktualisasikan diri sesuai tahap perkembangan, sifat-sifat, potensi yang
dimiliki dan latar belakang kehidupan serta lingkungannya sehingga tercapai
kebahagian dalam kehidupannya.Sedangkan tuntutan profesi dijadikan dasar kode
etik karena layanan profesi bimbingan dan konseling mengacu pada kebutuhan dan
kebahagiaan konseli sesuai dengan normanorma yang berlaku. Kode etik profesi
Bimbingan dan Konseling Indonesia terdiri dari lima bab yaitu bab satu
pendahuluan, bab dua tentang Kualifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor, bab
tiga tentang Hubungan Kelembagaan, bab empat tentang Praktek Mandiri dan
Laporan Kepada Pihak Lain dan bab lima tentang Ketaatan Profesi. Naskah lengkap
kode etik profesi Bimbingan dan Konseling.

6. Permasalahan dalam Penerapan Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling


Kode etik profesi bimbingan dan konseling seperti yang telah dipaparkan di atas
belum sepenuhnya terimplementasikan secara baik. Masih banyak terjadi kekeliruan
dalam pelaksanakan pelayanan biribingan dan konseling yang justru dilakukan oleh
guru BK/Konselor sekolah itu sendiri Seperti penelitian yang dilakukan Suhertina
(2010) terkait dengan implementasi kode etik bimbingan dan konseling, ditemukan

3
hasil bahwa Gara BK atau konselor sekolah memiliki pemahaman yang relatif
rendah terkait dengan kode etik BK, bahkan yang mengejutkan yakni sebagian
konselor sekolah tidak mengenal kode etik BK.

Menurut Yusri (2012) untuk memenuhi standar kualifikasi tenaga pendidik,


telah dilakukan beberapa upaya seperti dengan pengembangan diri melalui
pendidikan akademis dan profesi serta melakukan ujian kompetensi guru (UKG).
Pada kenyataannya, hasil UKG baru mencapai hasi rata-rata 4.5. Melihat realita itu,
Yusri (2012) mengajukan pertanyaan 1. Apakah guru bimbingan dan konseling/
Konselor telah melakukan studi kebutuhan untuk menyusun program BK di
sekolah?; 2. Apakah guru bimbingan dan konseling/ konselor sudah memahami
karakteristik setiap siswa asuhnya?; 3. Apakah guru bimbingan dan
konseling/konselor telah memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan
kompetensinya dalam mencegah dan mengentaskan permasalahan siswa, 4. Apakah
guru bimbingan dan konseling/ konselor telah memiliki komitmen kerja yang baik
sesuai dengan janji profesi?

Anda mungkin juga menyukai