Anda di halaman 1dari 4

Nama : Bagas Kristian Joenata

NPM : 110110190058

Kelas : Hukum Privasi dalam Media Elektronik (A)

Dosen : Prof. Dr. H. Ahmad M Ramli, S.H., M.H., FCBArb.

Dr. Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M., FCBArb., FIIArb.

Dr. Laina Rafianti, S.H., M.H.

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

1. Mengapa perlu dilindunginya data pribadi pada penggunaan media elektronik?


Jawab:
Pada masa perkembangan teknologi yang massif saat ini tentunya haruslah
dibarengi dengan peraturan kebijakan yang memadai pula. Dengan kecanggihan
teknologi media elektronik saat ini tidak jarang melahirkan bentuk kejahatan baru
dalam dunia maya, seperti contoh seseorang yang bukan hak nya dapat saja dengan
mudah mencuri informasi atau data pribadi orang lain yang kemudian
disalahgunakan. Sehingga kejelasan dari suatu aturan sangat lah diperlukan sebagai
jaminan dan perlindungan hukum bagi setiap orang yang memberikan informasi atau
data pribadinya ke dalam media elektronik.
Perlindungan hukum dapat dikatakan salah satu elemen terpenting dalam suatu
negara hukum, sebab dalam pembentukan suatu negara harus berjalan selaras dengan
pembentukan hukum pula yang dapat mengatur dan melindungi warga negaranya.
Adapun perlindungan hukum terkait data pribadi di Indonesia masih belum maksimal
dikarenakan aturan-aturan yang berlaku saat ini masih bersifat umum dan belum
diatur secara spesifik dan komprehensif dalam satu regulasi khusus. Mengingat
Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu negara yang meratifikasi UDHR dan
Kovenan Internasional tentang hak-hak spilik dan politik serta mengakui untuk
memberikan jaminan perlindungan atas hak asasi manusia, oleh karena itu dinilai
bahwa perlu diatur dalam hukum positif Indonesia secara khusus mengenai
perlindungan data pribadi. Lebih daripada itu juga guna untuk mengantisipasi
terjadinya kerancuan dalam penerapan hukum positif di Indonesia.

2. Bagaimana pendapat Saudara terhadap aspek hukum filter bubble di media


sosial dalam pendekatan asas, kaidah, lembaga, dan proses dalam hukum positif
tentang privasi di Indonesia saat ini?
Jawab:
Secara umum filter bubble ini merupakan program algoritma internet untuk
penentuan informasi apa yang dapat kita temukan hasil rekomendasi atas algoritma
tersebut, seperti contoh dari fitur Bubble ini adalah fitur Explore yang ada di
Instagram dimana Instagram melakukan tracking mengenai topik yang sering dicari
oleh masing masing pengguna akun untuk menyuguhkan konten serupa yang menarik.
Tentunya terdapat efek negative dari filter bubble ini sendiri nantinya akan
menciptakan efek consensus yang tidak tepat sasaran. Ketika informasi yang
diperoleh seseorang memiliki kesamaan nantinya akan membuat kecenderungan
untuk menganggap bahwa orang lain sepaham dengan dirinya dan menyimpulkan
pendapatnya adalah kesimpulan mayoritas. Padahal apa yang diasumsikannya belum
tentu sesuai dengan kenyataan dan dapat saja berbeda. Dengan fakta dan akibat yang
ditimbulkan dari filter bubble ini ditakutkan akan cenderung mengganggu keprivasian
seseorang berdasarkan asas, kaidah, lembaga, dan proses dalam hukum positif tentang
perlindungan data pribadi di Indonesia yang dimana nantinya pengguna media sosial
di internet secara tidak sadar segala aktivitas oleh suatu program algoritma tersebut
dan big data yang dapat menjadikan penyebaran fake news, hoax, dan hate speech
akan meningkat berlipat ganda. Ditambah budaya masyarakat Indonesia yang secara
umum cenderung kurang literasi sehingga ditakutkan masyarakat akan dengan mudah
terhasut atas informasi yang tidak tepat.
Walaupun emang di Indonesia belum ada ketentuan perundang-undangan
secara spesifik dan khusus tentang perlindungan data pribadi. Namun sebagaimana
yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 26 ayat (1)
terdapat poin yang menyatakan bahwa merupakan hak pribadi untuk dapat
berkomunikasi dengan tanpa tindakan mata-mata serta merupakan hak priabadi untuk
mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang. Melihat
dari peraturan perundang-undangan yang ada bahwa pada dasarnya penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang haruslah
dilakukan atas persetujuan subjek data orang tersebut. Dengan filter bubble ini pula,
tentunya secara tidak langsung bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang ada dikarenakan pengguna media sosial di internet tanpa sadar segala
aktivitasnya akan direkam oleh suatu algoritma yang memiliki fungsi untuk
memperkuat bias berdasarkan pencarian terdahulu dari masing-masing pengguna.
Dengan demikian bahwa dapat dikatakan filter bubble dengan program algoritma nya
ini cenderung melanggar dan berpotensi mengganggu privasi para penggunanya serta
tidak sesuai dengan asas, kaidah, lembaga dan proses hukum positif terkait
perlindungan data pribadi di Indonesia.

3. Bagaimana pendapat Saudara terhadap upaya yang perlu dilakukan


Pemerintah dalam pencegahan dan penyalahgunaan data pribadi pada
penggunaan sosial media berdasarkan ketentuan perundang-undangan?
Jawab:
Pada saat implementasi aturan kebijakan hukum perlindungan data dinilai
belum berjalan secara optimal. Dalam konsep pengaturan perlindungan data pribadi
sangat diharapkan adanya aturan yang lebih spesifik dan komprehensif serta tentunya
sesuai dengan perkembangan sosial budaya, ekonomi, politik, nilai-nilai atau norma,
etika keagamaan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain agar sekiranya hukum tidak
tertinggal dari perkembangan teknologi dan informasi. Bersamaan dengan hal tersebut
selain diperlukannya tindakan preventif dari masing-masing subjek pemilik data,
tentunya juga harus diimbangi dari perspektif pemerintah dan penyedia layanan yang
diwajibkan untuk membuat mekanisme secara jelas yang diatur dalam bentuk
peraturan perundang-undangan.
Upaya pengaturan terkait hak privasi atas data pribadi dapat dikatakan sebagai
perwujudan atas pengakuan dan perlindungan hak-hak dasar manusia. Oleh karena
itu, pada dasarnya penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan
Data Pribadi mempunyai landasan filosofis yang kuar serta dapat
dipertanggungjawabkan. Landasan filosofis disini adalah Pancasila yang merupakan
cita-cita hukum (rechtsidee). Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 14 RUU
Perlindungan Data Peribadi disebutkan terkait prinsip-prinsip dan hak-hak pemilik
data pribadi dalam hal
a) Keamanan nasional;
b) Kepentingan proses penegakan hukum;
c) Kepentingan pers sepanjang data pribadi diperoleh dari informasi yang sudah
dipublikasi dan disepakati oleh pemilik;
d) Kepentingan penelitian ilmiah dan statistic sepanjang data pribadi diperoleh dari
informasi yang sudah dipublikasikan.

Sementara itu, dalam RUU Perlindungan Data Pribadi belum ada pengaturan
mengenai pembentukan institusi yang memiliki fungsi sebagai pengawas dan
pengendali atau sebuah badan perlindungan data pribadi. Seperti contoh pada
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan belum
diatur mengenai pemprosesan, pengelolaan dan perlindungan data pribadi
kependudukan, termasuk pihak ketiga yang melakukan pemprosesan, hal ini
mengingat e-KTP yang merupakan salah satu data pribadi tersebut merupakan syarat
yang harus ada dan penting untuk mendapatkan layanan publik baik dari pemerintah
maupun swasta. Sehingga tentu sangat diperlukannya pembentukan lembaga
tersendiri yang dapat menangani secara khusus dan menjadi masukkan dalam RUU
Perlindungan Data Pribadi itu sendiri.

Dalam hal ini tentunya pemerintah beserta penegak hukum sangat perlu
berperan aktif dalam pencegahan tindak penyelewengan atau penyalahgunaan data
pribadi, selain itu mengharmonisasikan antara peraturan perundang-undangan agar
tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan satu dengan lainnya, penguatan
kapabilitas penegak hukum, penegakan koordinasi antar penegak hukum, penegakan
regulasi penegak hukum, pembentukan regulasi transnasional. Bersamaan dengan itu
secara umum tentunya diperlukan pembentukan norma yang mengatur sanksi pidana
dalam penegakannya guna sebagai wujud nyata penanganan dalam bentuk represif.

Anda mungkin juga menyukai