KAJIAN LITERATUR
1. Definisi Drainase
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainage mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalirkan air. Dalam bidang teknik
sipil, drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik berasal dari air hujan, rembesan,maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan
atau lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase
menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah.
Secara umum sistem drainase dapat didefinisakan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima
(interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa
(conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving
waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-
gorong, jembatan air (aquaduck). Pada sistem yang lengkap, sebelum masuk ke
badan air penerima, air di olah dahulu di instalasi pengolah air limbah (IPAL),
khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah memenuhi baku mutu
tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga tidak merusak
lingkungan.
5
6
yaitu saluran hanya berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja.
(Anonim, 1997).
b) Multi purpose,
Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di
daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-
hujan yang tidak membahayakan kesehatan / mengganggu lingkungan.
8
b. Bentuk Trapesium
bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia
lahan.
Karena A=
π 2
2
y atau y =
n √
2 A ................................................................(3)
5. Permasalahan Drainase
Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir
ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan
transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci
proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan
es dan salju, hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa
presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang
kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai
tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda:
a. Air Permukaan
Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat
dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase
atau dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir
ke permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan. (Brower, J. E., H. Z.
Zerold & Car, I. N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General
Ecology).
b. Sedangkan menurut (Soemarto 1989)
Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi.
Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh
(saturated zone), dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke
permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara. Proses
perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen- komponen siklus hidrologi
yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
12
7. Pengertian Hujan
a. Durasi hujan
b. Intensitas hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
13
Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi
hujan, dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
d. Frekuensi atau periode ulang (T)
e. Luas (A)
Adalah luas geografis daerah sebaran hujan atau perluasan hujan secara
geografi.Hubungan antra intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut.
t
d=∫ i dt ≈ i . ∆ t ................................................(4)
0
Dimana :
𝑝̅ : hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
𝑝1... 𝑝𝑛 : hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun n pada hari yang
sama (mm)
n : jumlah stasiun hujan
daerah yaitu poligon thiessen, karena poligon thiessen dapat digunakan untuk
menentukan luas pengaruh daerah stasiun
Hujan yang memiliki sebaran tidak merata. Berikut adalah rumusan dari
metode Poligon Thiessen:(Prawati Eri, 2019)
A 1 P 1+A 2 P 2+ A 3 P 3+. . .+ AnPn
P=
A 1+ A 2+A 3+.. .+ An .................................(7)
Keterangan :
𝑝̅ : hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
𝑝1... 𝑝𝑛 : hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun n pada hari
yang sama (mm)
𝐴1... 𝐴𝑛 : luas areal poligon 1, 2, ... n
n : jumlah stasiun hujan
Metode Polygon Thiessen ini dapat dikatakan lebih akurat daripada metode
Aritmatik, sebab curah hujan rata-rata DAS dihitung berdasarkanpembagian
daerah hujan.
Pemilihan metode yang paling cocok pada suatu kawasan / DAS dapat
ditentukan dengan mempertimbangkan tiga faktor berikut:
1) Berdasarkan Jumlah Pos Hujan
2) Bedasarkan Luas Daerah Aliran Sungai
3) Berdasarkan Bentuk Topografi
Tabel 2. Perhitungan hujan rata-rata DAS dengan metode Thiessen
1 100 25 2500
2 75 20 1500
3 80 19 1520
4 95 12 1140
5 105 17 1855
6 110 15 1650
7 90 14 1260
(Suripin,2004)
16
Persyaratan Metode
Jumlah Pos Penakar Hujan Cukup banyak Rata-rata Aljabar,
Thiessen,isohyet
(Suripin, 2004)
Nilai rerata merupakan nilai yang dianggap cukup representatif dalam suatu
distribusi. Nilai rata-rata tersebut dianggap sebagai nilai sentral dan dapat
dipergunakan untuk pengukuran sebuah distribusi.
n
∑i =1 xi
X=
n ....................................................................(8)
e. Simpangan baku (standard deviation) (S)
√
n
∑i =1( xi−x )2
(n−1)
S= ......................................................(9)
Keterangan :
𝑥𝑖 : varian yang berupa hujan atau data debit
𝑥̅ : rerata data hujan atau debit
N : jumlah data yang dianalisis
S : simpangan baku
𝐶𝑠 : koefisien asimetri
𝐶𝑣 : koefisien variasi
𝐶𝑘 : koefisien kurtosis
1) Pemilihan jenis sebaran (distribusi)
a) Distribusi Normal
Distribusi normal juga disebut distribusi Gauss, dimana distribusinya
mempunyai fungsi kerapatan kemungkinan (probability density functionI):
1 −1 x−μ 2
P( x ) e ( )
σ √2 ƛ 2 σ ..........................................................................(12)
Keterangan:
P(X) : fungsi kerapatan peluang normal
𝜋 : 3,14156
19
e : 2,71828
𝜇 : nilai X rata-rata
𝜎 : standar deviasi nilai X
Keterangan:
𝑋𝑇 : debit banjir maksimum dengan kala ulangT tahun
𝑋̅ : nilai rata-rata hitung variat
𝐾𝑇 : faktor frekuensi
𝑆 : simpangan baku
1 −1 log( x)−( x) 2
P( X ) e ( )
( x).(S). √2ƛ 2 σ
.................................................................(15)
Dimana:
P(X) : Peluang terjadinya distribusi log normal sebesar X
X : Nilai variat pengamatan
X : Nilai rata-rata dari logaritmik variat X, umumnya dihitung nilai
rata-rata geometriknya
S : Deviasi standar dari logaritmik nilai variat X
Aplikasi distribusi log normal dua parameter untuk menghitung nilai variat x yang
mempunyai kala ulang t tahun mempunyai persamaan, sebagai berikut
20
Dimana:
log( X t ) : Nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode
ulang t tahun
d) Distribusi Gumbel
21
Keterangan:
𝑌 : reduced variate
𝑌𝑛 : mean dari reduced variate
𝜎𝑛 : simpangan baku reduced variate
𝑛 : banyaknya data
e) Distribusi Log Pearson III
Distribusi Log Pearson tipe III banyak digunakan dalam analisis hidrologi,
terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum)
dengan nilai ekstrim. Bentuk distribusi Log Pearson tipe III merupakan hasil
transformasi dari distribusi Pearson tipe III dengan menggantikan varian menjadi
nilai logaritmik. langkah-langkah analisis frekuensi dengan metode Log Pearson
III adalah:
1 X −C b−1 (x−c)
P( X ) ( ) e(
aτ (b ) a a
.........................................(18)
Keterangan:
n
∑ log( X )
i=1
log( X )=
n
................................................... (19)
n : jumlah data
√
n
∑ ( Log( X )−log( x ))2
i=1
S log ( X )=
n−1
......................................(20)
h Probabilitas Hujan
n : banyaknya data atau jumlah kejadian (event) Data yang telah diurutkan
dan periode ulangnya telah ditentukan, diplot diatas kertas probabilitas
sehingga diperoleh garis lurus (garis linear).
Keterangan:
𝑋2 : parameter chi kuadrat terhitung
G : jumlah sub kelompok
𝑂𝑖 : jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
𝐸𝑖 : jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Dalam pengujian ini akan menentukan persamaan distribusi dapat diterima
apabila peluang lebih dari 5 %, persamaan tidak dapat diterima apabila peluang
kurang dari 1 % dan persamaan dinyatakan perlu data tambahan bila peluang
berada di antara 1 – 5 %. Derajat kebebasan (DK) = G – R – 1 (nilai R=2 untuk
distirbusi normal dan binomial)(Suripin, 2004).
b. Uji Smirnov-Kolmogorov
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan
dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF = Intensity-
Duration-Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5
menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam – jam-an untuk membentuk
lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan
otomatis.
Berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat
dengan salah satu dari persamaan berikut (Ismawan Dewansyah, 2018).
a. Rumus Talbot
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan- tetapan
a dan b ditentukan dengan harga-harga terukur sebagai berikut:
a
I=
t +b .......................................................(24)
Keterangan:
t : lamanya hujan (jam)
I : intensitas hujan (mm/jam)
a dan b : konstanta yang tergantung lamanya hujan terjadi
b. Rumus Sherman
Rumus ini cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam yaitu :
a
I=
t n .........................................................(25)
Keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan n : konstanta
27
c. Rumus Ishiguro
a
I=
b+ √ t ...................................................(26)
Keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan b : konstanta
d. Rumus Mononobe
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian maka digunakan perhitungan mononobe:
2
R 24 24 3
I= ( )
24 t ...................................................(27)
Keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam)
t : lamanya hujan (jam)
R24 : curah hujan maksimum (mm)
Debit banjir rencana adalah debit terbesar yang mungkin terjadi di suatu
daerah dengan peluang kejadian tertentu. Perhitungan debit banjir rencana untuk
perencanaan saluran drainase perkotaan terdiri dari debit air hujan dan debit air
kotor. Perhitungan debit banjir rencana diperlukan untuk menentukan kapasitas
dan dimensi saluran dengan airyang mengalirinya. (Ubaidillah, dkk.)
a. Metode Weduwen
Qt=α .β .q n .. A
.................................................................................(31)
Dimana:
4,1
α=1−
β . q n. .+7
.................................................................................(32)
120+(t +1)/(t+9 ). A
β=
120+ A
........................................................................(33)
Rn 67 , 65
q n= ( )
240 t +1 , 45
......................................................................................(34)
b. Metode Haspers
30
2) KoefisienReduksi ( )
−0, 40t
1
=1+
t+3 , 70 .10 A0 , 75
.
β t 2 +15 12
.................................................................(38)
3) HujanMaksimum(q)
qn = Rn
3,6 . t............................................................................................(39)
4) WaktuKonsentrasi(t)
5) IntensitasHujan
Untuk t < 2 jam
tR 24
Rn=
t+1−0 , 0008×( 260−R 24 ) ( 2=t )2
.......................................................(41)
c. Metode Rasional
( )
2
R 24 24 3
R=
24 Tc
........................................................................................(43)
Tc = L/W.....................................................................................................(44)
( )
0,6
H
W=72
L
.............................................................................................(45)
Dimana :
Q = Debit maksimum (m3 /dtk)
C = Koefisien pengaliran
R = Intensitas hujan selama t jam (mm/jam)
A = Luas Daerah Aliran ( DAS ) sampai 100 km2
Tc = Waktu Konsentrasi
L = Panjang sungai ( km )
H = Beda tinggi ( km )
W = Kecepatan perambatan banjir ( km/jam )
Koefisien pengaliran C tergantung dari faktor-faktor daerah pengalirannya,
seperti jenis tanah, kemiringan, vegetasi, luas, bentuk daerah pengaliran sungai.
Untuk menentukan koefisien pengaliran.
Tabel 8.Koefisien Aliran
32
Koefisien Aliran
NO Kondisi Daerah Aliran
(C)
1 Rerumputan 0,05 – 0,35
2 Bisnis 0,50 – 0,95
3 Perumahan 0,25 – 0,75
4 Industri 0,50 – 0,90
5 Pertamanan 0,10 – 0,25
6 Tempat bermain 0,20 – 0,35
7 Daerah pegunungan berlereng terjal 0,75 – 0,90
8 Daerah perbukitan 0,70 – 0,80
9 Tanah bergelombang dan bersemak-semak 0,50 – 0,75
10 Tanah dataran yang digarap 0,45 – 0,65
11 Persawahan irigasi 0,70 – 0,80
12 Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85
13 Sungai kecil di dataran 0,45 – 0,75
Sungai yang besar dengan wilayah Aliran
14 lebih dari seperduanya terdiri 0,50 - 0,75
dari dataran
(Ir.Joesron Loebis, M.Eng)
V =C √ RS 0 ...............................................................................................(46)
Keterangan:
V : Kecepatan rata-rata (m/detik)
C : Faktor tahanan aliran (koefisien Chezy)
So : Kemiringan dasar saluran
c. Manning (1889)
Rumus Manning yang paling terkenal dan paling banyak digunakan karena
mudah pemakaiannya.
1 1/2
V = R 2/3 S
n ............................................................................................(47)
Dengan n adalah koefisien kekasaran Manning (TL-1/3) dan bukan bilangan
nondimensional. Korelasi koefisien Chezy dan Manning dapat dijabarkan menjadi
rumus sebagai berikut:
1
C= R1/6
n .................................................................................................(48)
Dimana:
R : Jari-jari hidrolis
S : Kemiringan saluran
n : koefisien Manning, yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Semen 0,010-0,013
Beton 0,011-0,015
Bata 0,011-0,015
Aspal 0,013
(Wesli,2008)
B. Penelitian Relevan
untuk kala ulang 25 tahun adalah 1175,48 m3/detik, untuk kala ulang 50 tahun
adalah1179,11 m3/detik, untuk kala ulang 100 tahun adalah 1180,07 m3/detik,
untuk kala ulang 200 tahun adalah1180,45 m3/detik, dan , untuk kala ulang 1000
tahun adalah 1190,44 m3/detik, jumlah total rerata sebesar 1162,15 m3/detik.
2. Penelitan yang dilakukan oleh Rezza Ferdianto yang berjudul “Analisa
Kapasitas Saluran Drainase Pada Jalan Ir. H. Juanda Sampai Jalan Kadrie
Oening Kota Samarinda” mengunakan Metode Manning. Dari hasil perhitungan
dengan dimensi eksisting didapatkan kondisi drainase tidak mampu menampung debit
yang ada. Maka untuk periode 10 tahun harus merubah dimensi penampang saluran
menjadi lebih besar dari dimensi eksisting.
3. Penelitian yang dilakukan eleh Dede Aripin yang berjudul “STUDI ANALISA
KAPASITAS DRAINASE TERHADAP BANJIR DI JALAN ANGGANA KOTA
SAMARINDA, Pada lokasi jalan Anggana, Kota Samarinda, saluran drainase
yang ada tidak dapat menampung limpasan hujan adanya terkena genangan,
sehingga menyebabkan banjir. Oleh karena itu, evaluasi dimensi sistem drainase
sangat diperlukan sebagai solusi untuk menanggulangi permasalahan limpasan
hujan di jalan Anggana, Kota Samarinda.
C. Kerangka pemikiran
Pengumpulan Data