Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROFESI PENDIDIKAN
KASUS DALAM ORGANISASI DAN KODE ETIK PROFESI KEPENDIDIKAN

KELOMPOK 3
PUTRI RAHMADANI LUBIS : 6211121007
RIO RASMANA TARIGAN : 6211121013
RIZKY TRI WIBOWO : 6211121025
GABE SIRINGORINGO : 6211121006

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya . Adapun tema dari makalah
kami ini adalah KASUS DALAM ORGANISASI DAN KODE ETIK PROFESI KEPENDIDIKAN .
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen mata
kuliah Profesi Kependidikan yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Kami jauh dari kesempurnaan .dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, Keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
saya pada khususnya dan pihak yang berkepentingan pada umumnya.

Medan,Maret 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3


BAB I ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
A. LATAR MASALAH .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5
C. Tujuan ........................................................................................................................ 5
BAB II .................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6
A. Pengertian Kode Etik .................................................................................................. 6
B. Kode Etik Keguruan ................................................................................................... 6
C. Pentingnya Etika Profesi ............................................................................................. 8
D. Perkembangan Etika Profesi Dan Kode Etik Profesi ................................................... 9
E. Kode Etik Profesi ..................................................................................................... 12
F. Organisasi Keguruan ................................................................................................ 14
BAB III ............................................................................................................................... 17
PENUTUP .......................................................................................................................... 17
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 17
B. SARAN .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR MASALAH

Menjadi guru adalah menghayati profesi. Apa yang membedakan sebuah profesi, dengan
pekerjaan lain adalah bahwa untuk sampai pada profesi itu seseorang berproses lewat belajar.
“Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai jabatan dalam suatu hierarki
birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk jabatan itu serta
pelayanan baku terhadap masyarakat profesi, lembaga pendidikan hanya akan diisi orang-orang
yang bernafsu memuaskan kepentingan diri dan kelompok.
Tanpa etika profesi, nilai kebebasan dan individu tidak dihargai. Untuk inilah, tiap lembaga
pendidikan memerlukan keyakinan normatif bagi kinerja pendidikan yang sedang diampunya.
Sekolah dan guru tidak lagi percaya dan dipercaya sebagai pendidik dan pengajar.
Tugas mereka telah digantikan lembaga bimbingan belajar atau bimbel. Etika profesi gurupun
digadaikan demi uang. Silap terhadap uang akan membuat sebuah pemerintahan hancur. Jika
mereka yang bertanggung jawab dalam mengurus pendidikan di negeri ini silap uang, mulai
dari pejabat di tingkat pusat sampai guru di tingkat sekolah negeri, akhir dunia pendidikan kita
ada di depan mata. Kehadiran lembaga bimbel di sekolah negeri adalah tanda paling jelas
tentang hancurnya moralitas dan matinya etika profesi.
Dalam bahasan kali ini, guru adalah pelaku utama yang akan dibahas lebih jauh tentang
bagaimana seorang guru seharusnya memberikan ilmu dan bekerja pada bidangnya. Karena
seorang guru adalah tumpuan dasar dimana generasi-generasi bangsa terbentuk. Sehingga tugas
guru tidaklah pernah mudah untuk dijalani dan selalu memiliki kesulitan tersendiri namun
seseorang yang berjiwa guru harus mampu menangani masalah tersebut terutama didalam kelas
dan dilingkungan sekolah. Guru harus bersikap sebagaimana seorang pendidik atau pengajar.
Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi antara lain adalah syarat admistrasi, teknis, psikis, dan fisik, selain itu seorang guru
juga harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional.
Faktanya, banyaknya individu yang telah menjadi seorang guru dalam menjalankan
profesinya tersebut tidak jarang melakukan penyimpangan atau pun pelanggaran terhadap
norma-norma menjadi seorang guru, sehingga pemerintah menetapkan suatu aturan atau
norma-norma yang harus dipatuhi oleh para guru di Indonesia yang dikenal dengan “Kode Etik
Guru”. Dengan adanya Kode Etik Guru ini, diharapkan para guru dapat menjalankan tugasnya
dengan baik sebagaimana telah ditetapkan dalam Kode Etik Guru tersebut dan menjadi
landasan pengajaran Guru.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian kode etik profesi ( keguruan ) ?
2. Bagaimanakah pentingnya etika profesi ?
3. Bagaimanakah perkembangan etika profesi dan kode etik profesi
4. Apakah pengertian organisasi keguruan ?
5. Apa sajakah yang termasuk dalam organisasi keguruan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kode etik keguruan
2. Mengetahui bagaimana pentingnya etika profesi
3. Mengetahui bagaimana perkembangan etika profesi dan kode etik profesi
4. Mengetahui pengertian tentang organisasi keguruan
5. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam organisasi keguruan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik


Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan demikian,
para dokter, para wartawan, para notaris, para guru dan lain sebagainya yang
merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata
profesi sendiri,penafsiran kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Untuk
jelasnya, dibawah ini penulis kemukakan beberapa pengertian kode etik, antara lain
sebagai berikut:
1) Menurut pasal 43 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa kode etik berisi
norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
2) Menurut Sonny Keraf, kode etik merupakan kaidah moral yang berlaku khusus
untuk orang – orang profesional di bidang tersebut.
3) Menurut Kode Etik Guru Indonesia (hasil Kongres PGRI ke XX tahun 2008), Kode
Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas dan diterima oleh guru – guru Indonesia,
sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidi, anggota masyarakat, dan warga negara.
Dari uraian di atas, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma – norma yang
harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya
dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma – norma tersebut berisi petunjuk – petunjuk
bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan
– larangan, yaitu ketentuan – ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka,
melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam
pergaulannya sehari – hari di dalam masyarakat.

B. Kode Etik Keguruan


Kode Etik Guru Indonesia (PGRI, 1989) :
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa pancasila.
Mengandung pengertian bahwa perhatian utama seorang guru adalah peserta didik.
Perhatiannya itu semata-mata dicurahkan untuk membimbing peserta didik, yaitu
mengembangkan potensinya secara optimal dengan mengupayakan terciptanya
proses pembelajaran yang edukatif. Melalui proses inilah diharapkan peserta didik
menjelma sebagai manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Manusia utuh yang
dimaksud adalah manusia yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohaninya,
bukan sehat secara fisik, namun secara psikis. Manusia yang berjiwa pancasila
artinya manusia yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu
mengindahkan dan mengapikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesioanal.
Mengandung makna bahwa guru hanya sanggup menjalankan tugas profesi yang
sesuai dengan kemampuanya, ia tidak menunjukan sikap aroganisme profesional.
Manakala menghadapi masalah yang ia sendiri tidak mampu mengatasinya, ia
mengaku dengan jujur bahwa masalah itu diluar kemampunya, sambil terus
berupaya menungkatkan kemampuan yang dimilikinya.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
Menunjukan hpentingnya seorang guru mendapatkan informasi tentang peserta
didik selegkap mungkin. Informasi tentang kemampuanya, minat dan bakat,
motivasi, kawan-kawanya, dan informasi yang kira-kira berpengaruh pad
perkembangan peserta didik dan mempermudah guru dalam membimbing dan
membina peserta didik tersebut.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
keberhasilannya proses belajar mengajar.
Mengisyaratkan pentingnya guru menciptakan suasana sekolah yang aman,
nyaman, dan membuat pesrta didk betah belajar. Yang perlu dibangun antara lain
iklim komunikasi yang demokratis hangat, dan penuh dengan rasa kekeluargaan,
tetapi menjatuhkan diri dari kolusi dan nepotisme.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
Mengingat pentingnya peran serta orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya untuk
ikut andil dalam proses pendidikan sekolah/madrasah. Eran serta mereka akan
terwujud jika terjalin berhubungan baik antara guru dengan peserta didik, dan ini
harus diupayakan sekuat tenaga oleh seorang guru.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu
dan martabat profesinya.
Guru diharuskan untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan mutu dan
martabat profesinya. Ini dapat dilakukan secara priibadi dapat juga secara
kelompok. Agar terjalin kekuatan profesi, guru hendaknya selalu menjalin
hubungan baik dengan rekan seprofesi, memupuk semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
Intinya bagaimana menjalin kerjasama yang mutualistis dengan rekan seprofesi.
Rasa senasib dan sepenanggungan biasanya megikat para guru untuk bersatu
meyatukan diri.
8. Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdiannya.
“Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdianya”. Jika memang benar PGRI
merupakan sarana dan wadah yang menampun aspirasi guru, sarana perjuangan
dan pengabdian guru, maka praktik monopoli profesi terhadap guru (terutama guru
SD) oleh pengurus PGRI harus segera disudahi. Karena cara seperti itu hanya akan
membuat guru semakin negatif terhadap profesi ini. Justru sebaliknya, pgri harus
menjadi satu kekuatan profesi dalam menggapai harapannya. Organisasi ini
seharusnya mampu menjembatani dan mengayomi aspirasi para guru, dan bahkan
jika mungkin, PGRI harus mampu meningkatkan harkat martabat guru semakin
hari semakin cenderung terpuruk adanya.
9. Guru melaksankan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
“Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”.
Kode etik ini didasari oleh dua asumsi, pertama karena guru sebagai unsur aparatur
negara (sepanjang mereka itu PNS), kedua kerena guru itu ahli dibidang
pendidikan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya guru melaksanakan semiua
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, selagi sesuai dengan
kemampuan guru itu dan tidak melecehkan harkat dan martabat guru itu sendiri.

Penerapan Kode Etik Guru dalam Pelaksanaan Tugasnya


Dalam menjalankan tugasnya, guru sebagai seseorang yang profesional
dipandang perlu berpedoman pada kode etik. Ini adalah suatu pembuktian komitmenya
akan profesi kependidikannya. Sebagai anggota organisasi profesi ini, ia sesungguhnya
telah terikat oleh nilai dan norma organisasi yang tertuang dalam standar prilakuguru
yang disebut Kode Etik Guru. Inilah aturan yang harus ditaati dan dijadikan pedoman
perilaku oleh guru dalm menjalankan tugasnya. Jadi, kode etik ini harus diterapkan oleh
guru dalam melaksanakan tugasnya.
Penerapan kode etik guru dalam tugasnya begitu luas untuk dipaparkan secara
keseluruhan. Sebab banyak masalah dari segi aspek yang ia jalani ketika melaksanakan
tugasnya itu. Akan tetapi pada bagian ini pemaparannya banyak diangkat dari ruang
lingkup proses pembelajaran sebagai tugas utama seorang guru, yaitu membelajarkan
peserta didik

C. Pentingnya Etika Profesi


Ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat. Beberapa alasan tersebut
adalah (Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) :
a. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional
sehingga individu-individu daoat berperilaku secara etis.
b. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu
mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral
dalam setiap keputusan bisnisnya.
c. Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai
sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
d. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral
dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian
dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam
memasuki budaya tersebut.

· Pentingnya Etika Profesional Bagi Organisasi Profesi


Dasar pemikiran dalam penyusunan etika profesional setiap profesi adalah
kebutuhan atas profesi tersebut terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi,
terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan jasa tersebut. Setiap profesi yang
menyediakan jasanya kepada masyarakat memang memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan
menjadi lebih tinggi jika profesi akuntansi publik menerapkan standar mutu yang tinggi
terhadap pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukan oleh anggota profesi tersebut.
D. Perkembangan Etika Profesi Dan Kode Etik Profesi
Profesi guru adalah termasuk profesi tua didunia. Pekerjaan mengajar mengajar
telah ditekuni orang sejak lama. Perkembangan profesi guru sejalan dengan
perkembangan masyarakat. Pada zaman prasejarah proses belajar mengajar
berlangsung melalui pengamatan dan dilakukan oleh keluarga. Kemudian pada zaman
Yunani dan Romawi kuno (2000 B.C-A.D. 400) pembelajaran one to one untuk
kelompok elit masyarakat dilakukan oleh tutor. Hal ini terus berkembang pada
pendidikan keagamaan digereja. Selanjutnya system persekolahan mulai berkembang
pada zaman koloni Amerika (1600-1800). Dan system klasikal untuk masyarakat
urban berkembang pada abad 19. Pada abad 20 (1900-1999) sekolah berkembang dalam
system klasikal yang dilengkapi dengan berbagai media dan pemanfaatan teknologi.
Perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan konsepsi dari kelas dalam pengertian
ruangannya yang dibatasi empat dinding menuju kelas yang tanpa batas dan bersifat
maya( virtual). Pada abad ke 21 sekarang dan seterusnya dapat dipastikan akan ada
perubahan mengenai sistem persekolahan yang secara pelan namun pasti mengarah
kepada (virtual). Semua terjadi berkat perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi.
Sejalan dengan perkembangan sistem persekolahan tersebut di atas, maka
profesi juga telah dan terus mengalami perubahan. Profesi guru diabad 21 ini sangat
dipengaruhi oleh pendayungan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga guru
dengan kemampuan arti fisialnya dapat membelajarkan siswa dalam jumlah besar
bahkan bisa melayani siswa yang tersebar diseluruh penjuru dunia. Guru bukan lagi
hanya mengendalikan siswa yang belajar dikelas, tetapi pelayanan secara individual
pada waktu yang bersamaan. Sementara itu dengan bantuan teknologi juga
pembelajaran tersebut juga dapat dilakukan secara multiakses dan memberi layanan
secara individual dimana saja dan kapan saja. Guru dimasa lalu sangat mengandalkan
buku teks dan sekarang memanfaatkan hypertext.
Munculnya etika profesi sebenarnya berasal dari adanya penyimpangan
perilaku dari penyandang profesi terhadap system nilai, norma, aturan ketentuan,yang
berlaku dalam profesinya. Tidak adanya komitmen pribadi dalam melaksanakan tugas,
tidak jujur, tidak bertanggungjawab, tidak berdedikasi, tidak menghargai hak orang
lain, tidak adil dan semacamnya. Menurut Bambang (2007:45) mengapa orang memilih
tindakan-tindakan tidak etis yaitu:
a. Orang akan berbuat apa yang paling leluasa bisa diperbuatnya.
b. Orang akan berbuat demi suatu kemenangan.
c. Orang akan selalu mencoba merasionalisme pilihan-pilihannya dengan
relativisme.

1. Etika Periode Yunani


Penyelidikan para ahli Filsafat tidak banyak memperhatikan masalah
Etika. Kebanyakan dari mereka melakukan penyelidikan mengenai alam.
Misalnya; bagaimana alam ini terjadi? Apa yang menjadi unsur utama alam
ini? dan lain-lain. Sampai akhirnya datang Sophisticians ialah orang yang
bijaksana yang menjadi guru dan tersebar ke berbagai negeri. Socrates
dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Karena ia yang pertama berusaha
dengan sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia dengan ilmu
pengetahuan. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak
menjadi benar kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan.
Faham Antisthenes, yang hidup pada 444-370 SM. Ajarannya
mengatakan ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik
manusia itu yang berperangai dengan akhlak ketuhanan. Maka ia mengurangi
kebutuhannya sedapat mungkin, rela dengan sedikit, suka menanggung
penderitaan, dan mengabaikannya. Dia menghinakan orang kaya, menyingkiri
segala kelezatan, dan tidak peduli kemiskinan dan cercaan manusia selama ia
berpegangan dengan kebenaran. Pemimpin aliran ini yang terkenal adalah
Diogenes, wafat pada 323 SM. Dia member pelajaran kepada kawan-kawannya
untuk menghilangkan beban yang dilakukan oleh ciptaan manusia dan
peranannya
Setelah faham Antisthenes ini, lalu datang Plato (427-347 SM). Ia
seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah
pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam
lain adalah alam rohani. Di dalam jiwa itu ada kekuatan bermacam- macam, dan
keutamaan itu timbul dari perimbangan dan tunduknya kepada hukum.
Pokok-pokok keutamaan itu adalah Hikmat kebijaksana, keberanian,
keperwiraan, dan keadilan. Hal ini merupakan tiang penegak bangsa-bangsa dan
pribadi. Seperti yang kita ketahui bahwa, kebijaksanaan itu utama untuk para
hakim. Keberanian itu untuk tentara, perwira itu utama untuk rakyat, dan adil
itu untuk semua. Pokok-pokok keutamaan itu memberikan batasan kepada
manusia dalam setiap perbuatannya, agar ia melakukan segala sesuatu dengan
sebaik-baiknya.
Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato.
Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia member pelajaran sambil berjalan
atau di tempat berjalan yang teduh. Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir
dari yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatan adalah bahagia.
Namun pengertiannya tentang konsep bahagia itu lebih luas dan lebih tinggi.
Menurutnya, untuk mendapatkan kebahagiaan, seseorang itu hendaklah
mempergunakan kekuatan akal dengan sebaik-baiknya.
Aristoteles menciptakan teori serba tengah. Tiap-tiap keutamaan adalah
tengah-tengah, di antara dua keburukan.Misalnya; dermawan adalah
pertengahan antara boros dan kikir. Keberanian adalah pertengahan antara
membabi-buta dan takut.
Pada akhir abad ke tiga M, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama
tersebut merubah fikiran manusia dan membawa pokok-pokok akhlak tersebut
dalam Taurat. Memberi pelajaran kepada manusia, bahwa Tuhan adalah sumber
segala akhlak. Tuhan yang membuat patok yang harus kita pelihara dalam
hubungan kita dengan orang lain. Dan Tuhan juga yang menjelaskan tentang
arti baik dan jahat. Baik menurut arti yang sebenarnya adalah kerelaan Tuhan
Allah, dan melaksanakan segala perintahnya. Menurut ahli Filsafat Yunani,
pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan atau
kebijaksanaan. Sedangkan menurut Agama Nasrani, bahwa yang mendorong
perbuatan baik adalah cinta kepada Allah, dan iman kepada- Nya.
2. Etika Pada Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan, Etika bisa dikatakan ‘dianiaya’ oleh Gereja. Pada
saat itu, Gereja memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentangm
penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno.
Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu.
Dan apa yang terkandung dan diajarkan oleh wahyu adalah benar. Jadi manusia
tidak perlu lagi bersusah-susah menyelidiki tentang kebenaran hakikat, karena
semuanya telah diatur oleh Tuhan.
Ahli-ahli Filsafat Etika yang lahir pada masa itu, adalah paduan dari ajaran
Yunani dan ajaran Nasrani. Di antara mereka yang termasyur adalah Abelard
(1079-1142 SM), seorang ahli Filsafat Prancis. Dan Thomas Aquinas (1226-
1270 SM), seorang ahli Filsafat Agama dari Italia.
3. Etika Periode Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat
yang mengajak kepada aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani,
seperti Epicurus, Zeno, Plato, dan Aristoteles.
Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara
yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikmat
dan sebagian ahli syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan
diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka.
Namun sejak kedatangan Islam, agama yang mengajak kepada orang-
orang untuk percaya kepada Allah, sumber segala sesuatu di seluruh alam.
Allah memberikan jalan kepada manusia jalan yang harus diseberangi.
Allah juga menetapkan keutamaan seperti benar dan adil, yang harus
dilaksanakannya, dan menjadikan kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di
akhirat, sebagai pahala bagi orang yang mengikutinya.
Yang termasyur melakukan penyelidikan tentang akhlak dengan
berdasarkan ilmu pengetahuan adalah Abu Nasr Al-Farabi, yang
meninggal pada tahun 339 H. Demikian juga Ikhwanus Sofa, di dalam
risalah brosurnya, dan Abu ‘Ali ibnu Sina (370-428 H). Mereka telah
mempelajarai Filsafat Yunani, terutama pendapat mengenai akhlak.
Penyelidik Bangsa Arab yang terbesar mengenai Etika adalah Ibn
Maskawayh, yang wafat pada 421 H. Dia mencampurkan ajaran Plato,
Aristoteles, Galinus dengan jaran Islam. Ajaran Aristoteles banyak
termasuk dalam kitabnya, terutama dalam penyelidikan tentang jiwa.
4. Etika pada Periode Modern
Pada akhir abad lima belas, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan
mulai menyuburkan Filsafat Yunani Kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu
berkembang ke seluruh Eropa.
Pada masa ini, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah
kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan
baru, dan mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru.
Discartes, seorang ahli Filsafat Prancis (1596-1650), termasuk pendiri
Filsafat baru. Untuk ilmu pengetahuan, ia menetapkan dasar-dasar sebagai
berikut:
a. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan nyata adanya. Dan
apa yang tumbuhnya dari adat kabiasaan saja, wajib ditolak.
b. Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya,
lalu meningkat ke hal-hal yang lebih besar.
c. Jangan menetapkan sesuatu hukum akan kebenaran suatu hal sehingga
menyatakan dengan ujian.
Namun di antara ahli-ahli ilmu pengetahuan bangsa Jerman yang
merupakan pengaruh besar dalam akhlak ialah Spinoza (1770-
1831), Hegel (1770-1831) juga Kant (1724-1831).

E. Kode Etik Profesi


Suatu pekerjaan dikatakan profesional apabila pekerjaan tersebut memiliki kode
etik. Apabila jalan raya memiliki rambu-rambu lalu lintas, suatu pekerjaan pun
memiliki rambu-rambu pelaksanaannya. Rambu-rambu itu dibuat agar pekerjaan dapat
dijalankan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal inilah yang
disebut kode etik.
Kode etik sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan
untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui
ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh
kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah “Sumpah Hippokrates” yang bisa
dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hippokrates adalah dokter
Yunani kuno yang digelari “Bapak Ilmu Kedokteran” dan hidup dalam abad ke-5 SM.
Menurut ahli-ahli sejarah, belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hippokrates
sendiri, tetapi setidak-tidaknya berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan
semangat profesional yang diwariskan dari dokter Yunani ini. Walaupun mempunyai
riwayat eksistensi yang sudah panjang, tetapi belum pernah dalam sejarah kode etik
menjadi fenomena yang begitu banyak dipraktikkan dan tersebar luas seperti sekarang
ini. Apabila sungguh benar zaman kita diwarnai suasana etis khusus, salah satu buktina
adalah peranan dan dampak kode-kode etik ini (K. Bertens, 2007:279-280).
Apabila dicari makna secara terpisah, kode berarti tanda-tanda atau simbol yang
berupa kata-kata, tulisan atauu benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu.
Kode juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan peraturan yang sistematis. Dengan
demikian, kode etik ialah sekupulan norma atau asas yang tertuang secara tertulis dan
diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan perilaku sehari-hari di
masyarakat ataupun di tempat kerja.
Secara harfiah, kode etik adalah etika, aturan, sopan santun atau tata susila, atau
suatu hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Kode etik profesi berarti aturan kesusilaan suatu profesi. Kode etik profesi juga
merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan dan
peranan pengemban profesi serta sekaligus melindungi profesinya.
Kode etik akan menjadi rel bagi jalannya sebuah profesi dan akan menjaga
martabat dan kehormatan profesi. Disisi lain, kode etik akan melindungi masyarakat
dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Dengan demikan,
kode etik memberikan kepastian bahwa suatu profesi akan terjaga kehormatannya dan
kepentingan masyarakat akan terjamin. Kode etik profesi berfungsi :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang telah digariskan,
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan,
3. Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan setia
dalam keanggotaan profesi.
Agar kode etik dapat berfungsi dengan baik, ada 3 hal yang harus diperhatikan :
1. Kode etik harus dibuat oleh kelompok profesi itu sendiri. Hal ini penting agar muncul
kesadaran untuk melaksanakan kode etik tersebut tanpa ada keterpaksaan. Cara ini juga
ampuh untuk meringankan beban pengawasan.
2. Kode etik harus menjadi hasil pengaturan diri (selfregulation) dari profesi itu.
Artinya, kode etik bukan berisi aturan-aturan yang mengatur masyarakat tetapi berisi
aturan yang mengatur anggota profesi itu sendiri agar menguntungkan bagi masyarakat
dan anggota profesi.
3. Pelaksanaannya harus diawasi terus-menerus. Suatu profesi merupakan pekerjaan
yang menjanjikan keuntungan besar. Meskipun anggotanya telah mengucap janji setia,
tidak jarang anggota profesi melanggar kode etik demi merauk keuntungan pribadi.
Oleh karena itu, pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik harus tetap dilakukan
secara terus-menerus agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Perumusan kode etik dalam suatu organisasi profesi adalah untuk kepentingan
anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Menurut E.Mulyasa (2009:44-
45), secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
a. Menjunjung tinggi martabat profesi. Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan
pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi
yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode etik sutu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindak atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik
profesi.
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya. Kesejahteraan
mencakup lahir (atau material) maupun batin (spiritual, emosional, dan mental). Kode
etik umumnya membuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya, dengan menetapkan tarif-tarif
minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya sehingga
siapa saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan
merugikan rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya
memberi petunjuk-petunujuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
c. Pedoman berperilaku. Kode etik mengandung perturan yang membatasi tingkah laku
yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan
sesama rekan anggota profesi.
d. Untuk meningkatkan pengapdian para anggota profesi. Kode etik berkaitan dengan
peningkatan kegiatan pengabdian profesi sehingga bagi para anggota profesi dapat
dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan
yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
e. Untuk meningkatkan mutu profesi. Kode etik memuat norma-norma dan anjuran agar
para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
f. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Kode etik mewajibkan setiap
anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-
kegiatan yang dirancang organisasi.
Penetapan kode etik lazimnya dilakukan oleh kongres organisasi profesi. Dengan kata
lain, kode etik tidak dapat ditetapkan oleh orang secara perorangan, tetapi harus
dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi
dari organisasi tersebut

F. Organisasi Keguruan
Organisasi profesi adalah suatu organisasi, yang biasanya bersifat nirlaba, yang
ditujukan untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan melindungi kepentingan publik dan
atau anggotanya maupun profesional pada bidang tersebut. Beberapa contoh organisasi
profesi adalah PGRI, MGMP, ISPI, IPBI ABKIN, ISPI, ISMaPI, dan lain – lain.

1. PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)


PGRI adalah sebuah organisasi profesi kependidikan yang lahir tanggal 25
November 1945, hanya berselang tiga bulan setelah kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan. PGRI bersifat : unitaristik , tanpa memandang perbedaan ijazah,
temapat bekerja, kedudukan, suku, jenis kelamin, agama, dan asal usul, independen ,
yang berlandaskan pada prinsip kemandirian organisai dengan mengutamakan
kemitrasejajaran dengan berbagai pihak. Non partai politik , bukan partai politik, tidak
terkait dan atau mengikat diri pada kekuatan organisasi / partai politik manapun.
Anggota PGRI adalah warga Negara Republik Indonesia, khususnya para guru dan
tenaga kependidikan lainnya yang secara sukarela mengajukan permohonan menjadi
anggota serta memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga.

2. MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)


MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata
pelajaran yang berada di suatu sanggar / kabupaten / kota yang berfungsi sebagai sarana
untuk saling berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka
meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi atau perilaku perubahan reorientasi
pembelajaran di kelas (Depdiknas, 2004: 1). Tujuan diselenggarakan MGMP menurut
pedoman MGMP (2004:2) adalah:
a. Tujuan umum
Adalah untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi dalam meningkatkan
profesionalisme guru.
b. Tujuan khusus
1) Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran dalam upaya
mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien.
2) Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran
yang menyenang, mengasyikkan, dan mencerdaskan siswa.
3) Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran. (Depdiknas, 2004:2).

3. ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia)


ISPI lahir pada pertengahan tahun1960-an. Pada awalnya organisasi profesi
kependidikan ini bersifat regional karena berbagi hal menyangkut komunikasi antar
anggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang
pertama di Jakarta 17 – 18 Mei 1984. Kongres tersebut mengahasilkan tujuh rumusan
tujuan ISPI yaitu:
a. Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia.
b. Meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para anggotanya.
c. Membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka
membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara.
d. Mengembangkan dan menyebarkan gagasan – gagasan baru dan dalam bidang ilmu,
seni dan teknologi pendidikan.
e. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan profesinal para anggota.
f. Meningkatkan komunikasi anatar anggota dari berbagai spesialisai pendidikan.
g. Menyelenggarakan komunikasi antar organisasi yang relevan.

4. IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia)


IPBI didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisai profesi
kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan
sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban
dan tanggung jawab sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan
para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan
bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.

5. ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia)


Adalah organisasi profesi untuk para konselor di Indonesia. Asosiasi ini
memberikan lisensi melalui proses sertifikasi bagi konselor tertentu sebagai tanda
bahwa yang bersangkutan berwenag menyelenggarakan konseling dan pelatihan bagi
masyarakat umum secara resmi. Asosiasi ini didirikan pada tahun 2003 dalam Kongres
Nasioanl di Lampung seiring upaya memperkuat konselor sebagi suatu profesi sebagai
pengganti Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang merupakan organisasi
profesi yang menaungi petugas bimbingan dan konseling sebelumnya. ABKIN
memiliki tujuan menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang
pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang
palaksanaan program yang menjadi garis kebijak pemerintah, selain itu juga
mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan profesi
yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi.
6. ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia)
ISPI didirikan pada tanggal 17 Mei 1960 yang berkedudukan di Jakarta. ISPI
memiliki tujuan untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran kepada pembangunan
pendidikan nasional secara profesional agar lebih terarah, berhasil guna, dan berdaya
guna melalui pembangunan dan penerapan ilmu pendidikan untuk kemajuan dan
kepentingan bangsa dan negara.

6. ISMaPI (Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia)


Adalah organisai profesi keindependen tampil sebagai pioner dan fasilitator dalam
upaya peningkatan dan pengembangan manajemen pendidikan di Indonesia melalui
pengembangan disiplin, profesi, dan praktik manajemen pendidikan. ISMaPI lahir
untuk melanjutkan cita – cita Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia
(HISAPIN) dalam menghimpun para ahli profesional dan praktisi di bidang manajemen
pendidikan. ISMaPI bertujuan untuk:
a. Meneliti, menciptakan, mengembangkan, dan menyebarluaskan sistem manajemen
pendidikan yang profesional, unggul dan bermutu dalam rangka pengembangan disiplin
manajemen pendidikan.
b. Menata, membina dan melindungi profesi di bidang manajemen pendidikan.
c. Memberdayakan sistem manajemen pendidikan yang profesional, unggul dan
bermutu.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :


1. Kode etik keguruan adalah ,bahwa kode etik suatu profesi adalah norma –
norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan
tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
2. Pentingnya etika profesi yaitu kebutuhan atas profesi tersebut terhadap mutu
jasa yang diserahkan oleh profesi, terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan
jasa tersebut. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memang
memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
3. Dalam perkembangan etika profesi dan kode edik profesi adalah sebagai
berikut:
a. Etika pada periode Yunani
b. Etika pada abad pertengahan
c. Etika pada periode bangsa Arab
d. Etika pada periode modern
4. Kode etik profesi merupakan perangkat untuk mempertegas atau
mengkristalisasi kedudukan dan peranan pengemban profesi serta sekaligus
melindungi profesinya.
5. Ada beberapa organisasi dalm organisasi keguruan yaitu: PGRI, MGMP, ISPI,
IPBI, ABKIN, ISMaPI,dll.

B. SARAN

Guru dan calon guru perlu mengetahui apa arti sebuah profesi keguruan, syarat-
syarat untuk menjadi seorang guru yang profesional karena mereka adalah calon tenaga
pengajar yang akan memberikan ilmu mereka kepada anak-anak bangsa. Seorang guru
adalah contoh bagi semua murid-muridnya, karena itu mereka harus benar-benar
mengerti bagaimana arti dari sebuah profesi keguruan yang mereka lakukan sekarang
atau nanti agar mereka tidak salah mengartikan profesi untuk mengajar tersebut dan
agar mereka bisa menyadari pentingnya menjadi guru yang profesional.
Menjadi seorang guru juga harus memiliki sikap yang profesional di bidangnya tersebut
yakni mengajar. Karena seorang guru akan berdiri sendiri di depan kelas untuk
memberikan ilmu kepada murid-muridnya tanpa bantuan seorang asisten atau
sejenisnya. Jadi segala sikap yang baik dan buruk akan dilihat oleh para murid, karena
seorang guru adalah panutan dari semua murid.
DAFTAR PUSTAKA

Atiek Sismiati dan Rugaiyah. 2011. Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Bakhtiar Arif , Bambang Tri Atmojo, BayuSetyanto. 2014. Perkembangan Etika


Profesidan Kode Etik Profesi Guru. (online).
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja
&uact=8&ved=0CCUQFjABahUKEwjWosK9l9rIAhVUBI4KHScABrM&url=http%
3A%2F%2Fchelsea77.pun.bz%2Ffiles%2Fbayu-bahtiar-
bambang.pdf&usg=AFQjCNEFCfUHrGfBybXhjO73omCcZeu4Tg&sig2=wluJelT1S
k4oTxw7tbJOvQ, diakses 24 Oktober 2015).

Barnawi dan Mohammad Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.

Bayu Pradikto. 2015. Kode Etik Keguruan-Modul 5. (online).


(http://dokumen.tips/documents/kode-etik-keguruan-modul-5.html, diunduh 28
November 2015).

Dwintapuspa. 2014. Peran Etika Dalam Profesi dan Pentingnya Etika Profesional
Bagi Organisasi Profesi.(online).
(https://dwintapuspa.wordpress.com/2014/11/09/peran-etika-dalam-profesi-dan-
pentingnya-etika-profesional-bagi-organisasi-profesi/, diakses 28 November 2015).

Iswandi. 2010. Pentingnya Kode Etik Profesi. (online).


(https://noenank.wordpress.com/daftar-isi-kata-pengantar-bab-i-pendahuluan-i-1-
latar-belakang-i-2-tujuan-dan-manfaat-bab-ii-pentingnya-etika-profesi-ii-1-kode-etik-
profesi-ii-2-pentingnya-kode-etik-profesi-bab-iii-kesimpulan/, diakses 28 November
2015).

Made Pidarta. 2014. Landasan Pendidikan edisi III. Jakarta: Rineka Cipta.

Zendrohareflen. 2012. Profesi Keguruan “Deskripsi Kode Etik Keguruan”. (online).


(https://ipapgsdunib1.wordpress.com/2012/09/03/146/, diakses 28 November 2015).

Anda mungkin juga menyukai