Anda di halaman 1dari 34

MATERI ETIKOLOGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

PERTEMUAN 2,6 DAN 11

DOSEN PEMBIMBING

Miskiyah,SKM.,M.Kes

DISUSUN OLEH

ADE APRILIA

PO.71.24.3.20.060

TINGKAT 2B

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI D-III KEBIDANAN MUARA ENIM

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “NILAI DAN KODE ETIK PROFESI
BIDAN” STANDAR PROFESI BIDAN” DAN MANAJEMEN KONFLIK”

ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Bunda Miskiyah,SKM.,M.Kes

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah mengajar kami
selaku dosen mata kuliah ETIKOLOGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN . yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari, tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan tugas
ini.

Muara Enim ,7 April 2022

Penyusun

2
PERTEMUAN KE 2

A. Definisi Nilai dan Kode Etik Profesi Bidan

I. Kode Etik

Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi dalam
melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat. Norma tersebut berisi petunjuk
bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka menjalankan profesinya dan larangan, yaitu
ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota
profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga menyangkut tingkah
laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.

Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang


menuntut bidan melaksanakan praktik kebidanan baik yang berhubungan dengan
kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya. Penetapan kode etik
kebidanan harus dilakukan dalam Kongres Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

b. Profesi Bidan

Profesi berasal dari kata profesio (latin) yang berarti pengakuan. Selanjutnya profesi
adalah suatu tugas atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok tertentu yang diakui dalam
melayani masyarakat. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode
etik, serta profesi sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh
profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, mililter, dan teknik.

Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat
(registrasi), dan diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik. Bidan adalah salah satu
profesi tertua. Bidan terlahir sebagai wanita terpercaya dalam mendamping dan menolong ibu

3
dalam melahrkan bayinya sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan bekerja
berdasarkan pada pandangan filosofi yang dianut keilmuan, metode kerja, standar praktik,
pelayanan dank kode etik profesi yang dimiliki. Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai
ciri khas yang khusus yaitu, sebagai pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan.

Bidan mempunyai tugas yang sangat unik, yaitu :

1. Selalu mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya.


2. Memiliki kode etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat melalui
proses pendidikan dan jenjang tertentu.
3. Keberadaan bidan diakui memiliki organisasi profesi yang bertugas meningkatkan
mutu pelayanan kepada masyarakat.
4. Anggotanya menerima jasa atas pelayanan yang dilakukan dengan tetap memegang
teguh kode etik profesi.

B. Ciri-ciri Bidan Sebagai Profesi dan Karakteristik Profesi

Ciri-ciri bidan sebagai profesi, sebagai berikut :

1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat


2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan yang ditujukan
untuk maksud profesi yang bersangkutan
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai dengan kode etik yang
berlaku
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa/pelayanan yang diberikan
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya

Secara umum profesi mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Memiliki pengetahuam yang melandasi ketrampilan dan pelayanan


2. Mampu memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain
3. Mempunyai pendidikan yang mempunyai standar

4
4. Pengendalian terhadap standar praktik
5. Bertanggung jawab dan mempertanggung-jawabkan pelayanan yang diberikannya
6. Karir seumur hidup yang mandiri

C. Tujuan dan Fungsi Kode Etik Dalam Pelayanan Kebidanan

a. Tujuan Kode Etik dalam Pelayanan Kebidanan

Kode etik profesi merupakan “suatu penyataan komprehensif dari profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya
baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi
dan diri sendirinya”. Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.

Norma-norma tersebut berisi tentang petunjuk-petunjuk bagi anggota tentang


bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-
ketentuan tentang apa yang boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja
dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada
umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Pada dasarnya tujuan
menciptakan atau memutuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan
kepentingan Organisasi.

Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi.


Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat untuk
mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu,
setiap kode etik suatu progfesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar.
Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual atau mental.
Dalam kesejahteraan material anggota profesi kode etik umumnya menerapkan
larangan-larangan bagi anggota untuk melakukan perbuatan yang merugikan
kesejahteraan. Kode etik juga menciptakanperaturan-peraturan yang di tujukan

5
kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota
profesi dalam interaksinyadengan sesama anggota profesi.

3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi


Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan
yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya.
Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan
mutu organisasi profesi

b. Fungsi Kode Etik

Kode etik berfungsi sebagai berikut :

1. Memberi panduan dalam membuat keputusan tentang masalah etik


2. Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan dalam
memberi pelayanan
3. Merupakan cara untuk mengevaluasi diri
4. Menjadi landasan untuk memberi umpan balik bagi rekan sejawat
5. Menginformasikan kepada calon perawat dan bidan tentang nilai dan standar profesi
6. Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.

D. Dimensi dan Prinsip Kode Etik

a. Dimensi Kode Etik

1. Anggota profesi dan klien atau pasien.


2. Anggota profesi dan sistem kesehatan.
3. Anggota profesi dan profesi kesehatan.
4. Anggota profesi dan sesama anggota profesi.

6
b. Prinsip Kode Etik

1. Menghargai otonomi.
2. Melakukan tindakan yang benar.
3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
4. Berlakukan manusia dengan adil.
5. Menjelaskan dengan benar.
6. Menepati janji yang telah disepakati.
7. Menjaga perasaan.
1. dalam mengambil keputusan dalam tugasnya, termasuk keputusan mengadakan
konsultasi dan atau rujukan.
Penerapannya :
1) Menolong partus di rumah sendiri, di puskesmas, dan di Rumah Sakit.
2) Mengadakan pelayanan konsultasi terhadap ibu, bayi dan KB sesuai dengan
wewenangnya.
3) Merujuk klien yang tidak dapat ditolong ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas
lebih lengkap.
2. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali jika diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien.
Penerapannya :
Ketika bertugas, bidan tidak dibenarkan menceritakan segala sesuatu yang
diketahuinya kepada siapapun termasuk keluarganya.

E.Penyimpangan Kode Etik Profesi Kebidanan

Kode etik adalah norma-norma yang harus di indahkan oleh setiap anggota profesi
yang bersangkutan di dalam melaksanakantugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat.norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang
bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yang di atur di

dalamnya, yaitu berupa ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
di perbuat atau di laksanakan oleh anggota profesi, melainkan juga dalam menjalankan tugas

7
profesinya, serta menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di
dalam masyarakat.

Sebagai tenaga profesional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan


tugasnya. Seorang bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya terhadap tindakan
yang dilakukannya salah satu tanggung jawab bidan yaitu “tanggung jawab terhadap
masyarakat”. Bidan turut bertanggung jawab dalam memecahkan masalah kesehatan
masyarakat. Baik secara mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lainnya, bidan
berkewajiban memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat.

F. Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Kode Etik Bidan

Negara hukum (rechtstaat), mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna:

1. Yang pertama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau


pemerintahan dalam menmcampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat, sedangkan
2. Yang kedua adalah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak
pribadi (individual rights) , hak-hak politik (politikal rights), maupun hak-hak sebagai
sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara alamiah
pada setiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.

Secara konvensional, pembangunan sumber daya manusia diartikan sebagai investasi


human capital yang harus dilakukan sejalan dengan investasi human capital yang harus
dilakukan sejalan dengan physical capital. Cakupan pembangunan sumber daya manusia ini
meliputi pendidikan dan pelatihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas dan pengembangan
enterpreneurial, yang kesemuanya bermuara pada peningkatan produktivitas manusia.
Karenanya, indikator kinerja pembangunan sumber daya manusia mencakup indikator-
indikator pendidikan, kesehatan, gizi dan sebagainya.

Menurut pasal 1 ayat (3) UU nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang di
maksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.

8
Tenaga kesehatan berdasarkan pasal 50 UU kesehatan adalah bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan
atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan mengenai ketentuan
mengenai kategori,jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan di tetapkan dengan peraturan
pemerintah republik indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.

Berdasarkan pasal 2 ayat (1), Tenaga kesehatan terdiri dari :

1. Tenaga kesehatan medis.


2. Tenaga keperawatan dan bidan.
3. Tenaga kkefarmasian
4. Tenaga kesehatan masyarakat.
5. Tenaga ggizi
6. Tenaga keterapian fisik dan
7. Tenaga keteknisan medis.

Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan


kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan yang sangat
potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan. Disamping itu tenaga
kesehatan tertentu ynag bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi
wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat
dengan hak dan kewajibannya. Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukan
kemampuan profesional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan
tersebut.

Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan baik dari


institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang diarahkan oleh
keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Sedangkan
implementasinya adalah memahami apa yang senyatanya terjadinya sesudah program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian implementasi kebijakan mencakup
kejadian-kejadian dan kegiatan – kegiatan yang timbul sesudah diberlakukannya kebijakan
negara, baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun akibat atau dampak nyata pada
masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara terus menerus melalui tindakan – tindakan
implementasi sehingga secara simultan mengubah sumber – sumber dan tujuan – tujuan yang
pada akhirnya fase implementasi akan berpengaruh pada hasil akhir kebijakan.

9
Besarnya dampak kesehatan dalam perkembangan nasional menuntut adanya
perhatian untuk kesehatan di nusantara. Gangguan kesehatan akan menimbulkan kerugian
ekonomi negara. Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi
pembangunan Negara. Upaya peningkatan kesehatan tersebut harus berdasarkan pengetahuan
yang luas tentang kesehatan demi peningkatan kesejahteraan (kesehatan) masyarakat.
Mengingat Undang – Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (UU No. 23 tahun
1992 Tentang Kesehatan) yang sudah tidak mampu menghadapi perkembangan sistematik
dan dinamika kesehatan saat ini. Mendorong lahirnya UU No. 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Pembentukan UU kesehatan terbaru tersebut juga demi pembentukan sebuah
peraturan perundang – undangan dan perwujudnyataan implementasi pasal 20, pasal 28H ayat
(1), dan pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945.

G. Sanksi Penyimpangan Kode Etik Bidan

Sanksi penyimpangan kode etik bidan dalam berbagai aspek sebagai berikut:

1. Aspek Hukum
Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan berpedoman pada KEPMENKES
Nomor 900/MENKES/S/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik Bidan. Tugas dan
wewenang bidan terutama dalam bab V pasal 14 sampai dengan pasal 20, yang garis
besarnya berisi tentang bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan kebidanan, pelayanan
keluarga berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Sebagai pedoman dan tata
cara dalam pelaksanaan profesi, sesuai dengan wewenang peraturan kebijaksanaan
yang ada, maka bidan harus senantiasa berpegang pada kode etik bidan yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
2. Aspek Etika
Kode etik dibuat oleh kelompok – kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan,
dengan ketentuan pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok
dokter yang memunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan memunyai
kode etik kebidanan. Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada
pelanggaraan yang berupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat,
pencabutan izin atau penundaan gaji.

10
3. Aspek Agama
Semua agama melarang tindakan yang bias mengancam nyawa manusia bahkan
membunuh, karena pada dasarnya semua makhluk hidup (manusia) ciptaan Tuhan
memiliki hak untuk hidup, meskipun masih berada dalam kandungan.

II. NILAI-NILAI KODE ETIK BIDAN

Ada 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan profesional, yaitu :


1.  Aesthetics (keindahan), yaitu kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang
memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreativitas, imajinasi, sensitifitas dan
kepedulian.
2.    Altruism (mengutamakan orang lain), yaitu kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang
lain termasuk masalah keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau
kemurahan hati serta ketekunan.
3.  Equality (kesetaraan), yaitu memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan
sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi.
4.    Freedom (kebebasan), yaitu memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya
diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5.  Human dignity (martabat manusia), yaitu berhubungan dengan penghargaan yang lekat
terhadap manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan,
pertimbangan dan pernghargaan penuh terhadap kepercayaan.
6.  Justice (keadilan), yaitu menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk
objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7.  Truth (kebanaran), yaitu menerima kenyataan dan realita, termasuk akuntabilitas, kejujuran,
keunikan dan reflektifitas yang rasional. (Heryani,Reni. 2016)

11
. III. ETIKA PELAYANAN KEBIDANAN
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan .melalui

pemberian asuhan kebidanan yang esensial yang diberikan oleh bidan dalam
meningkatkan kehatan ibu dan anak balita yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan
keluarga sesuai kewenangannya. Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan
masyarakat yang meliputi upaya-upaya sebagai berikut

a. Peningkatan (Promotif), misal penyul erian Immunisasi


b. Penyembuhan (Kuratif), pemberian transfusi uhan Immunisasi
c. Pencegahan (Preventif), misal pemb
d. darah pada ibu hamil dengan anemia berat
e. Pemulihan (Rehabilitatif). Contoh pasien pasca operasi SC Layanan
kebidanan dapat dibedakan menjadi:
- Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya
menjadi tanggung jawab bidan
- Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan bidan
sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan bersamaan atau sebagai
salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
- Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan
dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi, misalnya
rujukan dari bidan ke Rumah Sakit atau sebaliknya.

Pelayanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu
serta bayinya.

1. Jenis Pelayanan Kebidanan pada Ibu dan Bayi meliputi :


a. Pelayanan antenatal dengan standar 10 T normal meliputi :
- Timbang Badan dan ukur tinggi badan
- Ukur Tekanan darah
- Nilai status Gizi (ukur LILA)
- (Ukur) tinggi Fundus Uteri
- Tentukan presentasi janin dan tentukan denyut jantung janin
- Skrining status Immunisasi TT dan pemberian Immunisasi TT

12
- Pemberian tablet besi (90 tablet)
- Tes lab sederhana (Hb,Protein,urin) dan atau berdasarkan indikasi (HBs
Ag,
Siphilis, Malaria, HIV, TBC)
- Tata laksana kasus
- Temu Wicara ( konseling) termasuk P4K serta KB PP
b. Pelayanan persalinan normal
c. Pelayanan persalinan rujukan
d. Pelayanan nifas normal
e. Pelayanan nifas kolaborasi dengan tim kesehatan lain
f. Pelayanan nifas dengan rujukan
g. Pelayanan bayi baru lahir normal
h. Pelayanan bayi baru lahir kolaborasi dengan tim kesehatan lain
i. Pelayanan bayi baru lahir dengan rujukan
j. Pelayanan kesehatan reproduksi kolaborasi dan rujukan
k. Pelayanan Kebidanan yang Adil
Keadilan dalam memberikan pelayanan kebidanan adalah aspek yang
pokok dalam pelayanan kebidanan agar terlaksananya kegiatan
pelayanan kebidanan yang aman. Keadilan dalam pelayanan ini
dimulai dengan :
- Pemenuhan kebutuhan klien yang sesuai
- Keadaan sumberdaya kebidanan yang selalu siap untuk melayani
- Adanya penelitian untuk mengembangkan / meningkatkan pelayanan
- Adanya keterjangkauan ke tempat pelayanan
- Selanjutnya diikuti dengan sikap bidan yang tanggap dengan klien, sesuai
dengan
- kebutuhan klien dan tidak membedakan pelayanan kepada siapapun.
2. Metode Pemberian Pelayanan.
a. Pasien memerlukan pelayanan dari provider yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
- Semangat untuk melayani
- Simpati
- Empati

13
- Tulus ikhlas
- Memberikan kepuasan
b. Sebagai pemberi pelayanan bidan juga harus harus memperhatikan
hal hal seperti rasa aman, nyaman, menjaga privacy, melakukan
metode alamiah dan tepat sesuai kebutuhan.
c. Semua langkah pemberian pelayanan harus didokumentasikan
sebagai aspek legal dan informasi dalam asuhan kebidanan.

SOAL PERTEMUAN 2

1. Kode etik bidan pertama kali disusun pada tahun..


a. 1985
b. 1986
c. 1987
d. 1988
e. 1989

2. Kode etik bidan hanya ditetapkan oleh organisasu profesi, yaitu


a. Ikatan Dokter Indonesia ( IDI)
b. Ikatan Bidan Indonesia ( IBI)
c. Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI)
d. Ikatan Dokter Gigi Indonesia ( IDGI)
e. Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI)

14
DAFTAR PUSTAKA

Asmawati dan Sri Rahayu Amri. 2011. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Pustaka
Refleksi:Makassar.

Eryati,Darwin. 2014.Etika Profesi Kesehatan. CV Budi Utama: Yogyakarta.

Heryani,Reni. 2016.Buku AjarEtikolegal dalam Praktek Kebidanan. TIM: Jakarta

Nurrobikha dan Gita Farelya. 2015. Etikolegal dalam PelayananKebidanan. CV Budi Utama:

Hadikusuma, hilman, 1995, metode pembuatan kertas kerja atau skripsi


Ilmu hukum, bandung: mandar maju.

Haryani, reni, 2013, etikolegal dalam praktik kebidanan, jakarta: trans info media.

15
PERTEMUAN KE 6

STANDAR PROFESI BIDAN

Profesi bidan bukanlah profesi yang ringan dan tidak semua orang dapat menjadi bidan
profesional karena profesi seorang bidan mengemban tanggungjawab yang besar.
Profesionalisme, kerja keras, dan kesungguhan hati serta niat yang baik akan memberikan
kekuatan dan modal utama bagi pengabdian profesi bidan.

Pekerja profesional adalah pekerja yang terampil dan cakap dalam kerjasamanya
meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut merupakan hasil minat dan belajar dari
kebiasaan.

Suatu profesi dikatakan profesional apabila memiliki pengetahuan dan kemampuan


yang dihasilkan pendidikan yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.

Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan kegiatan. Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Standar Profesi Bidan merupakan rumusan
tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter
yang telah ditetapkan yaitu standar dalam pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab
profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan
anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang


direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus yang
memungkinkan seseorang menjadi kompeten.

Standar Profesi Bidan diatur dalam KepMenKes RI nomor


HK.01.07/MENKES/320/2020. Standar Profesi Bidan terdiri atas :

a. Standar kompetensi
b. Kode etik profesi

16
Standar Kompetensi Bidan yang disusun ini, merupakan penyempurnaan dari Standar
Kompetensi Bidan dan ruang lingkup praktik kebidanan yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan. Standar tersebut disusun berdasarkan body of knowledge, falsafah dan
paradigma pelayanan kebidanan serta pola hubungan kemitraan (partnership) Bidan dan
perempuan yang berfokus pada kebutuhan perempuan. Standar kompetensi ini memuat
standar kompetensi lulusan pendidikan profesi Bidan dengan sebutan Bidan dan lulusan
pendidikan Diploma III (tiga) Kebidanan denganm sebutan Ahli Madya Kebidanan.

I. STANDAR KOMPETENSI BIDAN

Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh lulusan pendidikan profesi
Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam memberikan pelayanan
kebidanan pada bayi baru lahir/neonatus, bayi, balita dan anak prasekolah, remaja, masa
sebelum hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa pasca keguguran, masa nifas, masa
antara, pelayanan keluarga berencana, masa klimakterium, kesehatan reproduksi dan
seksualitas perempuan, serta keterampilan dasar praktik klinis kebidanan.

A. Area Kompetensi

Standar Kompetensi Bidan terdiri atas 7 (tujuh) area kompetensi yang diturunkan dari
gambaran tugas, peran, dan fungsi Bidan. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya,
yang disebut kompetensi inti. Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi beberapa komponen
kompetensi, yang dirinci lebih lanjut menjadi kemampuan yang diharapkan di akhir
pendidikan.

Kompetensi Bidan terdiri dari 7 (tujuh) area kompetensi meliputi:

1) Etik legal dan keselamatan klien,


2) Komunikasi efektif,
3) Pengembangan diri dan profesionalisme,
4) Landasan ilmiah praktik kebidanan,

17
5) Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan,
6) Promosi kesehatan dan konseling, dan
7) Manajemen dan kepemimpinan.

Secara skematis, susunan Standar Kompetensi Bidan dapat digambarkan seperti.

Kompetensi Bidan menjadi dasar memberikan pelayanan kebidanan secara


komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien, dalam
bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.

Standar Kompetensi Bidan ini dilengkapi dengan daftar pokok bahasan, masalah, dan
keterampilan klinis. Fungsi utama ketiga rincian tersebut sebagai pedoman bidan melakukan
praktik kebidanan dan pedoman bagi institusi pendidikan kebidanan dalam mengembangkan
kurikulum pendidikan kebidanan.

18
Skema Area Kompetensi Bidan

B. Komponen Kompetensi
1. Area Etik Legal dan Keselamatan Klien
a. Memiliki perilaku profesional.
b. Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan.
c. Menghargai hak dan privasi perempuan serta keluarganya.
d. Menjaga keselamatan klien dalam praktik kebidanan.

2. Area Komunikasi Efektif


a. Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota keluarganya.
b. Berkomunikasi dengan masyarakat.
c. Berkomunikasi dengan rekan sejawat.
d. Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan lain.
e. Berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders).

3. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme


a. Bersikap mawas diri.
b. Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional.

19
c. Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang
menunjang praktik kebidanan dalam rangka pencapaian kualitas kesehatan
perempuan, keluarga, dan masyarakat.

4. Area Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan


a. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan asuhan yang
berkualitas dan tanggap budaya sesuai ruang lingkup asuhan:
1) Bayi Baru Lahir (Neonatus).
2) Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
3) Remaja.
4) Masa Sebelum Hamil.
5) Masa Kehamilan.
6) Masa Persalinan.
7) Masa Pasca Keguguran.
8) Masa Nifas.
9) Masa Antara.
10) Masa Klimakterium.
11) Pelayanan Keluarga Berencana.
12) Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Perempuan.

b. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan penanganan


situasi kegawatdaruratan dan sistem rujukan.
c. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat melakukan
Keterampilan Dasar Praktik Klinis Kebidanan.

5. Area Keterampilan Klinis Dalam Praktik Kebidanan


a. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada bayi baru lahir (neonatus), kondisi gawat darurat, dan rujukan.
b. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada bayi, balita dan anak pra sekolah, kondisi gawat darurat, dan rujukan.

20
c. Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya promosi
kesehatan reproduksi pada remaja perempuan.
d. Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya promosi
kesehatan reproduksi pada masa sebelum hamil.
e. Memiliki ketrampilan untuk memberikan pelayanan ANC komprehensif untuk
memaksimalkan, kesehatan Ibu hamil dan janin serta asuhan kegawatdaruratan
dan rujukan.
f. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada ibu bersalin, kondisi gawat darurat dan rujukan.
g. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada pasca keguguran, kondisi gawat darurat dan rujukan.
h. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada ibu nifas, kondisi gawat darurat dan rujukan.
i. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada masa antara.
j. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada masa klimakterium.
k. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada pelayanan Keluarga Berencana.
l. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas
pada pelayanan kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
m. Kemampuan melaksanakan keterampilan dasar praktik klinis kebidanan.

6. Area Promosi Kesehatan dan Konseling


a. Memiliki kemampuan merancang kegiatan promosi kesehatan reproduksi pada
perempuan, keluarga, dan masyarakat.
b. Memiliki kemampuan mengorganisir dan melaksanakan kegiatan promosi
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
c. Memiliki kemampuan mengembangkan program KIE dan konseling kesehatan
reproduksi dan seksualitas perempuan.

21
7. Area Manajemen dan Kepemimpinan
a. Memiliki pengetahuan tentang konsep kepemimpinan dan pengelolaan sumber
daya kebidanan.
b. Memiliki kemampuan melakukan analisis faktor yang mempengaruhi kebijakan
dan strategi pelayanan kebidanan pada perempuan, bayi, dan anak.
c. Mampu menjadi role model dan agen perubahan di masyarakat khususnya
dalam kesehatan reproduksi perempuan dan anak.
d. Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas program dan lintas sektor.
e. Mampu menerapkan Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.

Standar Kompetensi Bidan yang disusun ini, merupakan penyempurnaan dari Standar
Kompetensi Bidan dan ruang lingkup praktik kebidanan yang tertuang dalam :

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007tentang Standar Profesi


Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/320/2020
Tentang Standar Profesi Bidan dan Kewenangan Bidan.

B. Kode Etik Profesi Bidan

Kode etik bidan indonesia pertama kali di susun tahun 1986 dan juga disahkan oleh
Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, kemudian disempurnakan dan di
sahkan pada tahun 1998 oleh Kongres Nasional IBI ke XII. Kode etik bidan indonesia
mengandung kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan bab.

Kode etik yang berisi 7 bab yaitu:

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)


2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainya (2 butir)
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

22
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsadan tanah air ( 2 butir)
7. Penutup (1 butir)

Sistematika daftar keterampilan klinis dikelompokkan berdasarkan lingkup asuhan


kebidanan, disertai dengan tingkat kemampuan yang harus dimiliki, sesuai dengan tingkat
kemampuan menurut Miller.

Tingkat Kemampuan Menurut Piramida Miller

Tingkat kemampuan yang harus dicapai:

Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan

Lulusan Bidan mampu menguasai pengetahuan teoritis yang mendukung kompetensi bidan
sehingga dapat menjelaskan kepada klien dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi
lainnya tentang prinsip, tujuan, tata cara dan risiko yang mungkin timbul dalam Pelayanan
Kesehatan.

Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan
belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.

Tingkat kemampuan 2 (Knows How) : Pernah melihat atau didemonstrasikan

23
Lulusan Bidan menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan klinis kebidanan dengan
melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan
langsung pada klien/masyarakat.

Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan


berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test).

Tingkat kemampuan 3 (Shows) : Terampil melakukan atau terampil menerapkan di bawah


supervisi

Lulusan Bidan mampu melaksanakan keterampilan klinis Kebidanan di bawah supervisi atau
kolaborasi dalam tim, dan merujuk untuk tindakan lebih lanjut. Pengujian keterampilan
tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective Structured Clinical Examination
(OSCE) atau Objective Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).

Tingkat kemampuan 4 (Does) : Terampil melakukan secara mandiri

Lulusan Bidan mampu melaksanakan keterampilan klinis kebidanan secara mandiri dan
tuntas. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat
kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio,
logbook, dan sebagainya.

C. Daftar Keterampilan Bidan

Daftar keterampilan Bidan dibedakan:

1. Sampai dengan tahun 2026

Keterampilan yang dimiliki oleh Bidan dan Ahli Madya Kebidanan, beberapa
keterampilan klinis yang fisiologis sama, sehingga lulusan profesi bidan maupun ahli madya
kebidanan dapat melaksanakan Praktik Kebidanan esensial secara mandiri di Tempat Praktik
Mandiri Bidan terhitung SEBELUM Undang-undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan diundangkan sampai dengan 7 (tujuh) tahun setelah Undang-Undang tersebut
diundangkan.

24
2. Setelah tahun 2026

Keterampilan yang harus dimiliki oleh Bidan dan ahli madya kebidanan dibedakan
sehingga PRAKTIK KEBIDANAN SECARA MANDIRI hanya dapat dilakukan oleh
LULUSAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN di Tempat Praktik Mandiri Bidan terhitung
7 (tujuh) tahun setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
diundangkan.

25
SOAL PERTEMUAN KE 6

1).Seorang bidan di Puskesmas memeriksa kehamilan seorang ibu berusia 30 tahun,


GIIP10001, hasil pemeriksaan bagian fundus teraba bulat, keras, melenting, TFU =
32 cm, pada bagian bawah teraba bulat, lunak kurang melenting, konvergen. DJJ =
120 x/mnt terdengar jelas di atas pusat.
Apakah asuhan yang tepat pada kasus tersebut ?
a. Posisi tidur miring
b. Melakukan senam hamil
c. Melakukan gerakan keagle
d. Melakukan gerakan knee chest
e. Menyapu dengan sapu yang pendek

2).Seorang bidan di Puskesmas memeriksa seorang ibu berusia 30 tahun, GIIP10001,


mengeluh keputihan, gatal dan berbau. Pada pemeriksaan fisik KU = Baik, vagina
tampak basah. Pada celana dalam terdapat lendir putih kehijauan . TTV normal.
Apakah diagnosa pada kasus tersebut ?
a. Trikomoniasis
b. Vulvitis
c. Vaginitis
d. Kolpitis
e. Cervitis

26
DAFTAR PUSTAKA

Ardhina nugraheni, 2018, pengantar ilmu kebidanan dan standar profesi Kebidanan,
yogyakarta : healthy

Kepmenkes ri no. 938/menkes/sk/viii/2007 tentang standart asuhan Kebidanan

Kepmenkes ri no. 1464/menkes/per/x/2010 tentang izin penyelenggaraan Praktik bidan

Arimbi, diah, 2014, etikolegal kebidanan, yogyakarta: pustaka rihama

Azwar, saifuddin, 2011, metode penelitian, yogyakarta: pustaka pelajar.

Dwienda ristica, octa & juliarti, widya, 2014, prinsip etika dan moralitas

27
PERTEMUAN KE 11

MANAJEMEN KONFLIK

A. Pengertian Konflik
Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik
sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau
fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap
sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung
bagaimana cara mengelolanya. Konflik berasal dari kata kerja Latin “configure” yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

B. Penyebab Konflik
Konflik dapat berkembang karena berbagai sebabsebagai berikut :

1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas


2. Hambatan komunikasi
3. Tekanan waktu
4. Standar, peraturan, dan kebijakan yang tidak masuk akal
5. Pertikaian antar pribadi
6. Perbedaan status
7. Harapan yang tidak terwujud

C. Aspek Positif dalam konflik

28
Konflik bisa jadi merupakan sumber energy dan kreaktivitas yang positif apabila
dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

a. Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan
tanggung jawab mereka
b. Memberikan saluran baru untuk komunikasi
c. Menumbuhkan semangat baru pada staf
d. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi
e. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak
pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun
kelompok, berupa penolakan, resistesi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan
mungkin muncul luapan destruktif, berupa demonstrasi.

D. Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah
internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering
dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran.

2. Interpersonal
Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan, dan
keyakinan mereka berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara
konstamberinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan.
3. Intergroup (Antar kelompok)
Konflik yang terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau
organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan
otoritas (kualitas jasa layanan), keterbatasan prasarana.

E. Proses Konflik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain :

a. Konflik laten

29
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus ( laten) dalam suatu organisasi,
misalnya kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut
memicu pada ketidakstabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik
yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.

b. Konflik yang dirasakan (felt konflik)


Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“Affectives”. Hal ini penting bagi seorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan
konflik tersebut sebagai suatu masalah dan ancaman terhadap keberadaan nya.

c. Konflik yang Nampak/ sengaja ditimbulkan


Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, dabat, atau mencari penyelesaian konflik.
Seriap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresifitas dalam
menyelesaikan konfik dalam perkembangannya. Sedangakan penyelesaian konflik dalam
suatu organisasi memerlukan suaru upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.

d. Resolusi konflik
Resolusi konfik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan orang
yang terlibat di dalam nya dengan prinsip “ win-win solution”

Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesikan nya konflik yang pertama.
Konflik ini akan menjadi masalah besar jika tidak segera diatasi atau dikurangi penyebab
dari konflik yang sama.

A. Pengelolaan konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :

1. Disiplin : mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah


konflik. Manajer bidan harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang
ada dalam organisasi.
2. Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan : Konflik dapat dikelola dengan
mendukung bidan untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan
hidupnya. Misalnya ; bidan junior yang berprestasi dapat di promosikan untuk
mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi bidan senior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

30
3. Komunikasi : suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang
terapeutik dan kondusif. suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk
menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam
kegiatan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif : mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk
mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer bidan telah
memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan
para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan

B. Teknik atau keahlian untuk mengelola konflik


Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :

a. Konflik itu sendiri


b. Karakteristik orang-orang yang terlibat didalam nya
c. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
d. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
e. Ketersediaan waktu dan tenaga

C. Penyelesaian konflik
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelsaikan suatu konflik meliputi :

1. Pengkajian.
a. Analisa situasi : menentukan waktu yang diperlukan, Siapa yang terlibat dan perannya
masing – masing. Tentukan jika situasinya dapat berubah.
b. Analisa dan mematikan isu yang berkembang : jelaskan masalah dan prioritas
fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama , dan hindari penyelesaian semua
masalah dalam satu waktu.
c. Menyusun tujuan : jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai

2. Identifikasi
Mengelola perasaan : hindari respon emosional : marah. Dimana setiap orang
mempunyai respon yang berbeda – beda terhadap ekspresi, tindakan dan kata – kata.

1. Intervensi

31
a. Masuk pada konflik
b. Diyakini dapat diselesaikan dengan baik
c. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik
memerluka strategi berbeda – beda . Seleksi metode paling sesuai untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi

D. Strategi Penyelesaian Konflik


1. Kompromi/ Negosiasi : suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang
terlibat saling menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama.
2. Kompetisi : diartikan sebagai “ win Lose “ penyeleaian konflik. Penyelesaian ini
menekankan bahwa hanya ada 1 orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah.
3. Akomodasi : istilah lain yang sering dipakai adalah “ cooperative “. Konflik ini
berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha
mengakomodasi permasalahan – permasalahan dan memberi kesempatan orang
lain untuk menang.
4. Smoothing : penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional
dalam konflik .
5. Menghindar : semua yang terlibat dalam konflik , pada strategi ini menyadari
tentang masalah yang dihadapi , tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalahnya.
6. Kolaborasi : strategi ini merupakan “ win – win solution “ . Pada kolaborasi ,
kedua unsur yang terlibat, menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam
mencapai suatu tujuan.

E. Petunjuk pendekatan situasi konflik


1. Diawali melalui penilaian diri sendiri
2. Analisa isu-isu seputar konflik
3. Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil explorasi diri sendiri
4. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik

32
5. Memantau sudut pandang dari sebuah individu yang terlibat
6. Mengembangkan dan menguraikan solusi
7. Memilih solusi dan melakukan tindakan
8. Merncanakan pelaksanaan nya

SOAL PERTEMUAN KE 11

1).Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat
dikarenakan adanya...

a. perbedaan kekuasaan

b. perbedaan status sosial

c. perbedaan pendidikan

d. perbedaan intelektual

e. perbedaan budaya

2).Tokoh yang pertama kali memperkenalkan istilah Sosiologi konflik dalam America
Journal of Sociology tahun 1903 adalah…

a. Ibnu Khaldun

b. Karl Marx

c. Emile Durkheim

d. Max Weber

e. George Simmel

33
DAFTAR PUSTAKA

Engkoswara dan Komariah, 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta.


Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnelly, J.H., dan Konopaske, R., 2009. Organizations:
Behavior, Structur, Processes. 11 Edition. New York: McGraw-HillIrwin.
Muhammadiyah, A., 2011. Panduan Umum Mahasiswa Akademi Kebidanan Muhammadiyah
Banda Aceh. AKBID Muhammadiyah : Banda Aceh.
Murni, S., dan Veithzal. R., 2009. Education Management, Analisis Teori dan Praktik.
Jakarta : Rajawali Pers. Nasution, S., 1998. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Siagian, P., dan Sondang, 2006. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sinungan, M., 2009. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono, 2007. Metodelogi Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta. Terry, George
R., Stephen Franklin, 1982. Principles of Manajemen. Illionois: H

34

Anda mungkin juga menyukai