Anda di halaman 1dari 22

PERAN LEMBAGA INTERNASIONAL DALAM GERAKAN

ANTI KORUPSI
Disusun oleh:

Kelompok 5

Fathiyyah Jamil Fathin 2006200055


Amelia Wulandari 2006200075
Rajwin Dev 2006200107
Erni Triana 2106200222
Dewani Tria Sukma 2106200224

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


MEDAN

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kita nikmat kesehatan, kekuatan, kecerdasan, serta umur yang panjang
bagi kita semua. Tak lupa pula sholawat serta salam kita curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam gelap-
gulita menuju alam yang terang-benderang seperti sekarang ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah juga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Peran
Lembaga Internasional Dalam Gerakan Anti Korupsi”. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas dari bapak Guntur Rambey, S.H,.M.H. pada mata kuliah
Pendidikan Anti Korupsi di Universitas Muhammdiyah Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak


Guntur Rambey, S.H,.M.H. selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
penulis.

Akhir kata, penulis berharap ALLAH SWT dapat membalas segala


kebaikan semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dan dapat bermanfaat bagi semua terutama dalam memahami
materi yang berkaitan tentang upaya hukum luar biasa.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3

BAB I .............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4

A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 4

B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 5

C. TUJUAN MASALAH ......................................................................................................... 6

BAB II............................................................................................................................................. 7

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 7

A. GERAKAN ORGANISASI DAN LEMABAGA SWADAYA INTERNASIONAL


DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI ................................................................................. 7

B. INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI ................................. 13

C. PENGATURAM HUKUM INTERNASIONA, TENTANG KERJASAMA


INTERNASIONAL DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI ......................................... 15

BAB III ......................................................................................................................................... 20

PENUTUP..................................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 22


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Korupsi telah menjadi isu internasional yang harus diberantas. Untuk mencegah
dan mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh korupsi, maka tidak hanya tanggung
jawab suatu negara, tetapi lebih dari itu, dibutuhkan komitmen masyarakat
internasional untuk saling bekerjasama dalam mencegah dan memberantasnya. Dalam
konteks internasional untuk melawan tindakan korupsi tersebut, mayoritas negara telah
bersepakat untuk mengadakan kerjasama internasional, Masalah korupsi ada di hampir
semua negara, namun yang paling banyak terjadi adalah di negara sedang berkembang.
Memasuki abad ke-21, perhatian dan keprihatinan komunitas internasional terhadap
masalah korupsi yang menimpa berbagai negara berkembang menjadi semakin
menguat. Masyarakat antarbangsa yang berhimpun dalam The United Nations
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) sangat menyadari, betapa pentingnya usaha bersama
untuk memecahkan masalah korupsi, serta menemukan langkah-langkah kongkret
dalam upaya penanggulangannya.

Akibat warisan penjajahan, lembaga-lembaga pemerintah di negara sedang


berkembang cenderung lebih lemah, masyarakat sipilnya kurang berperan serta dalam
pengambilan keputusan publik, dan proses birokrasi dan politik berlangsung kurang
terbuka dan kurang dapat dipertanggung jawabkan. Walaupun korupsi sejak lama
disebut sebagai musuh bersama masyarakat, tetapi penindakan terhadap para koruptor
dan pengembalian aset-aset hasil korupsi belum menunjukkan banyak kemajuan,
khususnya korupsi yang dilakukan para mantan kepala pemerintahan. Sudah banyak
upaya dilakukan pemerintah di sejumlah negara untuk menarik kembali dana-dana
hasil korupsi yang dilakukan mantan pemimpin negara. Seperti halnya negara
berkembang lainnya, Indonesia juga merupakan negara dengan masalah korupsi yang
sangat kompleks.
Dalam perkembangannya, tindak pidana korupsi di Indonesia sudah semakin
meluas dan merambah pada berbagai elemen tak terkecuali pada lembaga-lembaga
Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Korupsi tidak saja semata-mata merugikan
keuangan Negara, namun juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat, bahkan dikategorikan sebagai extraordinary crime. Pemerintah Indonesia
telah melakukan berbagai usaha untuk memberantas tindak pidana korupsi dan
menyelamatkan keuangan Negara. Berbagai produk perundang-undangan, lembaga
dan tim khusus telah dibentuk oleh pemerintah guna memerangi tindak pidana korupsi
sampai ke akar-akarnya demi menyelamatkan perekonomian dan keuangan Negara.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengikuti perkembangan pencegahan
tindak pidana korupsi tersebut dengan bergabung dalam badan-badan atau organisasi
internasional serta telah menandatangani beberapa konvensi internasional anti korupsi,
seperti Konvensi PBB Anti Korupsi, yang kemudian disebut UNCAC (United Nation
Convention Against Coruuption) dan diratifikasi dengan UU No.7 tahun 2006 oleh
Indonesia dan G-20 (Working Group on Anti Corruption-WGAC). Organisasi
internasional yang bergerak dalam bidang anti korupsi yaitu: Perserikatan Bangsa –
Bangsa (Unit Nations), Bank Dunia (World Bank), OECD (Organization for Economic
Co-Operation and Development), Masyarakat Uni Eropa, Sedangkan Lembaga
Swadaya Internasional yang bergerak dalam bidang anti korupsi yaitu: Transparency
International, TIRI.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja gerakan organisasi dan lembaga swadaya internasional


dalam gerakan anti korupsi?
2. Bagaimana instrumen internasional dalam pencegahan anti korupsi?
3. Bagaimana pengaturan hukum internasional tentang kerjasama
internasional dalam pemberantasan korupsi?
C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui apa saja gerakan organisasi dan lembaga swadaya


internasional dalam gerakan anti korupsi.
2. Untuk mengetahui instrumen internasional dalam pencegahan anti korupsi.
3. Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang kerjasama
internasional dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. GERAKAN ORGANISASI DAN LEMABAGA SWADAYA INTERNASIONAL


DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI

1. Gerakan Organisasi Internasional


a) Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)

Pada tahun 2003, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk


Konvensi Anti Korupsi (United Nation Convention Against Corruption -
UNCAC) yang bertujuan untuk mencegah korupsi secara global dengan
melakukan kerjasama internasional untuk bersama- sama melakukan langkah-
langkah menghapuskan korupsi di seluruh dunia. Perhatian PBB terhadap masalah
korupsi dapat dilihat sejak tahun 2000. Sidang Majelis Umum PBB ke-55
menghasilkan Resolusi PBB Nomor 55/61 pada tanggal 6 Desember 2000.
Resolusi ini menyebutkan perlunya dirumuskan sebuah instrumen hukum
internasional antikorupsi secara global. Instrumen hukum internasional tersebut
sangat diperlukan untuk menjembatani sistem hukum yang berbeda dan sekaligus
memajukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi secara efektif. Hal
tersebut dikarenakan masalah korupsi sekarang ini sudah memasuki lintas batas
negara, hal ini dinyatakan dalam alinea ke empat mukadimah UNCAC.

“Convince that corruption is no longer local matter but a transnational


phenomenon that affects all societies and economies, making international
cooperation to prevent and control it essential.”

(Meyakini bahwa korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, melainkan suatu
fenomena transnasional yang mempengaruhi seluruh system masyarakat dan
perekonomian, yang menyebabkan kerjasama internasional menjadi sangat
penting dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi)
Dalam Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna (Austria) pada tahun
2000, isu mengenai Korupsi menjadi topik pembahasan yang utama. Dalam
introduksi di bawah tema International Cooperation in Combating Transnational
Crime: New Challenges in the Twenty-first Century dinyatakan bahwa tema
korupsi telah lama menjadi prioritas pembahasan. Dalam resolusi 54/128 of 17
December 1999, di bawah judul “Action against Corruption”, Majelis Umum PBB
menegaskan perlunya pengembangan strategi global melawan korupsi dan
mengundang negara-negara anggota PBB untuk melakukan review terhadap
seluruh kebijakan serta peraturan perundang-undangan domestik masing-masing
negara untuk mencegah dan melakukan kontrol terhadap korupsi.

b) Bank Dunia (World Bank)

Menurut World Bank (dalam Tanzi, 1998), korupsi ialah penyalahgunaan


kekuatan publik untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, keuntungan pribadi
yang dimaksud bukan hanya secara individu, melainkan juga terhadap keluarga,
teman, partai politik, maupun kelompok tertentu dalam masyarakat.

Setelah tahun 1997, tingkat korupsi menjadi salah satu pertimbangan atau
prakondisi dari bank dunia (baik World Bank maupun IMF) memberikan
pinjaman untuk negara-negara berkembang. Untuk keperluan ini, World Bank
Institute mengembangkan Anti-Corruption Core, Program yang bertujuan untuk
menanamkan awareness mengenai korupsi dan pelibatan masyarakat sipil untuk
pemberantasan korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara
berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional untuk memberantas
korupsi. Bank Dunia mengatakan bahwa pendekatan untuk melaksanakan
program anti-korupsi dibedakan menjadi 2 pendekatan yaitu: Pendekatan dari
bawah ke atas (Bottom-up approach) dan pendekatan dari atas ke bawah (Top-
down approach).

c) OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development)

Setelah ditemuinya kegagalan dalam kesepakatan pada konvensi


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada sekitar tahun 1970-an, OECD, didukung
oleh PBB mengambil langkah baru untuk memerangi korupsi di tingkat
internasional. Sebuah badan pekerja atau working group on Bribery in
International Business Transaction didirikan pada tahun 1989. Pada awalnya
kegiatan-kegiatan yang dilakukan OECD hanya melakukan perbandingan atau
me-review konsep, hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai bidang
tidak hanya hukum pidana, tetapi juga masalah perdata, keuangan dan
perdagangan serta hukum administrasi.

OECD telah mengembangkan prinsip-prinsip dasar untuk memberantas


korupsi sistemik. Prinsip-prinsip ini dapat disesuaikan dengan keadaan setiap
negara. Sekalipun tidak mema- dai, prinsip-prinsip ini bisa digunakan sebagai
acuan untuk membe- rantas korupsi sistemik. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Standar etika pelayanan publik harus jelas.


2. Standar etika ini harus tercermin dalam kerangka hukum.
3. Harus tersedia pedoman etika bagi pegawai negeri.
4. Pegawai negri harus tahu hak dan kewajiban ketika dihadapkan pada prilaku
tercela.
5. Dukungan kemauan politik pada etika dapat memperkuat prilaku etis pada
pegawai negri.
6. Proses pengambilan keputusan harus transparan dan terbuka untuk diuji.
7. Harus ada pedoman yang jelas untuk interaksi sektor publik dengan sektor swasta.
8. Pimpinan harus memberikan teladan dan mendorong prilaku beretika.
9. Kebijakan pengelolaan, prilaku prosedur dan praktik prilaku beretika harus
mendorong prilaku beretika itu sendiri.
10. Persyaratan kerja pelayanan publik dan pengelolaan sumber daya manusia harus
dapat mendorong prilaku beretika.
11. Harus ada mekanisme pertanggungan gugat yang memadai dalam pelayanan
publik.
12. Harus ada prosedur dan sanksi yang tepat untuk menghadapi perilaku tercela.

d) Masyarakat Uni Eropa


Di negara-negara Uni Eropa, gerakan pemberantasan korupsi secara
internasional dimulai pada sekitar tahun 1996. Tahun 1997, the Council of Europe
Program against Corruption menerima kesepakatan politik untuk memberantas
korupsi dengan menjadikan isu ini sebagai agenda prioritas. Pemberantasan ini
dilakukan dengan pendekatan serta pengertian bahwa: karena korupsi mempunyai
banyak wajah dan merupakan masalah yang kompleks dan rumit, maka
pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan multi-disiplin;
monitoring yang efektif, dilakukan dengan kesungguhan dan komprehensif serta
diperlukan adanya fleksibilitas dalam penerapan hukum.

Pada tahun 1997, komisi menteri-menteri negara-negara Eropa


mengadopsi 20 Guiding Principles untuk memberantas korupsi, dengan
mengidentifikasi area-area yang rawan korupsi dan meningkatkan cara-cara
efektif dan strategi pemberantasannya. Pada tahun 1998 dibentuk GRECO atau
the Group of States against Corruption yang bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas negara anggota memberantas korupsi. Selanjutnya negara-negara Uni
Eropa mengadopsi the Criminal Law Convention on Corruption, the Civil Law
Convention on Corruption dan Model Code of Conduct for Public Officials.

2. Gerakan Lembaga Swadaya Internasional (INTERNATIONAL NGOs)


a) Transparency International

Transparency International (TI) adalah sebuah organisasi internasional


non-pemerintah yang memantau dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian
mengenai korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan korupsi politik di tingkat
internasional. Setiap tahunnya TI menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi serta
daftar perbandingan korupsi di negara-negara di seluruh dunia. TI berkantor
pusat di Berlin, Jerman, didirikan pada sekitar bulan Mei 1993 melalui inisiatif
Peter Eigen, seorang mantan direktur regional Bank Dunia (World Bank).

Lembaga Transparency International (TI) mendefinisikan korupsi sebagai


perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau mereka yang dekat dengannya melalui
penyalahgunaan kekuasaan publik yang dipercayakan kepadanya.

Pada tahun 1995, TI mengembangkan Indeks Persepsi Korupsi


(Corruption Perception Index). CPI membuat peringkat tentang prevalensi korupsi
di berbagai negara, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap pelaku bisnis dan
opini masyarakat yang diterbitkan setiap tahun dan dilakukan hampir di 200
negara di dunia. CPI disusun dengan memberi nilai atau score pada negara-negara
mengenai tingkat korupsi dengan range nilai antara 1-10. Nilai 10 adalah nilai
yang tertinggi dan terbaik sedangkan semakin rendah nilainya, negara dianggap
atau ditempatkan sebagai negara-negara yang tinggi angka korupsinya.

POSISI INDONESIA DALAM INDEKS PERSEPSI KORUPSI TI

Tahun Score CPI Nomor / Peringkat Jumlah Negara Yang Disurvei

2002 1.9 96 102

2003 1.9 122 133

2004 2.0 133 145

2005 2.2 137 158

2006 2.4 130 163

2007 2.3 143 179

2008 2.6 126 166

Dalam survey ini, setiap tahun umumnya Indonesia menempati


peringkat sangat buruk dan buruk. Namun setelah tahun 2009, nilai rapor ini
membaik sedikit demi sedikit. Tidak jelas faktor apa yang memperbaiki nilai ini,
namun dalam realita situasi dan kondisi korupsi secara kualitatif justru terlihat
semakin parah. Melihat laporan survey TI, nampak bahwa peringkat Indonesia
semakin tahun semakin membaik. Namun cukup banyak pula masyarakat Indonesia
dan masyarakat internasional yang tidak terlalu yakin terhadap validitas survey
tersebut. Walaupun tidak benar, secara sinis di Indonesia ada gurauan.

b) TIRI

TIRI (Making Integrity Work) adalah sebuah organisasi independen


internasional non-pemerintah yang memiliki head-office di London, United
Kingdom dan memiliki kantor perwakilan di beberapa negara termasuk Jakarta.
TIRI didirikan dengan keyakinan bahwa dengan integritas, kesempatan besar untuk
perbaikan dalam pembangunan berkelanjutan dan merata di seluruh dunia akan
dapat tercapai. Misi dari TIRI adalah memberikan kontribusi terhadap
pembangunan yang adil dan berkelanjutan dengan mendukung pengembangan
integritas di seluruh dunia. TIRI berperan sebagai katalis dan inkubator untuk
inovasi baru dan pengembangan jaringan.

Organisasi ini bekerja dengan pemerintah, kalangan bisnis, akademisi dan


masyarakat sipil, melakukan sharing keahlian dan wawasan untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan untuk mengatasi korupsi
dan mempromosikan integritas. TIRI memfokuskan perhatiannya pada pencarian
hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan tata pemerintahan yang buruk. Salah
satu program yang dilakukan TIRI adalah dengan membuat jejaring dengan
universitas untuk mengembangkan kurikulum Pendidikan Integritas dan/atau
Pendidikan Anti Korupsi di perguruan tinggi. TIRI berkeyakinan bahwa dengan
mengembangkan kurikulum Pendidikan Integritas dan atau Pendidikan Anti-
Korupsi di Perguruan Tinggi mahasiswa dapat memahami bahaya laten korupsi
bagi masa depan bangsa.
B. INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI

1. United Nations Convention against Corruption (UNCAC).

Salah satu instrumen internasional yang sangat penting dalam rangka


pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah United Nations Convention against
Corruption yang telah ditandatangani oleh lebih dari 140 negara. Penandatanganan
pertama kali dilakukan di konvensi internasional yang diselenggarakan di Mérida,
Yucatán, Mexico, pada tanggal 31 Oktober 2003.

Tindak pidana korupsi dapat diberantas melalui Badan Peradilan. Namun


menurut konvensi ini, salah satu hal yang terpenting dan utama adalah masalah
pencegahan korupsi. Bab yang terpenting dalam konvensi didedikasikan untuk
pencegahan korupsi dengan mempertimbangkan sektor publik maupun sektor privat
(swasta). Salah satunya dengan mengembangkan model kebijakan preventif seperti:

• pembentukan badan anti-korupsi;


• peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye untuk pemilu dan partai
politik;
• promosi terhadap efisiensi dan transparansi pelayanan publik;
• rekrutmen atau penerimaan pelayan publik (pegawai negeri) dilakukan berdasarkan
prestasi;
• adanya kode etik yang ditujukan bagi pelayan publik (pegawai negeri) dan mereka
harus tunduk pada kode etik tsb;
• transparansi dan akuntabilitas keuangan publik;
• penerapan tindakan indisipliner dan pidana bagi pegawai negeri yang korup;
• dibuatnya persyaratan-persyaratan khusus terutama pada sektor publik yang sangat
rawan seperti badan peradilan dan sektor pengadaan publik;
• promosi dan pemberlakuan standar pelayanan publik;
• untuk pencegahan korupsi yang efektif, perlu upaya dan keikutsertaan dari selu-ruh
komponen masyarakat;
• seruan kepada negara-negara untuk secara aktif mempromosikan keterlibatan
organisasi non-pemerintah (LSM/NGOs) yang berbasis masyarakat, serta unsur-
unsur lain dari civil society;
• peningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) terhadap korupsi termasuk
dampak buruk korupsi serta hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang
mengetahui telah terjadi TP korupsi.

2. Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business


Transaction

International Business Transaction Convention on Bribery of Foreign Public


Official in International Business Transaction adalah sebuah konvensi internasional
yang dipelopori oleh OECD. OECD merupakan sebuah organisasi internasional yang
bertujuan untuk mempromosikan kebijakan yang dapat menunjang perekonomian
menuju kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. OECD berkomitmen untuk
melawan korupsi dengan memunculkan konvensi sebagai gerakan anti-korupsi
disamping UNCAC. Konvensi Anti Suap ini menetapkan standar-standar hukum yang
mengikat (legally binding) negara-negara peserta untuk mengkriminalisasi pejabat
publik asing yang menerima suap (bribe) dalam transaksi bisnis internasional.
Konvensi ini juga memberikan standar-standar atau langkah-langkah yang terkait yang
harus dijalankan oleh negara perserta sehingga isi konvensi akan dijalankan oleh
negara-negara peserta secara efektif.

Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business


Transaction adalah konvensi internasional pertama dan satu-satunya instrumen anti
korupsi yang memfokuskan diri pada sisi ‘supply’ dari tindak pidana suap. Ada 34
negara anggota OECD dan empat negara non-anggota yakni Argentina, Brasil,
Bulgaria dan Afrika Selatan yang telah meratifikasi dan mengadopsi konvensi
internasional ini.
C. PENGATURAM HUKUM INTERNASIONA, TENTANG KERJASAMA
INTERNASIONAL DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

Memasuki abad ke-21, perhatian dan keprihatinan komunitas internasional


terhadap masalah korupsi yang menimpa berbagai negara berkembang menjadi
semakin menguat. Masyarakat antarbangsa yang berhimpun dalam The United
Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sangat menyadari, betapa pentingnya usaha
bersama untuk memecahkan masalah korupsi, serta menemukan langkah-langkah
kongkret dalam upaya penanggulangannya.

Keinginan masyarakat internasional untuk memberantas korupsi dalam


rangka mewujudkan pemerintahan yang lebih baik, bersih dan bertanggungjawab
sangat besar. Keinginan ini hendak diwujudkan tidak hanya di sektor publik namun
juga di sektor swasta. Gerakan ini dilakukan baik oleh organisasi internasional
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (International NGOs). Gerakan masyarakat
sipil (civil society) dan sektor swasta di tingkat internasional patut diperhitungkan
karena mereka telah dengan gigih berjuang melawan korupsi yang membawa
dampak negatif rusaknya kehidupan umat manusia.

Sebelum adanya Konvensi UNCAC (United Nations Convention Againts


Corruption) tahun 2003, ada berbagai gerakan dan instrumen yang terlebih dahulu
mengatur tentang kejahatan korupsi, antara lain sebagai berikut:

Pertama, Inter-American Convention Against Corruption (IACAC) tahun


1996. Konvensi Antar-Amerika Melawan Korupsi diadopsi oleh negara-negara
anggota Organisasi Negara-negara Amerika pada tanggal 29 Maret 1996 ini mulai
berlaku pada tanggal 6 Maret 1997. Ini adalah konvensi internasional pertama yang
menangani masalah korupsi.49 Menurut Pasal II dari teks Konvensi, ia memiliki dua
tujuan:
1. Mempromosikan dan memperkuat pembangunan oleh masing-masing Negara
Pihak mekanisme yang diperlukan untuk mencegah, mendeteksi, menghukum
dan memberantas korupsi.
2. Mempromosikan, memfasilitasi dan mengatur kerja sama antara Negara-negara
Pihak untuk memastikan keefektifan tindakan dan tindakan untuk mencegah,
mendeteksi, menghukum dan memberantas korupsi dalam pelaksanaan fungsi
publik dan tindakan-tindakan korupsi yang secara khusus terkait dengan kinerja
tersebut.

IACAC menetapkan sejumlah tindakan anti-korupsi, termasuk yang berikut


ini: Kriminalisasi yaitu menetapkan kriminalisasi tindakan korup, termasuk
penyuapan dan pengayaan illegal, Kerjasama termasuk ketentuan untuk memperkuat
kerja sama antara Negara-negara Pihak untuk mendapatkan bantuan hukum timbal
balik, kerjasama teknis, ekstradisi dan identifikasi, Pemulihan Aset: Termasuk
ketentuan untuk memperkuat kerja sama antara Negara-negara Pihak untuk melacak,
membekukan, menyita dan mengorbankan hasil tindak korupsi, Pemantauan:
Mekanisme Tindak Lanjut IACAC menyediakan sistem pemantauan dan penilaian
kepatuhan antar negara yang komprehensif.

Kedua, The Convention on the Fight Against Corruption Involving Official


of Member States of the European Union yang disahkan oleh Dewan Uni Eropa
pada tanggal 26 Mei 1997

Ketiga, The OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public


Officials in International Business Transaction tahun 1997. Pada awalnya kegiatan
yang dilakukan OECD adalah melakukan perbandingan atau mereview konsep,
hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai bidang. Tahun 1997,
Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business
Transaction disetujui.

Tujuan dikeluarkannya instrumen ini adalah untuk mencegah dan


memberantas tindak pidana suap dalam transaksi bisnis internasional. Konvensi
ini menghimbau negara-negara untuk mengembangkan aturan hukum, termasuk
hukuman (pidana) bagi para pelaku serta kerjasama internasional untuk mencegah
tindak pidana suap dalam bidang ini.

Keempat, The Council of Europe’s Criminal Law Convention on


Corruption tahun 1999. Konvensi Hukum Pidana tentang Korupsi adalah
instrumen ambisius yang bertujuan untuk mengkoordinir kriminalisasi sejumlah
besar praktik korupsi.Ini juga menyediakan tindakan hukum pidana pelengkap
dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam penuntutan tindak pidana
korupsi. Konvensi ini terbuka untuk aksesi negara-negara bukan
anggota.Implementasinya akan dipantau oleh "Group of States against
Corruption-GRECO", yang mulai berfungsi pada 1 Mei 1999. Begitu mereka
meratifikasinya, Negara-negara yang belum tergabung dalam GRECO akan
secara otomatis menjadi anggota.

Konvensi ini luas cakupannya, dan melengkapi instrumen hukum yang


ada. Ini mencakup bentuk perilaku korup berikut yang biasanya dianggap sebagai
jenis korupsi tertentu: a. Penyuapan aktif dan pasif dari pejabat publik dalam
negeri dan asing, b. Penyuapan aktif dan pasif dari anggota parlemen nasional dan
asing dan anggota majelis parlemen internasional, c. Penyuapan aktif dan pasif di
sektor swasta, d. Penyuapan aktif dan pasif pegawai negeri internasional, e.
Penyuapan aktif dan pasif terhadap hakim dalam negeri, asing dan internasional
dan pejabat pengadilan internasional, f. Perdagangan aktif dan pasif yang
berpengaruh, g. Pencucian uang hasil tindak pidana korupsi, h. Pelanggaran
akuntansi (faktur, dokumen akuntansi, dll) terkait dengan pelanggaran korupsi.

Konvensi ini juga memasukkan ketentuan tentang membantu dan


bersekongkol, kekebalan, kriteria untuk menentukan yurisdiksi negara,
pertanggungjawaban hukum, pembentukan badan anti-korupsi khusus,
perlindungan orang-orang yang berkolaborasi dengan investigasi atau penuntutan,
mengumpulkan bukti dan penyitaan hasil.Ini menyediakan kerjasama
internasional yang ditingkatkan (bantuan timbal balik, ekstradisi dan penyediaan
informasi) dalam penyelidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.

Kelima, The United Nations Convention Against Transnational Organized


Crime (UNCATOC) tahun 2000. Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa melawan
Kejahatan Terorganisir Transnasional, yang diadopsi oleh resolusi Majelis Umum
55/25 tanggal 15 November 2000, adalah instrumen internasional utama dalam
memerangi kejahatan transnasional. Ini ditandatangani untuk ditandatangani oleh
Negara-negara Anggota pada Konferensi Politik Tingkat Tinggi yang diadakan
untuk tujuan itu di Palermo, Italia pada tanggal 12- 15 Desember 2000 dan mulai
berlaku pada tanggal 29 September 2003.

Konvensi ini dilengkapi oleh tiga Protokol, yang menargetkan secara


spesifik wilayah dan manifestasi kejahatan terorganisir: Protokol untuk
Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Terutama
Perempuan dan Anak-anak. Protokol terhadap Penyelundupan Migran menurut
Darat, Laut dan Udara dan Protokol terhadap Manufaktur dan Perdagangan Bebas
di Senjata Api. Bagian dan Komponen dan Amunisi mereka. Negara harus
menjadi pihak dalam Konvensi itu sendiri sebelum mereka dapat menjadi pihak
dalam Protokol manapun.

Konvensi tersebut merupakan langkah maju yang besar dalam memerangi


kejahatan terorganisir transnasional dan menandakan pengakuan dari Negara-
negara Anggota atas keseriusan masalah yang ditimbulkan olehnya, serta
kebutuhan untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama internasional yang erat
untuk mengatasi masalah tersebut. Negara-negara yang meratifikasi instrumen ini
berkomitmen untuk mengambil serangkaian tindakan terhadap kejahatan
terorganisir transnasional, termasuk pembuatan tindak pidana dalam negeri
(partisipasi dalam kelompok kriminal terorganisir, pencucian uang, korupsi dan
penyumbatan keadilan), penerapan kerangka kerja baru dan menyapu untuk
ekstradisi, bantuan hukum timbal balik dan kerja sama penegakan hukum dan
promosi pelatihan dan bantuan teknis untuk membangun atau meningkatkan
kapasitas yang diperlukan dari otoritas nasional.

Keenam, The African Union Convention on Preventing and Combating


Corruption yang disahkan oleh Kepala-kepala Negara dan Pemerintahan Uni-
Afrika pada tanggal 12 Juli 2003.

Setelah dibentuknya Konvensi-konvensi tersebut maka PBB membuat


suatu Konvensi yang mengatur secara khusus tentang korupsi yaitu United
Nations Convention Againts Corruption (UNCAC). UNCAC tahun 2003 disahkan
dalam Konferensi Diplomatik di Merida Mexico merupakan puncak keprihatianan
masyarakat internasional.

Hingga saat ini, sebanyak 140 negara telah menandatangani Konvensi


tersebut dan 107 negara telah menundukkan diri sebagai negara pihak. The United
Nations Convention Against Corruption (UNCAC) mulai berlaku (entry into
force) sejak tanggal 14 Desember 2005 dan merupakan The First Legally Binding
Global Anticorruption Agreement (Persetujuan Pertama yang Mengikat Secara
Hukum Mengenai Anti Korupsi).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Korupsi telah menjadi isu internasional yang harus diberantas. Untuk


mencegah dan mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh korupsi, maka tidak hanya
tanggung jawab suatu negara, tetapi lebih dari itu, dibutuhkan komitmen
masyarakat internasional untuk saling bekerjasama dalam mencegah dan
memberantasnya.

Pada tahun 2003, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk


Konvensi Anti Korupsi (United Nation Convention Against Corruption - UNCAC)
yang bertujuan untuk mencegah korupsi secara global dengan melakukan
kerjasama internasional untuk bersama- sama melakukan langkah-langkah
menghapuskan korupsi di seluruh dunia.

Menurut World Bank (dalam Tanzi, 1998), korupsi ialah penyalahgunaan


kekuatan publik untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, keuntungan pribadi yang
dimaksud bukan hanya secara individu, melainkan juga terhadap keluarga, teman,
partai politik, maupun kelompok tertentu dalam masyarakat.

Setelah ditemuinya kegagalan dalam kesepakatan pada konvensi


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada sekitar tahun 1970-an, OECD, didukung
oleh PBB mengambil langkah baru untuk memerangi korupsi di tingkat
internasional. Sebuah badan pekerja atau working group on Bribery in
International Business Transaction didirikan pada tahun 1989

Salah satu instrumen internasional yang sangat penting dalam rangka


pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah United Nations Convention against
Corruption yang telah ditandatangani oleh lebih dari 140 negara.
Keinginan masyarakat internasional untuk memberantas korupsi dalam
rangka mewujudkan pemerintahan yang lebih baik, bersih dan bertanggungjawab
sangat besar. Keinginan ini hendak diwujudkan tidak hanya di sektor publik namun
juga di sektor swasta. Gerakan ini dilakukan baik oleh organisasi internasional
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (International NGOs)

B. SARAN

Pemerintah Indonesia merupakan negara yang telah meratifikasi Konvensi


UNCAC. Namun belum sepenuhnya mengimplementasikan UNCAC secara
maksimal dengan mengharmonisasikan perundang-undangan Indonesia dengan
UNCAC, karena hingga saat ini masih banyak kasus korupsi yang terjadi di
Indonesia dan belum terselesaikan dengan baik. Misalnya saja pelaku-pelaku
korupsi yang belum bisa tertangkap dan aset-aset hasil korupsi yang belum bisa
dikembalikan sepenuhnya ke Negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Tanzi, Vito. 1998. Corruption Around the World: Causes, Consequences,


Scope, and Cures. International Monetary Fund Working Paper. vol 45 no 4. hal
559 – 594.

Deplu. (2008) UNCAC (United Nations Convention against Corruption)


2003, Departemen Luar Negeri Repuplik Indonesia, Jakarta.

Elwi Daniel. 2014. Korupsi Konsep Tindak Pidana dan Pemberantasannya.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jamin Ginting. 2011. Perjanjian Internasional dalam Pengembalian Aset


Hasil Korupsi di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum Volume 11 Nomor 3.

Wikipedia. “Inter American Convention Against Corruption” melalui


https://en.wikipedia.org/wiki/Inter-American_Convention_Against_Corruption

UNODC. “United Nations Convention Against Transnational Organization


Crime” melalui https://www.unodc.org/unodc/en/organized-
crime/intro/UNTOC.html

Council of Europe.” The Council of Europe’s Criminal Law Convention on


Corruption” melalui https://www.coe.int/en/web/conventions/full-list/-
/conventions/treaty/173

Business Anti Corruption. “Inter American Convention Against


Corruption” melaui https://www.business-anti-corruption.com/anti-corruption-
legislation/inter-american-convention-against-corruption-iacac

Suwarnatha. “Gerakan Kerjasama dan Instrumen Internasional” melaui


http://suwarnatha.hol.es/wp-content/uploads/2015/04/GERAKAN-
KERJASAMA-INSTRUMEN-INTERNASIONAL.pdf

Anda mungkin juga menyukai