Disusun Oleh :
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHLUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2
A. Pengertian Kode Etik Bimbingan dan Konseling........................................2
B. Tujuan Kode Etik Bimbingan dan Konseling..............................................4
C. Perkembangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling..................................6
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti layaknya sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga
membituhkan apa yang dinamakan strategi dalam pelaksanaan nya. Dalam hal
untuk mengetahui strategi apa yang tepat untuk digunakan kepada seorang yang
hendak dibimbing ( konseli) itulah seorang yang hendak membimbing (konselor)
membutuhkan kode etik untuk menjalakn profesinya tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sumber dari kode etik bimbingan konseling ?
2. Bagaimana pendekatan kode etik bimbingan dan konseling ?
3. Bagaimana Perkembangan kode etik dalam bimbingan dan konseling ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui sumber dari kode etik bimbingan dan konseling
2. Agar mengetahui pendekatan dari kode etik bimbingan dan konseling
3. Agar mengetahui pelaksanaa dari kode etik bimbingan dan konseling.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang
mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi,
atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para
pekerja atau anggota dengan masyarakat.
2
diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh
pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota
(Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)
3
B. Tujuan dan Pentingnya Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Tujuan adanya kode etik profesi adalah untuk anggota dan organisasi
profesi itu sendiri. Secara umum, menurut R. Hermawan S (1979) dalam Soetjipto
& Raflis Kosasi (2011: 31-32) tujuan kode etik profesi yaitu:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi, dalam hal ini kode etik dapat
menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar
mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi
yang bersangkutan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, yang
dimaksud kesejahteraan disini meliputi baik kesejahteraan lahir (material)
maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental)
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, tujuan lain kode
etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,
sehingga bagi para anggota prrofesi dapat dengan mudah mengetahui
tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu
dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi, untuk meningkatkan mutu profesi kode
etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, untuk meningkatkan mutu
organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara
aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-
kegiatan yang dirancang organisasi.
4
Menurut ABKIN Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki
lima tujuan, yaitu:
1. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi
anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Membantu anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional.
3. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) dan divisi-divisinya.
4. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi.
5. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kode etik profesi
bimbingan dan konseling adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi
bimbingan dan konseling, membantu menjaga dan memelihara kesejahteraan
anggota profesi bimbingan dan konseling dalam membangun kegiatan pelayanan
yang profesional, memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional
bagi anggota profesi dalam meningkatkan dan memberikan pelayanan bimbingan
dan konseling, meningkatkan mutu organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan
dan Konseling Indonesia, dan melindungi anggota profesi dan sasaran layanan
atau konseling dengan meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Pentingnya kode etik profesi bimbingan dan konseling bagi seorang konselor
dalam menjalankan tugasnya menurut Mungin Eddy Wibowo (2005: 53), yaitu:
5
4. Memberikan dasar untuk melakukan penilaian atas kegiatan profesional
yang dilakukannya.
5. Menjaga nama baik profesi terhadap masyarakat (public trust) dengan
mengusahakan standar mutu pelayanan dengan kecakapan tinggi dan
menghindari perilaku tidak layak atau tidak patut/pantas.
6. Memberikan pedoman berbuat bagi konselor jika menghadapi dilema etis
7. Menunjukkan kepada konselor standar etika yang mencerminkan
pengharapan masyarakat.
6
tersebut telah mengeluarkan kode etik bagi praktisi, disertai dengan prosedur
dalam menghadapi keluhan berkenaan dengan perilaku tidak etis. Di Amerika
Serikat, kode etik dipublikasikan oleh American Psychiatric Association,
American Psychological Association, American Association for Marital and
Family Therapy, dan American Association and for Counselling and
Development. Selain itu, beberapa dewan legislatif negara di bagian AS telah
merancang kode etik sebagaimana yang dimiliki oleh berbagai kelompok dan
agen profesi lainnya. Semua konselor yang terlatih dan kompeten yang sekarang
melakukan praktik harus mampu menunjukkan kode etik tertentu kepada klien
nya. Sampai musim gugur 2001, British Association for Counselling and
Psychoterapy (BACP) menjalankan Code of Ethics and Practice for Counsellors,
yang mencakup karakteristik konseling, tanggung jawab, kompetensi, manajemen
kerja, kerahasiaan dan iklan. BACP mengganti kode etik ini dengan Ethical
Framework for Good Practice in Counselling and Pshychotherapy (2001), yang
memberikan penekanan lebih besar kepada moralitas dan nilai positif.
Walaupun berbagai kode etik ini tidak diragukan lagi sangat membantu
dalam menyatakan kesatuan pandangan terhadap berbagai dilema etik dalam
konseling, namun masih ada ambiguitas di sana.
Penting untuk di catat bahwa kode etik ini dikembangkan bukan hanya
untuk melindungi klien dari pelecehan atau malapraktik yang dilakukan oleh
konselor, tetapi juga untuk melindungi profesi konseling dari campur tangan
pemerintah dan menguatkan klaimnya untuk mengontrol bidang kepakaran
profesional tertentu. Komite kode etik dan kode praktik berfungsi menunjukkan
kepada dunia luar bahwa konseling berjalan sesuai aturan, bahwa konselor dapat
diandalkan untuk memberikan pelayanan profesional.
Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat oleh American
Counselling Association (ACA) oleh Donald Super yang disetujui pada tahun
1961 berdasarkan kode etik American Psychological Assosiation yang asli. Kode
7
etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat saat konveksi yang
diselenggarakan di Malang pada tahun 1975 oleh Organisasi Profesi Bimbingan
dinamakan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) (sekarang, Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia, atau ABKIN) yang mengikat anggota pada
mutu standar dan tanggung jawab sebagai anggota organisasi profesi. Setiap kali
diadakannya konveksi Organisasi Profesi, kode etik sebaiknya dikembangkan dan
dikaji kembali agar dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat-saat
tertentu sehingga para anggota profesi dapat menjalankan tugas dan peranannya
tanpa melanggar kode etik yang telah ditetapkan secara tertulis dalam kode etik
profesi tersebut.
a. Kualifikasi
1. Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi
akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan
dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan
Konseling.
2. Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling dan/atau Pendidikan Profesi Konselor.
3. Magister bimbingan dan konseling adalah pendidik professional dan
ahli bimbingan dan konseling yang berkualifikasi pendidikan S2
bimbingan dan konseling.
4. Doctor bimbingan dan konseling adalah pendidik professional dan ahli
pengembang ilmu bimbingan dan konseling yang berkualifikasi
pendidikan S3 bimbingan dan konseling.
b. Kompetensi
8
Sebagai pendidik yang dianugerahi gelar sarjana, profesi, magister, dan
doktor bimbingan dan konseling harus memiliki kompetensi sikap,
pengetahuan, keterampilan khusus, dan keterampilan umum. Kompetensi
sikap berlaku sama untuk semua jenjang pendidikan sebagai berikut.
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan
sikap religius;
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama, moral, dan etika;
3. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila;
4. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air,
memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan
bangsa;
5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan
kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
6. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan;
7. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara;
8. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
9. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri; dan
10. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan
kewirausahaan.
c. Kegiatan Professional
1. Praktik Pelayanan Secara Umum
9
2. Praktik pada Unit Kelembagaan
3. Praktik Mandiri
4. Dukungan Sejawat Profesional Konselor
5. Informasi dan Riset
6. Assesmen
Berikut ini kami kutipkan beberapa aspek penting KEK dari ACA
terutama untuk memantapkan hubungan konseling.
10
Dengan kata lain tanggung jawab utama konselor adalah kesejahteraan
klien. Tanggung jawab utama lainnya adalah menghormati martabat klien (client
dignity). Martabat klien adalah suatu yang bernilai yang harus dihormati,
misalnya jenis kelamin. Seorang wanita harus dihormati martabat
kewanitaannnya. Seorang pria mungkin yang menjadi martabatnya adalah
kedudukannya sebagai bapak, sebagai seorang pengusaha, atau sebagai pejabat
tertentu negara.
Disamping itu ada yang paling penting lagi yaitu martabat seorang sebagai
penganut agam tertentu. Konselor harus pandai-pandai menghormati martabat
keagamaan seseorang, dengan cara tidak melecehkan ataupun menghinanya.
Konselor harus membantu meningkatkan kesejahteraan klien artinya ksesjahteraan
jasmani dan rohani. Aspek jasmani misalnya kseshatan badan, peningkatan
oenghasilan, menaikkan kemampuan intelektual sehingga menghasilkan suatu
produk benda atau jasa yang menghasilkan uang. Dengan kata lain hubungan
konseling harus mencapai hasil berupa kemajuan diri klien di bidang martabat dan
kesejahteraan, sehingga jati diri klien mencapai puncak.
2. Menghormati Perbedaan
a) Nondiskriminasi.
Konselor tidak boleh membeda-bedakan klien tentang agama, ras,
warna kulit, usia, jabatan, derajat, jenis kelamin, status perkawinan dan
sebagainya. Adalah merupakan tindak negatif dan amat tercela jika
konselor melakukan hal seperti ini. Sebab perbuatan diskriminasi akan
menuai celaan dan menjauhi profesi ini oleh klien-klien lainnya. Sebagai
contoh, jika konselor hana akan melayani orang kaya, maka dia akan
dianggap sebagai konselor materialistis yang serakah.
Manfaat tindakan nondiskriminatif akan meningkatkan popularitas
profesi dan penghargaan masyarakat terhadap profesi konseling akan naik.
Dengan kata lain akuntabilitas konselor menjadi menanjak.
Kasus kebencian orang Amerika hitam terhadap orang kulit putih
sudah umum diketahui. Demikian pula sebaliknya. Sesekali muncul
11
pembunuhan orang kulit hitam oleh polisi kulit putih. Dengan kata lain
sifat diskriminasi amat potensial di Amerika. Saat ini negara yang merasa
amat demokratis itu, meningkatkan kebenciannya terhadap islam dengan
menuduh sebagai teroris. Tujuan negara AS mungkin minyak dan
mungkin pula penghancuran islam.
Dengan kata lain diskriminasi ras dan agama tidak akan berhenti di
dunia ini. Karena itu kasus kebencian klien kulit hitam terhadap konselor
kulit putih merupakan cacat terhadap demokrasi di negara yang merasa
amat demokratis itu. Berdasarkan hal ini, maka hubungan konseling tidak
boleh dikotori dengan sifat diskriminasi.
b) Menghormati perbedaan
Disamping nondiskriminasi, konselor harus pula menghormati
perbedaannya dengan klien dalam hal budaya, ras, agama, status sosial
ekonomi, dan politik. Dan yang penting dalam hal kepercayaan dan atau
agama, supaya konselor menjaga jangan sampai dia memaksakan
agamanya kepada klien. Sebab hal itu jelas akan melanggar hak asasi
manusia.
Sekalipun demokrasi seperti Amerika, jelas tidak dapat menghargai
perbedaan. Terbukti dia tela melanggar hak asasi manusia dengan
menyerang Irak dengan tanpa alasan yang jelas kecuali untuk minyak dan
meluaskan wilayah Israel anak kandung AS. Negara AS telah menjadi
teroris terbesar abad ini.
12
Sikap seperti ini akan berdampak terhadap klien sehingga klien itupun
tertutup, kurang mau berkomunikasi. Padahal di dalam proses konseling,
keterbukaan klien adalah amat penting. Sebab dengan jalan demikian dia akan
mudah mengungkapkan rahasia batin yang selama ini disimpannya.
Mengenai kebebasan klien untuk memilih (freedom of choice) adalah hal
yang sering didiskusikan. Kebebasan ini amat tergantung kepada konselor. Jika
konselor kurang demokratis maka kebanyakan klien diatur untuk mencapai tujuan
yang memuaskan konselor. Biasanya melalui mekanisme nasehat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kode etik profesi bimbingan dan konseling merupakan pedoman dan
landasan moral yang berisi aturan bagi anggota profesi bimbingan dan
konseling mencakup tingkah laku, sikap, akhlak, dan perbuatan yang wajib
dipatuhi dan diamalkan oleh setiap anggota organisasi profesi bimbingan dan
13
konseling dengan harapan dapat bertanggungjawab dalam menjalani tugasnya
sebagai seorang profesional.
2. Tujuan kode etik profesi bimbingan dan konseling adalah untuk menjunjung
tinggi martabat profesi bimbingan dan konseling, memberikan panduan
perilaku yang berkarakter dan profesional bagi anggota profesi dalam
meningkatkan dan memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Sedangkan pentingnya kode etik profesi bimbingan dan konseling adalah
dapat melindungi dan memperkuat kepercayaan publik (public trust) dalam
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, mengatur hubungan
konselor dengan konseli, teman sejawat, lembaga tempat bekerja, pimpinan,
dan profesi.
3. Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat saat konveksi yang
diselenggarakan di Malang pada tahun 1975 oleh Organisasi Profesi
Bimbingan dinamakan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) (sekarang,
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, atau ABKIN) yang mengikat
anggota pada mutu standar dan tanggung jawab sebagai anggota organisasi
profesi.
DAFTAR PUSTAKA
McLEOD, John. Pengantar Konseling Teori & Studi Kasus. Jakarta: Kencana.
2010.
Rahardjo, Susilo. Jurnal Konseling. Vol. 3 No. 2. Juli-Desember 2017.
Sujadi, Eko. Jurnal Tarbawi. Vol 14. No. 02. 02 Desember 2018
Willis, Sofyan. Konseling individual teori dan praktek. Bandung: Alfabeta. 2017.
ABKIN.Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2018
14
15