Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Kajian Literatur yang Mendukung Variabel Terkait dan Bebas

1. Definisi Drainase
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainage mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalirkan air. Dalam bidang teknik
sipil, drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik berasal dari air hujan, rembesan,maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan
atau lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase
menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah.
Secara umum sistem drainase dapat didefinisakan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima
(interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa
(conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving
waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-
gorong, jembatan air (aquaduck). Pada sistem yang lengkap, sebelum masuk ke
badan air penerima, air di olah dahulu di instalasi pengolah air limbah (IPAL),
khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah memenuhi baku mutu
tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga tidak merusak
lingkungan.

2. Sejarah Perkembangan Drainase

Manusia sudah mulai memikirkan tentang sistem pembuangan limpasan air


hujan sejak jaman Romawi kuno. Bangunan drainase perkotaan pertama kali
dibuat di Romawi berupa saluran bawah tanah yang cukup besar, yang
digunakan untuk menampung dan membuang limpasan air hujan. Sejalan
dengan perkembangan kota-kota di Eropa dan Amerika Utara, sistem drainase
berkembang dengan intensif. Pada awalnya, sistem drainase dibangun hanya
untuk menerima limpasan air hujan dan membuangnya ke badan air (receivig

5
6

waters) terdekat. Desain dan pembangunannya belum dilakukan dengan baik.


Saluran bawah tanah yang terbuat dari batu dan bata mengalami rembesan yang
cukup besar, sehingga kapasitasnya jauh berkurang. Pada beberapa kasus,
saluran tidak mempunyai kemiringan yang cukup, sehingga air tidak lancar
(stagnant) dan terjadi genangan dalam saluran setelah terjadi hujan.

3. Sistem Drainase Perkotaan

Umumnya sistem drainase dapat didefinisakan sebagai serangkaian


bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima
(interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa
(conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving
waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-
gorong, siphon, jembatan air (aquaduck), pelimpa, pintu-pintu air, bangunan
terjun, kolam tando, dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap, sebelum
masuk ke badan air penerima, air di olah dahulu di instalasi pongolah air limbah
(IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah memenuhi baku
mutu tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga tidak merusak
lingkungan (Dr. Ir. Suripin,M.Eng.2004)

a. Saluran penerima (interceptor drain)

Berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu


daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan
diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur. Outlet dari
saluran ini biasanya terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung
di natural drainage/sungai alam.

b. Saluran pengumpul (collector drain)

Berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase


yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).

c. Saluran pembawa (conveyor drain)

Berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi


pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.
7

1) Menurut Sejarah, Terbentuknya Drainase Terbagi Menjadi:


a) Drainase Alamiah ( Natural Drainase)

Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-


bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-
gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak
karena grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen
seperti sungai. (Anonim, 1997)

b) Drainase Buatan (Arficial Drainage)

Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga


memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton,
gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya. (Anonim, 1997)

2) Menurut fungsinya, saluran drainase terbagi menjadi menjadi:


a) Single purpose,

yaitu saluran hanya berfungsi mengalirkan satu jenis air   buangan saja.
(Anonim, 1997).

b) Multi purpose,

yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan, baik


secara tercampur maupun secara bergantian. (Anonim, 1997).

3) Menurut konstruksinya, saluran drainase terbagi menjadi:


a) Drainase saluran tertutup

Pada kawasan perkotaan yang padat, saluran drainase biasanya berupa


saluran tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang dilengkapi dengan bak
kontrol, atau saluran pasangan batu kali/beton yang diberi plat tutup dari beton
bertulang. Karena tertutup, maka perubahan penampang saluran akibat
sedimentasi, sampah dan lain-lain tidak dapat terlihat dengan mudah. (Anonim,
1997).
b) Saluran Terbuka,

Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di
daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-
hujan yang tidak membahayakan kesehatan / mengganggu lingkungan.
8

4. Bentuk Saluran Drainase Terbagi Menjadi Beberapa Yaitu:


a. Bentuk persegi
Umumnya digunakan pada daerah yang lahannya tidak terlalu lebar dan
harga lahannya mahal, umumnya digunakan untuksaluran yang relatif besar dan
sedang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan
dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi yang
kecil.

Gambar 1. Saluran Drainase berbentuk Segi empat


Notasi pada penampang berbentuk persegi dengan lebar dasar (B) dan
kedalaman air (h), luasan penampang basah (A), dan keliling basah (P) dapat
dituliskan:
𝐴 = 𝐵. ℎ
𝑃 = 𝐵 + 2ℎ
Keliling minimum (P) maka:
𝐵 = 2ℎ atau ℎ = 𝐵⁄2
Jari-jari hidrolik:
𝑅 = ℎ⁄2
Bentuk penampang melintang persegi yang paling efesien adalah ketika jika
kedalaman air setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrolis setengah
kedalaman air.

b. Bentuk Trapesium

Umumnya digunakan pada daerah yang masih mempunyai lahan cukup


luas, dan harga lahan murah, umumnya digunakan untuk saluran yang relatif
besar, berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan
debit yang besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi yang kecil,
9

bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia
lahan.

Gambar 2. Saluran Drainase berbentuk Trapesium


Luas penampang melintang (A), keliling basah (P), lebar dasar penampang
melintang (B) dan kemiringan dinding 1: m dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝐴
= (𝐵 + 𝑚ℎ)ℎ

p=B+2h √ m2 +1 atau B=P−2h √ m2 +1 ...........................................(1)


Penampang basah yang efisien didapat apabila lebar muka air (T) adalah 2
kali panjang sisi miring (tebing) saluran. Kondisi ini didapat apabila sudut
kemiringan tebing saluran tehadap horizontal 60o yang dituliskan:

B=2mh+2h √ 1+m2 .........................................................................(2)


Dengan:
1
m=
√3
Atau θ = 60°

c. Bentuk Setengah Lingkaran

Umumnya digunakan pada saluran di lingkungan permukiman berupa


saluran sekunder dan tersier. Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan,
untuk debit yang kecil. Bentuk saluran ini umumya digunakan untuk saluran
rumah penduduk dan pada sisi jalan perumahan yang padat.
10

Gambar 3. Saluran Drainase berbentuk setengah lingkaran


Penampang setengah lingkaran diatas di uraikan sebagai berikut:
π 2
Luas penampang : A= y
2
Keliling basah : P=πy
A 1
Jari-jari hidrolik : R= = y
P 2

Karena A=
π 2
2
y atau y =
n √
2 A ................................................................(3)

5. Permasalahan Drainase

Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia, khususnya pada


musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana
banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini
sampai saat ini belum terselesaikan, bahkan cenderung meningkat, baik
frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupum durasinya.
Jika dirunut kebelakang, akar permasalahn banjir di perkotaan berawal dari
pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan
nasional, akibat urbanisasi, baik migrasi musiman maupun permanen.
Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan
sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan lahan perkotaan menjadi acak-
acakan (semrawut). Pemanfaatan lahan yang tidak tertib inilah yang
menyebabkan persoaalan drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks. Hal
ini barangkali juga disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang masih
rendah dan masih acuh tak acuh terhadap penting dan perlunya memecahkan
permasalahan yang dihadapi kota. Sebagian besar masyarakat masih terfokus
pada permasalahan yang lebih penting dan mendesak, yaitu pemenuhan
kebutuhan primer. Selain itu, masih belum mengakarnya kesadaran terhadap
hukum, perundangan dan kaidah-kaidah yang berlaku. Belum konsistennya
11

pelaksanaan hukum menambah komplek masalah yang di hadapi kota-kota


Indonesia.

6. Pengertian Siklus Hidrologi

Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir
ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan
transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci
proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan
es dan salju, hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa
presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang
kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai
tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda:
a. Air Permukaan

Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat
dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase
atau dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir
ke permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan. (Brower, J. E., H. Z.
Zerold & Car, I. N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General
Ecology).
b. Sedangkan menurut (Soemarto 1989)

Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi.
Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh
(saturated zone), dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke
permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara. Proses
perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen- komponen siklus hidrologi
yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
12

Gambar 4. Siklus Hidrologi. ( Dr. Ir. Suripin,M.Eng. 2004, Sistem Drainase


Perkotaan yang berkelanjutan: 20).

7. Pengertian Hujan

Hujan adalah sebuah presipitasi jatuhnya suatu cairan dari atmosfer yang


berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi, hjan ini membutuhkan
keberadaan lapisan atmosfer tebal agar bisa menemui suhu di atas titik leleh es
didekat dan diatas suatu permukaan bumi. Dibumi, hujan adalah sebuah proses
kondensasi perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, uap air di
atmosfer menjadi suatu butiran air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya
tiba disebuah daratan
Adapun karakteristik hujan yang perlu diamati dalam analisis hidrologi
yaitu:

a. Durasi hujan

Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian)


diperoleh dari pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan
drainase, durasi hujan ini sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi. (Edison
dkk, 1997).

b. Intensitas hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
13

intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan


dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF = Intensity-
Duration-Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5
menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam – jam-an untuk membentuk
lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan
otomatis.
c. Tinggi hujan (d)

Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi
hujan, dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
d. Frekuensi atau periode ulang (T)

Adalah frekuensi kejadian hujan tertentu dan biasanya dinyatakan dengan


kala ulang (return period).

e. Luas (A)

Adalah luas geografis daerah sebaran hujan atau perluasan hujan secara
geografi.Hubungan antra intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut.
t
d=∫ i dt ≈ i . ∆ t ................................................(4)
0

Sedangkan intensitas rata-rata i dapat dirumuskan sebagai berikut.


d
I = t ..................................................................(5)
Secara Kualitatif, Intensitas curah hujan disebut juga derajad curah hujan,
sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel.
Tabel 1. Derajad curah hujan dan intesitas curah hujan
Derajad curah Intensitas curah
Kondisi
Hujan hujan (mm/jam)
Hujan sangat <1,20 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit
lemah
Hujan lemah 1,20 - 3,00 Tanah menjadi basah semuanya, tetapi
sulit membuat puddel
Hujan normal 3,00 - 18,0 Dapat dibuat puddel dan bunyi hujan
kedengaran

Hujan deras 18,0 - 60,0 Air tergenang di seluruh permukaan tanah


dan bunyi keras hujan terdengar berasal
dari genangan
Hujan Sangat > 60,0 Hujan seperti ditumpahkan, sehinnga
deras saluran drainase meluap
(Suripin2004)
14

8. Pengolahan Data Hujan

Pencatatan data hujan otomatis sangat efektif dan efesien untuk


memperkirakan kedalaman hujan atau tinggi curah hujan dalam rentan waktu 1 x
24 jam. Curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang
akan digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan. Pada pencatatan
data curah hujan manual dapat dideskripsikan bahwa kejadian hujan pada suatu
kawasan tidak digambarkan oleh satu alat penakar hujan. Oleh karena itu
berbagai metode digunakan untuk memperkirakan curah hujan rata-rata dari
beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan sekitar kawasan.

a. Metode Rata-Rata Aritmatika

Metode perhitungan rata-rata aritmatik adalah cara yang paling


sederhana.dan diperoleh dengan menghitung rata-rata aritmatik dari semua total
penakar hujan di suatu kawasan. Pengukuran yang dilakukan di beberapa
stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan kemudian dibagidengan
jumlah stasiun. Metode aritmatikdengan rumusan sebagai berikut :(Prawati Eri,
2019)
p1+ p 2+ p 3+.. . pn
P=
n .................................................(6)

Dimana :
𝑝̅ : hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
𝑝1... 𝑝𝑛 : hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun n pada hari yang
sama (mm)
n : jumlah stasiun hujan

b. Metode Polygon Thiessen

Menurut (Seyhan 1990) menyatakan bahwa “metode poligon thiessen


terdapat bisektor tegak lurus yang digambar.
Melalui garis-garis lurus yang menghubungkan penakar-penakar hujan di
dekatnya dengan meningalkan masingmasing penakar di tengah-tengah suatu
poligon”. Jumlah hasil kali luas poligon dan curah hujan (dari penakar di poligon
itu) dibagi dengan luas total untuk mendapatkan hujan rata-rata. Dalam
peneliatan ini metode yang digunakan untuk menentukan curah hujan rerta
15

daerah yaitu poligon thiessen, karena poligon thiessen dapat digunakan untuk
menentukan luas pengaruh daerah stasiun
Hujan yang memiliki sebaran tidak merata. Berikut adalah rumusan dari
metode Poligon Thiessen:(Prawati Eri, 2019)
A 1 P 1+A 2 P 2+ A 3 P 3+. . .+ AnPn
P=
A 1+ A 2+A 3+.. .+ An .................................(7)

Keterangan :
𝑝̅ : hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
𝑝1... 𝑝𝑛 : hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun n pada hari
yang sama (mm)
𝐴1... 𝐴𝑛 : luas areal poligon 1, 2, ... n
n : jumlah stasiun hujan
Metode Polygon Thiessen ini dapat dikatakan lebih akurat daripada metode
Aritmatik, sebab curah hujan rata-rata DAS dihitung berdasarkanpembagian
daerah hujan.
Pemilihan metode yang paling cocok pada suatu kawasan / DAS dapat
ditentukan dengan mempertimbangkan tiga faktor berikut:
1) Berdasarkan Jumlah Pos Hujan
2) Bedasarkan Luas Daerah Aliran Sungai
3) Berdasarkan Bentuk Topografi
Tabel 2. Perhitungan hujan rata-rata DAS dengan metode Thiessen

Nomor Pos Hujan (mm) Luas Polygon Thiessen (ha) Ai x Pi

1 100 25 2500
2 75 20 1500
3 80 19 1520
4 95 12 1140
5 105 17 1855
6 110 15 1650
7 90 14 1260

Jumlah 0 122 11355

(Suripin,2004)
16

Tabel 3. Metode Perhitungan Hujan Wilayah Berdasarkan Jumlah Pos Hujan

Persyaratan Metode
Jumlah Pos Penakar Hujan Cukup banyak Rata-rata Aljabar,
Thiessen,isohyet

Jumlah Pos Penakar Terbatas Rata-rata Aljabar, Thiessen

Pos Penakar Hujan Tunggal Metode Hujan Titik

(Suripin, 2004)

Tabel 4. Metode Perhitungan Hujan Wilayah Berdasarkan Luas DAS


Luas DAS Metode
DAS > 500 km2 Isohyet
DAS 500 – 5000 km2 Rata-rata Aljabar dan Thiessen
DAS < 500 km2 Rata-rata Aljabar
(Suripin2004)

Tabel 5 Metode Perhitungan Hujan Wilayah Berdasarkan Topografi DAS

Topografi DAS Metode


Berbukit, pegunungan dan tidak beraturan Isohyet

Dataran Rata-rata Aljabar dan Thiessen


(Suripin, 2004)

9. Analisis Frekuensi Hujan

Analisis frekuensi digunakan untuk menetapkan besaran hujan atau


debitdengan kala ulang tertentu. Analisis frekuensi dapat dilakukan untuk seri
data yang diperoleh dari rekaman data baik data hujan atau debit, dan
didasarkan pada sifat statistik data yang tersedia untuk memperoleh probabilitas
besaran hujan atau debit di masa yang akan datang (diandaikan bahwa sifat
statistik tidak berubah/sama) mengatakan bahwa tahapan analisis frekuensi
hujan dapat dijabarkan sebagai berikut (Ismawan Dewansyah, 2018).
17

a. Menyiapkan data hujan yang sudah dipilih berdasarkan metode


pemilihan data terbaik menurut ketersediaan data.
b. Data diurutkan dari kecil ke besar (atau sebaliknya).
c. Hitung besaran statistik data yang bersangkutan (𝑥̅ , s, Cv, Cs, Ck).
Dalam analisis frekuensi distribusi probabilitas teoritik yang cocok untuk data
yang ada ditentukan berdasarkan perameter-parameter statistika seperti nilai
rerata, standar deviasi, koefisien asimetri, koefisien variasi dan koefisien kurtosis.
Adapun rumus-rumus parameter statistik tersebut antara lain sebagai berikut ini
(Soewarno, 1995) :

d. Nilai rerata (𝑥̅)

Nilai rerata merupakan nilai yang dianggap cukup representatif dalam suatu
distribusi. Nilai rata-rata tersebut dianggap sebagai nilai sentral dan dapat
dipergunakan untuk pengukuran sebuah distribusi.
n
∑i =1 xi
X=
n ....................................................................(8)
e. Simpangan baku (standard deviation) (S)

Umumnya ukuran dispersi yang paling banyak digunakan adalah deviasi


standar (standard deviation). Apabila penyebaran data sangat besar terhadap
nilai rata-rata maka nilai deviasi standar (S) akan besar pula, akan tetapi apabila
penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka (S) akan kecil.


n
∑i =1( xi−x )2
(n−1)
S= ......................................................(9)

f. Koefisien asimetri (skewness) (Cs)

Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat


ketidaksimetrisan (asymmetry) dari suatu bentuk distribusi. Apabila suatu kurva
frekuensi dari suatu distribusi mempunyai ekor memanjang ke kanan atau ke kiri
terhadap titik pusat maksimum maka kurva tersebut tidak akan berbentuk simetri,
keadaan itu disebut menceng kekanan atau kekiri. Pengukuran kemencengan
adalah mengukur seberapa besar suatu kurva frekuensi dari suatu distribusi tidak
simetri. Kurva distribusi yang bentuknya simetri maka nilai CS = 0.00, kurva
18

distribusi yang bentuknya menceng ke kanan maka CS lebih besar nol,


sedangkan yang bentuknya menceng ke kiri maka CS kurang dari nol.
n
n
3∑
( xi−x )3
( n−1 )( n−2)s i=1
Cs= ...........................(10)

g. Koefisien variasi (Cv)

Koefisien variasi (variation coefficient) adalah nilai perbandingan antara


deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi
n
n2
4∑
ck= (xi−x)4
(n−1)(n−2)(n−3)s i=1 .................................(11)

Keterangan :
𝑥𝑖 : varian yang berupa hujan atau data debit
𝑥̅ : rerata data hujan atau debit
N : jumlah data yang dianalisis
S : simpangan baku
𝐶𝑠 : koefisien asimetri
𝐶𝑣 : koefisien variasi
𝐶𝑘 : koefisien kurtosis
1) Pemilihan jenis sebaran (distribusi)

Setelah parameter statik diketahui, maka distribusi yang cocok


untukdigunakan dalam analisis frekuensi dapat ditentukan. Distribusiprobabilitas
yang sering dipakai dalam analisis hidrologi yaitu: Distribusi Normal, Log Normal,
Gumbel dan Log Pearson III.

a) Distribusi Normal
Distribusi normal juga disebut distribusi Gauss, dimana distribusinya
mempunyai fungsi kerapatan kemungkinan (probability density functionI):
1 −1 x−μ 2
P( x ) e ( )
σ √2 ƛ 2 σ ..........................................................................(12)
Keterangan:
P(X) : fungsi kerapatan peluang normal
𝜋 : 3,14156
19

e : 2,71828
𝜇 : nilai X rata-rata
𝜎 : standar deviasi nilai X

b) Distribusi Log Normal

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,


yaitu dengan mengubah nilai varian X menjadi nilai logaritmik varian X. Secara
matematis distribusi log normal ditulis sebagai berikut:
1 −1 log(x )−μ 2
P( x )= e ( )
log( x). σ √ 2 ƛ 2 σ ............................(13)
Persamaan garis teoritik probabilitas:
𝑋𝑇 = 𝑋 ̅ + 𝐾𝑇 . 𝑆.................................................................(14)

Keterangan:
𝑋𝑇 : debit banjir maksimum dengan kala ulangT tahun
𝑋̅ : nilai rata-rata hitung variat
𝐾𝑇 : faktor frekuensi
𝑆 : simpangan baku

c) Distribusi Log Normal 2 parameter

Distribusi Log Normal 2 parameter mempunyai persamaan transformasi,


sebagai berikut: (Soewarno, 1995, Hidrologi)

1 −1 log( x)−( x) 2
P( X ) e ( )
( x).(S). √2ƛ 2 σ
.................................................................(15)

Dimana:
P(X) : Peluang terjadinya distribusi log normal sebesar X
X : Nilai variat pengamatan
X : Nilai rata-rata dari logaritmik variat X, umumnya dihitung nilai
rata-rata geometriknya
S : Deviasi standar dari logaritmik nilai variat X
Aplikasi distribusi log normal dua parameter untuk menghitung nilai variat x yang
mempunyai kala ulang t tahun mempunyai persamaan, sebagai berikut
20

Log( X t )=Log( X )+ K . S log( X )


..........................(16)

Dimana:
log( X t ) : Nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode
ulang t tahun

log X : Rata-rata nilai log(X)


Slog(X) : Deviasi standar logaritmik nilai log(X)
K : Karakteristik dari distribusi log normal dua parameter. Nilai k dari
dapat diperoleh dari tabel yang merupakan fungsi dari periode
ulang dan nilai koefisien variasinya.

Tabel 6 Faktor Frekuensi k Distribusi Log Normal 2 Parameter


Koefisien
Periode Ulang (Tahun)
Variasi
(cv) 2 5 10 20 50 100
0,0500 -0,0250 0,8334 1,2695 1,6863 2,1341 2,4570
0,1000 -0,0496 0,8222 1,3078 1,7247 2,2130 2,5489
0,1500 -0,0738 0,8085 1,3156 1,7598 2,2899 2,2607
0,2000 -0,0971 0,7926 1,3200 1,7911 2,3640 2,7716
0,2500 -0,1194 0,7746 1,3209 1,8183 2,4318 2,8805
0,3000 -0,1406 0,7647 1,3183 1,8414 2,5015 2,9866
0,3500 -0,1604 0,7333 1,3126 1,8602 2,5638 3,0890
0,4000 -0,1788 0,7100 1,3037 1,8746 2,6212 3,1870
0,4500 -0,1957 0,6870 1,2920 1,8848 2,6731 3,2799
0,5000 -0,2111 0,6626 1,2778 1,8909 2,7202 3,3673
0,5500 -0,2251 0,6379 1,2613 1,8931 2,7613 3,4488
0,6000 -0,2375 0,6129 1,2428 1,8915 2,7971 3,5211
0,6500 -0,2185 0,5879 1,2226 1,8866 2,8279 3,3930
0,7000 -0,2582 0,5631 1,2011 1,8786 2,8532 3,3663
0,7500 -0,2667 0,5387 1,1784 1,8677 2,8735 3,7118
0,8000 -0,2739 0,5118 1,1548 1,8543 2,8891 3,7617
0,8500 -0,2801 0,4914 1,1306 1,8388 2,9002 3,8056
0,9000 -0,2852 0,4686 1,1060 1,8212 2,9071 3,8137
0,9500 -0,2895 0,4466 1,0810 1,8021 2,9103 3,8762
1,0000 -0,2928 0,4254 1,0560 1,7815 2,9098 3,9035
(Soewarno, 1995, Hidrologi)

d) Distribusi Gumbel
21

Distribusi Gumbel umumnya digunakan untuk analisis data maksimum,


misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Ciri khas statistik distribusi Gumbel
adalah :
i. 𝐶𝑠 = 1,396
ii. 𝐶𝑘 = 5,4002
Persamaan garis teoritik probabilitasnya adalah:
s .( y− y n)
x T =x +
σn .....................................................(17)

Keterangan:
𝑌 : reduced variate
𝑌𝑛 : mean dari reduced variate
𝜎𝑛 : simpangan baku reduced variate
𝑛 : banyaknya data
e) Distribusi Log Pearson III

Distribusi Log Pearson tipe III banyak digunakan dalam analisis hidrologi,
terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum)
dengan nilai ekstrim. Bentuk distribusi Log Pearson tipe III merupakan hasil
transformasi dari distribusi Pearson tipe III dengan menggantikan varian menjadi
nilai logaritmik. langkah-langkah analisis frekuensi dengan metode Log Pearson
III adalah:
1 X −C b−1 (x−c)
P( X ) ( ) e(
aτ (b ) a a
.........................................(18)

Keterangan:

P(X) : Peluang dari variat x


X : nilai variat x
a,b,c : parameter
Γ : Fungsi gamma
Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson tipe III, adalah :
2) Tentukan logaritma dari semua nilai variat X.
a) Hitung nilai rata-ratanya :
22

n
∑ log( X )
i=1
log( X )=
n
................................................... (19)

n : jumlah data

b) Hitung Standar deviasi dari logaritma x:


n
∑ ( Log( X )−log( x ))2
i=1
S log ( X )=
n−1
......................................(20)

c) Hitung koefisien kemencengan Skewness


n
3
∑ ( Log( X )−log( X ))
i=1
CS= 3
(n−1)(n−2 ) ( S log( X ) )
......................................................(21)

d) Sehingga di dapat persamaan

Log( X t )=log( X )+k( S log(x )


...................................(22)
23

Tabel 7. Nilai untuk Menentukan factor kekerapan K


Periode Ulang (Tahun)
Kemencengan 2 5 10 25 50 100 200 1000
(CS) Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,0 -0,360 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250
2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600
2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200
2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660
1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390
1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110
1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820
1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395
0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,250
0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105
0,6 0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235
24

0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090


-0,1 0,017 0,836 1,270 1,761 2,000 2,252 2,482 3,950
-0,2 -0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,36 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,8 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,66 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
(https://docplayer.info/111549157-Kementerian-pekerjaan-umum.)
Untuk menentukan distribusi yang tepat dalam menghitung curah hujan
rencana dengan periode ulang t tahun, maka perlu diperhatikan syarat-syarat
dalam tabel 7

h Probabilitas Hujan

Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data


hidrologi, yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah
didesain khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi
distribusi.Dalam analisis hidrologi, ekstrapolasi harus dilakukan dengan sangat
hati – hati karena dapat menimbulkan penyimpangan.Banyak metode yang telah
dikembangkan untuk menenukan posisi pengeplotan yang sebagian besar dibuat
secara empiris. Untuk keperluan penentuan posisi ini, data hidrologi yang telah
ditabelkan dirurutkan dari besar ke kecil (berdasarkan peringkat m), dimulai
dengan m = 1 untuk data dengan nilai tertinggi dan m = n (n adalah jumlah data)
untuk data dengan nilai terkecil. Periode ulang Tr dapat dihitung dengan
persamaan yang telah dikenal yaitu (Dr. Ir Suripin, M. Eng, 2004)
n+1
T r=
m ............................................................(22)
Keterangan:
m : nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil
25

n : banyaknya data atau jumlah kejadian (event) Data yang telah diurutkan
dan periode ulangnya telah ditentukan, diplot diatas kertas probabilitas
sehingga diperoleh garis lurus (garis linear).

10. Uji Keselarasan Distribusi

Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan persamaan distribusi


peluang yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang
dianalisis. Ada dua jenis uji keselarasan, yaitu Chi Kuadrat dan Smirnov -
Kolmogorof. :(Ismawan Dewansyah,).

a. Uji Chi Kuadrat

Metode uji kesesuaian chi kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah


persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel
data yang dianalisis. uji chi kuadrat ini menggunakan parameter X2, dimana
metode ini diperoleh berdasarkan rumus (Suripin, 2004) :
G
(Oi−Ei
x 2=∑
t =1 Ei ...............................................(23)

Keterangan:
𝑋2 : parameter chi kuadrat terhitung
G : jumlah sub kelompok
𝑂𝑖 : jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
𝐸𝑖 : jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Dalam pengujian ini akan menentukan persamaan distribusi dapat diterima
apabila peluang lebih dari 5 %, persamaan tidak dapat diterima apabila peluang
kurang dari 1 % dan persamaan dinyatakan perlu data tambahan bila peluang
berada di antara 1 – 5 %. Derajat kebebasan (DK) = G – R – 1 (nilai R=2 untuk
distirbusi normal dan binomial)(Suripin, 2004).

b. Uji Smirnov-Kolmogorov

Dikenal dengan uji kecocokan non parametrik karena pengujiannyatidak


menggunakan fungsi distribusi tertentu, namun dengan memperhatikan kurva
dan penggambaran data pada kertas probabilitas.Jarak penyimpangan terbesar
merupakan nilai Δ𝑚𝑎𝑘𝑠dengan kemungkinan didapat nilai lebih kecil dari nilai
Δ𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑘, maka jenis distribusi yang dipilih dapat digunakan. (Suripin, 2004)
26

11. Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan
dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF = Intensity-
Duration-Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5
menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam – jam-an untuk membentuk
lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan
otomatis.
Berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat
dengan salah satu dari persamaan berikut (Ismawan Dewansyah, 2018).

a. Rumus Talbot

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan- tetapan
a dan b ditentukan dengan harga-harga terukur sebagai berikut:
a
I=
t +b .......................................................(24)
Keterangan:
t : lamanya hujan (jam)
I : intensitas hujan (mm/jam)
a dan b : konstanta yang tergantung lamanya hujan terjadi

b. Rumus Sherman

Rumus ini cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam yaitu :
a
I=
t n .........................................................(25)
Keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan n : konstanta
27

c. Rumus Ishiguro
a
I=
b+ √ t ...................................................(26)
Keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan b : konstanta

d. Rumus Mononobe
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian maka digunakan perhitungan mononobe:
2
R 24 24 3
I= ( )
24 t ...................................................(27)

Keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam)
t : lamanya hujan (jam)
R24 : curah hujan maksimum (mm)

12. Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana adalah debit terbesar yang mungkin terjadi di suatu
daerah dengan peluang kejadian tertentu. Perhitungan debit banjir rencana untuk
perencanaan saluran drainase perkotaan terdiri dari debit air hujan dan debit air
kotor. Perhitungan debit banjir rencana diperlukan untuk menentukan kapasitas
dan dimensi saluran dengan airyang mengalirinya. (Ubaidillah, dkk.)

13. Metode Perhitungan Debit Banjir

Penerapan terhadap metode-metode perhitungan debit banjir bergantung


pada ketersediaan data, tingkat kedetailan perhitungan, dan tingkat bahaya
kerusakan akibat banjir. Metode ini sangat sederhana dan mudah
penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk daerah aliran sungai
dengan ukuran wilayah yang kecil (< 300 ha). Metode ini tidak dapat
28

menerangkan hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk


hidrograf dengan persamaan:(JURNAL REKAYASA SIPIL 2014).
Qp = 0,2778 C.I.A..............................................(28)
Keterangan:
Qp : Debit puncak (m3/detik)
C : Koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1)
I : Intensitas hujan (mm/jam)
A : Luas DAS (km2)
Waktu konsentrasi (tc) suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang
diperlukan air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat
keluaran daerah aliran sungai (titik control/ outlet ) setelah tanah menjadi jenuh
dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan jika durasi hujan
sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian daerah aliran sungai secara
serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol, metode yang
digunakan untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang
dikembangkan oleh Suripin(2004) sebagai berikut:
2
0 , 87 xL 0 , 385
t c=( )
1000 xS .............................................(29)
Keterangan:
tc : Waktu konsentrasi (jam)
L : Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km)
S : Kemiringan rata-rata saluran (m/m)
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan membedakannya menjadi dua
komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan
sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran
sampai titik keluaran (td), sehingga rumusnya dapat ditulis:
tc = to + td
Dengan:
2 n
t o =( x 3 , 28 xLx menit
3 √s
L
t d = s menit
60 V ............................................(30)
Keterangan:
n : Angka kekasaran Manning
S : Kemiringan lahan
L : Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
29

Ls : Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m)


V : Kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

a. Metode Weduwen

Metode Weduwen adalah metode perhitungan debit maksimum dengan


rumusan sebagai berikut(Loebis, 1987)

Qt=α .β .q n .. A
.................................................................................(31)

Dimana:

4,1
α=1−
β . q n. .+7
.................................................................................(32)

120+(t +1)/(t+9 ). A
β=
120+ A
........................................................................(33)

Rn 67 , 65
q n= ( )
240 t +1 , 45
......................................................................................(34)

t=0 , 125. L ,Q −0 , 125 . I −0 , 25


t .......................................................................(35)
Keterangan:

Qt = Debit banjir rencana (m3/det)

Rn = curah hujan maksimum (mm/hari)


α = Koefisien limpasan

β = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan


qn = Debit per satuan luas (m3/det km2)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
t = lamanya curah hujan (jam)
L = panjang sungai (km)
I = kemiringandasardrainase rata-rata

b. Metode Haspers
30

Untuk menghitung besarnya debit dengan metode Haspers digunakan


persamaan sebagai berikut (Loebis, 1987) :
Qt=..qn.A................................................................................................(36)
Dimana:
1) Koefisien Runoff (α )
= 1 + 0,012 . A0,70
(37)
1 + 0,075 . A0,70................................................................................................................................................

2) KoefisienReduksi ( )
−0, 40t
1
=1+
t+3 , 70 .10 A0 , 75
.
β t 2 +15 12
.................................................................(38)

3) HujanMaksimum(q)

qn = Rn

3,6 . t............................................................................................(39)

4) WaktuKonsentrasi(t)

t = 0,10 . L0,80. I-0,30.......................................................................... (40)

5) IntensitasHujan
Untuk t < 2 jam
tR 24
Rn=
t+1−0 , 0008×( 260−R 24 ) ( 2=t )2
.......................................................(41)

Untuk 2 jam<t <19 jam


tR 24
Rn=
t+ 1
Untuk19 jam<t < 30 jam
Rn = 0,707 R24 √ t +1
Keterangan:
Qt : Debit maksimum (m3 /detik)
α : Koefisien limpasan air hujan
 : Koefisien reduksi
31

Qn : Intensitas hujan (m3 /detik/km2 )


A : Luas drainase (km2 )
L : Panjang sungai utama (km)
I : kemiringandasardrainase rata-rata
t : waktukonsentrasi (jam)
Rn : curahhujanrencanauntukperiodeulang n (mm)

c. Metode Rasional

Rumus yang dipakai:


C×R× A
Qr= =0 , 278×C×I ×A
3,6
................................................................(42)

( )
2
R 24 24 3
R=
24 Tc
........................................................................................(43)

Tc = L/W.....................................................................................................(44)

( )
0,6
H
W=72
L
.............................................................................................(45)

Dimana :
Q = Debit maksimum (m3 /dtk)
C = Koefisien pengaliran
R = Intensitas hujan selama t jam (mm/jam)
A = Luas Daerah Aliran ( DAS ) sampai 100 km2
Tc = Waktu Konsentrasi
L = Panjang sungai ( km )
H = Beda tinggi ( km )
W = Kecepatan perambatan banjir ( km/jam )
Koefisien pengaliran C tergantung dari faktor-faktor daerah pengalirannya,
seperti jenis tanah, kemiringan, vegetasi, luas, bentuk daerah pengaliran sungai.
Untuk menentukan koefisien pengaliran.
Tabel 8.Koefisien Aliran
32

Koefisien Aliran
NO Kondisi Daerah Aliran
(C)
1 Rerumputan 0,05 – 0,35
2 Bisnis 0,50 – 0,95
3 Perumahan 0,25 – 0,75
4 Industri 0,50 – 0,90
5 Pertamanan 0,10 – 0,25
6 Tempat bermain 0,20 – 0,35
7 Daerah pegunungan berlereng terjal 0,75 – 0,90
8 Daerah perbukitan 0,70 – 0,80
9 Tanah bergelombang dan bersemak-semak 0,50 – 0,75
10 Tanah dataran yang digarap 0,45 – 0,65
11 Persawahan irigasi 0,70 – 0,80
12 Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85
13 Sungai kecil di dataran 0,45 – 0,75
Sungai yang besar dengan wilayah Aliran
14 lebih dari seperduanya terdiri 0,50 - 0,75
dari dataran
(Ir.Joesron Loebis, M.Eng)

14. Analisa Hidrolika

Analisa hidrolika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas alur sungai dan


saluran pada kondisi sekarang terhadap banjir rencana, yang selanjutnya
digukan untuk mendesain alur sungai dan saluran. Aliran dalam saluran terbuka
maupun saluran tertutup yang mempunyai permukaan bebas disebut aliran
permukaan bebas (free surface flow) atau aliran saluran terbuka (open channel
flow).Jika pada aliran tidak terdapat permukaan bebas dan aliran dalam saluran
penuh, maka aliran yang terjadi disebut aliran dalam pipa (pipe flow) atau aliran
tertekan (pressurized flow).(Ismawan Dewansyah, 2018 Analisis dan
Perencanaan Sistem Drainase)

a. Rumus Empiris Kecepatan Rata-Rata

Distribusi kecepatan pada dasarnya tidak merata di setiap titik


padapenampang melintang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh adanya permukaan
33

bebas dan gaya gesekan disepanjang dinding saluran. Maka dilakukan


pendekatan empiris untuk menghitung kecepatan rata-rata, diantaranya:

b. Rumus Chezy (1769)

Kecepatan untuk aliran seragam, dengan beberapa asumsi:


1) Aliran adalah permanen
2) Kemiringan dasar saluran adalah kecil
3) Saluran adalah prismatik

V =C √ RS 0 ...............................................................................................(46)
Keterangan:
V : Kecepatan rata-rata (m/detik)
C : Faktor tahanan aliran (koefisien Chezy)
So : Kemiringan dasar saluran

c. Manning (1889)

Rumus Manning yang paling terkenal dan paling banyak digunakan karena
mudah pemakaiannya.
1 1/2
V = R 2/3 S
n ............................................................................................(47)
Dengan n adalah koefisien kekasaran Manning (TL-1/3) dan bukan bilangan
nondimensional. Korelasi koefisien Chezy dan Manning dapat dijabarkan menjadi
rumus sebagai berikut:
1
C= R1/6
n .................................................................................................(48)

Dimana:
R : Jari-jari hidrolis
S : Kemiringan saluran
n : koefisien Manning, yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.KoefisienKekasaran Manning


34

TipeSaluran Koefisien Manning(n)

Semen 0,010-0,013

Beton 0,011-0,015

Pasangan Batu 0,017-0,030

Bata 0,011-0,015

Aspal 0,013
(Wesli,2008)

B. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitan adalah :


1. Penelitian yang dilakukan Eri Prawati yang berjudul “Analisis Hujan Rata-
Rata Dalam Menentukan Debit Banjir Rancangan Pada Das Blambangan
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur ”Dari analisis danpembahasan diperoleh
hasilAnalisis hidrologi dapat digunakan sebagai analisis untuk memperkirakan
debit banjir pada suatu daerah yang rawan banjir, dan digunakan juga untuk
merencanakan bangunan air seperti bendung, tanggul, dan bendungan.
Bangunan air, misal bendungan direncanakan untuk dapat menampung,
melewatkan dan mengantisipasi banjir maksimum yang terjadi. Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timur merupakan daerah yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi dan sangat strategis, hal ini tercermin dari pesatnya pembangunan di
kawasan wilayah tersebut. Dari tahun ketahun pembangunan industri dan
pemukiman meningkat, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan. Dari
lahan pertanian, dan perkebunan menjadi lahan industri/perdagangan dan
kawasan pemukiman, konsekuensinya adalah koefisien aliran semakin tinggi
karena fungsi penyerapan lahan semakin kecil dan aliran permukiman semakin
besar. Infrastruktur bangunan air yaitu stasiun hujan yang mencatat data dasar
yaitu curah hujan dapat mendukung pengendalian banjir dan pemanfaatan air
pada suatu daerah aliran sungai.
Keseimbangan antara biaya yang minim dengan ketelitian data hidrologi
yang optimum khususnya data curah hujan sangat dibutuhkan. Debit banjir ranc
angan yang didapat dari perhitungan analisis frekuensi dengan HSS Nakayasu
untuk kala ulang 2 tahun adalah 1074,86 m3/detik, untuk kala ulang 5 tahun
adalah 1147,37 m3/detik, untuk kala ulang 10 tahun adalah 1169,38 m3/detik,
35

untuk kala ulang 25 tahun adalah 1175,48 m3/detik, untuk kala ulang 50 tahun
adalah1179,11 m3/detik, untuk kala ulang 100 tahun adalah 1180,07 m3/detik,
untuk kala ulang 200 tahun adalah1180,45 m3/detik, dan , untuk kala ulang 1000
tahun adalah 1190,44 m3/detik, jumlah total rerata sebesar 1162,15 m3/detik.
2. Penelitan yang dilakukan oleh Rezza Ferdianto yang berjudul “Analisa
Kapasitas Saluran Drainase Pada Jalan Ir. H. Juanda Sampai Jalan Kadrie
Oening Kota Samarinda” mengunakan Metode Manning. Dari hasil perhitungan
dengan dimensi eksisting didapatkan kondisi drainase tidak mampu menampung debit
yang ada. Maka untuk periode 10 tahun harus merubah dimensi penampang saluran
menjadi lebih besar dari dimensi eksisting.
3. Penelitian yang dilakukan eleh Dede Aripin yang berjudul “STUDI ANALISA
KAPASITAS DRAINASE TERHADAP BANJIR DI JALAN ANGGANA KOTA
SAMARINDA, Pada lokasi jalan Anggana, Kota Samarinda, saluran drainase
yang ada tidak dapat menampung limpasan hujan adanya terkena genangan,
sehingga menyebabkan banjir. Oleh karena itu, evaluasi dimensi sistem drainase
sangat diperlukan sebagai solusi untuk menanggulangi permasalahan limpasan
hujan di jalan Anggana, Kota Samarinda.

C. Kerangka pemikiran

Selama proses penelitian ini peneliti akan menganalisis kapasitas


drainase terhadap banjir pada jalan Rapol – Gg Lambau kota Metro pola
jaringan drainase berupa pola jaringan siku-siku dan bentuk dari drainase
tersebut yakni segi empat, drainase -drainase tersebut mengalami
kelebihan kapasitas, maka akan berdampak terhadap bangunan di
sekitarnya. Oleh karena itu, sangat penting diperlukan penelitian tentang
menganalisis kapasitas drainase terhadap banjir tersebut diantaranya
adalah mengetahui kondisi eksisting drainase.
Melalui penelitian ini dapat digunakan untuk perkembangan ilmu
pengetahuan teknik sipil, khususnya menganalisis kapasitas drainase
terhadap banjir dan membandingkan penggunaaan perhitungan teori-teori
yang sudah ada. Sebagai tambahan informasi dalam memepelajari.
Kerangka pemikiran analisis kapasitas drainase terhadap banjir adalah
untuk mengetahui bagaimana kondisi drainase dilokasi apakah drainase tersebut
dapat dikatakan mampu atau tidak untuk menampung debit air yang ada
36

Pengumpulan Data

Survei Lapangan / Pengambilan Data Secara Langsung di lokasi


Penelitian

pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Menghitung Analisa Hidrologi


(Data Curah hujan)

Mengetahui Panjang Saluran, Elevasi Kontur, Luasan Area Tangkapan

Mengetahui Ukuran Penamang Saluran Drainase dan Arah Aliran


Drainase

Gambar 5. Kerangka Pemikiran


(Sumber : Agus Karsa Junsyah, 2020)

Anda mungkin juga menyukai