Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aliran Fluida Zat Cair


Fluida merupakan zat yang dapat berubah bentuk secara terus-menerus jika
terkena tegangan geser meskipun tegangan geser itu kecil. Tegangan geser adalah
gaya-geser dibagi dengan luas permukaan tempat adanya gaya geser tersebut. Gaya
geser adalah komponen gaya yang menyinggung permukaan.
2.1.1 Aliran Pada Saluran Terbuka
Aliran saluran terbuka didasarkan atas efek dari gravitasi bumi dan
distribusi tekanan di dalam air yang umumnya bersifat hidrostatis. Distribusi
tekanan bersifat hidrostatis karena kuantitasnya tergantung dari berat jenis aliran
dan kedalaman karena berat jenis aliran dapat diasumsikan tepat, maka tekanan
hanya tergantung dari kedalamannya semakin dalam, tekanannya semakin besar.
Namun pada beberapa kondisi bisa ditemukan distribusi tekanan tidak hidrostatis.
Aliran saluran terbuka dapat terjadi dalam betuk yang bervariasi cukup besar.
Masalah aliran saluran terbuka banyak dijumpai dalam aliran sungai, aliran sungai
irigasi dan talang, aliran saluran pembuangan dan saluran lain yang bentuk dan
kondisi geometrinya bermacam-macam, termasuk model saluran yang dibuat di
laboratorium untuk keperluan penelitan. Sifat hidrolik saluran semacam ini dapat
diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi persyaratan tertentu
(Tansil, 2017).

2.1.2 Aliran Pada Saluran Tertutup


Saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran digunakan untuk
mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh. Fluida yang dialirkan melalui
pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari
tekanan atmosfer. Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran
termasuk dalam aliran saluran terbuka atau karena tekanan di dalam pipa sama
dengan tekanan atmosfer, aliran temasuk dalam pengaliran terbuka. Tekanan
dipermukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer.
Perbedaan mendasar antara aliran pada saluran terbuka dan aliran pada saluran
tertutup adalah adanya permukaan yang bebas yang (hampir selalu) berupa udara
pada saluran terbuka. Jadi jika pada pipa alirannya tidak penuh sehingga masih
ada rongga yang berisi udara maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan
aliran pada saluran terbuka (Sulhairi et al., 2020).

2.1.3 Perbedaan Karakteristik dan Sifat-Sifat Antara Aliran Pada Saluran


Terbuka dan Tertutup
Aliran pada saluran terbuka dikarakteristikkan oleh kontak permukaan
fluida dengan atmosfer. Sifat-sifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak
menentu. Dalam beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup
sesuai dengan pengamatan sesungguhnya. Sehingga persyaratan aliran pada
saluran ini dapat diterima untuk penyelesaian analisa hidrolika teoritis. Saluran
buatan merupakan saluran yan dibuat manusia untuk tujuan dan kepentingan
tertentu. Saluran buatan memiliki penampang teratur dan lebih mudah dalam
melakukan analisa dibanding saluran alami.
Perbedaan mendasar antara aliran pada saluran terbuka dan saluran tertutup
(aliran pada pipa) adalah adanya permukaan yang bebas. Pada saluran terbuka
mempunyai permukaan yang bebas, sedangkan pada saluran tertutup tidak
mempunyai permikaan yang bebas karena air mengisi seluruh penampang. Jadi
seandainya pada pipa alirannya tidak penuh hingga masih ada rongga yang berisi
udara maka sifat dan karaktersitik alirannya sama dengan aliran pada saluran
terbuka (Harianja dan Gunawan, 2007).

2.2 Klasifikasi Saluran Terbuka


Saluran terbuka adalah saluran alami atau buatan yang memiliki permukaan
bebas pada tekanan atmosfer. Saluran terbuka dapat diklasifikasikan yaitu:
2.2.1 Berdasarkan Asalnya
Saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan permukaan
bebas. Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan asal-usul:
a. Saluran alam (natural channel) yaitu saluran dengan geometri yang tidak
teratur dan material saluran bervariasi seperti sungai-sungai kecil di daerah
hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara.
b. Saluran buatan (artificial channel) yaitu saluran yang dibuat oleh manusia,
umumnya memiliki geometri saluraan yang tetap dan dibangun
menggunakan beton,semen dan besi seperti saluran drainase tepi jalan,
saluan irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran
untuk membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply
air minum, saluran banjir (Putra, 2016).

2.2.2 Berdasarkan Konsistensi Bentuk Penampang


a. Saluran prismatik (prismatic channel) yaitu saluran yang bentuk
penampang melintang dan kemiringan dasarnya tetap seperti saluran
drainase, saluran irigasi
b. Saluran non prismatik (nonprismatic channel) yaitu saluran yang bentuk
penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubahubah seperti
saluran sungai (Putra, 2016).

2.3 Dimensi Pada Saluran Terbuka


Saluran terdiri dari saluran tertutup dan saluran terbuka. Saluran
tertutup contohnya saluran yang menggunakan pipa, dan saluran terbuka
contohnya saluran air untuk drainase kota. saluran terbuka yang ekonomis
adalah saluran yang dapat mengalirkan debit yang besar dan keliling basah
mininum. Bentuk saluran yang demikian dapat diperoleh dari penampang
berbentuk setengah lingkaran. Oleh karena itu walaupun bentuk saluran setengah
lingkaran paling ekonomis, namun bentuk ini sangat jarang digunakan di
lapangan. (Haris, 2016).
a. Saluran Trapesium

Gambar 2.1 Saluran Trapesium


Sumber : Haris, 2016
Penampang saluran dikatakan ekonomis apabila pada debit aliran tertentu
luas penampang saluran minimum dengan R maksimum atau P minimum. Untuk
saluran trapesium, penampang ekonomis dapat dihitung sebagai berikut:

A = y (B +my) …Pers (2.1)

P = B +2y√1 + 𝑚2 … Pers (2.2)

𝐴 𝑦(𝐵+𝑚𝑦)
R=𝑃=
𝐵+2𝑦√1+𝑚2
… Pers (2.3)

Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
B = Lebar dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
Q = Debit aliran (m/s3)
m = Kemiringan dinding
y = Kedalaman aliran (m)

b. Saluran Segiempat

Gambar 2.2 Saluran Segiempat


Sumber : Haris, 2016
Perencanaan saluran dengan model segiempat banyak dipilih untuk talang
jaringan irigasi di daerah perkotaan besar. Penggunaan tebing yang tegak
menjadikan model saluran ini lebih dihindari dari saluran model trapesium. Hal
ini disebabkan untuk membuat dinding yang tegak memerlukan konstruksi yang
kuat dan lebih mahal. Saluran dengan model segiempat ini dipilih karena ada dua
kelebihan yaitu memiliki nilai estetika dan cocok untuk lahan yang terbatas.
Untuk saluran segiempat dapat dihitung sebagai berikut (Haris, 2016):

A = By … Pers (2.4)

P = B + 2y … Pers (2.5)

𝐴
P = 𝑦 + 2𝑦 … Pers (2.6)

𝐴 𝐵𝑦
R=𝑃= … Pers (2.7)
𝐵+2𝑦

Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
B = Lebar dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
Q = Debit aliran (m/s3
y = Kedalaman aliran (m)

c. Saluran Setengah Lingkaran

Gambar 2.3 Saluran Setengah Lingkaran


Sumber : Haris, 2016
Bentuk atau model saluran model setengah lingkaran merupakan
perencanaan saluran terbaik ketiga setelah penampang segiempat dan trapesium.
Model ini mampu menampung debit air yang banyak dan juga dindingnya kuat.
Oleh karena itu model trapesiumlah yang menjadi pilihan yang bayak digunakan
dalam pembuatan saluran. Untuk saluran setengah lingkaran dapat dihitung
sebagai berikut:
1
𝐴= 𝜋𝑟 2 … Pers (2.8)
2

𝜌 = 𝜋𝑟 … Pers (2.9)

𝐴 2 𝑟 … Pers (2.10)
R =𝑃 = 𝜋𝑟
= 2

Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
r = Jari – jari saluran (m)
B = Lebar dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
Q = Debit aliran (m/s3)
ρ = Rapat massa (kg/m3)

d. Segitiga
Bentuk segitiga ini diterapkan pada awal saluran dengan debit yang
ditampung sangat kecil. Saluran bentuk segitiga ini digunakan pada lahan yang
terbatas.

Gambar 2.4 Saluran Segitiga


Sumber : Haris, 2016
Untuk saluran segitiga dapat dihitung sebagai berikut:

B = b + 2h√1 + 𝑚2 … Pers (2.11)

𝐴
R=
𝑃 … Pers (2.12)

Keterangan :
B = Lebar puncak (m)
R = Jari – jari penampang (m)
h = Kedalaman air (m)
b = Lebar dasar (m2)

e. Penampang Lingkaran

Gambar 2.5 Saluran Melingkar


Sumber : Haris, 2016

Biasanya digunakan untuk pembuatan gorong – gorong dimana salurannya


tertanam dalam tanah. Untuk saluran setengah lingkaran dapat dihitung sebagai
berikut:

P = 2h√1 + 𝑚2 … Pers (2.13)


Keterangan :
P = Keliling basah penampang (m)
h = Kedalaman air (m)
2.4 Jenis-Jenis Aliran Pada Saluran Terbuka
Aliran saluran terbuka dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis dan
diuraikan dengan berbagai cara. Berikut adalah jenis-jenis aliran pada saluran
terbuka:
2.4.1 Aliran Permanen dan Tidak Permanen
Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka
alirannya tersebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada
suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu maka aliran tidak permanen atau
tidak tunak (unsteady flow). Dalam hal-hal tertentu dimungkinkan
mentransformasikan aliran tidak permanen menjadi aliran permanen dengan
mengacu pada koordinat referensi yang bergerak. Penyederhanaan ini
menawarkan beberapa keuntungan, seperti kemudahan visualisasi, kemudahan
penulisan persamaan yang terkait, dan sebagainya. Misalnya bentuk gelombang
kejut (surge) tidak berubah ketika menambat pada saluran halus, dan
konsekuensinya perambatan gelombang kejut yang tidak permanen dapat
dikonversi menjadi aliran permanen dengan koordinat refenrensi yang bergerak
(Tansil, 2017).

2.4.2 Aliran Seragam dan Tidak Seragam


Aliran disebut seragam (uniform flow) apabila tidak ada perubahan besar
dan arah dari kecepatan dari suatu titik ke titik yang lain di sepanjang aliran
(gambar 2.4.a). demikian juga dengan variabel-variabel lainnya seperti tekanan,
rapat massa, kedalaman, debit, dan sebagainya. Aliran di saluran panjang dengan
debit dan penampang tetap adalah contoh dari aliran seragam. Aliran tak seragam
(nonuniform flow) terjadi jika semua variabel aliran berubah dengan jarak.
Contoh dari aliran ini adalah aliran di sungai (Triatmodjo, 1993).

Gambar 2.6 Aliran seragam (a) dan tak seragam (b)


Sumber: Bambang Triatmodjo, 1993
2.4.3 Aliran Berdasarkan Densitas
Aliran dapat dibedakan atas dua macam berdasarkan densitasnya yaitu
sebagai berikut:
a. Aliran yang tak termampatkan (incompressible flow)
Aliran tak termampatkan adalah kondisi aliran dimana rapat massa
fluidanya tidak berubah. Contohnya adalah air, minyak, dan lain sebagainya

b. Aliran termampatkan (compressible flow)


Aliran termampatkan adalah kondisi suatu aliran yang memiliki rapat massa
fluidanya berubah. Contohnya adalah gas. Pada fluida jenis ini berlaku hukum
termodinamika (Triatmodjo, 1993).

2.4.4 Aliran Berdasarkan Bilangan Reynolds


Pada tahun 1884 Osborne Reynolds melakukan percobaan untuk
menunjukkan sifat aliran laminar dan turbulen. Berdasarkan pada percobaan
aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk bilangan Reynolds
dibawah 500, aliran pada kondisi tersebut adalah laminar. Aliran akan turbulen
apabila bilangan Reynolds lebih besar 1000. Pada umumnya tipe aliran melalui
saluran terbuka adalah turbulen.
Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini:

vD
Re = … Pers (2.14)
𝑣
Keterangan:
Re = Bilangan Reynolds
v = Kecepatan aliran (m/s)
D = Panjang karakteristik (m)
𝑣 = Viskositas kinematik (m2/s)

Akibat kekentalan (viscous forces) merupakan sifat yang yang ada dalam
fluida yang menentukan karakteritas fluida tersebut. Viscous adalah fluida yang
masih dipengaruhi oleh viskositas (hambatan) atau kekentalan. Aliran viscous
adalah aliran yang terjadi pada fluida yang pekat atau kental, kepekatan atau
kekentalan fluida ini tergantung oleh gesekan antara passtikel penyusun fluida
tersebut. Aliran ini bagi menjadi tiga bagian, yaitu aliran laminar, aliran transisi
dan aliran turbulen. Jadi untuk saluran terbuka alami (sungai) untuk masing-
masing jenis aliran diklasifikasikan sebagai berikut:

Laminar : Re < 500


Transisi : 500 < Re < 12500
Turbulen : Re > 12500

Umumnya pada saluran terbuka mempunyai Re > 12500 sehingga aliran


termasuk dalam kategori aliran turbulen (Kodoatie dan Syarief, 2010).

2.4.5 Aliran Berdasarkan bilangan Froude


Aliran disebut sub kritis apabila gangguan yang terjadi di suatu titik pada
aliran dapatmenjalar ke arah hulu. Aliran sub kritis dipengaruhi oleh kondisi hilir,
dengan kata lain keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu.
Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak
menjalar ke hulu maka aliran disebut super kritis. Apabila kecepatan aliran cukup
besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran adalah
super kritis. Penentuan tipe aliran dapat didasarkan pada nilai bilangan Froude
(Fr), yang mana jika Fr < 1 maka kodisi aliran sub kritis, Fr = 1 kondisi aliran
kritis dan Fr > 1 kondisi aliran super kritis (Kause et al., 2018).
Persamaan untuk menghitung bilangan Froude, yaitu:

v
Fr = … Pers (2.15)
√gh

Keterangan:
Fr = Bilangan Froude
v = Kecepatan aliran (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
h = Kedalaman aliran (m)
2.4.6 Aliran Berdasarkan Pergerakan Partikel Fluida
Aliran berdasarkan pergerakan partikel fluida dibedakan menjadi dua yaitu
aliran rotasional dan tak rotasional. Aliran adalah rotasional bila setiap partikel
zat cair mempunyai kecepatan sudut terhadap pusat massanya. Gambar 2.5.a
menunjukkan distribusi kecepatan suatu aliran turbulen dari zat cair riil melalui
dinding batas lurus. Karena distribusi kecepatan yang tidka merata, partikel zat
cair akan berotasi. Suatu partikel yang semula kedua sumbunya saling tegak lurus
setelah mengalami rotasi akan terjadi perubahan sudut. Pada aliran tak rotasional,
distribusi kecepatan di dekat dinding batas adalah merata (gambar 2.5.b). suatu
partikel zat cair tidak berotasi terhadap pusat massanya (Triatmodjo, 1993).

Gambar 2.7 Aliran rotasional (a) dan aliran tak rotasional (b)
Sumber: Bambang Triatmodjo, 1993

2.5 Faktor Kekasaran Maning Pada Saluran Terbuka


Menurut Fasdarsyah (2016), secara teoritis koefisien kekasaran Manning
berpengaruh kepada kecepatan dan debit aliran, jika nilai hambatan besar, maka
nilai kecepatan dan debit aliran menjadi mengecil. Dengan demikian kecepatan
aliran tergantung pada bahan pembentuk saluran, bila saluran dilapisi oleh tanah
dimana butiran-butiran bahan pembentuk saluran seperti lempung atau lanau
mempunyai efek hambatan jauh lebih kecil bila dibanding dengan bahan kasar
seperti pasangan batu atau kerikil. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar
terhadap koefisien kekasaran baik saluran buatan maupun alam cukup banyak,
faktor ini akan disinggung secara garis besar saja (Ruzardi, 1993).
a. Kekasaran permukaan
Kekasaran ini ditandai dengan ukuran bentuk butiran bahan yang
membentuk menimbulkan efek hambatan terhadap aliran.

b. Tetumbuhan
Tetumbuhan dapat digolongkan dalam jenis kekasaran permukaan, tetapi
hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran.

c. Ketidak teraturan saluran


Ketidak teraturan ini merupakan tambahan kekasaran yang ditimbun oleh
permukaan.

d. Trace saluran
Kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan
mengakibatkan nilai n yang rendah dan begitu sebaliknya.

e. Pengendapan dan penggerusan


Secara umum pengendapan dapat mengubah saluran yang amat sangat tidak
beraturan menjadi cukup beraturan sehingga memperkecil n, sedang penggerusan
dapat membuat saluran tidak beraturan sehingga memperbesar n.

f. Hambatan
Hambatan balok dan pilar jembatan dan lainnya cenderung memperbesar n.

g. Ukuran dan bentuk saluran


Saluran tampang segiliga mempunyai nilai n lebih besar bila dibandingkan
dengan bentuk trapesium. Juga saluran sempit akan lebih besar nilai n dari pada
saluran lebar.

h. Debit aliran
Debit aliran yang kecilakan lebih nilai n daripada debit yang besar.

i. Perubahan Musim
Musim ini mempengaruhi tetumbuhan pada saluran. Pada musim semi
tetumbuhan akan banyak sehingga nilai n akan besar.
j. Endapan melayang dan endapan dasar
Bahan-bahan yang melayang dan endapan dasar baik yang bergerak maupun
tak bergerak akan menyerap energi dan menyebabkan kehilangan tinggi energi
atau memperbesar kekasaran saluran.
Angka kekasaran manning dapat dinyatakan seperti persamaan berikut:

1 2 1 … Pers (2.16)
n = R ⁄3S ⁄2
v
Keterangan:
n = Koefisien manning
v = Kecepatan rata-rata aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
S = Kemiringan dasar saluran

Tabel 2.1 Koefisien manning untuk berbagai bahan dinding saluran


No. Bahan Koefisien Manning (n)
1 Besi tulang dilapis 0.014
2 Kaca 0.010
3 Saluran beton 0.013
4 Bata dilapis mortar 0.015
5 Pasangan batu disemen 0.025
6 Saluran tanah bersih 0.022
7 Saluran tanah 0.030
8 Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0.040
9 Saluran pada galian batu cadas 0.040
Sumber: Triatmodjo B., 1993

2.6 Aliran Melalui Bendung Persegi Panjang


Bendung adalah suatu bangunan yang bertujuan untuk meninggikan taraf
muka air untuk mendapatkan tinggi terjun yang diinginkan dan dibangun melintang
sungai, sehingga air dapat dialirkan ke jaringan irigasi. Bendung dapat juga
diartikan sebagai suatu konstruksi bangunan air yang melintang sungai dan
berfungsi untuk meninggikan taraf air suatu sungai untuk kepentingan irigasi
(Tallar, 2020).
Bangunan pelimpah adalah bangunan untuk melimpaskan air dari bendung
ke permukaan air yang lebih rendah dan untuk menyediakan kapasitas yang
dibutuhkan, biasanya banjir rancangan pelimpah (spillway design flood) pada
elevasi tertentu dari suatu bendung. Aliran melalui pelimpah merupakan aliran tidak
seragam (nonuniform flow) dengan perubahan aliran terjadi pada jarak yang pendek
sehingga disebut sebagai aliran berubah cepat (Binilang, 2014).
Sebuah peluap persegi panjang di mana air mengalir seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.6. Dalam gambar tersebut H adlah tinggi peluapan
(tinggi air di atas peluap), b adalah lebar peluap. Koefisien debit adalah C d.
dipandang suatu pias horizontal air setebal dh pada kedalaman h dari permukaan
air.

Gambar 2.8 Peluap Persegi Panjang


Sumber: Bambang Triatmodjo, 1993

Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk zat cair invisid apabila di


sebelah hulu peluap berupa kolam besar sehingga v1 = 0, dan tekanan pada pias
adalah tekanan atmosfer. Debit total melalui seluruh peluap dapat dihitung dengan
rumus berikut:
2 3 … Pers (2.17)
Q= Cd b √2g H ⁄2
3

Keterangan:
Q = Debit aliran (m3/s)
Cd = Koefisien debit
b = Lebar peluap (m)
H = Tinggi peluapan (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
2.7 Aliran Melalui Pintu Sorong
Aliran yang mengalir di bawah pintu sorong dimulai dari aliran superkritis
kemudian berubah menjadi aliran sub kritis. Pada aliran super kritis kedalaman air
kecil dengan kecepatan besar, sedangkan pada aliran sub kritis kedalaman aliran
besar dengan kecepatan kecil, hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan energi
yang mengakibatkan terbentuknya loncat air.

Gambar 2.9 Aliran di bawah pintu sorong


Sumber: Ardiansyah, 2020

Persamaan Bernoulli dapat dipakai untuk menghitung debit dari suatu aliran
yang melalui pintu sorong, tetapi kehilangan dari satu section ke section lainnya.
Aliran di bawah pintu sorong adalah contoh dari lairan converging dimana untuk
persamaan yang tepat untuk debit dapat ditentukan dengan persamaan energi antara
section 0 dan section 1, yaitu:

H0 = H1 … Pers (2.18)
Keterangan:
H0 = Tinggi energi di section 0 (m)
H1 = Tinggi energi di section 1 (m)

Sebelum persamaan di atas dikembangkan perlu dicatat bahwa streamlines


pada section 1 adalah paralel (permukaan air paralel dengan dasar saluran),
sehingga distribusi tekanan adalah hidrostatik, yaitu y1. Juga akan diperhatikan,
distribusi kecepatan pada section 1 adalah seragam sehingga total setiap streamline
adalah H1.
Maka H0 = H1:

v0 2 v1 2
𝑦0 + = 𝑦1 + … Pers (2.19)
2∙𝑔 2∙𝑔

Keterangan:
y0 = Kedalaman air di section 0 (m)
y1 = Kedalaman air di section 1 (m)
v0 = Kecepatan aliran di section 0 (m/s)
v1 = Kecepatan aliran di section 1 (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

Debit aliran yang terjadi pada pintu sorong pada kondisi aliran air bebas
dihitung dengan menggunkan formula sebagai berikut:

𝑄 = 𝐶𝑑 ∙ 𝑏 ∙ 𝑦𝑔 √2𝑔𝑦0 … Pers (2.20)

Keterangan:
Q = Debit (m/s3)
Cd = Koefisien debit
b = Lebar pintu sorong (m)
yg = Tinggi bukaan pintu (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
y0 = Kedalaman aliran di section 0 (m)

2.8 Aliran melalui Syphon Spillway


Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung
pelimpah (spillway) yaitu tipe bulat dan tipe Ogee. Kedua bentuk mercu tersebut
dapat dipakai baik untuk konstruksi beton maupun pasangan batu atau bentuk
kombinasi dari keduanya. Kemiringan maksimum muka bendung bagian hilir yang
dibicarakan di sini berkemiringan 1 banding 1 batas bendung
a. Spillway mercu bulat Bendung dengan mercu bulat memiliki harga
koefisiensi debit yang jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan
koefisiensi bendung ambang lebar. Pada sungai, ini akan banyak
memberikan keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka
air hulu selama banjir. Harga koefisiensi debit menjadi lebih tinggi karena
lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu.
b. Spillway Tipe Ogee Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bandung
ambang tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan
tekanan subatmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan
air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air akan memberikan
tekanan ke bawah pada mercu. yang bercampur secara kontinu. Debit yang
mengalir melalui siphon dapat dihitung dengan menggunakan formula
sebagai berikut (Gakepakeak, 2018).

Syphon ini secara otomatis akan mengatur debit untuk variasi debit yang
lebih besar disamping juga menjaga muka air yang konstan dibagian hulunya. Hal
ini dicapai karena syphon ini melewatkan udara dan air yang bercampur secara
kontinu. Debit yang mengalir melalui siphon dapat dihitung dengan menggunakan
formula sebagai berikut (Ardiansyah, 2020).

Q 𝐬𝐲𝐩𝐡𝐨𝐧 = μ A √2gh
… Pers (2.21)
Keterangan:
Qsyphon = Debit melalui syphon (m³/s)
μ = Koefisien arus keluar pada syphon (0,5 – 0,6)
A = Luas persilangan arus keluar pada syphon (m²)
g = Percepatan gravitasi (m/s²)
h = Ketinggian terjun pada syphon (m)

Gambar 2.10 Aliran melalui Syphon Spillway


Sumber: Ardiansyah, 2020
2.9 Aliran Melalui Parshall Flume
Parshall Flume adalah teradapat berbagai debit yang berbeda dikarenakan
perbedaan ukuran saluran yang berpengaruh terhadap arus aliran dan hambatan
permukaan, dan media permukaan basah DAS (Daerah Aliran Sungai) itu sendiri
(Insan et al., 2018)

Gambar 2.11 Aliran melalui parshall flume


Sumber: Ardiansyah, 2020

Untuk menghitung debit yang mengalir melalui bangunan parshall, dapat


digunakan persamaan berikut:

3⁄
Qparshall = Cd √2gWH0 2 … Pers (2.22)

Keterangan:
Qparshall = Debit melalui parshall (m³/s)
Cd = Koefisien debit parshall
W = Lebar tenggorokan parshall (m)
H0 = Tinggi muka air pada penampang bagian dalam (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s²)

Gambar 2.12 Koefisien debit sebagai fungsi dari Hօ/W


Sumber: Ardiansyah, 2020
2.10 Debit
Jumlah zat cair yang mengalir melalui tarnpang lintang aliran tiap satu
satuan waktu disebut debit aliran dan diberi notasi Q. Debit aliran biasanya diukur
dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik
per detik (m3/d) atau satuan yang lain (liter/detik, liter/menit, dsb).
Secara matematis debit dituliskan,

𝑉
𝑄=
𝑡 … Pers (2.23)
Keterangan:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)

Besarnya debit juga ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatannya
alirannya, yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

𝑄 = v.𝐴
… Pers (2.24)

Dimana luas penampang dapat ditentukan dari:

1
𝐴= 𝜋𝐷 2 … Pers (2.25)
4
Keterangan:
Q = Debit air (m3/detik)
A = Luas penampang air (m2)
v = Kecepatan (m/detik)
D = Diameter pipa (m)

Di dalam zat cair ideal, di mana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran V
adalah sama di setiap titik pada tarnpang lintang. Selama hujan terjadi, laju aliran
permukaan berubah terus dengan cepat. Pada suatu DAS yang kecil, puncak laju
aliran permukaan mengikuti puncak laju hujan dengan selisih beberapa menit
(Triatmodjo, 1993).
2.11 Distribusi Tekanan
Zat cair mempunyai permukaan horizontal. Kedalaman zat cair adalah h 1,
h2, dan h3. Luas dasar tangki adalah sama yaitu A. apabila berat jenis zat cair adalah
γ maka berat zat cair di atas dasar masing-masing tangki adalah W1, W2, dan W3.

Gambar 2.13 Tangki Berisi Zat Cair


Sumber: Bambang Triatmojo, 1993

Untuk zat cair yang sama berat jenis γ yang ada dalam persamaan tersebut
adalah konstan. Dengan demikian tekanan P hanya tergantung pada variabel h
(kedalaman zat cair); dengan kata lain tekanan merupakam fungsi dari kedalaman
zat cair, P = f(h). Sehingga didapatkan suatu persamaan hidrostatis, yang ditulis
(Triatmodjo, 1993)

𝑃ℎ = 𝜌 𝑔 ℎ … Pers (2.26)

Keterangan:
Ph = Tekanan hidrostatis (Pa atau N/m2)
𝜌 = Rapat massa (kg/m3)
𝑔 = Percepatan gravitasi (m/s2)
ℎ = Kedalaman zat cair (m)

2.12 Distribusi Kecepatan


Hasil pengamatan terhadap saluran yang lebar menunjukkan bahwa
distribusi kecepatan pada daerah pusat dari penampang adalah persis sama dengan
pada saluran persegi panjang yang lebarnya tak terhingga. Dengan kata lain,
berdasarkan keadaan tersebut, tepi saluran praktis tidak mempengaruhi distribusi
kecepatan didaerah pusat, dan aliran didaerah pusat penampang dapat dianggap
bersifat dua dimensi dalam analisa hidrolikanya (Triatmodjo, 1993).

Gambar 2.14 Distribusi Kecepatan Pada Saluran Terbuka


Sumber: Bambang Triatmodjo, 1993

Kecepatan aliran v adalah jarak yang ditempuh aliran air pada saluran dalam
satuan waktu. Biasanya kecepatan v dinyatakan dalam satuan m/dt. Kecepatan
aliran pada saluran tidak merata. Distribusi kecepatan pada penampang saluran
tergantung pada beberapa faktor antara lain, bentuk penampang, kekasaran saluran,
dan adanya tekukan-tekukan (Putra, 2016).

2.13 Energi Spesifik


Dasar saluran diasumsikan mempunyai kemiringan landai atau tanpa
kemiringan. Z adalah ketinggian dasar diatas garis sreferensi yang dipilih, h adalah
kedalaman aliran, dan faktor koreksi energi (α) dimisalkan sama dengan satu.
Energi spesifik aliran pada setiap penampang tertentu dihitung sebagai total energi
pada penampang itu dengan menggunakan dasar saluran sebagai referensi. Energi
spesifik adalah tinggi tenaga pada sembarang tampang diukur dari dasar saluran,
atau tenaga pada setiap berat satuan air pada sembarang tampang diukur dari dasar
saluran. Perubahan kecil saja dari energi spesifik akan mengakibatkan perubahan
aliran yang cukup besar, dapat diperkirakan dari kurva energi spesifik (Harianja &
Gunawan, 2007).
Besarnya energi spesifik dapat dirumuskan sebagai berikut (Van Te Chow,
1959):
v2
E= +h … Pers (2.27)
2g
Keterangan:
E = Energi spesifik (m)
v = Kecepatan rata-rata aliran (m/s)
h = Kedalam aliran (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

Energi spesifik aliran pada setiap penampang tertentu dihitung sebagai total
energi pada penampang itu dengan menggunakan dasar saluran sebagai referensi.
Persamaan energi secara umum adalah:

𝑣2
H = z + h cos 𝜃 + 𝛼 2𝑔 … Pers (2.28)

Sehingga persamaan energi untuk saluran datar (𝜃 = 0), adalah:

𝑄2
E = 2𝑔 𝐴2
… Pers (2.29)
Keterangan :
E = energy spesifik (cm)
h = kedalaman aliran (cm)
v = kecepatan aliran rata-rata (cm/detik)
A = luas penampang (cm2)
g = percepatan grafitasi (cm/detik2)
Q = debit (cm3/det). Perbedaan energi sebelum
H = Tinggi energi (cm)
Z = Tinggi suatu titik terhadap bidang referensi (cm)

Perbedaan energi sebelum penyempitan dan energi setelah penyempitan


dikenal sebagai kehilangan energi, yaitu ∆E=𝐸1 -𝐸2 sebagaimana ditunjukkan pada
gambar berikut.
Gambar 2.15 Profil Aliran Melalui Penyempitan
Sumber: Ven Te Chow, 1992

Dari gambar di atas diperoleh persamaan besarnya kehilangan energi


berikut:
𝑣12 𝑣32
∆𝐸 = 𝑦1 + − 𝑦3 − … Pers (2.30)
2𝑔 2𝑔

Kecepatan dapat diturunkan dari persamaan sebelumnya, menjadi:

𝑄2 𝑄2
∆𝐸 = 𝑦1 + = − 𝑦3 − … Pers (2.31)
2𝑔𝐴12 2𝑔𝐴23
Keterangan :
E = kehilngan energi
y1 = Tinggi air sebelum penyempitan (cm)
y2 = Tinggi air pada penyempitan (cm)
v = Kecepata air pada penyempita (cm/s)
g = Percepatan air pada penyempitan
A1 = Luas penampag titik 1 ( 𝑐𝑚2 )
A3 = Luas penampang 3s ( 𝑐𝑚2 )

2.14 Gaya Statis dan Dinamis


Ada dua jenis gaya yang terkait dengan aliran saluran terbuka yaitu statis
dan dinamis. Gaya Statik adalah adalah gaya yang bekerja pada dua permukaan
benda, arah gaya statis selalu berlawanan dengan arah gaya luar yang diberikan
pada benda. Gaya statis bekerja pada benda yang diam. Gaya dinamis adalah gaya
yang disebabkan oleh adanya percepatan. Pada elemen-elemen mesin yang
bergerak dimungkinkan terjadi gaya dinamis. Gaya yang terjadi karena gerak zat
cair disebut dengan gaya dinamis dan merupakan gaya tambahan pada gaya tekanan
hidrostatis. Gambar 2.6 menggambarkan dua gaya ini dalam konteks saluran
terbuka persegi panjang dengan lebar, w (Ardiansyah, 2020).

Gambar 2.16 Gaya Statis Dan Dinamis Pada Aliran


(Sumber: Ardiansyah, 2020)

a. Persamaan untuk menghitung gaya statis

y2
FS = γ ∙ w ∙ … Pers (2.32)
2

b. Persamaan untuk menghitung gaya dinamis

FD = ρ ∙ Q ∙ v … Pers (2.33)
Keterangan:
FS = Gaya statis (N)
FD = Gaya dinamis (N)
γ = Berat jenis (N/m3)
w = Lebar hidrolik (m)
y = Kedalaman hidrolik (m)
ρ = Massa jenis (kg/m3)
Q = Debit aliran (m3/s)
v = Kecepatan aliran (m/s)
2.15 Persamaan Momentum
Jumlah dari gaya statis dan dinamis disebut dengan momentum.
Berdasarkan Belanger (1838), momentum dirumuskan sebagai berikut :

𝑦2 𝑞2
𝑀= +
2 𝑔∙𝑦 … Pers (2.34)

Keterangan:
M = Momentum (m2)
y = Kedalaman hidrolik (m)
q = Debit spesifik (m2/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

2.16 Kemiringan Saluran dan Tegangan Geser


Kemiringan saluran akan mengakibatkan pergerakan kecepatan aliran air
menjadi lebih cepat ataupun menjadi lebih lambat. Jika kecepatan aliran air
menjadi lebih cepat itu beratti nilai kemiringan salurannya besar, akan tetapi
apabila kecepatan aliran air semakin lambat itu berarti kemirangan salurannya kecil.
Tegangan geser merupakan tegangan yang bekerja sejajar atau menyinggung
permukaan. Tegangan geser merupakan hubungan gaya yang menyinggung
permukaan benda per luas penampang tempat gaya beraksi. Zat cair yang mengalir
melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan geser pada dinding saluran.
Tahanan ini akan diimbangi oleh komponen gaya berat yang bekerja pasa zat cair
dalam arah aliran. Kemiringan gesekan pada aliran tidak seragam dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut (Triatmodjo, 1993):

hn+1 − hn
Sf = S0 … Pers (2.35)
L
Keterangan:
Sf = Kemiringan gesekan
S0 = Kemiringan dasar saluran
hn = Tinggi muka air pada titik tinjauan, n (m)
L = Panjang saluran antar titik tinjauan (m)
Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan
geser pada dinding saluran. Tahanan ini akan diimbangi oleh komponen gaya berat
yang bekerja pada zat cair dalam arah aliran (Ardiansyah, 2020).

τ0 = γ ∙ R ∙ tan(θ) … Pers (2.36)

Keterangan:
τ0 = Tegangan geser (N/m2)
γ = Berat jenis air (N/m3)
R = Radius hidrolik (m)
θ = Kemiringan dasar saluran

2.17 Hydraulic Jump (Loncat Air)


Hydrolic Jump adalah loncatan air akibat perbedaan ketinggian saluran
terbuka, pada hal ini dalam pengamatan terdapat lengkungan pada aliran di
permukaan air pada saluran tersebut. Menurut Raju (2013), terjadinya penggerusan
pada pintu air geser tegak (Sluice Gate) dijaringan irigasi pada saat pintu dibuka
dapat menimbulkan aliran superkritis yang saat bertemu dengan aliran subkritis
dibagian hilir akan terjadi loncatan air (Hydraulic Jump).
Pada saluran persegi panjang mendatar untuk aliran superkritis, energi ini
akan mengalir kencang dimana bilangan Froude > 1, karna pada posisi aliran ini
akan menimbulkan gerusan pada saluran. Aliran kritis adalah keadaan aliran
dimana energi yang di alirkan dalam posisi tenang, spesifiknya untuk suatu debit
tertentu adalah minimum atau bilangan Froude = 1. Aliran sub-Kritis adalah
dimana aliran dikatakan berbeda dalam keadaan kritis, dimana energi pada Froude
< 1 pada keadaan ini peran gaya tarik bumi sangat menonjol karena memiliki
kecepatan rendah dan sering dikatakan tenang (Insan et al., 2018).
Dengan mempertimbangkan gaya-gaya yang bekerja pada fluida di kedua
sisi lompatan hidrolik, dapat ditunjukkan bahwa:

va 2 vb 2
∆H = ya + − (yb + )
2g 2g … Pers (2.37)
Karena ya ≈ y1 dan yb ≈ y3 , maka persamaan di atas dapat disederhanakan
sebagai berikut (Ardiansyah, 2020).

(𝑦3 − 𝑦1 )3
∆H = … Pers (2.38)
4 ∙ 𝑦1 ∙ 𝑦3
Keterangan:
∆H = Total head loss (m)
ya = Kedalaman setelah terjadi hydraulic jump (m)
yb = Kedalaman sebelum terjadi hydraulic jump (m)
va = Kecepatan setelah terjadi hydraulic jump (m/s)
vb = Kecepatan sebelum terjadi hydraulic jump (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

2.18 Aplikasi Saluran Terbuka


Adapun pengaplikasian dari saluran terbuka adalah sebagai berikut.
2.18.1 Drainase

Gambar 2.17 Drainase


Sumber: Twitter, 2017

Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah


tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. Dalam
bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau
gorong-gorong di bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai
air demi pencegahan banjir. Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada
teknik pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut
keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada di dalam kawasan
perkotaan. Drainase dimaksudkan untuk mengurangi kelebihan air, baik yang
berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu. Drainase dapat
juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya
dengan salinitas. Jadi drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga
air tanah (Malik, 2014)

2.18.2 Bendungan
Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan
laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga
digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang
air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan (Malik, 2014).

Gambar 2.18 Bendungan


Sumber: Yommi Hanna, 2017
2.18.3 Pemecah Gelombang
Pemecah gelombang (breakwater) adalah prasarana yang dibangun untuk
memecahkan ombak atau gelombang, dengan menyerap sebagian energi
gelombang. Pemecah gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang
menggerus garis pantai dan untuk menenangkan gelombang di pelabuhan
sehingga kapal dapat merapat dipelabuhan dengan lebih mudah dan cepat.
Pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu pemecah
gelombang sambung pantai dan lepas pantai. Tipe pertama banyak digunakan
pada perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan tipe kedua untuk perlindungan
pantai terhadap erosi (Malik, 2014).

Gambar 2.19 Pemecah Gelombang


Sumber: Sangga Pramana, 2010

2.18.4 PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)


Pembangkit Listrik Tenaga Air merupakan sumber listrik bagi masyarakat
yang memberikan banyak keuntungan terutama bagi masyarakat pedalaman di
seluruh Indonesia. Disaat sumber energi lain mulai menipis dan memberikan
dampak negatif, maka air menjadi sumber yang sangat penting karena dapat
dijadikan sumber energi pembangkit listrik yang murah dan tidak menimbulkan
polusi.

Gambar 2.20 PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)


Sumber: finance.detik.com
Cara kerja pembangkit listrik tenaga air adalah dengan mengambil air
dalam jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk) melalui
intake, kemudian dengan menggunakan pipa pembawa (headrace) air diarahkan
menuju turbin. Namun sebelum menabrak turbin, air dilewatkan ke pipa pesat
(penstock) tujuannya adalah meningkatkan energi dalam air dengan
memanfaatkan gravitasi. Selain itu pipa pesat juga mempertahankan tekanan air
jatuh, oleh karena itu itu pipa pesat tidak boleh bocor. Turbin yang tertabrak air
akan memutar generator dalam kecepatan tertentu, sehingga terjadilah proses
konversi energi dari gerak ke listrik. Selain itu, Indonesia kaya akan sumber daya
air sehingga sangat berpotensial untuk memproduksi energi listrik yang
bersumber daya air (Malik, 2014).

2.18.5 Saluran Irigasi


Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan
dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang
dilakukan tersebut dapat meliputi : perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta
pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari sumber air dan membagi air
tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan membuangnya
melalui saluran drainasi (KP-03, 2013).

Gambar 2.21 Saluran Irigasi


Sumber: Kementrian PUPR, 2021
DAFTAR PUSTAKA

Fahriani, F. (2018). Analisis Pengaruh Kedalaman Pondasi Terhadap Respon


Beban Statis dan Beban Dinamis Pada Sistem Pondasi Blok. Analisis
Pengaruh Kedalaman Pondasi Terhadap Respon Beban Statis Dan Beban
Dinamis Pada Sistem Pondasi Blok, 160.
Gakepakeak. (2018). Disusun Oleh : Disusun Oleh : Pelaksanaan Pekerjaan Galian
Diversion Tunnel Dengan Metode Blasting Pada Proyek Pembangunan
Bendungan Leuwikeris Paket 3, Kabupaten Ciamis Dan Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat, 1(11150331000034), 1–147.
Gel, P., Batang, G., Dengan, P., & Poly, P. G. A. (2010). ADLN - Perpustakaan
Universitas Airlangga 1. 1–14.
Harianja, J. A., & Gunawan, S. (2007). Tinjauan energi spesifik akibat penyempitan
pada saluran terbuka. 30–46.
Insan, M. K., Ikhsan, M., & Adhyaksa, T. (2018). Proposal Program Kreativitas
Mahasiswa Pembuatan Flume Tank Sederhana Untuk Praktikum Hidraulika
Di Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor. Pkm-P, 2(1).
https://doi.org/10.32832/pkm-p.v2i1.196
Kause, N. N., Khaerudin, D. N., & Frida, K. (2018). Studi Perencanaan Kolam Olak
Tipe Bak Tenggelam Pada Peredam Energi Bendung, Jl. Terusan Kecubung,
Kota Malang. Jurnal Penelitian Mahasiswa Teknik Sipil Dan Teknik Kimia,
2(1), 57–65.
Kodoatie, R. J., & Syarief, R. (2010). Tata Ruang Air. ANDI Yogyakarta, 538.
KP-03, D. S. (2013). Standar Perencanaa Irigasi. Kriteria Perencanaan Bagian
Saluran Kp-03. Standar Perencanaan Irigasi, 168.
Krisnayanti, D. S., Hunggurami, E., Dhima-wea, K. N., Kunci, K., Berbentuk, S.,
Panjang, P., & Seba, D. (2017). Perencanaan drainase kota Seba. Jurnal Teknik
Sipil, VI(1), 89–102.
Malik, I. (2014). Saluran drainase dan trotoar sebagai elemen estetika koridor jalan.
Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung.
Putra, W. A. (2016). Studi Experimen Distribusi Kecepatan Pada Saluran Lurus Di
Sungai Batang Lubuh. Jurnal Mahasiswa Teknik UPP, 2(1), 1–10.
Ruzardi, R. (1993). Tahanan pada Aliran Air. Unisia, 13(16), 79–86.
https://doi.org/10.20885/unisia.vol13.iss16.art10
Sulhairi, Pallu, M. S., & Bakri, B. (2020). Pengaruh perubahan debit dan tinggi
jatuh terhadap kehilangan energi pada jaringan perpipaan. Jurnal Penelitian
Enjiniring (JPE), 24(2), 164–174. https://doi.org/10.25042/jpe.112020.09
Tansil, A. P. (2017). Pengaruh Bukaan Tirai Lengkung Terhadap Kinematika
Aliran Di Saluran Terbuka. 1–96.
Triatmodjo, B. (1993). Buku Hidrolika (B. Triatmodjo (ed.)).
file:///D:/docdownloader.com-pdf-hidraulika-1-prof-dr-ir-bambang-
triatmojocesdeapdf-dd_e9a9ed65ec5649323c8eee4bdf325809.pdf

Anda mungkin juga menyukai