Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANTI KORUPSI
“GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL
PENCEGAHAN KORUPSI”

Dosen Pengampu
Ridwan, S.Th.I, M.Si.

Fildia Usma Yusuf


5210036

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat, hidayahnya, kami telah mampu menyelesaiakan sebuah makalah yang berjudul
“Gerakan Kerjasama dan Beberapa Instrumen Nasional Pencegahan Korupsi. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Anti Korupsi.
Tindak pidana korupsi di Indonesia perkembangannya terus meningkat dari tahun ke
tahun. Tindak pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Dengan demikian
upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara
yang luar biasa. Korupsi dapat menimbulkan bahaya terhadap kehidupan umat manusia, karena
telah merambah ke dunia pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat,
keagamaan, dan fungsi-fungsi pelayanan sosial lain. Untuk itu, perlu kiranya penulis menulis
sebuah makalah yang mengemukakan Gerakan Kerjasama dan beberapa instrument nasional
pencegahan korupsi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi inspirasi bagi para
pembaca. Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terimakasih.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan,
baik dalam hasil maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya
semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Tanah Datar, 14 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3

A. Gerakan dan Kerjasama Internasional Pencegahan Korupsi.....................................3


B. Instrumen Nasional Pencegahan Korupsi……………………….............................6
C. Lembaga Penegahan Korupsi…….……………………..........................................9

BAB III PENUTUP..........................................................................................................13

A. Kesimpulan.................................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga
negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan terhadap sarana dan
prasarana yang diperlukan guna menopang pembangunan di bidang hukum. Dalam
upaya untuk mencapai keberhasilan pembangunan bidang hukum perlu didukung
adanya peningkatan sarana dan prasarana serta peningkatan pendayagunaannya,
pemantapan, kedudukan dan peranana badan-badan penegak hukum merupakan pihak
yang berhubungan langsung dengan proses penegak hukumnya. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa antara pembangunan dan kejahatan atau pelanggaran hukum ada
hubungan yang erat. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus meliputi juga
perencanaan perlindungan masyarakat terhadap pelanggaran hukum.
Dalam hukum pidana itu terkandung aturan-aturan yang menentukan perbuatan-
perbuatan yang tidak boleh dilakukan dengan disertai ancaman berupa pidana (nestapa)
dan menentukan syarat-syarat pidana dapat dijatuhkan. Sifat publik yang dimiliki
hukum pidana menjadikan konsekuensi bahwa hukum pidana itu bersifat nasional.
Dengan demikian, maka hukum pidana Indonesia diberlakukan ke seluruh wilayah
negara Indonesia.
Di samping itu, mengingat materi hukum pidana yang sarat dengan nilainilai
kemanusian mengakibatkan hukum pidana seringkali digambarkan sebagai pedang
yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana bertujuan menegakkan nilai kemanusiaan,
namun di sisi yang lain penegakan hukum pidana justru memberikan sanksi
kenestapaan bagi manusia yang melanggarnya.
Pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh Polri dalam
khususnya dalam hal penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1g) UU No.2 Tahun
2002 tentang Kepolisian RI. Penyidikan tindak pidana korupsi tidak hanya dimiliki oleh
Polri, namun Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memiliki
kewenangan penyidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Gerakan dan Kerjasama Internasional Pencegahan Korupsi?
2. Bagaimana Instrumen Nasional Pencegahan Korupsi?
3. Bagaimana Lembaga Pencegahan Korupsi?

C. Tujuan
1. Menjelaskan Gerakan dan Kerjasama Internasional Pencegahan Korupsi?
2. Menjelaskan Instrumen Nasional Pencegahan Korupsi?
3. Menjelaskan Lembaga Pencegahan Korupsi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gerakan dan Kerjasama Internasional Pencegahan Korupsi
1. Gerakan Organisasi Internasional
a. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)
Setiap 5 (lima) tahun, secara regular Perserikatan Bangsa-Bangsa (United
Nations) menyelenggarakan Kongres tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan
terhadap Penjahat atau sering disebut United Nation Congress on Prevention on
Crime and Treatment of Offenders. Pada kesempatan pertama, Kongres ini
diadakan di Geneva pada tahun 1955. Sampai saat ini kongres PBB ini telah
terselenggara 12 kali. Kongres yang ke-12 diadakandi Salvador pada bulan April
2010.
Dalam Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna (Austria) pada tahun
2000, isu mengenai Korupsi menjadi topik pembahasan yang utama. Dalam
introduksi di bawah tema International Cooperation in Combating Transnational
Crime: New Challenges in the Twenty-first Century dinyatakan bahwa tema
korupsi telah lama menjadi prioritas pembahasan. Dalam resolusi 54/128 of 17
December 1999, di bawah judul “Action against Corruption”, Majelis Umum PBB
menegaskan perlunya pengembangan strategi global melawan korupsi dan
mengundang negara-negara anggota PBB untuk melakukan review terhadap
seluruh kebijakan serta peraturan perundang-undangan domestik masing-masing
negara untuk mencegah dan melakukan kontrol terhadap korupsi.
b. Bank Dunia (World Bank)
Setelah tahun 1997, tingkat korupsi menjadi salah satu pertimbangan atau
prakondisi dari bank dunia (baik World Bank maupun IMF) memberikan pinjaman
untuk negara-negara berkembang. Untuk keperluan ini, World Bank Institute
mengembangkan Anti-Corruption Core, Program yang bertujuan untuk
menanamkan awareness mengenai korupsi dan pelibatan masyarakat sipil untuk
pemberantasan korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara
berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional untuk memberantas
korupsi.
c. OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development)
Setelah ditemuinya kegagalan dalam kesepakatan pada konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada sekitar tahun 1970-an, OECD, didukung
oleh PBB mengambil langkah baru untuk memerangi korupsi di tingkat
internasional. Sebuah badan pekerja atau working group on Bribery in
International Business Transaction didirikan pada tahun 1989. Pada awalnya
kegiatan-kegiatan yang dilakukan OECD hanya melakukan perbandingan atau me-
review konsep, hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai bidang tidak
hanya hukum pidana, tetapi juga masalah perdata, keuangan dan perdagangan
serta hukum administrasi.
Pada tahun 1997, Convention on Bribery of Foreign Public Official in
International Business Transaction disetujui. Tujuan dikeluarkannya instrumen ini
adalah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana suap dalam transaksi bisnis
internasional. Konvensi ini menghimbau negara-negara untuk mengembangkan
aturan hukum, termasuk hukuman (pidana) bagi para pelaku serta kerjasama
internasional untuk mencegah tindak pidana suap dalam bidang ini.
d. Masyarakat Uni Eropa
Di negara-negara Uni Eropa, gerakan pemberantasan korupsi secara
internasional dimulai pada sekitar tahun 1996. Tahun 1997, the Council of Europe
Program against Corruption menerima kesepakatan politik untuk memberantas
korupsi dengan menjadikan isu ini sebagai agenda prioritas. Pemberantasan ini
dilakukan dengan pendekatan serta pengertian bahwa: karena korupsi mempunyai
banyak wajah dan merupakan masalah yang kompleks dan rumit, maka
pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan multi-disiplin;
monitoring yang efektif, dilakukan dengan kesungguhan dan komprehensif serta
diperlukan adanya fleksibilitas dalam penerapan hukum.
Pada tahun 1997, komisi menteri-menteri negara-negara Eropa mengadopsi
20 Guiding Principles untuk memberantas korupsi, dengan mengidentifikasi area-
area yang rawan korupsi dan meningkatkan cara-cara efektif dan strategi
pemberantasannya. Pada tahun 1998 dibentuk GRECO atau the Group of States
against Corruption yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas negara anggota
memberantas korupsi. Selanjutnya negara-negara Uni Eropa mengadopsi the
Criminal Law Convention on Corruption, the Civil Law Convention on Corruption
dan Model Code of Conduct for Public Officials.
2. Gerakan Lembaga Swadaya Internasional (International Ngos)
a. Transparency International
Transparency International (TI) adalah sebuah organisasi internasional
non-pemerintah yang memantau dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian
mengenai korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan korupsi politik di tingkat
internasional. Setiap tahunnya TI menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi serta daftar
perbandingan korupsi di negara-negara di seluruh dunia. TI berkantor pusat di
Berlin, Jerman, didirikan pada sekitar bulan Mei 1993 melalui inisiatif Peter Eigen,
seorang mantan direktur regional Bank Dunia (World Bank).
Pada tahun 1995, TI mengembangkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption
Perception Index). CPI membuat peringkat tentang prevalensi korupsi di berbagai
negara, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap pelaku bisnis dan opini
masyarakat yang diterbitkan setiap tahun dan dilakukan hampir di 200 negara di
dunia. CPI disusun dengan memberi nilai atau score pada negara-negara mengenai
tingkat korupsi dengan range nilai antara 1-10. Nilai 10 adalah nilai yang tertinggi
dan terbaik sedangkan semakin rendah nilainya, negara dianggap atau ditempatkan
sebagai negara-negara yang tinggi angka korupsinya.
Posisi Indonesia Dalam Indeks Persepsi Korupsi Ti

Tahun Score CPI Nomor / Peringkat Jumlah Negara Yang Disurvei

2002 1.9 96 102

2003 1.9 122 133

2004 2.0 133 145

2005 2.2 137 158

2006 2.4 130 163

2007 2.3 143 179

2008 2.6 126 166

Dalam survey ini, setiap tahun umumnya Indonesia menempati


peringkat sangat buruk dan buruk. Namun setelah tahun 2009, nilai rapor ini
membaik sedikit demi sedikit. Tidak jelas faktor apa yang memperbaiki nilai ini,
namun dalam realita situasi dan kondisi korupsi secara kualitatif justru terlihat
semakin parah. Melihat laporan survey TI, nampak bahwa peringkat Indonesia
semakin tahun semakin membaik. Namun cukup banyak pula masyarakat Indonesia
dan masyarakat internasional yang tidak terlalu yakin terhadap validitas survey
tersebut. Walaupun tidak benar, secara sinis di Indonesia ada gurauan
b. TIRI
TIRI (Making Integrity Work) adalah sebuah organisasi independen
internasional non-pemerintah yang memiliki head-office di London, United
Kingdom dan memiliki kantor perwakilan di beberapa negara termasuk Jakarta.
TIRI didirikan dengan keyakinan bahwa dengan integritas, kesempatan besar untuk
perbaikan dalam pembangunan berkelanjutan dan merata di seluruh dunia akan
dapat tercapai. Misi dari TIRI adalah memberikan kontribusi terhadap
pembangunan yang adil dan berkelanjutan dengan mendukung pengembangan
integritas di seluruh dunia. TIRI berperan sebagai katalis dan inkubator untuk
inovasi baru dan pengembangan jaringan.
Organisasi ini bekerja dengan pemerintah, kalangan bisnis, akademisi dan
masyarakat sipil, melakukan sharing keahlian dan wawasan untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan untuk mengatasi korupsi
dan mempromosikan integritas. TIRI memfokuskan perhatiannya pada pencarian
hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan tata pemerintahan yang buruk. Salah
satu program yang dilakukan TIRI adalah dengan membuat jejaring dengan
universitas untuk mengembangkan kurikulum Pendidikan Integritas dan/atau
Pendidikan Anti Korupsi di perguruan tinggi.
B. Instrumen Nasional Pencegahan Korupsi
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sudah menjerat banyak pimpinan daerah, kepala dinas, hingga legislator
di lingkungan pemerintah daerah. Oleh karena itu, upaya pencegahan korupsi sejak
tahun 2016 untuk seluruh 542 pemerintah daerah (pemda) se Indonesia diarahkan pada
upaya memperkecil resiko timbulnya korupsi. Pemda diminta untuk menerapkan
delapan istrumen pencegahan korusi yang dibuat berdasarkan tindak pidana korupsi
yang terjadi. Sejauh ini, kasus korupsi terbanyak di pemda belum bergeser dari
pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan jual beli jabatan.
Kedelapan instrumen tersebut adalah perencanaan dan penganggaran
APBD,pengadaan barang dan jasa (PBJ), pelayanan terpadu satu pintu (PTSP),
manajemen aparatur sipil negara (ASN), kapabilitas aparat pengawas internal
pemerintah (APIP), optimalisasi pendapatan daerah (OPD), dana desa, dan manajemen
asset daerah.
Instrument pencegahan korupsi pada PBJ dimulai dari implementasi e-
plannning dan ebudgeting. Selanjutnya, pelaksanaan anggaran dilakukan dengan
pengadaan berbasis elektronik e-procurement dan penerapan e-catalog. Dibidang
perizinan dengan penerapan PTSP. Kementrian Dalam Negeri (Kemdagri) telah
mengeluarkan regulasi yang mewajibkan kedua instrument ini diterapkan pemda se-
Indonesia.
Sejalan dengan itu, pemda juga diminta untuk memperkuat pengawasan daerah.
Dua focus di antaranya peningkatan anggaran pengawasan dan kompetensi auditor
sebagai APIP. KPK memfasilitasi pelatihan bagi 3.500 auditor. Kerjasama dengan
LKPP, Kejati, Polda serta BPKP kegiatan nasional ini dapat diwujudkan. Kini, dengan
regulasi Kemdagri, tahun 2020, pemda wajib mengalokasikan anggaran pengawasan
dalam persentase tertentu dari APBD. Ini menjamin kecukupan alokasi anggaran
pengawasan.
Disisi lain, tanpa pengawasan yang cukup, pemberian dana desa Rp. 1 Miliar ke
lebih dari 74 ribu desa se Indonesia berpotensi untuk disalahgunakan. Ini sudah
dibuktikan dengan beberapa kasus korupsi dana desa. Oleh karena itu, KPK mendorong
pembangunan sistem pencegahan yang transparan dengan memublikasikan dana desa,
implementasi siskeudes dalam pengelolaannya, dan menjalanskan fungsi pengawasan.
Pengelolaan sumber daya manusia tidak kalah penting. Manajemen aparatur
sipil negara (ASN) termasuk area fokus perbaikan tata kelola pemerintah daerah. KPK
masih menemukan praktik KKN dalam proses promosi, rotasi, dan mutasi ASN. Untuk
menimalkan praktik tersebut, KPK mendorong pemda melakukan langkah-langkah
perbaikan, seperti melakukan evaluasi jabatan, membuat aplikasi kinerja, implementasi
pemberian tambahan penghasilan pegawai (TPP), kepatuhan pelaporan harta kekayaan
(LHKPN) dan gratifikasi serta mengatur pola rekrtmen, promosi, rotasi, mutase, dan
pemberhentian ASN.
Pencegahan korupsi juga ditujukan untuk mencegah timbulnya kerugian negara.
Pajak daerah yang tidak terpungut sepenuhnya, antara lain karena oknum pengusaha
dan pemda ikut bermain. Oleh sebab itu, KPK meminta penggunaan teknologi rekam
transaksi. Hasilnya, dibanyak kota, terjadi peningkatan penerimaan pajak daerah yang
signifikan. Instrument OPD di desain untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah.
Hilangnya aset daerah berupa tanah, bangunan hingga kendaraan dinas dimulai
dari manajemen aset yang buruk. Hingga saat ini, penertiban aset pemda berhasil
mengembalikan aset senilai Rp 33,6 triluin. Untuk rekonsiliasi tanah dan bangunan
antar pemda karena proses pemekaran wilayah, secara administratif telah diselesaikan
senilai Rp 21 triliun. KPK juga mendorong program sertifikasi aset daerah secara
nasional bekerja sama dengan BPN. Rata-rata baru 20 persen aset daerah bersertifikat.
Sejalan dengan KPK, Kemdagri meminta pemda untuk melibatkan Kejati dalam setiap
sengketa aset.
Agar lebih efektif, sejak 2018 KPK menyinkronkan upaya pencegahan dengan
upaya penindakan. Ketika terjadi sengketa aset dan terindikasi adanya tindak pidana
korupsi, maka tindak lanjutnya dilakukan oleh tim penindakan. Demikian juga
pengaduan masyarakat dapat segera direspons sepanjang memenuhi unsur pidananya.
Monitoring atas kemajuan implentasi delapan instrument ini dilakukan melalui
situs jaga.id. masyarakat bahkan dapat mengakses informasi tentang kemajuan daerah,
perbandingan dengan daerah lain termasuk per instrument pencegahan secara terbuka
melalui situs ini. Informasi disajikan dalam bentuk peta dengan warna yang
menggambarkan tingkat capaian setiap pemda maupun keseluruhan 542 pemda.
Tujuannya, memperkuat mekanisme kontrol dan partisipasi masyarakat.
Sebagai pengukuran, KPK dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan
instrument survey penilaian integritas (SPI). Implementasi 8 instrumen pencegahan
tersebut diuji melalui survei elektronik yang dilakukan oleh BPS Kabupaten/ kota dan
provinsi. Internal pemda, masyarakat pengguna layanan, dan ahli akan dimintai
pendapatnya dalam SPI.
Tujuannya, meyakinkan apakah masih terjadi korupsi pada bidang pengadaan,
perizinan, kepegawaian dan lainnya menurut pegawai pemda sendiri dan pihak
eksternal yang pernah mengalami. Setelah rangkaian uji coba sejak tahun 2016,
Kemdagri mewajibkan seluruh pemda melaksanakan SPI bekerja sama dengan BPS
setempat.
C. Lembaga Pencegahan Korupsi
Di Indonesia, lembaga-lembaga yang berhak menangani tindak pidana korupsi
terdiri dari 3 (tiga) lembaga, yakni
1. Kepolisian
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Pasal 5 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia
merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri.
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2 undang-
undang No 2 tahun 2002)).
Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi adalah
sebagai Penyidik. Tugas dan tanggung jawab Penyidik telah diatur jelas dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP dan Undang-Undang No. 2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 4 sampai pasal 9 KUHAP menguraikan tentang Penyidik adalah
Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab melakukan Penyelidikan, Penyidikan sampai penyerahan berkas
perkara untuk semua tindak pidana yang terjadi termasuk tindak pidana korupsi dan
tatacara dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut terurai dalam pasal
102 sampai pasal 136 KUHAP.
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia telah diuaraikan juga mengenai tugas dan tanggung jawab
sebagai Penyidik (Pasal 1 sampai Pasal 8 serta pasal 10), Pasal 14 huruf g
menyatakan dalam tugas dan tanggung jawab penyidik berpedoman pada KUHAP.
Untuk menangani tindak pidana korupsi, kepolisian, berpedoman pada :
a. Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dijelaskan bahwa
Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Penyidik menurut
KUHAP berwenang melakukan penyidikan tindak pidana yang terjadi, dimana
pasal 1 ayat (1),(2) tidak mengenal istilah pidana umum atau pidana khusus,
dengan demikian setiap perbuatan yang melawan hukum dan diancam dengan
pidana baik yang ada di dalam maupun di luar KUHP, Penyidik dalam hal ini
Polisi berwenang melakukan penyidikan. Dengan demikian kewenangan
tersebut telah ada sejak diberlakukannya KUHAP.
b. Berdasarkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 Tahun
2001. Undang-undang ini memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada
Penyidik kepolisian untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang
dijelaskan dalam Undang-undang ini secara rinci dan memuat ketentuan pidana
yaitu menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih
tinggi dan diancam pidana khusus yang merupakan pemberantasan tindak
pidana korupsi. Pasal 26 menjelaskan : Penyelidikan, Penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tindak Pidana Korupsi dilakukan
berdasarkan hukum Acara Pidana yang berlaku dan ditentukan lain dalam
undang– undang ini dimana kewenangan penyidik dalam pasal ini termasuk
wewenang untuk melakukan penyadapan.
c. Berdasarkan Undang Undang RI No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Pasal 14 ayat (1) yaitu melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana
dan peraturan perundang – undangan lain.
Dengan demikian kewenangan penyidik Kepolisian dalam memberantas
tindak pidana korupsi sudah jelas dan terarah sehingga apa yang diharapkan oleh
pemerintah/ masyarakat kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian
dapat berjalan dengan baik.
2. Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,
hususnya di bidang penuntutan (Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004).
Sedangkan yang di maksud jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang
lain berdasarkan undang-undang.
Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana :
a. Melakukan penuntutan
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
Dengan adanya tugas dan wewenang kejaksaan pada poin 4, yakni
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang
Undang, maka kejaksaan bisa menangani tindak pidana korupsi, karena tindak
pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang diatur dalam undang
Undang, yakni Undang Undang Nomor 31 tahun 1999.
Dalam hal penanganan tindak pidana korupsi, kejaksaan berpedoman pada
:
a. Undang-undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
b. Pasal 91 ayat (1) KUHAP mengatur tentang kewenangan jaksa untuk
mengambil alih berita acara pemeriksaan, Pasal 284 ayat (2) KUHAP
menyatakan : “Dalam waktu dua tahun setelah undang–undang ini
diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang–
undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus
acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada
perubahan dan/atau dinyatakan tidak berlaku lagi.

3. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi


KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun (Undang–Undang No. 30 Tahun 2002).
KPK dalam nmberanta korupsi berasaskan pada
a. Kepastian hukum
b. Keterbukaan
c. Akuntabilitas
d. Kepentingan umum
e. Proporsionalitas
Yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya;
Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. Sedangjan
proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas,
wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi meliputi:
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang:
a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
kepada instansi yang terkait
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Dalam melaksanakan tugas supervisi, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi
yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan
tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.
Dalam tugas ini pula, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil
alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa
dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan
kroninya. Korupsi selalu bermuladan berkembang di sector public dengan bukti-bukti
yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat public dapat menekan atau memeras
para pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah.
Korupsi di Indonesia sudah tergolong kejahatan yang merusak, tidak saja keuangan
Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar
sosial budaya, moral, politik dan tatanan hukum dan keamanan nasional.
Gerakan dan kerjasama internasional pencegahan korupsi terdiri dari Gerakan
organisasi internasional berupa PBB, Bank Dunia, OECD serta masyarakat uni Eropa
dan Gerakan Lembaga swadaya internasional berupa Transparency International, dan
TIRI (Making Integrity Work).
Instrument nasional pencegahan korupsi terdiri dari delapan instrument.
Kedelapan instrumen tersebut adalah perencanaan dan penganggaran APBD,pengadaan
barang dan jasa (PBJ), pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), manajemen aparatur sipil
negara (ASN), kapabilitas aparat pengawas internal pemerintah (APIP), optimalisasi
pendapatan daerah (OPD), dana desa, dan manajemen asset daerah.
Di Indonesia, lembaga-lembaga yang berhak menangani tindak pidana korupsi
terdiri dari 3 (tiga) lembaga, yakni Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus
menghasilkan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Junaidi. “Tugas dan Wewenang Lembaga-Lembaga Penanganan Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia”. Yudisia, Vol 5, No 1 (2014): 103-122.
https://adv.kompas.id/baca/delapan-instrumen-cegah-korupsi-di-
daerah/#:~:text=Kedelapan%20instrumen%20tersebut%20adalah%20perencanaan,desa
%2C%20dan%20manajemen%20aset%20daerah.

Anda mungkin juga menyukai