Dibuat Oleh :
ANI GUSTI RAZAK
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kelompok kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.
Makalah ini kami susun dengan menganalisis hasil pengamatan yang dilakukan oleh
kelompok kami, kami berharap semoga makalah ini dapat berguna khususnya bagi kami
umumnya bagi semuanya.
Kami menyadari, makalah ini mungkin jauh dari sempurna. Untuk itu diharapkan kritik dan
saran dari dosen mata kuliah khususnya dan dari para pembaca pada umumnya. Akhir kata
kami ucapkan banyak terima kasih atas kritik dan sarannya dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
A. Latar Belakang
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak
mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat
memajukan negara Indonesia ini.
Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang
bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk
mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang
profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin
dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional.
Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya, mampu
membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan
anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio sine qua non (syarat mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif
saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru adalah
jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih
apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru profesional
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian
dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-
undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap
pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya
sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan
belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan
profesinya.
Artinya: Imam al-Bukhori dan Imam Muslim (dengan redaksi hadis berasal dari Imam al-
Bukhori) meriwayatkan dari Abu Musa al-Asyariy r.a. bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda: perumpamaan orang mukmin bagi mukmin lainnya adalah laksana suatu
bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan satu sama lain (kemudian beliau
menganyam jari-jari kedua tangannya sebagai isyarat atas penjelasannya).
Hadits berikutnya adalah:
Artinya: Imam al-Bukhori meriwayatkan dari Sahl bin Sad al-Saidiy r.a. dia berkata
bahwa Rasulullah SAW telah bersabda; Aku dan pemelihara (pengasuh) anak yatim akan
berada di surga laksana dua (jari) ini (beliau memperlihatkan dua jari beliau, jari telunjuk dan
jari tengah), dan antara keduanya saling melengkapi.
Dari kedua hadits di atas, dapat dijelaskan bahwa Rasulullah SAW adalah seorang guru yang
memiliki metode tertentu dalam mengajarkan Islam kepada para sahabatnya. Beliau
mendemonstrasikan sesuatu untuk lebih memudahkan para sahabat dalam menerima ilmu
yang beliau ajarkan. Dalam hadits pertama yang menerangkan tentang perumpamaan orang
mukmin, Rasulullah SAW menjelaskan bagaimana kekokohan suatu bangunan yang bagian
satu sama lainnya saling melengkapi. Beliau mendemonstrasikan dengan menganyam jari-jari
kedua tangan beliau dengan tujuan lebih mengena dalam pembelajaran.
Pada hadits selanjutnya (hadits yang menerangkan tentang kedekatan Rasulullah dengan
orang yang memelihara anak yatim), Rasulullah SAW mendemonstrasikan juga dengan jari
beliau. Beliau menerangkan kepada para sahabat bahwa kedudukan beliau dengan orang yang
memelihara anak yatim di surga begitu dekat, seperti kedekatan antara jari tengah dan jari
telunjuk. Kedekatan mereka keduanya tidak ada yang menghalangi.
Begitupun dengan pendidik di saat ini, untuk menguatkan atas apa yang ia jelaskan kepada
peserta didik ia bisa meneladani Rasulullah SAW dalam menjelaskan suatu pelajaran dengan
menggunakan isyarat. Dengan mendemonstrasikan sesuatu supaya peserta didik lebih
memahami apa yang ia ajarkan. Juga agar peserta didik lebih memahami yang dijelaskan oleh
pendidiknya dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan alasan karakter pengajaran Rasulullah SAW tersebut di atas, banyak orang ingin
belajar kepadanya. Namun selain itu ada faktor lain yang membuat keberhasilan Rasulullah
SAW dalam mengajar, yaitu metode talim bi al-haal (mengajar dengan perbuatan). Beliau
selalu melakukan suatu perbuatan pertama kali sebelum mengajarkannya. Dengan kata lain,
beliau memberikan contoh keteladanan akhlak mulia dalam memberikan pelajaran kepada
para muridnya.
Rasulullah SAW begitu patut untuk dijadikan suri tauladan dalam segala hal. Bahkan dalam
hal menjadi seorang pendidikpun demikian. Metode-metode yang digunakan dalam mendidik
murid-murid beliau begitu mengena. Hingga dengan waktu yang sangat singkat, Rasulullah
SAW memiliki pengikut yang sangat banyak.
BAB II
PENUTUP
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam
membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang
terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani.
Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat
tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
1. Guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda
yang akrab ditelinga kita yaitu Guru digugu dan Ditiru (diikuti dan diteladani). Pepatah
ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi
anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman
(2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr
mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru
berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya,
seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan
moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus
dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai
pendapat orang lain.
2. Guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini,
prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta
didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya
menjadi teman bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang
guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta
didik.
3. Hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang
guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional
yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami
keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi
perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik
(Kartadinata, 2004:4).
DAFTAR PUSTAKA