Anda di halaman 1dari 176

PENGARUH KOMISARIS PEREMPUAN, BOARD

SIZE, KOMISARIS INDEPENDEN DAN UKURAN


KOMITE AUDIT TERHADAP PROFITABILITAS
PERUSAHAAN DENGAN LEVERAGE SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
(Studi Pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek
Negara ASEAN-5 dari tahun 2015 – 2017)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna


memperoleh derajat sarjana S-2 Magister Manajemen
program studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro

Oleh:

FIKRI MAULANA
NIM 12010116420116

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Sertifikat

Saya, Fikri Maulana, yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa tesis
yang saya ajukan ini adalah hasil karya saya sendiri yang belum pernah
disampaikan untuk mendapatkan gelar pada program magister manajemen ini
ataupun pada program lainnya. Karya ini adalah milik saya, karena itu
pertanggungjawabannya sepenuhnya berada di pundak saya.

Semarang, 15 Juni 2020

Fikri Maulana

ii
PENGESAHAN TESIS

yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

PENGARUH KOMISARIS PEREMPUAN, BOARD SIZE,


KOMISARIS INDEPENDEN DAN UKURAN KOMITE AUDIT
TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN DENGAN
LEVERAGE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Negara ASEAN-5
dari tahun 2015 - 2017)

yang disusun oleh Fikri Maulana, NIM 12010116420116


telah dipertahankan didepan Dewan Penguji pada tanggal 15 Juli 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Pembimbing Utama

Dr. Irene Rini Demi Pangestuti, ME


NIP. 19600820 198603 2 001

Semarang, 27 Agustus 2020


Universitas Diponegoro
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Program Studi Magister Manajemen
Ketua Program

Dr. Susilo Toto Raharjo, SE, MT

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Selesaikanlah apa yang telah dimulai dan lakukanlah yang terbaik”

Persembahan

Tugas akhir ini adalah bagian dari Ibadahku kepada Allah SWT, karena hanya
kepada-Nya kami menyembah dan kepada-Nya kami mohon pertolongan

Dengan ini juga saya persembahkan tugas akhir ini kepada

Kedua orang tua, Bapak Sungep dan Ibu Sri Hartini yang selalu memberikan
kasih sayang, dukungan, motivasi dan pelajaran hidup hingga saya ada diposisi
sekarang ini

Adik tersayang Khusni Maulida untuk segala ikatan kakak beradik selama ini

Dina Erdiana yang selalu mengisi hari hari serta bisa jadi tempat berkeluh kesah

Teman Angkatan 50, khususnya kelas malam A dan kelas keuangan malam, tanpa
kalian mungkin masa-masa kuliah saya akan menjadi biasa-biasa saja, maaf jika
banyak salah kata yang terucap dan tindakan yang tanpa sadar . Terima kasih
untuk support yang luar biasa

Tak lupa teman seperjuangan di Laskar Pelangi SMA Muhammadiyah 1 Metro,


Pak Iwan, Ali, Bagus, Rifa’i, dan Hendri, dukungan dari kalian masih terus
mengalir sampai sekarang

iv
ABSTRACT

The appointment of women for strategic positions in the company began to


campaign, one of which was the appointment of women directors to encourage
gender diversity in an effort to improve corporate governance. In addition, to
encourage improvements in corporate governance, other matters such as board
size, proportion of independent directors and the size of the audit committee need
to be considered. This study aims to provide empirical evidence regarding the effect
of the proportion of female directors, board size, proportion of independent
directors, and the size of the audit committee on return on assets with leverage as
an intervening variable.
The population data in this study were 141 Asean-5 companies in the range
of 2015 - 2017 which were selected using the purposive sampling method. The type
of data used in this study is panel data (pooled data). In this study, the multiple
regression analysis method is used to test the effect between independent and
dependent variables. As for the mediating test, it uses a path analysis and sobel
tests.
The results of this study indicate that board size has a negative effect on
leverage and ROA. Then the proportion of independent directors has a positive
effect on leverage and ROA. In addition, leverage has a positive effect on ROA and
the proportion of female directors has a negative effect on ROA. Whereas from the
results of the mediating test, only the proportion of independent directors whose the
effect on ROA is mediated by leverage.

Keywords : female directors; board size; independent directorrs; audit


committee; good corporate governance; leverage; return on asset

v
ABSTRAK

Pengangkatan perempuan untuk posisi strategis dalam perusahaan mulai


dikampanyekan, salah satunya pengangkatan komisaris perempuan untuk
mendorong keberagaman gender sebagai upaya peningkatan tata kelola perusahaan.
Selain itu, untuk mendorong peningkatan tata kelola perusahaan perlu diperhatikan
hal lain seperti board size, proporsi komisaris independen dan ukuran komite audit.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh
proporsi komisaris perempuan, board size, proporsi komisaris independen, dan
ukuran komite audit terhadap return on asset dengan leverage sebagai variabel
intervening.
Populasi data pada penelitian ini adalah 141 perusahaan perusahaan Asean-5
pada rentang tahun 2015 – 2017 yang dipilih menggunakan metode purposive
sampling. Jenis data yang dipakai pada penelitian ini adalah data panel (pooled
data). Pada penelitian ini, metode Analisis Regresi berganda digunakan untuk
menguji pengaruh antar variabel independen dan dependen. Sedangkan untuk uji
mediasi menggunakan analisa jalur dan sobel test.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa board size berpengaruh negatif
terhadap leverage dan ROA. Kemudian proporsi komisaris independen
berpengaruh positif terhadap leverage dan ROA. Selain itu, leverage berpengaruh
positif terhadap ROA dan proporsi komisaris perempuan berpengaruh negatif
terhadap ROA. Sedangkan dari hasil uji mediasi, hanya proporsi komisaris
independen yang pengaruhnya terhadap ROA dimediasi oleh leverage.

Kata Kunci : Komisaris perempuan; board size; komisaris independen;


komite audit; good corporate governance; leverage; return
on asset

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya akhirnya dapat
terselesaikan penyusunan tesis dengan judul “PENGARUH KOMISARIS
PEREMPUAN, BOARD SIZE, KOMISARIS INDEPENDEN DAN UKURAN
KOMITE AUDIT TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN DENGAN
LEVERAGE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”. Tesis ini disusun sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Master Manajemen (S2) pada Jurusan Magister
Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis tidak lepas dari berbagai hambatan
namun berkat dukungan, bimbingan serta motivasi serta doa dari berbagai pihak
semuanya dapat teratasi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharnomo, SE., MSi. selaku Dekan Fakultas


Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
2. Bapak Dr. Susilo Toto Raharjo, SE., ME. Selaku Ketua Program Studi
Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
3. Ibu Dr. Irene Rini Demi Pangestuti, ME. Selaku dosen pembimbing
yang telah dengan sabar menuntun serta memberikan dukungan,
bimbingan dan arahan selama proses penyusunan tesis ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Magister Manajemen Universitas
Diponegoro yang telah memberi wawasan keilmuan.
5. Seluruh karyawan dan staff di Program Studi Magister Manajemen
Universitas Diponegoro yang telah membantu dan memperlancar
proses penyusunan tesis.
6. Kedua orang tua yang tidak lelah memberikan dorongan dan motivasi
untuk menyelesaikan tesis ini.
7. Teman-teman Angkatan 50 Magister manajemen yang saling
membantu untuk menyelesaikan tesis ini.

vii
8. Pihak lain yang telah membantu penulis namun tidak bisa disebutkan
satu persatu dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran akan diterima secara terbuka. Penulis juga berharap
agar tesis ini dapat berguna bagi semua yang membacanya. Terimakasih.

Semarang, 15 Juni 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


Sertifikat ................................................................................................................. ii
PENGESAHAN TESIS ......................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 23
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 25
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................. 27
BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN
................................................................................................................. 29
2.1 Telaah Pustaka ........................................................................................ 29
2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 50
2.3 Hubungan Antar Variabel ....................................................................... 52
2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 66
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 69
3.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 69
3.2 Populasi dan Sampel ............................................................................... 69
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 70
3.4 Variabel Penelitian .................................................................................. 71
3.5 Definisi Operasional Variabel................................................................. 72
3.6 Teknik Analisis ....................................................................................... 75
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............................................ 85

ix
4.1 Statistik Deskriptif .................................................................................. 85
4.2 Analisis Data ........................................................................................... 90
4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis ................................................ 107
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN................................ 120
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 120
5.2 Implikasi Teoritis .................................................................................. 121
5.3 Implikasi Kebijakan .............................................................................. 128
5.4 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 129
5.5 Agenda Penelitian Mendatang .............................................................. 129
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 130
LAMPIRAN ........................................................................................................ 139

x
DAFTAR TABEL

Table 1.1 Data empiris nilai rata-rata dari return on asset, financial leverage,
proporsi komisaris perempuan, board size, proporsi komisaris
independen, dan ukuran komite audit pada perusahaan non-keuangan
yang terdaftar pada pasar saham Negara-negara Asean-5 ................... 6
Table 1.2 Kinerja keuangan perusahaan di negara-negara ASEAN menggunakan
rata-rata sederhana, 2017...................................................................... 9
Table 1.3 Research Gap...................................................................................... 18
Table 2.1 Hasil-hasil penelitian terkait hubungan komisaris perempuan, board
size, komisaaris independen, dan ukuran komite audit terhadap return
on asset dan tingkat leverage .............................................................. 50
Table 3.1 Ringkasan Operasional Variabel ........................................................ 74
Table 4.1 Descriptive Statistics .......................................................................... 86
Table 4.2 Hasil uji normalitas residual menggunakan Kolmogorov-Smirnov
(K-S) ................................................................................................... 91
Table 4.3 Hasil uji multikolinieritas dengan leverage sebagai variabel
dependen............................................................................................. 92
Table 4.4 Hasil uji multikolinieritas dengan return on asset sebagai variabel
dependen............................................................................................. 92
Table 4.5 Hasil uji heteroskedastisitas nilai residual leverage ........................... 93
Table 4.6 Hasil uji heteroskedastisitas nilai residual return on asset ................. 94
Table 4.7 Hasil uji autokorelasi model persamaan 1.......................................... 94
Table 4.8 Hasil uji autokorelasi model persamaan 2.......................................... 95
Table 4.9 Hasil Uji koefisien determinasi (R2) untuk persamaan pertama ........ 96
Table 4.10 Hasil Uji koefisien determinasi (R2) untuk persamaan kedua............ 96
Table 4.11 Hasil uji F persamaan pertama ........................................................... 97
Table 4.12 Hasil uji F persamaan kedua .............................................................. 97
Table 4.13 Hasil uji T persamaan pertama ........................................................... 98
Table 4.14 Hasil uji T persamaan kedua ............................................................ 100
Table 4.15 Hasil uji Analisa Jalur (Path Analysis) ............................................ 104
Table 4.16 Hasil Sobel Test ............................................................................... 104
Table 4.17 Ringkasan hasil uji hipotesis ............................................................ 107

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Teoritis (KPT) ...................................................... 67


Gambar 3.1 Uji Mediasi .................................................................................... 80
Gambar 3.2 Model Analisa Jalur (Path Analysis) ............................................. 82
Gambar 4.1 Hasil penelitian ............................................................................ 103

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Perusahaan .................................................................................139


Lampiran 2 Hasil Uji Statistik ...............................................................................159

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagasan perihal corporate governance membagi struktur korporasi atau biasa

disebut board menjadi dua sistem, yaitu sistem one-tier board dan two-tier board.

Perusahaan di Negara-negara seperti Inggris, Amerika dan Kanada umumnya

menggunakan sistem one-tier board. Sedangkan perusahaan di Negara Eropa

daratan seperti Jerman, Finlandia serta Belanda pada umumnya menggunakan

sistem two-tier board. Dalam konteks Indonesia yang merupakan negara bekas

jajahan Belanda, sistem two-tier board diadopsi banyak perusahaan di Indonesia

seperti yang masih dijalankan oleh Belanda hingga saat ini.

Dalam sistem one-tier board, fungsi pelaksanaan dan pengawasan

perusahaan digabung atau dijadikan satu wadah atau yang biasa disebut board of

directors (Ticker, 2009). Sedangkan sistem two tier board memisah fungsi

pelaksanaan yang dijalankan oleh dewan eksekutif (executive board) dan fungsi

pengawasan yang dijalankan oleh dewan pengawas (supervisory board). Dewan

pelaksana atau biasa disebut dewan direksi terdiri atas Cief Executive Officer (CEO)

atau Direktur Utama (Dirut), Cief Financial Officer (CFO) atau Direktur Keuangan

(Dirkeu), dan Cief Operating Officer (COO) atau Direktur Operasional (Dirop)

yang kesemuanya adalah direktur pelaksana. Tugas dari ketinganya berturut-turut

ialah memimpin dan bertanggung jawab untuk kestabilan perusahaan (CEO),

mengatur aktivitas keuangan dalam perusahaan (CFO), mengontrol operasional

1
harian perusahaan serta memberikan laporannya untuk CEO dan juga manajer yang

berada dibawah tanggung jawabnya (COO) (Ticker, 2009). Sedangkan dewan

pengawas atau komisaris beranggotakan independent director atau yang biasa

disebut komisaris independen dan non-independent director (Ticker, 2009).

Dewan pengawas atau biasa disebut dewan komisaris yang memiliki tugas

pengawasan dan menjadi pihak yang memiliki peran vital dan strategis untuk

menyediakan laporan keuangan sebuah perusahaan yang dapat dipercaya.

Kehadiran dari dewan komisaris menimbulkan efek pada kualitas suatu laporan

keuangan dan menjadi parameter mengenai tingkat kecurangan yang mungkin

dilakukan oleh dewan direksi (Marrakchi Chtourou, Be'dard, & Courteau, 2005).

Dalam melakukan pengawasan, dewan komisaris (supervisory board) tidak

dilakukan semua secara langsung. Mereka mendelegasikan sebagian tanggung

jawabnya kepada komite yang dibentuk oleh dewan itu sendiri (Renee B. Adams,

2003). Beberapa komite ini dibentuk untuk jangka waktu tertentu dan untuk suatu

tugas tertentu. Sementara itu, komite ini didelegasikan dengan fungsi yang spesifik

dan didefinisikan secara implisit (khusus). Jumlah dan fungsi komite bervariasi di

setiap perusahaan dan perannya kadang-kadang juga digabungkan. Yang paling

umum dan hampir setiap perusahaan memilikinya adalah komite audit, nominasi,

dan kompensasi. Fokus tugas dari komite audit ialah memilih auditor independen

dan pengawasan kinerja keuangan internal, komite nominasi bertugas untuk

merekomendasikan pengangkatan dewan eksekutif/direksi baru, dan komite

2
kompensasi berurusan dengan kompensasi dan benefit yang didapat oleh dewan

eksekutif.

Meski keberadaan dewan komisaris memiliki pengaruh penting dalam

melakukan pengawasan, namun segala keputusan operasional perusahaan

merupakan wilayah tugas dari direksi (KNKG, 2006). Saat keadaan seperti ini,

dewan komisaris hanya boleh mengambil keputusan pada tugas dan tanggung

jawabnya sebagai pihak pengawas dan penasihat terhadap keputusan dan kebijakan

direksi. Ketentuan mengenai aktivitas operasional serta strategi korporasi tetap

menjadi fungsi dan tugas dari dewan direksi (Campbell & Vera, 2009). Wewenang

komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas hanya sebatas memberi sanksi dalam

bentuk pemberhentian sementara dan kemudian harus ditindak lanjuti melalui

general meeting atau biasa disebut RUPS.

Strategisnya jabatan dewan komisaris menjadikan posisinya sangat penting

untuk diisi oleh orang yang memiliki keahlian yang relevan, bukan hanya sebatas

memenuhi peraturan tanpa mempertimbangkan kompetensi. Hal yang sama juga

seharusnya dilakukan perusahaan ketika akan mengangkat perempuan sebagai

anggota dewan komisaris.

Pengangkatan perempuan untuk posisi strategis dalam perusahaan mulai

dikampanyekan dalam satu dekade terakhir. Kampanye ini ialah untuk mendorong

keberagaman gender dalam tata kelola perusahaan, khususnya pada tingkatan

strategis perusahaan (direksi dan komisaris). Dalam mengampanyekan hal tersebut,

bahkan negara seperti Inggris dan Norwegia mengeluarkan kebijakan dengan

3
menetapkan jumlah tertentu untuk keanggotaan perempuan dalam posisi strategis

perusahaan. Pada satu sisi, kebijakan tersebut mampu meningkatkan jumlah

keanggotaan perempuan pada posisi strategis perusahaan, namun disisi lain

kebijakan tersebut dapat menjadi penghambat perempuan untuk berpartisipasi

meningkatkan kinerja perusahaan (Fitzsimmons, 2012). Hal ini dikarenakan

perusahaan cenderung hanya mematuhi aturan tanpa mempertimbangkan

kompetensi dari perempuan yang ditunjuk untuk menempati posisi strategis

tertentu. Hal tersebut mungkin mengakibatkan hilangnya faktor kemampuan aktual

dari perempuan dalam tata kelola perusahan. Padahal, gagasan untuk meningkatkan

proporsi perempuan pada tingkatan strategis ialah meningkatkan tata kelola

perusahaan dan pada akhirnya juga diharapkan dapat meningkatkan kinerja

perusahaan.

Dalam berbagai penelitian, terdapat dua macam kinerja perusahaan yang

biasa diukur, yaitu kinerja operasional dan kinerja pasar (Klapper & Love, 2004),

namun dalam penelitian ini hanya membahas kinerja operasional perusahaan.

Kinerja operasional perusahaan dapat ditinjau dari laporan keuangan perusahaan

dan salah satunya diukur menggunakan profitabilitas. Profitabilitas dapat mengukur

kinerja perusahaan melalui kemampuannya dalam menghasilkan laba. Profitabilitas

merupakan derajat laba bersih yang didapatkan oleh perusahaan terhadap upayanya

melaksanakan segala aktivitas operasional suatu perusahaan (R. P. Chang & Rhee,

1990).

4
Profitabilitas dapat dikukur dengan Return on Assets (ROA), Return on

Ivesment (ROI), Return on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Gross

Profit Margin, serta dapat melalui asset utilization, layaknya total assets turnover,

inventory turnover, dan working capital turnover. Pada pengkajian kali ini, hanya

ROA yang dipakai sebagai alat untuk mengukur profitabiltas perusahaan. ROA

dipilih karena dapat menunjukkan kecakapan perusahaan dalam mendatangkan laba

atau keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Gibson, Ivancevich, &

Donnelly (1989), ROA merupakan rasio profitabilitas yang paling banyak dan

paling populer digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan

menelisik gambaran kinerja perusahaan pada periode berikutnya.

Selain dengan profitabilitas, kinerja dan prospek perusahaan juga dapat

dilihat dari tingkat leverage. Sutrisno (2001) mendefinisikan laverage menjadi

suatu aktivitas pemanfaatan sumber dana dan asset oleh perusahaan yang

menanggung beban atau biaya tetap demi upaya meningkatkan keuntungan yang

masih bisa diwujudkan bagi para pemilik atau investor suatu perusahaan. Tingkat

leverage yang tinggi dapat mengisyaratkan perusahaan sedang melakukan investasi

atau pengembangan usahanya demi keuntungan pada periode berikutnya. Namun,

tingginya tingkat leverage karena perusahaan memiliki hutang yang besar

dibandingkan dengan equity yang dimiliki perusahaan bisa meningkatkan risiko.

Adapun data empiris nilai rata-rata dari return on asset, financial leverage,

proporsi komisaris perempuan, board size, proporsi komisaris independen, dan

ukuran komite audit pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar pada pasar

5
saham Negara-negara Asean-5 seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan

Singapura pada tahun 2015-2017 dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut:

Table 1.1
Data empiris nilai rata-rata dari return on asset, financial leverage, proporsi
komisaris perempuan, board size, proporsi komisaris independen, dan
ukuran komite audit pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar pada
pasar saham Negara-negara Asean-5

No Variable 2015 2016 2017


1 Return on Asset 6,67% 6,62% 6,41%
2 Financial Leverage 26,4% 26,9% 26,2%
3 Proporsi komisaris perempuan 10,47% 12,18% 13,38%
4 Board Size 9,09 9,03 9,03
5 Proporsi komisaris independen 46,03% 46,14% 46,97%
6 Ukuran komite audit 3,23 3,26 3,13
Sumber: Bloomberg, 2018

Berdasarkan Tabel 1.1 memperlihatkan rata-rata kinerja keuangan

perusahaan. Terlihat bahwa rata-rata financial leverage mengalami kenaikan pada

tahun 2016 namun rata-rata return on asset malah mengalami penurunan pada tahun

yang sama. Kemudian pada tahun 2017 rata-rata financial leverage turun namun

rata-rata return on asset tetap mengalami penurunan pada tahun yang sama. Padahal

berdasarkan trade-off theory, kenaikan tingkat hutang akan berpengaruh positif

terhadap kinerja perusahaan selama keuntungan yang didapat dari hutang lebih

besar dari beban yang harus ditanggung perusahaan.

Sedangkan rata rata proporsi komisaris perempuan mengalami fluktuasi pada

periode tahun 2015 – 2017. Pada tahun 2016 terlihat bahwa rata-rata proporsi

komisaris perempuan mengalami penurunan dan pada tahun 2017 rata-rata proporsi

komisaris perempuan mengalami kenaikan. Di saat rata-rata proporsi komisaris

perempuan mengalami kenaikan pada tahun 2017 namun rata-rata return on asset

6
tetap mengalami penurunan pada tahun yang sama. Padahal tujuan peningkatan

proporsi komisaris perempuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Kemudian rata-rata board size mengalami penurunan pada tahun 2016

kemudian pada tahun 2017 nilai rata-ratanya sama dengan tahun 2016. Pada tahun

2016 saat rata-rata board size mengalami penurunan, rata-rata return on asset juga

mengalami penurunan. Sedangkan pada tahun 2017 saat rata-rata board size

nilainya sama dengan rata rata tahun 2016, rata-rata return on asset tetap

mengalami penurunan pada tahun 2017. Penurunan rata-rata return on asset

mungkin disebabkan oleh inefisiensi dari bord size yang belum proporsional bagi

perusahaan.

Rata-rata proporsi komisaris independen pada rentang tahun 2015-2017

selalu mengalami peningkatan, namun disisi yang lain rata-rata return on asset

selalu mengalami penurunan di rentang periode tahun yang sama. Padahal tujuan

peningkatan proporsi komisaris independen untuk meningkatkan pengawasan

terhadap manajemen sehingga perusahaan dapat lebih efektif dalam mengambil

keputusan sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Sedangkan untuk ukuran komite audit, rata-ratanya pada rentang tahun 2015-

2017 fluktuatif mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2016 saat rata-rata

ukuran komite audit mengalami kenaikan, rata-rata return on asset malah

mengalami penurunan. Kemudian saat rata-rata ukuran komite audit mengalami

mengalami penurunan pada tahun 2017, rata-rata return on asset juga tetap

mengalami penurunan pada periode tahun yang sama. Padahal menurut agency

7
theory, peningkatan pengawasan perusahaan salah satunya oleh komite audit

diharapkan mampu meminimalisir peluang terjadinya fraud sehingga akan ada

peningkatan kinerja perusahaan karena peluang terjadinya kecurangan menjadi

kecil.

Pembahasan mengenai pengaruh komisaris perempuan terhadap kinerja

perusahaan telah diteliti secara luas (Adams & Ferreira, 2009; Carter, D’Souza,

Simkins, & Simpson, 2010). Namun pembahasan mengenai komisaris perempuan

sebagai bagian pengawasan terhadap perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan

board size dan komisaris independen yang merupakan salah satu mekanisme utama

dalam corporate governance (Bhagat & Brian, 2008; Z. Chen, Cheung, Stouraitis,

& Wong, 2005; Jackling & Johl, 2009). Kemudian, hasil terbaru dari penelitian

mengenai corporate governance menyoroti pentingnya komite yang merupakan

perpanjangan dari dewan dalam melaksanakan tugasnya (Guo & Masulis, 2015).

Hal ini penting karena dewan melakukan sebagian besar keputusan melalui komite

sehingga komposisi komite dapat mempengaruhi kinerja, termasuk didalamnya

komite audit. Komite audit pada dasarnya adalah perpanjangan tangan dewan yang

membantu pengawasan dalam upaya terwujudnya good corporate governance yang

kehadirannya dirasa penting dan berpengaruh terhadap kinerja perusahan (Z. Chen

et al., 2005; Jiraporn, Kim, Kim, & Kitsabunnarat, 2012).

8
Table 1.2
Kinerja keuangan perusahaan di negara-negara ASEAN menggunakan
rata-rata sederhana, 2017

Sumber: : Economist Intelligence Unit analysis pada “Board Gender Diversity in ASEAN”

Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya telah meneliti hubungan

komisaris perempuan, board size, komisaris independen dan ukuran komite audit

terhadap tingkat leverage dan profitabilitas. Seperti penelitian mengenai hubungan

komisaris perempuan dan profitabilitas menghasilkan beberapa temuan. Baru baru

ini, International Finance Corporation (IFC), dan Women's Empowerement

Working Group (WEP WG), bersama Bursa Efek Indonesia meluncurkan sebuah

laporan dengan judul "Board Gender Diversity in ASEAN".Berdasarkan laporan

tersebut, perusahaan di Negara-negara ASEAN yakni Indonesia, Malaysia, Filipina,

Singapura, Thailand, dan Vietnam yang memiliki lebih dari 30% dewan perusahaan

perempuan memiliki rata rata Return on Assets (ROA) sebesar 3,8%, lebih besar

jika dibandingkan dengan perusahaan yang nihil keberadaan dewan perusahaan

perempuan yang hanya memiliki ROA sebesar 2,4%. Dalam laporan tersebut

diungkapkan juga bahwa perusahaan perusahaan di ASEAN seperti Indonesia,

Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam yang memiliki dewan

9
perusahaan perempuan berpotensi memberikan performa finansial keuangan

perusahaan yang lebih baik (Suresh & Savas, 2019).

Temuan lain oleh Campbell & Mínguez-Vera (2008), mereka menemukan

bahwa keragaman gender yang diukur dengan persentase perempuan pada dewan

perusahaan memiliki efek positif pada nilai perusahaan pada perusahaan-

perusahaan di Spanyol. Hasil serupa didapat oleh Strøm, D’Espallier, & Mersland

(2014) yang menemukan bahwa memiliki CEO perempuan atau komisaris

perempuan pada dewan perusahaan menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik

berdasarkan sampel perusahaan pada 73 perusahaan pada rentang waktu 1998-

2008. Kemudian Christiansen et al. (2016) menemukan hubungan positif antara

keragaman gender pada posisi karyawan senior dan kinerja perusahaan di negara-

negara Uni Eropa. Bahkan pengaruh positifnya lebih kuat pada sektor-sektor yang

tenaga kerjanya lebih feminis dan di sektor yang membutuhkan banyak ilmu

pengetahuan dan inovasi.

Hasil yang berbeda diungkapkan oleh Adams & Ferreira (2009) yang

menemukan bahwa perusahaan AS yang memiliki dewan perusahaan perempuan

dalam jajarannya memiliki pengaruh negatif bagi kinerja perusahaan meski catatan

kehadiran dan pemantauannya lebih baik dan lebih efektif jika perusahaan memiliki

dewan perusahaan dengan komposisi yang seimbang. Sejalan dengan Adams &

Ferreira (2009), hasil penelitian dari Carter et al. (2010) juga menyimpulkan bahwa

keberagaman jenis kelamin tidak memiliki pengaruh pada kinerja keuangan

perusahaan.

10
Terdapat hasil lain terkait penelitian perempuan yang menepati posisi

strategis di perusahaan. Y. K. Chang et al. (2014) menemukan bahwa komisaris

perempuan berpengaruh negatif pada leverage. Sejalan dengan Chang, Huang et al.

(2015) juga menemukan bahwa kehadiran perempuan pada posisi strategis

perusahaan dapat menurunkan tingkat leverage untuk meningkatkan kinerja

perusahaan. Alasan yang mungkin tentang fenomena ini ialah bahwa perempuan

cenderung menghindari risiko dengan cara mengurangi investasi yang memiliki

risiko tinggi sehingga akan menurunkan tingkat leverage perusahaan.

Setelah membahas komisaris perempuan, selanjutnya diuraikan tentang

ukuran dewan perusahaan atau yang biasa disebut board size. Pada acuan Good

Corporate Governance menyebutkan bahwa board size tidak diungkapkan secara

kuantitatif jumlahnya, namun jumlahnya harus disesuaikan dengan fungsi dan

kompleksitas yang ada dengan tetap memperhatikan efektifitas pengambilan

keputusan seperti yang tertuang pada POJK No: 33/POJK.04/2014.

Setiap perusahaan dalam menentukan board size berbeda karena jumlahnya

karena disesuaikan dengan kebutuhan dan kompleksitas perusahaan. Penentuan

board size juga harus tetap memperhatikan efektifitas perusahaan dalam

pengambilan keputusan. Uchida (2011) berpendapat bahwa board size yang

optimal bergantung pada karakteristik perusahaan, biaya monitoring dan

kompleksitas organisasi. Board size yang besar memberikan pengaruh positif bagi

perusahaan berdasarkan kacamata resource dependence theory. Jumlah yang

11
banyak diharapkan bisa memberikan informasi yang beragam dari masing directors

sehingga dapat membuat keputusan yang dapat menguntungkan perusahaan.

Pfeffer & Salancik (1978) juga mengungkapkan bahwa meningkatnya

kebutuhan relasi perusahaan dengan pihak luar yang semakin efektif, maka

kebutuhan board size yang besar akan semakin tinggi. Namun board size yang besar

berkaitan erat dengan dua hal, yaitu: (1) Semakin tingginya permasalahan

komunikasi dan koordinasi antar directors; (2) Semakin turunnya kemampuan

directors untuk mengendalikan manajemen. Kedua hal tersebut akan muncul

dengan semakin meningkatnya board size sehingga menimbulkan permasalahan

agensi (Jensen, 1986).

Yermack (1996) penelitiannya memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan

negatif board size terhadap kinerja perusahaan berdasarkan sampel dari 452

perusahaan industri besar AS selama periode 1984 sampai 1991. Serupa dengan

Yermack, Eisenberg et al. (1998) juga melaporkan bahwa terdapat hubungan

negatif antara board size terhadap kinerja perusahaan berdasarkan sampel

perusahan di Finlandia. Mak & Kusnadi (2005) juga menemukan hubungan negatif

board size terhadap kinerja perusahaan yang dinilai menggunakan Tobin’s Q

bedasarkan sampel perusahaan Malaysia dan Singapura.

Hasil yang berbeda diungkapkan oleh J. L. Coles et al. (2008) yang

menemukan bahwa kinerja perusahaan meningkat karena board size untuk

perusahaan yang kompleks. Hal tersebut berarti board size berhubungan positif

12
terhadap kinerja perusahaan. Jackling & Johl (2009) juga menemukan bahwa board

size berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan untuk perusahaan di India.

Selain memiliki hubungan dengan profitabilitas, board size juga memiliki

hubungan terhadap tingkat leverage perusahaan. Jensen (1986) menemukan bahwa

perusahaan dengan board size yang besar mempunyai tingkat leverage lebih tinggi

ketimbang perusahaan dengan board size lebih rendah. Hubungan positif antara

board size dan tingkat leverage ini merupakan dukungan terhadap gagasan bahwa

perusahaan dengan board size yang besar memungkinkan untuk mendapat akses

yang lebih baik terhadap pihak eksternal perusahaan (pemodal dan kreditur) karena

luasnya jaringan para anggota komisaris untuk dapat mengakses pendanaan

eksternal. La Porta et al. (2000) mengungkapkan bahwa board size berpengaruh

positif terhadap tingkat leverage bagi perusahaan dengan tata kelola yang rendah,

hal tersebut untuk meningkatkan reputasi perusahaan bagi pihak eksternal.

Namun hal yang berbeda justru dikemukakan oleh P. G. Berger et al. (1997)

yang menyatakan bahwa board size berpengaruh negatif terhadap tingkat leverage

perusahaan. Sejalan dengan Berger dkk, Jiraporn et al. (2012) juga mengungkapkan

bahwa board size memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat leverage

perusahaan. Sedangkan Elsayed (2007) berpendapat bahwa board size tidak

memberi pengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan, termasuk tingkat

leverage perusahaan.

Dewan pengawas (supervisory board) atau dewan komisaris terdiri non-

independent director/internal director yang disebutkan sebagai pihak yang

13
berhubungan dengan organisasi (perusahaan) tersebut sedangkan independent

directors disebutkan sebagai pihak/bagian yang tidak berasal dari pihak terafiliasi

dengan perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi ialah pihak

yang terhubung atau memiliki koneksi bisnis maupun kekerabatan dengan pemilik

saham atau kelompok pemilik saham dalam bentuk apapun (KNKG, 2006).

Chen et al. (2005) mengatakan bahwa komposisi dewan perusahaan (proporsi

komisaris independen) berpengaruh kecil terhadap kinerja perusahaan dan

kebijakan deviden. Sedangkan Jackling & Johl (2009) menemukan adanya

hubungan positif serta sedikit signifikan antara kinerja perusahaan yang dinilai

menggunakan Tobin’s Q dan komisaris independen. Muniandy & Hillier (2015)

menyampaikan hasil penelitiannya bahwa komisaris independen mempengaruhi

kinerja perusahaan di Afrika secara positif. Hasil-hasil ini sejalan dengan penelitian

yang sudah diungkapkan Fama & Jensen (1983) dan Jensen, M. & Meckling (1976)

yang menyatakan bahwa proporsi tinggi dari komisaris independen dipandang

berpotensi memiliki pengaruh positif bagi kinerja. Hal ini menyiratkan bahwa

mekanisme pemantauan yang memadai perlu dibentuk untuk melindungi pemegang

saham dari kepentingan pribadi manajemen.

Namun hal berbeda diungkapkan oleh Agrawal & Knoeber (1996) yang

meneliti perusahaan di Amerika Serikat dan menemukan bahwa kinerja yang dinilai

dengan Tobin’s Q jika dihubungkan dengan komisaris independen memberikan

pengaruh yang negatif. Hal senada diungkapkan J. W. Coles et al. (2001) yang

menyebutkan komposisi komisaris independen berpengaruh negatif pada kinerja

14
yang dinilai dengan market value added. Sedangkan Dalton, Daily, Ellstrand, &

Johnson (1998) mengatakan bahwa hasil penelitiannya tidak menemukan hasil

signifikan terkait adanya hubungan komposisi dewan (proporsi komisaris

independen) dan kinerja perusahaan menggunakan analisis moderating ukuran

perusahaan.

Kemudian, Jiraporn et al. (2012) mengungkapkan adannya hubungan yang

negatif antara proporsi komisaris dan leverage. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang sudah ada oleh Berger et al. (1997) yang menyebutkan bahwa leverage lebih

rendah saat relatif lebih banyak pihak luar (komisaris independen) dalam jajaran

dewan perusahaan. Sementara itu, Jensen (1986) mengungkapkan perusahaan yang

memiliki leverage tinggi mengangkat lebih banyak komisaris independen. Hal

tersebut mungkin mencerminkan satu cara dimana hutang bertindak sebagai

perangkat pengawasan.

Selanjutnya dewan perusahaan menentukan keputusannya sebagian melalui

komite yang dibentuk untuk membatu tugasnya dalam hal pengawasan, termasuk

komite audit. Komite audit yang bekerja secara independen menjadi mekanisme

penting dalam pengawasan internal perusahaan khususnya dalam bidang transaksi

keungan. Pentingnya posisi audit akan memiliki pengaruh terhadap kinerja

perusahaan. Meskipun belum ada pedoman khusus yang mengatur jumlah anggota

komite audit dalam satu perusahaan. Penentuan jumlahnya berbeda setiap

perusahaan disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan. Namun, penentuan

15
jumlah komite audit juga selalu menjaga efektivitas pada proses penentuan

keputusan.

Chen et al. (2005) dalam penelitiannya menyebutkan tentang kehadiran

komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja operasi perusahaan. Abor (2007)

dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi

oleh komite audit secara positif. Akan tetapi, hasil yang sedikit berbeda

diungkapkan oleh Aldamen et al. (2012) menyebutkan tentang komite audit yang

berpengaruh negatif pada kinerja perusahaan.

Selain itu,P. F. Chen et al. (2016) menunjukkan bahwa adanya komite audit

berpengaruh positif bagi leverage. Hal ini dijelaskan bahwa laporan keuangan yang

telah di audit memberikan tambahan informasi tambahan yang penting tentang

risiko kredit kepada kreditur atau penyedia modal. Informasi ini mungkin dapat

menjadi persetujuan kredit sehingga akan berpengaruh terhadap kesempatan untuk

mendapat pinjaman dana. Sedangkan Jiraporn et al. (2012) mengatakan pengaruh

negatif diberikan oleh komite audit terhadap kinerja perusahaan. Kemudian Wen et

al. (2002) mengungkapkan komite audit tidak memiliki pengaruh atas tingkat

leverage.

Konsep tata kelola dianggap berpengaruh pada pilihan struktur modal

perusahaan perusahaan (Jiraporn et al., 2012). Pilihan struktur modal yang dipilih

perusahaan akan mempengaruhi tingkat leverage. Menurut Jensen & Meckling,

1976 dalam agency theory, hutang adalah satu dari banyak mekanisme yang bisa

dipakai untuk meminimalisir agency conflict atau dapat diartikan hutang dapat

16
digunakan untuk mengontrol agency conflict. Perusahaan yang memiliki hutang

diwajibkan memenuhi tanggung jawabnya untuk membayar hutang dan bunga

hutang secara teratur dengan jangka waktu yang telah ditentukan (Jensen, 1986).

Pembayaran kewajiban perusahaan dapat meminimalisir kemungkinan manajer

memakai free cashflow untuk mendanai aktivitas yang memberikan keuntungan

terbaik. Sejalan dengan Jensen, Grossman & Hart (1982) berpendapat bahwa

peningkatan penggunaan hutang dapat memotivasi manajemen untuk mengurangi

tunjangan serta meningkatkan efisiensinya sehingga akan meningkatkan

profitabilitas. Kemudian Agrawal & Knoeber (1996) berpendapat bahwa

pengunaan hutang untuk pembiayaan perusahaan dapat meningkatkan kinerja

perusahaan dengan menjadikan pemantauan yang lebih baik dari kreditur. A. N.

Berger & Bonaccorsi di Patti (2006) menunjukkan tingkat leverage yang tinggi

dikaitkan pada kinerja perusahaan yang positif. Margaritis & Psillaki (2010)

menemukan bahwa financial leverage berpengaruh positif terhadap kinerja

perusahaan. Dia menganggap leverage yang tinggi dapat mengurangi agency cost

yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Peningkatan hutang berpotensi menambah risiko, hal tersebut harus menjadi

acuan bagi manajer manajer untuk lebih berhati-hati dalam memanfaatkan dana

untuk investasi tidak berpengaruh optimal dan berupaya untuk mencegah

munculnya biaya yang menghabiskan dana perusahaan. Antoniou et al. (2008)

mengungkapkan adanya pengaruh negatif antara leverage terhadap kinerja

perusahaan. Vithessonthi & Tongurai (2015) dengan menggunakan sampel

17
perusahaan Thailand menemukan bahwa leverage memiliki hubungan negatif

dengan kinerja perusahaan.

Sedangkan Brigham & Houston (2010) berpendapat bahwa pemanfaatan

hutang pada batas tertentu bisa menurunkan beban modal perusahaan karena biaya

yang timbul dari hutang dapat menjadi peringanan pajak. Pengurangan beban pajak

akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun, tingkat hutang yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan meningkatnya risiko kebangkrutan yang

disebabkan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya.

Berdasarkan uraian research gap diatas, dapat dirangkum seperti pada Tabel

1.3 seperti dibawah ini.

Table 1.3
Research Gap

No Hubungan Variabel Judul Peneliti dan Tahun


1 Komisaris perempuan Corporate governance and (Y. K. Chang et al.,
berpengaruh negatif the dynamics of capital 2014)
terhadap leverage structure: New evidence.
Family firms, employee (Huang et al., 2015)
satisfaction, and corporate
performance.
Komisaris perempuan Women on boards, firm risk (Nadeem, Suleman,
berpengaruh positif and the profitability nexus & Ahmed, 2019)
terhadap leverage Does gender diversity
moderate the risk and
return relationship
2 Komisaris perempuan Female board (Campbell & Vera,
berpengaruh positif appointments and firm 2009)
terhadap profitabilitas valuation: Short and long-
term effects.
Female leadership, (Strøm et al., 2014)
performance, and

18
No Hubungan Variabel Judul Peneliti dan Tahun
governance in microfinance
institutions.
Gender Diversity in Senior (Christiansen et al.,
Positions and Firm 2016)
Performance: Evidence
from Europe.
3 Komisaris perempuan Women in the boardroom (Adams & Ferreira,
berpengaruh negatif and their impact on 2009)
terhadap profitabilitas governance and
performance.
4 Komisaris perempuan The gender and ethnic (Carter et al., 2010)
tidak berpengaruh diversity of US boards and
terhadap profitabilitas board committees and firm
financial performance.
5 Board size Agency costs of free cash (Jensen, 1986)
berpengaruh positif flow, corporate finance,
terhadap leverage and takeovers.
Agency problems and (La Porta et al.,
dividend policies around 2000)
the world.
6 Board size Managerial entrenchment (P. G. Berger et al.,
berpengaruh negatif and capital structure 1997)
terhadap leverage decisions.
Capital structure and (Jiraporn et al.,
corporate governance 2012)
quality: Evidence from the
Institutional Shareholder
Services (ISS).
7 Board size tidak Does CEO duality really (Elsayed, 2007)
berpengaruh terhadap affect corporate
leverage performance?
8 Board size The external control of (Pfeffer & Salancik,
berpengaruh positif organizations: A resource 1978)
terhadap profitabilitas dependence perspective.
Boards: Does one size fit (J. L. Coles et al.,
all? 2008)
Board structure and firm (Jackling & Johl,
performance: Evidence 2009)
from India’s top
companies.

19
No Hubungan Variabel Judul Peneliti dan Tahun
9 Board size Higher market valuation of (Yermack, 1996)
berpengaruh negatif companies with a small
terhadap profitabilitas board of directors.
Larger board size and (Eisenberg et al.,
decreasing firm value in 1998)
small firms.
Size really matters: Further (Mak & Kusnadi,
evidence on the negative 2005)
relationship between board
size and firm value.
10 Board size tidak Does CEO duality really (Elsayed, 2007)
berpengaruh terhadap affect corporate
profitabilitas performance?
11 Komisaris independen Agency costs of free cash (Jensen, 1986)
berpengaruh positif flow, corporate finance,
terhadap leverage and takeovers.
Capital structure and firm (A. N. Berger &
performance: A new Bonaccorsi di Patti,
approach to testing agency 2006)
theory and an application
to the banking industry.
12 Komisaris independen Managerial entrenchment (P. G. Berger et al.,
berpengaruh negatif and capital structure 1997)
terhadap leverage decisions.
Capital structure and (Jiraporn et al.,
corporate governance 2012)
quality: Evidence from the
Institutional Shareholder
Services (ISS).
13 Komisaris independen Ownership concentration, (Z. Chen et al.,
tidak berpengaruh firm performance, and 2005)
terhadap leverage dividend policy in Hong
Kong.
14 Komisaris independen Board structure and firm (Jackling & Johl,
berpengaruh positif performance: Evidence 2009)
terhadap profitabilitas from India’s top
companies.
Board independence, (Muniandy &
investment opportunity set Hillier, 2015)

20
No Hubungan Variabel Judul Peneliti dan Tahun
and performance of South
African firms.
15 Komisaris independen Firm Performance and (Agrawal &
berpengaruh negatif Mechanisms to Control Knoeber, 1996)
terhadap profitabilitas Agency Problems between
Managers and
Shareholders.
An examination of the (J. W. Coles et al.,
relationship of governance 2001)
mechanisms to
performance.
16 Komisaris independen Ownership concentration, (Z. Chen et al.,
tidak berpengaruh firm performance, and 2005)
terhadap profitabilitas dividend policy in Hong
Kong.
Meta‐analytic reviews of (Dalton et al., 1998)
board composition,
leadership structure, and
financial performance.
17 Komite audit The information role of (P. F. Chen et al.,
berpengaruh positif audit opinions in debt 2016)
terhadap leverage contracting.
18 Komite audit Capital structure and (Jiraporn et al.,
berpengaruh negatif corporate governance 2012)
terhadap leverage quality: Evidence from the
Institutional Shareholder
Services (ISS).
19 Komite audit tidak Corporate governance and (Wen et al., 2002)
berpengaruh terhadap capital structure decisions
leverage of the Chinese listed firms.
20 Komite audit Ownership concentration, (Z. Chen et al.,
berpengaruh positif firm performance, and 2005)
terhadap profitabilitas dividend policy in Hong
Kong.
Debt policy and (Abor, 2007)
performance of SMEs:
evidence from Ghanaian
and South African firms.

21
No Hubungan Variabel Judul Peneliti dan Tahun
21 Komite audit Audit committee (Aldamen et al.,
berpengaruh negatif characteristics and firm 2012)
terhadap profitabilitas performance during the
global financial crisis.
22 Leverage berpengaruh Corporate Financial (Grossman & Hart,
positif profitabilitas Structure and Managerial 1982)
Incentives.
Firm Performance and (Agrawal &
Mechanisms to Control Knoeber, 1996)
Agency Problems between
Managers and
Shareholders.
Capital structure and firm (A. N. Berger &
performance: A new Bonaccorsi di Patti,
approach to testing agency 2006)
theory and an application
to the banking industry.
Capital structure, equity (Margaritis &
ownership and firm Psillaki, 2010)
performance.
23 Leverage berpengaruh The Determinants of (Antoniou et al.,
negatif terhadap Capital Structure: Capital 2008)
profitabilitas Market-Oriented versus
Bank-Oriented Institutions.
The effect of leverage on (Vithessonthi &
performance: Domestically Tongurai, 2015a)
oriented versus
internationally oriented
firms.
Sumber: Berbagai Jurnal

Pada Tabel 1.3, terlihat inkonsistensi hasil penelitian mengenai hubungan

variabel independen (komisaris perempuan, board size, komisaris independen, dan

ukuran komite audit) terhadap variabel dependen (return on asset) serta variabel

intervening/mediasi (leverage). Ketidak konsistenan hasil penelitian yang ada

memberi ruang bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut terkait

22
hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat serta variabel perantara yang

telah penulis tentukan pada penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Pada penelitian ini terdapat permasalahan mengenai fenomena penurunan

rata-rata return on asset mengalami penurunan pada rentang tahun 2015, 2016, dan

2017, padahal di periode yang sama rata rata financial leverage sempat mengalami

kenaikan pada periode 2016 yang tidak sejalan dengan trade off theory dan rata-

rata proporsi komisaris independen yang selalu naik pada periode 2015 – 2017

sehingga fenomena yang ada tidak sejalan dengan agency theory.

Selain karena fenomena yang ada, perbedaan hasil penelitian terdahulu

(research gap) mengenai pengaruh komisaris perempuan, board size, komisaris

independen dan ukuran komite audit terhadap leverage dan return on asset seperti

yang telah dijelaskan pada Tabel 1.3 juga menjadi alasan dilakukannya penelitian

ini.

Adanya research gap serta fenomena gap, kemudian dirumuskan masalah

penelitian ini adalah adanya perbedaan fenomena yang ada dengan trade-of theory

dan agency theory serta ketidak konsistennya hasil penelitian mengenai hubungan

proporsi komisaris perempuan, board size, komisaris independen, dan ukuran

komite audit terhadap return on asset dan tingkat leverage.

Setelah dirumuskan masalah penelitian, selanjutnya dirumuskan pertanyaan

penelitian seperti dibawah ini:

23
1. Apakah proporsi komisaris perempuan berpengaruh terhadap tingkat

leverage?

2. Apakah board size berpengaruh terhadap tingkat leverage?

3. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap tingkat

leverage?

4. Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap tingkat leverage?

5. Apakah proporsi komisaris perempuan berpengaruh terhadap return on

asset?

6. Apakah board size berpengaruh terhadap return on asset?

7. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap return on

asset?

8. Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap return on asset?

9. Apakah tingkat leverage berpengaruh terhadap return on asset?

10. Apakah tingkat leverage memediasi pengaruh proporsi perempuan

pada dewan perusahaan terhadap return on asset?

11. Apakah tingkat leverage memediasi pengaruh board size terhadap

return on asset?

12. Apakah tingkat leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris

independen terhadap return on asset?

13. Apakah tingkat leverage memediasi pengaruh ukuran komite audit

terhadap return on asset?

24
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berlandaskan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang sudah ada,

kemudian disusun tujuan penelitian seperti dibawah ini:

1. Menganalisis pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap tingkat

leverage.

2. Menganalisis pengaruh board size terhadap tingkat leverage.

3. Menganalisis pengaruh proporsi komisaris independen terhadap tingkat

leverage.

4. Menganalisis pengaruh ukuran komite audit terhadap tingkat leverage.

5. Menganalisis pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap return

on asset.

6. Menganalisis pengaruh board size terhadap return on asset.

7. Menganalisis pengaruh proporsi komisaris independen terhadap return

on asset.

8. Menganalisis pengaruh ukuran komite audit terhadap return on asset.

9. Menganalisis pengaruh tingkat leverage terhadap return on asset.

10. Menganalisis tingkat leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris

perempuan terhadap return on asset.

11. Menganalisis tingkat leverage memediasi pengaruh board size terhadap

return on asset.

12. Menganalisis tingkat leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris

independen terhadap return on asset.

25
13. Menganalisis tingkat leverage memediasi pengaruh ukuran komite

audit terhadap return on asset.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat menghasilkan informasi tambahan terkait pengaruh

proporsi komisaris perempuan, board size, komisaris independen, dan ukuran

komite audit terhadap return on asset dan tingkat leverage pada perusahaan-

perusahaan non-keuangan yang tercatat di pasar saham Negara-negara Asean-5

(Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam dan Singapura) antara lain:

1. Bagi calon investor dan investor

Penelitian bisa dijadikan sebagai salah satu informasi dalam mengambil

kebijakan pemilihan investasi serta keputusan untuk membeli atau

menjual saham pada pasar modal.

2. Bagi perusahaan emiten

Penelitian ini bisa dijadikan acuan evaluasi perusahaan dalam

menentukan tata kelola perusahaan.

3. Bagi penelitian mendatang

Hasil yang telah didapat pada penelitian ini diharapkan bisa

memberikan kontribusi terhadap prospektif teoritis dengan memberikan

wawasan tentang pengaruh proporsi komisaris perempuan, board size,

komisaaris independen, dan ukuran komite audit terhadap return on

asset dan tingkat leverage. Selain itu, penelitian ini juga memberikan

26
bukti untuk menguji validitas teori keuangan dalam menjelaskan

pengaruh proporsi komisaris perempuan, board size, komisaaris

independen, dan ukuran komite audit terhadap return on asset dan

tingkat leverage.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan mengacu pada sistematika penulisan yang telah

ditentukan yang dijadikan dasar agar pengkajian masalah dapat diungkapkan secara

terstruktur dan terang, hal tersebut diharapkan mempermudah pembaca untuk

memahami penelitian ini. Secara keseluruhan penelitian ini dibagi menjadi:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang yang mendasari penulis melakukan

penelitian. Kemudian rumusan masalah yang akan penulis bahas

dalam penelitian ini. Selanjutnya pertanyaan, tujuan, dan manfaat

penelitian, serta sistematika penulisan

BAB II Telaah Pustaka dan Pengembangan Model Penelitian

Pada bab ini, penulis memaparkan tinjauan pustaka dari penelitian-

penelitian terdahulu, kerangka pikir penelitian beserta hipotesisnya.

BAB III Metodologi Penelitian

Pada bab ini penulis menjelaskan variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian lengkap dengan definisi operasional dari variable

tersebut, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data

27
penelitian, serta metode yang gunakan untuk memperoleh data dan

metode analisis yang dilakukan.

BAB IV Analisis Data dan Pembahasan

Pada bab ini penulis menjelaskan data yang dipakai pada penelitian,

analisis data yang dilakukan dan pembahasan dari hasil analisis yang

dilakukan.

BAB V Kesimpulan dan Implikasi kebijakan

Pada bab ini penulis menjelaskan kesimpulan hasil penelitian dan

saran kebijakan yang dapat diambil oleh perusahaan.

28
BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN

2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Corporate Governance

Corporate governance mulai dipelajari secara mendalam sejak tahun 1980 di

Negara-negara maju seiring dengan adanya kebangkrutan pada beberapa

perusahaan besar (Wibowo, 2010). Sedangkan di Asia, corporate governance mulai

dipertimbangkan seiring dengan adanya krisis ekonomi. Indonesia mulai

menerapkan corporate governance terhitung sejak ditandatanganinya Letter of

Intent (LOI) dengan IMF sehingga KNKG beranggapan implementasi standar GCG

pada dunia Internasional menjadi tanggung jawab bagi perusahaan di Indonesia

(Wibowo, 2010). Pelaksanaan corporate governance tidak terlepas dari lima prinsip

dasar yang dijelaskan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance yang menjadi

kewajiban perusahaan, yakni:

1. Transparency, yaitu pelaksanaan pengambilan keputusan dan aliran

informasi yang sesuai dengan kondisi perusahaan secara terbuka.

2. Accountability, yaitu adanya ketetapan mengenai struktur, sistem, fungsi

dan tanggung jawab dari setiap organ perusahaan sesuai dengan aturan

yang berlaku sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.

29
3. Responsibility, yaitu dalam mengelola perusahaan selalu patuh terhadap

aturan dan hukum yang berlaku sebagai tanggung jawab yang harus

dilaksanakan.

4. Independency, yaitu kondisi dimana perusahaan dijalankan secara

independen oleh pihak yang berkepentingan dengan imbang tanpa adanya

tendensi dari pihak lain.

5. Fairness, yaitu adanya pelaksanaan pemenuhan hak pemegang saham,

tanpa mementingkan salah satu pihak secara adil.

Penerapan corporate governance oleh perusahaan diharapkan mampu

memberikan manfaat antara lain: kemudahan akses dalam mendapatkan modal,

biaya modal yang rendah, peningkatan kinerja serta pengaruh baik terhadap harga

saham.

Corporate Governance pada umumnya didefinisikan sebagai mekanisme

mengenai hubungan antara principal dan manajemen dalam memaksimalkan nilai

perusahaan. Penyelarasan kepentingan manajemen dan principal dengan tujuan

berkurangnya konflik keagenan yang menjadi tujuan adanya mekanisme corporate

governance (Hill, Jones, & Galvin, 2004). Mekanisme yang berjalan baik sehingga

dapat mengurangi masalah keagenan dan diharapkan dapat menambah nilai

perusahaan. Nilai perusahaan yang baik dapat dipenuhi jika disesuaikan dengan

prinsip corporate governance yang berlaku. Fakta yang ada menyatakan bahwa

penerapan corporate governance yang baik dapat berpengaruh pada peningkatan

nilai perusahaan, Chamlou (2000) memperdebatkan bahwa keberhasilan praktek

30
corporate governance yang mengarah pada peningkatan nilai perusahaan tidak

terlepas dari adanya faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor tersebut

dianggap memiliki pengaruh terhadap upaya implementasi good corporate

governance dalam perusahaan, dari segi internal yakni bagaimana menjalankan

perusahaan sedangkan dari segi eksternal bagaimana menjalin hubungan dengan

perusahaan lain.

Terlepas dari definisi tertentu yang sering digunakan, mekanisme terbagi

menjadi dua sisi yaitu, mekanisme internal dan eksternal perusahaan (Gillan, 2006).

Keberlangsungan organisasi sesuai dengan peraturan yang diatur oleh pimpinan

menjadi fokus mekanisme internal, sedangkan hubungan perusahaan dengan pihak

luar berlangsung selaras dengan tanpa menghilangkan tujuan organisasi menjadi

penekanan mekanisme eksternal (Wibowo, 2010). Perhatian utama dari mekanisme

internal adalah dewan direksi yang mengawal operasional dan proses manajemen,

sedangkan mekanisme eksternal termasuk struktur kepemilikan, perlindungan

terhadap pemegang saham minoritas dan infrastruktur hukum (Abbasi, Kalantari,

& Abbasi, 2012).

A. Supervisory Board (Dewan Pengawas/Komisaris)

Supervisory board atau biasa disebut dewan komisaris merupakan bagian

perusahaan yang berfungsi melaksanakan pengawasan secara umum atau khusus

berdasarkan anggaran dasar perusahaan dan juga menyampaikan saran atas

kebijakan direksi dalam menjalankan kepengurusan perseroan. Dewan komisaris

tidak memiliki hak saat mengambil keputusan operasional, posisinya hanya sebagai

31
pemberi masukan dan saran atas keputusan tersebut. Kedudukan antar anggota

dewan komisaris mencangkup juga komisaris utama adalah seimbang, tidak ada

yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Fungsi komisaris utama ialah untuk

mensingkronkan aktivitas di antara dewan komisaris.

Agar tugas dewan komisaris berlangsung tepat guna, KNKG (2006)

berpendapat bahwa perusahaan harus mewujudkan prinsip-prinsip seperti:

a. Proporsionalnya komposisi dewan komisaris sehingga berpengaruh

pada saat pengambilan keputusan yang menjadi efektif, akurat, dan

tidak memerlukan waktu lama serta dapat bertindak secara bebas.

b. Profesionalnya dewan komisaris dengan integritas serta memiliki

kemampuan yang cukup baik sehingga dapat mengemban tugas dan

perannya dengan baik, serta mengukuhkan bahwa direksi telah

menaruh perhatian untuk semua stakeholder.

c. Cangkupan monitoring dan pemberian saran oleh dewan komisaris

ialah pada langkah preventif, pembenahan, dan sampai pada

penonaktifan sementara direksi.

B. Executive Board (Dewan Pelaksana/Direksi)

Mekanisme internal corporate governance dalam penelitian ini menggunakan

executive board atau biasa disebut dewan direksi. Perusahaan dikelola dan diwakili

oleh dewan direksi yang didasarkan pada pengawasan dan arahan dari dewan

komisaris serta memberikan informasi yang dibutuhkan oleh dewan komisaris

seperti yang diungkapkan oleh Forum for Corporate Governance Indonesia. Dalam

32
hal pelaksanaannya pada suatu perusahaan, corporate governance menganggap

direksi sebagai salah satu mekanisme internal yang utama. Telah banyak

didiskusikan dalam berbagai penelitian, banyak yang berpendapat bahwa dewan

direksi sebagai linchpin dari corporate governance yang memiliki kewajiban

kepada pemegang saham dan tanggung jawab untuk memberikan arahan dan

pengawasan strategis. Melihat kewajiban dan tanggung jawabnya, peran dewan

direksi sangat penting dalam corporate governance (Gillan, 2006).

Mengacu pada peraturan OJK No: 33/POJK.04/2014 Tentang Dewan Direksi

dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan publik pasal 1, direksi adalah organ

emiten atau perusahaan publik yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas

pengurusan emiten atau perusahaan publik sejalan dengan maksud dan tujuannya

serta dapat menjadi wakil bagi emiten atau perusahaan publik di dalam maupun di

luar pengadilan sejalan dengan anggaran dasar. Namun, ketika tata kelola eksternal

kurang efektif dan perlindungan hukum untuk investor masih lemah, maka

mekanisme internal corporate governance seperti dewan direksi menjadi penting

untuk memitigasi konflik kepentingan diantara pemegang saham yang sering terjadi

pada pasar berkembang seperti Indonesia. Biasanya dewan direksi dipandang

sebagai mekanisme utama dalam corporate governance dan sarana utama bagi

pemegang saham untuk mengawasi kegiatan manajemen (John & Senbet, 1998).

Dewan direksi dengan jumlah anggota yang ideal diharapkan dapat

menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengawasi aktifitas manajemen secara

efektif sehingga dapat dianggap sebagai mekanisme yang mampu mengurangi

33
konflik keagenan. Ukuran dewan direksi beragam bergantung pada beberapa faktor

seperti ukuran perusahaan, ukuran aset perusahaan dan budaya dewan (Fauzi &

Locke, 2012). Pengawasan yang lebih baik disediakan dengan adanya ukuran

dewan yang lebih besar sehingga meningkatkan kinerja perusahaan, oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan (J. L. Coles et al., 2008). Jumlah dewan direksi dianggap sebagai suatu

aspek yang mempengaruhi kinerja perusahaan, namun tidak terdapat ukuran dewan

direksi yang optimal (Fauzi & Locke, 2012). Lebih lanjut mengenai direksi,

berdasarkan Peraturan OJK No 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan

Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik pada pasal 2, direksi emiten atau

perusahaan publik paling kurang terdiri dari dua orang anggota direksi, dimana satu

diantara anggota direksi diangkat menjadi direktur utama. Jensen & Meckling

(1976) menyarankan bahwa sebuah dewan sebaiknya memiliki maksimum tujuh

atau delapan anggota untuk fungsi secara optimal.

Menurut Fauzi & Locke (2012), terdapat beberapa pandangan mengenai

ukuran dewan direksi dalam suatu perusahan, antara lain bahwa pengawasan

manajemen dapat dilakukan lebih baik dengan adanya ukuran dewan direksi yang

lebih besar dikarenakan lebih banyak orang yang mengawasi tindakan manajemen;

resource dependence theory, dimana lebih besarnya jumlah dewan direksi

menciptakan kesempatan yang lebih baik dikarenakan terdapat berbagai macam

akses terhadap sumber daya untuk perusahaan; stewardship theory, dimana ukuran

dewan direksi yang lebih besar menciptakan keuntungan dalam hal pengambilan

34
keputusan yang didasarkan pada informasi, keahlian, dan ilmu pengetahuan yang

dimiliki dewan direksi.

C. Board Size (Ukuran Dewan Perusahaan)

Dalam pedoman Good Corporate Governance bahwa board size atau ukuran

Dewan Perusahaan tidak dinyatakan secara kuantitatif jumlahnya, namun

jumlahnya harus disesuaikan dengan fungsi dan kompleksitas yang ada dengan

tetap memperhatikan efektifitas pengambilan keputusan (POJK Nomor

33/POJK.04/2014).

Beberapa pendapat penelitian mengungkapkan bahwa Dewan Perusahaan

yang besar (banyak anggota) baik untuk meningkatkan kinerja perusahaan

dikarenakan kemampuan yang dimiliki mereka beragam sehingga menciptakan

keputusan yang lebih baik. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa

semakin banyak jumlah Dewan Perusahaan akan menurunkan tingkat keefektifan

dalam memberikan keputusan sehingga akan mempengaruhi mekanisme penerapan

Good Corporate Governance yang berakibat negatif pada kinerja perusahaan.

Terdapat keuntungan maupun kerugian dalam penerapan ukuran Dewan

Perusahaan yang besar (banyak anggota) bagi perusahaan. Menurut Goodstein et

al. (1994), keuntungan perusahaan yang lebih besar dapat dicapai dengan memiliki

jumlah dewan yang lebih besar. Hal itu sepaham dengan Resource Dependence

Theory yang menyatakan bahwa meningkatnya jumlah dewan, akan meningkatkan

pengelolaan sumber daya. Dengan semakin baik perusahaan dalam mengelola

sumber daya maka akan berpengaruh terhadap profitabilitas yang lebih baik pula.

35
Sedangkan menurut Lipton & Lorsch (1992) beranggapan bahwa jumlah

dewan yang terlalu besar mengakibatkan pengeluaran biaya yang lebih besar. Hal

lainnya, bahwa kesepakatan hasil diskusi yang terbaik untuk perusahaan akan lebih

sulit didapatkan karena lebih banyak opini yang dihasilkan sehingga hal tersebut

akan menghabiskan banyak waktu. Oleh karena itu, Lipton & Lorsch (1992)

menyatakan jumlah anggota dewan yang baik berjumlah tujuh sampai delapan

orang.

D. Independent Directors (Komisaris Independen)

Dalam praktik corporate governance, perusahaan diharuskan memiliki

independent directors atau biasa disebut komisaris independen. Iklim perusahaan

yang lebih independen, objektif, dan menempatkan kesetaraan mampu diciptakan

oleh kehadiran komisaris independen. Hal tersebut merupakan prinsip utama dalam

memperhatikan kepentingan para pemegang saham dan stakeholder lainnya.

Menurut POJK No: 33/POJK.04/2014 menyebutkan Komisaris Independen

merupakan anggota komisaris dengan kualifikasi:

a) Berasal dari eksternal emiten atau perusahaan publik.

b) Tidak memiliki saham pada emiten atau perusahaan publik dalam

bentuk apapun.

c) Tidak memiliki hubungan terhadap emiten atau perusahaan publik,

komisaris, direksi atau pemilik saham utama emiten atau perusahaan

publik.

36
d) Tidak memiliki jalinan usaha yang terasosiasi dengan ekonomi usaha

emiten atau perusahaan publik dalam bentuk apapun.

Negara-negara anggota ACMF mengkaji kaidah Good Corporate

Governance yang didalamnya menerangkan bahwa komposisi atau jumlah

komisaris independen wajib menjamin mekanisme pengawasan berlangsung

dengan efektif serta searah dengan peraturan perundang-undangan. Standar yang

telah tentukan ialah paling tidak terdapat satu anggota yang berlatar belakang

akuntansi atau keuangan dari semua anggota komisaris independen.

Meski jumlah komisaris independen tidak ditentukan dalam pedoman Good

Corporate Governance, akan tetapi OJK dalam peraturannya mewajibkan emiten

atau perusahaan publik memiliki paling sedikit satu orang komisaris independen.

Berdasarkan surat keputusan Bursa Efek Jakarta No: Kep-305/BEJ/07-2004

melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum pencacatan

emiten diwajibkan mengangkat komisaris independen paling sedikit 30% dari

semua anggota dewan komisaris dan mulai efektif bertugas sebagai komisaris

independen pasca saham emiten tercatat di bursa efek.

Kehadiran komisaris independen menjadi penting karena didalam praktek

pengawasan dalam perusahaan tidak jarang menemukan adanya transaksi yang

memuat konflik kepentingan yang mengabaikan pemilik serta stakeholder lainnya.

independensi dari dewan komisaris independen sangat mempengaruhi efektivitas

dewan komisaris. Meskipun berada di antara berbagai kepentingan, komisaris

37
independen harus mengedepankan kesetaraan (fairness) untuk mewujudkan situasi

yang lebih objektif.

E. Audit Committee (Komite Audit)

Menurut POJK Nomor 33/POJK.04/2014, audit committee atau biasa disebut

komite audit merupakan lembaga dalan organisasi perusahaan yang bertugas untuk

membantu melakukan tugas pengawasan perusahaan yang jumlah dan

keanggotaannya disusun oleh Dewan Komisaris. Fungsi dari komite audit ialah

menyampaikan gagasan terkait hal-hal yang berkaitan dengan pengendalian

internal, kebijakan keuangan, dana akuntansi. Mayangsari (2004) menyebutkan

bahwa membantu dewan komisaris dalam mengontrol pihak manajemen pada saat

penyusunan laporan keuangan adalah ialah fungsi komite audit.

Seperti halnya pada komisaris independen, banyaknya komite audit juga tidak

diatur secara jelas pada pedoman Good Corporate Governance. Penentuan jumlah

anggota komite audit harus memperhatikan Efektifitas dalam pengambilan

keputusan. Mengacu pada POJK No: 33/POJK.04/2014 yang mewajibkan emiten

atau perusahaan publik mendirikan komite audit yang jumlahnya paling sedikit tiga

orang dengan seorang komisaris independen yang juga merupakan ketua komite

audit.

2.1.2 Board Diversity

Diversitas menurut KBBI didefinisikan semacam perbedaan, kelainan, dan

keberagaman. Sedangkan kamus Oxford (2000) yang jika diartikan dalam bahasa

Indonesia mengungkapkan bahwa diversity adalah beberapa orang atau benda yang

38
memiliki ciri unik antara satu dan lainnya. Sedangkan diversity menurut Allard

(2004) adalah perbedaan sosial, kultural fisik, dan lingkungan antara orang orang

yang mempengaruhi cara mereka berfikir dan berperilaku.

Pada bahasan corporate governance, diversity adalah struktur dewan

perusahaan dengan gabungan kualitas, karakteristik beserta keahlian yang unik dari

setiap anggota pada dewan perusahaan yang terkait pengambilan kebijakan serta

prosedur lainnya (Walt & Ingley, 2003). Sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang

board diversity yakni suatu perbedaan serta variasi atribut berdasarkan jasmani,

hubungan masyarakat, tradisi dan lain sebagainya yang dimiliki oleh dewan

perusahaan.

Carter et al. (2003) menyatakan bahwa board diversity memberikan manfaat,

seperti: (1) Diversity memperbaiki kemampuan dewan pengawas dalam memonitor

manajer yang disebabkan meningkatnya independensi dewan; (2) Diversity

memperbaiki prosedur penentuan kebijakan dewan perusahaan lantaran pandangan

baru yang unik, peningkatan kreatifitas, dan strategi inovatif yang modern; (3)

Diversity mengoreksi informasi yang diberikan oleh dewan perusahaan pada

manajer yang dikarenakan informasi yang didapat dari dewan yang beragam; (4)

Dewan perusahaan dengan susunan yang beragam memberikan jangkauan terhadap

pihak yang memiliki kepentingan dan sumber daya penting dalam lingkungan luar

perusahaan; (5) Diversity dewan komisaris dan direksi memberikan isyarat positif

pada labor market, product market, dan money market; (6)Diversity pada dewan

39
perusahaan memberikan pengukuhan bagi perusahaan dengan pihak-pihak yang

memiliki hubungan dengan perusahaan.

Manfaat keberagaman telah dibuktikan dalam sebuah laporan dari Ernst &

Young (2009) yang menemukan kecenderungan kinerja yang lebih baik ketika

keberagaman dewan lebih besar dibandingkan dengan dewan yang homogen

meskipun dengan kemampuan yang lebih baik. Sedangkan Carter et al. (2003)

menyatakan adanya pengaruh yang signifikan antara perbedaan gender dalam

dewan dan kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan

akan berpengaruh pada optimalnya nilai perusahaan saat struktur dewan memiliki

keragaman yang tinggi.

2.1.3 Kinerja Keuangan Perusahaan

Pembahasan mengenai pemenuhan nilai ekonomi perusahaan secara efektif

dan efisien merupakan topik menarik yang selalu dibahas dalam penelitian

managerial. Kinerja keuangan perusahaan terkait dengan berbagai macam

pengukuran bagaimana perusahaan dapat menggunakan segala asset dan modalnya

untuk mendatangkan profit bagi perusahaan tersebut.

Klapper & Love (2004) menyebutkan bahwa kinerja operasional perusahaan

dan kinerja pasar merupakan dua macam kinerja yang biasa dijadikan ukuran

melakukan penelitian kinerja. Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya membahas

kinerja operasional perusahaan. Kinerja operasional perusahaan dapat ditinjau dari

laporan keuangan perusahaan dan diukur salah satunya menggunakan profitabilitas.

Profitabilitas dapat mengukur kinerja perusahaan melalui kemampuannya dalam

40
menghasilkan laba. Chang & Rhee (1990) mengemukakan bahwa tingkat laba

bersih yang didapat perusahaan saat menyelenggarakan kegiatan perusahaan

disebut profitabilitas.

Profitabilitas dapat dikukur dengan Return on Assets (ROA), Return on

Ivesment (ROI), Return on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Gross

Profit Margin, serta dapat melalui asset utilization layaknya total assets turnover,

inventory turnover, dan working capital turnover. Pada pengkajian kali ini hanya

ROA yang digunakan untuk mengukur profitabiltas perusahaan. ROA dipilih

karena dapat menunjukkan kecakapan perusahaan untuk menghasilkan laba atau

keuntungan pada jangka waktu tertentu. Menurut Gibson (1987), ROA merupakan

rasio profitabilitas yang paling banyak dan paling populer digunakan untuk

mengukur kinerja keuangan perusahaan dan mengetahui gambaran perusahaan di

periode berikutnya.

Rasio yang dipakai untuk menilai kapabilitas perusahaan dalam

mendatangkan laba dengan mengeksploitasi aset yang dimilikinya adalah Return

on Asset (ROA). Ang (1997) mengatakan bahwa rasio laba bersih sesudah pajak

terhadap total aset disebut ROA. ROA mampu memperlihatkan seberapa efektif

perusahaan mengolah dana untuk kesejahteraan pemegang saham dan kepentingan

perusahaan. Jika ROA meningkat, maka secara relatif perusahaan dapat dianggap

profitable. Tinggi rendahnya peningkatan laba pada jangka waktu yang akan datang

sangat bergantung pada posisi ROA setelah perhitungan dividen (Chasanah, 2008).

41
Menurut Brigham & Houston (2010), cara mengukur ROA adalah

membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham dengan total

aset. Laba bersih yang dimaksud adalah laba bersih setelah dikurangi pajak dan

beban bunga (Earning After Tax/EAT), sedangkan yang dimaksud total aset adalah

keseluruhan kekayaan perusahaan yang diperoleh dari modal sendiri dan pendanaan

eksternal yang telah diubah perusahaan menjadi aset untuk kelangsungan

operasional perusahaan.

2.1.4 Leverage

Laverage merupakan pemanfaatan sumber dana dan asset oleh perusahaan

yang memiliki yang juga memiliki biaya tetap yang bertujuan untuk

mengoptimalkan keuntungan bagi para pemegang saham (Sartono, 2008).

Sedangkan Irawati (2006) menyebutkan bahwa leverage adalah strategi perusahaan

untuk memperoleh dana dan sumber investasi dengan menanggung biaya tetap.

Sedangkan Fakhrudin (2008), menyatakan bahwa leverage dicerminkan dalam

seberapa besar jumlah hutang yang dipakai untuk membiayai pembelian asset

perusahaan. Tingginya Rasio leverage bisa dimaknai bahwa perusahaan memiliki

hutang yang lebih besar dibandingkan dengan equity yang dimiliki perusahaan

tersebut.

Sumber dana operasional perusahaan dapat digambarkan dengan rasio

leverage, lebih tinggi hutang atau modal sendiri. Tinggi rendahnya risiko yang

dihadapi oleh perusahaan juga dapat ditunjukkan oleh rasio leverage. Risiko yang

semakin besar yang dihadapi perusahaan akan mengakibatkan meningkatnya

42
ketidakpastian perusahaan dapat menghasilkan laba dimasa yang akan datang.

Tingginya leverage karena hutang yang tinggi oleh Modigliani & Miller (1958)

dikatakan bahwa perusahaan memiliki banyak alternatif pendanaan dalam

pembiayaan operasional dan serta investasi perusahaan.

Namun, Jensen, M., & Meckling (1976) berargumen tentang moral hazard

yang menyatakan bahwa level hutang yang tinggi akan mengakibatkan perusahaan-

perusahaan memilih proyek-proyek investasi berisiko secara berlebihan. Moral

hazard terjadi ketika manajer lebih mementingkan untuk memaksimalkan

kesejahteraan personalnya dalam melakukan investasi tanpa mengedepankan

kepentingan pemegang saham (Jensen, M., & Meckling, 1976). Hal tersebut dapat

mengakibatkan manajer melakukan overinvestment maupun underinvestment,

tergantung ketersediaan modal yang ada.

2.1.5 Agency Theory

Jensen, M., & Meckling (1976) mengatakan bahwa Agency Theory

merupakan sebuah kontrak/perjanjian antara pemegang saham dan perusahaan yang

diwakilkan oleh manajer. Namun, inti dari hubungan keagenan ialah adanya

jarak/pemisah antara kepemilikan dan pengendalian suatu perusahaan. Sebab

munculnya konflik keagenan ialah gap kepentingan antara pemilik dan pihak

perusahaan (Jensen, M., & Meckling, 1976).

Borolla (2011) dalam artikelnya memakai tiga asumsi dari sifat manusia

untuk mengungkapkan agency theory, yaitu mengutamakan diri sendiri (self

interest), terbatasnya kemampuan berfikir manusia tentang masa depan (bounded

43
rationality), serta menjauhi risiko (risk averse) yang ketiganya adalah

kecenderungan sifat manusia. Mengacu pada tiga asumsi tersebut, manajer yang

juga bagian dari manusia akan bersifat oportunis (opportunistic), yaitu lebih

mengutamakan kepentingan perusahaan tempatnya bekerja.

Agency theory dilandaskan pada problem agensi yang hadir dari tidak

menyatunya kepengelolaan dan kepemilikan perusahaan. Tata cara pengelolaan

perusahaan memberikan peluang kepada masing-masing pihak berkontribusi untuk

perusahaan. Kontribusi tersebut dapat berupa modal, kemampuan serta segala usaha

demi memaksimalkan manfaat berupa laba untuk jangka panjang. Pemilik

(principal) dapat memberikan kontribusinya ke dalam bentuk modal, sedangkan

pengelola perusahaan (agent) berkontribusi dalam bentuk keahlian dan tenaga.

Permasalahan tentang mekanisme penyeimbangan kepentingan akan muncul

karena terdapat dua kelompok tersebut.

Borolla (2011) menjelaskan bahwa adanya kemungkinan pihak agent

membuat kebijakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pemilik yang akan

menjadi pemicu timbulnya biaya keagenan (agency cost) karena terjadinya konflik

kepentingan. Potensi hadirnya konflik kepentingan diantara masing-masing pihak

didalam suatu perusahaan yang mempunyai kepentingan mampu dijelaskan oleh

agency theory. Perbedaan tujuan dari masing-masing pihak yang dijadikan alasan

terjadinya konflik ini jika didasarkan pada posisi dan kepentingan masing-masing

pada perusahaan (Borolla, 2011). Manajer yang berperan sebagai agent memiliki

tanggung jawab secara moral kepada pemilik (principal) untuk mengoptimalkan

44
keuntungan, akan tetapi manajer juga mendambakan untuk mendapatkan

kompensasi seperti yang telah disepakati sebelumnya.

Utari (2010) menerangkan bahwa agency theory sangat diharapkan mampu

mengendalikan problem yang mungkin terjadi pada hubungan antara agent dan

principal sebagai berikut:

1. Masalah agency yang muncul pada saat tujuan dari principal dan agent

berlawanan. Masalah ini merupakan suatu hal yang sulit atau mahal

bagi pemilik untuk melakukan verifikasi tentang apa yang telah

dilakukan oleh agent.

2. Masalah pembagian risiko yang timbul pada saat pemilik dan agent

memiliki sikap yang berbeda dalam memandang suatu risiko.

Ide bahwa perusahaan merupakan nexus of contract dikenalkan oleh Untari

(2010) yang mengartikan bahwa didalam perusahaan memiliki banyak kontrak

yang saling memberikan pengaruh dan memberikan fasilitas kepada pemilik

perusahaan, pemasok dan pihak-pihak lain yang memiliki hubungan dengan

perusahaan. Didalam kontrak yang baik harus mampu menjelaskan secara detail

hal-hal yang wajib dilakukan oleh manajer ketika memanfaatkan dana para investor

termasuk mengenai pembagian return antara perusahaan dengan investor. Segala

kemungkinan yang akan dilakukan manajer dikemudian hari serta bagaimana laba

perusahaan akan dibagi harus dijelaskan secara detail pada perjanjian/kontrak yang

lengkap dan komplit dan ditandatangani oleh investor dan manajer.

45
2.1.6 Trade-off Theory

Pendanaan eksternal merupakan cara perusahaan untuk memenuhi kebutuhan

modal perusahaan. Trade-off theory adalah teori tentang komposisi modal yang

menyatakan adanya pengalihan manfaat dari pajak pendanaan hutang dengan

masalah yang mungkin ditimbulkan oleh risiko kebangkrutan akibat hutang

(Brigham & Houston, 2010). Asumsi dari teori tersebut ialah komposisi modal

perusahaan adalah hasil dari pengalihan kentungan dari pajak penggunaan hutang

dan biaya yang mungkin muncul sebagai dampak dari hutang tersebut. Hakikat dari

teori ini adalah keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan yang muncul dari

hutang. Penambahan hutang boleh dilakukan jika manfaatnya masih lebih besar dari

pengorbanan yang timbul. Namun, penambahan hutang sebaiknya ditunda atau

bahkan dibatalkan jika pengorbanan yang harus ditanggung lebih besar besar dari

pada keuntungan yang didapat perusahaan dari hutang.

Meskipun tidak aja jaminan bahwa trade-off theory dapat mewujudkan

struktur modal yang optimal, namun tetap harus mendapat perhatian karena mampu

memberikan kontribusi penting untuk menentukan keoptimalan komposisi modal,

yaitu:

1. Perusahaan dengan aktiva yang tinggi lebih baik menggunakan aktiva

yang tinggi juga.

2. Perusahaan dengan beban pajak yang tinggi lebih baik menggunakan

pendanaan hutang yang lebih banyak dibanding dengan perusahaan

dengan beban pajak rendah.

46
2.1.7 Resource Dependence Theory

Resource Dependence Theory merupakan teori yang berfokus pada hubungan

eksternal dengan kekuasaan yang dipegang oleh divisi paling penting untuk

mengatasi dan memecahkan masalah organisasi yang timbul dari lingkungan sekitar

(Pfeffer & Salancik, 1978). Resource dependence theory menyebutkan bahwa

anggota dewan dengan akses yang tinggi dengan lingkungan eksternal akan

meningkatkan akses perusahaan ke berbagai sumber daya sehingga meningkatkan

corporate governance dan kinerja perusahaan. Sumber daya yang telah diselidiki

memiliki nilai tambah bagi perusahaan termasuk keuangan dan modal (Allen &

Burt, 1985).

Dewan perusahaan berfungsi menghubungkan perusahaan dengan organisasi

lain di luar perusahaan untuk mengatasi dependensi lingkungan. Pfeffer & Salancik

(1978) menyarankan empat manfaat utama untuk hubungan eskternal, yaitu: (1)

Penyedia sumber daya (informasi dan keahlian); (2) Pencipta saluran komunikasi

dengan konstituen penting perusahaan; (3) Penyedia komitmen dukungan dari

organisasi penting atau kelompok dalam lingkungan eksternal perusahaan; (4)

Pencipta legitimasi bagi perusahaan dalam lingkungan eksternal.

Hillman, AJ, Cannella & Paetzold (2000) memperluas keempat manfaat

diatas menjadi taksonomi jenis direktur yang menyediakan berbagai sumber daya

untuk perusahaan, yaitu: internal, ahli bisnis support spesialis dan tokoh

masyarakat. Hillman, AJ, Cannella & Paetzold (2000) juga berpendapat bahwa

keberagaman dewan akan memberikan berbagai manfaat sumber daya bagi

47
perusahaan. Sehingga, dewan yang lebih beragam akan menyediakan lebih banyak

sumber daya yang berharga, yang seharusnya dapat menghasilkan kinerja

perusahaan yang lebih baik. Perbedaan jenis kelamin dan etnis pada dewan

komisaris dan direksi juga sangat memungkinkan untuk menghasilkan informasi

yang unik bagi perusahaan sehingga dapat digunakan oleh manajemen untuk

membuat keputusan yang lebih baik yang akan menguntungkan bagi perusahaan.

Selain itu, komposisi dewan yang beragam juga menyediakan akses ke konstituen

penting dalam lingkup eksternal perusahaan. Sehingga keberagaman pada kursi

dewan diharapkan mampu memberikan nilai tambah yang berpengaruh pada kinerja

perusahaan yang lebih baik.

2.1.8 Human Capital Theory

Terjesen et al. (2009) menunjukkan bahwa Human Capital Theory berasal

dari karya Becker (1964) yang membahas peran seorang dilihat dari pendidikan,

pengalaman, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk kepentingan organisasi.

Selanjutnya, perbedaan gender dalam direksi juga mempengaruhi sumber daya

manusia yang unik (Terjesen et al., 2009).

Bukti pada sumber daya manusia, khususnya pada wanita menunjukkan

bahwa wanita memiliki kualitas sumber daya yang sama baiknya dengan laki-laki,

termasuk di bidang pendidikan. Akan tetapi, wanita cenderung kurang memiliki

pengalaman sebagai pakar bisnis (Terjesen et al., 2009). Oleh karena itu, human

capital theory menyebutkan bahwa kinerja dewan akan dipengaruhi oleh

keberagaman dewan yang merupakan efek dari keunikan sumber daya manusia

48
yang beragam, namun efeknya bisa positif atau bahkan sebaliknya (negatif) dalam

perspektif kinerja keuangan perusahaan.

2.1.9 Social Psychological Theory

Westphal & Milton (2000) menunjukkan bahwa social psychological concept

pada status minoritas berasal dari social impact theory. Teori ini memprediksi

bahwa individu dalam kelompok mayoritas memiliki potensi untuk mengerahkan

jumlah yang tidak proporsi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan

(Westphal & Milton, 2000). Hal tersebut memungkinkan anggota dewan yang

beragam tidak akan mempengaruhi dewan.

Campbell & Mínguez-Vera (2008) berpendapat bahwa proporsi wanita yang

lebih lebih besar diantara anggota dewan menghasilkan opini yang lebih beragam

sehingga membuat pengambilan keputusan lebih memakan banyak waktu dan

cenderung kurang efektif. Sedangkan Kim et al. (2009) berpendapat bahwa

keberagaman dewan secara positif berhubungan dengan jangkauan, kecepatan,

serta kemampuan langkah strategis tim manajemen puncak dalam analisis tentang

peran strategis dewan direksi.

Sehingga berdasarkan teori dan bukti yang ada menunjukkan bahwa

keberagaman dewan mungkin memiliki efek, baik positif maupun negatif terhadap

kinerja perusahaan.

49
2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai hubungan proporsi komisaris

perempuan, board size, komisaris independen, dan ukuran komite audit terhadap

return on asset dan tingkat leverage yang digunakan sebagai dasar acuan dalam

penelitian ini. Ringkasan penelitian terdahulu mengenai hubungan proporsi

komisaris perempuan, board size, komisaris independen, dan ukuran komite audit

terhadap return on asset dan tingkat leverage dijelaskan pada tabel berikut:

Table 2.1
Hasil-hasil penelitian terkait hubungan komisaris perempuan, board size,
komisaris independen, dan ukuran komite audit terhadap return on asset dan
tingkat leverage

No. Judul Peneliti dan Hasil


Tahun
1. Do gender differences Perryman et Peningkatan kehadiran perempuan
persist? An al. (2016) pada Top Level Management dapat
examination of gender menurunkan tingkat leverage
diversity on firm perusahaan sehingga dapat
performance, risk, and menurunkan risiko.
executive compensation
2. Capital structure and Jiraporn et al. Board size yang tinggi berpengaruh
corporate governance (2012) negatif terhadap leverage. Mereka
quality: Evidence from berasumsi bahwa dewan board size
the Institutional yang tinggi akan menekan
Shareholder Services perusahaan (manajemen) untuk
(ISS) menurunkan rasio hutang untuk
meningkatkan kinerja perusahaan.
3. Capital structure, Margaritis & Komisaris independen mendorong
equity ownership and Psillaki peningkatan leverage karena
firm performance (2010) menganggap leverage yang tinggi
dapat mengurangi agency cost
karena pengawasan yang lebih
baik.
4. The information role of P. F. Chen et Pengawasan yang baik dari komite
audit opinions in debt al. (2016) audit memberikan informasi
contracting tambahan mengenai risiko kredit

50
No. Judul Peneliti dan Hasil
Tahun
sehingga meningkatkan
kepercayaan pihak eksternal yang
akan memberikan modalnya untuk
dikelola perusahaan.
5. Board independence Uribe- Kehadiran komisaris perempuan
and firm performance: Bohorquez et pada dewan menyebabkan
The moderating effect al. (2018) inefisiensi dalam pengambilan
of institutional context keputusan yang akan berpengaruh
negatif bagi perusahaan.
6. On the relationship Pillai & Al- Perusahaan harus membatasi board
between corporate Malkawi size untuk menjaga kinerja
governance and firm (2018) perusahaan.
performance: Evidence
from GCC countries
7. Board independence, Muniandy & Komisaris independen memiliki
investment opportunity Hillier (2015 pengaruh positif pada kinerja
set and performance of perusahaan di Afrika Selatan yang
South African firms diukur menggunakan ROA
8. Dynamic study of Shao (2019) Peningkatan pengawasan yang
corporate governance dilakukan oleh komite audit
structure and firm berpengaruh positif terhadap
performance in China: kinerja perusahaan.
Evidence from 2001-
2015
9. Form versus substance: Connelly et Perusahaan menggunakan
The effect of ownership al. (2012) pendanaan eksternal maka akan
structure and corporate meningkatkan pengawasan oleh
governance on firm pihak eksternal (kreditur) sehingga
value in Thailand perusahaan akan berinvestasi pada
proyek-proyek yang lebih
menguntungkan sehingga akan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Sumber : Jurnal Pendukung

51
2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Pengaruh Proporsi Komisaris Perempuan Terhadap Tingkat Leverage

Terdapat peningkatan kepercayaan bahwa perempuan akan mampu

meningkatkan efektifitas dari dewan komisaris perusahaan dalam mengawasi

jalannya operasional perusahaan. Komisaris perempuan cenderung berkontribusi

bagi perusahaan dengan menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka

tentang hukum, manajemen sumber daya manusia, komunikasi dan hubungan

masyarakat lebih baik dari pada anggota komisaris laki-laki (Zelechowski &

Bilimoria, 2004).

Agency theory menyebutkan bahwa perlu adanya pengawasan diantara

pemilik modal (investor) dan manajemen untuk menghindari agency conflict.

Menurut Adams & Ferreira (2009), komisaris perempuan memiliki catatan

kehadiran dan kualitas pemantauan yang lebih baik. Kemudian menurut Carter et

al. (2010), keberagaman pada dewan komisaris menjadikan pengawasan terhadap

direksi menjadi lebih baik karena komisaris perempuan dianggap lebih independen

dari pada komisaris laki-laki. Pengawasan yang lebih baik dapat meminimalisir

hutang-hutang untuk investasi yang kurang produktif.

Oleh karena itu, semakin meningkatnya proporsi komisaris perempuan akan

menyebabkan pengawasan yang lebih baik akan menurunkan tingkat leverage

perusahaan pengaruh dari berkurangnya hutang-hutang investasi yang tidak

produktif. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh Perryman et al.

(2016) yang mengatakan bahwa peningkatan kehadiran perempuan pada Top Level

52
Management dapat menurunkan tingkat leverage perusahaan sehingga dapat

menurunkan risiko.

H1 : Proporsi komisaris perempuan berpengaruh negatif terhadap leverage

2.3.2 Pengaruh Board Size Terhadap Tingkat Leverage

Dewan perusahaan merupakan salah satu elemen penting bagi mekanisme

corporate governance dalam mengawasi efisiensi dan kebijakan perusahaan. Hal

tersebut penting untuk memitigasi kegagalan perusahaan (Chancharat et al., 2012).

Meskipun dianggap penting, namun tidak ada pedoman yang jelas mengenai board

size di perusahaan. Terdapat pendapat mengenai board size yang optimal

tergantung karakteristik perusahaan, biaya pengawasan, dan kompleksitas

organisasi perusahaan (Uchida, 2011).

Agency theory berpendapat bahwa perlu dilakukan pengawasan terhadap

jalannya kebijakan perusahaan, termasuk kebijakan pendanaan perusahaan.

Peningkatan board size diharapkan pengawasan terhadap perusahaan diharapkan

sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya fraud. P. G. Berger et al. (1997)

mengungkapkan bahwa perusahaan dengan board size yang besar menerapkan

kebijakan penggunaan tingkat hutang yang rendah.

Oleh karena itu, board size yang besar akan berpengaruh negatif bagi

leverage karena ukuran dewan perusahaan yang besar memungkinkan terjadinya

keberagaman pengalaman dan keahlian sehingga dalam memutuskan suatu

kebijakan termasuk hutang dalam pembiayaan perusahaan atau investasi

53
pengembangan perusahaan. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh

Jiraporn et al. (2012) yang menyebutkan bahwa board size yang tinggi berpengaruh

negatif terhadap leverage. Mereka berasumsi bahwa dewan board size yang tinggi

akan menekan perusahaan (manajemen) untuk menurunkan rasio hutang untuk

meningkatkan kinerja perusahaan.

H2 : Board Size berpengaruh negatif terhadap leverage

2.3.3 Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Tingkat Leverage

Agency Theory membahas tentang sebuah kontrak/perjanjian antara

pemegang saham dan perusahaan yang diwakilkan oleh manajer. Jensen, M., &

Meckling (1976) menjelaskan dalam agency theory kecenderungan manajemen

bertindak untuk kepentingan diri sendiri atau mengabaikan kepentingan pemilik

saham atau pemberi modal merupakan awal munculnya agency conflict. Fama &

Jensen (1983) menjelaskan bahwa fungsi monitoring harus dijalankan oleh

komisaris independen agar manajemen tidak membuat kebijakan yang

menguntungkan diri sendiri dan merugikan para pemegang saham sehingga akan

muncul agency conflict.

Menurut agency theory, peningkatan hutang dalam struktur modal

perusahaan dapat mengurangi konflik antara pemilik dan manajemen. Oleh karena

itu, komisaris akan mendorong penggunaan hutang dalam pendanaan perusahaan

dan investasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap manajemen, termasuk dari

kreditur.

54
Oleh karena itu, peningkatan proporsi komisaris independen berpengaruh

positif terhadap tingkat leverage perusahaan karena adanya peningkatan

pengawasan perusahaan, termasuk dari kreditur. Hal tersebut selaras dengan yang

diungkapkan oleh Margaritis & Psillaki (2010) yang mengatakan bahwa komisaris

independen mendorong peningkatan leverage karena menganggap leverage yang

tinggi dapat mengurangi agency cost karena pengawasan yang lebih baik.

H3 : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap leverage

2.3.4 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Tingkat Leverage

Komite audit merupakan lembaga yang dibentuk untuk membatu tugas

komisaris dalam pengawasan transaksi keuangan perusahaan. Rahmat et al. (2009)

mengatakan komite audit yang terlalu kecil atau terlalu besar menjadikannya tidak

efektif dalam operasionalnya. Meningkatnya fungsi pengawasan terhadap pihak

manajemen dapat dilakukan jika komite audit memiki ukuran yang tepat sehingga

manajemen tidak bertindak untuk menguntungkan dirinya sendiri (perusahaan)

yang sesuai dengan agency theory.

Ukuran komite audit yang besar dapat berpengaruh pada pengawasan

perusahaan yang lebih baik. Pengawasan yang lebih baik diharapkan mampu

meningkatkan kepercayaan pihak eksternal terkait akurasi dan kualitas laporan

keuangan perusahaan. Sehingga dengan meningkatnya kepercayaan akan informasi

yang disediakan perusahaan kepada publik (investor dan kreditur), maka pihak

eksternal akan merasa aman untuk menitipkan dananya untuk perusahaan sehingga

berpengaruh positif terhadap leverage.

55
Oleh sebab itu, jumlah anggota komite audit yang tinggi dapat berpengaruh

positif bagi tingkat leverage karena kepercayaan publik terhadap perusahaan

meningkat sehingga akan memudahkan untuk mendapat sumber pendanaan

eksternal perusahaan. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh P. F.

Chen et al. (2016) yang menyatakan pengawasan yang baik dari komite audit

memberikan informasi tambahan mengenai risiko kredit sehingga meningkatkan

kepercayaan pihak eksternal yang akan memberikan modalnya untuk dikelola

perusahaan.

H4 : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap leverage

2.3.5 Pengaruh Proporsi Komisaris Perempuan Terhadap Return on Asset

Dalam beberapa tahun terakhir, ada argumen yang kuat untuk meningkatkan

proporsi perempuan pada posisi strategis perusahaan. Pandangan mengenai

peningkatan partisipasi perempuan pada posisi strategis diharapkan dapat

meningkatkan kinerja perusahaan. Human capital theory mengungkapkan bahwa

peran seorang dilihat dari keunikan sumber daya yang dapat digunakan untuk

kepentingan organisasi, keunikan tersebut dapat dilihat dari pendidikan,

pengalaman, dan keterampilan (Becker, 1964). Kemudian Terjesen et al. (2009)

memasukkan gender sebagai faktor keunikan sumber daya yang dapat

mempengaruhi organisasi. Sehingga dapat diartikan bahwa gender dapat

mempengaruhi kinerja organisasi (perusahaan).

Menurut Adams & Ferreira (2009), komisaris perempuan mengantongi nota

kehadiran dan kualitas pemantauan yang lebih baik. Pada ruang lingkup good

56
corporate governance, peningkatan proporsi wanita dapat meningkatkan

independensi dewan. Namun, menurut Walt & Ingley (2003) kehadiran perempuan

pada dewan komisaris menyebabkan heterogenitas yang lebih besar pada dewan

sehingga menurunkan efisiensi dalam membuat keputusan sehingga menurunkan

kinerja.

Oleh karena itu, peningkatan proporsi komisaris perempuan dapat

berpengaruh negatif bagi ROA. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh

Uribe-Bohorquez et al. (2018) yang mengatakan bahwa kehadiran komisaris

perempuan pada dewan menyebabkan inefisiensi dalam pengambilan keputusan

yang akan berpengaruh negatif bagi perusahaan.

H5 : Proporsi komisaris perempuan berpengaruh negatif terhadap ROA

2.3.6 Pengaruh Board Size Terhadap Return on Asset

Meski dianggap elemen penting dalam mekanisme good corporate

governance, namun belum ada patokan khusus dalam menentukan board size untuk

perusahaan. Menurut Uchida (2011), penentuan board size yang optimal bagi

perusahaan tergantung karakteristik perusahaan, biaya pengawasan dan

kompleksitas masing-masing organisasi perusahaan.

Board size yang besar memungkinkan saat dalam proses pengambilan

keputusan dalam perannya sebagai pengawas menjadi tidak efektif dan

menghabiskan banyak energi. Hal ini karena semakian banyak pendapat yang harus

diakomodir dalam keputusan tersebut sehingga membutuhkan waktu yang lama

57
dalam mengambil keputusan. Lamanya proses pengambilan keputusan dapat

menyebabkan kurang optimalnya pengawasan dewan komisaris terhadap

manajemen. Berdasar pada agency theory, kurang optimalnya pengawasan

manajemen oleh dewan komisaris dapat memunculkan agency conflict antara

manajemen dan shareholder. Adanya agency conflict akan meningkatkan agency

cost yang akhirnya dapat menurunkan tingkat ROA.

Oleh karena itu, board size yang besar dapat berpengaruh negatif terhadap

ROA karena pengawasan yang kurang optimal karena pengambilan keputusan

dewan komisaris yang tidak efektif. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan

oleh Pillai & Al-Malkawi (2018) yang mengatakan bahwa perusahaan harus

membatasi board size untuk menjaga kinerja perusahaan.

H6 : Board size berpengaruh negatif terhadap ROA

2.3.7 Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Return on Asset

Adanya jarak atau pemisah antara pemilik (investor) dan pengelola

(manajemen) menjadi sebab muncul konflik kepentingan diantara pemilik dan

manajemen (Jensen, M., & Meckling, 1976). Untuk meminimalisir munculnya

konflik tersebut diperlukan adanya pihak yang dapat menjadi wakil dari

pemilik/investor dalam mengawasi perusahaan. Maka ditunjuk komisaris

independen yang mewakili para pemilik modal dalam mengawasi operasional

perusahaan.

58
Fama & Jensen (1983) menjelaskan bahwa fungsi monitoring harus

dijalankan oleh komisaris independen agar manajemen tidak membuat kebijakan

yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan para pemegang saham sehingga

akan muncul agency conflict. Oleh karena itu, sejauh mana komisaris independen

dapat meningkatkan kepercayaan eksternal sehingga dapat menarik investor bagi

perusahaan (Muniandy & Hillier, 2015). Kepercayaan dari pihak eksternal jelas

dapat menurunkan agency cost sehingga keberadaan komisaris independen dapat

dianggap meningkatkan kinerja perusahaan.

Oleh karena itu, peningkatan proporsi komisaris independen dapat

berpengaruh positif terhadap ROA karena meningkatkan kepercayaan pihak

eksternal sehingga menurunkan potensi agency conflict. Hal tersebut selaras dengan

yang diungkapkan oleh Muniandy & Hillier (2015) yang mengatakan pengaruh

positif dari kehadiran komisaris independen pada kinerja perusahaan di Afrika

Selatan yang diukur menggunakan ROA.

H7 : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap ROA

2.3.8 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Return on Asset

Komite audit memberikan perlindungan tambahan terhadap kecurangan dan

memastikan bahwa perusahaan memenuhi standar dan praktik terbaik yang

disyaratkan. Rahmat et al. (2009) mengatakan komite audit yang terlalu kecil atau

terlalu besar menjadikannya tidak efektif dalam operasionalnya. Ukuran komite

audit yang tepat diharapkan dapat meningkatkan fungsi pengawasan kepada

59
manajemen agar tidak bertindak untuk menguntungkan dirinya sendiri yang sesuai

dengan agency theory.

Peningkatan ukuran komite audit diharapkan dapat mengurangi masalah

asimetri informasi dan meningkatkan pemantauan manajemen (Aldamen et al.,

2012). Peningkatan ukuran komite audit diproyeksikan mampu menambah

pengawasan diharapkan mampu meminimalisir terjadinya skandal akuntansi. Hal

tersebut diharapkan dapat menurunkan agency cost karena pengawasan yang baik

berdasarkan agency theory.

Oleh sebab itu, peningkatan ukuran komite audit dapat berpengaruh positif

terhadap ROA karena adanya peningkatan pengawasan terhadap perusahaan

sehingga meminimalisir terjadinya skandal akuntansi sehingga menurunkan agency

cost. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh Shao (2019) yang

mengatakan bahwa peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh komite audit

berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

H8 : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap ROA

2.3.9 Pengaruh Tingkat Leverage Terhadap Return on Asset

Rasio leverage menggambarkan sumber dana operasional perusahaan, lebih

tinggi hutang atau modal sendiri. Rasio leverage menunjukkan tinggi rendahnya

risiko yang ditanggung oleh perusahaan. Meningkatnya risiko yang ditanggung

perusahaan juga akan berakibat pada meningkatnya ketidakpastian laba perusahaan

dimasa yang akan datang. Modigliani & Miller (1958) mengatakan tingginya

60
leverage perusahaan karena hutang menandakan perusahaan memiliki banyak

alternatif pendanaan dalam memenuhi pembiayaan operasional serta investasi

perusahaan.

Dalam menentukan sumber dana yang akan digunakan oleh perusahaan, harus

mempertimbangkan banyak aspek. Husnan Suad (2001) menjelaskan pecking order

theory merupakan teori yang menelaah tentang peringkat sumber pendanaan yang

akan digunakan, yaitu pendanaan internal (laba ditahan) dan pendanaan eksternal

(penerbitan ekuitas baru). Teori ini menjelaskan kebijakan urutan pendanaan untuk

memenuhi kebutuhan investasi perusahaan. Jika dana internal tidak mencukupi

untuk memenuhi kebutuhan investasi, maka perusahaan cenderung akan

menggunakan sumber pendanaan eksternal berbentuk hutang terlebih dahulu,

sebelum menggunakan sumber pendanaan saham. Meski begitu, Brigham &

Houston (2010) menjelaskan bahwa jika manfaat yang dihasilkan dari hutan masih

lebih besar atau sebanding dengan pengorbanan dan risiko yang mengikutinya,

maka hutang bisa berpengaruh positif bagi kinerja perusahaan. Anggapan ini

sejalan dengan Trade-off theory yang menyatakan perusahaan menukar manfaat

dari pajak pendanaan hutang dengan masalah yang mungkin ditimbulkan oleh

risiko kebangkrutan akibat hutang (Brigham & Houston, 2010).

Oleh karena itu, peningkatan leverage perusahaan dapat berpengaruh positif

pada ROA karena risiko yang dihasilkan dari hutang sebanding dengan manfaat

atau bahkan lebih besar manfaat dari hutang tersebut. Hal tersebut selaras dengan

yang diungkapkan oleh Connelly et al. (2012) yang menyatakan jika perusahaan

61
menggunakan pendanaan eksternal maka akan meningkatkan pengawasan oleh

pihak eksternal (kreditur) sehingga perusahaan akan berinvestasi pada proyek-

proyek yang lebih menguntungkan sehingga berpengaruh pada peningkatan kinerja

perusahaan.

H9 : Leverage berpengaruh positif terhadap ROA

2.3.10 Tingkat Leverage Memediasi Pengaruh Proporsi Komisaris

Perempuan Terhadap Return on Asset

Tinggi rendahnya rasio leverage menandakan seberapa besar risiko yang

dihadapi oleh perusahaan. Modigliani & Miller (1958) mengatakan tingginya

leverage perusahaan karena hutang menandakan perusahaan memiliki banyak

alternatif pendanaan dalam memenuhi pembiayaan operasional serta investasi

perusahaan. sedangkan Brigham & Houston (2010) menjelaskan bahwa jika

manfaat yang dihasilkan dari hutang masih lebih besar atau sebanding dengan

pengorbanan dan risiko yang mengikutinya, maka hutang bisa berpengaruh positif

bagi kinerja perusahaan.

Keberagaman mengarahkan pada kreativitas dan inovasi. Termasuk juga

keberagaman pada dewan perusahaan dengan mengangkat perempuan pada posisi

strategis perusahaan yang pada umumnya dijabat oleh laki-laki. Tujuan utamanya

jelas untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan. Hasil penelitian yang ada

menyebutkan bahwa kehadiran perempuan pada Top Level Management termasuk

posisi komisaris dapat menurunkan tingkat leverage perusahaan yang akan

menurunkan risiko (Perryman et al., 2016). Hasil lain menemukan bahwa kehadiran

62
komisaris perempuan pada dewan menyebabkan inefisiensi dalam pengambilan

keputusan yang akan berpengaruh negatif bagi perusahaan (Uribe-Bohorquez et al.,

2018).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disusun hipotesis berikut:

H10 : leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap

ROA

2.3.11 Tingkat Leverage Memediasi Pengaruh Board Size Terhadap Return

on Asset

Tinggi rendahnya rasio leverage menandakan seberapa besar risiko yang

dihadapi oleh perusahaan. Modigliani & Miller (1958) mengatakan tingginya

leverage perusahaan karena hutang menandakan perusahaan memiliki banyak

alternatif pendanaan dalam memenuhi pembiayaan operasional serta investasi

perusahaan. Sedangkan Brigham & Houston (2010) menjelaskan bahwa jika

manfaat yang dihasilkan dari hutang masih lebih besar atau sebanding dengan

pengorbanan dan risiko yang mengikutinya, maka hutang bisa berpengaruh positif

bagi kinerja perusahaan.

Board size memerankan peran penting dalam mekanisme corporate

governance. Board size yang beragam dan memiliki akses yang luas terhadap

eksternal dengan pengetahuan dan pengalaman yang baik mungkin akan berhati-

hati dalam mengambil suatu keputusan sehingga menghasilkan kinerja perusahaan

yang baik. Penelitian yang ada mengungkapkan bahwa board size yang tinggi akan

63
menekan perusahaan (manajemen) untuk menurunkan rasio hutang untuk

meningkatkan kinerja perusahaan sehingga board size berpengaruh negatif

terhadap leverage (Jiraporn et al., 2012). Hasil lain juga berpendapat bahwa

perusahaan harus membatasi board size untuk menjaga kinerja perusahaan (Pillai

& Al-Malkawi, 2018). Pillai & Al-Malkawi berpendapat bahwa tingginya board

size mengakibatkan pengawasan yang kurang optimal karena pengambilan

keputusan dewan komisaris yang tidak efektif.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disusun hipotesis berikut:

H11 : leverage memediasi pengaruh board size terhadap ROA

2.3.12 Tingkat Leverage Memediasi Pengaruh Proporsi Komisaris

Independen Terhadap Return on Asset

Tinggi rendahnya rasio leverage menandakan seberapa besar risiko yang

dihadapi oleh perusahaan. Modigliani & Miller (1958) mengatakan tingginya

leverage perusahaan karena hutang menandakan perusahaan memiliki banyak

alternatif pendanaan dalam memenuhi pembiayaan operasional serta investasi

perusahaan. Sedangkan Brigham & Houston (2010) menjelaskan bahwa jika

manfaat yang dihasilkan dari hutang masih lebih besar atau sebanding dengan

pengorbanan dan risiko yang mengikutinya, maka hutang bisa berpengaruh positif

bagi kinerja perusahaan.

Komisaris independen memiliki peran strategis dalam proses pemantauan tim

manajemen perusahaan. Komisaris independen mungkin memiliki pengetahuan

64
atau informasi yang lebih dan dapat memberikan kepercayaan terhadap pihak

eksternal perusahaan. Hasil penelitian yang ada mengatakan bahwa komisaris

independen mendorong perusahaan meningkatkan leverage untuk mengurangi

agency cost karena tingginya tingat leverage akan membuat pengawasan yang lebih

baik (Margaritis & Psillaki, 2010). Hasil lain mengungkapkan adanya pengaruh

positif antara komisaris independen dan kinerja perusahaan di Afrika Selatan yang

diukur menggunakan ROA (Muniandy & Hillier, 2015).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disusun hipotesis berikut:

H12 : leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris independen terhadap

ROA

2.3.13 Tingkat Leverage Memediasi Pengaruh Ukuran Komite Audit

Terhadap Return on Asset

Tinggi rendahnya rasio leverage menandakan seberapa besar risiko yang

dihadapi oleh perusahaan. Modigliani & Miller (1958) mengatakan tingginya

leverage perusahaan karena hutang menandakan perusahaan memiliki banyak

alternatif pendanaan dalam memenuhi pembiayaan operasional serta investasi

perusahaan. Sedangkan Brigham & Houston (2010) menjelaskan bahwa jika

manfaat yang dihasilkan dari hutang masih lebih besar atau sebanding dengan

pengorbanan dan risiko yang mengikutinya, maka hutang bisa berpengaruh positif

bagi kinerja perusahaan.

65
Salah satu proses penting dalam good corporate governance ialah kehadiran

dari komite audit. Komite audit merupakan lembaga yang disusun dan diangkat

oleh komisaris yang bertindak secara otonom dalam mekanisme penyusunan

laporan keuangan yang akurat sesuai dengan standar pelaporan sistem kontrol

internal dan standar audit yang baik. Komite audit memberikan perlindungan

tambahan terhadap kecurangan yang mungkin terjadi. Hasil penelitian yang ada

menunjukkan bahwa pengawasan yang baik dari komite audit memberikan

informasi tambahan mengenai risiko kredit sehingga meningkatkan kepercayaan

pihak eksternal yang akan memberikan modalnya untuk dikelola perusahaan (P. F.

Chen et al., 2016). Hasil lain mengungkapkan bahwa bahwa peningkatan

pengawasan yang dilakukan oleh komite audit karena berpengaruh positif terhadap

kinerja perusahaan karena meminimalisir terjadinya skandal akuntansi (Shao,

2019).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disusun hipotesis berikut:

H13 : leverage memediasi pengaruh ukuran komite audit terhadap ROA

2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis

Variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini ialah return on asset

(ROA), kemudian variabel independen yang dipakai yakni proporsi perempuan

pada dewan perusahaan, board size, komisaris independen, dan ukuran komite audit

serta menggunakan variabel intervening yaitu tingkat leverage.

66
Di bawah ini ditampilkan gambar mengenai hubungan antar variabel yang

dipakai yang mencangkup variabel dependen, variabel independen, dan juga

variabel intervening.

Gambar 2.1
Kerangka Pikir Teoritis (KPT)

Proporsi Komisaris
Perempuan

Board Size

Financial H9 (+)
Return on Asset
Leverage
Proporsi Komisaris
Independen

Ukuran Komite Audit

Sumber: Perryman et al. (2016); Jiraporn et al. (2012); Margaritis & Psillaki (2010); P. F. Chen
et al. (2016); Bohorquez et al. (2018); Pillai & Al-Malkawi (2018); Muniandy & Hillier (2015);
Shao (2019); &Connelly et al. (2012)

Keterangan:

H1 : Proporsi komisaris perempuan berpengaruh negatif terhadap leverage

H2 : Board Size berpengaruh negatif terhadap leverage

H3 : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap leverage

67
H4 : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap leverage

H5 : Proporsi komisaris perempuan berpengaruh negatif terhadap ROA

H6 : Board size berpengaruh negatif terhadap ROA

H7 : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap ROA

H8 : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap ROA

H9 : Leverage berpengaruh positif terhadap ROA

H10 : Leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap

ROA

H11 : Leverage memediasi pengaruh board size terhadap ROA

H12 : Leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris independen terhadap

ROA

H13 : Leverage memediasi pengaruh ukuran komite audit terhadap ROA

68
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan jenis datanya, data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

data kuantitatif. Data kuantitatif ialah data dalam bentuk angka-angka atau data

kualitatif yang angkakan. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data laporan keuangan dari perusahaan non keuangan yang terdaftar di bursa

efek lima negara Asean, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan

Filipina pada rentang tahun 2015 – 2017.

Data sekunder dipilih untuk melakukan penelitian ini. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau berdasarkan pihak lain.

Data sekunder didapat melalui berbagai sumber seperti, literature terkait, artikel

ilmiah, jurnal penelitian, serta website yang berkaitan terhadap penelitian yang akan

dilaksanakan. Semua sumber data yang digunkan untuk menghitung setiap variabel

didapat dari data blomberg tentang kumpulan data laporan keuangan perusahaan

go-public.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan ranah umum berisikan objek atau subjek dan

mengandung kualitas serta ciri spesifik yang ditentukan peneliti supaya dapat

dianalisis dan disusun simpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi yang akan

digunakan, peneliti memilih perusahaan non keuangan yang listing di bursa Negara-

69
negara Asean-5 seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina pada

rentang tahun 2015 – 2017.

3.2.2 Sampel

Berdasarkan populasi yang telah ditentukan sebelumnya, terdapat unsur dari

populasi yang disebut sampel dan akan diselidiki. Penentuan sampel menggunakan

metode purposive sampling atau penentuan sampel yang didasarkan pada

kualifikasi spesifik yang akan dipakai pada penelitian. Berikut kualifikasi sampel

perusahaan yang akan digunakan pada penelitian:

a. Perusahaan non keuangan yang terdaftar di pasar saham Negara-negara

Asean-5 seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.

b. Sample perusahaan secara berturut-turut pada tahun 2015 – 2017

menerbitkan laporan keuangan dan dapat di akses oleh publik.

c. Laporannya keuangan yang diterbitkan mencangkup variabel yang

digunakan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode dokumentasi dipakai untuk mengumpulkan data. Metode

dokumentasi ialah pengumpulan data dengan mencatat atau mengumpulkan data

yang tercantum pada data blomberg yang berupa data financial report perusahaan

non keuangan yang terdaftar di pasar saham Negara Asean-5 seperti Indonesia,

Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina pada rentang tahun 2015 – 2017.

70
3.4 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang akan dipakai untuk

menerangkan hubungan variabel dependen dan independen. Selain itu, peneliti juga

memakai variabel intervening untuk mengukur pengaruhnya terhadap hubungan

variabel dependen dan indenpenden.

3.4.1 Variabel Dependen

Ghozali (2013) menerangkan bahwa variabel dependen atau variabel terikat

adalah variabel yang nilainya merupakan hasil dari pengaruh variabel lain. Variabel

dependen pada penelitian ini adalah Return on Asset (ROA).

3.4.2 Variabel Independen

Ghozali (2013) menerangkan bahwa variabel independen nilainya dapat

memberikan pengaruh pada variabel dependen. Variabel independen pada

penelitian ini adalah Proporsi komisaris perempuan, Board Size, Proporsi komisaris

independen dan Ukuran komite audit.

3.4.3 Variabel Intervening

Ghozali (2013) menerangkan bahwa variabel intervening merupakan variabel

yang mempengaruhi dengan cara tidak langsung pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013). Tingkat leverage dipilih sebagai

variabel intervening pada penelitian ini.

71
3.5 Definisi Operasional Variabel

3.5.1 Return on Asset (ROA)

Perbandingan antara laba bersih dikurangi beban pajak terhadap total aset

biasa disebut dengan ROA. Menurut Brigham & Houston (2010), cara mengukur

ROA adalah dengan membandingkan laba bersih yang ada untuk pemegang saham

dengan total aset. Laba bersih yang dimaksud adalah laba bersih setelah dikurangi

pajak dan beban bunga (Earning After Tax/ EAT), sedangkan yang dimaksud total

aset adalah keseluruhan kekayaan perusahaan yang diperoleh dari modal sendiri

dan pendanaan external yang telah diubah perusahaan menjadi aset untuk

kelangsungan hidup. Secara sistematis, ROA dapat dihitung berdasarkan:

𝑁𝑒𝑡 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑥


𝑅𝑂𝐴 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡

3.5.2 Leverage

Leverage merupakan rasio yang menggambarkan besarnya aktiva perusahaan

yang didanai dari hutang atau sumber eksternal ditunjukkan melalui rasio ini.

Leverage yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingginya perusahaan

bergantung pada hutang dan pendanaan eksternal. Sehingga perusahaan harus

menghasilkan keuntungan yang lebih besar untuk menjamin keamanan dana yang

diberikan kreditur atau pemilik modal kepada perusahaan. Menurut Bhatt &

Bhattacharya (2015) leverage dirumuskan sebagai berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐿𝑒𝑣 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

72
3.5.3 Komisaris Perempuan

Komisaris perempuan merupakan bagian dari dewan komisaris perusahaan

yang merupakan mekanisme penting dalam mekanisme pengawasan manajemen.

Proporsi komisaris perempuan merupakan rasio jumlah komisaris perempuan

terhadap jumlah komisaris perusahaan. Menurut Detthamrong et al. (2017) proporsi

komisaris perempuan adalah sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛


𝑃𝐹𝑂𝐵 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠

3.5.4 Board Size

Boar size dalam penelitian ini diukur dengan menghitung jumlah anggota

dewan komisaris perusahaan (Vafeas, 2000).

𝐵𝑜𝑎𝑟𝑑 𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛

3.5.5 Proporsi Komisaris Independen

Di dalam dewan komisaris terdapat unsur penting yang juga bertanggung

jawab melakukan pengawasan terhadap manajemen perusahaan yakni komisaris

independen. Adanya komisaris independen diharapkan dapat menghindarkan

kemungkinan kecurangan yang dilakukan manajemen perusahaan yang dapat

merugikan pemilik perusahaan (pemodal). Menurut Detthamrong et al. (2017),

proporsi komisaris independen dapat dituliskan dengan rumus:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛


𝑃𝑂𝐼𝐷 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠

73
3.5.6 Ukuran Komite Audit

Kehadiran komite audit merupakan salah satu mekanisme penting dalam tata

kelola perusahaan yang baik. Lembaga yang diangkat oleh dewan komisaris ini

bertindak secara independen dalam mengawasi mekanisme penyusuan laporan

keuangan yang akurat sesuai dengan standar pelaporan sistem kontrol internal dan

standar audit yang baik. Menurut Detthamrong et al. (2017), ukuran komite audit

dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐴𝑈𝐶𝑍 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑎𝑢𝑑𝑖𝑡 𝑐𝑜𝑚𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑒

Table 3.1
Ringkasan Operasional Variabel

No Variabel Pengukuran Variabel Keterangan


Return on
𝑁𝑒𝑡 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑥
1 Asset 𝑅𝑂𝐴 = × 100% Dependen
(ROA) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
2 Leverage 𝐿𝐸𝑉 = Intervening
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
Komisaris 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛
3 𝑃𝐹𝑂𝐵 = Independen
Perempuan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
𝐵𝑜𝑎𝑟𝑑 𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛
4 Board Size Independen
𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛
Komisaris
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛
5 Independen 𝑃𝑂𝐼𝐷 = Independen
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠

Ukuran
Komite
6 Audit 𝐴𝑈𝐶𝑍 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑎𝑢𝑑𝑖𝑡 𝑐𝑜𝑚𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑒 Independen

Sumber: Berbagai jurnal penelitian yang telah diolah

74
3.6 Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi

linier berganda (multiple linear regression method) untuk menganalisis hubungan

antara variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis ini merupakan

model yang bebas dari pelanggaran asumsi klasik yang akan diuji terhadap hipotesis

dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang efektif dan efisien. Interpretasi yang

dilakukan pada penelitian ini dengan cara parsial melalui uji-t ataupun dengan cara

simultan menggunakan uji-f serta uji R2 dilakukan untuk mengukur seberapa besar

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent.

Selanjutnya, penulis melakukan pengujian mediasi terhadap variabel

intervening yang menghubungkan variabel independen dan variabel dependen.

Pengujian mediasi menggunakan analisa jalur (path analysis) dan sobel test.

Analisa jalur masih varian dari analisis regresi linier berganda yang menghitung

pengaruh antar variabel yang dijadikan hipotesis dengan dukungan teori maupun

hasil penelitian yang sudah ada (Ghozali, 2013). Sedangkan sobel test bertujuan

untuk mengukur pengaruh mediasi hubungan variabel independen terhadap

variabel dependen.

3.6.1 Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan uji hipotesis perlu dilakukan uji asumsi klasik terlebih

dahulu untuk mengetahui apakah suatu model bebas dari penyimpangan normalitas,

auto korelasi dan heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2013), menghindari

penyimpangan asumsi klasik penting untuk analisis regresi linier berganda.

75
A. Uji Normalitas

Nilai residual suatu model regresi yang baik harus terdistribusi normal maka

untuk mengetahuinya perlu dilakukan uji normalitas. Model regresi yang nilai

residualnya terdistribusi normal adalah model regresi yang baik. Uji ini dapat

menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Dari uji normalitas ini dapat disimpulkan

dengan melihat nilai signifikasi nilai residualnya. Suatu model dapat dikatakan

berdistribusi normal jika nilai signifikasinya > 0,05, jika sebaliknya maka model

tidak berdistribusi normal (Ghozali, 2013).

B. Uji Multikoloniaritas

Multikoloniaritas bisa diartikan bahwa terdapat hubungan yang pasti bahwa

antara sebagian atau keseluruhan variabel independen dari model. Jika suatu model

terdapat multikolinieritas maka koefisien regresi jadi tidak menentu dan kesalahan

standarnya jadi tidak terhingga. Akibat tersebut tentu akan memunculkan

ketidakjelasan dalam spesifikasi. Tujuan dari uji multikolinieritas adalah untuk

melihat apakah variabel independen pada model regresi terdapat korelasi yang

sempurna atau hampir pasti. Variabel independen yang dipilih semestinya tidak

mengandung korelasi sehingga model regresi dianggap baik (Ghozali, 2013). Jika

nilai tolerance value > 0,1 atau Variance Inflantion Factor (VIF)<10 maka tidak

timbul multikoloniaritas.

C. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana varians dan kesalahan

tidak konstan untuk semua variabel independen. Suatu model regresi yang baik

76
adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji ini dapat dilakukan dengan

menggunakan uji Glejser, yaitu dengan menguji tingkat signifikasinya. Pengujian

ini dilakukan untuk merespon variabel 𝑋 selaku variabel independen dengan nilai

absolut unstandardized residual suatu regresi sebagai variabel dependen. Apabila

hasil uji diatas level signifikasinya (𝜌 > 0,05) maka tidak terjadi

heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dianggap muncul jika hasil uji dibawah

level signifikansinya (𝜌 < 0,05) (Ghozali, 2013).

D. Uji Autokorelasi

Ghozali (2013) menerangkan bahwa uji autokorelasi dilakukan untuk

mendeteksi pengganggu pada model regresi linier antara periode 𝑡 dan periode 𝑡-1.

Uji autokorelasi memakai nilai Durbin Watson (DW) dengan mengkalkulasi nilai

pada statistik uji. Kemudian membandingkan nilai statistik uji dengan nilai pada

table (hasil SPSS) dengan tingkat signifikasi sebesar 5% dan menggunakan dasar

pengambilan keputusannya seperti dibawah ini:

a) Jika 0 < DW < DL, maka terjadi autokorelasi positif.

b) Jika DL < DW < DU, maka ragu-ragu apakah terjadi autokorelasi atau

tidak.

c) Jika 4 – DU < DW < DU, maka tidak terjadi autokorelasi.

d) Jika 4 – DU < DW < 4- DL, maka ragu-ragu apakah terjadi autokorelasi

atau tidak.

e) Jika DW > 4 – DL, maka terjadi autokorelasi.

77
Keterangan:

DL = Nilai batas bawah Durbit Watson

DU = Nilai batas bawah Durbit Watson

DW = Nilai Durbit Watson

3.6.2 Pengujian Model

Untuk menguji model pada penelitian ini menggunakan analisis regresi

berganda berdasarkan SPSS. Untuk menguji pengaruh variabel independen yang

lebih dari satu terhadap variabel dependen maka dilakukan pengujian regresi linier

berganda. Pada penelitian ini menggunakan model persamaan sebagai berikut:

Model 1:

𝐿𝐸𝑉 = 𝛼0 − 𝛽1 𝑃𝐹𝑂𝐵 − 𝛽2 𝐵𝑂𝑍 + 𝑃𝐼𝐷 + 𝛽4 𝐴𝑈𝐶𝑍 + 𝜀1

Model 2:

𝑅𝑂𝐴 = 𝛼1 − 𝛽5 𝑃𝐹𝑂𝐵 − 𝐵𝑂𝑍 + 𝛽7 𝑃𝐼𝐷 + 𝛽8 𝐴𝑈𝐶𝑍 + 𝛽9 𝐿𝐸𝑉 + 𝜀2

Keterangan:

𝐿𝐸𝑉 : Tingkat financial leverage

𝑅𝑂𝐴 : Return on Aset

𝑃𝐹𝑂𝐵 : Proporsi perempuan pada dewan komisaris perusahaan

𝐵𝑂𝑍 : Board size

78
𝑃𝐼𝐷 : Proporsi komisaris independen

𝐴𝑈𝐶𝑍 : Ukuran komite audit

𝛼0 , 𝛼1 : Konstanta

𝛽1 ,𝛽2 , … , 𝛽11 : Koefisien regresi

𝜀1 , 𝜀2 : Eror

A. Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Pada intinya Uji R2 memperkirakan signifikasi model mampu menjelaskan

perbedaan diantara variabel dependen. Hasil dari uji ini berada diantara angka nol

dan satu. Jika angka yang dihasilkan kecil maka dapat diartikan bahwa kapasitas

variabel-variabel independen menerangkan variabel dependen sangat minim.

Namun jika angka yang dihasilkan mengarah ke angka satu maka dapat diartikan

bahwa nyaris keseluruhan informasi yang diperlukan untuk memperkirakan variasi

variabel dependen diberikan oleh variabel indpenden yang dipilih (Ghozali, 2013).

Nilai signifikasi koefisien variabel yang bersangkutan mempengaruhi hipotesis

dalam penelitian setelah Uji R2 dilaksanakan. Pengambilan kesimpulan atas

hipotesis yang telah disusun didasakan pada t-test.

B. Uji F (Uji Serempak)

Untuk melihat apakah semua variabel independen mempengaruhi variabel

dependen perlu dilakukan Uji-F atau Anova. Untuk Uji-F dapat dilihat langsung

melalui nilai signifikasi F. Jika nilai signifikasi F < 0,05, maka H 0 ditolak dan H1

diterima yang berarti secara simultan atau bersama-sama variabel independen

79
berpengaruh terhadap variabel dependen. Selain itu, dapat membandingkan F

hitung dengan F tabel. Jika F hitung lebih besar dari F tabel (F hitung > F tabel)

maka H0 ditolak dan H1 diterima.

C. Uji-t (Uji Parsial)

Uji-t pada hakikatnya menunjukkan signifikansi pengaruh suatu variabel

independen dengan cara satu per satu variabel dalam menerangkan variabel

dependen (Ghozali, 2013). Significance level 0,05 (𝛼 = 5%) digunakan untuk

pengujian variabel independen. Jika nilai signifikasi (p value) > 0,05 maka secara

mandiri per satu variabel independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen dan berlaku sebaliknya.

3.6.3 Pengujian Mediasi

Analisis variabel intervening merupakan alat untuk menguji seberapa besar

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen ketika terdapat variabel

intervening.

Gambar 3.1
Uji Mediasi
Panel 2

Panel 1 C
p
A B

p*
A B
Panel 1: Secara langsung A mempengaruhi B
Panel 2: Secara tidak langsung A mempengaruhi B melalui C

80
Pada Gambar 3.1 panel 1, terlihat bahwa variabel B dipengaruhi secara

langsung oleh variabel A atau biasa dengan direct effect, akan tetapi pada panel 2

terjadi mediasi sederhana yaitu variabel B secara tidak langsung dipengaruhi oleh

variabel A melalui C yang merupakan variabel intervening. Interaksi sederhana

antara A dan B disebut direct effect dengan nilai koefisien direct effect p (lihat panel

1). Koefisien p* berbeda dengan p, koefisien p* adalah koefisien pengaruh total

(total effect) variabel A ke B setelah melewati C (lihat panel 2).

A. Analisa Jalur (Path Analysis)

Variabel intervening diuji menggunakan metode analisa jalur (path analysis).

Analisa jalur adalah salah satu bagian dari analisis regresi linier berganda. Namun

hubungan sebab akibat dan hubungan kausalitas antar variabel tidak dapat

disimpulkan menggunakan analisa jalur. Hubungan antar variabel tersebut secara

landasan teori telah terbentuk, sedangkan analisa jalur menggambarkan pola relasi

dua sampai tiga variabel serta tidak bisa dipakai dalam konfirmasi atau penolakan

hipotesa kasualitas imajiner (Ghozali, 2013).

Contohnya hubungan proporsi komisaris independen (PID) terhadap return

on asset (ROA) yang di mediasi oleh tingkat leverage (LEV) yang digambarkan

seperti dibawah ini:

81
Gambar 3.2
Model Analisa Jalur (Path Analysis)

LEV

K2 K3

K1 e
PID ROA

Sumber: Ghozali (2011)

Pada Gambar 3.2 dapat dijelaskan bahwa ROA (return on asset) dipengaruhi

secara langsung oleh PID (proporsi komisaris independen), tetapi juga memiliki

pengaruh tidak langsung melalui LEV (tingkat leverage) terlebih dahulu baru

kemudian ke ROA. Asumsinya, semakin tinggi proporsi komisaris independen akan

berpengaruh signifikan terhadap tingkat leverage, kemudian dengan tingginya

tingkat leverage akan berpengaruh terhadap return on asset. Rumus matematisnya

dapat ditulis sebagai berikut:

Pengaruh langsung PID terhadap ROA = K1

Pengaruh tak langsung PID terhadap ROA melalui FLEV = K2 x K3

Total pengaruh PID terhadap ROA = K1+(K2 x K3)

Pengertian dari koefisien jalur ialah nilai stadarized koefisien regresi, dan

dikalkulasi memakai dua persamaan struktural yakni persamaan regresi yang

82
menjelaskan relasi variabel yang disusun hipotesisnya. Terdapat dua persamaan

yang dijelaskan:

𝐿𝐸𝑉 = 𝛽1 𝑃𝐼𝐷 + 𝜀1 (i)

𝑅𝑂𝐴 = 𝛽2 𝑃𝐼𝐷 + 𝛽3 𝐿𝐸𝑉 + 𝜀2 (ii)

Standarize koefisien untuk PID pada persamaan (i) akan memberikan nilai

K2. Sedangkan koefisien untuk PID dan LEV pada persamaan (ii) akan

memberikan nilai K1 dan K3.

B. Sobel Test
Sobel test bertujuan untuk mengukur signifikasi tingkat leverage memediasi

pengaruh proporsi komisaris perempuan, board size, proporsi komisaris

independen, dan ukuran komite audit terhadap return on asset, serta mensyaratkan

pengasumsian sampel dalam skala besar dan koefisien mediasi berdistribusi

normal. Apabila suatu variabel terlibat dalam mempengaruhi relasi antara variabel

independen dan variabel dependen maka variabel tersebut dapat disebut variabel

intervening.

Pendekatan dalam mengukur signifikasi mediasi menggunakan teknik

bootstrapping. Bootstrapping merupakan pendekatan non-parametrik yang tidak

mengasumsikan bentuk distribusi variabel dan dapat diaplikasikan pada jumlah

sampel kecil. Jumlah sampel yang besar disyaratkan untuk melakukan uji

signifikasi menggunakan sobel test, sedangkan terdapat kecenderungan data tidak

terdistribusi normal jika sampel yang digunakan kecil sehingga uji signifikasi dapat

83
menyesatkan. Sebagai alternatif dapat dilakukan pengujian dengan resampling

sampai 1000 kali atau disebut bootstrapping.

Standar eror yang dihitung dengan sobel test, dari indirect effect (𝑆𝑝2𝑝3)

(Ghozali, 2013) seperti dibawah ini:

𝑆𝑝2𝑝3 = √𝑝32 𝑆𝑝22 + 𝑝22 𝑆𝑝32 + 𝑆𝑝22 𝑆𝑝32

Dari rumus hasil 𝑆𝑝2𝑝3 diatas dapat dihitung nilai t-statistik pengaruh

mediasinya seperti dibawah ini:

𝑝2𝑝3
𝑡 = 𝑆𝑝2𝑝3

Ketika t-hitung > t-tabel dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

signifikan dari koefisien variabel sehingga terjadi pengaruh mediasi (Ghozali,

2013). Dalam konteks penelitian ini, apabila t-hitung > t-tabel yaitu 1,96 maka bisa

diambil kesimpulan financial leverage mampu memediasi proporsi komisaris

perempuan, board size, proporsi komisaris independen, dan ukuran komite audit

terhadap return on asset.

84
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan diungkapkan perihal data-data yang berhasil dihimpun,

hasil pengolahan data serta pembahasan hasil pengujian model yang dipakai.

Pembahasan pada bab ini adalah pembahasan umum mengenai gambaran umum

data, analisis data melalui uji asumsi klasik, uji model dan uji mediasi serta

pengaruh antara variabel dependen, independen, dan intervening.

4.1 Statistik Deskriptif

Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan data sekunder yang

didapat dari data blomberg. Jenis data yang dipakai pada penelitian ini merupakan

gabungan antara data time series dan data cross section atau yang disebut data panel

(pooled data). Hal ini karena data penelitian ini merupakan gabungan dari beberapa

objek/sub-objek dalam beberapa periode waktu.

Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode purposive sampling atau penentuan sampel yang didasarkan pada

kualifikasi spesifik yang akan dipakai pada penelitian. Penelitian ini dilakukan pada

tahun 2015 – 2017 dengan sampel sebanyak 141 perusahaan, diperoleh nilai

variabel return on asset (ROA), leverage (LEV), proporsi komisaris perempuan

(PFOB), board size (BOZ), proporsi komisaris independen (PID), dan ukuran

komite audit (AUCZ). Ringkasan analisis statistik deskriptif seperti jumlah data

(N), nilai minimum (minimum), nilai maksimum (maximum), nilai rata-rata (mean)

dan standar deviasi (std. deviasi) ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut:

85
Table 4.1
Descriptive Statistics
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


ROA (%) 423 .0013 .7307 .083261 .0809968
LEV (%) 423 .0000 .6047 .253631 .1593034
PFOB 423 .0000 .4286 .118607 .1083004
BOZ(n) 423 3 15 9.22 2.904
PID 423 .1818 .9091 .453326 .1645889
AUCZ (n) 423 1 6 3.28 1.039
Valid N (listwise) 423
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat data yang dipakai berjumlah 423 data (hasil

kali 3 periode penelitian dan 141 jumlah perusahaan yang menjadi objek

penelitian). Pada Tabel 4.1 juga telah ditunjukkan bahwa perusahaan non keuangan

pada bursa negara Asean-5 yang diteliti didapatkan data sebagai berikut:

a. Return on Asset

Dari 423 data yang diteliti, diketahui bahwa nilai minimum dari return

on asset (ROA) adalah 0.0013 pada perusahaan non keuangan yang terdaftar

di Bursa Efek Negara Asean-5 pada rentang tahun 2015 – 2017 dan nilai

maksimum dari return on asset (ROA) adalah 0.7307 pada perusahaan non

keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Negara Asean-5 pada rentang tahun

2015 - 2017. Rata-rata nilai dari return on asset (ROA) adalah 0.083261 dan

nilai standar deviasi dari return on asset (ROA) adalah 0.0809968. Nilai

standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa

adanya sebaran data dari variabel return on asset (ROA) yang lebih kecil atau

86
dapat diartikan bahwa tidak ada kesenjangan data antara nilai minimum dan

nilai maksimum yang cukup besar pada variabel return on asset (ROA).

b. Leverage

Dari 423 data yang diteliti, diketahui bahwa nilai minimum dari

leverage (LEV) adalah 0.0000 pada perusahaan non keuangan yang terdaftar

di Bursa Efek Negara Asean-5 dari tahun 2015 sampai tahun 2017 dan nilai

maksimum dari leverage (LEV) adalah 0.6047 pada perusahaan non

keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Negara Asean-5 dari tahun 2015

sampai tahun 2017. Nilai rata-rata leverage (LEV) adalah 0.253631 dan nilai

standar deviasi dari leverage (LEV) adalah 0.1593034. Adanya sebaran data

dari variabel leverage (LEV) yang lebih kecil ditunjukkan dari nilai rata-rata

yang lebih besar dari nilai standar deviasi atau dapat diartikan bahwa tidak

ada kesenjangan data antara nilai minimum dan nilai maksimum yang cukup

besar pada variabel leverage (LEV). Berdasarkan hasil tersebut, meski ada

perusahaan yang tidak menggunakan hutang untuk membiayai aset mereka,

tidak menjadikan adanya perusahaan yang memiliki leverage yang terlalu

besar.

c. Proporsi Komisaris Perempuan

Dari 423 data yang diteliti, diketahui bahwa nilai minimum dari

proporsi komisaris perempuan (PFOB) adalah 0.0000 pada perusahaan non

keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Negara Asean-5 rentang 2015 - 2017

dan nilai maksimum dari proporsi komisaris perempuan (PFOB) adalah

87
0.4286 pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Negara

Asean-5 rentang 2015 - 2017. Nilai rata-rata proporsi komisaris perempuan

(PFOB) adalah 0.118607 dan nilai standar deviasi dari proporsi komisaris

perempuan (PFOB) adalah 0.1083004. Adanya sebaran data dari variabel

proporsi komisaris perempuan (PFOB) yang lebih kecil ditunjukkan dari nilai

nilai rata-rata yang lebih besar dari standar deviasi atau dapat diartikan bahwa

tidak ada kesenjangan data antara nilai minimum dan nilai maksimum yang

cukup besar pada variabel proporsi komisaris perempuan (PFOB).

d. Board size

Dari 423 data yang diteliti, diketahui bahwa nilai minimum dari board

size (BOZ) adalah 3 dan nilai maksimum dari board size (BOZ) adalah 15

pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Negara Asean-5 rentang 2015

-2017. Nilai rata-rata board size (BOZ) adalah 9.22 dan nilai standar deviasi

dari board size (BOZ) adalah 2.904 pada perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Negara Asean-5 rentang 2015 - 2017. Nilai standar deviasi yang lebih

kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa adanya sebaran data dari

variabel board size (BOZ) yang lebih kecil atau dapat diartikan bahwa tidak

ada kesenjangan data antara nilai minimum dan nilai maksimum yang cukup

besar pada variabel board size (BOZ). Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak

ada perusahaan yang memiliki board size yang terlalu kecil atau terlalu besar

dibanding perusahaan lain dalam penelitian ini.

88
e. Proporsi Komisaris Independen

Dari 423 data yang diteliti, nilai minimum dari proporsi komisaris

independen (PID) diketahui sebesar 0.1818 pada perusahaan non keuangan

yang terdaftar di Bursa Efek Negara Asean-5 rentang 2015 - 2017 dan nilai

maksimum dari proporsi komisaris independen (PID) adalah 0.9091 pada

perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Negara Asean-5

rentang 2015 - 2017. Nilai rata-rata proporsi komisaris independen (PID)

adalah 0.453326 dan nilai standar deviasi dari proporsi komisaris independen

(PID) adalah 0.1645889. Adanya sebaran data dari variabel proporsi

komisaris independen (PID) yang lebih kecil ditunjukkan dari lebih besarnya

nilai rata-rata dari pada nilai standar deviasi atau dapat diartikan bahwa tidak

ada kesenjangan data antara nilai minimum dan nilai maksimum yang cukup

besar pada variabel proporsi komisaris independen (PID). Meskipun nilai

minimum untuk proporsi komisaris independen kecil, akan tetapi tidak ada

perusahaan pada sampel yang tidak memiliki komisaris independen pada

jajaran komisarisnya.

f. Ukuran Komite Audit

Dari 423 data yang diteliti, diketahui bahwa nilai minimum dari ukuran

komite audit (AUCZ) adalah 1 pada perusahaan non keuangan yang terdaftar

di Bursa Efek Negara Asean-5 rentang 2015- 2017 dan nilai maksimum dari

ukuran komite audit (AUCZ) adalah 6 pada perusahaan non keuangan yang

terdaftar di Bursa Efek Negara Asean-5 rentang 2015-2017. Nilai rata-rata

ukuran komite audit (AUCZ) adalah 3.28 dan 1.039 untuk nilai standar

89
deviasi dari ukuran komite audit (AUCZ). Nilai standar deviasi yang lebih

kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa adanya sebaran data dari

variabel ukuran komite audit (AUCZ) yang lebih kecil.

4.2 Analisis Data

4.2.1 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik untuk data sampel tentang variabel-variabel yang

dipakai perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis yang telah

diajukan dalam penelitian ini, seperti: (a)Uji Normalitas; (b)Multikolinieritas; dan

(c) Heteroskedastisitas terhadap model statistik berikut:

Model 1:

𝐿𝐸𝑉 = 𝛼0 − 𝛽1 𝑃𝐹𝑂𝐵 − 𝛽2 𝐵𝑂𝑍 + 𝑃𝐼𝐷 + 𝛽4 𝐴𝑈𝐶𝑍 + 𝜀1

Model 2:

𝑅𝑂𝐴 = 𝛼1 − 𝛽5 𝑃𝐹𝑂𝐵 − 𝐵𝑂𝑍 + 𝛽7 𝑃𝐼𝐷 + 𝛽8 𝐴𝑈𝐶𝑍 + 𝛽9 𝐿𝐸𝑉 + 𝜀2

A. Uji Normalitas

Uji normalitas dapat menggunakan uji non-parametric Kolmogorov-Smirnov

(K-S). Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov masing masing model ditunjukkan pada

Tabel 4.2 berikut:

90
Table 4.2
Hasil uji normalitas residual menggunakan
Kolmogorov-Smirnov (K-S)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Unstandardized
Residual Residual
N 423 423
Normal Parametersa Mean .0000000 .0000000
Std. Deviation .14555172 .10529451
Most Extreme Differences Absolute .051 .076
Positive .051 .076
Negative -.049 -.060
Kolmogorov-Smirnov Z 1.045 1.563
Asymp. Sig. (2-tailed) .225 .015
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa nilai residual dari kedua model lebih

besar dari pada nilai signifikasi (Sig > 0,05) yaitu model persamaan 1 sebesar 0.225

dan model persamaan 2 sebesar 0,015. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa data pada penelitian ini terdistribusi normal.

B. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance value atau Variance

Inflantion Factor (VIF). Jika didapat nilai tolerance > 0,1 atau jika besaran VIF

<10 maka tidak timbul multikoloniaritas atau tidak terjadi hubungan yang pasti

antara variabel yang digunakan pada model.

91
Table 4.3
Hasil uji multikolinieritas dengan leverage sebagai variabel dependen
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 Lg_PFOB .998 1.002
Lg_BOZ .957 1.044
Lg_PID .975 1.026
Lg_AUCZ .977 1.023
a. Dependent Variable: LEV
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa semua variabel memiliki nilai tolerance

> 0,1 dan besaran nilai VIF < 10. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa

persamaan model 1 tidak memeliki pengaruh yang pasti antar variabel bebas.

Table 4.4
Hasil uji multikolinieritas dengan return on assetsebagai variabel dependen
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 Lg_PFOB .996 1.004
Lg_BOZ .856 1.169
Lg_PID .934 1.071
Lg_AUCZ .976 1.025
Pre LEV .835 1.198
a. Dependent Variable: Sqrt_ROA
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa semua variabel memiliki nilai tolerance

> 0,1dan besaran nilai VIF < 10. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa

persamaan model 1 tidak memeliki pengaruh yang pasti antar variabel bebas.

92
C. Uji Heteroskedastisitas

Uji Park dapat digunakan untuk melakukan uji heteroskedastisitas dengan

membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Jika nilai t hitung < 2.822 (nilai yang

didapat dari tabel statistik) dan nilai signifikasinya > 0,05 kesimpulannya

heteroskedastisitas tidak terjadi pada model persamaan.

Table 4.5
Hasil uji heteroskedastisitas nilai residual leverage
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .177 .027 6.522 .000
Lg_PFOB .014 .012 .057 1.192 .234
Lg_BOZ -.091 .026 -.170 -3.500 .072
Lg_PID -.083 .024 -.165 -3.414 .017
Lg_AUCZ .017 .024 .034 .701 .484
a. Dependent Variable: Abs_RES1
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat semua variabel pada persamaan model 1

memiliki nilai t hitung < 2.822 dan nilai signifikasinya > 0,05. Hasil tersebut

menunjukkan persamaan model 1 tidak terjadi heteroskedastisitas.

93
Table 4.6
Hasil uji heteroskedastisitas nilai residual return on asset
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .191 .031 6.255 .000
Lg_PFOB -.035 .011 -.149 -3.199 .051
Lg_BOZ -.083 .025 -.168 -3.353 .014
Lg_PID .050 .022 .108 2.254 .025
Lg_AUCZ -.078 .022 -.166 -3.531 .047
Pre LEV .003 .023 .006 .119 .905
a. Dependent Variable: Abs_RES2
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa semua variabel pada persamaan model

2 memiliki nilai t hitung < 2.822 dan nilai signifikasinya > 0,05. Hasil tersebut

menunjukkan persamaan model 2 tidak terjadi heteroskedastisitas.

D. Uji Autokorelasi

Ujii autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil

regresi. Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji antar anggota sampel

berdasarkan urutan waktu.

Table 4.7
Hasil uji autokorelasi model persamaan 1
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .406a .165 .157 .1462465 .647
a. Predictors: (Constant), Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_PFOB, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: LEV
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

94
Table 4.8
Hasil uji autokorelasi model persamaan 2
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .421a .177 .167 .1059239 .945
a. Predictors: (Constant), LEV, Lg_PFOB, Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: Sqrt_ROA
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.7 dan Tabel 4.8, terlihat bahwa kedua persamaan

mengalami masalah autokorelasi karena nilai DW tidak lebih besar atau nilannya

dibawah nilai dU dan 4-dU. Hal ini terjadi karena data yang dipakai pada penelitian

ini adalah data gabungan antara data time series dan cross section atau biasa disebut

data panel (pooled data) sehingga dapat dilakukan untuk uji selanjutnya.

4.2.2 Pengujian Variabel

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian pengaruh proporsi komisaris

perempuan, board size, proporsi komisaris independen, dan ukuran komite audit

terhadap leverage dan return on asset. Analisis regresi berganda bertujuan untuk

menguji ketergantungan variabel dependen terhadap variabel independen secara

simultan atau gabungan (uji F), parsial atau individu (uji t) dan menghitung nilai

koefisien determinasi dari setiap variabel (uji R2).

A. Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Uji ini dilakukan untuk mengukur keakuratan pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen suatu model regresi. Jika nilai R2 mendekati 1, maka

variabel independen semakin akurat mempengaruhi variabel dependen dan model

regresi semakin baik.

95
Table 4.9
Hasil Uji koefisien determinasi (R2) untuk persamaan pertama
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .406a .165 .157 .1462465 .647
a. Predictors: (Constant), Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_PFOB, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: LEV
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat bahwa hasil uji koefisien determinasi (R 2)

sebesar 0.157 atau 15.7%. Dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa leverage

(LEV) dapat dipengaruhi oleh proporsi komisaris perempuan, board size, proporsi

komisaris independen dan ukuran komite audit hanya sebesar 15.7%, sedangkan

sisanya 84.3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar persamaan model pertama.

Table 4.10
Hasil Uji koefisien determinasi (R2) untuk persamaan kedua
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .421a .177 .167 .1059239 .945
a. Predictors: (Constant), LEV, Lg_PFOB, Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: Sqrt_ROA
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa hasil uji koefisien determinasi (R 2)

sebesar 0.167 atau 16.7%. Hal ini dapat diartikan bahwa return on asset (ROA)

dapat dipengaruhi oleh proporsi komisaris perempuan, board size, proporsi

komisaris independen, ukuran komite audit dan leverage hanya sebesar 16.7%,

sedangkan sisanya 83.3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar persamaan model

kedua.

96
B. Uji F (Uji Serempak)

Uji ini dilakukan untuk menguji secara keseluruhan pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel

dan nilai signifikasi F < 0,05 maka secara simultan atau bersama-sama variabel

independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

Table 4.11
Hasil uji F persamaan pertama
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.769 4 .442 20.679 .000a
Residual 8.940 418 .021
Total 10.709 422
a. Predictors: (Constant), Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_PFOB, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: LEV
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh nilai F Hitung senilai 20.679 dengan nilai

signifikasi 0.000. Karena F Hitung 20.679 > 3.772 (nilai F tabel) dengan signifikasi

lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen pada

persamaan model pertama secara serentak mempengaruhi variabel dependen.

Table 4.12
Hasil uji F persamaan kedua
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.008 5 .202 17.970 .000a
Residual 4.679 417 .011
Total 5.687 422
a. Predictors: (Constant), LEV, Lg_PFOB, Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: Sqrt_ROA
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

97
Berdasarkan Tabel 4.12 diperoleh nilai F hitung senilai 17.970 dengan nilai

signifikasi 0.000. Karena F hitung 17.970 > 3.405 (nilai F tabel) dengan signifikasi

lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen pada

persamaan model kedua secara serentak mempengaruhi variabel dependen.

C. Uji T (Uji Parsial)

Uji ini dilakukan untuk menguji secara parsial atau individu masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikasinya < 0,05

maka variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen.

Table 4.13
Hasil uji T persamaan pertama
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .782 .052 15.155 .000
Lg_PFOB .023 .023 .044 .989 .323
Lg_BOZ -.349 .049 -.322 -7.051 .000
Lg_PID .197 .046 .194 4.277 .000
Lg_AUCZ -.034 .046 -.033 -.741 .459
a. Dependent Variable: LEV
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.13, persamaan regresi model pertama disusun sebagai

berikut:

𝐿𝐸𝑉 = 0.782 + 0.023 𝑃𝐹𝑂𝐵 − 0.349 𝐵𝑂𝑍 + 0.197 𝑃𝐼𝐷 − 0.043 𝐴𝑈𝐶𝑍

98
Keterangan:

1. Konstanta (α) model pertama

Nilai konstanta (α) pada model pertama sebesar 0.782 yang artinya jika

nilai variabel bebas (PFOB, BOZ, PID dan AUCZ) sama dengan nol,

maka variabel terikat (LEV) akan bernilai 0.782. Dengan kata lain jika

proporsi komisaris, board size, proporsi komisaris independen, dan

ukuran komite audit tidak memberikan pengaruh maka financial

leverage akan bernilai sebesar 0.782.

2. Koefisien variabel proporsi komisaris perempuan (PFOB)

Setiap kenaikan proporsi komisaris perempuan tanpa disertai kenaikan

variabel lain (cateris paribus) maka leverage akan mengalami

perubahan yang searah (positif). Hasil pengujian parsial terlihat bahwa

t-hitung sebesar 0.989 dan signifikasi 0.323. Karena signifikasi 0.323 >

0.05, sehingga proporsi komisaris perempuan tidak berpengaruh

signifikan terhadap leverage.

3. Koefisien variabel board size (BOZ)

Setiap kenaikan board size tanpa disertai kenaikan variabel lain (cateris

paribus) maka leverage akan mengalami perubahan yang berlawanan

(negatif). Hasil pengujian parsial terlihat bahwa t-hitung sebesar -7.051

dan signifikasi 0.000. Karena signifikasi 0.000 < 0.05, sehingga board

size berpengaruh negatif signifikan terhadap leverage.

99
4. Koefisien variabel proporsi komisaris independen (PID)

Setiap kenaikan proporsi komisaris independen tanpa disertai kenaikan

variabel lain (cateris paribus) maka leverage akan mengalami

perubahan yang searah (positif). Hasil pengujian parsial terlihat bahwa

t-hitung sebesar 4.277 dan signifikasi 0.000. Karena signifikasi 0.000 <

0.05, sehingga proporsi komisaris independen berpengaruh positif

signifikan terhadap leverage.

5. Koefisien variabel ukuran komite audit (AUCZ)

Setiap kenaikan ukuran komite audit tanpa disertai kenaikan variabel

lain (cateris paribus) maka leverage akan mengalami perubahan yang

berlawanan (negatif). Hasil pengujian parsial terlihat bahwa

t-hitung sebesar -0.741 dan signifikasi 0.459. Karena signifikasi

0.459 > 0.05, sehingga ukuran komite audit tidak berpengaruh

signifikan terhadap leverage.

Table 4.14
Hasil uji T persamaan kedua
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .207 .047 4.452 .000
Lg_PFOB -.062 .017 -.167 -3.742 .000
Lg_BOZ -.090 .038 -.114 -2.365 .018
Lg_PID -.025 .034 -.034 -.742 .458
Lg_AUCZ .017 .034 .022 .497 .619
Pre LEV .254 .035 .348 7.160 .000
a. Dependent Variable: Sqrt_ROA
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

100
Berdasarkan Tabel 4.14, persamaan regresi model kedua disusun sebagai

berikut:

𝑅𝑂𝐴 = 0.207 − 0.062 𝑃𝐹𝑂𝐵 − 0.090 𝐵𝑂𝑍 − 0.025 𝑃𝐼𝐷 + 0.017 𝐴𝑈𝐶𝑍

+ 0.254 𝐿𝐸𝑉

Keterangan:

1. Konstanta (α) model kedua

Nilai konstanta (α) pada model kedua sebesar 0.207 yang artinya jika

nilai variabel bebas (PFOB, BOZ, PID, AUCZ dan LEV) sama dengan

nol, maka variabel terikat (ROA) akan bernilai 0.207. Dengan kata lain

jika proporsi komisaris, board size, proporsi komisaris independen,

ukuran komite audit, dan financial leverage tidak memberikan

pengaruh maka return on asset akan bernilai sebesar 0.207.

2. Koefisien variabel proporsi komisaris perempuan (PFOB)

Setiap kenaikan proporsi komisaris perempuan tanpa disertai kenaikan

variabel lain (cateris paribus) maka return on asset akan mengalami

perubahan yang berlawanan (negatif). Hasil pengujian parsial terlihat

bahwa t-hitung sebesar -3.742 dan signifikasi 0.000. Karena signifikasi

0.000 < 0.05, maka proporsi komisaris perempuan berpengaruh negatif

signifikan terhadap return on asset.

3. Koefisien variabel board size (BOZ)

Setiap kenaikan board size tanpa disertai kenaikan variabel lain (cateris

paribus) maka return on asset akan mengalami perubahan yang

101
berlawanan (negatif). Hasil pengujian parsial terlihat bahwa t-hitung

sebesar -2.365 dan signifikasi 0.018. Karena signifikasi 0.018 < 0.05,

sehingga board size berpengaruh negatif signifikan terhadap return on

asset.

4. Koefisien variabel proporsi komisaris independen (PID)

Setiap kenaikan proporsi komisaris independen tanpa disertai kenaikan

variabel lain (cateris paribus) maka return on asset akan mengalami

perubahan yang berlawanan (negatif). Hasil pengujian parsial terlihat

bahwa t-hitung sebesar -0.742 dan signifikasi 0.458. Karena signifikasi

0.458 > 0.05, sehingga proporsi komisaris independen tidak

berpengaruh signifikan terhadap return on asset.

5. Koefisien variabel ukuran komite audit (AUCZ)

Setiap kenaikan ukuran komite audit tanpa disertai kenaikan variabel

lain (cateris paribus) maka return on asset akan mengalami perubahan

yang searah (positif). Hasil pengujian parsial terlihat bahwa t-hitung

sebesar 0.497 dan signifikasi 0.619. Karena signifikasi 0.619 > 0.05,

sehingga ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap

return on asset.

6. Koefisien variabel leverage (LEV)

Setiap kenaikan leverage tanpa disertai kenaikan variabel lain (cateris

paribus) maka return on asset akan mengalami perubahan yang searah

(positif). Hasil pengujian parsial terlihat bahwa t-hitung sebesar 7.160

102
dan signifikasi 0.000. Karena signifikasi 0.000<0.05, sehingga leverage

berpengaruh positif signifikan terhadap return on asset.

Gambar 4.1
Hasil penelitian

Proporsi Komisaris
Perempuan

Board Size

Financial Β = 0.254
Return on Asset
Leverage sig = 0.000
Proporsi Komisaris
Independen

Ukuran Komite Audit

Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

4.2.3 Pengujian Mediasi

Penelitian ini menggunakan leverage sebagai variabel intervening sehingga

untuk mengetahui besarnya pengaruh mediasi diperoleh dari hasil kali koefisien

standardized dari pengaruh tidak langsung masing-masing variabel (Ghozali,

2013). Besarnya pengaruh tidak langsung masing-masing variabel merupakan

Kombinasi dari persamaan pertama dan persamaan kedua dalam penelitian ini.

103
Table 4.15
Hasil uji Analisa Jalur (Path Analysis)

Variabel Independen
Keterangan
PFOB BOZ PID AUCZ
Pengaruh variabel independen terhadap
-0.062 -0.090 0.000 0.000
return on asset (ROA)
Pengaruh variable independen terhadap
0.000 -0.349 0.197 0.000
leverage (LEV)
Pengaruh leverage (LEV) terhadap
0.254 0.254 0.254 0.254
return on asset (ROA)
Pengaruh tidak langsung variabel
independen terhadap return on asset 0.000 -0.089 0.050 0.000
(ROA) melalui leverage (LEV)
Pengaruh total variabel independen
-0.062 -0.179 0.050 0.000
terhadap return on asset (ROA)
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 4.15 didapat nilai pengaruh tidak langsung variabel

independen terhadap variabel dependen melalui variabel mediasi dan total pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen. Namun untuk mengetahui

seberapa kuat pengaruh (signifikasi), perlu dilakukan uji menggunakan sobel test.

Table 4.16
Hasil Sobel Test

Variabel p2p3 Sp2p3 t hitung


PFOB 0.0000 0.00114 0.00000
BOZ -0.0886 0.01245 -7.11818
PID 0.0500 0.00726 6.89113
AUCZ 0.0000 0.00228 0.00000
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Bersumber pada hasil sobel test Tebel 4.16 didapatkan hasil p2p3, Sp2p3 dan

nilai t hitung. Kemudian akan dijelaskan pengaruh mediasi sebagai berikut:

104
1. Proporsi komisaris perempuan terhadap return on asset melalui

leverage.

Berdasarkan uji parsial proporsi komisaris perempuan tidak

mempengaruhi leverage secara signifikan, leverage mempengaruhi

ROA secara positif signifikan dan proporsi komisaris perempuan

mempengaruhi ROA secara negatif signifikan. Dari Tabel 4.15 didapat

koefisien mediasi leverage pada pengaruh proporsi komisaris

perempuan terhadap ROA sebesar 0.000. Kemudian berdasarkan hasil

sobel test pada Table 4.16 didapatkan nilai t-hitung sebesar 0.000,

sehingga t-hitung < t table (2.822).

Berdasarkan analisa jalur dan sobel test dapat disimpulkan leverage

tidak memediasi pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap

ROA

2. Board size terhadap return on asset melalui leverage.

Berdasarkan uji parsial board size mempengaruhi leverage secara

negatif signifikan, leverage mempengaruhi ROA secara positif

signifikan dan board size mempengaruhi ROA secara negatif

signifikan. Dari Tabel 4.15 didapat koefisien mediasi leverage pada

pengaruh board size terhadap ROA sebesar -0.089. Kemudian

berdasarkan hasil sobel test pada Table 4.16 didapatkan nilai t hitung

sebesar -7.11818, sehingga t-hitung < t table (2.822).

105
Berdasarkan analisa jalur dan sobel test dapat disimpulkan leverage

tidak memediasi pengaruh board size terhadap ROA.

3. Proporsi komisaris independen terhadap return on asset melalui

leverage.

Berdasarkan uji parsial proporsi komisaris independen mempengaruhi

leverage secara positif signifikan, leverage mempengaruhi ROA secara

positif signifikan dan proporsi komisaris independen tidak

mempengaruhi ROA secara signifikan. Dari Tabel 4.15 didapat

koefisien mediasi leverage pada pengaruh proporsi komisaris

independen terhadap ROA sebesar -0.050. Kemudian berdasarkan

sobel test pada Table 4.16 didapatkan nilai t hitung sebesar 6.89113,

sehingga t-hitung > t tabel (2.822).

Berdasarkan analisa jalur dan sobel testdapat disimpulkan leverage

memediasi pengaruh proporsi komisaris independen terhadap ROA.

4. Ukuran komite audit terhadap return on asset melalui leverage.

Berdasarkan uji parsial ukuran komite audit tidak mempengaruhi

leverage secara signifikan, leverage mempengaruhi ROA secara positif

signifikan dan ukuran komite audit tidak mempengaruhi ROA secara

signifikan. Dari Tabel 4.15 didapat koefisien mediasi leverage pada

pengaruh proporsi komisaris independen terhadap ROA sebesar 0.000.

Kemudian berdasarkan hasil sobel test pada Table 4.16 didapatkan nilai

t-hitung sebesar 0.00000, sehingga t hitung < t tabel (2.822).

106
Berdasarkan analisa jalur dan sobel testdapat disimpulkan leverage

tidak memediasi pengaruh ukuran komite audit terhadap ROA.

4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis

Setelah melakukan uji statistik terhadap data yang telah diperoleh untuk

menguji hipotesis yang diajuan, didapatlah kesimpulan hipotesis yang ditolak

maupun yang diterima. Berikut adalah ringkasan hasil uji hipotesis yang diajukan

pada penelitian ini:

Table 4.17
Ringkasan hasil uji hipotesis

Hipotesis Hasil Penelitian Kesimpulan

H1 Proporsi komisaris Proporsi komisaris Ditolak


perempuan berpengaruh perempuan berpengaruh
negatif terhadap leverage positif tidak signifikan
terhadap leverage
H2 Board Size berpengaruh Board size berpengaruh Diterima
negatif terhadap leverage negatif dan signifikan
terhadap leverage
H3 Proporsi komisaris Proporsi komisaris Diterima
independen berpengaruh independen berpengaruh
positif terhadap leverage positif dan signifikan
terhadap leverage
H4 Ukuran komite audit Ukuran komite audit Ditolak
berpengaruh positif terhadap berpengaruh negatif tidak
leverage signifikan terhadap
leverage
H5 Proporsi komisaris Proporsi komisaris Diterima
perempuan berpengaruh perempuan berpengaruh
negatif terhadap ROA negatif dan signifikan
terhadap ROA
H6 Board size berpengaruh Board size berpengaruh Diterima
negatif terhadap ROA negatif dan signifikan
terhadap ROA

107
Hipotesis Hasil Penelitian Kesimpulan

H7 Proporsi komisaris Proporsi komisaris Ditolak


independen berpengaruh independen berpengaruh
positif terhadap ROA negatif tidak signifikan
terhadap ROA
H8 Ukuran komite audit Ukuran komite audit Ditolak
berpengaruh positif terhadap berpengaruh positif tidak
ROA signifikan terhadap ROA
H9 Leverage berpengaruh positif Leverage berpengaruh Diterima
terhadap ROA positif dan signifikan
terhadap ROA
H10 Leverage memediasi Leverage tidak memediasi Ditolak
pengaruh proporsi komisaris pengaruh proporsi
perempuan terhadap ROA komisaris perempuan
terhadap ROA
H11 Leverage memediasi Leverage tidak memediasi Ditolak
pengaruh board size terhadap pengaruh board size
ROA terhadap ROA
H12 Leverage memediasi Leverage memediasi Diterima
pengaruh proporsi komisaris pengaruh proporsi
independen terhadap ROA komisaris independen
terhadap ROA
H13 Leverage memediasi Leverage tidak memediasi Ditolak
pengaruh ukuran komite pengaruh ukuran komite
audit terhadap ROA audit terhadap ROA
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2020

Bersumber pada Tabel 4.17 terlihat hanya 6 hipotesis diterima dari 13 usulan

hipotesis.

2.4.1 Pengaruh Komisaris Perempuan Terhadap Leverage

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan proporsi

komisaris perempuan tidak mempengaruhi leverage perusahaan sehingga H1

Ditolak. Tidak adanya pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap leverage

108
dapat disebabkan kerena proporsinya yang masih kecil sehingga tidak memberikan

pengaruh terhadap financial leverage. Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil

penelitian Perryman et al. (2016) yang mengatakan bahwa peningkatan kehadiran

perempuan pada Top Level Management dapat menurunkan tingkat leverage

perusahaan sehingga dapat menurunkan risiko. Hasil penelitian ini membantah

stereotip yang menganggap perempuan cenderung menghindari risiko. Kehadiran

komisaris perempuan sebagai bentuk keberagaman pada dewan komisaris dapat

menyebabkan dinamika dalam organisasi. Hal ini bisa berpengaruh pada

peningkatan risiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan karena peningkatan

leverage.

Tidak signifikannya pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap

leverage tidak sejalan dengan resource dependence theory yang menyebutkan

bahwa anggota dewan yang beragam (termasuk keberagaman gender) dengan akses

yang tinggi dengan lingkungan eksternal akan meningkatkan akses perusahaan ke

berbagai sumber daya termasuk dalam hal modal kerja.

2.4.2 Pengaruh Board Size Terhadap Leverage

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan board size

berpengaruh menurunkan tingkat leverage perusahaan sehingga H2 Diterima.

Hasil penelitian ini selaras dengan hasil yang diungkapkan oleh Jiraporn et al.

(2012) yang berpendapat bahwa pengaruh negatif diberikan board size yang tinggi

terhadap leverage. Mereka berasumsi bahwa dewan board size yang tinggi akan

menekan perusahaan (manajemen) untuk menurunkan rasio hutang untuk

109
meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa board size yang

tinggi dapat mengakibatkan proses pengambilan keputusan yang tidak efisien, sama

halnya ketika akan memutuskan penggunaan dana eksternal untuk kebutuhan

perusahaan. Hal tersebut akhirnya dapat berpengaruh negatif bagi tingkat leverage

perusahaan.

Pengaruh negatif dari dari board size terhadap leverage juga sejalan dengan

agency theory yang berpendapat bahwa perlu dilakukan pengawasan terhadap

jalannya kebijakan perusahaan, termasuk kebijakan pendanaan perusahaan.

Peningkatan board size diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap

perusahaan sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya fraud akibat

hutang-hutang perusahaan yang tidak produktif.

2.4.3 Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Leverage

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan proporsi

komisaris independen akan berpengaruh meningkatkan leverage perusahaan

sehingga H3 Diterima. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil yang diungkapkan

oleh Margaritis & Psillaki (2010) yang berpendapat komisaris independen

mendorong peningkatan leverage karena menganggap leverage yang tinggi dapat

mengurangi agency cost karena pengawasan yang lebih baik. Hasil ini

menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen yang tinggi mungkin

meningkatkan kepercayaan eksternal sehingga berpengaruh positif terhadap

leverage. Hasil ini penegasan bahwa kehadiran komisaris independen dapat

menjadi pihak yang dapat mewakilkan shareholder dalam pengawasan terhadap

110
perusahaan. Pengawasan ini diharapkan mampu mengontrol agar manajemen tidak

melakukan tindakan korporasi yang tidak menguntungkan pemegang saham.

Pengaruh positif dari dari proporsi komisaris independen terhadap leverage

juga sejalan dengan agency theory yang berpendapat bahwa peningkatan hutang

dalam struktur modal perusahaan dapat mengurangi konflik antara pemilik dan

manajemen. Oleh karena itu, komisaris akan mendorong penggunaan hutang dalam

pendanaan perusahaan dan investasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap

manajemen, termasuk dari kreditur.

2.4.4 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Leverage

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan ukuran komite

audit tidak mempengaruhi leverage perusahaan sehingga H4 Ditolak. Pengaruh

tidak signifikan dari peningkatan ukuran komite audit terhadap leverage dapat

disebabkan karena perusahaan telah memiliki ukuran komite audit yang optimal

dengan komposisi yang sudah baik sehingga ketika ada peningkatan ukuran komite

audit tidak mempengaruhi leverage secara signifikan.

Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil yang diungkapkan oleh P. F.

Chen et al. (2016) yang berpendapat pengawasan yang baik dari komite audit

memberikan informasi tambahan mengenai risiko kredit sehingga meningkatkan

kepercayaan pihak eksternal yang akan memberikan modalnya untuk dikelola

perusahaan. Dengan pengawasan yang lebih baik diharapkan mampu meningkatkan

kepercayaan pihak eksternal dan menurunkan agency cost.

111
Tidak signifikannya pengaruh peningkatan ukuran komite audit terhadap

leverage tidak sejalan dengan agency theory yang mengatakan peningkatan

pengawasan perusahaan akan meningkatkan kepercayaan pihak eksternal sehingga

meminimalisir agency conflict.

2.4.5 Pengaruh Proporsi Komisaris Perempuan Terhadap Return on Asset

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan proporsi

komisaris perempuan akan berpengaruh pada penurunan ROA sehingga H5

Diterima. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil yang diungkapkan oleh Uribe-

Bohorquez et al. (2018) yang berpendapat kehadiran komisaris perempuan pada

dewan menyebabkan inefisiensi dalam pengambilan keputusan yang akan

berpengaruh negatif bagi perusahaan. Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan

proporsi komisaris perempuan menyebabkan heterogenitas yang lebih besar pada

dewan komisaris sehingga menurunkan efisiensi dalam membuat keputusan

sehingga menurunkan kinerja meskipun perempuan memiliki catatan kehadiran

yang lebih baik.

Pengaruh negatif dari dari proporsi komisaris perempuan terhadap ROA

mungkin didasarkan pada agency cost yang tinggi karena adanya agency conflict

yang terjadi karena pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya karena faktor

pengangkatan komisaris perempuan yang menyebabkan inefisiensi pada saat

pengambilan keputusan.

112
2.4.6 Pengaruh Board Size Terhadap Return on Asset

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan board size akan

berpengaruh pada penurunan ROA sehingga H6 Diterima. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil yang diungkapkan Pillai & Al-Malkawi (2018) yang

menyebutkan perusahaan harus membatasi board size agar dapat menjaga kinerja

perusahaan. Hasil ini menguatkan anggapan bahwa board size yang terlalu besar

dapat mengakibatkan proses pengambilan keputusan dalam perannya mengawasi

perusahaan menjadi tidak efektif. Hal ini tentu bisa berpengaruh kurang baik bagi

perusahaan karena lebih banyak energi yang terpakai saat membuat keputusan,

bukan saat pengawasan.

Pengaruh negatif dari dari board size terhadap ROA mungkin didasarkan

pada agency cost yang tinggi karena adanya agency conflict yang terjadi karena

pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut bisa terjadi karena

board size yang tidak proporsional sehingga pengambilan keputusan jadi tidak

efisien dan membutuhkan energi yang lebih.

2.4.7 Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Return on Asset

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan proporsi

komisaris independen tidak mempengaruhi ROA sehinaga H7 Ditolak. Tidak

adanya pengaruh dari peningkatan proporsi komisaris independen terhadap ROA

dapat disebabkan karena proporsi komisaris independen telah sesuai dengan

kompleksitas perusahaan sehingga penambahan proporsi komisaris independen

tidak memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan.

113
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil yang diungkapkan oleh

Muniandy & Hillier (2015) yang berpendapat proporsi komisaris independen

memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA.

Muniandy & Hillier (2015) menganggap proporsi komisaris independen yang tinggi

dapat meningkatkan kepercayaan pihak eksternal. Kepercayaan ini akan

meminimalisir peluang terjadinya agency conflict yang juga akan menurunkan

agency cost sehingga perusahaan lebih fokus dalam meningkatan kinerja

perusahaan.

2.4.8 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Return on Asset

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan ukuran komite

audit tidak mempengaruhi ROA sehingga H8 Ditolak. Pengaruh yang tidak

signifikan dari peningkatan ukuran komite audit terhadap ROA dapat disebabkan

karena perusahaan telah memiliki ukuran komite audit yang optimal dengan

komposisi yang sudah baik sehingga ketika ada peningkatan ukuran komite audit

tidak mempengaruhi ROA.

Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil yang diungkapkan oleh Shao

(2019) yang mengatakan peningkatan pengawasan oleh komite audit karena

peningkatan jumlah anggota komite audit berpengaruh positif terhadap ROA. Hasil

dari Shao (2019) mungkin karena peningkatan ukuran komite audit yang

menyebabkan pengawasan terhadap perusahaan mengurangi masalah asimetri

informasi terhadap pihak eksternal termasuk para shareholder yang dapat

menurunkan potensi agency conflict seperti yang dijelaskan pada agency theory.

114
2.4.9 Pengaruh Leverage Terhadap Return on Asset

Berdasarkan hasil pengujian didapat hasil bahwa peningkatan leverage akan

berpengaruh pada peningkatan ROA sehingga H9 Diterima. Hasil penelitian ini

selaras dengan hasil yang diungkapkan oleh Connelly et al. (2012) yang

mengatakan jika perusahaan menggunakan pendanaan eksternal maka akan

meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal (kreditur) sehingga perusahaan

akan berinvestasi pada proyek-proyek yang lebih menguntungkan yang mampu

meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil ini juga selaras dengan hasil yang

diungkapkan oleh Margaritis & Psillaki (2010) yang mengatakan bahwa

peningkatan hutang berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Margaritis &

Psillaki menganggap bahwa tingkat hutang yang tinggi dapat mengurangi agency

cost yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Pengaruh positif dari leverage terhadap ROA sejalan dengan trade-off theory

yang beranggapan bahwa leverage yang tinggi dapat berpengaruh positif saat

terjadi timbal balik yang seimbang antara keuntungan dan beban (risiko) yang

muncul dari hutang (Brigham & Houston, 2010).

2.4.10 Pengaruh Mediasi Leverage pada Pengaruh Komisaris Perempuan

terhadap Return on Asset

Hasil dari path analysis pada Tabel 4.15 ini menunjukkan tidak adanya

pengaruh mediasi leverage pada pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap

ROA karena nilai koefisien pengaruh total sama dengan nilai koefisien pengaruh

langsung proporsi komisaris perempuan terhadap ROA. Hasil dari sobel test pada

115
Tabel 4.16 menguatkan tidak adanya pengaruh mediasi dari leverage terhadap

pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap ROA karena nilai t hitung lebih

kecil dari nilai t tabel sehingga pengaruh mediasinya tidak signifikan. Dengan

uraian diatas tentang analisa jalur dan sobel test sehingga disimpulkan leverage

tidak memediasi pengaruh proporsi komisaris perempuan terhadap ROA sehingga

H10 Ditolak.

Dengan hasil ini maka terlihat bahwa proporsi komisaris perempuan

berpengaruh langsung terhadap ROA tanpa melalui leverage seperti hasil Uribe-

Bohorquez et al. (2018) mengatakan bahwa kehadiran komisaris perempuan pada

dewan menyebabkan inefisiensi dalam pengambilan keputusan yang akan

berpengaruh negatif bagi perusahaan.

2.4.11 Pengaruh Mediasi Leverage pada Pengaruh Board Size Terhadap

Return on Asset

Hasil dari path analysis pada Tabel 4.15 ini menunjukkan adanya pengaruh

mediasi leverage pada pengaruh board size terhadap ROA karena nilai koefisien

pengaruh total tidak sama dengan koefisien pengaruh langsung board size terhadap

ROA. Namun, hasil dari sobel test pada Tabel 4.16 menunjukkan tidak adanya

pengaruh mediasi dari leverage terhadap pengaruh board size terhadap ROA karena

nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sehingga pengaruh mediasinya tidak

signifikan. Dengan uraian diatas tentang analisa jalur dan sobel test sehingga

disimpulkan leverage tidak memediasi pengaruh board size terhadap ROA

sehingga H11 Ditolak.

116
Dengan hasil ini maka terlihat bahwa board size berpengaruh langsung

terhadap ROA tanpa melalui leverage seperti hasil penelitian Pillai & Al-Malkawi

(2018) menyebutkan bahwa perusahaan harus membatasi board size agar dapat

menjaga kinerja perusahaan.

2.4.12 Pengaruh Mediasi Leverage pada Pengaruh Proporsi Komisaris

Independen Terhadap Return on Asset

Hasil dari path analysis pada Tabel 4.15 ini menunjukkan adanya pengaruh

mediasi leverage pada pengaruh proporsi komisaris independen terhadap ROA

karena nilai koefisien pengaruh total tidak sama dengan koefisien pengaruh

langsung proporsi komisaris independen terhadap ROA. Hasil dari sobel test pada

Tabel 4.16 menguatkan adanya pengaruh mediasi dari leverage terhadap pengaruh

proporsi komisaris independen terhadap ROA karena nilai t hitung lebih besar dari

nilai t tabel. Berdasarkan pada uraian diatas tentang analisa jalur dan sobel

testsehingga disimpulkan leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris

independen terhadap ROA sehingga H12 Diterima.

Dengan hasil ini maka terlihat bahwa komisaris independen berpengaruh

tidak langsung terhadap ROA melalui leverage meski tidak memiliki pengaruh

langsung terhadap ROA seperti hasil penelitian Margaritis & Psillaki (2010) yang

mengungkapkan bahwa komisaris independen mendorong peningkatan leverage

karena menganggap leverage yang tinggi dapat mengurangi agency cost karena

pengawasan yang lebih baik karena hasil penelitian Connelly et al. (2012) yang

menyatakan jika perusahaan menggunakan pendanaan eksternal maka akan

117
meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal (kreditur) sehingga perusahaan

akan berinvestasi pada proyek-proyek yang lebih menguntungkan yang dapat

meningkatkan kinerja perusahaan.

2.4.13 Pengaruh Mediasi Leverage pada Pengaruh Ukuran Komite Audit

Terhadap Return on Asset

Leverage tidak memediasi pengaruh ukuran komite audit terhadap ROA.

Hasil dari path analysis pada Tabel 4.15 ini menunjukkan tidak adanya pengaruh

mediasi leverage pada pengaruh ukuran komite audit terhadap ROA karena nilai

koefisien pengaruh total sama dengan nilai koefisien pengaruh langsung ukuran

komite audit terhadap ROA. Hasil dari sobel test pada Tabel 4.16 menguatkan tidak

adanya pengaruh mediasi dari leverage terhadap pengaruh ukuran komite audit

terhadap ROA karena nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel. Berdasarkan pada

uraian diatas tentang analisa jalur dan sobel test sehingga disimpulkan leverage

tidak memediasi pengaruh ukuran komite audit terhadap ROA sehingga H13

Ditolak.

Dengan hasil ini maka terlihat bahwa ukuran komite audit tidak memliki

pengaruh terhadap ROA baik langsung maupun melalui leverage sebagai variabel

mediasi yang tidak sejalan dengan hasil penelitian Shao (2019) yang mengatakan

bahwa peningkatan pengawasan oleh komite audit karena peningkatan jumlah

anggota komite audit berpengaruh positif terhadap ROA serta hasil penelitian

Connelly et al. (2012) yang menyatakan jika perusahaan menggunakan pendanaan

eksternal maka akan meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal (kreditur)

118
sehingga perusahaan akan berinvestasi pada proyek-proyek yang lebih

menguntungkan yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

119
BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

5.1 Kesimpulan

Bersumber pada analisis yang telah dilakukan, data yang digunakan

terdistribusi normal, terbebas dari multikolinieritas, tidak terjadi

heteroskedastisitas dan terjadi autokorelasi. Terjadinya autokorelasi antar variabel

karena data yang digunakan ialah data panel (pooled data) yang merupakan

gabungan antara data time series dan cross section sehingga dapat dilakukan untuk

uji selanjutnya.

Berikut kesimpulan dari hipotesis penelitian ini:

1. Hasil pengujian untuk H1 menunjukkan proporsi komisaris perempuan tidak

mempengaruhi leverage secara signifikan.

2. Hasil pengujian untuk H2 menunjukkan board size mempengaruhi leverage

secara signifikan.

3. Hasil pengujian untuk H3 menunjukkan proporsi komisaris independen

mempengaruhi leverage secara signifikan.

4. Hasil pengujian untuk H4 menunjukkan ukuran komite audit tidak

mempengaruhi leverage secara signifikan.

5. Hasil pengujian untuk H5 menunjukkan proporsi komisaris perempuan

mempengaruhi ROA secara signifikan.

120
6. Hasil pengujian untuk H6 menunjukkan board size mempengaruhi ROA

secara signifikan.

7. Hasil pengujian untuk H7 menunjukkan proporsi komisaris independen tidak

mempengaruhi ROA secara signifikan.

8. Hasil pengujian untuk H8 menunjukkan ukuran komite audit tidak

mempengaruhi ROA secara signifikan.

9. Hasil pengujian untuk H9 menunjukkan leverage mempengaruhi ROA secara

signifikan.

10. Hasil pengujian untuk H10 menunjukkan leverage tidak memediasi pengaruh

proporsi komisaris perempuan terhadap ROA.

11. Hasil pengujian untuk H11 menunjukkan leverage tidak memediasi pengaruh

board size terhadap ROA.

12. Hasil pengujian untuk H12 menunjukkan leverage memediasi pengaruh

proporsi komisaris independen terhadap ROA.

13. Hasil pengujian untuk H13 menunjukkan leverage tidak memediasi pengaruh

ukuran komite audit terhadap ROA.

5.2 Implikasi Teoritis

Hasil penelitian ini selaras terhadap hasil yang sudah ada terkait:

1. Proporsi komisaris perempuan tidak signifikan mempengaruhi

leverage, hasil penelitian ini tidak selaras dengan Agency theory

menyebutkan bahwa perlu adanya pengawasan di antara pemilik modal

(investor) dan manajemen untuk menghindari agency conflict (Jensen,

121
M., & Meckling, 1976). Sedangkan menurut Adams & Ferreira (2009)

komisaris perempuan memiliki catatan kehadiran dan kualitas

pemantauan yang lebih baik. Serta menurut Carter et al. (2010) yang

mengatakan bahwa keberagaman pada dewan komisaris menjadikan

pengawasan terhadap direksi menjadi lebih baik karena komisaris

perempuan dianggap lebih independen dari pada komisaris laki-laki.

Pengawasan yang lebih baik dapat meminimalisir hutang-hutang untuk

investasi yang kurang produktif.

2. Board size signifikan mempengaruhi leverage secara positif, hasil

penelitian ini selaras dengan agency theory yang berpendapat bahwa

perlu dilakukan pengawasan terhadap jalannya kebijakan perusahaan,

termasuk kebijakan pendanaan perusahaan. Hasil penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jiraporn et al.(2012)

yang mengungkapkan bahwa board size yang tinggi berpengaruh

negatif terhadap leverage. Mereka berasumsi bahwa dewan board size

yang tinggi akan menekan perusahaan (manajemen) untuk menurunkan

rasio hutang untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

3. Proporsi komisaris independen signifikan mempengaruhi leverage

secara positif, hasil ini selaras dengan agency theory yang berpendapat

bahwa peningkatan hutang dalam struktur modal perusahaan dapat

mengurangi konflik antara pemilik dan manajemen. kehadiran

komisaris independen dapat menjadi pihak yang dapat mewakilkan

shareholder dalam pengawasan terhadap perusahaan. Hasil penelitian

122
ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Margaritis

& Psillaki (2010)yang mengungkapkan bahwa komisaris independen

mendorong peningkatan leverage karena menganggap leverage yang

tinggi dapat mengurangi agency cost karena pengawasan yang lebih

baik. Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen

yang tinggi mungkin meningkatkan kepercayaan eksternal sehingga

berpengaruh positif terhadap leverage.

4. Ukuran komite audit tidak signifikan mempengaruhi leverage, hal ini

tidak selaras dengan agency theory yang mengatakan peningkatan

pengawasan perusahaan akan meningkatkan kepercayaan pihak

eksternal sehingga meminimalisir agency conflict. Hasil penelitian ini

juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh P. F. Chen et

al. (2016) yang menyatakan pengawasan yang baik dari komite audit

memberikan informasi tambahan mengenai risiko kredit sehingga

meningkatkan kepercayaan pihak eksternal yang akan memberikan

modalnya untuk dikelola perusahaan. Dengan pengawasan yang lebih

baik diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan pihak eksternal

dan menurunkan agency cost.

5. Proporsi komisaris perempuan signifikan mempengaruhi ROA secara

negatif, hal ini mungkin didasarkan pada agency cost yang tinggi

karena adanya agency conflict yang terjadi karena pengawasan tidak

berjalan sebagaimana mestinya karena faktor pengangkatan komisaris

perempuan tidak didasarkan pada latar belakang sesuai dan kemampuan

123
yang baik, akan tetapi mungkin karena kekerabatan. Hasil penelitian ini

selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Uribe-Bohorquez

et al.(2018) yang mengatakan bahwa kehadiran komisaris perempuan

pada dewan menyebabkan inefisensi dalam pengambilan keputusan

yang akan berpengaruh negatif bagi perusahaan.

6. Board size signifikan mempengaruhi ROA secara negtif, hal ini

mungkin didasarkan pada agency cost yang tinggi karena adanya

agency conflict yang terjadi karena pengawasan tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Hal tersebut bisa terjadi karena board size yang

tidak proporsional sehingga pengambilan keputusan jadi jadi tidak

efisien dan membutuhkan energi yang lebih. Hasil penelitian ini juga

sejalan dengan hasil penelitian Pillai & Al-Malkawi (2018) yang

menyebutkan bahwa perusahaan harus membatasi board size agar dapat

menjaga kinerja perusahaan. Hasil ini menguatkan anggapan bahwa

board size yang terlalu besar dapat mengakibatkan proses pengambilan

keputusan dalam perannya mengawasi perusahaan tidak efektif

7. Proporsi komisaris independen tidak signifikan mempengaruhi ROA,

hal ini tidak sejalan dengan agency theory yang mengatakan bahwa

pengawasan yang baik akan menurunkan agency conflict. Fungsi

monitoring yang dijalankan dengan baik menurut agency theory

diharapkan menjadikan manajemen tidak membuat kebijakan yang

hanya menguntungkan manajemen semata tanpa mempertimbangan

para shareholder. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan

124
penelitian yang dilakukan oleh Muniandy & Hillier (2015) yang

mengatakan bahwa proporsi komisaris independen memiliki pengaruh

positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA.

Muniandy & Hillier (2015) menganggap proporsi komisaris

independen yang tinggi dapat meningkatkan kepercayaan pihak

eksternal. Kepercayaan ini akan meminimalisir peluang terjadinya

agency conflict yang juga akan menurunkan agency cost sehingga

perusahaan lebih fokus dalam meningkatan kinerja perusahaan.

8. Ukuran komite audit tidak signifikan mempengaruhi ROA, hal ini tidak

sejalan dengan agency theory yang menjelaskan bahwa peningkatan

pengawasan mampu meminimalisir terjadinya skandal akuntansi yang

akan berpengaruh pada menurunnya agency conflict sehingga

berpengaruh positif bagi kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini juga

tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shao (2019) yang

mengatakan bahwa peningkatan pengawasan oleh komite audit karena

peningkatan jumlah anggota komite audit berpengaruh positif terhadap

ROA. Hasil dari Shao (2019) mungkin karena peningkatan ukuran

komite audit yang menyebabkan pengawasan terhadap perusahaan

mengurangi masalah asimetri informasi terhadap pihak eksternal

termasuk para shareholder yang dapat menurunkan potensi agency

conflict seperti yang dijelaskan pada agency theory.

9. Tingkat leverage signifikan mempengaruhi ROA secara positif, hasil

ini sejalan dengan trade-off theory yang beranggapan bahwa leverage

125
yang tinggi dapat berpengaruh positif saat ada keseimbangan manfaat

dan pengorbanan (risiko) yang timbul dari hutang (Brigham & Houston,

2010). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Connelly et al.(2012) yang menyatakan jika perusahaan

menggunakan pendanaan eksternal maka akan meningkatkan

pengawasan oleh pihak eksternal (kreditur) sehingga perusahaan akan

berinvestasi pada proyek-proyek yang lebih menguntungkan yang

dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

10. Leverage tidak memediasi pengaruh proporsi komisaris perempuan

terhadap ROA. Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris

perempuan berpengaruh langsung terhadap ROA tanpa melalui

leverage seperti hasil Uribe-Bohorquez et al. (2018) mengatakan bahwa

kehadiran komisaris perempuan pada dewan menyebabkan inefisiensi

dalam pengambilan keputusan yang akan berpengaruh negatif bagi

perusahaan.

11. Leverage tidak memediasi pengaruh board size terhadap ROA. Hasil

ini menunjukkan bahwa board size berpengaruh langsung terhadap

ROA tanpa melalui leverage seperti hasil penelitian Pillai & Al-

Malkawi(2018) menyebutkan bahwa perusahaan harus membatasi

board size agar dapat menjaga kinerja perusahaan.

12. Leverage memediasi pengaruh proporsi komisaris independen terhadap

ROA. Hasil ini menunjukkan bahwa komisaris independen

berpengaruh tidak langsung terhadap ROA melalui leverage meski

126
tidak memiliki pengaruh langsung terhadap ROA seperti hasil

penelitian Margaritis & Psillaki (2010) yang mengungkapkan bahwa

komisaris independen mendorong peningkatan leverage karena

menganggap leverage yang tinggi dapat mengurangi agency cost

karena pengawasan yang lebih baik karena hasil penelitian Connelly et

al. (2012) yang menyatakan jika perusahaan menggunakan pendanaan

eksternal maka akan meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal

(kreditur) sehingga perusahaan akan berinvestasi pada proyek-proyek

yang lebih menguntungkan yang dapat meningkatkan kinerja

perusahaan.

13. Leverage tidak memediasi pengaruh ukuran komite audit terhadap

ROA. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran komite audit tidak memliki

pengaruh terhadap ROA baik langsung maupun melalui leverage

sebagai variabel mediasi yang tidak sejalan dengan hasil penelitian

Shao (2019) yang mengatakan bahwa peningkatan pengawasan oleh

komite audit karena peningkatan jumlah anggota komite audit

berpengaruh positif terhadap ROA serta hasil penelitian Connelly et al.

(2012) yang menyatakan jika perusahaan menggunakan pendanaan

eksternal maka akan meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal

(kreditur) sehingga perusahaan akan berinvestasi pada proyek-proyek

yang lebih menguntungkan yang dapat meningkatkan kinerja

perusahaan.

127
5.3 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh proporsi komisaris

perempuan, board size, proporsi komisaris independen dan ukuran komite audit

terhadap ROA dengan leverage sebagai variabel intervening (Studi Pada

Perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Negara ASEAN-5 dari

tahun 2015 – 2017), maka implikasi kebijakan yang dapat diambil dari penelitian

ini antara lain:

1. Peningkatan financial leverage masih bisa dilakukan oleh perusahaan

karena berdasarkan hasil penelitian financial leverage berpengaruh

positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur menggunakan ROA.

2. Board size pada perusahaan perlu diturunkan ukurannya karena

berdasarkan hasil penelitian board size berpengaruh negatif terhadap

financial leverage, padahal berdasarkan hasil penelitian financial

leverage berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur

menggunakan ROA.

3. Proporsi komisaris independen masih bisa ditambah karena

berdasarkan hasil penelitian proporsi komisaris independen

berpengaruh positif terhadap financial leverage, karena berdasarkan

hasil penelitian financial leverage berpengaruh positif terhadap kinerja

perusahaan yang diukur menggunakan ROA.

4. Hasil uji mediasi juga makin menguatkan implikasi kebijakan untuk

meningkatkan proporsi komisaris independen. Karena meski proporsi

komisaris independen tidak memiliki pengaruh langsung terhadap

128
ROA, namun ketika leverage dipilih menjadi variabel mediasi maka

proporsi komisaris independen secara tidak langsung berpengaruh

positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur menggunakan ROA.

5. Pengangkatan komisaris perempuan perlu di evaluasi lebih mendalam,

karena berdasarkan hasil penelitian proporsi komisaris perempuan

berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan yang diukur

menggunakan ROA.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, masih terdapat keterbatasan seperti nilai R 2 untuk

leverage (LEV) menjelaskan 15.7% dan return on asset (ROA) menjelaskan 16.7%.

Hal ini mengidentifikasikan bahwa ada variabel (faktor) lain yang tidak

dimasukkan dalam penelitian ini dapat menjelaskan variabel leverage dan return

on asset sehingga diharapkan dalam penelitian mendatang dapat menambahkan

variabel independen seperti CEO duality, konsentrasi kepemilikan, dan reputasi

audit.

5.5 Agenda Penelitian Mendatang

Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah diuraikan pada bagian

sebelumnya, saran untuk dilakukan penelitian yang akan datang antara lain:

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel seperti

CEO duality, konsentrasi kepemilikan, dan reputasi audit.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel

karakteristik dewan seperti seperti sertifikat CFA dan gelar akademik.

129
DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, M., Kalantari, E., & Abbasi, H. (2012). Impact of Corporate Governance
Mechanisms on Firm Value: Evidence from the Food Industry of Iran. Journal
of Basic and Applied Scientific Research, 2(5), 4712–4721. Retrieved from
https://www.textroad.com/pdf/JBASR/J. Basic. Appl. Sci. Res., 2(5)4712-
4721, 2012.pdf
Abor, J. (2007). Debt policy and performance of SMEs: evidence from Ghanaian
and South African firms. The Journal of Risk Finance, 8(4), 364–379.
https://doi.org/10.1108/15265940710777315
Adams, R. B., & Ferreira, D. (2009). Women in the boardroom and their impact on
governance and performance. Journal of Financial Economics.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2008.10.007
Agrawal, A., & Knoeber, C. R. (1996). Firm Performance and Mechanisms to
Control Agency Problems between Managers and Shareholders. The Journal
of Financial and Quantitative Analysis. https://doi.org/10.2307/2331397
Aldamen, H., Duncan, K., Kelly, S., Mcnamara, R., & Nagel, S. (2012). Audit
committee characteristics and firm performance during the global financial
crisis. Accounting and Finance. https://doi.org/10.1111/j.1467-
629X.2011.00447.x
Allard, K. (2004). Business as War. Battling for Competitive Advantage. In
Behavioral Assessment. https://doi.org/10.1016/j.patrec.2005.01.006
Allen, M. P., & Burt, R. S. (1985). Corporate Profits and Cooptation: Networks of
Market Constraints and Directorate Ties in the American Economy. Social
Forces. https://doi.org/10.2307/2578666
Ang, R. (1997). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. In Keuangan.
Antoniou, A., Guney, Y., & Paudyal, K. (2008). The Determinants of Capital
Structure: Capital Market-Oriented versus Bank-Oriented Institutions. Journal
of Financial and Quantitative Analysis.
https://doi.org/10.1017/s0022109000002751
Becker, G. S. (1964). Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis, with

130
Special Reference to Education. In University of Chicago - Department of
Economics; University of Chicago - Booth School of Business (First Edit).
Chicago: University of Chicago Press.
Berger, A. N., & Bonaccorsi di Patti, E. (2006). Capital structure and firm
performance: A new approach to testing agency theory and an application to
the banking industry. Journal of Banking and Finance, 30(4), 1065–1102.
https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2005.05.015
Berger, P. G., Ofek, E., & Yermack, D. L. (1997). Managerial entrenchment and
capital structure decisions. Journal of Finance. https://doi.org/10.1111/j.1540-
6261.1997.tb01115.x
Bhagat, S., & Brian, B. (2008). Corporate governance and firm performance Sanjai.
Journal of Corporate Finance, 14, 257–273. https://doi.org/10.1016/j.jcorp
Bhatt, R. R., & Bhattacharya, S. (2015). Board structure and firm performance in
Indian IT firms. Journal of Advances in Management Research.
https://doi.org/10.1108/JAMR-07-2014-0042
Borolla, J. D. (2011). Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Nilai
Perusahaan. Jurnal Prestasi.
Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2010). Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan.
In Erlangga Jakarta. https://doi.org/10.1016/0377-841X(78)90069-4
Campbell, K., & Mínguez-Vera, A. (2008). Gender diversity in the boardroom and
firm financial performance. Journal of Business Ethics.
https://doi.org/10.1007/s10551-007-9630-y
Campbell, K., & Vera, A. M. (2009). Female board appointments and firm
valuation: Short and long-term effects. Journal of Management and
Governance. https://doi.org/10.1007/s10997-009-9092-y
Carter, D. A., D’Souza, F., Simkins, B. J., & Simpson, W. G. (2010). The gender
and ethnic diversity of US boards and board committees and firm financial
performance. Corporate Governance: An International Review.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2010.00809.x
Carter, D. A., Simkins, B. J., & Simpson, W. G. (2003). Corporate governance,
board diversity, and firm value. Financial Review.

131
https://doi.org/10.1111/1540-6288.00034
Chamlou, M. R. I. and N. (2000). Corporate Governance: A Framework for
Implementation. The International Bank for Reconstruction and Development.
The World Bank. https://doi.org/10.1016/j.ceramint.2016.03.231
Chancharat, N., Krishnamurti, C., & Tian, G. (2012). Board structure and survival
of new economy IPO firms. Corporate Governance: An International Review.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2011.00906.x
Chang, R. P., & Rhee, S. G. (1990). The Impact of Personal Taxes on Corporate
Dividend Policy and Capital Structure Decisions. Financial Management,
19(2), 21–31. https://doi.org/10.2307/3665631
Chang, Y. K., Chou, R. K., & Huang, T. H. (2014). Corporate governance and the
dynamics of capital structure: New evidence. Journal of Banking and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2014.04.026
Chasanah, N. (2008). Analisis Pengaruh Empowerment, Self Efficacy dan Budaya
Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan.
UNDIP Semarang.
Chen, P. F., He, S., Ma, Z., & Stice, D. (2016). The information role of audit
opinions in debt contracting. Journal of Accounting and Economics.
https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2015.04.002
Chen, Z., Cheung, Y. L., Stouraitis, A., & Wong, A. W. S. (2005). Ownership
concentration, firm performance, and dividend policy in Hong Kong. Pacific
Basin Finance Journal. https://doi.org/10.1016/j.pacfin.2004.12.001
Christiansen, L. E., Lin, H., Pereira, J., Topalova, P., & Turk, R. (2016). Gender
Diversity in Senior Positions and Firm Performance: Evidence from Europe.
IMF Working Papers. https://doi.org/10.5089/9781513553283.001
Coles, J. L., Daniel, N. D., & Naveen, L. (2008). Boards: Does one size fit all?
Journal of Financial Economics.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2006.08.008
Coles, J. W., McWilliams, V. B., & Sen, N. (2001). An examination of the
relationship of governance mechanisms to performance. Journal of
Management. https://doi.org/10.1016/S0149-2063(00)00085-4

132
Connelly, J. T., Limpaphayom, P., & Nagarajan, N. J. (2012). Form versus
substance: The effect of ownership structure and corporate governance on firm
value in Thailand. Journal of Banking and Finance, 36(6), 1722–1743.
https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2012.01.017
Dalton, D. R., Daily, C. M., Ellstrand, A. E., & Johnson, J. L. (1998). Meta‐analytic
reviews of board composition, leadership structure, and financial performance.
Strategic Management Journal. https://doi.org/10.1002/(sici)1097-
0266(199803)19:3<269::aid-smj950>3.3.co;2-b
Detthamrong, U., Chancharat, N., & Vithessonthi, C. (2017). Corporate
governance, capital structure and firm performance: Evidence from Thailand.
Research in International Business and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2017.07.011
Eisenberg, T., Sundgren, S., & Wells, M. T. (1998). Larger board size and
decreasing firm value in small firms. Journal of Financial Economics.
Elsayed, K. (2007). Does CEO duality really affect corporate performance?
Corporate Governance: An International Review.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2007.00641.x
Fama, E. F., & Jensen, M. C. (1983). Separation of Ownership and Control. Journal
of Law and Economics, XXVI, 32 Pages.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.94034
Fauzi, F., & Locke, S. (2012). Board structure, ownership structure and firm
performance: A study of New Zealand listed-firms. Asian Academy of
Management Journal of Accounting and Finance.
Fitzsimmons, S. R. (2012). Women on boards of directors: Why skirts in seats
aren’t enough. Business Horizons.
https://doi.org/10.1016/j.bushor.2012.07.003
Ghozali, I. (2011). Ekonometrika: teori, konsep dan aplikasi dengan SPSS 17.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang Indonesia.
Ghozali, I. (2013). Analisis Multivariate dengan program IBSM SPSS21.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H. (1989). Organisasi : perilaku,

133
struktur, proses, jilid 2. In Organisasi.
Gillan, S. L. (2006). Recent Developments in Corporate Governance: An Overview.
Journal of Corporate Finance. https://doi.org/10.1016/j.jcorpfin.2005.11.002
Goodstein, J., Gautam, K., & Boeker, W. (1994). The effects of board size and
diversity on strategic change. Strategic Management Journal.
https://doi.org/10.1002/smj.4250150305
Grossman, S. J., & Hart, O. (1982). Corporate Financial Structure and Managerial
Incentives. The Economics of Information and Uncertainty, (1983), 107–140.
Retrieved from https://ssrn.com/abstract=578641
Guo, L., & Masulis, R. W. (2015). Board Structure and Monitoring: New Evidence
from CEO Turnovers. Review of Financial Studies.
https://doi.org/10.1093/rfs/hhv038
Hill, C., Jones, G., & Galvin, P. (2004). Strategic Management: An Integrated
Approach. In Strategic Management: An Integrated Approach.
https://doi.org/10.2218/ijdc.v5i1.148
Hillman, AJ, Cannella, A., & Paetzold, R. (2000). The resource dependence role of
corporate directors: Strategic adaptation of board composition in response to
environmental change. Journal of Management ….
Huang, M., Li, P., Meschke, F., & Guthrie, J. P. (2015). Family firms, employee
satisfaction, and corporate performance. Journal of Corporate Finance.
https://doi.org/10.1016/j.jcorpfin.2015.08.002
Husnan Suad. (2001). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas.
Managerial Finance. https://doi.org/10.1021/jm050518j
Jackling, B., & Johl, S. (2009). Board structure and firm performance: Evidence
from India’s top companies. Corporate Governance: An International Review.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2009.00760.x
Jensen, M., & Meckling, W. (1976). Theory of the Firm: Managerial. Journal of
Financial Economics. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/0304-
405X(76)90026-X
Jensen, M. C. (1986). Agency costs of free cash flow, corporate finance, and
takeovers. The American Economic Review, 76(2), 323–329.

134
https://doi.org/10.2139/ssrn.99580
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior,
agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3(4),
305–360. https://doi.org/10.1016/0304-405X(76)90026-X
Jiraporn, P., Kim, J. C., Kim, Y. S., & Kitsabunnarat, P. (2012). Capital structure
and corporate governance quality: Evidence from the Institutional Shareholder
Services (ISS). International Review of Economics and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.iref.2011.10.014
John, K., & Senbet, L. W. (1998). Corporate governance and board effectiveness.
Journal of Banking and Finance. https://doi.org/10.1016/S0378-
4266(98)00005-3
Kim, B., Burns, M. L., & Prescott, J. E. (2009). The strategic role of the board: The
impact of board structure on top management team strategic action capability.
Corporate Governance: An International Review.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2009.00775.x
Klapper, L. F., & Love, I. (2004). Corporate governance, investor protection, and
performance in emerging markets. Journal of Corporate Finance.
https://doi.org/10.1016/S0929-1199(03)00046-4
KNKG. (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. In
Komite Nasional Kebijakan Governance.
La Porta, R., Lopez-De-Silanes, F., Shleifer, A., & Vishny, R. W. (2000). Agency
problems and dividend policies around the world. Journal of Finance.
https://doi.org/10.1111/0022-1082.00199
Lipton, M., & Lorsch, J. W. (1992). A Modest Proposal for Improved Corporate
Governance. The Business Lawyer, 48(1), 59–77.
Mak, Y. T., & Kusnadi, Y. (2005). Size really matters: Further evidence on the
negative relationship between board size and firm value. Pacific Basin
Finance Journal. https://doi.org/10.1016/j.pacfin.2004.09.002
Margaritis, D., & Psillaki, M. (2010). Capital structure, equity ownership and firm
performance. Journal of Banking and Finance, 34(3), 621–632.
https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2009.08.023

135
Marrakchi Chtourou, S., Badard, J., & Courteau, L. (2005). Corporate Governance
and Earnings Management. SSRN Electronic Journal.
https://doi.org/10.2139/ssrn.275053
Modigliani, F., & Miller, M. H. (1958). The Cost of Capital, Corporation Finnace
and the Theory of Invesment. The American Economic Review, 48(3), 261–
297.
Muniandy, B., & Hillier, J. (2015). Board independence, investment opportunity
set and performance of South African firms. Pacific Basin Finance Journal.
https://doi.org/10.1016/j.pacfin.2014.11.003
Nadeem, M., Suleman, T., & Ahmed, A. (2019). Women on boards, firm risk and
the profitability nexus: Does gender diversity moderate the risk and return
relationship? International Review of Economics and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.iref.2019.08.007
Perryman, A. A., Fernando, G. D., & Tripathy, A. (2016). Do gender differences
persist? An examination of gender diversity on firm performance, risk, and
executive compensation. Journal of Business Research.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2015.05.013
Pfeffer, J., & Salancik, G. (1978). The external control of organizations: A resource
dependence perspective. In Stanford University Press.
https://doi.org/10.2307/2392573
Pillai, R., & Al-Malkawi, H. A. N. (2018). On the relationship between corporate
governance and firm performance: Evidence from GCC countries. Research
in International Business and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2017.07.110
Renee B. Adams. (2003). What Do Boards Do? Evidence from Board Committee
and Director Compensation Data. EFA 2005 Moscow Meetings Paper, 38
Pages. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.397401
Shao, L. (2019). Dynamic study of corporate governance structure and firm
performance in China: Evidence from 2001-2015. Chinese Management
Studies. https://doi.org/10.1108/CMS-08-2017-0217
Strøm, R. Ø., D’Espallier, B., & Mersland, R. (2014). Female leadership,

136
performance, and governance in microfinance institutions. Journal of Banking
and Finance. https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2014.01.014
Suresh, T., & Savas, L. (2019). Board Gender Diversity in ASEAN. Retrieved from
https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/21f19cfe-9cce-4089-bfc1-
e4c38767394e/Board_Gender_Diversity_in_ASEAN.pdf?MOD=AJPERES
Sutrisno. (2001). Manajemen Keuangan Teori Konsep & Aplikasi. In Manajemen
Keuangan Teori Konsep & Aplikasi.
Terjesen, S., Sealy, R., & Singh, V. (2009). Women directors on corporate boards:
A review and research agenda. Corporate Governance: An International
Review. https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2009.00742.x
Ticker, R. I. (2009). Corporate Governance - Principles, Policies and Practices.
Oxford: Oxford University Press.
Uchida, K. (2011). Does corporate board downsizing increase shareholder value?
Evidence from Japan. International Review of Economics and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.iref.2010.10.003
Uribe-Bohorquez, M. V., Martínez-Ferrero, J., & García-Sánchez, I. M. (2018).
Board independence and firm performance: The moderating effect of
institutional context. Journal of Business Research.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.03.005
Vithessonthi, C., & Tongurai, J. (2015a). The effect of leverage on performance:
Domestically-oriented versus internationally-oriented firms. Research in
International Business and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2015.02.016
Vithessonthi, C., & Tongurai, J. (2015b). The effect of leverage on performance:
Domestically oriented versus internationally oriented firms. Research in
International Business and Finance, 34, 265–280.
https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2015.02.016
Walt, N., & Ingley, C. (2003). Board Dynamics and the Influence of Professional
Background, Gender and Ethnic Diversity of Directors. Corporate
Governance. https://doi.org/10.1111/1467-8683.00320
Wen, Y., Rwegasira, K., & Bilderbeek, J. (2002). Corporate governance and capital

137
structure decisions of the Chinese listed firms. Corporate Governance.
https://doi.org/10.1111/1467-8683.00271
Westphal, J. D., & Milton, L. P. (2000). How Experience and Network Ties Affect
the Influence of Demographic Minorities on Corporate Boards. Administrative
Science Quarterly. https://doi.org/10.2307/2667075
Wibowo, E. (2010). Implementasi Good Corporate Governance di Indonesia.
Jurnal Ekonomi Dan Kewirausahaan.
Yermack, D. (1996). Higher market valuation of companies with a small board of
directors. Journal of Financial Economics. https://doi.org/10.1016/0304-
405X(95)00844-5
Zelechowski, D. D., & Bilimoria, D. (2004). Characteristics of women and men
corporate inside directors in the US. Corporate Governance: An International
Review. https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2004.00374.x

138
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data List Perusahaan dan Nilai Variabel yang Dipakai

Proportion of Size of The Proportion of Audit


Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
1 ACE HARDWARE 2015 18.90% 0.71% 0.00% 4 50% 3
INDONESIA 2016 20.31% 0.14% 0.00% 4 50% 3
2017 19.06% 0.00% 0.00% 4 50% 3
2 ADARO ENERGY TBK PT 2015 2.46% 26.30% 0.00% 5 40% 3
2016 5.36% 21.99% 0.00% 5 40% 3
2017 7.25% 20.21% 20.00% 5 40% 2
3 AKR CORPORINDO TBK 2015 6.89% 25.55% 0.00% 3 33,33% 3
PT 2016 6.51% 25.51% 0.00% 3 33,33% 3
2017 7.36% 18.86% 0.00% 3 33,33% 3
4 ASTRA AGRO LESTARI 2015 3.09% 35.95% 0.00% 5 40% 3
TBK PT 2016 8.78% 16.93% 0.00% 5 40% 4
2017 7.98% 15.80% 0.00% 5 40% 3
5 ASTRA INTERNATIONAL 2015 6.01% 28.79% 9.09% 11 36,36% 4
TBK PT 2016 5.98% 27.08% 8.33% 12 33,33% 3
2017 6.76% 25.34% 8.33% 12 33,33% 4
6 ASTRA OTOPARTS TBK 2015 2.22% 10.03% 0.00% 9 33,33% 3
PT 2016 2.89% 6.88% 0.00% 8 37,5% 3
2017 3.75% 4.92% 0.00% 8 37,5% 3

139
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
7 BUKIT ASAM TBK PT 2015 12.82% 11.97% 0.00% 6 33,33% 3
2016 11.31% 12.75% 0.00% 6 33,33% 3
2017 22.07% 4.43% 0.00% 6 33,33% 3
8 CHAROEN POKPHAND 2015 8.03% 33.17% 0.00% 5 40% 5
INDONESI PT 2016 9.04% 27.31% 0.00% 4 50% 5
2017 10.26% 23.99% 0.00% 3 33,33% 4
9 DARMA HENWA PT TBK 2015 0.13% 14.07% 0.00% 6 33,33% 1
2016 0.14% 13.21% 0.00% 6 33,33% 1
2017 0.70% 8.75% 0.00% 5 40% 1
10 DARYA VARIA 2015 8.24% 0.00% 16.67% 6 33,33% 3
LABORATORIA PT 2016 10.46% 0.00% 14.29% 7 42,86% 3
2017 10.23% 0.00% 14.29% 7 42,86% 3
11 GLOBAL MEDIACOM 2015 0.27% 30.61% 20.00% 5 60% 3
TBK PT 2016 0.80% 33.46% 20.00% 5 60% 3
2017 1.89% 37.04% 25.00% 4 75% 3
12 GUDANG GARAM TBK 2015 10.57% 32.38% 25.00% 4 50% 3
PT 2016 10.56% 31.38% 25.00% 4 50% 3
2017 11.96% 30.86% 25.00% 4 50% 2
13 INDO ACIDATAMA TBK 2015 2.98% 30.11% 0.00% 8 37,5% 3
PT 2016 1.71% 35.91% 0.00% 8 37,5% 3
2017 2.58% 27.59% 0.00% 8 37,5% 3
14 2015 5.07% 0.00% 20.00% 5 40% 3

140
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
INDO TAMBANGRAYA 2016 10.95% 0.00% 20.00% 5 40% 3
MEGAH TBK P 2017 19.67% 0.00% 14.29% 7 28,57% 3
15 INDOCEMENT TUNGGAL 2015 15.42% 0.44% 0.00% 7 42,86% 3
PRAKARSA 2016 13.39% 0.36% 0.00% 7 42,86% 3
2017 6.30% 0.37% 0.00% 7 42,86% 2
16 INDOFOOD CBP SUKSES 2015 11.63% 10.74% 0.00% 6 50% 3
MAKMUR T 2016 12.98% 7.06% 0.00% 6 50% 2
2017 12.55% 7.44% 0.00% 6 50% 2
17 INDOFOOD SUKSES 2015 3.34% 30.04% 0.00% 8 37,5% 3
MAKMUR TBK P 2016 4.76% 27.28% 0.00% 8 37,5% 3
2017 4.87% 27.51% 0.00% 8 37,5% 2
18 JASA MARGA (PERSERO) 2015 4.28% 39.78% 0.00% 6 33,33% 3
TBK PT 2016 4.19% 45.84% 0.00% 6 33,33% 3
2017 3.32% 40.33% 0.00% 6 33,33% 3
19 KALBE FARMA TBK PT 2015 15.34% 2.91% 14.29% 7 42,86% 3
2016 15.90% 1.86% 14.29% 7 42,86% 3
2017 15.10% 1.92% 14.29% 7 42,86% 3
20 MEDIA NUSANTARA 2015 8.44% 25.96% 0.00% 5 40% 3
CITRA TBK PT 2016 9.53% 25.85% 0.00% 3 33,33% 2
2017 9.92% 24.47% 0.00% 3 33,33% 2
21 MITRA ADIPERKASA TBK 2015 0.41% 38.55% 20.00% 5 40% 3
PT 2016 2.07% 42.09% 40.00% 5 40% 3

141
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2017 3.03% 30.93% 40.00% 5 40% 2
22 PERUSAHAAN GAS 2015 6.59% 41.71% 0.00% 5 40% 5
NEGARA TBK PT 2016 4.57% 42.47% 0.00% 6 33,33% 5
2017 2.62% 34.31% 16.67% 6 33,33% 5
23 PP LONDON SUMATRA 2015 7.10% 0.00% 16.67% 6 33,33% 3
INDONES PT 2016 6.49% 0.00% 16.67% 6 33,33% 3
2017 7.59% 0.00% 16.67% 6 33,33% 2
24 SEMEN INDONESIA 2015 12.48% 10.49% 0.00% 7 28,57% 4
PERSERO TBK 2016 10.98% 14.16% 0.00% 7 28,57% 4
2017 4.32% 20.46% 0.00% 7 28,57% 4
25 SURYA CITRA MEDIA PT 2015 32.71% 3.30% 20.00% 5 40% 3
TBK 2016 31.98% 4.30% 20.00% 5 40% 3
2017 26.09% 1.24% 20.00% 5 40% 3
26 TELEKOMUNIKASI 2015 10.06% 20.05% 28.57% 7 42,86% 5
INDONESIA PER 2016 11.19% 17.70% 28.57% 7 42,86% 4
2017 11.71% 17.87% 28.57% 7 57,14% 6
27 UNILEVER INDONESIA 2015 39.00% 10.81% 0.00% 5 80% 3
TBK PT 2016 39.36% 14.29% 0.00% 5 80% 3
2017 39.29% 18.25% 0.00% 5 80% 1
28 WIJAYA KARYA PERSERO 2015 3.52% 17.91% 28.57% 7 42,86% 4
TBK PT 2016 4.16% 21.51% 33.33% 6 33,33% 4
2017 3.12% 19.73% 33.33% 6 33,33% 4

142
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
29 ASTRO MALAYSIA 2015 7.51% 52.05% 37.50% 8 50% 4
HOLDINGS BHD 2016 9.03% 55.14% 37.50% 8 50% 4
2017 9.47% 54.35% 30.00% 10 40% 2
30 AXIATA GROUP BERHAD 2015 4.85% 29.21% 10.00% 10 70% 4
2016 0.79% 31.46% 11.11% 9 55,56% 4
2017 1.29% 27.44% 10.00% 10 60% 3
31 BERJAYA SPORTS TOTO 2015 16.43% 30.89% 0.00% 8 37,5% 3
BHD 2016 12.58% 43.35% 11.11% 9 33,33% 3
2017 9.02% 43.89% 11.11% 9 33,33% 3
32 BOUSTEAD HOLDINGS 2015 0.50% 45.60% 0.00% 6 50% 3
BHD 2016 2.49% 40.80% 0.00% 6 50% 3
2017 2.82% 33.86% 14.29% 7 57,14% 3
33 BRITISH AMERICAN 2015 73.07% 25.27% 25.00% 8 37,5% 3
TOBACCO BHD 2016 60.04% 10.90% 25.00% 8 50% 3
2017 43.98% 36.19% 28.57% 7 57,14% 3
34 CARLSBERG BREWERY 2015 32.63% 4.76% 0.00% 6 33,33% 2
MALAYSIA B 2016 30.98% 5.05% 0.00% 6 33,33% 2
2017 33.69% 2.58% 14.29% 7 57,14% 2
35 DIALOG GROUP BHD 2015 7.99% 23.64% 37.50% 8 37,5% 3
2016 7.59% 21.16% 37.50% 8 37,5% 3
2017 7.45% 24.48% 37.50% 8 37,5% 3
36 DIGI.COM BHD 2015 38.43% 27.75% 33.33% 6 50% 3

143
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2016 32.14% 41.50% 42.86% 7 42,86% 3
2017 26.06% 46.36% 28.57% 7 42,86% 2
37 FGV HOLDINGS BHD 2015 0.88% 26.25% 11.11% 9 55,56% 3
2016 0.15% 26.46% 11.11% 9 55,56% 2
2017 0.63% 26.68% 18.18% 11 54,55% 1
38 FRASER & NEAVE 2015 9.73% 9.93% 0.00% 11 36,36% 3
HOLDINGS BHD 2016 12.37% 12.62% 0.00% 11 36,36% 3
2017 10.05% 11.73% 0.00% 11 36,36% 3
39 GAMUDA BHD 2015 5.76% 31.03% 22.22% 9 33,33% 3
2016 4.55% 33.94% 33.33% 9 33,33% 2
2017 4.02% 33.25% 33.33% 9 33,33% 2
40 GENTING BHD 2015 2.15% 20.69% 0.00% 7 57,14% 3
2016 2.78% 19.62% 0.00% 7 57,14% 3
2017 1.84% 29.03% 12.50% 8 62,5% 3
41 GENTING MALAYSIA 2015 5.21% 16.81% 0.00% 9 66,67% 4
BHD 2016 10.39% 15.51% 0.00% 9 66,67% 4
2017 4.01% 23.27% 0.00% 9 66,67% 4
42 GENTING PLANTATIONS 2015 2.96% 31.60% 0.00% 7 71,43% 5
BHD 2016 4.59% 31.37% 0.00% 7 71,43% 5
2017 4.20% 37.75% 0.00% 6 66,67% 4
43 HAP SENG 2015 10.20% 41.77% 11.11% 9 44,44% 4
CONSOLIDATED 2016 9.20% 37.74% 11.11% 9 44,44% 4

144
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2017 8.83% 34.01% 10.00% 10 60% 4
44 HAP SENG 2015 4.35% 0.00% 0.00% 10 40% 3
PLANTATIONS HLDGS 2016 5.49% 0.00% 10.00% 10 30% 3
2017 4.96% 0.00% 8.33% 12 50% 3
45 HARTALEGA HOLDINGS 2015 16.32% 0.44% 0.00% 8 50% 2
BHD 2016 15.06% 12.65% 0.00% 8 50% 2
2017 13.32% 13.56% 25.00% 8 50% 4
46 HENGYUAN REFINING 2015 12.21% 50.20% 28.57% 7 57,14% 3
CO BHD 2016 11.12% 46.02% 22.22% 9 55,56% 4
2017 27.63% 33.00% 28.57% 7 57,14% 2
47 IHH HEALTHCARE BHD 2015 2.91% 18.86% 10.00% 10 40% 2
2016 1.68% 20.13% 10.00% 10 40% 3
2017 2.55% 19.62% 10.00% 10 40% 3
48 IJM CORP BHD 2015 2.52% 30.09% 0.00% 8 50% 3
2016 4.01% 29.30% 0.00% 8 50% 3
2017 3.23% 28.95% 0.00% 9 66,67% 3
49 IOI CORP BHD 2015 0.33% 40.42% 0.00% 8 37,5% 2
2016 3.70% 42.04% 0.00% 8 37,5% 3
2017 4.18% 40.74% 0.00% 8 37,5% 3
50 KPJ HEALTHCARE 2015 3.73% 39.28% 20.00% 10 50% 2
BERHAD 2016 3.80% 40.04% 18.18% 11 54,55% 2
2017 3.96% 37.62% 18.18% 11 54,55% 2

145
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
51 KUALA LUMPUR 2015 5.77% 26.62% 0.00% 7 57,14% 3
KEPONG BHD 2016 8.95% 24.76% 0.00% 8 62,5% 3
2017 5.31% 22.78% 11.11% 9 66,67% 3
52 MAGNUM BHD 2015 6.23% 27.42% 0.00% 6 33,33% 2
2016 5.23% 27.39% 0.00% 6 33,33% 3
2017 5.76% 23.27% 0.00% 6 33,33% 2
53 MALAYSIA AIRPORTS 2015 0.19% 26.82% 11.11% 9 44,44% 3
HLDGS BHD 2016 0.33% 26.21% 27.27% 11 45,45% 3
2017 1.10% 24.99% 27.27% 11 45,45% 3
54 MALAYSIAN RESOURCES 2015 4.68% 47.78% 25.00% 8 37,5% 1
CORP BHD 2016 3.66% 39.13% 25.00% 8 37,5% 1
2017 1.82% 22.50% 25.00% 8 37,5% 1
55 MAXIS BHD 2015 9.38% 52.18% 11.11% 9 44,44% 2
2016 10.42% 50.22% 9.09% 11 36,36% 4
2017 11.24% 39.96% 9.09% 11 36,36% 6
56 MISC BHD 2015 5.54% 13.68% 22.22% 9 55,56% 5
2016 4.98% 22.44% 22.22% 9 66,67% 4
2017 3.72% 23.11% 12.50% 8 50% 4
57 MMC CORP BHD 2015 4.97% 40.01% 11.11% 9 66,67% 4
2016 2.47% 39.79% 12.50% 8 75% 4
2017 0.92% 38.71% 12.50% 8 87,5% 4
58 2015 24.66% 14.04% 25.00% 8 75% 3

146
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
NESTLE (MALAYSIA) 2016 25.57% 11.11% 25.00% 8 75% 3
BERHAD 2017 25.14% 17.34% 25.00% 8 75% 3
59 PETRONAS CHEMICALS 2015 9.38% 0.24% 25.00% 8 50% 4
GROUP BHD 2016 9.34% 0.22% 25.00% 8 50% 5
2017 12.81% 0.15% 25.00% 8 50% 5
60 PETRONAS DAGANGAN 2015 8.97% 2.62% 25.00% 8 37,5% 3
BHD 2016 10.84% 1.27% 25.00% 8 50% 3
2017 16.11% 0.69% 28.57% 7 42,86% 3
61 PETRONAS GAS BHD 2015 14.38% 7.36% 12.50% 8 50% 2
2016 11.24% 13.59% 37.50% 8 37,5% 4
2017 10.49% 17.50% 42.86% 7 42,86% 4
62 PPB GROUP BERHAD 2015 5.19% 3.32% 14.29% 7 42,86% 3
2016 4.68% 2.33% 14.29% 7 42,86% 3
2017 5.19% 4.58% 14.29% 7 57,14% 3
63 SIME DARBY BERHAD 2015 4.29% 29.26% 15.38% 13 46,15% 3
2016 3.87% 24.75% 23.08% 13 46,15% 2
2017 3.88% 4.74% 25.00% 12 58,33% 1
64 TELEKOM MALAYSIA 2015 2.98% 31.06% 16.67% 12 58,33% 2
BHD 2016 3.14% 33.45% 25.00% 12 58,33% 4
2017 3.74% 32.91% 25.00% 12 58,33% 4
65 TENAGA NASIONAL BHD 2015 5.37% 26.81% 20.00% 10 60% 3
2016 5.89% 30.29% 25.00% 12 66,67% 4

147
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2017 5.02% 31.10% 33.33% 12 66,67% 4
66 TOP GLOVE CORP BHD 2015 12.11% 23.66% 27.27% 11 45,45% 4
2016 13.52% 15.08% 25.00% 12 58,33% 4
2017 11.73% 12.59% 33.33% 12 58,33% 4
67 V.S. INDUSTRY BERHAD 2015 7.79% 22.21% 12.50% 8 37,5% 3
2016 6.14% 20.91% 12.50% 8 37,5% 3
2017 6.41% 24.42% 12.50% 8 37,5% 3
68 WCT HOLDINGS BHD 2015 3.23% 38.41% 0.00% 8 37,5% 3
2016 0.97% 40.63% 0.00% 7 57,14% 1
2017 2.00% 40.35% 0.00% 8 50% 1
69 YTL CORP BHD 2015 1.59% 56.19% 15.38% 13 30,77% 2
2016 1.37% 55.10% 15.38% 13 30,77% 3
2017 1.15% 57.75% 15.38% 13 30,77% 3
70 YTL POWER 2015 2.19% 58.04% 15.38% 13 30,77% 3
INTERNATIONAL BHD 2016 2.44% 55.91% 15.38% 13 30,77% 2
2017 1.51% 58.82% 15.38% 13 30,77% 3
71 ADVANCED INFO 2015 25.41% 36.00% 20.00% 10 40% 3
SERVICE PCL 2016 13.41% 35.90% 20.00% 10 40% 3
2017 10.75% 38.61% 9.09% 11 45,45% 3
72 ASIAN INSULATORS PCL 2015 4.83% 8.92% 0.00% 7 42,86% 3
2016 8.21% 3.63% 0.00% 7 42,86% 3
2017 7.62% 0.00% 0.00% 7 42,86% 3

148
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
73 BANGKOK DUSIT MED 2015 8.20% 29.31% 13.33% 15 46,67% 3
SERVICE 2016 8.01% 29.81% 7.14% 14 42,86% 3
2017 8.90% 32.08% 7.69% 13 46,15% 3
74 BEC WORLD PUBLIC CO 2015 18.82% 25.95% 28.57% 14 35,71% 3
LTD 2016 8.15% 34.38% 28.57% 14 35,71% 4
2017 0.42% 26.01% 28.57% 14 35,71% 3
75 BTS GROUP HOLDINGS 2015 4.10% 6.82% 0.00% 12 41,67% 3
PCL 2016 6.26% 14.28% 7.14% 14 35,71% 3
2017 2.52% 40.92% 7.14% 14 35,71% 3
76 CHAROEN POKPHAND 2015 2.43% 52.15% 6.67% 15 33,33% 4
FOODS PUB 2016 2.73% 53.72% 13.33% 15 33,33% 4
2017 2.60% 48.65% 13.33% 15 33,33% 4
77 CP ALL PCL 2015 4.17% 57.58% 0.00% 15 33,33% 3
2016 4.90% 53.68% 0.00% 15 33,33% 3
2017 5.59% 46.36% 0.00% 15 33,33% 3
78 DELTA ELECTRONICS 2015 16.37% 0.43% 11.11% 9 44,44% 3
THAI PCL 2016 12.25% 0.69% 0.00% 8 37,5% 3
2017 10.66% 0.50% 0.00% 8 37,5% 3
79 ELECTRICITY 2015 2.54% 49.68% 6.67% 15 40% 3
GENERATING PCL 2016 4.41% 51.05% 13.33% 15 40% 3
2017 5.95% 49.33% 14.29% 14 42,86% 1
80 FABRINET 2015 7.06% 6.02% 16.67% 6 83,33% 1

149
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2016 8.10% 7.06% 20.00% 5 80% 3
2017 10.28% 7.02% 20.00% 5 80% 3
81 HOME PRODUCT 2015 7.66% 30.60% 8.33% 12 33,33% 3
CENTER PCL 2016 8.36% 32.61% 8.33% 12 33,33% 3
2017 9.52% 29.56% 9.09% 11 36,36% 3
82 INDORAMA VENTURES 2015 3.18% 37.72% 7.14% 14 50% 2
PCL 2016 6.75% 39.51% 7.14% 14 50% 3
2017 7.72% 33.92% 7.14% 14 50% 2
83 INTOUCH HOLDINGS 2015 28.35% 20.27% 11.11% 9 44,44% 3
PCL 2016 29.17% 18.62% 20.00% 10 40% 3
2017 20.22% 14.84% 20.00% 10 50% 3
84 IRPC PCL 2015 5.77% 32.91% 0.00% 15 40% 1
2016 5.79% 36.31% 6.67% 15 53,33% 3
2017 6.36% 31.85% 13.33% 15 46,67% 3
85 LAND & HOUSES PUB 2015 8.56% 42.42% 0.00% 9 44,44% 3
CO LTD 2016 8.64% 43.03% 0.00% 8 37,5% 3
2017 9.92% 44.75% 0.00% 7 42,86% 3
86 MINOR INTERNATIONAL 2015 8.15% 46.22% 12.50% 8 25% 3
PCL 2016 6.37% 45.95% 22.22% 9 33,33% 3
2017 4.76% 42.12% 20.00% 10 40% 4
87 PTT GLOBAL CHEMICAL 2015 5.43% 28.08% 20.00% 15 60% 3
PCL 2016 6.47% 23.49% 13.33% 15 60% 3

150
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2017 9.26% 22.49% 13.33% 15 60% 3
88 PTT PCL 2015 0.90% 30.33% 6.67% 15 73,33% 6
2016 4.29% 27.50% 7.14% 14 78,57% 3
2017 6.06% 23.72% 6.67% 15 80% 3
89 RATCH GROUP PCL 2015 3.38% 23.17% 21.43% 14 57,14% 4
2016 6.52% 25.65% 15.38% 13 53,85% 3
2017 6.35% 23.38% 15.38% 13 46,15% 3
90 ROBINSON PCL 2015 8.76% 13.74% 8.33% 12 41,67% 4
2016 10.61% 12.10% 8.33% 12 41,67% 4
2017 10.05% 6.42% 8.33% 12 41,67% 4
91 SIAM CEMENT PCL/THE 2015 9.31% 39.76% 8.33% 12 58,33% 3
2016 10.69% 35.98% 8.33% 12 58,33% 4
2017 9.89% 36.48% 8.33% 12 58,33% 4
92 SIAM CITY CEMENT PUB 2015 12.54% 22.18% 16.67% 12 33,33% 3
CO LTD 2016 7.78% 43.91% 16.67% 12 33,33% 3
2017 2.53% 39.09% 16.67% 12 33,33% 4
93 SNC FORMER PCL 2015 9.87% 6.28% 10.00% 10 60% 2
2016 8.58% 17.34% 11.11% 9 66,67% 2
2017 7.96% 15.10% 11.11% 9 66,67% 2
94 SVI PCL 2015 28.61% 0.24% 0.00% 6 66,67% 2
2016 17.34% 7.39% 16.67% 6 66,67% 3
2017 4.46% 7.76% 16.67% 6 50% 2

151
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
95 THAI OIL PCL 2015 6.32% 39.29% 14.29% 14 50% 4
2016 10.35% 35.04% 35.71% 14 42,86% 4
2017 11.15% 29.14% 28.57% 14 50% 4
96 THAI UNION GROUP PCL 2015 4.75% 35.27% 0.00% 12 33,33% 3
2016 4.15% 46.25% 0.00% 12 33,33% 3
2017 4.15% 45.98% 0.00% 12 33,33% 3
97 TOTAL ACCESS 2015 5.42% 43.23% 25.00% 12 33,33% 1
COMMUNICATION 2016 1.84% 42.61% 33.33% 12 33,33% 3
2017 1.84% 42.81% 33.33% 12 33,33% 3
98 ABOITIZ EQUITY 2015 5.69% 47.37% 0.00% 9 33,33% 5
VENTURES INC 2016 5.58% 55.25% 0.00% 9 33,33% 5
2017 4.51% 53.26% 0.00% 9 33,33% 4
99 ABOITIZ POWER CORP 2015 7.67% 47.26% 0.00% 9 33,33% 4
2016 6.67% 60.47% 0.00% 9 33,33% 4
2017 5.68% 56.99% 0.00% 9 33,33% 5
100 ASIAN TERMINALS INC 2015 8.56% 0.00% 10.00% 10 20% 3
2016 8.55% 0.00% 0.00% 8 25% 3
2017 10.17% 0.00% 0.00% 8 25% 3
101 BELLE CORP 2015 3.65% 14.28% 18.18% 11 27,27% 4
2016 6.41% 16.22% 20.00% 10 30% 3
2017 6.73% 20.20% 16.67% 12 25% 3
102 DMCI HOLDINGS INC 2015 8.47% 27.74% 22.22% 9 22,22% 2

152
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2016 8.38% 23.66% 22.22% 9 22,22% 2
2017 9.01% 22.99% 22.22% 9 22,22% 3
103 FIRST GEN 2015 3.10% 53.69% 0.00% 9 22,22% 4
CORPORATION 2016 3.69% 50.63% 0.00% 9 33,33% 4
2017 2.49% 45.68% 0.00% 9 33,33% 4
104 FIRST PHILIPPINE HLDGS 2015 1.63% 50.02% 0.00% 14 28,57% 6
2016 2.89% 47.09% 6.67% 15 33,33% 5
2017 1.64% 42.78% 7.69% 13 23,08% 5
105 GLOBE TELECOM INC 2015 8.79% 36.91% 9.09% 11 27,27% 3
2016 7.13% 42.31% 9.09% 11 27,27% 2
2017 5.71% 47.35% 9.09% 11 27,27% 3
106 GT CAPITAL HOLDINGS 2015 4.64% 38.74% 0.00% 11 36,36% 3
INC 2016 5.14% 32.63% 0.00% 11 36,36% 4
2017 4.95% 28.41% 0.00% 10 30% 2
107 INTEGRATED MICRO- 2015 5.39% 23.21% 9.09% 11 27,27% 3
ELECTRONICS 2016 4.87% 28.28% 9.09% 11 27,27% 3
2017 4.36% 32.59% 9.09% 11 27,27% 3
108 INTL CONTAINER TERM 2015 1.62% 28.33% 0.00% 7 28,57% 3
SVCS INC 2016 4.49% 33.04% 0.00% 7 28,57% 3
2017 4.26% 34.19% 0.00% 7 28,57% 2
109 JG SUMMIT HOLDINGS 2015 3.91% 33.77% 18.18% 11 27,27% 6
INC 2016 1.73% 33.18% 18.18% 11 27,27% 6

153
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2017 4.18% 30.77% 18.18% 11 27,27% 6
110 JOLLIBEE FOODS CORP 2015 8.29% 15.44% 0.00% 9 22,22% 2
2016 8.97% 16.71% 0.00% 9 22,22% 4
2017 8.75% 17.95% 0.00% 9 22,22% 4
111 MACROASIA 2015 8.90% 1.53% 18.18% 11 27,27% 6
CORPORATION 2016 8.76% 3.52% 18.18% 11 27,27% 5
2017 17.97% 4.40% 20.00% 10 30% 4
112 MANILA ELECTRIC 2015 6.93% 10.74% 0.00% 11 18,18% 1
COMPANY 2016 6.63% 13.63% 9.09% 11 18,18% 2
2017 6.80% 13.27% 9.09% 11 18,18% 6
113 MANILA WATER 2015 7.66% 42.36% 18.18% 11 36,36% 4
COMPANY 2016 7.30% 41.32% 18.18% 11 36,36% 3
2017 6.54% 46.03% 9.09% 11 36,36% 3
114 METRO PACIFIC 2015 3.56% 29.01% 6.67% 15 33,33% 3
INVESTMENTS CO 2016 3.50% 27.91% 6.67% 15 26,67% 1
2017 3.07% 37.54% 7.14% 14 21,43% 1
115 PETRON CORP 2015 1.64% 58.42% 20.00% 15 20% 6
2016 3.29% 53.38% 20.00% 15 20% 6
2017 3.88% 50.67% 20.00% 15 20% 5
116 PHILEX MINING CORP 2015 2.03% 22.00% 18.18% 11 18,18% 5
2016 3.87% 25.03% 18.18% 11 18,18% 5
2017 4.23% 23.68% 27.27% 11 18,18% 5

154
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
117 PLDT INC 2015 4.95% 35.35% 15.38% 13 23,08% 5
2016 4.30% 38.94% 23.08% 13 23,08% 4
2017 2.86% 37.57% 23.08% 13 23,08% 4
118 SAN MIGUEL CORP 2015 1.01% 55.74% 6.67% 15 33,33% 5
2016 2.29% 52.66% 6.67% 15 20% 5
2017 2.10% 51.05% 6.67% 15 20% 4
119 SEMIRARA MINING AND 2015 15.56% 34.19% 27.27% 11 18,18% 3
POWER CO 2016 19.59% 25.38% 30.00% 10 20% 3
2017 21.15% 26.28% 36.36% 11 18,18% 3
120 SM INVESTMENTS CORP 2015 3.82% 35.86% 12.50% 8 37,5% 3
2016 3.79% 37.13% 25.00% 8 37,5% 3
2017 3.61% 37.19% 22.22% 9 33,33% 2
121 UNIVERSAL ROBINA 2015 13.13% 24.68% 0.00% 9 22,22% 2
CORP 2016 12.01% 30.19% 0.00% 9 22,22% 5
2017 7.53% 26.00% 0.00% 9 22,22% 6
122 CHINA SUNSINE 2015 12.11% 9.13% 12.50% 8 50% 4
CHEMICAL HLDGS 2016 13.73% 0.00% 14.29% 7 42,86% 4
2017 18.11% 0.00% 12.50% 8 50% 4
123 COMFORTDELGRO 2015 5.78% 10.71% 12.50% 8 87,5% 4
CORP LTD 2016 6.18% 6.83% 12.50% 8 87,5% 4
2017 6.11% 6.68% 22.22% 9 88,89% 4
124 FIRST RESOURCES LTD 2015 6.00% 31.57% 12.50% 8 62,5% 4

155
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2016 7.67% 26.35% 12.50% 8 62,5% 4
2017 8.03% 28.67% 12.50% 8 62,5% 4
125 GENTING SINGAPORE 2015 1.56% 13.56% 0.00% 5 60% 4
LTD 2016 3.28% 10.17% 0.00% 5 60% 4
2017 6.51% 12.66% 0.00% 7 71,43% 4
126 GOLDEN AGRI- 2015 0.13% 37.90% 0.00% 8 50% 3
RESOURCES LTD 2016 4.89% 36.92% 0.00% 8 50% 3
2017 0.90% 36.77% 0.00% 8 50% 3
127 JARDINE CYCLE & 2015 3.42% 26.11% 7.69% 13 53,85% 6
CARRIAGE LTD 2016 3.40% 24.60% 7.69% 13 61,54% 6
2017 3.99% 26.94% 15.38% 13 61,54% 6
128 KEPPEL CORP LTD 2015 5.04% 28.56% 10.00% 10 80% 6
2016 2.70% 30.97% 11.11% 9 77,78% 4
2017 0.68% 27.17% 11.11% 9 77,78% 4
129 RAFFLES MEDICAL 2015 9.43% 3.96% 10.00% 10 70% 3
GROUP LTD 2016 8.19% 3.38% 10.00% 10 70% 4
2017 7.43% 7.87% 10.00% 10 70% 4
130 SATS LTD 2015 9.69% 5.21% 12.50% 8 87,5% 4
2016 10.69% 5.26% 10.00% 10 90% 3
2017 11.76% 4.77% 11.11% 9 88,89% 4
131 SEMBCORP INDUSTRIES 2015 2.96% 34.31% 10.00% 10 70% 4
LTD 2016 1.87% 41.37% 9.09% 11 72,73% 3

156
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
2017 1.66% 41.47% 10.00% 10 80% 5
132 SIA ENGINEERING CO 2015 10.90% 2.01% 10.00% 10 60% 4
LTD 2016 10.16% 1.83% 11.11% 9 66,67% 5
2017 17.77% 1.35% 11.11% 9 55,56% 3
133 SINGAPORE AIRLINES 2015 1.58% 7.27% 12.50% 8 75% 3
LTD 2016 3.37% 5.65% 11.11% 9 77,78% 3
2017 1.55% 0.19% 0.00% 7 85,71% 3
134 SINGAPORE POST LTD 2015 7.98% 10.78% 8.33% 12 66,67% 4
2016 10.74% 11.55% 8.33% 12 58,33% 2
2017 1.30% 13.40% 30.00% 10 70% 2
135 SINGAPORE PRESS 2015 5.06% 21.15% 30.00% 10 90% 5
HOLDINGS LTD 2016 4.42% 21.88% 27.27% 11 90,91% 4
2017 5.81% 24.62% 30.00% 10 80% 3
136 SINGAPORE 2015 9.29% 21.34% 27.27% 11 72,73% 5
TELECOMMUNICATIONS 2016 9.04% 22.82% 33.33% 9 66,67% 3
2017 8.39% 23.16% 33.33% 9 66,67% 3
137 STARHUB LTD 2015 19.11% 36.01% 7.69% 13 46,15% 5
2016 16.63% 44.96% 8.33% 12 41,67% 4
2017 11.29% 37.07% 16.67% 12 50% 4
138 TECKWAH INDUSTRIAL 2015 6.54% 10.37% 12.50% 8 50% 4
CORP LTD 2016 6.86% 6.73% 12.50% 8 50% 4
2017 5.64% 0.60% 12.50% 8 50% 3

157
Proportion of Size of The Proportion of Audit
Return on Leverage
NO NAMA PERUSAHAAN TAHUN Women on Board Independent Committee
Asset (ROA) (LEV)
Board (PFOB) (BOZ) Directors (PID) Size (AUCZ)
139 VENTURE CORP LTD 2015 6.17% 5.34% 0.00% 7 85,71% 4
2016 6.84% 3.36% 0.00% 7 85,71% 4
2017 12.63% 0.98% 0.00% 7 85,71% 4
140 WILMAR 2015 2.57% 47.19% 0.00% 11 36,36% 4
INTERNATIONAL LTD 2016 2.63% 45.96% 0.00% 11 36,36% 3
2017 3.07% 48.44% 0.00% 11 36,36% 4
141 XP POWER LTD 2015 17.75% 7.23% 0.00% 8 37,5% 2
2016 16.52% 3.96% 12.50% 8 37,5% 3
2017 18.23% 13.99% 12.50% 8 37,5% 3

158
Lampiran 2 Hasil Uji Statistik

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


ROA 423 .0013 .7307 .083261 .0809968
LEV 423 .0000 .6047 .253631 .1593034
PFOB 423 .0000 .4286 .118607 .1083004
BOZ 423 3 15 9.22 2.904
PID 423 .1818 .9091 .453326 .1645889
AUCZ 423 1 6 3.28 1.039
Valid N (listwise) 423

Output Model 1

Regression

Variables Entered/Removedb
Variables
Model Variables Entered Removed Method
1 Lg_AUCZ,
Lg_PID,
. Enter
Lg_PFOB,
Lg_BOZa
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: LEV

Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
1 .406a .165 .157 .1462465 .647
a. Predictors: (Constant), Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_PFOB, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: LEV

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.769 4 .442 20.679 .000a
Residual 8.940 418 .021
Total 10.709 422
a. Predictors: (Constant), Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_PFOB, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: LEV

159
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) .782 .052 15.155 .000
Lg_PFOB .023 .023 .044 .989 .323 .998 1.002
Lg_BOZ -.349 .049 -.322 -7.051 .000 .957 1.044
Lg_PID .197 .046 .194 4.277 .000 .975 1.026
Lg_AUCZ -.034 .046 -.033 -.741 .459 .977 1.023
a. Dependent
Variable: LEV

Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions
Condition
Model Dimension Eigenvalue Index (Constant) Lg_PFOB Lg_BOZ Lg_PID Lg_AUCZ
1 1 4.598 1.000 .00 .01 .00 .01 .00
2 .214 4.634 .00 .84 .00 .13 .01
3 .125 6.065 .00 .09 .00 .63 .26
4 .051 9.482 .07 .05 .14 .23 .71
5 .012 19.962 .92 .02 .85 .00 .02
a. Dependent Variable: LEV

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value .193091 .514477 .351169 .0647478 423
Residual -3.2636255E-1 .3363626 .0000000 .1455517 423
Std. Predicted Value -2.441 2.522 .000 1.000 423
Std. Residual -2.232 2.300 .000 .995 423
a. Dependent Variable: LEV

Output Model 2

Regression

160
Variables Entered/Removedb
Variables
Model Variables Entered Removed Method
1 LEV, Lg_PFOB,
Lg_AUCZ, . Enter
Lg_PID, Lg_BOZa
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Sqrt_ROA

Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
1 .421a .177 .167 .1059239 .945
a. Predictors: (Constant), LEV, Lg_PFOB, Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: Sqrt_ROA

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.008 5 .202 17.970 .000a
Residual 4.679 417 .011
Total 5.687 422
a. Predictors: (Constant), LEV, Lg_PFOB, Lg_AUCZ, Lg_PID, Lg_BOZ
b. Dependent Variable: Sqrt_ROA

Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) .207 .047 4.452 .000
Lg_PFOB -.062 .017 -.167 -3.742 .000 .996 1.004
Lg_BOZ -.090 .038 -.114 -2.365 .018 .856 1.169
Lg_PID -.025 .034 -.034 -.742 .458 .934 1.071
Lg_AUCZ .017 .034 .022 .497 .619 .976 1.025
LEV .254 .035 .348 7.160 .000 .835 1.198
a. Dependent Variable: Sqrt_ROA

161
Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions
Condition
Model Dimension Eigenvalue Index (Constant) Lg_PFOB Lg_BOZ Lg_PID Lg_AUCZ LEV
1 1 5.413 1.000 .00 .01 .00 .00 .00 .00
2 .218 4.982 .00 .84 .00 .01 .00 .11
3 .202 5.173 .00 .05 .00 .29 .00 .36
4 .111 6.992 .00 .04 .01 .39 .41 .15
5 .047 10.717 .04 .04 .18 .27 .56 .07
6 .008 25.561 .96 .02 .80 .04 .02 .30
a. Dependent Variable: Sqrt_ROA

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value .152027 .508246 .264229 .0488755 423
Residual -2.5485054E-1 .5740511 .0000000 .1052945 423
Std. Predicted Value -2.296 4.993 .000 1.000 423
Std. Residual -2.406 5.419 .000 .994 423
a. Dependent Variable: Sqrt_ROA

162
CURRICULUM VITAE
CURRICULUM VITAE
INFORMASI

Nama : Fikri Maulana


PRIBADI

Tempat Lahir : Depokrejo


Tanggal Lahir : 25 Mei 1993
Agama : Islam
No. HP : 085290809970
E-Mail : maulana2505@gmail.com
LATAR BELAKANG

Pendidikan Formal
2017 – Sekarang : Magister Manajemen (Konsentrasi
PENDIDIKAN

Manajemen Keuangan) Universitas


Diponegoro
2011 - 2016 : Fakultas Sains dan Matematika (Konsentrasi
Matematika) Universitas Diponegoro
2008 – 2011 : SMA Muhammadiyah 1 Metro
2005 – 2008 : MTs Muhammadiyah 1 Metro
1999 – 2005 : SD Al – Qur’an Metro

PT Sigma Metrasys Solution


PENGALAMAN

- Support implementasi ERP SAP modul FICO PTPN IX


Semarang ( Nov 17 – Sep 18 )
PEKERJAAN

- Roll out 2 ERP SAP modul FICO PTPN VII Lampung


(Okt 18 – Mar 19)
- Support implementasi SAP modul FI-MM PT Pegadaian
XI Semarang ( Des’19 – Sekarang)

163

Anda mungkin juga menyukai