Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PEMERIKSAAN FISIK

Disusun oleh:
KELOMPOK 2
1. Siti Nurholisa (23020008)
2. Novita Anggraeni (23020005)
3. Mutia Putri (23020002)
4. Siti Jam’ah (23020003)

PRODI D3 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ICHSAN SATYA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Pemeriksaan Fisik” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata
Kuliah Keterampilan Klinik Praktik Kebidanan.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen pengampu Mata Kuliah Keterampilan Klinik Praktik Kebidanan, Ibu Puji Lestari,
yang telah memberikan tugas ini kepada kami, dengan ini kami dapat mengetahui dan mengerti
tentang pemeriksaan fisik. Tidak lupa kepada semua pihak yang bersangkutan, kami ucapkan
terima kasih karena telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca kami harapkan guna melengkapi dan menyempurnakan
kekurangan kami dalam penulisan makalah ini. Kami berharap dengan disusunnya makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Aamiin.

Tangerang Selatan, 12 Oktober 2023

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik....................................................................................... 5
1. Teknik Pengkajian Fisik.................................................................................................. 5
2. Pengaturan Pemeriksaan................................................................................................. 5
3. Pemeriksaan Fisik I.......................................................................................................... 6
4. Pemeriksaan Fisik II........................................................................................................ 15
B. Pengukuran Antropometri................................................................................................... 20
a. Definisi Antropometri...................................................................................................... 20
b. Pemeriksaan Antropometri Pada Anak......................................................................... 22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 24
3.2 Saran.................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan. Pemeriksaan fisik


merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh
klien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien,
menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi
masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang
telah diberikan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, antara
lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi (mendengar).
Observasi (pengamatan secara saksama) Pemeriksaan dilakukan pada seluruh tubuh, dari
ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan urutan tertentu. Pemeriksaan yang
menggunakan alat seperti pemeriksaan tengkorak, mulut, telinga, suhu tubuh, tekanan darah, dan
lain-lainnya, sebaiknya dilakukan paling akhir, karena dengan melihat atau memakai alat-alat.
Dalam pemeriksaan fisik ini tentunya diperlukan konsep dan prinsip dasar, kemudian kita
mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan fisik dengan baik agar hasil pemeriksaan yang kita
peroleh tidak akan keliru. Oleh karena alasan tersebut, penulis membuat makalah ini yang
bertujuan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan kepada pembaca mengenai pemeriksaan
fisik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pemeriksaan Fisik I
2. Pemeriksaan Fisik II
3. Pengukuran Antropometri
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui fisik pada klien


2. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada anak

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik adalah pengkajian kesehatan lengkap melibatkan peninjauan yang
lebih rinci terhadap kondisi klien. Pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pengkajian fisik yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosis yang berupa kepastian tentang penyakit apa yang diderita pasien disebut fisik
diagnostik. Untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pemeriksaan fisik dilakukan
anamnesa mengenai riwayat penyakit sekarang, penyakit dahulu, penyakit keluarga dan
psikososial. Pemeriksaan fisik digunakan untuk mendapatkan data obyektif dari riwayat
penyakit pasien.
Bidan menggunakan pengkajian fisik untuk mengumpulkan data dasar tentang

kesehatan klien; untuk menambah, menginformasi, atau menyangkal data yang diperoleh

dalam riwayat kebidanan; untuk mengonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan;

untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan

penatalaksanaannya.

1. Teknik Pengkajian Fisik

Teknik pengkajian fisik antara lain:


a. Inspeksi adalah proses observasi, yang bertujuan untuk mendeteksi karakteristik
normal atau tanda fisik yang signifikan. Rahasia dalam melakukan inspeksi adalah
selalu memberi perhatian pada klien. Perhatikan semua gerakan dan lihat dengan
sangat cermat bagian tubuh atau area yang sedang diinspeksi.
b. Palpasi adalah pengkajian lebih lanjut terhadap bagian tubuh dilakukan melalui indra
peraba. Melalui palpasi tangan dapat dilakukan pengukuran yang lembut dan sensitif
terhadap tanda fisik, termasuk ketahanan, kekenyalan, kekasaran, tekstur, dan
mobilitas.
c. Perkusi adalah melibatkan pengetukan tubuh dengan ujung-ujung jari guna
mengevaluasi ukuran, batasan, dan konsistensi organ-organ tubuh dan menemukan
adanya cairan di dalam rongga tubuh. Perkusi memerlukan keterampilan yang sangar
tinggi.
d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh. Beberapa bunyi
dapat didengar dengan telinga tanpa alat bantu, meskipun sebagian besar bunyi hanya
dapat didengar dengan stetoskop untuk mengauskultasi dengan benar, dengarkan
bunyi tersebut di tempat tenang. Dengarkan adanya bunyi dan karakteristiknya.

5
2. Pengaturan Pemeriksaan

Pemeriksaan harus sistematik dan terorganisasi dengan baik sehingga pengkajian penting
tidak akan terlewatkan. Tips berikut ini membantu Bidan agar tetap melakukan
pemeriksaan yang terorganisasi dengan baik:
a. Bandingkan kedua sisi tubuh untuk kesimetrisan. Sedikit ketidaksimetrisan
merupakan hal yang normal (misal otot biseps pada tangan dominan berkembang
lebih baik daripada otot yang sama di tangan non-dominan).
b. Jika klien menderita penyakit serius, pertama kaji sistem tubuh yang lebih berisiko
menjadi abnormal. Sebagai contoh, klien dengan nyeri dada harus menjalani
pengkajian kardiovaskuler terlebih dahulu.
c. Jika klien menjadi keletihan, tawarkan periode istirahat di antara pengkajian.
d. Lakukan prosedur yang menyakitkan mendekati akhir pemeriksaan.
e. Catat hasil pemeriksaan dalam istilah ilmiah dan anatomik yang spesifik sehingga
semua profesional dapat menginterpretasikan hasil tersebut.
f. Gunakan singkatan medis yang umum dan sudah diterima untuk membuat catatan
yang ringkas dan padat.
g. Buat catatan yang cepat selama pemeriksaan agar klien tidak menunggu. Lengkapi
semua observasi di akhir pemeriksaan.
h. Formulir pengkajian fisik memungkinkan pencatatan informasi dalam urutan-urutan
yang sama dengan cara informasi tersebut dikumpulkan.

3. Pemeriksaan Fisik I
a. Tampilan umum dan perilaku
Pengkajian tampilan umum dan perilaku dimulai pada saat Bidan mempersiapkan
klien untuk pemeriksaan. Tinjauan tampilan umum dan perilaku mencakup hal-hal
berikut:
1. Jenis kelamin 8. Higiene dan Kerapian
2. Usia 9. Pakaian
3. Tanda distres 10. Bau badam
4. Jenis tubuh 11. Afek dan alam perasaan
5. Postur 12. Bicara
6. Gaya berjalan 13. Penganiayaan klien
7. Gerakan tubuh 14. Penyalahgunaan zat
b. Tanda vital
Pengkajian tanda vital harus menjadi bagian pertama dari pemeriksaan fisik.
Memosisikan atau memindahkan klien selama pemeriksaan dapat memengaruhi nilai
akurat yang diperoleh. Tetapi, tepat juga bagi Bidan untuk mengukur tanda vital
spesifik selama pengkajian sistem tubuh individual. Sebagai contoh, nadi dapat dikaji
selama pemeriksaan nadi perifer atau jantung dan pernapasan selama pemeriksaan
toraks. Suhu tubuh selalu diukur ketika dilakukan survei umum.

6
Jenis-jenis Tanda-tanda Vital
1. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Darah
mengalir karena adanya perubahan tekanan, dimana terjadi perpindahan dari area
bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah. Tekanan puncak terjadi saat
ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan darah sistemik atau
arterial merupakan indikator yang paling baik untuk kesehatan kardiovaskuler.
Tekanan diastolik adalah tekanan darah terendah yang terjadi saat jantung
beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik
terhadap terkanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 -
140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80.
Pemeriksaan tekanan darah:
 Alat yang digunakan
1. Tensi meter
2. Stetoskop
3. Buku catatan
 Pelaksanaan
1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
2. Mendekatkan alat ke samping pasien
3. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
4. Mengatur posisi pasien
5. Membuka pakaian yang menutupi lengan atas
6. Membalutkan kantong tensi meter pada lengan atas kira-kira 3 cm di
atas fosa cubiti, dengan tinta karet di sebelah luar lengan, balutkan tapi
jangan terlalu kencang.
7. Memakai stetoskop
8. Meraba detik arteri brakialis dengan ujung jari tengah dan jari telunjuk.
Pastikan tidak diperkenankan menggenggam tangan atau menempelkan
tangannya.
9. Meletakkan piringan stetoskop di atas arteri brakialis.
10. Mencuci sekrup balon karet.
11. Memompakan udara ke dalam kantong dengan cara memijat balon
berulang-ulang, air raksa di dalam pipa naik, dipompa terus sampai
denyut arteri tidak terdengar lagi.
12. Membuka sekrup balon dengan menurunkan tekanan dengan perlahan-
lahan.
13. Mendengar denyut dengan teliti dan memperhatikan sampai angka
berapa pada skala mulai terdengar denyut pertama dan mencatat sebagai
tekanan sistole.
14. Meneruskan membuka sekrup tadi perlahan-lahan sampai suara nadi
terdengar lambat dan menghilang, dicatat sebagai tekanan diastole.
15. Membuka kantong karet, digulung dengan rapi.
16. Mengunci tensi meter
17. Merapikan pasien

7
18. Membereskan alat
19. Mencuci tangan
20. Mendokumentasikan
2. Nadi
Nadi adalah gerakan atau aliran darah pada pembuluh darah arteri yang dihasilkan
oleh kontraksi dari ventrikel kiri jantung. Denyut nadi adalah rangsangan
kontraksi jantung yang dimulai dari Nodes Sinouri atau Nodus Sinos Atrial yang
merupakan bagian atas serambi kanan jantung. Salah satu indikator kesehatan
jantung adalah terjadinya peningkatan denyut nadi pada saat beristirahat.
Pemeriksaan nadi sangat penting dilakukan agar petugas kesehatan yang
melakukan pemeriksaan nadi dapat mengetahui keadaan nadi (frekuensi irama
dan kuat lemah nadi). Mengukur denyut nadi yang terasa pada pembuluh darah
arteri yang disebabkan oleh gelombang darah yang mengalir di dalamnya sewaktu
jantung memompa darah ke dalam aorta atau arteri.
Kecepatan denyut jantung bereaksi terhadap rangsangan yang ditimbulkan oleh
sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis, beberapa hal yang memengaruhi
jumlah denyut nadi, antara lain emosi, nyeri, aktivitas, dan obat-obatan.
Kecepatan denyut nadi betambah apabila tekanan darah turun karena jantung
berusaha meningkatkan keluarnya darah.
Pemeriksaan nadi
 Alat yang digunakan
1. Alat penghitung denyut nadi
2. Jam tangan/arloji
3. Buku catatan
 Pelaksanaan
1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
2. Mempersiapkan alat yang dibutuhkan
3. Membawa alat ke dekat pasien
4. Mengatur posisi pasien
5. Meraba/menghitung denyut nadi pada tempat-tempat denyut nadi
(temporalis, karotis, apikal, brakialis, radialis, femoralis, poplitea,
tibialis posterior, dorsalis pedis), sesuai keadaan umum pasien.
6. Menghitung dengan ujung jari kedua, ketiga, keempat, dan tekan dengan
lembut
7. Mengetahui atau melaksanakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menghitung denyut jantung.
8. Jika denyut teratur, hitung selama 30 detik dan kalikan hasilnya dengan
2. Apabila denyut tidak teratur dan pada pasien yang baru dilakukan
pemeriksaan, hitung selama 1 menit penuh.
9. Mencuci tangan.
10. Mencatat hasil.
3. Pernapasan
Pernapasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh, serta mengembuskan udara yang
8
banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi ke luar
tubuh. Pengisapan ini disebut inspirasi dan mengembuskan disebut ekspirasi.
Secara normal orang dewasa bernapas kira-kira 16-20 kali/menit, sementara bayi
dan anak kecil lebih cepat daripada orang dewasa. Naiknya kecepatan bernapas
disebut polypnea. Jika suhu badan naik, kecepatan bernapas bertambah, karena
tubuh berusaha melepaskan diri dari kelebihan panas. Pemeriksaan pernapasan
merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan
oksigen dan pengeluaran karbon dioksida. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menilai frekuensi, irama, kedalaman dan tipe atau pola pernapasan.
Menghitung pernapasan:
 Alat yang digunakan
1. Jam tangan/arloji
2. Buku catatan
 Pelaksanaan
1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
2. Membawa alat ke samping pasien
3. Mencuci tangan
4. Hitunglah naik turunnya dada pasien (pernapasan) sambil memegang
arteri nadi (mengupayakan agar pasien tidak merasa diobservasi).
5. Jika irama respirasi teratur, hitung selama 30 detik dan kalikan hasilnya
dengan dua. Jika irama respirasi tidak teratur, hitung selama 1 menit
penuh.
6. Membereskan alat
7. Mencuci tangan
8. Mencatat hasil
4. Suhu
Pemeriksaan suhu merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk
menilai kondisi metabolisme dalam tubuh dimana tubuh menghasilkan panas
secara kimiawi melalui metabolisme darah. Suhu tubuh perlu dijaga
keseimbangannya, yaitu antara jumlah panas yang hilang dengan jumlah panas
yang diproduksi. Proses pengaturan suhu terletak pada hipotalamus dalam sistem
saraf pusat. Bagian depan hipotalamus tersebut mengatur pembuangan panas dan
bagian hipotalamus belakang mengatur upaya penyimpanan panas.
Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan memengaruhi titik pengaturan
hipotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi panas berlebih,
kehilangan panas minimal, atau kombinasi hal di atas sifat perubahan akan
memengaruhi jenis masalah klinis yang dialami pasien.
Pemeriksaan suhu
 Alat yang digunakan
1. Thermometer oral
2. Botol berisi larutan sabun
3. Botol larutan desinfektan
4. Botol berisi air bersih di dalamnya, dialasi dengan kain kassa

9
5. Potongan tertutup pada tempatnya
6. Bengkok
7. Alat tulis
8. Buku catatan
 Pelaksanaan
1. Mencuci tangan
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
3. Mengatur posisi pasien (duduk/tidur)
4. Thermometer diperiksa apakah air raksa sudah turun, jika belum ayun-
ayun dengan hati-hati sampai air raksa penuh pada titik angka terendah
di bawah 55°C.
5. Anjurkan pasien untuk membuka mulut, letakkan reservoin thermometer
di bawah lidah kemudian dianjurkan pasien untuk menutup mulut.
6. Tunggu 10 menit, keluarkan thermometer dan keringkan dengan siltep 1
kali dengan tekanan yang mantap dan dari atas ke reservoin dengan
putaran.
7. Baca hasilnya dengan meletakkan thermometer horizontal setinggi mata,
putar-putar di antara jari sampai batas air raksa jelas.
8. Catat hasil di buku catatan
c. Tinggi, berat, dan lingkar badan
Tingkat kesehatan umum seseorang dapat dicerminkan melalui perbandingan tinggi
badan dan berat badan. Pengukuran berat badan merupakan tindakan rutin pada saat
skrining kesehatan dan kunjungan ke praktik dokter atau klinik. Kedua pengukuran
tersebut merupakan rutinitas yang dilakukan pada saat klien masuk ke lingkungan
layanan kesehatan. Bidan mengukur tinggi badan dan berat bayi dan anak-anak untuk
mengkaji pertumbuhan dan perkembangan.
d. Kulit
Kulit merupakan pelindung eksternal tubuh, mengatur suhu tubuh, dan bertindak
sebagai organ sensorik untuk nyeri, suhu dan sentuhan. Pengkajian kulit dapat
mengungkapkan berbagai kondisi termasuk perubahan pada oksigenasi, sirkulasi,
nutrisi, kerusakan jaringan lokal, dan hidrasi. Hal yang diamati:
1. Warna 5. Turgor
2. Kelembaban 6. Vaskularitas
3. Suhu 7. Edema
4. Tekstur 8. Lesi
e. Rambut dan kulit kepala
Beberapa jenis rambut berikut ini menutupi tubuh: rambut terminal (rambut panjang
kasar, tebal, mudah dilihat pada kulit kepala, aksila, area pubis, dan di janggut pria),
dan rambut vellus (rambut kecil, halus, tipis menutupi seluruh tubuh kecuali telapak
tangan dan kaki). Bidan memulai inspeksi dengan mencatat warna, distribusi,
ketebalan, tekstur, dan lubrikasi rambut tubuh. Rambut kepala dapat halus atau kasar,
keriting atau lurus, dan harus bercahaya, lembut dan liat.
f. Kuku

10
Bidan menginspeksi warna bantalan kuku, kebersihan, panjang, ketebalan dan bentuk
plat kuku, tekstur kuku, sudut antara kuku dan bantalan kuku, dan kondisi lipatan
lateral dan proksimal di sekitar kuku. Untuk mempalpasi, bidan memegang jarik lain
dengan hati-hati dan mengobservasi warna bantalan kuku. Kemudian, beri tekanan
yang lembut, kuat, cepat, dengan ibu jari pada bantalan kuku dan lepaskan. Pada saat
ditekan, bantalan kuku tampak memutih atau memucat, tetapi, warna merah muda
harus segera kembali saat tekanan dilepaskan. Jika warna merah muda tidak segera
kembali maka mengindikasikan adanya insufisiensi sirkulasi. Warna kebiruan atau
keunguan pada bantalan kuku terjadi pada sianosis. Warna putih atau pucat karena
anemia.
g. Kepala
Pemeriksaan kepala dan leher mencakup pengkajian kepala, mata, telinga, hidung,
mulut, faring, dan leher (limfe nodus, arteri karotid, kelenjar tiroid, dan trakea).
Arteri karotid juga dapat dikaji pada saat pengkajian arteri perifer. Pengkajian kepala
dan leher menggunakan inspeksi, palpasi, dan auskultasi, dengan inspeksi dan palpasi
sering digunakan secara bersamaan.
Riwayat kebidanan akan menskrining adanya cedera intrakranial dan deformitas lokal
atau kongenital. Bidan memulai dengan menginspeksi posisi kepala dan gambaran
wajah klien. Kepala normalnya tegak dan stabil. Memiringkan kepala ke satu sisi
dapat mengindikasikan adanya kehilangan pendengaran atau penglihatan lateral.
Gambaran wajah klien, melihat kelopak mata, alis, lipatan nasolabial, dan mulut
untuk mengetahui bentuk dan kesimetrisannya. Sedikit ketidaksimetrisan merupakan
suatu hal yang normal. Jika terdapat ketidaksimetrisan pada wajah, Bidan mencatat
apakah seluruh bagian dari satu sisi wajah terkena ketidaksimetrisan tersebut atau
apakah hanya sebagian dari wajah saja yang terkena. Berbagai gangguan neurologis
seperti paralisis saraf fasial memengaruhi saraf yang berbeda dan menginervasi otot-
otot wajah.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan memerhatikan ukuran, bentuk, dan kontur
tengkorak. Tengkorak umumnya bulat dengan tonjolan di area frontal anterior dan
area oksipital posterior. Deformitas tengkorak lokal biasanya terjadi karena trauma.
Pada bayi, kepala yang besar dapat terjadi karena anomali kongenital atau
terbentuknya cairan serebrospinal di ventrikel (hidrosefalus). Orang dewasa juga
dapat mengalami pembesaran tulang rahang dan wajah karena akromegali, gangguan
yang disebabkan oleh sekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan. Bidan
mempalpasi tengkorak untuk adanya nodul atau massa. Rotasi lembut ujung jari
menuruni garis tengah kulit kepala dan kemudian sepanjang sisi kepala dapat
mengungkapkan adanya abnormalitas.
h. Mata
Pemeriksaan mata mencakup ketajaman penglihatan, lapang pandang, gerakan
ekstraokuler, dan struktur mata internal dan eksternal. Pengkajian mendeteksi
perubahan penglihatan dan menentukan tingkat bantuan yang diperlukan klien ketika
berambulasi atau melakukan aktivitas perawatan diri. Klien dengan masalah

11
penglihatan juga memerlukan alat bantu khusus untuk membaca materi atau instruksi
pengajaran.
1) Ketajaman Penglihatan
Pengkajian ketajaman penglihatan, kemampuan untuk melihat detail kecil, tes
penglihatan utama. Cara termudah mengkaji penglihatan jarak dekat adalah
dengan meminta klien membaca materi yang dicetak di bawah pencahayaan yang
adekuat. Jika klien memakai kacamata, mereka harus memakainya pada saat
pemeriksaan. Bidan harus mengetahui bahasa yang digunakan klien dan apakah
mereka tidak buta huruf dan dapat membaca. Jika klien tidak dapat membaca,
pindah ke langkah berikutnya.
Pengkajian penglihatan jarak jauh memerlukan penggunaan bagan Snellen (bagan
kertas atau layar proyeksi). Bidan meminta klien duduk atau berdiri 6,1 m dari
bagan dan mencoba untuk membaca semua huruf dimulai dari garis mana saja.
Pertama dengan kedua mata terbuka dan kemudian dengan satu mata tertutup.
Minta agar klien tidak menekan mata. Bidan mencatat baris terkecil dimana klien
dapat membaca semua huruf dengan benar dan mencatat ketajaman penglihatan
untuk baris tersebut.
2) Gerakan Estraokuler
Enam otot kecil membimbing gerakan setiap mata. Kedua mata bergerak sejajar
satu sama lain ke delapan arah pandang. Klien duduk atau berdiri 2 kaki
menghadap Bidan. Bidan mengangkat jari pada jarak yang nyaman (15 sampai 30
cm) di depan mata klien. Klien menahan kepala tetap pada posisi menghadap
Bidan dan mengikuti gerakan jari hanya dengan mata. Klien melihat ke kanan, ke
kiri, atas, bawah dan diagonal ke atas dan ke bawah kiri dan kanan. Jari Bidan
bergerak lancar dan perlahan dalam lapang panjang normal.
Setiap klien menetap ke setiap arah, Bidan mengobservasi gerakan mata yang
sejajar, posisi kelopak mata atas dalam kaitannya dengan iris, dan adanya gerakan
abnormal. Pada saat mata bergerak dan ke setiap arah pandangan, kelopak mata
hanya sedikit menutup iris.
Bidan dapat juga memeriksa kesejajaran mata dengan mengkaji refleks kornea.
Kelemahan atau ketidakseimbangan otot ekstraokuler dapat menyebabkan
ketidaksejajaran. Bidan mengarahkan cahaya senter ke batang hidung klien dari
jarak 60 sampai 90 cm di ruang gelap. Klien melihat lurus ke depan. Normalnya
cahaya refleksi pada kornea di kedua titik yang sama di kedua mata. Jika terdapat
abnormalitas, cahaya terdapat di kedua titik yang berbeda di setiap mata.
3) Lapang Pandang
Pada saat seseorang memandang lurus ke depan, semua benda di bagian tapi
normalnya dapat terlihat. Untuk mengkaji lapang pandang Bidan meminta klien
berdiri atau duduk pada jarak 60 cm (2 kaki), menghadap Bidan sejajar dengan
mata. Kelainan secara hati-hati menutup satu mata (misal mata kiri) dan melihat
langsung ke mata Bidan yang berlawanan. Bidan menutup mata yang berlawanan

12
(mata kanan) sehingga lapang pandang tumpang tindih dengan yang dimiliki
klien. Bidan menggerakkan jari dengan jarak yang sama dari Bidan dan klien di
luar lapang pandang, kemudian membawanya kembali ke dalam lapang pandang.
Klien diminta untuk memberitahu bidan bila jari Bidan sudah terlihat.
4) Struktur mata eksternal
Untuk menginspeksi struktur mata eksternal, Bidan berdiri tepat di depan klien
sejajar dengan mata dan meminta klien melihat ke wajah Bidan. Hal yang
diinspeksi meliputi: posisi dan kesejajaran, alis, kelopak mata, aparatus lakrimal,
konjungtiva, dan sklera, kornea, pupil, dan iris.
5) Struktur internal mata
Bagian internal mata tidak dapat diobservasi tanpa bantuan alat untuk menerangi
struktur-strukturnya. Normalnya struktur-struktur berikut ini yang diobservasi:
a) Diskus nervus optikus kuning, jernih.
b) Retina merah muda kemerahan (pada kulit putih) dan retina gelap (Afro-
America)
c) Arteri merah cerah dan vena merah gelap.
d) Rasio ukuran vena terhadap arteri adalah 3:2.
e) Makula avaskuler.
i. Telinga
Tiga bagian dari telinga adalah telinga luar, tengah, dan dalam. Bidan menginspeksi
dan mempalpasi struktur telinga luar, menginspeksi struktur telinga tengah dengan
otoskop, dan menguji telinga dalam dengan mengukur ketajaman pendengaran.
Pemahaman mekanisme transmisi suara membantu Bidan mengidentifikasi sifat
gangguan pendengaran.
Aurikula, dengan posisi klien duduk nyaman. Bidan menginspeksi ukuran, bentuk,
kesimetrisan, garis batas, posisi dan warna aurikula. Aurikula normalnya sejajar satu
sama lain.
Kanal telinga dan gendang telinga, struktur yang lebih dalam dari telinga luar dan
tengah hanya dapat diobservasi dengan otoskop, yang berupa optamolskop dengan
spekulum khusus telinga yang dikaitkan ke pipa baterai.
Ketajaman pendengaran, Bidan sering kali dapat mengatakan apakah klien
mengalami kehilangan pendengaran atau tidak dari respons klien terhadap
percakapan. Normalnya klien akan berespons tanpa meminta Bidan secara berlebihan
untuk mengulang pertanyaan. Jika terdapat kehilangan pendengaran, ada beberapa tes
yang dapat dilakukan menggunakan garpu tala atau audiometri. Garputala 256 sampai
512hertz (Hz) paling banyak digunakan.
j. Hidung dan Sinus
Bidan menggunakan inspeksi dan palpasi untuk mengkaji hidung dan sinus. Selama
pemeriksaan klien berada pada posisi duduk. Senter digunakan untuk pemeriksaan
kasar terhadap setiap lubang hidung. Pemeriksaan lebih detail memerlukan

13
penggunaan speculum hidung untuk menginspeksi turbinat hidung yang lebih dalam.
Siswa tidak boleh menggunakan speculum kecuali jika didampingi oleh praktisi
berkualitas.
k. Mulut dan Faring
Mengkaji mulut dan faring untuk mendeteksi tanda kesehatan secara umum,
menentukan kebutuhan higiene oral, dan menentukan terapi perawatan untuk klien
dengan dehidrasi, asupan terbatas, terutama oral, atau obstruksi jalan napas oral.
Untuk mengkaji rongga oral, Bidan menggunakan senter dan spatel lidah atau kassa
tunggal segi empat. Sarung tangan harus dipakai selama pemeriksaan.
1) Bibir
Bibir dikaji terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, konturnya, serta adanya lesi.
Normalnya bibir berwarna merah muda, lembab, simetris, dan halus. Bibir yang
pucat dapat disebabkan oleh anemia, sianosis disebabkan oleh masalah
pernapasan dan kardiovaskuler. Reaksi seperti nodul dan ulserasi dapat
berhubungan dengan infeksi, iritasi, atau kanker kulit.
2) Mukosa bukal, Gusi, dan Gigi
Bidan memulai inspeksi dengan meminta klien mengatupkan gigi dan tersenyum.
Manuver tersebut memungkinkan dilakukannya pengkajian adanya oklusi gigi.
Kualitas higiene mulut ditentukan dengan mudah melalui inspeksi gigi. Posisi dan
kesejajaran gigi harus dicatat. Bidan melihat mukosa oral bagian dalam dengan
meminta klien sedikit membuka dan merelakskan mulut dan kemudian tetraksi
secara perlahan bibir bawah klien menjauh dari gigi.
Untuk melihat mukosa bukal, Bidan meminta klien membuka mulut dan
kemudian meretraksi pipi dengan lembut menggunakan spatel lidah atau jari
bersarung tangan yang ditutupi dengan kassa. Mukosa normal berkilau merah
muda, lunak, basah, dan halus. Untuk klien dengan pigmentasi normal, mukosa
bukal merupakan tempat yang paling baik untuk menginspeksi adanya ikterik atau
pucat.
3) Lidah dan Dasar Mulut
Lidah diinspeksi dengan cermat pada semua sisi, dan bagian dasar mulut juga
diperiksa. Untuk menguji mobilitas lidah, Bidan meminta klien untuk menaikkan
lidah ke atas dan ke samping. Lidah harus bergerak dengan bebas. Dengan
menggunakan senter untuk pencahayaan, Bidan memeriksa warna, ukuran, posisi,
tekstur, dan adanya lapisan atau lesi pada lidah. Normalnya lidah harus berwarna
merah sedang atau merah pudar, lembab, sedikit kasar pada bagian permukaan
atasnya dan halus sepanjang tepi lateral. Permukaan bawah lidah dan bagian dasar
mulut sangat bersifat vaskuler.
4) Palatum

14
Klien harus mengekstensikan kepala ke arah belakang, tetap membuka mulut agar
Bidan dapat menginspeksi warna, bentuk, tekstur, dan adanya tonjolan tulang atau
defect pada palatum keras dan lunak.
5) Farings
Dengan menggunakan senter, Bidan menginspeksi uvula dan palatum lunak.
Kedua struktur, yang diinervasi oleh saraf kranial ke-10 (vagus), harus naik ke
arah tengah pada saat klien mengucapkan kata “ahh”, Bidan juga menginspeksi
lengkungan yang dibentuk oleh pilar anterior dan posterior, palatum lunak dan
uvula. Tonsil dapat terlihat pada rongga di antara pilar anterior dan posterior dan
berbentuk oval dengan lipatan jaringan.
l. Leher
1) Otot leher
Untuk menguji fungsi otot sternokleidomastoideus, Bidan meminta klien
memfleksikan leher dengan dagu ke arah dada. Kemudian klien
menghiperekstensikan leher ke arah belakang sehingga Bidan dapat memeriksa
fungsi otot trapezius.
2) Nodus limfe
Untuk memeriksa nodus limfe guna menghindari terlewatinya nodus tunggal atau
rantai nodus. Klien rileks dengan leher sedikit fleksi ke depan dan jika perlu ke
arah Bidan. Manuver ini merelakskan jaringan dan otot. Kedua sisi leher
diinspeksi dan dipalpasi untuk perbandingan. Dengan menggunakan buku-buku
jari tengah Bidan mempalpasi nodus limfe superfisial secara hati-hati dengan
gerakan memutar.
3) Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid berada di bawah anterior, di depan dan di kedua sisi trakea.
Kelenjar tersebut berada di trakea dengan itmus yang mendasari trakea dan
menghubungkan dua lubus yang irreguler dan berbentuk kerucut. Bidan mengkaji
kelenjar tersebut dengan inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
4) Vena jugularis
Pemeriksaan vena jugularis, mula-mula pemeriksa harus menentukan tingginya
distensi vena dengan memperhatikan puncak gelombang di dalam pilsasi vena
jugularis interna, diameter jarak antara penggaris kedua dan sudut sterna serta
ulangi pengukuran pada sisi yang lain, perhatikan adanya tekanan yang lebih
tinggi dari 3 cm, hasil normal pada tekanan vena adalah 2 cm atau kurang.

4. Pemeriksaan Fisik II
a. Pemeriksaan Dada dan Paru-paru

15
Pada pemeriksaan dada yang perlu diketahui adalah garis atau batas di dada. Teknik
pemeriksaan:
1) Inspeksi, untuk melihat apakah terdapat kelainan patologis ataukah hanya
fisiologis dengan melihat pengembangan paru saat bernapas.
2) Palpasi, untuk menilai simetris atau asimetris dada yang dapat diperoleh dari
adanya benjolan yang abnormal, pembesaran kelenjar limfe pada aksila, dan lain-
lain. Menilai adanya fremitus suara, merupakan getaran pada daerah toraks saat
berbicara atau menangis yang sama dalam kedua sisi toraks. Caranya dengan
meletakkan telapak tangan kanan dan kiri pada daerah dada atau punggung.
Menilai adanya krepitasi subkutis, yaitu udara pada daerah bawah jaringan kulit.
3) Perkusi, dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara
langsung dengan mengetuk ujung jari atau jari telunjuk langsung ke dinding dada,
sedangkan cara tidak langsung dengan meletakkan satu jari pada dinding dada dan
mengetuknya dengan jari tangan lainnya, dimulai dari atas ke bawah atau dari
kanan ke kiri, lalu bandingkan hasilnya. Hasilnya adalah:
a) Sonor, merupakan suara paru normal.
b) Redup atau pekak suara perkusi yang berkurang normalnya pada daerah
scapula, diafragma, hati, jantung. Suara pekak atau redup ini biasanya
merupakan konsolidasi jaringan paru seperti pada atelektaksis, pneumonia
lobaris, dan lain-lain. Pekak pada daerah hati ini terdapat di daerah iga
keenam pada garis aksilaris media kanan yang menunjukkan adanya gerakan
pernapasan, yaitu turun pada saat inspirasi dan naik pada saat ekspirasi, dan
pada anak khususnya berusia di bawah 2 tahun, akan mengalami kesulitan.
c) Auskultasi, untuk menilai suara napas dasar dan suara napas tambahan yang
dilakukan di seluruh dada dan punggung. Bandingkan suara napas dari kanan
atau ke kiri, kemudian dari bagian atas ke bawah, dan tekan daerah stetoskop
dengan kuat. Khusus pada bayi, suara napasnya akan lebih keras karena
dinding dada masih tipis.
Suara napas dasar merupakan suara nafas biasa yang meliputi:
1) Suara napas vesikuler merupakan suara napas normal. Udara masuk dan keluar
melalui jalan napas dan suara inspirasi lebih keras dan panjang daripada suara
ekspirasi. Apabila suara vesikuler ini melemah, maka terjadi penyempitan pada
daerah bronkus, atau keadaan ventilasi yang kurang seperti pada pneumonia,
atelektaksis edema paru, efusi pleura, emfisema, pneumotoraks, dan vesikuler
mengeras apabila konsolidasi bertambah seperti pneumonia, adanya tumor, dan
lain-lain. Khusus pada asma, suara napas saat ekspirasi lebih panjang dibanding
inspirasi.
2) Suara napas bronkial merupakan suara nafas yang inspirasinya keras, disusul
dengan ekspirasi yang juga keras. Suara ini normal terdengar pada daerah bronkus
besar karena dan kiri, di daerah parasternal atas dada depan, dan daerah
interskapukar di belakang. Akan tetapi, apabila terjadi pada daerah lain,
kemungkinan terjadi adanya konsolidasi paru.
3) Suara nafas amforik merupakan suara yang menyerupai bunyi tiupan di atas mulut
botol kosong.

16
4) Cog wheel breath sound merupakan suara napas yang terdengar secara terputus-
putus, tidak terus-menerus pada saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Hal ini dapat
menunjukkan adanya kelainan pada bronkus kecil.
5) Metamorphosing breath sound merupakan suara napas dengan awalan yang halus
kemudian mengeras, namun dapat pula dimulai pada dari suara vesikuler
kemudian menjadi bronkial.
Suara napas tambahan merupakan suara napas yang dapat didengar melalui bantuan
auskultasi yang meliputi:
1) Ronki basah (rales) merupakan suara napas seperti vibrasi terputus-putus tidak
terus-menerus yang terjadi akibat getaran karena cairan dalam jalan napas dilalui
oleh udara. Ronki kering (ronchi) merupakan suara terus-menerus yang terjadi
karena udara melalui jalan napas yang menyempit akibat proses penyempitan
jalan napas atau adanya jalan napas yang obstruksi dan lebih terdengar pada saat
ekspirasi daripada saat inspirasi.
2) Wheezing merupakan suara napas yang termasuk dalam ronki kering, tetapi
terdengar secara musikal atau sosnor apabila dibandingkan dengan ronki kering,
dan lebih terdengar saat ekspirasi.
3) Krepitasi merupakan suara napas yang terdengar akibat membukanya alveoli.
Suara krepitas terdengar normal pada daerah belakang bawah dan samping pada
saat inspirasi yang dalam, sedangkan patologis terdapat pada pneumonia lobaris.
4) Gesekan pleura merupakan suara akibat gesekan pleura yang terdengar kasar
seolah-olah dekat dengan telinga pemeriksa, terjadi pada saat inspirasi maupun
ekspirasi, namun terdengar lebih jelas pada saat inspirasi.
b. Pemeriksaan Kardiovaskuler
Teknik pemeriksaan kardiovaskuler dilakukan dengan inspeksi dan palpasi, dari
pemeriksaan ini dapat ditentukan:
1) Denyut apeks atau aktivitas ventrikel, lebih dikenal dengan nama iktus kordis,
merupakan denyutan jantung yang dapat dilihat pada daerah apeks, yaitu sela iga
keempat pada garis midklavikularis kiri atau sedikit lateral. Denyutan ini dapat
terlihat apabila terjadi pembesaran ventrikel. Apabila pada daerah ventrikel kiri
besar, maka apeks jantung bergeser ke bawah dan ke lateral.
2) Letak pulmonal merupakan detak jantung yang apabila tidak terdapat pada bunyi
jantung II, maka dalam keadaan normal. Sebaliknya apabila bunyi jantung II
mengeras dan dapat diraba pada sela iga kedua tapi kiri stenum, maka disebut
sebagai detak pulmonal (pulmonary tapping).
3) Getaran bising merupakan getaran dinding dada akibat bising jantung keras yang
terjadi pada kelainan organik.
Perkusi dapat dilakukan untuk menilai adanya pembesaran pada jantung serta batasan
dari organ jantung, dilakukan di daerah sekitar jantung dari perifer hingga ke tengah.
Auskultasi pada jantung dengan cara mendengarkan mulai dari apeks, ke tepi kiri
sternum dan bagian bawah, bergeser ke atas sepanjang tepi kiri sternum, tepi kanan
sternum daerah infra dan supraklavikula kanan atau kiri, lekuk suprasternal daerah
karotis di leher kanan atau kiri, dan seluruh sisa dada.

17
Pemeriksaan melalui auskultasi jantung dapat ditentukan dengan adanya:
1) Bunyi jantung I karena katup mitral dan triskupidalis menutup dada permukaan
sistolik (kontraksi), bersamaan dengan iktus kordis, denyutan karotis terdengar
jelas di apeks. Bunyi jantung II karena katup aorta dan katup pulmonal menutup
pada permulaan diastolik (relaksasi jantung), paling jelas di sela iga kedua tepi
kiri sternum, terpecah pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi. Bunyi jantung III
karena vibrasi yang disebabkan oleh pengisian ventrikel yang cepat (bernada
rendah terdengar baik di apeks serta parasternal kiri bawah dan lebih jelas bila
miring ke kiri), kemudian abnormal bila ada pengerasaan dan takikardia serta
iramanya derap. Bunyi jantung IV karena ketahanan terhadap pengisian ventrikel
setelah kontraksi atrium (bernada rendah, tidak terdengar pada bayi dan anak),
keadaan patologis bila ada bunyi derap.
2) Irama derap, dapat terdengar apabila bunyi jantung III dan IV terdengar secara
keras kemudian disertai dengan adanya takikardia seperti derap kuda yang berlari.
3) Bising jantung, dapat terjadi karena darah terbuken yaitu melalui jalan yang
abnormal atau sempit dengan penilian seperti fase bising (antara lain fase sistolik
terdengar antara bunyi jantung I dan II, sedangkan fase diastolik terdengar antara
bunyi jantung II dan I), bentuk bising derajat atau intensitas bising (antara lain
derajat 1/6, bising lemah hanya terdengar oleh para ahli yang berpengalaman;
derajat 2/6: bising lemah mudah terdengar dengan penjalaran minimal; derajat
3/6: bising keras, tidak disertai getaran bising penjalaran sedang; derajat 4/6:
bising keras disertai getaran bising dengan penjalaran luas; derajat 5/6: bising
sangat keras, tetapi keras bila stetoskop ditempelkan saja; penjalaran luas derajat
6/6: bising paling keras, meskipun stetoskop diangkat dari dinding dada dengan
penjabaran luas. Selain penilaian bunyi jantung tersebut di atas, ada pula
penjalaran bising, kualitas bising, frekuensi atau nada bising dan sebagainya).
c. Pemeriksaan Abdomen
Organ-organ yang diperiksa dalam pemeriksaan abdomen, antara lain hati, ginjal, dan
lambung:
1) Inspeksi dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk perut. Apabila bentuk perut
simetris, maka dapat mengindikasikan adanya hipokalemi, hipotiroid,
penimbunan lemak, peforasi, asites, dan illeus obstruktif. Bunci asimetris
merupakan kemungkinan terjadinya polimielitis, pembesaran organ intra
abdominal, dan illeus. Kemudian, dapat juga diamati adanya gerakan dinding
perut, ditemukan pada usia 6-7 tahun, gerakan berkurang pada apendisitis,
peritonitis, dan illeus.
2) Auskultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan
adanya suara peristaltik usus normal, terdengar setiap 10-30 detik. Peristaltik usus
meningkat (nyaring) pada obstruksi traktus gastrointestinal dan menurun pada
peritonitis atau illeus. Selain itu, suara bising (bruit) juga kemungkinan dapat
terdengar di seluruh permukaan perut pada koarktasio aorta abdominalis, dan
apabila suara ini dapat terdengar pada daerah ginjal bagian posterior,
kemungkinan dapat terjadi adanya konstruksi salah satu arteri renalis.
3) Perkusi, dilakukan melalui epigastrium secara simetris menuju bagian bawah
abdomen. Dengan penilaian normal (bunyi timpani) pada seluruh lapangan
18
abdomen, sedangkan bunyi abnormal mengindikasikan kemungkinan terjadinya
obstruksi saluran gastrointestinal. Illeus, dan lain-lain, adanya asites dapat
diketahui melalui redup yang berpindah perkusi dari umbilikus ke sisi perut.
4) Palpasi, dilakukan dengan cara mona manual (satu tangan) atau bimanual (dua
tangan) seperti palpasi lapangan atau dinding abdomen dengan adanya nyeri
tekan, ketegangan dinding perut, palpasi pada hati (normal umur 5-6 tahun teraba
1/3 dengan tepi tajam, konsisten kenyal, permukaan rata, dan tidak ada nyeri
tekan), palpasi limfa (normal masih teraba 1-2 cm di bawah arkus kosta), dan
palpasi ginjal (normal tidak teraba, kecuali pada neonatus) dengan cara
meletakkan tangan kiri pemeriksa di bagian posterior tubuh dan jari telunjuk
menekan atau masa ke atas, sementara tangan kanan melakukan palpasi.
d. Pemeriksaan Anus dan Rektum
1) Inspeksi, amati adanya perubahan warna kulit anus, adanya laserasi, ada atau
tidak hemoroid.
2) Palpasi, gunakan sarung tangan dan beri pelumas pada jari telunjuk, masukkan ke
dalam anus dan rektum. Lakukan palpasi dinding rektum dan rasakan ada
tidaknya nodul, massa, serta nyeri tekan.
e. Pemeriksaan Genitalia
Pemeriksaan pada perempuan dilakukan dengan cara memperhatikan adanya
apispadia (terbelahnya mons pubis, klitoris, dan uretra membuka di bagian dorsal)
adanya tanda-tanda seks sekunder, seperti pertumbuhan rambut, payudara, serta
cairan yang keluar dari lubang genitalia.
f. Pemeriksaan Eksternitas
Pemeriksaan tulang belakang dan ekstermitas dilakukan dengan cara inspeksi
terhadap adanya kelainan tulang belakang seperti lordosis (deviasi tulang belakang ke
arah anterio), kifosis (deviasi tulang belakang ke arah posterior), skoliosis (deviasi
tulang belakang ke arah samping), kelemahan, serta perasaan nyeri yang ada pada
tulang belakang dengan cara mengobservasi pada posisi telentang, tengkurap, atau
duduk.
Pemeriksaan tulang, otot, dan sendi dimulai dengan inspeksi pada jari-jari seperti
pada jari tabuh (clubbed fingers). Pemeriksaan ini dapat mengindikasikan adanya
penyakit jantung bawaan atau paru kronis, nyeri tekan, gaya berjalan, ataksia
(inkoordinasi hebat), spasme otot, paralisis, atropo/hipertropi otot, kontraktur, dan
sebagainya.
Pemeriksaan reflek, antara lain:
1) Reflek patella: menggunakan hammer dengan cara anjurkan klien duduk, tangan
kiri pemeriksa berada di belakang patella, kemudian tentukan posisi ketuk di
bawah patella. Normal tungkai menendang ke bagian depan.
2) Reflek babinsky: menggunakan ujung reflek hammer dengan cara ekstensikan ke
telapak kaki, kemudian goreskan. Hasil pemeriksaan normal bila kelima jari
mengembang dan ibu jari ekstensi.

19
3) Refleks achilles: dengan cara penolong menyokong kaki klien dengan tangan kiri
dan tangan kanan memukul hammer pada tendon Achilles. Respon normal
sentakan kaki ke bawah.
g. Teknik Pemeriksaan Neurologi
Inspeksi, yaitu mengamati adanya berbagai kelainan neurologi, seperti kejang,
tremor/gemetar (gerakan halus yang konstan), twitching (gerakan spasmodik yang
berlangsung singkat seperti otot lelah, nyeri setempat), korea (gerakan involuter/tidak
disadari, kasar, tanpa tujuan, cepat, tersentak-sentak, tidak terkoordinasi), parase
(kelumpuhan otot tidak sempurna), paralisis (kelumpuhan otot yang sempurna),
diplegia (kelumpuhan pada dua anggota gerak), paraplegia (kelumpuhan pada
anggota gerak), dan hemiparase/plegi (kelumpuhan pada sisi tubuh atau anggota
gerak yang dibatasi garis tengah di daerah tulang belakang).
Pemeriksaan neurologis yang lain adalah pemeriksaan status kesadaran. Status
kesadaran ini dilakukan dengan dua penilaian kualitatif dan penilaian kuantitatif.
Penilaian kualitatif, antara lain:
1) Compos mentis, kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup
terhadap stimulus yang diberikan.
2) Apatis, acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya.
3) Somnolen, kesadaran yang lebih rendah ditandai dengan tampak mengantuk,
selalu ingin tidur, tidak responsif terhadap rangsangan ringan, dan masih
memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat.
4) Sopor, tidak memberikan respon ringan maupun sedang, tetapi masih memberikan
sedikit respon terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya reflek pupil
terhadap cahaya yang masih positif.
5) Koma, tidak dapat bersaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun, reflek
pupil terhadap cahaya tidak ada.
6) Delirium, merupakan tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan
disorientasi saat iritasi, kacau, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.
7) Penilaian kuantitatif dapat diukur melalui skala koma Glasgow (Glasgow coma
scale-GCS) dengan kategori koma apabila berada di bawah nilai 10.

B. Pengukuran Antropometri
a. Definisi Antropometri
Antropometri berasal dari “anthro” yang memiliki arti manusia dan “metri” yang
memiliki arti ukuran. Antropometri adalah sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi
manusia dari tulang, otot, dan jaringan adiposa atau lemak. Menurut (Wignjosoebroto, 2008),
antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Bidang
antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia seperti berat badan, posisi ketika
berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan sebagainya.
Menurut Stevenson (1989) Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran bentuk, dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.

20
Antropometri merupakan bagian dari ergonomi yang secara khusus mempelajari
ukuran tubuh yang meliputi dimensi linear, serta isi dan juga meliputi daerah ukuran,
kekuatan, kecepatan, dan aspek lain dari gerakan tubuh. Secara definitif antropometri dapat
dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan ukuran dimensi tubuh manusia
meliputi daerah ukuran, kekuatan, kecepatan, dan aspek lain dari gerakan tubuh manusia.
Data antropometri digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun kerja,
fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan
dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannya.
1. Antropometri dapat dibagi menjadi:
Antropometri Statis
Antropometri statis merupakan ukuran tubuh dan karakteristik tubuh dalam
keadaan diam (statis) untuk posisi yang telah ditentukan atau standar.
Contoh: Tinggi Badan, Lebar Bahu

Antropometri Dinamis
Antropometri dinamis adalah ukuran tubuh atau karakteristik tubuh dalam
keadaan bergerak, atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat
seseorang melaksanakan kegiatan.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi antropometri


1. Umur
Dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan
berkembangnya umur sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahun
untuk pria dan 17 tahun untuk wanita.
2. Jenis Kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya lebih besar dibandingkan dengan wanita,
kecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti lingkaran dada dan pinggul.
3. Suku/Etnis
Setiap suku bangsa ataupun etnis akan memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu
sama lain.
4. Postur Tubuh
Ukuran tubuh akan berbeda dipengaruhi oleh posisi tubuh pada saat akan melakukan
aktivitas tertentu, yaitu struktural dan fungsional body dimentions. Posisi standar
tubuh pada saat melakukan gerakan-gerakan dinamis dimana gerakan tersebut harus
dijadikan dasar pertimbangan pada saat data antropometri diimplementasikan.

21
5. Pakaian
Pakaian seperti model, jenis bahan, jumlah rangkapan, dan lain-lain yang melekat di
tubuh akan menambah dimensi ukuran tubuh manusia.
6. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan mewajibkan adanya persyaratan dalam menyeleksi dimensi tubuh
manusia seperti: tinggi, berat badan, lingkar perut, dan lain-lain.
Perbedaan pekerja buruh dermaga atau pelabuhan harus mempunyai postur tubuh
yang relatif besar dibandingkan dengan pegawai kantoran atau mahasiswa.
7. Cacat tubuh secara fisik
Cacat tubuh secara fisik merupakan salah satu faktor yang memengaruhi variabilitas
data antropometri. Seperti, orang normal dan orang yang memiliki keterbatasan fisik
tidak mempunyai lengan. Untuk dimensi tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi tulang
ruas, tinggi ujung jari, dan lain-lain sangatlah berbeda antara orang normal dengan
orang yang memiliki keterbatasan fisik. Sehingga, dalam antropometri yang
digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja untuk orang yang cacat tubuh
secara fisik berbeda dengan orang normal.

b. Pemeriksaan Antropometri Pada Anak


Pentingnya pengukuran antropometri yang dilakukan kita dapat melihat pertumbuhan
fisik anak usia dini yang memiliki postur tubuh yang baik akan menjadi bibit atlet yang
baik pula. Misalnya jika kita mencari seorang pemain bola basket ada baiknya kita
mencari anak yang memiliki postur tubuh yang tinggi, lengan yang panjang, tungkai
panjang, dan lain-lain. Variabel-variabel antropometri dapat mendeskripsikan fisik
manusia.
Adapun jenis antropometri adalah sebagai berikut:
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Istilah berat badan digunakan pada bahasa sehari-hari dalam ilmu biologi dan
medis untuk merujuk pada massa atau berat badan seseorang
2. Panjang Lengan
Batasan panjang lengan dalam penelitian ini adalah mengukur dari kepala tulang
lengan (Caput Os. Humerus) sampai di ujung dari tengah. Bila ditinjau secara
anatomis panjang lengan adalah dari tulang atau Os. Humerus, Os. Radius, Os. Ulnea,
dan Os. Methapalengea. Di tulang-tulang tersebut melekat otot-otot yang berorigo
dan insertio pada bagian atas atau bawah tulang. Pengukuran panjang lengan dan
acromion sampai dengan ujung jari.
22
3. Panjang Tungkai
Panjang tungkai adalah salah satu ukuran antropometrik yaitu ukuran anggota tubuh
bagian bawah. Panjang tungkai ditandai dengan ukuran panjang dan tulang-tulang
yang membentuk tungkai atas dan tungkai bawah, tulang-tulang tersebut meliputi:
tulang paha (os femor), tulang lutut (os patella), tulang kering (os tibia), tulang betis
(os fibula), dan tulang pergelangan kaki (ossa torsalia).
4. Lingkar Lengan
Lingkar lengan atas (LiLA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah
diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak
bawah kulit. Lingkar lengan atas menentukan massa otot dan lemak subcutan. LiLA
adalah lingkar lengan bagian atas pada bagian bisep. LiLA digunakan untuk
mendapatkan perkiraan tebal lemak bawah kulit, dengan cara ini dapat diperkirakan
jumlah lemak tubuh total.
5. Lingkar Perut
Pengukuran lingkar perut lebih memberikan arti dibandingkan IMT dalam
menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral) karena
peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar perut.
Pengukuran lingkat perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas
abdominal atau sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian
penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus.
6. Lingkar Dada
Sebagaimana lingkar lengan atas, pengukuran lingkar dada jarang dilakukan.
Pengukurannya dilakukan pada saat bernapas biasa (mid respirasi) pada tulang
Xifoidius (insicura substernalis). Pengukuran lingkar dada ini dilakukan dengan
posisi berdiri pada anak yang lebih besar, sedangkan pada bayi dengan posisi
berbaring.
7. Lingkar Kepala
Secara normal, pertambahan ukuran lingkar pada setiap tahap relatif konstan dan
tidak dipengaruhi oleh faktor ras, bangsa, dan letak geografis. Saat lahir, ukuran
lingkar kepala normalnya adalah 34-35 cm. Kemudian akan bertambah sebesar + 0,5
cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi + 44 cm. Pada 6 bulan pertama ini,
pertumbuhan kepala paling cepat dibandingkan dengan tahap berikutnya, kemudian
tahun-tahun pertama lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun, setelah itu
sampai usia 18 tahun lingkar kepala hanya bertambah + 10 cm.

23
24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematis dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah, dan merencanakan
tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada klien yang baru
masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk dirawat, secara rutin pada klien yang sedang
dirawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan
harus dilakukan pada kondisi tertentu, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk
menegakkan diagnosa, memilih intervensi yang tepat, maupun untuk mengevaluasi hasil dari
asuhan.

B. Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka tenaga kesehatan harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus
dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ayu Facriani, 2021, “Makalah Kel. 4 (Pemfis Dan Antropometri)”


Carnashy T. L. Gaol, 2019, “Makalah Antropometri”
Aminarsih Husmin, Makalah Pemeriksaan Fisik, 2022
Wenny Indah Purnama Eka Sari, S.ST., M.Keb., Indah Fitri Andini, S.ST., M.Keb., Buku
Keterampilan Klinik Praktik Kebidanan, 2022. Trans Info Media

26

Anda mungkin juga menyukai