Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BIMBINGAN KONSELING

KODE ETIK GURU DAN KODE ETIK BK

Oleh Kelompok 12 :
Alevia Rizqa Rifanny 22020045
Annisa Ferwidya Ramadani 22020048
Dona Sartika 22020007
Muhammad Rian Januardi 22004097
Naila Raissania Riandra Putri 22004165
Siti Zakiyyah Izani 22004159

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Rezki Hariko, M.Pd., Kons

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Kode Etik Guru dan BK” ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya. Tidak
lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Rezki Hariko, M.Pd.,Kons.,selaku
dosen mata kuliah Bimbingan Konseling yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.

Pada kesempatan kali ini kami menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Karena itu penulis mengharapkan segala bentuk saran yang membangun dari
berbagai pihak agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Kode Etik Guru dan BK” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Padang, 26 November 2023

Kelompok 12

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
BAB I ..................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 6
A. Pengertian Kode Etik Guru dan BK................................................................................ 6
B. Ruang Lingkup Kode Etik Guru ................................................................................... 10
C. Ruang Lingkup Kode Etik BK ...................................................................................... 12
D. Kode Etik di Indonesia.................................................................................................. 13
E. Permasalahan Dalam Penerapan Kode Etik Bk ............................................................ 14
BAB III................................................................................................................................. 17
PENUTUP ............................................................................................................................ 17
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 17
B. Saran ............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 18
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru dan konselor sekolah memainkan peran penting dalam membentuk dan
membimbing generasi muda. Oleh karena itu, sangat penting bagi mereka untuk
mematuhi kode etik profesional agar dapat memberikan layanan pendidikan dan
konseling yang berkualitas tinggi kepada siswa.
Mereka dituntut untuk menjunjung tinggi standar etika profesional tertinggi
dalam pekerjaan mereka. Kode etik dirancang untuk melindungi siswa,
menegakkan integritas profesi, dan menjaga kepercayaan masyarakat. Di Amerika
Serikat, kode etik guru ditetapkan oleh asosiasi pendidikan di setiap negara bagian.
Kode etik ini biasanya mencakup tanggung jawab guru untuk mendidik semua
siswa secara adil, menjaga hubungan profesional dengan siswa, dan menunjukkan
integritas pribadi dan profesional (Kimball, 2022). Sementara itu, konselor sekolah
diatur oleh kode etik American School Counselor Association, yang menekankan
rahasia, kerahasiaan, keadilan, kejujuran, integritas, dan kesejahteraan siswa
(ASCA, 2016).
Kode etik guru dan kode etik konselor sekolah menjadi standar etika bagi
praktik profesional kedua bidang ini di Indonesia. Tujuan kode etik ini adalah
melindungi kepentingan para siswa dan masyarakat, menjaga martabat serta
integritas profesi, dan membangun kepercayaan publik terhadap profesi guru dan
konselor. Dalam makalah ini akan membahas ruang lingkup kode etik guru dan
kode etik bk serta tujuan dari kode etik dan bk itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kode etik guru dan bk ?


2. Bagaimana ruang lingkup kode etik guru?
3. Bagaimana ruang lingkup kode etik bk?
4. Bagaimana permasalahan dalam penerapan kode etik bk?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian kode etik guru dan bk

4
2. Untuk mengetahui ruang lingkup kode etik guru
3. Untuk mengetahui ruang lingkup kode etik bk
4. Untuk mengetahui permasalahan dalan penerapan kode etik bk

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Guru dan BK

a) Kode Etik
Kode etik merupakan sekumpulan peraturan yang mengatur perilaku dari
anggota suatu profesi tertentu. Kode etik tersebut memiliki fungsi sebagai pedoman
bagi para anggota profesi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta
menjaga kualitas moral dari profesi tersebut di mata masyarakat. Selain itu, kode
etik juga berfungsi sebagai sarana kontrol sosial dengan menghubungkan nilai dan
norma yang berlaku dengan pelayanan profesi, mencegah campur tangan pihak lain
yang dapat merugikan profesi, serta mencegah terjadinya kesalahpahaman dan
konflik di antara para anggota profesi maupun dengan masyarakat.
Menurut R. Hermawan S. yang dikutip oleh Rusman, terdapat lima tujuan
umum penyusunan kode etik profesi, yaitu:
1. Untuk menjaga kehormatan dan martabat suatu profesi.
2. Untuk melindungi serta meningkatkan kesejahteraan anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan dedikasi dan pengabdian dari para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan kualitas dan mutu dari profesi yang bersangkutan.
5. Untuk meningkatkan kualitas dan mutu organisasi profesi itu sendiri.
b) Kode Etik Guru
Guru menjalankan tugas profesionalnya yang utama dalam mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik di
jalur pendidikan formal baik di tingkat pendidikan usia dini, dasar maupun
menengah. Guru harus memiliki kemampuan yang tinggi sebagai sumber daya
manusia utama dan berkepribadian luhur untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Guru merupakan teladan yang patut ditiru dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, terutama oleh para peserta didiknya.
Dalam menjalankan tugasnya, guru harus berpegang teguh pada prinsip "ing ngarso
sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani". Oleh karena itu,
semua pihak yang berkepentingan seharusnya tidak boleh mengabaikan peran
penting guru dan profesinya.
Salah satu persyaratan menjadi seorang guru profesional adalah memiliki kode
etik yang akan dijadikan panduan dalam menjalankan tugas profesinya. Pada
6
intinya, tujuan pembuatan kode etik dalam sebuah profesi adalah demi kepentingan
para anggota dan organisasi profesi itu sendiri. Kode etik profesi merupakan
norma-norma yang harus dipatuhi oleh para anggotanya dalam menjalankan tugas
profesionalnya dan juga dalam kehidupan bermasyarakat.ng berkepentingan
seharusnya tidak boleh mengabaikan peran penting guru dan profesinya.
Hamzah B. Uno mengemukakan empat fungsi kode etik guru, yaitu:
1. Untuk mencegah guru melakukan penyimpangan atas tanggung jawab dan
kewajibannya.
2. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, rekan kerja, masyarakat, dan
pemerintah.
3. Sebagai pedoman dan pegangan perilaku guru agar lebih bertanggung jawab
terhadap profesinya.
4. Memberikan arahan dan petunjuk yang benar pada mereka yang menjalankan
profesi guru dalam melaksanakan tugas.
Kode Etik Guru merupakan pedoman perilaku yang bertujuan menempatkan
profesi guru sebagai profesi terhormat, luhur, dan bermartabat yang dilindungi oleh
hukum. Kode Etik Guru berfungsi sebagai serangkaian prinsip dan norma moral
yang mendasari pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali murid, sekolah dan rekan
seprofesi, serta organisasi profesi. Kode etik harus menyatu dengan perilaku guru.
Selain itu, guru dan organisasinya berkewajiban menyebarluaskan Kode Etik
tersebut kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan
pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar baik dengan sengaja
maupun tidak. Berikut ini parafrase yang lebih singkat dan padat dari paragraf
tersebut:
Kepatuhan guru pada Kode Etik mendorong mereka berperilaku sesuai norma
yang diizinkan dan menghindari yang dilarang organisasi profesi. Dengan
demikian, guru dapat mewujudkan aktualisasi diri dalam proses pendidikan secara
profesional, bermartabat, dan beretika. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, kode
etik guru di Indonesia memiliki dua unsur utama, yaitu: 1) sebagai landasan moral;
dan 2) sebagai pedoman perilaku. Dengan adanya pedoman tersebut, para guru
selalu berkomitmen pada tugas dan tanggung jawabnya serta menjunjung tinggi
nilai-nilai moral dan kepribadian dalam tindak tanduk sehari-hari.

7
c) Kode Etik BK
Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama kali di buat oleh American
Counseling Association (ACA) oleh Donald Super dan di setujui tahun 1961 yang
berdasarkan kode etik American Psychological Association yang asli. Kode etik
yang pertama di lakukan pada masa konvensi yang di adakan di Malang tahun 1975
oleh sekelompok ahli bimbingan yang dikatakan Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) yang sekarang dinai Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) menyatu anggota terhadap standar juga tanggung jawab selaku anggota
organisasi profesi.
Kode etik profesi bimbingan dan konseling merupakan pedoman bagi konselor
dalam menjalankan tugasnya. Kode etik ini telah dipelajari oleh konselor sejak di
bangku kuliah, baik secara teoritis maupun praktik. Sebagai calon konselor, kode
etik ini harus diterapkan dalam semua kegiatan layanan bimbingan dan konseling,
baik di ruang kelas, laboratorium, sekolah, maupun di luar sekolah. Kode etik
profesi bukan sekadar nasihat, tetapi merupakan aturan yang harus ditaati oleh
setiap konselor. Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing, seperti halnya
dokter memiliki kode etik kedokteran, guru memiliki kode etik guru, dan siswa
memiliki kode etik siswa. Konselor bimbingan konseling harus memiliki etika
khusus yang mengatur perilaku profesional mereka. Etika ini, yang disebut kode
etik profesi, membantu konselor memahami, menghayati, dan menerapkan etika
dalam praktik mereka. Kode etik juga melindungi konselor dari intervensi
pemerintah, mencegah perselisihan internal, dan mengurangi risiko malpraktik.
Menurut Abkin (2006), penegasan identitas profesi bimbingan dan konseling
dapat diwujudkan melalui implementasi kode etik dan supervisi. Sunaryo
Kartadinata (2011) menjelaskan bahwa penegakan dan penerapan kode etik
bertujuan untuk:
• Melindungi martabat profesi bimbingan dan konseling
• Melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik
• Meningkatkan mutu profesi bimbingan dan konseling
• Menjaga standar mutu dan status profesi bimbingan dan konseling
• Memperkuat ikatan antara tenaga profesi bimbingan dan konseling dengan
profesi yang disandangnya

8
Kode Etik Bimbingan dan Konseling di Indonesia disusun oleh ABKIN (2006)
memuat hal-hal berikut:
• Kualifikasi: Konselor wajib memiliki nilai, sikap, keterampilan,
pengetahuan, dan wawasan dalam bidang bimbingan dan konseling, serta
memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai
konselor.
• Informasi, testing, dan riset: Konselor wajib menyimpan dan menggunakan
informasi secara rahasia.Hasil tes hanya boleh diberikan kepada konselor
yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.Penelitian yang
dilakukan oleh konselor harus menjaga prinsip-prinsip sasaran penelitian
serta kerahasiaan.
• Proses pelayanan: Konselor wajib membangun hubungan yang baik dengan
klien. Konselor wajib menghormati hak-hak klien.
• Konsultasi dan hubungan dengan rekan sejawat atau ahli lain: Konselor
perlu berkonsultasi dengan rekan sejawat atau ahli lain untuk meningkatkan
kualitas layanannya.Konselor perlu mengalihtangankan kasus kepada
konselor lain apabila tidak dapat memberikan bantuan kepada klien tersebut.
• Hubungan kelembagaan: Layanan konseling harus dilaksanakan sesuai
dengan peraturan yang berlaku di lembaga tempat konselor bekerja.
• Praktik mandiri dan laporan kepada pihak lain: Konselor praktik mandiri
wajib mengikuti peraturan yang berlaku untuk praktik mandiri. Konselor
wajib melaporkan hasil layanannya kepada pihak lain yang terkait.
• Ketaatan kepada profesi: Konselor wajib melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai konselor. Konselor wajib mematuhi kode etik profesi
bimbingan dan konseling.
• Alih Tangan Kasus : Konselor yang merasa tidak mampu memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling secara benar dan sesuai atas suatu
konflik konseli, harus mengalihtangankan kasus tersebut kepada pihak yang
lebih ahli.

Kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia memiliki lima tujuan,
yaitu :

9
1. Pedoman perilaku etis dan profesional dalam pemberian layanan bimbingan
dan konseling kepada guru.

2. Membantu guru membangun karir pelayanan yang profesional.

3. Mendukung kerja asosiasi profesi, Asosiasi Bimbingan dan Konseling


Indonesia (ABKIN).

4. Dasar-dasar dan pedoman untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang


timbul dari anggota profesional dan pengetahuan mereka.

5. Lindungi anggota dan layanan atau konseling

Setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat menyebabkan kerugian


bagi diri konselor sendiri maupun pihak yang dilayani. Bahkan Abkin
menegaskan bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan
sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (Bab V kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling).

B. Ruang Lingkup Kode Etik Guru

• Etika Guru Terhadap Peraturan Perundang-undangan

Guru sebagai pendidik profesional harus taat dan patuh terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Kode Etik
Guru Indonesia yang menyatakan bahwa guru wajib melaksanakan ketentuan-
ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Guru perlu mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang


pendidikan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kebijakan-kebijakan
tersebut meliputi kurikulum, metode pembelajaran, sarana dan prasarana
pendidikan, serta standar kompetensi lulusan.

Guru juga perlu berperan aktif dalam menyukseskan program-program


pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar, atau workshop yang diselenggarakan
oleh pemerintah.

• Etika Guru Terhadap Organisasi Profesi

10
Guru sebagai anggota profesi harus mengabdikan diri dan berbakti kepada
organisasi profesinya. Hal ini sesuai dengan Kode Etik Guru Indonesia yang
menyatakan bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama wajib mengembangkan,
dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

Guru dapat berperan aktif dalam organisasi profesi dengan cara menjadi
anggota, mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi, dan memberikan kontribusi bagi
kemajuan organisasi.

• Etika Guru Terhadap Teman Sejawat

Guru sebagai rekan kerja harus saling menghormati dan menghargai. Hal ini
sesuai dengan Kode Etik Guru Indonesia yang menyatakan bahwa guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

Guru dapat menciptakan hubungan yang baik dengan teman sejawat dengan
cara saling membantu, saling mendukung, dan saling menghormati.

• Etika Guru Terhadap Anak Didik

Guru sebagai pendidik harus memberikan teladan yang baik bagi anak didiknya.
Hal ini sesuai dengan Kode Etik Guru Indonesia yang menyatakan bahwa guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.Guru dapat memberikan teladan yang baik bagi anak didiknya
dengan cara berperilaku jujur, adil, dan disiplin.

• Etika Guru Terhadap Tempat Kerja

Guru sebagai tenaga pendidik harus memanfaatkan fasilitas yang ada di tempat
kerja dengan sebaik-baiknya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa
pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang
memadai secara merata dan bermutu di seluruh jenjang pendidikan. Guru dapat
memanfaatkan fasilitas yang ada di tempat kerja dengan cara menggunakannya
secara bertanggung jawab dan menjaganya agar tetap terawat.

• Etika Guru Terhadap Pemimpin

Guru sebagai anggota masyarakat harus bekerja sama dengan pemimpin dalam
menyukseskan program-program yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan Kode
11
Etik Guru Indonesia yang menyatakan bahwa guru wajib menjunjung tinggi
martabat dan kewibawaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan. Guru
dapat bekerja sama dengan pemimpin dengan cara mengikuti arahan dan petunjuk
dari pemimpin, serta memberikan kontribusi bagi kemajuan sekolah.

C. Ruang Lingkup Kode Etik BK

Ruang lingkup kode etik profesi bimbingan dan konseling meliputi hal-hal yang
bersangkut paut dengan kompetensi yang dimiliki, kewenangan dan kewajiban tenaga
profesi bimbingan dan konseling, serta caracara pelaksanaan layanan yang dilakukan
dalam kegiatan profesi.
Hal-hal pokok yang harus diperhatikan oleh konselor meliputi:
• Pemahaman terhadap esensi dan spektrum permasalahan kode etik
bimbingan dan konseling beserta analisis pengembangan solusinya.
Hal ini berarti konselor harus memahami secara mendalam kode etik bimbingan
dan konseling, baik dari segi esensi maupun spektrum permasalahannya. Selain itu,
konselor juga harus mampu menganalisis permasalahan kode etik dan mengembangkan
solusi yang tepat.
• Kemartabatan profesi bimbingan dan konseling baik teoritik, strategik,
maupun praktiknya.
Hal ini berarti konselor harus menjaga martabat profesi bimbingan dan
konseling, baik dari segi teori, strategi, maupun praktiknya. Konselor harus
memberikan pelayanan yang bermanfaat, melaksanakan layanan sesuai dengan
kewenangan, dan memperoleh pengakuan yang sehat dari masyarakat.
Berikut adalah contoh penerapan hal-hal pokok yang harus diperhatikan oleh konselor:
• Pemahaman terhadap esensi dan spektrum permasalahan kode etik
bimbingan dan konseling beserta analisis pengembangan solusinya.
Seorang konselor yang memahami esensi kode etik bimbingan dan konseling
akan menyadari bahwa kode etik tersebut bertujuan untuk melindungi hak-hak konseli
dan konselor. Konselor juga akan memahami bahwa kode etik bimbingan dan konseling
bersifat dinamis, sehingga perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam analisis pengembangan solusi, konselor dapat melakukan studi literatur,
berkonsultasi dengan ahli, atau mengadakan penelitian.

12
• Kemartabatan profesi bimbingan dan konseling baik teoritik, strategik,
maupun praktiknya.
Seorang konselor yang menjunjung tinggi martabat profesi bimbingan dan
konseling akan memberikan pelayanan yang bermanfaat bagi konseli. Konselor juga
akan melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kewenangan dan
peraturan yang berlaku.
Selain itu, konselor akan berusaha untuk memperoleh pengakuan yang sehat
dari masyarakat, baik dari segi profesionalisme maupun moralitas

D. Kode Etik di Indonesia

Abkin (2006:94) mengemukakan bahwa penegasan identitas profesi Bimbingan


dan Konseling harus diwujudkan dalam implementasi kode etik dan
supervisinya. Sunaryo Kartadinata (2011:15) menjelaskan bahwa penegakan dan
penerapan kode etik bertujuan untuk:
(1) menjunjung tinggi martabat profesi;
(2) melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik;
(3) meningkatkan mutu profesi;
(5) menjaga standar mutu dan status profesi, dan
(6) penegakan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya.

Selanjutnya Uman Suherman (2007) menegaskan bahwa seorang konselor


hendaknya menunjukkan sikap dan perilaku sebagai berikut:

(1) berusaha meciptakan suasana dan hubungan konseling yang kondusif;

(2) berusaha menjaga sikap objektif terhadap klien;

(3) mengekplorasi faktor penyebab masalah-masalah psikologis, baik masa lalu


maupun masa kini;

(4) menentukan kerangka rujukan atau perangkat kognitif terhadap kesulitan klien
dengan cara yang dapat dimengerti klien;

(5) konseling memiliki strategi untuk mengubah kembali perilaku salah suai,
keyakinan irasional, gangguan emosi dan menyalahkan diri sendiri;

(6) mempertahankan transfer pemahaman tentang perilaku baru yang diperlukan klien
dalam kehidupan sehari-harinya;

13
(7) menjadi model atau contoh sosok yang memiliki sikap sehat dan normal;

(8) menyadari kesalahan yang pernah dibuat dan resiko yang dihadapi;

(9) dapat dipercaya dan mampu menjaga kerahasiaan;

(10) memiliki orientasi diri yang selalu berkembang; dan

(11) ikhlas dalam menjalankan profesinya.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami bahwa seorang konselor


tidak hanya dituntut secara teknis menguasai keseluruhan aspek teoritis dan praktis
Bimbingan dan Konseling, namun juga harus memiliki segenap aspek kepribadian
yang positif. Setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat menyebabkan kerugian bagi
diri konselor sendiri maupun pihak yang dilayani..

Seperti penelitian yang dilakukan Suhertina (2010) terkait dengan implementasi


kode etik bimbingan dan konseling, ditemukan hasil bahwa Guru BK atau konselor
sekolah memiliki pemahaman yang relatif rendah terkait dengan kode etik BK, bahkan
yang mengejutkan yakni sebagian konselor sekolah tidak mengenal kode etik BK.

E. Permasalahan Dalam Penerapan Kode Etik Bk

Berdasarkan penjelasan di atas terkait dengan permasalahan dalam penerapan


kode etik, penulis dapat merumuskan sumber permasalahannya antara lain:
1. Pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling yang kurang memiliki kompetensi.
Hal ini dikarenakan banyak guru BK yang tidak berlatar belakang pendidikan
Bimbingan dan Konseling. Selain itu kemauan guru BK untuk mengembangkan
kompetensi seperti mengikuti pelatihan/seminar/workshop atau melanjutkan
pendidikan yang linear masih rendah. Implikasi dari rendahnya penguasaan
kompetensi tersebut yakni buruknya pelayanan yang diberikan kepada pengguna
pelayanan konseling, seperti ada guru BK yang menjadi polisi sekolah, guru
BK yang pemarah/galak, guru BK yang tidak mampu menyusun program BK,
guru BK yang tidak mampu melakukan kerjasama dengan rekan sejawat, di
luar profesi atau hubungan dengan lembaga, ketidak mampuan guru BK dalam
menerapkanilmu pendidikan Ketika melaksanakan pelayanan, ketidak mampuan
guru BK dalam melakukan evaluasi dan melakukan tindak lanjut dari evaluasi,
serta masih banyak lagi.

14
2. Pihak di luar BK. Bimbingan dan Konseling merupakan bagian dari sistem
pendidikan itu sendiri, sehingga bagaimana dukungan dari sistem akan memberikan
warna postif pada terlaksananya pelayanan konseling. Namun seperti yang kita lihat
bahwa beberapa kebijakan yang dibuat oleh pihak tertentujustru mengaburkan
hakikat pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Hal ini disebabkan
kurangnya pengetahuan para pembuat kebijakan mengenai pelaksanaan pelayanan
konseling yang ideal. Contohnya seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwaada
kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk mengangkat guru mata
pelajaran menjadi guru Bimbingan dan Konseling dikarenakan lebihnya guru
mata pelajaran.
Dapat dibayangkan bagaimana pelaksanaan pelayanan bimbingan dan
konseling yang dilaksanakan oleh tenaga yang tidak mengerti mengenai
bimbingan dan konseling. Demikian kompleksnya permasalahan terkait
implementasi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling, menimbulkan ketidak
percayaan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan konseling. Banyak
masyarakat yang masih “kabur” mengenai apa itu konseling, siapa yang
memberikan pelayanan konseling, permasalahan apa saja yang dapat ditangani oleh
konselor, dan apa saja kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor.
Persepsi seperti itu justru akan menghambat konseling untuk menjadi profesi yang
bermartabat. Kita lihat saja beberapa profesi lain yang telah kokoh menunjukkan
eksistensinya, sebut saja profesi Dokter, Advokat, Akuntan, Psikolog, dan masih
banyak lagi. Masyakarat akan berbondong-bondong untuk mendatangi profesi-
profesi tersebut ketika berhadapan dengan permasalahan-permasalahan
tertentu.Pada hakikatnya untuk menjadikan profesi bimbingan dan konseling lebih
bermartabat, di mana kode etik profesi ditegakkan,harus dimulai dari kesadaran
pada diri pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling.
Guru BK/Konselor haruslah bersikap idealis dengan melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya secara benar. Mereka hendaknya menumbuhkan perilaku
altruistik, yakni keinginan membantu orang lain untuk menjadi yang lebih baik
dibandingkan menuntut haknya. Konselor hendaknya juga senantiasa
meningkatkan kualitas kepribadian. Ciri-ciri kepribadian yang seyogyanya harus
dimiliki oleh Konselor menurut Sukartini (2011:17) antara lain:
(1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa;

15
(2) berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk
spiritual, bermoral, individual dan sosial;
(3) menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya serta sikap
demokrtatis;
(4) menampilkan nilai, norma, dan moral yang beraku dan berakhlak mulia;
(5) menamplkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan
emosional;dan
(6) cerdas, kreatif, mandiri dan berpenampilan menarik.
Selain itu, instansi terkait juga dapat menyediakan sarana bagi pengembangan
kompetensi guru BK/Konselor, seperti mengadakan seminar/workshop/diklat
dan sejenisnya, di mana setiap guru BK diwajibkan untuk mengikuti
kegiatan tersebut.Uman Suherman (2007) merincikan bahwa peningkatan
kualitas profesi konselor secara berkelanjutan hendaknya terilhat dalam
peningkatan kinerja profesional, penguasaan landasan profesional, penguasaan
materi akademik, penguasaan keterampilan proses, penguasaan penyesuaian
interaksional, kepribadian, kreatif, dan peningkatan kolaborasi
Apabila kompetensi telah terpenuhi, jika tanpa adanya regulasi yang jelas
juga akan menghambat jalannya suatu profesi. Dengan demikian, pembuat
kebijakan dapat Menyusun regulasi mengenai pelaksanaan bimbingan dan
konseling di satuan pendidikan, di mana tujuan dari regulasi tersebut adalah
memperkuat keberadaan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling itu
sendiri, bukan semakin melemahkan atau mengaburkan standar pelaksanaannya.
Terkait dengan jam pembelajaran bimbingan dan konseling di satuan
pendidikan, spektrum pelayanan konseling, tugas pokok guru bimbingan dan
konseling, pengawasan, hingga akuntabilitas pelaksanaan program harus
tercantum secara jelas dan operasional di dalam regulasi tersebut.
Lebih jauh lagi, isi dari peraturan tersebut adalah mengarah kepada
tegaknya kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Agar kebijakan yang telah
dibuat dapat terlaksana dengan baikmaka harus disertai pengawasan terhadap
kebijakan tersebut beserta sanksi tegas bagi pelanggarnya

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kode etik merupakan pedoman perilaku bagi anggota suatu profesi. Kode etik
guru dan kode etik BK mengatur perilaku guru dan konselor dalam menjalankan
tugas profesionalnya. Kedua kode etik ini menekankan pada prinsip melindungi
kepentingan siswa/konseli, menjaga martabat profesi, serta membangun
kepercayaan publik.
Meski demikian, penerapan kode etik guru dan BK di Indonesia masih
menghadapi sejumlah kendala. Kurangnya pemahaman dan kesadaran dari para
guru dan konselor menjadi penyebab utama. Selain itu, kebijakan dari pihak
eksternal kerap kali justru memperlemah standar profesi guru BK dan konselor.
Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak terkait untuk
meningkatkan kompetensi SDM, menegakkan regulasi yang mendukung profesi
guru BK dan konselor, serta melakukan pengawasan pelaksanaan kode etik dengan
tegas. Dengan demikian diharapkan citra dan martabat profesi dapat terangkat.

B. Saran

Kami selaku penyusun makalah ini menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam penyusunannya. Kekurangan tersebut meliputi kesalahan ejaan,
pilihan kata, sistematika penulisan, dan penggunaan bahasa yang kurang tepat.
Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaksempurnaan makalah ini.
Kami akan terus belajar dan berusaha untuk meningkatkan kualitas makalah kami
di masa mendatang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hunainah, P. (n.d.). ETIKA PROFESI BIMBINGAN KONSELING.

Kelompok, O., Khusna Asmaul Khusna, A., & Agustin Maya Agustin, M. (n.d.). Ruang
Lingkup Etika Profesi Guru.

Rahardjo Agung Slamet Kusmanto, S. (2017). Dipublikasikan oleh: Program Studi


Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus PELAKSANAAN KODE
ETIK PROFESI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING SMP/MTS KABUPATEN
KUDUS. Jurnal Konseling GUSJIGANG, 3(2).

Tarbawi, J., Jurnal, :, Pendidikan, I., & Sujadi, E. (2018). KODE ETIK PROFESI
KONSELING SERTA PERMASALAHAN DALAM PENERAPANNYA. Jurnal Ilmu
Pendidikan, 14(02), 69–77.

Siswanto. (n.d.). Etika Profesi Guru Islam.

Abdillah, N., Kurniawati, S.Z. and Marjo, H.K. (2021) ‘Pelaksanaan Kode Etik Konselor
Dalam Hubungan Ganda di Sekolah’, Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling Undiksha,
12(1).

Asosiasi Bimbingan Dan Konseling Indonesia. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Available at: https://abkin.org/ (Accessed: 26 November 2023).

Sukartini, S.P. (2011). “Pribadi Konselor”; dalam Mamat Supriatna. (Ed), Bimbingan dan
Konseling Berbasis Kompetensi (Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor).
Jakarta: Rajawali Pers.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Profesionalisasi Kode Etik Profesi


Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling.

Gibson, Robert L. dan Mitchell, Marianne H. 2011. Bimbingan dan Konseling. Cetakan 1.
Alih bahasa Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

18
LAMPIRAN

Pada bagian ini berisi laporan hasil kontribusi anggota kelompok 12 dalam
penyelesaian tugas kelompok berupa makalah kelompok, slide power poin (PPT), dan video
presentasi kelompok pada mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang sebelumnya sudah
ditentukan. Berikut laporan kontribusi anggota kelompok 12

No Nama NIM Kontribusi


1 Naila Raissania Riandra Putri 22004165 Membuat
Makalah
2 Muhammad Rian Januardi 22004081 Moderator,
Membuat
Makalah
3 Siti Zakiyyah Izzani 22004097 Mencari Materi
4 Dona Sartika 22020007 Mencari Materi
5 Alevia Rizqa Rifanny 22020045 Mencari Materi,
Mengantarkan
makalah
6 Annisa Ferdwidya 22020048 Membuat PPT

19

Anda mungkin juga menyukai