Internalisasi Nilai-Nilai Moral Dalam Membentuk Karakter Anti Korupsi Terhadap Santri
Internalisasi Nilai-Nilai Moral Dalam Membentuk Karakter Anti Korupsi Terhadap Santri
Subna El Hidayah
Institut Ilmu Keislaman Annuqayah Prodi Tasawuf & Psikoterapi
elsana1002@gmail.com
Tatimmatul Umah
Institut Ilmu Keislaman Annuqayah Prodi Tasawuf & Psikoterapi
tatimmatul_umah@gmail.com
Abstract
Santri is one of the assets that promote the movement of religious values. This is motivated by the participation
of Islamic boarding schools in educating and targeting students to always deepen their religious knowledge.
Today, more and more students are mushrooming who have lost their existence as a santri, as the next
generation of religion. They prefer to choose to live according to modern trends, both in terms of speech and
behavior. Therefore it is important to internalize moral values towards santri so that the influence of the times on
the corrupt character of santri is known. This study used a qualitative field method with observation techniques,
interviews and documentation. The data analysis technique uses Miles and Huberman's technique. The results
of this study indicate that there are three classifications of moral values that must be re-strengthened in the
personality of the santri, two factors for inculcating moral values for the santri, and four strategies for
inculcating moral values for the santri. Of all the research results that will be given to the Div. PPA Security &
Code of Conduct of Lubtara Putri, it is hoped that there will be good and appropriate countermeasures related to
the lack of moral students.
Keywords: Internalization, Anti-Corruption Morale, Santri, Sumenep
Abstrak
Santri merupakan salah satu aset penggalang bergeraknya nilai-nilai keagamaan. Hal tersebut dilatar
belakangi oleh keikutsertaan pesantren dalam mendidik serta membidik santri untuk selalu
memperdalam keilmuan agama. Dewasa ini, semakin menjamur santri yang kehilangan eksistensinya
sebagai seorang santri, selaku generasi penerus agama. Mereka lebih suka memilih hidup sesuai trend
modern, baik dari segi ucapan maupun tingkah laku. Oleh karena itu penting untuk dilakukan
internalisasi nilai-nilai moral terhadap santri agar diketahui pengaruh zaman terhadap karakter
koruptif santri. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif lapangan dengan teknik observasi,
wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik milik Miles dan Huberman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga klasifikasi nilai moral yang harus kembali
diperkokoh dalam pribadi santri, dua faktor penanaman nilai-nilai moral terhadap santri, dan empat
strategi untuk penanaman nilai moral kepada santri. Dari seluruh hasil penelitian yang akan
diberikan kepada pengurus Div. Keamanan & Tata Tertib PPA. Lubtara Putri ini, diharapkan akan
adanya penanggulangan yang baik dan tepat terkait minimnya moral santri.
Kata kunci: internalisasi, Moral Anti Korupsi, Santri, Sumenep.
A. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dengan mudah ditemukan
Dan hal ini berimbas tidak hanya kepada aspek ekonomi masyarakat, tetapi juga
Secara harfiah, korupsi berasal dari kata Latin “corruptio” atau “corruptus” yang
bermoral kesucian.2 Dan kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Perancis
merupakan wujud penyimpangan tingkah laku tugas resmi suatu jabatan secara
sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk
jabatan itu ada biayanya, yang dianggap sebagai kewajiban oleh pelaku. Karena
itu, seorang pejabat merasa berhak untuk korupsi. 4 Sementara itu salah satu bukti
Keuangan, atas sangkaan kasus suap dana perimbangan daerah yang terjadi +
Dari hal ini, pesantren yang secara empiris dikenal sebagai institusi yang
1
Yadi Imansyah, dkk, “Implementasi Nilai-Nilai Anti Korupsi Dalam
Pembentukan Karakter Mahasiswa (Studi Di Universitas Nahdlatul Ulama Nusa
Tenggara Barat)” Retorika: Journal of Law, Social, and Humanities Vol. 1 No. 1, Juli 2022, 2.
2
Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hal. 8.
3
I.P.M Ranuhandoko, 1996, Terminolohi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 177.
4
Ibid, hal 9.
5
Tamrin Fathoni, “Pesantren Dan Penanaman Sikap Anti Korupsi” AL-MANHAJ;
Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam Vol. 1, No. 1, Januari 2019, 5.
berbagai instansi, baik berupa seminar penanaman moral dan anti korupsi, atau
upaya lain yang dapat dilaksanakan di pesantren. Sebab dalam permasalahan ini,
spiritual yang dapat memberi harapan pemecahan masalah serius yang sudah
sering terbengkalai ini. Bahkan pesantren dianggap memiliki peran sentral untuk
telah ditetapkan, baik oleh pengurus pesantren atau Kiai selaku pemimpin yang
Lubtara Putri yang sekitar 70% santrinya telah mengaktualisasikan nilai moral
nilai-nilai moral yang harus tertanam dalam diri masing-masing santri, minimal
santri akan terlatih untuk tidak belajar mengkorupsi keadaan atau waktu
tertentu. Dan dalam penerapan budidaya antri ini di PPA. Lubtara Putri,
mayoritas moral santri lebih mengarah kepada penilaian positif. Ada sekitar 15%
santri yang masih dirasa sulit menerapkannya dengan baik, sehingga mereka
yang memerlukan antri. Contoh lain adalah mengerjakan sesuatu sesuai waktu
yang ditentukan pesantren. Maksudnya, pada waktu jam belajar, seluruh santri
mengikutinya dengan tertib. Begitu seterusnya untuk urusan seperti ajian kitab
dan lainnya.
generasi muda agar tidak terjebak dengan tindakan korupsi baik di lingkungan,
upaya untuk menggalang generasi anti korupsi ini sejak masih remaja. Misalnya,
ketajaman berpikir, dan menerapkan metode modeling yang positif kepada santri
junior baik oleh pengurus atau pengasuh sekalipun dalam berbagai tindakan.
bentuk punishment ini tidak mungkin melanggar norma dan HAM. Sebab
korban dari segi fisik maupun psikisnya. Dan mayoritas hukuman yang
Karena + sekitar tiga atau empat bulan yang lalu, di Pondok Pesantren
Putra sendiri. Kasus lain yang sering terjadi dalam sistem kepengurusan di PPA.
seorang individu atau kelompok lain yang lebih kecil. Dan hal ini tentu menjadi
Berbeda lagi dengan kasus para santri yang mayoritas lebih cenderung kepada
tindakan koruptif yang terjadi di PPA. Lubtara Putri ini, dirasa sangat penting
bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan, paling tidak sebagai bekal
untuk hidup dengan baik dan benar di lingkungan pesantren, lebih-lebih dalam
tanamkan oleh pihak pesantren, maka selain karena hal tersebut melanggar
norma dalam kacamata agama Islam, juga tidak dapat terbayang lagi angka-
angka korupsi yang akan terpampang sepuluh atau lima belas tahun mendatang.
sebelumnya adalah fakta bahwa penelitian ini lebih difokuskan meneliti proses
pembentukan nilai-nilai moral dalam membentuk karakter anti korupsi yang ada
b. Rumusan Masalah
1. Apa saja nila-nilai moral yang ditanamkan PPA. Lubtara Putri dalam
c. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa saja nila-nilai moral yang ditanamkan PPA. Lubtara
d. Riset Terdahulu
Tidak sedikit ditemukan penelitian tentang kasus korupsi beredar di blog-blog
internet. Pertanda sudah begitu banyak peneliti yang mengkaji kasus, berikut
Internalisasi Pendidikan Karakter dan anti Korupsi dalam Mata Pelajaran pada
adalah pelajar SMP di Boyolali. Dari hal tersebut, sudah ditemukan titik-titik
beratkan kepada internalisasi nilai moral anti korupsi tidak melalui pelajaran
dalam mencetak karakter anti korupsi, dan apa saja teori internalisasi nilai-nilai
moral yang diterapkan di pesantren tersebut. Selain itu, jurnal jurnal tersebut
hanya lebih menjelaskan tentang teori kejujuran dalam membentuk karakter anti
korupsi. Padahal apabila dikaji lebih dalam, untuk menciptakan generasi anti
korupsi tidak hanya aspek kejujuran yang perlu ditekankan. Maka disinilah titik
penelitian ini sifatnya lebih luas, artinya mencakup banyak teori yang bisa
kedisiplinan, kemandirian, rasa sosial tinggi, dan lainnya. Tidak hanya fokus
pada korupsi mengenai uang, tetapi juga yang lainnya. Baik itu korupsi
6
Sri Hastuti, dkk, “Internalisasi Pendidikan Karakter dan anti Korupsi dalam
Mata Pelajaran pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali” MANHAJ:
Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam Vol. 3, No. 2, Februari 2020, 2.
Selain jurnal di atas, penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Nadri Taja
dan Helmi Aziz yang berjudul Mengintegrasi Nilai-Nilai Anti Korupsi dalam
penelitian untuk menciptakan generasi yang bermoral dan anti korupsi juga
PAI. Hal ini terjadi lantaran materi PAI dianggap sebagai salah satu instrumen
aspek perubahan sikap pada siswa, yaitu melalui mata pelajaran PAI di sekolah.
Akan tetapi, sampai saat ini Pendidikan Agama Islam yang diharapkan belum
penelitian dalam jurnal tersebut adalah siswa SMA yang juga tidak berdomisili
di pesantren manapun.
Namun, antara jurnal Nadri Taja dan Helmi Aziz dengan penelitian ini
memiliki kesamaan, yaitu mengenai tema korupsi yang akan dibahas, artinya
bukan hanya korupsi yang bersifat tindak pidana dan melibatkan kerugian
keuangan negara atau kasus suap, namun kembali kepada definisi korupsi secara
ini juga menjelaskan, dengan nilai-nilai dasar anti korupsi seperti jujur, peduli,
mandiri, disiplin, tanggung jawab, sederhana, dan kerja keras. Maka diharapkan
Tidak hanya pada kedua jurnal tersebut, dalam jurnal Muhammad Aliansyah
luas. Bahkan, pembentukan karakter ini juga lebih dikhususkan kepada nilai-
7
Nadri Taja dan Helmi Aziz, “Mengintegrasi Nilai-Nilai Anti Korupsi dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas” Jurnal Pendidikan Agama
Islam, Vol. XIII, No. 1, Juni 2021, 40
penelitiannya di rumah tahfidz nur hidayah.8 Sedangkan penelitian kami
tidak hanya difokuskan kepada nilai-nilai spiritual, tetapi juga terhadap nilai-
nilai lainnya seperti kedisiplinan, saling menghargai, HAM, dan lainnya yang
memiliki titik fokus yang berbeda. Baik dari segi lokasi, atau bahkan sasaran
e. Metode Penelitian
Putri selama 3 bulan terhitung dari bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan
kunci).9 dengan subjek yang meliputi, dua santri yang tercatat sebagai siswi MA
dan mahasiswa yang aktif di Annuqayah Lubangsa Utara Putri, ketua pengurus
yang bertugas, serta Kiai Naqib Hasan selaku pengasuh. Maka dengan begitu,
anti korupsi pada santri di PPA. Lubtara Putri. Sementara teknik pengumpulan
8
Mohammad Alfiansyah, Internalisasi Nilai-nilai Spiritual Dalam Membentuk
Karakter Santri Melalui Program Tahfidzul Quran di Rumah Tahfidz Nur Hidayah,
Skripsi, Program Strata 1Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, Agustus 2021, 8.
9
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2015), 9.
ini menggunakan metode wawancara, dan dokumentasi melalui pengawasan,
suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua
proses kerja, gejala-gejala alam, dan apabila informan diamati yang diamati tidak
terlalu besar. Dalam observasi tersebut peneliti juga terlibat dalam berbagai
problem yang diusung dengan menjadi santri di PPA. Lubtara Putri dan turut
diteliti, serta ingin mengetahui hal-hal dari informan dengan lebih mendalam,
draft pertanyaan, alat perekam dan lainnya, karena peneliti telah mengetahui
dengan pasti informasi apa yang nantinya akan diperoleh. Data-data yang
dibutuhkan dari hasil wawancara meliputi Apa saja nila-nilai moral yang
10
Ibid, hal 145.
lapangan. Tetapi juga meliputi buku-buku, laporan penelitian, serta jurnal-jurnal
data dalam penelitian ini, untuk menghasilkan penelitian yang real, aktual dan
terkonsep. Selain itu, juga bertujuan memilih data yang berhubungan dengan
masalah yang peneliti teliti dan membuang data yang tidak diperlukan,
melakukan penyajian data dalam bentuk naratif dan gambaran yang terjadi di
daripada generalisasi.
1. Langkah Persiapan
wawancara.
disebut sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih
metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat
11
Ibid, 19.
kualitatif.12 Jadi jenis penelitian kualitatif sangat cocok dengan variable yang
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan kepada empat informan
masing santri demi membina karakter anti korupsi sangatlah beragam. Prosedurnya
sosial informan.
peraturan, perilaku ghasab, sering terlambat menghadiri salat Jemaah ataupun ajian
kitab, dll. Penanganan pertama yang harus dilakukan yaitu pengokohan pemahaman
“Pemahaman fundamental santri di Annuqayah secara umum adalah meliputi tigal hal, yaitu
tasawuf, syariah, dan sains.”13 Namun menurut pandangan beliau, untuk kasus
semacam tindakan koruptif sekecil apapun di pesantren, maka nilai yang perlu
ditanamkan terlebih dahulu adalah pemahaman dari segi tasawuf. Nilai-nilai yang
terkandung dalam tasawuf sangatlah banyak, akan tetapi semua hal tersebut adalah
berbicara tentang akhlak, baik akhlak anak kepada orang tua, kepada guru, kepada
sesama teman yang lebih senior ataupun junior, akhlak untuk menghargai waktu,
kepada alam secara umum, dan masih banyak lagi. Intinya hidup seseorang tidak
pernah terlepas dari kebutuhan kepada akhlak. Apalagi di dunia yang tengah
dikepung oleh arus teknologi, baik positif maupun negatif. Maka dari problem ini
santri sangat butuh untuk diberi pemahaman tentang akhlak sedini mungkin. Jika
tentu bisa dilakukan ketika masih tahun-tahun pertama bermukim di pesantren, agar
akhlak tersebut bisa mendarah daging dalam artian menjadi karakter pribadi masing-
masing santri. Namun jika hal tersebut juga dirasa terlambat untuk dilakukan, maka
cara terakhir yang perlu dilakukan adalah menunggu kesadaran dari santri yang
12
Ibid, 8.
13
Informan pertama, yaitu K. H. Naqib Hasan (pengasuh PPA. Lubtara)
sering melakukan tindakan koruptif tersebut. Dan secara konseptual, disadari
pengurus PPA. Lubtara Putri tentang nilai-nilai moral yang perlu ditanamkan
kedalam kepribadian santri yaitu “perlunya akhlak yang baik, dimulai dari menyikapi hal-
hal yang remeh dan sederhana.”14 Alasan informan mengakatan hal tersebut adalah jika
individu sudah bisa menghargai hal-hal yang kecil saja, maka otomatis individu
tersebut juga tidak akan sulit untuk menghargai sesuatu yang sifatnya lebih besar
dan berharga. Namun penerapan ini dirasa cukup sulit untuk dilakukan di
Annuqayah secara umum, salah satu faktornya ialah karena antara genarasi di
zamannya dan generasi saat ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari
berbagai hal, lebih-lebih untuk urusan akhlak. Misal yang informan ceritakan
kepada peneliti saat diwawancarai yaitu “dulu di masa saya masih menjadi santri, jika
sengaja atau tidak melakukan pelanggaran sekecil apapun seperti tidak hadiran, maka saya
akan merasa sangat bersalah terutama kepada pengurus yang menjadi wali di kamar. Apalagi
kepada pengurus sei peribadatan itu sendiri” 15 Namun fakta hari ini di lapangan, para
besar tanpa rasa bersalah, baik itu kepada wali kamar, pengurus yang bersangkutan,
pengasuh ataupun kepada orang tua mereka saat terpaksa dilakukan pemanggilan
seperti yang telah disebutkan di atas. Dan salah satunya yaitu dengan memperbaiki
akhlak santri dimulai kepada hal-hal yang paling kecil, seperti bagaimana cara
berjalan di hadapan wali santri yang tengah duduk di teras, bagaimana menyikapi
santri TK yang juga sedang belajar di Lubtara setiap sore, tidak meghasab barang
Namun selain itu, pihak santri yang juga kami wawancarai, dua-duanya
mereka lakukan. Adapun salah satu alasan yang membuat santri sering melanggar
14
Ketua pengurus PPA. Lubtara Pi 2022-2023 M.
15
Ibid.
peraturan ialah karena padatnya kegiatan di pesantren serta ketidakadilan pihak
pengurus terhadap sanksi yang diberikan atas nama pelanggaran mereka, sementara
di sisi lain pengurus yang juga melakukan pelanggaran tersebut tidak mendapat
perlakuan yang sama, menurut mereka. Padahal, pada dasarnya pelanggaran yang
dilakukan santri atau pengurus pendapat sanksi yang sama. Hanya saja, untuk pihak
pengurus yang melanggar, sanksi tersebut tidak diperlihatkan kepada santri. Bukan
karena niat untuk menutup-nutupi, tetapi juga demi kebaikan pesantren, agar santri
bersangkutan. Dari kasus semacam ini pula, santri menginginkan nilai moral yang
seharusnya ditanamkan oleh pesantren adalah nilai tanggung jawab, dan modelling
atau perlu adanya teladan yang baik terhadap para santri mengenai akhlak dimulai
Namun secara sadar, pada dasarnya kesulitian penerapan kebiasaan ini tidak
hanya difaktori oleh satu hal. Sekurang-kurangya ialah karena faktor didikan
keluarga, dan lingkungan pergaulan. Tidak ada satu perspektif pun yang menyalahi
aturan atau dirasa kurangnya teori dari pesantren. Karena sebagaimana pendapat
pernah kekurangan teori dan penerapan untuk memperbaiki akhlak santri. Namun
kembali kepada kemauan dan kemampuan santri untuk berubah kepada yang lebih
baik. Dan dari empat informan yang telah diwawancarai, semuanya sependapat
Putri secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe yang pertama
adalah patuh. Dalam tipe ini, santri yang dinasehati maupun ditegur oleh pengurus
atau orang lain, respon psikologisnya akan merasa bersalah, menerima kesalahan dan
teguran tersebut sebagai pengalaman traumatik. Namun dari hasil observasi, santri
yang bertipe patuh ini hanya sebagian kecil saja, yakni sekitar 35%. Hal tersebut
terjadi juga bisa dilatarbelakangi oleh dua situasi. Yang pertama, karena dinasehati
dengan pendekatan yang benar dan teguran yang halus. Dan yang kedua, karena
karakteristik kepribadiannya yang memang terbentuk bail sejak dini, artinya sejak
dari keluarganya. Santri yang berada di tipe patuh ini, umumnya tidak mudah
fondasi akhlak yang kokoh sejak di keluarga. Namun berangkat dari pernah
tentang nilai-nilai yang seharusnya dimiliki seorang santri dengan cara yang lebih
Tipe yang kedua yaitu tipe memberontak. Para santri yang berada di tipe ini
lebih banyak daripada di tipe patuh. Hal semacam ini terjadi karena ada beberapa hal
yang membuat mereka tidak suka terhadap sebuah nasehat. Misalnya, cara
kebencian di dalam diri mereka dan nasehat yang disampaikan tidak bisa
menyadarkan kesalahan yang telah diperbuat. “Padahal yaaa_agar ucapan atau nasehat
bisa sampai ke hati dan disadari oleh santri, itu juga perlu penyampaian yang juga dari
hati.”16 Begitulah ungkap salah satu informan. Faktor yang kedua adalah kurangnya
pemahaman tentang konsep baik dan buruk. Lumrahnya seorang individu yang
memberontak dan malah mengumpat saat diberi nasehat ialah karena mereka tidak
bisa berfikir panjang dan jernih dalam menyikapi suatu perkara. Padahal jika dilhat
dengan kacamata positif, sebagaimana yang diungkapkan oleh salah santri yang juga
termasuk salah satu informan, “seperti apapun bentuk ungkapan dalam sebuah nasehat,
itu hanyalah demi kebaikan santri yang bersangkutan.” 17 Tentunya hal ini mendapat
respon baik dari berbagai pihak yang menilai tentang nilai-nilai moral yang harus
perkembangan arus zaman dan era teknologi secara global. Hal ini terlihat jelas
16
Informan 3 dari pihak santri, yaitu Fina Syahadatina Awi, yang ungkapan tersebut juga
disetujui oleh informan 4 pihak santri, Mafazah.
17
Informan santri, Mafazah.
yang tentunya masih tetap dalam kawasan prinsip agama. Keberadaan pesantren di
kalimat Allah SWT dalam artian penyebaran agama Islam yang sebenarnya. Selain
itu, tujuan pendirian pesantren adalah untuk memberikan ilmu-ilmu agama secara
komperhensif.
pelayanan untuk masyarakat. Selain itu, pesantren juga hadir sebagai lembaga sosial
pada dasrnya bukan saja terbatas pada aspek duniawi, melainkan juga ukhrawi.
Dari penjelasan di atas, sudah jelas bahwa pesantren saat ini ditantang untuk
menyikapi globalisasi secara kritis dan bijak. Pesantren harus mampu mencari solusi
kembangkan kaum santri yang memiliki wawasan luas yang tidak mudah
menghadapi modernitas sekaligus tidak kehilangan identitas dan jati dirinya, dan
pada sisi yang lain dapat mengantarkan masyrakat menjadi komunitas yang
menyadari tentang persoalan yang dihadapi dan mampu mengatasi dengan penuh
kemandirian dan lebih beradab. Oleh karena itu, pesantren bisa dijadikan sebagai
ini.
moral dalam membentuk karakter anti korupsi di Lubangsa Utara. K.H. Naqib Hasan
membentuk karakter anti korupsi di Lubangsa Utara ini dapat dilakukan dengan
Akhlaq
pesantren, “Mayoritas santri yang bermukim di PPA. Lubtara Pi berasal dari, eehhh
mohon maaf sebelumnya, yaitu dari keluarga dengan pemahaman dan pendidikan
yang rendah. Sebab, jika sejak dari rumah sudah dibiasakan hal-hal baik maka santri
Aqidah dan syari’at ini sudah dari dulu dijadikan sebagai fundamental
dalam pendidikan, hal ini karena aqidah adalah sumber dari tawakkal, dan
ilmu di dalam tawakkal itu disebut iman, dan ke-imanan itu adalah
2. Melatih Kedisiplinan
Untuk menjadi seorang yang disiplin, maka harus ada pembiasaan dari dini,
karena jika sudah dewasa, kesadaran untuk disiplin itu akan sangat sulit.
Nilai kedisiplinan ini tercermin dalam sikap ketika ada kegiatan ajian kitab.
Santri Lubangsa Utara selalu masuk tepat waktu ketika ada kegiatan ajian
kitab. Hal ini tak lepas dari adanya kesadaran dari diri mereka untuk
dirasakan oleh informan didapat oleh kesadaran yang muncul dari dirinya
informan, hal terkecil yang ada di dunia ini bukan ada di sekitar kita, tetapi
juga tak lepas dari adanya dorongan yang selalu diberikan oleh pengurus
18
K. H. Naqib Hasan, pengasuh PPA. Lubtara
sehingga dengan hal itu mereka bisa sadar untuk lebih disiplin lagi dalam
menjalani hidup. Tetapi, hal ini tentunya harus melihat orangnya terlebih
dahulu, artinya jika sekiranya santri tersebut bisa dinasehati, maka lebih baik
dinasehati. Namun jika tidak bisa, maka tentunya harus ada sanksi bagi
mereka yang tidak bisa dinasehati dan selalu melanggar, seperti sering
terlambat dalam mengikuti kegiatan ajian kitab. Dan sanksi tersebut tentunya
Selain dari dua strategi yang telah dijelaskan di atas, ada satu strategi lagi
yang bisa membantu untuk membentuk karakter anti korupsi yang ada di
Lubangsa Utara, yaitu dengan menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda. Dan di Lubangsa Utara ini bisa menjadi sarana untuk
cara lebih hormat dan lebih sopan lagi ketika berjalan di depan wali TK. Dan
santri bisa menyayangi yang lebih muda dengan cara lebih ramah dan lebih
santri juga menjadi strategi yang urgen untuk dilakukan. Hal tersebut
hal apa yang sebenarnya perlu diberikan dan diperhatikan dari santri
tersebut.
C. Kesimpulan
karakter anti korupsi di Lubangsa Utara, maka dapat diatarik kesimpulan bahwa:
Utara Pi adalah pemahaman tentang akhlak, baik akhlak kepada diri sendiri,
orang lain, ataupun kepada lingkungan sekitar. Apalagi, arus zaman dan era
teknologi yang semakin canggih seperti sekarang ini. Maka sangat perlu adanya
kesadaran pemahaman tentang akhlak. Karena jika seseorang bisa peduli pada
hal-hal yang kecil saja, maka ia tentunya pasti bisa menghargai hal-hal yang
besar. seperti bagaimana cara berjalan di hadapan wali santri yang tengah duduk
setiap sore, tidak meghasab barang milik teman, dan lain sebagainya. Namun,
karena berkembangnya zaman yang semakin pesat, maka hal ini menjadi sulit
kesadaran akan hal itu. Namun, hal ini bisa dilakukan dengan cara modelling
atau perlu adanya teladan yang baik terhadap para santri mengenai akhlak, yang
2. faktor penanaman nilai-nilai moral terhadap santri di PPA. Lubtara Putri secara
garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe yang pertama adalah
patuh, santri yang berada pada tipe ini adalah orang yang sudah benar-benar
terdidik dengan kedisiplinan dan akhlak yang kokoh sejak dari lingkup keluarga.
Dan tipe yang kedua adalah tipe memberontak, santri yang berada pada tipe ini
individu yang memberontak dan malah menolak saat diberi nasehat ialah karena
mereka tidak bisa berfikir panjang dan jernih dalam menyikapi suatu perkara.
D. Daftar Pustaka
Buku:
Alfabeta.
Jurnal:
Alfiansyah, Mohammad. (2021). Internalisasi Nilai-nilai Spiritual Dalam
Membentuk Karakter Santri Melalui Program Tahfidzul Quran di Rumah Tahfidz Nur
Hastuti, Sri Hastuti, dkk. (2020). Internalisasi Pendidikan Karakter dan anti
Korupsi dalam Mata Pelajaran pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali.
Taja, Nadri dan Helmi Aziz. (2021). Mengintegrasi Nilai-Nilai Anti Korupsi dalam
Informan:
Awi, Fina Syahadatina dan Mafazah. (pihak santri). Informan tiga dan empat.