TINJAUAN PUSTAKA
𝐴 𝑦(𝐵+𝑚𝑦)
R=𝑃=
𝐵+2𝑦√1+𝑚2
… Pers (2.3)
Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
B = Lebar dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
Q = Debit aliran (m/s3)
m = Kemiringan dinding
y = Kedalaman aliran (m)
b. Saluran Segiempat
A = By … Pers (2.4)
P = B + 2y … Pers (2.5)
𝐴
P = 𝑦 + 2𝑦 … Pers (2.6)
𝐴 𝐵𝑦
R=𝑃= … Pers (2.7)
𝐵+2𝑦
Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
B = Lebar dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
Q = Debit aliran (m/s3
y = Kedalaman aliran (m)
𝜌 = 𝜋𝑟 … Pers (2.9)
𝐴 2 𝑟 … Pers (2.10)
R =𝑃 = 𝜋𝑟
= 2
Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
r = Jari – jari saluran (m)
B = Lebar dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
Q = Debit aliran (m/s3)
ρ = Rapat massa (kg/m3)
d. Segitiga
Bentuk segitiga ini diterapkan pada awal saluran dengan debit yang
ditampung sangat kecil. Saluran bentuk segitiga ini digunakan pada lahan yang
terbatas.
𝐴
R=
𝑃 … Pers (2.12)
Keterangan :
B = Lebar puncak (m)
R = Jari – jari penampang (m)
h = Kedalaman air (m)
b = Lebar dasar (m2)
e. Penampang Lingkaran
vD
Re = … Pers (2.14)
𝑣
Keterangan:
Re = Bilangan Reynolds
v = Kecepatan aliran (m/s)
D = Panjang karakteristik (m)
𝑣 = Viskositas kinematik (m2/s)
Akibat kekentalan (viscous forces) merupakan sifat yang yang ada dalam
fluida yang menentukan karakteritas fluida tersebut. Viscous adalah fluida yang
masih dipengaruhi oleh viskositas (hambatan) atau kekentalan. Aliran viscous
adalah aliran yang terjadi pada fluida yang pekat atau kental, kepekatan atau
kekentalan fluida ini tergantung oleh gesekan antara passtikel penyusun fluida
tersebut. Aliran ini bagi menjadi tiga bagian, yaitu aliran laminar, aliran transisi
dan aliran turbulen. Jadi untuk saluran terbuka alami (sungai) untuk masing-
masing jenis aliran diklasifikasikan sebagai berikut:
v
Fr = … Pers (2.15)
√gh
Keterangan:
Fr = Bilangan Froude
v = Kecepatan aliran (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
h = Kedalaman aliran (m)
2.4.6 Aliran Berdasarkan Pergerakan Partikel Fluida
Aliran berdasarkan pergerakan partikel fluida dibedakan menjadi dua yaitu
aliran rotasional dan tak rotasional. Aliran adalah rotasional bila setiap partikel
zat cair mempunyai kecepatan sudut terhadap pusat massanya. Gambar 2.5.a
menunjukkan distribusi kecepatan suatu aliran turbulen dari zat cair riil melalui
dinding batas lurus. Karena distribusi kecepatan yang tidka merata, partikel zat
cair akan berotasi. Suatu partikel yang semula kedua sumbunya saling tegak lurus
setelah mengalami rotasi akan terjadi perubahan sudut. Pada aliran tak rotasional,
distribusi kecepatan di dekat dinding batas adalah merata (gambar 2.5.b). suatu
partikel zat cair tidak berotasi terhadap pusat massanya (Triatmodjo, 1993).
Gambar 2.7 Aliran rotasional (a) dan aliran tak rotasional (b)
Sumber: Bambang Triatmodjo, 1993
b. Tetumbuhan
Tetumbuhan dapat digolongkan dalam jenis kekasaran permukaan, tetapi
hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran.
d. Trace saluran
Kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan
mengakibatkan nilai n yang rendah dan begitu sebaliknya.
f. Hambatan
Hambatan balok dan pilar jembatan dan lainnya cenderung memperbesar n.
h. Debit aliran
Debit aliran yang kecilakan lebih nilai n daripada debit yang besar.
i. Perubahan Musim
Musim ini mempengaruhi tetumbuhan pada saluran. Pada musim semi
tetumbuhan akan banyak sehingga nilai n akan besar.
j. Endapan melayang dan endapan dasar
Bahan-bahan yang melayang dan endapan dasar baik yang bergerak maupun
tak bergerak akan menyerap energi dan menyebabkan kehilangan tinggi energi
atau memperbesar kekasaran saluran.
Angka kekasaran manning dapat dinyatakan seperti persamaan berikut:
1 2 1 … Pers (2.16)
n = R ⁄3S ⁄2
v
Keterangan:
n = Koefisien manning
v = Kecepatan rata-rata aliran (m/s)
R = Radius hidrolik (m)
S = Kemiringan dasar saluran
Keterangan:
Q = Debit aliran (m3/s)
Cd = Koefisien debit
b = Lebar peluap (m)
H = Tinggi peluapan (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
2.7 Aliran Melalui Pintu Sorong
Aliran yang mengalir di bawah pintu sorong dimulai dari aliran superkritis
kemudian berubah menjadi aliran sub kritis. Pada aliran super kritis kedalaman air
kecil dengan kecepatan besar, sedangkan pada aliran sub kritis kedalaman aliran
besar dengan kecepatan kecil, hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan energi
yang mengakibatkan terbentuknya loncat air.
Persamaan Bernoulli dapat dipakai untuk menghitung debit dari suatu aliran
yang melalui pintu sorong, tetapi kehilangan dari satu section ke section lainnya.
Aliran di bawah pintu sorong adalah contoh dari lairan converging dimana untuk
persamaan yang tepat untuk debit dapat ditentukan dengan persamaan energi antara
section 0 dan section 1, yaitu:
H0 = H1 … Pers (2.18)
Keterangan:
H0 = Tinggi energi di section 0 (m)
H1 = Tinggi energi di section 1 (m)
v0 2 v1 2
𝑦0 + = 𝑦1 + … Pers (2.19)
2∙𝑔 2∙𝑔
Keterangan:
y0 = Kedalaman air di section 0 (m)
y1 = Kedalaman air di section 1 (m)
v0 = Kecepatan aliran di section 0 (m/s)
v1 = Kecepatan aliran di section 1 (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Debit aliran yang terjadi pada pintu sorong pada kondisi aliran air bebas
dihitung dengan menggunkan formula sebagai berikut:
Keterangan:
Q = Debit (m/s3)
Cd = Koefisien debit
b = Lebar pintu sorong (m)
yg = Tinggi bukaan pintu (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
y0 = Kedalaman aliran di section 0 (m)
Syphon ini secara otomatis akan mengatur debit untuk variasi debit yang
lebih besar disamping juga menjaga muka air yang konstan dibagian hulunya. Hal
ini dicapai karena syphon ini melewatkan udara dan air yang bercampur secara
kontinu. Debit yang mengalir melalui siphon dapat dihitung dengan menggunakan
formula sebagai berikut (Ardiansyah, 2020).
Q 𝐬𝐲𝐩𝐡𝐨𝐧 = μ A √2gh
… Pers (2.21)
Keterangan:
Qsyphon = Debit melalui syphon (m³/s)
μ = Koefisien arus keluar pada syphon (0,5 – 0,6)
A = Luas persilangan arus keluar pada syphon (m²)
g = Percepatan gravitasi (m/s²)
h = Ketinggian terjun pada syphon (m)
3⁄
Qparshall = Cd √2gWH0 2 … Pers (2.22)
Keterangan:
Qparshall = Debit melalui parshall (m³/s)
Cd = Koefisien debit parshall
W = Lebar tenggorokan parshall (m)
H0 = Tinggi muka air pada penampang bagian dalam (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s²)
𝑉
𝑄=
𝑡 … Pers (2.23)
Keterangan:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
Besarnya debit juga ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatannya
alirannya, yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
𝑄 = v.𝐴
… Pers (2.24)
1
𝐴= 𝜋𝐷 2 … Pers (2.25)
4
Keterangan:
Q = Debit air (m3/detik)
A = Luas penampang air (m2)
v = Kecepatan (m/detik)
D = Diameter pipa (m)
Di dalam zat cair ideal, di mana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran V
adalah sama di setiap titik pada tarnpang lintang. Selama hujan terjadi, laju aliran
permukaan berubah terus dengan cepat. Pada suatu DAS yang kecil, puncak laju
aliran permukaan mengikuti puncak laju hujan dengan selisih beberapa menit
(Triatmodjo, 1993).
2.11 Distribusi Tekanan
Zat cair mempunyai permukaan horizontal. Kedalaman zat cair adalah h 1,
h2, dan h3. Luas dasar tangki adalah sama yaitu A. apabila berat jenis zat cair adalah
γ maka berat zat cair di atas dasar masing-masing tangki adalah W1, W2, dan W3.
Untuk zat cair yang sama berat jenis γ yang ada dalam persamaan tersebut
adalah konstan. Dengan demikian tekanan P hanya tergantung pada variabel h
(kedalaman zat cair); dengan kata lain tekanan merupakam fungsi dari kedalaman
zat cair, P = f(h). Sehingga didapatkan suatu persamaan hidrostatis, yang ditulis
(Triatmodjo, 1993)
𝑃ℎ = 𝜌 𝑔 ℎ … Pers (2.26)
Keterangan:
Ph = Tekanan hidrostatis (Pa atau N/m2)
𝜌 = Rapat massa (kg/m3)
𝑔 = Percepatan gravitasi (m/s2)
ℎ = Kedalaman zat cair (m)
Kecepatan aliran v adalah jarak yang ditempuh aliran air pada saluran dalam
satuan waktu. Biasanya kecepatan v dinyatakan dalam satuan m/dt. Kecepatan
aliran pada saluran tidak merata. Distribusi kecepatan pada penampang saluran
tergantung pada beberapa faktor antara lain, bentuk penampang, kekasaran saluran,
dan adanya tekukan-tekukan (Putra, 2016).
Energi spesifik aliran pada setiap penampang tertentu dihitung sebagai total
energi pada penampang itu dengan menggunakan dasar saluran sebagai referensi.
Persamaan energi secara umum adalah:
𝑣2
H = z + h cos 𝜃 + 𝛼 2𝑔 … Pers (2.28)
𝑄2
E = 2𝑔 𝐴2
… Pers (2.29)
Keterangan :
E = energy spesifik (cm)
h = kedalaman aliran (cm)
v = kecepatan aliran rata-rata (cm/detik)
A = luas penampang (cm2)
g = percepatan grafitasi (cm/detik2)
Q = debit (cm3/det). Perbedaan energi sebelum
H = Tinggi energi (cm)
Z = Tinggi suatu titik terhadap bidang referensi (cm)
𝑄2 𝑄2
∆𝐸 = 𝑦1 + = − 𝑦3 − … Pers (2.31)
2𝑔𝐴12 2𝑔𝐴23
Keterangan :
E = kehilngan energi
y1 = Tinggi air sebelum penyempitan (cm)
y2 = Tinggi air pada penyempitan (cm)
v = Kecepata air pada penyempita (cm/s)
g = Percepatan air pada penyempitan
A1 = Luas penampag titik 1 ( 𝑐𝑚2 )
A3 = Luas penampang 3s ( 𝑐𝑚2 )
y2
FS = γ ∙ w ∙ … Pers (2.32)
2
FD = ρ ∙ Q ∙ v … Pers (2.33)
Keterangan:
FS = Gaya statis (N)
FD = Gaya dinamis (N)
γ = Berat jenis (N/m3)
w = Lebar hidrolik (m)
y = Kedalaman hidrolik (m)
ρ = Massa jenis (kg/m3)
Q = Debit aliran (m3/s)
v = Kecepatan aliran (m/s)
2.15 Persamaan Momentum
Jumlah dari gaya statis dan dinamis disebut dengan momentum.
Berdasarkan Belanger (1838), momentum dirumuskan sebagai berikut :
𝑦2 𝑞2
𝑀= +
2 𝑔∙𝑦 … Pers (2.34)
Keterangan:
M = Momentum (m2)
y = Kedalaman hidrolik (m)
q = Debit spesifik (m2/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
hn+1 − hn
Sf = S0 … Pers (2.35)
L
Keterangan:
Sf = Kemiringan gesekan
S0 = Kemiringan dasar saluran
hn = Tinggi muka air pada titik tinjauan, n (m)
L = Panjang saluran antar titik tinjauan (m)
Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan
geser pada dinding saluran. Tahanan ini akan diimbangi oleh komponen gaya berat
yang bekerja pada zat cair dalam arah aliran (Ardiansyah, 2020).
Keterangan:
τ0 = Tegangan geser (N/m2)
γ = Berat jenis air (N/m3)
R = Radius hidrolik (m)
θ = Kemiringan dasar saluran
va 2 vb 2
∆H = ya + − (yb + )
2g 2g … Pers (2.37)
Karena ya ≈ y1 dan yb ≈ y3 , maka persamaan di atas dapat disederhanakan
sebagai berikut (Ardiansyah, 2020).
(𝑦3 − 𝑦1 )3
∆H = … Pers (2.38)
4 ∙ 𝑦1 ∙ 𝑦3
Keterangan:
∆H = Total head loss (m)
ya = Kedalaman setelah terjadi hydraulic jump (m)
yb = Kedalaman sebelum terjadi hydraulic jump (m)
va = Kecepatan setelah terjadi hydraulic jump (m/s)
vb = Kecepatan sebelum terjadi hydraulic jump (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
2.18.2 Bendungan
Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan
laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga
digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang
air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan (Malik, 2014).