Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SUMBER PENDEKATAN KODE ETIK


BIMBINGAN DAN KONSELING
Untuk Memeneuhi Tugas Mata Kuliah Kode Etik BPI
Dosen Pengampu: Yudi Guntara, M.Kom.I

Disusun Oleh :

Elsa Masrika ( 20010154 )


Fajar Izzulhaq Fathurrohman ( 20010155 )

BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH SIRNARASA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.

Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, 8 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHLUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2
A. Pengertian Kode Etik Bimbingan dan Konseling........................................2
B. Tujuan Kode Etik Bimbingan dan Konseling..............................................4
C. Perkembangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling..................................6

BAB III PENUTUP..........................................................................................13


Kesimpulan.......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti layaknya sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga
membituhkan apa yang dinamakan strategi dalam pelaksanaan nya. Dalam hal
untuk mengetahui strategi apa yang tepat untuk digunakan kepada seorang yang
hendak dibimbing ( konseli) itulah seorang yang hendak membimbing (konselor)
membutuhkan kode etik untuk menjalakn profesinya tersebut.

Dalam masalah bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan.


Kode etik dibutuhkan ketika konselor hendak membimbing konseli ke arah
pengembangan pribadinya. Peran kode etik yaitu sebagai acuan dan tuntutan
dalam memberikan masukan masukan kepada konseli agar masukan yang
diberikan oleh konselor tidak keluar dari aturan -aturan norma norma yang
berlaku dimasyarakat maupun dikalangan konselor sendiri.

Dengan adanya kode etik yang mengatur kegiatan konselor akan


menjadikan sebuah pedoman yang sangat penting dan menentukan hasil dari
kegiatan komseling.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sumber dari kode etik bimbingan konseling ?
2. Bagaimana pendekatan kode etik bimbingan dan konseling ?
3. Bagaimana Perkembangan kode etik dalam bimbingan dan konseling ?

C. Tujuan
1. Agar mengetahui sumber dari kode etik bimbingan dan konseling
2. Agar mengetahui pendekatan dari kode etik bimbingan dan konseling
3. Agar mengetahui pelaksanaa dari kode etik bimbingan dan konseling.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Bimbingan dan Konseling


Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang
tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok,
atau budaya tertentu. Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-
kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas
atau tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada
konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:

1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai


manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa,
agama, atau budaya.
2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan
mengarahkan diri.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan
bimbingan dan konseling secara profesional.
5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang
didasarkan kepada kode etik (etika profesi).

Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang
mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi,
atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para
pekerja atau anggota dengan masyarakat.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral


dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan

2
diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh
pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota
(Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia ditegakkan berdasarkan


Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ABKIN, serta landasan legal yang
berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu:
1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang
Guru.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor.
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.

3
B. Tujuan dan Pentingnya Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Tujuan adanya kode etik profesi adalah untuk anggota dan organisasi
profesi itu sendiri. Secara umum, menurut R. Hermawan S (1979) dalam Soetjipto
& Raflis Kosasi (2011: 31-32) tujuan kode etik profesi yaitu:

1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi, dalam hal ini kode etik dapat
menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar
mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi
yang bersangkutan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, yang
dimaksud kesejahteraan disini meliputi baik kesejahteraan lahir (material)
maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental)
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, tujuan lain kode
etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,
sehingga bagi para anggota prrofesi dapat dengan mudah mengetahui
tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu
dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi, untuk meningkatkan mutu profesi kode
etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, untuk meningkatkan mutu
organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara
aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-
kegiatan yang dirancang organisasi.

4
Menurut ABKIN Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki
lima tujuan, yaitu:
1. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi
anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Membantu anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional.
3. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) dan divisi-divisinya.
4. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi.
5. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kode etik profesi
bimbingan dan konseling adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi
bimbingan dan konseling, membantu menjaga dan memelihara kesejahteraan
anggota profesi bimbingan dan konseling dalam membangun kegiatan pelayanan
yang profesional, memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional
bagi anggota profesi dalam meningkatkan dan memberikan pelayanan bimbingan
dan konseling, meningkatkan mutu organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan
dan Konseling Indonesia, dan melindungi anggota profesi dan sasaran layanan
atau konseling dengan meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

Pentingnya kode etik profesi bimbingan dan konseling bagi seorang konselor
dalam menjalankan tugasnya menurut Mungin Eddy Wibowo (2005: 53), yaitu:

1. Memberikan pedoman etis/moral berperilaku waktu mengambil keputusan


bertindak menjalankan tugas profesi konseling.
2. Memberikan perlindungan kepada konseli (individu pengguna).
3. Mengatur tingkah laku pada waktu menjalankan tugas dan mengatur
hubungan konselor dengan konseli, rekan sejawat, dan tenaga-tenaga
profesional yang lain, atasan, lembaga tempat bekerja.

5
4. Memberikan dasar untuk melakukan penilaian atas kegiatan profesional
yang dilakukannya.
5. Menjaga nama baik profesi terhadap masyarakat (public trust) dengan
mengusahakan standar mutu pelayanan dengan kecakapan tinggi dan
menghindari perilaku tidak layak atau tidak patut/pantas.
6. Memberikan pedoman berbuat bagi konselor jika menghadapi dilema etis
7. Menunjukkan kepada konselor standar etika yang mencerminkan
pengharapan masyarakat.

Sunaryo Kartadinata (2011:15) menjelaskan bahwa penegakan dan


penerapan kode etik bertujuan untuk:
1. Menjunjung tinggi martabat profesi;
2. Melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik;
3. Meningkatkan mutu profesi;
4. Menjaga standar mutu dan status profesi, dan
5. Penegakan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya kode etik


profesi bimbingan dan konseling adalah dapat melindungi dan memperkuat
kepercayaan publik (public trust) dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling, mengatur hubungan konselor dengan konseli, teman sejawat, lembaga
tempat bekerja, pimpinan, dan profesi lain yang ada hubungannya dengan profesi
bimbingan dan konseling dan mengontrol anggota profesi bimbingan dan
konseling ketika bertingkah laku tidak sesuai dengan etika yang diharapkan oleh
masyarakat.

C. Perkembangan Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling


Pengaturan konseling oleh badan profesi disebagian besar negara semakin
meningkat. Salah satu fungsi organisasi profesional seperti British Association for
Counselling and Psychoterapy atau British Psychological Society adalah untuk
menegaskan standar etika praktik. Untuk mencapai tujuan ini, kedua badan

6
tersebut telah mengeluarkan kode etik bagi praktisi, disertai dengan prosedur
dalam menghadapi keluhan berkenaan dengan perilaku tidak etis. Di Amerika
Serikat, kode etik dipublikasikan oleh American Psychiatric Association,
American Psychological Association, American Association for Marital and
Family Therapy, dan American Association and for Counselling and
Development. Selain itu, beberapa dewan legislatif negara di bagian AS telah
merancang kode etik sebagaimana yang dimiliki oleh berbagai kelompok dan
agen profesi lainnya. Semua konselor yang terlatih dan kompeten yang sekarang
melakukan praktik harus mampu menunjukkan kode etik tertentu kepada klien
nya. Sampai musim gugur 2001, British Association for Counselling and
Psychoterapy (BACP) menjalankan Code of Ethics and Practice for Counsellors,
yang mencakup karakteristik konseling, tanggung jawab, kompetensi, manajemen
kerja, kerahasiaan dan iklan. BACP mengganti kode etik ini dengan Ethical
Framework for Good Practice in Counselling and Pshychotherapy (2001), yang
memberikan penekanan lebih besar kepada moralitas dan nilai positif.

Walaupun berbagai kode etik ini tidak diragukan lagi sangat membantu
dalam menyatakan kesatuan pandangan terhadap berbagai dilema etik dalam
konseling, namun masih ada ambiguitas di sana.

Penting untuk di catat bahwa kode etik ini dikembangkan bukan hanya
untuk melindungi klien dari pelecehan atau malapraktik yang dilakukan oleh
konselor, tetapi juga untuk melindungi profesi konseling dari campur tangan
pemerintah dan menguatkan klaimnya untuk mengontrol bidang kepakaran
profesional tertentu. Komite kode etik dan kode praktik berfungsi menunjukkan
kepada dunia luar bahwa konseling berjalan sesuai aturan, bahwa konselor dapat
diandalkan untuk memberikan pelayanan profesional.

Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat oleh American
Counselling Association (ACA) oleh Donald Super yang disetujui pada tahun
1961 berdasarkan kode etik American Psychological Assosiation yang asli. Kode

7
etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat saat konveksi yang
diselenggarakan di Malang pada tahun 1975 oleh Organisasi Profesi Bimbingan
dinamakan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) (sekarang, Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia, atau ABKIN) yang mengikat anggota pada
mutu standar dan tanggung jawab sebagai anggota organisasi profesi. Setiap kali
diadakannya konveksi Organisasi Profesi, kode etik sebaiknya dikembangkan dan
dikaji kembali agar dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat-saat
tertentu sehingga para anggota profesi dapat menjalankan tugas dan peranannya
tanpa melanggar kode etik yang telah ditetapkan secara tertulis dalam kode etik
profesi tersebut.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling di Indonesia sebagaimana disusun oleh


ABKIN (2018) memuat hal-hal berikut:

a. Kualifikasi
1. Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi
akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan
dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan
Konseling.
2. Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling dan/atau Pendidikan Profesi Konselor.
3. Magister bimbingan dan konseling adalah pendidik professional dan
ahli bimbingan dan konseling yang berkualifikasi pendidikan S2
bimbingan dan konseling.
4. Doctor bimbingan dan konseling adalah pendidik professional dan ahli
pengembang ilmu bimbingan dan konseling yang berkualifikasi
pendidikan S3 bimbingan dan konseling.

b. Kompetensi

8
Sebagai pendidik yang dianugerahi gelar sarjana, profesi, magister, dan
doktor bimbingan dan konseling harus memiliki kompetensi sikap,
pengetahuan, keterampilan khusus, dan keterampilan umum. Kompetensi
sikap berlaku sama untuk semua jenjang pendidikan sebagai berikut.
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan
sikap religius;
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama, moral, dan etika;
3. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila;
4. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air,
memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan
bangsa;
5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan
kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
6. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan;
7. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara;
8. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
9. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri; dan
10. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan
kewirausahaan.

11. Memiliki kesadaran untuk meningkatkan keahlian bimbingan dan


konseling pada bidang khusus melalui pelatihan dan pengalaman
kerja.

c. Kegiatan Professional
1. Praktik Pelayanan Secara Umum

9
2. Praktik pada Unit Kelembagaan
3. Praktik Mandiri
4. Dukungan Sejawat Profesional Konselor
5. Informasi dan Riset
6. Assesmen

Untuk menjadi konselor profesional tidak cukup hanya memiliki ilmu,


keterampilan dan kepribadian belaka, akan tetapi harus pula memahami dan
mengaplikasikan kode etik konseling (KEK). Pada saat ini konselor se-dunia
menggunakan KEK dari lembaga yang bernama American Counselor Association
(ACA). Akan tetapi banyak negara yang mengadopsi KEK dari Amerika Serikat
tersebut lalu mengadakan penyesuaian dengan kondisi negaranya, terutama dalam
hal aspek-aspek agama, budaya dan kondisi masyarakatnya.
Hal itu juga terjadi di Indonesia dimana KEK dari ACA tersebut kita saring dan
kita sesuaikan denagn kondisi negara kita. namun demikian masyarakat konseling
harus mempelajarai KEK dari ACA tersebut karena mengandung dasar-dasar
penting didalam konseling.

Berikut ini kami kutipkan beberapa aspek penting KEK dari ACA
terutama untuk memantapkan hubungan konseling.

1. Mengenai Hubungan Konseling


Hubungan konseling amat menentukan terhadap keberhasilan proses
konseling. Hubungan konseling ditentukan oleh kepribadian, pengetahuan, dan
skill konselor. Ketiga aspek ini menyatu dalam diri konselor. Sehingga dia
mampu mengelola proses konseling dengan menciptakan hubungan konseling
yang dapat melibatkan klien unntuk selalu mengeluarkan isi hati, cita-cita,
kebutuhan, tekanan-tekanan psikis, serta rencana hidup yang ingin dia bangun.
Maka tujuan konseling mudah-mudahan tercapai, yaitu kesejahteraan klien (client
welfare).

10
Dengan kata lain tanggung jawab utama konselor adalah kesejahteraan
klien. Tanggung jawab utama lainnya adalah menghormati martabat klien (client
dignity). Martabat klien adalah suatu yang bernilai yang harus dihormati,
misalnya jenis kelamin. Seorang wanita harus dihormati martabat
kewanitaannnya. Seorang pria mungkin yang menjadi martabatnya adalah
kedudukannya sebagai bapak, sebagai seorang pengusaha, atau sebagai pejabat
tertentu negara.
Disamping itu ada yang paling penting lagi yaitu martabat seorang sebagai
penganut agam tertentu. Konselor harus pandai-pandai menghormati martabat
keagamaan seseorang, dengan cara tidak melecehkan ataupun menghinanya.
Konselor harus membantu meningkatkan kesejahteraan klien artinya ksesjahteraan
jasmani dan rohani. Aspek jasmani misalnya kseshatan badan, peningkatan
oenghasilan, menaikkan kemampuan intelektual sehingga menghasilkan suatu
produk benda atau jasa yang menghasilkan uang. Dengan kata lain hubungan
konseling harus mencapai hasil berupa kemajuan diri klien di bidang martabat dan
kesejahteraan, sehingga jati diri klien mencapai puncak.

2. Menghormati Perbedaan
a) Nondiskriminasi.
Konselor tidak boleh membeda-bedakan klien tentang agama, ras,
warna kulit, usia, jabatan, derajat, jenis kelamin, status perkawinan dan
sebagainya. Adalah merupakan tindak negatif dan amat tercela jika
konselor melakukan hal seperti ini. Sebab perbuatan diskriminasi akan
menuai celaan dan menjauhi profesi ini oleh klien-klien lainnya. Sebagai
contoh, jika konselor hana akan melayani orang kaya, maka dia akan
dianggap sebagai konselor materialistis yang serakah.
Manfaat tindakan nondiskriminatif akan meningkatkan popularitas
profesi dan penghargaan masyarakat terhadap profesi konseling akan naik.
Dengan kata lain akuntabilitas konselor menjadi menanjak.
Kasus kebencian orang Amerika hitam terhadap orang kulit putih
sudah umum diketahui. Demikian pula sebaliknya. Sesekali muncul

11
pembunuhan orang kulit hitam oleh polisi kulit putih. Dengan kata lain
sifat diskriminasi amat potensial di Amerika. Saat ini negara yang merasa
amat demokratis itu, meningkatkan kebenciannya terhadap islam dengan
menuduh sebagai teroris. Tujuan negara AS mungkin minyak dan
mungkin pula penghancuran islam.
Dengan kata lain diskriminasi ras dan agama tidak akan berhenti di
dunia ini. Karena itu kasus kebencian klien kulit hitam terhadap konselor
kulit putih merupakan cacat terhadap demokrasi di negara yang merasa
amat demokratis itu. Berdasarkan hal ini, maka hubungan konseling tidak
boleh dikotori dengan sifat diskriminasi.

b) Menghormati perbedaan
Disamping nondiskriminasi, konselor harus pula menghormati
perbedaannya dengan klien dalam hal budaya, ras, agama, status sosial
ekonomi, dan politik. Dan yang penting dalam hal kepercayaan dan atau
agama, supaya konselor menjaga jangan sampai dia memaksakan
agamanya kepada klien. Sebab hal itu jelas akan melanggar hak asasi
manusia.
Sekalipun demokrasi seperti Amerika, jelas tidak dapat menghargai
perbedaan. Terbukti dia tela melanggar hak asasi manusia dengan
menyerang Irak dengan tanpa alasan yang jelas kecuali untuk minyak dan
meluaskan wilayah Israel anak kandung AS. Negara AS telah menjadi
teroris terbesar abad ini.

3. Menghormati Hak-Hak Klien


Ada dua hak klien yang penting dalam hubungan konseling; pertama,
keterbukaan konselor terhadap klien; kedua, kebebasan klien untuk memilih.
Keterbukaan konselor amat penting. Maksudnya seorang konselor tidak
dibenarkan tertutup kepada klien yang disebabkan aroganisasinya misalnya
merasa diri tinggi, sehingga begitu kaku, tertutup, dan jarang mengenalkan
identitasnya.

12
Sikap seperti ini akan berdampak terhadap klien sehingga klien itupun
tertutup, kurang mau berkomunikasi. Padahal di dalam proses konseling,
keterbukaan klien adalah amat penting. Sebab dengan jalan demikian dia akan
mudah mengungkapkan rahasia batin yang selama ini disimpannya.
Mengenai kebebasan klien untuk memilih (freedom of choice) adalah hal
yang sering didiskusikan. Kebebasan ini amat tergantung kepada konselor. Jika
konselor kurang demokratis maka kebanyakan klien diatur untuk mencapai tujuan
yang memuaskan konselor. Biasanya melalui mekanisme nasehat.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kode etik profesi bimbingan dan konseling merupakan pedoman dan
landasan moral yang berisi aturan bagi anggota profesi bimbingan dan
konseling mencakup tingkah laku, sikap, akhlak, dan perbuatan yang wajib
dipatuhi dan diamalkan oleh setiap anggota organisasi profesi bimbingan dan

13
konseling dengan harapan dapat bertanggungjawab dalam menjalani tugasnya
sebagai seorang profesional.
2. Tujuan kode etik profesi bimbingan dan konseling adalah untuk menjunjung
tinggi martabat profesi bimbingan dan konseling, memberikan panduan
perilaku yang berkarakter dan profesional bagi anggota profesi dalam
meningkatkan dan memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Sedangkan pentingnya kode etik profesi bimbingan dan konseling adalah
dapat melindungi dan memperkuat kepercayaan publik (public trust) dalam
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, mengatur hubungan
konselor dengan konseli, teman sejawat, lembaga tempat bekerja, pimpinan,
dan profesi.
3. Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat saat konveksi yang
diselenggarakan di Malang pada tahun 1975 oleh Organisasi Profesi
Bimbingan dinamakan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) (sekarang,
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, atau ABKIN) yang mengikat
anggota pada mutu standar dan tanggung jawab sebagai anggota organisasi
profesi.

DAFTAR PUSTAKA
McLEOD, John. Pengantar Konseling Teori & Studi Kasus. Jakarta: Kencana.
2010.
Rahardjo, Susilo. Jurnal Konseling. Vol. 3 No. 2. Juli-Desember 2017.
Sujadi, Eko. Jurnal Tarbawi. Vol 14. No. 02. 02 Desember 2018
Willis, Sofyan. Konseling individual teori dan praktek. Bandung: Alfabeta. 2017.
ABKIN.Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2018

14
15

Anda mungkin juga menyukai