Jamrul Wahid
Pendidikan Agam Islam
Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara
jamrul2109@gmail.com
Abstrack
Religion is a person's standard for living life in the world as a provision for the
afterlife, which greatly influences all aspects of life both physically and mentally, with
that a person limits himself more and is more careful in behaving according to the
values taught by religion. Commitment to religion will be reflected through a person's
behavior according to his religion.
Islamic religious learning activities that are held in various places of education
both formal and non-formal are to increase students' understanding, faith, appreciation,
and practice of the religion of Islam, so that they become Muslim human beings who
believe and fear Allah subhanahu wa ta'ālā, and have good morals in personal, family
and community life.
Religious learning is not only to increase one's knowledge of religion but rather
requires everyone who studies it to practice the knowledge that has been learned but in
practice it is not uncommon for people with a higher level of understanding of religion
to commit violations more often than people with a level of understanding of religion
mediocre. This article aims to examine the influence of the religious understanding of
Abu Ubaidah bin Jarrah Medan students in increasing their religiosity.
Keywords; Discipline, Islamic Religious Learning, Relegiusity
Abstrak
Agama adalah patokan seseorang untuk menjalani kehidupan di dunia sebagai
bekal di kehidupan akhirat kelak, yang sangat mempengaruhi segala aspek kehidupan
baik secara lahir juga batin, dengan itu seseorang lebih membatasi diri serta lebih
berhati-hati dalam berprilaku sesuai nilai-nilai yang diajarkan oleh agama. Komitmen
dalam beragama akan tercerminkan melalui tingkah laku seseorang sesuai dengan
agamanya.
Kegiatan pembelajaran agama islam yang diselenggarakan di berbagai tempat
pendidikan baik formal maupun non formal adalah untuk meningkatkan pemahaman,
keimanan, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama islam, sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada allah subhanahu wa ta'ālā,
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Pembelajaran agama bukan hanya untuk sekedar menambah pengetahuan
seseorang terhadap agama akan tetapi justru menuntut setiap orang yang
mempelajarinya untuk mengamalkan ilmu yang telah dipelajari namun pada
perakteknya tidak jarang orang yang tingkat pemahaman agamanya lebih tinggi malah
lebih sering melakukan pelanggaran jika dibandingkan dengan orang yang tingkat
pemahaman agamanya biasa-biasa saja. Artikel ini bertujuan untuk meneliti pengaruh
pemahaman agama mahasiswa abu ubaidah bin jarrah medan dalam meningkatkan
relegiusitas mereka.
Kata kunci; Disiplisn, Pembelajaran Agama Islam, Relegiusitas
A. Pendahuluan
“Predikat sebagai agen of change yang disandang oleh mahasiswa, mengandung arti
bahwa mahasiswa merupakan sosok warga negara yang juga bertanggung jawab besar
dalam menentukan masa depan negara.1”Sebagai generasi muda yang penuh dengan
potensi dan energi, mahasiswa memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perubahan
sosial, politik, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat.Pemberian predikat tersebut
menghadapkan mahasiswa dengan berbagai stereotype negatif, maksudnya adalah citra
yang kaku mengenai kebiasaan yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra
tersebut Terutama bila dihubungkan dengan malasah moralitas.2”
Kita melihat bahwa sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang
keadaannya jauh dari pengawasan orang tua. kebanyakan kost memang memiliki
penjaga, atau yang disebut ibu kost. Namun, ada pula yang tidak disertai penjaga.
Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas bertindak dari mahasiswa
yang kost tersebut. Di sisi lain, mahasiswa menjadi salah satu cermin sebuah perguruan
tinggi, semakin baik citra mahasiswa di pandangan masyarakat sosial maka prguruan
tinggipun mendapatkan imbas yang baik. Bahkan tidak jarang mahasiswa yang telah
memiliki citra baik di masyarakat dijadikan icon oleh universitas untuk menaikkan
pamornya sekaligus menarik minat orang-orang untuk mendaftarkan diri.
Dilihat dari latar belakangnya mahasiswa memiliki latar belakang yang berbeda-
beda apalagi jika ditinjau pada aspek keagamaannya, misalnya mahasiswa yang dahulu
pernah belajar di pondok pesantren tentu mahasiwa yang tidak berlatarbelakang
pesantren tentu akan memiliki kecenderungan berbeda dalam memahami agama dengan
mahasiswa yang memiliki latar belakang pesantren. Sejauh pengamatan awal peneliti,
1
Yudi Bantahari, Dilematika Mahasiswa, Prospek Mahasiswa Indonesia, (Jakarta: Self Publishing
Book, 2005), 3
2
Yolla Novita Putri, Anismar,STEREOTIP MAHASISWA MINANGKABAU TERHADAP MAHASISWA
SUKU ACEH,hal 15
mahasiswa dengan latarbelakang pesantren memiliki kecenderungan memahami agama
lebih inklusif dan menjalani agama secara lebih longgar, namun masih dalam koridor
nilai-nilai syari’at Islam. Sedangkan mahasiswa yang berlatarbelakang non pesantren
memiliki dua model kecenderungan yang berbeda, memahami agama secara ekslusif
dan memahami agama sebagai bagian lain dari nilai-nilai duniawi. Kecenderungan
eksklusif melahirkan aktifis Islam yang tekstualis dan militan, sedangkan
kecenderungan memahami agama sebagai bagian lain banyak menghasilkan pemikiran
mahasiswa yang cenderung mengesampingkan aspek religiusitas dalam setiap aktifitas
akademiknya.
B. Metode penelitian
C. Pembahasan
1. Disiplisn
Disiplin diambil dari bahasa latin, discipulus, yang artinya “pembelajar”. Jadi,
disiplin passti akan terus berkaitan dengan proses pembelajaran. Menurut Ariesabdi,
disiplin adalah proses melatih pikiran dan karakter anak secara bertahap sehingga
menjadi orang yang memiliki kontrol diri dan berguna bagi masyarakat3
Disiplin dalam bahas inggris yakni discipline, berarti: tertib, taat, atau
mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri; latihan membentuk,
meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter
moral; hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki; kumpulan atau sistem
peraturan-peraturan bagi tingkah laku.
Disiplin berasal dari sebuah kesadaran dalam melakukan sesuatu aktivitas
dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh
tanggung tanpa paksaan (faturrahman, pupuh, dan sutiko, & M. sobry., 2010, hal. 14).
(Ray & Janet, 2002) mengemukakan bahwa prilaku baik diekspresikan denga sebuah
tindakan yang baik, dan memiliki nilai-nilai keluarga.
Dari beberapa pendapat para pakar diatas dapat diambik kesimpulan bahwa
disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta melalui proses latihan yang dikembangkan
menjadi serangkaian perilaku yang di dalamnya terdapat unsur-unsur ketaatan,
3
Endah Kristiyowati, Muhammad Anis Afiqi, KORELASI DISIPLIN DALAM PEMBELAJARAN PAI
DENGAN RELIGIUSITAS, Jurnal Tawadhu,2020,hal 64
kepatuhan, kesetiaan, ketertiban, dan semua itu dilakukan sebagai tanggung jawab yang
bertujuan untuk mawas diri.
Pendidikan adalah kunci untuk mencapai impian dan tujuan hidup kita. Namun,
perjalanan belajar sering kali tidaklah mudah. Dalam menghadapi tuntutan akademik
yang kompleks dan lingkungan yang penuh distraksi, kita sering kali merasa kesulitan
untuk tetap fokus, termotivasi, dan efektif dalam belajar. Di sinilah pentingnya disiplin
belajar menjadi faktor yang tak tergantikan. Disiplin belajar merupakan pondasi penting
yang membantu kita mengatasi hambatan dan tantangan yang ada dalam proses
pembelajaran. Disiplin belajar melibatkan kemampuan untuk mengendalikan diri,
mengatur waktu, dan melibatkan diri secara konsisten dalam kegiatan belajar. Ini bukan
sekadar sebuah sikap, tetapi juga sebuah keterampilan yang dapat dipelajari dan
diperkuat seiring berjalannya waktu. (Arikunto & Suharisimi, 1990) mengemukakan
disiplin belajar biasanya ditandai dengan beberapa perilaku yaitu, mentaati tata tertib
sekolah, perilaku kedisiplinan di dalam kelas, disiplin dalam menepati jadwal belajar,
dan belajar secara teratur.
Namun, disiplin belajar bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah bagi
semua orang. Setiap individu memiliki tantangan dan kelemahan yang berbeda dalam
mengembangkan disiplin belajar yang kuat. Oleh karena itu, penting bagi setiap siswa
untuk menyadari pentingnya disiplin belajar dan berkomitmen dan meningkatkannya
secara terus-menerus.
2. Macam-macam disiplin
Pembahasan mengenai disiplin ada tiga macam teknik disiplin, disiplin
otoritarian, disiplin permisif, dan disiplin demokratis (Tulus Tu'u S, 2008).
a. Disiplin Otoritarian
“Dalam disiplin ini, peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Orang yang berada
dalam lingkungan disiplin ini diminta mematuhi dan mentaati peraturan yang telah
disusun dan berlaku di tempat itu. Apabiala gagal dalam mentaati dan mematuhi
peraturan yang berlaku, akan menerima sanksi atau hukuman berat dan bila terjadi
keberhasilan dalam memenuhi peraturan kurang mendapat penghargaan atu hal itu
sudah dianggap kewajiba. Artinya disiplin otoritarian selalu berarti pengendalian
tingkah laku berdasarkan tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang.
Yang mana dengan hukuman dan ancaman kerapkali dipakai untuk memaksa,
menekan, mendorong seseorang mematuhi dan mentaati peraturan.”
b. Disiplin Permisif
“Disiplin ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya yang biasanya
tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak
menggunakan hukuman. Disiplin permisif merupakan proses disiplin yang kaku dan
keras pada masa kanak-kanak, dalam hal ini anak sering tidak diberi batasan-batasan
atau kendala yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan, mereka diizinkan untuk
mengambil keputusan sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri.”
c. Disiplin Demokratis
“Pendekatan disiplin demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi
dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan
mentaati peraturan yang ada. Teknik ini lebih menekankan aspek edukatif dari
disiplin dari pada aspek hukuman. Selain itu teknik disiplin demokratis berusaha
mengembangkan disiplin yang muncul atas kesadaran diri sehingga siswa memiliki
disiplin diri yang kuat dan mantap. Oleh karena itu, bagi yang berhasil memenuhi
dan mentaati disiplin, kepadanya diberikan pujian dan penghargaan.”
3. Fungsi disiplisin
Disiplin sangat dibutuhkan setiap siswa karena menjadi prasyarat bagi pembentukan
sikap, perilaku, dan tata kehidupan yang mengantar siswa kelak sukses dalam belajar.
Tulus Tu’u menjelaskan fungsi disiplin sebagai berikut:4
4
Tulus Tu’u, 2008). Peran Disiplin Pada Prilaku Dan Prestasi Siswa. Jakarta:PT Grasindo, 42
keluarga, pergaulan, masyarakat, sekolah. Jadi, lingkungan yang mempunyai disiplin
yang baik akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian siswa, terutama siswa yang
sedang tumbuh kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang,
tenteram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.
c. Melatih Kepribadian Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin
tidak terbentuk dalam waktu yang singkat. Semua itu terbentuk melalui proses yang
panjang yang disebut latihan. Demikian pula, kepribadian yang teratur, tertib, taat,
patuh, perlu dibiasakan dan dilatih. Latihan yang berulang-ulang diperlukan agar
kepribadian yang berdisiplin yang sudah terbentuk tidak mudah terpengaruh oleh
hal-hal yang kurang baik.
d. Pemaksaan Disiplin adalah sikap mental berupa kerelaan mematuhi semua ketentuan,
peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab.
Disiplin dapat terjadi karena dua hal, pertama disiplin terjadi karena dorongan
kesadaran diri dan kedua karena unsur paksaan dari luar. Disiplin atas dasar paksaan
akan cepat pudar dan memberi pengaruh kurang baik bagi siswa. Namun, disiplin
memang berfungsi sebagai pemaksaan siswa untuk mengikuti peraturan-peraturan
yang berlaku di lingkungan itu. Oleh sebab itu, perlu pendampingan yang dilakukan
oleh guru dan orang tua di rumah secara rutin agar dapat menyadarkan siswa begitu
pentingnya disiplin.
e. Hukuman Tata tertib adalah biasanya berisi hal-hal positif yang harus dilakukan
oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib
tersebut. Ancaman sanksi/hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan
dan kekuatan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. f. Menciptakan
Lingkungan yang Kondusif Sekolah merupakan ruang lingkup pendidikan berupa
proses mendidik, mengajar dan melatih. sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan
bagi para siswa serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu. Kemudian
diimpelementasikan secara konsisten dan konsekuen. Dengan demikian, sekolah
menjadi lingkungan pendidikan yang aman, tenang, tenteram, tertib, dan teratur.
5. Pembelajaran PAI
“Ada tiga subyek pelajaran yang harus dimasukkan dalam kurikulum setiap
lembaga pendidikan formal di indonesia diantaranya adalah pendidikan agama. Hal ini
karena besarnya harapan agar kehidupan beragama dapat terwujud secara terpadu. 1
(Chabib Thoha & dkk, 1999)”
“Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction” yang banyak dipakai
dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.5”
pembelajaran agama Islam merupakan usaha untuk membina dan mengasuh
insan agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam
sebagai pandangan hidup. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan proses
mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman tentang ajaran agama Islam.
Mata pelajaran PAI bertujuan untuk memperkenalkan prinsip-prinsip agama Islam
kepada siswa, mengembangkan pemahaman tentang keyakinan, praktik, dan nilai-nilai
Islam, serta membantu siswa menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran PAI tidak hanya melibatkan pemahaman teoritis tentang Islam, tetapi juga
praktik ibadah, etika, dan moralitas dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran
ini, siswa diajak untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Qur'an, hadis,
5
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013, h. 57
sejarah Islam, etika Islam, tata cara ibadah, dan topik-topik lain yang terkait dengan
Islam. Pembelajaran PAI dapat mencakup berbagai metode, seperti ceramah, diskusi,
membaca teks-teks suci, menulis refleksi, mempraktekkan ibadah, dan partisipasi dalam
kegiatan yang mempromosikan nilai-nilai agama. Tujuan utamanya adalah untuk
memperkaya pemahaman siswa tentang Islam, membantu mereka menginternalisasi
nilai-nilai agama, dan membantu mereka mengembangkan sikap dan perilaku yang
sesuai dengan ajaran Islam.
“Banyak ayat-ayat Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi yang secara langsung dan tidak
langsung mewajibkan umat Islam melaksanakan pendidikan agama. Adapun ayat yang
mewajibkan pendidikan agama Islam dalam surah Ali-Imran ayat 104:”
“Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas perlu adanya segolongan umat Islam yang
memberikan pendidikan agama agar tercapai suatu kebajikan dan terpelihara dari
perpecahan dan penyelewengan”
Artinya :“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik....”
Dimensi intelektual
Dimensi ini mengacu pada pengetahuan agama apa yang tengah atau harus di
ketahui orang tentang ajaran-ajaran agamnya (Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim,
2004:112). Orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal
pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi
(Djamaludin Ancok dan Fuat Nasori Suroso, 2008:78).
a. Faktor sosial yaitu, pengaruh pendidikan atau pengajaran dari berbagai tekanan
sosial yang mencangkup semua pengaruh sosial dalam perkembangan
keagamaan. Diantaranya yaitu: pendidikan dan pengajaran orang tua, tradisi-
tradisi sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang
disepakati oleh lingkungan.
b. Faktor alami yaitu, moral dan afektif yaitu pengalaman yang dialami. Yang
mana berkaitan dengan berbagai jenis pengalaman yang membentuk sikap
keagamaan terutama pengalaman mengenai keindahan, konflik moral dan
pengalaman emosional keagamaan. Faktor ini umumnya berupa pengalaman
spiritual yang secara cepat dapat mempengaruhi individu.
c. Faktor kebutuhan yaitu, faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari
kebutuhankebutuhan yang tidak terpenuhi. Diantaranya yaitu: kebutuhan akan
keamanan dan keselamatan, kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk
memperoleh harga diri, dan kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman
kematian.
d. Faktor intelektual yaitu, hubungan dengan proses pemikiran verbal, terutama
dalam pembentukan keyakinan-keyakinan keagamaan. Manusia di ciptakan
dengan memiliki berbagai macam potensi, salah satunya adalah potensi untuk
beragama. Potensi beragama ini akan terbentuk, tergantung bagaimana
pendidikan yang diperoleh anak sewaktu belajar. Seiring dengan bertambahnya
usia, maka akan muncul berbagai macam pemikiran-pemikiran verbal. Salah
satu dari pemikiran verbal ini adalah pemikiran akan agama. Anak-anak yang
beranjak dewasa akan mulai menentukan sikapnya terhadap ajaran-ajaran
agama. Sikap-sikap ini yang akan mempengaruhi jiwa keberagamaanya.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab terdahulu,
maka pada bab ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Pembelajaran agama islam termasuk kedalam faktor yang meningkatkan
relegiusitas mahasiswa ma’had abu ubaidah bib jarrah.
2. Terdapat perbedaan tingkatan relegiusitas pada mahasiswa yang asrama dengan
non asrama dimana mahasiswa asrama lebih baik tingkatan relegiusitasnya.
3. Mahasiswa yang melakukan pembelajaran agama islam dengan yang tidak
melakukakan pembelajaran agama islam memiliki bentuk relegiusitas yang
berbeda diamana dengan pembelajaran agama islam relegiusitas lebih terarah
dan sesuai dengan harapan ajaran islam.
Daftar pustaka